163
PAPUA BARAT KAJIAN FISKAL REGIONAL Tahun 2019 KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id

PAPUA BARAT

KAJIAN FISKAL REGIONAL Tahun 2019

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

development is about transforming the lives of people not just transforming economies (Joseph E Stiglitz 2006)

i

Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan

Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan

rahmat-Nya kami dapat menyusun Kajian Fiskal

Regional (KFR) Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Penyusunan KFR yang merupakan bagian dari

tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah Ditjen

Perbendaharaan (Treasury Regional Office) ini

setidaknya melibatkan Development

Economics sebagai field study yang digunakan

dalam merekonstruksi metodologi sebagai

pendekatan akademik dalam melakukan

kajian kebijakan ekonomi pembangunan suatu

region

Pengembangan budaya akademik dalam

memahami fenomena pembangunan dengan

meletakkan basis research-based policy pada

dasarnya merupakan bagian dari budaya kerja

organisasi modern Dengan melakukan

pendalaman permasalahan melalui riset

diharapkan akan diperoleh suatu solusi yang

seimbang objective dan komprehensif dalam

pengambilan putusan Perkembangan

pembangunan dan industrialisasi pada negara-

negara maju (developed countries)

mempengaruhi kajian akademik yang

direpresentasikan dengan kurikulum universitas

yang mengarah tema-tema research spesifik

semisal urban economics environment

economics industrial economics transportation

economics logistic economics regional

economics dll Kajian development economics

kurang menjadi fokus utama karena era

tersebut telah dilalui dan menjadi bagian dari

sejarah panjang dialektika pembangunan

(development dialectics) negara-negara maju

Sebagai branch dari economics yang

melakukan studi proses pembangunan pada

negara-negara yang berpendapatan rendah

(low-income countries) development

economics memfokuskan pada studi economic

development economic growth dan structural

change dan lebih jauh lagi juga

menempatkan fokus studi pada kependudukan

dari sudut pandang kesehatan (health)

pendidikan (education) lapangan pekerjaan

(job opportunity) baik di sektor publik maupun

private dengan pendekatan quantitative

analysis qualitative analysis dan mixed method

antara keduanya Dalam prakteknya untuk

KATA PENGANTAR

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

ii

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Kata Pengantar

merancang (to devise) pembangunan

ekonomi development economics

mempertimbangkan faktor sosial budaya

legal dan politik

Kajian Fiskal Regional (Regional Fiscal Analysis)

ini merupakan studi perkembangan ekonomi

pembangunan dari sudut pandang kebijakan

fiskal untuk wilayah Provinsi Papua Barat

Variabel utama yang digunakan untuk

melakukan analisis pembangunan adalah

dengan melakukan studi deskriptif kuantitatif

atas data penerimaan dan pengeluaran

negara Dalam studi ini outlook pembangunan

dalam satu tahun dengan memperhatikan

indikator-indikator pertumbuhan ekonomi

(consumption investment government

expenditure net export) dan dampak yang

timbul seperti indeks pembangunan manusia

(human development index) pemerataan

pendapatan (income equality)

penanggulangan kemiskinan (poverty

alleviation) pengurangan pengangguran

(unemployment reduction) dan lain-lain Pada

saat yang bersamaan indikator makro ekonomi

tersebut disandingkan dengan beberapa

perspektif yang merupakan constraint

pembangunan antara lain 1) Aspek budaya

(culture aspect) sebagai contoh adalah

eksistensi hak ulayat dalam kehidupan sosial

kemasyarakatan 2) Aspek sosial

kemasyarakatan (sosiological aspect) sebagai

contoh kerentanan sosial (social vulnerability)

yang membuat stabilitas masyarakat

terganggu 3) Aspek politik (political aspect)

sebagai contoh pelaksanaan otonomi khusus

(special autonomy) yang belum menunjukkan

dampak positif terhadap pertumbuhan

pembangunan 4) Aspek geografis

(geographical aspect) sebagai contoh kondisi

geografi yang belum terintegrasi secara

infrastruktur

Dengan keterbatasan yang ada kami

menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini

masih terdapat kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan Oleh karena itu kami

mengharapkan saran masukan dan kritik yang

bersifat membangun untuk perbaikan ke arah

yang lebih baik Akhirnya kami berharap

semoga kajian ini dapat memberikan manfaat

kepada semua pihak serta dapat menjadi

tambahan pengetahuan dan wawasan bagi

pembaca semuanya

Manokwari 25 Februari 2019

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal

Perbendaharaan Provinsi Papua Barat

Hari Utomo

Halaman ini sengaja dikosongkan

iii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GRAFIK xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR BOKS xiv

EXECUTIVE SUMMARY xv

BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH 1

A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 1

A1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 1

A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah 4

B TANTANGAN DAERAH 5

B1 Tantangan Ekonomi Daerah 6

B2 Tantangan Sosial Kependudukan 10

B3 Tantangan Geografi Wilayah 15

BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL 19

A INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL 19

A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 20

A2 Inflasi 20

A3 Suku Bunga 27

A4 Nilai Tukar 29

B INDIKATOR KESEJAHTERAAN 29

B1 Indikator Pembangunan Manusia (IPM) 29

B2 Kemiskinan 31

B3 Ketimpangan 32

B4 Ketenagakerjaan 33

C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL 34

C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan 34

C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan

Pendekatan Model Data Panel 35

BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN 39

A APBN TINGKAT PROVINSI 39

B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 40

B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat 41

B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi 43

B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan dan PNBP Terhadap

Perekonomian 43

C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 44

C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Organisasi (BA atau KL) 45

C2 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi 46

iv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja 47

C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat 47

D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT 47

E TRANSFER KE DAERAH 49

F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN (BLU) UMUM PUSAT 50

F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat 50

F2 Perkembangan Pengelolaan AsetPNBPRM dan BLU Pusat 50

F3 Kemandirian BLU 51

F4 Potensi Satker PNBP Menjai Satker BLU 51

G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT 51

G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan AgreementSLA) 52

G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) 52

H MANDATORY SPENDING BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT STRATEGIS

LAINNYA 54

H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur 54

H2 Output Strategis Bidang Pendidikan 55

H3 Output Strategis Bidang Kesehatan 56

BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD 59

A ANALISIS PENDAPATAN APBD 60

A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah 61

A2 Analisis Kemandirian Daerah 62

B ANALISIS BELANJA APBD 62

B1 Analisis Belanja Derah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi 62

B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis Belanja (Sifat Ekonomi) 63

C PENGELOLAAN INVESTASI DEARAH 63

C1 Bentuk Investasi Daerah 63

C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 64

D SILPA DAN PEMBIAYAAN 64

D1 Perkembangan Defisit APBD 64

D2 Pembiayaan Daerah 65

E PENGELOLAAN BLU DAERAH 65

E1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Daerah 65

E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah 66

E3 Analisis Legal 67

F ANALISIS APBD LAINNYA 67

F1 Analisis Horizontal 67

F2 Analisis Vertikal 67

F3 Analisis Kapasitas Fiskal Daerah 69

G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN DAERAH 70

G1 Solvabilitas Anggaran 72

G2 Kemandirian Keuangan 73

G3 Fleksibilitas Keuangan 75

v Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

G4 Solvabilitas Layanan 76

G5 Indeks Kesehatan Keuangan 77

H BELANJA WAJIB DAERAH 79

H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan 79

H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan 80

H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur 81

BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN 82

A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KONSOLIDASIAN 82

B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN 82

B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 82

B2 Analisis Perubahan 83

B3 Rasio Pajak (Tax Ratio) 83

C BELANJA KONSOLIDASIAN 85

C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 86

C2 Analisis Perubahan 86

C3 Analisi Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja

Konsolidasian 86

C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk 87

C5 Analisis Belanja 88

D SURPLUS DEFISIT 89

E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH TERHADAP PRODUK DOMESTIK

REGIONAL BRUTO (PDRB) 89

BAB VI ANALISIS POTENSI DAN TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 91

A ANALISIS POTENSI PAJAK DEARAH

Pendekatan Masfield-Wirasasmita Model 91

A1 Landasan Teori 91

A2 Hasil Estimasi 92

A3 Implikasi Kebijakan 93

B ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAERAH

Pendekatan Input-Output Model 94

B1 Konsep dan Definisi 94

B2 Metodologi Pengukuran 95

B3 Hasil dan Pembahasan 96

B4 Implikasi Kebijakan 98

C ANALISIS TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 98

C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam (Natural Resource Curse) 99

C2 Pengembangan Kapasitas SDM 99

C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism) 100

C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana Infrastruktur 100

C5 Stabilitas Sosial Politik 101

C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement) 101

C7 Pengembangan UMKM (Small dan Medium Enterprises) 102

vi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

BAB VII ANALISIS TEMATIK 103

A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING 104

A1 Kebijakan Pencegahan 105

A2 Sasaran Program 106

B PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH 107

B1 Belanja KL dalam APBN 107

B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa 108

B2 Belanja APBD 109

B2 Belanja Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting 111

C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING 112

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 113

A KESIMPULAN 114

B REKOMENDASI 115

DAFTAR PUSTAKA 118

LAMPIRAN xviii

vii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR TABEL

Tabel 11 Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat

Tahun 2017-2021 3

Tabel 12 Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 4

Tabel 13 Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam RKPD Provinsi

Papua Barat 5

Tabel 14 PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar) 7

Tabel 15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 7

Tabel 16 Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen) 8

Tabel 17 Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa) 9

Tabel 18 Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat 10

Tabel 19 Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

Tahun 201910

Tabel 110 Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat 12

Tabel 111 AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 13

Tabel 112 Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun di Provinsi

Papua Barat (persen) 13

Tabel 113 Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat 14

Tabel 114 Komposisi Luas KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 15

Tabel 115 Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 16

Tabel 116 Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di Provinsi

Papua Barat 16

Tabel 117 Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di Provinsi Papua Barat 17

Tabel 118 Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019 17

Tabel 117 Risiko Bencana per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat17

Tabel 21 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 24

Tabel 22 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 34

Tabel 23 Ringkasan Hasil Ujian Hausman 36

Tabel 24 Ringkasan Hasil Regresi Data Panel 37

Tabel 31 Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018

dan 2019 (miliah Rp) 39

Tabel 32 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018- 2019 (miliar Rp) 41

Tabel 33 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 43

Tabel 34 Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 44

Tabel 35 Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (rupiah) 44

Tabel 36 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran di

viii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 45

Tabel 37 Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 46

Tabel 38 Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 47

Tabel 39 Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 48

Tabel 310 Pagu dan Realisasi dana Transfer Tahun 2018-2019 Provinsi

Papua Barat (miliar Rp) 49

Tabel 311 Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP yang

Berpotensi Menjadi Satker BLU 51

Tabel 312 Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat 52

Tabel 313 Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi

Papua Barat 52

Tabel 314 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Bank Penyalur

sd Tahun 2019 53

Tabel 315 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema

sd Tahun 2019 53

Tabel 316 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan

Usaha sd Tahun 2019 54

Tabel 317 Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55

Tabel 318 Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55

Tabel 319 Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 56

Tabel 41 Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 59

Tabel 42 Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 61

Tabel 43 Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp) 61

Tabel 44 Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp) 63

Tabel 45 Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah se- Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 (Rupiah) 64

Tabel 46 SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah) 64

Tabel 47 Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat 64

Tabel 48 Rasio Keseimbangan Umum dan Primer Provinsi Papua Barat 65

Tabel 49 Profil Anggaran RSUD Manokwari 66

Tabel 410 Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Perawatan 66

Tabel 411 Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019 67

Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD 67

Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp) 68

Tabel 414 Analisis Vertikal Pendapatan APBD 2019 Provinsi Papua Barat (persen) 68

Tabel 415 Analisis Vertikal Belanja APBD 2019 Provinsi Papua Barat 69

ix Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Tabel 416 Analisis Fiskal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)69

Tabel 417 Kuadran Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 201970

Tabel 418 Rasio Solvabilitas Anggaran 72

Tabel 419 Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 73

Tabel 420 Rasio Kemandirian Keuangan 73

Tabel 421 Kriteria Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Menurut TIM KKD

FE UGM 74

Tabel 422 Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 74

Tabel 423 Rasio Fleksibilitas Keuangan 75

Tabel 424 Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 75

Tabel 425 Rasio Solvabilitas Layanan 76

Tabel 426 Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (juta Rp) 76

Tabel 427 Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 77

Tabel 428 Kuadran Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health index) Pemerintah

Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019 79

Tabel 429 Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201979

Tabel 430 Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201980

Tabel 431 Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201979

Tabel 51 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 82

Tabel 52 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 83

Tabel 53 Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019 84

Tabel 54 Realisasi Penerimaan Perpajakan per Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 84

Tabel 55 Realisasi Penerimaan Perpajakan perkapita per Kabupaten Kota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 85

Tabel 56 Realisasi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019 85

Tabel 57 Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 87

Tabel 58 Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp) 87

Tabel 59 Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019 (miliar Rp) 88

Tabel 510 Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019 88

Tabel 511 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papau Barat

x Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 88

Tabel 512 Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 89

Tabel 513 Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2019 90

Tabel 61 Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (juta Rp) 92

Tabel 62 Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor Ekonomi Terbesar

Provinsi Papua Barat Tahun 2013 (juta Rp) 96

Tabel 63 Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Metode Modified RAS 96

Tabel 64 Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Metode Modified RAS 97

Tabel 71 Jumlah dan Kelompok Penduduk di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (jiwa) 106

Tabel 72 Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per KabupatenKota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (persen) 107

Tabel 73 Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 108

Tabel 74 Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 109

Tabel 75 Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 110

Tabel 76 Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (Rp) 111

xi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR GRAFIK

Grafik 11 Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat 8

Grafik 12 Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat 8

Grafik 13 Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 12

Grafik 21 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Dunia Tahun 2019 19

Grafik 22 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua Barat

Tahun 2016-2019 (persen) 20

Grafik 23 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut Lapangan

Usaha (persen) 20

Grafik 24 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut

Pengeluaran (persen) 21

Grafik 25 Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 21

Grafik 26 Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat 2014-2019 22

Grafik 27 Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23

Grafik 28 Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23

Grafik 29 Kontribusi Sektoral terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 24

Grafik 210 Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua Barat

Tahun 2015-2019 (juta Rptahun) 24

Grafik 211 Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan Nasional

Tahun 2015-2019 25

Grafik 212 Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019 (persen) 27

Grafik 213 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Pada Lembaga Keuangan

Nasional Tahun 2019 (persen) 28

Grafik 214 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Simpanan pada Lembaga Keuangan

Nasional Tahun 2019 (persen) 28

Grafik 215 Tren Pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dollar AS Tahun 2019 29

Grafik 216 Perkembangan Nilai IPM Papua Barat dan Nasional Tahun 2011-2018 30

Grafik 217 Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun 2016-2019 31

Grafik 218 Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Provinsi Papua Barat

Tahun 2016- 2019 32

Grafik 219 Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 32

Grafik 220 Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat dan Nasional

Tahun 2016-2019 32

Grafik 221 TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 33

Grafik 222 Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua Barat Tahun 2015-2019 33

Grafik 31 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per KabupatenKota di

Papua Barat (miliar Rp) 41

Grafik 32 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor

di Papua Barat (miliar Rp) 41

xii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Grafik 33 Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2019 (persen) 42

Grafik 34 Kementerian NegaraLembaga di Provinsi Papua Barat dengan

Alokasi APBN Terbesar TA 2019 46

Grafik 35 Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019 49

Grafik 36 Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel Sorong

Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50

Grafik 37 Perkembangan Pagu PNBP BLU Satker Poltekpel Sorong

Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50

Grafik 38 Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel Sorong Tahun 2017-2019 51

Grafik 39 Jumlah Debitur KUR per KabKota Provinsi Papua Barat Tahun 2019 52

Grafik 310 Jumlah penyaluran KUR per KabKota di Porvinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 53

Grafik 41 Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 62

Grafik 42 Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 per Fungsi (miliar Rp) 63

Grafik 43 Indeks Kesehatan Keuangan (Fisccal Health Index) KabKota se-Provinisi

Papua Barat Tahun 2018-2019 78

Grafik 51 Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap

Penerimaan Konsolidasian Provinsi Papua Barat Tahun 2019 83

Grafik 52 Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 86

Grafik 53 Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 86

Grafik 61 Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi Papua Barat

Tahun 2015 - 2019 101

Grafik 62 Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi Papua Barat

Tahun 2015 - 2019 (persen) 101

xiii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR GAMBAR

Gambar 11 Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 2

Gambar 21 Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM 30

Gambar 22 IPM KabKota di Provinsi Papua Barat tahun 2017 berdasarkan

Klasifikasi UNDP 30

Gambar 23 Lingkaran Kemiskinan Nurkse 35

Gambar 41 Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 72

Gambar 51 Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pemerintah terhadap Output Menurut

Perpotongan Keynesian 68

Gambar 61 Technological Discontinuity Curve 102

Gambar 71 Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting 105

xiv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR BOKS

Boks 31 Pemberdayaan UMKM Papua Barat Melalui Pembiayaan Kredit Usaha

Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi) 57

Halaman ini sengaja dikosongkan

xv

Executive Summary

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Pembangunan Provinsi Papua Barat yang memiliki 13 KabupatenKota dijalankan dengan visi

ldquoMenuju Papua Barat yang Aman Sejahtera dan Bermartabatldquosebagaimana tertuang dalam

RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 Visi pembangunan ini dijiwai oleh semangat Otonomi

Khusus yang menjadi roh sekaligus paradigma pembangunan dalam mewujudkan perencanaan

Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai yang tertuang dalam ketentuan Otonomi Khusus

meliputi Perlindungan Penghormatan Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli Papua

(OAP)

Pembangunan Papua Barat sebagai wilayah otonomi khusus didominasi oleh pengaruh faktor

ekonomi dengan kekayaan alam (minyak bumi dan gas alam) yang melimpah menjadi modal

utama Keberadaan faktor ekonomi ini membuat perekonomian terpusat dan didominasi oleh 3

kabupatenkota (Kota Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk Bintuni) sebagai lokasi

pertambangan dan perindustrian Kesenjangan ekonomi yang terjadi menyebabkan tidak

meratanya kapasitas dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik fasilitas perdagangan fasilitas

kesehatan maupun fasilitas pendidikan dan membuat tingginya biaya koleksi dan distribusi Selain

infratruktur keterbatasan lain yang ada di Provinsi Papua Barat adalah rendahnya kualifikasi

tingkat pendidikan yang dimiliki angkatan kerja yang sebagian besar adalah lulusan SD (345

persen)

Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah sebesar

10295515 km sehingga membentuk kepadatan penduduk 932 jiwakmsup2 dengan kepadatan

tertinggi berada di Kota Sorong sebagai kota terbesar dan Kab Manokwari sebagai ibukota

provinsi Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940

mdpl dengan sebagian besar merupakan wilayah perbukitan (4921) dan daerah dataran

rendah (3974) serta daerah pegunungan (1105) Kondisi wilayah ini membuat Provinsi Papua

Barat sangat berpotensi (kelas risiko tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan dan hutan

gempa tektonik serta gelombang tsunami namun dengan kapasitas penanggulangan yang

sedang

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 tumbuh tertahan pada level 266 persen

setelah sempat tumbuh signifikan tahun sebelumnya yang mencapai level 624 persen

Pertumbuhan ekonomi regional tersebut lebih rendah dari pertumbuhan nasional yang stagnan

pada level 502 persen Seluruh sektor lapangan usaha mencatatkan pertumbuhan positif dimana

pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151 persen serta

jasa keuangan dan asuransi mencapai 933 persen Sebaliknya industri pengolahan dan sektor

pertambangan-penggalian mencatatkan pertumbuhan yang melambat sebesar 099 dan -034

persen

Laju inflasi Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih rendah dari inflasi

tahun sebelumnya sebesar 521 persen dan inflasi nasional sebesar 272 persen Pencapaian

tersebut berada di atas target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021 dimana ditetapkan

pada angka 408 persen

Dari sisi kesejahteraan terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat di Provinsi Papua Barat yang

tercermin dari pencapaian IPM yang menunjukan kenaikan menjadi 6374 tingkat kemiskinan

yang mengalami penurunan menjadi sebesar 2151 persen seiring laju inflasi yang terkendali

peningkatan belanja pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan Namun tingkat

EXECUTIVE SUMMARY

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

xvi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Executive Summary

pengangguran yang meningkat menjadi 624 persen menunjukkan bahwa upaya peningkatan

sektor tersebut masih belum optimalnya

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat memiliki tingkat sensitifitas yang rendah terhadap

tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di bawah satu

persen atau bersifat inelastis Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu

persen maka penurunan tingkat kemiskinan di bawah satu persen Sebagai salah satu komponen

pertumbuhan ekonomi pengeluaran pemerintah di Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke

daerah pedesaan dan remote area Hal ini didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah penduduk

miskin di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di daerah pedesaan

Perkembangan dan Analisis APBN

Target pendapatan negara tahun 2019 di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan sebesar

116 persen dibandingkan target tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi Rp206842 miliar

Penurunan target tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perekonomian pada tahun

2019 masih dalam tahap ketidakpastian Tantangan dan dinamika yang cukup berat mengingat

volatilitas harga komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi turut mempengaruhi target

penerimaan pajak di Papua Barat

Sementara itu dari aspek belanja negara terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427 persen

dibandingkan pagu tahun 2018 yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi Rp3457711 miliar Tercermin

dari kenaikan yang cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223 persen dari Rp1700164 miliar

menjadi Rp2588091 miliar Pagu belanja pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari Rp156741

miliar pada tahun 2018 menjadi Rp187346 miliar pada tahun 2019 Sementara belanja barang

meningkat sebesar 1224 persen yaitu dari Rp291817 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp32754

miliar pada tahun 2019 Terdapat peningkatan yang cukup signifikan pada pagu belanja modal

dari Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik

sebesar 3005 persen

Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat mencapai

9896 persen sedangkan realisasi belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan

membandingkan antara realisasi penerimaaan dan belanja APBN tahun 2019 terdapat defisit

anggaran sebesar Rp2907081 miliar Hal ini disebabkan oleh target penerimaan yang tidak

tercapai dengan optimal meskipun target tersebut telah direncanakan secara realistis disamping

adanya kebijakan defisit APBN dalam mewujudkan capaian prioritas nasional

Pemerintah pusat berupaya mendorong laju perekonomian Provinsi Papua Barat melalui

penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah penyaluran KUR

di Provinsi Papua Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan kepada 51622 debitur Daerah

dengan jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong sebesar Rp57002 milar dengan jumlah

debitur sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah dengan penyaluran KUR terbesar kedua

yaitu Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang diberikan kepada 14542 debitur Hal ini

mengindikasikan bahwa persebaran KUR di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di

daerah yang kondisi perekonomiannya relatif lebih maju Perdagangan merupakan sektor yang

memiliki jumlah penyaluran KUR terbesar Sampai dengan tahun 2019 penyalurannya sebesar

Rp119405 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551

Perkembangan dan Analisis APBD

Dari sisi pelaksanaan APBD sampai dengan akhir tahun 2019 total pendapatan APBD seluruh

pemerintah daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen

dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp20100 miliar pendapatan dari komponen

PAD mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374 miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu

dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar pada

tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar pada tahun 2019 Banyak faktor yang mempengaruhi

pencapaian realisasi pendapatan dan belanja tersebut Diantara faktornya yaitu perkembangan

perekonomian dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi pelaksanaan berbagai kebijakan

fiskal yang dilaksanakan serta beberapa tantangan terhadap perekonomian Provinsi Papua

Barat

xvii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Executive Summary

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Total realisasi pendapatan konsolidasian pemerintah pusat dan pemerintah daerah tahun 2019

adalah sebesar Rp544142 miliar atau naik 49 persen Dari jumlah tersebut 54 persen merupakan

pendapatan pemerintah pusat dan 46 persen adalah pendapatan pemerintah daerah Realisasi

belanja dan transfer konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar dimana 75 persen bersumber dari

anggaran pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran pemerintah pusat

Keunggulan dan Potensi Ekonomi serta Tantangan Fiskal Regional

Dengan menggunakan pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan bahwa elastisitas

penerimaan pajak daerah di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per kapita bersifat elastis Selain

itu didapatkan nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif kecil yang menunjukan tingkat

kesulitan pemungutan pajak daerah relatif tinggi

Berdasarkan tabel input output Provinsi Papua Barat tahun 2013 yang kemudian dilakukan

updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) model Miller dan Blair

(1985) diperoleh hasil bahwa sektor dengan nilai pengganda output terbesar yaitu industri

pengolahan migas dan perikanan Adapun sektor dengan pengganda pendapatan tertinggi

yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor administrasi pemerintahan amp jaminan sosial Sementara itu

sektor dengan pengganda tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya dan industri makanan amp

minuman

Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage)

terbesar yaitu industri lainnya dan industri makanan-minuman Adapun sektor yang memiliki

keterkaitan ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu industri pengolahan migas dan

perikanan

Analisis Tematik

Selama tahun 2019 dana APBN berupa belanja KL yang telah digunakan dalam program

pencegahan stunting sebesar Rp10448 miliar Penggunaan dana terbesar sesuai dengan prioritas

percepatan pencegahan yakni untuk kegiatan intervensi sensitif (Kementerian Kesehatan)

sebesar Rp1928 miliar dan intervensi spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta sebesar Rp842

miliar untuk kegiatan pendampingan koordinasi dan dukungan teknis (lintas KL) Penggunaan

dana tersebut terbesar direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif terutama pembangunan

Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan pendanaan sebesar Rp4353

miliar

Pembiayaan program penurunan stunting juga dilakukan dengan memanfaatkan dana

tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Dana DFDD

tahun 2019 yang telah digunakan dalam program stunting sebesar Rp11348 miliar terdiri dari DAK

Fisik sebesar Rp6706 miliar dan Rp4642 miliar berupa Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar

adalah pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar Rp11348 miliar sedangkan intervensi

spesifik sebesar Rp166 miliar Realisasi terbesar dialokasikan untuk perluasanpeningkatan SPAM

sebanyak 5765 sambungan rumah (SR) dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp2562 miliar

Sementara penggunaan Dana Desa terbesar diperuntukkan bagi pembangunan sumber air

bersih milik desa pada 1041 titik dengan dana sebanyak Rp1752 miliar

Selain APBN dan DFDD dana APBD juga dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan intervensi

spesifik sebesar Rp939 miliar dan sebesar Rp4805 miliar untuk kegiatan intervensi sensitif

Penggunaan dana tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi penyediaan akses JKN Orang

Asli Papua (OAP) sebesar Rp2882 miliar Penggunaan dana yang besar lainnya adalah untuk

penyediaan akses air minum yang aman dan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi

anak gizi kurang akut dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118 miliar dan Rp566 miliar

DJPbKawalAPBN

SASARAN

PEMBANGUNAN DAERAH

ldquoKeindahan Alam Pulau Misool Raja Ampatrdquo

1

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

embangunan Provinsi Papua Barat

berhubungan erat dengan capaian

sasaran pembangunan nasional

sehingga memiliki tingkat urgensi

yang tinggi untuk segera diwujudkan serta

memiliki daya ungkit yang tinggi bagi

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di

wilayah bagian (paling) timur Indonesia

Pelaksanaan pembangungan daerah ini

didasarkan pada prioritas tertentu yang

menjadi fokus atau objek utama

pembangunan dan tersinkronisasi dengan

prioritas nasional sebagai kerangka kebijakan

fiskal terintegrasi antara pusat dan daerah

Prioritas pembangunan menjadi bagian dari

perencanaan pembangunan yang akan

menetapkan kegiatan-kegiatan

pembangunan sosial-ekonomi fisik

(infrastruktur) untuk dilaksanakan secara

terpadu oleh sektoral publik dan swasta (Mahi

dan Trigunarso 2017) Perumusan prioritas

pembangunan di Provinsi Papua Barat secara

teknis dilakukan dengan mengevaluasi

pelaksanaan program kegiatan dan capaian

kinerja pembangunan serta identifikasi atas

permasalahan-permasalahan yang terjadi

pada tahun-tahun sebelumnya Selanjutnya

dihubungkan dengan visi misi tujuan dan

sasaran pembangunan daerah yang

tercantum dalam Rancangan Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada

tahun rencana serta mempertimbangkan

prioritas yang tertuang dalam Rancangan

Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN)

A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

DAERAH

Tujuan dan sasaran pembangunan dirumuskan

untuk memberikan arah terhadap program

pembangunan daerah serta dalam rangka

memberikan kepastian operasionalisasi dan

keterkaitan antara misi dengan program

pembangunan sehingga memberikan

gambaran yang jelas tentang ukuran-ukuran

terlaksananya misi dan tercapainya visi Tujuan

dan sasaran pembangunan menunjukkan

tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan

pembangunan jangka menengah yang

selanjutnya akan menjadi dasar dalam

mengukur kinerja pembangunan secara

keseluruhan

A1 Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah

Tahun 2019 merupakan tahun ketiga dari

pelaksanaan RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-

2021 Dokumen ini merupakan jangkar bagi

Pemerintah Daerah di lingkup Provinsi Papua

Barat untuk menetapkan kebijakan-kebijakan

dalam mencapai sasarantarget

P

BAB I

Sasaran Pembangunan dan

Tantangan Daerah

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

2

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

pembangunan selama lima tahun ke depan

dan dijabarkan dalam Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahunnya

Sebagai satu kesatuan perencanaan daerah

yang utuh penetapan arah pembangunan

dalam RPJMD dilakukan dengan

memperhatikan prioritas pembangunan

nasional dalam RPJMN sekaligus RPJMD daerah

sekitar yang terdekat (Provinsi Papua) Hal ini

untuk menjamin terciptanya sinkronisasi dan

sinergi kebijakan program dan kegiatan

pembangunan Pemerintah Provinsi Papua

Barat dengan kebijakan pembangunan

wilayah Pulau Papua dan nasional

Hasil sinkronisasi dan sinergi tersebut pada

akhinya membentuk sebuah visi pembangunan

Pemerintah Provinsi Papua Barat yaitu ldquoMenuju

Papua Barat yang Aman Sejahtera dan

Bermartabatldquo dan diwujudkan dalam 8

(delapan) misi pembangunan

Misi 1 Menciptakan tata kelola pemerintahan

yang baik berbasis aparatur yang bersih

dan berwibawa serta otonomi khusus

yang efektif

Misi 2 Mewujudkan pengelolaan lingkungan

dan sumber daya alam yang

berkeadilan dan berkelanjutan

Misi 3 Meningkatkan kualitas pelayanan dasar

pendidikan dan kesehatan

Misi 4 Meningkatkan kapasitas infrastruktur

wilayah

Misi 5 Meningkatkan daya saing

perekonomian dan investasi daerah

berbasis pariwisata

Misi 6 Membangun pertanian yang mandiri

dan berdaualat

Misi 7 Memperkuat pemberdayaan

masyarakat perempuan dan

perlindungan anak berbasis masyarakat

berketahanan sosial

Misi 8 Memperkuat Kerukunan umat

beragama dan Kondusivitas Daerah

Misi yang tertuang dalam RPJMD secara nyata

dijabarkan dalam berbagai strategi dan arah

kebijakan dalam rangka pencapaian target

kinerja yang direncanakan dalam jangka waktu

5 (lima) tahun Perencanaan jangka menengah

ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi

Papua Barat Nomor 4 Tahun 2017 tentang

RPJMD Provinsi Papua Barat tahun 2017-2021

dan menjadi sebuah ketentuan bagi Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Provinsi

Papua Barat dalam perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan

Setiap tahunnya dilakukan penentuan prioritas

pembangunan Provinsi Papua Barat yang

diselaraskan dengan RPJMD untuk

menghasilkan perencanaan yang nantinya

akan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah

Prioritas pembangunan tersebut membentuk

target kinerja pembangunan dengan fokus

pada penyelesaian beberapa isu strategis

sebagai berikut

a Rendahnya persentase angka partisipasi

sekolah pada jenjang pendidikan

menengah

Visi

Misi 1

Misi 2

Misi 3

Misi 4

Misi 5

Misi 6

Misi 7

Misi 8

Gambar 11

Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021

3 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

b Rendahnya angka rata-rata lama sekolah

c Tingginya angka kemiskinan

d Masih rentannya ketahanan pangan

e Masih tingginya kesenjangan

pendapatanpenghasilan masyarakat

f Belum optimalnya upaya pengentasan

kemiskinan

g Kurangnya pemerataan fasilitas kesehatan

Tabel 11

Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021

Misi Tujuan Sasaran

Misi 1 Meningkatkan kinerja penyelenggaraan

otonomi khusus

Meningkatnya kinerja penyelenggaraan otonomi khusus

Meningkatnya kualitas Manajemen

penyelenggaraanpemerintahan sinergitas

kebijakan pembangunan dan pelayanan

publik serta efektivitas

Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas penyelenggaraan

pemerintahan serta koordinasi kebijakan daerah

Meningkatnya kualitas perencanaan pembangunan daerah

Optimalnya sistem pengawasan daerah

Meningkatnya kualitas sumberdaya aparatur

Meningkatnya kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan daerah

Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

Terwujudnya pengelolaan data dan informasi

layanan publik yang terintegrasi dan berbasis IT

Terwujudnya koneksitas jaringan komunikasi dan pelayanan informasi

publik berbasis IT

Meningkatnya ketersediaan data sebagai basis kebijakan

pembangunan daerah

Optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan persandian daerah

Meningkatnya budaya baca masyarakat

Meningkatnya tata kelola administrasi kearsipan daerah

Misi 2 Terwujudnya pengembangan dan

pembangunan daerah yang berwawasan

lingkungan

Meningkatnya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan

serta pengendalian pembangunan berwawasan lingkungan yang

berkelanjutan

Meningkatnya kelestarian pengelolaan hutan secara terpadu

Meningkatnya koordinasi dan penyelenggaraan tertib administrasi

pertanahan wilayah dan penataan wilayah

Meningkatnya konservasi sumber daya alam

Misi 3 Terwujudnya sumberdaya manusia yang

cerdas sehatdan berdaya saing

Meningkatnya aksesibilitas kualitas dan manajemen pendidikan

Meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan

Meningkatnya prestasi dan kreativitas pemuda dan olahraga

Misi 4 Terwujudnya pemerataan pembangunan

infrastruktur dasar dan layanan publik

Meningkatnya interkoneksi antar wilayah ketersediaan layanan dasar

infrastruktur daerah dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah

Meningkatnya layanan kebutuhan dasar perumahan dan kawasan

permukiman wilayah perkotaan dan perdesaan

Optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam dan ketersediaan energi

baru dan terbarukan

Misi 5 Meningkatnya perekonomian daerah yang

didukung oleh pemanfaatan potensi

sumberdaya lokal lintas sektor

Meningkatnya daya saing investasi daerah

Meningkatnya daya saing tenaga kerja serta kesempatan dan

perluasan kesempatan kerja

Meningkatnya ekonomi kerakyatan berbasis industri kreatif dan potensi

daerah

Meningkatnya akses tata niaga dan infrastruktur perdagangan antar

wilayah dan antar daerah

Meningkatnya pengembangan dan daya saing industri pengolahan

berbasis potensi daerah

Optimalnya sinergitas pengembangan dan penataan kawasan terpadu

di wilayah transmigrasi

Terwujudnya daya dukung dan daya tarik

pariwisata terpadu berskala internasional

Meningkatnya keterpaduan dan daya saing pariwisata daerah

Meningkatnya pengembangan seni budaya dan kelestarian tradisi

kehidupan masyarakat dalam mendukung pariwisata daerah

Misi 6 Terwujudnya kedaulatan pangan dan revolusi

pembangunan pertanian dalam arti luas

sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi

daerah

Meningkatnya produktivitas tata kelola dan dan pertumbuhan sektor

pertanian dalam arti luas

Misi 7 Terwujudnya masyarakat berketahanan sosial Menurunnya penyandang Masalah kesejahteraan sosial

Meningkatnya kapasitas masyarakat kampung

Meningkatnya partisipasi Perempuan dalam membangun kualitas

kesetaraan gender dan perlindungan perempuan dan anak

Meningkatnya kinerja penataan penduduk dan

pelayanan hak kependudukan masyarakat

Optimalnya pengendalian penduduk dan pelayanan keluarga

berencana

Meningkatnya tertib administrasi kependudukan masyarakat

Misi 8 Meningkatnya stabilitas wilayah dan daya

tahan masyarakat

Optimalnya kerjasama pemerintah masyarakat dan dunia usaha untuk

menjaga keamanan dan ketertiban umum

Sumber RPJMD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

4

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

di kabupatenkota

h Kurangnya pemerataan dan kualitas sumber

daya manusia bidang kesehatan

i Kurangnya ketersediaan air bersih

j Rendahnya rasio elektrifikasi

k Kurang optimalnya reformasi birokrasi dan

pelaksanaan otsus

l Masih rendahnya daya saing daerah

A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Semangat Otonomi Khusus dalam kerangka

pembangunan di Provinsi Papua Barat menjadi

roh sekaligus paradigma pembangunan

khususnya dalam mewujudkan perencanaan

Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai

yang tertuang dalam ketentuan Otonomi

Khusus meliputi Perlindungan Penghormatan

Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli

Papua (OAP) Dalam konteks kekhususan nilai

tersebut telah diletakkan oleh Provinsi Papua

Barat sebagai nilai rujukan deskriptif dan

sekaligus sebagai nilai rujukan preskriptif serta

menjadi dasar kebijakan dalam menentukan

prioritas

Prioritas pembangunan pada tahun 2019

disusun dengan mengacu pada kebijakan

mandatory dalam Rencana Kerja Pemerintah

(RKP) 2019 tujuan dan sasaran dalam RPJMD

(tahun ketiga) tanpa melupakan filosofi

otonomi khusus yang menjadi dasar

Perencanaan ditekankan pada penyelesaian

permasalahan dan isu-isu strategis yang

berkembang di tingkat provinsi wilayah dan

nasional dengan tetap memperhatikan pokok-

pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) Prioritas pembangunan Papua Barat

tahun 2019 menjadi sebuah arahan dan acuan

dalam melaksanakan program dan kegiatan

dengan rincian sebagai berikut

a Peningkatan kualitas pelayanan dasar dan

kualitas hidup masyarakat (P1)

b Peningkatan investasi daerah melalui

pemanfaatan sumber daya yang

berkelanjutan dan berkeadilan (P2)

c Peningkatan infrastruktur wilayah untuk

mengurangi kemiskinan dan kesenjangan

antarwilayah (P3)

d Pengoptimalan pelaksanaan reformasi

birokrasi ketentraman dan ketertiban umum

serta kinerja otonomi khusus (P4)

Tabel 12

Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Prioritas Misi Tujuan

P1 Meningkatkan kualitas

pelayanan dasar

pendidikan dan kesehatan

Mewujudkan sumber daya

manusia yang cerdassehat dan

berdaya saing

Meningkatkan kapasitas

infrastrukur dasar

Terwujudnya pemerataan

pembangunan infrastruktur dasar

dan layanan publik

Memperkuat

pemberdayaan

masyarakatperempuan

dan perlindungan anak

berbasis masyarakat

berketahanan sosial

Mewujudkan masyarakat

berketahanan sosial

Meningkatnya kinerja penataan

penduduk dan pelayanan hak

Kependudukan masyarakat

P2 Mewujudkan pengelolaan

lingkungan dan sumber

daya alam yang

berkeadilan dan

berkelanjutan

Mewujudkan pengembangan

dan pembangunan daerah

yang berwawasan lingkungan

Meningkatkan daya saing

perekonomian dan

investasi daerah berbasis

pariwisata

Meningkatkan perekonomian

daerah yang didukung oleh

pemanfaatan potensial

sumberdaya lokal lintas sektor

Terwujudnya daya dukung dan

daya tarik pariwisata terpadu

berskala internasional

Membangun pertanian

yang mandiri dan

berdaulat

Terwujudnya kedaulatan pangan

dan revolusi pembangunan

pertanian dalam arti luas

sebagai daya ungkit

pertumbuhan ekonomi daerah

P3 Meningkatkan kapasitas

infrastruktur dasar

Terwujudnya pemerataan

pembangunan infrastruktur dasar

dan layanan publik

P4 Menciptakan tata kelola

pemerintahan yang baik

berbasis aparatur yang

bersihdan berwibawa

(good and clean

governance) serta otonomi

khusus yang efektif

Meningkatkan kinerja

penyelenggaraan otonomi

khusus

Meningkatnya Kualitas

Manajemen Penyelenggaraan

Pemerintahan Sinergitas

Kebijakan Pembangunan Dan

Pelayanan Publik Serta Efektivitas

Pelaksanaan Kebijakan Otonomi

Khusus

Terwujudnya Pengelolaan Data

Dan Informasi Layanan Publik

Yang Terintegrasi Dan Berbasis IT

Memperkuat kerukunan

umat beragama dan

kondisivitas daerah

Meningkatnya stabilitas wilayah

dan daya tahan masyarakat

Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)

5 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Dari 4 (empat) prioritas pembangunan Provinsi

Papua Barat tersebut di trajectory-kan dalam 9

misi yang mengarah pada 13 tujuan yang akan

dicapai melalui berbagai macam sasaran-

sasaran pembangunan dengan beragam

indikator sebagai ukuran Selain itu sebagai

gambaran pencapaian sasaran

pembangunan dan efektivitas kebijakan fiskal

secara umum dalam RKPD tahun 2019 juga

ditetapkan target indikator-indikator makro dan

kesejahteraan sebagai ukuran keberhasilan

sebagaiman tahun-tahun sebelumnya

Penggunaan indikator makro dan

kesejahteraan setidaknya mampu menangkap

gambaran sejauh mana pembangunan di

Provinsi Papua Barat berhasil dilaksanakan dan

memberi pengaruh bagi perekonomian

masyarakat

RKPD yang telah ditetapkan melalui Peraturan

Gubernur (Pergub) menjadi dokumen dasar

dari Kebijakan Umum APBD (KUA) dan

penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran

Sementara (PPAS) dalam membiayai

pembangunan daerah dalam satu tahun

Melalui pembiayaan pembangunan yang

bersumber dari APBD dan didukung oleh APBN

dengan kewenangan Dekonsentrasi (DK) dan

Tugas Pembantuan (TP) program dan kegiatan

dapat dilaksanakan dan sasarantarget

pembangunan daerah diupayakan untuk

dicapai

Pemanfaatan anggaran dalam pelaksanaan

program dan kegiatan oleh OPD tertuang

dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)

sebagai penjabaran teknis serta pedoman

kegiatan yang harus dilaksanakan Atas dasar

RKA OPD mendapatkan anggaran yang

ditetapkan batasan alokasinya dalam

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)

sebagai dasar optimalisasi sumber daya yang

dimiliki dalam mencapai output yang

ditargetkan

B TANTANGAN DAERAH

Pembangunan berkelanjutan adalah

pembangunan yang memenuhi kebutuhan

masa kini dengan memperhitungkan

kemampuan generasi mendatang untuk

memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri

(World Commission on Environment and

Development 1990) Prinsip pembangunan

berkelanjutan merupakan prinsip

keseimbangan pembangunan aspek sosial

ekonomi dan lingkungan (Kates et al 2005) Ide

pembangunan berkelanjutan mengandung

tiga tujuan pembangunan yaitu kekuatan

ekonomi tanggung jawab terhadap ekologi

dan keadilan sosial untuk mencapai tujuan

pembangunan jangka pendek dengan tidak

mengorbankan tujuan pembangunan jangka

panjang

Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan

dalam wujud implementasi RKPD (jangka

pendek) dan RPJMD (jangka menengah) oleh

Tabel 13

Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam

RKPD Provinsi Papua Barat

Indikator Target 2017 2018 2019

Laju Pertumbuhan Ekonomi () 500 700 700

Laju Inflasi Tahunan () 328 408 366

Indeks Pembangunan Manusia

(Angka)

6232 6321 6364

Rasio Gini (Angka) 037 038 037

Persentase Tingkat Kemiskinan

()

2510 2427 2329

Tingkat Pengangguran Terbuka

()

752 645 642

Indeks Kesenjangan

WilayahIndeks Williamson

(Angka)

045 043 042

Pengeluaran per kapita per

bulan (Rp juta)

110 120 130

Produktivitas total daerah (Rp

juta)

16700 16750 17000

Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

6

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

pemerintah daerah dalam bingkai otonomi

daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan

dan kondisi daerah pada saat pembuatan dan

pengembangan kebijakan Kebijakan

pembangunan harus peka terhadap potensi

dan hambatan daerah dalam hal kondisi

perekonomian masyarakat sosial

kependudukan dan geografi wilayah

(Zumaeroh 2011)

B1 Tantangan Ekonomi Daerah

Pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus selama ini didominasi

oleh pengaruh faktor ekonomi Kekayaan alam

yang melimpah berupa hutan mineral

tambang maupun kelautan ditambah dengan

tenaga kerja menjadi sumber daya yang

tersedia untuk dapat dimanfaatkan menjadi

modal utama perekonomian Menurut Sukirno

(2011) ketersediaan tenaga kerja mampu

mempengaruhi pembangunan ekonomi

daerah dalam mengembangkan kegiatan

ekonominya sehingga infrastuktur lebih banyak

tersedia perusahaan semakin banyak dan

semakin berkembang taraf pendidikan

semakin tinggi dan teknologi semakin

meningkat

B11 Kesenjangan

Perekonomian Provinsi Papua Barat sangat

bertumpu pada sektor pertambangan dengan

dua kabupatenkota yang menjadi penggerak

utama yaitu Kota Sorong dan Kab Manokwari

Kota Sorong merupakan pusat kegiatan bagi

regional Papua Barat karena memiliki simpul

transportasi yang sangat strategis sebagai

gerbang tranportasi Provinsi Papua Barat

sekaligus menjadi pusat kegiatan jasa dan

perdagangan Kondisi ini telah ada sejak zaman

pendudukan Belanda akibat adanya kegiatan

pengolahan dan perdagangan bahan hasil

pertambangan Wilayah lainnya yang

tergolong memiliki jenis layanan lengkap

kepada masyarakat adalah Kabupaten

Manokwari sebagai ibukota provinsi Sementara

wilayah lainnya sebagai daerah otonomi baru

fungsi-fungsi layanan yang semestinya ada

masih belum didirikan Pola struktur ruang

wilayah-wilayah tersebut saat ini masih linier

yaitu mengikuti pola jaringan jalan arteri belum

berkembang dan melebar seperti halnya Kota

Sorong dan Kab Manokwari

Kesenjangan yang terjadi antara Kota Sorong

dan Kab Manokwari dengan kabupaten

lainnya dipengaruhi oleh beberapa sektor yaitu

konstruksi informasi dan komunikasi dan

transportasi dan pergudangan yang menjadi

engine growth selain pertambangan dan

industri yang telah memajukan Kota Sorong

Sedangkan sektor real estate konstruksi dan

administrasi pemerintahan pertahanan dan

jaminan sosial wajib menjadi pendorong Kab

Manokwari Pada kabupatenkota lainnya

didorong oleh sektor pertanian kehutanan

perikanan dan kelautan dengan nilai produksi

yang relatif kecil Secara keseluruhan

pergerakan perekonomian Provinsi Papua Barat

masih didominasi oleh sektor migas

dibandingkan industri pengolahan non-migas

Pemeran utama sektor pertambangan adalah

industri minyak bumi yang berada di Kota

Sorong dan Kab Sorong serta industri Liquid

Natural Gas (LNG) di Kab Teluk Bintuni

Meskipun dominan kontribusi sektor industri

pengolahan (migas) terus mengalami

penurunan dalam beberapa tahun terakhir

disebabkan oleh menurunnya harga minyak

dan gas di pasar internasional Berdasarkan

kontribusi terbesar terhadap PDRB terlihat

bahwa setiap tahunnya didominasi oleh

7 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

kabupatenkota yang sama yaitu Kab Teluk

Bintuni Kab Sorong dan Kota Sorong sebagai

lokasi pertambangan Perekonomian Provinsi

Papua Barat berada di sekitaran sektor migas

(pertambangan dan penggalian industri

pengolahan konstruksi) sementara sektor

pertanian kehutanan perikanan dan kelautan

belum mampu berkontribusi banyak meskipun

Provinsi Papua Barat memiliki lahan non-

pemukiman dan non-industri yang luas

mencapai 9965 persen dari total wilayah

B12 Infrastruktur

Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua Barat

yang memprioritaskan peningkatan investasi

dan pembangunan infrastruktur diharapkan

dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah

dan antar sektor Peningkatan investasi di sektor

pertanian kehutanan perikanan dan kelautan

akan mendorong wilayah lain yang tidak

memiliki pertambangan untuk dapat

meningkatkan produktivitas

Sejauh ini penanaman modal di Provinsi Papua

Barat telah berhasil meningkat khususnya pada

sektor tanaman pangan perkebunan dan

peternakan melalui Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) senilai Rp25546 miliar (tahun

2019) namun investasi tersebut hanya

tersentralisasi di Kab Manokwari Hal yang

sama juga terjadi di sektor transportasi gudang

dan telekomunikasi dengan investasi yang

berlokasi di seputaran 4 (empat)

kabupatenkota utama di Provinsi Papua Barat

Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA)

lebih banyak berkutat di sektor pariwisata (Hotel

dan Restoran) di Kab Raja Ampat dan

perindustrian di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Sorong yang menjadi unggulan pemerintah

pusat dan daerah sehingga memiliki insentif

investasi

Prioritas pemerintah daerah pada

pembangunan infrastruktur berupa jalan

dilakukan dalam rangka membuka aksesibilitas

antar wilayah Selama ini kondisi jalan di Provinsi

Papua Barat hanya 3453 persen dari 867252

km yang berada dalam kondisi baik sisanya

dalam kondisi sedang (2581 persen) rusak

(1808 persen) dan rusak berat (2157 persen)

Tabel 15

Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Sektor

2018 2019

Proyek Nilai

(juta Rp) Proyek

Nilai

(juta Rp)

Tanaman

Pangan

Perkebunan

dan Peternakan

1 4790370 7 25545830

Industri 4 250160 5 1425500

Konstruksi - - 2 34880

Perdagangan

dan Reparasi

2 45490 5 21990

Hotel dan

Restoran

- - 1 30000

Transportasi

Gudang dan

Telekomunikasi

- - 5 9887650

Perumahan

Kawasan Industri

dan Perkantoran

- - 1 1060140

Jasa Lainnya - - 2 18000

Sumber BKPM (data diolah)

Tabel 14

PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar)

KabupatenKota PDRB

Kontribusi

Kab Fakfak 530371 629

Kab Kaimana 279143 331

Kab Teluk Wondama 158039 187

Kab Teluk Bintuni 3046584 3612

Kab Manokwari 994872 1179

Kab Sorong Selatan 192266 228

Kab Sorong 1113059 1320

Kab Raja Ampat 291339 345

Kab Tambraw 22851 027

Kab Maybrat 71835 085

Kab Manokwari Selatan 82336 098

Kab Pegunungan Arfak 20107 024

Kota Sorong 1631730 1935

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

8

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Ditambah dengan kontur jalan yang hanya 65

persen telah diaspal sedangkan sisanya masih

berupa tanah batukerikil dan rerumputan

Kondisi ini menghambat perekonomian karena

jalan telah menjadi tulang punggung

pergerakanperpindahan barang dan

manusia serta menjadi penghubung utama

antar wilayah di Provinsi Papua Barat yang

memiliki jarak antar kabupatenkota yang

sangat jauh Bahkan dari Kota Sorong menuju

Kab Manokwari ditempuh selama 16-18 jam

tergantung cuaca dan hanya bisa dilalui

dengan kendaraan penggerak 4 roda

Selain jalan pembangunan infrastruktur untuk

mengurangi kesenjangan antar wilayah dan

antar sektor adalah dengan mengatasi defisit

pasokan energi listrik Sistem kelistrikan di Provinsi

Papua Barat saat ini dapat dikatakan masih

terisolasi karena unit pembangkit listrik yang

ada masih belum merata atau cenderung

terpusat di Kota Sorong Kab Sorong Kab Teluk

Bintuni dan Kab Manokwari Wilayah Provinsi

Papua Barat secara keseluruhan memiliki masih

rasio elektrifikasi yang rendah karena luas

wilayahnya dan jarak antar rumah tangga

cukup jauh sehingga masih banyak rumah

tangga dengan sumber penerangan listrik non

PLN dan menggunakan pelitasenter Padahal

dorongan terhadap perekonomian sudah

seharusnya diselaraskan dengan angka rasio

elektrifikasi yang lebih tinggi dari nasional

(ge9886 persen)

Keterbatasan kapasitas infrastruktur Provinsi

Papua Barat berpengaruh pada peningkatan

biaya koleksi dan distribusi yang pada gilirannya

memperburuk daya saing produk yang

dihasilkan Keterbatasan dan rendahnya

kualitas infrastruktur jalan dan listrik merupakan

faktor penyebab utama tingginya biaya

ekonomi Ditambah lagi dengan terbatasnya

Aspal

65

Tidak

diaspal

30

Lainnya

5

Grafik 12

Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 16

Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen)

KabupatenKota Rasio

Kab Fakfak 7077

Kab Kaimana 6868

Kab Teluk Wondama 6742

Kab Teluk Bintuni 7665

Kab Manokwari 9890

Kab Sorong Selatan 8785

Kab Sorong 8978

Kab Raja Ampat 6852

Kab Tambraw 6582

Kab Maybrat 6492

Kab Manokwari Selatan 6725

Kab Pegunungan Arfak 6239

Kota Sorong 9939

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Baik

34

Sedang

26Rusak

18

Rusak

Berat

22

Grafik 11

Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

9 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

infrastruktur pelabuhan laut (pelabuhan besar

hanya berada di Kab Fakfak Kab Manokwari

dan Kota Sorong) dan pelabuhan udara

(bandara besar hanya berada di kab

Manokwari dan Kota Sorong) membuat biaya

produksi biaya koleksi dan biaya distribusi di

Provinsi Papua Barat semakin meningkat Biaya-

biaya ekonomi yang membebani ini harus

ditanggung oleh para pelaku ekonomi

sehingga secara langsung berpengaruh pada

tingginya harga barang serta kurangnya minat

berinvestasi

B13 Ketenagakerjaan

Selain upaya untuk mengoptimalkan SDA

melalui peningkatan kapasitas infrastruktur

pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus juga memperhatikan

SDM sebagai bagian dari faktor ekonomi Salah

satu permasalahan yang dihadapi dalam

ketenagakerjaan adalah rendahnya tingkat

pendidikan yang dimiliki angkatan kerja Dari

keseluruhan penduduk yang bekerja sebagian

besar memiliki kualifikasi tamatan SD sebanyak

345 persen (150680 jiwa) sedangkan 246

persen (107420 jiwa) memiliki ijazah SMA dan

1559 persen (68066 jiwa) telah tamat SMP

Tenaga kerja tersebut banyak bekerja di sektor

pertanian kehutanan perikanan dan

kelautan Sektor ini merupakan tulang

punggung utama perekonomian masyarakat

serta menjadi sumber pangan utama Provinsi

Papua Barat

Pada tenaga kerja dengan kualifikasi

Universitas sebagian besar adalah pendatang

yang bermigrasi dan bukan OAP Para tenaga

kerja ini lebih banyak bekerja di sektor

pertambangan dan industri kabupatenkota

besar yang ada di Provinsi Papua Barat Kondisi

ini menunjukkan bahwa kualitas dan

produktivitas tenaga kerja di Provinsi Papua

Barat perlu untuk ditingkatkan baik itu melalui

peningkatan akses pendidikan maupun

pemberian pelatihan khusus agar dapat

berpartisipasi penuh dalam perekonomian

B14 Keamanan

Ketenteraman ketertiban umum dan

perlindungan masyarakat merupakan salah

satu hal penting yang perlu dijaga untuk

memperlancar pembangunan (UU No 32

Tahun 2004) Untuk menciptakan kondisi

tersebut maka perkembangan angka

kriminalitas dan risiko tindak pidana kriminalitas

harus terus dipantau Angka kriminalitas

merupakan angka yang biasa digunakan untuk

menukur tindak kejahatan pidana Secara

umum angka kriminalitas di Provinsi Papua Barat

cenderung fluktuatif Pada tahun 2017 hingga

2019 terjadi kenaikan angka kriminalitas dari

2262 kasus menjadi 3621 kasus namun pada

tahun 2018 sempat turun menjadi 2137 kasus

Jumlah ini termasuk dengan gangguan

keamanan yang diberikan oleh kelompok

Tabel 17

Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa)

Kategori 2018 2019

Penduduk Usia Kerja (gt15th) 56517 667110

Angkatan Kerja 445630 461061

Bekerja 417544 436739

Tamat SD Kebawah 146368 150680

Tamat SMP 61916 68066

Tamat SMA 99220 107420

Tamat SMK 34622 32127

Tamat Diploma IIIIII 13945 16364

Tamat Universitas 61473 62082

Pengangguran 28086 28086

Bukan Angkatan Kerja 210887 206049

Sekolah 77322 77322

Mengurus Rumah Tangga 116418 116417

Lainnya 17147 17147

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

10

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

separatis atau Kelompok Kekerasan Bersenjata

(KKB) yang ingin Pulau Papua merdeka dari

NKRI

Selain itu untuk mengukur kriminalitas juga

dapat dapat menggunakan risiko penduduk

terkena tindak pidana Risiko penduduk terkena

tindak pidana merupakan indeks kemungkinan

terjadi kriminalitas atau kejahatan per 100000

penduduk dihitung dari total kriminalitas per

jumlah penduduk per tahun Perhitungan ini

dapat digunakan untuk mengantisipasi jumlah

kasus yang akan terjadi karena perhitungannya

menggunakan jumlah kasus tindak kejahatan

yang sudah terjadi dibagi dengan jumlah

penduduk pada waktu yang sama Di Provinsi

Papua Barat rasio untuk tahun 2019 yaitu

sebesar 241 persen Hal ini berarti setiap 100000

penduduk di Provinsi Papua Barat sekitar 241

orang berisiko terkena tindak pidana

B2 Tantangan Sosial Kependudukan

Persoalan sosial kependudukan dan

ketenagakerjaan seperti perubahan struktur

umur dan juga pola distribusi serta mobilitas

diikuti dengan dinamika kualitas akan

membutuhkan penanganan yang serius Tanpa

adanya sikap keseriusan maka potensi

penduduk sebagai modal pembangunan akan

tinggal sebagai jargon semata (Tjiptoherijanto

2017)

B21 Kependudukan

Sebagai provinsi di timur Indonesia Papua Barat

yang memiliki tingkat pertumbuhan cukup

tinggi yang salah satunya disebabkan oleh

banyaknya migrasi penduduk Kondisi Provinsi

Papua Barat dengan infrastruktur yang masih

terbatas akan menyulitkan jika jumlah

penduduk meningkat pesat meskipun jumlah

penduduk tersebut masih relatif sedikit jika

dibandingkan dengan luas wilayahnya Hal ini

dapat terjadi ketika kebutuhan layanan dan

fasilitas kesehatan pendidikan serta penunjang

kehidupan lainnya tidak mencukupi kebutuhan

penduduk sehingga akan mempersulit

kehidupan masyarakat

Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat

sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah

sebesar 10295515 km membentuk kepadatan

penduduk 932 jiwa per kmsup2 Wilayah yang

memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi

adalah Kota Sorong (38727 jiwakmsup2) dan Kab

Manokwari (5498 jiwakmsup2) Tingginya

kepadatan penduduk di wilayah ini disebabkan

karena keduanya memiliki sarana transportasi

dan aksesibilitas yang paling memadai

Tabel 19

Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

KabupatenKota Penduduk

(Jiwa)

Luas

(kmsup2)

Kepad

atan

Kab Fakfak 78686 1432000 549

Kab Kaimana 60216 1624184 371

Kab Teluk Wondama 32521 395953 821

Kab Teluk Bintuni 64406 2084083 309

Kab Manokwari 175178 318628 5498

Kab Sorong Selatan 46922 659431 712

Kab Sorong 88927 654423 1359

Kab Raja Ampat 48493 803444 604

Kab Tambraw 13879 1152918 120

Kab Maybrat 40899 546169 749

Kab Manokwari Selatan 2422 281244 086

Kab Pegunungan Arfak 30976 277374 1117

Kota Sorong 254294 65664 38727

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 18

Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat

Tahun Penduduk

(Jiwa)

Tindak

Pidana

2015 871510 2281 038

2016 893966 3621 025

2017 915318 3753 024

2018 937405 3862 024

2019 959617 3981 024

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

11 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

infrastruktur yang cukup bagus memiliki variasi

aktivitas ekonomi yang cukup tinggi keadaan

ekonomi yang lebih baik dibanding kabupaten

yang lain Selama ini Kota Sorong dikenal

sebagai pelabuhan ramai di kawasan

Indonesia timur yang menjadi pintu masuk arus

barang dan jasa di Provinsi Papua Barat

sehingga terjadi arus migrasi penduduk yang

tinggi Sedangkan pada Kab Manokwari posisi

sebagai ibukota provinsi mendorong

peningkatan migrasi penduduk yang didorong

meningkatnya administrasi kegiatan

pemerintahan dan perdagangan

B22 Kesehatan

Tersedianya fasilitas kesehatan dan pelayanan

yang mampu menjangkau dan dijangkau oleh

seluruh lapisan masyarakat merupakan prioritas

utama dalam pembangunan kesehatan Salah

satu fasilitasnya adalah rumah sakit Semakin

meratanya distribusi rumah sakit di

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

diharapkan mampu meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat Belum semua

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

memiliki rumah sakit

Pada tahun 2019 terdapat 17 rumah sakit di

Provinsi Papua Barat yang terdiri dari 5 rumah

sakit di Kota Sorong 3 rumah sakit di Kab

Manokwari 3 rumah sakit di Kab Sorong dan

masing-masing satu rumah sakit di Kab Raja

Ampat Kab Sorong Selatan Kab Teluk Bintuni

Kab Teluk Wondama Kab Kaimana dan Kab

Fakfak Terdapa empat Kabupaten yang tidak

memiliki fasilitas rumah sakit sama sekali yaitu

Kab Pegunungan Arfak Kab Manokwari

Selatan Kab Maybrat dan Kab Tambrauw

Keempat kabupten ini merupakan kabupaten-

kabupaten yang baru dimekarkan

Selain rumah sakit fasilitas kesehatan lainnya

yang ikut berperan penting adalah puskesmas

Berbeda dengan rumah sakit puskesmas sudah

menyebar di seluruh kabupatenkota di Provinsi

Papua Barat Pada tahun 2019 total jumlah

puskemas di Provinsi Papua Barat terdapat 166

puskemas dengan jumlah puskesmas

terbanyak berada di Kab Teluk Bintuni

sebanyak 20 puskesmas dan jumlah puskesmas

paling sedikit berada di Kab Manokwari

Selatan sebanyak 5 puskesmas

Ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga

medis merupakan salah satu indikator penting

setelah tersedianya fasilitas kesehatan Tenaga

medis inilah yang nantinya akan melakukan

pengobatan dan penanganan medis Namun

penyebaran tenaga medis ini belum merata di

Provinsi Papua Barat terutama di kabupaten

baru hasil pemerakaran Tercatat sebanyak 306

dokter di Provinsi Papua Barat yang terdiri dari

68 dokter ahli 265 dokter umum dan 41 dokter

gigi Dari ketiga kategori tersebut jumlah dokter

terbanyak berada di Kota Sorong sebanya 129

dokter Kondisi ini menyebabkan pelayanan

kesehatan menjadi tidak optimal karena

tenaga medis cenderung lebih terkonsentrasi di

kabupatenkota yang sudah ramai dan

memiliki fasilitas yang lebih memadai

Sedangkan untuk daerah yang memiliki akses

yang relatif lebih sulit jarang sekali dapat

ditemui tenaga medis walaupun fasilitas seperti

puskesman sudah tersedia

Rendahnya jumlah dokter di Provinsi Papua

Barat ini mencerminkan rendahnya tingkat

pelayanan kesehatan yang ada Hal ini dapat

dilihat dengan menggunakan rasio jumlah

penduduk Provinsi Papua Barat terhadap

jumlah dokter Pada tahun 2019 terlihat bahwa

rasio jumlah penduduk terhadap dokter sangat

tinggi Secara umum rasio di Provinsi Papua

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

12

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Barat pada tahun 2019 sebesar 306477 yang

artinya sekitar 3065 penduduk akan diobati

oleh 1 dokter Rasio terbesar berada di

Kabupaten Kaimana yaitu 4632

pendudukdokter Keadaan ini membuat

banyak penduduk harus menuju kabupaten

yang memiliki fasilitas tenaga medis untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan Adapun

data dokter pada 4 kabupaten yaitu Kab

Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari

Selatan dan Kab Pegunungan Arfak masih

beum tersedia

Indikator lain yang mempengaruhi kualitas

kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat

selain fasilitas dan pelayanan kesehatan

adalah jenis penyakit yang ada Terdapat 5

jenis penyakit endemik di Provinsi Papua Barat

yaitu malaria TB paru kusta DBD dan HIV-AIDS

Kasus penyakit terbanyak yang terjadi di Provinsi

Papua Barat adalah malaria sebanyak 82487

kasus Hal ini dikarenakan Provinsi Papua Barat

merupakan salah satu provinsi endemik malaria

sehingga tidak heran apabila kasus malaria

merupakan jenis penyakit yang diperhatikan di

Provinsi Papua Barat Kemudian kusta

sebanyak 633 kasus TB Paru sebanyak 577

kasus dan DBD sebanyak 87 kasus pada tahun

2019 Sedangkan khusus untuk kasus HIV-AIDS

terdapat 13 kasus baru di Provinsi Papua Barat

sepanjang tahun 2019 dengan kasus kumulatif

sebesar 1734 kasus (ODHA)

Adanya tenaga medis yang disertai dengan

ketersediaan fasilitas kesehatan memadai

dapat membawa pada peningkatan kualitas

kesehatan Kualitas kesehatan masyarakat ini

dapat terlihat dari besaran angka harapan

hidup Angka harapan hidup (AHH) adalah

perkiraan banyaknya tahun yang dapat

ditempuh oleh seseorang selam hidup (secara

rata-rata) Semakin tinggi AHH

mengindikasikan semakin tingginya kualitas fisik

penduduk suatu daerah Secara umum angka

harapan hidup di kabupatenkota di Papua

Barat mengalami peningkatan Pada tahun

2018 angka harapan hidup Provinsi Papua Barat

mencapai 656 tahun yang artinya rata-rata

penduduk Provinsi Papua Barat dapat

menjalani hidup hingga 65 tahun Angka

harapan hidup tertinggi tertinggi berada di Kota

Sorong sebesar 698 tahun dan angka harapan

terendah berada di Kab Teluk Wondama

sebesar 599 tahun

Perkembangan AHH per tahun di Papua Barat

tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam

satu periode perhitungan Hal ini berarti dalam

waktu satu tahun penurunan angka kematian

Malaria

82487

Kusta

633TB Paru

577

DBD

87

Grafik 13

Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 110

Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Jumlah

Penduduk Dokter Rasio

Kab Fakfak 78686 26 302638

Kab Kaimana 60216 13 463200

Kab Teluk Wondama 32521 9 361344

Kab Teluk Bintuni 64406 30 214687

Kab Manokwari 175178 39 449174

Kab Sorong Selatan 46922 10 469220

Kab Sorong 88927 19 468037

Kab Raja Ampat 48493 31 156429

Kota Sorong 254294 129 197127

Sumber BPS dan Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

13 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

bayi yang tajam sulit terjadi implikasinya

adalah angka harapan hidup yang dihitung

berdasarkan harapan hidup waktu lahir

menjadi lambat untuk mengalami kemajuan

B23 Pendidikan

Salah satu indikator keberhasilan pemerintah

daerah dalam pembangunan pendidikan

adalah berkurangnya penduduk yang buta

huruf Angka melek huruf (literacy rate) adalah

persentase penduduk usia 15 tahun ke atas

yang dapat membaca dan menulis huruf latin

dan atau huruf lainnya Sampai dengan tahun

2019 perkembangan penduduk yang melek

huruf menunjukkan hasil yang

menggemberikan dengan adanya persentase

penduduk yang melek huruf sebesar 9814 Hal

tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat

penduduk Provinsi Papua Barat yang masih

belumtidak dapat membaca dan menulis

Penduduk tersebut didominasi oleh penduduk

yang berusia tua (gt45 tahun) penduduk yang

tinggal di daerah terpencil komunitas-

komunitas khusus dan penyandang cacat

Kelompok penduduk ini sulit untuk dijangkau

pelayanan pendidikan disebabkan baik oleh

faktor internal seperti kemampuan dan

keinginan belajar yang sudah menurun dan

faktor eksternal seperti terbatasnya

ketersediaan pelayanan (akses) pendidikan

keaksaraan bagi mereka Apabila dirinci

menurut kabupatenkota persentase melek

huruf terbesar berada di Kota Sorong sebesar

9971 dan terendah berada di Kab

Pegunungan Arfak

Selain angka melek huruf gambaran mengenai

pembangunan pendidikan dapat dilihat dari

tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke

atas yang ditamatkan (ijazah tertinggi yang

dimiliki) Semakin tinggi tingkat pendidikan

tertinggi yang ditamatkan maka semakin baik

pula kualitas manusianya Meskipun terdapat

kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan yang ditamatkan maka semakin

kecil jumlah penduduk yang lulus pada level

pendidikan tersebut

Dengan masih banyaknya persentase

penduduk yang tidak memiliki ijazah atau

hanya bersekolah SDMI di Provinsi Papua Barat

sebagaimana terlihat pada tabel 112 maka

peningkatan ilmu pengetahuan dan

pendidikan lanjut di perguruan tinggi menjadi

sebuah kebutuhan yang mutlak Jumlah lulusan

perguruan tinggi yang ada sekarang dirasakan

masih belum cukup memadai dibandingkan

Tabel 111

AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

KabupatenKota 2017 2018 2019

Kab Fakfak 6790 6800 6810

Kab Kaimana 6380 6400 6400

Kab Teluk Wondama 5930 5960 5990

Kab Teluk Bintuni 6020 6060 6130

Kab Manokwari 6790 6800 6810

Kab Sorong Selatan 6560 6570 6580

Kab Sorong 6550 6560 6570

Kab Raja Ampat 6420 6430 6430

Kab Tambraw 5950 5970 6000

Kab Maybrat 6470 6470 6470

Kab Manokwari Selatan 6680 6690 6690

Kab Pegunungan Arfak 6660 6670 6670

Kota Sorong 6940 6980 6980

Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 112

Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun

di Provinsi Papua Barat (persen)

Jenjang Tertinggi 2017 2018 2019

Tidak punya ijazah 1947 2470 2320

SDMI 2382 2346 2205

SMP 1946 1833 1808

SMA 2167 1965 2034

SMK 536 461 542

Diploma III 067 05 056

Akademi Diploma III 199 185 164

Diploma IVS-1S-2S-3 756 69 869

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

14

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

dengan besarnya sumber daya alam yang

dimiliki oleh Provinsi Papua Barat Ditambah

dengan sebaran lulusan tersebut yang berada

di kabupatenkota besar (Kab Manokwari

Kab Fakfak Kab Sorong dan Kota Sorong) di

Provinsi Papua Barat Sebagai wilayah dengan

potensi pariwisata yang tinggi Provinsi Papua

Barat membutuhkan kualitas sumber daya

manusia yang baik sehingga ke depannya

penduduk yang memiliki ijazah pendidikan

tinggi diharapkan mampu menjadi tulang

punggung pembangunan perekonomian

daerah

B24 Pertanahan

Pola kepemilikan lahan di Provinsi Papua Barat

adalah tanah hak negara dan tanah hak

ulayat Tanah hak ulayat merupakan status

tanah secara adat dan dikuasai oleh kepala

adat atau ondoafi Pada umumnya di wilayah

lingkaran hukum adat Papua dikenal dua sistem

penguasaaankepemilikan tanah yaitu

kepemilikan komunal dan kepemilikan individu

Kepemilikan komunal ini masih dapat

dibedakan lagi mejadi kepemilikan berbasis

marga kecil yaitu klan atau marga tertentu dan

kepemilikan berbasis marga besar yaitu

kepemilikan berdasarkan kampung

Sedangkan kepemilikan individu bukan

perorangan melainkan berdasar keturunan

Secara internal ada tata aturan yang mengatur

ke dalam keluarga tentang pembagian hak

dari penguasaan maupun pengelolaan tanah

dan di sana diakui bagian setiap anggota

sesuai dengan marganya Namun kekuasaan

kepemimpinan atas tanah secara sosial religi

berada pada orang tertentu yang berasal dari

garis keturunan tertua

Pada umumnya tanah milik dan tanah milik

dengan hak pakai tidak dapat diperjualbelikan

dan dipindah tangankan dengan bebas pada

masyarakat luar Setiap keluarga akan selalu

mempertahankan tanah dan kampung mereka

masing-masing karena tanah dan kampung

merupakan bagian penting dari kehidupan

masyarakat mereka Hal ini dikarenakan cara

hidup masyarakat yang masih berharap dan

menggantungkan diri pada persediaan sumber

daya alam di lingkungan sekitarnya Di samping

itu juga mengingat besarnya pengorbanan

nenek moyang atau leluhur saat memperoleh

tanah tersebut pada zaman dahulu Oleh

sebab itu tanah ulayat ini tidak mudah dengan

begitu saja untuk dilepas tanpa seizin kepala

adat

Seringkali terjadi permasalahan ketika tanah

telah dikuasai (dijual) kepada suatu pihak lain

(bahkan Negara) terdapat anggota keluarga

(margaturunan) yang berupaya

mempertahankan tanah tersebut atau

meminta ganti rugi kembali Padahal status

kepemilikan dan pengelolaan sudah berpindah

dari kepala adat atau keturunan tertua melalui

proses jual beli yang sah secara hukum dengan

adanya sertifikat pelepasan hak tanah adat

Anggota keluarga tersebut melakukan

pemalangan (penutupan akses) dengan

alasan tidakbelum mendapatkan bagian dari

hasil penjualan

Tabel 113

Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat

Jenis Status Kuasa Hak Milik Hak Kuasa

Kelola

Tanah Negara Pemerintah

Pusat

Daerah

Pemerintah

Pusat

Daerah

Pemerintah

Pusat

Daerah

Tanah Ulayat Kepala Adat Komunal Marga Kecil

Marga Besar

Individu Keturunan

Sumber ATRBPN Provinsi Papua Barat (data diolah)

15 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

B3 Tantangan Geografi Wilayah

Menurut Soleh (2017) potensi wilayah sebagai

wujud daya kekuatan kesanggupan dan

kemampuan yang dimiliki oleh suatu wilayah

yang mempunyai kemungkinan untuk dapat

dikembangkan berbentuk potensi fisik Lebih

lanjut dijelaskan bahwa potensi fisik adalah

berupa tanah air iklim lingkungan geografis

binatang ternak dan sumber daya manusia

sudah sehausnya dimanfaatkan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Pembentukan Provinsi Papua Barat sebagai

daerah otonom memiliki tujuan untuk

memperpendek rentang kendali pemerintahan

dalam rangka memberikan pelayanan publik

yang lebih baik kepada masyarakat Selain itu

hal lain yang menjadi pertimbangan penting

adalah untuk mempercepat pelaksanaan

pembangunan dengan menggunakan tanah

air iklim lingkungan hewan atau semua

kekayaan alam serta sumber daya manusia

yang dimiliki guna meningkatkan taraf hidup

dan kesejahteraan masyarakat Papua Barat

B31 Letak Wilayah

Secara geografis Provinsi Papua Barat terletak

di antara 0ordm-43ordm Lintang Selatan dan 1292ordm-

1352ordm Bujur Timur Dengan luas wilayah daratan

mencapai 10295515 kmsup2 dan beribukota di

Kab Manokwari Provinsi Papua Barat memiliki

13 kabupatenkota yang terdiri dari Kab

Fakfak Kab Kaimana Kab Teluk Wondama

Kab Teluk Bintuni Kab Manokwari Kab Sorong

Selatan Kab Sorong Kab Raja Ampat Kab

Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari

Selatan dan Kab Pegunungan Arfak serta

Kota Sorong Kabupaten dengan wilayah

terluas di Provinsi Papua Barat adalah Kab Teluk

Bintuni dengan luasan mencapai 2024 persen

dari luas wilayah provinsi (2084083 kmsup2)

sedangkan Kota Sorong menjadi wilayah

dengan luasan terkecil 068 persen (65664 kmsup2)

Provinsi Papua Barat merupakan wilayah

pemekaran dengan posisi geografis yang

strategis di Indonesia bahkan di dunia Posisi

penting ini dalam konteks kekayaan

keanekaragaman hayati laut dunia Wilayah

Provinsi Papua Barat khususnya Kab Raja

Ampat terletak di pusat segitiga karang dunia

(coral triangle) yang merupakan lokasi dengan

keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia

dengan berbagai jenis kekayaan laut baik

spesies ikan moluska dan hewan karang

Disertai kekayaan sumber daya laut yang tinggi

dengan berbagai jenis ekosistem yang

mendukung tumbuh hidupnya berbagai biota

laut diantaranya ekosistem terumbu karang

padang lamun dan mangrove Selain posisi

tersebut letak Provinsi Papua Barat yang

berbatasan langsung dengan negara di

wilayah Pasifik menjadi penting sebagai

penanda kedaulatan Indonesia baik dalam

aspek pertahanan maupun pemanfaatan

sumberdaya kelautan di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia

Tabel 114

Komposisi Luas KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

KabupatenKota Luas (kmsup2) Luas

Kab Fakfak 1432000 1391

Kab Kaimana 1624184 1578

Kab Teluk Wondama 395953 385

Kab Teluk Bintuni 2084083 2024

Kab Manokwari 318628 309

Kab Sorong Selatan 659431 641

Kab Sorong 654423 636

Kab Raja Ampat 803444 780

Kab Tambraw 1152918 1120

Kab Maybrat 546169 530

Kab Manokwari Selatan 281244 273

Kab Pegunungan Arfak 277374 269

Kota Sorong 65664 064

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

16

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

B32 Kondisi Geografis

Kondisi wilayah Provinsi Papua Barat secara

umum meliputi wilayah pedalamanterpencil

(pegunungan) pesisir dan kepulauan Wilayah

pedalaman terpencil (pegunungan)

diantaranya berada di Kab Pegunungan Arfak

Kab Manokwari Kab Manokwari Selatan Kab

Maybrat Kab Teluk Bintuni dan Kab

Tambrauw sedangkan wilayah yang memiliki

kawasan pesisir adalah Kab Sorong Kab

Sorong Selatan Kab Fakfak Kab Kaimana

Kab Teluk Bintuni Kab Teluk Wondama Kab

Manokwari Selatan Kab Manokwari Kab

Tambrauw Kab Raja Ampat dan Kota Sorong

Sementara itu wilayah dengan kondisi berupa

kepulauan di Provinsi Papua Barat adalah Kab

Raja Ampat

Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat

bervariasi dari wilayah dataran rendah hingga

pegunungan Provinsi Papua Barat terletak

pada ketinggian 0-2940 mdpl dengan

sebagian besar merupakan wilayah perbukitan

(kelas ketinggian 100-1000 m) mencapai

5066423 kmsup2 (4921) dan daerah dataran

rendah (0-100m) seluas 4091438 kmsup2 (3974)

serta daerah pegunungan (gt1000 m) seluas

1137654 kmsup2 (1105)

Titik tertinggi di Provinsi Papua Barat berada di

Kab Manokwari dengan ketinggian 2940 mdpl

Sementara wilayah dengan dataran rendah

yang cukup luas tersebar di beberapa

kabupatenkota seperti Kab Fakfak Kab Teluk

Bintuni Kab Sorong Kota Sorong dan Kab

Sorong Selatan Daerah perbukitan pada

umumnya tersebar di Kab Kaimana Kab Teluk

Wondama Kab Raja Ampat dan Kab

Maybrat

Secara keseluruhan terdapat 218 distrik yang

terdiri dari 1742 kampung dan 106 kelurahan di

Provinsi Papua Barat Wilayah dengan jumlah

distrik terbanyak adalah Kab Sorong (30 Distrik)

Kab Tambraw (29 Distrik) serta Kab Maybrat

(24 Distrik) Kab Raja Ampat (24 Distrik) Kab

Teluk Bintuni (24 Distrik) sedangkan kabupaten

dengan jumlah distrik terkecil adalah Kab

Manokwari Selatan (6 Distrik)

Ditinjau dari segi kelerengan sebagian besar

wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas

lereng gt40 (bergunung curam dan bergunung

Tabel 115

Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Ketinggian (mdpl)

Kab Fakfak 0 - 1444

Kab Kaimana 0 - 1663

Kab Teluk Wondama 0 - 2172

Kab Teluk Bintuni 0 - 2389

Kab Manokwari 0 - 2940

Kab Sorong Selatan 0 - 540

Kab Sorong 0 - 921

Kab Raja Ampat 0 - 1173

Kab Tambraw 0 - 2483

Kab Maybrat 5 - 1772

Kab Manokwari Selatan 0 - 2682

Kab Pegunungan Arfak 135 - 2882

Kota Sorong 0 - 439

Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 116

Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota

Topografi

Lereng

Puncak Lembah Dataran

Kab Fakfak 82 4 37

Kab Kaimana 29 15 42

Kab Teluk Wondama 67 7 3

Kab Teluk Bintuni 37 5 196

Kab Manokwari 18 3 139

Kab Sorong Selatan 10 13 98

Kab Sorong 14 21 106

Kab Raja Ampat - 1 120

Kab Tambraw 15 19 42

Kab Maybrat 16 39 102

Kab Manokwari Selatan 5 12 40

Kab Pegunungan Arfak 142 16 21

Kota Sorong 6 - 25

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

17 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

sangat curam) Kondisi tersebut menjadi

kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik

untuk pengembangan sarana dan prasarana

fisik sistem transportasi darat maupun bagi

pengembangan budidaya pertanian terutama

untuk tanaman pangan Sehingga dominasi

pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan

konservasi di samping untuk mencegah

terjadinya bahaya erosi dan longsor

Berdasarkan data penggunaan lahan pada

tahun 2019 luas areal terbangunpermukiman

di Provinsi Papua Barat sekitar 32222 Ha atau 03

persen dari luas wilayah Kabupaten Sorong

Manokwari dan Kota Sorong merupakan

wilayah-wilayah yang memiliki fungsi guna

lahan kampungperumahan yang tertinggi

Wilayah-wilayah tersebut selama ini memang

telah tumbuh menjadi sentra-sentra kegiatan

perkotaan di Provinsi Papua Barat terutama

untuk Kota Sorong Kota ini merupakan pintu

gerbang bagi Provinsi Papua Barat sehingga

menjadikan kegiatan jasa perdagangan dan

kegiatan-kegiatan lain yang bersifat perkotaan

terkonsentrasi pada wilayah ini

B33 Risiko Bencana

Dengan sebagian besar wilayah yang berupa

kawasan hutan maka kelas risiko bencana

kebakaran lahan dan hutan di seluruh

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

termasuk ke dalam kategori tinggi Pembukaan

lahan hutan untuk kegiatan pertanian menjadi

salah satu penyebab bencana karena

pembukaan tersebut dilakukan dengan

pembakaran untuk meminimalisasi biaya dan

hasilnya sangat cepat Pada kasus bencana

kebakaran risiko tinggi ditempati Kab

Manokwari dan Kota Sorong sedangkan

bencana kekeringan kelas risiko tinggi berada

di Kab Teluk Wondama Teluk Bintuni

Manokwari Sorong Selatan dan Raja Ampat

Pada kasus bencana banjir wilayah dengan

kelas risiko tinggi adalah Kabupaten Fakfak

Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni

Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja

Ampat dan Kota Sorong sebagai daerah yang

berada dekat dengan aliran Sungai

Wilayah Provinsi Papua Barat juga sangat

berpotensi terhadap gempa tektonik dan

kemungkinan diikuti oleh gelombang tsunami

Terdapat sejumlah lipatan dan sesar naik

sebagai akibat dari interaksi (tubrukan) antara

kedua lempeng tektonik seperti Sesar Sorong

(SFZ) Sesar Ransiki (RFZ) Sesar Lungguru (LFZ)

dan Sesar Tarera Aiduna (TAFZ) Kenyataan

Tabel 117

Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di

Provinsi Papua Barat

Tingkat

Kelerengan

()

Deskripsi Luas

(kmsup2)

Luas

lt 3 Datar 2195004 213

3 - 8 Bergelombangagak

landai

782459 76

8 - 15 Bergelombanglandai 72069 07

15 - 25 Berbukit 576549 56

25 - 40 Bergunung 648617 63

40 - 60 Bergunung curam 3315156 322

gt 60 Bergunung sangat curam 2712868 263

Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 118

Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Penggunaan Luas

(kmsup2)

Hutan Kering 9121592 8860

Hutan Basah 517659 503

Perkebunan 112091 109

Rumput dan Semak Belukar 227599 221

Ladang 57310 056

Tanaman Campuran 51567 050

Permukiman 34192 033

Danau 21459 021

Lahan Terbuka 125365 122

Pertambangan 2249 002

Rawa dan Rumput Rawa 11610 011

Sawah 12823 012

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

18

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

menunjukkan pula bahwa hampir setiap bulan

terjadi beberapa kali gempa di Provinsi Papua

Barat dan sekitarnya Kabupatenkota dengan

risiko tinggi untuk gempa bumi adalah Kab

Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari

Sorong Selatan Sorong Raja Ampat

Tambrauw dan Kota Sorong Sementara itu

wilayah dengan kelas risiko bencana tsunami

tinggi adalah Kab Teluk Wondama Manokwari

dan Sorong

Menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia (BNPB

2014) Provinsi Papua Barat secara keseluruhan

termasuk provinsi yang memiliki kelas risiko

bencana multi ancaman dalam

kategori tinggi Dengan kelas risiko

bencana yang tinggi kapasitas daerah

dalam penanggulangan bencana

masih dalam kapasitas sedang (BNPB

2016)

Tabel 119

Risiko Bencana per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Risiko Jenis Bencana

Kab Fakfak Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang

Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Kaimana Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang

Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Teluk

Wondama

Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Teluk Bintuni Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Manokwari Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Sorong

Selatan

Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Raja Ampat Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Tambraw Sedang Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kab Maybrat Sedang Tanah Longsor Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Manokwari

Selatan

Sedang Banjir Gempa Bumi Tsunami

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Pegunungan

Arfak

Sedang Tanah Longsor Gempa Bumi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kota Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Sumber BNPB BPBD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERTUMBUHAN

EKONOMI

266

INFLASI

193

RATA-RATA

SUKU BUNGA

50

POVERTY

225

PENGANGGURAN

624

GINI RATIO

0381

IPM

6374

DJPbKawalAPBN

INDIKATOR

EKONOMI REGIONAL

19

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

ondisi perekonomian global masih

berada pada kondisi ketidakpastian

seiring terjadinya perubahan

fundamental kebijakan Amerika

Serikat (AS) yang menerapkan hambatan

perdagangan khusus bagi Tiongkok (tariffs

barrier) Kinerja perekonomian AS yang mulai

bergeliat pada tahun 2018 tertekan kembali

akibat penerapan tarif bagi barang-barang

impor yang tanggapi oleh Tiongkok dengan

pengenaan tarif balasan pada barang-barang

yang menjadi ketergantungan AS Penurunan

suku bunga acuan yang dilakukan Bank Sentral

AS untuk mendorong perekonomian tidak

berimplikasi banyak karena economic shock

tidak langsung dapat direspon oleh pelaku

ekonomi dalam negeri yang sudah terbiasa

dengan impor

Tingkat inflasi yang dijaga dan nilai tukar dolar

AS yang ditahan untuk stagnan berakibat pada

pertumbuhan ekonomi AS yang melambat

dibanding tahun sebelumnya Implikasinya

sektor keuangan global ikut menjadi lebih

volatile dan menahan laju pertumbuhan

eonomi disebabkan turunnya nilai

perdagangan negara-negara maju yang

berbisnis dengan AS dan Tiongkok Ditambah

dengan sentimen negatif dari ketidaksetujuan

perilaku diskriminasi ekonomi AS serta masalah

Brexit yang tidak kunjung usai berdampak pada

kenaikan harga komoditas namun tidak

berlaku untuk komoditas minyak mentah yang

menurun Seiring hal tersebut perekonomian

negara-negara berkembang pada tahun 2019

masih mengarah kepada kemungkinan

terjadinya resesi global dengan laju yang

tertahan dibandingkan tahun sebelumnya

A INDIKATOR EKONOMI FUNDAMENTAL

Indikator ekonomi diperlukan untuk mengetahui

arah pergerakan perekonomian suatu daerah

dan sebagai tolak ukur pencapaian

pembangunan (Bernard Baumohl 2012)

Diantara indikator makroekonomi yang

digunakan untuk mengetahui perkembangan

perekonomian suatu daerah yaitu Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Inflasi

Perdagangan Internasional Suku Bunga dan

Nilai tukar

K

BAB II

Perkembangan dan Analisis

Ekonomi Regional

697

640600

502

450 440

240 230 220170 170

100 080

0

2

4

6

8

Vie

tna

m

Filip

ina

Tion

gko

k

Ind

on

esia

Ind

ia

Ma

lay

sia

Tha

ilan

d

AS

Ko

rsel

Au

stralia

Je

pa

ng

Ero

pa

Sin

ga

pu

ra

Grafik 21

Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di

Dunia Tahun 2019 (persen)

Sumber wwwtradingeconomicscom (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

20

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)

merupakan nilai pasar dari semua barang dan

jasa yang dihasilkan dalam suatu

perekonomian selama periode waktu tertentu

Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sering

dijadikan ukuran terbaik untuk mengukur kinerja

perekonomian Terdapat tiga cara untuk

menghitung PDB yaitu pendekatan produksi

pengeluaran dan pendapatan (Krugman amp

Wells 2011) Selanjutnya PDB pada suatu

region wilayah tertentu disebut dengan Produk

Domestik Regional Bruto (Gross Domestic

Regional Bruto)

A11 Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)

Laju pertumbuhan ekonomi (economic growth)

merupakan proses perubahan kondisi

perekonomian suatu daerah pada periode

waktu tertentu Untuk menghitungnya

digunakan perubahan nilai PDRB atas dasar

harga konstanriil dari tahun sebelumnya

Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 tumbuh melambat pada level 266 persen

atau tertahan signifikan dari tahun sebelumnya

yang mencapai level 624 persen Tidak seperti

pertumbuhan tahun sebelumnya yang lebih

tinggi pertumbuhan nasional tahun 2019 justru

lebih tinggi pada level 502 persen

Bila dirinci lebih lanjut seluruh sektor lapangan

usaha mencatatkan pertumbuhan positif

dimana pertumbuhan tertinggi terjadi pada

sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151

persen serta jasa keuangan dan asuransi

mencapai 933 persen Sebaliknya sektor sektor

industri pengolahan dan sektor pertambangan-

penggalian mencatatkan pertumbuhan yang

melambat sebesar -099 dan -034 persen

meskipun masih menjadi sektor dengan

kontribusi tertinggi terhadap PDRB Provinsi

Papua Barat

Jika dilihat menurut pengeluaran pertumbuhan

ekonomi Provinsi Papua Barat tertinggi terjadi

pada komponen luar negeri berupa impor

sebesar 1943 persen Sedangkan ekspor yang

mengandalkan raw material resources pada

komponennya turunnya harga komoditas

migas di pasar internasional selama tahun 2019

turut andil dalam menyumbang perlambatan

hingga menjadi sebesar -900 Sementara itu

503 507 517 502

452401

624

266

0

2

4

6

2016 2017 2018 2019

Grafik 22

Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua

Barat Tahun 2016 ndash 2019 (persen)

Nasional Pabar

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

-099

-034

33

334

437

439

442

528

58

757

767

801

837

842

887

933

1151

-1 4 9 14

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Penggalian

Administrasi Pemerintahanhellip

Pertanian Kehutanan danhellip

Jasa Lainnya

Jasa Kesehatan dan Kegiatanhellip

Pengadaan Air Pengelolaanhellip

Jasa Perusahaan

Jasa Pendidikan

Konstruksi

Penyediaan Akomodasi danhellip

Transportasi dan Pergudangan

Perdagangan Besar dan Eceranhellip

Real Estate

Pengadaan Listrik dan Gas

Jasa Keuangan dan Asuransi

Informasi dan Komuniksi

Grafik 23

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Menurut Lapangan Usaha (persen)

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

21 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

komponen investasi tumbuh 536 persen dan

pengeluaran pemerintah tumbuh sebesar 342

persen Pertumbuhan juga terjadi pada

konsumsi rumah tangga dan LNPRT berturut-

turut sebesar 499 dan 1037 persen

A12 Nominal PDRB

Nilai PDRB dapat dilihat baik dari sisi permintaan

maupun penawaran Untuk menghitungnya

digunakan PDRB atas harga berlaku Nilai PDRB

Provinsi Papua Barat tahun 2019 Atas Dasar

Harga Berlaku sebesar Rp8435 triliun

A121 PDRB Sisi Permintaan

PDRB sisi permintaan dapat ditunjukkan melalui

persamaan sebagai berikut

119936119955 = 119914119955 + 119920119955 +119918119955 + (119935119955 minus119924119955)

Dari persamaan di atas PDRB sisi ini dihitung

berdasarkan pendekatan pengeluaran yaitu

dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat

seluruh pelaku ekonomi berupa konsumsi rumah

tangga investasi pembelian pemerintah untuk

barang dan jasa serta ekspor dikurangi impor

(net export) Kontribusi masing-masing

komponen pembentuk PDRB Provinsi Papua

Barat adalah sebagai berikut

A1211 Konsumsi (Consumption)

Konsumsi merupakan pembelian yang

dilakukan oleh rumah tangga konsumen baik

berupa barang tidak tahan lama (non durable

goods) seperti makanan dan pakaian barang

tahan lama (durable goods) seperti mobil dan

alat elektronik maupun jasa (services) seperti

jasa potong rambut dan jasa dokter (Mankiw

2013)

Perekonomian Provinsi Papua Barat masih

didominasi oleh net ekspor dan pengeluaran

konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga

maupun lembaga non profit rumah tangga

Pada tahun 2019 nilai net ekspor Provinsi Papua

Barat sebesar dengan kontribusi terhadap

PDRB mencapai 324 persen Adapun nilai

konsumsi sebesar Rp2425 triliun dengan

kontribusi terhadap PDRB sebesar 282 persen

A1212 Investasi (Investment)

Investasi dalam teori ekonomi didefinisikan

sebagai pengeluaran untuk membeli barang-

barang modal dan peralatan-peralatan

produksi dengan tujuan untuk mengganti dan

terutama menambah barang-barang modal

yang akan digunakan untuk memproduksi

barang dan jasa di masa yang akan datang

Pembelian dalam investasi dapat dilakukan

oleh individu atau perusahaan untuk

516

342

536

155

0

2

4

6

Konsumsi RT +

LNPRT

Pengeluaran

Pemerintah

PMTB Investasi Net Ekspor

Grafik 24

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 Menurut Pengeluaran (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Konsumsi

RT + LNPRT

2818

Pengeluaran

Pemerintah

1798

PMTB

Investasi 2045

Perubahan

Inventori 098

Net Ekspor

3241

Grafik 25

Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

22

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

menambah persedian modal (Mankiw 2013)

Samuelson dan Nordhaus (2004)

menambahkan investasi sebagai penambahan

stok modal atau barang di suatu negara seperti

bangunan peralatan produksi dan barang-

barang inventaris dalam waktu satu tahun

Nilai investasi Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 sebagaimana tercermin dari nilai

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

sebesar Rp176 triliun dengan kontribusi

terhadap PDRB sebesar 205 persen Tingkat

pertumbuhan ekonomi daerah yang mantap

dan berkesinambungan dalam jangka panjang

hanya dapat tercapai jika masyarakat mampu

mempertahankan proporsi investasi yang

cukup besar terhadap PDRB Dalam jangka

panjang pembangunan ekonomi dapat

terhambat jika terjadi inefisiensi alokasi sumber

daya Salah satu indikator untuk mengukur

tingkat efisiensi suatu perekonomian adalah

ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) ICOR

merupakan rasio yang menunjukan besarnya

tambahan kapital (investasi) baru yang

dibutuhkan untuk menaikkan menambah satu

unit output Semakin tinggi rasio ICOR

menandakan bahwa tingkat efisiensi semakin

rendah Rasio ICOR dihitung menggunakan

rumus sebagai berikut

ICOR= I ∆Y

dimana

I = Nilai Investasi (PMTB)

∆Y = Perubahan PDRB

Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat

menunjukan tren meningkat Pada tahun 2015

nilai ICOR Provinsi Papua Barat sebesar 169 dan

naik menjadi 443 pada tahun 2016 Kemudian

pada tahun 2017 nilai ICOR Provinsi Papua Barat

kembali naik menjadi 491 Hal ini menunjukan

tingkat kebocoran investasi Provinsi Papua

Barat semakin besar Setelah sempat turun

pada tahun 2018 (314) nilai ICOR Provinsi

Papua Barat tahun 2019 naik menjadi 801 yang

menunjukan tingkat kebocoran investasi

semakin meningkat secara signifikan

A1213 Pembelian Pemerintah (Government

Purchases)

Pembelian pemerintah merupakan

pengeluaran pemerintah terhadap barang dan

jasa yang terdiri dari konsumsi pemerintah

(government consumption) dan investasi

pemerintah (government investment) Konsumsi

pemerintah merupakan pembelian terhadap

barang dan jasa dalam jangka pendek seperti

pengeluaran untuk perawatan kesehatan dan

perlindungan kepolisian Adapun investasi

pemerintah merupakan pengeluaran untuk

barang-barang modal seperti gedung dan

komputer (Mishkin 2015) Komponen

pengeluaran pemerintah Provinsi Papua Barat

pada tahun 2019 sebesar Rp1547 triliun dengan

kontribusi terhadap PDRB sebesar 18 persen

Dengan kontribusi yang cukup besar terhadap

PDRB Provinsi Papua Barat pembelian

pemerintah (government purchases)

seharusnya dapat menopang pertumbuhan

ekonomi jika terjadi perlambatan konsumsi

masyarakat maupun investasi

211169

443491

314

801

000

200

400

600

800

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Garfik 26

Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat Tahun

2014 - 2019

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

23 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

A1214 Ekspor Bersih (Net Export)

Perdagangan internasional merupakan

pertukaran barang dan jasa lintas batas negara

(international border) Dengan adanya

perdagangan internasional memungkinkan

terjadinya efisiensi yang timbul dari kompetisi

antar produsen dalam menjual produk dengan

harga yang terendah (competitive price)

dalam suatu proses supply and demand atau

dalam suatu mekanisme pasar market

mechanism (Seyoum 2009) Komponen

perdagangan internasional terdiri dari ekspor

dan impor Ekspor merupakan nilai barang dan

jasa yang dijual ke luar negeri sedangkan impor

merupakan nilai barang dan jasa yang

disediakan untuk dalam negeri Selisih

keduanya disebut sebagai net ekspor Sebagai

salah satu komponen PDB net ekspor

merupakan nilai bersih dari penjualan barang

jasa ke luar negeri dikurangi pembelian dari luar

negeri yang menghasilkan pendapatan untuk

dalam negeri (Mankiw 2013) Pada tahun 2019

komponen net ekspor Provinsi Papua Barat

sebesar Rp2789 triliun dengan kontribusi

terhadap PDRB sebesar 324 persen

A12141 Ekspor

Ekspor merupakan nilai barang dan jasa yang

dijual ke negara lain (Mankiw 2013) Komoditas

ekspor Provinsi Papua Barat terbesar yaitu raw

material resources berupa gas alam dan

minyak bumi dengan kontribusi mencapai 98

persen dari total nilai ekspor yang ada Adapun

sisanya berupa perhiasan permata kayu

barang dari kayu garam belerang kapur

(semen) ikan udang daging ikan olahan

sabun dan preparat pembersih

Pada tahun 2019 nilai ekspor Provinsi Papua

Barat mencapai US$ 233258 juta atau turun

siginifikan sebesar 179 persen dari ekspor tahun

sebelumnya sebesar US$ 28336 juta

disebabkan turunnya harga komoditas migas di

pasar internasional Nilai ekspor tertinggi terjadi

pada bulan November sebesar US$ 25478

sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada

bulan April sebesar US$ 11602

Selama tahun 2019 terdapat 3 (tiga) negara

yang menjadi tujuan utama ekspor Provinsi

Papua Barat yaitu Tiongkok Korea Selatan dan

Jepang dengan kontribusi mencapai 9341

persen Nilai ekpor ke Tiongkok sebesar US$

138861 juta (6373 persen) Korea selatan

sebesar US$ 35793 juta (1643 persen) dan

Jepang sebesar US$ 43236 juta (1984 persen)

A12142 Impor

Impor merupakan nilai barang dan jasa yang

dibeli dari negara lain (Mankiw 2013)

Komoditas impor Provinsi Papua Barat berupa

mesin-mesin pesawat mekanik mesin

peralatan listrik benda-benda dari besi dan

baja barang-barang rajutan benda-benda

dari batu gips dan semen berbagai barang

logam dasar garam belerang dan kapur

perkakas serta perangkat potong

24707 22201

17352

11602

18441

19127

16947

18831

1810215943

25478

24527

0

50

100

150

200

250

300

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 27

Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun

2019 (US$ juta)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

24

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Pada tahun 2019 total nilai impor Provinsi Papua

Barat sebesar US$ 37434 juta atau naik 553

persen dari tahun sebelumnya sebesar US$

5737 juta Nilai impor tertinggi Provinsi Papua

Barat terjadi pada bulan Juli sebesar US$ 11831

juta Sementara itu pada bulan Juni nilai impor

Provinsi Papua Barat berada pada angka

terkecil sebesar US$ 006 juta

A122 PDRB Sisi Penawaran

PDRB sisi ini dihitung berdasarkan pendekatan

produksi yaitu dengan menjumlahkan nilai

tambah (value added) atas barang dan jasa

yang dihasilkan dari sektor-sektor produksi Dari

keseluruhan sektor yang ada kontribusi tertinggi

terhadap PDRB Provinsi Papua Barat tahun 2019

berasal dari sektor industri pengolahan

mencapai 2574 persen dengan nilai Rp217

triliun Kemudian diikuti sektor pertambangan

dan penggalian mencapai 1744 persen

dengan nilai Rp147 triliun Minyak bumi dan gas

alam merupakan sumber utama PDRB pada

kedua sektor tersebut

A13 PDRB per Kapita

Indikator ini menunjukan nilai kontribusi tiap

penduduk terhadap perekonomian suatu

daerah dalam menghasilkan barang dan jasa

pada periode waktu satu tahun Selama lima

periode terakhir dari tahun 2015ndash2019 PDRB per

Kapita Provinsi Papua Barat mengalami

peningkatan walaupun dengan pertumbuhan

yang terbatas Pada tahun 2015 PDRB per

Kapita Provinsi Papua Barat sebesar Rp7250

juta Kemudian jumlahnya meningkat menjadi

Rp879 juta pada tahun 2019 atau naik sebesar

218 persen dalam 5 tahun

A2 Inflasi

Mankiw (2013) menyebutkan bahwa Inflasi

merupakan kenaikan harga secara umum

Jika kenaikan harga barang hanya berasal

dari satu atau dua barang saja maka tidak

dapat disebut sebagai inflasi kecuali bila

524

807

3804

2101

2286

006

11831

7816

1053

3617

105

2539

0

20

40

60

80

100

120

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 28

Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun

2019 (US$ juta)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Industri

Pengolahan

2574

Pertambangan

Penggalian1744

Konstruksi

1596

Sektor Lainnya

1227

Pertanian dkk

1055

Adm

Pemerintahan1057

Perdagangan

747

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Grafik 29

Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (Persen)

72157452

7843

8495879

0

20

40

60

80

100

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 210

Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua

Barat Tahun 2015 - 2019 (juta Rptahun)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

25 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

kenaikan itu meluas dan berimplikasi pada

kenaikan harga barang lainnya Inflasi dihitung

berdasarkan perubahan Indeks Harga

Konsumen (IHK) yang merupakan rata-rata dari

perubahan harga suatu komoditas dalam

kurun waktu tertentu Perubahan IHK dari waktu

ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan

(inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari

suatu komoditas

Secara umum inflasi digolongkan ke dalam tiga

jenis yaitu inflasi inti (core inflation) inflasi

makanan yang bergejolak (volatile food

inflation) dan inflasi harga yang diatur

(administered price inflation) Core inflation

adalah inflasi yang perkembangan harganya

dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi

secara umum yaitu faktor-faktor fundamental

seperti ekspektasi inflasi nilai tukar dan

keseimbangan permintaan dan penawaran

agregat yang akan berdampak pada

perubahan harga-harga secara umum

Sementara itu volatile food inflation adalah

inflasi bahan makanan yang perkembangan

harganya sangat bergejolak karena faktor-

faktor tertentu yang mempengaruhi kecukupan

pasokan komoditas yang bersangkutan seperti

faktor musim panen gangguan distribusi

bencana alam dan hama Adapun

administered price inflation adalah inflasi yang

perkembangan harganya diatur oleh

pemerintah

Secara kumulatif laju inflasi Provinsi Papua Barat

tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih

rendah dari inflasi tahun sebelumnya sebesar

521 persen dan inflasi nasional sebesar 272

persen Pencapaian tersebut berada di atas

target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen

Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun

2017-2021 dimana pada tahun 2019 target

inflasi ditetapkan sebesar 366 persen Kebijakan

pengendalian tingkat inflasi yang melibatkan

banyak pihak sebagaimana tergabung dalam

Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) tampaknya

belum berhasil menekan laju pergerakan harga

di Provinsi Papua Barat ke arah yang lebih

moderat

Selama tahun 2019 perkembangan harga-

harga komoditas di Provinsi Papua Barat relatif

terkendali dimana komponen administered

price dan volatile food menjadi penyumbang

utama Adanya peningkatan intensitas curah

hujan yang sedang dan gelombang laut yang

relatif tinggi berdampak pada hasil produksi

dan mengganggu jalur distribusi pasokan

bahan makanan meskipun tidak memberikan

pengaruh signifikan Disamping itu komponen

administered price tidak mengalami tekanan

seperti halnya tahun sebelumnya sebagai

imbas dari turunnya harga komoditas minyak

mentah di pasar internasional yang berdampak

pada turunnya harga BBM non-subsidi (non-

premium) Sementara itu tekanan inflasi pada

kelompok inti (core inflation) relatif terkendali

Pada triwulan pertama tahun 2019 (Januari ndash

Maret) Papua Barat berada pada kondisi

deflasi dengan level 056 persen (ytd) dengan

534

362

144

521

193

335302

361

313 272

0

2

4

6

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 211

Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan

Nasional Tahun 2015 ndash 2019

Pabar Nasional

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

26

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

penyumbang terbesar terjadi pada kelompok

volatile food seperti beras telur susu daging

ikan segar dan kacang-kacangan Faktor

intensitas curah hujan yang sedang

menyebabkan beberapa daerah penghasil

mengalami panen besar berakibat pada

melimpahnya jumlah pasokan komoditas

meskipun sedikit terganggu dengan terjadinya

laut pasang pada jalur distribusi Sementara itu

komponen administered price sedikit tertekan

disebabkan pasokan bahan bakar subsidi yang

terbatas meskipun harga non-subsidi (pertalite

dan pertamax series) mengalami sedikit

penurunan harga

Pada triwulan kedua tahun 2019 (April ndash Juni)

intensitas curah hujan di Provinsi Papua Barat

makin meningkat Faktor tersebut pada

akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas

hasil pertanian sehingga pasokan komoditas

menjadi berkurang Dampaknya pada bulan

April dan Mei komponen volatile food seperti

beras sayur-sayuran dan kacang-kacangan

mengalami inflasi Pada bulan April meskipun

komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi

sebesar -070 persen namun kacang-kacangan

mengalami inflasi 240 persen

Memasuki bulan puasa (Mei) dan Hari Besar

Keagamaan Nasional (HBKN) Papua Barat

dihadapkan pada tekanan inflasi yang cukup

dalam Komponen volatile food seperti telur

daging ayam daging sapi mengalami tren

peningkatan harga seiring kenaikan

permintaan Pemerintah melalui Tim Pengendali

Inflasi Daerah (TPID) melakukan pengawasan

distribusi untuk mencegah penimbunan barang

dan permainan harga Selain itu TPID juga

melakukan operasi pasar dan program pasar

murah untuk menjaga stabilitas harga

Sementara itu komponen administered price

pada periode ini juga mengalami tekanan

Periode triwulan ketiga tahun 2019 tekanan

inflasi Papua Barat mulai jauh berkurang Pada

bulan Juli terjadi deflasi yang mencapai level -

007 persen Komponen volatile food menjadi

penyumbang terbesar deflasi Kemudian pada

bulan Agustus Papua Barat kembali mengalami

mencapai deflasi pada level -057 persen

dimana kelompok bahan makanan menjadi

penyumbang terbesar dengan capaian -167

Tabel 21

Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Kelompok jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des

Umum -004 159 025 033 034 004 -007 -057 067 -004 159 025

Bahan Makanan -082 493 072 079 100 -048 -066 -167 039 -082 493 072

Makanan Jadi Minuman

Rokok dan Tembakau 057 001 057 050 076 006 030 023 025 057 001 057

Perumahan Air Listrik Gas

dan Bahan Bakar 002 015 007 -004 -011 039 016 001 011 002 015 007

Sandang 072 062 102 050 045 021 -009 -043 158 072 062 102

Kesehatan 076 052 006 027 072 001 002 -026 037 076 052 006

Pendidikan Rekreasi dan

Olah Raga -003 034 -008 020 091 152 014 000 -002 -003 034 -008

Transpor dan Komunikasi

dan Jasa Keuangan 015 -024 -056 -049 -099 -001 050 -005 253 015 -024 -056

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

27 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Pada bulan ini di saat semua kelompok

pengeluaran mengalami tekanan deflasi

kelompok administered price mengalami inflasi

pada level 023 Berbeda dari bulan

sebelumnya memasuki bulan September

Papua Barat mengalami inflasi pada level 067

persen Kelompok volatile food seperti daging

telur susu dan sayur-sayuran serta kelompok inti

(core inflation) seperti sandang dan

perlengkapan rumah tangga menjadi

penyumbang inflasi Di samping itu kelompok

transportasi adalah penyumbang terbesar

inflasi seiring kenaikan harga tiket akibat

permasalahan yang mendera maskapai

penerbangan

Pada triwulan empat tahun 2019 (Oktober-

Desember) Papua Barat kembali mengalami

tekanan inflasi Demikian juga dengan

kelompok volatile food seperti beras daging

ikan telur susu sayur-sayuran dan kacang-

kacangan pada periode ini mengalami inflasi

disebabkan faktor produktivitas hasil pertanian

yang seharusnya melimpah malah berkurang

Di samping itu faktor cuaca yang tidak

bersahabat bagi nelayan menyebabkan

berikurangnya pasokan ikan

Meskipun pada bulan Oktober terjadi deflasi

sebesar -004 persen namun bulan November

Papua Barat kembali mengalami inflasi sebesar

125 persen Penyumbang tertinggi inflasi

adalah kelompok volatile food yang

mengalami kendala produktivitas Kemudian

masuk pada bulan Desember Papua barat

dihadapkan pada momen libur natal dan

tahun baru Pada bulan ini perkembangan

harga di Provinsi Papua Barat mengalami

tekanan inflasi namun dengan tingkat yang

cukup terkendali pada kisaran 025 persen

dengan kenaikan tertinggi terjadi pada

kelompok sandang momen liburan sekolah

natal dan tahun baru

A3 Suku Bunga

Suku bunga merupakan biaya dari suatu

pinjaman atau harga yang dibayar untuk sewa

dana (Mishkin 2015) Kebijakan suku bunga

dilakukan oleh bank sentral selaku pemegang

otoritas moneter Sebagai pemegang otoritas

moneter di Indonesia Bank Indonesia

menetapkan BI Rate sebagai suku bunga

acuan yang mencerminkan sikap dari

kebijakan moneter apakah dovish (longgar)

atau hawkish (ketat) Dalam rangka melakukan

penguatan kerangka operasi moneter Bank

Indonesia kemudian memperkenalkan suku

bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru

berupa BI 7-Day Repo Rate pada April 2016 dan

mulai berlaku efektif tanggal 19 Agustus 2016

Perubahan tersebut bertujuan agar suku bunga

kebijakan dapat lebih cepat mempengaruhi

pasar uang perbankan dan sektor riil

Terkait kebijakan suku bunga selama tahun

2019 Bank Indonesia menerapkan kebijakan

moneter yang cenderung longgar yang

ditandai dengan turunnya suku bunga acuan BI

7-Day Repo Rate Pada awal tahun 2019 BI 7

Day Repo Rate ditetapkan sebesar 600 persen

sebagai akibat dari kebijakan yang hawkish

600 600 600 600 600 600

575

550

525

500 500 500

40

48

55

63

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 212

Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019

(persen)

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

28

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

tahun sebelumnya Sempat bertahan selama

enam bulan kemudian pada bulan Juli BI 7-Day

Repo Rate diturunkan menjadi 575 persen

Penurunan tersebut bertujuan untuk

mendorong investasi sektor riil dalam mengatasi

efek buruk dari pasar keuangan global

(portofolio market) yang volatile

Kemudian pada bulan berikutnya suku bunga

acuan BI 7-Day Repo Rate kembali turun

menjadi 55 persen dan pada akhir tahun 2019

BI 7-Day Repo Rate mencapai angka 500

persen Kebijakan tersebut merupakan langkah

lanjutan untuk menjaga daya saing industri

domestik terhadap perubahan kebijakan

perdagangan sejumlah negara akibat perang

dagang AS-Tiongkok dan ketidakpastian pasar

keuangan global yang masih tinggi Selain itu

deflasi yang terjadi di perekonomian domestik

ikut mendorong penurunan tersebut

Pinjaman yang diberikan lembaga keuangan

kepada masyarakat merupakan pinjaman

yang diperuntukkan untuk keperluan modal

kerja investasi dan konsumsi dengan suku

bunga pinjaman yang diberikan untuk

keperluan konsumsi lebih tinggi daripada suku

bunga pinjaman untuk keperluan modal kerja

dan investasi Pada awal tahun 2019 rata-rata

suku bunga pinjaman konsumsi pada lembaga

keuangan sebesar 1054 persen lebih rendah

dari rata-rata suku bunga pinjaman modal kerja

dan investasi masing-masing sebesar 1144

persen dan 1209 persen

Pada akhir tahun 2019 suku bunga pinjaman

konsumsi turun menjadi 1018 persen sementara

itu suku bunga pinjaman modal kerja dan

investasi masing-masing menjadi 1143 persen

dan 1181 persen Tampaknya pilihan BI atas

kebijakan yang longgar dengan menurunkan

suku bunga acuan selama tahun 2019 diikuti

oleh penurunan suku bunga pinjaman pada

lembaga keuangan

Selama ini penurunan signifikan pada suku

bunga pinjaman merupakan hal yang ditunggu

masyarakat Lembaga keuangan masih

menjadi sumber pendanaan utama bagi

masyarakat yang ingin menjalankan kegiatan

usahanya Namun sangat disayangkan

penurunan suku bunga pinjaman masih bersifat

terbatas Dengan spread (selisih) yang cukup

lebar dengan suku bunga simpanan margin

bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM)

lembaga keuangan masih cukup tinggi

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang

diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NIM

1144 1148 1149 1151 1155 1153 1155 1158 1161 1157 1162

1143

1209 1206 1203 1202 1200 1198 1194 1191 1190 1185 1185 1181

1054 1048 1041 1039 1036 1035 1033 1030 1029 1027 1023 1018

10

11

12

13

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 213

Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Pinjaman pada

Lembaga Keuangan Tahun 2019 (persen)

Pinjaman Modal Kerja Pinjaman Investasi

Pinjaman Konsumsi

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

123

124

123117

116

118

119

118

118

114

115

118

100

110

120

130

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 214

Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Simpanan pada

Lembaga (persen)

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

29 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

lembaga keuangan berada pada kisaran 5

persen Oleh karena itu lembaga keuangan

seharusnya dapat menurunkan lagi tingkat suku

bunga pinjaman hingga mencapai tingkat

single digit interest rate of loans

Sementara itu sebagai respon atas tren

pergerakan suku bunga pinjaman rata-rata

suku bunga simpanan pada lembaga

perbankan juga bergerak turun Pada awal

tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan

sebesar 123 persen Kemudian pada akhir

tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan

turun menjadi 118 persen

A4 Nilai Tukar

Nilai tukar mata uang suatu negara dibedakan

atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil Nilai

tukar nominal suatu mata uang atau yang

sering disebut kurs merupakan harga relatif dari

suatu mata uang terhadap mata uang lainnya

Adapun nilai tukar riil merupakan harga relatif

dari barang jasa antar dua negara (Mishkin

2015)

Saat ini hampir semua negara tidak bisa lepas

dari interaksi ekonomi dengan luar negeri

Sebagai mata uang global dollar AS banyak

digunakan untuk kegiatan perdagangan

internasional Tak terkecuali Indonesia kegiatan

ekspor impor sebagian besar menggunakan

dollar AS sebagai alat pembayaran Oleh

karena itu pergerakan kurs rupiah terhadap

dollar AS sering dijadikan indikator untuk

menentukan kebijakan perekonomian nasional

Secara konseptual nilai tukar mata uang

memiliki hubungan negatif terhadap ekspor

Ketika kurs rupiah terhadap dollar AS

mengalami apresiasi (penguatan) maka kinerja

ekspor akan tertekan karena harga

barangjasa yang dijual ke luar negeri menjadi

lebih murah Sebaliknya ketika kurs rupiah

terhadap dollar AS mengalami depresiasi

(penurunan) maka akan mendorong

pertumbuhan ekspor Selama tahun 2019 kurs

rupiah terhadap dollar AS mengalami

depresiasi disebabkan penguatan dollar AS

terhadap seluruh mata uang dunia diikuti oleh

kenaikan imbal hasil atau yield obligasi

pemerintah AS dan penurunan harga minyak

dunia Di sisi lain sentimen pelemahan ekonomi

Tiongkok turut andil terhadap pelemahan nilai

tukar rupiah Dibuka pada awal Januari sebesar

Rp14465 kurs rupiah cenderung bergerak

fluktuatif dengan kecenderungan menguat

dan ditutup pada angka Rp13901 pada akhir

tahun 2019

B INDIKATOR KESEJAHTERAAN

Indikator pembangunan yang digunakan untuk

mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat

diantaranya Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) Tingkat Kemiskinan Tingkat Ketimpangan

(Gini Ratio) dan Kondisi Ketenagakerjaan

B1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan infrastruktur menjadi lebih

produktif jika memiliki sumber daya manusia

(human resources) yang berkualitas Jika jumlah

SDM berkualitas tidak memadai maka

1446500

1397800

1411100

1423100

1424500

1423100

1411700

1409800

1419000

1419600

1406600

1390100

13750

14000

14250

14500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 215

Tren Pergerakan Kurs Tengah Rupiah

per 1 US$ Tahun 2019

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

30

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

pembangunan infrastruktur menjadi kurang

efisien dan efektif Akibatnya proses produksi

membutuhkan input dengan ekonomi biaya

tinggi (high cost economy) dan kualitas output

yang dihasilkan rendah Oleh karena itu para

ekonom berpendapat bahwa rendahnya

investasi pada modal manusia (human capital

resources) merupakan penyebab lambatnya

pertumbuhan Investasi yang rendah pada

sektor pendidikan pengetahuan dan

keterampilan menyebabkan produktivitas

modal fisik menurun (Jhingan 1983)

Untuk mengukur keberhasilan pembangunan

pada modal manusia PBB melalui United

Nations Development Programme (UNDP)

mengkombinasikan pencapaian di bidang

pendidikan kesehatan dan pendapataan

pengeluaran riil atau yang dikenal dengan

Human Development Index (HDI) Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) Menurut UNDP

IPM suatu daerah dapat dikelompokkan ke

dalam empat kategori yaitu sangat tinggi (IPM

ge 80) tinggi (70 le IPM lt 80) sedang (60 le IPM lt

70) dan rendah ( IPM lt 60)

Walaupun masih tertinggal dari daerah lain dan

menduduki peringkat terakhir secara nasional

pencapaian IPM Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan tiap tahun Pada

tahun 2011 IPM Provinsi Papua Barat mencapai

nilai 599 (masuk dalam kategori rendah) jauh

di bawah IPM nasional sebesar 6709 Kemudian

sejak tahun 2012 IPM Provinsi Papua Barat naik

kelas menjadi kategori sedang dengan nilai

603 Selanjutnya pada tahun 2018 IPM Provinsi

Papua Barat menjadi 6374

Jika dilihat per daerah pencapaian IPM di

Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk

dalam kategori sangat tinggi bahkan masih

banyak daerah yang masuk kategori IPM

rendah diantaranya Wondama Sorong

Selatan Tambrauw Maybrat Manokwari

Selatan dan Pegunungan Arfak Sementara itu

hanya 2 (dua) daerah yang masuk kategori IPM

tinggi yaitu Kab Manokwari dan Kota Sorong

Sumber United Nations Development Programme (UNDP)

