Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
114 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN
PANGAN MASYARAKAT DESA WERWARU
KECAMATAN MOA KABUPATEN
MALUKU BARAT DAYA
NAMLAI KERNE: LOCAL WISDOM AND FOOD SECURITY OF
WERWARU VILLAGE COMMUNITY MOA DISTRICT SOUTHWEST
MALUKU REGENCY
Melisa Pratiwi Ohleky, August. E. Pattiselanno, Raihana Kaplale
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura
Jln. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon, 97233
E – mail: [email protected].
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kearifan lokal bagi masyarakat desa Werwaru.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode observasi partisipan, wawancara
mendalam (in-depth interview) dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
analisis deskriptif kualitatif berupa kata- kata tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kearifan lokal Namlai Kerne memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat Desa Werwaru
baik itu sebagai sumber ketahanan pangan, sebagai alat tukar (barter) dan sebagai salah satu
sumber pendapatan. Dengan adanya Namlai Kerne, mempermudah masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan pangan sehari-hari. Selain sebagai sumber pangan sehari-hari masyarakat, Namlai
Kerne juga dapat dijadikan sebagai alat tukar (barter) dan juga dijadikan sebagai sumber
pendapatan dengan cara dijual kepada konsumen.
Kata kunci: Kearifan lokal; ketahanan pangan; namlai kerne
Abstract
This study was aimed to find out the role of local wisdom for Werwaru village community. This
research was conducted by using participant observation method, in-depth interview and
documentation. Data analysis was done by using qualitative descriptive analysis in the form of
written words. The results showed that the local wisdom of Namlai Kerne had a very important
role for the people of Werwaru village either as a source of food security, as a means of exchange
(barter) or as a source of income. Namlai Kerne facilitates the community in meeting the needs of
daily food. Apart from being a daily food source of society, Namlai Kerne also can be used as a
means of exchange (barter) and as a source of income by selling to consumers.
Key words: Local wisdom; food security; namlai kerne
115 Volume 5 No. 2 Juni 2017
Pendahuluan
Seiring bertambahnya jumlah penduduk maka masalah ketersediaan pangan
bagi masyarakat semakin menjadi masalah yang besar. Permasalahan pangan
kemudian didukung oleh perubahan iklim yang menyebabkan produksi semakin
menurun. Hal ini tentunya menjadi ancaman serius terhadap masalah ketahanan
pangan di pulau-pulau kecil. Ketahanan pangan menurut Kartasasmita dalam
(Wahid, 2014) adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, merata, dan terjangkau.
Kebijakan yang diturunkan oleh pemerintah dalam aplikasinya belum
banyak mendukung pangan lokal sebagai pangan pokok melainkan berfokus pada
pangan nasional yang pada prakteknya tiap-tiap daerah berbeda. Maluku
merupakan salah satu Provinsi yang terletak di bagian timur Indonesia yang
memiliki banyak kearifan lokal yang layak dikembangkan. Salah satu kabupaten
di Maluku yaitu Maluku Barat Daya (MBD). Kabupaten ini merupakan kabupaten
yang letaknya jauh dari Ibu kota Provinsi Maluku, serta memilik kondisi geografis
yang terdiri dari pulau- pulau sehingga proses pertumbuhan ekonomi di daerah ini
menjadi terhambat. oleh karena letaknya yang jauh, menjadi salah satu
permasalahan yakni pendistribusian pangan (beras).
Menurut Zamroni dalam Sumedi dan Jhauhari (2014) faktor kurang
memadainya infrastruktur, terutama transportasi pada wilayah terpencil menjadi
kendala pendistribusian bahan pangan. Hal ini tentu menjadi permasalahan besar
terhadap pangan di pulau-pulau kecil. Disisi lain, kondisi iklim di Kabupaten
MBD terdiri dari musim hujan dan musim panas (paceklik). Namun, karena
musim panas yang lebih lama (8 bulan) daripada musim hujan (4 bulan)
menyebabkan masalah bagi ketersediaan pangan lokal pada masyarakat setempat.
Hal ini ditambah lagi dengan sifat dari produk pertanian yang bulky dan mudah
rusak, membuat masyarakat harus memiliki pengetahuan dalam mengolah pangan
lokal (singkong) agar bisa bertahan dalam waktu yang lebih lama. Kebiasaan
masyarakat dalam mengolah pangan didasarkan pada pengetahuan setempat
116 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
(kearifan lokal) yang sudah ada sejak zaman nenek moyang dan masih dilakukan
sampai saat ini.
Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang
berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai tersebut menjadi
pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian
hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka
sehari-hari. Kearifan lokal dalam proses pengolahan pangan lokal sebagai sumber
karbohidrat masyarakat di pedesaan yang biasa dikonsumsi adalah jagung, ubi
kayu, ubi jalar, talas, ganyong (sebek), surak, gembili (kemilik), uwi dan perenggi
(Tupan, 2005).
Desa Werwaru merupakan salah satu desa di Kabupaten Maluku Barat
Daya yang memiliki cara sendiri dalam mengolah pangan lokalnya. Tradisi
tersebut sudah menjadi satu strategi dalam menjaga ketersediaan pangan
sepanjang tahun. Salah satu kearifan lokal Desa Werwaru yaitu mengolah
singkong menjadi singkong kering (Namlai Kerne). Kearifan lokal tersebut telah
lahir dan berkembang dari generasi ke generasi seolah-olah bertahan dan
berkembang dengan sendirinya. Nilai tersebut telah menjadi norma yang
mengatur bagaimana setiap anggota masyarakat harus berperilaku baik terhadap
sesama manusia, tumbuhan dan dan hewan serta sumber daya alam lingkungan,
(Pattinama 2013). Selain itu, kondisi iklim yang selalu berubah-ubah juga
membuat masyarakat Desa Werwaru harus mampu menjaga ketersediaan pangan
mereka sepanjang waktu, dengan teknologi pengolahan yang masih bersifat
tradisional.
Hasil penelitian lain dilakukan oleh Wahid (2014), terdapat hubungan
yang tidak dapat terpisahkan antara kearifan lokal dan ketahanan pangan. Hal ini
disebabkan karena untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional basisnya adalah
ketahanan pangan daerah dan ketahanan pangan daerah sendiri berbasis pada
kearifan lokalnya (Wahid, 2014). Oleh karena kearifan lokal memiliki peranan
penting dalam mendukung ketahanan di pulau-pulau kecil seperti di Maluku, serta
mengingat kearifan lokal masing-masing daerah berbeda.
117 Volume 5 No. 2 Juni 2017
Berdasarkan uraian penjelasan diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: 1). Bagaimana proses pembuatan Namalai Kerne, 2). Nilai-
nilai kearifan lokal apa yang terkandung dalam Namlai Kerne, dan 3). Bagaimana
peran kearifan lokal (Namlai Kerne) bagi masyarakat Desa Werwaru
maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu: 1). Untuk mengetahui
proses pembuatan Namlai Kerne, 2). Untuk mengetahui nilai kearifan lokal dalam
Namlai Kerne, dan 3). Untuk mengetahui bagaimana peran Namlai Kerne dalam
mewujudkan ketahanan pangan di Desa Werwaru. Hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lain dalam penelitian
tentang kearifan lokal.
Metode Penelitian
Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja dengan memilih desa yang
masyarakatnya sebagian besar berperan dalan pengolahan singkong kering
(Namlai Kerne) yaitu di Desa Werwaru, Kecamatan Moa, Kabupaten Maluku
Barat Daya.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive
sampling, yaitu dengan memilih petani singkong sebagai informan kunci
sebanyak 12 orang yang telah lama menjadi petani minimal 5 tahun dan
cenderung mengolah singkong menjadi singkong kering (Namlai Kerne).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam
penelitian kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara,
pengamatan, dan studi literatur. Sumber data terdiri dari dua, yaitu: Data primer,
yaitu data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan informan.
Wawancara akan dilakukan kepada informan terpilih berdasarkan observasi yang
telah dilakukan. Teknik ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bugin (2011:
79) bahwa penelitian kualitatif menggunakan metode pengumpulan data seperti
wawancara yang mendalam, observai partisipan dan lain-lain.
Data sekunder yaitu data dikumpulkan melalui instansi-instansi terkait
seperti kantor desa, teori-teori yang relevan dari literatur, surat kabar, dan hasil
118 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
karya para peneliti terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang diteliti,
perpustakan dan lain-lain. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode
analisis kualitatif. Moeleong yang diacu dalam Subandi (2011), mendefinisikan
metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan atau dari bentuk tindakan kebijakan.
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Responden
Masyarakat Desa Werwaru sembilan puluh persen berprofesi sebgai petani.
Dengan pofesi ini, masyyrakat memiliki cara tersendiri dalam pemenuhan pangan
sehari-hari. Proses pemenuhan pangan dilakukan dengan berdasar pada
pengetahuan lokal yang dimiliki untuk mengolah pangan lokal daera setempat.
