View
8
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
MAKNA HEURISTIK DAN HERMENEUTIK TEKS PUISI PADA BUKU
PERIHAL GENDIS KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar
Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makasssar
Oleh
ARIANTO GUNAWAN
10533795315
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2019
iii
iv
ii
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Arianto Gunawan
Nim : 10533795315
Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Skripsi : Makna Heuristik dan Hermeneutik Teks Puisi pada
Buku
Perihal Gendis Karya Sapardi Djoko Damono.
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim
penguji adalah hasil karya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuat
oleh siapa pun.
Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi
apabila pernyataan ini tidak benar.
Makassar, 05 Desember 2019
Yang Membuat Pernyataan
Arianto Gunawan
iii
SURAT PERJANJIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Arianto Gunawan
Nim : 10533795315
Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut.
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai penyusunan skripsi ini selesai,
saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuat oleh siapa pun).
2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan
pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas.
3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3, saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar, 05 Desember 2019
Yang Membuat Perjanjian
Arianto Gunawan
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
5 S
Jadilah orang yang SERIUS dengan
penuh SEMANGAT namun tetap SANTAI, serta
jangan lupa berSABAR di saat hal yang kamu ingin capai
belum terwujud dan terakhir jangan lupa STAY cool (tetap tenang).
Kupersembahkan karya ini buat :
Kedua orang tuaku, saudaraku, dan sahabatku,
atas keikhlasan dan doanya dalam mendukung penulis
mewujudkan harapan menjadi kenyataan
vii
ABSTRAK
Arianto Gunawan, 2019. “Makna Heuristik dan Hermeneutik Teks Puisi
pada Buku Perihal Gendis Karya Supardi Djoko Damono.”. Skripsi. Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Siti
Suwadah Rimang dan Amal Akbar.
Masalah utama dalam penelitian ini yaitu Apa isi kandungan makna
Heuristik dan Hermeneutik pada Buku Puisi Perihal Gendis Karya Sapardi
Djoko Damono. Penelitian ini bertujuan mengetahui isi kandungan makna
Heuristik dan Hermeneutik pada Buku Puisi Perihal Gendis Karya Sapardi
Djoko Damono.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Kajian Pustaka. Dengan
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan pendekatan semiotik
Michael Riffaterre yang mencakup tentang pembacaan heuristik dan
hermeneutik. Data pada penelitian ini berupa data yang diperoleh dari hasil
pembahasan Heuristik dan Hermeneutik dari tiga puisi yang terdapat pada
Buku Perihal Gendis Karya Sapardi Djoko Damono yaitu, ‘Percakapan di Luar
Riuh Suara’, ‘Hening Gendis’ dan ‘Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali’.
Hasil Penelitian dari hasil pembahasan Heuristik dan Hermeneutik pada
buku puisi Sapardi Djoko Damono yaitu pada puisi “Percakapan di luar Riuh
Suara” memiliki pemaknaan tentang seorang gadis pendiam yang
menginginkan kebebasan dari kekasihnya agar dia dapat menjadi dirinya
sendiri. Puisi “Hening Gendis” memiliki pemaknaan tentang kesiapan
menghadapi sebuah kematian yang setiap orang tidak tahu kapan masanya.
Puisi “Aku ingin Sungai Tanpa Kendali” memiliki pemaknaan tentang
seseorang yang ingin hidup abadi guna mengetahui arti kehidupan yang
sesungguhnya.
Berdasarkan Hasi penelitian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
dalam puisinya terdapat cerita yang berbeda – beda dari setiap bagian –
bagiannya, seperti pada salah satu puisi yang berjudul Hening Gendis yang
memiliki enam bagian di dalamnya dan terdiri atas 15 bait. Selain itu, pada
puisi tersebut memiliki tema yang berbeda – beda, yaitu puisi “Percakapan di
Luar Riuh Suara” yang memiliki tema tentang percintaan dan juga kebebasan,
lalu pada puisi “Hening Gendis” bertemakan tentang kematian dan ketuhanan
dan serta puisi “Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali” memiliki tema tentang
kehidupan dan kebebasan.
Kata kunci: Karya Sastra, Puisi, Makna Heuristik, Makna Hermeneutik
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu
Wata’ala yang telah melimpahkan segala nikmat iman, rahmat, dan hidayah-Nya
sehingga penulis mampu melakukan segala tujuan yang ingin dicapai, dan nikmat
kesehatan yang diberikan sehingga penulis hingga saat ini dapat melakukan
aktivitas sehari – hari, serta nikmat kesehatan yang diberikan sehingga penulis
dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Makna Heuristik dan Hermeneutik
Teks Puisi pada Buku Perihal Gendis Karya Supardi Djoko Damono” sesuai
yang diharapakan.
Salawat serta salam semoga tetap tercurah atas Nabi Muhammad
Shallallahu’alayhi wasallam, nabi yang terakhir diutus ke bumi persada ini, untuk
menyempurnakan akhlak umat manusia, dan sang revolusioner sejati yang
menggulung tikar-tikar kekafiran dan membentangkan permadani-permadani
keislaman.
Penyusunan Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
mengikuti ujian Skripsi guna melanjutkan penelitian pada Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makasssar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini hambatan dan
kesulitan selalu penulis temui, namun hanya atas izin-Nya serta bimbingan,
dorongan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya Skripsi ini dapat
terselesaikan. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
ix
Penyelesaian Skripsi ini tidak akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa
ada keterlibatan berbagai pihak yang dengan tulus ikhlas memberikan bantuannya.
Oleh sebab itu, dengan seegala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
dan penghargaan kepada Dr. Siti Suwadah Rimang, M.Hum. dan Dr. Amal Akbar,
M.Pd. pembimbing yang selalu memberikan dorongan, semangat , dan membuka
wawasan berpikir dalam memecahkan masalah dalam peneyelsaian penulisan
Skripsi ini.
Teristimewa penulis ucapkan terima kasih yang teramat tulus dari relung
hati yang paling dalam dipersembahkan kepada kedua orang tua Muh. Tang dan
Nuraeni atas pengorbanan mulia dan suci serta restunya demi keberhasilan penulis
mencapai apa yang dicita-citakan dan pengorbanannya, baik dari segi moril,
materi, serta selalu menjadi sumber inspirasi kepada penulis. Semoga Allah
Subhanahu Wa ta’ala. memberikan rahmat, berkah dan hidayah-Nya serta
meninggikan derajar di sisi-Nya.
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E.,
M.M. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, S.Pd., M.Pd.,
Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Makassar, serta Dr. Munirah, M.Pd., Ketua Jurusan Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah
Makassar, serta seluruh dosen dan para staf dalam lingkungan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar karena berkat
bimbingan dan arahan kepemimpinan pula penulis bisa menyelesaikan Skripsi ini.
x
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh keluarga besar
Himaprodi PBSI FKIP Unismuh Makassar, teman – teman kelas B 2015, teman –
teman seangkatan akademik jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Angkatan 2015 serta kepada kakak dan adik-adik jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang telah turut andil dalam proses penulis dalam bentuk
motivasi dan semangat ketika penulis sedang mengalami kesulitan dalam proses
penyelesaian Skripsi ini.
Rasa syukur senantiasa penulis penjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa
ta’Ala atas bantuan yang diberikan selama proses penyusunan Skripsi ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa Skripsi ini
jauh dari sempurna dan tidak luput dari kekurangan, baik dari segi penulisan
maupun pembahasannya. Untuk itu, saran dan kritik yang dapat menyempurnakan
Skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi
penulis.
Amin Ya Rabbil Alamin
Akhirul qalam wassalamu alikum warahmatullahi wabarakatuh
Makassar, 05 Desember 2019
Arianto Gunawan
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ......................................................................... iv
SURAT PERJANJIAN ............................................................................. v
MOTO DAN PERSEMBAHAN............................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 01
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 04
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 05
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 05
E. Definisi Istilah .........................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Relevan ................................................................................... 07
B. Landasan Teori ........................................................................................ 12
C. Kerangka Pikir ......................................................................................... 38
xii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................................ 39
B. Data dan Sumber Data ............................................................................ 39
C. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 40
D. Teknik Analisis Data ............................................................................... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Hasil Analisis Data ................................................................ 41
B. Pembahasan Hasil Analisis Data ............................................................ 88
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .................................................................................................. 94
B. Saran ......................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 96
LAMPIRAN – LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
A. Puisi Sapardi Djoko Damono .................................................................... 99
B. Klasifikasi Data .......................................................................................... 102
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan refleksi dari berbagai fenomena yang terjadi
dalam masyarakat. Keberadaannya merupakan suatu hal yang penting dan
sudah menjadi keseharian dalam masyarakat, baik itu sebagai kebutuhan
maupun hanya sekadar hiburan. Terdapat berbagai bentuk karya sastra, mulai
dari prosa, drama, dan puisi. Puisi termasuk salah satu jenis karya sastra yang
tidak hanya ditempatkan secara khusus, tetapi dapat pula dijumpai dalam
media massa, majalah, dan surat kabar yang sangat dekat dan akrab dengan
masyarakat.
Pada dasarnya, karya sastra sangat bermanfaat bagi kehidupan, karena
karya sastra dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang kebenaran-
kebenaran hidup, walaupun dilukiskan dalam bentuk fiksi. Karya sastra dapat
memberikan kegembiraan dan kepuasan batin. Hiburan ini adalah jenis
hiburan intelektual dan spiritual. Karya sastra juga dapat dijadikan sebagai
pengalaman untuk berkarya, karena siapa pun bisa menuangkan isi hati dan
pikiran dalam sebuah tulisan yang bernilai seni (Sumardjo dan Saini 1994).
Puisi merupakan suatu media dalam sastra yang cukup ringkas sebab
adanya pemadatan isi dan pengungkapan makna yang diberikan secara tersirat
dengan penggunaan kata-kata kias dan penuh imajinatif. Kepadatan komposisi
yang ketat, membuat puisi tidak memberi ruang yang longgar pada penyair
dalam berkreasi secara bebas. Tak heran jika puisi disebut-sebut sebagai the
most condensed and concentrated from of literature maksudnya puisi
merupakan bentuk sastra paling padat dan terkonsentrasi.
1
2
Pradopo (2005:124-129) menyatakan salah satu konvensi sastra
tentang ketidaklangsungan ekspresi menurut Riffaterre yang dijabarkan
dengan metode pembacaan heuristik dan hermeneutik. Pembacaan heuristik
adalah pembacaan puisi berdasar pada konvensi bahasanya, sedangkan
pembacaan hermeneutik adalah pembacaan puisi berdasar pada konvensi
sastranya.
Tahap pertama perlu disadari bahwa interpretasi dan pemaknaan tidak
diarahkan pada suatu proses yang hanya sampai pada permukaan karya sastra,
tetapi juga yang mampu "sampai di kedalaman makna" yang terkandung di
dalamnya. Untuk itu, seorang penafsir setidaknya harus memiliki wawasan
bahasa, sastra, dan budaya yang cukup luas dan mendalam.
Berhasil atau tidaknya seorang penafsir mencapai taraf interpretasi
yang optimal, sangat bergantung pada kecermatan dan ketajaman interpreter
itu sendiri. Selain itu, dibutuhkan metode pemahaman yang memadai; metode
pemahaman yang mendukung merupakan satu syarat yang harus dimiliki
interpreter. Dari beberapa alternatif yang ditawarkan para ahli sastra dalam
memahami karya sastra, metode pemahaman Heuristik dan Hermeneutik dapat
dipandang sebagai metode yang paling memadai.
Mengetahui makna Heuristik dan Hermeneutik dalam suatu puisi atau
sajak merupakan hal yang sangat penting bagi seorang pembaca atau
pendengar sebab dengan mengetahui maknanya pendengar dapat tahu pesan
tersirat yang ingin disampaikan penulis dalam memaknai teks puisi yang
lainnya. Selain itu, menjadi wadah atau media pembelajaran baik itu pembaca,
3
pendengar, serta juga pecinta sastra. Meskipun dalam kajiannya banyak yang
telah meneliti makna heuristik dan hermeneutik dalam suatu buku puisi,
seperti yang dilakukan oleh Azka Mirantin dengan judul Analisis Makna
Heuristik dan Hermeneutik Teks Puisi dalam Buku Syair-Syair Cinta Karya
Khalil Gibran, Andina Muchti dengan judul Kajian Heuristik dan
Hermeneutik terhadap Kumpulan Puisi Deru Campur Debu Karya Chairil
Anwar serta Leli Nuryati dengan judul Analisis Heuristik dan Hermeneutik
pada Puisi Permintan Karya Muhammad Yamin. Dengan tujuan
mendeskripsikan makna heuristik dan hermeneutik buku puisi tersebut. oleh
karena itu, penulis ingin melakukan penelitian pada objek kajian makna
heuristik dan hermeneutik juga. Meski objek yang ingin diteliti sama namun
dalam kajian yang ingin diteliti memiliki perbedaan pada judul puisi dan
pengarannya.
Seperti yang telah dijelaskan, penulis menyimpulkan bahawa puisi
merupakan media pengungkapan komunikasi tersirat dengan pemaknaan yang
mendalam dengan mengimplementasikan kehidupan sehari – hari sebagai
isinya. Di dalam puisi, terdapat penggunaan kata kias atau perumpamaan yang
tidak semua pembaca awam dapat menafsirkan atau memahami puisi secara
benar, penulis juga melihat ketertarikan dan perkembangan puisi yang
semakin pesat ditambah dengan media daring yang di dalamnya mencakup
media sosial seperti Facebook, Whatsapp dan Line yang banyak memposting
potongan-potongan puisi dari penulis terkenal hanya untuk dijadikan status
diberanda karena menyukainya. sebut saja Sapardi Djoko Damono dengan
4
bukunya Perihal Gendis dan Chairil Anwar dengan bukunya Deru Campur
Debu.
Dari kedua buku kumpulan puisi yang ditulis oleh Sapardi Djoko
Damono dan Chairil Anwar terdapat perbedaan dari segi Gaya Bahasa dan
Diksinya, misalnya puisi dari Chairil Anwar menggunakan gaya bahasa
sederhana dan lebih banyak mengandung makna sebenarnya, lebih mudah
dipahami karena bersifat eksplisit. Contohnya, pusi yang berjudul Aku.
“Kalau sampai waktuku, ku mau tak seorang kan merayu tidak juga kau, tak
perlu sedu sedan itu, aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang,
biar peluru menembus kulitku aku tetap meradang menerjang, luka dan bisa
kubawa berlari, berlari, hingga hilang pedih peri, dan aku akan lebih tidak
perduli, aku mau hidup seribu tahun lagi” dari puisi tersebut dapat dimaknai
bahwa isinya menceritakan tentang wujud keteguhan hati yang dicerminkan
melalui dua kalimat di awal puisi “Kalau sampai waktuku, ku mau tak seorang
kan merayu….”, kemudian juga dapat dimaknai sebagai keberanian untuk
melawan dan tak takut akan kematian tersuratkan pada bait ketiga puisi
tersebut. “ …..biar peluru menembus kulitku, aku tetap meradang
menerjang…”. Dan juga dimaknai sebagai orang yang bersemangat dalam
berjuang yang tak ingin dibatasi oleh waktu. Dinyatakan melalui kalimat
“..aku mau hidup seribu tahun lagi”. Sedangkan, pada Puisi – puisi dari
Sapardi Djoko Damono lebih bersifat implisit dan dominan menggunakan
unsur alam, Gaya bahasanya pun berupa kiasan atau Perumpamaan.
Contohnya, puisi yang berjudul Hening Gendis, “ /i/ Hening adalah ketika
5
angin membujukku mendirikan istana di atas selembar awan putih selembar
saja berlayar sangat perlahan mengayuh angin yang tak henti – hentinya
merindukan istana agar bisa sejenak, ya, sejenak saja telentang meluruskan
badan melupakan impian tentang istana tentang istirahat tentang takdir
sebagai jebara abadi. /ii/ Hening adalah ketika terdengae dendang gerimis
tanpa partitur membasahi kelokan tajam sepanjang lorong
keberadaanku……../vi/ Hening adalah ketika aku tak lagi mampu mengeja
apa pun yang baru saja kuucapkan”. dilihat dari potongan puisi tersebut
sangat jelas menggunakan kiasan dengan variasi unsur alam di dalamnya.
Sangat sulit untuk dicerna makna yang terkandung dalam setiap baitnya.
namun secara implisit untuk bait keenam membicarakan tentang kematian.
Meskipun dari kedua penulis tersebut memiliki karya – karya sastra
yang terkenal dan disukai banyak pembaca namun dari segi pemaknaan dapat
dilihat bahwa puisi dari Sapardi Djoko Damono yang paling sukar untuk
ditafsirkan isi dari puisinya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji
makna Heuristik dan Hermeneutik dari beberapa puisi yang terdapat pada
buku Perihal Gendis Karya Sapardi Djoko Damono. Adapun judul penelitian
yang penulis ingin kaji yaitu Makna Heuristik dan Hermeneutik Teks Puisi
pada Buku Perihal Gendis Karya Supardi Djoko Damono.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dirumuskan masalah sebagai berikut ini
1. Apa makna Heuristik yang terdapat pada Buku Perihal Gendis Karya
Sapardi Djoko Damono?
6
2. Apa makna Hermenutik yang terdapat pada Buku Perihal Gendis Karya
Sapardi Djoko Damono?
C. Tujuan penelitian
Dari pemaparan rumusan masalah yang bersumber oleh latar belakang maka
tujuan penelitian yaitu,
1. Mendeskripsikan makna Heuristik pada Buku Perihal Gendis Karya
Sapardi Djoko Damono
2. Mendeskripsikan makna Hermenutik pada Buku Perihal Gendis Karya
Sapardi Djoko Damono
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Manfaat penelitian ini diharapkan berguna bagi pembaca pada
umumnya dan mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Makassar pada khususnya, mengenai teori semiotik
berkenaan dengan pembacaan Heuristik dan Hermeneutik, sehingga hasil
penelitian ini secara teori dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dalam
bidang bahasa dan sastra.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat memberikan referensi kepada mahasiswa
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar yang tertarik
7
dalam bidang pengkajian puisi dan penerapan metode pembacaan heuristik
dan hermeneutik khususnya pada pecinta buku puisi.
E. Definisi Istilah
1. Sastra atau kesastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan
imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat)
melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap
kehidupan manusia (Esten, 1978:9).
2. Drama adalah genre sastra yang menunjukkan penampilan fisik secara
lisan setiap percakapan atau dialog antara pemimpin di sana. (Budianta
dkk 2002).
3. Puisi ialah sebuah bentuk karya sastra yang mengungkapkan suatu
pikiran serta perasaan dari penyair dan secara imajinatif serta disusun
dengan mengonsentrasikan sebuah kekuatan bahasa dengan
pengonsentrasian suatu struktur fisik serta struktur batinnya.
4. Prosa adalah karangan bebas (tidak terikat oleh kaidah yang terdapat
dalam puisi)
5. Makna yaitu maksud pembicara atau penulis
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Relevan
Sebuah penelitian agar mempunyai orisinalitas perlu adanya tinjauan
pustaka. Tinjauan pustaka berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang
penelitian dan analisis sebelumnya yang telah dilakukan. Tinjauan terhadap
hasil penelitian dan analisis sebelumnya ini akan dipaparkan yang berkaitan
dengan analisis makna Heuristik dan Hermeneutik. Pada bagian ini dipaparkan
beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan.
1. Mirantin (2018) dengan judul Analisis Makna Heuristik dan Hermeneutik
Teks Puisi dalam Buku Syair-Syair Cinta Karya Khalil Gibran.
Untuk melakukan penelitian diperlukan metode yang sesuai dengan objek
yang diteliti, dengan demikian proses penelitian dapat berjalan dengan baik dan
berhasil sesuai dengan yang diharapkan. penelitian ini menggunakan metode
deskriptif. Metode ini berusaha menggambarkan suatu gejala, peristiwa, yang
terjadi sebagaimana adanya pada saat penelitian atau dalam suatu peristiwa.
Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai
analisis teks puisi yang terdapat pada buku Syair-Syair Cinta Karya Khalil Gibran.
Gambaran tersebut diperoleh dari data yang dikumpulkan disusun dan
diklasifikasikan dari setiap puisi. Adapun pendeskripsian makna puisi yang akan
dilakukan oleh peneliti ialah dengan menggunakan teknik pembacaan Heuristik
dan Hermeneutik.
49
9
Hasil kajian dan analisis dari enam teks puisi pada buku “Syair-Syair
Cinta” Karya Khalil Gibran dengan menggunakan teori pembacaan semiotik
tingkat pertama (Heuristik) dan pembacaan tingkat kedua (Hermeneutik) maka
dapat disimpulkan bahwa, pembacaan dan pemahaman Heuristik pada enam teks
puisi yang dianalisis dapat dilakukan dengan penambahan kata yang hampir
serupa pada setiap puisi, seperti konjungsi (kalau, namun, dan, tapi, daripada) kata
(malikat, cinta, kesedihan, jiwa, pemuda, malas, pemerintah, angkuh, perah,
penjajah, dan lain sebagainya) frasa seperti (meminta penangguhan, aku
melakukannya, rasa sakitnya, pertengkaran hebat, dan lain sebagainya), selain itu
terdapat pengualang kata yang sengaja tidak dituliskan, dan sinonim kata yang
ditambahkan oleh peneliti agar kata yang sudah jarang digunakan, lebih mudah
dimengerti dan hal itu ditandai dengan tanda kurung sebagai penjelas dari setiap
larik puisi tersebut. Makna Heuristik yang terkandung dalam puisi pertama ialah
gambaran dialog seorang lelaki yang kedatangan tamu yaitu temannya, dan
bertingkah seolah lelaki itu akan dicabut nyawanya. Puisi kedua memilki makna
Heuristik menunjukkan hakikat nyanyian jiwa atau kata hati setiap manusia dan
puisi ketiga menunjukkan sifat cinta yang universal. puisi kelima sebenarnya
memilki karakteristik yang hampir sama dengan puisi pertama yakni mengusir
sifat jeleknya dengan teknik dialog dengan jiwanya sendiri, kemudian dua puisi
terakhir menunjukkan krisis sosial dan kemanusian, perbandingan dua strata sosial
dan peperangan. Dari keenam puisi tersebut bisa ditarik benang merah bahwa
makna Heuristik yang sengaja dibangun oleh penyair ialah sisi kehidupan, cinta,
sosial, dan politik. Tahap pembacaan Hermeneutik atau tahap pembacaan tingkat
10
kedua yang diperoleh dari sebuah makna yang padu tentang isi puisi seperti
halnya dalam enam teks puisi tersebut. Penulis menemukan makna yang
dihubungkan dengan konteks dari setiap puisi yaitu puisi pertama, bercerita
tentang kehidupan dan kematian, tentang seseorang yang sangat ingin hidup
kembali setelah maut datang menjemput, mencoba menawar dan meminta
penangguhan atas umurnya yang akan segera berakhir dengan datangnya malaikat
maut.
Kemudian terdapat puisi yang menceritakan keadaan setiap jiwa, nurani,
kata hati yakni petunjuk dari Tuhan yang menjadi hakim bagi setiap manusia,
keadaan jiwa yang memilki fitrah baik namun kemudian penyair menggambarkan
ketakukan akan kelemahannya yang mudah tergoda, dan di puisi selanjutnya
penulis masih menggambarkan keadaan jiwa dan hati, yakni sifat atau naluri cinta
kasih yang universal dan pasti dimiliki oleh setiap manusia juga sifatnya yang
memilki jalan kebaikan dan keburukan, hal ini diistilahkan dengan nyanyian cinta
atau hakikat dari sebuah cinta. Tangan kehidupan yang penuh godaan, mulai dari
godaan sifat, seperti kemalasan, rasa iri, dengki kemudian godaan yang disebutkan
di puisi selanjutnya yakni godaan dari sesama manusia. Godaan manusia ini bisa
berupa ketidakbenaran dalam hubungan sosial, ketidakbenaran hidup
berkelompok, sehingga kekacauan tersebut diluapkan melalui sindiran, ini
tertuang dalam puisi “Kami dan Kalian”, dan godaan manusia selanjutnya dapat
dilihat dari kisah penjajahan dan peperangan pada masa perang dunia I yang
sangat merugikan dan menyudutkan salah satu pihak, bahkan merugikan orang
11
yang tidak bersalah, kisah ini tertuang pada puisi terakhir, yakni “Mati Sudah
Orang-Orangku”.