Gambar 21

Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM

-

Sangat Tinggi

Manokwari (7117)

Kota Sorong (7735)

Tinggi

Fakfak (6699)

Kaimana (6367)

Teluk Bintuni (6313)

Kab Sorong (6432)

Raja Ampat (6284)

Sedang

Wondama (5886)

Sorong Selatan (6101)

Tambrauw (5195)

Maybrat (5816)

Mansel (5884)

Pegunungan Arfak (5531)

Rendah

Gambar 22 IPM Kab Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018

Berdasarkan Klasifikasi UNDP

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

599 6036091 6128 6173 6221

62996374

6709677

6831689

69557018

70817139

52

56

60

64

68

72

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Grafik 216

Perkembangan Nilai IPM (Metode Baru) Provinsi Papua

Barat dan Nasional Tahun 2011-2018

Papua Barat Nasional

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

31 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Adapun daerah yang masuk kategori sedang

yaitu Fakfak KaimanaTeluk Bintuni Sorong dan

Raja Ampat

IPM yang tinggi di Kota Sorong dan Kab

Manokwari menunjukan adanya korelasi

antara suatu daerah sebagai pusat

perekonomian pemerintahan dengan

pencapaian nilai IPM Sebaliknya ketika suatu

daerah jauh dari pusat perekonomian

pemerintahan seperti Kab Pegunungan Arfak

yang merupakan daerah pemekaran baru

memiliki nilai IPM yang jauh tertinggal dari Kota

Sorong dan Kab Manokwari

B2 Kemiskinan

Konsep kemiskinan seringkali dihubungkan

antara tingkat pendapatan dan kebutuhan

seseorang Jika pendapatan tidak mampu

memenuhi kebutuhan minimum maka

seseorang dapat dikatakan miskin Ravallion

(1995) menyebutkan ciri khas dari kemiskinan

diantaranya kelaparan ketidakberdayaan

terpinggirkan tidak mempunyai tempat

tinggal dan apabila sakit tidak memiliki dana

untuk berobat Selain itu orang miskin pada

umumnya tidak dapat membaca karena tidak

mampu untuk bersekolah dan tidak memiliki

pekerjaan

Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah

Provinsi Papua Barat dihadapkan pada

masalah kemiskinan yang cukup pelik Tingkat

kemiskinan Provinsi Papua Barat sangat tinggi

hingga menduduki peringkat kedua secara

nasional setelah Provinsi Papua Pada tahun

2016 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

mencapai 2488 persen jauh lebih tinggi

dibandingkan tingkat kemiskinan nasional

sebesar 107 persen Kemudian pada tahun

2019 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

turun jauh hingga menjadi 2151 persen

Keadaan tersebut menunjukan bahwa selama

beberapa tahun ke belakang penurunan

tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat

cukup signifikan jika dibandingkan dengan

banyaknya kendala yang harus dihadapi

Pembangunan yang berlangsung selama ini

tampaknya cukup berhasil meningkatkan taraf

hidup penduduk keluar dari garis kemiskinan

Berdasarkan tipologinya tingkat kemiskinan

Provinsi Papua Barat di pedesaan sangat tinggi

bahkan di atas level 30 persen namun

sebaliknya tingkat kemiskinan di perkotaan

pada kisaran 5 persen Pada tahun 2016 tingkat

kemiskinan pedesaan Provinsi Papua Barat

mencapai 3733 persen Kemudian turun

menjadi 3429 persen pada tahun 2018 dan 332

persen pada tahun 2019 Melihat kondisi

tersebut seharusnya program-program

pemerintah lebih difokuskan ke daerah

pedesaan baik dalam rangka investasi ekonomi

yang bersifat produktif maupun investasi

manusia di bidang pendidikan kesehatan

perumahan dan layanan sosial lainnya Selain

itu program-program pengentasan kemiskinan

yang digalakkan pemerintah daerah harus

bermula dari pedesaan untuk menstimulus

kesejahteraan masyarakat desa

24882312 2266

2151

107 1012 966 922

0

5

10

15

20

25

30

2016 2017 2018 2019

Grafik 217

Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun

2016 - 2019 (persen)

Pabar Nasional

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

32

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Jika dilihat berdasarkan daerahnya pada

tahun 2019 seluruh kabupaten kota di Provinsi

Papua Barat memiliki tingkat kemiskinan di atas

nasional dengan tingkat kemiskinan tertinggi

yaitu Kab Pegunungan Arfak dan Tambraw

masing-masing sebesar 3487 persen dan 3437

persen Adapun kemiskinan terendah dimiliki

Kota Sorong dan Kab Kaimana masing-masing

sebesar 1529 persen dan 1604 persen

B3 Ketimpangan

Sebuah keniscayaan bahwa pembangunan

mengharuskan adanya tingkat pendapatan

yang tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan

Namun demikian tingkat pendapatan yang

tinggi perlu didukung oleh indikator lainnya

berupa pemerataan distribusi pendapatan

Distribusi pendapatan yang timpang menurut

Cramer (2001) menyebabkan terjadinya konflik

sosial dalam masyarakat meskipun hal tersebut

bukan hanya disebabkan oleh faktor ekonomi

Jika peningkatan pendapatan hanya

melibatkan sebagian kecil orang kaya maka

penanggulangan kemiskinan akan bergerak

melambat dan ketimpangan semakin tinggi

Salah satu cara untuk mengukur tingkat

distribusi pendapatan dengan menggunakan

Rasio Gini (Gini Ratio) Rasio tersebut mampu

menggambarkan derajat ketimpangan

distribusi pendapatan dalam suatu daerah

dengan nilai terletak antara 0 (kemerataan

sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan

sempurna)

Tingkat distribusi pendapatan Provinsi Papua

Barat tahun 2016-2019 tercatat fluktuatif namun

masih timpang ditandai dengan nilai gini ratio

yang rendah setelah sebelumnya meningkat

Selama kurun waktu tersebut ketidakmerataan

pendapatan di Provinsi Papua Barat masuk

dalam kategori sedang Pada tahun 2016 gini

ratio Provinsi Papua Barat sebesar 0373 dan

merangkak naik menjadi 0390 pada tahun 2017

568 569 516 557

37333512 3429 332

0

10

20

30

40

2016 2017 2018 2019

Grafik 218

Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan

Tahun 2016 - 2019 (persen)

Perkotaan Pedesaan

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

3487

3437

3238

3208

3049

2989

2935

2380

2154

1867

1753

1604

1529

0 10 20 30 40

Pegunungan Arfak

Tambrauw

Teluk Wondama

Maybrat

Teluk Bintuni

Manokwari Selatan

Sorong

Fakfak

Manokwari

Sorong Selatan

Raja Ampat

Kaimana

Kota Sorong

Grafik 219

Tingkat Kemiskinan KabKota di Provinsi Papua

Barat Tahun 2019

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

0373

03900391

0381

0397

0393

0384

038

036

037

038

039

04

2016 2017 2018 2019

Papua Barat Nasional

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Grafik 220

Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat

dan Nasional Tahun 2016-2019

33 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

meskipun pada kedua periode tersebut berada

di bawah gini ratio nasional Kemudian pada

tahun 2018 gini ratio Provinsi Papua Barat

kembali naik menjadi 0391 bahkan lebih tinggi

dari pencapaian nasional Gini ratio kembali

turun pada tahun 2019 menjadi 0381 atau

sedikit di atas nilai nasional sebesar 0380

B4 Ketenagakerjaan

Untuk melihat kondisi ketenagakerjaan di suatu

daerah diantaranya dapat tercermin pada

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan

tingkat pengangguran

B41 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Indikator ini menunjukan persentase jumlah

angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja

Semakin tinggi TPAK menunjukkan semakin

tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour

supply) yang tersedia untuk memproduksi

barang dan jasa pada suatu daerah TPAK

Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai

6827 persen mengalami kenaikan dari tahun

sebelumnya sebesar 6788 persen Hal ini

mengindikasikan bahwa jumlah angkatan kerja

yang siap untuk bekerja semakin bertambah

B42 Tingkat Pengangguran

Secara teoritis pengangguran memiliki

hubungan negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi

hal tersebut mencerminkan adanya

penambahan output yang membutuhkan

banyak tenaga kerja untuk memenuhi

kapasitas produksi Arthur Okun melalui studinya

(Okunrsquos Law) menyebutkan bahwa semakin

tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka

tingkat pengangguran akan semakin berkurang

(Blanchard 2006)

Di saat jumlah pengangguran dan tingkat

pengangguran nasional mengalami kenaikan

jumlah pengangguran dan tingkat

pengangguran Provinsi Papua Barat juga ikut

bergerak naik Pada tahun 2018 jumlah

pengangguran Provinsi Papua Barat mencapai

26129 orang dengan tingkat pengangguran

sebesar 567 persen Kemudian pada tahun

2019 jumlah pengangguran Provinsi Papua

Barat meningkat menjadi 28846 orang dengan

tingkat pengangguran terseret naik menjadi

624 persen Tampaknya program pemerintah

dalam perluasan dan penciptaan lapangan

pekerjaan belum mampu menekan jumlah dan

tingkat pengangguran di Provinsi Papua Barat

Untuk mengurangi tingkat pengangguran

pemerintah daerah dapat menciptakan

7005

6747

6788

6827

66

67

68

69

70

71

2016 2017 2018 2019

Grafik 221

TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

18806

25037

33214

26129 28846

460

573

752

567

624

000

200

400

600

800

2015 2016 2017 2018 2019

-

10000

20000

30000

40000

Grafik 222

Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua

Barat Tahun 2015 ndash 2019

Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

34

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

kesempatan kerja melalui peningkatan

keahlian sertifikasi pendirian tempat latihan

ketrampilan magang serta meningkatkan

inventasi yang menyerap banyak tenaga kerja

lokal

C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI

DAN PEMBANGUNAN REGIONAL

Efektivitas kebijakan makroekonomi dan

pembangunan Provinsi Papua Barat dapat

diketahui dengan melihat kinerja dari setiap

indikator yang ada dengan membandingkan

antara target dan pencapaian dari setiap

indikator yang ditetapkan oleh pemerintah

daerah dalam dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Selain itu efektivitas kebijakan

makroekonomi juga dapat diketahui dengan

melihat pengaruh dari sebuah indikator

makroekonomi dan pembangunan terhadap

indikator lainnya

C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan

Pembangunan

Kinerja perekonomian daerah tercermin dari

pencapaian target indikator makroekonomi

dan pembangunan sebagaimana yang telah

ditetapkan pada dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Dokumen RPJMD merupakan rencana

pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)

tahunan yang merupakan penjabaran dari visi

misi dan program kepala daerah Untuk Provinsi

Papua Barat dokumen RPJMD disusun untuk

periode tahun 2017 ndash 2021 Sebagai penjabaran

RPJMD tahun ketiga Pemerintah Daerah

Provinsi Papua Barat menetapkan Rencana

Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2019

yang memuat target indikator-indikator makro

dan kesejahteraan sebagai ukuran

keberhasilan selama satu tahun Beberapa

indikator makroekonomi dan pembangunan

dalam RKPD yang menjadi target pemerintah

daerah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 70 persen

laju inflasi pada level 366 persen gini ratio

sebesar 042 tingkat kemiskinan sebesar 2329

persen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

sebesar 6364 dan tingkat pengangguran

sebesar 642 persen

Tabel 22

Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Indikator Target RKPD Kinerja

Pertumbuhan Ekonomi (persen) 70 266

Inflasi (persen) 366 193

Tingkat Kemiskinan (persen) 2329 2151

Tingkat Pengangguran (persen) 642 624

Gini Ratio 042 0381

IPM 6364 6374

Sumber RPJMD RKPD Provinsi Papua Barat dan BPS

Provinsi Papua Barat (data diolah)

Indikator makroekonomi dan pembangunan

Provinsi Papua Barat tahun 2019 yang mampu

mencapai target yang ditetapkan pada

dokumen RKPD diantaranya tingkat inflasi yang

berhasil dikendalikan sebesar 193 tingkat

kemiskinan juga berhasil ditekan sebesar 2151

persen Demikian pula dengan IPM yang

berhasil meningkat dan melebihi target pada

angka 6374 Selain itu nilai gini ratio tercatat

juga mampu mencapai target pada angka

0381 Sementara indikator lainnya belum

mencapai target yang ditetapkan seperti

tingkat pengangguran yang mencapai 624

persen Sama halnya dengan capaian tingkat

pertumbuhan yang belum memenuhi target

yang hendak dicapai dengan nilai indikator

tersebut berada pada angka 266 persen

35 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi

Terhadap Kemiskinan Pendekatan

Model Panel Data

C21 Landasan Teori

Salah satu masalah perekonomian yang cukup

rumit dan hampir terjadi di setiap negara yaitu

tingginya angka kemiskinan Terdapat tiga

penyebab utama timbulnya masalah

kemiskinan Pertama prasarana dan sarana

pendidikan yang tidak memadai sehingga

menyebabkan tingginya jumlah penduduk

buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan

ataupun keahlian Kedua sarana kesehatan

dan pola konsumsi buruk sehingga hanya

sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi

tenaga kerja produktif Ketiga penduduk

terkonsentrasi di sektor pertanian dan

pertambangan dengan metode produksi yang

telah usang dan ketinggalan zaman (Jhingan

1983)

Sebagaimana dikatakan Nurkse daerah yang

terbelakang pada umumnya terjerat ke dalam

lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty)

Menurut Nurkse lingkaran kemiskinan

disebakan oleh rendahnya tingkat pendapatan

sehingga menyebabkan tingkat permintaan

rendah Dengan tingkat permintaan yang

rendah mengakibatkan tingkat investasi pun

rendah Tingkat investasi yang rendah kembali

menyebabkan modal kurang dan produktifitas

rendah dan begitu seterusnya hingga

membentuk sebuah lingkaran sebab akibat dari

kemiskinan (Jhingan 1983)

Dari berbagai teori pertumbuhan yang

dikemukakan oleh banyak ekonomi seperti Teori

Harold Domar Teori Solow Teori Dorongan Kuat

(Big Push Theory) dan Teori Rostow maka dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor

utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu

akumulasi modal yang meliputi semua bentuk

atau jenis investasi baru pertumbuhan

penduduk dan kemajuan teknologi Investasi

melalui penyerapan tenaga kerja baik oleh

swasta maupun oleh pemerintah

perkembangan teknologi yang semakin inovatif

dan produktif dan pertumbuhan penduduk

melalui peningkatan modal manusia (human

capital) diharapkan mampu mengurangi

jumlah kemiskinan yang ada Sehingga ketika

terjadi pertumbuhan ekonomi yang berarti

terjadi pertumbuhan pendapatan atau

pertumbuhan produksi dari barang-barang

yang dihasilkan maka diharapkan akan

menurunkan kemiskinan dengan memutus

mata rantai lingkaran kemiskinan seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya Dengan adanya

pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat

meningkatkan produktifitas yang ada sehingga

dengan kenaikan produktifitas maka

pendapatan per kapita juga akan naik yang

pada akhirnya membawa pada penurunan

tingkat kemisikinan

C22 Metode dan Hasil Estimasi

Untuk mengukur pengaruh dari pertumbuhan

ekonomi terhadap kemiskinan di Provinsi Papua

Barat menggunakan model sebagai berikut

Tingkat Kemiskinan = f (Pertumbuhan Ekonomi)

Gambar 23

Lingkaran Kemiskinan Nurkse

Sumber Jhingan (1983)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

36

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Dari model di atas dituangkan dalam model

persamaan ekonometrika sebagai berikut

Log(Poverty) = β0 + β1Log(Growth) + ε

dimana

Poverty = Tingkat Kemiskinan (persen)

Growth = Pertumbuhan Ekonomi (persen)

β n = Parameter atau koefisien regresi

ε = Variabel ganggguan

Penggunaan log model pada persamaan di

atas bertujuan untuk mengetahui elastisitas

pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat

kemiskinan di mana koefisien β1 β2 dan β3

menunjukan persentase perubahan tingkat

kemiskinan akibat persentase perubahan

pengeluaran pemerintah (Gujarati 2009)

Adapun data yang digunakan berupa data

panel yang merupakan gabungan antara data

lintas waktu (time series) dari tahun 2015 ndash 2019

dan data lintas individu (cross section) seluruh

kabupaten kota di Provinsi Papua Barat

Baltagi dalam Gujarati (2004) menyatakan

bahwa terdapat beberapa keuntungan dalam

penggunaan data panel yaitu

1 Dengan mengkombinasikan time series dan

cross section data panel akan memberikan

data yang lebih informatif lebih variatif dan

mengurangi kolinearitas antar variabel

derajat kebebasan yang lebih banyak dan

efisiensi yang lebih besar

2 Dengan mempelajari bentuk cross section

berulang-ulang dari observasi data panel

lebih baik dalam rangka mempelajari

dinamika perubahan

3 Data panel dapat berinteraksi lebih baik

dan mengukur efek-efek yang tidak dapat

diobservasi dalam cross section murni

maupun data time series murni

4 Data panel memungkinkan kita untuk

mempelajari model perilaku yang lebih

rumit

5 Dengan membuat data tersedia dalam

jumlah lebih banyak data panel dapat

meminimumkan bias yang dapat terjadi bila

kita mengagregatkan individu ke dalam

agregrat yang luas

6 Secara garis besar data panel dapat

memperkaya analisis empiris dengan

berbagai cara yang mungkin tidak terjadi

jika hanya menggunakan cross section atau

data time series

Metode yang digunakan untuk mengestimasi

model di atas yaitu metode regresi data panel

melalui program komputer Eviews 10 Ada

beberapa teknik yang digunakan diantaranya

metode ordinary least square fixed effect dan

random effect Untuk menentukan teknik mana

yang terbaik maka digunakan Uji Hausman

Ringkasan hasil Uji Hausman dapat dilihat pada

tabel berikut (hasil lengkap Uji Hausman

terdapat pada bagian Lampiran)

Tabel 23

Ringkasan Hasil Uji Hausman

Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob

Cross-section random 0011090 1 09161

Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10

Berdasarkan Uji Hausman di atas diperoleh nilai

probabilitas Chi-Square di atas 5 persen yang

menunjukan bahwa metode random effect

merupakan pilihan terbaik untuk mengestimasi

model yang ada Selanjutnya ringkasan hasil

regresi dengan menggunakan teknik random

effect adalah sebagai berikut (hasil lengkap

estimasi terdapat pada bagian Lampiran)

37 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Tabel 24

Ringkasan Hasil Regresi Data Panel

Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10

Berdasarkan hasil regresi di atas maka model

persamaan untuk mengukur pengaruh dari

pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di

Provinsi Papua Barat adalah

Log(Poverty) = 3219 - 0808 Log(Growth) + ε

Selanjutnya hasil regresi dan persamaan di atas

dapat dijelaskan sebagai berikut

1 Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai R-

Squared (R2) yang didapat sebesar 79

persen Artinya bahwa variasi perubahan

yang terjadi pada variabel pengeluaran

pemerintah sektor pendidikan kesehatan

dan infrastruktur adalah sebesar 79 persen

dapat menjelaskan variasi perubahan

variabel tingkat kemiskinan sedangkan

sisanya sebesar 921 persen dijelaskan di luar

model

2 Pada tingkat kepercayaan 5 persen (α =

005) peningkatan yang terjadi pada

pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh

signifikan terhadap penurunan tingkat

kemiskinan Hal ini disebabkan memiliki nilai

t-statistik (probabilitas) lebih besar dari α

(01434 gt 005)

3 Koefisien (-0808) menunjukan bahwa

elastisitas dari pertumbuhan ekonomi

terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0808

(inelastis) Artinya jika pertumbuhan

ekonomi naik 1 persen maka tingkat

kemiskinan hanya turun 0808 persen

C23 Implikasi Kebijakan

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat

memiliki tingkat sensitifitas yang rendah

terhadap tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari

nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di

bawah satu persen atau bersifat inelastis

Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan

ekonomi sebesar satu persen maka penurunan

tingkat kemiskinan di bawah satu persen

Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa

pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat

tidak berpengaruh signifikan terhadap

penurunan tingkat kemiskinan Hal ini bertolak

belakang dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh David Dollar dan Aart Kraay

(2000) berjudul Growth is Good for The Poor

dimana pertumbuhan ekonomi mampu

mengakselerasi penurunan kemiskinan secara

signifikan Pengaruh yang tidak signifikan

tersebut disebabkan belum meratanya hasil dari

pertumbuhan ekonomi Hal ini terkonfirmasi juga

dari gini ratio Provinsi Papua Barat yang

mengalami peningkatan yang berarti bahwa

distribusi pendapatan semakin tidak merata

Selama ini kue pertumbuhan ekonomi kurang

menjangkau penduduk miskin Berbagai sektor

yang memiliki andil besar terhadap

pertumbuhan ekonomi sebagian besarnya

tercurah ke daerah perkotaan sehingga

manfaatnya hanya dinikmati oleh penduduk di

perkotaan saja walaupun sebagian kecilnya

dirasakan juga oleh penduduk pedesaan

Padahal 90 persen jumlah penduduk miskin di

Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di daerah

pedesaan (kampung) Hal inilah yang

menyebabkan pengaruh dari pertumbuhan

ekonomi Provinsi Papua Barat tidak memiliki

dampak yang besar terhadap penurunan

tingkat kemiskinan

Variabel Hasil Regresi

C growth

Koefisien 3219 - 0808

t-statistik (prob) 00000 01434

f-statistik (prob) 0401

R-square 0079

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

38

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Dari hasil di atas kebijakan yang dapat diambil

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

melalui pertumbuhan ekonomi dalam

mengurangi tingkat kemiskinan yaitu

1 Sebagai salah satu komponen

pertumbuhan ekonomi pengeluaran

pemerintah di Provinsi Papua Barat harus

lebih fokus ke daerah pedesaan (kampung)

dan remote area yang sulit terjangkau oleh

sarana transportasi yang memadai Hal ini

didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah

penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

sebagian besar berada di daerah

pedesaan pegunungan dan pedalaman

2 Meningkatkan kualitas pertumbuhan

ekonomi melalui penyediaan sarana

infrastruktur yang layak dan memadai di

daerah pedesaan dan remote area

terutama sarana pendidikan kesehatan

dan transportasi beserta tenaga pendidikan

dan kesehatan yang handal di bidangnya

3 Mengoptimalisasi anggaran dana desa

melalui program padat karya tunai (cash for

work) untuk kegiatan pembangunan desa

seperti (a) pengadaan pembangunan

pengembangan dan pemeliharaan sarana

prasarana desa (b) peningkatan kualitas

dan akses terhadap pelayanan sosial dasar

dan (c) pengadaan pembangunan

pengembangan dan pemeliharaan sarana

prasarana usaha ekonomi desa

4 Melaksanakan program perlindungan sosial

bagi penduduk miskin Diantara program

yang direkomendasikan yaitu memberi

bantuan tunai secara bersyarat (conditional

cash transfer) yang mewajibkan bagi

penerima bantuan seperti anak usia

sekolah balita ibu hamil dan ibu menyusui

untuk berpartisipasi aktif pada fasilitas

pendidikan dan kesehatan Pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat dapat

mengadopsi program conditional cash

transfer Bolsa Familia di Brazil atau program

yang saat ini sedang digalakkan pemerintah

pusat yaitu Program Keluarga Harapan

(PKH)

5 Meningkatkan kualitas belanja (quality of

spending) pemerintah dengan cara

memfokuskan alokasi anggaran pada

belanja prioritas terutama untuk daerah

pedesaan

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERKEMBANGAN

APBN

BELANJA

PEMERINTAH PUSAT

TRANSFER KE DAERAH

amp DANA DESA

789 T

2383 T

PAJAK PNBP

219 T 029 T

TAX TAX

RATIO RATIO 309 309 gtgt gtgt

DJPbKawalAPBN

39

Perkembangan dan Analisis APBN

nggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) menggambarkan

kondisi keuangan pemerintah yang

berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan

dan alokasi belanja pemerintah untuk satu

periode tahun anggaran yang ditetapkan

dalam Undang-Undang

A APBN TINGKAT PROVINSI

APBN tingkat provinsi menggambarkan potret

kondisi keuangan APBN di Provinsi Papua Barat

yang disajikan dalam bentuk I-account

disajikan dalam tabel 31 Pada tabel tersebut

target pendapatan negara tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

sebesar 116 persen dibandingkan target tahun

2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi

Rp268042 miliar Penurunan target tersebut

didasarkan pada asumsi bahwa kondisi

perekonomian pada tahun 2019 masih dalam

tahap ketidakpastian global Tantangan dan

dinamika yang cukup berat mengingat

volatilitas harga komoditas internasional seperti

minyak dan gas bumi turut mempengaruhi

target penerimaan pajak di Papua Barat

Sementara itu dari aspek belanja negara

terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar

427 persen dibandingkan pagu tahun 2018

yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi

Rp3457711 miliar Alokasi belanja APBN 2019

A

BAB III

Perkembangan dan Analisis

APBN

Tabel 31

Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 (miliar Rp)

Uraian Pagu 2018 Real 2018 Pagu 2019 Real 2019

PENDAPATAN NEGARA 303205 249363 268042 294509

Pendapatan Perpajakan 275325 219362 245494 265104

Pendapatan Bukan Pajak 27880 30001 22549 29404

Hibah - - - -

BELANJA NEGARA 2423117 2491602 3457711 3172329

Belanja Pemerintah Pusat 722953 681662 869620 788870

Transfer ke Daerah dan Dana Desa 1700164 1809940 2588091 2383459

SURPLUS (DEFISIT) (2119912) (2242239) (3189669) (2877820)

PEMBIAYAAN - - - -

Pembiayaan Dalam negeri - - - -

Pembiayaan Luar Negeri - - - -

Sumber OM-SPAN KPP Pratama Manokwari dan Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

40

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

yang naik dibandingkan dengan tahun

sebelumnya disebabkan oleh peningkatan

kebutuhan anggaran di daerah yang

digunakan untuk membiayai program dan

kegiatan Satuan Kerja (Satker) Kementerian

NegaraLembaga (KL) dan belanja daerah

melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa

(TKDD) Hal ini tercermin dari kenaikan yang

cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223

persen dari Rp1700164 miliar menjadi

Rp2588091 miliar pada tahun 2019 serta

belanja barang sebesar 1224 persen menjadi

Rp32754 miliar

Di samping itu penambahan komponen

pembayaran THR PNS tahun ini yang berakibat

pada kenaikan pagu belanja pegawai turut

andil dalam peningkatan pagu belanja APBN

secara keseluruhan Pembayaran THR PNS

tahun 2019 ditambahkan komponen tunjangan

keluarga tunjangan tambahan dan tunjangan

kinerja Pada tahun 2019 pagu belanja

pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari

Rp156741 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp187346 miliar pada tahun 2019

Sementara itu kenaikan yang cukup signifikan

terjadi pada pagu belanja modal dari

Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik

sebesar 3005 persen Hal ini disebabkan

keberadaan proyek-proyek infrastruktur

strategis lanjutan di Provinsi Papua Barat

sehingga alokasi belanja modal pada kembali

bertambah dari sebelumnya sempat menurun

Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi

pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat

mencapai 10987 persen sedangkan realisasi

belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan

membandingkan antara realisasi penerimaaan

dan belanja APBN pada tahun ini terdapat

defisit anggaran sebesar Rp2877820 miliar Hal

ini disebabkan oleh target penerimaan yang

belum optimal tercapai meskipun realisasi

penerimaan jauh lebih besar (181 persen) dari

tahun sebelumnya

B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT

TINGKAT PROVINSI

Pendapatan pemerintah pusat di Provinsi

Papua Barat terdiri dari penerimaan perpajakan

dan penerimaan bukan pajak Pada tahun

2019 realisasi pendapatan pemerintah pusat di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar

atau naik 181 persen dari tahun sebelumnya

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi

pencapaian realisasi pendapatan tersebut

diantaranya

1 Kondisi perekonomian nasional yang tidak

terpengaruh dan tetap tumbuh meskipun

terdapat ketidakopastian global dan

perang dagang AS-Tiongkok

Perekonomian regional yang didorong

sektor migas memberikan dampak yang

baik terhadap penerimaan negara di

Provinsi Papua Barat Terjadi peningkatan

persentase realisasi penerimaan terhadap

target yang telah ditetapkan akibat

multiplier effect dari migas terhadap industri

lainnya

2 Meskpiun ketergantungan penerimaan

negara terhadap sumber daya alam

(natural resources) memberikan risiko

tingkat penerimaan yang rendah namun

harga pasar komoditas yang fluktuatif

mempengaruhi peningkatan penerimaan

3 Pelaksanaan proses produksi masih belum

mendapatkan inovasi sehingga bergantung

pada ekspor bahan baku (raw material)

dan tenaga kerja padat karya sehingga

41 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

sedikit memberikan kontribusi bagi kenaikan

penerimaan negara

B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat

Penerimaan perpajakan pemerintah pusat

tingkat provinsi terdiri atas penerimaan pajak

dalam negeri dan pajak perdagangan

internasional Penerimaan pajak dalam negeri

di Provinsi Papua Barat terdiri dari PPh

Perseorangan PPh Badan PBB PPN dan Pajak

Lainnya Sementara itu di Provinsi Papua Barat

tidak memiliki penerimaan negara berupa

pajak perdagangan internasional Berikut ini

target dan realisasi penerimaan perpajakan

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat tahun

2018 ndash 2019

Realisasi penerimaan perpajakan pemerintah

pusat di Provinsi Papua Barat mengalami

peningkatan sebesar 2085 persen yaitu dari

Rp219362 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp265104 miliar pada tahun 2019 Hal ini

disebabkan oleh kenaikan realisasi pada jenis

pajak PPN Dalam Negeri dan PPh non migas

lainnya Penerimaan kedua jenis pajak tersebut

sangat ditentukan oleh kondisi perekonomian

dimana pada tahun 2019 tetap tumbuh

meskipun berada pada ketidakpastian global

Dari keseluruhan jenis pajak pemerintah pusat

yang ada di Provinsi Papua Barat PPN Dalam

Negeri masih mendominasi jumlah penerimaan

pajak tahun 2019 mencapai Rp 132253 miliar

atau 5069 persen dari total penerimaan pajak

pemerintah pusat Kemudian diikuti PPh

perseorangan sebesar Rp84935 miliar atau

3255 persen dari total penerimaan pajak

pemerintah pusat dengan kontribusi terbesar

berasal dari penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh

Final

Apabila dilihat per daerah realisasi penerimaan

pajak tertinggi pada tahun 2019 yaitu Kab

Manokwari dan Kota Sorong masing-masing

sebesar Rp80307 miliar dan Rp73192 miliar Hal

ini disebabkan kedua daerah tersebut

merupakan pusat perekonomian di Provinsi

Papua Barat yang memiliki potensi penerimaan

pajak yang lebih besar dibandingkan daerah

lainnya Adapun realisasi penerimaan pajak

terendah yaitu Kab Pegunungan Arfak dan

Kab Tambrauw masing-masing sebesar Rp1606

miliar dan Rp2099 miliar disebabkan kedua

Tabel 32

Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)

Jenis Pajak

Per Akun

2018 2019

Target Realisasi Target Realisasi

PPh Non Migas 148261 89943 106294 105582

PPN dan

PPnBM 109643 111600 123631 133253

Pendapatan

atas PL amp PIB 4035 2117 2960 6448

PBB dan BPHTB 13285 12182 12503 15580

PPh Migas 0 022 0 059

Cukai 0 019 0 036

Bea Masuk 101 3479 106 4149

TOTAL 275225 219362 245388 265104

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)

73192

31783

20142

12906

12668

6494

4622

4564

2180

2152

2099

1606

000 20000 40000 60000 80000

MANOKWARI

KOTA SORONG

TELUK BINTUNI

SORONG

FAK FAK

KAIMANA

RAJA AMPAT

SORONG SELATAN

TELUK WONDAMA

MAYBRAT

MANOKWARI SELATAN

TAMBRAUW

PEGUNUNGAN ARFAK

Grafik 31

Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 Per

KabupatenKota di Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

42

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

daerah tersebut masih menggali sumber-

sumber penerimaan perpajakan lainnya

Jika dilihat per sektor realisasi penerimaan

pajak terbesar Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 berasal dari sektor konstruksi sebesar

Rp106928 miliar atau 4101 persen dari realisasi

seluruh penerimaan pajak Adapun dari 10

sektor penerimaan pajak terbesar di Papua

Barat realisasi penerimaan pajak terkecil

berasal dari sektor real estate sebesar Rp189

miliar atau hanya 007 persen dari realisasi

seluruh penerimaan pajak Hal ini dapat dilihat

pada grafik berikut

Selanjutnya untuk melihat kinerja perpajakan

pada suatu daerah maka digunakan tax ratio

Ukuran tersebut merupakan perbandingan

antara jumlah penerimaan pajak di suatu

daerah dibandingkan dengan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut Tax ratio

menunjukkan kemampuan pemerintah dalam

mengumpulkan penerimaan pajak dan

kepatuhan pembayaran pajak oleh

masyarakat Apabila tax ratio suatu daerah

semakin besar dapat diartikan bahwa

pemerintah lebih leluasa dalam

menyelenggarakan pemerintahan

Tax ratio Provinsi Papua Barat mengalami

kenaikan dari 302 persen pada tahun 2018

menjadi 309 persen pada tahun 2019 Nilai tax

ratio sebesar 309 persen tersebut dapat

dikategorikan rendah jika dibandingkan

dengan tax ratio nasional sebesar 115 persen

Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa

semakin berkurangnya potensi dan

kemampuan pemerintah dalam memungut

pajak Beberapa hal lainnya yang turut

menyumbang rendahnya tax ratio di Provinsi

Papua Barat diantaranya adalah telah

berakhirnya program tax amnesty dan belum

adanya program unggulan lainnya dalam

meningkatkan penerimaan pajak sehingga

optimalisasi penerimaan perpajakan belum

maksimal

Rendahnya tax ratio di Papua Barat juga

dipengaruhi oleh meningkatnya besaran

restitusi pajak yang terjadi pada tahun 2019

yang mengakibatkan pemerintah harus

membayar kepada wajib pajak kelebihan

106928

45318

20125

18633

15075

14799

11819

11484

9154

7396

000

Konstruksi

Administrasi Pemerintahan dan

Jaminan Sosial Wajib

Sektor lainnya

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Penggalian

Perdagangan Besar dan

Eceran Reparasi dan

Perawatan Mobil danhellip

Kegiatan Jasa Lainnya

Jasa Keuangan dan Asuransi

Transportasi dan Pergudangan

Pertanian Kehutanan dan

Perikanan

Grafik 32

Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor di

Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)

138126 125

180

156 158

003 003 008

020 017 018

000

050

100

150

200

2017 2018 2019

Grafik 33

Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat

Tahun 2017 ndash 2019 (persen)

PPh Non Migas PPN dan PPnBM

Pendapatan atas PL dan PIB PBB dan BPHTB

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)

43 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

pembayaran pajak Selain itu rendahnya

tingkat kesadaran wajib pajak di Provinsi Papua

Barat untuk memenuhi kewajibannya turut

mendorong penurunan tax ratio Keadaan

yang demikian memerlukan upaya lebih dari

pemerintah dalam meningkatkan edukasi ke

wajib pajak

B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi

Selain dari sektor perpajakan penerimaan

negara yang bersumber dari bukan pajak saat

ini juga telah mulai diperhitungkan untuk

dijadikan andalan dalam memaksimalkan

penerimaan negara Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP) adalah semua penerimaan

Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk

penerimaan dari sumber daya alam

Penerimaan bagian laba BUMN PNBP lainnya

serta Penerimaan BLU Berdasarkan jenisnya

PNBP dapat dibedakan menjadi empat yaitu

penerimaan Sumber Daya Alam Bagian

Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan

Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU

Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat

Provinsi di Provinsi Papua Barat tahun 2019

dapat dilihat pada tabel 33

Dari tabel tersebut di atas realisasi PNBP

pemerintah pusat Provinsi Papua Barat tahun

2019 sebesar Rp29404 miliar atau turun 199

persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya

yang berjumlah Rp30001 miliar PNBP Lainnya

memiliki kontribusi tertinggi dengan nilai Rp2822

miliar atau 9597 persen dari keseluruhan

realisasi PNBP pemerintah pusat di Provinsi

Papua Barat Adapun kontribusi terkecil berasal

dari Pendapatan BLU sebesar Rp1184 miliar

dikarenakan hanya berasal dari Penerimaan

jasa pelayanan pendidikan yang dihasilkan

oleh satker Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu

Pelayaran (BP2IP) Selain itu faktor penetapan

satker BP2IP sebagai instansi pemerintah yang

menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU oleh

Menteri Keuangan masih tergolong baru yaitu

30 September 2016

B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan

dan PNBP Terhadap Perekonomian

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui

kontribusi kemampuan fiskal pemerintah pusat

di Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

terhadap perekonomian yaitu dengan cara

membandingkan penerimaan pajak dan PNBP

pemerintah pusat terhadap PDRB dan jumlah

populasi tiap daerah

Hampir seluruh pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat memiliki tax ratio yang kecil yaitu di

bawah angka 8 persen kecuali Kab Manokwari

sebesar 807 persen Daerah dengan nilai tax

ratio terkecil yaitu Kab Teluk Bintuni yang hanya

mencapai 104 persen Padahal Kab Teluk

Bintuni merupakan daerah yang memiliki PDRB

terbesar di Provinsi Papua Barat namun tidak

mampu mengoptimalkan penerimaan

perpajakannya Adapun untuk PNBP ratio

semua daerah di Provinsi Papua Barat memiliki

nilai di bawah 1 persen kecuali Kab Manokwari

yang mencapai 1857 persen Selanjutnya tax

ratio dan PNBP ratio KabupatenKota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 dapat dilihat pada

Tabel 33

Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Penerimaan

PNBP

Target

2018

Realisasi

2018

Target

2019

Realisasi

2019

SDA - - - -

Bag Pemerintah

atas Laba BUMN - - - -

PNBP Lainnya 27880 29024 22549 28220

Pendapatan

BLU 0 977 0 1184

Total 27880 30001 22549 29404

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

44

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

tabel 34

Kemudian untuk melihat kontribusi masing-

masing penduduk terhadap penerimaan

digunakan rasio antara pajak dan PNBP

terhadap jumlah populasi pada tiap daerah

Pada tahun 2019 penerimaan pajak perkapita

terbesar di Provinsi Papua Barat adalah Kab

Manokwari Selatan dengan nilai Rp889 juta

orang Kemudian diikuti oleh Kab Teluk Bintuni

dan Kab Manokwari masing-masing sebesar

Rp493 juta orang dan Rp458 juta orang

Sementara itu daerah dengan PNBP per kapita

tertinggi yaitu Kab Manokwari dan Kab Sorong

masing-masing sebesar Rp105 juta orang dan

Rp011 juta orang Hal ini sebagaimana terlihat

pada tabel 35

C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT

PROVINSI

Belanja pemerintah pusat merupakan bagian

dari belanja negara yang digunakan untuk

membiayai kegiatan pemerintah pusat baik

yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah

Belanja pemerintah pusat dapat dibedakan

menjadi belanja pemerintah pusat menurut

organisasi belanja pemerintah pusat menurut

fungsi dan belanja pemerintah pusat menurut

Tabel 34

Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Daerah Perpajakan

PDRB

PNBP

PDRB

Kab Fakfak 243 014

Kab Kaimana 454 007

Kab Teluk Wondama 289 006

Kab Teluk Bintuni 104 000

Kab Manokwari 807 186

Kab Sorong Selatan 240 004

Kab Sorong 181 009

Kab Raja Ampat 223 001

Kab Tambraw 919 -

Kab Maybrat 303 001

Kab Manokwari Selatan 261 -

Kab Pegunungan Arfak 799 036

Kota Sorong 449 045

Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong

dan Manokwari(data diolah)

Tabel 35

Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019

(Rupiah)

Daerah Pajak

Perkapita

PNBP

Perkapita

Kab Fakfak 164013269 9544219

Kab Kaimana 210370257 3449788

Kab Teluk Wondama 140336305 3154748

Kab Teluk Bintuni 493482943 2014405

Kab Manokwari 458429173 105437329

Kab Sorong Selatan 98503558 1624694

Kab Sorong 226504618 11239638

Kab Raja Ampat 133923458 866841

Kab Tambraw 151260665 -

Kab Maybrat 53303539 140258

Kab Manokwari

Selatan 888525173 -

Kab Pegunungan

Arfak 51843479 2326167

Kota Sorong 287825262 28955329

Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong

dan Manokwari(data diolah)

45 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

jenis belanja Belanja pemerintah

merupakan salah satu alat bagi

pemerintah untuk melakukan stimulus

fiskal Salah satunya yang populer pada

saat krisis ekonomi adalah instrumen

ekonomi berupa stimulus fiskal Secara

garis besar komposisi dari stimulus fiskal

adalah berupa pengurangan beban

pajak dan tambahan belanja pemerintah

(increased spending)

C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi

Berdasarkan Organisasi (BA atau KL)

Belanja pemerintah pusat menurut

organisasi adalah belanja pemerintah

pusat yang dialokasikan kepada

kementerian negaralembaga dan

bagian anggaran bendahara umum

negara Penerima alokasi APBN di Provinsi

Papua Barat Tahun Anggaran 2019

adalah 43 Kementerian NegaraLembaga

(KL) dan 1 Bagian Anggaran Bendahara

Umum Negara (BA-BUN) sehingga jumlah

seluruhnya adalah 45 Bagian Anggaran

(BA)

Jumlah total dana APBN berupa Belanja

KL yang dialokasikan untuk Provinsi Papua

Barat mengalami peningkatan dari

Rp727642 miliar pada tahun 2018

menjadi Rp874066 miliar pada tahun

2019 atau naik 2012 persen Hal ini

dikarenakan terdapat peningkatan yang

cukup signifikan pada alokasi belanja

Kementerian Pekerjaan Umum dan

Kementerian Pertahanan Adapun pagu

belanja APBN terbesar pada tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat dialokasikan untuk

kedua Kementerian tersebut masing-

masing sebesar Rp328424 miliar dan

Rp108941 miliar Anggaran tersebut

Tabel 36

Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggran

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

KementerianLembaga Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Badan Pemeriksa Keuangan 2267 2066 2612 2394

Mahkamah Agung 3673 3338 3418 3301

Kejaksaan Republik Indonesia 2809 2368 2673 2454

Kementerian Dalam Negeri 240 163 028 000

Kementerian Pertahanan 59591 58788 108941 106126

Kementerian Hukum Dan Hak Asasi

Manusia Ri 7670 7689 10100 9209

Kementerian Keuangan 10744 9934 10125 9784

Kementerian Pertanian 15113 14916 13526 13344

Kementerian Perindustrian 159 153 146 145

Kementerian Perhubungan 105994 94482 86499 74352

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 5230 5153 4320 4277

Kementerian Kesehatan 11023 9961 12722 11793

Kementerian Agama 32350 29728 35602 34447

Kementerian Ketenagakerjaan 2800 2664 8905 7675

Kementerian Sosial 3374 3302 2282 2082

Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan 20569 17231 20264 19761

Kementerian Kelautan dan Perikanan 6131 5517 6298 6017

Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat 239290 232657 328424 283754

Kementerian Pariwisata 247 189 167 135

Kementerian Riset Teknologi dan

Pendidikan Tinggi 17319 15991 21450 19589

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah 399 347 304 280

Kementerian Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak 100 047 100 086

Badan Pusat Statistik 8137 7437 8666 8318

Kementerian Perencanaan Pembangunan

Nasional 126 046 126 053

Kementerian Agraria dan Tata RuangBpn 8113 5833 9000 7612

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 105 101 059 052

Kementerian Komunikasi dan Informatika 801 712 648 628

Kepolisian Negara Republik Indonesia 69013 71273 74391 75732

Badan Pengawas Obat dan Makanan 2724 2415 3011 2818

Badan Koordinasi Penanaman Modal 045 038 045 043

Badan Narkotika Nasional 507 480 518 511

Kementerian Desa Pembangunan Daerah

Tertinggal dan Transmigrasi 12188 9667 8701 7639

Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional 5201 3091 2887 2682

Badan Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika 2022 1899 2502 2456

Komisi Pemilihan Umum 31765 30110 40174 37062

Arsip Nasional Republik Indonesia 018 017 047 040

Badan Kepegawaian Negara 1111 1087 801 774

Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan 1845 1833 2775 2442

Kementerian Perdagangan 3792 3335 2241 2125

Kementerian Pemuda dan Olah Raga 294 294 219 213

Badan SAR Nasional 4298 4037 3681 3531

Badan Pengawas Pemilihan Umum 17863 17232 23957 19456

Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik

Indonesia 3439 3142 3074 2726

Bendahara Umum Negara 7140 6800 7636 6759

Total 727642 687563 874066 794676

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

46

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

digunakan untuk akselerasi pembangunan

infrastruktur di Provinsi Papua Barat seperti

penyelesaian jalan trans papua jembatan

waduk dan irigasi serta pembangunan Rumah

Prajurit TNI Alokasi pagu Kementerian Pekerjaan

Umum mengalami peningkatan yang cukup

besar disebabkan disebabkan adanya proyek-

proyek infrastruktur strategis lanjutan di Provinsi

Papua Barat mulai memasuki tahap awal

kontrak sehingga alokasi belanja modal

kembali bertambah

C2 Perkembangan Pagu dan

Realisasi Berdasarkan Fungsi

Belanja pemerintah pusat dapat dibagi

menjadi 11 fungsi antara lain fungsi pelayanan

umum pertahanan ketertiban dan keamanan

ekonomi lingkungan hidup perumahan dan

fasilitas umum kesehatan pariwisata dan

budaya agama pendidikan dan perlindungan

sosial Pada tahun 2019 terjadi peningkatan

alokasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat

yang dialami beberapa fungsi diantaranya

fungsi ketertiban amp keamanan pendidikan

perumahan amp fasilitas umum pertahanan

lingkungan hidup kesehatan perlindungan

sosial dan pariswisata amp budaya

Alokasi belanja terbesar tahun 2019 yaitu pada

fungsi ekonomi yaitu sebesar Rp368664 miliar

Hal tersebut cukup relevan mengingat

besarnya anggaran infrastruktur yang

digunakan untuk meningkatkan perekonomian

menuju kesejahteraan masyarakat Sehingga

alokasi belanja pada fungsi tersebut harus

sejalan dengan besarnya proyek-proyek

strategis yang sedang dilaksanakan oleh

pemerintah

Dari tabel 37 dapat dilihat bahwa fungsi

pariwisata dan budaya merupakan fungsi

dengan alokasi belanja terkecil selama dua

tahun terakhir Hal ini menggambarkan bahwa

sektor pariwisata dan budaya di Provinsi Papua

Barat kurang mendapat perhatian serius

padahal banyak potensi besar atas

keaneragaman budaya dan pariwisata di

Provinsi Papua Barat semisal Raja Ampat dan

Taman Nasional Teluk Cenderawasih Khusus

Tabel 37

Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

Fungsi Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Ekonomi 315843 297670 368664 317486

Pertahanan 59591 58788 108941 106126

Pendidikan 77895 70310 102629 95592

Pelayanan

Umum 78955 73964 93974 84071

Ketertiban dan

Keamanan 83673 85148 91100 91207

Perumahan

dan Fasilitas

Umum

56189 52502 44795 40176

Lingkungan

Hidup 19762 17066 24481 22822

Kesehatan 16983 13956 17316 16254

Agama 9272 8703 13551 12887

Perlindungan

Sosial 3474 3349 2382 2168

Pariwisata dan

Budaya 262 204 182 150

Sumber OM SPAN (data diolah)

328424

108941

86499

74391

40174

35602

23957

21450

20264

13526

283754

106126

74352

75732

37062

34447

19456

19589

19761

13344

000 200000 400000

Kementerian PUPR

Kementerian Pertahanan

Kementerian Perhubungan

Kepolisian Negarahellip

KPU

Kementerian Agama

Bawaslu

Kemenristek Dikti

Kementerian LHK

Kementerian Pertanian

Grafik 34

10 Kementerian Negara Lembaga di Provinsi Papua

Barat dengan Alokasi APBN Terbesar TA 2018 (miliar Rp)

Realisasi Pagu

Sumber OM SPAN(data diolah)

47 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

untuk Raja Ampat merupakan rumah bagi 75

persen spesies koral yang ada di dunia dan 1500

spesies ikan termasuk beragam jenis hiu Selain

itu Raja Ampat pernah dinobatkan sebagai

Worldrsquos Best Snorkeling Destination berdasarkan

survei CNN tahun 2015 dan The Outstanding

Liveaboard Diving Destination dalam Diving

and Resort Travel Expo Hong Kong tahun 2016

Dengan berbagai keunggulan dan potensi

wisata di Provinsi Papua Barat seharusnya

mendorong pemerintah untuk lebih

mengalokasikan anggaran pada sektor

pariwisata sehingga dapat menjadi tumpuan

dalam menggerakkan perekonomian dan

menciptakan lapangan pekerjaan

C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi

Berdasarkan Jenis Belanja

Menurut jenisnya belanja pemerintah pusat

terdiri dari 8 (delapan) jenis belanja yaitu

belanja pegawai belanja barang belanja

modal pembayaran bunga utang subsidi

belanja hibah belanja bantuan sosial dan

belanja lain-lain Pagu dan realisasi belanja

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat

berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada tabel

38

Berdasarkan tabel 38 pada tahun 2019

terdapat peningkatan alokasi belanja pegawai

sebesar 1905 persen disebabkan

bertambahnya jumlah PNS sehingga

berpengaruh terhadap peningkatan nilai

pembayaran THR PNS yang disertai dengan

komponen tunjangan keluarga tunjangan

tambahan dan tunjangan kinerja Sedangkan

untuk belanja modal kembali mengalami

kenaikan alokasi sebesar 3005 persen setelah

tahun sebelumnya sempat menurun Selama

dua tahun terakhir alokasi belanja modal

tertinggi diperuntukkan bagi Kementerian

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan

Kementerian Perhubungan Pagu belanja

modal yang besar tersebut diperuntukkan bagi

pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua

Barat yang merupakan salah satu wujud

komitmen dari Presiden Joko Widodo dalam

membuka konektivitas antar daerah di wilayah

Indonesia Timur sehingga diharapkan dapat

mewujudkan pembangunan yang lebih merata

pada wilayah perbatasan pulau terluar

kawasan tertinggal dan kawasan pedesaan

Berdasarkan realisasi tingkat penyerapan

anggaran belanja terhadap total jenis belanja

yang dilakukan oleh seluruh KL pada tahun

2019 mengalami penurunan Pada tahun 2019

tingkat penyerapan anggaran belanja seluruh

KL sebesar 9252 persen atau turun 254 persen

dari tahun 2018 yang mencapai

9506 persen Tingkat penyerapan

anggaran tertinggi terjadi pada

belanja pegawai dan belanja

bantuan sosial masing-masing

sebesar 9764 persen dan 9481

persen Adapun tingkat penyerapan

terendah yaitu belanja lain-lain

sebesar 6435 persen Sementara itu

sebagai belanja dengan alokasi

terbesar belanja modal mengalami

penurunan serapan yang cukup

Tabel 38

Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis

di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Jenis Belanja Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Belanja Pegawai 155874 151772 9737 185564 181194 9764

Belanja Barang 291631 264525 9071 327719 302217 9222

Belanja Modal 270507 262001 9686 351807 303238 8619

Belanja Bansos 2489 2466 9907 1338 1269 9481

Belanja Lain-lain 1398 898 6422 1588 1022 6435

Belanja Transfer 284123 274635 9666 333508 322672 9675

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

48

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

signifikan Pada tahun 2019 tingkat realisasi

belanja modal sebesar 8619 persen jauh lebih

rendah dari tahun sebelumnya (9686 persen)

Peningkatan alokasi pada belanja modal tidak

disertai dengan optimalisasi pelaksanaan

anggaran dan mengancam capain target-

target kinerja pemerintah

C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat

Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa

faktor utama yang mempengaruhi pencapaian

realisasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat

yaitu

1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai

sehingga memberikan pengaruh pada

capaian realisasi penyerapan anggaran

yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas

dan kualitas yang berdampak pada

akselerasi pembangunan di Provinsi Papua

Barat

2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan

oleh infrastruktur yang memadai

memberikan dampak pada ekonomi

dengan biaya tinggi (high cost economy)

sehingga hal ini menjadi beban bagi

pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat

investasi merupakan permasalahan dasar

bagi penciptaan lapangan kerja dan

penerimaan pajak pemerintah

3 Kondisi budaya masyarakat yang masih

eksklusif terhadap dinamika globalisasi

ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak

ulayat memberikan implikasi ketidakpastian

hukum dalam pelaksanaan investasi dan

pembangunan secara umum Hal-hal yang

terkait dengan penyelenggaraan proyek

yang berkaitan dengan hak ulayat sering

kali terdampak dari sisi ketepatan waktu

penyelesaian pekerjaan

D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT

Cash flow Pemerintah Pusat menggambarkan

kondisi arus kas masuk (cash in flow) dan arus

kas keluar (cash out flow) yang dilakukan oleh

pemerintah pusat pada suatu daerah dan

periode waktu tertentu Arus kas masuk

pemerintah pusat adalah semua penerimaan

yang diterima oleh pemerintah pusat dari

pemerintah daerah provinsi tertentu sedangkan

arus kas keluar adalah semua pengeluaran

yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah provinsi tertentu Yang

termasuk dalam arus kas masuk bagi

pemerintah pusat adalah semua penerimaan

negara yang diterima oleh pemerintah pusat

melalui pemerintah provinsi tertentu seperti

penerimaan pajak PNBP dan hibah Yang

termasuk dalam arus kas keluar pemerintah

pusat adalah semua belanja pemerintah pusat

dalam APBN yang terdiri dari belanja

KPKDDKTPUB dan dana transfer untuk

provinsi berkenaan Berikut ini cash flow

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat Tahun

2019

Tabel 39

Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi 2019

Cash in Flow 294509

Penerimaan Perpajakan 265104

Penerimaan Bukan Pajak 29404

Hibah 000

Cash in Out 3172329

Belanja Pemerintah Pusat 788870

Transfer ke Daerah dan

Dana Desa 2383459

Defisit (2877820)

49 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Berdasarkan tabel 39 terlihat bahwa pada

tahun 2019 Cash in Flow Pemerintah Pusat di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar

sedangkan Cash in Out sebesar Rp3172329

miliar Sehingga dalam hal ini di Provinsi Papua

Barat mengalami defisit yang cukup besar

mencapai Rp2877820 miliar Hal ini

mengindikasikan bahwa ketergantungan

Provinsi Papua Barat kepada pemerintah pusat

masih sangat tinggi sehingga memerlukan

subsidi silang dari daerah lain yang mengalami

surplus

E TRANSFER KE DAERAH

Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal

pemerintah pusat memberikan dana Transfer ke

Daerah dan Dana Desa (TKDD) kepada

pemerintah daerah Transfer ke Daerah terbagi

menjadi (1) Dana Perimbangan (2) Dana

Insentif Daerah (DID) dan (3) Dana Otonomi

Khusus dan Dana Keistimewaan DIY Adapun

dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil

(DBH) Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana

Alokasi Khusus (DAK) Dana yang diberikan

pemerintah pusat kepada Provinsi Papua Barat

dalam bentuk TKDD jumlahnya semakin

meningkat Pada tahun 2018 TKDD yang

dialokasikan untuk pemerintah Provinsi Papua

Barat sebesar Rp17 triliun Kemudian jumlahnya

meningkat menjadi Rp2588 triliun pada tahun

2019 atau naik sebesar 522 persen Hal ini

menunjukan bentuk penguatan desentralisasi

fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat

Berdasarkan komposisinya komponen terbesar

dari TKDD Provinsi Papua Barat berupa Dana

Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU)

Pada tahun 2019 komponen DBH

menyumbang 362 persen dari total keseluruhan

TKDD yang diterima Provinsi Papua Barat

Komponen terbesar kedua yaitu DAU sebesar

321 persen Kondisi tersebut mengindikasikan

bahwa Provinsi Papua Barat meskipun memiliki

penerimaan DBH yang cukup besar namun

persentasenya belum mendominasi sehingga

masih menunjukkan tingginya tingkat

ketergantungan terhadap pemerintah pusat

Keadaan ini patut diwaspadai mengingat

pengalaman sebagian besar daerah yang

memiliki ketergantungan tinggi pada dana

transfer akan lebih memilih status quo terhadap

penerimaan dari pemerintah pusat (Inanga

dan Wusu 2004)

Tabel 310

Pagu dan Realisasi Dana Transfer Tahun 2018 ndash 2019

Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Uraian

2018 2019

Pagu Realisasi Pagu Realisasi

DBH 1323 2581 9362 7530

DAU 8025 8025 8311 8311

DAK 2253 2098 2679 2482

Dana Otsus amp

DID 4069 4065 4011 3995

Dana Desa 1331 1331 1517 1517

Total 17002 18099 25881 23835

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

DBH

362DAU

321

DAK (Fisik amp

Nonfisik)

104

Otsus amp

DID 155Dana

Desa 59

Grafik 35

Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

50

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN

UMUM (BLU) PUSAT

Badan Layanan Umum merupakan instansi di

lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat

berupa penyediaan barang dan atau jasa

yang dijual tanpa mengutamakan mencari

keuntungan laba dan dalam melakukan

kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi

dan produktivitas

F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat

Satker pemerintah pusat yang berstatus BLU di

Provinsi Papua Barat hanya Politeknik Pelayaran

(Poltekpel) Sorong atau dahulu bernama Balai

Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran

(BP2IP) Sorong memberikan pelayanan untuk

mendidik dan melatih pemuda pemudi untuk

menjadi perwira pelayaran menengah dasar

dan tenaga kepelautan berdaya saing tinggi

prima profesional dan beretika sesuai standar

nasional dan internasional Poltekpel Sorong

juga menyelenggarakan fungsi menyusun

rencana program dan anggaran serta

perumusan standarisasi kurikulum silabus

metodikdidaktik persyaratan pengajar

peserta bahan dan alat pengajaran serta

ujian-ujian penyusunan persyaratan akreditasi

program dan lembaga pendidikan dan

pelatihan serta penyiapan bahan dan sertifikasi

lulusan pendidikan dan pelatihan di bidang

kepelautan

Penetapan satker Poltekpel Sorong sebagai

instansi pemerintah yang menerapkan

pengelolaan keuangan BLU secara penuh

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 735KMK052016 tanggal 30 September

2016 Pemerintah pusat memberikan fleksibilitas

pengelolaan keuangan kepada Poltekpel

Sorong sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 dan

peraturan pelaksanaannya

F2 Perkembangan Pengelolaan Aset PNBP

RM dan BLU Pusat

Sejak ditetapkan sebagai satker BLU Poltekpel

Sorong mengalami peningkatan nilai aset dari

Rp4149 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp4921

miliar pada tahun 2019 atau meningkat 186

persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik

berikut 36

Sementara itu untuk realisasi PNBP BLU satker

Poltekpel Sorong mengalami penurunan dari

Rp104 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp947

3426

4149

4921

-

1000

2000

3000

4000

5000

2017 2018 2019

Grafik 36

Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel

Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

1297

1040

947

-

300

600

900

1200

1500

2017 2018 2019

Grafik 37

Perkembangan Realisasi PNBP BLU Satker

Poltekpel Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

51 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

miliar pada tahun 2019 atau turun sebesar -90

persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik

37

F3 Kemandirian BLU

Salah satu tujuan diberikannya status BLU

adalah untuk mewiraswastakan pemerintah

(enterprising the government) Oleh karena itu

satker BLU didorong untuk menciptakan

kemandirian terhadap dirinya sendiri Sebagai

satu-satunya BLU di Provinsi Papua Barat

Poltekpel Sorong yang menyediakan layanan

pendidikan dan pelatihan didorong untuk

memiliki kemandirian dalam mengelola

usahanya Kemandirian tersebut dapat dilihat

rasio PNBP BLU terhadap total realisasi Rasio

kemandirian satker Poltekpel Sorong

mengalami peningkatan dari 0054 pada tahun

2018 menjadi 0075 pada tahun 2019

F4 Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU

Tidak semua satker yang memiliki PNBP dapat

berubah menjadi satker BLU Pada tahun 2019

Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi

Papua Barat membina 104 satker PNBP dimana

terdapat 2 (dua) satker PNBP yang berpotensi

menjadi satker BLU yaitu Universitas Negeri

Papua (Unipa) dan Politeknik Kesehatan

(Poltekes) Sorong Kedua satker layanan

pendidikan tersebut memiliki jumlah aset yang

semakin tinggi Untuk Poltekes Sorong nilai

asetnya mengalami peningkatan dari Rp7226

miliar pada tahun 2018 menjadi Rp1046 miliar

pada tahun 2019 Begitu juga dengan Unipa

yang mengalami peningkatan aset dari

Rp39203 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp4081 miliar pada tahun 2019

Sementara itu jika dilihat rasio realisasi PNBP

terhadap total realisasi satker Universitas Papua

memiliki rasio kemandirian semakin naik dari

0234 menjadi 0276 pada tahun 2019 Hal ini

menunjukan tingkat kemandirian satker tersebut

semakin baik Adapun rasio kemandirian satker

Poltekes Sorong menunjukan nilai semakin turun

dari 0158 persen pada tahun 2018 menjadi

0142 pada tahun 2019

G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI

PUSAT

Selain membina satuan kerja Badan Layanan

Umum Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat juga

diberi tugas untuk melakukan monitoring dan

evaluasi pelaksanaan investasi pemerintah

pusat di daerah khususnya penerusan pinjaman

(Subsidiary Loan Agreement SLA) dan kredit

program Kredit program yang dimaksud yaitu

penyaluran Kredit Usaha Rakyat kepada Usaha

Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Tabel 311

Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian

Satker PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU

Nama Satker

Nilai Aset

(miliar Rp)

Rasio

Kemandirian

2018 2019 2018 2019

Poltekes Sorong 7226 10460 0158 0142

Universitas Papua 39203 40810 0234 0276

Sumber LKPP Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat (data diolah)

0143

0054

0075

0000

0030

0060

0090

0120

0150

2017 2018 2019

Grafik 38

Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel

Sorong Tahun 2017 - 2019

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

52

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan

Agreement SLA)

Jumlah penerusan pinjaman (Subsidiary Loan

Agreement SLA) yang ditatausahakan oleh

Kanwil DJPb Provindi Papua Barat sebesar

Rp15445787609 untuk dua debitur yaitu PDAM

Kab Manokwari dan PDAM Kab Sorong

Berdasarkan monitoring dari aplikasi SLIM PDAM

Kab Manokwari dengan nomor SLA 2104101

dan nilai pinjaman sebesar Rp7296812055

telah melunasi semua kewajibannya Untuk

PDAM Kab Sorong dengan nomor SLA 21042101

dan nilai pinjaman sebesar Rp8148975554

masih memiliki kewajiban untuk membayar

angsuran pokok (outstanding) sebesar

Rp7848975555 dan biaya administrasi

Sampai dengan akhir 2019 tercatat bahwa

status kewajiban PDAM Kab Manokwari sudah

diselesaikan dengan menghapus pinjaman

melalui mekanisme Hibah Non Kas Adapun

PDAM Kab Sorong masih mempunyai

kewajiban membayar angsuran pokok berikut

kewajiban lainnya Status penyelesaian

utangnya masih bersifat on going dan

diselesaikan melalui Panitia Urusan Piutang

Negara (PUPN) dikarenakan masuk dalam

kategori Kerjasama Operasional (KSO) sehingga

tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme

Penghapusan atau Hibah-PMD

G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Menurut data SIKP sampai dengan akhir tahun

2019 jumlah penyaluran KUR di Provinsi Papua

Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan

kepada 51622 debitur Daerah dengan jumlah

penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong

sebesar Rp57002 milar dengan jumlah debitur

sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah

dengan penyaluran KUR terbesar kedua yaitu

Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang

Tabel 312

Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat

Nomor

SLA

Nama

SLA

Penerima

SLA

Jumlah SLA

(Rp)

2104101 RDA-

297DP31997

PDAM Kab

Manokwari 7296812055

2104201 RDA-

233DP31996

PDAM Kab

Sorong 8148975554

Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management

(SLIM) DJPb (data diolah)

Tabel 313

Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi Papua Barat (Rupiah)

Nama

Debitur

Jumlah

Penarikan

Pembayaran

Pokok

Tunggakan

Pokok

Tunggakan

Non Pokok

Total

Tunggakan

Outstanding

Pokok

PDAM

Manokwari 7296812055 7296812055 - - - -

PDAM

Sorong 8148975554 299999999 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555

Jumlah 15445787609 7596812054 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555

Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management (SLIM) DJPb (data diolah)

16903

14542

6659

3705 3628

2398 2070 1249 1300 800 861

500

3500

6500

9500

12500

15500

Ko

ta S

oro

ng

Ka

b M

an

okw

ari

Ka

b S

oro

ng

Ka

b F

akfa

k

Ka

b Te

luk B

intu

ni

Ka

b So

ron

g S

ela

tan

Ka

b R

aja

Am

pa

t

Ka

b K

aim

an

a

Ka

b Te

luk W

on

da

ma

Ka

b M

ayb

rat

Ka

b Ta

mb

rau

w

Ka

b M

an

okw

ari S

ela

tan

Grafik 39

Jumlah Debitur KUR per Kab Kota

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

53 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

diberikan kepada 14542 debitur Kemudian

penyaluran KUR terbesar ketiga yaitu Kab

Sorong sebesar Rp20669 miliar dan jumlah

debitur sebanyak 6659 nasabah Hal ini

mengindikasikan bahwa persebaran KUR di

Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di

daerah yang kondisi perekonomiannya relatif

lebih maju

Jika dilihat dari bank penyalur terdapat enam

bank penyalur KUR di Provinsi Papua Barat yaitu

BRI Mandiri BNI BRI Syariah BPD Papua dan

Bank Artha Graha BRI merupakan bank

penyalur KUR terbesar baik dari sisi jumlah

debitur maupun jumlah kredit yang disalurkan

Sampai dengan akhir tahun 2019 dana KUR

yang telah disalurkan oleh BRI sebesar Rp12999

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 45860

orang Sementara itu dana KUR yang telah

disalurkan oleh Bank Mandiri sebesar Rp15034

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 3884

orang Adapun BNI telah menyalurkan KUR

sebesar Rp2119 miliar dengan jumlah debitur

sebanyak 1197 orang

Jika dilihat per skema sampai dengan tahun

2019 jumlah penyaluran KUR tertinggi di Provinsi

Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp107489

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 49873

nasabah Sementara itu untuk penyaluran KUR

Ritel sebesar Rp70333 miliar dengan jumlah

debitur sebanyak 4062 nasabah TKI sebesar

Rp328 miliar dengan jumlah debitur sebanyak

188 orang nasabah

Jika dilihat per sektor perdagangan

merupakan sektor yang memiliki jumlah

penyaluran KUR terbesar Sampai dengan

tahun 2019 penyalurannya sebesar Rp119405

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551

nasabah Kemudian diikuti sektor pertanian

Tabel 314

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Penyalur

sd Tahun 2019

Penyalur Akad Oustanding Jumlah

Debitur

BRI 1299944193527 670278014176 45860

Mandiri 150340333000 119669475736 3884

BNI 211924344478 99423314611 1197

BPD Papua 35146110001 28252135715 635

BRI Syariah 85000000 64574706 4

Artha Graha 25000000 17402052 1

LKBB-UMI 367900000 183250062 41

Jumlah 1697832881006 917888167058 51622

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

Tabel 315

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema

sd Tahun 2019

Skema Akad Oustanding Jumlah

Debitur

Mikro 1074896977024 204657721208 49873

Ritel 703328055397 321492391269 4062

TKI 3284777829 2535588273 188

Jumlah 1781509810250 528685700750 54123

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

57002

4871120669

13458

12589

6400

6085

5898

3187

2104

1773

275

000 20000 40000 60000

Kota Sorong

Kab Manokwari

Kab Sorong

Kab Fakfak

Kab Teluk Bintuni

Kab Sorong Selatan

Kab Raja Ampat

Kab Kaimana

Kab Teluk Wondama

Kab Maybrat

Kab Tambrauw

Kab Manokwarihellip

Grafik 310

Jumlah Penyaluran KUR per Kab Kota di Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

54

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

perburuan dan kehutanan sebesar Rp13174

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 5242

nasabah Melihat kondisi terserbut perlu

perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang

lebih produktif seperti sektor perikanan dan

industri pengolahan Hal ini dikarenakan

perluasan kepada sektor produktif lebih

menggerakkan roda perekonomian di Provinsi

Papua Barat

H MANDATORY SPENDING BELANJA

INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT

STRATEGIS LAINNYA

Belanja Pemerintah Pusat (Belanja KL)

merupakan salah satu instrumen untuk

menstimulasi perekonomian dan meningkatkan

derajat kesejahteraan masyarakat Sejalan

dengan hal tersebut desain kebijakan belanja

tahun 2019 didasarkan pada belanja yang

efisien namun produktif dan efektif untuk

memenuhi kebutuhan strategis yang perlu

segera dilaksanakan Pemenuhan kebutuhan

prioritas nasional ini dilakukan dalam rangka

menghasilkan output yang berkualitas

(strategis) serta mendorong percepatan

pembangunan infrastruktur dan peningkatan

kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan)

H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur merupakan salah

satu prioritas utama dalam belanja Pemerintah

Pusat Kebijakan ini didasari oleh keyakinan

bahwa untuk mendorong iklim investasi

penyediaan infrastruktur dasar mempunyai

peranan yang sangat penting dalam

peningkatan daya saing efisiensi sistem logistik

pemerataan pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi

Sebagai wilayah yang berada di Kawasan Timur

Indonesia pembangunan infrastruktur Provinsi

Papua Barat terbukti menjadi salah satu prioritas

kebijakan pemerintah pada tahun 2019

dengan tingginya alokasi belanja modal

infrastruktur Alokasi ini digunakan untuk

menghasilkan output-output strategis

infrastruktur Papua Barat dalam rangka

mengejar ketertinggalan ekonomi

Tabel 316

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha

sd Tahun 2019

Skema Akad Oustanding Jumlah

Debitur

Perdagangan Besar dan Eceran 1194052179527 327049902707 35551

Jasa Kemasyarakatan Sosial Budaya Hiburan dan

Perorangan Lainnya 95673177829 36411599958 3078

Pertanian Perburuan dan Kehutanan 131736160000 37998587280 5242

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 84268700000 32294066289 1996

Industri Pengolahan 70339500000 27064136552 1858

Perikanan 73991600001 29686620517 2355

Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 78192492893 18877260615 2900

Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 42166000000 15437470720 987

Konstruksi 5657000000 2391825107 52

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1748000000 811101501 41

Jasa Pendidikan 418000000 85998309 20

Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan

Sosial Wajib 3267000000 577131195 43

Jumlah 1781509810250 528685700750 54123

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

55 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Pada tahun 2019 beberapa output strategis

tercatat memiliki realisasi yang cukup besar

diantaranya adalah pembangunan dan

preservasi plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar)

Jembatan sepanjang plusmn235 meter (Rp43572

miliar) dan rehabilitasi sarana pendidikan

sebanyak plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Namun

demikian besarnya serapan belum

menunjukkan adanya optimalisasi pada

capaian output Masih banyak kendala khas

Papua Barat yang harus dihadapi sehingga

membuat infrastruktur tertahan Infrastruktur

yang tidak disertai dengan pembebasan lahan

dalam pembangunannya menjadi output

dengan capaian yang lebih besar karena relatif

lancar pada pelaksanaannya

H2 Output Strategis Bidang Pendidikan

Pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas inovasi dan daya

saing sumber daya manusia Indonesia Dalam

jangka panjang pendidikan yang berkualitas

juga diharapkan dapat memutus rantai

kemiskinan antar-generasi serta meminimalkan

social cost dalam pembangunan yang

dilaksanakan Pemerintah Oleh karena itu

pendidikan menjadi salah satu prioritas belanja

pemerintah pusat dengan alokasi yang tinggi

Tingginya alokasi belanja bidang pendidikan ini

secara umum telah berhasil meningkatkan

capaian indikator-indikator pendidikan

Sepanjang tahun 2019 realisasi PIP dan KIP di

Provinsi Papua Barat secara bersama-sama

Tabel 318

Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Siswa penerima BOS 14813839553 13948 Siswa 888

Siswa penerima KIP 389600000 439 Orang 982

Penerima bantuan PIP 20250000 43 Siswa 717

Penerima Bidik Misi PTIK 4165800000 353 Orang 1000

Guru Non-PNS penerima Tunjangan Profesi 2027894198 76 Orang 826

Tunjangan PenyuluhTenaga Teknis Non PNS 180000000 9 Orang 600

Sumber OMSPAN (data diolah)

Tabel 317

Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 944036262565 1110 Km 822

Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 435718033300 235 M 439

Irigasi 5368000000 2117 Ha 1000

Embung 480000000 4 Unit 1000

Revitalisasi Danau 45929386800 1 Lokasi 1000

Kapasitas Bandara 145991305631 11 Lokasi 786

Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 742

SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 643

SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100

Pembangunan Rumah Susun dan Rumah Khusus 23341228241 66 Unit 398

Rehabilitasi dan Renovasi Sarana Prasarana Pendidikan 226844855847 311 Ruang 911

Alat dan Mesin Pertanian Pra Panen 2212015000 75 Unit 1000

Rumah sakit rujukan 110346800 1 RS Pengampu 1000

Sumber OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

56

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

mampu mencapai nilai Rp4099 juta atau

sebanyak 482 siswa Penyaluran beasiswa

Bidikmisi juga berhasil dilakukan dengan tingkat

serapan 100 persen pada 353 mahasiswa yang

menjadi target Sementara pada alokasi BOS

sampai berakhirnya tahun 2019 terealisasi

sebesar Rp1481 miliar Besaran penyerapan ini

disertai dengan capaian output riil sebanyak

14909 siswa Kondisi ini menunjukkan bahwa

capain dari tiap-tiap indikator dan output

strategis bidang pendidikan berada pada arah

yang tepat Baik itu target realisasi maupun

target output keduanya mampu terwujud

dengan baik

H3 Output Strategis Bidang Kesehatan

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya

adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan

untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat

bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

sebagai investasi bagi pembangunan sumber

daya manusia yang produktif secara sosial dan

ekonomis Program utama pembangunan

kesehatan adalah Program Indonesia Sehat

dengan sasaran berupa peningkatan derajat

kesehatan dan status gizi masyarakat melalui

berbagai upaya kesehatan dan

pemberdayaan masyarakat yang didukung

dengan perlindungan finansial dan pemeratan

pelayanan kesehatan

Beberapa sasaran di Papua Barat pada tahun

2019 mampu mencapai tingkat realisasi yang

besar Peningkatan status kesehatan dan gizi

ibu dan anak dalam mendukung pencegahan

stunting mampu terlaksana pada 8558

keluarga Sementara itu kegiatan prioritas

berupa peningkatan kinerja sistem kesehatan

dan pemerataan akses pelayanan kesehatan

berkualitas melalui penyediaan layanan

imunisasi alokon di Faskes dapat terlaksana

dengan baik pada 170 faskes di 13

kabupatenkota Capain output strategis yang

diarahkan untuk kegiatan pelayanan promotif

dan preventif merupakan upaya pencegahan

pencarian dan pengobatan penyakit sedini

mungkin Hal ini dapat mencegah perluasan

penyakit dan pencegahan penyakit kronis

karena sebagian penyakit kronis dapat

dicegah melalui upaya preventif serta dapat

dideteksi sedini mungkin

Tabel 319

Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Layanan Pengendalian Penyakit Menular 836883400 15 Layanan 625

Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 1000

Bantuan Usaha Ekonomi Produktif 1599456000 300 Keluarga 1000

Desa Pangan Aman 778304762 6 Desa 1000

Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Kabkota 1000

Pasar Aman dari Bahan Berbahaya 264644686 5 Pasar 1000

Makanan Aman 304775122 240 Sampel 1000

Ketersediaan Alokon di Faskes 3272596815 170 Faskes 766

Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Gizi 1669888794 225 Kelompok 1000

Pemberdayaan Warga Komunitas Adat Terpencil (KAT) 7779074888 104 Keluarga 1000

Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabupaten 855

Sumber OMSPAN (data diolah)

57 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Boks 31

Pemberdayaan UMKM Papua Barat

Melalui Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi)

Di Indonesia Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang penting dalam

perekonomian Perannya menjadi vital karena mampu bertahan dari guncangan ekonomi (Wengel and

Rodriguez 2006 dan Funabashi 2013) Ditambah lagi UMKM lebih mampu bertahan dari krisis dibandingkan

perusahaan besar dan merespon lebih cepat fleksibel terhadap perubahan yang terjadi di luar (Berry et al

2001) Berry et al (2002) juga mengemukakan bahwa UMKM dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru

sehingga mampu mengurangi tingkat pengangguran Data Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM

pada tahun 2013 menunjukan bahwa jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 578 juta Dari jumlah tersebut

UMKM mampu menyerap 1102 juta tenaga kerja dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp

42029 trilyun atau setara 4662 persen dari total PDB

Di samping kelebihan yang dimilikinya UMKM memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya keuangan

membayar suku bunga yang lebih tinggi dan kelemahan lainnya (Bourletidis and Triantafyllopoulos 2014)

Oleh karena itu Chittithaworn et al (2011) menyarankan adanya bantuan berupa pembiayaan bagi UMKM

Khan (2015) menambahkan pentingnya peran lembaga keuangan bagi pertumbuhan usaha UMKM

Permasalahan utama yang dihadapi UMKM yaitu sulitnya mendapat akses pembiayaan dari perbankan

Sehingga dari sisi ini pemerintah hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut Diantara program yang saat

ini dijalankankan pemerintah untuk membantu UMKM yaitu program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Program ini

merupakan pembiayaan kredit yang berasal dari lembaga perbankan dimana pemerintah membantu

melalui pemberian subsidi bunga Pemerintah menanggung selisih antara tingkat bunga yang diterima

perbankan dan bunga yang dibebankan kepada penerima KUR

Pembiayaan KUR

Sesuai Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah

dengan Permenko Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016 KUR terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu KUR

Mikro KUR Ritel dan KUR TKI (Tenaga Kerja Indonesia) KUR Mikro diberikan kepada penerima KUR paling

banyak dengan jumlah Rp25 juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 3 tahun atau

investasi paling lama 5 tahun KUR Ritel diberikan kepada debitur KUR dengan jumlah antara Rp25 juta ndash Rp500

juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 4 tahun atau investasi paling lama 5 tahun

Adapun KUR TKI diberikan kepada penerima KUR paling banyak Rp25 juta dengan jangka waktu kredit paling

lama sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi jangka waktu paling lama 3 tahun

Saat ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memiliki sistem informasi elektronik yang digunakan untuk

menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran KUR Sistem elektronik tersebut dinamakan dengan

Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Melalui SIKP dapat diketahui data penerima KUR (Know Your

Customers) berupa jumlah dan profil debitur validitas debitur serta statistik penyaluran KUR

Selain pemerintah pusat pemerintah daerah memiliki kontribusi yang sangat penting dalam pemberdayaan

UMKM Dalam konteks pembiayaan melalui program KUR selama ini hanya perbankan yang mencari calon

debitur KUR sehingga pemberian kredit tersebut diragukan ketepatan sasarannya Bisa jadi debitur yang

menerima fasilitas KUR bukan merupakan UMKM yang layak untuk dibiayai Oleh karena itu Pemda memiliki

peran yang vital untuk mendata dan mengidentifikasi calon debitur potensial (UMKM) yang layak untuk

dibiayai

Hingga saat ini peran pemerintah daerah di Papua Barat bisa dikatakan belum maksimal untuk mendata

calon nasabah KUR potensial Seharusnya pemerintah daerah di Papua barat lebih aktif untuk mendata

calon nasabah karena dipandang lebih mengetahui kondisi UMKM di daerahnya yang layak untuk diberikan

pembiayaan melalui program KUR Jika pemerintah daerah telah memiliki data calon nasabah yang layak

pemerintah daerah kemudian dapat memasukkan data UMKM tersebut ke dalam SIKP Data yang telah

dimasukkan kemudian digunakan perbankan unutuk melakukan penyeleksian calon nasabah KUR

Dalam rangka mengukur efektivitas penyaluran KUR di Papua Barat Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi

Papua Barat telah melakukan survey kepada debitur KUR Selain itu survey tersebut juga bertujuan untuk

melihat validitas data debitur KUR dan dampak pelaksanaan program KUR bagi perekonomian Survey

dilakukan dengan wawancara langsung kepada penerima KUR menggunakan kuisioner yang telah disusun

Dengan mempertimbangkan keterbatasan dana dan SDM pemilihan sampel penerima KUR sebagai

responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dan quota sampling

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

58

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan lokasi responden yang akan disampel karena

pemilihan tempat harus berdasarkan pertimbangan yang logis sedangkan quota sampling digunakan untuk

menentukan dan membatasi jumlah sampel yang akan diambil Responden yang diwawancara pada

kegiatan monev ini sebanyak 159 debitur yang tersebar di di 4 (empat) daerah yaitu Kota Sorong Kab

Manokwari Kab Sorong dan Kab Fakfak

Dari hasil wawancara yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut

1 Responden yang disurvei telah sesuai dengan database SIKP

2 Program KUR yang diluncurkan oleh pemerintah sangat bermanfaat bagi masyarakat Hal ini terlihat dari

antusiasme para responden yang menginginkan agar program ini terus berlanjut di masa yang akan

datang bahkan berharap adanya kenaikan alokasi modal usaha

3 Dengan adanya program KUR modal usaha bagi UMKM dapat meningkat sehingga terdapat

peningkatan keuntungan usaha dan perluasan sektor usaha

4 Proses pencairan KUR kepada debitur pada umumnya relatif mudah dan cepat

5 Tidak ada diskriminasi gender dalam penyaluran KUR selama debitur tersebut memenuhi syarat dan

kriteria yang telah ditetapkan

6 Tingkat kepuasaan masyarakat penerima KUR di Papua Barat cukup tinggi disebabkan oleh

a Suku bunga yang dibayar debitur KUR cukup rendah yaitu 7 persen per tahun untuk akad tahun 2019

b Proses pengajuan hingga pencairan dana sangat mudah dan cepat

c Agunan yang dijadikan jaminan tidak memberatkan bahkan beberapa debitur hanya menyerahkan

fotokopi KTP foto kapal yang dimiliki atau buku nikah

d Tidak ada pemotongan atas pinjaman yang diterima

7 Program KUR meningkatkan nilai omzet nasabah sehingga meningkatkan margin keuntungan usaha

8 Program KUR belum maksimal dalam meningkatkan lapangan pekerjaan Hal ini ditandai bahwa

sebagian besar responden tidak mengalami penambahan pekerja pegawai setelah mendapatkan

pembiayaan KUR

Dari pelaksanaan survei pelaksanaan program KUR tersebut terdapat saran dan rekomendasi antara lain

1 Bunga pinjaman KUR dapat dipertimbangkan untuk diturunkan kembali

2 Pencairan dana KUR oleh Bank Penyalur sebaiknya tidak dipotong angsuran pertama mengingat

potongan tersebut dapat dimaksimalkan untuk memutar kas kembali

3 Program KUR di Papua Barat sebagian besar diberikan kepada sektor yang kurang produktif seperti sektor

perdagangan Oleh karena itu sebaiknya penyaluran KUR lebih diarahkan untuk sektor usaha yang lebih

produktif seperti sektor pertanian perikanan dan industri pengolahan Hal ini disebabkan pemberian KUR

pada sektor produktif lebih menggerakkan roda perekonomian dan menyerap tenaga kerja

4 Persebaran penerima KUR di Papua Barat sebagian besar berada di daerah yang kondisi

perekonomiannya relatif lebih maju (kabupatenkota) Oleh karena itu penyaluran KUR sebaiknya lebih

diarahkan pada daerah yang perekonomiannya relatif masih berkembang

Pembiayaan UMi

Implementasi penyaluran KUR sampai dengan saat ini belum mampu mencapai target yang diharapkan

karena banyaknya calon nasabah potensial KUR yang tidak memenuhi studi kelayakan perbankan

(unbankable) Oleh karena itu pemerintah menggagas skema baru penyaluran kredit kepada UMKM yang

disebut program Pembiayaan Ultra Mikro (Ultra Micro Finance ndash UMi) dengan karakteristik nasabah

unbankable tetapi memiliki kelayakan usaha dengan indikator tingkat keuntungan (profitability) dan

kesinambungan usaha (sustainability) Pembiyaan UMi merupakan penyediaan dana yang bersumber dari

Pemerintah atau bersama dengan Pemerintah Daerah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas

pembiayaan kepada UMKM Berbeda dengan KUR yang agen penyalurnya adalah perbankan untuk UMi

sebagai agen penyalurnya adalah Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) seperti PT Pegadaian PT

Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Bahana Artha Ventura (BAV)

Prinsip dasar dari pembiayaan UMi diantaranya (1) Pemberdayaan dan penajaman (empowerment and

enhacement) lembaga penyalur yang sudah ada (2) pendampingan kepada nasabah (end user) dan (3)

fokus pada produk pembiayaan yang telah berhasil sehingga tidak menguji coba atau membuat produk

pembiayaan baru Dalam rangka pelaksanaan UMi pemerintah daerah dapat memberikan kontribusi dalam

melakukan sharing pendanaan untuk percepatan pembangunan di daerah pada umumnya dan secara

khusus meningkatkan kesempatan usaha bagi UMKM

Di Papua Barat penyaluran UMi bisa dikatakan belum maksimal Hal ini tercermin dari jumlah penyaluran UMi

pada tahun 2019 sebesar Rp249 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 603 orang Meskipun meningkat

pesat dari tahun sebelumnya yang hanya 38 debitur dengan nilai Rp3385 juta program pembiayaan UMi di

Papua Barat ke depannya masih perlu akselerasi yang melibatkan banyak pihak terutama peran dari

penyalur dan pemerintah daerah

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERKEMBANGAN

APBD

MODAL

PEGAWAI

BARANG

BANTUAN

KEUANGAN

37 T

67 T

59 T

4 T

649

957

798

932

DJPbKawalAPBN

BELANJA

238 T

PENDAPATAN

2631 T PAD 085 M

PENDAPATAN

TRANSFER 2423 T

LAIN-LAIN PENDAPATAN

YANG SAH 123 M

59

1

Perkembangan dan Analisis APBD

aerah dalam rangka pelaksanaan

pembangunan membutuhkan

pendanaan yang bersumber dari

penerimaan Saat ini sumber

penerimaan daerah lebih didominasi oleh

penerimaan dana transfer dari pemerintah

pusat sehingga ke depan secara bertahap

diharapkan terjadi peningkatan Pendapatan

Asli Daerah (PAD) Semua pengeluaran untuk

pembangunan daerah dan sumber dana yang

diperlukan tertuang dalam dokumen Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Dalam merencanakan sumber pendapatan

dan alokasi belanja pemerintah daerah harus

melihat kebutuhan riil masyarakat berdasarkan

potensi daerah dengan berorientasi pada

kepentingan skala prioritas pembangunan

Selain itu APBD merupakan salah satu

pendorong (key leverage) bagi pertumbuhan

ekonomi daerah untuk mewujudkan

D

BAB IV

Perkembangan dan Analisis

APBD

Tabel 41

Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian 2018 2019

Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi

PENDAPATAN 1897836 2010000 2871888 2631445

PAD 101669 93741 120311 85308

Pendapatan Transfer 1160168 1270382 2621834 2423110

Lain-lain pendapatan daerah yang sah 635999 645877 129743 123027

BELANJA 2326404 2125451 2761199 2380387

Belanja Pegawai 527915 362822 569984 370308

Belanja Barang 573797 639317 703366 673151

Belanja Bunga 920 855 4190 2698

Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534

Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697

Belanja Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379

Belanja Bagi Hasil 70423 36244 188050 184666

Belanja Bantuan 396960 394292 430177 401119

Belanja Modal 599050 529701 687700 548982

Belanja Tidak Terduga 2572 753 2959 851

PEMBIAYAAN NETTO 219308 190554 214342 84965

Penerimaan Pembiayaan 245578 220740 267673 182416

Pengeluaran Pembiayaan 26270 30187 53332 82905

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

60

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masyarakat yang sejahtera mandiri dan

berkeadilan

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

merupakan salah satu mesin pendorong

pertumbuhan ekonomi Selain itu APBD juga

sebagai alat pendorong dan salah satu

penentu tercapainya target dan sasaran makro

ekonomi daerah yang diarahkan untuk

mengatasi berbagai kendala dan

permasalahan pokok yang merupakan

tantangan dalam mewujudkan agenda

masyarakat yang sejahtera dan mandiri

Berdasarkan tabel 41 target pendapatan

APBD tahun 2019 seluruh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat mengalami kenaikan dari

Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2871888 miliar pada tahun 2019 atau

meningkat 5132 persen Kenaikan tersebut

disebabkan bertambahnya alokasi Dana Bagi

Hasil PajakBukan Pajak Begitu pula dengan

total alokasi belanja APBD pemerintah daerah

se-Provinsi Papua Barat yang ikut naik dengan

signifkan dari Rp2326404 miliar pada tahun

2018 menjadi Rp2761199 miliar atau 1869

persen di tahun ini Peningkatan pagu belanja

tersebut dikarenakan terdapat kenaikan yang

cukup signifikan pada pagu belanja modal dan

belanja pegawai Penyebabnya pada tahun

2019 prioritas nasional bidang infrastruktur di

Papua Barat kembali dilanjutkan disertai

dengan pelaksanaan program-program

mandatory lainnya Di samping itu terdapat

kenaikan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) pada

sebagian pemerintah

Apabila dilihat realisasinya sampai dengan

akhir tahun 2019 total pendapatan APBD

seluruh pemerintah daerah se- Provinsi Papua

Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik

3092 persen dibandingkan tahun sebelumnya

yang mencapai Rp20100 miliar Namun

demikian pendapatan dari komponen PAD

mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374

miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu

dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi

sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar

pada tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar

pada tahun 2019 Banyak faktor yang

mempengaruhi pencapaian realisasi

pendapatan dan belanja tersebut Diantara

faktornya yaitu perkembangan perekonomian

dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi

pelaksanaan berbagai kebijakan fiskal yang

dilaksanakan serta beberapa tantangan

terhadap perekonomian Provinsi Papua Barat

diantaranya adalah

1 Tingkat ketergantungan yang tinggi

terhadap sumber daya alam (raw material)

bernilai tambah rendah sehingga rentan

terhadap fluktuasi harga

2 Tingkat ketergantungan yang tinggi

terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dari

luar daerah

3 Belum maksimalnya fungsi dari Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) sehingga

menyebabkan biaya ekonomi tinggi

4 Kebijakan daerah yang kurang mendukung

investasi sehingga menyebabkan investor

kurang tertarik menanamkan modalnya

selain adanya ancaman dan gangguan

sosial

5 Kapasitas dan kualitas SDM masih lemah

sehingga mengakibatkan rendahnya daya

saing dan

6 Belum optimalnya pemanfaatan sumber

daya alam lokal diluar migas

A ANALISIS PENDAPATAN APBD

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara

61 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah

Daerah yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun

bersangkutan Pendapatan daerah tersebut

terdiri dari Pendapatan Asli Daerah Dana

Perimbangan dan Lain-lain pendapatan

daerah yang sah sebagaimana tersebut pada

tabel diatas yang dapat dirinci sebagai berikut

Apabila dilihat dari tabel 42 realisasi

pendapatan seluruh pemerintah daerah se-

Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

didominasi oleh pendapatan transfer mencapai

9208 persen dari total pendapatan daerah

Sedangkan kontribusi PAD terhadap total

pendapatan daerah di Provinsi Papua Barat

hanya berkisar diangka 324 persen dan sisanya

berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang

Sah sebesar 468 persen Hal ini mengindikasikan

bahwat tingkat ketergantungan pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pemerintah pusat relatif tinggi

A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah

Untuk mendukung program nawacita

pemerintah ketersediaan fiskal yang cukup

menjadi prasyarat utama Dengan ruang fiskal

yang cukup lebar pemerintah daerah lebih

leluasa dalam menggunakan alokasi

anggarannya untuk kegiatan yang mendorong

percepatan pembangunan regional dan

kesejahteraan masyarakatnya tanpa diganggu

kewajiban yang bersifat wajib seperti untuk

membiayai belanja pegawai dan belanja

barang dan jasa yang mengikat Kemandirian

pemerintah daerah dalam menentukan arah

pembangunan tergantung dari besarnya ruang

fiskal yang tersedia untuk kegiatan

pembangunan tersebut

Ruang fiskal yang dimiliki pemerintah darah di

Provinsi Papua Barat naik dari Rp1437371 miliar

pada tahun 2018 menjadi Rp2012965 pada

tahun 2019 Artinya semakin tinggi pendapatan

daerah diikuti semakin efisiennya belanja

birokrasi dan belanja yang sifatnya mengikat

pemerintah daerah memiliki kelonggaran yang

cukup besar dalam membiayai pembangunan

daerah sesuai dengan karakteristik regional

Tabel 42

Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah

se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Pendapatan Target Realisasi

PAD 120311 85308

Pajak Daerah 56667 51768

Retribusi Daerah 8847 4359

Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan 8668 3547

Lain-lain PAD yang Sah 46129 25633

PENDAPATAN TRANSFER 2621834 2423110

DBH Pajak dan Bukan Pajak 936223 752963

DAU 831150 831094

DAK 267917 248172

Dana Otonomi Khusus dan

Penyesuaian 401110 399538

Dana Desa 151692 151691

Dana Insentif Daerah (DID) 33743 39650

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH

YANG SAH 112088 87826

Hibah 18390 1648

Lain-lain 111352 121379

TOTAL PENDAPATAN 2871888 2631445

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 43

Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi

2018

Realisasi

2019

Pendapatan Daerah 2010000 2631445

DAK 267917 248172

Belanja Wajib 362822 362822

Ruang Fiskal 1437371 2012965

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

62

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

A2 Analisis Kemandirian Daerah

Rasio ini menggambarkan kontribusi PAD

terhadap total realisasi pendapatan daerah

Rasio kemandirian daerah seluruh pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat masuk dalam

kategori sangat rendah Pada tahun 2019

seluruh pemerintah daerah mempunyai rasio

kemandirian di bawah 20 persen bahkan ada

pemerintah daerah yang memiliki rasio

kemandirian di bawah 1 persen yaitu Kab

Maybrat Tambrauw Pegunungan Arfak Dan

Sorong Selatan Adapun rasio kemandirian

tertinggi dimiliki Kab Manokwari Selatan dan

Kota Sorong masing-masing sebesar 67 persen

dan 61 persen Hal ini mengindikasikan bahwa

tingkat ketergantungan seluruh pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pendanaan dari pemerintah pusat relatif sangat

tinggi

B ANALISIS BELANJA APBD

Belanja Daerah adalah semua kewajiban

daerah yang diakui sebagai pengurang nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun

anggaran yang bersangkutan Belanja daerah

dapat diklasifikasi berdasarkan fungsi jenis dan

lain sebagainya

Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa

faktor utama yang mempengaruhi pencapaian

realisasi belanja APBD di Provinsi Papua Barat

yaitu

1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai

sehingga memberikan pengaruh pada

capaian realisasi penyerapan anggaran

yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas

dan kualitas yang berdampak pada

akselerasi pembangunan di Provinsi Papua

Barat

2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan

oleh infrastruktur yang memadai

memberikan dampak pada ekonomi

dengan biaya tinggi (high cost economy)

sehingga hal ini menjadi beban bagi

pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat

investasi merupakan permasalahan dasar

bagi penciptaan lapangan kerja dan

penerimaan pajak pemerintah

3 Kondisi budaya masyarakat yang masih

eksklusif terhadap dinamika globalisasi

ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak

ulayat memberikan implikasi ketidakpastian

hukum dalam pelaksanaan investasi dan

pembangunan secara umum Hal-hal yang

terkait dengan penyelenggaraan proyek

yang berkaitan dengan hak ulayat sering

kali terdampak dari sisi ketepatan waktu

B1 Analisis Belanja Daerah Berdasarkan

Klasifikasi Fungsi

APBD dapat diklasifikasikan berdasarkan

fungsinya antara lain pelayanan umum

perumahan amp fasilitas umum pendidikan

ekonomi kesehatan perlindungan sosial

ketertiban amp keamanan lingkungan hidup dan

pariwisata amp budaya Alokasi anggaran pada

APBD Provinsi Papua Barat tahun 2019 per fungsi

disajikan pada grafik 42

06 07 09 09

18 18 19 19 21

27

40

51

61

67

00

20

40

60

80

Tam

bra

uw

Ma

yb

rat

Pe

gu

nu

ng

an

Arfa

k

So

ron

g S

ela

tan

Telu

k W

on

da

ma

Telu

k B

intu

ni

Fa

kfa

k

Ra

ja A

mp

at

Ka

ima

na

So

ron

g

Pe

me

rinta

h P

rov

insi

Ma

no

kw

ari

Ko

ta S

oro

ng

Ma

no

kw

ari S

ela

tan

Grafik 41

Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-

Provinsi Papua barat Tahun 2019 (persen)

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

63 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Bila dilihat dari grafik 42 alokasi terbesar pada

APBD tahun 2019 Provinsi Papua Barat

digunakan untuk fungsi pelayanan umum

sebesar Rp7230 miliar kemudian perumahan amp

fasilitas umum sebesar Rp3383 miliar Hal ini

menunjukan fokus dari belanja pemerintah

daerah di Provinsi papua Barat sudah tepat

mengingat peran utama dari eksekutif yaitu

memberikan pelayanan kepada masyarakat

Namun yang perlu digaris bawahi adalah porsi

alokasi untuk fungsi pariwisata amp budaya relatif

masih sangat kecil Padahal potensi

pengembangan pariwisata di Provinsi Papua

Barat sangat besar semisal Taman Wisata Raja

Ampat dan Teluk Cendrawasih yang telah

diakui oleh dunia internasional

B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis

Belanja (Sifat Ekonomi)

Berdasarkan jenisnya belanja dapat

dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu

belanja langsung berupa belanja barang dan

jasa belanja modal dan belanja tidak langsung

berupa belanja pegawai belanja bunga

belanja hibah dan belanja bantuan sosial

Apabila dilihat dari trennya sebagian besar jenis

belanja mengalami kenaikan alokasi

dibandingkan tahun sebelumnya kecuali untuk

belanja subsidi dan belanja tidak terduga yang

mengalami penurunan Terdapat dua jenis

belanja yang mendapatkan porsi besar di

Provinsi Papua Barat yaitu belanja pegawai

dan belanja barang Dilihat dari persentase

belanja kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi

Papua Barat menitikberatkan pada sektor

produktif dengan porsi belanja langsung yang

lebih besar dibandingkan dengan belanja tidak

langsung

C PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH

C1 Bentuk Investasi Daerah

Sesuai Permendagri Nomor 52 Tahun 2012

tentang Pedoman Pengelolaan Investasi

Pemerintah Daerah Investasi Pemerintah

Daerah adalah penempatan sejumlah dana

danatau barang milik daerah oleh pemerintah

daerah dalam jangka panjang untuk investasi

pembelian surat berharga dan investasi

langsung yang mampu mengembalikan nilai

pokok ditambah dengan manfaat ekonomi

Tabel 44

Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp)

Uraian 2018 2019

Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi

Belanja

Pegawai 527915 362822 569984 370308

Belanja Barang 573797 639317 703366 673151

Belanja Bunga 920 855 4190 2698

Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534

Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697

Belanja

Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379

Belanja Bagi

Hasil 70423 36244 188050 184666

Belanja

Bantuan 396960 394292 430177 401119

Belanja Modal 599050 529701 687700 548982

Belanja Tidak

Terduga 2572 753 2959 851

Total 2326404 2125451 2761199 2380387

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

723029

338303

172704

139109

135212

33103

21828

18421

000 1000000

Pelayanan Umum

Perumahan amp Fasilitas Umum

Pendidikan

Ekonomi

Kesehatan

Perlindungan Sosial

Ketertiban amp Keamanan

Lingkungan Hidup

Grafik 42

Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah

se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 per Fungsi

(miliar Rp)

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

64

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sosial danatau manfaat lainnya dalam jangka

waktu tertentu Bentuk investasi daerah tersebut

dapat berupa investasi surat berharga

danatau investasi langsung Bentuk investasi

daerah di Provinsi Papua Barat disajikan pada

tabel 45

Dari tabel di atas total realisasi penyertaan

modal (investasi) pemerintah daerah se-Provinsi

Papua Barat tahun 2019 sebesar Rp14652 miliar

yang dilakukan 12 pemerintah daerah Realisasi

penyertaan modal (investasi) tertinggi yaitu

pemerintah provinsi Papua Barat sebesar Rp100

miliar dan Kab Teluk Bintuni sebesar Rp2276

miliar

C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Untuk memberikan gambaran terkait

perkembangan investasi BUMD dapat dilihat

dari nilai SLA (Subsidary Loan Agreement) BUMD

yang ada di Provinsi Papua Barat Sampai

dengan tahun 2019 nilai SLA PDAM Manokwari

sebesar Rp729 miliar dan tidak memiliki

tunggakan Sementara itu SLA PDAM Sorong

mencapai Rp815 miliar dengan tunggakan

sebesar Rp1614 miliar termasuk utang pokok

dan cicilan bunga

D SILPA DAN PEMBIAYAAN

D1 Perkembangan Defisit APBD

Perkembangan surplus defisit APBD dapat

dilihat menggunakan empat rasio sebagai

berikut

Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai

berikut

a Rasio surplus APBD terhadap total

pendapatan daerah mencerminkan

performa fiskal pemerintah daerah dalam

menghimpun pendapatan untuk menutup

belanja dalam kondisi pendapatan tertentu

Rasio surplus tersebut menunjukkan

peningkatan di tahun 2019 dibandingkan

tahun sebelumnya dimana hal ini

menggambarkan menguatnya kinerja fiskal

karena kemampuan pendapatan untuk

membiayai belanja meningkat meskipun

didorong oleh kenaikan pendapatan

transfer

Tabel 46

SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah)

Nama BUMD Nilai SLA Total

Tunggakan

PDAM Manokwari 7296812055 -

PDAM Sorong 8148975554 16139934223

Sumber SLIM (data diolah)

Tabel 45

Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah

Daerah se- Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rupiah)

Pemda Nilai

Prov Papua Barat 100000000000

Fakfak 3000000000

Manokwari 1000000000

Sorong 2000000000

Kota Sorong 2765000000

Sorong Selatan 3000000000

Teluk Bintuni 22759259260

Teluk Wondama 3000000000

Maybrat 2000000000

Tambrauw 3500000000

Manokwari Selatan 2000000000

Pegunungan Arfak 3000000000

Total 146524259260

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 47

Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat

Tahun

Surplus

terhadap

Pendapatan

Surplus

terhadap

Realisasi

Dana

Transfer

Surplus

terhadap

PDRB

SILPA

Terhadap

Alokasi

Belanja

2019 00954 01370 00298 01270

2018 00574 00540 00137 00323

2017 01354 01456 01747 01931

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

65 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

b Rasio surplus APBD terhadap dana transfer

digunakan untuk mengetahui proporsi

surplus terhadap salah satu sumber

pendapatan daerah yakni dana transfer Di

tahun 2019 rasio ini mengalami peningkatan

sehingga menunjukkan ketergantungan

pemerintah daerah terhadap dana transfer

sebagai penopang belanja daerah yang

semakin besar dibandingkan tahun lalu

c Rasio surplus APBD terhadap PDRB

menggambarkan kesehatan ekonomi

regional Rasio ini pada tahun 2019

menunjukan adanya kenaikan yang berarti

bahwa produksi barang dan jasa yang

dihasilkan semakin meningkat untuk

membiayai hutang akibat defisit anggaran

d Rasio SILPA terhadap alokasi belanja APBD

mencerminkan proporsi belanja atau

kegiatan yang tidak digunakan dengan

efektif oleh pemerintah daerah Rasio SILPA

yang membesar memperlihatkan bahwa

Provinsi Papua Barat belum dapat

menggunakan anggarannya secara efektif

D2 Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah merupakan transaksi

keuangan daerah yang dimaksudkan untuk

menutup selisih antara pendapatan daerah

dan belanja daerah Pembiayaan pemerintah

daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan

dan pengeluaran pembiayaan Keseimbangan

primer mencerminkan indikasi likuiditas tanpa

dipengaruhi belanja terkait hutang semakin

besar surplus keseimbangan primer semakin

baik kemampuan dalam membiayai defisit

Dari tabel 48 keseimbangan umum di Papua

Barat pada tahun 2019 menunjukkan nilai surplus

sebesar Rp251058 milliar Hal ini

mengindikasikan bahwa kebijakan fiskal yang

dilakukan bersifat kontraktif Sementara itu

keseimbangan primer APBD di Papua Barat juga

menunjukkan angka yang positif setelah

mengeluarkan komponen belanja bunga

Kenaikan nilai pada keseimbangan primer

tahun 2019 disebabkan pendapatan transfer

dari pemerintah pusat yang meningkat pesat

jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya

E PENGELOLAAN BLU DAERAH

E1 Profil dan jenis layanan satker BLU daerah

BLUD yang ada di wilayah kerja Kanwil DJPb

Provinsi Papua Barat diantaranya Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Manokwari Yang

melandasi penetapan RSUD Manokwari

sebagai BLUD bertahap yaitu Surat Keputusan

Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun 2015

tanggal 8 April 2015 RSUD Manokwari adalah

rumah sakit Type C sesuai dengan Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

531 MENKES SKVI1996 Tanggal 5 Juni 1996

RSUD ini merupakan peninggalan Belanda yang

dibangun tahun 1950 dan berdiri di atas lahan

seluas plusmn 37424 m2 dengan total luas bangunan

gedung plusmn 9283 m2 dengan kapasitas

tempat tidur sebanyak 163 tempat tidur

Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari

terletak di Kelurahan Manokwari Timur

Distrik Manokwari Kabupaten Manokwari

Provinsi Papua Barat

RSUD Manokwari dipimpin oleh seorang

Direktur setingkat dengan Eselon IIA

Tabel 48

Rasio Keseimbangan Umum amp Primer Provinsi Papua Barat

Tahun Pendapatan

APBD

Belanja

APBD

Belanja

Bunga

Keseimbangan

Umum

Keseimbangan

Primer

2019 2631445 2380387 2698 251058 248360

2018 2010000 2125451 855 -115451 -116306

2017 1968523 1701927 1448 266596 265148

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

66

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Direktur membawahi 1 (satu) orang Sekretaris

dan 3 (tiga) orang Kepala Bidang yaitu Bidang

Pelayanan Medik Bidang Perawatan Bidang

Perencanaan dan Pengembangan Sarana

Prasarana Sementara itu sekretaris

membawahi 3 ( tiga ) Sub Bagian yaitu Sub

Bidang Umum dan Kepegawaian Sub Bidang

Program Evaluasi dan Pelaporan dan Sub

Bidang Keuangan dan Aset sedangkan Kepala

Bidang masing ndash masing membawahi 2 (dua)

Sub Bidang Bidang Pelayanan Medik

membawahi Sub Bidang Pelayanan Medik dan

Sub Bidang Pelayanan Penunjang Medik

Bidang Perawatan membawahi Sub Bidang

Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan dan

Sub Bidang Sumber Daya Keperawatan sedang

Bidang Perencanaan dan Pengembangan

Sarana Prasarana membawahi Sub Bidang

Penyusunan Program dan Pengembangan Sub

Bidang Monitoring dan Evaluasi

Jenis layanan yang terdapat pada RSUD

Manokwari diantaranya pelayanan medik

pelayanan penunjang medik dan non medik

pelayanan asuhan perawatan pelayanan

rujukan penyelenggaraan pendidikan dan

pelatihan dan penyelenggaraan penelitian

dan pengembangan

Sementara itu jumlah pasien RSUD Manokwari

sebesar 54989 orang dengan rincian 43554

orang menggunakan fasilitas AskesBPJSKIS

dan 11345 orang merupakan pasien

mandiriswasta

E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah

Dalam menunjang Operasional RSUD

Manokwari terdapat kegiatan-kegiatan

rutinitas guna menjalankan tugas pokok dan

fungsi yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung

dan Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung

adalah belanja pegawaipersonalia berupa

pembayaran gaji bulanan kepada Pegawai

Negeri Sipil (PNS) di lingkungan RSUD Manokwari

Belanja Langsung adalah belanja kegiatan

rutin antara lain belanja alat tulis kantor belanja

makanan dan minuman belanja pemeliharaan

rutinberkala gedung kantor pemeliharaan

rutinberkala kendaraan dinas pembayaran

rekening listrik belanja perjalanan dinas dan

lain-lain

Tabel 410

Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019

Berdasarkan Jenis Perawatan

Jenis Pasien

Jumlah Pasien

Askes

BPJS KIS

Swasta

mandiri

Pasien Rawat Jalan 34530 9657

Pasien Rawat Inap 9024 1688

Total 43554 11345

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Tabel 49

Profil Anggaran RSUD Manokwari

Uraian Alokasi Dana Sumber

Dana

Rutin

Belanja Langsung 21543957702

Belanja Tidak

Langsung 17880608199

Program-program -

Peningkatan

Kapasitas

Sumberdaya Aparatur

906990000 Otonomi

Khusus

Obat dan Perbekalan

Kesehatan 6411007419

Otonomi

Khusus

Standarisasi

Pelayanan Kesehatan 420000000 DAK

Peningkatan Sarana

dan Prasarana Rumah

Sakit Rumah Sakit

Jiwa Rumah Sakit

Paru ndash Paru

708750000 Otonomi

Khusus

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

67 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Dalam menunjang kegiatannya RSUD

Manokwari mengelola aset baik aset tidak

bergerak maupun aset bergerak dengan

rincian dapat dilihat pada tabel 411

E3 Analisis legal

Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum

Daerah terdapat beberapa peraturan yang

mengatur pengelolaan teknis maupun

pengelolaan keuangan bahkan peraturan

tersebut sampai ke tingkat peraturan

bupatiwalikota Analisis legal aspek

pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari

dapat dilihat pada tabel 412

F ANALISIS APBD LAINNYA

Analisis ini terdiri dari analisis horizontal analisis

vertikal serta kapasitas fiskal yang digunakan

untuk memberikan gambaran kinerja

pelaksanaan APBD di Provinsi Papua Barat

F1 Analisis Horizontal

Analisis ini membandingkan angka-angka

dalam laporan realisasi pemerintah daerah satu

dengan lainnya dalam satu provinsi Selain itu

analisis ini membandingkan perubahan

keuangan dalam satu pos APBD yang sama

pada satu Provinsi Analisis ini bertujuan untuk

menyajikan informasi utuh terkait kinerja suatu

pos antar pemerintah daerah dan

perkembangannya dari waktu ke waktu

Bila dilihat dari tabel 413 daerah dengan

realisasi PAD terbesar berasal dari Provinsi Papua

Barat sebesar Rp0465 triliun sedangkan

Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten

Maybrat mempunyai realisasi terkecil dengan

nilai masing-masing Rp7 miliar dan Rp6 miliar

Sedangkan pada sisi belanja daerah dengan

realisasi terbesar adalah Provinsi sebesar Rp914

triliun sedangkan realisasi terkecil adalah

Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kota Sorong

masing-masing sebesar Rp807 miliar dan Rp592

miliar Sementara itu defisit anggaran terjadi

pada 3 kabupaten yaitu Kabupaten Sorong

Selatan Kabupaten Tambraw dan Kabupaten

Manokwari Selatan

F2 Analisis Vertikal

Analisis vertikal merupakan analisis yang

membandingkan setiap pos terhadap total

dalam satu komponen APBD yang sama

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui

besarnya kontribusi suatu pos sehingga

diketahui pengaruhnya

Tabel 411

Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019

Uraian Kuantitas Keterangan

Aset Tidak Bergerak

Tanah 37424 m2

Bangunan 9283 m2

(32 unit)

Terdiri dari gedung

dan rumah dinas

Aset Bergerak

Kendaraan dinas

(roda 4) 22 unit

Kendaraan dinas

(roda 2) 3 unit

Inventaris kantor PC unit meubelair

lemari arsip lemari dll

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari

Aspek Uraian

Kelembagaan Keputusan Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun

2015 tanggal 8 April 2015

Tata Kelola Peraturan daerah Nomor 13 tahun 2008 tentang

Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja

Lembaga Teknis Daerah Di Lingkungan

Pemerintah Kabupaten Manokwari

Peraturan Bupati Manokwari Nomor 13 tahun

2009 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi

Jabatan Struktural pada Lembaga Teknis Daerah

Kabupaten Manokwari

SDM Jumlah Pegawai RSUD Manokwari per Maret 2018

sebanyak 406 orang yang terdiri dari Pegawai

Negeri Sipil (PNS) Organik Pemerintah Kab

Manokwari sebanyak 223 orang dan PNS Titipan dari

Provinsi Kabupaten lain sebanyak 12 orang dan

tenaga Honorer dan magang sebanyak 171 orang

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

68

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Bila dilihat pada tabel 414 rata-rata kontribusi

PAD terhadap pendapatan daerah tiap

kabupaten kota di Papua Barat tahun 2019

tidak mencapai angka 6 hanya Kabupaten

Manokwari dan Kabupaten Manokwari Selatan

yang memiliki PAD diatas 6 persen dimana

Kabupaten Manokwari menjadi yang terbesar

dengan kontribusi PAD mencapai 613 persen

Bahkan di beberapa daerah seperti Kabupaten

Maybrat Kabupaten Tambrauw dan

Kabupaten Pegunungan Arfak kontribusi PAD

hanya di bawah 1 persen Angka ini sangat jauh

di bawah angka kontribusi pendapatan transfer

yang mencapai rata-rata sebesar 90 persen

pada tiap kabupaten kota Hal ini

mengindikasikan bahwa pendapatan pemda

kabupaten kota di Papua Barat hampir

seluruhnya bergantung terhadap pendapatan

transfer dari pemerintah pusat Pemda seperti

Kab Fakfak Kab Kaimana dan Pemerintah

Provinsi bahkan mempunyai persentase

pendapatan transfer sebagai pos utama

pendapatan mencapai angka lebih dari 96

persen

Berdasarkan tabel 415 realisasi belanja tahun

2019 kabupaten kota di Provinsi Papua Barat

menitikberatkan pada belanja barang jasa

Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp)

Uraian Provinsi Fakfak Manok

wari Sorong

Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wonda

ma

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

Total

Pendapatan 15628 1297 1029 1895 0990 1459 1030 2486 0966 1058 1013 1183 0789 1002

PAD 0465 0035 0063 0030 0050 0028 0007 0047 0017 0041 0006 0008 0048 0007

Pendapatan

Transfer 11215 0876 0800 1092 0701 1042 0689 1940 0678 0765 0666 0785 0503 0564

LPDS 3949 0386 0166 0772 0239 0389 0333 0498 0270 0252 0341 0390 0238 0431

Total Belanja 9135 1296 0999 1841 0592 1419 1047 1684 0912 1001 0897 1356 0817 0807

Surplus

Defisit 6493 0002 0030 0054 0398 0040 -0017 0801 0054 0056 0116 -0173 -0029 0195

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 414

Analisis Vertikal Pendapatan APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (persen)

Uraian Provinsi Fakfak Manokwari Sorong Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wonda

ma

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

PAD 2975 2698 6131 1598 5067 1898 0727 1895 1797 3838 0632 0663 6077 0717

Pajak Daerah 2314 0572 4666 0668 4109 0452 0093 0996 0541 0734 0042 0071 0084 0000

Retribusi Daerah 0023 0387 0364 0153 0735 0305 0085 0045 0671 0733 0006 0003 0043 0000

HPKD 0110 0240 0000 0094 0005 0261 0262 0117 0161 0095 0050 0078 0000 0000

Lain-lain PAD yang

sah 0528 1499 1101 0684 0217 0880 0286 0737 0424 2276 0540 0510 5951 0717

Pendapatan Transfer 97021 97302 85172 79782 88122 90199 82923 93184 90728 96162 81597 83238 80323 72901

DBH 33978 4889 6431 14271 6224 7145 5690 49535 6512 6325 5915 4725 7139 6165

DAU 9365 53776 53671 28881 52047 46889 46145 22608 47680 58969 44876 44904 45033 38742

DAK 3155 8886 17662 13960 12523 15915 14521 5533 16039 7036 14945 16753 11547 11358

DBH Pemda

lainnya 0000 6360 2191 0969 2479 7984 1131 0619 1071 0745 0579 0742 0259 0388

Dana Penyesuaian

dan Otsus 25261 23391 5217 21165 14849 10778 14832 14506 19427 23087 15282 16115 16346 16249

LPDS 0005 0000 0486 9383 6811 0723 0000 4922 7475 0000 17423 1139 13600 12382

Hibah 0005 0000 0486 0000 0000 0630 0000 0008 0000 0000 0000 0042 0000 0000

Lain-lain 0000 0000 0000 9383 6811 0092 0000 4914 7475 0000 17423 1097 13600 12382

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

69 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

dan belanja modal Hal ini terlihat dari 11

kabupaten kota yang persentase pos kedua

belanja tersebut lebih dari 50 Dengan

besarnya porsi belanja barang jasa dan modal

mengindikasikan adanya kebijakan belanja

pemerintah daerah yang diarahkan pada

sektor produktif guna mendorong

perekonomian daerah dan upaya dalam

mengejar ketertinggalan dengan daerah lain

dalam ketersediaan

infrastruktur

F3 Analisis Kapasitas

Fiskal Daerah

Analisis kapasitas fiskal

daerah adalah analisis

yang digunakan untuk

mengukur kemampuan

keuangan daerah yang

dicerminkan melalui

penerimaan umum

APBD (tidak termasuk

dana alokasi khusus

dana darurat dana

pinjaman lama dan

penerimaan lain yang

penggunaannya

dibatasi untuk membiayai pengeluaran

tertentu) yang digunakan untuk membiayai

tugas pemerintahan daerah setelah dikurangi

belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah

penduduk miskin sebagaimana dimaksud

dalam peraturan yang mengatur tentang peta

kapasitas fiskal daerah Berikut ini kapasitas fiskal

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

Tabel 415

Analisis Vertikal Belanja APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Uraian Provinsi Fakfak Manok

wari Sorong

Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wond

ama

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

Belanja

Pegawai 7651 27384 26717 22263 44577 24684 21547 14975 21897 20263 20307 9513 10642 9906

Belanja Barang 21125 29208 26559 22050 26375 42275 35726 37509 35456 32931 23851 39795 38031 33785

Belanja Bunga 0000 0000 0000 0000 2067 0000 0519 0000 0000 0000 0000 0506 0301 0000

Belanja Subsidi 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 1373 0281 0000 0000 0000 0000

Belanja Hibah 9316 1897 3995 3878 1139 0481 1426 1351 3125 3181 1096 1085 8341 0712

Belanja BanSos 0580 1921 2592 0333 2362 2034 3305 19398 1598 6713 3266 2361 2695 11707

Belanja

Bantuan

Keuangan

20202 0096 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000

Belanja bagi

hasil 22050 17580 18336 14591 0160 10381 15343 0000 14113 14225 24884 17407 14762 19499

Belanja Tidak

Terduga 0000 0128 0022 0004 0037 0000 0189 0000 0167 0001 0011 0000 0031 0307

Belanja Modal 19077 21785 21779 36882 23284 20145 21945 26768 22271 22406 26585 29333 25196 24084

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 416

Analisis Fiskal APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Pemda PAD DBH DAU LP BP Penduduk

Misikin

Kapasitas

Fiskal Indeks

1 2 3 4 5 6 7

8

[(2+3+4+5)-

6) 7]

