Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Corresponding Author : Suyatno, Staf Pengajar Program Studi Teknik Mesin Universitas Sains dan Teknologi
Jayapura Jln. Raya Sentani Padang Bulan Abepura Jayapura – Papua,
Email :[email protected]
ANALISA STRUKTUR MIKRO PADA PROSES PENGELASAN BESI
COR KELABU DENGAN VARIASI PENDINGINAN
Suyatno
1) Anwar
2)
1)Staf Pengajar Program Studi Teknik Mesin 2)
Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknologi Industri dan Kebumian Universitas Sains dan Teknologi Jayapura
Email : [email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian untuk mengetahui struktur mikro akibat perlakuan panas dan pendinginan
pada besi cor kelabu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, dengan besi cor
kelabu, besi cor diambil dari alat ragum yang di potong menggunakan gergaji, memotong
menyerupai plat dengan lebar 55 mm, panjang 75 mm, tebal 5mm dan berjumlah enam spesimen
tiap 1 spesimen menggunakan 2 plat yang akan disambung mengunakan pengelasan Shile Metal Arc
Welding (SMAW), mengunakan jenis elektroda cast iron 7018 berdiamter 2,6 mm dengan ampare
100A sampai denga 110A. Sebelum pengelasan dilakukan pemanasan kelima spesimen dengan
mengunakan elpiji kaleng sampai mencapai suhu 500°C, sambungan las dilakukan dengan
mengunakan kampuh V dengan kemiringan 45°, pengelasan dilakukan dengan dua cara pengelasan
normal atau langsug, dan cold weld dengan tujuan menjaga suhu agar tetap stabil di 500°C. proses
pendingina dilakukan dengan mengunakan pasir yang dipanaskan dan asbes. Satu spesimen
menggunakan udara bebas dilas tanpa pemanasan awal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pengelasan yang baik pada besi cor kelabu
menggunakan teknik cold weld, pengelasan yang dilas dengan setiap panjang 1cm dan dilanjukan
dengan arah berlawanan pada jalur lintasan lasnya. Untuk media pendinginan menggunakan tiga
media pendinginan, pasir yang dipanaskan, asbes dan udara bebas, dari hasil pendinginan pasir
yang dipanaskan memiliki pendinginan yang baik, struktur yang dihasilkan berupa serpihan grafit
yang halus berukuran medium lebih baik dibandingkan dengan grafit yang kasar.
Kata kunci : Elektroda, pasir, asbes, udara bebas pendinginan, pengelasan, besi cor, kuat arus
1. PENDAHULUAN
Pengembangan teknologi dibidang konstruksi yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari
pengelasan karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan reparasi logam. Pengelasan
(welding) adalah salah satu penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk
dan logam pengisi dengan atau tampa tekanan dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan
sambungan yang kontinyu. Proses pengelasan adalah lanjutan dari yang memanfaatkan fenomena
metalurgi, permasalahannya biasanya terjadi crack dibagian lanjutan, dalam kejadian fenomena
metalurgi pada pengelasan dibagian besi baja cor terjadi martensit dan fisura.
Proses preheating diperlukan dalam pengelasan besi cor. Hal ini dapat dilihat di daerah Haz
dengan proses preheating terlihat banyak grafit pada logam las, sedangkan non preheating grafit
cendrung mengumpul pada satu bagian. Dan didaerah logam las terlihat grafit lebih banyak pada
proses pengelasan dengan proses preheating, sehingga adanya grafit tersebut memperkuat
2
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
sambungan pada besi cor yang dilas. Proses pendinginan dengan pasir terhadap besi cor yang sudah
dipanaskan lebih baik dari pada pendinginan dengan udara bebas.
Besi cor merupakan paduan baja dengan carbon. Pada diagram Fe-Fe3C, besi cor mengandung kadar
carbon yang lebih besar dari persentase kelarutan austenit jenuh pada temperatur eutectic. Dengan
demikian kadar carbon pada besi cor adalah 2 hingga 6.67 persen. Karena kadar carbon yang tinggi
menyebabkan besi cor tersebut sangat getas, maka besi cor komersial diproduksi dengan rentang
kadar carbon dari 2.5 hingga 4 persen.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur mikro dan perubahan struktur mikro
akibat perlakuan panas dan pendinginan pada besi cor kelabu.
