View
0
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN PRAKTEKDI PT. SINAR SOSRO PABRIK TAMBUN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI, PT. COMBIPHAR,
LAPORAN PRAKTEDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
NURLAILA FITRIANI, S.Farm
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT. SINAR SOSRO PABRIK TAMBUN, BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI, PT. COMBIPHAR, DAN APOTEK SAFA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.1106153403
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJANUARI 2013
KERJA PROFESI APOTEKER, BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI, PT. COMBIPHAR,
K KERJA PROFESI APOTEKERDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA DI PT. SINAR SOSRO PABRIK TAMBUN, BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI, PT. COMBIPHAR,
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Diajukan sebagai
NURLAILA FITRIANI, S.Farm
PROGRAM PROFESI APOTEKER
!!
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT. SINAR SOSRO PABRIK TAMBUN, BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI, PT. COMBIPHAR, DAN APOTEK SAFA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
na Farmasi
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.1106153403
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJANUARI 2013
PROFESI APOTEKERDI PT. SINAR SOSRO PABRIK TAMBUN, BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI, PT. COMBIPHAR,
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarja
salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!!!
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua
sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya
nyatakan dengan benar.
Nama : Nurlaila Fitriani
NPM : 1106153403
Tanda Tangan :
Tanggal : 18 Januari 2013
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!vvv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nurlaila FitrianiNPM : 1106153403Program Studi : ApotekerFakultas : Farmasi Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun Jl. Diponegoro KM 39 Desa Jatimulia Bekasi Periode 11 Juni-29 Juni 2012
2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Periode 5 Juli 2012-27 Juli 2012
3. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Combiphar Jalan Raya Simpang No.383 Padalarang Periode 1 Agustus 2012-7 September 2012
4. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa, Jl. Bukit Duri Tanjakan No.68 Tebet Jakarta Selatan Periode 10 September 2012 - 19 Oktober 2012
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : DepokPada tanggal : 18 Januari 2012
Yang menyatakan
(Nurlaila Fitriani )
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT.
Sinar Sosro Pabrik Tambun yang dilaksanakan mulai tanggal 11 Juni sampai
dengan 29 Juni 2012. Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun dan
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker
di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ibu Ima Farchaturrachmah, selaku Vice General Manager PT. Sinar Sosro
Pabrik Tambun.
2. Bapak Nur Efendi, selaku Personalia and General Affair Manager PT. Sinar
Sosro Pabrik Tambun.
3. Bapak Achmad Hadian Fanany, selaku Manager Quality Control dan PT.
Sinar Sosro Pabrik Tambun.
4. Ibu Etyk Rochana, selaku Supervisor Quality Control PT. Sinar Sosro Pabrik
Tambun.
5. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
6. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi UI.
7. Bapak Dr. Herman Suryadi. MS, Apt., selaku pembimbing industri PKPA di
Fakultas Farmasi UI.
8. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Farmasi UI yang telah
membantu kelancaran dalam perkuliahan dan penelitian serta penyusunan
laporan ini.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
v
9. Karyawan dan staff PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun yang telah membantu
dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
ini.
10. Orang tua dan keluarga tercinta atas doa, dukungan, semangat, dan perhatian
kepada Penulis sehingga pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat
tercapai.
11. Teman-teman seperjuangan di PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun serta semua
rekan-rekan Apoteker Universitas Indonesia angkatan LXXV dan semua pihak
yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama
pelaksanaan PKPA ini.
12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis
selama pelaksanaan PKPA ini.
Dengan segala kesadaran penulis mengakui bahwa laporan ini belum
mencapai tingkat yang sempurna. Akhir kata, penulis berharap semoga
pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama melaksanakan Praktek
Kerja Profesi Apoteker ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua
pihak yang membutuhkan.
Depok, Januari 2013
Penulis
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Nurlaila Fitriani, S. Farm., Apt.
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Sinar Sosro
Pabrik Tambun Jl. Diponegoro Km 39 Desa Jatimulia Bekasi
17510 Jawa Barat Periode 11 Juni – 29 Juni 2012
Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun bertujuan agar
para calon Apoteker mengetahui dan memahami penerapan Cara Produksi
Makanan yang Baik di PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun, memahami peran dan
fungsi yang dapat dilakukan oleh Apoteker dalam industri minuman, khususnya di
PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun, mengembangkan sikap profesionalisme melalui
belajar dan berlatih kerja serta menjalin hubungan dan cara berkomunikasi yang
baik dalam lingkungan pekerjaan dan mendekatkan perguruan tinggi dengan
masyarakat dan dunia industri sehingga terjalin kemitraan yang baik. Bagian
pengawasan mutu PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun berdasarkan prosesnya terbagi
menjadi tiga bagian yaitu pengawasan mutu sebelum produksi, pengawasan mutu
selama produksi dan pengawasan mutu setelah produksi. Tugas khusus yang
diberikan berjudul perbandingan SQMS yang dimiliki PT. Sinar Sosro Pabrik
Tambun dengan ISO 9001:2008 dan ISO 22000:2009.Tugas khusus ini bertujuan
untuk membandingkan SQMS yang dimiliki PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun
dengan ISO 9001:2008 dan ISO 22000:2009.
Kata Kunci : Sinar Sosro, mutu, ISO
Tugas Umum : x + 47 halaman; 4 lampiran; 1 tabel; 6 gambar
Tugas Khusus : iv + 15 halaman; 1 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 10 (1996 – 2012)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 4 (2000 – 2008)
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
ABSTRACT
Name : Nurlaila Fitriani, S. Farm., Apt.
Study Program : Apothecary
Title : Apothecary Internship Report in PT. Sinar Sosro
Factory Tambun Jl. Diponegoro Km 39 Village Jatimulia
Bekasi period June 11th-June 29th 2012
Pharmacists Professional Practice in PT. Sinar Sosro Tambun Factory aims to
prospective pharmacists know and understand the application of the Good Food
Production Way at PT. Sinar Sosro Factory Tambun, understand the roles and
functions that can be performed by pharmacists in the beverage industry,
particularly in PT. Sinar Sosro Factory Tambun, develop their professionalism
through learning and practicing of work and relationships and how to
communicate and work well in an environment closer to the community colleges
and the industry that established a good partnership. Quality Control PT. Sinar
Sosro Factory Tambun based process is divided into three sections: pre-
production quality control, quality control during production and quality control
after production. Given a special task called the adoption of the standard ISO
14001:2005 environmental management system in manufacturing system
manually at PT Sinar Sosro Factory Tambun. Given a special assignment called
comparative SQMS owned by PT. Sinar Sosro Tambun Factory with ISO
9001:2008 and ISO 22000:2009. Specific task aims to compare SQMS owned by
PT. Sinar Sosro Tambun Factory with ISO 9001:2008 and ISO 22000:2009.
Keywords : Sinar Sosro, quality, ISO
General Duties : x + 47 pages, 4 attachment; 1 table; 6 images
Special Tasks : v + 15 pages, 1 appendix
References Common Tasks : 10 (1996 - 2012)
Task References : 4 (2000 - 2008)
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!iii
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................... 11.2 Tujuan ............................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................ 3
2.1 Sejarah Umum dan Perkembangan Perusahaan. ................................ 32.2 Visi, Misi dan Kebijakan Umum PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun.... 6
2.2.1 Visi ........................................................................................... 62.2.2 Misi........................................................................................... 72.2.3 Kebijakan Mutu PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun .................... 7
2.3 Struktur Organisasi dan Job Description............................................ 72.3.1 Departemen Personalia ............................................................. 82.3.2 Departemen Accounting ........................................................... 82.3.3 Departemen Produksi ............................................................... 82.3.4 Departemen Quality Control .................................................... 92.3.5 Non Departemen....................................................................... 9
2.4 Tenaga Kerja....................................................................................... 92.4.1 Jam Kerja Non Shift ................................................................. 92.4.2 Jam Kerja Shift ....................................................................... 10
2.5 Pengenalan Produk ........................................................................... 102.5.1 Teh Botol Sosro ......................................................................112.5.2 Fruit Tea ................................................................................. 112.5.3 Country Choice....................................................................... 122.5.4 Happy Jus ............................................................................... 132.5.5 Tebs ........................................................................................ 132.6 Kesejahteraan Karyawan ........................................................... 14
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PENGAWASAN MUTU (QUALITY
CONTROL) ............................................................................................ 15
3.1 Pengawasan Mutu Sebelum Proses Produksi ................................... 153.1.1 Pengawasan Mutu Bahan Baku dan Pengemas yang Masuk
ke Gudang (Incoming Material)............................................. 153.1.1.1 Pemeriksaan Mutu Bahan Baku................................. 163.1.1.2 Pengawasan Mutu Bahan Pengemas.......................... 203.1.1.3 Pemeriksaan Bahan Tambahan Pangan dan Bahan
Pembantu.................................................................... 23
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!iiiiii
3.1.2 Analisis Fisika Kimia ............................................................. 233.1.2.1 Proses Pengolahan Air (Water Treatment) ................ 233.1.2.2 Pemeriksaan Mutu Air ............................................... 253.1.2.3 Analisis Mikrobiologi ................................................ 26
3.2 Pengawasan Mutu Selama Proses Produksi ..................................... 273.2.1 Pemasakan .............................................................................. 27
3.2.1.1Ekstraksi Teh............................................................... 273.2.1.2 Penyaringan Teh Cair Pahit ....................................... 283.2.1.3 Pelarutan dan Penyaringan Gula ................................ 283.2.1.4Pencampuran Teh........................................................ 28
3.2.2 Pengemasan (Packaging) ....................................................... 293.3 Pengawasan Mutu Setelah Proses Produksi ..................................... 30
3.3.1 Analisis Kimia dan Fisika ...................................................... 303.3.2 Analisis Mikrobiologi............................................................. 313.3.3 Gudang Penyimpanan Barang di Bawah Standar................... 323.3.4 Pengolahan Limbah ................................................................ 32
3.3.4.1 Limbah Padat ............................................................. 323.3.2 Limbah Cair .................................................................. 32
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................. 35
4.1 Lokasi ............................................................................................... 354.2 Bangunan .......................................................................................... 364.3 Fasilitas dan Sanitasi......................................................................... 384.4 Alat Produksi .................................................................................... 394.5 Bahan ................................................................................................ 404.6 Proses Pengolahan ............................................................................ 404.7 Produk Akhir .................................................................................... 414.8 Laboratorium .................................................................................... 414.9 Karyawan.......................................................................................... 424.10 Wadah dan Pembungkus................................................................. 434.11 Label ............................................................................................... 444.12 Penyimpanan................................................................................... 444.13 Pemeliharaan................................................................................... 454.14 Dokumentasi ................................................................................... 464.15Penarikan Produk............................................................................. 464.16 Pelatihan dan Pembinaan................................................................ 46
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 48
5.1 Kesimpulan....................................................................................... 485.2 Saran 48
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 49
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!iiiiiiiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Filosofi Niat Baik Sosro.................................................................. 5Gambar 2.2 Teh Botol Sosro............................................................................... 11Gambar 2.3 Produk Fruit Tea ............................................................................. 11Gambar 2.4 Produk Country Choice................................................................... 12Gambar 2.5 Produk Happy Jus............................................................................ 13 Gambar 2.6 Produk Tebs..................................................................................... 13
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
iiixxx
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Standar pada Pengujian Teh Kering .................................................. 20
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
xxx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Denah dan Tata Ruang PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun ................ 50Lampiran 2 Struktur Organisasi PT Sinar Sosro Pabrik Tambun ....................... 51Lampiran 3 Skema Proses Produksi Minuman dalam Kemasan di PT. Sinar
Sosro Pabrik Tambun....................................................................... 52Lampiran 4 Sebelas Titik Critical Control Point di PT. Sinar Sosro Pabrik
Tambun...............................................................................................53
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengolahan produk makanan dan minuman harus dilakukan dengan baik
untuk menjaga kualitas produk yang dibuat. Industri makanan dan minuman yang
baik, menerapkan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) sebagai salah satu
faktor penting agar standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan
terpenuhi. Hasil produksi berupa makanan dan minuman yang bermutu dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat karena masyarakat merasa aman dan
merasa yakin terbebas dari penyimpangan mutu pangan serta bahaya yang
mengancam kesehatan. Kepercayaan masyarakat yang meningkat dapat membuat
industri makanan dan minuman dapat berkembang menjadi industri yang besar
(BPOM, 2003).
Pengolahan produk makanan dan minuman dengan cara yang tidak baik
dapat menurunkan kualitas produk yang dibuat. Produk dapat tercemar oleh
bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh. Bahan-bahan tersebut dapat berupa
bahan kimia beracun seperti residu pestisida, logam berbahaya, racun yang secara
alami terdapat dalam bahan pangan. Selain itu, bahan-bahan pencemar dapat
berupa cemaran fisik dan cemaran mikroba. Cemaran fisik meliputi pecahan
gelas, pecahan lampu, pecahan logam, paku, potongan kawat, kerikil, dan benda
asing lainnya, sedangkan cemaran mikroba meliputi cemaran mikroba penyebab
penyakit, virus, dan parasit penyebab keracunan yang berasal dari udara, tanah, air
dan tempat-tempat lain yang kotor (BPOM, 2002).
Apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan dipandang perlu untuk
mengetahui kegiatan produksi pangan yang baik dalam hal penjaminan dan
pengawasan mutu produk makanan dan minuman. Oleh karena itu, Program
Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia bekerja sama dengan
PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan pada tanggal 11 Juni 2012 – 29 Juni 2012
untuk para calon apoteker.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
2
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Praktek kerja profesi apoteker ini bertujuan untuk :
1.2.1 Mengetahui dan memahami penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik
di PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun.
1.2.2 Memahami peran dan fungsi yang dapat dilakukan oleh Apoteker dalam
industri minuman, khususnya di PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun.
1.2.3 Mendekatkan perguruan tinggi dengan masyarakat dan dunia industri
sehingga terjalin kemitraan yang baik
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Sejarah Umum dan Perkembangan Perusahaan.
Keluarga Sosrodjojo mulai merintis usaha teh wangi pada tahun 1940 di
sebuah kota kecil di Jawa Tengah bernama Slawi. Salah satu teh wangi milik
Keluarga Sosrodjojo yang diperkenalkan pertama kali itu bermerek Teh Wangi
merek Cap Botol (PT. Sinar Sosro, 2012).
Tahun 1965, Teh Wangi merek Cap Botol yang sudah dikenal didaerah
Jawa mulai diperkenalkan di Jakarta. Teknik mempromosikannya dinamakan
strategi Promosi Cicip Rasa dibawah kordinator Bapak Soetjipto Sosrodjojo,
putera keempat dari Bapak Sosrodjojo. Secara rutin, tim promosi Teh Wangi
merek Cap Botol mendatangi tempat – tempat keramaian dengan menggunakan
mobil dan alat – alat propaganda seperti memutar lagu – lagu untuk menarik
perhatian dan mengumpulkan massa. Lalu Teh Wangi merek Cap Botol dibagikan
secara cuma – cuma. Saat bersamaan juga diadakan demo menyeduh Teh Wangi
merek Cap Botol yang hasil seduhannya dibagikan kepada pengunjung
(PT. Sinar Sosro, 2012).
Alternatif cara pembagian teh ada beberapa tahap. Pada tahap pertama
pemasakan air, penyeduhan teh sampai pembagian ke tiap cangkir, lalu dibagikan
kepada pengunjung di keramaian. Kemudian pada tahap kedua pemasakan air dan
penyeduhan teh dilakukan di kantor dan dibawa ke keramaian dengan wadah
panci – panci. Pada tahap ketiga pemasakan air dan penyeduhan teh dilakukan di
kantor dan dibawa ke keramaian dengan wadah–wadah bekas botol limun atau
kecap yang sudah dibersihkan (PT. Sinar Sosro, 2012).
Setelah bertahun–tahun dilakukan strategi promosi Cicip Rasa, pada tahun
1969 muncul gagasan menjual air teh siap minum dalam kemasan botol. Tahun
1970, dikeluarkan air teh siap minum dalam kemasan botol dengan merek Teh
Cap Botol. Tahun 1972, desain botol diubah dengan merek Teh Botol bertahan
selam dua tahun (PT. Sinar Sosro, 2012).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
4
Universitas Indonesia
Tahun 1974, dengan didirikannya PT Sinar Sosro di kawasan Ujung
Menteng, desain botol Teh Botol berubah dan bertahan hingga sekarang. Pabrik
tersebut, merupakan pabrik teh siap minum dalam kemasan botol pertama di
Indonesia dan pertama di dunia (PT. Sinar Sosro, 2012).
Jika dilihat kembali ke awal tentang sejarah bermulanya usaha keluarga
Sosrodjojo di Slawi, maka dapat dikenal siapa pendiri awal bisnis sosro ini. Beliau
adalah Bapak Sosrodjojo (alm), dan disebut dengan generasi ke -1 dimana lokasi
pemasaran masih berkisar di daerah Slawi dan Tegal – Jawa Tengah dan
berdomisili di kota Slawi. Kemudian bisnis yang mulai berkembang ini,
diteruskan oleh beberapa putra Bapak Sosrodjojo yang disebut dengan generasi
ke–2 yaitu :
a. Bapak Soemarsono Sosrodjojo (alm)
b. Bapak Soegiharto Sosrodjojo
c. Bapak Soetjipto Sosrodjojo (alm)
d. Bapak Surjanto Sosrodjojo
Pada generasi ke–2 inilah inovasi teh siap minum dilakukan dengan
pendistribusian secara nasional dan berkantor di kawasan Cakung – Bekasi. (dulu
bernama Ujung Menteng). Pada saat sekarang, bisnis keluarga Sosro sudah
memasuki generasi ke–3 dengan pengembangan usaha minuman ke berbagai
variasi citra rasa, target segmen, benefit dan kemasan. Setelah itu, cakupan
distribusi produknya telah merambah ke kawasan internasional dan tetap
menempati kantor usaha di wilayah Cakung (PT. Sinar Sosro, 2012).
Filosofi keluarga Sosrodjojo adalah didasari niat baik, bahwa produk
Sosro selalu mengutamakan mutu dan tidak membahayakan kesehatan
masyarakat, serta proses produksinya ramah lingkungan. Penjabaran filosofi Sosro
kedalam produk yaitu :
a. Tanpa Zat Pewarna
b. Tanpa Bahan Pengawet
c. Tanpa Pemanis Buatan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
[Sumber : PT. Sinar Sosro, 2012]
Gambar 2.1. Filosofi niat baik Sosro
Bahan baku teh Sosro, dipilih hanya dari pucuk daun teh terpilih dan
terbaik yang dipetik dari perkebunan milik sendiri. Untuk produksi teh botol
Sosro misalnya, bahan baku yang digunakan adalah daun teh hijau terbaik yang
dicampur dengan bunga melati (lebih dikenal dengan jasmine tea) dan campuran
gula pasir terbaik yang memiliki standar warna, rasa dan ukuran yang dikontrol
ketat (PT. Sinar Sosro, 2012).
Pengolahannya dengan menggunakan mesin modern dari Jerman, yang
dilakukan untuk menghasilkan produk terbaik dengan standar terjaga. Untuk
mendapatkan bahan baku terbaik dengan kualitas unggul, maka keluarga
Sosrodjojo memiliki sendiri perkebunan teh yang tersebar diberbagai wilayah di
Jawa Barat. Di Garut dengan luas 455 hektar dengan ketinggian 1.000 s/d 1.250
meter di atas permukaan laut. Di Tasikmalaya dengan luas 732 hektar dengan
ketinggian 800 s/d 950 meter di atas permukaan laut. Di Cianjur dengan luas 400
hektar dengan ketinggian 1.000 s/d 1.250 meter di atas permukaan laut. Pabrik
Peracikan Teh Wangi dan Pengepakan Teh Seduh atau Teh Celup Sosro terletak
di Slawi (Jawa tengah). Sosro memiliki beberapa pabrik yag tersebar di Pulau
Jawa dan Sumatera, Yaitu :
a. Medan (Sumatera Utara)
b. Pandeglang (Jawa Barat )
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
c. Cakung (Jakarta)
d. Tambun (Bekasi – Jawa Barat)
e. Mojokerto (Jawa Timur)
f. Ungaran (Jawa Tengah)
g. Gresik (Jawa Timur)
h. Gianyar (Bali)
i. Cibitung (Jawa Barat)
j. Palembang (Sumatera Selatan)
Sosro saat ini sudah memiliki beberapa aneka jenis produk dan kemasan
dari teh seduhnya, teh celup, teh siap minum bercita rasa buah dan jus buah.
Karena mendapat dukungan dari sistem distribusi yang canggih, maka produk–
produk Sosro berhasil menjangkau konsumen di seluruh pelosok propinsi di
Indonesia dan luar negeri (PT. Sinar Sosro, 2012).
Untuk memenuhi kebutuhan konsumen agar mendapatkan produk terbaik
dengan mutu tetap terjaga, maka Sosro melakukan langkah sertifikasi produk.
Saat ini, setiap produk Sosro dijamin halal oleh Departemen Agama RI dengan
standar higienis yang dijamin oleh Departemen Kesehatan. Adapun kualitas
pengolahan dan produknya akan terjaga, apabila dihasilkan dari lingkungan yang
baik. Tanggung jawab Sosro terhadap lingkungan, dilakukan dengan melalui
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (PT. Sinar Sosro, 2012).
2.2 Visi, Misi dan Kebijakan Umum PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun
2.2.1 Visi
Visi dari PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun adalah :
“Menjadi perusahaan minuman kelas dunia yang dapat memenuhi kebutuhan
konsumen, kapan saja, dimana saja serta memberikan nilai tambah untuk semua
pihak terkait” (Total Indonesian World Class Beverage Company).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
7
Universitas Indonesia
2.2.2 Misi
PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun memiliki misi sebagai berikut :
a. Membangun merek sosro sebagai merek teh yang alami, berkualitas dan
unggul.
b. Melahirkan merek & produk minuman baru, baik yang berbasis teh maupun
non teh, dan menjadikannya pemimpin pasar dalam kategorinya masing-
masing.
c. Membangun dan memimpin jaringan distibusi.
d. Menciptakan dan memelihara komitmen terhadap pertumbuhan jangka
panjang, baik dalam volume penjualan maupun penciptaan pelanggan.
e. Membangun sumber daya manusia dan melahirkan pemimpin yang sesuai
dengan nilai-nilai utama perusahaan.
f. Memberikan kepuasan kepada para pelanggan.
g. Menyumbang devisa negara.
2.2.3 Kebijakan Mutu PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun
PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun memiliki kebijakan mutu sebagai berikut :
a. Memproduksi minuman yang berkualitas, unggul dan aman sesuai kebutuhan
dan keinginan pelanggan
b. Pimpinan dan seluruh karyawan PT Sinar Sosro secara konsisten menerapkan
Sistem Manajemen mutu dan keamanan pangan melalui pengendalian mutu
terpadu di semua lini perusahaan sesuai standar yang ditetapkan.
2.3 Struktur Organisasi dan Job Description
Didalam suatu perusahaan terdapat berbagai macam pekerjaan untuk
mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Pada perusahaan kecil
umumnya pemilik juga merangkap sebagai pelaksana. Tetapi untuk sebuah
perusahan besar pembagian tugas sudah terperinci. Perusahaan besar biasanya
menggunakan suatu struktur organiasasi untuk memperjelas jabatan – jabatan apa
saja yang terdapat pada perusahaan tersebut, dan didukung oleh Job description
yang jelas.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
8
Universitas Indonesia
Dengan kata lain struktur organisasi merupakan gambaran urutan dan
keterkaitan dari pada jabatan – jabatan yang ada dalam suatu perusahaan yang
berguna untuk pemersatu kerjasama antara pekerja yang satu dengan pekerja yang
lain untuk mencapai tujuan perusahan. Dalam hal ini PT Sinar Sosro Pabrik
Tambun juga mempunyai Struktur Oranisasi yang dapat dilihat dilampiran.
PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun memiliki 5 (Lima) Departemen, dimana setiap
departemen mempunyai tugasnya masing-masing, dengan pembagian sebagai
berikut :
2.3.1. Departemen Personalia
Bertugas mengelola sumbar daya manusia yang ada untuk mencapai
tingkat produktivitas yang tinggi dan mengembangkannya menjadi tenaga yang
handal dan optimal sesuai dengan potensi dan kapasitas peralatan kerja
pendukung, dan mengelola pelayanan umum serta infrastruktur.
2.3.2 Departemen Accounting
Melaksanakan seluruh kegiatan accounting & keuangan, pelaporan
keuangan, mengelola dana pengupahan yang bertujuan untuk menunjang
operasionalisasi perusahaan secara menyeluruh dan menyempurnakan kebijakan
keuangan anggaran produksi, personalia dan umum, serta perusahaan sesuai
dengan yang diperlukan termasuk penyempurnaan sistem dan prosedur operasi.
2.3.3 Departemen Produksi
Merencanakan dan menghasilkan produk yang berkualitas tinggi sesuai
dengan rencana produksi dengan menggunakan sumbar daya manusia, mesin,
bahan yang efisien, serta menciptakan peralatan dan lingkungan produk yang
bersih. Selain itu, bagian produksi juga mengkoordinir kegiatan seksi operasi
perusahaan, mengadakan pemeriksaan terhadap hasil produksi yang dihasilkan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
2.3.4 Departemen Quality Control
Bertugas memastikan bahwa sistem mutu dari produk-produk yang
dihasilkan oleh unit produksi agar senantiasa memenuhi standar mutu yang telah
ditetapkan dengan cara merencanakan dan mengawasi produk.
2.3.5 Non Departemen
Non Departemen terdiri dari bagian ; Purchasing, Gudang Barang Jadi dan
Bisnis Unit Ekspor.
2.4 Tenaga Kerja
Sebuah perusahaan dalam menjalankan kegiatan produksinya tidak dapat
lepas dari orang-orang yang mengendalikan kegiatan produksinya sebagai
penggerak dalam perusahaan untuk mencapai target produksi yang telah
ditetapkan. Walaupun perusahaan tersebut sebagian besar menggunakan mesin -
mesin otomatis tetapi tetap membutuhkan tenaga manusia dalam
pengoperasiannya dan mengatur kegiatan dalam perusahaan. Adapun jumlah
tenaga kerja per bulan Mei 2012 adalah 252 orang. Jam kerja yang berlaku di
PT Sinar Sosro Pabrik Tambun adalah sebagai berikut (PT. Sinar Sosro, 2012) :
2.4.1 Jam Kerja Non Shift
Jam kerja non shift ini dibagi menjadi 3, yaitu jam kerja non shift yang
berlaku untuk staff kantor, administrasi produksi, supervisor non shift, manajer
departemen, dan resepsionis berlaku pada setiap hari Senin sampai dengan Jumat
pukul 08.30-16.30 WIB dengan waktu istirahat 1 jam dan pada hari Sabtu pukul
08.30-13.30 WIB .
Jam kerja non shift yang berlaku untuk gudang barang jadi, repacking dan
gudang karantina adalah setiap hari senin sampai dengan Jumat pukul 07.00–
15.00 WIB dengan waktu istirahat 1 jam. Sedangkan pada hari sabtu pukul
07.00–12.00 WIB. Kemudian, jam kerja non shift yang berlaku untuk gudang
bahan baku, administrasi Quality Control, workshop dan GSP adalah setiap hari
Senin sampai dengan Jumat pukul 08.00–16.00 WIB dengan waktu istirahat 1
jam. Sedangkan pada hari Sabtu pukul 08.00–13.00 WIB.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
10
Universitas Indonesia
2.4.2 Jam Kerja Shift
Jam kerja shift dibagi menjadi 3, yang berlaku untuk seluruh karyawan
bagian produksi, Quality Control dan utility dengan pembagian shift 1, shift 2 dan
shift 3. Pada shift 1, hari kerja adalah pada hari Senin sampai dengan Jumat pada
pukul 06.00–14.00 WIB dengan waktu istirahat 1 jam dan pada hari Sabtu pukul
06.00–11.00 WIB.
Jam kerja pada shift 2 adalah pada hari Senin sampai dengan Jumat pada
pukul 14.00–22.00 WIB dengan waktu istirahat 1 jam dan hari Sabtu pada pukul
11.00–16.00 WIB. Pada Shift 3 hari kerja adalah hari Senin sampai dengan Jum’at
pada pukul 22.00–06.00 WIB dengan waktu istirahat 1 jam dan pada hari Sabtu
adalah pukul 16.00–20.00 WIB.
Jam kerja shift satpam dan gudang umum produksi dibagi menjadi tiga
shift, yaitu shift 1, shift 2 dan shift 3. Pada shift 1 hari kerja adalah pada hari
Senin sampai dengan Minggu pada pukul 07.00–15.00 WIB dengan waktu
istirahat 1 jam. Sedangkan pada hari Sabtu adalah pukul 06.00–11.00 WIB. Jam
kerja pada shift 2 adalah pada hari Senin sampai dengan Minggu pada pukul
15.00–23.00 WIB dengan waktu istirahat 1 jam. Sedangkan pada hari Sabtu
adalah pukul 11.00–16.00 WIB. Hari kerja pada shift 3 adalah pada hari Senin
sampai dengan Minggu pada pukul 23.00–07.00 WIB dengan waktu istirahat 1
jam, sedangkan pada hari Sabtu adalah pada pukul 16.00–21.00 WIB. Khusus
untuk jam kerja satpam diberlakukan system off dan pada hari jumat jam
istirahatnya adalah 11.30 sampai dengan 13.00 wib karena untuk melaksanakan
sholat jumat.
2.5 Pengenalan Produk
Untuk memenuhi kebutuhan konsumen agar mendapat produk terbaik
dengan mutu tetap terjaga, maka Sosro melakukan langkah sertifikasi produk.
Saat ini, setiap produk Sosro dijamin halal oleh Departemen Agama RI dengan
standar higienis yang dijamin oleh Departemen Kesehatan. Adapun produk yang
dihasilkan Sosro antara lain (PT. Sinar Sosro, 2012) :
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
11
Universitas Indonesia
2.5.1 Teh Botol Sosro
[Sumber : PT. Sinar Sosro, 2012]
Gambar 2.2. Teh Botol Sosro
Salah satu produk unggulan PT. Sinar Sosro adalah Teh Botol Sosro. Teh
Botol Sosro merupakan produk teh siap minum yang pertama di Indonesia dan di
dunia yang sudah diluncurkan sejak Tahun 1974. Produk Teh Botol Sosro yang
diproduksi di PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun adalah Teh Botol Sosro kemasan
kotak (Tetra Pak ) dengan volume 1 Liter, 250 mL dan 200 mL.
Inovasi terbaru dari produk Teh botol Sosro adalah Teh Botol Sosro Less
Sugar yang telah diluncurkan pada tanggal 20 Agustus 2008. Produk ini
diproduksi oleh PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun dalam kemasan kotak (Tetra Pak)
volume 250 mL.
2.5.2 Fruit Tea
[Sumber : PT. Sinar Sosro, 2012]
Gambar 2.3 Produk Fruit Tea
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
12
Universitas Indonesia
Dengan bertujuan untuk pengembangan produk, maka PT. Sinar Sosro
pada Tahun 1997 mengeluarkan produk minuman teh berbasis buah-buahan yaitu
Fruit Tea Sosro dengan target segmen remaja. Produk ini cukup sukses dipasar
sehingga pada tahun 2004 memperoleh Indonesia Best Brand Award sebagai Most
Potential Brand In Non-Carbonated Drink Category.
Produk minuman Fuit Tea yang diproduksi oleh PT. Sinar Sosro Pabrik
Tambun adalah produk dalam kemasan PET volume 500 mL dengan rasa apple,
blackcurrant, guava, strawberry, X-Treme dan Fussion; kemasan PET volume
300 mL degan rasa Freeze, Hot dan Wow. Produk yang diproduksi oleh PT. Sinar
Sosro Pabrik Tambun pada kemasan Tetra Wedge Aseptic (TWA) dengan volume
200 mL adalah rasa apple, blackcurrant, guava, strawberry, X-Treme dan
Fussion.
2.5.3 Country Choice
[Sumber : PT. Sinar Sosro, 2012]
Gambar 2.4 Produk Country Choice
PT. Sinar Sosro juga menghadirkan produk Country Choice dalam
kategori jus pada akhir tahun 2008. Country Choice merupakan real juice kaya
manfaat untuk kecukupan gizi dan nutrisi yang dapat dikonsumsi setiap hari
dengan praktis dan hemat. Country Choice memiliki berbagai varian rasa, yaitu:
guava, orange, apple fiber, mango dan goji berry (PT. Sinar Sosro, 2012).
Country Choice hadir dalam berbagai macam kemasan, yaitu:
a. Kemasan kotak (Tetra pak) 250 mL dengan rasa apple fiber, orange,
guava dan mango.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
13
Universitas Indonesia
b. Kemasan keluarga (Tetra pak) 1 L dengan rasa apple fiber, orange, guava,
mango dan goji berry.
c. Kemasan PET 300 mL dengan rasa apple fiber, guava, mango dan goji
berry.
2.5.4 Happy Jus
[Sumber : PT. Sinar Sosro, 2012]
Gambar 2.5 Produk Happy Jus
Untuk kategori minuman Jus, PT. Sinar Sosro menghadirkan produk
Happy Jus yang launching pada awal tahun 2005. Produk ini lebih banyak
diminati oleh anak-anak. Saat ini Happy Jus hadir dalam kemasan yaitu :
1. Happy Jus dalam kemasan genggam ( Tetra Pack ) volume 200 mL dengan
varian rasa: apple, cherry-b, apple berry, jeruk, anggur.
2. Happy Jus kemasan PET 300 mL dengan varian rasa : apple berry dan
anggur.
2.5.5 Tebs
[Sumber : PT. Sinar Sosro, 2012]
Gambar 2.6 Produk Tebs
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
14
Universitas Indonesia
Tebs Adalah kategori Minuman Teh berkarbonasi yang launching pada
bulan November tahun 2004. PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun memproduksi Tebs
dengan kemasan PET volume 500 mL dan kemasan kaleng (Can) dengan volume
318 mL.
2.6 Kesejahteraan Karyawan
Kesejahteraan karyawan yang dimaksud adalah fasilitas - fasilitas yang
diberikan oleh PT Sinar Sosro Pabrik Tambun terhadap pekerjanya. Kesejahteraan
yang diberikan adalah kesejahteraan karyawan, jaminan kesehatan, sarana dan
prasarana, pembebasan dari kewajiban kerja dan partisipasi kegiatan dilingkungan
perusahaan seperti pemotongan hewan kurban, santunan anak yatim dan
partisipasi kegiatan sosial serta keagamaan kepada masyarakat di lingkungan
perusahaan (PT. Sinar Sosro, 2012).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
15 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
PENGAWASAN MUTU (QUALITY CONTROL)
Bagian pengawasan mutu PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun berdasarkan
prosesnya terbagi menjadi tiga bagian yaitu pengawasan mutu sebelum produksi,
pengawasan mutu selama produksi dan pengawasan mutu setelah produksi.
Berdasarkan tugasnya, bagian pengawasan mutu PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun
dibagi menjadi 6 sub bagian yang memiliki tugas lebih spesifik, yaitu bagian
pemeriksaan bahan baku dan pengemas yang masuk ke gudang (incoming
material), bagian analisis kimia, bagian analisis mikrobiologi, bagian pemeriksaan
produk selama proses produksi (field inspection), bagian gudang barang yang
tidak memenuhi standar (Below Standard / BS) dan bagian pengolahan limbah
cair (Waste Water Treatment / WWT).
3.1 Pengawasan Mutu Sebelum Proses Produksi
Pengawasan mutu sebelum proses produksi dilakukan oleh bagian
pemeriksaan bahan baku dan pengemas yang masuk ke gudang (incoming
material), bagian analisis kimia dan bagian analisis mikrobiologi. Tujuan
pengawasan pada tahap ini adalah menjamin mutu bahan serta sarana dan
prasarana yang digunakan dalam proses produksi produk PT. Sinar Sosro Pabrik
Tambun.
3.1.1 Pengawasan Mutu Bahan Baku dan Pengemas yang Masuk ke Gudang
(Incoming Material) (PT. Sinar Sosro, 1996)
Pengawasan dilakukan untuk semua bahan baku, bahan pengemas dan
bahan pembantu lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bagian ini
berperan penting pada awal keputusan apakah suatu bahan yang akan digunakan
selama proses produksi layak untuk digunakan, diterima (released) atau ditolak
untuk digunakan (rejected). Bahan-bahan yang ditolak akan dikembalikan pada
perusahaan pemasok (supplier).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
16
Universitas Indonesia
Bahan baku berupa teh, gula pasir, konsentrat buah untuk Fruit Tea, dan
konsentrat jus buah untuk Country Choice dan Happy Jus sedangkan bahan
tambahan lain seperti asam sitrat, natrium sitrat, asam askorbat, dan natrium
benzoat, vitamin, pektin, pewarna makanan dan perasa makanan. Bahan pengemas
berupa kertas dan strip, kaleng dan tutup, botol plastik dan tutup, karton, sedotan
dan sejenisnya. Sedangkan untuk bahan pembantu lainnya adalah bahan-bahan
kimia untuk proses pembersihan dan sanitasi, solar, bahan kima pemanas dan
pendingin tangki, garam, bahan kimia regenerasi dan bahan kimia lain yang
digunakan untuk menunjang proses produksi.
Pengawasan yang dilakukan bagian ini berupa pengawasan mutu bahan
baku, bahan pengemas, dan bahan pembantu lainnya yang digunakan dalam
proses produksi.
3.1.1.1 Pemeriksaan Mutu Bahan Baku
a. Pemeriksaan Gula Pasir
Sebelum mengambil sampel, keadaan masing-masing karung yang baru
datang harus diperiksa dan dipastikan bebas dari kebocoran dan kelembaban
(basah). Pengambilan sampel (sampling) dilakukan dengan mengambil sampel
10% dari total karung dengan sampling acak yaitu tengah, atas, bawah, kiri dan
kanan. Setelah pengambilan harus dipastikan bahwa bekas tusukan sudah rapih
dan tertutup kembali.
Pemeriksaan yang dilakukan pada gula pasir adalah pemeriksaan kotoran,
pemeriksaan butiran atau ukuran kristal, pemeriksaan kadar kemanisan gula,
pemeriksaan warna, nilai pH dan kesadahan. Pemeriksaan kotoran dilakukan
dengan melihat penampilan fisik gula secara organoleptik mengenai jenis atau
banyaknya kotoran fisik yang terkandung di dalam gula. Gula ini harus bersih
dengan kotoran seminimal mungkin atau bahkan tidak ada sama sekali.
Pemeriksaan butiran atau ukuran kristal dilakukan organoleptik untuk menentukan
ukuran butiran atau kristal gula dengan ukuran butiran halus sampai sedang.
Kadar kemanisan gula diukur dengan menggunakan refraktometer dan memiliki
kadar untuk gula standar adalah 9,0°Brix (0,092 Kg Sukrosa/Liter). Pada
pemeriksaan warna, sampel yang telah tersedia dilihat secara organoleptik untuk
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
17
Universitas Indonesia
menentukan warna dari butiran/kristal gula. Warna yang baik adalah putih bersih.
Nilai pH ditetapkan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi terlebih dahulu
sebelum digunakan. Persyaratan standar untuk pH gula yaitu perbedaan dengan
pelarut maksimal 0,2. Nilai kesadahan diperoleh dengan cara mengurangi
kesadahan larutan gula dengan kesadahan pelarut yang digunakan. Persyaratan
standar adalah perbedaan kesadahan larutan dan pelarut dH.
b. Pemeriksaan Teh Kering
Pembuatan reagent dalam pengujian teh kering dilakukan sebelum analisis
dimulai. Larutan yang disiapkan adalah larutan indigo carmin, larutan gelatin,
larutan NaCl jenuh, larutan NaCl asam, dan larutan KMnO4 0,1 N.
Teh yang akan diuji dipersiapkan terlebih dahulu dengan cara ekstraksi.
Persiapan ekstraksi dilakukan pada teh hitam, teh hijau dan teh hijau dengan
aroma melati (SPRR). Ekstraksi teh hitam dilakukan dengan cara menimbang teh
hitam sebanyak 6 gram, kemudian diekstrak dengan 2000 ml aquadest
menggunakan pemanas bersuhu 92-98°C selama 30 menit dan diaduk terus
menerus menggunakan pengaduk bermagnet (magnetic stirer). Bila teh kering
telah mengambang, dilakukan pengadukan secara manual. Kemudian ekstrak teh
disaring menggunakan kertas saring (hasil ekstrak teh hitam siap untuk dianalisa).
Ekstraksi teh hijau dilakukan dengan cara menimbang masing-masing teh
hijau berupa campuran teh hijau murni dan teh hijau dengan aroma melati (Kode
teh: GS 007 J2) sebanyak 8 gram dan teh hijau murni (Kode teh: A2Kmn)
sebanyak 7 gram, kemudian diekstrak dengan 2000 ml aquadest menggunakan
pemanas bersuhu 92-98°C untuk teh hijau campuran dan pemanas bersuhu 80 ±
2°C untuk teh hijau murni selama 30 menit dan diaduk terus menerus
menggunakan pengaduk bermagnet (magnetic stirer). Bila teh telah mengambang,
maka perlu dilakukan pengadukan secara manual. Saring ekstrak teh
menggunakan kertas saring (hasil ekstrak teh hijau siap untuk dianalisa).
Ekstraksi teh hijau dengan aroma melati (SPRR) dilakukan dengan
menimbang teh kering yang akan dianalisa sebanyak 12,6 gram. Kemudian teh
dimasukkan ke dalam gelas beaker dan ditambah 2000 ml air yang telah mendidih
kemudian dipanaskan di atas penangas (hot plate). Suhu air dijaga antara 95 ± 3°C
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
18
Universitas Indonesia
dan lakukan ekstraksi dengan menghidupkan pengaduk bermagnet (magnetic
stirer) selama 30 menit. Ekstrak teh disaring menggunakan saringan kain yang
halus (hasil penyaringan tersebut siap untuk dianalisa kadar taninnya).
Pengukuran kadar tanin kemudian dilakukan pada ekstrak teh yang telah
disiapkan. Ekstrak teh yang akan dianalisa diambil sebanyak 2 ml, kemudian
tambahkan 5 ml indigo carmin dan 150 ml aquadest pada erlenmeyer. Sampel
dititrasi dengan 0,05 N KMnO4 sampai warna menjadi hijau muda, kemudian
teruskan hingga kuning keemasan. Hasil titrasi dicatat (A ml). Ekstraksi teh
diambil sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml,
ditambahkan 20 ml NaCl asam, 10 ml gelatin dan kurang lebih 2 gram serbuk
kaolin. Larutan tersebut dikocok hingga homogen kemudian didiamkan hingga
membentuk endapan. Dilakukan penyarian dengan kertas saring. Filtrat diambil
sebanyak 5 ml kemudian tambahkan 5 ml indigo carmin dan 150 ml aquadest.
Titrasi dengan 0,05 N KMnO4 sampai warna hingga menjadi hijau muda
kemudian teruskan hingga kuning keemasan. Hasil titrasi dicatat (B ml)
Perhitungan:
% Tanin = (1000A- 1000B) x N/0,1 x 0,00416 x 100
12,6
mg / L Tanin = (A - B) x N/0,1 x 4,16 x 1000
2
c. Pemeriksaan Berat Jenis Teh Kering
Berat jenis diperiksa dengan cara menimbang cup atau cangkir plastik
dengan timbangan analitik dan dicatat angkanya sebagai “a” gram. Kemudian
diisi cup atau cangkir plastik tersebut dengan sampel teh kering yang akan
dianalisa berat jenisnya sampai penuh dan rata dengan mulut cup yang digunakan
(jangan menghentak-hentakkan cup dengan tujuan agar teh kering yang terisi
lebih padat). Dilakukan penimbangan cup yang sudah berisi sampel tadi dan catat
angkanya sebagai “b” gram. Selanjutnya dikosongkan cup tadi dari sampel teh
kering sampai bersih lalu isi cup tersebut dengan air sampai penuh dan rata
dengan mulut cup. Diukur volume air di dalam cup tadi dengan menggunakan
gelas ukur dan catat angka volumenya sebagai “c” gram (apabila memakai cup
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
19
Universitas Indonesia
yang sama, nilai “c” dapat dipakai berulang-ulang). Dan kemudian dihitung angka
berat jenis teh kering tersebut dengan menggunakan rumus dibawah ini.
Perhitungan:
Berat Jenis = b – a x 1000
c
d. Pemeriksaan Fisik Teh Kering
Pemeriksaan fisik dilakukan secara visual dengan melihat warna, bau, dan
bentuk dari teh kering serta dicatat kode produksi dan tanggal kadaluarsanya.
e. Pemeriksaan Kadar Air Teh Kering
Kadar air teh kering diperiksa dengan mengeringkan wadah sampel di
dalam oven 105°C selama 2 jam, hingga berat konstan (A gram). Kemudian
ditimbang sampel teh kering sebanyak 2 gram (B gram) dan tempatkan dalam
wadah sample. Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 2 jam
dan didinginkan dalam desikator, kemudian timbang wadah beserta sampel teh
kering hingga diperoleh berat konstan (C gram). Dihitung persentase air
berdasarkan perhitungan berat air per berat sampel teh kering.
Perhitungan:
% kadar air = (A + B) – C x 100%
B
Keterangan:
A = berat wadah konstan
B = berat sampel teh kering
C = berat wadah beserta sampel teh kering yang telah konstan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
20
Universitas Indonesia
Tabel 3.1 Standar pada Pengujian Teh Kering
No. Jenis Teh Standar
1. Teh hijau dengan
aroma melati
(SPRR)
- Tanin 850 ± 25 ppm
- Kadar air < 8 %
- Warna coklat kehijauan-kehitaman
- Bau khas teh
- Kenampakan bersih
- Benda asing tidak ada
2. Teh Hitam - Tanin 350 ± 25 ppm
- Kadar air < 10 %
- Warna kehitaman
- Bau khas teh
- Kenampakan bersih
- Benda asing tidak ada
3. Teh hijau berupa
campuran teh hijau
murni dan teh hijau
dengan aroma melati
(GS 007 J2)
- Tanin 475 ± 25 ppm
- Kadar air < 8 %
- Warna hijau kekuningan
- Bau khas teh
- Kenampakan bersih
- Benda asing tidak ada.
4. Teh hijau murni
A2KmN
- Tanin 475 ± 25 ppm
- Kadar air < 8 %
3.1.1.2 Pengawasan Mutu Bahan Pengemas
a. Pemeriksaan Karton
Proses pemeriksaan karton baru dilakukan dengan cara pengukuran dan
pemeriksaan visual. Pemeriksaan dengan cara pengukuran dilakukan untuk
mengetahui dimensi dari karton baru, sedangkan pemeriksaan secara visual
dilakukan untuk memeriksa jenis-jenis cacat yang terdapat pada karton baru
sesuai dengan jenis cacatnya seperti yang tercantum dalam Standar Kualitas
Barang yang diterima (Acceptable Quality Levels /AQL).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
21
Universitas Indonesia
Pengambilan sampel dilakukan secara acak sebanyak yang ditentukan
berdasarkan Standar Kualitas Barang yang diterima (Acceptable Quality Levels
/AQL) yang disepakati oleh supplier karton. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
pemeriksaan dimensi karton dan pemeriksaan berat karton.
Pemeriksaan dimensi karton dilakukan dengan melakukan pengukuran
bagian dalam karton dengan meteran, meliputi panjang, lebar dan tingginya. Jika
dimensi karton tidak memenuhi standar maka dilakukan ulang pengambilan
sampel dan diperiksa lagi sesuai dengan prosedur yang berlaku. Penimbangan
dilakukan pada semua contoh karton yang diuji dan kemudian dibandingkan
dengan standar yang ditentukan.
Pemeriksaan kecacatan karton meliputi cetakan tulisan pada karton
(printing), sambungan, warna, potongan, dan tutup (flap) yang kemudian
hasil/data analisis dibandingkan dengan karton standar yang telah disetujui
(approved).
b. Pemeriksaan Kaleng dan Tutup
Proses pemeriksaan kaleng dan tutup baru dilakukan dengan cara
pengukuran dan pemeriksaan visual. Pemeriksaan dengan cara pengukuran
dilakukan untuk mengetahui dimensi dari kaleng dan tutup baru, sedangkan
pemeriksaan secara visual dilakukan untuk jenis-jenis cacat yang terdapat pada
kaleng dan tutup baru sesuai dengan jenis cacatnya seperti yang tercantum pada
Standar Kualitas Barang yang diterima (Acceptable Quality Levels /AQL). Untuk
keperluan proses pemeriksaan kaleng dan tutup baru, diperlukan beberapa sampel
kaleng dan tutup. Dalam pengambilan sampel kaleng dan tutup dari setiap
kedatangan, sampel diambil secara acak (random) dengan jumlah sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Standar Kualitas Barang yang diterima
(Acceptable Quality Levels /AQL) yang telah disepakati oleh pabrik pembuat
kaleng dan tutup.
Pemeriksaan kalengdan tutup meliputi pemeriksaan pada kaleng dan
pemerikssaan pada tutup kaleng.. Pada pemeriksaan kaleng dilakukan berat
kaleng, pemeriksaan cetakan warna dibandingkan dengan kaleng standar yang
telah disetujui (approved), pemeriksaan gunting contoh ukur ketebalannya dan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
22
Universitas Indonesia
mengukur dimensi yang terdiri dari : tinggi, diameter luar, lebar bibir, kedalaman
dan diameter dasar. pemeriksaan tutup kaleng (Easy Open End / EOE) dilakukan
dengan memeriksa berat tutup, mengukur dimensi yang terdiri dari : ketebalan
material, diameter lingkar luar, diameter lingkar dalam, tinggi tutup dan
kedalamannya. Tutup disusun secara beraturan setinggi 2 inchi = 5,08 cm, dan
dihitung jumlah tutup pada susunan tersebut serta dicatat kode umur dan kode
material.
c. Pemeriksaan Botol Poli Etilen Treptalat (PET) dan Tutupnya
Proses pemeriksaan botol Poli Etilen Treptalat (PET) dan tutup baru
dilakukan dengan cara pengukuran dan pemeriksaan visual. Pemeriksaan dengan
cara pengukuran dilakukan untuk mengetahui dimensi dari botol Poli Etilen
Treptalat (PET) dan tutup baru, sedangkan pemeriksaan secara visual dilakukan
untuk jenis-jenis cacat yang terdapat pada botol Poli Etilen Treptalat (PET) dan
tutup baru sesuai dengan jenis cacatnya seperti yang tercantum pada Standar
Kualitas Barang yang diterima (Acceptable Quality Levels /AQL). Untuk
keperluan proses pemeriksaan botol Poli Etilen Treptalat (PET) dan tutup baru,
diperlukan beberapa sampel botol Poli Etilen Treptalat (PET) dan tutupnya.
Dalam pengambilan sampel botol Poli Etilen Treptalat (PET) dan tutupnya dari
setiap kedatangan, sampel diambil secara acak (random) dengan jumlah sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Standar Kualitas Barang yang
diterima (Acceptable Quality Levels /AQL) yang telah disepakati oleh pabrik
pembuat botol Poli Etilen Treptalat (PET) dan tutupnya.
Pemeriksaan Botol Poli Etilen Treptalat (PET) dilakukan dengan
memastikan warna, bau, dan ada tidaknya benda asing, memastikan botol tidak
bocor, retak ataupun pecah, memastikan ulir tidak rusak dan mulut botol tidak ada
kelebihan bahan, memastikan pada dinding botol tidak terdapat udara yang
terjebak (mata ikan atau flow mark), menimbang berat botol, mengisi botol
dengan air dingin (fresh water) sampai batas leher dan ukur volumenya dengan
ditimbang dan mengukur dimensi yang terdiri dari tinggi, diameter luar, lebar
bibir, dan diameter dasar. Sedangkan pemeriksaan tutup dilakukan dengan
memastikan warna, bau dan tidak ada benda asing, menimbang berat tutup,
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
23
Universitas Indonesia
mengukur dimensi yang terdiri dari tinggi total, diameter luar dan threated
diameter.
3.1.1.3 Pemeriksaan Bahan Tambahan Pangan dan Bahan Pembantu
Pemeriksaan dilakukan dengan memastikan barang yang diterima dari
supplier atau produsen sesuai yang ada di matrik halal yang disetujui oleh LP
POM MUI, memastikan sertifikat halalnya masih berlaku, dari Negara asal dan
diakui oleh LP POM MUI, memeriksa kondisi kemasan dan keutuhan segel,
memastikan dan mencatat nomor batch atau kode produksi dan disesuaikan antara
bentuk fisik dengan sertifikat analisisnya (Certificate of Analyzis), memastikan
dan mencatat tanggal kadaluarsa dan memeriksa secara visual meliputi bau, warna
dan bentuknya.
3.1.2 Analisis Fisika Kimia
Analisis fisika kimia juga diperlukan untuk memastikan mutu bahan
sebelum proses produksi. Analisis fisika kimia yang dilakukan yaitu pemeriksaan
hasil pengolahan air (water treatment) yang akan digunakan pada proses produksi.
3.1.2.1 Proses Pengolahan Air (Water Treatment) (PT. Sinar Sosro, 1996)
Pengolahan air dilakukan untuk memperoleh kualitas air yang memenuhi
standar mutu air minum untuk industri dan sebagai bahan baku produksi yang
memenuhi syarat. Air diperoleh dari tiga sumur artesis dalam yang dipompa oleh
pompa bertekanan tinggi (High Pressure Pump).
Proses pengolahan air dilakukan secara fisika maupun kimia. Proses
pengolahan air berfungsi untuk menghilangkan kotoran, bau, zat berbahaya, dan
mikroorganisme air. Proses pengolahan air diawali dengan pemompaan air bawah
tanah dari sumur satu dan sumur dua yang letaknya berada di sekitar PT Sinar
Sosro dengan kedalaman sekitar 50-60 m. Air bawah tanah dari kedua sumur
tersebut akan ditampung ke dalam penampungan (reservoir) dengan perbandingan
5:4. Nilai perbandingan tersebut disesuaikan dengan kondisi dan kandungan zat
sumur, dimana sebelumnya kedua sumur tersebut sudah mengalami proses
analisis. Kapasitas yang dimiliki penampungan (reservoir) sebesar 80 m3, air dari
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
24
Universitas Indonesia
penampungan (reservoir) ini akan dialirkan menuju proses pengolahan air melalui
pompa.
Proses pengolahan air diawali dengan mengolah air yang berasal dari
penampungan (reservoir) pada potablok. Potablok merupakan tangki
pengendapan dengan kapasitas sebesar 30 m3. Bagian dalam potablok memiliki
kisi yang berfungsi untuk penambahan larutan klorin dengan perbandingan klorin
dan air sebesar 1:4. Penambahan klorin membantu dalam mengendapkan kotoran
yang terbawa dari penampungan (reservoir), menghilangkan bau, menghilangkan
mikroba, dan mengikat mineral terutama Fe dan Mn. Kisi lainnya berfungsi untuk
homogenasi klorin dan air, sedimentasi, serta penampungan air yang siap untuk
difiltrasi.
Air dari potablok selanjutnya mengalami proses filtrasi yaitu filtrasi pasir
dan filtrasi karbon. Proses pengolahan filtrasi pasir berfungsi untuk menyaring
padatan yang tidak terlarut air dan menyaring endapan Fe serta Mn. Filtrasi pasir
dilakukan dengan memanfaatkan pasir silika yang berada didalamnya. Setelah
proses filtrasi pasir kemudian dilanjutkan ke proses filtrasi karbon. Filtrasi karbon
berfungsi menyaring kotoran yang masih terbawa hingga proses filtrasi pasir.
Bahan yang digunakan untuk menyaring berupa karbon aktif seperti arang kelapa
impor. Karbon aktif ini berfungsi untuk menjernihkan air dan menurunkan kadar
klorin.
Air dari proses filtrasi karbon kemudian ditampung dalam penyangga air
karbon dengan kapasitas 16.000 liter. Air tersebut digunakan untuk keperluan
pendinginan (cooling) tangki dan proses pemasakan, sedangkan sebagian lagi
diolah pada proses pelunakan air (water softener). Air hasil dari proses ini akan
mengalami pelunakan karena kadar kesadahan (kalsium (Ca2+) dan magnesium
(Mg2+) pada air tersebut mengalami penurunan akibat penggunaan resin. Air yang
telah lunak selanjutnya ditampung dalam penyangga air lunak untuk digunakan
sebagai bahan baku utama Fruit Tea, sterilisasi, pemasakan, dan pasokan tangki
buffer Tebs.
Air baku yang digunakan untuk produk Tebs berbeda dengan Fruit Tea.
Perbedaan tersebut terlihat dari proses pengolahannya, air baku Tebs diperoleh
dari air yang telah dilunakkan yang ditambah dengan klorin 1-3 ppm kemudian
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
25
Universitas Indonesia
melewati proses filtrasi karbon dan proses filtrasi penyanggah untuk
menghilangkan klorin dan komponen fisik yang terbawa dari proses sebelumnya.
Sebelum air tersebut digunakan untuk bahan baku minuman Tebs, air tersebut
harus melewati mesin dengan sinar ultra violet (UV) sehingga air yang digunakan
benar-benar sesuai dengan standar mutu perusahaan. Proses penyinaran dengan
mesin UV dimaksudkan untuk mendestruksi sel-sel bakteri yang terdapat dalam
air sehingga air yang dihasilkan menjadi steril.
3.1.2.2 Pemeriksaan Mutu Air (PT. Sinar Sosro, 1996)
Adapun pemeriksaan mutu air pada unit pengolahan air (water treatment)
adalah sebagai berikut:
a. Alkalinitas
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa
penurunan nilai pH larutan. Pada air di alam, alkalinitas sebagian besar
dipengaruhi oleh adanya bikarbonat, karbonat, dan hidroksida. Pada PT. Sinar
Sosro Pabrik Tambun, alkalinitas pada unit pengolahan air ditentukan
menggunakan metode titrasi asam basa.
b. Kesadahan total (Total hardness)
Kesadahan air disebabkan oleh larutnya garam kalsium dan magnesium.
Kesadahan total adalah jumlah kesadahan karbonat dan non-karbonat.
Kesadahan air biasanya dinyatakan sebagai jumlah kalsium karbonat dalam air
(bpj) atau dalam satuan derajat Jerman (odH). Pada PT. Sinar Sosro kesadahan
total dianalisis dengan metode kompleksometri.
c. Klorida
Merupakan salah satu komponen yang berada dalam air atau buangan air.
Dalam konsentrasi berlebih dapat mengganggu cita rasa air. Penetapan kadar
klorida dilakukan dengan metode argentometri dengan nilai maksimal
100 mg/L.
d. Derajat keasaman (pH)
Nilai pH menunjukan keseimbangan antara asam dan basa dalam air. Nilai pH
ditetapkan menggunakan pH meter. Range pH pada unit pengolahan air adalah
6,5-7,5.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
26
Universitas Indonesia
e. Besi (Fe)
Kadar besi yang tinggi dalam air minum dapat menyebabkan rasa yang pahit,
adanya gumpalan, dan karatan pada pipa. Kadar besi ditentukan secara
kolorimetri. Nilai maksimal Fe adalah 0,3 mg/L.
f. Mangan (Mn)
Pada konsentrasi rendah mangan relatif bersifat toksik. Selain itu mangan juga
dapat menyebabkan masalah warna dan bau. Kadar mangan ditentukan secara
kolorimetri. Nilai maksimal mangan adalah 0,1 mg/L.
g. Kekeruhan (turbiditas)
Turbiditas disebabkan karena adanya zat yang tersuspensi, oleh karena itu air
dengan konduktivitas tinggi tidak layak dikonsumsi. Pengukuran turbiditas
ditetapkan dengan alat turbidimeter. Nilai maksimal kekeruhan adalah 5 NTU.
3.1.2.3 Analisis Mikrobiologi
Analisis mikrobiologi yang dilakukan pada tahap ini adalah analisis
terhadap botol, instalasi dapur (kitchen), instalasi pengemasan (packaging), dan
air yang digunakan untuk proses produksi. Analisis-analisis tersebut dilakukan
pada awal produksi tiap minggunya.
Analisis terhadap kemasan dilakukan untuk menguji kesterilan kemasan
yang telah keluar dari bagian pencucian (washer). Analisis terhadap instalasi
dapur (kitchen) dan pengemasan (packaging) dilakukan untuk mengetahui
efektivitas kegiatan pembersihan (cleaning) dan sanitasi alat-alat produksi.
Analisis terhadap air dilakukan untuk mengetahui efektivitas penambahan klorin
pada unit penampungan (reservoir).
Analisis mikrobiologi sangat penting untuk membuktikan bahwa produk
yang dibuat tidak mengandung mikroorganisme yang dapat merugikan kesehatan
konsumen. Analisis ini dilakukan pada produk yang sedang dan telah melalui
masa inkubasi. Selama masa inkubasi produk diperiksa penampilan fisiknya untuk
memastikan tidak adanya perubahan organoleptik yang disebabkan oleh kerja
mikroorganisme. Setelah masa inkubasi barulah produk dikultur di beberapa
media sesuai. Tiga macam media yang digunakan untuk pengujian produk Tebs
dan Fruit Tea yaitu :
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
27
Universitas Indonesia
a. Nutrient Agar (NA), digunakan untuk memeriksa keberadaan cendawan
dalam produk jadi yang bersifat netral.
b. Yeast Extract Agar (YEA), digunakan untuk memeriksa keberadaan bakteri
dan kapang.
c. Orange Serum Agar (OSA), digunakan untuk memeriksa keberadaan
cendawan dalam produk jadi yang memiliki rasa asam seperti Fruit Tea.
Bila pada sampel produk terdapat adanya bakteri atau cendawan, maka
bagian ini akan menahan proses lulusnya suatu produk dan kemudian
memasukannya ke dalam gudang karantina.
3.2 Pengawasan Mutu Selama Proses Produksi
Pengawasan mutu selama proses produksi ini dilakukan oleh inspektor
lapangan (field inspector) dan analis fisika kimia di bagian pengawasan mutu
(Quality Control). Inspektor lapangan (field inspector) bertanggung jawab pada
kelancaran selama proses produksi. Sedangkan bagian analis kimia bertanggung
jawab terhadap mutu produk yang dibuat terutama sifat fisika kimia dari produk,
antara lain dalam pemeriksaan Teh Cair Manis (TCM), Teh Cair Pahit (TCP) dan
Teh Cair Asam (TCA).
3.2.1 Pemasakan (PT. Sinar Sosro, 1996)
Pada unit pemasakan ini terjadi proses ekstraksi teh cair pahit/TCP,
pelarutan gula (sugar disolving), dan pencampuran teh cair pahit/TCP dengan
sirup gula (mixing).
3.2.1.1 Ekstraksi Teh
Ekstraksi teh dilakukan dengan cara memasukan teh kering dan
mengalirkan air dari tangki penyangga ke dalam tangki ekstraksi. Air dari tangki
penyangga dipanaskan terlebih dahulu di dalam PHE hingga mencapai suhu 95-
105oC. Air disemprotkan dari bagian bawah tangki sehingga teh kering yang
dimasukkan dari bagian bawah juga akan terdorong ke atas dan tercampur.
Lamanya waktu penyeduhan teh adalah sekitar 30 menit dan dilanjutkan dengan
proses sirkulasi selama sekitar 30 menit pula.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
28
Universitas Indonesia
3.2.1.2 Penyaringan Teh Cair Pahit
Penyaringan teh cair pahit dilakukan sebanyak tiga kali yaitu penyaringan
dalam tangki ekstraksi teh, penyaringan kasar dengan alat niagara dan
penyaringan halus dengan filter cosmos dan Kiezelguhr. Hasil ekstraksi teh cair
pahit yang telah disaring di dalam tangki ekstraksi akan disaring kembali pada alat
niagara dan filter cosmos. Penyaringan pada niagara dilakukan untuk menyaring
partikel-partikel kotoran yang berukuran besar, sedangkan penyaringan pada filter
cosmos yang menggunakan lempengan penyaring dilakukan agar teh cair pahit
yang dihasilkan bebas dari endapan dan partikel kotoran yang berukuran kecil.
Proses penyaringan pada filter cosmos ini dibantu dengan Kiezelguhr yaitu bahan
diatomit berupa serbuk putih yang dapat menyaring partikel berukuran kurang
dari satu mikrometer.
3.2.1.3 Pelarutan dan Penyaringan Gula
Pelarutan gula (sugar dissolving) dilakukan dengan mencampurkan gula
yang berasal dari tanki buffer gula melalui lubang berbentuk corong (hopper)
dengan air dari tangki pelunakan air yang terdapat pada tangki pelarutan
(dissolving tank) yang telah dipanaskan di dalam PHE. Gula terus menerus
disirkulasikan sekitar lima menit agar merata. Setelah itu larutan gula disaring
pada alat niagara untuk menyaring partikel kotoran berukuran besar dan disaring
kembali pada filter cosmos untuk menyaring endapan partikel kotoran berukuran
kecil yang terdapat pada larutan gula. Suhu pada proses ini adalah 80°C.
3.2.1.4 Pencampuran Teh
Proses pencampuran teh (mixing) dilakukan dengan memasukkan larutan
gula dari tangki penyangga larutan gula dan Teh Cair Pahit (TCP) dari tangki
ekstraksi ke dalam tangki pencampuran yang menggunakan pengaduk / agigator
agar proses pencampuran berlangsung merata. Proses pencampuran selesai jika
telah dihasilkan teh cair manis dengan kadar tanin, tingkat kemanisan/kadar gula
dan air sesuai standar yang ditetapkan. Sebelum dialirkan, teh cair manis dari unit
pemasakan dialirkan terlebih dahulu ke dalam PHE untuk menjaga suhu dan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
29
Universitas Indonesia
kesterilan teh cair manis. Setelah proses pencampuran selesai, teh cair manis
kemudian dialirkan ke unit sterilisasi/pasteurisasi.
a. Analisis Teh Cair Manis (TCM)
Pemeriksaan yang dilakukan adalah warna, aroma, rasa, derajat kemanisan
(obrix), keasaman (acidity), turbiditas, kadar gula, penambahan TCP atau
TCA dan sirup gula (dalam liter), volume akhir.
b. Analisis Teh Cair Pahit (TCP)
Pemeriksaan yang dilakukan adalah volume (dalam liter), kadar tanin,
kesadahan, pH, alkalinitas, dan turbiditas.
c. Analisis Teh Cair Asam (TCA)
Pemeriksaan yang dilakukan adalah volume (dalam liter), turbiditas, kadar
tanin, dan keasaman.
3.2.2 Pengemasan (Packaging) (PT. Sinar Sosro, 1996)
Pengemasan produk diartikan sebagai penempatan produk ke dalam wadah
tertentu. Penutupan kemasan yang telah keluar dari mesin pengisi (filler)
dilakukan oleh mesin penutup (crowner). Putaran mesin pengisi sama dengan
putaran pada mesin penutup. Seperti halnya mesin pengisi, mesin penutup pun
digerakkan oleh meja silinder (cylinder table). Tutup kemasan (crown cork)
mengalami proses pensterilan dengan sinar ultraviolet dan kemudian dibawa ke
meja silinder melalui konveyor magnit tertutup.
Setelah kemasan ditutup, kemasan dilewatkan melalui bagian pemeriksaan
cahaya (light inspection) dengan konveyor untuk diperiksa ukuran volume dan
warna teh cair manis, tutup kemasan dan keadaan kemasan. Pemeriksaan ini
dilakukan secara manual oleh petugas pemeriksa (selector) sebanyak dua kali.
Kemasan yang lolos seleksi akan dilewatkan ke bagian penulisan kode produksi,
sedangkan kemasan yang tidak lolos akan dibawa ke bagian pendaurulangan
(recycling).
Setelah kemasan lolos dari pemeriksaan cahaya, botol akan melewati
bagian penulisan kode produksi. Tinta disemprotkan oleh video jet printer, yaitu
jenis ink jet yang bekerja dengan bantuan tenaga angin dari kompresor dan kode
produksi akan dituliskan pada bagian atas kemasan. Printer akan mencetak kode
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
30
Universitas Indonesia
produksi saat alat sensornya dilewati kemasan. Kode produksi mencakup tanggal,
bulan dan tahun kadaluarsa, jenis mesin pengisi, jam produksi dan formasi kerja
petugas pemeriksa (selector).
