32
i LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020 Pengaruh Penambahan Surfaktan Tween 80 Pada Produksi Biolistrik Dan Degradasi Limbah Cair Perikanan Menggunakan Teknologi Microbial Fuel Cells Single Chamber (MFC-SC) Tim Peneliti : Dr.Eng. R. Darmawan, ST., MT. (Departemen Teknik Kimia/ FT - IRS) Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M.Eng (Departemen Teknik Kimia/ FT - IRS) DIREKTORAT RISET DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2020 Sesuai Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian No: 909/PKS/ITS/2020

LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

i

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN LABORATORIUM

DANA ITS 2020

Pengaruh Penambahan Surfaktan Tween 80 Pada Produksi Biolistrik Dan

Degradasi Limbah Cair Perikanan Menggunakan Teknologi Microbial Fuel

Cells Single Chamber (MFC-SC)

Tim Peneliti :

Dr.Eng. R. Darmawan, ST., MT. (Departemen Teknik Kimia/ FT - IRS)

Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M.Eng (Departemen Teknik Kimia/ FT - IRS)

DIREKTORAT RISET DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2020

Sesuai Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian No: 909/PKS/ITS/2020

Page 2: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

i

Daftar Isi

Daftar Isi ............................................................................................................................................ i

Daftar Tabel ...................................................................................................................................... ii

Daftar Gambar ................................................................................................................................. iii

Daftar Lampiran ............................................................................................................................... iv

BAB I RINGKASAN ....................................................................................................................... 1

BAB II HASIL PENELITIAN.......................................................................................................... 2

BAB III STATUS LUARAN.......................................................................................................... 18

BAB IV PERAN MITRA (UntukPenelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi) ........................ 19

BAB V KENDALA PELAKSANAAN PENELITIAN ................................................................. 20

BAB VI RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA ..................................................................... 21

BAB VII DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 22

BAB VIII LAMPIRAN................................................................................................................... 26

LAMPIRAN 1 Tabel Daftar Luaran ............................................................................................... 26

Page 3: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

ii

Daftar Tabel

Tabel III.1 Tabel Status Luaran 18

Page 4: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

iii

Daftar Gambar

Gambar II.1 Power density vs Waktu untuk setiap variable 4

Gambar II.2 Jumlah Bakteri vs Waktu untuk setiap variable 6

Gambar II.3 Jumlah Bakteri vs Waktu pada lumpur lapindo 100% 7

Gambar II.4 Presentase degradasi BOD dan COD lumpur 100 % 8

Gambar II.5 Presentase degradasi BOD dan COD lumpur : limbah cair ikan 3:1 9

Gambar II.6 Presentase degradasi BOD dan COD lumpur : limbah cair ikan 1:1 9

Gambar II.7 Presentase degradasi BOD dan COD lumpur : limbah cair ikan 1:3 9

Gambar II.8 Hubungan Power Density vs Waktu elektroda 3F 11

Gambar II.9 Hubungan Power Density vs Waktu elektroda 5F 11

Gambar II.10. Cara kerja surfaktan didalam larutan 13

Gambar II.11 Hubungan Power Density vs Waktu tanpa penambahan surfaktan 13

Gambar II.12 Hubungan Power Density vs Waktu dengan penambahan surfaktan 100 ppm 14

Gambar II.13 Skema pembentukan emulsi yang terdegradasi dari air limbah berminyak 15

Gambar II.14 Power density vs Waktu untuk setiap variable 16

Gambar II.15 BOD vs Waktu untuk setiap variable 16

Page 5: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

iv

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Tabel Daftar Luaran

Page 6: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

1

BAB I RINGKASAN

Berkembangnya agroindustri hasil perikanan selain membawa dampak positif yaitu sebagai

penghasil devisa, juga memberikan dampak negatif yaitu berupa buangan limbah. Limbah cair

perikanan yang dihasilkannya mengandung bahan organik yang tinggi dengan beban mencapai 20

kg BOD/ton. Microbial Fuel Cell (MFC) menjadi alternatif yang menjanjikan karena

kemampuannya untuk mereduksi limbah organik dan menghasilkan bioelektrik. Dalam aplikasi

MFCs agar dapat menghasilkan listrik, dibutuhkan culture source sebagai sumber mikroba.

Berdasarkan kandungan total karbon organiknya sebesar 54,75 – 55,47%, maka dimungkinkan di

dalam lumpur lapindo terdapat kehidupan bakteri electricigens yang bisa dimanfaatkan sebagai

culture source dalam penghasil listrik, sehingga penelitian untuk mengetahui mikroorganisme

(bakteri) yang berperan dalam MFCs sangat penting untuk dilakukan. Selain itu, tujuan penelitian

ini adalah mengetahui pengaruh variasi penambahan limbah cair perikanan dan lumpur lapindo,

pengaruh penambahan surfaktan tween 80 pada peningkatan power density dan degradasi limbah

cair perikanan serta mengetahui pengaruh jenis carbon cloth 3F dan 5F sebagai elektroda tempat

terjadinya reaksi oksidasi reduksi sistem MFC dalam menghasilkan listrik.. Basis Chamber seberat

1 kg yang terdiri dari variasi antara lumpur lapindo (culture cource) dan limbah cair perikanan

(substrat) sebanyak 16 sampel. Elektroda diletakkan didalam chamber selama 6 minggu. Hasil

penelitian menunjukkan listrik yang dihasilkan sebesar 95,36 mW/m2 pada variabel L 1:1 5F 100.

Perbandingan lumpur lapindo dan limbah cair ikan yang memberikan listirk terbaik adalah L 1:1

5F 100, namun dalam hal mendegradasi limbah cair yang terbaik adalah L 3:1 5F 100 dengan

removal COD 94,1% dan L 3:1 5F dengan removal BOD 92,2%. Hasil lainnya menunjukan

surfaktan berpengaruh terhadap peningkatan energi listrik hingga 4 kali lipat dan elektroda carbon

cloth 5F memberikan hasil listrik yang baik dibandingkan 3F, listrik yang dihasilkan sebesar 95,36

mW/m2 pada variabel L 1:1 5F 100.

Kata Kunci: MFCs, Limbah Cair Ikan, Lumpur Lapindo, Surfaktan tween 80, Carbon cloth

modifikasi.

Kata Kunci : MFCs, Limbah Cair Ikan, Lumpur Lapindo, Surfaktan tween 80, Carbon

cloth modifikasi.

Page 7: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

2

Ringkasan penelitian berisi latar belakang penelitian,tujuan dan tahapan metode

penelitian, luaran yang ditargetkan, kata kunci

BAB II HASIL PENELITIAN

Berikut hasil penelitian dari penelitian yang disajikan sebagai berikut:

II.1. Single Chamber Microbial Fuel Cell (SCMFC)

Microbial Fuel Cell (MFC) dalam penelitian ini Single Chamber Microbial Fuell Cell

(SCMFC), yaitu antara kompartemen anoda dan kompartemen katoda diletakkan di dalam suatu

chamber yang berbentuk tabung (bahan PET, kode segitiga 1, diameter 8 cm, dan tinggi 15 cm),

(Triyadi dan Ramadhoni, 2018) (Hermawan dan Hidayat, 2018). Substrat menggunakan yang

digunakan sebagai sumber organik pada penelitian ini adalah limbah cair industri perikanan.

