referat hirschsprung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

....

Citation preview

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    1/24

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Penyakit Hirschsprungs disease merupakan gangguan kompleks yang

    terjadi karena tidak adanya sel ganglion di pleksus submukosa dan myenterik

    pada dinding usus yang menimbulkan obstruksi fungsional dan dilatasi usus mulai

    dari proksimal ke segmen yang terkena (Monajemzadeh et al, 2011). Hal ini

    dianggap sebagai akibat dari pemberhentian dini dari migrasi kraniokaudal pada

    sel kres neuron vagal pada dinding usus antara minggu ke-5 sampai minggu ke-12

    usia kehamilan untuk membentuk sistem saraf enterik (Haricharan dan

    Georgeson, 2008). Penyakit ini merupakan kelainan congenital yang sering

    dijumpai pada kasus bedah anak (Iqbal et al, 2010).

    Angka kejadian Hirschsprungs disease diperkirakan sekitar 1:5000

    kelahiran. Namun, kejadian bervariasi sesuai dengan kelompok-kelompok suku,

    seperti pada Hispanic 1:10000 kelahiran, Amerika-Kaukasian 1,5:10000, Afro-

    Amerika 2,1:10000, dan Asia 2,8:10000. Laki-laki lebih sering terkena

    dibandingkan perempuan dengan rasio 4:1 (Amiel et al, 2008). Di Indonesia

    diperkirakan lahir 1200 bayi dengan Hirschsprungs disease setiap tahun. Di

    Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta tercatat datang berobat 20-40 pasien

    setiap tahun (Kartono, 1993). Selain itu, jumlah pasien Hirschsprungsdiseasedi

    Banda Aceh pada tahun 2011 didapatkan pasien sebanyak 76 orang dengan

    persentase laki-laki sekitar 73,08% dan perempuan 26,92% (Nasrizarni dan

    Muntadhar, 2012).

    Gejala umumHirschsprungs diseaseini terdiri dari pengeluaran mekonium

    yang terlambat, distensi abdomen, muntah bercampur empedu dan intoleransi

    makanan (Haricharan dan Georgeson, 2008). Hirschsprungs diseaseini dicurigai

    pada bayi baru lahir dengan konstipasi dan/atau gagal mengeluarkan mekonium

    dalam 48 jam setelah lahir. Gejala ini bisa tidak ditemukan pada 6%-42% pasien.

    Gejala-gejala lain selain konstipasi bisa dengan tanda obstruksi usus bagian

    bawah seperti distensi abdomen dan muntah yang bercampur empedu. Setelah

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    2/24

    2

    periode bayi baru lahir, temuan yang umum adalah konstipasi, distensi abdomen

    diiringi dengan gagal tumbuh (Schulten dan Travassos, 2011).

    Penelitian yang dilakukan di Irlandia, mayoritas pasien mengalami

    komplikasi enterokolitis berlanjut pada ganggguan fungsi usus beberapa tahun

    kemudian (Menezes dan Puri, 2006). Selain itu, pada tahun 2010 di kota yang

    sama, pasien memiliki fungsi usus yang normal pasca tindakan operasi pull-

    through (Doodnath dan Puri, 2010). Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit

    Universitas Zagazig, outcomejangka pendek dan panjang pascaoperasi transanal

    pull-throughterbilang baik. Namun, follow-up jangka panjang dibutuhkan untuk

    mengetahui dan mengobati komplikasi dan disfungsi usus. Enterokolitis yang

    didapatkan sebelum operasi meningkatkan insiden pascaoperasi seperti diare,

    enterokolitis dan ekskoriasi perineum (Saleh et al., 2009).

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    3/24

    3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi

    Hirschsprungs disease merupakan kelainan obstruksi usus yang sering

    terjadi pada bayi baru lahir. Penyakit ini ditandai dengan tidak adanya sel

    ganglion di bagian distal usus yang dimulai dari sfingter ani interna sampai ke

    bagian proksimal usus dengan panjang yang bervariasi, selalu melibatkan anus

    dan setidaknya melibatkan rektum. Bagian-bagian usus yang terlibat meliputi

    bagian rektosigmoid, kolon asenden dan transversum dan aganglionosis kolon

    total (Puri dan Montedonico, 2008).

    Hirschsprungs diseasesadalah kelainan kongenital yang ditandai dengan

    tidak adanya sel ganglion pada saluran pencernaan bawah. Aganglionosis ditandai

    dengan adanya kelainan pada enteric nervous system (ENS) dimana sel ganglion

    gagal membentuk persarafan pada saluran gastrointestinal bagian bawah selama

    masa embrionik (Garcia-Barcelo et al, 2007).

    Obstruksi fungsional dan dilatasi usus pada penyakit ini pertama kali

    diperkenalkan pada 1888 oleh Harald Hirschprung. Dia menyebutkan penyakit ini

    merupakan kelainan kompleks yang diakibatkan oleh tidak adanya sel ganglion

    pada dinding usus yang menyebabkan obstruksi fungsional dan dilatasi usus

    dimulai dari distal menuju ke proksimal pada segmen yang aganglion. Kelainan

    ini dapat muncul pada masa neonatus sebagai obstruksi usus. Umumnya kelainan

    ini terjadi pada anak-anak, namun dapat juga terjadi pada anak yang lebih tua

    dengan konstipasi kronik, dimana pengobatan konvensional tidak berespons

    (Monajemzadeh et al, 2011).Konstipasi merupakan masalah umum yang terjadi pada anak-anak dan

    hanya sebagian kecil pasien yang mengalami konstipasi yang disebabkan oleh

    penyebab organik, untuk itu perlu dibedakan antara dua kondisi. Konstipasi pada

    Hirschprungs disesase didefinisikan sebagai kegagalan neonatus dalam

    mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah dia lahir dan pada anak yang lebih

    tua tidak teraturnya pengeluaran feses karena peningkatan konsistensi. Hanya

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    4/24

    4

    sebagian kecil anak-anak mengalami konstipasi dengan Hirschsprungs disease

    (Monajemzadeh et al, 2011).