Salah satu pangan lokal yaitu singkong yang diolah menjadi singkong kering
(Namlai Kerne). Upaya untuk mengetahui keberadaan Namlai Kerne sebagai
kearifan lokal masyarakat desa Werwaru dapat ditelaah melalui karakteristik dari
penduduk yang dijadikan sebagai responden.
Karakteristik responden terdiri dari umur, tingkat pendidikan, jumlah
anggota keluarga, tingkat pendapatan dan lama berusaha tani yang merupakan
faktor yang mempengaruhi kemampuan petani dalam berusaha dan bekerja.
Karaktetristik responden dapat dijadikan sebagai acuan untuk melihat kemampuan
kinerja petani di lokasi penelitian.
Gambaran Umum Namlai Kerne
Namlai Kerne merupakan salah satu kearifan lokal masyarakata Desa
Werwaru yang sudah ada sejak zaman nenek moyang, dan sampai saat ini masih
menjadi tradisi masyarakat petani dalam menjaga ketersediaan pasokan pangan
sepanjang tahun. Namlai Kerne merupakan bahasa daerah Moa yang berarti
singkong kering, yang telah menjadi pangan lokal masyarakat setempat serta
menjadi andalan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pangan dan mengatasi
ancaman dari bahaya kelaparan atau krisis pangan (Fadhila, 2013). Sebelum
menjadi Namlai Kerne, ada beberapa tahapan yang dilakukan petani dengan
119 Volume 5 No. 2 Juni 2017
menggunakan teknik pengolahan yang wariskan dari orang tua dan leluhur
mereka.
Proses Pembuatan Namlai Kerne
Modifikasi bentuk Namlai Kerne yang dilakukan petani sekarang meskipun
berbeda dengan petani yang dulu, namun tahapan proses pembuatan Namlai
Kerne tidak sedikitpun berubah. Thenu (2013) menjelaskan bahwa pola
pengolahan pangan bersifat sederhana sesuai dengan kebiasaan masyarakat,
sehingga ditemui berbagai jenis produk olahan instan (siap di konsumsi) dan
diolah seperlunya, namun dapat memperpanjang masa simpan dan meningkatkan
nilai tambah produk. Sebelum melakukan pengolahan Namlai Kerne, petani
mengambil hasil produksi singkong di kebun. Proses pengambilan singkong di
kebun dilakukan pada sore hari dengan menggunakan alat transportasi roda dua
dan berjalan kaki. Peralatan yang digunakan yaitu parang, karung dan bakul.
Responden mengambil hasil produksi dibantu oleh suami/ istri serta anak-anak.
Ketika sampai dikebun, mereka mencabut pohon singkong dengan jumlah sesuai
keinginan responden kemudian umbinya dilepaskan dari pohon, dibersihkan dari
tanah- tanah yang menempel dan dimasukan kedalam wadah yang telah disiapkan
dan diangkut ke rumah. Pengambilan singkong dilakukan pada sore hari dengan
tujuan agar proses pengolahan dapat dilakukan pada malam hari karena singkong
sudah tersedia di rumah.
Gambar 1. Panen singkong
120 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Petani Desa Werwaru masih menggunakan teknik pengolahan yang
digunakan oleh orang tua mereka pada zaman dulu. Tahapan proses pembuatan
Namlai Kerne dapat dijelaskan sebagai berikut:
Langkah pertama yang dilakukan dalam proses pembuatan Namlai Kerne
adalah Singkong yang telah tersedia di rumah, selanjutnya akan dibersihkan.
Proses pembersihan biasanya dilakukan pada malam hari. Tahapan dari proses
pembersihan meliputi:
Gambar 2. Proses pengupasan singkong
Pengupasan adalah proses melepaskan kulit dari umbi. Dalam proses ini,
semua anggota keluarga terlibat untuk melakukan kegiatan ini. Namun tidak
hanya anggota keluarga tetapi ada tetangga-tetangga yang datang membantu
responden. Warga yang datang membantu, tidak dipanggil oleh responden tetapi
datang dengan inisiatif sendiri. Aksi juga dibalas oleh responden pada kesempatan
lain jika responden tidak mengolah Namlai Kerne pada saat yang bersamaan.
