12
Analisis NilaiKalor Dan Kelayakan Ekonornrs Kayu SebagalBahan Bakar(T.O. Cahyono et al.) ANALISIS NlLAl KALOR DAN KELAYAKAN EKONOMIS KAYU SEBAGAI BAHAN BAKAR SUBSTlTUSl BATU BARA Dl PABRlK SEMEN" (Heat Value Analysis and Economic Feasibiliiy of Wood Utilization as Coal Substitution In Cement Factory) Tekat Dwi Cahyono, Zahrial coto2', dan Fauzi ~ebrianto') ABSTRACT Since the 1970s, energy has been a significant product of forest-related biomass. The use of wood to provide industrial heat and electricity has become important to the economic viability of the forest product and other industry. Growing normally at marginal soil of mining area, Leuchaena leucocephala, Samanea saman, Sesbandia grandiflora, Glirisidia maculate, Pferocarpus indica, Enterolobium cylocarpum, Hibiscus tiliace us, and Gmelina arborea woods were analysed to investigate heat value and economic feasibility of their usage as coal substitution in cement production. Examination on those woods species showed that mean of heat value in air dry condition was about 4.000 kcal/kg. As BC rafio is 2,07, then the mining plantation enterprise to provide fuel wood is feasible economically. Key words: wood, heat value, feasibility PENDAHULUAN Kegiatan pabrik semen terdiri atas tiga tahap, yaitu penambangan bahan baku, proses produksi semen, dan proses pemasaran. Proses produksi secara khusus terdiri dari 4 tahap, yaitu penggilingan bahan baku, pembakaran, penggilingan akhir, dan pengantongan semen. Kegiatan pembakaran dalam proses produksi merupakan proses inti karena sebagian besar energi diperlukan dalam proses ini. Kegiatan pembakaran rnenggunakan batu bara sebagai bahan bakar utama. Komponen biaya energi, termasuk listrik, pada pabrik semen rnencapai 40% dari total biaya produksi. Sebagai contoh, pabrik semen PT. Holcim Narogong yang terletak di Kabupaten Bogor. Kebutuhan batu bara tahun 2006 adalah 474 440 ton. Jika rata-rata nilai kalor batu bara yang digunakan adalah 6 000 kkalikg, kebutuhan kalor batu bara adalah sebesar 2.84 x 1012 kkal. Jika harga batu bara Rp 450 000/ton, dibutuhkan Rp 213.5 miliar untuk biaya pengadaan batu bara. Ditinjau dart pengaruh lingkungan, proses pembakaran termasuk salah satu yang paiing berpotensi (di samping juga kegiatan penambangan) dalam mempengaruhi kuatitas lingkungan (Bertschinger, 2006). Indonesia termasuk negara dengan sumber tambang batu bara terbesar di dunia. Cadangannya diperkirakan 36.3 milyar ton. Dari total sumber daya tersebut, hanya 7.6 milyar ton yang dapat dikatakan sebagai cadangan pasti (reserve) dan sekitar 58.5% dari cadangan batu bara tersebut tergolong batubara muda (lignite). "8qian dari tesis penul~s pertama, Program Stud, llmu Pengetahuan Kehutanan. Sekolah Paecasarjana IPB. " Berturut-turut Ketua dan AnggotaKornisi Pembimbing

Analysis and Economic Wood Coal Factory)

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Analisis NilaiKalor Dan Kelayakan Ekonornrs Kayu SebagalBahan Bakar(T.O. Cahyono et al.)

ANALISIS NlLAl KALOR DAN KELAYAKAN EKONOMIS KAYU SEBAGAI BAHAN BAKAR SUBSTlTUSl BATU BARA Dl PABRlK SEMEN"

(Heat Value Analysis and Economic Feasibiliiy of Wood Utilization as Coal Substitution In Cement Factory)

Tekat Dwi Cahyono, Zahrial coto2', dan Fauzi ~ebrianto')

ABSTRACT

Since the 1970s, energy has been a significant product of forest-related biomass. The use of wood to provide industrial heat and electricity has become important to the economic viability of the forest product and other industry. Growing normally at marginal soil of mining area, Leuchaena leucocephala, Samanea saman, Sesbandia grandiflora, Glirisidia maculate, Pferocarpus indica, Enterolobium cylocarpum, Hibiscus tiliace us, and Gmelina arborea woods were analysed to investigate heat value and economic feasibility of their usage as coal substitution in cement production. Examination on those woods species showed that mean of heat value in air dry condition was about 4.000 kcal/kg. As BC rafio is 2,07, then the mining plantation enterprise to provide fuel wood is feasible economically.

Key words: wood, heat value, feasibility

PENDAHULUAN

Kegiatan pabrik semen terdiri atas tiga tahap, yaitu penambangan bahan baku, proses produksi semen, dan proses pemasaran. Proses produksi secara khusus terdiri dari 4 tahap, yaitu penggilingan bahan baku, pembakaran, penggilingan akhir, dan pengantongan semen. Kegiatan pembakaran dalam proses produksi merupakan proses inti karena sebagian besar energi diperlukan dalam proses ini. Kegiatan pembakaran rnenggunakan batu bara sebagai bahan bakar utama. Komponen biaya energi, termasuk listrik, pada pabrik semen rnencapai 40% dari total biaya produksi. Sebagai contoh, pabrik semen PT. Holcim Narogong yang terletak di Kabupaten Bogor. Kebutuhan batu bara tahun 2006 adalah 474 440 ton. Jika rata-rata nilai kalor batu bara yang digunakan adalah 6 000 kkalikg, kebutuhan kalor batu bara adalah sebesar 2.84 x 1012 kkal. Jika harga batu bara Rp 450 000/ton, dibutuhkan Rp 213.5 miliar untuk biaya pengadaan batu bara. Ditinjau dart pengaruh lingkungan, proses pembakaran termasuk salah satu yang paiing berpotensi (di samping juga kegiatan penambangan) dalam mempengaruhi kuatitas lingkungan (Bertschinger, 2006).

