134
i BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI BANGUNAN KOMERSIAL Laporan Akhir

BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

i

BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION

DI BANGUNAN KOMERSIAL

Laporan Akhir

Page 2: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

LAPORAN

BENCHMARKING

SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION

DI BANGUNAN KOMERSIAL

BALAI BESAR TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI

B2TKE– BPPT

Gedung 620-624 Kawasan PUSPIPTEK Serpong

Tangerang Selatan 15314

Telp. +62-21 756 0916, 756 0092

www.b2tke.bppt.go.id

Page 3: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

i

TEAM SURVEY

1. Enny Rosmawar Purba

2. Sarwo Turinno

3. Budi Sutrisno

4. Budiman Kamil

5. Wiwie Chaeruni

6. Zul Ramadhanie

7. Yasmin

8. Yusuf Ahda

9. Rendi Januardi

10. Bayu Samodra

11. Ilham Arnif

12. Topan Frans Saputra

13. Taopik Hidayat

14. Benita Dian Purnama Sari

15. Adisa Larasati

16. Yusuf Margowadi

17. Mihadi

18. Imron

19. Rico

Page 4: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

ii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan YME atas telah diselesaikannya penyusunan laporan

pekerjaan Benchmarking Specific Energy Consumption di Bangunan Komersial yang

berisi hasil survei energi di 82 hotel, 53 Rumah sakit, 21 Pusat Perbelanjaan dan 48

Gedung Perkantoran di 7 kota besar (JABODETABEK, Bandung, Semarang, Surabaya,

Bali, Medan, dan Pekanbaru) serta Survei Potensi Surya Atap di lokasi yang sama.

Survey ini bertujuan untuk menyusun dokumen yang dapat memberikan gambaran

terhadap kondisi eksisting dalam penggunaan energi di bangunan komersial dan

menjadi bahan pertimbangan pada proses revisi Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun

2009. Revisi peraturan mandatori penerapan manajemen energi tidak hanya

mencakup sektor industri, tetapi juga sektor lain, termasuk sektor komersial.

Direktorat Konservasi Energi-DJEBTKE, Kementerian ESDM, bekerja sama dengan

UNDP –MTRE3 Indonesia, melakukan kegiatan survei “Penghitungan Konsumsi Energi

Spesifik (SEC) di Sektor Bangunan Komersial”. Survey ini dilaksanakan oleh Tim Balai

Besar Teknologi Konversi Energi-BPPT selama 4 bulan .

Akhirnya team Survey BPPT mengucapkan terimakasih kepada UNDP atas kesempatan

yang diberikan dan semoga laporan ini dapat dijadikan referensi oleh pengambil

keputusan dalam menentukan kebijakan konservasi energi utamanya dalam rangka

revisi Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi

Januari 2020

Tim Survey B2TKE

Page 5: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

iii

EXECUTIVE SUMMARY

Berdasarkan PP 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Peraturan

Presiden No. 22 tahun 2017 tentang RUEN bahwa Konservasi energi nasional

mempunyai target penghematan energi sebesar 17% pada tahun 2025. Penghematan

energi tersebut berasal dari semua sektor yang ada termasuk sub sektor bangunan.

Potensi penghematan energi di bangunan menurut hasil dari beberapa survei dan studi

adalah sebesar 10-30% dari konsumsi energinya. Sedangkan dari data Statistik bahwa

sektor bangunan mengkonsumsi energi sebesar 43,15 juta BOE atau setara dengan

4,82% dari konsumsi energi final nasional 2018.

Untuk mengetahui status penggunaan energi terkini di bangunan dan tingkat efisiensi

energinya adalah salah satunya dengan mengetahui besarnya intensitas konsumsi

energi atau specific energy consumption (SEC) yang dinyatakan dalam

KWh/m2/tahun. Dengan mengetahui besarnya SEC tersebut maka kemudian kita dapat

melakukan benchmark untuk mengetahui status masing masing gedung dibandingkan

dengan SEC gedung yang setara. Pekerjaan Benchmarking Specific Energy Consumption

di Bangunan Komersial dengan objek survei terdiri dari 70 hotel, 50 Rumah sakit, 40

Pusat Perbelanjaan dan 40 Gedung Perkantoran di 7 kota besar (JABODETABEK,

Bandung, Semarang, Surabaya, Bali, Medan, dan Pekanbaru). Selain survei SEC , pada

kegiatan ini juga dilakukan Survei Potensi Surya Atap di lokasi bangunan tersebut

untuk mengetahui besarnya potensi kapasitas PLTS yang bisa dibangunan pada objek

yang disurvei.

Objek survei adalah bangunan komersial yang berlokasi sebagaimana disebutkan di

atas, yang terdiri dari:

a. Hotel, terdiri dari: Budget Hotel, hotel bintang tiga, hotel bintang empat and

hotel bintang lima.

b. Rumah sakit, terdiri dari : kelas A, kelas B, dan kelas C

c. Pusat Perbelanjaan, terdiri dari: Supermarket, Department Store dan Supermall

Page 6: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

iv

d. Gedung Perkantoran, terdiri dari : Gedung Menengah and Gedung Besar.

Adapun tujuan dari dilaksanakan pekerjaan ini adalah untuk:

1. Menvalidasi nilai ambang batas penggunaan energi di sektor bangunan

komersial untuk mandatory Penerapan Sistem Manajemen Energi;

2. Menetapkan tolok ukur intensitas konsumsi energi untuk setiap jenis

Gedung Komersial;

3. Pengumpulan data Potensi Penerapan PLTS Atap di Bangunan Komersial.

Dari data hasil kuesioner 204 gedung didapatkan distribusi pemakaian energi total di

Gedung terlihat bahwa ada 35 objek Gedung yang mengkonsumsi energi lebih dari 500

TOE atau sekitar 17,2%, didominasi oleh hotel dan pusat perbelanjaan. Sementara

Gedung yang mengkonsumsi energi dibawah 250 TOE sekitar 139 objek atau sekitar

68,1%. Secara total, dari 204 gedung yang disurvei, total luasan Gedung (Gross Floor

Area - GFA) adalah 3.782.547,50 m² dan total konsumsi energi tahunan sebesar

67.507,08 TOE yang telah berkontribusi dalam survey benchmarking ini sabagai bahan

acuan revisi Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009.

Dari hasil survey Bencmarking Specific Energy Consumption yang dilakukan pada

bangunan komersial, didapatkan data-data peralatan pengguna energi yang dapat

dibuat persentase penggunaan energi dari setiap kategori obyek survey.

Page 7: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

v

Peralatan pengguna energi paling signifikan dari setiap gedung komersial adalah

peralatan pengkondisi udara, dengan rata-rata penggunaan energi diatas 62%,

kemudian diikuti oleh lampu dan stop kontak, Lift dan eskalator dan peralatan listrik

lainnya.

Nilai rata-rata IKE Gedung komersial di 7 wilayah sebesar 202,72 kWh/m2/thn.

Dimana IKE terbaik (Top Quartile) berada dibawah 125,67 kWh/m2/thn dan IKE

terburuk (Bottom Quartile) berada diatas 245,61 kWh/m2/thn seperti ditampilkan

pada tabel berikut ini.

JUMLAH GEDUNG

IKE RATA-RATA

RANGE IKE

Top Quartile (1-25%)

2nd Quartile (26%-50%)

3rd Quartile (51%-75%)

Bottom Quartile (76%-100%)

GEDUNG KOMERSIAL

204 202,72 <125,67 125,67 - 173,59 173,59 - 245,61 >245,61

Berdasarkan analisis terhadap 82 hotel dengan sub kategori hotel budget sebanyak 11

gedung, bintang tiga sebanyak 26 gedung, bintang 4 sebanyak 30 gedung dan bintang

5 sebanyak 15 gedung maka diperoleh hasil benchmark gedung-gedung tersebut

seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini.

66.3%

63.9%

62.9%

64.1%

20.7%

27.0%

26.8%

25.0%

6.2%

4.9%

6.2%

6.8%

6.8%

4.2%

4.1%

4.0%

Hotel

Rumah Sakit

Pusat Perbelanjaan

Gedung

Perkantoran

Pengguna Energi Signifikan di Gedung Komersial

Pengkondisi Udara Lampu & Stop Kontak Lift & Eskalator Lain-lain

Page 8: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

vi

HOTEL JUMLAH GEDUNG

IKE RATA-RATA

RANGE IKE

Top Quartile (1-25%)

2nd Quartile (26%-50%)

3rd Quartile (51%-75%)

Bottom Quartile (76%-100%)

BUDGET 11 119,31 <91,30 91,30 - 119,43 119,43 - 146,19 >146,19

BINTANG 3 26 206,54 <136,97 136,97 - 183,94 183,94 - 211,79 >211,79

BINTANG 4 30 239,57 <156,55 156,55 - 185,12 185,12 - 272,77 >272,77

BINTANG 5 15 213,29 <155,96 155,96 - 193,31 193,31 - 239,42 >239,42

RATA-RATA

82 208,15 <135,00 135,00 - 178,49 178,49 - 227,44 >227,44

Berdasarkan analisis terhadap 53 rumah sakit dengan sub kategori kelas A sebanyak

10 gedung, kelas B sebanyak 18 gedung dan kelas C sebanyak 25 gedung maka

diperoleh hasil benchmark gedung-gedung tersebut seperti ditunjukkan pada gambar

berikut ini

RUMAH SAKIT

JUMLAH GEDUNG

IKE RATA-RATA

RANGE IKE

Top Quartile (1-25%)

2nd Quartile (26%-50%)

3rd Quartile (51%-75%)

Bottom Quartile (76%-100%)

Kelas A 10 101,72 <63,39 63,39 - 85,66 85,66 - 108,95 >108,95

Kelas B 18 226,55 <143,87 143,87 - 264,36 204,68 - 221,29 >221,29

Kelas C 25 179,50 <122,14 122,14 - 163,32 163,32 - 209,18 >209,18

RATA-RATA

53 180,81 <103,42 103,42 - 154,08 154,08 - 215,17 >215,17

Berdasarkan analisis terhadap 21 Pusat Perbelanjaan dengan sub kategori

Supermarket sebanyak 3 gedung dan Supermall sebanyak 18 gedung maka diperoleh

hasil benchmark gedung-gedung tersebut seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini.

PUSAT PERBELANJAAN

JUMLAH GEDUNG

IKE RATA-RATA

RANGE IKE

Top Quartile (1-25%)

2nd Quartile (26%-50%)

3rd Quartile (51%-75%)

Bottom Quartile (76%-100%)

SUPERMALL 18 283,23 <197,79 197,79 - 277,71 277,71 - 366,28 >366,28

SUPERMARKET 3 306,36 <240,84 240,84 - 377,72 377,72 - 407,56 >407,56

Rata-rata 21 286,54 <187,92 187,92 - 287,85 287,85 - 377,72 >377,72

Berdasarkan analisis terhadap 48 Gedung Perkantoran dengan sub kategori Gedung

Menengah sebanyak 22 gedung dan Gedung Besar sebanyak 26 gedung maka diperoleh

hasil benchmark gedung-gedung tersebut seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Page 9: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

vii

PERKANTORAN JUMLAH GEDUNG

IKE RATA-RATA

RANGE IKE

Top Quartile (1-25%)

2nd Quartile (26%-50%)

3rd Quartile (51%-75%)

Bottom Quartile (76%-100%)

BESAR 26 153,60 <118,22 118,22 - 148,08 148,08 - 192,53 >192,53

MENENGAH 22 213,27 <101,49 101,49 - 161,75 161,75 - 297,13 >297,13

Rata-rata 48 180,95 <115,61 115,61 - 151,06 151,06 - 219,28 >219,28

Dari total 204 objek yang dilakukan pengumpulan data/survey seperti Tabel 8.1 diatas,

hanya 166 objek yang data potensi luasan atapnya tersedia, sedangkan 26 objek tidak

tersedia. Potensi Total luasan atap untuk PLTS-Atap sebesar 235.834,65 m2 yang dapat

dipasang PLTS dengan kapasitas total sebesar 23.583,47 KWp atau ±23,58 MWp

(dengan asumsi per 1 KWP membutuhkan luas area 10 m2). Namun berdasarkan

Perpres No.49 Tahun 2018 bahwa maksimum pemasangan PLTS Atap adalah sebesar

kontrak daya dengan PLN, Sehingga dengan demikian secara keseluruhan kapasitas

Total PLTS Atap sebesar 22.883,37 KWp (±22,9 MWp) dengan perincian per tipe

gedung sebagai berikut:

No. Kategori

Bangunan/Gedung

Objek Survey Potensi Luas Atap

(m2)

Potensi PLTS Atap (kWp)

Potensi Energi PLTS

Atap (MWh/Thn) Total Potensi

1 Rumah Sakit 53 46 88.700,00 8.187,80 8.479,56

2 Hotel 82 65 44.080,50 4.408,05 4.728,03

3 Pusat Perbelanjaan 21 17 67.423,00 6.742,30 6.962,16

4 Perkantoran 48 38 35.631,15 3.545,22 3.597,65

T O T A L 204 166 235.834,65 22.883,37 23.767,41

Untuk masing-masing kategori jenis gedung , batasan indek konsumsi energi untuk

gedung efisien berdasarkan hasil survei diusulkan sebagai berikut:

Gedung Pekantoran : 180,95 kWh/m2/tahun

Hotel : 208,15 kWh/m2/tahun

Rumah Sakit : 180,81 kWh/m2/tahun

Pusat Perbelanjaan : 286,54 kWh/m2/tahun

Page 10: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

viii

DAFTAR ISI

TEAM SURVEY .............................................................................................................................................. I

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... II

EXECUTIVE SUMMARY ........................................................................................................................... III

DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. VIII

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................................... XI

DAFTAR TABEL.......................................................................................................................................XIV

DAFTAR ISTILAH ...................................................................................................................................XVI

1 PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 1-1

1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................................................................. 1-1

1.2 TUJUAN ................................................................................................................................................. 1-3

1.3 LINGKUP KEGIATAN ........................................................................................................................... 1-3

1.3.1 Lokasi Kegiatan ...................................................................................................................... 1-4

1.3.2 Objek Survey ............................................................................................................................. 1-4

1.3.3 Persiapan Awal ....................................................................................................................... 1-7

1.3.4 Pengumpulan dan Analisis Data ..................................................................................... 1-8

1.4 HASIL YANG DISAMPAIKAN ............................................................................................................ 1-10

1.5 JADWAL KEGIATAN ........................................................................................................................... 1-10

1.6 PERSONIL ........................................................................................................................................... 1-12

2 STUDI LITERATUR ..................................................................................................................... 2-1

2.1 POPULASI GEDUNG KOMERSIAL DI INDONESIA ............................................................................. 2-1

2.2 PROFIL ENERGI GEDUNG ................................................................................................................... 2-3

2.2.1 Faktor yang mempengaruhi konsumsi energi Gedung ........................................ 2-4

2.2.2 Standard Kinerja Energi Gedung .................................................................................... 2-6

2.2.3 Manajemen energi pada Gedung Komersial .......................................................... 2-14

2.3 STANDAR IKE DI NEGARA LAIN ..................................................................................................... 2-16

2.3.1 ASEAN ....................................................................................................................................... 2-16

2.3.2 Singapura ............................................................................................................................... 2-18

2.3.3 Malaysia .................................................................................................................................. 2-21

2.3.4 Thailand .................................................................................................................................. 2-22

2.3.5 JICA ............................................................................................................................................. 2-24

2.4 PLTS ATAP ........................................................................................................................................ 2-25

Page 11: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

ix

2.4.1 Potensi Energi Matahari di Indonesia ....................................................................... 2-25

2.4.2 Dasar Kebijakan Pengembangan PLTS Atap ......................................................... 2-28

3 INTENSITAS ENERGI BANGUNAN KOMERSIAL ................................................................. 3-1

3.1 LOKASI DAN TARGET SURVEI ........................................................................................................... 3-1

3.2 DATA GEDUNG .................................................................................................................................... 3-1

3.3 PROFIL ENERGI GEDUNG ................................................................................................................... 3-3

3.4 PENGGUNA ENERGI SIGNIFIKAN GEDUNG KOMERSIAL ................................................................ 3-6

3.5 INTENSITAS KONSUMSI ENERGI NASIONAL ................................................................................... 3-7

3.5.1 IKE berdasarkan Kategori Gedung ................................................................................ 3-8

3.5.2 IKE berdasarkan Lokasi Gedung .................................................................................. 3-11

3.5.3 Konsumsi Energi terhadap Pengguna Gedung ..................................................... 3-22

4 INTENSITAS ENERGI DI HOTEL ............................................................................................. 4-1

4.1 DATA HOTEL ....................................................................................................................................... 4-1

4.2 PROFIL ENERGI HOTEL ...................................................................................................................... 4-1

4.3 PENGGUNA ENERGI SIGNIFIKAN ...................................................................................................... 4-4

4.4 INTENSITAS KONSUMSI ENERGI ....................................................................................................... 4-5

5 INTENSITAS ENERGI DI RUMAH SAKIT............................................................................... 5-1

5.1 DATA RUMAH SAKIT .......................................................................................................................... 5-1

5.2 PROFIL ENERGI RUMAH SAKIT ......................................................................................................... 5-1

5.3 PENGGUNA ENERGI SIGNIFIKAN ...................................................................................................... 5-4

5.4 INTENSITAS KONSUMSI ENERGI ....................................................................................................... 5-5

6 INTENSITAS ENERGI DI PUSAT PERBELANJAAN ............................................................. 6-1

6.1 DATA PUSAT PERBELANJAAN ........................................................................................................... 6-1

6.2 PROFIL ENERGI PUSAT PERBELANJAAN ......................................................................................... 6-1

6.3 PENGGUNA ENERGI SIGNIFIKAN ...................................................................................................... 6-4

6.4 INTENSITAS KONSUMSI ENERGI ....................................................................................................... 6-5

7 INTENSITAS ENERGI DI PERKANTORAN ............................................................................ 7-1

7.1 DATA GEDUNG PERKANTORAN ........................................................................................................ 7-1

7.2 PROFIL ENERGI GEDUNG PERKANTORAN ...................................................................................... 7-1

7.3 PENGGUNA ENERGI SIGNIFIKAN ...................................................................................................... 7-4

7.4 INTENSITAS KONSUMSI ENERGI ....................................................................................................... 7-5

8 POTENSI SURYA ATAP .............................................................................................................. 8-1

8.1 TIPE DAN JENIS ATAP ........................................................................................................................ 8-1

8.2 POTENSI PLTS ATAP ........................................................................................................................ 8-1

9 KESIMPULAN ................................................................................................................................ 9-1

DAFTAR LITERATUR ........................................................................................................................... D-1

LAMPIRAN–1 QUISIONER ................................................................................................................... L-2

Page 12: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

x

LAMPIRAN-2 LIST OBJEK .................................................................................................................... L-9

LAMPIRAN-3 PERNYATAAN KEASLIAN DATA .......................................................................... L-20

LAMPIRAN-4 RAW DATA ............................................................................................................... L-138

LAMPIRAN-5 DOKUMENTASI ....................................................................................................... L-174

LAMPIRAN-6 FAKTOR KONVERSI ............................................................................................... L-181

Page 13: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Tahapan Kegiatan Survey .......................................................................................................... 1-4

Gambar 1.2. Struktur Team Pelaksana Survey ......................................................................................... 1-12

Gambar 2.1. Populasi objek survei berdasarkan sub-kategori bangunan ....................................... 2-1

Gambar 2.2. Jumlah target objek survei berdasarkan lokasi ................................................................ 2-2

Gambar 2.3. Building Energy Index (kWH/m2 year) di Malaysia ..................................................... 2-22

Gambar 2.4. Intensitas Energi Listrik di Indonesia dan Jepang dari Survei Kuisioner ............ 2-24

Gambar 2.5. Peta sebaran potensi energi surya di Indonesia ............................................................ 2-26

Gambar 3.1. Lokasi dan Target Objek Gedung Komersial ...................................................................... 3-1

Gambar 3.2. Populasi Objek Survey Gedung Komersial ......................................................................... 3-2

Gambar 3.3. Populasi objek survei berdasarkan kategori bangunan................................................ 3-2

Gambar 3.4. Populasi objek survei berdasarkan lokasi .......................................................................... 3-3

Gambar 3.5. Distribusi Kapasitas Daya Terpasang ................................................................................... 3-3

Gambar 3.6. Distribusi Konsumsi Energi Gedung ..................................................................................... 3-4

Gambar 3.7. Persentase Konsumsi Energi Gedung ................................................................................... 3-5

Gambar 3.8. Total Luasan Gedung dan Total Konsumsi Energi per Kategori ................................ 3-5

Gambar 3.9. Grafik Pengguna Energi Signifikan di Gedung Komersial ............................................ 3-6

Gambar 3.10. IKE Gedung Komersial.............................................................................................................. 3-8

Gambar 3.11. Distribusi IKE Gedung [Luasan terkondisi] ..................................................................... 3-9

Gambar 3.12. Distribusi IKE Gedung [GFA] ................................................................................................. 3-9

Gambar 3.13. Distribusi IKE Gedung berdasarkan luasan Bangunana .......................................... 3-10

Gambar 3.14. Intensitas Energi terhadap CDD di beberapa Lokasi ................................................. 3-12

Gambar 3.15. IKE rata-rata berdasarkan kategori Gedung di 7 wilayah survey ........................ 3-13

Gambar 3.16. Populasi Gedung hasil survey di JABODETABEK ........................................................ 3-14

Gambar 3.17. IKE Bangunan Komersial di JABODETABEK ................................................................. 3-14

Gambar 3.18. Populasi Gedung hasil survey di Pekanbaru ................................................................. 3-15

Gambar 3.19. IKE Bangunan Komersial di Pekanbaru .......................................................................... 3-15

Gambar 3.20. Populasi Gedung hasil survey di Bali ............................................................................... 3-16

Gambar 3.21. IKE Bangunan Komersial di Bali ........................................................................................ 3-16

Gambar 3.22. Populasi Gedung hasil survey di Bandung ..................................................................... 3-17

Page 14: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

xii

Gambar 3.23. IKE Bangunan Komersial di Bandung .............................................................................. 3-18

Gambar 3.24. Populasi Gedung hasil survey di Semarang ................................................................... 3-19

Gambar 3.25. IKE Bangunan Komersial di Semarang ............................................................................ 3-19

Gambar 3.26. Populasi Gedung hasil survey di Surabaya .................................................................... 3-20

Gambar 3.27. IKE Bangunan Komersial di Surabaya ............................................................................. 3-20

Gambar 3.28. Populasi Gedung hasil survey di Medan ......................................................................... 3-21

Gambar 3.29. IKE Bangunan Komersial di Medan .................................................................................. 3-22

Gambar 3.30. Pengaruh jumlah pengguna Gedung terhadap konsumsi energinya .................. 3-23

Gambar 3.31. Pengaruh Luasan Gedung terhadap konsumsi energinya ....................................... 3-23

Gambar 4.1. Populasi objek survei Hotel berdasarkan Lokasi............................................................. 4-1

Gambar 4.2. Distribusi Kapasitas Daya Terpasang Objek Hotel .......................................................... 4-2

Gambar 4.3. Distribusi Konsumsi Energi Hotel .......................................................................................... 4-2

Gambar 4.4. Persentase Konsumsi Energi Hotel ....................................................................................... 4-3

Gambar 4.5. Total Luasan Gedung dan Total Konsumsi Energi Hotel .............................................. 4-4

Gambar 4.6. Pengguna Energi Signifikan di Hotel ..................................................................................... 4-4

Gambar 4.7. Intensitas Konsumsi Energi di Hotel berdasarkan Sub-Kategori ............................. 4-5

Gambar 5.1. Populasi objek survei Rumah Sakit berdasarkan Lokasi .............................................. 5-1

Gambar 5.2. Distribusi Kapasitas Daya Terpasang Objek Rumah Sakit ........................................... 5-2