Limbah cair industri perikanan diperoleh dari proses perendaman dan pencucian ikan patin PT

Dimas Rezia Perwira, yang merupakan pabrik pengolahan hasil perikanan dengan jenis kegiatan

pembekuan ikan (fillet), beralamatkan di Jalan Rungkut Industri III No.34, Kutisari, Kecamatan

Tenggilis Mejoyo, Kota Surabaya. Dari hasil analisis laboratorium, limbah cair perikanan

mengandung beban organik sebesar COD: 602,30 mg/L dan BOD5 : 281,36 mg/L (Enviromental

Laboratory Sidoarjo, 2019). Nilai ambang batas COD dan BOD5 pada limbah cair perikanan

dengan jenis kegiatan pembekuan (fillet) ditetapkan pemerintah adalah sebesar masing-masing

COD 200 mg/L dan BOD5 100 mg/L (Permen LH No. 5 Tahun 2014).

Culture source (sumber mikroba) yang digunakan adalah bakteri anaerobik di dalam lumpur

lapindo, diambil pada kedalaman 30-45 cm dibawah permukaan lumpur, dekat dengan pusat

semburan Lumpur Lapindo Sidoarjo yaitu pada koordinat 7o31’45,6”S dan 112o42’43,6”E, tepatnya

di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. (Ibrahim, dkk., 2014)

menjelaskan bahwa pemodelan MFC menggunakan lumpur aktif pada limbah cair perikanan dapat

diterapkan untuk menghasilkan biolistrik. Kandungan mikroba dalam lumpur aktif dapat digunakan

pada sistem MFC untuk menghasilkan energi listrik melalui proses penghancuran senyawa-

senyawa organik. Lumpur aktif adalah ekosistem yang komplek yang terdiri dari bakteri, protozoa,

virus, dan organisme-organisme lain. Lumpur aktif tersebut biasanya terdiri dari kombinasi bakteri

pengurai.

Basis penelitian yang digunakan adalah seberat satu kg pada masing masing chamber, yang

terdiri dari 16 chamber dengan variasi substrat sebagai sumber karbon dan lumpur lapindo sebagai

sumber bakteri. Variasi antara lumpur lapindo dan substrat yang dibuat antara lain; lumpur lapindo

100% (w/w), lumpur lapindo : substrat adalah 3:1 (w/w), 1:1 (w/w), dan 1:3 (w/w). Elektroda yang

digunakan adalah elektroda jenis carbon cloth termodifikasi ukuran 2 cm x 5 cm dengan ketebalan

3 mm (3F) dan 5 mm (5F). Elektorda carbon cloth digunakan karena memiliki konduktifitas tinggi,

luas permukaan yang besar sehingga memberikan kontak yang lebih besar pada permukaan fase,

dan pada akhirnya dapat mengurangi resistensi ohmik. Selain itu elektroda carbon cloth lebih

fleksibel dan sesuai untuk digunakan dalam berbagai sistem reaktor (Jenicek, 2015).

Modifikasi elektroda juga dilakukan dengan penambahan luas area. Dedak padi

mengandung silika yang tinggi (Agung, 2013), sehingga mampu dimanfaatkan untuk meningkatkan

Page 8: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

3

area kontak anoda. Sebelum digunakan, elektroda carbon cloth direndam dalam larutan NaOH 1

molar dan NaCl 0,3 molar, yang bertujuan untuk menghilangkan kontaminasi logam dan bahan

organik (Arya, 2018). Setelah itu, elektroda direndam dengan menggunakan dedak padi hingga akan

digunakan.

Kompartemen anoda diletakkan 3 cm diatas dasar chamber, guna menjaga kondisi anoda

dalam keadaan anaerobik, sebagai penghubung dan transfer elektron antara kompartemen anoda

dan katoda dipasang titanium wire (ti-wire), sekali seminggu dalam 6 minggu dilakukan

pengukuran tegangan (rangkaian paralel) dan kuat arus (rangkaian seri) menggunakan multimeter

analog. Beda halnya dengan anoda, sisi katoda dalam ditempatkan di atas permukaan substrat dan

berkontak dengan udara sehingga kondisi aerobik tempat berlangsungnya reaksi reduksi.

Tahapan mekanisme kerja single chamber microbial fuel cell pada penelitian ini secara

berurutan adalah sebagai berikut.

1. Bakteri penghasil listrik (electricigens) pada lumpur lapindo melakukan metabolisme yang

melibatkan limbah cair perikanan sebagai substrat sehingga menyebabkan degradasi senyawa

organik di kompartemen anoda. Metabolisme ini berlangsung secara anaerob yang

menghasilkan elektron (e-) dan proton (H+) dengan reaksi:

C6H12O6 + 6H2O 6CO2 + 24H+ + 24e− E0 = 0,01 V (1)

2. Elektron (e-) dan proton (H+) yang telah dihasilkan akan ditransfer ke kompartemen katoda

dengan mengikuti prinsip kerja sel volta. Elektron yang terbentuk dari reaksi tersebut

terakumulasi pada elektroda (carbon cloth) di kompartemen anoda. Perbedaan potensial antara

chamber anoda dan katoda menyebabkan aliran elektron yang dapat menghasilkan power

density. Aliran elektron tersebut mengalir melalui sirkuit elektroda dan ti-wire, sedangkan

proton (H+) melewati substrat dari kompartemen anoda menuju ke kompartemen katoda.

3. Elektron (e-) dan proton (H+) bereaksi dengan oksigen (O2) untuk membentuk air dengan reaksi

sebagai berikut :

O2 +4H+ + 4e−2H2O E0 = 1,29 V (2)

Namun, salah satu hambatan utama bagi bakteri untuk mengirimkan elektron secara eksogen

ke anoda adalah bahwa sebagian besar membran dan dinding sel mikroorganisme mengandung

bahan nonkonduktif, seperti lipid atau peptidoglikan (Lovley, 2006; Wen dkk., 2011). Ada beberapa

penelitian yang melaporkan bahwa kehadiran surfaktan tween 80 menghasilkan perubahan dalam

struktur membran sel untuk membentuk saluran trans-membran, mempengaruhi membran sel

dengan mengurangi resistansi, meningkatkan permeabilitas dan degradasi substrat dan dengan

mempercepat transportasi zat (Van Hamme dkk., 2006; Singh dkk., 2007).

II.2. Hasil Penelitian Pengukuran Potensial Listrik

Berikut adalah hasil pengukuran power density setiap 1 minggu sekali dalam kurun waktu

selama 6 minggu untuk berbagai variabel:

Page 9: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

4

Gambar II.1 Power density vs Waktu untuk setiap variabel

Keterangan Gambar II.1:

L : Lumpur

L 3:1 : Lumpur : substrat, 3:1

3F : Ketebalan elektroda carbon cloth 3 mm

5F : Ketebalan elektroda carbon cloth 5 mm

100 : Penambahan konsentrasi surfaktan 100 ppm

Dapat dilihat dari Gambar II.1 listrik yang dihasilkan secara umum mulanya rendah, hal

ini menandakan bahwasanya bakteri katalitik yang berperan dalam transfer elektron masih

beradaptasi dengan lingkungan yang baru dalam mendegradasi substrat yang ada (Logan, 2008),

kemudian mengalami kenaikan hingga minggu ke-2 dan ke-3, lalu terjadi penurunan power density

dan bersifat fluktuatif hingga mungkin pada minggu berikutnya semua kandungan organiknya telah

habis atau komunitas bakterinya yang berkurang dan menuju pada fase kematian yang

menyebabkan power densitynya terus menerus menurun. Menurut (Logan, 2006), pada sistem batch

dimana tidak ada substrat organik yang tersisa, maka produksi listrik yang dihasilkan akan menurun

karena tidak ada lagi senyawa yang dioksidasi.