Indonesia termasuk negara dengan sumber tambang batu bara terbesar di dunia. Cadangannya diperkirakan 36.3 milyar ton. Dari total sumber daya tersebut, hanya 7.6 milyar ton yang dapat dikatakan sebagai cadangan pasti (reserve) dan sekitar 58.5% dari cadangan batu bara tersebut tergolong batubara muda (lignite).

" 8 q i a n dari tesis penul~s pertama, Program Stud, llmu Pengetahuan Kehutanan. Sekolah Paecasarjana IPB.

" Berturut-turut Ketua dan AnggotaKornisi Pembimbing

I Forum Pascasarjana Vol 31 No 2 Lr-rtl 7130.3- 105-1 7 6 Analisis NilaiKalw Dan Kelayakan Lrkonomis Kayu Sebagai Bahan Bakar (T.D. Cahyano et a

Kendala yang dihadapi dalam pemakaian batu bara muda ini adalah nilai kalor rendah, sedangkan kadar sulfur dan air tinggi (Widagdo, 2004).

Harga batu bara kualitas baik terus naik dari US$ 50.541ton (Maret 2004) menjadi US$ 70/ton (Januari 2008). Harga batu bara kualitas rendah berada pada kisaran US$32-US$34iton, naik hampir 100% jika dibandingkan dengan awal tahun 2007 yang masih berada pada kisaran US$ 16-US$ 20lton (Budhiwijayanto, 2008). Untuk mengatasi masalah tersebut, industri yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar mulai mengintensifkan program substitusi batu bara dengan bahan bakar dan material alternatif (BBMA).

Salah satu pemanfaatan energi alternatif adalah energi yang berasal dari biomassa. Pemanfaatan energi alternatif dari biomassa akan terus dikembangkan sampai tersedia sumber energi yang murah dan tersedia beriimpah. Buongiorno et al. (2003) menyatakan bahwa pemakaian kayu sebagai bahan bakar selama tahun 196 1 - 1997 meningkat hampir 53% dan diprediksikan peningkatannya akan mencapai 73% pada tahun 2010. Bahan bakar biomassa lain selain kayu juga digunakan dalam memenuhi kebutuhan energi alternatif. Sebagai contoh, PT. Indocement f unggal Perkasa telah rnenanam 100.000 bibit jarak pagar yang dimulai pada bulan Januari 2007 (Lavalle, 2007). PT. Semen Padang mempersiapkan limbah tandan kosong sawit (TKS) sebagai bahan bakar substitusi. Tahap awal substitusl adalah 5% dari kebutuhan batu bara. Persentasi substitusi akan terus ditingkatkan dengan syarat tidak ada modifikasi terhadap mesin utama pembakaran. Bahan substitusi ini bisa dicarnpur dengan batu bara atau tanpa dicampur (Saksono, 2006).

Pabrik semen PT. Holcim yang beroperasi di Narogong terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, menempati areal seluas 1 337.81 ha. Aktivitas pertambangan yang telah dilakukan sampai Desember 2006 adalah sebagai berikut: luas quari batu gamping yang telah terbuka seluas 214.69 ha, tanah liat 47.8 ha dengan elevasi terendah 84 m dpl. Luas areal yang sudah ditambang sampai elevasi terendah mencapai 78.9 ha. Areal dengan elevasi terendah tersebut telah dimanfaatkan antara lain untuk penghijauan 15.43 ha, settling pond 8.19 ha, reklamasi 8 ha, areal topsoil 0.65 ha, dan tapak pabrildbangunan 46.63 ha. Jenis tanaman penghijauan yang telah ditanam sejak tahun 2001 di antaranya adalah sengon buto, gmelina, waru, lamtoro, trernbesi, turi, gamal, dan angsana. PT. Holcirn juga telah mempunyai rencana reklamasi serta rencana revegetasi untuk jangka waktu 20 tahun (2002-2022) pada areal

I milik perusahaan seluas 840 ha (Bertschinger, 2006).

Penelitian tentang pemanfaatan limbah kelapa sawit (Susanto, 20061, sekam padi (Susanto, 2005), dan limbah bahan berbahaya dan beracun (83) (Bertschinger, 2006) pernah dilakukan untuk menjawab permasalahan penyediaan bahan bakar dan material alternatif pada pabrik semen. Penelitian tentang pemantauan reforestasi pada areal bekas tambang untuk memantau parameter perturnbuhan dan kondisi tempat tumbuh (Puspaningsih, 2007) dan penelitian tentang kualitas pertumbuhan kayu energi pada area bekas tambang (Asmarahman, 2008) juga pernah dilakukan. Analisis nilai kalor dan kelayakan ekonomis penyediaan kayu energi untuk mensuplai bahan bakar pada industri semen, baik diusahakan sendiri maupun bersama masyarakat sekitar pabrik semen, belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan analisis nilai kalor dan kelayakan ekonomis pemanfaatan hasil reforestasi pada areal bekas tambang

untuk penyediaan kayu energi sebagai bahan bakar dan material alternatil substitusi batu bara.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kalor beber; kayu cepat tumbuh (fast growing species) dan men~hitung kelayakan E pengusahaan hutan untuk penyediaan kayu energi sebagai bahan bakar ! batu bara di pabrik semen.

Hasil penelitian diharapkan dapat rnemberikan rekomendasl pengelola pertambangan untuk menanam kayu dari jenis cepat tumb~ mempunyai kemampuan tumbuh yang balk pada tanah di sekitz pertambangan maupun tanah bekas tambang, dan secara ekonomis layai bahan bakar substitusi batu bara dalam proses produksl semen.

Lokaal Penelltian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium PT. Holcim Narogong, KE Klapanunggal, Kabupaten Bogor, dan Baglan Peningkatan Mut~ Departernen Hasil Hutan IPB. Penelitian dilaksanakan dari bulan April 200 bulan Januarl2008.