2. Muchti (2017) dengan judul Kajian Heuristik dan Hermeneutik terhadap
Kumpulan Puisi Deru Campur Debu Karya Chairil Anwar.
Metode penelitian ini membahas mengenai pendekatan penelitian,
data dan sumber data, teknik penyediaan data serta teknik analisis data.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif kualitatif dan pendekatan semiotik. Subroto (1992:70)
mengutarakan bahwa penelitian kualitatif itu bersifat deskriptif. Peneliti
mencatat dengan teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata, kalimat
dan wacana. Pendekatan semiotik adalah pendekatan penelitian yang
menggunakan metode-metode semiotik, dalam hal ini adalah pembacaan
Heuristik dan Hermeneutik.
Memahami suatu Karya sastra, kita penulis menggunakan metode
pemahaman Heuristik dan Hermeneutik. Metode pemahaman Heuristik
merupakan langkah untuk menemukan makna melalui pengkajian struktur
bahasa dengan mengintrepetasikan teks sastra secara referensial lewat
tanda-tanda linguistik, sehingga menghasilkan pemahaman makna secara
harfiah. Sedangkan metode pemahaman Hermeneutik merupakan
interpretasi tahap kedua yang bersifat retroaktif yang melibatkan banyak
kode di luar bahasa dan menggabungkannya secara integratif sampai
pembaca dapat membongkar secara struktural guna mengungkapkan
makna (singificance) dalam sistem tertinggi, yakni makna keseluruhan
12
teks sebagai sistem tanda. Sehingga pembaca dapat memhami Karya sastra
secara menyeluruh dan mendalam.
Dari hasil pembacaan Heuristik dan Hermeneutik kumpulan Puisi
Karya Chairil Anwar, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam
keenam puisinya Chairil Anwar selalu menghadirkan tema-tema
kebebasan, pemberontakan dan petualangan yang merupakan ekspresi dari
sifat-sifat Chairil itu sendiri. 2. Pengalaman masa pacaran dengan Hayati
yang tidak menyenangkan karena Hayati pergi dan selingkuh dengan pria
lain membuatnya marah dan memimpikan seorang kekasih yang sangat
berbeda dari hayati. Sehingga Chairil mengekspresikannya dengan kata-
kata kasar untuk menggambarkan kekesalannya itu.
3. Nuryati (2015) dengan judul Analisis Heuristik dan Hermeneutik pada
Puisi Permintan Karya Muhammad Yamin
Hasil analisis Heuristik dan Hermeneutik pada puisi Permintaan
Karya Muhammad Yamin yaitu bahwa pembacaan Hermeneutik dapat
dijadikan sebagai alat untuk menganalisis sebuah puisi. Pembacaan
Hermeneutik membicarakan tentang penafsiran dan pemaknaan dalam
sebuah puisi. Dalam pembacaan Heuristik yang menganalisis puisi
berdasarkan kata dan bait dalam puisi. Pembacaan Hermeneutik puisi
Permintaan Karya Muhammad Yamin dapat memberikan makna bahwa
Muhammad Yamin sebagai pengarang sangat menyayangi dan memuji
tanah kelahirannya yang berada di pesisir Sumatera yang dikelilingi oleh
lautan. Ia sangat merindukan tanah kelahirannya yang indah dan damai
13
serta ia sangat bangga akan tanah kelahirannya sehingga ia menginginkan
jika kelak ia mati haruslah ia dikuburkan di tanah kelahirannya.
Dalam pembacaan Heuristik puisi Permintaan Karya Muhammad
Yamin merupakan puisi modern yang masih menggunakan kaidah-kaidah
lama, dengan lirik dan bait yang disusun 4-4-3-3 serta sajaknya yang bebas
a-b-b-a dan a-a-a. Melalui puisi ini Muhammad Yamin sebagai pengarang
memberikan kata-kata dan imajinasi yang mudah dimengerti dan memiliki
nilai keindahan bila dibaca dan dinikmati. Puisi ini memiliki makna
keseluruhan yang kuat bahwa penyair sangat mencintai dan merindukan
tanah kelahirannya.
B. Landasan Teori
1. Karya Sastra
Menurut Esten (1978:9) sastra atau kesastraan adalah pengungkapan dari
fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia, (dan
masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif
terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
Menurut Eagleton (1988:4) sastra adalah karya tulisan yang halus (belle
letters) adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa. harian dalam berbagai cara
dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan dan
diterbalikkan, dijadikan ganjil.
14
Menurut Sumardjo dan Saini (1994:2-3), salah satu pengertian sastra
adalah seni bahasa. Maksudnya adalah, lahirnya sebuah karya sastra adalah untuk
dapat dinikmati oleh pembaca. Untuk dapat menikmati suatu karya sastra secara
sungguh-sungguh dan baik diperlukan pengetahuan tentang sastra. Tanpa
pengetahuan yang cukup, penikmatan akan sebuah karya sastra hanya bersifat
dangkal dan sepintas karena kurangnya pemahaman yang tepat. Sebelumnya,
patutlah semua orang tahu apa yang dimaksud dengan karya sastra. Karya sastra
bukanlah ilmu. karya sastra adalah seni, di mana banyak unsur kemanusiaan yang
masuk di dalamnya, khususnya perasaan, sehingga sulit diterapkan untuk metode
keilmuan. Perasaan, semangat, kepercayaan, keyakinan sebagai unsur karya sastra
sulit dibuat batasannya.
Karya sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran
kehidupan, yang dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan
dalam bentuk tulisan. Sumardjo (1991) dalam bukunya yang berjudul "Apresiasi
Kesusastraan" mengatakan bahwa karya sastra adalah sebuah usaha merekam isi
jiwa sastrawannya. Rekaman ini menggunakan alat bahasa. Sastra adalah bentuk
rekaman dengan bahasa yang akan disampaikan kepada orang lain.
Dari berbagai definisi yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli maka
penulis menyimpulkan bahwa karya sastra adalah hasil olah pikir manusia dari
cerminan perasaan yang diabadikan ke dalam selembar kertas yang mengandung
unsur komunikasi kepada pembacanya.
15
Menurut Saryono (2009:16-17) sastra bukan sekedar artefak (barang mati),
tetapi sastra merupakan sosok yang hidup. Sebagai sosok yang hidup, sastra
berkembang dengan dinamis menyertai sosok-sosok lainnya, seperti politik,
ekonomi, kesenian, dan kebudayaan. Sastra dianggap mampu menjadi pemandu
menuju jalan kebenaran karena sastra yang baik adalah sastra yang ditulis dengan
penuh kejujuran, kebeningan, kesungguhan, kearifan, dan keluhuran nurani
manusia. Sastra yang baik tersebut mampu mengingatkan, menyadarkan, dan
mengembalikan manusia ke jalan yang semestinya, yaitu jalan kebenaran dalam
usaha menunaikan tugas-tugas kehidupannya (Saryono, 2009:20). Sastra dapat
dipandang sebagai suatu gejala sosial (Luxemburg, dkk, 1984:23). Hal itu
dikarenakan sastra ditulis dalam kurun waktu tertentu yang langsung berkaitan
dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu dan pengarang sastra merupakan
bagian dari suatu masyarakat atau menempatkan dirinya sebagai anggota dari
masyarakat tersebut.
2. Jenis-Jenis Karya sastra
Karya sastra dapat digunakan sebagai media komunikasi dalam
menyampaikan aturan tentang nilai-nilai moral kepada pembacanya, baik
anak – anak, remaja, maupun orang dewasa. Berikut adalah beberapa jenis
Karya sastra.
a. Prosa
Prosa adalah karangan yang bersifat menerangkan secara terurai
mengenai suatu masalah, hal atau peristiwa, dan lain-lain. Dengan
demikian, karangan bentuk ini jelas tidak bisa singkat dan pendek
16
karena harus menerangkan secara panjang lebar dan sejelas-jelasnya
akan sesuatu. Ketepatan dan kejelasan kalimat menjadi sangat penting.
(Zainuddin dkk, 1991).
Prosa sifatnya bebas, yaitu tidak terikat irama, rima, jumlah
larik. Tetapi, prosa lama masih bersandar pada irama, pada gaya bahasa
masyarakat lama atau bahasa klise, misalnya hatta, syahdan, arkian,
kata sahibul hikayat dan wallahu alam bisawah. Bentuk bebas tetapi
masih bersandar pada irama maka bentuk karya sastra itu disebut prosa
liris. (Zainuddin dkk, 1991).
Cerpen, dongeng, novel atau hikayat merupakan cerita karya
sastra yang mengungkapannya secara mendalam, terperinci dan luas.
Tokoh-tokoh cerita, peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadiannya
diungkapkan dengan penguraian. Tokoh cerita diungkapkan atau
diceritakan semua yang ada pada tokoh cerita, bahkan sampai pada hal-
hal yang kecil. Pengungkapan semua peristiwa secara jelas disebut
prosa karena bentuk karya sastra ini sifatnya penguraikan seluruh
pikiran dan perasaan serta tidak terikat syarat-syarat tertentu (Zainuddin
dkk, 1991).
Prosa terdiri atas 2 yaitu prosa lama yakni, dongeng, mite,
legenda, sage, fabel, hikayat dan prosa baru yakni, cerita pendek atau
cerpen, roman dan novel, biografi dan otobiografi, kisah, tembo atau
sejarah, esei, kritik sastra (Zulfahnur dkk, 1996).
b. Drama
17
Benhart (dalam Tarigan ,1984:7) menyatakan
bahwa drama adalah suatu karangan dalam prosa atau puisi yang
disajikan dalam dialog atau pantomi, suatu cerita yang mengandung
konflik atau kontras seorang tokoh, terutama sebagai suatu cerita yang
diperuntukkan buat dipentaskan di panggung dramatik.
Selanjutnya keterangan lain yang terdapat dalam Webster’s New
International Dictionary (dalam Tarigan, 1984:71) mengatakan
bahwa drama adalah suatu karangan, kini biasa dalam prosa disusun
buat pertunjukan dan dimaksimalkan untuk memotret kehidupan atau
tokoh suatu cerita dengan gerak dan biasanya dengan dialog yang
bermaksud memetik beberapa hal berdasarkan cerita dan sebagainya
yaitu lakon. Direncanakan atau disusun sedemikian rupa untuk
dipertunjukkan oleh pelaku di atas pentas.
Rosdiana dkk (2008) Menyatakan bahwa dalam tinjauan aspek
sikap terhadap naskah terdapat jenis drama modern dan tradisional.
Drama modern adalah drama yang berasal dari pengarang lain dan teks
telah dipersiapkan terlebih dulu. Sedangkan drama tradisional adalah
jenis drama yang dipentaskan secara improvisasi dan mengikuti adat
kebiasaan turun-temurun serta tidak mengikuti kepribadian seniman
pencipta tertentu.
c. Puisi
Puisi merupakan sebuah olahan pikiran seseorang, kehadiran
puisi dalam menyampiakan pesan kepada orang lain untuk diberi
18
makna sangat manjur. Ketika seseorang sedang sedih, sedang jatuh
cinta dan lain sebagainya orang yang kaya dengan imajinasi tentu puisi
adalah alatnya. Dalam puisi terkdangmengandung beberapa unsur
ekstrinsik berikut aspek pendidikan, aspek sosial budaya, aspek sosial
masyrakat, aspek politik, aspek ekonomi, aspek adat dan sebagainya.
Puisi termaksud salah satu bentuk karya sastra. Karya sastra
merupakan bentuk komunikasi antara sastrawan dengna pembacanya.
Puisi merupakan alat pengungkapan fikiran dan perasaan atau sebagai
alat ekspresi, Apa yang ditulis sastrawan dalam karya sastranya adalah
sesuatu yang ingin diungkapkan pada pembaca. dalam penyampaian
idenya tersebut sastrawan tidak bisa dipisahkan dari latar belakang
lingkungannya. Puisi sebagai bentuk komunikasi sastra tidak akan
terlepas dari peranan pengarang sebagai pencipta sastra.
Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan,
dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan
kata – kata kias (Imajinatif). Pemilihan diksi dilakukan agar memiliki
kekuatan pengucapan, sehingga salah satuusaha penyair adalah
memilih kata – kata yang memiliki persamaan bunyi (rima). Kata –
kata itu mewakili makna yang lebih luas dan lebih banyak. Karenanya,
kata – kata dicarikan konotasi atau makna tambahan dan dibuat
bergaya dengan bahasa figuratif. (Rimang 2011:31-32)
Dalam bahasa Inggris kata puisi adalah poetry yang erat
berhubungan dengan kata poet dan kata poem. Adapun mengenai kata
19
poet ini Vencil C.Coulter (dalam Tarigan, 2011:4) memberi penjelasan
sebagai berikut: “kata poet berasal dari kata yunani yang berarti
membuat; mencipta. Dalam bahasa inggris kata poet ini lama sekali
disebut maker. Dalam bahasa Yunani sendiri kata poet berarti orang
yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir
menyerupai dewa atau yang sangat suka kepada dewa-dewa. Dia
adalah orang yang berpengelihatan tajam, orang suci; yang sekaligus
merupakan seorang filusuf, negarawan, guru, orang yang dapat
menebak kebenaran yang tersembunyi.” (Coulter, Vincil C, 1930:284-
5)
Adapun pendapat lain mengatakan bahwa: “puisi sebagai salah
satu sebuah karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam
aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat
bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam macam
unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Dapat pula puisi di kaji jenis-jenis
atau ragam-ragamnya, mengingat bahwa ada beragam-ragam puisi.
Begitu juga, puisi dapat dikaji dari sudut kesejarahannya, mengingat
bahwa sepanjang sejarahnya, dari waktu kewaktu puisi selalu ditulis
dan selalu dibaca orang. Sepanjang zaman puisi selalu mengalami
perubahan, perkembangan. Hal ini mengingat hakikatnya sebagai
karya seni yang selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan
pembaharuan.” (Pradopo, 2005)
20
Rimang (2011:32) menyatakan bahwa ada beberapa hal penting
yang tersirat dalam pengertian puisi, yakni :
1) Puisi merupakan ungkapan pemikiran, gagasan ide dan ekspresi
penyairnya.
2) Bahasa puisi berisifat konotatif, simbolis dan lambing kerena itu
penuh dengan imaji, metafora, kias dengan bahasa peguratif yang
estetis.
3) Penyusunan larik – larik puisi memamfaatkan pertimbangan bunyi
dan rima semaksimalnya.
4) Dalam penulisan puisi terjadi pemadatan kata dengan berbagai
bentuk kekuatan bahasa yang ada.
5) Sedang unsur pembangun puisi yang mencakup unsur batin dan
lahir puisi membangun kekuatan yang padu.
6) Bahasa puisi tidak terikat oleh kaidah kebahasaan umumnya,
karena itu ia memiliki kebebasan untuk menyimpang kaidah
kebahasaan yang ada, biasanya disebut dengan lisencia poetica.
Keterangan diatas masih membutuhkan penjelasan –
penjelasan yang lebih mendetail. Ralp Waldo Emerson member
penjelasan bahwa puisi merupakan upaya abadi untuk mengekspresikan
jiwa susatu, untuk menggerakkan tubuh yang kasar dan mencari
kehidupan dan alasan yang menyebabkan ada, karena bukannya irama
melainkan argumen yang membuat iramalah ( yaitu idea tau gagasan)
yang menjelma suatu puis. Sang penyair membuat suatu pikiran baru
21
untuk disingkapkan kepada pembaca, dia ingin mengatakan kepada
semua orang betapa pengalaman bersatu dengan dia yang mempunyai
perbendaharaan kata yang lebih kaya dengan pengalamantersebut (Blair
& Chander 1935:3)
Ragam puisi bermacam – macam , jika dilihat dari menurut
zamannya dapat kita bedakan atas:
1) Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi peningggalan sastra melayu. Ada
yang asli dan ada pula berasal dari puisi-puisi asing yaitu Arab,
Parsi, dan India. Puisi baru ialah bentuk puisi Indonesia,
dipengaruhi puisi Barat, puisi baru banyak dipengaruhi oleh puisi
Belanda terutama angkatan 80-nya (De Tachtigers). Sedangkan
puisi modern (mulai dari angkatan ’45) dipengaruhi oleh puisi
dunia (Inggris, Prancis, Rusia, Italia, Spanyol, dan lain-lain)
perbedaan utama puisi tiga zaman ini terletak pada sifat keterikatan
dan kebebasan dalam mencipta. (Badudu, 1986)
Adapun menurut Waluyo (2002:46–50) jenis - jenis puisi lama
antara lain:
(a) Gurindam adalah jenis puisi lama yang terdiri atas dua baris,
semuanya merupakan isi dan menunjukan hubungan sebab
akibat.
(b) Pantun adalah jenis puisi lama yang terdiri atas empat baris,
memiliki rima, dengan baris pertama dan kedua merupakan
22
sampiran dan baris ketiga dan keempat merupakan isi dan
berjadak a-b-a-b.
(c) Syair adalah puisi lama yang terdiri atas empat baris perbait,
memiliki rima. Semua baris merupakan isi dan biasanya tidak
selesai dalam satu bait karena digunakan untuk bercerita.
(d) Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki
kekuatan gaib.
(e) Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
(f) Seloka adalah pantun berkait.
(g) Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap
bait 4 baris, bersa-jak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
2) Puisi baru
Menurut Badudu (1986:21) Puisi baru adalah puisi yang
mengalami perkembangan yang sangat pesat sekali. Perubahan-
perubahan yang terjadi sangat bertentangan dengan puisi lama jika
dilihat dari motif dan dasarnya. Tentunya dalam puisi baru
memancarkan kehidupan masyarakat yang baru, baru dalam corak
hidupnya, baru dalam pandangan dan baru pula kriteria-kriteria
puisinya. Karya dalam puisi baru bukan hanya merupakan karya
dalam permainan bahasa saja, melainkan dalam puisi-puisi baru
terlihat adanya konsentrasi yang penuh dan teliti dari penyairnya.
Puisi baru di Indonesia lahir dalam tahun dua puluhan. Sebenarnya
bukan angkatan pujangga baru yang memulai melahirkan bentuk-
23
bentuk puisi baru, melainkan beberapa pengarang yang lebih tua
dari pada mereka yang biasanya disebut juga angkatan pra-
pujangga baru.
Selanjutnya Rimang (2011:36-64) menyatakan bahwa puisi
dilihat dari bentuk dan isinya. Dapat dikemukakan sebagai berikut.
1) Puisi Elegi
Puisi jenis ini hakikatnya merupakan puisi yang berisi
tentang ratapan dan kepedihan penyair , puisi ini termaksud puisi
lirik yang berisi ratapan kematian seseorang atau kematian
beberapa orang. Seorang penyair yang menulis puisi kematiannya
sendiri sebelum mati disebut epitaph.
2) Puisi Romance
Jenis puisi yang merupakan luapan batin penyair terhadap
sang pujaan, kekasih . Puisi demikian seringkali dan banyak kita
jumpai. Karena biasanya kepenyairan seseorang seringkali memang
diawali dengan persoalan cinta.
3) Puisi Dramatik
Puisi ini merupakan penggambaran dari perilaku seseorang,
baik lewat lakon, dialog, maupun monolog sehingga mengandung
suatu gambaran tentang kisah tertentu, puisi dramatik sering kita
jumpai, ketika sang penyair ingin mengekspresikan sebagai bentuk
pemanggungan sebuah puisi yang demikian seringklai
24
memamfaatkan aspek – aspek (unsur) drama sebagai penajaman
pengucapan.
4) Puisi Satirik
Puisi ini merupakan puisi yang mengandung sindiran atau
kritik tentang kepincangan yang terjadi. Puisi banyak kita jumpai
dalam kehidupan ini, sebab kepincangan dan ketimpangan sosial
masyarakat kita sangat luar bias. Jenis puisi ini, biasanya
dipergunakan penyair untuk melakukan sindiran terhadap
fenomena sosial yang dinilainya timpang. Puisi – puisi banyak dan
sering ditulis penyair Karena memang budaya sosial masyarakat
memang luar biasa. Dalam bahasa Gunawan Mohammad,
Masyarakat kita masih memilih “Budaya pasemon”.
5) Puisi Didaktik
Puisi ini merupakan puisi yang sarat dengan nilai – nilai
yang dapat diambil oleh pembaca, atas penyair yang ingin
menyampaikan nilai – nilai edukatif yang penting dan dipahami
pembaca. Puisi seperti ini, sangat menarik jika dipergunakan untuk
menanamkan berbagai nilai, sehingga puisi demikian memang
mengabdi kepada masyarakat.
6) Puisi Lirik
Puisi ini berisikan luapan batin penyair secara individu yang
merupakan pengungkapan atas pengalaman batinnya. Puisi – puisi
ini banyak kita jumpai baik dimasa puisi lama, baru maupun puisi –
25
puisi mutakhir. Puisi ini mencakup puisi elegi: Himne, ode,
epigram, humor, pastoral idyl, satire dan parody. Puisi – puisi lirik
dalam perpuisian baru boleh dibilang memang kental diucapkan
oleh pra penyair mutakhir. Sejak kepolopiran Supardi Djoko
Damono. Dengan ikon puisi lirik, pengekornya ternyata muncul
berbagai Variasi yang kreatif dan inpresif.
7) Puisi Naratif (Balada)
Puisi ini merupakan puisi yang berisi tentang cerita dengan
pelaku, perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa sehingga
menjalin cerita. Puisi ini sering disebut juga puisi balada. Puisi ini
menurut Sumardjo (1991:26), Adalah puisi cerita yang
mengandung unsur – unsur sebagai berikut. : Bahasa sederhana,
langsung dan kongkret, mengandung unsur ketegangan, ancaman,
dan kejutan dalam materin cerita; mengandung kontras – kontras
yang dramatik didalamnya; terdapat pengulangan – pengulangan
untuk penegasan; mengandung kadar emosi yang kuat ; sedikit
dialog didalamnya; cerita bersifat objektif dan impersonal; sedikit
sekali mengandung ajaran moral (inilah sebabnya balada tentang
tokoh penjahat yang berani dan melegendaris).
8) Puisi Epik (Epos)
Pusi ini merupakan puisi yang didalamnya bercerita tentang
kepahlawanan, biasanya berkaitan dengan legenda, kepercayaan
maupun historis sebuah bangsa. Puisi ini dibedakan menjadi 2 yakti
26
folk epic dan literary epic . Jenis yang pertama merupakan puisi
yang bila nilai akhir puisi itu untuk dinyanyikan, sedangkan yang
kedua, bermakna nilai akhir puisi itu menarik untuk dibaca,
diresapi dan dipahami makna yang terkandung didalamnya.
9) Puisi Fabel
Puisi yang berisi tentang cerita kehidupan binatang untuk
menyindir atau memberi tamsil kepada manusia.
10) Puisi Deskriptif
Puisi ini merupakan puisi yang menekankan pada impresi
penyair atau realita benda, peristiwa, keadaan atau suasana yang
dinilainya menarik bagi seorang penyair.
11) Puisi Kamar
Puisi jenis ini biasanya hanya menarik apabila dibacakan
seorang diri dan dilakukan didalam kamar. Artinya tidak cocok
apabila dibawahkan diatas panggung.
12) Puisi Hukla
Jenis puisi ini menarik untuk dipanggungkan.
13) Puisi Fisikal
Puisi merupakan puisi yang bersifat realistis, artinya
menggambarkan suatu realita (Kenyataan) dengan apa adanya.
Kerena itu, tentu yang dilukis bukanlah sebuah gagasan penyair
tetapi apa – apa yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh
penyairnya.