Gambar 5.3. Distribusi Konsumsi Energi Rumah Sakit ........................................................................... 5-2

Gambar 5.4. Persentase Konsumsi Energi Rumah Sakit ......................................................................... 5-3

Gambar 5.5. Total Luasan Gedung dan Total Konsumsi Energi Rumah Sakit ............................... 5-4

Gambar 5.6. Pengguna Energi Signifikan di Rumah Sakit ...................................................................... 5-4

Gambar 5.7. Intensitas Konsumsi Energi di Rumah Sakit berdasarkan Sub-Kategori ............... 5-5

Gambar 6.1. Populasi objek survei Pusat Perbelanjaan berdasarkan Lokasi ................................ 6-1

Gambar 6.2. Distribusi Kapasitas Daya Terpasang Objek Pusat Perbelanjaan ............................. 6-2

Gambar 6.3. Distribusi Konsumsi Energi Pusat Perbelanjaan ............................................................. 6-2

Gambar 6.4. Persentase Konsumsi Energi Pusat Perbelanjaan ........................................................... 6-3

Gambar 6.5. Total Luasan Gedung dan Total Konsumsi Energi Pusat Perbelanjaan .................. 6-4

Gambar 6.6. Pengguna Energi Signifikan di Pusat Perbelanjaan ........................................................ 6-4

Gambar 6.7. Intensitas Konsumsi Energi di Pusat Perbelanjaan berdasarkan Sub-Kategori . 6-5

Gambar 7.1. Populasi objek survei Perkantoran berdasarkan Lokasi .............................................. 7-1

Gambar 7.2. Distribusi Kapasitas Daya Terpasang Objek Perkantoran ........................................... 7-2

Gambar 7.3. Distribusi Konsumsi Energi Hotel .......................................................................................... 7-2

Gambar 7.4. Persentase Konsumsi Energi Perkantoran ......................................................................... 7-3

Gambar 7.5. Total Luasan Gedung dan Total Konsumsi Energi Perkantoran................................ 7-3

Gambar 7.6. Pengguna Energi Signifikan di Gedung Perkantoran ..................................................... 7-4

Page 15: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

xiii

Gambar 7.7. Intensitas Konsumsi Energi di Pusat Perbelanjaan berdasarkan Sub-Kategori . 7-5

Gambar 8.1. Potensi PLTS Atap di Bangunan Komersial ........................................................................ 8-3

Gambar 8.2. Maksimum Kapasitas Terpasang PLTS Atap di Bangunan Komersial .................... 8-4

Gambar 8.3. Potensi Energi PLTS Atap di Bangunan Komersial ......................................................... 8-4

Gambar 8.4. Maksimum Kapasitas Terpasang PLTS Atap di Bangunan Komersial .................... 8-5

Page 16: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Distribusi Objek Survei di Beberapa Kota di Indonesia ..................................................... 1-6

Tabel 1.2. Rencana Kerja Survey Benchmarking SEC/IKE di Sektor Bangunan Komersial ... 1-11

Tabel 2.1. Konsumsi energi nasional di sektor komersial Tahun 2018 ........................................... 2-4

Tabel 2.2. Tingkat pencahayaan rata-rata, renderansi dan temperatur warna yang

direkomendasikan .................................................................................................................................. 2-8

Tabel 2.3. Tabel daya listrik maksimum untuk pencahayaan ............................................................ 2-11

Tabel 2.4. Singapura Building Energy Benchmarks for Commercial Buildings (2017) ........... 2-20

Tabel 2.5. Average EUI Trending for Commercial Buildings .............................................................. 2-20

Tabel 2.6. Average EUI Trending for Healthcare Facilities .................................................................. 2-21

Tabel 2.7. Energy Benchmarks of Healthcare Facilities with Bed Spaces ..................................... 2-21

Tabel 2.8. Kinerja Bangunan dan Parameter Lainnya dari Setiap Skenario ................................. 2-23

Tabel 2.9. Contoh Intensitas Daya Listrik Berdasarkan Penggunaan ............................................. 2-25

Tabel 3.1. Distribusi dan Total Konsumsi Energi Gedung ..................................................................... 3-5

Tabel 3.2. IKE Gedung Komersial di 7 Wilayah Indonesia ..................................................................... 3-8

Tabel 3.3. Benchmark IKE Gedung di Indonesia terhadap Negara-negara di ASEAN .............. 3-11

Tabel 3.4. Model Summary Baseline Energi Gedung .............................................................................. 3-24

Tabel 4.1. Distribusi dan Total Konsumsi Energi Hotel .......................................................................... 4-3

Tabel 4.2. Benchmark Intensitas Energi Hotel [GFA] di Indonesia dan Singapura ..................... 4-6

Tabel 5.1. Distribusi dan Total Konsumsi Energi Rumah Sakit ........................................................... 5-3

Tabel 5.2. Benchmark Energi di Rumah Sakit ............................................................................................. 5-6

Tabel 6.1. Distribusi dan Total Konsumsi Energi Pusat Perbelanjaan.............................................. 6-3

Tabel 6.2. Benchmark Intensitas Energi Pusat Perbelanjaan[GFA] di Indonesia dan Singapura

........................................................................................................................................................................ 6-6

Tabel 7.1. Distribusi dan Total Konsumsi Energi Perkantoran ........................................................... 7-3

Tabel 7.2. Benchmark Intensitas Energi Pusat Perbelanjaan[GFA] di Indonesia dan Singapura

........................................................................................................................................................................ 7-5

Tabel 8.1. Hasil Pemetaan Potensi PLTS atap ............................................................................................. 8-2

Tabel 8.2. Total Maksimum Potensi PLTS Atap di Bangunan Komersial ......................................... 8-5

Tabel 9.1. IKE Gedung Komersial di 7 Wilayah Indonesia ..................................................................... 9-1

Page 17: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

xv

Tabel 9.2. IKE berdasarkan kategori di 7 Wilayah Survey .................................................................... 9-1

Tabel 9.3. Benchmark IKE Gedung di Indonesia terhadap Negara-negara di ASEAN ................ 9-2

Tabel 9.4. Maksimum Potensi Kapasitas PLTS Atap Terpasang di 7 Wilayah Survey................ 9-3

Page 18: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

xvi

DAFTAR ISTILAH

Aliran Energi

Deskripsi atau pemetaan proses untuk transfer/pemindahan energi atau konversi

energi dalam lingkup audit energi yang ditetapkan.

Audit Energi

Analisis sistematis penggunaan energi dan konsumsi energi dalam lingkup audit yang

ditetapkan untuk mengidentifikasi, mengukur/menilai dan melaporkan peluang untuk

peningkatan kinerja energi.

Auditor Energi

Individu, atau tim/kelompok orang yang melakukan audit energi

Bangunan Gedung

Wujud fisik hasil pekerjaan kontruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,

sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang

berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau

tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun

kegiatan khusus.

Batasan

Batas fisik atau lokasi dan/atau batas Organisasi sebagaimana didefinisikan pada

Organisasi.

Baseline

Kondisi awal kinerja energi, biaya energi, biaya operasional, biaya pemeliharaan

dan/atau biaya lain yang diukur dan disepakati sebelum Proyek Efisiensi Energi

diimplementasikan sebagai dasar untuk menentukan besaran penghematan.

Page 19: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

xvii

BOE (Barrel Oil Equivalent)

Satuan energi yang besarnya sama dengan kandungan energi dalam satu barel minyak

bumi (biasanya diperhitungkan 6.0-6.3 juta BTU/barel)

Diesel Oil

Produk kilang yang mengandung gasoil berat, dan tersedia sebagai gasoil CN 48 atau

Industrial Diesel Oil (IDO).

Efisiensi Energi

Perbandingan atau hubungan kuantitatif antara output (bisa dalam bentuk jasa,

produk atau energi) dan input energi.

Contoh : Konversi efisiensi; energi yang dibutuhkan/energi yang digunakan;

ouput/input; energi teoritis yang digunakan untuk mengoperasikan/

energi yang digunakan untuk beroperasi

Catatan 1 : Input dan output harus ditentukan secara jelas dalam jumlah dan

kualitas, serta dapat diukur.

Energi

Kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa panas, cahaya, mekanika,

kimia, dan elektromagnetika.

Energi Final

Energi yang dapat langsung dikonsumsi oleh pengguna.

Konsumsi Energi Final

Konsumsi energi dari empat sektor konsumen energi, yaitu sektor rumah tangga,

sektor komersial, sektor industri, dan sektor transportasi serta konsumsi energi

sebagai bahan baku dan agen reduksi.

Diesel CN 48

Jenis minyak diesel dengan Cetane Number 48 digunakan sebagai bahan bakar untuk

mesin diesel berkecepatan tinggi.

Page 20: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

xviii

Iradiasi

Intensitas cahaya matahari sesaat. Nilainya berubah sepanjang hari dan sangat

tergantung kepada sudut matahari dan kondisi atmosfer yang akan meningkatkan atau

menghalangi sinar matahari. Unit dalam watt per meter persegi (W/m2)

IKE (Intensitas Konsumsi Energi)

Besaran pemakaian energi dalam bangunan gedung dinyatakan dalam satuan

kWh/m2/thn.

Kinerja Energi

Hasil yang bisa diukur yang terkait dengan efisiensi energi, penggunaan energi dan

konsumsi energi

Konservasi Energi

Upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi

dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya.

Konsumsi Energi

Jumlah energi yang digunakan

Konsumsi Non-energi

Konsumsi non-energi meliputi konsumsi minyak pelumas, bahan baku untuk industri

petrokimia (nafta, gas alam, dan kokas), dan gas yang dikonsumsi sebagai bahan baku

kimia (metanol dan amonia / urea).

LPG

Liquefied Petroleum Gas; Gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk

memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya; pada dasarnya

terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya

Listrik

Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik, seperti Pembangkit Listrik

Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik

Page 21: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

xix

Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTB), Pembangkit Listrik

Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Uap Gas ( PLTGU), Pembangkit Listrik

Tenaga Uap Batubara (PLTU Batubara), Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), dll.

Neraca Energi

Perhitungan pasokan energi yang masuk dan/atau pembangkitan dibandingkan

dengan energi yang keluar berdasarkan pada konsumsi energi dari penggunaan energi.

Organisasi

Perusahaan, korporasi, firma, enterprise/multinasional, otoritas atau institusi, atau

bagian atau kombinasi daripadanya, apakah tergabung atau tidak, publik atau swasta,

yang memiliki fungsi dan administrasi sendiri dan memiliki kewenangan untuk

mengendalikan penggunaan dan konsumsi energinya.

OTTV (overall Thermal Transfer Value)

Suatu nilai yang ditetapkan sebagai kriteria perancangan untuk dinding dank aca

bagian luar bangunan Gedung yang dikondisikan.

Penggunaan Energi

Cara atau jenis penerapan energi

Contoh : Ventilasi, pencahayaan, pemanasan, pendinginan, transportasi, proses,

jalur produksi

Penghematan Energi

Pengurangan konsumsi energi untuk menghasilkan output yang sama, dan/atau

peningkatan produktivitas dengan konsumsi energi yang sama.

PLTS Atap

Pembangkit listrik yang mengubah energi matahari menjadi listrik dengan

menggunakan modul fotovoltaik, dan terpasang di atap bangunan.

Page 22: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

xx

Sektor Komersial

Sekelompok konsumen energi yang menggunakan energi untuk penerangan,

pendingin udara, peralatan mekanik, alat memasak, dan pemanas air, tetapi tidak

termasuk konsumsi untuk kendaraan / transportasi. Konsumen energi yang termasuk

dalam kelompok ini adalah bisnis komersial dan umum, seperti pasar, hotel, restoran,

lembaga keuangan, lembaga pemerintah, sekolah, rumah sakit, dll.

Sektor Industri

Sekelompok konsumen energi yang menggunakan energi untuk proses industri,

seperti pendidihan uap, pemanasan langsung, penerangan, dan tenaga penggerak

peralatan mekanis, tetapi tidak termasuk energi yang digunakan untuk pembangkit

listrik oleh industri; seperti besi dan baja, kimia, logam non-besi, produksi non-logam,

makanan, kertas, kayu, konstruksi, tekstil dll.

Sektor Rumah Tangga

Sekelompok konsumen energi yang menggunakan energi untuk memasak,

penerangan, dan peralatan rumah tangga, tetapi tidak termasuk konsumsi energi

untuk mobil pribadi.

Sektor Transportasi

Sekelompok konsumen energi yang menggunakan energi untuk kendaraan

transportasi.

Energi Terbarukan

Energi cadangan yang dapat dibawa kembali ke kondisi semula

RETScreen

Sebuah perangkat lunak manajemen energi bersih

Significant Energy Uses/Pengguna energi signifikan

Menunjukkan peralatan yang telah diidentifikasi mengkonsumsi proporsi yang

signifikan dari total energi pada suatu organisasi

Sudut Azimuth

Page 23: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

xxi

Hubungan horizontal posisi matahari relatif terhadap permukaan modul. Sudut ini

merupakan komponen horizontal posisi matahari terhadap permukaan modul.

Merupakan salah satu faktor penting agar modul surya tidak terhalangi oleh bayangan.

Sudut kemiringan

Seringkali disebut sudut elevasi atau sudut inklinasi, merupakan sudut susunan modul

surya yang diukur dari sisi horizontal. Dalam desain PLTS, biasanya sama dengan 90°

minus Sudut Ketinggian Matahari. Hal ini untuk menjaga orientasi tegak lurus

permukaan panel ke arah matahari.

Sudut Ketinggian Matahari

Sudut dari ufuk/horison ke arah matahari, ketika matahari naik dan turun dalam satu

hari (dalam derajat). Sudut ini adalah komponen vertikal posisi matahari dan

bervariasi dari waktu ke waktu setiap tahun sehingga berpengaruh terhadap peletakan

PLTS.

Variabel yang Relevan

Parameter kuantitatif yang mempengaruhi konsumsi energi

Contoh : Indikator cuaca sekitar; parameter operasi (suhu dalam ruangan,

tingkat pencahayaan); jam kerja; jumlah produksi

Page 24: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

1-1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Indonesia tergolong besar dan terus meningkat, tidak

hanya karena populasi yang berkembang namun juga karena pertumbuhan ekonomi

yang semakin meningkat. Indonesia terus berpartisipasi aktif dalam negosiasi

internasional dalam merumuskan upaya efektif dalam memerangi emisi gas rumah

kaca global. Dimana pada tahun 2016 Indonesia telah menerbitkan National

Determined Contribution (NDC) pertama dan meratifikasi Persetujuan Paris

berdasarkan Undang – Undang No.16 Tahun 2016, yang telah menetapkan target

pengurangan tanpa syarat sebesar 29% dan target pengurangan bersyarat sebesar

41% dari Business As Usual (BAU) pada tahun 2030. Pemerintah juga telah

mengeluarkan beberapa peraturan dan kebijakan untuk mempromosikan penggunaan

energi terbarukan dan implementasi konservasi energi dimana untuk sektor komersial

target penurunan emisi sebesar 5%. Dimana pemerintah dan berbagai asosiasi

masyarakat serta perusahaan sudah mendeklarasikan gerakan nasional sejuta surya

atap (PV rooftop) dengan tujuan untuk memperkuat ketahanan energi nasional melalui

pencapaian target energi baru terbarukan dalam bauran energi primer. Sebagaimana

yang ditetapkan dalam kebijakan energi nasional yang menargetkan adanya

peningkatan bauran energi terbarukan dari 5% pada tahun 2015 menjadi 23% pada

tahun 2025.

Program konservasi energi di Indonesia berlandaskan pada Undang Undang No.30

Tahun 2007 tentang Energi, dan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang

Konservasi Energi yang di dalamnya mewajibkan pengguna energi di atas 6000 TOE

(Ton Oil Equivalent) atau setara dengan 70 GWh/tahun untuk melaksanakan

Manajemen Energi yaitu dengan penerapan Konservasi Energi dengan menunjuk

Manajer Energi, menyusun program Konservasi Energi, melaksanakan Audit Energi

Page 25: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

1-2

secara berkala, melaksanakan rekomendasi hasil audit energi, dan melaporkan hasil

pelaksanaan Manajemen Energi setiap tahun kepada lembaga yang berwenang.

Sistem manajemen energi diterapkan untuk mengontrol dan merencanakan

penggunaan energi agar lebih efisien dan berkelanjutan. Sebagai salah satu instrumen

untuk mengetahui status efisiensi pada instalasi pengguna energi seperti pada gedung

komersial adalah dengan melakukan metode perbandingan (benchmark), sehingga

bisa dilihat apakah penggunaan energinya termasuk dalam kategori efisien atau tidak.

Dalam perapan manajemen energi juga perlu menentukan baseline penggunaan energi

sehingga upaya-upaya penghematan energi yang didapatkan dapat terukur. Selain itu

pada penerapan manajemen energi juga dilakukan serangkaian upaya efisiensi energi

dengan memperbaiki kinerja melalui langkah-langkah penghematan energi yang

membutuhkan biaya rendah, sedang maupun tinggi. Beberapa perbaikan kinerja

tersebut biasanya di prioritaskan pada peralatan pengguna energi yang signifikan.

Dalam penerapan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009, mengenai batas

penggunaan energi di atas 6000 TOE (Ton Oil Equivalent) atau setara dengan 70

GWh/tahun masih terlalu sedikit menjangkau pengguna energi terutama untuk

bangunan gedung komersial. Pengguna energi di atas 6000 TOE lebih banyak di sektor

industri. Saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) melalui

Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE) sedang

melakukan revisi Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 untuk menurunkan batas

penggunaan energi yang diwajibkan untuk melakukan program-program konservasi

energi sehingga jangkauan pengguna energi yang diwajibkan di sektor bangunan

gedung komersial bisa lebih banyak. Dalam menentukan seberapa besar penurunan

batas penggunaan energi yang diwajibkan untuk melaksanakan program-program

konservasi energi dibutuhkan data rata-rata penggunaan energi di gedung-gedung

komersial.

Proyek Market Tranformation through Desin and Implementation of Appropriate

Mitigation Actions in the Energy Sector (MTRE3) merupakan proyek kerjasama antara

UNDP Indonesia dengan Pemerintah Indonesia, melalui DJEBTKE - Kementerian ESDM.

Proyek ini ditujukan untuk mendukung Pemerintah Indonesia untuk mencapai target

pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara sukarela di sektor energi, termasuk

efisiensi energi. MTRE3 bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan

Page 26: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

1-3

Teknologi (BPPT) untuk melaksanakan survey benchmarking Specific Energy

Consumption (SEC) dan potensi pemanfaatan PLTS Atap pada bangunan gedung

komersial seperti Hotel, Rumah sakit, Pusat perbelanjaan dan Gedung Perkantoran di

tujuh lokasi yaitu: Jabodetabek, Riau, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan

Sumatera Utara.

1.2 Tujuan

Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE) sedang

melakukan revisi Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 yang membutuhkan

benchmark SEC/IKE di Sektor Bangunan Komersial. Survey ini diharapkan dapat

memberikan data dan informasi yang akurat untuk:

1. Menvalidasi nilai ambang batas penggunaan energi di sector bangunan

komersial untuk mandatory Penerapan Sistem Manajemen Energi;

2. Menetapkan tolok ukur intensitas konsumsi energi untuk setiap jenis

Gedung Komersial;

3. Pengumpulan data Potensi Penerapan PLTS Atap di Bangunan Komersial.

1.3 Lingkup Kegiatan

Kegiatan ini mencakup pengumpulan data, kompilasi basis data, dan analisis konsumsi

energi per sub-sektor bangunan komersial termasuk tren, jenis energi yang digunakan

dan jumlah peralatan di sub-sektor bangunan komersial di kota-kota tertentu di

Indonesia.

Secara ringkas tahapan kegiatan survei benchmarking SEC/IKE di sector bangunan

komersial dapat dilihat pada diagram berikut ini.

Page 27: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

1-4

Gambar 1.1. Tahapan Kegiatan Survey

1.3.1 Lokasi Kegiatan

Survey dilaksanakan di 7 (tujuh) kota di Indonesia, yaitu:

1. DKI Jakarta dan sekitarnya (Tangerang, Tangerang Selatan, Bogor, Bekasi dan

Depok)

2. Jawa Barat

3. Jawa Timur

4. Jawa Tengah

5. Sumatera Utara

6. Bali

7. Riau

1.3.2 Objek Survey

Objek survei adalah bangunan komersial yang berlokasi sebagaimana disebutkan di

atas, yang terdiri dari:

a. Hotels, terdiri dari: Budget Hotel, hotel bintang tiga, hotel bintang empat and

hotel bintang lima.

b. Rumah sakit, terdiri dari : kelas A, kelas B, dan kelas C

c. Pusat Perbelanjaan, terdiri dari: Supermarket, Department Store dan Supermall

Page 28: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

1-5

d. Gedung Perkantoran, terdiri dari : Gedung Menengah and Gedung Besar.

Total minimum objek yang disurvey adalah 200 Bangunan Komersial. Kuota dan

pemilihan sampel objek sesuai dengan kriteria berikut:

1. Objek survey adalah bangunan komersial dengan klasifikasi sebagai berikut:

a. Minimum 70 Hotel, yang terdiri dari:

- Budget hotel

- Hotel bintang 3

- Hotel bintang 4

- Hotel bintang 5

b. Minimum 50 Rumah sakit, terdiri dari:

- Kelas A

- Kelas B

- Kelas C

c. Minimum 40 Pusat Perbelanjaan, terdiri dari:

- Supermarket/Department Store (Luas bangunan 400 m2 5,000 m2)

- Supermall/Hypermarket (Luas Bangunan > 5,000 m2)

d. Minimum 40 units Gedung Perkantoran

Gedung perkantoran adalah bangunan yang digunakan untuk keperluan

bisnis profesional, administrasi atau bisnis komersial, terdiri dari:

- Medium (Luas Bangunan minimal 1000 5000 m2)

- Large (Luas Bangunan minimal >5000 m2)

Jika sampel tidak dapat mencapai kuota seperti ketentuan di atas, maka setiap

perubahan dalam pengambilan sampel objek dan lokasi akan didiskusikan dan

disetujui oleh UNDP-MTRE3 dan DJEBTKE

2. Survei hanya akan dilakukan pada gedung utama, tidak termasuk taman dan

area parkir

3. Bangunan kosong tidak termasuk objek survey.

Page 29: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

1-6

Tabel 1.1. Distribusi Objek Survei di Beberapa Kota di Indonesia

No Location

Hotel1 Hospital2 Shopping Center3 Private Office Building4 Total Quota Budget 3 Star 4 Star 5 Star Class A Class B Class C Supermarket/Dept.store Supermall Small Large

P* Q** P* Q** P* Q** P* Q** P* Q** P* Q** P* Q** P* Q** P* Q** P* Q** P* Q**

1 DKI Jakarta 20 2 57 4 72 4 42 4 15 3 48 5 50 5 30 5 30 5 25 5 185 5 47

2 Tangerang Selatan 2 1 1 1 2 1 2 1 0 0 3 1 19 5 3 1 2 1 10 1 3 1 14

3 Tangerang 12 2 15 2 25 2 7 1 1 1 16 1 46 5 11 3 7 1 10 1 6 1 20

4 Bogor 11 2 18 2 20 2 1 1 1 1 5 1 22 5 11 3 7 1 9 1 6 1 20

5 Depok 1 0 4 4 1 1 0 0 0 0 5 1 16 3 13 3 8 1 7 1 1 1 15

6 Bekasi 11 2 10 1 9 1 1 1 0 0 7 1 29 5 11 3 3 1 4 1 4 1 17

7 Bandung (Jawa Barat) 22 4 112 4 58 4 11 2 3 1 9 1 16 3 10 1 11 3 4 1 3 1 25

8 Surabaya (Jawa Timur) 18 2 21 4 21 4 8 1 2 1 17 3 27 5 5 1 8 1 56 5 15 3 30

9 Semarang (Jawa Tengah)

7 1 78 4 16 2 2 1 1 0 1 0 4 1 0 0 8 1 48 5 1 1 16

10 Denpasar (Bali) 18 2 71 4 59 4 5 1 2 1 3 1 13 3 17 3 3 1 2 1 0 0 21

11 Medan (Sumatera Utara)

4 1 29 4 13 2 4 1 1 1 17 3 42 5 27 5 2 1 10 1 2 1 25

12 Pekanbaru (Riau) 9 1 25 4 9 1 2 1 1 1 5 1 22 5 19 3 3 1 1 1 12 3 22

Total 135 20 441 38 305 28 85 15 27 10 136 19 306 50 157 31 92 18 186 24 238 19 272***

Total Quota 101 79 49 43

Required Quota as ToR 70 50 40 40 200

*P refers to Population ** Q referes to planned Quota that will be surveyed ***This is the estimated of total questionnaire that will be distributed, and will not guarantee the total valid data that will be obtained from the survey, as an indicative number for the back-up/buffer

Source of Data: 1 Dinas Pariwisata 2018 2 Kemenkes 2018 3 BPS 2018 4 Kementerian Pekerjaan Umum 2018 and Wikipedia And other source

Page 30: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

1-7

1.3.3 Persiapan Awal

Tahapan persiapan awal adalah sebagai berikut:

1. Mempresentasikan rencana kerja dan draft kuesioner pada Kick-off meeting.

Rencana kerja harus mencakup prioritas lokasi survei berdasarkan ketersediaan

sampel objek di setiap kategori;

2. Menentukan metodologi yang akan digunakan dalam survey berdasarkan TOR and

hasil kick-off meeting;

3. Pembuatan kuisioner (online dan hardcopy), dengan indicator sebagai berikut:

- Data konsumsi energi di sektor bangunan komersial, baik total dan masing-

masing sub-sektor, yaitu

a. Konsumsi energi total (dalam satuan Standard Barrels of Oil (SBM));

b. Produk petroleum (Satuan asal dan dikonversi ke SBM units), seperti: LPG,

Kerosene;

c. Gas (Satuan asal dan dokonversi ke SBM units);

d. Listrik (Satuan asal dan dikonversi ke SBM units).

e. Pemanfaatan pembangkit energi terbarukan seperti PLTS Atap

- Jumlah penghuni gedung atau jumlah karyawan

- Data dan informasi tentang peralatan pengkonsumsi energi tertinggi di sektor

bangunan komersial, baik total dan masing-masing sub-sektor. Distribusi jenis

peralatan sebagian besar didasarkan pada Indikator Efisiensi Energi (IEA,

2014), yang diharapkan mencakup:

a. Sistem Pendingin (HVAC);

b. Pemanas Air;

c. Pencahayaan;

d. Peralatan elektronik (Lemari PEndingin, Freezer, Mesin, Pengering, TV,

Dispenser);

e. Peralatan Kantor (Komputer, mesin Fotocopy, Printer, dan Scanner);

f. Elevator dan Escalator.

g. Peralatan listrik medis di Rumah Sakit

- Data luasan gedung

- Data informasi Gedung (fungsi bangunan, luas bangunan dan jenis selubung).