Bahan dan Alat

Kayu yang akan dianalisis nilai kalornya adalah 8 jenis kayu ent ditanam di sekitar pabrik semen sejak tahun 2001. Kalorimeter digunak menganalisis nilai kalor.

Analisis Nilai Kalor Kayu

Contoh uji dari 8 jenis kayu diambil secara acak pada bagian ted dibuat serpihan-serpihan kecil dengan rnenggunakan gergaji. Nilai kalo~ berdasarkan bany akny a kalor yang dilepaskan yang akan sama dengan k akan diserap oleh air dalam kalorimeter, yang dinyatakan datam kilol kilogram dan dihitung .- ?shx:,T7-ti ,: dengan " memakai mmus sebagai berikut:

; >..- 3 Nilai kalor = I,,-, dengan W = Nilai air dari alat kalorimeter,

tl Suhu mula-mula, tZ Suhu setelah pembakaran, A = Bobot Contoh, B = Koreksi panas pada kawat besi.

Pengujian Kadar Abu (TAPPI T211 om-93)

Sebelum dilakukan pengujian kadar abu, perlu dilakukan pengujian sesuai TAPPl T264, yaitu dengan menimbang sekitar 2 gram sampe toleransi 0.001 g (A). Selanjutnya sampel dikeringkan selama 2 jam da pada suhu 102 * 3"C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Samr kembali selama 1 jam, dinginkan dan timbang. Pengulangan kegiatan

:casarjana Vo l 31 No. 2 ht,t-tI ZI10.1 7115-7 16 &aNsis Ni/ai Kalor Dan Kslayakan E k ~ n o m i s Kayu Sebagai Bahsn Bakar (T.D. Cahyono st al.)

yang dihadapi dalam pemakaian batu bara muda ini adalah nilai kalor jedangkan kadar sulfur dan air tinggi (Widagdo, 2004). arga batu bara kualitas balk terus naik dari US$ 50.54jton (Maret 2004) US$ 70iton (Januari 2008). Harga batu bara kualitas rendah berada pada US$32-US$34/ton, naik harnpir 100% jika dibandingkan dengan awal 107 yang masih berada pada kisarafl US$ 16-US$ 20lton (Budhiwijayanto, Jntuk mengatasi masalah tersebut, industri yang menggunakan batu bara bahan bakar mulai mengintensifkan program substitusi batu bara dengan akar dan material alternatif (BBMA). llah satu pemanfaatan energi alternatif adalah energi yang berasal dari 3. Pemanfaatan energi alternatif dari biomassa akan terus dikembangkan ersedia sumber energi yang murah dan tersedia berlimpah. Buongiorno et ) menyatakan bahwa pemakaian kayu sebagai bahan bakar selarna tahun 37 meningkat hampir 53% dan diprediksikan peningkatannya akan ri 73% pada tahun 2010. Bahan bakar biornassa lain selain kayu juga n dalam memenuhi kebutuhan energi alternatif. Sebagai contoh, PT. ant Tunggal Perkasa tefah menanam 100.000 bibit jarak pagar yang pada bulan Januari 2007 (Lavalle, 2007). PT. Semen Padang iiapkan limbah tandan kosong sawit (TKSj sebagai bahan bakar ;. Tahap awal substitusi adalah 5% dad kebutuhan batu bara. Persentasi

akan tenrs ditingkatkan dengan syarat tidak ada modifikasi terhadap 3ma pembakaran. Bahan substitusi ini bisa dicampur dengan batu bara a dicampur (Saksono, 2006). brik semen PT. Holcim yang beroperasi di Narogong terletak di an Klapanunggal, Kabupaten Bogor, menempati areal seluas 1 337.81 ha. pertambangan yang telah dilakukan sampai Desember 2006 adalah ~erikut: luas quari batu gamping yang telah terbuka seluas 214.69 ha, : 47.8 ha dengan elevasi terendah 84 m dpl. Luas areal yang sudah a sampai elevasi terendah mencapai 78.9 ha. Areal dengan elevasi tersebut telah dimanfaatkan antara lain untuk penghijauan 15.43 ha, )ond 8.19 ha, reklamasi 8 ha, areal topsoil 0.65 ha, dan tapak igunan 46.63 ha. Jenis tanaman penghijauan yang telah ditanam sejak 11 di antaranya adalah sengon buto, gmelina, waru, lamtom, trernbesi, 31, dan angsana. PT. Holcim juga telah mempunyai rencana reklamasi :aria revegetasi untuk jangka waMu 20 tahun (2002-2022) pada areal sahaan seluas 840 ha (Bertschinger, 2006). lelitian tentang pemanfaatan limbah kelapa sawit (Susanto, 20061, sekam santo, 2005), dart limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) Iger, 2006) pernah dilakukan untuk menjawab permasalahan penyediaan lkar dan material alternatif pada pabrik semen. Penelitian tentang an reforestasi pada areal bekas tambang untuk mernantau parameter Ian dan kondisi tempat tumbuh (Puspaningsih, 2007) dan penelitian kualitas pertumbuhan kayu energi pada area bekas tambang man, 2008) juga pernah dilakukan. Analisis nilai kalor dan kelayakan penyediaan kayu energi untuk mensuplai bahan bakar pada industri

laik diusahakan sendiri maupun bersama masyarakat sekitar pabrik :lum pernah dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan analisis nilai kalor akan ekonomis pemanfaatan hasil reforestasi pada areal bekas tambang

untuk ~enyediaan kayu energi sebagai bahan bakar dan material alternatif (BBMA) substitusi batu bara.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kalor beberapa Jenls kayu cepat tumbuh (fast growing species) dan menghitung kelayakan ekonomis ~engusahaan hutan untuk penyediaan kayu energi sebagai bahan bakar substitusi batibara dl pabrik semen.