27
14) Puisi Platonik
Puisi ini merupakan puisi yang sepenuhnya berisi tentang
hal spiritual atau kejiwaan.
15) Puisi Metafisikal
Puisi ini hakikatnya merupakan puisi yang bersifat filosofis
dan mengajak pembaca untuk merenung tentang kehidupan dalam
sebuah perjalanan (Proses) menemukan tuhannya. Hal – hal yang
diungkapkan penyair biasanya hal – hal yang metafisik, diluar
jangkauan indra.
16) Puisi Objektif
Mengungkapkan hal – hal diluar diri penyair. Karena itu,
puisi ini sering juga disebut dengan puisi interpersonal. Puisi –
puisi naratif dan deskrifitif, biasanya masuk kategori puisi yang
demikian karena bersifat menceritakan dan melukiskan, baik
kejadian, peristiwa, seting maupun aspektualitas kehidupan
lainnya.
17) Puisi Subjektif
Puisi ini sesunggunya merupakan puisi personal, yang
mengandalkan pada ekspresi personal penyairnya. Demikian
biasanya mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, perasaan, dan
suasana batin penyairnya.
18) Puisi Pastoral
28
Jenis puisi ini merupakan puisi lirik yang berisi
penggambaran kehidupan kaum gembala atau petani di sawah,
nadanya biasanya sendu atau nostalgia, merindukan kehidupan
padang gembala di masa muda.
19) Puisi Humor
Puisi ini mencari efek humor, baik dalam isi maupun teknik
sajaknya. Puisi jenis ini menekankan mutunya pada segi
kecerdasan (wit) penyair dalam mengolah kata dan
mempermainkannya. Puisi humor, kerena itu, sering sekali
dikategorikan ke dalam puisi kontemporer.
20) Puis Parodi
Merupakan puisi lirik yang berisi ejekan (mirip dengan
satire) tetapi ditujukan kepada karya seni. Dalam puisi ini, karya
seni yang menjadi sasaran biasanya dipermainkan arti dan
bentuknya sehingga tercapai efek humor dan sekaligus ejekan
terhadap karya yang bersangkutan.
21) Puisi Idyl
Puisi yang berisi tentang nyanyian kehidupan di pedesaan,
perbukitan, pegunungan dan padang - padang, penulisannya
bergaya puisi lama karena dipadukan dengan gaya pantun.
Berkaitan dengan puisi yang menggunakan bahasa sebagai
mediumnya, dan sejatinya bahasa merupakan sistem semiotik atau
ketandaan yang bermakna, maka hal ini sangat erat kaitannya dengan
29
disiplin ilmu semiotik. Ferdinan De Saussure (1857- 1913) adalah
salah satu ahli lingustik yang disebut sebagai pencetus semiotik yang
menyebut ilmu itu dengan istilah “semiologi“ dan Charles Sander
Peirce (1839-1914) adalah seorang filasafat yang menyebutnya dengan
nama “semiotics“. Kemudian kedua istilah itu digunakan secara
bergantian dengan merujuk pada makna yang sama.
Waluyo (1987:28) mengatakan, karya sastra puisi mempunyai
struktur yang berbeda dengan bentuk prosa. Penciptaannya
menggunakan prinsip-prinsip tertentu, seperti prinsip pemadatan atau
pengonsentrasian bentuk dan makna. Untuk itu, Aminuddin
(2002:110) berpendapat, dalam upaya memahami teks sastra, terutama
puisi, kesulitan yang biasa muncul adalah dalam upaya memahami
maknanya. Semua kajian sastra berkaitan dengan suatu aktivitas, yaitu
aktivitas interpretasi (penafsiran).
3. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik
model analisis semiotik Michael Riffaterre merupakan salah satu
metode untuk menganalisis karya sastra yang mencakup tentang
pembacaan Heuristik dan Hermeneutik. Oleh karena itu, teori yang
digunakan dalam penelitian ini mencakup pula teori mengenai semiotik.
a. Semiotik
Semiotik, semiotika dan semiologi adalah satu istilah yang
merujuk pada satu hal yang sama, yaitu ilmu mengenai tanda. Pradopo
30
(2005:119) menyatakan, yang dimaksud dengan tanda adalah
fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan.
Berbicara mengenai tanda bahasa, Saussure dalam Pradopo
(2005:119) menyebutkan ada dua aspek penting yang menjadi bagian
dari tanda bahasa itu, yaitu penanda (signifier/signifiant) dan petanda
(signified/signifié). Le signe linguistique est donc ce que Ferdinand de
Saussure appelle une entité physique à deux faces, la combination
indissociable, à l’intérieur du cerveau humain, du signifié et du
signifiant). Ferdinand de Saussure menjelaskan bahwa tanda bahasa itu
seperti sebuah entitas fisik yang mempunyai dua sisi yang tidak dapat
dipisahkan dan terletak dalam konsep (otak) manusia; salah satu
sisinya disebut signifié ‘petanda’ dan sisi lainnya disebut signifiant
‘penanda’ keduanya tidak dapat dipisahkan.
Pradopo (2005) juga menjelaskan, yang dimaksud dengan
penanda adalah yang menandai, yang merupakan bentuk tanda
sedangkan petanda adalah yang ditandai, yang merupakan arti tanda.
Hal itu dapat dicontohkan sebagai berikut: satuan bunyi ‘ibu’
merupakan tanda yang menandai arti ‘orang yang melahirkan kita’.
Jadi, satuan bunyi ‘ibu’ adalah penanda sedangkan arti dari satuan
bunyi ‘ibu’, yaitu orang yang melahirkan 11 kita adalah petanda.
Hubungan antara penanda dan petanda ada tiga macam, yaitu:
1) Ikon
31
Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan
yang bersifat alamiah antara petanda dan penandanya. Hubungan
itu adalah hubungan persamaan, misal gambar kuda sebagai
penanda yang menandai kuda (petanda) sebagai artinya; potret
menandai sesuatu atau seseorang yang dipotret; gambar pohon
menandai pohon (Pradopo 2005:120).
Sudjiman dan Zoest (1992:9) menjelaskan bahwa ikonisitas
adalah masalah penonjolan yaitu penonjolan aspek kemiripan
karena tanda yang mungkin menjadi acuannya itu mempunyai
sesuatu yang sama. Contoh: puisi Apollinaire yang berjudul La
Colombe poignardée et le Jet d’eau ‘Merpati yang ditikam dan Air
Mancur’. Puisi ini dalam penyusunan kata-katanya dibuat seperti
gambar merpati dan air mancur.
2) Indeks
Indeks Adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal
(sebab-akibat) antara penanda dan petandanya, misalnya asap
menandai api; alat penanda angin menunjukkan arah angin dan
sebagainya (Pradopo 2005:120).
Zoest (1990:9) mengatakan, indeks adalah tanda yang
mempunyai aspek eksistensial. Maksudnya, apa yang ditunjukkan
atau dimaksudkan oleh petanda dapat dilihat dari penandanya.
Dalam penelitian sastra dengan pendekatan semiotik, indeks ini
banyak dicari, yaitu tanda-tanda yang menunjukkan sebab akibat
32
dalam arti luasnya. Misalnya dalam deskripsideskripsi mengenai
pakaian, keadaan tempat tinggal tokoh dan lain sebagainya yang
amat mengesankan yang terdapat dalam roman-roman karya
Balzac dapat diperoleh keterangan mengenai kekayaan dan
tingkatan sosial tokoh yang dideskripsikan itu.
3) Simbol
Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya,
hubungannya bersifat arbritrer (semaumaunya). Arti itu ditentukan
oleh konvensi (Pradopo 2005:120).
Sudjiman dan Zoest (1990:9) juga menjelaskannya sebagai
berikut: ‘Hubungan antara penanda dengan petandanya merupakan
hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional. Kata-kata
dan unsur kebahasaan pada umumnya merupakan simbol.’ Kata
‘Ibu’ adalah simbol, artinya ditentukan oleh konvensi masyarakat
bahasa (Indonesia). Orang Inggris menyebutnya ‘mother’, Prancis
menyebutnya ‘mère’ (Pradopo 2005:120).
Pemaknaan teks sastra, ragam tanda yang paling sulit
ditentukan maknanya adalah simbol karena isian maknanya sudah
ditentukan oleh unsur subjektif pengarang. Walaupun demikian,
Ullman, seorang tokoh linguistik Barat mengatakan, pemakaian
simbol tidak sepenuhnya arbitrer (Aminuddin 2002:126).
33
Pradopo (2005:121) mengemukakan, bahan sastra adalah
bahasa yang sudah berarti. Bahasa berkedudukan sebagai bahan
dalam hubungannya dengan sastra, sudah mempunyai sistem dan
konvensi sendiri, maka disebut sistem semiotik tingkat pertama.
Sastra yang mempunyai sistem dan konvensi sendiri yang
mempergunakan bahasa, disebut sistem semiotik tingkat kedua.
Konvensi-konvensi tambahan dalam karya sastra bermacam-
macam. Puisi atau sajak mempunyai konvensi-konvensi tambahan
seperti konvensi ketidaklangsungan ekspresi yang dilihat dan
konvensi kebahasaannya yaitu pada gaya bahasa; konvensi visual
yang terlihat lewat bait, baris sajak, enjambement (pemenggalan
kata dalam baris (larik) untuk kemudian memindahkannyake baris
berikutnya (Tirtawirya 1978:24)), rima; dan hubungan
intertekstual, yaitu keterkaitan makna antara sajak yang satu
dengan sajak yang lain (Pradopo 2005:131). Untuk memahami
puisi atau sajak sesuai dengan konvensi bahasa dan konvensi
sastranya tidak semua konvensi-konvensi itu digunakan Dalam
penelitian ini digunakan konvensi ketaklangsungan ekspresi
dengan metode pembacaan Heuristik dan Hermeneutik yang akan
diuraikan lebih rinci.
b. Heuristik dan Hermeneutik
1) Pengertian Pembacaan Heuristik “Analisis makna Heuristik ini,
puisi dianalisis berdasarkan struktur kebahasaannya. Untuk
34
memperjelas arti jika perlu diberi sisipan kata atau sinonim yang
disimpan dalam tanda kurung. Begitu juga struktur kalimatnya
disesuaikan dengan kalimat baku, jika perlu susunannya dibalik
untuk memperjelas arti” (Pradopo, 2005) “Pembacaan Heuristik
adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau secara
semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat
pertama (Teeuw, 1984:100). Menurut Riffaterre (dalam Wellek
dan Warren, 1989:148) “Analisis secara Heuristik adalah analisis
pemberian makna berdasarkan struktur bahasa secara
konvensional, artinya bahasa dianalisis dalam pengertian yang
sesungguhnya dari maksud bahasa”. “Kerja Heuristik
menghasilkan pemahaman makna secara harfiah, makna tersurat,
aktual meaning.” (Nurgiyantoro, 2007:33). Pemahaman yang
didapatkan dari pembacaan ini merupakan makna yang sesuai
konvensi dalam komunikasi baik formal maupun nonformal.
Teknik ini berusaha menemukan maksud dari setiap kalimat
dengan berbagai usaha, seperti, penambahan kata depan,
penambahan konjungsi, maupun penambahan morfem lain yang
memilki makna yang sama. dapat disimpulkan analisis
pembacaan Heuristik adalah telaah makna secara harfiah dari
kata-kata dalam karya sastra tanpa melibatkan konteks dari teks
tersebut.
35
2) Pengertian Pembacaan Hermeneutik berasal dari bahasa Yunani
‘hermeutike akar kata Hermeneutika berasal dari kata kerja
‘herme dan neuien’ yang beararti “menafsirkan” dan kata benda
‘herme dan neia’ yang berarti “interpretasi”. Penjelasan kata-kata
tersebut dapat disepadankan dengan mengungkapkan,
menjelaskan, menerjemahkan, membuka karakter dasar
interpretasi dalam teologi dan sastra (Palmer 2003:14).
Hermeneutik berarti “tafsir”. Dalam penelitian sastra
Hermeneutik memiliki paradigma tersendiri. Menurut Ricoeur
(dalam Endraswara, 2008:42) “Hermeneutik berusaha memahami
makna sastra yang ada di balik struktur”. Dalam hal ini
Hermeneutik memandang karya sastra sangat perlu ditafsirkan
karena di satu pihak karya sastra terdiri atas bahasa yang memiliki
struktur, dipihak lain, di dalam bahasa sangat banyak makna yang
tersembunyi atau dengan sengaja disembunyikan sehingga
menimbulkan imajinasi yang tidak bisa dibuktikan melainkan
harus ditafsirkan” (Ratna 2011:45-46) oleh karena itu, teknik
analisis Hermeneutik ini merupakan teknik pembacaan yang harus
diulangi kembali dengan bacaan retroaktif dan ditafsirkan secara
Hermeneutik berdasarkan konvensi sastra.
c. Langkah – langkah Penerapan
1) Heuristik
36
Langkah-langkah penerapan Heuristik adalah dengan
mengkaji makna melalui teks atau bahasa secara harfiah dan
menghubungkannya dengan kehidupan nyata. Menerapkan
Heuristik tidak menghiraukan kelengkapan atau kesempurnaan
teks atau kondisi gramatikal. Sehingga apresiator dapat
menambah ataupun mengurangi bentuk gramatikal yang ada guna
menemukan makna yang terkandung dalam teks karya sastra itu
sendiri.
2) Hermeneutik
Langkah-langkah penerapan Hermeneutik adalah dengan
mengkaji makna melalui pembacaan yang berulang-ulang dengan
meramalkan makna yang terkandung secara tersirat pada karya
sastra itu sendiri dengan menggunakan segenap pengetahuan yang
dimiliki. Menerapkan Hermeneutik memperhatikan segala bentuk
kode yang ada diluar kode bahasa guna menemukan makna yang
terkandung dalam karya sastra tersebut.
d. Contoh Penerapan
1) Heuristik
Contoh penerapan Heuristik sebagai berikut : Ia
menggeliat, merayap ke luar kegelapan. Ia menggeliat merayap ke
luar dari tiga kitab, saat kalam pertama dibentangkan …
(halaman 48). Penerapan Heuristik terdapat pada kata
37
menggeliat, kata menggeliat biasanya dipergunakan untuk
menyebutkan kegiatan manusia setelah bangun tidur.
Contoh penerapan Heuristik yang lain adalah. …Kok
rasanya aku ini masih kurang cukup nrimo. Ya inilah tekanan
batin yang tak mampu aku keluhkan pada siapa pun kecuali pada
diriku sendiri dan Tuhanku (Kutahu Matiku, 2004:362). Analisis
Heuristik pada kata nrimo merupakan kata sifat yang berasal dari
bahasa Jawa, dalam bahasa Indonesia mempunyai arti menerima
keadaan apa adanya.
2) Hermeneutik
Sedangkan jika dikaji dengan langkah Hermeneutik akan
terlihan pada contoh penerapan Hermeneutik sebagai berikut: Ia
menggeliat, merayap ke luar kegelapan. Ia menggeliat merayap ke
luar dari tiga kitab, saat kalam pertama dibentangkan …
(halaman 48). Penerapan Hermeneutik terdapat pada
kata menggeliat, pembacaan untuk memaknai bukan secara
linguistik. Langkah hermenutik dilakukan untuk memaknai
kata menggeliat yang dipergunakan untuk kegiatan selain manusia,
yaitu ular.
Contoh penerapan Hermeneutik yang lain adalah. …Kok
rasanya aku ini masih kurang cukup nrimo. Ya inilah tekanan
batin yang tak mampu aku keluhkan pada siapa pun kecuali pada
diriku sendiri dan Tuhanku (Kutahu Matiku, 2004:362).
38
Analisis Hermeneutik pada kata nrimo dianalisis secara
Hermeneutik dengan cara pemberian makna berdasarkan tinjauan
aspek yang dikaji, yaitu kata nrimo dihubungan dengan sikap
hidup manusia terhadap Allah dalam menerima kenyataan hidup.
Manusia yang percaya kepada Allah harus dapat menerima
kenyataan bahwa kenyataan hidup susah atau sedih yang ditemui
dalam kenyataan merupakan cobaan dari Allah.
C. Kerangka Pikir
Karya Sastra
Puisi Drama Prosa
Puisi Baru Puisi Lama
Buku Perihal Gendis
Karya Supardi Djoko Damono
Pembacaan Heuristik Pembacaan Hermeneutik
Analisis
Temuan
39
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini membahas mengenai pendekatan penelitian, data dan
sumber data, teknik penyediaan data serta teknik analisis data.
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif
dengan menggunakan pendekatan semiotik. Subroto (1992:70) mengutarakan
bahwa penelitian kualitatif itu bersifat deskriptif. Peneliti mencatat dengan
teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata, kalimat dan wacana.
Pendekatan semiotik adalah pendekatan penelitian yang menggunakan
metode-metode semiotik, dalam hal ini adalah Heuristik dan Hermeneutik.
B. Data dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka karena yang menjadi
sumber data adalah teks puisi. Sumber data yang digunakan adalah tiga puisi
yang terdapat pada Buku Perihal Gendis Karya Sapardi Djoko Damono
yaitu, ‘Percakapan di Luar Riuh Suara’, ‘Hening Gendis’, dan ‘Aku Ingin
Sungai Tanpa Kendali’.
Adapun sumber data pada penelitian ini adalah Buku “Perihal Gendis
Karya Saprdi Djoko Damono”, yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustakan
Utama, Jakarta tahun 2018. Dengan jumlah halaman sebanyak 58 halaman.
C. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam suatu penelitian maka
diperlukan teknik atau cara pengumpulan data yang sifatnya ilmiah.
40
Sehubungan dengan hal itu, maka pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara:
1. Teknik Baca
Teknik ini digunakan dengan membaca dan mengamati syair-
syair dari tiga puisi yang akan dianalisis pada buku “Perihal Gendis
Karya Sapardi Djoko Damono”.
2. Teknik Catat
Hasil pengamatan terhadap tiga puisi tersebut kemudian dicatat
dalam kartu data yang telah dipersiapkan sekaligus
D. Teknik Analisis data
Analisis data merupakan tahap setelah data terkumpul. Data yang sudah
siap dan sudah dicatat dalam kartu data disusun secara sistematis sesuai
kepentingan penelitian. Pembacaaan Heuristik adalah pembacaan puisi atau sajak
berdasarkan struktur bahasanya sedangkan pembacaan Hermeneutik adalah
pembacaan sajak atau puisi berdasarkan konvensi-konvensi sastra menurut sistem
semiotik. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data dalam
penelitian ini adalah:
Mengidentifikasi puisi-puisi Sapardi Djoko Damono dan disusun dalam
korpus data.
1. Membaca keseluruhan puisi yang akan dianalisis.
2. Menganalisis bait demi bait puisi dengan pembacaan Heuristik.
3. Menganalisis dengan pembacaan Hermeneutik bait-bait puisi yang
telah dianalisis secara Heuristik.
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Hasil Analisis Data
Model analisis yang digunakan adalah model analisis semiotik Michael
Riffaterre yang mencakup tentang pembacaan Heuristik dan Hermeneutik.
Ketiga puisi yang terdapat pada buku Perihal Gendis Karya Sapardi Djoko
Damono yaitu, ‘Percakapan di luar Riuh Suara’, ‘Hening Gendis’ dan ‘Aku
Ingin Sungai Tanpa Kendali’.
1. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik Puisi “Percakapan di luar
Riuh Suara” Karya Sapardi Djoko Damono dengan menggunakan
pendekatan Semiotik Michael Riffaterre
a. Pembacaan Heuristik pada puisi “Percakapan di luar Riuh
Suara”
Dalam pembacaan Heuristik ini, puisi dianalisis berdasarkan
struktur kebahasaannya untuk memperjelas arti diberi sisipan kata
atau sinonim kata-katanya diletakkan dalam tanda kurung. Berikut
pembacaan Heuristiknya.
Percakapan di Luar Riuh(nya) Suara
Bait Pertama
GENDIS :
Kupu - kupu
Di mana(kah) selama ini
(eng)Kau gerangan ?
Sudah sekian lama(nya)
Aku tidak (pernah) melihatmu (lagi)
41
42
Terbang berpasangan
ke sana (dan) ke mari
(Sepasang Penari)
Di taman ini.
Judul puisi ‘Percakapan di luar Riuh Suara’ memiliki arti tentang
pembicaraan atau percakapan yang dilakukan diluar dari keramaian
orang banyak. Berdasarkan bait pertama dari puisi tersebut yang
dibaca dengan metode pembacaan Heuristik, dapat dibaca sebagai
berikut. Tentang seorang gadis yang bernama Gendis yang sedang
mencari seekor kupu – kupu yang sering dilihatnya terbang di taman.
Dalam puisinya tokoh Aku sedang merasa khawatir karena tidak
berjumpa lagi dengan kupu-kupu yang biasanya ditemui di taman.
Bait Kedua
KUPU-KUPU:
Hei, (Coba) (kau) lihat
Mawar itu;
Aku (akan) segera (berangjak) pulang ke sana
Takut kalau (nantinya) (ter)kena jala (dari)
Anak – anak
Yang suka berlari(-lari)an (membuat)
(ke)Ribut(an) (sambil) berburu
Kupu – kupu (di taman).
Rumahku (ber)ada di(antara) sela-
Sela bunga mawar
Yang (ber)aroma (harum) seluas (taman)
(dan) Senantiasa (akan) (selalu) terbuka.
Berdasarkan bait kedua pada puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Seekor
kupu-kupu yang sedang mencoba beranjak pulang ke taman. Namun
harus lepas terlebih dahulu dari kejaran anak-anak yang mencoba
43
untuk menangkapnya. Kupu-kupu itu juga menjelaskan tentang
tempatnya tinggal diantara sela-sela bunga mawar di taman. Pada
puisi ini tokoh kupu-kupu sedang berusaha dan mencoba kembali ke
taman untuk bertemu dengan tokoh Hei (orang yang dimaksudkan).
Bait Ketiga
/ii/
GENDIS:
Selamat pagi, mawar,
Matahari baru saja muncul (di timur)
(seketika) baumu langsung menusuk (relung) (hati)ku
Dari mana (saja) gerangan
(eng)kau belajar (tentang) meramu
Aroma (yang) (wangi) itu ?
Bagaimana pula
(eng)kau meramu
Aroma
Merah,
Hijau,
Biru,
Kuning
Itu?
Berdasarkan bait ketiga pada puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Seorang
gadis yang bernama Gendis yang sedang berbicara kepada bunga
mawar di pagi hari dan menanyakan tentang cara meramu aroma yang
begitu harum serta aroma wangi yang beraneka ragam (berwarna-
warni). Objek puisi ini adalah sebuah bunga mawar yang memiliki
aroma begitu harum yang disukai oleh gadis (Gendis) itu.
Bait keempat
MAWAR:
Pejamkan(lah) matamu;
44
Pejamkan(lah) dengan cermat
Tataplah
Dirimu
Intimu (dan)
Hakikatmu
Yang (kini) bsedang berkembang
Daun demi daun
Yang (kini) sedang (mencoba) merekah
Menghisap udara
Dan apa pun (itu)
Yang (ber)ada disekitarmu
Dan menghembuskannya (keluar)
Ke (arah) sekitarmu
(eng)Kaulah mawar itu
Akulah mawar itu
Disebut apa pun kau
Disebut apa pun aku
Kini dan nanti
Nanti dan kini
Aroma (yang) akan
Menusuk apa pun
Menusuk siapa pun
Yang (berada) di sekitarmu (dan)
Yang (berada) di sekitarku (serta)
Yang (berada) di sekitar kita
Berdasarkan bait keempat pada puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Sebuah
bunga mawar yang mengibaratkan gadis itu juga sebagai dirinya
(bunga mawar) yang tumbuh dan berkembang hingga mekar dengan
aroma harum yang disukai orang sekitar yang menciumnya. Dari bait
puisi tersebut mengisyaratkan tentang seorang gadis yang tumbuh dan
berkembang seperti bunga mawar.
Bait kelima
GENDIS :
(seekor) burung kecil
(maaf siapa namamu?)