9

Prov Papua Barat 46490 531011 146362 146362 69888 207944 38488 0466

Fakfak 3501 6343 69773 69773 35486 18730 60813 0736

Kab Manokwari 6310 6619 55236 55236 26703 37730 25629 0310

Kab Sorong 3029 27044 54729 54729 40979 26100 37760 0457

Kota Sorong 5016 6162 51523 51523 26378 38880 22594 0273

Raja Ampat 2769 10425 68414 68414 35024 8500 135292 1638

Sorong Selatan 748 5858 47509 47509 22549 8760 90269 1093

Teluk Bintuni 4710 123132 56198 56198 25225 19640 109478 1325

Teluk Wondama 1735 6288 46046 46046 19970 10530 76111 0921

Kaimana 4059 6689 62367 62367 20293 9660 119244 1443

Maybrat 640 5994 45470 45470 18219 13120 60484 0732

Tambrauw 784 5590 53120 53120 12898 4770 209049 2530

Manokwari Selatan 4793 5630 35517 35517 8698 7240 100495 1216

Pegunungan Arfak 718 6179 38829 38829 7999 10800 70887 0858

Jumlah 85301 752963 831094 831094 370308

Rata-rata 82614

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

70

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Dengan mengetahui indeks kapasitas fiskal

masing-masing kabupaten kota maka dapat

ditentukan kemampuan keuangan masing-

masing daerah Berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 54PMK072014 tentang Peta

Kapasitas Fiskal Daerah indeks kapasitas fiskal

daerah kabupaten kota di Provinsi Papua

Barat dapat dikelompokkan menjadi empat

kuadran sebagaimana pada tabel 417

Dari kabupaten kota di Papua Barat terdapat

satu daerah dengan kapasitas fiskal sangat

tinggi yang ditunjukkan dalam kuadran IV yaitu

Kab Tambrauw Namun terdapat empat

daerah yang masuk kategori sangat rendah

kapasitas fiskalnya yang terletak di kuadran I

Apabila melihat perbandingan jumlah daerah

pada kuadran I dan II dengan daerah pada

kuadran III dan IV maka terdapat perbandingan

yang hampir seimbang Dari tabel di atas dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat

ketimpangan kapasitas fiskal pada kabupaten

kota di Provinsi Papua Barat

G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN (FISCAL

HEALTH INDEX)

Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU)

Nomor 22 Tahun 1999 (sebagaimana diubah

menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang

Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun

1999 (sebagaimana diubah menjadi UU Nomor

33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah terjadi perubahan mendasar dalam

sistem pemerintahan daerah di Indonesia

dengan titik berat pembangunan daerah

berada pada tingkat kabupaten kota Salah

satu perubahan yang terjadi adalah

diimplementasikannya desentralisasi fiskal yang

lebih luas bagi daerah Arah dari kebijakan

desentralisasi diharapkan dapat menghindari

inefisiensi dari perekonomian (Prudrsquohomme

1995)

Desentralisasi fiskal menurut Davey (2003)

merupakan pembagian kewenangan belanja

dan pendapatan antar tingkat pemerintahan

Dari sisi belanja kewenangan desentralisasi

didasarkan pada prinsip agar pengalokasian

sumber daya menjadi lebih efisien dan efektif

Hal ini diasumsikan bahwa daerah lebih

mengerti kebutuhan masyarakat sehingga

pengalokasian sumber daya menjadi lebih

responsif dalam menjawab kebutuhan

masyarakat Adapun dari sisi pendapatan

diberikannya kewenangan desentralisasi

kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi

masyarakat untuk mendanai pelayanan publik

menjadi lebih tinggi karena dapat merasakan

langsung manfaat yang dirasakan Dalam

pelaksanaan desentralisasi fiskal pemerintah

pusat mengatur prinsip-prinsip pengelolaan

keuangan daerah bukan aturan secara

terperinci sehingga kondisi keuangan diantara

pemerintah daerah yang satu dan lainnya

menjadi bermacam-macam Perbedaan

dalam kondisi keuangan tersebut menuntut

suatu kebutuhan akan tingkat kesehatan dalam

mengelola keuangan daerah Sebagai pihak

yang bertanggung jawab terhadap pelayanan

publik pemerintah daerah dituntut lebih

Tabel 417

Kuadran kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Kuadran I

(Indeks Kapasitas Fiskal le05)

Kuadran III

(1leIndeks Kapasitas Fiskal lt2)

Provinsi Papua Barat

Kab Manokwari

Kab Sorong

Kota Sorong

Kab Sorong Selatan

Kab Teluk Bintuni

Kab Manokwari Selatan

Kab Kaimana

Kab Raja Ampat

Kuadran II

(05ltIndeks Kapasitas Fiskal lt1)

Kuadran IV

(Indeks Kapasitas Fiskal ge 2)

Kab Fakfak

Kab Teluk Wondama

Kab Maybrat

Kab Pegunungan Arfak

Kab Tambrauw

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

71 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

memahami kondisi kesehatan keuangannya

Hal ini dikarenakan dalam kondisi kesehatan

keuangan yang buruk pemerintah daerah tidak

akan mampu memberikan layanan publik yang

baik kepada warganya (Carmeli 2008)

Berbeda dengan sektor publik penilaian kondisi

kesehatan keuangan pada sektor private telah

dilakukan sejak lama Di sektor bisnis Beaver

(1966) dan Altman (1968) telah membangun

model untuk menilai kondisi keuangan sektor

swasta Namun setelah terjadi masalah

keuangan yang melanda banyak pemerintah

daerah di seluruh dunia penelitian mengenai

kondisi kesehatan pemerintah daerah secara

intensif mulai dilakukan Pada tahun 1980 di

Amerika Serikat terjadi permasalahan keuangan

yang melanda Kota New York Cleveland

Miami Pittsburgh dan Philadelphia (Kloha et al

2005) Hal yang sama terjadi pada tahun 1980-

an dimana sebagian pemerintah daerah di

Belanda dan Inggris mengalami kondisi kesulitan

keuangan (Carmeli 2008) Begitu juga yang

dialami pemerintah daerah di Australia (Dollery

et al 2006) dan Jepang (Takahashi 2009) yang

menghadapi permasalahan keuangan yang

sulit Kondisi tersebut mendorong para ahli

keuangan publik dan banyak peneliti membuat

suatu model ataupun formula untuk

mengevaluasi kondisi keuangan pemerintah

daerah sehingga dapat mendeteksi sejak dini

(early warning system) gejala kesulitan

keuangan

Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli

ataupun lembaga profesional untuk

mendifinisikan kondisi keuangan pemerintah

The Canadian Institute of Chartered

Accountants (CICA 1997) memberikan definisi

kondisi keuangan pemerintah daerah sebagai

kesehatan keuangan (fiscal health) yang diukur

melalui aspek keberlanjutan kerentanan dan

fleksibiltas dalam lingkungan ekonomi maupun

keuangan Aspek keberlanjutan merupakan

kemampuan pemerintah daerah untuk

mempertahankan program yang sudah ada

tanpa menimbulkan kewajiban baru pada

perekonomian Sedangkan aspek kerentanan

merupakan kondisi ketergantungan pemerintah

daerah sehingga menjadi rentan terhadap

sumber pendanaan yang berasal di luar

kendali Aspek fleksibilitas keuangan merupakan

kemampuan pemerintah daerah untuk

meningkatkan kapasitas keuangan seiring

adanya peningkatan komitmen baik melalui

peningkatan pendapatan atau kapasitas

utang Definisi lain dikemukakan Nollenberger et

al (2003) yang menyebutkan kondisi keuangan

pemerintah daerah merupakan tingkat

solvabilitas keuangan pemerintah daerah yang

terdiri dari solvabilitas kas solvabilitas anggaran

solvabilitas jangka penjang dan solvabilitas

layanan Adapun Kloha et al (2005)

memberikan definisi kondisi keuangan

pemerintah daerah dalam konteks tekanan

keuangan (fiscal distress) yaitu kemampuan

pemerintah daerah untuk memenuhi standar

operasi hutang dan kebutuhan masyarakat

selama beberapa tahun berturut-turut

Kondisi kesehatan keuangan (fiscal health)

yang baik diantaranya ditunjukkan oleh

kemampuan pemerintah daerah untuk

menutup kewajiban operasional (solvabilitas

anggaran) kemampuan untuk melaksanakan

hak-hak keuangan secara efektif dan efisien

(kemandirian keuangan) kemampuan untuk

memberikan pelayanan sesuai standar dan

kualitas yang dibutuhkan masyarakat

(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk

mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa

datang seperti bencana alam atau bencana

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

72

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sosial (fleksibilitas keuangan) Oleh karena itu

ada 4 (empat) dimensi untuk mengukur kondisi

kesehatan keuangan (fiscal helath) pemerintah

daerah yaitu solvabilitas anggaran kemandirian

keuangan solvabilitas layanan dan fleksibilitas

keuangan

Untuk mengetahui kondisi keuangan

pemerintah daerah yang ada di Papua Barat

digunakan langkah-langkah sebagai berikut

1 Menghitung nilai rasio masing-masing

dimensi penyusun indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index)

2 Menghitung indeks rasio dan indeks dimensi

- Untuk menghitung indeks rasio digunakan

rumus

(Nilai Aktual minus Nilai Terendah)

(Nilai Tertinggi minus Nilai Terendah)

- Untuk menghitung indeks dimensi

digunakan rata-rata aritmatika dari seluruh

indeks rasio yang ada

3 Menghitung indeks kesehatan keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah

Indeks kondisi kesehatan keuangan (fiscal

health index) dihitung dengan

menggunakan rata-rata tertimbang dari

seluruh indeks dimensi yang ada

G1 Solvabilitas Anggaran

Solvabilitas anggaran menunjukan seberapa

besar kemampuan pemerintah daerah

memenuhi kegiatan operasi menggunakan

pendapatan yang diperoleh (Nollenberger et

al 2003) Pendapatan yang dimaksud

merupakan pendapatan normal yang tiap

tahun senantiasa didapatkan pemerintah

daerah bukan pendapatan yang terkadang

diperoleh pada tahun-tahun tertentu saja Oleh

karena itu rasio yang digunakan untuk

menunjukan solvabilitas anggaran suatu

pemerintah daerah adalah sebagai berikut

Tabel 418

Rasio Solvabilitas Anggaran

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A (Total Pendapatan - DAK) (Total Belanja -

Belanja Modal)

Rasio B (Total Pendapatan - DAK) Belanja Pegawai

Rasio C (Total Pendapatan Total Belanja)

Pengurangan pendapatan DAK dari total

pendapatan karena pendapatan tersebut

bukan merupakan pendapatan yang bersifat

normal dan berada di luar kendali pemerintah

daerah Untuk rasio A pengurangan belanja

modal dikarenakan belanja tersebut bukan

merupakan kegiatan operasional pemerintah

daerah Adapun untuk rasio B penggunaan

belanja pegawai sebagai penyebut lebih

disebabkan karena porsi belanja tersebut saat

ini merupakan yang terbesar dari belanja

operasional pemerintah daerah Semakin tinggi

nilai rasio yang ada menunjukan bahwa

semakin banyak pendapatan pemerintah

daerah untuk menutup belanja operasional Hal

ini berarti semakin tinggi nilai rasio maka

semakin baik solvabilitas anggaran yang dimiliki

oleh suatu pemerintah daerah Dari data yang

diperoleh rasio solvabilitas anggaran seluruh

Gambar 41

Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan

ngan

73 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

terlihat pada tabel 419

Dari tabel di atas jika dilihat secara menyuluruh

rasio solvabilitas anggaran kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat menunjukan tren yang

meningkat Artinya semua daerah memiliki

solvabilitas anggaran yang semakin baik

Pendapatan normal yang diperoleh pemerintah

daerah untuk meng-cover kebutuhan belanja

semakin meningkat Dari seluruh daerah yang

ada peningkatan rasio solvabilitas anggaran

terbaik dimiliki Kab Kaimana dan Kab

Pegunungan Arfak Hal ini mengindikasikan

bahwa sebagai daerah otonom baru kedua

pemerintah daerah tersebut semakin giat untuk

mencari sumber-sumber pendapatan untuk

menutup semua kebutuhan belanja

G2 Kemandirian Keuangan

Kemandirian keuangan menunjukan

kemampuan pemerintah daerah untuk

mendapatkan sumber pendanaan secara

mandiri dan tidak rentan terhadap sumber

pendanaan di luar kendalinya (Canadian

Institute of Chartered Accountants CICA 1997)

Kemandirian keuangan juga dapat diartikan

sebagai kemampuan pemerintah daerah untuk

memenuhi kebutuhannya dengan sumber-

sumber pendanaan yang mampu diperoleh

secara mandiri tidak tergantung pada pihak

luar Berdasarkan pengertian tersebut rasio

yang digunakan untuk menunjukan

kemandirian keuangan suatu pemerintah

daerah adalah sebagai berikut

Tabel 420

Rasio Kemandirian Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A Total Pendapatan Asli Daerah Total

Pendapatan

Rasio B Total Pendapatan Asli Daerah Total Belanja

Nilai rasio yang meningkat menunjukan bahwa

semakin banyak pendapatan yang diperoleh

pemerintah daerah secara mandiri untuk

memenuhi kebutuhannya Dengan demikian

semakin tinggi nilai rasio maka semakin baik

kemandirian keuangan yang dimiliki oleh suatu

pemerintah daerah Menurut Tim KKD FE UGM

untuk menentukan tolak ukur kemandirian

keuangan daerah dapat menggunakan enam

kategori sebagaimana pada tabel 421

Tabel 419

Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019

Daerah

Rasio A Rasio B Rasio C

2018 2019 2018 2019 2018 2019

Kabupaten

Sorong 116 124 290 353 096 093

Kota Sorong 152 191 238 328 121 167

Manokwari 126 098 251 286 118 095

Manokwari

Selatan 105 114 334 802 097 096

Fakfak 100 117 191 333 098 100

Kaimana 147 331 428 721 134 361

Teluk

Wondama 107 114 303 406 095 106

Teluk Bintuni 107 190 330 927 071 147

Pegunungan

Arfak 140 205 557 813 115 245

Sorong

Selatan 097 086 245 313 088 082

Raja Ampat 104 097 296 314 091 094

Maybrat 162 130 443 471 144 113

Tambrauw 107 103 521 764 097 087

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

74

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Dari data yang diperoleh masing-masing rasio

kemandirian keuangan Pemda di Provinsi

Papua Barat dapat dilihat pada tabel 422

Secara umum Pemda di Provinsi Papua Barat

memiliki rasio kemandirian keuangan yang

sangat lemah dengan rasio di bawah 01 Kondisi

ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah

yang ada masih sangat tergantung pada

sumber pendanaan dari luar daerah seperti

pendapatan yang berasal dari pemerintah

pusat Selain itu nilai rasio tersebut menunjukan

bahwa kebutuhan yang dapat ditutup oleh

pendapatan yang berada di bawah kendali

pemerintah daerah hanya di bawah 10 persen

Kemandirian keuangan yang lemah tersebut

disebabkan oleh kondisi daerah yang tidak

memungkinan untuk memperoleh pendapatan

yang tinggi sesuai dengan kewenangan

penerimaan daerah Pada pasal 33 Undang-

Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa sumber

strategis penerimaan negara yang menguasasi

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara

Oleh karena itu sumber strategis penerimaan

negara seperti pajak penghasilan pajak

pertambahan nilai sumber daya alam

walaupun terletak di daerah namun menjadi

sumber penerimaan pemerintah pusat bukan

pemerintah daerah Pemerintah daerah hanya

mengelola sumber sumber penerimaan yang

kurang signifikan pengaruhnya seperti pajak

hotel pajak reklame pajak restoran dan pajak

daerah lainnya

Namun demikian kedua rasio yang ada

menunjukan tren rasio yang meningkat

Kemampuan pemerintah daerah untuk

menutupi kebutuhan melalui sumber

pendanaan yang diperoleh secara mandiri

menjadi semakin baik Hal ini sejalan dengan

semangat dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat

dan Daerah dimana pemerintah daerah

seharusnya dapat berinovasi untuk

meningkatkan PAS namun tidak bertentangan

dengan peraturan yang ada

Tabel 422

Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019

Daerah

Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kabupaten

Sorong 0044 0018 0042 0016

Kota Sorong 0128 0051 0156 0085

Manokwari 0074 0067 0088 0063

Manokwari

Selatan 0171 0061 0167 0059

Fakfak 0031 0027 0030 0027

Kaimana 0037 0019 0049 0068

Teluk Wondama 0016 0018 0015 0019

Teluk Bintuni 0024 0019 0017 0028

Pegunungan

Arfak 0008 0009 0009 0022

Sorong Selatan 0014 0009 0012 0007

Raja Ampat 0031 0021 0029 0020

Maybrat 0007 0006 0010 0007

Tambrauw 0004 0007 0004 0006

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 421

Kriteria Kemandirian Kuangan Pemerintah Daerah

Menurut Tim KKD FE UGM

- Kriteria

0 - 01 sangat lemah

01001 - 02 lemah

02001 - 03 sedang

03001 - 04 cukup

04001 - 05 baik

Rasio gt 05 sangat baik

75 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

G3 Fleksibilitas Keuangan

Fleksibilitas keuangan merupakan kemampuan

pemerintah daerah untuk membayar beban

utang (Chase dan Philips 2004) Kondisi tersebut

menunjukan bagaimana pemerintah daerah

dapat meningkatkan sumber pendapatan

dalam rangka menghadapi peningkatan

kewajibannya (CICA 2007) Pendapatan

dimaksud merupakan pendapatan normal yang

tiap tahun senantiasa didapatkan pemerintah

daerah bukan pendapatan yang sifatnya terikat

penggunaannya seperti pendapatan yang

berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Selain

itu pendapatan tersebut juga merupakan

pendapatan setelah dikurangi belanja yang

sifatnya sangat wajib seperti belanja pegawai

Adapun kewajiban dimaksud merupakan

kewajiban untuk membayar cicilan pokok utang

dan beban bunga yang menjadi tanggungan

pemerintah daerah Oleh karena itu rasio yang

digunakan untuk menunjukan fleksibilitas

keuangan suatu pemerintah daerah adalah

sebagai berikut

Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan

bahwa semakin baik fleksibilitas keuangan

pemerintah daerah untuk menghadapi

peristiwa luar biasa baik yang berasal dari dalam

maupun yang berasal dari luar lingkungan

pemerintah daerah Dari data yang diperoleh

masing-masing rasio untuk kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel

424

Untuk rasio yang memiliki nilai sangat tinggi

disebabkan tidak adanya komponen

pembayaran pokok pinjaman belanja bunga

dan kewajiban jangka panjang pada

Tabel 424

Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019

Daerah Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kab Sorong 769832175393 1035484012472 1174167459258 1445271904797

Kota Sorong 4 3 7 5

Manokwari 482076226292 495858473768 802369336249 762890951003

Manokwari Selatan 735 16 1049 18

Fakfak 304491382772 827320863699 639780382396 1182183435610

Kaimana 668279456314 705544141447 871904931348 819214314839

Teluk Wondama 434599458495 611138814319 648798589997 810840420412

Teluk Bintuni 21 11 31 13

Pegunungan Arfak 487685057078 507003610307 594313768074 578106098796

Sorong Selatan 141 4 238 6

Raja Ampat 643370690403 750130568196 972295205958 1100373282221

Maybrat 539252552468 676159229681 696515339045 858345256202

Tambrauw 686177984338 855819480885 849218499477 984795810243

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 423

Rasio Fleksibiltas Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A

(Total Pendapatan - DAK - Belanja

Pegawai) (Belanja Bunga + Pembayaran

Pokok Utang)

Rasio B (Total Pendapatan - DAK) (Belanja Bunga

+ Pembayaran Pokok Utang)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

76

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

pemerintah daerah yang bersangkutan Secara

keseluruhan pemerintah daerah di Papua Barat

memiliki fleksibilitas keuangan yang cukup

memadai untuk mengantisipasi kejadian luar

biasa Artinya bahwa pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat dapat sewaktu-waktu

datang ke pihak ketiga untuk mengumpulkan

dana dalam rangka mengatasi kejadian yang

datang tidak terduga

G4 Solvabilitas Layanan

Solvabilitas layanan merupakan kemampuan

pemerintah daerah dalam memberikan

pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat

(Wang et al 2007) Kemampuan tersebut

diwujudkan berupa sumber daya fasilitas

sarana dan prasarana yang dimiliki pemerintah

daerah untuk digunakan dalam rangka

memberikan pelayanan kepada publik Untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

pemerintah daerah digunakan total belanja

daerah perkapita (Wang et al 2007) Rasio

tersebut menunjukan seberapa banyak belanja

pemerintah daerah yang dikeluarkan untuk

melayani setiap warganya Selain itu untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

digunakan belanja modal perkapita

Penggunaan belanja modal lebih ditekankan

kepada peningkatan pelayanan kepada

masyarakat Pemerintah daerah yang telah

berhasil mempertahankan pelayanannya

kepada masyarakat jika ingin meningkatkan

pelayanan tersebut dapat menggunakan pos

belanja modal Oleh karena itu rasio untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

pemerintah daerah adalah sebagaimana pada

tabel 425

Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan

bahwa semakin baik solvabilitas layanan suatu

pemerintah daerah karena semakin banyak

layanan yang diberikan pemerintah daerah

kepada masyarakat Dari data yang diperoleh

masing-masing rasio untuk kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel

426

Dari tabel di atas terlihat bahwa rasio solvabilitas

layanan pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat menunjukan nilai yang bervariasi Ada

Tabel 426

Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (juta Rp)

Daerah

Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kab Sorong 1814 2070 560 763

Kota Sorong 286 233 079 054

Manokwari 482 571 081 124

Manokwari

Selatan 3162 33747 723 8503

Fakfak 1087 1647 219 359

Kaimana 1248 411 154 000

Teluk

Wondama 2750 2804 712 625

Teluk Bintuni 2988 2615 1114 700

Pegunungan

Arfak 2166 911 660 000

Sorong Selatan 2088 2230 439 489

Raja Ampat 2661 2926 615 589

Maybrat 1421 2194 276 583

Tambrauw 7730 9769 1913 2866

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 425

Rasio Solvabiltas Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A Total Belanja Jumlah Penduduk

Rasio B Belanja Modal Jumlah Penduduk

77 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

beberapa pemerintah daerah yang mengalami

peningkatan rasio namun tidak sedikit yang

mengalami penurunan rasio Untuk rasio A pada

tahun 2019 Kab Manokwari Selatan memiliki

rasio terbesar dibandingkan pemerintah daerah

lainnya dengan nilai 33747 atau meningkat dari

tahun sebelumnya dengan nilai 3162 Artinya

belanja yang dikeluarkan pemerintah daerah

Kab Manokwari Selatan untuk melayani 1 (satu)

penduduk sebesar Rp33747 juta Besarnya nilai

rasio tersebut disebabkan jumlah penduduk Kab

Manokwari Selatan merupakan yang terkecil

dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Papua

Barat sehingga belanja perkapita yang

dikeluarkan pemerintah daerah cukup besar

untuk meng-cover layanan yang dibutuhkan Di

sisi lain pemerintah daerah dengan rasio A

terkecil tahun 2019 yaitu Kota Sorong Hal ini

disebabkan Kota Sorong merupakan daerah

dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi

Papua Barat namun belanja perkapita yang

dikeluarkan pemerintah Kota Sorong tidak cukup

besar untuk meng-cover layanan yang

dibutuhkan masyarakatnya Nilai rasio tersebut

bahkan mengalami penurunan jika

dibandingkan tahun 2018 Kemudian untuk rasio

B pada tahun 2019 cenderung bervariasi

Beberapa pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat mengalami penurunan sementara lainnya

memiliki nilai rasio yang meningkat

dibandingkan tahun sebelumnya Hal ini

mengindikasikan bahwa terdapat pemerintah

daerah yang berupaya meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat sedangkan

pemerintah daerah lainnya cenderung stagnan

atau tidak memberikan peningkatan pelayanan

seiring bertambahnya jumlah penduduk

G5 Indeks Kesehatan Keuangan

Nilai Indeks Kesehatan Keuangan berkisar antara

0 ndash 1 Semakin tinggi nilai indeks menunjukan

kondisi kesehatan keuangan pemerintah

daerah semakin baik Untuk mengukur indeks

kesehatan keuangan digunakan bobot untuk

masing-masing dimensi Hal ini perlu dilakukan

mengingat satu dimensi sangat mungkin lebih

penting dibandingkan dengan dimensi yang lain

(Brown 1993) Salah satu cara yang digunakan

untuk menentukan bobot masing-masing

dimensi melalui teknik Analytical Hierarchy

Proces (AHP) Teknik ini digunakan untuk

menghasilkan skala prioritas dengan cara yang

teroganisir (Saaty 2008) AHP ini tidak

memberikan keputusan secara mutlak namun

dapat membantu pengambil kebijakan untuk

menentukan keputusan yang tepat sesuai

dengan tujuan dan masalah yang mereka

hadapi Berdasarkan teknik AHP dimensi yang

lebih penting akan diwujudkan dalam bobot

yang lebih besar

Bobot terbesar dimensi penyusun indeks

kesehatan keuangan yaitu pada dimensi

solvabilitas layanan Hal ini dikarenakan tujuan

utama dari setiap pemerintahan adalah

memberikan layanan kepada masyarakat

Pemerintah daerah yang memiliki tingkat

kesehatan keuangan yang baik akan semakin

optimal dalam melaksanakan pelayanan publik

Selanjutnya bobot terbesar kedua untuk

menyusun Indeks Kesehatan Keuangan yaitu

dimensi kemandirian keuangan Untuk

memberikan layanan kepada masyarakat

secara optimal pemerintah daerah dituntut

Tabel 427

Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan

Nama Dimensi Bobot

Solvabilitas Layanan 029

Kemandirian Keuangan 026

Solvabilitas Anggaran 024

Fleksibilitas Keuangan 021

Total 100

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

78

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

memiliki kemandirian

keuangan yang

memadai sehingga

tidak bergantung

pendanaan dari pihak

luar

Berdasarkan dimensi

penyusunnya indeks

kesehatan keuangan

(fiscal health index)

untuk seluruh

pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat

dapat dilihat pada

grafik 43 Jika dilihat

secara keseluruhan Indeks Kesehatan Keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 memiliki

tingkat yang bervariasi dibandingkan periode

sebelumnya

Rata-rata Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal

health index) seluruh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat tahun 2018 mencapai 035

dan nilainya turun menjadi 034 pada tahun

2019 Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

cenderung menurun untuk menutup kewajiban

operasionalnya (solvabilitas anggaran)

kemampuan untuk melaksanakan hak-hak

keuangan secara efektif dan efisien

(kemandirian keuangan) kemampuan untuk

memberikan pelayanan sesuai standar dan

kualitas yang dibutuhkan masyarakat

(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk

mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa

datang (fleksibilitas keuangan)

Sementara itu jika melihat masing-masing

daerah pada tahun 2019 sebagian besar

pemerintah daerah mengalami penurunan

Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health

index) kecuali Kab Manokwari Selatan

Kaimana dan Teluk Bintuni Indeks Kesehatan

Keuangan tertinggi dimiliki Kab Teluk Bintuni

sebesar 068 dan terendah dimiliki Kab Fakfak

sebesar 016

Jika dilihat klasifikasinya Indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index) dapat

dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori

Pada tahun 2019 tidak ada pemerintah

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat yang

masuk dalam kategori sangat baik dan hanya

ada dua pemerintah daerah yang masuk ke

dalam kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan

Kaimana Sementara itu terdapat lima daerah

yang masuk dalam Kuadran I (buruk) dengan

nilai antara 0 ndash 025 yaitu Kab Manokwari Kab

Fakfak Kab Sorong Selatan Kab Teluk

Wondama dan Kab Raja Ampat Adapun

pemerintah daerah yang memiliki indeks

kesehatan keuangan cukup (kuadran II) dengan

nilai antara 026 ndash 050 yaitu Kab Sorong Kota

Sorong Kab Manokwari Selatan Kab Maybrat

Kab Tambraw dan Kab Pegunungan Arfak

041036

031

038

019

044

028 032

039

015

032

041

052

027 029025

049

016

057

025

068

039

019 020

028

036

000

020

040

060

Ka

b S

oro

ng

Ko

ta S

oro

ng

Ma

no

kw

ari

Ma

no

kw

ari S

ela

tan

Fa

kfa

k

Ka

ima

na

Telu

k W

on

da

ma

Telu

k B

intu

ni

Pe

gu

nu

ng

an

Arf

ak

So

ron

g S

ela

tan

Ra

ja A

mp

at

Ma

yb

rat

Tam

bra

uw

Grafik 43

Indeks Kesehatan Keuangan (Fiscal Health Index)

KabKota se-Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019

2018 2019

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

79 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Tabel 428

Kuadran Indeks kesehatan keuangan (fiscal health index)

pemerintah daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019

H BELANJA WAJIB DAERAH

Pendidikan dan kesehatan merupakan

pelayanan publik yang paling mendasar dan

vital untuk mengurangi kemiskinan (Keefer dan

Khemani 2005) Dalam rangka meningkatkan

kualitas pelayanan publik undang-undang

telah mewajibkan pemerintah pusat dan

daerah untuk mengalokasikan sejumlah

persentase tertentu dari total belanja untuk

bidang tertentu yaitu pendidikan (UU Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)

dan kesehatan (UU Nomor 39 Tahun 2009

tentang Kesehatan) Belanja wajib ini ditetapkan

dengan alokasi sebesar 20 dari total belanja

untuk bidang pendidikan (berlaku bagi belanja

pusat dan belanja daerah) serta 5 dari total

belanja pusat dan 10 dari total belanja daerah

untuk bidang kesehatan Dengan ketentuan

tersebut alokasi pada belanja daerah wajib

ditingkatkan untuk bidang-bidang yang menjadi

target prioritas yaitu pendidikan kesehatan

dan infrastruktur

H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan

Keberadaan belanja bidang pendidikan

sebagai salah satu dari belanja wajib

berpengaruh terhadap ketersediaan anggaran

yang cukup besar untuk bidang pendidikan

menjadi lebih dapat dipastikan Pendanaan

bidang tersebut bersumber antara lain dari

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

pendapatan transfer (TKDD) Akan tetapi tujuan

akhirnya bukanlah besarnya alokasi namun

penggunaan dana yang dapat memberikan

hasil nyata berupa penyediaan dan perbaikan

layanan serta berkurangnya ketimpangan

Pada tahun 2019 kebijakan belanja wajib

bidang pendidikan di Provinsi Papua Barat

didasarkan pada ketercapaian sasaran

pembangunan ldquoPeningkatan aksesibilitas

kualitas dan manajemen pendidikanrdquo sebagai

perwujudan dari Misi 3 ldquoTerwujudnya

sumberdaya manusia yang cerdas sehat dan

berdaya saingrdquo sebagaimana ditetapkan

dalam RKPD dan RPJMD Ketercapaian sasaran

tersebut diharapkan mampu meningkatkan

persentase angka partisipasi sekolah pada

Kuadran I (buruk)

(0 ndash 025)

Kuadran II (cukup)

(025 lt Indeks lt 05)

Kab Manokwari Kab

Fakfak Kab Sorong Selatan

Kab Teluk Wondama

Kab Raja Ampat

Kab Sorong Kota Sorong

Kab Manokwari Selatan

Kab Maybrat

Kab Tambraw

Kab Pegunungan Arfak

Kuadran III (baik)

(05 lt Indeks lt 075)

Kuadran IV (baik sekali)

(075 lt Indeks lt 1

Kab Teluk Bintuni

Kab Kaimana -

Tabel 429

Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Beasiswa OAP ke Luar Negeri 48984000200 12 Bulan 100

Afirmasi bagi anak asli papua di Perguruan Tinggi dan ADEM 15003000000 12 Bulan 100

Pembangunan Fasilitas Pendidikan Menengah 25474236000 10 Kabkota 85

Pembangunan Prasarana dan Sarana Belajar 43878330901 475 Ruang 95

Rehabilitasi Prasarana dan Gedung Perpustakaan 107344935874 391 Ruang 100

Pembangunan Rumah Dinas Guru 27535623335 80 Unit 100

Pengembangan Koleksi Perpustakaan 624826470 3500 Buku 100

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

80

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

jenjang pendidikan menengah dan angka rata-

rata lama sekolah yang menjadi prioritas

pembangunan tahun 2019

Belanja wajib bidang pendidikan di Provinsi

Papua Barat sebagian besar pelaksanaannya

diwujudkan dalam bentuk gaji dan tunjangan

bagi tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)

dengan pembiayaan yang bersumber dari DAU

dan PAD Sedangkan penggunaan dana Otsus

DBH serta DAK (Fisik dan Non Fisik) berkontribusi

besar dalam pencapaian output priotitas

diantaranya dalam bentuk pemberian beasiswa

OAP afirmasi OAP di Perguruan Tinggi

pembangunan fasilitas pendidikan menengah

pembangunan prasarana dan sarana belajar

pembangunan rumah dinas guru serta

pengembangan koleksi perpustakaan Output-

output ini tersebar hampir diseluruh

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan

Selain sektor pendidikan untuk mendorong

pelayanan publik pemerintah daerah juga

memiliki kewajiban mengalokasikan 10 dari

belanja untuk anggaran bidang kesehatan

Pada anggaran bidang pendidikan di Provinsi

Papua Barat alokasi digunakan untuk

membiayai pemerataan fasilitas kesehatan di

kabupatenkota dan kualitas sumber daya

manusia bidang kesehatan sebagai priotitas

pembangunan tahun 2019 dan sasaran Misi 3

RPJMD Provinsi Papua Barat

Secara umum realisasi anggaran bidang

kesehatan tahun 2019 diperuntukkan baik itu

untuk membiayai gaji dan tunjangan tenaga

kesehatan pengadaan obat-obatan

pembangunan rumah sakit rujukan maupun

kegiatan-kegiatan lainnya dengan sumber

dana PAD DAU Otsus dan DAK Capaian output

Tabel 430

Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Penyediaan Obat Vaksin Perbekalan Kesehatan 122403919686 13 Kabkota 100

Sarana Prasarana Instalasi Farmasi 7786697051 116 Unit 100

Pembangunan RSUD Provinsi (Rujukan) 138640000000 1 Lokasi 85

Pembangunan dan Prasarana Puskesmas 225940279996 98 Unit 30

Kendaraan Puskesmas dan Ambulans 17388190996 63 Unit 23

Sarana dan Prasarana Rumah Sakit 17886670389 237 Unit 100

Sarana dan Prasarana KB 12083549590 485 Unit 100

PMT BUMIL KEK pada Lokus Stunting 1667044052 5 Kabkota 100

Kampanye CTPS dan Pemberian Tablet Tambah Darah 2856153400 2 Kabkota 100

Layanan Kesehatan Berbasis Masyarakat 1364000000 5 Kabkota 100

Layanan Petugas Tim Gerakan Cepat 237164200 44 Orang 100

Layanan Kesehatan Bagi Penduduk yang Terdampak Krisis Kesehatan 531508000 2 Kabkota 100

Pelatihan Kesehatan Reproduksi WUS dan PUS bagi Tenaga Kesehatan 207240000 1 Kabkota 100

Layanan Pengelolaan Darah Untuk OAP 2500000000 1 Kabkota 100

Iuran Peserta JKN Penduduk OAP 28818415000 589 Jiwa 100

Penempatan Tenaga Kesehatan (Analis Kesling Bidan Gizi) 5779200000 13 Kabkota 100

Jaminan Sosial Bagi Lanjut Usia 883500000 4 Kabkota 100

Bantuan Bagi ODHA 392500000 1 Kabkota 100

Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

81 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

prioritas dalam upaya pemerataan fasilitas

kesehatan diutamakan pada daerah yang

masuk dalam kategori terpencil dan terisolir

melalui penyediaan makanan tambahan obat

vaksin dan perbekalan kesehatan serta

penyediaan layanan kesehatan berbasis

masyarakat Sedangkan pada pembangunan

fasilitas tingkat lanjut dilakukan secara terpusat

di Kab Manokwari sebagai ibukota provinsi

Sementara pada upaya peningkatan kualitas

tenaga kesehatan pelatihan dan layanan

dipusatkan pada beberapa kabupatenkota

yang memiliki fasilitas kesehatan memadai (Kab

Manokwari Kota Sorong Kab Fakfak) untuk

nantinya ditempatkan secara merata

H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur

Infrastruktur merupakan roda penggerak

perekonomian atau lokomotif pembangunan

nasional dan regional Selain itu infrastruktur juga

berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas

hidup dan kesejahteraan masyarakat antara

lain dalam terwujudnya stabilisasi makro

ekonomi peningkatan produktivitas tenaga

kerja dan akses kepada lapangan kerja serta

peningkatan kemakmuran nyata Melalui

infrastruktur upaya pembentukan kapasitas

fiskal yang kuat perdagangan dan industri yang

maju serta tenaga kerja yang berkualitas dapat

terakselerasi Oleh karena itu belanja bidang

infrastruktur pada APBD memiliki porsi alokasi

yang sangat besar sebagai kombinasi dari

berbagai sumber dana yang ada

Belanja wajib infrastruktur di Provinsi Papua Barat

pada tahun 2019 dialokasikan dengan

memanfaatkan Dana Otsus DTI DAK (Fisik) dan

DBH sesuai RPJMD Misi 4 yaitu ldquoMeningkatkan

kapasitas infrastruktur wilayahrdquo dengan sasaran

peningkatan interkoneksi antar wilayah

ketersediaan layanan dasar infrastruktur daerah

dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah

serta peningkatan layanan kebutuhan dasar

perumahan dan kawasan permukiman wilayah

perkotaan dan perdesaan Pada upaya

pencapaian output belanja infrastruktur Papua

Barat tercatat memiliki realisasi yang cukup

besar diantaranya pembangunan dan

preservasi plusmn473Km jalan (Rp112148 miliar)

Jembatan sepanjang plusmn177 meter (Rp3521 miliar)

dan pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500

Ha (Rp1137 miliar) Selain itu juga berupa

pelabuhandermaga rakyat di 4 lokasi terminal

di 3 lokasi serta SPAM di 8 lokasi Namun

demikian besarnya serapan belum

menunjukkan adanya optimalisasi pada

capaian output prioritas tahun 2019 yang

tercatat memiliki persentase yang rendah

Tabel 431

Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 1121475928623 473 Km 63

Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 35214918080 177 Meter 76

Irigasi 11371755640 500 Ha 31

PelabuhanDermaga Rakyat 38574958977 4 Lokasi 18

Terminal 8426373185 3 Lokasi 25

SPAM Terfasilitasi 41250093919 8 Kabkota 10

PembangunanPeningkatan Kualitas Rumah Swadaya 30401913319 1075 Unit 60

Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77

Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90

PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Halaman ini sengaja dikosongkan

ANGGARAN

KONSOLIDASIAN

PENDAPATAN

PERPAJAKAN

PENDAPATAN

BUKAN PAJAK

BELANJA

PEMERINTAH

TRANSFER

35 T

15 T

25 T

5 T

2625 T

DEFISIT

PENERIMAAN

PENDAPATAN

PENGELUARAN

BELANJA

54 T

317 T

DJPbKawalAPBN

82

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

KONSOLIDASIAN

Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian

(LKPK) adalah laporan yang disusun

berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat dengan Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah dalam periode waktu

tertentu Sampai dengan tahun 2019

pendapatan konsolidasian di Papua Barat

sebesar Rp544142 miliar Sementara itu untuk

realisasi belanja konsolidasian sampai dengan

tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 129

persen dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya

B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN

Pendapatan pemerintahan umum (General

Government Revenue) atau pendapatan

konsolidasian tingkat wilayah adalah

konsolidasian antara seluruh pendapatan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dalam satu periode pelaporan tertentu

B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan

Pendapatan pemerintah konsolidasian terdiri

dari penerimaan perpajakan PNBP dan hibah

Total realisasi pendapatan konsolidasian

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

tahun 2019 adalah sebesar Rp544142 miliar

atau naik 2108 persen Dari jumlah tersebut 54

persen merupakan pendapatan pemerintah

pusat dan 46 persen adalah pendapatan

pemerintah daerah Pendapatan pemerintah

pusat tersebut selanjutnya akan didistribusikan

kepada pemerintah daerah berupa dana

transfer maupun belanja pemerintah pusat di

BAB V

Perkembangan dan Analisis

Anggaran Konsolidasian

Tabel 51

Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi Tahun 2018 Realisasi Tahun 2019 Kenaikan

Penurunan

(persen) Pusat Daerah Konsolidasi Pusat Daerah Konsolidasi

Penerimaan Pendapatan 249363 2010000 449423 294509 2631445 544142 2108

Pendapatan Perpajakan 219362 93741 313103 265104 85308 350412 1192

Pendapatan Bukan Pajak 30001 82831 112832 29404 123027 152431 3510

Hibah - 4952 4952 - 1648 1648 (6672)

Transfer - 1828476 18536 - 2423110 39651 11391

Pengeluaran Belanja 2491602 2125451 2807113 3172329 2380387 3169257 1290

Belanja Pemerintah 681662 1694915 2376577 788870 1794601 2583471 871

Transfer 1809940 430536 430536 2383459 585786 585786 3606

Surplus Defisit (2242239) (115451) (2357690) (2877820) 251058 (2625115) 1134

Sumber OM SPAN KPP Manokwari KPP Sorong LRA Pemda se-Papua Barat dan SIKD DJPK (data diolah)

83 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

daerah berupa belanja dekonsentrasiTPUB

Sampai dengan tahun 2019 realisasi

pendapatan perpajakan konsolidasian di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp350412 miliar

Dari jumlah tersebut 757 persen merupakan

pendapatan perpajakan pemerintah pusat

sedangkan pemerintah daerah memiliki

sumbangsih sebesar 243 persen Pada

pendapatan hibah kontribusi hanya berasal

dari pendapatan hibah pemerintah daerah

tidak terdapat pendapatan hibah dari

pemerintah pusat

B2 Analisis Perubahan

Target pendapatan perpajakan konsolidasian

tahun 2019 Provinsi Papua Barat sebesar

Rp388354 miliar atau turun sebesar 408 persen

dari tahun sebelumnya disebabkan

target penerimaan perpajakan

pemerintah pusat mengalami

penurunan Realisasi pendapatan

perpajakan konsolidasian Provinsi

Papua Barat sampai dengan tahun

2019 sebesar 9023 persen terhadap

target persentase ini lebih tinggi

dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya yaitu sebesar

7733 persen

Sementara itu terjadi peningkatan realisasi

pendapatan perpajakan konsolidasian dari

Rp313103 miliar menjadi Rp350412 miliar atau

naik sebesar 1192 persen dibandingkan tahun

2018 Hal ini disebabkan oleh kenaikan realisasi

pada jenis pajak PPN Dalam Negeri dan PPh

non migas lainnya Penerimaan kedua jenis

pajak tersebut sangat ditentukan oleh kondisi

perekonomian dimana pada tahun 2019 tetap

tumbuh meskipun berada pada ketidakpastian

global Adapun untuk realisasi PNBP

konsolidasian pada tahun 2019 terjadi

peningkatan signifikan dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya dari Rp112832

miliar menjadi Rp152431 miliar atau naik

sebesar 351 persen Peningkatan PNBP ini

disebabkan oleh peningkatan yang signifkan

pada pendapatan bukan pajak pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat

B3 Rasio Pajak (Tax Ratio)

Rasio pajak merupakan perbandingan antara

jumlah penerimaan pajak suatu daerah

terhadap pendapatan suatu output

perekonomian atau produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) Terkait dengan rasio pajak PDRB

menggambarkan jumlah pendapatan

potensial yang dapat dikenai pajak PDRB juga

menggambarkan kegiatan ekonomi

Tabel 52

Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)

Uraian

2018 2019

Target Real Target Real

Pemda 101669 93741 9220 120311 85308 7091

Pusat 303205 219362 7235 268042 265104 9890

Konsolidasian 404874 313103 7733 388354 350412 9023

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong dan LRA Pemda se-Papua Barat

(data diolah)

265104

miliar

29404

miliar0

85308

miliar

123027

miliar 1648

miliar

0

20

40

60

80

100

Pendapatan

Perpajakan

Pendapatan Bukan

Pajak

Hibah

Grafik 51

Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan

Daerah terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2019

Pusat Daerah

Sumber OMSPAN KPP Manokwari dan Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

84

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masyarakat yang jika berkembang dengan

baik merupakan potensi yang baik bagi

pengenaan pajak di wilayah tersebut

B31 Rasio pajak Konsolidasian Provinsi

Papua Barat

Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di

wilayah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

mencapai 415 persen jauh lebih rendah

dibanding rasio pajak nasional sebesar 11

persen Dimana rasio pajak nasional hanya

memperhitungkan penerimaan pajak yang

diterima pemerintah pusat Rasio pajak di

wilayah Provinsi Papua Barat tersebut sedikit

meningkat apabila dibandingkan dengan

tahun sebelumnya yang mencapai 393 persen

Penurunan rasio pajak ini menunjukkan bahwa

penerimaan pajak di wilayah Papua Barat lebih

rendah dari potensi perpajakan yang dapat

diterima oleh pemerintah Dengan kondisi

tersebut Pemerintah hendaknya dapat lebih

mengoptimalkan usaha intensifikasi dan

ekstensifikasi penerimaan perpajakan sehingga

dapat meningkatkan penerimaan perpajakan

B32 Pajak per Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat

Berdasarkan daerahnya penerimaan

perpajakan tahun 2019 Kabupaten Manokwari

dan Kota Sorong merupakan yang paling tinggi

dibandingkan dengan daerah lain di Provinsi

Papua Barat Hal ini dikarenakan perekonomian

di Provinsi Papua Barat terpusat di kedua

daerah tersebut dimana terdapat banyak

hotel toko pusat hiburan pusat perbelanjaan

dan pusat bisnis Sementara itu pajak terendah

pada Kabupaten Pegunungan Arfak

B33 Rasio Pajak per Kapita Kabupaten Kota

di Provinsi Papua Barat

Pajak perkapita merupakan perbandingan

antara jumlah penerimaan pajak yang

dihasilkan suatu daerah dengan jumlah

penduduknya Pajak perkapita menunjukkan

kontribusi setiap penduduk pada pendapatan

perpajakan suatu daerah Kab Manokwari dan

Tabel 53

Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019

Uraian Tahun

2018

Tahun

2019

Penerimaan Perpajakan

Konsolidasian 313103 350412

PDRB (Harga Berlaku) Provinsi

Papua Barat (miliar Rp) 79644 84348

Rasio Pajak (persen) 393 415

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK

dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 54

Realisasi Peneirmaan Perpajakan per Kabupaten Kota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

KabKota Pajak

Pusat

Pajak

Daerah

Pajak

Konsolidasian

Manokwari 80307 52799 133106

Kota Sorong 73192 5016 78208

Teluk Bintuni 31783 4710 36493

Kab Sorong 20142 3029 23171

Fak-Fak 12906 3501 16406

Sorong Selatan 4622 748 5370

Kaimana 12668 4059 16727

Raja Ampat 6494 2769 9264

Teluk Wondama 4564 1735 6299

Maybrat 2180 640 2820

Tambrauw 2099 784 2884

Pegunungan Arfak 1606 718 2324

Manokwari Selatan 2152 4793 6945

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK

dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

85 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kab Teluk Bintuni merupakan daerah dengan

pajak per kapita tertinggi yaitu masing-masing

sebesar Rp759juta dan Rp566 juta Hal ini

disebabkan Kab Manokwari merupakan salah

satu pusat perekonomian di Provinsi Papua

Barat sehingga menimbulkan basis pajak yang

besar Adapun Kab Teluk Bintuni merupakan

salah satu daerah penghasil gas alam terbesar

di Indonesia Sementara itu daerah dengan

pajak perkapita paling rendah adalah

Kabupaten Maybrat sebesar Rp885 ribu

B34 Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap

Kenaikan Realisasi Pendapatan

Konsolidasian

Pendapatan di suatu daerah dapat diperluas

tidak hanya pada PAD yang diterima

pemerintah daerah namun mencakup seluruh

penerimaan pemerintah pusat dan daerah di

wilayah tersebut yang terdiri 1) Pendapatan

pajak daerah 2) Retribusi daerah 3) Hasil

pengelolaan kekayaan derah yang dipisahkan

4) Lain-lain PAD yang sah dan 5) Penerimaan

Perpajakan PNBP dan Pendapatan BLU

Pemerintah Pusat Berikut ini realisasi

pendapatan konsolidasian pemerintah pusat

dan pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

Pada tahun 2019 PDRB Harga Berlaku Provinsi

Papua Barat mencapai Rp84346 miliar atau

naik 59 persen dari tahun sebelumnya

Sementara itu pada periode yang sama

pendapatan yang diterima pemerintah daerah

dan pemerintah pusat mencapai sebesar

Rp544142 miliar atau naik sebesar 2108 persen

Hal ini menunjukan kenaikan PDRB Provinsi

Papua Barat pada tahun 2019 memiliki korelasi

positif terhadap pendapatan konsolidasian

C BELANJA KONSOLIDASIAN

Belanja pemerintahan umum (General

Government Spending) atau belanja

konsolidasian tingkat wilayah adalah

konsolidasian antara seluruh belanja

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dalam satu periode pelaporan tertentu

Tabel 55

Realisasi Peneirmaan Perpajakan per kapita pe Kabupaten

Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)

KabKota Pajak Konsolidasian

Per Kapita

Manokwari 7598336

Teluk Bintuni 5666095

Kota Sorong 3075490

Manokwari Selatan 2867344

Kaimana 2777762

Sorong 2605607

Fak Fak 2085011

Tambrauw 2077686

Teluk Wondama 1936996

Raja Ampat 1910305

Sorong Selatan 1144539

Pegunungan Arfak 750291

Maybrat 689600

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD

DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 56

Realisasi Pendapatan Konsolidaian di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019

Uraian

2019 2018

Realisasi Perubahan

(persen) Realisasi

Penerimaan

Perpajakan 350412 1192 313103

PNBP 152431 3510 112832

Total Pendapatan

Konsolidasian 544142 2108 449423

PDRB AHB 84348 59 79644

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD

DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

86

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan

Pada tahun 2019 realisasi belanja dan transfer

konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar

dimana 75 persen bersumber dari anggaran

pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran

pemerintah pusat Realisasi Belanja pegawai

konsolidasian mencapai Rp551486 miliar

dimana yang bersumber dari APBD sebesar

Rp370308 miliar (6715 persen) dan dari APBN

sebesar Rp181178 miliar (3285 persen) Belanja

barang konsolidasian mencapai Rp975323

miliar dengan komposisi 69 persen dari

pemerintah daerah dan 21 persen dari

pemerintah pusat Belanja modal konsolidasian

mencapai Rp852211 miliar dengan komposisi

64 persen berasal dari APBD dan 36 persen dari

APBN Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi

pemerintah daerah terhadap perekonomian

Papua Barat lebih besar dari pemerintah pusat

C2 Analisis Perubahan

Realisasi belanja konsolidasian tahun 2019

mengalami peningkatan dibandingkan tahun

sebelumnya Apabila dilihat per belanja

realisasi terbesar adalah belanja barang

konsolidasian yang mengalami peningkatan

dari Rp903843 miliar di tahun 2018 menjadi

Rp975323 miliar di tahun 2019 Begitu pula

dengan realisasi belanja pegawai dan belanja

modal pada tahun 2019 mengalami

peningkatan dibandingkan dengan tahun

sebelumnya Kondisi tersebut telah sejalan

dengan kebijakan peningkatan porsi anggaran

belanja barang dan belanja modal terhadap

total belanja pemerintah

C3 Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian

Terhadap Total Belanja Konsolidasian

Belanja operasi terdiri atas belanja pegawai

konsolidasian dengan belanja barang

konsolidasian Rasio belanja operasi terhadap

total belanja konsolidasian menunjukan porsi

belanja pemerintah untuk mendukung

operasional pemerintahan Rasio belanja

operasi terhadap total belanja konsolidasian di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

dari 5053 persen pada tahun 2018 menjadi

4818 persen pada tahun 2019 Hal ini

mengindikasikan bahwa kegiatan rutin

pemerintah di Provinsi Papua Barat semakin

berkurang

181178

302172 303229

1269

370308

673151

548982

77379

000

200000

400000

600000

800000

Belanja

Pegawai

Belanja

Barang

Belanja

Modal

Belanja

Bansos

Grafik 52

Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp)

Pusat Daerah

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

551486

975323

852211

78648

514594

903843

791702

55934

000 500000 1000000

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Modal

Belanja Bantuan Sosial

Grafik 53

Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp)

2018 2019

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

87 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap

Jumlah Penduduk

Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah

penduduk (belanja konsolidasian perkapita)

menunjukkan seberapa besar belanja

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

yang digunakan untuk mensejahterakan per

penduduk di suatu daerah

Semakin besar nilainya semakin

besar besar belanja yang

dikeluarkan untuk

mensejahterakan satu orang

penduduk di wilayah tersebut

Sebaliknya semakin kecil angka

rasionya semakin kecil dana yang

disediakan pemerintah daerah

untuk mensejahterakan

penduduknya

Rasio total belanja konsolidasian

terhadap jumlah penduduk

Provinsi Papua Barat tahun 2019

adalah 2132 per kapita Hal ini

berarti dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan

penduduknya selama tahun 2019

pemerintah telah membelanjakan

sebesar lebih dari Rp21 juta untuk

setiap penduduk Pada tahun

2019 angka rasio tertinggi pada

Kabupaten Tambrauw mencapai

Rp10078 juta per jiwa Sedangkan

rasio terendah yaitu Kota Sorong

yang mencapai Rp922 juta per jiwa

Apabila dibandingkan antar

regional terdapat kesenjangan

perbedaan rasio yang cukup tinggi

Hal ini antara lain karena adanya

kesenjangan jumlah belanja

pemerintah dan jumlah penduduk

antara kabupatenkota Kabupaten Tambrauw

dengan penduduk relatif sedikit (13879 jiwa)

namun jumlah belanja pemerintahnya cukup

tinggi (Rp139868 miliar) Sebaliknya Kota

Sorong walaupun belanja pemerintahannya

lebih banyak (Rp234374 miliar) namun memiliki

penduduk relatif lebih banyak (254294 jiwa)

Tabel 57

Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019

Uraian

2018 2019

Konsolidasian

(miliar Rp)

Rasio

(persen)

Konsolidasian

(miliar Rp)

Rasio

(persen)

Belanja Operasi

(pegawai+barang) 1418437 5053 1526809 4818

Total Belanja dan

Transfer 2807113 3169257

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 58

Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp)

Daerah Daerah Pusat Konsolidasian Penduduk

(Jiwa)

Belanja

Perkapita

(Juta Rp)

Tambrauw 135585 4283 139868 13879 10078

Manokwari

Selatan 81736 5418 87154 24220 3598

Raja Ampat 141891 13759 155651 64406 2889

Teluk

Wondama 91200 11730 102930 32521 3165

Teluk Bintuni 168447 17615 186062 48493 3210

Pegunungan

Arfak 80747 2757 83504 46922 2402

Sorong

Selatan 104651 8060 112711 30976 2696

Kab Sorong 184070 25360 209430 88927 2355

Fakfak 129588 55334 184922 78686 2350

Maybrat 89715 5229 94944 40899 2321

Manokwari 99949 240391 340340 60216 1900

Kaimana 100150 14251 114401 175178 1943

Kota Sorong 59174 175200 234374 254294 922

Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

88

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C4 Analisis Belanja

Analisis ini untuk mengetahui arah dan

sensitivitas dari kebijakan fiskal pemerintah

Untuk itu analisis dilakukan dengan

memperbandingkan belanja APBN dan APBD

dengan beberapa indikator seperti di bawah

ini

a Perbandingan dengan Belanja APBN

1) Non belanja pegawai

Untuk mengetahui proporsi sumber dana

(non belanja pegawai) yang dikelola oleh

pemerintah daerah maka dapat

diperbandingkan dana APBN yang

dilaksanakan oleh pemerintah daerah

dengan belanja non pegawai pada APBD

dengan rasio sebagaimana pada tabel 59

Dari tabel 59 terlihat bahwa rasio dana

kelolaan belanja non pegawai di Provinsi

Papua Barat tahun 2019 sebesar 196 persen

2) Belanja modal

Untuk membandingkan belanja modal yang

bersumber dari APBN dan APBD yang

merupakan motor pertumbuhan regional

maka digunakan rasio sebagaimana terlihat

pada tabel 510

Dari tabel tersebut terlihat bahwa rasio dana

kelolaan belanja modal konsolidasian di

Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar

5524 persen

b Perbandingan dengan Populasi

Indikator ini berfungsi sebagai perbandingan

spasial antar wilayah untuk mendapatkan

proporsi antara kebijakan fiskal yang tercermin

dari anggaran dengan indikator demografis

(populasi) sehingga dapat diperoleh

gambaran yang lebih fair besaran anggaran

pada suatu wilayah

Dari tabel 511 terlihat bahwa rasio belanja

konsolidasian terhadap jumlah populasi di

Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar 0027

Artinya belanja pemerintah pusat dan daerah

di Provinsi Papua Barat yang dikeluarkan untuk

memberikan pelayanan kepada satu orang

penduduk sebesar Rp27 juta

Tabel 59

Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019

Uraian Realisasi

(miliar Rp)

Belanja APBN (DK+TP+UB) 27960

Belanja APBD (Non Pegawai) 1424293

Rasio Dana Kelolaan Belanja

Non Pegawai (persen) 196

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 510

Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019

Uraian Realisasi

(miliar Rp)

B Modal APBN

(KP+KD+DK+TP+UB) 303238

B Modal APBD 548982

Rasio Dana Kelolaan Belanja

Modal APBN ndash APBD (persen) 5524

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 511

Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papua

Barat Tahun 2019

Uraian Realisasi

Total Belanja APBN (milar Rp) 788870

Total Belanja APBD (miliar Rp) 1794601

Jumlah Populasi Provinsi PB (jiwa) 959617

Rasio Belanja Terhadap Populasi

(miliar Rp) 0027

Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat

(data diolah)

89 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

D SURPLUS DEFISIT

Keseimbangan umum atau surplusdefisit

adalah selisih lebih kurang antara pendapatan

daerah dan belanja daerah dalam tahun

anggaran yang sama Surplus defisit

merupakan gabungan surplus defisit APBD

ditambah dengan surplus defisit APBN Tingkat

Provinsi

Pada tahun 2019 defisit pemerintah

konsolidasian di Provinsi Papua Barat mencapai

minus Rp2625115 miliar Seluruh defisit tersebut

berasal dari pemerintah pusat di wilayah

Provinsi Papua Barat dan sisanya merupakan

surplus dari gabungan pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat Pemerintah pusat di

wilayah Papua Barat menyumbang minus

Rp287782 miliar dan gabungan pemda di

Papua Barat menyumbang surplus sebesar

Rp251058 miliar Sedangkan rasio defisit

konsolidasian Provinsi Papua Barat terhadap

PDRB mencapai minus 3112 persen yang terdiri

dari gabungan pemda di Papua Barat sebesar

plus 298 persen dan Pemerintah Pusat sebesar

minus 3412 persen

E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH

TEHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL

BRUTO (PDRB)

Berdasarkan Teori Perpotongan Keynesian

(Keynesian Cross Theory) salah satu variabel

yang berpengaruh terhadap pencapaian

output (Y) yaitu belanja pemerintah

(government spending) Kenaikan belanja

pemerintah akan mendorong output menjadi

lebih besar sebagaimana diilustrasikan pada

gambar di bawah dimana ekuilibrium bergerak

dari titik A ke titik B dan output meningkat dari

Y1 ke Y2 (Mankiw 2013)

Nilai output dihitung dengan menjumlahkan

pengeluaran aggregat yaitu pengeluaran

konsumen pengeluaran investasi pembelian

pemerintah untuk barang dan jasa serta ekspor

dikurangi impor (net export) yang ditunjukan

dengan persamaan sebagai berikut

Y = C + I + G + (X ndash M)

Nilai output suatu daerah diwujudkan dalam

bentuk PDRB Kontribusi pemerintah terhadap

PDRB dilihat dari sisi belanja dihitung dengan

cara membandingkan nilai pengeluaran

pemerintah terhadap PDRB Sedangkan jika

Tabel 512

Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi

Papua Barat Tahun 2019

Uraian

SurplusDefisit Rasio

terhadap PDRB

(persen) Realisasi

(miliar Rp)

Komposisi

(persen)

APBD seluruh

Pemda 251058 -684 298

APBN di Provinsi

Papua Barat

(miliar Rp)

(2877820) 10684 -3412

Konsolidasian (2625115) 100 -3112

Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua Barat

KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)

450

A

B

∆G E2 = Y2

E1 =

Y1

Pengeluaran Aktual

Output Y

∆Y

Pengeluaran yang

Direncanakan

Pengeluaran E

Y2 Y1 ∆Y

Gambar 51

Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pengeluaran Pemerintah

terhadap Output Menurut Perpotongan Keynesian

(Sumber Mankiw 2013)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

90

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

dilihat dari sisi investasi kontribusi pemerintah

terhadap PDRB dihitung dengan cara

membandingkan nilai PMTB terhadap PDRB

Pada tahun 2019 kontribusi belanja pemerintah

konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua

Barat sebesar Rp3169257 miliar Rp84348

miliar = 3112 persen Adapun kontribusi investasi

pemerintah (PMTB) terhadap PDRB sebesar

Rp1760103 miliar Rp84348 miliar = 2087

persen Kondisi tersebut menunjukan bahwa

kontribusi belanja pemerintah pusat dan

daerah cukup signifikan terhadap

perekonomian Papua Barat

Tabel 513

Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Uraian Realisasi

Belanja Konsolidasian (miliar Rp) 3169257

PMTB (miliar Rp) 1760103

PDRB Harga Berlaku (miliar Rp) 84348

Kontribusi Belanja Konsolidasian

terhadap PDRB (persen) 3112

Kontribusi PMTB terhadap PDRB

(persen) 2087

Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua

Barat KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)

Halaman ini sengaja dikosongkan

POTENSI

REGIONAL

DJPbKawalAPBN

ldquoMama-mama Papua sedang berjualan ikan asar di Pasar

Bomberay Fakfakrdquo

91

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

A ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH

Pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model

Pembangunan ekonomi regional saat ini

menuntut pemerintah daerah untuk berinovasi

memanfaatkan dan mengembangkan potensi-

potensi yang dimiliki daerah Titik berat

pelaksanaan otonomi daerah yang berada

pada kabupatenkota diimplementasikan

melalui penyerahan kewenangan dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

untuk menggali sumber pendapatan bagi

daerah Sebagai salah satu komponen

Pendapatan Asli Daerah (PAD) potensi

pungutan pajak daerah lebih banyak

memberikan peluang bagi daerah untuk

dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan

dengan komponen-komponen penerimaan

PAD lainnya Hal ini disebabkan oleh beberapa

faktor terutama karena potensi pungutan pajak

daerah mempunyai sifat dan karakteristik yang

jelas baik ditinjau dari tataran teoritis kebijakan

maupun dalam tataran implementasinya

A1 Landasan Teori

Untuk mengestimasi potensi penerimaan pajak

daerah di Provinsi Papua Barat dapat digunakan

dua alat analisis keuangan daerah yaitu

elastisitas pajak dan bouyancy tax Elastisitas

pajak menunjukan bagaimana seberapa cepat

respons dari pajak daerah terhadap perubahan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

sedangkan bouyancy tax menggambarkan

kinerja dari pemungutan pajak daerah yang

dihitung dengan cara membagi pertumbuhan

penerimaan pajak daerah dengan

pertumbuhan PDRB

Spesifikasi model yang dipakai untuk mengukur

elastisitas pajak daerah diantaranya dapat

menggunakan persamaan pajak Mansfield

(1972) dan Wirasasmita (1982) serta model

adjustment equation modifikasi Wirasasmita

(1994) Model persamaan pajak Mansfield dan

Wirasasmita memiliki kemiripan seperti dituliskan

sebagai berikut

Ln T = Ln α + ε Ln Ykap

dimana

T = Penerimaan Pajak Daerah

Ykap = PDRB per Kapita

α = Konstanta

ε = Koefisien Elastisitas

Indikator elastisitas pajak yang digunakan untuk

mengukur kemampuan fiskal daerah yait

1 Jika ε gt 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

bersifat elastis Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif kecil

2 Jika ε lt 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

BAB VI

Analisis Potensi dan Tantangan

Ekonomi Regional

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

92

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

bersifat inelastis Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif besar

3 Jika ε = 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

bersifat unitary Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif tidak berubah

Selanjutnya model adjustment equation

modifikasi Wirasasmita (1994) dapat diadaptasi

untuk mencari koefisien bouyancy tingkat

kesulitan penerimaan pajak daerah Modelnya

sebagaimana berikut

Rt = b1 + b2 Yt +Ut

dimana

Rt = Penerimaan Pajak Daerah

Yt = PDRB per kapita

Dalam persamaan (1) di atas Rt dianggap

fungsi linear dari Yt dan tidak dapat diobservasi

sehingga untuk mengatasi hal tersebut

digunakan penyesuaian adjustment equation

modifikasi Wirasasmita (1994) dengan hasil akhir

persamaannya sebagai berikut

Rt = k bt Ytkb2 Rt-1 (1-k) ( k Ut + Vt )

dari persamaan di atas dapat ditransformasikan

ke dalam bentuk linear sebagai berikut

LnRt = Ln (kb1) + (kb2) Ln Yt + (1-k)Rt-1 + Ln(kUt + Vt)

atau

Ln Rt = Ln α0 + α1 Ln Yt + α2 Ln Rt-1

Berdasarkan persamaan di atas maka dapat

diketahui

α2 = 1 ndash k

k = 1 ndash α2

0 le k le 1

dimana

k = Koefisien penyesuaian nilai adjustment

equation yang menggambarkan tingkat

kesulitan pemungutan pajak daerah yang

diestimasi Apabila mendekati atau sama

dengan satu berarti tingkat kesulitan

pemungutan relatif rendah karena telah

dapat merealisasikan target penerimaan

pajak daerah Sebaliknya jika mendekati

nol berati tingkat kesulitan relatif tinggi

karena belum mampu mencapai target

penerimaan

αn = Koefisien elastisitas yang berarti

perubahan penerimaan pajak daerah

yang berkaitan dengan perubahan PDRB

Selanjutnya untuk mendapatkan tingkat

keterlambatan pemungutan pajak daerah

dihitung dengan cara (1-k) k

A2 Hasil Estimasi

Data yang digunakan untuk menganalisis

potensi pajak daerah di Provinsi Papua Barat

yaitu 12 dari 13 kabupatenkota disebabkan

data pajak daerah untuk Kab Pegunungan

Arfak tidak tersedia

Dari tabel 61 terlihat bahwa PDRB per kapita

tertinggi yaitu Kab Teluk Bintuni sebesar Rp47303

miliar dan pajak daerah tertinggi yaitu Kab

Tabel 61

Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (juta Rp)

Daerah Pajak

Daerah

PDRB per

kapita

Fakfak 742194 6740

Kaimana 776207 4636

Teluk Wondama 522598 4860

Teluk Bintuni 2474602 47303

Manokwari 4801653 5679

Sorong Selatan 95371 4098

Kab Sorong 1266225 12517

Raja Ampat 659287 6008

Tambrauw 84193 1646

Maybrat 42654 1756

Manokwari Selatan 65994 33995

Kota Sorong 4068078 6470

Sumber SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat

(data diolah)

93 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Manokwari sebesar Rp4802 miliar Selanjutnya

hasil estimasi data menggunakan program

Eviews 10 diperoleh persamaan sebagai berikut

(hasil lengkap terdapat pada bagian Lampiran)

Ln Tt = 3156 + 1246 Ln Ykap + 0360 Tt-1

Prob(F-statistic) = 00591

Prob(t-statistic) = 00588

dimana

Tt = Pajak daerah

Ykap = PDRB per kapita

Tt-1 = Pajak daerah tahun sebelumnya

Secara statistik pada tingkat kepercayaan 10

persen model potensi penerimaan pajak

daerah di atas terindikasi signifikan baik secara

parsial maupun serentak dikarenakan nilai

Prob(F-statistic) dan Prob(t-statistic) di bawah 10

persen dengan penjelasan masing-masing

koefisien sebagai berikut

1 Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa

elastisitas penerimaan pajak daerah

terhadap PDRB per kapita bersifat elastis

yang mengindikasikan respon pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per kapita relatif

cepat Artinya ketika PDRB per kapita

mengalami kenaikan sebesar 1 persen

maka direspon peningkatan pajak daerah

sebesar 1246 persen Dengan koefisien yang

kecil tersebut dapat digeneralisasikan

bahwa tingkat ketergantungan pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pemerintah pusat sangat tinggi

2 Koefisien bouyancy pajak daerah diperoleh

sebesar

k = 1 ndash α2

= 1 ndash 0360

= 0640

Koefisien tersebut nilainya relatif kecil yang

menunjukan bahwa

a tingkat kesulitan pemungutan pajak

daerah relatif tinggi

b realisasi penerimaan pajak daerah

hanya sebesar 64 persen dari target

yang ditetapkan

c tingkat keterlambatan pemungutan

pajak daerah sebesar (1 ndash k) k = (1 ndash

064) 064 = 05625 Artinya penerimaan

pajak daerah yang ditargetkan baru

dapat terealisasi pada 56 bulan

mendatang

A3 Implikasi Kebijakan

Dari hasil estimasi di atas ditemukan bahwa

permasalahan struktural yang menjadi faktor

penghambat pemerintah daerah dalam upaya

menaikkan pajak daerah yaitu terbatasnya SDM

perpajakan yang berkualitas lemahnya sistem

perencanaan dan pengawasan penerimaan

pajak daerah pelaksanaan pemungutan yang

tidak optimal potensi penerimaaan yang

terbatas dan lemahnya penegakkan hukum

(law enforcement) atas pelanggaran pajak

daerah yang terjadi Oleh karena itu diantara

kebijakan dan strategi pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan

penerimaan pajak daerah yaitu

1 Meningkatkan basis data perpajakan

melalui (1) pendataan ulang wajib pajak

dan objek pajak (2) peningkatan koordinasi

internal pemerintah daerah terutama

kepada badandinas perizinan daerah dan

(3) pemanfaatan data pihak ketiga seperti

Badan Pertanahan setempat untuk

penerimaan PBB

2 Menyesuaikan dasar pengenaan pajak

dengan cara melakukan penelitian atas

dasar kemampuan wajib pajak

3 Melakukan kerjasama dan koordinasi

dengan kantor pelayanan pajak dan kantor

pelayanan kekayaan negara dan lelang

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

94

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

setempat dalam penilaian dan penagihan

pajak daerah

4 Melakukan koordinasi dengan aparat

kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP

setempat dalam pemeriksaan pajak daerah

5 Melakukan modernisasi sistem dan tata kola

pajak daerah dengan cara (1)

memanfaatkan teknologi informasi untuk

basis data (integrated database) dan

pelayanan perpajakan (2) membangun

organisasi pemungutan pajak daerah yang

handal dan (3) menyusun Standar

Operasional Prosedur (SOP) pemungutan

dan pelayanan perpajakan

6 Meningkatkan kapasitas sumber daya

manusia melalui (1) pelaksanaan diklat

penilaian penagihan dan pemeriksaan (2)

penambahan jumlah diklat terkait praktik

pemungutan perpajakan yang baik dan (3)

pelaksanaan kerjasama dengan pemerintah

daerah lain yang sukses dalam pemungutan

pajak daerah

B Analisis Sektor Unggulan Daerah

Pendekatan Input-Output Model

Salah satu keberhasilan pembangunan ekonomi

suatu daerah diantaranya dengan adanya

integrasi ekonomi yang menyeluruh dan

berkesinambungan di antara semua sektor

produksi Dalam sistem ekonomi pasar (market

economy system) integrasi ekonomi terlihat

ketika pelaku ekonomi melakukan jual beli input

produksi Namun suatu sektor ekonomi tidak bisa

berkembang mengandalkan kekuatannya

sendiri tanpa dukungan dari sektor lainnya

Sebagai contoh seorang produsen roti

membutuhkan input tepung sebagai bahan

bakunya Untuk itu produsen tersebut harus

membelinya dari pabrik tepung Sementara itu

pabrik tepung membutuhkan mesin-mesin untuk

memproduksi tepungnya dan begitu seterusnya

sehingga sulit menemukan akhir dari interaksi

ekonomi tersebut

Salah satu model yang dapat menjelaskan

interaksi diantara pelaku ekonomi adalah model

input-output yang pertama kali dikenalkan oleh

Wassily Leontief pada tahun 1930-an yang

kemudian mendapatkan Nobel pada tahun

1973 (Miler dan Blair 1985) Melalui input-output

model dapat diketahui aliran keterkaitan

antarsektor dalam suatu perekonomian

Misalkan input produksi dari sektor A merupakan

output dari sektor B dan sebaliknya input dari

sektor B merupakan output dari sektor A yang

pada akhirnya keterkaitan antarsektor akan

menyebabkan keseimbangan antara

penawaran dan permintaan dalam suatu

perekonomian

B1 Konsep dan Definisi

Beberapa konsep penting dari variabel yang

digunakan dalam analisis input output yaitu

1 Output

Merupakan nilai dari seluruh faktor produksi yang

dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan

memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di

suatu wilayah

2 Input Antara

Merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan

untuk barang dan jasa yang digunakan habis

dalam proses produksi Contohnya bahan baku

bahan penolong jasa perbankan dan

sebagainya

3 Input Primer

Merupakan input atau biaya yang timbul

sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi

dalam suatu kegiatan ekonomi Contohnya

upahgaji surplus usaha penyusutan barang

modal dan pajak tak langsung netto

95 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

4 Permintaan Akhir

Merupakan permintaan atas barang dan jasa

yang digunakan untuk konsumsi akhir terdiri dari

konsumsi rumah tangga konsumsi pemerintah

pembentukan modal tetap bruto perubahan

stok dan ekspor-impor

B2 Metodologi Pengukuran

Menurut Badan Pusat Statistik model input

output pada dasarnya merupakan uraian

statistik dalam bentuk matriks (tabel) yang

menyajikan informasi tentang transaksi barang

dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan

kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah

pada suatu periode waktu tertentu Isian

sepanjang baris dalam matriks menunjukan

bagaimana output suatu sektor ekonomi

dialokasikan ke sektor-sektor lainnya untuk

memenuhi permintaan antara dan permintaan

akhir sedangkan isian dalam kolom menunjukan

pemakaian input antara dan input primer oleh

suatu sektor dalam proses produksinya

Terdapat 2 (dua) metode untuk menyusun suatu

tabel Input-Output (I-O) yaitu metode panjang

(long-way) dan metode pendek (short-cut)

dengan penjelasan sebagai berikut

1 Metode Panjang (Long-Way)

Metode ini biasanya dikenal sebagai metode

survei (survey method) Metode ini dimaksudkan

untuk membangun tabel I-O dari tahap nol

(tabel I-O belum ada) sampai tabel I-O tersebut

menjadi ada dengan menggunakan data

secara lengkap baik data yang sudah tersedia

atau pun data yang diperoleh melalui

penyelenggaraan berbagai survei dan melalui

rekonsiliasi atau siklus iterasi yang dilakukan

berkali-kali Oleh karena itu metode ini disebut

sebagai metode panjang (long-way) karena

membutuhkan suatu proses yang lama dan

panjang yang membutuhkan data kompleks

hasil dari berbagai survei Misalnya data

mengenai output input antara yang dihasilkan

atau yang digunakan oleh berbagai kegiatan

ekonomi data mengenai impor input antara

data mengenai impor pengeluaran konsumsi

rumah tangga data mengenai pengeluaran

pemerintah data mengenai Anggaran

Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) data

mengenai investasi data struktur produksi dalam

menghasilkan output data mengenai pajak

tidak langsung dan subsidi dan sebagainya

2 Metode Pendek (short-cut)

Metode kedua adalah metode pendek (short-

cut) atau biasa juga disebut sebagai metode

bukan-survei (non-survey method) Metode ini

tidak melakukan penyusunan tabel I-O seperti

metode panjang (long-way) tetapi

menggunakan tabel I-O yang telah tersedia

yaitu dengan cara melakukan proses updating

data terbaru namun sifatnya terbatas dengan

tetap menggunakan koefisien-koefisien input

yang sama karena diasumsikan bahwa tidak

terdapat perubahan teknologi selama periode

waktu tertentu atau dengan melakukan

perbaikan terhadap koefisien-koefisien input

berdasarkan data atau informasi terakhir yang

diterima

Pada analisis ini yang digunakan sebagai dasar

perhitungan yaitu tabel I-O Provinsi Papua Barat

tahun 2013 dengan 40 klasifikasi sektor dari padi

sampai jasa lainnya Dari tabel I-O tersebut

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System) model

Miller dan Blair (1985) yaitu dengan

memperbaharui satu atau beberapa koefisien

input kegiatan produksi tertentu berdasarkan

data yang diperoleh atau studi yang tersedia

dan kemudian melakukan proses iterasi

terhadap kuadran 1 dan kuadran 3 setelah data

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

96

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

kuadran 3 (permintaan akhir) diperbaharui

Dari 40 klasifikasi sektor pada tabel I-O Provinsi

Papua Barat kemudian dipilih 10 sektor terbesar

yang dihitung dari transaksi total produsen

Sepuluh sektor tersebut sebagai berikut

B3 Hasil dan Pembahasan

Aplikasi yang digunakan untuk memperoleh

tabel I-O updating dalam analisis ini yaitu Aplikasi

Input Output Regional kerjasama antara Pusat

Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM

Edocon dan Bappenas Aplikasi tersebut

merupakan aplikasi yang dikembangkan dari

model input output Miller dan Blair untuk

perencanaan ekonomi daerah secara sektoral

B31 Analisis Pengganda (Multiplier)

Analisis ini digunakan untuk menilai dampak

perubahan variabel eksogen (permintaan akhir)

suatu sektor terhadap penciptaan output

pendapatan dan kesempatan kerja Hasil dari

perhitungan masing-masing pengganda

(multiplier) dapat dilihat pada tabel berikut ini

B311 Pengganda Output

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan nilai pengganda output

terbesar yaitu industri pengolahan migas

dengan nilai sebesar 17085 Nilai tersebut

menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan

permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1

juta sementara sektor lain diasumsikan tetap

maka akan meningkatkan output seluruh sektor

di dalam perekonomian sebesar Rp17085 juta

Setelah industri pengolahan migas sektor

dengan angka pengganda output terbesar

yaitu sektor ikan dengan nilai sebesar 14130

B312 Pengganda Pendapatan

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan pengganda pendapatan

tertinggi yaitu sektor jasa pendidikan sebesar

Tabel 62

Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor

Ekonomi Terbesar Provinsi Papua Barat Tahun 2013

(juta Rp)

Kode

I-O Sektor

Permintaan

Penawaran

15 Industri Pengolahan Migas 37054834

14 Pertambangan dan

Penggalian 14354088

23 Konstruksi 8346502

21 Industri Lainnya 6908640

17 Industri Makanan dan Minuman 4647288

37 Administrasi Pemerintahan dan

Jaminan Sosial 4419085

25 Perdagangan 4102431

11 Ikan 2039327

34 Keuangan 1994373

38 Jasa Pendidikan 1968256

Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi

Papua Barat (data diolah)

Tabel 63

Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 Metode Modified RAS

Sektor

Multiplier

Output Income Employment

Industri

Pengolahan Migas 17085 02001 00003

Pertambangan

dan Penggalian 11740 01675 00004

Konstruksi 11747 04002 00003

Industri Lainnya 11711 03232 00145

Industri Makanan

dan Minuman 11185 02932 00122

Administrasi

Pemerintahan dan

Jaminan Sosial

10000 07160 00001

Perdagangan 13108 02851 00006

Ikan 14130 02118 00050

Keuangan 11052 03053 00008

Jasa Pendidikan 13490 08161 00002

Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash

Bappenas

97 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

08161 Artinya jika terjadi peningkatan

permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1

juta sementara sektor lain diasumsikan tetap

maka akan meningkatkan pendapatan

masyarakat pada seluruh sektor di dalam

perekonomian sebesar Rp816 ribu Setelah jasa

pendidikan sektor dengan angka pengganda

pendapatan terbesar yaitu sektor administrasi

pemerintahan dan jaminan sosial dengan nilai

sebesar 07160

B313 Pengganda Tenaga kerja

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan pengganda tenaga kerja

tertinggi yaitu industri lainnya sebesar 00145

Artinya jika terjadi peningkatan permintaan

akhir pada sektor ini sebesar Rp1 juta sementara

sektor lain diasumsikan tetap maka akan

meningkatkan kesempatan kerja seluruh sektor

ekonomi sebanyak 14 orang Yang dimaksud

industri lainnya yaitu semua industri yang tidak

termasuk ke dalam industri pengolahan migas

industri pengolahan ikan industri makanan

industri barang kayu industri kertas dan industri

semen Setelah industri lainnya sektor dengan

angka pengganda tenaga kerja terbesar yaitu

industri makanan dan minuman dengan nilai

sebesar 00168

B32 Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi

Melalui model I-O dapat diidentifikasi sektor ndash

sektor yang mampu mendorong pertumbuhan

sektor lainnya dengan cepat atau sering juga

disebut sebagai sektor unggulan Untuk

menentukan sektor unggulan tersebut dapat

menggunakan metode pengukuran keterkaitan

antar sektor (industrial linkage analysis) oleh

Chenery-Watanabe (1958) yang membagi ke

dalam dua bagian yaitu keterkaitan ke

belakang (backward linkage) dan keterkaitan

ke depan (forward linkage) Rasmussen

sebagaimana dalam Hirschman (1958)

berpendapat lain dimana keterkaitan antar

sektor terbagi menjadi dua yaitu dampak

langsung (direct effect) dan dampak tidak

langsung (indirect effect)

Keterkaitan ke belakang (backward linkage)

adalah dampak dari suatu kegiatan produksi

terhadap permintaan barang dan jasa sebagai

input yang diperoleh dari sektor lain atau dapat

disebut juga sebagai daya penyebaran

Sedangkan keterkaitan ke depan (forward

linkage) adalah dampak yang ditimbulkan

karena penyediaan hasil produksi suatu sektor

terhadap penggunaan input oleh sektor lain

atau disebut juga sebagai derajat kepekaan

Berdasarkan perhitungan keterkaitan antar

sektor di Provinsi Papua Barat pada tabel 64

sektor yang memiliki keterkaitan ke depan

(forward linkage) terbesar yaitu industri lainnya

dan industri makanan-minuman dengan nilai

Tabel 64

Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Metode Modified RAS

Sector Linkages

Backward Forward

Industri Pengolahan Migas 17085 01255

Pertambangan dan

Penggalian 11740 04390

Konstruksi 11747 01353

Industri Lainnya 11711 09016

Industri Makanan dan

Minuman 11185 06752

Administrasi Pemerintahan

dan Jaminan Sosial 10000 02126

Perdagangan 13108 00000

Ikan 14130 01701

Keuangan 11052 04114

Jasa Pendidikan 13490 01552

Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash

Bappenas

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

98

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masing-masing sebesar 09016 dan 06752

Sementara itu sektor yang memiliki keterkaitan

ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu

industri pengolahan migas dan ikan dengan nilai

masing-masing sebesar 17085 dan 14130

B4 Implikasi Kebijakan

Dari hasil perhitungan di atas kebijakan

pengembangan sektoral yang dapat ditempuh

pemerintah daerah Provinsi Papua Barat

diantaranya

1 Apabila dalam proses pembangunan lebih

mengutamakan pertumbuhan ekonomi

yang mantap sebaiknya pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat lebih berfokus

untuk mendorong industri pengolahan migas

dan sektor perikanan dikarenakan memiliki

pengganda output terbesar

2 Apabila sasaran utama dari proses

pembangunan adalah peningkatan

pendapatan masyarakat maka kebijakan

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

sebaiknya lebih fokus untuk mendorong

sektor jasa pendidikan dikarenakan memiliki

pengganda pendapatan terbesar

3 Apabila fokus pembangunan daerah

adalah peningkatan kesempatan kerja

maka kebijakan pemerintah daerah di

Provinsi Papua sebaiknya lebih

mengutamakan industri lainnya dan industri

makanan-minuman dikarenakan memiliki

pengganda tenaga kerja terbesar

4 Sektor kunci yang dapat dijadikan unggulan

oleh pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat yaitu industri lainnya dan industri

makanan-minuman dikarenakan memiliki

derajat kepekaan tertinggi Sementara itu

industri pengolahan migas dan sektor ikan

dapat dijadikan sektor kunci karena memiliki

daya penyebaran terbesar

C Analisis Tantangan Ekonomi Regional

Pembangunan merupakan sebuah proses

transformasi masyarakat dari cara berfikir

tradisional menuju ke arah yang lebih modern

(Stiglitz 1998) Adapun tujuan inti dari

pembangunan itu sendiri adalah peningkatan

ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai

barang kehidupan pokok seperti sandang

pangan papan kesehatan dan perlindungan

keamanan Selain itu pembangunan juga

bertujuan untuk peningkatan standar hidup

penyediaan lapangan pekerjaan perbaikan

kualitas pendidikan serta perluasan pilihan-

pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu

secara keseluruhan (Todaro dan Smith 2003)

Pada era globalisasi saat ini pembangunan

kawasan regional menjadi pelaku utama dalam

perekonomian sebuah negara Artinya ketika

mendiskusikan kemajuan perekonomian

Tiongkok maka yang dimaksud adalah

beberapa daerah yang memiliki perekonomian

maju di Tiongkok Begitu juga ketika

mendiskusikan kemajuan perekonomian

Indonesia maka yang dimaksud adalah

kemajuan perekonomian di Jawa Surabaya

Medan dan Makassar Sebagai negara

kepulauan Indonesia memiliki keadaan

geografis dan kepemilikan sumber daya alam

(natural resources) yang berbeda antar daerah

Sebagian daerah memiliki sumber daya alam

melimpah namun sebagian daerah miskin akan

sumber daya Kondisi ini diantaranya yang

menjadi sebab terjadinya kesenjangan

pembangunan antar daerah

Selama satu dasawarsa terakhir pelaksanaan

otonomi daerah pembangunan di Provinsi

Papua Barat relatif masih tertinggal

dibandingkan daerah lainnya Beberapa

tantangan yang dihadapi dalam mengejar

99 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

ketertinggalan tersebut diantaranya

kepemilikan sumber daya alam (natural

resources) melimpah namun diekspor dalam

bentuk raw material kapasitas SDM relatif

rendah kondisi sosial politik belum stabil potensi

pengembangan pariwisata belum memiliki

layanan pendukung memadai kendala

pembangunan infrastruktur terkait hak ulayat

tanah penegakkan hukum (law enforcement)

masih rendah dan pengembangan UMKM

belum memanfaatkan teknologi baik dari sisi

produksi maupun pemasaran

C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam

(Natural Resource Curse)

Kepemilikan sumber daya alam (natural

resources) yang melimpah tidak selalu

berbanding lurus dengan kemajuan

pembangunan Fenomena tersebut dikenal

sebagai Natural Resource Curse (Kutukan

Sumber Daya Alam) Natural Resource Curse

merupakan paradoks antara kepemilikan

natural resources yang melimpah terutama

sumber daya alam tidak terbarukan (non-

renewable resources) terhadap rendahnya

pertumbuhan ekonomi Hal ini umumnya terjadi

pada daerah-daerah berkembang yang

mengandalkan sumber daya alam sebagai

sumber utama pendapatan daerahnya Sumber

daya alam dieksploitasi secara intensif namun

tidak diberikan nilai tambah (value added)

dimana hanya diekspor sebagai bahan baku

(raw materials) Kegiatan eksploitasi secara

berlebihan akan mengancam keberlanjutan

dari pembangunan ekonomi karena cepat atau

lambat sumber daya alam itu dapat habis sama

sekali (depletable resources)

Salah satu peristiwa yang menggambarkan

terjadinya Natural Resource Curse seperti yang

terjadi di Belanda atau yang dikenal sebagai

Dutch Desease Corden dan Neary (1982)

menjelaskan fenomena Dutch Desease sebagai

kegiatan eksploitasi sumber daya alam besar-

besaran (booming sector) yang berdampak

pada menurunnya daya saing ekspor barang

yang dihasilkan dari sektor lain

Fenomena Natural Resource Curse juga terjadi

di beberapa daerah di Indonesia seperti yang

terjadi di Provinsi Papua Barat Provinsi ini memiliki

sumber daya alam melimpah namun dari segi

tingkat pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi cenderung lebih rendah jika

dibandingkan dengan daerah lain yang tidak

memiliki sumber daya alam Provinsi Papua Barat

memiliki cadangan gas terbesar yang diekspor

sebagai raw material ke berbagai negara LNG

Tangguh merupakan mega proyek yang

membangun kilang LNG di Teluk Bintuni untuk

menampung gas alam yang berasal dari

beberapa Blok di sekitar Teluk Bintuni seperti Blok

Berau Blok Wiriagar dan Blok Muturi Mega

proyek tersebut merupakan kegiatan

pengeboran untuk menarik cadangan gas

sebesar 144 triliun kaki kubik

C2 Pengembangan Kapasitas SDM

Pembangunan fisik akan menjadi lebih produktif

jika memiliki sumber daya (modal) manusia yang

berkualitas Adanya program pembangunan

seperti jalan raya jembatan bendungan irigasi

rumah sakit pabrik sekolah dan program

pembangunan lainnya membutuhkan SDM

yang ahli di bidangnya Jika SDM yang

berkualitas jumlahnya tidak memadai maka

pembangunan fisik akan berjalan menjadi

kurang efisien dan efektif dimana mesin-mesin

produksi yang ada menjadi cepat rusak bahan-

bahan banyak yang terbuang dan kualitas dari

produksi yang dihasilkan sangat rendah Para

ekonom berpendapat bahwa kekurangan

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

100

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

investasi modal manusia merupakan penyebab

lambatnya pembangunan Dengan tidak

mengembangkan pendidikan pengetahuan

dan ketrampilan maka produktivitas dari modal

fisik akan merosot (Jhingan 1983)

Pengembangan kapasitas SDM di Provinsi Papua

Barat menunjukan peningkatan tiap tahun

walaupun masih tertinggal dari daerah lainnya

Keadaan ini terlihat dari pencapaian nilai IPM

yang mengalami kenaikan dari 596 pada tahun

2010 menjadi 6374 pada tahun 2018

C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism)

Pada umumnya tantangan yang dihadapi

dalam pengembangan tourism di Provinsi Papua

Barat yaitu destinasi wisata belum memiliki

layanan pendukung yang baik seperti air bersih

pengolahan limbah jaringan komunikasi dan

layanan keuangan Padahal Provinsi Papua

Barat memiliki potensi pariwisata menakjubkan

dengan keanekaragaman budaya keindahan

alam dan keanekaragaman hayati Diantara

destinasi wisata terbaik di Papua Barat yaitu

Kepulauan Raja Ampat dan Taman Nasional

Teluk Cenderawasih Kepulauan Raja Ampat

merupakan rangkaian empat gugusan pulau

yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian

Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua Raja

Ampat merupakan rumah bagi 75 spesies koral

yang ada di dunia dan 1500 spesies ikan

termasuk beragam jenis hiu Selain itu Raja

Ampat pernah dinobatkan sebagai Worldrsquos Best

Snorkeling Destination berdasarkan survei CNN

tahun 2015 dan The Outstanding Liveaboard

Diving Destination dalam Diving and Resort

Travel Expo Hong Kong tahun 2016 Adapun

Taman Nasional Teluk Cenderawasih

merupakan taman nasional perairan laut terluas

di Indonesia yang terdiri dari daratan dan pesisir

pantai (09) daratan pulau-pulau (38)

terumbu karang (55) dan perairan lautan

(898) Potensi karangnya tercatat 150 jenis dari

15 famili dan tersebar di tepian 18 pulau besar

dan kecil Persentase penutupan karang hidup

bervariasi antara 3040 sampai dengan 6564

Di Taman Nasional ini kaya akan jenis ikan

dimana tercatat kurang lebih 209 jenis yang

terdiri dari butterflyfish angelfish damselfish

parrotfish rabbitfish dan anemonefish

Diantara strategi yang dapat dilakukan

pemerintah daerah dalam pengembangan

pariwisata yaitu dengan meningkatkan kualitas

pelayanan pada beberapa aspek yang

berhubungan dengan ketersediaan alat

transportasi berjadwal jaringan telekomunikasi

ketersediaan pengolahan limbah peningkatan

atau sertifikasi SDM pariwisata asuransi

perjalanan ketersediaan layanan yang

berhubungan dengan perbankan dan

keselamatan perjalanan

C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana

Infrastruktur

Provinsi Papua Barat terdiri dari 13

KabupatenKota dengan luas wilayah

10295515 Kmsup2 (70 dari luas Pulau Jawa)

dimana kondisi topografi Provinsi Papua Barat

sangat bervariasi yang membentang mulai dari

dataran rendah rawa sampai dataran tinggi

dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan

tropis padang rumput dan padang alang-

alang Ketinggian wilayah di Provinsi Papua

Barat bervariasi dari 0 sd gt 2940 mdpl Kondisi ini

merupakan salah satu elemen yang menjadi

barrier transportasi antar wilayah terutama

transportasi darat serta dasar bagi kebijakan

pemanfaatan lahan sehingga membuat

pembangunan infrastruktur di Papua Barat

terkendala

101 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kendala lain dalam pembangunan infrastruktur

adalah terkait hak ulayat dalam pembebasan

lahan Tanah ulayat dalam masyarakat Papua

Barat diyakini sebagai peninggalan alam nenek

moyang kepada masyarakat hukum adat

sehingga masyarakat memiliki hubungan

lahiriah dan batiniah serta berhak atas

pemanfaatan dari sumber daya alam termasuk

tanahnya Hal inilah yang menyebabkan

terhambatnya pembangunan infrastruktur

karena terkadang pengembang yang sudah

membangun masih harus mengganti hak ulayat

C5 Stabilitas Sosial Politik

Sebagaimana dikatakan Drazen (2000) kondisi

sosial politik mempengaruhi kinerja dari

pembangunan dimana instabilitas politik

memiliki dampak negatif terhadap proses

pembangunan itu sendiri Barro (1991)

berpendapat bahwa kondisi politik yang tidak

stabil diukur melalui revolusi kudeta dan tingkat

kriminalitas Aisen dan Veiga (2011)

menambahkan indikator stabilitas politik berupa

tingkat kebebasan ekonomi tingkat

homogenitas etnis dan perubahan kabinet

Tingkat stabilitas sosial politik Papua Barat

tercermin pada tingkat kriminalitas yang

cenderung semakin naik Pada tahun 2015

jumlah kriminalitas sebanyak 2281 kasus

Kemudian pada tahun 2019 jumlahnya

meningkat menjadi 3981 kasus atau naik 745

persen

C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement)

Salah satu syarat dari keberhasilan

pembangunan yaitu adanya penegakkan

hukum (Law Enforcement) di semua aspek

kehidupan bermasyarakat Berbeda dari daerah

lain Provinsi Papua Barat memiliki dua sumber

hukum yang berbeda yaitu hukum positif dan

hukum adat Hukum positif merupakan hukum

yang bersumber dari peraturan perundangan

sedangkan hukum adat merupakan hukum

yang bersumber dari keputusan adat

Penegakkan hukum positif di Provinsi Papua

Barat relatif masih rendah meskipun

menunjukan peningkatan tiap tahunnya Hal ini

terlihat dari persentase penyelesaian tingkat

kejahatan yang mengalami kemajuan Pada

tahun 2015 penyelesaian tingkat kejahatan di

Provinsi Papua Barat sebesar 2436 persen

Namun pada tahun 2019 tingkat

penyelesaiannya naik menjadi 4752 persen

2281

36213753 3862 3981

0

1000

2000

3000

4000

5000

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 61

Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi

Papua Barat Tahun 2015 - 2019

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

2436

4482 43964572

4752

0

10

20

30

40

50

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 62

Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi

Papua Barat Tahun 2015 - 2019 (persen)

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

102

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C7 Pengembangan UMKM (Small and

Medium Enterprises)

Selain permasalahan pembiayaan pelaku

UMKM dihadapkan pada masalah

ketidakmampuan untuk bersaing dari pelaku

industri yang lebih mapan UMKM biasanya

hanya mengandalkan teknologi sederhana

untuk memproduksi barang sehingga menjadi

kurang efisien Dari sisi pemasaran UMKM hanya

mengandalkan pemasaran tradisional yang

belum memanfaatkan teknologi internet

sehingga penjualan hasil produksi menjadi tidak

maksimal Hal ini dapat digambarkan melalui

kurva Technological Discontinuity sebagaimana

dalam Foster (1986)

Pada kurva C1 UMKM yang tidak menggunakan

teknologi menghasilkan performance yang

rendah sebesar P0 Setelah menggunakan

teknologi (TI1) perfomance akan meningkat

sebesar P1 dan seterusnya sampai menghasilkan

batas performance maksimal sebesar P2 Pada

kurva C2 menunjukan ditemukannya teknologi

baru yang semakin meningkatkan performance

UMKM sebesar P3

Diantara peran pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat dapat membantu pengembangan

UMKM melalui pemanfaatan teknologi baik dari

sisi produksi maupun pemasaran Sebagian

besar UMKM usahanya merubah bahan mentah

atau bahan baku (raw material) menjadi

barang setengah jadibarang jadi Pemerintah

daerah dapat memberikan pelatihan kepada

pelaku UMKM untuk meningkatkan nilai tambah

(value added) barang yang dihasilkan sehingga

menaikkan nilai jual barang tersebut Selain itu

dengan memanfaatkan teknologi pemerintah

daerah juga dapat membantu pemasaran

produksi UMKM secara web based serta pelaku

UMKM diberikan pelatihan untuk memasarkan

produk yang dihasilkan secara online

B

A

P3

Performance

Time Technology

Investment

P1

P2

TI2 TI3

C1

C2

P0

TI1

C

Gambar 51

Technological Discontinuity Curve

Halaman ini sengaja dikosongkan

ANALISIS

TEMATIK

DJPbKawalAPBN

ldquoKehidupan para Ibu dan Anak di Kampung Klayas Distrik

Saget Sorongrdquo

103

Analisis Tematik

Pemerataan pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi Indonesia terus menunjukkan adanya

peningkatan yang positif selama beberapa

tahun terakhir (BPS 2019) Keberhasilan

pertumbuhan ekonomi dapat terilihat dari

adanya peningkatan pada investasi domestik

dan ekspor penurunan jumlah dan persentase

penduduk miskin serta banyaknya supply

tenaga kerja yang berkualitas dan penurunan

tingkat pengangguran terbuka Hal ini sejalan

dengan temuan dari berbagai penelitian yang

menunjukkan adanya korelasi positif antara

pertumbuhan ekonomi dengan kualitas sumber

daya manusia (SDM) Terbentuknya kualitas SDM

harus dimulai sejak dini Studi menunjukkan

bahwa investasi pada awal kehidupan erat

kaitannya dengan kualitas SDM yang lebih tinggi

di masa yang akan datang (Heckman 2008)

Namun demikian pencapaian Indonesia dalam

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pemerataan pembangunan belum diikuti

dengan peningkatan status kesehatan terutama

pada balita ibu hamil dan remaja putri

Kesenjangan perekonomian antar wilayah

menjadi awal permasalahan kesejahteraan

penduduk yang berdampak lanjutan pada

masalah lainnya seperti masalah gizi buruk dan

stunting Masalah tersebut hingga kini masih

menjadi persoalan besar yang perlu diatasi

segera

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada

anak balita akibat kekurangan gizi kronis

terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan

(HPK) Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa satu dari

tiga anak balita di Indonesia mengalami

masalah stunting Permasalahan gizi ini terjadi di

hampir seluruh wilayah Indonesia dan tidak

hanya terjadi pada kelompok penduduk miskin

tetapi juga pada kelompok kaya

Stunting memiliki dampak yang besar terhadap

tumbuh kembang anak dan juga perekonomian

di masa yang akan datang Dampak stunting

terhadap kesehatan dan tumbuh kembang

anak sangat merugikan Stunting dapat

mengakibatkan gangguan tumbuh kembang

anak terutama pada anak-anak berusia di

bawah dua tahun Anak-anak yang mengalami

stunting pada umumnya akan mengalami

hambatan dalam perkembangan kognitif dan

motoriknya yang akan mempengaruhi

produktivitasnya saat dewasa Selain itu anak

tersebut juga memiliki risiko yang lebih besar

untuk menderita penyakit tidak menular seperti

diabetes obesitas dan penyakit jantung pada

BAB VII

Analisis Tematik

Sinergi dan Konvergensi Program Penanganan Stunting di Daerah

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

104

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

saat dewasa Secara ekonomi hal tersebut

tentunya akan menjadi beban bagi negara

terutama akibat meningkatnya pembiayaan

kesehatan

Potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh

stunting sangat besar Laporan World Bank pada

tahun 2016 menjelaskan bahwa potensi

kerugian ekonomi akibat stunting dapat

mencapai 2-3 persen dari Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Dengan demikian

apabila PDRB sebesar Rp84 triliun maka potensi

kerugian ekonomi yang mungkin dialami adalah

sebesar Rp25 triliun per tahun Di beberapa

wilayah di Afrika potensi kerugian akibat stunting

bahkan tercatat lebih tinggi lagi hingga bisa

mencapai 11 persen Selain itu stunting juga

menyebabkan berkurangnya 10 persen dari

total pendapatan seumur hidup sehingga

dapat berkontribusi pada melebarnya

kesenjangan dan menyebabkan kemiskinan

antar generasi

Permasalahan kekurangan gizi pada anak erat

kaitannya dengan tingkat pendapatan

keluarga Keluarga dengan tingkat pendapatan

yang rendah pada umumnya memiliki masalah

dalam hal akses terhadap bahan makanan

terkait dengan daya beli yang rendah Selain

pendapatan kerawanan pangan di tingkat

rumah tangga juga sangat dipengaruhi oleh

inflasi harga pangan Faktor penting lain yang

mempengaruhi terjadinya masalah kekurangan

gizi pada anak balita adalah buruknya pola

asuh terutama rendahnya pengetahuan akan

pentingnya pemberian ASI eksklusif asupan

makanan orang tua yang kurang sehingga

kualitas ASI menurun buruknya kondisi

lingkungan seperti akses sanitasi dan air bersih

ditambah dengan rendahnya akses pada

pelayanan kesehatan Melihat faktor penyebab

permasalahan stunting yang multi dimensi

percepatan pencegahannya harus dilakukan

melalui penanganan masalah gizi sebagai salah

satu penyebab utama dengan pendekatan

multi sektoral yang terintegrasi

A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING

Percepatan pencegahan stunting merupakan

pendekatan program (programmatic

approach) pertama yang dilakukan dengan

menyeluruh dan terintegrasi yang dilakukan

mulai dari hulu hingga ke hilir yang ditunjukkan

oleh tingginya komitmen pemerintah (Presiden

dan Wakil Presiden Menteri Pimpinan

Lembaga Gubernur BupatiWalikota dan

Kepala DesaLurah)

Pemerintah telah menetapkan Peraturan

Presiden Nomor 42 Tahun 2013 yang mengatur

mengenai Pelaksanaan Gerakan Nasional

Percepatan Perbaikan Gizi Peta jalan

percepatan perbaikan gizi terdiri dari empat

komponen utama yang meliputi advokasi

penguatan lintas sektor pengembangan

program spesifik dan sensitif serta

pengembangan pangkalan data Intervensi gizi

baik yang bersifat langsung (spesifik) dan tidak

langsung (sensitif) perlu dilakukan secara

bersama-sama oleh kementerianlembaga

pemerintah daerah serta pemangku

kepentingan lainnya

Penanganan stunting tidak bisa dilakukan

sendiri-sendiri (scattered) karena tidak akan

memiliki dampak yang signifikan Upaya

pencegahan stunting harus dilakukan secara

terintegrasi dan konvergen dengan pendekatan

non-sektoral Untuk itu pemerintah dalam hal ini

pusat dan daerah harus memastikan bahwa

seluruh Kementerian NegaraLembaga (KL)

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta mitra

105 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

pembangunan akademisi organisasi profesi

organisasi masyarakat madani perusahaan

swasta dan media dapat bekerjasama bahu-

membahu dalam upaya percepatan

pencegahan stunting Tidak hanya di tingkat

pusat integrasi dan konvergensi upaya

pencegahan stunting juga harus terjadi secara

komprehensif di tingkat daerah sampai dengan

tingkat desa

Sebagai langkah awal pada tahun 2018

sebanyak 100 kabupatenkota dan 1000 desa

lingkup nasional telah terpilih sebagai fokus area

intervensi Selanjutnya untuk tahun 2019 60

kabupatenkota dan 600 desa telah

ditambahkan sebagai area fokus intervensi

pencegahan stunting terintegrasi Dari sisi

anggaran Baik itu pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah telah mengalokasikan

anggaran yang relatif besar untuk berbagai

program yang berkontribusi kepada penurunan

stunting di beberapa KL dan OPD Selain itu

alokasi penurunan stunting tambahan juga

diberikan oleh pemerintah pusat kepada

daerah dalam bentuk Transfer ke Daerah dan

Dana Desa (TKDD) antara lain melalui (1) DAK

Fisik bidang Kesehatan Air Minum dan Sanitasi

(2) DAK Non Fisik Bantuan Operasional

Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga

Berencana (BOK dan BOKB) (3) Dana Desa

yang digunakan oleh desa (kampung) sesuai

dengan bidang penggunaan serta (4) Dana

Otonomi Khusus

A1 Kebijakan Pencegahan

Kebijakan penanganan stunting di Provinsi

Papua Barat tahun 2019 diarahkan sesuai

dengan strategi percepatan penurunan stunting

dengan memperluas cakupan intervensi

stunting Arah cakupan intervensi tersebut

diimplementasikan ke seluruh kabupatenkota

dan tidak hanya fokus pada dua daerah yang

menjadi lokus prioritas penurunan stunting (Kab

Tambraw Kab Sorong Selatan) Selain itu untuk

Pilar 4

Ketahanan Pangan

dan Gizi

Pilar 1

Komitmen dan Visi

Kepemimpinan

Pilar 2

Kampanye Nasional

dan Perubahan

Perilaku

Pilar 3

Konvergensi Program

Pusat Daerah dan

Desa

Pilar 5

Pemantauan dan

Evaluasi

Gizi Spesifik

Tablet tambah darah (ibu hamil

dan remaja)

Promosi dan konseling menyusui

Promosi dan konseling PMBA

Suplemen gizi makro (PMT)

Tata laksana gizi buruk

Pemantauan dan promosi

pertumbuhan

Suplementasi kalsium

Suplementasi vitamin A

Suplementasi Zinc untuk diare

Pemeriksaan kehamilan

Imunisasi

Suplemen gizi mikro setelah

taburia

Manajemen Terpadu Balita Sakit

Konsumsi Gizi

Gizi Sensitif bull Air bersih dan sanitasi

bull Bantuan pangan non-tunai

Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN)

bull Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD)

bull Program Keluarga Harapan

(PKH)

bull Bina Keluarga Balita (BKB)

bull Kawasan Rumah Pangan

Lestari (KRPL)

bull Fortifikasi Pangan

Pola Asuh

Pelayanan

Kesehatan

Kesehatan

Lingkungan

Perbaikan

Asupan Gizi

Penurunan

Infeksi

Prevalensi

Stunting

Peningkatan cakupan

intervensi pada

sasaran 1000 HPK

Anemia

BBLR

ASI Eksklusif

Diare

Kecacingan

Gizi Buruk

Gambar 71

Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting

5 PILAR PERCEPATAN

PENCEGAHAN STUNTING

INTERVENSI OUTPUT INTERMEDIATE

OUTCOME DAMPAK

Sumber Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018-2024

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

106

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

mengakselerasi penurunan stunting maka arah

kebijakan pemerintah daerah adalah sebagai

berikut

1 Optimalisasi pemanfaatan anggaran

program penurunan stunting yang ada saat

ini melalui implementasi perencanaan dan

penganggaran dengan penilaian kinerja

untuk monitoring dan evaluasi penggunaan

anggaran dan capaian program

2 Memperkuat konvergensi programkegiatan

hingga di level kampung (desa) melalui

peningkatan sinergi dan koordinasi

kabupaten dan kampung dalam

perencanaan dan penganggaran program

serta konvergensi pelaksanaan intervensi

prioritas pada 1000 HPK dari seluruh rumah

tangga sasaran yang ada di tingkat

kampung

3 Meningkatkan kualitas dan efektivitas

pelaksanaan program yang telah ada saat

ini antara lain melalui peningkatan kualitas

SDM pelaksana program (misalnya tenaga

pendidik PAUD dan penyuluh kesehatan

masyarakat) serta penguatan monitoring dan

evaluasi agar dapat mengukur pencapaian

kinerja

4 Memperluas cakupan kebijakan yang lebih

luas dan tidak terbatas bidang kesehatan

seperti peningkatan kualitas program

perlindungan sosial khususnya bantuan

pangan PKH dan JKN Selain itu program-

program sektor pertanian pendidikan

infrastruktur (penyediaan air bersih dan

sanitasi) dan pemberdayaan perempuan

yang secara tidak langsung mendukung

pencapaian target perbaikan gizi

A2 Sasaran Program

Wilayah Provinsi Papua Barat dihuni oleh kurang

lebih 959617 jiwa dan tersebar di 13

kabupatenkota Sebesar 1074 persen (103062

jiwa) dari keseluruhan penduduk adalah bayi

berusia 0-48 bulan Sementara itu sebanyak

45256 jiwa adalah remaja putri dan sebanyak

199926 jiwa merupakan wanita usia subur (WUS)

berusia 15-39 tahun Diantara kelompok inilah

yang menjadi sasaran prioritas dan sasaran

penting dalam upaya percepatan pencegahan

stunting

Gangguan pertumbuhan di Provinsi Papua Barat

sebagian besar terjadi pada anak berusia 0-23

bulan Kondisi ini dapat terjadi disebabkan oleh

pemberian ASI makanan dan pola asuh pada

periode tersebut tidak tepat sehingga

mengganggu tumbuh kembang anak Tercatat

rata-rata lama pemberian ASI di Provinsi Papua

Barat hanya selama 989 bulan saja dan bahkan

masih terdapat bayi yang tidak pernah diberi ASI

(plusmn5400 orang)

Selain pemahaman terhadap pola asuh yang

kurang peningkatan prevalensi stunting juga

turut disebabkan oleh keadaan lingkungan

pendukung yang tidak memadai Berdasarkan

data BPS (2018) persentase rumah tangga yang

memiliki akses kepada air minum bersih di

Provinsi Papua Barat hanya sekitar 7018 persen

Sedangkan akses terhadap sanitasi pribadi rata-

rata sebesar 7262 persen dan 474 persen dari

keseluruhan rumah tangga tidak memiliki fasilitas

Tabel 71

Jumlah dan Kelompok Penduduk di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (jiwa)

Kelompok Laki-laki Wanita

Jumlah Penduduk 505239 454378

Penduduk Usia 0-4 52848 50254

Penduduk Usia 5-9 49917 47755

Penduduk Usia 10-14 48250 45256

Penduduk Usia 15-39 222658 199926

Bayi (0-5 th) imunisasi lengkap 22370 19996

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

107 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

sama sekali Kombinasi dari keadaan-keadaan

tersebut berpotensi dalam menghambat upaya

percepatan pencegahan stunting sehingga

kebijakan dan pelaksanaan program perlu

menyasar pada kelompok prioritas dan

perbaikan lingkungan pendukung

B PENANGANAN STUNTING OLEH

PEMERINTAH

Dalam rangka memastikan konvergensi

berbagai programkegiatan percepatan

penurunan stunting dilakukan maka acuan

yang digunakan adalah dokumen Strategi

Nasional Percepatan Pencegahan Stunting

(Stranas Stunting) yang diikuti oleh berbagai

pedoman operasional baik itu di tingkat

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah

Upaya pencegahan stunting yang konvergen

dan terintegrasi telah dilaksanakan di Provinsi

Papua Barat Upaya ini mencakup intervensi

multi sektor yang cukup luas mulai dari akses

makanan layanan kesehatan dasar termasuk

akses air bersih dan sanitasi akses pendidikan

perlindungan sosial serta pola pengasuhan

sebagaimana uraian dalam Stranas Stunting

B1 Belanja KL dalam APBN

Dalam kaitannya dengan percepatan

pencegahan stunting melalui belanja KL atau

yang bersumber dari dana APBN telah

dilakukan berbagai langkah dan kebijakan agar

pengelolaan program tersebut terarah dan

terukur Pada proses perencanaan khususnya

terkait dengan identifikasi output yang terkait

dengan stunting telah dilakukan penandaan

pemantauan dan evaluasi percepatan

pencegahan stunting sebagai dasar bagi KL

dalam mengidentifikasi output yang

berkontribusi kepada percepatan penurunan

stunting

Sesuai dengan kerangka hasil percepatan

penurunan stunting maka intervensi-intervensi

yang telah dilakukan selama tahun 2019

tersebut akan berdampak kepada

meningkatnya konsumsi gizi perbaikan pola

asuh meningkatnya akses dan kualitas layanan

kesehatan serta meningkatnya kesehatan

lingkungan yang pada akhirnya akan

memperbaiki asupan gizi terutama pada 1000

HPK dan kemudian akan menurunkan prevalensi

stunting

Pengunaan dana APBN dalam program

penanganan stunting di Provinsi Papua Barat

secara umum digunakan untuk keperluan

membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik (2)

intervensi sensitif dan (3) pendampingan

koordinasi dan dukungan teknis di

kabupatenkota dan kampung Selama tahun

2019 dana yang telah digunakan dalam

program stunting sebesar Rp10448 miliar

Penggunaan dana terbesar sesuai dengan

prioritas percepatan pencegahan yakni untuk

kegiatan intervensi sensitif (Kementerian

Kesehatan) sebesar Rp1928 miliar dan intervensi

spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta

Tabel 72

Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per

KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

KabupatenKota Akses Air

Bersih

Akses Air

Layak

Tidak ada

MCK

Kab Fakfak 6114 7041 702

Kab Kaimana 5381 4429 569

Kab Teluk Wondama 3359 1598 299

Kab Teluk Bintuni 6682 4426 499

Kab Manokwari 8872 3881 292

Kab Sorong Selatan 5364 4551 1321

Kab Sorong 5743 4621 271

Kab Raja Ampat 6395 3370 241

Kab Tambraw 1958 1870 1160

Kab Maybrat 1621 1307 779

Kab Manokwari Selatan 5737 3851 716

Kab Pegunungan Arfak 3663 3663 3052

Kota Sorong 9487 1818 026

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

108

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sebesar Rp842 miliar untuk kegiatan

pendampingan koordinasi dan dukungan teknis

(lintas KL) Penggunaan dana tersebut terbesar

direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif

terutama pembangunan Sistem Penyediaan Air

Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan

pendanaan sebesar Rp4353 miliar Penggunaan

dana yang besar lainnya adalah pembangunan

Sistem Pengelolaan Air Limbah pada 25 lokasi

dengan realisasi sebesar Rp1742 miliar

B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa

Pembiayaan program penurunan stunting juga

dilakukan dengan memanfaatkan dana

tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk

DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Penggunaan

Tabel 73

Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

Penguatan Intervensi Suplementasi Gizi pada Ibu Hamil dan Balita 99160840 13 Layanan 100

Pembinaan dalam Peningkatan Status Gizi Masyarakat 901090000 13 Layanan 100

Peningkatan Surveilans Gizi 1770940000 13 Layanan 100

Pembinaan dalam Peningkatan Pelayanan Kunjungan Neonatal Pertama 122215000 1 Layanan 100

Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah 139300000 1 Layanan 100

Pembinaan Pencegahan stunting 122007000 1 Layanan 100

Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan anak untuk Papua Barat 714575000 1 Layanan 98

Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Layanan 100

Layanan Capaian Eliminasi Malaria 1124803820 4625 Layanan 100

Layanan Pengendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan 3327530320 11 Layanan 100

Intervensi Percepatan Eliminasi Malaria Papua dan Papua Barat 5737637400 5 Layanan 100

Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit ISP 129502000 10 Layanan 100

Sarana dan Prasarana Penanggulangan TBC 836883400 15 Layanan 100

Sarana dan Prasarana Penanggulangan HIVAIDS 1561862237 18 Layanan 100

Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85

INTERVENSI SENSITIF

Pemberdayaan Pekarangan Pangan 4625794700 123 Kelompok 93

Hasil Pengawasan keamanan dan mutu pangan Segar 503082000 1 Rekomendasi 100

Pelaksanaan Strategi Promosi Kesehatan dlm mendukung Program Kesehatan 436753000 1 Layanan 100

Kampanye Hidup Sehat melalui Berbagai Media di Papua Barat 1553232000 2 Layanan 96

Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi Syarat 257380000 637 TPM 100

Pengawasan terhadap Sarana Air Minum (SAM) 123942000 5211 SAM 100

Pembinaan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 302746000 429 Desa 100

Rumah sakit rujukan yang memiliki pelayanan sesuai standar 110346800 1 RS Pengampu 100

Bimbingan Perkawinan Pra Nikah 257115860 159 Pasangan 75

Keluarga Miskin yang Mendapat Bantuan Tunai Bersyarat 2576223000 1 KPM 90

Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 74

SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 64

SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100

KIE Obat dan Makanan Aman 826691713 31 KIE 100

Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 99

Penguatan Peran PIK Remaja dan BKR dalam edukasi Kespro dan Gizi bagi

Remaja putri sebagai calon ibu 1669888794 225 Kelompok 99

PENDAMPINGAN KOORDINASI DAN DUKUNGAN TEKNIS

Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100

Pembinaan KabKota dlm Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di

Papua Barat 1294265000 2 Layanan 100

Pembinaan Puskesmas dlm Program Indonesia Sehat dgn Pendekatan Keluarga 151062768 74 Puskesmas 100

Pelatihan Strategis Sumber Daya Manusia Kesehatan 5939667100 518 Orang 100

Pembinaan amp Pengawasan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 602060200 3 KabKota 100

Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100

Sumber OMSPAN (data diolah)

109 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

dana ini antara lain melalui (1) DAK Fisik bidang

Kesehatan Air Minum dan Sanitasi dan (2)

Dana Desa yang digunakan oleh kampung

(desa) untuk bidang kesehatan pendidikan

sanitasi dan air minum

DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) yang diterima

oleh seluruh pemerintah daerah dan pemerintah

provinsi Papua Barat memiliki peruntukan yang

sudah ditetapkan sebagai syarat tahapan

penyaluran Oleh karena itu penggunaan dana

DFDD dalam rangka penanganan stunting

digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan

membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik dan

(2) intervensi sensitif Dana DFDD tahun 2019

yang telah digunakan dalam program stunting

sebesar Rp11548 miliar terdiri dari DAK Fisik

sebesar Rp6925 miliar dan Rp4642 miliar berupa

Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar adalah

pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar

Rp1021 miliar sedangkan intervensi spesifik

sebesar Rp135 miliar Realisasi terbesar

dialokasikan untuk perluasanpeningkatan

SPAM sebanyak 5852 sambungan rumah (SR)

dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp308

miliar Sementara penggunaan Dana Desa

terbesar diperuntukkan bagi pembangunan

sumber air bersih milik desa pada 1041 titik

dengan dana sebanyak Rp1752 miliar

B3 Belanja APBD

RKPD Pemerintah Provinsi Papua Barat Tahun

2019 disusun dengan memperhatikan masukan

dari rencana kegiatan yang dibuat berdasarkan

hasil analisis terhadap situasi program

Tabel 74

Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

DAK Fisik

Penyediaan Obat Gizi 618379770 4 Paket 100

Pengadaan Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil dengan Kekurangan

Energi Kronis (PMT BUMIL KEK - Pabrikan) 959581728 1 Paket 100

Penyediaan Alat Antropometri 1564015307 207 Paket 76

Penyediaan Sarana Prasarana Kesehatan Lingkungan 2876667089 29 Paket 59

Pengadaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit 41999300 1 Paket 100

Dana Desa

Penyediaan Obat Gizi 323865000 28 Paket 100

Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil 7146624150 1139 Unit 90

INTERVENSI SENSITIF

DAK Fisik

Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77

Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90

PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86

Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 10294226146 1378 SR 78

PerluasanPeningkatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 30801695898 5852 SR 81

Sarana dan Prasarana PAUD 1255742335 8 Ruang 100

Dana Desa

SaranaPrasarana PAUD 1288611688 398 Unit 70

Terlaksananya Pelatihan Pangan Sehat dan Aman 197000000 16 Paket 96

Pemeliharaan Sumber Air Bersih 8363963164 241 Unit 86

Pemeliharaan Sambungan Air Bersih 1398443564 18422 Meter 83

Sumber Air Bersih Milik Desa 17525913577 1041 Unit 70

Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga 4771816730 22030 Meter 93

Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah Rumah Tangga) 5143668021 3878 Meter 70