Nilai tegangan listrik yang fluktuatif pada pengukuran listrik pada gambar di atas dapat

dimungkinkan karena interaksi dan kompetisi yang terjadi pada mikroorganisme di dalam lumpur

lapindo. Kefluktuatifan tersebut dapat juga dijelaskan bahwa peningkatan nilai elektrisitas yang

terukur diduga terjadi saat mikroorganisme sedang melakukan pemecahan substrat sederhana di

dalam limbah, sedangkan penurunan nilai elektrisitas dapat diduga disebabkan ketika

mikroorganisme sedang beradaptasi untuk memecah substrat yang lebih kompleks menjadi

sederhana dan juga penurunan dikarenakan sumber nutrisi (organik) didalam substrat semakin

berkurang (Ibrahim, 2014).

Dari Gambar II.1 disimpulkan bahwa power density terbesar adalah variabel L 1:1 5F 100

yaitu variabel dengan perbandingan lumpur dan limbah cair perikanan 1:1, elektroda carbon cloth

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 1 2 3 4 5 6

Pow

er D

ensi

ty (

mW

/m2 )

Waktu (Minggu)

L 3FL 5FL 3F 100L 5F 100L 3:1 3FL 3:1 5FL 3:1 3F 100L 3:1 5F 100L 1:1 3FL 1:1 5FL 1:1 3F 100L 1:1 5F 100L 1:3 3FL 1:3 5FL 1:3 3F 100L 1:3 5F 100

Page 10: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

5

dengan ketebalan 5 mm (5F), serta penambahan konsentrasi surfaktan 100 ppm, dimana power

density yang dihasilkan adalah 95,36 mW/m2 pada minggu ke 3 pengukuran listrik. Kemudian

diikuti perbandingan lumpur (culture source) dan substrat L 3:1 5F 100 ppm yang memiliki power

density 89,55 mW/m2, bahkan L 3:1 5F 100 ppm pernah menjadi yang tertinggi pada penelitian

sebelum minggu ke 3 namun setelah itu menurun secara perlahan – lahan hingga minggu ke 6. Dari

perbandingan itu dapat disimpulkan bahwa semakin besar perbandingan jumlah subsrat yang

ditambahkan terhadap bakteri maka power density yang dihasilkan akan meningkat. Namun, apabila

jumlah substrat lebih besar sehingga perbandingan substrat sebagai sumber karbon tiga kali lebih

banyak dari pada jumlah bakteri maka listrik yang dihasilkan tidak terlalu tinggi (lihat Gambar IV.

1 variabel L 1:3), pada variabel ini hanya dapat memberikan hasil power density tertinggi sebesar

53,76 mW/m2 pada minggu ke 3 yaitu pada variabel L 1:3 5F 100 ppm, sedangkan pada variabel

lumpur lapindo saja hanya memberikan power density tertinggi sebesar 30,82 mW/m2 yaitu pada

minggu ke 3. Kemampuan MFC dalam menghasilkan listrik bergantung pada reaksi elektrokimia

yang terjadi antara substrat organik berpotensial rendah dan penerima elektron akhir yang

berpotensial tinggi, yaitu oksigen. Sedangkan reaksi elektrokimia yang terjadi sangat bergantung

pada aktivitas bakteri itu sendiri. Aktivitas bakteri sangat bergantung pada konsentrasi bakteri, pH

kompartemen anoda, substrat, pembentukan biofilm, suhu serta modifikasi elektroda itu sendiri.

Gambar II.2 menunjukkan jumlah bakteri terhadap waktu untuk semua variabel.

Perhitungan jumlah bakteri ini menggunakan metode counting chamber dengan pengenceran

sebanyak 7 x hingga 8 x dan perbesaran mikroskop 400 x, di gambar tersebut terlihat bahwa L 1:3

5F 100 (lumpur: substrat 1:3), elektroda 5F, dan penambahan konsentrasi surfaktan 100 ppm)

menunjukkan jumlah bakteri yang relatif banyak dibanding bakteri pada variabel lainnya yaitu

dengan konsentrasi 2,9 x 1014 (sel/mL). Kemudian jumlah bakteri dengan perbandingan antara

lumpur lapindo: substrat 1:1, 3:1, dan lumpur lapindo 100%. Secara umum bakteri campuran antara

lumpur lapindo dan limbah cair perikanan memiliki konsentrasi yang lebih besar apabila

perbandingan limbah cair perikanan nya lebih besar, dapat juga disimpulkan bahwa bakteri didalam

limbah cair perikanan lebih banyak dari pada bakteri didalam lumpur lapindo.

Page 11: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

6

Gambar II.2 Jumlah Bakteri vs Waktu untuk setiap variabel

Dari pertumbuhan bakteri pada Gambar II.2 dan power density listrik pada Gambar II.1

dapat dilihat bahwa pada minggu ke 2 terdapat jumlah sel mikroorganisme yang paling tinggi.

Namun, hasil tertinggi power density yang dihasilkan terjadi pada minggu ke 3 (Gambar II.1). Hal

ini tentu tidak sesuai dengan teorinya, secara teoritis jumlah bakteri berbanding lurus dengan power

density yang dihasilkan. Ada beberapa kemungkinan kenapa hal tersebut dapat terjadi, dalam sistem

MFC pada penelitian ini, bakteri yang terhitung menggunakan teknik counting chamber tidak dapat

dibedakan antara bakteri electricigen dan non-electricigen, karena bakteri yang menempel pada

kompartemen anoda merupakan campuran kelimpahan bakteri yang terdiri dari lumpur lapindo dan

limbah cair perikanan, beda halnya apabila pada chamber digunakan suatu jenis bakteri electricigen

khusus yang ditambahkan pada fase log nya. Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan

(Puspitasari dan Fartati, 2019) semakin meningkatnya konsentrasi bakteri Shewanella oneidensis

MR-1 maka semakin meningkat pula produksi listrik yang dihasilkan. Disimpulkan bahwa

konsentrasi bakteri 1011 sel/ml baik tanpa atau dengan modifikasi mampu menghasilkan profil

listrik lebih tinggi dibandingkan konsentrasi 109 sel/ml.

Kecenderungan lain yang dapat dilihat pada Gambar II.1 diatas adalah umumnya

konsentrasi bakteri pada kompartemen anoda yang dihitung meningkat hingga minggu ke 2 namun

setelah itu jumlah bakteri mengalami penurunan hingga minggu selanjutnya. Hal ini dapat diduga

bahwasanya campuran bakteri pada kompartemen anoda sempat mengalami pertumbuhan jumlah

hingga minggu ke 2 karena ketersediaan nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri. Akan tetapi setelah

itu bakteri perlahan-lahan mati namun power density yang dihasilkan tidak menurun, diduga

bahwasanya bakteri yang mati adalah bakteri dari limbah cair perikanan yang tidak tahan terhadap

kondisi anaerobik pada kompartemen anoda. Dugaan tersebut dapat juga diamati melalui layar

mikroskop hemacytometer, terlihat pada minggu permulaan bentuk bakteri yang tumbuh adalah

bakteri berbentuk bulat dan koma serta bentuk jenis bakteri lainnya, namun pada minggu

selanjutnya hanya bakteri yang berbentuk bulat pada lumpur lapindo saja yang tersisa.