45
Yang setiap (menjelang) pagi hinggap
Seloncatan (sendirian) saja
Di kawat jemuran
Di mana gerangan pasanganmu?
Berdasarkan bait kelima pada puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Yaitu,
seekor burung yang setiap paginya bertengger menyendiri di kawat
jemuran.
Bait Keenam
BURUNG :
Ia (telah) terbang ke (arah) utara
Dari kepak(annya) menetes - netes(kan)
Semerbak (bau) darah
(yang) menetes – netes (membentuk) (tulisan) aksara
Demi aksara
Dua puluh jumlahnya.
Tak terbilang warnanya
‘aku tetap sayang
padamu, tapi huruf – huruf
yang di balik bukit itu
memanggil – manggilku’
katanya.
Burung, kau tahu,
(mereka) tidak pernah meneteskan
air mata. Burung
hanyalah (dapat) (melantungkan) suara (-suara) (merdu)
selebihnya hanya bulu yang pada (suatu) saatnya nanti
akan lepas (tercabut)satu
demi satu
ditimang (oleh) angin
yang gemar mendendangkan
(langtunang) (lagu) nina bobok
Berdasarkan bait keenam pada puisi tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Seekor
burung yang menjelaskan tentang pasangannya yang terbang ke utara,
46
tepatnya di balik bukit itu sambil meneteskan darah. Juga menjelaskan
tentang burung yang tidak dapat mengeluarkan air mata yang
selebihnya hanya dapat berkicau dengan merdunya diantara kesedihan
di sekitarnya.
Bait ketujuh
GENDIS :
Oke, tapi siapa namamu?
Aku (men)yukai nama
Yang kalau diucapkan
(akan) menjelma (sebagai) percikan api (lalu)
Menjelma (dari) makna
Menghangatkan malam
Berdasarkan bait ketujuh pada puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Seorang
gadis yang bernama Gendis yang ingin sekali megetahui nama dari
burung itu agar mereka dapat akrab (kata menghangatkan bisa
dibahasakan sebagai teman yang saling membutuhkan)
Bait Kedelapan
Tidak tahukah (eng)kau, Gendis,
Bahwa burung tidak
Memerlukan sebuah nama?
Tidak tahukah eng(kau) (apa) sebabnya, Gendis?
Nama selalu bergeser – geser tafsirnya
Kalau di ucapkan
Berdasarkan bait kedelapan pada puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Jawaban
yang diberikan oleh seekor burung kepada Gendis bahwa burung tidak
memerlukan nama sebab nama akan selalu bergeser maknanya jika
diucapkan.
47
Bait Kesembilan
/iv/
GENDIS :
Ulat, kapan (kah) (eng)kau
(tak letih – letih
mengunyah daun)
menjadi (sebuah) kepompong?
Berdasarkan bait kesembilan pada puisi tersebut yang dianalisis
dengan metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Tentang seorang gadis yang bernama Gendis yang menanyakan
kepada ulat mengenai waktu proses perubahannya menjadi
kepompong.
Bait Kesepuluh
ULAT :
Kalau bulu – buluku
Sudah cukup tebal
Sepenuhnya (untuk) menyelimuti (seluruh) (tubuh) ku
Agar (aku) bisa bertapa (dengan) (tenang)
Agar (aku) bisa menutup telinga
Terhadap tanda tanya
Yang berbisik
Di luar sana;
Agar nanti aku bisa
Lolos dari kepompong
Dan mengepakkan sayap (lalu)
Terbang ke Bandar – Bandar
Negeri entah –
Berantah
Yang tak terbayangkan olehku
Tak terbayangkan olehmu-
Oleh kita
Dan berselancar di ruang
Angkasa – kita berdua
Ya, berdua saja.
Kita terbang tinggi – tinggi
Menembangkan larik – larik
Sinom dan asmaradana
48
Agar kuda – kuda di bukit
Dan perahu – perahu (yang)
Di laut hidup kembali
Setelah lama tertidur
Bermimpi tentang
Negeri (yang) Abadi.
Berdasarkan bait kesepuluh pada puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Yaitu,
tentang proses awal dari seekor ulat yang hanya dapat merayap dari
daun ke daun lalu menjadi sebuah kepompong dan tertidur di
dalamnya hingga pada suatu saat keluar menjadi seekor kupu-kupu
dengan sayap yang indah terbang bebas melintasi berbagai negeri.
Bait Kesebelas
GENDIS :
Tapi, kau tahu (kan) aku
(ini) Tak bersayap
Berdasarkan bait kesebelas pada puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Yaitu,
tentang seorang gadis yang menyatakan dirinya tak bisa terbang ikut
bersama kupu-kupu sebab dia tidak memiliki sepasang sayap.
Bait Kedua belas
ULAT :
Semua gadis
Memiliki (sepasang) sayap (untuk) (terbang)
Semua gadis
Sangat tangkas dalam
Mengepak –
ngepakkannya
49
Berdasarkan bait kedua belas pada puisi tersebut yang dianalisis
dengan metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan tentang ulat yang memberitahu Gendis bahwa semua
gadis memiliki sepasang sayap yang sangat gesit saat
mengepakkannya di langit.
Bait Ketiga belas
/v/
GENDIS :
Sesungguhnya yang benar – benar aku inginkan darimu
Adalah (hanyalah) ketulusan (untuk) menerima apa saja yang
kukatakan (ke) padamu
(hanya) dengan berbisik, dengan gemetar (tangan) (ini), dengan
(ke)ragu – ragu(an) (ku) (serta) dengan
penuh keyakinan tentang hubungan kita yang sebentar dekat (lalu)
(kemudian)
sebentar jauh serta sejenak (menjadi) tenang, sejenak (menjadi) riuh
yang kupahami
tapi tak kaupahami yang kaupahami tapi tak kupahami.
Berdasarkan bait ketiga belas pada puisi tersebut yang dianalisis
dengan metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Yaitu, keinginan seorang gadis yang bernama Gendis kepada orang
yang dia sayangi agar tulus dan mau menerima keputusan yang
dikatakan olehnya. Sebab dalam hubungannya sering mengalami
beberapa fase seperti kadang jauh, kadang pula dekat, kadang tidak
saling bicara serta tiba-tiba kembali saling berbicara. Yang membuat
mereka tidak saling mengerti dan memahami.
Bait Keempat belas
50
GENDIS :
Sesungguhnya yang benar – benar aku inginkan darimu
Adalah (hanyalah) ketulusan (untuk) menerima apa saja yang
kukatakan (ke) padamu
(hanya) dengan berbisik, dengan gemetar (tangan) (ini), dengan
(ke)ragu – ragu(an) (ku) (serta) dengan
penuh keyakinan tentang hubungan kita yang sebentar dekat (lalu)
(kemudian)
sebentar jauh serta sejenak (menjadi) tenang, sejenak (menjadi) riuh
yang kupahami
tapi tak kaupahami yang kaupahami tapi tak kupahami.
Berdasarkan bait keempat belas pada puisi tersebut yang dianalisis
dengan metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Yaitu, keinginan seorang gadis yang bernama Gendis kepada orang
yang dia sayangi agar tulus dan mau menerima keputusan yang
dikatakan olehnya. sebab dalam hubungannya sering mengalami
beberapa fase seperti kadang jauh kadang pula dekat, kadang tidak
saling bicara serta tiba-tiba kembali saling berbicara. Yang membuat
mereka tidak saling mengerti dan memahami.
Dapat dikatakan bahwa bait ketiga belas dan bait keempat belas
memiliki bait puisi yang sama sehingga memiliki arti yang sama pula.
Hanya saja hal yang membedakan dari kedua bait puisi tersebut
terletak pada komunikasi yang ditujukan. Yaitu pada bait ketiga belas
berbicara dalam hatinya, sedangkan dalam bait keempat belas
berbicara langsung pada objek yang dituju (berbicara langsung kepada
51
kekasihnya) ditandai dengan kalimat yang dicetak miring pada bait
keempat belas.
Bait Kelima belas
GENDIS :
Heran, kenapa pula (air) (mata)
(ini) tidak jatuh (bagaikan) gerimis
(Pada) pagi (hari) ini
Berdasarkan bait kelima belas pada puisi tersebut yang dianalisis
dengan metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Yaitu, Gendis yang merasa heran sebab air matanya tak jatuh
membasahi pipinya di pagi hari.
Bait Keenam belas
GENDIS :
Siapa gerangan
Yang (telah) berjanji (kepadanya) ?
Berdasarkan bait keempat belas pada puisi tersebut yang dibaca
dengan metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Tentang gadis yang bernama Gendis yang menanyakan tentang siapa
yang telah berjanji kepadanya.
b. Pembacaan Hermeneutik pada puisi “Percakapan di luar Riuh
Suara”
Pada pembacaan Hermeneutik sebuah puisi diinterpretasikan
melalui pemahaman kata dari makna konotatif dan ketidaklangsungan
52
ekspresi yang sengaja dilakukan oleh seorang penyair. Pembacaan
Hermeneutik ini membuat puisi dapat dipahami secara keseluruhan.
Pembacaan Heuristik pada “Percakapan di luar Riuh Suara”
baru menghasilkan arti berdasarkan konvensi bahasa, belum sampai
pada makna puisi. Oleh karena itu, untuk memperolah makna yang
penuh, puisi tersebut harus dibaca berdasarkan pembacaan
Hermeneutik, yaitu pembacaan berdasarkan konvensi sastra. Judul
puisi “Percakapan di luar Riuh Suara” bermakna “pembicaraan atau
percakapan dalam hati dari dua orang tanpa saling bertemu”.
Untuk memperoleh makna yang penuh, puisi tersebut harus
dibaca berdasarkan pembacaan Hermeneutik yaitu pembacaan
berdasarkan konvensi sastra.
1) Dari bait pertama dalam puisi “Percakapan di luar Riuh Suara”
dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu seseorang yang sedang
merindukan sosok yang sangat berharga di hidupnya yang sudah
lama tidak lagi datang menemuinya. Hal ini dijelaskan sebagai
berikut “Kupu-kupu” diartikan sebagai seorang kekasih atau
orang yang sangat berharga, “Di mana selama ini kau gerangan?
Sudah sekian lama aku tidak melihatmu terbang berpasangan
kesana kemari” diartikan sebagai ungkapan rasa rindu kepada
seseorang, dapat dilihat dari kalimat yang notasinya sedang
mencari. “di taman ini” tempat si Aku yang sedang merindu itu
53
berada, bisa saja si Dia berada di suatu kota, desa atau pun di
rumah.
2) Dari bait kedua dalam puisi “Percakapan di luar Riuh Suara”
dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu seseorang yang akan segera
pulang dengan perasaan yang khawatir serta menuntun gadis itu
agar masih tetap percaya kepadanya. Hal ini dijelaskan sebagai
berikut. “Hei, lihat mawar itu; aku segera pulang kesana”
diartikan bahwa si Aku yang memberi kabar kepada seseorang
yang di cintai. Bahwa, dia akan segera datang menemuinya.
“takut kalau kena jala anak-anak yang suka berlarian rebut
berburu kupu-kupu” dapat diartikan bahwa si Aku yang khawatir
akan gadisnya disana direbut oleh orang lain. “Rumahku ada di
sela-sela bunga mawar yang seluas aroma senantiasa terbuka.”
Diartikan sebagai perasaan cinta dari si Aku yang masih ada
kepada gadisnya.
3) Dari bait ketiga dalam puisi “Percakapan di luar Riuh Suara”
dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu perasaan seorang gadis
yang dibuat bahagia oleh lelakinya yang baru datang dengan
berbagai macam cara yang tak terduga. Dapat dijelaskan sebagai
berikut “Selamat pagi, mawar matahari baru saja muncul baumu
langsung menusukku”. Diartikan sebagai seseorang yang telah
kembali datang dan langsung membuat si Aku menjadi sangat
bahagia. dari mana gerangan kau belajar meramu aroma itu?
54
bagaimna pula kau meramu aroma merah hijau biru kuning
itu?”. Diartikan tentang si Mawar yang melakukan suatu hal yang
membuat Gendis bahagia secara tak terduga.
4) Dari bait keempat dalam puisi “Percakapan di luar Riuh Suara”
dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu, jadilah dirimu sendiri yang
tumbuh, berkembang, dan menjadi dewasa serta disukai dan
dihormati banyak orang. Dapat dijelaskan sebagai berikut.
“Pejamkan matamu, pejamkan dengan cermat tatplah dirimu
intimu hakikatmu yang sedang berkembang, daun demi daun
yang sedang merekah menghisap udara dan apa pun yang ada di
sekitarmu dan menghembuskannya kesekitarmu”. Diartikan
bahwa jadilah diri sendiri dan berkembang menjadi lebih indah
kedepannya. “kaulah mawar itu akulah mawar itu disebut apa
pun kau disebut apa pun aku kini dan nanti nanti dan kini aroma
akan menusuk apa pun menusuk siapa pun yang di sekitarmu
yang di sekitarku yang di sekitar kita kaulah mawar itu akulah
mawar itu”. Dapat diartikan bahwa dirimu adalah dirimu maka
apa pun yang orang pikirkan tentangmu tetaplah bersikap manis
dan jadilah orang yang bisa dihormati dan disukai banyak orang.
5) Dari bait kelima dalam puisi “Percakapan di luar Riuh Suara”
dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu tentang Gendis yang
berjumpa dengan seseorang yang sama dengan dirinya yang
hanya menyendiri tanpa seseorang yang menemaninya namun
55
tetap merasa bahagia. Hal ini dapat dijelaskan pada kalimat
“burung kecil yang setiap pagi hinggap seloncatan saja di kawat
jemuran” burung kecil dapat diartikan sebagai seseorang dan
hinggap seloncatan diumpamakan tentang rasa bahagianya.
Selanjutnya pada kalimat “di mana gerangan pasanganmu?”
kalimat ini memperjelas bahwa orang ini sendirian.
6) Dari bait keenam dalam puisi “Percakapan di luar Riuh Suara”
dapat dimaknai sebagai berikut. Tentang Gendis yang
mendengarkan cerita masa lalu dari seseorang mengenai
pasangannya yang telah tiada namun tetap kuat menjalani
kehidupan hingga perlahan menua dan tertidur selamanya (ajal
menjemput). Hal ini dapat dijelaskan pada kalimat. “ia terbang ke
utara dari kepaknya menetes – netes semerbak darah menetes –
netes aksara demi aksara dua puluh jumlahnya tak terbilang
warnanya” kata terbang pada kalimat tersebut menggambarkan
sebuah arti kepergian. Kemudian pada potongan kalimat menetes-
netes semerbak darah melambangkan mengenai suatu kematian.
Lalu selanjutnya pada potongan kalimat aksara demi aksara dua
puluh jumlahnya tak terbilang warnanya memiliki pemaknaan
yang cukup konflik yaitu tentang kalimat yang sangat spesial
terucap untuk terakhir kalinya. Penjelasannya seperti ini, yaitu
aksara-aksara disini dimaknai sebagai ucapan atau tanda
komunikasi. Lalu pada angka dua puluh melambangkan sesuatu
56
yang sangat spesial (angka 10 diartikan istimewa namun setelah
dikalikan 2 menjadi angka 20 yang artinya bertambah istimewa)
selanjutnya pada kalimat “burung, kau tahu, tidak pernah
meneteskan air mata burung hanyalah suara” diartikan tentang
sosok yang kuat dan tidak mudah terpuruk. Lalu pada kalimat
“selebihnya hanya bulu yang pada saatnya nanti akan lepas satu
demi satu.” Memiliki arti tentang menjalani hidup yang semakin
hari usia akan berkurang (bulu pada kalimat tersebut dapat
dimaknai sebagai usia kehidupan). Dan pada kalimat terakhir
“ditimang angin yang gemar mendendangkan nina bobok”
diartikan sebagai aliran hidup hingga nantinya menutup usia.
7) Dari bait ketujuh dalam puisi “Percakapan di luar Riuh Suara”
dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu, tentang Gendis yang ingin
mengetahui alasan hidup yang sesunggunya agar dia dapat
mengatur segala kebahagiaannya nanti. Hal ini dapat dijelaskan
pada kalimat “Oke tapi siapa namamu?” nama dapat diibaratkan
sebagai sebuah alasan atau tujuan hidup. Kalimat selanjutnya
“yang kalau di ucapkan menjelma makna menghangatkan
malam.” Artinya bila dia tahu maka dia akan dapat mengatur
segala kebahagiaannya (menghangatkan malam disini di ibaratkan
sebagai suatu kebahagiaan atau hal yang menyenangkan).
8) Dari bait kedelapan dalam puisi “Percakapan di luar Riuh Suara”
dapat dimaknai sebagai berikut. Tentang seseorang yang
57
menjawab pertanyaan dari Gendis bahwa dalam menjalani
kehidupan tidak perlu adanya suatu alasan tertentu sebab ketika
alasan itu sudah tidak ada atau mungkin telah tercapai maka tak
ada lagi gunanya untuk hidup. Hal ini dijelaskan pada kalimat
“tidak tahukah kau, Gendis, bahwa burung tidak memerlukan
nama?” hal ini diartikan bahwa hidup ini tidak membutuhkan
suatu alasan atau tujuan. Selanjutnya “tidak tahukah kau
sebabnya Gendis? Nama selalu bergeser geser tafsirnya kalau
diucapkan” diartikan bahwa suatu alasan atau tujuan hidup akan
terus berubah-ubah sepanjang waktu dan bila ditanyakan apa
tujuan hidupmu maka aka nada pertanyaan yang terus berlanjut.
9) Dari bait kesembilan dalam puisi “Percakapan di luar Riuh Suara”
dapat dimaknai sebagai berikut. Tentang Seorang gadis yang
bertanya kepada seseorang tentang kapan dia akan memulai
merubah jalan hidupnya yang lebih baik. Hal ini dijelaskan pada
kalimat “ulat, kapan kau menjadi kepompong?” diibaratkan ulat
yang akan menjadi kepompong begitu pula manusia yang
awalnya tertutup pada semua orang dan ingin memulai untuk
membuka diri.
10) Dari bait kesepuluh dalam puisi “Percakapan di luar Riuh Suara”
dapat dimaknai sebagai berikut. Tentang proses memulai
perubahan pada dirinya sendiri hingga nantinya menjadi pribadi
yang lebih baik dan membuka matanya akan dunia ini. Yang
58
dulunya sangat tertutup dan hanya berdiam diri tanpa
berkomunikasi kepada sesama. Hal ini dijelaskan pada setiap
kalimat dari bait puisi tersebut “kalau bulu – buluku sudah cukup
tebal sepenuhnya meneyelimutiku agar bisa menutup telinga
terhadap tanda tanya yang berisik di luar sana” tentang proses
keinginannya menjadi pribadi yang lebih baik dan menghiraukan
kata orang diluar sana. Selanjutnya pada kalimat. “agar aku bisa
lolos dari kepompong dan mengepakkan sayap terbang ke
Bandar – Bandar negeri entah berantah yang tak terbayangkan
olehku tak terbayangkan olehmu – oleh kita dan berselancar di
ruang angkasa – kita berdua ya, berdua saja. Kita terbang tinggi
– tinggi menembangkan larik – larik sinom dan asmaradana agar
kuda – kuda di bukit dan perahu – perahu di laut hidup kembali
setelah lama tertidur bermimpi tentang negeri abadi.” Hal ini
diartikan bahwa sosok yang awalnya tidak terlalu dilihat akhirnya
setelah merubah kebiasaan menyendiri menjadi lebih aktif dalam
berkomunikasi kepada semua orang.
11) Dari bait kesebelas dalam puisi “Percakapan di luar Riuh Suara”
dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu, tentang Gendis yang masih
terikat pada masa lalunya dan masih belum bisa merubah dirinya
menjadi seseorang yang bebas di dunia ini. Hal ini dijelaskan
pada kalimat “Tapi kau tahu, aku tak bersayap” kalimat ‘kau
tahu’ bisa diartikan bahwa lawan bicaranya mengetahui tentang
59
hubungan yang dijalani pada kekasihnya. Selanjutya kalimat ‘aku
tak bersayap’ diibaratkan tentang tidak adanya suatu kebebasan.
12) Dari bait kedua belas dalam puisi “Percakapan di luar Riuh
Suara” dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu, seseorang yang
memberikan saran kepada Gendis bahwa semua orang itu
memiliki kebebasan. Kebebasan untuk melakukan segala hal yang
diinginkan. Hal ini dijelaskan pada kalimat “semua gadis
memiliki sayap semua gadis sangat tangkas mengepak –
ngepakkannya.” diartikan tentang semua orang (gadis) berhak
memiliki kebebasan yang diinginkannya.
13) Dari bait ketiga belas dalam puisi “Percakapan di luar Riuh
Suara” dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu, tentang keberanian
Gendis memutuskan hubungannya dengan kekasihnya akibat
merasa tidak saling memahami. Dalam bait puisinya kalimat tiap
kalimat sangat jelas menekankan tentang Gendis yang mencoba
untuk pergi dan memilih kebebasannya.
14) Dari bait keempat belas dalam puisi “Percakapan di luar Riuh
Suara” dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu, tentang keberanian
Gendis memutuskan hubungan dengan kekasihnya akibat merasa
tidak saling memahami. Dalam bait puisinya, kalimat tiap kalimat
sangat jelas menekankan tentang Gendis yang mencoba untuk
pergi dan memilih kebebasannya. Pada bait ketiga belas dan
empat belas memiliki persamaan pada bait dan maknanya namun
60
pada hal ini yang dapat membedakannya ada pada cetakan miring
pada bait keempat belas yang menyimbolkan bahwa tokoh Gendis
sedang berbicara langsung kepada kekasihnya.
15) Dari bait kelima belas dalam puisi “Percakapan di luar Riuh
Suara” dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu, tentang perasaan
yang dialami Gendis setelah pergi namun tak merasakan adanya
kesedihan yang terlihat darinya. Hal ini dapat dijelaskan pada
kalimat “Heran kenapa pula tidak jatuh gerimis pagi ini.”
sesuatu yang dia herankan tentang kepergiaannya namun tak
merasakan kesedihan.
16) Dari bait keenam belas dalam puisi “Percakapan di luar Riuh
Suara” dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu, tentang
kebingungan Gendis tentang siapa yang telah berjanji kepadanya
untuk membuatnya berubah menjadi lebih baik.
2. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik pada puisi “Hening Gendis”
Karya Sapardi Djoko Damono.
a. Pembacaan Heuristik pada puisi “Hening Gendis”
Dalam pembacaan Heuristik ini, puisi dibaca berdasarkan
struktur kebahasaannya untuk memperjelas arti diberi sisipan kata
atau sinonim katanya diletakkan dalam tanda kurung. Berikut
pembacaan Heuristiknya.
61
Hening Gendis
Bait Pertama
/i/
Hening adalah ketika angin
Membujukku (untuk) mendirikan
(sebuah) istana di atas selembar
Awan putih
(cukup) Selembar saja
Berlayar (dengan) sangat perlahan
Mengayuh (bersama) angin
Yang tak henti – hentinya
Merindukan istana agar bisa (berhenti) sejenak
Ya
Sejenak saja
Telentang (dan) meluruskan badan
Melupakan impian
Tentang istana
Tentang istirahat
Tentang takdir
Sebagai kembara (yang) abadi
Judul puisi “Hening Gendis” memiliki arti tanpa suara atau bunyi.
Berdasarkan bait pertama dari puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang
angin yang yang mencoba untuk membujuk mendirikan sebuah
istana dan menikmatinya bersama. Kemudian, ketika sedang
beristirahat dalam pelayarannya, muncul rasa rindu untuk pulang.
Bait Kedua
/ii/
Hening adalah ketika terdengar
(suara) Dendang gerimis
Tanpa (ada) partitur
(yang) Membasahi kelokan-
Kelokan (yang) tajam
62
Sepanjang lorong
Keberadaanku
Berdasarkan bait kedua dari puisi tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Mengandung arti tentang rasa sunyi disaat hujan turun disekitar
tempat tinggalnya.