Menurut Deutche Industri Norman (DIN) pengelasan adalah ikatan metalurgi pada
sambungan logam atau logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair. Jadi
pengelasan merupakan sambungan dari beberapa batang logam dengan memanfaatkan energi panas.
Las listrik juga biasa disebut las busur listrik, yaitu proses penyambungan logam dengan
menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Jadi sumber panas pada las listrik ditimbulkan
oleh busur api arus listrik, antara elektroda las dan benda kerja. Benda kerja merupakan bagian dari
rangkaian aliran arus listrik las. Elektroda mencair bersama-sama dengan benda kerja akibat dari
busur api arus listrik. Gerakan busur api diatur sedemikian rupa, sehingga benda kerja dan elektroda
yang mencair, setelah dingin dapat menjadi satu bagian yang sukar dipisahkan. Dari pengertian
tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa pengertian las adalah sebuah sambungan setempat dari
beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Pengelasan (welding) salah satu teknik
penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau
tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan sambungan yang kontinyu.
Proses pengelasan melibatkan proses pemanasan dan pendinginan, pada umumnya struktur mikro
dan logam tergantung dari kecepatan pendinginannya dari temperature terbentuknya fasa awal
sampai ketemperature kamar. Karena perubahan struktur ini dengan sendirinya sifat sifat mekanis
yang dimilikinya juga berubah. Pada dasarnya daerah lasan terdiri dari tiga bagian yaitu logam lasan
(weld metal), daerah terkena pengaruh panas yang sering dissebut dengan Heat Affected Zone
(HAZ), dan logam induk yang tak terpengaruh panas. Daerah pengaruh panas atau HAZ adalah
logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama pengelasan mengalami siklus termal
pemanasan dan pendinginan cepat. Logam induk tak terpengaruh panas adalah bagian logam dasr
dimana panas dan temperature pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubaha-perubahan
teruktur dan sifat. Selain ketiga bagian itu masih ada bagian lain yaitu daerah yang membatasi antara
logam las dan daerah HAZ yang disebut dengan batas las.
Gambar 1. Sketsa Bahan dan Pengelasan
1. Logam Las (Weld Metal)
2. Fusion Line
3. Heat Affected Zone (HAZ)
4. Logam Induk (Parent Metal)
Proses pendinginan dilakukan secara bertahap yang dilakukan dengan tiga macam bahan
pendinginan yaitu asbes, pasir yang dipanaskan dan udara bebas dengan menggunakan enam
3
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
spesimen. Media dalam pendinginan bisa berbeda-beda, perbedaan kemampuan pendinginan
disebabkan oleh temperature, kekentalan, kadar laruratan dan bahan dasar media pendinginan.
Struktur mikro adalah gambaran dari kumpulan fasa-fasa yang dapat diamati melalui teknik
metalografi. Struktur mikro suatu logam dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Mikroskop
yang dapat digunakan yaitu mikoroskop optik dan mikroskop elektron. Sebelum dilihat dengan
mikroskop, permukaan logam harus dibersihkan terlebih dahulu, kemudian reaksikan dengan reagen
kimia untuk mempermudah pengamatan. Proses ini dinamakan etching.
Continuous Cooling Transformation (CCT) diagram merupakan diagram yang
menggambarkan hubungan antara laju pendinginan kontinyu dengan fasa atau struktur yang
terbentuk setelah terjadinya transformasi fasa.
Pada proses pengelasan, transformasi austenit menjadi ferit merupakan tahap yang paling
penting karena akan mempengaruhi struktur logam las, hal ini disebabkan karena sifat-sifat mekanis
material ditentukan pada tahap tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi austenit
menjadi ferit adalah masukan panas, komposisi kimia las, kecepatan pendinginan dan bentuk
sambungan las. Struktur mikro dari baja pada umumnya tergantung dari kecepatan pendinginannya
dari suhu daerah austenit sampai suhu kamar. Karena perubahan struktur ini maka dengan sendirinya
sifat-sifat mekanik yang dimiliki baja juga akan berubah.
Gambar 2. Diagram CCT
Gambar 3. Diagram fasa
4
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
Diagram fasa adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi
perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan kadar karbon.
Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi perlakuan panas. Diagram fasa
memudahkan memilih temperatur pemanasan yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik
proses anil, normalizing maupun proses pengerasan. Baja adalah paduan besi dengan karbon
maksimal sampai sekitar 1,7%.paduan besi diatas 1,7% disebut cast iron. Perlakuan panas bertujuan
untuk memperoleh struktur mikro dan sifat yang di inginkan. Struktur mikro dan sifat yang
diinginkan dapat diperoleh melalui proses pemanasan dan proses pendinginan pada temperatur
tertentu. Diagram fase Fe-Fe3C merupakan diagram untuk kombinasi karbon dengan besi pada
keadaan solid solution. Diagram fase ini termasuk diagram fase binary karena menunjukkan
hubungan antara dua variable yaitu hubungan antara temperatur dan kandungan karbon (%C) selama
pemanasan lambat.
Shile Metal Arc Welding (SMAW)
Shield Metal Arc Welding (SMAW) merupakan suatu teknik pengelasan dengan
menggunakan arus listrik yang membentuk busur arus dan elektroda berselaput. Di dalam pengelasan
SMAW ini terjadi gas pelindung ketika elektroda terselaput itu mencair, sehingga dalam proses ini
tidak diperlukan tekanan/pressure gas inert untuk menghilangkan pengaruh oksigen atau udara yang
dapat menyebabkan korosi atau gelembung-gelembung didalam hasil pengelasan. Proses pengelasan
terjadi karena adanya hambatan arus listrik yang mengalir diantara elektroda dan bahan las yang
menimbulkan panas mencapai 3000°C, sehingga membuat elektroda dan bahan yang akan dilas
mencair.
Gambar 4. Proses SMAW
Kampuh Las
Kampuh las adalah bentuk persiapan pada suatu sambungan. Umumnya hanya ada pada
sambungan tumpul, namun ada juga pada beberapa bentuk sambungan sudut tertentu untuk
memenuhi persyaratan kekuatan suatu sambungan sudut.
5
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
Gambar 5. Kampuh Las
Bentuk-bentuk Sambungan Las
Secara umum sambungan las ada dua macam, yaitu sambungan sudut (fillet) dan sambungan
tumpul (butt).
Gambar 6. Sambungan Las
Besi cor
Besi cor merupakan paduan baja dengan carbon. Pada diagram Fe-Fe3C, besi cor
mengandung kadar carbon yang lebih besar dari persentase kelarutan austenit jenuh pada temperatur
eutectic. Dengan demikian kadar carbon pada besi cor adalah 2 hingga 6.67 persen. Karena kadar
carbon yang tingi menyebabkan besi cor tersebut sangat getas, maka besi cor komersial diproduksi
dengan rentang kadar carbon dari 2.5 hingga 4 persen.
6
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
Keuletan besi cor sangat rendah dan tidak bisa di roll, dan dibentuk dengan pengerjaan dingin pada
temperatur kamar. Mayoritas besi cor tidak lunak pada seluruh temperatur. Tetapi dalam keadaan
cair dapat dibentuk dengan bentuk yang rumit kemudian di mesin untuk memperoleh dimensi akhir.
Karena hanya proses pengecoran yang cocok untuk paduan ini, maka paduan ini dinamakan besi cor.
Besi cor merupakan paduan besi-karbon dengan kandungan C diatas 2% (pada umumnya sampai
dengan 4%). Paduan ini memiliki sifat mampu cor yang sangat baik namun memiliki elongasi yang
relatif rendah. Oleh karenanya proses pengerjaan bahan ini tidak dapat dilakukan melalui proses
pembentukan, melainkan melalui proses pemotongan (pemesinan) maupun pengecoran. Dari warna
patahan, dapat dibedakan 3 jenis besi cor yaitu besi cor putih yang terdiri dari struktur ledeburit
(coran keras), struktur campuran antara perlit dengan ledeburit yang disebut besi cor meliert dan
struktur perlit dan atau ferit serta ledeburit masih terdapat sejumlah unsur karbon dalam bentuk
koloni grafit yang disebut besi cor kelabu. Jenis dari ketiga besi cor tersebut sangat tergantung dari
kandungan dan komposisi antara C dan Si serta laju pendinginannya, dimana laju pendinginan yang
tinggi akan menghasilkan struktur besi cor putih sedangkan laju pendinginan yang lambat akan
menghasilkan pembekuan kelabu.