Hasil penelitian diharapkan dapat memberlkan rekomendasl kepada pengelola pertambangan untuk menanam kayu darl Jenls cepat tumbuh, yang mempunyai kemampuan tumbuh yang baik pada tanah di sekitar lokasl pertambangan maupun tanah bekas tambang. dan secara ekonomls layak sebagal bahan bakar substitusi batu bara dalam prases praduksl semen.

METODE PENELlTl AN

Lokasl Penelltian

Penelltlan dilaksanakan di Laboratorlum PT. Holcim Narogong, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogar, dan Baglan Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasi! Hutan IPB. Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2007 sampai bulan Januari 2008.

Bahan dan Alat

Kayu yang akan dianalisis nilai kalornya adalah 8 jenis kayu energi yang ditanam di sekitar pabrik semen sejak tahun 2001. Kalorimeter digunakan untuk menganalisis nilai kalor.

Analisis Nilai Kalor Kayu

Contoh uji dari 8 jenis kayu diambil secara acak pada bagian tertentu dan dibuat serpihan-serpihan kecil dengan menggunakan gergaji. Nilai kalor dihitung berdasarkan banyaknya kalor yang dilepaskan yang akan sama dengan kalor yang akan diserap oleh air dalam kalorimeter, yang dinyatakan dalam kilokalori per kilogram dan dihitung dengan memakai mmus sebagai berikut:

, -,-r 77 - t 2 ; Nilai kalor = { .-.--%L+...-.. .,- 8 .* .'

dengan W = Nilai air dari alat kalorimeter, t, = Suhu mula-mula, t, = Suhu setelah pembakaran, A = Bobot Contoh, B = Koreksi panas pada kawat besi.

Pengujian Kadar Abu (TAPPI T211 om-93)

Sebelum dilakukan pengujian kadar abu, perlu dilakukan pengujian kadar air sesuai TAPPI T264, yaitu dengan menimbang sekitar 2 gram sampel dengan toleransi 0.001 g (A). Selanjutnya sampel dikeringkan setama 2 jam dalarn oven pada suhu 102 * 3°C didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dioven kembali selama 1 jam, dinginkan dan timbang. Pengulangan kegiatan dilakukan

Forum Pascasadana Vol 31 No 2 &;]:.I ?c)DEc, 105-7 16 Analisis Nrlai Kalor Dan Kelayakan E~r ln~mts Kayu Sebagai Bahan Bakar (T.D. Ca hyono st

hingga dicapai bobot konstari (B), yaitu bobot sarnpel tidak berubah lebih dari 0.002 g. Kadar alr kayu yang dinyatakan dalam persen dengan ketelitian 0.1% dihaung dengan rumus.

< ~ - 8 = Kadar air = : . ; ,,! 'f GfrL,i

Prosedur penentuan kadar abu dalam kayu (TAPPI T211 om-93) adalah sebagai berikut.

Cawan abu kosong dibefsihkan dan dipanaskan pada suhu 525i25"C selama 30-60 menit. Setelah pemanasan, cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ekuivalen 1 g kering oven dipindahkan ke dalam cawan abu. Sampel dipanaskan pada suhu 100DC, secara bertahap ditingkatkan suhunya hingga mencapai 525'C sehingga terjadi karbonasi tanpa pembakaran. Suhu pengabuan diatur pada 525S5"C. Pembakaran selesai jika partikel hitam telah hilang, lalu cawan didinginkan dalam desikator dan ditirnbang. Pembakaran dan penimbangan dilakukan hingga bobot abu konstan hingga f 0.2 mg.

4 4 Kadar abu (%) = I; ~ l l i O % a ~

dengan A= bobot abu (g), B= bobot kayu kering (g).

Anallsls Ekonomls Penanaman Kayu Energi

Analisis ekonomis menggunakan metode profitability index (PI) atau disebut juga dengan istilah benefit cost ratio (BCR). BCR merupakan rasio aktivitas dad jurnlah nilai sekarang penerimaan bersih dengan nilai sekarang pengeluaran investasi selama umur investasi (Kasmir dan Jakfar, 2003). Untuk menghitung BIC rasio diperlukan nilai NPV (net present value), yaitu selisih antara nilai investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih (aliran kas masuklcash in) di waktu yang akan datang . Jika hasil menunjukkan positif, usulan investasi dapat dipertimbangkan untuk diterirna (Anfin, 2007). NPV dihitung pada kondisi bunga 9% dan 15%. Metode perhitungan NPV dan BCR rnengikuti metode Sumitro (2003) untuk contoh kasus HTI Akasia Mangium.

HASlL DAN PEMBAHASAN

Analisis Nilai Kalor Kayu

Nilai kalor tertinggi dicapai jika kayu dalam kondisi kering tanur, yaitu sekitar 4 500 kkallkg (Haygreen et at., 2003). Dalam penggunaan praktis, rnengeringkan kayu sampai kondisi kering tanur tidak ekonomis dari segi biaya. Untuk mendapatkan nilai kalor optimum, kayu digunakan pada kondisi kering udara (kadar air 12%) dengan nilai kalor berkisar 4 000 kkallkg. Perbandingan nilai kalor kayu dengan batu bara yang digunakan dalam industri disajikan dalam Tabel 1.