    2.2 Epidemiologi

    Insiden Hirschsprungs disease diperkirakan terjadi pada 1 dari 5000

    kelahiran. Survei yang dilakukan oleh California Birth Defects Monitoring

    Programdari tahun 1983-1997 diperoleh hasil bahwa penyakit ini terjadi pada 2,8

    dari 10.000 kelahiran di Asia, 2,1 dari 10.000 kelahiran di Afrika-Amerika, 1,5

    dari 10.000 kelahiran pada orang Kulit Putih dan 1 dari 10.000 kelahiran pada

    orang Hispanic. Rasio antara laki-laki dan perempuan pada bagian rektosigmoid

    adalah 4:1, sedangkan pada segmen panjang 1:1 sampai 2:1 (Haricharan dan

    Georgeson, 2008).

    Sekitar 20% kasus penyakit ini merupakan keturunan. Sekitar 30% pasien

    menunjukkan hubungan dengan kelainan lain seperti abnormalitas kromosomal

    atau neurokristopati yang berbeda dan dengan variasi anomali yang lain. Pasien

    dengan sindrom Down memiliki risiko tinggi terhadap Hirschsprungs diseases

    dan rasio laki-laki dengan perempuan seimbang (Lantieri et al, 2008).

    2.3 Etiologi

    Pada dasarnya, Hirschsprungs disease berawal di tingkat molekuler dari

    gangguan sinyal pada tahap perkembangan. Akhirnya, sinyal yang mengendalikan

    perpindahan sel kres neuron memberikan hasil yang kacau sehingga menyebabkan

    aganglionosis usus distal. Kelainan bersifat kompleks, seperti yang terlihat pada

    jumlah gen yang terlibat dalam patogenesisnya (Haricharan dan Georgeson,

    2008).

    Gangguan seluler dan molekuler selama perkembangan dari sistem saraf

    usus dan perpindahan sel kres neural ke dalam usus yang sedang berkembang

    merupakan etiologi primer dari Hirschsprungs disease. Pertama kali, neuroblast

    yang berasal dari sel kres neural muncul dalam perkembangan esofagus pada usia

    gestasi minggu ke-5 pada fetus. Sel-sel ini bermigrasi dalam bentuk kraniokaudal

    menuju ke sisa pembentukan usus mulai dari minggu ke-5 sampai ke-12 usia

    gestasi. Faktor lain yang berpengaruh seperti perubahan komponen matriks

    ekstraseluler, abnormalitas pada faktor neurotropik, dan daya lekat molekul sel

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    5/24

    5

    neuron, juga ditunjukkan berperan terhadap terjadinya Hirschsprungs disease

    (Haricharan dan Georgeson, 2008).

    Hirschsprungs disease adalah malformasi kongenital usus yang ditandai

    dengan tidak adanya sel ganglion intrinsik parasimpatis pada pleksus myenterikus

    dan submukosa. Hal ini terjadi akibat tertahannya migrasi kraniokaudal pada sel

    kres neural vagal pada usus antara minggu ke-5 dan minggu ke-12 masa

    kehamilan dalam membentuk enteric nervous system (ENS). Sfingter ani interna

    merupakan batas akhir dari kelainan ini. Kelainan ini disebut short-segment

    Hirschsprungs disease (80% kasus) jika kelainan hanya sebatas sfingter ani

    interna sampai dengan sigmoid, sedangkan disebut long-segmentHirschsprungs

    disease(20% kasus) jika kelainan dimulai dari sigmoid ke proksimal (Amiel et al,

    2008).

    2.4 Patofisiologi

    Ciri khas patofisiologi dasar Hirschsprungs disease adalah obstruksi

    fungsional yang disebabkan oleh segmen kolon distal yang aganglionik sehingga

    menghambat pergerakan peristaltik usus. Pada usia neonatal, usus bisa saja dalam

    keadaan normal, namun pada usia anak, usus bagian proksimal mengalami

    hipertrofi dan menjadi semakin tebal dan panjang dari normal. Lapisan otot

    longitudinal terlihat mengelilingi kolon sepenuhnya. Selama ini disadari bahwa

    gejala obstruktifHirschsprungs diseasemerupakan motilitas yang abnormal dari

    segmen distal usus, namun masih ada penjelasan yang kurang jelas untuk proses

    terjadinya dinding usus bagian distal yang mengecil pada penyakit ini. Penyakit

    ini ditandai dengan tidak adanya sel ganglion di bagian pleksus myenterik dan

    mukosa. Aganglionosis ini meluas ke bagian rektosigmoid pada hampir 80%

    pasien. Aganglionosis ini juga berlanjut sampai ke bagian proksimal zona transisi.

    Panjang zona ini bisa bervariasi dan memanjang hingga beberapa sentimeter dan

    dicirikan dengan hipoganglionosis. Beberapa kelainan yang lain telah

    digambarkan berhubungan dengan Hirschsprungs disease sehingga mungkin

    berperan dalam patofisiologinya dan mungkin bisa menjelaskan ketidaksesuaian

    antara panjang kolon yang nonfungsional dan derajat obstruksinya (Puri dan

    Montedonico, 2008).