RehabilitasiPeningkatan Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah

Rumah Tangga) 262246705 354 Meter 93

Sumber OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

110

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

penurunan stunting RKPD sebagai pedoman

dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran

(KUA) Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara

(PPAS) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) menjadi jaminan pelaksanaan

programkegiatan terkait dengan intervensi gizi

spesifik dan sensitif menggunakan dana yang

bersumber dari APBD Program-program

tersebut dilaksanakan dengan target capaian

yang ditetapkan dalam RPKD

Prioritas pencegahan stunting sebagai

kombinasi dari kegiatan yang multi sektor

dilaksanakan oleh OPD-OPD dengan

menggunakan alokasi dana yang berasal dari

Otonomi Khusus (Otsus) dan DAK Non Fisik

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sesuai

dengan DPA yang telah ditetapkan Kegiatan

percepatan pencegahan stunting diselaraskan

dengan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh

KL yang berlokasi di kabupatenkota Dinas

Kesehatan memastikan terpenuhinya sumber

daya yang mendukung intervensi gizi spesifik

secara konvergen yang meliputi SDM

anggaran dukungan logistik dan kemitraan

Sedangkan Bappeda berperan dalam

koordinasi untuk menciptakan lingkungan yang

mendukung kebijakan intervensi secara

konvergen terutama intervensi sensitif dengan

menyelaraskan kebijakan seluruh OPD

Dana APBD di Provinsi Papua Barat pada tahun

Tabel 75

Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

Ibu Hamil

- Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin 1667044052 2182 Jiwa 85

- Suplementasi tablet tambah darah dan periksaan kehamilan 379861600 15317 Jiwa 80

Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-23 bulan

- Suplementasi kapsul vitamin 66836977 12320 Jiwa 100

- Pemantauan dan Promosi pertumbuhan (tingkat desa) 155659525 28693 Orang 100

Remaja Putri dan Wanita Usia Subur

- Suplentasi tablet tambah darah 799102989 44532 Jiwa 100

Anak Usia 24-59 bulan

- Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut 5660222222 2547 Jiwa 100

- Suplementasi kapsul vitamin A 107734789 47745 Jiwa 100

- Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100

INTERVENSI SENSITIF

Peningkatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi

- Akses air minum yang aman 11800000000 13 Kabkota 100

- Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85

Peningkatan kesadaran komitmen dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak

- Penyediaan konseling kesehatan dan reproduksi untuk remaja 1929297500 514 Orang 100

- Penyebarluasan informasi melalui berbagai media 207339727 50 Orang 100

- Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua 555195300 230 Orang 100

- Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 250000000 1 Kabkota 100

Peningkatan akses dan kualitas Pelayanan gizi dan kesehatan

- Akses pelayanan Keluarga Berencana 348042400 13 Kabkota 100

- Akses Jaminan Kesehatan (JKN) Orang Asli Papua 28818415000 589 Jiwa 100

- Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100

Peningkatan akses pangan Bergizi

- Akses kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) 711975000 10 Kelompok 85

- Akses kegiatan Kawasan Mandiri Pangan 371801600 6 Kawasan 80

Sumber Bappeda Provinsi Dinkes Provinsi Bappeda KabupatenKota dan Dinkes KabupatenKota (data diolah)

111 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

2019 dimanfaatkan dalam program

penanganan stunting untuk keperluan

membiayai kegiatan intervensi spesifik dan

intervensi sensitif Selama satu tahun tercatat

penggunaan dana sebesar Rp5744 miliar untuk

pencegahan stunting dengan kegiatan

intervensi spesifik sebesar Rp939 miliar dan

sebesar Rp4805 miliar untuk membiayai

kegiatan intervensi sensitif Penggunaan dana

tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi

penyediaan akses JKN Orang Asli Papua (OAP)

sebesar 2882 miliar Penggunaan dana yang

besar lainnya adalah untuk penyediaan akses

air minum yang aman dan pemberian makanan

tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut

dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118

miliar dan Rp566 miliar

B4 Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting

Kebijakan pembiayaan pada program

pencegahan stunting yang berasal dari APBN

dan APBD dalam berbagai skema merupakan

salah satu bentuk sinkronisasi kebijakan antara

pusat dan daerah Adanya sinkronisasi ini

diharapkan semakin mengakselerasi

peningkatan prevalensi stunting sekaligus

mendorong pembangunan infrastruktur serta

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di

masa depan Namun demikian dominasi dana

APBN masih terasa dan pemda tidak sanggup

jika harus menyediakan alokasi yang nantinya

akan mengurangi pendanaan kegiatan daerah

Selain itu pertimbangan keterbatasan kapasitas

fiskal daerah dikhawatirkan akan berdampak

pada gaji PNS karena alokasi terbesar dana

APBD dialokasikan untuk belanja pegawai Oleh

karena itu pada kegiatan intervensi spesifik

yang menyasar langsung prioritas pencegahan

(Ibu hamil baduta balita remaja putri)

peranan belanja KL sangat penting

Dari 13 pemerintah daerah yang ada di Provinsi

Papua Barat terdapat 2 kabupaten yang

menjadi lokus prioritas penanganan stunting

nasional Kondisi ini membuat fokus kegiatan

berada di kedua wilayah tersebut sedangkan

kabupatenkota lainnya pengalokasian hanya

bersifat memenuhi kewajiban yang sudah

ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (spesific

grant) dan berupaya mencari sumber

pembiayaan lainnya (Swasta) Sejauh ini

pelaksanaan pencegahan stunting selama

tahun 2019 di Provinsi Papua Barat dengan

kombinasi sumber pembiayaan yang ada

mencapai Rp27759 miliar Proporsi terbesar

berasal dari dana APBN (Belanja KL) mencapai

3764 persen (Rp10448 miliar) sedangkan

kontribusi DAK Fisik APBD dan Dana Desa

berturut-turut sebesar 2495 persen (Rp6925

miliar) 2069 persen (Rp5744 miliar) dan 1672

persen (Rp4642 miliar)

Tabel 76

Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)

Sumber Dana Intervensi Spesifik Intervensi Sensitif

Pendampingan

Koordinasi dan

Duktek

Kontribusi

APBN 19277886059 76779888382 8421955068 3764

DAK Fisik 6060643195 63186313948 - 2495

Dana Desa 7470489150 38951663449 - 1672

APBD

(DAU DAK Non Fisik Otsus) 9391806598 48045572569 - 2069

Jumlah 42200825002 226963438348 8421955068 10000

Sumber Bappeda Dinkes dan OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

112

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING

Pelaksanaan program sejauh ini dapat berjalan

lancar meskipun dengan alokasi anggaran yang

relatif besar melalui optimalisasi penggunaan

dana untuk mencapai output yang ditargetkan

Pada masa mendatang berbagai tantangan

masih harus dihadapi dalam pelaksanaan

program-program penurunan stunting

diantaranya

1 Koordinasi dan sinergi baik antar-KL antar

pemerintah kabupatenkota antara

pemerintah kabupatenkota dan provinsi

maupun antara pemerintah pusat dan

daerah yang masih perlu ditingkatkan

Berbagai program yang masih bersifat

sektoral dan kewilayahan perlu ditingkatkan

sinerginya sehingga dapat sepenuhnya saling

mendukung dalam akselerasi penurunan

stunting di daerah secara keseluruhan

2 Kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan

program yang masih perlu ditingkatkan

Keterbatasan pelaksana program di

lapangan baik dalam hal kualitas maupun

kuantitas sebaran penduduk yang luas

belum adanya mekanisme untuk memastikan

ketercapaian output serta lemahnya

monitoring dan evaluasi baik itu dari

pemerintah kabupatenkota pemerintah

provinsi maupun pemerintah pusat

menyebabkan implementasi program

menjadi tidak maksimal

3 Belum meratanya akses kepada layanan

kesehatan pendidikan anak usia dini air

bersih dan sanitasi karena keterbatasan

angaran dalam penyediaan sarana dan

prasarana

4 Kurangnya pengetahuan masyarakat

tentang gizi dan pola hidup sehat yang

berpengaruh pada praktek pengasuhan

yang tidak tepat Selain itu penyampaian

informasi atau sosialisasi yang terkendala

dengan jarak dan ketersediaan tenaga

kesehatan

Halaman ini sengaja dikosongkan

KESIMPULAN

SARAN

ldquoTarian Penyambutan oleh Suku Arfak suku asli Manokwarirdquo

DJPbKawalAPBN

113

Kesimpulan dan Rekomendasi

A KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dan analisis seperti

yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Pembangunan Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus didominasi oleh

pengaruh faktor ekonomi dengan kekayaan

alam (minyak bumi dan gas alam) yang

melimpah menjadi modal utama

2 Perekonomian Papua Barat hanya

didominasi oleh 3 kabupatenkota (Kota

Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk

Bintuni) sebagai lokasi pertambangan dan

perindustrian sehingga menyebabkan

kesenjangan dan tidak meratanya kapasitas

dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik

fasilitas perdagangan fasilitas kesehatan

maupun fasilitas pendidikan

3 Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat

bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940

mdpl dan menyebabkan Provinsi Papua

Barat menjadi sangat berpotensi (kelas risiko

tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan

dan hutan gempa tektonik serta

gelombang tsunami

4 Kinerja perekonomian Provinsi Papua Barat

selama tahun 2019 tampil cukup baik Hal ini

tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang

mampu tumbuh meskipun tertahan pada

level 266 persen PDRB per kapita naik

sebesar 218 persen inflasi yang terkendali

pada angka 193 persen dan ekspor yang

menurun sebesar 179 persen

5 Tingkat kesejahteraan penduduk di Provinsi

Papua Barat pada tahun 2019 menunjukan

peningkatan walaupun belum signifikan Hal

ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang turun

menjadi 2151 persen disertai dengan nilai

gini ratio yang juga turun menjadi 0381

Sementara itu tingkat pengangguran

meningkat menjadi 624 persen

6 Sensifitas pertumbuhan ekonomi terhadap

tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

relatif rendah dimana elastisitasnya bersifat

inelastis

7 Target pendapatan APBN tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

sebesar 116 persen dibandingkan target

tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar

menjadi Rp268042 miliar Sementara itu

dari aspek belanja negara terdapat

kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427

persen dibandingkan pagu tahun 2018

yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi

Rp3172329 miliar

8 Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi

pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat

mencapai 10987 persen sedangkan

realisasi belanja APBN mencapai 9175

persen

BAB VIII

Kesimpulan dan Rekomendasi

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

114

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

9 Realisasi pendapatan pemerintah pusat di

Provinsi Papua Barat sampai dengan akhir

tahun 2019 sebesar Rp265248 miliar atau

naik 181 persen dari tahun sebelumnya

10 Realisasi penerimaan perpajakan

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan sebesar 2085

persen yaitu dari Rp219362 miliar pada

tahun 2018 menjadi Rp265104 miliar pada

tahun 2019 sedangkan realisasi

pendapatan bukan pajak tahun 2019

sebesar Rp29404 miliar atau turun 199

persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya

yang berjumlah Rp30001 miliar

11 Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah

penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat

sebesar Rp16978 miliar yang diberikan

kepada 51622 debitur Daerah dengan

jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota

Sorong sebesar Rp57002 milar dengan

jumlah debitur sebanyak 16903 nasabah

Jika dilihat per sektor perdagangan

merupakan sektor yang memiliki jumlah

penyaluran KUR terbesar mencapai

Rp119405 miliar dengan jumlah debitur

sebanyak 35551 nasabah

12 Berdasarkan komposisinya komponen

terbesar dari Transfer ke Daerah dan Dana

Desa (TKDD) Provinsi Papua Barat tahun 2019

berupa DBH menyumbang 362 persen dari

total keseluruhan TKDD yang diterima Provinsi

Papua Barat Komponen terbesar kedua

yaitu DAU sebesar 321 persen

13 Pada tahun 2019 beberapa output strategis

APBN tercatat memiliki realisasi yang cukup

besar seperti pembangunan dan preservasi

plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar) Jembatan

sepanjang plusmn235 meter (Rp43572 miliar) dan

rehabilitasi sarana pendidikan sebanyak

plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Selain itu realisasi

PIP dan KIP mampu mencapai nilai Rp4099

juta atau sebanyak 482 siswa beasiswa

Bidikmisi sebanyak 353 mahasiswa

Sementara pada bidang kesehatan

pencegahan stunting mampu terlaksana

pada 8558 keluarga penyediaan layanan

imunisasi alokon pada 170 faskes di 13

kabupatenkota

14 Target pendapatan APBD tahun 2019 seluruh

pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan 5132 persen dari

Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2871888 miliar pada tahun 2019

Sebaliknya total pagu belanja APBD

pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat

naik dari Rp2326404 miliar pada tahun 2018

menjadi Rp2761199 miliar atau meningkat

1869 persen di tahun ini

15 Total pendapatan APBD seluruh pemerintah

daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai

Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen

dibandingkan tahun sebelumnya Adapun

dari aspek belanja terdapat kenaikan

realisasi sebesar 12 persen yaitu dari

Rp2125451 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2380387 miliar pada tahun 2019

16 Realisasi pendapatan seluruh pemerintah

daerah se-Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 didominasi oleh pendapatan transfer

mencapai 9208 persen dari total

pendapatan daerah

17 Pada tahun 2019 indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index) pemerintah

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

tidak ada pemerintah kabupatenkota di

Provinsi Papua Barat yang masuk dalam

kategori sangat baik dan hanya ada dua

pemerintah daerah yang masuk ke dalam

kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan

Kaimana Sementara itu terdapat lima

115 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Kesimpulan dan Rekomendasi

daerah yang masuk dalam kategori buruk

yaitu Kab Manokwari Kab Fakfak Kab

Sorong Selatan Kab Teluk Wondama dan

Kab Raja Ampat Adapun pemerintah

daerah lainnya masuk dalam kategori

cukup

18 Belanja wajib APBD tahun 2019 pada bidang

pendidikan pelaksanaannya diwujudkan

dalam bentuk gaji dan tunjangan bagi

tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)

pemberian beasiswa OAP afirmasi OAP di

Perguruan Tinggi pembangunan fasilitas

pendidikan menengah pembangunan

prasarana dan sarana belajar

pembangunan rumah dinas guru serta

pengembangan koleksi perpustakaan Pada

bidang kesehatan output prioritas

diwujudkan melalui penyediaan makanan

tambahan obat vaksin dan perbekalan

kesehatan penyediaan layanan kesehatan

berbasis masyarakat pembangunan fasilitas

kesehatan tingkat lanjut di Kab Manokwari

serta penempatan tenaga kesehatan

secara merata Sementara output belanja

infrastruktur realisasi diantaranya

pembangunan dan preservasi plusmn473Km jalan

Jembatan sepanjang plusmn177 meter dan

pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500

Ha serta pelabuhandermaga rakyat di 4

lokasi terminal di 3 lokasi serta SPAM di 8

lokasi

19 Dengan menggunakan pendekatan

Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan

bahwa elastisitas penerimaan pajak daerah

di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per

kapita bersifat elastis Selain itu didapatkan

nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif

kecil yang menunjukan tingkat kesulitan

pemungutan pajak daerah relatif tinggi

20 Berdasarkan tabel input output Provinsi

Papua Barat tahun 2013 yang kemudian

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System)

model Miller dan Blair (1985) diperoleh hasil

bahwa sektor dengan nilai pengganda

output terbesar yaitu industri pengolahan

migas dan perikanan Adapun sektor

dengan pengganda pendapatan tertinggi

yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor

administrasi pemerintahan amp jaminan sosial

Sementara itu sektor dengan pengganda

tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya

dan industri makanan amp minuman

21 Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang

memiliki keterkaitan ke depan (forward

linkage) terbesar yaitu industri lainnya dan

industri makanan-minuman Adapun sektor

yang memiliki keterkaitan ke belakang

(backward linkage) terbesar yaitu industri

pengolahan migas dan perikanan

22 Dua kabupaten menjadi lokus prioritas

penanganan stunting nasional yaitu Kab

Tambraw dan Sorong Selatan Pelaksanaan

pencegahan stunting selama tahun 2019

dengan kombinasi sumber pembiayaan

yang ada mencapai Rp27759 miliar

Proporsi terbesar berasal dari dana APBN

(Belanja KL) mencapai 3764 persen

(Rp10448 miliar) sedangkan kontribusi DAK

Fisik APBD dan Dana Desa berturut-turut

sebesar 2495 persen (Rp6925 miliar) 2069

persen (Rp5744 miliar) dan 1672 persen

(Rp4642 miliar)

B REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas

beberapa rekomendasi yang diajukan

diantaranya

1 Sebagai salah satu komponen pertumbuhan

ekonomi pengeluaran pemerintah di

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

116

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke

daerah pedesaan dan remote area Hal ini

didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah

penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

sebagian besar berada di daerah pedesaan

yang terpencil Berbagai sektor yang

memiliki andil besar terhadap pertumbuhan

ekonomi sebagian besarnya tercurah ke

daerah perkotaan sehingga manfaatnya

belum banyak dinikmati oleh penduduk

pedesaan

2 Pemerintah perlu meningkatkan kualitas

pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan

sarana infrastruktur yang layak dan

memadai di daerah pedesaan dan remote

area terutama sarana pendidikan

kesehatan dan transportasi beserta tenaga

pendidikan dan kesehatan yang handal di

bidangnya

3 Pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

perlu mengoptimalisasi anggaran belanja

wajib melalui pelaksanaan program yang

efektif dan efisien serta memiliki sinergi

dengan pemerintah pusat berupa kegiatan

pengadaan pembangunan dan

pemeliharaan sarana prasarana pendidikan

dan kesehatan yang saling melengkapi dan

tidak ada duplikasi serta lebih awal

sehingga dapat selesai pada satu tahun

anggaran

4 Pemerintah sebaiknya mengutamakan

persebaran KUR di luar sektor perdagangan

ke sektor lain yang lebih produktif seperti

sektor pertanian perikanan dan industri

pengolahan Hal ini dikarenakan perluasan

kepada sektor produktif dapat lebih

menggerakkan roda perekonomian di

Provinsi Papua Barat

5 Dikarenakan indeks kesehatan keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk

dalam kategori sangat baik dan hanya ada

satu pemerintah daerah yang masuk ke

dalam kategori baik oleh karena itu

pemerintah daerah harus meningkatkan

kualitas belanja daerah (quality of spending)

yang berorientasikan kepada hasil dan

manfaat yang dirasakan oleh publik

Caranya dengan melakukan perencanaan

anggaran yang baik dan tepat waktu

membuat prioritas belanja dan

melaksanakannya dengan disiplin yang

tinggi sesuai prinsip ekonomis efektif dan

efisien Untuk mendukung kualitas dari

belanja daerah pengeluaran pemeritah

daerah juga harus dilakukan secara

transparan dan akuntabel

6 Berdasarkan perhitungan potensi pajak

daerah menggunakan pendekatan

Mansfield ndash Wirasasmita Model diantara

kebijakan dan strategi pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan

penerimaan pajak daerah yaitu

a Meningkatkan basis data perpajakan

melalui (1) pendataan ulang wajib pajak

dan objek pajak (2) peningkatan

koordinasi internal pemerintah daerah

terutama kepada badandinas perizinan

daerah dan (3) pemanfaatan data

pihak ketiga seperti Badan Pertanahan

setempat untuk penerimaan PBB

b Melakukan kerjasama dan koordinasi

dengan kantor pelayanan pajak dan

kantor pelayanan kekayaan negara dan

lelang setempat dalam penilaian dan

penagihan pajak daerah

c Melakukan koordinasi dengan aparat

kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP

setempat dalam pemeriksaan pajak

daerah

117 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Kesimpulan dan Rekomendasi

d Melakukan modernisasi sistem dan tata

kola pajak daerah dengan cara (1)

memanfaatkan teknologi informasi untuk

basis data (integrated database) dan

pelayanan perpajakan (2) membangun

organisasi pemungutan pajak daerah

yang handal dan (3) menyusun Standar

Operasional Prosedur (SOP) pemungutan

dan pelayanan perpajakan

e Meningkatkan kapasitas sumber daya

manusia melalui (1) pelaksanaan diklat

penilaian penagihan dan pemeriksaan

(2) penambahan jumlah diklat terkait

praktik pemungutan perpajakan yang

baik dan (3) pelaksanaan kerjasama

dengan pemerintah daerah lain yang

sukses dalam pemungutan pajak

daerah

7 Berdasarkan tabel input output Provinsi

Papua Barat tahun 2013 yang kemudian

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System)

model Miller dan Blair (1985) diantara

kebijakan dan strategi pengembangan

sektoral yang dapat ditempuh pemerintah

daerah Provinsi Papua Barat diantaranya

a Apabila dalam proses pembangunan

lebih mengutamakan pertumbuhan

ekonomi yang mantap sebaiknya

pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat lebih berfokus untuk mendorong

industri pengolahan migas dan sektor

perikanan dikarenakan memiliki

pengganda output terbesar

b Apabila sasaran utama dari proses

pembangunan adalah peningkatan

pendapatan masyarakat maka

kebijakan pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat sebaiknya lebih fokus untuk

mendorong sektor jasa pendidikan

dikarenakan memiliki pengganda

pendapatan terbesar

c Apabila fokus pembangunan daerah

adalah peningkatan kesempatan kerja

maka kebijakan pemerintah daerah di

Provinsi Papua sebaiknya lebih

mengutamakan industri lainnya dan

industri makanan-minuman dikarenakan

memiliki pengganda tenaga kerja

terbesar

d Sektor kunci yang dapat dijadikan

unggulan oleh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat yaitu industri lainnya

dan industri makanan-minuman

dikarenakan memiliki derajat kepekaan

tertinggi Sementara itu industri

pengolahan migas dan sektor ikan

dapat dijadikan sektor kunci karena

memiliki daya penyebaran terbesar

8 Pemerintah daerah seharusnya lebih terlibat

dalam akselerasi penurunan stunting

dengan penggunaan dana APBD Selain itu

upaya optimalisasi pelaksanaan

pencegahan stunting oleh Pemda dilakukan

melalui (1) peningkatan koordinasi dan

sinergi baik antar pemerintah

kabupatenkota antara pemerintah

kabupatenkota dan provinsi maupun

dengan pemerintah pusat (2) peningkatan

kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan

program dengan menambah tenaga

kesehatan berbasis masyarakat di lapangan

(3) pelaksanaan monitoring dan evaluasi

rutin baik itu dari tingkat kabupatenkota

pemerintah provinsi untuk menjaga tingkat

ketercapaian sasaran program (4)

penyediaan akses kepada layanan

kesehatan pendidikan anak usia dini air

bersih dan sanitasi yang merata secara

konsisten

118

Daftar Pustaka

Aisen A amp Veiga FJ (2010) How Does Political

Instability Affect Economic Growth

Washington International Monetary

Fund

Altman EI (1968) Financial Ratios Discriminant

Analysis and the Prediction of Corporate

Bankruptcy The Journal of Finance Vol

23 No 4 pp 589-609

Baumohl Bernard (2012) The Secrets of

Economic Indicators Hidden Clues to

Future Economic Trends and Investment

Opportunity -Third Edition New Jersey

Pearson Education Limited

Barro Robert J (1991) Economic Growth in a

Cross Section of Countries

Massachusetts The MIT Press

Beaver WH (1966) Financial Ratios as

Predictors of Failure Journal of

Accounting Research Vol 4 pp 71-111

Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2001)

Small and Medium Enterprise Dynamics

In Indonesia Bulletin of Indonesian

Economic Studies Volume 37 Issue 3

2001 pp 363-84

Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2002)

Firm and Group Dynamics in the Small

and Medium Enterprise Sector in

Indonesia Small Business Economics 18

Pp 141-61

BlanchardOliver (2006) Macroeconomics ndash

forth edition New Jersey Prentice Hall

BNPB (2014) Indeks Risiko Bencana Indonesia

Jakarta Direktorat Pengurangan Risiko

Bencana BNPB

Bourletidis K amp Triantafyllopoulos Y (2014)

SMEs Survival in Time of Crisis Strategies

Tactics and Commercial Success Stories

Procedia - Social and Behavioral

Sciences Vol 148 pp 639-644

Brown KW (1993) The 10-point Test of Financial

Condition Toward An Easy-to-use

Assessment Tool for Smaller Cities

Government Finance Review Vol 9 pp

21-26

Carmeli A (2008) The fiscal distress of local

governments in Israel Administration amp

Society 39 984

Chase BW amp Philips RH (2004) GASB 34 and

Government Financial Condition An

Analytical Toolbox Government Finance

Review Vol 20 no 2 pp 26-31

Chenery HB amp and T Watanabe (1958)

International Comparisions of The

Strructural of Production Econometrica

26(4) 487-521

Chittithaworn C Islam A Keawchana T amp

Yusuf D H (2011) Factors Affecting

Business Success of Small amp Medium

Enterprises (SMEs) in Thailand Asian

Social Science Vol 7 No 5 pp 180-190

CICA (1997) Indicators of Government

Financial Condition Canadian Institute

of Chartered Accountants Toronto

Corden WM amp Neary J P (1982) Booming

Sector and De-industrialisation in a Small

Open Economy Economic Journal 92

(December) 825-48

Cramer JS (2001) Measures of Fit of

Multinominal Discrete Models Tinbergen

Institute Discussion Papers Vol 4 01-082

Davey K 2003 Fiscal Decentralization (dikutip

secara online pada 12 Februari 2019 dari

httpunpan1unorgintradocgroupsp

ublicdocumentsUNTCUNPAN017650p

df

Dollar D amp A Kraay (2002) Growth is Good for

the Poor Journal of Economic Growth 7

195-225

DAFTAR PUSTAKA

119 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Daftar Pustaka

Dollery B Crase L amp Byrens J (2006) Local

Government Failure Why does Australian

Local Government Experience

Permanent Financial Austerity

Australian Journal of Political Science

Vol 41 pp 339-353

Drazen A (2000) Political Economy in

Macroeconomics Pricenton Princenton

University Press

Foster R N (1986) Innovation The Attackerrsquos

Advantage New York Summit Books

Funabashi G (2013) Small and Medium

Enterprises under the Global Economic

Crisis Evidence from Indonesia Asian

Institute of Management Working Paper

14-012

Gujarati DN amp Porter DC (2009) Basic

Econometrics -fifth edition Boston

McGraw-Hill

Heckman J J (2008) The Case For Investing In

Disadvantaged Young Children CESifo

DICE Report 6(2) 3-8

Hirschman AO (1958) The Strategy of

Economic Development New York Yale

University Press

Inanga E L amp Wusu D (2004) Financial

Resource Base of Sub-national

Governments and Fiscal

Decentralization in Ghana African

Development Review 16 (1) 72

Jhingan ML (1983) The Economics of

Development and Planning New Delhi

Vicas Publishing

Keefer P amp Khemani S (2004) Democracy

Public Expenditures and the Poor

Washington DCThe World Bank

Khan S (2015) Impact of sources of finance on

the growth of SMEs evidence from

Pakistan Decision Vol 42 No 1 pp 3-10

Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)

Developing and Testing A Composite

Model to Predict Local Fiscal Distress

Public Administration Review Vol 65 No

3 pp 313-323

Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)

Someone to Watch Over me State

Monitoring of Local Fiscal ConditionsThe

American Review of Public

Administration Vol 35 no 3 pp 236-255

Krugman P amp Wells R (2011) Economics-

Second Edition New York Worth

Publishers

Mahi Ali K amp Trigunarso Sri I (2017)

Perencanaan Pembangunan Daerah

Teori dan Aplikasi Jakarta Kencana

Mankiw N Gregory (2013) Macroeconomics -

eight edition New York Worth Publisher

Mansfield XY (1972) Elasticity and Bouyancy of

Tax System A Method Applied to

Paraguay International Monetary Fund

Staff Paper Vol XIX

MillerRE dan PDBlair (1985) Input-Output

Analysis Foundations and Extensions

New Jersey Prentice-Hall

Mishkin Frederic S (2015) Macroeconomics

Policy and Practice New Jersey Pearson

Education Limited

Nollenberger K Groves SM amp Valente MG

(2003) Evaluating Financial Condition A

Handbook for Local Government

Washington DC International

CityCounty Managers Association

Pearce JA amp Richard B Robinson Jr (1998)

Strategic Management-third edition

USA Richard D Irwin Illions

Prudrsquohomme R (1995) On the Dangers of

Decentralization Research Observer

10th 201-220

Ravallion Martin (1995) Growth and Poverty

Evidence for Developing Countries in The

1990s Economics Letters Vol 48 (June)

411-417

Saaty TL (2008) Decision Making with The

Analytic Hierarchy Process International

Journal of Services Sciences Vol 1 no1

pp 83-98

Samuelson Paul A amp Nordhaus William P

(2004) Macroeconomics New York

Irwin McGraw-Hill

Seyoum B (2009) Export-Import Theory

Practices and Procedures -Second

Edition New York Routledge

Soleh Ahmad (2017) Strategi Pengembangan

Potensi Desa Jurnal Sungkai Vol 5 No 1

pp 32-52

Stiglitz Joseph E (1998) Towards A New

Paradigm For Development Geneva

United Nations Conference on Trade

Development 9th Raul Prebisch Lecture

Sukirno Sadono (2011)Makroekokonomi Teori

Pengantar Jakarta PT Raja Grafindo

Persada

Takashi H (1999) Fiscal Crises in Japanrsquos

Prefectures and The Debate on

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

120

Daftar Pustaka

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Corporate Tax Reform Japan Economic

Institute of America

Tjiptoherijanto Prijono (2017) Dinamika

Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Indonesia Jurnal Analis Kebijakan Vol 1

No2

Todaro Michael P amp Stephen C Smith (2003)

Economic Development- Eigth Edition

London Pearson Education Limited

Wang X Dennis L amp Tu YSJ (2007) Measuring

Financial Condition A Study of US States

Public Budgeting amp Finance Vol 27 No

2 pp 1-21

Wirasasmita Y (1982) Elasticity of Tax System A

Model Applied to Indonesia for The

Period 19741975 ndash 19791980

Pemberitaan No13 Bandung Universitas

Padjadjaran

Wengel J amp Rodriguez E (2006) SME Export

Performance in Indonesia After The Crisis

Small Business Economics Vol 26 No 1

pp 25-37

WCED S W S (1990) World Commission On

Environment and Development Our

Common Future 17 1-91

Zumaeroh (2011) Penduduk Dalam Proses

Pembangunan Majalah Ilmiah Ekonomi

Vol 14 No 1 pp 15-19

Peraturan

UU No 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi

menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah

UU No 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi

menjadi UU No 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah

UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014

Dana Desa Yang Bersumber Dari

Anggaran Pendapatan Dan Belanja

Negara

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015

tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014

tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa

Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2017

Tentang Rencana Kerja Pemerintah

Tahun 2018

PMK Nomor 247PMK072015 tentang Tata Cara

Pengalokasian Penyaluran

Penggunaan Pemantauan dan

Evaluasi Dana Desa

PMK Nomor 49PMK072016 tentang Tata Cara

Pengalokasian Penyaluran

Penggunaan Pemantauan dan Evaluasi

Dana Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

257PMK072015 tentang Tata Cara

Penundaan dan atau Pemotongan

Dana Perimbangan Terhadap Daerah

Yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana

Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

50PMK072017 tentang Pengelolaan

Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

112PMK072017 tentang Perubahan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

50PMK072017 tentang Pengelolaan

Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Permendes Nomor 4 Tahun 2017 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa

Pembangunan Daerah Tertinggal dan

Transmigrasi Indonesia Nomor 22 Tahun

2016 tentang Penetapan Prioritas

Penggunaan Dana Desa Tahun 2017

Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4

Tahun 2017 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah

Daerah Provinsi Provinsi Papua Barat

2017-2021

Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 55

Tahun 2018 tentang Rencana Kerja

Pemerintah daerah Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Halaman ini sengaja dikosongkan

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

LAMPIRAN

Hasil Olah Data Eviews 10

Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test

Equation Untitled

Test period random effects

Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob

Period random 0011090 1 09161

WARNING estimated period random effects variance is zero

Period random effects test comparisons

Variable Fixed Random Var(Diff) Prob

GROWTH -0808006 -0814014 0003255 09161

Regresi Data Panel

Period random effects test equation

Dependent Variable POVERTY

Method Panel Least Squares

Date 020620 Time 1639

Sample 2016 2019

Periods included 4

Cross-sections included 13

Total panel (balanced) observations 52

Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob

C 3219243 3027290 1063408 00000

GROWTH -0808006 0539769 -1496949 01434

Effects Specification

Period fixed (dummy variables)

R-squared 0079440 Mean dependent var 2805154

Adjusted R-squared 0000534 SD dependent var 7682391

SE of regression 7680338 Akaike info criterion 7012119

Sum squared resid 2064566 Schwarz criterion 7182741

Log likelihood -1327363 Hannan-Quinn criter 7073336

F-statistic 1006773 Durbin-Watson stat 0043567

Prob(F-statistic) 0401337

Dependent Variable LOG(T) Method Least Squares Date 022020 Time 2341 Sample 1 11 Included observations 11

Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob

C 3156794 7072044 0446376 06672

LOG(Y) 1246326 0566079 2201680 00588 LOG(T1) 0360037 0273317 1317288 02242

R-squared 0506975 Mean dependent var 2211698 Adjusted R-squared 0383719 SD dependent var 2042810 SE of regression 1603679 Akaike info criterion 4009479 Sum squared resid 2057430 Schwarz criterion 4117996 Log likelihood -1905213 Hannan-Quinn criter 3941074 F-statistic 4113178 Durbin-Watson stat 2399802 Prob(F-statistic) 0059085

Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2013 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar

Tahun

2013

Kode

15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 306

15 4107217 433527 18834 1243 83 - 239432 78928 156 26809 588 356 1574 1631269 32547079

14 10702043 494469 37530 - - - - - - - 7572 4177 86022 465347 13790814

23 212528 145112 945679 93 275 - 560 451 607 420 38508 339898 7507228 15371 445497

21 1154283 790085 51891 15773 301 - 178953 46786 377 53341 60818 28496 64684 10271 85782

17 515297 - - 42 13453 - 31595 42871 73 4609 138386 18677 942 (7642) 142051

37 1213083 - - - - - - - 16498 21282 108024 3277909 5011 57570 1185205

25 - - - - - - - - - - 486372 108732 230952 (255289) 3501664

11 - - - - 1228 - - 416857 - - 1276410 55494 6557 (132259) 833126

34 193526 43442 26514 9608 7340 - 248029 4227 62205 2463 332666 234059 42209 (3025) 248599

38 32440 - 7757 - - - - - 1385 308417 722141 1134753 8385 1830 38047

201 3840406 2020974 2510884 50582 56892 3317945 649979 301984 232744 960378

202 10699814 10133020 3719111 104580 136091 1315773 1622740 1112082 524049 206073

203 117077 108105 52092 1388 1363 - 16960 10036 4339 3621

Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2019 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar Updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) Model Miller dan Blair

Tahun

2019

Kode

15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 Tenaga

Kerja ICOR

15 7076142 746904 32448 2142 143 - 412507 135982 269 46188 1013 613 2712 2810441 56073917 8528 2323925

14 18438075 851899 64659 - - - - - - - 13045 7196 148203 801726 23759581 8711 122187

23 366155 250007 1629268 160 474 - 965 777 1046 724 66344 585595 12933870 26482 767527 2789 2010547

21 1988663 1361202 89401 27175 519 - 308310 80606 650 91899 104781 49094 111441 17695 147790 3905 019106

17 887782 - - 72 23178 - 54434 73861 126 7941 238419 32178 1623 (13166) 244733 4074 061430

37 2089967 - - - - - - - 28424 36666 186110 5647364 8633 99185 2041937 595 -

25 - - - - - - - - - - 837949 187330 397897 (439826) 6032861 2484 -

11 - - - - 2116 - - 718184 - - 2199070 95608 11297 (227863) 1435356 12254 2767864

34 333417 74844 45680 16553 12646 - 427318 7283 107170 4243 573135 403250 72720 (5212) 428300 1011 289078

38 55889 - 13364 - - - - - 2386 531358 1244145 1955016 14446 3153 65549 496 2446210

201 6616465 3481846 4325891 87145 98017 5716340 1119820 520275 400984 1654593

202 18434234 17457730 6407491 180176 234465 2266887 2795747 1915957 902861 355034

203 201707 186249 89747 2391 2348 - 29220 17291 7475 6238

Sumber Aplikasi Input Output Regional Kerjasama antara Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM Edocondan Bappenas

Kode

I-O Sektor

15 Industri Pengolahan Migas

14 Pertambangan dan Penggalian

23 Konstruksi

21 Industri Lainnya

17 Industri Makanan dan Minuman

37 Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial

25 Perdagangan

11 Ikan

34 Keuangan

38 Jasa Pendidikan

Kode

I-O Uraian

201 Upah amp Gaji

202 Surplus usaha

203 Penyusutan

301 Konsumsi Rumah Tangga

302 Konsumsi Pemerintah

303 Pembentukan Modal Tetap Bruto

304 Inventori

305 Ekspor Barang

306 Ekspor Jasa

Executive Summary

Pengarah

Hari Utomo

(Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat)

Penanggung Jawab

Neil Edwin

(Plt Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Koordinator

Rian Andriono

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-C)

Anggota

Posma Amando Siagian

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-A)

Alif Fahrudin

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-B)

Yohanes Djie

(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Melianus

(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Tim Penyusun

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Provinsi Papua Barat

Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari

Komplek Perkantoran Pemerintahan Provinsi Papua Barat

Jl Brigjen Marinir (Purn) Abraham O Atururi Kelurahan Anday Arfai Kab Manokwari

Telepon (0986) 214122 - Faksimili (0986) 214124

website djpbnkemenkeugoidkanwilpapuabarat

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROVINSI PAPUA BARAT

GKN MANOKWARI LT II KOMPLEK PERKANTORAN GUBERNUR JALAN ABRAHAM O ATURURI ARFAIMANOKWARI 98315 TELEPON (0986) 214122 FAKSIMILI (0986) 214124 SUREL

KANWILDJPBNPAPUABARATGMAILCOM SITUS WWWDJPBKEMENKEUGOIDKANWILPAPUABARAT

NOTA DINASNOMOR ND-153WPB332020

Yth Direktur Pelaksanaan AnggaranDari Plh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi

Papua BaratSifat BiasaLampiran -

Hal Penyampaian KFR Tahun 2019 Provinsi Papua BaratTanggal 25 Februari 2020

Menindaklanjuti Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-61PB2017tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional dan Nota Dinas DirekturPelaksanaan Anggaran Nomor ND-54PB22020 tentang Penyusunan dan Tema AnalisisTematik Kajian Fiskal Regional Tahunan 2019 bersama ini kami sampaikan KFR Tahun 2019Provinsi Papua Barat Adapun softcopy laporan telah kami kirimkan melalui pos-el ke alamatloditpagmailcom

Demikian kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih

Ditandatangani secara elektronikPaulina Latupeirissa

  • KFR Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Netpdf (p1-162)
    • Kata Pengantar KFR 2019pdf
    • Bab 2 KFR 2019pdf
    • Bab 5 KFR 2019pdf
    • Bab 6 KFR 2019pdf
    • Daftar Pustaka KFR 2019pdf
    • Lampiranpdf
    • Tim Penyusunpdf
    • Sampul Belakang 2019pdf
      • ND-153_WPB33_2020 Pengantar KFR Tahun 2019pdf (p163)
Page 2: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id

development is about transforming the lives of people not just transforming economies (Joseph E Stiglitz 2006)

i

Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan

Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan

rahmat-Nya kami dapat menyusun Kajian Fiskal

Regional (KFR) Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Penyusunan KFR yang merupakan bagian dari

tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah Ditjen

Perbendaharaan (Treasury Regional Office) ini

setidaknya melibatkan Development

Economics sebagai field study yang digunakan

dalam merekonstruksi metodologi sebagai

pendekatan akademik dalam melakukan

kajian kebijakan ekonomi pembangunan suatu

region

Pengembangan budaya akademik dalam

memahami fenomena pembangunan dengan

meletakkan basis research-based policy pada

dasarnya merupakan bagian dari budaya kerja

organisasi modern Dengan melakukan

pendalaman permasalahan melalui riset

diharapkan akan diperoleh suatu solusi yang

seimbang objective dan komprehensif dalam

pengambilan putusan Perkembangan

pembangunan dan industrialisasi pada negara-

negara maju (developed countries)

mempengaruhi kajian akademik yang

direpresentasikan dengan kurikulum universitas

yang mengarah tema-tema research spesifik

semisal urban economics environment

economics industrial economics transportation

economics logistic economics regional

economics dll Kajian development economics

kurang menjadi fokus utama karena era

tersebut telah dilalui dan menjadi bagian dari

sejarah panjang dialektika pembangunan

(development dialectics) negara-negara maju

Sebagai branch dari economics yang

melakukan studi proses pembangunan pada

negara-negara yang berpendapatan rendah

(low-income countries) development

economics memfokuskan pada studi economic

development economic growth dan structural

change dan lebih jauh lagi juga

menempatkan fokus studi pada kependudukan

dari sudut pandang kesehatan (health)

pendidikan (education) lapangan pekerjaan

(job opportunity) baik di sektor publik maupun

private dengan pendekatan quantitative

analysis qualitative analysis dan mixed method

antara keduanya Dalam prakteknya untuk

KATA PENGANTAR

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

ii

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Kata Pengantar

merancang (to devise) pembangunan

ekonomi development economics

mempertimbangkan faktor sosial budaya

legal dan politik

Kajian Fiskal Regional (Regional Fiscal Analysis)

ini merupakan studi perkembangan ekonomi

pembangunan dari sudut pandang kebijakan

fiskal untuk wilayah Provinsi Papua Barat

Variabel utama yang digunakan untuk

melakukan analisis pembangunan adalah

dengan melakukan studi deskriptif kuantitatif

atas data penerimaan dan pengeluaran

negara Dalam studi ini outlook pembangunan

dalam satu tahun dengan memperhatikan

indikator-indikator pertumbuhan ekonomi

(consumption investment government

expenditure net export) dan dampak yang

timbul seperti indeks pembangunan manusia

(human development index) pemerataan

pendapatan (income equality)

penanggulangan kemiskinan (poverty

alleviation) pengurangan pengangguran

(unemployment reduction) dan lain-lain Pada

saat yang bersamaan indikator makro ekonomi

tersebut disandingkan dengan beberapa

perspektif yang merupakan constraint

pembangunan antara lain 1) Aspek budaya

(culture aspect) sebagai contoh adalah

eksistensi hak ulayat dalam kehidupan sosial

kemasyarakatan 2) Aspek sosial

kemasyarakatan (sosiological aspect) sebagai

contoh kerentanan sosial (social vulnerability)

yang membuat stabilitas masyarakat

terganggu 3) Aspek politik (political aspect)

sebagai contoh pelaksanaan otonomi khusus

(special autonomy) yang belum menunjukkan

dampak positif terhadap pertumbuhan

pembangunan 4) Aspek geografis

(geographical aspect) sebagai contoh kondisi

geografi yang belum terintegrasi secara

infrastruktur

Dengan keterbatasan yang ada kami

menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini

masih terdapat kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan Oleh karena itu kami

mengharapkan saran masukan dan kritik yang

bersifat membangun untuk perbaikan ke arah

yang lebih baik Akhirnya kami berharap

semoga kajian ini dapat memberikan manfaat

kepada semua pihak serta dapat menjadi

tambahan pengetahuan dan wawasan bagi

pembaca semuanya

Manokwari 25 Februari 2019

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal

Perbendaharaan Provinsi Papua Barat

Hari Utomo

Halaman ini sengaja dikosongkan

iii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GRAFIK xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR BOKS xiv

EXECUTIVE SUMMARY xv

BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH 1

A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 1

A1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 1

A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah 4

B TANTANGAN DAERAH 5

B1 Tantangan Ekonomi Daerah 6

B2 Tantangan Sosial Kependudukan 10

B3 Tantangan Geografi Wilayah 15

BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL 19

A INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL 19

A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 20

A2 Inflasi 20

A3 Suku Bunga 27

A4 Nilai Tukar 29

B INDIKATOR KESEJAHTERAAN 29

B1 Indikator Pembangunan Manusia (IPM) 29

B2 Kemiskinan 31

B3 Ketimpangan 32

B4 Ketenagakerjaan 33

C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL 34

C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan 34

C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan

Pendekatan Model Data Panel 35

BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN 39

A APBN TINGKAT PROVINSI 39

B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 40

B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat 41

B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi 43

B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan dan PNBP Terhadap

Perekonomian 43

C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 44

C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Organisasi (BA atau KL) 45

C2 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi 46

iv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja 47

C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat 47

D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT 47

E TRANSFER KE DAERAH 49

F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN (BLU) UMUM PUSAT 50

F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat 50

F2 Perkembangan Pengelolaan AsetPNBPRM dan BLU Pusat 50

F3 Kemandirian BLU 51

F4 Potensi Satker PNBP Menjai Satker BLU 51

G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT 51

G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan AgreementSLA) 52

G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) 52

H MANDATORY SPENDING BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT STRATEGIS

LAINNYA 54

H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur 54

H2 Output Strategis Bidang Pendidikan 55

H3 Output Strategis Bidang Kesehatan 56

BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD 59

A ANALISIS PENDAPATAN APBD 60

A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah 61

A2 Analisis Kemandirian Daerah 62

B ANALISIS BELANJA APBD 62

B1 Analisis Belanja Derah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi 62

B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis Belanja (Sifat Ekonomi) 63

C PENGELOLAAN INVESTASI DEARAH 63

C1 Bentuk Investasi Daerah 63

C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 64

D SILPA DAN PEMBIAYAAN 64

D1 Perkembangan Defisit APBD 64

D2 Pembiayaan Daerah 65

E PENGELOLAAN BLU DAERAH 65

E1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Daerah 65

E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah 66

E3 Analisis Legal 67

F ANALISIS APBD LAINNYA 67

F1 Analisis Horizontal 67

F2 Analisis Vertikal 67

F3 Analisis Kapasitas Fiskal Daerah 69

G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN DAERAH 70

G1 Solvabilitas Anggaran 72

G2 Kemandirian Keuangan 73

G3 Fleksibilitas Keuangan 75

v Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

G4 Solvabilitas Layanan 76

G5 Indeks Kesehatan Keuangan 77

H BELANJA WAJIB DAERAH 79

H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan 79

H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan 80

H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur 81

BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN 82

A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KONSOLIDASIAN 82

B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN 82

B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 82

B2 Analisis Perubahan 83

B3 Rasio Pajak (Tax Ratio) 83

C BELANJA KONSOLIDASIAN 85

C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 86

C2 Analisis Perubahan 86

C3 Analisi Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja

Konsolidasian 86

C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk 87

C5 Analisis Belanja 88

D SURPLUS DEFISIT 89

E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH TERHADAP PRODUK DOMESTIK

REGIONAL BRUTO (PDRB) 89

BAB VI ANALISIS POTENSI DAN TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 91

A ANALISIS POTENSI PAJAK DEARAH

Pendekatan Masfield-Wirasasmita Model 91

A1 Landasan Teori 91

A2 Hasil Estimasi 92

A3 Implikasi Kebijakan 93

B ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAERAH

Pendekatan Input-Output Model 94

B1 Konsep dan Definisi 94

B2 Metodologi Pengukuran 95

B3 Hasil dan Pembahasan 96

B4 Implikasi Kebijakan 98

C ANALISIS TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 98

C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam (Natural Resource Curse) 99

C2 Pengembangan Kapasitas SDM 99

C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism) 100

C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana Infrastruktur 100

C5 Stabilitas Sosial Politik 101

C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement) 101

C7 Pengembangan UMKM (Small dan Medium Enterprises) 102

vi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

BAB VII ANALISIS TEMATIK 103

A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING 104

A1 Kebijakan Pencegahan 105

A2 Sasaran Program 106

B PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH 107

B1 Belanja KL dalam APBN 107

B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa 108

B2 Belanja APBD 109

B2 Belanja Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting 111

C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING 112

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 113

A KESIMPULAN 114

B REKOMENDASI 115

DAFTAR PUSTAKA 118

LAMPIRAN xviii

vii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR TABEL

Tabel 11 Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat

Tahun 2017-2021 3

Tabel 12 Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 4

Tabel 13 Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam RKPD Provinsi

Papua Barat 5

Tabel 14 PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar) 7

Tabel 15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 7

Tabel 16 Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen) 8

Tabel 17 Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa) 9

Tabel 18 Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat 10

Tabel 19 Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

Tahun 201910

Tabel 110 Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat 12

Tabel 111 AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 13

Tabel 112 Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun di Provinsi

Papua Barat (persen) 13

Tabel 113 Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat 14

Tabel 114 Komposisi Luas KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 15

Tabel 115 Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 16

Tabel 116 Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di Provinsi

Papua Barat 16

Tabel 117 Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di Provinsi Papua Barat 17

Tabel 118 Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019 17

Tabel 117 Risiko Bencana per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat17

Tabel 21 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 24

Tabel 22 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 34

Tabel 23 Ringkasan Hasil Ujian Hausman 36

Tabel 24 Ringkasan Hasil Regresi Data Panel 37

Tabel 31 Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018

dan 2019 (miliah Rp) 39

Tabel 32 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018- 2019 (miliar Rp) 41

Tabel 33 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 43

Tabel 34 Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 44

Tabel 35 Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (rupiah) 44

Tabel 36 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran di

viii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 45

Tabel 37 Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 46

Tabel 38 Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 47

Tabel 39 Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 48

Tabel 310 Pagu dan Realisasi dana Transfer Tahun 2018-2019 Provinsi

Papua Barat (miliar Rp) 49

Tabel 311 Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP yang

Berpotensi Menjadi Satker BLU 51

Tabel 312 Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat 52

Tabel 313 Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi

Papua Barat 52

Tabel 314 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Bank Penyalur

sd Tahun 2019 53

Tabel 315 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema

sd Tahun 2019 53

Tabel 316 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan

Usaha sd Tahun 2019 54

Tabel 317 Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55

Tabel 318 Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55

Tabel 319 Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 56

Tabel 41 Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 59

Tabel 42 Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 61

Tabel 43 Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp) 61

Tabel 44 Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp) 63

Tabel 45 Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah se- Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 (Rupiah) 64

Tabel 46 SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah) 64

Tabel 47 Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat 64

Tabel 48 Rasio Keseimbangan Umum dan Primer Provinsi Papua Barat 65

Tabel 49 Profil Anggaran RSUD Manokwari 66

Tabel 410 Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Perawatan 66

Tabel 411 Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019 67

Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD 67

Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp) 68

Tabel 414 Analisis Vertikal Pendapatan APBD 2019 Provinsi Papua Barat (persen) 68

Tabel 415 Analisis Vertikal Belanja APBD 2019 Provinsi Papua Barat 69

ix Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Tabel 416 Analisis Fiskal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)69

Tabel 417 Kuadran Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 201970

Tabel 418 Rasio Solvabilitas Anggaran 72

Tabel 419 Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 73

Tabel 420 Rasio Kemandirian Keuangan 73

Tabel 421 Kriteria Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Menurut TIM KKD

FE UGM 74

Tabel 422 Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 74

Tabel 423 Rasio Fleksibilitas Keuangan 75

Tabel 424 Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 75

Tabel 425 Rasio Solvabilitas Layanan 76

Tabel 426 Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (juta Rp) 76

Tabel 427 Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 77

Tabel 428 Kuadran Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health index) Pemerintah

Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019 79

Tabel 429 Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201979

Tabel 430 Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201980

Tabel 431 Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201979

Tabel 51 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 82

Tabel 52 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 83

Tabel 53 Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019 84

Tabel 54 Realisasi Penerimaan Perpajakan per Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 84

Tabel 55 Realisasi Penerimaan Perpajakan perkapita per Kabupaten Kota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 85

Tabel 56 Realisasi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019 85

Tabel 57 Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 87

Tabel 58 Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp) 87

Tabel 59 Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019 (miliar Rp) 88

Tabel 510 Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019 88

Tabel 511 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papau Barat

x Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 88

Tabel 512 Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 89

Tabel 513 Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2019 90

Tabel 61 Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (juta Rp) 92

Tabel 62 Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor Ekonomi Terbesar

Provinsi Papua Barat Tahun 2013 (juta Rp) 96

Tabel 63 Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Metode Modified RAS 96

Tabel 64 Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Metode Modified RAS 97

Tabel 71 Jumlah dan Kelompok Penduduk di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (jiwa) 106

Tabel 72 Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per KabupatenKota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (persen) 107

Tabel 73 Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 108

Tabel 74 Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 109

Tabel 75 Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 110

Tabel 76 Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (Rp) 111

xi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR GRAFIK

Grafik 11 Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat 8

Grafik 12 Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat 8

Grafik 13 Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 12

Grafik 21 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Dunia Tahun 2019 19

Grafik 22 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua Barat

Tahun 2016-2019 (persen) 20

Grafik 23 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut Lapangan

Usaha (persen) 20

Grafik 24 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut

Pengeluaran (persen) 21

Grafik 25 Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 21

Grafik 26 Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat 2014-2019 22

Grafik 27 Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23

Grafik 28 Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23

Grafik 29 Kontribusi Sektoral terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 24

Grafik 210 Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua Barat

Tahun 2015-2019 (juta Rptahun) 24

Grafik 211 Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan Nasional

Tahun 2015-2019 25

Grafik 212 Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019 (persen) 27

Grafik 213 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Pada Lembaga Keuangan

Nasional Tahun 2019 (persen) 28

Grafik 214 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Simpanan pada Lembaga Keuangan

Nasional Tahun 2019 (persen) 28

Grafik 215 Tren Pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dollar AS Tahun 2019 29

Grafik 216 Perkembangan Nilai IPM Papua Barat dan Nasional Tahun 2011-2018 30

Grafik 217 Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun 2016-2019 31

Grafik 218 Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Provinsi Papua Barat

Tahun 2016- 2019 32

Grafik 219 Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 32

Grafik 220 Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat dan Nasional

Tahun 2016-2019 32

Grafik 221 TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 33

Grafik 222 Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua Barat Tahun 2015-2019 33

Grafik 31 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per KabupatenKota di

Papua Barat (miliar Rp) 41

Grafik 32 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor

di Papua Barat (miliar Rp) 41

xii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Grafik 33 Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2019 (persen) 42

Grafik 34 Kementerian NegaraLembaga di Provinsi Papua Barat dengan

Alokasi APBN Terbesar TA 2019 46

Grafik 35 Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019 49

Grafik 36 Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel Sorong

Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50

Grafik 37 Perkembangan Pagu PNBP BLU Satker Poltekpel Sorong

Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50

Grafik 38 Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel Sorong Tahun 2017-2019 51

Grafik 39 Jumlah Debitur KUR per KabKota Provinsi Papua Barat Tahun 2019 52

Grafik 310 Jumlah penyaluran KUR per KabKota di Porvinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 53

Grafik 41 Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 62

Grafik 42 Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 per Fungsi (miliar Rp) 63

Grafik 43 Indeks Kesehatan Keuangan (Fisccal Health Index) KabKota se-Provinisi

Papua Barat Tahun 2018-2019 78

Grafik 51 Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap

Penerimaan Konsolidasian Provinsi Papua Barat Tahun 2019 83

Grafik 52 Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 86

Grafik 53 Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 86

Grafik 61 Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi Papua Barat

Tahun 2015 - 2019 101

Grafik 62 Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi Papua Barat

Tahun 2015 - 2019 (persen) 101

xiii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR GAMBAR

Gambar 11 Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 2

Gambar 21 Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM 30

Gambar 22 IPM KabKota di Provinsi Papua Barat tahun 2017 berdasarkan

Klasifikasi UNDP 30

Gambar 23 Lingkaran Kemiskinan Nurkse 35

Gambar 41 Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 72

Gambar 51 Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pemerintah terhadap Output Menurut

Perpotongan Keynesian 68

Gambar 61 Technological Discontinuity Curve 102

Gambar 71 Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting 105

xiv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR BOKS

Boks 31 Pemberdayaan UMKM Papua Barat Melalui Pembiayaan Kredit Usaha

Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi) 57

Halaman ini sengaja dikosongkan

xv

Executive Summary

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Pembangunan Provinsi Papua Barat yang memiliki 13 KabupatenKota dijalankan dengan visi

ldquoMenuju Papua Barat yang Aman Sejahtera dan Bermartabatldquosebagaimana tertuang dalam

RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 Visi pembangunan ini dijiwai oleh semangat Otonomi

Khusus yang menjadi roh sekaligus paradigma pembangunan dalam mewujudkan perencanaan

Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai yang tertuang dalam ketentuan Otonomi Khusus

meliputi Perlindungan Penghormatan Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli Papua

(OAP)

Pembangunan Papua Barat sebagai wilayah otonomi khusus didominasi oleh pengaruh faktor

ekonomi dengan kekayaan alam (minyak bumi dan gas alam) yang melimpah menjadi modal

utama Keberadaan faktor ekonomi ini membuat perekonomian terpusat dan didominasi oleh 3

kabupatenkota (Kota Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk Bintuni) sebagai lokasi

pertambangan dan perindustrian Kesenjangan ekonomi yang terjadi menyebabkan tidak

meratanya kapasitas dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik fasilitas perdagangan fasilitas

kesehatan maupun fasilitas pendidikan dan membuat tingginya biaya koleksi dan distribusi Selain

infratruktur keterbatasan lain yang ada di Provinsi Papua Barat adalah rendahnya kualifikasi

tingkat pendidikan yang dimiliki angkatan kerja yang sebagian besar adalah lulusan SD (345

persen)

Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah sebesar

10295515 km sehingga membentuk kepadatan penduduk 932 jiwakmsup2 dengan kepadatan

tertinggi berada di Kota Sorong sebagai kota terbesar dan Kab Manokwari sebagai ibukota

provinsi Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940

mdpl dengan sebagian besar merupakan wilayah perbukitan (4921) dan daerah dataran

rendah (3974) serta daerah pegunungan (1105) Kondisi wilayah ini membuat Provinsi Papua

Barat sangat berpotensi (kelas risiko tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan dan hutan

gempa tektonik serta gelombang tsunami namun dengan kapasitas penanggulangan yang

sedang

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 tumbuh tertahan pada level 266 persen

setelah sempat tumbuh signifikan tahun sebelumnya yang mencapai level 624 persen

Pertumbuhan ekonomi regional tersebut lebih rendah dari pertumbuhan nasional yang stagnan

pada level 502 persen Seluruh sektor lapangan usaha mencatatkan pertumbuhan positif dimana

pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151 persen serta

jasa keuangan dan asuransi mencapai 933 persen Sebaliknya industri pengolahan dan sektor

pertambangan-penggalian mencatatkan pertumbuhan yang melambat sebesar 099 dan -034

persen

Laju inflasi Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih rendah dari inflasi

tahun sebelumnya sebesar 521 persen dan inflasi nasional sebesar 272 persen Pencapaian

tersebut berada di atas target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021 dimana ditetapkan

pada angka 408 persen

Dari sisi kesejahteraan terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat di Provinsi Papua Barat yang

tercermin dari pencapaian IPM yang menunjukan kenaikan menjadi 6374 tingkat kemiskinan

yang mengalami penurunan menjadi sebesar 2151 persen seiring laju inflasi yang terkendali

peningkatan belanja pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan Namun tingkat

EXECUTIVE SUMMARY

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

xvi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Executive Summary

pengangguran yang meningkat menjadi 624 persen menunjukkan bahwa upaya peningkatan

sektor tersebut masih belum optimalnya

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat memiliki tingkat sensitifitas yang rendah terhadap

tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di bawah satu

persen atau bersifat inelastis Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu

persen maka penurunan tingkat kemiskinan di bawah satu persen Sebagai salah satu komponen

pertumbuhan ekonomi pengeluaran pemerintah di Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke

daerah pedesaan dan remote area Hal ini didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah penduduk

miskin di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di daerah pedesaan

Perkembangan dan Analisis APBN

Target pendapatan negara tahun 2019 di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan sebesar

116 persen dibandingkan target tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi Rp206842 miliar

Penurunan target tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perekonomian pada tahun

2019 masih dalam tahap ketidakpastian Tantangan dan dinamika yang cukup berat mengingat

volatilitas harga komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi turut mempengaruhi target

penerimaan pajak di Papua Barat

Sementara itu dari aspek belanja negara terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427 persen

dibandingkan pagu tahun 2018 yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi Rp3457711 miliar Tercermin

dari kenaikan yang cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223 persen dari Rp1700164 miliar

menjadi Rp2588091 miliar Pagu belanja pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari Rp156741

miliar pada tahun 2018 menjadi Rp187346 miliar pada tahun 2019 Sementara belanja barang

meningkat sebesar 1224 persen yaitu dari Rp291817 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp32754

miliar pada tahun 2019 Terdapat peningkatan yang cukup signifikan pada pagu belanja modal

dari Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik

sebesar 3005 persen

Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat mencapai

9896 persen sedangkan realisasi belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan

membandingkan antara realisasi penerimaaan dan belanja APBN tahun 2019 terdapat defisit

anggaran sebesar Rp2907081 miliar Hal ini disebabkan oleh target penerimaan yang tidak

tercapai dengan optimal meskipun target tersebut telah direncanakan secara realistis disamping

adanya kebijakan defisit APBN dalam mewujudkan capaian prioritas nasional

Pemerintah pusat berupaya mendorong laju perekonomian Provinsi Papua Barat melalui

penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah penyaluran KUR

di Provinsi Papua Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan kepada 51622 debitur Daerah

dengan jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong sebesar Rp57002 milar dengan jumlah

debitur sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah dengan penyaluran KUR terbesar kedua

yaitu Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang diberikan kepada 14542 debitur Hal ini

mengindikasikan bahwa persebaran KUR di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di

daerah yang kondisi perekonomiannya relatif lebih maju Perdagangan merupakan sektor yang

memiliki jumlah penyaluran KUR terbesar Sampai dengan tahun 2019 penyalurannya sebesar

Rp119405 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551

Perkembangan dan Analisis APBD

Dari sisi pelaksanaan APBD sampai dengan akhir tahun 2019 total pendapatan APBD seluruh

pemerintah daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen

dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp20100 miliar pendapatan dari komponen

PAD mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374 miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu

dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar pada

tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar pada tahun 2019 Banyak faktor yang mempengaruhi

pencapaian realisasi pendapatan dan belanja tersebut Diantara faktornya yaitu perkembangan

perekonomian dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi pelaksanaan berbagai kebijakan

fiskal yang dilaksanakan serta beberapa tantangan terhadap perekonomian Provinsi Papua

Barat

xvii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Executive Summary

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Total realisasi pendapatan konsolidasian pemerintah pusat dan pemerintah daerah tahun 2019

adalah sebesar Rp544142 miliar atau naik 49 persen Dari jumlah tersebut 54 persen merupakan

pendapatan pemerintah pusat dan 46 persen adalah pendapatan pemerintah daerah Realisasi

belanja dan transfer konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar dimana 75 persen bersumber dari

anggaran pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran pemerintah pusat

Keunggulan dan Potensi Ekonomi serta Tantangan Fiskal Regional

Dengan menggunakan pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan bahwa elastisitas

penerimaan pajak daerah di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per kapita bersifat elastis Selain

itu didapatkan nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif kecil yang menunjukan tingkat

kesulitan pemungutan pajak daerah relatif tinggi

Berdasarkan tabel input output Provinsi Papua Barat tahun 2013 yang kemudian dilakukan

updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) model Miller dan Blair

(1985) diperoleh hasil bahwa sektor dengan nilai pengganda output terbesar yaitu industri

pengolahan migas dan perikanan Adapun sektor dengan pengganda pendapatan tertinggi

yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor administrasi pemerintahan amp jaminan sosial Sementara itu

sektor dengan pengganda tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya dan industri makanan amp

minuman

Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage)

terbesar yaitu industri lainnya dan industri makanan-minuman Adapun sektor yang memiliki

keterkaitan ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu industri pengolahan migas dan

perikanan

Analisis Tematik

Selama tahun 2019 dana APBN berupa belanja KL yang telah digunakan dalam program

pencegahan stunting sebesar Rp10448 miliar Penggunaan dana terbesar sesuai dengan prioritas

percepatan pencegahan yakni untuk kegiatan intervensi sensitif (Kementerian Kesehatan)

sebesar Rp1928 miliar dan intervensi spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta sebesar Rp842

miliar untuk kegiatan pendampingan koordinasi dan dukungan teknis (lintas KL) Penggunaan

dana tersebut terbesar direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif terutama pembangunan

Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan pendanaan sebesar Rp4353

miliar

Pembiayaan program penurunan stunting juga dilakukan dengan memanfaatkan dana

tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Dana DFDD

tahun 2019 yang telah digunakan dalam program stunting sebesar Rp11348 miliar terdiri dari DAK

Fisik sebesar Rp6706 miliar dan Rp4642 miliar berupa Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar

adalah pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar Rp11348 miliar sedangkan intervensi

spesifik sebesar Rp166 miliar Realisasi terbesar dialokasikan untuk perluasanpeningkatan SPAM

sebanyak 5765 sambungan rumah (SR) dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp2562 miliar

Sementara penggunaan Dana Desa terbesar diperuntukkan bagi pembangunan sumber air

bersih milik desa pada 1041 titik dengan dana sebanyak Rp1752 miliar

Selain APBN dan DFDD dana APBD juga dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan intervensi

spesifik sebesar Rp939 miliar dan sebesar Rp4805 miliar untuk kegiatan intervensi sensitif

Penggunaan dana tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi penyediaan akses JKN Orang

Asli Papua (OAP) sebesar Rp2882 miliar Penggunaan dana yang besar lainnya adalah untuk

penyediaan akses air minum yang aman dan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi

anak gizi kurang akut dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118 miliar dan Rp566 miliar

DJPbKawalAPBN

SASARAN

PEMBANGUNAN DAERAH

ldquoKeindahan Alam Pulau Misool Raja Ampatrdquo

1

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

embangunan Provinsi Papua Barat

berhubungan erat dengan capaian

sasaran pembangunan nasional

sehingga memiliki tingkat urgensi

yang tinggi untuk segera diwujudkan serta

memiliki daya ungkit yang tinggi bagi

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di

wilayah bagian (paling) timur Indonesia

Pelaksanaan pembangungan daerah ini

didasarkan pada prioritas tertentu yang

menjadi fokus atau objek utama

pembangunan dan tersinkronisasi dengan

prioritas nasional sebagai kerangka kebijakan

fiskal terintegrasi antara pusat dan daerah

Prioritas pembangunan menjadi bagian dari

perencanaan pembangunan yang akan

menetapkan kegiatan-kegiatan

pembangunan sosial-ekonomi fisik

(infrastruktur) untuk dilaksanakan secara

terpadu oleh sektoral publik dan swasta (Mahi

dan Trigunarso 2017) Perumusan prioritas

pembangunan di Provinsi Papua Barat secara

teknis dilakukan dengan mengevaluasi

pelaksanaan program kegiatan dan capaian

kinerja pembangunan serta identifikasi atas

permasalahan-permasalahan yang terjadi

pada tahun-tahun sebelumnya Selanjutnya

dihubungkan dengan visi misi tujuan dan

sasaran pembangunan daerah yang

tercantum dalam Rancangan Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada

tahun rencana serta mempertimbangkan

prioritas yang tertuang dalam Rancangan

Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN)

A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

DAERAH

Tujuan dan sasaran pembangunan dirumuskan

untuk memberikan arah terhadap program

pembangunan daerah serta dalam rangka

memberikan kepastian operasionalisasi dan

keterkaitan antara misi dengan program

pembangunan sehingga memberikan

gambaran yang jelas tentang ukuran-ukuran

terlaksananya misi dan tercapainya visi Tujuan

dan sasaran pembangunan menunjukkan

tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan

pembangunan jangka menengah yang

selanjutnya akan menjadi dasar dalam

mengukur kinerja pembangunan secara

keseluruhan

A1 Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah

Tahun 2019 merupakan tahun ketiga dari

pelaksanaan RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-

2021 Dokumen ini merupakan jangkar bagi

Pemerintah Daerah di lingkup Provinsi Papua

Barat untuk menetapkan kebijakan-kebijakan

dalam mencapai sasarantarget

P

BAB I

Sasaran Pembangunan dan

Tantangan Daerah

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

2

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

pembangunan selama lima tahun ke depan

dan dijabarkan dalam Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahunnya

Sebagai satu kesatuan perencanaan daerah

yang utuh penetapan arah pembangunan

dalam RPJMD dilakukan dengan

memperhatikan prioritas pembangunan

nasional dalam RPJMN sekaligus RPJMD daerah

sekitar yang terdekat (Provinsi Papua) Hal ini

untuk menjamin terciptanya sinkronisasi dan

sinergi kebijakan program dan kegiatan

pembangunan Pemerintah Provinsi Papua

Barat dengan kebijakan pembangunan

wilayah Pulau Papua dan nasional

Hasil sinkronisasi dan sinergi tersebut pada

akhinya membentuk sebuah visi pembangunan

Pemerintah Provinsi Papua Barat yaitu ldquoMenuju

Papua Barat yang Aman Sejahtera dan

Bermartabatldquo dan diwujudkan dalam 8

(delapan) misi pembangunan

Misi 1 Menciptakan tata kelola pemerintahan

yang baik berbasis aparatur yang bersih

dan berwibawa serta otonomi khusus

yang efektif

Misi 2 Mewujudkan pengelolaan lingkungan

dan sumber daya alam yang

berkeadilan dan berkelanjutan

Misi 3 Meningkatkan kualitas pelayanan dasar

pendidikan dan kesehatan

Misi 4 Meningkatkan kapasitas infrastruktur

wilayah

Misi 5 Meningkatkan daya saing

perekonomian dan investasi daerah

berbasis pariwisata

Misi 6 Membangun pertanian yang mandiri

dan berdaualat

Misi 7 Memperkuat pemberdayaan

masyarakat perempuan dan

perlindungan anak berbasis masyarakat

berketahanan sosial

Misi 8 Memperkuat Kerukunan umat

beragama dan Kondusivitas Daerah

Misi yang tertuang dalam RPJMD secara nyata

dijabarkan dalam berbagai strategi dan arah

kebijakan dalam rangka pencapaian target

kinerja yang direncanakan dalam jangka waktu

5 (lima) tahun Perencanaan jangka menengah

ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi

Papua Barat Nomor 4 Tahun 2017 tentang

RPJMD Provinsi Papua Barat tahun 2017-2021

dan menjadi sebuah ketentuan bagi Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Provinsi

Papua Barat dalam perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan

Setiap tahunnya dilakukan penentuan prioritas

pembangunan Provinsi Papua Barat yang

diselaraskan dengan RPJMD untuk

menghasilkan perencanaan yang nantinya

akan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah

Prioritas pembangunan tersebut membentuk

target kinerja pembangunan dengan fokus

pada penyelesaian beberapa isu strategis

sebagai berikut

a Rendahnya persentase angka partisipasi

sekolah pada jenjang pendidikan

menengah

Visi

Misi 1

Misi 2

Misi 3

Misi 4

Misi 5

Misi 6

Misi 7

Misi 8

Gambar 11

Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021

3 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

b Rendahnya angka rata-rata lama sekolah

c Tingginya angka kemiskinan

d Masih rentannya ketahanan pangan

e Masih tingginya kesenjangan

pendapatanpenghasilan masyarakat

f Belum optimalnya upaya pengentasan

kemiskinan

g Kurangnya pemerataan fasilitas kesehatan

Tabel 11

Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021

Misi Tujuan Sasaran

Misi 1 Meningkatkan kinerja penyelenggaraan

otonomi khusus

Meningkatnya kinerja penyelenggaraan otonomi khusus

Meningkatnya kualitas Manajemen

penyelenggaraanpemerintahan sinergitas

kebijakan pembangunan dan pelayanan

publik serta efektivitas

Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas penyelenggaraan

pemerintahan serta koordinasi kebijakan daerah

Meningkatnya kualitas perencanaan pembangunan daerah

Optimalnya sistem pengawasan daerah

Meningkatnya kualitas sumberdaya aparatur

Meningkatnya kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan daerah

Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

Terwujudnya pengelolaan data dan informasi

layanan publik yang terintegrasi dan berbasis IT

Terwujudnya koneksitas jaringan komunikasi dan pelayanan informasi

publik berbasis IT

Meningkatnya ketersediaan data sebagai basis kebijakan

pembangunan daerah

Optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan persandian daerah

Meningkatnya budaya baca masyarakat

Meningkatnya tata kelola administrasi kearsipan daerah

Misi 2 Terwujudnya pengembangan dan

pembangunan daerah yang berwawasan

lingkungan

Meningkatnya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan

serta pengendalian pembangunan berwawasan lingkungan yang

berkelanjutan

Meningkatnya kelestarian pengelolaan hutan secara terpadu

Meningkatnya koordinasi dan penyelenggaraan tertib administrasi

pertanahan wilayah dan penataan wilayah

Meningkatnya konservasi sumber daya alam

Misi 3 Terwujudnya sumberdaya manusia yang

cerdas sehatdan berdaya saing

Meningkatnya aksesibilitas kualitas dan manajemen pendidikan

Meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan

Meningkatnya prestasi dan kreativitas pemuda dan olahraga

Misi 4 Terwujudnya pemerataan pembangunan

infrastruktur dasar dan layanan publik

Meningkatnya interkoneksi antar wilayah ketersediaan layanan dasar

infrastruktur daerah dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah

Meningkatnya layanan kebutuhan dasar perumahan dan kawasan

permukiman wilayah perkotaan dan perdesaan

Optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam dan ketersediaan energi

baru dan terbarukan

Misi 5 Meningkatnya perekonomian daerah yang

didukung oleh pemanfaatan potensi

sumberdaya lokal lintas sektor

Meningkatnya daya saing investasi daerah

Meningkatnya daya saing tenaga kerja serta kesempatan dan

perluasan kesempatan kerja

Meningkatnya ekonomi kerakyatan berbasis industri kreatif dan potensi

daerah

Meningkatnya akses tata niaga dan infrastruktur perdagangan antar

wilayah dan antar daerah

Meningkatnya pengembangan dan daya saing industri pengolahan

berbasis potensi daerah

Optimalnya sinergitas pengembangan dan penataan kawasan terpadu

di wilayah transmigrasi

Terwujudnya daya dukung dan daya tarik

pariwisata terpadu berskala internasional

Meningkatnya keterpaduan dan daya saing pariwisata daerah

Meningkatnya pengembangan seni budaya dan kelestarian tradisi

kehidupan masyarakat dalam mendukung pariwisata daerah

Misi 6 Terwujudnya kedaulatan pangan dan revolusi

pembangunan pertanian dalam arti luas

sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi

daerah

Meningkatnya produktivitas tata kelola dan dan pertumbuhan sektor

pertanian dalam arti luas

Misi 7 Terwujudnya masyarakat berketahanan sosial Menurunnya penyandang Masalah kesejahteraan sosial

Meningkatnya kapasitas masyarakat kampung

Meningkatnya partisipasi Perempuan dalam membangun kualitas

kesetaraan gender dan perlindungan perempuan dan anak

Meningkatnya kinerja penataan penduduk dan

pelayanan hak kependudukan masyarakat

Optimalnya pengendalian penduduk dan pelayanan keluarga

berencana

Meningkatnya tertib administrasi kependudukan masyarakat

Misi 8 Meningkatnya stabilitas wilayah dan daya

tahan masyarakat

Optimalnya kerjasama pemerintah masyarakat dan dunia usaha untuk

menjaga keamanan dan ketertiban umum

Sumber RPJMD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

4

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

di kabupatenkota

h Kurangnya pemerataan dan kualitas sumber

daya manusia bidang kesehatan

i Kurangnya ketersediaan air bersih

j Rendahnya rasio elektrifikasi

k Kurang optimalnya reformasi birokrasi dan

pelaksanaan otsus

l Masih rendahnya daya saing daerah

A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Semangat Otonomi Khusus dalam kerangka

pembangunan di Provinsi Papua Barat menjadi

roh sekaligus paradigma pembangunan

khususnya dalam mewujudkan perencanaan

Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai

yang tertuang dalam ketentuan Otonomi

Khusus meliputi Perlindungan Penghormatan

Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli

Papua (OAP) Dalam konteks kekhususan nilai

tersebut telah diletakkan oleh Provinsi Papua

Barat sebagai nilai rujukan deskriptif dan

sekaligus sebagai nilai rujukan preskriptif serta

menjadi dasar kebijakan dalam menentukan

prioritas

Prioritas pembangunan pada tahun 2019

disusun dengan mengacu pada kebijakan

mandatory dalam Rencana Kerja Pemerintah

(RKP) 2019 tujuan dan sasaran dalam RPJMD

(tahun ketiga) tanpa melupakan filosofi

otonomi khusus yang menjadi dasar

Perencanaan ditekankan pada penyelesaian

permasalahan dan isu-isu strategis yang

berkembang di tingkat provinsi wilayah dan

nasional dengan tetap memperhatikan pokok-

pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) Prioritas pembangunan Papua Barat

tahun 2019 menjadi sebuah arahan dan acuan

dalam melaksanakan program dan kegiatan

dengan rincian sebagai berikut

a Peningkatan kualitas pelayanan dasar dan

kualitas hidup masyarakat (P1)

b Peningkatan investasi daerah melalui

pemanfaatan sumber daya yang

berkelanjutan dan berkeadilan (P2)

c Peningkatan infrastruktur wilayah untuk

mengurangi kemiskinan dan kesenjangan

antarwilayah (P3)

d Pengoptimalan pelaksanaan reformasi

birokrasi ketentraman dan ketertiban umum

serta kinerja otonomi khusus (P4)

Tabel 12

Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Prioritas Misi Tujuan

P1 Meningkatkan kualitas

pelayanan dasar

pendidikan dan kesehatan

Mewujudkan sumber daya

manusia yang cerdassehat dan

berdaya saing

Meningkatkan kapasitas

infrastrukur dasar

Terwujudnya pemerataan

pembangunan infrastruktur dasar

dan layanan publik

Memperkuat

pemberdayaan

masyarakatperempuan

dan perlindungan anak

berbasis masyarakat

berketahanan sosial

Mewujudkan masyarakat

berketahanan sosial

Meningkatnya kinerja penataan

penduduk dan pelayanan hak

Kependudukan masyarakat

P2 Mewujudkan pengelolaan

lingkungan dan sumber

daya alam yang

berkeadilan dan

berkelanjutan

Mewujudkan pengembangan

dan pembangunan daerah

yang berwawasan lingkungan

Meningkatkan daya saing

perekonomian dan

investasi daerah berbasis

pariwisata

Meningkatkan perekonomian

daerah yang didukung oleh

pemanfaatan potensial

sumberdaya lokal lintas sektor

Terwujudnya daya dukung dan

daya tarik pariwisata terpadu

berskala internasional

Membangun pertanian

yang mandiri dan

berdaulat

Terwujudnya kedaulatan pangan

dan revolusi pembangunan

pertanian dalam arti luas

sebagai daya ungkit

pertumbuhan ekonomi daerah

P3 Meningkatkan kapasitas

infrastruktur dasar

Terwujudnya pemerataan

pembangunan infrastruktur dasar

dan layanan publik

P4 Menciptakan tata kelola

pemerintahan yang baik

berbasis aparatur yang

bersihdan berwibawa

(good and clean

governance) serta otonomi

khusus yang efektif

Meningkatkan kinerja

penyelenggaraan otonomi

khusus

Meningkatnya Kualitas

Manajemen Penyelenggaraan

Pemerintahan Sinergitas

Kebijakan Pembangunan Dan

Pelayanan Publik Serta Efektivitas

Pelaksanaan Kebijakan Otonomi

Khusus

Terwujudnya Pengelolaan Data

Dan Informasi Layanan Publik

Yang Terintegrasi Dan Berbasis IT

Memperkuat kerukunan

umat beragama dan

kondisivitas daerah

Meningkatnya stabilitas wilayah

dan daya tahan masyarakat

Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)

5 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Dari 4 (empat) prioritas pembangunan Provinsi

Papua Barat tersebut di trajectory-kan dalam 9

misi yang mengarah pada 13 tujuan yang akan

dicapai melalui berbagai macam sasaran-

sasaran pembangunan dengan beragam

indikator sebagai ukuran Selain itu sebagai

gambaran pencapaian sasaran

pembangunan dan efektivitas kebijakan fiskal

secara umum dalam RKPD tahun 2019 juga

ditetapkan target indikator-indikator makro dan

kesejahteraan sebagai ukuran keberhasilan

sebagaiman tahun-tahun sebelumnya

Penggunaan indikator makro dan

kesejahteraan setidaknya mampu menangkap

gambaran sejauh mana pembangunan di

Provinsi Papua Barat berhasil dilaksanakan dan

memberi pengaruh bagi perekonomian

masyarakat

RKPD yang telah ditetapkan melalui Peraturan

Gubernur (Pergub) menjadi dokumen dasar

dari Kebijakan Umum APBD (KUA) dan

penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran

Sementara (PPAS) dalam membiayai

pembangunan daerah dalam satu tahun

Melalui pembiayaan pembangunan yang

bersumber dari APBD dan didukung oleh APBN

dengan kewenangan Dekonsentrasi (DK) dan

Tugas Pembantuan (TP) program dan kegiatan

dapat dilaksanakan dan sasarantarget

pembangunan daerah diupayakan untuk

dicapai

Pemanfaatan anggaran dalam pelaksanaan

program dan kegiatan oleh OPD tertuang

dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)

sebagai penjabaran teknis serta pedoman

kegiatan yang harus dilaksanakan Atas dasar

RKA OPD mendapatkan anggaran yang

ditetapkan batasan alokasinya dalam

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)

sebagai dasar optimalisasi sumber daya yang

dimiliki dalam mencapai output yang

ditargetkan

B TANTANGAN DAERAH

Pembangunan berkelanjutan adalah

pembangunan yang memenuhi kebutuhan

masa kini dengan memperhitungkan

kemampuan generasi mendatang untuk

memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri

(World Commission on Environment and

Development 1990) Prinsip pembangunan

berkelanjutan merupakan prinsip

keseimbangan pembangunan aspek sosial

ekonomi dan lingkungan (Kates et al 2005) Ide

pembangunan berkelanjutan mengandung

tiga tujuan pembangunan yaitu kekuatan

ekonomi tanggung jawab terhadap ekologi

dan keadilan sosial untuk mencapai tujuan

pembangunan jangka pendek dengan tidak

mengorbankan tujuan pembangunan jangka

panjang

Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan

dalam wujud implementasi RKPD (jangka

pendek) dan RPJMD (jangka menengah) oleh

Tabel 13

Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam

RKPD Provinsi Papua Barat

Indikator Target 2017 2018 2019

Laju Pertumbuhan Ekonomi () 500 700 700

Laju Inflasi Tahunan () 328 408 366

Indeks Pembangunan Manusia

(Angka)

6232 6321 6364

Rasio Gini (Angka) 037 038 037

Persentase Tingkat Kemiskinan

()

2510 2427 2329

Tingkat Pengangguran Terbuka

()

752 645 642

Indeks Kesenjangan

WilayahIndeks Williamson

(Angka)

045 043 042

Pengeluaran per kapita per

bulan (Rp juta)

110 120 130

Produktivitas total daerah (Rp

juta)

16700 16750 17000

Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

6

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

pemerintah daerah dalam bingkai otonomi

daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan

dan kondisi daerah pada saat pembuatan dan

pengembangan kebijakan Kebijakan

pembangunan harus peka terhadap potensi

dan hambatan daerah dalam hal kondisi

perekonomian masyarakat sosial

kependudukan dan geografi wilayah

(Zumaeroh 2011)

B1 Tantangan Ekonomi Daerah

Pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus selama ini didominasi

oleh pengaruh faktor ekonomi Kekayaan alam

yang melimpah berupa hutan mineral

tambang maupun kelautan ditambah dengan

tenaga kerja menjadi sumber daya yang

tersedia untuk dapat dimanfaatkan menjadi

modal utama perekonomian Menurut Sukirno

(2011) ketersediaan tenaga kerja mampu

mempengaruhi pembangunan ekonomi

daerah dalam mengembangkan kegiatan

ekonominya sehingga infrastuktur lebih banyak

tersedia perusahaan semakin banyak dan

semakin berkembang taraf pendidikan

semakin tinggi dan teknologi semakin

meningkat

B11 Kesenjangan

Perekonomian Provinsi Papua Barat sangat

bertumpu pada sektor pertambangan dengan

dua kabupatenkota yang menjadi penggerak

utama yaitu Kota Sorong dan Kab Manokwari

Kota Sorong merupakan pusat kegiatan bagi

regional Papua Barat karena memiliki simpul

transportasi yang sangat strategis sebagai

gerbang tranportasi Provinsi Papua Barat

sekaligus menjadi pusat kegiatan jasa dan

perdagangan Kondisi ini telah ada sejak zaman

pendudukan Belanda akibat adanya kegiatan

pengolahan dan perdagangan bahan hasil

pertambangan Wilayah lainnya yang

tergolong memiliki jenis layanan lengkap

kepada masyarakat adalah Kabupaten

Manokwari sebagai ibukota provinsi Sementara

wilayah lainnya sebagai daerah otonomi baru

fungsi-fungsi layanan yang semestinya ada

masih belum didirikan Pola struktur ruang

wilayah-wilayah tersebut saat ini masih linier

yaitu mengikuti pola jaringan jalan arteri belum

berkembang dan melebar seperti halnya Kota

Sorong dan Kab Manokwari

Kesenjangan yang terjadi antara Kota Sorong

dan Kab Manokwari dengan kabupaten

lainnya dipengaruhi oleh beberapa sektor yaitu

konstruksi informasi dan komunikasi dan

transportasi dan pergudangan yang menjadi

engine growth selain pertambangan dan

industri yang telah memajukan Kota Sorong

Sedangkan sektor real estate konstruksi dan

administrasi pemerintahan pertahanan dan

jaminan sosial wajib menjadi pendorong Kab

Manokwari Pada kabupatenkota lainnya

didorong oleh sektor pertanian kehutanan

perikanan dan kelautan dengan nilai produksi

yang relatif kecil Secara keseluruhan

pergerakan perekonomian Provinsi Papua Barat

masih didominasi oleh sektor migas

dibandingkan industri pengolahan non-migas

Pemeran utama sektor pertambangan adalah

industri minyak bumi yang berada di Kota

Sorong dan Kab Sorong serta industri Liquid

Natural Gas (LNG) di Kab Teluk Bintuni

Meskipun dominan kontribusi sektor industri

pengolahan (migas) terus mengalami

penurunan dalam beberapa tahun terakhir

disebabkan oleh menurunnya harga minyak

dan gas di pasar internasional Berdasarkan

kontribusi terbesar terhadap PDRB terlihat

bahwa setiap tahunnya didominasi oleh

7 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

kabupatenkota yang sama yaitu Kab Teluk

Bintuni Kab Sorong dan Kota Sorong sebagai

lokasi pertambangan Perekonomian Provinsi

Papua Barat berada di sekitaran sektor migas

(pertambangan dan penggalian industri

pengolahan konstruksi) sementara sektor

pertanian kehutanan perikanan dan kelautan

belum mampu berkontribusi banyak meskipun

Provinsi Papua Barat memiliki lahan non-

pemukiman dan non-industri yang luas

mencapai 9965 persen dari total wilayah

B12 Infrastruktur

Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua Barat

yang memprioritaskan peningkatan investasi

dan pembangunan infrastruktur diharapkan

dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah

dan antar sektor Peningkatan investasi di sektor

pertanian kehutanan perikanan dan kelautan

akan mendorong wilayah lain yang tidak

memiliki pertambangan untuk dapat

meningkatkan produktivitas

Sejauh ini penanaman modal di Provinsi Papua

Barat telah berhasil meningkat khususnya pada

sektor tanaman pangan perkebunan dan

peternakan melalui Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) senilai Rp25546 miliar (tahun

2019) namun investasi tersebut hanya

tersentralisasi di Kab Manokwari Hal yang

sama juga terjadi di sektor transportasi gudang

dan telekomunikasi dengan investasi yang

berlokasi di seputaran 4 (empat)

kabupatenkota utama di Provinsi Papua Barat

Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA)

lebih banyak berkutat di sektor pariwisata (Hotel

dan Restoran) di Kab Raja Ampat dan

perindustrian di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Sorong yang menjadi unggulan pemerintah

pusat dan daerah sehingga memiliki insentif

investasi

Prioritas pemerintah daerah pada

pembangunan infrastruktur berupa jalan

dilakukan dalam rangka membuka aksesibilitas

antar wilayah Selama ini kondisi jalan di Provinsi

Papua Barat hanya 3453 persen dari 867252

km yang berada dalam kondisi baik sisanya

dalam kondisi sedang (2581 persen) rusak

(1808 persen) dan rusak berat (2157 persen)

Tabel 15

Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Sektor

2018 2019

Proyek Nilai

(juta Rp) Proyek

Nilai

(juta Rp)

Tanaman

Pangan

Perkebunan

dan Peternakan

1 4790370 7 25545830

Industri 4 250160 5 1425500

Konstruksi - - 2 34880

Perdagangan

dan Reparasi

2 45490 5 21990

Hotel dan

Restoran

- - 1 30000

Transportasi

Gudang dan

Telekomunikasi

- - 5 9887650

Perumahan

Kawasan Industri

dan Perkantoran

- - 1 1060140

Jasa Lainnya - - 2 18000

Sumber BKPM (data diolah)

Tabel 14

PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar)

KabupatenKota PDRB

Kontribusi

Kab Fakfak 530371 629

Kab Kaimana 279143 331

Kab Teluk Wondama 158039 187

Kab Teluk Bintuni 3046584 3612

Kab Manokwari 994872 1179

Kab Sorong Selatan 192266 228

Kab Sorong 1113059 1320

Kab Raja Ampat 291339 345

Kab Tambraw 22851 027

Kab Maybrat 71835 085

Kab Manokwari Selatan 82336 098

Kab Pegunungan Arfak 20107 024

Kota Sorong 1631730 1935

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

8

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Ditambah dengan kontur jalan yang hanya 65

persen telah diaspal sedangkan sisanya masih

berupa tanah batukerikil dan rerumputan

Kondisi ini menghambat perekonomian karena

jalan telah menjadi tulang punggung

pergerakanperpindahan barang dan

manusia serta menjadi penghubung utama

antar wilayah di Provinsi Papua Barat yang

memiliki jarak antar kabupatenkota yang

sangat jauh Bahkan dari Kota Sorong menuju

Kab Manokwari ditempuh selama 16-18 jam

tergantung cuaca dan hanya bisa dilalui

dengan kendaraan penggerak 4 roda

Selain jalan pembangunan infrastruktur untuk

mengurangi kesenjangan antar wilayah dan

antar sektor adalah dengan mengatasi defisit

pasokan energi listrik Sistem kelistrikan di Provinsi

Papua Barat saat ini dapat dikatakan masih

terisolasi karena unit pembangkit listrik yang

ada masih belum merata atau cenderung

terpusat di Kota Sorong Kab Sorong Kab Teluk

Bintuni dan Kab Manokwari Wilayah Provinsi

Papua Barat secara keseluruhan memiliki masih

rasio elektrifikasi yang rendah karena luas

wilayahnya dan jarak antar rumah tangga

cukup jauh sehingga masih banyak rumah

tangga dengan sumber penerangan listrik non

PLN dan menggunakan pelitasenter Padahal

dorongan terhadap perekonomian sudah

seharusnya diselaraskan dengan angka rasio

elektrifikasi yang lebih tinggi dari nasional

(ge9886 persen)

Keterbatasan kapasitas infrastruktur Provinsi

Papua Barat berpengaruh pada peningkatan

biaya koleksi dan distribusi yang pada gilirannya

memperburuk daya saing produk yang

dihasilkan Keterbatasan dan rendahnya

kualitas infrastruktur jalan dan listrik merupakan

faktor penyebab utama tingginya biaya

ekonomi Ditambah lagi dengan terbatasnya

Aspal

65

Tidak

diaspal

30

Lainnya

5

Grafik 12

Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 16

Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen)

KabupatenKota Rasio

Kab Fakfak 7077

Kab Kaimana 6868

Kab Teluk Wondama 6742

Kab Teluk Bintuni 7665

Kab Manokwari 9890

Kab Sorong Selatan 8785

Kab Sorong 8978

Kab Raja Ampat 6852

Kab Tambraw 6582

Kab Maybrat 6492

Kab Manokwari Selatan 6725

Kab Pegunungan Arfak 6239

Kota Sorong 9939

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Baik

34

Sedang

26Rusak

18

Rusak

Berat

22

Grafik 11

Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

9 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

infrastruktur pelabuhan laut (pelabuhan besar

hanya berada di Kab Fakfak Kab Manokwari

dan Kota Sorong) dan pelabuhan udara

(bandara besar hanya berada di kab

Manokwari dan Kota Sorong) membuat biaya

produksi biaya koleksi dan biaya distribusi di

Provinsi Papua Barat semakin meningkat Biaya-

biaya ekonomi yang membebani ini harus

ditanggung oleh para pelaku ekonomi

sehingga secara langsung berpengaruh pada

tingginya harga barang serta kurangnya minat

berinvestasi

B13 Ketenagakerjaan

Selain upaya untuk mengoptimalkan SDA

melalui peningkatan kapasitas infrastruktur

pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus juga memperhatikan

SDM sebagai bagian dari faktor ekonomi Salah

satu permasalahan yang dihadapi dalam

ketenagakerjaan adalah rendahnya tingkat

pendidikan yang dimiliki angkatan kerja Dari

keseluruhan penduduk yang bekerja sebagian

besar memiliki kualifikasi tamatan SD sebanyak

345 persen (150680 jiwa) sedangkan 246

persen (107420 jiwa) memiliki ijazah SMA dan

1559 persen (68066 jiwa) telah tamat SMP

Tenaga kerja tersebut banyak bekerja di sektor

pertanian kehutanan perikanan dan

kelautan Sektor ini merupakan tulang

punggung utama perekonomian masyarakat

serta menjadi sumber pangan utama Provinsi

Papua Barat

Pada tenaga kerja dengan kualifikasi

Universitas sebagian besar adalah pendatang

yang bermigrasi dan bukan OAP Para tenaga

kerja ini lebih banyak bekerja di sektor

pertambangan dan industri kabupatenkota

besar yang ada di Provinsi Papua Barat Kondisi

ini menunjukkan bahwa kualitas dan

produktivitas tenaga kerja di Provinsi Papua

Barat perlu untuk ditingkatkan baik itu melalui

peningkatan akses pendidikan maupun

pemberian pelatihan khusus agar dapat

berpartisipasi penuh dalam perekonomian

B14 Keamanan

Ketenteraman ketertiban umum dan

perlindungan masyarakat merupakan salah

satu hal penting yang perlu dijaga untuk

memperlancar pembangunan (UU No 32

Tahun 2004) Untuk menciptakan kondisi

tersebut maka perkembangan angka

kriminalitas dan risiko tindak pidana kriminalitas

harus terus dipantau Angka kriminalitas

merupakan angka yang biasa digunakan untuk

menukur tindak kejahatan pidana Secara

umum angka kriminalitas di Provinsi Papua Barat

cenderung fluktuatif Pada tahun 2017 hingga

2019 terjadi kenaikan angka kriminalitas dari

2262 kasus menjadi 3621 kasus namun pada

tahun 2018 sempat turun menjadi 2137 kasus

Jumlah ini termasuk dengan gangguan

keamanan yang diberikan oleh kelompok

Tabel 17

Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa)

Kategori 2018 2019

Penduduk Usia Kerja (gt15th) 56517 667110

Angkatan Kerja 445630 461061

Bekerja 417544 436739

Tamat SD Kebawah 146368 150680

Tamat SMP 61916 68066

Tamat SMA 99220 107420

Tamat SMK 34622 32127

Tamat Diploma IIIIII 13945 16364

Tamat Universitas 61473 62082

Pengangguran 28086 28086

Bukan Angkatan Kerja 210887 206049

Sekolah 77322 77322

Mengurus Rumah Tangga 116418 116417

Lainnya 17147 17147

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

10

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

separatis atau Kelompok Kekerasan Bersenjata

(KKB) yang ingin Pulau Papua merdeka dari

NKRI

Selain itu untuk mengukur kriminalitas juga

dapat dapat menggunakan risiko penduduk

terkena tindak pidana Risiko penduduk terkena

tindak pidana merupakan indeks kemungkinan

terjadi kriminalitas atau kejahatan per 100000

penduduk dihitung dari total kriminalitas per

jumlah penduduk per tahun Perhitungan ini

dapat digunakan untuk mengantisipasi jumlah

kasus yang akan terjadi karena perhitungannya

menggunakan jumlah kasus tindak kejahatan

yang sudah terjadi dibagi dengan jumlah

penduduk pada waktu yang sama Di Provinsi

Papua Barat rasio untuk tahun 2019 yaitu

sebesar 241 persen Hal ini berarti setiap 100000

penduduk di Provinsi Papua Barat sekitar 241

orang berisiko terkena tindak pidana

B2 Tantangan Sosial Kependudukan

Persoalan sosial kependudukan dan

ketenagakerjaan seperti perubahan struktur

umur dan juga pola distribusi serta mobilitas

diikuti dengan dinamika kualitas akan

membutuhkan penanganan yang serius Tanpa

adanya sikap keseriusan maka potensi

penduduk sebagai modal pembangunan akan

tinggal sebagai jargon semata (Tjiptoherijanto

2017)

B21 Kependudukan

Sebagai provinsi di timur Indonesia Papua Barat

yang memiliki tingkat pertumbuhan cukup

tinggi yang salah satunya disebabkan oleh

banyaknya migrasi penduduk Kondisi Provinsi

Papua Barat dengan infrastruktur yang masih

terbatas akan menyulitkan jika jumlah

penduduk meningkat pesat meskipun jumlah

penduduk tersebut masih relatif sedikit jika

dibandingkan dengan luas wilayahnya Hal ini

dapat terjadi ketika kebutuhan layanan dan

fasilitas kesehatan pendidikan serta penunjang

kehidupan lainnya tidak mencukupi kebutuhan

penduduk sehingga akan mempersulit

kehidupan masyarakat

Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat

sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah

sebesar 10295515 km membentuk kepadatan

penduduk 932 jiwa per kmsup2 Wilayah yang

memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi

adalah Kota Sorong (38727 jiwakmsup2) dan Kab

Manokwari (5498 jiwakmsup2) Tingginya

kepadatan penduduk di wilayah ini disebabkan

karena keduanya memiliki sarana transportasi

dan aksesibilitas yang paling memadai

Tabel 19

Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

KabupatenKota Penduduk

(Jiwa)

Luas

(kmsup2)

Kepad

atan

Kab Fakfak 78686 1432000 549

Kab Kaimana 60216 1624184 371

Kab Teluk Wondama 32521 395953 821

Kab Teluk Bintuni 64406 2084083 309

Kab Manokwari 175178 318628 5498

Kab Sorong Selatan 46922 659431 712

Kab Sorong 88927 654423 1359

Kab Raja Ampat 48493 803444 604

Kab Tambraw 13879 1152918 120

Kab Maybrat 40899 546169 749

Kab Manokwari Selatan 2422 281244 086

Kab Pegunungan Arfak 30976 277374 1117

Kota Sorong 254294 65664 38727

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 18

Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat

Tahun Penduduk

(Jiwa)

Tindak

Pidana

2015 871510 2281 038

2016 893966 3621 025

2017 915318 3753 024

2018 937405 3862 024

2019 959617 3981 024

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

11 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

infrastruktur yang cukup bagus memiliki variasi

aktivitas ekonomi yang cukup tinggi keadaan

ekonomi yang lebih baik dibanding kabupaten

yang lain Selama ini Kota Sorong dikenal

sebagai pelabuhan ramai di kawasan

Indonesia timur yang menjadi pintu masuk arus

barang dan jasa di Provinsi Papua Barat

sehingga terjadi arus migrasi penduduk yang

tinggi Sedangkan pada Kab Manokwari posisi

sebagai ibukota provinsi mendorong

peningkatan migrasi penduduk yang didorong

meningkatnya administrasi kegiatan

pemerintahan dan perdagangan

B22 Kesehatan

Tersedianya fasilitas kesehatan dan pelayanan

yang mampu menjangkau dan dijangkau oleh

seluruh lapisan masyarakat merupakan prioritas

utama dalam pembangunan kesehatan Salah

satu fasilitasnya adalah rumah sakit Semakin

meratanya distribusi rumah sakit di

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

diharapkan mampu meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat Belum semua

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

memiliki rumah sakit

Pada tahun 2019 terdapat 17 rumah sakit di

Provinsi Papua Barat yang terdiri dari 5 rumah

sakit di Kota Sorong 3 rumah sakit di Kab

Manokwari 3 rumah sakit di Kab Sorong dan

masing-masing satu rumah sakit di Kab Raja

Ampat Kab Sorong Selatan Kab Teluk Bintuni

Kab Teluk Wondama Kab Kaimana dan Kab

Fakfak Terdapa empat Kabupaten yang tidak

memiliki fasilitas rumah sakit sama sekali yaitu

Kab Pegunungan Arfak Kab Manokwari

Selatan Kab Maybrat dan Kab Tambrauw

Keempat kabupten ini merupakan kabupaten-

kabupaten yang baru dimekarkan

Selain rumah sakit fasilitas kesehatan lainnya

yang ikut berperan penting adalah puskesmas

Berbeda dengan rumah sakit puskesmas sudah

menyebar di seluruh kabupatenkota di Provinsi

Papua Barat Pada tahun 2019 total jumlah

puskemas di Provinsi Papua Barat terdapat 166

puskemas dengan jumlah puskesmas

terbanyak berada di Kab Teluk Bintuni

sebanyak 20 puskesmas dan jumlah puskesmas

paling sedikit berada di Kab Manokwari

Selatan sebanyak 5 puskesmas

Ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga

medis merupakan salah satu indikator penting

setelah tersedianya fasilitas kesehatan Tenaga

medis inilah yang nantinya akan melakukan

pengobatan dan penanganan medis Namun

penyebaran tenaga medis ini belum merata di

Provinsi Papua Barat terutama di kabupaten

baru hasil pemerakaran Tercatat sebanyak 306

dokter di Provinsi Papua Barat yang terdiri dari

68 dokter ahli 265 dokter umum dan 41 dokter

gigi Dari ketiga kategori tersebut jumlah dokter

terbanyak berada di Kota Sorong sebanya 129

dokter Kondisi ini menyebabkan pelayanan

kesehatan menjadi tidak optimal karena

tenaga medis cenderung lebih terkonsentrasi di

kabupatenkota yang sudah ramai dan

memiliki fasilitas yang lebih memadai

Sedangkan untuk daerah yang memiliki akses

yang relatif lebih sulit jarang sekali dapat

ditemui tenaga medis walaupun fasilitas seperti

puskesman sudah tersedia

Rendahnya jumlah dokter di Provinsi Papua

Barat ini mencerminkan rendahnya tingkat

pelayanan kesehatan yang ada Hal ini dapat

dilihat dengan menggunakan rasio jumlah

penduduk Provinsi Papua Barat terhadap

jumlah dokter Pada tahun 2019 terlihat bahwa

rasio jumlah penduduk terhadap dokter sangat

tinggi Secara umum rasio di Provinsi Papua

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

12

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Barat pada tahun 2019 sebesar 306477 yang

artinya sekitar 3065 penduduk akan diobati

oleh 1 dokter Rasio terbesar berada di

Kabupaten Kaimana yaitu 4632

pendudukdokter Keadaan ini membuat

banyak penduduk harus menuju kabupaten

yang memiliki fasilitas tenaga medis untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan Adapun

data dokter pada 4 kabupaten yaitu Kab

Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari

Selatan dan Kab Pegunungan Arfak masih

beum tersedia

Indikator lain yang mempengaruhi kualitas

kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat

selain fasilitas dan pelayanan kesehatan

adalah jenis penyakit yang ada Terdapat 5

jenis penyakit endemik di Provinsi Papua Barat

yaitu malaria TB paru kusta DBD dan HIV-AIDS

Kasus penyakit terbanyak yang terjadi di Provinsi

Papua Barat adalah malaria sebanyak 82487

kasus Hal ini dikarenakan Provinsi Papua Barat

merupakan salah satu provinsi endemik malaria

sehingga tidak heran apabila kasus malaria

merupakan jenis penyakit yang diperhatikan di

Provinsi Papua Barat Kemudian kusta

sebanyak 633 kasus TB Paru sebanyak 577

kasus dan DBD sebanyak 87 kasus pada tahun

2019 Sedangkan khusus untuk kasus HIV-AIDS

terdapat 13 kasus baru di Provinsi Papua Barat

sepanjang tahun 2019 dengan kasus kumulatif

sebesar 1734 kasus (ODHA)

Adanya tenaga medis yang disertai dengan

ketersediaan fasilitas kesehatan memadai

dapat membawa pada peningkatan kualitas

kesehatan Kualitas kesehatan masyarakat ini

dapat terlihat dari besaran angka harapan

hidup Angka harapan hidup (AHH) adalah

perkiraan banyaknya tahun yang dapat

ditempuh oleh seseorang selam hidup (secara

rata-rata) Semakin tinggi AHH

mengindikasikan semakin tingginya kualitas fisik

penduduk suatu daerah Secara umum angka

harapan hidup di kabupatenkota di Papua

Barat mengalami peningkatan Pada tahun

2018 angka harapan hidup Provinsi Papua Barat

mencapai 656 tahun yang artinya rata-rata

penduduk Provinsi Papua Barat dapat

menjalani hidup hingga 65 tahun Angka

harapan hidup tertinggi tertinggi berada di Kota

Sorong sebesar 698 tahun dan angka harapan

terendah berada di Kab Teluk Wondama

sebesar 599 tahun

Perkembangan AHH per tahun di Papua Barat

tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam

satu periode perhitungan Hal ini berarti dalam

waktu satu tahun penurunan angka kematian

Malaria

82487

Kusta

633TB Paru

577

DBD

87

Grafik 13

Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 110

Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Jumlah

Penduduk Dokter Rasio

Kab Fakfak 78686 26 302638

Kab Kaimana 60216 13 463200

Kab Teluk Wondama 32521 9 361344

Kab Teluk Bintuni 64406 30 214687

Kab Manokwari 175178 39 449174

Kab Sorong Selatan 46922 10 469220

Kab Sorong 88927 19 468037

Kab Raja Ampat 48493 31 156429

Kota Sorong 254294 129 197127

Sumber BPS dan Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

13 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

bayi yang tajam sulit terjadi implikasinya

adalah angka harapan hidup yang dihitung

berdasarkan harapan hidup waktu lahir

menjadi lambat untuk mengalami kemajuan

B23 Pendidikan

Salah satu indikator keberhasilan pemerintah

daerah dalam pembangunan pendidikan

adalah berkurangnya penduduk yang buta

huruf Angka melek huruf (literacy rate) adalah

persentase penduduk usia 15 tahun ke atas

yang dapat membaca dan menulis huruf latin

dan atau huruf lainnya Sampai dengan tahun

2019 perkembangan penduduk yang melek

huruf menunjukkan hasil yang

menggemberikan dengan adanya persentase

penduduk yang melek huruf sebesar 9814 Hal

tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat

penduduk Provinsi Papua Barat yang masih

belumtidak dapat membaca dan menulis

Penduduk tersebut didominasi oleh penduduk

yang berusia tua (gt45 tahun) penduduk yang

tinggal di daerah terpencil komunitas-

komunitas khusus dan penyandang cacat

Kelompok penduduk ini sulit untuk dijangkau

pelayanan pendidikan disebabkan baik oleh

faktor internal seperti kemampuan dan

keinginan belajar yang sudah menurun dan

faktor eksternal seperti terbatasnya

ketersediaan pelayanan (akses) pendidikan

keaksaraan bagi mereka Apabila dirinci

menurut kabupatenkota persentase melek

huruf terbesar berada di Kota Sorong sebesar

9971 dan terendah berada di Kab

Pegunungan Arfak

Selain angka melek huruf gambaran mengenai

pembangunan pendidikan dapat dilihat dari

tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke

atas yang ditamatkan (ijazah tertinggi yang

dimiliki) Semakin tinggi tingkat pendidikan

tertinggi yang ditamatkan maka semakin baik

pula kualitas manusianya Meskipun terdapat

kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan yang ditamatkan maka semakin

kecil jumlah penduduk yang lulus pada level

pendidikan tersebut

Dengan masih banyaknya persentase

penduduk yang tidak memiliki ijazah atau

hanya bersekolah SDMI di Provinsi Papua Barat

sebagaimana terlihat pada tabel 112 maka

peningkatan ilmu pengetahuan dan

pendidikan lanjut di perguruan tinggi menjadi

sebuah kebutuhan yang mutlak Jumlah lulusan

perguruan tinggi yang ada sekarang dirasakan

masih belum cukup memadai dibandingkan

Tabel 111

AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

KabupatenKota 2017 2018 2019

Kab Fakfak 6790 6800 6810

Kab Kaimana 6380 6400 6400

Kab Teluk Wondama 5930 5960 5990

Kab Teluk Bintuni 6020 6060 6130

Kab Manokwari 6790 6800 6810

Kab Sorong Selatan 6560 6570 6580

Kab Sorong 6550 6560 6570

Kab Raja Ampat 6420 6430 6430

Kab Tambraw 5950 5970 6000

Kab Maybrat 6470 6470 6470

Kab Manokwari Selatan 6680 6690 6690

Kab Pegunungan Arfak 6660 6670 6670

Kota Sorong 6940 6980 6980

Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 112

Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun

di Provinsi Papua Barat (persen)

Jenjang Tertinggi 2017 2018 2019

Tidak punya ijazah 1947 2470 2320

SDMI 2382 2346 2205

SMP 1946 1833 1808

SMA 2167 1965 2034

SMK 536 461 542

Diploma III 067 05 056

Akademi Diploma III 199 185 164

Diploma IVS-1S-2S-3 756 69 869

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

14

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

dengan besarnya sumber daya alam yang

dimiliki oleh Provinsi Papua Barat Ditambah

dengan sebaran lulusan tersebut yang berada

di kabupatenkota besar (Kab Manokwari

Kab Fakfak Kab Sorong dan Kota Sorong) di

Provinsi Papua Barat Sebagai wilayah dengan

potensi pariwisata yang tinggi Provinsi Papua

Barat membutuhkan kualitas sumber daya

manusia yang baik sehingga ke depannya

penduduk yang memiliki ijazah pendidikan

tinggi diharapkan mampu menjadi tulang

punggung pembangunan perekonomian

daerah

B24 Pertanahan

Pola kepemilikan lahan di Provinsi Papua Barat

adalah tanah hak negara dan tanah hak

ulayat Tanah hak ulayat merupakan status

tanah secara adat dan dikuasai oleh kepala

adat atau ondoafi Pada umumnya di wilayah

lingkaran hukum adat Papua dikenal dua sistem

penguasaaankepemilikan tanah yaitu

kepemilikan komunal dan kepemilikan individu

Kepemilikan komunal ini masih dapat

dibedakan lagi mejadi kepemilikan berbasis

marga kecil yaitu klan atau marga tertentu dan

kepemilikan berbasis marga besar yaitu

kepemilikan berdasarkan kampung

Sedangkan kepemilikan individu bukan

perorangan melainkan berdasar keturunan

Secara internal ada tata aturan yang mengatur

ke dalam keluarga tentang pembagian hak

dari penguasaan maupun pengelolaan tanah

dan di sana diakui bagian setiap anggota

sesuai dengan marganya Namun kekuasaan

kepemimpinan atas tanah secara sosial religi

berada pada orang tertentu yang berasal dari

garis keturunan tertua

Pada umumnya tanah milik dan tanah milik

dengan hak pakai tidak dapat diperjualbelikan

dan dipindah tangankan dengan bebas pada

masyarakat luar Setiap keluarga akan selalu

mempertahankan tanah dan kampung mereka

masing-masing karena tanah dan kampung

merupakan bagian penting dari kehidupan

masyarakat mereka Hal ini dikarenakan cara

hidup masyarakat yang masih berharap dan

menggantungkan diri pada persediaan sumber

daya alam di lingkungan sekitarnya Di samping

itu juga mengingat besarnya pengorbanan

nenek moyang atau leluhur saat memperoleh

tanah tersebut pada zaman dahulu Oleh

sebab itu tanah ulayat ini tidak mudah dengan

begitu saja untuk dilepas tanpa seizin kepala

adat

Seringkali terjadi permasalahan ketika tanah

telah dikuasai (dijual) kepada suatu pihak lain

(bahkan Negara) terdapat anggota keluarga

(margaturunan) yang berupaya

mempertahankan tanah tersebut atau

meminta ganti rugi kembali Padahal status

kepemilikan dan pengelolaan sudah berpindah

dari kepala adat atau keturunan tertua melalui

proses jual beli yang sah secara hukum dengan

adanya sertifikat pelepasan hak tanah adat

Anggota keluarga tersebut melakukan

pemalangan (penutupan akses) dengan

alasan tidakbelum mendapatkan bagian dari

hasil penjualan

Tabel 113

Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat

Jenis Status Kuasa Hak Milik Hak Kuasa

Kelola

Tanah Negara Pemerintah

Pusat

Daerah

Pemerintah

Pusat

Daerah

Pemerintah

Pusat

Daerah

Tanah Ulayat Kepala Adat Komunal Marga Kecil

Marga Besar

Individu Keturunan

Sumber ATRBPN Provinsi Papua Barat (data diolah)

15 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

B3 Tantangan Geografi Wilayah

Menurut Soleh (2017) potensi wilayah sebagai

wujud daya kekuatan kesanggupan dan

kemampuan yang dimiliki oleh suatu wilayah

yang mempunyai kemungkinan untuk dapat

dikembangkan berbentuk potensi fisik Lebih

lanjut dijelaskan bahwa potensi fisik adalah

berupa tanah air iklim lingkungan geografis

binatang ternak dan sumber daya manusia

sudah sehausnya dimanfaatkan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Pembentukan Provinsi Papua Barat sebagai

daerah otonom memiliki tujuan untuk

memperpendek rentang kendali pemerintahan

dalam rangka memberikan pelayanan publik

yang lebih baik kepada masyarakat Selain itu

hal lain yang menjadi pertimbangan penting

adalah untuk mempercepat pelaksanaan

pembangunan dengan menggunakan tanah

air iklim lingkungan hewan atau semua

kekayaan alam serta sumber daya manusia

yang dimiliki guna meningkatkan taraf hidup

dan kesejahteraan masyarakat Papua Barat

B31 Letak Wilayah

Secara geografis Provinsi Papua Barat terletak

di antara 0ordm-43ordm Lintang Selatan dan 1292ordm-

1352ordm Bujur Timur Dengan luas wilayah daratan

mencapai 10295515 kmsup2 dan beribukota di

Kab Manokwari Provinsi Papua Barat memiliki

13 kabupatenkota yang terdiri dari Kab

Fakfak Kab Kaimana Kab Teluk Wondama

Kab Teluk Bintuni Kab Manokwari Kab Sorong

Selatan Kab Sorong Kab Raja Ampat Kab

Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari

Selatan dan Kab Pegunungan Arfak serta

Kota Sorong Kabupaten dengan wilayah

terluas di Provinsi Papua Barat adalah Kab Teluk

Bintuni dengan luasan mencapai 2024 persen

dari luas wilayah provinsi (2084083 kmsup2)

sedangkan Kota Sorong menjadi wilayah

dengan luasan terkecil 068 persen (65664 kmsup2)

Provinsi Papua Barat merupakan wilayah

pemekaran dengan posisi geografis yang

strategis di Indonesia bahkan di dunia Posisi

penting ini dalam konteks kekayaan

keanekaragaman hayati laut dunia Wilayah

Provinsi Papua Barat khususnya Kab Raja

Ampat terletak di pusat segitiga karang dunia

(coral triangle) yang merupakan lokasi dengan

keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia

dengan berbagai jenis kekayaan laut baik

spesies ikan moluska dan hewan karang

Disertai kekayaan sumber daya laut yang tinggi

dengan berbagai jenis ekosistem yang

mendukung tumbuh hidupnya berbagai biota

laut diantaranya ekosistem terumbu karang

padang lamun dan mangrove Selain posisi

tersebut letak Provinsi Papua Barat yang

berbatasan langsung dengan negara di

wilayah Pasifik menjadi penting sebagai

penanda kedaulatan Indonesia baik dalam

aspek pertahanan maupun pemanfaatan

sumberdaya kelautan di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia

Tabel 114

Komposisi Luas KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

KabupatenKota Luas (kmsup2) Luas

Kab Fakfak 1432000 1391

Kab Kaimana 1624184 1578

Kab Teluk Wondama 395953 385

Kab Teluk Bintuni 2084083 2024

Kab Manokwari 318628 309

Kab Sorong Selatan 659431 641

Kab Sorong 654423 636

Kab Raja Ampat 803444 780

Kab Tambraw 1152918 1120

Kab Maybrat 546169 530

Kab Manokwari Selatan 281244 273

Kab Pegunungan Arfak 277374 269

Kota Sorong 65664 064

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

16

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

B32 Kondisi Geografis

Kondisi wilayah Provinsi Papua Barat secara

umum meliputi wilayah pedalamanterpencil

(pegunungan) pesisir dan kepulauan Wilayah

pedalaman terpencil (pegunungan)

diantaranya berada di Kab Pegunungan Arfak

Kab Manokwari Kab Manokwari Selatan Kab

Maybrat Kab Teluk Bintuni dan Kab

Tambrauw sedangkan wilayah yang memiliki

kawasan pesisir adalah Kab Sorong Kab

Sorong Selatan Kab Fakfak Kab Kaimana

Kab Teluk Bintuni Kab Teluk Wondama Kab

Manokwari Selatan Kab Manokwari Kab

Tambrauw Kab Raja Ampat dan Kota Sorong

Sementara itu wilayah dengan kondisi berupa

kepulauan di Provinsi Papua Barat adalah Kab

Raja Ampat

Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat

bervariasi dari wilayah dataran rendah hingga

pegunungan Provinsi Papua Barat terletak

pada ketinggian 0-2940 mdpl dengan

sebagian besar merupakan wilayah perbukitan

(kelas ketinggian 100-1000 m) mencapai

5066423 kmsup2 (4921) dan daerah dataran

rendah (0-100m) seluas 4091438 kmsup2 (3974)

serta daerah pegunungan (gt1000 m) seluas

1137654 kmsup2 (1105)

Titik tertinggi di Provinsi Papua Barat berada di

Kab Manokwari dengan ketinggian 2940 mdpl

Sementara wilayah dengan dataran rendah

yang cukup luas tersebar di beberapa

kabupatenkota seperti Kab Fakfak Kab Teluk

Bintuni Kab Sorong Kota Sorong dan Kab

Sorong Selatan Daerah perbukitan pada

umumnya tersebar di Kab Kaimana Kab Teluk

Wondama Kab Raja Ampat dan Kab

Maybrat

Secara keseluruhan terdapat 218 distrik yang

terdiri dari 1742 kampung dan 106 kelurahan di

Provinsi Papua Barat Wilayah dengan jumlah

distrik terbanyak adalah Kab Sorong (30 Distrik)

Kab Tambraw (29 Distrik) serta Kab Maybrat

(24 Distrik) Kab Raja Ampat (24 Distrik) Kab

Teluk Bintuni (24 Distrik) sedangkan kabupaten

dengan jumlah distrik terkecil adalah Kab

Manokwari Selatan (6 Distrik)

Ditinjau dari segi kelerengan sebagian besar

wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas

lereng gt40 (bergunung curam dan bergunung

Tabel 115

Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Ketinggian (mdpl)