Dari Tabel 1 terlihat bahwa gmelina pada kadar air 9.24% merniliki nilai kalor tertinggi jika dibandingkan dengan tanaman lainnya, sedangkan kayu trembesi dengan kadar air 10.36% memiliki nilai kalor terendah, yaitu 3.926 kkallkg. Angsana memiliki kadar abu tertinggi, yaitu 9.08%, tetapi nilai ini masih jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar abu batu bara muda sebesar 19.2%. Batu

bara dengan kualitas lebih baik memiliki nilai kalor 6.300 kkallkg pada 2.1% dan kadar abu yang lebih hecil, yaitu 18.1%. Tabel 1. Nilai kalor dan kadar abu tanaman yang ditanam di sekitar lokas

dibandingkan dengan batu bara

Parameter Jenis Kayu Kadar air Nila~ kalor K2

(%) (kkaljkg) Lamtoro (Leuchaena Ieucocephala) 10.13 4 197 Trernbesi (Samanea saman) 10.36 3.926 Turi (Sesba ndia grandiflora ) 6.83 3.965 Gamal (Glirkidia macuiate) 23.97 4.168 Angsan a (PLeromrpus indica) 7 53 4.060 Sengon But0 (Enterolobium cylocarpum) 14.21 3.948 W x u i H i b i a c ~ ~ liliaceus) 10.33 4 266 Gmelina (Gmelina arbatad) 9 24 4 282 Batu bara rnuda (lignils) 2.8 5.600 Batu bara 2.A 5.303

Nilai kalor dipengaruhl oleh kadar air, ekstraktlf, susunan kirnia jenis kayu. Nilai kalor kayu kering udara 15% lebih kecil daripada k; tanur. Selain kadar air sebagai faktor utama yang mempengaruhi nilal k ekstraktif rnerupakan faktor penting dalam menentukan nilai kalor. contoh, oleoresin memiliki nilai kalor 8 500 kkallkg. Pengaruh dari komp~ yang diturunkan dari nilai kalor lignin (6 100 kkallkg) lebih besar daripada selulosa (4 150-4 350 kkallkg) (Haygreen et al., 2003).

Abu dapat ditelusuri karena adanya senyawa yang tidak terb; mengandung unsur-unsur seperti kalsium, kaliurn, magnesium, mar silikon (Haygreen et a/., 2003). Pada proses produksi semen, a merupakan masalah yang mengganggu karena abu yang dihasilkan d pembakaran dicampur pada proses produksi. Silika yang dihasilkan dali pembakaran kayu juga merupakan salah satu bahan dasar pembuat sem

Analisis Ekonomis Penyediaan Kayu Energi

Kegiatan penanaman hutan untiik penyediaan kayu energi adalal tipikal, yaitu pembiayaan besar pada awal tahun, proses produksi yanl bertahun-tahun dan dibayangi oleh ancaman kegagatan, serta hasil kt baru diperoleh sekian tahun setelah ditunggu. Untuk itu perlu dilakuk; awal atau pertimbangan terhadap prospek investasi tersebut. FaMor-f dapat menentukan prospek investasi pada kegiatan penanaman, a adalah kepastian lahan usaha, luas lahan, skala investasi, dan tekl diperlukan (Sumitro, 2003).

Masukan tetap untuk hutan tanaman, antara lain pembibitan, pt dan perneliharaan yang dikeluarkan pada awal-awal tahun serta biay berupa gaji, pajak, dan lain-lain yang dikeluarkan tiap tahun . Biaya L

adalah waktu dari saat penanaman sampai panenan. Pada kegiatan p hutan, waMu menjadi sangat penting dan merupakan masukan sat Waktu adalah biaya yang dikontribusikan untuk budidaya hutan ben modal. Modal diinvestasikan di hutan tanarnan dengan laju pertumbuh,

asaqana Vol 31 No. 2 4,)r1;.'drlirh 105-116 Analisis Nilai Kalor Dan Kelayakan Ekunumis Kayu Sebagai Bahan Bakar (T.D. Cahyono st al.1

capai bobot konstarl (€I), yaitu bobot sampel tidak berubah lebih dari Kadar air kayu yang dinyatakan dalam persen dengan ketelitian 0.1% engan rumus.

; A-5 i larair= : -.-..-!gl$0c,C ",, #

sedur penentuan kadar abu dalam kayu (TAPPI T211 om-93) adalah erikut. van abu kosong dibersihkan dan dipanaskan pada suhu 525;t25"C b60 menit. Setelah pemanasan, cawan didinginkan dalarn desikator dan , Sampel ekuivalen 1 g kering oven dipindahkan ke dalam cawan abu. lipanaskan pada suhu 1 0O0C, secara bertahap ditingkatkan suhunya encapai 525°C sehingga terjadi karbonasi tanpa pembakaran. Suhu n diatur pada 525kZ5"C. Pembakaran selesai jika partikel hitam telah u cawan didinglnkan dalam desikator dan ditimbang. Pembakaran dan gan dilakukan hingga bobot abu konstan hingga k 0.2 mg.

* 4 ' ar abu (%) = (;)rf~d%, = bobot abu (g), B= bobot kayu kering (g).

Anallsls Ekonornis Penanaman Kayu Energl

lisis ekonomis menggunakan metode profitability index (PI) atau disebut an istilah benefir cost ratio (BCR). BCR merupakan rasio aktivitas dad ai sekarang penerimaan bersih dengan nilai sekarang pengeluaran elama umur investasi (Kasmir dan Jakfar, 2003). Untuk rnenqhitung BIC 'lukan nilai NPV (net present value), yaitu selisih antara nilai investasi ai sekarang penerimaan kas bersih (aliran kas masuklcash in) di waktu 1 datang. Jika hasil menunjukkan positif, usulan investasi dapat ngkan untuk diterima (Arifin, 2007). NPV dihitung pada kondisi bunga 5%. Metode perhitungan NPV dan BCR mengikuti metode Sumitro J k conto h kasus HTI A kasia Mangium.