Ketika warga datang membantu responden untuk pembersihan singkong, maka
responden wajib memberikan minuman (sopi) sebagai balas budi selama proses
pembersiha, Sikap memberi minuman bagi tamu sudah menjadi tradisi dan cara
hidup masyarakat Desa Werwaru yang dinamakan hnyoli leta.
121 Volume 5 No. 2 Juni 2017
Gambar 3. Singkong dicuci
Setelah singkong dikupas, langkah selanjutnya adalah singkong dicuci
dengan menggunakan air dan sikat pakaian. Air diisi dalam wadah (loyang),
kemudian singkong yang sudah dikupas dimasukan kedalam wadah lalu dicuci
menggunakan sikat. Proses ini biasanya dilakukan oleh anak perempuan
responden.
Gambar 4. Singkong dibelah
Singkong yang telah bersih, kemudian di belah dan uratnya dilepaskan.
Proses ini biasanya dilakukan oleh semua anggota keluarga dan tetangga yang
datang membantu. Setelah urat singkong dilepaskan dan ukuran singkong masih
lebar maka akan dibelah sekali lagi untuk mempermudah dalam proses
122 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
selanjutnya. Semua singkong yang sudah dibelah, akan ditaruh dalam wadah atau
dianginkan diatas karung sampai besoknya baru dilanjutkan proses pengolahan.
Gambar 5. Pengirisan singkong
Proses pengirisan singkong dilakukan dengan cara dipotong setipis mungkin
dengan ukuran kira-kira 0,5cm. Singkong dipotong sekecil mungkin dengan
tujuan agar mempercepat dalam proses pengeringan. Apabila singkong terlalu
tebal, maka waktu pengeringan yang dibutuhkan akan lebih lama dari yang
diharapkan. Kegiatan pengirisan dilakukan pada waktu subuh sekitar pukul 04.00
Wit, dengan tujuan setalah fajar maka proses pengirisan selesai dan langsung
dijemur diibawah sinar matahari. Kegiatan pengirisan membutuhkan waktu yang
lebih lama dan biasanya yang melakukan kegiatan ini adalah ibu-ibu kerana ibu-
ibu memiliki keterampilan (lebih cepat) dalam memotong singkong secara tipis.
Gambar 6. Proses pengeringan singkong
123 Volume 5 No. 2 Juni 2017
Pengeringan dilakukan dengan tujuan mengurangi kadar air pada singkong.
Proses pengeringan yang dilakukan responden bersifat manual tanpa
menggunakan mesin pengering. Responden hanya menjadikan sinar matahari
sebagai satu-satunya sumber pengeringan. Oleh karena itu proses pengeringan
seringkali mengalami masalah atau hambatan apabila ada perubahan cuaca (hujan)
secara tiba-tiba. Lama penyinaran rata-rata adalah tiga hari penuh, jika
penyinarannya tidak penuh selama tiga hari maka proses pengeringan bisa lebih
dari tiga hari. Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan tikar (ukce)
yang dibuat dari daun koli. Pengeringan dilakukan saat matahari terbit dengan
cara membuka tikar di pekarangan yang luas kemudian singkong yang sudah
diiris, disiram diatas tikar dan disebar secara merata. Setelah sore (pukul 17.00
wit), singkong diangkat dan dimasukan kedalam karung. Karung digunakan
sebagai wadah penyimpanan sementara selama 3 hari sebelum dimasukan
kedalam drum.
Gambar 7. Proses penyimpanan singkong
Penyimpanan dilakukan apabila singkong sudah menjadi Namlai Kerne.
Waktu penyimpanan tidak dilakukan sesuai keinginan responden semata tetapi
waktu penyimpanan harus dilakukan setelah 3 hari dikeringkan dan pada hari
akan disimpan maka responden harus menjemur Namlai Kerne dari pagi (09.00)
sampai siang (14.00) baru diangkat dan dimasukan kedalam drum. Cara ini
dilakukan agar suhu panas pada Namlai Kerne tetap terjaga saat berada dalam
124 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
drum. pola penyimpanan menggunakan wadah/media (kaleng, drum) bersifat
sederhana namun bisa memperpanjang masa simpan pangan Thenu (2013).
Nilai Kearifan Lokal Dalam Namlai Kerne
Kearifan lokal dapat juga disebut jawaban kreatif terhadap situasi geografis-
geopolitis, historis, dan situasional yang bersifat lokal (Hendro, 2012). Hal ini
berarti dengan kearifan lokal yang ada maka, masyarakat dapat memenuhi
kebutuhan pangan rumah tangga dengan mengolah pangan lokal yang ada.