Paduan biner besi-karbon pada pendinginan normal akan membeku secara metastabil
sehingga pada pada komposisi hipoeutektik akan menghasilkan struktur ledeburit (perlit + sementit
sekunder), sedangkan pada komposisi hipereutektik terdiri dari sementit primer dan ledeburit.
Barulah pada laju pendinginan yang amat sangat lambat, atau dengan kandungan Si yang cukup
tinggi, pembekuan akan berlangsung secara stabil, dimana sementit (Fe3C/besikarbida) pada
temperatur tinggi akan terurai menjadi Fe3C –> 3Fe + C. Dalam hal ini C merupakan unsur
elementer yang berkoloni membentuk grafit (penggrafitan tak langsung), serta tidak menutup
kemungkinan bahwa grafit telah pula terbentuk langsung dari cairan (penggrafitan langsung).
Dengan demikian paduan tidak lagi menganut sistem besi-besikarbida, melainkan besi-grafit. Akibat
dari terjadinya undercooling, terdapat sebagian kecil dari karbon yang tertransformasi menjadi
besikarbid setelah sebagian besar dari cairan tertransformasi menjadi besi dan grafit. Pembentukan
grafit sangat tergantung dari jumlah inti-inti grafit. Sementara itu grafit memiliki kecenderungan kuat
untuk saling mengelompok serta menjadi bentuk lembaran-lembaran grafit. Peristiwa ini terjadi pada
saat sisa cairan mencapai konsentrasi eutektiknya yang diikuti dengan segregasi grafit, dimana pada
stiap laju pendingainan yang lebih rendah, maka pertumbuhan lembaran grafit tersebut akan semakin
kasar, bahkan hingga menjadi grafit batas butiran.
Tabel 1. Perbandingan struktur pada sistem metastabil dengan stabil
Secara umum proses pembekuan dari besi cor dengan kandungan C antara 2% sampai 4%
adalah sebagai berikut: Dari cairan (kemungkinan pada saat ini telah terdapat inti-inti grafit) akan
terbentuk kristal g-primer yang dengan demikian konsntrasi C didalam sisa cairan akan meningkat
menuju kekomposisi eutektik. Sisa cairan kemudian akan tertransformasi secara eutektik menjadi
ledeburit dan sejumlah grafit. Pada pendinginan selanjutnya sementit pada ledeburit akan
tertransformasi menjadi austenit dan grafit dan untuk selanjutnya grafi-grafit akan tersegregasi keluar
7
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
dari austenit (serpanjang garis E’S’ diagram biner besi-karbon). Grafit-grafit sekunder ini terbentuk
menempel pada grafit primer yang oleh karenanya tumbuh semakin besar.
Hal yang sangat penting sehubungan dengan struktur dasar (matriks) besi cor adalah
pengaruh unsur Si terhadap besikarbida (Fe3C), dimana Si akan mengakibatkan besikarbida terurai
menjadi besisilikat dan karbon (grafit) sebagaimana reaksi Fe3C + Si –> Fe3Si + C. Kandungan Si
yang tinggi memiliki pengaruh yang mirip dengan kandungan C yang dinaikkan serta mengakibatkan
perlambatan laju pendinginan sehingga mengarah ke sistim stabil besi-grafit.
Gambar 7. Diagram Maurer
Maurer mengembangkan suatu diagram besi cor dengan kandungan C dan Si berbeda-beda
pada suatu laju pendinginan tertentu (yaitu pada spesimen cor diameter 30 mm) yang
memperlihatkan perbedaan matriks pada setiap kandungan C dan Si.
Besi cor putih.
Perubahan mulai terjadi pada saat solidifikasi (pembekuan) dan urutan pendinginan pada
diagram Fe-Fe3C. Seluruh besi cor putih merupakan paduan hypoeutectic. Besi cor putih memiliki
kekerasan yang tinggi dibandingkan besi cor lainnya. Kekerasannya disebabkan oleh atom karbon
yang tidak sempat keluar membentuk grafit, sehingga masih berupa sementit, permukaan patahannya
akan berwarna putih.