HASlL DAN PEMEAHASAN

Anallsls Nilai Kalor Kayu

kalor teninggi dicapai jika kayu dalam kondisi kering tanur, yaitu sekitar 'kg (Haygreen et a/., 2003). Dalam penggunaan praktis, rnengeringkan pai kondisi kering tanur tidak ekonomis dari segi biaya. Untuk an nilai kalor optimum, kayu digunakan pada kondisi kering udara i2%) dengan nilai kalor berkisar 4 000 kkallkg. Perbandingan nilai kalor In batu bara yang digunakan dalam industri disajikan dalam Tabel I. Tabel 1 terlihat bahwa gmelina pada kadar air 9.24% memiliki nilai kalor :a dibandingkan dengan tanaman lainnya, sedangkan kayu trembesi ~dar air 10.36% memilrki nilai kalor terendah, yaitu 3.926 kkallkg. ~erniliki kadar abu tertinggi, yaitu 9.08%, tetapi nilai ini masih jauh lebih ibandingkan dengan kadar abu batu bara muda sebesar 19.2%. Batu

bara dengan kualitas lebih balk rnemiliki nilai kalor 6.300 kkallkg pada kadar air 2.1% dan kadar abu yang lebih kecil, yaitu 18.1%. Tabel 1. Nilai kalor dan kadar abu tanaman yang ditanam di sekitar lokasi tambang

dibandingkan dengan batu bara

I-nic Knvu Kadar air Nlla~ kalar K d a r abu ". .." . .', - {% 1 (kkalikg) (%)

LamtD1~ - (Leuchaena leurnr:enhaW 10.13 4.197 5.78 ---- r-..-,-,

Trernbes~ (Samanea saman) 10 36 3.926 1.92 T~lrl (Sesbndia grandiflora) 6.83 3.965 0.62 Gamal (Glirrstdia maculate) 23.97 4.168 2.97 Angsana (Plerocarpus indica) 7 53 4.060 9.05 C - m n n n El~aln / F n l a m h h i , ~ n cv/ocarpum) 14.21 3.948 1.08

10.33 4.266 1.48 V- , ,Y" , ",., \ C . , . Y . Y . Y ~ , . 7 " ' -,. W aru (Hib~scus tiliaceus) Grnelina (Gmeiina arboreal 9 24 4.282 1.47 Batu bara muda (Bgnife) 2.8 5.600 19.2 Batu bara 2.1 6.300 10 1

Nilai kalor dipengaruhl oleh kadar air, ekstraktif, susunan kimia kayu, dan jenis kayu. Nilai kalor kayu kering udara 15% lebih kecil daripada kayu kering tanur. Selain kadar air sebagai faMor utama yang mempengaruhi nilai kalor kayu, ekstraktif merupakan faktor penting dalam menentukan nilai kalor. Sebagai contoh, oleoresin merniliki nilal kalor 8 500 kkallkg. Pengaruh dari komposisi kimia yang diturunkan dari nilai kalor lignin (6 100 kkallkg) lebih besar daripada nilai kalor selulosa (4 150-4 350 kkallkg) (Haygreen et at., 2003).

Abu dapat ditelusuri karena adanya senyawa yang tidak terbakar yang mengandung unsur-unsur seperti kalsium, kalium, magnesium, mangan, dan silikon (Haygreen et al., 2003). Pada proses produksi semen, abu bukan merupakan masalah yang rnengganggu karena abu yang dihasilkan dari proses pembakaran dicampur pada proses produksi. Silika yang dihasilkan dalam proses pembakaran kayu juga merupakan salah satu bahan dasar pembuat semen.

Analisis Ekonomis Penyediaan Kayu Energi

Kegiatan penanaman hutan untuk penyediaan kayir energi adalah investasi tipikal, yaitu pembiayaan besar pada awal tahun, proses produksi yang lamanya bertahun-tahun dan dibayangi oleh ancaman kegagalan, serta hasil kegiatannya baru diperoleh sekian tahun setelah ditunggu. Untuk itu perlu dilakukan analisis awal atau pertirnbangan terhadap prospek investasi tersebut. FaMor-faktor yang dapat menentukan prospek investasi pada kegiatan penanaman, antara lain, adalah kepastian lahan usaha, luas lahan, skala investasi, dan teknologi yag diperlukan (Sumitro, 2003).

Masukan tetap untuk hutan tanarnan, antara lain pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan yang dikeluarkan pada awal-awal tahun serta biaya tahunan berupa gaji, pajak, dan lain-lain yang dikeluarkan tiap tahun . Biaya variabelnya adalah waktu dari saat penanaman sampai panenan. Pada kegiatan pefianaman hutan, waMu menjadi sangat penting dan merupakan masukan satu-satunya. WaMu adalah biaya yang dikontribusikan untuk budidaya hutan berupa bunga modal. Modal diinvestasikan di hutan tanaman dengan laju pertumbuhan tertentu

Analisls Nilai Ka/or Dan Kelayakarr Ekonomi Kayu Sebagai Bahan Bakar {T.D. Cahyono st Forum Pascasadana Vc!. 31 No 2 4i!ri! 20CD 105-716

(riap/th) analog dengan medal yang diinvestasikan di deposit0 bank yang menghasilkan bunga yang tumbuh dengan laju tertentu.

lnvestasi di hutan tanaman dipantau tiap tahun dalam bentuk volume, tinggi, dan diameter pohon. Volume pohon rnerupakan suatu yang unik karena berbeda pada tiap tapak (tempat tumbuh) yang berbeda. Oleh karena itu, pengukuran riil perlu dilakukan untuk mendapatkan volume kayu yang valid. Kayu sengon but0 rnemiliki pertumbuhan yang sangat baik di daerah sekitar tambang jika dibandingkan dengan tanaman lainnya. Hasil pengukuran volume kayu yanQ ditanam di sekitar pabrik semen disajikan pada Tabel 2 .