Bait Ketiga
/iii/
Hening adalah ketika pintu (akan)
Menutup dengan suara (yang)
Memekakkan
Hanya agar bisa terbuka
Kembali dan membujukku (untuk)
(segera) Masuk ke rumah.
Hening adalah klik (dan) selot kunci
Adalah gorden yang bergeser (lalu)
Tertutup Satu
Demi Satu
Ketika potret-potret
Di dinding
Serentak mengarahkan mata(nya)
Ke arahku
Berdasarkan bait ketiga dari puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan tentang tokoh si Aku yang dipanggil masuk ke dalam
rumah yang begitu misterius. Dijelaskan sebagai rumah yang
misterius dapat ditekankan pada baris ketujuh hingga akhir “Hening”
adalah klik selot kunci Adalah gorden yang bergeser Tertutup Satu
Demi Satu Ketika potret-potret Di dinding Serentak mengarahkan
mata ke arahku.” Dari kalimat tentang Gorden yang bergeser sendiri
63
dan dinding rumah yang seakan-akan memiliki mata melihat tokoh si
Aku.
Bait Keempat
/iv/
Hening adalah ketika jarum-jarum
Jam (yang) (ada) (di) dinding merapat
Ke angka
XII
Dan menudingku
Dan membentakku
Dan mendorongku ke sudut (Dinding)
Dan menampar – nampar pipiku (hingga) (memerah)
Dan melototkan mata (ke) (Arahku)
Dan bertanya (dengan) (suara) (yang) (se)keras keras,(nya)
(kearahku)
Ini jam berapa?
Berdasarkan bait keempat dari puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan bahwa pada tengah malam di rumah yang sunyi tokoh
si Aku sepertinya diganggu oleh makhluk astral penghuni rumah itu.
Hal ini dapat dijelaskan dari baris kelima sampai sepuluh yang
menekankan tentang gangguan yang dialami tokoh si Aku.
Bait Kelima
Hening adalah tik tok (dari) (bunyi) jam
Yang mendadak berhenti
Ketika (dia) mendengarku
(Dengan) Lirih menyanyikan
Satu – satunya (lantunang) doa
Yang masih tersisa.
Ini jam berapa ?
64
Berdasarkan bait kelima dari puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan tentang tokoh si Aku yang akhirnya tidak diganggu
lagi setelah melantunkan sebuah doa.
Bait Keenam
/v/
Hening adalah ketika aku
Berujud (bagaikan) selembar warna biru.
Karena kau (adalah)biru
(Maka) Aku akan memasangmu
Di pigura
Dan mengantungkanmu
Di dinding.
Berdasarkan bait keenam dari puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan tentang tokoh si Aku yang mengibaratkan dirinya
sebagai warna biru dan nantinya akan dipasang sebagai pigura yang
terpajang di dinding.
Bait ketujuh
Hanya karena saya biru, Tuan?
Karena biru adalah dua lembar(an)
Warna yang saling bercermin (yaitu)
Langit dan samudra,
yang tak (akan) pernah berkedip (guna)
(untuk) melindungimu.
65
Berdasarkan bait ketujuh dari puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan tentang warna biru yang merupakan dua lembar warna
yang saling bercermin yaitu langit dan samudra yang tidak akan
pernah berkedip guna untuk melindungimu.
Bait Kedelapan
Hanya karena saya biru, Tuan?
Biru (akan) selalu memanggil manyar
Yang memulung seutas
Demi seutas
Batang kering (dan)
Memintanya (untuk) menjadi sarang
(bagi) Tempatmu nanti bisa tidur
Dengan tenang
Tanpa (terasa) terganggu
Oleh dirimu sendiri.
Berdasarkan bait kedelapan dari puisi tersebut yang dianalisis
dengan metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan tentang sebuah warna biru yang selalu memanggil
manyar untuk membantunya membuat sebuah sarang yang nyaman
untuk ditiduri tanpa adanya ganggung baik itu dari dirinya sendiri
maupun gangguan dari yang lainnya.
Bait Kesembilan
Saya bisa tidur tenang, Tuan?
Biru adalah lembar(an) – lembar(an)
Melati dan kenanga
Yang terserak (masuk)
Di (dalam) tempat tidurmu.
66
Berdasarkan bait kesembilan dari puisi tersebut yang dianalisis
dengan metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan tentang warna biru yang merupakan sebuah lembaran
melati dan kenanga yang diserak masuk ke dalam tempat tidur.
Bait Kesepuluh
Hanya karena saya biru, Tuan?
Karena kau (adalah) biru
(maka) Tidurmu (berada) di sarang manyar
Tak akan diganggu (oleh)
Mimpi tentang (hari) besok
(yang tak akan pernah ada)
( Dan)Tak akan diganggu lagi
(oleh) angan – angan tentang (hari)besok
yang akan menjadi kini kalau waktunya(telah) tiba.
Berdasarkan bait kesepuluh dari puisi tersebut yang dianalisis
dengan metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan tentang Warna Biru yang tidurnya berada di sarang
manyar tanpa ada lagi gangguan dari mimpi dan angan-angan di hari
esok.
Bait kesebelas
Tidak ada besok untuk saya, Tuan?
Tidak ada (Hari) besok
Yang ada hanya (masa)kini
Yang biru warnanya
Yang kekal nafasnya
Yang teratur detaknya (serta)
Yang senantiasa siap (untuk)
Menunggu langkah – langkah kaki yang katanya akan datang besok
Tetapi yang selalu tertunda sebab besok tidak ada dan tidak
67
Akan pernah ada(lagi).
Berdasarkan bait kesebelas dari puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan tentang tidak adanya lagi hari esok, yang ada hanya
masa kini yang berwarna biru, memiliki umur yang panjang, teratur
napasnya serta senantiasa siap menunggu kedatangan seseorang.,
namun selalu tertunda dan tak ada lagi hari berikutnya.
Bait kedua belas
Langkah – langkah kaki itu, Tuan ?
Langkah – langkah kaki (itu )milik hari ini yang selalu akan
kaudengar (Di) (Sana)
Yang akan selalu berjanji (Untuk) akan datang lagi besok
Berdasarkan bait kedua belas dari puisi tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan tentang seseorang yang menunggu langkah kaki yang
berjanji untuk akan datang di hari esok.
Bait Ketiga Belas
Mengapa pula ia berjanji, Tuan?
Agar (eng)kau berpikir
(Bahwa) Akan ada yang menepatinya
Pada suatu saat nanti.
Berdasarkan bait ketiga belas dari puisi tersebut yang dianalisis
dengan metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
68
Yaitu, memiliki arti bahwa yang diberi janji akan terus berpikir
bahwa suatu saat akan ada yang menepatinya.
Bait keempat belas
Suara langkah-langkah kaki itu, Tuan ?
Telentang sajalah (eng)kau, (maka) aku akan memasangmu di
pigura malam ini
Dan mengantungkannya di dinding supaya manyar itu (dapat)
mengenali dan membimbingmu untuk (tetap) tinggal di
sarangnya.
Paham, Tuan
Berdasarkan bait keempat belas dari puisi tersebut yang dianalisis
dengan metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan tentang tokoh si Aku yang akan memasang dia (Biru)
di pigura dan menggantungnya di dinding agar manyar dapat
mengenali dan membimbing (biru) untuk tetap tinggal di sarangnya.
Bait Kelima Belas
/vi/
Hening adalah
Ketika aku
(yang) Tak lagi
Mampu (untuk)
Mengeja
Apa pun (dari)
Yang baru saja
Kuucapkan
Berdasarkan bait keempat belas dari puisi tersebut yang dianalisis
dengan metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
69
Tentang sebuah keheningan dari tokoh si Aku yang tak lagi mampu
untuk mengingat segala hal yang baru saja dia ucapkan.
b. Pembacaan Hermeneutik pada Puisi “Hening Gendis”
Pada pembacaan Hermeneutik sebuah puisi diinterpretasikan
melalui pemahaman kata dari makna konotatif dan
ketidaklangsungan ekspresi yang sengaja dilakukan oleh seorang
penyair. Pembacaan Hermeneutik ini membuat puisi dapat dipahami
secara keseluruhan.
Pembacaan Heuristik pada “Hening Gendis” baru
menghasilkan arti berdasarkan konvensi bahasa, belum sampai pada
makna puisi. Oleh karena itu, untuk memperoleh makna yang penuh,
puisi tersebut harus dibaca berdasarkan pembacaan Hermeneutik
yaitu pembacaan berdasarkan konvensi sastra. Judul puisi “Hening
Gendis” bermakna “Kesunyian yang dirasakan oleh Gendis”.
Untuk memperoleh makna yang penuh, puisi tersebut harus
dibaca berdasarkan pembacaan Hermeneutik yaitu pembacaan
berdasarkan konvensi sastra.
1) Dari bait pertama dalam puisi “Hening Gendis” dapat dimaknai
sebagai berikut. Yaitu, tentang seseorang yang berada diperahu
kecil di tengah lautan yang tertidur pulas akibat tiupan angin
yang sepoi-sepoi dan memimpikan keluarga atau orang yang
sangat penting dihidupnya yang kini telah tiada. Hal ini
70
dijelaskan sebagai berikut “Hening adalah ketika angin
membujukku mendirikan istana selembar awan putih” diartikan
bahwa dia sedang bermimpi ditandai dengan selembar awan
putih yang diartikan lain seperti gelembung percakapan yang
muncul di atas kepala bagai layar yang menangkap mimpi,
selanjutnya. “berlayar sangat perlahan mengayuh angin yang
tak henti-hentinya merindukan istana agar bisa sejenak” dari
sini dapat dijelaskan bahwa tokoh Aku ini berada di sebuah
kapal di tengah laut dengan angin yang tertiup dan pada kalimat
tak henti-hentinya merindukan istana bisa diartikan sebagai
keluarga atau orang yang disayangi. “terlentang meluruskan
badan melupakan impian” diartikan bahwa tokoh aku sedang
berbaring yang juga bisa diargumentasikan sedang tertidur dan
melupakan impiannya. Impian di sini bisa saja diartikan bahwa
dia sedang bekerja sebagai nelayan atau bisa saja dia sedang
mencari pekerjaan di pulau seberang dan melupakannya untuk
sejenak dan kembali mengingat keluarganya.
2) Dari bait kedua dalam puisi “Hening Gendis” dapat dimaknai
sebagai berikut. Yaitu, seseorang yang sedang terpuruk dan
menangis. Hal ini dapat dijelaskan pada setiap kalimat puisi
tersebut. “ Hening adalah ketika dendang gerimis tanpa partitur
membasahi kelokan – kelokan lorong keberadaanku”. Kalimat
71
tersebut dapat diartikan bahwa tangisan yang tak dapat ditahan
dan keluar mengalir melewati pipi di wajahnya.
3) Dari bait ketiga dalam puisi “Hening Gendis” dapat dimaknai
sebagai berikut. Yaitu, seseorang yang teringat kembali dengan
sosok keluarga yang telah berpulang saat melihat bingkai foto
keluarganya di dinding. Hal ini dapat dijelaskan pada kalimat
“Hening adalah ketika pintu menutupdengan suara
memekakkan hanya agar bisa terbuka kembali dan membujukku
masuk kerumah” . kalimat tersebut dapat diartikan bahwa tokoh
si Aku sedang mencoba mengingat atau membuka kenangannya.
(kata rumah di sini bisa diandaikan sebagai keluarga).
Selanjutnya “Hening adalah gorden yang bergeser tertutup satu
demi satu….” Diartikan bahwa mereka (keluarga) menghilang
satu demi satu. Kemudian “ketika potret – potret di dinding
serentak mengarahkan mata ke arahku” kalimat tersebut
diumpamakan sebagai bingkai foto keluarga dari tokoh si Aku
yang terpajang di dinding.
4) Dari bait keempat dalam puisi “Hening Gendis” dapat dimaknai
sebagai berikut. Yaitu, diartikan bahwa tokoh si Aku pada
tengah malam sedang mengalami gangguan oleh makhluk astral.
Hal ini dapat dijelaskan pada kalimat “Hening adalah ketika
jarum – jarum jam dinding merapat ke angka XII” mengartikan
tentang waktu pada tengah malam dan memunculkan
72
pemaknaan bahwa yang mengganggunya sesuatu yang tak dapat
dilihat (makhluk halus). Selanjutnya “….. dan menudingku, dan
membentakku, dan mendorongku ke sudut dan menampar-
nampar pipiku dan memelototkan mata dan bertanya keras-
keras ini jam berapa?” diartikan tentang ganguan yang di alami
oleh tokoh si Aku.
5) Dari bait kelima dalam puisi “Hening Gendis” dapat dimaknai
sebagai berikut. Yaitu, diartikan bahwa sebelum
menghembuskan napas terakhirnya. tokoh si Aku mengucapkan
kalimat syahadat. Hal ini dapat dijelaskan pada kalimat “Hening
adalah tik tok jam yang mendadak berhenti.” diartikan tentang
tokoh si Aku yang berhenti bernapas (detak jantungnya berhenti
berdetak). Selanjutnya “ketika mendengarku lirih menyanyikan
satu-satunya doa yang masih tersisa” dari kalimat tersebut
memperjelas bahwa tokoh si aku masih sempat mengucapkan
kalimat syahadat atau doa-doa.
6) Dari bait keenam dalam puisi “Hening Gendis” dapat dimaknai
sebagai berikut. Yaitu, diartikan sebagai kepercayaan kepada
yang maha kuasa (Tuhan) dan berserah diri kepadanya. Hal ini
dijelaskan pada kalimat “Hening adalah ketika aku berujud
selembar warna biru” (dalam pemaknaannya Biru diartikan
sebagai kepercayaan) selanjutnya. “Karena kau biru aku akan
memasangmu di pigura dan menggantungkanm di dinding”
73
dapat diartikan bahwa mempercayai adanya tuhan dan berserah
diri kepadanya.
7) Dari bait ketujuh dalam puisi “Hening Gendis” dapat dimaknai
sebagai berikut. Yaitu, bahwa dengan mempercayai-Nya maka
kita akan terjaga dan dilindunginya serta tuhan itu tidak pernah
tidur dan selalu mengawasi kita. Hal ini dapat dijelaskan pada
kalimat “Hanya karena saya biru, tuan?” dapat diartikan
tentang tuhan yang sedang berbicara pada seseorang.
Selanjutnya “karena biru adalah dua lembar warna yang saling
bercermin, langit dan samudra yang tak pernah berkedip
melindungimu.” Artinya, tuhan itu tidak pernah tidur dan selalu
mengawasi hambanya dan senantiasa selalu melindunginya dari
mara bahaya.
8) Dari bait kedelapan dalam puisi “Hening Gendis” dapat
dimaknai sebagai berikut. Yaitu, tuhan yang memanggil
malaikat untuk membuatkan istana bagi hambanya yang
berserah diri kepada-Nya di surga kelak “Biru selalu
memanggil manyar yang memulung seutas batang kering
memintanya menjadi sarang tempatmu nanti bisa tidur dengan
tenang tanpa terganggu oleh dirimu sendiri” (manyar = burung
kecil pemakan biji-bijian dapat diumpakan sebagai malaikat)
diartikan tentang tuhan yang memanggil malaikat untuk
74
membuatkan sebuah sarang (tempat tinggal) juga dapat diartikan
istana di surga nantinya.
9) Dari bait kesembilan dalam puisi “Hening Gendis” dapat
dimaknai sebagai berikut. Yaitu, tentang kemasyuran tuhan
yang diberikan kepada hambanya sepanjang malam. Hal ini
dapat dijelaskan pada kalimat “Biru adalah lembar-lembar
melati dan kenanga yang terserak di tempat tidurmu” bunga
melati dan bunga kenanga memiliki aroma harum yang dapat
diartikan lain sebagai kemasyuran dan terserak (tersebar).
Sehingga dapat diartikan bahwa bentuk segala pemberian atau
cara tuhan untuk membuat hambanya tetap pada lindungannya
disetiap malam.
10) Dari bait kesepuluh dalam puisi “Hening Gendis” dapat
dimaknai sebagai berikut. Tentang ketetapan tuhan yang
mengatakan bahwa tak ada lagi hari esok untuk beraktivitas dan
mengejar impian di dunia ini setelah kematian datang untuk
menjemput nantinya. Hal ini dapat dijelaskan pada kalimat
“karena kau biru tidurmu di sarang manyar tak akan diganggu
mimpi tentang besok (yang tak akan pernah ada) tak akan
diganggu” diartikan bahwa tentang tak adanya lagi hal bisa
yang dikejar di dunia ini. Selanjtnya pada kalimat “angan –
angan tentang besok yang akan menjadi kini kalau waktunya
75
tiba” dapat diartikan bahwa hari kematian akan datang pada
waktu yang telah ditetapkan oleh-Nya.
11) Dari bait kesebelas dalam puisi “Hening Gendis” dapat
dimaknai sebagai berikut. Yaitu, tentang kesiapan seorang
hamba yang pasrah menanti ajal kematiannya dan tinggal
menunggu sosok malaikat pencabut nyawa yang senantiasa
mengikutinya setiap waktu dan hingga waktunya siap untuk
menjemputnya kembali ke maha pencipta. Hal ini dapat
dijelaskan pada kalimat “tak ada besok yang ada hanya kini
yang biru warnanya yang kekal napasnya yang teratur detaknya
yang senantiasa siap” diartikan tentang seorang hamba yang
berserah diri dan bersiap untuk kapan pun akan ajalnya, dapat
dipertegas dari kalimat teratur detaknya yang mengartikan
kesiapan dan tak ada rasa takut. Kemudian pada kalimat “…
menunggu langkah-langkah kaki yang katanya datang besok
tetapi yang selalu tertunda” langkah kaki diartikan sosok
seorang malaikat pencabut nyawa yang selalu menunda
kedatangannya karena belum waktunya juga pada kalimat
“sebab besok tidak ada dan tidak akan pernah ada”. Kalimat
tersebut dapat diartikan bahwa malaikat juga tidak mengetahui
kapan dan dimana ajal dari manusia itu akan tiba.
12) Dari bait kedua belas dalam puisi “Hening Gendis” dapat
dimaknai sebagai berikut. Yaitu, tentang tuhan yang berkata
76
bahwa, janji dari malaikat yang akan selalu datang setiap
harinya untuk melihat dan memperhatikan seorang hamba. Hal
ini dapat dilihat dari kalimat. “Langkah-langkah kaki milik hari
ini yang selalu akan kau dengar yang akan selalu berjanji akan
datang lagi besok.” dari kalimat di atas sangat jelas tentang
maknanya sebab hanya beberapa kata yang memiliki makna
tersirat seperti langkah-langkah yang dapat diibaratkan sebagai
malaikat pencabut nyawa.
13) Dari bait ketiga belas dalam puisi “Hening Gendis” dapat
dimaknai sebagai berikut. Yaitu, tentang penjelasan janji yang
diberikan malaikat agar manusia senantiasa bersiap untuk
menanti kedatangannya. Hal ini dijelaskan pada kalimat
“mengapa pula ia berjanji, Tuan?Agar kau berpikir akan ada
menepatinya” diartikan bahwa agar manusia berpikir bahwa
suatu saat nanti janji dari malaikat yang diberikan akan
terlaksana yaitu menjemput (mencabut nyawa) manusia kembali
kepada-Nya.
14) Dari bait keempat belas dalam puisi “Hening Gendis” dapat
dimaknai sebagai berikut. Yaitu, seseorang yang telah merasa
hari ini adalah hari dimana malaikat maut menjemputnya dan
tuhan menyuruhnya untuk berbaring dan memberikan tanda
bahwa dia adalah seorang hamba yang berserah diri dan patuh
sehingga malaikat dapat mengetahuinya dan menjemputnya
77
kembali ke sisi yang maha kuasa. Hal ini dapat dijelaskan pada
kalimat. “Suara langkah-langkah kaki itu, Tuan?” dapat
diartikan seorang hamba yang merasakan kedatangan sosok
malaikat maut dengan bertanya untuk lebih jelasnya.
Selanjutnya “Telentang sajalah kau, aku akan memasangmu di
pigura mala mini dan menggantungnya di dinding supaya
manyar itu mengenalimu…” diartikan bahwa tuhan menyuruh
hambanya untuk telentang atau berbaring dan memberikan tanda
kepada malaikat agar mengenalinya sebagai hamba yang patuh
dan berserah diri. Dan yang terakhir “ … dan membimbingmu
untuk tinggal disarangnya.” memberikan arti bahwa tuhan
memerintahkan kepada malaikat untuk segera menjemput dan
membawa ke sisinya.
15) Dari bait kelima belas dalam puisi “Hening Gendis” dapat
dimaknai sebagai berikut. Yaitu, tentang seorang yang telah
direnggut nyawanya (roh yang telah ditarik oleh malaikat maut
dari tubuh fisiknya). Hal ini dapat dilihat dari kalimat “Hening
ketika aku tak lagi mampu mengeja apa pun yang baru saja
kuucapkan” dapat dijelaskan bahwa dari kalimat tersebut bahwa
orang ini awalnya dapat berbicara sebelum akhirnya tak dapat
berkata sepatah kata pun akibat roh yang ada pada tubuhnya
telah ditarik keluar oleh malaikat maut.
78
3. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik Puisi “Aku Ingin Sungai
Tanpa Kendali” Karya Sapardi Djoko Damono.
a. Pembacaan Heuristik pada Puisi “Aku Ingin Sungai Tanpa
Kendali”
Dalam pembacaan Heuristik ini, puisi dibaca berdasarkan
struktur kebahasaannya untuk memperjelas arti diberi sisipan kata
atau sinonim katanya diletakkan dalam tanda kurung. Berikut
pembacaan Heuristiknya.
Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali
Bait Pertama
Aku (meng)ingin(kan) sungai
Tanpa (Adanya) Kendali
Terjun
Ke danau
(di)belakang rumah
Dan tumpah
Ke kamar ini
Judul puisi “Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali” memiliki arti tentang
keinginan dari tokoh Aku yang menginginkan sungai tanpa adanya
kendali (tanpa arah) untuk mengalir. Berdasarkan bait pertama dari
puisi tersebut yang dianalisis dengan metode pembacaan Heuristik
dapat dibaca sebagai berikut. Tentang tokoh Aku yang menginginkan
sebuah sungai tanpa arus dan mencoba untuk melompati ujung dari
sungai yaitu sebuah danau yang berada di belakang rumahnya dan
berakhir di kamarnya. Dalam puisinya, tokoh Aku merasakan
keinginan untuk melakukan suatu hal sesuai kehendaknya.
79
Bait Kedua
Aku (meng)ingin(kan) (dua) (pasang) (bola) mata
Yang tidak bisa (ter)pejam
Bercakap (-cakap) dengan bunga
Di (suatu) perbukitan
Gemetar (tubuhnya) dipeluk angin
Berdasarkan bait kedua dari puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang
tokoh Aku yang menginginkan sebuah mata yang tidak dapat terpejam
lalu berbicara kepada bunga di suatu perbukitan dengan angin yang
cukup dingin. Tokoh Aku dalam bait diatas memiliki kesinambungan
antara yang diinginkan dengan yang ingin dilakukan seperti
menginginkan sepasang bola mata (mengandaikan sosok Aku yang
buta) kemudian yang dilakukannya justru hanya berbicara kepada
bunga. Sangat berkontradiksi (berbanding terbalik) dengan yang
dilakukannya.
Bait ketiga
Aku (meng)ingin)kan tapak kaki (dari) (seekor) Kuda
Ya, tapak kaki (seekor) kuda
Yang berdebam
(lalu) menjemput sungai
Yang tersesat
Lenyap ke (arah) danau
Berdasarkan bait ketiga dari puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang
tokoh Aku yang menginginkan sebuah sungai tanpa arus dan mencoba
untuk melompati ujung dari sungai yaitu sebuah tapak kaki dari
80
seekor kuda yang berdebam lalu berjalan menyisir hilir mencari
sungai yang hilang di muara danau. tokoh Aku menginginkan sebuah
tapak kaki kuda dengan tujuan untuk membuatnya tetap kuat dalam
berjalan menuju danau.