- The value of IKE per each building.

Page 31: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

1-8

- Korelasi penggunaan energi dengan jumlah penghuni gedung dan ukuran

bangunan

- Potensi pemasangan PLTS Atap

4. Merevisi rencana kerja dan kuesioner berdasarkan masukan dan komentar

DJEBTKE dan UNDP

1.3.4 Pengumpulan dan Analisis Data

A. Fase Pertama

Tujuan kegiatan ini adalah melakukan pengumpulan data dengan mendistribusikan

kuesioner melalui hard copy dan on-line. Data dari responden divalidasi untuk

memastikan validitas dan reliabilitas data. UNDP akan memfasilitasi workshop di area

survei terutama lokasi dengan sampel objek yang besar. Kerangka Acuan disiapkan

dan dikomunikasikan/distribusikan kepada responden.

Fase pertama pengumpulan dan analisis data dimulai setelah rencana kerja dan

kuesioner disetujui. Kuesioner harus ditandatangani oleh pengisi dan menyertakan

informasi kontak.

Tahap pertama dari pengumpulan dan analisis data dilakukan di 3 (tiga) lokasi yaitu

Jabodetabek, Riau dan Bali. Jumlah objek ditargetkan mencapai 30% dari total kuota

dengan ketersediaan jumlah perwakilan proporsional untuk setiap kategori bangunan.

Hasil tahapan pertama ini akan digunakan untuk memberikan validasi nilai ambang

batas konsumsi energi di gedung komersial untuk implementasi wajib manajemen

energi.

Tahapan kegiatan Fase Pertama adalah:

1. Menyiapkan ToR dan agenda workshop, mendistribusikan undangan dan

konfirmasi kehadiran para undangan. Tahapan ini berkoordinasi dengan UNDP-

MTRE3 dan DJEBTKE

2. Bertanggung jawab aktif dalam workshop untuk memaksimalkan kegiatan survey

3. Melakukan pengumpulan dan validasi data melalui survei. Survei akan

dilaksanakan setelah kuesioner disetujui (Persiapan Awal) oleh UNDP-MTRE3 dan

DJEBTKE.

4. Pengolahan data;

Page 32: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

1-9

5. Analisis data dan informasi yang dikumpulkan pada saat kick off meeting,

kuesioner, dan data eksisting;

6. Mengembangkan database konsumsi energi di sektor bangunan komersial, baik

total dan masing-masing sub-sektor;

7. Validasi nilai ambang batas konsumsi energi di sektor bangunan komersial

8. Menyusun laporan sementara tentang kegiatan dan hasil survei, termasuk nilai

ambang indikatif dan benchmark standar SEC/IKE untuk sektor bangunan

komersial yang akan diusulkan ke KESDM sebagai masukan untuk proses revisi PP

70/2009

9. Presentasi dan diskusi laporan awal kepada DJEBTKE-ESDM dan UNDP-MTRE3.

B. Fase Kedua

Fase kedua akan melanjutkan pengumpulan data di lokasi yang belum disurvei pada

fase pertama dan memenuhi kuota dari total objek yang akan disurvei. Kegiatan ini

mencakup distribusi kuesioner melalui on-line dan jika diperlukan dalam bentuk cetak.

Data dari responden divalidasi untuk memastikan validitas dan reliabilitas data. Jika

diperlukan, UNDP akan memfasilitasi workshop di daerah yang disurvei, terutama

lokasi dengan sampel objek yang besar. Kerangka Acuan dan undangan akan disiapkan

dan dikomunikasikan/distribusikan kepada responden.

Tahapan kegiatan Fase Kedua adalah:

1. Menyiapkan ToR dan agenda workshop, mendistribusikan undangan dan

konfirmasi kehadiran para undangan. Tahapan ini berkoordinasi dengan UNDP-

MTRE3 dan DJEBTKE

2. Bertanggung jawab aktif dalam workshop untuk memaksimalkan kegiatan survey

3. Melakukan pengumpulan dan validasi data melalui survei.

4. Analisis data dan informasi yang dikumpulkan pada saat kick off meeting,

kuesioner, dan data eksisting (data Fase Pertama dan Fase Kedua);

5. Mengembangkan database konsumsi energi di sektor bangunan komersial, baik

total dan masing-masing sub-sektor;

6. Memberikan data dan informasi terkait standar SEC/IKE di sektor bangunan

komersial Indonesia, baik total dan masing-masing sub-sektor. Data dan informasi

yang digunakan berdasarkan data terbaru yang diberikan oleh responden;

7. Finalisasi benchmark standar SEC/IKE di sektor bangunan komersial;

Page 33: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

1-10

8. Draf laporan akhir diserahkan sebelum pertemuan dengan stakeholder untuk

membahas isi laporan Fase Pertama dan Fase Kedua; Laporan tersebut

menguraikan studi tentang informasi dan data eksisting dari penelitian, studi, dan

audit, termasuk benchmark SEC/IKE sektor bangunan komersial di negara-negara

lainnya yang dapat diadaptasi ke Indonesia;

9. Diskusi draft laporan akhir dengan UNDP-MTRE3 dan EBTKE;

10. Presentasi dan konsultasi draft hasil akhir dalam pertemuan dengan stakeholders;

11. Presentasi hasil akhir di Workshop diseminasi (jika ada).

1.4 Hasil Yang Disampaikan

Hasil atau output dari pekerjaan survei ini adalah LAPORAN BENCHMARKING

SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI GEDUNG KOMERSIAL dimana:

• Semua laporan harus dipresentasikan terlebih dahulu kepada tim UNDP-

MTRE3 dan DJEBTKE untuk mendapatkan masukan dan komentar.

Komentar-komentar ini dimasukkan ke dalam laporan.

• Laporan akhir dilengkapi dengan ringkasan eksekutif, dan presentasi Power

Point, disampaikan dalam bahasa Inggris dan disertai dengan terjemahan ke

dalam Bahasa Indonesia.

• Laporan akhir yang diserahkan termasuk file elektronik (misal USB atau CD)

yang dapat diedit yang memuat semua presentasi, foto dan video, semua

data dan perhitungan, dan hasil simulasi (jika tersedia).

1.5 Jadwal Kegiatan

Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan survey Benchmarking SEC/IKE di sector

Bangunan Komersial adalah 4 bulan. Perincian rencana pelaksanaan pekerjaan adalah

sebagai berikut:

Page 34: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

1-11

Tabel 1.2. Rencana Kerja Survey Benchmarking SEC/IKE di Sektor Bangunan Komersial

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1 Workplan and questionnaire development All Team

2 Kick off meeting, Submission of detailed workplan and Questionare All Team

3 Identification and communication with key-stakeholders All Team

4 Drafting ToR and invitation letter for the workshop Administration Support

5 Dissemination of invitation letter and attendance confirmation Administration Support

6 First phase of Workshop and external enumerator training (Pekanbaru) Leader, EMS, SEA

7 Data collection & verification (Pekanbaru) All Team + Enumerator Jabodetabek

8 Survey and on site measurement for data validation in Pekanbaru All Team + Enumerator Jabodetabek

9 Data processing and analysis for Pekanbaru Leader, EMS, SEA, SS

10 Workshop and external enumerator training (Jabodetabek) Leader, EMS, SEA

11 Data collection & verification (Jabodetabek) All Team + Enumerator Riau

12 Survey and on site measurement for data validation in Jabodetabek All Team + Enumerator Riau

13 Data processing and analysis for Jabodetabek Leader, EMS, SEA, SS

14 Workshop and external enumerator training (Bali) Leader, EMS, SEA

15 Data collection & verification (Bali) All Team + Enumerator Bali

16 Survey and on site measurement for data validation in Bali All Team + Enumerator Bali

17 Data processing and analysis for Bali Leader, EMS, SEA, SS

18 Interim Report Writing All Team

19 Interim Report Submission Leader

20 Additional survey at first phase location to mitigate invalid data (Jabodetabek) All Team + Enumerator Jabodetabek

21 Second phase Identification of key-stakeholders All Team

22 Dissemination of survey letter and willingness confirmation Administration Support

23 Communicated and share questionnaire to each respondent Administration Support

24 Data collection & verification to each respondent All Team

25 Survey for data validation and sampling on-site measurement in North Sumatera All Team + Enumerator North Sumatera

26 Survey for data validation and sampling on-site measurement in East Java All Team + Enumerator East Java

27 Survey for data validation and sampling on-site measurement in West java All Team + Enumerator West java

28 Survey for data validation and sampling on-site measurement in Central Java All Team + Enumerator Central Java

29 Data processing and analysis for 4 locations Leader, EMS, SEA, SS

30 Report writing All Team

31 Final Report Submission Leader

DesPICNo. Description

August Sept Oct Nov

Page 35: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

1-12

1.6 Personil

Struktur team pelaksana kegiatan dapat dilihat pada bagan berikut ini.

Leader

Specialist Energy Auditor

Team Jabodetabek+ Enumerator

Team Bali + Enumerator

Team Riau+ Enumerator

Team North Sumatera+ Enumerator

Team Central Java+ Enumerator

Team East Java+ Enumerator

Team West Java+ Enumerator

Mechanical Specialist

Expert Energy Management System

Statistical Specialist

Electrical Specialist

Administration Support

Gambar 1.2. Struktur Team Pelaksana Survey

Page 36: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-1

2 STUDI LITERATUR

2.1 Populasi Gedung Komersial di Indonesia

Pada tahun 2019 akan dilakukan survei SEC/IKE pada bangunan gedung komersial di

7 (tujuh) lokasi yaitu Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang

Selatan, Bekasi) Bali, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara.

Jumlah populasi gedung komersial seperti Hotel, Rumah Sakit, Pusat Perbelanjaan dan

Gedung Perkantoran di kota-kota tersebut sebanyak 2.108 (Dinas Pariwisata, 2018;

Kementerian Kesehatan, 2018; BPS, 2018; Kementerian Pekerjaan Umum dan

Wikipedia, 2018) dengan distribusi per sektor seperti ditampilkan pada gambar

berikut ini.

Gambar 2.1. Populasi objek survei berdasarkan sub-kategori bangunan

Dari jumlah populasi diatas total kuota Gedung yang menjadi objek minimal sebanyak

200 gedung dan total kuota gedung yang akan menjadi objek survey berdasarkan

jumlah populasi yang ada di tiap kota tersebut adalah sebanyak 272 gedung. Dimana

kelebihan 72 gedung dari kuota minimal tersebut adalah untuk objek cadangan apabila

terdapat objek yang tidak ingin menjadi objek survey ataupun memiliki data yang tidak

valid.

966 424 249 469

HOTEL PERKANTORAN PUSAT PERBELANJAAN RUMAH SAKIT

POPULASI GEDUNG KOMERSIAL

Page 37: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-2

Dengan penentuan kuota objek survey berdasarkan populasi di setiap lokasi sebagai

berikut :

▪ Jumlah Populasi 1-10 = 1 kuota

▪ Jumlah Populasi >10-20 = 3 kuota

▪ Jumlah Populasi >20 = 5 kuota

Jumlah kuota di atas ditentukan untuk objek Rumah Sakit, Pusat Perbelanjaan dan

Gedung Perkantoran. Sedangkan untuk hotel, karena objek tersebut memiliki kriteria

lebih banyak dan populasi yang relatif lebih besar dari objek lain, sehingga jumlah

kuota yang ditentukan lebih sedikit untuk efisiensi waktu dan pekerjaan. Penentuan

jumlah kuota untuk objek hotel adalah sebagai berikut:

▪ Number of population 1-10 = 1 kuota

▪ Number of population > 10-20 = 2 kuota

▪ Number of population > 20 = 4 kuota

Target objek yang disurvey sebanyak 272 gedung terdiri dari 101 hotel, 43 gedung

perkantoran, 49 pusat perbelanjaan dan 79 rumah sakit. Gedung yang disurvei ini

tersebar di 12 lokasi. Distribusi Gedung yang disurvey berdasarkan lokasi dapat dilihat

pada gambar berikut ini.

Gambar 2.2. Jumlah target objek survei berdasarkan lokasi

47

2015

20

1417

22 2125

16

3025

TARGET OBJEK SURVEY

Page 38: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-3

2.2 Profil Energi Gedung

Konsumsi energi nasional pada tahun 2018 menurut data Kementerian ESDM

mencapai 936,33 Miliar Barrels Oil Equivalent (BOE), dimana dari jumlah total tersebut

sebanyak 43,15 juta Barrels Oil Equivalent (BOE) atau 4,82% dari jumlah konsumsi

energi nasional digunakan untuk sektor gedung komersial. Berdasarkan peringkat

konsumsi energi nasional berdasarkan sektor, bangunan gedung komersial berada

diperingkat empat, dimana untuk peringkat pertama ditempati oleh sektor

transportasi, kemudian diikuti oleh sektor industri, dan sektor rumah tangga. Berikut

konsumsi energi nasional berdasarkan sektor pada tahun 2018 (Pusat Data dan

Teknologi Informasi KESDM, 2019).

Konsumsi Energi berdasarkan sektor 936,33 Juta BOE

Industri: 334,47 Juta BOE 33,51 %

Rumah tangga 151,21 Juta BOE 14,76%

Komersial 43,15 Juta BOE 4,82%

Transportasi 391,40 Juta BOE 45,06%

Lainnya 16,10 Juta BOE 1,85%

Non energi 95,69 Juta BOE

Konsumsi energi di sektor komersial berdasarkan jenis energi yang dikonsumsi

ditampilkan pada Tabel 2.1 dibawah ini. Dari 43,17 juta BOE konsumsi energi di sektor

komersial, energi listrik merupakan jenis bahan bakar yang mendominasi di sektor

komersial yaitu mencapai 87,3% diikuti oleh minyak solar sebesar 8,12%; LPG 4,05%

dan sisanya bahan bakar lainnya.

Page 39: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-4

Tabel 2.1. Konsumsi energi nasional di sektor komersial Tahun 2018

Pemerintah menargetkan penurunan emisi sebesar 5% di sektor komersial dengan

mengeluarkan beberapa peraturan dan kebijakan untuk mempromosikan penggunaan

energi terbarukan dan implementasi konservasi energi. Potensi penghematan energi

di sektor komersial diperkirakan sebesar 10-30% (Kementrian ESDM, 2018).

2.2.1 Faktor yang mempengaruhi konsumsi energi Gedung

Konsumsi energi pada suatu bangunan memiliki pola dimana ada suatu waktu

penggunaan energinya mengalami peningkatan serta penurunan. Perubahan pola ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :

A. Desain

Desain suatu bangunan gedung menjadi aspek yang dipertimbangkan dalam setiap

perencanaan pembangunan suatu gedung. Dalam beberapa hal rancangan suatu

Page 40: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-5

bangunan gedung tidak memperhitungkan aspek konservasi energi. Sehingga banyak

gedung yang menjadi tidak efisien dalam penggunaan energinya karena desainnya.

Beberapa hal dalam mendesain suatu bangunan yang menjadi faktor yang

mempengaruhi konsumsi energi suatu bangunan adalah orientasi bangunan. Dimana

arah bangunan timur dan barat akan mempengaruhi pemanasan langsung karena

radiasi dari sinar matahari. Pada prinsipnya sinar matahari memang dibutuhkan

sebanyak mungkin untuk membatu penerangan suatu bangunan, akan tetapi radiasi

dari sinar matahari harus sebanyak mungkin dihindarkan, kaena cahaya yang langsung

mengenai tembok atau bidang kaca akan membuat ruangan di dalamnya menjadi cepat

panas sehingga akan membebani pendinginan dari ruangan tersebut. Oleh karena itu

orientasi dari dinding-dinding luar berpengaruh terhadap konsumsi energi

B. Iklim

Iklim suatu wilayah berbeda-beda dengan wilayah lainnya, untuk bangunan gedung

yang berlokasi di daerah-daerah dengan iklim yang nyaman pengaruh radiasi matahari

tidak terlalu besar sehingga beban pendinginan dari gedung tersebut tidak mengalami

peningkatan karena faktor eksternal tersebut. Sedangkan bangunan gedung yang

berlokasi didaerah-daerah dengan iklim yang panas, pengaruh radiasi matahari cukup

besar untuk meningkatkan beban pendinginannya, sehingga konsumsi energi dari

bangunan tersebut akan mengalami peningkatan juga.

C. Okupansi

Peningkatan dan penurunan konsumsi energi suatu bangunan gedung bisa juga

dipengaruhi oleh jumlah okupansi dari bangunan gedung tersebut. Beberapa

bangunan yang jumlah konsumsi energinya meningkat karena pengaruh okupansi

misalnya adalah hotel dan pusat perbelanjaan. Pada bangunan hotel dimana jumlah

kamar yang tersewa mengalami peningkatan akan mengakibatkan peningkatan

konsumsi energinya, karena setiap peralatan listrik yang ada pada kamar-kamar

tersebut juga akan beroperasi. Serta aktifitas pada transportasi pada lift dan peralatan

listrik penunjang lain seperti pompa air juga akan mengalami peningkatan. Demikian

halnya pada pusat perbelanjaan, dimana peningkatan jumlah pengunjung, juga akan

meningkatkan aktifitas pada peralatan transportasi seperti lift dan eskalator, serta

akan mengalami peningkatan pula aktifitas pada setiap tenant-tenant yang ada pada

Page 41: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-6

pusat perbelanjaan tersebut yang mengakibatkan peningkatan konsumsi energi pada

bangunan pusat perbelanjaan tersebut.

D. Lainnya

Selain beberapa hal diatas yang mempengaruhi kinerja konsumsi energi suatu

bangunan gedung, ada hal lain yang bisa mempengaruhi peningkatan dan penurunan

konsumsi energi dari bangunan gedung tersebut. Jumlah jam kerja pada bangunan

gedung perkantoran menjadi faktor lain yang mempengaruhi peningkatan dan

penurunan konsumsi energi dari bangunan gedung tersebut. Dengan bertambahnya

jam kerja pada suatu bangunan perkantoran akan menambah pula jam operasional

dari peralatan-peralatan listrik yang ada di bangunan kantor tersebut, sehingga akan

meningkatkan konsumsi energi dari bangunan kantor tersebut. Oleh karena itu pada

bangunan perkantoran dalam pelaksanaan konservasi energinya bisa melakukan

penetapan jam operasinal kantor yang harus diikuti oleh semua penghuni gedung

tersebut, agar tidak ada orang lagi yang masih berada di gedung tersebut di luar jam

kantor yang tidak memiliki keperluan pekerjaan.

2.2.2 Standard Kinerja Energi Gedung

Dalam penetapan langkah-langkah konservasi energi pada suatu bangunan gedung,

penggunaan dan pemanfaatan peralatan-peralatan listrik pada bangunan tersebut

harus dengan prosedur yang tepat agar penggunaan energi pada peralatan-peralatan

tersebut bisa terkontrol dengan baik. Untuk menetapkan prosedur-prosedur tersebut

ada beberapa standar penggunaan dari peralatan-peralatan listrik tersebut serta

standar yang lain yang bisa digunakan sebagai acuan agar penghematan energi bisa

didapatkan dengan maksimal, berikut beberapa standard yang bisa dijadikan acuan :

A. SNI HVAC

Ada dua faktor utama konservasi energi dalam sistem HVAC, yang pertama adalah

kondisi udara ruangan yang terkait dengan kondisi kenyamanan termal ruangan

tersebut. Dimana kondisi tersebut mempertimbangkan adanya variasi kenyamanan

termal yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Kondisi termal ini

dietapkan dalam satu rentang temperatur nyaman berdasarkan sejumlah penelitian

kenyamanan termal yang dilakukan di Indonesia dan Asia Tenggara. Sedangkan yang

Page 42: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-7

kedua adalah kondisi udara luar yang ditetapkan sebagai kondisi perancangan. Dimana

penetapan tersebut berdasarkan data statistik temperatur rata-rata di semua ibu kota

propinsi di Indonesia. Semua ini tercantum dalam SNI 03-6390-2011 mengenai

“Konservasi Energi Sistem Tata Udara pada Bangunan Gedung”. Dimana standard ini

memuat mengenai perhitungan teknis, pemilihan , pengukuran dan pengujian

konservasi energi serta rekomendasi sistem tata udara pada bangunan gedung secara

optimal sehingga penggunaan energi dapat dilakukan secara efisien tanpa

mengorbankan kenyamanan termal pengguna bangunan. Didalam standard tersebut

dimuat kondisi kenyamanan yang ditetapkan untuk gedung-gedung yang berada di

wilayah dataran rendah (pantai) dengan suhu udara maksimum rata-rata sekitar 34 °C

DB dan 28 °C WB (atau suhu rata-rata bulanan sekitar 28 °C) adalah sebagai berikut :

a. Ruang kerja, temperatur bola kering (DB) berkisar antar 24 °C sampai 27 °C

atau 25,5 °C ± 1,5 dengan kelembaban relatif 60% ± 5%

b. Ruang transit (lobi, koridor) temperatur bola kering (DB) berkisar antar 27 °C

sampai 30 °C atau 28,5 °C ± 1,5 dengan kelembaban relatif 60% ± 10%

Sementara untuk wilayah dataran tinggi atau pegunungan dengan suhu udara

maksimum tidak ditetapkan 28 °C dan 24 °C atau kurang (atau suhu rata-rata bulanan

sekitar 23 °C atau kurang) pada umumnya tidak diperlukan pengkondisian udara

B. SNI Pencahayaan

Standard ini memuat mengenai ketentuan pedoman pencahayaan pada bangunan

gedung untuk memperoleh sistem pencahayaan dengan pengoperasian yang optimal

sehingga penggunaan energi lebih efisien tanpa harus mengurangi dan atau mengubah

fungsi bangunan, kenyamanan, dan produktivitas penghuni, serta mempertimbangkan

aspek ramah lingkungan dan biaya. Dengan nomor SNI 6197-2011 mengenai

“konservasi Energi Sistem Pencahayaan”. Dalam standard ini dimuat terdapat dua

persyaratan pencahayaan, yang pertama adalah pencahayaan alami, dimana :

a. Pencahayaan alami dalam bangunan gedung harus memenuhi ketentuan SNI

03-2396-2001, tentang tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada

bangunan gedung.