Gambar 8. Struktur mikro besi cor putih
8
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
Besi cor maleabel.
Merupakan fasa metastabil. Maka terdapat kecenderungan sementit untuk terurai menjadi
besi dan carbon, tetapi pada kondisi normal, cenderung bertahan tanpa batas dalam bentuk aslinya.
Maka pada kondisi ini, sementit dapat dianggap sebagai fasa stabil, kecenderungan membentuk
carbon bebas tersebut sebagai dasar untuk manufakktur besi cor maleabel. Besi cor malleable adalah
besi cor putih yang telah mengalami perlakuan panas dengan suhu berkisar antara 800-900 0 C,
menyebabkan penguraian sementit menjadi grafit.
Gambar 8. Struktur mikro besi cor maleabel
Besi cor kelabu.
Memiliki kandungan silicon relative tinggi yaitu antara satu sampai tiga persen, dengan
silicon sebesar ini, besi cor akan membentuk grafit dengan mudah sehingga fasa karbida Fe3C tidak
terbentuk. Grafit serpih ini terbentuk saat proses pembekuan, besi cor kelabu memiliki kandungan
karbon antara 2,5% - 4,0% kandungan mangan antara 0,2% - 1,0. Sedangkan kandungan fosfor
antara 0,002% - 1,0% dan sulfur antara 0,02% – 0,025%.
Gambar 9. Struktur mikro besi cor kelabu
Jika kadar silicon sulfur, mangan dan pospor dikontrol dengan jumlah yang tepat, maka
variabel yang mempengaruhi kekuatan besi cor kelabu adalah hanya grafit yang berbentuk serpih.
Karena grafit tersebut lunak dan rapuh, maka ukuran, bentuk dan distribusinya akan menentukan
sifat mekanik besi cor. Reduksi ukuran grafit dan kenaikan distribusinya akan menaikan kualitas
besi cor kelabu. Ukuran grafit yang besar merupakan masalah yang besar karena dapat memutuskan
kontinuitas matriks perlit, sehingga akan mengurangi kekuatan dan keuletan besi cor kelabu. Ukuran
grafit yang kecil akan mengurangi kerusakan, sehingga secara umum ukuran grafit yang kecil lebih
diharapkan.
9
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
Struktur Mikro besi Cor
Struktur dari besi cor akan mempengaruhi pada sifat – sifat mekanik dan juga sifat fisik dari
besi tersebut. Beberapa struktur yang ada dalam besi cor adalah grafit, simentit, austenite, ferit dan
perlit, bainit, martensite.
Gambar 10. Distribusi Grafit Gambar 11. Simentit
Gambar 12. Perlit dan Ferit
Gambar 13. Struktur Bainit Gambar 14. Struktur Martensi
10
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan menggunakan 6 spesimen, 4
spesimen diberikan panas 500 oC
sebelum dilas dan 2 spesimen lainnya akan di las tanpa di berikan
perlakuan panas. Terhadap 4 spesimen yang diberikan panas, 2 spesimen dilas dengan metode selang
seling, dengan pengelasan cold weld dan normal. Cold weld pengelasan secara bergantian dengan
panjang pengelasan tiap 1 cm dan 2 spesimen lainya akan dilas tanpa henti sampai satu kawat
elektroda habis. 2 spesimen akan didinginkan dengan menggunakan pasir yang dipanaskan, dan 2
spesimen lainnya akan didinginkan dengan menggunakan asbes, dan 2 spesimen didinginkan
menggunakan udara bebas, tujuan penelitian ini untuk mengetahui perubahan struktur mikro antara 6
spesimen tersebut yang dianalisa perubahan struktur mikronya.