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    6/24

    6

    Pada aganglionosis terdapat peningkatan aktivitas saraf kolinergik di zona

    intermuskular dan submukosa pada segmen aganglionik. Serabut ini muncul

    sebagai saraf yang tebal dan sesuai dengan saraf parasimpatis preganglionik

    ekstrinsik. Asetilkolin secara terus-menerus dilepaskan dari akson saraf

    parasimpatis ini menghasilkan akumulasi yang berlebihan pada enzim

    asetilkolinesterase yang ditemukan pada mukosa lamina propria, mukosa otot dan

    otot sirkular dengan menggunakan teknik pewarnaan histokimia. Konsentrasi

    asetilkolinesterase ditemukan meningkat dalam serum dan eritrosit pada anak

    yang mengalamiHirschsprungs disease. Hiperplasia nervus kolinergik dianggap

    sebagai penyebab dari spastisitas segmen aganglionik karena asetilkolinesterase

    merupakan neurotransmitter eksitatori utama (Puri dan Montedonico, 2008).

    Penelitian dengan menggunakan fluorescent-histochemical menunjukkan

    bahwa terjadi peningkatan jumlah dari persarafan adrenergik pada kolon yang

    aganglionik pada Hirschsprungs disease dan memiliki persebaran yang tidak

    merata. Peningkatan itu juga ditemukan pada lapisan otot sirkular dan

    longitudinal, sedangkan pada normalnya hal tersebut hampir tidak ada. Secara

    normal persarafan adrenergik bekerja untuk merelaksasikan usus, tidak mungkin

    hiperaktivitas adrenergik bertanggung jawab terhadap peningkatan tonus pada

    kolon aganglionik (Puri dan Montedonico, 2008).

    2.5 Manifestasi Klinis

    Hirschsprungs diseaseini dicurigai pada bayi baru lahir dengan konstipasi

    dan/atau gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir. Gejala-gejala

    lain selain konstipasi bisa dengan tanda obstruksi usus bagian bawah seperti

    distensi abdomen dan muntah yang bercampur empedu. Penyakit ini juga bisa

    disertai dengan enterokolitis dan sepsis, terutama pada bentuk yang lebih luas.

    Setelah periode bayi baru lahir, temuan yang umum adalah konstipasi, distensi

    abdomen diiringi dengan gagal tumbuh (Schulten dan Travassos, 2011).

    Sekitar 60%-90% pasien dengan Hirschsprungs disease gagal

    mengeluarkan meconium, sedangkan pasien yang mengalami distensi abdomen

    sekitar 63%-91% dan yang muntah bercampur empedu sekitar 19%-37%. Pasien

    Hirschsprungs diseaseyang enterokolitis berkisar antara 5%-44%. Keadaan diare

    yang berbau busuk secara terus-menerus, demam dan distensi abdomen

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    7/24

    7

    mengindikasikan pasien Hirschsprungs disease dengan enterokolitis, dimana

    ketika tidak disadari dapat memperburuk keadaan megakolon pada pasien

    (Haricharan dan Georgeson, 2008).

    Terkadang, diagnosis penyakit ini harus dipertimbangkan adanya perforasi

    yang tidak diketahui pada sekum dan appendiks, meskipun hal ini merupakan

    temuan yang jarang. Beberapa anak tidak mengalami obstruksi pada periode

    neonatus dan terjadi kemudian pada periode infant atau dewasa dengan keadaan

    konstipasi yang berat, distensi abdomen kronik dan gagal tumbuh. Ini merupakan

    hal yang umum terjadi di antara bayi yang masih menyusui yang memiliki

    kemungkinan terjadinya konstipasi pada saat menyusui. Namun, para peneliti

    berpikir bahwa temuan ini tidak dapat dipercaya. Setelah anamnesis dan

    pemeriksaan fisik, tahap diagnostik berikutnya termasuk pemeriksaan radiologi,

    manometri anorektal dan biopsi rektum (Puri dan Montedonico, 2008).

    Pada banyak kasus, diagnosis Hirschsprungs disease pada anak-anak

    apabila terjadi obstruksi usus dengan manifestasi klinis seperti: (1) pengeluaran

    mekonium terlambat (24 jam setelah kelahiran), (2) distensi abdomen, (3) muntah,

    dan (4) enterokolitis neonatus. Beberapa pasien terlambat terdiagnosis pada masa

    bayi atau masa dewasa dengan konstipasi berat, distensi abdomen kronik, muntah,

    dan gagal tumbuh. Pada foto polos abdomen terdapat usus kecil dan kolon

    proksimal yang distensi. Gambaran klasik adalah kolon proksimal yang distensi

    dengan corong aganglionik terletak ke distal usus. Pada barium enema, rektum

    dapat terlihat kontraksi yang tidak terkoordinasi. Zona transisi merepresentasikan

    daerah dimana usus yang aganglionik bersatu dengan usus yang ganglionic

    (Amiel et al, 2008).

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    8/24

    8

    Gambar 2.1.Seorang bayi berusia 2-hari dengan distensi abdomen dan tidak bia

    mengeluarkan mekonium. Hasil pemeriksaan biopsi isap rektum mengkonfirmasi

    adanya penyakit Hirschsprung.4

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Izadi et al(2007), kebanyakan

    pasien mempunyai distensi abdomen dan konstipasi yang kronis tanpa

    membedakan perbedaan tipe aganglionik yang terlibat, usia pasien dan temuan

    klinisnya. Luas daerah yang dipengaruhi tidak berefek pada onset dan tipe gejala

    penyakit tersebut.

    2.6 Letak Kelainan

    Letak kelainan Hirschsprungs disease dapat diklasifikasikan menjadi

    rektosigmoid, segmen panjang dan aganglionosis total. Aganglionosis intestinal

    total dan segmen pendek juga terkadang dideskripsikan. Letak kelainan yang

    paling berat dan paling jarang ditemukan adalah aganglionosis intestinal total

    yang dimulai dari duodenum sampai rektum. Selain itu, letak kelainan yang paling

    sering ditemukan adalah rektosigmoid (Haricharan dan Georgeson, 2008).