Page 43: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-8

b. Dalam pemanfaatannya, radiasi yang ditimbulkan oleh cahaya matahari

langsung kedalam bangunan harus dibuat seminimal mungkin untuk

menghindari timbulnya peningkatan temperatur pada ruang dalam bangunan.

c. Cahay langit bukaan transparan pada bangunan harus diutamakan daripada

cahaya matahari langsung.

d. Cahaya alami di siang hari harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai

alternatif cahaya tambahan untuk mengurangi penggunaan energi listrik pada

bangunan dengan mempertimbangkan aspek-aspek sistem terkait.

Sedangkan untuk pencahayaan buatan, ada tingkat pencahayaan minimal yang

direkomendasikan tidak boleh kuran dari tingkat pencahayaan pada tebel berikut :

Tabel 2.2. Tingkat pencahayaan rata-rata, renderansi dan temperatur warna yang

direkomendasikan

Page 44: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-9

Selain tingkat pencahayaan, standard ini juga memuat daya listrik maksimum

permeter persegi dari sistem pencahayaan yang tidak boleh melebihi nilai yang

tercantum dalam tabel 2.2, kecuali area berikut :

Page 45: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-10

a. Pencahayaan untuk bioskop, siaran TV, presentasi audio visual dan semua

fasilitas hiburan yang memerlukan pencahayaan berteknologi sebagai

elemen utama dalam pelaksanaan fungsinya

b. Pencahayaan khusus untuk bidang kedokteran

c. Fasilitas olahraga dalam ruangan (indoor)

d. Pencahayaan yang diperlukan untuk pameran di galeri, museum dan

monumen

e. Pencahayaan luar untuk monumen

f. Pencahayaan khusus untuk penelitian di laboratorium

g. Pencahayaan darurat

h. Ruangan yang mempunyai tingkat keamanan dengan resiko tinggi yang

dinyatakan oleh peraturan atau oleh petugas keamanan dianggap

memerlukan pencahayaan tambahan

i. Ruangan kelas rancangan khusus untuk orang yang mempunyai penglihatan

yang kurang atau untuk orang lanjut usia

j. Pencahayaan untuk lampu tanda arah dalam bangunan gedung

k. Jendela peraga pada toko/etalase

l. Agro industri (rumah kaca), fasilitas pemrosesan

m. Kegiatan lain yang belum termasuk di atas

Berikut tabel daya listrik maksimum untuk pencahayaan :

Page 46: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-11

Tabel 2.3. Tabel daya listrik maksimum untuk pencahayaan

Page 47: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-12

C. SNI Selubung Bangunan

Standard ini memuat kriteria perancangan, prosedur perancangan, konservasi energi

dan rekomendasi dari selubung bangunan pada bangunan gedung yang optimal,

sehingga penggunaan energi dapat efisien tanpa mengorbankan kenyamanan dan

produktivitas kerja penghuni bangunan gedung, standard ini memiliki nomor SNI

6389-2011, mengenai “ Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan

Gedung”. Di dalam standard ini terdapat kriteria perancangan berupa persyaratan

diantaranya selubung bangunan harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai

berikut :

a. Berlaku hanya untuk komponen dinding dan atap pada bangunan gedung yang

dikondisikan (mempunyai sistem tata udara)

b. Perpindahan termal menyeluruh untuk dinding dan atap tidak boleh melebihi

perpindahan termal menyeluruh yaitu tidak melebihi 35 W/m²

Nilai perpindahan termal menyeluruh atau OTTV untuk setiap bidang dinding luar

bangunan gedung dengan orientasi tertentu, harus dihitung melalui persamaan :

Page 48: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-13

Dengan :

OTTV = Nilai perpindahan termal menyeluruh pada dinding luar yang memiliki arah atau orientasi tertentu (W/m²)

α = absorbtans radiasi matahari

Uw = Transmitans termal dinding tidak tembus cahaya (W/m².K)

WWR = Perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada orientasi yang ditentukan

TDEk = Beda temperatur ekuivalen (K)

SF = Faktor radiasi matahari

Sc = Koefisien peneduh dari sistem fenestrasi

Uf = Transmitans termal fenestrasi

∆T = Beda temperatur perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam

Nilai perpindahan termal menyeluruh atau OTTV untuk setiap bidang dinding luar

bangunan gedung dengan orientasi tertentu dengan lebih dari satu jenis material

dinding, harus dihitung melalui persamaan :

Dengan :

A1 = area dinding dengan material 1

A2 = area dinding dengan material 2

A3 = area dinding dengan material 3

ΣA = A1 + A2......+ An

Sedangkan untuk menghitung OTTV seluruh dinding luar, digunakan persamaan

sebagai berikut :

Dengan :

Page 49: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-14

A0i = luas dinding pada bagian dinding luar i (m²). Luas total ini termasuk semua permukaan dinding tidak tembus cahaya dan luas permukaan jendela yang terdapat pada bagian dinding tersebut.

OTTVi = nilai perpindahan termal menyeluruh pada bagian dinding I (Watt/m²) sebagai hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan diatas.

Dimana nilai perpindahan termal menyeluruh tidak boleh melebihi atau maksimal

sama dengan 35 W/m².

2.2.3 Manajemen energi pada Gedung Komersial

Salah satu langkah konservasi energi yang bisa diterapkan dalam rangka efisiensi

energi di bangunan gedung adalah dengan menerapkan sistem manajemen energi.

Manajemen energi adalah program terpadu yang direncanakan dan dilaksanakan

secara sistematis untuk memanfaatkan sumber daya energi dan energi secara efektif

dan efisien dengan melakukan perencanaan, pencatatan, pengawasan dan evaluasi

secara kontinyu tanpa mengurangi kualitas produksi/pelayanan. Manajemen energi

mencakup perencanaan dan pengoperasian unit konsumsi dan produksi yang terkait

dengan energi. Tujuan manajemen energi yaitu konservasi sumber daya, perlindungan

iklim, dan penghematan biaya. Bagi konsumen, manajemen energi menjadikan mereka

mendapatkan akses terhadap energi sesuai dengan yang mereka butuhkan.

Manajemen energi sangat terkait dengan manajemen lingkungan, manajemen

produksi, logistik, dan fungsi terkait bisnis lainnya. Penerapan manajemen energi

dalam suatu bangunan gedung sangat bergantung pada komitmen dari top manajemen,

dimana semua kewenangan dalam hal pengambilan keputusan ada pada top

manajemen. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh top manajemen dalam hal

komitmen yang menjadi kunci penting berlangsungnya sistem manajemen energi

adalah dengan cara pemberian informasi secara menyeluruh mengenai penghematan

energi dan langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam pelaksanaannya serta

penyediaan peralatan-peralatan pengguna energi yang memiliki teknologi yang efisien.

A. Behavior/Perilaku/Awarness

Perilaku pengguna energi memiliki pengaruh besar dalam hal penggunaan energinya.

walaupun peralatan-peralatan yang digunakan sudah memiliki teknologi yang canggih

dan efisien, akan tetapi apabila penggunaannya masih tidak terkontrol, akan tetap

menghasilkan pemborosan energi. Dalam penerapan sistem manajemen energi

Page 50: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-15

pemberian informasi kepada seluruh pengguna energi menjadi peranan penting agar

sistem ini bisa berjalan dengan baik. Dengan pemberian informasi mengenai

penghematan energi diharapkan akan merubah perilaku para pengguna energi

menjadi lebih sadar akan pentingnya penghematan energi dalam setiap penggunaan

peralatan listrik. Pemberian informasi ini bisa dilakukan dengan memberikan training,

awarness kepada seluruh tim manajemen energi dan kepada sebagian besar pengguna

energi yang mewakili keseluruhan penghuni gedung, serta pemasangan baliho,

spanduk maupun stiker-stiker yang berisi tentang penghematan energi pada area-area

yang mudah dilihat oleh para penghuni gedung.

B. Teknologi Efisien Peralatan pada Gedung

Langkah-langkah lain dalam hal penerapan manajemen energi dalam duatu bangunan

gedung adalah penggunaan peralatan-peralatan listrik yang sudah efisien penggunaan

energinya, diantaranya :

- High Efficient HVAC

Sistem HVAC menghabiskan lebih dari 40% penggunaan energi dari total

keseluruhan konsumsi energi pada bangunan gedung. Dengan peningkatan

pengendalian dan pengelolaan ventilasi, suhu dan sitem yang terpakai dapat

mengoptimalisasi pemakaian energi HVAC yang berdampak pada

berkurangnya biaya. Sistem HVAC yang memiliki teknologi efisiensi energi yang

tinggi memiliki nilai COP (Coefficient Of Performance) yang paling tinggi

diantara jenis HVAC lainnya. Karena semakin tinggi nilai COP suatu sistem

pendingin maka semakin efisien sistem HVAC tersebut

- Efficient Lighting (LED, control lighting)

Teknologi hemat energi pada sistem pencahayaan saat ini ada pada jenis lampu

yang digunakan, dimana lampu LED menjadi teknologi lampu yang saat ini

menjadi jenis lampu paling hemat energi diantara jenis lampu lainnya. Lampu

LED memiliki nilai efikasi tinggi dibandingkan jenis lampu lain karena memiliki

tingkat pencahayaan yang lebih tinggi dibandingkan lampu jenis lain pada

kapasitas daya yang sama. Sehingga lampu LED ini memiliki tingkat

penghematan energi yang cukup besar dibandingkan lampu jenis lain. Selain

nilai efikasi yang lebih tinggi, lampu LED memiliki keunggulan usia lampu yang

lebih lama dibandingkan lampu jenis lainnya, sehingga menghemat

Page 51: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-16

pengeluaran biaya dalam hal investasi. Selain teknologi dari jenis lampunya,

langkah penghematan energi pada sistem pencahayaan bisa dilakukan dengan

pengaturan operasional lampu secara otomatis menggunakan sensor okupansi.

Dimana lampu baru akan beroperasi selama beberapa menit apabila ada

aktivitas manusia saja, sedangkan apabila tidak ada aktivitas, lampu akan tetap

mati. Sensor okupansi ini hanya tepat dipasang pada area dimana aktivitas

manusia tidak berlangsung lama seperti di koridor, toilet atau area lain.

Sehingga dengan lampu yang hanya beroperasi pada saat dibutuhkan saja maka

penghematan energi yang didapatkan cukup besar bila dibandingkan lampu

yang harus beroperasi selama terus menerus baik di koridor maupun di toilet.

- BAS

Perilaku pengguna energi yang belum bisa terkontrol dengan baik dalam hal

penggunaan peralatan listriknya masih bisa menyebabkan terjadinya

pemborosan energi. Sehingga penggunaan peralatan-peralatan listrik tersebut

harus dibantu oleh suatu sistem yang bisa mengontrol penggunaan peralatan-

peralatan tersebut secara otomatis. Sistem yang bisa mengontrol tersebut

disebut dengan Building Automation System (BAS), dimana semua operasional

peralatan dikontrol penggunaannya, baik itu peralatan pendingin seperti sistem

HVAC, sistem pencahayaan, lift, eskalator dan sistem plumbing. Sistem ini sudah

terkomputerisasi dalam pengontrolannya, sehingga semua bekerja secara

otomatis.

2.3 Standar IKE di Negara Lain

2.3.1 ASEAN

Efisiensi energi, dipandang sebagai cara yang paling hemat biaya untuk meningkatkan

keamanan energi dan dalam mengatasi perubahan iklim dan meningkatkan daya saing,

telah berhasil diterapkan di ASEAN sejak pembentukan inisiatif kerja sama Energi

ASEAN pada tahun 1986. ASEAN Centre for Energy adalah organisasi antar pemerintah

dalam struktur ASEAN yang mewakili 10 negara anggota ASEAN (AMS) yang tertarik

pada sektor energi. Organisasi ini mempercepat integrasi strategi energi di ASEAN

dengan memberikan informasi dan keahlian yang relevan untuk memastikan

Page 52: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-17

kebijakan dan program energi yang diperlukan selaras dengan pertumbuhan ekonomi

dan kelestarian lingkungan di kawasan ini.

Salah satu program yang dilaksanakan oleh ACE adalah ASEAN Energy Award (AEA),

penghargaan energi untuk bangun dan industri dengan kategori sebagai berikut.

1. Penghargaan Gedung Hemat Energi

AEA untuk Bangunan Hemat Energi diluncurkan pada tahun 2000 sebagai

penghargaan tertinggi di Asia Tenggara untuk keunggulan di bidang energi. Selain

itu, penghargaan ini juga mewakili kesadaran dan dorongan untuk partisipasi

sektor swasta dalam EE&C, khususnya dalam bangunan. Ada empat (4) kategori

untuk Penghargaan ini: i) Bangunan Baru dan Bangunan yang telah ada; ii)

Bangunan Retrofitted; iii) Bangunan Tropis; dan iv) Pengajuan Khusus.

2. Penghargaan Manajemen Energi dalam Bangunan & Industri

Penghargaan Manajemen Energi ASEAN dalam Bangunan & Industri terdiri dari

enam (6) kategori: i) Bangunan Kecil dan Menengah; ii) Bangunan Besar; iii)

Industri Kecil & Menengah; iv) Industri Besar; v) Bangunan Pengajuan Khusus; dan

vi) Industri Pengiriman Khusus. Penilaian mencakup pencapaian penghematan

energi, dampak penghematan energi, keberlanjutan, dan keterulangan. Tiga puluh

dua (32) entri yang memenuhi syarat dari lima (5) Indonesia, Malaysia, Filipina,

Singapura dan Thailand diajukan untuk kompetisi tahun ini kepada BoJ untuk

evaluasi.

3. Penghargaan Green Building

ASEAN Green Building Awards bertujuan untuk: i) meningkatkan kesadaran

masyarakat tentang bangunan hijau; ii) mendorong pemanfaatan sumber daya

secara efisien; iii) berkontribusi pada upaya global dalam mengurangi emisi gas CO

2 dan untuk mempromosikan ketahanan perubahan iklim; iv) meningkatkan rantai

pasokan ramah lingkungan dan menciptakan pasar untuk teknologi, bahan, dan

produk bangunan hijau; v) menghasilkan kompetensi pengembang real estat atau

properti dan pemangku kepentingan lainnya dalam industri konstruksi dalam

mengevaluasi dan menafsirkan cetak biru bangunan hijau; dan vi) mengadopsi dan

mengembangkan prinsip-prinsip bangunan hijau di lingkungan.

Page 53: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-18

Ketentuan yang ditetapkan oleh juri pada lomba ASEAN Energy Award (AEA) ini untuk

bangunan hemat energi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

2.3.2 Singapura

Building and Construction Authority (BCA) Singapura sejak tahun 2014 mengeluarkan

Building Energy Benchmarking Report (BEBR) untuk memantau kinerja penggunaan

energi di bangunan gedung yang ada di Singapura. Publikasi ini merupakan inisiatif di

bawah Masterplan Gedung Hijau BCA ke-3, yang bertujuan untuk:

▪ Menginformasikan pemilik gedung dan manajer fasilitas tentang seberapa baik

kinerja bangunan mereka;

Page 54: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-19

▪ Mendorong mereka untuk memulai dan menerapkan peningkatan dalam

membangun efisiensi energi; dan

▪ Membentuk pasar melalui transparansi informasi kinerja energi bangunan.

Di bawah Building Control Act, pemilik gedung diwajibkan untuk menyerahkan

informasi terkait bangunan dan data konsumsi energi ke BCA setiap tahun sejak 2013.

Informasi yang dikumpulkan kemudian dianalisis untuk menetapkan tolok ukur energi

bangunan nasional untuk lingkungan buatan Singapura.

Dalam pelaksanaan Annual Mandatory Submission, berikut tahapan pelaksanaan

berdasarkan jenis-jenis bangunan:

Tahap 1 (2013/ 2014) Bangunan komersial yang terdiri dari gedung

perkantoran, hotel, bangunan ritel dan Bangunan

campuran

Tahap 2 (2015/ 2016) Fasilitas kesehatan dan lembaga pendidikan

Tahap 3 (2017/ 2018) Bangunan besar lembaga sipil, komunitas dan budaya,

pusat olahraga dan rekreasi, dan fasilitas transportasi

Pada tahun 2017, bangunan komersial, fasilitas kesehatan, dan lembaga pendidikan

menjadi sasaran untuk Annual Mandatory Submission, bersama dengan 3 jenis

bangunan baru, yaitu: bangunan besar lembaga sipil, komunitas dan budaya, pusat

olahraga dan rekreasi, dan fasilitas transportasi.

Secara total, 1.566 bangunan, dengan Luas Lantai Bruto (GFA) seluas 33,4 juta m² dan

total konsumsi listrik tahunan pada 8.642 GWh, telah melaksanakan benchmarking ini,

mencatat kepatuhan penuh untuk 2017.

Pada tahun 2017, sebanyak 1.566 bangunan membuat laporan penggunaan energi.

Intensitas penggunaan energi bangunan komersial menunjukkan peningkatan cukup

baik sebesar 14% sejak 2008, dan untuk semua kategori mencapai lebih dari 8%

peningkatan.

Energi listrik merupakan sumber energi utama yang digunakan di gedung-gedung

Singapura, sumber-sumber energi lain tidak termasuk dalam perhitungan intensitas

penggunaan energi (EUI). EUI diukur dengan total listrik yang digunakan dalam

bangunan dalam setahun, dinyatakan sebagai kilowatt hour (kWh), per luas lantai

kotor (m²).

Page 55: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-20

Selama periode sembilan tahun dari 2008 hingga 2017, konsumsi listrik tahunan ke-6

jenis bangunan ini telah mengalami peningkatan yang cukup lambat sebesar 25% bila

dibandingkan dengan pertumbuhan GFA sebesar 40% (Building and Construction

Authority (BCA), 2018). Tabel berikut ini merupakan hasil benchmark untuk masing-

masing kategori Gedung.

Tabel 2.4. Singapura Building Energy Benchmarks for Commercial Buildings (2017)

Tabel 2.5. Average EUI Trending for Commercial Buildings

Selama periode sembilan tahun dari 2008 hingga 2017, konsumsi listrik tahunan dari

75 fasilitas kesehatan mengalami peningkatan yang sigifikan yaitu 54%, dibandingkan

dengan pertumbuhan GFA sebesar 42%. Rata-rata EUI untuk fasilitas kesehatan

mengalami peningkatan sebesar 9% selama periode 2008 - 2017.

Page 56: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-21

Tabel 2.6. Average EUI Trending for Healthcare Facilities

Tabel 2.7. Energy Benchmarks of Healthcare Facilities with Bed Spaces

2.3.3 Malaysia

EPI atau Indeks Kinerja Energi adalah standar internasional yang biasanya digunakan

untuk mengukur penggunaan energi spesifik bangunan tertentu. Pada dasarnya

menghitung rasio total energi yang digunakan terhadap total area bangunan untuk

menentukan konsumsi tahunan bangunan.

Total energi yang digunakan termasuk listrik yang dibeli serta daya apa pun yang

dihasilkan di lokasi; namun tidak termasuk energi terbarukan yang dihasilkan dari

sumber seperti fotovoltaik surya, angin, bio gas, dll. Total area yang dibangun untuk

keperluan perhitungan juga tidak termasuk ruang bawah tanah dan area parkir.

EPI biasanya dihitung satu tahun setelah penyelesaian dan commissioning bangunan

tertentu dengan hunian penuh dan selalu diukur dalam satuan kWh/sq m/tahun.

Page 57: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-22

Gambar 2.3. Building Energy Index (kWH/m2 year) di Malaysia

Gambar di atas menunjukkan persentase bangunan di Malaysia dengan berbagai

tingkat BEI, dari 100 hingga 450 kWh/m2/thn oleh PTM (Pusat Tenaga Malaysia).

Gambaran ini juga menunjukkan bahwa kurang dari 30% bangunan di Malaysia

memiliki BEI kurang dari 200 kWh/m2/thn, yang dianggap sebagai bangunan hemat

energi di bawah Standar MS 1525: 2007. Rata-rata gedung perkantoran Malaysia

memiliki BEI dari 250 kWh/m2/thn, yang jauh di atas standar MS 1525 yang

menetapkan kode praktik tentang Efisiensi Energi dan penggunaan Energi

Terbarukan. Standar MS 1525 juga menetapkan patokan tingkat BEI maksimum 220

kWh/m2/thn untuk bangunan yang dianggap sebagai bangunan hemat energi.

2.3.4 Thailand

Thailand terletak di zona tropis seperti Indonesia di mana iklimnya panas dan lembab,

dengan radiasi matahari yang tinggi. Dengan konsep desain saat ini, bangunan

komersial dan perumahan modern membutuhkan pendingin udara untuk memberikan

kenyamanan dan pencahayaan interior sepenuhnya bergantung pada cahaya dari

lampu listrik.

Konsumsi listrik di Thailand meningkat secara signifikan sejak negara tersebut

memulai rencana pembangunan ekonomi dan sosial pertamanya pada tahun 1964.

Undang-Undang Promosi Konservasi Energi (UU ECP) diundangkan pada tahun 1992

sebagai upaya menurunkan konsumsi listrik di Thailand. Pada tahun 1995,

persyaratan untuk konservasi energi pada bangunan komersial besar diumumkan

dalam Building Energy Code (BEC). BEC direvisi pada tahun 2007 dan sekarang

Page 58: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-23

diterapkan secara penuh untuk bangunan komersial baru dengan luas lantai lebih dari

2.000 m2.

Studi yang dilakukan oleh Chirarattananaon & Chaiwiwatworakul (2015) tentang

kinerja energi bangunan di Thailand dengan melihat pemakaian energi dari lima

skenario diantaranya skenario referensi, skenario BEC, dan skenario kinerja energi

yang lebih tinggi dengan penerapan teknologi maju ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 2.8. Kinerja Bangunan dan Parameter Lainnya dari Setiap Skenario

Nilai indeks kinerja Bangunan dalam skenario referensi diperoleh dari basis data

laporan audit energi Departemen Pengembangan Energi Alternatif dan Efisiensi

Energi. Konsumsi energi tahunan yang dihasilkan sebesar 219 kWh/m2/thn untuk

Gedung perkantoran.

Page 59: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-24

2.3.5 JICA

ESDM dan JICA bekerja sama dengan Electric Power Development Co., Ltd melakukan

studi tentang konservasi dan peningkatan efisiensi energi di Indonesia dari Agustus

2007 hingga Agustus 2009. Beberapa temuan utama dalam kajian antara lain:

• PDB dan pertumbuhan konsumsi energi nasional diperkirakan 5-8%/tahun

• Pertumbuhan yang sama terjadi juga dalam konsumsi listrik nasional, dan defisit

pasokan listrik di malam hari menjadi masalah yang mendesak.