Kab Fakfak 0 - 1444

Kab Kaimana 0 - 1663

Kab Teluk Wondama 0 - 2172

Kab Teluk Bintuni 0 - 2389

Kab Manokwari 0 - 2940

Kab Sorong Selatan 0 - 540

Kab Sorong 0 - 921

Kab Raja Ampat 0 - 1173

Kab Tambraw 0 - 2483

Kab Maybrat 5 - 1772

Kab Manokwari Selatan 0 - 2682

Kab Pegunungan Arfak 135 - 2882

Kota Sorong 0 - 439

Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 116

Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota

Topografi

Lereng

Puncak Lembah Dataran

Kab Fakfak 82 4 37

Kab Kaimana 29 15 42

Kab Teluk Wondama 67 7 3

Kab Teluk Bintuni 37 5 196

Kab Manokwari 18 3 139

Kab Sorong Selatan 10 13 98

Kab Sorong 14 21 106

Kab Raja Ampat - 1 120

Kab Tambraw 15 19 42

Kab Maybrat 16 39 102

Kab Manokwari Selatan 5 12 40

Kab Pegunungan Arfak 142 16 21

Kota Sorong 6 - 25

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

17 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

sangat curam) Kondisi tersebut menjadi

kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik

untuk pengembangan sarana dan prasarana

fisik sistem transportasi darat maupun bagi

pengembangan budidaya pertanian terutama

untuk tanaman pangan Sehingga dominasi

pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan

konservasi di samping untuk mencegah

terjadinya bahaya erosi dan longsor

Berdasarkan data penggunaan lahan pada

tahun 2019 luas areal terbangunpermukiman

di Provinsi Papua Barat sekitar 32222 Ha atau 03

persen dari luas wilayah Kabupaten Sorong

Manokwari dan Kota Sorong merupakan

wilayah-wilayah yang memiliki fungsi guna

lahan kampungperumahan yang tertinggi

Wilayah-wilayah tersebut selama ini memang

telah tumbuh menjadi sentra-sentra kegiatan

perkotaan di Provinsi Papua Barat terutama

untuk Kota Sorong Kota ini merupakan pintu

gerbang bagi Provinsi Papua Barat sehingga

menjadikan kegiatan jasa perdagangan dan

kegiatan-kegiatan lain yang bersifat perkotaan

terkonsentrasi pada wilayah ini

B33 Risiko Bencana

Dengan sebagian besar wilayah yang berupa

kawasan hutan maka kelas risiko bencana

kebakaran lahan dan hutan di seluruh

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

termasuk ke dalam kategori tinggi Pembukaan

lahan hutan untuk kegiatan pertanian menjadi

salah satu penyebab bencana karena

pembukaan tersebut dilakukan dengan

pembakaran untuk meminimalisasi biaya dan

hasilnya sangat cepat Pada kasus bencana

kebakaran risiko tinggi ditempati Kab

Manokwari dan Kota Sorong sedangkan

bencana kekeringan kelas risiko tinggi berada

di Kab Teluk Wondama Teluk Bintuni

Manokwari Sorong Selatan dan Raja Ampat

Pada kasus bencana banjir wilayah dengan

kelas risiko tinggi adalah Kabupaten Fakfak

Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni

Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja

Ampat dan Kota Sorong sebagai daerah yang

berada dekat dengan aliran Sungai

Wilayah Provinsi Papua Barat juga sangat

berpotensi terhadap gempa tektonik dan

kemungkinan diikuti oleh gelombang tsunami

Terdapat sejumlah lipatan dan sesar naik

sebagai akibat dari interaksi (tubrukan) antara

kedua lempeng tektonik seperti Sesar Sorong

(SFZ) Sesar Ransiki (RFZ) Sesar Lungguru (LFZ)

dan Sesar Tarera Aiduna (TAFZ) Kenyataan

Tabel 117

Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di

Provinsi Papua Barat

Tingkat

Kelerengan

()

Deskripsi Luas

(kmsup2)

Luas

lt 3 Datar 2195004 213

3 - 8 Bergelombangagak

landai

782459 76

8 - 15 Bergelombanglandai 72069 07

15 - 25 Berbukit 576549 56

25 - 40 Bergunung 648617 63

40 - 60 Bergunung curam 3315156 322

gt 60 Bergunung sangat curam 2712868 263

Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 118

Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Penggunaan Luas

(kmsup2)

Hutan Kering 9121592 8860

Hutan Basah 517659 503

Perkebunan 112091 109

Rumput dan Semak Belukar 227599 221

Ladang 57310 056

Tanaman Campuran 51567 050

Permukiman 34192 033

Danau 21459 021

Lahan Terbuka 125365 122

Pertambangan 2249 002

Rawa dan Rumput Rawa 11610 011

Sawah 12823 012

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

18

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

menunjukkan pula bahwa hampir setiap bulan

terjadi beberapa kali gempa di Provinsi Papua

Barat dan sekitarnya Kabupatenkota dengan

risiko tinggi untuk gempa bumi adalah Kab

Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari

Sorong Selatan Sorong Raja Ampat

Tambrauw dan Kota Sorong Sementara itu

wilayah dengan kelas risiko bencana tsunami

tinggi adalah Kab Teluk Wondama Manokwari

dan Sorong

Menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia (BNPB

2014) Provinsi Papua Barat secara keseluruhan

termasuk provinsi yang memiliki kelas risiko

bencana multi ancaman dalam

kategori tinggi Dengan kelas risiko

bencana yang tinggi kapasitas daerah

dalam penanggulangan bencana

masih dalam kapasitas sedang (BNPB

2016)

Tabel 119

Risiko Bencana per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Risiko Jenis Bencana

Kab Fakfak Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang

Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Kaimana Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang

Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Teluk

Wondama

Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Teluk Bintuni Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Manokwari Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Sorong

Selatan

Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Raja Ampat Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Tambraw Sedang Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kab Maybrat Sedang Tanah Longsor Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Manokwari

Selatan

Sedang Banjir Gempa Bumi Tsunami

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Pegunungan

Arfak

Sedang Tanah Longsor Gempa Bumi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kota Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Sumber BNPB BPBD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERTUMBUHAN

EKONOMI

266

INFLASI

193

RATA-RATA

SUKU BUNGA

50

POVERTY

225

PENGANGGURAN

624

GINI RATIO

0381

IPM

6374

DJPbKawalAPBN

INDIKATOR

EKONOMI REGIONAL

19

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

ondisi perekonomian global masih

berada pada kondisi ketidakpastian

seiring terjadinya perubahan

fundamental kebijakan Amerika

Serikat (AS) yang menerapkan hambatan

perdagangan khusus bagi Tiongkok (tariffs

barrier) Kinerja perekonomian AS yang mulai

bergeliat pada tahun 2018 tertekan kembali

akibat penerapan tarif bagi barang-barang

impor yang tanggapi oleh Tiongkok dengan

pengenaan tarif balasan pada barang-barang

yang menjadi ketergantungan AS Penurunan

suku bunga acuan yang dilakukan Bank Sentral

AS untuk mendorong perekonomian tidak

berimplikasi banyak karena economic shock

tidak langsung dapat direspon oleh pelaku

ekonomi dalam negeri yang sudah terbiasa

dengan impor

Tingkat inflasi yang dijaga dan nilai tukar dolar

AS yang ditahan untuk stagnan berakibat pada

pertumbuhan ekonomi AS yang melambat

dibanding tahun sebelumnya Implikasinya

sektor keuangan global ikut menjadi lebih

volatile dan menahan laju pertumbuhan

eonomi disebabkan turunnya nilai

perdagangan negara-negara maju yang

berbisnis dengan AS dan Tiongkok Ditambah

dengan sentimen negatif dari ketidaksetujuan

perilaku diskriminasi ekonomi AS serta masalah

Brexit yang tidak kunjung usai berdampak pada

kenaikan harga komoditas namun tidak

berlaku untuk komoditas minyak mentah yang

menurun Seiring hal tersebut perekonomian

negara-negara berkembang pada tahun 2019

masih mengarah kepada kemungkinan

terjadinya resesi global dengan laju yang

tertahan dibandingkan tahun sebelumnya

A INDIKATOR EKONOMI FUNDAMENTAL

Indikator ekonomi diperlukan untuk mengetahui

arah pergerakan perekonomian suatu daerah

dan sebagai tolak ukur pencapaian

pembangunan (Bernard Baumohl 2012)

Diantara indikator makroekonomi yang

digunakan untuk mengetahui perkembangan

perekonomian suatu daerah yaitu Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Inflasi

Perdagangan Internasional Suku Bunga dan

Nilai tukar

K

BAB II

Perkembangan dan Analisis

Ekonomi Regional

697

640600

502

450 440

240 230 220170 170

100 080

0

2

4

6

8

Vie

tna

m

Filip

ina

Tion

gko

k

Ind

on

esia

Ind

ia

Ma

lay

sia

Tha

ilan

d

AS

Ko

rsel

Au

stralia

Je

pa

ng

Ero

pa

Sin

ga

pu

ra

Grafik 21

Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di

Dunia Tahun 2019 (persen)

Sumber wwwtradingeconomicscom (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

20

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)

merupakan nilai pasar dari semua barang dan

jasa yang dihasilkan dalam suatu

perekonomian selama periode waktu tertentu

Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sering

dijadikan ukuran terbaik untuk mengukur kinerja

perekonomian Terdapat tiga cara untuk

menghitung PDB yaitu pendekatan produksi

pengeluaran dan pendapatan (Krugman amp

Wells 2011) Selanjutnya PDB pada suatu

region wilayah tertentu disebut dengan Produk

Domestik Regional Bruto (Gross Domestic

Regional Bruto)

A11 Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)

Laju pertumbuhan ekonomi (economic growth)

merupakan proses perubahan kondisi

perekonomian suatu daerah pada periode

waktu tertentu Untuk menghitungnya

digunakan perubahan nilai PDRB atas dasar

harga konstanriil dari tahun sebelumnya

Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 tumbuh melambat pada level 266 persen

atau tertahan signifikan dari tahun sebelumnya

yang mencapai level 624 persen Tidak seperti

pertumbuhan tahun sebelumnya yang lebih

tinggi pertumbuhan nasional tahun 2019 justru

lebih tinggi pada level 502 persen

Bila dirinci lebih lanjut seluruh sektor lapangan

usaha mencatatkan pertumbuhan positif

dimana pertumbuhan tertinggi terjadi pada

sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151

persen serta jasa keuangan dan asuransi

mencapai 933 persen Sebaliknya sektor sektor

industri pengolahan dan sektor pertambangan-

penggalian mencatatkan pertumbuhan yang

melambat sebesar -099 dan -034 persen

meskipun masih menjadi sektor dengan

kontribusi tertinggi terhadap PDRB Provinsi

Papua Barat

Jika dilihat menurut pengeluaran pertumbuhan

ekonomi Provinsi Papua Barat tertinggi terjadi

pada komponen luar negeri berupa impor

sebesar 1943 persen Sedangkan ekspor yang

mengandalkan raw material resources pada

komponennya turunnya harga komoditas

migas di pasar internasional selama tahun 2019

turut andil dalam menyumbang perlambatan

hingga menjadi sebesar -900 Sementara itu

503 507 517 502

452401

624

266

0

2

4

6

2016 2017 2018 2019

Grafik 22

Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua

Barat Tahun 2016 ndash 2019 (persen)

Nasional Pabar

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

-099

-034

33

334

437

439

442

528

58

757

767

801

837

842

887

933

1151

-1 4 9 14

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Penggalian

Administrasi Pemerintahanhellip

Pertanian Kehutanan danhellip

Jasa Lainnya

Jasa Kesehatan dan Kegiatanhellip

Pengadaan Air Pengelolaanhellip

Jasa Perusahaan

Jasa Pendidikan

Konstruksi

Penyediaan Akomodasi danhellip

Transportasi dan Pergudangan

Perdagangan Besar dan Eceranhellip

Real Estate

Pengadaan Listrik dan Gas

Jasa Keuangan dan Asuransi

Informasi dan Komuniksi

Grafik 23

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Menurut Lapangan Usaha (persen)

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

21 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

komponen investasi tumbuh 536 persen dan

pengeluaran pemerintah tumbuh sebesar 342

persen Pertumbuhan juga terjadi pada

konsumsi rumah tangga dan LNPRT berturut-

turut sebesar 499 dan 1037 persen

A12 Nominal PDRB

Nilai PDRB dapat dilihat baik dari sisi permintaan

maupun penawaran Untuk menghitungnya

digunakan PDRB atas harga berlaku Nilai PDRB

Provinsi Papua Barat tahun 2019 Atas Dasar

Harga Berlaku sebesar Rp8435 triliun

A121 PDRB Sisi Permintaan

PDRB sisi permintaan dapat ditunjukkan melalui

persamaan sebagai berikut

119936119955 = 119914119955 + 119920119955 +119918119955 + (119935119955 minus119924119955)

Dari persamaan di atas PDRB sisi ini dihitung

berdasarkan pendekatan pengeluaran yaitu

dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat

seluruh pelaku ekonomi berupa konsumsi rumah

tangga investasi pembelian pemerintah untuk

barang dan jasa serta ekspor dikurangi impor

(net export) Kontribusi masing-masing

komponen pembentuk PDRB Provinsi Papua

Barat adalah sebagai berikut

A1211 Konsumsi (Consumption)

Konsumsi merupakan pembelian yang

dilakukan oleh rumah tangga konsumen baik

berupa barang tidak tahan lama (non durable

goods) seperti makanan dan pakaian barang

tahan lama (durable goods) seperti mobil dan

alat elektronik maupun jasa (services) seperti

jasa potong rambut dan jasa dokter (Mankiw

2013)

Perekonomian Provinsi Papua Barat masih

didominasi oleh net ekspor dan pengeluaran

konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga

maupun lembaga non profit rumah tangga

Pada tahun 2019 nilai net ekspor Provinsi Papua

Barat sebesar dengan kontribusi terhadap

PDRB mencapai 324 persen Adapun nilai

konsumsi sebesar Rp2425 triliun dengan

kontribusi terhadap PDRB sebesar 282 persen

A1212 Investasi (Investment)

Investasi dalam teori ekonomi didefinisikan

sebagai pengeluaran untuk membeli barang-

barang modal dan peralatan-peralatan

produksi dengan tujuan untuk mengganti dan

terutama menambah barang-barang modal

yang akan digunakan untuk memproduksi

barang dan jasa di masa yang akan datang

Pembelian dalam investasi dapat dilakukan

oleh individu atau perusahaan untuk

516

342

536

155

0

2

4

6

Konsumsi RT +

LNPRT

Pengeluaran

Pemerintah

PMTB Investasi Net Ekspor

Grafik 24

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 Menurut Pengeluaran (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Konsumsi

RT + LNPRT

2818

Pengeluaran

Pemerintah

1798

PMTB

Investasi 2045

Perubahan

Inventori 098

Net Ekspor

3241

Grafik 25

Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

22

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

menambah persedian modal (Mankiw 2013)

Samuelson dan Nordhaus (2004)

menambahkan investasi sebagai penambahan

stok modal atau barang di suatu negara seperti

bangunan peralatan produksi dan barang-

barang inventaris dalam waktu satu tahun

Nilai investasi Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 sebagaimana tercermin dari nilai

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

sebesar Rp176 triliun dengan kontribusi

terhadap PDRB sebesar 205 persen Tingkat

pertumbuhan ekonomi daerah yang mantap

dan berkesinambungan dalam jangka panjang

hanya dapat tercapai jika masyarakat mampu

mempertahankan proporsi investasi yang

cukup besar terhadap PDRB Dalam jangka

panjang pembangunan ekonomi dapat

terhambat jika terjadi inefisiensi alokasi sumber

daya Salah satu indikator untuk mengukur

tingkat efisiensi suatu perekonomian adalah

ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) ICOR

merupakan rasio yang menunjukan besarnya

tambahan kapital (investasi) baru yang

dibutuhkan untuk menaikkan menambah satu

unit output Semakin tinggi rasio ICOR

menandakan bahwa tingkat efisiensi semakin

rendah Rasio ICOR dihitung menggunakan

rumus sebagai berikut

ICOR= I ∆Y

dimana

I = Nilai Investasi (PMTB)

∆Y = Perubahan PDRB

Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat

menunjukan tren meningkat Pada tahun 2015

nilai ICOR Provinsi Papua Barat sebesar 169 dan

naik menjadi 443 pada tahun 2016 Kemudian

pada tahun 2017 nilai ICOR Provinsi Papua Barat

kembali naik menjadi 491 Hal ini menunjukan

tingkat kebocoran investasi Provinsi Papua

Barat semakin besar Setelah sempat turun

pada tahun 2018 (314) nilai ICOR Provinsi

Papua Barat tahun 2019 naik menjadi 801 yang

menunjukan tingkat kebocoran investasi

semakin meningkat secara signifikan

A1213 Pembelian Pemerintah (Government

Purchases)

Pembelian pemerintah merupakan

pengeluaran pemerintah terhadap barang dan

jasa yang terdiri dari konsumsi pemerintah

(government consumption) dan investasi

pemerintah (government investment) Konsumsi

pemerintah merupakan pembelian terhadap

barang dan jasa dalam jangka pendek seperti

pengeluaran untuk perawatan kesehatan dan

perlindungan kepolisian Adapun investasi

pemerintah merupakan pengeluaran untuk

barang-barang modal seperti gedung dan

komputer (Mishkin 2015) Komponen

pengeluaran pemerintah Provinsi Papua Barat

pada tahun 2019 sebesar Rp1547 triliun dengan

kontribusi terhadap PDRB sebesar 18 persen

Dengan kontribusi yang cukup besar terhadap

PDRB Provinsi Papua Barat pembelian

pemerintah (government purchases)

seharusnya dapat menopang pertumbuhan

ekonomi jika terjadi perlambatan konsumsi

masyarakat maupun investasi

211169

443491

314

801

000

200

400

600

800

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Garfik 26

Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat Tahun

2014 - 2019

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

23 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

A1214 Ekspor Bersih (Net Export)

Perdagangan internasional merupakan

pertukaran barang dan jasa lintas batas negara

(international border) Dengan adanya

perdagangan internasional memungkinkan

terjadinya efisiensi yang timbul dari kompetisi

antar produsen dalam menjual produk dengan

harga yang terendah (competitive price)

dalam suatu proses supply and demand atau

dalam suatu mekanisme pasar market

mechanism (Seyoum 2009) Komponen

perdagangan internasional terdiri dari ekspor

dan impor Ekspor merupakan nilai barang dan

jasa yang dijual ke luar negeri sedangkan impor

merupakan nilai barang dan jasa yang

disediakan untuk dalam negeri Selisih

keduanya disebut sebagai net ekspor Sebagai

salah satu komponen PDB net ekspor

merupakan nilai bersih dari penjualan barang

jasa ke luar negeri dikurangi pembelian dari luar

negeri yang menghasilkan pendapatan untuk

dalam negeri (Mankiw 2013) Pada tahun 2019

komponen net ekspor Provinsi Papua Barat

sebesar Rp2789 triliun dengan kontribusi

terhadap PDRB sebesar 324 persen

A12141 Ekspor

Ekspor merupakan nilai barang dan jasa yang

dijual ke negara lain (Mankiw 2013) Komoditas

ekspor Provinsi Papua Barat terbesar yaitu raw

material resources berupa gas alam dan

minyak bumi dengan kontribusi mencapai 98

persen dari total nilai ekspor yang ada Adapun

sisanya berupa perhiasan permata kayu

barang dari kayu garam belerang kapur

(semen) ikan udang daging ikan olahan

sabun dan preparat pembersih

Pada tahun 2019 nilai ekspor Provinsi Papua

Barat mencapai US$ 233258 juta atau turun

siginifikan sebesar 179 persen dari ekspor tahun

sebelumnya sebesar US$ 28336 juta

disebabkan turunnya harga komoditas migas di

pasar internasional Nilai ekspor tertinggi terjadi

pada bulan November sebesar US$ 25478

sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada

bulan April sebesar US$ 11602

Selama tahun 2019 terdapat 3 (tiga) negara

yang menjadi tujuan utama ekspor Provinsi

Papua Barat yaitu Tiongkok Korea Selatan dan

Jepang dengan kontribusi mencapai 9341

persen Nilai ekpor ke Tiongkok sebesar US$

138861 juta (6373 persen) Korea selatan

sebesar US$ 35793 juta (1643 persen) dan

Jepang sebesar US$ 43236 juta (1984 persen)

A12142 Impor

Impor merupakan nilai barang dan jasa yang

dibeli dari negara lain (Mankiw 2013)

Komoditas impor Provinsi Papua Barat berupa

mesin-mesin pesawat mekanik mesin

peralatan listrik benda-benda dari besi dan

baja barang-barang rajutan benda-benda

dari batu gips dan semen berbagai barang

logam dasar garam belerang dan kapur

perkakas serta perangkat potong

24707 22201

17352

11602

18441

19127

16947

18831

1810215943

25478

24527

0

50

100

150

200

250

300

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 27

Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun

2019 (US$ juta)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

24

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Pada tahun 2019 total nilai impor Provinsi Papua

Barat sebesar US$ 37434 juta atau naik 553

persen dari tahun sebelumnya sebesar US$

5737 juta Nilai impor tertinggi Provinsi Papua

Barat terjadi pada bulan Juli sebesar US$ 11831

juta Sementara itu pada bulan Juni nilai impor

Provinsi Papua Barat berada pada angka

terkecil sebesar US$ 006 juta

A122 PDRB Sisi Penawaran

PDRB sisi ini dihitung berdasarkan pendekatan

produksi yaitu dengan menjumlahkan nilai

tambah (value added) atas barang dan jasa

yang dihasilkan dari sektor-sektor produksi Dari

keseluruhan sektor yang ada kontribusi tertinggi

terhadap PDRB Provinsi Papua Barat tahun 2019

berasal dari sektor industri pengolahan

mencapai 2574 persen dengan nilai Rp217

triliun Kemudian diikuti sektor pertambangan

dan penggalian mencapai 1744 persen

dengan nilai Rp147 triliun Minyak bumi dan gas

alam merupakan sumber utama PDRB pada

kedua sektor tersebut

A13 PDRB per Kapita

Indikator ini menunjukan nilai kontribusi tiap

penduduk terhadap perekonomian suatu

daerah dalam menghasilkan barang dan jasa

pada periode waktu satu tahun Selama lima

periode terakhir dari tahun 2015ndash2019 PDRB per

Kapita Provinsi Papua Barat mengalami

peningkatan walaupun dengan pertumbuhan

yang terbatas Pada tahun 2015 PDRB per

Kapita Provinsi Papua Barat sebesar Rp7250

juta Kemudian jumlahnya meningkat menjadi

Rp879 juta pada tahun 2019 atau naik sebesar

218 persen dalam 5 tahun

A2 Inflasi

Mankiw (2013) menyebutkan bahwa Inflasi

merupakan kenaikan harga secara umum

Jika kenaikan harga barang hanya berasal

dari satu atau dua barang saja maka tidak

dapat disebut sebagai inflasi kecuali bila

524

807

3804

2101

2286

006

11831

7816

1053

3617

105

2539

0

20

40

60

80

100

120

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 28

Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun

2019 (US$ juta)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Industri

Pengolahan

2574

Pertambangan

Penggalian1744

Konstruksi

1596

Sektor Lainnya

1227

Pertanian dkk

1055

Adm

Pemerintahan1057

Perdagangan

747

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Grafik 29

Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (Persen)

72157452

7843

8495879

0

20

40

60

80

100

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 210

Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua

Barat Tahun 2015 - 2019 (juta Rptahun)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

25 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

kenaikan itu meluas dan berimplikasi pada

kenaikan harga barang lainnya Inflasi dihitung

berdasarkan perubahan Indeks Harga

Konsumen (IHK) yang merupakan rata-rata dari

perubahan harga suatu komoditas dalam

kurun waktu tertentu Perubahan IHK dari waktu

ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan

(inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari

suatu komoditas

Secara umum inflasi digolongkan ke dalam tiga

jenis yaitu inflasi inti (core inflation) inflasi

makanan yang bergejolak (volatile food

inflation) dan inflasi harga yang diatur

(administered price inflation) Core inflation

adalah inflasi yang perkembangan harganya

dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi

secara umum yaitu faktor-faktor fundamental

seperti ekspektasi inflasi nilai tukar dan

keseimbangan permintaan dan penawaran

agregat yang akan berdampak pada

perubahan harga-harga secara umum

Sementara itu volatile food inflation adalah

inflasi bahan makanan yang perkembangan

harganya sangat bergejolak karena faktor-

faktor tertentu yang mempengaruhi kecukupan

pasokan komoditas yang bersangkutan seperti

faktor musim panen gangguan distribusi

bencana alam dan hama Adapun

administered price inflation adalah inflasi yang

perkembangan harganya diatur oleh

pemerintah

Secara kumulatif laju inflasi Provinsi Papua Barat

tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih

rendah dari inflasi tahun sebelumnya sebesar

521 persen dan inflasi nasional sebesar 272

persen Pencapaian tersebut berada di atas

target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen

Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun

2017-2021 dimana pada tahun 2019 target

inflasi ditetapkan sebesar 366 persen Kebijakan

pengendalian tingkat inflasi yang melibatkan

banyak pihak sebagaimana tergabung dalam

Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) tampaknya

belum berhasil menekan laju pergerakan harga

di Provinsi Papua Barat ke arah yang lebih

moderat

Selama tahun 2019 perkembangan harga-

harga komoditas di Provinsi Papua Barat relatif

terkendali dimana komponen administered

price dan volatile food menjadi penyumbang

utama Adanya peningkatan intensitas curah

hujan yang sedang dan gelombang laut yang

relatif tinggi berdampak pada hasil produksi

dan mengganggu jalur distribusi pasokan

bahan makanan meskipun tidak memberikan

pengaruh signifikan Disamping itu komponen

administered price tidak mengalami tekanan

seperti halnya tahun sebelumnya sebagai

imbas dari turunnya harga komoditas minyak

mentah di pasar internasional yang berdampak

pada turunnya harga BBM non-subsidi (non-

premium) Sementara itu tekanan inflasi pada

kelompok inti (core inflation) relatif terkendali

Pada triwulan pertama tahun 2019 (Januari ndash

Maret) Papua Barat berada pada kondisi

deflasi dengan level 056 persen (ytd) dengan

534

362

144

521

193

335302

361

313 272

0

2

4

6

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 211

Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan

Nasional Tahun 2015 ndash 2019

Pabar Nasional

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

26

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

penyumbang terbesar terjadi pada kelompok

volatile food seperti beras telur susu daging

ikan segar dan kacang-kacangan Faktor

intensitas curah hujan yang sedang

menyebabkan beberapa daerah penghasil

mengalami panen besar berakibat pada

melimpahnya jumlah pasokan komoditas

meskipun sedikit terganggu dengan terjadinya

laut pasang pada jalur distribusi Sementara itu

komponen administered price sedikit tertekan

disebabkan pasokan bahan bakar subsidi yang

terbatas meskipun harga non-subsidi (pertalite

dan pertamax series) mengalami sedikit

penurunan harga

Pada triwulan kedua tahun 2019 (April ndash Juni)

intensitas curah hujan di Provinsi Papua Barat

makin meningkat Faktor tersebut pada

akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas

hasil pertanian sehingga pasokan komoditas

menjadi berkurang Dampaknya pada bulan

April dan Mei komponen volatile food seperti

beras sayur-sayuran dan kacang-kacangan

mengalami inflasi Pada bulan April meskipun

komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi

sebesar -070 persen namun kacang-kacangan

mengalami inflasi 240 persen

Memasuki bulan puasa (Mei) dan Hari Besar

Keagamaan Nasional (HBKN) Papua Barat

dihadapkan pada tekanan inflasi yang cukup

dalam Komponen volatile food seperti telur

daging ayam daging sapi mengalami tren

peningkatan harga seiring kenaikan

permintaan Pemerintah melalui Tim Pengendali

Inflasi Daerah (TPID) melakukan pengawasan

distribusi untuk mencegah penimbunan barang

dan permainan harga Selain itu TPID juga

melakukan operasi pasar dan program pasar

murah untuk menjaga stabilitas harga

Sementara itu komponen administered price

pada periode ini juga mengalami tekanan

Periode triwulan ketiga tahun 2019 tekanan

inflasi Papua Barat mulai jauh berkurang Pada

bulan Juli terjadi deflasi yang mencapai level -

007 persen Komponen volatile food menjadi

penyumbang terbesar deflasi Kemudian pada

bulan Agustus Papua Barat kembali mengalami

mencapai deflasi pada level -057 persen

dimana kelompok bahan makanan menjadi

penyumbang terbesar dengan capaian -167

Tabel 21

Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Kelompok jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des

Umum -004 159 025 033 034 004 -007 -057 067 -004 159 025

Bahan Makanan -082 493 072 079 100 -048 -066 -167 039 -082 493 072

Makanan Jadi Minuman

Rokok dan Tembakau 057 001 057 050 076 006 030 023 025 057 001 057

Perumahan Air Listrik Gas

dan Bahan Bakar 002 015 007 -004 -011 039 016 001 011 002 015 007

Sandang 072 062 102 050 045 021 -009 -043 158 072 062 102

Kesehatan 076 052 006 027 072 001 002 -026 037 076 052 006

Pendidikan Rekreasi dan

Olah Raga -003 034 -008 020 091 152 014 000 -002 -003 034 -008

Transpor dan Komunikasi

dan Jasa Keuangan 015 -024 -056 -049 -099 -001 050 -005 253 015 -024 -056

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

27 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Pada bulan ini di saat semua kelompok

pengeluaran mengalami tekanan deflasi

kelompok administered price mengalami inflasi

pada level 023 Berbeda dari bulan

sebelumnya memasuki bulan September

Papua Barat mengalami inflasi pada level 067

persen Kelompok volatile food seperti daging

telur susu dan sayur-sayuran serta kelompok inti

(core inflation) seperti sandang dan

perlengkapan rumah tangga menjadi

penyumbang inflasi Di samping itu kelompok

transportasi adalah penyumbang terbesar

inflasi seiring kenaikan harga tiket akibat

permasalahan yang mendera maskapai

penerbangan

Pada triwulan empat tahun 2019 (Oktober-

Desember) Papua Barat kembali mengalami

tekanan inflasi Demikian juga dengan

kelompok volatile food seperti beras daging

ikan telur susu sayur-sayuran dan kacang-

kacangan pada periode ini mengalami inflasi

disebabkan faktor produktivitas hasil pertanian

yang seharusnya melimpah malah berkurang

Di samping itu faktor cuaca yang tidak

bersahabat bagi nelayan menyebabkan

berikurangnya pasokan ikan

Meskipun pada bulan Oktober terjadi deflasi

sebesar -004 persen namun bulan November

Papua Barat kembali mengalami inflasi sebesar

125 persen Penyumbang tertinggi inflasi

adalah kelompok volatile food yang

mengalami kendala produktivitas Kemudian

masuk pada bulan Desember Papua barat

dihadapkan pada momen libur natal dan

tahun baru Pada bulan ini perkembangan

harga di Provinsi Papua Barat mengalami

tekanan inflasi namun dengan tingkat yang

cukup terkendali pada kisaran 025 persen

dengan kenaikan tertinggi terjadi pada

kelompok sandang momen liburan sekolah

natal dan tahun baru

A3 Suku Bunga

Suku bunga merupakan biaya dari suatu

pinjaman atau harga yang dibayar untuk sewa

dana (Mishkin 2015) Kebijakan suku bunga

dilakukan oleh bank sentral selaku pemegang

otoritas moneter Sebagai pemegang otoritas

moneter di Indonesia Bank Indonesia

menetapkan BI Rate sebagai suku bunga

acuan yang mencerminkan sikap dari

kebijakan moneter apakah dovish (longgar)

atau hawkish (ketat) Dalam rangka melakukan

penguatan kerangka operasi moneter Bank

Indonesia kemudian memperkenalkan suku

bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru

berupa BI 7-Day Repo Rate pada April 2016 dan

mulai berlaku efektif tanggal 19 Agustus 2016

Perubahan tersebut bertujuan agar suku bunga

kebijakan dapat lebih cepat mempengaruhi

pasar uang perbankan dan sektor riil

Terkait kebijakan suku bunga selama tahun

2019 Bank Indonesia menerapkan kebijakan

moneter yang cenderung longgar yang

ditandai dengan turunnya suku bunga acuan BI

7-Day Repo Rate Pada awal tahun 2019 BI 7

Day Repo Rate ditetapkan sebesar 600 persen

sebagai akibat dari kebijakan yang hawkish

600 600 600 600 600 600

575

550

525

500 500 500

40

48

55

63

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 212

Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019

(persen)

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

28

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

tahun sebelumnya Sempat bertahan selama

enam bulan kemudian pada bulan Juli BI 7-Day

Repo Rate diturunkan menjadi 575 persen

Penurunan tersebut bertujuan untuk

mendorong investasi sektor riil dalam mengatasi

efek buruk dari pasar keuangan global

(portofolio market) yang volatile

Kemudian pada bulan berikutnya suku bunga

acuan BI 7-Day Repo Rate kembali turun

menjadi 55 persen dan pada akhir tahun 2019

BI 7-Day Repo Rate mencapai angka 500

persen Kebijakan tersebut merupakan langkah

lanjutan untuk menjaga daya saing industri

domestik terhadap perubahan kebijakan

perdagangan sejumlah negara akibat perang

dagang AS-Tiongkok dan ketidakpastian pasar

keuangan global yang masih tinggi Selain itu

deflasi yang terjadi di perekonomian domestik

ikut mendorong penurunan tersebut

Pinjaman yang diberikan lembaga keuangan

kepada masyarakat merupakan pinjaman

yang diperuntukkan untuk keperluan modal

kerja investasi dan konsumsi dengan suku

bunga pinjaman yang diberikan untuk

keperluan konsumsi lebih tinggi daripada suku

bunga pinjaman untuk keperluan modal kerja

dan investasi Pada awal tahun 2019 rata-rata

suku bunga pinjaman konsumsi pada lembaga

keuangan sebesar 1054 persen lebih rendah

dari rata-rata suku bunga pinjaman modal kerja

dan investasi masing-masing sebesar 1144

persen dan 1209 persen

Pada akhir tahun 2019 suku bunga pinjaman

konsumsi turun menjadi 1018 persen sementara

itu suku bunga pinjaman modal kerja dan

investasi masing-masing menjadi 1143 persen

dan 1181 persen Tampaknya pilihan BI atas

kebijakan yang longgar dengan menurunkan

suku bunga acuan selama tahun 2019 diikuti

oleh penurunan suku bunga pinjaman pada

lembaga keuangan

Selama ini penurunan signifikan pada suku

bunga pinjaman merupakan hal yang ditunggu

masyarakat Lembaga keuangan masih

menjadi sumber pendanaan utama bagi

masyarakat yang ingin menjalankan kegiatan

usahanya Namun sangat disayangkan

penurunan suku bunga pinjaman masih bersifat

terbatas Dengan spread (selisih) yang cukup

lebar dengan suku bunga simpanan margin

bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM)

lembaga keuangan masih cukup tinggi

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang

diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NIM

1144 1148 1149 1151 1155 1153 1155 1158 1161 1157 1162

1143

1209 1206 1203 1202 1200 1198 1194 1191 1190 1185 1185 1181

1054 1048 1041 1039 1036 1035 1033 1030 1029 1027 1023 1018

10

11

12

13

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 213

Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Pinjaman pada

Lembaga Keuangan Tahun 2019 (persen)

Pinjaman Modal Kerja Pinjaman Investasi

Pinjaman Konsumsi

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

123

124

123117

116

118

119

118

118

114

115

118

100

110

120

130

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 214

Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Simpanan pada

Lembaga (persen)

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

29 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

lembaga keuangan berada pada kisaran 5

persen Oleh karena itu lembaga keuangan

seharusnya dapat menurunkan lagi tingkat suku

bunga pinjaman hingga mencapai tingkat

single digit interest rate of loans

Sementara itu sebagai respon atas tren

pergerakan suku bunga pinjaman rata-rata

suku bunga simpanan pada lembaga

perbankan juga bergerak turun Pada awal

tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan

sebesar 123 persen Kemudian pada akhir

tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan

turun menjadi 118 persen

A4 Nilai Tukar

Nilai tukar mata uang suatu negara dibedakan

atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil Nilai

tukar nominal suatu mata uang atau yang

sering disebut kurs merupakan harga relatif dari

suatu mata uang terhadap mata uang lainnya

Adapun nilai tukar riil merupakan harga relatif

dari barang jasa antar dua negara (Mishkin

2015)

Saat ini hampir semua negara tidak bisa lepas

dari interaksi ekonomi dengan luar negeri

Sebagai mata uang global dollar AS banyak

digunakan untuk kegiatan perdagangan

internasional Tak terkecuali Indonesia kegiatan

ekspor impor sebagian besar menggunakan

dollar AS sebagai alat pembayaran Oleh

karena itu pergerakan kurs rupiah terhadap

dollar AS sering dijadikan indikator untuk

menentukan kebijakan perekonomian nasional

Secara konseptual nilai tukar mata uang

memiliki hubungan negatif terhadap ekspor

Ketika kurs rupiah terhadap dollar AS

mengalami apresiasi (penguatan) maka kinerja

ekspor akan tertekan karena harga

barangjasa yang dijual ke luar negeri menjadi

lebih murah Sebaliknya ketika kurs rupiah

terhadap dollar AS mengalami depresiasi

(penurunan) maka akan mendorong

pertumbuhan ekspor Selama tahun 2019 kurs

rupiah terhadap dollar AS mengalami

depresiasi disebabkan penguatan dollar AS

terhadap seluruh mata uang dunia diikuti oleh

kenaikan imbal hasil atau yield obligasi

pemerintah AS dan penurunan harga minyak

dunia Di sisi lain sentimen pelemahan ekonomi

Tiongkok turut andil terhadap pelemahan nilai

tukar rupiah Dibuka pada awal Januari sebesar

Rp14465 kurs rupiah cenderung bergerak

fluktuatif dengan kecenderungan menguat

dan ditutup pada angka Rp13901 pada akhir

tahun 2019

B INDIKATOR KESEJAHTERAAN

Indikator pembangunan yang digunakan untuk

mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat

diantaranya Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) Tingkat Kemiskinan Tingkat Ketimpangan

(Gini Ratio) dan Kondisi Ketenagakerjaan

B1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan infrastruktur menjadi lebih

produktif jika memiliki sumber daya manusia

(human resources) yang berkualitas Jika jumlah

SDM berkualitas tidak memadai maka

1446500

1397800

1411100

1423100

1424500

1423100

1411700

1409800

1419000

1419600

1406600

1390100

13750

14000

14250

14500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 215

Tren Pergerakan Kurs Tengah Rupiah

per 1 US$ Tahun 2019

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

30

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

pembangunan infrastruktur menjadi kurang

efisien dan efektif Akibatnya proses produksi

membutuhkan input dengan ekonomi biaya

tinggi (high cost economy) dan kualitas output

yang dihasilkan rendah Oleh karena itu para

ekonom berpendapat bahwa rendahnya

investasi pada modal manusia (human capital

resources) merupakan penyebab lambatnya

pertumbuhan Investasi yang rendah pada

sektor pendidikan pengetahuan dan

keterampilan menyebabkan produktivitas

modal fisik menurun (Jhingan 1983)

Untuk mengukur keberhasilan pembangunan

pada modal manusia PBB melalui United

Nations Development Programme (UNDP)

mengkombinasikan pencapaian di bidang

pendidikan kesehatan dan pendapataan

pengeluaran riil atau yang dikenal dengan

Human Development Index (HDI) Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) Menurut UNDP

IPM suatu daerah dapat dikelompokkan ke

dalam empat kategori yaitu sangat tinggi (IPM

ge 80) tinggi (70 le IPM lt 80) sedang (60 le IPM lt

70) dan rendah ( IPM lt 60)

Walaupun masih tertinggal dari daerah lain dan

menduduki peringkat terakhir secara nasional

pencapaian IPM Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan tiap tahun Pada

tahun 2011 IPM Provinsi Papua Barat mencapai

nilai 599 (masuk dalam kategori rendah) jauh

di bawah IPM nasional sebesar 6709 Kemudian

sejak tahun 2012 IPM Provinsi Papua Barat naik

kelas menjadi kategori sedang dengan nilai

603 Selanjutnya pada tahun 2018 IPM Provinsi

Papua Barat menjadi 6374

Jika dilihat per daerah pencapaian IPM di

Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk

dalam kategori sangat tinggi bahkan masih

banyak daerah yang masuk kategori IPM

rendah diantaranya Wondama Sorong

Selatan Tambrauw Maybrat Manokwari

Selatan dan Pegunungan Arfak Sementara itu

hanya 2 (dua) daerah yang masuk kategori IPM

tinggi yaitu Kab Manokwari dan Kota Sorong

Sumber United Nations Development Programme (UNDP)

Gambar 21

Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM

-

Sangat Tinggi

Manokwari (7117)

Kota Sorong (7735)

Tinggi

Fakfak (6699)

Kaimana (6367)

Teluk Bintuni (6313)

Kab Sorong (6432)

Raja Ampat (6284)

Sedang

Wondama (5886)

Sorong Selatan (6101)

Tambrauw (5195)

Maybrat (5816)

Mansel (5884)

Pegunungan Arfak (5531)

Rendah

Gambar 22 IPM Kab Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018

Berdasarkan Klasifikasi UNDP

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

599 6036091 6128 6173 6221

62996374

6709677

6831689

69557018

70817139

52

56

60

64

68

72

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Grafik 216

Perkembangan Nilai IPM (Metode Baru) Provinsi Papua

Barat dan Nasional Tahun 2011-2018

Papua Barat Nasional

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

31 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Adapun daerah yang masuk kategori sedang

yaitu Fakfak KaimanaTeluk Bintuni Sorong dan

Raja Ampat

IPM yang tinggi di Kota Sorong dan Kab

Manokwari menunjukan adanya korelasi

antara suatu daerah sebagai pusat

perekonomian pemerintahan dengan

pencapaian nilai IPM Sebaliknya ketika suatu

daerah jauh dari pusat perekonomian

pemerintahan seperti Kab Pegunungan Arfak

yang merupakan daerah pemekaran baru

memiliki nilai IPM yang jauh tertinggal dari Kota

Sorong dan Kab Manokwari

B2 Kemiskinan

Konsep kemiskinan seringkali dihubungkan

antara tingkat pendapatan dan kebutuhan

seseorang Jika pendapatan tidak mampu

memenuhi kebutuhan minimum maka

seseorang dapat dikatakan miskin Ravallion

(1995) menyebutkan ciri khas dari kemiskinan

diantaranya kelaparan ketidakberdayaan

terpinggirkan tidak mempunyai tempat

tinggal dan apabila sakit tidak memiliki dana

untuk berobat Selain itu orang miskin pada

umumnya tidak dapat membaca karena tidak

mampu untuk bersekolah dan tidak memiliki

pekerjaan

Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah

Provinsi Papua Barat dihadapkan pada

masalah kemiskinan yang cukup pelik Tingkat

kemiskinan Provinsi Papua Barat sangat tinggi

hingga menduduki peringkat kedua secara

nasional setelah Provinsi Papua Pada tahun

2016 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

mencapai 2488 persen jauh lebih tinggi

dibandingkan tingkat kemiskinan nasional

sebesar 107 persen Kemudian pada tahun

2019 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

turun jauh hingga menjadi 2151 persen

Keadaan tersebut menunjukan bahwa selama

beberapa tahun ke belakang penurunan

tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat

cukup signifikan jika dibandingkan dengan

banyaknya kendala yang harus dihadapi

Pembangunan yang berlangsung selama ini

tampaknya cukup berhasil meningkatkan taraf

hidup penduduk keluar dari garis kemiskinan

Berdasarkan tipologinya tingkat kemiskinan

Provinsi Papua Barat di pedesaan sangat tinggi

bahkan di atas level 30 persen namun

sebaliknya tingkat kemiskinan di perkotaan

pada kisaran 5 persen Pada tahun 2016 tingkat

kemiskinan pedesaan Provinsi Papua Barat

mencapai 3733 persen Kemudian turun

menjadi 3429 persen pada tahun 2018 dan 332

persen pada tahun 2019 Melihat kondisi

tersebut seharusnya program-program

pemerintah lebih difokuskan ke daerah

pedesaan baik dalam rangka investasi ekonomi

yang bersifat produktif maupun investasi

manusia di bidang pendidikan kesehatan

perumahan dan layanan sosial lainnya Selain

itu program-program pengentasan kemiskinan

yang digalakkan pemerintah daerah harus

bermula dari pedesaan untuk menstimulus

kesejahteraan masyarakat desa

24882312 2266

2151

107 1012 966 922

0

5

10

15

20

25

30

2016 2017 2018 2019

Grafik 217

Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun

2016 - 2019 (persen)

Pabar Nasional

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

32

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Jika dilihat berdasarkan daerahnya pada

tahun 2019 seluruh kabupaten kota di Provinsi

Papua Barat memiliki tingkat kemiskinan di atas

nasional dengan tingkat kemiskinan tertinggi

yaitu Kab Pegunungan Arfak dan Tambraw

masing-masing sebesar 3487 persen dan 3437

persen Adapun kemiskinan terendah dimiliki

Kota Sorong dan Kab Kaimana masing-masing

sebesar 1529 persen dan 1604 persen

B3 Ketimpangan

Sebuah keniscayaan bahwa pembangunan

mengharuskan adanya tingkat pendapatan

yang tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan

Namun demikian tingkat pendapatan yang

tinggi perlu didukung oleh indikator lainnya

berupa pemerataan distribusi pendapatan

Distribusi pendapatan yang timpang menurut

Cramer (2001) menyebabkan terjadinya konflik

sosial dalam masyarakat meskipun hal tersebut

bukan hanya disebabkan oleh faktor ekonomi

Jika peningkatan pendapatan hanya

melibatkan sebagian kecil orang kaya maka

penanggulangan kemiskinan akan bergerak

melambat dan ketimpangan semakin tinggi

Salah satu cara untuk mengukur tingkat

distribusi pendapatan dengan menggunakan

Rasio Gini (Gini Ratio) Rasio tersebut mampu

menggambarkan derajat ketimpangan

distribusi pendapatan dalam suatu daerah

dengan nilai terletak antara 0 (kemerataan

sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan

sempurna)

Tingkat distribusi pendapatan Provinsi Papua

Barat tahun 2016-2019 tercatat fluktuatif namun

masih timpang ditandai dengan nilai gini ratio

yang rendah setelah sebelumnya meningkat

Selama kurun waktu tersebut ketidakmerataan

pendapatan di Provinsi Papua Barat masuk

dalam kategori sedang Pada tahun 2016 gini

ratio Provinsi Papua Barat sebesar 0373 dan

merangkak naik menjadi 0390 pada tahun 2017

568 569 516 557

37333512 3429 332

0

10

20

30

40

2016 2017 2018 2019

Grafik 218

Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan

Tahun 2016 - 2019 (persen)

Perkotaan Pedesaan

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

3487

3437

3238

3208

3049

2989

2935

2380

2154

1867

1753

1604

1529

0 10 20 30 40

Pegunungan Arfak

Tambrauw

Teluk Wondama

Maybrat

Teluk Bintuni

Manokwari Selatan

Sorong

Fakfak

Manokwari

Sorong Selatan

Raja Ampat

Kaimana

Kota Sorong

Grafik 219

Tingkat Kemiskinan KabKota di Provinsi Papua

Barat Tahun 2019

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

0373

03900391

0381

0397

0393

0384

038

036

037

038

039

04

2016 2017 2018 2019

Papua Barat Nasional

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Grafik 220

Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat

dan Nasional Tahun 2016-2019

33 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

meskipun pada kedua periode tersebut berada

di bawah gini ratio nasional Kemudian pada

tahun 2018 gini ratio Provinsi Papua Barat

kembali naik menjadi 0391 bahkan lebih tinggi

dari pencapaian nasional Gini ratio kembali

turun pada tahun 2019 menjadi 0381 atau

sedikit di atas nilai nasional sebesar 0380

B4 Ketenagakerjaan

Untuk melihat kondisi ketenagakerjaan di suatu

daerah diantaranya dapat tercermin pada

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan

tingkat pengangguran

B41 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Indikator ini menunjukan persentase jumlah

angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja

Semakin tinggi TPAK menunjukkan semakin

tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour

supply) yang tersedia untuk memproduksi

barang dan jasa pada suatu daerah TPAK

Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai

6827 persen mengalami kenaikan dari tahun

sebelumnya sebesar 6788 persen Hal ini

mengindikasikan bahwa jumlah angkatan kerja

yang siap untuk bekerja semakin bertambah

B42 Tingkat Pengangguran

Secara teoritis pengangguran memiliki

hubungan negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi

hal tersebut mencerminkan adanya

penambahan output yang membutuhkan

banyak tenaga kerja untuk memenuhi

kapasitas produksi Arthur Okun melalui studinya

(Okunrsquos Law) menyebutkan bahwa semakin

tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka

tingkat pengangguran akan semakin berkurang

(Blanchard 2006)

Di saat jumlah pengangguran dan tingkat

pengangguran nasional mengalami kenaikan

jumlah pengangguran dan tingkat

pengangguran Provinsi Papua Barat juga ikut

bergerak naik Pada tahun 2018 jumlah

pengangguran Provinsi Papua Barat mencapai

26129 orang dengan tingkat pengangguran

sebesar 567 persen Kemudian pada tahun

2019 jumlah pengangguran Provinsi Papua

Barat meningkat menjadi 28846 orang dengan

tingkat pengangguran terseret naik menjadi

624 persen Tampaknya program pemerintah

dalam perluasan dan penciptaan lapangan

pekerjaan belum mampu menekan jumlah dan

tingkat pengangguran di Provinsi Papua Barat

Untuk mengurangi tingkat pengangguran

pemerintah daerah dapat menciptakan

7005

6747

6788

6827

66

67

68

69

70

71

2016 2017 2018 2019

Grafik 221

TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

18806

25037

33214

26129 28846

460

573

752

567

624

000

200

400

600

800

2015 2016 2017 2018 2019

-

10000

20000

30000

40000

Grafik 222

Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua

Barat Tahun 2015 ndash 2019

Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

34

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

kesempatan kerja melalui peningkatan

keahlian sertifikasi pendirian tempat latihan

ketrampilan magang serta meningkatkan

inventasi yang menyerap banyak tenaga kerja

lokal

C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI

DAN PEMBANGUNAN REGIONAL

Efektivitas kebijakan makroekonomi dan

pembangunan Provinsi Papua Barat dapat

diketahui dengan melihat kinerja dari setiap

indikator yang ada dengan membandingkan

antara target dan pencapaian dari setiap

indikator yang ditetapkan oleh pemerintah

daerah dalam dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Selain itu efektivitas kebijakan

makroekonomi juga dapat diketahui dengan

melihat pengaruh dari sebuah indikator

makroekonomi dan pembangunan terhadap

indikator lainnya

C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan

Pembangunan

Kinerja perekonomian daerah tercermin dari

pencapaian target indikator makroekonomi

dan pembangunan sebagaimana yang telah

ditetapkan pada dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Dokumen RPJMD merupakan rencana

pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)

tahunan yang merupakan penjabaran dari visi

misi dan program kepala daerah Untuk Provinsi

Papua Barat dokumen RPJMD disusun untuk

periode tahun 2017 ndash 2021 Sebagai penjabaran

RPJMD tahun ketiga Pemerintah Daerah

Provinsi Papua Barat menetapkan Rencana

Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2019

yang memuat target indikator-indikator makro

dan kesejahteraan sebagai ukuran

keberhasilan selama satu tahun Beberapa

indikator makroekonomi dan pembangunan

dalam RKPD yang menjadi target pemerintah

daerah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 70 persen

laju inflasi pada level 366 persen gini ratio

sebesar 042 tingkat kemiskinan sebesar 2329

persen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

sebesar 6364 dan tingkat pengangguran

sebesar 642 persen

Tabel 22

Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Indikator Target RKPD Kinerja

Pertumbuhan Ekonomi (persen) 70 266

Inflasi (persen) 366 193

Tingkat Kemiskinan (persen) 2329 2151

Tingkat Pengangguran (persen) 642 624

Gini Ratio 042 0381

IPM 6364 6374

Sumber RPJMD RKPD Provinsi Papua Barat dan BPS

Provinsi Papua Barat (data diolah)

Indikator makroekonomi dan pembangunan

Provinsi Papua Barat tahun 2019 yang mampu

mencapai target yang ditetapkan pada

dokumen RKPD diantaranya tingkat inflasi yang

berhasil dikendalikan sebesar 193 tingkat

kemiskinan juga berhasil ditekan sebesar 2151

persen Demikian pula dengan IPM yang

berhasil meningkat dan melebihi target pada

angka 6374 Selain itu nilai gini ratio tercatat

juga mampu mencapai target pada angka

0381 Sementara indikator lainnya belum

mencapai target yang ditetapkan seperti

tingkat pengangguran yang mencapai 624

persen Sama halnya dengan capaian tingkat

pertumbuhan yang belum memenuhi target

yang hendak dicapai dengan nilai indikator

tersebut berada pada angka 266 persen

35 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi

Terhadap Kemiskinan Pendekatan

Model Panel Data

C21 Landasan Teori

Salah satu masalah perekonomian yang cukup

rumit dan hampir terjadi di setiap negara yaitu

tingginya angka kemiskinan Terdapat tiga

penyebab utama timbulnya masalah

kemiskinan Pertama prasarana dan sarana

pendidikan yang tidak memadai sehingga

menyebabkan tingginya jumlah penduduk

buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan

ataupun keahlian Kedua sarana kesehatan

dan pola konsumsi buruk sehingga hanya

sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi

tenaga kerja produktif Ketiga penduduk

terkonsentrasi di sektor pertanian dan

pertambangan dengan metode produksi yang

telah usang dan ketinggalan zaman (Jhingan

1983)

Sebagaimana dikatakan Nurkse daerah yang

terbelakang pada umumnya terjerat ke dalam

lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty)

Menurut Nurkse lingkaran kemiskinan

disebakan oleh rendahnya tingkat pendapatan

sehingga menyebabkan tingkat permintaan

rendah Dengan tingkat permintaan yang

rendah mengakibatkan tingkat investasi pun

rendah Tingkat investasi yang rendah kembali

menyebabkan modal kurang dan produktifitas

rendah dan begitu seterusnya hingga

membentuk sebuah lingkaran sebab akibat dari

kemiskinan (Jhingan 1983)

Dari berbagai teori pertumbuhan yang

dikemukakan oleh banyak ekonomi seperti Teori

Harold Domar Teori Solow Teori Dorongan Kuat

(Big Push Theory) dan Teori Rostow maka dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor

utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu

akumulasi modal yang meliputi semua bentuk

atau jenis investasi baru pertumbuhan

penduduk dan kemajuan teknologi Investasi

melalui penyerapan tenaga kerja baik oleh

swasta maupun oleh pemerintah

perkembangan teknologi yang semakin inovatif

dan produktif dan pertumbuhan penduduk

melalui peningkatan modal manusia (human

capital) diharapkan mampu mengurangi

jumlah kemiskinan yang ada Sehingga ketika

terjadi pertumbuhan ekonomi yang berarti

terjadi pertumbuhan pendapatan atau

pertumbuhan produksi dari barang-barang

yang dihasilkan maka diharapkan akan

menurunkan kemiskinan dengan memutus

mata rantai lingkaran kemiskinan seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya Dengan adanya

pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat

meningkatkan produktifitas yang ada sehingga

dengan kenaikan produktifitas maka

pendapatan per kapita juga akan naik yang

pada akhirnya membawa pada penurunan

tingkat kemisikinan

C22 Metode dan Hasil Estimasi

Untuk mengukur pengaruh dari pertumbuhan

ekonomi terhadap kemiskinan di Provinsi Papua

Barat menggunakan model sebagai berikut

Tingkat Kemiskinan = f (Pertumbuhan Ekonomi)

Gambar 23

Lingkaran Kemiskinan Nurkse

Sumber Jhingan (1983)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

36

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Dari model di atas dituangkan dalam model

persamaan ekonometrika sebagai berikut

Log(Poverty) = β0 + β1Log(Growth) + ε

dimana

Poverty = Tingkat Kemiskinan (persen)

Growth = Pertumbuhan Ekonomi (persen)

β n = Parameter atau koefisien regresi

ε = Variabel ganggguan

Penggunaan log model pada persamaan di

atas bertujuan untuk mengetahui elastisitas

pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat

kemiskinan di mana koefisien β1 β2 dan β3

menunjukan persentase perubahan tingkat

kemiskinan akibat persentase perubahan

pengeluaran pemerintah (Gujarati 2009)

Adapun data yang digunakan berupa data

panel yang merupakan gabungan antara data

lintas waktu (time series) dari tahun 2015 ndash 2019

dan data lintas individu (cross section) seluruh

kabupaten kota di Provinsi Papua Barat

Baltagi dalam Gujarati (2004) menyatakan

bahwa terdapat beberapa keuntungan dalam

penggunaan data panel yaitu

1 Dengan mengkombinasikan time series dan

cross section data panel akan memberikan

data yang lebih informatif lebih variatif dan

mengurangi kolinearitas antar variabel

derajat kebebasan yang lebih banyak dan

efisiensi yang lebih besar

2 Dengan mempelajari bentuk cross section

berulang-ulang dari observasi data panel

lebih baik dalam rangka mempelajari

dinamika perubahan

3 Data panel dapat berinteraksi lebih baik

dan mengukur efek-efek yang tidak dapat

diobservasi dalam cross section murni

maupun data time series murni

4 Data panel memungkinkan kita untuk

mempelajari model perilaku yang lebih

rumit

5 Dengan membuat data tersedia dalam

jumlah lebih banyak data panel dapat

meminimumkan bias yang dapat terjadi bila

kita mengagregatkan individu ke dalam

agregrat yang luas

6 Secara garis besar data panel dapat

memperkaya analisis empiris dengan

berbagai cara yang mungkin tidak terjadi

jika hanya menggunakan cross section atau

data time series

Metode yang digunakan untuk mengestimasi

model di atas yaitu metode regresi data panel

melalui program komputer Eviews 10 Ada

beberapa teknik yang digunakan diantaranya

metode ordinary least square fixed effect dan

random effect Untuk menentukan teknik mana

yang terbaik maka digunakan Uji Hausman

Ringkasan hasil Uji Hausman dapat dilihat pada

tabel berikut (hasil lengkap Uji Hausman

terdapat pada bagian Lampiran)

Tabel 23

Ringkasan Hasil Uji Hausman

Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob

Cross-section random 0011090 1 09161

Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10

Berdasarkan Uji Hausman di atas diperoleh nilai

probabilitas Chi-Square di atas 5 persen yang

menunjukan bahwa metode random effect

merupakan pilihan terbaik untuk mengestimasi

model yang ada Selanjutnya ringkasan hasil

regresi dengan menggunakan teknik random

effect adalah sebagai berikut (hasil lengkap

estimasi terdapat pada bagian Lampiran)

37 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Tabel 24

Ringkasan Hasil Regresi Data Panel

Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10

Berdasarkan hasil regresi di atas maka model

persamaan untuk mengukur pengaruh dari

pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di

Provinsi Papua Barat adalah

Log(Poverty) = 3219 - 0808 Log(Growth) + ε

Selanjutnya hasil regresi dan persamaan di atas

dapat dijelaskan sebagai berikut

1 Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai R-

Squared (R2) yang didapat sebesar 79

persen Artinya bahwa variasi perubahan

yang terjadi pada variabel pengeluaran

pemerintah sektor pendidikan kesehatan

dan infrastruktur adalah sebesar 79 persen

dapat menjelaskan variasi perubahan

variabel tingkat kemiskinan sedangkan

sisanya sebesar 921 persen dijelaskan di luar

model

2 Pada tingkat kepercayaan 5 persen (α =

005) peningkatan yang terjadi pada

pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh

signifikan terhadap penurunan tingkat

kemiskinan Hal ini disebabkan memiliki nilai

t-statistik (probabilitas) lebih besar dari α

(01434 gt 005)

3 Koefisien (-0808) menunjukan bahwa

elastisitas dari pertumbuhan ekonomi

terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0808

(inelastis) Artinya jika pertumbuhan

ekonomi naik 1 persen maka tingkat

kemiskinan hanya turun 0808 persen

C23 Implikasi Kebijakan

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat

memiliki tingkat sensitifitas yang rendah

terhadap tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari

nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di

bawah satu persen atau bersifat inelastis

Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan

ekonomi sebesar satu persen maka penurunan

tingkat kemiskinan di bawah satu persen

Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa

pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat

tidak berpengaruh signifikan terhadap

penurunan tingkat kemiskinan Hal ini bertolak

belakang dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh David Dollar dan Aart Kraay

(2000) berjudul Growth is Good for The Poor

dimana pertumbuhan ekonomi mampu

mengakselerasi penurunan kemiskinan secara

signifikan Pengaruh yang tidak signifikan

tersebut disebabkan belum meratanya hasil dari

pertumbuhan ekonomi Hal ini terkonfirmasi juga

dari gini ratio Provinsi Papua Barat yang

mengalami peningkatan yang berarti bahwa

distribusi pendapatan semakin tidak merata

Selama ini kue pertumbuhan ekonomi kurang

menjangkau penduduk miskin Berbagai sektor

yang memiliki andil besar terhadap

pertumbuhan ekonomi sebagian besarnya

tercurah ke daerah perkotaan sehingga

manfaatnya hanya dinikmati oleh penduduk di

perkotaan saja walaupun sebagian kecilnya

dirasakan juga oleh penduduk pedesaan

Padahal 90 persen jumlah penduduk miskin di

Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di daerah

pedesaan (kampung) Hal inilah yang

menyebabkan pengaruh dari pertumbuhan

ekonomi Provinsi Papua Barat tidak memiliki

dampak yang besar terhadap penurunan

tingkat kemiskinan

Variabel Hasil Regresi

C growth

Koefisien 3219 - 0808

t-statistik (prob) 00000 01434

f-statistik (prob) 0401

R-square 0079

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

38

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Dari hasil di atas kebijakan yang dapat diambil

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

melalui pertumbuhan ekonomi dalam

mengurangi tingkat kemiskinan yaitu

1 Sebagai salah satu komponen

pertumbuhan ekonomi pengeluaran

pemerintah di Provinsi Papua Barat harus

lebih fokus ke daerah pedesaan (kampung)

dan remote area yang sulit terjangkau oleh

sarana transportasi yang memadai Hal ini

didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah

penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

sebagian besar berada di daerah

pedesaan pegunungan dan pedalaman

2 Meningkatkan kualitas pertumbuhan

ekonomi melalui penyediaan sarana

infrastruktur yang layak dan memadai di

daerah pedesaan dan remote area

terutama sarana pendidikan kesehatan

dan transportasi beserta tenaga pendidikan

dan kesehatan yang handal di bidangnya

3 Mengoptimalisasi anggaran dana desa

melalui program padat karya tunai (cash for

work) untuk kegiatan pembangunan desa

seperti (a) pengadaan pembangunan

pengembangan dan pemeliharaan sarana

prasarana desa (b) peningkatan kualitas

dan akses terhadap pelayanan sosial dasar

dan (c) pengadaan pembangunan

pengembangan dan pemeliharaan sarana

prasarana usaha ekonomi desa

4 Melaksanakan program perlindungan sosial

bagi penduduk miskin Diantara program

yang direkomendasikan yaitu memberi

bantuan tunai secara bersyarat (conditional

cash transfer) yang mewajibkan bagi

penerima bantuan seperti anak usia

sekolah balita ibu hamil dan ibu menyusui

untuk berpartisipasi aktif pada fasilitas

pendidikan dan kesehatan Pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat dapat

mengadopsi program conditional cash

transfer Bolsa Familia di Brazil atau program

yang saat ini sedang digalakkan pemerintah

pusat yaitu Program Keluarga Harapan

(PKH)

5 Meningkatkan kualitas belanja (quality of

spending) pemerintah dengan cara

memfokuskan alokasi anggaran pada

belanja prioritas terutama untuk daerah

pedesaan

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERKEMBANGAN

APBN

BELANJA

PEMERINTAH PUSAT

TRANSFER KE DAERAH

amp DANA DESA

789 T

2383 T

PAJAK PNBP

219 T 029 T

TAX TAX

RATIO RATIO 309 309 gtgt gtgt

DJPbKawalAPBN

39

Perkembangan dan Analisis APBN

nggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) menggambarkan

kondisi keuangan pemerintah yang

berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan

dan alokasi belanja pemerintah untuk satu

periode tahun anggaran yang ditetapkan

dalam Undang-Undang

A APBN TINGKAT PROVINSI

APBN tingkat provinsi menggambarkan potret

kondisi keuangan APBN di Provinsi Papua Barat

yang disajikan dalam bentuk I-account

disajikan dalam tabel 31 Pada tabel tersebut

target pendapatan negara tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

sebesar 116 persen dibandingkan target tahun

2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi

Rp268042 miliar Penurunan target tersebut

didasarkan pada asumsi bahwa kondisi

perekonomian pada tahun 2019 masih dalam

tahap ketidakpastian global Tantangan dan

dinamika yang cukup berat mengingat

volatilitas harga komoditas internasional seperti

minyak dan gas bumi turut mempengaruhi

target penerimaan pajak di Papua Barat

Sementara itu dari aspek belanja negara

terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar

427 persen dibandingkan pagu tahun 2018

yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi

Rp3457711 miliar Alokasi belanja APBN 2019

A

BAB III

Perkembangan dan Analisis

APBN

Tabel 31

Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 (miliar Rp)

Uraian Pagu 2018 Real 2018 Pagu 2019 Real 2019

PENDAPATAN NEGARA 303205 249363 268042 294509

Pendapatan Perpajakan 275325 219362 245494 265104

Pendapatan Bukan Pajak 27880 30001 22549 29404

Hibah - - - -

BELANJA NEGARA 2423117 2491602 3457711 3172329

Belanja Pemerintah Pusat 722953 681662 869620 788870

Transfer ke Daerah dan Dana Desa 1700164 1809940 2588091 2383459

SURPLUS (DEFISIT) (2119912) (2242239) (3189669) (2877820)

PEMBIAYAAN - - - -

Pembiayaan Dalam negeri - - - -

Pembiayaan Luar Negeri - - - -

Sumber OM-SPAN KPP Pratama Manokwari dan Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

40

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

yang naik dibandingkan dengan tahun

sebelumnya disebabkan oleh peningkatan

kebutuhan anggaran di daerah yang

digunakan untuk membiayai program dan

kegiatan Satuan Kerja (Satker) Kementerian

NegaraLembaga (KL) dan belanja daerah

melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa

(TKDD) Hal ini tercermin dari kenaikan yang

cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223

persen dari Rp1700164 miliar menjadi

Rp2588091 miliar pada tahun 2019 serta

belanja barang sebesar 1224 persen menjadi

Rp32754 miliar

Di samping itu penambahan komponen

pembayaran THR PNS tahun ini yang berakibat

pada kenaikan pagu belanja pegawai turut

andil dalam peningkatan pagu belanja APBN

secara keseluruhan Pembayaran THR PNS

tahun 2019 ditambahkan komponen tunjangan

keluarga tunjangan tambahan dan tunjangan

kinerja Pada tahun 2019 pagu belanja

pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari

Rp156741 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp187346 miliar pada tahun 2019

Sementara itu kenaikan yang cukup signifikan

terjadi pada pagu belanja modal dari

Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik

sebesar 3005 persen Hal ini disebabkan

keberadaan proyek-proyek infrastruktur

strategis lanjutan di Provinsi Papua Barat

sehingga alokasi belanja modal pada kembali

bertambah dari sebelumnya sempat menurun

Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi

pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat

mencapai 10987 persen sedangkan realisasi

belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan

membandingkan antara realisasi penerimaaan

dan belanja APBN pada tahun ini terdapat

defisit anggaran sebesar Rp2877820 miliar Hal

ini disebabkan oleh target penerimaan yang

belum optimal tercapai meskipun realisasi

penerimaan jauh lebih besar (181 persen) dari

tahun sebelumnya

B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT

TINGKAT PROVINSI

Pendapatan pemerintah pusat di Provinsi

Papua Barat terdiri dari penerimaan perpajakan

dan penerimaan bukan pajak Pada tahun

2019 realisasi pendapatan pemerintah pusat di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar

atau naik 181 persen dari tahun sebelumnya

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi

pencapaian realisasi pendapatan tersebut

diantaranya

1 Kondisi perekonomian nasional yang tidak

terpengaruh dan tetap tumbuh meskipun

terdapat ketidakopastian global dan

perang dagang AS-Tiongkok

Perekonomian regional yang didorong

sektor migas memberikan dampak yang

baik terhadap penerimaan negara di

Provinsi Papua Barat Terjadi peningkatan

persentase realisasi penerimaan terhadap

target yang telah ditetapkan akibat

multiplier effect dari migas terhadap industri

lainnya

2 Meskpiun ketergantungan penerimaan

negara terhadap sumber daya alam

(natural resources) memberikan risiko

tingkat penerimaan yang rendah namun

harga pasar komoditas yang fluktuatif

mempengaruhi peningkatan penerimaan

3 Pelaksanaan proses produksi masih belum

mendapatkan inovasi sehingga bergantung

pada ekspor bahan baku (raw material)

dan tenaga kerja padat karya sehingga

41 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

sedikit memberikan kontribusi bagi kenaikan

penerimaan negara

B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat

Penerimaan perpajakan pemerintah pusat

tingkat provinsi terdiri atas penerimaan pajak

dalam negeri dan pajak perdagangan

internasional Penerimaan pajak dalam negeri

di Provinsi Papua Barat terdiri dari PPh

Perseorangan PPh Badan PBB PPN dan Pajak

Lainnya Sementara itu di Provinsi Papua Barat

tidak memiliki penerimaan negara berupa

pajak perdagangan internasional Berikut ini

target dan realisasi penerimaan perpajakan

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat tahun

2018 ndash 2019

Realisasi penerimaan perpajakan pemerintah

pusat di Provinsi Papua Barat mengalami

peningkatan sebesar 2085 persen yaitu dari

Rp219362 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp265104 miliar pada tahun 2019 Hal ini

disebabkan oleh kenaikan realisasi pada jenis

pajak PPN Dalam Negeri dan PPh non migas

lainnya Penerimaan kedua jenis pajak tersebut

sangat ditentukan oleh kondisi perekonomian

dimana pada tahun 2019 tetap tumbuh

meskipun berada pada ketidakpastian global

Dari keseluruhan jenis pajak pemerintah pusat

yang ada di Provinsi Papua Barat PPN Dalam

Negeri masih mendominasi jumlah penerimaan

pajak tahun 2019 mencapai Rp 132253 miliar

atau 5069 persen dari total penerimaan pajak

pemerintah pusat Kemudian diikuti PPh

perseorangan sebesar Rp84935 miliar atau

3255 persen dari total penerimaan pajak

pemerintah pusat dengan kontribusi terbesar

berasal dari penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh

Final

Apabila dilihat per daerah realisasi penerimaan

pajak tertinggi pada tahun 2019 yaitu Kab

Manokwari dan Kota Sorong masing-masing

sebesar Rp80307 miliar dan Rp73192 miliar Hal

ini disebabkan kedua daerah tersebut

merupakan pusat perekonomian di Provinsi

Papua Barat yang memiliki potensi penerimaan

pajak yang lebih besar dibandingkan daerah

lainnya Adapun realisasi penerimaan pajak

terendah yaitu Kab Pegunungan Arfak dan

Kab Tambrauw masing-masing sebesar Rp1606

miliar dan Rp2099 miliar disebabkan kedua

Tabel 32

Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)

Jenis Pajak

Per Akun

2018 2019

Target Realisasi Target Realisasi

PPh Non Migas 148261 89943 106294 105582

PPN dan

PPnBM 109643 111600 123631 133253

Pendapatan

atas PL amp PIB 4035 2117 2960 6448

PBB dan BPHTB 13285 12182 12503 15580

PPh Migas 0 022 0 059

Cukai 0 019 0 036

Bea Masuk 101 3479 106 4149

TOTAL 275225 219362 245388 265104

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)

73192

31783

20142

12906

12668

6494

4622

4564

2180

2152

2099

1606

000 20000 40000 60000 80000

MANOKWARI

KOTA SORONG

TELUK BINTUNI

SORONG

FAK FAK

KAIMANA

RAJA AMPAT

SORONG SELATAN

TELUK WONDAMA

MAYBRAT

MANOKWARI SELATAN

TAMBRAUW

PEGUNUNGAN ARFAK

Grafik 31

Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 Per

KabupatenKota di Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

42

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

daerah tersebut masih menggali sumber-

sumber penerimaan perpajakan lainnya

Jika dilihat per sektor realisasi penerimaan

pajak terbesar Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 berasal dari sektor konstruksi sebesar

Rp106928 miliar atau 4101 persen dari realisasi

seluruh penerimaan pajak Adapun dari 10

sektor penerimaan pajak terbesar di Papua

Barat realisasi penerimaan pajak terkecil

berasal dari sektor real estate sebesar Rp189

miliar atau hanya 007 persen dari realisasi

seluruh penerimaan pajak Hal ini dapat dilihat

pada grafik berikut

Selanjutnya untuk melihat kinerja perpajakan

pada suatu daerah maka digunakan tax ratio

Ukuran tersebut merupakan perbandingan

antara jumlah penerimaan pajak di suatu

daerah dibandingkan dengan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut Tax ratio

menunjukkan kemampuan pemerintah dalam

mengumpulkan penerimaan pajak dan

kepatuhan pembayaran pajak oleh

masyarakat Apabila tax ratio suatu daerah

semakin besar dapat diartikan bahwa

pemerintah lebih leluasa dalam

menyelenggarakan pemerintahan

Tax ratio Provinsi Papua Barat mengalami

kenaikan dari 302 persen pada tahun 2018

menjadi 309 persen pada tahun 2019 Nilai tax

ratio sebesar 309 persen tersebut dapat

dikategorikan rendah jika dibandingkan

dengan tax ratio nasional sebesar 115 persen

Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa

semakin berkurangnya potensi dan

kemampuan pemerintah dalam memungut

pajak Beberapa hal lainnya yang turut

menyumbang rendahnya tax ratio di Provinsi

Papua Barat diantaranya adalah telah

berakhirnya program tax amnesty dan belum

adanya program unggulan lainnya dalam

meningkatkan penerimaan pajak sehingga

optimalisasi penerimaan perpajakan belum

maksimal

Rendahnya tax ratio di Papua Barat juga

dipengaruhi oleh meningkatnya besaran

restitusi pajak yang terjadi pada tahun 2019

yang mengakibatkan pemerintah harus

membayar kepada wajib pajak kelebihan

106928

45318

20125

18633

15075

14799

11819

11484

9154

7396

000

Konstruksi

Administrasi Pemerintahan dan

Jaminan Sosial Wajib

Sektor lainnya

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Penggalian

Perdagangan Besar dan

Eceran Reparasi dan

Perawatan Mobil danhellip

Kegiatan Jasa Lainnya

Jasa Keuangan dan Asuransi

Transportasi dan Pergudangan

Pertanian Kehutanan dan

Perikanan

Grafik 32

Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor di

Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)

138126 125

180

156 158

003 003 008

020 017 018

000

050

100

150

200

2017 2018 2019

Grafik 33

Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat

Tahun 2017 ndash 2019 (persen)

PPh Non Migas PPN dan PPnBM

Pendapatan atas PL dan PIB PBB dan BPHTB

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)

43 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

pembayaran pajak Selain itu rendahnya

tingkat kesadaran wajib pajak di Provinsi Papua

Barat untuk memenuhi kewajibannya turut

mendorong penurunan tax ratio Keadaan

yang demikian memerlukan upaya lebih dari

pemerintah dalam meningkatkan edukasi ke

wajib pajak

B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi

Selain dari sektor perpajakan penerimaan

negara yang bersumber dari bukan pajak saat

ini juga telah mulai diperhitungkan untuk

dijadikan andalan dalam memaksimalkan

penerimaan negara Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP) adalah semua penerimaan

Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk

penerimaan dari sumber daya alam

Penerimaan bagian laba BUMN PNBP lainnya

serta Penerimaan BLU Berdasarkan jenisnya

PNBP dapat dibedakan menjadi empat yaitu

penerimaan Sumber Daya Alam Bagian

Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan

Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU

Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat

Provinsi di Provinsi Papua Barat tahun 2019

dapat dilihat pada tabel 33

Dari tabel tersebut di atas realisasi PNBP

pemerintah pusat Provinsi Papua Barat tahun

2019 sebesar Rp29404 miliar atau turun 199

persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya

yang berjumlah Rp30001 miliar PNBP Lainnya

memiliki kontribusi tertinggi dengan nilai Rp2822

miliar atau 9597 persen dari keseluruhan

realisasi PNBP pemerintah pusat di Provinsi

Papua Barat Adapun kontribusi terkecil berasal

dari Pendapatan BLU sebesar Rp1184 miliar

dikarenakan hanya berasal dari Penerimaan

jasa pelayanan pendidikan yang dihasilkan

oleh satker Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu

Pelayaran (BP2IP) Selain itu faktor penetapan

satker BP2IP sebagai instansi pemerintah yang

menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU oleh

Menteri Keuangan masih tergolong baru yaitu

30 September 2016

B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan

dan PNBP Terhadap Perekonomian

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui

kontribusi kemampuan fiskal pemerintah pusat

di Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

terhadap perekonomian yaitu dengan cara

membandingkan penerimaan pajak dan PNBP

pemerintah pusat terhadap PDRB dan jumlah

populasi tiap daerah

Hampir seluruh pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat memiliki tax ratio yang kecil yaitu di

bawah angka 8 persen kecuali Kab Manokwari

sebesar 807 persen Daerah dengan nilai tax

ratio terkecil yaitu Kab Teluk Bintuni yang hanya

mencapai 104 persen Padahal Kab Teluk

Bintuni merupakan daerah yang memiliki PDRB

terbesar di Provinsi Papua Barat namun tidak

mampu mengoptimalkan penerimaan

perpajakannya Adapun untuk PNBP ratio

semua daerah di Provinsi Papua Barat memiliki

nilai di bawah 1 persen kecuali Kab Manokwari

yang mencapai 1857 persen Selanjutnya tax

ratio dan PNBP ratio KabupatenKota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 dapat dilihat pada

Tabel 33

Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Penerimaan

PNBP

Target

2018

Realisasi

2018

Target

2019

Realisasi

2019

SDA - - - -

Bag Pemerintah

atas Laba BUMN - - - -

PNBP Lainnya 27880 29024 22549 28220

Pendapatan

BLU 0 977 0 1184

Total 27880 30001 22549 29404

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

44

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

tabel 34

Kemudian untuk melihat kontribusi masing-

masing penduduk terhadap penerimaan

digunakan rasio antara pajak dan PNBP

terhadap jumlah populasi pada tiap daerah

Pada tahun 2019 penerimaan pajak perkapita

terbesar di Provinsi Papua Barat adalah Kab

Manokwari Selatan dengan nilai Rp889 juta

orang Kemudian diikuti oleh Kab Teluk Bintuni

dan Kab Manokwari masing-masing sebesar

Rp493 juta orang dan Rp458 juta orang

Sementara itu daerah dengan PNBP per kapita

tertinggi yaitu Kab Manokwari dan Kab Sorong

masing-masing sebesar Rp105 juta orang dan

Rp011 juta orang Hal ini sebagaimana terlihat

pada tabel 35

C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT

PROVINSI

Belanja pemerintah pusat merupakan bagian

dari belanja negara yang digunakan untuk

membiayai kegiatan pemerintah pusat baik

yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah

Belanja pemerintah pusat dapat dibedakan

menjadi belanja pemerintah pusat menurut

organisasi belanja pemerintah pusat menurut

fungsi dan belanja pemerintah pusat menurut

Tabel 34

Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Daerah Perpajakan

PDRB

PNBP

PDRB

Kab Fakfak 243 014

Kab Kaimana 454 007

Kab Teluk Wondama 289 006

Kab Teluk Bintuni 104 000

Kab Manokwari 807 186

Kab Sorong Selatan 240 004

Kab Sorong 181 009

Kab Raja Ampat 223 001

Kab Tambraw 919 -

Kab Maybrat 303 001

Kab Manokwari Selatan 261 -

Kab Pegunungan Arfak 799 036

Kota Sorong 449 045

Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong

dan Manokwari(data diolah)

Tabel 35

Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019

(Rupiah)

Daerah Pajak

Perkapita

PNBP

Perkapita

Kab Fakfak 164013269 9544219

Kab Kaimana 210370257 3449788

Kab Teluk Wondama 140336305 3154748

Kab Teluk Bintuni 493482943 2014405

Kab Manokwari 458429173 105437329

Kab Sorong Selatan 98503558 1624694

Kab Sorong 226504618 11239638

Kab Raja Ampat 133923458 866841

Kab Tambraw 151260665 -

Kab Maybrat 53303539 140258

Kab Manokwari

Selatan 888525173 -

Kab Pegunungan

Arfak 51843479 2326167

Kota Sorong 287825262 28955329

Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong

dan Manokwari(data diolah)

45 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

jenis belanja Belanja pemerintah

merupakan salah satu alat bagi

pemerintah untuk melakukan stimulus

fiskal Salah satunya yang populer pada

saat krisis ekonomi adalah instrumen

ekonomi berupa stimulus fiskal Secara

garis besar komposisi dari stimulus fiskal

adalah berupa pengurangan beban

pajak dan tambahan belanja pemerintah

(increased spending)

C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi

Berdasarkan Organisasi (BA atau KL)

Belanja pemerintah pusat menurut

organisasi adalah belanja pemerintah

pusat yang dialokasikan kepada

kementerian negaralembaga dan

bagian anggaran bendahara umum

negara Penerima alokasi APBN di Provinsi

Papua Barat Tahun Anggaran 2019

adalah 43 Kementerian NegaraLembaga

(KL) dan 1 Bagian Anggaran Bendahara

Umum Negara (BA-BUN) sehingga jumlah

seluruhnya adalah 45 Bagian Anggaran

(BA)

Jumlah total dana APBN berupa Belanja

KL yang dialokasikan untuk Provinsi Papua

Barat mengalami peningkatan dari

Rp727642 miliar pada tahun 2018

menjadi Rp874066 miliar pada tahun

2019 atau naik 2012 persen Hal ini

dikarenakan terdapat peningkatan yang

cukup signifikan pada alokasi belanja

Kementerian Pekerjaan Umum dan

Kementerian Pertahanan Adapun pagu

belanja APBN terbesar pada tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat dialokasikan untuk

kedua Kementerian tersebut masing-

masing sebesar Rp328424 miliar dan

Rp108941 miliar Anggaran tersebut

Tabel 36

Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggran

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

KementerianLembaga Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Badan Pemeriksa Keuangan 2267 2066 2612 2394

Mahkamah Agung 3673 3338 3418 3301

Kejaksaan Republik Indonesia 2809 2368 2673 2454

Kementerian Dalam Negeri 240 163 028 000

Kementerian Pertahanan 59591 58788 108941 106126

Kementerian Hukum Dan Hak Asasi

Manusia Ri 7670 7689 10100 9209

Kementerian Keuangan 10744 9934 10125 9784

Kementerian Pertanian 15113 14916 13526 13344

Kementerian Perindustrian 159 153 146 145

Kementerian Perhubungan 105994 94482 86499 74352

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 5230 5153 4320 4277

Kementerian Kesehatan 11023 9961 12722 11793

Kementerian Agama 32350 29728 35602 34447

Kementerian Ketenagakerjaan 2800 2664 8905 7675

Kementerian Sosial 3374 3302 2282 2082

Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan 20569 17231 20264 19761

Kementerian Kelautan dan Perikanan 6131 5517 6298 6017

Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat 239290 232657 328424 283754

Kementerian Pariwisata 247 189 167 135

Kementerian Riset Teknologi dan

Pendidikan Tinggi 17319 15991 21450 19589

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah 399 347 304 280

Kementerian Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak 100 047 100 086

Badan Pusat Statistik 8137 7437 8666 8318

Kementerian Perencanaan Pembangunan

Nasional 126 046 126 053

Kementerian Agraria dan Tata RuangBpn 8113 5833 9000 7612

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 105 101 059 052

Kementerian Komunikasi dan Informatika 801 712 648 628

Kepolisian Negara Republik Indonesia 69013 71273 74391 75732

Badan Pengawas Obat dan Makanan 2724 2415 3011 2818

Badan Koordinasi Penanaman Modal 045 038 045 043

Badan Narkotika Nasional 507 480 518 511

Kementerian Desa Pembangunan Daerah

Tertinggal dan Transmigrasi 12188 9667 8701 7639

Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional 5201 3091 2887 2682

Badan Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika 2022 1899 2502 2456

Komisi Pemilihan Umum 31765 30110 40174 37062

Arsip Nasional Republik Indonesia 018 017 047 040

Badan Kepegawaian Negara 1111 1087 801 774

Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan 1845 1833 2775 2442

Kementerian Perdagangan 3792 3335 2241 2125

Kementerian Pemuda dan Olah Raga 294 294 219 213

Badan SAR Nasional 4298 4037 3681 3531

Badan Pengawas Pemilihan Umum 17863 17232 23957 19456

Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik

Indonesia 3439 3142 3074 2726

Bendahara Umum Negara 7140 6800 7636 6759

Total 727642 687563 874066 794676

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

46

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

digunakan untuk akselerasi pembangunan

infrastruktur di Provinsi Papua Barat seperti

penyelesaian jalan trans papua jembatan

waduk dan irigasi serta pembangunan Rumah

Prajurit TNI Alokasi pagu Kementerian Pekerjaan

Umum mengalami peningkatan yang cukup

besar disebabkan disebabkan adanya proyek-

proyek infrastruktur strategis lanjutan di Provinsi

Papua Barat mulai memasuki tahap awal

kontrak sehingga alokasi belanja modal

kembali bertambah

C2 Perkembangan Pagu dan

Realisasi Berdasarkan Fungsi

Belanja pemerintah pusat dapat dibagi

menjadi 11 fungsi antara lain fungsi pelayanan

umum pertahanan ketertiban dan keamanan

ekonomi lingkungan hidup perumahan dan

fasilitas umum kesehatan pariwisata dan

budaya agama pendidikan dan perlindungan

sosial Pada tahun 2019 terjadi peningkatan

alokasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat

yang dialami beberapa fungsi diantaranya

fungsi ketertiban amp keamanan pendidikan

perumahan amp fasilitas umum pertahanan

lingkungan hidup kesehatan perlindungan

sosial dan pariswisata amp budaya

Alokasi belanja terbesar tahun 2019 yaitu pada

fungsi ekonomi yaitu sebesar Rp368664 miliar

Hal tersebut cukup relevan mengingat

besarnya anggaran infrastruktur yang

digunakan untuk meningkatkan perekonomian

menuju kesejahteraan masyarakat Sehingga

alokasi belanja pada fungsi tersebut harus

sejalan dengan besarnya proyek-proyek

strategis yang sedang dilaksanakan oleh

pemerintah

Dari tabel 37 dapat dilihat bahwa fungsi

pariwisata dan budaya merupakan fungsi

dengan alokasi belanja terkecil selama dua

tahun terakhir Hal ini menggambarkan bahwa

sektor pariwisata dan budaya di Provinsi Papua

Barat kurang mendapat perhatian serius

padahal banyak potensi besar atas

keaneragaman budaya dan pariwisata di

Provinsi Papua Barat semisal Raja Ampat dan

Taman Nasional Teluk Cenderawasih Khusus

Tabel 37

Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

Fungsi Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Ekonomi 315843 297670 368664 317486

Pertahanan 59591 58788 108941 106126

Pendidikan 77895 70310 102629 95592

Pelayanan

Umum 78955 73964 93974 84071

Ketertiban dan

Keamanan 83673 85148 91100 91207

Perumahan

dan Fasilitas

Umum

56189 52502 44795 40176

Lingkungan

Hidup 19762 17066 24481 22822

Kesehatan 16983 13956 17316 16254

Agama 9272 8703 13551 12887

Perlindungan

Sosial 3474 3349 2382 2168

Pariwisata dan

Budaya 262 204 182 150

Sumber OM SPAN (data diolah)

328424

108941

86499

74391

40174

35602

23957

21450

20264

13526

283754

106126

74352

75732

37062

34447

19456

19589

19761

13344

000 200000 400000

Kementerian PUPR

Kementerian Pertahanan

Kementerian Perhubungan

Kepolisian Negarahellip

KPU

Kementerian Agama

Bawaslu

Kemenristek Dikti

Kementerian LHK

Kementerian Pertanian

Grafik 34

10 Kementerian Negara Lembaga di Provinsi Papua

Barat dengan Alokasi APBN Terbesar TA 2018 (miliar Rp)

Realisasi Pagu

Sumber OM SPAN(data diolah)

47 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

untuk Raja Ampat merupakan rumah bagi 75

persen spesies koral yang ada di dunia dan 1500

spesies ikan termasuk beragam jenis hiu Selain

itu Raja Ampat pernah dinobatkan sebagai

Worldrsquos Best Snorkeling Destination berdasarkan

survei CNN tahun 2015 dan The Outstanding

Liveaboard Diving Destination dalam Diving

and Resort Travel Expo Hong Kong tahun 2016

Dengan berbagai keunggulan dan potensi

wisata di Provinsi Papua Barat seharusnya

mendorong pemerintah untuk lebih

mengalokasikan anggaran pada sektor

pariwisata sehingga dapat menjadi tumpuan

dalam menggerakkan perekonomian dan

menciptakan lapangan pekerjaan

C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi

Berdasarkan Jenis Belanja

Menurut jenisnya belanja pemerintah pusat

terdiri dari 8 (delapan) jenis belanja yaitu

belanja pegawai belanja barang belanja

modal pembayaran bunga utang subsidi

belanja hibah belanja bantuan sosial dan

belanja lain-lain Pagu dan realisasi belanja

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat

berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada tabel

38

Berdasarkan tabel 38 pada tahun 2019

terdapat peningkatan alokasi belanja pegawai

sebesar 1905 persen disebabkan

bertambahnya jumlah PNS sehingga

berpengaruh terhadap peningkatan nilai

pembayaran THR PNS yang disertai dengan

komponen tunjangan keluarga tunjangan

tambahan dan tunjangan kinerja Sedangkan

untuk belanja modal kembali mengalami

kenaikan alokasi sebesar 3005 persen setelah

tahun sebelumnya sempat menurun Selama

dua tahun terakhir alokasi belanja modal

tertinggi diperuntukkan bagi Kementerian

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan

Kementerian Perhubungan Pagu belanja

modal yang besar tersebut diperuntukkan bagi

pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua

Barat yang merupakan salah satu wujud

komitmen dari Presiden Joko Widodo dalam

membuka konektivitas antar daerah di wilayah

Indonesia Timur sehingga diharapkan dapat

mewujudkan pembangunan yang lebih merata

pada wilayah perbatasan pulau terluar

kawasan tertinggal dan kawasan pedesaan

Berdasarkan realisasi tingkat penyerapan

anggaran belanja terhadap total jenis belanja

yang dilakukan oleh seluruh KL pada tahun

2019 mengalami penurunan Pada tahun 2019

tingkat penyerapan anggaran belanja seluruh

KL sebesar 9252 persen atau turun 254 persen

dari tahun 2018 yang mencapai

9506 persen Tingkat penyerapan

anggaran tertinggi terjadi pada

belanja pegawai dan belanja

bantuan sosial masing-masing

sebesar 9764 persen dan 9481

persen Adapun tingkat penyerapan

terendah yaitu belanja lain-lain

sebesar 6435 persen Sementara itu

sebagai belanja dengan alokasi

terbesar belanja modal mengalami

penurunan serapan yang cukup

Tabel 38

Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis

di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Jenis Belanja Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Belanja Pegawai 155874 151772 9737 185564 181194 9764

Belanja Barang 291631 264525 9071 327719 302217 9222

Belanja Modal 270507 262001 9686 351807 303238 8619

Belanja Bansos 2489 2466 9907 1338 1269 9481

Belanja Lain-lain 1398 898 6422 1588 1022 6435

Belanja Transfer 284123 274635 9666 333508 322672 9675

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

48

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

signifikan Pada tahun 2019 tingkat realisasi

belanja modal sebesar 8619 persen jauh lebih

rendah dari tahun sebelumnya (9686 persen)

Peningkatan alokasi pada belanja modal tidak

disertai dengan optimalisasi pelaksanaan

anggaran dan mengancam capain target-

target kinerja pemerintah

C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat

Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa

faktor utama yang mempengaruhi pencapaian

realisasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat

yaitu

1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai

sehingga memberikan pengaruh pada

capaian realisasi penyerapan anggaran

yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas

dan kualitas yang berdampak pada

akselerasi pembangunan di Provinsi Papua

Barat

2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan

oleh infrastruktur yang memadai

memberikan dampak pada ekonomi

dengan biaya tinggi (high cost economy)

sehingga hal ini menjadi beban bagi

pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat

investasi merupakan permasalahan dasar

bagi penciptaan lapangan kerja dan

penerimaan pajak pemerintah

3 Kondisi budaya masyarakat yang masih

eksklusif terhadap dinamika globalisasi

ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak

ulayat memberikan implikasi ketidakpastian

hukum dalam pelaksanaan investasi dan

pembangunan secara umum Hal-hal yang

terkait dengan penyelenggaraan proyek

yang berkaitan dengan hak ulayat sering

kali terdampak dari sisi ketepatan waktu

penyelesaian pekerjaan

D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT

Cash flow Pemerintah Pusat menggambarkan

kondisi arus kas masuk (cash in flow) dan arus

kas keluar (cash out flow) yang dilakukan oleh

pemerintah pusat pada suatu daerah dan

periode waktu tertentu Arus kas masuk

pemerintah pusat adalah semua penerimaan

yang diterima oleh pemerintah pusat dari

pemerintah daerah provinsi tertentu sedangkan

arus kas keluar adalah semua pengeluaran

yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah provinsi tertentu Yang

termasuk dalam arus kas masuk bagi

pemerintah pusat adalah semua penerimaan

negara yang diterima oleh pemerintah pusat

melalui pemerintah provinsi tertentu seperti

penerimaan pajak PNBP dan hibah Yang

termasuk dalam arus kas keluar pemerintah

pusat adalah semua belanja pemerintah pusat

dalam APBN yang terdiri dari belanja

KPKDDKTPUB dan dana transfer untuk

provinsi berkenaan Berikut ini cash flow

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat Tahun

2019

Tabel 39

Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi 2019

Cash in Flow 294509

Penerimaan Perpajakan 265104

Penerimaan Bukan Pajak 29404

Hibah 000

Cash in Out 3172329

Belanja Pemerintah Pusat 788870

Transfer ke Daerah dan

Dana Desa 2383459

Defisit (2877820)

49 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Berdasarkan tabel 39 terlihat bahwa pada

tahun 2019 Cash in Flow Pemerintah Pusat di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar

sedangkan Cash in Out sebesar Rp3172329

miliar Sehingga dalam hal ini di Provinsi Papua

Barat mengalami defisit yang cukup besar

mencapai Rp2877820 miliar Hal ini

mengindikasikan bahwa ketergantungan

Provinsi Papua Barat kepada pemerintah pusat

masih sangat tinggi sehingga memerlukan

subsidi silang dari daerah lain yang mengalami

surplus

E TRANSFER KE DAERAH

Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal

pemerintah pusat memberikan dana Transfer ke

Daerah dan Dana Desa (TKDD) kepada

pemerintah daerah Transfer ke Daerah terbagi

menjadi (1) Dana Perimbangan (2) Dana

Insentif Daerah (DID) dan (3) Dana Otonomi

Khusus dan Dana Keistimewaan DIY Adapun

dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil

(DBH) Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana

Alokasi Khusus (DAK) Dana yang diberikan

pemerintah pusat kepada Provinsi Papua Barat

dalam bentuk TKDD jumlahnya semakin

meningkat Pada tahun 2018 TKDD yang

dialokasikan untuk pemerintah Provinsi Papua

Barat sebesar Rp17 triliun Kemudian jumlahnya

meningkat menjadi Rp2588 triliun pada tahun

2019 atau naik sebesar 522 persen Hal ini

menunjukan bentuk penguatan desentralisasi

fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat

Berdasarkan komposisinya komponen terbesar

dari TKDD Provinsi Papua Barat berupa Dana

Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU)

Pada tahun 2019 komponen DBH

menyumbang 362 persen dari total keseluruhan

TKDD yang diterima Provinsi Papua Barat

Komponen terbesar kedua yaitu DAU sebesar

321 persen Kondisi tersebut mengindikasikan

bahwa Provinsi Papua Barat meskipun memiliki

penerimaan DBH yang cukup besar namun

persentasenya belum mendominasi sehingga

masih menunjukkan tingginya tingkat

ketergantungan terhadap pemerintah pusat

Keadaan ini patut diwaspadai mengingat

pengalaman sebagian besar daerah yang

memiliki ketergantungan tinggi pada dana

transfer akan lebih memilih status quo terhadap

penerimaan dari pemerintah pusat (Inanga

dan Wusu 2004)

Tabel 310

Pagu dan Realisasi Dana Transfer Tahun 2018 ndash 2019

Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Uraian

2018 2019

Pagu Realisasi Pagu Realisasi

DBH 1323 2581 9362 7530

DAU 8025 8025 8311 8311

DAK 2253 2098 2679 2482

Dana Otsus amp

DID 4069 4065 4011 3995

Dana Desa 1331 1331 1517 1517

Total 17002 18099 25881 23835

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

DBH

362DAU

321

DAK (Fisik amp

Nonfisik)

104

Otsus amp

DID 155Dana

Desa 59

Grafik 35

Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

50

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN

UMUM (BLU) PUSAT

Badan Layanan Umum merupakan instansi di

lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat

berupa penyediaan barang dan atau jasa

yang dijual tanpa mengutamakan mencari

keuntungan laba dan dalam melakukan

kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi

dan produktivitas

F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat

Satker pemerintah pusat yang berstatus BLU di

Provinsi Papua Barat hanya Politeknik Pelayaran

(Poltekpel) Sorong atau dahulu bernama Balai

Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran

(BP2IP) Sorong memberikan pelayanan untuk

mendidik dan melatih pemuda pemudi untuk

menjadi perwira pelayaran menengah dasar

dan tenaga kepelautan berdaya saing tinggi

prima profesional dan beretika sesuai standar

nasional dan internasional Poltekpel Sorong

juga menyelenggarakan fungsi menyusun

rencana program dan anggaran serta

perumusan standarisasi kurikulum silabus

metodikdidaktik persyaratan pengajar

peserta bahan dan alat pengajaran serta

ujian-ujian penyusunan persyaratan akreditasi

program dan lembaga pendidikan dan

pelatihan serta penyiapan bahan dan sertifikasi

lulusan pendidikan dan pelatihan di bidang

kepelautan

Penetapan satker Poltekpel Sorong sebagai

instansi pemerintah yang menerapkan

pengelolaan keuangan BLU secara penuh

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 735KMK052016 tanggal 30 September

2016 Pemerintah pusat memberikan fleksibilitas

pengelolaan keuangan kepada Poltekpel

Sorong sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 dan

peraturan pelaksanaannya

F2 Perkembangan Pengelolaan Aset PNBP

RM dan BLU Pusat

Sejak ditetapkan sebagai satker BLU Poltekpel

Sorong mengalami peningkatan nilai aset dari

Rp4149 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp4921

miliar pada tahun 2019 atau meningkat 186

persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik

berikut 36

Sementara itu untuk realisasi PNBP BLU satker

Poltekpel Sorong mengalami penurunan dari

Rp104 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp947

3426

4149

4921

-

1000

2000

3000

4000

5000

2017 2018 2019

Grafik 36

Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel

Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

1297

1040

947

-

300

600

900

1200

1500

2017 2018 2019

Grafik 37

Perkembangan Realisasi PNBP BLU Satker

Poltekpel Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

51 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

miliar pada tahun 2019 atau turun sebesar -90

persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik

37

F3 Kemandirian BLU

Salah satu tujuan diberikannya status BLU

adalah untuk mewiraswastakan pemerintah

(enterprising the government) Oleh karena itu

satker BLU didorong untuk menciptakan

kemandirian terhadap dirinya sendiri Sebagai

satu-satunya BLU di Provinsi Papua Barat

Poltekpel Sorong yang menyediakan layanan

pendidikan dan pelatihan didorong untuk

memiliki kemandirian dalam mengelola

usahanya Kemandirian tersebut dapat dilihat

rasio PNBP BLU terhadap total realisasi Rasio

kemandirian satker Poltekpel Sorong

mengalami peningkatan dari 0054 pada tahun

2018 menjadi 0075 pada tahun 2019

F4 Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU

Tidak semua satker yang memiliki PNBP dapat

berubah menjadi satker BLU Pada tahun 2019

Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi

Papua Barat membina 104 satker PNBP dimana

terdapat 2 (dua) satker PNBP yang berpotensi

menjadi satker BLU yaitu Universitas Negeri

Papua (Unipa) dan Politeknik Kesehatan

(Poltekes) Sorong Kedua satker layanan

pendidikan tersebut memiliki jumlah aset yang

semakin tinggi Untuk Poltekes Sorong nilai

asetnya mengalami peningkatan dari Rp7226

miliar pada tahun 2018 menjadi Rp1046 miliar

pada tahun 2019 Begitu juga dengan Unipa

yang mengalami peningkatan aset dari

Rp39203 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp4081 miliar pada tahun 2019

Sementara itu jika dilihat rasio realisasi PNBP

terhadap total realisasi satker Universitas Papua

memiliki rasio kemandirian semakin naik dari

0234 menjadi 0276 pada tahun 2019 Hal ini

menunjukan tingkat kemandirian satker tersebut

semakin baik Adapun rasio kemandirian satker

Poltekes Sorong menunjukan nilai semakin turun

dari 0158 persen pada tahun 2018 menjadi

0142 pada tahun 2019

G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI

PUSAT

Selain membina satuan kerja Badan Layanan

Umum Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat juga

diberi tugas untuk melakukan monitoring dan

evaluasi pelaksanaan investasi pemerintah

pusat di daerah khususnya penerusan pinjaman

(Subsidiary Loan Agreement SLA) dan kredit

program Kredit program yang dimaksud yaitu

penyaluran Kredit Usaha Rakyat kepada Usaha

Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Tabel 311

Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian

Satker PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU

Nama Satker

Nilai Aset

(miliar Rp)

Rasio

Kemandirian

2018 2019 2018 2019

Poltekes Sorong 7226 10460 0158 0142

Universitas Papua 39203 40810 0234 0276

Sumber LKPP Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat (data diolah)

0143

0054

0075

0000

0030

0060

0090

0120

0150

2017 2018 2019

Grafik 38

Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel

Sorong Tahun 2017 - 2019

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

52

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan

Agreement SLA)

Jumlah penerusan pinjaman (Subsidiary Loan

Agreement SLA) yang ditatausahakan oleh

Kanwil DJPb Provindi Papua Barat sebesar

Rp15445787609 untuk dua debitur yaitu PDAM

Kab Manokwari dan PDAM Kab Sorong

Berdasarkan monitoring dari aplikasi SLIM PDAM

Kab Manokwari dengan nomor SLA 2104101

dan nilai pinjaman sebesar Rp7296812055

telah melunasi semua kewajibannya Untuk

PDAM Kab Sorong dengan nomor SLA 21042101

dan nilai pinjaman sebesar Rp8148975554

masih memiliki kewajiban untuk membayar

angsuran pokok (outstanding) sebesar

Rp7848975555 dan biaya administrasi

Sampai dengan akhir 2019 tercatat bahwa

status kewajiban PDAM Kab Manokwari sudah

diselesaikan dengan menghapus pinjaman

melalui mekanisme Hibah Non Kas Adapun

PDAM Kab Sorong masih mempunyai

kewajiban membayar angsuran pokok berikut

kewajiban lainnya Status penyelesaian

utangnya masih bersifat on going dan

diselesaikan melalui Panitia Urusan Piutang

Negara (PUPN) dikarenakan masuk dalam

kategori Kerjasama Operasional (KSO) sehingga

tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme

Penghapusan atau Hibah-PMD

G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Menurut data SIKP sampai dengan akhir tahun

2019 jumlah penyaluran KUR di Provinsi Papua

Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan

kepada 51622 debitur Daerah dengan jumlah

penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong

sebesar Rp57002 milar dengan jumlah debitur

sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah

dengan penyaluran KUR terbesar kedua yaitu

Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang

Tabel 312

Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat

Nomor

SLA

Nama

SLA

Penerima

SLA

Jumlah SLA

(Rp)

2104101 RDA-

297DP31997

PDAM Kab

Manokwari 7296812055

2104201 RDA-

233DP31996

PDAM Kab

Sorong 8148975554

Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management

(SLIM) DJPb (data diolah)

Tabel 313

Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi Papua Barat (Rupiah)

Nama

Debitur

Jumlah

Penarikan

Pembayaran

Pokok

Tunggakan

Pokok

Tunggakan

Non Pokok

Total

Tunggakan

Outstanding

Pokok

PDAM

Manokwari 7296812055 7296812055 - - - -

PDAM

Sorong 8148975554 299999999 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555

Jumlah 15445787609 7596812054 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555

Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management (SLIM) DJPb (data diolah)

16903

14542

6659

3705 3628

2398 2070 1249 1300 800 861

500

3500

6500

9500

12500

15500

Ko

ta S

oro

ng

Ka

b M

an

okw

ari

Ka

b S

oro

ng

Ka

b F

akfa

k

Ka

b Te

luk B

intu

ni

Ka

b So

ron

g S

ela

tan

Ka

b R

aja

Am

pa

t

Ka

b K

aim

an

a

Ka

b Te

luk W

on

da

ma

Ka

b M

ayb

rat

Ka

b Ta

mb

rau

w

Ka

b M

an

okw

ari S

ela

tan

Grafik 39

Jumlah Debitur KUR per Kab Kota

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

53 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

diberikan kepada 14542 debitur Kemudian

penyaluran KUR terbesar ketiga yaitu Kab

Sorong sebesar Rp20669 miliar dan jumlah

debitur sebanyak 6659 nasabah Hal ini

mengindikasikan bahwa persebaran KUR di

Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di

daerah yang kondisi perekonomiannya relatif

lebih maju

Jika dilihat dari bank penyalur terdapat enam

bank penyalur KUR di Provinsi Papua Barat yaitu

BRI Mandiri BNI BRI Syariah BPD Papua dan

Bank Artha Graha BRI merupakan bank

penyalur KUR terbesar baik dari sisi jumlah

debitur maupun jumlah kredit yang disalurkan

Sampai dengan akhir tahun 2019 dana KUR

yang telah disalurkan oleh BRI sebesar Rp12999

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 45860

orang Sementara itu dana KUR yang telah

disalurkan oleh Bank Mandiri sebesar Rp15034

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 3884

orang Adapun BNI telah menyalurkan KUR

sebesar Rp2119 miliar dengan jumlah debitur

sebanyak 1197 orang

Jika dilihat per skema sampai dengan tahun

2019 jumlah penyaluran KUR tertinggi di Provinsi

Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp107489

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 49873

nasabah Sementara itu untuk penyaluran KUR

Ritel sebesar Rp70333 miliar dengan jumlah

debitur sebanyak 4062 nasabah TKI sebesar

Rp328 miliar dengan jumlah debitur sebanyak

188 orang nasabah

Jika dilihat per sektor perdagangan

merupakan sektor yang memiliki jumlah

penyaluran KUR terbesar Sampai dengan

tahun 2019 penyalurannya sebesar Rp119405

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551

nasabah Kemudian diikuti sektor pertanian

Tabel 314

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Penyalur

sd Tahun 2019

Penyalur Akad Oustanding Jumlah

Debitur

BRI 1299944193527 670278014176 45860

Mandiri 150340333000 119669475736 3884

BNI 211924344478 99423314611 1197

BPD Papua 35146110001 28252135715 635

BRI Syariah 85000000 64574706 4

Artha Graha 25000000 17402052 1

LKBB-UMI 367900000 183250062 41

Jumlah 1697832881006 917888167058 51622

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

Tabel 315

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema

sd Tahun 2019

Skema Akad Oustanding Jumlah

Debitur

Mikro 1074896977024 204657721208 49873

Ritel 703328055397 321492391269 4062

TKI 3284777829 2535588273 188

Jumlah 1781509810250 528685700750 54123

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

57002

4871120669

13458

12589

6400

6085

5898

3187

2104

1773

275

000 20000 40000 60000

Kota Sorong

Kab Manokwari

Kab Sorong

Kab Fakfak

Kab Teluk Bintuni

Kab Sorong Selatan

Kab Raja Ampat

Kab Kaimana

Kab Teluk Wondama

Kab Maybrat

Kab Tambrauw

Kab Manokwarihellip

Grafik 310

Jumlah Penyaluran KUR per Kab Kota di Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

54

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

perburuan dan kehutanan sebesar Rp13174

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 5242

nasabah Melihat kondisi terserbut perlu

perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang

lebih produktif seperti sektor perikanan dan

industri pengolahan Hal ini dikarenakan

perluasan kepada sektor produktif lebih

menggerakkan roda perekonomian di Provinsi

Papua Barat

H MANDATORY SPENDING BELANJA

INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT

STRATEGIS LAINNYA

Belanja Pemerintah Pusat (Belanja KL)

merupakan salah satu instrumen untuk

menstimulasi perekonomian dan meningkatkan

derajat kesejahteraan masyarakat Sejalan

dengan hal tersebut desain kebijakan belanja

tahun 2019 didasarkan pada belanja yang

efisien namun produktif dan efektif untuk

memenuhi kebutuhan strategis yang perlu

segera dilaksanakan Pemenuhan kebutuhan

prioritas nasional ini dilakukan dalam rangka

menghasilkan output yang berkualitas

(strategis) serta mendorong percepatan

pembangunan infrastruktur dan peningkatan

kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan)

H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur merupakan salah

satu prioritas utama dalam belanja Pemerintah

Pusat Kebijakan ini didasari oleh keyakinan

bahwa untuk mendorong iklim investasi

penyediaan infrastruktur dasar mempunyai

peranan yang sangat penting dalam

peningkatan daya saing efisiensi sistem logistik

pemerataan pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi

Sebagai wilayah yang berada di Kawasan Timur

Indonesia pembangunan infrastruktur Provinsi

Papua Barat terbukti menjadi salah satu prioritas

kebijakan pemerintah pada tahun 2019

dengan tingginya alokasi belanja modal

infrastruktur Alokasi ini digunakan untuk

menghasilkan output-output strategis

infrastruktur Papua Barat dalam rangka

mengejar ketertinggalan ekonomi

Tabel 316

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha

sd Tahun 2019

Skema Akad Oustanding Jumlah

Debitur

Perdagangan Besar dan Eceran 1194052179527 327049902707 35551

Jasa Kemasyarakatan Sosial Budaya Hiburan dan

Perorangan Lainnya 95673177829 36411599958 3078

Pertanian Perburuan dan Kehutanan 131736160000 37998587280 5242

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 84268700000 32294066289 1996

Industri Pengolahan 70339500000 27064136552 1858

Perikanan 73991600001 29686620517 2355

Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 78192492893 18877260615 2900

Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 42166000000 15437470720 987

Konstruksi 5657000000 2391825107 52

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1748000000 811101501 41

Jasa Pendidikan 418000000 85998309 20

Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan

Sosial Wajib 3267000000 577131195 43

Jumlah 1781509810250 528685700750 54123

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

55 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Pada tahun 2019 beberapa output strategis

tercatat memiliki realisasi yang cukup besar

diantaranya adalah pembangunan dan

preservasi plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar)

Jembatan sepanjang plusmn235 meter (Rp43572

miliar) dan rehabilitasi sarana pendidikan

sebanyak plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Namun

demikian besarnya serapan belum

menunjukkan adanya optimalisasi pada

capaian output Masih banyak kendala khas

Papua Barat yang harus dihadapi sehingga

membuat infrastruktur tertahan Infrastruktur

yang tidak disertai dengan pembebasan lahan

dalam pembangunannya menjadi output

dengan capaian yang lebih besar karena relatif

lancar pada pelaksanaannya

H2 Output Strategis Bidang Pendidikan

Pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas inovasi dan daya

saing sumber daya manusia Indonesia Dalam

jangka panjang pendidikan yang berkualitas

juga diharapkan dapat memutus rantai

kemiskinan antar-generasi serta meminimalkan

social cost dalam pembangunan yang

dilaksanakan Pemerintah Oleh karena itu

pendidikan menjadi salah satu prioritas belanja

pemerintah pusat dengan alokasi yang tinggi

Tingginya alokasi belanja bidang pendidikan ini

secara umum telah berhasil meningkatkan

capaian indikator-indikator pendidikan

Sepanjang tahun 2019 realisasi PIP dan KIP di

Provinsi Papua Barat secara bersama-sama

Tabel 318

Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Siswa penerima BOS 14813839553 13948 Siswa 888

Siswa penerima KIP 389600000 439 Orang 982

Penerima bantuan PIP 20250000 43 Siswa 717

Penerima Bidik Misi PTIK 4165800000 353 Orang 1000

Guru Non-PNS penerima Tunjangan Profesi 2027894198 76 Orang 826

Tunjangan PenyuluhTenaga Teknis Non PNS 180000000 9 Orang 600

Sumber OMSPAN (data diolah)

Tabel 317

Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 944036262565 1110 Km 822

Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 435718033300 235 M 439

Irigasi 5368000000 2117 Ha 1000

Embung 480000000 4 Unit 1000

Revitalisasi Danau 45929386800 1 Lokasi 1000

Kapasitas Bandara 145991305631 11 Lokasi 786

Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 742

SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 643

SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100

Pembangunan Rumah Susun dan Rumah Khusus 23341228241 66 Unit 398

Rehabilitasi dan Renovasi Sarana Prasarana Pendidikan 226844855847 311 Ruang 911

Alat dan Mesin Pertanian Pra Panen 2212015000 75 Unit 1000

Rumah sakit rujukan 110346800 1 RS Pengampu 1000

Sumber OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

56

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

mampu mencapai nilai Rp4099 juta atau

sebanyak 482 siswa Penyaluran beasiswa

Bidikmisi juga berhasil dilakukan dengan tingkat

serapan 100 persen pada 353 mahasiswa yang

menjadi target Sementara pada alokasi BOS

sampai berakhirnya tahun 2019 terealisasi

sebesar Rp1481 miliar Besaran penyerapan ini

disertai dengan capaian output riil sebanyak

14909 siswa Kondisi ini menunjukkan bahwa

capain dari tiap-tiap indikator dan output

strategis bidang pendidikan berada pada arah

yang tepat Baik itu target realisasi maupun

target output keduanya mampu terwujud

dengan baik

H3 Output Strategis Bidang Kesehatan

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya

adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan

untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat

bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

sebagai investasi bagi pembangunan sumber

daya manusia yang produktif secara sosial dan

ekonomis Program utama pembangunan

kesehatan adalah Program Indonesia Sehat

dengan sasaran berupa peningkatan derajat

kesehatan dan status gizi masyarakat melalui

berbagai upaya kesehatan dan

pemberdayaan masyarakat yang didukung

dengan perlindungan finansial dan pemeratan

pelayanan kesehatan

Beberapa sasaran di Papua Barat pada tahun

2019 mampu mencapai tingkat realisasi yang

besar Peningkatan status kesehatan dan gizi

ibu dan anak dalam mendukung pencegahan

stunting mampu terlaksana pada 8558

keluarga Sementara itu kegiatan prioritas

berupa peningkatan kinerja sistem kesehatan

dan pemerataan akses pelayanan kesehatan

berkualitas melalui penyediaan layanan

imunisasi alokon di Faskes dapat terlaksana

dengan baik pada 170 faskes di 13

kabupatenkota Capain output strategis yang

diarahkan untuk kegiatan pelayanan promotif

dan preventif merupakan upaya pencegahan

pencarian dan pengobatan penyakit sedini

mungkin Hal ini dapat mencegah perluasan

penyakit dan pencegahan penyakit kronis

karena sebagian penyakit kronis dapat

dicegah melalui upaya preventif serta dapat

dideteksi sedini mungkin

Tabel 319

Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Layanan Pengendalian Penyakit Menular 836883400 15 Layanan 625

Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 1000

Bantuan Usaha Ekonomi Produktif 1599456000 300 Keluarga 1000

Desa Pangan Aman 778304762 6 Desa 1000

Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Kabkota 1000

Pasar Aman dari Bahan Berbahaya 264644686 5 Pasar 1000

Makanan Aman 304775122 240 Sampel 1000

Ketersediaan Alokon di Faskes 3272596815 170 Faskes 766

Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Gizi 1669888794 225 Kelompok 1000

Pemberdayaan Warga Komunitas Adat Terpencil (KAT) 7779074888 104 Keluarga 1000

Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabupaten 855

Sumber OMSPAN (data diolah)

57 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Boks 31

Pemberdayaan UMKM Papua Barat

Melalui Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi)

Di Indonesia Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang penting dalam

perekonomian Perannya menjadi vital karena mampu bertahan dari guncangan ekonomi (Wengel and

Rodriguez 2006 dan Funabashi 2013) Ditambah lagi UMKM lebih mampu bertahan dari krisis dibandingkan

perusahaan besar dan merespon lebih cepat fleksibel terhadap perubahan yang terjadi di luar (Berry et al

2001) Berry et al (2002) juga mengemukakan bahwa UMKM dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru

sehingga mampu mengurangi tingkat pengangguran Data Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM

pada tahun 2013 menunjukan bahwa jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 578 juta Dari jumlah tersebut

UMKM mampu menyerap 1102 juta tenaga kerja dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp

42029 trilyun atau setara 4662 persen dari total PDB

Di samping kelebihan yang dimilikinya UMKM memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya keuangan

membayar suku bunga yang lebih tinggi dan kelemahan lainnya (Bourletidis and Triantafyllopoulos 2014)

Oleh karena itu Chittithaworn et al (2011) menyarankan adanya bantuan berupa pembiayaan bagi UMKM

Khan (2015) menambahkan pentingnya peran lembaga keuangan bagi pertumbuhan usaha UMKM

Permasalahan utama yang dihadapi UMKM yaitu sulitnya mendapat akses pembiayaan dari perbankan

Sehingga dari sisi ini pemerintah hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut Diantara program yang saat

ini dijalankankan pemerintah untuk membantu UMKM yaitu program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Program ini

merupakan pembiayaan kredit yang berasal dari lembaga perbankan dimana pemerintah membantu

melalui pemberian subsidi bunga Pemerintah menanggung selisih antara tingkat bunga yang diterima

perbankan dan bunga yang dibebankan kepada penerima KUR

Pembiayaan KUR

Sesuai Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah

dengan Permenko Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016 KUR terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu KUR

Mikro KUR Ritel dan KUR TKI (Tenaga Kerja Indonesia) KUR Mikro diberikan kepada penerima KUR paling

banyak dengan jumlah Rp25 juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 3 tahun atau

investasi paling lama 5 tahun KUR Ritel diberikan kepada debitur KUR dengan jumlah antara Rp25 juta ndash Rp500

juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 4 tahun atau investasi paling lama 5 tahun

Adapun KUR TKI diberikan kepada penerima KUR paling banyak Rp25 juta dengan jangka waktu kredit paling

lama sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi jangka waktu paling lama 3 tahun

Saat ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memiliki sistem informasi elektronik yang digunakan untuk

menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran KUR Sistem elektronik tersebut dinamakan dengan

Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Melalui SIKP dapat diketahui data penerima KUR (Know Your

Customers) berupa jumlah dan profil debitur validitas debitur serta statistik penyaluran KUR

Selain pemerintah pusat pemerintah daerah memiliki kontribusi yang sangat penting dalam pemberdayaan

UMKM Dalam konteks pembiayaan melalui program KUR selama ini hanya perbankan yang mencari calon

debitur KUR sehingga pemberian kredit tersebut diragukan ketepatan sasarannya Bisa jadi debitur yang

menerima fasilitas KUR bukan merupakan UMKM yang layak untuk dibiayai Oleh karena itu Pemda memiliki

peran yang vital untuk mendata dan mengidentifikasi calon debitur potensial (UMKM) yang layak untuk

dibiayai

Hingga saat ini peran pemerintah daerah di Papua Barat bisa dikatakan belum maksimal untuk mendata

calon nasabah KUR potensial Seharusnya pemerintah daerah di Papua barat lebih aktif untuk mendata

calon nasabah karena dipandang lebih mengetahui kondisi UMKM di daerahnya yang layak untuk diberikan

pembiayaan melalui program KUR Jika pemerintah daerah telah memiliki data calon nasabah yang layak

pemerintah daerah kemudian dapat memasukkan data UMKM tersebut ke dalam SIKP Data yang telah

dimasukkan kemudian digunakan perbankan unutuk melakukan penyeleksian calon nasabah KUR

Dalam rangka mengukur efektivitas penyaluran KUR di Papua Barat Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi

Papua Barat telah melakukan survey kepada debitur KUR Selain itu survey tersebut juga bertujuan untuk

melihat validitas data debitur KUR dan dampak pelaksanaan program KUR bagi perekonomian Survey

dilakukan dengan wawancara langsung kepada penerima KUR menggunakan kuisioner yang telah disusun

Dengan mempertimbangkan keterbatasan dana dan SDM pemilihan sampel penerima KUR sebagai

responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dan quota sampling

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

58

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan lokasi responden yang akan disampel karena

pemilihan tempat harus berdasarkan pertimbangan yang logis sedangkan quota sampling digunakan untuk

menentukan dan membatasi jumlah sampel yang akan diambil Responden yang diwawancara pada

kegiatan monev ini sebanyak 159 debitur yang tersebar di di 4 (empat) daerah yaitu Kota Sorong Kab