Pada proses pengemasan, inspektor lapangan (field inspector) melakukan
pengawasan setiap satu jam sekali dengan mengambil dua sampel (sampel-sampel
yang tersebut diambil setiap 15 menit sekali ketika proses produksi) untuk
dilakukan pengujian secara analisis kimia dan analisis mikrobiologi, dan
pengawasan setiap akhir shift dengan mengambil sampel yang akan diinkubasi
untuk dibawa ke laboratorium pengawasan mutu (quality control). Khusus untuk
kemasan kaleng dan botol PET, pengambilan dilakukan tiap 30 menit sekali.
Dalam melaksanakan tugasnya, inspektor dibantu oleh beberapa operator
unit-unit pada bagian produksi. Yang pertama adalah operator unit pengolahan air
(water treatment) untuk membawa sampel-sampel air pada pengolahan air ke
laboratorium analisis kimia untuk diuji. Selain itu inspektor juga dibantu operator
unit pemasakan (kitchen) untuk menyerahkan sampel dari tanki pencampuran
(mixing tank) ke laboratorium analisis kimia untuk diperiksa derajat kemanisan/ obrix untuk setiap batch pembuatan. Selain itu operator unit ini juga menyerahkan
sampel produk untuk diperiksa kadar tanin dan tes panel untuk setiap batch
pemasakan.
3.3 Pengawasan Mutu Setelah Proses Produksi
3.3.1 Analisis Kimia dan Fisika (PT. Sinar Sosro, 1996)
Analisis yang dilakukan pada bagian ini meliputi pemeriksaan terhadap
mutu dari hasil inkubasi produk jadi. Pemeriksaan yang dilakukan untuk produk
jadi hasil inkubasi adalah warna (dilihat dengan latar belakang lampu putih),
pengkodean (coding), area kosong pada bagian atas botol produk jadi (head
space), ukuran tutup kemasan (crown cork), derajat kemanisan, keasaman (untuk
produk yang memiliki rasa asam), pH, turbiditas, volume, dan kadar CO2 (khusus
untuk Tebs).
Pemeriksaan mutu coding video jet dan area kosong pada bagian atas botol
produk jadi (head space) antara lain:
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
31
Universitas Indonesia
a. Pengecekan mutu pengkodean (coding), memiliki tiga kategori mutu yaitu
Baik (jelas terbaca), terdiri dari dua kategori lagi yaitu tidak terhapus dan
mudah terhapus, jelek atau pecah-pecah dan tanpa pengkodean (coding).
b. Pengecekan posisi pengkodean (coding), yaitu jarak antara tutup kemasan
sampai pengkodean (coding)., memiliki dua kategori yaitu standar (25-35
mm) dan tidak standar. Tinggi huruf dan angka, memiliki dua kategori yaitu
standar (2-3 mm) dan tidak standar.
c. Pengecekan area kosong pada bagian atas botol produk jadi (head space)
memiliki dua kategori yaitu standar dan tidak standar (lebih atau kurang),
dimana standarnya adalah area kosong pada bagian atas botol produk jadi
(head space) Teh Botol Sosro : 4,0 - 4,5 cm, area kosong pada bagian atas
botol produk jadi (head space) Tebs : 4,4 – 5,4 cm dan area kosong pada
bagian atas botol produk jadi (head space) Fruit Tea, Joy Green Tea, S-Tee :
4,75 – 5,25 cm.
3.3.2 Analisis Mikrobiologi (PT. Sinar Sosro, 1996)
Analisis mikrobiologi sangat penting untuk membuktikan bahwa produk
yang dibuat tidak mengandung mikroorganisme-mikroorganisme yang dapat
merugikan kesehatan konsumen. Analisis dilakukan pada produk yang sedang dan
telah melalui masa inkubasi. Selama masa inkubasi produk diperiksa penampilan
fisiknya untuk memastikan tidak adanya perubahan organoleptik yang disebabkan
oleh kerja mikroorganisme. Setelah masa inkubasi barulah produk dikultur di
beberapa media yang sesuai. Ada tiga macam media yang digunakan yaitu
Nutrient Agar (NA), Yeast Extract Agar (YEA), dan Orange Serum Agar (OSA).
OSA digunakan untuk memeriksa keberadaan jamur dalam produk jadi yang
memiliki rasa asam seperti Fruit Tea. YEA digunakan untuk memeriksa
keberadaan bakteri dan kapang, dan NA digunakan untuk memeriksa keberadaan
jamur pada produk jadi yang memiliki rasa manis.
Analisis mikrobiologi dilakukan menggunakan metode standar jumlah
lempeng (standard plate count) untuk mengetahui banyaknya jumlah bakteri
(maksimal 100 koloni per 5 ml sampel), yeast atau kapang (maksimal 5 koloni per
5 ml sampel), mold atau jamur (maksimal 5 koloni per 5 ml sampel), dan bakteri
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
32
Universitas Indonesia
coliform (maksimal tidak ada koloni pada tiap 100 ml sampel). Analisis
mikrobiologi dilakukan pada produk-produk sampel yang memiliki beda waktu
pembuatan 10 menit.
3.3.3 Gudang Penyimpanan Barang di Bawah Standar (PT. Sinar Sosro, 1996)
Bagian ini bertugas untuk memeriksa kelayakan kemasan yang datang dari
konsumen. Jika masih memenuhi standar maka kemasan-kemasan tersebut dapat
digunakan kembali, namun jika tidak maka akan langsung dihancurkan untuk
dikirim kembali ke pabrik pemasok. Bagian ini juga bertugas untuk menangani
masalah keluhan terhadap produk yang tidak sesuai standar dari konsumen.
Keluhan ini dapat berupa produk yang telah melewati batas kadaluarsa, produk
palsu, produk basi, produk bekas dibuka, produk dengan tutup yang cacat (miring
atau tidak merekat sempurna), produk dengan benda asing didalamnya, dan lain
sebagainya.
3.3.4 Pengolahan Limbah (PT. Sinar Sosro, 1996)
Secara umum limbah di PT. Sinar Sosro Tambun terdiri dari tiga macam,
yaitu limbah padat, gas, dan cair.
3.3.4.1 Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan berupa ampas teh dan sedotan dibuang ke
tempat pembuangan akhir.
3.3.4.2 Limbah Cair
Pengolahan limbah cair di PT Sinar Sosro KPB Tambun dilakukan oleh
bagian Proses Pengolahan Limbah Cair (Waste Water Treatment Process /
WWTP). Bagian ini bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pengolahan
limbah sejak limbah masuk ke unit pengolahan limbah sampai keluar dari unit
pengolahan limbah. Limbah cair PT Sinar Sosro KPB Tambun berasal dari sisa
pembuangan air cucian tangki ekstrak teh, tangki pelarutan gula, tangki
pencampuran, pengolahan air, dan lain-lain.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
33
Universitas Indonesia
Limbah cair kegiatan produksi dialirkan ke bar screen untuk menyaring
benda-benda padat berukuran besar seperti sampah, ampas, dan kotoran yang
terbawa dalam aliran limbah cair. Penyaringan ini berfungsi untuk mencegah
terjadinya penyumbatan pada pipa, pompa, dan aerator, setelah itu dilanjutkan ke
grease trap untuk memisahkan air dengan minyak. Hal tersebut dapat terjadi
karena perbedaan berat jenis antara keduanya, dimana berat jenis minyak lebih
kecil daripada berat jenis air.
Limbah dari grease trap kemudian dialirkan ke pump pit untuk ditampung
dan dialirkan ke bak equalisasi. Bagian ini dilengkapi dengan water level control
(WLC), fungsi WLC yaitu mengatur debit air yang dipompa. Limbah yang sudah
berada di bak equalisasi selanjutnya dihomogenisasikan dengan lumpur aktif
menggunakan aerator berpengaduk. Lumpur aktif ini mengandung bakteri aerobik
sehingga dapat menguraikan senyawa kimia dalam limbah cair. Kebutuhan
oksigen bagi bakteri diperoleh dari adanya aerator, sedangkan kebutuhan
nutrisinya diperoleh dari pemberian urea serta tri super fosfat (TSP).
Limbah cair dari bak equalisasi kemudian akan mengalir menuju bak
aerasi. Pengolahan limbah cair pada bak aerasi juga menggunakan bakteri aerob
yang terkandung dalam lumpur aktif. Aerator pada bak aerasi berfungsi untuk
menghomogenkan limbah cair dengan lumpur aktif dan menambahkan oksigen
yang berguna bagi pertumbuhan bakteri. Sama halnya dengan bak equalisasi, pada
bak aerasi juga ditambahkan urea dan tri super fosfat (TSP) untuk nutrisi bakteri
tersebut.
Limbah cair dari bak aerasi dialirkan melalui pompa menuju tube settler I
dan tube settler II. Kedua tube settler dilengkapi dengan sludge collector untuk
memisahkan lumpur aktif dengan limbah cair dan menampung lumpur aktif
tersebut. Lumpur yang telah terpisah selanjutnya dialirkan ke sludge thickener dan
sebagian akan dialirkan kembali ke bak ekualisasi dan bak aerasi untuk efisiensi
penggunaan lumpur aktif. Sludge Thickener akan mengurangi kadar air dalam
lumpur sampai ± 3% menggunakan filter press. Lumpur padat yang dihasilkan
akan diserahkan kepada dinas kebersihan agar dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
atau land fill. Sementara itu, air hasil pengolahan limbah cair (Waste Water
Treatment / WWT) yang dialirkan ke bak kontrol akan ditampung terlebih dahulu
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
34
Universitas Indonesia
untuk diuji kelayakannya terhadap lingkungan sekitar. Indikator yang digunakan
adalah ikan, ikan-ikan tersebut dimasukkan pada bak kontrol sehingga diketahui
kelayakan air jika dibuang ke lingkungan sekitar.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
35 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
PT. Sinar Sosro merupakan pelopor pabrik minuman teh siap saji di
Indonesia. PT. Sinar Sosro sangat mengutamakan pelanggan sehingga kualitas
produk yang dihasilkan selalu dijaga. Untuk menjamin kualitas produk yang
dihasilkan, PT. Sinar Sosro KPB Tambun telah memperoleh sertifikat ISO
9001:2008 tentang QualityManagement System, sertifikat Halal dari LPPOM MUI
(Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan & Kosmetika MUI) bekerjasama
dengan Departemen Agama, BPOM dan Balai POM Daerah, sertifikat SNI, dan
sertifikat HACCP.
PT. Sinar Sosro juga menerapkan peraturan yang dikeluarkan oleh Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), yaitu Cara Produksi Makanan yang
Baik (CPMB). Tujuan dari penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik pada
setiap pabrik makanan dan minuman adalah untuk menjamin mutu produk jadi
yang akan dipasarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Penerapan CPMB juga
dilakukan untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak
memenuhi persyaratan.
PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun terdiri dari empat departemen dan masing-
masing bagian saling berkoordinasi satu sama lain. Departemen tersebut adalah
Departemen Personalia, Accounting, Produksi, dan Quality Control (PT. Sinar
Sosro, 2012). Semua kegiatan yang dilakukan berorientasi pada pembentukan
mutu dan keamanan produk dengan menerapkan aspek-aspek Cara Produksi
Makanan yang Baik. Aspek-aspek Cara Produksi Makanan yang Baik adalah
lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, alat produksi, bahan, proses pengolahan,
produk akhir, laboratorium, karyawan, wadah dan pembungkus, label,
penyimpanan, pemeliharaan, dokumentasi, penarikan produk, pelatihan dan
pembinaan (Badan POM RI, 1996).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!666
Universitas Indonesia
4.1 Lokasi
Lokasi pabrik untuk produksi makanan dan minuman harus terbebas dari
pencemaran. Pencemaran tersebut dapat bersumber dari daerah persawahan atau
rawa, daerah pembuangan kotoran dan sampah, daerah kering dan berdebu, daerah
kotor, daerah berpenduduk padat, daerah penumpukan barang bekas, perusahaan
lain, dan tempat yang kurang baik sistem saluran pembuangan airnya.
PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun terletak di daerah yang terbebas dari
pencemaran karena tidak terletak di daerah kumuh, jauh dari pemukiman
penduduk, dan tidak ada daerah pembuangan kotoran dan sampah. Lokasi
pendirian pabrik tersebut sesuai untuk daerah industri karena lingkungan sekitar
yang mendukung, termasuk tersedianya air bersih yang dapat digunakan untuk
produksi makanan dan minuman. Selain itu, pabrik PT. Sinar Sosro Pabrik
Tambun dekat dengan jalan raya sehingga mempermudah transportasi bahan
baku, bahan tambahan pangan, bahan pembantu, bahan kemas, dan produk jadi.
4.2 Bangunan
Bangunan PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun dibuat berdasarkan
perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene sesuai dengan jenis
minuman yang diproduksi, sehingga mudah dibersihkan, mudah dilakukan
sanitasi, dan mudah dipelihara. Bangunan yang dimaksud meliputi tata ruang,
lantai, dinding, atap dan langit-langit, pintu, jendela, penerangan, ventilasi, dan
pengatur suhu.
Tata ruang di PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun sudah baik. Ruang produksi
terpisah dari ruangan-ruangan lain sehingga dapat mengurangi risiko kontaminasi
terhadap produk yang dihasilkan. Setiap ruangan juga memiliki luas yang sesuai
dengan jenis dan ukuran alat produksi. Ruangan produksi di PT. Sinar Sosro
Pabrik Tambun diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan urutan proses
produksi, yaitu dimulai dari ruang pemasakan (kitchen), ruang sterilisasi, ruang
pengisian, dan ruang pengemasan. Hal ini membuat lalu lintas kerja karyawan
menjadi teratur dan mencegah pencemaran terhadap minuman yang sedang
diproduksi.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!777
Universitas Indonesia
Lantai pada bangunan di PT. Sinar Sosro merupakan lantai epoksi yang
tahan terhadap air, garam, dan bahan kimia. Pertemuan antara dinding dan lantai
dibuat melengkung untuk menghindari penumpukan debu. Bentuk melengkung
tersebut disebut dengan hospital shape. Permukaan lantai pada daerah produksi
cukup rata dan halus. Namun pada bagian gudang terdapat lantai yang sudah
retak.
Dinding di ruangan produksi memiliki permukaan yang halus, rata,
berwarna putih, tidak ada bagian yang mengelupas, dan mudah dibersihkan.
Tinggi dinding ini lebih kurang 3 meter dari lantai dan tahan terhadap air, garam,
dan bahan-bahan kimia. Pertemuan antara dinding dan lantai di ruangan produksi
tidak membentuk sudut mati dan tahan terhadap air. Dinding di ruangan selain
ruangan produksi, misalnya ruang pengawasan mutu, memiliki permukaan yang
halus, rata, dan tidak ada bagian yang mengelupas. Sudut pertemuan antara
dinding dan lantai pun tidak membentuk sudut mati sehingga mudah untuk
dibersihkan.
Atap pada bangunan PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun terbuat dari bahan
yang tahan lama dan tidak bocor. Langit-langit ruang produksi dan ruangan
lainnya pun tidak ada yang retak, tidak ada lubang, mudah untuk dibersihkan, dan
berwarna putih.
Setiap bagian ruangan produksi memiliki pintu yang terbuat dari bahan
yang tahan lama, mudah dibersihkan, dan dapat tertutup dengan baik. Berdasarkan
CPMB, pintu yang baik untuk area produksi adalah pintu yang membuka keluar.
PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun memiliki pintu masuk ruangan produksi yang
membuka keluar, tetapi orang-orang produksi terkadang membuka pintu
berlawanan arah dengan yang seharusnya.
Penerangan pada bangunan PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun sudah sesuai
dengan keperluan. Ruangan produksi dan ruangan lainnya dilengkapi dengan
lampu neon yang cukup untuk membantu karyawan bekerja pada malam hari.
Lorong-lorong pada bangunan juga dilengkapi dengan lampu neon yang cukup
sehingga lalu lintas kerja karyawan di malam hari tidak terhambat.
Setiap ruangan memiliki ventilasi yang cukup untuk menjamin peredaran
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!888
Universitas Indonesia
udara dengan baik dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu, dan panas
yang dapat merugikan kesehatan. Hal ini terbukti dengan adanya jendela pada
setiap ruangan. Setiap ruangan yang memerlukan pengaturan suhu dan
kelembaban memiliki termohigrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban di
ruangan tersebut.
4.3 Fasilitas Sanitasi
Sanitasi dan higiene memiliki peranan yang penting dalam produksi
makanan dan minuman karena sangat berpengaruh terhadap mutu produk yang
dihasilkan. Sanitasi dan higiene harus diterapkan pada personil, bangunan,
peralatan, dan perlengkapan yang digunakan. Untuk menciptakan kebersihan
harus didukung oleh fasilitas yang menunjang.
Bangunan di PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun telah dilengkapi dengan
fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi
persyaratan teknik dan higiene. Bangunan dilengkapi dengan sarana penyediaan
air yang dapat menghasilkan air bersih sesuai dengan kebutuhan produksi dan
kebutuhan lainnya. Air bersih berasal dari sumber air yang baik. Air tersebut
dialirkan melalui pipa menuju unit pengolahan air sehingga air yang digunakan
sebagai bahan baku produksi telah memenuhi syarat air minum dan aman untuk
dikonsumsi.
PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun juga memiliki sarana pembuangan seperti
tempat pembuangan sampah yang cukup pada setiap ruangan. Tempat
pembuangan untuk limbah padat seperti ampas teh sisa produksi terletak terpisah
dengan bangunan produksi. Tempat pembuangan limbah padat berupa kemasan
dan karton yang rusak juga terpisah dari bangunan produksi dan terpisah dari
tempat pembuangan ampas teh. Tempat pembuangan lainnya adalah tempat
pembuangan dan pengolahan limbah cair sebelum dibuang keluar area pabrik,
sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
Bangunan di PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun juga dilengkapi dengan
sarana toilet dan sarana cuci tangan yang dilengkapi dengan air mengalir dan
sabun pencuci tangan. Sarana cuci tangan telah ditempatkan di tempat-tempat
yang diperlukan, seperti di luar bangunan produksi yang diperuntukkan bagi
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!999
Universitas Indonesia
karyawan produksi agar mencuci tangan terlebih dahulu sebelum melakukan
pekerjaan. Sarana cuci tangan dan toilet sudah disediakan dalam jumlah yang
cukup sesuai dengan jumlah karyawan.
4.4 Alat Produksi
Peralatan yang digunakan untuk produksi makanan dan minuman harus
memenuhi syarat CPMB, yaitu dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi
persyaratan teknik dan higiene, sesuai dengan jenis produksi, memiliki permukaan
yang halus, tidak berlubang, tidak mengelupas, tidak menyerap air, dan tidak
berkarat, tidak mencemari hasil produksi dengan jasad renik, dan peralatan harus
mudah dibersihkan. Hal ini bertujuan untuk menjamin mutu produk yang
dihasilkan selalu baik dan aman sesuai dengan persyaratan.
PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun meletakkan peralatan produksi sesuai
dengan urutan proses produksi untuk mempermudah penanganan bahan,
meningkatkan efisiensi produksi, mempermudah proses pembersihan, dan
mencegah terjadinya kontaminasi silang yang dapat mempengaruhi mutu produk
yang dihasilkan. Penempatan pipa yang berisi air, uap, dan udara bertekanan dan
saluran lainnya telah dipasang sedemikian rupa menempel di dinding ruang
produksi, sehingga dapat diakses dengan mudah pada setiap tahap proses
produksi.
Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, dan mencatat
dilakukan kalibrasi secara rutin untuk mengetahui fungsi alat tersebut masih
berjalan dengan baik atau tidak. Setiap kegiatan yang berkaitan dengan peralatan
terdokumentasi dengan baik dalam log book atau suatu kartu untuk mempermudah
penelusuran kembali. Setiap peralatan yang digunakan untuk produksi memiliki
Standard Operational Procedure untuk mempermudah penggunaan alat. Sistem
penunjang seperti sistem pemanas, ventilasi, air minum, pemurnian air,
penyulingan air, uap, udara bertekanan dan gas divalidasi untuk memastikan
bahwa sistem-sistem tersebut selalu berfungsi sesuai tujuannya.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444000
Universitas Indonesia
4.5 Bahan
Bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang digunakan untuk
memproduksi makanan dan minuman harus memenuhi persyaratan CPMB, yaitu
tidak boleh merugikan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu yang
ditetapkan. Sebelum digunakan semua bahan harus dilakukan pemeriksaan secara
organoleptik, fisika, kimia, dan mikrobiologi.
Pengujian bahan baku merupakan awal dari pembentukan mutu dan
pengendalian bahaya yang mungkin timbul karena adanya bahan yang tidak
memenuhi syarat. Semua bahan yang datang dari pemasok ke PT. Sinar Sosro
Pabrik Tambun diperiksa terlebih dahulu oleh petugas incoming material. Petugas
akan mengambil sampel bahan dan kemudian diuji sesuai dengan Standard
Operational Procedure incoming material. Jika hasil pemeriksaan memenuhi
standar yang ditetapkan, maka bahan tersebut akan diberikan label “Released” dan
disimpan di gudang bahan baku untuk selanjutnya digunakan dalam proses
produksi. Jika bahan tersebut tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan, maka
bahan akan dikembalikan ke pihak pemasok.
4.6 Proses Pengolahan
Proses pengolahan yang dilakukan dalam memproduksi makanan dan
minuman harus memiliki formula dasar dan protokol pembuatan yang jelas untuk
menjamin mutu dan keamanan produk yang dihasilkan. Semua produk yang
dihasilkan oleh PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun memiliki formula dasar yang
menjelaskan jenis bahan yang digunakan mulai dari bahan baku, bahan tambahan,
bahan pembantu dan persyaratan mutu tiap-tiap bahan. Formula dasar juga
menerangkan tentang jumlah bahan yang digunakan untuk satu kali produksi,
tahap-tahap proses produksi, langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama
proses produksi, jumlah yang diperoleh untuk satu kali produksi, cara
pemeriksaan bahan, produk antara dan produk akhir, uraian tentang wadah, label,
dan cara pengemasan masing-masing produk.
Setiap proses pemasakan yang dilakukan terdapat protokol pembuatan
yang menyebutkan nama produk, tanggal pembuatan, kode produksi, jenis dan
bahan yang digunakan, hasil produksi, dan hal-hal yang perlu diperhatikan selama
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444111
Universitas Indonesia
proses produksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses produksi masuk
ke dalam Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem manajemen yang menjamin
mutu dan keamanan pangan berdasarkan konsep pendekatan yang rasional,
sistematis, dan komprehensif dalam mengidentifikasi dan mengontrol bahaya
yang beresiko terhadap mutu dan keamanan produk pangan. PT. Sinar Sosro
Pabrik Tambun memiliki sebelas titik critical control point yang perlu
diperhatikan dan di setiap critical control point, ditempel label CCP untuk
mengingatkan petugas produksi bahwa tahapan tersebut merupakan tahapan yang
butuh perhatian khusus.
4.7 Produk Akhir
Produk akhir yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang
ditetapkan dan tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan. Untuk itu,
Produk akhir sebelum diedarkan, dilakukan pemeriksaan secara organoleptik,
fisika, kimia, mikrobiologi. Pemeriksaan dilakukan oleh analis di laboratorium
pengawasan mutu (Quality Control). Pemeriksaan mikrobiologi membutuhkan
sampel produk jadi yang telah diinkubasi selama dua sampai tiga hari,
berbedabeda setiap jenis produk. Pemeriksaan tersebut meliputi pertumbuhan
bakteri, kadar gula dan pH. Media yang digunakan dalam pemeriksaan secara
mikrobiologi adalah Nutrient Agar (NA), Yeast Extract Agar (YEA), dan Orange
Serum Agar (OSA). NA digunakan untuk memeriksa keberadaan jamur dalam
produk jadi yang memiliki rasa asam. YEA digunakan untuk memeriksa
keberadaan bakteri dan kapang, dan OSA digunakan untuk memeriksa keberadaan
jamur pada produk jadi yang memiliki rasa manis. Selama masa inkubasi, produk
jadi diperiksa organoleptik untuk memastikan tidak terjadi perubahan fisik selama
masa inkubasi akibat pertumbuhan mikroorganisme.
4.8 Laboratorium
Perusahaan yang memproduksi makanan dan minuman harus memiliki
laboratorium untuk melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, bahan
tambahan, bahan pembantu, dan produk akhir. Pemeriksaan bahan baku, bahan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444222
Universitas Indonesia
tambahan, bahan pembantu, dan produk akhir yang ada pada PT. Sinar Sosro
Pabrik Tambun dilakukan di laboratorium Quality Control (QC) untuk
memastikan mutu dan keamanan produk.
Laboratorium yang dimiliki oleh PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun adalah
laboratorium fisika kimia dan laboratorium mikrobiologi. Laboratorium
dilengkapi dengan alat-alat gelas dan peralatan pengujian lainnya yang
mendukung, seperti pH meter, refraktometer, timbangan, buret, alat penghitung
jumlah koloni, oven, lemari asam, autoklaf, desikator, pengaduk magnet, dan lain
sebagainya. Peralatan yang digunakan dikalibrasi secara berkala agar kinerja alat
terjamin. Peralatan dikalibrasi baik secara internal oleh analis, maupun eksternal
oleh badan yang berwenang untuk mengkalibrasi alat.
Laboratorium PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun telah memiliki Standard
Operational Procedure (SOP) untuk setiap pengujian dan setiap alat yang
digunakan. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas QC didokumentasikan
sebagai data telusur jika terjadi penyimpangan. Dokumen tersebut berisi nama
produk, tanggal pembuatan, tanggal pengambilan contoh, jumlah contoh yang
diambil, kode produksi, jenis pemeriksaan yang dilakukan, kesimpulan, dan nama
pemeriksa.
4.9 Karyawan
Karyawan yang bekerja di suatu perusahaan, termasuk perusahaan
minuman dan makanan, harus memiliki potensi yang sesuai dengan pekerjaan,
sehat, dan disiplin. PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun memiliki karyawan yang
berpotensi di bidang masing-masing. Setiap pembukaan lowongan kerja untuk
bidang tertentu, pihak perusahaan selalu mempersyaratkan orang-orang yang
memiliki pengetahuan atau telah berpengalaman di bidang tersebut. Karyawan
juga dibekali pengetahuan yang memadai tentang industri makanan untuk
mempermudah kerja mereka.
Kesehatan dan kebersihan karyawan juga diperhatikan oleh pihak PT.
Sinar Sosro Pabrik Tambun. Pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara
berkala. Karyawan yang bekerja, terutama pada bagian produksi, harus terbebas
dari penyakit kulit, bebas dari luka, dan penyakit lainnya yang diduga dapat
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444!
Universitas Indonesia
mencemarkan bahan dan produk. Perusahaan menyediakan klinik dan fasilitas
olahraga untuk para karyawan. Di dalam laboratorium QC juga tersedia kotak
P3K yang lengkap untuk pertolongan pertama bagi karyawan.
Karyawan juga wajib memakai alat pelindung diri yang telah tersedia,
terutama untuk karyawan yang bekerja pada area produksi. Mereka wajib
menggunakan sepatu karet bergigi, masker, sarung tangan, dan alat penutup
telinga. Pada daerah-daerah wajib menggunakan alat pelindung diri, terpasang
peringatan dan pemberitahuan untuk menggunakan alat tersebut. Tetapi,
terkadang masih ada saja karyawan yang tidak mematuhi peraturan. Mereka tidak
menggunakan penutup telinga dan tidak menggunakan sarung tangan.
4.10 Wadah dan Pembungkus
Wadah dan pembungkus yang digunakan untuk makanan dan minuman
harus memenuhi persyaratan Cara Produksi Makanan yang Baik. Syarat-syarat
tersebut adalah kemasan harus dapat melindungi dan mempertahankan mutu
produk terhadap pengaruh dari luar, tidak berpengaruh terhadap isi, tahan
terhadap proses produksi dan distribusi, serta tidak membahayakan konsumen.
Wadah dan kemasan yang digunakan oleh PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun
terdiri dari kemasan primer dan sekunder. Kemasan primer terdiri dari kertas
Tetra Pak, kaleng, dan botol PET, sedangkan kemasan sekunder yang digunakan
adalah karton. Setiap bahan kemas yang datang diperiksa terlebih dahulu oleh
petugas incoming material untuk memastikan bahan kemas tersebut sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan dan aman untuk digunakan.
Wadah atau kemasan primer yang digunakan telah melewati proses
sanitasi untuk menghilangkan mikroba yang dapat membahayakan konsumen.
Kertas Tetra Pak disanitasi dengan menggunakan larutan peroksida 35% dan
dialirkan udara panas untuk menghilangkan residu peroksida. Kualitas Tetra Pak
diuji oleh field inspector setiap jam pada saat produksi berlangsung. Pemeriksaan
yang dilakukan adalah pemeriksaan desain kemasan, kualitas printing dan format
penulisan kode produksi di kemasan, kualitas penempelan sedotan, kebocoran
kemasan, Longitudinal Sealing (LS), Transversal Sealing (TS), Straw Applicator
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444444
Universitas Indonesia
(SA), dan Air Gap (AG), serta residu peroksida dalam produk. Hasil pemeriksaan
yang diperoleh selama penggunaan kemasan Tetra Pak menunjukkan bahwa
kualitas kemasan tidak terpengaruh oleh proses produksi dan tidak ada residu
peroksida sehingga aman untuk digunakan. Kemasan kaleng disanitasi dengan
menggunakan air yang mengandung klorin, kemudian dibilas dengan air panas
untuk menghilangkan klorin yang tersisa, sedangkan untuk kemasan botol PET
disanitasi dengan menggunakan air panas.
4.11 Label
Label makanan dan minuman harus memenuhi ketentuan yang disebutkan
dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang Label dan Periklanan Makanan yang
dibuat dengan ukuran, kombinasi warna, dan atau bentuk yang berbeda untuk
jenis makanan agar mudah dibedakan. Label makanan juga harus jelas dan
informatif untuk memudahkan konsumen. PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun
menetapkan dilakukannya pemeriksaan terhadap label pada setiap kemasan. Label
yang tercantum harus sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh
perusahaan dan setiap label memiliki ukuran, kombinasi warna, dan atau bentuk
yang berbeda untuk setiap jenis produk sesuai dengan CPMB dan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Label dan Periklanan Makanan.
4.12 Penyimpanan
Bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong atau penunjang, dan produk
jadi harus disimpan terpisah dalam masing-masing ruangan yang bersih, bebas
serangga, binatang pengerat, dan atau binatang lain, cukup penerangan, memiliki
peredaran udara yang baik, dan pada suhu yang sesuai. Bahan baku, bahan
tambahan, bahan penolong, dan produk jadi harus ditandai dan ditempatkan
sedemikian rupa agar jelas dibedakan antara yang belum diperiksa dan yang sudah
diperiksa, jelas dibedakan antara yang memenuhi persyaratan dengan yang tidak
memenuhi persyaratan, bahan yang lebih dahulu diterima merupakan bahan yang
terlebih dahulu digunakan, dan produk akhir yang dibuat terlebih dahulu
merupakan produk yang terlebih dahulu diedarkan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444555
Universitas Indonesia
PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun telah memiliki ruangan yang terpisah
untuk penyimpanan bahan baku, bahan tambahan, bahan penunjang, dan produk
jadi. Bahan baku disimpan di gudang bahan baku (GBB). Khusus untuk teh
disimpan dalam gudang teh yang memiliki pengaturan suhu dan kelembaban
untuk menjaga kualitas teh tersebut. Bahan tambahan disimpan di gudang bahan
tambahan pangan, bahan penunjang disimpan di gudang bahan kimia, dan produk
jadi disimpan di gudang barang jadi (GBJ). Sistem yang digunakan pada setiap
gudang adalah sistem FIFO (First In First Out). Hal ini dilakukan untuk
mencegah adanya bahan atau produk jadi yang kadaluarsa sehingga merugikan
perusahaan.
Bahan dan produk jadi diletakkan sedemikian rupa sehingga dapat
dibedakan dengan jelas. Setiap bahan dan produk jadi yang masuk ke dalam
gudang, dicatat di kartu stok. Kartu untuk bahan baku, bahan tambahan, dan
bahan penunjang berisi nama, tanggal penerimaan, asal, jumlah penerimaan,
tanggal pengeluaran, jumlah pengeluaran, sisa akhir, tanggal pemeriksaan, dan
hasil pemeriksaan. kartu untuk produk jadi berisi nama, tanggal pembuatan, kode
produksi, tanggal penerimaan, jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran, tujuan
pengeluaran, jumlah pengeluaran, sisa akhir, tanggal pemeriksaan, dan hasil
pemeriksaan.
4.13 Pemeliharaan
PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun memiliki petugas khusus untuk mencegah
masuknya dan membasmi serangga, binatang pengerat, unggas, dan binatang lain
dengan memasang beberapa perangkap pada daerah yang dianggap rawan.
Pembasmian jasad renik, serangga, dan binatang pengerat dengan menggunakan
desinfektan, insektisida, atau rodentisida dilakukan dengan hati-hati, agar tidak
mengganggu kesehatan manusia dan tidak mencemari bahan baku, bahan
tambahan, bahan penolong, dan produk jadi.
PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun juga memiliki bangunan khusus yang
terpisah dari bangunan utama untuk membuang limbah padat dan limbah cair.
Limbah cair dari pabrik diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan keluar pabrik
supaya aman bagi lingkungan dan tidak mengganggu kesehatan karyawan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444666
Universitas Indonesia
Limbah cair yang telah diolah dijamin tidak berbahaya bagi lingkungan dan
makhluk hidup lainnya karena telah melalui proses pengujian. Alat dan
perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, baik yang berhubungan
langsung dengan makanan ataupun tidak, telah dibersihkan dan disanitasi secara
teratur supaya tidak mencemari produk akhir. Pembersihan dilakukan setiap awal
produksi, akhir produksi, dan saat terjadi pergantian produk.
4.14 Dokumentasi
Dokumentasi berfungsi untuk memudahkan penelusuran riwayat produk
setiap bets. CPMB mensyaratkan sistem dokumentasi untuk seluruh kegiatan
produksi mulai dari bahan baku hingga produk jadi. PT. Sinar Sosro Pabrik
Tambun mempunyai dokumentasi dan pencatatan yang lengkap mengenai hasil
produksinya. Setiap tahap proses produksi, mulai dari pengolahan air sampai
penyimpanan produk jadi dan pemeriksaan yang dilakukan dicatat dan
didokumentasikan dengan baik secara manual dan komputerisasi. Sistem
komputerisasi membuat semua data menjadi transparan dan dapat diketahui oleh
semua bagian di PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun. Dokumentasi yang lengkap
disimpan selama suatu periode tertentu yang melebihi masa simpan produk.
4.15 Penarikan Produk
Penarikan produk adalah tindakan menghentikan produk dari peredaran
dan menarik produk dari pasaran karena produk diduga menyebabkan penyakit
atau keracunan makanan pada konsumen. Penarikan produk tidak pernah
dilakukan oleh PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun karena produk jadi yang
dipasarkan telah lulus uji baik kimia maupun mikrobiologi.
4.16 Pelatihan dan Pembinaan
Pelatihan dan pembinaan terhadap karyawan pengolah makanan dilakukan
dengan tujuan memberikan pengetahuan kepada karyawan, baik yang
berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan makanan tentang
prinsipprinsip dan praktek pengolahan makanan sehingga mendapatkan
pengetahuan yang sesuai dengan kegiatan yang akan dilaksanakan dan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444777
Universitas Indonesia
meningkatkan kesadaran karyawan mengenai cara produksi makanan yang baik
dan peranannya dalam melindungi makanan terhadap pencemaran dan penurunan
mutu sebelum melaksanakan tugasnya masing-masing.
PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun selalu memberikan pelatihan dan
pembinaan kepada karyawan, baik tentang CPMB, HACCP, ISO, dan lain
sebagainya. Pelatihan dan pembinaan yang dilakukan dimulai dari prinsip dasar
sampai pada praktik produksi yang baik.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
48 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 PT Sinar Sosro Pabrik Tambun telah menerapkan Cara Produksi yang
Baik Untuk Makanan (CPMB) dalam berbagai aspek meliputi lokasi,
bangunan, fasilitas sanitasi, alat produksi, bahan, proses pengolahan,
produk akhir, laboratorium, karyawan, wadah dan pembungkus, label,
penyimpanan, pemeliharaan, dokumentasi dan pencatatan, penarikan
produk, pelatihan dan pembinaan.
5.1.2 Apoteker dapat berperan sebagai tenaga profesional di industri minuman
antara lain pada bagian pengawasan mutu (QC) dan bagian produksi.
5.1.3 PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun sangat terbuka menerima kunjungan dari
pihak perguruan tinggi ataupun sekolah kejuruan untuk membagi ilmunya.
Terlihat dari kontinuitas dari institusi pendidikan yang mengirimkan
mahasiswa dan siswanya dalam rangka praktek kerja lapangan.
5.2 Saran
5.2.1 Perlu dilakukan pelatihan mengenai CPMB secara berkesinambungan agar
pengetahuan dan keahlian masing-masing karyawan dapat bertambah dan
berkembang.
5.2.2 Penggunaan kelengkapan kerja dan alat pelindung diri di bagian produksi
dan pengawasan mutu harus selalu diperhatikan dan digunakan selama
bekerja untuk menghindari timbulnya bahaya dan mencegah kontaminasi.
5.2.3 Perlu disediakan pakaian dan sepatu khusus untuk masuk ke ruang
produksi yang hanya digunakan di wilayah tersebut untuk menghindari
kontaminasi akibat debu dari luar ruangan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!999 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. (1996). Pedoman Penerapan Cara Pembuatan Makanan yang Baik.Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM. (2002). Panduan Pengolahan Pangan Yang Baik Bagi Industri Rumah Tangga. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM. (2003). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga. Jakarta: Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Keputusan Menteri Kesehatan RI No.23/MenKes/ SK/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik Untuk Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
PT Sinar Sosro. (2008). Standard Operational Procedure Bagian Waste Water Treatment. Jakarta: PT Sinar Sosro.
PT Sinar Sosro. (1996). Standard Operational Procedure Bagian Quality Control Analis Kimia dan Mikrobiologi. Jakarta: PT Sinar Sosro.
PT Sinar Sosro. (1996). Standard Operational Procedure Bagian Quality Control Incoming Material. Jakarta: PT Sinar Sosro.
PT Sinar Sosro. (1996). Standard Operational Procedure Bagian Field Inspector.
Jakarta: PT Sinar Sosro.
PT Sinar Sosro. (1996). Standard Operational Procedure Kitchen. Jakarta: PT
Sinar Sosro.
PT. Sinar Sosro. (2012). Data Umum Perusahaan. Jakarta: PT. Sinar Sosro.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!000
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Denah dan Tata Ruang PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
Lampiran 2. Struktur Organisasi PT Sinar Sosro
Universitas Indonesia
. Struktur Organisasi PT Sinar Sosro Pabrik Tambun
!111
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!222
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Skema Proses Produksi Minuman dalam Kemasan di PT. Sinar
Sosro Pabrik Tambun
Air bebas kesadahan
Uap panas dari boiler
Pemanasan air
Ekstraksi tehDaun teh
Penyaringan
Pendinginan
Pengendapan
Asam Sitrat dan air
dingin
Teh cair pahit
Pembuatan sirup gula
Gula pasir
Air panas
Sirup gula
Air teh
Pembuatan teh cair
manis
Sirup gula
Teh cair pahit
Diperiksa oBrix, kadar
tanin, dan keasaman
Konsentrat buah,
perassa dan zat
penambah lain
Pengemasan
Sterilisasi produk
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!333
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Sebelas Titik Critical Control Point di PT. Sinar Sosro Pabrik
Tambun.
No. Titik Critical Control Point Critical Control Point1. Pengolahan air di instalasi UV pada saat
pemasakan Tebs
Laju alir air
2. Sterilisasi di mesin pemanas utama Suhu
3. Sterilisasi atau pasteurisasi di mesin pemanas
utama
Suhu
4. Pasteurisasi di mesin pemanas utama pada saat
proses pasteurisasi kaleng Fruit tea
Suhu
5. Sterilisasi kemasan kertas pada pengisian
produk dengan kemasan Tetra
Konsentrasi peroksida
6. Pembentukan tanda segel pada bagian tengah
kemasan Tetra
Tes elektrolit negatif, tes
tinta negatif
7. Pembentukan tanda segel pada bagian atas dan
bawah kemasan Tetra
Tes elektrolit negatif, tes
tinta negatif
8. Pengisian pada kemasan kaleng Fruit tea Suhu
9. Pengisian pada kemasan kaleng Fruit tea dan
Tebs
Ukuran kaleng (terjadi
overlap atau tidak)
10. Pengisian produk pada pengisian panas botol
PET (Polyethylene Therepthalate)
Suhu pengisian
11. Pemasangan tutup pada pengisian panas dan
pengisian dingin botol PET (Polyethylene Therepthalate)
Nilai torsi dan kebocoran
tutup botol
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
PERBANDINGAN SYSTEM (SQMS)
PABRIK TAMBUN
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NURLAILA FITRIANI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN SUPPLIER QUALITY MANAGEMENT (SQMS) YANG DIMILIKI PT SINAR SOSRO
PABRIK TAMBUN DENGAN ISO 9001:2008 DAN ISO 22000:2009
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.1106153403
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJANUARI 2013
SUPPLIER QUALITY MANAGEMENT PT SINAR SOSRO
ISO 9001:2008
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!!
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL ......................................................................................... iDAFTAR ISI..................................................................................................... iiDAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 11.1 Latar Belakang.................................................................................... 11.2 Tujuan ................................................................................................ 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 22.1 Supplier Quality Management System (SQMS) ................................. 22.2 ISO 9001 : 2008 tentang Sistem Manajemen Mutu ........................... 2
2.2.1 Dasar Sistem Manajemen Mutu ............................................... 22.2.1.1 Alasan Dasar Sistem Manajemen Mutu ....................... 22.2.1.2 Pendekatan Sistem Manajemen Mutu.......................... 32.2.1.3 Kebijakan Mutu dan Sasaran Mutu.............................. 32.2.1.4 Peran Pimpinan Puncak Dalam Sistem Manajemen
Mutu ............................................................................. 42.2.1.5 Evaluasi Sistem Manajemen Mutu............................... 42.2.1.6 Perbaikan Berkesinambungan...................................... 52.2.1.7 Fokus Sistem Manajemen Mutu dan Sistem Manajemen
Lain............................................................................... 52.3 ISO 22000 : 2009 tentang Sistem Manajemen Keamanan Pangan .... 5
BAB 3 METODOLOGI TINJAUAN KHUSUS............................................ 73.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus ................................. 73.2 Metode Pengerjaan Tugas Khusus...................................................... 7
3.2.1 Perbandingan SQMS dengan ISO 9001:2008 tentang SistemManajemen Mutu ..................................................................... 7
3.2.2 Perbandingan SQMS dengan ISO 22000:2009 tentang SistemManajemen Keamanan Pangan................................................ 7
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................... 74.1 Perbandingan SQMS dengan ISO 9001:2008 .................................... 8
4.1.1 Ruang Lingkup dan Tujuan ...................................................... 94.1.1.1 Ruang Lingkup............................................................. 94.1.1.2 Tujuan .......................................................................... 9
4.1.2 Sistem Manajemen Mutu.......................................................... 94.1.3Tanggung Jawab Manajemen .................................................... 94.1.4 Manajemen Krisis................................................................... 104.1.5 Realisasi Produk Mutu ........................................................... 104.1.6 Pemeriksaan dan Peningkatan Berkelanjutan......................... 11
4.1.6.1 Kepuasan Pelanggan .................................................. 114.1.6.2 Verifikasi Sistem Mutu .............................................. 114.1.6.3 Peningkatan Berkelanjutan ........................................ 11
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!!!
4.2 Perbandingan SQMS dengan ISO 22000:2009 ................................ 114.2.1 Ruang Lingkup dan Tujuan .................................................... 124.2.2 Sistem Manajemen Mutu........................................................ 124.2.3 Tanggung Jawab Manajemen ................................................. 124.2.4 Manajemen Krisis................................................................... 134.2.5 Realisasi Produk Mutu ........................................................... 134.2.6 Pemeriksaan dan Peningkatan Berkelanjutan......................... 13
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 145.1 Kesimpulan........................................................................................145.2 Saran ................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 15
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!vvv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 4.1 Perbandingan SQMS dengan ISO 9001:2008 dan ISO 22000:2009 .................................................................................... 16
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PT. Sinar Sosro merupakan perusahaan minuman terkemuka yang
menghasilkan produk minuman ringan dalam kemasan. PT. Sinar Sosro memiliki
pabrik cabang yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu
pabrik cabang yang memproduksi hampir semua jenis produk minuman PT.
Sosro adalah PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun. Dalam mengembangkan bisnis PT.
Sinar Sosro, khususnya PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun bekerja sama dengan Mc.
Donalds untuk mengirimkan produk minuman ringan ke Mc. Donalds. Produk
minuman yang dikirimkan ke Mc. Donald harus terjaga mutunya, aman, serta
memenuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku.
Untuk menjaga mutu produk minuman yang dikirimkan, diperlukan suatu
sistem manajemen mutu agar produk yang dikirimkan terjaga kualitasnya. Sistem
manajemen mutu tersebut adalah sistem majemen mutu pemasok atau Supplier
Quality Management System (SQMS) .
SQMS merupakan manajemen sistem mutu yang digunakan untuk
menerapkan kemampuan PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun sebagai pemasok
produk minuman ringan ke Mc.Donald. SQMS berupa dokumen yang
dimaksudkan untuk memenuhi harapan Mc.Donald sehubungan dengan mutu
sistem manajemen PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun .
Untuk mengetahui SQMS yang telah dimiliki oleh PT. Sinar Sosro
Tambun telah sesuai dengan ISO 9001 tentang manajemen mutu dan ISO 22000
tentang sistem manajemen keamanan pangan, maka di dalam tugas khusus ini
dibandingkan mengenai klausul yang ada di dalam SQMS dengan klausul yang
terdapat pada ISO 9001:2008 dan ISO 22000:2009.
1.2 Tujuan
Membandingkan SQMS yang dimiliki PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun
dengan ISO 9001:2008 dan ISO 22000:2009.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
! Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Supplier Quality Management System (SQMS)
Supplier Quality Management System merupakan pendekatan proaktif
dalam perspektif pembeli untuk meningkatan kualitas pasokan yang terus menerus
dan kerjasama yang terjadi antara pembeli dan pemasok. Oleh karena itu , penting
bagi pembeli untuk memahami keadaan pemasokdalam mengelola produk yang
dikirimkan, sehingga pemasok dapat mencari cara untuk memperbaiki kekurangan
manajerial (Yeung & Chin, 2000).
2.2 ISO 9001 : 2008 tentang Sistem Manajemen Mutu (Badan Standardisasi
Nasional, 2008)
ISO 9001 : 2008 merupakan standar yang menetapkan persyaratan sistem
manajemen mutu, apabila sebuah organisasi :
a. Perlu untuk mendemonstrasikan secara konsisten kemampuannya dalam
menyediakan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan, regulasi dan
peraturan perundangan.
b. Bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan melalui penerapan sistem
sistem efektif termasuk proses untuk koreksi sistem secara berkesinambungan
dan jaminan kesesuaian dengan persyaratan pelanggan, regulasi dan peraturan
perundangan yang berlaku.
2.2.1 Dasar Sistem Manajemen Mutu
2.2.1.1 Alasan Dasar Sistem Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu dapat membantu organisasi dalam meningkatkan
kepuasan pelanggan. Pendekatan sistem manajemen mutu mengajak organisasi
untuk menganalisis persyaratan pelanggan, menetapkan proses yang memberi
sumbangan bagi pencapaian produk yang dapat diterima oleh pelanggan, dan
menjaga proses-proses ini terkendali. Suatu sistem manajemen mutu dapat
memberi kerangka kerja bagi perbaikan berlanjut dan meningkatkan kemungkinan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333
Universitas Indonesia
peningkatan kepuasan pelanggan dan kepuasan pihak berkepentingan lain. Sistem
manajemen mutu memberi keyakinan pada organisasi dan pelanggannya bahwa
sistem di atas mampu memberikan produk yang konsisten memenuhi persyaratan
(Badan Standardisasi Nasional, 2008).
2.2.1.2 Pendekatan Sistem Manajemen Mutu
Suatu pendekatan untuk penyusunan dan penerapan suatu sistem
manajemen mutu terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut (Badan
Standardisasi Nasional, 2008) :
a. Menentukan kebutuhan dan harapan pelanggan dan pihak lain yang
berkepentingan.
b. Menetapkan kebijakan mutu dan sasaran mutu organisasi.
c. Menetukan dan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai
sasaran mutu.
d. Menetapkan metode untuk mengukur efektifitas dan efisiensi tiap proses.
e. Menerapkan pengukuran ini untuk menentukan efektivitas dan efisiensi tiap
proses.
f. Menerapkan sarana pencegahan ketidaksesuaian dan menghilangkan
penyebabnya.
g. Menetapkan dan menerapkan proses perbaikan berkesinambungan dari sistem
manajemen mutu.
2.2.1.3 Kebijakan Mutu dan Sasaran Mutu
Kebijakan mutu dan sasaran mutu ditetapkan untuk memberikan fokus
perhatian untuk mengarahkan organisasi. Keduanya menentukan hasil yang
diinginkan dan membantu organisasi dalam penggunaan sumber dayanya untuk
mencapai hasil yang ditetapkan. Kebijakan mutu memberi kerangka bagi
penetapan dan peninjauan sasaran mutu. Sasaran mutu perlu konsisten dengan
kebijakan mutu dan konsisten dengan perbaikan berkesinambungan dan
pencapaiannya perlu terukur. Pencapaian sasaran mutu dapat berdampak positif
pada mutu produk, efektivitas operasional dan kinerja keuangan dan dengan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444
Universitas Indonesia
demikian pada kepuasan dan keyakinan pihak berkepentingan (Badan
Standardisasi Nasional, 2008).
2.2.1.4 Peran Pimpinan Puncak Dalam Sistem Manajemen Mutu
Melalui kepemimpinan dan tindakan, pimpinan puncak dapat menciptakan
suatu kondisi dimana orang dapat berperan serta sepenuhnya dan sistem
manajemen mutu dapat dioperasikan secara efektif (Badan Standardisasi
Nasional, 2008).
2.2.1.5 Evaluasi Sistem Manajemen Mutu
a. Pengauditan sistem manajemen mutu
Audit dipakai untuk menentukan tingkat pemenuhan persyaratan sistem
manajemen mutu. Temuan audit dipakai untuk mengakses efektivitas sistem
manajemen mutu dan untuk mengidentifikassi peluang perbaikan (Badan
Standardisasi Nasional, 2008).
b. Peninjauan sistem manajamen
Salah satu peran pimpinan puncak adalah melakukan evaluasi berkala
yang sistematis tentang kesesuaian, kecukupan, efektivitas dan efisiensi sistem
manajemen mutu berkenaan dengan kebijakan mutu dan sasaran mutu. Tinjauan
tersebut mutu dapat mencakup pertimbangan tentang kebutuhan untuk
menyelaraskan kebijakan dan sasaran mutu sebagai tanggapan terhadap perubahan
kebutuhan dan harapan dari pihak berkepentingan. Tinjauan sistem manajemen
mutu mencakup penentuan tindak lanjut (Badan Standardisasi Nasional, 2008).
c. Swa-asesmen
Swa-asesmen suatu organisasi adalah tinjauan lengkap dan sistematis dari
kegiatan dan hasil organisasi yang diacu dari sistem manajemen mutu atau sebuah
model unggulan. Swa-asesmen dapat memneri gambaran menyeluruh dari kinerja
organisasi dan derajat kematangan sistem manajamen mutunya. Swa-asesmen
dapat juga membantu mengidentifikasi bidang-bidang yang memerlukan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555
Universitas Indonesia
perbaikan dalam organisasi dan untuk menentukan prioritas (Badan Standardisasi
Nasional, 2008).
2.2.1.6 Perbaikan Berkesinambungan
Perbaikan berkesinambungan dari sistem manajemen mutu adalah untuk
memperbesar peluang peningkatan kepuasan pelanggan dan pihak lain yang
berkepentingan (Badan Standardisasi Nasional, 2008).
2.2.1.7 Fokus Sistem Manajemen Mutu dan Sistem Manajemen Lain
Sistem manajemen mutu adalah bagian sistem manajemen organisasi yang
memfokuskan pada pencapaian hasil, berkaitan dengan sasaran mutu, untuk
memuaskan kebutuhan, harapan dan persyaratan pihak berkepentingan. Sasaran
mutu melengkapi sasaran lain dari organisasi, seperti yang berkaitan dengan
pertumbuhan, pendanaan, profitabilitas, lingkungan, kesehatan dan keselamatan
kerja (Badan Standardisasi Nasional, 2008).
2.3 ISO 22000 : 2009 tentang Sistem Manajemen Keamanan Pangan
Keamanan pangan dikaitkan dengan adanya bahaya asal pangan saat
dikonsumsi oleh konsumen. Tujuan standar ISO 22000:2009 adalah untuk
mengharmonisasikan persyaratan manajemen keamanan pangan untuk bisnis
dalam rantai pangan pada tingkat global. Standar ini mensyaratkan suatu
organisasi untuk memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang
berlaku melalui sistem manajemen keamanan pangan (Badan Standardisasi
Nasional, 2009).
Standar ISO 22000:2009 menetapkan persyaratan sistem manajemen
keamanan pangan dimana suatu organisasi di dalam rantai pangan perlu
menunjukkan kemampuannya untuk mengendalikan bahaya keamanan pangan
dalam rangka memastikan makanan yang dihasilkannya aman pada saat
dikonsumsi manusia (Badan Standardisasi Nasional, 2009).
Standar ini menetapkan persyaratan yang memungkinkan suatu organisasi
untuk :
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
666
Universitas Indonesia
a. Merencanakan, menerapkan, menjalankan ,memelihara dan memutakhirkan
sistem manajemen keamanan pangan yang bertujuan untuk menyediakan
produk pangan yang aman bagi pelanggan sesuai dengan penggunaan yang
dimaksudkan.
b. Menunjukkan kesesuaian dengan persyaratan perundang-undangan keamanan
pangan yang berlaku.
c. Mengevaluasi dan mengakses persyaratan pelanggan dan memperagakan
kesesuaian dengan persyaratan pelanggan yang telah disepakati berkaitan
dengan keamanan pangan, untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
d. Mengkomunikasikan secara efektif isu keamanan pangan kepada pemasok,
pelanggan dan pihak lain yang terkait dalam rantai pangan.
e. Memastikan bahwa organisasi sesuai dengan kebijakan keamanan pangan yang
ditetapkannya.
f. Menunjukkan kesesuaian kepada pihak terkait yang relevan.
g. Mendapatkan sertifikasi sistem manajamen keamanan pangan dari organisasi
eksternal dan untuk melakukan pernyataan diri sesuai standar ini.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
7 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI TUGAS KHUSUS
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus
Tugas khusus dilaksanakan di PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun, Jalan
Diponegoro Km.39, Desa Jatimulia, Tambun-Bekasi.
3.2 Metode Pengerjaan Tugas Khusus
3.2.1 Perbandingan SQMS dengan ISO 9001:2008 tentang Sistem Manajemen
Mutu
Tugas khusus dilakukan dengan membandingkan manual Suplier Quality
Management System yang dimiliki oleh PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun dengan
klausul yang terdapat di ISO 9001:2008 tentang Sistem Manajemen Mutu
3.2.2 Perbandingan SQMS dengan ISO 22000:2009 tentang Sistem Manajemen
Keamanan Pangan
Tugas khusus dilakukan dengan membandingkan manual Suplier Quality
Management System yang dimiliki oleh PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun dengan
klausul yang terdapat di ISO 22000:2009 tentang Sistem Manajemen Keamanan
Pangan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
! Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Supplier Quality Management System (SQMS) merupakan suatu sistem
manajemen mutu pemasok untuk menjaga mutu barang atau makanan yang
dikirimkan. PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun memiliki SQMS yang bertujuan
untuk menjaga mutu dan keamanan produk minuman ringan yang dikirimkan ke
Mc.Donald. Di dalam sistem ini terdapat persyaratan yang harus diterapkan dan
diimplementasikan oleh PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun agar mutu minuman
ringan yang dikirimkan ke Mc.Donald tetap terjaga serta terjamin keamanannya.
SQMS yang dimiliki PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun dibandingkan
dengan ISO 9001:2008 dan ISO 22000:2009 untuk mengetahui keterkaitan antara
kedua standar tersebut dengan SQMS. Jika klausul yang terdapat di dalam SQMS
ada di dalam ISO 9001:2008 atau ISO 22000:2009, maka dapat disimpulkan
bahwa SQMS yang dimiliki PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun telah mengacu
kepada kedua standar tersebut. Perbandingan SQMS yang dimiliki PT. Sinar
Sosro Pabrik Tambun dengan ISO 9001:2008 dan ISO 22000:2009 dapat dilihat
di Lampiran 4.1.
Terdapat tujuh buah klausul di SQMS yang dimiliki PT. Sinar Sosro
Pabrik Tambun. Klausul tersebut meliputi ruang lingkup dan tujuan, sistem
manajemen mutu, tanggung jawab manajemen, menajemen krisis, realisasi
produk mutu, landasan dan pemeriksaan peningkatan berkelanjutan.
4.1 Perbandingan SQMS dengan ISO 9001:2008
SQMS yang dimiliki oleh PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun dibandingkan
dengan ISO 9001:2008 tentang sistem manajemen mutu. Klausul yang terdapat di
dalam SQMS dibandingkan apakah disebutkan pula di ISO 9001:2008.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
999
Universitas Indonesia
4.1.1 Ruang Lingkup dan Tujuan
4.1.1.1 Ruang Lingkup
Bila di SQMS bernama ruang lingkup, maka di ISO 9001:2008 bernama
lingkup yang terdiri dari umum dan aplikasi. Lingkup menyebutkan bahwa
standar ini menetapkan persyaratan sistem manajemen mutu sedangkan aplikasi
menyebutkan bahwa standar yang tercantum di dalam ISO 9001:2008 dapat
diterapkan di semua organisasi (Badan Standardisasi Nasional, 2008).
Ruang lingkup yang terdapat dalam SQMS telah sesuai dan tercantum
dalam ISO 9001:2008. Ruang lingkup ini menyebutkan tentang penggunaan
dokumen untuk menerapkan kemampuan PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun sebagai
pemasok produk minuman ringan ke Mc.Donald yang aman serta memenuhi
persyaratan.
4.1.1.2 Tujuan
Di ISO 9001:2008 tidak disebutkan mengenai tujuan dibuatnya standar ini.
4.1.2 Sistem Manajemen Mutu
Pada ISO 9001:2008, sistem manajemen mutu terdiri dari persyaratan
umum dan persyaratan dokumentasi, sedangkan pertimbangan regulatori tidak
dibahas di standar ini. Persyaratan umum dan persyaratan dokumentasi yang
terdapat di dalam SQMS ada di dalam Di ISO 9001:2008. Persyaratan umum
menyebutkan persyaratan yang harus dipenuhi untuk memenuhi persyaratan
MC. Donald. Persyaratan dokumentasi menyebutkan mengenai dokumentasi
sistem manajemen mutu yang harus diterapkan di PT. Sinar Sosro Pabrik
Tambun.
4.1.3 Tanggung Jawab Manajemen
Di klausul ini disebutkan mengenai manajemen beserta tanggung
jawabnya untuk mengimplementasikan sistem manajemen mutu pemasok di PT.
Sinar Sosro Pabrik Tambun. Tanggung jawab manajemen tersebut meliputi
komitmen manajemen, keamanan makanan dan kebijakan mutu, perencanaan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111000
Universitas Indonesia
sistem manajemen mutu, tanggung jawab, kewenangan dan komunikasi,
ketentuan sumber daya serta manajemen.
Pada klausul keamanan makanan dan kebijakan mutu ISO 9001:2008
hanya menyebutkan mengenai kebijakan mutu dan tidak menyebutkan keamanan
makanan. Hal ini mungkin disebabkan keamanan makanan yang tertera di SQMS
diadopsi dari ISO 22000:2008 tentang keamanan makanan.
Di standar manajemen mutu ISO 9001:2008 pada persyaratan tanggung
jawab manajemen tidak disebutkan mengenai ketentuan sumber daya. Persyaratan
sumber daya yang diperlukan bagi organisasi tercantum di dalam persyaratan
pengelolaan sumber daya, yang terdapat pada klausul yang lain. Klausul
mengenai pengelolaan sumber daya di ISO 9001:2008 dijelaskan lebih detil
dibandingkan dengan ketentuan sumber daya yang tercantum di dalam SQMS.
4.1.4 Manajemen Krisis
Manajemen krisis yang terdapat di SQMS tidak tercantum di dalam ISO
9001:2008. Hal ini mungkin disebabkan SQMS mengacu kepada standar yang
lain dalam mencantumkan klausul ini.
4.1.5 Realisasi Produk Mutu
Di ISO 9001:2009 persyaratan mengenai realisasi produk tidak dijelaskan
lebih lanjut, namun disebutkan bahwa harus terdapat penetapan persyaratan yang
berkaitan dengan produk. Persyaratan tersebut ditetapkan untuk menghasilkan
produk yang sesuai dengan keamanan, syarat dan spesifikasi yang telah
ditentukan.
Terdapat dua bagian dari klausul ini yang tidak tercantum di dalam ISO
9001:2009, yaitu sistem keamanan makanan dan persyaratan produk Mc. Donald.
Hal ini dapat terjadi karen sistem keamanan makanan yang tercantum di SQMS
mengadopsi dari standar lain, sedangkan persyaratan produk Mc. Donald
merupakan persyaratan yang ditetapkan oleh Mc. Donald untuk pemasok
makanan dan minuman yang dikirimkan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111111
Universitas Indonesia
4.1.6 Pemeriksaan dan Peningkatan Berkelanjutan
SQMS PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun menyebutkan pemeriksaan dan
peningkatan berkelanjutan sebagai salah satu klausul yang berisi tentang kepuasan
pelanggan, verifikasi sistem mutu dan peningkatan berkelanjutan.
4.1.6.1 Kepuasan Pelanggan
Di dalam ISO 9001:2008 disebutkan klausul mengenai kepuasan
pelanggan yang merupakan bagian dari pengukuran, analisis dan perbaikan di
persyaratan nomor 8 sistem manajemen mutu. Kepuasan pelanggan sebagai salah
satu pengukuran kinerja sistem manajemen mutu merupakan tindakan
berkelanjutan untuk mengetahui apakah PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun telah
memenuhi persyaratan pelanggan.
4.1.6.2 Verifikasi Sistem Mutu
Pada standar ISO 9001:2008 uraian mengenai verifikasi sistem mutu
terdapat pada pemantauan dan pengukuran produk. Di klausul ini dijelaskan
mengenai persyaratan bahwa PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun melakukan
verifikasi secara berkelanjutan bahwa persyaratan produk telah terpenuhi,
sehingga proses perbaikan dapat dilakukan secara terus menerus.
4.1.6.3 Peningkatan Berkelanjutan
Peningkatan berkelanjutan di ISO 9001:2008 tercantum di dalam klausul
mengenai perbaikan berkesinambungan. Di standar ini disebutkan bahwa
organisasi harus terus menerus memperbaiki efektifitas sistem manajemen mutu.
Sesuai dengan yang telah tercantum di dalam SQMS, pada klausul mengenai
peningkatan berkelanjutan disebutkan bahwa PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun
akan menetapkan proses untuk meningkatkan efektifitas sistem manajemen mutu.
4.2 Perbandingan SQMS dengan ISO 22000:2009
SQMS yang dimiliki oleh PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun dibandingkan
dengan ISO 22000:2009 tentang Sistem Manajemen Keamanan Pangan. Klausul
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111222
Universitas Indonesia
yang terdapat di dalam SQMS dibandingkan apakah disebutkan pula di ISO
22000:2009.
4.2.1 Ruang Lingkup dan Tujuan
Ruang lingkup di ISO 22000:2009 menyebutkan bahwa organisasi harus
menetapkan persyaratan sistem manajemen keamanan pangan dalam memastikan
bahwa makanan yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi manusia. Sesuai dengan
standar tersebut, SQMS PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun menyebutkan bahwa
SQMS ini digunakan untuk menerapkan kemampuan PT. Sinar Sosro Pabrik
Tambun dalam mengirimkan produk yang aman dan bermutu serta memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.
4.2.2 Sistem Manajemen Mutu
Di ISO 22000:2009 bernama sistem manajemen keamanan pangan. Di
dalam persyaratan ini disebutkan bahwa organisasi harus menetapkan,
mendokumentasikan, menerapkan dan memelihara suatu sistem manajemen
keamanan pangan yang efektif (Badan Standardisasi Nasional, 2009). Sistem
manajemen mutu yang tercantum di dalam SQMS telah sesuai dengan klausul
mengenai sistem manajamen keamanan pangan yang terdapat di dalam ISO
22000:2009, namun salah satu bagian di SQMS yaitu persyaratan regulatori tidak
disebutkan di dalam standar ini.
4.2.3 Tanggung Jawab Manajemen
SQMS yang dimiliki oleh PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun terdiri dari
komitmen manajemen, keamanan makanan dan kebijakan mutu, perencanaan
sistem manajemen mutu, tanggung jawab, kewenangan dan komunikasi,
ketentuan sumber daya serta manajemen. Klausul yang tidak ada di dalam ISO
22000:2009 adalah ketentuan sumber daya. Di standar tersebut tidak disebutkan
mengenai ketentuan sumber daya, tetapi terdapat ketua tim keamanan pangan
yang tidak disebutkan di SQMS.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111333
Universitas Indonesia
4.2.4 Manajemen Krisis
Di SQMS yang dimiliki oleh PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun disebutkan
manajemen krisis yang meliputi umum dan elemen kunci dari rencana manajemen
krisis sedangkan di dalam standar ISO 22000:2009 terdapat rencana HACCP dan
sistem pemantauan titik kendali kritis. Kedua klausul tersebut berbeda namun
memiliki sasaran yang sama karena memiliki tujuan untuk menjamin keamanan
pangan dengan pencegahan sehingga dapat menjamin mutu produk dan
menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
4.2.5 Realisasi Produk Mutu
Perencanaan dan realisasi produk yang aman bertujuan untuk
merencanakan dan mengembangkan proses yang diperlukan untuk menghasilkan
produk yang aman (Badan Standardisasi Nasional, 2009). Realisasi produk mutu
yang tercantum di dalam SQMS yang dimiliki PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun
ada di dalam ISO 22000:2009, namun di standar ini tidak dijelaskan lebih lanjut.
Di dalam ISO 22000:2009 disebutkan bahwa harus terdapat penetapan
persyaratan yang berkaitan dengan produk dan di dalam SQMS persyaratan
tersebut disebutkan lebih lanjut pada klausul realisasi produk mutu.
4.2.6 Pemeriksaan dan Peningkatan Berkelanjutan
Di dalam ISO 22000:2009, pemeriksaan dan peningkatan berkelanjutan
yang terdapat di dalam SQMS disebutkan di klausul mengenai validasi, verifikasi
dan perbaikan sistem manajemen keamanan pangan. Di SQMS klausul ini terdiri
dari tida bagian yaitu kepuasan pelanggan, verifikasi sistem mutu dan peningkatan
berkelanjutan, namun kepuasan pelanggan tidak disebutkan di dalam ISO
22000:2009.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!444 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perbandingan SQMS yang dimiliki PT. Sinar Sosro
Pabrik Tambun dengan ISO 9001:2008 dan ISO 22000:2009, dapat disimpulkan
bahwa SQMS PT. Sinar Sosro Pabrik Tambun telah mengacu kepada kedua
standar tersebut. Klausul yang terdapat di SQMS ada yang tercantum di ISO
9001:2008 maupun di dalam ISO 22000:2009. Beberapa klausul tidak tercantum
di kedua standar tersebut. Selain itu terdapat pula klausul yang tercantum di dalam
standar ISO 9001:2008, namun tidak tercantum di dalam ISO 22000:2009, begitu
pula sebaliknya.