• Tarif listrik ditetapkan secara politis pada tingkat yang lebih rendah daripada

biaya realistis. Jadi insentif orang untuk mengurangi pengeluaran energi sangat

kecil sehingga sulit untuk mempromosikan EEdanC (Energy Efficiency

improvement and Conservation). Selain itu, subsidi pemerintah atas tarif listrik

melonjak dari tahun ke tahun, melebihi 5% dari anggaran nasional.

Intensitas energi listrik per luas lantai di gedung-gedung Indonesia dan Jepang hasil

survei ditunjukkan pada Gambar 2.4. Potensi konservasi energi bangunan di Indonesia

adalah 20% sampai 35%. Intensitas energi listrik dari hasil survey yang dilakukan oleh

JICA tahun 2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.4. Intensitas Energi Listrik di Indonesia dan Jepang dari Survei Kuisioner

Intensitas konsumsi energi dihitung berdasarkan konsumsi energi listrik per tahun

atau per bulan. Selain itu intensitas energi listrik dapat dihitung dari konsumsi daya

Page 60: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-25

listrik dari peralatan. Tabel berikut hasil benchmarking bank dunia untuk 65 gedung

di Indonesia.

Tabel 2.9. Contoh Intensitas Daya Listrik Berdasarkan Penggunaan

2.4 PLTS Atap

2.4.1 Potensi Energi Matahari di Indonesia

Melimpahnya tenaga surya yang merata di seluruh wilayah Indonesia dan bersinar

hampir sepanjang tahun merupakan sumber energi listrik yang sangat potensial untuk

dimanfaatkan. Sebagai negara dengan letak geografis di sekitar garis khatulistiwa,

Indonesia memiliki potensi energi surya yang sangat baik yaitu rata-rata 4,80

kWh/m2/hari yang bersinar sepanjang tahun. Peta sebaran potensi energy surya di

Indonesia dapat di lihat gambar berikuit :

Page 61: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-26

Gambar 2.5. Peta sebaran potensi energi surya di Indonesia

Rata-rata lama penyinaran matahari yang dapat memproduksi listrik secara optimum

pada panel surya adalah 4 s/d 5 jam perhari. Wilayah Indonesia yang mempunyai lama

penyinaran ± 4,5 jam perhari adalah sebagian Aceh, Sumatera Barat, Sumatera utara,

Riau, Kepulauan Riau, Jambi dan sebagian Bengkulu.

Sedangkan sebagian Papua, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan

sebagian Sulawesi mempunyai rata-rata penyinaran 4,5 s/d 4,8 jam perhari. Untuk

pulau Jawa yang mempunyai lama penyinaran paling kecil yaitu 3 s/d 3,5 jam perhari

meliputi Jakarta, Bandung dan Bogor sedang Jawa Tengah dan Jawa Timur lama

penyinaran ± 4 jam perhari. Pulau Kalimantan potensinya cukup baik yaitu berkisar 4

s/d 4,5 jam perhari

Dengan berkembangnya teknologi konversi energi surya menjadi energi listrik serta

menurunnya biaya komponen peralatan yang diperlukan, potensi energi surya

nasional menjadi hal yang layak untuk didorong pemanfaatannya di Indonesia.

Penerapan konversi fotovoltaik tidak hanya ditujukan untuk penerangan tetapi bisa

juga digunakan untuk berbagai macam catu daya seperti misalnya untuk sistem

komunikasi, sistem pompa air dan lain sebagainya.

Sumber: P3TKEBTKE

Page 62: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-27

Beberapa sistem PLTS yang telah dan sudah diterapkan pada saat ini adalah sistem

komunikasi, sistem refrigerator penyimpan vaksin, sistem pompa air dan sistem catu

daya kebutuhan perumahan, perkantoran dan gedung komersial lainnya. Pemakaian

sistem PLTS untuk perkantoran atau bangunan komersial lainnya yang umumnya

berada di daerah perkotaan akan mempunyai kendala yaitu lahan untuk penempatan

larik komponen modul surya. Oleh karena itu aplikasi sistem PLTS Atap (roof top) yang

menempatkan larik komponen modul surya di atas atap bangunan cocok ditempatkan

untuk lokasi di daerah perkotaan.

Sistem PLTS Atap adalah sistem PLTS yang di pasang di atas struktur atap perkantoran

atau bangunan komersial. Sistem ini terdiri dari komponen-komponen modul

fotovoltaik, penyanga modul fotovoltaik, kabel, grid tie inverter dan asesoris listrik

penunjang lainnya. Sistem PLTS Atap ini mempunyai variasi kapasitas tergantung dari

ketersediaan lahan dan kapasitas jala-jala PLN pada lokasi yang akan dipasang sistem

PLTS Atap.

Pemakaian sistem PLTS Atap ini akan mereduksi emisi karbon dioksida yang

dihasilkan oleh pembangkit konvensional, sebagai gambaran secara garis besar

apabila kebutuhan listrik bangunan komersial menghabiskan 250 kWh listrik per

meter persegi setiap tahunnya (Green Building Council Indonesia ), maka bila

diasumsikan 500 m2 luas bangunan membutuhkan listrik sebesar 125,000 kWh/tahun,

dan apabila diasumsi 10 % kebutuhan listrik tersebut disuplai oleh rangkaian

fotovoltaik pada sistem PLTS roof top yaitu sebesar 12,500 kWh setiap tahunnya atau

sekitar 35 kWh perhari, yang akan membutuhkan kapasitas rangkaian fotovoltaik

kurang lebih sebesar 8,75 kWp. (dengan asumsi sun hour 4 jam). Bila kebutuhan energi

listrik yang dipasok oleh sistem PLTS sebesar 12,500 kWh tersebut memakai

pembangkit konvensional mesin diesel yang berbahan bakar minyak yang mempunyai

spesifik pemakaian BBM 0.30 liter/kWh, maka pemakaian BBM akan dihemat sebesar

3,750 liter BBM/tahun untuk setiap 500 m2 ruangan.

Selain itu sistem PLTS Atap juga mempunyai beberapa keuntungan lain yaitu

diantaranya:

• Akses cahaya matahari langsung: permukaan atap umumnya di atas dan lebih

tinggi dari bangunan-bangunan lain yang akan mengakibatkan bayangan pada

permukaan modul fotovoltaik.

Page 63: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-28

• Tidak memerlukan lahan tambahan, karena modul surya diletakkan di atas atap,

sehingga :

- Nilai investasi sistem PLTS jadi lebih murah.

- Tidak menggangu landscape bangunan dan menghalangi kegiatan atau

aktivitas sehari-hari.

- Dekat dengan pelanggan/dekat dengan jala-jala listrik, karena pelanggan

langsung di bawah sistem pembangkit, sehingga tidak dibutuhkan biaya

transmisi/distribusi.

2.4.2 Dasar Kebijakan Pengembangan PLTS Atap

Untuk mendukung program pemerintah dalam rangka peningkatan pemakaian

sumber energi terbarukan di Indonesia yaitu sumber energi surya, khususnya

penerapan PLTS Atap sesuai dengan :

• UU No. 30/2007 tentang Energi (Psl.20(5)), Penyediaan energy dari sumber

energy baru dan terbarukan yang dilakukan oleh badan usaha dan perseorangan,

• UU No.30/2009 tentang Ketenagalistrikan (psl.6(2)), Pemanfaatan sumber

energy primer harus dilaksanakan dengan mengutamakan sumber energy baru

dan terbarukan (sesuai KEN),

• Peraturan Pemerintah No.79/2014 tentang KEN (psl.9f.1.), Tercapainya bauran

energy primer yang optimal pada tahun 2025 peran EBT paling sedikit 23% dan

pada tahun 2050 paling sedikit 31%,

• Peraturan Presiden No.22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional

(RUEN) dimana target pengembangan kapasitas PLTS hingga 6,5 GW pada tahun

2025,

• Permen ESDM No. 49 tahun 2018 jo Permen ESDM N.13/2019 Tentang

Penggunaan Sistem PLTS Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero),

maka perlu dilakukan pemetaan potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS

Atap) pada bangunan atau gedung komersial yaitu meliputi : Rumah Sakit (kategori

tipe A, B dan C); Hotel (kategori hotel budget dan bintang); Pusat Perbelanjaan

(kategori supermarket dan supermall) dan Gedung Perkantoran (kategori kecil-

menengah dan besar).

Page 64: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

2-29

Pemetaan potensi PLTS Atap pada bangunan atau gedung komersial dilakukan pada 7

lokasi kota besar/propinsi yang meliputi 3 pulau yaitu : kota Pekan Baru dan kota

Medan (pulau Sumatera), Jabodetabek, kota Bandung, kota Semarang dan kota

Surabaya (pulau Jawa) dan kota di pulau Bali.

Page 65: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-1

3 INTENSITAS ENERGI BANGUNAN KOMERSIAL

3.1 Lokasi dan Target Survei

Lokasi dan target objek survei kegiatan benchmarking Specific Energy Consumption

dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.1. Lokasi dan Target Objek Gedung Komersial

3.2 Data Gedung

Jumlah populasi objek Gedung yang menjadi objek survey minimal sebanyak 200

gedung dan total kuota gedung yang akan menjadi objek survey berdasarkan jumlah

populasi yang ada di tiap kota sebanyak 272 gedung seperti disajikan pada Gambar 2.1

dan Gambar 2.2.

Objek Gedung yang berhasil dikontak sebanyak 475 gedung, dimana jumlah ini

melebihi target jumlah populasi sebanyak 272 gedung. Namun hanya 204 gedung yang

Page 66: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-2

bersedia disurvey dan memiliki data yang valid. Sementara 267 objek atau sekitar 56%

tidak bersedia disurvey dan data 4 gedung tidak valid. Grafik berikut ini menyajikan

jumlah objek survey untuk tiap lokasi.

Gambar 3.2. Populasi Objek Survey Gedung Komersial

Total jumlah Gedung yang disurvey dan memiliki data yang valid sebanyak 204 gedung

terdiri dari 82 hotel, 48 gedung perkantoran, 21 pusat perbelanjaan dan 53 rumah

sakit. Gedung yang disurvei ini tersebar di 7 lokasi. Distribusi per sektor dan lokasi

seperti ditampilkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.3. Populasi objek survei berdasarkan kategori bangunan

Distribusi objek Gedung yang disurvey berdasarkan wilayah terdiri dari 17 objek

Gedung di Bali, 81 objek Gedung di Jabodetabek, 11 gedung di Pekanbaru, 21 Gedung

Page 67: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-3

di Bandung, 32 gedung di Semarang, 29 Gedung di Surabaya dan 13 Gedung di Medan.

Rincian distribusi berdasarkan kategori per wilayah dapat dilihat pada gambar

berikkut ini.

Gambar 3.4. Populasi objek survei berdasarkan lokasi

3.3 Profil Energi Gedung

Penggunaan energi listrik Gedung disuplai dari PT. PLN (Persero) dengan backup

power dari diesel generator. Data penggunaan energi listrik yang diperoleh dalam

bentuk tagihan listrik bulanan. Distribusi kapasitas daya terpasang di bangunan

komersial dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Gambar 3.5. Distribusi Kapasitas Daya Terpasang

Kapasitas daya terpasang dari objek yang disurvei terdiri dari 100 objek dibawah 700

kVA dan 103 objek diatas 700 kVA. Sekitar 1 objek Gedung, data tidak tersedia.

Page 68: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-4

Selain pemakaian energi listrik, gedung komersial juga menggunakan energi lainnya

diantaranya solar dan LPG. Solar biasanya digunakan sebagai bahan bakar diesel

generator yang dioperasikan sebagai backup power saat sumber listrik dari PLN

mengalami pemadaman. Selain itu di beberapa Gedung seperti hotel, solar juga

digunakan sebagai bahan bakar di boiler. Pemakaian gas LPG umumnya digunakan

sebagai bahan bakar di pantry.

Distribusi konsumsi energi total Gedung dari objek survey berdasarkan diperoleh

sebagai berikut:

Gambar 3.6. Distribusi Konsumsi Energi Gedung

Dari 204 objek yang disurvey, sekitar 35 objek Gedung yang mengkonsumsi energi

lebih dari 500 TOE atau sekitar 17,16%, didominasi oleh pusat perbelanjaan dan hotel.

Sementara Gedung yang mengkonsumsi energi dibawah 250 TOE sekitar 139 objek

atau sekitar 68,14%.

Bila ditinjau dari energi yang digunakan, konsumsi energi didominasi oleh Pusat

perbelanjaan dan hotel dengan konsumsi energi diatas 500 TOE yaitu sekitar 63,2%

seperti terlihat pada gambar berikut ini.

Page 69: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-5

Gambar 3.7. Persentase Konsumsi Energi Gedung

Tabel 3.1. Distribusi dan Total Konsumsi Energi Gedung

JUMLAH GEDUNG KONSUMSI ENERGI [TOE]

0-250 139 14.417,69

250-500 30 10.408,46

>500 35 42.680,93

Grand Total 204 67.507,08

Gambar 3.8. Total Luasan Gedung dan Total Konsumsi Energi per Kategori

Secara total, dari 204 gedung yang disurvei, total luasan Gedung (Gross Floor Area -

GFA) adalah 3.782.547,50 m² dan total konsumsi energi tahunan sebesar 67.507,08

TOE yang telah berkontribusi dalam survey benchmarking ini sabagai bahan acuan

revisi Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009.

Page 70: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-6

3.4 Pengguna Energi Signifikan Gedung Komersial

Peralatan-peralatan pengguna energi di setiap gedung komersial sangat beragam.

Setiap peralatan memiliki besaran energi yang berbeda-beda, baik karena kapasitas

dayanya maupun karena jumlah waktu operasionalnya yang berbeda-beda. Dalam hal

pelaksanaan manajemen energi, peralatan-peralatan tersebut dipisahkan berdasarkan

fungsinya dan diurutkan berdasarkan penggunaan energinya, dimana peralatan yang

menggunakan energi yang paling besar menempati urutan pertama. Hal ini dinamakan

Significant Energy Use (SEU) atau peralatan pengguna energi signifikan. Peralatan

pengguna energi signifikan pada bangunan komersial tersebut dibagi dalam beberapa

kategori, diantaranya :

1. Pengkondisi Udara

2. Lampu dan Stop kontak (Peralatan listrik kantor)

3. Lift dan eskalator

4. Lain-lain

Dari hasil survey Bencmarking Specific Energy Consumption yang dilakukan pada

bangunan komersial, didapatkan data-data peralatan pengguna energi yang dapat

dibuat persentase penggunaan energi dari masing-masing kategori tersebut, berikut

grafik pengguna energi signifikan dari setiap kategori obyek survey.

Gambar 3.9. Grafik Pengguna Energi Signifikan di Gedung Komersial

66.3%

63.9%

62.9%

64.1%

20.7%

27.0%

26.8%

25.0%

6.2%

4.9%

6.2%

6.8%

6.8%

4.2%

4.1%

4.0%

Hotel

Rumah Sakit

Pusat Perbelanjaan

Gedung

Perkantoran

Pengguna Energi Signifikan di Gedung Komersial

Pengkondisi Udara Lampu & Stop Kontak Lift & Eskalator Lain-lain

Page 71: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-7

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa peralatan pengguna energi paling signifikan dari

setiap gedung komersial adalah peralatan pengkondisi udara, dengan rata-rata

penggunaan energi diatas 62%, kemudian diikuti oleh lampu dan stop kontak, Lift dan

eskalator dan peralatan listrik lainnya. Gedung komersial yang menggunakan

peralatan pengkondisi udara paling besar adalah hotel sebesar 66,3% sedangkan yang

paling kecil adalah pusat perbelanjaan sebesar 62,9%. Untuk peralatan lampu dan stop

kontak persentase penggunaan energinya yang paling besar adalah Rumah Sakit

sebesar 27% kemudian diikuti Pusat Perbelanjaan sebesar 26,8%. Untuk peralatan

stop kontak pada rumah sakit, selain diisi dengan peralatan listrik kantor, juga terdapat

peralatan medis yang mengkonsumsi energi cukup besar, sedangkan pada pusat

perbelanjaan diisi peralatan-peralatan listrik yang digunakan oleh tenant-tenant di

pusat perbelanjaan.

3.5 Intensitas Konsumsi Energi Nasional

Intensitas konsumsi energi (IKE) merupakan istilah yang digunakan untuk

menyatakan besarnya pemakaian energi dalam bangunan gedung. IKE dinyatakan

dalam satuan kWh/m2/thn.

Angka yang menunjukkan jumlah energi yang dikonsumsi (dalam kWh) untuk setiap

m2 luas bangunan yang terkondisikan dengan sistem pendingin udara per tahun

ataupun terhadap luasan total gedung (tidak termasuk parkir).

𝐼𝐾𝐸 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑇𝑂𝐸 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑘𝑊ℎ)

𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 (𝑚2)

Untuk tujuan benchmark, IKE atau Energy Utilisation Index (EUI) dapat digunakan oleh

pengelola bangunan sebagai pembanding kondisi gedung bangunannya dibandingkan

dengan gedung-gedung bangunan lain dalam hal kinerja pemakaian energi.

Dari 204 objek Gedung yang disurvey, dilakukan perhitungan intensitas konsumsi

energi di masing-masing Gedung. Hasil analisis ini ditabulasi dan dibuat distribusi IKE

seperti terlihat pada gambar berikut ini.

Page 72: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-8

Gambar 3.10. IKE Gedung Komersial

Nilai rata-rata IKE Gedung komersial di 7 wilayah sebesar 202,72 kWh/m2/thn.

Dimana IKE terbaik (Top Quartile/paling hemat) berada dibawah 125,67 kWh/m2/thn

dan IKE terburuk (Bottom Quartile/paling boros) berada diatas 245,61 kWh/m2/thn

seperti ditampilkan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.2. IKE Gedung Komersial di 7 Wilayah Indonesia

GEDUNG JUMLAH GEDUNG

IKE RATA-RATA

RANGE IKE

Top Quartile (1-25%)

2nd Quartile (26%-50%)

3rd Quartile (51%-75%)

Bottom Quartile (76%-100%)

INDONESIA 204 202,72 <125,67 125,67 - 173,59 173,59 - 245,61 >245,61

3.5.1 IKE berdasarkan Kategori Gedung

Dari 204 gedung yang disurvey, ditentukan IKE untuk masing-masing Gedung dan

ditabulasi. Berikut ini ditampilkan distribusi IKE Gedung yang terkondisi dan IKE

Gedung total.

Page 73: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-9

Gambar 3.11. Distribusi IKE Gedung [Luasan terkondisi]

IKE Gedung terkondisi dihitung dari konsumsi energi listrik tahunan dibagi dengan

luasan area yang dikondisikan. Sementara IKE Gedung GFA adalah konsumsi energi

total dibagi dengan luasan Gedung total tidak termasuk area parkir.

Gambar 3.12. Distribusi IKE Gedung [GFA]

Distribusi ini memiliki pola yang hampir sama antara IKE terkondisi dengan IKE GFA.

Ini disebabkan karena penggunaan energi terbesar adalah energi listrik.

Klasifikasi IKE dibagi dalam kelas interval 0-500 kWh/m2/thn dengan range 100

kWh/m2/thn. Untuk kategori hotel, dari 82 hotel yang disurvei diperoleh bahwa

Page 74: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-10

jumlah Gedung yang berada direntang 0-200 kWh/m2/thn sebanyak 54 gedung.

Sementara hotel yang memiliki IKE diatas 200 kWh/m2/thn sebanyak 28 gedung.

Untuk kategori Gedung perkantoran, dari 48 gedung yang disurvey diperoleh bahwa

jumlah Gedung yang berada direntang 0-200 kWh/m2/thn sebanyak 34 gedung.

Sementara perkantoran yang memiliki IKE diatas 200 kWh/m2/thn sebanyak 14

gedung.

Untuk kategori Pusat Perbelanjaan, dari 21 gedung yang disurvey diperoleh bahwa

jumlah Gedung yang berada direntang 0-200 kWh/m2/thn sebanyak 6 gedung.

Sementara pusat perbelanjaan yang memiliki IKE diatas 200 kWh/m2/thn sebanyak

15 gedung. Untuk kategori Rumah Sakit, dari 53 gedung yang disurvey diperoleh

bahwa jumlah Gedung yang berada direntang 0-200 kWh/m2/thn sebanyak 34 gedung.

Sementara Rumah Sakit yang memiliki IKE diatas 200 kWh/m2/thn sebanyak 19

gedung.

Distribusi IKE Gedung berdasarkan klasifikasi luasan bangunan dapat dilihat pada

gambar berikut ini.

Gambar 3.13. Distribusi IKE Gedung berdasarkan luasan Bangunana

Dari 204 objek yang disurvei, ada 58 objek yang memiliki luasan bangunan antara

1000-5000 m2 dan 146 objek memiliki luasan diatas 5000 m2. Intensitas konsumsi

energi terbanyak berada di bawah 200 kWh/m2/thn yaitu 30 objek untuk luasan 1000-

5000 m2 dan 98 objek untuk luasan diatas 5000 m2.

Page 75: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-11

Intensitas konsumsi energi hasil survey terhadap 204 gedung di 7 wilayah indonesia

dan benchmarking terhadap negara-negara ASEAN serta hasil studi terdahulu dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.3. Benchmark IKE Gedung di Indonesia terhadap Negara-negara di ASEAN

INDONESIA AEA

[2000 jam]

SINGAPURA [2017]

MALAYSIA

THAILAND

SURVEY TERDAHULU

JMLH GEDUNG

IKE [TERKON

DISI]

IKE [GFA]

SMALL LARGE JICA

[2009] USAID [2015]

HOTEL 82 229.73 208.15 216 275 267

220

- 261 382

PERKANTORAN 48 207.44 180.95

160 268 212 219

180 -

PUSAT PERBELANJAAN 21 304.12 286.54

192 392 366 -

269 -

RUMAH SAKIT 53 226.42 180.81

288 345 -

239 -

RATA-RATA

204 231.28 202.72 220

IKE hasil survey terhadap 204 gedung untuk masing-masing kategori akan dibahas

lebih lanjut pada bab berikutnya.

3.5.2 IKE berdasarkan Lokasi Gedung

Survey intensitas konsumsi energi di laksanakan di 7 lokasi yaitu Jabodetabek,

Pekanbaru, Bali, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan. Survey ini dilaksanakan

dalam dua fase, fase pertama dilaksanakan di tiga kota yaitu Jabodetabek, Pekanbaru

dan bali, sedangkan Fase kedua dilaksanakan di Bandung, Semarang, Surabaya dan

Medan. Distribusi Gedung berdasarkan wilayah survey dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Konsumsi energi terutama energi listrik di bangunan komersial sangat dipengaruhi

oleh jenis peralatan yang digunakan, tingkat hunian dan faktor lingkungan seperti

iklim dimana bangunan tersebut berdiri. Untuk melihat pengaruh lingkungan terhadap

konsumsi energi Gedung, berikut disajikan grafik pengaruh Cooling Degrees Days

(CDD) terhadap IKE rata-rata Gedung.

Page 76: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-12

Gambar 3.14. Intensitas Energi terhadap CDD di beberapa Lokasi

Temperature reference yang digunakan untuk menghitung CDD adalah 24 OC dan data

tersebut diperoleh dari degreedays.net. Dari gambar diatas terlihat bahwa IKE rata-

rata sedikit dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Namun untuk wilayah Bandung yang

memiliki udara lebih dingin, IKE rata-rata tidak mengalami penurunan. Ini disebabkan

karena Gedung di Bandung membutuhkan energi untuk kebutuhan pemanasan seperti

air hangat yang lebih besar dibanding wilayah lain yang iklimnya lebih hangat.

Kebutuhan air hangat ini disuplai oleh heat pump ataupun boiler.