Manokwari Kab Sorong dan Kab Fakfak

Dari hasil wawancara yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut

1 Responden yang disurvei telah sesuai dengan database SIKP

2 Program KUR yang diluncurkan oleh pemerintah sangat bermanfaat bagi masyarakat Hal ini terlihat dari

antusiasme para responden yang menginginkan agar program ini terus berlanjut di masa yang akan

datang bahkan berharap adanya kenaikan alokasi modal usaha

3 Dengan adanya program KUR modal usaha bagi UMKM dapat meningkat sehingga terdapat

peningkatan keuntungan usaha dan perluasan sektor usaha

4 Proses pencairan KUR kepada debitur pada umumnya relatif mudah dan cepat

5 Tidak ada diskriminasi gender dalam penyaluran KUR selama debitur tersebut memenuhi syarat dan

kriteria yang telah ditetapkan

6 Tingkat kepuasaan masyarakat penerima KUR di Papua Barat cukup tinggi disebabkan oleh

a Suku bunga yang dibayar debitur KUR cukup rendah yaitu 7 persen per tahun untuk akad tahun 2019

b Proses pengajuan hingga pencairan dana sangat mudah dan cepat

c Agunan yang dijadikan jaminan tidak memberatkan bahkan beberapa debitur hanya menyerahkan

fotokopi KTP foto kapal yang dimiliki atau buku nikah

d Tidak ada pemotongan atas pinjaman yang diterima

7 Program KUR meningkatkan nilai omzet nasabah sehingga meningkatkan margin keuntungan usaha

8 Program KUR belum maksimal dalam meningkatkan lapangan pekerjaan Hal ini ditandai bahwa

sebagian besar responden tidak mengalami penambahan pekerja pegawai setelah mendapatkan

pembiayaan KUR

Dari pelaksanaan survei pelaksanaan program KUR tersebut terdapat saran dan rekomendasi antara lain

1 Bunga pinjaman KUR dapat dipertimbangkan untuk diturunkan kembali

2 Pencairan dana KUR oleh Bank Penyalur sebaiknya tidak dipotong angsuran pertama mengingat

potongan tersebut dapat dimaksimalkan untuk memutar kas kembali

3 Program KUR di Papua Barat sebagian besar diberikan kepada sektor yang kurang produktif seperti sektor

perdagangan Oleh karena itu sebaiknya penyaluran KUR lebih diarahkan untuk sektor usaha yang lebih

produktif seperti sektor pertanian perikanan dan industri pengolahan Hal ini disebabkan pemberian KUR

pada sektor produktif lebih menggerakkan roda perekonomian dan menyerap tenaga kerja

4 Persebaran penerima KUR di Papua Barat sebagian besar berada di daerah yang kondisi

perekonomiannya relatif lebih maju (kabupatenkota) Oleh karena itu penyaluran KUR sebaiknya lebih

diarahkan pada daerah yang perekonomiannya relatif masih berkembang

Pembiayaan UMi

Implementasi penyaluran KUR sampai dengan saat ini belum mampu mencapai target yang diharapkan

karena banyaknya calon nasabah potensial KUR yang tidak memenuhi studi kelayakan perbankan

(unbankable) Oleh karena itu pemerintah menggagas skema baru penyaluran kredit kepada UMKM yang

disebut program Pembiayaan Ultra Mikro (Ultra Micro Finance ndash UMi) dengan karakteristik nasabah

unbankable tetapi memiliki kelayakan usaha dengan indikator tingkat keuntungan (profitability) dan

kesinambungan usaha (sustainability) Pembiyaan UMi merupakan penyediaan dana yang bersumber dari

Pemerintah atau bersama dengan Pemerintah Daerah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas

pembiayaan kepada UMKM Berbeda dengan KUR yang agen penyalurnya adalah perbankan untuk UMi

sebagai agen penyalurnya adalah Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) seperti PT Pegadaian PT

Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Bahana Artha Ventura (BAV)

Prinsip dasar dari pembiayaan UMi diantaranya (1) Pemberdayaan dan penajaman (empowerment and

enhacement) lembaga penyalur yang sudah ada (2) pendampingan kepada nasabah (end user) dan (3)

fokus pada produk pembiayaan yang telah berhasil sehingga tidak menguji coba atau membuat produk

pembiayaan baru Dalam rangka pelaksanaan UMi pemerintah daerah dapat memberikan kontribusi dalam

melakukan sharing pendanaan untuk percepatan pembangunan di daerah pada umumnya dan secara

khusus meningkatkan kesempatan usaha bagi UMKM

Di Papua Barat penyaluran UMi bisa dikatakan belum maksimal Hal ini tercermin dari jumlah penyaluran UMi

pada tahun 2019 sebesar Rp249 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 603 orang Meskipun meningkat

pesat dari tahun sebelumnya yang hanya 38 debitur dengan nilai Rp3385 juta program pembiayaan UMi di

Papua Barat ke depannya masih perlu akselerasi yang melibatkan banyak pihak terutama peran dari

penyalur dan pemerintah daerah

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERKEMBANGAN

APBD

MODAL

PEGAWAI

BARANG

BANTUAN

KEUANGAN

37 T

67 T

59 T

4 T

649

957

798

932

DJPbKawalAPBN

BELANJA

238 T

PENDAPATAN

2631 T PAD 085 M

PENDAPATAN

TRANSFER 2423 T

LAIN-LAIN PENDAPATAN

YANG SAH 123 M

59

1

Perkembangan dan Analisis APBD

aerah dalam rangka pelaksanaan

pembangunan membutuhkan

pendanaan yang bersumber dari

penerimaan Saat ini sumber

penerimaan daerah lebih didominasi oleh

penerimaan dana transfer dari pemerintah

pusat sehingga ke depan secara bertahap

diharapkan terjadi peningkatan Pendapatan

Asli Daerah (PAD) Semua pengeluaran untuk

pembangunan daerah dan sumber dana yang

diperlukan tertuang dalam dokumen Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Dalam merencanakan sumber pendapatan

dan alokasi belanja pemerintah daerah harus

melihat kebutuhan riil masyarakat berdasarkan

potensi daerah dengan berorientasi pada

kepentingan skala prioritas pembangunan

Selain itu APBD merupakan salah satu

pendorong (key leverage) bagi pertumbuhan

ekonomi daerah untuk mewujudkan

D

BAB IV

Perkembangan dan Analisis

APBD

Tabel 41

Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian 2018 2019

Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi

PENDAPATAN 1897836 2010000 2871888 2631445

PAD 101669 93741 120311 85308

Pendapatan Transfer 1160168 1270382 2621834 2423110

Lain-lain pendapatan daerah yang sah 635999 645877 129743 123027

BELANJA 2326404 2125451 2761199 2380387

Belanja Pegawai 527915 362822 569984 370308

Belanja Barang 573797 639317 703366 673151

Belanja Bunga 920 855 4190 2698

Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534

Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697

Belanja Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379

Belanja Bagi Hasil 70423 36244 188050 184666

Belanja Bantuan 396960 394292 430177 401119

Belanja Modal 599050 529701 687700 548982

Belanja Tidak Terduga 2572 753 2959 851

PEMBIAYAAN NETTO 219308 190554 214342 84965

Penerimaan Pembiayaan 245578 220740 267673 182416

Pengeluaran Pembiayaan 26270 30187 53332 82905

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

60

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masyarakat yang sejahtera mandiri dan

berkeadilan

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

merupakan salah satu mesin pendorong

pertumbuhan ekonomi Selain itu APBD juga

sebagai alat pendorong dan salah satu

penentu tercapainya target dan sasaran makro

ekonomi daerah yang diarahkan untuk

mengatasi berbagai kendala dan

permasalahan pokok yang merupakan

tantangan dalam mewujudkan agenda

masyarakat yang sejahtera dan mandiri

Berdasarkan tabel 41 target pendapatan

APBD tahun 2019 seluruh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat mengalami kenaikan dari

Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2871888 miliar pada tahun 2019 atau

meningkat 5132 persen Kenaikan tersebut

disebabkan bertambahnya alokasi Dana Bagi

Hasil PajakBukan Pajak Begitu pula dengan

total alokasi belanja APBD pemerintah daerah

se-Provinsi Papua Barat yang ikut naik dengan

signifkan dari Rp2326404 miliar pada tahun

2018 menjadi Rp2761199 miliar atau 1869

persen di tahun ini Peningkatan pagu belanja

tersebut dikarenakan terdapat kenaikan yang

cukup signifikan pada pagu belanja modal dan

belanja pegawai Penyebabnya pada tahun

2019 prioritas nasional bidang infrastruktur di

Papua Barat kembali dilanjutkan disertai

dengan pelaksanaan program-program

mandatory lainnya Di samping itu terdapat

kenaikan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) pada

sebagian pemerintah

Apabila dilihat realisasinya sampai dengan

akhir tahun 2019 total pendapatan APBD

seluruh pemerintah daerah se- Provinsi Papua

Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik

3092 persen dibandingkan tahun sebelumnya

yang mencapai Rp20100 miliar Namun

demikian pendapatan dari komponen PAD

mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374

miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu

dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi

sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar

pada tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar

pada tahun 2019 Banyak faktor yang

mempengaruhi pencapaian realisasi

pendapatan dan belanja tersebut Diantara

faktornya yaitu perkembangan perekonomian

dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi

pelaksanaan berbagai kebijakan fiskal yang

dilaksanakan serta beberapa tantangan

terhadap perekonomian Provinsi Papua Barat

diantaranya adalah

1 Tingkat ketergantungan yang tinggi

terhadap sumber daya alam (raw material)

bernilai tambah rendah sehingga rentan

terhadap fluktuasi harga

2 Tingkat ketergantungan yang tinggi

terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dari

luar daerah

3 Belum maksimalnya fungsi dari Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) sehingga

menyebabkan biaya ekonomi tinggi

4 Kebijakan daerah yang kurang mendukung

investasi sehingga menyebabkan investor

kurang tertarik menanamkan modalnya

selain adanya ancaman dan gangguan

sosial

5 Kapasitas dan kualitas SDM masih lemah

sehingga mengakibatkan rendahnya daya

saing dan

6 Belum optimalnya pemanfaatan sumber

daya alam lokal diluar migas

A ANALISIS PENDAPATAN APBD

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara

61 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah

Daerah yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun

bersangkutan Pendapatan daerah tersebut

terdiri dari Pendapatan Asli Daerah Dana

Perimbangan dan Lain-lain pendapatan

daerah yang sah sebagaimana tersebut pada

tabel diatas yang dapat dirinci sebagai berikut

Apabila dilihat dari tabel 42 realisasi

pendapatan seluruh pemerintah daerah se-

Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

didominasi oleh pendapatan transfer mencapai

9208 persen dari total pendapatan daerah

Sedangkan kontribusi PAD terhadap total

pendapatan daerah di Provinsi Papua Barat

hanya berkisar diangka 324 persen dan sisanya

berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang

Sah sebesar 468 persen Hal ini mengindikasikan

bahwat tingkat ketergantungan pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pemerintah pusat relatif tinggi

A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah

Untuk mendukung program nawacita

pemerintah ketersediaan fiskal yang cukup

menjadi prasyarat utama Dengan ruang fiskal

yang cukup lebar pemerintah daerah lebih

leluasa dalam menggunakan alokasi

anggarannya untuk kegiatan yang mendorong

percepatan pembangunan regional dan

kesejahteraan masyarakatnya tanpa diganggu

kewajiban yang bersifat wajib seperti untuk

membiayai belanja pegawai dan belanja

barang dan jasa yang mengikat Kemandirian

pemerintah daerah dalam menentukan arah

pembangunan tergantung dari besarnya ruang

fiskal yang tersedia untuk kegiatan

pembangunan tersebut

Ruang fiskal yang dimiliki pemerintah darah di

Provinsi Papua Barat naik dari Rp1437371 miliar

pada tahun 2018 menjadi Rp2012965 pada

tahun 2019 Artinya semakin tinggi pendapatan

daerah diikuti semakin efisiennya belanja

birokrasi dan belanja yang sifatnya mengikat

pemerintah daerah memiliki kelonggaran yang

cukup besar dalam membiayai pembangunan

daerah sesuai dengan karakteristik regional

Tabel 42

Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah

se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Pendapatan Target Realisasi

PAD 120311 85308

Pajak Daerah 56667 51768

Retribusi Daerah 8847 4359

Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan 8668 3547

Lain-lain PAD yang Sah 46129 25633

PENDAPATAN TRANSFER 2621834 2423110

DBH Pajak dan Bukan Pajak 936223 752963

DAU 831150 831094

DAK 267917 248172

Dana Otonomi Khusus dan

Penyesuaian 401110 399538

Dana Desa 151692 151691

Dana Insentif Daerah (DID) 33743 39650

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH

YANG SAH 112088 87826

Hibah 18390 1648

Lain-lain 111352 121379

TOTAL PENDAPATAN 2871888 2631445

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 43

Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi

2018

Realisasi

2019

Pendapatan Daerah 2010000 2631445

DAK 267917 248172

Belanja Wajib 362822 362822

Ruang Fiskal 1437371 2012965

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

62

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

A2 Analisis Kemandirian Daerah

Rasio ini menggambarkan kontribusi PAD

terhadap total realisasi pendapatan daerah

Rasio kemandirian daerah seluruh pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat masuk dalam

kategori sangat rendah Pada tahun 2019

seluruh pemerintah daerah mempunyai rasio

kemandirian di bawah 20 persen bahkan ada

pemerintah daerah yang memiliki rasio

kemandirian di bawah 1 persen yaitu Kab

Maybrat Tambrauw Pegunungan Arfak Dan

Sorong Selatan Adapun rasio kemandirian

tertinggi dimiliki Kab Manokwari Selatan dan

Kota Sorong masing-masing sebesar 67 persen

dan 61 persen Hal ini mengindikasikan bahwa

tingkat ketergantungan seluruh pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pendanaan dari pemerintah pusat relatif sangat

tinggi

B ANALISIS BELANJA APBD

Belanja Daerah adalah semua kewajiban

daerah yang diakui sebagai pengurang nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun

anggaran yang bersangkutan Belanja daerah

dapat diklasifikasi berdasarkan fungsi jenis dan

lain sebagainya

Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa

faktor utama yang mempengaruhi pencapaian

realisasi belanja APBD di Provinsi Papua Barat

yaitu

1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai

sehingga memberikan pengaruh pada

capaian realisasi penyerapan anggaran

yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas

dan kualitas yang berdampak pada

akselerasi pembangunan di Provinsi Papua

Barat

2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan

oleh infrastruktur yang memadai

memberikan dampak pada ekonomi

dengan biaya tinggi (high cost economy)

sehingga hal ini menjadi beban bagi

pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat

investasi merupakan permasalahan dasar

bagi penciptaan lapangan kerja dan

penerimaan pajak pemerintah

3 Kondisi budaya masyarakat yang masih

eksklusif terhadap dinamika globalisasi

ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak

ulayat memberikan implikasi ketidakpastian

hukum dalam pelaksanaan investasi dan

pembangunan secara umum Hal-hal yang

terkait dengan penyelenggaraan proyek

yang berkaitan dengan hak ulayat sering

kali terdampak dari sisi ketepatan waktu

B1 Analisis Belanja Daerah Berdasarkan

Klasifikasi Fungsi

APBD dapat diklasifikasikan berdasarkan

fungsinya antara lain pelayanan umum

perumahan amp fasilitas umum pendidikan

ekonomi kesehatan perlindungan sosial

ketertiban amp keamanan lingkungan hidup dan

pariwisata amp budaya Alokasi anggaran pada

APBD Provinsi Papua Barat tahun 2019 per fungsi

disajikan pada grafik 42

06 07 09 09

18 18 19 19 21

27

40

51

61

67

00

20

40

60

80

Tam

bra

uw

Ma

yb

rat

Pe

gu

nu

ng

an

Arfa

k

So

ron

g S

ela

tan

Telu

k W

on

da

ma

Telu

k B

intu

ni

Fa

kfa

k

Ra

ja A

mp

at

Ka

ima

na

So

ron

g

Pe

me

rinta

h P

rov

insi

Ma

no

kw

ari

Ko

ta S

oro

ng

Ma

no

kw

ari S

ela

tan

Grafik 41

Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-

Provinsi Papua barat Tahun 2019 (persen)

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

63 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Bila dilihat dari grafik 42 alokasi terbesar pada

APBD tahun 2019 Provinsi Papua Barat

digunakan untuk fungsi pelayanan umum

sebesar Rp7230 miliar kemudian perumahan amp

fasilitas umum sebesar Rp3383 miliar Hal ini

menunjukan fokus dari belanja pemerintah

daerah di Provinsi papua Barat sudah tepat

mengingat peran utama dari eksekutif yaitu

memberikan pelayanan kepada masyarakat

Namun yang perlu digaris bawahi adalah porsi

alokasi untuk fungsi pariwisata amp budaya relatif

masih sangat kecil Padahal potensi

pengembangan pariwisata di Provinsi Papua

Barat sangat besar semisal Taman Wisata Raja

Ampat dan Teluk Cendrawasih yang telah

diakui oleh dunia internasional

B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis

Belanja (Sifat Ekonomi)

Berdasarkan jenisnya belanja dapat

dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu

belanja langsung berupa belanja barang dan

jasa belanja modal dan belanja tidak langsung

berupa belanja pegawai belanja bunga

belanja hibah dan belanja bantuan sosial

Apabila dilihat dari trennya sebagian besar jenis

belanja mengalami kenaikan alokasi

dibandingkan tahun sebelumnya kecuali untuk

belanja subsidi dan belanja tidak terduga yang

mengalami penurunan Terdapat dua jenis

belanja yang mendapatkan porsi besar di

Provinsi Papua Barat yaitu belanja pegawai

dan belanja barang Dilihat dari persentase

belanja kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi

Papua Barat menitikberatkan pada sektor

produktif dengan porsi belanja langsung yang

lebih besar dibandingkan dengan belanja tidak

langsung

C PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH

C1 Bentuk Investasi Daerah

Sesuai Permendagri Nomor 52 Tahun 2012

tentang Pedoman Pengelolaan Investasi

Pemerintah Daerah Investasi Pemerintah

Daerah adalah penempatan sejumlah dana

danatau barang milik daerah oleh pemerintah

daerah dalam jangka panjang untuk investasi

pembelian surat berharga dan investasi

langsung yang mampu mengembalikan nilai

pokok ditambah dengan manfaat ekonomi

Tabel 44

Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp)

Uraian 2018 2019

Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi

Belanja

Pegawai 527915 362822 569984 370308

Belanja Barang 573797 639317 703366 673151

Belanja Bunga 920 855 4190 2698

Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534

Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697

Belanja

Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379

Belanja Bagi

Hasil 70423 36244 188050 184666

Belanja

Bantuan 396960 394292 430177 401119

Belanja Modal 599050 529701 687700 548982

Belanja Tidak

Terduga 2572 753 2959 851

Total 2326404 2125451 2761199 2380387

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

723029

338303

172704

139109

135212

33103

21828

18421

000 1000000

Pelayanan Umum

Perumahan amp Fasilitas Umum

Pendidikan

Ekonomi

Kesehatan

Perlindungan Sosial

Ketertiban amp Keamanan

Lingkungan Hidup

Grafik 42

Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah

se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 per Fungsi

(miliar Rp)

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

64

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sosial danatau manfaat lainnya dalam jangka

waktu tertentu Bentuk investasi daerah tersebut

dapat berupa investasi surat berharga

danatau investasi langsung Bentuk investasi

daerah di Provinsi Papua Barat disajikan pada

tabel 45

Dari tabel di atas total realisasi penyertaan

modal (investasi) pemerintah daerah se-Provinsi

Papua Barat tahun 2019 sebesar Rp14652 miliar

yang dilakukan 12 pemerintah daerah Realisasi

penyertaan modal (investasi) tertinggi yaitu

pemerintah provinsi Papua Barat sebesar Rp100

miliar dan Kab Teluk Bintuni sebesar Rp2276

miliar

C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Untuk memberikan gambaran terkait

perkembangan investasi BUMD dapat dilihat

dari nilai SLA (Subsidary Loan Agreement) BUMD

yang ada di Provinsi Papua Barat Sampai

dengan tahun 2019 nilai SLA PDAM Manokwari

sebesar Rp729 miliar dan tidak memiliki

tunggakan Sementara itu SLA PDAM Sorong

mencapai Rp815 miliar dengan tunggakan

sebesar Rp1614 miliar termasuk utang pokok

dan cicilan bunga

D SILPA DAN PEMBIAYAAN

D1 Perkembangan Defisit APBD

Perkembangan surplus defisit APBD dapat

dilihat menggunakan empat rasio sebagai

berikut

Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai

berikut

a Rasio surplus APBD terhadap total

pendapatan daerah mencerminkan

performa fiskal pemerintah daerah dalam

menghimpun pendapatan untuk menutup

belanja dalam kondisi pendapatan tertentu

Rasio surplus tersebut menunjukkan

peningkatan di tahun 2019 dibandingkan

tahun sebelumnya dimana hal ini

menggambarkan menguatnya kinerja fiskal

karena kemampuan pendapatan untuk

membiayai belanja meningkat meskipun

didorong oleh kenaikan pendapatan

transfer

Tabel 46

SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah)

Nama BUMD Nilai SLA Total

Tunggakan

PDAM Manokwari 7296812055 -

PDAM Sorong 8148975554 16139934223

Sumber SLIM (data diolah)

Tabel 45

Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah

Daerah se- Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rupiah)

Pemda Nilai

Prov Papua Barat 100000000000

Fakfak 3000000000

Manokwari 1000000000

Sorong 2000000000

Kota Sorong 2765000000

Sorong Selatan 3000000000

Teluk Bintuni 22759259260

Teluk Wondama 3000000000

Maybrat 2000000000

Tambrauw 3500000000

Manokwari Selatan 2000000000

Pegunungan Arfak 3000000000

Total 146524259260

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 47

Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat

Tahun

Surplus

terhadap

Pendapatan

Surplus

terhadap

Realisasi

Dana

Transfer

Surplus

terhadap

PDRB

SILPA

Terhadap

Alokasi

Belanja

2019 00954 01370 00298 01270

2018 00574 00540 00137 00323

2017 01354 01456 01747 01931

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

65 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

b Rasio surplus APBD terhadap dana transfer

digunakan untuk mengetahui proporsi

surplus terhadap salah satu sumber

pendapatan daerah yakni dana transfer Di

tahun 2019 rasio ini mengalami peningkatan

sehingga menunjukkan ketergantungan

pemerintah daerah terhadap dana transfer

sebagai penopang belanja daerah yang

semakin besar dibandingkan tahun lalu

c Rasio surplus APBD terhadap PDRB

menggambarkan kesehatan ekonomi

regional Rasio ini pada tahun 2019

menunjukan adanya kenaikan yang berarti

bahwa produksi barang dan jasa yang

dihasilkan semakin meningkat untuk

membiayai hutang akibat defisit anggaran

d Rasio SILPA terhadap alokasi belanja APBD

mencerminkan proporsi belanja atau

kegiatan yang tidak digunakan dengan

efektif oleh pemerintah daerah Rasio SILPA

yang membesar memperlihatkan bahwa

Provinsi Papua Barat belum dapat

menggunakan anggarannya secara efektif

D2 Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah merupakan transaksi

keuangan daerah yang dimaksudkan untuk

menutup selisih antara pendapatan daerah

dan belanja daerah Pembiayaan pemerintah

daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan

dan pengeluaran pembiayaan Keseimbangan

primer mencerminkan indikasi likuiditas tanpa

dipengaruhi belanja terkait hutang semakin

besar surplus keseimbangan primer semakin

baik kemampuan dalam membiayai defisit

Dari tabel 48 keseimbangan umum di Papua

Barat pada tahun 2019 menunjukkan nilai surplus

sebesar Rp251058 milliar Hal ini

mengindikasikan bahwa kebijakan fiskal yang

dilakukan bersifat kontraktif Sementara itu

keseimbangan primer APBD di Papua Barat juga

menunjukkan angka yang positif setelah

mengeluarkan komponen belanja bunga

Kenaikan nilai pada keseimbangan primer

tahun 2019 disebabkan pendapatan transfer

dari pemerintah pusat yang meningkat pesat

jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya

E PENGELOLAAN BLU DAERAH

E1 Profil dan jenis layanan satker BLU daerah

BLUD yang ada di wilayah kerja Kanwil DJPb

Provinsi Papua Barat diantaranya Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Manokwari Yang

melandasi penetapan RSUD Manokwari

sebagai BLUD bertahap yaitu Surat Keputusan

Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun 2015

tanggal 8 April 2015 RSUD Manokwari adalah

rumah sakit Type C sesuai dengan Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

531 MENKES SKVI1996 Tanggal 5 Juni 1996

RSUD ini merupakan peninggalan Belanda yang

dibangun tahun 1950 dan berdiri di atas lahan

seluas plusmn 37424 m2 dengan total luas bangunan

gedung plusmn 9283 m2 dengan kapasitas

tempat tidur sebanyak 163 tempat tidur

Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari

terletak di Kelurahan Manokwari Timur

Distrik Manokwari Kabupaten Manokwari

Provinsi Papua Barat

RSUD Manokwari dipimpin oleh seorang

Direktur setingkat dengan Eselon IIA

Tabel 48

Rasio Keseimbangan Umum amp Primer Provinsi Papua Barat

Tahun Pendapatan

APBD

Belanja

APBD

Belanja

Bunga

Keseimbangan

Umum

Keseimbangan

Primer

2019 2631445 2380387 2698 251058 248360

2018 2010000 2125451 855 -115451 -116306

2017 1968523 1701927 1448 266596 265148

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

66

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Direktur membawahi 1 (satu) orang Sekretaris

dan 3 (tiga) orang Kepala Bidang yaitu Bidang

Pelayanan Medik Bidang Perawatan Bidang

Perencanaan dan Pengembangan Sarana

Prasarana Sementara itu sekretaris

membawahi 3 ( tiga ) Sub Bagian yaitu Sub

Bidang Umum dan Kepegawaian Sub Bidang

Program Evaluasi dan Pelaporan dan Sub

Bidang Keuangan dan Aset sedangkan Kepala

Bidang masing ndash masing membawahi 2 (dua)

Sub Bidang Bidang Pelayanan Medik

membawahi Sub Bidang Pelayanan Medik dan

Sub Bidang Pelayanan Penunjang Medik

Bidang Perawatan membawahi Sub Bidang

Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan dan

Sub Bidang Sumber Daya Keperawatan sedang

Bidang Perencanaan dan Pengembangan

Sarana Prasarana membawahi Sub Bidang

Penyusunan Program dan Pengembangan Sub

Bidang Monitoring dan Evaluasi

Jenis layanan yang terdapat pada RSUD

Manokwari diantaranya pelayanan medik

pelayanan penunjang medik dan non medik

pelayanan asuhan perawatan pelayanan

rujukan penyelenggaraan pendidikan dan

pelatihan dan penyelenggaraan penelitian

dan pengembangan

Sementara itu jumlah pasien RSUD Manokwari

sebesar 54989 orang dengan rincian 43554

orang menggunakan fasilitas AskesBPJSKIS

dan 11345 orang merupakan pasien

mandiriswasta

E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah

Dalam menunjang Operasional RSUD

Manokwari terdapat kegiatan-kegiatan

rutinitas guna menjalankan tugas pokok dan

fungsi yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung

dan Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung

adalah belanja pegawaipersonalia berupa

pembayaran gaji bulanan kepada Pegawai

Negeri Sipil (PNS) di lingkungan RSUD Manokwari

Belanja Langsung adalah belanja kegiatan

rutin antara lain belanja alat tulis kantor belanja

makanan dan minuman belanja pemeliharaan

rutinberkala gedung kantor pemeliharaan

rutinberkala kendaraan dinas pembayaran

rekening listrik belanja perjalanan dinas dan

lain-lain

Tabel 410

Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019

Berdasarkan Jenis Perawatan

Jenis Pasien

Jumlah Pasien

Askes

BPJS KIS

Swasta

mandiri

Pasien Rawat Jalan 34530 9657

Pasien Rawat Inap 9024 1688

Total 43554 11345

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Tabel 49

Profil Anggaran RSUD Manokwari

Uraian Alokasi Dana Sumber

Dana

Rutin

Belanja Langsung 21543957702

Belanja Tidak

Langsung 17880608199

Program-program -

Peningkatan

Kapasitas

Sumberdaya Aparatur

906990000 Otonomi

Khusus

Obat dan Perbekalan

Kesehatan 6411007419

Otonomi

Khusus

Standarisasi

Pelayanan Kesehatan 420000000 DAK

Peningkatan Sarana

dan Prasarana Rumah

Sakit Rumah Sakit

Jiwa Rumah Sakit

Paru ndash Paru

708750000 Otonomi

Khusus

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

67 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Dalam menunjang kegiatannya RSUD

Manokwari mengelola aset baik aset tidak

bergerak maupun aset bergerak dengan

rincian dapat dilihat pada tabel 411

E3 Analisis legal

Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum

Daerah terdapat beberapa peraturan yang

mengatur pengelolaan teknis maupun

pengelolaan keuangan bahkan peraturan

tersebut sampai ke tingkat peraturan

bupatiwalikota Analisis legal aspek

pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari

dapat dilihat pada tabel 412

F ANALISIS APBD LAINNYA

Analisis ini terdiri dari analisis horizontal analisis

vertikal serta kapasitas fiskal yang digunakan

untuk memberikan gambaran kinerja

pelaksanaan APBD di Provinsi Papua Barat

F1 Analisis Horizontal

Analisis ini membandingkan angka-angka

dalam laporan realisasi pemerintah daerah satu

dengan lainnya dalam satu provinsi Selain itu

analisis ini membandingkan perubahan

keuangan dalam satu pos APBD yang sama

pada satu Provinsi Analisis ini bertujuan untuk

menyajikan informasi utuh terkait kinerja suatu

pos antar pemerintah daerah dan

perkembangannya dari waktu ke waktu

Bila dilihat dari tabel 413 daerah dengan

realisasi PAD terbesar berasal dari Provinsi Papua

Barat sebesar Rp0465 triliun sedangkan

Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten

Maybrat mempunyai realisasi terkecil dengan

nilai masing-masing Rp7 miliar dan Rp6 miliar

Sedangkan pada sisi belanja daerah dengan

realisasi terbesar adalah Provinsi sebesar Rp914

triliun sedangkan realisasi terkecil adalah

Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kota Sorong

masing-masing sebesar Rp807 miliar dan Rp592

miliar Sementara itu defisit anggaran terjadi

pada 3 kabupaten yaitu Kabupaten Sorong

Selatan Kabupaten Tambraw dan Kabupaten

Manokwari Selatan

F2 Analisis Vertikal

Analisis vertikal merupakan analisis yang

membandingkan setiap pos terhadap total

dalam satu komponen APBD yang sama

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui

besarnya kontribusi suatu pos sehingga

diketahui pengaruhnya

Tabel 411

Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019

Uraian Kuantitas Keterangan

Aset Tidak Bergerak

Tanah 37424 m2

Bangunan 9283 m2

(32 unit)

Terdiri dari gedung

dan rumah dinas

Aset Bergerak

Kendaraan dinas

(roda 4) 22 unit

Kendaraan dinas

(roda 2) 3 unit

Inventaris kantor PC unit meubelair

lemari arsip lemari dll

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari

Aspek Uraian

Kelembagaan Keputusan Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun

2015 tanggal 8 April 2015

Tata Kelola Peraturan daerah Nomor 13 tahun 2008 tentang

Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja

Lembaga Teknis Daerah Di Lingkungan

Pemerintah Kabupaten Manokwari

Peraturan Bupati Manokwari Nomor 13 tahun

2009 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi

Jabatan Struktural pada Lembaga Teknis Daerah

Kabupaten Manokwari

SDM Jumlah Pegawai RSUD Manokwari per Maret 2018

sebanyak 406 orang yang terdiri dari Pegawai

Negeri Sipil (PNS) Organik Pemerintah Kab

Manokwari sebanyak 223 orang dan PNS Titipan dari

Provinsi Kabupaten lain sebanyak 12 orang dan

tenaga Honorer dan magang sebanyak 171 orang

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

68

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Bila dilihat pada tabel 414 rata-rata kontribusi

PAD terhadap pendapatan daerah tiap

kabupaten kota di Papua Barat tahun 2019

tidak mencapai angka 6 hanya Kabupaten

Manokwari dan Kabupaten Manokwari Selatan

yang memiliki PAD diatas 6 persen dimana

Kabupaten Manokwari menjadi yang terbesar

dengan kontribusi PAD mencapai 613 persen

Bahkan di beberapa daerah seperti Kabupaten

Maybrat Kabupaten Tambrauw dan

Kabupaten Pegunungan Arfak kontribusi PAD

hanya di bawah 1 persen Angka ini sangat jauh

di bawah angka kontribusi pendapatan transfer

yang mencapai rata-rata sebesar 90 persen

pada tiap kabupaten kota Hal ini

mengindikasikan bahwa pendapatan pemda

kabupaten kota di Papua Barat hampir

seluruhnya bergantung terhadap pendapatan

transfer dari pemerintah pusat Pemda seperti

Kab Fakfak Kab Kaimana dan Pemerintah

Provinsi bahkan mempunyai persentase

pendapatan transfer sebagai pos utama

pendapatan mencapai angka lebih dari 96

persen

Berdasarkan tabel 415 realisasi belanja tahun

2019 kabupaten kota di Provinsi Papua Barat

menitikberatkan pada belanja barang jasa

Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp)

Uraian Provinsi Fakfak Manok

wari Sorong

Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wonda

ma

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

Total

Pendapatan 15628 1297 1029 1895 0990 1459 1030 2486 0966 1058 1013 1183 0789 1002

PAD 0465 0035 0063 0030 0050 0028 0007 0047 0017 0041 0006 0008 0048 0007

Pendapatan

Transfer 11215 0876 0800 1092 0701 1042 0689 1940 0678 0765 0666 0785 0503 0564

LPDS 3949 0386 0166 0772 0239 0389 0333 0498 0270 0252 0341 0390 0238 0431

Total Belanja 9135 1296 0999 1841 0592 1419 1047 1684 0912 1001 0897 1356 0817 0807

Surplus

Defisit 6493 0002 0030 0054 0398 0040 -0017 0801 0054 0056 0116 -0173 -0029 0195

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 414

Analisis Vertikal Pendapatan APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (persen)

Uraian Provinsi Fakfak Manokwari Sorong Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wonda

ma

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

PAD 2975 2698 6131 1598 5067 1898 0727 1895 1797 3838 0632 0663 6077 0717

Pajak Daerah 2314 0572 4666 0668 4109 0452 0093 0996 0541 0734 0042 0071 0084 0000

Retribusi Daerah 0023 0387 0364 0153 0735 0305 0085 0045 0671 0733 0006 0003 0043 0000

HPKD 0110 0240 0000 0094 0005 0261 0262 0117 0161 0095 0050 0078 0000 0000

Lain-lain PAD yang

sah 0528 1499 1101 0684 0217 0880 0286 0737 0424 2276 0540 0510 5951 0717

Pendapatan Transfer 97021 97302 85172 79782 88122 90199 82923 93184 90728 96162 81597 83238 80323 72901

DBH 33978 4889 6431 14271 6224 7145 5690 49535 6512 6325 5915 4725 7139 6165

DAU 9365 53776 53671 28881 52047 46889 46145 22608 47680 58969 44876 44904 45033 38742

DAK 3155 8886 17662 13960 12523 15915 14521 5533 16039 7036 14945 16753 11547 11358

DBH Pemda

lainnya 0000 6360 2191 0969 2479 7984 1131 0619 1071 0745 0579 0742 0259 0388

Dana Penyesuaian

dan Otsus 25261 23391 5217 21165 14849 10778 14832 14506 19427 23087 15282 16115 16346 16249

LPDS 0005 0000 0486 9383 6811 0723 0000 4922 7475 0000 17423 1139 13600 12382

Hibah 0005 0000 0486 0000 0000 0630 0000 0008 0000 0000 0000 0042 0000 0000

Lain-lain 0000 0000 0000 9383 6811 0092 0000 4914 7475 0000 17423 1097 13600 12382

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

69 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

dan belanja modal Hal ini terlihat dari 11

kabupaten kota yang persentase pos kedua

belanja tersebut lebih dari 50 Dengan

besarnya porsi belanja barang jasa dan modal

mengindikasikan adanya kebijakan belanja

pemerintah daerah yang diarahkan pada

sektor produktif guna mendorong

perekonomian daerah dan upaya dalam

mengejar ketertinggalan dengan daerah lain

dalam ketersediaan

infrastruktur

F3 Analisis Kapasitas

Fiskal Daerah

Analisis kapasitas fiskal

daerah adalah analisis

yang digunakan untuk

mengukur kemampuan

keuangan daerah yang

dicerminkan melalui

penerimaan umum

APBD (tidak termasuk

dana alokasi khusus

dana darurat dana

pinjaman lama dan

penerimaan lain yang

penggunaannya

dibatasi untuk membiayai pengeluaran

tertentu) yang digunakan untuk membiayai

tugas pemerintahan daerah setelah dikurangi

belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah

penduduk miskin sebagaimana dimaksud

dalam peraturan yang mengatur tentang peta

kapasitas fiskal daerah Berikut ini kapasitas fiskal

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

Tabel 415

Analisis Vertikal Belanja APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Uraian Provinsi Fakfak Manok

wari Sorong

Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wond

ama

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

Belanja

Pegawai 7651 27384 26717 22263 44577 24684 21547 14975 21897 20263 20307 9513 10642 9906

Belanja Barang 21125 29208 26559 22050 26375 42275 35726 37509 35456 32931 23851 39795 38031 33785

Belanja Bunga 0000 0000 0000 0000 2067 0000 0519 0000 0000 0000 0000 0506 0301 0000

Belanja Subsidi 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 1373 0281 0000 0000 0000 0000

Belanja Hibah 9316 1897 3995 3878 1139 0481 1426 1351 3125 3181 1096 1085 8341 0712

Belanja BanSos 0580 1921 2592 0333 2362 2034 3305 19398 1598 6713 3266 2361 2695 11707

Belanja

Bantuan

Keuangan

20202 0096 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000

Belanja bagi

hasil 22050 17580 18336 14591 0160 10381 15343 0000 14113 14225 24884 17407 14762 19499

Belanja Tidak

Terduga 0000 0128 0022 0004 0037 0000 0189 0000 0167 0001 0011 0000 0031 0307

Belanja Modal 19077 21785 21779 36882 23284 20145 21945 26768 22271 22406 26585 29333 25196 24084

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 416

Analisis Fiskal APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Pemda PAD DBH DAU LP BP Penduduk

Misikin

Kapasitas

Fiskal Indeks

1 2 3 4 5 6 7

8

[(2+3+4+5)-

6) 7]

9

Prov Papua Barat 46490 531011 146362 146362 69888 207944 38488 0466

Fakfak 3501 6343 69773 69773 35486 18730 60813 0736

Kab Manokwari 6310 6619 55236 55236 26703 37730 25629 0310

Kab Sorong 3029 27044 54729 54729 40979 26100 37760 0457

Kota Sorong 5016 6162 51523 51523 26378 38880 22594 0273

Raja Ampat 2769 10425 68414 68414 35024 8500 135292 1638

Sorong Selatan 748 5858 47509 47509 22549 8760 90269 1093

Teluk Bintuni 4710 123132 56198 56198 25225 19640 109478 1325

Teluk Wondama 1735 6288 46046 46046 19970 10530 76111 0921

Kaimana 4059 6689 62367 62367 20293 9660 119244 1443

Maybrat 640 5994 45470 45470 18219 13120 60484 0732

Tambrauw 784 5590 53120 53120 12898 4770 209049 2530

Manokwari Selatan 4793 5630 35517 35517 8698 7240 100495 1216

Pegunungan Arfak 718 6179 38829 38829 7999 10800 70887 0858

Jumlah 85301 752963 831094 831094 370308

Rata-rata 82614

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

70

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Dengan mengetahui indeks kapasitas fiskal

masing-masing kabupaten kota maka dapat

ditentukan kemampuan keuangan masing-

masing daerah Berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 54PMK072014 tentang Peta

Kapasitas Fiskal Daerah indeks kapasitas fiskal

daerah kabupaten kota di Provinsi Papua

Barat dapat dikelompokkan menjadi empat

kuadran sebagaimana pada tabel 417

Dari kabupaten kota di Papua Barat terdapat

satu daerah dengan kapasitas fiskal sangat

tinggi yang ditunjukkan dalam kuadran IV yaitu

Kab Tambrauw Namun terdapat empat

daerah yang masuk kategori sangat rendah

kapasitas fiskalnya yang terletak di kuadran I

Apabila melihat perbandingan jumlah daerah

pada kuadran I dan II dengan daerah pada

kuadran III dan IV maka terdapat perbandingan

yang hampir seimbang Dari tabel di atas dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat

ketimpangan kapasitas fiskal pada kabupaten

kota di Provinsi Papua Barat

G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN (FISCAL

HEALTH INDEX)

Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU)

Nomor 22 Tahun 1999 (sebagaimana diubah

menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang

Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun

1999 (sebagaimana diubah menjadi UU Nomor

33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah terjadi perubahan mendasar dalam

sistem pemerintahan daerah di Indonesia

dengan titik berat pembangunan daerah

berada pada tingkat kabupaten kota Salah

satu perubahan yang terjadi adalah

diimplementasikannya desentralisasi fiskal yang

lebih luas bagi daerah Arah dari kebijakan

desentralisasi diharapkan dapat menghindari

inefisiensi dari perekonomian (Prudrsquohomme

1995)

Desentralisasi fiskal menurut Davey (2003)

merupakan pembagian kewenangan belanja

dan pendapatan antar tingkat pemerintahan

Dari sisi belanja kewenangan desentralisasi

didasarkan pada prinsip agar pengalokasian

sumber daya menjadi lebih efisien dan efektif

Hal ini diasumsikan bahwa daerah lebih

mengerti kebutuhan masyarakat sehingga

pengalokasian sumber daya menjadi lebih

responsif dalam menjawab kebutuhan

masyarakat Adapun dari sisi pendapatan

diberikannya kewenangan desentralisasi

kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi

masyarakat untuk mendanai pelayanan publik

menjadi lebih tinggi karena dapat merasakan

langsung manfaat yang dirasakan Dalam

pelaksanaan desentralisasi fiskal pemerintah

pusat mengatur prinsip-prinsip pengelolaan

keuangan daerah bukan aturan secara

terperinci sehingga kondisi keuangan diantara

pemerintah daerah yang satu dan lainnya

menjadi bermacam-macam Perbedaan

dalam kondisi keuangan tersebut menuntut

suatu kebutuhan akan tingkat kesehatan dalam

mengelola keuangan daerah Sebagai pihak

yang bertanggung jawab terhadap pelayanan

publik pemerintah daerah dituntut lebih

Tabel 417

Kuadran kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Kuadran I

(Indeks Kapasitas Fiskal le05)

Kuadran III

(1leIndeks Kapasitas Fiskal lt2)

Provinsi Papua Barat

Kab Manokwari

Kab Sorong

Kota Sorong

Kab Sorong Selatan

Kab Teluk Bintuni

Kab Manokwari Selatan

Kab Kaimana

Kab Raja Ampat

Kuadran II

(05ltIndeks Kapasitas Fiskal lt1)

Kuadran IV

(Indeks Kapasitas Fiskal ge 2)

Kab Fakfak

Kab Teluk Wondama

Kab Maybrat

Kab Pegunungan Arfak

Kab Tambrauw

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

71 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

memahami kondisi kesehatan keuangannya

Hal ini dikarenakan dalam kondisi kesehatan

keuangan yang buruk pemerintah daerah tidak

akan mampu memberikan layanan publik yang

baik kepada warganya (Carmeli 2008)

Berbeda dengan sektor publik penilaian kondisi

kesehatan keuangan pada sektor private telah

dilakukan sejak lama Di sektor bisnis Beaver

(1966) dan Altman (1968) telah membangun

model untuk menilai kondisi keuangan sektor

swasta Namun setelah terjadi masalah

keuangan yang melanda banyak pemerintah

daerah di seluruh dunia penelitian mengenai

kondisi kesehatan pemerintah daerah secara

intensif mulai dilakukan Pada tahun 1980 di

Amerika Serikat terjadi permasalahan keuangan

yang melanda Kota New York Cleveland

Miami Pittsburgh dan Philadelphia (Kloha et al

2005) Hal yang sama terjadi pada tahun 1980-

an dimana sebagian pemerintah daerah di

Belanda dan Inggris mengalami kondisi kesulitan

keuangan (Carmeli 2008) Begitu juga yang

dialami pemerintah daerah di Australia (Dollery

et al 2006) dan Jepang (Takahashi 2009) yang

menghadapi permasalahan keuangan yang

sulit Kondisi tersebut mendorong para ahli

keuangan publik dan banyak peneliti membuat

suatu model ataupun formula untuk

mengevaluasi kondisi keuangan pemerintah

daerah sehingga dapat mendeteksi sejak dini

(early warning system) gejala kesulitan

keuangan

Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli

ataupun lembaga profesional untuk

mendifinisikan kondisi keuangan pemerintah

The Canadian Institute of Chartered

Accountants (CICA 1997) memberikan definisi

kondisi keuangan pemerintah daerah sebagai

kesehatan keuangan (fiscal health) yang diukur

melalui aspek keberlanjutan kerentanan dan

fleksibiltas dalam lingkungan ekonomi maupun

keuangan Aspek keberlanjutan merupakan

kemampuan pemerintah daerah untuk

mempertahankan program yang sudah ada

tanpa menimbulkan kewajiban baru pada

perekonomian Sedangkan aspek kerentanan

merupakan kondisi ketergantungan pemerintah

daerah sehingga menjadi rentan terhadap

sumber pendanaan yang berasal di luar

kendali Aspek fleksibilitas keuangan merupakan

kemampuan pemerintah daerah untuk

meningkatkan kapasitas keuangan seiring

adanya peningkatan komitmen baik melalui

peningkatan pendapatan atau kapasitas

utang Definisi lain dikemukakan Nollenberger et

al (2003) yang menyebutkan kondisi keuangan

pemerintah daerah merupakan tingkat

solvabilitas keuangan pemerintah daerah yang

terdiri dari solvabilitas kas solvabilitas anggaran

solvabilitas jangka penjang dan solvabilitas

layanan Adapun Kloha et al (2005)

memberikan definisi kondisi keuangan

pemerintah daerah dalam konteks tekanan

keuangan (fiscal distress) yaitu kemampuan

pemerintah daerah untuk memenuhi standar

operasi hutang dan kebutuhan masyarakat

selama beberapa tahun berturut-turut

Kondisi kesehatan keuangan (fiscal health)

yang baik diantaranya ditunjukkan oleh

kemampuan pemerintah daerah untuk

menutup kewajiban operasional (solvabilitas

anggaran) kemampuan untuk melaksanakan

hak-hak keuangan secara efektif dan efisien

(kemandirian keuangan) kemampuan untuk

memberikan pelayanan sesuai standar dan

kualitas yang dibutuhkan masyarakat

(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk

mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa

datang seperti bencana alam atau bencana

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

72

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sosial (fleksibilitas keuangan) Oleh karena itu

ada 4 (empat) dimensi untuk mengukur kondisi

kesehatan keuangan (fiscal helath) pemerintah

daerah yaitu solvabilitas anggaran kemandirian

keuangan solvabilitas layanan dan fleksibilitas

keuangan

Untuk mengetahui kondisi keuangan

pemerintah daerah yang ada di Papua Barat

digunakan langkah-langkah sebagai berikut

1 Menghitung nilai rasio masing-masing

dimensi penyusun indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index)

2 Menghitung indeks rasio dan indeks dimensi

- Untuk menghitung indeks rasio digunakan

rumus

(Nilai Aktual minus Nilai Terendah)

(Nilai Tertinggi minus Nilai Terendah)

- Untuk menghitung indeks dimensi

digunakan rata-rata aritmatika dari seluruh

indeks rasio yang ada

3 Menghitung indeks kesehatan keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah

Indeks kondisi kesehatan keuangan (fiscal

health index) dihitung dengan

menggunakan rata-rata tertimbang dari

seluruh indeks dimensi yang ada

G1 Solvabilitas Anggaran

Solvabilitas anggaran menunjukan seberapa

besar kemampuan pemerintah daerah

memenuhi kegiatan operasi menggunakan

pendapatan yang diperoleh (Nollenberger et

al 2003) Pendapatan yang dimaksud

merupakan pendapatan normal yang tiap

tahun senantiasa didapatkan pemerintah

daerah bukan pendapatan yang terkadang

diperoleh pada tahun-tahun tertentu saja Oleh

karena itu rasio yang digunakan untuk

menunjukan solvabilitas anggaran suatu

pemerintah daerah adalah sebagai berikut

Tabel 418

Rasio Solvabilitas Anggaran

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A (Total Pendapatan - DAK) (Total Belanja -

Belanja Modal)

Rasio B (Total Pendapatan - DAK) Belanja Pegawai

Rasio C (Total Pendapatan Total Belanja)

Pengurangan pendapatan DAK dari total

pendapatan karena pendapatan tersebut

bukan merupakan pendapatan yang bersifat

normal dan berada di luar kendali pemerintah

daerah Untuk rasio A pengurangan belanja

modal dikarenakan belanja tersebut bukan

merupakan kegiatan operasional pemerintah

daerah Adapun untuk rasio B penggunaan

belanja pegawai sebagai penyebut lebih

disebabkan karena porsi belanja tersebut saat

ini merupakan yang terbesar dari belanja

operasional pemerintah daerah Semakin tinggi

nilai rasio yang ada menunjukan bahwa

semakin banyak pendapatan pemerintah

daerah untuk menutup belanja operasional Hal

ini berarti semakin tinggi nilai rasio maka

semakin baik solvabilitas anggaran yang dimiliki

oleh suatu pemerintah daerah Dari data yang

diperoleh rasio solvabilitas anggaran seluruh

Gambar 41

Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan

ngan

73 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

terlihat pada tabel 419

Dari tabel di atas jika dilihat secara menyuluruh

rasio solvabilitas anggaran kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat menunjukan tren yang

meningkat Artinya semua daerah memiliki

solvabilitas anggaran yang semakin baik

Pendapatan normal yang diperoleh pemerintah

daerah untuk meng-cover kebutuhan belanja

semakin meningkat Dari seluruh daerah yang

ada peningkatan rasio solvabilitas anggaran

terbaik dimiliki Kab Kaimana dan Kab

Pegunungan Arfak Hal ini mengindikasikan

bahwa sebagai daerah otonom baru kedua

pemerintah daerah tersebut semakin giat untuk

mencari sumber-sumber pendapatan untuk

menutup semua kebutuhan belanja

G2 Kemandirian Keuangan

Kemandirian keuangan menunjukan

kemampuan pemerintah daerah untuk

mendapatkan sumber pendanaan secara

mandiri dan tidak rentan terhadap sumber

pendanaan di luar kendalinya (Canadian

Institute of Chartered Accountants CICA 1997)

Kemandirian keuangan juga dapat diartikan

sebagai kemampuan pemerintah daerah untuk

memenuhi kebutuhannya dengan sumber-

sumber pendanaan yang mampu diperoleh

secara mandiri tidak tergantung pada pihak

luar Berdasarkan pengertian tersebut rasio

yang digunakan untuk menunjukan

kemandirian keuangan suatu pemerintah

daerah adalah sebagai berikut

Tabel 420

Rasio Kemandirian Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A Total Pendapatan Asli Daerah Total

Pendapatan

Rasio B Total Pendapatan Asli Daerah Total Belanja

Nilai rasio yang meningkat menunjukan bahwa

semakin banyak pendapatan yang diperoleh

pemerintah daerah secara mandiri untuk

memenuhi kebutuhannya Dengan demikian

semakin tinggi nilai rasio maka semakin baik

kemandirian keuangan yang dimiliki oleh suatu

pemerintah daerah Menurut Tim KKD FE UGM

untuk menentukan tolak ukur kemandirian

keuangan daerah dapat menggunakan enam

kategori sebagaimana pada tabel 421

Tabel 419

Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019

Daerah

Rasio A Rasio B Rasio C

2018 2019 2018 2019 2018 2019

Kabupaten

Sorong 116 124 290 353 096 093

Kota Sorong 152 191 238 328 121 167

Manokwari 126 098 251 286 118 095

Manokwari

Selatan 105 114 334 802 097 096

Fakfak 100 117 191 333 098 100

Kaimana 147 331 428 721 134 361

Teluk

Wondama 107 114 303 406 095 106

Teluk Bintuni 107 190 330 927 071 147

Pegunungan

Arfak 140 205 557 813 115 245

Sorong

Selatan 097 086 245 313 088 082

Raja Ampat 104 097 296 314 091 094

Maybrat 162 130 443 471 144 113

Tambrauw 107 103 521 764 097 087

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

74

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Dari data yang diperoleh masing-masing rasio

kemandirian keuangan Pemda di Provinsi

Papua Barat dapat dilihat pada tabel 422

Secara umum Pemda di Provinsi Papua Barat

memiliki rasio kemandirian keuangan yang

sangat lemah dengan rasio di bawah 01 Kondisi

ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah

yang ada masih sangat tergantung pada

sumber pendanaan dari luar daerah seperti

pendapatan yang berasal dari pemerintah

pusat Selain itu nilai rasio tersebut menunjukan

bahwa kebutuhan yang dapat ditutup oleh

pendapatan yang berada di bawah kendali

pemerintah daerah hanya di bawah 10 persen

Kemandirian keuangan yang lemah tersebut

disebabkan oleh kondisi daerah yang tidak

memungkinan untuk memperoleh pendapatan

yang tinggi sesuai dengan kewenangan

penerimaan daerah Pada pasal 33 Undang-

Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa sumber

strategis penerimaan negara yang menguasasi

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara

Oleh karena itu sumber strategis penerimaan

negara seperti pajak penghasilan pajak

pertambahan nilai sumber daya alam

walaupun terletak di daerah namun menjadi

sumber penerimaan pemerintah pusat bukan

pemerintah daerah Pemerintah daerah hanya

mengelola sumber sumber penerimaan yang

kurang signifikan pengaruhnya seperti pajak

hotel pajak reklame pajak restoran dan pajak

daerah lainnya

Namun demikian kedua rasio yang ada

menunjukan tren rasio yang meningkat

Kemampuan pemerintah daerah untuk

menutupi kebutuhan melalui sumber

pendanaan yang diperoleh secara mandiri

menjadi semakin baik Hal ini sejalan dengan

semangat dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat

dan Daerah dimana pemerintah daerah

seharusnya dapat berinovasi untuk

meningkatkan PAS namun tidak bertentangan

dengan peraturan yang ada

Tabel 422

Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019

Daerah

Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kabupaten

Sorong 0044 0018 0042 0016

Kota Sorong 0128 0051 0156 0085

Manokwari 0074 0067 0088 0063

Manokwari

Selatan 0171 0061 0167 0059

Fakfak 0031 0027 0030 0027

Kaimana 0037 0019 0049 0068

Teluk Wondama 0016 0018 0015 0019

Teluk Bintuni 0024 0019 0017 0028

Pegunungan

Arfak 0008 0009 0009 0022

Sorong Selatan 0014 0009 0012 0007

Raja Ampat 0031 0021 0029 0020

Maybrat 0007 0006 0010 0007

Tambrauw 0004 0007 0004 0006

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 421

Kriteria Kemandirian Kuangan Pemerintah Daerah

Menurut Tim KKD FE UGM

- Kriteria

0 - 01 sangat lemah

01001 - 02 lemah

02001 - 03 sedang

03001 - 04 cukup

04001 - 05 baik

Rasio gt 05 sangat baik

75 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

G3 Fleksibilitas Keuangan

Fleksibilitas keuangan merupakan kemampuan

pemerintah daerah untuk membayar beban

utang (Chase dan Philips 2004) Kondisi tersebut

menunjukan bagaimana pemerintah daerah

dapat meningkatkan sumber pendapatan

dalam rangka menghadapi peningkatan

kewajibannya (CICA 2007) Pendapatan

dimaksud merupakan pendapatan normal yang

tiap tahun senantiasa didapatkan pemerintah

daerah bukan pendapatan yang sifatnya terikat

penggunaannya seperti pendapatan yang

berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Selain

itu pendapatan tersebut juga merupakan

pendapatan setelah dikurangi belanja yang

sifatnya sangat wajib seperti belanja pegawai

Adapun kewajiban dimaksud merupakan

kewajiban untuk membayar cicilan pokok utang

dan beban bunga yang menjadi tanggungan

pemerintah daerah Oleh karena itu rasio yang

digunakan untuk menunjukan fleksibilitas

keuangan suatu pemerintah daerah adalah

sebagai berikut

Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan

bahwa semakin baik fleksibilitas keuangan

pemerintah daerah untuk menghadapi

peristiwa luar biasa baik yang berasal dari dalam

maupun yang berasal dari luar lingkungan

pemerintah daerah Dari data yang diperoleh

masing-masing rasio untuk kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel

424

Untuk rasio yang memiliki nilai sangat tinggi

disebabkan tidak adanya komponen

pembayaran pokok pinjaman belanja bunga

dan kewajiban jangka panjang pada

Tabel 424

Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019

Daerah Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kab Sorong 769832175393 1035484012472 1174167459258 1445271904797

Kota Sorong 4 3 7 5

Manokwari 482076226292 495858473768 802369336249 762890951003

Manokwari Selatan 735 16 1049 18

Fakfak 304491382772 827320863699 639780382396 1182183435610

Kaimana 668279456314 705544141447 871904931348 819214314839

Teluk Wondama 434599458495 611138814319 648798589997 810840420412

Teluk Bintuni 21 11 31 13

Pegunungan Arfak 487685057078 507003610307 594313768074 578106098796

Sorong Selatan 141 4 238 6

Raja Ampat 643370690403 750130568196 972295205958 1100373282221

Maybrat 539252552468 676159229681 696515339045 858345256202

Tambrauw 686177984338 855819480885 849218499477 984795810243

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 423

Rasio Fleksibiltas Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A

(Total Pendapatan - DAK - Belanja

Pegawai) (Belanja Bunga + Pembayaran

Pokok Utang)

Rasio B (Total Pendapatan - DAK) (Belanja Bunga

+ Pembayaran Pokok Utang)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

76

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

pemerintah daerah yang bersangkutan Secara

keseluruhan pemerintah daerah di Papua Barat

memiliki fleksibilitas keuangan yang cukup

memadai untuk mengantisipasi kejadian luar

biasa Artinya bahwa pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat dapat sewaktu-waktu

datang ke pihak ketiga untuk mengumpulkan

dana dalam rangka mengatasi kejadian yang

datang tidak terduga

G4 Solvabilitas Layanan

Solvabilitas layanan merupakan kemampuan

pemerintah daerah dalam memberikan

pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat

(Wang et al 2007) Kemampuan tersebut

diwujudkan berupa sumber daya fasilitas

sarana dan prasarana yang dimiliki pemerintah

daerah untuk digunakan dalam rangka

memberikan pelayanan kepada publik Untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

pemerintah daerah digunakan total belanja

daerah perkapita (Wang et al 2007) Rasio

tersebut menunjukan seberapa banyak belanja

pemerintah daerah yang dikeluarkan untuk

melayani setiap warganya Selain itu untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

digunakan belanja modal perkapita

Penggunaan belanja modal lebih ditekankan

kepada peningkatan pelayanan kepada

masyarakat Pemerintah daerah yang telah

berhasil mempertahankan pelayanannya

kepada masyarakat jika ingin meningkatkan

pelayanan tersebut dapat menggunakan pos

belanja modal Oleh karena itu rasio untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

pemerintah daerah adalah sebagaimana pada

tabel 425

Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan

bahwa semakin baik solvabilitas layanan suatu

pemerintah daerah karena semakin banyak

layanan yang diberikan pemerintah daerah

kepada masyarakat Dari data yang diperoleh

masing-masing rasio untuk kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel

426

Dari tabel di atas terlihat bahwa rasio solvabilitas

layanan pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat menunjukan nilai yang bervariasi Ada

Tabel 426

Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (juta Rp)

Daerah

Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kab Sorong 1814 2070 560 763

Kota Sorong 286 233 079 054

Manokwari 482 571 081 124

Manokwari

Selatan 3162 33747 723 8503

Fakfak 1087 1647 219 359

Kaimana 1248 411 154 000

Teluk

Wondama 2750 2804 712 625

Teluk Bintuni 2988 2615 1114 700

Pegunungan

Arfak 2166 911 660 000

Sorong Selatan 2088 2230 439 489

Raja Ampat 2661 2926 615 589

Maybrat 1421 2194 276 583

Tambrauw 7730 9769 1913 2866

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 425

Rasio Solvabiltas Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A Total Belanja Jumlah Penduduk

Rasio B Belanja Modal Jumlah Penduduk

77 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

beberapa pemerintah daerah yang mengalami

peningkatan rasio namun tidak sedikit yang

mengalami penurunan rasio Untuk rasio A pada

tahun 2019 Kab Manokwari Selatan memiliki

rasio terbesar dibandingkan pemerintah daerah

lainnya dengan nilai 33747 atau meningkat dari

tahun sebelumnya dengan nilai 3162 Artinya

belanja yang dikeluarkan pemerintah daerah

Kab Manokwari Selatan untuk melayani 1 (satu)

penduduk sebesar Rp33747 juta Besarnya nilai

rasio tersebut disebabkan jumlah penduduk Kab

Manokwari Selatan merupakan yang terkecil

dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Papua

Barat sehingga belanja perkapita yang

dikeluarkan pemerintah daerah cukup besar

untuk meng-cover layanan yang dibutuhkan Di

sisi lain pemerintah daerah dengan rasio A

terkecil tahun 2019 yaitu Kota Sorong Hal ini

disebabkan Kota Sorong merupakan daerah

dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi

Papua Barat namun belanja perkapita yang

dikeluarkan pemerintah Kota Sorong tidak cukup

besar untuk meng-cover layanan yang

dibutuhkan masyarakatnya Nilai rasio tersebut

bahkan mengalami penurunan jika

dibandingkan tahun 2018 Kemudian untuk rasio

B pada tahun 2019 cenderung bervariasi

Beberapa pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat mengalami penurunan sementara lainnya

memiliki nilai rasio yang meningkat

dibandingkan tahun sebelumnya Hal ini

mengindikasikan bahwa terdapat pemerintah

daerah yang berupaya meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat sedangkan

pemerintah daerah lainnya cenderung stagnan

atau tidak memberikan peningkatan pelayanan

seiring bertambahnya jumlah penduduk

G5 Indeks Kesehatan Keuangan

Nilai Indeks Kesehatan Keuangan berkisar antara

0 ndash 1 Semakin tinggi nilai indeks menunjukan

kondisi kesehatan keuangan pemerintah

daerah semakin baik Untuk mengukur indeks

kesehatan keuangan digunakan bobot untuk

masing-masing dimensi Hal ini perlu dilakukan

mengingat satu dimensi sangat mungkin lebih

penting dibandingkan dengan dimensi yang lain

(Brown 1993) Salah satu cara yang digunakan

untuk menentukan bobot masing-masing

dimensi melalui teknik Analytical Hierarchy

Proces (AHP) Teknik ini digunakan untuk

menghasilkan skala prioritas dengan cara yang

teroganisir (Saaty 2008) AHP ini tidak

memberikan keputusan secara mutlak namun

dapat membantu pengambil kebijakan untuk

menentukan keputusan yang tepat sesuai

dengan tujuan dan masalah yang mereka

hadapi Berdasarkan teknik AHP dimensi yang

lebih penting akan diwujudkan dalam bobot

yang lebih besar

Bobot terbesar dimensi penyusun indeks

kesehatan keuangan yaitu pada dimensi

solvabilitas layanan Hal ini dikarenakan tujuan

utama dari setiap pemerintahan adalah

memberikan layanan kepada masyarakat

Pemerintah daerah yang memiliki tingkat

kesehatan keuangan yang baik akan semakin

optimal dalam melaksanakan pelayanan publik

Selanjutnya bobot terbesar kedua untuk

menyusun Indeks Kesehatan Keuangan yaitu

dimensi kemandirian keuangan Untuk

memberikan layanan kepada masyarakat

secara optimal pemerintah daerah dituntut

Tabel 427

Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan

Nama Dimensi Bobot

Solvabilitas Layanan 029

Kemandirian Keuangan 026

Solvabilitas Anggaran 024

Fleksibilitas Keuangan 021

Total 100

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

78

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

memiliki kemandirian

keuangan yang

memadai sehingga

tidak bergantung

pendanaan dari pihak

luar

Berdasarkan dimensi

penyusunnya indeks

kesehatan keuangan

(fiscal health index)

untuk seluruh

pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat

dapat dilihat pada

grafik 43 Jika dilihat

secara keseluruhan Indeks Kesehatan Keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 memiliki

tingkat yang bervariasi dibandingkan periode

sebelumnya

Rata-rata Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal

health index) seluruh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat tahun 2018 mencapai 035

dan nilainya turun menjadi 034 pada tahun

2019 Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

cenderung menurun untuk menutup kewajiban

operasionalnya (solvabilitas anggaran)

kemampuan untuk melaksanakan hak-hak

keuangan secara efektif dan efisien

(kemandirian keuangan) kemampuan untuk

memberikan pelayanan sesuai standar dan

kualitas yang dibutuhkan masyarakat

(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk

mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa

datang (fleksibilitas keuangan)

Sementara itu jika melihat masing-masing

daerah pada tahun 2019 sebagian besar

pemerintah daerah mengalami penurunan

Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health

index) kecuali Kab Manokwari Selatan

Kaimana dan Teluk Bintuni Indeks Kesehatan

Keuangan tertinggi dimiliki Kab Teluk Bintuni

sebesar 068 dan terendah dimiliki Kab Fakfak

sebesar 016

Jika dilihat klasifikasinya Indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index) dapat

dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori

Pada tahun 2019 tidak ada pemerintah

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat yang

masuk dalam kategori sangat baik dan hanya

ada dua pemerintah daerah yang masuk ke

dalam kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan

Kaimana Sementara itu terdapat lima daerah

yang masuk dalam Kuadran I (buruk) dengan

nilai antara 0 ndash 025 yaitu Kab Manokwari Kab

Fakfak Kab Sorong Selatan Kab Teluk

Wondama dan Kab Raja Ampat Adapun

pemerintah daerah yang memiliki indeks

kesehatan keuangan cukup (kuadran II) dengan

nilai antara 026 ndash 050 yaitu Kab Sorong Kota

Sorong Kab Manokwari Selatan Kab Maybrat

Kab Tambraw dan Kab Pegunungan Arfak

041036

031

038

019

044

028 032

039

015

032

041

052

027 029025

049

016

057

025

068

039

019 020

028

036

000

020

040

060

Ka

b S

oro

ng

Ko

ta S

oro

ng

Ma

no

kw

ari

Ma

no

kw

ari S

ela

tan

Fa

kfa

k

Ka

ima

na

Telu

k W

on

da

ma

Telu

k B

intu

ni

Pe

gu

nu

ng

an

Arf

ak

So

ron

g S

ela

tan

Ra

ja A

mp

at

Ma

yb

rat

Tam

bra

uw

Grafik 43

Indeks Kesehatan Keuangan (Fiscal Health Index)

KabKota se-Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019

2018 2019

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

79 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Tabel 428

Kuadran Indeks kesehatan keuangan (fiscal health index)

pemerintah daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019

H BELANJA WAJIB DAERAH

Pendidikan dan kesehatan merupakan

pelayanan publik yang paling mendasar dan

vital untuk mengurangi kemiskinan (Keefer dan

Khemani 2005) Dalam rangka meningkatkan

kualitas pelayanan publik undang-undang

telah mewajibkan pemerintah pusat dan

daerah untuk mengalokasikan sejumlah

persentase tertentu dari total belanja untuk

bidang tertentu yaitu pendidikan (UU Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)

dan kesehatan (UU Nomor 39 Tahun 2009

tentang Kesehatan) Belanja wajib ini ditetapkan

dengan alokasi sebesar 20 dari total belanja

untuk bidang pendidikan (berlaku bagi belanja

pusat dan belanja daerah) serta 5 dari total

belanja pusat dan 10 dari total belanja daerah

untuk bidang kesehatan Dengan ketentuan

tersebut alokasi pada belanja daerah wajib

ditingkatkan untuk bidang-bidang yang menjadi

target prioritas yaitu pendidikan kesehatan

dan infrastruktur

H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan

Keberadaan belanja bidang pendidikan

sebagai salah satu dari belanja wajib

berpengaruh terhadap ketersediaan anggaran

yang cukup besar untuk bidang pendidikan

menjadi lebih dapat dipastikan Pendanaan

bidang tersebut bersumber antara lain dari

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

pendapatan transfer (TKDD) Akan tetapi tujuan

akhirnya bukanlah besarnya alokasi namun

penggunaan dana yang dapat memberikan

hasil nyata berupa penyediaan dan perbaikan

layanan serta berkurangnya ketimpangan

Pada tahun 2019 kebijakan belanja wajib

bidang pendidikan di Provinsi Papua Barat

didasarkan pada ketercapaian sasaran

pembangunan ldquoPeningkatan aksesibilitas

kualitas dan manajemen pendidikanrdquo sebagai

perwujudan dari Misi 3 ldquoTerwujudnya

sumberdaya manusia yang cerdas sehat dan

berdaya saingrdquo sebagaimana ditetapkan

dalam RKPD dan RPJMD Ketercapaian sasaran

tersebut diharapkan mampu meningkatkan

persentase angka partisipasi sekolah pada

Kuadran I (buruk)

(0 ndash 025)

Kuadran II (cukup)

(025 lt Indeks lt 05)

Kab Manokwari Kab

Fakfak Kab Sorong Selatan

Kab Teluk Wondama

Kab Raja Ampat

Kab Sorong Kota Sorong

Kab Manokwari Selatan

Kab Maybrat

Kab Tambraw

Kab Pegunungan Arfak

Kuadran III (baik)

(05 lt Indeks lt 075)

Kuadran IV (baik sekali)

(075 lt Indeks lt 1

Kab Teluk Bintuni

Kab Kaimana -

Tabel 429

Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Beasiswa OAP ke Luar Negeri 48984000200 12 Bulan 100

Afirmasi bagi anak asli papua di Perguruan Tinggi dan ADEM 15003000000 12 Bulan 100

Pembangunan Fasilitas Pendidikan Menengah 25474236000 10 Kabkota 85

Pembangunan Prasarana dan Sarana Belajar 43878330901 475 Ruang 95

Rehabilitasi Prasarana dan Gedung Perpustakaan 107344935874 391 Ruang 100

Pembangunan Rumah Dinas Guru 27535623335 80 Unit 100

Pengembangan Koleksi Perpustakaan 624826470 3500 Buku 100

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

80

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

jenjang pendidikan menengah dan angka rata-

rata lama sekolah yang menjadi prioritas

pembangunan tahun 2019

Belanja wajib bidang pendidikan di Provinsi

Papua Barat sebagian besar pelaksanaannya

diwujudkan dalam bentuk gaji dan tunjangan

bagi tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)

dengan pembiayaan yang bersumber dari DAU

dan PAD Sedangkan penggunaan dana Otsus

DBH serta DAK (Fisik dan Non Fisik) berkontribusi

besar dalam pencapaian output priotitas

diantaranya dalam bentuk pemberian beasiswa

OAP afirmasi OAP di Perguruan Tinggi

pembangunan fasilitas pendidikan menengah

pembangunan prasarana dan sarana belajar

pembangunan rumah dinas guru serta

pengembangan koleksi perpustakaan Output-

output ini tersebar hampir diseluruh

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan

Selain sektor pendidikan untuk mendorong

pelayanan publik pemerintah daerah juga

memiliki kewajiban mengalokasikan 10 dari

belanja untuk anggaran bidang kesehatan

Pada anggaran bidang pendidikan di Provinsi

Papua Barat alokasi digunakan untuk

membiayai pemerataan fasilitas kesehatan di

kabupatenkota dan kualitas sumber daya

manusia bidang kesehatan sebagai priotitas

pembangunan tahun 2019 dan sasaran Misi 3

RPJMD Provinsi Papua Barat

Secara umum realisasi anggaran bidang

kesehatan tahun 2019 diperuntukkan baik itu

untuk membiayai gaji dan tunjangan tenaga

kesehatan pengadaan obat-obatan

pembangunan rumah sakit rujukan maupun

kegiatan-kegiatan lainnya dengan sumber

dana PAD DAU Otsus dan DAK Capaian output

Tabel 430

Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Penyediaan Obat Vaksin Perbekalan Kesehatan 122403919686 13 Kabkota 100

Sarana Prasarana Instalasi Farmasi 7786697051 116 Unit 100

Pembangunan RSUD Provinsi (Rujukan) 138640000000 1 Lokasi 85

Pembangunan dan Prasarana Puskesmas 225940279996 98 Unit 30

Kendaraan Puskesmas dan Ambulans 17388190996 63 Unit 23

Sarana dan Prasarana Rumah Sakit 17886670389 237 Unit 100

Sarana dan Prasarana KB 12083549590 485 Unit 100

PMT BUMIL KEK pada Lokus Stunting 1667044052 5 Kabkota 100

Kampanye CTPS dan Pemberian Tablet Tambah Darah 2856153400 2 Kabkota 100

Layanan Kesehatan Berbasis Masyarakat 1364000000 5 Kabkota 100

Layanan Petugas Tim Gerakan Cepat 237164200 44 Orang 100

Layanan Kesehatan Bagi Penduduk yang Terdampak Krisis Kesehatan 531508000 2 Kabkota 100

Pelatihan Kesehatan Reproduksi WUS dan PUS bagi Tenaga Kesehatan 207240000 1 Kabkota 100

Layanan Pengelolaan Darah Untuk OAP 2500000000 1 Kabkota 100

Iuran Peserta JKN Penduduk OAP 28818415000 589 Jiwa 100

Penempatan Tenaga Kesehatan (Analis Kesling Bidan Gizi) 5779200000 13 Kabkota 100

Jaminan Sosial Bagi Lanjut Usia 883500000 4 Kabkota 100

Bantuan Bagi ODHA 392500000 1 Kabkota 100

Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

81 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

prioritas dalam upaya pemerataan fasilitas

kesehatan diutamakan pada daerah yang

masuk dalam kategori terpencil dan terisolir

melalui penyediaan makanan tambahan obat

vaksin dan perbekalan kesehatan serta

penyediaan layanan kesehatan berbasis

masyarakat Sedangkan pada pembangunan

fasilitas tingkat lanjut dilakukan secara terpusat

di Kab Manokwari sebagai ibukota provinsi

Sementara pada upaya peningkatan kualitas

tenaga kesehatan pelatihan dan layanan

dipusatkan pada beberapa kabupatenkota

yang memiliki fasilitas kesehatan memadai (Kab

Manokwari Kota Sorong Kab Fakfak) untuk

nantinya ditempatkan secara merata

H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur

Infrastruktur merupakan roda penggerak

perekonomian atau lokomotif pembangunan

nasional dan regional Selain itu infrastruktur juga

berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas

hidup dan kesejahteraan masyarakat antara

lain dalam terwujudnya stabilisasi makro

ekonomi peningkatan produktivitas tenaga

kerja dan akses kepada lapangan kerja serta

peningkatan kemakmuran nyata Melalui

infrastruktur upaya pembentukan kapasitas

fiskal yang kuat perdagangan dan industri yang

maju serta tenaga kerja yang berkualitas dapat

terakselerasi Oleh karena itu belanja bidang

infrastruktur pada APBD memiliki porsi alokasi

yang sangat besar sebagai kombinasi dari

berbagai sumber dana yang ada

Belanja wajib infrastruktur di Provinsi Papua Barat

pada tahun 2019 dialokasikan dengan

memanfaatkan Dana Otsus DTI DAK (Fisik) dan

DBH sesuai RPJMD Misi 4 yaitu ldquoMeningkatkan

kapasitas infrastruktur wilayahrdquo dengan sasaran

peningkatan interkoneksi antar wilayah

ketersediaan layanan dasar infrastruktur daerah

dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah

serta peningkatan layanan kebutuhan dasar

perumahan dan kawasan permukiman wilayah

perkotaan dan perdesaan Pada upaya

pencapaian output belanja infrastruktur Papua

Barat tercatat memiliki realisasi yang cukup

besar diantaranya pembangunan dan

preservasi plusmn473Km jalan (Rp112148 miliar)

Jembatan sepanjang plusmn177 meter (Rp3521 miliar)

dan pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500

Ha (Rp1137 miliar) Selain itu juga berupa

pelabuhandermaga rakyat di 4 lokasi terminal

di 3 lokasi serta SPAM di 8 lokasi Namun

demikian besarnya serapan belum

menunjukkan adanya optimalisasi pada

capaian output prioritas tahun 2019 yang

tercatat memiliki persentase yang rendah

Tabel 431

Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 1121475928623 473 Km 63

Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 35214918080 177 Meter 76

Irigasi 11371755640 500 Ha 31

PelabuhanDermaga Rakyat 38574958977 4 Lokasi 18

Terminal 8426373185 3 Lokasi 25

SPAM Terfasilitasi 41250093919 8 Kabkota 10

PembangunanPeningkatan Kualitas Rumah Swadaya 30401913319 1075 Unit 60

Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77

Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90

PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Halaman ini sengaja dikosongkan

ANGGARAN

KONSOLIDASIAN

PENDAPATAN

PERPAJAKAN

PENDAPATAN

BUKAN PAJAK

BELANJA

PEMERINTAH

TRANSFER

35 T

15 T

25 T

5 T

2625 T

DEFISIT

PENERIMAAN

PENDAPATAN

PENGELUARAN

BELANJA

54 T

317 T

DJPbKawalAPBN

82

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

KONSOLIDASIAN

Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian

(LKPK) adalah laporan yang disusun

berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat dengan Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah dalam periode waktu

tertentu Sampai dengan tahun 2019

pendapatan konsolidasian di Papua Barat

sebesar Rp544142 miliar Sementara itu untuk

realisasi belanja konsolidasian sampai dengan

tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 129

persen dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya

B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN

Pendapatan pemerintahan umum (General

Government Revenue) atau pendapatan

konsolidasian tingkat wilayah adalah

konsolidasian antara seluruh pendapatan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dalam satu periode pelaporan tertentu

B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan

Pendapatan pemerintah konsolidasian terdiri

dari penerimaan perpajakan PNBP dan hibah

Total realisasi pendapatan konsolidasian

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

tahun 2019 adalah sebesar Rp544142 miliar

atau naik 2108 persen Dari jumlah tersebut 54

persen merupakan pendapatan pemerintah

pusat dan 46 persen adalah pendapatan

pemerintah daerah Pendapatan pemerintah

pusat tersebut selanjutnya akan didistribusikan

kepada pemerintah daerah berupa dana

transfer maupun belanja pemerintah pusat di

BAB V

Perkembangan dan Analisis

Anggaran Konsolidasian

Tabel 51

Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi Tahun 2018 Realisasi Tahun 2019 Kenaikan

Penurunan

(persen) Pusat Daerah Konsolidasi Pusat Daerah Konsolidasi

Penerimaan Pendapatan 249363 2010000 449423 294509 2631445 544142 2108

Pendapatan Perpajakan 219362 93741 313103 265104 85308 350412 1192

Pendapatan Bukan Pajak 30001 82831 112832 29404 123027 152431 3510

Hibah - 4952 4952 - 1648 1648 (6672)

Transfer - 1828476 18536 - 2423110 39651 11391

Pengeluaran Belanja 2491602 2125451 2807113 3172329 2380387 3169257 1290

Belanja Pemerintah 681662 1694915 2376577 788870 1794601 2583471 871

Transfer 1809940 430536 430536 2383459 585786 585786 3606

Surplus Defisit (2242239) (115451) (2357690) (2877820) 251058 (2625115) 1134

Sumber OM SPAN KPP Manokwari KPP Sorong LRA Pemda se-Papua Barat dan SIKD DJPK (data diolah)

83 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

daerah berupa belanja dekonsentrasiTPUB

Sampai dengan tahun 2019 realisasi

pendapatan perpajakan konsolidasian di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp350412 miliar

Dari jumlah tersebut 757 persen merupakan

pendapatan perpajakan pemerintah pusat

sedangkan pemerintah daerah memiliki

sumbangsih sebesar 243 persen Pada

pendapatan hibah kontribusi hanya berasal

dari pendapatan hibah pemerintah daerah

tidak terdapat pendapatan hibah dari

pemerintah pusat

B2 Analisis Perubahan

Target pendapatan perpajakan konsolidasian

tahun 2019 Provinsi Papua Barat sebesar

Rp388354 miliar atau turun sebesar 408 persen

dari tahun sebelumnya disebabkan

target penerimaan perpajakan

pemerintah pusat mengalami

penurunan Realisasi pendapatan

perpajakan konsolidasian Provinsi

Papua Barat sampai dengan tahun

2019 sebesar 9023 persen terhadap

target persentase ini lebih tinggi

dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya yaitu sebesar

7733 persen

Sementara itu terjadi peningkatan realisasi

pendapatan perpajakan konsolidasian dari

Rp313103 miliar menjadi Rp350412 miliar atau

naik sebesar 1192 persen dibandingkan tahun

2018 Hal ini disebabkan oleh kenaikan realisasi

pada jenis pajak PPN Dalam Negeri dan PPh

non migas lainnya Penerimaan kedua jenis

pajak tersebut sangat ditentukan oleh kondisi

perekonomian dimana pada tahun 2019 tetap

tumbuh meskipun berada pada ketidakpastian

global Adapun untuk realisasi PNBP

konsolidasian pada tahun 2019 terjadi

peningkatan signifikan dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya dari Rp112832

miliar menjadi Rp152431 miliar atau naik

sebesar 351 persen Peningkatan PNBP ini

disebabkan oleh peningkatan yang signifkan

pada pendapatan bukan pajak pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat

B3 Rasio Pajak (Tax Ratio)

Rasio pajak merupakan perbandingan antara

jumlah penerimaan pajak suatu daerah

terhadap pendapatan suatu output

perekonomian atau produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) Terkait dengan rasio pajak PDRB

menggambarkan jumlah pendapatan

potensial yang dapat dikenai pajak PDRB juga

menggambarkan kegiatan ekonomi

Tabel 52

Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)

Uraian

2018 2019

Target Real Target Real

Pemda 101669 93741 9220 120311 85308 7091

Pusat 303205 219362 7235 268042 265104 9890

Konsolidasian 404874 313103 7733 388354 350412 9023

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong dan LRA Pemda se-Papua Barat

(data diolah)

265104

miliar

29404

miliar0

85308

miliar

123027

miliar 1648

miliar

0

20

40

60

80

100

Pendapatan

Perpajakan

Pendapatan Bukan

Pajak

Hibah

Grafik 51

Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan

Daerah terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2019

Pusat Daerah

Sumber OMSPAN KPP Manokwari dan Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

84

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masyarakat yang jika berkembang dengan

baik merupakan potensi yang baik bagi

pengenaan pajak di wilayah tersebut

B31 Rasio pajak Konsolidasian Provinsi

Papua Barat

Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di

wilayah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

mencapai 415 persen jauh lebih rendah

dibanding rasio pajak nasional sebesar 11

persen Dimana rasio pajak nasional hanya

memperhitungkan penerimaan pajak yang

diterima pemerintah pusat Rasio pajak di

wilayah Provinsi Papua Barat tersebut sedikit

meningkat apabila dibandingkan dengan

tahun sebelumnya yang mencapai 393 persen

Penurunan rasio pajak ini menunjukkan bahwa

penerimaan pajak di wilayah Papua Barat lebih

rendah dari potensi perpajakan yang dapat

diterima oleh pemerintah Dengan kondisi

tersebut Pemerintah hendaknya dapat lebih

mengoptimalkan usaha intensifikasi dan

ekstensifikasi penerimaan perpajakan sehingga

dapat meningkatkan penerimaan perpajakan

B32 Pajak per Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat

Berdasarkan daerahnya penerimaan

perpajakan tahun 2019 Kabupaten Manokwari

dan Kota Sorong merupakan yang paling tinggi

dibandingkan dengan daerah lain di Provinsi

Papua Barat Hal ini dikarenakan perekonomian

di Provinsi Papua Barat terpusat di kedua

daerah tersebut dimana terdapat banyak

hotel toko pusat hiburan pusat perbelanjaan

dan pusat bisnis Sementara itu pajak terendah

pada Kabupaten Pegunungan Arfak

B33 Rasio Pajak per Kapita Kabupaten Kota

di Provinsi Papua Barat

Pajak perkapita merupakan perbandingan

antara jumlah penerimaan pajak yang

dihasilkan suatu daerah dengan jumlah

penduduknya Pajak perkapita menunjukkan

kontribusi setiap penduduk pada pendapatan

perpajakan suatu daerah Kab Manokwari dan

Tabel 53

Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019

Uraian Tahun

2018

Tahun

2019

Penerimaan Perpajakan

Konsolidasian 313103 350412

PDRB (Harga Berlaku) Provinsi

Papua Barat (miliar Rp) 79644 84348

Rasio Pajak (persen) 393 415

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK

dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 54

Realisasi Peneirmaan Perpajakan per Kabupaten Kota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

KabKota Pajak

Pusat

Pajak

Daerah

Pajak

Konsolidasian

Manokwari 80307 52799 133106

Kota Sorong 73192 5016 78208

Teluk Bintuni 31783 4710 36493

Kab Sorong 20142 3029 23171

Fak-Fak 12906 3501 16406

Sorong Selatan 4622 748 5370

Kaimana 12668 4059 16727

Raja Ampat 6494 2769 9264

Teluk Wondama 4564 1735 6299

Maybrat 2180 640 2820

Tambrauw 2099 784 2884

Pegunungan Arfak 1606 718 2324

Manokwari Selatan 2152 4793 6945

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK

dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

85 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kab Teluk Bintuni merupakan daerah dengan

pajak per kapita tertinggi yaitu masing-masing

sebesar Rp759juta dan Rp566 juta Hal ini

disebabkan Kab Manokwari merupakan salah

satu pusat perekonomian di Provinsi Papua

Barat sehingga menimbulkan basis pajak yang

besar Adapun Kab Teluk Bintuni merupakan

salah satu daerah penghasil gas alam terbesar

di Indonesia Sementara itu daerah dengan

pajak perkapita paling rendah adalah

Kabupaten Maybrat sebesar Rp885 ribu

B34 Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap

Kenaikan Realisasi Pendapatan

Konsolidasian

Pendapatan di suatu daerah dapat diperluas

tidak hanya pada PAD yang diterima

pemerintah daerah namun mencakup seluruh

penerimaan pemerintah pusat dan daerah di

wilayah tersebut yang terdiri 1) Pendapatan

pajak daerah 2) Retribusi daerah 3) Hasil

pengelolaan kekayaan derah yang dipisahkan

4) Lain-lain PAD yang sah dan 5) Penerimaan

Perpajakan PNBP dan Pendapatan BLU

Pemerintah Pusat Berikut ini realisasi

pendapatan konsolidasian pemerintah pusat

dan pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

Pada tahun 2019 PDRB Harga Berlaku Provinsi

Papua Barat mencapai Rp84346 miliar atau

naik 59 persen dari tahun sebelumnya

Sementara itu pada periode yang sama

pendapatan yang diterima pemerintah daerah

dan pemerintah pusat mencapai sebesar

Rp544142 miliar atau naik sebesar 2108 persen

Hal ini menunjukan kenaikan PDRB Provinsi

Papua Barat pada tahun 2019 memiliki korelasi

positif terhadap pendapatan konsolidasian

C BELANJA KONSOLIDASIAN

Belanja pemerintahan umum (General

Government Spending) atau belanja

konsolidasian tingkat wilayah adalah

konsolidasian antara seluruh belanja

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dalam satu periode pelaporan tertentu

Tabel 55

Realisasi Peneirmaan Perpajakan per kapita pe Kabupaten

Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)

KabKota Pajak Konsolidasian

Per Kapita

Manokwari 7598336

Teluk Bintuni 5666095

Kota Sorong 3075490

Manokwari Selatan 2867344

Kaimana 2777762

Sorong 2605607

Fak Fak 2085011

Tambrauw 2077686

Teluk Wondama 1936996

Raja Ampat 1910305

Sorong Selatan 1144539

Pegunungan Arfak 750291

Maybrat 689600

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD

DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 56

Realisasi Pendapatan Konsolidaian di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019

Uraian

2019 2018

Realisasi Perubahan

(persen) Realisasi

Penerimaan

Perpajakan 350412 1192 313103

PNBP 152431 3510 112832

Total Pendapatan

Konsolidasian 544142 2108 449423

PDRB AHB 84348 59 79644

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD

DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

86

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan

Pada tahun 2019 realisasi belanja dan transfer

konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar

dimana 75 persen bersumber dari anggaran

pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran

pemerintah pusat Realisasi Belanja pegawai

konsolidasian mencapai Rp551486 miliar

dimana yang bersumber dari APBD sebesar

Rp370308 miliar (6715 persen) dan dari APBN

sebesar Rp181178 miliar (3285 persen) Belanja

barang konsolidasian mencapai Rp975323

miliar dengan komposisi 69 persen dari

pemerintah daerah dan 21 persen dari

pemerintah pusat Belanja modal konsolidasian

mencapai Rp852211 miliar dengan komposisi

64 persen berasal dari APBD dan 36 persen dari

APBN Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi

pemerintah daerah terhadap perekonomian

Papua Barat lebih besar dari pemerintah pusat

C2 Analisis Perubahan

Realisasi belanja konsolidasian tahun 2019

mengalami peningkatan dibandingkan tahun

sebelumnya Apabila dilihat per belanja

realisasi terbesar adalah belanja barang

konsolidasian yang mengalami peningkatan

dari Rp903843 miliar di tahun 2018 menjadi

Rp975323 miliar di tahun 2019 Begitu pula

dengan realisasi belanja pegawai dan belanja

modal pada tahun 2019 mengalami

peningkatan dibandingkan dengan tahun

sebelumnya Kondisi tersebut telah sejalan

dengan kebijakan peningkatan porsi anggaran

belanja barang dan belanja modal terhadap

total belanja pemerintah

C3 Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian

Terhadap Total Belanja Konsolidasian

Belanja operasi terdiri atas belanja pegawai

konsolidasian dengan belanja barang

konsolidasian Rasio belanja operasi terhadap

total belanja konsolidasian menunjukan porsi

belanja pemerintah untuk mendukung

operasional pemerintahan Rasio belanja

operasi terhadap total belanja konsolidasian di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

dari 5053 persen pada tahun 2018 menjadi

4818 persen pada tahun 2019 Hal ini

mengindikasikan bahwa kegiatan rutin

pemerintah di Provinsi Papua Barat semakin

berkurang

181178

302172 303229

1269

370308

673151

548982

77379

000

200000

400000

600000

800000

Belanja

Pegawai

Belanja

Barang

Belanja

Modal

Belanja

Bansos

Grafik 52

Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp)

Pusat Daerah

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

551486

975323

852211

78648

514594

903843

791702

55934

000 500000 1000000

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Modal

Belanja Bantuan Sosial

Grafik 53

Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp)

2018 2019

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

87 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap

Jumlah Penduduk

Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah

penduduk (belanja konsolidasian perkapita)

menunjukkan seberapa besar belanja

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

yang digunakan untuk mensejahterakan per

penduduk di suatu daerah

Semakin besar nilainya semakin

besar besar belanja yang

dikeluarkan untuk

mensejahterakan satu orang

penduduk di wilayah tersebut

Sebaliknya semakin kecil angka

rasionya semakin kecil dana yang

disediakan pemerintah daerah

untuk mensejahterakan

penduduknya

Rasio total belanja konsolidasian

terhadap jumlah penduduk

Provinsi Papua Barat tahun 2019

adalah 2132 per kapita Hal ini

berarti dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan

penduduknya selama tahun 2019

pemerintah telah membelanjakan

sebesar lebih dari Rp21 juta untuk

setiap penduduk Pada tahun

2019 angka rasio tertinggi pada

Kabupaten Tambrauw mencapai

Rp10078 juta per jiwa Sedangkan

rasio terendah yaitu Kota Sorong

yang mencapai Rp922 juta per jiwa

Apabila dibandingkan antar

regional terdapat kesenjangan

perbedaan rasio yang cukup tinggi

Hal ini antara lain karena adanya

kesenjangan jumlah belanja

pemerintah dan jumlah penduduk

antara kabupatenkota Kabupaten Tambrauw

dengan penduduk relatif sedikit (13879 jiwa)

namun jumlah belanja pemerintahnya cukup

tinggi (Rp139868 miliar) Sebaliknya Kota

Sorong walaupun belanja pemerintahannya

lebih banyak (Rp234374 miliar) namun memiliki

penduduk relatif lebih banyak (254294 jiwa)

Tabel 57

Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019

Uraian

2018 2019

Konsolidasian

(miliar Rp)

Rasio

(persen)

Konsolidasian

(miliar Rp)

Rasio

(persen)

Belanja Operasi

(pegawai+barang) 1418437 5053 1526809 4818

Total Belanja dan

Transfer 2807113 3169257

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 58

Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp)

Daerah Daerah Pusat Konsolidasian Penduduk

(Jiwa)

Belanja

Perkapita

(Juta Rp)

Tambrauw 135585 4283 139868 13879 10078

Manokwari

Selatan 81736 5418 87154 24220 3598

Raja Ampat 141891 13759 155651 64406 2889

Teluk

Wondama 91200 11730 102930 32521 3165

Teluk Bintuni 168447 17615 186062 48493 3210

Pegunungan

Arfak 80747 2757 83504 46922 2402

Sorong

Selatan 104651 8060 112711 30976 2696

Kab Sorong 184070 25360 209430 88927 2355

Fakfak 129588 55334 184922 78686 2350

Maybrat 89715 5229 94944 40899 2321

Manokwari 99949 240391 340340 60216 1900

Kaimana 100150 14251 114401 175178 1943

Kota Sorong 59174 175200 234374 254294 922

Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

88

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C4 Analisis Belanja

Analisis ini untuk mengetahui arah dan

sensitivitas dari kebijakan fiskal pemerintah

Untuk itu analisis dilakukan dengan

memperbandingkan belanja APBN dan APBD

dengan beberapa indikator seperti di bawah

ini

a Perbandingan dengan Belanja APBN

1) Non belanja pegawai

Untuk mengetahui proporsi sumber dana

(non belanja pegawai) yang dikelola oleh

pemerintah daerah maka dapat

diperbandingkan dana APBN yang

dilaksanakan oleh pemerintah daerah

dengan belanja non pegawai pada APBD

dengan rasio sebagaimana pada tabel 59

Dari tabel 59 terlihat bahwa rasio dana

kelolaan belanja non pegawai di Provinsi

Papua Barat tahun 2019 sebesar 196 persen

2) Belanja modal

Untuk membandingkan belanja modal yang

bersumber dari APBN dan APBD yang

merupakan motor pertumbuhan regional

maka digunakan rasio sebagaimana terlihat

pada tabel 510

Dari tabel tersebut terlihat bahwa rasio dana

kelolaan belanja modal konsolidasian di

Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar

5524 persen

b Perbandingan dengan Populasi

Indikator ini berfungsi sebagai perbandingan

spasial antar wilayah untuk mendapatkan

proporsi antara kebijakan fiskal yang tercermin

dari anggaran dengan indikator demografis

(populasi) sehingga dapat diperoleh

gambaran yang lebih fair besaran anggaran

pada suatu wilayah

Dari tabel 511 terlihat bahwa rasio belanja

konsolidasian terhadap jumlah populasi di

Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar 0027

Artinya belanja pemerintah pusat dan daerah

di Provinsi Papua Barat yang dikeluarkan untuk

memberikan pelayanan kepada satu orang

penduduk sebesar Rp27 juta

Tabel 59

Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019

Uraian Realisasi

(miliar Rp)

Belanja APBN (DK+TP+UB) 27960

Belanja APBD (Non Pegawai) 1424293

Rasio Dana Kelolaan Belanja

Non Pegawai (persen) 196

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 510

Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019

Uraian Realisasi

(miliar Rp)

B Modal APBN

(KP+KD+DK+TP+UB) 303238

B Modal APBD 548982

Rasio Dana Kelolaan Belanja

Modal APBN ndash APBD (persen) 5524

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 511

Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papua

Barat Tahun 2019

Uraian Realisasi

Total Belanja APBN (milar Rp) 788870

Total Belanja APBD (miliar Rp) 1794601

Jumlah Populasi Provinsi PB (jiwa) 959617

Rasio Belanja Terhadap Populasi

(miliar Rp) 0027

Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat

(data diolah)

89 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

D SURPLUS DEFISIT

Keseimbangan umum atau surplusdefisit

adalah selisih lebih kurang antara pendapatan

daerah dan belanja daerah dalam tahun

anggaran yang sama Surplus defisit

merupakan gabungan surplus defisit APBD

ditambah dengan surplus defisit APBN Tingkat

Provinsi

Pada tahun 2019 defisit pemerintah

konsolidasian di Provinsi Papua Barat mencapai

minus Rp2625115 miliar Seluruh defisit tersebut

berasal dari pemerintah pusat di wilayah

Provinsi Papua Barat dan sisanya merupakan

surplus dari gabungan pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat Pemerintah pusat di

wilayah Papua Barat menyumbang minus

Rp287782 miliar dan gabungan pemda di

Papua Barat menyumbang surplus sebesar

Rp251058 miliar Sedangkan rasio defisit

konsolidasian Provinsi Papua Barat terhadap

PDRB mencapai minus 3112 persen yang terdiri

dari gabungan pemda di Papua Barat sebesar

plus 298 persen dan Pemerintah Pusat sebesar

minus 3412 persen

E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH

TEHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL

BRUTO (PDRB)

Berdasarkan Teori Perpotongan Keynesian

(Keynesian Cross Theory) salah satu variabel

yang berpengaruh terhadap pencapaian

output (Y) yaitu belanja pemerintah

(government spending) Kenaikan belanja

pemerintah akan mendorong output menjadi

lebih besar sebagaimana diilustrasikan pada

gambar di bawah dimana ekuilibrium bergerak

dari titik A ke titik B dan output meningkat dari

Y1 ke Y2 (Mankiw 2013)

Nilai output dihitung dengan menjumlahkan

pengeluaran aggregat yaitu pengeluaran

konsumen pengeluaran investasi pembelian

pemerintah untuk barang dan jasa serta ekspor

dikurangi impor (net export) yang ditunjukan

dengan persamaan sebagai berikut

Y = C + I + G + (X ndash M)

Nilai output suatu daerah diwujudkan dalam

bentuk PDRB Kontribusi pemerintah terhadap

PDRB dilihat dari sisi belanja dihitung dengan

cara membandingkan nilai pengeluaran

pemerintah terhadap PDRB Sedangkan jika

Tabel 512

Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi

Papua Barat Tahun 2019

Uraian

SurplusDefisit Rasio

terhadap PDRB

(persen) Realisasi

(miliar Rp)

Komposisi

(persen)

APBD seluruh

Pemda 251058 -684 298

APBN di Provinsi

Papua Barat

(miliar Rp)

(2877820) 10684 -3412

Konsolidasian (2625115) 100 -3112

Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua Barat

KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)

450

A

B

∆G E2 = Y2

E1 =

Y1

Pengeluaran Aktual

Output Y

∆Y

Pengeluaran yang

Direncanakan

Pengeluaran E

Y2 Y1 ∆Y

Gambar 51

Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pengeluaran Pemerintah

terhadap Output Menurut Perpotongan Keynesian

(Sumber Mankiw 2013)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

90

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

dilihat dari sisi investasi kontribusi pemerintah

terhadap PDRB dihitung dengan cara

membandingkan nilai PMTB terhadap PDRB

Pada tahun 2019 kontribusi belanja pemerintah

konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua

Barat sebesar Rp3169257 miliar Rp84348

miliar = 3112 persen Adapun kontribusi investasi

pemerintah (PMTB) terhadap PDRB sebesar

Rp1760103 miliar Rp84348 miliar = 2087

persen Kondisi tersebut menunjukan bahwa

kontribusi belanja pemerintah pusat dan

daerah cukup signifikan terhadap

perekonomian Papua Barat

Tabel 513

Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Uraian Realisasi

Belanja Konsolidasian (miliar Rp) 3169257

PMTB (miliar Rp) 1760103

PDRB Harga Berlaku (miliar Rp) 84348

Kontribusi Belanja Konsolidasian

terhadap PDRB (persen) 3112

Kontribusi PMTB terhadap PDRB

(persen) 2087

Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua

Barat KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)

Halaman ini sengaja dikosongkan

POTENSI

REGIONAL

DJPbKawalAPBN

ldquoMama-mama Papua sedang berjualan ikan asar di Pasar

Bomberay Fakfakrdquo

91

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

A ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH

Pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model

Pembangunan ekonomi regional saat ini

menuntut pemerintah daerah untuk berinovasi

memanfaatkan dan mengembangkan potensi-

potensi yang dimiliki daerah Titik berat

pelaksanaan otonomi daerah yang berada

pada kabupatenkota diimplementasikan

melalui penyerahan kewenangan dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

untuk menggali sumber pendapatan bagi

daerah Sebagai salah satu komponen

Pendapatan Asli Daerah (PAD) potensi

pungutan pajak daerah lebih banyak

memberikan peluang bagi daerah untuk

dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan

dengan komponen-komponen penerimaan

PAD lainnya Hal ini disebabkan oleh beberapa

faktor terutama karena potensi pungutan pajak

daerah mempunyai sifat dan karakteristik yang

jelas baik ditinjau dari tataran teoritis kebijakan

maupun dalam tataran implementasinya

A1 Landasan Teori

Untuk mengestimasi potensi penerimaan pajak

daerah di Provinsi Papua Barat dapat digunakan

dua alat analisis keuangan daerah yaitu

elastisitas pajak dan bouyancy tax Elastisitas

pajak menunjukan bagaimana seberapa cepat

respons dari pajak daerah terhadap perubahan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

sedangkan bouyancy tax menggambarkan

kinerja dari pemungutan pajak daerah yang

dihitung dengan cara membagi pertumbuhan

penerimaan pajak daerah dengan

pertumbuhan PDRB

Spesifikasi model yang dipakai untuk mengukur

elastisitas pajak daerah diantaranya dapat

menggunakan persamaan pajak Mansfield

(1972) dan Wirasasmita (1982) serta model

adjustment equation modifikasi Wirasasmita

(1994) Model persamaan pajak Mansfield dan

Wirasasmita memiliki kemiripan seperti dituliskan

sebagai berikut

Ln T = Ln α + ε Ln Ykap

dimana

T = Penerimaan Pajak Daerah

Ykap = PDRB per Kapita

α = Konstanta

ε = Koefisien Elastisitas

Indikator elastisitas pajak yang digunakan untuk

mengukur kemampuan fiskal daerah yait

1 Jika ε gt 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

bersifat elastis Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif kecil

2 Jika ε lt 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

BAB VI

Analisis Potensi dan Tantangan

Ekonomi Regional

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

92

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

bersifat inelastis Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif besar

3 Jika ε = 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

bersifat unitary Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif tidak berubah

Selanjutnya model adjustment equation

modifikasi Wirasasmita (1994) dapat diadaptasi

untuk mencari koefisien bouyancy tingkat

kesulitan penerimaan pajak daerah Modelnya

sebagaimana berikut

Rt = b1 + b2 Yt +Ut

dimana

Rt = Penerimaan Pajak Daerah

Yt = PDRB per kapita

Dalam persamaan (1) di atas Rt dianggap

fungsi linear dari Yt dan tidak dapat diobservasi

sehingga untuk mengatasi hal tersebut

digunakan penyesuaian adjustment equation

modifikasi Wirasasmita (1994) dengan hasil akhir

persamaannya sebagai berikut

Rt = k bt Ytkb2 Rt-1 (1-k) ( k Ut + Vt )

dari persamaan di atas dapat ditransformasikan

ke dalam bentuk linear sebagai berikut

LnRt = Ln (kb1) + (kb2) Ln Yt + (1-k)Rt-1 + Ln(kUt + Vt)

atau

Ln Rt = Ln α0 + α1 Ln Yt + α2 Ln Rt-1

Berdasarkan persamaan di atas maka dapat

diketahui

α2 = 1 ndash k

k = 1 ndash α2

0 le k le 1

dimana

k = Koefisien penyesuaian nilai adjustment

equation yang menggambarkan tingkat

kesulitan pemungutan pajak daerah yang

diestimasi Apabila mendekati atau sama

dengan satu berarti tingkat kesulitan

pemungutan relatif rendah karena telah

dapat merealisasikan target penerimaan

pajak daerah Sebaliknya jika mendekati

nol berati tingkat kesulitan relatif tinggi

karena belum mampu mencapai target

penerimaan

αn = Koefisien elastisitas yang berarti

perubahan penerimaan pajak daerah

yang berkaitan dengan perubahan PDRB

Selanjutnya untuk mendapatkan tingkat

keterlambatan pemungutan pajak daerah

dihitung dengan cara (1-k) k

A2 Hasil Estimasi

Data yang digunakan untuk menganalisis

potensi pajak daerah di Provinsi Papua Barat

yaitu 12 dari 13 kabupatenkota disebabkan

data pajak daerah untuk Kab Pegunungan

Arfak tidak tersedia

Dari tabel 61 terlihat bahwa PDRB per kapita

tertinggi yaitu Kab Teluk Bintuni sebesar Rp47303

miliar dan pajak daerah tertinggi yaitu Kab

Tabel 61

Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (juta Rp)

Daerah Pajak

Daerah

PDRB per

kapita

Fakfak 742194 6740

Kaimana 776207 4636

Teluk Wondama 522598 4860

Teluk Bintuni 2474602 47303

Manokwari 4801653 5679

Sorong Selatan 95371 4098

Kab Sorong 1266225 12517

Raja Ampat 659287 6008

Tambrauw 84193 1646

Maybrat 42654 1756

Manokwari Selatan 65994 33995

Kota Sorong 4068078 6470

Sumber SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat

(data diolah)

93 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Manokwari sebesar Rp4802 miliar Selanjutnya

hasil estimasi data menggunakan program

Eviews 10 diperoleh persamaan sebagai berikut

(hasil lengkap terdapat pada bagian Lampiran)

Ln Tt = 3156 + 1246 Ln Ykap + 0360 Tt-1

Prob(F-statistic) = 00591

Prob(t-statistic) = 00588

dimana

Tt = Pajak daerah

Ykap = PDRB per kapita

Tt-1 = Pajak daerah tahun sebelumnya

Secara statistik pada tingkat kepercayaan 10

persen model potensi penerimaan pajak

daerah di atas terindikasi signifikan baik secara

parsial maupun serentak dikarenakan nilai

Prob(F-statistic) dan Prob(t-statistic) di bawah 10

persen dengan penjelasan masing-masing

koefisien sebagai berikut

1 Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa

elastisitas penerimaan pajak daerah

terhadap PDRB per kapita bersifat elastis

yang mengindikasikan respon pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per kapita relatif

cepat Artinya ketika PDRB per kapita

mengalami kenaikan sebesar 1 persen

maka direspon peningkatan pajak daerah

sebesar 1246 persen Dengan koefisien yang

kecil tersebut dapat digeneralisasikan

bahwa tingkat ketergantungan pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pemerintah pusat sangat tinggi

2 Koefisien bouyancy pajak daerah diperoleh

sebesar

k = 1 ndash α2

= 1 ndash 0360

= 0640

Koefisien tersebut nilainya relatif kecil yang

menunjukan bahwa

a tingkat kesulitan pemungutan pajak

daerah relatif tinggi

b realisasi penerimaan pajak daerah

hanya sebesar 64 persen dari target

yang ditetapkan

c tingkat keterlambatan pemungutan

pajak daerah sebesar (1 ndash k) k = (1 ndash

064) 064 = 05625 Artinya penerimaan

pajak daerah yang ditargetkan baru

dapat terealisasi pada 56 bulan

mendatang

A3 Implikasi Kebijakan

Dari hasil estimasi di atas ditemukan bahwa

permasalahan struktural yang menjadi faktor

penghambat pemerintah daerah dalam upaya

menaikkan pajak daerah yaitu terbatasnya SDM

perpajakan yang berkualitas lemahnya sistem

perencanaan dan pengawasan penerimaan

pajak daerah pelaksanaan pemungutan yang

tidak optimal potensi penerimaaan yang

terbatas dan lemahnya penegakkan hukum

(law enforcement) atas pelanggaran pajak

daerah yang terjadi Oleh karena itu diantara

kebijakan dan strategi pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan

penerimaan pajak daerah yaitu

1 Meningkatkan basis data perpajakan

melalui (1) pendataan ulang wajib pajak

dan objek pajak (2) peningkatan koordinasi

internal pemerintah daerah terutama

kepada badandinas perizinan daerah dan

(3) pemanfaatan data pihak ketiga seperti

Badan Pertanahan setempat untuk

penerimaan PBB

2 Menyesuaikan dasar pengenaan pajak

dengan cara melakukan penelitian atas

dasar kemampuan wajib pajak

3 Melakukan kerjasama dan koordinasi

dengan kantor pelayanan pajak dan kantor

pelayanan kekayaan negara dan lelang

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

94

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

setempat dalam penilaian dan penagihan

pajak daerah

4 Melakukan koordinasi dengan aparat

kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP

setempat dalam pemeriksaan pajak daerah

5 Melakukan modernisasi sistem dan tata kola

pajak daerah dengan cara (1)

memanfaatkan teknologi informasi untuk

basis data (integrated database) dan

pelayanan perpajakan (2) membangun

organisasi pemungutan pajak daerah yang

handal dan (3) menyusun Standar

Operasional Prosedur (SOP) pemungutan

dan pelayanan perpajakan

6 Meningkatkan kapasitas sumber daya

manusia melalui (1) pelaksanaan diklat

penilaian penagihan dan pemeriksaan (2)

penambahan jumlah diklat terkait praktik

pemungutan perpajakan yang baik dan (3)

pelaksanaan kerjasama dengan pemerintah

daerah lain yang sukses dalam pemungutan

pajak daerah

B Analisis Sektor Unggulan Daerah

Pendekatan Input-Output Model

Salah satu keberhasilan pembangunan ekonomi

suatu daerah diantaranya dengan adanya

integrasi ekonomi yang menyeluruh dan

berkesinambungan di antara semua sektor

produksi Dalam sistem ekonomi pasar (market

economy system) integrasi ekonomi terlihat

ketika pelaku ekonomi melakukan jual beli input

produksi Namun suatu sektor ekonomi tidak bisa

berkembang mengandalkan kekuatannya

sendiri tanpa dukungan dari sektor lainnya

Sebagai contoh seorang produsen roti

membutuhkan input tepung sebagai bahan

bakunya Untuk itu produsen tersebut harus

membelinya dari pabrik tepung Sementara itu

pabrik tepung membutuhkan mesin-mesin untuk

memproduksi tepungnya dan begitu seterusnya

sehingga sulit menemukan akhir dari interaksi

ekonomi tersebut

Salah satu model yang dapat menjelaskan

interaksi diantara pelaku ekonomi adalah model

input-output yang pertama kali dikenalkan oleh

Wassily Leontief pada tahun 1930-an yang

kemudian mendapatkan Nobel pada tahun

1973 (Miler dan Blair 1985) Melalui input-output

model dapat diketahui aliran keterkaitan

antarsektor dalam suatu perekonomian

Misalkan input produksi dari sektor A merupakan

output dari sektor B dan sebaliknya input dari

sektor B merupakan output dari sektor A yang

pada akhirnya keterkaitan antarsektor akan

menyebabkan keseimbangan antara

penawaran dan permintaan dalam suatu

perekonomian

B1 Konsep dan Definisi

Beberapa konsep penting dari variabel yang

digunakan dalam analisis input output yaitu

1 Output

Merupakan nilai dari seluruh faktor produksi yang

dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan

memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di

suatu wilayah

2 Input Antara

Merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan

untuk barang dan jasa yang digunakan habis

dalam proses produksi Contohnya bahan baku

bahan penolong jasa perbankan dan

sebagainya

3 Input Primer

Merupakan input atau biaya yang timbul

sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi

dalam suatu kegiatan ekonomi Contohnya

upahgaji surplus usaha penyusutan barang

modal dan pajak tak langsung netto

95 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

4 Permintaan Akhir

Merupakan permintaan atas barang dan jasa

yang digunakan untuk konsumsi akhir terdiri dari

konsumsi rumah tangga konsumsi pemerintah

pembentukan modal tetap bruto perubahan

stok dan ekspor-impor

B2 Metodologi Pengukuran

Menurut Badan Pusat Statistik model input

output pada dasarnya merupakan uraian

statistik dalam bentuk matriks (tabel) yang

menyajikan informasi tentang transaksi barang

dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan

kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah

pada suatu periode waktu tertentu Isian

sepanjang baris dalam matriks menunjukan

bagaimana output suatu sektor ekonomi

dialokasikan ke sektor-sektor lainnya untuk

memenuhi permintaan antara dan permintaan

akhir sedangkan isian dalam kolom menunjukan

pemakaian input antara dan input primer oleh

suatu sektor dalam proses produksinya

Terdapat 2 (dua) metode untuk menyusun suatu

tabel Input-Output (I-O) yaitu metode panjang

(long-way) dan metode pendek (short-cut)

dengan penjelasan sebagai berikut

1 Metode Panjang (Long-Way)

Metode ini biasanya dikenal sebagai metode

survei (survey method) Metode ini dimaksudkan

untuk membangun tabel I-O dari tahap nol

(tabel I-O belum ada) sampai tabel I-O tersebut

menjadi ada dengan menggunakan data

secara lengkap baik data yang sudah tersedia

atau pun data yang diperoleh melalui

penyelenggaraan berbagai survei dan melalui

rekonsiliasi atau siklus iterasi yang dilakukan

berkali-kali Oleh karena itu metode ini disebut

sebagai metode panjang (long-way) karena

membutuhkan suatu proses yang lama dan

panjang yang membutuhkan data kompleks

hasil dari berbagai survei Misalnya data

mengenai output input antara yang dihasilkan

atau yang digunakan oleh berbagai kegiatan

ekonomi data mengenai impor input antara

data mengenai impor pengeluaran konsumsi

rumah tangga data mengenai pengeluaran

pemerintah data mengenai Anggaran

Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) data

mengenai investasi data struktur produksi dalam

menghasilkan output data mengenai pajak

tidak langsung dan subsidi dan sebagainya

2 Metode Pendek (short-cut)

Metode kedua adalah metode pendek (short-

cut) atau biasa juga disebut sebagai metode

bukan-survei (non-survey method) Metode ini

tidak melakukan penyusunan tabel I-O seperti

metode panjang (long-way) tetapi

menggunakan tabel I-O yang telah tersedia

yaitu dengan cara melakukan proses updating

data terbaru namun sifatnya terbatas dengan

tetap menggunakan koefisien-koefisien input

yang sama karena diasumsikan bahwa tidak

terdapat perubahan teknologi selama periode

waktu tertentu atau dengan melakukan

perbaikan terhadap koefisien-koefisien input

berdasarkan data atau informasi terakhir yang

diterima

Pada analisis ini yang digunakan sebagai dasar

perhitungan yaitu tabel I-O Provinsi Papua Barat

tahun 2013 dengan 40 klasifikasi sektor dari padi

sampai jasa lainnya Dari tabel I-O tersebut

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System) model

Miller dan Blair (1985) yaitu dengan

memperbaharui satu atau beberapa koefisien

input kegiatan produksi tertentu berdasarkan

data yang diperoleh atau studi yang tersedia

dan kemudian melakukan proses iterasi

terhadap kuadran 1 dan kuadran 3 setelah data

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

96

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

kuadran 3 (permintaan akhir) diperbaharui

Dari 40 klasifikasi sektor pada tabel I-O Provinsi

Papua Barat kemudian dipilih 10 sektor terbesar

yang dihitung dari transaksi total produsen

Sepuluh sektor tersebut sebagai berikut

B3 Hasil dan Pembahasan

Aplikasi yang digunakan untuk memperoleh

tabel I-O updating dalam analisis ini yaitu Aplikasi

Input Output Regional kerjasama antara Pusat

Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM

Edocon dan Bappenas Aplikasi tersebut

merupakan aplikasi yang dikembangkan dari

model input output Miller dan Blair untuk

perencanaan ekonomi daerah secara sektoral

B31 Analisis Pengganda (Multiplier)

Analisis ini digunakan untuk menilai dampak

perubahan variabel eksogen (permintaan akhir)

suatu sektor terhadap penciptaan output

pendapatan dan kesempatan kerja Hasil dari

perhitungan masing-masing pengganda

(multiplier) dapat dilihat pada tabel berikut ini

B311 Pengganda Output

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan nilai pengganda output

terbesar yaitu industri pengolahan migas

dengan nilai sebesar 17085 Nilai tersebut

menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan

permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1

juta sementara sektor lain diasumsikan tetap

maka akan meningkatkan output seluruh sektor

di dalam perekonomian sebesar Rp17085 juta

Setelah industri pengolahan migas sektor

dengan angka pengganda output terbesar

yaitu sektor ikan dengan nilai sebesar 14130

B312 Pengganda Pendapatan

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan pengganda pendapatan

tertinggi yaitu sektor jasa pendidikan sebesar

Tabel 62

Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor

Ekonomi Terbesar Provinsi Papua Barat Tahun 2013

(juta Rp)

Kode

I-O Sektor

Permintaan

Penawaran

15 Industri Pengolahan Migas 37054834

14 Pertambangan dan

Penggalian 14354088

23 Konstruksi 8346502

21 Industri Lainnya 6908640

17 Industri Makanan dan Minuman 4647288

37 Administrasi Pemerintahan dan

Jaminan Sosial 4419085

25 Perdagangan 4102431

11 Ikan 2039327

34 Keuangan 1994373

38 Jasa Pendidikan 1968256

Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi

Papua Barat (data diolah)

Tabel 63

Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 Metode Modified RAS

Sektor

Multiplier

Output Income Employment

Industri

Pengolahan Migas 17085 02001 00003

Pertambangan

dan Penggalian 11740 01675 00004

Konstruksi 11747 04002 00003

Industri Lainnya 11711 03232 00145

Industri Makanan

dan Minuman 11185 02932 00122

Administrasi

Pemerintahan dan

Jaminan Sosial

10000 07160 00001

Perdagangan 13108 02851 00006

Ikan 14130 02118 00050

Keuangan 11052 03053 00008

Jasa Pendidikan 13490 08161 00002

Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash

Bappenas

97 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

08161 Artinya jika terjadi peningkatan

permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1

juta sementara sektor lain diasumsikan tetap

maka akan meningkatkan pendapatan

masyarakat pada seluruh sektor di dalam

perekonomian sebesar Rp816 ribu Setelah jasa

pendidikan sektor dengan angka pengganda

pendapatan terbesar yaitu sektor administrasi

pemerintahan dan jaminan sosial dengan nilai

sebesar 07160

B313 Pengganda Tenaga kerja

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan pengganda tenaga kerja

tertinggi yaitu industri lainnya sebesar 00145

Artinya jika terjadi peningkatan permintaan

akhir pada sektor ini sebesar Rp1 juta sementara

sektor lain diasumsikan tetap maka akan

meningkatkan kesempatan kerja seluruh sektor

ekonomi sebanyak 14 orang Yang dimaksud

industri lainnya yaitu semua industri yang tidak

termasuk ke dalam industri pengolahan migas

industri pengolahan ikan industri makanan

industri barang kayu industri kertas dan industri

semen Setelah industri lainnya sektor dengan

angka pengganda tenaga kerja terbesar yaitu

industri makanan dan minuman dengan nilai

sebesar 00168

B32 Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi

Melalui model I-O dapat diidentifikasi sektor ndash

sektor yang mampu mendorong pertumbuhan

sektor lainnya dengan cepat atau sering juga

disebut sebagai sektor unggulan Untuk

menentukan sektor unggulan tersebut dapat

menggunakan metode pengukuran keterkaitan

antar sektor (industrial linkage analysis) oleh

Chenery-Watanabe (1958) yang membagi ke

dalam dua bagian yaitu keterkaitan ke

belakang (backward linkage) dan keterkaitan

ke depan (forward linkage) Rasmussen

sebagaimana dalam Hirschman (1958)

berpendapat lain dimana keterkaitan antar

sektor terbagi menjadi dua yaitu dampak

langsung (direct effect) dan dampak tidak

langsung (indirect effect)

Keterkaitan ke belakang (backward linkage)

adalah dampak dari suatu kegiatan produksi

terhadap permintaan barang dan jasa sebagai

input yang diperoleh dari sektor lain atau dapat

disebut juga sebagai daya penyebaran

Sedangkan keterkaitan ke depan (forward

linkage) adalah dampak yang ditimbulkan

karena penyediaan hasil produksi suatu sektor

terhadap penggunaan input oleh sektor lain

atau disebut juga sebagai derajat kepekaan

Berdasarkan perhitungan keterkaitan antar

sektor di Provinsi Papua Barat pada tabel 64

sektor yang memiliki keterkaitan ke depan

(forward linkage) terbesar yaitu industri lainnya

dan industri makanan-minuman dengan nilai

Tabel 64

Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Metode Modified RAS

Sector Linkages

Backward Forward

Industri Pengolahan Migas 17085 01255

Pertambangan dan

Penggalian 11740 04390

Konstruksi 11747 01353

Industri Lainnya 11711 09016

Industri Makanan dan

Minuman 11185 06752

Administrasi Pemerintahan

dan Jaminan Sosial 10000 02126

Perdagangan 13108 00000

Ikan 14130 01701

Keuangan 11052 04114

Jasa Pendidikan 13490 01552

Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash

Bappenas

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

98

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masing-masing sebesar 09016 dan 06752