Namlai Kerne sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat di Desa Werwaru untuk
menjaga ketahanan pangan tidak terlepas dari nilai-nilai budaya yang telah ada
sejak dahulu. Nilai-nilai budaya ini berkaitan erat dengan pengetahuan masyarakat
Desa Werwaru terhadap peran Namlai Kerne dalam mengatasi permasalahan
pangan.
Menurut Nurdiani (2014), Kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dapat
berupa: nilai, norma, kepercayaan, sanksi, dan aturan-aturan khusus. Bentuk
kearifan lokal akan menghasilkan suatu bentuk implementasi dalam menjaga
kesejahteraan pangan.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai nilai kearifan lokal, dapat dilihat
pada tabel 8.
Tabel 8. Nilai Namlai Kerne sebagai kearifan lokal
Nilai Kearifan Lokal Nilai Namlai Kerne
Gotong-royong Proses pengolahan Namlai Kerne tidak dilakukan oleh
pemilik sendiri tetapi dibantu oleh tetangga-tetangga, hal
didasarkan pada rasa saling peduli satu dengan yang lain.
Budaya Namlai Kerne sudah ada sejak zaman dulu dan telah
menjadi kebiasaan masyarakat sehingga tetap dilakukan
dari dulu sampai sekarang.
Ekonomi Namlai Kerne sering dijadikan sebagai sumber pendapatan
bagi petani selain sebagai sumber pangan.
Identitas Namlai Kerne meupakan identitas Desa Werwaru karena
sentra penghasil Namlai Kerne terbanyak di Kabupaten
MBD adalah Desa Werwaru
125 Volume 5 No. 2 Juni 2017
Berdasarkan tabel diatas maka nilai Namlai Kerne dapat dijelaskan sebagai
berikut: 1). Gotong royong. Sikap bekerja sama antar petani dengan tetangga
dalam pengolahan Namlai Kerne sudah menjadi cara hidup masyarakat yang biasa
dikenal dengan Hnyoli leta yang diartikan sebagai sesuatu sikap seseorang untuk
terlibat membantu dalam sebuah kegiatan kampung bersama orang-orang sekitar.
Dalam proses pembuatan Namlai Kerne, imbalan yang diberikan pada masyarakat
yang ikut membantu yakni pemberian sopi (sejenis minuman keras yang terbuat
dari bakal buah pohon koli melalui proses penyulingan). Pemberian sopi (arak)
untuk diminum (remnu arak) oleh warga yang ikut membantu dilaksanakan
bersamaan saat pekerjaan sedang berlangsung.
Oleh karena pentingnya nilai gotong-royong (hnyoli leta) serta untuk
menjaga agar tindakan kolektivitas dalam Namlai Kerne tetap terjaga, maka
pelanggaran terhadap norma tersebut diselesaikan dengan pendekatan
kekeluargaan. Tujuannya adalah untuk mengingatkan individu terhadap sikapnya
yang salah. Dalam penyelesaiannya, individu yang berbuat salah akan didatangi
oleh seorang warga yang dihormati oleh warga lain dan dianggap sebagai wakil
warga dalam memberikan nasihat. 2). Budaya. Namlai Kerne sudah menjadi
budaya petani Desa Werwaru secara turun- temurun. Pewarisan pengolahan
namlai kerne tidak secara tertulis tetapi dilakukan secara lisan dari generasi ke
generasi. 3). Ekonomi. Namlai Kerne tidak hanya sebagai sumber pangan bagi
petani tetapi dijadikan sebagai sumber pendapatan, tidak hanya dalam bentuk
uang tetapi juga ditukar dengan pangan lain seperti ikan asin dan ternak (babi). 4).
Identitas. Produksi Namlai Kerne terbesar adalah Desa Werwaru, itulah sebabnya
ketika ada permintaan konsumen terhadap Namlai Kerne maka tempat yang
mereka tuju untuk membeli adalah Desa Werwaru karena dianggap sebagai
penghasil Namlai Kerne. Berdasarkan data yang diperolah dari instansi terkait
seperti kantor Desa bahwa luas lahan untuk ubi kayu adalah 50 ha dengan total
produksi 500 ton/ tahun. Dengan demikian ketersediaan Namlai Kerne sepanjang
tahun didukung oleh jumlah produksi yang besar. Karena selain singkong sebagai
makanan pokok masyarakat Desa Werwaru, alasan lain mengapa harus adanya
Namlai Kerne adalah karena hasil produksi yang tinggi.