Tabel 2. Rata-rata volume kayu yang ditanam di sekitar tambang (m3/ha)

Janls kayu - Umur - A

L 4 6 Ssngon Buto 152.2 223 7 437.3 W aru 97.8 I Q8.3 334.5 Gmelina 120.3 21 3.8 382.4

Batu bara yang disediakan oleh produsen memiliki kisaran nilai kalor yang sangat bervariasi, yaitu antara 5 000 kkallkg sampal 6500 kkallkg. Hat-ganya pun bervariasi antara Rp 450 000 sampai Rp 700 OOOlton sesuai dengan nilai kalornya (Budhiwijayanto, 2008). Untuk mendapatkan harga kayu yang sesuai, dilakukan perhitungan perbandingan harga kayu berdasarkan nilai kalomya. Hasil perhitungannya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan harga kayu dan batu bara berdasarkan nitai kalornya

Batu bara Kebuluhanlth Hargallon Hmgdth (Rp) Nilal kelor Nilai kalw lolal (kkal)

(t m] ( Rp) (axb) (kkallkg) ( ad ) a b c d E

474 440 450 000 237 Milyar 6 000 2.84 XI 0" K a w -

Kbbutuhanlth Hagalton (Up) 5% dari hlrga Nila kaiw 5% dari kalar total (iJ'fl (MI ) batubardlh (5% x c) (kkalkg) batubara (5% x e) n h C I Y I I

35.583 300 000 1 1 86 milyar 4.000 1-42 x10"

Hasil perhitungan yang disederhanakan pada Tabel 3 rnenunjukkan bahwa jika menggunakan harga batu bara Rp 450 OOOlton dengan nilai kalor sebesar 6 000 kkallkg, harga yang sesuai untuk kayu dengan nilai kalor sebesar 4 000 kkalkg adalah Rp 300 OOWton. Satu ton kayu sengan but0 kering udara (kadar air 12%) dengan kerapatan kering udara 0.55 glcm setara dengan 1.63 m3 kayu sengon buto. Jika menggunakan harga kayu Rp 300 OOOtton, harga kayu sengon buto per m3 adalah Rp 184 000.

Berdasarkan data potensi kayu sengon but0 dan data pehitungan harga kayu dibuat analisis arus kas hutan tanaman. Potensi volume kayu per hektar diambil nilai konservatif dari Tabel 2, yaitu 300 m3/ha. Harga kayu diambil nilai konservatif dari perhilungan pada Tabel 3. yaitu sebesar Rp 165 000. Hasil analisis arus kas selengkapnya dapat dilihat pada Tabef 4.

Tabel 4. Arus kas hutan tanaman sengon buto rotasi 5 tahun (xRp 1 0001t

Tahun No. Urslnn 1 2 3 4

I. Pendapatan 1. Produks~lha 300m3

2. Harga Rp 165 000/rn3 Pendmaan

Jumlah nominal pendepstan pmstmt value pada bunga 9% Present value pada bunga 15%

11. Blaya A. P ~ m c a n a a n

1. Rmcmnm tahunan 2. Pmmvtaan

B. Pmbuetan Tanarnan 1. pmmbumhn bibit 2. Ponylapan lshan 3. Penanaman

C. Pdmmliharaan 1. fahun 1 2. Trhun 2

D. Kewailban pada Linakungan Soslal ~ambangunm aerial m8ryarakat

E. Kqlatan pondukung Ialnnyw 1. Psngendallan boncana 2. Pmolitian dan pmn~wnbmgan 3. Pamdlharaan prasaranr

Q , lnvmtasi 1. Teta balas 2. Jalan dan prasarana lalnnya

H. Pernanenan Bhya Pmanenan Transportasl

F. Wood Chipper I. Pangadurn w w d chippw 1 uaB 2. Pmmrrhngmn 12 3. Blaym pnnyumulan mlat 14 14 14 14 4. ~ombuatan gudana 18

Jumlah nwnlnal blaya 10.322 724 394 384 Present value pada bung. 8% 9.470 609 304 279 Pmseni value pada bung. 15% 8.B76 547 259 225

- Future value pad. bunaa 15% 18.053 1.101 521 453

Metode NPV (net present value) dilakukan dengan menghitu antara nilai investasi dengan nilai sekarang penedrnaan kas bersih. kelayakan investasi dengan metode ini digunakan sebagai alat bar penilaian investasi dengan metode profi(abi1ily index (Pi) atau metode & ratio (BCR) (Arifin, 2007). Metode profitability index (PI) atau benefit (BCR) merupakan rasio aktivitas dari jumlah nilai sekarang penerimz dengan nilai sekarang pengeluaran inv estasi selama umur investasi (K Jakfar, 2003). Ji ka mengguna kan present value (PV) penenmaan bers pengeluaran investasi selama umur investasi (Tabel 4), NPV pada suku dan 15% disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pehitungan NPV dan BCR

- NPV w (9%. 5th) (PV, th 1.5) NPV BCR 9% Pada suku bunga 9% ( 5 tahun) 32 172 15565 16606 2.07

Pada suku bunga 15% (5 tahun) 24 610 13758 10852

LO'Z 909 91 S95 SC ZL 1 ZE (unqe~ s) %6 ebunq nws vd %S 1 tr3a Yo6 tr3a AdN (~'1 41 'hd) (4)s '%6) Ad hdN

's ~aqu wed uey!t~s!p U~P %6 e6unq nyns eped I\~N '(P loqel) !selsanu! Jnun sluelas !selsahu! ue~enla6uad ~\d uep q!Qaq ueeu!~auad (~d) anlw juasa~d ueyeunBBuau ey!r '(~00~ '~eMer uep ~!use)o !selsaAu! Jnun euelas !selsahu! ue~enlafluad Bue~ey as !epu ueSuap q!sraq ut?~UI!JatJad Bue~eyas !el!u yelunl pep seNn!ue O!SEJ ueyednjau (~38)

$303 wuaq nw (1d1 xapu! 4!1!qedw~d apolaw '(LOOZ 'uy!~~) (~38) WEJ pa3 a!j!lauaq apolau neie (ld) xapu! Aj!~e~gmd apolau ue8uap !selsanu! ue!el!uad welep nweq lele !ebeqas ueyeunQp !u! apolau ue6uap !seisanu! ueyeAelay ue!el!uad +u!s~aq sey ueeuuauad Bu~~eyas !~l!u ueBuap !sejsahu! !el!u eJelue u!s!las BunyqBuau ueBuap ueynyel!p (anle~ juasad jau) A~N apolayrl