Bait Keempat
Aku ingin mengayuh
(sebuah) biduk kecil
Menyeberang(i) danau
Ketika udara (terasa) tenang (menyejukkan)
Langit adalah (sebuah) lukisan (yang) abstrak
Tanpa garis (lurus)
Tanpa (tanda) titik
Tanpa (banyak) warna
Kecuali (warna) biru
Berdasarkan bait keempat dari puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang
tokoh Aku yang ingin mengayuh sebuah perahu kecil menyeberangi
danau dengan udara yang begitu sejuk beserta pemandangan langit
biru yang begitu indah. Tokoh aku mencoba membuat dirinya
menyatu dengan alam dengan menikmati kesejukan angin yang sepoi
dan juga menatap langit di tengah danau yang begitu indah.
Bait Kelima
Aku ingin bergabung (bersama) dengan anak – anak yang (sedang)
bermain petak umpet di seberang danau (yang) di antaranya (terdapat)
pohon – pohon yang (berwarna) merah daunnya ketika (di) pagi (hari)
dan (berwarna) hijau ketika sore (hari) yang masing – masing berbisik
membujuk mereka, sembunyi di sini saja, tapi anak – anak itu tidak
mengindahkannnya dan (tetap) bergerak berpindah – pindah dari satu
pohon ke pohon lain (nya).
81
Berdasarkan bait kelima dari puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang
tokoh Aku yang ingin bergabung bersama anak-anak yang sedang
bermain petak umpet di seberang danau yang dikelilingi pohon-pohon
yang unik yang dapat berbicara kepada anak-anak yang sedang
bersembunyi bagaikan sedang berada di negeri dongeng. Tokoh aku
sedang berimajinasi tentang negeri dongeng yang memiliki karakter
yang unik.
Bait Keenam
Aku (meng)ingin(kan) sungai
Tanpa (Adanya) Kendali
Terjun
Ke danau
(di)belakang rumah
Dan tumpah
Ke kamar ini
Agar aku bisa
Mengayuh biduk (ini)
(lalu) menyeberanginya
Berdasarkan bait keenam dari puisi tersebut yang dianalisis dengan
metode pembacaan Heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang
tokoh Aku yang menginginkan sebuah sungai tanpa arus dan mencoba
untuk melompati ujung dari sungai, yaitu sebuah danau yang berada di
belakang rumahnya yang mengalir menuju kamarnya. Sehingga dia
dapat mengayuh biduknya untuk menyeberanginya. Dalam puisinya
tokoh Aku kembali pada awal mula dia menginginkan sesuatu hal dan
82
menyimpulkan semuanya yaitu menyeberangi sebuah danau dengan
perahu kecilnya.
b. Pembacaan Hermeneutik pada puisi “Aku Ingin Sungai Tanpa
Kendali”
Pada pembacaan Hermeneutik sebuah puisi diinterpretasikan
melalui pemahaman kata dari makna konotatif dan ketidaklangsungan
ekspresi yang sengaja dilakukan oleh seorang penyair. Pembacaan
Hermeneutik ini membuat puisi dapat dipahami secara keseluruhan.
Pembacaan Heuristik pada puisi “Aku Ingin Sungai Tanpa
Kendali” baru menghasilkan arti berdasarkan konvensi bahasa, belum
sampai pada makna puisi. Oleh karena itu, untuk memperolah makna
yang penuh, puisi tersebut harus dibaca berdasarkan pembacaan
Hermeneutik yaitu pembacaan berdasarkan konvensi sastra. Judul
puisi “Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali” bermakna “keinginan
menjalani hidup tanpa batasan (kebebasan)”.
Untuk memperoleh makna yang penuh, puisi tersebut harus
dibaca berdasarkan pembacaan Hermeneutik, yaitu pembacaan
berdasarkan konvensi sastra.
1) Dari bait pertama dalam puisi “Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali”
dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu, seseorang yang
menginginkan sebuah kebebasan dalam mengatur jalannya
kehidupan sesuai yang diinginkan atau dikehendakinya dan
83
menanggungnya pula dengan sendiri. Hal ini dapat dijelaskan
pada kalimat “Aku ingin sungai tanpa kendali”. Sungai
diibaratkan sebagai aliran waktu yang terus bergerak hingga
batasnya (ujungnya) kemudian pada bagian akhir kalimat yaitu
tanpa kendali diartikan tentang aliran waktu kehidupan yang
dapat diubah dan tidak menuntut untuk terus mengikutinya.
Selanjutnya pada kalimat “terjun ke danau belakang rumah dan
tumpah kekamar ini” kata terjun merupakan perumpamaan dari
kehendak yang besar yang artinya tergantung dari pilihan
individu. Contoh kasusnya seseorang yang ingin mencoba terjun
dari ketinggian, bagi yang berani pasti akan melakukannya dan
bagi mereka yang takut akan mengurungkan niatnya. Selanjutnya
pada potongan kalimat “danau belakang rumah” yaitu sebagai
objek dari kehendaknya. Lalu pada bagian akhir kalimat yaitu “…
dan tumpah ke kamar ini” mengandung arti tentang segala yang
diperbuatnya akan menjadi tanggungan dirinya pula (kamar dapat
diumpamakan sebagai tokoh Aku).
2) Dari bait kedua dalam puisi “Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali”
dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu, seseorang yang
menginginkan sebuah kehidupan yang abadi di dunia walau
nantinya akan sendirian disaat mereka yang tak abadi telah tiada.
Hal ini dapat dijelaskan pada kalimat “aku ingin mata yang tidak
bisa pejam” mengandung arti bahwa keinginan untuk tetap hidup
84
lama, hal ini diperjelas pada mata yang tidak dapat terpejam bila
dipahami secara mendalam dapat diindikasikan bahwa mata itu
akan terus melihat tanpa batas waktu. Selanjutnya pada kalimat
“bercakap dengan bunga diperbukitan gemetar dipeluk angin”
bercakap dengan bunga diibaratkan bahwa tak ada lagi seseorang
(manusia) selain tanaman dan benda mati yang ada disekitarnya
untuk diajak becakap. Lalu pada kalimat gemetar dipeluk angin,
mengandung arti kesendirian. Akan lebih mudah memahaminya
bila diibaratkan seseorang yang tak memiliki pasangan akan
tercermin makna kesendirian pada kalimat “di peluk angin”
3) Dari bait ketiga dalam puisi “Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali”
dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu, seseorang yang memiliki
keinginan kuat untuk menemukan arti kehidupan yang hilang di
dunia ini. Hal ini dapat dijelaskan pada kalimat “aku ingin tapak
kaki kuda ya, tapak kaki kuda yang berdebam” ibarat kaki kuda
yang kuat serta kehendak yang besar. Sehingga dapat diartikan
bahwa keinginan atau pendirian yang begitu kuat. Selanjutnya
pada kalimat “menjemput sungai” dapat dimaknai membawa
kembali arus kehidupan. Potongan kalimat selanjutnya “… yang
tersesat lenyap ke danau.” Memiliki arti tentang sesuatu yang
hilang di dunia ini (danau diibaratkan sebuah kehidupan).
4) Dari bait keempat dalam puisi “Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali”
dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu, keinginan untuk melewati
85
kehidupan dengan tenang dan keindahan langit biru yang indah.
Hal ini dapat dijelaskan pada kalimat “aku ingin mengayuh biduk
kecil menyeberang danau” diartikan bahwa keinginan untuk
melewati dan menjalani kehidupan. Selanjutnya “ketika udara
tenang langit adalah lukisan absatrak tanpa garis tanpa titik tanpa
warna kecuali biru” dimaknai bahwa ketika cuaca begitu cerah
terlihat keindahan yang dipancarkan langit biru.
5) Dari bait kelima dalam puisi “Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali”
dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu, tentang keinginan untuk
menyembunyikan jati dirinya dibalik sisi dunia antara mereka
yang telah menua dan yang masih muda dan terus bersembunyi
dari masa ke masa. Hal ini dapat dijelaskan pada kalimat “ aku
ingin bergabung dengan anak – anak yang bermain petak umpet
diseberang danau” memiliki arti tentang seseorang yang
mencoba untuk bersembunyi dibalik sisi kehidupan (seberang
danau diumpamakan sebagai sisi kehidupan). Selanjutnya pada
kalimat “diantara pohon-pohon yang merah daunnya ketika pagi
dan hijau ketika sore yang masing-masing berbisik membujuk
mereka, sembunyi di sini saja” bermakna bahwa dalam dunia ini
manusia digolongkan menjadi dua yaitu yang muda dan tua. “dan
kalimat terakhir yaitu “ anak – anak itu tidak mengindahkannya
dan bergerak berpindah – pindah dari satu poho ke lain pohon.”
memiliki makna bahwa seseorang yang abadi tidak memilih dari
86
kedua golongan pada manusia itu melainkan menunggu waktu
berpindah dari masa ke masa hingga tak ada lagi yang
mengetahuinya.
6) Dari bait keenam dalam puisi “Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali”
dapat dimaknai sebagai berikut. Yaitu, seseorang yang
menginginkan sebuah kebebasan dalam mengatur jalannya
kehidupan sesuai yang diinginkan atau dikehendakinya dan
menanggungnya pula dengan sendiri sehingga dengan begitu dia
dapat menjalani kehidupannya dengan bahagia. Hal ini dapat
dijelaskan pada kalimat “Aku ingin sungai tanpa kendali”.
Sungai diibaratkan sebagai aliran waktu yang terus bergerak
hingga batasnya (ujungnya) kemudian pada bagian akhir kalimat
yaitu tanpa kendali diartikan tentang aliran waktu kehidupan yang
dapat diubah dan tidak menuntut untuk terus mengikutinya.
Selanjutnya pada kalimat “terjun ke danau belakang rumah dan
tumpah kekamar ini” kata terjun merupakan perumpaaman dari
kehendak yang besar yang artinya tergantung dari pilihan
individu. Contoh kasusnya seseorang yang ingin mencoba terjun
dari ketinggian, bagi yang berani pasti akan melakukannya dan
bagi mereka yang takut akan mengurungkan niatnya. Selanjutnya
pada potongan kalimat “danau belakang rumah” yaitu sebagai
objek dari kehendaknya. Lalu pada bagian akhir kalimat yaitu
“…dan Tumpah ke kamar ini” mengandung arti tentang segala
87
yang diperbuatnya akan menjadi tanggungan dirinya pula (kamar
dapat di umpamakan sebagai tokoh Aku). Dan pada kalimat
terakhir ini “agar aku bisa mengayuh biduk menyeberanginya”
mengandung arti tentang mejalani kehidupan di dunia ini
B. Pembahasan dari hasil Analisis Data
Setelah melakukan analisis pada ketiga puisi karya Sapardi Djoko
Damono dapat dijelaskan bahwa penerapan makna kata dari Heuristik dan
Hermeneutik itu sendiri cukup banyak penulis temukan pada setiap baitnya.
Terbukti pada klasifikasi data yang penulis jabarkan terdapat tiga sampai
empat kata setiap baitnya yang menggunakan pemaknaan yang tidak
mengandung makna sebenarnya. Sehingga jika diartikan secara langsung
maka akan mengahasilkan pemaknaan ganda (ambigu).
Selanjutnya dalam pemaknaan puisi yang dibaca berdasarkan struktur
kebahasaannya (Heuristik) penulis memberikan sisipan kata atau sinonim
yang diletakkan dalam tanda kurung pada setiap bait puisi yang penulis
analisis. Sehingga dalam memaknainya akan lebih muda.
Pemaknaan puisi dari segi Hermeneutik pada puisi Sapardi Djoko
Damono. Penulis memknainya secara bait per bait yang artinya
menganalisis setiap baitnya dengan dibaca berulang kali hingga menemukan
makna yang sesungguhnya. Walau pun terdapat pemaknaan yang ambigu
namun penulis mencoba untuk mengaitkan bait puisi yang satu dengan yang
lain sehingga dalam proses memaknainya lebih mudah.
88
Puisi Percakapan Riuh Suara Karya Sapardi Djoko Damono memiliki
16 bait yang menceritakan seorang gadis dengan kesendiriannya di sebuah
taman dan hanya berbicara kepada binatang yang dia temui. Dari segi gaya
bahasa yang diberikan, Sapardi Djoko Damono memasukkan unsur binatang
yang dapat berbicara kepada manusia (fabel), namun dalam pengertian atau
maknanya bukanlah binatang yang sesungguhnya, tetapi hanya
mengumpamakannya saja.
Meski pun dalam puisinya menggunakan kata-kata perumpamaan.
Namun dari aspek pemaknaan secara Heuristik dan Hermeneutik memiliki
beberapa kesamaan pada objek dari puisinya yaitu Gendis yang merasakan
kesendirian. Namun makna yang lain sangat jauh berbeda.
Selanjutnya pada puisi Hening Gendis karya Sapardi Djoko Damono
terdiri dari 15 bait. Menggunakan gaya bahasa yang cukup beraneka ragam
tidak seperti puisi sebelumnya yang hanya fokus pada satu unsur binatang
saja.Tetapi, puisi Hening Gendis tersebut memiliki berbagai macam setting
tempat dan waktu yang berbeda-beda pada setiap bagiannya. Seperti pada
larik pertama bait pertama, setting tempatnya berada di tengah lautan
kemudian lanjut pada larik ketiga setting tempatnya berada pada sebuah
rumah. Lalu pada bagian selanjutnya berada di dalam kamar.
Selain seting tempat yang berbeda. Puisi tersebut mengandung banyak
unsur alam seperti langit, samudra, burung manyar, bunga-bunga, awan
putih, angin, dan masih banyak lagi di dalam puisinya. Namun dalam hal ini
kita semua sudah tahu bahwa dari puisi Sapardi Djoko Damono tidak pernah
89
menggunakan kata dengan makna yang sebenarnya secara langsung.
Sehingga dalam memaknai puisinya terlebih dahulu kita harus mengerti dan
paham makna setiap kata secara cermat.
Puisi Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali Karya Sapardi Djoko Damono
terdiri dari 6 bait dengan pola yang sama pada setiap baitnya. Pola-pola
yang dimaksud penulis disini yaitu kesamaan kata disetiap awal baitnya,
yaitu ingin. Kata ingin merujuk pada kemauan atau hasrat untuk memiliki
sesuatu.
Dari segi pemilihan kata Sapardi Djoko Damono memasukkan kata-
kata yang sering kita temui setiap hari namun kata tersebut lagi-lagi
bukanlah kata yang sesungguhnya, melainkan kata yang diumpamakan.
serta diibaratkan seperti suatu benda atau objek.
Setelah mengetahui hasil dari analisis makna Heuristik dan
Hermenutik dari ketiga puisi tersebut karya Sapardi Djoko Damono yang di
maknai dari bait per bait. Dapat diketahui makna keseluruhannya sebagai
berikut.
1. Puisi “Percakapan di luar Riuh Suara”
a. Makna Heuristik
Mengandung makna tentang seorang gadis yang bernama
Gendis yang melewati hari-harinya dengan kesendirian di taman
bunga yang indah. Hanya seekor kupu-kupu, burung, dan ulat yang
menemaninya silih berganti. Lalu pada suatu waktu kupu-kupu
90
mengajaknya untuk terbang mengelilingi negeri sebagai suatu
kebebasan untuknya
b. Makna Hermeneutik
Mengandung makna tentang seorang gadis yang bernama
Gendis dengan kesendiriannya bersama ikatan yang dia jalani
bersama kekasihnya yang sangat tidak paham akan dirinya. Pada
suatu hari setelah dia berbicara kepada seseorang yang tak dikenal
dan lantas diberi saran agar menjadi dirinya sendiri. Gendis akhirnya
pergi meninggalkan kekasihnya tanpa digugusi pancaran kesedihan
dari hal yang dilakukannnya.
2. Puisi “Hening Gendis”
a. Makna Heuristik
Mengandung makna tentang seseorang yang merindukan
kampung halamannya lalu tertidur di siang hari dan memimpikan
berbagai macam kisah dan pada akhirnya dia tidak dapat mengingat
sesuatu hal yang diucapkannya disaat bermimpi tadi.
b. Makna Hermeneutik
Mengandung makna tentang mengingatkan kita akan kematian
dan menuntun agar selalu berhati-hati pada setiap hal yang dilakukan
dan bersegera untuk menyiapkan segala hal untuk menghadapinya.
Sebab tak ada yang tahu kapan dan dimana nantinya tuhan akan
memanggil kita kembali ke sisi-Nya.
91
3. Puisi “Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali”
a. Makna Heuristik
Mengandung makna tentang seseorang yang menginginkan
beberapa hal yang tidak masuk akal serta mengkhayalkan suatu
cerita yang sulit dimengerti di dunia ini dan pada akhirnya keinginan
utamannya hanya ingin mengayuh perahu kecilnya menyeberangi
danau sambil menatap keindahan langit biru diatasnya.
b. Makna Hermeneutik
Mengandung makna tentang seseorang yang menginginkan
sebuah kebebasan dalam mengatur jalannya kehidupan sesuai yang
diinginkan bahkan menginginkan sebuah kehidupan abadi hingga
melintasi masa dari masa dunia ini agar pencariannya dalam
mengetahui makna kehidupan yang sesungguhnya dapat dia
temukan.
Adapun perbedaan penelitian penulis dengan penelitian terdahulu
yang sempat dilakukan oleh Azka Mirantin, Andina Muchti dan Leli
Nuryati mengenai makna Heuristik dan Hermeneutiknya yaitu terdapat
perbedaan temuan pada klasifikasi data yang dilakukan. Artinya pada
penelitian yang dilakukan penulis, terdapat banyak penggunaan simbol-
simbol serta kalimat yang berupa perumpamaan dengan menggunakan
unsur-unsur alam sehingga dalam puisinya cukup sulit dan butuh waktu
untuk menemukan maknanya secara Hermeneutik dan memiliki cukup
banyak perbedaan dalam pemaknaannya secara Heuristik dan Hermenutik.
92
Sedangkan pada ketiga penelitian relevan tersebut. sebenarnya juga
terdapat simbol-simbol serta perumpamaan yang cukup banyak. Namun,
dalam kaitannya tidak berfokus satu unsur saja seperti puisi dari Sapardi
Djoko Damono dengan unsur alamnya. Sehingga dalam memaknainya
cukup mudah meskipun juga memiliki waktu yang tidak singkat.
Perbedaan yang lebih terlihat lagi yaitu dari segi maknanya yang hampir
sama antara Heuristik dan Hermenutiknya.
Perbedaan lainnya juga terdapat pada tema puisi yang dianalisis
yaitu pada puisi yang dikaji penulis merupakan puisi yang bertemakan
tentang kehidupan di dunia. Sedangkan pada puisi yang dikaji oleh
Mirantin pada buku puisi Syair-syair Cinta Karya Khalil Gibran
bertemakan cinta yang di dalamnya mengungkapkan isi hati dan jiwa
seseorang. Kemudian pada penelitian yang dilakukan oleh Mucti pada
buku kumpulan puisi Deru Campur Debu Karya chairil Anwar memiliki
tema tentang kebebasan, pemberontakan serta petualangan. Serta pada
penelitian yang dilakukan oleh Nuryati pada puisi Permintaan Karya
Muhammad Yamin bertemakan tentang kerinduan pada tanah kelahiran.
93
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
C. Simpulan
Dalam memahami suatu karya sastra khususnya pada pemaknaan teks
puisi, kita dapat menggunakan metode pemahaman Heuristik dan
Hermeneutik. Metode pemahaman Heuristik merupakan langkah untuk
menemukan makna melalui pengkajian struktur bahasa dengan
menginterpretasikan teks sastra secara referensial (memiliki acuan) lewat
tanda-tanda linguistik, sehingga menghasilkan pemahaman makna secara
harfiah. Sedangkan metode pemahaman hermeneutik merupakan interpretasi
tahap kedua yang bersifat retroaktif yang melibatkan banyak kode di luar
bahasa dan menggabungkannya secara integratif sampai pembaca dapat
membongkar secara struktural guna mengungkapkan makna (significance)
dalam sistem tertinggi, yakni makna keseluruhan teks sebagai sistem tanda.
Sehingga pembaca dapat memhami karya sastra secara menyeluruh dan
mendalam. Dari hasil pembacaan Heuristik dan Hermeneutik pada buku
Perihal Gendis Karya Sapardi Djoko Damono, dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut: 1. Dalam ketiga puisinya Sapardi Djoko Damono selalu
dominan menggunakan unsur alam, gaya bahasanya pun berupa kiasan atau
perumpamaan. 2. Dalam puisinya terdapat cerita yang berbeda-beda di setiap
bagiannya, seperti pada salah satu puisinya yang berjudul Hening Gendis
yang memiliki enam bagian di dalamnya dan terdiri dari 15 bait. 3. Dari
ketiga puisi yang dikaji makna Heuristik dan
98
99
Hermeneutiknya memiliki tema yang berbeda-beda, yaitu puisi “Percakapan
di Luar Riuh Suara” memiliki tema tentang percintaan dan juga kebebasan,
lalu pada puisi “Hening Gendis” bertemakan tentang kematian dan puisi
“Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali” memiliki tema tentang kehidupan dan
kebebasan.
D. Saran
Berdasarkan hasil analisis makna Heuristik dan makna Hermeneutik
teks puisi Sapardi Djoko Damono, maka penulis dapat menyampaikan saran
sebagai berikut.
1. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian yang lebih baik
dan sempurna, baik yang berhubungan dengan penelitian ini, maupun yang
berhubungan dengan masalah lain dalam penelitian yang berobjek teks
puisi khususnya puisi-puisi Karya Sapardi Djoko Damono, karena terdapat
aspek lain yang dapat diteliti selain aspek makna, seperti menganalisis
majas, dan lain-lain.
2. Bagi para pendidik, diharapkan banyak menjadikan karya sastra khususnya
teks puisi sebagai bahan pengajaran sehingga nilai-nilai dan makna besar
yang terkandung dalam karya sastra dapat dijadikan sebagai pedoman
untuk terciptanya sebuah kebudayaaan yang baik khususnya untuk
mencerminkan kebudayaan Indonesia seutuhnya.
3. Bagi pembaca diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan apresiasi
masyarakat terhadap karya sastra, serta dapat menjadi bahan rujukan bagi
pembaca yang hendak meneliti karya sastra dengan pendekatan yang sama.
100
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Jakarta: Sinar Baru
Badudu, J. S. 1986. Inilah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar. Jakarta: PT.
Gramedia
Blair, Walter and W.K Chander. 1935. Approaches to Poetry. New York : D.
Appleton Century Company.
Budianta, Melani dkk. 2002. Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra
untuk Perguruan Tinggi. Depok: Indonesia.
Coulter, Vincil C. 1930. Readings in Language and Literature. New York: The
Ronald Press
Damono, Sapardi Djoko. 2018. Perihal Gendis. Cetakan Pertama. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama
Eagleton, Terry. 1988. Teori Kesusasteraan Satu Pengenalan . Kuala Lumpur :
Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Esten, Mursal. 1978. Kesusastraan (Pengantar, Teori, dan Sejarah). Bandung:
Angkasa.
Luxemburg, Jan van dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia
Mirantin, Azka. 2018. Analisis Makna Heuristik dan Hermeneutik Teks Puisi
dalam Buku Syair – Syair Cinta Karya Khalil Gibran. Skripsi. Garut:
Prodi PBSI STKIP GARUT
101
Muchti, Andina. 2017. Kajian Heuristik dan Hermeneutik terhadap Kumpulan
Puisi Deru Campur Debu Karya Chairil Anwar. Skripsi. Palembang :
Universitas Bina Darma Palembang.