5.2 Saran
5.2.1 Persyaratan mengenai sumber daya sebaiknya disertakan sebagai klausul
tersendiri, tidak sebagai bagian dari sub bab dari klausul yang lain.
5.2.2 Sebaiknya ditambahkan klausul mengenai penanganan dan pengendalian
produk yang tidak sesuai agar terdapat bukti terdokumentasi bahwa produk
yang tidak memenuhi persyaratan dapat ditangani dengan baik.
5.2.3 Tim kemanan pangan hendaknya ditetapkan dan disertakan di dalam SQMS,
agar persyaratan dalam menjaga keamanan pangan terdokumentasi dan
ditangani oleh tim khusus yang memiliki pengetahuan dan berpengalaman.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!555 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. (2008). Standar Nasional Indonesia ISO
9000:2008 Sistem Manajemen Mutu Dasar-dasar dan Kosakata. Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (2008). Standar Nasional Indonesia ISO
9001:2008 Sistem Manajemen Mutu-Persyaratan. Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (2009). Standar Nasional Indonesia ISO
22000:2009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan-Persyaratan untuk
Organisasi Rantai Pangan. Badan Standardisasi Nasional.
Yeung, I-Ki., dan Chin, Kwai-Sang. (2000). Critical Success Factors of Supplier Quality Management. Asian Journal on Quality, 5, 85-109.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!666
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
Lampiran 4.1 Perbandingan SQMS dengan ISO 9001:2008 dan ISO 22000:2009
No. SQMS ISO 9001: 2008 Ket. ISO 22000:2009 Ket.
1. Ruang Lingkup dan Tujuan
1 Lingkup Ada 1 Ruang Lingkup Ada
a. Ruang Lingkup 1.1 Umum Adab. Tujuan Tidak
AdaTidak Ada
2. Sistem Manajemen Mutu
4 Sistem Manajemen Mutu
Ada 4 Sistem Manajemen Keamanan Pangan
a. Persyaratan Umum
4.1 Persyaratan Umum Ada 4.1 Persyaratan Umum
b. Persyaratan Dokumentasi
4.2 Persyaratan Dokumentasi
Ada 4.2 Persyaratan Dokumentasi
c. Pertimbangan Regulatori
Tidak Ada
Tidak Ada
3. Tanggung Jawab Manajemen
5 Tanggung Jawab Manajemen
Ada 5 Tanggung Jawab Manajemen
Ada
a. Komitmen Manajemen
5.1 Komitmen Manajemen
Ada 5.1 Komitmen Manajemen
Ada
b. Keamanan Makanan dan Kebijakan Mutu
5.3 Kebijakan Mutu Ada 5.2 Kebijakan Keamanan Pangan
Ada
c. Perencanaan Sistem Manajemen Mutu
5.1.2 Perencanaan Sistem Manajemen Mutu
Ada 5.3 Perencanaan Sistem Manajemen Keamanan Pangan
Ada
d. Tanggung Jawab, Kewenangan dan Komunikasi
5.5 Tanggung Jawab, Kewenangan dan Komunikasi
Ada 5.4 Tanggung Jawab dan Wewenang
Ada
e. Ketentuan Sumber Daya
6.2 Sumber Daya Manusia
Ada 5.5 Ketua Tim Keamanan Pangan
Ada
f. Manajemen 5.6 Tinjauan Manajemen
Ada 5.8 Tinjauan Manajemen
Ada
4. Manajemen Krisis Tidak ada
7.6 Penetapan Rencana HACCP
Ada
a. Umum Tidak ada
Ada
b. Elemen Kunci dan Rencana Manajemen Krisis
Tidak ada
Ada
5. Realisasi Produk Mutu
7 Realisasi produk 7 Perencanaan dan Realisasi Produk yang Aman
Ada
a. Umum 7.1 Perencanaan Realisasi Produk
7.1 Umum Ada
b. Landasan 7.2 Proses yang Berkaitan dengan Pelanggan
7.2 Program Persyaratan Dasar
Ada
c. Sistem Keamanan Makanan
Tidak ada
7.6 Penetapan Rancana HACCP
Ada
d. Persyaratan produk Mc. Donald
Tidak ada
Tidak ada
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!777
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
6. Pemeriksaan dan Peningkatan Berkelanjutan
8 Validasi, verifikasi dan perbaikan sistem manajemen keamanan pangan
a. Kepuasan Pelanggan
8.2.1 Kepuasan Pelanggan
Ada Tidak ada
b. Verifikasi Sistem Mutu
8.2.4 Pemantauan dan pengukuran produk
Ada Tidak ada
c. Peningkatan Berkelanjutan
8.5.2 Perbaikanberkesinambungan
Ada 8.5 Perbaikan Ada
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT PENILAIAN KEAMANAN PANGAN
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI
PERIODE 5 JULI 2012 – 27 JULI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.
1106153403
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2013
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!!
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT PENILAIAN KEAMANAN PANGAN
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI
PERIODE 5 JULI 2012 – 27 JULI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.
1106153403
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2013
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!vvv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan
Pengawas Obat dan Makanan yang dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2012
sampai dengan 27 Juli 2012. Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di Badan Pengawas Obat dan Makanan
dan disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi
Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Lucky S. Slamet, Apt.,M.Sc., selaku Kepala BPOM RI yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan PKPA di BPOM.
2. Ibu Dra. Elin Herlina, Apt.,MP., selaku Direktur Penilaian Keamanan
Pangan BPOM RI yang telah memberikan kesempatan dan pengarahan
selama pelaksanaan PKPA.
3. Ibu Dra. Wiryani, Apt., selaku pembimbing umum dan Kepala Seksi
Penilaian Makanan yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan
motivasi selama pelaksanaan PKPA.
4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
5. Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
6. Ibu Dr. Berna Elya, M.Si., Apt. selaku pembimbing PKPA di Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia yang telah berkenan meluangkan waktunya
dan memberikan bimbingan serta arahan laporan PKPA.
7. Seluruh Kepala Sub Direktorat, Kepala Seksi di Direktorat Penilaian
Keamanan Pangan yang telah memberikan pengarahan dalam pelaksanaan
PKPA.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
vvv
8. Seluruh staf Direktorat Penilaian Keamanan Pangan yang telah memberikan
bantuan selama pelaksanaan PKPA.
9. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas ilmu
pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama menempuh pendidikan
di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia;
10. Keluarga dan orang tua yang telah memberikan semangat dan bantuan, serta
dukungan baik material maupun moral;
11. Sahabat-sahabatku baik di dalam maupun di luar kampus serta teman-teman
seperjuangan Apoteker angkatan LXXV yang telah memberikan semangat dan
dukungan selama pelaksanaan PKPA ini;
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
membantu pada saat PKPA dan penyusunan laporan ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
laporan PKPA ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Penulis
berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani
kerja praktek profesi apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan
sejawat dan semua pihak yang memerlukan.
Depok, Januari 2013
Penulis
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Nurlaila Fitriani, S. Farm., Apt.
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Penilaian
Keamanan Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Periode 5 Juli 2012-27 Juli 2012
Praktek Kerja Profesi Apoteker Badan Pengawas Obat dan Makanan bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi, dan
tanggung jawab apoteker di Badan Pengawasan Obat dan Makanan serta
membekali calon apoteker agar memiliki pengalaman praktis untuk melakukan
pekerjaan kefarmasian di Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Praktek Kerja
Profesi Apoteker bertujuan untuk meningkatkan pemahaman calon apoteker
tentang peran dan fungsi BPOM dan memahami peran apoteker khususnya di
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan BPOM. Tugas khusus yang diberikan
adalah regulasi pangan diet diabetes. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengkaji
regulasi pangan diet diabetes berdasarkan studi literatur.
Kata Kunci : Badan POM, pangan, diabetes
Tugas Umum : ix + 39 halaman; 6lampiran
Tugas Khusus : v + 22 halaman
Daftar Acuan Tugas Umum : 22 (2010 – 2012)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 15 (1996 – 2011)
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Nurlaila Fitriani, S. Farm., Apt.
Program Studi : Apothecary
Judul : Apothecary Internship Report in Directory Assesment
and Food Safety National Food and Drug Control
Agency Period July 5th-27th July 2012
Pharmacists Professional Practice at National Food and Drug Control Agency
aims to improve understanding of the prospective pharmacist about the role,
function, position, and responsibilities of pharmacists in the Food and Drug
Administration and equip prospective pharmacists to have the practical experience
to do the work of pharmacy at the Food and Drug Administration. Pharmacists
Profession Practice aims to improve understanding of the prospective pharmacist
about the role and function BPOM and understand the role of pharmacists in
particular the Directorate of Food Safety Assessment BPOM. The special task
given is a diabetic diet food regulation. Special task aims to assess the diabetic
diet food regulations based on the study of literature.
Kata Kunci : Badan POM, pangan, diabetes
Tugas Umum : ix + 39 halaman; 6lampiran
Tugas Khusus : v + 22 halaman
Daftar Acuan Tugas Umum : 22 (2010 – 2012)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 15 (1996 – 2011)
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... iiHALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iiiKATA PENGANTAR....................................................................................... ivDAFTAR ISI...................................................................................................... viDAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 11.1 Latar Belakang .................................................................................. 11.2 Tujuan................................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANANREPUBLIK INDONESIA ................................................................... 32.1 Kedudukan ........................................................................................ 32.2 Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan ............................................ 3
2.2.1 Tugas Pokok............................................................................ 32.2.2 Fungsi ...................................................................................... 42.2.3 Kewenangan............................................................................ 4
2.3 Visi dan Misi ..................................................................................... 42.3.1 Visi .......................................................................................... 52.3.2 Misi.......................................................................................... 5
2.4 Grand Strategy .................................................................................. 52.5 Budaya Organisasi............................................................................. 52.6 Filosofi Logo BPOM......................................................................... 62.7 Struktur Organisasi BPOM ............................................................... 7
2.7.1 Sekretariat Utama.................................................................... 72.7.2 Deputi I (Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif)............................... 82.7.3 Deputi II (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen). .................................... 92.7.4 Deputi III (Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya) .................................................................. 102.7.5 Unit Pelaksana Teknis BPOM di Daerah................................ 112.7.6 Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) ....... 122.7.7 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan...................................... 132.7.8 Pusat Riset Obat dan Makanan................................................ 132.7.9 Pusat Informasi Obat dan Makanan ........................................ 13
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT PENILAIAN KEAMANANPANGAN................................................................................................ 153.1 Tugas dan Fungsi Direktorat Penilaian Kemanan Pangan ................ 15
3.1.1 Tugas Direktorat Penilaian Keamanan Pangan....................... 153.1.2 Fungsi Direktorat Penilaian Keamanan Pangan...................... 15
3.2 Struktur Organisasi Direktorat Penilaian Keamanan Pangan ........... 163.2.1 Sub Direktorat Penilaian Makanan dan Bahan Tambahan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!iiiiii
Pangan..................................................................................... 163.2.1.1 Tugas Sub Direktorat Penilaian Makanan dan Bahan
Tambahan Pangan...................................................... 163.2.1.2 Fungsi Sub Direktorat Penilaian Makanan dan Bahan
Tambahan Pangan...................................................... 163.2.1.3 Struktur Organisasi Sub Direktorat Penilaian Makanan
dan Bahan Tambahan Pangan.................................... 173.2.2 Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus................................ 18
3.2.2.1 Tugas Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus ........ 183.2.2.2 Fungsi Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus ....... 183.2.2.3 Struktur Organisasi Sub Direktorat Penilaian Pangan
Khusus........................................................................ 183.2.3 Sub Direktorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu ................. 19
3.2.3.1 Tugas Sub Direktorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu ...................................................................... 19
3.2.3.2 Fungsi Sub Direktorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu ...................................................................... 19
3.2.3.3 Struktur Organisasi Sub Direktorat Penilaian PanganOlahan Tertentu ......................................................... 19
3.3 Landasan Hukum............................................................................... 203.4 Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 ....................... 213.5 Jenis Pelayanan di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan ............. 21
BAB 4 PELAKSANAAN PKPA ...................................................................... 224.1 Kegiatan Lapangan............................................................................ 224.2 Pelaksanaan PKPA di Sub Direktorat Penilaian Makanan dan Bahan Tambahan Makanan .......................................................................... 224.3 Pelaksanaan PKPA di Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus ..... 234.4 Pelaksanaan PKPA di Sudirektorat Penilaian Pangan Olahan
Tertentu ............................................................................................ 234.5 Pelaksanaan PKPA di Seksi Tata Operasional (TOP) ...................... 23
4.5.1 Menyiapkan surat yang akan dikirim ke setiap subdit ............ 244.5.2 Melakukan arsip surat persetujuan pendaftaran ...................... 24
4.6 Pelaksanaan PKPA di Pendaftaran Online (E-Registration)............. 24
BAB 5 PEMBAHASAN .................................................................................... 255.1 Pendaftaran Pangan ........................................................................... 25
5.1.1 Tujuan Pendaftaran Pangan..................................................... 255.1.2 Lokasi Pendaftaran Pangan Olahan......................................... 255.1.3 Persyaratan Pendaftran Pangan Olahan (baru/ulang).............. 26
5.1.3.1Kelengkapan Dokumen ............................................... 265.2 Pelayanan pada Direktorat Penilaian Keamanan Pangan.................. 27
5.2.1 Pelayanan Pendaftaran Umum ................................................ 275.2.2 Pelayanan Pendaftaran Ulang.................................................. 285.2.3 Pelayanan Tambahan Data ..................................................... 295.2.4 Pelayanan Perubahan Data ...................................................... 295.2.5 Pelayanan Elektronik (E-Registration) ................................... 31
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!iiiiiiiii
5.2.5.1 Pendaftaran Perusahaan .............................................. 315.2.5.2 Pendaftaran Pangan Olahan........................................ 31
5.2.6 Pelayanan Konsultasi .............................................................. 325.2.7 Pelayanan Surat Pengaduan .................................................... 32
5.3 Tata Laksana penilaian Pangan Olahan ........................................... 325.4 Penilaian Keamanan, Mutu, Gizi dan Label Pangan......................... 355.5 Nomor Pendaftaran Pangan............................................................... 35
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 376.1 Kesimpulan........................................................................................ 376.2 Saran ................................................................................................ 37
DAFTAR ISI...................................................................................................... 38
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
iiixxx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Struktur Organisasi BPOM..................................................... 40Lampiran 3.1 Struktur Organisasi Direktorat Penilaian Keamanan Pangan. 41Lampiran 5.1 Alur Pendaftaran Umum (untuk produk baru dan ulang) ....... 42Lampiran 5.2 Alur Pelayanan Perubahan Data ............................................. 43Lampiran 5.3 Proses Pendaftaran Perusahaan secara E-Registration ........... 44Lampiran 5.4 Proses Pendaftaran Pangan secara E-Registration ................. 45
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi telah menimbulkan perubahan cepat dan signifikan
pada makanan, industri farmasi, kosmetika, alat kesehatan, dan obat asli
Indonesia. Industri-industri tersebut mampu memproduksi berbagai produk dalam
skala besar dengan teknologi yang semakin canggih. Dukungan kemajuan
teknologi transportasi serta entry barrier perdagangan internasional yang semakin
tipis, produk-produk tersebut dapat menyebar ke berbagai tempat dalam waktu
yang singkat dan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Di sisi lain, konsumsi masyarakat terhadap pangan olahan dan industri
farmasi semakin meningkat. Hal ini seiring dengan perubahan gaya hidup
masyarakat termasuk pola konsumsinya, ditambah juga dengan semakin
banyaknya iklan dan promosi di berbagai media yang kemudian turut mendorong
masyarakat sebagai konsumen untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan sering
kali tidak rasional. Sementara pengetahuan masyarakat yang masih belum
memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk tersebut secara tepat,
benar, dan aman.
Pemerintah dalam upaya perlindungan konsumen mempunyai peran yang
penting selaku penengah di antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan
konsumen, agar masing-masing pihak dapat berjalan seiring tanpa saling
merugikan satu sama lain. Pemerintah harus bertanggung jawab atas pembinaan
dan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen, untuk menjamin
diperolehnya hak dan dipenuhinya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
Berdasarkan hal-hal tersebut, diperlukan suatu lembaga yang dapat melakukan
pengawasan terhadap industri, iklan dan promosi, serta penyebaran produk obat,
makanan, dan kosmetik guna meminimalisir tejadinya kesalahan dalam proses
produksi agar dihasilkan produk yang memenuhi syarat keamanan, mutu, dan gizi.
Selain itu, diperlukan juga lembaga yang dapat memberikan edukasi kepada
masyarakat agar dapat memilih produk dengan lebih cermat guna meningkatkan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
2
Universitas Indonesia
kualitas kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu melalui Keputusan
Presiden Nomor 103 tahun 2001, maka dibentuklah lembaga pemerintah non
departemen yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang bertugas
sebagai Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif sehingga
mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk tersebut guna
melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumen. BPOM diharapkan
menjadi instansi yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta
kewenangan penegakan hukum dan kredibilitas profesional yang tinggi.
Dalam rangka mempersiapkan calon apoteker menjadi tenaga yang
profesional serta terampil di bidang pemerintahan, maka Program Profesi
Apoteker Universitas Indonesia bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan
Makanan menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga
Pemerintah Non Kementerian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
PKPA ini dilaksanakan pada tanggal 5 Juli sampai dengan 27 Juli 2012 di Badan
Pengawas Obat dan Makanan yang teletak di Jl. Percetakan Negara no. 23, Jakarta
Pusat.
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bertujuan untuk :
1.2.1 Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran dan fungsi
BPOM.
1.2.2 Memahami peran apoteker khususnya di Direktorat Penilaian Keamanan
Pangan BPOM.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
2.1 Kedudukan
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang
bertanggung jawab kepada Presiden. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 64
Tahun 2005 Tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103
Tahun 2001 tersebut, bahwa dalam melaksanakan tugasnya BPOM
dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan, khususnya dalam perumusan kebijakan
yang berkaitan dengan instansi pemerintah lainnya serta penyelesaian
permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan yang dimaksud
(Pemerintah Republik Indonesia, 2005).
2.2 Tugas Pokok, Fungsi, dan Kewenangan
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, BPOM selaku Badan Pengawas
Obat dan Makanan memiliki tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab sebagai
berikut (Pemerintah Republik Indonesia, 2005) :
2.2.1 Tugas Pokok
Tugas pokok Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) berdasarkan
Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam atas
Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND) adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!
Universitas Indonesia
2.2.2 Fungsi
Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM menyelenggarakan fungsi :
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat
dan makanan.
b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.
c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM.
d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi
pemerintah dan masyarakat di bidang pengawasan obat dan makanan.
e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
2.2.3 Kewenangan
Dalam menyelenggarakan fungsinya, BPOM mempunyai kewenangan :
a. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.
b. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara
makro.
c. Penetapan sistem informasi di bidangnya.
d. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk
makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan makanan.
e. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri
farmasi;..
f. Penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan dan pengawasan
tanaman obat.
2.3 Visi dan Misi
Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM RI Nomor
HK.04.01.21.11.10.10509 Tanggal 3 November 2010 Tentang Penetapan Visi dan
Misi BPOM, maka visi dan misi BPOM adalah (BPOM, 2010) :
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555
Universitas Indonesia
2.3.1 Visi
“Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang Inovatif, Kredibel Dan
Diakui Secara Internasional untuk Melindungi Masyarakat.”
2.3.2 Misi
a. Melakukan Pengawasan Pre-Market dan Post-Market berstandar
Internasional.
b. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu secara Konsisten.
c. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini.
d. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan
makanan yang beresiko terhadap kesehatan.
e. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).
2.4 Grand Strategy
Sesuai dengan Keputusan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.05.21.1732
Tahun 2008 tentang Grand Strategy Badan Pengawas Obat dan Makanan, Grand
Strategy Badan Pengawas Obat dan Makanan terdiri dari 4 pilar, yaitu (BPOM,
2008) :
a. Memperkuat sistem regulatori pengawasan obat dan makanan.
b. Mewujudkan laboratorium badan pengawas obat dan makanan yang handal.
c. Meningkatkan kapasitas manajemen badan pengawas obat dan makanan.
d. Memantapkan jejaring lintas sektor dalam pengawasan obat dan makanan.
2.5 Budaya Organisasi
Untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, budaya organisasi
BPOM dikembangkan dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut (BPOM, 2001)
a. Professionalisme (Profesional)
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan &
komitmen yang tinggi.
b. Credibility (Kredibel)
Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.
c. Speed (Cepat Tanggap)
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
666
Universitas Indonesia
Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah
d. Team work (Kerjasama Tim)
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik
e. Innovativ (Inovatif)
Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini
2.6 Filosofi Logo BPOM
Logo Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memiliki filosofi,
seperti yang dijelaskan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Gambar dan Filosofi Logo Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Logo Filosofi
Unsur pertama dalam logo BPOM adalah tameng yang
melambangkan perlindungan terhadap masyarakat dari
penggunaan obat dan makanan yang tidak memenuhi
persyaratan mutu.
Selain sebagai tameng unsur tersebut dapat juga dilihat
sebagai tanda checklist yang merepresentasikan trust atau
rasa kepercayaan.
Pengambilan makna filosofis mata elang sebagai unsur
kedua adalah karena elang memiliki pandangan yang
tajam sesuai dengan fungsi BPOM yang bertanggung
jawab melindungi masyarakat dengan mengawasi
penggunaan obat dan makanan di Indonesia.
Garis yang bergerak dari tipis menjadi semakin tebal
melambangkan langkah ke depan yaitu DitJen POM yang
berubah menjadi BPOM. Selain itu dapat juga dilihat
sebagai representasi keadaan BPOM sebagai badan yang
memberikan perlindungan (dilambangkan dengan garis
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
777
Universitas Indonesia
hijau) terhadap masyarakat (garis biru tebal) dari
pengusaha obat dan makanan (garis biru tipis).
Tampak logo secara keseluruhan memadukan unsur-unsur
tersebut dalam satu kesatuan yang padu dan serasi
sehingga peletakan tulisan BPOM RI secara tipografis
menjadi lebih bebas. Sedangkan pemilihan warna biru
pekat (dark blue) menggambarkan perlindungan dan
warna hijau (green) menggambarkan scientific base.
2.7 Struktur Organisasi BPOM
Organisasi dan tata kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan diatur
dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
02001/SK/KBPOM. Penyesuaian organisasi dan tata kerja BPOM dilakukan
berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala BPOM Nomor: 02001/SK/KBPOM
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Penyesuaian juga terjadi dengan terbitnya Keputusan Kepala BPOM Nomor
HK.00.05.21.4232 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas
Obat dan Makanan.
Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebagaimana tersebut di atas,
dilakukan oleh unit-unit Badan Pengawas Obat dan Makanan di pusat, maupun
oleh Balai Besar/Balai POM yang ada di seluruh Indonesia. Struktur Organisasi
BPOM dapat dilihat pada Lampiran 1.1. Sesuai dengan struktur yang ada , secara
garis besar unit-unit kerja BPOM dapat dikelompokkan sebagai berikut;
Sekretariat, Deputi Bidang Pengawasan Teknis (I, II, dan III) dan unit penunjang
teknis (pusat-pusat) yang melaksanakan tugas sebagai berikut :
2.7.1 Sekretariat Utama
Sekretariat utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan,
pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
888
Universitas Indonesia
lingkungan BPOM. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Utama
menyelenggarakan fungsi (BPOM, 2001) :
a. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran,
penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan
pelatihan, serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan BPOM
b. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan perundang
- undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan
dan bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas BPOM
c. Pembinaaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata
laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga;
d. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan
unit-unit pelaksana teknis di lingkungan BPOM
e. Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas deputi di lingkungan BPOM
f. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang
tugasnya
2.7.2 Deputi I (Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif).
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang
pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Deputi Bidang Pengawasan
Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif menyelenggarakan
fungsi (BPOM, 2001) :
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang
pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
b. Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan
zat adiktif.
c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan teknis di bidang penilaian obat dan produk biologi.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
999
Universitas Indonesia
d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan teknis di bidang standardisasi produk terapetik dan perbekalan
kesehatan rumah tangga.
e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan teknis di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan
perbekalan kesehatan rumah tangga.
f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan teknis di bidang pengawasan distribusi produk terapetik dan
perbekalan kesehatan rumah tangga.
g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan teknis di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.
2.7.3 Deputi II (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan
Produk Komplemen).
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang
pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, Deputi Bidang Pengawasan
Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen menyelenggarakan fungsi
(BPOM, 2001) :
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang
pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplimen.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111000
Universitas Indonesia
b. Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk
komplimen.
c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan
kosmetik.
d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik
dan produk komplimen.
e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan
produk komplimen.
f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang obat asli Indonesia.
g. Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplimen.
h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
obat tradisional, kosmetik dan produk komplimen.
i. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik
dan produk komplimen.
j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya
2.7.4 Deputi III (Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya)
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan
keamanan pangan dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
tersebut di atas Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya menyelenggarakan fungsi (BPOM, 2001) :
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111111
Universitas Indonesia
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang
pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
b. Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang penilaian keamanan pangan.
d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang standardisasi keamanan pangan.
e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk pangan.
f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan.
g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya.
h. Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
i. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
keamanan pangan dan bahan berbahaya.
j. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan
bahan berbahaya.
k. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala sesuai bidang tugas.
2.7.5 Unit Pelaksana Teknis BPOM di Daerah
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan BPOM
terdiri atas 19 (sembilan belas) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dan 12
(dua belas) Balai Pengawas Obat dan Makanan. Unit Pelaksana Teknis di
lingkungan BPOM mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang
pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat
tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111222
Universitas Indonesia
berbahaya. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Unit Pelaksana Teknis
menyelenggarakan fungsi (BPOM, 2001) :
a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan;
b. Pelaksanaan pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk
komplimen, pangan, dan bahan berbahaya;
c. Pelaksanaan pengujian laboratorium dan penilaian mutu produk secara
mikrobiologi;
d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan
sarana produksi dan distribusi;
e. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum;
f. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi
g. Pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi konsumen;
h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;
i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan;
j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala , sesuai dengan bidang
tugasnya.
2.7.6 Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN)
Mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan
penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat
kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplimen, pangan dan bahan
berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta
melaksanakan pembinaan mutu Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan.
Dalam melaksanakan tugas, PPOMN menyelenggarakan fungsi (BPOM, 2001) :
a. Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan;
b. Pelaksanaan pengujian laboratorium, dan penilaian mutu produk terapetik,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, alat tradisional,
kosmetik, produk komplimen, pangan dan bahan berbahaya;
c. Pembinaan mutu laboratorium PPOMN;
d. Pelaksanaan sistem rujukan laboratorium pengawasan obat dan makanan;
e. Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa pengujian;
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111333
Universitas Indonesia
f. Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan;
g. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;
h. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan Pusat Pengujian Obat
dan Makanan Nasional.
2.7.7 Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan
kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di
bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional,
kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya.
Dalam melaksanakan tugasnya Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
menyelenggarakan fungsi (BPOM, 2001) :
a. Penyusunan rencana dan program penyelidikan dan penyidikan obat dan
makanan;
b. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan;
c. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan
obat dan makanan.
2.7.8 Pusat Riset Obat dan Makanan
Pusat Riset Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik. Dalam
melaksanakan tugasnya Pusat Riset mempunyai fungsi (BPOM, 2001) :
a. Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan;
b. Pelaksanaan riset obat dan makanan;
c. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan makanan.
2.7.9 Pusat Informasi Obat dan Makanan
Pusat Informasi Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan
kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi keamanan pangan,
informasi keracunan dan teknologi informasi. Dalam melaksanakan tugas Pusat
Informasi Obat dan Makanan mempunyai fungsi (BPOM, 2001) :
a. Penyusunan rencana dan program pelayanan informasi obat dan makanan;
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111!
Universitas Indonesia
b. Pelaksanaan pelayanan informasi obat;
c. Pelaksanaan pelayanan informasi keracunan;
d. Pelaksanaan pelayanan keamanan pangan;
e. Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi;
f. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan informasi obat dan
makanan;
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
15 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT PENILAIAN KEAMANAN PANGAN
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan adalah salah satu direktorat di
Kedeputian III, yaitu Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya BPOM.
3.1 Tugas dan Fungsi Direktorat Penilaian Kemanan Pangan
Tugas dan fungsi Direktorat Penilaian Kemanan Pangan diatur dalam
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 02001/SK/KBPOM
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan pengawas Obat dan Makanan (BPOM,
2001).
3.1.1 Tugas Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan mempunyai tugas sebagai
penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang penilaian keamanan pangan (BPOM, 2001).
3.1.2 Fungsi Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
Direktorat Penilaian Keamanan pangan menyelenggarakan fungsi sebagai
berikut (BPOM, 2001) :
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan dan
pembinaan di bidang penilaian makanan dan bahan tambahan pangan.
b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan dan
pembinaan di bidang penilaian pangan khusus.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
16
Universitas Indonesia
c. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan dan
pembinaan di bidang penilaian pangan olahan tertentu.
d. Penyusunan rencana dan program penilaian keamanan pangan.
e. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang
penilaian keamanan pangan.
f. Evaluasi dan penyusunan laporan penilaian keamanan pangan.
g. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi
Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan berbahaya.
3.2 Struktur Organisasi Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM No. 02001/SK/KBPOM
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan,
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan terdiri dari Sub Direktorat Penilaian
Makanan dan Bahan Tambahan Pangan, Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus
dan Sub Direktorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu (BPOM, 2001). Struktur
organisasi Direktorat Penilaian Keamanan Pangan dapat dilihat pada
Lampiran 3.1.
3.2.1 Sub Direktorat Penilaian Makanan dan Bahan Tambahan Pangan
Sub Direktorat Penilaian Makanan dan Bahan Tambahan Pangan
memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut (BPOM, 2001) :
3.2.1.1 Tugas Sub Direktorat Penilaian Makanan dan Bahan Tambahan Pangan
Sub Direktorat Penilaian Makanan dan Bahan Tambahan Pangan
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis,
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan
penilaian makanan dan bahan tambahan pangan.
3.2.1.2 Fungsi Sub Direktorat Penilaian Makanan dan Bahan Tambahan Pangan
a. Penyusunan rencana dan program penilaian makanan dan bahan tambahan
pangan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
17
Universitas Indonesia
b. Pelaksanaan penyiapan bahan permusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian makanan.
c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian
minuman dan bahan tambahan pangan.
d. Evaluasi dan penyusunan laporan penilaian makanan dan bahan tambahan
pangan.
e. Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat Penilaian
Keamanan Pangan.
3.2.1.3 Struktur Organisasi Sub Direktorat Penilaian Makanan dan Bahan
Tambahan Pangan
Sub Direktorat Penilaian Makanan dan Bahan Tambahan Pangan terdiri
dari Seksi Penilaian Makanan, Seksi Penilaian Minuman dan Bahan Tambahan
Pangan (BTP) dan Seksi Tata Operasional (BPOM, 2001).
a. Seksi Penilaian Makanan
Seksi Penilaian Makanan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan
kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta
pelaksanan penilaian makanan.
b. Seksi Penilaian Minuman dan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Seksi Penilaian Minuman dan Bahan Tambahan Pangan mempunyai tugas
menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan
program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan
penyusunan laporan, serta pelaksanaan penilaian minuman dan bahan
tambahan pangan.
c. Seksi Tata Opersional
Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melakukan urusan tata operasional
di lingkungan Direktorat Penilaian Keamanan Pangan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
18
Universitas Indonesia
3.2.2 Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus
Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus memiliki tugas dan fungsi
sebagai berikut (BPOM, 2001) :
3.2.2.1 Tugas Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus
Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan penilaian pangan khusus.
3.2.2.2 Fungsi Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus
Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana dan program penilaian pangan khusus.
b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian pangan
hasil rekayasa genetika (PHRG) dan iradiasi.
c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian pangan
fungsional.
d. Evaluasi dan penyusunan laporan penilaian pangan khusus.
3.2.2.3 Struktur Organisasi Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus
Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus terdiri dari Seksi Penilaian
Pangan Hasil Rekayasa Genetika dan Iradiasi dan Seksi Penilaian Pangan
Fungsional masing-masing memiliki tugas sebagai berikut :
a. Seksi Penilaian Pangan Hasil Rekayasa Genetika (PHRG) dan Iradiasi
mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis,
penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penilaian
pangan hasil rekayasa genetika (PHRG) dan iradiasi.
b. Seksi Penilaian Pangan Fungsional mempunyai tugas menyiapkan bahan
perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
19
Universitas Indonesia
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan,
serta melakukan penilaian pangan fungsional.
3.2.3 Sub Direktorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu
Sub Direktorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu memiliki tugas dan
fungsi sebagai berikut (BPOM, 2001) :
3.2.3.1 Tugas Sub Direktorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu
Sub Direktorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan penilaian
pangan olahan tertentu.
3.2.3.2 Fungsi Sub Direktorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu
Sub Direktorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu menyelenggarakan
fungsi :
a. Penyusunan rencana dan program penilaian pangan olahan tertentu.
b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan penilaian makanan
bayi dan balita.
c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan penilaian makanan
diet khusus.
d. Evaluasi dan penyusunan laporan penilaian pangan olahan tertentu.
3.2.3.3 Struktur Organisasi Sub Direktorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu
Sub Direktorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu terdiri dari Seksi
Penilaian Makanan Bayi dan Balita dan Seksi Penilaian Makanan Diet Khusus,
masing-masing memiliki tugas sebagai berikut :
a. Seksi Penilaian Makanan Bayi dan Balita mempunyai tugas menyiapkan
bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program,
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
20
Universitas Indonesia
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan
penyusunan laporan, serta melakukan penilaian makanan bayi dan balita.
b. Seksi Penilaian Makanan Diet Khusus mempunyai tugas menyiapkan bahan
perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan
pedoman standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan,
serta melakukan penilaian makanan diet khusus.
3.3 Landasan Hukum
Dasar hukum yang digunakan untuk acuan dalam melakukan Tugas Pokok
dan Fungsi Direktorat Penilaian Keamanan Pangan sebagai pre-market Approval
antara lain adalah :
a. Undang – undang RI No.7 Tahun 1996 tentang Pangan.
b. Undang – undang RI No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
c. Undang – undang RI No.69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
d. Undang – undang RI No.28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan.
e. Undang – undang RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1168/MENKES/PER/X/1999 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 722/MENKES/PER/IX/1988 Tentang Bahan tambahan
makanan.
g. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No.
HK.00.05.51.4547 Tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan.
h. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No.
HK.00.06.51.0475 Tahun 2005 tentang Pedoman Pencantuman Informasi
Nilai Gizi pada Label Pangan
i. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No.
HK.00.05.52.0689 Tahun 2005 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan
Fungsional.
j. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No. HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Pangan Olahan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
21
Universitas Indonesia
k. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No. HK.03.1.5.12.11.09956 Tahun 2011 tentang Tata Laksana Pendaftaran
Pangan Olahan.
l. Standar Nasional Indonesia
3.4 Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008
Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System atau QMS)
merupakan sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek – praktek standar
untuk manajemen sistem yang bertujuan untuk menjamin kesesuaian dari proses
dan produk (barang/dan atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu.
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan telah menerapkan QMS ISO
9001:2000 sejak 5 Okteber 2005. Seluruh staf Direktorat Penilaian Keamanan
Pangan memiliki komitmen tinggi dalam mengimplementasikan ISO 9001:2000
dengan senantiasa melakukan perbaikan berkesinambungan (continual
improvement), sehingga pada tanggal 20 Oktober 2008 berhasil mendapatkan
resertifikasi ISO 9001:2000 dan up grade ISO 9001 versi 2008 pada tanggal 30
Maret 2009.
3.5 Jenis Pelayanan di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
Jenis pelayanan yang dilakukan oleh Direktorat Penilaian Keamanan
Pangan terkait pendaftaran pangan olahan meliputi:
a. Pelayanan Pendaftaran Umum
b. Pelayanan Pendaftaran Secara Elektronik
c. Pelayanan Pendafataran Ulang
d. Pelayanan Perubahan Data
e. Pelayanan Tambahan Data
f. Pelayanan Konsultasi
g. Pelayanan Surat Pengaduan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
22 Universitas Indonesia
BAB 4
PELAKSANAAN PKPA
4.1 Kegiatan Lapangan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas Obat dan
Makanan dilaksanakan pada tanggal 5 Juli sampai 27 Juli 2012. Kegiatan yang
dilakukan meliputi kuliah umum dan pelaksanaan PKPA di masing-masing unit
kerja yang ditunjuk. Kelompok 17 adalah kelompok yang melaksanakan praktek
kerja di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Deputi Bidang Pengawasan
Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya yang berada di Gedung D lantai 3.
Peserta yang melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di bagian
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan berjumlah 5 peserta yang masing-masing
dari perguruan tinggi yang berbeda. Perguruan Tinggi tersebut adalah Universitas
Indonesia (UI), Institut Teknlogi Bandung (ITB), Institut Sains dan Teknologi
Nasional (ISTN), Universitas Muhammadiyah Profesor DR. Hamka (UHAMKA),
dan Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (UNTAG).
Peserta PKPA di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan masing-masing
ditempatkan di lima bagian yang berbeda yaitu Sub Direktorat Penilaian Makanan
dan Bahan Tambahan Pangan, Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus, Sub
Direktorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu, Seksi Tata Operasional, dan
Pendaftaran Online (E-Registration). Pertukaran tempat pada masing-masing
bagian dilakukan setiap 2 (dua) hari. Hal ini dilakukan agar semua peserta dapat
melakukan praktek kerja di semua Sub Direktorat dan Seksi yang ada di
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan BPOM RI.
4.2 Pelaksanaan PKPA di Sub Direktorat Penilaian Makanan dan Bahan
Tambahan Makanan
a. Diskusi mengenai Sub Direktorat Penilaian Makanan dan Bahan Tambahan
Makanan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!333
Universitas Indonesia
b. Menulis data perusahaan yang telah melakukan pengambilan Surat
Persetujuan Pendaftaran (SPP) pangan olahan di buku pengambilan Surat
Persetujuan Pendaftaran (SPP) pangan olahan.
c. Memasukkan data perusahaan yang akan terbit Surat Persetujuan Pendaftaran.
d. Menyimpan berkas riwayat perusahaan ke dalam gudang arsip.
e. Membantu pengecekkan perbaikan label produk untuk pengambilan Surat
Persetujuan Pendaftaran (SPP).
4.3 Pelaksanaan PKPA di Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus
a. Diskusi mengenai Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus.
b. Membuat catatan agenda surat masuk ke Sub Direktorat Penilaian Pangan
Khusus dan selanjutnya diserahkan ke seksi terkait.
c. Membuat catatan riwayat perusahaan.
d. Melakukan pengarsipan riwayat perusahaan sebelum dikirim ke gudang arsip
yang berisi nama perusahaan, nomor registrasi dan tanggal persetujuan
pendaftaran.
e. Memasukkan data informasi nilai gizi dan mencocokkan dengan label pangan
olahan.
f. Melakukan pencatatan permohonan perubahan data pangan olahan.
g. Melakukan pencatatan berkas pendaftaran pangan olahan yang masuk.
4.4 Pelaksanaan PKPA di Sudirektorat Penilaian Pangan Olahan
Tertentu
a. Diskusi mengenai Sub Direktorat Penilaian Pangan Olahan Tertentu.
b. Membuat catatan riwayat perusahaan.
c. Memasukkan berkas-berkas perusahaan yang melakukan perubahan data
produk ke dalam arsip riwayat perusahaan.
4.5 Pelaksanaan PKPA di Seksi Tata Operasional (TOP)
Di Seksi Tata Operasional (TOP) pelaksanaan PKPA dilakukan dengan :
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!444
Universitas Indonesia
4.5.1 Menyiapkan surat yang akan dikirim ke setiap subdit.
Prosedur dalam menyiapkan surat yang akan dikirim ke setiap subdit
adalah sebagai berikut :
a. Menerima surat dari loket.
b. Mengelompokkan surat berdasarkan perihal surat masuk.
c. Surat ditulis di buku ekspedisi sesuai kelompok surat sebagai arsip, hal-hal
yang ditulis antara lain nomor dan tanggal surat, nomor file, nama
perusahaan, perihal dan jenis surat.
d. Surat kemudian dikirim ke Sub Direktorat terkait dan diparaf oleh penerima.
4.5.2 Melakukan arsip surat persetujuan pendaftaran
Surat persetujuan pendaftaran diarsipkan dengan mengurutkan mulai dari
tanggal terlama sampai terbaru.
4.6 Pelaksanaan PKPA di Pendaftaran Online (E-Registration)
a. Melakukan input data verifikasi perusahaan dan daftar pangan olahan yang
baru masuk yang selanjutnya akan diberikan kepada tim evaluator untuk di
evaluasi.
b. Melakukan input data verifikasi perusahaan dan pangan olahan yang akan di
ekspedisi dengan status diterima, ditolak atau yang memerlukan Tambahan
Data (TD).
c. Menggabungkan Surat Persetujuan Pendaftaran yang telah dicetak dengan
pengajuan yang akan ditandatangani oleh Direktur Penilaian Keamanan
Pangan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
25 Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Pendaftaran Pangan
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah 28 Tahun 2004, pangan olahan yang
akan diedarkan di wilayah Indonesia, baik produksi lokal maupun impor, harus
didaftarkan dan mendapatkan nomor pendaftaran dari BPOM sebelum diedarkan
ke pasaran. Peraturan ini berlaku bagi semua pangan olahan yang dikemas dan
menggunakan label sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Pemerintah Republik Indonesia, 2004).
Dalam Peraturan Pemerintah 28 Tahun 2004 Pasal 44 disebutkan bahwa
beberapa pangan olahan yang tidak wajib didaftarkan di BPOM, yaitu pangan
yang memenuhi kriteria seperti pangan olahan yang diproduksi oleh industri
rumah tangga yang sudah mengikuti penyuluhan, pangan olahan yang daya
tahannya tidak lebih dari 7 (tujuh) hari pada suhu kamar dan pangan olahan yang
dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dalam jumlah kecil untuk keperluan
penilaian pangan olahan, penelitian dan komsumsi sendiri (Pemerintah Republik
Indonesia, 2004).
5.1.1 Tujuan Pendaftaran Pangan
Pendaftaran pangan olahan bertujuan untuk :
a. Terjaminnya pangan yang bebas dari bahaya biologis, kimia dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
b. Terlindungnya konsumen dari pangan yang tidak layak, tidak aman dan
dipalsukan.
5.1.2 Lokasi Pendaftaran Pangan Olahan
Pendaftaran Pangan Olahan dilakukan di Direktorat Penilaian Keamanan
Pangan, Badan POM, terletak di Gedung B lantai 3, Jl. Percetakan Negara 23,
Jakarta Pusat.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
26
Universitas Indonesia
5.1.3 Persyaratan Pendaftran Pangan Olahan (baru/ulang)
Pada pendaftaran pangan olahan baik pada pendaftaran baru maupun pada
pendaftaran ulang memiliki persyarataan seperti persyaratan kelengkapan
dokumen.
5.1.3.1 Kelengkapan Dokumen
a. Formulir pendaftaran lengkap yang telah diisi lengkap, ditandatangani oleh
penanggung jawab perusahaan dengan cap perusahaan. Penanggung jawab
perusahaan yang menandatangani formulir adalah pimpinan tertinggi
perusahaan (Direktur) atau pimpinan unit yang ditunjuk oleh perusahaan
tersebut.
b. Surat kuasa bermaterai untuk melakukan pendaftaran dari pemberi kuasa
(penanggung jawab perusahaan) kepada penerima kuasa dengan
mencantumkan nama dan jabatan dalam perusahaan (berlaku 3 bulan) atau
fotokopi KTP (jika pendaftaran dilakukan oleh penanggung jawab
perusahaan)
c. Kelengkapan dokumen pendaftaran
Kelengkapan dokumen pendaftaran mencakup komposisi dalam satuan %
dan menyebutkan fungsinya diurutkan dari jumlah terbanyak, uraian atau
skema cara produksi, penjelasan kode produksi dan informasi kadaluwarsa,
rancangan label berwarna rangkap 2, contoh pangan yang didaftarkan dan
hasil analisa produk akhir asli dan terbaru maksimum 1 tahun dari
laboratorium pemerintah atau laboratorium lain yang terakreditasi untuk
cemaran mikroba, cemaran logam dan bahan tambahan pangan tertentu yang
terdapat dalam komposisi.
Pada persyaratan dokumen pendukung perlu dicantumkan antara lain
sertifikat SNI untuk produk wajib SNI, sertifikat organik dan rekomendasi
dari Otoritas Kompeten Pangan Organik, Departemen Pertanian untuk pangan
organik. Pangan olahan yang diproduksi di dalam negeri wajib
mencantumkan hasil pemeriksaan sarana produksi dan distribusi untuk
pangan olahan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
27
Universitas Indonesia
d. Kelengkapan tambahan untuk produk dalam negeri : Izin Usaha Industri atau
Tanda Daftar Industri dari Departemen / Dinas Perindustrian atau BKPM /
KPMD.
e. Kelengkapan tambahan untuk produk luar negeri, mencakup fotokopi Angka
Pengenal Importir (API), surat kerjasama importir dengan distributor (jika
yang mendaftar adalah distributor), surat penunjukkan dari pabrik asal
(tunjukkan aslinya), sertifikat Kesehatan atau Sertifikat Bebas Jual (free sale)
dari instansi pemerintah yang berwenang di negara asal dengan menunjukkan
aslinya dan surat persetujuan pemasukan dari Departemen Pertanian untuk
produk pangan dari hewan ruminansia.
f. Surat persetujuan pendaftaran asli dan label terakhir yang disetujui (khusus
untuk pendaftaran ulang).
5.2 Pelayanan pada Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan memberikan pelayanan berupa
pelayanan pendaftaran umum, pelayanan pendaftaran ulang, pelayanan tambahan
data, pelayanan perubahan data, pelayanan elektronik dan pelayanan surat
pengaduan.
5.2.1 Pelayanan Pendaftaran Umum
Pangan olahan yang didaftarkan melalui jalur umum ini adalah pangan
olahan yang mempunyai resiko sedang dan tinggi sesuai dengan waktu dan
prosedur yang ditetapkan .
Pada jalur pendaftaran umum terdapat proses pra penilaian di loket
penerimaan umum yaitu menyerahkan berkas pendaftaran. Berkas pendaftaran
diperiksa oleh petugas evaluator untuk menilai kelengkapan dan keabsahan dari
berkas pendaftaran dan diberi keputusan untuk diterima atau ditolak. Berkas
pendaftaran yang ditolak akan dikembalikan kepada pendaftar untuk dilengkapi
persyaratannya dan untuk berkas diterima, pendaftar harus membayar biaya
pendaftaran sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan ke bank BNI. Biaya
pendaftaran yang dibayarkan termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
28
Universitas Indonesia
yang berlaku di BPOM. Pendaftar akan menerima bukti pembayaran dari bank
dan harus disertakan pada berkas pendaftaran serta diserahkan pada bagian loket.
Petugas loket mengentri berkas yang masuk dan membawa berkas
pendaftaran tersebut ke masing-masing Sub Direktorat untuk diproses, tergantung
pangan olahan yang didaftarkan. Untuk pangan olahan tanpa klaim diproses di
Sub Direktorat Penilaian Makanan dan Minuman dan Bahan Tambahan Pangan,
untuk pangan yang memiliki peruntukkan diproses di Sub Direktorat Penilaian
Pangan Olahan Tertentu, untuk pangan fungsional dan PHRG dan produk herbal
diproses di Sub Direktorat Penilaian Pangan Khusus. Berkas pendaftaran
kemudian dipisahkan berkas asli dan fotokopi. Berkas pendaftaran asli akan
diperiksa dan dinilai oleh evaluator subdit, sedangkan berkas fotokopi diletakkan
di gudang arsip.
Jika berkas pendaftaran tidak lengkap maka akan dibuatkan surat
tambahan data untuk melengkapi berkas pendaftaran. Namun jika berkas telah
lengkap maka akan dikeluarkan surat persetujuan pendaftaran dengan melalui
proses seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 5.1. Evaluator subdit akan
membuat resume terhadap kelengkapan berkas pendaftaran tersebut, kemudian
resume itu akan diverifikasi oleh kepala seksi, kepala subdit dan direktur.
Selanjutnya, berkas yang telah diverifikasi diserahkan kepada konseptor nomor
untuk dibuatkan nomor izin edar produk, untuk produk dalam negeri diberi kode
BPOM RI MD diikuti dengan 12 digit angka. Untuk produk luar negeri diberi
kode BPOM RI ML diikuti dengan 12 digit angka. Kemudian dari konseptor
nomor, berkas akan diserahkan ke petugas print nomor untuk dibuatkan surat
persetujuan pendaftaran lengkap dengan nomor izin produk. Surat persetujuan
pendaftaran ini diverifikasi oleh kepala seksi, kepala subdit, dan direktur.
Kemudian divalidasi oleh deputi atau Kepala BPOM tergantung dari jenis
pangannya.
5.2.2 Pelayanan Pendaftaran Ulang
Surat persetujuan pendaftaran berlaku selama 5 (lima) tahun. Enam bulan
sebelum habis masa berlakunya, produsen harus melakukan pendaftaran ulang.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
29
Universitas Indonesia
Pendaftaran ulang tersebut bisa lewat pelayanan umum atau pelayanan elektronik
(e-registration) tergantung jenis pangannya.
5.2.3 Pelayanan Tambahan Data
Tambahan data harus dipenuhi oleh pemohon maksimal 3 (tiga) bulan
terhitung tanggal surat tambahan data. Kemudian penambahan data kedua dan
seterusnya harus dipenuhi oleh pemohon maksiman 1 (satu) bulan terhitung
tanggal surat. Jika pendaftar memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan
waktu yang telah ditetapkan, maka pendaftar dapat mengajukan perpanjangan
waktu pemenuhan tambahan data. Jika setelah waktu yang ditetapkan pendaftar
belum juga melengkapi data-data yang diperlukan, maka permohonan pendaftaran
akan diangggap batal, dan berkas pendaftaran akan dimusnahkan.
5.2.4 Pelayanan Perubahan Data
Perubahan data pangan olahan yang dapat diajukan oleh
produsen/importir/distributor meliputi :
a. Perubahan nama dagang
b. Perubahan nama pabrik
c. Perubahan dan / atau penambahan berat / isi bersih
d. Perubahan nama importir / distributor
e. Perubahan daftar bahan yang digunakan / komposisi
f. Perubahan desain kemasan
g. Perubahan dan / atau penambahan informasi nilai gizi, klaim (tidak termasuk
perubahan dari tidak mencantumkan klaim menjadi mencantumkan klaim)
h. Perubahan untuk kepentingan promosi dalam waktu tertentu.
Alur pendaftaran perubahan data berbeda dengan alur pendaftaran lain,
yaitu tidak menghasilkan surat persetujuan pendaftaran baru tetapi berupa surat
persetujuan perubahan data. Surat permohonan perubahan data langsung dinilai
oleh evaluator di loket pelayanan. Jika tidak memenuhi syarat maka akan
langsung ditolak atau dikembalikan ke pemohon. Bila memenuhi persyaratan
maka bisa dilakukan pembayaran di bank dan selanjutnya bukti pembayaran dan
berkas akan diterima di loket penerimaan berkas kemudian oleh petugas loket
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
30
Universitas Indonesia
akan dibawa ke bagian Tata Operasional. Di bagian Tata Operasional akan
dilakukan pencatatan dan pemberian nomor surat sebelum dikirim ke masing-
masing Sub Direktorat.
Setelah diserahkan ke bagian Sub Direktorat maka dilakukan penilaian dan
diberikan surat persetujuan perubahan data, divalidasi dan sp direktur. Direktur
melakukan penilaian apakah berkas tersebut diterima atau ditolak yang
selanjutnya hasil penilaiannya diberikan ke pelanggan. Alur pendaftaran
perubahan data dapat dilihat pada Lampiran 5.3.
Setiap tahap proses penyelesaian berkas pendaftaran dilakukan
pengarsipan, mulai dari tambahan data, monitoring berkas pendaftaran umum dan
ulang, sampai surat persetujuan pendaftaran. Arsip monitoring berkas pendaftaran
yaitu menulis tanggal dari pertama berkas diterima di loket pendaftaran, sampai
berkas selesai dikerjakan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sasaran mutu
dalam rangka mengevaluasi ketepatan jumlah hari kerja yang diperlukan untuk
penilaian terhadap berkas pendaftaran di tiap-tiap Sub Direktorat. Arsip surat
persetujuan pendaftaran dilakuan agar mempunyai data pangan olahan yang sudah
mempunyai nomor pendaftaran.
Arsip berkas pendaftaran pangan olahan disusun berdasarkan urutan
nomor file dan dibedakan antara produk dalam negeri dan produk impor. Lemari
yang digunakan sebagai penyimpan arsip berupa lemari yang memiliki daya
tampung besar, rapih dan mudah digunakan sehingga mempercepat proses
penelusuran arsip yang diinginkan. Semua kewajiban dalam pengelolaan gudang
arsip di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan tertuang dalam intruksi kerja
penanggung jawab gudang.
Untuk menjaga kerapihan gudang dan mengingat keterbatasan daya
tampung gudang, maka berkas pendaftaran yang masa simpannya telah lebih dari
5 (lima) tahun dan telah dialihmediakan dalam bentuk microfilm atau elektronik
serta berkas duplikat atau salinan dimusnahkan dengan persetujuan Direktur
Penilaian Keamanan Pangan dengan dibuat berita acara pemusnahan dokumen
oleh Kepala Seksi Tata Operasional dan disertai bukti dokumentasi tugas
pemusnahan arsip.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
31
Universitas Indonesia
5.2.5 Pelayanan Elektronik (E-Registration)
Pelayanan elektronik ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan
pendaftaran produk pangan olahan lebih transparan, efisien, efektif, produktif,
akuntabel, cepat, serta profesional. Pelayanan ini diberlakukan per 1 Maret 2012.
Pelayanan pendaftaran lewat elektronik ini dikhususkan untuk pangan olahan
yang memiliki resiko rendah misalnya permen dan biskuit. Proses pendaftaran ini
meliputi pendaftaran perusahaan dan pendaftaran pangan olahan.
5.2.5.1 Pendaftaran Perusahaan
a. Dokumen yang di-scan dan di-upload
Dokumen tersebut adalah Izin usaha industri yang mencantumkan nama,
alamat perusahaan dan jenis komoditi(untuk lokal), dokumen yang berisi
komposisi, SIUP (untuk impor), NPWP dan Pemeriksaan Sarana Balai (PSB)
yang mencantumkan nama, alamat, perusahaan, jenis komoditi dan nilai hasil
pemeriksaan.
b. Dokumen yang dilampirkan untuk verifikasi (hardcopy)
Pada pendaftaran perusahan, dokumen yang dilampirkan untuk verifikasi
adalah izin usaha industri lengkap (untuk lokal), SIUP (untuk impor), NPWP,
pemeriksaan sarana alai lengkap, akte notaris dan surat kerjasama (untuk lisensi
dan pengemasan kembali)
5.2.5.2 Pendaftaran Pangan Olahan
a. Tahap 1 (penetapan jenis pangan)
Dokumen yang discan dan diupload adalah rancangan label, proses
produksi, foto produk (impor), Healt Certificate / Free Sale Certificate (impor),
surat penunjukan (impor), dan dokumen yang berisi komposisi pangan yang
didaftarkan
b. Tahap 2 (verifikasi)
Dokumen yang dilampirkan (hardcopy) pada pendaftaran pangan olahan
adalah rancangan label berwarna sesuai dengan ukuran asli, hasil analisa (asli),
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
32
Universitas Indonesia
proses produksi / sertifikat GMP (Good Manufacturing Practice) atau HACCP
(Hazard analysis and critical control points) yang difotokopi, Health Certificate
/ Free Sale Certificate (impor), surat penunjukan (impor), spesifikasi bahan baku
tertentu terkait, GMO (Genetically Modified Organism), asal bahan (nabati
hewani), asal negara, kloramfenikol, dll, spesifikasi Bahan Tambahan Pangan dan
dokumen lain jika diperlukan seperti perhitungan Informasi Nilai Gizi, sertifikat
merk, sertifikat SNI, dll.
5.2.6 Pelayanan Konsultasi
Pelayanan konsultasi dilakukan untuk pendaftar yang memerlukan
informasi lebih lanjut tentang perkembangan proses pendaftaran produknya.
Misalnya pendaftar yang berkas pendaftarannya telah masuk ke Direktorat
Penilaian Keamanan Pangan tetapi ingin mengkonsultasikan tentang tambahan
data yang kurang jelas yang tercantum pada surat tambahan data. Pelayanan
konsultasi dilakukan oleh pejabat struktural yaitu Kepala Seksi dan Kepala
Sub Direktorat yang ada di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan.
5.2.7 Pelayanan Surat Pengaduan
Dalam hal adanya keberatan terhadap hasil penilaian atas kriteria
keamanan pangan olahan, perusahaan dapat mengajukan permohonan dengar
pendapat kepada Kepala Badan secara tertulis.
5.3 Tata Laksana penilaian Pangan Olahan
Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang Pendaftaran
Pangan Olahan pasal 2, menyebutkan bahwa setiap pangan olahan baik yang
diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia
untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran wajib memiliki Surat Persetujuan
Pendaftaran. Surat Persetujuan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diterbitkan oleh Kepala Badan. Kemasan eceran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan kemasan akhir pangan yang tidak boleh dibuka
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
33
Universitas Indonesia
untuk dikemas kembali menjadi kemasan yang lebih kecil untuk
diperdagangkan.
Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang Pendaftaran
Pangan Olahan pasal 6 menyebutkan bahwa pangan olahan yang akan
didaftarkan harus memenuhi kriteria keamanan, mutu, dan gizi. Kriteria
keamanan, mutu, dan gizi meliputi:
a. Parameter keamanan, yaitu batas maksimum cemaran mikroba, cemaran
fisik, dan cemaran kimia
b. Parameter mutu, yaitu pemenuhan persyaratan mutu sesuai dengan standar
dan persyaratan yang berlaku serta Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB)
untuk pangan olahan yang diproduksi di dalam negeri atau Cara Distribusi
Pangan yang Baik (CDPB) untuk pangan olahan yang dimasukkan ke
dalam wilayah Indonesia; dan
c. Parameter gizi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Selain harus
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), juga
harus memenuhi persyaratan label.
Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang Pendaftaran
Pangan Olahan pasal 9 menyebutkan bahwa :
a. Pendaftaran pangan olahan yang dimasukkan ke dalam wilayah
Indonesia diajukan oleh Importir atau Distributor.
b. Importir atau distributor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan, yaitu memiliki izin di bidang importasi atau distribusi
pangan, memiliki surat penunjukan dari perusahaan asal di luar negeri dan
memenuhi persyaratan Cara Distribusi Pangan yang Baik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Pendaftaran pangan olahan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia
yang merupakan pangan olahan lisensi, pangan olahan yang dikemas
kembali, atau Pangan yang diproduksi berdasarkan kontrak di luar negeri
harus disertai data pendukung berupa surat perjanjian atau surat sejenis.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
34
Universitas Indonesia
Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.5.12.11.09956 Tahun 2011 tentang Tata Laksana
Pendaftaran Pangan Olahan pasal 7 menyebutkan bahwa permohonan pendaftaran
dilengkapi dengan bukti biaya pendaftaran dari bank. Pada pasal 8 menyebutkan
hasil penilaian lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dapat berupa:
a. Penerbitan Surat Persetujuan Pendaftaran; atau
b. Penerbitan Surat Penolakan Pendaftaran.
Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang Pendaftaran
Pangan Olahan pasal 17 menyebutkan bahwa untuk perubahan data pada pangan
olahan yaitu sebagai berikut :
a. Perusahaan dapat melakukan perubahan data untuk pangan olahan yang telah
memiliki Surat Persetujuan Pendaftaran.
b. Perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat
persetujuan Kepala Badan.
c. Perubahan data pangan olahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dilakukan sepanjang tidak menyebabkan perubahan Nomor Pendaftaran
Pangan dan/atau perubahan biaya evaluasi dan pendaftaran.
d. Dalam hal perubahan data pangan olahan yang menyebabkan perubahan
Nomor Pendaftaran Pangan dan/atau perubahan biaya evaluasi, pendaftar
harus mengajukan permohonan pendaftaran baru.
Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang Pendaftaran
Pangan Olahan pasal 31 menyebutkan bahwa dalam hal adanya keberatan
terhadap hasil penilaian atas kriteria keamanan pangan olahan, Perusahaan dapat
mengajukan permohonan dengar pendapat kepada Kepala Badan secara tertulis.
Permohonan dengar pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilengkapi dengan data baru dan/atau data yang sudah pernah diajukan yang
dilengkapi dengan justifikasi.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
35
Universitas Indonesia
Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang Pendaftaran
Pangan Olahan pasal 32 menyebutkan bahwa dalam hal adanya keberatan
terhadap penolakan pendaftaran, perusahaan dapat mengajukan permohonan
peninjauan kembali kepada Kepala Badan secara tertulis. Permohonan
peninjauan kembali harus dilengkapi dengan data baru dan/atau data yang sudah
pernah diajukan yang dilengkapi dengan justifikasi. Permohonan peninjauan
kembali dapat diajukan dalam bentuk dengar pendapat.
5.4 Penilaian Keamanan, Mutu, Gizi dan Label Pangan
Penilaian yang dilakukan oleh Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
terdiri dari penilaian keamanan, mutu dan gizi pangan serta label. Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Pangan, Mutu
Pangan dan Gizi Pangan, yang dimaksud dengan Keamanan Pangan adalah
kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat menganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan
atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan
terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Gizi pangan adalah zat atau
senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan
kesehatan manusia.
Label pangan wajib dicantumkan pada, di dalam dan/ atau di
kemasan pangan. Pencantuman label dilakukan sedemikian rupa sehingga
tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak serta
terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca.
Keterangan dan/atau pernyataan tentang pangan dalam label harus benar dan
tidak menyesatkan, baik mengenai tulisan, gambar atau bentuk apapun lainnya.
5.5 Nomor Pendaftaran Pangan
Nomor Pendaftaran Pangan dapat dilihat pada bagian depan label pangan
olahan dengan kode BPOM RI MD atau BPOM RI ML sesuai dengan PP 69
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
36
Universitas Indonesia
Tahun 1999 tentang label dan iklan pangan. BPOM RI MD diberikan kepada
produsen pangan dalam negeri. BPOM RI ML diberikan kepada importir atau
distributor pangan luar negeri.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
37 Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 BPOM berperan dalam memantau peredaran produk–produk obat dan
makanan yang beredar di Indonesia, serta mendeteksi, mencegah dan
mengawasi produk-produk obat dan makanan agar masyarakat terlindung
dari peredaran produk-produk yang membahayakan kesehatan. Selain itu
BPOM berfungsi mengkaji, menyusun, melaksanakan, mengkoordinasi dan
memantau kebijakan dan kegiatan di bidang pengawasan obat dan makanan.
6.1.2 Peran apoteker di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan adalah melakukan
evaluasi terhadap pangan yang akan beredar di masyarakat yang meliputi
aspek mutu, keamanan, gizi, dan label dari produk yang didaftarkan.
Penilaian dan evaluasi ini dilakukan untuk melindungi konsumen atau
masyarakat dari peredaran produk yang tidak memenuhi syarat mutu,
keamanan dan gizi.
6.2 Saran
6.2.1 Peningkatan beban kerja harus diimbangi dengan peningkatan sumber daya
manusia. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan perlu penambahan sumber
daya manusia khususnya evaluator penilaian keamanan pangan.
6.2.2 Diperlukan peningkatan sarana dan prasarana dalam menunjang tugas
pokok dan fungsi Direktorat Penilaian Keamanan Pangan yang berbasis
teknologi dan elektronik.
6.2.3 Untuk meningkatkan kinerja dan kualitas karyawan diperlukan
pengembangan terhadap sumber daya manusia melalui pendidikan dan
pelatihan yang berkesinambungan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!888 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. (2001). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 02001/SK/KBPOM tentang Organisai dan Tata kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta : Badan POM RI.
BPOM. (2001). Profil Badan Pengawas Obat dan Makanan. http://www.pom.go.id. Diakses tanggal 20 Juli 2012 Pukul 15.00.
BPOM. (2004). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00/05.1.2569 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan. Jakarta : Badan POM RI.
BPOM. (2005). Peraturan Presiden Republik Indonesia No.64 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden No.103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Jakarta : Badan
POM RI.
BPOM. (2005). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik indonesia No. HK.00.06.51.0475 tentang Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan. Jakarta : Badan POM RI.
BPOM. (2005). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik indonesia No. HK.00.05.52.0689 tentang Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Jakarta : Badan POM RI.
BPOM. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik indonesia No. HK.03.1.5.12.11.09955 tentang Pendaftaran Pangan Olahan. Jakarta : Badan POM RI
BPOM. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik indonesia No. HK.03.1.5.12.11.09956 tentang Tata Laksana Pendaftaran Pangan Olahan. Jakarta : Badan POM RI.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!999
Universitas Indonesia
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1989). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 382/MEN.KES/PER/IV/1989 tentang Pendaftaran Makanan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (1996). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (1999). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (1999). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia. (2000). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2004). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2010 tentang Jenis dan Pajak yang berlaku pada Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!000
Universitas Indonesia
Lampiran 1.1 Struktur Organisasi BPOM
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
PusatRiset
Obat dan Makanan
Pusat Informasi Obat dan Makanan
Deputi II
Bidang Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetika dan
Produk Komplemen
1. Direktorat Penilaian OT, Suplemen makanan dan kosmetik
2. Direktorat Standarisasi OT, Kosmetika dan Produk Komplemen
3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen
4. Direktorat Obat Asli Indonesia
Deputi III
Bidang Pengawasan
Keamanan Pangan dan
Bahan Berbahaya
1. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
2. Direktorat Standarisasi Produk Pangan
3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan
4. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
5. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Balai Besar/ Balai POM
Deputi I
Bidang Pengawasan Produk
Terapetik dan NAPZA
1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi
2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT
3. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT
4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT
5. Direktorat Pengawasan NAPZA
Inspektorat
Sekretariat Utama
1. Biro Perencanaan dan Keuangan2. Biro Kerjasama Luar Negeri3. Biro Hukum dan Humas4. Biro Umum
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!111
Universitas Indonesia
Lampiran 3.1 Struktur Organisasi Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
DIREKTORAT PENILAIAN KEAMANAN PANGAN
SSSUUUBBBDDDIIITTT PPPEEENNNIIILLLAAAIIIAAANNN MMMAAAKKKAAANNNAAANNN DDDAAANNN BBBAAAHHHAAANNN TTTAAAMMMBBBAAAHHHAAANNN PPPAAANNNGGGAAANNN
SSSUUUBBBDDDIIITTT PPPEEENNNIIILLLAAAIIIAAANNN PPPAAANNNGGGAAANNN KKKHHHUUUSSSUUUSSS
SSSUUUBBBDDDIIITTT PPPEEENNNIIILLLAAAIIIAAANNN PPPAAANNNGGGAAANNN OOOLLLAAAHHHAAANNN
TTTEEERRRTTTEEENNNTTTUUU
Seksi TOP
SSSEEEKKKSSSIII PPPEEENNNIIILLLAAAIIIAAANNN MMMAAAKKKAAANNNAAANNN
SSSEEEKKKSSSIII PPPEEENNNIIILLLAAAIIIAAANNN MMMIIINNNUUUMMMAAANNN DDDAAANNN BBBTTTPPP
SSSEEEKKKSSSIII PPPEEENNNIIILLLAAAIIIAAANNN MMMAAAKKKAAANNNAAANNN BBBAAAYYYIII DDDAAANNN BBBAAALLLIIITTTAAA
SSSEEEKKKSSSIII PPPEEENNNIIILLLAAAIIIAAANNN MMMAAAKKKAAANNNAAANNN
DDDIIIEEETTT KKKHHHUUUSSSUUUSSS
SSSEEEKKKSSSIII PPPEEENNNIIILLLAAAIIIAAANNN PPPHHHRRRGGG DDDAAANNN IIIRRRAAADDDIIIAAASSSIII
SSSEEEKKKSSSIII PPPEEENNNIIILLLAAAIIIAAANNN PPPAAANNNGGGAAANNN
FFFUUUNNNGGGSSSIIIOOONNNAAALLL
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!222
Universitas Indonesia
Lampiran 5.1 Alur Pendaftaran Umum (untuk produk baru dan ulang)
Tambahan Data
Pemohon
Pra Evaluasi
Loket
Evaluasi
Verifikasi dan validasi
Surat Persetujuan Pendaftaran
Ditolak
BBBaaayyyaaarrr BBBaaannnkkk
Diterima
Ditolak
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!333
Universitas Indonesia
Lampiran 5.2 Alur Pelayanan Perubahan Data
Pemohon
Loket
Evaluasi
Surat Persetujuan Perubahan Produk
Ditolak
Tambahan Data
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!!