IKE rata-rata di tujuh wilayah survei untuk masing-masing kategori ditunjukkan pada

gambar berikut ini

Page 77: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-13

Gambar 3.15. IKE rata-rata berdasarkan kategori Gedung di 7 wilayah survey

Dari keempat kategori, Semarang memiliki IKE rata-rata tertinggi untuk kategori Hotel,

Perkantoran dan Pusat Perbelanjaan dibandingkan wilayah survey lainnya.

IKE rata-rata tertinggi untuk kategori hotel ada di wilayah survey Semarang sebesar

223,13 kWh/m2/thn dan IKE rata-rata terendah ada di wilayah survey Pekanbaru

sebesar 179,29 kWh/m2/thn. Seperti Hotel, wilayah yang memiliki IKE rata-rata

tertinggi dan terendah untuk kategori perkantoran adalah Semarang dan Pekanbaru,

yaitu sebesar 200,24 kWh/m2/thn dan 87,87 kWh/m2/thn.

Sementara untuk Pusat perbelanjaan, IKE rata-rata tertinggi ada di wilayah survey

Bandung sebesar 385,98 kWh/m2/thn dan IKE rata-rata terendah ada di wilayah

survey Pekanbaru. Untuk Rumah Sakit, IKE rata-rata tertinggi ada di wilayah survey

Semarang sebesar 219,63 kWh/m2/thn dan IKE rata-rata terendah ada di wilayah

Survey Bali sebesar 102,88 kWh/m2/thn.

A. JABODETABEK

Total jumlah Gedung yang disurvey di JABODETABEK sebanyak 81 gedung terdiri dari

16 hotel, 30 gedung perkantoran, 10 pusat perbelanjaan dan 25 rumah sakit. Distribusi

per sektor seperti ditampilkan pada gambar berikut ini.

Page 78: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-14

Gambar 3.16. Populasi Gedung hasil survey di JABODETABEK

Intensitas konsumsi energi untuk masing-masing kategori baik untuk ruangan

terkondisi maupun ruangan total ditampilkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.17. IKE Bangunan Komersial di JABODETABEK

IKE rata-rata di JABODETABEK masih berada diatas rata-rata IKE Gedung di Indonesia

untuk semua kategori. IKE GFA rata-rata Gedung di JABODETABEK sebesar 215,18

kWh/m2/thn dan IKE Terkondisi sebesar 245,35 kWh/m2/thn seperti terlihat pada

Gambar 3.14.

IKE GFA Hotel di JABODETABEK 217,52 kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil

survey sebesar 208,15 kWh/m2/thn. IKE GFA Perkantoran sebesar 195,35

kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar 180,95 kWh/m2/thn. IKE GFA

Pusat Perbelanjaan sebesar 324,08 kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil survey

sebesar 286,54 kWh/m2/thn. IKE GFA Rumah sakit sebesar 193,93 kWh/m2/thn

dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar 180,81 kWh/m2/thn.

Page 79: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-15

B. PEKANBARU

Total jumlah Gedung yang disurvey di Pekanbaru sebanyak 11 gedung terdiri dari 4

hotel, 1 gedung perkantoran, 3 pusat perbelanjaan dan 3 rumah sakit. Distribusi per

sektor seperti ditampilkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.18. Populasi Gedung hasil survey di Pekanbaru

Intensitas konsumsi energi untuk masing-masing kategori baik untuk ruangan

terkondisi maupun ruangan total ditampilkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.19. IKE Bangunan Komersial di Pekanbaru

IKE rata-rata di Pekanbaru sebagian besar berada dibawah rata-rata IKE Gedung di

Indonesia. IKE GFA rata-rata Gedung di Pekanbaru sebesar 179,34 kWh/m2/thn dan

IKE Terkondisi sebesar 244,06 kWh/m2/thn seperti terlihat pada Gambar 3.14..

IKE GFA Hotel di Pekanbaru 179,29 kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil survey

sebesar 208,15 kWh/m2/thn. IKE GFA Perkantoran sebesar 87,87 kWh/m2/thn

dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar 180,95 kWh/m2/thn. IKE GFA Pusat

Page 80: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-16

Perbelanjaan sebesar 170,02 kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar

286,54 kWh/m2/thn. IKE GFA Rumah sakit sebesar 219,22 kWh/m2/thn dimana rata-

rata IKE hasil survey sebesar 180,81 kWh/m2/thn.

C. BALI

Total jumlah Gedung yang disurvey di Bali sebanyak 17 gedung terdiri dari 12 hotel, 1

pusat perbelanjaan dan 4 rumah sakit. Objek survey untuk kategori Gedung

perkantoran di wilayah Bali tidak tersedia. Distribusi per sektor seperti ditampilkan

pada gambar berikut ini.

Gambar 3.20. Populasi Gedung hasil survey di Bali

Intensitas konsumsi energi untuk masing-masing kategori baik untuk ruangan

terkondisi maupun ruangan total ditampilkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.21. IKE Bangunan Komersial di Bali

Page 81: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-17

IKE rata-rata di Bali sebagian besar berada dibawah rata-rata IKE Gedung di Indonesia.

IKE GFA rata-rata Gedung di Bali sebesar 173,47 kWh/m2/thn dan IKE Terkondisi

sebesar 221,00 kWh/m2/thn seperti terlihat pada Gambar 3.14..

IKE GFA Hotel di Bali 186,57 kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar

208,15 kWh/m2/thn. IKE GFA Pusat Perbelanjaan sebesar 298,58 kWh/m2/thn

dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar 286,54 kWh/m2/thn. IKE GFA Rumah sakit

sebesar 102,88 kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar 180,81

kWh/m2/thn.

D. BANDUNG

Total jumlah Gedung yang disurvey di Bandung sebanyak 21 gedung terdiri dari 16

hotel, 1 gedung perkantoran, 1 pusat perbelanjaan dan 3 rumah sakit. Distribusi per

sektor seperti ditampilkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.22. Populasi Gedung hasil survey di Bandung

Intensitas konsumsi energi untuk masing-masing kategori baik untuk ruangan

terkondisi maupun ruangan total ditampilkan pada gambar berikut ini.

Page 82: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-18

Gambar 3.23. IKE Bangunan Komersial di Bandung

IKE rata-rata untuk hotel dan rumah sakit di Bandung berada diatas rata-rata IKE

Gedung di Indonesia. IKE GFA rata-rata Gedung di Bandung sebesar 202,54

kWh/m2/thn dan IKE Terkondisi sebesar 216,60 kWh/m2/thn seperti terlihat pada

Gambar 3.14.

IKE GFA Hotel di Bandung sebesar 202,27 kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil

survey sebesar 208,15 kWh/m2/thn. IKE GFA Perkantoran sebesar 216,85

kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar 180,95 kWh/m2/thn. IKE GFA

Pusat Perbelanjaan sebesar 385,98 kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil survey

sebesar 286,54 kWh/m2/thn. IKE GFA Rumah sakit sebesar 138,05 kWh/m2/thn

dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar 180,81 kWh/m2/thn.

E. SEMARANG

Total jumlah Gedung yang disurvey di Semarang sebanyak 32 gedung terdiri dari 18

hotel, 7 gedung perkantoran, 1 pusat perbelanjaan dan 6 rumah sakit. Distribusi per

sektor seperti ditampilkan pada gambar berikut ini.

Page 83: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-19

Gambar 3.24. Populasi Gedung hasil survey di Semarang

Intensitas konsumsi energi untuk masing-masing kategori baik untuk ruangan

terkondisi maupun ruangan total ditampilkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.25. IKE Bangunan Komersial di Semarang

IKE rata-rata gedung di Semarang berada diatas rata-rata IKE Gedung di Indonesia

untuk semua kategori. IKE GFA rata-rata Gedung di Semarang sebesar 219,49

kWh/m2/thn dan IKE Terkondisi sebesar 243,44 kWh/m2/thn seperti terlihat pada

Gambar 3.14.

IKE GFA Hotel di Semarang sebesar 223,13 kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil

survey sebesar 208,15 kWh/m2/thn. IKE GFA Perkantoran sebesar 200,24

kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar 180,95 kWh/m2/thn. IKE GFA

Pusat Perbelanjaan sebesar 287,85 kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil survey

Page 84: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-20

sebesar 286,54 kWh/m2/thn. IKE GFA Rumah sakit sebesar 219,63 kWh/m2/thn

dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar 180,81 kWh/m2/thn.

F. SURABAYA

Total jumlah Gedung yang disurvey di Surabaya sebanyak 29 gedung terdiri dari 10

hotel, 6 gedung perkantoran, 4 pusat perbelanjaan dan 9 rumah sakit. Distribusi per

sektor seperti ditampilkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.26. Populasi Gedung hasil survey di Surabaya

Intensitas konsumsi energi untuk masing-masing kategori baik untuk ruangan

terkondisi maupun ruangan total ditampilkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.27. IKE Bangunan Komersial di Surabaya

Page 85: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-21

IKE rata-rata gedung di Surabaya berada dibawah rata-rata IKE Gedung di Indonesia.

IKE GFA rata-rata Gedung di Surabaya sebesar 182,88 kWh/m2/thn dan IKE

Terkondisi sebesar 198,24 kWh/m2/thn seperti terlihat pada Gambar 3.14.

IKE GFA Hotel di Surabaya sebesar 216,89 kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil

survey sebesar 208,15 kWh/m2/thn. IKE GFA Perkantoran sebesar 127,87

kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar 180,95 kWh/m2/thn. IKE GFA

Pusat Perbelanjaan sebesar 234,33 kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil survey

sebesar 286,54 kWh/m2/thn. IKE GFA Rumah sakit sebesar 158,91 kWh/m2/thn

dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar 180,81 kWh/m2/thn.

G. MEDAN

Total jumlah Gedung yang disurvey di Medan sebanyak 13 gedung terdiri dari 6 hotel,

3 gedung perkantoran, 1 pusat perbelanjaan dan 3 rumah sakit. Distribusi per sektor

seperti ditampilkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3.28. Populasi Gedung hasil survey di Medan

Intensitas konsumsi energi untuk masing-masing kategori baik untuk ruangan

terkondisi maupun ruangan total ditampilkan pada gambar berikut ini.

Page 86: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-22

Gambar 3.29. IKE Bangunan Komersial di Medan

IKE rata-rata gedung di Medan berada dibawah rata-rata IKE Gedung di Indonesia. IKE

GFA rata-rata Gedung di Medan sebesar 186,30 kWh/m2/thn dan IKE Terkondisi

sebesar 213,72 kWh/m2/thn seperti terlihat pada Gambar 3.14.

IKE GFA Hotel di Medan sebesar 201,78 kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil

survey sebesar 208,15 kWh/m2/thn. IKE GFA Perkantoran sebesar 117,14

kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar 180,95 kWh/m2/thn. IKE GFA

Pusat Perbelanjaan sebesar 356,74 kWh/m2/thn dimana rata-rata IKE hasil survey

sebesar 286,54 kWh/m2/thn. IKE GFA Rumah sakit sebesar 167,68 kWh/m2/thn

dimana rata-rata IKE hasil survey sebesar 180,81 kWh/m2/thn.

3.5.3 Konsumsi Energi terhadap Pengguna Gedung

Konsumsi energi Gedung biasanya dipengaruhi oleh banyaknya pengguna Gedung

(Okupansi) selain luasan bangunan. Berikut ini ditampilkan grafik hubungan jumlah

pengguna Gedung terhadap konsumsi energi dari data okupansi yang tersedia.

Page 87: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-23

Gambar 3.30. Pengaruh jumlah pengguna Gedung terhadap konsumsi energinya

Secara statistik, korelasi antara jumlah pengguna Gedung terhadap konsumsi energi

nya tidak cukup baik seperti dirangkum dalam Tabel 3.4.

Selain jumlah pengguna Gedung, konsumsi energi juga dipengaruhi oleh luasan

bangunan, seperti ditampilkan pada grafik berikut ini.

Gambar 3.31. Pengaruh Luasan Gedung terhadap konsumsi energinya

Secara statistik, korelasi antara luasan Gedung terhadap konsumsi energi nya lebih

baik dibandingkan dengan jumlah pengguna Gedung. Namun masih ada kriteria yg

belum memenuhi. Oleh karena itu, dilihat pengaruh kedua varibel terhadap

penggunaan energi Gedung. Secara statistik memiliki korelasi yang lebih baik namun

Page 88: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

3-24

masih ada satu kriteria yang tidak terpenuhi seperti dirangkum dalam Tabel 3.4

berikut ini.

Tabel 3.4. Model Summary Baseline Energi Gedung

Model summary Okupansi Luasan Okupansi+Luasan IPMVP

Intercept t stat 6,87 -2,48 -1,314 T, stats > 2

Slope Okupansi t stat 8,56 12,635 T, stats > 2

Slope Luasan t stat 29,52 25,275 T, stats > 2

R2 0,43 0,81 0,924 R2 > 0,75

Cvrmse 1,10 0,79 0,402 Cvrmse <0,2

Page 89: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

4-1

4 INTENSITAS ENERGI DI HOTEL

4.1 Data Hotel

Jumlah objek yang disurvey untuk kategori hotel sebanyak 82 objek dari target 70

objek Gedung yang tersebar di 7 lokasi objek survey. Distribusi per sub kategori dan

lokasi survey ditampilkan pada gambar berikut ini.

Gambar 4.1. Populasi objek survei Hotel berdasarkan Lokasi

4.2 Profil Energi Hotel

Penggunaan energi listrik di Hotel disuplai dari PT. PLN (Persero) dengan backup

power dari diesel generator. Data penggunaan energi listrik yang diperoleh dalam

bentuk tagihan listrik bulanan. Distribusi kapasitas daya terpasang di bangunan

komersial dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Page 90: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

4-2

Gambar 4.2. Distribusi Kapasitas Daya Terpasang Objek Hotel

Kapasitas daya terpasang dari objek Hotel yang disurvei terdiri dari 46 objek dibawah

700 kVA dan 35 objek diatas 700 kVA.

Selain pemakaian energi listrik, energi lain yang digunakan di Hotel diantaranya solar

dan LPG. Solar biasanya digunakan sebagai bahan bakar diesel generator yang

dioperasikan sebagai backup power saat sumber listrik dari PLN mengalami

pemadaman. Selain itu di beberapa hotel, solar juga digunakan sebagai bahan bakar di

boiler. Pemakaian gas LPG umumnya digunakan sebagai bahan bakar di pantry.

Distribusi konsumsi energi total Gedung dari Hotel yang disurvey sebagai berikut:

Gambar 4.3. Distribusi Konsumsi Energi Hotel

Page 91: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

4-3

Dari 82 objek Hotel yang disurvey, sekitar 12 objek Hotel yang mengkonsumsi energi

lebih dari 500 TOE atau sekitar 14,6%, dan didominasi oleh hotel bintang 4 dan bintang

5. Sementara Gedung yang mengkonsumsi energi dibawah 250 TOE sekitar 58 objek

atau sekitar 70,7%.

Bila ditinjau dari energi yang digunakan, konsumsi energi didominasi oleh Gedung

dengan konsumsi energi diatas 500 TOE yaitu sekitar 50,5% seperti terlihat pada

gambar berikut ini.

Gambar 4.4. Persentase Konsumsi Energi Hotel

Tabel 4.1. Distribusi dan Total Konsumsi Energi Hotel

JUMLAH GEDUNG KONSUMSI ENERGI [TOE]

0-250 58 6,450.81

250-500 12 4,190.33

>500 12 10,847.08

Grand Total 82 21,488.22

Page 92: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

4-4

Gambar 4.5. Total Luasan Gedung dan Total Konsumsi Energi Hotel

Secara total, dari 82 Hotel yang disurvei, total luasan Gedung (Gross Floor Area - GFA)

adalah 1.250.150,86 m² dan total konsumsi energi tahunan sebesar 21.488,22 TOE.

4.3 Pengguna Energi Signifikan

Di setiap bangunan gedung komersial secara umum peralatan pengguna energi paling

besar adalah peralatan pengkondisi udara. Demikian halnya pada bangunan hotel,

dimana peralatan pengguna energi paling besar adalah peralatan pengkondisi udara.

Dimana merupakan yang paling besar dibandingkan bangunan gedung komersial

lainnya sebesar 66,3%. Berikut pie diagram pengguna energi signifikan di bangunan

hotel.

Gambar 4.6. Pengguna Energi Signifikan di Hotel

Pengkondisi Udara,

66.3%

Lampu & Stop

Kontak, 20.7%

Lift & Eskalator,

6.2%

Lain-lain, 6.8%

PENGGUNA ENERGI SIGNIFIKAN DI HOTEL

Page 93: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

4-5

Dari gambar diatas dapat dilihat selain pengkondisi udara, pengguna energi signifikan

selanjutya adalah lampu dan stop kontak sebesar 20,7%. Dimana pada kategori stop

kontak, beban listrik yang dimasukkan adalah peralatan listrik rumah tangga seperti

televisi, lemari pendingin, dispenser dan lain-lain yang ada pada kamar hotel dan lokasi

lainnya di dalam hotel. Sedangkan pada kategori lain-lain, beban listrik yang

dimasukkan adalah beban-beban listrik seperti pompa dan heatpump.

4.4 Intensitas Konsumsi Energi

Berdasarkan analisis terhadap 82 hotel dengan sub kategori hotel budget sebanyak 11

gedung, bintang tiga sebanyak 26 gedung, bintang 4 sebanyak 30 gedung dan bintang

5 sebanyak 15 gedung maka diperoleh hasil benchmark gedung-gedung tersebut

seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Gambar 4.7. Intensitas Konsumsi Energi di Hotel berdasarkan Sub-Kategori

Untuk Hotel Budget, IKE rata-rata sebesar 119,31 kWh/m2/thn. Gedung-gedung

dengan IKE dibawah IKE rata-rata hotel budget sebanyak 5 gedung dan Gedung-

gedung dengan IKE diatas IKE rata-rata hotel budget sebanyak 6 gedung. Dari jumlah

Gedung tersebut, top quartile (atau 25% tertinggi dari populasi) adalah gedung-gedung

dengan IKE kurang dari 91,30 kWh/m2/tahun. Sementara 2nd quartile (antara 26-50%

populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 91,30 – 119,43 kWh/m2/tahun.

Dua kelompok gedung tersebut merupakan kelompok gedung yang berkinerja relatif

lebih baik dari gedung lainnya. Sementara itu, 3rd quartile (antara 51-75% populasi)

adalah gedung-gedung dengan IKE antara 119,43 – 146,19 kWh/m2/tahun, serta

Page 94: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

4-6

bottom quartile (antara 76-100% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE lebih

dari 146,19 kWh/m2/tahun.

Tabel 4.2. Benchmark Intensitas Energi Hotel [GFA] di Indonesia dan Singapura

HOTEL JUMLAH GEDUNG

IKE RATA-RATA

RANGE IKE

Top Quartile (1-25%)

2nd Quartile (26%-50%)

3rd Quartile (51%-75%)

Bottom Quartile (76%-100%)

INDONESIA

BUDGET 11 119,31 <91,30 91,30 - 119,43 119,43 - 146,19 >146,19

BINTANG 3

26 206,54 <136,97 136,97 - 183,94 183,94 - 211,79 >211,79

BINTANG 4

30 239,57 <156,55 156,55 - 185,12 185,12 - 272,77 >272,77

BINTANG 5

15 213,29 <155,96 155,96 - 193,31 193,31 - 239,42 >239,42

HOTEL 82 208,15 <135,00 135,00 - 178,49 178,49 - 227,44 >227,44

SINGAPURA LARGE 76 267 <228 228 – 268 268 – 323 >323

SMALL 215 275 <181 181 - 247 247 - 348 >348

Untuk Botel Bintang 3, IKE rata-rata sebesar 206,54 kWh/m2/thn. Gedung-gedung

dengan IKE dibawah IKE rata-rata hotel Bintang 3 sebanyak 19 gedung dan Gedung-

gedung dengan IKE diatas IKE rata-rata hotel Bintang 3 sebanyak 7 gedung. Dari

jumlah Gedung tersebut, top quartile (atau 25% tertinggi dari populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE kurang dari 136,97 kWh/m2/tahun. Sementara 2nd quartile

(antara 26-50% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 136,97 - 183,94

kWh/m2/tahun. Dua kelompok gedung tersebut merupakan kelompok gedung yang

berkinerja relatif lebih baik dari gedung lainnya. Sementara itu, 3rd quartile (antara

51-75% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 183,94 - 211,79

kWh/m2/tahun, serta bottom quartile (antara 76-100% populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE lebih dari 211,79 kWh/m2/tahun.

Untuk Hotel Bintang 4, IKE rata-rata sebesar 239,57 kWh/m2/thn. Gedung-gedung

dengan IKE dibawah IKE rata-rata hotel Bintang 4 sebanyak 20 gedung dan Gedung-

gedung dengan IKE diatas IKE rata-rata hotel Bintang 4 sebanyak 10 gedung. Dari

jumlah Gedung tersebut, top quartile (atau 25% tertinggi dari populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE kurang dari 156,55 kWh/m2/tahun. Sementara 2nd quartile

(antara 26-50% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 156,55 - 185,12

kWh/m2/tahun. Dua kelompok gedung tersebut merupakan kelompok gedung yang

berkinerja relatif lebih baik dari gedung lainnya. Sementara itu, 3rd quartile (antara

Page 95: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

4-7

51-75% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 185,12 - 272,77

kWh/m2/tahun, serta bottom quartile (antara 76-100% populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE lebih dari 272,77 kWh/m2/tahun.

Untuk Hotel Bintang 5, IKE rata-rata sebesar 213,29 kWh/m2/thn. Gedung-gedung

dengan IKE dibawah IKE rata-rata hotel Bintang 5 sebanyak 9 gedung dan Gedung-

gedung dengan IKE diatas IKE rata-rata hotel Bintang 5 sebanyak 6 gedung. Dari

jumlah Gedung tersebut, top quartile (atau 25% tertinggi dari populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE kurang dari 155,96 kWh/m2/tahun. Sementara 2nd quartile

(antara 26-50% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 155,96 - 193,31

kWh/m2/tahun. Dua kelompok gedung tersebut merupakan kelompok gedung yang

berkinerja relatif lebih baik dari gedung lainnya. Sementara itu, 3rd quartile (antara

51-75% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 193,31 - 239,42

kWh/m2/tahun, serta bottom quartile (antara 76-100% populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE lebih dari 239,42 kWh/m2/tahun.

Page 96: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

5-1

5 INTENSITAS ENERGI DI RUMAH SAKIT

5.1 Data Rumah Sakit

Jumlah objek yang disurvey untuk kategori rumah sakit sebanyak 53 objek dari target

50 objek Gedung yang tersebar di 7 lokasi objek survey. Distribusi per sub kategori dan

lokasi survey ditampilkan pada gambar berikut ini.

Gambar 5.1. Populasi objek survei Rumah Sakit berdasarkan Lokasi

5.2 Profil Energi Rumah Sakit

Penggunaan energi listrik Gedung disuplai dari PT. PLN (Persero) dengan backup

power dari diesel generator. Data penggunaan energi listrik yang diperoleh dalam

bentuk tagihan listrik bulanan. Distribusi kapasitas daya terpasang di bangunan

komersial dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Page 97: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

5-2

Gambar 5.2. Distribusi Kapasitas Daya Terpasang Objek Rumah Sakit

Kapasitas daya terpasang dari objek Rumah Sakit yang disurvei terdiri dari 29 objek

dibawah 700 kVA dan 24 objek diatas 700 kVA.

Selain pemakaian energi listrik, energi lain yang digunakan di Rumah Sakit diantaranya

solar dan LPG. Solar biasanya digunakan sebagai bahan bakar diesel generator yang

dioperasikan sebagai backup power saat sumber listrik dari PLN mengalami

pemadaman. Selain itu di beberapa rumah sakit, solar juga digunakan sebagai bahan

bakar di boiler. Pemakaian gas LPG umumnya digunakan sebagai bahan bakar di

pantry.