1.0E+133.0E+135.0E+137.0E+139.0E+131.1E+141.3E+141.5E+141.7E+141.9E+142.1E+142.3E+142.5E+142.7E+142.9E+14

0 1 2 3 4 5 6

Jum

lah B

akte

ri (

Sel

/mL

)

Waktu (Minggu)

L 3F

L 5F

L 3F 100

L 5F 100

L 3:1 3F

L 3:1 5F

L 3:1 3F100L 3:1 5F100

Page 12: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

7

Selain itu juga dapat dijelaskan pada Gambar II.3 berikut bahwasanya bakteri pada sampel

dengan lumpur lapindo 100% mengalami kenaikan dan penurunan dari minggu ke 0 hingga minggu

ke 6. Berbeda dengan bakteri campuran limbah ikan dan lumpur lapindo yang pada minggu ke 2

hingga ke 6 cenderung turun.

Gambar II.3 Jumlah Bakteri vs Waktu pada lumpur lapindo 100%

Selain konsentrasi bakteri, kondisi derajat keasaman atau pH juga sangat berpengaruh

terhadap produksi listrik yang dihasilkan hal ini dikarenakan populasi bakteri pengurai sangat

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yaitu pH. Sementara di penelitian ini, bakteri yang digunakan

adalah bakteri dari lumpur lapindo, menurut (Juniawan, 2013) parameter pH pada lumpur lapindo

adalah 6,6-7, diperkirakan bakteri dalam penelitian ini dapat hidup pada pH yang sama dengan

lumpur lapindo itu sendiri. Adanya reaksi pembentukan H+ pada kompartemen anoda diperkirakan

akan menaikkan pH sistem, namun pada SCMFC pH cenderung netral dan tidak mengalami

penurunan atau kenaikan yang signifikan, dengan nilai pH berkisar di rentang angka 6,7 – 7,5 yang

artinya pH tersebut optimal untuk sistem. Hal ini dapat dijelaskan karena pergerakan H+ dan e-

didalam chamber sebagaimana yang telah dijelaskan pada reaksi (1) dan (2) pada bab ini.

Pembentukan biofilm juga turut mempengaruhi produksi listrik MFC. Pada proses

pengolahan awal, energi yang dihasilkan dari metabolisme bakteri sebagian besar digunakan untuk

membentuk biofilm. Sel – sel teradsorbsi dipermukaan media kemudian tumbuh, berkembang biak

dan menghasilkan Extracellular Polymeric Substance (EPS) untuk membentuk biofilm. Elektroda

karbon pada kompartemen anoda MFCs juga berperan menjadi media lekat bagi mikroorganisme

untuk membentuk biofilm (Purwono, 2015). Bakteri dapat mati disekitar biofilm baik di lapisan

dalam maupun di lapisan luar. Substrat juga tidak mampu menembus lapisan tersebut, sehingga

bakteri didalam lapisan biofilm tidak mendapatkan substrat untuk melakukan metabolisme. Apabila

permukaan elektroda sudah dipenuhi oleh biofilm, jumlah elektron yang dapat ditransfer ke

1.0E+13

2.0E+13

3.0E+13

4.0E+13

5.0E+13

0 1 2 3 4 5 6

Jum

lah B

akte

ri (

Sel

/mL

)

Waktu (Minggu)

L 3F

L 5F

L 3F 100

L 5F 100

Page 13: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

8

elektroda akan sedikit sehingga terjadi penurunan arus listrik yang berdampak pada penurunan

power density (Kim dkk, 2003).

Berdasarkan kinetika bakteri, transfer massa proton melalui elektrolit dan laju reaksi

oksigen pada katoda yang akan menentukan performa MFCs dan semuanya secara tidak langsung

akan tergantung pada temperatur. Biasanya konstanta reaksi biokimia meningkat setiap kenaikan

temperatur 10oC sampai tercapai temperatur optimal. Sebagian besar penelitian MFCs dilakukan

pada temperatur 27-35 ᵒC (Liu, 2008). Sementara pada penelitian ini, suhu sistem berada di dalam

rentang 27 – 33 oC yang artinya suhu sistem tidak terlalu mempengaruhi kinerja MFCs secara

keseluruhan.

II.3 Degradasi BOD dan COD terhadap waktu pada proses MFC

BOD atau (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand)

merupakan suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung

dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat terurai (Mays, 1996).

Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah oleh mikroorganisme, apabila suatu badan air

tercemar oleh bahan organik maka mikroba yang ada dalam perairan akan memanfaatkan oksigen

terlarut dalam air selama proses penguraian bahan organik berlangsung, sehingga mengakibatkan

semakin menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air dan dapat menimbulkan kematian pada biota

air lainnya karena kondisi air menjadi anaerobik. Biasanya ditandai dengan timbulnya bau busuk.

Gambar II.4 Presentase degradasi BOD dan COD lumpur 100 %

Pengamatan secara fisik pada limbah industri perikanan dilakukan, bahwasanya pada

minggu pertama, bau busuk yang dikeluarkan limbah ikan sudah mulai berkurang, kemudian dari

segi warna, warna kuning kecoklatan pada limbah ikan sudah mulai agak jernih. Penurunan beban

organik BOD dan COD pada penilitian ini pada masing –masing sampel dapat dilihat pada Gambar

II.4, II.5, II.6, dan II.7 berikut:

Per

sen

tase

Deg

rad

asi B

OD

Per

sen

tase

Deg

rad

asi

CO

D

Page 14: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

9

Gambar II.5 Presentase degradasi BOD dan COD lumpur : limbah cair ikan 3:1

Gambar II.6 Presentase degradasi BOD dan COD lumpur : limbah cair ikan 1:1

Gambar II.7 Presentase degradasi BOD dan COD lumpur : limbah cair ikan 1:3

Page 15: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

10

Secara keseluruhan dari variabel penelitian ini hasil uji menunjukkan perbedaan penurunan

kandungan BOD dan COD dari t0 hingga t6 pada chamber dengan segala perlakuan (perbandingan

lumpur dan substrat, penambahan surfaktan, dan perbedaan ketebalan elektroda). Pada periode

akhir penelitian semua variabel tersebut sudah memenuhi syarat baku mutu sesuai dengan Peraturan

Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang batas minimal limbah cair perikanan

dengan kegiatan industri pembekuan, baik itu batas minimal BOD 100 mg/L ataupun COD 200

mg/L.

Penurunan kadar COD terbesar adalah pada variabel L 3:1 5F 100, dengan kadar removal

sebesar 94,1% pada minggu ke 6, bahkan pada minggu ke 3 kadar removal variabel ini sudah

mencapai 91,7 %. Penurunan COD mengindikasikan terjadinya proses bioremediasi pada lumpur

Lapindo yang mendukung konsep pemanfaatan unsur organik oleh mikroba untuk proses oksidasi

(Nair dkk, 2013). Penurunan kadar BOD terbesar adalah pada variabel L 3:1 5F, dengan kadar

removal sebesar 82,2% pada minggu ke 3 dan pada akhir periode sebesar 92,2. Hal ini menunjukkan

adanya aktifitas mikroba dalam menguraikan unsur organik yang terdapat di dalam substrat lumpur

Lapindo.

Variabel L 3:1 5F (baik tanpa penambahan surfaktan maupun dengan penambahan

surfaktan 100 ppm) ternyata memberikan hasil removal beban organik yang terbaik, hal ini dapat

dijelaskan karena sumber mikroba (electricigens) dari lumpur lapindo pada chamber lebih banyak

dari pada substrat organiknya (750 g: 250 g). Semakin tinggi konsentrasi bakteri setiap ml nya,

maka semakin banyak bakteri yang mendegradasi substrat, sehingga nilai COD dan BOD nya juga

akan semakin rendah.