Universitas Indonesia
Lampiran 5.3 Proses Pendaftaran Perusahaan secara e-Registration
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
Lampiran 5.4 Proses
Universitas Indonesia
Proses Pendaftaran Pangan secara E-Registration
!555
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
REGULASI
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NURLAILA FITRIANI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS INDONESIA
REGULASI PANGAN DIET DIABETES
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.1106153403
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJANUARI 2013
PANGAN DIET DIABETES
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!!
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL ......................................................................................... iDAFTAR ISI..................................................................................................... iiDAFTAR GAMBAR....................................................................................... ivDAFTAE TABEL..............................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 11.1 Latar Belakang................................................................................... 11.2 Tujuan ............................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 32.1 Diabetes . ............................................................................................ 3
2.1.1 Klasifikasi Diabetes...................................................................32.1.1.1 Diabetes Tipe 1 .............................................................32.1.1.2 Diabetes Tipe 2 .............................................................42.1.1.3 Diabetes Gestasional .....................................................42.1.1.4 Diabetes Tipe Lain ........................................................5
2.2 Pengobatan Diabetes........................................................................... 52.2.1 Insulin ....................................................................................... 6
2.2.1.1 Penggolongan Insulin....................................................62.2.1.2 Efek Samping................................................................7
2.2.2 Antidiabetika Oral .................................................................... 72.2.2.1 Golongan Sulfonilurea ..................................................72.2.2.2 Golongan Meglitinid .....................................................82.2.2.3 Golongan Biguanid .......................................................82.2.2.4 -Glukosidase.................................................92.2.2.5 Tiazolidinedion .............................................................92.2.2.6 Inkretin ..........................................................................9
2.3 Diet Bagi Penderita Diabetes............................................................ 102.3.1 Tujuan Diet ............................................................................. 102.3.2 Syarat Diet .............................................................................. 102.3.3 Indeks Glikemik ..................................................................... 11 2.3.4 Jenis Diet dan Indikasi Pemberian ......................................... 12
2.3.4.1 Perencanaan Diet dan Memakan Daftar Penukar........122.3.4.2 Bahan Makanan yang Dianjurkan...............................132.3.4.3 Bahan Makanan yang Tidak Dianjurkan ....................13
2.3.5 Olahraga Bagi Penderita Diabetes.......................................... 132.4 Regulasi Mengenai Pangan Diet Diabetes........................................ 14
2.4.1 Pangan Olahan dengan Klaim Indeks Glikemik .................... 152.4.2 Cara Penentuan Indeks Glikemik ........................................... 16
2.4.2.1 Cara Pemilihan Subyek...............................................162.4.2.2 Data yang Dikumpulkan .............................................162.4.2.3 Prosedur Penentuan Indeks Glikemik Pangan ........... 16
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!!!
BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS................................................. 183.1 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Tugas Khusus ................................ 183.2 Metode Pelaksanaan ..........................................................................18
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................. 194.1 Diabetes dan Diet.............................................................................. 194.2 Regulasi Pangan Diet Diabetes......................................................... 20
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 225.1 Kesimpulan....................................................................................... 225.2 Saran .................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 23
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!vvv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kurva Pengukuran Indeks Glikemik Pangan .................................. 17
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
vvv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jenis Diet Diabetes Melitus Menurut Kandungan Energi, Protein,Lemakdan Karbohidrat. ................................................................................. 12
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia yang mengidap penyakit diabetes pada tahun
2000 mencapai 8,4 juta jiwa. Pengidap penyakit diabetes diperkirakan akan
melonjak jumlahnya mencapai 21,3 juta jiwa (Wild et al., 2004). Banyaknya
pengidap diabetes mengakibatkan perlunya pengendalian dan penanggulangan
terhadap penyakit ini untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan bahkan
kematian.
Penanggulangan penyakit dapat dilakukan dengan konsumsi obat, olahraga
serta melakukan diet. Konsumsi obat dilakukan untuk menurunkan dan
mempertahankan kadar glukosa darah sehingga mencapai kadar normal. Olahraga
dapat membantu menurunkan berat badan bagi pengidap diabetes yang kelebihan
berat badan. Diet bagi pengidap diabetes bertujuan untuk mengatur pola makan
serta membatasi makanan yang dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah.
Diet bagi penderita diabetes dapat dilakukan dengan cara mengatur pola
makan dan membatasi jumlah gula yang dikonsumsi. Penderita diabetes dapat
melakukan diet dengan mengkonsumsi pangan diet khusus diabetes. Pangan ini
berupa makanan atau minuman yang memiliki nilai indeks glikemik tertentu yang
diperuntukkan bagi para pengidap penyakit diabetes.
Pangan diet diabetes termasuk ke dalam jenis pangan olahan tertentu yang
harus didaftarkan ke BPOM. Pangan ini akan dinilai sesuai dengan spesifikasi
yang telah ditentukan, misalnya klaim nilai indeks glikemik yang diperuntukkan
para pengidap diabetes. Penilaian pangan diet khusus diabetes dilakukan
berdasarkan regulasi yang telah dikeluarkan oleh BPOM.
Apoteker memiliki peran dalam melakukan penilaian makanan dan
minuman yang didaftarkan di BPOM, termasuk pangan diet diabetes. Dalam
melaksanakan perannya, apoteker harus mengetahui lebih banyak mengenai
regulasi khususnya mengenai pangan diet diabetes. Tugas khusus ini membahas
bagaimana regulasi pangan diet diabetes yang dilakukan oleh BPOM berdasarkan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!
Universitas Indonesia
studi literatur yang dilakukan selama melaksanakan praktek kerja profesi apoteker
di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan
periode 5 Juli–27 Juli 2012.
1.2 Tujuan
Mengkaji regulasi pangan diet diabetes berdasarkan studi literatur.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
! Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia dan abnormalitas pada metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein. Diabetes melitus dapat disebabkan oleh berubahnya sekresi insulin,
menurunnya sensitifitas insulin atau merupakan gabungan dari keduanya (Wells et
al., 2009). Kriteria diagnosis diabetes melitus adalah kadar glukosa puasa
mg/dL atau pada 2 jam setelah makan
glukosa 2 jam setelah makan > 140 mg/dL tetapi lebih kecil dari 200 mg/dL
dinyatakan glukosa toleransi lemah.
Penyakit diabetes melitus memiliki beberapa gejala antara lain
peningkatan pengeluaran urin (poliuria), peningkatan rasa lapar (polifagi),
peningkatan rasa haus (polidipsi), penurunan berat badan yang mendadak atau
abnormal, lemas dan mudah mengantuk, mual dan muntah yang parah untuk
diabetes tipe 1 (Corwin, 2008).
2.1.1 Klasifikasi Diabetes
Penyakit diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi diabetes tipe 1
dan diabetes tipe 2. Pada penderita diabetes tipe 1 terdapat defisiensi insulin
sedangkan penderita diabetes tipe 2 mengalami resistensi insulin dan
berkurangnya sekresi insulin (Dipiro et al., 2005).
2.1.1.1 Diabetes Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan
absolut insulin. Penyakit ini disebut diabetes melitus dependen insulin (DMDI).
Pengidap penyakit ini harus mendapatkan insulin pengganti (Corwin, 2008).
-pankreas pulau
Langerhans.
antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans (Corwin, 2008 & DiPiro et al., 2005).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya autoimun tidak diketahui, tetapi
proses itu diperantarai oleh makrofag dan limfosit T dengan autoantibodi yang
(DiPiro, 2005 & Sukandar et al., 2010).
Diabetes melitus tipe 1 biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja,
namun bisa terjadi pada umur berapapun. Orang dewasa muda biasanya memiliki
tingkat kehancuran sel dan ditemukan telah terjadi keadaan ketoasidosis,
sementara orang dewasa sering mempertahankan sekresi insulin yang cukup untuk
mencegah ketoasidosis selama bertahun-tahun (DiPiro et al., 2005).
2.1.1.2 Diabetes Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit hiperglikemia akibat insensitivitas
sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam
rentang normal. Insulin tetap dihasilkan oleh sel-
dianggap sebagai noninsulin sependent diabetes melitus (NIDDM). Diabetes tipe
2 biasanya timbul pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun (Corwin, 2008).
Diabetes tipe 2 berkaitan dengan kegemukan. Diperkirakan bahwa terdapat
suatu sifat genetik yang belum teridentifikasi yang menyebabkan pankreas
mengeluarkan insulin yang berbeda, atau menyebabkan reseptor insulin atau
perantara kedua tidak dapat berespon secara adekuat terhadap insulin. Juga
mungkin terdapat kaitan genetik antara kegemukan dan rangsangan
berkepanjangan reseptor insulin. Rangsangan berkepanjangan atas reseptor-
reseptor tersebut dapat menyebabkan penurunan jumlah reseptor insulin yang
terdapat di sel (Corwin, 2008).
2.1.1.3 Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes. Sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini akan kembali ke
status nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Namun, resiko mengalami diabetes
tipe 2 pada waktu mendatang lebih besar daripada nornal (Corwin, 2008).
Penyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan
kebutuhan energi, kadar estrogen dan hormon pertumbuhan yang terus menerus
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555
Universitas Indonesia
tinggi selama kehamilan. Hormon pertumbuhan dan estrogen merangsang
pengeluaran insulin dan dapat menyebabkan gambaran sekresi berlebihan insulin
seperti diabetes tipe 2 yang akhirnya menyebabkan penurunan responsivitas sel.
Hormon pertumbuhan memiliki beberapa efek anti-insulin, misalnya
perangsangan glikogenolisis (penguraian glikogen) dan penguraian jaringan
lemak. Semua faktor ini mungkin berperan menimbulkan hiperglikemia pada
diabetes gestasional. Wanita yang mengidap diabetes gestasional mungkin sudah
memiliki gangguan subklinis pengontrolan glukosa bahkan sebelum diabetesnya
muncul (Corwin, 2008).
Diabetes gestasional dapat menimbulkan efek negatif pada kehamilan
dengan meningkatkan resiko malformasi kongenital, lahir mati dan bayi bertubuh
besar, yang dapat menimbulkan masalah pada persalinan (Corwin, 2008).
2.1.1.4 Diabetes Tipe Lain
Termasuk dalam golongan ini adalah diabetes melitus yang disebabkan
oleh berbagai hal, antara lain cacat genetik fungsi sel beta, cacat genetik kerja
insulin, penyakit eksokrin pankreas (suatu kelenjar yang mengeluarkan hasil
produksinya melalui pembuluh), endokrinopati, obat atau zat kimia, infeksi,
imunologi yang jarang dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes
melitus (Corwin, 2008).
2.2 Pengobatan Diabetes
Obat-obatan yang biasa digunakan oleh bagi penderita diabetes berupa
insulin dan antidiabetika oral.
2.2.1 Insulin
Insulin merupakan hormon anabolik dan antikatabolik dan memiliki peran
utama dalam metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak (DiPiro, 2005).
Absorpsi insulin dari depot subkutan tergantung dari beberapa faktor, termasuk:
sumber insulin, konsentrasi insulin, bahan tambahan dalam preparat insulin
(contoh: zinc, protamin, dll), aliran darah ke daerah tersebut (contoh: mengusap
area injeksi, peningkatan temperatur kulit, dan latihan otot sekitar area injeksi
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
666
Universitas Indonesia
dapat memperbesar absorpsi) dan tempat injeksi. Insulin biasanya diinjeksikan ke
dalam (diurutkan dari daya absorpsi yang paling cepat ke paling lambat): lemak
perut, lengan atas bagian belakang, area samping paha, dan area bokong bagian
atas (DiPiro et al., 2005).
2.2.1.1 Penggolongan Insulin
Menurut lama kerjanya, insulin dapat digolongkan menjadi insulin kerja
cepat (rapid acting), insulin kerja singkat (short acting), insulin kerja menengah
(intermediate acting insulin) dan insulin kerja panjang (long-duration insulin).
a. Insulin Kerja Cepat (Rapid Acting)
Tiga insulin yang memiliki kerja cepat adalah Lispro, Aspart dan Glulisine.
Insulin kerja cepat memiliki waktu onset yang bervariasi yaitu antara 15-30
menit, dengan kadar puncak 1 sampai 2 jam setelah diberikan (Chisholm-
Burns et al., 2008).
b. Insulin Kerja Singkat (Short Acting)
Insulin ini berupa larutan jernih yang memiliki onset relatif cepat dan durasi
yang singkat. Insulin ini digunakan dengan menyuntikkan secara subkutan 30
menit sebelum makan (Chisholm-Burns et al., 2008). Insulin jenis ini
digunakan ketika penggunaan IV dibutuhkan, misalnya ketika keadaan
ketoasidosis, melanjutkan sistem infus subkutan dan untuk terapi insulin DM
tipe 2 selama kehamilan, operasi atau ketika sakit keras (Greene & Harris,
2008).
c. Insulin Kerja Menengah (Intermediate Acting Insulin)
Insulin kerja menengah dikenal sebagai Neutral Protamin Hagedorn, yang
lebih dikenal sebagai insulin NPH. Insulin jenis ini merupakan produk
dengan onset yang lambat tetapi memiliki durasi yang lebih lama. Dengan
masa kerja yang lebih lama, Insulin NPH memiliki kekurangan seperti tidak
bisa diprediksi kapan kadar puncak terjadi dan durasi kerjanya kurang dari 24
jam. (Chisholm-Burns et al., 2008).
d. Insulin Kerja Panjang (Long-duration Insulin)
Dua sediaan insulin yang memiliki kerja lama adalah Glargine dan Detemir
yang didesain sebagai insulin dosis sehari. Larutan jernih ini diberikan secara
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
777
Universitas Indonesia
subkutan. Insulin jenis ini tidak dapat diinjeksikan secara intravena atau
dicampurkan dengan insulin lain (Chisholm-Burns et al., 2008).
2.2.1.2 Efek Samping
Efek samping yang paling umum dilaporkan dengan penggunaan insulin
adalah hipoglikemia. Pasien dengan DM tipe 1 cenderung memiliki lebih sering
mengalami hipoglikemik dibandingkan dengan tipe 2 pasien DM
(DiPiro et al., 2005).
2.2.2 Antidiabetika Oral
2.2.2.1 Golongan Sulfonilurea
Antidiabetika oral golongan sulfonilurea terdiri dari dua generasi, generasi
pertama terdiri dari tolbutamid, asetoheksimid dan klorpropamid. Generasi kedua
yang memiliki potensi hipoglikemik lebih besar antara lain glibenklamid, glipizid
gliklazid dan glimepirid. Golongan sulfonilurea sering disebut sebagai insulin
secretagogeus, kerjanya merangsang sekresi insulin oleh sel-
pankreas. Rangsangan melalui interaksi dengan ATP-sensitive K-channel
menimbulkan depolarisasi membran akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya
kanal Ca , ion Ca2+ masuk ke sel-
sekresi insulin ekuivalen peptida C. Golongan sulfonilurea digunakan untuk
pasien yang tidak kelebihan berat badan, atau yang tidak dapat menggunakan
metformin. (Suherman, 2007).
Antidiabetika golongan sulfonilurea diindikasikan untuk penderita
Diabetes Melitus tipe 2/NIDDM atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(BPOM, 2008). Obat golongan sulfonilurea memiliki efek samping antara lain
hipoglikemia, bahkan sampai koma yang terjadi pada pasien yang tidak mendapat
dosis tepat, tidak makan cukup atau dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal.
Efek samping lain, reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah, diare, gejala
hemotologik, susunan saraf pusa, mata dan sebagainya (Suherman, 2007).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
888
Universitas Indonesia
2.2.2.2 Golongan Meglitinid
Antidiabetika oral golongan metiglinid adalah repaglinid dan nateglinid.
Obat golongan metglitinid memiliki mekanisme kerja merangsang insulin dengan
menutup kanal K yang ada pada ATP-independent -pankreas
(Suherman, 2007). Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncak
dicapai dalam waktu 1 jam.
Antidiabetika golongan meglitinid diindikasikan untuk penderita Diabetes
Melitus tipe 2/NIDDM atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (BPOM,
2008). Antidiabetika oral golongan meglitinid digunakan 15 menit sebelum
makan (Chisholm-Burns et al, 2008). Efek samping obat golongan metiglinid
adalah hipoglikemia dan gangguan saluran cerna, reaksi alergi juga pernah
dilaporkan (Suherman, 2007).
2.2.2.3 Golongan Biguanid
Antidiabetika oral golongan biguanid yang kini beredar adalah metformin.
Obat golongan biguanid bukan obat hipoglikemik, tetapi suatu antihiperglikemik,
tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan
hipoglikemia (Suherman, 2007). Biguanid memiliki dua aksi utama yaitu
meningkatkan ambilan glukosa perifer dan menghambat glukoneogenesis hepatik
serta pelepasan glukosa dari hati ke dalam darah (Greene & Harris, 2008). Efek
utamanya adalah menurunkan glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan
glukosa di jaringan (BPOM, 2008).
Metformin merupakan obat pilihan pertama pasien dengan berat badan
berlebih dimana diet ketat telah gagal untuk mengendalikan diabetes, jika sesuai
bisa juga digunakan sebagai pilihan pada pasien dengan berat badan normal
(BPOM, 2008). Metformin diminum pada waktu makan. Efek Samping yang
mungkin timbul antara lain mual, muntah, diare, serta kecap logam, tetapi dengan
menurunkan dosis keluhan tersebut akan hilang. Pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal atau sistem kardiovaskuler, pemberian biguanid dapat menimbulkan
peningkatan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat mengganggu
keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh (Suherman, 2007).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
999
Universitas Indonesia
2.2.2.4 Inhibitor -Glukosidase
-Glukosidase yang sering digunakan dalam pengobatan DM
adalah akarbose dan miglitol (Suherman, 2007). Mekanisme kerjanya yaitu
dengan menghambat kerja enzim (maltase, isomaltase, sukrase, dan glukoamilase)
secara kompetitif dalam usus halus sehingga menunda pemecahan sukrosa dan
karbohidrat kompleks. Efeknya adalah mengurangi kadar glukosa darah 2 jam
sesudah makan (DiPiro et al., 2005). Cara pemakaian obat ini adalah dengan
mengunyah tablet bersama satu suapan pertama makanan atau ditelan utuh dengan
sedikit air segera sebelum makan (BPOM, 2008).
2.2.2.5 Tiazolidinedion
Tiazolidinedion biasa disebut sebagai TDZs atau glitazon. Pioglitazon dan
rosiglitazon merupakan 2 obat dari golongan ini yang sekarang diakui
pemakaiannya untuk terapi farmakologi diabetes melitus tipe 2 (DiPiro et al.,
2005). Mekanisme kerja tiazolidinedion adalah berikatan pada peroksisom
proliferator aktivator reseptor- -
lemak dan sel vaskular. Tiazolidinedion meningkatkan sensitivitas insulin di otot,
hati, jaringan lemak secara tidak langsung (DiPiro et al., 2005). Glitazon juga
menurunkan produksi glukosa hati, menurunkan asam lemak bebas di plasma
(Suherman, 2007).
Glitazon digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak memberi respon dengan
diet dan latihan fisik, sebagai monoterapi atau ditambahkan pada mereka yang
tidak memberi respon pada obat hipoglikemia lain (sulfonilurea, metformin) atau
insulin. Efek samping yang ditimbulkan anatara lain, peningkatan berat badan,
edema, menambah volume plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif.
Edema sering terjadi pada penggunaannya bersama insulin. Hipoglikemia pada
penggunaan monoterapi jarang terjadi (Suherman, 2007).
2.2.2.6 Inkretin
Inkretin adalah hormon peptida yang disekresikan dalam usus kecil setelah
makanan masuk ke dalam usus, yang meningkatkan sekresi insulin dan menekan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111000
Universitas Indonesia
glukagon, memperlambat pengosongan lambung dan mengurangi makanan yang
masuk (Greene & Harris, 2008).
2.3 Diet Bagi Penderita Diabetes (Almatsier, 2008)
2.3.1 Tujuan Diet
Diet bagi penderita diabetes memiliki tujuan untuk memperbaiki kebiasaan
makan dan olahraga serta mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik. Cara
yang dapat dilakukan agar tujuan diet dapat tercapai adalah :
a. Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan
menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin dengan obat penurun
glukosa oral dan aktivitas fisik
b. Mencapai dan mempertahankan kadar lipid serum normal
c. Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan
normal
d. Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan
insulin seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama
serta masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani
e. Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal
2.3.2 Syarat Diet
Dalam menjalankan diet untuk penderita diabetes, syarat yang harus
dipenuhi adalah :
a. Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
b. Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total.
c. Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total, dalam
bentuk <10% dari kebutuhan energi total yang berasal dari lemak jenuh, 10%
dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
d. Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total, yaitu 60-70%.
e. Penggunaan gula murni dari minuman dan makanan tidak diperbolehkan
kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu. Bila kadar glukosa darah sudah
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111111
Universitas Indonesia
terkendali, diperbolehkan mengkonsumsi gula murni sampai 5% dari
kebutuhan energi total.
f. Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas.
g. Asupan serat dianjurkan 25 gram/hari dengan mengutamakan serat larut air
yang terdapat di dalam sayur dan buah.
h. Pasien DM dengan tekanan darah normal diperbolehkan mengkonsumsi
natrium dalam bentuk garam dapur seperti orang sehat, yaitu 3000 mg/hari.
Apabila mengalami hipertensi, asupan garam harus dikurangi.
i. Cukup vitamin dan mineral. Apabila asupan dari makanan cukup,
penambahan vitamin dan mineral dalam bentuk suplemen tidak diperlukan.
2.3.3 Indeks Glikemik
Indeks glikemik adalah perbandingan respon glukosa darah tubuh terhadap
makanan dengan respon glukosa darah tubuh terhadap glukosa murni. Indeks
glikemik berguna untuk menentukan respon glukosa darah terhadap jenis dan
jumlah makanan yang dikonsumsi. Indeks glikemik berbeda tergantung respon
biologis atau respon fisiologis bahan makanan tersebut, bukan pada kandungan
kimia. Indeks glikemik berguna untuk menentukan respon glukosa. darah
terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Waspadji et al., 2003).
Nilai indeks glikemik dapat digolongkan, yaitu penggolongan nilai indeks
glikemik menurut Jenny Miller dan penggolongan nilai indeks glikemik menurut
Wolever.
Penggolongan nilai indeks glikemik menurut Jenny Miller adalah
a. Rendah, nilai indeks glikemik <55
b. Sedang, nilai indeks glikemik 55-70
c. Tinggi, nilai indeks glikemik >70
Sedangkan penggolongan nilai indeks glikemik menurut Wolever
a. Rendah, nilai indeks glikemik <70
b. Sedang, nilai indeks glikemik 70-90
c. Tinggi, nilai indeks glikemik >90
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111222
Universitas Indonesia
2.3.4 Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet yang digunakan dalam penatalaksanaaan Diabetes Melitus dikontrol
berdasarkan kebutuhan energi, protein, lemak dan kebutuhan karbohidrat. Sebagai
pedoman digunakan 8 jenis diet Diabetes Melitus sebagaimana dapat dilihat pada
Tabel 3.1.Penetapan diet ditentukan oleh keadaan pasien, jenis Diabetes Melitus
dan program pengobatan secara keseluruhan (Almatsier, 2008).
Tabel 3.1 Jenis diet diabetes melitus menurut kandungan energi, protein, lemak dan karbohidrat.
Jenis Diet Energi KkalProtein
(gram)
Lemak
(gram)
Karbohidrat
(gram)
I 1100 43 30 172
II 1300 45 35 192
III 1500 51,5 36,5 235
IV 1700 55,5 36,5 275
V 1900 60 48 299
VI 2100 62 53 319
VII 2300 73 59 369
VIII 2500 80 62 396
[Sumber : Almatsier, 2008]
2.3.4.1 Perencanaan Diet dan Memakan Daftar Penukar
Perhatian utama pada perencanaan dan mengikuti diet adalah mencapai
ambilan kalori yang optimum, dengan distribusi makanan sepanjang hari,
koordinasi makanan yang masuk dengan insulin, gunakan daftar penukar untuk
perencanaan makanan, gunakan jumlah dan jenis optimum dari karbohidrat dan
lemak di dalam diet, gunakan makanan diabetik dan berolahraga secara teratur
(Moore, 1997).
Daftar Penukar untuk Perencanaan Makanan adalah alat untuk
merencanakan diet dan pendidikan pasien. Makanan dirancang untuk berbagai
daftar tergantung pada kandungan karbohidrat, protein dan lemak (Moore, 1997).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111!
Universitas Indonesia
Dalam menggunakan dafatar penukar untuk merencanakaan diet, langkah-langkah
yang digunakan adalah :
a. Hitung kebutuhan kkal setiap hari
b. Bagi kkal yang diijinkan di anatara protein, karbohidrat dan lemak, biasanya
protein diberikan 12-20% (0,8 g/kg berat badan), karbohidrat 50-60% dan
lemak 30% dari total kkal (Moore, 1997).
c. Tentukan beberapa penukar dari daftar yang dapat memenuhi jumlah
karbohidrat, protein dan lemak yang diinginkan (Moore, 1997).
d. Buat penukar makanan dengan snak didistribusikan sepanjang hari (Moore,
1997).
2.3.4.2 Bahan Makanan yang Dianjurkan
Bahan makanan yang dianjurkan untuk diet diabetes melitus adalah
sebagai berikut (Almatsier, 2008).
a. Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mi, kentang, singkong, ubi,
sagu.
b. Sumber protein rendah lemak, seperi ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe,
tahu dan kacang-kacangan.
c. Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah
dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus, disetup,
direbus, dibakar.
2.3.4.3 Bahan Makanan yang Tidak Dianjurkan
a. Mengandung banyak gula sederhana
b. Mengandung banyak lemak
c. Mengandung banyak natrium
2.3.5 Olahraga Bagi Penderita Diabetes
Walaupun olahraga bukan tanpa resiko (seperti hipoglikemia) olahraga
yang teratur (aktivitas terus menerus sedikitnya 20-30 menit dan dilakukan
sedikitnya 3-4 hari seminggu) memperbaiki sensitivitas insulin dan kadang-
kadang toleransi glukosa pada individu dengan kedua tipe diabetes. Selain itu
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111444
Universitas Indonesia
dapat membantu penurunan berat badan pada penderita kelebihan berat badan
(Moore, 1997).
2.4 Regulasi Mengenai Pangan Diet Diabetes
Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang
dimaksud dengan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan pangan atau minuman (Undang-
Undang No.7 Tahun 1996).
Makanan diet khusus untuk keperluan kesehatan, termasuk untuk bayi dan
anak-anak adalah makanan diet yang diolah atau diformulasikan dan disajikan
untuk pasien dalam pengelolaan diet dan hanya digunakan dibawah pengawasan
medis. Makanan tersebut merupakan makanan satu-satunya atau sebagian dari
makanan bagi pasien dengan keterbatasan kemampuan untuk mengkonsumsi,
mencerna, menyerap, atau memetabolisme makanan biasa atau zat gizi tertentu
yang terkandung di dalamnya; atau untuk orang yang kebutuhan gizinya sudah
ditentukan secara medis, dimana manajemen diet tidak dapat tercapai melalui
modifikasi diet normal, melalui makanan lain untuk penggunaan diet khusus, atau
melalui kombinasi keduanya (BPOM, 2006).
Pangan diet diabetes termasuk ke dalam makanan diet khusus yang
merupakan pangan kategori 13 (BPOM, 2006). Di dalam kategori pangan tersebut
terdapat beberapa pangan diet diabetes, pangan tersebut antara lain biskuit diet
diabetes, susu bubuk diet diabetes, limun diet diabetes dan sirup diet diabetes.
a. Biskuit Diet Diabetes
Biskuit diet diabetes adalah makanan yang diperoleh dengan memanggang
adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu dan atau tepung pati
lainnya, dengan atau tanpa tambahan bahan pemanis alami/buatan yang
sesuai dengan penderita diabetes, serta tambahan makanan lain.
Karakteristik dasar : kadar glukosa dan atau monosakarida lain tidak lebih
dari 1%.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111555
Universitas Indonesia
b. Susu Bubuk Diet Diabetes
Susu bubuk diet diabetes adalah susu bubuk rendah dan atau susu bubuk
tanpa lemak yang sesuai dengan penderita diabetes dengan atau tanpa
penambahan bahan pangan lain.
c. Limun Diet Diabetes
Limun diet diabetes adalah minuman ringan siap minum yang mengandung
pemanis alami atau buatan yang sesuai untuk penderita diabetes dengan
penambahan karbondioksida.
Karakteristik dasar : warna, aroma dan rasa normal , kadar glukosa 0,1 %.
d. Sirup Diet Diabetes
Sirup diet diabetes adalah larutan pemanis alami atau buatan yang sesuai
untuk penderita diabetes dengan atau tanpa penambahan sari buah.
Karakteristik dasar : aroma dan rasa normal, kadar glukosa tidak lebih dari
0,5%.
2.4.1 Pangan Olahan dengan Klaim Indeks Glikemik
Indeks Glikemik (IG) adalah nilai yang mencerminkan laju peningkatan
kadar glukosa darah setelah mengonsumsi pangan yang mengandung karbohidrat,
semakin tinggi IG maka semakin tinggi kadar glukosa darah setelah pangan
dikonsumsi, kenaikan kadar glukosa darah tidak semata ditentukan oleh IG tetapi
juga oleh jumlah karbohidrat yang dikonsumsi (beban glikemik/glycemic load).
(BPOM, 2011).
Pangan Olahan dengan klaim indeks glikemik merupakan Pangan Olahan
yang mencantumkan kategori dan nilai indeks glikemik. Kategori indeks glikemik
tersebut adalah indeks glikemik tinggi, sedang dan rendah. Nilai indeks glikemik
pada kategori tinggi adalah lebih dari 70, untuk kategori sedang, nilai indeks
glikemik antara 55-70. Sedangkan untuk kategori rendah adalah kurang dari 55
(BPOM,, 2011). Selain persyaratan tersebut, jenis pangan olahan yang diizinkan
mencantumkan klaim indeks glikemik harus mengandung karbohidrat tersedia
sekurang-kurangnya 40 gram per saji, tidak termasuk serat pangan
(BPOM, 2011).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111666
Universitas Indonesia
2.4.2 Cara Penentuan Indeks Glikemik
Nilai indeks glikemik harus dibuktikan dengan dokumen hasil analisis
yang diterbitkan oleh institusi terakreditasi. Dokumen hasil analisis merupakan
hasil uji klinis yang dilakukan terhadap pangan siap konsumsi. Bagi penyandang
diabetes, uji klinis dilakukan pada penyandang diabetes melitus tipe 2 yang
terkendali dengan diet, atau dengan diet dan penggunaan obat hipoglikemik oral.
Uji klinis penentuan indeks glikemik dilakukan dengan menggunakan metoda
penentuan indeks glikemik pangan (BPOM, 2011).
2.4.2.1 Cara Pemilihan Subyek
Subyek adalah penyandang diabetes berjumlah 10 orang yang terkendali
baik, tidak hamil dan tidak mempunyai komplikasi lain seperti kelainan ginjal,
fungsi hati, tidak menderita anemia. Pemilihan subyek berdasarkan pemeriksaan
laboratorium seperti glukosa darah untuk mengetahui apakah diabetes melitus
terkendali yaitu glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial, HbA1C, SGPT,
kreatinin darah , Hb, albumin dan globulin (BPOM, 2011).
2.4.2.2 Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan adalah data kadar glukosa darah dari semua
subyek setelah diberi beban berupa glukosa murni kemudian diberi bahan
makanan yang akan diperiksa indeks glikemiknya. Bahan yang akan diteliti
adalah makanan yang paling sedikit mengandung 40 g karbohidrat dalam 1
porsinya (setara 1 penukar sumber karbohidrat), sebanyak 200 kalori setara
dengan 50 g glukosa murni (BPOM, 2011).
2.4.2.3 Prosedur Penentuan Indeks Glikemik Pangan (BPOM, 2011)
a. Mula-mula subyek puasa sekurangnya 10 jam (dari jam 22.00 sampai jam
8.00). Subyek diambil dan diperiksa kadar glukosa darahnya, selanjutnya obat
diabetes melitus yang biasa dipakai diberikan, 10 menit kemudian diberi
beban glukosa murni 50 g dalam segelas air (200 ml).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111777
Universitas Indonesia
b. Subyek diambil dan diperiksa kembali glukosa darahnya 30 menit setelah
beban diberikan. Selanjutnya glukosa darah diperiksa lagi untuk waktu 60
menit, 90 menit dan terakhir 120 menit setelah pemberian beban.
c. Hasil pengukuran glukosa darah tersebut dimasukkan dalam tabel
d. Perlakuan selanjutnya dengan selang waktu yang telah ditentukan, glukosa
murni digantikan dengan pangan yang akan diteliti indeks glikemiknya yang
mengandung 40 gram karbohidrat.
e. Jarak setiap penelitian untuk masing-masing pangan adalah 4-7 hari.
f. Kadar glukosa darah (pada setiap waktu pengambilan glukosa darah)
ditebarkan pada dua sumbu yaitu sumbu waktu (absis) dan sumbu kadar
glukosa darah (ordinat).
g. Indeks glikemik ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di
bawah kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan glukosa
murni.
[Sumber : BPOM, 2011]
Keterangan : (A) Kurva respon glukosa darah setelah mendapat pangan yang diukur IG,(B) kurva respon glukosa darah setelah mendapat glukosa murni
Gambar 3.1 Kurva Pengukuran Indeks Glikemik Pangan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!888 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI TUGAS KHUSUS
3.1 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Tugas Khusus
Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan pada
periode 5 Juli sampai dengan 27 Juli 2012 di Direktorat Penilaian Keamanan
Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan yang dierletak di Jalan Percetakan
Negara No. 23 Jakarta Pusat.
3.2 Metode Pelaksanaan
Tugas khusus dilaksanakan dengan menggunakan studi literatur mengenai
diabetes, pengobatan diabetes, diet pangan diabetes, setelah itu dilakukan
pengkajian mengenai regulasi pangan diet diabetes di Direktorat Penilaian
Keamanan Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
19 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Diabetes dan Diet
Penanggulangan diabetes melitus tidak bisa hanya dilakukan dengan
konsumsi obat-obatan, tetapi juga dengan diet dan olahraga. Penderita diabetes
melakukan diet agar penderita dapat membatasi asupan glukosa sehingga kadar
glukosa darah dapat terkontrol. Dalam menjalankan diet bagi pengidap diabetes,
terdapat makanan yang tidak dianjurkan untuk dikonsumsi yaitu makanan yang
mengandung banyak gula sederhana, mengandung banyak lemak dan
mengandung banyak natrium. Makanan yang mengandung gula sederhana
sebaiknyadihindari karena tidak memerlukan proses pemecahan terlebih dahulu
sehingga lebih mudah diserap.
Terganggunya penggunaan glukosa oleh tubuh pada penderita DM akan
mendorong terjadinya penggunaan lemak sebagai sumber energi (lipolisis). Hal
ini dapat menyebabkan naiknya kandungan asam lemak bebas dalam darah.
Biasanya asam lemak bebas itu dalam hati akan diubah secara bertahap menjadi
asetil KoA. Akan tetapi penderita diabetes karena kandungan asam lemak bebas
tidak seluruhnya dapat diubah menjadi Asetil KoA, tetapi sebagian menjadi asam
asetoasetat yang kemudian menjadi zat keton (Sedaoetama, 2008). Penderita DM
dianjurkan untuk memakan tidak lebih dari 3 gram natrium setiap harinya karena
memiliki kecenderungan untuk menjadi hipertensi.
Makanan dengan indeks glikemik rendah akan dicerna dan diubah menjadi
glukosa secara bertahap dan perlahan-lahan, sehingga puncak kadar gula darah
juga akan rendah (Departemen Pertanian RI, 2007). Pada pemilihan makanan
yang akan dikonsumsi, pasien diabetes hendaknya memilih makanan dengan nilai
indeks glikemik yang rendah agar makanan tersebut tidak menaikkan kadar
glukosa darah dengan drastis.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
20
Universitas Indonesia
4.2 Regulasi Pangan Diet Diabetes
Produk pangan yang beredar di Indonesia harus didaftarkan ke Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Produk pangan berupa makanan dan
minuman olahan yang diproduksi dalam skala besar oleh suatu industri pangan
wajib didaftarkan untuk memperoleh surat izin edar yang dikeluarkan dalam suatu
nomor registrasi. Tidak semua produk pangan wajib didaftarkan di BPOM.
Pangan olahan yang tidak didaftarkan ke BPOM adalah pangan olahan yang
diproduksi oleh industri rumah tangga, mempunyai masa simpan kurang dari 7
(tujuh) hari pada suhu kamar, dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dalam
jumlah kecil untuk keperluan sampel dalam rangka permohonan pendaftaran
penelitian, konsumsi sendiri dan/atau digunakan lebih lanjut sebagai bahan baku
dan tidak dijual secara langsung kepada konsumen akhir (BPOM, 2011).
Pangan diet khusus diabetes termasuk ke dalam produk pangan olahan
tertentu yang wajib didaftarkan ke BPOM. Pangan ini mencantumkan klaim
dalam label kemasannya. Pencantuman klaim dalam label dan kemasan diawasi
oleh BPOM agar tidak menyesatkan konsumen, serta memenuhi persayaratan,
keamanan, mutu dan gizi pangan.
Pangan olahan yang mencantumkan klaim harus memuat informasi antara
lain informasi nilai gizi, peruntukkan dan petunjuk cara penyiapan dan
penggunaan (BPOM, 2011). Informasi nilai gizi merupakan informasi yang
menjelaskan mengenai kandungan gizi pangan setiap takaran saji. Peruntukkan
yang dimaksudkan adalah peruntukkan pangan diet tersebut, sedangkan cara
penyiapan dan penggunaan adalah petunjuk penggunaan dalam penyiapan pangan
diet khusus tersebut.
Regulasi pangan diet diabetes di BPOM tertuang dalam Peraturan Kepala
BPOM RI No. HK.03.1.23.11.11.09909 Tahun 2011 tentang Pengawasan Klaim
dalam Label dan Iklan Pangan Olahan (BPOM, 2011). Di dalam peraturan
tersebut terdapat ketentuan mengenai pencantuman klaim produk pangan,
termasuk indeks glikemik yang tertera pada produk pangan diet khusus pengidap
diabetes. Pangan diet khusus diabetes umumnya memiliki klaim berupa indeks
glikemik yang memiliki nilai rendah. Berdasarkan kategori indeks glikemik dalam
Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.03.1.23.11.11.09909 Tahun 2011 tentang
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
21
Universitas Indonesia
Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan, indeks glikemik yang
rendah memiliki nilai kurang dari 55.
Nilai indeks glikemik yang dicantumkan pada produk diet khusus diabetes
harus dibuktikan dengan hasil analisis dari uji klinis yang dilakukan oleh institusi
yang telah terakreditasi. Uji klinis dilakukan pada penyandangan diabetes melitus
tipe 2 yang terkendali dengan obat atau dengan penggunaan obat hipoglikemik
oral. Uji tersebut dilakukan dengan menggunakan metoda penentuan indeks
glikemik pangan yang terdapat pada Peraturan Kepala BPOM Nomor
HK.03.1.23.11.11.09909 Tahun 2011 tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan
Iklan Pangan Olahan (BPOM, 2011).
Label pada produk pangan diabetes yang mencantumkan klaim indeks
glikemik harus menyertakan peringatan berupa ”Penyandang diabetes harus
berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi”. Peringatan tersebut diletakkan
berdekatan dengan klaim indeks glikemik. Hal ini diperlukan mengingat bahwa
pangan diet diabetes merupakan pangan bagi pengidap diabetes yang asupan
makanannya harus diperhatikan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!! Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa regulasi
pangan diet diabetes tertera dalam Peraturan Kepala BPOM tentang Pengawasan
Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan (Nomor HK.03.1.23.11.11.09909
Tahun 2011) yang mengatur pencantuman klaim indeks glikemik pada pangan
khusus diet diabetes.
5.2 Saran
Sosialisasi mengenai persyaratan pangan olahan tertentu, khususnya
pangan diet diabetes hendaknya ditingkatkan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!333 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Almatsier, Sunita. (2008). Penuntun Diet. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hal 137-139.
Corwin, E.J. (2008). Patofisiologi.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal
556-563.
BPOM. (2008). Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Hal
BPOM. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.11.11.09909 Tahun 2011 tentang Pengawasan Klaim Dalam Label Iklan Pangan Olahan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Chisholm-Burns, M.A.C., Wells, B.G., Malone, P.M., Kolesar, J.M., Rotscchafer, J.C., Dipiro, J.T.(2008). Pharmacotherapy Principles & Practices. New York : Mc Graw Hill Medical. Hal 658-660.
DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.(2005). Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition. New York : The McGraw-Hill. Hal 1333-1340.
Greene, R.J & Harris, N.D.(2008). Pathology and Therapeutics for Pharmacist. London : Pharmaceutical Press.
Moore, M.C.(1997). Terapi Diet dan Nutrisi Edisi II. Jakarta : Hipokrates. Hal 242-256.
Sedaoetama, A.D. (2008). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Jakarta : Dian Rakyat
Suherman, S.K.(2007). Insulin dan Antidiabetika Oral. 481-495Dalam Gunawan, G.S. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia. Hal 481-495
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.A.P., & Kusnandar.(2010). ISO Farmakoterapi. Jakarta : ISFI Penerbitan. Hal 26.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!444
Universitas Indonesia
Undang-Undang No.7 Tahun 1996. (1996). Undang-undang No.7 Tahun 1996 Tentang : Pangan. Jakarta : Presiden Republik Indonesia.
Waspadji, S., Suyono, S., Sukardji, K & Moenarko, M. (2003). Indeks Glikemik Berbagai Makanan di Indonesia Hasil Penelitian. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L & Dipiro, C.V. (2009). Pharmacoterapy Handbook Seventh Edition. New York : The McGraw-Hill. Hal 210-225.
Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R & King, H. (2004). Global Prevalence of Diabetes Estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care, Vol.27, 5, 1047-1051.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT. COMBIPHAR
PERIODE 1 AGUSTUS 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383
PADALARANGPERIODE 1 AGUSTUS 2012 - 7 SEPTEMBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.1106153403
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERJL. RAYA SIMPANG NO.383
7 SEPTEMBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383
PERIODE 1 AGUSTUS 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.
PROGRAM PROFESI APOTEKER
!!
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383
PADALARANG PERIODE 1 AGUSTUS 2012 - 7 SEPTEMBER 2012
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.1106153403
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383
7 SEPTEMBER 2012
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!vvv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT.
Combiphar yang dilaksanakan mulai tanggal 1 Agustus 2012 sampai dengan 7
September 2012. Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) yang dilaksanakan di PT. Combiphar dan disusun sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Delano Lusikooy, S.Si., Apt. sebagai Head of Manufacturing PT.
Combiphar.
2. Bapak Maman Suhendar, S.Si., Apt., selaku koordinator PKPA dan
pembimbing dalam Praktek Kerja Profesi Apoteker yang telah mengarahkan
dan memberi bimbingan selama praktek kerja berlangsung.
3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
4. Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai pembimbing akademik dan Ketua Program
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
5. Bapak Dr. Herman Suryadi, M.S., Apt., selaku pembimbing PKPA di
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah berkenan meluangkan
waktunya dan memberikan bimbingan serta arahan laporan PKPA.
6. Karyawan dan staff PT. Combiphar yang telah membantu dalam pelaksanaan
dan penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.
7. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
8. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan semangat dan bantuan, serta
dukungan baik material maupun moral .
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
vvv
9. Sahabat-sahabatku baik di dalam maupun di luar kampus serta teman
seperjuangan Program Profesi Apoteker angkatan LXXV.
10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis
selama pelaksanaan PKPA ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan PKPA ini masih
banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Kami berharap semoga pengetahuan
dan pengalaman yang kami peroleh selama menjalani kerja. Praktek profesi
apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua
pihak yang memerlukan.
Depok, Desember 2012
Penulis
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Nurlaila Fitriani, S. Farm., Apt.Program Studi : Profesi ApotekerJudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Combiphar Jalan
Raya Simpang No.383 Padalarang Periode 1 Agustus 2012-7September 2012
Praktek Kerja Profesi Apoteker PT. Combiphar bertujuan untuk memahami peranan dan tanggung jawab apoteker di industri farmasi. Apoteker mempunyai tiga posisi penting di industri farmasi, yaitu sebagai penanggung jawab pemastian mutu, penanggung jawab produksi dan penanggung jawab pengawasan mutu, dimana ketiganya harus dipegang oleh tiga apoteker yang berbeda. Selain ketiga posisi tersebut, apoteker di industri farmasi juga dapat bertanggung jawab di bidang riset dan pengembangan, sistem mutu, dan juga registrasi. Tugas khusus yang diberikan adalah identifikasi dan perbandingan dokumen kualifikasi sistem HVAC di Departemen Teknik PT. Combiphar dengan petunjuk operasional penerapan CPOB 2009.
Kata kunci : PT. Combiphar, sistem HVAC dan kualifikasiTugas Umum : vii + 57 halamanTugas Khusus : iii + 11 halaman; 4 lampiranDaftar Acuan Tugas Umum : 3 (1990 – 2010)Daftar Acuan Tugas Khusus : 6 (1991 – 2012)
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
ABSTRACT
Nama : Nurlaila Fitriani, S. Farm., Apt.Program Studi : ApothecaryJudul : Apothecary Internship Report at PT. Combiphar
Period August 1st 2012 – September 7th 2012
Apothecary Internship Practice PT. Combiphar aims to understand the roles and responsibilities of pharmacists in the pharmaceutical industry. Pharmacists have three positions in the pharmaceutical industry, which is in charge of quality assurance, the responsible production and responsible for quality control, of which three must be held by three different pharmacists. Besides the three positions, pharmacists in the pharmaceutical industry also is in charge of research and development, quality systems, as well as registration. Given the specific task is the identification and comparison of documents qualifying HVAC systems in the Department PT. Combiphar with operational instructions applying GMP 2009.
Keywords : PT. Combiphar, HVAC system, qualificationGeneral Duties : vii + 57 pagesSpecial Tasks : iii + 11 pages, 4 attachmentReferences Common Tasks : 3 (1990 – 2010)Task References : 6 (1991 – 2012)
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!iii
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................... 11.2 Tujuan ............................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................ 3
2.1 Industri Farmasi................................................................................. 32.1.1 Persyaratan Usaha Farmasi.................................................... 32.1.2 Pencabutan Izin Usaha Farmasi............................................. 3
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)......................................... 42.2.1 Manajemen Mutu................................................................... 52.2.2 Personalia............................................................................... 62.2.3 Bangunan dan Fasilitas .......................................................... 72.2.4 Peralatan ................................................................................ 72.2.5 Sanitasi dan Higiene .............................................................. 82.2.6 Produksi ................................................................................. 8
2.2.6.1 Pengadaan Bahan Awal ............................................. 92.2.6.2 Validasi Proses........................................................... 92.2.6.3 Pencegahan Pencemaran Silang` ..............................102.2.6.4 Sistem Penomoran Bets dan Lot...............................102.2.6.5 Penimbangan dan Penyerahan ..................................11
2.2.7 Pengawasan Mutu.................................................................112.2.7.1 Persyaratan Dasar Pengawasan Mutu...................... 122.2.7.2 Tugas Pokok Bagian Pengawasan Mutu.................. 12
2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu .............................................. 132.2.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan
Produk Kembalian ............................................................... 142.2.10 Dokumentasi .........................................................................15
2.2.10.1 Ketentuan Dokumentasi......................................... 152.2.11 Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak .....................162.2.12 Kualifikasi dan Validasi .......................................................17
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ....................................................................... 20
3.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar........................................... 203.2 Visi dan Misi ................................................................................... 213.3 Bangunan dan Sarana Penunjang .................................................... 21
3.3.1 Lokasi ...................................................................................213.3.2 Bangunan ............................................................................. 21
3.3.2.1 Gedung Utama ......................................................... 213.3.2.2 Gedung Quality Assurance dan Product
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!iiiiii
Development ........................................................................ 223.3.2.3. Gedung OBH .......................................................... 223.3.2.4 Bangunan Lain......................................................... 22
3.3.3 Sarana Penunjang................................................................. 233.4 Struktur Organisasi .......................................................................... 23
3.4.1 Human Capital Development (HCD) .................................. 233.4.2 Product Development (Prodev) ........................................... 24
3.4.2.1 Unit Pengembangan Formulasi 1 dan 2 (FormulationDevelopment) ........................................................... 24
3.4.2.2 Unit Pengembangan Metode Analisis (Analytical Development) ........................................................... 25
3.4.2.3 Unit Pengembangan Pengemas................................ 273.4.2.4 Unit Registrasi dan Dokumentasi ............................ 28
3.4.3 Produksi ............................................................................... 283.4.3.1 Unit Solid dan Semisolid ......................................... 293.4.3.2 Unit Liquid............................................................... 32
3.4.4 Quality Assurance Operation .............................................. 333.4.4.1 Quality Control ........................................................ 333.4.4.2 Quality Service......................................................... 353.4.4.3 Quality Assurance.....................................................37
3.4.5 Production Planning Inventory Control (PPIC).................. 403.4.5.1 Unit Planning ........................................................... 403.4.5.2 Unit Warehouse dan Distribution............................ 40
3.4.6 Departemen Teknik ............................................................. 413.4.6.1 Unit Maintenance .................................................... 413.4.6.2 Unit Utility ............................................................... 423.4.6.3 Unit Environment, Health, and Safety (EHS).......... 43
BAB 4. PEMBAHASAN ................................................................................ 44
4.1 Manajemen Mutu............................................................................. 444.2 Personalia......................................................................................... 454.2 Bangunan dan Fasilitas.................................................................... 464.4 Peralatan .......................................................................................... 474.5 Sanitasi dan Higiene ........................................................................ 474.6 Produksi ........................................................................................... 484.7 Pengawasan Mutu............................................................................ 504.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu.......................................................... 514.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan Produk
Kembalian........................................................................................ 524.10 Dokumentasi................................................................................... 544.11 Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak ............................... 554.12 Kualifikasi dan Validasi ................................................................. 56
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 57
5.1 Kesimpulan...................................................................................... 575.2 Saran ................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 58
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan
obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi
pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan
mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan (Peraturan
Menteri Kesehatan RI No 1799/Menkes/Per/XII/2010).
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar dan tidak menimbulkan resiko membahayakan penggunanya. Untuk
memenuhi tujuan tersebut, Industri Farmasi harus memenuhi suatu pedoman yang
telah ditentukan. Pedoman tersebut adalah Cara Pembuatan Obat yang Baik atau
CPOB (Badan POM RI, 2006). CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan
untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan
tujuan penggunaannya (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Dalam penerapan CPOB dibutuhkan sarana dan prasarana yang
menunjang pelaksanaan CPOB serta sumber daya manusia yang berkualitas, salah
satunya apoteker yang memegang peran penting dalam industri farmasi. Untuk
menghasilkan tenaga farmasis yang profesional dibutuhkan dukungan dan peran
aktif dari berbagai pihak seperti perguruan tinggi farmasi, organisasi profesi,
industri farmasi, rumah sakit dan pemerintah dalam pembekalan yang menyeluruh
secara teori dan praktek sebagai aplikasi ilmu dan teknologi kefarmasian.
Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia bekerjasama dengan PT. Combiphar menyelenggarakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) sebagai pembekalan secara langsung untuk
mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawab farmasis di suatu
industri farmasi. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan pada
tanggal 1 Agustus 2012 sampai tanggal 7 September 2012. Praktek kerja ini
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!
Universitas Indonesia
diharapkan dapat memberikan pengetahuan praktis dengan melihat dan terlibat
langsung dalam pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.
1.2 Tujuan
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Combiphar bagi para
calon apoteker bertujuan untuk:
1.2.1 Mengamati dan memahami penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) yang dilakukan PT. Combiphar.
1.2.2 Mengamati peranan apoteker dalam industri farmasi sehingga dapat
dibandingkan dengan teori yang diperoleh selama masa perkuliahan dan
menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Industri Farmasi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri
farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk
melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010).
2.1.1 Persyaratan Usaha Farmasi
Usaha industri farmasi sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi, dan pengawasan mutu.
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
2.1.2 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi
Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1990):
a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi
melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi dan
perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan
ini, dan atau
b. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi
tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-turut 3 (tiga)
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!
Universitas Indonesia
kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau
c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi
melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis
terlebih dahulu dari menteri; dan atau
d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi
dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak
memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, obat palsu; dan atau
e. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam izin usaha industri farmasi yang
ditetapkan dalam surat keputusan.
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa
obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan
spesifikasi produk. CPOB mencakup produksi dan pengawasan mutu. Persyaratan
dasar dari CPOB adalah (BPOM, 2006):
a. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara
sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten
menghasilkan obat yag memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang
telah ditetapkan.
b. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana
penunjang, serta perubahannya yang signifikan divalidasi. Tersedia semua
sarana yang diperlukan dalam CPOB, termasukpersonil yang terkualifikasi
dan terlatih, bangunan dan sarana dengan luas yang memadai, peralatan dan
sarana penunjang yang sesuai,bahan, wadah dan label yang benar, prosedur
dan instruksi yang disetujui dan tempat penyimpanan dan transportasi yang
memadai
c. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang
jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana
yang tersedia.
d. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar.
e. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555
Universitas Indonesia
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan
dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan
jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.
f. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran
riwayat bets lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang
mudah diakses.
g. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap
mutu obat.
h. Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran.
Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu
diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan
pencegahan pengulangan kembali keluhan.
2.2.1 Manajemen Mutu
Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai
dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin
edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya
karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung
jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang
memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di
dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan
mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar (BPOM, 2006).
Unsur dasar manajemen mutu adalah:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses dan sumber daya; dan
b. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan
akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan
tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. Semua bagian sistem pemastian
mutu hendaklah didukung dengan tersedianya personil yang kompeten,
bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
666
Universitas Indonesia
2.2.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
karena itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaan (BPOM, 2006).
Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan
berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani
tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat.
Selain itu, diperlukan struktur organisasi serta tugas spesifik dan kewenangan dari
personil pada posisi penanggungjawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas
tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta
mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB
tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang
tercantum pada uraian tugas (BPOM, 2006).
Personil kunci mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian
Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi
utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala Bagian Produksi dan
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) atau Kepala Bagian
Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain (BPOM, 2006).
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil
yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan
atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan),
dan bagi personil lain yang kegiatannya berdampak pada mutu produk. Di
samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah
mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan
berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektivitas penerapannya
hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang
disetujui kepala bagian masing-masing. Catatan pelatihan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
777
Universitas Indonesia
hendaklah disimpan (BPOM, 2006).
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya
kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan,
sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang,
penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu
obat (BPOM, 2006).
Sarana pendukung berupa ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan
dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Sarana untuk mengganti
pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet hendaklah disediakan dalam jumlah
yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan
area produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah
berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah
(BPOM, 2006).
2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan hendaklah dirawat
sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat
memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk (BPOM, 2006).
Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan risiko
terhadap mutu produk. Pelaksanaan perawatan dan pemakaian suatu peralatan
utama hendaklah dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal, waktu,
produk, kekuatan dan nomor setiap bets atau lot yang diolah dengan alat tersebut.
(BPOM, 2006).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
888
Universitas Indonesia
Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama.
Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk menghindari risiko
kekeliruan atau pencemaran. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada
jarak yang cukup untuk menghindari kesesakan serta memastikan tidak terjadi
kekeliruan dan campur-baur produk (BPOM, 2006).
2.2.5 Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan segala
sesuatu yang dapat menjadi sumber pencemaran produk (BPOM, 2006).
Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan
pakaian pelindung diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area
produksi. baik karyawan purna waktu, paruh waktu atau bukan karyawan yang
berada di area pabrik, misalnya karyawan kontraktor, pengunjung, anggota
manajemen senior dan inspektur (BPOM, 2006).
Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan
dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Pperalatan
hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang
bersih (BPOM, 2006).
2.2.6 Produksi
Produksi yang dilaksanakan harus sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
sehingga menjamin produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan
memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi dilakukan
dan diawasi oleh personil yang kompeten. Segala proses yang terjadi dalam
produksi harus dicatat. Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan
dalam produksi, yaitu pengadaan bahan awal, validasi proses, pencegahan
pencemaran silang, sistem penomoran bets atau lot, penimbangan dan penyerahan,
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
999
Universitas Indonesia
pengembalian, pengolahan, kegiatan pengemasan, pengawasan selama proses,
serta karantina dan penyerahan produk jadi (BPOM, 2006).
2.2.6.1 Pengadaan Bahan Awal
Pengadaan bahan awal hendaknya hanya berasal dari pemasok yang
disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran
dan jumlah bahan tersisa hendaknya dicatat. Catatan berisi keterangan mengenai
pasokan, nomor bets atau lot, tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal
pelulusan dan tanggal kadaluwarsa bila ada (BPOM, 2006).
Sebelum diluluskan untuk digunakan, tiap bahan awal hendaknya
memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam
spesifikasi. Bahan awal yang diterima hendaknya dikarantina sampai disetujui dan
diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu (BPOM,
2006).
Pada tiap penerimaan bahan awal hendaknya dilakukan pemeriksaan
visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah, segel, ceceran, kemungkinan
adanya kerusakan bahan serta kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari
pemasok. Bahan awal yang terdapat di area penyimpanan diberi label yang
memuat keterangan paling sedikit mengenai nama bahan dan bila perlu nomor
kode bahan, nomor bets atau kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan,
status bahan, tanggal kadaluwarsa (BPOM, 2006).
Penyerahan bahan awal untuk produksi hendaknya dilakukan hanya oleh
personil yang berwenang sesuai dengan prosedur yang telah disetujui. Semua
bahan awal yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang mencolok, ditempatkan
terpisah dan dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasoknya (BPOM, 2006).
2.2.6.2 Validasi Proses
Sebelum suatu Prosedur Pengolahan Induk diterapkan, hendaklah diambil
langkah untuk membuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi
rutin dan proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan
yang telah ditentukan akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi
persyaratan mutu. Perubahan yang berarti dalam proses, peralatan atau bahan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111000
Universitas Indonesia
hendaklah disertai dengan tindakan validasi ulang untuk menjamin bahwa
perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan
mutu (BPOM, 2006).
2.2.6.3 Pencegahan Pencemaran Silang
Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain harus
dihindarkan. Tingkat resiko pencemaran silang tergantung dari jenis pencemar
dan produk tercemar. Pencemar yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat
menimbulkan sensitisasi kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup,
hormon, bahan sitotoksik dan bahan lain yang berpotensi tinggi. Produk yang
paling terpengaruh oleh pencemaran adalah sediaan parenteral, sediaan yang
diberikan dalam dosis besar dan atau sediaan yang diberikan dalam jangka
panjang (BPOM, 2006).
Pencemaran silang dapat dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan
yang tepat, misalnya produksi di dalam gedung terpisah (untuk produk seperti
penisillin, hormon seks, sitotoksik, vaksin hidup, sediaan yang mengandung
bakteri hidup, produk biologi lain dan produk darah), tersedia ruang penyangga
udara dan penghisap udara, memperkecil resiko pencemaran yang disebabkan
udara yang disirkulasi ulang atau masuknya udara yang tidak diolah atau udara
diolah secara tidak memadai, memakai pakaian pelindung yang sesuai di area
dimana produk yang beresiko tinggi terhadap pencemaran silang diproses,
melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang efektif,
menggunakan sistem self contained dan pengujian residu dan menggunakan label
status kebersihan alat (BPOM, 2006).
2.2.6.4 Sistem Penomoran Bets dan Lot
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa tiap bets atau lot produk
antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran
bets atau lot yang digunakan pada tahap pengolahan dan pengemasan hendaklah
saling berkaitan dan menjamin bahwa nomor bets atau lot yang sama tidak dipakai
secara berulang (BPOM, 2006).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111111
Universitas Indonesia
2.2.6.5 Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara
dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan
dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara
dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan masih belum
kadaluwarsalah yang boleh diserahkan (BPOM, 2006).
Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terkait satu bets yang
dapat ditempatkan dalam area penyerahan untuk menghindari terjadinya campur
baur dan pencemaran silang. Sebelum penimbangan dan penyerahan, tiap wadah
bahan awal hendaklah diperiksa kebenaran penandaan, termasuk label pelulusan
dari bagian Pengawasan Mutu. Setelah penimbangan, penyerahan dan penandaan
bahan awal, produk antara dan produk ruahan hendaklah diangkut dan disimpan
dengan cara yang benar sehingga keutuhannya tetap terjaga sampai saat
pengolahan berikutnya (BPOM, 2006).
2.2.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik yang berfungsi untuk memberikan kepastian bahwa produk secara
konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus
terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk (BPOM, 2006).
Dalam pengawasan mutu terdapat ketentuan cara berlaboratorium
pengawasan mutu yang baik, baik dari segi bangunan dan fasilitas, personil,
peralatan laboratorium harus sesuai dengan jenis tugas yang ditentukan dan skala
kegiatan pembuatan obat. Sumber daya yang memadai harus tersedia untuk
memastikan bahwa segala kegiatan pengawasan mutu dapat dilaksanakan dengan
efektif dan dapat diandalkan. Selain itu, pereaksi, media pembenihan, baku
pembanding dan lainnya harus di siapkan dengan baik sesuai dengan prosedur
tertulis (BPOM, 2006).
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan dalam bagian
pengawasan mutu bertujuan untuk menjamin bahwa pengujian yang diperlukan
telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111222
Universitas Indonesia
sebelum didistribusikan (BPOM, 2006).
2.2.7.1 Persyaratan Dasar Pengawasan Mutu
Menurut pedoman CPOB, persyaratan dasar dari pengawasan mutu yaitu
(BPOM, 2006):
a. Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur yang
disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian
bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi
dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai tujuan CPOB.
b. Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang disetujui
oleh Pengawasan Mutu.
c. Metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila diperlukan).
d. Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif
sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan derajat kemurnian
yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan dikemas
dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang benar.
e. Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan pengemas,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi secara formal dinilai dan
dibandingkan terhadap spesifikasi.
Sampel pertinggal dari bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah
yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Sampel produk jadi
disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk kemasan yang besar.
2.2.7.2 Tugas Pokok Bagian Pengawasan Mutu
Bagian pengawasan mutu mempunyai tugas pokok sebagai berikut
(BPOM, 2006):
a. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi.
b. Menyiapkan prosedur tertulis yang rinci untuk melakukan seluruh
pemeriksaan, pengujian dan analisis.
c. Menyusun program dan prosedur pengambilan sampel secara tertulis.
d. Memastikan pemberian label yang benar pada wadah bahan dan produk.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111333
Universitas Indonesia
e. Menyimpan sampel pertinggal untuk rujukan di masa mendatang.
f. Meluluskan atau menolak tiap bets bahan awal, produk antara, produk ruahan
atau produk jadi.
g. Melakukan evaluasi stabilitas semua produk jadi secara berkelanjutan dari
bahan awal bila diperlukan, serta menetapkan kondisi penyimpanan bahan
dan produk berdasarkan data stabilitasnya.
h. Menetapkan masa simpan bahan awal dan produk jadi berdasarkan data
stabilitas serta kondisi penyimpanannya.
i. Berperan atau membantu pelaksanaan program validasi.
j. Menyiapkan baku pembanding sekunder sesuai dengan prosedur pengujian
yang berlaku dan menyimpan baku pembanding tersebut pada kondisi yang
tepat.
k. Menyimpan catatan analitis dari hasil pengujian semua sampel yang diambil.
l. Melakukan evaluasi produk jadi kembalian dan menetapkan apakah produk
tersebut dapat diluluskan atau diolah ulang atau harus dimusnahkan.
m. Ikut serta dalam program inspeksi diri bersama dengan bagian lain dari
perusahaan.
n. Memberikan rekomendasi kegiatan pembuatan obat berdasarkan kontrak
setelah melakukan evaluasi kemampuan penerima kontrak yang
bersangkutan.
2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi
dan pengawasan mutu indutri farmasi memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB). Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan
dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang
diperlukan (BPOM, 2006).
Inspeksi diri harus dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas
yang kompeten dari perusahaan atau menggunakan auditor luar yang independen.
Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya dalam hal
terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua
saran untuk tindakan perbaikan agar dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111!
Universitas Indonesia
diri didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif
(BPOM, 2006).
Audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi
pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu
dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya
dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk
khusus oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap
pemasok dan penerima kontrak (BPOM, 2006).
2.2.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk
dan Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak hendaklah disusun suatu
sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui cacat dari
peredaran secara cepat dan efektif (BPOM, 2006).
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu
atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Hal ini dapat
terjadi bila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan yang
mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan.
Konsekuensi yang diterima pabrik adalah terjadinya penundaan atau penghentian
pembuatan obat tersebut (BPOM, 2006).
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian
dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah
keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga
menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang
bersangkutan (BPOM, 2006).
Berdasarkan hasil evaluasi, produk kembalian dapat dikategorikan antara
lain produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan dapat dikembalikan
ke dalam persediaan, produk kembalian yang dapat diproses ulang, serta produk
kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses ulang.
Prosedur penanganan obat kembalian mencakup jumlah, karantina, penelitian,
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111555
Universitas Indonesia
pengolahan kembali, pemeriksaan dan pengujian mutu yang seksama. Obat
kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan dan dibuat
prosedurnya. Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian dan
dilaporkan serta setiap pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani
oleh pelaksana dan saksi (BPOM, 2006).
2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian esensial dalam mengoperasikan suatu
industri farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB. Dokumentasi bertujuan
untuk memastikan bahwa setiap tugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas
mengenai tugas yang harus dilaksanakan sehingga memperkecil resiko terjadinya
salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena mengandalkan
komunikasi lisan saja (BPOM, 2006).
2.2.10.1 Ketentuan Dokumentasi
Menurut CPOB, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam
dokumentasi, yaitu (BPOM, 2006):
a. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk
atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini
merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu.
b. Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan
cermat. Bagian dokumen pembuatan dan dokumen registrasi (dossier) yang
relevan hendaklah sesuai.
c. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh
personil yang sesuai dan diberi wewenang.
d. Isi dokumen hendaklah tidak berarti ganda; judul, sifat dan tujuannya
hendaklah dinyatakan dengan jelas. Penampilan dokumen hendaklah dibuat
rapi dan mudah dicek. Dokumen hasil reproduksi hendaklah jelas dan terbaca.
Reproduksi dokumen kerja dari dokumen induk tidak boleh menimbulkan
kekeliruan yang disebabkan proses reproduksi.
e. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up-to-
date. Bila perlu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111666
Universitas Indonesia
menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak
sengaja.
f. Dokumen hendaklah tidak ditulistangankan, namun bila dokumen
memerlukan pencatatan data, maka pencatatan ini hendaklah ditulistangankan
dengan jelas, terbaca dan tidak dapat dihapus. Hendaklah disediakan
ruang yang cukup untuk mencatat data.
g. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada
dokumen hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal;
perubahan hendaklah memungkinkan pembacaan informasi semula.