Nurgiyantoro, Burhan.2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Nuryati, Leli. 2015. Analisis Heuristik dan Hermeneutik pada Puisi Permintan
Karya Muhammad Yamin. Skripsi. Pekan Baru : FIB Unilak
Palmer, Richard E. 2003. Hermeneutika Teori Baru Mengenal Interpretasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Palupi, Nwi. 2004. Kutahu Matiku. Yogyakarta: CV Qalam
Pradopo, Rachmat Djoko. 2005 . Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rimang, Siti Suwadah. 2011. Kajian Sastra : Teori dan Praktik . Yogyakarta :
Aura Pustaka.
Rosdiana, Yusi dkk. 2008 . Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Jakarta:
Universiatas Terbuka.
Saryono. 2009. Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Subroto. 1992. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sudjiman, Panuti dan zoest, Art Van. 1992. Serba-serbi Semiotika. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka.
102
Sumardjo, Jakob, & Saini K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur, 2011. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa.
Bandung : Angkasa.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya.
Tirtawirya, Putu Arya. 1978. Teori dan Aprestasi Puisi dan Prosa.
Surakarta:Erlangga
Waluyo, Herman J. 2002. Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga: Widyasari Press
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Surakarta : Erlangga.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. (Terjemahan
Melani Budiyanto) Jakarta: Gramedia.
Zainuddin, dkk. 1991 .Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghozali, Jakarta : Bumi
Aksara.
Zoest, Aart van. 1990. Semiotika : Tentang Tanda,. Jakarta: Yayasan Sumber
Agung.
Zulfahnur, dkk. 1996. Teori Sastra. Jakarta: Depdikbud.
103
LAMPIRAN
A. Puisi Sapardi Djoko Damono
1. Percakapan Di Luar Riuh Suara
Percakapan di Luar Riuh Suara
/i/
GENDIS :
Kupu - kupu
Di mana selama ini
Kau gerangan ?
Sudah sekian lama
Aku tidak melihatmu
Terbang berpasangan ke sana ke mari
(Sepasang Penari)
Di taman ini.
KUPU-KUPU:
Hei, lihat
Mawar itu;
Aku segera pulang ke sana
Takut kalau kena jala
Anak – anak
Yang suka berlarian
Rebut berburu
Kupu – kupu.
Rumahku ada disela-
Sela bunga mawar
Yang seluas aroma
Senantiasa terbuka.
/ii/
GENDIS:
Selamat pagi, mawar,
Matahari baru saja muncul
baumu langsung menusukku.
Dari mana gerangan
Kau belajar meramu
Aroma itu ?
104
Bagaimana pula
Kau meramu
Aroma
Merah
Hijau
Biru
Kuning
Itu?
MAWAR:
Pejamkan matamu;
Pejamkan dengan cermat
Tataplah
Dirimu
Intimu
Hakikatmu
Yang sedang berkembang
Daun demi daun
Yang sedang merekah
Menghisap udara
Dan apa pun
Yang ada disekitarmu
Dan menghembuskannya
Ke sekitarmu
Kaulah mawar itu
Akulah mawar itu
Disebut apa pun kau
Disebut apa pun aku
Kini dan nanti
Nanti dan kini
Aroma akan
Menusuk apa pun
Menusuk siapa pun
Yang di sekitarmu
Yang di sekitarku
Yang di sekitar kita
Kaulah mawar itu
Akulah mawar itu.
/iii/
GENDIS:
Burung kecil
(maaf siapa namamu?)
Yang setiap pagi hinggap
Seloncatan saja
105
Di kawat jemuran
Di mana gerangan
Pasanganmu ?
BURUNG :
Ia terbang ke utara
Dari kapaknya menetes – netes
Semerbak darah
Menetes – netes aksara
Demi aksara
Dua puluh jumlahnya
Tak terbilang warnanya
‘aku tetap sayang
padamu, tapi huruf – huruf
yang di balik bukit itu
memanggil – manggilku’
katanya.
Burung, kau tahu,
Tidak pernah meneteskan
air mata, Burung
hanyalah suara –
selebihnya hanya bulu
yang pada saatnya nanti
akan lepas satu
demi satu
ditimang angin
yang gemar mendendangkan
nina bobok.
GENDIS :
Oke, tapi siapa namamu?
Aku suka nama
Yang kalau di ucapkan
menjelma percikan api
menjelma makna
menghangatkan malam.
BURUNG :
Tidak tahukah kau, Gendis,
bahwa burung tidak
memerlukan nama?
Tidak tahukah kau sebabnya, Gendis?
Nama selalu bergeser –
Geser tafsirnya
Kalau di ucapkan.
106
/iv/
GENDIS :
Ulat, Kapan kau
(tak letih – letih
Mengunyah daun)
Menjadi kepompong?
ULAT :
Kalau bulu – buluku
Sudah cukup tebal
Sepenuhnya menyelimutiku
Agar bisa bertapa
Agar bisa menutup telinga
Terhadap tanda tanya
Yang berbisik
Di luar sana;
Agar nanti aku bisa
Lolos dari kepompong
Dan mengepakkan sayap
Terbang ke Bandar – Bandar
Negeri entah –
Berantah
Yang tak terbayangkan olehku
Tak terbayangkan olehmu-
Oleh kita
Dan berselancar di ruang
Angkasa – kita berdua
Ya, berdua saja.
Kita terbang tinggi – tinggi
Menembangkan larik – larik
Sinom dan asmaradana
Agar kuda – kuda di bukit
Dan perahu – perahu
Di laut hidup kembali
Setelah lama tertidur
Bermimpi tentang
Negeri Abadi.
GENDIS :
Tapi, kau tahu, aku
tak bersayap.
ULAT :
Semua gadis
Memiliki sayap
107
Semua gadis
Sangat tangkas
Mengepak –
Ngepakkannya.
/v/
GENDIS :
Sesungguhnya yang benar – benar aku inginkan darimu
adalah ketulusan menerima apa saja yang kukatakan padamu
dengan berbisik dengan gemetar dengan ragu – ragu dengan
penuh keyakinan tentang hubungan kita yang sebentar dekat
sebentar jauh sejenak tenang sejenak riuh yang kupahami
tapi tak kaupahami yang kaupahami tapi tak kaupahami.
GENDIS :
Sesungguhnya yang benar – benar aku inginkan darimu
adalah ketulusan menerima apa saja yang kukatakan padamu
dengan berbisik dengan gemetar dengan ragu – ragu dengan
penuh keyakinan tentang hubungan kita yang sebentar dekat
sebentar jauh sejenak tenang sejenak riuh yang kupahami
tapi tak kaupahami yang kaupahami tapi tak kaupahami.
/vi/
GENDIS :
Heran, kenapa pula
Tidak jatuh gerimis
Pagi ini
GENDIS :
Siapa gerangan
Yang berjanji?
2. Hening Gendis
Hening Gendis
/i/
Hening adalah ketika angin
Membujukku mendirikan istana di atas selembar
Awan putih
Selembar saja
Berlayar sangat perlahan
Mengayuh angin
108
Yang tak henti – hentinya
Merindukan istana agar bisa sejenak
Ya
Sejenak saja
Telentang meluruskan badan
Melupakan impian
Tentang istana
Tentang istirahat
Tentang takdir
Sebagai kembara abadi
/ii/
Hening adalah ketika terdengar
Dendang gerimis
Tanpa partitur
Membasahi kelokan-
Kelokan tajam
Sepanjang lorong
Keberadaanku
/iii/
Hening adalah ketika pintu
Menutup dengan suara
Memekakkan
Hana agar bisa terbuka
Kembali dan membujukku
Masuk ke rumah.
Hening adalah klik selot kungci
Adalah gorden yang bergeser
Tertutup Satu
Demi Satu
Ketika potret – potret
Di dinding
Serentak mengarahkan mata
Ke arahku
/iv/
Hening adalah ketika jarum – jarum
Jam dinding merapat
Ke angka
XII
Dan menudingku
Dan membentakku
109
Dan mendorongku ke sudut
Dan menampar – nampar pipiku
Dan melototkan mata
Dan bertanya keras keras,
Ini jam berapa?
Hening adalah tik tok jam
Yang mendadak berhenti
Ketika mendengarku
Lirih menyanyikan
Satu – satunya doa
Yang masih tersisa.
Ini jam berapa ?
/v/
Hening adalah ketika aku
Berujud selembar warna biru.
Karena kau biru
Aku akan memasangmu
Di pigura
Dan mengantungkanmu
Di dinding.
Hanya karena saya biru, Tuan?
Karena biru adalah dua lembar
Warna yang saling bercermin,
Langit dan samudra,
yang tak pernah berkedip
melindungimu.
Hanya karena saya biru, Tuan?
Biru selalu memanggil manyar
Yang memulung seutas
Demi seutas
Batang kering
Memintanya menjadi sarang
Tempatmu nanti bisa tidur
Dengan tenang
Tanpa terganggu
Oleh dirimu sendiri.
110
Saya bisa tidur tenang, Tuan?
Biru adalah lembar – lembar
Melati dan kenanga
Yang terserak
Di tempat tidurmu.
Hanya karena saya biru, Tuan?
Karena kau biru
Tidurmu di sarang manyar
Tak akan diganggu
Mimpi tentang besok
(yang tak akan pernah ada)
Tak akan diganggu
angan – angan tentang besok
yang akan menjadi kini kalau waktunya tiba.
Tidak ada besok untuk saya, Tuan?
Tidak ada besok
Yang ada hanya kini
Yang biru warnanya
Yang kekal nafasnya
Yang teratur detaknya
Yang senantiasa siap
Menunggu langkah – langkah kaki yang katanya akan besok
Tetapi yang selalu tertunda sebab besok tidak ada dan tidak
Akan pernah ada.
Langkah – langkah kaki itu, Tuan ?
Langkah – langkah kaki milik hari ini yang selalu akan kaudengar
Yang akan selalu berjanji akan datang lagi besok
Mengapa pula ia berjanji, Tuan?
Agar kau berpikir
Akan ada yang menepatinya
Pada suatu saat nanti.
Suara langkah – langkah kaki itu, Tuan ?
Telentang sajalah kau, aku akan memasangmu di pigura malam ini
Dan mengantungkannya di dinding supaya manyar itu
mengenali dan membimbingmu untuk tinggal di sarangnya.
111
Paham, Tuan
/vi/
Hening adalah
Ketika aku
Tak lagi
Mampu
Mengeja
Apa pun
Yang baru saja
Kuucapkan
3. Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali
Aku ingin Sungai Tanpa Kendali
Aku ingin sungai
Tanpa kendali
Terjun
Ke danau
Belakang rumah
Dan tumpah
ke kamar ini
Aku ingin mata
Yang tidak bisa pejam
Bercakap dengan bunga
Di perbukitan
Gemetar dipeluk angin
Aku ingin tapak kaki kuda
Ya, tapak kaki kuda
Yang berdebam
Menjemput sungai
Yang tersesat
Lenyap ke danau
Aku ingin mengayuh
Biduk kecil
Menyeberang danau
ketika udara tenang
langit adalah lukisan abstrak
tanpa garis
tanpa titik
tanpa warna
112
kecuali biru
aku ingin bergabung dengan anak – anak yang bermain petak
umpet di seberang danau di antara pohon - pohon yang merah
daunnya ketika pagi dan hijau ketika sore yang masing –
masing berbisik membujuk mereke, sembunyi di sini saja, tapi
anak – anak itu tidak mengindahkannya dan bergerak
berpindah – pindah dari satu pohon ke lain pohon.
Aku ingin sungai
Tanpa kedali
Terjun
Ke danau
Belakang rumah
Tumpah
Ke kamar ini
Agar ali bisa
Mengayuh biduk
Menyeberanginya
114
B. Klasifikasi Data Heuristik dan Hermeneutik
No. Puisi Data Heuristik Hermeneutik
1. Percakapan Di Luar
Riuh Suara
GENDIS :
Kupu - kupu
Di mana selama ini
Kau gerangan ?
Sudah sekian lama
Aku tidak melihatmu
Terbang berpasangan ke
sana ke mari
(Sepasang Penari)
Di taman ini.
(Hal.01)
Berdasarkan bait pertama pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata kupu – kupu.
Kata kupu – kupu merupakan nama
dari Seekor serangga terbang yang
biasanya dalam kehidupan sehari
ada banyak di taman bunga.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait pertama puisi tersebut, maka
Penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata kupu – kupu. Pada kata
kata Kupu – kupu merupakan nama
salah satu jenis serangga yang
biasanya dipergunakan sebagai
simbol atau lambang perjalanan
hidup yang penuh perjuangan
hingga mencapai kehidupan yang
115
indah
KUPU-KUPU:
Hei, lihat
Mawar itu;
Aku segera pulang ke sana
Takut kalau kena jala
Anak – anak
Yang suka berlarian
Rebut berburu
Kupu – kupu.
Rumahku ada disela-
Sela bunga mawar
Yang seluas aroma
Senantiasa terbuka.
Berdasarkan bait kedua pada puisi
tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata mawar, Jala dan
Aroma.
1) Mawar adalah sejenis bunga
yang memiliki harum yang
wangi yang sering ditanam di
taman – taman kota,
selanjutnya
2) kata Jala adalah Alat yang di
gunakan untuk menjaring
sebuah ikan di lautan. Selain
itu, juga di pakai sebagai net
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kedua puisi tersebut, maka
Penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata Mawar, Jala dan Aroma.
1) Kata mawar melambangkan
tentang perasaan cinta kepada
seseorang yang sangat spesial.
Selanjutnya
2) kata jala yang dipergunakan
pada potongan bait puisi
tersebut dilambangkan tentang
garis jarak yang memisahkan
116
(Hal.01)
dalam permainan bola Volly,
Bulu tangkis dan juga Tenis.
3) Dan yang terakhir kata Aroma
disini berupa Bau dari suatu
unsur tertentu yang ditanggapi
oleh indra penciuman. Bau
disini adalah aroma yang
begitu harum dari bunga
mawar.
dua tempat. dan
3) Kata aroma melambangkan
tentang perasaan cinta yang
masih tetap sama
GENDIS:
Selamat pagi, mawar,
Matahari baru saja muncul
baumu langsung
menusukku.
Berdasarkan bait ketiga pada puisi
tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata Kata menusuk
serta beberapa warna seperti
Merah, hijau, biru, kuning.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait ketiga puisi tersebut, maka
Penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata menusuk serta beberapa
117
Dari mana gerangan
Kau belajar meramu
Aroma itu ?
Bagaimana pula
Kau meramu
Aroma
Merah
Hijau
Biru
Kuning
Itu?
(Hal.02)
1) Kata menusuk disini diartikan
tentang sebuah bau yang
sangat menyengat masuk
kehidung. bau yang sangat
harum.
2) Warna merah, hijau, biru dan
kuning disini merupakan
perpaduan warna dari sebuah
peristiwa alam setelah hujan
yang biasanya disebut pelangi.
warna seperti merah, hijau, biru,
kuning. Hermeneutik terdapat pada
kata
1) Kata menusuk disini dapat
melambangkan tentang
seseorang yang tiba – tiba
datang tanpa di sangka -
sangka.
2) Warna merah, hijau, biru dan
kuning dapat dilambangkan
tentang perasaan campur aduk
dari seorang manusia seperti
marah, sedih dan bahagia.
118
MAWAR:
Pejamkan matamu;
Pejamkan dengan cermat
Tataplah
Dirimu
Intimu
Hakikatmu
Yang sedang berkembang
Daun demi daun
Yang sedang merekah
Menghisap udara
Dan apa pun
Yang ada disekitarmu
Dan menghembuskannya
Berdasarkan bait keempat pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata Kata dirimu,
intimu, hakikatmu dan menghisap
1) Kata dirimu disini merujuk
pada seseorang yang sedang
bercermin melihat dirinya
2) Kata dirimu bisa di artikan
tentang jiwa yang terbenam
pada tubuhnya (tubuh kasar)
3) Kata Hakikat disini dapat
dijelaskan tentang dasar atau
tujuan kita sebagai manusia
hidup di dunia ini.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait keempat puisi tersebut, maka
Penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata Dirimu, Intimu,
Hakikatmu dan menghisap.
1) Kata Dirimu disini
melambangkan tentang jati diri
yang sesunggunya yang
dipendam
2) Kata Intimu disini
dilambangkan sebagai
perasaan dari lubuk hati yang
mengontrol segala aspek dari
119
Ke sekitarmu
Kaulah mawar itu
Akulah mawar itu
Disebut apa pun kau
Disebut apa pun aku
Kini dan nanti
Nanti dan kini
Aroma akan
Menusuk apa pun
Menusuk siapa pun
Yang di sekitarmu
Yang di sekitarku
Yang di sekitar kita
Kaulah mawar itu
4) Kata menghisap disini dapat
diartikan tentang kita sebagai
manusia yang menghirup
udara untuk bernafas.
Sedangkan pada tumbuhan
menhirup atau meyerap karbon
dioksida untuk
kelangsungannya pada siang
hari.
dalam. Baik itu sedih, marah
atau pun bahagia.
3) Kata Hakikat disini
dilambangkan sebagai suatu
pilihan tempat untuk dilewati
melangkah menuju suatu
tujuan yang ingin dicapai
4) Kata menghisap disini
melambangkan tentang
kehidupan yang setiap harinya
kita lewati
120
Akulah mawar itu.
(Hal.02)
GENDIS:
Burung kecil
(maaf siapa namamu?)
Yang setiap pagi hinggap
Seloncatan saja
Di kawat jemuran
Di mana gerangan
Pasanganmu ?
(Hal.04)
Berdasarkan bait kelima pada puisi
tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata Burung Kecil.
Kata burung kecil adalah nama dari
jenis unggas yang berbulu dan
memiliki sayap untuk terbang.
Salah satu burung kecil yang
banyak kita ketahui seperti burung
kenari.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kelima puisi tersebut, maka
Penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata Burung kecil. Burung
kecil (burung kenari) disini dapat
dilambangkan sebagai seseorang
yang memilki kebebasan untuk
melakukan interaksi kepada banyak
orang tanpa ada tekanan. Selain itu
burung kenari disini juga
menandakan tentang seseorang
121
yang harus belajar hidup bersama
orang lain.
BURUNG :
Ia terbang ke utara
Dari kapaknya menetes –
netes
Semerbak darah
Menetes – netes aksara
Demi aksara
Dua puluh jumlahnya
Tak terbilang warnanya
‘aku tetap sayang
padamu, tapi huruf –
huruf
Berdasarkan bait keenam pada puisi
tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata Semerbak,
Aksara dan ditimang
1) Kata semerbak disini diartikan
sebagai bau yang begitu kuat
yang tercium oleh hidung.
2) Kata Aksara disini diartikan
sebagai tulisan – tulisan yang
berupa huruf atau kata dari
suatu bahasa daerah yang
memiliki banyak jenisnya.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait keenam puisi tersebut, maka
Penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata Semerbak, Aksara dan
ditimang.
1) Kata semerbak disini
dilambangkan tentang suatu
peristiwa buruk yang akan
terjadi.
2) Kata Aksara disini dapat di
lambangkan tentang tanda –
122
yang di balik bukit itu
memanggil – manggilku’
katanya.
Burung, kau tahu,
Tidak pernah meneteskan
air mata, Burung
hanyalah suara –
selebihnya hanya bulu
yang pada saatnya nanti
akan lepas satu
demi satu
ditimang angin
yang gemar
mendendangkan
Seperti aksara lontara dan
Aksara Jawa.
3) Kata ditimang disini diartikan
sebagai perwujudan manusia
disaat balita yang digendong –
gendong oleh orang tuanya.
tanda akan suatu hal atau
persitiwa
3) Kata ditimang di lambangkan
tentang seseorang yang telah
angkat naik kelangit (roh dari
suatu mahluk yang telah
dicabut)
123
nina bobok.
(Hal.04)
GENDIS :
Oke, tapi siapa namamu?
Aku suka nama
Yang kalau di ucapkan
menjelma percikan api
menjelma makna
menghangatkan malam.
(Hal.05)
Berdasarkan bait ketuju pada puisi
tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata Percikan.
Kata percikan dapat diartikan
sebagai hembusan atau hamburan
titi – titik api yang menajdi besar.
Kata percikan juga dapat dipakai
pada unsur cair yaitu Air.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait ketuju puisi tersebut, maka
Penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata Percikan. Kata percikan
disini dama melambangkan tentang
proses atau usaha yang sedang di
lakukan untuk membuat seseorang
bahagia.
BURUNG :
Tidak tahukah kau,
Gendis,
Berdasarkan bait kedelapan pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata bergeser – geser
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kedelapan puisi tersebut, maka
124
bahwa burung tidak
memerlukan nama?
Tidak tahukah kau
sebabnya, Gendis?
Nama selalu bergeser –
Geser tafsirnya
Kalau di ucapkan.
(Hal.05)
Kata bergeser – geser disini
diartikan sebagai sesuatu yang
berpindah pindah tempat tidak
dalam berdiam atau tetap di lokasi
yang sama.
Penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata bergeser – geser. Kata
bergeser – geser melambangkan
tentang rentang waktu yang terus
bergulir tanpa henti dan tak dapat di
berhentikan.
GENDIS :
Ulat, Kapan kau
(tak letih – letih
Mengunyah daun)
Menjadi kepompong?
(Hal.06)
Berdasarkan bait kesembilan pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata ulat.
Kata ulat disini adalah salah satu
tahap bentuk dalam daur kehidupan
kupu – kupu, berupa binatang kecil
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kesembilan puisi tersebut,
maka Penerapan Hermeneutik
terdapat pada kata ulat. Kata ulat
dilambangkan tentang awal mula
125
melata, memakan daun dan jika
sudah waktunya berubah bentuk
menajdi kepompong lalu menjadi
kupu – kupu.
perwujudan seseorang yang baru
ingin memulai peroses
kehidupannya menuju kehidupan
yang indah nantinya.
ULAT :
Kalau bulu – buluku
Sudah cukup tebal
Sepenuhnya
menyelimutiku
Agar bisa bertapa
Agar bisa menutup telinga
Terhadap tanda tanya
Yang berbisik
Di luar sana;
Berdasarkan bait kesepuluh pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata Bertapa, Tanda
tanya, Bandar – Bandar,
berselancar dan hidup.
1) Kata bertapa dimaknai
sebagai kegiatan
mengasingkan diri dari
keramaian dunia dengan
menahan nafsu (makan,
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kesepuluh puisi tersebut, maka
Penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata Bertapa, Tanda tanya,
Bandar – Bandar, berselancar dan
hidup.
1) Kata bertapa melambangkan
tentang seseorang yang
tidak menghiraukan ucapan
126
Agar nanti aku bisa
Lolos dari kepompong
Dan mengepakkan sayap
Terbang ke Bandar –
Bandar
Negeri entah –
Berantah
Yang tak terbayangkan
olehku
Tak terbayangkan olehmu-
Oleh kita
Dan berselancar di ruang
Angkasa – kita berdua
Ya, berdua saja.
minum, tidur, birahi) unuk
mencari kerenangan batin.
2) Kata tanda tanya dimaknai
tentang sesuatu hal yang
tidak diketahui sebab
alasannya.
3) Kata bandar – Bandar
dimaknai tentang tempat
lepas landas dan
mendaratnya transportasi
udara.
4) Kata berselancar dimaknai
sebagai kegiatan yang
dilakukan dengan meluncur
atau percakapan dari
seseorang tentang dirinya
2) Kata tanda tanya
dilambangkan tentang
ucapan yang
membingunkan dan sulit di
pahami akibat suara yang
kurang besar.
3) Kata Bandar – Bandar
dilambangkan tentang
tujuan hidup yang ingin
dicapai oleh seseorang
4) Kata berselancar dapat
dilambangkan dengan
127
Kita terbang tinggi –
tinggi
Menembangkan larik –
larik
Sinom dan asmaradana
Agar kuda – kuda di bukit
Dan perahu – perahu
Di laut hidup kembali
Setelah lama tertidur
Bermimpi tentang
Negeri abadi.
(Hal.06)
pada suatu papan mengikuti
ombak yang menuju pantai.
Kata berselancar juga dapat
di maknai tentang
menyusuri informasi atau
situs pada media daring.