Alat dan bahan yang digunakan :
Gambar 15. Mikroskop Optik Gambar 16. Termometer Inframerah
Gambar 17. Mesin Las Gambar 18. Elpiji kaleng Gambar 19. Stopwatch
Gambar 20. Asbes Gambar 21. Elektroda
11
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
Spesimen Benda Uji
Tabel 2. Diameter Elektroda dan Arus
Variabel Penelitian
Ada tiga variabel dalam penelitian ini yaitu :
a. Variabel terikat (dependent variable): Variabel yang besarnya tidak dapat ditentukan oleh peneliti
yaitu : struktur mikro pada besi cor
b. Variabel terkontrol : Variabel yang ditentukan oleh peneliti, dan nilai selalu konstan yaitu :
diameter elektroda yang digunakan, besar arus dan pendingin.
c. Variabel bebas : Variabel yang memiliki perlakuan bebas, proses pengelasannya/teknik ditentukan
oleh orang yang mengelas spesimen
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1. Pemeriksaan Struktur Mikro Pada Daerah Las
Pemeriksaan pengelasan menggunakan beberapa metode yaitu metode pengelasan cold weld
dan normal dengan pendinginan yang berbeda, pendinginan mengunakan udara bebas, asbes dan
pasir.
a. Pengelasan normal dan coul weld dengan pendinginan udara bebas
Gambar 22. Normal, Daerah Logam Las dengan pembesaran 500x
12
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
Gambar 23. WM, Cold Weld Daerah Logam LAS dengan pembesaran 500x
Pada gambar 22 dengan metode pengelasan normal struktur yang terjadi pada daerah lasan
diakibatkan temperature yang berlebih dan pendinginan yang cepat, semua grafit menjadi halus
membentuk ferrit dan perlit. Jika dibandingkan dengan gambar 23 struktur yang terjadi
disebabkan karena pendinginan lanjut, pada waktu pendinginan grafit menjadi halus, atau biasa
disebut eutetik atau grafit panas lanjut, sehingga kekerasan pada besi cor menjadi lebih tinggi
tetapi kurang ulet.
b. Pengelasan normal dan coul weld dengan pendinginan udara bebas
Gambar 24. WM, Normal, Daerah logam Las dengan Pembesaran 500x
Pada gambar 24 dengan media pendingin udara bebas struktur yang terjadi tidak
beda jauh dengan metode sebelumnya yaitu asbes yang perubahannya terjadi pengaruh panas
tinggi dan pendinginan yang cepat. Jika gambar 25 dengan metode pengelasan cold weld
dengan gambar 23 dengan metode pengelasan yang sama, perubahan terjadi berbeda
dikarenakan media pendinginan memiliki laju pendinginan yang berbeda.
13
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
Gambar 25. WM. Cold Weld, Daerah Logam Las dengan Pembesaran 500x
c. Pengelasan Normal dan Cold Weld Dengan Pendinginan Pasir
Gambar 26. WM, Normal, Daerah Logam Las dengan Pembesaran 500x
Gambar 27. WM, Cold Weld, Daerah Logam Las dengan Pembesaran 500x
14
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
Pada gambar 27 dengan media pendingin pasir yang dipanaskan grafit yang terbentuk terjadi
karena potongan-potongan grafit eutektik yang halus, yang mengkristal kristal mula dari austenit
karena pendinginan lanjut (undercooling) pada pembekuan eutektik. Keadaan ini umumnya
diperbaiki dengan pemberian perlakuan panas. Distribusi grafit semacam ini kadang-kadang muncul
pada besi cor yang teroksidasi. Pada gambar 26 perubahan yang terjadi hampir sama gambar dengan
pendinginan dengan udara bebas dikarenakan pengelasan yang terus menerus mengakibatkan panas
melebihi dari 500°C karena panas yang berlebih perubahan struktur tidak dapat terhindarkan.
3.2. Pemeriksaan Struktur Mikro Daerah HAZ
Heat Affected Zone (HAZ) merupakan daerah yang dipengaruhi panas dan juga logam dasar
yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal
pemanasan dan pendinginan cepat, sehingga terjadi perubahan struktur akibat pemanasan tersebut
disebabkan daerah yang mengalami pemanasan yang cukup tinggi.
a. Pengelasan Normal dan Cold Weld dengan Pendinginan Asbes
Gambar pada daerah HAZ dengen pengelasan normal dan cold weld bisa dilihat betuk
grafitnya pada gambar 28 grafit primer mengristal secara kasar, memberikan sifat sifat mekanis yang
rendah. Pada gambar 29 adalah struktur yang bagus karena struktur menunjukkan grafit yang
berukuran medium.