Variabel L 1:1 5F 100, meskipun memproduksi listrik yang lebih tinggi dari pada variabel

lain akan tetapi persen removal sebesar 91,5 % untuk COD dan 84,4 % untuk BOD, hal ini tentu

saja karena substrat organik yang terdapat pada chamber lebih besar dari pada L 3:1, selain itu

jumlah bakterinya juga lebih sedikit. Pada lumpur lapindo 100%, meskipun persen removal COD

nya hanya 19,3% dan BOD 25,9% namun kadar organik nya sudah sangat sedikit yaitu: 19,36 mg/L

COD dan 12,11 mg/L BOD. Dapat disimpulkan penambahan lumpur sangat efektif dalam

penurunan BOD dan COD. Dilihat dari hasil analisa BOD dan COD 3:1 5F 100 ppm dengan kadar

removal sebesar 94,1% pada minggu ke 6. Tetapi untuk produksi listrik yang terbaik pada

perbandingan 1:1 5F 100, dikarenakan sumber karbon yang lebih banyak dan perbandingan sumber

karbon dan substart bakternya seimbang. Untuk perbandingan 1:3 produksi listrik lebih sedikit

karna jumlah bakteri /perbandingan lumpur sedikit sehingga transfer electron oleh bakteri

elektricigent tidak semaksimal 3:1.

II.4 Pengaruh Penggunaan Elektroda Jenis 3F dan 5F

Pada penelitian yang telah dilakukan, digunakan jenis carbon cloth 3F (ketebalan 3 mm)

dan carbon cloth 5F (ketebalan 5 mm) untuk mengetahui bagaimana pengaruh ketebalan elektroda

terhadap power density yang dihasilkan. Berdasarkan Gambar II.1 menunjukkan bahwa elektroda

5F memberikan hasil power density yang lebih besar dibandingkan 3F. Perbandingan elektroda 3F

dan 5F dalam menghasilkan listrik ditunjukkan pada Gambar II.4 dan Gambar II.5 secara

berturut - turut.

Page 16: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

11

Gambar II.8 Hubungan Power Density vs Waktu elektroda 3F

Gambar II.9 Hubungan Power Density vs Waktu elektroda 5F

Dapat diketahui bahwa elektroda 5F menghasilkan power density yang lebih besar

dibandingkan dengan elektroda 3F. Hal ini dapat terjadi karena elektroda 5F memiliki ketebalan

yang lebih besar dari pada elektroda 3F, sehingga elektroda 5F memiliki luas permukaan yang lebih

besar. Elektroda 5F memiliki luas permukaan 27,0 cm2, sedangkan elektroda 3F memiliki luas

permukaan 24,2 cm2. Luas permukaan tersebut merupakan perhitungan permukaan elektroda saja

tanpa luas permukaan pada rongga bagian dalam elektroda, dengan mengasumsikan luas permukaan

tersebut sudah termasuk perhitungan pada rongga bagian dalam elektroda. Semakin luas permukaan

elektroda, maka power density yang dihasilkan akan semakin besar pula. Hal ini dikarenakan

semakin banyak elektron yang dapat ditransfer menuju elektroda dan mengalir menuju

kompartemen katoda.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 1 2 3 4 5 6

Pow

er D

ensi

ty (

mW

/m2

)

Waktu (Minggu)

L 3F

L 3F 100

L 3:1 3F

L 3:1 3F 100

L 1:1 3F

L 1:1 3F 100

L 1:3 3F

L 1:3 3F 100

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 1 2 3 4 5 6

Pow

er D

ensi

ty (

mW

/m2

)

Waktu (Minggu)

L 5F

L 5F 100

L 3:1 5F

L 3:1 5F 100

L 1:1 5F

L 1:1 5F 100

L 1:3 5F

L 1:3 5F 100

Page 17: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

12

Begitu juga dengan kadar BOD dan COD yang dapat dilihat pada Gambar II.4 – II.7,

bahwa terlihat pada gambar, semua penurunan kadar BOD dan COD terbesar adalah pada elektroda

dengan ketebalan sebesar 5 mm (5F). Hal ini tentu sebanding dengan produksi listrik yang

dihasilkan, karena semakin banyak kandungan organik yang terdegradasi maka semakin banyak

produksi listrik yang dihasilkan oleh mikroba electricigens, karena semakin besarnya luas

permukaan elektroda maka semakin banyak bakteri yang melekat pada kompartmen anoda yang

berguna untuk mendegradasi substrat dan menghasilkan listrik

Permukaan dan morfologi anoda merupakan parameter penting dalam MFC. Permukaan

anoda yang kasar mempercepat pelekatan bakteri. Karenanya, power density pada anoda kasar

secara signifikan lebih tinggi dari pada anoda halus (Michaelidou dkk., 2011). Porositas dan surface

area memastikan aksesibilitas mikroorganisme ke elektroda. Secara umum, porositas yang

diperluas menghasilkan area permukaan yang tinggi dari bahan elektroda. Area permukaan yang

tinggi menyediakan lebih banyak ruang bagi mikroorganisme untuk bergerak secara efektif pada

anoda. Peningkatan luas permukaan elektroda juga dapat meminimalkan resistansi internal sistem

MFC (Kumar dkk., 2013), sehingga meningkatkan kinerja MFC. Hal ini juga menjadi alasan

penggunaan dedak padi dalam modifikasi elektroda yang dapat memberikan porositas dan luas

permukaan yang luas dikarenakan bakteri lebih cepat menempel pada permukaan anoda yang kasar.

II.4 Pengaruh Penambahan Surfaktan Tween 80

Pada penelitian ini surfaktan jenis nonionik surfaktan digunakan polysorbate 80 (Tween®

80). Polisorbat 80 atau yang biasa dikenal dengan Tween® 80, C64H124O26 adalah surfaktan

nonionik kental yang larut dalam air, mengandung kelompok kepala hidrofilik polioksietilena

sorbitan dan ekornya disusun oleh monooleat atau yang biasa dikenal dengan asam oleat, kelompok

alkil hidrofobik (Shen dkk., 2011). Berat molekulnya adalah 1310 g mol-1 dan CMC-nya dalam air

murni 15,72 mg L-1 (Chou dkk., 2005).

Surfaktan (surface active agent) merupakan molekul-molekul yang mengandung gugus

hidrofilik (suka air) dan gugus lipofilik (suka minyak/lemak) pada molekul yang sama (Sheat dan

Foster, 1997). Sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan

adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya.

Molekul surfaktan yang suka akan air (hidrofilik) merupakan bagian polar dan molekul yang suka

akan minyak/lemak (lipofilik) merupakan bagian non polar. Bagian polar molekul surfaktan dapat

bermuatan positif, negatif atau netral. Umumnya bagian non polar (lipofilik) merupakan rantai alkil

yang panjang, sedangkan bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil (Gambar

II.10).

Page 18: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

13

Gambar II.10. Cara kerja surfaktan didalam larutan

Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air,

minyak-air, dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase

air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase

minyak. Pada Limbah cair perikanan terkandung sejumlah protein dan lemak atau minyak sehingga

menyebabkan bau busuk yang keluar dari limbah tersebut (Ibrahim, 2014). Surfaktan berguna untuk

membentuk emulsi oli-air yang stabil secara termodinamik dalam air limbah berminyak (Hwang,

2019), meningkatkan bioavailabilitas komponen berminyak. Studi terbaru menguji lima jenis

surfaktan yang berbeda untuk meningkatkan bioavailabilitas hidrokarbon minyak bumi di tanah,

perbedaan karakteristik surfaktan menghasilkan produksi listrik yang berbeda-beda.