Dimana perlu, alasan perubahan hendaklah dicatat. Pencatatan
hendaklah dibuat atau dilengkapi pada tiap langkah yang dilakukan dan
sedemikian rupa sehingga semua aktivitas yang signifikan mengenai
pembuatan obat dapat ditelusuri. Catatan pembuatan hendaklah disimpan
selama paling sedikit satu tahun setelah tanggal kadaluwarsa produk jadi.
h. Data dapat dicatat dengan menggunakan sistem pengolahan data elektronik,
cara fotografis atau cara lain yang dapat diandalkan, namun prosedur rinci
berkaitan dengan sistem yang digunakan hendaklah tersedia dan akurasi
catatan hendaklah dicek. Apabila dokumentasi dikelola dengan menggunakan
metode pengolahan data elektronis, hanya personil yang diberi wewenang
boleh mengentri atau memodifikasi data dalam komputer dan hendaklah
perubahan dan penghapusannya dicatat; akses hendaklah dibatasi dengan
menggunakan kata sandi (password) atau dengan cara lain, dan hasil entri dari
data kritis hendaklah dicek secara independen. Catatan bets yang disimpan
secara elektronis hendaklah dilindungi dengan transfer pendukung (back-up
transfer) menggunakan pita magnet, mikrofilm, kertas atau cara lain. Data
selalu tersedia selama kurun waktu penyimpanan.
2.2.11 Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111777
Universitas Indonesia
secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk
diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu
(pemastian mutu) (BPOM, 2006).
Kontrak hendaklah mengizinkan Pemberi Kontrak untuk mengaudit sarana
dari Penerima Kontrak. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai
kompetensi Penerima kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang
diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti.
Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi
yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas Pengawasan Obat
(OPO) (BPOM, 2006).
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan
yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang
dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Seluruh kegiatan validasi
direncanakan dan unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas
dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara
(BPOM, 2006).
RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data, yaitu kebijakan
validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan
dan proses yang akan divalidasi; format dokumen yaitu format protokol dan
laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan
dan acuan dokumen yang digunakan (BPOM, 2006).
Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan atau protokol
validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap
penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap
perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol didokumentasikan
dengan pertimbangan yang sesuai (BPOM, 2006).
Terdapat beberapa jenis kualifikasi antara lain (BPOM, 2006):
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111888
Universitas Indonesia
a. Kualifikasi Desain (KD)
Kualifikasi desain bertujuan untuk menjamin dan mendokumentasikan
bahwa sistem atau peralatan atau bangunan yang akan dipasang atau dibangun
(rancang bangun) sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam
CPOB yang berlaku. Kualifikasi desain dilakukan sebelum mesin, peralatan
produksi atau sarana penunjang (termasuk bangunan untuk industri farmasi)
tersebut dibeli atau dipasang atau dibangun.
b. Kualifikasi Instalasi (KO)
Kualifikasi instalasi bertujuan untuk menjamin dan mendokumentasikan
bahwa sistem atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera
pada dokumen pembelian. Manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya
dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Kualifikasi instalasi
dilakukan pada saat pemasangan atau instalasi mesin atau peralatan produksi atau
sarana penunjang. Kegiatan kualifikasi instalasi meliputi pelaksanaan kalibrasi.
Kalibrasi merupakan serangkaian kegiatan dalam kondisi yang telah ditentukan,
yang menetapkan hubungan antara lain yang ditunjuk oleh alat ukur atau sistem
pengukur, atau nilai yang ditampilkan oleh suatu ukuran bahan dengan nilai suatu
rujukan standar.
c. Kualifikasi Operasional (KO)
Kualifikasi operasional bertujuan untuk menjamin dan
mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja
(beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Kualifikasi operasional
dilakukan setelah pemasangan atau instalasi mesin atau peralatan produksi atau
sarana penunjang dan digunakan sebagai tes mesin atau peralatan.
d. Kualifikasi Kinerja (KK)
Kualifikasi kinerja bertujuan untuk menjamin dan mendokumentasikan
bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkan dengan cara menjalankan sistem sesuai
dengan tujuan penggunaan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111999
Universitas Indonesia
Untuk validasi proses produksi terdapat beberapa jenis, antara lain
(BPOM, 2006):
a. Validasi Prospektif
Validasi prospektif merupakan validasi proses produksi yang dilakukan
untuk produk-produk baru (belum pernah diproduksi atau dipasarkan sebelumnya
oleh pabrik tersebut). Validasi ini dilakukan setelah proses scale up, optimalisasi
prosedur dan finalisasi prosedur produksi oleh bagian R&D. Validasi dilakukan
pada tiga bets pertama secara berurutan.
b. Validasi Konkuren
Validasi konkuren merupakan validasi yang dilakukan pada proses
produksi yang sudah atau sedang berjalan dan diproduksi. Validasi dapat
dilakukan karena adanya perubahan pada parameter kritis yang dapat
mempengaruhi mutu dan spesifikasi produk, antara lain perubahan spesifikasi
bahan baku, peralatan utama, prosedur pembuatan dan metode pengujian.
c. Validasi Retrospektif
Validasi retrospektif merupakan validasi yang dilakukan terhadap produk-
produk yang sudah lama diproduksi namun belum divalidasi. Validasi dilakukan
dengan cara penelusuran data produksi yang sedang berjalan dengan
menggunakan data dari catatan bets. Data yang dikumpulkan merupakan hasil
pengujian terhadap parameter kritis pada setiap tahap proses produksi.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
20 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS PT.COMBIPHAR
3.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar
Sejarah perkembangan PT Combiphar dimulai dari didirikannya PT.
Combiphar (Combined Imperial Pharmaceutical Incorporation) pada tahun
1971 di Jalan Sukabumi No. 61, Bandung. Awalnya PT Combiphar merupakan
industri kecil yang memproduksi beberapa produk obat yaitu antibiotika,
analgetika dan OBH Combi. Divisi produksi PT. Combiphar pindah ke Jalan
Simpang Raya No. 383 Padalarang pada tanggal 27 Juni 1981 dan diresmikan
oleh Direktur Jenderal POM. Pada saat itu kantor pusat tetap berada di Jalan
Sukabumi No. 61, Bandung. Pada tahun 1985, PT. Combiphar menjadi milik
GEMALA Group (PT. Kirana Guna Jaya) dan pada tahun 1987, kantor pusat PT.
Combiphar dipindahkan ke Jalan Pulolentut Kav. 11/E-4, Jakarta Timur. kantor
pusat PT. Combiphar menetap di Jalan Tanah Abang II/9 Jakarta Pusat sejak 8
April 1998. Kantor pusat PT. Combiphar selanjutnya dipindahkan ke Graha
Atrium lantai 14-16 Jalan Senen Raya 135, Jakarta Pusat.
Pada dekade kedua terjadi perubahan signifikan mencakup penataan
ulang standard operating procedure (SOP) dan fasilitas produksi. Perubahan ini
membawa PT. Combiphar tercatat sebagai salah satu perusahaan Farmasi
Nasional yang mendapat penghargaan sertifikat CPOB pada tahun 1991.
Selanjutnya PT. Combiphar selalu melakukan penyesuaian dengan CPOB dan
dengan kondisi yang terjadi saat ini, sehingga dilakukan renovasi terhadap
gedung produksi dan didirikannya gedung produksi sefalosporin yang terpisah
dari gedung produksi lainnya pada tahun 1996.
Pada tahun 1997, PT. Combiphar menjalin kerjasama dengan PT. Rohto,
sehinggadibangun gedung induk produksi lensa mata yang merupakan
perwujudan kerjasama dari kedua perusahaan tersebut. Kontrak kerjasama
berakhir pada tahun 2002. Karena kontrak kerjasama dengan PT. Rohto telah
berakhir, maka gedung Rohto akhirnya digunakan oleh PT. Combiphar untuk
departemen Product Development (Prodev) dan Quality Assurance (QA). Pada
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!111
Universitas Indonesia
tahun yang sama, PT. Combiphar melakukan kerjasama dengan Sanofi-
Syntelabo Prancis dan dibangunlah fasilitas PT. Sanofi-Syntelabo Combiphar
(SSC) di lingkungan pabrik PT. Combiphar.
Dengan adanya permintaan pasar yang sangat tinggi terhadap produk
OBH Combi dan terbatasnya kapasitas untuk sarana produksi maka pada tahun
2002, PT. Combiphar membangun fasilitas gedung khusus untuk produk OBH
(Obat Batuk Hitam). Kemudian pada tahun 2003, PT. Combiphar telah meng-
upgrade fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Kemudian pada tahun
2006, PT. Combiphar mendapatkan sertifikat ISO 9001-2000.
3.2 Visi dan Misi
PT. Combiphar memiliki yaitu menjadi salah satu Industri Farmasi
terkemuka di Indonesia. Dalam menjalankan usahanya, PT. Combiphar memiliki
misi, yaitu ikut berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup.
3.3 Bangunan dan Sarana Penunjang
3.3.1 Lokasi
PT. Combiphar (divisi pabrik) berada di Jalan Raya Simpang No. 383
Padalarang, Jawa Barat.
3.3.2 Bangunan
PT. Combiphar memiliki bangunan utama yang terdiri dari gedung
utama, area produksi, gudang, gedung Quality Assurance dan Product
Development, gedung OBH, dan sarana penunjang.
3.3.2.1 Gedung utama
a. Kantor
Di kantor terdapat ruang tamu, ruang administrasi, ruang Plant Director,
ruang bagian administrasi dan keuangan, ruang bagian Supply Chain
Management (SCM), ruang bagian Electronic Data Processing dan System
Application Program (SAP), ruang departemen Human Capital Departement
serta ruang pertemuan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!!
Universitas Indonesia
b. Area produksi
Ruang produksi di main building terbagi menjadi ruang kelas E, kelas F,
dan kelas G. Ruang Kelas E meliputi ruang dispensing, ruang mixing, dan ruang
tableting, ruang coating, dan ruang pengemasan primer. Kelas F meliputi ruang
pengemasan sekunder. Kelas G meliputi ruang ganti pakaian, locker (gowning
area), serta ruang penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi.
c. Gudang
Gudang yang terdapat di PT. Combiphar adalah gudang bahan baku,
gudang bahan kemas dan gudang obat jadi. Tiap gudang memiliki ruang
administrasi, ruang penyimpanan kondisi khusus, area untuk menyimpan
barang-barang karantina, diluluskan serta area untuk menyimpan barang-barang
ditolak.
3.3.2.2 Gedung Quality Assurance dan Product Development
Di gedung Quality Assurance dan Product Development terdapat dua
bagian yaitu bagian Quality Assurance dan bagian Product Development. Di
gedung ini terdapat laboratorium Quality Assurance, laboratorium Product
Development, ruang pertemuan dan bagian registrasi serta desain kemasan.
3.3.2.3 Gedung OBH
Gedung OBH terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian untuk memproduksi
OBH dan bagian gudang. Ruang produksi di bangunan OBH terbagi menjadi
kelas E, kelas F dan kelas G. Kelas E terbagi menjadi beberapa ruangan yang
meliputi ruang dispensing, ruang mixing, ruang filling,dan ruang pengemasan
primer. Kelas F meliputi ruang pengemasan sekunder. Sedangkan kelas G
meliputi ruang ganti pakaian, loker (gowning area), serta ruang penyimpanan
bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi. Gudang OBH terbagi menjadi
gudang bahan awal, gudang bahan kemas, dan gudang produk jadi.
3.3.2.4 Bangunan Lain
PT Combiphar memiliki bagunan bagian teknik, kantin, mushola, mess
karyawan dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!333
Universitas Indonesia
3.3.3 Sarana Penunjang
Terdapat beberapa sarana penunjang untuk mendukung dan
memperlancar aktivitas produksi. Sarana penunjang tersebut antara lain bengkel
teknik, generator diesel, dua unit air compressor, pompa air, pengolahan air
dengan sistem reverse osmosis, sistem high-ventillating air conditioning
(HVAC) pada gedung utama dan gedung sediaan cair, waste water treatment
plant (WWTP), penangkal petir, sistem telekomunikasi dan system application
program (SAP).
3.4 Struktur Organisasi
Pabrik PT. Combiphar memiliki struktur organisasi tersendiri dalam
menjalankan fungsinya. Organisasi divisi pabrik dipimpin oleh seorang Deputy
President Director yang membawahi Director, Advisor to the Board, Head of
Manufacturing, Chief of HCD dan Chief Financial Officer dan Quality
Assurance Operation Manager. Manager produksi, QC, dan QA bersifat
independen.
3.4.1 Human Capital Development (HCD)
HCD pada PT. Combiphar memiliki 4 peranan, yaitu sebagai strategic
partner, change agent, administration expert dan employee champion. Sebagai
strategic partner, HCD membantu perusahaan dalam membuat kebijakan
(ekonomi, sosial, politik, dll). Peranan HCD sebagai change agent adalah
memberikan contoh pada perubahan yang terjadi di perusahaan. Sebagai
employee champion, HCD harus memberi panutan pada karyawan lain.
Sedangkan sebagai administration expert, HCD memberikan pelayanan dalam
bidang administrasi, seperti menyimpan file, surat karyawan, SK pensiun.
HCD memiliki tugas dan tanggung jawab, antara lain :
a. Recruitment Management, terkait dengan penerimaan karyawan pabrik.
b. People Development Management, berkaitan dengan pemberdayaan
karyawan dengan pelatihan –pelatihan dan evaluasi demi meningkatkan
kualitas karyawan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!444
Universitas Indonesia
c. Performance Management, berkaaitan dengan penilaian karyawan yang
didasarkan pada kinerja hasil dan proses, absensi dan kepemimpinan.
d. Termination Management, pembinaan terhadap karyawan yang memiliki
hasil kualitas kerja yang kurang maksimal.
e. Reward Management, pemberian penghargaan bagi karyawan yang
berprestasi dalam bidang kerja masing-masing.
f. Industrial relation, terkait dengan hubungan kerja dengan karyawan,
penanganan sumber daya manusia, kesejahteraan karyawan di pabrik,
pemerintah daerah, asosiasi pekerja/serikat pekerja/ serikat buruh.
3.4.2 Product Development (Prodev)
Bagian Prodev merupakan bagian yang memiliki tanggung jawab
terhadap pengembangan produk dan penyusunan formula. Bagian ini dikepalai
oleh seorang manager product development. Terdapat empat unit pada bagian
Product Developmen, yaitu unit pengembangan formulasi I dan II (Formulation
Development), unit pengembangan metode analisis (Analytical Development),
unit pengembangan pengemas (Packaging Development), dan unit registrasi dan
dokumentasi (Registration and Documentation).
3.4.2.1 Unit Pengembangan Formulasi 1 dan 2 (Formulation Development)
Unit pengembangan formulasi 1 dan 2 dikepalai oleh seorang assistant
manager, yang merupakan seorang Apoteker. Assistant manager membawahi 2
officer dan beberapa formulator. Unit pengembangan formulasi 1 bertugas untuk
melakukan formulasi produk baru, sedangkan unit pengenbangan formulasi 2
bertugas untuk melakukan formulasi produk yang telah ada atau produk lama.
Pada pengembangan formulasi, formula yang dibuat adalah formula
dalam skala laboratorium, kemudian dilakukan pada skala pilot, dan terakhir ke
skala produksi. Pada proses produksi produkbaru dilakukan pemantauan
minimal tiga bets pertama yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
Kegiatan yang dilakukan oleh unit pengembangan formula 1 dan 2 adalah :
a. Menerima ide atau usulan produk baru dari bagian Bussiness Development,
dan menerima usulan dari bagian change control.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!555
Universitas Indonesia
b. Melakukan studi pustaka, membuat desain input dari usulan produk baru
berdasarkan sampel produk kompetitor, dan melaksanakan trial
compatibility (kesesuaian).
c. Membuat formula dalam skala trial laboratorium, skala pilot dan skala
produksi serta melakukan uji stabilitas produk.
d. Membuat laporan pengembangan produk dan melaksanakan validasi proses.
3.4.2.2 Unit Pengembangan Metode Analisis (Analytical Development)
Unit Pengembangan Metode Analisis dipimpin oleh seorang Assistant
Manager yang membawahi beberapa officer (farmasis atau sarjana kimia) dan
dibantu oleh analis. Unit ini bertugas untuk
a. Mengembangkan metode analisis (pencarian metode analisis dan melakukan
trial metode analisis)
b. Melakukan validasi atau verifikasi metode analisis (membuat protokol
metode analisis, melaksanakan dan menyusun laporan validasi metode
analisis),
c. Uji stabilitas (menyusun protokol, melakukan uji stabilitas produk baru, dan
menyusun laporan uji stabilitas)
d. Membuat spesifikasi dan prosedur analisis (bahan awal, produk antara,
produk ruahan, dan produk jadi).
Pengembangan metode analisis dilakukan pada bahan baku baru, bahan
baku lama yang metode analisisnya perlu direvisi dalam rangka efisiensi, produk
jadi baru (baik produk lisensi maupun non lisensi), produk existing yang
direformulasi sehingga metode analisanya perlu dievaluasi kembali, produk
existing yang metode analisisnya perlu direvisi dalam rangka efisiensi, bahan
baku dan produk existing yang berdasarkan monografi dalam literatur terbaru
ada perubahan spesifikasi atau prosedur analisis sehingga perlu dilakukan
pengembangan metode lagi.
Tahapan pelaksanaan metode analisis :
a. Menerima usulan produk baru dari bagian Business Development dan
menerima review dari bagian Change Control.
b. Mengevaluasi kebutuhan literatur untuk menetapkan metode analisis.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!666
Universitas Indonesia
c. Melakukan pengembangan metode analisis bahan baku dan bahan obat jadi
baru.
d. Melakukan validasi atau verifikasi metode analisis bahan baku dan obat jadi
baru.
e. Menyusun laporan validasi atau verifikasi metode analisis.
f. Menyusun spesifikasi dan prosedur pemeriksaan bahan baku atau produk
jadi (SPPBB atau SPPPJ).
g. Menyerahkan salinan dokumen SPPBB atau SPPPJ kepada bagian QA.
Untuk mengembangkan teknologi analisis sebelumnya dibuat
rancanngan analisa terlebih dahulu, kemudian dievaluasi untuk melihat apakah
metode analisa yang dirancang memenuhi persyaratan. Bila hasil evaluasi
memenuhi syarat maka rancangan analisa tersebut akan masuk ke tajap
selanjutnya yaitu validasi metode analisis. Apabila hasil dari rancangan analisa
yang telah dibuat memenuhi semua parameter validasi yang telah ditetapkan
yaitu akurasi, presisi, linearitas, spesifisitas, dan range maka SPPBB dan SPPPJ
dapat dibuat.
Uji stabilitas yang dilakukan oleh Analytical Development adalah uji
stabilitas dipercepat dan uji stabilitas jangka panjang. Suhu yang digunakan
untuk uji stabilitas dipercepat adalah 40° ± 2°C dengan kelembaban udara 75%
± 5% dan dilakukan selama enam bulan. Uji stabilitas jangka panjang dilakukan
pada suhu 30° ± 2°C dengan kelembaban udara 75% ± 5% minimum selama dua
tahun. Keduanya berfungsi untuk mengetahui stabilitas suatu obat yang
disimpan dalam waktu tertentu. Stabilitas jangka pendek dilakukan pada awal,
tiga bulan dan enam bulan penyimpanan, sedangkan stabilitas jangka panjang
dilakukan pada awal, tiga bulan, enam bulan, 12 bulan, 18 bulan, 24 bulan dan
bahkan sampai batas kadaluarsa suatu produk. Tahap yang dikerjakan dalam
pengujian ini adalah menyusun protokol uji stabilitas, melakukan analisa dan
membuat laporan.
Uji stabilitas yang dilakukan oleh Unit Analytical Development
bertujuan untuk :
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!777
Universitas Indonesia
a. Meneliti karakteristik tentang bagaimana mutu bahan atau produk obat
berubah dengan waktu di bawah pengaruh faktor lingkungan seperti suhu,
kelembaban, dan cahaya.
b. Menentukan masa uji ulang bahan obat atau masa edar produk obat, yaitu
waktu penyimpanan dalam kondisi tertentu di mana produk obat tersebut
masih memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
c. Melaksanakan uji Bioekivalensi dan uji Biopharmaceutical Classification
System (kategori 1 dan 2).
d. Memberikan rekomendasi untuk kondisi selama proses, pengangkutan, dan
penyimpanan.
3.4.2.3 Unit Pengembangan Pengemas
Unit Pengembangan Pengemas dipimpin oleh Assistant Manager
Packaging Development. Unit ini bertanggung jawab terhadap pengembangan
kemasan (baik untuk produk baru dan produk lama). Selain itu, unit ini juga
bertugas untuk membuat spesifikasi dan prosedur pemeriksaan bahan kemas,
dan membuat Master Batch yang bekerja sama dengan Assistant Manager
formulasi.
Dalam hal pengembangan kemasan baik untuk produk baru maupun
produk existing, unit ini melakukan beberapa hal berikut:
a. Menerima usulan produk baru dari Business Development atau menerima
review dari bagian change control.
b. Menyiapkan artwork (desain bahan pengemas hasil kreasi designer pabrik
maupun designer pihak ketiga) dan menginformasikan kepada bagian lain.
c. Menyusun spesifikasi dan prosedur pemeriksaan bahan pengemas (SPPBP)
d. Menyerahkan SPPBP kepada Registration Officer.
e. Membuat revisi artwork (jika Registration Officer menerima surat tambahan
dari BPOM) sekaligus melakukan perubahan SPPBP.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!888
Universitas Indonesia
3.4.2.4 Unit Registrasi dan Dokumentasi
Unit Registrasi dan Dokumentasi dipimpin oleh Assistant Manager
Registration and Documentation. Unit ini bertanggungjawab terhadap dokumen-
dokumen terkait registrasi obat. Dalam menyiapkan dokumen registrasi,
kegiatan yang dilakukan meliputi :
a. Mengevaluasi kebutuhan literatur untuk keperluan pembuatan dokumen
registrasi.
b. Bekerjasama dengan bagian lain yang terkait dalam menentukan pemerian
produk, besar kemasan dan rancangan kemasan.
c. Menyiapkan dokumen registrasi.
3.4.3 Produksi
Departemen produksi dipimpin oleh seorang manajer produksi yang
merupakan seorang apoteker. Manajer produksi bertanggung jawab dalam
pelaksanaan semua proses produksi yang dilakukan oleh PT. Combiphar.
Manajer produksi dibantu oleh dua orang asisten manajer, yaitu asisten manajer
bagian solid dan semisolid, serta asisten manajer bagian liquid.
Bagian produksi divisi pabrik PT. Combiphar memiliki tugas pokok
sebagai berikut :
a. Melaksanakan kegiatan pengolahan dan pengemasan produk sesuai dengan
jadwal produksi yang telah ditetapkan.
b. Menyusun rencana produksi mingguan bersama dengan bagian Planning
Inventory Control (PPIC).
c. Membuat laporan kegiatan produksi sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
d. Melaksanakan pembuatan produk baru skala produksi bersama dengan
bagian product development.
e. Menyiapkan dan merencanakan sarana produksi beserta pengembangannya.
f. Melaksanakan upaya-upaya peningkatan efisiensi proses produksi.
g. Menjamin penerapan CPOB di lingkungan bagian produksi.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!999
Universitas Indonesia
PT. Combiphar memiliki beberapa unit yang dibagi berdasarkan proses
produksi, yaitu :
3.4.3.1 Unit Solid dan Semisolid
Unit solid dan semisolid terdiri dari beberapa unit yang dibagi
berdasarkan proses produksi, yaitu:
a. Sub Unit Dispensing Solid Mixing
Ruang dispensing (penimbangan) terdiri dari ruang penyangga bahan
awal, ruang penimbangan dan ruang penyimpanan bahan awal yang telah
ditimbang . Ruang penimbangan memiliki alat timbangan berupa timbangan
digital dan timbangan skala besar. Proses penimbangan dilakukan dibawah
Laminar Air Flow (LAF) untuk mencegah atau mengurangi terjadinya
kontaminasi ke dalam bahan baku yang ditimbang.
Bahan baku dari gudang akan masuk ke dalam ruang penyangga. Ruang
penimbangan harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses
penimbangan. Persiapan tersebut antara lain pembersihan ruangan, alat dan
wadah hasil penimbangan. Bahan baku ditimbang satu per satu, dimulai dari
bahan inert seperti bahan pembantu kemudian bahan aktifnya. Urutan
penimbangan bahan yaitu dimulai dari bahan yang memiliki jumlahbanyak,
tidak berwarna, dan tidak berbau. Setiap selesai menimbang untuk satu bets,
dilakukan pembersihan menyeluruh terhadap alat timbang dan ruang timbang
untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada penimbangan berikutnya. Hasil
penimbangan disimpan di ruang penyimpanan (staging area) berdasarkan bahan
baku masing-masing produk..
Ruang pencampuran padat (Solid Mixing) terdiri dari ruang
pencampuran kering, ruang pencampuran basah, ruang pengeringan granul dan
ruang produk antara. Proses produksi tablet dimulai dari dispensing
(penimbangan) raw material. Setelah ditimbang, dilakukan pengayakan bahan
awal dengan menggunakan oscilating granulator dengan ukuran mesh yang
disesuaikan. Kemudian dilakukan pencampuran dan granulasi basah
menggunakan alat super mixer. Granul yang terbentuk kemudian dikeringkan
dengan Fluid Bed Dryer (FBD), diayak, ditambahkan bahan-bahan tambahan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333000
Universitas Indonesia
dan dicampur sampai rata di dalam drum roller. Terbentuk granul siap cetak
yang akan disimpan dan dilakukan pengujian In Process Control (IPC) sebelum
dilakukan pencetakan. Setelah diberikan label pelulusan dari QC, granul siap
cetak akan dikirimkan ke subunit tableting and coating atau sub unit capsule
and solid filling. Untuk proses cetak langsung dilakukan pencampuran dengan
menggunakan drum roller sebelum dicetak.
b. Sub Unit Tableting dan Coating
Mesin tablet dan ruang pencetakan harus dalam keadaan bersih sebelum
proses pencetakan dimulai. Selama proses pencetakan dilakukan IPC setiap 15
menit yang meliputi pengukuran variasi bobot tablet dan setiap 30 menit yang
meliputi kekerasan tablet dan ketebalan tablet. Pada saat tertentu yaitu pada
awal, tengah dan akhir proses dilakukan pemeriksaan fisik, friabilitas, dan waktu
hancur. Sementara unit QC melakukan uji keseragaman bobot dan kesesuaian
kadar zat aktif. Tablet yang sudah dicetak, disimpan untuk menunggu pelulusan
dari unit QC sebelum diproses lebih lanjut.
Untuk proses penyalutan, PT. Combiphar memiliki dua jenis, yaitu salut
film dan salut gula. Jenis salut film yang dibuat adalah salut transparan, salut
berwarna, dan salut enterik.
c. Sub Unit Semi Solid
Sediaan semisolid yang diproduksi oleh PT. Combiphar berupa krim,
salep, supositoria, dan ovula. Pemeriksaan bobot tube, pemeriksaan lipatan tube,
dan nomor bets dilakukan tiap 30 menit. IPC yang dilakukan pada pembuatan
supositoria dan ovula adalah homogenitas kadar zat aktif yang diambil di tiga
titik yang berbeda. IPC yang dilakukan pada pembuatan krim, salep, dan gel
adalah adalah homogenitas sediaan. Setelah produk dikemas dilakukan IPC
kembali untuk keseragaman bobotnya. Produk antara yang dihasilkan
dikarantina untuk dilakukan pengujian oleh unit QC.Produk antara yang telah
mendapat pelulusan dari unit QC akan dikirim ke pengemasan primer.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333111
Universitas Indonesia
d. Sub Unit Capsulating dan Solid Filling
Sub unit yang bertugas untuk melakukan pengisian serbuk ke dalam
cangkang kapsul, sachet atau botol. Sub unit solid filling bertugas untuk mengisi
serbuk ke dalam botol atau sachet. Pemeriksaan keseragaman bobot kapsul
dilakukan tiap 15 menit dengan jumlah kapsul sebanyak 20 kapsul. Setelah
mendapat persetujuan dari unit QC akan dikirim untuk proses stripping.
Pengisian serbuk ke dalam botol atau sachet disebut dengan solid filling.
Beberapa sachet pertama akan diperiksa terlebih dahulu, kemudian setiap 30
menit akan dilakukan IPC berupa pemeriksaan kebocoran (leak test), nomor
bets, dan variasi bobot. Setelah dinyatakan lulus oleh unit QC, maka produk
akan dikirim ke pengemasan sekunder.
e. Sub Unit Primary Packaging
Pengemasan merupakan bagian dari produksi yang dilakukan terhadap
produk ruahan sehingga menjadi produk jadi. Kemasan primer yang umumnya
dipakai untuk sediaan solid adalah strip dan blister. Pengemasan primer untuk
sediaan semisolid terdiri dari pengemasan suppositoria dan ovula ke dalam
rotoplas, gel ke dalam roll on, sedangkan salep dan krim ke dalam tube.
Pengemasan primer merupakan pengemasan produk ruahan dimana kemasan
langsung kontak dengan produk. Subunit pengemasan primer bertanggung jawab
terhadap proses pengemasan primer seluruh produk ruahan solid dan semisolid
yang telah dinyatakan lulus oleh bagian QC.
f. Sub Unit Repack-Packing Service
Sub unit yang terdiri dari seksi repack (pengemasan ulang) dan seksi
packing service (penyiapan bahan kemas). Proses pengemasan ulang dilakukan
pada produk impor atau produk kembalian yang mengharuskan dilakukan
pengemasan ulang. Subunit packing service bertugas untuk memenuhi
kebutuhan bahan pengemas di seluruh unit pengemasan produk solid dan
semisolid.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333!
Universitas Indonesia
g. Sub Unit Secondary Packaging
Sub unit pengemasan sekunder terdiri dari seksi packing lini solid dan
seksi packing lini semisolid. Subunit ini bertugas untuk melakukan pengemasan
sekunder terhadap hasil stripping, blistering dan sachet. Proses yang dilakukan
meliputi memasukkan strip, leaflet dan etiket ke dalam inner box serta
memasukkan inner box kedalam outer box.
Seksi packing line semisolid bertugas untuk melakukan pengemasan
sekunder meliputi penempelan etiket pada tube, memasukkan tube ke dalam
inner box, memasukkan leaflet ke dalam inner box dan memasukkan inner box
ke dalam outer box. Hasil pengemasan akan disimpan di ruang karantina untuk
diperiksa oleh bagian QC. Setelah produk dinyatakan lulus, maka akan dikirim
ke gudang produk jadi.
3.4.3.2 Unit Liquid
Unit liquid terdiri dari subunit yang dibagi berdasarkan proses produksi,
yaitu:
a. Sub Unit OBH Dispensing-Process-Washing-Filling
Sub unit ini melakukan proses penimbangan, pencampuran, pencucian
hingga pengisian. Proses penimbangan dilakukan di ruang dispensing. Raw
material dari gudang akan melewati air lock dan wadahnya akan dibersihkan.
Penimbangan dilakukan sehari sebelum produksi, sehingga bahan yang telah
ditimbang akan ditempatkan di staging area.
Setelah penimbangan, proses produksi dilakukan dengan mencampurkan
bahan baku. Proses pencampuran dilakukan dengan menggunakan double jacket
tank berkapasitas 8000 L untuk zat-zat yang memerlukan proses pemanasan lalu
pendinginan, dan moveable tank untuk zat yang tidak memerlukan proses
pemanasan, lalu ke final mixing tank dan holding tank (tangki penampung) yang
dihubungkan ke ruang filling.
b. Sub Unit Liquid Ethical Process Filling
Sub unit ini bertanggung jawab dalam proses pencampuran bahan baku
untuk membuat sediaan cair non-OBH. In proses control yang dilakukan oleh
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333333
Universitas Indonesia
unit QC terhadap produk jadi yang dihasilkan di antaranya pemeriksaan
viskositas, berat jenis dan pH. Produk jadi yang diluluskan oleh unit QC
selanjutnya akan diisikan ke dalam kemasan primer berupa botol
3.4.4 Quality Assurance Operation
Quality Assurance dikepalai oleh seorang manajer yang disebut sebagai
Quality Assurance Operation Manager (QAOM) yang membawahi Quality
Control (QC), Quality Assurance (QA) , dan Quality Service (QS). Bagian QAO
memiliki tugas pokok sebagai berikut :
a. Melaksanakan pengawasan dan pengaturan pada setiap tahap kegiatan
produksi sesuai ketentuan CPOB.
b. Melakukan analisis dan memberikan status terhadap semua bahan awal,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi pada proses produksi.
c. Melakukan pemantauan lingkungan kerja atau kegiatan produksi agar sesuai
dengan penerapan CPOB.
d. Melaksanakan pelatihan-pelatihan terhadap personil yang ditentukan.
e. Mengevaluasi secara rutin semua spesifikasi, metode analisa dan cara kerja di
bagian produksi.
f. Merencanakan jadwal dan melaksanakan audit baik internal maupun
eksternal.
g. Kalibrasi dan kualifikasi alat untuk bagian QA.
h. Pengendalian dokumen dan change control.
i. Penanganan dan pengkajian produk tahunan, keluhan pelanggan, produk
kembalian dan penarikan kembali obat jadi.
3.4.4.1 Quality Control
Quality Control dipimpin oleh manajer yang membawahi Laboratorium
QC. Ruangan yang dimiliki oleh unit QC antara lain ruang instrument, ruang
penimbangan, ruang penyimpanan pelarut dan pereaksi, ruang mikrobiologi,
ruang untuk menyimpan retained sample (contoh pertinggal), dan ruang uji
kimia fisika. Quality Control bertanggung jawab terhadap :
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333444
Universitas Indonesia
a. Bahan awal untuk produksi obat harus memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
untuk identitas, kekuatan, kemurnian, dan keamanannya.
b. Tahapan produksi telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan.
c. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap
suatu batch obat telah dilaksanakan.
d. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutunya selama peredaran yang
ditetapkan.
Pemeriksaan bahan awal yang datang diawali dengan penerimaan di
gudang. Kemudian gudang memeriksa nomor batch, Certificate of Analysis
(CoA), Expired date (ED), dan Delivery Order. Kemudian diperiksa apakah
suplier yang mengirimkan barang tersebut terdapat dalam daftar suplier. Jika
suplier terdaftar dalam daftar suplier, maka barang akan diterima oleh gudang,
kemudian akan dibuat Good Receive (GR). GR akan dikirimkan ke unit QC
bahan awal, setelah itu bahan awal yang datang akan dikarantina. QC bahan
baku akan memeriksa kembali nomer batch, Certificate of Analysis (COA),
Expired date (ED), dan Delivery Order serta kebenaran label dengan CoA.
Setelah itu asisten manajer QC akan menjadwalkan sampling bahan baku.
Sampling bahan baku meliputi zat aktif dan eksipien.
Sampel yang masuk ke Laboratorium QC kemudian dianalisa sesuai
dengan spesifikasi yang dibuat oleh Product Development dan dilakukan analisis
mikrobiologi. Apabila semua parameter sesuai, maka akan dibuat laporan
kepada asisten manajer QC. Setelah laporan diperiksa dan bahan tersebut
disetujui maka akan ditempelkan tanda bahwa telah memenuhi persyaratan. Jika
bahan awal tidak memenuhi syarat, maka akan dilakukan penelusuran apakah
terdapat kesalahan pada proses pengecekan, setelah itu dilakukan sampling
ulang. Bila setelah sampling ulang tidak memenuhi syarat, maka dilakukan
handling out of specification (OOS).
Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan terhadap bahan awal, produk jadi
dan alat. Bahan awal yang berasal dari alam dan mengandung mikroba dalam
jumlah yang lebih besar dari bahan baku sintesis akan diperiksa secara
mikrobiologi. Penyiapan sampel dilakukan secara aseptis di bawah LAF
(Laminar Air Flow) untuk menghindari kontaminasi mikroba lain selama
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333555
Universitas Indonesia
analisis dilakukan. Untuk bahan baku antibiotika, dilakukan pemeriksaan potensi
antibiotika. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan bakteri uji dan media
yang sesuai untuk masing-masing antibiotika. Pengamatan dilakukan terhadap
diameter hambat yang dihasilkan.
Pemeriksaan produk antara, produk ruahan dan produk obat jadi
dilakukan berdasarkan spesifikasi masing-masing produk yang telah ditetapkan
oleh Product Development. Setiap produk jadi disiapkan contoh pertinggal
dengan jumlah dua kali yang dibutuhkan untuk analisis dan disimpan selama
masa kadaluarsa ditambah satu tahun. In process control (IPC) dilakukan pada
saat produksi berlangsung, meliputi pengecekan yang dilakukan pada tahapan
produksi. Pengecekan yang dilakukan disesuaikan dengan spesifikasi dan yang
telah ditetapkan oleh Product Development.
Pemantauan stabilitas produk yang sedang dipasarkan dilakukan dengan
melakukan on going stability test. Produk tersebut dipantau sejak direlease
sampai expired. Sampel produk yang diuji disimpan pada climatic chamber pada
kondisi RH 75% ± 5% dan suhu 25°C ± 2°C, serta pada kondisi RH 75% ± 5%
dan suhu 30°C ± 2°C.
3.4.4.2 Quality Service
Unit Quality Service dipimpin oleh seorang QS Assistant Manager. Unit
ini memiliki tugas yaitu:
a. Pemantauan lingkungan
Pemantauan yang dilakukan meliputi pemantauan udara ruang produksi,
pemantauan alat, dinding, lantai, pakaian personil ruang produksi, pemantauan
air murni, pemantauan compressed air dan pemantauan limbah.
b. Audit
Audit dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh QA. Audit
dilaksanakan secara rutin kecuali jika ada situasi khusus seperti terjadi penarikan
kembali obat atau penolakan yang berulang. Audit yang dilakukan di PT.
Combiphar meliputi audit internal dan audit eksternal.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333666
Universitas Indonesia
Audit internal merupakan audit yang dilakukan di dalam perusahaan.
Tim inspeksi yang terpilih untuk melaksanakan audit adalah personil yang telah
terkualifikasi dan di training sebelumnya yang dikoordinasi oleh Assistant
Manager GMPc. Audit internal ini dilakukan sesuai jadwal yang telah
ditetapkan oleh unit GMP compliance. Terdapat empat jenis audit internal, yaitu
level 1 (audit antar unit dalam satu bagian dan dilakukan minimal setiap tiga
bulan sekali), level 2 (dilakukan di setiap bagian secara menyeluruh sesuai
jadwal, audit ini dilakukan setahun sekali), level 3 (dilakukan oleh pihak ketiga
yang melakukan kerjasama dengan PT. Combiphar, misalnya oleh perusahaan
yang akan melakukan toll in ke PT. Combiphar) dan level 4 (dilakukan oleh
Badan POM atau internasional seperti TGA, pelaksanaannya dalam waktu yang
ditentukan auditor ).
Audit eksternal merupakan audit yang dilaksanakan perusahaan terhadap
pihak luar. Jenis-jenis audit eksternal, yaitu audit supplier/vendor, audit
manufacturing toll out, audit laboratorium luar. Audit supplier/vendor, adalah
audit yang dilakukan terhadap supplier baru dan supplier lama. Audit terhadap
supplier baru dengan survey capability yaitu untuk melihat apakah supplier
baru dapat atau tidak memenuhi kebutuhan sesuai dengan jumlah dan mutu
produk yang ditetapkan oleh PT. Combiphar. Untuk audit terhadap supplier
lama dilakukan berdasarkan penilaian pertahun melalui penilaian pengantaran
produk (delivery) dan kualitas dari produk. Audit Manufacturing Toll Out,
adalah audit yang dilakukan perusahaan yang akan memberi kontrak dan
perusahaan yang telah menjalin kerja sama dengan PT. Combiphar. Audit yang
dilakukan biasanya meliputi keseluruhan aspek CPOB yang diperlukan. Audit
Laboratorium luar, adalah audit yang dilakukan oleh PT. Combiphar terhadap
perusahaan yang menerima kontrak dalam laboratorium atau jasa analisis dan
kalibrasi di luar PT. Combiphar karena keterbatasan alat yang dimiliki
perusahaan, seperti pengujian parameter limbah.
c. Pelatihan
Ada dua jenis pelatihan yang diberikan kepada karyawan PT.
Combiphar, yaitu pelatihan CPOB, non CPOB, dan eksternal. Pelatihan CPOB
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333777
Universitas Indonesia
diberikan oleh unit GMPc kepada peserta training yang disesuaikan dengan
topik training dan posisi/jabatan personil yang bersangkutan. . Pelatihan non
CPOB ditangani oleh masing-masing unit. Pelatihan untuk karyawan baru
diberikan oleh Departemen HCD, unit EHS, dan unit GMPc.
d. Pest Control
Kegiatan pemantauan terhadap hama di lingkungan pabrik. Pemantauan
dilakukan agar tidak mengganggu proses produksi dan tidak terdapat cemaran
hama dalam produk yang dihasilkan. Pemantauan lingkungan ini dilakukan
sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh unit GPMC. Dalam melakukan pest
control, PT. Combiphar bekerja sama dengan pihak ketiga.
3.4.4.3 Quality Assurance
a. Unit Quality Service Complaint, Recall, Reject, dan Penyimpangan
Unit ini memiliki tugas yaitu investigasi, penanganan complaint,
penanganan produk kembalian penanganan produk yang ditarik dan annual
review. Investigasi merupakan upaya penelitian, penyelidikan, pengusutan,
pencarian, pemeriksaan dan pengumpulan data serta temuan lain bertujuan untuk
mengungkap masalah terjadinya penyimpangan atau ketidaksesuaian terkait
dengan mutu, baik dalam proses maupun produk jadi. Penyimpangan adalah
perubahan tidak terencana yang terjadi karena berbagai sebab selama kegitan
berlangsung atau yang terdeteksi setelah kegiatan, sedangkan uji di luar
spesifikasi merupakan penyimpangan yang tidak disebabkan oleh kesalahan
pemeriksaan Laboratorium QC. Setelah menemukan akar permasalahan dari
penyimpangan yang terjadi, bagian ini akan melakukan perbaikan dan
pencegahan melalui koordinasi dengan bagian lain yang terkait agar
penyimpangan tidak terjadi lagi.
Unit QC menangani keluhan yang berhubungan dengan hasil uji di luar
spesifikasi, misalnya temperatur, RH dan stability chamber. Bagian Prodev
menangani keluhan yang berhubungan dengan formulasi (rasa, warna, dan bau)
dan kemasan. Bagian PPIC menangani keluhan yang berhubungan dengan
distribusi.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333888
Universitas Indonesia
Keluhan atau complaint merupakan ekspresi ketidakpuasan dalam bentuk
verbal, tertulis atau elektronik terhadap penggunaan produk atau jasa. Keluhan
dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu Technical Complaint, Medical
Complaint dan Marketing Complaint. Technical complain merupakan keluhan
yang terkait dengan ketidaksesuaian/kerusakan fisik, kimiawi atau biologis dari
produk sebelum produk dikonsumsi atau digunakan. Contohnya kerusakan
fisik/kimia: label rusak, tutup botol yang bocor, perubahan viskositas, bentuk,
warna produk, atau kemasan yang rusak. Untuk contoh kerusakan biologis yaitu
pertumbuhan mikroba atau jamur. Medical complaint, yaitu keluhan yang
terkait dengan reaksi yang merugikan setelah penggunaan produk, antara lain
alergi (seperti mual, muntah, diare atau gatal-gatal), keracunan, produk tidak
berkhasiat, atau respon klinis yang rendah dan efek samping lain dari yang telah
disebutkan pada penandaan/label. Marketing complaint/comersial complaint,
yaitu komplain yang tidak berkaitan dengan technical complaint dan medical
complaint. Ketersediaan produk di pasaran, misalnya pada proses
pendistribusian sehingga produk susah didapatkan.
Produk kembalian terkait dengan masa kadaluarsa produk, adanya
kerusakan produk, dan adanya perubahan desain kemasan. Hal inilah yang
membedakan retur dengan complaint. Untuk produk kembalian, akan ditentukan
status produk tersebut apakah status reject, manfaat, atau repacked. Suatu
produk kembalian yang diberi status reject berarti produk kembalian tidak dapat
digunakan lagi untuk pengobatan dan harus dimusnahkan. Status manfaat berarti
produk kembalian masih dapat digunakan untuk pengobatan tetapi untuk internal
di PT. Combiphar, tidak untuk dijual di pasaran. Status repacked berarti produk
kembalian masih dapat digunakan untuk pengobatan dan akan dikemas ulang
untuk dijual di pasar.
Hal-hal yang dapat menyebabkan produk ditarik dari pasaran adalah
internal pabrik lain, principal dan pemerintah. Internal pabrik yaitu penarikan
satu atau beberapa bets atau seluruh produk tertentu dari semua tingkatan
distribusi obat. Hal ini karena ditemukannya ketidakstabilan produk pada
retained sample, sehingga perlu peninjauan ulang pada formulasi produk
tersebut.Principal, penarikan suatu produk terkait dengan perusahaan yang
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333999
Universitas Indonesia
melakukan toll in ke PT. Combiphar. Pemerintah, penarikan suatu produk karena
hasil temuan Badan POM bahwa produk tersebut memiliki efek samping obat
yang berbahaya. Untuk semua produk yang ditarik maka akan dilaporkan ke
Badan POM dan akan diberitahukan ke masyarakat melalui media massa.
Annual Product Review ini bertujuan untuk mengkaji produk yang telah
diproduksi selama satu tahun (pengkajian tiap produk yang dibuat dalam satu
tahun melebihi 3 bets pertahun) dan menginformasikannya kepada pihak
managemen. Bagian QA mendokumentasikan seluruh data APR yang dibuat
oleh masing-masing bagian dalam satu log book.
b. Quality Service Documentation and Change Control
Unit ini bertanggung jawab terhadap semua dokumen yang ada di
perusahaan. Dokumentasi yang terdapat di PT. Combiphar antara lain Quality
Manual, PS (Prosedur Mutu), IK (Instruksi Kerja) dan dokumen catatan mutu.
Quality Manual mencakup definisi perusahaan dan dibuat oleh Top Manager.
PS (Prosedur Mutu) berfungsi menyelaraskan proses bisnis antar bagian.
Pengendalian dokuemennya bersifat universal untuk menjembatani proses
tersebut. IK (Instruksi Kerja), memberikan instruksi kerja mengenai instruksi
kerja penggunaan, pembersihan dan perawatan. Misalnya tata cara pembersihan
laboratorium. Dokumen catatan mutu, merupakan dokumenyang mendukung
dokumen-dokumen di atasnya. Antara lain, form, worksheet, formulir, log book
record.
Setiap dokumen yang ada di perusahaan sebelum didistribusikan
melewati beberapa tahapan, yaitu review, persetujuan/pengesahan dan
penandatanganan oleh yang bersangkutan, serta distribusi dan sosialisasi
dokumen. Quality Service documentation and change control memiliki tugas
antara lain berkoordinasi dengan bagian yang membuat suatu dokumen
mengenai waktu diberlakukannya dokumen tersebut, menentukan pihak mana
saja yang akan menerima dokumen yang akan menerima distribusi dari
dokumen tersebut, membuat copy document dan sebagai usaha pengendaliannya
dokumen yang asli di cap Master Document, sedangkan copy document dicap
Controlled Copy. Dokumen barudidistribusikan bersamaan dengan ditariknya
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444000
Universitas Indonesia
dokumen lama. Untuk dokumen-dokumen lama yang sudah tidak berlaku dicap
“tidak berlaku” warna merah sesuai dengan tanggal dokumen baru berlaku dan
harus disimpan di tempat penyimpanan yang terpisah dalam jangka waktu 7
tahun, sedangkan seluruh salinan/copy nya harus ditarik kembali oleh DC.
Pemusnahan dokumen dibuat dengan membuat berita acara pemusnahan
dokumen. Master dokumen yang sudah tidak berlaku dimusnahkan yaitu
dokumen-dokumen yang telah habis masa retensinya dengan alat pemotong
kertas dan menghapus soft file dokumen yang sudah tidak berlaku. Jika ada
suatu perubahan dalam setiap hal yang terkait mutu produk (misalnya
perubahan spesifikasi bahan, formula, zat aktif, zat tambahan, prosedur, CoA,
perubahan supplier), maka dibuat change control oleh bagian yang
bersangkutan. Formulir change control diserahkan ke bagian QA dan dicatat
dalam CAPA.
3.4.5 Production Planning Inventory Control (PPIC)
3.4.5.1 Unit Planning
Unit ini dipimpin oleh seorang assistant manager yang membawahi
empat sub unit yaitu Production Planner, Material Planner, Demand Planner
dan Toll. Tugas dari masing-masing sub unit adalah sebagai berikut:
a. Production Planner bekerja sama dengan bagian produksi untuk menjamin
produksi berjalan sesuai jadwal dan segala sesuatu yang sudah direncanakan.
b. Material Planner bertugas untuk menjamin ketersediaan material produksi
dan memastikan material datang tepat waktu.
c. Demand Planner bertugas mengelola permintaan produk jadi.
d. Sub unit Toll bertugas untuk mengurus hal – hal yang berkaitan dengan Toll
In maupun Toll Out yang ada di PT. Combiphar.
3.4.5.2 Unit Warehouse dan Distribution
Unit Warehouse & Distribution dipimpin oleh seorang assistant manager
yang membawahi tiga sub unit yaitu Gudang produk Solid (Solid Product
Warehouse), Gudang Produk Liquid (Liquid Product Warehouse), dan
Distribusi. Gudang produk liquid berguna untuk menyimpan bahan awal,
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444111
Universitas Indonesia
kemasan, dan produk jadi untuk produk liquid, sedangkan gudang produk solid
berguna untuk menyimpan bahan awal, bahan kemas, dan produk jadi dari
produk-produk solid. Sistem yang digunakan untuk bahan pengemas adalah
sistem FIFO (First In First Out) sedangkan untuk bahan awal dan produk jadi
menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out)
Alur bahan awal yang datang pada gudang produk solid maupun pada
gudang liquid adalah pemeriksaan terlebih dahulu kelengkapan dokumen bahan
awal yang datang, selanjutnya diberi label warna kuning bertuliskan quarantined
untuk menunggu QC melakukan sampling. Setelah hasil yang dianalisa
memenuhi syarat selanjutnya label diganti menjadi label hijau yang bertuliskan
approved. Jika hasil analisa ada yang tidak memenuhi syarat maka akan
diberikan label merah bertuliskan rejected dan ditempatkan terpisah dan
terkunci.
Bagian distribusi bertanggung jawab untuk mengatur pengiriman produk
ke distributor, memastikan bahwa setiap barang yang akan dikembalikan oleh
distributor telah sesuai dan ditindaklanjuti dengan benar, serta mengelola
penerimaan dan pengeluaran produk jadi ke distributor sesuai dengan pesanan.
3.4.6 Departemen Teknik
Departemen Teknik PT. Combiphar dipimpin oleh seorang Manager
Engineering yang dibantu oleh beberapa Manager Assistant yang terdiri dari
Manager Assistant of Maintenance yang membawahi seksi Workshop, seksi
Maintenance and Repair, seksi Document & Controlled Instrument. Manager
Assistant of Utility membawahi seksi Penunjang Produksi (Non-HVAC) dan
seksi HVAC, sedangkan untuk Manager Assistant of Safety, Health &
Environment membawahi seksi K3L (Kesehatan Keselamatan Kerja
Lingkungan), seksi Kebun dan Kebersihan, dan seksi Pemusnahan. Tiap-tiap
unit memiliki berapa orang teknisi yang membantu.
3.4.6.1 Unit Maintenance
Tugas dan tanggung jawab unit Maintenance adalah menyusun dan
melaksanakan program perawatan (maintenance), kualifikasi mesin–mesin
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444!
Universitas Indonesia
produksi agar memenuhi persyaratan CPOB/GMP, serta mengkoordinir semua
tugas bawahan yang berada di bawah Unit Maintenance. Program Maintanance
yang dilaksanakan oleh unit teknik disebut dengan TPM (Total Predictive
Maintenance) yaitu:
a. Preventive Maintenance
Merupakan suatu kegiatan perawatan mesin produksi yang dilakukan secara
berkala dan berencana dan dilakukan terus menerus secara periodik.
b. Break Down Maintenance
Merupakan suatu kegiatan perawatan mesin yang dilakukan saat terjadinya
kerusakan mesin atau ketika terjadi suatu masalah
c. Predictive Maintenance
Merupakan suatu kegiatan perawatan yang dilakukan dengan mengetaahui
suatu gejala kerusakan yang timbul.
d. Autonomouse Maintenance
Merupakan suatu perawatan mesin yang melibatkan operator mesin untuk
melakukan kegiatan perawatan mesin. Perawatan tersebut dilakukan selama
mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh maintenance.
e. Improvement Maintenance
Perawatan yang dilakukan secara terencana dengan melakukan tindakan
modifikasi dan pengembangan alat/mesin dengan tujuan untuk
meningkatkan kinerja alat, mengurangi rejected product dan kemudahan
dalam proses perawatannya.
f. Pro-active Maintenance
Strategi perawatan suatu mesin yang dilakukan untuk menjaga stabilitas
dari kemampuan mesin.
3.4.6.2 Unit Utility
Tugas dan tanggung jawab unit utility adalah memastikan dan
menjamin ketersediaan (seperti listrik, air murni, steam, HVAC, dll), menjamin
dan menjaga agar semua sarana penunjang dalam keadaan baik dan dapat
memenuhi kebutuhan operasi atau persyaratan yang ditetapkan, mengkordinir
semua tugas bawahan yang berada di bawah Unit Utility serta memastikan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444333
Universitas Indonesia
pelaksanaan kualifikasi dan kalibrasi mesin – mesin produksi dan utility agar
memenuhi persyaratan CPOB/GMP. Sistem penunjang produksi (Utility System)
yang menjadi tanggung jawab unit teknik dapat dibagi menjadi 2 yaitu utility
yang sangat berdampak pada kualitas seperti air handling system (sistem tata
udara) , water system (sistem air) dan compressed air system (sistem udara
bertekanan) serta utility yang tidak berdampak pada kualitas seperti boiler dan
listrik.
3.4.6.3 Unit Environment, Health, and Safety (EHS)
Unit EHS bertanggung jawab untuk mengadakan, menjalankan dan
meyakinkan bahwa semua kegiatan di pabrik telah memenuhi kaidah-kaidah
K3L yaitu Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan agar tidak
membahayakan lingkungan, penduduk sekitar, dan juga pegawai, serta
menjamin saran dan prasarana untuk program EHS sudah tersedia. Program EHS
meliputi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Program Pelatihan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi para karyawan (P2K3).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
44 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Cara Pembuatan Obat yang Baik wajib diterapkan di industri obat untuk
menjamin mutu obat sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai
dengan tujuan penggunaannya. Secara umum PT. Combiphar telah menerapkan
CPOB dalam setiap aspek di dalam industri tersebut dan telah memperoleh
sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik sejak tahun 1991. PT. Combiphar
menjadi perusahaan farmasi kelima yang mendapatkan sertifikat tersebut. Seiring
dengan berjalannya waktu, PT. Combiphar terus melakukan perbaikan dan
pengembangan perusahaan agar dapat memenuhi kebutuhan pasar sekaligus
mewujudkan misinya dalam berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup.
Selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), peserta melakukan
pengamatan terhadap proses pembentukan mutu yang ada di PT. Combiphar
dengan aspek-aspek yang tertuang dalam CPOB. Aspek tersebut mencakup
manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan
higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan
keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian,
dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan
validasi.
4.1 Manajemen Mutu
PT. Combiphar telah menjalankan sistem manajemen mutu berdasarkan
pedoman Cara Pembuatan Obat Obat yang Baik. PT. Combiphar memiliki bagian
Quality Control, Quality Assurance, Quality service dan Produksi yang secara
langsung berfungsi sebagai posisi kunci dalam menjalankan manajemen mutu
yang terarah dan sesuai.
PT. Combiphar memiliki Quality Assurance (QA) yang melakukan suatu
kajian mutu produk secara berkala setiap tahun yang dikenal sebagai Annual
Product Review (APR). Dengan adanya APR, kekurangan yang terjadi di tahun
sebelumnya dapat dijadikan suatu pedoman evaluasi demi perbaikan mutu ke
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!555
Universitas Indonesia
depannya. Unit QA bertugas mengumpulkan seluruh data menjadi satu laporan
utuh yang berisikan jumlah produksi di tahun tersebut, status produk, hasil uji
analisis (kimia dan mikrobiologi), review proses produksi, review stabilitas,
review validasi proses, deviasi, komplain, change control, review kualitas air,
review kualifikasi alat-alat produksi dan utility (HVAC). Dari jenis data yang
dikumpulkan terlihat bahwa APR membutuhkan kerjasama dari seluruh divisi
yang ada di PT. Combiphar dengan tujuan akhir untuk merekomendasi kinerja
dari tiap unit.
4.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaan (BPOM, 2006).
Dilihat dari sudut pandang organisasinya, PT. Combiphar telah melakukan
pembagian kewenangan dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan persyaratan
dalam CPOB. Hal ini terlihat dari berjalannya organisasi PT. Combiphar dengan
output berbagai produk berkualitas yang dihasilkannya. Tiap personil bekerja
sesuai dengan kapasitasnya dan tidak melebihi kemampuannya sehingga hasil
yang didapatkan menjadi optimal. Personil kunci dari PT. Combiphar telah
dipimpin oleh apoteker-apoteker yang kapabilitasnya sesuai dengan yang
dibutuhkan, yaitu kepala bagian Produksi, Pengawasan Mutu, dan Pemastian
Mutu dimana kepala bagian Produksi dipimpin oleh orang yang berbeda dengan
bagian Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu dengan tujuan memastikan
objektivitas sehingga dapat bekerja secara efektif dan profesional.
Dalam merekrut pegawai PT. Combiphar memiliki selektifitas yang cukup
tinggi. Perekrutan pegawai dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu interview
secara panel, psikotes, dan terakhir medical check-up. Tahapan tersebut bertujuan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!666
Universitas Indonesia
untuk mendapatkan personil yang handal dan memiliki kualifikasi yang
diinginkan.
Dari segi peningkatan kualitas pegawai, PT. Combiphar menyediakan
fasilitas penunjang yang baik dan mampu mengakomodasi keperluan pegawainya.
Beberapa diantaranya adalah program pelatihan baik pelatihan terkait CPOB
maupun yang tidak terkait langsung dengan CPOB. Pelatihan CPOB berkaitan
dengan peningkatan pengetahuan mengenai CPOB. Sedangkan pelatihan no
CPOB dapat berupa kepemimpinan, motivasi, K3L (Kesehatan dan Keselamatan
Kerja), pest control, dan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin).
PT. Combiphar juga memberikan perhatian besar terhadap kesehatan
karyawannya dengan membuat program General Check Up rutin setiap tahun. Hal
ini dikarenakan PT. Combiphar yang merupakan salah satu industri farmasi
terkemuka yang menggunakan berbagai bahan obat, pelarut kimia, bahkan zat
berbahaya lainnya yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan karyawan. Selain
itu, program tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan.
Untuk memenuhi kebutuhan para opersonil, PT. Combiphar menyediakan
sarana kantin di dalam lingkungan pabrik, tunjangan kesehatan, klinik kesehatan,
dan penyediaan APD untuk karyawan demi mengantisipasi gangguan kesehatan
yang mungkin terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan kimia.
4.3 Bangunan dan Fasilitas
PT. Combiphar memiliki bangunan dan fasilitas yang didesain dan
memiliki konstruksi yang baik serta terlihat rapi dan bersih. Luas bangunan PT.
Combiphar sudah memadai untuk penempatan tiap fasilitas dan bangunan yang
diperlukan untuk berjalannya industri farmasi secara menyeluruh dikarenakan
telah dilakukan Design Qualification (DQ) terlebih dahulu.
Bangunan yang menjalankan aktivitas produksi memiliki spesifikasi
ruangan khusus. Dinding dan langit-langit pada ruangan produksi tidak memiliki
sudut dan terbuat dari bahan yang memudahkan untuk pembersihan. Koridor
memiliki tekanan udara yang berbeda dengan ruang produksi untuk menghindari
terjadinya kontaminasi pada produk dan personil. Bagian lantai memiliki
permukaan yang rata dan kedap air sehingga memudahkan pembersihan bila
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!777
Universitas Indonesia
terjadi tumpahan. Ruang-ruang produksi memiliki spesifikasi ruangan yang
disesuaikan dengan persyaratan ruang produksi pada CPOB.
Penerangan dan ventilasi yang ada di semua bangunan PT. Combiphar
sudah baik. Fasilitas listrik dan pengendalian udara terpantau dengan baik untuk
menjamin kelancaran kerja terutama di bagian produksi dan laboratorium. PT.
Combiphar memiliki kantin dan masjid yang terpisah dari ruang produksi, selain
itu toilet dan ruang ganti disediakan dalam jumlah yang cukup.
4.4 Peralatan
Peralatan produksi di PT. Combiphar secara umum telah memenuhi
persyaratan, baik dari segi desain, konstruksi, ukuran maupun kualifikasi. Terlihat
dengan penempatan peralatan maksimal satu set peralatan untuk satu tahap di tiap
ruang produksi. Peralatan-peralatan yang ada telah diberi label berisi informasi
yang memudahkan nantinya pada saat pembersihan, pengecekan, kualifikasi
hingga revalidasi.
Kalibrasi dan validasi peralatan dilakukan secara berkala sebagai penjamin
keseragaman produk farmasi yang dihasilkan. Kalibrasi peralatan yang digunakan
untuk menimbang, mengukur, memeriksa, dan mencatat dilakukan rutin sesuai
jadwal dan prosedur yang ada, sedangkan validasi dilakukan hanya sekali, jika
perlu nantinya dapat dilakukan revalidasi.
Setiap penggunaan peralatan diwajibkan mencatat di logbook yang telah
disediakan pada tiap alat untuk keperluan dokumentasi jika suatu saat terjadi hal
yang tidak diinginkan.
4.5 Sanitasi dan Higiene
Di dalam CPOB disebutkan bahwa tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi
hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi
dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan
produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui
suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!888
Universitas Indonesia
PT. Combiphar telah menerapkan tingkat sanitai dan higiene yang tinggi.
Sesuai dengan CPOB PT Combiphar menerapkan sanitasi dan higiene tersebut
pada personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta
wadahnya dan setiap hal yang berpotensi menjadi sumber pencemaran produk.
Untuk menjaga kebersihan, tiap personil yang akan bekerja, terutama yang
akan bekerja di produksi diharuskan untuk mencuci tangan yang dilakukan
dengan prosedur khusus. Tangan yang sudah dicuci dikeringkan dengan hand
dryer dan disemprotkan dengan alkohol 70%.
Tiap personil yang masuk ke area produksi harus mengenakan pakaian
pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakannya. Terdapat ruangan
yang berisi loker sebelum memasuki area produksi untuk menyimpan pakaian
rumah dan kerja, sepatu rumah dan kerja, penutup kepala, toilet dan wastafel
untuk mencuci tangan yang dilengkapi dengan handdryer dan alkohol yang
masing-masing terpisah untuk pria dan wanita.
Personil yang akan memasuki area produksi wajib menggunakan pakaian
khusus, sepatu khusus dan penutup kepala yang bersih. Untuk menjaga
kebersihan, tiap personil yang akan bekerja di ruang produksi diharuskan untuk
mencuci tangan yang dilakukan dengan prosedur khusus. Tangan yang sudah
dicuci dikeringkan dengan hand dryer dan disemprotkan dengan alkohol 70%.
Manajemen PT. Combiphar telah memberikan panduan secara nyata
dengan penempelan berbagai prosedur terkait sanitasi dan higiene diri. Salah
satunya terlihat pada dinding di sekitar wastafel yang ditempel petunjuk
pencucian tangan yang baik dan benar.
Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang, pembersihan dilakukan
setiap kali selesai produksi satu bets produk. Peralatan yang telah selesai
digunakan dibersihkan dan ditandai dengan tanda under cleaning pada bagian
pintu ruangan produksi yang sedang dibersihkan.
4.6 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!999
Universitas Indonesia
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).
Proses produksi dilaksanakan setelah proses perencanaan yang dilakukan
terlebih dahulu oleh bagian PPIC atas permintaan dari bagian marketing
sedangkan untuk pelaksanaannya diputuskan bersama dengan bagian
pengembangan produk, bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian teknik
serta kepala pabrik. Perencanaan dilakukan dengan memperhitungkan seluruh
sumber daya yang ada sehingga kegiatan dapat dilakukan secara efisien dengan
hasil yang optimal. Proses ini dapat dilakukan dengan baik karena adanya sistem
komunikasi online yang disebut dengan pop up. Sistem komunikasi ini
mendukung pelaksanaan proses produksi karena komunikasi dapat dilaksanakan
dengan cepat, baik komunikasi dalam percakapan maupun pengiriman dokumen.
Selain itu sistem komunikasi online juga memudahkan komunikasi antar bagian di
PT. Combiphar.
Dilakukan pengawasan terhadap bahan awal, bahan pengemas, produk
ruahan maupun produk jadi untuk menjamin kualitas obat yang dihasilkan oleh
PT. Combiphar. Semua bahan awal yang digunakan pada proses produksi harus
diluluskan terlebih dahulu oleh QC. Jika bahan awal sudah diluluskan maka bahan
awal tersebut didistribusikan ke bagian produksi. Bahan yang akan digunakan
ditimbang terlebih dahulu di dalam ruang LAF. Setelah menimbang satu bahan
maka harus dilakukan pembersihan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses
penimbangan bahan selanjutnya. Proses validasi yang dilakukan oleh PT.
Combiphar telah sesuai dengan CPOB 2006. Validasi dilakukan oleh bagian QC
yang bekerja sama dengan bagian Produksi untuk membuktikan dan memastikan
bahwa proses produksi dari bets ke bets dilaksanakan secara konsisten sehingga
produk yang dihasilkan memenuhi kualitas yang telah ditetapkan.
Pencemaran silang dapat dicegah dengan cara gowning. Proses ini dimulai
ketika masuk ke dalam ruang produksi, maka personel harus ganti pakaian dan
alas kaki terlebih dahulu dengan pakaian, alas kaki , masker dan penutup kepala
yang telah disediakan. Selain itu, personel juga harus mencuci tangan. Untuk
personel yang kontak langsung dengan bahan atau produk, maka diharuskan
menggunakan sarung tangan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555000
Universitas Indonesia
Selain proses gowning, pencemaran silang dapat dilakukan dengan
mengatur sistem tekanan udara. Untuk ruang produksi liquid, aliran udara lebih
cenderung mengalir dari dalam ruang produksi yang bertekanan tinggi ke arah
koridor yang bertekanan rendah, sedangkan ruang produksi padat, aliran udara
mengalir dari koridor yang bertekanan tinggi ke dalam ruang produksi padat yang
bertekanan rendah.
Pada proses pengemasan dilakukan prakodifikasi bahan pengemas,
kesiapan jalur pengemasan, pelaksanaan pengemasan dan penyelesaian
pengemasan. Produk jadi yang dikemas harus dikarantina hingga diluluskan oleh
QC. Selama proses produksi dan pengemasan dilakukan pengawasan selama
proses atau In Process Control (IPC) sebagai bentuk pengawasan terhadap mutu
produk. IPC dilaksanakan melalui kerjasama antara departemen produksi dengan
QC. Produk jadi yang telah diluluskan oleh QC akan di simpan dalam gudang
produk jadi, lalu diletakkan sesuai dengan suhu penyimpanan yang tertera pada
label kemasan produk jadi tersebut.
4.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Bagian pengawasan mutu di PT. Combiphar
memiliki wewenang yaitu:
a. Meluluskan bahan baku dan bahan pengemas yang akan digunakan dalam
proses produksi, produk antara, produk ruahan hingga produk jadi.
b. Melakukan pengambilan sampel baik bahan awal, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi, sehingga personel QC yang bertanggung jawab
memiliki akses untuk ke gudang dan produksi.
c. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.
d. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di
departemen QC dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
e. Memastikan seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan.
f. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan contoh
dan metode pengujian.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555111
Universitas Indonesia
Bagian pengawasan mutu (Quality Control) di PT. Combiphar berdiri
secara independen . Quality Control atau QC ikut serta dalam program inspeksi
diri bersama bagian lain dalam perusahaan. Personel QC menggunakan pakaian
pelindung, kacamata pelindung, masker, sarung tangan tahan asam atau basa
sesuai tugas yang dilaksanakan sebagai program inspeksi diri. Bagian QC di PT.