Sementara itu sektor yang memiliki keterkaitan

ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu

industri pengolahan migas dan ikan dengan nilai

masing-masing sebesar 17085 dan 14130

B4 Implikasi Kebijakan

Dari hasil perhitungan di atas kebijakan

pengembangan sektoral yang dapat ditempuh

pemerintah daerah Provinsi Papua Barat

diantaranya

1 Apabila dalam proses pembangunan lebih

mengutamakan pertumbuhan ekonomi

yang mantap sebaiknya pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat lebih berfokus

untuk mendorong industri pengolahan migas

dan sektor perikanan dikarenakan memiliki

pengganda output terbesar

2 Apabila sasaran utama dari proses

pembangunan adalah peningkatan

pendapatan masyarakat maka kebijakan

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

sebaiknya lebih fokus untuk mendorong

sektor jasa pendidikan dikarenakan memiliki

pengganda pendapatan terbesar

3 Apabila fokus pembangunan daerah

adalah peningkatan kesempatan kerja

maka kebijakan pemerintah daerah di

Provinsi Papua sebaiknya lebih

mengutamakan industri lainnya dan industri

makanan-minuman dikarenakan memiliki

pengganda tenaga kerja terbesar

4 Sektor kunci yang dapat dijadikan unggulan

oleh pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat yaitu industri lainnya dan industri

makanan-minuman dikarenakan memiliki

derajat kepekaan tertinggi Sementara itu

industri pengolahan migas dan sektor ikan

dapat dijadikan sektor kunci karena memiliki

daya penyebaran terbesar

C Analisis Tantangan Ekonomi Regional

Pembangunan merupakan sebuah proses

transformasi masyarakat dari cara berfikir

tradisional menuju ke arah yang lebih modern

(Stiglitz 1998) Adapun tujuan inti dari

pembangunan itu sendiri adalah peningkatan

ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai

barang kehidupan pokok seperti sandang

pangan papan kesehatan dan perlindungan

keamanan Selain itu pembangunan juga

bertujuan untuk peningkatan standar hidup

penyediaan lapangan pekerjaan perbaikan

kualitas pendidikan serta perluasan pilihan-

pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu

secara keseluruhan (Todaro dan Smith 2003)

Pada era globalisasi saat ini pembangunan

kawasan regional menjadi pelaku utama dalam

perekonomian sebuah negara Artinya ketika

mendiskusikan kemajuan perekonomian

Tiongkok maka yang dimaksud adalah

beberapa daerah yang memiliki perekonomian

maju di Tiongkok Begitu juga ketika

mendiskusikan kemajuan perekonomian

Indonesia maka yang dimaksud adalah

kemajuan perekonomian di Jawa Surabaya

Medan dan Makassar Sebagai negara

kepulauan Indonesia memiliki keadaan

geografis dan kepemilikan sumber daya alam

(natural resources) yang berbeda antar daerah

Sebagian daerah memiliki sumber daya alam

melimpah namun sebagian daerah miskin akan

sumber daya Kondisi ini diantaranya yang

menjadi sebab terjadinya kesenjangan

pembangunan antar daerah

Selama satu dasawarsa terakhir pelaksanaan

otonomi daerah pembangunan di Provinsi

Papua Barat relatif masih tertinggal

dibandingkan daerah lainnya Beberapa

tantangan yang dihadapi dalam mengejar

99 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

ketertinggalan tersebut diantaranya

kepemilikan sumber daya alam (natural

resources) melimpah namun diekspor dalam

bentuk raw material kapasitas SDM relatif

rendah kondisi sosial politik belum stabil potensi

pengembangan pariwisata belum memiliki

layanan pendukung memadai kendala

pembangunan infrastruktur terkait hak ulayat

tanah penegakkan hukum (law enforcement)

masih rendah dan pengembangan UMKM

belum memanfaatkan teknologi baik dari sisi

produksi maupun pemasaran

C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam

(Natural Resource Curse)

Kepemilikan sumber daya alam (natural

resources) yang melimpah tidak selalu

berbanding lurus dengan kemajuan

pembangunan Fenomena tersebut dikenal

sebagai Natural Resource Curse (Kutukan

Sumber Daya Alam) Natural Resource Curse

merupakan paradoks antara kepemilikan

natural resources yang melimpah terutama

sumber daya alam tidak terbarukan (non-

renewable resources) terhadap rendahnya

pertumbuhan ekonomi Hal ini umumnya terjadi

pada daerah-daerah berkembang yang

mengandalkan sumber daya alam sebagai

sumber utama pendapatan daerahnya Sumber

daya alam dieksploitasi secara intensif namun

tidak diberikan nilai tambah (value added)

dimana hanya diekspor sebagai bahan baku

(raw materials) Kegiatan eksploitasi secara

berlebihan akan mengancam keberlanjutan

dari pembangunan ekonomi karena cepat atau

lambat sumber daya alam itu dapat habis sama

sekali (depletable resources)

Salah satu peristiwa yang menggambarkan

terjadinya Natural Resource Curse seperti yang

terjadi di Belanda atau yang dikenal sebagai

Dutch Desease Corden dan Neary (1982)

menjelaskan fenomena Dutch Desease sebagai

kegiatan eksploitasi sumber daya alam besar-

besaran (booming sector) yang berdampak

pada menurunnya daya saing ekspor barang

yang dihasilkan dari sektor lain

Fenomena Natural Resource Curse juga terjadi

di beberapa daerah di Indonesia seperti yang

terjadi di Provinsi Papua Barat Provinsi ini memiliki

sumber daya alam melimpah namun dari segi

tingkat pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi cenderung lebih rendah jika

dibandingkan dengan daerah lain yang tidak

memiliki sumber daya alam Provinsi Papua Barat

memiliki cadangan gas terbesar yang diekspor

sebagai raw material ke berbagai negara LNG

Tangguh merupakan mega proyek yang

membangun kilang LNG di Teluk Bintuni untuk

menampung gas alam yang berasal dari

beberapa Blok di sekitar Teluk Bintuni seperti Blok

Berau Blok Wiriagar dan Blok Muturi Mega

proyek tersebut merupakan kegiatan

pengeboran untuk menarik cadangan gas

sebesar 144 triliun kaki kubik

C2 Pengembangan Kapasitas SDM

Pembangunan fisik akan menjadi lebih produktif

jika memiliki sumber daya (modal) manusia yang

berkualitas Adanya program pembangunan

seperti jalan raya jembatan bendungan irigasi

rumah sakit pabrik sekolah dan program

pembangunan lainnya membutuhkan SDM

yang ahli di bidangnya Jika SDM yang

berkualitas jumlahnya tidak memadai maka

pembangunan fisik akan berjalan menjadi

kurang efisien dan efektif dimana mesin-mesin

produksi yang ada menjadi cepat rusak bahan-

bahan banyak yang terbuang dan kualitas dari

produksi yang dihasilkan sangat rendah Para

ekonom berpendapat bahwa kekurangan

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

100

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

investasi modal manusia merupakan penyebab

lambatnya pembangunan Dengan tidak

mengembangkan pendidikan pengetahuan

dan ketrampilan maka produktivitas dari modal

fisik akan merosot (Jhingan 1983)

Pengembangan kapasitas SDM di Provinsi Papua

Barat menunjukan peningkatan tiap tahun

walaupun masih tertinggal dari daerah lainnya

Keadaan ini terlihat dari pencapaian nilai IPM

yang mengalami kenaikan dari 596 pada tahun

2010 menjadi 6374 pada tahun 2018

C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism)

Pada umumnya tantangan yang dihadapi

dalam pengembangan tourism di Provinsi Papua

Barat yaitu destinasi wisata belum memiliki

layanan pendukung yang baik seperti air bersih

pengolahan limbah jaringan komunikasi dan

layanan keuangan Padahal Provinsi Papua

Barat memiliki potensi pariwisata menakjubkan

dengan keanekaragaman budaya keindahan

alam dan keanekaragaman hayati Diantara

destinasi wisata terbaik di Papua Barat yaitu

Kepulauan Raja Ampat dan Taman Nasional

Teluk Cenderawasih Kepulauan Raja Ampat

merupakan rangkaian empat gugusan pulau

yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian

Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua Raja

Ampat merupakan rumah bagi 75 spesies koral

yang ada di dunia dan 1500 spesies ikan

termasuk beragam jenis hiu Selain itu Raja

Ampat pernah dinobatkan sebagai Worldrsquos Best

Snorkeling Destination berdasarkan survei CNN

tahun 2015 dan The Outstanding Liveaboard

Diving Destination dalam Diving and Resort

Travel Expo Hong Kong tahun 2016 Adapun

Taman Nasional Teluk Cenderawasih

merupakan taman nasional perairan laut terluas

di Indonesia yang terdiri dari daratan dan pesisir

pantai (09) daratan pulau-pulau (38)

terumbu karang (55) dan perairan lautan

(898) Potensi karangnya tercatat 150 jenis dari

15 famili dan tersebar di tepian 18 pulau besar

dan kecil Persentase penutupan karang hidup

bervariasi antara 3040 sampai dengan 6564

Di Taman Nasional ini kaya akan jenis ikan

dimana tercatat kurang lebih 209 jenis yang

terdiri dari butterflyfish angelfish damselfish

parrotfish rabbitfish dan anemonefish

Diantara strategi yang dapat dilakukan

pemerintah daerah dalam pengembangan

pariwisata yaitu dengan meningkatkan kualitas

pelayanan pada beberapa aspek yang

berhubungan dengan ketersediaan alat

transportasi berjadwal jaringan telekomunikasi

ketersediaan pengolahan limbah peningkatan

atau sertifikasi SDM pariwisata asuransi

perjalanan ketersediaan layanan yang

berhubungan dengan perbankan dan

keselamatan perjalanan

C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana

Infrastruktur

Provinsi Papua Barat terdiri dari 13

KabupatenKota dengan luas wilayah

10295515 Kmsup2 (70 dari luas Pulau Jawa)

dimana kondisi topografi Provinsi Papua Barat

sangat bervariasi yang membentang mulai dari

dataran rendah rawa sampai dataran tinggi

dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan

tropis padang rumput dan padang alang-

alang Ketinggian wilayah di Provinsi Papua

Barat bervariasi dari 0 sd gt 2940 mdpl Kondisi ini

merupakan salah satu elemen yang menjadi

barrier transportasi antar wilayah terutama

transportasi darat serta dasar bagi kebijakan

pemanfaatan lahan sehingga membuat

pembangunan infrastruktur di Papua Barat

terkendala

101 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kendala lain dalam pembangunan infrastruktur

adalah terkait hak ulayat dalam pembebasan

lahan Tanah ulayat dalam masyarakat Papua

Barat diyakini sebagai peninggalan alam nenek

moyang kepada masyarakat hukum adat

sehingga masyarakat memiliki hubungan

lahiriah dan batiniah serta berhak atas

pemanfaatan dari sumber daya alam termasuk

tanahnya Hal inilah yang menyebabkan

terhambatnya pembangunan infrastruktur

karena terkadang pengembang yang sudah

membangun masih harus mengganti hak ulayat

C5 Stabilitas Sosial Politik

Sebagaimana dikatakan Drazen (2000) kondisi

sosial politik mempengaruhi kinerja dari

pembangunan dimana instabilitas politik

memiliki dampak negatif terhadap proses

pembangunan itu sendiri Barro (1991)

berpendapat bahwa kondisi politik yang tidak

stabil diukur melalui revolusi kudeta dan tingkat

kriminalitas Aisen dan Veiga (2011)

menambahkan indikator stabilitas politik berupa

tingkat kebebasan ekonomi tingkat

homogenitas etnis dan perubahan kabinet

Tingkat stabilitas sosial politik Papua Barat

tercermin pada tingkat kriminalitas yang

cenderung semakin naik Pada tahun 2015

jumlah kriminalitas sebanyak 2281 kasus

Kemudian pada tahun 2019 jumlahnya

meningkat menjadi 3981 kasus atau naik 745

persen

C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement)

Salah satu syarat dari keberhasilan

pembangunan yaitu adanya penegakkan

hukum (Law Enforcement) di semua aspek

kehidupan bermasyarakat Berbeda dari daerah

lain Provinsi Papua Barat memiliki dua sumber

hukum yang berbeda yaitu hukum positif dan

hukum adat Hukum positif merupakan hukum

yang bersumber dari peraturan perundangan

sedangkan hukum adat merupakan hukum

yang bersumber dari keputusan adat

Penegakkan hukum positif di Provinsi Papua

Barat relatif masih rendah meskipun

menunjukan peningkatan tiap tahunnya Hal ini

terlihat dari persentase penyelesaian tingkat

kejahatan yang mengalami kemajuan Pada

tahun 2015 penyelesaian tingkat kejahatan di

Provinsi Papua Barat sebesar 2436 persen

Namun pada tahun 2019 tingkat

penyelesaiannya naik menjadi 4752 persen

2281

36213753 3862 3981

0

1000

2000

3000

4000

5000

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 61

Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi

Papua Barat Tahun 2015 - 2019

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

2436

4482 43964572

4752

0

10

20

30

40

50

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 62

Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi

Papua Barat Tahun 2015 - 2019 (persen)

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

102

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C7 Pengembangan UMKM (Small and

Medium Enterprises)

Selain permasalahan pembiayaan pelaku

UMKM dihadapkan pada masalah

ketidakmampuan untuk bersaing dari pelaku

industri yang lebih mapan UMKM biasanya

hanya mengandalkan teknologi sederhana

untuk memproduksi barang sehingga menjadi

kurang efisien Dari sisi pemasaran UMKM hanya

mengandalkan pemasaran tradisional yang

belum memanfaatkan teknologi internet

sehingga penjualan hasil produksi menjadi tidak

maksimal Hal ini dapat digambarkan melalui

kurva Technological Discontinuity sebagaimana

dalam Foster (1986)

Pada kurva C1 UMKM yang tidak menggunakan

teknologi menghasilkan performance yang

rendah sebesar P0 Setelah menggunakan

teknologi (TI1) perfomance akan meningkat

sebesar P1 dan seterusnya sampai menghasilkan

batas performance maksimal sebesar P2 Pada

kurva C2 menunjukan ditemukannya teknologi

baru yang semakin meningkatkan performance

UMKM sebesar P3

Diantara peran pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat dapat membantu pengembangan

UMKM melalui pemanfaatan teknologi baik dari

sisi produksi maupun pemasaran Sebagian

besar UMKM usahanya merubah bahan mentah

atau bahan baku (raw material) menjadi

barang setengah jadibarang jadi Pemerintah

daerah dapat memberikan pelatihan kepada

pelaku UMKM untuk meningkatkan nilai tambah

(value added) barang yang dihasilkan sehingga

menaikkan nilai jual barang tersebut Selain itu

dengan memanfaatkan teknologi pemerintah

daerah juga dapat membantu pemasaran

produksi UMKM secara web based serta pelaku

UMKM diberikan pelatihan untuk memasarkan

produk yang dihasilkan secara online

B

A

P3

Performance

Time Technology

Investment

P1

P2

TI2 TI3

C1

C2

P0

TI1

C

Gambar 51

Technological Discontinuity Curve

Halaman ini sengaja dikosongkan

ANALISIS

TEMATIK

DJPbKawalAPBN

ldquoKehidupan para Ibu dan Anak di Kampung Klayas Distrik

Saget Sorongrdquo

103

Analisis Tematik

Pemerataan pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi Indonesia terus menunjukkan adanya

peningkatan yang positif selama beberapa

tahun terakhir (BPS 2019) Keberhasilan

pertumbuhan ekonomi dapat terilihat dari

adanya peningkatan pada investasi domestik

dan ekspor penurunan jumlah dan persentase

penduduk miskin serta banyaknya supply

tenaga kerja yang berkualitas dan penurunan

tingkat pengangguran terbuka Hal ini sejalan

dengan temuan dari berbagai penelitian yang

menunjukkan adanya korelasi positif antara

pertumbuhan ekonomi dengan kualitas sumber

daya manusia (SDM) Terbentuknya kualitas SDM

harus dimulai sejak dini Studi menunjukkan

bahwa investasi pada awal kehidupan erat

kaitannya dengan kualitas SDM yang lebih tinggi

di masa yang akan datang (Heckman 2008)

Namun demikian pencapaian Indonesia dalam

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pemerataan pembangunan belum diikuti

dengan peningkatan status kesehatan terutama

pada balita ibu hamil dan remaja putri

Kesenjangan perekonomian antar wilayah

menjadi awal permasalahan kesejahteraan

penduduk yang berdampak lanjutan pada

masalah lainnya seperti masalah gizi buruk dan

stunting Masalah tersebut hingga kini masih

menjadi persoalan besar yang perlu diatasi

segera

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada

anak balita akibat kekurangan gizi kronis

terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan

(HPK) Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa satu dari

tiga anak balita di Indonesia mengalami

masalah stunting Permasalahan gizi ini terjadi di

hampir seluruh wilayah Indonesia dan tidak

hanya terjadi pada kelompok penduduk miskin

tetapi juga pada kelompok kaya

Stunting memiliki dampak yang besar terhadap

tumbuh kembang anak dan juga perekonomian

di masa yang akan datang Dampak stunting

terhadap kesehatan dan tumbuh kembang

anak sangat merugikan Stunting dapat

mengakibatkan gangguan tumbuh kembang

anak terutama pada anak-anak berusia di

bawah dua tahun Anak-anak yang mengalami

stunting pada umumnya akan mengalami

hambatan dalam perkembangan kognitif dan

motoriknya yang akan mempengaruhi

produktivitasnya saat dewasa Selain itu anak

tersebut juga memiliki risiko yang lebih besar

untuk menderita penyakit tidak menular seperti

diabetes obesitas dan penyakit jantung pada

BAB VII

Analisis Tematik

Sinergi dan Konvergensi Program Penanganan Stunting di Daerah

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

104

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

saat dewasa Secara ekonomi hal tersebut

tentunya akan menjadi beban bagi negara

terutama akibat meningkatnya pembiayaan

kesehatan

Potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh

stunting sangat besar Laporan World Bank pada

tahun 2016 menjelaskan bahwa potensi

kerugian ekonomi akibat stunting dapat

mencapai 2-3 persen dari Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Dengan demikian

apabila PDRB sebesar Rp84 triliun maka potensi

kerugian ekonomi yang mungkin dialami adalah

sebesar Rp25 triliun per tahun Di beberapa

wilayah di Afrika potensi kerugian akibat stunting

bahkan tercatat lebih tinggi lagi hingga bisa

mencapai 11 persen Selain itu stunting juga

menyebabkan berkurangnya 10 persen dari

total pendapatan seumur hidup sehingga

dapat berkontribusi pada melebarnya

kesenjangan dan menyebabkan kemiskinan

antar generasi

Permasalahan kekurangan gizi pada anak erat

kaitannya dengan tingkat pendapatan

keluarga Keluarga dengan tingkat pendapatan

yang rendah pada umumnya memiliki masalah

dalam hal akses terhadap bahan makanan

terkait dengan daya beli yang rendah Selain

pendapatan kerawanan pangan di tingkat

rumah tangga juga sangat dipengaruhi oleh

inflasi harga pangan Faktor penting lain yang

mempengaruhi terjadinya masalah kekurangan

gizi pada anak balita adalah buruknya pola

asuh terutama rendahnya pengetahuan akan

pentingnya pemberian ASI eksklusif asupan

makanan orang tua yang kurang sehingga

kualitas ASI menurun buruknya kondisi

lingkungan seperti akses sanitasi dan air bersih

ditambah dengan rendahnya akses pada

pelayanan kesehatan Melihat faktor penyebab

permasalahan stunting yang multi dimensi

percepatan pencegahannya harus dilakukan

melalui penanganan masalah gizi sebagai salah

satu penyebab utama dengan pendekatan

multi sektoral yang terintegrasi

A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING

Percepatan pencegahan stunting merupakan

pendekatan program (programmatic

approach) pertama yang dilakukan dengan

menyeluruh dan terintegrasi yang dilakukan

mulai dari hulu hingga ke hilir yang ditunjukkan

oleh tingginya komitmen pemerintah (Presiden

dan Wakil Presiden Menteri Pimpinan

Lembaga Gubernur BupatiWalikota dan

Kepala DesaLurah)

Pemerintah telah menetapkan Peraturan

Presiden Nomor 42 Tahun 2013 yang mengatur

mengenai Pelaksanaan Gerakan Nasional

Percepatan Perbaikan Gizi Peta jalan

percepatan perbaikan gizi terdiri dari empat

komponen utama yang meliputi advokasi

penguatan lintas sektor pengembangan

program spesifik dan sensitif serta

pengembangan pangkalan data Intervensi gizi

baik yang bersifat langsung (spesifik) dan tidak

langsung (sensitif) perlu dilakukan secara

bersama-sama oleh kementerianlembaga

pemerintah daerah serta pemangku

kepentingan lainnya

Penanganan stunting tidak bisa dilakukan

sendiri-sendiri (scattered) karena tidak akan

memiliki dampak yang signifikan Upaya

pencegahan stunting harus dilakukan secara

terintegrasi dan konvergen dengan pendekatan

non-sektoral Untuk itu pemerintah dalam hal ini

pusat dan daerah harus memastikan bahwa

seluruh Kementerian NegaraLembaga (KL)

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta mitra

105 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

pembangunan akademisi organisasi profesi

organisasi masyarakat madani perusahaan

swasta dan media dapat bekerjasama bahu-

membahu dalam upaya percepatan

pencegahan stunting Tidak hanya di tingkat

pusat integrasi dan konvergensi upaya

pencegahan stunting juga harus terjadi secara

komprehensif di tingkat daerah sampai dengan

tingkat desa

Sebagai langkah awal pada tahun 2018

sebanyak 100 kabupatenkota dan 1000 desa

lingkup nasional telah terpilih sebagai fokus area

intervensi Selanjutnya untuk tahun 2019 60

kabupatenkota dan 600 desa telah

ditambahkan sebagai area fokus intervensi

pencegahan stunting terintegrasi Dari sisi

anggaran Baik itu pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah telah mengalokasikan

anggaran yang relatif besar untuk berbagai

program yang berkontribusi kepada penurunan

stunting di beberapa KL dan OPD Selain itu

alokasi penurunan stunting tambahan juga

diberikan oleh pemerintah pusat kepada

daerah dalam bentuk Transfer ke Daerah dan

Dana Desa (TKDD) antara lain melalui (1) DAK

Fisik bidang Kesehatan Air Minum dan Sanitasi

(2) DAK Non Fisik Bantuan Operasional

Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga

Berencana (BOK dan BOKB) (3) Dana Desa

yang digunakan oleh desa (kampung) sesuai

dengan bidang penggunaan serta (4) Dana

Otonomi Khusus

A1 Kebijakan Pencegahan

Kebijakan penanganan stunting di Provinsi

Papua Barat tahun 2019 diarahkan sesuai

dengan strategi percepatan penurunan stunting

dengan memperluas cakupan intervensi

stunting Arah cakupan intervensi tersebut

diimplementasikan ke seluruh kabupatenkota

dan tidak hanya fokus pada dua daerah yang

menjadi lokus prioritas penurunan stunting (Kab

Tambraw Kab Sorong Selatan) Selain itu untuk

Pilar 4

Ketahanan Pangan

dan Gizi

Pilar 1

Komitmen dan Visi

Kepemimpinan

Pilar 2

Kampanye Nasional

dan Perubahan

Perilaku

Pilar 3

Konvergensi Program

Pusat Daerah dan

Desa

Pilar 5

Pemantauan dan

Evaluasi

Gizi Spesifik

Tablet tambah darah (ibu hamil

dan remaja)

Promosi dan konseling menyusui

Promosi dan konseling PMBA

Suplemen gizi makro (PMT)

Tata laksana gizi buruk

Pemantauan dan promosi

pertumbuhan

Suplementasi kalsium

Suplementasi vitamin A

Suplementasi Zinc untuk diare

Pemeriksaan kehamilan

Imunisasi

Suplemen gizi mikro setelah

taburia

Manajemen Terpadu Balita Sakit

Konsumsi Gizi

Gizi Sensitif bull Air bersih dan sanitasi

bull Bantuan pangan non-tunai

Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN)

bull Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD)

bull Program Keluarga Harapan

(PKH)

bull Bina Keluarga Balita (BKB)

bull Kawasan Rumah Pangan

Lestari (KRPL)

bull Fortifikasi Pangan

Pola Asuh

Pelayanan

Kesehatan

Kesehatan

Lingkungan

Perbaikan

Asupan Gizi

Penurunan

Infeksi

Prevalensi

Stunting

Peningkatan cakupan

intervensi pada

sasaran 1000 HPK

Anemia

BBLR

ASI Eksklusif

Diare

Kecacingan

Gizi Buruk

Gambar 71

Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting

5 PILAR PERCEPATAN

PENCEGAHAN STUNTING

INTERVENSI OUTPUT INTERMEDIATE

OUTCOME DAMPAK

Sumber Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018-2024

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

106

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

mengakselerasi penurunan stunting maka arah

kebijakan pemerintah daerah adalah sebagai

berikut

1 Optimalisasi pemanfaatan anggaran

program penurunan stunting yang ada saat

ini melalui implementasi perencanaan dan

penganggaran dengan penilaian kinerja

untuk monitoring dan evaluasi penggunaan

anggaran dan capaian program

2 Memperkuat konvergensi programkegiatan

hingga di level kampung (desa) melalui

peningkatan sinergi dan koordinasi

kabupaten dan kampung dalam

perencanaan dan penganggaran program

serta konvergensi pelaksanaan intervensi

prioritas pada 1000 HPK dari seluruh rumah

tangga sasaran yang ada di tingkat

kampung

3 Meningkatkan kualitas dan efektivitas

pelaksanaan program yang telah ada saat

ini antara lain melalui peningkatan kualitas

SDM pelaksana program (misalnya tenaga

pendidik PAUD dan penyuluh kesehatan

masyarakat) serta penguatan monitoring dan

evaluasi agar dapat mengukur pencapaian

kinerja

4 Memperluas cakupan kebijakan yang lebih

luas dan tidak terbatas bidang kesehatan

seperti peningkatan kualitas program

perlindungan sosial khususnya bantuan

pangan PKH dan JKN Selain itu program-

program sektor pertanian pendidikan

infrastruktur (penyediaan air bersih dan

sanitasi) dan pemberdayaan perempuan

yang secara tidak langsung mendukung

pencapaian target perbaikan gizi

A2 Sasaran Program

Wilayah Provinsi Papua Barat dihuni oleh kurang

lebih 959617 jiwa dan tersebar di 13

kabupatenkota Sebesar 1074 persen (103062

jiwa) dari keseluruhan penduduk adalah bayi

berusia 0-48 bulan Sementara itu sebanyak

45256 jiwa adalah remaja putri dan sebanyak

199926 jiwa merupakan wanita usia subur (WUS)

berusia 15-39 tahun Diantara kelompok inilah

yang menjadi sasaran prioritas dan sasaran

penting dalam upaya percepatan pencegahan

stunting

Gangguan pertumbuhan di Provinsi Papua Barat

sebagian besar terjadi pada anak berusia 0-23

bulan Kondisi ini dapat terjadi disebabkan oleh

pemberian ASI makanan dan pola asuh pada

periode tersebut tidak tepat sehingga

mengganggu tumbuh kembang anak Tercatat

rata-rata lama pemberian ASI di Provinsi Papua

Barat hanya selama 989 bulan saja dan bahkan

masih terdapat bayi yang tidak pernah diberi ASI

(plusmn5400 orang)

Selain pemahaman terhadap pola asuh yang

kurang peningkatan prevalensi stunting juga

turut disebabkan oleh keadaan lingkungan

pendukung yang tidak memadai Berdasarkan

data BPS (2018) persentase rumah tangga yang

memiliki akses kepada air minum bersih di

Provinsi Papua Barat hanya sekitar 7018 persen

Sedangkan akses terhadap sanitasi pribadi rata-

rata sebesar 7262 persen dan 474 persen dari

keseluruhan rumah tangga tidak memiliki fasilitas

Tabel 71

Jumlah dan Kelompok Penduduk di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (jiwa)

Kelompok Laki-laki Wanita

Jumlah Penduduk 505239 454378

Penduduk Usia 0-4 52848 50254

Penduduk Usia 5-9 49917 47755

Penduduk Usia 10-14 48250 45256

Penduduk Usia 15-39 222658 199926

Bayi (0-5 th) imunisasi lengkap 22370 19996

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

107 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

sama sekali Kombinasi dari keadaan-keadaan

tersebut berpotensi dalam menghambat upaya

percepatan pencegahan stunting sehingga

kebijakan dan pelaksanaan program perlu

menyasar pada kelompok prioritas dan

perbaikan lingkungan pendukung

B PENANGANAN STUNTING OLEH

PEMERINTAH

Dalam rangka memastikan konvergensi

berbagai programkegiatan percepatan

penurunan stunting dilakukan maka acuan

yang digunakan adalah dokumen Strategi

Nasional Percepatan Pencegahan Stunting

(Stranas Stunting) yang diikuti oleh berbagai

pedoman operasional baik itu di tingkat

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah

Upaya pencegahan stunting yang konvergen

dan terintegrasi telah dilaksanakan di Provinsi

Papua Barat Upaya ini mencakup intervensi

multi sektor yang cukup luas mulai dari akses

makanan layanan kesehatan dasar termasuk

akses air bersih dan sanitasi akses pendidikan

perlindungan sosial serta pola pengasuhan

sebagaimana uraian dalam Stranas Stunting

B1 Belanja KL dalam APBN

Dalam kaitannya dengan percepatan

pencegahan stunting melalui belanja KL atau

yang bersumber dari dana APBN telah

dilakukan berbagai langkah dan kebijakan agar

pengelolaan program tersebut terarah dan

terukur Pada proses perencanaan khususnya

terkait dengan identifikasi output yang terkait

dengan stunting telah dilakukan penandaan

pemantauan dan evaluasi percepatan

pencegahan stunting sebagai dasar bagi KL

dalam mengidentifikasi output yang

berkontribusi kepada percepatan penurunan

stunting

Sesuai dengan kerangka hasil percepatan

penurunan stunting maka intervensi-intervensi

yang telah dilakukan selama tahun 2019

tersebut akan berdampak kepada

meningkatnya konsumsi gizi perbaikan pola

asuh meningkatnya akses dan kualitas layanan

kesehatan serta meningkatnya kesehatan

lingkungan yang pada akhirnya akan

memperbaiki asupan gizi terutama pada 1000

HPK dan kemudian akan menurunkan prevalensi

stunting

Pengunaan dana APBN dalam program

penanganan stunting di Provinsi Papua Barat

secara umum digunakan untuk keperluan

membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik (2)

intervensi sensitif dan (3) pendampingan

koordinasi dan dukungan teknis di

kabupatenkota dan kampung Selama tahun

2019 dana yang telah digunakan dalam

program stunting sebesar Rp10448 miliar

Penggunaan dana terbesar sesuai dengan

prioritas percepatan pencegahan yakni untuk

kegiatan intervensi sensitif (Kementerian

Kesehatan) sebesar Rp1928 miliar dan intervensi

spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta

Tabel 72

Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per

KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

KabupatenKota Akses Air

Bersih

Akses Air

Layak

Tidak ada

MCK

Kab Fakfak 6114 7041 702

Kab Kaimana 5381 4429 569

Kab Teluk Wondama 3359 1598 299

Kab Teluk Bintuni 6682 4426 499

Kab Manokwari 8872 3881 292

Kab Sorong Selatan 5364 4551 1321

Kab Sorong 5743 4621 271

Kab Raja Ampat 6395 3370 241

Kab Tambraw 1958 1870 1160

Kab Maybrat 1621 1307 779

Kab Manokwari Selatan 5737 3851 716

Kab Pegunungan Arfak 3663 3663 3052

Kota Sorong 9487 1818 026

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

108

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sebesar Rp842 miliar untuk kegiatan

pendampingan koordinasi dan dukungan teknis

(lintas KL) Penggunaan dana tersebut terbesar

direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif

terutama pembangunan Sistem Penyediaan Air

Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan

pendanaan sebesar Rp4353 miliar Penggunaan

dana yang besar lainnya adalah pembangunan

Sistem Pengelolaan Air Limbah pada 25 lokasi

dengan realisasi sebesar Rp1742 miliar

B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa

Pembiayaan program penurunan stunting juga

dilakukan dengan memanfaatkan dana

tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk

DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Penggunaan

Tabel 73

Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

Penguatan Intervensi Suplementasi Gizi pada Ibu Hamil dan Balita 99160840 13 Layanan 100

Pembinaan dalam Peningkatan Status Gizi Masyarakat 901090000 13 Layanan 100

Peningkatan Surveilans Gizi 1770940000 13 Layanan 100

Pembinaan dalam Peningkatan Pelayanan Kunjungan Neonatal Pertama 122215000 1 Layanan 100

Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah 139300000 1 Layanan 100

Pembinaan Pencegahan stunting 122007000 1 Layanan 100

Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan anak untuk Papua Barat 714575000 1 Layanan 98

Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Layanan 100

Layanan Capaian Eliminasi Malaria 1124803820 4625 Layanan 100

Layanan Pengendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan 3327530320 11 Layanan 100

Intervensi Percepatan Eliminasi Malaria Papua dan Papua Barat 5737637400 5 Layanan 100

Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit ISP 129502000 10 Layanan 100

Sarana dan Prasarana Penanggulangan TBC 836883400 15 Layanan 100

Sarana dan Prasarana Penanggulangan HIVAIDS 1561862237 18 Layanan 100

Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85

INTERVENSI SENSITIF

Pemberdayaan Pekarangan Pangan 4625794700 123 Kelompok 93

Hasil Pengawasan keamanan dan mutu pangan Segar 503082000 1 Rekomendasi 100

Pelaksanaan Strategi Promosi Kesehatan dlm mendukung Program Kesehatan 436753000 1 Layanan 100

Kampanye Hidup Sehat melalui Berbagai Media di Papua Barat 1553232000 2 Layanan 96

Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi Syarat 257380000 637 TPM 100

Pengawasan terhadap Sarana Air Minum (SAM) 123942000 5211 SAM 100

Pembinaan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 302746000 429 Desa 100

Rumah sakit rujukan yang memiliki pelayanan sesuai standar 110346800 1 RS Pengampu 100

Bimbingan Perkawinan Pra Nikah 257115860 159 Pasangan 75

Keluarga Miskin yang Mendapat Bantuan Tunai Bersyarat 2576223000 1 KPM 90

Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 74

SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 64

SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100

KIE Obat dan Makanan Aman 826691713 31 KIE 100

Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 99

Penguatan Peran PIK Remaja dan BKR dalam edukasi Kespro dan Gizi bagi

Remaja putri sebagai calon ibu 1669888794 225 Kelompok 99

PENDAMPINGAN KOORDINASI DAN DUKUNGAN TEKNIS

Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100

Pembinaan KabKota dlm Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di

Papua Barat 1294265000 2 Layanan 100

Pembinaan Puskesmas dlm Program Indonesia Sehat dgn Pendekatan Keluarga 151062768 74 Puskesmas 100

Pelatihan Strategis Sumber Daya Manusia Kesehatan 5939667100 518 Orang 100

Pembinaan amp Pengawasan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 602060200 3 KabKota 100

Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100

Sumber OMSPAN (data diolah)

109 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

dana ini antara lain melalui (1) DAK Fisik bidang

Kesehatan Air Minum dan Sanitasi dan (2)

Dana Desa yang digunakan oleh kampung

(desa) untuk bidang kesehatan pendidikan

sanitasi dan air minum

DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) yang diterima

oleh seluruh pemerintah daerah dan pemerintah

provinsi Papua Barat memiliki peruntukan yang

sudah ditetapkan sebagai syarat tahapan

penyaluran Oleh karena itu penggunaan dana

DFDD dalam rangka penanganan stunting

digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan

membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik dan

(2) intervensi sensitif Dana DFDD tahun 2019

yang telah digunakan dalam program stunting

sebesar Rp11548 miliar terdiri dari DAK Fisik

sebesar Rp6925 miliar dan Rp4642 miliar berupa

Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar adalah

pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar

Rp1021 miliar sedangkan intervensi spesifik

sebesar Rp135 miliar Realisasi terbesar

dialokasikan untuk perluasanpeningkatan

SPAM sebanyak 5852 sambungan rumah (SR)

dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp308

miliar Sementara penggunaan Dana Desa

terbesar diperuntukkan bagi pembangunan

sumber air bersih milik desa pada 1041 titik

dengan dana sebanyak Rp1752 miliar

B3 Belanja APBD

RKPD Pemerintah Provinsi Papua Barat Tahun

2019 disusun dengan memperhatikan masukan

dari rencana kegiatan yang dibuat berdasarkan

hasil analisis terhadap situasi program

Tabel 74

Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

DAK Fisik

Penyediaan Obat Gizi 618379770 4 Paket 100

Pengadaan Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil dengan Kekurangan

Energi Kronis (PMT BUMIL KEK - Pabrikan) 959581728 1 Paket 100

Penyediaan Alat Antropometri 1564015307 207 Paket 76

Penyediaan Sarana Prasarana Kesehatan Lingkungan 2876667089 29 Paket 59

Pengadaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit 41999300 1 Paket 100

Dana Desa

Penyediaan Obat Gizi 323865000 28 Paket 100

Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil 7146624150 1139 Unit 90

INTERVENSI SENSITIF

DAK Fisik

Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77

Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90

PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86

Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 10294226146 1378 SR 78

PerluasanPeningkatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 30801695898 5852 SR 81

Sarana dan Prasarana PAUD 1255742335 8 Ruang 100

Dana Desa

SaranaPrasarana PAUD 1288611688 398 Unit 70

Terlaksananya Pelatihan Pangan Sehat dan Aman 197000000 16 Paket 96

Pemeliharaan Sumber Air Bersih 8363963164 241 Unit 86

Pemeliharaan Sambungan Air Bersih 1398443564 18422 Meter 83

Sumber Air Bersih Milik Desa 17525913577 1041 Unit 70

Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga 4771816730 22030 Meter 93

Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah Rumah Tangga) 5143668021 3878 Meter 70

RehabilitasiPeningkatan Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah

Rumah Tangga) 262246705 354 Meter 93

Sumber OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

110

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

penurunan stunting RKPD sebagai pedoman

dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran

(KUA) Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara

(PPAS) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) menjadi jaminan pelaksanaan

programkegiatan terkait dengan intervensi gizi

spesifik dan sensitif menggunakan dana yang

bersumber dari APBD Program-program

tersebut dilaksanakan dengan target capaian

yang ditetapkan dalam RPKD

Prioritas pencegahan stunting sebagai

kombinasi dari kegiatan yang multi sektor

dilaksanakan oleh OPD-OPD dengan

menggunakan alokasi dana yang berasal dari

Otonomi Khusus (Otsus) dan DAK Non Fisik

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sesuai

dengan DPA yang telah ditetapkan Kegiatan

percepatan pencegahan stunting diselaraskan

dengan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh

KL yang berlokasi di kabupatenkota Dinas

Kesehatan memastikan terpenuhinya sumber

daya yang mendukung intervensi gizi spesifik

secara konvergen yang meliputi SDM

anggaran dukungan logistik dan kemitraan

Sedangkan Bappeda berperan dalam

koordinasi untuk menciptakan lingkungan yang

mendukung kebijakan intervensi secara

konvergen terutama intervensi sensitif dengan

menyelaraskan kebijakan seluruh OPD

Dana APBD di Provinsi Papua Barat pada tahun

Tabel 75

Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

Ibu Hamil

- Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin 1667044052 2182 Jiwa 85

- Suplementasi tablet tambah darah dan periksaan kehamilan 379861600 15317 Jiwa 80

Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-23 bulan

- Suplementasi kapsul vitamin 66836977 12320 Jiwa 100

- Pemantauan dan Promosi pertumbuhan (tingkat desa) 155659525 28693 Orang 100

Remaja Putri dan Wanita Usia Subur

- Suplentasi tablet tambah darah 799102989 44532 Jiwa 100

Anak Usia 24-59 bulan

- Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut 5660222222 2547 Jiwa 100

- Suplementasi kapsul vitamin A 107734789 47745 Jiwa 100

- Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100

INTERVENSI SENSITIF

Peningkatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi

- Akses air minum yang aman 11800000000 13 Kabkota 100

- Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85

Peningkatan kesadaran komitmen dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak

- Penyediaan konseling kesehatan dan reproduksi untuk remaja 1929297500 514 Orang 100

- Penyebarluasan informasi melalui berbagai media 207339727 50 Orang 100

- Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua 555195300 230 Orang 100

- Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 250000000 1 Kabkota 100

Peningkatan akses dan kualitas Pelayanan gizi dan kesehatan

- Akses pelayanan Keluarga Berencana 348042400 13 Kabkota 100

- Akses Jaminan Kesehatan (JKN) Orang Asli Papua 28818415000 589 Jiwa 100

- Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100

Peningkatan akses pangan Bergizi

- Akses kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) 711975000 10 Kelompok 85

- Akses kegiatan Kawasan Mandiri Pangan 371801600 6 Kawasan 80

Sumber Bappeda Provinsi Dinkes Provinsi Bappeda KabupatenKota dan Dinkes KabupatenKota (data diolah)

111 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

2019 dimanfaatkan dalam program

penanganan stunting untuk keperluan

membiayai kegiatan intervensi spesifik dan

intervensi sensitif Selama satu tahun tercatat

penggunaan dana sebesar Rp5744 miliar untuk

pencegahan stunting dengan kegiatan

intervensi spesifik sebesar Rp939 miliar dan

sebesar Rp4805 miliar untuk membiayai

kegiatan intervensi sensitif Penggunaan dana

tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi

penyediaan akses JKN Orang Asli Papua (OAP)

sebesar 2882 miliar Penggunaan dana yang

besar lainnya adalah untuk penyediaan akses

air minum yang aman dan pemberian makanan

tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut

dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118

miliar dan Rp566 miliar

B4 Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting

Kebijakan pembiayaan pada program

pencegahan stunting yang berasal dari APBN

dan APBD dalam berbagai skema merupakan

salah satu bentuk sinkronisasi kebijakan antara

pusat dan daerah Adanya sinkronisasi ini

diharapkan semakin mengakselerasi

peningkatan prevalensi stunting sekaligus

mendorong pembangunan infrastruktur serta

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di

masa depan Namun demikian dominasi dana

APBN masih terasa dan pemda tidak sanggup

jika harus menyediakan alokasi yang nantinya

akan mengurangi pendanaan kegiatan daerah

Selain itu pertimbangan keterbatasan kapasitas

fiskal daerah dikhawatirkan akan berdampak

pada gaji PNS karena alokasi terbesar dana

APBD dialokasikan untuk belanja pegawai Oleh

karena itu pada kegiatan intervensi spesifik

yang menyasar langsung prioritas pencegahan

(Ibu hamil baduta balita remaja putri)

peranan belanja KL sangat penting

Dari 13 pemerintah daerah yang ada di Provinsi

Papua Barat terdapat 2 kabupaten yang

menjadi lokus prioritas penanganan stunting

nasional Kondisi ini membuat fokus kegiatan

berada di kedua wilayah tersebut sedangkan

kabupatenkota lainnya pengalokasian hanya

bersifat memenuhi kewajiban yang sudah

ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (spesific

grant) dan berupaya mencari sumber

pembiayaan lainnya (Swasta) Sejauh ini

pelaksanaan pencegahan stunting selama

tahun 2019 di Provinsi Papua Barat dengan

kombinasi sumber pembiayaan yang ada

mencapai Rp27759 miliar Proporsi terbesar

berasal dari dana APBN (Belanja KL) mencapai

3764 persen (Rp10448 miliar) sedangkan

kontribusi DAK Fisik APBD dan Dana Desa

berturut-turut sebesar 2495 persen (Rp6925

miliar) 2069 persen (Rp5744 miliar) dan 1672

persen (Rp4642 miliar)

Tabel 76

Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)

Sumber Dana Intervensi Spesifik Intervensi Sensitif

Pendampingan

Koordinasi dan

Duktek

Kontribusi

APBN 19277886059 76779888382 8421955068 3764

DAK Fisik 6060643195 63186313948 - 2495

Dana Desa 7470489150 38951663449 - 1672

APBD

(DAU DAK Non Fisik Otsus) 9391806598 48045572569 - 2069

Jumlah 42200825002 226963438348 8421955068 10000

Sumber Bappeda Dinkes dan OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

112

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING

Pelaksanaan program sejauh ini dapat berjalan

lancar meskipun dengan alokasi anggaran yang

relatif besar melalui optimalisasi penggunaan

dana untuk mencapai output yang ditargetkan

Pada masa mendatang berbagai tantangan

masih harus dihadapi dalam pelaksanaan

program-program penurunan stunting

diantaranya

1 Koordinasi dan sinergi baik antar-KL antar

pemerintah kabupatenkota antara

pemerintah kabupatenkota dan provinsi

maupun antara pemerintah pusat dan

daerah yang masih perlu ditingkatkan

Berbagai program yang masih bersifat

sektoral dan kewilayahan perlu ditingkatkan

sinerginya sehingga dapat sepenuhnya saling

mendukung dalam akselerasi penurunan

stunting di daerah secara keseluruhan

2 Kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan

program yang masih perlu ditingkatkan

Keterbatasan pelaksana program di

lapangan baik dalam hal kualitas maupun

kuantitas sebaran penduduk yang luas

belum adanya mekanisme untuk memastikan

ketercapaian output serta lemahnya

monitoring dan evaluasi baik itu dari

pemerintah kabupatenkota pemerintah

provinsi maupun pemerintah pusat

menyebabkan implementasi program

menjadi tidak maksimal

3 Belum meratanya akses kepada layanan

kesehatan pendidikan anak usia dini air

bersih dan sanitasi karena keterbatasan

angaran dalam penyediaan sarana dan

prasarana

4 Kurangnya pengetahuan masyarakat

tentang gizi dan pola hidup sehat yang

berpengaruh pada praktek pengasuhan

yang tidak tepat Selain itu penyampaian

informasi atau sosialisasi yang terkendala

dengan jarak dan ketersediaan tenaga

kesehatan

Halaman ini sengaja dikosongkan

KESIMPULAN

SARAN

ldquoTarian Penyambutan oleh Suku Arfak suku asli Manokwarirdquo

DJPbKawalAPBN

113

Kesimpulan dan Rekomendasi

A KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dan analisis seperti

yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Pembangunan Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus didominasi oleh

pengaruh faktor ekonomi dengan kekayaan

alam (minyak bumi dan gas alam) yang

melimpah menjadi modal utama

2 Perekonomian Papua Barat hanya

didominasi oleh 3 kabupatenkota (Kota

Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk

Bintuni) sebagai lokasi pertambangan dan

perindustrian sehingga menyebabkan

kesenjangan dan tidak meratanya kapasitas

dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik

fasilitas perdagangan fasilitas kesehatan

maupun fasilitas pendidikan

3 Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat

bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940

mdpl dan menyebabkan Provinsi Papua

Barat menjadi sangat berpotensi (kelas risiko

tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan

dan hutan gempa tektonik serta

gelombang tsunami

4 Kinerja perekonomian Provinsi Papua Barat

selama tahun 2019 tampil cukup baik Hal ini

tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang

mampu tumbuh meskipun tertahan pada

level 266 persen PDRB per kapita naik

sebesar 218 persen inflasi yang terkendali

pada angka 193 persen dan ekspor yang

menurun sebesar 179 persen

5 Tingkat kesejahteraan penduduk di Provinsi

Papua Barat pada tahun 2019 menunjukan

peningkatan walaupun belum signifikan Hal

ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang turun

menjadi 2151 persen disertai dengan nilai

gini ratio yang juga turun menjadi 0381

Sementara itu tingkat pengangguran

meningkat menjadi 624 persen

6 Sensifitas pertumbuhan ekonomi terhadap

tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

relatif rendah dimana elastisitasnya bersifat

inelastis

7 Target pendapatan APBN tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

sebesar 116 persen dibandingkan target

tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar

menjadi Rp268042 miliar Sementara itu

dari aspek belanja negara terdapat

kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427

persen dibandingkan pagu tahun 2018

yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi

Rp3172329 miliar

8 Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi

pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat

mencapai 10987 persen sedangkan

realisasi belanja APBN mencapai 9175

persen

BAB VIII

Kesimpulan dan Rekomendasi

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

114

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

9 Realisasi pendapatan pemerintah pusat di

Provinsi Papua Barat sampai dengan akhir

tahun 2019 sebesar Rp265248 miliar atau

naik 181 persen dari tahun sebelumnya

10 Realisasi penerimaan perpajakan

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan sebesar 2085

persen yaitu dari Rp219362 miliar pada

tahun 2018 menjadi Rp265104 miliar pada

tahun 2019 sedangkan realisasi

pendapatan bukan pajak tahun 2019

sebesar Rp29404 miliar atau turun 199

persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya

yang berjumlah Rp30001 miliar

11 Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah

penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat

sebesar Rp16978 miliar yang diberikan

kepada 51622 debitur Daerah dengan

jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota

Sorong sebesar Rp57002 milar dengan

jumlah debitur sebanyak 16903 nasabah

Jika dilihat per sektor perdagangan

merupakan sektor yang memiliki jumlah

penyaluran KUR terbesar mencapai

Rp119405 miliar dengan jumlah debitur

sebanyak 35551 nasabah

12 Berdasarkan komposisinya komponen

terbesar dari Transfer ke Daerah dan Dana

Desa (TKDD) Provinsi Papua Barat tahun 2019

berupa DBH menyumbang 362 persen dari

total keseluruhan TKDD yang diterima Provinsi

Papua Barat Komponen terbesar kedua

yaitu DAU sebesar 321 persen

13 Pada tahun 2019 beberapa output strategis

APBN tercatat memiliki realisasi yang cukup

besar seperti pembangunan dan preservasi

plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar) Jembatan

sepanjang plusmn235 meter (Rp43572 miliar) dan

rehabilitasi sarana pendidikan sebanyak

plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Selain itu realisasi

PIP dan KIP mampu mencapai nilai Rp4099

juta atau sebanyak 482 siswa beasiswa

Bidikmisi sebanyak 353 mahasiswa

Sementara pada bidang kesehatan

pencegahan stunting mampu terlaksana

pada 8558 keluarga penyediaan layanan

imunisasi alokon pada 170 faskes di 13

kabupatenkota

14 Target pendapatan APBD tahun 2019 seluruh

pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan 5132 persen dari

Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2871888 miliar pada tahun 2019

Sebaliknya total pagu belanja APBD

pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat

naik dari Rp2326404 miliar pada tahun 2018

menjadi Rp2761199 miliar atau meningkat

1869 persen di tahun ini

15 Total pendapatan APBD seluruh pemerintah

daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai

Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen

dibandingkan tahun sebelumnya Adapun

dari aspek belanja terdapat kenaikan

realisasi sebesar 12 persen yaitu dari

Rp2125451 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2380387 miliar pada tahun 2019

16 Realisasi pendapatan seluruh pemerintah

daerah se-Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 didominasi oleh pendapatan transfer

mencapai 9208 persen dari total

pendapatan daerah

17 Pada tahun 2019 indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index) pemerintah

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

tidak ada pemerintah kabupatenkota di

Provinsi Papua Barat yang masuk dalam

kategori sangat baik dan hanya ada dua

pemerintah daerah yang masuk ke dalam

kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan

Kaimana Sementara itu terdapat lima

115 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Kesimpulan dan Rekomendasi

daerah yang masuk dalam kategori buruk

yaitu Kab Manokwari Kab Fakfak Kab

Sorong Selatan Kab Teluk Wondama dan

Kab Raja Ampat Adapun pemerintah

daerah lainnya masuk dalam kategori

cukup

18 Belanja wajib APBD tahun 2019 pada bidang

pendidikan pelaksanaannya diwujudkan

dalam bentuk gaji dan tunjangan bagi

tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)

pemberian beasiswa OAP afirmasi OAP di

Perguruan Tinggi pembangunan fasilitas

pendidikan menengah pembangunan

prasarana dan sarana belajar

pembangunan rumah dinas guru serta

pengembangan koleksi perpustakaan Pada

bidang kesehatan output prioritas

diwujudkan melalui penyediaan makanan

tambahan obat vaksin dan perbekalan

kesehatan penyediaan layanan kesehatan

berbasis masyarakat pembangunan fasilitas

kesehatan tingkat lanjut di Kab Manokwari

serta penempatan tenaga kesehatan

secara merata Sementara output belanja

infrastruktur realisasi diantaranya

pembangunan dan preservasi plusmn473Km jalan

Jembatan sepanjang plusmn177 meter dan

pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500

Ha serta pelabuhandermaga rakyat di 4

lokasi terminal di 3 lokasi serta SPAM di 8

lokasi

19 Dengan menggunakan pendekatan

Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan

bahwa elastisitas penerimaan pajak daerah

di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per

kapita bersifat elastis Selain itu didapatkan

nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif

kecil yang menunjukan tingkat kesulitan

pemungutan pajak daerah relatif tinggi

20 Berdasarkan tabel input output Provinsi

Papua Barat tahun 2013 yang kemudian

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System)

model Miller dan Blair (1985) diperoleh hasil

bahwa sektor dengan nilai pengganda

output terbesar yaitu industri pengolahan

migas dan perikanan Adapun sektor

dengan pengganda pendapatan tertinggi

yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor

administrasi pemerintahan amp jaminan sosial

Sementara itu sektor dengan pengganda

tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya

dan industri makanan amp minuman

21 Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang

memiliki keterkaitan ke depan (forward

linkage) terbesar yaitu industri lainnya dan

industri makanan-minuman Adapun sektor

yang memiliki keterkaitan ke belakang

(backward linkage) terbesar yaitu industri

pengolahan migas dan perikanan

22 Dua kabupaten menjadi lokus prioritas

penanganan stunting nasional yaitu Kab

Tambraw dan Sorong Selatan Pelaksanaan

pencegahan stunting selama tahun 2019

dengan kombinasi sumber pembiayaan

yang ada mencapai Rp27759 miliar

Proporsi terbesar berasal dari dana APBN

(Belanja KL) mencapai 3764 persen

(Rp10448 miliar) sedangkan kontribusi DAK

Fisik APBD dan Dana Desa berturut-turut

sebesar 2495 persen (Rp6925 miliar) 2069

persen (Rp5744 miliar) dan 1672 persen

(Rp4642 miliar)

B REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas

beberapa rekomendasi yang diajukan

diantaranya

1 Sebagai salah satu komponen pertumbuhan

ekonomi pengeluaran pemerintah di

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

116

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke

daerah pedesaan dan remote area Hal ini

didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah

penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

sebagian besar berada di daerah pedesaan

yang terpencil Berbagai sektor yang

memiliki andil besar terhadap pertumbuhan

ekonomi sebagian besarnya tercurah ke

daerah perkotaan sehingga manfaatnya

belum banyak dinikmati oleh penduduk

pedesaan

2 Pemerintah perlu meningkatkan kualitas

pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan

sarana infrastruktur yang layak dan

memadai di daerah pedesaan dan remote

area terutama sarana pendidikan

kesehatan dan transportasi beserta tenaga

pendidikan dan kesehatan yang handal di

bidangnya

3 Pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

perlu mengoptimalisasi anggaran belanja

wajib melalui pelaksanaan program yang

efektif dan efisien serta memiliki sinergi

dengan pemerintah pusat berupa kegiatan

pengadaan pembangunan dan

pemeliharaan sarana prasarana pendidikan

dan kesehatan yang saling melengkapi dan

tidak ada duplikasi serta lebih awal

sehingga dapat selesai pada satu tahun

anggaran

4 Pemerintah sebaiknya mengutamakan

persebaran KUR di luar sektor perdagangan

ke sektor lain yang lebih produktif seperti

sektor pertanian perikanan dan industri

pengolahan Hal ini dikarenakan perluasan

kepada sektor produktif dapat lebih

menggerakkan roda perekonomian di

Provinsi Papua Barat

5 Dikarenakan indeks kesehatan keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk

dalam kategori sangat baik dan hanya ada

satu pemerintah daerah yang masuk ke

dalam kategori baik oleh karena itu

pemerintah daerah harus meningkatkan

kualitas belanja daerah (quality of spending)

yang berorientasikan kepada hasil dan

manfaat yang dirasakan oleh publik

Caranya dengan melakukan perencanaan

anggaran yang baik dan tepat waktu

membuat prioritas belanja dan

melaksanakannya dengan disiplin yang

tinggi sesuai prinsip ekonomis efektif dan

efisien Untuk mendukung kualitas dari

belanja daerah pengeluaran pemeritah

daerah juga harus dilakukan secara

transparan dan akuntabel

6 Berdasarkan perhitungan potensi pajak

daerah menggunakan pendekatan

Mansfield ndash Wirasasmita Model diantara

kebijakan dan strategi pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan

penerimaan pajak daerah yaitu

a Meningkatkan basis data perpajakan

melalui (1) pendataan ulang wajib pajak

dan objek pajak (2) peningkatan

koordinasi internal pemerintah daerah

terutama kepada badandinas perizinan

daerah dan (3) pemanfaatan data

pihak ketiga seperti Badan Pertanahan

setempat untuk penerimaan PBB

b Melakukan kerjasama dan koordinasi

dengan kantor pelayanan pajak dan

kantor pelayanan kekayaan negara dan

lelang setempat dalam penilaian dan

penagihan pajak daerah

c Melakukan koordinasi dengan aparat

kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP

setempat dalam pemeriksaan pajak

daerah

117 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Kesimpulan dan Rekomendasi

d Melakukan modernisasi sistem dan tata

kola pajak daerah dengan cara (1)

memanfaatkan teknologi informasi untuk

basis data (integrated database) dan

pelayanan perpajakan (2) membangun

organisasi pemungutan pajak daerah

yang handal dan (3) menyusun Standar

Operasional Prosedur (SOP) pemungutan

dan pelayanan perpajakan

e Meningkatkan kapasitas sumber daya

manusia melalui (1) pelaksanaan diklat

penilaian penagihan dan pemeriksaan

(2) penambahan jumlah diklat terkait

praktik pemungutan perpajakan yang

baik dan (3) pelaksanaan kerjasama

dengan pemerintah daerah lain yang

sukses dalam pemungutan pajak

daerah

7 Berdasarkan tabel input output Provinsi

Papua Barat tahun 2013 yang kemudian

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System)

model Miller dan Blair (1985) diantara

kebijakan dan strategi pengembangan

sektoral yang dapat ditempuh pemerintah

daerah Provinsi Papua Barat diantaranya

a Apabila dalam proses pembangunan

lebih mengutamakan pertumbuhan

ekonomi yang mantap sebaiknya

pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat lebih berfokus untuk mendorong

industri pengolahan migas dan sektor

perikanan dikarenakan memiliki

pengganda output terbesar

b Apabila sasaran utama dari proses

pembangunan adalah peningkatan

pendapatan masyarakat maka

kebijakan pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat sebaiknya lebih fokus untuk

mendorong sektor jasa pendidikan

dikarenakan memiliki pengganda

pendapatan terbesar

c Apabila fokus pembangunan daerah

adalah peningkatan kesempatan kerja

maka kebijakan pemerintah daerah di

Provinsi Papua sebaiknya lebih

mengutamakan industri lainnya dan

industri makanan-minuman dikarenakan

memiliki pengganda tenaga kerja

terbesar

d Sektor kunci yang dapat dijadikan

unggulan oleh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat yaitu industri lainnya

dan industri makanan-minuman

dikarenakan memiliki derajat kepekaan

tertinggi Sementara itu industri

pengolahan migas dan sektor ikan

dapat dijadikan sektor kunci karena

memiliki daya penyebaran terbesar

8 Pemerintah daerah seharusnya lebih terlibat

dalam akselerasi penurunan stunting

dengan penggunaan dana APBD Selain itu

upaya optimalisasi pelaksanaan

pencegahan stunting oleh Pemda dilakukan

melalui (1) peningkatan koordinasi dan

sinergi baik antar pemerintah

kabupatenkota antara pemerintah

kabupatenkota dan provinsi maupun

dengan pemerintah pusat (2) peningkatan

kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan

program dengan menambah tenaga

kesehatan berbasis masyarakat di lapangan

(3) pelaksanaan monitoring dan evaluasi

rutin baik itu dari tingkat kabupatenkota

pemerintah provinsi untuk menjaga tingkat

ketercapaian sasaran program (4)

penyediaan akses kepada layanan

kesehatan pendidikan anak usia dini air

bersih dan sanitasi yang merata secara

konsisten

118

Daftar Pustaka

Aisen A amp Veiga FJ (2010) How Does Political

Instability Affect Economic Growth

Washington International Monetary

Fund

Altman EI (1968) Financial Ratios Discriminant

Analysis and the Prediction of Corporate

Bankruptcy The Journal of Finance Vol

23 No 4 pp 589-609

Baumohl Bernard (2012) The Secrets of

Economic Indicators Hidden Clues to

Future Economic Trends and Investment

Opportunity -Third Edition New Jersey

Pearson Education Limited

Barro Robert J (1991) Economic Growth in a

Cross Section of Countries

Massachusetts The MIT Press

Beaver WH (1966) Financial Ratios as

Predictors of Failure Journal of

Accounting Research Vol 4 pp 71-111

Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2001)

Small and Medium Enterprise Dynamics

In Indonesia Bulletin of Indonesian

Economic Studies Volume 37 Issue 3

2001 pp 363-84

Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2002)

Firm and Group Dynamics in the Small

and Medium Enterprise Sector in

Indonesia Small Business Economics 18

Pp 141-61

BlanchardOliver (2006) Macroeconomics ndash

forth edition New Jersey Prentice Hall

BNPB (2014) Indeks Risiko Bencana Indonesia

Jakarta Direktorat Pengurangan Risiko

Bencana BNPB

Bourletidis K amp Triantafyllopoulos Y (2014)

SMEs Survival in Time of Crisis Strategies

Tactics and Commercial Success Stories

Procedia - Social and Behavioral

Sciences Vol 148 pp 639-644

Brown KW (1993) The 10-point Test of Financial

Condition Toward An Easy-to-use

Assessment Tool for Smaller Cities

Government Finance Review Vol 9 pp

21-26

Carmeli A (2008) The fiscal distress of local

governments in Israel Administration amp

Society 39 984

Chase BW amp Philips RH (2004) GASB 34 and

Government Financial Condition An

Analytical Toolbox Government Finance

Review Vol 20 no 2 pp 26-31

Chenery HB amp and T Watanabe (1958)

International Comparisions of The

Strructural of Production Econometrica

26(4) 487-521

Chittithaworn C Islam A Keawchana T amp

Yusuf D H (2011) Factors Affecting

Business Success of Small amp Medium

Enterprises (SMEs) in Thailand Asian

Social Science Vol 7 No 5 pp 180-190

CICA (1997) Indicators of Government

Financial Condition Canadian Institute

of Chartered Accountants Toronto

Corden WM amp Neary J P (1982) Booming

Sector and De-industrialisation in a Small

Open Economy Economic Journal 92

(December) 825-48

Cramer JS (2001) Measures of Fit of

Multinominal Discrete Models Tinbergen

Institute Discussion Papers Vol 4 01-082

Davey K 2003 Fiscal Decentralization (dikutip

secara online pada 12 Februari 2019 dari

httpunpan1unorgintradocgroupsp

ublicdocumentsUNTCUNPAN017650p

df

Dollar D amp A Kraay (2002) Growth is Good for

the Poor Journal of Economic Growth 7

195-225

DAFTAR PUSTAKA

119 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Daftar Pustaka

Dollery B Crase L amp Byrens J (2006) Local

Government Failure Why does Australian

Local Government Experience

Permanent Financial Austerity

Australian Journal of Political Science

Vol 41 pp 339-353

Drazen A (2000) Political Economy in

Macroeconomics Pricenton Princenton

University Press

Foster R N (1986) Innovation The Attackerrsquos

Advantage New York Summit Books

Funabashi G (2013) Small and Medium

Enterprises under the Global Economic

Crisis Evidence from Indonesia Asian

Institute of Management Working Paper

14-012

Gujarati DN amp Porter DC (2009) Basic

Econometrics -fifth edition Boston

McGraw-Hill

Heckman J J (2008) The Case For Investing In

Disadvantaged Young Children CESifo

DICE Report 6(2) 3-8

Hirschman AO (1958) The Strategy of

Economic Development New York Yale

University Press

Inanga E L amp Wusu D (2004) Financial

Resource Base of Sub-national

Governments and Fiscal

Decentralization in Ghana African

Development Review 16 (1) 72

Jhingan ML (1983) The Economics of

Development and Planning New Delhi

Vicas Publishing

Keefer P amp Khemani S (2004) Democracy

Public Expenditures and the Poor

Washington DCThe World Bank

Khan S (2015) Impact of sources of finance on

the growth of SMEs evidence from

Pakistan Decision Vol 42 No 1 pp 3-10

Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)

Developing and Testing A Composite

Model to Predict Local Fiscal Distress

Public Administration Review Vol 65 No

3 pp 313-323

Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)

Someone to Watch Over me State

Monitoring of Local Fiscal ConditionsThe

American Review of Public

Administration Vol 35 no 3 pp 236-255

Krugman P amp Wells R (2011) Economics-

Second Edition New York Worth

Publishers

Mahi Ali K amp Trigunarso Sri I (2017)

Perencanaan Pembangunan Daerah

Teori dan Aplikasi Jakarta Kencana

Mankiw N Gregory (2013) Macroeconomics -

eight edition New York Worth Publisher

Mansfield XY (1972) Elasticity and Bouyancy of

Tax System A Method Applied to

Paraguay International Monetary Fund

Staff Paper Vol XIX

MillerRE dan PDBlair (1985) Input-Output

Analysis Foundations and Extensions

New Jersey Prentice-Hall

Mishkin Frederic S (2015) Macroeconomics

Policy and Practice New Jersey Pearson

Education Limited

Nollenberger K Groves SM amp Valente MG

(2003) Evaluating Financial Condition A

Handbook for Local Government

Washington DC International

CityCounty Managers Association

Pearce JA amp Richard B Robinson Jr (1998)

Strategic Management-third edition

USA Richard D Irwin Illions

Prudrsquohomme R (1995) On the Dangers of

Decentralization Research Observer

10th 201-220

Ravallion Martin (1995) Growth and Poverty

Evidence for Developing Countries in The

1990s Economics Letters Vol 48 (June)

411-417

Saaty TL (2008) Decision Making with The

Analytic Hierarchy Process International

Journal of Services Sciences Vol 1 no1

pp 83-98

Samuelson Paul A amp Nordhaus William P

(2004) Macroeconomics New York

Irwin McGraw-Hill

Seyoum B (2009) Export-Import Theory

Practices and Procedures -Second

Edition New York Routledge

Soleh Ahmad (2017) Strategi Pengembangan

Potensi Desa Jurnal Sungkai Vol 5 No 1

pp 32-52

Stiglitz Joseph E (1998) Towards A New

Paradigm For Development Geneva

United Nations Conference on Trade

Development 9th Raul Prebisch Lecture

Sukirno Sadono (2011)Makroekokonomi Teori

Pengantar Jakarta PT Raja Grafindo

Persada

Takashi H (1999) Fiscal Crises in Japanrsquos

Prefectures and The Debate on

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

120

Daftar Pustaka

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Corporate Tax Reform Japan Economic

Institute of America

Tjiptoherijanto Prijono (2017) Dinamika

Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Indonesia Jurnal Analis Kebijakan Vol 1

No2

Todaro Michael P amp Stephen C Smith (2003)

Economic Development- Eigth Edition

London Pearson Education Limited

Wang X Dennis L amp Tu YSJ (2007) Measuring

Financial Condition A Study of US States

Public Budgeting amp Finance Vol 27 No

2 pp 1-21

Wirasasmita Y (1982) Elasticity of Tax System A

Model Applied to Indonesia for The

Period 19741975 ndash 19791980

Pemberitaan No13 Bandung Universitas

Padjadjaran

Wengel J amp Rodriguez E (2006) SME Export

Performance in Indonesia After The Crisis

Small Business Economics Vol 26 No 1

pp 25-37

WCED S W S (1990) World Commission On

Environment and Development Our

Common Future 17 1-91

Zumaeroh (2011) Penduduk Dalam Proses

Pembangunan Majalah Ilmiah Ekonomi

Vol 14 No 1 pp 15-19

Peraturan

UU No 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi

menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah

UU No 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi

menjadi UU No 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah

UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014

Dana Desa Yang Bersumber Dari

Anggaran Pendapatan Dan Belanja

Negara

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015

tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014

tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa

Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2017

Tentang Rencana Kerja Pemerintah

Tahun 2018

PMK Nomor 247PMK072015 tentang Tata Cara

Pengalokasian Penyaluran

Penggunaan Pemantauan dan

Evaluasi Dana Desa

PMK Nomor 49PMK072016 tentang Tata Cara

Pengalokasian Penyaluran

Penggunaan Pemantauan dan Evaluasi

Dana Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

257PMK072015 tentang Tata Cara

Penundaan dan atau Pemotongan

Dana Perimbangan Terhadap Daerah

Yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana

Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

50PMK072017 tentang Pengelolaan

Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

112PMK072017 tentang Perubahan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

50PMK072017 tentang Pengelolaan

Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Permendes Nomor 4 Tahun 2017 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa

Pembangunan Daerah Tertinggal dan

Transmigrasi Indonesia Nomor 22 Tahun

2016 tentang Penetapan Prioritas

Penggunaan Dana Desa Tahun 2017

Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4

Tahun 2017 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah

Daerah Provinsi Provinsi Papua Barat

2017-2021

Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 55

Tahun 2018 tentang Rencana Kerja

Pemerintah daerah Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Halaman ini sengaja dikosongkan

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

LAMPIRAN

Hasil Olah Data Eviews 10

Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test

Equation Untitled

Test period random effects

Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob

Period random 0011090 1 09161

WARNING estimated period random effects variance is zero

Period random effects test comparisons

Variable Fixed Random Var(Diff) Prob

GROWTH -0808006 -0814014 0003255 09161

Regresi Data Panel

Period random effects test equation

Dependent Variable POVERTY

Method Panel Least Squares

Date 020620 Time 1639

Sample 2016 2019

Periods included 4

Cross-sections included 13

Total panel (balanced) observations 52

Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob

C 3219243 3027290 1063408 00000

GROWTH -0808006 0539769 -1496949 01434

Effects Specification

Period fixed (dummy variables)

R-squared 0079440 Mean dependent var 2805154

Adjusted R-squared 0000534 SD dependent var 7682391

SE of regression 7680338 Akaike info criterion 7012119

Sum squared resid 2064566 Schwarz criterion 7182741

Log likelihood -1327363 Hannan-Quinn criter 7073336

F-statistic 1006773 Durbin-Watson stat 0043567

Prob(F-statistic) 0401337

Dependent Variable LOG(T) Method Least Squares Date 022020 Time 2341 Sample 1 11 Included observations 11

Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob

C 3156794 7072044 0446376 06672

LOG(Y) 1246326 0566079 2201680 00588 LOG(T1) 0360037 0273317 1317288 02242

R-squared 0506975 Mean dependent var 2211698 Adjusted R-squared 0383719 SD dependent var 2042810 SE of regression 1603679 Akaike info criterion 4009479 Sum squared resid 2057430 Schwarz criterion 4117996 Log likelihood -1905213 Hannan-Quinn criter 3941074 F-statistic 4113178 Durbin-Watson stat 2399802 Prob(F-statistic) 0059085

Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2013 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar

Tahun

2013

Kode

15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 306

15 4107217 433527 18834 1243 83 - 239432 78928 156 26809 588 356 1574 1631269 32547079

14 10702043 494469 37530 - - - - - - - 7572 4177 86022 465347 13790814

23 212528 145112 945679 93 275 - 560 451 607 420 38508 339898 7507228 15371 445497

21 1154283 790085 51891 15773 301 - 178953 46786 377 53341 60818 28496 64684 10271 85782

17 515297 - - 42 13453 - 31595 42871 73 4609 138386 18677 942 (7642) 142051

37 1213083 - - - - - - - 16498 21282 108024 3277909 5011 57570 1185205

25 - - - - - - - - - - 486372 108732 230952 (255289) 3501664

11 - - - - 1228 - - 416857 - - 1276410 55494 6557 (132259) 833126

34 193526 43442 26514 9608 7340 - 248029 4227 62205 2463 332666 234059 42209 (3025) 248599

38 32440 - 7757 - - - - - 1385 308417 722141 1134753 8385 1830 38047

201 3840406 2020974 2510884 50582 56892 3317945 649979 301984 232744 960378

202 10699814 10133020 3719111 104580 136091 1315773 1622740 1112082 524049 206073

203 117077 108105 52092 1388 1363 - 16960 10036 4339 3621

Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2019 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar Updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) Model Miller dan Blair

Tahun

2019

Kode

15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 Tenaga

Kerja ICOR

15 7076142 746904 32448 2142 143 - 412507 135982 269 46188 1013 613 2712 2810441 56073917 8528 2323925

14 18438075 851899 64659 - - - - - - - 13045 7196 148203 801726 23759581 8711 122187

23 366155 250007 1629268 160 474 - 965 777 1046 724 66344 585595 12933870 26482 767527 2789 2010547

21 1988663 1361202 89401 27175 519 - 308310 80606 650 91899 104781 49094 111441 17695 147790 3905 019106

17 887782 - - 72 23178 - 54434 73861 126 7941 238419 32178 1623 (13166) 244733 4074 061430

37 2089967 - - - - - - - 28424 36666 186110 5647364 8633 99185 2041937 595 -

25 - - - - - - - - - - 837949 187330 397897 (439826) 6032861 2484 -

11 - - - - 2116 - - 718184 - - 2199070 95608 11297 (227863) 1435356 12254 2767864

34 333417 74844 45680 16553 12646 - 427318 7283 107170 4243 573135 403250 72720 (5212) 428300 1011 289078

38 55889 - 13364 - - - - - 2386 531358 1244145 1955016 14446 3153 65549 496 2446210

201 6616465 3481846 4325891 87145 98017 5716340 1119820 520275 400984 1654593

202 18434234 17457730 6407491 180176 234465 2266887 2795747 1915957 902861 355034

203 201707 186249 89747 2391 2348 - 29220 17291 7475 6238

Sumber Aplikasi Input Output Regional Kerjasama antara Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM Edocondan Bappenas

Kode

I-O Sektor

15 Industri Pengolahan Migas

14 Pertambangan dan Penggalian

23 Konstruksi

21 Industri Lainnya

17 Industri Makanan dan Minuman

37 Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial

25 Perdagangan

11 Ikan

34 Keuangan

38 Jasa Pendidikan

Kode

I-O Uraian

201 Upah amp Gaji

202 Surplus usaha

203 Penyusutan

301 Konsumsi Rumah Tangga

302 Konsumsi Pemerintah

303 Pembentukan Modal Tetap Bruto

304 Inventori

305 Ekspor Barang

306 Ekspor Jasa

Executive Summary

Pengarah

Hari Utomo

(Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat)

Penanggung Jawab

Neil Edwin

(Plt Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Koordinator

Rian Andriono

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-C)

Anggota

Posma Amando Siagian

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-A)

Alif Fahrudin

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-B)

Yohanes Djie

(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Melianus

(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Tim Penyusun

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Provinsi Papua Barat

Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari

Komplek Perkantoran Pemerintahan Provinsi Papua Barat

Jl Brigjen Marinir (Purn) Abraham O Atururi Kelurahan Anday Arfai Kab Manokwari

Telepon (0986) 214122 - Faksimili (0986) 214124

website djpbnkemenkeugoidkanwilpapuabarat

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROVINSI PAPUA BARAT

GKN MANOKWARI LT II KOMPLEK PERKANTORAN GUBERNUR JALAN ABRAHAM O ATURURI ARFAIMANOKWARI 98315 TELEPON (0986) 214122 FAKSIMILI (0986) 214124 SUREL

KANWILDJPBNPAPUABARATGMAILCOM SITUS WWWDJPBKEMENKEUGOIDKANWILPAPUABARAT

NOTA DINASNOMOR ND-153WPB332020

Yth Direktur Pelaksanaan AnggaranDari Plh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi

Papua BaratSifat BiasaLampiran -

Hal Penyampaian KFR Tahun 2019 Provinsi Papua BaratTanggal 25 Februari 2020

Menindaklanjuti Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-61PB2017tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional dan Nota Dinas DirekturPelaksanaan Anggaran Nomor ND-54PB22020 tentang Penyusunan dan Tema AnalisisTematik Kajian Fiskal Regional Tahunan 2019 bersama ini kami sampaikan KFR Tahun 2019Provinsi Papua Barat Adapun softcopy laporan telah kami kirimkan melalui pos-el ke alamatloditpagmailcom

Demikian kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih

Ditandatangani secara elektronikPaulina Latupeirissa

  • KFR Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Netpdf (p1-162)
    • Kata Pengantar KFR 2019pdf
    • Bab 2 KFR 2019pdf
    • Bab 5 KFR 2019pdf
    • Bab 6 KFR 2019pdf
    • Daftar Pustaka KFR 2019pdf
    • Lampiranpdf
    • Tim Penyusunpdf
    • Sampul Belakang 2019pdf
      • ND-153_WPB33_2020 Pengantar KFR Tahun 2019pdf (p163)
Page 3: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id

i

Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan

Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan

rahmat-Nya kami dapat menyusun Kajian Fiskal

Regional (KFR) Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Penyusunan KFR yang merupakan bagian dari

tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah Ditjen

Perbendaharaan (Treasury Regional Office) ini

setidaknya melibatkan Development

Economics sebagai field study yang digunakan

dalam merekonstruksi metodologi sebagai

pendekatan akademik dalam melakukan

kajian kebijakan ekonomi pembangunan suatu

region

Pengembangan budaya akademik dalam

memahami fenomena pembangunan dengan

meletakkan basis research-based policy pada

dasarnya merupakan bagian dari budaya kerja

organisasi modern Dengan melakukan

pendalaman permasalahan melalui riset

diharapkan akan diperoleh suatu solusi yang

seimbang objective dan komprehensif dalam

pengambilan putusan Perkembangan

pembangunan dan industrialisasi pada negara-

negara maju (developed countries)

mempengaruhi kajian akademik yang

direpresentasikan dengan kurikulum universitas

yang mengarah tema-tema research spesifik

semisal urban economics environment

economics industrial economics transportation

economics logistic economics regional

economics dll Kajian development economics

kurang menjadi fokus utama karena era

tersebut telah dilalui dan menjadi bagian dari

sejarah panjang dialektika pembangunan

(development dialectics) negara-negara maju

Sebagai branch dari economics yang

melakukan studi proses pembangunan pada

negara-negara yang berpendapatan rendah

(low-income countries) development

economics memfokuskan pada studi economic

development economic growth dan structural

change dan lebih jauh lagi juga

menempatkan fokus studi pada kependudukan

dari sudut pandang kesehatan (health)

pendidikan (education) lapangan pekerjaan

(job opportunity) baik di sektor publik maupun

private dengan pendekatan quantitative

analysis qualitative analysis dan mixed method

antara keduanya Dalam prakteknya untuk

KATA PENGANTAR

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

ii

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Kata Pengantar

merancang (to devise) pembangunan

ekonomi development economics

mempertimbangkan faktor sosial budaya

legal dan politik

Kajian Fiskal Regional (Regional Fiscal Analysis)

ini merupakan studi perkembangan ekonomi

pembangunan dari sudut pandang kebijakan

fiskal untuk wilayah Provinsi Papua Barat

Variabel utama yang digunakan untuk

melakukan analisis pembangunan adalah

dengan melakukan studi deskriptif kuantitatif

atas data penerimaan dan pengeluaran

negara Dalam studi ini outlook pembangunan

dalam satu tahun dengan memperhatikan

indikator-indikator pertumbuhan ekonomi

(consumption investment government

expenditure net export) dan dampak yang

timbul seperti indeks pembangunan manusia

(human development index) pemerataan

pendapatan (income equality)

penanggulangan kemiskinan (poverty

alleviation) pengurangan pengangguran

(unemployment reduction) dan lain-lain Pada

saat yang bersamaan indikator makro ekonomi

tersebut disandingkan dengan beberapa

perspektif yang merupakan constraint

pembangunan antara lain 1) Aspek budaya

(culture aspect) sebagai contoh adalah

eksistensi hak ulayat dalam kehidupan sosial

kemasyarakatan 2) Aspek sosial

kemasyarakatan (sosiological aspect) sebagai

contoh kerentanan sosial (social vulnerability)

yang membuat stabilitas masyarakat

terganggu 3) Aspek politik (political aspect)

sebagai contoh pelaksanaan otonomi khusus

(special autonomy) yang belum menunjukkan

dampak positif terhadap pertumbuhan

pembangunan 4) Aspek geografis

(geographical aspect) sebagai contoh kondisi

geografi yang belum terintegrasi secara

infrastruktur

Dengan keterbatasan yang ada kami

menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini

masih terdapat kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan Oleh karena itu kami

mengharapkan saran masukan dan kritik yang

bersifat membangun untuk perbaikan ke arah

yang lebih baik Akhirnya kami berharap

semoga kajian ini dapat memberikan manfaat

kepada semua pihak serta dapat menjadi

tambahan pengetahuan dan wawasan bagi

pembaca semuanya

Manokwari 25 Februari 2019

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal

Perbendaharaan Provinsi Papua Barat

Hari Utomo

Halaman ini sengaja dikosongkan

iii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GRAFIK xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR BOKS xiv

EXECUTIVE SUMMARY xv

BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH 1

A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 1

A1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 1

A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah 4

B TANTANGAN DAERAH 5

B1 Tantangan Ekonomi Daerah 6

B2 Tantangan Sosial Kependudukan 10

B3 Tantangan Geografi Wilayah 15

BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL 19

A INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL 19

A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 20

A2 Inflasi 20

A3 Suku Bunga 27

A4 Nilai Tukar 29

B INDIKATOR KESEJAHTERAAN 29

B1 Indikator Pembangunan Manusia (IPM) 29

B2 Kemiskinan 31

B3 Ketimpangan 32

B4 Ketenagakerjaan 33

C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL 34

C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan 34

C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan

Pendekatan Model Data Panel 35

BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN 39

A APBN TINGKAT PROVINSI 39

B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 40

B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat 41

B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi 43

B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan dan PNBP Terhadap

Perekonomian 43

C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 44

C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Organisasi (BA atau KL) 45

C2 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi 46

iv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja 47

C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat 47

D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT 47

E TRANSFER KE DAERAH 49

F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN (BLU) UMUM PUSAT 50

F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat 50

F2 Perkembangan Pengelolaan AsetPNBPRM dan BLU Pusat 50

F3 Kemandirian BLU 51

F4 Potensi Satker PNBP Menjai Satker BLU 51

G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT 51

G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan AgreementSLA) 52

G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) 52

H MANDATORY SPENDING BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT STRATEGIS

LAINNYA 54

H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur 54

H2 Output Strategis Bidang Pendidikan 55

H3 Output Strategis Bidang Kesehatan 56

BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD 59

A ANALISIS PENDAPATAN APBD 60

A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah 61

A2 Analisis Kemandirian Daerah 62

B ANALISIS BELANJA APBD 62

B1 Analisis Belanja Derah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi 62

B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis Belanja (Sifat Ekonomi) 63

C PENGELOLAAN INVESTASI DEARAH 63

C1 Bentuk Investasi Daerah 63

C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 64

D SILPA DAN PEMBIAYAAN 64

D1 Perkembangan Defisit APBD 64

D2 Pembiayaan Daerah 65

E PENGELOLAAN BLU DAERAH 65

E1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Daerah 65

E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah 66

E3 Analisis Legal 67

F ANALISIS APBD LAINNYA 67

F1 Analisis Horizontal 67

F2 Analisis Vertikal 67

F3 Analisis Kapasitas Fiskal Daerah 69

G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN DAERAH 70

G1 Solvabilitas Anggaran 72

G2 Kemandirian Keuangan 73

G3 Fleksibilitas Keuangan 75

v Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

G4 Solvabilitas Layanan 76

G5 Indeks Kesehatan Keuangan 77

H BELANJA WAJIB DAERAH 79

H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan 79

H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan 80

H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur 81

BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN 82

A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KONSOLIDASIAN 82

B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN 82

B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 82

B2 Analisis Perubahan 83

B3 Rasio Pajak (Tax Ratio) 83

C BELANJA KONSOLIDASIAN 85

C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 86

C2 Analisis Perubahan 86

C3 Analisi Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja

Konsolidasian 86

C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk 87

C5 Analisis Belanja 88

D SURPLUS DEFISIT 89

E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH TERHADAP PRODUK DOMESTIK

REGIONAL BRUTO (PDRB) 89

BAB VI ANALISIS POTENSI DAN TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 91

A ANALISIS POTENSI PAJAK DEARAH

Pendekatan Masfield-Wirasasmita Model 91

A1 Landasan Teori 91

A2 Hasil Estimasi 92

A3 Implikasi Kebijakan 93

B ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAERAH

Pendekatan Input-Output Model 94

B1 Konsep dan Definisi 94

B2 Metodologi Pengukuran 95

B3 Hasil dan Pembahasan 96

B4 Implikasi Kebijakan 98

C ANALISIS TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 98

C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam (Natural Resource Curse) 99

C2 Pengembangan Kapasitas SDM 99

C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism) 100

C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana Infrastruktur 100

C5 Stabilitas Sosial Politik 101

C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement) 101

C7 Pengembangan UMKM (Small dan Medium Enterprises) 102

vi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

BAB VII ANALISIS TEMATIK 103

A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING 104

A1 Kebijakan Pencegahan 105

A2 Sasaran Program 106

B PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH 107

B1 Belanja KL dalam APBN 107

B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa 108

B2 Belanja APBD 109

B2 Belanja Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting 111

C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING 112

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 113

A KESIMPULAN 114

B REKOMENDASI 115

DAFTAR PUSTAKA 118

LAMPIRAN xviii

vii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR TABEL

Tabel 11 Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat

Tahun 2017-2021 3

Tabel 12 Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 4

Tabel 13 Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam RKPD Provinsi

Papua Barat 5

Tabel 14 PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar) 7

Tabel 15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 7

Tabel 16 Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen) 8

Tabel 17 Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa) 9

Tabel 18 Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat 10

Tabel 19 Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

Tahun 201910

Tabel 110 Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat 12

Tabel 111 AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 13

Tabel 112 Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun di Provinsi

Papua Barat (persen) 13

Tabel 113 Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat 14

Tabel 114 Komposisi Luas KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 15

Tabel 115 Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 16

Tabel 116 Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di Provinsi

Papua Barat 16

Tabel 117 Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di Provinsi Papua Barat 17

Tabel 118 Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019 17

Tabel 117 Risiko Bencana per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat17

Tabel 21 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 24

Tabel 22 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 34

Tabel 23 Ringkasan Hasil Ujian Hausman 36

Tabel 24 Ringkasan Hasil Regresi Data Panel 37

Tabel 31 Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018

dan 2019 (miliah Rp) 39

Tabel 32 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018- 2019 (miliar Rp) 41

Tabel 33 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 43

Tabel 34 Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 44

Tabel 35 Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (rupiah) 44

Tabel 36 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran di

viii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 45

Tabel 37 Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 46

Tabel 38 Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 47

Tabel 39 Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 48

Tabel 310 Pagu dan Realisasi dana Transfer Tahun 2018-2019 Provinsi

Papua Barat (miliar Rp) 49

Tabel 311 Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP yang

Berpotensi Menjadi Satker BLU 51

Tabel 312 Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat 52

Tabel 313 Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi

Papua Barat 52

Tabel 314 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Bank Penyalur

sd Tahun 2019 53

Tabel 315 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema

sd Tahun 2019 53

Tabel 316 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan

Usaha sd Tahun 2019 54

Tabel 317 Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55

Tabel 318 Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55

Tabel 319 Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 56

Tabel 41 Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 59

Tabel 42 Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 61

Tabel 43 Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp) 61

Tabel 44 Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp) 63

Tabel 45 Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah se- Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 (Rupiah) 64

Tabel 46 SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah) 64

Tabel 47 Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat 64

Tabel 48 Rasio Keseimbangan Umum dan Primer Provinsi Papua Barat 65

Tabel 49 Profil Anggaran RSUD Manokwari 66

Tabel 410 Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Perawatan 66

Tabel 411 Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019 67

Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD 67

Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp) 68

Tabel 414 Analisis Vertikal Pendapatan APBD 2019 Provinsi Papua Barat (persen) 68

Tabel 415 Analisis Vertikal Belanja APBD 2019 Provinsi Papua Barat 69

ix Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Tabel 416 Analisis Fiskal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)69

Tabel 417 Kuadran Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 201970

Tabel 418 Rasio Solvabilitas Anggaran 72

Tabel 419 Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 73

Tabel 420 Rasio Kemandirian Keuangan 73

Tabel 421 Kriteria Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Menurut TIM KKD

FE UGM 74

Tabel 422 Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 74

Tabel 423 Rasio Fleksibilitas Keuangan 75

Tabel 424 Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 75

Tabel 425 Rasio Solvabilitas Layanan 76

Tabel 426 Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (juta Rp) 76

Tabel 427 Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 77

Tabel 428 Kuadran Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health index) Pemerintah

Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019 79

Tabel 429 Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201979

Tabel 430 Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201980

Tabel 431 Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201979

Tabel 51 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 82

Tabel 52 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 83

Tabel 53 Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019 84

Tabel 54 Realisasi Penerimaan Perpajakan per Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 84

Tabel 55 Realisasi Penerimaan Perpajakan perkapita per Kabupaten Kota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 85

Tabel 56 Realisasi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019 85

Tabel 57 Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 87

Tabel 58 Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp) 87

Tabel 59 Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019 (miliar Rp) 88

Tabel 510 Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019 88

Tabel 511 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papau Barat

x Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 88

Tabel 512 Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 89

Tabel 513 Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2019 90

Tabel 61 Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (juta Rp) 92

Tabel 62 Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor Ekonomi Terbesar

Provinsi Papua Barat Tahun 2013 (juta Rp) 96

Tabel 63 Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Metode Modified RAS 96

Tabel 64 Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Metode Modified RAS 97

Tabel 71 Jumlah dan Kelompok Penduduk di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (jiwa) 106

Tabel 72 Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per KabupatenKota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (persen) 107

Tabel 73 Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 108

Tabel 74 Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 109

Tabel 75 Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 110

Tabel 76 Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (Rp) 111

xi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR GRAFIK

Grafik 11 Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat 8

Grafik 12 Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat 8

Grafik 13 Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 12

Grafik 21 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Dunia Tahun 2019 19

Grafik 22 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua Barat

Tahun 2016-2019 (persen) 20

Grafik 23 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut Lapangan

Usaha (persen) 20

Grafik 24 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut

Pengeluaran (persen) 21

Grafik 25 Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 21

Grafik 26 Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat 2014-2019 22

Grafik 27 Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23

Grafik 28 Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23

Grafik 29 Kontribusi Sektoral terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 24

Grafik 210 Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua Barat

Tahun 2015-2019 (juta Rptahun) 24

Grafik 211 Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan Nasional

Tahun 2015-2019 25

Grafik 212 Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019 (persen) 27

Grafik 213 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Pada Lembaga Keuangan

Nasional Tahun 2019 (persen) 28

Grafik 214 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Simpanan pada Lembaga Keuangan

Nasional Tahun 2019 (persen) 28

Grafik 215 Tren Pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dollar AS Tahun 2019 29

Grafik 216 Perkembangan Nilai IPM Papua Barat dan Nasional Tahun 2011-2018 30

Grafik 217 Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun 2016-2019 31

Grafik 218 Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Provinsi Papua Barat

Tahun 2016- 2019 32

Grafik 219 Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 32

Grafik 220 Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat dan Nasional

Tahun 2016-2019 32

Grafik 221 TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 33

Grafik 222 Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua Barat Tahun 2015-2019 33

Grafik 31 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per KabupatenKota di

Papua Barat (miliar Rp) 41

Grafik 32 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor

di Papua Barat (miliar Rp) 41

xii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Grafik 33 Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2019 (persen) 42

Grafik 34 Kementerian NegaraLembaga di Provinsi Papua Barat dengan

Alokasi APBN Terbesar TA 2019 46

Grafik 35 Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019 49

Grafik 36 Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel Sorong

Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50

Grafik 37 Perkembangan Pagu PNBP BLU Satker Poltekpel Sorong

Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50

Grafik 38 Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel Sorong Tahun 2017-2019 51

Grafik 39 Jumlah Debitur KUR per KabKota Provinsi Papua Barat Tahun 2019 52

Grafik 310 Jumlah penyaluran KUR per KabKota di Porvinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 53

Grafik 41 Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 62

Grafik 42 Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 per Fungsi (miliar Rp) 63

Grafik 43 Indeks Kesehatan Keuangan (Fisccal Health Index) KabKota se-Provinisi

Papua Barat Tahun 2018-2019 78

Grafik 51 Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap

Penerimaan Konsolidasian Provinsi Papua Barat Tahun 2019 83

Grafik 52 Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 86

Grafik 53 Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 86

Grafik 61 Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi Papua Barat

Tahun 2015 - 2019 101

Grafik 62 Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi Papua Barat

Tahun 2015 - 2019 (persen) 101

xiii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR GAMBAR

Gambar 11 Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 2

Gambar 21 Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM 30

Gambar 22 IPM KabKota di Provinsi Papua Barat tahun 2017 berdasarkan

Klasifikasi UNDP 30

Gambar 23 Lingkaran Kemiskinan Nurkse 35

Gambar 41 Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 72

Gambar 51 Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pemerintah terhadap Output Menurut

Perpotongan Keynesian 68

Gambar 61 Technological Discontinuity Curve 102

Gambar 71 Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting 105

xiv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR BOKS

Boks 31 Pemberdayaan UMKM Papua Barat Melalui Pembiayaan Kredit Usaha

Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi) 57

Halaman ini sengaja dikosongkan

xv

Executive Summary

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Pembangunan Provinsi Papua Barat yang memiliki 13 KabupatenKota dijalankan dengan visi

ldquoMenuju Papua Barat yang Aman Sejahtera dan Bermartabatldquosebagaimana tertuang dalam

RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 Visi pembangunan ini dijiwai oleh semangat Otonomi

Khusus yang menjadi roh sekaligus paradigma pembangunan dalam mewujudkan perencanaan

Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai yang tertuang dalam ketentuan Otonomi Khusus

meliputi Perlindungan Penghormatan Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli Papua

(OAP)

Pembangunan Papua Barat sebagai wilayah otonomi khusus didominasi oleh pengaruh faktor

ekonomi dengan kekayaan alam (minyak bumi dan gas alam) yang melimpah menjadi modal

utama Keberadaan faktor ekonomi ini membuat perekonomian terpusat dan didominasi oleh 3

kabupatenkota (Kota Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk Bintuni) sebagai lokasi

pertambangan dan perindustrian Kesenjangan ekonomi yang terjadi menyebabkan tidak

meratanya kapasitas dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik fasilitas perdagangan fasilitas

kesehatan maupun fasilitas pendidikan dan membuat tingginya biaya koleksi dan distribusi Selain

infratruktur keterbatasan lain yang ada di Provinsi Papua Barat adalah rendahnya kualifikasi

tingkat pendidikan yang dimiliki angkatan kerja yang sebagian besar adalah lulusan SD (345

persen)

Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah sebesar

10295515 km sehingga membentuk kepadatan penduduk 932 jiwakmsup2 dengan kepadatan

tertinggi berada di Kota Sorong sebagai kota terbesar dan Kab Manokwari sebagai ibukota

provinsi Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940

mdpl dengan sebagian besar merupakan wilayah perbukitan (4921) dan daerah dataran

rendah (3974) serta daerah pegunungan (1105) Kondisi wilayah ini membuat Provinsi Papua

Barat sangat berpotensi (kelas risiko tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan dan hutan

gempa tektonik serta gelombang tsunami namun dengan kapasitas penanggulangan yang

sedang

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 tumbuh tertahan pada level 266 persen

setelah sempat tumbuh signifikan tahun sebelumnya yang mencapai level 624 persen

Pertumbuhan ekonomi regional tersebut lebih rendah dari pertumbuhan nasional yang stagnan

pada level 502 persen Seluruh sektor lapangan usaha mencatatkan pertumbuhan positif dimana

pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151 persen serta

jasa keuangan dan asuransi mencapai 933 persen Sebaliknya industri pengolahan dan sektor

pertambangan-penggalian mencatatkan pertumbuhan yang melambat sebesar 099 dan -034

persen

Laju inflasi Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih rendah dari inflasi

tahun sebelumnya sebesar 521 persen dan inflasi nasional sebesar 272 persen Pencapaian

tersebut berada di atas target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021 dimana ditetapkan

pada angka 408 persen

Dari sisi kesejahteraan terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat di Provinsi Papua Barat yang

tercermin dari pencapaian IPM yang menunjukan kenaikan menjadi 6374 tingkat kemiskinan

yang mengalami penurunan menjadi sebesar 2151 persen seiring laju inflasi yang terkendali

peningkatan belanja pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan Namun tingkat

EXECUTIVE SUMMARY

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

xvi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Executive Summary

pengangguran yang meningkat menjadi 624 persen menunjukkan bahwa upaya peningkatan

sektor tersebut masih belum optimalnya

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat memiliki tingkat sensitifitas yang rendah terhadap

tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di bawah satu

persen atau bersifat inelastis Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu

persen maka penurunan tingkat kemiskinan di bawah satu persen Sebagai salah satu komponen

pertumbuhan ekonomi pengeluaran pemerintah di Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke

daerah pedesaan dan remote area Hal ini didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah penduduk

miskin di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di daerah pedesaan

Perkembangan dan Analisis APBN

Target pendapatan negara tahun 2019 di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan sebesar

116 persen dibandingkan target tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi Rp206842 miliar

Penurunan target tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perekonomian pada tahun

2019 masih dalam tahap ketidakpastian Tantangan dan dinamika yang cukup berat mengingat

volatilitas harga komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi turut mempengaruhi target

penerimaan pajak di Papua Barat

Sementara itu dari aspek belanja negara terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427 persen

dibandingkan pagu tahun 2018 yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi Rp3457711 miliar Tercermin

dari kenaikan yang cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223 persen dari Rp1700164 miliar

menjadi Rp2588091 miliar Pagu belanja pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari Rp156741

miliar pada tahun 2018 menjadi Rp187346 miliar pada tahun 2019 Sementara belanja barang

meningkat sebesar 1224 persen yaitu dari Rp291817 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp32754

miliar pada tahun 2019 Terdapat peningkatan yang cukup signifikan pada pagu belanja modal

dari Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik

sebesar 3005 persen

Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat mencapai

9896 persen sedangkan realisasi belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan

membandingkan antara realisasi penerimaaan dan belanja APBN tahun 2019 terdapat defisit

anggaran sebesar Rp2907081 miliar Hal ini disebabkan oleh target penerimaan yang tidak

tercapai dengan optimal meskipun target tersebut telah direncanakan secara realistis disamping

adanya kebijakan defisit APBN dalam mewujudkan capaian prioritas nasional

Pemerintah pusat berupaya mendorong laju perekonomian Provinsi Papua Barat melalui

penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah penyaluran KUR

di Provinsi Papua Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan kepada 51622 debitur Daerah

dengan jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong sebesar Rp57002 milar dengan jumlah

debitur sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah dengan penyaluran KUR terbesar kedua

yaitu Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang diberikan kepada 14542 debitur Hal ini

mengindikasikan bahwa persebaran KUR di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di

daerah yang kondisi perekonomiannya relatif lebih maju Perdagangan merupakan sektor yang

memiliki jumlah penyaluran KUR terbesar Sampai dengan tahun 2019 penyalurannya sebesar

Rp119405 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551

Perkembangan dan Analisis APBD

Dari sisi pelaksanaan APBD sampai dengan akhir tahun 2019 total pendapatan APBD seluruh

pemerintah daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen

dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp20100 miliar pendapatan dari komponen

PAD mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374 miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu

dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar pada

tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar pada tahun 2019 Banyak faktor yang mempengaruhi

pencapaian realisasi pendapatan dan belanja tersebut Diantara faktornya yaitu perkembangan

perekonomian dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi pelaksanaan berbagai kebijakan

fiskal yang dilaksanakan serta beberapa tantangan terhadap perekonomian Provinsi Papua

Barat

xvii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Executive Summary

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Total realisasi pendapatan konsolidasian pemerintah pusat dan pemerintah daerah tahun 2019

adalah sebesar Rp544142 miliar atau naik 49 persen Dari jumlah tersebut 54 persen merupakan

pendapatan pemerintah pusat dan 46 persen adalah pendapatan pemerintah daerah Realisasi

belanja dan transfer konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar dimana 75 persen bersumber dari

anggaran pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran pemerintah pusat

Keunggulan dan Potensi Ekonomi serta Tantangan Fiskal Regional

Dengan menggunakan pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan bahwa elastisitas

penerimaan pajak daerah di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per kapita bersifat elastis Selain

itu didapatkan nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif kecil yang menunjukan tingkat

kesulitan pemungutan pajak daerah relatif tinggi

Berdasarkan tabel input output Provinsi Papua Barat tahun 2013 yang kemudian dilakukan

updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) model Miller dan Blair

(1985) diperoleh hasil bahwa sektor dengan nilai pengganda output terbesar yaitu industri

pengolahan migas dan perikanan Adapun sektor dengan pengganda pendapatan tertinggi

yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor administrasi pemerintahan amp jaminan sosial Sementara itu

sektor dengan pengganda tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya dan industri makanan amp

minuman

Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage)

terbesar yaitu industri lainnya dan industri makanan-minuman Adapun sektor yang memiliki

keterkaitan ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu industri pengolahan migas dan

perikanan

Analisis Tematik

Selama tahun 2019 dana APBN berupa belanja KL yang telah digunakan dalam program

pencegahan stunting sebesar Rp10448 miliar Penggunaan dana terbesar sesuai dengan prioritas

percepatan pencegahan yakni untuk kegiatan intervensi sensitif (Kementerian Kesehatan)

sebesar Rp1928 miliar dan intervensi spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta sebesar Rp842

miliar untuk kegiatan pendampingan koordinasi dan dukungan teknis (lintas KL) Penggunaan

dana tersebut terbesar direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif terutama pembangunan

Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan pendanaan sebesar Rp4353

miliar

Pembiayaan program penurunan stunting juga dilakukan dengan memanfaatkan dana

tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Dana DFDD

tahun 2019 yang telah digunakan dalam program stunting sebesar Rp11348 miliar terdiri dari DAK

Fisik sebesar Rp6706 miliar dan Rp4642 miliar berupa Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar

adalah pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar Rp11348 miliar sedangkan intervensi

spesifik sebesar Rp166 miliar Realisasi terbesar dialokasikan untuk perluasanpeningkatan SPAM

sebanyak 5765 sambungan rumah (SR) dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp2562 miliar

Sementara penggunaan Dana Desa terbesar diperuntukkan bagi pembangunan sumber air

bersih milik desa pada 1041 titik dengan dana sebanyak Rp1752 miliar

Selain APBN dan DFDD dana APBD juga dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan intervensi

spesifik sebesar Rp939 miliar dan sebesar Rp4805 miliar untuk kegiatan intervensi sensitif

Penggunaan dana tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi penyediaan akses JKN Orang

Asli Papua (OAP) sebesar Rp2882 miliar Penggunaan dana yang besar lainnya adalah untuk

penyediaan akses air minum yang aman dan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi

anak gizi kurang akut dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118 miliar dan Rp566 miliar

DJPbKawalAPBN

SASARAN

PEMBANGUNAN DAERAH

ldquoKeindahan Alam Pulau Misool Raja Ampatrdquo

1

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

embangunan Provinsi Papua Barat

berhubungan erat dengan capaian

sasaran pembangunan nasional

sehingga memiliki tingkat urgensi

yang tinggi untuk segera diwujudkan serta

memiliki daya ungkit yang tinggi bagi

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di

wilayah bagian (paling) timur Indonesia

Pelaksanaan pembangungan daerah ini

didasarkan pada prioritas tertentu yang

menjadi fokus atau objek utama

pembangunan dan tersinkronisasi dengan

prioritas nasional sebagai kerangka kebijakan

fiskal terintegrasi antara pusat dan daerah

Prioritas pembangunan menjadi bagian dari

perencanaan pembangunan yang akan

menetapkan kegiatan-kegiatan

pembangunan sosial-ekonomi fisik

(infrastruktur) untuk dilaksanakan secara

terpadu oleh sektoral publik dan swasta (Mahi

dan Trigunarso 2017) Perumusan prioritas

pembangunan di Provinsi Papua Barat secara

teknis dilakukan dengan mengevaluasi

pelaksanaan program kegiatan dan capaian

kinerja pembangunan serta identifikasi atas

permasalahan-permasalahan yang terjadi

pada tahun-tahun sebelumnya Selanjutnya

dihubungkan dengan visi misi tujuan dan

sasaran pembangunan daerah yang

tercantum dalam Rancangan Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada

tahun rencana serta mempertimbangkan

prioritas yang tertuang dalam Rancangan

Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN)

A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

DAERAH

Tujuan dan sasaran pembangunan dirumuskan

untuk memberikan arah terhadap program

pembangunan daerah serta dalam rangka

memberikan kepastian operasionalisasi dan

keterkaitan antara misi dengan program

pembangunan sehingga memberikan

gambaran yang jelas tentang ukuran-ukuran

terlaksananya misi dan tercapainya visi Tujuan

dan sasaran pembangunan menunjukkan

tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan

pembangunan jangka menengah yang

selanjutnya akan menjadi dasar dalam

mengukur kinerja pembangunan secara

keseluruhan

A1 Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah

Tahun 2019 merupakan tahun ketiga dari

pelaksanaan RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-

2021 Dokumen ini merupakan jangkar bagi

Pemerintah Daerah di lingkup Provinsi Papua

Barat untuk menetapkan kebijakan-kebijakan

dalam mencapai sasarantarget

P

BAB I

Sasaran Pembangunan dan

Tantangan Daerah

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

2

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

pembangunan selama lima tahun ke depan

dan dijabarkan dalam Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahunnya

Sebagai satu kesatuan perencanaan daerah

yang utuh penetapan arah pembangunan

dalam RPJMD dilakukan dengan

memperhatikan prioritas pembangunan

nasional dalam RPJMN sekaligus RPJMD daerah

sekitar yang terdekat (Provinsi Papua) Hal ini

untuk menjamin terciptanya sinkronisasi dan

sinergi kebijakan program dan kegiatan

pembangunan Pemerintah Provinsi Papua

Barat dengan kebijakan pembangunan

wilayah Pulau Papua dan nasional

Hasil sinkronisasi dan sinergi tersebut pada

akhinya membentuk sebuah visi pembangunan

Pemerintah Provinsi Papua Barat yaitu ldquoMenuju

Papua Barat yang Aman Sejahtera dan

Bermartabatldquo dan diwujudkan dalam 8

(delapan) misi pembangunan

Misi 1 Menciptakan tata kelola pemerintahan

yang baik berbasis aparatur yang bersih

dan berwibawa serta otonomi khusus

yang efektif

Misi 2 Mewujudkan pengelolaan lingkungan

dan sumber daya alam yang

berkeadilan dan berkelanjutan

Misi 3 Meningkatkan kualitas pelayanan dasar

pendidikan dan kesehatan

Misi 4 Meningkatkan kapasitas infrastruktur

wilayah

Misi 5 Meningkatkan daya saing

perekonomian dan investasi daerah

berbasis pariwisata

Misi 6 Membangun pertanian yang mandiri

dan berdaualat

Misi 7 Memperkuat pemberdayaan

masyarakat perempuan dan

perlindungan anak berbasis masyarakat

berketahanan sosial

Misi 8 Memperkuat Kerukunan umat

beragama dan Kondusivitas Daerah

Misi yang tertuang dalam RPJMD secara nyata

dijabarkan dalam berbagai strategi dan arah

kebijakan dalam rangka pencapaian target

kinerja yang direncanakan dalam jangka waktu

5 (lima) tahun Perencanaan jangka menengah

ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi

Papua Barat Nomor 4 Tahun 2017 tentang

RPJMD Provinsi Papua Barat tahun 2017-2021

dan menjadi sebuah ketentuan bagi Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Provinsi

Papua Barat dalam perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan

Setiap tahunnya dilakukan penentuan prioritas

pembangunan Provinsi Papua Barat yang

diselaraskan dengan RPJMD untuk

menghasilkan perencanaan yang nantinya

akan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah

Prioritas pembangunan tersebut membentuk

target kinerja pembangunan dengan fokus

pada penyelesaian beberapa isu strategis

sebagai berikut

a Rendahnya persentase angka partisipasi

sekolah pada jenjang pendidikan

menengah

Visi

Misi 1

Misi 2

Misi 3

Misi 4

Misi 5

Misi 6

Misi 7

Misi 8

Gambar 11

Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021

3 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

b Rendahnya angka rata-rata lama sekolah

c Tingginya angka kemiskinan

d Masih rentannya ketahanan pangan

e Masih tingginya kesenjangan

pendapatanpenghasilan masyarakat

f Belum optimalnya upaya pengentasan

kemiskinan

g Kurangnya pemerataan fasilitas kesehatan

Tabel 11

Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021

Misi Tujuan Sasaran

Misi 1 Meningkatkan kinerja penyelenggaraan

otonomi khusus

Meningkatnya kinerja penyelenggaraan otonomi khusus

Meningkatnya kualitas Manajemen

penyelenggaraanpemerintahan sinergitas

kebijakan pembangunan dan pelayanan

publik serta efektivitas

Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas penyelenggaraan

pemerintahan serta koordinasi kebijakan daerah

Meningkatnya kualitas perencanaan pembangunan daerah

Optimalnya sistem pengawasan daerah

Meningkatnya kualitas sumberdaya aparatur

Meningkatnya kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan daerah

Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

Terwujudnya pengelolaan data dan informasi

layanan publik yang terintegrasi dan berbasis IT

Terwujudnya koneksitas jaringan komunikasi dan pelayanan informasi

publik berbasis IT

Meningkatnya ketersediaan data sebagai basis kebijakan

pembangunan daerah

Optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan persandian daerah

Meningkatnya budaya baca masyarakat

Meningkatnya tata kelola administrasi kearsipan daerah

Misi 2 Terwujudnya pengembangan dan

pembangunan daerah yang berwawasan

lingkungan

Meningkatnya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan

serta pengendalian pembangunan berwawasan lingkungan yang

berkelanjutan

Meningkatnya kelestarian pengelolaan hutan secara terpadu

Meningkatnya koordinasi dan penyelenggaraan tertib administrasi

pertanahan wilayah dan penataan wilayah

Meningkatnya konservasi sumber daya alam

Misi 3 Terwujudnya sumberdaya manusia yang

cerdas sehatdan berdaya saing

Meningkatnya aksesibilitas kualitas dan manajemen pendidikan

Meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan

Meningkatnya prestasi dan kreativitas pemuda dan olahraga

Misi 4 Terwujudnya pemerataan pembangunan

infrastruktur dasar dan layanan publik

Meningkatnya interkoneksi antar wilayah ketersediaan layanan dasar

infrastruktur daerah dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah

Meningkatnya layanan kebutuhan dasar perumahan dan kawasan

permukiman wilayah perkotaan dan perdesaan

Optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam dan ketersediaan energi

baru dan terbarukan

Misi 5 Meningkatnya perekonomian daerah yang

didukung oleh pemanfaatan potensi

sumberdaya lokal lintas sektor

Meningkatnya daya saing investasi daerah

Meningkatnya daya saing tenaga kerja serta kesempatan dan

perluasan kesempatan kerja

Meningkatnya ekonomi kerakyatan berbasis industri kreatif dan potensi

daerah

Meningkatnya akses tata niaga dan infrastruktur perdagangan antar

wilayah dan antar daerah

Meningkatnya pengembangan dan daya saing industri pengolahan

berbasis potensi daerah

Optimalnya sinergitas pengembangan dan penataan kawasan terpadu

di wilayah transmigrasi

Terwujudnya daya dukung dan daya tarik

pariwisata terpadu berskala internasional

Meningkatnya keterpaduan dan daya saing pariwisata daerah

Meningkatnya pengembangan seni budaya dan kelestarian tradisi

kehidupan masyarakat dalam mendukung pariwisata daerah

Misi 6 Terwujudnya kedaulatan pangan dan revolusi

pembangunan pertanian dalam arti luas

sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi

daerah

Meningkatnya produktivitas tata kelola dan dan pertumbuhan sektor

pertanian dalam arti luas

Misi 7 Terwujudnya masyarakat berketahanan sosial Menurunnya penyandang Masalah kesejahteraan sosial

Meningkatnya kapasitas masyarakat kampung

Meningkatnya partisipasi Perempuan dalam membangun kualitas

kesetaraan gender dan perlindungan perempuan dan anak

Meningkatnya kinerja penataan penduduk dan

pelayanan hak kependudukan masyarakat

Optimalnya pengendalian penduduk dan pelayanan keluarga

berencana

Meningkatnya tertib administrasi kependudukan masyarakat

Misi 8 Meningkatnya stabilitas wilayah dan daya

tahan masyarakat

Optimalnya kerjasama pemerintah masyarakat dan dunia usaha untuk

menjaga keamanan dan ketertiban umum

Sumber RPJMD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

4

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

di kabupatenkota

h Kurangnya pemerataan dan kualitas sumber

daya manusia bidang kesehatan

i Kurangnya ketersediaan air bersih

j Rendahnya rasio elektrifikasi

k Kurang optimalnya reformasi birokrasi dan

pelaksanaan otsus

l Masih rendahnya daya saing daerah

A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Semangat Otonomi Khusus dalam kerangka

pembangunan di Provinsi Papua Barat menjadi

roh sekaligus paradigma pembangunan

khususnya dalam mewujudkan perencanaan

Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai

yang tertuang dalam ketentuan Otonomi

Khusus meliputi Perlindungan Penghormatan

Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli

Papua (OAP) Dalam konteks kekhususan nilai

tersebut telah diletakkan oleh Provinsi Papua

Barat sebagai nilai rujukan deskriptif dan

sekaligus sebagai nilai rujukan preskriptif serta

menjadi dasar kebijakan dalam menentukan

prioritas

Prioritas pembangunan pada tahun 2019

disusun dengan mengacu pada kebijakan

mandatory dalam Rencana Kerja Pemerintah

(RKP) 2019 tujuan dan sasaran dalam RPJMD

(tahun ketiga) tanpa melupakan filosofi

otonomi khusus yang menjadi dasar

Perencanaan ditekankan pada penyelesaian

permasalahan dan isu-isu strategis yang

berkembang di tingkat provinsi wilayah dan

nasional dengan tetap memperhatikan pokok-

pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) Prioritas pembangunan Papua Barat

tahun 2019 menjadi sebuah arahan dan acuan

dalam melaksanakan program dan kegiatan

dengan rincian sebagai berikut

a Peningkatan kualitas pelayanan dasar dan

kualitas hidup masyarakat (P1)

b Peningkatan investasi daerah melalui

pemanfaatan sumber daya yang

berkelanjutan dan berkeadilan (P2)

c Peningkatan infrastruktur wilayah untuk

mengurangi kemiskinan dan kesenjangan

antarwilayah (P3)

d Pengoptimalan pelaksanaan reformasi

birokrasi ketentraman dan ketertiban umum

serta kinerja otonomi khusus (P4)

Tabel 12

Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Prioritas Misi Tujuan

P1 Meningkatkan kualitas

pelayanan dasar

pendidikan dan kesehatan

Mewujudkan sumber daya

manusia yang cerdassehat dan

berdaya saing

Meningkatkan kapasitas

infrastrukur dasar

Terwujudnya pemerataan

pembangunan infrastruktur dasar

dan layanan publik

Memperkuat

pemberdayaan

masyarakatperempuan

dan perlindungan anak

berbasis masyarakat

berketahanan sosial

Mewujudkan masyarakat

berketahanan sosial

Meningkatnya kinerja penataan

penduduk dan pelayanan hak

Kependudukan masyarakat

P2 Mewujudkan pengelolaan

lingkungan dan sumber

daya alam yang

berkeadilan dan

berkelanjutan

Mewujudkan pengembangan

dan pembangunan daerah

yang berwawasan lingkungan

Meningkatkan daya saing

perekonomian dan

investasi daerah berbasis

pariwisata

Meningkatkan perekonomian

daerah yang didukung oleh

pemanfaatan potensial

sumberdaya lokal lintas sektor

Terwujudnya daya dukung dan

daya tarik pariwisata terpadu

berskala internasional

Membangun pertanian

yang mandiri dan

berdaulat

Terwujudnya kedaulatan pangan

dan revolusi pembangunan

pertanian dalam arti luas

sebagai daya ungkit

pertumbuhan ekonomi daerah

P3 Meningkatkan kapasitas

infrastruktur dasar

Terwujudnya pemerataan

pembangunan infrastruktur dasar

dan layanan publik

P4 Menciptakan tata kelola

pemerintahan yang baik

berbasis aparatur yang

bersihdan berwibawa

(good and clean

governance) serta otonomi

khusus yang efektif

Meningkatkan kinerja

penyelenggaraan otonomi

khusus

Meningkatnya Kualitas

Manajemen Penyelenggaraan

Pemerintahan Sinergitas

Kebijakan Pembangunan Dan

Pelayanan Publik Serta Efektivitas

Pelaksanaan Kebijakan Otonomi

Khusus

Terwujudnya Pengelolaan Data

Dan Informasi Layanan Publik

Yang Terintegrasi Dan Berbasis IT

Memperkuat kerukunan

umat beragama dan

kondisivitas daerah

Meningkatnya stabilitas wilayah

dan daya tahan masyarakat

Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)

5 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Dari 4 (empat) prioritas pembangunan Provinsi

Papua Barat tersebut di trajectory-kan dalam 9

misi yang mengarah pada 13 tujuan yang akan

dicapai melalui berbagai macam sasaran-

sasaran pembangunan dengan beragam

indikator sebagai ukuran Selain itu sebagai

gambaran pencapaian sasaran

pembangunan dan efektivitas kebijakan fiskal

secara umum dalam RKPD tahun 2019 juga

ditetapkan target indikator-indikator makro dan

kesejahteraan sebagai ukuran keberhasilan

sebagaiman tahun-tahun sebelumnya

Penggunaan indikator makro dan

kesejahteraan setidaknya mampu menangkap

gambaran sejauh mana pembangunan di

Provinsi Papua Barat berhasil dilaksanakan dan

memberi pengaruh bagi perekonomian

masyarakat

RKPD yang telah ditetapkan melalui Peraturan

Gubernur (Pergub) menjadi dokumen dasar

dari Kebijakan Umum APBD (KUA) dan

penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran

Sementara (PPAS) dalam membiayai

pembangunan daerah dalam satu tahun

Melalui pembiayaan pembangunan yang

bersumber dari APBD dan didukung oleh APBN

dengan kewenangan Dekonsentrasi (DK) dan

Tugas Pembantuan (TP) program dan kegiatan

dapat dilaksanakan dan sasarantarget

pembangunan daerah diupayakan untuk

dicapai

Pemanfaatan anggaran dalam pelaksanaan

program dan kegiatan oleh OPD tertuang

dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)

sebagai penjabaran teknis serta pedoman

kegiatan yang harus dilaksanakan Atas dasar

RKA OPD mendapatkan anggaran yang

ditetapkan batasan alokasinya dalam

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)

sebagai dasar optimalisasi sumber daya yang

dimiliki dalam mencapai output yang

ditargetkan

B TANTANGAN DAERAH

Pembangunan berkelanjutan adalah

pembangunan yang memenuhi kebutuhan

masa kini dengan memperhitungkan

kemampuan generasi mendatang untuk

memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri

(World Commission on Environment and

Development 1990) Prinsip pembangunan

berkelanjutan merupakan prinsip

keseimbangan pembangunan aspek sosial

ekonomi dan lingkungan (Kates et al 2005) Ide

pembangunan berkelanjutan mengandung

tiga tujuan pembangunan yaitu kekuatan

ekonomi tanggung jawab terhadap ekologi

dan keadilan sosial untuk mencapai tujuan

pembangunan jangka pendek dengan tidak

mengorbankan tujuan pembangunan jangka

panjang

Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan

dalam wujud implementasi RKPD (jangka

pendek) dan RPJMD (jangka menengah) oleh

Tabel 13

Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam

RKPD Provinsi Papua Barat

Indikator Target 2017 2018 2019

Laju Pertumbuhan Ekonomi () 500 700 700

Laju Inflasi Tahunan () 328 408 366

Indeks Pembangunan Manusia

(Angka)