Gambar II.11 Hubungan Power Density vs Waktu tanpa penambahan surfaktan

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 1 2 3 4 5 6

Pow

er D

ensi

ty (

mW

/m2

)

Waktu (Minggu)

L 3F

L 5F

L 3:1 3F

L 3:1 5F

L 1:1 3F

L 1:1 5F

L 1:3 3F

L 1:3 5F

Page 19: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

14

Gambar II.12 Hubungan Power Density vs Waktu dengan penambahan surfaktan 100 ppm

Dari Gambar II.11 dan II.12 terlihat bahwasanya penambahan surfaktan tween 80 dapat

meningkatkan power density, peningkatan terbesar dapat diamati pada variabel L 3:1 5F dan L 3:1

5F 100, dengan perbandingan yang sama yaitu jumlah lumpur lapindo dan limbah cair perikanan

3:1, serta ukuran ketebelan elektrodan carbon cloth sebesar 5 mm, pada variabel yang dibandingkan

dengan penambahan konsentrasi surfaktan 100 ppm pada chamber meningkatkan produksi listrik

hampir empat kali lipat dari 28,04 mW/m2 pada L 3:1 F menjadi 89,55 mW/m2 pada L 3:1 5F 100

ppm. Adanya peningkatan daya dikaitkan dengan peningkatan luas permukaan anoda untuk bakteri

aktif apabila ditambah surfaktan, biokompatibilitas yang lebih baik, mengurangi resistensi dan

meningkatkan kecepatan transfer electron dari bakteri aktif ke anoda. Transfer electron yang

meningkat dari bakteri aktif ke anoda disebabkan oleh gaya adhesi. Gaya adhesi dipengaruhi oleh

interaksi hidrofilik dan hidrofobik, adhesi dari ekor hidrofobik dari surfaktan meningkakan sifat

hidrofilik dari anoda. Sifat hidrofilik dari permukaan anoda tidak hanya membuat permukaan anoda

lebih mudah diaskses oleh bakteri aktif tetapi juga membuatnya mudah untuk membentuk ikatan

hydrogen yang melekat.

Begitu juga dengan kadar BOD dan COD yang dapat dilihat pada Gambar II.4-II.7,

bahwasanya terlihat pada gambar, hampir semua penurunan kadar BOD dan COD terbesar adalah

karena adanya pengaruh penambahan surfaktan tween 80. Efek penambahan surfaktan tween 80

juga dapat dilihat pada variabel 3:1 5F 100 dan 3:1 5F. Pada variabel 3:1 5F nilai removal BOD

lebih besar dari pada nilai removal BOD 3:1 5F 100, namun nilai removal COD nya lebih rendah.

Hal ini dikarenakan surfaktan tween 80 membantu meningkatkan bioavailibilitas limbah yang

mengandung lemak atau minyak, dapat membentuk emulsi minyak dalam air yang stabil secara

termodinamik dalam air limbah berminyak, mengurangi tegangan permukaan yang mengarah pada

stabilitas emulsi untuk mempermudah komponen lemak atau minyak terdegradasi (Hwang, 2019).

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 1 2 3 4 5 6

Pow

er D

ensi

ty (

mW

/m2

)

Waktu (Minggu)

L 3F 100

L 5F 100

L 3:1 3F 100

L 3:1 5F 100

L 1:1 3F 100

L 1:1 5F 100

L 1:3 3F 100

L 1:3 5F 100

Page 20: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

15

Kandungan lemak dan minyak pada limbah cair ikan pada penelitian ini adalah 27 mg/L

(Environment Lab. Sidoarjo, 2019).

Salah satu hambatan utama bagi bakteri untuk mengirimkan elektron secara eksogen ke

anoda adalah bahwa sebagian besar membran dan dinding sel mikroorganisme mengandung bahan

nonkonduktif, seperti lipid atau peptidoglikan (Lovley, 2006; Wen et al., 2011). Sedangkan

Elektron harus ditransfer melalui membrane sel ke anoda untuk menghasilkan arus, namun transfer

electron melalui membrane sel ditentukan oleh komposisi dan kinerja membrane. Ada beberapa

penelitian yang melaporkan bahwa kehadiran surfaktan menghasilkan perubahan dalam struktur

membran sel untuk membentuk saluran trans-membran, mempengaruhi membran sel dengan

mengurangi resistansi, meningkatkan permeabilitas membrane sehingga dapat mempercepat dan

mempermudah meloloskan sejumlah elektron yang menebus /melaluinya dan degradasi substrat dan

dengan mempercepat transportasi zat (Van Hamme dkk. 2006; Singh dkk. 2007).

(Wen dkk., 2011) meneliti efek surfaktan terhadap kinerja MFC, membuktikan bahwa

penggunaan surfaktan nonionik tween 80 dalam MFC katoda udara meningkatkan produksi daya

secara signifikan dari 21,5 W/ m3 tanpa surfaktan menjadi 187 W/m3 setelah penambahan surfaktan.

Dalam studi lain menggunakan beberapa surfaktan nonionik, Tween 80 mencapai nilai kepadatan

sel tertinggi dan laju pertumbuhan spesifik maksimum (Van Hamme dkk., 2006).

Sifat menakjubkan surfaktan dan pengaruhnya terhadap membran sel menjadikannya

kelompok bahan kimia yang menarik untuk dipelajari dalam MFC untuk mengevaluasi efeknya

terhadap laju transfer elektron dari sel ke anoda dan sebagai konsekuensi dalam daya yang

dihasilkan oleh MFC (Wen dkk., 2011).

Gambar II.13 Skema pembentukan emulsi yang terdegradasi dari air limbah berminyak

Page 21: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

16

II.5 Hubungan antara BOD dengan Power Density

Gambar II.14 Power density vs Waktu untuk setiap variabel

Gambar II.15 BOD vs Waktu untuk setiap variabel

Dapat dilihat dari Gambar II.14 dan Gambar II.15 bahwa power density yang dihasilkan

secara umum mulanya rendah, hal ini menunjukan bahwa bakteri katalitik yang berperan dalam

transfer elektron masih beradaptasi dengan lingkungan dan tahap awal bakteri mulai mendegradasi

substrat, dan dapat dilihat pada Gambar II.13 yang menandakan BOD pada setiap variabel masih

tinggi dimana bakteri tersebut belum mendegradasi kandungan organik yang ada didalam substrat.

Pada minggu ketiga pengukuran listrik didapatka power density terbesar pada variabel 1:1 5F 100

yaitu variabel dengan perbandingan lumpur dan limbah cair perikanan 1:1 elektroda carbon cloth

dengan ketebalan 5 mm (5F) serta penambahan konsentrasi surfaktan 100 ppm, dimana power

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 1 2 3 4 5 6

Pow

er D

ensi

ty (

mW

/m2 )

Waktu (Minggu)

L 3F

L 5F

L 3F 100

L 5F 100

L 3:1 3F

L 3:1 5F

L 3:1 3F100

0

100

200

300

400

0 3 6

BO

D (

mg

/l)

Waktu (Minggu)

L 3F (non S)

L 5F (non S)

L 3F (100 ppm)

L 5F (100 ppm)

L 3:1 3F (non S)

L 3:1 5F (non S)

L 3:1 3F (100 ppm)

L 3:1 5F (100)

L 1:1 3F (non S)

L1:1 5F (non S)

L 1:1 3F (100 ppm)

L 1:1 5F (100 ppm)

L 1:3 3F (non S)

L 1:3 5F (non S)

L 1:3 5F ( 100 ppm)