126 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Peran Namlai Kerne Bagi Masyarakat Petani
Kearifan lokal Namlai Kerne yang ada di Desa Werwaru memberikan
berbagai manfaat bagi para petani. Hal ini dapat dilihat dari beberapa peran
Namlai Kerne berikut ini.
Peran Namlai Kerne dalam menjaga ketahanan pangan
Ketahanan pangan menurut Kartasasmita dalam (Wahid, 2014) adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
Berdasarkan pendapat dari Kartasasmita dan dibuktikan dengan penelitian
langsung dilapangan, maka peran Namlai Kerne bagi masyarakat desa Werwaru
sangat penting dalam menjaga ketahanan pangan dilihat dari aspek ketahanan
pangan yaitu ketersediaan, kecukupan, aksesibilitas dan keamanan pangan.
Namlai Kerne di desa Werwaru dapat menjamin ketahanan pangan karena tersedia
sepanjang tahun, mudah diakses oleh semua jenis kalangan masyarakat, aman
untuk dikonsumsi dan dapat memenuhi kebutuhan pangan masyayrakat dari
waktu ke waktu. Ketersediaan pangan bagi masyarakat petani melalui
pengetahuan lokal yang dimiliki untuk mengolah sumber daya lokal yang tersedia.
Proses pengolahan sumber daya alam didasarkan pada kemampuan dan selera
petani dalam mengakses sumber daya lokal yang dimiliki. Kearifan lokal sebagai
sumber pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga tercermin dari tersedianya
stok pangan sepanjang tahun. Hal ini dijelaskan oleh Sopamena dkk (2017) bahwa
kearifan lokal sebagai pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga dengan
menggunakan strategi dalam pengolahan. Strategi yang digunakan dalam
mengolah komoditas pertanian menjadi produk yang tahan lama sehingga pangan
tetap tersedia sampai musim tanam berikutnya dengan berdasarkan pada
pengetahuan lokal setempat seperti mengolah jagung menjadi sereal, produk lain
juga seperti sinole.
Hasil wawancara dengan ibu M. L. Ibu M. L mengatakan bahwa:
Namlai Kerne merupakan pangan pokok, sehingga dilakukan
setiap musim panen dengan tujuan memenuhi kebutuuhan makan
127 Volume 5 No. 2 Juni 2017
sehari-hari. Ibu M. L mengatakan bahwa dari kecil mereka
dibiasakan orang tua memngkonsumsi Namlai Kerne sehingga
sampai saat ini mereka tidak bisa meninggalkan Namlai kerne
meskipun sudah ada pangan lain seperti beras.
Berdasarkan ringkasan wawancara maka dapat dijelaskan Namlai Kerne di
Desa Werwaru sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat
petani. Dalam mengkonsumsi Namlai Kerne, ada teknik pengolahan yang
dilakukan masyarakat seperti mengolah Namlai Kerne dengan pangan lain,
diselingkan dengan pangan lain sehingga Namlai Kerne tidak secara rutin
dikonsumsi setiap hari. Hal ini dijelaskan oleh Thenu (2013) bahwa pola
konsumsi masyarakat bervariasi (pola makan campuran). Pola campuran seperti
ini adalah suatu tradisi yang sudah terpola dan merupakan bentuk antisipasi
terhadap berbagai resiko seperti : musim, daya beli masyarakat dan ketersediaan
sumber lauk pelengkap. Berdasarkan pola penanganan pangan tersebutlah, maka
masyarakat tetap bertahan dalam kondisi apapun di wilayah kepulauan.
Masyarakat memiliki cara agar tidak bosan dalam mengkonsumsi Namlai Kerne
yaitu mencampurnya dengan pangan lain seperti jagung, dan kacang merah. Cara
pengolahannya yaitu jika masyarakat ingin mengkonsumsi Namlai Kerne sendiri
maka hanya direbus sampai matang kemudian dikonsumsi, tetapi jika ingin
mencampurnya dengan jagung atau kacang maka cara pengolahannya yaitu
kacang merah rebus terlebih dahulu sampai matang setelah itu namlai kerne
dicampur dengan kacang merah yang sudah matang dan direbus sampai matang
kemudian siapa dikonsumsi.
Peran Namlai Kerne dalam bidang ekonomi.
kearifan lokal berperan dalam meningkatkan ekonomi rumah tangga. Hal ini
dijelaskan oleh Lepp dkk dalam Batoro dan Jati (2017) yang menyatakan bahwa
masyarakat pedesaan harus mengeksplorasi budaya mereka dalam memperkuat
sumber daya ekonomi untuk pengembangan pembangunan masyarakat. hasil
wawancara dengan ibu E. L dan ibu B. S mengenai peran Namlai Kerne dalam
bidang ekonomi sebagai berikut.