    Selain klasifikasi di atas,Hirschsprungs diseasejuga dapat diklasifikasikan

    segmen pendek dimana segmen yang aganglionosis tidak meluas di atas sigmoid,

    segmen panjang dimana segmen aganglionosis memanjang ke fleksus splenikus

    atau kolon transversum dan aganglionosis kolon total jika aganglionosis mencapai

    kolon atau ujung ileum (Puri dan Montedonico, 2008).

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    9/24

    9

    2.7 Penyakit Penyerta

    Hirschsprungs disease ini bisa berhubungan dengan kecacatan kongenital

    yang lain, termasuk sindrom Down, Smith-Lemli-Opitz, Waarden burg, hipoplasia

    kartilago rambut, hipoventilasi kongetinal dan abnormalitas sistem urogenital dan

    kardiovaskular. Selain itu, penyakit ini berhubungan dengan mikrosefali, retardasi

    mental dan fasies yang abnormal dengan autisme atau dengan bibir sumbing,

    hidrosefalus, dan mikrognathia. Kelainan genetik telah diketahui dalam gen

    multipel yang mengkode protein yang menandai RET (Rearranged during

    transfection factor) dan yang terlibat dalam jalur reseptor endothelin (EDN) tipe

    B (Wyllie, 2007).

    2.8 Diagnosis

    Hirschsprungs disease dicurigai pada neonatus sesuai dengan manifestasi

    klinis yang telah disebutkan sebelumnya. Pemeriksaan yang dapat dilakukan

    untuk mendiagnosis penyakit ini seperti contrast enema (CE), anorectal

    manometry (ARM), biopsi rektal tebal , dan rectal suction biopsy (RSB).

    Pemeriksaan pertama untuk mendiagnosis Hirschsprungs disease ini berbeda

    sesuai dengan ketersediaan pemeriksaan dan keahlian di masing-masing rumah

    sakit. Pemeriksaan dengan radiologi CE memiliki sensitivitas 65%-80% dan

    spesifitas 66%-100%, ARM dengan sensitivitas 75%-100% dan spesifitas 85%-

    97% dan RSB dengan sensitivitas 91%-100% dan spesifitas 97%-100%

    (Haricharan dan Georgeson, 2008).

    2.9 Pemeriksaan Penunjang

    a. Foto Polos Abdomen

    Foto polos abdomen pada neonatus dengan Hirschsprung akan

    menunjukkan loop dilatasi pada usus dengan fluid level and airless pelvis.

    Kadang-kadang, mungkin saja dapat terlihat sejumlah kecil udara dalam rektum

    yang tidak distensi dan dilatasi kolon di atasnya yang meningkatkan kecurigaan.

    Radiografi polos abdomen yang diperoleh dari pasien dengan aganglionosis kolon

    total (TCA) mungkin menunjukkan tanda-tanda karakteristik obstruksi ileum

    dengan air-fluid levelatau distensi gas sederhana pada loopusus halus.4

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    10/24

    10

    Pada pasien dengan enterokolitis akibat Hirschsprung, radiografi polos

    abdomen dapat menunjukkan penebalan dinding usus dengan ketidakteraturan

    dari mukosa usus atau loopterlalu melebar, yang menunjukkan megakolon toksik.

    Pneumoperitoneum dapat ditemukan pada pasien dengan perforasi. Perforasi

    spontan dari saluran usus telah dilaporkan terjadi pada 3% pasien Hirschsprung.4

    Gambar 2.2Hasil foto polos abdomen pada neonatus menunjukkan adanya

    dilatasi berat pada loopusus besar dan usus halus. Perhatikan gas dalam rektum

    yang tidak berdilatasi. Hasil biopsi rektum mengkonfirmasi penyakit

    Hirschsprung pada bayi ini.4

    b. Barium Enema

    Barium enema dilakukan oleh ahli radiologi yang berpengalaman,

    menggunakan teknik dengan tingkat kehandalan yang tinggi dalam mendiagnosis

    Hirschsprung pada bayi baru lahir. Pemeriksaan colok dubur atau wash outtidak

    boleh dilakukan beberapa saat sebelum pemeriksaan enema karena dapat

    mendekompresi segmen yang distensi ataupun dapat merusak tampilan zona

    transisi sehingga memberikan diagnosis negatif palsu. Dimasukkan suatu kateter

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    11/24

    11

    karet lunak ke dalam rektum bagian bawah dan dipertahankan pada posisinya

    dengan bokong diplester ketat. Tidak boleh menggunakan balon kateter karena

    resiko terjadi perforasi dan kemungkinan distorsi zona transisi. Barium harus

    disuntikkan secara perlahan dalam jumlah kecil di bawah kontrol fluoroskopik

    dengan bayi dalam posisi lateral. Suatu kasus khas Hirschsprung akan

    menunjukkan aliran barium dari rektum yang tidak berdilatasi melalui zona

    transisi bentuk kerucut menjadi dilatasi kolon. Beberapa kasus dapat

    menunjukkan transisi segera antara kolon proksimal yang berdilatasi dan segmen

    aganglionik distal, menjadikan sedikit keraguan pada diagnosis.4

    Apabila pada foto barium enema tidak terlihat tanda khas penyakit

    hirschsprung dan juga pada anak yang lebih besar, maka dapat dilanjutkan dengan

    foto retensi barium setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feses.

    Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feses ke arah

    proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan hirschsprung namun

    disertai dengan obstipasi kronis, barium terlihat menggumpal di daerah rektum

    dan sigmoid.3, 12

    Gambar 2.3 (a) Gambaran distensi abdomen pada penderita hirschprung

    (b) Gambaran barium enema pada bayi tersebut1

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    12/24

    12

    c. Manometri anorektal

    Meskipun manometri anorektal jarang digunakan pada neonatus untuk

    menegakkan diagnosis, teknik ini berguna pada anak-anak yang berusia diatasnya. Temuan klasiknya adalah tidak adanya refleks penghambatan rectoanal

    ketika rektum distensi. Pada anak normal, distensi rektum menyebabkan

    peningkatan sementara tekanan anus dengan penurunan tekanan sfingter ani

    internal. Anak-anak dengan Hirschsprung mengalami kekurangan refleks

    penghambatan ini dan relaksasi sfingter internal.2

    Pada inervasi usus normal, distensi rektum menghasilkan relaksasi sfingter

    internal berupa refleks rectosphincteric. Pada orang normal, setelah distensi balon

    rektal dengan udara, rektum segera merespon dengan kenaikan sementara tekanan

    yang berlangsung selama 15-20 detik, pada saat yang sama aktivitas ritmik

    sfingter internal menurun atau hilang dan tekanannya turun sebesar 15-20 cm,

    durasi relaksasi bertepatan dengan gelombang rektal.4

    Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, rektum sering menunjukkan

    gelombang spontan dari berbagai amplitudo dan frekuensi dalam fase istirahat.

    Aktivitas ritmik sfingter internal akan lebih berat. Pada distensi rektum, dengan

    adanya kenaikan udara, terjadi relaksasi sfingter internal tidak lengkap. 4

    Gambar 2.4 Manometri Anorektal (a) refleks rectosphincteric normal pada

    inflasi balon rektum. (b) Tidak adanya refleks rectosphincteric dan aktivitas

    ditandai ritmik sfingter internal berat pada pasien dengan penyakit Hirschsprung.4

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    13/24

    13

    d. Biopsi Rektum

    Diagnosis penyakit Hirschsprung dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan

    spesimen biopsi rektum. Pengenalan teknik pewarnaan histokimia untuk deteksiaktivitas acetylcholinesterase (AChE) pada suction rectal biopsy telah

    menghasilkan metode yang sederhana dan dapat diandalkan untuk diagnosis

    Hirschsprung. Biopsi rektal dengan ketebalan penuh (full thickness rectal biopsy)

    jarang diindikasikan untuk diagnosis Hirschsprung kecuali aganglionosis kolon

    total. Pada orang normal, aktivitas acetylcholinesterase yang dapat dideteksi

    diamati dalam lamina propria dan muskularis mukosa, dan pewarnaan sel-sel

    ganglion submukosa dapat jelas dengan acetylcholinesterase. Pada Hirschsprung,

    terjadi peningkatan yang signifikan pada aktivitas acetylcholinesterase dalam

    lamina propria dan muskularis yang jelas sebagai serabut saraf kolinergik kasar

    berwarna cokelat sampai hitam.4Nakao dkk melaporkan sensitivitas sebesar 91% penggunaan pewarnaan

    acetylcholinesterase untuk diagnosis Hirschsprung dan tingkat false-negatif

    sebesar 8%. Biopsi hisap rektum jelas lebih sensitif dibandingkan manometri

    anorectal maupun enema kontras untuk diagnosis Hirschsprung. Namun, biopsi

    harus cukup dalam untuk menunjukkan tidak adanya sel-sel ganglion dan adanya

    serabut saraf hipertrofik. Menariknya, anak-anak dengan Hirschsprung kolon total

    dapat mengalami peningkatan aktivitas acetylcholinesterase dalam rektum dan

    kolon kiri tetapi mungkin menunjukkan tingkat aktivitas proksimal

    acetylcholinesterase mendekati normal ke fleksura lienalis.3

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    14/24

    14

    Gambar 2.5(A) Spesimen biopsi pada ganglionik usus normal ini telah diwarnai denganhematoxylin dan eosin. Sebuah sel ganglion (panah) terlihat pada submukosa. (B)

    Spesimen biopsi rektal pada neonatus dengan penyakit Hirschsprung ini telah diwarnaidengan hematoxylin dan eosin. Sel-sel ganglion tidak ditemukan pada dinding rektum.

    Batang saraf submukosa (tanda panah) juga terlihat diameternya lebih besar dari 40 pM,yang sangat berhubungan dengan aganglionosis. (C) Spesimen biopsi rektal pada

    neonatus dengan penyakit Hirschsprung ini telah diwarnai dengan acetylcholinesterase.Pewarnaan yang meningkat pada mukosa dan submukosa (tanda panah) merupakan

    diagnostik penyakit Hirschsprung.

    2.10 Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan penyakit ini adalah dengan pembedahan. Setelah

    penanganan preoperasi yang hati-hati, prinsip yang mendasar adalah dengan

    menempatkan usus yang normal ke anus untuk menimbulkan kontraksi pada

    sfingter ani interna. Semenjak munculnya teknik Swenson pada tahun 1948,

    beberapa pendekatan operasi mulai banyak dikembangkan seperti teknik Soave

    dan Duhamel. Teknik operasi satu tahap mungkin jika diagnosis ditegakkan

    dengan segera, sebelum terjadi dilatasi kolon, pada kelainan short segment. Untuk

    kelainan long segment dan aganglionosis kolon total, enterostomi sering

    dilakukan pada tahap pertama sebelum dilakukan operasi definitif. Laparoskopi

    dan transanal pull-through sudah mulai dikenal untuk penanganan penyakit ini

    (Amiel et al, 2008).