Combiphar juga ikut serta dalam melakukan kegiatan uji stabilitas (on going
stability) yang berfungsi untuk memonitor stabilitas produk selama masa edarnya
dan untuk menetukan apakah produk tetap memenuhi spesifikasinya di bawah
kondisi penyimpanansesuai dengan label kemasan. Selain itu, menangani sampel
pertinggal dengan maksud sebagai antisipasi bila terjadi komplain dari
masyarakat.
4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi
dan pengawasan mutu PT. Combiphar memenuhi ketentuan CPOB. Program ini
dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan
menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Audit bertujuan untuk mengevaluasi fasilitas pembuatan dan operasinya
sudah sesuai dengan CPOB dan menemukan kekurangan. Inspeksi diri disebut
juga audit internal. Terdapat beberapa tingkat audit internal yang terdapat di PT.
Combiphar, yaitu :
a. Audit level 1, dilakukan intern bagian sebagai penilaian internal terhadap
sistem mutu. Dilakukan antar seksi atau antar unit yang dilakukan setiap 3
bulan sekali.
b. Audit level 2, dilakukan di divisi pabrik. Audit ini dilakukan setiap satu tahun
sekalu dan dilakukan di setiap bagian secara menyeluruh.
c. Audit level 3, dilakukan oleh pihak ketiga, misalnya principal atau
perusahaan pemberi kontrak.
d. Audit level 4, dilakukan oleh regulatory baik nasional maupun internasional,
misalnya seperti BPOM, TGA, PIC/S.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555222
Universitas Indonesia
Selain audit internal, terdapat audit eksternal, yaitu audit yang
dilaksanakan PT. Combiphar terhadap pihak luar. Jenis-jenis audit eksternal,
yaitu:
a. Audit Supplier atau Vendor
Audit terhadap pemasok dilakukan sesuai ketentuan, yaitu audit pemasok
berstatus to be audited, pemasok baru sesuai permintaan dari bagian terkait dan
berdasarkan permintaan dari bagian QAS dan audit rutin setiap lima tahun sekali.
Audit terhadap pemasok baru dilakukan dalam rangka penilaian kemampuan
pemasok tersebut dari segi kualitas dan kuantitas.
b. Audit Distributor
Audit ini meliputi pengawasan baik bangunan, sarana penunjang, sistem
penanganan produk, dokumentasi dan hal yang berkaitan dengan penyimpanan
dan distribusi produk. Audit rutin dilakukan setiap tiga tahun terhadap Distributor
Pusat dan audit terhadap Dsitributor cabang tertentu atas persetujuan dari QAO
Manager.
c. Audit Laboratorium Luar
Audit ini dilakukan PT. Combiphar terhadap perusahaan penerima kontrak
dalam labaoratorium atau jasa analisis.
d. Audit Toll Out Manufacture
Audit ini dilakukan terhadap toll out manufacturer agar produk yang
dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh PT. Combiphar.
4.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk dan Produk
Kembalian
Tujuan dari penanganan keluhan pelanggan akan produk jadi yang
diproduksi oleh PT. Combiphar adalah sebagai dasar perbaikan proses produksi
atau formulasi, pencegahan terhadap keberulangan keluhan yang sama dan
menjadi bahan pertimbangan terhadap penarikan kembali obat jadi (recall).
Bagian yang berperan dalam menangani keluhan terhadap produk, penarikan
produk dan produk kembalian di PT. Combiphar adalah QA.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555333
Universitas Indonesia
Keluhan dapat berasal dari dalam misalnya bagian pemasaran maupun dari
luar PT. Combiphar, seperti rumah sakit, klinik, apotek, dokter, BPOM,
distributor, pasien. Ada beberapa jenis keluhan atau complaint, yaitu:
a. Technical Complaint
Merupakan keluhan yang terkait dengan ketidaksesuaian atau kerusakan
secara fisik, kimiawi, atau biologis dari produk sebelum produk dikonsumsi atau
digunakan, contoh kerusakan fisika atau kimiawi: label rusak, tutup botol yang
bocor, perubahan viskositas, bentuk, warna produk, dus atau kemasan yang rusak,
Untuk contoh kerusakan biologis: pertumbuhan mikroba dan jamur.
b. Medical Complaint
Merupakan keluhan yang terkait dengan reaksi produk yang merugikan
setelah penggunaan produk, antara lain: alergi (seperti mual, muntah, diare, gatal-
gatal), keracunan, produk tidak berkhasiat, atau respon klinis yang rendah dan
efek samping lain dari yang telah disebutkan pada penandaan.
c. Commercial Complaint
Merupakan keluhan yang tidak berkaitan dengan technical dan medical
complaint, contohnya distribusi, ketersediaan produk di pasar, dan discount
produk tidak sesuai.
d. Critical Complaint
Merupakan kategori keluhan yang dapat membahayakan nyawa seseorang
atau ketidaksesuaian atas ketentuan yang telah ditetapkan yang dapat
mengakibatkan penarikan kembali obat jadi (recall).
e. Non-Critical Complaint
Merupakan kategori keluhan yang tidak termasuk dalam Critical
Complaint. Terdapat nomor hotline PT. Combiphar yang bertujuan untuk
menerima seluruh keluhan dari pelanggan terhadap produk PT. Combiphar.
Seluruh karyawan PT. Combiphar bertanggung jawab untuk menerima dan
meneruskan keluhan pelanggan kepada Customer Complaint Coordinator ataupun
langsung ke Divisi Busdev (Medical) atau bagian Quality Assurance Service
(QAS).
Keluhan pelanggan diselesaikan paling lambat 30 hari sejak keluhan
diterima sampai pemberian jawaban kepada pelanggan. Bila terdapat critical
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555!
Universitas Indonesia
complaint yang mengakibatkan terjadinya penarikan kembali obat jadi (recall),
maka akan segera dinformasikan kepada distributor, dokter, apoteker, dan pasien.
Keluhan pelanggan secara rutin (minimal setahun sekali) harus dievaluasi
terhadap indikasi adanya keluhan khusus atau keluhan berulang yang memerlukan
perhatian dan dapat menyebabkan penarikan kembali obat jadi.
Tindakan perbaikan dan pencegahan yang berasal dari hasil evaluasi
keluhan pelanggan ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur Penanganan
Penyimpangan atau prosedur tindak lanjut atas keluhan di divisi masing-masing.
Dokumen yang terkait dengan keluhan pelanggan harus disimpan minimal 1 tahun
setelah Expired Date (ED) produk terkait.
Tindak lanjut dari keluhan dapat berupa penggantian produk atau penarikan
produk. Penarikan kembali obat jadi dilakukan apabila ditemukan produk obat
yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek
samping obat yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Penarikan obat jadi ini
dapat dilakukan atas keinginan produsen (misalnya, karena stabilitas obat tidak
baik) atau keinginan Badan POM (keluhan dari segi medis dan farmasi). Produk
yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan terpisah di area
yang aman dan terkunci sementara menunggu keputusan terhadap produk
tersebut.
4.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Seluruh kegiatan dari awal penerimaan bahan awal hingga proses penyerahan obat
jadi harus mengikuti ketentuan dokumentasi yang diterapkan perusahaan.
Dokumentasi dilakukan untuk :
a. Memastikan bahwa tugas telah dilakukan dengan benar dan setiap hal yang
dilakukan didokumentasikan dengan baik
b. Memudahkan penelusuran kembali jika terdapat produk yang tidak memenuhi
syarat atau mengantisipasi terjadinya kesalahan di masa datang
PT. Combiphar telah melakukan dokumentasi secara sistematis dan
dilakukan dengan sistem terkomputerisasi. Semua informasi manajemen yang
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555555
Universitas Indonesia
meliputi prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat telah didokumentasikan
dengan baik.
Pengendalian dokumen yang dilakukan oleh PT. Combiphar meliputi tata
cara pengajuan dokumen, distribusi dokumen, penarikan dan pemusnahan
dokumen. Pengajuan dokumen oleh bagian terkait akan diperiksa kelengkapannya
oleh bagian QA, jika sudah ditandatangani maka dilakukan sosialisasi terhadap
personil-personil yang terkait. Setelah disetujui maka dokumen tersebut dapat
dilaksanakan, dengan ketentuan bahwa master plan atau master document
dipegang oleh bagian QA. Jika ada perubahan maka dokumen tersebut tidak dapat
dipakai lagi dan harus dilakukan revisi, sedangkan untuk dokumen yang tidak
berlaku lagi maka dilakukan penarikan dan pemusnahan.
4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak yang dilakukan di PT.
Combiphar mencakup toll in dan toll out. Toll in adalah kerjasama antara PT.
Combiphar dengan industri farmasi lain, tetapi proses manufacturing dilakukan di
PT. Combiphar, sedangkan toll out merupakan kerjasama antara PT. Combiphar
dengan industri farmasi lain dimana proses manufacturing dilakukan di industri
farmasi lain. Toll in yang dilakukan oleh PT. Combiphar adalah dengan Astellas,
Solvay Pharmaceuticals, Sanofi-Aventis, Valeant-Ipsen International
Pharmaceutical, PT. Meprofarm dan Boehringer Ingelheim. PT. Combiphar
melakukan toll out di PT. Pyridam, PT. Glaxo Smith Kline, PT. Bernofarm dan
PT. Yupi Indonesia. Toll out dilakukan jika fasilitas di PT. Combiphar tidak
memadai atau terjadi overload.
Pada kegiatan toll out, formula berasal dari PT. Combiphar, tetapi untuk
analisa bahan baku dan bahan pengemas, tergantung dari mana bahan tersebut
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555666
Universitas Indonesia
berasal sedangkan pada toll in kegiatan yang dilakukan adalah formulasi dan
packing atau repack. Untuk repack, analisis dilakukan berdasarkan CoA
principal. PT. Combiphar tidak melakukan analisis, hanya dilakukan deskripsi
kemasan. Untuk formulasi, analisis mulai dari bahan baku dan bahan pengemas
dilakukan oleh PT. Combiphar untuk memberikan dasar kepada pemberi kontrak
untuk release produknya. Apabila telah dilakukan release oleh pabriknya tersebut
dan pada berjalannya waktu di kemudian hari ada permasalahan side effect atau
hal lainnya maka sudah tidak menjadi tanggung PT. Combiphar.
4. 12 Kualifikasi dan Validasi
Validasi merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk menjamin
bahwa produk obat yang dihasilkan mempunyai kualitas yang konsisten. Validasi
adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa prosedur,
proses, peralatan, bahan-bahan, aktivitas atau sistem berfungsi sesuai dengan yang
diisyaratkan dan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten.
PT. Combiphar telah melakukan kualifikasi dan validasi sesuai dengan apa
yang dipersyaratkan dalam CPOB. Kualifikasi yang dilakukan di PT. Combiphar
meliputi kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan
kualifikasi kinerja. Kualifikasi dilakukan untuk memastikan alat maupun ruangan
yangdigunakan memenuhi standar atau tidak. Setiap tahun, bagian tim validasi
PT. Combiphar menyusun Rencana Validasi Induk (RIV). RIV mencakup
informasi tentang fasilitas, peralatan atau proses yang akan divalidasi; format
dokumen berupa format protokol, laporan validasi dan jadwal perencanaan
pelaksanaan validasi; acuan dokumen yang digunakan dan struktur organisasi
yang melaksanakan kegiatan validasi tersebut.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!777 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 PT. Combiphar telah menerapkan setiap aspek dalam CPOB, didukung
dengan sistem komunikasi online yang dimiliki oleh PT. Combiphar.
5.1.2 Apoteker memegang peranan yang sangat penting dalam industri farmasi,
yaitu dalam proses produksi, pengawasan mutu, dan pada proses
pemastian mutu.
5.2 Saran
5.2.1 Penyusunan dan monitoring terhadap dokumen dilakukan secara rutin.
5.2.2 Pembuatan sebuah sistem penyimpanan dokumen untuk setiap bagian,
agar mempermudah pencarian dan penyimpanan dokumen.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!iii
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................... 11.2 Tujuan ............................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................ 3
2.1 Industri Farmasi................................................................................. 32.1.1 Persyaratan Usaha Farmasi.................................................... 32.1.2 Pencabutan Izin Usaha Farmasi............................................. 3
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)......................................... 42.2.1 Manajemen Mutu................................................................... 52.2.2 Personalia............................................................................... 62.2.3 Bangunan dan Fasilitas .......................................................... 72.2.4 Peralatan ................................................................................ 72.2.5 Sanitasi dan Higiene .............................................................. 82.2.6 Produksi ................................................................................. 8
2.2.6.1 Pengadaan Bahan Awal ............................................. 92.2.6.2 Validasi Proses........................................................... 92.2.6.3 Pencegahan Pencemaran Silang` ..............................102.2.6.4 Sistem Penomoran Bets dan Lot...............................102.2.6.5 Penimbangan dan Penyerahan ..................................11
2.2.7 Pengawasan Mutu.................................................................112.2.7.1 Persyaratan Dasar Pengawasan Mutu...................... 122.2.7.2 Tugas Pokok Bagian Pengawasan Mutu.................. 12
2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu .............................................. 132.2.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan
Produk Kembalian ............................................................... 142.2.10 Dokumentasi .........................................................................15
2.2.10.1 Ketentuan Dokumentasi......................................... 152.2.11 Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak .....................162.2.12 Kualifikasi dan Validasi .......................................................17
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ....................................................................... 20
3.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar........................................... 203.2 Visi dan Misi ................................................................................... 213.3 Bangunan dan Sarana Penunjang .................................................... 21
3.3.1 Lokasi ...................................................................................213.3.2 Bangunan ............................................................................. 21
3.3.2.1 Gedung Utama ......................................................... 213.3.2.2 Gedung Quality Assurance dan Product
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!iiiiii
Development ........................................................................ 223.3.2.3. Gedung OBH .......................................................... 223.3.2.4 Bangunan Lain......................................................... 22
3.3.3 Sarana Penunjang................................................................. 233.4 Struktur Organisasi .......................................................................... 23
3.4.1 Human Capital Development (HCD) .................................. 233.4.2 Product Development (Prodev) ........................................... 24
3.4.2.1 Unit Pengembangan Formulasi 1 dan 2 (FormulationDevelopment) ........................................................... 24
3.4.2.2 Unit Pengembangan Metode Analisis (Analytical Development) ........................................................... 25
3.4.2.3 Unit Pengembangan Pengemas................................ 273.4.2.4 Unit Registrasi dan Dokumentasi ............................ 28
3.4.3 Produksi ............................................................................... 283.4.3.1 Unit Solid dan Semisolid ......................................... 293.4.3.2 Unit Liquid............................................................... 32
3.4.4 Quality Assurance Operation .............................................. 333.4.4.1 Quality Control ........................................................ 333.4.4.2 Quality Service......................................................... 353.4.4.3 Quality Assurance.....................................................37
3.4.5 Production Planning Inventory Control (PPIC).................. 403.4.5.1 Unit Planning ........................................................... 403.4.5.2 Unit Warehouse dan Distribution............................ 40
3.4.6 Departemen Teknik ............................................................. 413.4.6.1 Unit Maintenance .................................................... 413.4.6.2 Unit Utility ............................................................... 423.4.6.3 Unit Environment, Health, and Safety (EHS).......... 43
BAB 4. PEMBAHASAN ................................................................................ 44
4.1 Manajemen Mutu............................................................................. 444.2 Personalia......................................................................................... 454.2 Bangunan dan Fasilitas.................................................................... 464.4 Peralatan .......................................................................................... 474.5 Sanitasi dan Higiene ........................................................................ 474.6 Produksi ........................................................................................... 484.7 Pengawasan Mutu............................................................................ 504.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu.......................................................... 514.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan Produk
Kembalian........................................................................................ 524.10 Dokumentasi................................................................................... 544.11 Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak ............................... 554.12 Kualifikasi dan Validasi ................................................................. 56
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 57
5.1 Kesimpulan...................................................................................... 575.2 Saran ................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 58
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
IDENTIFIKASI DAN PERBANDINGAN DOKUMEN KUALIFIKASI SISTEM HVAC DI DEPARTE
PT. COMBIPHAR DENGAN
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NURLAILA FITRIANI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS INDONESIA
IDENTIFIKASI DAN PERBANDINGAN DOKUMEN KUALIFIKASI SISTEM HVAC DI DEPARTEMEN TEKNIK
PT. COMBIPHAR DENGAN PETUNJUK OPERASIONAL PENERAPAN CPOB 2009
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.1106153403
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJANUARI 2013
IDENTIFIKASI DAN PERBANDINGAN DOKUMEN MEN TEKNIK
PETUNJUK OPERASIONAL
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!!
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... iDAFTAR ISI..................................................................................................... iiDAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 11.1 Latar Belakang ................................................................................. 11.2 Tujuan............................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 32.1 Definisi Kualifikasi .......................................................................... 32.2 Tahapan Kualifikasi ......................................................................... 3
2.2.1 Kualifikasi Desain .................................................................. 32.2.2 Kualifikasi Instalasi................................................................ 32.2.3 Kualifikasi Operasional.......................................................... 42.2.4 Kualifikasi Kinerja ................................................................. 4
2.3 Rekualifikasi..................................................................................... 52.4 Hubungan Kualifikasi dengan Validasi............................................ 52.5 Kualifikasi HVAC (Heating, Ventilation and Air Conditioning) .... 6
BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS................................................... 73.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus............................... 73.2 Metode Pengerjaan Tugas Khusus ................................................... 7
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 84.1 Hasil ................................................................................................. 84.2 Pembahasan ..................................................................................... 8
4.2.1 Kualifikasi Desain .................................................................. 84.2.2 Kualifikasi Instalasi................................................................ 84.2.3 Kualifikasi Operasional.......................................................... 94.2.4 Kualifikasi Kinerja ................................................................. 9
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 105.1 Kesimpulan..................................................................................... 105.2 Saran............................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 11
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!!!
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perbandingan antara Protokol dan Laporan Kualifikasi Desain dengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB 2009.................. 12
Lampiran 2. Perbandingan antara Protokol dan Laporan Kualifikasi Instalasidengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB 2009.................. 13
Lampiran 3. Perbandingan antara Protokol dan Laporan Kualifikasi Operasional dengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB 2009................. 14
Lampiran 4. Perbandingan antara Protokol dan Laporan Kualifikasi Kinerja dengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB 2009.................. 15
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Pembuatan
obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi
pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan
mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Dalam pembuatan obat, industri farmasi wajib memenuhi persyaratan
yang terdapat pada CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Salah satu
persyaratan untuk memenuhi CPOB adalah kualifikasi dan validasi. Kualifikasi
berhubungan dengan fasilitas, sistem, dan peralatan, sedangkan validasi
berhubungan dengan proses.
Kualifikasi merupakan tindakan pembuktian dengan cara atau metode
yang sesuai menggunakan bahan, prosedur, kegiatan, sistem dan peralatan yang
sesuai agar mencapai hasil yang diinginkan. Dokumen kualifikasi merupakan
bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan.
Kualifikasi yang memenuhi standar CPOB diperlukan karena berkaitan dengan
fasilitas, sistem dan peralatan yang dapat mempengaruhi mutu obat yang
diproduksi.
Berdasarkan hal tersebut dokumen kualifikasi yang terdapat di
PT. Combiphar diidentifikasi dan dibandingkan dengan standar CPOB yang
mengacu kepada Petunjuk Operasional Penerapan CPOB Tahun 2009. Dokumen
kualifikasi yang diidentifikasi dan dibandingkan dengan standar CPOB tersebut
adalah dokumen kualifikasi HVAC yang terdapat di Departemen Teknik PT.
Combiphar.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Mengidentifikasi dan membandingkan dokumen kualifikasi HVAC yang
dimiliki oleh Departemen Teknik PT.Combiphar dengan Petunjuk Operasional
Penerapan CPOB Tahun 2009.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kualifikasi
Menurut WHO, kualifikasi adalah tindakan pembuktian dan dokumentasi
semua fasilitas, sistem dan peralatan yang dipasang dengan baik, dan atau bekerja
secara benar dan sesuai dengan hasil yang diharapkan. Kualifikasi berhubungan
dengan fasilitas, sistem dan peralatan (WHO, 2006).
2.2 Tahapan Kualifikasi
Terdapat empat tahapan dalan kualifikasi yaitu kualifikasi desain,
kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja. Sebelum
dilakukan kualifikasi, user atau pengguna membuat URS (User Requirement
Spesification) mengenai fasilitas, sistem atau peralatan yang akan dikualifikasi
(WHO, 2006).
2.2.1 Kualifikasi Desain
Kualifikasi desain adalah dokumen yang memverifikasi bahwa desain dari
fasilitas, sistem dan peralatan sesuai untuk tujuan yang diinginkan. Kualifikasi
desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem
atau peralatan baru. Desain hendaklah memenuhi ketentuan CPOB dan
didokumentasikan (BPOM, 2006).
2.2.2 Kualifikasi Instalasi
Kualifikasi instalasi adalah dokumentasi yang memverifikasi bahwa aspek
kunci dari instalasi peralatan atau sistem telah sesuai dengan tujuan desainnya
dan mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh instruksi pembuat. Kualifikasi
instalasi hendaklah dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru yang
dimodifikasi (BPOM, 2006).
Kualifikasi instalasi hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada hal
berikut (BPOM, 2006) :
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
4
Universitas Indonesia
a. Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang dan instrumentasi hendaklah
sesuai dengan spesifikasi dan gambar tekniik yang didesain
b. Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan perawatan
peralatan dari pemasok
c. Ketentuan dan persyaratan kalibrasi
d. Verifikasi bahan konstruksi
2.2.3 Kualifikasi Operasional
Kualifikasi operasional adalah dokumentasi yang memverifikasi bahwa
seluruh fasilitas, sistem dan peralatan yang telah diinstalasi atau dimodifikassi
berfungsi sesuai rancangan pada rentang operasional yang diantisipasi. Kualifikasi
operasional hendaklah dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai dilaksanakan,
dikaji dan disetujui (BPOM, 2006).
Kualifikasi operasional hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada hal
berikut (BPOM, 2006) :
a. Pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses,
sistem dan peralatan.
b. Pengujian yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas
operasional atas dan bawah, sering dikenal sebagai kondisi terburuk
Penyelesaian formal Kualifikasi operasional hendaklah mencakup
kalibrasi, prosedur pengoperasian dan pembersihan, pelatihan operator dan
ketentuan perawatan preventif. Penyelesaian Kualifikasi operasional fasilitas,
sistem dan peralatan hendaklah dilengkapi dengan persetujuan tertulis
(Badan POM RI, 2006).
2.2.4 Kualifikasi Kinerja
Kualifikasi kinerja adalah dokumentasi yang memverifikasi bahwa
fasilitas, sistem dan peralatan yang telah terpasang dan difungsikan dapat bekerja
secara efektif dan memberikan hasil yang dapat terulang, berdasarkan metode
proses dan spesifikasi yang disetujui. Kualifikasi kinerja hendaklah dilakukan
setelah kualifikasi instalasi dan kualifikasi operasional selesai dilaksanakan, dikaji
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
dan disetujui. Kualifikasi kinerja hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada hal
berikut (BPOM, 2006) :
a. Pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang
memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan
pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan peralatan.
b. Uji yang meliputi satu atau beberap kondisi yang mencakup batas operasional
atas dan bawah.
2.3 Rekualifikasi
Rekualifikasi atau kualifikasi ulang dilakukan bila peralatan yang menetap
dipindahkan lokasinya baik dalam gedung yang sama maupun ke gedung yang
berbeda. Rekualifikasi jenis ini disesuaikan dengan ada atau tidaknya pengaruh
mutu produk yang dihasilkan setelah pemindahan sesuai keputusan yang
dinyatakan pada aplikasi change control atas relokasi tersebut. Selain itu,
rekualifikasi ulang dilakukan bila terdapat modifikasi atau penggantian komponen
peralatan dengan jenis yang berbeda atau sama yang berpengaruh terhadap mutu
produk sesuai keputusan yang dinyatakan pada aplikasi change control atas
modifikasi tersebut (PT. Combiphar, 2012).
2.4 Hubungan Kualifikasi dengan Validasi
Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa
tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan , sistem, perlengkapan atau mekanisme
yang diinginkan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil
yang diinginkan (BPOM, 2009)
Validasi dan kualifikasi merupakan komponen penting yang memiliki
konsep yang sama. Kualifikasi digunakan untuk peralatan, perlengkapan dan
sistem dan validasi untuk proses. Kualifikasi merupakan bagian dari validasi
(WHO, 2006).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
2.5. Kualifikasi HVAC (Heating, Ventilation and Air Conditioning)
Istilah "sistem HVAC" digunakan untuk merujuk ke peralatan yang dapat
memberikan pemanasan, pendinginan, penyaringan udara, dan kontrol
kelembaban untuk menjaga kondisi kenyamanan dalam bangunan (EPA, 1991 ).
Sistem HVAC memainkan peranan penting dalam melindungi produk,
personil dan lingkungan. Tahapan kualifikasi sistem HVAC harus mencakup
kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasiona dan kualifikasi
kinerja (WHO, 2006).
Beberapa parameter sistem HVAC yang harus dikualifikasi pada fasilitas
farmasi mencangkup suhu ruangan dan kelembaban relatif, kuantitas suplai
udara, udara kembali atau kuantitas udara yang keluar, perubahan aliran udara
dalam ruangan, perbedaan tekanan dalam ruangan, pola aliran udara dalam
ruangan, kecepatan aliran udara searah, sistem kecepatan penahanan, uji penetrasi
HEPA filter, jumlah partikel dalam udara, kecepatan pembersihan ruangan,
jumlah mikrobiologi dalam udara dan permukaan, sistem peringatan atau sistem
alarm (WHO, 2006).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
7 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI TUGAS KHUSUS
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus
Tugas khusus dilaksanakan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) pada periode 1 Agustus 2012 sampai dengan 7 September 2012 di PT.
Combiphar, JL Raya Simpang No. 383 Padalarang, Bandung.
3.2 Metode Pengerjaan Tugas Khusus
Tugas khusus dilakukan dengan mendata dokumen kualifikasi HVAC
yang terdapat di Departemen Teknik PT. Combiphar. Data tersebut meliputi
nomor dokumen, referensi yang diacu dan daftar isi dari masing-masing dokumen
kualifikasi. Setelah itu masing-masing dokumen kualifikasi HVAC tersebut
diidentifikasi dan dibandingkan dengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB
Tahun 2009.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
8 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Protokol dan laporan kualifikasi HVAC disusun oleh Departemen Teknik.
Kualifikasi dilakukan berdasarkan protokol yang telah disusun sebelumnya.
Laporan hasil kualifikasi dibuat berdasarkan protokol yang ada dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari protokol kualifikasi.
4.1 Hasil
Dokumen kualifikasi yang diidentifikasi adalah protokol dan laporan
kualifikasi HVAC meliputi kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi
operasional dan kualifikasi kinerja. Dokumen-dokumen tersebut dibandingkan
dengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB Tahun 2009. Terdapat hasil
identifikasi, diantaranya adalah yang sudah dipantau dengan baik sehingga telah
sesuai dengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB Tahun 2009.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kualifikasi Desain
Dokumen kualifikasi desain HVAC baik pada protokol maupun laporan
kualifikasi telah dipantau dengan baik. Isi atau bagian yang terdapat pada
dokumen kualifikasi desain HVAC telah sesuai dengan Petunjuk Operasional
Penerapan CPOB Tahun 2009. Isi tersebut yaitu persyaratan pemakai, spesifikasi
fungsional serta pada spesifikasi teknik. Identifikasi dan perbandingan dokumen
kualifikasi desain dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.2.2 Kualifikasi Instalasi
Protokol dan laporan kualifikasi pada dokumen kualifikasi instalasi telah
dipantau dengan baik. Isi dokumen kualifikasi yang ada dalam Petunjuk
Operasional Penerapan CPOB Tahun 2009 telah tertera pada dokumen kualifikasi
instalasi HVAC. Isi tersebut adalah tujuan, cakupan atau ruang lingkup,
penanggung jawab, uraian mengenai sistem, prosedur, daftar periksa komponen,
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
laporan penyimpangan serta laporan kualifikasi instalasi. Identifikasi dan
perbandingan dokumen kualifikasi instalasi dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.2.3 Kualifikasi Operasional
Dokumen kualifikasi operasional HVAC baik pada protokol maupun
laporan kualifikasi telah dipantau dengan baik. Isi atau bagian yang terdapat pada
dokumen kualifikasi operasional HVAC telah sesuai dengan Petunjuk Operasional
Penerapan CPOB Tahun 2009. Isi tersebut adalah tujuan, cakupan, penanggung
jawab, bahan pasokan dan dokumen, prosedur, persiapan, laporan penyimpangan
dan laporan kualifikasi operasi. Identifikasi dan perbandingan dokumen
kualifikasi desain dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.2.4 Kualifikasi Kinerja
Protokol dan laporan kualifikasi pada dokumen kualifikasi kinerja telah
dipantau dengan baik. Isi dokumen kualifikasi yang ada dalam Petunjuk
Operasional Penerapan CPOB Tahun 2009 telah tertera pada dokumen kualifikasi
kinerja HVAC. Isi tersebut adalah tujuan, cakupan atau ruang lingkup,
penanggung jawab, bahan, alat dan dokumen, prosedur, evaluasi, laporan
penyimpangan dan laporan kualifikasi kinerja. Identifikasi dan perbandingan
dokumen kualifikasi instalasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!000 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dokumen kualifikasi yang diidentifikasi dan dibandingkan dengan
Petunjuk Operasional Cara Pembuatan Penerapan Obat yang Baik Tahun 2009
adalah protokol dan laporan kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi
operasi dan kualifikasi kinerja. Berdasarkan hasil identifikasi dan perbandingan,
diperoleh bahwa dokumen kualifikasi HVAC yang dimiliki oleh Departemen
Teknik PT. Combiphar telah dipantau dengan baik dan sesuai dengan Petunjuk
Operasional Cara Pembuatan Penerapan Obat yang Baik Tahun 2009.
5.2 Saran
Penomoran pada dokumen kualifikasi sebaiknya mendapatkan perhatian
lebih lanjut agar tidak terjadi kekeliruan antara protokol dengan laporan
kualifikasi.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
11 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: BadanPengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM. (2009). Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
EPA. (1991). HVAC Systems and Indoor Air Qualitywww.epa.gov/iaq/largebldgs/pdf.../appenb.pdf. diunduh pada tanggal 4 September 2012 pukul 20.03!
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
PT. Combiphar. (2012). Prosedur Mutu Kualifikasi. Bandung : PT. Combiphar.
WHO.(2006). WHO Technical Report Series, No. 937. World Health Organization.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!222
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Identifikasi dan Perbandingan antara Protokol dan Laporan Kualifikasi Desain dengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB 2009
No. Kualifikasi Desain Isi dalam CPOBKesesuaian
dengan CPOBKesimpulan
1. Pelaksana dan tanggunng jawab
Persyaratan pemakai Sesuai Sudah dipantau dengan baik
Uraian peralatan Uraian Sistem / Peralatan yang diperlukan
Persyaratan Kritis Parameter kritisKapasitas KapasitasPersyaratan khusus Persyaratan khususLampiran Lampiran
2. Spesifikasi fungsional Spesifikasi fungsional Sesuai Sudah dipantau dengan baikTujuan Maksud dan tujuan
Diagram alur Diagram alurPersyaratan fungsional, termasuk proses dan pengendalian serta persyaratan khusus
Persyaratan fungsional- Proses- Pengendalian- Alarm- Persyaratan khusus
3. Spesifikasi teknik Spesifikasi teknik Sesuai Sudah dipantau dengan baikMaksud dan tujuan Maksud dan tujuan
Persyaratan teknik Persyaratan Teknik/Spesifikasi peralatan
Persyaratan khusus untuk menjalankan peralatan
Persyaratan khusus untuk menjalankan peralatan
Persyaratan sarana penunjang
Persyaratan sarana penunjang
Instrumentasi dan pengendalian
Instrumentasi dan pengendalian
Persyaratan khusus Persyaratan khusus untuk instalasi
Gambar GambarLampiran Lampiran
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!333
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Identifikasi dan Perbandingan antara Protokol dan Laporan Kualifikasi Instalasi dengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB 2009
No. Kualifikasi Instalasi Isi dalam CPOBKesesuaian
dengan CPOBKesimpulan
1. Tujuan Tujuan Sesuai Sudah dipantau dengan baik
2. Ruang Lingkup Cakupan Sesuai Sudah dipantau dengan baik
3. Pelaksana dan tanggung jawab
Tanggung jawab Sesuai Sudah dipantau dengan baik
4. Sistem/alat Sistem/alat Sesuai Sudah dipantau dengan baikDeskripsi Uraian tentang alat
Komponen utama Daftar komponen utamaPeralatan Tambahan Uraian tentang peralatan
tambahan5. Prosedur Prosedur Sesuai Sudah dipantau
dengan baik6. Daftar periksa komponen
alat/sistemDaftar periksa komponen
Sesuai Sudah dipantau dengan baik
7. Laporan penyimpangan Laporan penyimpangan Sesuai Sudah dipantau dengan baikPenyimpangan yang
ditemukanPenyimpangan
Penyesuaian yang dilakukan
Penyesuaian yang dilakukan
Dampak terhadap alat Dampak terhadap operasi alat
8. Kesimpulan dan tindak lanjut
Laporan kualifikasi instalasi
Sesuai Sudah dipantau dengan baik
Hasil HasilKesimpulan dan tindak lanjut
Kesimpulan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!444
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Identifikasi dan Perbandingan antara Protokol dan Laporan Kualifikasi Operasional dengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB 2009
No. Kualifikasi Operasi Isi dalam CPOBKesesuaian
dengan CPOBKesimpulan
1. Tujuan Tujuan Sesuai Sudah dipantau dengan baik
2. Ruang lingkup Cakupan Sesuai Sudah dipantau dengan baik
3. Pelaksana dan tanggung jawab
Tanggung jawab Sesuai Sudah dipantau dengan baik
4. Alat, bahan dan dokumen Bahan pasokan dan dokumen
Sesuai Sudah dipantau dengan baik
IK Tata cara pengoperasian
Manual alat yangbersangkutan
5. Prosedur Prosedur Sesuai Sudah dipantau dengan baik
6. Persiapan Sesuai Sudah dipantau dengan baikKaloibrasi peralatan dan
instrumentKalibrasi peralatan dan instrument
Pemeriksaan dokumen Pemeriksaan dokumenPemeriksaan tombol dan alarm
Pemeriksaan tombol dan alarm
Hasil pemeriksaan Hasil pemeriksaan Kalibrasi alat dan sistem Kalibrasi alat dan
sistemHasil pemeriksaan specific challenge
Specific challengeperalatan atau sistem
7. Laporan penyimpangan Laporan penyimpangan Sesuai Sudah dipantau dengan baikPenyimpangan Penyimpangan
Penyesuaian yang dilakukan
Penyesuaian yang dilakukan
Dampak terhadap operasi alat
Dampak terhadap operasi alat
8. Kesimpulan dan tindak lanjut
Laporan Kualifikasi Operasi
Sesuai Sudah dipantau dengan baik
Hasil HasilKesimpulan dan tindak lanjut
Kesimpulan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!555
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Identifikasi dan Perbandingan antara Protokol dan Laporan Kualifikasi Kinerja dengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB 2009
No. Kualifikasi Kinerja Isi dalam CPOBKesesuaian
dengan CPOBKesimpulan
1. Tujuan Tujuan Sesuai Sudah dipantau dengan baik
2. Ruang lingkup Cakupan Sesuai Sudah dipantau dengan baik
3. Pelaksana dan tanggung jawab
Tanggung jawab Sesuai Sudah dipantau dengan baik
4. Alat, bahan dan dokumen
Bahan, alat dan dokumen
Sesuai Sudah dipantau dengan baik
5. Prosedur Prosedur Sesuai Sudah dipantau dengan baik
6. Hasil pemeriksaan Evaluasi Sesuai Perlu dilakukan pemantauanData Ringkasan data
Perhitungan dan analisis statistik
Perhitungan dan analisis statistik
Perbandingan kriteria penerimaan dengan kinerja hasil pemeriksaan
Perbandingan kriteria penerimaan dengan kinerja hasil pemeriksaan
7. Laporan penyimpangan Laporan penyimpangan Sesuai Sudah dipantau dengan baikPenyimpangan Penyimpangan
Pembenaran terhadap keputusanyang diambil
Pembenaran terhadap keputusanyang diambil
Dampak terhadap kinerja alat, fungsi atau proses
Dampak terhadap kinerja alat, fungsi atau proses
8. Kesimpulan dan tindak lanjut
Laporan kualifikasi kinerja
Sesuai Sudah dipantau dengan baik
Hasil Hasil Kesimpulan dan tindak lanjut
Kesimpulan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK SAFA
PERIODE 10 SEPTEMBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68
TEBET JAKARTA SELATAN
PERIODE 10 SEPTEMBER 2012 - 19 OKTOBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.
1106153403
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68
19 OKTOBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68
PERIODE 10 SEPTEMBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.
PROGRAM PROFESI APOTEKER
!!
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68
TEBET JAKARTA SELATAN
PERIODE 10 SEPTEMBER 2012 - 19 OKTOBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.
1106153403
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68
19 OKTOBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!vvv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada sumber segala kebenaran dan ilmu pengetahuan,
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa yang dilaksanakan
mulai tanggal 10 September 2012 sampai dengan 19 Oktober 2012.
Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
dilaksanakan di Apotek Safa dan disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dra. Hastuti Assauri, SE., Apt., selaku pembimbing di Apotek Safa, yang
telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan pengetahuan pada penulis
selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di Apotek Safa.
2. Ibu Dra. Juheini Amin, M.Si., Apt. selaku pembimbing di Program Profesi
Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah memberikan arahan dan
bimbingan pada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA
di Apotek Safa.
3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
4. Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai pembimbing akademik dan Ketua Program
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
6. Karyawan dan karyawati Apotek Safa: Pak Andi, Pak Agus, Ibu Sar, dan Pak
Tumidi atas bantuannya selama PKPA di Apotek Safa.
7. Keluarga dan orang tua yang telah memberikan semangat dan bantuan, serta
dukungan baik material maupun moral .
8. Teman-teman seperjuangan di Apotek Safa atas kerjasama dan persahabatan
selama masa perkuliahan dan selama PKPA berlangsung.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
vvv
9. Sahabat-sahabatku baik di dalam maupun di luar kampus serta teman
seperjuangan Program Profesi Apoteker angkatan LXXV.
10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis
selama pelaksanaan PKPA ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan PKPA ini masih
banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Kami berharap semoga pengetahuan
dan pengalaman yang kami peroleh selama menjalani kerja praktek profesi
apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua
pihak yang memerlukan.
Depok, Januari 2013
Penulis
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Nurlaila Fitriani, S. Farm., Apt.
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa
Jl. Bukit Duri Tanjakan No 68 Jakarta Selatan
Periode 10 September 2012 - 19 Oktober 2012
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa bertujuan untuk memahami fungsi
dan peranan apoteker dalam mengelola apotek secara professional dan memahami
pengelolaan di apotek secara menyeluruh. Tugas dan fungsi apotek adalah sebagai
berikut, yaitu tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah
mengucapkan sumpah, sarana farmasi yang melakukan pengubahan bentuk dan
penyerahan obat atau bahan obat, sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus
menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata dan
sarana pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan
tenaga kesehatan lainnya. Pelayanan kefarmasian merupakan bentuk pelayanan
dan tanggung jawab langsung profesi apoteker untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Pelayanan obat di Apotek Safa terdiri dari pelayanan resep, pelayanan non
resep, swamedikasi dan komunikasi.
Kata Kunci : Apotek Safa, obat, SWOT
Tugas Umum : x + 60 halaman; 21 lampiran; 5 gambar
Tugas Khusus : iv + 37 halaman;2 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 15 (1978 – 2011)
Daftar Acuan Tugas Khusus: 5 (2004 – 2011)
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
ABSTRACT
Name : Nurlaila Fitriani, S.Farm., Apt.
Study Program : Apothecary
Title : Apothecary Internship Report in Apotek Safa
Jl.Bukit Duri Tanjakan No. 68 South Jakarta
Period September 6th 2012 -19 October 2012
Practice Pharmacists in Pharmacy Profession Safa aimed at understanding the
function and role of the pharmacist in managing a pharmacy in a professional and
understand the overall management of the pharmacy. Duties and functions of
pharmacies are as follows, where the devotion of the profession of a pharmacist
who had uttered the oath, pharmaceutical facilities make changes shape and
delivery of drugs or drug ingredients, pharmaceuticals distributor facilities must
deploy the necessary drugs are widespread and equitable society and service
facilities information regarding pharmaceuticals to the public and other health
professionals. Pharmacy services is a form of service and professional pharmacist
directly responsible for improving the quality of life of patients. Safa drug
services in pharmacy prescription service consists of service, non-prescription,
swamedikasi and communication.
Keyword : Safa pharmacy, medicine, SWOT
General Duties : x Keywords + 60 pages, 21 attachments, 5 pictures
Special Tasks : iv + 37 pages, 21 attachments
References Common Tasks : 15 (1978 - 2011)
Task References : 5 (2004 - 2011)
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!iii
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL ........................................................................................ iiHALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iiiKATA PENGANTAR..................................................................................... ivDAFTAR ISI.................................................................................................... viDAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 11.1 Latar Belakang.................................................................................... 11.2 Tujuan ................................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................ 32.1 Definisi Apotek................................................................................... 32.2 Tugas dan Fungsi Apotek ................................................................... 32.3 Landasan Hukum Apotek ................................................................... 42.4 Tata Cara Pendirian Apotek................................................................ 5
2.4.1 Lokasi dan Tempat ................................................................... 62.4.2 Bangunan.................................................................................. 72.4.3 Perlengkapan Apotek................................................................ 7
2.5 Tenaga Kerja Apotek.......................................................................... 72.6 Tata Cara Perizinan Apotek................................................................ 92.7 Pengelolaan Apotek .......................................................................... 10
2.7.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ............................................ 112.7.1.1 Perencanaan................................................................ 112.7.1.2 Pengadaan .................................................................. 122.7.1.3 Penyimpanan.............................................................. 13
2.7.2 Pengelolaan Keuangan ........................................................... 132.7.2.1 Laporan Rugi-laba...................................................... 132.7.2.2 Neraca ........................................................................ 132.7.2.3 Laporan Utang-Piutang .............................................. 14
2.7.3 Administrasi ........................................................................... 142.8 Pelayanan Apotek ............................................................................. 15
2.8.1 Pelayanan Resep..................................................................... 162.8.1.1 Skrining Resep ........................................................... 162.8.1.2 Penyiapan Obat .......................................................... 172.8.1.3 Informasi Obat ........................................................... 172.8.1.4 Konseling ................................................................... 172.8.1.5 Monitoring Penggunaan Obat .................................... 18
2.8.2 Pelayanan Swamedikasi ......................................................... 182.8.3 Promosi dan Edukasi .............................................................. 192.8.4 Pelayanan Residensial (Home Care) ...................................... 20
2.9 Pelanggaran Apotek.......................................................................... 202.10 Pencabutan Surat Izin Apotek ........................................................ 212.11 Penggolongan Obat......................................................................... 23
2.11.1 Obat Bebas (Golongan B)..................................................... 23
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!iiiiii
2.11.2 Obat Bebas Terbatas............................................................. 242.11.3 Obat Keras Daftar G............................................................. 252.11.4 Narkotika .............................................................................. 27
2.12 Pengelolaan Obat Non Narkotika-Psikotropika.............................. 282.12.1 Pemesanan Obat Non Narkotika-Psikotropika ..................... 282.12.2 Penyimpanan Obat Non Narkotika-Psikotropika ................. 28
2.13 Pengelolaan Narkotika.................................................................... 282.13.1 Pemesanan Narkotika ........................................................... 292.13.2 Penyimpanan Narkotika ....................................................... 292.13.3 Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika ................... 292.13.4 Pelaporan Narkotika ............................................................. 302.13.5 Pemusnahan Narkotika ......................................................... 30
2.14 Pengelolaan Psikotropika................................................................ 312.14.1 Pemesanan Psikotropika ....................................................... 312.14.2 Penyimpanan Psikotropika ................................................... 312.14.3 Pelaporan Psikotropika ......................................................... 322.14.4 Pemusnahan Psikotropika..................................................... 32
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK SAFA .......................................... 333.1 Sejarah Apotek Safa ......................................................................... 333.2 Lokasi dan Tata Ruang Apotek Safa ................................................ 33
3.2.1 Lokasi .................................................................................... 333.2.2 Tata Ruang.............................................................................. 34
3.2.2.1 Desain Eksterior ......................................................... 343.2.2.2 Desain Interior............................................................ 34
3.3 Struktur Organisasi Apotek Safa ...................................................... 353.4 Tenaga Kerja Apotek Safa................................................................ 35
3.4.1 APA (Apoteker Pengelola Apotek) ........................................ 353.4.2 Asisten Apoteker (AA)........................................................... 363.4.3 Juru Resep .............................................................................. 373.4.4 Petugas Administrasi dan Keuangan ...................................... 373.4.5 Pembantu Umum .................................................................... 38
3.5 Kegiatan di Apotek Safa................................................................... 383.6 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Apotek Safa ............................. 38
3.6.1 Pemesanan dan Pembelian Barang......................................... 383.6.2 Penerimaan barang ................................................................. 403.6.3 Penyimpanan barang............................................................... 403.6.4 Pembayaran Barang................................................................ 413.6.5 Pengembalian Barang............................................................. 41
3.7 Pelayanan di Apotek Safa................................................................. 413.7.1 Pelayanan Penjualan Obat Resep ........................................... 413.7.2 Pelayanan Obat Tanpa Resep ................................................. 42
3.8 Kegiatan Teknis Non-Kefarmasian di Apotek Safa ......................... 423.8.1 Kegiatan Administrasi ............................................................ 433.8.2 Kegiatan Keuangan................................................................. 44
3.9 Pengelolaan Narkotika...................................................................... 453.9.1 Pemesanan Narkotika ............................................................. 45
` 3.9.2 Penerimaan dan Penyimpanan Narkotika............................... 45
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!iiiiiiiii
3.9.3 Pelaporan Narkotika ............................................................... 463.10 Pengelolaan Psikotropika................................................................ 46
3.10.1 Pemesanan Psikotropika ....................................................... 463.10.2 Penerimaan dan Penyimpanan Psikotropika......................... 463.10.3 Pelaporan Penggunaan Psikotropika .................................... 46
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................. 474.1 Struktur Organisasi ........................................................................... 474.2 Lokasi Apotek................................................................................... 474.3 Desain Apotek .................................................................................. 484.4 Pengelolaan Obat .............................................................................. 50
4.4.1 Pengadaan Obat ...................................................................... 504.4.2 Penyimpanan Obat.................................................................. 52
4.5 Pelayanan Penjualan Obat dengan atau Resep ................................. 53
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 555.1 Kesimpulan....................................................................................... 555.2 Saran ................................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 56
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
iiixxx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi Apotek Safa............................................ 58Lampiran 2. Peta Lokasi Apotek Safa ........................................................ 59Lampiran 3. Papan Nama Apotek Safa....................................................... 60Lampiran 4. Desain Eksterior Apotek Safa ................................................ 61Lampiran 5. Desain Interior Apotek Safa Bagian Depan........................... 62Lampiran 6. Desain Interior Apotek Safa Bagian Dalam........................... 62Lampiran 7. Rak Penyimpanan Obat Generik............................................ 63Lampiran 8. Rak Penyimpanan Obat Psikotropika .................................... 64Lampiran 9. Lemari Penyimpanan Narkotika ............................................ 65Lampiran 10. Desain Layout Apotek Safa.................................................... 66Lampiran 11. Tata Letak Apotek Safa.......................................................... 67Lampiran 12. Surat Pesanan Apotek Safa .................................................... 68Lampiran 13. Surat Pesanan Narkotika ........................................................ 69Lampiran 14. Surat Pesanan Psikotropika .................................................... 70Lampiran 15. Laporan Pemakaian Narkotika............................................... 71Lampiran 16. Laporan Pemakaian Psikotropika........................................... 72Lampiran 17. Kartu Stok Obat di Apotek Safa............................................. 73Lampiran 18. Salinan Resep Apotek Safa .................................................... 74Lampiran 19. Kuitansi Apotek Safa ............................................................. 75Lampiran 20. Etiket Apotek Safa ................................................................. 75
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
! Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi
masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh
dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan
oleh pemerintah dan atau masyarakat (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2009). Satu diantara penyelenggaraan upaya kesehatan adalah dengan
kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan atau masyarakat (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2009). Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Fasilitas pelayanan
kesehatan adalah sarana yang meliputi instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas,
klinik, praktek bersama, apotek dan toko obat. Apotek adalah salah satu fasilitas
pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kefarmasian.
Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Pada fasilitas
apotek terdapat tenaga kesehatan yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222
Universitas Indonesia
Seorang apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk memberikan
pelayanan kefarmasian maupun menerapkan sistem manajemen yang baik dalam
mengelola apotek. Hal ini bertujuan agar peran apotek sebagai fasilitas pelayanan
kesehatan dan sebagai unit usaha dapat berjalan seimbang, tanpa harus
menghilangkan fungsi sosialnya di masyarakat.
Mahasiswa profesi apoteker sebagai calon apoteker perlu memahami tugas
dan tanggung jawab seorang Apoteker di apotek melalui pengalaman bekerja
praktek. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan
kefarmasian dengan baik, maka program profesi apoteker Universitas Indonesia
telah bekerja sama dengan Apotek Safa menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) yang berlangsung selama enam minggu. Pada PTA 2012/2013
pelaksanaan PKPA di Apotek Safa dilakukan pada tanggal 10 September 2012
sampai dengan 19 Oktober 2012. Diharapkan setelah mengikuti PKPA calon
apoteker dapat mempelajari secara langsung penerapan teori-teori yang diperoleh
selama perkuliahan dan memahami peran dan tanggung jawab seorang apoteker di
apotek.
1.2 Tujuan
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa bagi para
calon apoteker bertujuan untuk:
1.2.1 Memahami peran dan fungsi apoteker pengelola apotek (APA) di apotek.
1.2.2 Memahami kegiatan di apotek baik secara teknis kefarmasian maupun non
teknis kefarmasian.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
! Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian dalam ketentuan umum, dijelaskan bahwa apotek
adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
apoteker (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Sementara
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu
tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
Pekerjaan Kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 51 tahun 2009 adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan
farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
Dalam pengelolaannya, apotek harus dikelola oleh Apoteker, yang telah
mengucapkan sumpah jabatan dan telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dari
Dinas Kesehatan setempat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
2.2 Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun
1980, tugas dan fungsi apotek adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1980) :
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444
Universitas Indonesia
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
2.3 Landasan Hukum Apotek
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat
yang diatur dalam:
a. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang
Narkotika.
c. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika.
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 1980 tentang
Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek.
f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
695/MENKES/PER/2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri
Kesehatan No. 1 84/MENKES/PER/II/1 995 tahun tentang penyempurnaan
pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker.
g. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
h. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.
i. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555
Universitas Indonesia
2.4 Tata Cara Pendirian Apotek
Suatu apotek dapat beroperasi setelah Apoteker Pengelola Apotek (APA)
memiliki Surat Izin Apotek (SIA). Pengertian SIA adalah surat yang diberikan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang
bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan
pelayanan apotek di suatu tempat tertentu. Apoteker adalah tenaga profesi yang
memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi
wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya kesehatan dengan
melakukan tindakan komunikasi, informasi, dan edukasi secara tepat. Tempat
pengabdian seorang apoteker salah satunya adalah apotek, dimana praktek
kefarmasian dilaksanakan sesuai dengan standar dan etika kefarmasian.
Untuk mengajukan permohonan izin pendirian apotek perlu dipenuhi dua
macam persyaratan, yaitu persyaratan APA dan persyaratan apotek. Persyaratan
APA (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) adalah sebagai berikut:
a. Ijazahnya telah terdaftar di Kementerian Kesehatan.
b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai seorang apoteker.
c. Memiliki Surat Izin Kerja (SIK).
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya sebagai seorang apoteker.
e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi
APA di apotek lain.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
889/MENKES/PER/V/2011, Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi. STRA dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan. Surat ini berlaku selama
5 tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Apoteker untuk mendapatkan STRA
yaitu:
a. Memiliki ijasah Apoteker.
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
666
Universitas Indonesia
d. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktik.
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek,
maka ia dapat menunjuk Apoteker Pendamping, dan apabila APA dan Apoteker
Pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker
Pengganti. Penunjukkan tersebut harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.
Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-
menerus, SIA atas nama apoteker yang bersangkutan dapat dicabut.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/SK/X/1993,
disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek adalah sebagai berikut :
a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang
lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar
sediaan farmasi.
Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah
apotek adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004):
2.4.1 Lokasi dan Tempat
Lokasi usaha apotek pada umumnya adalah mudah diakses oleh
masyarakat, dan lingkungannya aman. Hal lain yang perlu dipertimbangkan
terkait dengan letak apotek adalah ada atau tidaknya apotek lain, kemudahan
untuk memarkir kendaraan, jumlah penduduk, jumlah pelayanan kesehatan di
sekitar apotek, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
777
Universitas Indonesia
2.4.2 Bangunan
Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat
menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu
perbekalan farmasi. Apotek harus mempunyai papan nama yang terbuat dari
bahan yang memadai dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek
(APA), nomor SIA, dan alamat apotek. Luas bangunan apotek tidak
dipermasalahkan, bangunan apotek terdiri dari ruang tunggu, ruang administrasi,
ruang peracikan, ruang penyimpanan obat, dan toilet. Bangunan apotek harus
dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang
cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, ventilasi, dan sistem
sanitasi yang baik.
2.4.3 Perlengkapan Apotek
Semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan
apotek disebut perlengkapan apotek. Perlengkapan yang harus tersedia di apotek
adalah:
a. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan, seperti timbangan, mortar dan
gelas ukur.
b. Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat
dan lemari pendingin.
c. Wadah pengemas dan pembungkus, seperti plastik pengemas dan kertas
perkamen.
d. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika, dan bahan beracun.
e. Alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi, kartu stok, dan
salinan resep.
f. Buku standar yang diwajibkan antara lain Farmakope Indonesia edisi terbaru.
2.5 Tenaga Kerja Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.889/MENKES/PER/V/2011, tenaga kefarmasian adalah tenaga yang
melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
888
Universitas Indonesia
dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga teknis kefarmasian
adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Setiap tenaga
kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda
registrasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta
keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk
melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian,
Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga teknis
kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/2002
terdapat beberapa definisi diantaranya:
a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah memiliki Surat
Izin Apotek.
b. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping
APA dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
c. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker
yang berada di bawah pengawasan apoteker.
Tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek
yang terdiri dari (Umar, 2011) :
a. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker (AA).
b. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan dan
pengeluaran uang.
c. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek
dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan
apotek.
Dalam pengelolaan apotek, apoteker harus memiliki kemampuan
menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang
tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
999
Universitas Indonesia
pimpinan, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu
belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan peluang untuk
meningkatkan pengetahuan. Agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar,
seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai
yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti
manajemen.
2.6 Tata Cara Perizinan Apotek
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek adalah sebagai berikut:
a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1.
b. Dengan menggunakan formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk
melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apoteker melakukan kegiatan.
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat
dengan menggunakan formulir APT-3.
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud di dalam butir (b) dan (c),
jika tidak dilaksanakan maka apoteker pemohon dapat membuat surat
pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi
dengan menggunakan formulir APT-4.
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud butir (c) atau pernyataan butir (d) Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek
dengan menggunakan formulir APT-5.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111000
Universitas Indonesia
f. Dalam hal hasil pemeriksaan tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM sebagaimana dimaksud pada butir (c) jika masih belum
memenuhi syarat, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam
waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan surat penundaan dengan
menggunakan formulir APT-6.
g. Terhadap surat penundaan sebagaimana dimaksud dalam butir (f), apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat
penundaan.
h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana
dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan
pemilik sarana.
i. Pemilik sarana yang dimaksud tersebut harus memenuhi persyaratan tidak
pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan.
j. Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi tidak sesuai dengan
pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan
disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir APT-7.
2.7 Pengelolaan Apotek
Seluruh kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan
apotek adalah pengelolaan apotek. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No. 1332/Menkes/SK/2002, pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat atau bahan
obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan
farmasi lainnya. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang
meliputi pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya
yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya maupun kepada
masyarakat serta pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan,
bahaya, dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111111
Universitas Indonesia
b. Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi,
keuangan, personalia, pelayanan komoditas selain perbekalan farmasi dan
bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek.
2.7.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
2.7.1.1 Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan
harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat.
Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obat dan alat
kesehatan, maka perlu dilakukan pengumpulan data obat-obat yang akan dipesan.
Data obat-obat tersebut biasanya ditulis dalam buku defekta, yaitu jika barang
habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada
bulan-bulan sebelumnya.
Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan APA didalam melaksanakan
perencanaan pemesanan barang, yaitu memilih Pedagang Besar Farmasi (PBF)
yang memberikan keuntungan dari segala segi, misalnya harga yang ditawarkan
sesuai (murah), ketepatan waktu pengiriman, diskon, bonus yang diberikan sesuai
(besar), jangka waktu kredit yang cukup, dan kemudahan dalam pengembalian
obat-obat yang hampir kadaluarsa.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
maka dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu
memperhatikan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :
a. Pola penyakit, maksudnya adalah perlu memperhatikan dan mencermati pola
penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tersebut.
b. Tingkat perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi
daya beli terhadap obat-obat.
c. Budaya masyarakat dimana pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik
obat, bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obat
khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111222
Universitas Indonesia
yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan
obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut.
2.7.1.2 Pengadaan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 918/Menkes/Per/X/1993
tentang PBF, pabrik dapat menyalurkan produksinya langsung ke PBF, apotek,
toko obat, apotek rumah sakit, dan sarana kesehatan lain. Pengadaan barang di
apotek meliputi pemesanan dan pembelian. Pembelian barang dapat dilakukan
secara langsung ke produsen atau melalui PBF. Proses pengadaan barang
dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
a. Tahap persiapan, dilakukan dengan cara mengumpulkan data barang-barang
yang akan dipesan dari buku defekta, termasuk obat baru yang ditawarkan
pemasok.
b. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP). SP minimal
dibuat 2 lembar (untuk pemasok dan arsip apotek) dan ditandatangani oleh
APA dengan mencantumkan nomor SIK.
Pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara
antara lain (Anief, 2001):
a. Pembelian dalam jumlah terbatas yaitu pembelian dilakukan sesuai dengan
kebutuhan dalam waktu pendek, misalnya satu minggu. Pembelian ini
dilakukan bila modal terbatas dan PBF berada dalam jarak tidak jauh dari
apotek, misalnya satu kota dan selalu siap untuk segera mengirimkan obat
yang dipesan.
b. Pembelian berencana dimana metode ini erat hubungannya dengan
pengendalian persediaan barang. Pengawasan stok obat atau barang dagangan
penting sekali untuk mengetahui obat yang fast moving atau slow moving, hal
ini dapat dilihat pada kartu stok. Selanjutnya dilakukan perencanaan
pembelian sesuai dengan kebutuhan.
c. Pembelian secara spekulasi merupakan pembelian dilakukan dalam jumlah
yang lebih besar dari kebutuhan, dengan harapan akan ada kenaikan harga
dalam waktu dekat atau karena ada diskon atau bonus. Pola ini dilakukan
pada waktu-waktu tertentu jika diperkirakan akan terjadi peningkatan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111!
Universitas Indonesia
permintaan. Apabila spekulasinya benar akan mendapat keuntungan besar,
tetapi cara ini mengandung resiko obat akan rusak atau kadaluarsa.
2.7.1.3 Penyimpanan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/
MENKES/SK/IX/2004, tata cara penyimpanan obat sebaiknya digolongkan
berdasarkan bentuk sediaan, seperti sediaan padat dipisahkan dari sediaan cair
atau setengah padat. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-zat yang
bersifat higroskopis. Serum, vaksin dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh
pada suhu kamar disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat
dilakukan secara alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan
obat saat diperlukan. Pengeluaran barang di apotek sebaiknya menggunakan
sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), sehingga
obat-obat yang mempunyai waktu kadaluwarsa lebih singkat disimpan paling
depan dan memungkinkan diambil terlebih dahulu.
2.7.2 Pengelolaan Keuangan
Laporan keuangan yang biasa dibuat di apotek adalah (Umar, 2011):
2.7.2.1 Laporan Rugi-Laba
Laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau
rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu adalah laporan laba rugi.
Laporan yang biasanya berisi hasil penjualan, Harga Pokok Penjualan, laba kotor,
biaya operasional, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, laba bersih
setelah pajak, pendapatan non usaha, dan pajak
2.7.2.2 Neraca
Laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada
waktu tertentu adalah neraca. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah
harta yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang disebut
pasiva, atau dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan
pasiva merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut. Oleh
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111444
Universitas Indonesia
karena itu, dapat dilihat dalam neraca bahwa jumlah aktiva akan sama besar
dengan pasiva. Aktiva dikelompokkan dalam aktiva lancar dan aktiva tetap.
Aktiva lancar berisi kas, surat-surat berharga, piutang, dan persediaan. Aktiva
tetap dapat berupa gedung atau tanah, sedangkan pasiva dapat berupa hutang dan
modal.
2.7.2.3 Laporan Utang-Piutang
Laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada periode tertentu
dalam satu tahun, sedangkan laporan piutang berisikan piutang yang ditimbulkan
karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain kepada pihak apotek adalah
laporan utang.
2.7.3 Administrasi
Kegiatan administrasi yang biasa dilakukan apotek meliputi (Anief, 2001):
a. Administrasi umum, seperti membuat agenda atau mengarsipkan surat masuk
dan surat keluar, pembuatan laporan-laporan seperti laporan narkotika dan
psikotropika, pelayanan resep dengan harganya, pendapatan, alat dan obat KB,
obat generik, dan lain-lain.
b. Pembukuan, meliputi pencatatan keluar dan masuknya uang disertai bukti-
bukti pengeluaran dan pemasukan.
c. Administrasi penjualan, meliputi pencatatan pelayanan obat resep, obat bebas,
dan pembayaran secara tunai atau kredit.
d. Administrasi pergudangan, meliputi pencatatan penerimaan barang, masing-
masing barang diberi kartu stok, dan membuat defekta.
e. Administrasi pembelian meliputi pencatatan pembelian harian secara tunai
atau kredit dan mengumpulkan faktur secara teratur. Selain itu dicatat kepada
siapa berhutang dan masing-masing dihitung besarnya hutang apotek.
f. Administrasi piutang, meliputi pencatatan penjualan kredit, pelunasan piutang,
dan penagihan sisa piutang.
g. Administrasi kepegawaian dilakukan dengan mengadakan absensi karyawan,
mencatat kepangkatan, gaji, dan pendapatan lainnya dari karyawan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111555
Universitas Indonesia
2.8 Pelayanan Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/
Menkes/Per/X/1993, pelayanan apotek meliputi (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1993):
a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter
hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab APA,
sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan
masyarakat.
b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan
farmasi yang bermutu baik dan absah.
c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep
dengan obat bermerek dagang. Namun resep dengan obat bermerek dagang
atau obat paten boleh diganti dengan obat generik.
d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat
mengikuti ketentuan yang berlaku dengan membuat berita acara. Pemusnahan
ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain
yang ditetapkan oleh Badan POM.
e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker
wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang
lebih tepat.
f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat.
g. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada
dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep
tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.
h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.
i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka
waktu 3 tahun.
j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis
resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111666
Universitas Indonesia
kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan
yang berlaku.
k. APA, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diizinkan menjual obat
keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek
(DOWA) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
l. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA
dapat menunjuk apoteker pendamping dan bila APA dan apoteker
pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA
dapat menunjuk apoteker pengganti. Penunjukan apoteker pengganti ini harus
dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
m. Apoteker pendamping dan apoteker pengganti wajib memenuhi persyaratan
APA.
n. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya selama lebih dari dua tahun
serara terus-menerus, Surat Izin Apotek (SIA) atas nama yang bersangkutan
dicabut.
2.8.1 Pelayanan Resep (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004)
2.8.1.1 Skrining Resep
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1027/MENKES/SK/IX/2004, Apoteker melakukan kegiatan skrining resep yang
meliputi:
a. Memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi: nama dokter, nomor SIP,
alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter penulis
resep, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasiesn, dan
berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara
pemakaian yang jelas dan informasi lainnya.
b. Memeriksa kesesuaian farmasetik seperti bentuk sediaan, dosis,
inkompatibilitas, stabilitas, cara dan lama pemberian.
c. Melakukan pertimbangan klinis seperti adanya alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111777
Universitas Indonesia
dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
2.8.1.2 Penyiapan Obat
Kegiatan penyiapan obat meliputi peracikan, pemberian etiket, mengemas
dan menyerahkan obat. Kegiatan peracikan merupakan kegiatan menyiapkan,
menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Suatu
prosedur tetap harus dibuat untuk melaksanakan peracikan obat dengan
memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam
kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Pemeriksaan akhir terhadap
kesesuaian antara obat dengan resep harus dilakukan sebelum obat diserahkan
kepada pasien. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian
informasi obat dan konseling kepada pasien.
2.8.1.3 Informasi Obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, jangka waktu
pengobatan, cara penyimpanan obat, aktivitas serta makanan dan minuman yang
harus dihindari selama terapi.
2.8.1.4 Konseling
Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi,
pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit
seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya,
apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111888
Universitas Indonesia
2.8.1.5 Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
2.8.2 Pelayanan Swamedikasi
Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah tindakan mengobati diri sendiri
dengan obat tanpa resep (golongan obat bebas dan bebas terbatas) yang dilakukan
secara tepat guna dan bertanggung jawab. Hal ini mengandung makna bahwa
walaupun oleh dan untuk diri sendiri, pengobatan sendiri harus dilakukan secara
rasional. Tindakan pemilihan dan penggunaan produk yang bersangkutan
sepenuhnya merupakan tanggung jawab para penggunanya (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Pemerintah juga turut berperan serta dalam meningkatkan upaya
pengobatan sendiri dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 347/Menkes/SK/VII/ 1990 tentang Obat Wajib Apotek. Obat Wajib
Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh
apoteker di apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990). Kriteria
obat yang diserahkan tanpa resep dokter, harus memenuhi kriteria sebagai berikut
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :
a. Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun, dan
orang tua diatas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko akan
kelanjutan penyakit.
c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
111999
Universitas Indonesia
Penggunaan OWA perlu dicatat tetapi tidak perlu dilaporkan. Beberapa
kewajiban apoteker dalam penyerahan obat wajib apotek yaitu:
a. Memenuhi ketentuan dan batasan yang tercakup dalam tiap-tiap jenis obat
wajib apotek tersebut.
b. Membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan.
c. Memberikan informasi tentang obat, meliputi dosis, aturan pakai, efek
samping dan informasi lain yang dianggap perlu.