128 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Wawancara dengan Ibu E. L di rumah Ibu E. L mengatakan bahwa
“Namlai Kerne sangat berperan dalam meningkatkan atau
menambah ekonomi keluarga. Hal ini saya rasakan dari hasil
penjualan Namlai Kerne digunakan untuk biaya pendidikan anak-
anak. Selain untuk biaya pendidikan, Namlai kerne juga dijual dan
hasil dari penjualan itu digunakan untuk membeli kebutuhan
rumah tangga seperti sembako. Jumlah Namlai Kerne yang terjual
saat wawancara adalah lima drum dengan total uang sebesar Rp
5.000.000”.
Namlai Kerne selain sebagai sumber pangan, juga sebagai sumber
pendapatan dalam keluarga. Proses penjualan menggunakan kaleng dengan berat
15 kg sebagai takaran dengan harga Rp 100.000,- per kaleng. Hampir semua
petani yang mengolah Namlai Kerne menjadikan namlai kerne sebagai salah satu
sumber pendapatan tambahan disamping pendapatan dari pangan lain. Dengan
demikian peran Namlai Kerne bagi petani dibidang ekonomi sangat penting
karena dapat membantu petani dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Peran Namlai Kerne sebagai alat tukar (barter)
Tidak hanya digunakan sebagai sumber pangan dan sumber pendapatan,
Namlai Kerne juga dijadikan sebagai alat tukar dengan pangan dan barang lain.
Seperti yang dialami oleh suku Maybrat yang dijelaskan oleh Pattiselanno dan
Mentansan (2010) bahwa masyarakat Ayfat melakukan proses tukar menukar
hasil buruan dengan barang lain seperti gelang dari kulit siput, gigi taring buaya
dan babi. Kegiatan perdagangan melalui proses barter dilakukan masyarakat Ayfat
untuk keperluan sosial budaya diantara sesama kelompok etnik. Hal serupa
dilakukan oleh masyarakat Desa Werwaru karena tidak semua pangan diproduksi
oleh petani dengan demikian mereka harus menukar Namlai Kerne dengan pangan
lain untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pangan yang sering ditukar dengan
Namlai Kerne yaitu ikan segar, ikan asin, dan ternak seperti babi. Takaran untuk
proses barter yaitu jika ditukar dengan ikan segar maka 2 kg Namlai Kerne
ditukar dengan 1 tusuk ikan segar (20 ekor), sedangkan untuk ikan asin yang
129 Volume 5 No. 2 Juni 2017
berukurran besar, maka 4 kg Namlai Kerne ditukar dengan 1 tusuk ikan asn(10
ekor). Dan untuk ternak, 1 ekor anak babi dapat ditukar dengan 3 kaleng (150 kg)
Namlai Kerne. Karena letak Desa Werwaru yang jauh dari pantai membuat
masyarakat sulit mendapatkan ikan sebagai lauk oleh karena itu petani sering
menukar Namlai Kerne dengan ikan asin dan ikan segar dari desa dan pulau lain.
Kedalaman wawancara dengan responden mengenai peran Namlai Kerne
sebagai alat tukar sebagai berikut.
Wawancara dengan Ibu P. L di rumah Ibu P. L mengatakan bahwa
“Namlai Kerne yang dimiliki, sering ditukar dengan ikan segar
dan ikan asin dari penjual ikan. Pertukaran ini terjadi karena para
penjual ikan datang dan menawarkan ikan mereka dengan Namlai
kerne. Karena letak Desa Werwaru yang jauh dengan laut,
mengharuskan untuk menukar Namlai Kerne dengan ikan untuk
dikonsumsi.”
Berdasarkan hasil wawancara, maka diketahui bahwa Desa Werwaru selalu
didatangi penjual ikan dari pulau Luang untuk menukar ikan asin dengan Namlai
Kerne sementara dari desa tetangga di pulau Moa dan juga pulau Letti datang
menukar ikan segar dan ternak babi dengan Namlai Kerne. Proses tukar menukar
ini sudah dari zaman dulu, dan masih terjadi saat ini.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: Nilai- nilai
yang terkandung didalam Namlai Kerne sebagai kearifan lokal yaitu nilai gotong-
royong, nilai budaya, nilai ekonomi dan nilai identitas. Namlai Kerne memiliki
beberapa peran terhadap petani yaitu; a) Sebagai sumber pangan. responden
menjadikan Namlai Kerne sebagai salah satu sumber pangan disamping pangan
lokal lainnya dalam pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari. b) Sumber
pendapatan. Namlai Kerne sebagai sumber pendapatan, karena dapat diuangkan.