VSL ESP LZP 1OC.C E50'8L %s 1 sounq spud enlun wnpj ISLE !XI 892 LPE 9L6.8 m6unq sped 9/UA JUtlrWd

EM'* BLE PDS 609 OLP-6 %6 mOunq mpmd enpn juewd W'L WE WE Z ZZE'OL m~mlq I~UIUKIU qwlruny

BL OuwpnO umlmnqwd 'p -. *l P1 PI PL PI jm~m umlnsnhusd .Amla 'E

21 uwbursmund '2 8QP L redd/r/a pwm umwp.Owd 'k

1edW3 P~M '4 000 E ~swwdsm~l 008 € ueueue~d ~AO~Q

UmUOUPUMd 'H

00 I 0s 05 08 00 PXUU!SI wum~wsmld uSP UUIWJL '2 GS of OE 04 OB ssleq elel 'L

Isel-Aul '0

00 I 00 1 OOL OD I OOL ruwsnld ueu~ey~~a~d 'E 04 05 09 OE Of urOurqw8~0d ump urgllaMd '2 OE OE OF GC OF wuaauaq u.!lmpwflumd 'C

whuutm; Ounynpuad uslslky ,3

ON 00 1 00 1 00 I OOZ Imrr~+l.m~ ~mlw. umunfiusqursd ISI~OS umBunqBu1l mpad usql!w~.)l '0

OOZ E unrlml'z 059 I un4el 'L

umsieqllolwd '3 ED F ueursueu~d 'c ODs uaqe~ uede!Auod 't EL z 11919 "*l8nquJ.d '1

ueurnuel ulei'snqursd Q 008 u*Wud 't 00 1 uaunr(a1 sus>um~ '1

UU~UW3UDlPd 'v ale!Q '11

OC9 PI 1 elunq spud enlen ;ueswd

ILL zc qg6 n6unq eped enlen ;uemwd uq~depued ~PUIILIOU tplwnr

OD5 6P U8ELUpWJed Cu/OOO S9L d~ ~BJ~H 'I

,WOE W/!8ynPoJd 'I ueledepuod '1

5 P E Z 1 uwlw~n 'ON "nwl

(eqjow c dux) uncle3 g !seu olnq uo0uas uelueuel uelnq sey sruy -p laqel

I'le le ouaAqe3 a'l) leyeg upyea !Miqes ~KP)I syruuuoy; uueyedele~ uea lolen !el!# qs!/w

'P laqel eped leq!~!p ~edep eAudey6ualas sey sn '000 ~91 da Jesaqas nyeA 'E laqel eped ue6unl!q~ad pep 4

IEI!~ I!qlue!p nAey e0~e~ '~41,~ OOE ngeh 'I laqel uep j!leruasuoy !e &aq lad nAey swnlnn Isualod duelueuel uewq sey snle s!s!leue a ebey uef3unywad elep uep olnq uo6uas nAey isualod elep ueyJesec

'000 P8 1 dki UelePe ,I uo6uas nLey ef31eq 'uo1/000 OOE du nAey e6~eq ueyeun66uau~ ey!r -011

nrley ,u €9'1 uef3uap eJelas ~316 5s.0 eJepn Bu!day ueiede~ay ue8 J!E ~epeq) eJepn 0uvaq olnq uobuas nhey uoi riles uovaoo OOE dy qele 000 P Jesaqas doley !el!u ue6uap nrtey ynlun !ensas 6ueA e6~eq 'fly/ll Jesaqas Joley !el!u ueeuap uol/ooo 0sp dt( eJeq nleq e6~eq ueyeunt eMyeq ueyyn[unualu E laqel eped ueyeueqJapas!p 8ueA ue&lnl!qlad 11

,,O LX ZP' 1 OOO'P J~AI!~ 98' t t 000 DOE

ellu~oley !el!u ueyleseplaq eJeq nleq uep nAey e6~eq ue6u!pueq~a,

'E laqel eped uey!l~s!p ehuuE I!SeH 'eh~oley !El!U UeyJESepJaq n/ley eB~eq ueBu!pueqJad uE ueynyEl!p '!ensas BueA nAey emeq ueyledepualu yniun v(g~~~ 'oju~ht ehu~oley !el!u ue6uap !ensas uoy~~o OOL da !edues 000 OSP da eJeaue und ~Aue&le~ 'Bylleyq 00~9 iedwas 6ylleyy 000 5 eJelue n~eh '!seue~: Buert Aoley !el!u ueles!y !y!I!uaur uasnpard qalo ueye!pas!p BueA ejeq n

P' ZBE R'E CZ E'OZC S'WE E'86 I Q'L6 E'LEP L'EZZ 2'2s I

9 P z mum

nLey sl

*z laqel eped uey![es!p uauras y!~qed Jel!yas !I 6ueA nAey aunloA ue~nynauad I!seH .eAuu!e( ueueuel ue6uap uey ey!! Buequret lel!yas qeJaep !p y!eq leflues 6ueA ueqnqcunvad oinq uoBuas nAe] .p!leh 6ueA nhey alunlon ueyledepuaur ynlun ueyny I!!J uelnyn6uad 'nl! eualey Val0 'epaqJaq UueA (qnqwnj iedcuai) yedel epaqJaq eualey y!un 6ueA nlens ueyedn~aw uouod aurnloA 'uoyod lala '!6Bu!1 'awnion ynluaq uelep unyel de!~ nelued!p ueweuel uelny !p !sew

'nluaual n!el uebuap qnqlunl6ueA e6unq ueyl BueA yueq ol!sodap !p uey!seisanul!p 6ueL (epnu ue0uap Boleue

S L L-SO L C30,' 'P ? ON LC loA euefies~