Obat wajib apotek didasarkan pada tiga surat keputusan menteri kesehatan
yaitu:
a. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat
Wajib Apotek No. 1 yang terdiri dari 7 kelas terapi, yaitu oral kontrasepsi,
obat saluran cerna, obat mulut dan tenggorokan, obat saluran napas, obat
yang mempengaruhi sistem neuromuskular, antiparasit, dan obat topikal.
b. Keputusan Menkes RI No. 924/Menkes/PER/IX/1993 tentang Daftar Obat
Wajib Apotek No. 2 yang terdiri dari 34 jenis obat generik sebagai tambahan
Lampiran Keputusan Menkes RI No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang
Obat Wajib Apotek No 1. Daftar obat wajib apotek No. 2 tersebut terdiri dari
albendazol, basitrasin, karbinoksamin, klindamisin, deksametason,
dekspantenol, diklofenak, diponium, fenoterol, flumetason, hidrokortison
butirat, ibuprofen, isokonazol, ketokonazol, levamizol, metilprednisolon,
niklosamid, noretisteron, omeprazol, oksikonazol, pipazetat, piratiasin
kloroteofilin, pirenzepin, piroksikam, polimiksin B sulfat, prednisolon,
skopolamin, silver sulfadiazin, sukralfat, sulfasalazin, tiokonazol, dan urea.
c. Keputusan Menkes RI No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat
Wajib Apotek No. 3 yang terdiri dari 6 kelas terapi, yaitu saluran pencernaan
dan metabolisme, obat kulit, antiinfeksi umum, sistem muskuloskeletal,
sistem saluran pernafasan, dan organ-organ sensorik.
2.8.3 Promosi dan Edukasi
Apoteker harus memberikan edukasi dalam rangka pemberdayaan
masyarakat apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222000
Universitas Indonesia
penyakit ringan, dengan memilihkan obat yang sesuai. Apoteker juga harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu
diseminasi informasi antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster,
penyuluhan dan lain-lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.8.4 Pelayanan Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai pemberi pelayanan (care giver) diharapkan juga dapat
melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya
untuk kelompok lanjut usia (lansia) dan pasien dengan pengobatan penyakit
kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan
pengobatan (medication record) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2004).
2.9 Pelanggaran Apotek
Sanksi yang diberikan bagi pemiliki/pengelola apotek yang melanggar
peraturan perundang-undangan dapat berupa sanksi administratif yang mencakup
peringatan, penghentian sementara kegiatan hingga pencabutan izin. Tingkat
sanksi yang diberikan tergantung kepada tingkat keseriusan pelanggaran yang
dilakukan oleh sarana tersebut (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan
Provinsi DKI Jakarta, 2002; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
Tahap pemberian sanksi tersebut adalah sebagai berikut (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2002) :
a. Peringatan secara tertulis kepada Pengelola/Pemilik Sarana Apotek sebanyak
tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan.
b. Pembeluan izin usaha Sarana Apotek dapat untuk jangka waktu 1 bulan, 2
bulan, 3 bulan, 4 bulan dan selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya
Penetapan Pembekuan Izin Apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan
lagsung oleh kepala Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan
POM dan Balai POM setempat.
c. Pencabutan izin SIA.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222111
Universitas Indonesia
Beberapa pelanggaran sarana apotek yang dapat dikenai sanksi peringatan
tertulis adalah sebagai berikut (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan
Provinsi DKI Jakarta, 2002) :
a. Administrasi pengelolaan obat tidak tertib.
b. Kelengkapan apotek tidak lengkap.
c. Merubah denah apotek tapa melapor ke Suku Dinas Kesehatan.
Tindak pelanggaran yang lebih berat akan menyebabkan sarana apotek
dikenakan sanksi berupa peringatan keras bila (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002) :
a. Mengadakan obat dari sumber yang tidak resmi.
b. Bekerjasama dengan PBF/industri farmasi untuk menyalurkan obat keras
kepada pihak lain yang tidak berhak.
c. Mengganti obat generik dengan obat merek dagang.
d. Tidak ada tenaga teknis farmasi (apoteker) pada jam buka apotek.
e. Menjual obat generik di atas harga HET (harga eceran tertinggi).
f. Mengganti obat generik dengan obat paten.
Sarana apotek akan dikenakan sanksi berupa penghentian kegiatan
sementara jika melakukan pelanggaran berupa (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002) :
a. Apotek tidak memiliki izin.
b. Menyalurkan obat yang tidak memiliki izin edar (tidak terdaftar), baik obat
bebas, obat keras, psikotroika maupun narkotika.
c. Apotek pindah alamat tanpa izin.
d. PSA melanggar undang-undang kefarmasian.
e. Apotek dengan sengaja melakukan pengadaan dan pelayanan obat yang tidak
memenuhi persyaratan mutu.
2.10 Pencabutan Surat Izin Apotek (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2002)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/2002,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dapat mencabut Surat Izin
Apotek, apabila:
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222222
Universitas Indonesia
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai APA.
b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian.
c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus
menerus.
d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 22 tahun 1997 tentang
Narkotika, Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-
Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan ketentuan perundang-
undangan lainnya.
e. Surat Izin Kerja (SIK) APA tersebut dicabut.
f. Pemilik sarana apotek tersebut terbukti terlibat dalam pelanggaran
perundang-undangan di bidang obat.
g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.
Namun sebelum pencabutan izin apotek dilakukan, terlebih dahulu Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan (Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002, 2002) :
a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut
dengan waktu masing-masing dua bulan dengan menggunakan contoh
formulir model APT-12.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek dengan
menggunakan contoh formulir model APT-13.
Pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dengan mengeluarkan surat keputusan yang ditujukan
kepada APA, menggunakan contoh formulir model APT-15, dengan tembusan
yang disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi serta Kepala Balai POM setempat (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2002).
Apabila surat izin apotek dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib
mengamankan perbekalan farmasi, yaitu dengan cara sebagai berikut (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2002):
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras
tertentu, dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222!
Universitas Indonesia
b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci.
c. APA wajib melapor secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat atau petugas yang diberi wewenang tentang
penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas.
Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut
telah memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan
menggunakan contoh formulir APT-14. Pencairan izin apotek dilakukan setelah
menerima laporan pemeriksaan dari tim pemeriksaan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.
2.11 Penggolongan Obat (Umar, 2011; Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1993):
Berdasarkan ketentuan pemerintah, maka obat dibagi menjadi beberapa
golongan, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras daftar G, psikotropika,
dan narkotika. Beberapa peraturan tersebut antara lain yaitu:
a. UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
b. Permenkes RI No. 688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika
c. Kepmenkes RI No. 347/Menkes/SK/VIII/90 tentang Obat Wajib Apotek.
d. Kepmenkes RI No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras
Daftar G.
e. Kepmenkes RI No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan
Obat Bebas Terbatas.
2.11.1 Obat Bebas (Golongan B)
Obat bebas adalah obat yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sistem
fisiologi dan dijual bebas atau obat tanpa peringatan yang dapat diperoleh tanpa
resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi
hitam. Contohnya adalah Parasetamol.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222444
Universitas Indonesia
Gambar 2.1. Penandaan Obat Bebas
2.11.2 Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat-obatan yang diperuntukkan untuk jenis
penyakit yang pengobatannya dianggap dapat ditetapkan sendiri oleh masyarakat
dan tidak begitu membahayakan, terlebih bila mengikuti cara pemakaiannya atau
obat dengan peringatan yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat ini dapat
dibeli di apotek dan toko obat tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran
bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam.
Gambar 2.2. Penandaan Obat Bebas Terbatas
Contoh dari obat bebas terbatas yaitu obat batuk, obat influenza, obat
penghilang rasa sakit dan penurun panas, obat-obat antiseptik, dan obat tetes mata
untuk iritasi ringan. Obat golongan ini termasuk obat keras tetapi dapat dibeli
tanpa resep dokter.
Komposisi obat bebas terbatas merupakan obat keras, sehingga dalam
wadah atau kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1-P6). Tanda
peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm
(disesuaikan dengan warna kemasannya) dan diberi tulisan peringatan
penggunaannya dengan huruf berwarna putih.
Tanda-tanda peringatan ini sesuai dengan golongan obatnya yaitu:
a. P No 1: Awas! Obat keras. Baca aturan pakai. Contoh: Decolgen® tablet.
b. P No 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan. Contoh:
Betadine gargle®.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222555
Universitas Indonesia
c. P No 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh:
Canesten® cream.
d. P No 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
e. P No 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Dulcolax ®
suppositoria.
f. P No 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol
Suppositoria.
Gambar 2.3. Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas
Perbedaan obat antara daftar obat B dan daftar obat G adalah obat pada
daftar obat B dapat diperoleh tanpa resep dokter asal memenuhi ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
a. Obat-obat dengan daftar obat B hanya boleh dijual dalam kemasan asli pabrik
pembuatnya.
b. Waktu penyerahan obat-obat tersebut pada wadahnya harus ada tanda
peringatan berupa etiket khusus yang tercetak sesuai dengan ketentuan
kementerian kesehatan seperti yang diuraikan diatas.
2.11.3 Obat Keras Daftar G
Obat keras adalah obat-obat yang mempunyai khasiat mengobati,
menguatkan, mendesinfeksi, dan lain-lain, pada tubuh manusia, baik dalam
bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Obat keras
merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter dan dapat
diulang tanpa resep baru bila dokter menyatakan pada resepnya “boleh diulang“.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222666
Universitas Indonesia
Obat-obat golongan ini antara lain psikotropika, obat jantung, obat diabetes,
hormon, antibiotika, beberapa obat ulkus lambung, dan semua obat suntik. Tanda
khusus obat keras yaitu lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K di
dalamnya yang ditulis pada etiket dan bungkus luar.
Gambar 2.4. Penandaan Obat Keras
Psikotropika termasuk dalam golongan obat keras, sehingga dalam
kemasannya memiliki tanda yang sama dengan obat keras. Menurut UU RI No. 5
tahun 1997 tentang psikotropika, yang dimaksud psikotropika adalah zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh obat psikotropika adalah
fenobarbital dan diazepam. Penggolongan dari psikotropika adalah (Undang-
Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, 1997):
a. Psikotropika golongan I adalah Psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: etisiklidina, tenosiklidina, metilendioksi metilamfetamin (MDMA).
b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:
amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, fensiklidin.
c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: amobarbital, pentabarbital, siklobarbital.
d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222777
Universitas Indonesia
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh: diazepam, estazolam, etilamfetamin, alprazolam.
2.11.4 Narkotika
Berdasarkan UU RI No. 35 tahun 2009 tentang narkotika disebutkan
bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan. Tanda khusus obat narkotika yaitu lingkaran putih dengan
garis tepi berwarna merah dan pada bagian tengah terdapat lambang swastika
yang berwarna merah.
Gambar 2.5. Penandaan Narkotika
Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2009):
a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: kokain, opium, heroin, ganja.
b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan,
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, normetadona,
metadona.
c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222888
Universitas Indonesia
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: kodein, norkodeina, etilmorfina.
2.12 Pengelolaan Obat Non Narkotika-Psikotropika (Umar, 2007)
2.12.1 Pemesanan Obat Non Narkotika-Psikotropika
Petugas pembelian menyiapkan surat pesanan berdasarkan daftar
permintaan barang apotek. Petugas memilih supplier yang dapat memberikan
harga relatif lebih murah dibandingkan dengan supplier lainnya. Petugas
mengirimkan SP yang telah disetujui oleh APA ke supplier melalui telpon, fax,
atau diambil sendiri oleh salesman supplier.
2.12.2 Penyimpanan Obat Non Narkotika-Psikotropika
Berbeda dengan narkotika dan psikotropika, penyimpanan obat ini tidak
memliki peraturan yang baku. Cara menyimpan obat ini dapat disesuaikan dengan
sifat bahan obat, kelembaban, dan bahan wadah. Selain hal tersebut, penyimpanan
dapat diefisienkan dengan menggunakan lemari yang dibuat seperti sarang tawon
dan memperhatikan estetika.
2.13 Pengelolaan Narkotika
Narkotika merupakan bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan, namun menimbulkan ketergantungan yang
sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang
ketat dan seksama. Pengendalian dan pengawasan narkotika di Indonesia
merupakan wewenang Badan POM. Untuk mempermudah pengendalian dan
pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi
sediaan, dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut
dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang penggunaannya
dapat disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi
pemesanan, penyimpanan, penyerahan, pelaporan dan pemusnahan (Umar, 2007).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222999
Universitas Indonesia
2.13.1 Pemesanan Narkotika
Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan
narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP)
khusus, yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama jelas, stempel
apotek, nomor SIK dan SIA. Surat pesanan dibuat rangkap 4 serta satu SP untuk
satu jenis narkotik (Umar, 2007).
2.13.2 Penyimpanan Narkotika
Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan
harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1976):
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci yang kuat.
c. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta
persediaan narkotika sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk
menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari.
d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari
40!80!100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat melekat pada tembok atau
lantai.
e. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain
narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang dikuasakan.
g. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum.
2.13.3 Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika
Hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan resep yang mengandung
narkotika antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997)
a. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu
pengetahuan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!000
Universitas Indonesia
b. Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit
berdasarkan resep dokter.
c. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep
dokter.
d. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika,
walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama
sekali.
e. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali,
apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh
dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.
f. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani
sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada
resep yang mengandung narkotika.
2.13.4 Pelaporan Narkotika
Apotek berkewajiban membuat dan mengirimkan laporan mutasi narkotika
berdasarkan penerimaan dan pengeluarannya sebelum tanggal 10 setiap bulan.
Laporan narkotika ditandatangani oleh APA, dibuat rangkap empat, ditujukan
kepada Dinas Kesehatan Kota setempat dengan tembusan kepada kepala Balai
Besar POM setempat dan arsip apotek.
2.13.5 Pemusnahan Narkotika
APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak
memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Apoteker
Pengelola Apotek dan dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat berita
acara pemusnahan narkotika yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah narkotik yang dimusnahkan.
b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan
pemusnahan.
c. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan
pemusnahan.
d. Cara pemusnahan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!111
Universitas Indonesia
Berita Acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada Dinas Kesehatan Kota
setempat dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai
Besar POM setempat, dan untuk arsip apotek. Pelanggaran terhadap
ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan narkotika dapat dikenai
sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan yang berupa teguran, peringatan,
denda administratif, penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin.
2.14 Pengelolaan Psikotropika
Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala hal yang
berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan.
Tujuan pengaturan psikotropika yaitu:
a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan
dan ilmu pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Secara garis besar pengelolaan psikotropika meliputi:
2.14.1 Pemesanan Psikotropika
Kegiatan ini memerlukan surat pesanan (SP), dimana satu SP bisa
digunakan untuk beberapa jenis psikotropika. Penyerahan psikotropika oleh
apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas,
balai pengobatan, dokter dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan
adalah dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA dilengkapi
dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK dan SIA. Surat pesanan dibuat
rangkap 2, serta satu SP untuk beberapa jenis obat psikotropika.
2.14.2 Penyimpanan Psikotropika
Kegiatan ini belum diatur oleh perundang-undangan, namun, karena
kecenderungan penyalahgunaan psikotropika, maka disarankan untuk obat
golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!222
Universitas Indonesia
2.14.3 Pelaporan Psikotropika
Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan pemakaiannya setahun sekali.
Laporan ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan
kepada Kepala Balai Besar POM setempat dan 1 salinan untuk arsip apotek.
2.14.4 Pemusnahan Psikotropika
Pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak
pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan
atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak
memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat Berita
Acara dan dikirim kepada Suku Dinas Kesehatan, Dinas Kesehatan Dati II/Kodya
dengan tembusan kepada Balai POM.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!! !nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS APOTEK SAFA
3.1 Sejarah Apotek Safa
Apotek Safa yang sebelumnya bernama Apotek Tanjakan terletak di Jalan
Bukit Duri Tanjakan No. 68 Bukit Duri Tebet Jakarta Selatan. Nama Apotek Safa
berasal dari nama pemilik Apotek Safa yaitu Bapak Sofyan Assauri dan Ibu
Fachriyah. Apotek Safa memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) pada tahun 1991
dengan nomor 134/Kanwil/SIA/1991. Adapun Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Safa adalah Dra. Adriani Y. Lutan, Apt. dengan SIK Nomor
0251/1.772.51/4.3.2095/4-10-05/63.08.4.
3.2 Lokasi dan Tata Ruang Apotek Safa
Apotek Safa memiliki lokasi dan tata ruang sebagai berikut :
3.2.1 Lokasi
Apotek Safa letaknya cukup strategis karena berada di depan jalan yang
ramai dilalui oleh orang banyak, baik itu kendaraan bermotor maupun oleh
pejalan kaki. Lokasi apotek berdekatan dengan beberapa sarana kesehatan,
sekolah, stasiun, rumah makan dan mini swalayan. Apotek lain yang berada di
sekitar Apotek Safa letaknya tidak terlalu dekat karena harus menggunakan
kendaraan untuk mencapainya. Sarana kesehatan yang berada di sekeliling Apotek
Safa yaitu Klinik Umum Bukit Duri 24 Jam, Rumah Bersalin, Praktek Dokter
Gigi, dan Praktek Dokter yang berada satu atap dengan Apotek Safa. Praktek
Dokter yang berada di Apotek Safa yaitu praktek dr. Ludin Gultom, dr. Dilla,
dr. Sofyan dan Nurul Yulianti, M.Psi. Hal ini dapat memfasilitasi pendaftaran
lewat telepon apabila pasien akan berobat di praktek dokter tersebut (peta Lokasi
Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 2).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!444
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
3.2.2 Tata Ruang
Apotek Safa memiliki tata ruang, meliputi desain eksterior dan desain
interior.
3.2.2.1 Desain Eksterior
Apotek Safa memiliki halaman parkir yang cukup luas serta dapat
menampung sekitar 5 mobil dan 10 motor. Hal ini dapat memberikan kenyamanan
bagi pasien yang membawa kendaraan pribadi. Papan nama apotek yang disertai
papan praktek dokter terlihat jelas pada siang hari, akan tetapi pada malam hari
papan nama tidak terlalu terlihat karena kurangnya penerangan lampu. Halaman
apotek dilengkapi pula dengan pagar yang menjamin keamanan apotek diluar jam
operasional (kondisi papan nama dan fasilitas halaman parkir Apotek Safa dapat
dilihat pada Lampiran 3 dan 4).
3.2.2.2 Desain Interior
Bangunan interior Apotek Safa terbagi atas ruang bagian depan dan ruang
bagian dalam. Di bagian depan apotek, terdapat ruang tunggu bagi pasien, tempat
penjualan obat bebas atau OTC (Over The Counter), lemari pendingin, kasir, tiga
ruang praktek dokter serta toilet khusus untuk pasien. Pada ruang tunggu untuk
pasien, disediakan 23 buah kursi, satu buah televisi berwarna, sejumlah majalah
dan kipas angin. Bagian depan apotek digunakan untuk display penjualan obat
bebas dan promosi obat bebas berupa standing banner, poster, dan penyusunan
dus obat bebas dengan menarik. Penataan barang di bagian depan apotek disusun
berdasarkan jenisnya, seperti obat luar, obat batuk, obat maag, vitamin, obat flu,
pemanis buatan, obat herbal, susu, alat kesehatan, kosmetika, dan sebagainya.
Apotek Safa pun menyediakan penjualan minuman dan es krim bagi pengunjung
Sementara itu di bagian dalam Apotek Safa, terdapat meja racik, wastafel,
serta lemari penyimpanan obat keras, psikotropika dan lemari narkotika di bagian
belakang. Toilet untuk karyawan apotek terletak di bagian belakang dan terpisah
dari toilet untuk pasien (desain interior Apotek Safa bagian depan dan bagian
dalam dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6 sedangkan denah Apotek Safa dapat
dilihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 11. Rak penyimpanan obat generik dan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!555
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
obat paten serta rak penyimpanan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 7 dan
Lampiran 8 sedangkan lemari penyimpanan narkotika terdapat pada Lampiran 9).
3.3 Struktur Organisasi Apotek Safa
Suatu apotek harus mempunyai struktur organisasi yang baik serta
pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas, sehingga seluruh kegiatan di
apotek dapat terkoordinasi dengan baik. Pengelolaan sebuah apotek yang baik
akan membawa apotek tersebut pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengelolaan ini
bisa berjalan dengan baik jika didukung oleh organisasi yang mapan. Apotek Safa
memiliki enam orang tenaga kerja yang terdiri dari seorang Apoteker Pengelola
Apotek (APA), dua orang asisten apoteker, tiga orang tenaga non teknis
kefarmasian (struktur organisasi Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 1).
3.4 Tenaga Kerja Apotek Safa
Apotek Safa mempunyai beberapa orang tenaga kerja dengan rincian
sebagai berikut:
a. Tenaga teknis kefarmasian
Apotek Safa memiliki tenaga kefarmasian, yaitu APA sebanyak satu orang
dan asisten apoteker sebanyak dua orang.
b. Tenaga non teknis kefarmasian
Apotek Safa memiliki tenaga non teknis kefarmasian, yaitu juru resep
sebanyak satu orang, tenaga administrasi dan keuangan sebanyak satu orang
dan pembantu umum sebanyak 1 orang
Tugas dan tanggung jawab pada tiap-tiap jabatan di Apotek Safa adalah
sebagai berikut:
3.4.1 APA (Apoteker Pengelola Apotek)
Tugas dan tanggung jawab APA adalah :
a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya dan
memenuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
perapotekan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!666
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan
dan mengawasi kerja karyawan antara lain mengatur daftar giliran kerja,
menetapkan pembagian beban kerja dan tanggung jawab masing-masing
karyawan.
c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan
omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek.
d. Mempertimbangkan usul-usul dari karyawan lainnya untuk perbaikan
pelayanan dan kemajuan apotek.
e. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai setiap hari.
f. Berpartisipasi dan memonitor penggunaan obat.
g. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk
mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini apoteker harus
memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak
bias, etis dan bijaksana serta terkini.
3.4.2 Asisten Apoteker (AA)
Tugas dan tanggung jawab AA adalah :
a. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di
ruang peracikan.
b. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan
resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan
menyerahkan obat.
c. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan melakukan skrining resep.
d. Meminta data konsumen berupa alamat dan nomer telepon.
e. Memeriksa resep yang diterima, jika ada kekeliruan dalam penulisan resep,
asisten apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.
f. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien, dan
cara penggunaannya.
h. Menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang
penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!777
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
i. Mencatat keluar masuk barang atau obat.
j. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa.
k. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang
masuk setiap harinya.
l. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga
dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuintasi, nota, dan tanda
setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
3.4.3 Juru Resep
Tugas dan tanggung jawab juru resep adalah :
a. Membantu tugas asisten apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi
maupun obat racikan.
b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil
sediaan yang sudah jadi kepada asisten apoteker.
c. Membuat obat racikan standar dibawah pengawasan asisten apoteker.
3.4.4 Petugas Administrasi dan Keuangan
Tugas dan tanggung jawab petugas administrasi dan keuangan adalah :
a. Mengarsipkan surat-surat masuk dan keluar, pembuatan laporan-laporan.
b. Membuat pembukuan dengan mencatat keluar dan masuknya uang disertai
bukti-buktinya.
c. Mencatat resep yang masuk, obat bebas, dan pembayaran secara tunai dan
kredit.
d. Mencatat pembelian secara tunai maupun kredit.
e. Mencatat piutang mengenai penjualan kredit, pelunasan utang dan penagihan
sisa utang.
f. Melakukan administrasi kepegawaian yang dilakukan dengan mengadakan
absensi karyawan, mencatat gaji dan waktu lembur karyawan.
g. Mencatat semua harga dan nama barang yang terjual setiap hari.
h. Mencatat semua uang yang dikeluarkan untuk keperluan apotek setiap hari.
i. Menghitung dan mencatat serta menyerahkan kembali modal yang diberikan
oleh APA atau PSA setiap harinya.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!888
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
j. Menghitung uang hasil penjualan sebelum diserahkan kepada APA atau PSA.
3.4.5 Pembantu Umum
Tugas dan tanggung jawab pembantu umum adalah :
a. Menjaga dan memelihara kebersihan seluruh ruangan apotek.
b. Membeli barang atau obat ke apotek lain sesuai dengan perintah ataupun
petunjuk dari asisten apoteker atau APA untuk keperluan apotek.
c. Mengantar barang atau obat ke pelanggan sesuai dengan perintah ataupun
petunjuk dari asisten apoteker atau APA untuk keperluan apotek.
d. Harus dapat menjaga keamanan apotek.
3.5 Kegiatan di Apotek Safa
Apotek Safa beroperasi dari hari Senin sampai dengan Sabtu mulai pukul
08.00 sampai dengan 21.30 WIB, kecuali hari libur nasional. Pembagian tugas
para karyawan dibagi berdasarkan waktu kerja (shift). Ada dua waktu kerja bagi
karyawan yaitu:
a. Shift pagi yang dimulai dari pukul 08.00 - 15.00.
b. Shift malam yang dimulai dari pukul 15.00 - 21.30 atau hingga praktek dokter
selesai.
3.6 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Apotek Safa
Apotek Safa melakukan pengelolaan pebekalan farmasi antara lain,
pemesanan dan pembelian barang, penerimaan barang, penyimpanan barang, pada
saat pembayaran barang dan retur atau pengembalian baraang ke PBF.
3.6.1 Pemesanan dan Pembelian Barang
Pengadaan barang di apotek merupakan salah satu hal yang penting untuk
diperhatikan demi menjamin tetap tersedianya obat dan perbekalan kesehatan
lainnya yang dibutuhkan pelanggan. Pemesanan dan pembelian barang di Apotek
Safa dilakukan oleh asisten apoteker yang bertanggung jawab langsung kepada
APA. Pemesanan barang di Apotek Safa dilakukan setiap hari baik kepada
Pedagang Besar Farmasi (PBF) maupun pemasok. Pemesanan ini dapat dilakukan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!999
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
melalui telepon atau melalui salesman yang datang ke apotek dari PBF yang
bersangkutan. Kegiatan pembelian dilakukan oleh asisten apoteker yang
bertanggung jawab langsung kepada APA. Dalam memesan narkotika dan
psikoropika, surat pemesanan (SP) harus ditandatangani oleh APA, sedangkan
untuk pemesanan dan pembelian obat-obatan lain cukup ditandatangani oleh
petugas di bagian pembelian saja (blanko surat pemesanan obat, narkotika dan
psikotropika di Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 12, 13 dan
Lampiran 14).
Pemesanan barang biasanya dibuat berdasarkan daftar persediaan barang
atau obat yang sudah habis (jumlahnya minimal) yang tertera di dalam kartu stok
barang. Setiap hari asisten apoteker bertugas mencatat daftar barang yang
jumlahnya minimal pada buku defekta, untuk keesokan paginya dapat dipesan ke
PBF. Umumnya, proses pemesanan dan penerimaan barang dilakukan dalam
waktu satu hari yang sama, artinya jika pemesanan dilakukan pada pagi hari maka
besar kemungkinan barang pesanan dari PBF akan datang pada pagi atau sore
harinya kecuali apabila barang pesanan tersebut memang tidak ada atau PBF
mengalami stok barang habis sehingga butuh waktu lebih lama untuk bias
menyampaikan barang pesanan ke apotek. Untuk jumlah nominal atau rupiah
barang yang boleh dipesan ke PBF tergantung kebijaksanaan masing-masing PBF.
(contoh blanko kartu stok obat Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 17).
Pengadaan barang di Apotek Safa dilakukan dengan beberapa cara yaitu
secara konsinyasi dan COD (cash order delivery). Konsinyasi adalah semacam
penitipan barang dari distributor kepada apotek. Konsinyasi obat atau barang
disertai semacam faktur yang berisi jenis dan jumlah obat atau barang dan harga
obat atau barang tersebut sebagai tanda bukti. Biasanya konsinyasi dilakukan
untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek atau sedang dalam masa
promosi. Pembayaran dilakukan hanya terhadap barang konsinyasi yang telah
terjual. Khusus untuk barang konsinyasi, ketentuan dalam jumlah barang,
penetapan harga dan lama penyimpanan di apotek biasanya tergantung dari
perjanjian yang dibuat antara masing-masing perusahaan pemilik barang
konsinyasi dengan pihak apotek. Sementara itu, COD adalah pembelian barang
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444000
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
dimana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, biasanya
untuk pengadaan narkotika.
3.6.2 Penerimaan barang
Barang-barang yang diterima diperiksa kesesuaian kuantitas, tanggal
kadaluarsa, bentuk kemasan, dan ukurannya dengan surat pesanan dan faktur yang
diberikan oleh PBF. Apabila sesuai, maka faktur pembelian ditandatangani oleh
asisten apoteker. Apotek mendapatkan dua lembar faktur untuk arsip dan bukti
penagihan, sementara distributor menerima kembali tiga lembar faktur, salah satu
dari tiga faktur yang diterima distributor tersebut berupa faktur asli yang
digunakan untuk penagihan. Barang yang baru datang dicatat dalam buku
penerimaan barang, sesuai faktur yang diterima. Untuk faktur narkotika dan
psikotropika disimpan terpisah. Barang yang baru datang tersebut kemudian di
beri harga sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh apotek.
3.6.3 Penyimpanan barang
Barang disimpan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara alfabetis
dalam rak-rak tertentu. Obat generik dan obat nama dagang disimpan dalam rak
yang terpisah. Penyimpanan sediaan solid, semi solid dan larutan dipisah satu
sama lain untuk mempermudah pencarian obat. Obat psikotropika pun disimpan
pada rak yang terpisah. Penyimpanan barang atau obat juga dilakukan berdasarkan
sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) sehingga
memungkinkan obat yang memiliki waktu kadaluarsa yang lebih singkat diambil
terlebih dahulu.
Apotek Safa tidak memiliki gudang khusus untuk menyimpan persediaan
barang. Untuk narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang terkunci setiap
saat, seperti pada Lampiran 9. Barang-barang untuk penjualan bebas disusun
dengan rapi dan menarik berdasarkan farmakoterapi sehingga mempermudah
pencarian dan pengambilan obat. Barang-barang yang baru datang diberi harga
terlebih dahulu yang kemudian ditempatkan di etalase atau rak-rak penyimpanan
obat. Penempatan barang tersebut disesuaikan dengan model etalase, jika
pengambilan barang dari belakang etalase maka barang yang baru datang
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444111
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
ditempatkan di depan barang yang lama, sementara jika pengambilan barang dari
depan etalase maka barang yang baru datang ditempatkan di belakang barang
yang lama, sehingga dapat mencegah obat melewati tanggal kadaluarsa. Pada saat
penyimpanan maupun pengeluaran, dilakukan pencantatan pada kartu stok obat
sehingga dapat digunakan sebagai informasi mengenai tanggal pemasukan dan
pengeluaran, serta berapa jumlah obat yang dimasukkan dan dikeluarkan.
3.6.4 Pembayaran Barang
Sesuai dengan tanggal jatuh tempo maka dilakukan pembayaran ke PBF.
Tanggal jatuh tempo umumnya 30 hari setelah barang dan faktur diterima oleh
apotek. Untuk transaksi pembayaran, PBF biasanya mengirimkan petugas yang
rutin melakukan penagihan dan proses pembayaran dilakukan secara langsung
oleh asisten apoteker dengan metode pembayaran tunai.
3.6.5 Pengembalian Barang
Pengembalian barang ke PBF dapat dilakukan dengan persyaratan yang
diberikan PBF. Retur barang dilakukan ketika barang tidak sesuai dengan pesanan
(jenis, ukuran, maupun dosis obat yang dipesan), dalam kondisi rusak ketika
sampai di apotek, dan telah dekat masa kadaluarsanya (3 bulan) dengan kemasan
yang masih tersegel.
3.7 Pelayanan di Apotek Safa
Apotek Safa melayani pembelian obat dengan resep dan obat tanpa resep,
selain itu apotek juga menyediakan kosmetik, alat kesehatan, makanan dan
minuman. Apotek juga menyediakan layanan jasa laundry yang bekerjasama
dengan perusahaan laundry yang pusatnya berada di Bekasi. Pelayanan berkaitan
dengan obat yang dilakukan di Apotek Safa adalah sebagai berikut:
3.7.1 Pelayanan Penjualan Obat dengan Resep
Pelayanan penjualan obat dengan resep diberikan kepada pasien yang
membawa resep, baik yang berasal dari dokter internal maupun yang berasal dari
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444222
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
eksternal (praktek di luar Apotek Safa). Adapun proses pelayanan penjualan obat
dengan resep adalah sebagai berikut:
a. Apoteker atau asisten apoteker menerima resep dari pasien, kemudian
diperiksa ketersediaan obat yang diminta, kemudian diperiksa kelengkapan
resepnya dan diberi harga.
b. Setelah pasien setuju mengenai harga yang diberikan kemudian dimintai data
berupa alamat dan nomer telepon.
c. Pasien diminta untuk melakukan pembayaran obat di kasir.
d. Pasien Resep dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh asisten
apoteker yang dibantu oleh juru resep. Obat yang telah selesai dibuat,
kemudian diberi etiket dan diperiksa oleh apoteker atau asisten apoteker baik
bentuk sediaan, nama pasien, etiket dan jumlah obat yang akan diberikan.
e. Obat yang telah disiapkan kemudian diberikan kepada pasien dengan
sekaligus memberikan informasi obat baik mengenai cara pemakaian, indikasi,
maupun efek samping yang mungkin timbul.
Jika obat hanya ditebus sebagian, maka apoteker atau asisten apoteker
membuatkan salinan resep untuk pasien tersebut. Bila ada permintaan dari pasien
dapat pula dibuatkan kuitansi atas harga obat-obatan yang dibeli pasien (blanko
salinan resep dan kuitansi Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 18 dan
Lampiran 19).
3.7.2 Pelayanan Obat Tanpa Resep (Swamedikasi)
Pelayanan obat kepada konsumen tanpa melalui resep dokter disebut
pelayanan obat tanpa resep (Swamedikasi). Obat-obat yang boleh dijual adalah
obat bebas, obat bebas terbatas, Obat Wajib Apotek (OWA), kosmetika dan alat
kesehatan tertentu. Setelah dilakukan pembayaran di kasir, bukti pembayaran
diserahkan kepada pembeli sekaligus dengan obat yang dibelinya.
3.8 Kegiatan Teknis Non-Kefarmasian di Apotek Safa
Kegiatan teknis non kefarmasian di Apotek Safa berupa kegiatan
administrasi dan kegiatan keuangan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444!
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
3.8.1 Kegiatan Administrasi
Pengelolaan kegiatan administrasi di Apotek Safa oleh asisten apoteker
yang dibantu oleh karyawan non asisten apoteker. Administrasi tersebut meliputi:
a. Buku defekta
Buku yang digunakan untuk mencatat nama obat atau barang yang habis atau
hampir habis disebut dengan buku defekta. Hal ini penting untuk
merencanakan pemesanan obat. Buku ini memberi kemudahan mengecek
barang sekaligus stok barang, menghindari terjadinya kekeliruan pemesanan
kembali dan mempercepat proses pemesanan sehingga tersedianya barang di
apotek dapat terkontrol dan terjamin.
b. Surat Pesanan (SP)
Surat ini terdiri dari dua lembar yang harus ditandatangani oleh asisten
apoteker apabila akan melakukan pemesanan, dimana satu lembar pertama
untuk PBF dan lembar terakhir untuk arsip apotek, di dalam surat pesanan
tercantum tanggal pemesanan, nama PBF yang dituju, nama barang, jumlah,
tanda tangan pemesanan dan stempel apotek (contoh surat pemesanan obat di
Apotek Safa terlampir pada Lampiran 11).
c. Buku daftar harga
Buku ini hanya dibuat untuk obat ethical saja sedangkan obat bebas diberi
harga setelah barang yang dipesan datang. Buku ini berfungsi untuk mencatat
harga jual obat. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang,
generik, maupun bahan baku, penyusunan nama obat secara alfabetis.
d. Buku pembelian
Buku ini berfungsi sebagai buku penerimaan barang. Dalam buku ini hanya
mencatat nominal transaksi yang terjadi setiap harinya. Pencatatan ini
dilakukan saat barang datang berdasarkan faktur pengiriman barang dari PBF.
e. Buku penjualan
Dalam buku penjualan dicatat semua transaksi penjualan baik penjualan obat
resep maupun non resep yang terjadi setiap harinya dan dicatat per shift pagi
atau sore.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444444
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
3.8.2 Kegiatan Keuangan
Kegiatan keuangan meliputi kegiatan yang mencakup arus uang masuk
dan uang keluar. Arus uang masuk yang berasal dari setiap transaksi penjualan
yang terjadi di apotek, sedang arus keluar berasal dari berbagai macam
pengeluaran atau pembiayaan hutang dagang. Apotek Safa memiliki tenaga kerja
yang khusus bertugas untuk mengurusi keuangan di apotek. Setiap karyawan
bertanggung jawab untuk membuat catatan pemasukan dan pengeluaran yang
dibuktikan dengan nota pada shift yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagian
dari pendapatan apotek digunakan untuk pengadaan barang, sedangkan sisanya
digunakan untuk keperluan operasional apotek. Pencatatan pemasukan harian
apotek biasanya dibagi dua yaitu pemasukan dari pagi hingga sore serta
pemasukan dari sore hingga malam. Pencatatan keluar masuknya uang di catat
dalam buku-buku harian, yaitu:
a. Buku kas untuk mencatat kegiatan yang terkait dengan uang yang ada di kas.
b. Buku hutang yang merupakan dokumen apotek yang digunakan untuk
mencatat hutang-hutang apotek. Buku ini mencatat semua transaksi pembelian
barang dagangan dan berisi nomor faktur, tanggal, besar pinjaman obat yang
diberikan oleh PBF.
c. Buku piutang merupakan dokumen apotek yang digunakan untuk mencatat
piutang-piutang apotek yaitu pencatatan besarnya penyerahan obat ke instansi
yang bekerja sama dengan Apotek Safa.
d. Laporan laba rugi dibuat setiap bulannya dan direkapitulasi setiap tahun.
Laporan laba rugi berisi penjualan yang dikurangi stok awal ditambah
pembelian dikurangi dengan stok akhir menghasilkan laba rugi sebelum
operasional. Laba rugi sebelum operasional ini dikurangi biaya operasional
akan menghasilkan laba rugi sebelum penyusutan. Laba rugi sebelum
penyusutan dikurangi dengan penyusutan akan menghasilkan laba rugi setelah
penyusutan. Setelah itu ditambah pendapatan non operasional menghasilkan
laba rugi sebelum pajak kemudian dikurangi dengan pajak, barulah
menghasilkan laba rugi bersih.
e. Neraca akhir tahun biasanya digunakan untuk mengetahui posisi keuangan
apotek pada akhir periode tutup buku. Buku ini berisi aktiva lancar, aktiva
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444555
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
tetap dan pasiva. Aktiva lancar terdiri dari kas, uang bank, piutang, persediaan
barang dagangan. Aktiva tetap terdiri dari inventaris apotek yaitu bangunan
dan peralatan apotek. Total aktiva merupakan penjumlahan antara aktiva tetap
dan aktiva lancar. Sedangkan pasiva terdiri dari modal dan hutang.
3.9 Pengelolaan Narkotika
Pengadaan sampai pemusnahan narkotika dikelola secara khusus
untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan narkotika.
Pelaksanaan pengelolaan narkotika ditangani oleh seorang apoteker yang
ditugaskan sebagai penganggung jawab. Pengelolaan narkotika di Apotek Safa
adalah sebagai berikut :
3.9.1 Pemesanan Narkotika
Dalam melakukan pemesanan narkotika, Apotek Safa mengikuti tata cara
yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemesanan narkotika dilakukan
berdasarkan surat pemesanan khusus untuk narkotika yang terdiri dari 4 rangkap
(warna putih, kuning, merah, dan biru). Satu SP narkotika hanya dapat digunakan
untuk pemesanan satu jenis narkotika.
3.9.2 Penerimaan dan Penyimpanan Narkotika
Penerimaan narkotika di Apotek Safa dilakukan oleh APA, namun bila
APA tidak berada di tempat, penerimaan barang dapat dilakukan oleh Asisten
Apoteker yang memiliki SIK. Apoteker atau asisten apoteker
menandatangani bukti penerimaan barang setelah dilakukan pemeriksaan
sesuai dengan SP, meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan serta
tanggal kadaluwarsanya. Penyimpanan narkotika di Apotek Safa disimpan
dalam lemari khusus yang terbuat dari kayu, tetapi tidak menggantung di
dinding tembok. Pemegang kunci lemari narkotika di Apotek Safa adalah
asisten apoteker yang telah diberi kuasa oleh Apoteker Pengelola Apotek
(APA). Secara rutin APA dibantu oleh AA membuat laporan penggunaan
narkotika di Apotek Safa.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444666
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
3.9.3 Pelaporan Narkotika
Narkotika yang digunakan di Apotek Safa dicatat di dalam buku
khusus pengeluaran narkotika. Laporan penggunaan narkotika di Apotek Safa
dibuat dan dikirim ke instansi yang berwenang paling lambat tanggal 10
setiap bulannya. Laporan penggunaan narkotika ini ditandatangani oleh
APA (surat laporan penggunaan narkotika terdapat pada Lampiran 15).
3.10 Pengelolaan Psikotropika
Pengelolaan psikotropika di Apotek Safa meliputi pemesanan,
penerimaan dan penyimpanan, laporan penggunaan dan pemusnahan
Psikotropika.
3.10.1 Pemesanan Psikotropika
Prinsip pemesanan psikotropika yang dilakukan Apotek Safa sama
dengan pemesanan narkotika. Dalam melakukan pemesanan psikotropika,
Apotek Safa mengikuti tata cara yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pemesanan psikotropika dilakukan berdasarkan surat pemesanan (SP) khusus
untuk psikotropika. SP psikotropika ini dapat digunakan untuk pemesanan
beberapa jenis psikotropika apabila berasal dari PBF yang sama (Surat
Pemesanan Psikotropika dapat dilihat di Lampiran 14).
3.10.2 Penerimaan dan Penyimpanan Psikotropika
Penerimaan psikotropika dilakukan oleh asisten apoteker dan bukti
penerimaan diterima dan ditandatangi oleh asisten apoteker juga. Penyimpanan
psikotropika dilakukan dalam satu rak penyimpanan yang terpisah dengan
obat ethical lainnya.
3.10.3 Pelaporan Penggunaan Psikotropika
Laporan pemakaian psikotropika dilakukan setiap bulan yang akan
dilaporkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan ditujukan kepada
instansi yang berwenang (surat laporan penggunaan psikotropika terdapat
pada Lampiran 16).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!777 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Struktur Organisasi
Apotek Safa memiliki lima orang karyawan yang terdiri dari satu orang
Apoteker Pengelola Apotek (APA), dua orang Asisten Apoteker (AA), satu orang
juru resep dan satu orang petugas kebersihan. Struktur organisasi yang diterapkan
tergolong sederhana, dimana setiap karyawan bertanggung jawab langsung
kepada APA. Jumlah karyawan yang tidak terlalu banyak membuat kegiatan di
apotek mudah diawasi oleh APA dan PSA atau Pemilik Sarana Apotek (struktur
organisasi Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 1).
Asisten apoteker bertanggung jawab dan berkoordinasi dengan
melaporkan hasil pekerjaannya secara langsung kepada APA. Pada masing-
masing shift, setiap AA di Apotek Safa menjalankan beberapa fungsi yaitu fungsi
pembelian, fungsi pelayanan dan administrasi umum yang meliputi pencatatan,
pengarsipan, dan dokumentasi lainnya sehingga seringkali tejadi posisi yang
tumpang tindih yang menyebabkan penjualan tidak tercatat, namun fungsi-fungsi
dalam pelayanan bersifat fleksibel serta bersifat kekeluargaan. Hal ini
menyebabkan karyawan saling membantu pekerjaan karyawan lain, jika karyawan
tersebut telah menyelesaikan tugasnya.
4.2 Lokasi Apotek
Apotek Safa terletak di Jalan Bukit Duri Tanjakan No. 68 Jakarta Selatan.
Walaupun tidak terletak di pinggir jalan raya besar, apotek ini memiliki lokasi
yang cukup strategis karena terletak di pinggir jalan dua arah (Manggarai-
Kampung Melayu) yang ramai dilalui kendaran. Selain itu, letaknya tidak jauh
dari pertigaan jalan raya yang dekat dengan Stasiun Kereta Tebet. Jalan yang
berada di depan Apotek Safa tidak dilalui kendaraan umum, namun konsumen
dapat menggunakan ojek motor, bajaj atau kendaraan pribadi. Apotek ini berada
di wilayah pemukiman penduduk yang cukup padat. Di dekat Apotek Safa
terdapat rumah sakit bersalin, puskesmas, klinik dan beberapa praktek dokter
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!888
Universitas Indonesia
seperti dokter gigi dan dokter umum sehingga dapat meningkatkan jumlah resep
yang masuk ke apotek.
Di sekitar Apotek Safa, terdapat pula beberapa apotek kompetitor, namun
hal ini dapat memberikan manfaat bagi apotek Safa karena bila obat yang diminta
dalam resep tidak tersedia, maka obat tersebut dapat dibeli di apotek kompetitor
begitu juga sebaliknya, sehingga kebutuhan obat yang tidak tersedia di Apotek
Safa tetap dapat terpenuhi. Letak apotek kompetitor tersebut tidak terlalu dekat
dari Apotek Safa karena diperlukan kendaraan untuk mencapai apotek kompetitor
terdekat sehingga persaingannya tidak terlalu besar (peta lokasi Apotek Safa
terdapat pada Lampiran 2).
4.3 Desain Apotek
Bangunan Apotek Safa sederhana dan terlihat cukup tua, sehingga tidak
menimbulkan kesan bahwa obat yang terdapat di Apotek Safa memiliki harga
yang mahal. Kaca pada bangunan berwarna hitam membuat para konsumen tidak
bisa melihat langsung dari luar dengan jelas. Konsumen tidak bisa melihat
display sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tersedia di apotek sehingga
konsumen tidak berminat untuk mengetahui segala sesuatu yang ditawarkan oleh
apotek. Terdapat papan nama Apotek Safa disertai praktek dokter yang terlihat
jelas bila melewati Jalan Bukit Duri Tanjakan, namun pada malam hari, papan
nama tersebut tidak terlalu jelas karena penerangan lampu yang kurang (papan
nama Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 3). Halaman parkir yang dimiliki
oleh Apotek Safa cukup luas, sehingga memudahkan konsumen untuk memarkir
kendaraannya ketika sedang berkunjung ke Apotek. Hal ini dapat memberikan
kenyamanan bagi konsumen yang membawa kendaraan pribadi. Di bagian luar
apotek terdapat pagar yang membatasi halaman parkir dengan jalan, sehingga
dapat menjamin keamanan bila apotek sedang tutup (desain eksterior Apotek Safa
dapat dilihat pada Lampiran 4).
Apotek Safa memiliki desain interior yang terbagi atas ruang bagian depan
dan ruang bagian dalam. Pada bagian depan apotek terdapat ruang tunggu, loket
penerimaan resep, loket pengambilan obat dan loket pembayaran, yang
memberikan kemudahan konsumen untuk melakukan transaksi pembelian obat,
alat kesehatan atau sediaan farmasi lainnya. Ruang tunggu apotek cukup luas dan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!999
Universitas Indonesia
nyaman dengan tempat duduk yang cukup banyak. Terdapat fasilitas seperti
kamar mandi, televisi, kipas angin, serta bahan bacaan seperti majalah yang dapat
dibaca untuk mengatasi rasa bosan ketika sedang menunggu penyiapan obat. Di
dekat ruang tunggu terdapat ruangan praktek dokter dan psikolog, sehingga resep
dokter tersebut dapat langsung di berikan ke karyawan apotek.
Display penjualan dan promosi obat bebas terdapat di bagian depan
apotek, berupa standing banner, penyusunan dus obat bebas dan poster
sedemikian rupa agar menarik, sehingga konsumen berminat untuk membeli. Obat
OTC (Over The Counter) disusun berdasarkan farmakologi serta jenis sediaan.
Obat-obat konsinyasi diletakkan terpisah untuk memudahkan karyawan apotek
menemukan obat tersebut. Penataan obat OTC, jenis sediaan, alat kesehatan,
produk suplemen dan obat herbal di etalase depan sudah tersusun rapi dan
menarik (gambaran desain interior Apotek Safa dapat dilihat pada Lampiran 5,
dan 6).
Di bagian dalam apotek terdapat ruang racik dan tempat penyimpanan obat
ethical. Terdapat dua buah lemari yang secara terpisah diletakkan sejajar untuk
memisahkan ruang racik dengan kasir/tempat penyerahan obat. Lemari tersebut
tidak merapat sehingga memudahkan petugas apotek untuk memantau ruangan
depan atau ruang tunggu pasien sambil menyiapkan obat.
Di bagian inti ruang peracikan terdapat meja racik di tengah ruangan
dikelilingi lemari obat ethical. Obat generik dan obat paten disusun di lemari
terpisah. Setiap obat disusun berdasarkan alfabetis dan bentuk sediaan sehingga
memudahkan karyawan apotek untuk menyiapkan obat (rak penyimpanan obat
generik dan obat paten dapat dilihat pada Lampiran 7). Psikotropika dipisahkan
dengan obat ethical lainnya dan disusun di lemari yang berbeda karena
membutuhkan pengawasan khusus. Rak penyimpanan psikotropika dapat dilihat
pada Lampiran 8. Penempatan obat-obatan di Apotek Safa sudah cukup baik,
namun terkadang masih ada obat yang tidak ditempatkan sesuai pada tempatnya
karena sering digunakan atau karena keterbatasan tempat. Obat yang memerlukan
kondisi penyimpanan khusus disimpan pada suhu penyimpanan obat tersebut,
misalnya supositoria, ovula dan insulin yang disimpan dalam lemari pendingin
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555000
Universitas Indonesia
dengan suhu tertentu. Lemari pendingin tempat menyimpan obat terkadang
terdapat makanan yang seharusnya disimpan di lemari pendingin lain.
Narkotika disimpan di lemari tersembunyi yang menempel di dinding dan
terletak di bagian belakang apotek. Lemari tersebut terbuat dari kayu dan
dilengkapi dengan pintu yang memiliki kunci ganda berlainan. Kunci lemari
narkotika di pegang oleh asisten apoteker yang diberi wewenang. Hal ini
menunjukkan bahwa Apotek Safa telah memenuhi persyaratan perundang-
undangan mengenai pengelolaan narkotika (lemari penyimpanan narkotika dapat
dilihat pada Lampiran 9).
Apotek Safa masih belum memiliki ruangan khusus untuk memberikan
pelayanan konseling maupun pelayanan informasi obat. Konseling dan pelayanan
informasi obat dilakukan di etalase sehingga privasi konsumen kurang terjaga.
Sarana seperti ruangan konseling diperlukan untuk menunjang pelayanan
kefarmasian yang berorientasi kepada pasien, sehingga perlu dipertimbangkan
penyediaan sarana ini (desain layout Apotek Safa dan tata letak Apotek Safa dapat
dilihat pada Lampiran 10 dan 11).
4.4 Pengelolaan Obat
4.4.1 Pengadaan Obat
Di Apotek Safa pengadaan obat dilakukan setiap hari melalui telepon ke
PBF atau secara langsung ke pengantar obat (salesman) yang datang ke Apotek
Safa. Meskipun pemesanan dilakukan hampir setiap hari, terkadang ada barang
yang luput dari pengamatan, akibatnya pemesanan terlambat dilakukan.
Keterlambatan pengadaan juga dapat disebabkan oleh terlambatnya PBF dalam
mengantarkan pesanan, akibatnya ada beberapa resep yang ditolak atau
kosongnya persediaan obat yang diinginkan oleh konsumen. Keterlambatan
pengiriman barang diatasi dengan melakukan pemesanan kepada PBF yang resmi
dan dipercaya, yaitu PBF yang dapat mengantarkan barang secara tepat waktu dan
kualitasnya baik dan dapat memberikan waktu tempo pembayaran lebih lama. Di
samping itu perlu diperhatikan untuk obat-obatan yang hanya dimiliki oleh PBF
tertentu serta obatnya terjamin keasliannya.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555111
Universitas Indonesia
Pemesanan obat dilakukan berdasarkan catatan pada buku defekta. Obat-
obat yang persediaannya telah dan akan habis dicatat dibuku defekta agar segera
dilakukan pemesanan. Untuk pengadaan obat non narkotika dilakukan pemesanan
melalui telepon, kemudian surat pesanan dapat diberikan setelah obat datang
(surat pesanan untuk obat non narkotika dapat dilihat pada Lampiran 12). Untuk
narkotika, surat pesanan yang telah ditandatangani oleh APA harus dikirimkan
terlebih dahulu ke Kimia Farma, setelah itu narkotika baru dapat dikirim. Pada
pemesanan narkotika, satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk
memesan satu jenis obat (Lembar surat pesanan narkotika dapat dilihat pada
Lampiran 13). Untuk psikotropika, satu lembar surat pesanan dapat digunakan
untuk memesan lebih dari satu obat. Pemesanan psikotropika dapat dilakukan ke
PBF selain PBF Kimia Farma, namun untuk surat pesanan psikotropika harus
dilengkapi dengan rangkap 3 disertai dengan tandatangan APA, No SIK serta cap
apotek (Lembar surat pesanan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 14).
Khusus untuk narkotika dan psikotropika, pemakaiannya harus dilaporkan setiap
bulan ke Instansi yang berwenang (Laporan pemakaian narkotika dan
psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 15 dan Lampiran16).
Tidak terdapat lead time yang panjang dari mulai pemesanan hingga
barang yang dipesan datang. Barang yang dipesan umumnya diantar dalam jangka
waktu tidak lebih dari 24 jam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
antara apotek dengan pihak distributor selagi tidak terdapat lead time yang
panjang. Bila terjadi kekosongan barang akibat keterlambatan pengiriman barang,
Apotek Safa memanfaatkan keberadaan apotek kompetitor untuk memenuhi
pelayanan resep konsumen.
Barang yang telah dipesan diperiksa kelengkapannya oleh asisten apoteker
Pemeriksaan tersebut mencakup jenis, jumlah dan kondisi fisik barang yang
dipesan termasuk pengecekkan tanggal kadaluarsa dan kemasan, kemudian
dicocokkan dengan yang tertera di faktur. Bila pemeriksaan sesuai dengan
pemesanan maka faktur barang akan ditandatangani, dicap, dan salinan faktur
yang diberikan sales PBF disimpan untuk digunakan sebagai bukti dalam
perhitungan pembayaran kredit.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555222
Universitas Indonesia
Selain melakukan pembelian secara kredit, Apotek Safa juga melakukan
pembelian obat dengan cara tunai dan konsinyasi. Pembelian secara tunai
dilakukan bila pemesanan secara kredit tidak dapat dilakukan, misalnya terjadi
penundaan pembayaran kredit yang telah jatuh tempo sehingga membuat PBF
yang bersangkutan tidak melayani pemesanan untuk sementara waktu. Di samping
itu pembayaran tunai ke apotek kompetitor dilakukan untuk membeli obat yang
tidak bisa ditunda demi mencegah kehilangan konsumen.
4.4.2 Penyimpanan Obat
Setiap barang yang telah diterima akan dicatat kemudian diberi harga jual,
setelah itu langsung disimpan di lemari penyimpanan atau etalase, sesuai dengan
ketentuan penyimpanan barang tersebut. Penempatan obat di apotek
menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First
Out) sehingga obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat dan pertama
kali datang diletakkan di paling depan sehingga memungkinkan untuk diambil
terlebih dahulu.
Setiap obat di Apotek Safa memiliki kartu stok yang bertujuan untuk
mendokumentasikan jumlah obat yang masuk dan keluar, sehingga persediaan
barang menjadi lebih mudah untuk diawasi. Pada kenyataannya, kartu stok tidak
dipergunakan secara optimal (lupa dicatat), sehingga barang yang sudah mencapai
persediaan minimal atau habis tidak dapat diketahui dengan segera dan
menyebabkan kekosongan obat (blanko kartu stok obat di Apotek Safa dapat
dilihat pada Lampiran 17).
Untuk memudahkan pengawasan terhadap narkotika, kunci lemari
narkotika di pegang oleh asisten apoteker yang diberi wewenang. Apotek Safa
tidak memiliki gudang penyimpanan obat dan sediaan farmasi lainnya karena
tempat pemesanan obat tidak jauh dari lokasi apotek serta perputaran barang yang
keluar masuk cukup cepat.
Penyimpanan obat dan sediaan farmasi harus mendapatkan perhatian dan
dilakukan pada suhu penyimpanan yang disarankan. Obat dan sediaan farmasi
sebaiknya dijauhkan dari paparan sinar matahari untuk menghindari terjadinya
perubahan kestabilan obat. Suhu ruang penyimpanan obat dan ruang peracikan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555333
Universitas Indonesia
harus dihindarkan dari paparan sinar matahari langsung. Di Apotek Safa terdapat
kipas angin yang berfungsi untuk mendinginkan ruangan, namun ruangan tersebut
masih terasa panas sehingga diperlukan Air Conditioner (AC) untuk
mengatasinya.
4.5 Pelayanan Penjualan Obat atau Resep
Apotek Safa melayani pembelian obat tanpa resep maupun dengan resep
dokter. Resep dokter yang masuk ke Apotek Safa kebanyakan berasal dari dokter
yang bekerjasama dengan Apotek Safa dan memiliki tempat praktek di ruang
depan apotek. Obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter adalah obat bebas, obat
bebas terbatas dan obat wajib apotek.
Pelayanan resep diawali dengan penerimaan resep, pemeriksaan
ketersediaan obat, pendataan alamat dan nomor telepon pasien, pembayaran obat,
peracikan dan penyiapan obat dalam resep, pemeriksaan akhir dan penyerahan
obat kepada pasien. Pada penerimaan resep, diperiksa ketersediaan obat serta
kelengkapan resep. Bila obat yang diminta dalam resep tidak ada, maka dilakukan
penggantian obat dengan zat aktif yang sama atas persetujuan dokter atau pasien,
setelah itu obat diberi harga. Pada saat pembayaran obat dilakukan pencatatan
data pasien. Setelah pasien membayar harga yang ditawarkan, obat disiapkan yang
meliputi, peracikan obat, penyiapan etiket serta pembuatan salinan resep dan
kuitansi jika diperlukan. Obat yang telah selesai disiapkan diperiksa kembali
untuk mencegah terjadinya kesalahan serta memeriksa kesesuaian salinan resep
dan kesuaian kuitansi yang diminta. Kemudian obat akan diserahkan kepada
pasien (salinan resep, kuitansi dan etiket pada Apotek Safa dapat dilihat pada
Lampiran 18, 19 dan 20).
Setiap hari kegiatan administrasi dan keuangan yang terjadi di Apotek
Safa selalu dicatat dan dihitung secara manual (belum menggunakan sistem
terkomputerisasi sehingga terjadi ketidakteraturan manajemen di Apotek Safa).
Penetapan harga jual obat masih memerlukan pengecekan harga secara manual
agar tidak terjadi penjualan dengan harga yang bervariasi.
Pelayanan yang dilakukan oleh karyawan Apotek Safa tergolong cukup
baik. Karyawan melayani konsumen dengan ramah dan selalu berusaha melayani
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555!
Universitas Indonesia
dengan cepat. Pemberian informasi obat selalu dilakukan oleh asisten apoteker
ketika menyerahkan obat kepada pasien. APA Apotek Safa tidak hadir setiap hari,
sehingga pelayanan kefarmasian seperti pelayanan swamedikasi, pelayanan resep,
penjualan DOWA dan pemberian informasi umumnya dilakukan oleh asisten
apoteker yang diberi wewenang dan berada di bawah pengawasan apoteker.
Pelayanan yang diberikan karyawan apotek Safa tidak hanya berorientasi
pada keuntungan, namun juga kepada kesembuhan konsumen. Dalam melayani
swamedikasi, karyawan Apotek Safa selalu membantu memilihkan obat dan tidak
memaksa. Pemilihan obat diserahkan kepada konsumen dan tidak bersifat
memaksa. Hubungan yang baik dengan konsumen selalu dijaga untuk
mempertahankan konsumen lama dan tidak menutup kemungkinan untuk menarik
konsumen baru.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!! !nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) memiliki peran dan fungsi dalam
memberikan pelayanan kepada pasien mengenai kegiatan kefarmasian yang
dilakukan di apotek serta mengelola seluruh kegiatan di apotek.
5.1.2 Kegiatan pengelolaan apotek di Apotek Safa meliputi kegiatan teknis
kefarmasian dan kegiatan teknis non kefarmasian. Kegiatan teknis
kefarmasian berupa pelayanan penjualan obat resep dan obat tanpa resep
sedangkan kegiatan teknis non kefarmasian berupa kegiatan administrasi
dan keuangan.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk meningkatkan peran dan fungsi APA sebaiknya Apotek Safa
memiliki APA yang selalu berada di apotek selama apotek beroperasi dan
atau ditambahkan Apoteker Pendamping untuk menggantikan APA bila
APA berhalangan hadir.
5.2.2 Agar pasien dapat berkonsultasi dengan APA dengan nyaman dan terjaga
kerahasiaannya, sebaiknya terdapat ruangan khusus untuk konseling,
5.2.3 Untuk mencegah terjadinya kekosongan barang dan penolakan obat yang
tidak tersedia di apotek, serta memaksimalkan penggunaan kartu stok
diperlukan peningkatan sistem perencanaan dan pengadaan sediaan farmasi.
5.2.4 Untuk memudahkan memasukkan dan mengolah data baik data pasien
maupun data stok obat serta penetapan harga, sebaiknya diterapkan sistem
terkomputerisasi dalam pengelolaan apotek.
5.2.5 Sebaiknya dilakukan peningkatan fasilitas apotek seperti penggunaan AC
untuk kenyamanan karyawan dan pengunjung, dan juga untuk menjaga
stabilitas obat yang disimpan.
5.2.6 Untuk mengetahui dan meningkatkan pelayanan apotek, perlu disediakan
kotak saran untuk memasukkan saran dan keluhan konsumen.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
56 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Anif, M. (2001). Manajemen Farmasi Cetakan Ketiga. Yogyakarta: UGM Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1976). Undang-undangNo. 8 Tahun
1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta
Protokol Tahun 1972 yang Mengubahnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3085). Jakarta: Departemen Kesehatan RepublikIndonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No.25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah no. 26 Tahun 1965 tentang Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 347 tentang Daftar Obat Wajib Apotek.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar
Farmasi (PBF). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen KesehatanRepublik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 924/Menkes/Per/IX/1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik
Indonesia No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta: DepartemenKesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1176/Menkes/PER/X/1999 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 3. Jakarta: Departemen KesehatanRepublik Indonesia.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!777
Universitas Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
992/Menkes/PER/X/1993 Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.1027 Tahun 2004 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen KesehatanRepublik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik
Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: KementerianKesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik
Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/Per/V/2011tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002). Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi
DKI. Jakarta.
Umar, M. (2007). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta: CV. Nyohoka Brother’s.
Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta: Wira Putra Kencana.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
ANALISIS SWOT APOTEK SAFA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NURLAILA FITRIANI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS SWOT APOTEK SAFA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NURLAILA FITRIANI, S.Farm.1106153403
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJANUARI 2013
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!!
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL ......................................................................................... iDAFTAR ISI..................................................................................................... iiDAFTAR GAMBAR....................................................................................... ivDAFTAR TABEL ............................................................................................ vDAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 11.1 Latar Belakang................................................................................... 11.2 Tujuan ............................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 32.1 Apotek................................................................................................. 3
2.1.1 Definisi Apotek ........................................................................ 32.1.2 Sarana dan Prasarana Apotek ................................................... 3
2.2 SWOT (Stength, Weakness, Opportunities dan Threat)..................... 42.2.1 Cara Membuat Analisis SWOT................................................ 52.2.2 Tahap Pegumpulan Informasi................................................... 6
2.2.2.1 Matriks Faktor Strategi Internal (Internal Strategic\Factors Analysis Summary atau IFAS) ........................ 6
2.2.2.2 Matriks Faktor Strategi Eksternal (External Strategic
Factors Analysis Summary atau EFAS) ....................... 72.2.2.3 Matriks Profil Kompetitif............................................. 8
2.2.3 Tahap Analisis SWOT.............................................................. 8
BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS................................................. 103.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus ............................... 103.2 Metode Pengerjaan Tugas Khusus.................................................... 10
BAB 4 HASIL PENGAMATAN................................................................... 114.1 Analisis SWOT Apotek Safa ............................................................ 11
4.1.1 Strength (Kekuatan)................................................................ 114.1.2 Weakness (Kelemahan) .......................................................... 114.1.3 Opportunities (Peluang) ......................................................... 124.1.4 Threat (Ancaman) .................................................................. 12
4.2 Pendekatan Kuantitatif Analisis SWOT ........................................... 124.2.1 Faktor Strategi Internal atau Internal Strategic Factors Analysis
Summary (IFAS) .................................................................... 134.2.2 Faktor Strategi Eksternal atau External Strategic Factors
Analysis Summary (EFAS)..................................................... 134.3 Kuadran SWOT ................................................................................ 144.4 Strategi yang Ditetapkan Berdasarkan Analisis SWOT ................... 164.5 Profil Kompetitif Apotek Safa.......................................................... 16
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!!!
BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................. 195.1 Deskripsi Apotek Safa ...................................................................... 195.2 Apotek Kompetitor ........................................................................... 20
5.2.1 Apotek AM............................................................................. 205.2.2 Apotek BW............................................................................. 225.2.3 Apotek BD.............................................................................. 215.2.4 Apotek JN............................................................................... 235.2.5 Apotek EP............................................................................... 235.2.6 Apotek LR .............................................................................. 245.2.7 Apotek RM ............................................................................. 255.2.8 Apotek SM.............................................................................. 25
5.3 Analisis SWOT Apotek Safa ............................................................ 265.3.1Strength (Kekuatan)................................................................. 265.3.2 Weakness (Kelemahan) .......................................................... 275.3.3 Opportunities (Peluang) ......................................................... 285.3.4 Threat (Ancaman) .................................................................. 29
5.4 Pendekatan Kuantitatif Analisis SWOT ........................................... 295.5 Kuadran SWOT ................................................................................ 315.6 Strategi yang Ditetapkan Berdasarkan Analisis SWOT ................... 31
5.6.1 Strategi SO (strength-opportunities) ...................................... 315.6.2 Strategi ST (strength-threat) ................................................. 325.6.3 Strategi WO (weakness-oppotunities) .................................... 325.6.4 Strategi WT (weakness-threat)............................................... 33
5.7 Profil Kompetitif Apotek Safa.......................................................... 33
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 365.1 Kesimpulan........................................................................................365.2 Saran ................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 38
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!vvv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kuadran dalam Analisis SWOT..................................................... 5Gambar 4.1 Kuadran SWOT Apotek Safa....................................................... 14
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
vvv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Matriks Analisis SWOT .................................................................... 9Tabel 4.1 Keterangan Bobot dan Nilai Rating pada Penentuan Faktor Strategis
Internal dan Faktor Strategis Eksternal ........................................... 12Tabel 4.2 Faktor Strategi Internal Apotek Safa ............................................... 13Tabel 4.3 Faktor Strategi Eksternal Apotek Safa ............................................ 14Tabel 4.4 Data Evaluasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal Apotek Safa... 15Tabel 4.5 Luas Matrik dan Prioritas Strategi Apotek Safa.............................. 15Tabel 4.6 Strategi Berdasarkan Analisis SWOT ............................................. 16Tabel 4.7 Keterangan Bobot dan Nilai Rating pada Penentuan Penentuan
Profil Kompetitif Apotek Safa......................................................... 17Tabel 4.8 Profil Kompetitif Apotek Safa yang Dibandingkan dengan Apotek
Kompetitor....................................................................................... 18
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
vvv!
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Apotek Safa dan Apotek Kompetitor pada Radius ± 1 Km dariApotek Safa................................................................................. 39
Lampiran 2. Data Hasil Pengamatan Apotek Safa dan Apotek Kompetitor.... 40
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh Apoteker. Selain tempat dilakukan praktek kefarmasian, apotek
merupakan suatu tempat tertentu, di mana dilakukan usaha-usaha dalam bidang
farmasi dan pekerjaan kefarmasian.
Apotek adalah suatu bisnis eceran (retail) yang komoditasnya terdiri dari
perbekalan farmasi (obat dan bahan obat) dan perbekalan kesehatan (Umar,
2011). Dalam mengembangkan suatu bisnis,diperlukan suatu analisis kekuatan
dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang dimiliki agar dapat merumuskan
strategi yang akan diambil demi meningkatkan pelayanan. Analisis yang
dimaksud adalah analisis SWOT (Stength, Weakness, Opportunities dan Threat).