Page 22: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

17

density yang dihasilkan adalah 95,36 mW/m. Sedangkan untuk penurunan BOD terbesar adalah

pada minggu ketiga setelah bakteri mendegradasi senyawa organik yang terkandung pada substrat

yaitu pada variabel perbandingan lumpur dan limbah cair perikanan (3:1) dengan elektroda 5F dan

penambahan surfaktan 100 ppm. Dengan BOD awal 316,46 mg/L turun menjadi 50,13 mg/L pada

minggu ke tiga dan 25, 18 mg/L pada minggu ke enam. Meskipun secara teori peningkatan power

density berbanding lurus dengan penurunan beban organik tetapi pada penelitian ini hasil yang

didapatkan berbeda, hal ini mungkin dikarenakan variabel L 1:1 5F 100, meskipun memproduksi

listrik yang lebih tinggi dari pada variabel lain akan tetapi hanya terremoval sebesar 91,5 % untuk

COD dan 84,4 % untuk BOD, hal ini disebabkan substrat organik yang terdapat pada chamber lebih

besar dari pada L 3:1, sehingga perbandingan optimumnya di 1:1 lebih besar peningkatan power

densitynya tetapi belum maksimal di penurunan degradasinya, selain itu jumlah bakterinya juga

lebih sedikit. Sedangkan variabel L 3:1 5F (baik tanpa penambahan surfaktan maupun dengan

penambahan surfaktan 100 ppm) ternyata memberikan hasil penurunan beban organik yang terbaik,

dengan penurunan BOD yang besar, hal ini dapat dijelaskan karena sumber mikroba (electricigens)

dari lumpur lapindo pada chamber lebih banyak dari pada substrat organiknya (750 g: 250 g).

Sehingga bakteri tersebut dapat mendegradasi substrat organik yang tersedia didalam chamber

tersebut sehingga menghasilkan penurunan BOD yang relatif lebih maksimal. Tetapi untuk

perbandingan L 3:1 5F 100 ppm removal dengan L 1:1 5F untuk penurunan degradasinya tidak

terlalu signifikan perbedaannya. Dengan BOD awal untuk L 3:1 5F 100 ppm 316,46 mg/L turun

menjadi 50,13 mg/L pada minggu ke tiga dan 25, 18 mg/L pada minggu ke enam, dengan persentase

removal 84,4 %. Sedangkan untuk L 1:1 5F dengan BOD awal 304 mg/L turun menjadi 61,11 mg/L

dengan presentase removalnya 81,3 %. Untuk Semakin tinggi konsentrasi bakteri setiap ml nya,

maka semakin banyak bakteri yang mendegradasi substrat, sehingga nilai COD dan BOD nya juga

akan semakin rendah. Pada lumpur lapindo 100%, meskipun persen removal COD nya hanya 19,3%

dan BOD 25,9% namun kadar organik nya sudah sangat sedikit yaitu: 19,36 mg/L COD dan 12,11

mg/L BOD.

Page 23: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

18

BAB III STATUS LUARAN

Tabel III.1 Tabel Status Luaran

No Judul Artikel Nama Jurnal Status Kemajuan*)

1 Microbial Community and

Performance Analysis of Lapindo

Mud as Culture Source on Single

Chamber Microbial Fuel Cell using

Fishery Wastewater

Journal of Engineering

and Technological

Sciences (Q2)

Submitted

Page 24: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

19

BAB IV PERAN MITRA (UntukPenelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi)

- Dalam penelitian ini, terdapat Mitra dari Prof. Masato Tominaga dari Saga University, terkait

dengan carbon cloth yang digunakan sebagai elektroda dari system Microbial Fuel Cell.

Page 25: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

20

BAB V KENDALA PELAKSANAAN PENELITIAN

Dalam penelitian terdapat kendala yaitu tidak bisa dianalisa sequence 16S DNA/ RNA karena

sample mengandung minyak yang berasal dari limbah perikanan.

Page 26: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

21

BAB VI RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA

Rencana Tahapan Selanjutnya adalah publikasi

Page 27: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

22

BAB VII DAFTAR PUSTAKA

Adith dan Ricki. 2018. Pemanfaatan Lumpur Lapindo sebagai Culture Source Guna Menghasilkan

Biolistrik dengan Menggunakan Microbial Fuel Cells (mfcs) dan Analisa Komunitas

Mikroba

Agung, F., 2013. Ekstraksi Silika dari Abu Sekam Padi dengan Pelarut KOH, Konversi, 2 (1), pp.

1-8.

Ahmad, H., Kamarudin, S. K., Hasran, U. A., & Daud, W. R. W. (2010), “Overview of Hybrid

Membranes for Direct-Methanol Fuel–Cell Applications”,

Arisandi, P. 2006. Menebar bencana lumpur di Kali Porong. Ecological Observation And Wetlands

Conservation

Aulia dan Gusti ,2016. Pengaruh Optical Density Bakteri Bacillus Subtilis Terhadap

Efisiesi Listrik Microbial Fuel Celslls.Departement Chemical Engineering, Uiversity State

Surabaya.

Allen RM dan Bennetto HP, 1993. Microbial Fuel Cells: Electricity Production from

Carbohydrates. J. Appl. Biochem.Biotechnol, 39: 27-40.

Cae, Kyu-Jung., Choi Mi-Jin., Lee, Jin-Wook., Kim, Kyoung-Yeol., Kim, In S. 2009. “Effect of

different substrates on the performance, bacterial diversity, and bacterial viability in

microbial fuel cells”. Gwangju Institute of Science and Technology ; Elsevier.

Chandrasekhar, K., dan Venkata Mohan, S., 2014. Bio-Electrohydrolysis As A Pretreatment

Strategy To Catabolize Complex Food Waste In Closed Circuitry, 39(22), pp. 11411–

11422.

Cholid. 2007. Pengolahan Limbah Industri Pengolahan Ikan Dengan Teknologi Gabungan. Balai

Besar Teknologi Pencemaran Industri

Chou, D.K., Krishnamurthy, R., Randolph, T.W., Carpenter, J.F., Manning, M.C., 2005.

Effects of Tween 20® and Tween 80® on the stability of Albutropin during

agitation. J. Pharm. Sci. 94, 1368-1381.

David. 2014. Study Pendahuluan Pemanfaatan Whey Tahu Sebagai Substrat dan Efek Luas

Permukaan Elektroda Terhadap Sistem MFCs. Journal Sains dan Matematika

Dena Y, Rebaay H. 2018. Effect Of Vitamin And Cells Contruction On Activity Of Microbial Fuel

Cell. Journal of genetic Engineering and Biotechnoloy

Guo, K., D.J. Hassett dan T. Gu. 2012. Microbial Fuel Cells in Power Generation and Extended

Applications. Adv Biochem Engin/Biotechnol. 128, pp. 165–197

Goff, H., 1997. Colloidal aspects of ice cream—A review. International Dairy Journal

7, 363-373.

Page 28: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

23

Hoogers, G. 2002. Fuel Cell Technology Handbook.

Ibrahim B, Salamah E, Alwinsyah R. 2014. Pembangkit biolistrik dari limbah cair industri

perikanan menggunakan Microbial Fuel cell dengan jumlah elektroda yang berbeda. Jurnal

Dinamika Maritim. 4 (1): 1-9.

Ibrahim B,Erungan.2009. Nilai Parameter Bikinetika Proses Denitrifikasi Limbah Cair Industri

Perikanan Pada Rasio COD/TKN Yang Berbena. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan

Indonesia (12:2); 154-166.