    Tindakan Bedah Defini tif

    Telah dijelaskan beberapa pendekatan operasi untuk pengelolaan penyakit

    Hirschsprung. Semua operasi ini sesuai dengan konsep aslinya untuk mengoreksi

    penyakit Hirschsprung yang didukung oleh Swenson. Prinsip-prinsip untuk

    pengobatan bedah secara efektif ini meliputi reseksi bagian aganglionik dari usus

    dan identifikasi gangliona usus proksimal yang normal dengan anastomosis

    coloanal atau enteroanal. Selain itu, operasi tersebut harus memperhatikan

    kontinensia fekal dan urin dan fungsi seksual normal. Operasi yang paling umum

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    15/24

    15

    digunakan untuk penyakit Hirschsprung telah dikembangkan oleh Swenson,

    Duhamel, dan Soave.3

    Teknik Swenson menggunakan proktektomy yang hampir total dengan diseksidekat dengan bagian luar dinding otot rektum. Swenson percaya bahwa reseksi

    diagonal pada rektum distal menghasilkan striktur yang sedikit pada garis

    anastomotik.3

    Gambar 2.6Prinsip-prinsip prosedurpull-throughSwenson dapat dilihat pada gambar-gambar berikut. (A) Ususganglionatedproksimal di-graspmelalui insisi distump

    rectosigmoid yang prolaps. (B) Ususganglionatedkemudian dijahit ke anus.3

    Teknik Duhamel menggunakan cara diseksi di belakang rektum dan

    meninggalkan rektum aganglionik di tempatnya. Kemudian rektum dan usus

    proksimal aganglionik direseksi. Usus ganglionateddibawa di belakang rektum,

    menciptakan dua silinder sejajar pada lumen rektum asli, kira-kira 2 cm di atas

    garis dentate. Septum antara dua silinder usus tersebut kemudian diablasi.

    Awalnya, ablasi ini dilakukan dengan menggunakan klem besar yang ditempatkan

    secara paralel dengan pegangan klem menonjol keluar dari anus sampai 2 minggu.

    Teknik ini telah dimodifikasi beberapa kali. Saat ini, digunakan stapler untuk

    menginsisi septum antara neorectum dan rektum asli. Selain itu, ujung rektum asli

    dapat dipotong pendek, meminimalkan redundansi di atas saluran umum untuk

    menghindari impaksi tinja di bagian yang jauh dari rektum aganglionik.3

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    16/24

    16

    Gambar 2.7Dengan teknik Duhamel, ususganglionatedmelalui insisi disambungkanke aspek posterior rektum aganglionated asli dan dijahit ke anus. Septum antara kolonganglionated pull-throughdan rektum asli yang aganglionik kemudian dibagi dengan

    menggunakan stapler.3

    Teknik Soave menggunakan cara mukosektomi rektum, meninggalkan

    suatu cuffmuskuler. Soave awalnya menjelaskan eksteriorisasi neorektum keluar

    anus dan meninggalkannya sebagai suatu tunggul (stump) yang menonjol. Stump

    tersebut dipotong 2 sampai 3 minggu kemudian. Boley menjelaskan pendekatan

    yang sama dengan anastomosis primer. Semua prosedur ini menggunakan suatu

    laparoskopi atau transanal counterpart.3

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    17/24

    17

    Gambar 2.8(A) Untuk operasi Soave, dilakukan diseksi extramucosal rektum setelahinsisi melingkar pada mukosa dubur. (B) Kolon ganglioik ditarik melalui manset rektum

    aganglionik, dan dilakukan anastomosis coloanal.3

    Pada tahun 1980, So dkk memperkenalkan konsep pull-through primer

    untuk penyakit Hirschsprung. Suatu prosedur satu tahap menghindari komplikasiyang terkait dengan kolostomi dan tidak membutuhkan untuk dilakukan operasi

    lain guna menutup kolostomi tersebut. Suatu pull-through satu tahap primer

    sesuai untuk sebagian besar bayi dan anak-anak yang didiagnosis dengan

    Hirschsprung.3

    Ketika diindikasikan, dilakukan kolostomi akhir hanya bagian proksimal

    ke zona transisi biopsi yang didapatkan. Teknik Brooke digunakan untuk

    mematangkan kolostomi tersebut. Kolon harus hati-hati diamankan ke dinding

    perut bagian dalam pada jarak minimal 4 cm untuk menghindari prolaps

    kolostomi karena kolon proksimal ukurannya sering menyusut setelah

    pembentukan kolostomi. Kolon distal tersisa sebagai kantong Hartman kecuali

    zona transisi berada pada atau di atas fleksura lienalis.3

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    18/24

    18

    Pull-through satu tahap untuk Hirschsprung menjadi lebih populer dengan

    pengenalan laparoscopicassisted transanal endorectal pull-through (LATEP).

    LATEP memungkinkan dilakukan pull-through tanpa insisi yang besar pada

    abdomen. Selanjutnya, de la Torre menjelaskan tentang transanal pull-through

    (TAP) tanpa eksplorasi atau biopsi perut. LATEP dan TAP telah menjadi dua

    metode yang paling populer untuk prosedur perbaikan utama Hirschsprung pada

    bayi dan anak-anak. Di Rumah Sakit Anak Alabama, LATEP lebih banyak

    dilakukan pada neonatus dan anak-anak yang menjalani operasi utama untuk dua

    alasan. Pertama, biopsi laparoskopi memungkinkan dikonfirmasinya sejauh mana

    aganglionosis sebelum terjadi pembagian mesenterium kolon atau ablasi rektum.

    Hal ini terutama menguntungkan pada neonatus di mana enema kontras agak

    tidak bisa diandalkan dalam memprediksi tingkat zona transisi. Jika diidentifikasi

    aganglionosis segmen panjang, penundaan operasi definitif sampai tersedia hasil

    histopatologis dari bagian permanen dapat mencegah reseksi segmen panjang usus

    yang tidak perlu akibat kesalahan dalam analisis bagian beku. Kedua, penggunaan

    laparoskopi membantu dalam melakukan anastomosis coloanal tension-free

    dengan melepaskan ligamen yang menahan ke usus desenden dan memastikan

    bahwa tidak ada pemutaran dari pull-through usus selama anastomosis. Di Rumah

    Sakit Anak Alabama, neonatus dengan aganglionosis kolon total ditangani dengan

    meratakan enterostomi usus kecil awal, diikuti 6 sampai 12 bulan kemudian

    dengan prosedur Duhamel dengan bantuan laparoscopik. Teknik Duhamel

    menawarkan keuntungan membuat reservoir anus yang lebih besar pada pasien

    dengan Hirschsprung kolon subtotal atau Hirschsprung kolon total.3

    Melakukan ileostomi awal dan menunda prosedur hingga 6 sampai 12 bulanjuga mengurangi kejadian ruam popok yang parah pasca operasi terkait dengan

    pull-through usus kecil pada bayi baru lahir. Pada neonatus, kecuali ada

    kontraindikasi, LATEP dilakukan segera setelah diagnosis dikonfirmasi dengan

    biopsi isap rektum. Kontraindikasi untuk dilakukan pull-through primer pada

    neonatus meliputi:

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    19/24

    19

    Enterocolitis berat Dilatasi proksimal masif Tidak mampu untuk ditentukan zona transisi Komorbiditas yang mengancam hidupDekompresi preoperatif usus dilakukan dengan kombinasi pelebaran rektum

    dengan jari dan irigasi kolon dengan saline melalui tabung rektal dengan ujung

    tabung diposisikan di atas zona transisi. Neonatus diberikan cairan secara

    intravena. Diberikan dua dosis rejimen antibiotik oral yang terdiri dari eritromisin

    dan neomycin dalam waktu 8 dan 4 jam sebelum operasi dijadwalkan. Segera

    diberikan antibiotik spektrum luas intravena sebelum pasien dibawa ke ruang

    operasi.3

    Pull-ThroughLaparoskopi

    Bayi diposisikan melintang di dekat ujung meja operasi untuk

    memungkinkan akses ke perut dan perineum. Penetapan posisi berjalan baik jika

    kepala pasien diputar ke sisi kanan dan menghadap dokter anestesi. Dengan

    pengaturan pobsisi ini, ahli bedah laparoskopi memiliki akses yang lebih baik ke

    bagian sigmoid pasien dan kolon sebelah kiri. Kaki yang dibungkus dalam bidang

    operasi setelah prepping. Pneumoperitoneum diperoleh dengan menggunakan

    teknik cut-down terbuka melalui umbilikus. Tekanan dari 10 sampai 12 mmHg

    ditoleransi dengan baik pada semua kelompok umur. Hiperventilasi sederhana ini

    berguna untuk mencegah hiperkarbia pada pasien ini. Digunakan teleskop 4 mm,

    30-derajat pada bayi, dan 5 mm, lingkup 30 derajat sangat membantu pada pasien

    yang lebih besar.3

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    20/24

    20

    Gambar 2.9. Foto menunjukkan port penempatan untuk operasi ini. Biasanya diperlukantiga atau empat port. Port umbilikal dimasukkan menggunakan teknik terbuka, dan portlainnya diperkenalkan di bawah visualisasi langsung. Teleskop (panah putus-putus)

    ditempatkan melalui port 5-mm di perut kanan bagian atas. Dua port kerja utama dokterbedah adalah port umbilikal untuk tangan kiri dan port perut bagian bawah kanan untuk

    tangan kanan. Sebuah instrumen retraksi (panah padat) sering membantu dan dapat

    dimasukkan melalui insisi tusukan di perut bagian atas sebelah kiri bayi. Dimasukkankateter kemih untuk membantu dekompresi kandung kemih.3

    2.11 Komplikasi

    Komplikasi yang dapat terjadi mungkin termasuk peningkatan insiden

    enterokolitis pasca operasi dengan prosedur Swenson, konstipasi setelah

    perbaikan dengan teknik Duhamel, serta diare dan inkontinensia dengan pull-

    through menggunakan prosedur Soave (Lee SL., 2012).

    Secara umum, komplikasi kebocoran anastomosis dan pembentukan

    striktur adalah sebesar (5-15 %), obstruksi usus (5%), abses pelvis (5%), infeksi

    luka (10%), dan dehiscence luka dan reseksi tidak lengkap yang membutuhkan

    operasi ulang (5%). Pasien dengan operasi dua tahap juga dapat mengembangkan

    komplikasi stomal, seperti prolaps atau striktur (Lee SL., 2012).

    Komplikasi yang terjadi kemudian terkait dengan pengelolaan bedah

    penyakit Hirschsprungs disease termasuk enterocolitis, gejala obstruktif

    berlanjut, inkontinensia, konstipasi kronis (6-10%), dan kematian, kebanyakan

    mempengaruhi pasien dengan penyakit segmen panjang (1-5%). Fistula

    rectovesical juga telah dilaporkan dalam literatur pernah terjadi (Lee SL., 2012).

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    21/24

    21

    2.12 Prognosis

    Hasil jangka panjang setelah perbaikan definitif penyakit Hirschsprungs

    diseasesulit untuk ditentukan karena dari laporan penelitian dan literatur hasilnyasaling bertentangan. Beberapa peneliti melaporkan tingkat kepuasan yang tinggi,

    sementara yang lain melaporkan kejadian kontipasi dan inkontinensia yang

    signifikan (Lee SL., 2012).

    Sayangnya, sekitar 1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprungs disease

    membutuhkan kolostomi permanen untuk memperbaiki inkontinensia. Pasien

    dengan terkait trisomi 21 cenderung memiliki hasil klinis yang lebih buruk (Lee

    SL., 2012).

    Secara umum, lebih dari 90% pasien dengan penyakit Hirschsprungs

    disease memiliki hasil yang memuaskan, meskipun banyak pasien mungkin

    mengalami gangguan fungsi usus selama beberapa tahun sebelum

    mengembangkan kontinensia yang normal (Lee SL., 2012).

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    22/24

    22

    BAB III

    KESIMPULAN

    1.Hirschsprungs diseases disease merupakan kelainan obstruksi usus yangsering terjadi pada bayi baru lahir. Penyakit ini ditandai dengan tidak adanya

    sel ganglion di bagian distal usus yang dimulai dari sfingter ani interna sampai

    ke bagian proksimal usus dengan panjang yang bervariasi, selalu melibatkan

    anus dan setidaknya melibatkan rektum.