Meskipun tidak ada prasarana (pasar) yang menampung produk ini namun ada
konsumen yang datang membeli langsung dirumah. Namlai Kerne dijual dengan
130 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
menggunakan ukuran kaleng dengan berat kaleng kurang lebih 15 kg dengan
harga Rp 100.000 per kaleng. c) Sebagai alat tukar (barter). Selain sebagai sumber
pangan dan sumber pendapatan, Namlai Kerne juga dapat digunakan sebagai alat
tukar atau dibarter dengan pangan lain seperti ikan asin, gurita, ikan mentah, dan
juga ternak seperti babi. Proses pertukaran ini tidak hanya dilakukan oleh
masyarakat dari Desa tetangga tetapi juga dari pulau lain seperti pulau Leti dan
pulau Luang.
Daftar Pustaka
Bugin, B. 2012. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Edisi 1 cet 9. Jakarta: Raja
Grafindo Persada (Rajawali Perss).
Budiyanto, M. dan Agus, K. 2010. “Model Pengembangan Ketahanan Pangan
Berbasis Pisang Melalui Revitalisasi Nilai Kearifan Lokal”. Jurnal Teknik
Industri, 11 (2): 170–177.
Fadhilah, A. 2013. Kearifan lokal dalam membentuk daya pangan lokal
komunitas Molamahu pulubala Gorontalo. Universitas Islam Negeri.
Hendro, dkk. 2012. Kearifan Lokal dalam Menjaga Lingkungan Hidup (Studi
Kasus Masyayrakat di Desa Colo Kecamatan Dawek Kabupaten Kudus).
Journal Of Educational Social Studies. (online), 1(1) : -
Nurdiani, R. 2014. Penerapan Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam
Mempertahankan Ketahanan Pangan (Studi Etnografi pada Masyarakat
Kampung Adat Cireundeu, Kel. Leuwigajah Kec. Cimahi Selatan, Kota
Cimahi). Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol.
I. (2); 203-212.
Pattinama, M.J. 2013. Kearifan Lokal dan Pengentasan Kemiskinan.
<http://maxmjpattinama.unpatti.org/2013/03/kearifan-lokal-dan-
pengentasan-kemiskinan>/. Diakses tanggal 13 April 2017.
Pattinama, M.J. 2013. “Pengentasan Kemiskinan dengan Kearifan Lokal (studi
kasus di pulau Buru-Maluku dan Surade-Jawa Barat)”. Makara, sosial
Humaniora, 13 (1): 1-12.
Pattiselanno, F dan Mentansan, G. 2010. “Kearifan tradisional suku Maybrat
dalam perburuan satwa sebagai penunjang pelestarian satwa”. Makara,
sosial humaniora, 14 ( 2) : 75-82
Sopamena J. F, Sukesi. K, Hidayat. K, Sugiyanto. 2017. “Local Wisdom and Food
Resilience in Selaru Island Community Of Maluku Province”. 5 (2) : 170-
172.
131 Volume 5 No. 2 Juni 2017
Subandi, 2011. “Deskripsi Kualitatif sebagai Satu Metode Dalam Penelitian
Pertunjukan”. Harmonia 11 (2) : -
Sutikno. B dan Batoro. J. 2017. “Analisis kearifan lokal terhadap pembangunan
ekonomi hijau di kabupaten pasuruan”. Jurnal ekonomi islam 8 (2) ; 243 –
256
Thenu. S. F. W. 2013 “Model pengembangan agribisnis jagung untuk mendukung
ketahanan pangan berbasis gugus pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya
Provinsi Maluku”. Disertasi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Tupan, 2005. Wujudkan Ketahanan Pangan dengan Kearifan Lokal. Bidang
Informasi Pusat Dokumentasi Dan Informasi Ilmiah – Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI).
Wahid, M. A. 2014. Kearifan Lokal (Local Wisdom) Dan Ketahanan Pangan.
Skripsi. Universitas Padjajaran.
Zamroni, S. 2010. Food Security Policies in Maritime Southeast Asia: The Case
of Indonesia. International Institute for Sustainable Development,
Winnipeg, Manitoba.