Ibrahim B, Suptijah P, Adjani ZN. (2017). Kinerja Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik Dengan

Perbedaan Jenis Elektroda Pada Limbah Cair Industri Perikanan. Jurnal Pengolahan Hasil

Perikanan Indonesia. 20(2): 296-304.

Ibrahim B, Trilaksani W, Apriyani D. 2013. Potensi Biolistrik Dari Limbah Cair Industri Perikanan

Dengan Microbial Fuel Cell Satu Bejana. Jurnal Dinamika Maritim. 3(2): 45-55.

Ibrahim B. 2005. Kaji Ulang Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Hasil Perikanan Secara

Biologis Dengan Lumpur Aktif. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 8(1): 31-41

Idham F, Halimi S, dan Latifah S. 2009. Alternatif Baru Sumber Pembangkit Listrik dengan

Menggunakan Sedimen Laut Tropika Melalui Teknologi Microbial Fuel Cell. Bogor:

Teknologi Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor.

Jenicek. 2015. High Performance Acivated Carbon/Carbon Cloth Chatodes For Microbial Fuel

Cells. Biological and Ecological Engineering. Corvallis.97331 USA.

Juniawan, A., Rumhayati, B. dan Ismuyanto, B., 2013. Karakteristik Lumpur Lapindo Dan

Fluktuasi Logam Berat Pb Dan Cu Pada Sungai Porong Dan Aloo. Sains dan Terapan

Kimia, 7(1), pp. 50-59

Kim, B.H, Chang I.S, Gil, G.C, Park H.S, Kim H.J., 2003. Novel BOD sensor using mediatorless

microbial fuel cell. Biotechnol. Lett. 25, pp. 541–545.

Lai, Janice. 1999. Automated Cell Counting and Characterization. Stanford, CA: Departement of

Mechanical Engineering Stanford University.

Li, Zhongjian, Xingwang Zhang dan Lecheng Lei., 2008. Electricity Production During The

Treatment of Real Electriplating Containing Cr6+ Using Microbial Fuel Cell. Process

Biochemistry, 43, pp. 1352 – 1358.

Page 29: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

24

Liu. H. 2008. Microbial Fuel Cells: Novel Anaerobic Biotechnology for Energy Generation From

Wastewater. Anaerobic Biotechnology for Bioenergy Production: Principle and

Appllication S.K. Khanal lowa, Blackwell Publshing: 221-243

Logan E. Bruce, Bert Hamelers, Rene R, Uwe S, Jurg K, Stefano F, Peter A, Willy V dan K.

Rabaey., 2006. Microbial Fuel Cells: Methodology And Technology. 40 (17), pp. 14000-

14006

Lovley, D. R., 2006. Bug juice: harvesting electricity with microorganisms. [Erratum to document

cited in CA145:079425]. Nat. Rev. Microbiol., 4, 797.

Novitasari, Deni., 2011. Opimalisasi Kinerja Microbial Fuel Cell (MFC) untuk Produksi Energi

Listrik Menggunakan Bakteri Lactobacillus bulgaricus. Skripsi. Departemen Teknik Kimia

FT Universitas Indonesia

Park, D., dan Zeikus, J., 2002. Impact of electrode composition on electricity generation in a single-

compartment fuel cell using Shewanella putrefaciens. Applied Microbiology and

Biotechnology, 59(1), pp. 58–61.

Peraturan Pemerintah Lingkungan Hidup No 5 tahun 2014. Tentang Baku Mutu Kegiatan

Pengolahan Ikan

Priambodo G. 2011. Technical and social impacts of wastewater from fish processing industry in

kota muncar of indonesia. JATES 1(1): 1-17.

Reddy, L. V., Pradeep Kumar, S., dan Wee, Y.-J., 2010. Microbial Fuel Cells (Mfcs) -A Novel

Source Of Energy For New Millennium. Current Research, Technology And Education

Topics In Applied Microbiology And Microbial Biotechnology, pp. 956–964.

Rieger MM. 1985. Surfactant in Cosmetics. Surfactant Science Series. New York: Marcel Dekker,

Inc.

Ringeisen, Bradley & Ray, Ricky & Little, Brenda., 2007. A miniature microbial fuel cell operating

with an aerobic anode chamber. Journal of Power Sources. 165. 591-597.

Shukla AK, Suresh P, Berchmans S, dan Rajendran A. 2004. Biological fuel cells and their

applications. J. Current Science, 87, pp. 455-468.

Sheats, W. Brad dan Norman C. Foster. 1997. Concentrated Products from Methyl Ester

Sulfonates.(http://www.chemiton.com/papers_brochures./Concentrated_Products.doc.pdf)

Singh, A., Vanhamme, J., Ward, O., 2007. Surfactants in microbiology and biotechnology: Part 2.

Application aspects. Biotechnology Advances 25, 99-

121.

Page 30: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

25

Suhada, Hendrata. 2001. Fuel Cell Sebagai Penghasil Energi Abad 21. Jurnal Teknik

Supriningsih, Dwi. 2010. Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) sebagai Surfaktan untuk EOR.

Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.

Swasono, 2012. Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida Dari Glukosa Dan Dodekanol Dengan

Katalis Asam. Jurnal Teknik Kimia Usu.

Van Hamme JD, Word OP. 2006. Influence of Chemical Surfactants on the Biodegradation of

Crude Oil by Mixed Bacteria Culture. Can J Mikrobiol, 45: 130-7.

Wangsit. 2018. Degradasi Stillage Dengan Menggunakan Teknologi Microbial Fuel Cells Yang

Memanfaatkan Lumpur Lapindo Sebagai Culture Source Dan Pengaruhnya Kepada Power

Density Yang Dihasilkan.

Xuboujun, Fei, He, Zhen, Ge, Zheng. 2015. “Using Microbial Fuel Cells to Treat Raw Sludge and

Primary Effluent for Bioelectricity Generation”. Department of Civil Engineering and

Mechanics; University of Wisconsin - Milwaukee.

Page 31: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

26

BAB VIII LAMPIRAN

- LAMPIRAN 1 Tabel Daftar Luaran

Program : Penelitian

Nama Ketua Tim : Dr.Eng. R. Darmawan, ST., MT.

Judul : Pengaruh Penambahan Surfaktan Tween 80 Pada Produksi

Biolistrik Dan Degradasi Limbah Cair Perikanan

Menggunakan Teknologi Microbial Fuel Cells Single

Chamber (MFC-SC)

1.Artikel Jurnal

No Judul Artikel Nama Jurnal Status Kemajuan*)

Microbial Community and

Performance Analysis of Lapindo

Mud as Culture Source on Single

Chamber Microbial Fuel Cell using

Fishery Wastewater

Journal of Engineering

and Technological

Sciences

Draft

*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review, accepted, published

2. Artikel Konferensi

No Judul Artikel Nama Konferensi (Nama

Penyelenggara, Tempat,

Tanggal)

Status Kemajuan*)

*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review, accepted, presented

3. Paten

No Judul Usulan Paten Status Kemajuan

*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review

4. Buku

No Judul Buku (Rencana) Penerbit Status Kemajuan*)

*) Status kemajuan: Persiapan, under review, published

5. Hasil Lain

No Nama Output Detail Output Status Kemajuan*)

*) Status kemajuan: cantumkan status kemajuan sesuai kondisi saat ini

Page 32: LAPORAN AKHIR PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS 2020

27

6. Disertasi/Tesis/Tugas Akhir/PKM yang dihasilkan

No Nama Mahasiswa NRP Judul Status*)

*) Status kemajuan: cantumkan lulus dan tahun kelulusan atau in progress