Gambar 28. Normal, Daerah Haz dengan Pembesaran 500x
Gambar 29. Cold Weld, Daerah HAZ dengan Pembesaran 500x
b. Pengelasan Normal Dan Cold Weld Dengan Pendinginan Udara Bebas
Untuk media pendinginan udara bebas hasilnya struktur yang mengristal kasar dipengaruhi
media pendingin yang kurang baik, jika dilihat pada gambar 30 dan gambar 31 yang
membedakan banyaknya jumlah grafit yang mengristal.
15
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
Gambar 30. Normal, Daerah HAZ Dengan Pembesaran 500x
Gambar 31. Cold Weld, Daerah HAZ Dengan Pembesaran 500x
c. Pengelasan Normal dan Cold Weld dengan Pendinginan Pasir
Untuk media pendinginan pasir yang dipanaskan dilihat pada gambar 33 menunjukkan
struktur yang paling sesuai grafit yang terdiri dari feerit dan perlit, pada ummnya besi cor
kelabu. Struktur yang paling banyak digunakan karena struktur yang menunjukkan serpih grafit
yang mempunyai panjang medium terdistribusikan. Sedangkan pada gambar 32 grafit terbentuk
secara kasar dan pertumbuhan ferrit semakin banyak mengakibatkan ketahanan besi cor
berkurang.
Gambar 32. Normal, Daerah HAZ dengan Pembesaran 500x
16
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
Gambar 33. Cold Weld, Daerah HAZ dengan Pembesaran 500x
3.3. Pengujian Struktur Mikro Logam Induk
Daerah logam induk yang hanya terpengaruh dari pemanasan dan panas setelah
melakukan pengelasan.
a. Pengelasan Normal Dan Cold Weld dengen Pendinginan Asbes
Gambar struktur pada daerah logam induk, pada gambar 34 dan gambar 35 membedakan
jumlah dari grafit yang terbenduk akibat perlakuan panas yang terjadi.
Gambar 34. Normal, Daerah logam Induk dengan Pembesaran 500x
Gambar 35. Cold Weld, Daerah Logam Induk dengan Pembesaran 500x
17
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
b. Pengelasan Normal dan Cold Weld Dengan Pendinginan udara
Untuk media pendingin udara bebas kristal grafik yang terbentuk akan memberikan sifat
mekanik yang rendah, serta olah laju pendinginan pada waktu pembekuan. Pada gambar 36 grafit
yang kasar dan sedikit pertumbuhan perlit dan ferrit mengakibatkan besi cor kurang ulet dari besi
cor kelabu pada umumnya.
Gambar 36. Normal ,Daerah Logam Induk Dengan pembesaran 500x
Gambar 37. Cold Weld, Daerah Logam Induk dengan Pembesaran 500x
c. Pengelasan Normal dan Cold Weld dengan Pendinginan Pasir
Media pendinginan pasir bisa dilahat pada gambar 38 logam induk yang dilas dengan
pengelasan normal membentuk grafit yang mengkristal kasar membuat sifat mekanis yang
rendah. Pada gambar 39 grafit yang terbentuk berukuran medium yang tidak berbedah jauh pada
umumnya besi cor kelabu.
Gambar 38. Normal, Daerah Logam Induk Dengan Pembesaran 500x
18
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
Gambar 39. Cold Weld, Daerah Logam Induk Dengan Pembesaran 500x
Hasil Pengamatan Struktur Mikro
Hasil pengujian dengan pendinginan asbes dengan metode pengelasan normal dan cold
weld dapat dilihat perbedaan struktur ferit dan perlit untuk pengelelasan normal dapat dilihat
lebih bnyak mengandung ferit dibandingan dengan perlit. sedangkan untuk pengelasan cold weld
mengandung lebih bnyak grafit dibandingakan ferit. Jadi pengelasan dengan metode cold weld
akan lebih banyak mengandung grafit dibandingkan dengan pengelasan normal dikarenakan
pengaruh panas yang berlebih saat terjadinya pengelasan, yang membuat dareah logam las lebih
keras dibandikan dengan pengelasan normal.
Dari tiga media pendinginan yang mampu menjaga struktur mikro pada besi cor kelabu,
yang didominasi oleh grafit dan ferit perlit sangat disarankan menggunakan pasir yang
dipanaskan, karena pasir dapat mengontrol laju pendinginan secara perlahan dibandingkan
dengan asbes maupun udara bebas.