    2. Insidensi penyakit ini adalah sekitar 1 per 5000 kelahiran hidup. Anak-anakAsia tampaknya memiliki insiden tertinggi yang hampir 3 per 5000 kelahiran

    hidup. Rasio laki-laki dan perempuan adalah sekitar 4:1.

    3. Pada umumnya, diagnosis Hirschsprungs disease bayi baru lahir gambaranklinisnya yaitu, pengeluaran mekonium yang terlambat (>24 jam setelah lahir),

    distensi abdomen, dan muntah hijau.

    4.Hirschsprungs disease dicurigai pada neonatus sesuai dengan manifestasiklinis yang telah disebutkan sebelumnya. Pemeriksaan yang dapat dilakukan

    untuk mendiagnosis penyakit ini seperti contrast enema (CE), anorectal

    manometry(ARM), biopsi rektal tebal , dan rectal suction biopsy(RSB).

    5. Penatalaksanaan penyakit ini adalah dengan pembedahan. Setelah penangananpreoperasi yang hati-hati, prinsip yang mendasar adalah dengan menempatkan

    usus yang normal ke anus untuk menimbulkan kontraksi pada sfingter ani

    interna.

    6. komplikasi dapat berupa kebocoran anastomosis dan pembentukan striktur,obstruksi usus, abses pelvis, infeksi luka, dan dehiscenceluka dan reseksi tidaklengkap yang membutuhkan operasi ulang, inkontinensia, dan enterokolitis.

    7. Secara umum, sebagian besar pasien dengan penyakit Hirschsprungs diseasememperoleh hasil yang memuaskan, meskipun banyak pasien mungkin

    mengalami gangguan fungsi usus selama beberapa tahun sebelum

    mengembangkan kontinensia yang normal.

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    23/24

    23

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Monajemzadeh, M. et al. 2011. Hirschsprung's Disease: A Clinical andPathologic Study in Iranian Constipated Children. Iran J Pediatr, 21(3),

    pp.362-66.

    2. Haricharan, R.N. dan Georgeson, K.E. 2008. Hirschsprung Disease. InSeminars in Pediatric Surgery.

    3. Iqbal, M.Z. et al. 2010. Hirschsprungs Disease; Modified Duhamel(Martin Modification), A Procedure of Choice (A study at Sheikh Zayed

    Hospital Rahim Yar Khan).Professional Med J, 17(2), pp.223-31.

    4. Amiel, J. et al. 2008. HIrschsprung Disease, Associated Syndromes andGenetics: A Review.J Med Genet, (45), pp.1-14.

    5. Kartono, D. 1993. Penyakit Hirschsprung: Perbandingan ProsedurSwenson dan Prosedur Duhamel Modifikasi. Disertasi. Universitas

    Indonesia,

    6. Nasrizarni dan Muntadhar. 2012.Profil Penderita Penyakit Hirschsprungdi Rumah Sakit Dr. Zainoel Abidin dan Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda

    Aceh. Skripsi. Universitas Syiah Kuala.

    7. Schulten, D. dan Travassos, V. 2011. Clinical and Surgical Aspects ofHirschsprungs Disease. Utrecht: Coloplast Peristeen.

    8. Menezes, M. dan Puri, P. 2006. Long-term outcome of patients withenterocolitis complicating.Pediatr Surg Int, 22, pp.316-18.

    9. Doodnath, R. dan Puri, P. 2010. A systematic review and meta-analysis ofHirschsprungs.Pediatr Surg Int, 26, pp.1107-10.

    10.Saleh, A.M. et al.2009. Hirschsprung's Disease: Early and Late Outcomeafter Correction by Transanal.Annals of Pediatric Surgery, 5(1), pp.27-30.

    11.Puri, P. dan Montedonico, S. 2008. Swensons Procedure. Dalam A.M.Holschneider dan P. Puri, eds. Hirschsprungs Disease and Allied

    Disorders. New York: Springer Berlin Heidelberg.

    12.Garcia-Barcelo et al. 2007. Correlation Between Genetic Variations inHox Clusters and Hirschsprungs Disease.Annals of Human Genetics,71,

    pp. 526536.

  • 5/24/2018 referat hirschsprung

    24/24

    24

    13.Izadi, M. et al. 2009. Clinical Manifestations of Hirschsprungs Disease: ASix Year Course Review of Admitted Patients in Gilan, Northern Iran.

    Middle East Journal of Digestive Diseases, 1(2).

    14.Lantieri, F. et al. 2008. The Molecular Genetics of HirschsprungsDisease. Dalam A.M. Holschneider dan P. Puri, eds. Hirschsprung's

    Disease and Allied Disorders. New York: Springer Berlin Heidelberg.

    15.Wyllie, R. 2007. Motility disorders and Hirschsprung disease. Dalam R.M.Kliegman, R.E. Behrman, H.B. Jenson dan B.F. Stanton, eds. Nelson

    Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Saunders Elsevier.

    16.Lee SL. 2012. Hirschsprung Disease. Medscape Reference. Accessedfrom http//:emedicine.medscape.com/article/178493. Accessed on March

    20th, 2014.

    17.Holschneider A. M., Puri P. (Eds.). 2008. Hirschsprungs Disease andAllied Disorders, Third Edition.New York: Springer-Verlag.

    18.Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto19.Georgeson KE. 2010.Hirschsprungs Disease. In: Ashcraft KW, Holcomb

    GW, Murphy JP (editor). Ashcrafts Pediatric Surgery, 5th ed.

    Philadelphia: Sauders Elsevier; 456-467.

    20.Kelleher J, Blake N. 2008. Diagnosis of Hirschsprungs Disease andAllied Disorders. Hirschsprungs Disease and Allied Disorders. 3rd

    Edition. New York: Springer; P. 145-151.