Distribusi konsumsi energi total rumah sakit yang disurvey sebagai berikut:

Gambar 5.3. Distribusi Konsumsi Energi Rumah Sakit

Page 98: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

5-3

Dari 53 objek rumah sakit yang disurvey, sekitar 6 objek rumah sakit yang

mengkonsumsi energi lebih dari 500 TOE atau sekitar 11,3%. Sementara Gedung yang

mengkonsumsi energi dibawah 250 TOE sekitar 38 objek atau sekitar 71,7%.

Bila ditinjau dari energi yang digunakan, konsumsi energi didominasi oleh Gedung

dengan konsumsi energi diatas 500 TOE yaitu sekitar 39,6% seperti terlihat pada

gambar berikut ini.

Gambar 5.4. Persentase Konsumsi Energi Rumah Sakit

Tabel 5.1. Distribusi dan Total Konsumsi Energi Rumah Sakit

JUMLAH GEDUNG KONSUMSI ENERGI [TOE]

0-250 38 4.123,97

250-500 9 3.181,37

>500 6 4.782,21

Grand Total 53 12.087,55

Page 99: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

5-4

Gambar 5.5. Total Luasan Gedung dan Total Konsumsi Energi Rumah Sakit

Secara total, dari 53 rumah sakit yang disurvei, total luasan Gedung (Gross Floor Area -

GFA) adalah 921533,86 m² dan total konsumsi energi tahunan sebesar 12.087,55 TOE.

5.3 Pengguna Energi Signifikan

Di setiap bangunan gedung komersial secara umum peralatan pengguna energi paling

besar adalah peralatan pengkondisi udara. Demikian halnya pada bangunan Rumah

Sakit, dimana peralatan pengguna energi paling besar adalah peralatan pengkondisi

udara dan berada diurutan ketiga diantara bangunan gedung komersial lainnya yaitu

sebesar 63,9% Berikut pie diagram pengguna energi signifikan di bangunan Rumah

Sakit.

Gambar 5.6. Pengguna Energi Signifikan di Rumah Sakit

Pengkondisi

Udara, 63.9%

Lampu & Stop

Kontak, 27.0%

Lift & Eskalator,

4.9%Lain-lain, 4.2%

PENGGUNA ENERGI SIGNIFIKAN DI RUMAH SAKIT

Page 100: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

5-5

Dari gambar diatas dapat dilihat selain pengkondisi udara, pengguna energi signifikan

selanjutya adalah lampu dan stop kontak sebesar 27%. Dimana pada kategori stop

kontak, beban listrik yang dimasukkan adalah peralatan listrik rumah tangga seperti

televisi, lemari pendingin, dispenser dan lain-lain yang ada pada kamar Rumah Sakit

dan lokasi lainnya di dalam Rumah Sakit serta peralatan-peralatan medis yang

memang mengkonsumsi energi cukup besar dibandingkan peralatan listrik rumah

tangga. Sedangkan pada kategori lain-lain, beban listrik yang dimasukkan adalah

beban-beban listrik seperti pompa dan heatpump.

5.4 Intensitas Konsumsi Energi

Berdasarkan analisis terhadap 53 rumah sakit dengan sub kategori kelas A sebanyak

10 gedung, kelas B sebanyak 18 gedung dan kelas C sebanyak 25 gedung maka

diperoleh hasil benchmark gedung-gedung tersebut seperti ditunjukkan pada gambar

berikut ini.

Gambar 5.7. Intensitas Konsumsi Energi di Rumah Sakit berdasarkan Sub-Kategori

Untuk rumah sakit kelas A, IKE rata-rata sebesar 101,72 kWh/m2/thn. Dari 10 Gedung

rumah sakit kelas A, top quartile (atau 25% tertinggi dari populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE kurang dari 63,39 kWh/m2/tahun. Sementara 2nd quartile (antara

26-50% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 63,39 - 85,66

kWh/m2/tahun. Dua kelompok gedung tersebut merupakan kelompok gedung yang

berkinerja relatif lebih baik dari gedung lainnya. Sementara itu, 3rd quartile (antara

51-75% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 85,66 - 108,95

kWh/m2/tahun, serta bottom quartile (antara 76-100% populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE lebih dari 108,95 kWh/m2/tahun.

Page 101: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

5-6

Tabel 5.2. Benchmark Energi di Rumah Sakit

RUMAH SAKIT

JUMLAH GEDUNG

IKE RATA-RATA

RANGE IKE

Top Quartile (1-25%)

2nd Quartile (26%-50%)

3rd Quartile (51%-75%)

Bottom Quartile (76%-100%)

Kelas A 10 101,72 <63,39 63,39 - 85,66 85,66 - 108,95 >108,95

Kelas B 18 226,55 <143,87 143,87 - 264,36 204,68 - 221,29 >221,29

Kelas C 25 179,50 <122,14 122,14 - 163,32 163,32 - 209,18 >209,18

RATA-RATA 53 180,81 <103,42 103,42 - 154,08 154,08 - 215,17 >215,17

Untuk rumah sakit kelas B, IKE rata-rata sebesar 226,55 kWh/m2/thn. Dari 18 Gedung

rumah sakit kelas B, top quartile (atau 25% tertinggi dari populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE kurang dari 143,87 kWh/m2/tahun. Sementara 2nd quartile

(antara 26-50% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 143,87 - 264,36

kWh/m2/tahun. Dua kelompok gedung tersebut merupakan kelompok gedung yang

berkinerja relatif lebih baik dari gedung lainnya. Sementara itu, 3rd quartile (antara

51-75% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 204,68 - 221,29

kWh/m2/tahun, serta bottom quartile (antara 76-100% populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE lebih dari 221,29 kWh/m2/tahun.

Sementara untuk rumah sakit kelas C, IKE rata-rata sebesar 179,50 kWh/m2/thn. Dari

25 Gedung rumah sakit kelas C, top quartile (atau 25% tertinggi dari populasi) adalah

gedung-gedung dengan IKE kurang dari 122,14 kWh/m2/tahun. Sementara 2nd

quartile (antara 26-50% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 122,14 -

163,32 kWh/m2/tahun. Dua kelompok gedung tersebut merupakan kelompok gedung

yang berkinerja relatif lebih baik dari gedung lainnya. Sementara itu, 3rd quartile

(antara 51-75% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 163,32 - 209,18

kWh/m2/tahun, serta bottom quartile (antara 76-100% populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE lebih dari 209,18 kWh/m2/tahun.

Page 102: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

6-1

6 INTENSITAS ENERGI DI PUSAT PERBELANJAAN

6.1 Data Pusat Perbelanjaan

Jumlah objek yang disurvey untuk kategori hotel sebanyak 21 objek dari target 40

objek Gedung yang tersebar di 7 lokasi objek survey. Distribusi per sub kategori dan

lokasi survey ditampilkan pada gambar berikut ini.

Gambar 6.1. Populasi objek survei Pusat Perbelanjaan berdasarkan Lokasi

6.2 Profil Energi Pusat Perbelanjaan

Penggunaan energi listrik Gedung disuplai dari PT. PLN (Persero) dengan backup

power dari diesel generator. Data penggunaan energi listrik yang diperoleh dalam

bentuk tagihan listrik bulanan. Distribusi kapasitas daya terpasang di bangunan

komersial dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Page 103: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

6-2

Gambar 6.2. Distribusi Kapasitas Daya Terpasang Objek Pusat Perbelanjaan

Kapasitas daya terpasang dari objek pusat perbelanjaan yang disurvei terdiri dari 4

objek dibawah 700 kVA dan 17 objek diatas 700 kVA.

Selain pemakaian energi listrik, energi lain yang digunakan di pusat perbelanjaan

diantaranya solar dan LPG. Solar biasanya digunakan sebagai bahan bakar diesel

generator yang dioperasikan sebagai backup power saat sumber listrik dari PLN

mengalami pemadaman. Pemakaian gas LPG umumnya digunakan sebagai bahan

bakar di pantry.

Distribusi konsumsi energi total pusat perbelanjaan yang disurvey sebagai berikut:

Gambar 6.3. Distribusi Konsumsi Energi Pusat Perbelanjaan

Page 104: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

6-3

Dari 21 objek pusat perbelanjaan yang disurvey, sekitar 15 objek pusat perbelanjaan

yang mengkonsumsi energi lebih dari 500 TOE atau hampir 71,4%, dan didominasi

oleh Supermall. Sementara Gedung yang mengkonsumsi energi dibawah 250 TOE

sekitar 6 objek atau sekitar 28,6%.

Bila ditinjau dari energi yang digunakan, konsumsi energi didominasi oleh Gedung

dengan konsumsi energi diatas 500 TOE yaitu sekitar 97,3% seperti terlihat pada

gambar berikut ini.

Gambar 6.4. Persentase Konsumsi Energi Pusat Perbelanjaan

Tabel 6.1. Distribusi dan Total Konsumsi Energi Pusat Perbelanjaan

JUMLAH GEDUNG KONSUMSI ENERGI [TOE]

0-250 6 725,77

250-500

>500 15 25.676,51

Grand Total 21 26.402,28

Page 105: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

6-4

Gambar 6.5. Total Luasan Gedung dan Total Konsumsi Energi Pusat Perbelanjaan

Secara total, dari 21 pusat perbelanjaan yang disurvei, total luasan Gedung (Gross Floor

Area - GFA) adalah 1.069.255,46 m² dan total konsumsi energi tahunan sebesar

26.402,28 TOE.

6.3 Pengguna Energi Signifikan

Di setiap bangunan gedung komersial secara umum peralatan pengguna energi paling

besar adalah peralatan pengkondisi udara. Demikian halnya pada bangunan Pusat

Perbelanjaan, dimana peralatan pengguna energi paling besar adalah peralatan

pengkondisi udara dan merupakan yang terkecil diantara bangunan gedung komersial

lainnya yaitu sebesar 62,9% Berikut pie diagram pengguna energi signifikan di

bangunan Pusat Perbelanjaan.

Gambar 6.6. Pengguna Energi Signifikan di Pusat Perbelanjaan

Pengkondisi

Udara, 62.9%

Lampu & Stop

Kontak, 26.8%

Lift & Eskalator,

6.2%Lain-lain, 4.1%

PENGGUNA ENERGI SIGNIFIKAN DI PUSAT PERBELANJAAN

Page 106: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

6-5

Dari gambar diatas dapat dilihat selain pengkondisi udara, pengguna energi signifikan

selanjutya adalah lampu dan stop kontak sebesar 26,8%. Dimana pada kategori stop

kontak, beban listrik yang dimasukkan adalah peralatan listrik rumah tangga seperti

televisi, lemari pendingin, dispenser dan lain-lain yang ada pada Pusat Perbelanjaan

dan lokasi lainnya di dalam Pusat Perbelanjaan serta peralatan-peralatan listrik yang

digunakan oleh tenant-tenant seperti untuk penyimpanan dan pengolahan makan dan

minuman serta arena bermain dan lain-lain. Sedangkan pada kategori lain-lain, beban

listrik yang dimasukkan adalah beban-beban listrik seperti pompa.

6.4 Intensitas Konsumsi Energi

Berdasarkan analisis terhadap 21 Pusat Perbelanjaan dengan sub kategori

Supermarket sebanyak 3 gedung dan Supermall sebanyak 18 gedung maka diperoleh

hasil benchmark gedung-gedung tersebut seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Gambar 6.7. Intensitas Konsumsi Energi di Pusat Perbelanjaan berdasarkan Sub-Kategori

Untuk supermall, IKE rata-rata sebesar 283,23 kWh/m2/thn. Dari 18 Gedung

supermall, top quartile (atau 25% tertinggi dari populasi) adalah gedung-gedung

dengan IKE kurang dari 197,79 kWh/m2/tahun. Sementara 2nd quartile (antara 26-

50% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 197,79 - 277,71

kWh/m2/tahun. Dua kelompok gedung tersebut merupakan kelompok gedung yang

berkinerja relatif lebih baik dari gedung lainnya. Sementara itu, 3rd quartile (antara

51-75% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 277,71 - 366,28

Page 107: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

6-6

kWh/m2/tahun, serta bottom quartile (antara 76-100% populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE lebih dari 366,28 kWh/m2/tahun.

Tabel 6.2. Benchmark Intensitas Energi Pusat Perbelanjaan[GFA] di Indonesia dan Singapura

PUSAT PERBELANJAAN JUMLAH GEDUNG

IKE RATA-RATA

RANGE IKE

Top Quartile

(1-25%)

2nd Quartile (26%-50%)

3rd Quartile (51%-75%)

Bottom Quartile

(76%-100%)

INDONESIA

SUPERMALL 18 283,23 <197,79 197,79 - 277,71 277,71 - 366,28 >366,28

SUPERMARKET 3 306,36 <240,84 240,84 - 377,72 377,72 - 407,56 >407,56

Rata-rata 21 286,54 <187,92 187,92 - 287,85 287,85 - 377,72 >377,72

SINGAPURA LARGE 76 366 <236 236 – 422 422 – 515 >515

SMALL 92 392 <238 238 - 370 370 - 478 >478

Sementara untuk supermarket, IKE rata-rata sebesar 306,36 kWh/m2/thn. Dari 3

Gedung supermarket, top quartile (atau 25% tertinggi dari populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE kurang dari 240,84 kWh/m2/tahun. Sementara 2nd quartile

(antara 26-50% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 240,84 - 377,72

kWh/m2/tahun. Dua kelompok gedung tersebut merupakan kelompok gedung yang

berkinerja relatif lebih baik dari gedung lainnya. Sementara itu, 3rd quartile (antara

51-75% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 377,72 - 407,56

kWh/m2/tahun, serta bottom quartile (antara 76-100% populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE lebih dari 407,56 kWh/m2/tahun.

Page 108: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

7-1

7 INTENSITAS ENERGI DI PERKANTORAN

7.1 Data Gedung Perkantoran

Jumlah objek yang disurvey untuk kategori perkantoran sebanyak 48 objek dari target

40 objek Gedung yang tersebar di 6 lokasi objek survey. Distribusi per sub kategori dan

lokasi survey ditampilkan pada gambar berikut ini.

Gambar 7.1. Populasi objek survei Perkantoran berdasarkan Lokasi

7.2 Profil Energi Gedung Perkantoran

Penggunaan energi listrik Gedung disuplai dari PT. PLN (Persero) dengan backup

power dari diesel generator. Data penggunaan energi listrik yang diperoleh dalam

bentuk tagihan listrik bulanan. Distribusi kapasitas daya terpasang di bangunan

komersial dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Page 109: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

7-2

Gambar 7.2. Distribusi Kapasitas Daya Terpasang Objek Perkantoran

Kapasitas daya terpasang dari objek perkantoran yang disurvei terdiri dari 21 objek

dibawah 700 kVA dan 27 objek diatas 700 kVA.

Selain pemakaian energi listrik, energi lain yang digunakan di perkantoran adalah

solar. Solar biasanya digunakan sebagai bahan bakar diesel generator yang

dioperasikan sebagai backup power saat sumber listrik dari PLN mengalami

pemadaman.

Distribusi konsumsi energi total Gedung perkantoran yang disurvey sebagai berikut:

Gambar 7.3. Distribusi Konsumsi Energi Hotel

Dari 48 objek Gedung perkantoran yang disurvey, hanya 2 objek Gedung yang

mengkonsumsi energi lebih dari 500 TOE atau sekitar 4,2%. Sementara Gedung yang

mengkonsumsi energi dibawah 250 TOE sekitar 37 objek atau sekitar 77,1%.

Bila ditinjau dari energi yang digunakan, konsumsi energi didominasi oleh Gedung

dengan konsumsi energi dibawah 250 TOE yaitu sekitar 41,4%. Sementara Gedung

Page 110: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

7-3

dengan konsumsi diatas 500 TOE hanya 18,3% seperti terlihat pada gambar berikut

ini.

Gambar 7.4. Persentase Konsumsi Energi Perkantoran

Tabel 7.1. Distribusi dan Total Konsumsi Energi Perkantoran

JUMLAH GEDUNG KONSUMSI ENERGI [TOE]

0-250 37 3.117,13

250-500 9 3.036,75

>500 2 1.375,13

Grand Total 48 7.529,01

Gambar 7.5. Total Luasan Gedung dan Total Konsumsi Energi Perkantoran

Page 111: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

7-4

Secara total, dari 48 Perkantoran yang disurvei, total luasan Gedung (Gross Floor Area

- GFA) adalah 541.607,32 m² dan total konsumsi energi tahunan sebesar 7.529,01 TOE.

7.3 Pengguna Energi Signifikan

Di setiap bangunan gedung komersial secara umum peralatan pengguna energi paling

besar adalah peralatan pengkondisi udara. Demikian halnya pada bangunan Pusat

Perbelanjaan, dimana peralatan pengguna energi paling besar adalah peralatan

pengkondisi udara dan berada diurutan kedua setelah hotel diantara bangunan gedung

komersial lainnya yaitu sebesar 64,1% Berikut pie diagram pengguna energi signifikan

di bangunan Pusat Perbelanjaan.

Gambar 7.6. Pengguna Energi Signifikan di Gedung Perkantoran

Dari gambar diatas dapat dilihat selain pengkondisi udara, pengguna energi signifikan

selanjutya adalah lampu dan stop kontak sebesar 25%. Dimana pada kategori stop

kontak, beban listrik yang dimasukkan adalah peralatan listrik rumah tangga seperti

televisi, lemari pendingin, dispenser, computer, mesin fotocopy dan lain-lain yang ada

pada Gedung Perkantoran dan lokasi lainnya di dalam Gedung Perkantoran. Sedangkan

pada kategori lain-lain, beban listrik yang dimasukkan adalah beban-beban listrik

seperti pompa.

Pengkondisi Udara,

64.1%

Lampu & Stop

Kontak, 25.0%

Lift & Eskalator,

6.8%Lain-lain, 4.0%

PENGGUNA ENERGI SIGNIFIKAN DI GEDUNG PERKANTORAN

Page 112: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

7-5

7.4 Intensitas Konsumsi Energi

Berdasarkan analisis terhadap 48 Perkantoran dengan sub kategori Gedung Menengah

sebanyak 22 gedung dan Gedung Besar sebanyak 26 gedung maka diperoleh hasil

benchmark gedung-gedung tersebut seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Gambar 7.7. Intensitas Konsumsi Energi di Pusat Perbelanjaan berdasarkan Sub-Kategori

Untuk Gedung Menengah, IKE rata-rata sebesar 213,27 kWh/m2/thn. Dari 22 Gedung

Menengah, top quartile (atau 25% tertinggi dari populasi) adalah gedung-gedung

dengan IKE kurang dari 101,49 kWh/m2/tahun. Sementara 2nd quartile (antara 26-

50% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 101,49 - 161,75

kWh/m2/tahun. Dua kelompok gedung tersebut merupakan kelompok gedung yang

berkinerja relatif lebih baik dari gedung lainnya. Sementara itu, 3rd quartile (antara

51-75% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 161,75 - 297,13

kWh/m2/tahun, serta bottom quartile (antara 76-100% populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE lebih dari 297,13 kWh/m2/tahun.

Tabel 7.2. Benchmark Intensitas Energi Pusat Perbelanjaan[GFA] di Indonesia dan Singapura

PERKANTORAN JUMLAH GEDUNG

IKE RATA-RATA

RANGE IKE

Top Quartile

(1-25%)

2nd Quartile (26%-50%)

3rd Quartile (51%-75%)

Bottom Quartile

(76%-100%)

INDONESIA

BESAR 26 153,60 <118,22 118,22 - 148,08 148,08 - 192,53 >192,53

MENENGAH 22 213,27 <101,49 101,49 - 161,75 161,75 - 297,13 >297,13

Rata-rata 48 180,95 <115,61 115,61 - 151,06 151,06 - 219,28 >219,28

SINGAPURA LARGE 171 212 <152 152 – 193 193 – 250 >250

SMALL 261 268 <133 133 - 188 188 - 259 >259

Page 113: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

7-6

Sementara untuk Gedung Besar, IKE rata-rata sebesar 153,60 kWh/m2/thn. Dari 26

Gedung Besar, top quartile (atau 25% tertinggi dari populasi) adalah gedung-gedung

dengan IKE kurang dari 118,22 kWh/m2/tahun. Sementara 2nd quartile (antara 26-

50% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 118,22 - 148,08

kWh/m2/tahun. Dua kelompok gedung tersebut merupakan kelompok gedung yang

berkinerja relatif lebih baik dari gedung lainnya. Sementara itu, 3rd quartile (antara

51-75% populasi) adalah gedung-gedung dengan IKE antara 148,08 - 192,53

kWh/m2/tahun, serta bottom quartile (antara 76-100% populasi) adalah gedung-

gedung dengan IKE lebih dari 192,53 kWh/m2/tahun.

Page 114: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

8-1

8 POTENSI SURYA ATAP

8.1 Tipe dan Jenis Atap

Atap berfungsi sebagai pelindung bagian dalam sebuah bangunan guna

memungkinkan orang-orang dapat beraktifitas di dalamnya. Pada umumnya tipe atau

jenis atap terbagi 2 yaitu :

▪ Dak beton,

▪ Genteng, seng atau spandek.

Untuk atap yang berupa dak benton biasanya difungsikan juga sebagai penempatan

peralatan/utilitas pendukung dari bangunan gedung tersebut, sehingga mempunyai

struktur pendukung yang kuat. Sedangkan untuk atap jenis genteng/spandek kekuatan

struktur pendukung penyangga atapnya tergantung dari bahan dan konstruksinya.

Pada umumnya struktur penyangga atap genteng atau spandek terbuat dari

konstruksi/rangkaian baja, kayu maupun rangkaian baja ringan.

Di atas atap-atap tersebut dapat dimanfaatkan untuk penempatan komponen modul

surya dari sistem PLTS-Atap. Namun tidak semua tipe/jenis atap bangunan dapat

dimanfaatkan untuk PLTS-Atap tersebut, hal ini tergantung dari :

▪ Kekuatan struktur pendukung atap,

▪ Arah/orientasi atap,

▪ Sudut kemiringan atap,

▪ Serta adanya pengaruh bayangan (shading factor).

8.2 Potensi PLTS Atap

Tidak semua tipe/jenis atap bangunan dapat dimanfaatkan untuk PLTS-Atap. Dengan

mempertimbangkan kekuatan struktur pendukung atap, arah/orientasi atap, sudut

kemiringan atap, dan adanya pengaruh bayangan (shading factor), maka diperoleh

Page 115: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

8-2

luasan atap yang berpotensi untuk penempatan komponen modul surya pada system

PLTS.