Analisis SWOT diperlukan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dari suatu bisnis, termasuk bisnis apotek. Bagaimana analisis yang
dilakukan agar kelemahan dan ancaman dapat diatasi, serta meningkatkan
kekuatan dan peluang.
Setiap apotek memiliki kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
tersendiri, sehingga perlu dilakukan survey untuk mengamati kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki oleh apotek kompetitor agar dapat
menjadi masukan dalam pengembangan pelayanan di Apotek Safa. Di dalam
tugas khusus ini, dibahas mengenai analisis SWOT Apotek Safa yang
dibandingkan dengan apotek pesaing dengan radius ± 1 Km dari Apotek Safa.
Survey dilakukan dengan mengamati kondisi dan pelayanan apotek, sehingga
dapat mengetahui kekuatan dan pelayanan yang diberikan.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Tugas khusus ini dilakukan untuk :
1.2.1 Menganalisis SWOT Apotek Safa dengan membandingkan kekuatan dan
peluang apotek kompetitor, serta mengetahui kelemahan dan ancaman
yang dimiliki oleh apotek.
1.2.2 Merumuskan strategi berdasarkan analisis SWOT.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
! Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Apotek
2.1.1 Definisi Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh Apoteker. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan
kosmetika (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
2.1.2 Sarana dan Prasarana Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1027 Tahun 2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian, apotek harus (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2004) :
a. Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali dan mudah
diakses oleh masyarakat.
b. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.
c. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari
hewan pengerat, serangga.
d. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari
pendingin.
e. Apotek memiliki ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
f. Terdapat tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk
penempatan brosur/materi informasi.
g. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja
dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
h. Ruang racikan dan tempat pencucian alat.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
444
Universitas Indonesia
i. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak penyimpanan obat
dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu,
kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi
ruangan dengan temperatur tang telah ditetapkan.
2.2 SWOT (Stength, Weakness, Opportunities dan Threat)
Analisis SWOT (Stength, Weakness, Opportunities dan Threat) adalah
identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis
ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan
peluang (opportunies), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weakness) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 2006).
a. Kekuatan
Merupakan sumber daya atau kapabilitas yang dikendalikan oleh atau
tersedia bagi suatu perusahaan yang membuat perusahaan relatif lebih unggul
dibandingkan pesaingnya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang
dilayaninya. Kekuatan muncul dari sumber daya dan kompetensi yang tersedia
bagi perusahaan (Pearce dan Robinson, 2008).
b. Kelemahan
Merupakan keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya atau
kapabilitas suatu perusahaan relatif terhadap pesaingnya, yang menjadi hambatan
dalam memenuhi kebutuhan pelanggan secara efektif (Pearce dan Robinson,
2008).
c. Peluang
Peluang adalah situasi utama yang menguntungkan dalam lingkungan
suatu perusahaan. Tren utama merupakan salah satu sumber peluang. Identifikasi
atas segmen pasar yang sebelumnya terlewatkan, perubahan dalam kondisi
persaingan atau regulasi, perubahan teknologi dan membaiknya hubungan dengan
pembeli atau pemasok dapat menjadi peluang bagi perusahaan (Pearce dan
Robinson, 2008).
d. Ancaman
Merupakan situasi utama yang tidak menguntungkan dalam lingkungan
suatu perusahaan. Ancaman merupakan penghalang utama bagi perusahaan dalam
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
555
Universitas Indonesia
mencapai posisi saat ini atau yang diinginkan. Masuknya pesaing baru,
pertumbuhan pasar yang lamban, meningkatnya kekuatan tawar menawar dari
pembeli dan pemasok utama, perubahan teknologi dan direvisinya pembaruan
peraturan dapat menjadi penghalang bagi keberhasilan suatu perusahaan (Pearce
dan Robinson, 2008).
2.2.1 Cara Membuat Analisis SWOT
Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh
kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus
dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Pada analisis ini dibandingkan antara
faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor
internal kekuatan (strength) dengan kelemahan (weakness) (Rangkuti, 2006).
Gambar 2.1 Kuadran dalam Analisis SWOT
a. Kuadran I
Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan memiliki
peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi
yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan
pertumbuhan yang agresif (Rangkuti, 2006).
Peluang
Kekuatan
Ancaman
Kelemahan
Kuadran I
Kuadran II
Kuadran III
Kuadran IV
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
666
Universitas Indonesia
b. Kuadran II
Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki
kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan
kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi
diversifikasi, misalnya produk atau pasar (Rangkuti, 2006).
c. Kuadran III
Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di pihak
lain, menghadapi kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan adalah
dengan meminimalkan masalah internal sehingga dapat merebut peluang pasar
yang lebih baik.(Rangkuti, 2006).
d. Kuadran IV
Di kuadran ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan,
perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal
(Rangkuti, 2006).
2.2.2 Tahap Pegumpulan Informasi
Tahapan ini merupakan kegiatan pengumpulan dan kegiatan
pengklasifikasian dan pra-analisis. Pada tahap ini data dibedakan menjadi dua,
yaitu data eksternal dan data internal. Model yang dipakai pada tahap ini terdiri
dari matriks faktor strategi internal, faktor strategi eksternal dan matriks profil
kompetitif. (Rangkuti, 2006).
2.2.2.1 Matriks Faktor Strategi Internal (Internal Strategic Factors Analysis
Summary atau IFAS)
Merupakan suatu alat yang efektif untuk menyajikan kondisi internal ke
dalam matriks yang diberi bobot dan rating tertentu untuk mengetahui seberapa
besar kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) yang ada di lingkungan
internal perusahaan. Matriks IFAS dapat ditentukan dengan cara :
a. Tentukan faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan.
b. Beri bobot masing-masing dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting)
sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
777
Universitas Indonesia
terhadap posisi strategis perusahaan. Semua bobot tersebut jumlahnya tidak
boleh melebihi skor total 1,00.
c. Hitung rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai
dari 4 sampai dengan 1, berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi
perusahaan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang termasuk
kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari 1 sampai dengan 4 (sangat baik).
Sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya. Misalnya jika
kelemahan perusahaan besar sekali nilainya adalah 1, sedangkan jika
kelemahan perusahaan kecil nilainya adalah 4 (Rangkuti, 2006).
d. Kalikan bobot dengan rating untuk memperoleh pembobotan untuk masing-
masing faktor.
e. Jumlahkan skor pembobotan untuk memperoleh total skor pembobotan bagi
perusahaan yang bersangkutan. Nilai total menunjukkan bagaimana
perusahaan bereaksi dengan faktor strategis internalnya.
2.2.2.2 Matriks Faktor Strategi Eksternal (External Strategic Factors Analysis
Summary atau EFAS)
Merupakan suatu alat analisa yang menyajikan secara sistematis, analisa
ini hanya digunakan untuk kondisi eksternal perusahaan untuk menentukan faktor
peluang (opportunities) dan ancaman (threat) yang dimiliki oleh perusahaan.
Matriks EFAS dapat ditentukan dengan cara :
a. Tentukan faktor yang menjadi peluang dan ancaman.
b. Beri bobot masing-masing dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting)
sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut
terhadap posisi strategis perusahaan. Semua bobot tersebut jumlahnya tidak
boleh melebihi skor total 1,00.
c. Hitung rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai
dari 4 sampai dengan 1, berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap
kondisi perusahaan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat
positif (peluang semakin besar diberi rating 4, tetapi jika peluangnya kecil,
diberi rating 1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
888
Universitas Indonesia
Misalnya jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1, sebaliknya
jika nilai ancamannya sedikit ratingnya adalah 4 (Rangkuti, 2006).
d. Kalikan bobot dengan rating untuk memperoleh pembobotan untuk masing-
masing faktor.
e. Jumlahkan skor pembobotan untuk memperoleh total skor pembobotan bagi
perusahaan yang bersangkutan. Nilai total menunjukkan bagaimana
perusahaan bereaksi dengan faktor strategis eksternalnya.
2.2.2.3 Matriks Profil Kompetitif
Matriks profil kompetitif dipergunakan untuk mengetahui posisi relatif
perusahaan yang dianalisis, dibandingkan dengan perusahaan pesaing. Nilai rating
dimulai dari 1, jika perusahaan tersebut kondisinya sangat lemah dibandingkan
dengan pesaing. Nilai 2 diberikan pada perusahaan ynag kondisinya sedikit lebih
lemah dibandingkan dengan pesaing. Nilai 3 diberikan kepaada perusahaan yang
memiliki kondisi sedikit lebih kuat dibandingkan dengan pesaing. Sedangkan nilai
tertinggi 4, diberikan kepada perusahaan yang memiliki kondisi paling kuat
dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Selanjutnya untuk masing-masing
perusahaan nilai rating dikalikan dengan nilai bobot variabel yang dipergunakan
(Rangkuti, 2006).
2.2.3 Tahap Analisis SWOT
Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan
adalah matriks SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan
dan kelemahan yang dimiliki. Matriks ini dapat menghasilkan empat set
kemungkinan strategi yaitu strategi SO, ST, WO dan WT (Rangkuti, 2006).
Matriks analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 2.1.
a. Srategi SO
Strategi ini dibuat dengan memanfaaatkan seluruh kekuatan untuk merbut dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
999
Universitas Indonesia
b. Strategi ST
Strategi ini menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk
mengatasi ancaman
c. Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
cara meminimalkan kelemahan yang ada
d. Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensis dan berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Tabel 2.1 Matriks Analisis SWOT
Strengths (S) Weaknesses (W)
Opportunities (O) Strategi SO
Strategi yang menggunakan
kekuatan untuk memanfaatkan
peluan
Strategi WO
Strategi yang meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan peluang
Threats (T) Strategi ST
Strategi yang menggunakan
kekuatan untuk mengatasi
ancaman
Strategi WT
Strategi yang meminimalkan
kelemahan dan menghindari
ancaman
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!000 !nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
BAB 3
METODOLOGI TUGAS KHUSUS
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus
Tugas khusus dilaksanakan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) pada periode 10 September 2012 sampai dengan 19 Oktober 2012 di
Apotek Safa, Jalan Bukit Duri Tanjakan No. 68 Jakarta Selatan.
3.2 Metode Pengerjaan Tugas Khusus
Tugas khusus dilakukan dengan mendata apotek kompetitor yang berada
dalam radius ± 1 Km dari Apotek Safa. Masing-masing apotek yang telah di data
kemudian dikunjungi satu persatu untuk dilakukan survey mengenai keadaan
apotek. Setelah itu dibandingkan dengan keadaan di apotek Safa dan dilakukan
analisis SWOT (Stength, Weakness, Opportunities dan Threat). Hasil analisis
akan memberikan masukan untuk merumuskan strategi selanjutnya yang akan
diterapkan oleh Apotek Safa.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!! !nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
BAB 4
HASIL PENGAMATAN
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, Apotek Safa memiliki kekuatan
(strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunities) dan ancaman (threat)
yang telah dianalisis.
4.1 Analisis SWOT Apotek Safa
4.1.1 Strength (Kekuatan)
a. Letak yang strategis.
b. Apotek Safa telah berdiri cukup lama yaitu sejak 1991.
c. Desain apotek sederhana, sehingga tidak menimbulkan kesan mahal bagi para
konsumen.
d. Jenis produk yang dijual di Apotek Safa cukup lengkap, meliputi obat generik,
OTC, ethical, kosmetik, alat kesehatan serta makanan dan minuman.
e. Pelayanan yang diberikan oleh karyawan apotek ramah dan informatif.
4.1.2 Weakness (Kelemahan)
a. Kaca apotek berwarna hitam, sehingga bagian dalam apotek tidak terlihat dari
luar.
b. Ruang tunggu apotek masih menggunakan kipas angin unuk mendinginkan
ruangan.
c. Terdapat kekosongan barang, terutama obat dengan merk dagang dan obat
generik.
d. Pengelolaan administrasi penjualan dan sistem dokumentasi dalam pengelolaan
obat masih dilakukan secara manual dan belum dilakukan secara
komputerisasi.
e. Apoteker pengelola apotek (APA) tidak selalu berada di Apotek.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!222
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
4.1.3 Opportunities (Peluang)
a. Di apotek dan dekat Apotek Safa terdapat praktek dokter serta klinik bersalin.
b. Apotek bekerja sama dengan laundry.
c. Keberadaan apotek kompetitor yang letaknya tidak jauh dari Apotek Safa.
d. Lokasi apotek dekat dengan pemukiman penduduk
e. Di Jalan Bukit Duri Tanjakan terdapat sekolah.
4.1.4 Threat (Ancaman)
a. Banyaknya apotek kompetitor yang jaraknya ± 1 Km dari Apotek Safa.
b. Lokasi apotek dekat dengan minimarket.
c. Tidak tersedia kendaraan umum yang melewati apotek.
4.2 Pendekatan Kuantitatif Analisis SWOT
Informasi yang telah diperoleh secara kualitatif dikembangkan secara
kuantitatif melalui perhitungan analisis SWOT yaitu melalui faktor strategi
internal dan faktor strategi eksternal.
Skala yang digunakan dalam pengukuran dalam pendekatan kuantitatif
analisis SWOT adalah rating dengan nilai 1 sampai 4. Nilai bobot dan rating yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Keterangan Bobot dan Nilai Rating pada Penentuan Faktor Strategis
Internal dan Faktor Strategis Eksternal
Bobot Keterangan Nilai Rating Keterangan
0,05
Faktor yang memiliki tingkat
kepentingan dan pengaruh yang
paling rendah
4 Sangat baik
0,10Faktor penting, tidak terlalu
mempengaruhi posisi apotek3 Cukup baik
0,15Faktor yang penting dan
mempengaruhi posisi apotek2 Kurang baik
1,0Jumlah dari bobot faktor
strategis1 Sangat tidak baik
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!333
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
4.2.1 Faktor Strategi Internal atau Internal Strategic Factors Analysis Summary
(IFAS)
Faktor strategi internal yang dimiliki oleh Apotek Safa beserta bobot,
rating dan skor dapat dilihat di Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Faktor Strategi Internal Apotek Safa
No. Kekuatan Bobot Rating Skor Keterangan
1 Letak yang strategis 0,15 4 0,60 Letak apotek yang
strategis, didukung dengan
desain apotek,
kelengkapan perbekalan
farmasi yang dijual serta
pelayanan yang ramah dan
informatif menjadi
kekuatan tersendiri bagi
Apotek Safa
2 Usia Apotek Safa yang
mencapai 21 tahun
0,05 2 0,10
3 Desain apotek 0,05 2 0,10
4 Perbekalan farmasi yang
dijual
0,15 4 0,60
5 Pelayanan apotek 0,15 4 0,60
Total Kekuatan 2,00
No Kelemahan
1 Kaca apotek berwarna
hitam (desain eksternal)
0,05 3 0,15 Seringnya terjadi
kekosongan barang, APA
tidak berada di apotek dan
sistem pengelolaan barang
yang belum
terkomputerisasi
merupakan kelemahan
yang harus diperbaiki.
Sedangkan kelemahan
dalam fasilitas seperti kaca
dan penggunaan kipas
angin diperlukan
penggantian atau renovasi
lebih lanjut.
2. Penggunaan kipas angin
pada ruang tunggu
0,10 3 0,30
3. Terjadi kekosongan
barang
0,15 1 0,15
4. Sistem administrasi &
pengelolaan barang
belum terkomputerisasi
0,10 3 0,30
5. APA tidak berada di
tempat
0,05 1 0,05
Total Kelemahan 0,95
TOTAL IFAS 1,0 2,95
4.2.2 Faktor Strategi Eksternal atau External Strategic Factors Analysis
Summary (EFAS)
Faktor strategi eksternal yang dimiliki oleh Apotek Safa beserta bobot,
rating dan skor dapat dilihat di Tabel 4.3.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!444
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
Tabel 4.3 Faktor Strategi Eksternal Apotek Safa
No. Peluang Bobot Rating Skor Keterangan1 Praktek dokter di dalam
apotek dan di dekat
Apotek Safa
0,15 4 0,60 Peluang yang dimiliki
apotek Safa antara lain
sumber resep yang masuk,
baik dari praktek doketer
yang berada di dalam
apotek maupun yang
berada di dekat apotek.
Lokasi apotek yang dekat
dengan pemukiman
penduduk, sekolah dan
apotek kompetitor dapat
mendatangkan konsumen
ke apotek.
2 Apotek bekerjasama
dengan Laundry
0,15 3 0,45
3 Apotek kompetitor 0,10 1 0,10
4 Lokasi dekat dengan
pemukiman penduduk
0,15 4 0,60
5 Lokasi dekat dengan
sekolah
0,05 2 0,10
Total Peluang 1,85
No. Ancaman Bobot Rating Skor Keterangan1 Lokasi apotek dekat
dengan minimarket.
0,15 2 0,30 Lokasi apotek dekat
dengan minimarket,
banyaknya jumlah apotek
kompetitor dan tidak
tersedia kendaraan
umum yang melewati
apotek manjadi suatu
ancaman bagi Apotek Safa
2. Banyaknya apotek
kompetitor yang jaraknya
± 1 km dari Apotek Safa
0,15 1 0,15
3. Tidak tersedia
kendaraan umum yang
melewati apotek.
0,10 2 0,20
Total Ancaman 0,65
TOTAL EFAS 1,0 2,50
4.3 Kuadran SWOT
Setelah memperoleh nilai IFAS dan EFAS, kemudian dihitung jumlah dari
faktor kekuatan dan kelemahan serta faktor peluang dan ancaman untuk
mengetahui posisi Apotek Safa. Posisi koordinat letak Apotek Safa terletak pada
(1,05; 1,20).
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
Tabel 4.4 Data Evaluasi Faktor Internal
No.Faktor Strategis
1 Kekuatan (
2 Kelemahan (
Nilai
Untuk mengetahui
dengan menggunakan titik koordinat
oppotunities (WO), weakness
diperoleh dari hasil perkalian masing
dihitung untuk mengetahui ranking atau peringkat terbesar posisi apotek.
Tabel 4.5
Kuadran Strategi
I
II
III
IV
Gambar 4.1
-‐-‐-!,,,555 -‐-‐-!
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
Data Evaluasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal Apotek Safa
Faktor Internal Faktor Eksternal
Faktor Strategis Skor Faktor Strategis
Kekuatan (strength) 2,00 Peluang
(opportunities)
Kelemahan (weakness) 0,95 Ancaman (threat)
1,05 Nilai
Untuk mengetahui posisi Apotek Safa dalam kuadran
dengan menggunakan titik koordinat strength-opportunities (SO),
weakness-threat (WT), dan strength-threat (ST). Luas
diperoleh dari hasil perkalian masing-masing titik koordinat. Luas matriks ini
dihitung untuk mengetahui ranking atau peringkat terbesar posisi apotek.
5 Luas Matrik dan Prioritas Strategi Apotek Safa
Strategi Posisi Titik Luas Matrik Ranking
SO A (2,00; 1,85) 3,70
WO B (-0,95; 1,85) 1,76
WT C (-0,95; -0,65) 0,62
ST D (2,00; -0,65) 1,30
Gambar 4.1 Kuadran SWOT Apotek Safa
-‐-‐-!
-‐-‐-000,,,555
000
000,,,555
!
!,,,555
222
-‐-‐-000,,,555 000 000,,,555 ! !,,,555
AAAnnncccaaammmaaannn
!555
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
dan Faktor Eksternal Apotek Safa
Faktor Eksternal
Skor
1,85
0,65
1,20
dapat dilakukan
(SO), weakness-
(ST). Luas matriks
masing titik koordinat. Luas matriks ini
dihitung untuk mengetahui ranking atau peringkat terbesar posisi apotek.
Luas Matrik dan Prioritas Strategi Apotek Safa
Ranking
1
2
4
3
222 222,,,555
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!666
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
4.4 Strategi yang Ditetapkan Berdasarkan Analisis SWOT
Setelah dilakukan analisis terhadap IFAS dan EFAS, selanjutnya adalah
merumuskan strategi yang akan direkomendasikan. Strategi tersebut adalah
strategi SO, WO, ST, dan WT.
Tabel 4.6 Strategi Berdasarkan Analisis SWOT
IFAS
EFAS
STRENGTHS (S)Letak strategis
Usia 21tahun
Desain apotek
Produk yang dijual
Pelayanan apotek
WEAKNESS (W)Desain eksternal (kaca
apotek berwarna hitam
Fasilitas apotek (penggunaan
kipas angin di ruang tunggu)
Terjadinya kekosongan
barang
Sistem di apotek belum
terkomputerisasi
APA tidak ada di tempat
OPPORTUNITIES (O)Terdapat praktek dokter
di dalam apotek dan
dekat apotek
Kerjasama apotek dengan
laundry
Apotek kompetitor
Lokasi dekat dengan
pemukiman
Lokasi dekat dengan
sekolah
STRATEGI SO
Mencari informasi
mengenai obat yang sering
diresepkan di praktek dokter
dan kinik
Meningkatkan pelayanan
dalam hal memberikan
informasi kepada konsumen
dan menyediakan tes
kesehatan
Melakukan pendataan
konsumen tetap apotek dan
memberikan diskon khusus
STRATEGI WO
Memperbanyak display
produk yang dijual dengan
meletakkan brosur
Memperbaiki fasilitas apotek
seperti memperbanyak kipas
angin atau melakukan
penggantian kipas angin
menjadi AC
Sistem manual lebih dikontrol
Memberlakukan bahwa APA
atau Aping harus berada di
Apotek Safa pada jam buka
apotek
TREATHS (T)Lokasi apotek dekat
dengan minimarket
Banyaknya apotek
kompetitor yang terletak
± 1 Km dari Apotek Safa
Tidak tersedia kendaraan
umum yang melewati
apotek
STRATEGI ST
Melakukan kerjasama
dengan fasilitas kesehatan
di sekitar apotek
STRATEGI WT
Melakukan kerjasama dengan
apotek kompetitor terdekat
(Apotek BD)
Melakukan survei harga obat
OTC ke minimarket dan
menetapkan harga yang lebih
murah atau sama dengan
harga di minimarket..
4.5 Profil Kompetitif Apotek Safa
Profil kompetitif dipergunakan untuk mengetahui posisi relatif apotek
yang dianalisis jika dibandingkan dengan apotek kompetitor. Apotek Safa
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!777
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
dibandingkan dengan delapan apotek kompetitor yang letaknya ± 1 Km dari
Apotek Safa, yaitu apotek AM, BD, BW, EP, JN, LR, RM dan SM. Nilai bobot
dan rating yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.7 sedangkan profil
kompetitif Apotek Safa dapat diketahui pada Tabel 4.8.
Tabel 4.7 Keterangan Bobot dan Nilai Rating pada Penentuan Profil Kompetitif
Apotek Safa
Bobot Keterangan Rating Keterangan
0,10 Faktor yang memiliki
tingkat kepentingan paling
rendah
1 Kondisinya sangat lemah
dengan apotek lain
0,15 Faktor yang
kepentingannya sedang,
2 Kondisinya sedikit lebih lemah
dibandingkan dengan apotek
lain
0,20 Faktor yang memiliki
kepentingan tertinggi
3 Kondisi yang lebih kuat
dibandingkan dengan apotek
lain
1,00 Jumlah dari faktor strategis 4 Kondisinya paling kuat
dibandingkan dengan apotek
lain
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!888
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
Tabel 4.8 Profil Kompetitif Apotek Safa yang Dibandingkan dengan Apotek Kompetitor
Faktor Strategis Bobot
ApotekSafa AM BW BD EP JN LR RM SM
Rating Skor Rating Skor Rating Skor Rating Skor Rating Skor Rating Skor Rating Skor Rating Skor Rating SkorLokasi 0,20 3 0,60 3 0,60 1 0,20 2 0,40 2 0,40 4 0,80 3 0,60 4 0,80 4 0,80
Desain
Eksternal0,10 2 0,20 3 0,30 2 0,20 1 0,10 2 0,20 1 0,10 2 0,20 1 0,10 3 0,30
Desain
Internal0,15 3 0,45 2 0,30 2 0,30 2 0,30 3 0,45 3 0,45 2 0,30 2 0,30 3 0,45
Produk
yang
dijual
0,20 3 0,60 4 0,80 2 0,40 3 0,60 3 0,60 4 0,80 3 0,60 3 0,60 2 0,40
Fasilitas 0,15 2 0,30 3 0,45 2 0,30 2 0,30 2 0,30 3 0,45 2 0,30 2 0,30 3 0,45
Pelayanan 0,20 3 0,60 2 0,40 2 0,40 3 0,60 2 0,40 2 0,40 2 0,40 2 0,40 2 0,40
Total 1,0 2,75 2,85 1,80 2,30 2,35 3,0 2,40 2,50 2,80
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!999 !nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Apotek Safa
Apotek Safa berada di pinggir jalan raya dua arah (Manggarai-Kampung
Melayu) yang merupakan sebagai jalan alternatif menuju Jakarta Pusat. Jalan raya
di depan apotek banyak dilalui kendaraan bermotor, tetapi tidak dilalui kendaraan
umum, sehingga diperlukan kendaraan pribadi, ojek atau bajaj untuk menjangkau
apotek. Letak apotek tidak jauh dari pertigaan jalan raya, yang dekat dengan
Stasiun Kereta Tebet dan Terminal kampung Melayu.
Di sepanjang jalan Bukit Duri tanjakan tidak terdapat apotek lain selain
Apotek Safa. Hal ini dapat menjadikan suatu peluang bagi apotek, karena tidak
ada apotek kompetitor di sepanjang Jalan Bukit Duri yang merupakan jalur cepat
dan seringkali macet karena padatnya kendaraan yang melalui jalan tersebut. Para
pengendara kendaraan bermotor yang melalui jalan itu memiliki kesempatan
untuk melihat bahwa terdapat sebuah apotek di jalan Bukit Duri. Di sepanjang
jalan Bukit duri terdapat beberapa praktek dokter, baik dokter umum, klinik
bersalin serta Puskesmas Bukit Duri yang letaknya tidak jauh dari apotek.
Desain eksterior apotek terlihat dengan adanya halaman parkir yang cukup
luas, sehinga dapat menampung kendaraan pribadi seperti mobil dan motor yang
hendak berkunjung ke apotek. Bangunan apotek cukup sederhana dengan dinding
berwarna putih dengan kaca gelap. Kaca pada dinding apotek yang berwarna
gelap mengakibatkan para konsumen yang hendak datang ke apotek tidak bisa
melihat bagian dalam apotek dari luar. Hal ini tidak meningkatkan keingintahuan
konsumen untuk mengetahui lebih lanjut mengenai produk yang diperjualbelikan
di apotek, juga menjauhkan kesan bahwa produk yang diperjualbelikan di apotek
lengkap.
Desain interior apotek ditata secara konvensional menggunakan etalase
kaca yang ditata menyerupai huruf “L”. Penataan obat over the counter (OTC)
dilakukan di etalase kaca sehingga konsumen dapat melihat obat tersebut dan
meminta kepada karyawan apotek untuk mengambilkannya. Ruang tunggu cukup
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222000
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
luas dengan tempat duduk yang cukup banyak, namun pendingin udara yang
digunakan adalah kipas angin sehingga udara masih terasa panas bila sinar
matahari langsung masuk ke dalam apotek. Ruang tunggu dilengkapi dengan TV,
majalah dan brosur yang dapat dibaca oleh konsumen yang sedang menunggu
obat disiapkan. Terdapat ruang praktek dokter di bagian dalam apotek, sehingga
resep yang diberikan kepada konsumen bisa langsung diserahkan ke petugas
apotek untuk disiapkan.
Produk yang dijual meliputi obat generik, OTC, ethical dan kosmetik.
Apotek Safa juga menyediakan makanan dan minuman, serta es krim yang berada
di ruang tunggu apotek. Pelayanan informasi obat (PIO) pada swamedikasi di
Apotek Safa diberikan karyawan dengan jelas dan pemilihan obat diserahkan
kepada konsumen, sedangkan pemberian informasi pada pelayanan resep
diberikan saat memberikan obat. Sehubungan dengan APA yang tidak berada
ditempat, maka PIO diberikan oleh karyawan apotek (AA) di etalase pada saat
menyerahkan obat. pemberian konseling untuk penyakit tertentu belum diterapkan
di Apotek Safa.
5.2 Apotek kompetitor
Terdapat delapan apotek kompetitor yang terletak ± 1 Km dari Apotek
Safa yaitu Apotek AM, BD. BW. EP, JN, LR, RM dan SM. Deskripsi dari
delapan apotek tersebut adalah sebagai berikut :
5.2.1 Apotek AM
Apotek ini terletak di pinggir jalan raya satu arah yang dilalui oleh
angkutan umum baik bus, taksi, ojek maupun angkutan perkotaan. Letak apotek
cukup strategis, namun jalan raya yang berada di depan apotek merupakan jalan
raya besar, jalur cepat, sehingga kendaraan yang ingin berkunjung ke apotek ini
tidak bisa langsung berhenti. Di sekitar bangunan apotek terdapat rumah
perkantoran, di depan apotek terdapat ATM center, laundry dan di samping
apotek terdapat jalan yang menuju pemukiman penduduk.
Desain eksterior apotek cukup menarik dengan tempat parkir yang cukup
luas, mampu menampung sejumlah kendaraan, baik motor maupun mobil.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222!
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
Dinding apotek bagian luar berwarna hijau dengan papan nama apotek yang besar
dan jelas. Papan nama yang besar membantu konsumen untuk menemukan
keberadaan apotek. Di dinding terdapat kaca transparan yang memudahkan
konsumen untuk melihat isi apotek dari luar.
Pada desain interior, terdapat rak-rak obat disusun menyerupai swalayan
sehingga konsumen dapat mencari dan mengambil sendiri barang yang
dibutuhkannya. Di samping itu ada pula rak obat yang disusun secara
konvensional. Ruangan dilengkapi dengan pendingin udara (Air conditioner/AC)
sehingga konsumen merasa nyaman untuk menunggu obat selesai untuk
disiapkan. Ruang tunggu dilengkapi dengan TV, brosur dan majalah yang dapat
dibaca di tempat. Bila konsumen yang datang dalam jumlah banyak, ada
sebagaian di antara mereka yang harus menunggu sambil berdiri karena kursi
tunggu terbatas jumlahnya.
Produk yang dijual di apotek ini mencakup produk generik, OTC, ethical,
alat kesehatan dan kosmetik. Selain itu terdapat alat-alat rumah tangga, makanan
dan minuman ringan. Apotek memiliki jam kerja 24 jam sehingga konsumen bisa
datang ke apotek sewaktu-waktu. Pelayanan informasi obat dilakukan dengan
ramah oleh karyawan yang telah berseragam. Belum tersedia ruang konseling
untuk konsumen apotek yang ingin mengkonsultasikan mengenai obat yang
diterimanya. Selain itu tidak ada praktek dokter atau klinik yang terletak di dekat
apotek.
5.2.2 Apotek BW
Apotek ini berada di pinggir jalan satu arah. Letaknya dinilai tidak
strategis karena di sekitar apotek tidak terdapat pemukiman penduduk dan tidak
dilalui kendaraan umum, kecuali ojek, bajaj dan taksi. Di dalam apotek dan di
sekitar apotek tidak terlihat adanya praktek dokter atau klinik pengobatan.
Desain eksterior apotek terlihat sederhana dengan bangunan yang
berwarna putih dan terlihat telah berdiri lama. Kaca apotek transparan sehingga
bagian dalam apotek dapat dilihat dari luar. Papan nama terletak di pinggir jalan
dengan ukuran besar, sehingga dapat dilihat dari kejauhan. Halaman parkir cukup
luas dan dapat menampung sejumlah kendaraan. Terdapat pagar di halaman yang
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222222
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
membatasi antara jalan dengan halaman apotek, sehingga dapat menjaga
keamanan bila apotek sedang tutup.
Bagian dalam apotek terdapat etalase yang disusun secara konvensional.
Di depan etalase terdapat ruang tunggu dengan kursi yang tidak terlalu banyak.
Apotek ini menggunakan kipas angin sebagai pendingin udara dan belum
menggunakan Air Conditioner (AC). Produk yang dijual di apotek ini adalah obat
generik, OTC, ethical, dan alat kesehatan. Apotek tidak menjual makanan atau
minuman. Jika melihat ke etalase yang ada di apotek, terlihat adanya kekosongan
barang dan penyusunan barang kurang rapi. Pelayanan yang diberikan kepada
konsumen informatif dan ramah.
5.2.3 Apotek BD
Apotek ini terletak di pinggir jalan raya dua arah. Jalan yang menuju
apotek kurang ramai dan tidak dilewati oleh kendaraan umum, kecuali bajaj, ojek
dan taksi, sehingga letak apotek dinilai kurang strategis. Apotek ini terletak di
daerah pemukiman padat penduduk, sehingga dapat diperkirakan konsumen yang
datang ke apotek adalah warga yang tinggal sekitar apotek.
Desain eksterior apotek terlihat sederhana dengan dinding berwarna putih.
Papan nama apotek ini kurang begitu jelas karena nama apotek yang tertera di
papan tersebut terlalu kecil. Cat pada dinding di belakang papan nama telah
memudar sehingga menghasilkan kesan bahwa bangunan apotek merupakan
bangunan lama. Halaman parkir yang dimiliki apotek tidak begitu luas, namun
dapat menampung sejumlah kendaraan.
Pada bagian dalam apotek terdapat etalase yang disusun secara
konvensional. Produk yang dijual di apotek ini adalah obat generik, OTC, ethical,
kosmetika dan alat kesehatan. Perbekalan farmasi tersebut disusun rapi di etalase
kaca dan terlihat lengkap. Ruang tunggu berada di bagian dalam apotek dan tidak
terlalu luas namun terdapat kursi tunggu yang dilengkapi dengan TV tetapi tidak
disediakan buku atau majalah untuk dibaca di tempat. Apotek ini menggunakan
kipas angin sebagai pendingin udara dan belum menggunakan Air Conditioner
(AC). Pelayanan informasi obat di apotek ini ramah, namun belum ada ruang
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222333
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
konseling khusus yang disediakan jika ada konsumen apotek yang ingin
berkonsultasi.
5.2.4 Apotek JN
Apotek ini terletak di pinggir jalan raya satu arah yang dapat dilalui
kendaraan umum. Tak jauh dari apotek terdapat jalan untuk memutar ke arah
sebaliknya sehingga apotek dapat dijangkau dari arah yang berlawanan. Papan
nama apotek cukup besar dan menonjol, sehingga memudahkan konsumen untuk
mengenali dan mendapatkan apotek.
Bangunan apotek sederhana dan terlihat telah berdiri cukup lama.
Dindingnya berwarna kekuningan dilengkapi dengan kaca transparan. Kondisi
kaca yang transparan memudahkan konsumen untuk melihat bagian dalam apotek
dari luar. Halaman parkir apotek sempit dan di samping bangunan terdapat papan
nama praktek dokter, yaitu dokter penyakit dalam, dokter umum dan dokter gigi.
Bagian dalam apotek cukup luas. Etalase tempat penyimpanan obat
disusun menyerupai huruf “L”. Terdapat ruang tunggu yang luas dengan kursi
tunggu yang banyak. Untuk menambah kenyamanan konsumen, ruang tunggu
dilengkapi dengan TV, majalah dan brosur yang dapat dibaca di tempat.
Produk yang dijual adalah obat generik, OTC, ethical, kosmetik dan alat
kesehatan. Pembayaran di apotek ini dapat menggunakan kartu kredit. Alat
promosi seperti dami kurang banyak sehingga terdfapat kekosongan di atas lemari
kaca. Pelayanan dilakukan dengan ramah, namun kurang informatif sehingga
informasi obat yang diberikan kurang lengkap. Di apotek ini belum terdapat
ruangan khusus konseling..
5.2.5 Apotek EP
Apotek ini terletak di pinggir jalan raya dua arah, namun tidak dilewati
kendaraan umum, kecuali bajaj, ojek dan taksi. Letaknya tidak jauh dari
pemukiman penduduk sehingga apotek ini dinilai cukup strategis.
Desain eksterior apotek terlihat sederhana karena bangunan apotek berada
di ruko. Apotek ini memiliki papan nama yang tidak menonjol, sehingga sulit
untuk dilihat dari jarak jauh. Halaman parkir sempit karena digunakan bersama-
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222444
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
sama dengan ruko yang lain. Dinding apotek berwarna putih dengan kaca
berwarna gelap.
Rak obat pada bagian dalam apotek disusun menyerupai swalayan
sehingga konsumen dapat mengambil sendiri produk yang dibutuhkan. Rak
tersebut terletak dipinggir ruangan. Pengambilan obat dibantu oleh satu orang
karyawan yang melayani dengan ramah. Di dekat rak obat terdapat ruang tunggu,
namun sempit dengan jumlah kursi tunggu yang sedikit. Untuk menambah
kenyamanan konsumen, apotek menyediakan TV dan menggunakan AC untuk
mendinginkan udara di dalam apotek.
Produk yang dijual di apotek ini terdiri dari obat generik, OTC, ethical,
alat kesehatan, kosmetik dan perlengkapan bayi. Apotek tidak menyediakan
produk seperti makanan dan minuman. Karyawan melayani konsumen dengan
ramah, namun tidak tersedia ruang konseling yang ditujukan untuk konsumen
yang ingin berkonsultasi.
5.2.6 Apotek LR
Lokasi apotek cukup strategis yaitu berada di pinggir jalan raya satu arah
dan dilewati kendaran umum. Jalan raya ini merupakan jalan pulang kerja dari
arah Casablanca. Apotek ini terletak tepat di bawah fly over dan jalur cepat
sehingga kendaraan tidak dapat berhenti sewaktu-waktu untuk menjangkau
apotek.
Apotek ini terletak di ruko yang tergabung dengan bangunan perkantoran
lainnya. Papan nama apotek tidak begitu terlihat karena kurang menonjol serta
peletakkannya yang menempel di dinding ruko. Halaman parkir apotek ini sempit
karena harus berbagi dengan ruko yang lain.
Produk yang dijual adalah obat generik, OTC, ethical, kosmetik, alat
kesehatan, herbal dan buku rohani. Etalase di susun secara konvensional, namun
untuk beberapa produk, diletakkan pada rak terbuka di tengah dan pinngir
ruangan. Ruang tunggu apotek ini sempit dan kursi tunggu sangat terbatas.
Ruangan dilengkapi dengan pendingin udara untuk menambah kenyamanan.
Pelayanan yang diberikan oleh petugas apotek ramah dan informatif.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222555
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
5.2.7 Apotek RM
Apotek ini berlokasi di pinggir jalan dua arah dekat pertigaan, sehingga
cukup strategis karena kendaraan umum dapat menjangkau apotek, dekat stasiun
Kereta Tebet. Di dekat apotek terdapat gedung perkantoran, tempat makan,
minimarket dan medical centre. Di dalam medical center juga terdapat apotek,
namun jika dilihat dari kelengkapan obat yang disediakan, apotek ini lebih
lengkap dibandingkan dengan apotek yang terdapat di dalam medical center
tersebut. Desain eksterior apotek RM sederhana dengan bangunan yang terletak
di ruko. Halaman parkir yang disediakan terbatas karena harus berbagi dengan
ruko yang lainnya. Papan nama apotek tidak begitu besar namun cukup terlihat
dari kejauhan.
Bagian dalam apotek tidak luas dan kursi tunggu terbatas, namun ruangan
dihiasi bunga plastik untuk menambah keindahan. Ruangan menggunakan
pendingin udara sehingga menambah kenyamanan konsumen. Tidak terdapat
majalah dan bahan bacaan , namun tersedia TV untuk menambah kenyamanan
konsumen. Produk yang dijual di apotek ini adalah obat generik, OTC, ethical,
alat kesehatan dan kosmetik. Pembayaran dapat dilakukan dengan menggunakan
kartu kredit dan debit. Apotek ini tidak menyediakan makanan dan minuman.
Kebersihan ruangan terjaga dan pelayanan diberikan dengan ramah serta
informatif.
5.2.8 Apotek SM
Apotek ini berada di pinggir jalan raya satu arah yang dilalui kendaaraan
umum dan dekat dengan Statiun Kereta Tebet. Apotek SM adalah apotek yang
berada di dalam medical center yang menyediakan fasilitas kesehatan seperti
klinik dan laboratorium untuk pemeriksaan kesehatan. Papan nama medical center
dan apotek terletak di pinggir jalan raya dan ukurannya cukup besar, sehingga
dapat dilihat dari kejauhan.
Desain eksterior apotek terlihat menarik dengan dinding berwarna jingga
dilengkapi lampu. Kaca pada dinding apotek berwarna gelap sehingga bagian
dalam apotek tidak terlihat dari luar. Halaman parkir cukup luas, namun sebagian
besar halaman parkir tersebut digunakan oleh kendaraan yang dimiliki oleh
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222666
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
medical center. Terlihat dari papan nama yang dicamtumkan, medical center
tersebut bekerja sama dengan jamsostek.
Bagian dalam apotek terdapat etalase yang disusun secara konvensional.
Ruang tunggu tidak terlalu luas dan kursi tunggu terbatas jumlahnya. Ruangan
dilengkapi dengan pendingin udara untuk menambah kenyamanan, serta
disediakan majalah dan TV bagi para konsumen yang sedang menunggu. Produk
yang dijual tidak banyak yang dipajang di etalase sehingga memberikan kesan
bahwa apotek ini tidak lengkap. Produk yang dijual adalah obat generik, OTC.
ethical, alat kesehatan dan kosmetik. Apotek tidak menyediakan makanan dan
minuman. Karyawan apotek memakai seragam dan memberikan pelayanan yang
ramah serta informatif.
5.3 Analisis SWOT Apotek Safa
Analisis SWOT Apotek Safa dilakukan dengan melakukan pengamatan
dan memberikan penilaian terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
yang dimiliki oleh apotek.
5.3.1 Strength (Kekuatan)
Apotek Safa memiliki letak yang strategis, yaitu berada di pinggir jalan
raya dua arah (Manggarai-Kampung Melayu) yang merupakan jalan alternatif
menuju Jakarta Pusat. Jalan raya di depan apotek banyak dilalui kendaraan
bermotor. Letak apotek tidak jauh dari pertigaan jalan raya, yang dekat dengan
Stasiun Kereta Tebet .
Apotek Safa telah berdiri cukup lama yaitu sejak 1991 atau telah berusia
21 tahun, sehingga keberadaan Apotek Safa telah diketahui sejak lama. Hal ini
merupakan kekuatan tersendiri yang dimiliki oleh Apotek Safa, karena konsumen
tetap akan langsung datang ke Apotek bila memerlukan obat-obatan atau
perbekalan farmasi lainnya.
Desain apotek sederhana, sehingga tidak menimbulkan kesan mahal bagi
para konsumen. Desain apotek ini dapat menarik konsumen, tanpa adanya
kekhawatiran mengenai harga jual barang yang ditawarkan. Halaman parkir yang
dimiliki oleh apotek luas, sehingga dapat menampung sejumlah kendaraan baik
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222777
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
mobil ataupun motor yang diparkir di depan apotek. Di bagian dalam apotek,
terdapat ruang tunggu yang luas dengan kursi tunggu yang cukup banyak,
sehingga dapat menampung konsumen dalam jumlah banyak. Selain itu ruang
tunggu dilengkapi dengan TV dan majalah yang dapat dibaca di tempat.
Perbekalan farmasi yang dijual di Apotek Safa cukup lengkap. Apotek
menyediakan obat generik, ethical, obat over the counter (OTC), alat kesehatan
dan kosmetik. Apotek juga menyediakan makanan, minuman dan es krim. yang
disimpan sesuai dengan suhu penyimpanannya.
Pelayanan yang diberikan oleh karyawan apotek ramah dan informatif.
Karyawan apotek akan membantu memilihkan obat, namun pembelian obat yang
dipilih diserahkan sepenuhnya kepada konsumen. Karyawan apotek selalu
menjaga hubungan baik dengan konsumen misalnya dengan mengajak mengobrol
konsumen yang datang.
5.3.2 Weakness (Kelemahan)
Kaca apotek berwarna hitam, sehingga bagian dalam apotek tidak terlihat
dari luar. Kondisi ini tidak memingkatkan keingintahuan penguunjung yang
melewati apotek. Konsumen bisa saja memiliki keraguan, apakah produk yang
disediakan oleh apotek lengkap atau tidak dan dapat memiliki perkiraan bahwa
produk yang sedang dicari tidak tersedia di apotek.
Ruang tunggu apotek masih menggunakan kipas angin unuk
mendinginkan ruangan. Bila sinar matahari langsung masuk ke dalam apotek,
maka ruang tunggu apotek akan terasa panas sehingga dapat mengurangi
kenyamanan di dalam apotek.
Sering terdapat kekosongan barang, terutama obat dengan merk dagang
dan obat generik. Hal ini disebabkan kekosongan barang terlambat diketahui.
Kekosongan barang baru diketahui jika terdapat konsumen yang mencari obat,
namun ketika ketersediaan obat tersebut diperiksa, obat telah habis. Hal ini
mengakibatkan terjadinya penolakan yang kemudian dicatat di buku defekta.
Pengelolaan administrasi penjualan dan sistem dokumentasi dalam
pengelolaan obat masih dilakukan secara manual dan belum dilakukan secara
komputerisasi. Perhitungan pada saat stok opname dilakukan secara manual
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222888
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
sehingga terdapat kesulitan dalam menghitung jumlah produk obat yang dimiliki
oleh Apotek, juga dalam mengontrol persediaan yang telah kadaluarsa.
Apoteker pengelola apotek (APA) tidak selalu berada di Apotek, sehingga
peran dan fungsi APA digantikan oleh asisten apoteker. Belum terdapat ruang
konseling khusus yang disediakan untuk konsumen sehingga privasi konsumen
tidak terjaga.
5.3.3 Opportunities (Peluang)
Di Apotek Safa terdapat praktek dokter. Resep yang diberikan oleh dokter
dapat langsung ditebus di apotek Safa, sehingga menjadikannya suatu peluang
bagi Apotek Safa. Di sepanjang jalan Bukit Duti Tanjakan juga terdapat beberapa
praktek dokter, baik dokter umum maupun dokter gigi. Tidak jauh dari apotek
terletak klinik dokter maupun klinik bersalin, sehingga konsumen yang datang ke
praktek dokter atau ke klinik tersebut dapat membeli obat yang dibutuhkan ke
Apotek Safa.
Apotek bekerja sama dengan laundry, sehingga konsumen yang datang
dapat melaksanakan beberapa keperluan sekaligus, seperti membeli produk yang
disediakan oleh apotek sekaligus meletakkan pakaian ke laundry.
Lokasi apotek yang dekat dengan pemukiman penduduk menjadi suatu
peluang untuk Apotek Safa. Bila terdapat warga yang membutuhkan obat atau
produk lain seperti alat kesehatan dan kosmetik dapat langsung datang ke apotek.
Keberadaan apotek kompetitor juga memberikan suatu peluang bagi apotek,
terlebih apotek kompetitor yang letaknya tidak jauh dari Apotek Safa, seperti
Apotek BD. Bila tidak ada obat yang tidak tersedia di Apotek BD, maka
konsumen dapat mencari obat tersebut ke Apotek Safa, sehingga dapat
mendatangkan konsumen baru untuk apotek.
Di Jalan Bukit Duri Tanjakan terdapat sekolah, baik sekolah swasta
maupun sekolah negeri. Obat-obatan yang harus tersedia di Unit Kesehatan
Sekolah (UKS) dapat diperoleh di Apotek Safa, karena apotek juga menjual
perlengkapan P3K.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
222999
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
5.3.4 Threat (Ancaman)
Di dekat Apotek Safa terdapat tiga minimarket yang umumnya
menyediakan obat OTC. Hal ini dapat menjadi suatu ancaman bagi Apotek Safa
karena konsumen yang sedang berbelanja di minimarket dapat sekaligus membeli
obat OTC yang disediakan tanpa harus ke apotek.
Banyaknya apotek kompetitor dapat pula menjadi ancaman bagi Apotek
Safa. Apotek kompetitor yang jaraknya ± 1 km dari Apotek Safa berjumlah 8
apotek, sehingga konsumen memiliki banyak pilihan dalam membeli obat. Selain
itu jalan di depan apotek tidak dilalui kendaraan umum, sehingga konsumen yang
akan berkunjung ke apotek mengalami kesulitan. Konsumen menggunakan ojek,
bajaj, taksi atau kendaraan pribadi untuk menjangkau apotek.
5.4 Pendekatan Kuantitatif Analisis SWOT
Informasi yang telah diperoleh secara kualitatif dikembangkan secara
kuantitatif melalui perhitungan analisis SWOT. Faktor-faktor internal yang
menggambarkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki Apotek Safa dirangkum
ke dalam matriks faktor strategi internal (IFAS). Faktor lingkungan yang
mencerminkan peluang dan ancaman bagi Apotek Safa dituangkan ke dalam
faktor strategi eksternal (EFAS). Pada matriks faktor strategi internal dan faktor
strategi eksternal terdapat kolom bobot, rating dan skor.
Bobot merupakan faktor yang mempengaruhi posisi apotek. Perhitungan
bobot dilakukan dengan membandingkan tingkat kepentingan dengan faktor yang
lain. Faktor yang memiliki kepentingan tertinggi dan paling berpengaruh terhadap
kondisi apotek diberikan bobot yang lebih besar dibandingkan dengan yang
pengaruh dan tingkat kepentingannya lebih rendah. Rentang bobot dimulai dari
yang paling penting sampai dengan tidak penting, namun semua bobot jumlahnya
tidak boleh melebihi 1,00.
Bobot pada IFAS maupun pada EFAS yang memiliki nilai 0,15
merupakan faktor yang penting dan mempengaruhi posisi apotek. Kekuatan pada
faktor strategi internal Apotek Safa yang memiliki bobot ini adalah letak apotek
yang strategis, perbekalan farmasi yang dijual dan pelayanan di Apotek Safa.
Peluang pada faktor strategi eksternal yang memiliki bobot ini adalah praktek
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333000
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
dokter di dalam dan di dekat Apotek Safa, apotek yang bekerjasama dengan
laundry dan lokasi apotek yang dekat dengan pemukiman penduduk. Ancaman
yang memiliki bobot ini adalah lokasi apotek yang dekat dengan minimarket,
banyaknya apotek kompetitor yang jaraknya ± 1 Km dari apotek
Bobot dengan nilai 0,10 merupakan faktor penting, namun tidak terlalu
mempengaruhi posisi apotek. Kelemahan pada faktor strategi internal Apotek Safa
yang memiliki bobot ini adalah penggunaan kipas angin pada ruang tunggu dan
terjadi kekosongan barang. Pada ancaman yang memiliki bobot ini adalah tidak
tersedianya kendaraan umum yang melewati apotek.
Bobot dengan nilai 0,05 merupakan faktor yang memiliki tingkat
kepentingan dan pengaruh yang paling rendah dibandingkan dengan faktor yang
lain. Faktor usia Apotek Safa yang mencapai 21 tahun serta desain apotek pada
kekuatan memiliki bobot ini. Sedangkan pada kelemahan yang memiliki bobot
tersebut adalah kaca apotek yang berwarna hitam, sistem administrasi &
pengelolaan barang belum terkomputerisasi dan APA yang tidak berada di tempat.
Peluang pada faktor eksternal yang memiliki bobot ini adalah lokasi apotek yang
dekat dengan minimarket dan keberadaan apotek kompetitor dekatt apotek.
Rating pada matriks IFAS maupun EFAS dapat dinilai pada Tabel 4.1.
Rating ini merupakan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi Apotek Safa.
Pemberian nilai rating pada faktor IFAS dan EFAS tidak boleh dipengaruhi atau
mempengaruhi penilaian terhadap faktor yang lain. Rating 1 menunjukkan bahwa
faktor yang terdapat di dalam IFAS maupun EFAS sangat tidak baik sedangkan
rating 4 menunjukkan bahwa faktor tersebut sangat baik. Pemberian nilai pada
variabel yang bersifat negatif seperti kelemahan dan ancaman adalah
kebalikannya. Jika kelemahan atau ancamannya besar maka diberi rating 1,
sedangkan bila ancaman atau kelemahannya sedikit diberi rating 4.
Skor merupakan hasil perkalian antara bobot dengan rating. Skor pada
IFAS seperti kekuatan dan kelemahan serta EFAS seperti peluang ancaman
dijumlahkan untuk mengetahui koordinat.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333!
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
5.5 Kuadran SWOT
Untuk mengetahui posisi Apotek Safa dalam kuadran dapat dilakukan
dengan menggunakan titik koordinat strength-opportunities (SO), weakness-
oppotunities (WO), weakness-threat (WT), dan strength-threat (ST). Titik
koordinat SO, WO, WT dan ST diambil dari hasil IFAS dan EFAS. Titik
koordinat kekuatan (strength) dan peluang (oppotunities) memiliki koordinatnya
bernilai positif sedangkan variabel yang bersifat negatif seperti kelemahan
(weakness) dan ancaman (threat) koordinatnya memiliki nilai negatif yaitu . Titik
koordinat SO adalah (2,00; 1,80), WO (-0,95; 1,80), WT (-0,95; -0,75) dan ST
(2,00; -0,75). Luas matriks dihitung untuk mengetahui ranking atau peringkat
terbesar posisi apotek.
Apotek Safa terletak di kuadran I dengan luas matriks strength-
opportunities (SO) sebesar 3,60. Luas matriks ini merupakan luas yang terbesar
dibandingkan dengan yang lain. Apotek Safa yang terletak di kuadran I dianggap
sebagai situasi yang menguntungkan. Apotek ini memiliki peluang dan kekuatan
sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada untuk meningkatkan kekuatan.
Rekomendasi strategi yang diberikan adalah strategi yang dapat memperkuat
posisi dengan perencanaan yang mendukung posisi yang telah dicapai.
5.6 Strategi yang Ditetapkan Berdasarkan Analisis SWOT
Setelah dilakukan analisis terhadap IFAS dan EFAS, selanjutnya adalah
merumuskan strategi yang akan direkomendasikan. Strategi tersebut adalah
strategi SO, WO, ST, dan WT.
5.6.1 Strategi SO (strength-opportunities)
Strategi dibuat dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk
memanfaatkan peluang. Strategi SO yang dirumuskan untuk Apotek Safa adalah
a. Mencari informasi mengenai obat yang sering diresepkan di praktek dokter
dan kinik dokter, terutama yang lokasinya tidak jauh dari apotek. Dengan
mendapatkan informasi tersebut apotek akan mengetahui obat-obatan yang
banyak diresepkan sehingga bila ada konsumen membawa resep dapat dilayani.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333222
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
b. Meningkatkan pelayanan dalam hal menyediakan tes kesehatan seperti tes
kolesterol, gula darah ataupun tekanan darah. Konsumen dapat melakukan tes
tersebut ketika datang ke apotek.
c. Melakukan pendataan konsumen tetap apotek dan memberikan diskon khusus
bagi konsumen yang membeli obat dalam jumlah besar. Konsumen tetap
apotek merupakan konsumen yang selalu membeli obat di Apotek Safa.
Konsumen ini umumnya termasuk konsumen yang menderita penyakit diabetes
atau hipertensi yang harus mengkonsumsi obat terus menerus. Diskon
diberikan misalnya bila konsumen membeli obat untuk persediaan satu bulan.
5.6.2 Strategi ST (strength-threat)
Strategi ini merupakan strategi yang dibuat dengan menggunakan kekuatan
yang dimiliki perusahaan dengan cara memghindari ancaman. Strategi ST untuk
Apotek Safa adalah melakukan kerjasama dengan fasilitas kesehatan di sekitar
apotek yaitu praktek dokter dan klinik sehingga konsumen fasilitas kesehatan
tersebut akan disarankan untuk menebus obat di Apotek Safa dan jumlah resep
yang masuk akan bertambah.
5.6.3 Strategi WO (weakness-oppotunities)
Strategi ini ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada, dengan
cara mengatasi kelemahan yang dimiliki. Dalam hal ini apotek dapat melakukan
dengan memperbanyak display produk yang dijual, melakukan penggantian kipas
angin menjadi AC, pengontrolan sistem manual, serta memberlakukan bahwa
APA atau Aping harus berada di Apotek Safa pada jam buka apotek.
Di Apotel Safa terdapat praktek dokter yang cukup ramai. Dengan
memperbanyak display dan menyediakan brosur obat yang dijual, maka
konsumen praktek dokter yang sedang menunggu bisa melihat display produk
yang dijual dan membaca brosur. Dengan demikian dapat meningkatkan
ketertarikan terhadap barang yang dijual di apotek.
Untuk menambah kenyamanan konsumen hendaknya kipas angin yang
terdapat di ruang tunggu apotek diperbanyak atau dilakukan penggantian dengan
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333333
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
Air Conditioner. Dengan ruang tunggu yang nyaman dapat menarik konsumen
untuk kembali membeli atau menebus resep di Apotek Safa.
Apotek Safa belum menggunakan sistem terkomputerisasi dalam
mengelola obat, sehingga pencatatan manual harus lebih dikontrol agar barang
yang tersedia juga dapat dikontrol dengan baik. Untuk melaksanakan PP 51
Tahun 2009, maka APA atau Aping harus berada di apotek pada jam kerja apotek,
sehingga menjadikan suatu kekuatan baru mengingat apotek kompetitor juga
belum memberlakukan hal tersebut.
5.6.4 Strategi WT (weakness-threat)
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat bertahan dan ditujukan
untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Apotek
Safa dapat melakukan kerjasama dengan apotek kompetitor terdekat. Bila
persediaan obat sedang habis, maka Apotek Safa dapat membelinya terlebih
dahulu ke apotek tersebut dengan harga atau diskon khusus.
Di dekat Apotek Safa terdapat tiga buah minimarket yang umumnya
menyediakan obat OTC. Untuk mengetahui harga obat OTC yang terdapat di
minimarket sebaiknya dilakukan survei harga obat di minimarket. Setelah
meelakukan survei, Apotek Safa dapat menetapkan harga yang lebih murah atau
sama dengan harga obat OTC di minimarket.
5.7 Profil Kompetitif Apotek Safa
Profil kompetitif dipergunakan untuk mengetahui posisi relatif apotek
yang dianalisis jika dibandingkan dengan apotek kompetitor. Apotek Safa
dibandingkan dengan delapan apotek kompetitor yang letaknya ± 1 Km dari
Apotek Safa, yaitu apotek AM, BD, BW, EP, JN, LR, RM dan SM. Faktor
strategis yang dibandingkan adalah lokasi, desain eksternal, desain internal,
produk yang dijual, fasilitas dan pelayanan yang diberikan oleh masing-masing
apotek.
Bobot dan rating pada profil kompetitif dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Bobot yang memiliki kepentingan tertinggi dan mempengaruhi posisi apotek yaitu
lokasi, produk yang dijual dan pelayanan yang diberikan oleh apotek. Bobot yang
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333444
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
penting, namun tidak terlalu mempengaruhi posisi apotek, yaitu pada fasilitas dan
desain internal apotek. Bobot yang memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh
yang paling rendah dibandingkan dengan faktor yang lain dan diberikan pada
desain eksternal apotek.
Faktor strategis berupa lokasi, produk yang dijual dan pelayanan yang
diberikan oleh Apotek Safa memiliki rating dengan nilai 3. Lokasi apotek
memiliki rating dengan nilai 3 karena Apotek Safa memiliki lokasi yang cukup
strategis, yaitu di pinggir jalan Bukit Duri Tanjakan. Jalanan ini dilalui banyak
kendaraan, walaupun tidak dilewati oleh kendaraan umum, kecuali ojek, bajaj dan
taksi. Di dekat Apotek Safa juga terdapat pemukiman penduduk serta fasilitas
kesehatan seperti praktek dokter, puskesmas dan rumah sakit bersalin. Selain itu
tidak jauh dari Apotek terdapat Stasiun Kereta Tebet. Apotek kompetitor seperti
Apotek JN dan RM memiliki rating 4 pada faktor strategis ini. Apotek JN terletak
di pinggir jalan raya satu arah yang dapat dilalui kendaraan umum serta terdapat
jalan untuk memutar ke arah sebaliknya sehingga apotek dapat dijangkau dari arah
yang berlawanan. Apotek RM berlokasi di pinggir jalan dua arah dekat pertigaan
yang dilalui kendaraan umum serta dekat dengan Stasiun Kereta Tebet.
Produk yang dijual di apotek terdiri dari obat generik, OTC, Ethical,
kosmetik, alat ksehatan, kosmetik, makanan dan minuman. Dengan produk yang
beragam, Apotek Safa memiliki rating 3 untuk produk yang dijual. Selain itu
pelayanan yang diberikan oleh karyawan apotek ramah dan informatif dalam
memberikan informasi obat. Apotek kompetitor seperti Apotek AM danApotek
JN memiliki produk yang lebih lengkap dibandingkan dengan Apotek Safa
sehingga memiliki rating 4.
Desain internal Apotek Safa memiliki rating 3 karena lebih kuat
dbandingkan dengan apotek kompetitor. Aptek Safa memiliki ruang tunggu yang
luas dengan kursi tunggu yang cukup banyak. Berbeda dengan apotek kompetitor
yang umumnya memiliki ruang tunggu yang sempit dengan kursi tunggu yang
tidak terlalu banyak seperti Apotek AM, BW, BD, LR, RM dan SM. Apotek EP
dan JN memiliki rating yang sama dengan Apotek Safa karena desain internal EP
cukup menarik dengan penataan produk seperti swalayan yang menempel di
dinding sedangkan Apotek JN memiliki ruang tunggu yang luas.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
333555
!nnniiivvveeerrrsssiiitttaaasss IIInnndddooonnneeesssiiiaaa
Untuk desain eksternal dan fasilitas Apotek Safa memiliki rating 2 karena
apotek kompetitor sedikit lebih unggul. Desain eksternal Apotek Safa masih
menggunakan kaca berwarna hitam dengan bentuk bangunan yang sederhana
sedangkan pada apotek kompetitor kebanyakan menggunakan kaca transparan
yang dapat dilihat dari luar serta bentuk bangunan yang modern. Fasilitas
pendingin ruangan di Apotek Safa belum menggunakan AC sehingga sinar
matahari yang masuk pada siang hari mengakibatkan rasa panas pada ruangan.
Apotek kompetitor umumnya telah menggunakan AC, namun diantaranya ada
juga yang masih menggunakan kipas angin sebagai pendingin ruangan seperti
Apotek BW dan BD.
Berdasarkan profil kompetitif pada Tabel 4.8, Apotek Safa menempati
urutan keempat dan masih berada di bawah Apotek JN, SM dan AM. Apotek Safa
memiliki keunggulan diantaranya lokasi, kelengkapan produk yang dijual dan
pelayanan yang diberikan. Apotek JN memiliki keunggulan di lokasi yang lebih
strategis dan produk yang dijual lebih lengkap dibandingkan dengan Apotek Safa.
Apotek AM memiliki keunggulan yaitu kelengkapan produk yang dijual karena
Apotek AM tidak hanya menyediakan obat, kosmetik dan alat kesehatan, tetapi
juga makanan, minuman, majalah dan alat rumah tangga. Apotek SM memiliki
keunggulan diantaranya lokasi yang lebih strategis, desain eksternal, desain
internal dan fasilitas. Selain apotek JN, AM dan SM, terdapat apotek kompetitor
lain seperti apotek BW, BD, EP,LR dan RM yang menempati urutan di bawah
Apotek Safa.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
36 Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Berdasarkan analisis SWOT, kekuatan (strength ) yang dimiliki Apotek
Safa adalah letak yang strategis, usia apotek yang telah memasuki 21
tahun, produk yang dijual cukup lengkap dan pelayanan apotek yang
ramah dan informatif. Kelemahan (weakness) terletak pada desain
eksternal apotek, fasilitas apotek, sistem peengelolaan obat yang belum
terkomputerisasi dan APA yang belum berada di tempat. Peluang
(opportunities) apotek yang dimiliki Apotek Safa antara lain, terdapat
praktek dokter dan dekat apotek, kerjasama apotek dengan laundry dan
lokasi apotek yang dekat dengan pemukiman dan sekolah. Ancaman
(treaths) apotek adalah jalan yang melewati apotek tidak dilalui kendaraan
umum serta banyaknya apotek kompetitor yang letaknya ± 1 km dari
apotek.
6.1.2 Strategi yang dirumuskan melalui meliputi strategi strength-opportunities
(SO), weakness-oppotunities (WO), weakness-threat (WT), dan strength-
threat (ST). Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan, Apotek Safa
terletak di kuadran I, sehingga strategi yang diprioritaskan untuk
diterapkan adalah strategi strength-opportunities (SO), kemudian
weakness-oppotunities (WO), strength-threat (ST) dan weakness-threat
(WT),
6.2 Saran
Apotek Safa dapat menerapkan strategi yang dirumuskan dengan
mempertimbangkan faktor internal dan faktor eksternal serta analisis SWOT yang
telah dilakukan. Strategi strength-opportunities (SO) berupa mencari informasi
mengenai obat yang sering diresepkan di praktek dokter dan kinik, meningkatkan
pelayanan dalam hal memberikan informasi kepada konsumen dan melakukan
pendataan konsumen tetap apotek dan memberikan diskon khusus. Strategi
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!777
Universitas Indonesia
weakness-oppotunities (WO) berupa memperbanyak display produk yang dijual
dengan meletakkan brosur, memperbaiki fasilitas apotek seperti memperbanyak
kipas angin atau melakukan penggantian kipas angin menjadi AC, sistem manual
lebih dikontrol dan memberlakukan bahwa APA atau Aping harus berada di
Apotek Safa pada jam buka apotek. Strategi weakness-threat (WT) berupa
melakukan kerjasama dengan apotek kompetitor terdekat. Strategi strength-threat
(ST) berupa melakukan kerjasama dengan fasilitas kesehatan di sekitar apotek
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!888 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.1027 Tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah No. 51
Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pearce, J.A., dan Robinson, R.B (2008). Manajemen Strategis : Formulasi,
Implementasi dan Pengendalian. Jakarta : Penerbit Salemba empat.
Rangkuti, Freddy. (2006). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta : Wira Putra Kencana.
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
!999
Lampiran 1. Apotek Safa dan apotek kompetitor pada radius ± 1 Km dari Apotek Safa
Keterangan :
A : Apotek Safa F : Apotek EPB : Apotek AM G : Apotek LRC : Apotek BW H : Apotek RMD : Apotek BD I : Apotek SME : Apotek JN
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
Lampiran 2. Data Hasil Pengamatan Apotek Safa dan Apotek Kompetitor
No. Faktor Strategi Faktor Pembanding Apotek
SAFA AM BW BD EP JN LR RM SM1 Lokasi Arah (satu/dua arah) Dua Dua Dua Dua Dua Satu Satu Dua Satu
Angkutan umum - - -2 Desain
eksternalModel bangunan (lama/modern) Lama Modern Lama Lama Modern Lama Modern Modern Modern
Kaca (transparan/gelap) Gelap Transparan Transparan Transparan Gelap Transparan Transparan Transparan GelapPapan nama (jelas/tidak jelas) Jelas Jelas Jelas Tidak jelas Jelas Jelas Tidak jelas Tidak jelas Jelas
3 Desain internal
Ruang tunggu (luas/sempit) Luas Sempit Sempit Sempit Sempit Luas Sempit Sempit Sempit
Kursi ruang tunggu (banyak/sedikit) Banyak Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Sedikit Sedikit
Lemari etalase (swalayan/konvensional)
Konvensional Swalayan Konvensional Konvensional Swalayan Konvensional Swalayan Konvensional Konvensional
4 Produk yang dijual
Obat generikObat OTCObat EthicalKosmetik -Alat Kesehatan -Makanan/minuman - - - -‐-‐- - - -Buku/majalah - - - - - - -Alat rumah tangga - - - - - - - -
5 Fasilitas Praktek dokter - - - - - -AC - - -TVKipas Angin - - - - - -
6 Pelayanan Buka 24 Jam - - - - - - -Ramah InformatifKonseling - - - - - - - - -
Laporan praktek…, Nurlaila Fitriani, FF UI, 2013
Recommended