5) Kata hidup memiliki makna
bahwa tetap bergerak tetap
bernafas dan tetap
menjalani akltifitas di dunia
ini.
kalimat bersenang – senang
mengikuti waktu di dalam
kehidupan.
5) Kata hidup dilambangkan
tentang ekspresi senang
bagaikan kembali hidup
setelah tujuannya tercapai di
dunia.
GENDIS :
Tapi, kau tahu, aku
Berdasarkan bait kesebelas pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
128
tak bersayap.
(Hal.07)
terdapat pada kata bersayap. Kata
bersayap umumnya hanya dimilki
oleh burung yang di gunakan untuk
terbang guna mencari makan dan
berpindah posisi ketempat yang
jauh ingin di tujunya.
bait kesebelas puisi tersebut, maka
Penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata bersayap. Kata bersayap
disini menyimbolkan tentang
kebebasan seseorang untuk
melakukan segala sesuatu sesuai
keinginnannya.
ULAT :
Semua gadis
Memiliki sayap
Semua gadis
Sangat tangkas
Mengepak –
Ngepakkannya.
Berdasarkan bait kedua belas pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata tangkas. Kata
tangkas memiliki makna tentang
seseorang yang cekatan dan cepat
dalam bergerak.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kedua belas puisi tersebut,
maka penerapan Hermeneutik
terdapat pada kata tangkas. Kata
tangkas disini melambangkan
tentang seseorang yang tidak dapat
129
(Hal.07) dihalangi oleh siapapun untuk
mencapai tujuannya.
GENDIS :
Sesungguhnya yang
benar – benar aku
inginkan darimu
adalah ketulusan
menerima apa saja yang
kukatakan padamu
dengan berbisik dengan
gemetar dengan ragu –
ragu dengan
penuh keyakinan tentang
hubungan kita yang
Berdasarkan bait ketiga belas pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata tenang. Kata
tenang biasanya di gunakan ketika
seseorang tidak merasa gelisa, tidak
rusuh atau pun kacau. Tenteram
dan damai. Tanpa adanya suara.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait ketiga belas puisi tersebut,
maka penerapan Hermeneutik
terdapat pada kata tenang. Kata
tenang melambangkan tentang
seseorang yang merasa kesepihan
dan berada di kesendiriannya.
130
sebentar dekat
sebentar jauh sejenak
tenang sejenak riuh yang
kupahami
tapi tak kaupahami yang
kaupahami tapi tak
kaupahami.
(Hal.08)
GENDIS :
Sesungguhnya yang
benar – benar aku
inginkan darimu
adalah ketulusan
menerima apa saja yang
Berdasarkan bait ketempat belas
pada puisi tersebut. Penerapan
Heuristik terdapat pada kata tenang.
Kata tenang biasanya di gunakan
ketika seseorang tidak merasa
gelisa, tidak rusuh atau pun kacau.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait keempat belas puisi tersebut,
maka penerapan Hermeneutik
terdapat pada kata tenang. Kata
tenang melambangkan tentang
131
kukatakan padamu
dengan berbisik dengan
gemetar dengan ragu –
ragu dengan
penuh keyakinan tentang
hubungan kita yang
sebentar dekat
sebentar jauh sejenak
tenang sejenak riuh yang
kupahami
tapi tak kaupahami yang
kaupahami tapi tak
kaupahami.
(Hal.08)
Tenteram dan damai. Tanpa adanya
suara.
seseorang yang merasa kesepihan
dan berada di kesendiriannya.
132
GENDIS :
Heran, kenapa pula
Tidak jatuh gerimis
Pagi ini
(Hal.09)
Berdasarkan bait kelima belas pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata gerimis. Kata
gerimis disini merujuk pada hujan
rintik – rintik yang turun
membasahi atap – atap rumah.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kelima belas puisi tersebut,
maka penerapan Hermeneutik
terdapat pada kata gerimis.
Melambangkan tentang seseorang
yang sedang sedih dan menangis.
GENDIS :
Siapa gerangan
Yang berjanji?
(Hal.09)
- -
2. Hening Gendis /i/
Hening adalah ketika
angin
Berdasarkan bait peratama pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata Hening, Istana,
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait pertama puisi tersebut, maka
133
Membujukku mendirikan
istana di atas selembar
Awan putih
Selembar saja
Berlayar sangat perlahan
Mengayuh angin
Yang tak henti – hentinya
Merindukan istana agar
bisa sejenak
Ya
Sejenak saja
Telentang meluruskan
badan
Melupakan impian
Awan Putih dan kembara abadi.
1) Kata Hening diartikan tentang
sebuah kesunyian tanpa adanya
suara yang terdengar.
2) Kata istana diartikan sebagai
tempat tinggal dari kaum
bangsawan yaitu raja, ratu
pangeran dan putrid beserta
bawahannya.
3) Kata awan diartikan sebagai
fenomena alam disaat air
menguap akibat pemanasan dan
pada ketinggian tertentu
menyatu menjadi awan yang
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata Hening,Istana, awan dan
mengayuh.
1) Kata Hening melambangkan
tentang rasa kesepian dari
seseorang
2) Kata istana melambangkan
tentang kampung halaman atau
seseorang yang sangat
istimewah sepeerti keluarga.
3) Kata awan melambangkan
sebuah gelembung percakapan
yang biasanya dalam cerita
fantasi orang tersebut sedang
134
Tentang istana
Tentang istirahat
Tentang takdir
Sebagai kembara abadi
(Hal.12)
mengahasilkan titik titik air
yang akan turun kebumi.
4) Kata mengayuh disini merujuk
pada aktifitas menggerakkan
sebuah perahu dengan cara di
dayung.
5) Kata kembara disini
mengandung arti tentang
berkelana tanpa tujuan di tempat
tertentu.
berbicara dalam hati atau bisa
saja dia sedang bermimpi.
4) Kata mengayuh melambangkan
tentang seseorang yang memilki
usaha yang begitu keras guna
menuju ke tujuan yang di
impikan
5) Kata kembara disini
melambangkan tentang tujuan
hidup yang belum terarah
sebagaimana mestinya,
/ii/
Hening adalah ketika
Berdasarkan bait kedua pada puisi
tersebut. Penerapan Heuristik
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
135
terdengar
Dendang gerimis
Tanpa partitur
Membasahi kelokan-
Kelokan tajam
Sepanjang lorong
Keberadaanku
(Hal. 13)
terdapat pada kata Dendang,
Partitur dan lorong.
1) Kata dendang memiliki arti
sebuah nyanyian ungkapan rasa
senang atau bahagia yang
diiringi dengan bunyi – bunyian.
2) Kata Partitur mengandung arti
sebuah bentuk tertulis atau
tercetak pada komposisi musik.
3) Lorong diartikan sebagai
jalanan sempit yang biasanya
terdapat di perumahan –
perumahan di perkotaan.
bait kedua puisi tersebut, maka
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata dendang, partitur dan
lorong.
1) Kata dendang melambangkan
tentang perasaan yang sedang
terpuruk
2) Kata partitur melambangkan
intonasi dari suara seseorang
yang begitu rendah
3) Kata lorong melambangkan
perjalanan hidup yang begitu
sempit
136
/iii/
Hening adalah ketika
pintu
Menutup dengan suara
Memekakkan
Hanya agar bisa terbuka
Kembali dan membujukku
Masuk ke rumah.
Hening adalah klik selot
kungci
Adalah gorden yang
bergeser
Tertutup Satu
Demi Satu
Berdasarkan bait ketiga pada puisi
tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata memekakkan
dan potret - potret.
1) Kata memekakkan diartikan
sebagai bunyi – bunyi nyaring
yang begitu keras misalnya
bunyi uang logam yang jatuh ke
lantai.
2) Kata potret – potret diartikan
sebagai objek atau gambar yang
di hasilkan dari media kamera
atau lukisan yang dipaparkan di
pameran potografi.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait ketiga puisi tersebut, maka
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata memekakkan dan potret –
potret.
1) Kata memekakkan
melambangkan tentang
pemikirannya yang begitu tiba –
tiba kembali mengingat hal –
hal dari masa lalu.
2) Kata potret – potret
melambangkan tentang
gambaran – gambaran yang
137
Ketika potret – potret
Di dinding
Serentak mengarahkan
mata
Ke arahku
(Hal.14)
terlintas dipikirannya.
/iv/
Hening adalah ketika
jarum – jarum
Jam dinding merapat
Ke angka
XII
Dan menudingku
Berdasarkan bait keempat pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata Jarum – jarum.
Kata jarum – jarum disini adalah
alat jahit yang terbuat dari logam.
Definisi lainnya juga sebagai alat
yang digunakan sebagai penunjuk
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait keempat puisi tersebut, maka
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata jarum – jarum. Kata
jarum – jarum melambangkan
tentang sebuah petunjuk – petunjuk
138
Dan membentakku
Dan mendorongku ke
sudut
Dan menampar – nampar
pipiku
Dan melototkan mata
Dan bertanya keras keras,
Ini jam berapa?
(Hal.15)
waktu di arloji maupun di jam
dinding. Juga terdapat pada kompas
sebagai penunjuk arah.
yang ditujukan kepada yang
mempercayainya.
Hening adalah tik tok jam
Yang mendadak berhenti
Ketika mendengarku
Lirih menyanyikan
Satu – satunya doa
Berdasarkan bait kelima pada puisi
tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata menyanyikan.
Kata menyanyikan disini yaitu
melagukan atau menyuarakan
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kelima puisi tersebut, maka
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata menyanyikan. Kata
139
Yang masih tersisa.
Ini jam berapa ?
(Hal.15)
sebuah lagu atau nyanyian yang
bersumber pada pita suara manusia.
menyanyikan disini melambangkan
tentang suara – suara gemah yang
terlintas dan terdengar di telinga.
/v/
Hening adalah ketika aku
Berujud selembar warna
biru.
Karena kau biru
Aku akan memasangmu
Di pigura
Dan menggantungkanmu
Di dinding.
(Hal.16)
Berdasarkan bait keenam pada puisi
tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata biru dan dinding.
1) Kata biru disini merujuk pada
salah satu warna primer yaitu
Merah, biru dan kuning. Dari
ketiga warna tersebut
merupakan fondasi dari warna
lainnya.
2) Kata dinding disini yaitu
penutup sisi samping ruangan,
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait keenam puisi tersebut, maka
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata biru dan dinding.
1) Kata biru melambangkan
tentang sebuah langit yang luas
berwarna biru. Selain itu juga
dapat dilambangkan sebuah
lautan luas disamudra.
2) Kata dinding disini
140
dengan berbagai macam bahan
seperti dari papan kayu,
anyaman bambu, tembok dan
sebagainya.
melambangkan tentang batasan
– batasan dari suatu ruang yang
terpisah. Sebagai contoh dunia
yang sekrang ini dan juga dunia
akhirat nanti.
Hanya karena saya biru,
Tuan?
Karena biru adalah dua
lembar
Warna yang saling
bercermin,
Langit dan samudra,
yang tak pernah berkedip
Berdasarkan bait ketuju pada puisi
tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata bercermin dan
berkedip.
1) Kata bercermin disini yaitu
aktifitas yang biasanya
dilakukan seseorang ketika
sedang berdandang atau
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait ketuju puisi tersebut, maka
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata bercermin dan berkedip
1) Kata bercermin disini yaitu
tentang perbuatan yang
dilakukan baik atau buruk akan
141
melindungimu.
(Hal.16)
melakukan hal lain dari
pantulan dirinya di cermin.
2) Kata berkedip disini yaitu
aktifitas keseharian manusia
atau hewan dengan bergerak
membuka dan menutup berganti
– ganti kelopak matanya.
mendapatkan hal yang sama di
kedepannya.
2) Kata berkedip melambangkan
tentang sebuah tanda atau
peringatan kepada seseorang
Hanya karena saya biru,
Tuan?
Biru selalu memanggil
manyar
Yang memulung seutas
Demi seutas
Batang kering
Berdasarkan bait kedelapan pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata manyar. Kata
manyar adalah nama dari seekor
burung kecil pemakan biji – bijian
yang terkenal kemahirannya
membuat sarang yang indah.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kedelapan puisi tersebut, maka
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata manyar. Kata manyar
melambangkan mahluk ciptaan
tuhan yang tercipta dari cahaya
142
Memintanya menjadi
sarang
Tempatmu nanti bisa tidur
Dengan tenang
Tanpa terganggu
Oleh dirimu sendiri.
(Hal.16)
yaitu malaikat.
Saya bisa tidur tenang,
Tuan?
Biru adalah lembar –
lembar
Melati dan kenanga
Yang terserak
Di tempat tidurmu.
Berdasarkan bait kesembilan pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata Melati dan
kenanga.
1) Kata melati disini adalah salah
satu jenis tanaman bunga hias
yang kerap ditanam ditaman –
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kesembilan puisi tersebut,
maka penerapan Hermeneutik
terdapat pada kata melati dan
kenanga.
1) Kata melati melambangkan
143
(Hal.16) taman diperkotaan. Juga
terdapat di pekarangan rumah.
2) Kenanga yaitu sejenis pohon
yang berdiameter tinggi 38
meter yang memilki bunga kecil
berwarna hijau kekuning –
kekuningan dan berbau harum.
tentang rasa kasih sayang
kita kepada sesuatu yang
tidak dapat dilihat namun
dipercaya ada.
2) Kata Kenanga
melambangkan tentang
kehidupan manusia yag
harus bersifat tawakkal
meskipun gaji atau
jabatannya naik,
Hanya karena saya biru,
Tuan?
Karena kau biru
Berdasarkan bait kesepuluh pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata sarang. Kata
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kesepuluh puisi tersebut, maka
144
Tidurmu di sarang
manyar
Tak akan diganggu
Mimpi tentang besok
(yang tak akan pernah
ada)
Tak akan diganggu
angan – angan tentang
besok
yang akan menjadi kini
kalau waktunya tiba.
(Hal.17)
sarang disini merupakan tempat
yang dibuat atau yang dipilih oleh
binatang unggas, seperti burung
untuk bertelur dan memiara
anaknya.
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata sarang. Kata sarang
melambangkan tentang tempat
yang begitu indah seperti disurga.
Tidak ada besok untuk
saya, Tuan?
Berdasarkan bait kesebelas pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
145
Tidak ada besok
Yang ada hanya kini
Yang biru warnanya
Yang kekal nafasnya
Yang teratur detaknya
Yang senantiasa siap
Menunggu langkah –
langkah kaki yang
katanya akan besok
Tetapi yang selalu
tertunda sebab besok
tidak ada dan tidak
Akan pernah ada.
(Hal.17)
terdapat pada kata kekal. Kata
kekal disini adalah sesuatu yang tak
akan pernah hancur atau hilang.
Akan menjadi abadi
bait kesebelas puisi tersebut, maka
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata kekal. Kata kekal
melambangkan perwujudan dari
sang pencipta yang merupakan
penguasa dunia yang abadi
146
Langkah – langkah kaki
itu, Tuan ?
Langkah – langkah kaki
milik hari ini yang selalu
akan kau dengar
Yang akan selalu berjanji
akan datang lagi besok
(Hal.17)
Berdasarkan bait kedua belas pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata langkah –
langkah. Kata langkah – langkah
disini yaitu gerakan kaki yang
bergantian (ke depan, ke belakang,
ke kiri, ke kanan) saat berjalan.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kedua belas puisi tersebut,
maka penerapan Hermeneutik
terdapat pada kata langkah –
langkah. Kata langkah – langkah
disini melambangkan sebuah waktu
atau masa yang terus berjalan
Mengapa pula ia berjanji,
Tuan?
Agar kau berpikir
Akan ada yang
menepatinya
Pada suatu saat nanti
Berdasarkan bait ketiga belas pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata menepati. Kata
menepati disini yaitu sesuatu hal
yang telah diucapkan dan haru
menematinya (janji, pesanan dan
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait ketiga belas belas puisi
tersebut, maka penerapan
Hermeneutik terdapat pada kata
menepati. Kata menepati
147
(Hal.18) sebagainya). melambangkan segala sesuatu yang
telah dia ketahui sebelum masa
waktunya.
Suara langkah – langkah
kaki itu, Tuan ?
Telentang sajalah kau,
aku akan memasangmu di
pigura malam ini
Dan mengantungkannya
di dinding supaya manyar
itu
mengenali dan
membimbingmu untuk
Berdasarkan bait keempat belas
pada puisi tersebut. Penerapan
Heuristik terdapat pada kata
telentang. Kata telentang disini
yaitu terbaring dengan letak bagian
depan tubuh menghadap keatas.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait keempat belas puisi tersebut,
maka penerapan Hermeneutik
terdapat pada kata telentang. Kata
telentang melambangkan tentang
seseorang yang hanya berpasrah
diri terhadap apa yang nantinya
akan terjadi kepadanya.
148
tinggal di sarangnya.
Paham, Tuan
(Hal.18)
/vi/
Hening adalah
Ketika aku
Tak lagi
Mampu
Mengeja
Apa pun
Yang baru saja
Kuucapkan
(Hal.19)
Berdasarkan bait kelima belas pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata mengeja. Kata
mengeja yaitu melafalkan atau
menyebutkan huruf – huruf satu
demi satu dari kata yang
dituliskannya. Biasanya digunakan
kepada anak yang baru ingin
belajar membaca.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kelima belas puisi tersebut,
maka penerapan Hermeneutik
terdapat pada kata mengeja. Kata
mengeja disini yaitu berucap atau
berbicara sebagai mana mestinya
(orang yang sedang melalukan
obrolan)
149
3. Aku Ingin Sungai
Tanpa Kendali
Aku ingin sungai
Tanpa kendali
Terjun
Ke danau
Belakang rumah
Dan tumpah
ke kamar ini
(Hal.28)
Berdasarkan bait peratama pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata sungai dan
tumpah.
1) Kata sungai disini adalah aliran
air yang besar dan memanjang
yang mengalir secara terus
menerus dari hulu menuju hilir.
2) Kata tumpah memilki arti yaitu
tercurah keluar dari tempatnya
biasanya digunakan pada zat
cair yang kapasitas wadahnya
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait pertama puisi tersebut, maka
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata sungai dan tumpah
1) Kata sungai disini
melambangkan tentang aliran
waktu yang terus berjalan
2) Kata tumpah disini
melambangkan tentang masalah
besar yang dialami seseorang.
150
sudah tak dapat menampung
isinya.
Aku ingin mata
Yang tidak bisa pejam
Bercakap dengan bunga
Di perbukitan
Gemetar dipeluk angin
(Hal.28)
Berdasarkan bait kedua pada puisi
tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata mata dan bunga.
1) Kata mata disini adalah salah
satu dari 5 indra manusia yang
dipergunakan untuk melihat.
2) Bunga adalah sebuah tanaman
yang memilki harum dan
kelopak yang indah dan sering
digunakan sebagai hiasan pada
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kedua puisi tersebut, maka
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata mata dan bunga
1) Kata mata melambangkan
tentang seseorang yang ingin
terus hidup di dunia.
2) Kata bunga melambangkan
tentang seorang gadis yang
151
halaman rumah atau taman. cantik dan rupawan
Aku ingin tapak kaki
kuda
Ya, tapak kaki kuda
Yang berdebam
Menjemput sungai
Yang tersesat
Lenyap ke danau
(Hal.28)
Berdasarkan bait ketiga pada puisi
tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata kaki dan danau.
1) Kata kaki yaitu anggota badan
yang menopang tubuh dan di
gunakan untuk berjalan
2) Kata danau yaitu cekungan
besar di permukaan bumi yang
di genangi oleh airbisa tawar
ataupun asing yang seluruh
cekungan tersebut dikelilingi
oleh daratan
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait ketiga puisi tersebut, maka
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata kaki, dan danau.
1) Kata kaki yaitu melambangkan
arah tujuan hidup dari
seseorang.
2) Kata danau yaitu
melambangkan benuk tujuan
akhir yang ingin ducapai.
152
Aku ingin mengayuh
Biduk
Menyeberang danau
ketika udara tenang
langit adalah lukisan
abstrak
tanpa garis
tanpa titik
tanpa warna
kecuali biru
(Hal.28)
Berdasarkan bait keempat pada
puisi tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata biduk dan
lukisan.
1) Kata biduk disini yaitu perahu
kecil terbuat dari kayu, yang
dipergunakan untuk menangkap
ikan.
2) Kata lukisan memiliki arti
tentang sebuah gambar yang
indah menggunakan media
kampas dan dilukis
menggunakan cat air.
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait keempat puisi tersebut, maka
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata biduk dan lukisan.
1) Kata biduk disini
melambangkan tentang
kokohnya seseorang yang ingin
melintasi dan mengarungi
dunia.
2) Kata lukisan melambangkan
tentang sesuatu yang begitu
Nampak unsur keindahannya.
153
aku ingin bergabung
dengan anak – anak yang
bermain petak
umpet di seberang danau
di antara pohon - pohon
yang merah
daunnya ketika pagi dan
hijau ketika sore yang
masing –
masing berbisik
membujuk mereka,
sembunyi di sini saja, tapi
anak – anak itu tidak
mengindahkannya dan
Berdasarkan bait kelima pada puisi
tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata merah dan hijau.
1) Kata merah adalah urutan warna
pertama dari tujuh warna di
pelangi. Umumnya pada aturan
berlalu lintas, warna merah
menandakan untuk berhenti
2) Kata hijau adalah urutan warna
keempat dari tujuuh warna di
pelangi. Biasanya warna hijau
banyak ditemui di sekeliling
kita seperti daun dan rumput.
Sedangkan pada aturan berlalu
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait kelima puisi tersebut, maka
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata merah dan hijau.
1) Kata merah disini
melambangkan tentang
golongan tua atau seseorang
yang perawakan dewasa.
2) Kata hijau disini
melambangkan tentang
golongan muda mudi seperti
para remaja.
154
bergerak
berpindah – pindah dari
satu pohon ke lain pohon.
(Hal.29)
lintas warna hijau menandakan
untuk maju.
Aku ingin sungai
Tanpa kendali
Terjun
Ke danau
Belakang rumah
Tumpah
Ke kamar ini
Agar aku bisa
Mengayuh biduk
Menyeberanginya
Berdasarkan bait keenam pada puisi
tersebut. Penerapan Heuristik
terdapat pada kata sungai , tumpah
dan biduk.
1) Kata sungai disini adalah aliran
air yang besar dan memanjang
yang mengalir secara terus
menerus dari hulu menuju hilir.
2) Kata tumpah memilki arti yaitu
tercurah keluar dari tempatnya
Setelah penulis membaca secara
berulang ulang pada keseluruhan
bait keenam puisi tersebut, maka
penerapan Hermeneutik terdapat
pada kata sungai, tumpah dan
biduk.
1) Kata sungai disini
melambangkan tentang aliran
waktu yang terus berjalan
2) Kata tumpah disini
155
(Hal.29)
biasanya digunakan pada zat
cair yang kapasitas wadahnya
sudah tak dapat menampung
isinya.
3) Kata biduk disini yaitu perahu
kecil terbuat dari kayu, yang
dipergunakan untuk menangkap
ikan.
melambangkan tentang masalah
besar yang dialami
3) Kata biduk disini
melambangkan tentang
kokohnya seseorang yang ingin
melintasi dan mengarungi
dunia.
RIWAYAT HIDUP
Arianto Gunawan dilahirkan di Kabupaten Barru pada
tanggal 11 Agustus 1997, dari pasangan Ayahanda
Muhammad Tang dan Ibunda Nuraeni, S.Pd. Penulis
masuk sekolah dasar pada tahun 2003 di SDN Lapasu
kemudian pindah di saat kelas 3 SD di SDI Coppo
Kabupaten Barru dan tamat pada tahun 2009.
Selanjutnya, tamat SMPN 1 Barru tahun 2012, dan tamat SMAN 1 Barru tahun
2015. Pada tahun yang sama (2015), Penulis melanjutkan pendidikan pada
program Strata Satu (S1) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Recommended