Dalam melakukan perhitungan kapasitas potensi PLTS pada luasan atap, diasumsikan

setiap 1 KWp memerlukan luasan 10 m2 (sudah termasuk mempertimbangkan area

untuk akses instalasi, pemeliharaan dll). Hasil Pemetaan Potensi PLTS atap dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 8.1. Hasil Pemetaan Potensi PLTS atap

KATEGORI JUMLAH OBJEK

TOTAL POTENSI LUASAN

[M2] POTENSI PLTS ATAP [KWP]

MAKSIMUM KAPASITAS PLTS

TERPASANG

POTENSI ENERGI

[MWH/THN]

MAKSIMUM ENERGI

[MWH/THN]

HOTEL 65 44.080,50 4.408,05 4.408,05 4.728,03 4.728,03

BALI 8 11.142,50 1.114,25 1.114,25 1.275,44 1.275,44

BANDUNG 14 3.645,00 364,50 364,50 390,30 390,30

JABODETABEK 12 12.967,00 1.296,70 1.296,70 1.190,79 1.190,79

MEDAN 3 690,00 69,00 69,00 76,36 76,36

PEKANBARU 4 1.208,00 120,80 120,80 139,26 139,26

SEMARANG 16 11.140,00 1.114,00 1.114,00 1.286,16 1.286,16

SURABAYA 8 3.288,00 328,80 328,80 369,72 369,72

PERKANTORAN 38 35.631,15 3.563,12 3.545,22 3.617,95 3.597,65

BANDUNG 1 5.500,00 550,00 550,00 588,87 588,87

JABODETABEK 20 11.339,00 1.133,90 1.133,90 880,04 880,04

MEDAN 3 3.139,00 313,90 296,00 356,03 335,73

PEKANBARU 1 724,00 72,40 72,40 83,27 83,27

SEMARANG 7 10.197,00 1.019,70 1.019,70 1.176,77 1.176,77

SURABAYA 6 4.732,15 473,22 473,22 532,97 532,97 PUSAT PERBELANJAAN 17 67.423,00 6.742,30 6.742,30 6.962,16 6.962,16

BALI 1 5.316,00 531,60 531,60 608,54 608,54

BANDUNG 1 9.100,00 910,00 910,00 971,61 971,61

JABODETABEK 8 29.174,00 2.917,40 2.917,40 2.682,67 2.682,67

MEDAN 1 2.300,00 230,00 230,00 260,70 260,70

PEKANBARU 2 5.598,00 559,80 559,80 644,67 644,67

SEMARANG - - - -

SURABAYA 4 15.935,00 1.593,50 1.593,50 1.793,98 1.793,98

RUMAH SAKIT 46 88.700,00 8.870,00 8.187,80 9.106,82 8.479,56

BALI 4 2.733,00 273,30 273,30 312,53 312,53

BANDUNG 2 3.557,00 355,70 355,70 380,98 380,98

JABODETABEK 21 45.590,00 4.559,00 3.876,80 4.194,73 3.567,47

MEDAN 3 9.019,00 901,90 901,90 1.016,68 1.016,68

PEKANBARU 2 1.794.00 179.40 179.40 206.62 206.62

SEMARANG 6 20.819.00 2.081.90 2.081.90 2.409.68 2.409.68

SURABAYA 8 5.188.00 518.80 518.80 585.60 585.60

Grand Total 166 235.834,65 23.583,47 22.883,37 24.414,97 23.767,41

Page 116: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

8-3

Ada 204 data objek yang dikumpulkan untuk 4 kategori pada 7 lokasi survey yaitu

Pekanbaru, Jabodetabek, Bali, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan yang terdiri

dari Rumah Sakit 53 objek, Hotel 82 objek, Pusat Perbelanjaan 21 objek dan

Perkantoran 48 objek.

Dari total 204 objek yang dilakukan pengumpulan data/survey seperti Tabel 8.1 diatas,

hanya 166 objek yang data potensi luasan atapnya tersedia, sedangkan 26 objek tidak

tersedia. Potensi Total luasan atap untuk PLTS-Atap sebesar 235.834,65 m2 yang dapat

dipasang PLTS dengan kapasitas total sebesar 23.583,47 KWp atau ±23,58 MWp

(dengan asumsi per 1 KWP membutuhkan luas area 10 m2). Namun berdasarkan

Perpres No.49 Tahun 2018 bahwa maksimum pemasangan PLTS Atap adalah sebesar

kontrak daya dengan PLN, Sehingga dengan demikian secara keseluruhan kapasitas

Total PLTS Atap sebesar 22.883,37 KWp (±22,9 MWp).

Gambar 8.1. Potensi PLTS Atap di Bangunan Komersial

Page 117: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

8-4

Gambar 8.2. Maksimum Kapasitas Terpasang PLTS Atap di Bangunan Komersial

Energi yang dibangkitkan PLTS Atap setiap tahunnya untuk masing masing lokasi

berbeda, hal ini tergantung dari intensitas radiasi matahari setiap lokasi tersebut.

Dengan menggunakan software RETScreen total energy yang dapat dihasilkan dari

PLTS Atap untuk total 166 objek adalah sebesar 23.767,41 MWH (kapaitas PLTS atap

dengan batas kontrak daya PLN).

Gambar 8.3. Potensi Energi PLTS Atap di Bangunan Komersial

Page 118: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

8-5

Gambar 8.4. Maksimum Kapasitas Terpasang PLTS Atap di Bangunan Komersial

Secara keseluruhan total kapasitas potensi PLTS Atap untuk semua kategori bangunan

komersial adalah sebagai berikut :

Tabel 8.2. Total Maksimum Potensi PLTS Atap di Bangunan Komersial

No. Kategori

Bangunan/Gedung

Objek Survey Potensi Luas Atap

(m2)

Potensi PLTS Atap

(kWp)

Potensi Energi PLTS

Atap (MWh/Thn) Total Potensi

1 Rumah Sakit 53 46 88.700,00 8.187,80 8.479,56

2 Hotel 82 65 44.080,50 4.408,05 4.728,03

3 Pusat Perbelanjaan 21 17 67.423,00 6.742,30 6.962,16

4 Perkantoran 48 38 35.631,15 3.545,22 3.597,65

T O T A L 204 166 235.834,65 22.883,37 23.767,41

Detail potensi tiap objek Gedung dapat dilihat pada Lampiran 4.

Page 119: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

9-1

9 KESIMPULAN

Pekerjaan ini telah menyelesaikan survei di 204 objek survei yang terdiri dari 82 hotel,

48 gedung perkantoran, 21 pusat perbelanjaan dan 53 rumah sakit. Gedung yang

disurvei ini tersebar di 7 lokasi kota besar (JABODETABEK, Bandung, Semarang,

Surabaya, Bali, Medan, dan Pekanbaru). Total luasan Gedung yang disurvei (Gross Floor

Area - GFA) adalah 3.782.547,50 m² dan total konsumsi energi tahunan sebesar

67.507,08 TOE, atau sebesar 1,15% terhadap penggunaan energi di sektor komersial.

Dari 204 obyek yang disurvey, sekitar 35 objek Gedung yang konsumsi energinya

setiap gedung lebih dari 500 TOE atau sekitar 17,2%, didominasi oleh pusat

perbelanjaan dan hotel. Sementara Gedung yang mengkonsumsi energi dibawah 250

TOE sekitar 139 objek atau sekitar 68,1%. Nilai rata-rata IKE Gedung komersial di 7

wilayah sebesar 202,72 kWh/m2/thn. Dimana IKE terbaik (Top Quartile/paling hemat)

berada dibawah 125,67 kWh/m2/thn dan IKE terburuk (Bottom Quartile/paling boros)

berada diatas 245,61 kWh/m2/thn seperti ditampilkan pada tabel berikut ini.

Tabel 9.1. IKE Gedung Komersial di 7 Wilayah Indonesia

JUMLAH GEDUNG

IKE RATA-RATA

RANGE IKE

Top Quartile (1-25%)

2nd Quartile (26%-50%)

3rd Quartile (51%-75%)

Bottom Quartile (76%-100%)

GEDUNG KOMERSIAL

204 202,72 <125,67 125,67 - 173,59 173,59 - 245,61 >245,61

Perbandingan IKE masing-masing jenis gedung komersial di 7 wilayah Indonesia

seperti diringkas dalam table berikut:

Tabel 9.2. IKE berdasarkan kategori di 7 Wilayah Survey

HOTEL PERKANTORAN PUSAT PERBELANJAAN RUMAH SAKIT Rata-Rata

PEKANBARU 179,29 87,87 170,02 219,22 179,34

JABODETABEK 217,52 195,35 324,08 193,93 215,18

BALI 186,57 298,58 102,88 173,47

BANDUNG 202,27 216,85 385,98 138,05 202,54

SEMARANG 223,13 200,24 287,85 219,63 219,49

SURABAYA 216,89 127,87 234,33 158,91 182,88

Page 120: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

9-2

MEDAN 201,78 117,14 356,74 167,68 186,30

Rata-Rata 208,15 180,95 286,54 180,81 202,72

Urutan IKE rata-rata gedung dari 7 kota dimulai dari yang nilainya paling tinggi adalah,

gedung Pusat Perbelanjaan > Hotel >Rumah Sakit> Perkantoran. Khusus untuk IKE

gedung di Jabodetabek untuk semua tipe gedung berada diatas rata-rata IKE hasil

survei di 7 kota

Intensitas konsumsi energi hasil survey terhadap 204 gedung di 7 wilayah indonesia

dan benchmarking terhadap negara-negara ASEAN serta referensi lainnya dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 9.3. Benchmark IKE Gedung di Indonesia terhadap Negara-negara di ASEAN

INDONESIA AEA

[2000 jam]

SINGAPURA [2017]

MALAYSIA

THAILAND

SURVEY TERDAHULU

JMLH GEDUNG

IKE [TERKON

DISI]

IKE [GFA]

SMALL LARGE JICA

[2009] USAID [2015]

HOTEL 82 229,73 208,15 216 275 267

220

- 261 382

PERKANTORAN 48 207,44 180,95

160 268 212 219

180 -

PUSAT PERBELANJAAN 21 304,12 286,54

192 392 366 -

269 -

RUMAH SAKIT 53 226,42 180,81

288 345 -

239 -

RATA-RATA

204 231,28 202,72 220

Nilai IKE rata-rata tiap jenis gedung yang disurvei jika di benchmark dengan berbagai

referensi menunjukan bahwa saat ini rata-rata IKE gedung Komersial di Indonesia

telah menuju ke pola penggunaan yang efisien. Indeks konsumsi energi tersebut juga

mengindikasikan perbaikan yang signifikan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu perlu

dilakukan update data IKE gedung ini secara berkala minimal 5 tahun sekali.

Detil distribusi penggunaan energi per jenis gedung terhadap objek yang disurvei

adalah sebagai berikut:

Page 121: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

9-3

Peralatan pengguna energi paling signifikan dari setiap gedung komersial adalah

peralatan pengkondisi udara, dengan rata-rata penggunaan energi diatas 62%,

kemudian diikuti oleh lampu dan stop kontak, Lift dan eskalator dan peralatan listrik

lainnya.

Dari total 204 objek yang dilakukan pengumpulan data/survey seperti Tabel 8.1 diatas,

hanya 166 objek yang data potensi luasan atapnya tersedia, sedangkan 26 objek tidak

tersedia. Potensi Total luasan atap untuk PLTS-Atap sebesar 235.834,65 m2 yang dapat

dipasang PLTS dengan kapasitas total sebesar 23.583,47 KWp atau ±23,58 MWp

(dengan asumsi per 1 KWP membutuhkan luas area 10 m2). Namun berdasarkan

Perpres No.49 Tahun 2018 bahwa maksimum pemasangan PLTS Atap adalah sebesar

kontrak daya dengan PLN, Sehingga dengan demikian secara keseluruhan kapasitas

Total PLTS Atap sebesar 22.883,37 KWp (±22,9 MWp) dengan perincian per tipe

gedung sebagai berikut:

Tabel 9.4. Maksimum Potensi Kapasitas PLTS Atap Terpasang di 7 Wilayah Survey

MAKSIMUM KAPASITAS PLTS TERPASANG

HOTEL PERKANTORAN PUSAT PERBELANJAAN RUMAH SAKIT TOTAL

PEKANBARU 120,80 72,40 559,80 179,40 932,40

JABODETABEK 1.296,70 1.133,90 2.917,40 3.876,80 9.224,80

BALI 1.114,25 531,60 273,30 1.919,15

BANDUNG 364,50 550,00 910,00 355,70 2.180,20

SEMARANG 1.114,00 1.019,70 - 2.081,90 4.215,60

SURABAYA 328,80 473,22 1.593,50 518,80 2.914,32

MEDAN 69,00 296,00 230,00 901,90 1.496,90

TOTAL 4.408,05 3.545,22 6.742,30 8.187,80 22.883,37

66.3%

63.9%

62.9%

64.1%

20.7%

27.0%

26.8%

25.0%

6.2%

4.9%

6.2%

6.8%

6.8%

4.2%

4.1%

4.0%

Hotel

Rumah Sakit

Pusat Perbelanjaan

Gedung

Perkantoran

Pengguna Energi Signifikan di Gedung Komersial

Pengkondisi Udara Lampu & Stop Kontak Lift & Eskalator Lain-lain

Page 122: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

9-4

Estimasi investasi yang dibutukan untuk insalasi PLTS adalah sebesar 37 Milyar

Rupiah , dengan asumsi harga real instalasi per KWp adalah Rp.16.000.000

Untuk masing-masing kategori jenis gedung , batasan indek konsumsi energi untuk

gedung efisien berdasarkan hasil survei diusulkan sebagai berikut:

Gedung Pekantoran : 180,95 kWh/m2/tahun

Hotel : 208,15 kWh/m2/tahun

Rumah Sakit : 180,81 kWh/m2/tahun

Pusat Perbelanjaan : 286,54 kWh/m2/tahun

Page 123: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

D-1

DAFTAR LITERATUR

B2TE. (2015). Feasibility Study PV Rooftop SMKN di Jakarta, Bandung, Serang dan

Pandeglang. Tangerang Selatan: B2TE.

B2TKE. (2018). Feasibility Study PV rooftop Tanah Putih Tanjung Enim,PT. Bukit Asam

Persero. Tangerang Selatan: B2TKE.

Badan Standardisasi Nasional (BSN). (2011). SNI 6197:2011 Konservasi Energi Pada

Sistem Pencahayaan. Jakarta: BSN.

Badan Standardisasi Nasional (BSN). (2011). SNI 6389:2011 Konservasi Energi

Selubung Bangunan Pada Bangunan Gedung. Jakarta: BSN.

Badan Standardisasi Nasional (BSN). (2011). SNI 6390:2011 Konservasi Energi Sistem

Tata Udara Bangunan Gedung. Jakarta: BSN.

Building and Construction Authority (BCA). (2018). BCA Building Energy Benchmarking

Report (Statistics and Figures) 2018. Singapur: uilding and Construction

Authority (BCA).

Chirarattananaon, S., & Chaiwiwatworakul, P. (2015). Net-Zero Energy Buildings: It’s

not a dream for Thailand. JGSEE, 11-19.

Efficiency Valuation Organization (EVO). (2019). International Performance

Measurement and Verification Protocol (IPMVP). In B. Rowse, Fundamentals

and M&V Planning in Practice - Training Material. Jakarta: EVO.

ESDM-USAID. (2018). PANDUAN STUDI KELAYAKAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA

SURYA (PLTS) TERPUSAT. Jakarta: Tetra Tech ES, Inc. .

Indonesia Clean Energy Development (ICED)-USAID. (2015). Panduan Praktis

Penghematan Energi di Hotel. Jakarta: Tetra Tech.

Page 124: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

D-2

JICA Elctric Power Development Co., LTD. (2009). The Study on Energy Conservation

and Efficiency Improvement in The Republic of Indonesia. Jakarta: JICA &

Kementrian ESDM.

Kementerian ESDM. (2014). Panduan Penyusunan Studi Kelayakan Pembangkit Listrik

Tenaga Surya (PLTS) Terpusat. Jakarta: DJEBTKE-ESDM.

Kementerian ESDM. (2017). Statistik Minyak dan Gas Bumi 2016. Jakarta: Direkorat

Jenderal Minyak dan Gas Bumi KESDM.

Kementrian ESDM. (2018). Data dan Informasi Konservasi Energi. Jakarta: Kementriaan

ESDM.

Krarti, M. (2011). Energy Audit of Building Systems (Second Edition). New York: CRC

Press.

Lim, J. (2012, Mei 22). Building Energy Index and Green Building Index Malaysia.

Retrieved from JAPHETHLIM.COM:

http://blog.japhethlim.com/index.php/2012/05/22/building-energy-index-

in-malaysia/

online Weather Data for Energy Professionals. (2019). Retrieved from Degree Days.net:

https://www.degreedays.net/

Peraturan Menteri ESDM No. 49 Tahun 2018 tentang Kapasitas Pemasangan PLTS

Rooftop. (2018). Jakarta: KESDM.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 tentang Kebijakan Energi Nasional. (2014). Jakarta:

Kementerian Sekretariat Negara RI.

Peraturan Pemerintah No. 70 tentang Konservasi Energi. (2009). Jakarta: Kementrian

Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Pusat Data dan Teknologi Informasi KESDM. (2019). Handbook of Energy & Economic

Statistics of Indonesia. Jakarta: Kementerian ESDM.

Ramadhani, B. (2018, February 6). endev-indonesia.info. Retrieved from Energising

Development Indonesia: http://endev-

indonesia.info/libraries/download/34132675e2a61fd3e38ea75ede471299

Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). (2017). Jakarta: Kementrian ESDM.

Page 125: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

L-1

LAMPIRAN

Page 126: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

L-2

LAMPIRAN–1 QUISIONER

Page 127: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

L-3

ISIAN KUESIONER

INDEKS KONSUMSI ENERGI DI BANGUNAN GEDUNG KOMERSIAL

Dalam rangka proses revisi PP 70 tahun 2009 tentang konservasi energi yang memerlukan penetapan benchmarking Specific Energy Consumption (SEC) di sektor bangunan gedung komersial, Direktorat Konservasi Energi, Ditjen EBTKE KESDM bekerjasama dengan UNDP dan BPPT akan mengadakan survei tentang konsumsi energi di sektor bangunan gedung komersial untuk kategori bangunan hotel, rumah sakit, pusat perbelanjaan dan perkantoran serta potensi pemasangan PV rooftop. Hasil pengumpulan data tersebut akan digunakan sebagai referensi pendukung dalam mengevaluasi dan memetakan/merancang kebijakan dalam menetapkan benchmark indeks konsumsi energi untuk setiap jenis bangunan komersial.

A. Informasi Umum Bangunan

A-1 Nama Gedung

A-2 Nama Pengisi Kuesioner

A-3 Telepon/HP

A-3 Jabatan

A-4 Nama Pemilik Gedung

A-5 Nama Manajer Energi

A-6 Lokasi

A-7 Tahun Berdiri Gedung

A-8 Tahun Beroperasi Gedung

A-9 Telepon/Fax Kantor

A-10 Email

A-11 Kontrak Daya Listrik (kVA) PLN

A-12 Peruntukan Bangunan Pilih di bawah (centang)

Perkantoran 1Type : *Menengah / Besar

Hotel Bintang : *Budget / 3 / 4 / 5

Rumah Sakit Kelas : *A / B / C

Pusat Perbelanjaan

2 *Supermarket / Hypermarket

A-13 Luas total lahan m2

lampirkan copy IMB/PBB A-14

Luas total Bangunan (tidak termasuk parkir)

m2

A-15 Luas Area parkir m2 lampirkan copy denah parkiran

A-16 POTENSI PEMASANGAN PV ROOFTOP

- Luas Atap Gedung (Area Kosong)

m2 lampirkan copy denah atap gedung

Page 128: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

L-4

-Sudut kemiringan atap gedung

derajat

-Potensi bayangan terhadap atap gedung

terhalang (..........)

%

-Orientasi Gedung (arah gedung)

A-17 Luas area yang menggunakan AC

m2

A-18 Tinggi Gedung m

A-19 Jumlah Lantai

A-20 Luas Lantai Keseluruhan m2

A-21 Jumlah Pegawai Gedung orang

A-22 Jumlah Tenant unit

A-23 Jam Operasional Gedung jam / hari

A-24 Jumlah hari kerja / minggu

Hari

Ket :

*Coret yang tidak perlu

1. Kategori menengah (luas bangunan minimal 1000 5000 m2)

Kategori besar (luas bangunan minimal >5000 m2)

2. Supermarket (luas bangunan antara 400 m2 5,000 m2)

Hypermarket (luas bangunan > 5,000 m2)

B. Peralatan Pengguna Energi

Sistem Kelistrikan

B-1 Transformator

Jumlah Unit

kapasitas 1 2 3 kVA

B-2 Genset

Jumlah Unit

kapasitas kVA

Sistem Pendingin Udara

B-3 Chiller

Type

Jumlah Unit

kapasitas TR

Usia Operasi Peralatan

Tahun

B-4 AC VRF

Jumlah Unit

kapasitas TR

Page 129: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

L-5

Usia Operasi Peralatan

Tahun

B-5 AC Split Duct

Jumlah Unit

Kapasitas PK

Usia Operasi Peralatan

Tahun

B-6 AC Split

Jumlah Unit

Kapasitas PK

Usia Operasi Peralatan

Tahun

B-7 AC Cassette

Jumlah Unit

Kapasitas PK

Usia Operasi Peralatan

Tahun

Sistem Pemanas

B-8 Boiler

Jumlah Unit

Kapasitas

Bahan Bakar

B-9 Heat Pump

Jumlah Unit

Kapasitas kW

Peralatan Listrik

N0 Nama Kapasitas (Watt) Jumlah

LAMPU

B-10 Lampu LED Bulb

B-11 Lampu LED TL

B-12 Lampu CFL

B-13 Lampu halogen

B-14 Lampu Jalan LED

B-15

B-16

PENDINGIN

B-17 Freezer

Page 130: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

L-6

B-18 Lemari Pendingin

B-19

B-20

LAINNYA

B-21 Dispenser

B-22 Komputer

B-23 TV LED

B-24 TV LCD

B-25 TV Tabung

B-26 Pompa

B-27 Mesin Foto copy

B-28 Printer

B-29

PERALATAN MEDIS (Yang Mengkonsumsi Energi Terbesar, khusus untuk Rumah Sakit)

B-30

B-31

B-32

B-33

B-34

B-35

B-36

B-37

B-38

B-39

B-40

B-41

B-42

B-43

B-44

B-45

B-46

B-47

B-48

B-49

B-50

C. Konsumsi Energi

Bulan 1Konsumsi Energi 2Solar 3LPG 4Air 5Okupansi

Page 131: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

L-7

LWBP (kWh)

WBP (kWh) (Ltr) (Kg) (m3)

Jan-17

Feb-17

Mar-17

Apr-17

May-17

Jun-17

Jul-17

Aug-17

Sep-17

Oct-17

Nov-17

Dec-17

Bulan

1Konsumsi Energi 2Solar 3LPG 4Air 5Okupansi LWBP

(kWh) WBP (kWh) (Ltr) (Kg) (m3)

Jan-18

Feb-18

Mar-18

Apr-18

Mei-18

Jun-18

Jul-18

Agu-18

Sep-18

Okt-18

Nov-18

Des-18

Bulan

1Konsumsi Energi 2Solar 3LPG 4Air 5Okupansi LWBP

(kWh) WBP (kWh) (Ltr) (Kg) (m3)

Jan-19

Feb-19

Mar-19

Apr-19

Mei-19

Jun-19

Jul-19

Agu-19

Page 132: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

L-8

Sep-19

Okt-19

Nov-19

Des-19

Ket : 1. Dapat dilampirkan dengan copy tagihan listrik 2. Dapat dilampirkan dengan catatan pemakaian solar 3. Dapat dilampirkan dengan catatan pemakaian LPG 4. Dapat dilampirkan dengan copy tagihan penggunaan air 5. Untuk hotel diisi dengan jumlah room sold ; Untuk Rumah Sakit diisi dengan jumlah pasien

rawat jalan + rawat inap ; Untuk Mall diisi dengan jumlah pengunjung ; Untuk Gedung Perkantoran diisi dengan jumlah pegawai yang hadir + tamu

D. Penerapan Energi Terbarukan (PV Rooftop)

D-1. Apakah di tempat saudara sudah terpasang PV Rooftop; jika iya silahkan isi form D-2 dibawah, jika tidak silahkan lanjut ke pertanyaan D-3 dan D-4

D-2 PLTS (Jika ada)

Kapasitas kWp

Type *On grid / Off grid

D-3. Apakah saudara berminat untuk pemasangan PV Rooftop ? (Y/T) D-4 Apakah sebelumnya pernah ada penawaran untuk pemasangan PV Rooftop ? (Y/T)

E. Langkah Penghematan Energi yang sudah dilakukan dan Besar Penghematannya

Langkah Penghematan Energi Penghematan

Energi Investasi (Rp)

E-1 KWh

E-2 KWh

E-3 KWh

E-4 KWh

E-5 KWh

Page 133: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

L-181

LAMPIRAN-6 FAKTOR KONVERSI

Page 134: BENCHMARKING SPECIFIC ENERGY CONSUMPTION DI …

L-182

Sumber: Statistik minyak dan gas bumi 2016 (Kementerian ESDM, 2017)