Jika pengelasan dilakukan dengan metode normal, panas yang dihasilkan dari elektroda
akan mencapai 800°C , jika dikaitkan dengan diagram CCT perubahan struktur yang terdiri dari
grafit Akan berubah menjadi austenite, dan pendinginan yang dapat merubah austenit menjadi
ferrit perlit.
Proses cold weld dilakukan agar menjaga temperature disuhu 500°C jika dilihat pada
diagram fasa pada besi cor kelabu terdiri dari Fe3C, grafit pearlit ferrit, jika pendinginan
menggunakan udara bebas dan asbes akan berubah menjadi keseluruhan ferrit dan jika
pendinginan mengunakan pasir struktur yang terjadi grafit yang berukuran medium dan ferrit
perlit.
4. KESIMPULAN
1. Berdasarkan analiasa perubahan struktur mikro besi cor kelabu akibat dua metode pengelasan,
hasil yang didapat berupa gambar struktur yang terdiri dari grafit, perlit, ferrit, yang terjadi
akibat proses pengelasan pemanasan dan pengelasan. Dapat disimpulkan kalau proses
pengelasan dengan menggunakan pemanasan awal 500° dapat mempengaruhi perubahan
struktur mikro. Dan pengaruh perubahan yang paling besar dikarenakan pengelasan normal,
karena pengelasan yang terus mengakibatkan panas yang berlebih. Jika dibandingkan dengan
metode cold weld, pengaruh panas yang terjadi tidak berlebih dikarenakan pengelasan yang
dilakukan dengan panjang 1cm dan dihentikan, diteruskan dengan pengelasan diarah berlawan
dengan panjang 1cm. pengelasan yang dilakukan secara bergantian itu untuk menjaga panas
agar tidak melibihi ketetapan yang sudah ditentukan.
19
Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No.1 Juni 2020 (1-19) ISSN 2302-3465
2. Dari media pendinginan menggunakan tiga macam media pendinginan yaitu asbes, pasir yang
dipanaskan, dan udara bebas dapat disimpulkan yang memiliki pengaruh perubahan paling besar
terjadi dengan media pendinginan udara bebas karena pendinginan yang cepat merubah struktur
mikro jadi kurang baik untuk digunakan. Sedangkan untuk media pendinginan asbes perubahan
yang terjadi pembentukan grafit yang sedikit lebih kasar dibandingkan dengan media
pendinginan pasir yang dipanaskan. Perubahan yang terjadi grafit yang halus dan berukuran
medium yang memiliki elastisitas yang lebih baik dibandingkan grafit yang kasar. Dari hasil
laju pendinginan yang baik adalah pasir yang dipanaskan karena memiliki laju pendinginan
yang sangat baik karena pembentukan Grafitnya untuk besi cor kelabu.
5. DAFTAR PUSTAKA Ismet Eka Putra, 2013. Pengaruh Perlakuan Panas dan Perlakuan Pendinginan Pada Proses
Pengelasan Besi Cor dengan Las Busur Listrik SMAW Terhadap Struktur Mikro. Jurnal
Momentum, Vol.14 No.1 Februari 2013 ISSN: 1693-752X
Muhammad Al Amin, 2015. Pengaruh Pemanasan Awal Terhadap Kekerasan, Ketangguhan Dan
Struktur Mikro Pada Pengelasan Besi Cor. Jurnal Pendidikan Teknik Mesin, Vol 1 No 1.
2015.
Surdia, Tata & Shinroku Saito, 1999. Pengetahuan Bahan Teknik. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Suroto, A. & Sudibyo, B. 2000. Ilmu Logam dan Metalurgi, ATMI, Surakarta.
Wahyudi Darmandi, 2015. Pengaruh Media Pendingin Terhadap Struktur Mikro Dan Kekerasan
Pada Besi Cor. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Muhammadiyah Surakarta.
William & David, 2011. Materials Science and Enginering. John Wiley & Son. Asia
Wiryosumarto Harsono, Okumura Toshie, 1981. Teknologi Pengelasan Logam. PT. Pradiya
Paramita. Jakarta.