6232 6321 6364

Rasio Gini (Angka) 037 038 037

Persentase Tingkat Kemiskinan

()

2510 2427 2329

Tingkat Pengangguran Terbuka

()

752 645 642

Indeks Kesenjangan

WilayahIndeks Williamson

(Angka)

045 043 042

Pengeluaran per kapita per

bulan (Rp juta)

110 120 130

Produktivitas total daerah (Rp

juta)

16700 16750 17000

Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

6

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

pemerintah daerah dalam bingkai otonomi

daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan

dan kondisi daerah pada saat pembuatan dan

pengembangan kebijakan Kebijakan

pembangunan harus peka terhadap potensi

dan hambatan daerah dalam hal kondisi

perekonomian masyarakat sosial

kependudukan dan geografi wilayah

(Zumaeroh 2011)

B1 Tantangan Ekonomi Daerah

Pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus selama ini didominasi

oleh pengaruh faktor ekonomi Kekayaan alam

yang melimpah berupa hutan mineral

tambang maupun kelautan ditambah dengan

tenaga kerja menjadi sumber daya yang

tersedia untuk dapat dimanfaatkan menjadi

modal utama perekonomian Menurut Sukirno

(2011) ketersediaan tenaga kerja mampu

mempengaruhi pembangunan ekonomi

daerah dalam mengembangkan kegiatan

ekonominya sehingga infrastuktur lebih banyak

tersedia perusahaan semakin banyak dan

semakin berkembang taraf pendidikan

semakin tinggi dan teknologi semakin

meningkat

B11 Kesenjangan

Perekonomian Provinsi Papua Barat sangat

bertumpu pada sektor pertambangan dengan

dua kabupatenkota yang menjadi penggerak

utama yaitu Kota Sorong dan Kab Manokwari

Kota Sorong merupakan pusat kegiatan bagi

regional Papua Barat karena memiliki simpul

transportasi yang sangat strategis sebagai

gerbang tranportasi Provinsi Papua Barat

sekaligus menjadi pusat kegiatan jasa dan

perdagangan Kondisi ini telah ada sejak zaman

pendudukan Belanda akibat adanya kegiatan

pengolahan dan perdagangan bahan hasil

pertambangan Wilayah lainnya yang

tergolong memiliki jenis layanan lengkap

kepada masyarakat adalah Kabupaten

Manokwari sebagai ibukota provinsi Sementara

wilayah lainnya sebagai daerah otonomi baru

fungsi-fungsi layanan yang semestinya ada

masih belum didirikan Pola struktur ruang

wilayah-wilayah tersebut saat ini masih linier

yaitu mengikuti pola jaringan jalan arteri belum

berkembang dan melebar seperti halnya Kota

Sorong dan Kab Manokwari

Kesenjangan yang terjadi antara Kota Sorong

dan Kab Manokwari dengan kabupaten

lainnya dipengaruhi oleh beberapa sektor yaitu

konstruksi informasi dan komunikasi dan

transportasi dan pergudangan yang menjadi

engine growth selain pertambangan dan

industri yang telah memajukan Kota Sorong

Sedangkan sektor real estate konstruksi dan

administrasi pemerintahan pertahanan dan

jaminan sosial wajib menjadi pendorong Kab

Manokwari Pada kabupatenkota lainnya

didorong oleh sektor pertanian kehutanan

perikanan dan kelautan dengan nilai produksi

yang relatif kecil Secara keseluruhan

pergerakan perekonomian Provinsi Papua Barat

masih didominasi oleh sektor migas

dibandingkan industri pengolahan non-migas

Pemeran utama sektor pertambangan adalah

industri minyak bumi yang berada di Kota

Sorong dan Kab Sorong serta industri Liquid

Natural Gas (LNG) di Kab Teluk Bintuni

Meskipun dominan kontribusi sektor industri

pengolahan (migas) terus mengalami

penurunan dalam beberapa tahun terakhir

disebabkan oleh menurunnya harga minyak

dan gas di pasar internasional Berdasarkan

kontribusi terbesar terhadap PDRB terlihat

bahwa setiap tahunnya didominasi oleh

7 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

kabupatenkota yang sama yaitu Kab Teluk

Bintuni Kab Sorong dan Kota Sorong sebagai

lokasi pertambangan Perekonomian Provinsi

Papua Barat berada di sekitaran sektor migas

(pertambangan dan penggalian industri

pengolahan konstruksi) sementara sektor

pertanian kehutanan perikanan dan kelautan

belum mampu berkontribusi banyak meskipun

Provinsi Papua Barat memiliki lahan non-

pemukiman dan non-industri yang luas

mencapai 9965 persen dari total wilayah

B12 Infrastruktur

Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua Barat

yang memprioritaskan peningkatan investasi

dan pembangunan infrastruktur diharapkan

dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah

dan antar sektor Peningkatan investasi di sektor

pertanian kehutanan perikanan dan kelautan

akan mendorong wilayah lain yang tidak

memiliki pertambangan untuk dapat

meningkatkan produktivitas

Sejauh ini penanaman modal di Provinsi Papua

Barat telah berhasil meningkat khususnya pada

sektor tanaman pangan perkebunan dan

peternakan melalui Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) senilai Rp25546 miliar (tahun

2019) namun investasi tersebut hanya

tersentralisasi di Kab Manokwari Hal yang

sama juga terjadi di sektor transportasi gudang

dan telekomunikasi dengan investasi yang

berlokasi di seputaran 4 (empat)

kabupatenkota utama di Provinsi Papua Barat

Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA)

lebih banyak berkutat di sektor pariwisata (Hotel

dan Restoran) di Kab Raja Ampat dan

perindustrian di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Sorong yang menjadi unggulan pemerintah

pusat dan daerah sehingga memiliki insentif

investasi

Prioritas pemerintah daerah pada

pembangunan infrastruktur berupa jalan

dilakukan dalam rangka membuka aksesibilitas

antar wilayah Selama ini kondisi jalan di Provinsi

Papua Barat hanya 3453 persen dari 867252

km yang berada dalam kondisi baik sisanya

dalam kondisi sedang (2581 persen) rusak

(1808 persen) dan rusak berat (2157 persen)

Tabel 15

Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Sektor

2018 2019

Proyek Nilai

(juta Rp) Proyek

Nilai

(juta Rp)

Tanaman

Pangan

Perkebunan

dan Peternakan

1 4790370 7 25545830

Industri 4 250160 5 1425500

Konstruksi - - 2 34880

Perdagangan

dan Reparasi

2 45490 5 21990

Hotel dan

Restoran

- - 1 30000

Transportasi

Gudang dan

Telekomunikasi

- - 5 9887650

Perumahan

Kawasan Industri

dan Perkantoran

- - 1 1060140

Jasa Lainnya - - 2 18000

Sumber BKPM (data diolah)

Tabel 14

PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar)

KabupatenKota PDRB

Kontribusi

Kab Fakfak 530371 629

Kab Kaimana 279143 331

Kab Teluk Wondama 158039 187

Kab Teluk Bintuni 3046584 3612

Kab Manokwari 994872 1179

Kab Sorong Selatan 192266 228

Kab Sorong 1113059 1320

Kab Raja Ampat 291339 345

Kab Tambraw 22851 027

Kab Maybrat 71835 085

Kab Manokwari Selatan 82336 098

Kab Pegunungan Arfak 20107 024

Kota Sorong 1631730 1935

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

8

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Ditambah dengan kontur jalan yang hanya 65

persen telah diaspal sedangkan sisanya masih

berupa tanah batukerikil dan rerumputan

Kondisi ini menghambat perekonomian karena

jalan telah menjadi tulang punggung

pergerakanperpindahan barang dan

manusia serta menjadi penghubung utama

antar wilayah di Provinsi Papua Barat yang

memiliki jarak antar kabupatenkota yang

sangat jauh Bahkan dari Kota Sorong menuju

Kab Manokwari ditempuh selama 16-18 jam

tergantung cuaca dan hanya bisa dilalui

dengan kendaraan penggerak 4 roda

Selain jalan pembangunan infrastruktur untuk

mengurangi kesenjangan antar wilayah dan

antar sektor adalah dengan mengatasi defisit

pasokan energi listrik Sistem kelistrikan di Provinsi

Papua Barat saat ini dapat dikatakan masih

terisolasi karena unit pembangkit listrik yang

ada masih belum merata atau cenderung

terpusat di Kota Sorong Kab Sorong Kab Teluk

Bintuni dan Kab Manokwari Wilayah Provinsi

Papua Barat secara keseluruhan memiliki masih

rasio elektrifikasi yang rendah karena luas

wilayahnya dan jarak antar rumah tangga

cukup jauh sehingga masih banyak rumah

tangga dengan sumber penerangan listrik non

PLN dan menggunakan pelitasenter Padahal

dorongan terhadap perekonomian sudah

seharusnya diselaraskan dengan angka rasio

elektrifikasi yang lebih tinggi dari nasional

(ge9886 persen)

Keterbatasan kapasitas infrastruktur Provinsi

Papua Barat berpengaruh pada peningkatan

biaya koleksi dan distribusi yang pada gilirannya

memperburuk daya saing produk yang

dihasilkan Keterbatasan dan rendahnya

kualitas infrastruktur jalan dan listrik merupakan

faktor penyebab utama tingginya biaya

ekonomi Ditambah lagi dengan terbatasnya

Aspal

65

Tidak

diaspal

30

Lainnya

5

Grafik 12

Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 16

Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen)

KabupatenKota Rasio

Kab Fakfak 7077

Kab Kaimana 6868

Kab Teluk Wondama 6742

Kab Teluk Bintuni 7665

Kab Manokwari 9890

Kab Sorong Selatan 8785

Kab Sorong 8978

Kab Raja Ampat 6852

Kab Tambraw 6582

Kab Maybrat 6492

Kab Manokwari Selatan 6725

Kab Pegunungan Arfak 6239

Kota Sorong 9939

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Baik

34

Sedang

26Rusak

18

Rusak

Berat

22

Grafik 11

Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

9 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

infrastruktur pelabuhan laut (pelabuhan besar

hanya berada di Kab Fakfak Kab Manokwari

dan Kota Sorong) dan pelabuhan udara

(bandara besar hanya berada di kab

Manokwari dan Kota Sorong) membuat biaya

produksi biaya koleksi dan biaya distribusi di

Provinsi Papua Barat semakin meningkat Biaya-

biaya ekonomi yang membebani ini harus

ditanggung oleh para pelaku ekonomi

sehingga secara langsung berpengaruh pada

tingginya harga barang serta kurangnya minat

berinvestasi

B13 Ketenagakerjaan

Selain upaya untuk mengoptimalkan SDA

melalui peningkatan kapasitas infrastruktur

pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus juga memperhatikan

SDM sebagai bagian dari faktor ekonomi Salah

satu permasalahan yang dihadapi dalam

ketenagakerjaan adalah rendahnya tingkat

pendidikan yang dimiliki angkatan kerja Dari

keseluruhan penduduk yang bekerja sebagian

besar memiliki kualifikasi tamatan SD sebanyak

345 persen (150680 jiwa) sedangkan 246

persen (107420 jiwa) memiliki ijazah SMA dan

1559 persen (68066 jiwa) telah tamat SMP

Tenaga kerja tersebut banyak bekerja di sektor

pertanian kehutanan perikanan dan

kelautan Sektor ini merupakan tulang

punggung utama perekonomian masyarakat

serta menjadi sumber pangan utama Provinsi

Papua Barat

Pada tenaga kerja dengan kualifikasi

Universitas sebagian besar adalah pendatang

yang bermigrasi dan bukan OAP Para tenaga

kerja ini lebih banyak bekerja di sektor

pertambangan dan industri kabupatenkota

besar yang ada di Provinsi Papua Barat Kondisi

ini menunjukkan bahwa kualitas dan

produktivitas tenaga kerja di Provinsi Papua

Barat perlu untuk ditingkatkan baik itu melalui

peningkatan akses pendidikan maupun

pemberian pelatihan khusus agar dapat

berpartisipasi penuh dalam perekonomian

B14 Keamanan

Ketenteraman ketertiban umum dan

perlindungan masyarakat merupakan salah

satu hal penting yang perlu dijaga untuk

memperlancar pembangunan (UU No 32

Tahun 2004) Untuk menciptakan kondisi

tersebut maka perkembangan angka

kriminalitas dan risiko tindak pidana kriminalitas

harus terus dipantau Angka kriminalitas

merupakan angka yang biasa digunakan untuk

menukur tindak kejahatan pidana Secara

umum angka kriminalitas di Provinsi Papua Barat

cenderung fluktuatif Pada tahun 2017 hingga

2019 terjadi kenaikan angka kriminalitas dari

2262 kasus menjadi 3621 kasus namun pada

tahun 2018 sempat turun menjadi 2137 kasus

Jumlah ini termasuk dengan gangguan

keamanan yang diberikan oleh kelompok

Tabel 17

Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa)

Kategori 2018 2019

Penduduk Usia Kerja (gt15th) 56517 667110

Angkatan Kerja 445630 461061

Bekerja 417544 436739

Tamat SD Kebawah 146368 150680

Tamat SMP 61916 68066

Tamat SMA 99220 107420

Tamat SMK 34622 32127

Tamat Diploma IIIIII 13945 16364

Tamat Universitas 61473 62082

Pengangguran 28086 28086

Bukan Angkatan Kerja 210887 206049

Sekolah 77322 77322

Mengurus Rumah Tangga 116418 116417

Lainnya 17147 17147

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

10

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

separatis atau Kelompok Kekerasan Bersenjata

(KKB) yang ingin Pulau Papua merdeka dari

NKRI

Selain itu untuk mengukur kriminalitas juga

dapat dapat menggunakan risiko penduduk

terkena tindak pidana Risiko penduduk terkena

tindak pidana merupakan indeks kemungkinan

terjadi kriminalitas atau kejahatan per 100000

penduduk dihitung dari total kriminalitas per

jumlah penduduk per tahun Perhitungan ini

dapat digunakan untuk mengantisipasi jumlah

kasus yang akan terjadi karena perhitungannya

menggunakan jumlah kasus tindak kejahatan

yang sudah terjadi dibagi dengan jumlah

penduduk pada waktu yang sama Di Provinsi

Papua Barat rasio untuk tahun 2019 yaitu

sebesar 241 persen Hal ini berarti setiap 100000

penduduk di Provinsi Papua Barat sekitar 241

orang berisiko terkena tindak pidana

B2 Tantangan Sosial Kependudukan

Persoalan sosial kependudukan dan

ketenagakerjaan seperti perubahan struktur

umur dan juga pola distribusi serta mobilitas

diikuti dengan dinamika kualitas akan

membutuhkan penanganan yang serius Tanpa

adanya sikap keseriusan maka potensi

penduduk sebagai modal pembangunan akan

tinggal sebagai jargon semata (Tjiptoherijanto

2017)

B21 Kependudukan

Sebagai provinsi di timur Indonesia Papua Barat

yang memiliki tingkat pertumbuhan cukup

tinggi yang salah satunya disebabkan oleh

banyaknya migrasi penduduk Kondisi Provinsi

Papua Barat dengan infrastruktur yang masih

terbatas akan menyulitkan jika jumlah

penduduk meningkat pesat meskipun jumlah

penduduk tersebut masih relatif sedikit jika

dibandingkan dengan luas wilayahnya Hal ini

dapat terjadi ketika kebutuhan layanan dan

fasilitas kesehatan pendidikan serta penunjang

kehidupan lainnya tidak mencukupi kebutuhan

penduduk sehingga akan mempersulit

kehidupan masyarakat

Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat

sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah

sebesar 10295515 km membentuk kepadatan

penduduk 932 jiwa per kmsup2 Wilayah yang

memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi

adalah Kota Sorong (38727 jiwakmsup2) dan Kab

Manokwari (5498 jiwakmsup2) Tingginya

kepadatan penduduk di wilayah ini disebabkan

karena keduanya memiliki sarana transportasi

dan aksesibilitas yang paling memadai

Tabel 19

Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

KabupatenKota Penduduk

(Jiwa)

Luas

(kmsup2)

Kepad

atan

Kab Fakfak 78686 1432000 549

Kab Kaimana 60216 1624184 371

Kab Teluk Wondama 32521 395953 821

Kab Teluk Bintuni 64406 2084083 309

Kab Manokwari 175178 318628 5498

Kab Sorong Selatan 46922 659431 712

Kab Sorong 88927 654423 1359

Kab Raja Ampat 48493 803444 604

Kab Tambraw 13879 1152918 120

Kab Maybrat 40899 546169 749

Kab Manokwari Selatan 2422 281244 086

Kab Pegunungan Arfak 30976 277374 1117

Kota Sorong 254294 65664 38727

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 18

Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat

Tahun Penduduk

(Jiwa)

Tindak

Pidana

2015 871510 2281 038

2016 893966 3621 025

2017 915318 3753 024

2018 937405 3862 024

2019 959617 3981 024

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

11 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

infrastruktur yang cukup bagus memiliki variasi

aktivitas ekonomi yang cukup tinggi keadaan

ekonomi yang lebih baik dibanding kabupaten

yang lain Selama ini Kota Sorong dikenal

sebagai pelabuhan ramai di kawasan

Indonesia timur yang menjadi pintu masuk arus

barang dan jasa di Provinsi Papua Barat

sehingga terjadi arus migrasi penduduk yang

tinggi Sedangkan pada Kab Manokwari posisi

sebagai ibukota provinsi mendorong

peningkatan migrasi penduduk yang didorong

meningkatnya administrasi kegiatan

pemerintahan dan perdagangan

B22 Kesehatan

Tersedianya fasilitas kesehatan dan pelayanan

yang mampu menjangkau dan dijangkau oleh

seluruh lapisan masyarakat merupakan prioritas

utama dalam pembangunan kesehatan Salah

satu fasilitasnya adalah rumah sakit Semakin

meratanya distribusi rumah sakit di

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

diharapkan mampu meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat Belum semua

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

memiliki rumah sakit

Pada tahun 2019 terdapat 17 rumah sakit di

Provinsi Papua Barat yang terdiri dari 5 rumah

sakit di Kota Sorong 3 rumah sakit di Kab

Manokwari 3 rumah sakit di Kab Sorong dan

masing-masing satu rumah sakit di Kab Raja

Ampat Kab Sorong Selatan Kab Teluk Bintuni

Kab Teluk Wondama Kab Kaimana dan Kab

Fakfak Terdapa empat Kabupaten yang tidak

memiliki fasilitas rumah sakit sama sekali yaitu

Kab Pegunungan Arfak Kab Manokwari

Selatan Kab Maybrat dan Kab Tambrauw

Keempat kabupten ini merupakan kabupaten-

kabupaten yang baru dimekarkan

Selain rumah sakit fasilitas kesehatan lainnya

yang ikut berperan penting adalah puskesmas

Berbeda dengan rumah sakit puskesmas sudah

menyebar di seluruh kabupatenkota di Provinsi

Papua Barat Pada tahun 2019 total jumlah

puskemas di Provinsi Papua Barat terdapat 166

puskemas dengan jumlah puskesmas

terbanyak berada di Kab Teluk Bintuni

sebanyak 20 puskesmas dan jumlah puskesmas

paling sedikit berada di Kab Manokwari

Selatan sebanyak 5 puskesmas

Ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga

medis merupakan salah satu indikator penting

setelah tersedianya fasilitas kesehatan Tenaga

medis inilah yang nantinya akan melakukan

pengobatan dan penanganan medis Namun

penyebaran tenaga medis ini belum merata di

Provinsi Papua Barat terutama di kabupaten

baru hasil pemerakaran Tercatat sebanyak 306

dokter di Provinsi Papua Barat yang terdiri dari

68 dokter ahli 265 dokter umum dan 41 dokter

gigi Dari ketiga kategori tersebut jumlah dokter

terbanyak berada di Kota Sorong sebanya 129

dokter Kondisi ini menyebabkan pelayanan

kesehatan menjadi tidak optimal karena

tenaga medis cenderung lebih terkonsentrasi di

kabupatenkota yang sudah ramai dan

memiliki fasilitas yang lebih memadai

Sedangkan untuk daerah yang memiliki akses

yang relatif lebih sulit jarang sekali dapat

ditemui tenaga medis walaupun fasilitas seperti

puskesman sudah tersedia

Rendahnya jumlah dokter di Provinsi Papua

Barat ini mencerminkan rendahnya tingkat

pelayanan kesehatan yang ada Hal ini dapat

dilihat dengan menggunakan rasio jumlah

penduduk Provinsi Papua Barat terhadap

jumlah dokter Pada tahun 2019 terlihat bahwa

rasio jumlah penduduk terhadap dokter sangat

tinggi Secara umum rasio di Provinsi Papua

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

12

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Barat pada tahun 2019 sebesar 306477 yang

artinya sekitar 3065 penduduk akan diobati

oleh 1 dokter Rasio terbesar berada di

Kabupaten Kaimana yaitu 4632

pendudukdokter Keadaan ini membuat

banyak penduduk harus menuju kabupaten

yang memiliki fasilitas tenaga medis untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan Adapun

data dokter pada 4 kabupaten yaitu Kab

Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari

Selatan dan Kab Pegunungan Arfak masih

beum tersedia

Indikator lain yang mempengaruhi kualitas

kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat

selain fasilitas dan pelayanan kesehatan

adalah jenis penyakit yang ada Terdapat 5

jenis penyakit endemik di Provinsi Papua Barat

yaitu malaria TB paru kusta DBD dan HIV-AIDS

Kasus penyakit terbanyak yang terjadi di Provinsi

Papua Barat adalah malaria sebanyak 82487

kasus Hal ini dikarenakan Provinsi Papua Barat

merupakan salah satu provinsi endemik malaria

sehingga tidak heran apabila kasus malaria

merupakan jenis penyakit yang diperhatikan di

Provinsi Papua Barat Kemudian kusta

sebanyak 633 kasus TB Paru sebanyak 577

kasus dan DBD sebanyak 87 kasus pada tahun

2019 Sedangkan khusus untuk kasus HIV-AIDS

terdapat 13 kasus baru di Provinsi Papua Barat

sepanjang tahun 2019 dengan kasus kumulatif

sebesar 1734 kasus (ODHA)

Adanya tenaga medis yang disertai dengan

ketersediaan fasilitas kesehatan memadai

dapat membawa pada peningkatan kualitas

kesehatan Kualitas kesehatan masyarakat ini

dapat terlihat dari besaran angka harapan

hidup Angka harapan hidup (AHH) adalah

perkiraan banyaknya tahun yang dapat

ditempuh oleh seseorang selam hidup (secara

rata-rata) Semakin tinggi AHH

mengindikasikan semakin tingginya kualitas fisik

penduduk suatu daerah Secara umum angka

harapan hidup di kabupatenkota di Papua

Barat mengalami peningkatan Pada tahun

2018 angka harapan hidup Provinsi Papua Barat

mencapai 656 tahun yang artinya rata-rata

penduduk Provinsi Papua Barat dapat

menjalani hidup hingga 65 tahun Angka

harapan hidup tertinggi tertinggi berada di Kota

Sorong sebesar 698 tahun dan angka harapan

terendah berada di Kab Teluk Wondama

sebesar 599 tahun

Perkembangan AHH per tahun di Papua Barat

tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam

satu periode perhitungan Hal ini berarti dalam

waktu satu tahun penurunan angka kematian

Malaria

82487

Kusta

633TB Paru

577

DBD

87

Grafik 13

Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 110

Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Jumlah

Penduduk Dokter Rasio

Kab Fakfak 78686 26 302638

Kab Kaimana 60216 13 463200

Kab Teluk Wondama 32521 9 361344

Kab Teluk Bintuni 64406 30 214687

Kab Manokwari 175178 39 449174

Kab Sorong Selatan 46922 10 469220

Kab Sorong 88927 19 468037

Kab Raja Ampat 48493 31 156429

Kota Sorong 254294 129 197127

Sumber BPS dan Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

13 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

bayi yang tajam sulit terjadi implikasinya

adalah angka harapan hidup yang dihitung

berdasarkan harapan hidup waktu lahir

menjadi lambat untuk mengalami kemajuan

B23 Pendidikan

Salah satu indikator keberhasilan pemerintah

daerah dalam pembangunan pendidikan

adalah berkurangnya penduduk yang buta

huruf Angka melek huruf (literacy rate) adalah

persentase penduduk usia 15 tahun ke atas

yang dapat membaca dan menulis huruf latin

dan atau huruf lainnya Sampai dengan tahun

2019 perkembangan penduduk yang melek

huruf menunjukkan hasil yang

menggemberikan dengan adanya persentase

penduduk yang melek huruf sebesar 9814 Hal

tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat

penduduk Provinsi Papua Barat yang masih

belumtidak dapat membaca dan menulis

Penduduk tersebut didominasi oleh penduduk

yang berusia tua (gt45 tahun) penduduk yang

tinggal di daerah terpencil komunitas-

komunitas khusus dan penyandang cacat

Kelompok penduduk ini sulit untuk dijangkau

pelayanan pendidikan disebabkan baik oleh

faktor internal seperti kemampuan dan

keinginan belajar yang sudah menurun dan

faktor eksternal seperti terbatasnya

ketersediaan pelayanan (akses) pendidikan

keaksaraan bagi mereka Apabila dirinci

menurut kabupatenkota persentase melek

huruf terbesar berada di Kota Sorong sebesar

9971 dan terendah berada di Kab

Pegunungan Arfak

Selain angka melek huruf gambaran mengenai

pembangunan pendidikan dapat dilihat dari

tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke

atas yang ditamatkan (ijazah tertinggi yang

dimiliki) Semakin tinggi tingkat pendidikan

tertinggi yang ditamatkan maka semakin baik

pula kualitas manusianya Meskipun terdapat

kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan yang ditamatkan maka semakin

kecil jumlah penduduk yang lulus pada level

pendidikan tersebut

Dengan masih banyaknya persentase

penduduk yang tidak memiliki ijazah atau

hanya bersekolah SDMI di Provinsi Papua Barat

sebagaimana terlihat pada tabel 112 maka

peningkatan ilmu pengetahuan dan

pendidikan lanjut di perguruan tinggi menjadi

sebuah kebutuhan yang mutlak Jumlah lulusan

perguruan tinggi yang ada sekarang dirasakan

masih belum cukup memadai dibandingkan

Tabel 111

AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

KabupatenKota 2017 2018 2019

Kab Fakfak 6790 6800 6810

Kab Kaimana 6380 6400 6400

Kab Teluk Wondama 5930 5960 5990

Kab Teluk Bintuni 6020 6060 6130

Kab Manokwari 6790 6800 6810

Kab Sorong Selatan 6560 6570 6580

Kab Sorong 6550 6560 6570

Kab Raja Ampat 6420 6430 6430

Kab Tambraw 5950 5970 6000

Kab Maybrat 6470 6470 6470

Kab Manokwari Selatan 6680 6690 6690

Kab Pegunungan Arfak 6660 6670 6670

Kota Sorong 6940 6980 6980

Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 112

Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun

di Provinsi Papua Barat (persen)

Jenjang Tertinggi 2017 2018 2019

Tidak punya ijazah 1947 2470 2320

SDMI 2382 2346 2205

SMP 1946 1833 1808

SMA 2167 1965 2034

SMK 536 461 542

Diploma III 067 05 056

Akademi Diploma III 199 185 164

Diploma IVS-1S-2S-3 756 69 869

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

14

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

dengan besarnya sumber daya alam yang

dimiliki oleh Provinsi Papua Barat Ditambah

dengan sebaran lulusan tersebut yang berada

di kabupatenkota besar (Kab Manokwari

Kab Fakfak Kab Sorong dan Kota Sorong) di

Provinsi Papua Barat Sebagai wilayah dengan

potensi pariwisata yang tinggi Provinsi Papua

Barat membutuhkan kualitas sumber daya

manusia yang baik sehingga ke depannya

penduduk yang memiliki ijazah pendidikan

tinggi diharapkan mampu menjadi tulang

punggung pembangunan perekonomian

daerah

B24 Pertanahan

Pola kepemilikan lahan di Provinsi Papua Barat

adalah tanah hak negara dan tanah hak

ulayat Tanah hak ulayat merupakan status

tanah secara adat dan dikuasai oleh kepala

adat atau ondoafi Pada umumnya di wilayah

lingkaran hukum adat Papua dikenal dua sistem

penguasaaankepemilikan tanah yaitu

kepemilikan komunal dan kepemilikan individu

Kepemilikan komunal ini masih dapat

dibedakan lagi mejadi kepemilikan berbasis

marga kecil yaitu klan atau marga tertentu dan

kepemilikan berbasis marga besar yaitu

kepemilikan berdasarkan kampung

Sedangkan kepemilikan individu bukan

perorangan melainkan berdasar keturunan

Secara internal ada tata aturan yang mengatur

ke dalam keluarga tentang pembagian hak

dari penguasaan maupun pengelolaan tanah

dan di sana diakui bagian setiap anggota

sesuai dengan marganya Namun kekuasaan

kepemimpinan atas tanah secara sosial religi

berada pada orang tertentu yang berasal dari

garis keturunan tertua

Pada umumnya tanah milik dan tanah milik

dengan hak pakai tidak dapat diperjualbelikan

dan dipindah tangankan dengan bebas pada

masyarakat luar Setiap keluarga akan selalu

mempertahankan tanah dan kampung mereka

masing-masing karena tanah dan kampung

merupakan bagian penting dari kehidupan

masyarakat mereka Hal ini dikarenakan cara

hidup masyarakat yang masih berharap dan

menggantungkan diri pada persediaan sumber

daya alam di lingkungan sekitarnya Di samping

itu juga mengingat besarnya pengorbanan

nenek moyang atau leluhur saat memperoleh

tanah tersebut pada zaman dahulu Oleh

sebab itu tanah ulayat ini tidak mudah dengan

begitu saja untuk dilepas tanpa seizin kepala

adat

Seringkali terjadi permasalahan ketika tanah

telah dikuasai (dijual) kepada suatu pihak lain

(bahkan Negara) terdapat anggota keluarga

(margaturunan) yang berupaya

mempertahankan tanah tersebut atau

meminta ganti rugi kembali Padahal status

kepemilikan dan pengelolaan sudah berpindah

dari kepala adat atau keturunan tertua melalui

proses jual beli yang sah secara hukum dengan

adanya sertifikat pelepasan hak tanah adat

Anggota keluarga tersebut melakukan

pemalangan (penutupan akses) dengan

alasan tidakbelum mendapatkan bagian dari

hasil penjualan

Tabel 113

Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat

Jenis Status Kuasa Hak Milik Hak Kuasa

Kelola

Tanah Negara Pemerintah

Pusat

Daerah

Pemerintah

Pusat

Daerah

Pemerintah

Pusat

Daerah

Tanah Ulayat Kepala Adat Komunal Marga Kecil

Marga Besar

Individu Keturunan

Sumber ATRBPN Provinsi Papua Barat (data diolah)

15 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

B3 Tantangan Geografi Wilayah

Menurut Soleh (2017) potensi wilayah sebagai

wujud daya kekuatan kesanggupan dan

kemampuan yang dimiliki oleh suatu wilayah

yang mempunyai kemungkinan untuk dapat

dikembangkan berbentuk potensi fisik Lebih

lanjut dijelaskan bahwa potensi fisik adalah

berupa tanah air iklim lingkungan geografis

binatang ternak dan sumber daya manusia

sudah sehausnya dimanfaatkan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Pembentukan Provinsi Papua Barat sebagai

daerah otonom memiliki tujuan untuk

memperpendek rentang kendali pemerintahan

dalam rangka memberikan pelayanan publik

yang lebih baik kepada masyarakat Selain itu

hal lain yang menjadi pertimbangan penting

adalah untuk mempercepat pelaksanaan

pembangunan dengan menggunakan tanah

air iklim lingkungan hewan atau semua

kekayaan alam serta sumber daya manusia

yang dimiliki guna meningkatkan taraf hidup

dan kesejahteraan masyarakat Papua Barat

B31 Letak Wilayah

Secara geografis Provinsi Papua Barat terletak

di antara 0ordm-43ordm Lintang Selatan dan 1292ordm-

1352ordm Bujur Timur Dengan luas wilayah daratan

mencapai 10295515 kmsup2 dan beribukota di

Kab Manokwari Provinsi Papua Barat memiliki

13 kabupatenkota yang terdiri dari Kab

Fakfak Kab Kaimana Kab Teluk Wondama

Kab Teluk Bintuni Kab Manokwari Kab Sorong

Selatan Kab Sorong Kab Raja Ampat Kab

Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari

Selatan dan Kab Pegunungan Arfak serta

Kota Sorong Kabupaten dengan wilayah

terluas di Provinsi Papua Barat adalah Kab Teluk

Bintuni dengan luasan mencapai 2024 persen

dari luas wilayah provinsi (2084083 kmsup2)

sedangkan Kota Sorong menjadi wilayah

dengan luasan terkecil 068 persen (65664 kmsup2)

Provinsi Papua Barat merupakan wilayah

pemekaran dengan posisi geografis yang

strategis di Indonesia bahkan di dunia Posisi

penting ini dalam konteks kekayaan

keanekaragaman hayati laut dunia Wilayah

Provinsi Papua Barat khususnya Kab Raja

Ampat terletak di pusat segitiga karang dunia

(coral triangle) yang merupakan lokasi dengan

keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia

dengan berbagai jenis kekayaan laut baik

spesies ikan moluska dan hewan karang

Disertai kekayaan sumber daya laut yang tinggi

dengan berbagai jenis ekosistem yang

mendukung tumbuh hidupnya berbagai biota

laut diantaranya ekosistem terumbu karang

padang lamun dan mangrove Selain posisi

tersebut letak Provinsi Papua Barat yang

berbatasan langsung dengan negara di

wilayah Pasifik menjadi penting sebagai

penanda kedaulatan Indonesia baik dalam

aspek pertahanan maupun pemanfaatan

sumberdaya kelautan di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia

Tabel 114

Komposisi Luas KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

KabupatenKota Luas (kmsup2) Luas

Kab Fakfak 1432000 1391

Kab Kaimana 1624184 1578

Kab Teluk Wondama 395953 385

Kab Teluk Bintuni 2084083 2024

Kab Manokwari 318628 309

Kab Sorong Selatan 659431 641

Kab Sorong 654423 636

Kab Raja Ampat 803444 780

Kab Tambraw 1152918 1120

Kab Maybrat 546169 530

Kab Manokwari Selatan 281244 273

Kab Pegunungan Arfak 277374 269

Kota Sorong 65664 064

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

16

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

B32 Kondisi Geografis

Kondisi wilayah Provinsi Papua Barat secara

umum meliputi wilayah pedalamanterpencil

(pegunungan) pesisir dan kepulauan Wilayah

pedalaman terpencil (pegunungan)

diantaranya berada di Kab Pegunungan Arfak

Kab Manokwari Kab Manokwari Selatan Kab

Maybrat Kab Teluk Bintuni dan Kab

Tambrauw sedangkan wilayah yang memiliki

kawasan pesisir adalah Kab Sorong Kab

Sorong Selatan Kab Fakfak Kab Kaimana

Kab Teluk Bintuni Kab Teluk Wondama Kab

Manokwari Selatan Kab Manokwari Kab

Tambrauw Kab Raja Ampat dan Kota Sorong

Sementara itu wilayah dengan kondisi berupa

kepulauan di Provinsi Papua Barat adalah Kab

Raja Ampat

Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat

bervariasi dari wilayah dataran rendah hingga

pegunungan Provinsi Papua Barat terletak

pada ketinggian 0-2940 mdpl dengan

sebagian besar merupakan wilayah perbukitan

(kelas ketinggian 100-1000 m) mencapai

5066423 kmsup2 (4921) dan daerah dataran

rendah (0-100m) seluas 4091438 kmsup2 (3974)

serta daerah pegunungan (gt1000 m) seluas

1137654 kmsup2 (1105)

Titik tertinggi di Provinsi Papua Barat berada di

Kab Manokwari dengan ketinggian 2940 mdpl

Sementara wilayah dengan dataran rendah

yang cukup luas tersebar di beberapa

kabupatenkota seperti Kab Fakfak Kab Teluk

Bintuni Kab Sorong Kota Sorong dan Kab

Sorong Selatan Daerah perbukitan pada

umumnya tersebar di Kab Kaimana Kab Teluk

Wondama Kab Raja Ampat dan Kab

Maybrat

Secara keseluruhan terdapat 218 distrik yang

terdiri dari 1742 kampung dan 106 kelurahan di

Provinsi Papua Barat Wilayah dengan jumlah

distrik terbanyak adalah Kab Sorong (30 Distrik)

Kab Tambraw (29 Distrik) serta Kab Maybrat

(24 Distrik) Kab Raja Ampat (24 Distrik) Kab

Teluk Bintuni (24 Distrik) sedangkan kabupaten

dengan jumlah distrik terkecil adalah Kab

Manokwari Selatan (6 Distrik)

Ditinjau dari segi kelerengan sebagian besar

wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas

lereng gt40 (bergunung curam dan bergunung

Tabel 115

Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Ketinggian (mdpl)

Kab Fakfak 0 - 1444

Kab Kaimana 0 - 1663

Kab Teluk Wondama 0 - 2172

Kab Teluk Bintuni 0 - 2389

Kab Manokwari 0 - 2940

Kab Sorong Selatan 0 - 540

Kab Sorong 0 - 921

Kab Raja Ampat 0 - 1173

Kab Tambraw 0 - 2483

Kab Maybrat 5 - 1772

Kab Manokwari Selatan 0 - 2682

Kab Pegunungan Arfak 135 - 2882

Kota Sorong 0 - 439

Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 116

Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota

Topografi

Lereng

Puncak Lembah Dataran

Kab Fakfak 82 4 37

Kab Kaimana 29 15 42

Kab Teluk Wondama 67 7 3

Kab Teluk Bintuni 37 5 196

Kab Manokwari 18 3 139

Kab Sorong Selatan 10 13 98

Kab Sorong 14 21 106

Kab Raja Ampat - 1 120

Kab Tambraw 15 19 42

Kab Maybrat 16 39 102

Kab Manokwari Selatan 5 12 40

Kab Pegunungan Arfak 142 16 21

Kota Sorong 6 - 25

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

17 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

sangat curam) Kondisi tersebut menjadi

kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik

untuk pengembangan sarana dan prasarana

fisik sistem transportasi darat maupun bagi

pengembangan budidaya pertanian terutama

untuk tanaman pangan Sehingga dominasi

pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan

konservasi di samping untuk mencegah

terjadinya bahaya erosi dan longsor

Berdasarkan data penggunaan lahan pada

tahun 2019 luas areal terbangunpermukiman

di Provinsi Papua Barat sekitar 32222 Ha atau 03

persen dari luas wilayah Kabupaten Sorong

Manokwari dan Kota Sorong merupakan

wilayah-wilayah yang memiliki fungsi guna

lahan kampungperumahan yang tertinggi

Wilayah-wilayah tersebut selama ini memang

telah tumbuh menjadi sentra-sentra kegiatan

perkotaan di Provinsi Papua Barat terutama

untuk Kota Sorong Kota ini merupakan pintu

gerbang bagi Provinsi Papua Barat sehingga

menjadikan kegiatan jasa perdagangan dan

kegiatan-kegiatan lain yang bersifat perkotaan

terkonsentrasi pada wilayah ini

B33 Risiko Bencana

Dengan sebagian besar wilayah yang berupa

kawasan hutan maka kelas risiko bencana

kebakaran lahan dan hutan di seluruh

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

termasuk ke dalam kategori tinggi Pembukaan

lahan hutan untuk kegiatan pertanian menjadi

salah satu penyebab bencana karena

pembukaan tersebut dilakukan dengan

pembakaran untuk meminimalisasi biaya dan

hasilnya sangat cepat Pada kasus bencana

kebakaran risiko tinggi ditempati Kab

Manokwari dan Kota Sorong sedangkan

bencana kekeringan kelas risiko tinggi berada

di Kab Teluk Wondama Teluk Bintuni

Manokwari Sorong Selatan dan Raja Ampat

Pada kasus bencana banjir wilayah dengan

kelas risiko tinggi adalah Kabupaten Fakfak

Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni

Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja

Ampat dan Kota Sorong sebagai daerah yang

berada dekat dengan aliran Sungai

Wilayah Provinsi Papua Barat juga sangat

berpotensi terhadap gempa tektonik dan

kemungkinan diikuti oleh gelombang tsunami

Terdapat sejumlah lipatan dan sesar naik

sebagai akibat dari interaksi (tubrukan) antara

kedua lempeng tektonik seperti Sesar Sorong

(SFZ) Sesar Ransiki (RFZ) Sesar Lungguru (LFZ)

dan Sesar Tarera Aiduna (TAFZ) Kenyataan

Tabel 117

Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di

Provinsi Papua Barat

Tingkat

Kelerengan

()

Deskripsi Luas

(kmsup2)

Luas

lt 3 Datar 2195004 213

3 - 8 Bergelombangagak

landai

782459 76

8 - 15 Bergelombanglandai 72069 07

15 - 25 Berbukit 576549 56

25 - 40 Bergunung 648617 63

40 - 60 Bergunung curam 3315156 322

gt 60 Bergunung sangat curam 2712868 263

Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 118

Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Penggunaan Luas

(kmsup2)

Hutan Kering 9121592 8860

Hutan Basah 517659 503

Perkebunan 112091 109

Rumput dan Semak Belukar 227599 221

Ladang 57310 056

Tanaman Campuran 51567 050

Permukiman 34192 033

Danau 21459 021

Lahan Terbuka 125365 122

Pertambangan 2249 002

Rawa dan Rumput Rawa 11610 011

Sawah 12823 012

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

18

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

menunjukkan pula bahwa hampir setiap bulan

terjadi beberapa kali gempa di Provinsi Papua

Barat dan sekitarnya Kabupatenkota dengan

risiko tinggi untuk gempa bumi adalah Kab

Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari

Sorong Selatan Sorong Raja Ampat

Tambrauw dan Kota Sorong Sementara itu

wilayah dengan kelas risiko bencana tsunami

tinggi adalah Kab Teluk Wondama Manokwari

dan Sorong

Menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia (BNPB

2014) Provinsi Papua Barat secara keseluruhan

termasuk provinsi yang memiliki kelas risiko

bencana multi ancaman dalam

kategori tinggi Dengan kelas risiko

bencana yang tinggi kapasitas daerah

dalam penanggulangan bencana

masih dalam kapasitas sedang (BNPB

2016)

Tabel 119

Risiko Bencana per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Risiko Jenis Bencana

Kab Fakfak Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang

Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Kaimana Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang

Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Teluk

Wondama

Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Teluk Bintuni Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Manokwari Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Sorong

Selatan

Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Raja Ampat Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Tambraw Sedang Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kab Maybrat Sedang Tanah Longsor Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Manokwari

Selatan

Sedang Banjir Gempa Bumi Tsunami

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Pegunungan

Arfak

Sedang Tanah Longsor Gempa Bumi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kota Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Sumber BNPB BPBD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERTUMBUHAN

EKONOMI

266

INFLASI

193

RATA-RATA

SUKU BUNGA

50

POVERTY

225

PENGANGGURAN

624

GINI RATIO

0381

IPM

6374

DJPbKawalAPBN

INDIKATOR

EKONOMI REGIONAL

19

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

ondisi perekonomian global masih

berada pada kondisi ketidakpastian

seiring terjadinya perubahan

fundamental kebijakan Amerika

Serikat (AS) yang menerapkan hambatan

perdagangan khusus bagi Tiongkok (tariffs

barrier) Kinerja perekonomian AS yang mulai

bergeliat pada tahun 2018 tertekan kembali

akibat penerapan tarif bagi barang-barang

impor yang tanggapi oleh Tiongkok dengan

pengenaan tarif balasan pada barang-barang

yang menjadi ketergantungan AS Penurunan

suku bunga acuan yang dilakukan Bank Sentral

AS untuk mendorong perekonomian tidak

berimplikasi banyak karena economic shock

tidak langsung dapat direspon oleh pelaku

ekonomi dalam negeri yang sudah terbiasa

dengan impor

Tingkat inflasi yang dijaga dan nilai tukar dolar

AS yang ditahan untuk stagnan berakibat pada

pertumbuhan ekonomi AS yang melambat

dibanding tahun sebelumnya Implikasinya

sektor keuangan global ikut menjadi lebih

volatile dan menahan laju pertumbuhan

eonomi disebabkan turunnya nilai

perdagangan negara-negara maju yang

berbisnis dengan AS dan Tiongkok Ditambah

dengan sentimen negatif dari ketidaksetujuan

perilaku diskriminasi ekonomi AS serta masalah

Brexit yang tidak kunjung usai berdampak pada

kenaikan harga komoditas namun tidak

berlaku untuk komoditas minyak mentah yang

menurun Seiring hal tersebut perekonomian

negara-negara berkembang pada tahun 2019

masih mengarah kepada kemungkinan

terjadinya resesi global dengan laju yang

tertahan dibandingkan tahun sebelumnya

A INDIKATOR EKONOMI FUNDAMENTAL

Indikator ekonomi diperlukan untuk mengetahui

arah pergerakan perekonomian suatu daerah

dan sebagai tolak ukur pencapaian

pembangunan (Bernard Baumohl 2012)

Diantara indikator makroekonomi yang

digunakan untuk mengetahui perkembangan

perekonomian suatu daerah yaitu Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Inflasi

Perdagangan Internasional Suku Bunga dan

Nilai tukar

K

BAB II

Perkembangan dan Analisis

Ekonomi Regional

697

640600

502

450 440

240 230 220170 170

100 080

0

2

4

6

8

Vie

tna

m

Filip

ina

Tion

gko

k

Ind

on

esia

Ind

ia

Ma

lay

sia

Tha

ilan

d

AS

Ko

rsel

Au

stralia

Je

pa

ng

Ero

pa

Sin

ga

pu

ra

Grafik 21

Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di

Dunia Tahun 2019 (persen)

Sumber wwwtradingeconomicscom (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

20

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)

merupakan nilai pasar dari semua barang dan

jasa yang dihasilkan dalam suatu

perekonomian selama periode waktu tertentu

Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sering

dijadikan ukuran terbaik untuk mengukur kinerja

perekonomian Terdapat tiga cara untuk

menghitung PDB yaitu pendekatan produksi

pengeluaran dan pendapatan (Krugman amp

Wells 2011) Selanjutnya PDB pada suatu

region wilayah tertentu disebut dengan Produk

Domestik Regional Bruto (Gross Domestic

Regional Bruto)

A11 Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)

Laju pertumbuhan ekonomi (economic growth)

merupakan proses perubahan kondisi

perekonomian suatu daerah pada periode

waktu tertentu Untuk menghitungnya

digunakan perubahan nilai PDRB atas dasar

harga konstanriil dari tahun sebelumnya

Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 tumbuh melambat pada level 266 persen

atau tertahan signifikan dari tahun sebelumnya

yang mencapai level 624 persen Tidak seperti

pertumbuhan tahun sebelumnya yang lebih

tinggi pertumbuhan nasional tahun 2019 justru

lebih tinggi pada level 502 persen

Bila dirinci lebih lanjut seluruh sektor lapangan

usaha mencatatkan pertumbuhan positif

dimana pertumbuhan tertinggi terjadi pada

sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151

persen serta jasa keuangan dan asuransi

mencapai 933 persen Sebaliknya sektor sektor

industri pengolahan dan sektor pertambangan-

penggalian mencatatkan pertumbuhan yang

melambat sebesar -099 dan -034 persen

meskipun masih menjadi sektor dengan

kontribusi tertinggi terhadap PDRB Provinsi

Papua Barat

Jika dilihat menurut pengeluaran pertumbuhan

ekonomi Provinsi Papua Barat tertinggi terjadi

pada komponen luar negeri berupa impor

sebesar 1943 persen Sedangkan ekspor yang

mengandalkan raw material resources pada

komponennya turunnya harga komoditas

migas di pasar internasional selama tahun 2019

turut andil dalam menyumbang perlambatan

hingga menjadi sebesar -900 Sementara itu

503 507 517 502

452401

624

266

0

2

4

6

2016 2017 2018 2019

Grafik 22

Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua

Barat Tahun 2016 ndash 2019 (persen)

Nasional Pabar

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

-099

-034

33

334

437

439

442

528

58

757

767

801

837

842

887

933

1151

-1 4 9 14

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Penggalian

Administrasi Pemerintahanhellip

Pertanian Kehutanan danhellip

Jasa Lainnya

Jasa Kesehatan dan Kegiatanhellip

Pengadaan Air Pengelolaanhellip

Jasa Perusahaan

Jasa Pendidikan

Konstruksi

Penyediaan Akomodasi danhellip

Transportasi dan Pergudangan

Perdagangan Besar dan Eceranhellip

Real Estate

Pengadaan Listrik dan Gas

Jasa Keuangan dan Asuransi

Informasi dan Komuniksi

Grafik 23

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Menurut Lapangan Usaha (persen)

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

21 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

komponen investasi tumbuh 536 persen dan

pengeluaran pemerintah tumbuh sebesar 342

persen Pertumbuhan juga terjadi pada

konsumsi rumah tangga dan LNPRT berturut-

turut sebesar 499 dan 1037 persen

A12 Nominal PDRB

Nilai PDRB dapat dilihat baik dari sisi permintaan

maupun penawaran Untuk menghitungnya

digunakan PDRB atas harga berlaku Nilai PDRB

Provinsi Papua Barat tahun 2019 Atas Dasar

Harga Berlaku sebesar Rp8435 triliun

A121 PDRB Sisi Permintaan

PDRB sisi permintaan dapat ditunjukkan melalui

persamaan sebagai berikut

119936119955 = 119914119955 + 119920119955 +119918119955 + (119935119955 minus119924119955)

Dari persamaan di atas PDRB sisi ini dihitung

berdasarkan pendekatan pengeluaran yaitu

dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat

seluruh pelaku ekonomi berupa konsumsi rumah

tangga investasi pembelian pemerintah untuk

barang dan jasa serta ekspor dikurangi impor

(net export) Kontribusi masing-masing

komponen pembentuk PDRB Provinsi Papua

Barat adalah sebagai berikut

A1211 Konsumsi (Consumption)

Konsumsi merupakan pembelian yang

dilakukan oleh rumah tangga konsumen baik

berupa barang tidak tahan lama (non durable

goods) seperti makanan dan pakaian barang

tahan lama (durable goods) seperti mobil dan

alat elektronik maupun jasa (services) seperti

jasa potong rambut dan jasa dokter (Mankiw

2013)

Perekonomian Provinsi Papua Barat masih

didominasi oleh net ekspor dan pengeluaran

konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga

maupun lembaga non profit rumah tangga

Pada tahun 2019 nilai net ekspor Provinsi Papua

Barat sebesar dengan kontribusi terhadap

PDRB mencapai 324 persen Adapun nilai

konsumsi sebesar Rp2425 triliun dengan

kontribusi terhadap PDRB sebesar 282 persen

A1212 Investasi (Investment)

Investasi dalam teori ekonomi didefinisikan

sebagai pengeluaran untuk membeli barang-

barang modal dan peralatan-peralatan

produksi dengan tujuan untuk mengganti dan

terutama menambah barang-barang modal

yang akan digunakan untuk memproduksi

barang dan jasa di masa yang akan datang

Pembelian dalam investasi dapat dilakukan

oleh individu atau perusahaan untuk

516

342

536

155

0

2

4

6

Konsumsi RT +

LNPRT

Pengeluaran

Pemerintah

PMTB Investasi Net Ekspor

Grafik 24

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 Menurut Pengeluaran (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Konsumsi

RT + LNPRT

2818

Pengeluaran

Pemerintah

1798

PMTB

Investasi 2045

Perubahan

Inventori 098

Net Ekspor

3241

Grafik 25

Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

22

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

menambah persedian modal (Mankiw 2013)

Samuelson dan Nordhaus (2004)

menambahkan investasi sebagai penambahan

stok modal atau barang di suatu negara seperti

bangunan peralatan produksi dan barang-

barang inventaris dalam waktu satu tahun

Nilai investasi Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 sebagaimana tercermin dari nilai

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

sebesar Rp176 triliun dengan kontribusi

terhadap PDRB sebesar 205 persen Tingkat

pertumbuhan ekonomi daerah yang mantap

dan berkesinambungan dalam jangka panjang

hanya dapat tercapai jika masyarakat mampu

mempertahankan proporsi investasi yang

cukup besar terhadap PDRB Dalam jangka

panjang pembangunan ekonomi dapat

terhambat jika terjadi inefisiensi alokasi sumber

daya Salah satu indikator untuk mengukur

tingkat efisiensi suatu perekonomian adalah

ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) ICOR

merupakan rasio yang menunjukan besarnya

tambahan kapital (investasi) baru yang

dibutuhkan untuk menaikkan menambah satu

unit output Semakin tinggi rasio ICOR

menandakan bahwa tingkat efisiensi semakin

rendah Rasio ICOR dihitung menggunakan

rumus sebagai berikut

ICOR= I ∆Y

dimana

I = Nilai Investasi (PMTB)

∆Y = Perubahan PDRB

Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat

menunjukan tren meningkat Pada tahun 2015

nilai ICOR Provinsi Papua Barat sebesar 169 dan

naik menjadi 443 pada tahun 2016 Kemudian

pada tahun 2017 nilai ICOR Provinsi Papua Barat

kembali naik menjadi 491 Hal ini menunjukan

tingkat kebocoran investasi Provinsi Papua

Barat semakin besar Setelah sempat turun

pada tahun 2018 (314) nilai ICOR Provinsi

Papua Barat tahun 2019 naik menjadi 801 yang

menunjukan tingkat kebocoran investasi

semakin meningkat secara signifikan

A1213 Pembelian Pemerintah (Government

Purchases)

Pembelian pemerintah merupakan

pengeluaran pemerintah terhadap barang dan

jasa yang terdiri dari konsumsi pemerintah

(government consumption) dan investasi

pemerintah (government investment) Konsumsi

pemerintah merupakan pembelian terhadap

barang dan jasa dalam jangka pendek seperti

pengeluaran untuk perawatan kesehatan dan

perlindungan kepolisian Adapun investasi

pemerintah merupakan pengeluaran untuk

barang-barang modal seperti gedung dan

komputer (Mishkin 2015) Komponen

pengeluaran pemerintah Provinsi Papua Barat

pada tahun 2019 sebesar Rp1547 triliun dengan

kontribusi terhadap PDRB sebesar 18 persen

Dengan kontribusi yang cukup besar terhadap

PDRB Provinsi Papua Barat pembelian

pemerintah (government purchases)

seharusnya dapat menopang pertumbuhan

ekonomi jika terjadi perlambatan konsumsi

masyarakat maupun investasi

211169

443491

314

801

000

200

400

600

800

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Garfik 26

Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat Tahun

2014 - 2019

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

23 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

A1214 Ekspor Bersih (Net Export)

Perdagangan internasional merupakan

pertukaran barang dan jasa lintas batas negara

(international border) Dengan adanya

perdagangan internasional memungkinkan

terjadinya efisiensi yang timbul dari kompetisi

antar produsen dalam menjual produk dengan

harga yang terendah (competitive price)

dalam suatu proses supply and demand atau

dalam suatu mekanisme pasar market

mechanism (Seyoum 2009) Komponen

perdagangan internasional terdiri dari ekspor

dan impor Ekspor merupakan nilai barang dan

jasa yang dijual ke luar negeri sedangkan impor

merupakan nilai barang dan jasa yang

disediakan untuk dalam negeri Selisih

keduanya disebut sebagai net ekspor Sebagai

salah satu komponen PDB net ekspor

merupakan nilai bersih dari penjualan barang

jasa ke luar negeri dikurangi pembelian dari luar

negeri yang menghasilkan pendapatan untuk

dalam negeri (Mankiw 2013) Pada tahun 2019

komponen net ekspor Provinsi Papua Barat

sebesar Rp2789 triliun dengan kontribusi

terhadap PDRB sebesar 324 persen

A12141 Ekspor

Ekspor merupakan nilai barang dan jasa yang

dijual ke negara lain (Mankiw 2013) Komoditas

ekspor Provinsi Papua Barat terbesar yaitu raw

material resources berupa gas alam dan

minyak bumi dengan kontribusi mencapai 98

persen dari total nilai ekspor yang ada Adapun

sisanya berupa perhiasan permata kayu

barang dari kayu garam belerang kapur

(semen) ikan udang daging ikan olahan

sabun dan preparat pembersih

Pada tahun 2019 nilai ekspor Provinsi Papua

Barat mencapai US$ 233258 juta atau turun

siginifikan sebesar 179 persen dari ekspor tahun

sebelumnya sebesar US$ 28336 juta

disebabkan turunnya harga komoditas migas di

pasar internasional Nilai ekspor tertinggi terjadi

pada bulan November sebesar US$ 25478

sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada

bulan April sebesar US$ 11602

Selama tahun 2019 terdapat 3 (tiga) negara

yang menjadi tujuan utama ekspor Provinsi

Papua Barat yaitu Tiongkok Korea Selatan dan

Jepang dengan kontribusi mencapai 9341

persen Nilai ekpor ke Tiongkok sebesar US$

138861 juta (6373 persen) Korea selatan

sebesar US$ 35793 juta (1643 persen) dan

Jepang sebesar US$ 43236 juta (1984 persen)

A12142 Impor

Impor merupakan nilai barang dan jasa yang

dibeli dari negara lain (Mankiw 2013)

Komoditas impor Provinsi Papua Barat berupa

mesin-mesin pesawat mekanik mesin

peralatan listrik benda-benda dari besi dan

baja barang-barang rajutan benda-benda

dari batu gips dan semen berbagai barang

logam dasar garam belerang dan kapur

perkakas serta perangkat potong

24707 22201

17352

11602

18441

19127

16947

18831

1810215943

25478

24527

0

50

100

150

200

250

300

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 27

Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun

2019 (US$ juta)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

24

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Pada tahun 2019 total nilai impor Provinsi Papua

Barat sebesar US$ 37434 juta atau naik 553

persen dari tahun sebelumnya sebesar US$

5737 juta Nilai impor tertinggi Provinsi Papua

Barat terjadi pada bulan Juli sebesar US$ 11831

juta Sementara itu pada bulan Juni nilai impor

Provinsi Papua Barat berada pada angka

terkecil sebesar US$ 006 juta

A122 PDRB Sisi Penawaran

PDRB sisi ini dihitung berdasarkan pendekatan

produksi yaitu dengan menjumlahkan nilai

tambah (value added) atas barang dan jasa

yang dihasilkan dari sektor-sektor produksi Dari

keseluruhan sektor yang ada kontribusi tertinggi

terhadap PDRB Provinsi Papua Barat tahun 2019

berasal dari sektor industri pengolahan

mencapai 2574 persen dengan nilai Rp217

triliun Kemudian diikuti sektor pertambangan

dan penggalian mencapai 1744 persen

dengan nilai Rp147 triliun Minyak bumi dan gas

alam merupakan sumber utama PDRB pada

kedua sektor tersebut

A13 PDRB per Kapita

Indikator ini menunjukan nilai kontribusi tiap

penduduk terhadap perekonomian suatu

daerah dalam menghasilkan barang dan jasa

pada periode waktu satu tahun Selama lima

periode terakhir dari tahun 2015ndash2019 PDRB per

Kapita Provinsi Papua Barat mengalami

peningkatan walaupun dengan pertumbuhan

yang terbatas Pada tahun 2015 PDRB per

Kapita Provinsi Papua Barat sebesar Rp7250

juta Kemudian jumlahnya meningkat menjadi

Rp879 juta pada tahun 2019 atau naik sebesar

218 persen dalam 5 tahun

A2 Inflasi

Mankiw (2013) menyebutkan bahwa Inflasi

merupakan kenaikan harga secara umum

Jika kenaikan harga barang hanya berasal

dari satu atau dua barang saja maka tidak

dapat disebut sebagai inflasi kecuali bila

524

807

3804

2101

2286

006

11831

7816

1053

3617

105

2539

0

20

40

60

80

100

120

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 28

Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun

2019 (US$ juta)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Industri

Pengolahan

2574

Pertambangan

Penggalian1744

Konstruksi

1596

Sektor Lainnya

1227

Pertanian dkk

1055

Adm

Pemerintahan1057

Perdagangan

747

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Grafik 29

Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (Persen)

72157452

7843

8495879

0

20

40

60

80

100

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 210

Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua

Barat Tahun 2015 - 2019 (juta Rptahun)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

25 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

kenaikan itu meluas dan berimplikasi pada

kenaikan harga barang lainnya Inflasi dihitung

berdasarkan perubahan Indeks Harga

Konsumen (IHK) yang merupakan rata-rata dari

perubahan harga suatu komoditas dalam

kurun waktu tertentu Perubahan IHK dari waktu

ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan

(inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari

suatu komoditas

Secara umum inflasi digolongkan ke dalam tiga

jenis yaitu inflasi inti (core inflation) inflasi

makanan yang bergejolak (volatile food

inflation) dan inflasi harga yang diatur

(administered price inflation) Core inflation

adalah inflasi yang perkembangan harganya

dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi

secara umum yaitu faktor-faktor fundamental

seperti ekspektasi inflasi nilai tukar dan

keseimbangan permintaan dan penawaran

agregat yang akan berdampak pada

perubahan harga-harga secara umum

Sementara itu volatile food inflation adalah

inflasi bahan makanan yang perkembangan

harganya sangat bergejolak karena faktor-

faktor tertentu yang mempengaruhi kecukupan

pasokan komoditas yang bersangkutan seperti

faktor musim panen gangguan distribusi

bencana alam dan hama Adapun

administered price inflation adalah inflasi yang

perkembangan harganya diatur oleh

pemerintah

Secara kumulatif laju inflasi Provinsi Papua Barat

tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih

rendah dari inflasi tahun sebelumnya sebesar

521 persen dan inflasi nasional sebesar 272

persen Pencapaian tersebut berada di atas

target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen

Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun

2017-2021 dimana pada tahun 2019 target

inflasi ditetapkan sebesar 366 persen Kebijakan

pengendalian tingkat inflasi yang melibatkan

banyak pihak sebagaimana tergabung dalam

Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) tampaknya

belum berhasil menekan laju pergerakan harga

di Provinsi Papua Barat ke arah yang lebih

moderat

Selama tahun 2019 perkembangan harga-

harga komoditas di Provinsi Papua Barat relatif

terkendali dimana komponen administered

price dan volatile food menjadi penyumbang

utama Adanya peningkatan intensitas curah

hujan yang sedang dan gelombang laut yang

relatif tinggi berdampak pada hasil produksi

dan mengganggu jalur distribusi pasokan

bahan makanan meskipun tidak memberikan

pengaruh signifikan Disamping itu komponen

administered price tidak mengalami tekanan

seperti halnya tahun sebelumnya sebagai

imbas dari turunnya harga komoditas minyak

mentah di pasar internasional yang berdampak

pada turunnya harga BBM non-subsidi (non-

premium) Sementara itu tekanan inflasi pada

kelompok inti (core inflation) relatif terkendali

Pada triwulan pertama tahun 2019 (Januari ndash

Maret) Papua Barat berada pada kondisi

deflasi dengan level 056 persen (ytd) dengan

534

362

144

521

193

335302

361

313 272

0

2

4

6

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 211

Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan

Nasional Tahun 2015 ndash 2019

Pabar Nasional

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

26

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

penyumbang terbesar terjadi pada kelompok

volatile food seperti beras telur susu daging

ikan segar dan kacang-kacangan Faktor

intensitas curah hujan yang sedang

menyebabkan beberapa daerah penghasil

mengalami panen besar berakibat pada

melimpahnya jumlah pasokan komoditas

meskipun sedikit terganggu dengan terjadinya

laut pasang pada jalur distribusi Sementara itu

komponen administered price sedikit tertekan

disebabkan pasokan bahan bakar subsidi yang

terbatas meskipun harga non-subsidi (pertalite

dan pertamax series) mengalami sedikit

penurunan harga

Pada triwulan kedua tahun 2019 (April ndash Juni)

intensitas curah hujan di Provinsi Papua Barat

makin meningkat Faktor tersebut pada

akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas

hasil pertanian sehingga pasokan komoditas

menjadi berkurang Dampaknya pada bulan

April dan Mei komponen volatile food seperti

beras sayur-sayuran dan kacang-kacangan

mengalami inflasi Pada bulan April meskipun

komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi

sebesar -070 persen namun kacang-kacangan

mengalami inflasi 240 persen

Memasuki bulan puasa (Mei) dan Hari Besar

Keagamaan Nasional (HBKN) Papua Barat

dihadapkan pada tekanan inflasi yang cukup

dalam Komponen volatile food seperti telur

daging ayam daging sapi mengalami tren

peningkatan harga seiring kenaikan

permintaan Pemerintah melalui Tim Pengendali

Inflasi Daerah (TPID) melakukan pengawasan

distribusi untuk mencegah penimbunan barang

dan permainan harga Selain itu TPID juga

melakukan operasi pasar dan program pasar

murah untuk menjaga stabilitas harga

Sementara itu komponen administered price

pada periode ini juga mengalami tekanan

Periode triwulan ketiga tahun 2019 tekanan

inflasi Papua Barat mulai jauh berkurang Pada

bulan Juli terjadi deflasi yang mencapai level -

007 persen Komponen volatile food menjadi

penyumbang terbesar deflasi Kemudian pada

bulan Agustus Papua Barat kembali mengalami

mencapai deflasi pada level -057 persen

dimana kelompok bahan makanan menjadi

penyumbang terbesar dengan capaian -167

Tabel 21

Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Kelompok jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des

Umum -004 159 025 033 034 004 -007 -057 067 -004 159 025

Bahan Makanan -082 493 072 079 100 -048 -066 -167 039 -082 493 072

Makanan Jadi Minuman

Rokok dan Tembakau 057 001 057 050 076 006 030 023 025 057 001 057

Perumahan Air Listrik Gas

dan Bahan Bakar 002 015 007 -004 -011 039 016 001 011 002 015 007

Sandang 072 062 102 050 045 021 -009 -043 158 072 062 102

Kesehatan 076 052 006 027 072 001 002 -026 037 076 052 006

Pendidikan Rekreasi dan

Olah Raga -003 034 -008 020 091 152 014 000 -002 -003 034 -008

Transpor dan Komunikasi

dan Jasa Keuangan 015 -024 -056 -049 -099 -001 050 -005 253 015 -024 -056

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

27 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Pada bulan ini di saat semua kelompok

pengeluaran mengalami tekanan deflasi

kelompok administered price mengalami inflasi

pada level 023 Berbeda dari bulan

sebelumnya memasuki bulan September

Papua Barat mengalami inflasi pada level 067

persen Kelompok volatile food seperti daging

telur susu dan sayur-sayuran serta kelompok inti

(core inflation) seperti sandang dan

perlengkapan rumah tangga menjadi

penyumbang inflasi Di samping itu kelompok

transportasi adalah penyumbang terbesar

inflasi seiring kenaikan harga tiket akibat

permasalahan yang mendera maskapai

penerbangan

Pada triwulan empat tahun 2019 (Oktober-

Desember) Papua Barat kembali mengalami

tekanan inflasi Demikian juga dengan

kelompok volatile food seperti beras daging

ikan telur susu sayur-sayuran dan kacang-

kacangan pada periode ini mengalami inflasi

disebabkan faktor produktivitas hasil pertanian

yang seharusnya melimpah malah berkurang

Di samping itu faktor cuaca yang tidak

bersahabat bagi nelayan menyebabkan

berikurangnya pasokan ikan

Meskipun pada bulan Oktober terjadi deflasi

sebesar -004 persen namun bulan November

Papua Barat kembali mengalami inflasi sebesar

125 persen Penyumbang tertinggi inflasi

adalah kelompok volatile food yang

mengalami kendala produktivitas Kemudian

masuk pada bulan Desember Papua barat

dihadapkan pada momen libur natal dan

tahun baru Pada bulan ini perkembangan

harga di Provinsi Papua Barat mengalami

tekanan inflasi namun dengan tingkat yang

cukup terkendali pada kisaran 025 persen

dengan kenaikan tertinggi terjadi pada

kelompok sandang momen liburan sekolah

natal dan tahun baru

A3 Suku Bunga

Suku bunga merupakan biaya dari suatu

pinjaman atau harga yang dibayar untuk sewa

dana (Mishkin 2015) Kebijakan suku bunga

dilakukan oleh bank sentral selaku pemegang

otoritas moneter Sebagai pemegang otoritas

moneter di Indonesia Bank Indonesia

menetapkan BI Rate sebagai suku bunga

acuan yang mencerminkan sikap dari

kebijakan moneter apakah dovish (longgar)

atau hawkish (ketat) Dalam rangka melakukan

penguatan kerangka operasi moneter Bank

Indonesia kemudian memperkenalkan suku

bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru

berupa BI 7-Day Repo Rate pada April 2016 dan

mulai berlaku efektif tanggal 19 Agustus 2016

Perubahan tersebut bertujuan agar suku bunga

kebijakan dapat lebih cepat mempengaruhi

pasar uang perbankan dan sektor riil

Terkait kebijakan suku bunga selama tahun

2019 Bank Indonesia menerapkan kebijakan

moneter yang cenderung longgar yang

ditandai dengan turunnya suku bunga acuan BI

7-Day Repo Rate Pada awal tahun 2019 BI 7

Day Repo Rate ditetapkan sebesar 600 persen

sebagai akibat dari kebijakan yang hawkish

600 600 600 600 600 600

575

550

525

500 500 500

40

48

55

63

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 212

Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019

(persen)

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

28

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

tahun sebelumnya Sempat bertahan selama

enam bulan kemudian pada bulan Juli BI 7-Day

Repo Rate diturunkan menjadi 575 persen

Penurunan tersebut bertujuan untuk

mendorong investasi sektor riil dalam mengatasi

efek buruk dari pasar keuangan global

(portofolio market) yang volatile

Kemudian pada bulan berikutnya suku bunga

acuan BI 7-Day Repo Rate kembali turun

menjadi 55 persen dan pada akhir tahun 2019

BI 7-Day Repo Rate mencapai angka 500

persen Kebijakan tersebut merupakan langkah

lanjutan untuk menjaga daya saing industri

domestik terhadap perubahan kebijakan

perdagangan sejumlah negara akibat perang

dagang AS-Tiongkok dan ketidakpastian pasar

keuangan global yang masih tinggi Selain itu

deflasi yang terjadi di perekonomian domestik

ikut mendorong penurunan tersebut

Pinjaman yang diberikan lembaga keuangan

kepada masyarakat merupakan pinjaman

yang diperuntukkan untuk keperluan modal

kerja investasi dan konsumsi dengan suku

bunga pinjaman yang diberikan untuk

keperluan konsumsi lebih tinggi daripada suku

bunga pinjaman untuk keperluan modal kerja

dan investasi Pada awal tahun 2019 rata-rata

suku bunga pinjaman konsumsi pada lembaga

keuangan sebesar 1054 persen lebih rendah

dari rata-rata suku bunga pinjaman modal kerja

dan investasi masing-masing sebesar 1144

persen dan 1209 persen

Pada akhir tahun 2019 suku bunga pinjaman

konsumsi turun menjadi 1018 persen sementara

itu suku bunga pinjaman modal kerja dan

investasi masing-masing menjadi 1143 persen

dan 1181 persen Tampaknya pilihan BI atas

kebijakan yang longgar dengan menurunkan

suku bunga acuan selama tahun 2019 diikuti

oleh penurunan suku bunga pinjaman pada

lembaga keuangan

Selama ini penurunan signifikan pada suku

bunga pinjaman merupakan hal yang ditunggu

masyarakat Lembaga keuangan masih

menjadi sumber pendanaan utama bagi

masyarakat yang ingin menjalankan kegiatan

usahanya Namun sangat disayangkan

penurunan suku bunga pinjaman masih bersifat

terbatas Dengan spread (selisih) yang cukup

lebar dengan suku bunga simpanan margin

bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM)

lembaga keuangan masih cukup tinggi

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang

diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NIM

1144 1148 1149 1151 1155 1153 1155 1158 1161 1157 1162

1143

1209 1206 1203 1202 1200 1198 1194 1191 1190 1185 1185 1181

1054 1048 1041 1039 1036 1035 1033 1030 1029 1027 1023 1018

10

11

12

13

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 213

Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Pinjaman pada

Lembaga Keuangan Tahun 2019 (persen)

Pinjaman Modal Kerja Pinjaman Investasi

Pinjaman Konsumsi

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

123

124

123117

116

118

119

118

118

114

115

118

100

110

120

130

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 214

Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Simpanan pada

Lembaga (persen)

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

29 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

lembaga keuangan berada pada kisaran 5

persen Oleh karena itu lembaga keuangan

seharusnya dapat menurunkan lagi tingkat suku

bunga pinjaman hingga mencapai tingkat

single digit interest rate of loans

Sementara itu sebagai respon atas tren

pergerakan suku bunga pinjaman rata-rata

suku bunga simpanan pada lembaga

perbankan juga bergerak turun Pada awal

tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan

sebesar 123 persen Kemudian pada akhir

tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan

turun menjadi 118 persen

A4 Nilai Tukar

Nilai tukar mata uang suatu negara dibedakan

atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil Nilai

tukar nominal suatu mata uang atau yang

sering disebut kurs merupakan harga relatif dari

suatu mata uang terhadap mata uang lainnya

Adapun nilai tukar riil merupakan harga relatif

dari barang jasa antar dua negara (Mishkin

2015)

Saat ini hampir semua negara tidak bisa lepas

dari interaksi ekonomi dengan luar negeri

Sebagai mata uang global dollar AS banyak

digunakan untuk kegiatan perdagangan

internasional Tak terkecuali Indonesia kegiatan

ekspor impor sebagian besar menggunakan

dollar AS sebagai alat pembayaran Oleh

karena itu pergerakan kurs rupiah terhadap

dollar AS sering dijadikan indikator untuk

menentukan kebijakan perekonomian nasional

Secara konseptual nilai tukar mata uang

memiliki hubungan negatif terhadap ekspor

Ketika kurs rupiah terhadap dollar AS

mengalami apresiasi (penguatan) maka kinerja

ekspor akan tertekan karena harga

barangjasa yang dijual ke luar negeri menjadi

lebih murah Sebaliknya ketika kurs rupiah

terhadap dollar AS mengalami depresiasi

(penurunan) maka akan mendorong

pertumbuhan ekspor Selama tahun 2019 kurs

rupiah terhadap dollar AS mengalami

depresiasi disebabkan penguatan dollar AS

terhadap seluruh mata uang dunia diikuti oleh

kenaikan imbal hasil atau yield obligasi

pemerintah AS dan penurunan harga minyak

dunia Di sisi lain sentimen pelemahan ekonomi

Tiongkok turut andil terhadap pelemahan nilai

tukar rupiah Dibuka pada awal Januari sebesar

Rp14465 kurs rupiah cenderung bergerak

fluktuatif dengan kecenderungan menguat

dan ditutup pada angka Rp13901 pada akhir

tahun 2019

B INDIKATOR KESEJAHTERAAN

Indikator pembangunan yang digunakan untuk

mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat

diantaranya Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) Tingkat Kemiskinan Tingkat Ketimpangan

(Gini Ratio) dan Kondisi Ketenagakerjaan

B1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan infrastruktur menjadi lebih

produktif jika memiliki sumber daya manusia

(human resources) yang berkualitas Jika jumlah

SDM berkualitas tidak memadai maka

1446500

1397800

1411100

1423100

1424500

1423100

1411700

1409800

1419000

1419600

1406600

1390100

13750

14000

14250

14500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 215

Tren Pergerakan Kurs Tengah Rupiah

per 1 US$ Tahun 2019

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

30

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

pembangunan infrastruktur menjadi kurang

efisien dan efektif Akibatnya proses produksi

membutuhkan input dengan ekonomi biaya

tinggi (high cost economy) dan kualitas output

yang dihasilkan rendah Oleh karena itu para

ekonom berpendapat bahwa rendahnya

investasi pada modal manusia (human capital

resources) merupakan penyebab lambatnya

pertumbuhan Investasi yang rendah pada

sektor pendidikan pengetahuan dan

keterampilan menyebabkan produktivitas

modal fisik menurun (Jhingan 1983)

Untuk mengukur keberhasilan pembangunan

pada modal manusia PBB melalui United

Nations Development Programme (UNDP)

mengkombinasikan pencapaian di bidang

pendidikan kesehatan dan pendapataan

pengeluaran riil atau yang dikenal dengan

Human Development Index (HDI) Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) Menurut UNDP

IPM suatu daerah dapat dikelompokkan ke

dalam empat kategori yaitu sangat tinggi (IPM

ge 80) tinggi (70 le IPM lt 80) sedang (60 le IPM lt

70) dan rendah ( IPM lt 60)

Walaupun masih tertinggal dari daerah lain dan

menduduki peringkat terakhir secara nasional

pencapaian IPM Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan tiap tahun Pada

tahun 2011 IPM Provinsi Papua Barat mencapai

nilai 599 (masuk dalam kategori rendah) jauh

di bawah IPM nasional sebesar 6709 Kemudian

sejak tahun 2012 IPM Provinsi Papua Barat naik

kelas menjadi kategori sedang dengan nilai

603 Selanjutnya pada tahun 2018 IPM Provinsi

Papua Barat menjadi 6374

Jika dilihat per daerah pencapaian IPM di

Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk

dalam kategori sangat tinggi bahkan masih

banyak daerah yang masuk kategori IPM

rendah diantaranya Wondama Sorong

Selatan Tambrauw Maybrat Manokwari

Selatan dan Pegunungan Arfak Sementara itu

hanya 2 (dua) daerah yang masuk kategori IPM

tinggi yaitu Kab Manokwari dan Kota Sorong

Sumber United Nations Development Programme (UNDP)

Gambar 21

Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM

-

Sangat Tinggi

Manokwari (7117)

Kota Sorong (7735)

Tinggi

Fakfak (6699)

Kaimana (6367)

Teluk Bintuni (6313)

Kab Sorong (6432)

Raja Ampat (6284)

Sedang

Wondama (5886)

Sorong Selatan (6101)

Tambrauw (5195)

Maybrat (5816)

Mansel (5884)

Pegunungan Arfak (5531)

Rendah

Gambar 22 IPM Kab Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018

Berdasarkan Klasifikasi UNDP

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

599 6036091 6128 6173 6221

62996374

6709677

6831689

69557018

70817139

52

56

60

64

68

72

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Grafik 216

Perkembangan Nilai IPM (Metode Baru) Provinsi Papua

Barat dan Nasional Tahun 2011-2018

Papua Barat Nasional

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

31 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Adapun daerah yang masuk kategori sedang

yaitu Fakfak KaimanaTeluk Bintuni Sorong dan

Raja Ampat

IPM yang tinggi di Kota Sorong dan Kab

Manokwari menunjukan adanya korelasi

antara suatu daerah sebagai pusat

perekonomian pemerintahan dengan

pencapaian nilai IPM Sebaliknya ketika suatu

daerah jauh dari pusat perekonomian

pemerintahan seperti Kab Pegunungan Arfak

yang merupakan daerah pemekaran baru

memiliki nilai IPM yang jauh tertinggal dari Kota

Sorong dan Kab Manokwari

B2 Kemiskinan

Konsep kemiskinan seringkali dihubungkan

antara tingkat pendapatan dan kebutuhan

seseorang Jika pendapatan tidak mampu

memenuhi kebutuhan minimum maka

seseorang dapat dikatakan miskin Ravallion

(1995) menyebutkan ciri khas dari kemiskinan

diantaranya kelaparan ketidakberdayaan

terpinggirkan tidak mempunyai tempat

tinggal dan apabila sakit tidak memiliki dana

untuk berobat Selain itu orang miskin pada

umumnya tidak dapat membaca karena tidak

mampu untuk bersekolah dan tidak memiliki

pekerjaan

Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah

Provinsi Papua Barat dihadapkan pada

masalah kemiskinan yang cukup pelik Tingkat

kemiskinan Provinsi Papua Barat sangat tinggi

hingga menduduki peringkat kedua secara

nasional setelah Provinsi Papua Pada tahun

2016 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

mencapai 2488 persen jauh lebih tinggi

dibandingkan tingkat kemiskinan nasional

sebesar 107 persen Kemudian pada tahun

2019 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

turun jauh hingga menjadi 2151 persen

Keadaan tersebut menunjukan bahwa selama

beberapa tahun ke belakang penurunan

tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat

cukup signifikan jika dibandingkan dengan

banyaknya kendala yang harus dihadapi

Pembangunan yang berlangsung selama ini

tampaknya cukup berhasil meningkatkan taraf

hidup penduduk keluar dari garis kemiskinan

Berdasarkan tipologinya tingkat kemiskinan

Provinsi Papua Barat di pedesaan sangat tinggi

bahkan di atas level 30 persen namun

sebaliknya tingkat kemiskinan di perkotaan

pada kisaran 5 persen Pada tahun 2016 tingkat

kemiskinan pedesaan Provinsi Papua Barat

mencapai 3733 persen Kemudian turun

menjadi 3429 persen pada tahun 2018 dan 332

persen pada tahun 2019 Melihat kondisi

tersebut seharusnya program-program

pemerintah lebih difokuskan ke daerah

pedesaan baik dalam rangka investasi ekonomi

yang bersifat produktif maupun investasi

manusia di bidang pendidikan kesehatan

perumahan dan layanan sosial lainnya Selain

itu program-program pengentasan kemiskinan

yang digalakkan pemerintah daerah harus

bermula dari pedesaan untuk menstimulus

kesejahteraan masyarakat desa

24882312 2266

2151

107 1012 966 922

0

5

10

15

20

25

30

2016 2017 2018 2019

Grafik 217

Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun

2016 - 2019 (persen)

Pabar Nasional

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

32

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Jika dilihat berdasarkan daerahnya pada

tahun 2019 seluruh kabupaten kota di Provinsi

Papua Barat memiliki tingkat kemiskinan di atas

nasional dengan tingkat kemiskinan tertinggi

yaitu Kab Pegunungan Arfak dan Tambraw

masing-masing sebesar 3487 persen dan 3437

persen Adapun kemiskinan terendah dimiliki

Kota Sorong dan Kab Kaimana masing-masing

sebesar 1529 persen dan 1604 persen

B3 Ketimpangan

Sebuah keniscayaan bahwa pembangunan

mengharuskan adanya tingkat pendapatan

yang tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan

Namun demikian tingkat pendapatan yang

tinggi perlu didukung oleh indikator lainnya

berupa pemerataan distribusi pendapatan

Distribusi pendapatan yang timpang menurut

Cramer (2001) menyebabkan terjadinya konflik

sosial dalam masyarakat meskipun hal tersebut

bukan hanya disebabkan oleh faktor ekonomi

Jika peningkatan pendapatan hanya

melibatkan sebagian kecil orang kaya maka

penanggulangan kemiskinan akan bergerak

melambat dan ketimpangan semakin tinggi

Salah satu cara untuk mengukur tingkat

distribusi pendapatan dengan menggunakan

Rasio Gini (Gini Ratio) Rasio tersebut mampu

menggambarkan derajat ketimpangan

distribusi pendapatan dalam suatu daerah

dengan nilai terletak antara 0 (kemerataan

sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan

sempurna)

Tingkat distribusi pendapatan Provinsi Papua

Barat tahun 2016-2019 tercatat fluktuatif namun

masih timpang ditandai dengan nilai gini ratio

yang rendah setelah sebelumnya meningkat

Selama kurun waktu tersebut ketidakmerataan

pendapatan di Provinsi Papua Barat masuk

dalam kategori sedang Pada tahun 2016 gini

ratio Provinsi Papua Barat sebesar 0373 dan

merangkak naik menjadi 0390 pada tahun 2017

568 569 516 557

37333512 3429 332

0

10

20

30

40

2016 2017 2018 2019

Grafik 218

Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan

Tahun 2016 - 2019 (persen)

Perkotaan Pedesaan

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

3487

3437

3238

3208

3049

2989

2935

2380

2154

1867

1753

1604

1529

0 10 20 30 40

Pegunungan Arfak

Tambrauw

Teluk Wondama

Maybrat

Teluk Bintuni

Manokwari Selatan

Sorong

Fakfak

Manokwari

Sorong Selatan

Raja Ampat

Kaimana

Kota Sorong

Grafik 219

Tingkat Kemiskinan KabKota di Provinsi Papua

Barat Tahun 2019

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

0373

03900391

0381

0397

0393

0384

038

036

037

038

039

04

2016 2017 2018 2019

Papua Barat Nasional

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Grafik 220

Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat

dan Nasional Tahun 2016-2019

33 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

meskipun pada kedua periode tersebut berada

di bawah gini ratio nasional Kemudian pada

tahun 2018 gini ratio Provinsi Papua Barat

kembali naik menjadi 0391 bahkan lebih tinggi

dari pencapaian nasional Gini ratio kembali

turun pada tahun 2019 menjadi 0381 atau

sedikit di atas nilai nasional sebesar 0380

B4 Ketenagakerjaan

Untuk melihat kondisi ketenagakerjaan di suatu

daerah diantaranya dapat tercermin pada

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan

tingkat pengangguran

B41 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Indikator ini menunjukan persentase jumlah

angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja

Semakin tinggi TPAK menunjukkan semakin

tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour

supply) yang tersedia untuk memproduksi

barang dan jasa pada suatu daerah TPAK

Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai

6827 persen mengalami kenaikan dari tahun

sebelumnya sebesar 6788 persen Hal ini

mengindikasikan bahwa jumlah angkatan kerja

yang siap untuk bekerja semakin bertambah

B42 Tingkat Pengangguran

Secara teoritis pengangguran memiliki

hubungan negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi

hal tersebut mencerminkan adanya

penambahan output yang membutuhkan

banyak tenaga kerja untuk memenuhi

kapasitas produksi Arthur Okun melalui studinya

(Okunrsquos Law) menyebutkan bahwa semakin

tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka

tingkat pengangguran akan semakin berkurang

(Blanchard 2006)

Di saat jumlah pengangguran dan tingkat

pengangguran nasional mengalami kenaikan

jumlah pengangguran dan tingkat

pengangguran Provinsi Papua Barat juga ikut

bergerak naik Pada tahun 2018 jumlah

pengangguran Provinsi Papua Barat mencapai

26129 orang dengan tingkat pengangguran

sebesar 567 persen Kemudian pada tahun

2019 jumlah pengangguran Provinsi Papua

Barat meningkat menjadi 28846 orang dengan

tingkat pengangguran terseret naik menjadi

624 persen Tampaknya program pemerintah

dalam perluasan dan penciptaan lapangan

pekerjaan belum mampu menekan jumlah dan

tingkat pengangguran di Provinsi Papua Barat

Untuk mengurangi tingkat pengangguran

pemerintah daerah dapat menciptakan

7005

6747

6788

6827

66

67

68

69

70

71

2016 2017 2018 2019

Grafik 221

TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

18806

25037

33214

26129 28846

460

573

752

567

624

000

200

400

600

800

2015 2016 2017 2018 2019

-

10000

20000

30000

40000

Grafik 222

Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua

Barat Tahun 2015 ndash 2019

Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

34

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

kesempatan kerja melalui peningkatan

keahlian sertifikasi pendirian tempat latihan

ketrampilan magang serta meningkatkan

inventasi yang menyerap banyak tenaga kerja

lokal

C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI

DAN PEMBANGUNAN REGIONAL

Efektivitas kebijakan makroekonomi dan

pembangunan Provinsi Papua Barat dapat

diketahui dengan melihat kinerja dari setiap

indikator yang ada dengan membandingkan

antara target dan pencapaian dari setiap

indikator yang ditetapkan oleh pemerintah

daerah dalam dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Selain itu efektivitas kebijakan

makroekonomi juga dapat diketahui dengan

melihat pengaruh dari sebuah indikator

makroekonomi dan pembangunan terhadap

indikator lainnya

C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan

Pembangunan

Kinerja perekonomian daerah tercermin dari

pencapaian target indikator makroekonomi

dan pembangunan sebagaimana yang telah

ditetapkan pada dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Dokumen RPJMD merupakan rencana

pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)

tahunan yang merupakan penjabaran dari visi

misi dan program kepala daerah Untuk Provinsi

Papua Barat dokumen RPJMD disusun untuk

periode tahun 2017 ndash 2021 Sebagai penjabaran

RPJMD tahun ketiga Pemerintah Daerah

Provinsi Papua Barat menetapkan Rencana

Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2019

yang memuat target indikator-indikator makro

dan kesejahteraan sebagai ukuran

keberhasilan selama satu tahun Beberapa

indikator makroekonomi dan pembangunan

dalam RKPD yang menjadi target pemerintah

daerah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 70 persen

laju inflasi pada level 366 persen gini ratio

sebesar 042 tingkat kemiskinan sebesar 2329

persen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

sebesar 6364 dan tingkat pengangguran

sebesar 642 persen

Tabel 22

Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Indikator Target RKPD Kinerja

Pertumbuhan Ekonomi (persen) 70 266

Inflasi (persen) 366 193

Tingkat Kemiskinan (persen) 2329 2151

Tingkat Pengangguran (persen) 642 624

Gini Ratio 042 0381

IPM 6364 6374

Sumber RPJMD RKPD Provinsi Papua Barat dan BPS

Provinsi Papua Barat (data diolah)

Indikator makroekonomi dan pembangunan

Provinsi Papua Barat tahun 2019 yang mampu

mencapai target yang ditetapkan pada

dokumen RKPD diantaranya tingkat inflasi yang

berhasil dikendalikan sebesar 193 tingkat

kemiskinan juga berhasil ditekan sebesar 2151

persen Demikian pula dengan IPM yang

berhasil meningkat dan melebihi target pada

angka 6374 Selain itu nilai gini ratio tercatat

juga mampu mencapai target pada angka

0381 Sementara indikator lainnya belum

mencapai target yang ditetapkan seperti

tingkat pengangguran yang mencapai 624

persen Sama halnya dengan capaian tingkat

pertumbuhan yang belum memenuhi target

yang hendak dicapai dengan nilai indikator

tersebut berada pada angka 266 persen

35 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi

Terhadap Kemiskinan Pendekatan

Model Panel Data

C21 Landasan Teori

Salah satu masalah perekonomian yang cukup

rumit dan hampir terjadi di setiap negara yaitu

tingginya angka kemiskinan Terdapat tiga

penyebab utama timbulnya masalah

kemiskinan Pertama prasarana dan sarana

pendidikan yang tidak memadai sehingga

menyebabkan tingginya jumlah penduduk

buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan

ataupun keahlian Kedua sarana kesehatan

dan pola konsumsi buruk sehingga hanya

sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi

tenaga kerja produktif Ketiga penduduk

terkonsentrasi di sektor pertanian dan

pertambangan dengan metode produksi yang

telah usang dan ketinggalan zaman (Jhingan

1983)

Sebagaimana dikatakan Nurkse daerah yang

terbelakang pada umumnya terjerat ke dalam

lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty)

Menurut Nurkse lingkaran kemiskinan

disebakan oleh rendahnya tingkat pendapatan

sehingga menyebabkan tingkat permintaan

rendah Dengan tingkat permintaan yang

rendah mengakibatkan tingkat investasi pun

rendah Tingkat investasi yang rendah kembali

menyebabkan modal kurang dan produktifitas

rendah dan begitu seterusnya hingga

membentuk sebuah lingkaran sebab akibat dari

kemiskinan (Jhingan 1983)

Dari berbagai teori pertumbuhan yang

dikemukakan oleh banyak ekonomi seperti Teori

Harold Domar Teori Solow Teori Dorongan Kuat

(Big Push Theory) dan Teori Rostow maka dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor

utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu

akumulasi modal yang meliputi semua bentuk

atau jenis investasi baru pertumbuhan

penduduk dan kemajuan teknologi Investasi

melalui penyerapan tenaga kerja baik oleh

swasta maupun oleh pemerintah

perkembangan teknologi yang semakin inovatif

dan produktif dan pertumbuhan penduduk

melalui peningkatan modal manusia (human

capital) diharapkan mampu mengurangi

jumlah kemiskinan yang ada Sehingga ketika

terjadi pertumbuhan ekonomi yang berarti

terjadi pertumbuhan pendapatan atau

pertumbuhan produksi dari barang-barang

yang dihasilkan maka diharapkan akan

menurunkan kemiskinan dengan memutus

mata rantai lingkaran kemiskinan seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya Dengan adanya

pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat

meningkatkan produktifitas yang ada sehingga

dengan kenaikan produktifitas maka

pendapatan per kapita juga akan naik yang

pada akhirnya membawa pada penurunan

tingkat kemisikinan

C22 Metode dan Hasil Estimasi

Untuk mengukur pengaruh dari pertumbuhan

ekonomi terhadap kemiskinan di Provinsi Papua

Barat menggunakan model sebagai berikut

Tingkat Kemiskinan = f (Pertumbuhan Ekonomi)

Gambar 23

Lingkaran Kemiskinan Nurkse

Sumber Jhingan (1983)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

36

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Dari model di atas dituangkan dalam model

persamaan ekonometrika sebagai berikut

Log(Poverty) = β0 + β1Log(Growth) + ε

dimana

Poverty = Tingkat Kemiskinan (persen)

Growth = Pertumbuhan Ekonomi (persen)

β n = Parameter atau koefisien regresi

ε = Variabel ganggguan

Penggunaan log model pada persamaan di

atas bertujuan untuk mengetahui elastisitas

pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat

kemiskinan di mana koefisien β1 β2 dan β3

menunjukan persentase perubahan tingkat

kemiskinan akibat persentase perubahan

pengeluaran pemerintah (Gujarati 2009)

Adapun data yang digunakan berupa data

panel yang merupakan gabungan antara data

lintas waktu (time series) dari tahun 2015 ndash 2019

dan data lintas individu (cross section) seluruh

kabupaten kota di Provinsi Papua Barat

Baltagi dalam Gujarati (2004) menyatakan

bahwa terdapat beberapa keuntungan dalam

penggunaan data panel yaitu

1 Dengan mengkombinasikan time series dan

cross section data panel akan memberikan

data yang lebih informatif lebih variatif dan

mengurangi kolinearitas antar variabel

derajat kebebasan yang lebih banyak dan

efisiensi yang lebih besar

2 Dengan mempelajari bentuk cross section

berulang-ulang dari observasi data panel

lebih baik dalam rangka mempelajari

dinamika perubahan

3 Data panel dapat berinteraksi lebih baik

dan mengukur efek-efek yang tidak dapat

diobservasi dalam cross section murni

maupun data time series murni

4 Data panel memungkinkan kita untuk

mempelajari model perilaku yang lebih

rumit

5 Dengan membuat data tersedia dalam

jumlah lebih banyak data panel dapat

meminimumkan bias yang dapat terjadi bila

kita mengagregatkan individu ke dalam

agregrat yang luas

6 Secara garis besar data panel dapat

memperkaya analisis empiris dengan

berbagai cara yang mungkin tidak terjadi

jika hanya menggunakan cross section atau

data time series

Metode yang digunakan untuk mengestimasi

model di atas yaitu metode regresi data panel

melalui program komputer Eviews 10 Ada

beberapa teknik yang digunakan diantaranya

metode ordinary least square fixed effect dan

random effect Untuk menentukan teknik mana

yang terbaik maka digunakan Uji Hausman

Ringkasan hasil Uji Hausman dapat dilihat pada

tabel berikut (hasil lengkap Uji Hausman

terdapat pada bagian Lampiran)

Tabel 23

Ringkasan Hasil Uji Hausman

Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob

Cross-section random 0011090 1 09161

Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10

Berdasarkan Uji Hausman di atas diperoleh nilai

probabilitas Chi-Square di atas 5 persen yang

menunjukan bahwa metode random effect

merupakan pilihan terbaik untuk mengestimasi

model yang ada Selanjutnya ringkasan hasil

regresi dengan menggunakan teknik random

effect adalah sebagai berikut (hasil lengkap

estimasi terdapat pada bagian Lampiran)

37 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Tabel 24

Ringkasan Hasil Regresi Data Panel

Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10

Berdasarkan hasil regresi di atas maka model

persamaan untuk mengukur pengaruh dari

pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di

Provinsi Papua Barat adalah

Log(Poverty) = 3219 - 0808 Log(Growth) + ε

Selanjutnya hasil regresi dan persamaan di atas

dapat dijelaskan sebagai berikut

1 Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai R-

Squared (R2) yang didapat sebesar 79

persen Artinya bahwa variasi perubahan

yang terjadi pada variabel pengeluaran

pemerintah sektor pendidikan kesehatan

dan infrastruktur adalah sebesar 79 persen

dapat menjelaskan variasi perubahan

variabel tingkat kemiskinan sedangkan

sisanya sebesar 921 persen dijelaskan di luar

model

2 Pada tingkat kepercayaan 5 persen (α =

005) peningkatan yang terjadi pada

pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh

signifikan terhadap penurunan tingkat

kemiskinan Hal ini disebabkan memiliki nilai

t-statistik (probabilitas) lebih besar dari α

(01434 gt 005)

3 Koefisien (-0808) menunjukan bahwa

elastisitas dari pertumbuhan ekonomi

terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0808

(inelastis) Artinya jika pertumbuhan

ekonomi naik 1 persen maka tingkat

kemiskinan hanya turun 0808 persen

C23 Implikasi Kebijakan

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat

memiliki tingkat sensitifitas yang rendah

terhadap tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari

nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di

bawah satu persen atau bersifat inelastis

Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan

ekonomi sebesar satu persen maka penurunan

tingkat kemiskinan di bawah satu persen

Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa

pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat

tidak berpengaruh signifikan terhadap

penurunan tingkat kemiskinan Hal ini bertolak

belakang dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh David Dollar dan Aart Kraay

(2000) berjudul Growth is Good for The Poor

dimana pertumbuhan ekonomi mampu

mengakselerasi penurunan kemiskinan secara

signifikan Pengaruh yang tidak signifikan

tersebut disebabkan belum meratanya hasil dari

pertumbuhan ekonomi Hal ini terkonfirmasi juga

dari gini ratio Provinsi Papua Barat yang

mengalami peningkatan yang berarti bahwa

distribusi pendapatan semakin tidak merata

Selama ini kue pertumbuhan ekonomi kurang

menjangkau penduduk miskin Berbagai sektor

yang memiliki andil besar terhadap

pertumbuhan ekonomi sebagian besarnya

tercurah ke daerah perkotaan sehingga

manfaatnya hanya dinikmati oleh penduduk di

perkotaan saja walaupun sebagian kecilnya

dirasakan juga oleh penduduk pedesaan

Padahal 90 persen jumlah penduduk miskin di

Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di daerah

pedesaan (kampung) Hal inilah yang

menyebabkan pengaruh dari pertumbuhan

ekonomi Provinsi Papua Barat tidak memiliki

dampak yang besar terhadap penurunan

tingkat kemiskinan

Variabel Hasil Regresi

C growth

Koefisien 3219 - 0808

t-statistik (prob) 00000 01434

f-statistik (prob) 0401

R-square 0079

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

38

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Dari hasil di atas kebijakan yang dapat diambil

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

melalui pertumbuhan ekonomi dalam

mengurangi tingkat kemiskinan yaitu

1 Sebagai salah satu komponen

pertumbuhan ekonomi pengeluaran

pemerintah di Provinsi Papua Barat harus

lebih fokus ke daerah pedesaan (kampung)

dan remote area yang sulit terjangkau oleh

sarana transportasi yang memadai Hal ini

didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah

penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

sebagian besar berada di daerah

pedesaan pegunungan dan pedalaman

2 Meningkatkan kualitas pertumbuhan

ekonomi melalui penyediaan sarana

infrastruktur yang layak dan memadai di

daerah pedesaan dan remote area

terutama sarana pendidikan kesehatan

dan transportasi beserta tenaga pendidikan

dan kesehatan yang handal di bidangnya

3 Mengoptimalisasi anggaran dana desa

melalui program padat karya tunai (cash for

work) untuk kegiatan pembangunan desa

seperti (a) pengadaan pembangunan

pengembangan dan pemeliharaan sarana

prasarana desa (b) peningkatan kualitas

dan akses terhadap pelayanan sosial dasar

dan (c) pengadaan pembangunan

pengembangan dan pemeliharaan sarana

prasarana usaha ekonomi desa

4 Melaksanakan program perlindungan sosial

bagi penduduk miskin Diantara program

yang direkomendasikan yaitu memberi

bantuan tunai secara bersyarat (conditional

cash transfer) yang mewajibkan bagi

penerima bantuan seperti anak usia

sekolah balita ibu hamil dan ibu menyusui

untuk berpartisipasi aktif pada fasilitas

pendidikan dan kesehatan Pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat dapat

mengadopsi program conditional cash

transfer Bolsa Familia di Brazil atau program

yang saat ini sedang digalakkan pemerintah

pusat yaitu Program Keluarga Harapan

(PKH)

5 Meningkatkan kualitas belanja (quality of

spending) pemerintah dengan cara

memfokuskan alokasi anggaran pada

belanja prioritas terutama untuk daerah

pedesaan

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERKEMBANGAN

APBN

BELANJA

PEMERINTAH PUSAT

TRANSFER KE DAERAH

amp DANA DESA

789 T

2383 T

PAJAK PNBP

219 T 029 T

TAX TAX

RATIO RATIO 309 309 gtgt gtgt

DJPbKawalAPBN

39

Perkembangan dan Analisis APBN

nggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) menggambarkan

kondisi keuangan pemerintah yang

berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan

dan alokasi belanja pemerintah untuk satu

periode tahun anggaran yang ditetapkan

dalam Undang-Undang

A APBN TINGKAT PROVINSI

APBN tingkat provinsi menggambarkan potret

kondisi keuangan APBN di Provinsi Papua Barat

yang disajikan dalam bentuk I-account

disajikan dalam tabel 31 Pada tabel tersebut

target pendapatan negara tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

sebesar 116 persen dibandingkan target tahun

2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi

Rp268042 miliar Penurunan target tersebut

didasarkan pada asumsi bahwa kondisi

perekonomian pada tahun 2019 masih dalam

tahap ketidakpastian global Tantangan dan

dinamika yang cukup berat mengingat

volatilitas harga komoditas internasional seperti

minyak dan gas bumi turut mempengaruhi

target penerimaan pajak di Papua Barat

Sementara itu dari aspek belanja negara

terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar

427 persen dibandingkan pagu tahun 2018

yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi

Rp3457711 miliar Alokasi belanja APBN 2019

A

BAB III

Perkembangan dan Analisis

APBN

Tabel 31

Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 (miliar Rp)

Uraian Pagu 2018 Real 2018 Pagu 2019 Real 2019

PENDAPATAN NEGARA 303205 249363 268042 294509

Pendapatan Perpajakan 275325 219362 245494 265104

Pendapatan Bukan Pajak 27880 30001 22549 29404

Hibah - - - -

BELANJA NEGARA 2423117 2491602 3457711 3172329

Belanja Pemerintah Pusat 722953 681662 869620 788870

Transfer ke Daerah dan Dana Desa 1700164 1809940 2588091 2383459

SURPLUS (DEFISIT) (2119912) (2242239) (3189669) (2877820)

PEMBIAYAAN - - - -

Pembiayaan Dalam negeri - - - -

Pembiayaan Luar Negeri - - - -

Sumber OM-SPAN KPP Pratama Manokwari dan Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

40

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

yang naik dibandingkan dengan tahun

sebelumnya disebabkan oleh peningkatan

kebutuhan anggaran di daerah yang

digunakan untuk membiayai program dan

kegiatan Satuan Kerja (Satker) Kementerian

NegaraLembaga (KL) dan belanja daerah

melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa

(TKDD) Hal ini tercermin dari kenaikan yang

cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223

persen dari Rp1700164 miliar menjadi

Rp2588091 miliar pada tahun 2019 serta

belanja barang sebesar 1224 persen menjadi

Rp32754 miliar

Di samping itu penambahan komponen

pembayaran THR PNS tahun ini yang berakibat

pada kenaikan pagu belanja pegawai turut

andil dalam peningkatan pagu belanja APBN

secara keseluruhan Pembayaran THR PNS

tahun 2019 ditambahkan komponen tunjangan

keluarga tunjangan tambahan dan tunjangan

kinerja Pada tahun 2019 pagu belanja

pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari

Rp156741 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp187346 miliar pada tahun 2019

Sementara itu kenaikan yang cukup signifikan

terjadi pada pagu belanja modal dari

Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik

sebesar 3005 persen Hal ini disebabkan

keberadaan proyek-proyek infrastruktur

strategis lanjutan di Provinsi Papua Barat

sehingga alokasi belanja modal pada kembali

bertambah dari sebelumnya sempat menurun

Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi

pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat

mencapai 10987 persen sedangkan realisasi

belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan

membandingkan antara realisasi penerimaaan

dan belanja APBN pada tahun ini terdapat

defisit anggaran sebesar Rp2877820 miliar Hal

ini disebabkan oleh target penerimaan yang

belum optimal tercapai meskipun realisasi

penerimaan jauh lebih besar (181 persen) dari

tahun sebelumnya

B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT

TINGKAT PROVINSI

Pendapatan pemerintah pusat di Provinsi

Papua Barat terdiri dari penerimaan perpajakan

dan penerimaan bukan pajak Pada tahun

2019 realisasi pendapatan pemerintah pusat di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar

atau naik 181 persen dari tahun sebelumnya

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi

pencapaian realisasi pendapatan tersebut

diantaranya

1 Kondisi perekonomian nasional yang tidak

terpengaruh dan tetap tumbuh meskipun

terdapat ketidakopastian global dan

perang dagang AS-Tiongkok

Perekonomian regional yang didorong

sektor migas memberikan dampak yang

baik terhadap penerimaan negara di

Provinsi Papua Barat Terjadi peningkatan

persentase realisasi penerimaan terhadap

target yang telah ditetapkan akibat

multiplier effect dari migas terhadap industri

lainnya

2 Meskpiun ketergantungan penerimaan

negara terhadap sumber daya alam

(natural resources) memberikan risiko

tingkat penerimaan yang rendah namun

harga pasar komoditas yang fluktuatif

mempengaruhi peningkatan penerimaan

3 Pelaksanaan proses produksi masih belum

mendapatkan inovasi sehingga bergantung

pada ekspor bahan baku (raw material)

dan tenaga kerja padat karya sehingga

41 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

sedikit memberikan kontribusi bagi kenaikan

penerimaan negara

B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat

Penerimaan perpajakan pemerintah pusat

tingkat provinsi terdiri atas penerimaan pajak

dalam negeri dan pajak perdagangan

internasional Penerimaan pajak dalam negeri

di Provinsi Papua Barat terdiri dari PPh

Perseorangan PPh Badan PBB PPN dan Pajak

Lainnya Sementara itu di Provinsi Papua Barat

tidak memiliki penerimaan negara berupa

pajak perdagangan internasional Berikut ini

target dan realisasi penerimaan perpajakan

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat tahun

2018 ndash 2019

Realisasi penerimaan perpajakan pemerintah

pusat di Provinsi Papua Barat mengalami

peningkatan sebesar 2085 persen yaitu dari

Rp219362 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp265104 miliar pada tahun 2019 Hal ini

disebabkan oleh kenaikan realisasi pada jenis

pajak PPN Dalam Negeri dan PPh non migas

lainnya Penerimaan kedua jenis pajak tersebut

sangat ditentukan oleh kondisi perekonomian

dimana pada tahun 2019 tetap tumbuh

meskipun berada pada ketidakpastian global

Dari keseluruhan jenis pajak pemerintah pusat

yang ada di Provinsi Papua Barat PPN Dalam

Negeri masih mendominasi jumlah penerimaan

pajak tahun 2019 mencapai Rp 132253 miliar

atau 5069 persen dari total penerimaan pajak

pemerintah pusat Kemudian diikuti PPh

perseorangan sebesar Rp84935 miliar atau

3255 persen dari total penerimaan pajak

pemerintah pusat dengan kontribusi terbesar

berasal dari penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh

Final

Apabila dilihat per daerah realisasi penerimaan

pajak tertinggi pada tahun 2019 yaitu Kab

Manokwari dan Kota Sorong masing-masing

sebesar Rp80307 miliar dan Rp73192 miliar Hal

ini disebabkan kedua daerah tersebut

merupakan pusat perekonomian di Provinsi

Papua Barat yang memiliki potensi penerimaan

pajak yang lebih besar dibandingkan daerah

lainnya Adapun realisasi penerimaan pajak

terendah yaitu Kab Pegunungan Arfak dan

Kab Tambrauw masing-masing sebesar Rp1606

miliar dan Rp2099 miliar disebabkan kedua

Tabel 32

Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)

Jenis Pajak

Per Akun

2018 2019

Target Realisasi Target Realisasi

PPh Non Migas 148261 89943 106294 105582

PPN dan

PPnBM 109643 111600 123631 133253

Pendapatan

atas PL amp PIB 4035 2117 2960 6448

PBB dan BPHTB 13285 12182 12503 15580

PPh Migas 0 022 0 059

Cukai 0 019 0 036

Bea Masuk 101 3479 106 4149

TOTAL 275225 219362 245388 265104

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)

73192

31783

20142

12906

12668

6494

4622

4564

2180

2152

2099

1606

000 20000 40000 60000 80000

MANOKWARI

KOTA SORONG

TELUK BINTUNI

SORONG

FAK FAK

KAIMANA

RAJA AMPAT

SORONG SELATAN

TELUK WONDAMA

MAYBRAT

MANOKWARI SELATAN

TAMBRAUW

PEGUNUNGAN ARFAK

Grafik 31

Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 Per

KabupatenKota di Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

42

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

daerah tersebut masih menggali sumber-

sumber penerimaan perpajakan lainnya

Jika dilihat per sektor realisasi penerimaan

pajak terbesar Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 berasal dari sektor konstruksi sebesar

Rp106928 miliar atau 4101 persen dari realisasi

seluruh penerimaan pajak Adapun dari 10

sektor penerimaan pajak terbesar di Papua

Barat realisasi penerimaan pajak terkecil

berasal dari sektor real estate sebesar Rp189

miliar atau hanya 007 persen dari realisasi

seluruh penerimaan pajak Hal ini dapat dilihat

pada grafik berikut

Selanjutnya untuk melihat kinerja perpajakan

pada suatu daerah maka digunakan tax ratio

Ukuran tersebut merupakan perbandingan

antara jumlah penerimaan pajak di suatu

daerah dibandingkan dengan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut Tax ratio

menunjukkan kemampuan pemerintah dalam

mengumpulkan penerimaan pajak dan

kepatuhan pembayaran pajak oleh

masyarakat Apabila tax ratio suatu daerah

semakin besar dapat diartikan bahwa

pemerintah lebih leluasa dalam

menyelenggarakan pemerintahan

Tax ratio Provinsi Papua Barat mengalami

kenaikan dari 302 persen pada tahun 2018

menjadi 309 persen pada tahun 2019 Nilai tax

ratio sebesar 309 persen tersebut dapat

dikategorikan rendah jika dibandingkan

dengan tax ratio nasional sebesar 115 persen

Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa

semakin berkurangnya potensi dan

kemampuan pemerintah dalam memungut

pajak Beberapa hal lainnya yang turut

menyumbang rendahnya tax ratio di Provinsi

Papua Barat diantaranya adalah telah

berakhirnya program tax amnesty dan belum

adanya program unggulan lainnya dalam

meningkatkan penerimaan pajak sehingga

optimalisasi penerimaan perpajakan belum

maksimal

Rendahnya tax ratio di Papua Barat juga

dipengaruhi oleh meningkatnya besaran

restitusi pajak yang terjadi pada tahun 2019

yang mengakibatkan pemerintah harus

membayar kepada wajib pajak kelebihan

106928

45318

20125

18633

15075

14799

11819

11484

9154

7396

000

Konstruksi

Administrasi Pemerintahan dan

Jaminan Sosial Wajib

Sektor lainnya

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Penggalian

Perdagangan Besar dan

Eceran Reparasi dan

Perawatan Mobil danhellip

Kegiatan Jasa Lainnya

Jasa Keuangan dan Asuransi

Transportasi dan Pergudangan

Pertanian Kehutanan dan

Perikanan

Grafik 32

Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor di

Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)

138126 125

180

156 158

003 003 008

020 017 018

000

050

100

150

200

2017 2018 2019

Grafik 33

Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat

Tahun 2017 ndash 2019 (persen)

PPh Non Migas PPN dan PPnBM

Pendapatan atas PL dan PIB PBB dan BPHTB

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)

43 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

pembayaran pajak Selain itu rendahnya

tingkat kesadaran wajib pajak di Provinsi Papua

Barat untuk memenuhi kewajibannya turut

mendorong penurunan tax ratio Keadaan

yang demikian memerlukan upaya lebih dari

pemerintah dalam meningkatkan edukasi ke

wajib pajak

B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi

Selain dari sektor perpajakan penerimaan

negara yang bersumber dari bukan pajak saat

ini juga telah mulai diperhitungkan untuk

dijadikan andalan dalam memaksimalkan

penerimaan negara Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP) adalah semua penerimaan

Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk

penerimaan dari sumber daya alam

Penerimaan bagian laba BUMN PNBP lainnya

serta Penerimaan BLU Berdasarkan jenisnya

PNBP dapat dibedakan menjadi empat yaitu

penerimaan Sumber Daya Alam Bagian

Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan

Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU

Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat

Provinsi di Provinsi Papua Barat tahun 2019

dapat dilihat pada tabel 33

Dari tabel tersebut di atas realisasi PNBP

pemerintah pusat Provinsi Papua Barat tahun

2019 sebesar Rp29404 miliar atau turun 199

persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya

yang berjumlah Rp30001 miliar PNBP Lainnya

memiliki kontribusi tertinggi dengan nilai Rp2822

miliar atau 9597 persen dari keseluruhan

realisasi PNBP pemerintah pusat di Provinsi

Papua Barat Adapun kontribusi terkecil berasal

dari Pendapatan BLU sebesar Rp1184 miliar

dikarenakan hanya berasal dari Penerimaan

jasa pelayanan pendidikan yang dihasilkan

oleh satker Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu

Pelayaran (BP2IP) Selain itu faktor penetapan

satker BP2IP sebagai instansi pemerintah yang

menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU oleh

Menteri Keuangan masih tergolong baru yaitu

30 September 2016

B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan

dan PNBP Terhadap Perekonomian

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui

kontribusi kemampuan fiskal pemerintah pusat

di Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

terhadap perekonomian yaitu dengan cara

membandingkan penerimaan pajak dan PNBP

pemerintah pusat terhadap PDRB dan jumlah

populasi tiap daerah

Hampir seluruh pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat memiliki tax ratio yang kecil yaitu di

bawah angka 8 persen kecuali Kab Manokwari

sebesar 807 persen Daerah dengan nilai tax

ratio terkecil yaitu Kab Teluk Bintuni yang hanya

mencapai 104 persen Padahal Kab Teluk

Bintuni merupakan daerah yang memiliki PDRB

terbesar di Provinsi Papua Barat namun tidak

mampu mengoptimalkan penerimaan

perpajakannya Adapun untuk PNBP ratio

semua daerah di Provinsi Papua Barat memiliki

nilai di bawah 1 persen kecuali Kab Manokwari

yang mencapai 1857 persen Selanjutnya tax

ratio dan PNBP ratio KabupatenKota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 dapat dilihat pada

Tabel 33

Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Penerimaan

PNBP

Target

2018

Realisasi

2018

Target

2019

Realisasi

2019

SDA - - - -

Bag Pemerintah

atas Laba BUMN - - - -

PNBP Lainnya 27880 29024 22549 28220

Pendapatan

BLU 0 977 0 1184

Total 27880 30001 22549 29404

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

44

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

tabel 34

Kemudian untuk melihat kontribusi masing-

masing penduduk terhadap penerimaan

digunakan rasio antara pajak dan PNBP

terhadap jumlah populasi pada tiap daerah

Pada tahun 2019 penerimaan pajak perkapita

terbesar di Provinsi Papua Barat adalah Kab

Manokwari Selatan dengan nilai Rp889 juta

orang Kemudian diikuti oleh Kab Teluk Bintuni

dan Kab Manokwari masing-masing sebesar

Rp493 juta orang dan Rp458 juta orang

Sementara itu daerah dengan PNBP per kapita

tertinggi yaitu Kab Manokwari dan Kab Sorong

masing-masing sebesar Rp105 juta orang dan

Rp011 juta orang Hal ini sebagaimana terlihat

pada tabel 35

C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT

PROVINSI

Belanja pemerintah pusat merupakan bagian

dari belanja negara yang digunakan untuk

membiayai kegiatan pemerintah pusat baik

yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah

Belanja pemerintah pusat dapat dibedakan

menjadi belanja pemerintah pusat menurut

organisasi belanja pemerintah pusat menurut

fungsi dan belanja pemerintah pusat menurut

Tabel 34

Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Daerah Perpajakan

PDRB

PNBP

PDRB

Kab Fakfak 243 014

Kab Kaimana 454 007

Kab Teluk Wondama 289 006

Kab Teluk Bintuni 104 000

Kab Manokwari 807 186

Kab Sorong Selatan 240 004

Kab Sorong 181 009

Kab Raja Ampat 223 001

Kab Tambraw 919 -

Kab Maybrat 303 001

Kab Manokwari Selatan 261 -

Kab Pegunungan Arfak 799 036

Kota Sorong 449 045

Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong

dan Manokwari(data diolah)

Tabel 35

Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019

(Rupiah)

Daerah Pajak

Perkapita

PNBP

Perkapita

Kab Fakfak 164013269 9544219

Kab Kaimana 210370257 3449788

Kab Teluk Wondama 140336305 3154748

Kab Teluk Bintuni 493482943 2014405

Kab Manokwari 458429173 105437329

Kab Sorong Selatan 98503558 1624694

Kab Sorong 226504618 11239638

Kab Raja Ampat 133923458 866841

Kab Tambraw 151260665 -

Kab Maybrat 53303539 140258

Kab Manokwari

Selatan 888525173 -

Kab Pegunungan

Arfak 51843479 2326167

Kota Sorong 287825262 28955329

Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong

dan Manokwari(data diolah)

45 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

jenis belanja Belanja pemerintah

merupakan salah satu alat bagi

pemerintah untuk melakukan stimulus

fiskal Salah satunya yang populer pada

saat krisis ekonomi adalah instrumen

ekonomi berupa stimulus fiskal Secara

garis besar komposisi dari stimulus fiskal

adalah berupa pengurangan beban

pajak dan tambahan belanja pemerintah

(increased spending)

C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi

Berdasarkan Organisasi (BA atau KL)

Belanja pemerintah pusat menurut

organisasi adalah belanja pemerintah

pusat yang dialokasikan kepada

kementerian negaralembaga dan

bagian anggaran bendahara umum

negara Penerima alokasi APBN di Provinsi

Papua Barat Tahun Anggaran 2019

adalah 43 Kementerian NegaraLembaga

(KL) dan 1 Bagian Anggaran Bendahara

Umum Negara (BA-BUN) sehingga jumlah

seluruhnya adalah 45 Bagian Anggaran

(BA)

Jumlah total dana APBN berupa Belanja

KL yang dialokasikan untuk Provinsi Papua

Barat mengalami peningkatan dari

Rp727642 miliar pada tahun 2018

menjadi Rp874066 miliar pada tahun

2019 atau naik 2012 persen Hal ini

dikarenakan terdapat peningkatan yang

cukup signifikan pada alokasi belanja

Kementerian Pekerjaan Umum dan

Kementerian Pertahanan Adapun pagu

belanja APBN terbesar pada tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat dialokasikan untuk

kedua Kementerian tersebut masing-

masing sebesar Rp328424 miliar dan

Rp108941 miliar Anggaran tersebut

Tabel 36

Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggran

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

KementerianLembaga Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Badan Pemeriksa Keuangan 2267 2066 2612 2394

Mahkamah Agung 3673 3338 3418 3301

Kejaksaan Republik Indonesia 2809 2368 2673 2454

Kementerian Dalam Negeri 240 163 028 000

Kementerian Pertahanan 59591 58788 108941 106126

Kementerian Hukum Dan Hak Asasi

Manusia Ri 7670 7689 10100 9209

Kementerian Keuangan 10744 9934 10125 9784

Kementerian Pertanian 15113 14916 13526 13344

Kementerian Perindustrian 159 153 146 145

Kementerian Perhubungan 105994 94482 86499 74352

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 5230 5153 4320 4277

Kementerian Kesehatan 11023 9961 12722 11793

Kementerian Agama 32350 29728 35602 34447

Kementerian Ketenagakerjaan 2800 2664 8905 7675

Kementerian Sosial 3374 3302 2282 2082

Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan 20569 17231 20264 19761

Kementerian Kelautan dan Perikanan 6131 5517 6298 6017

Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat 239290 232657 328424 283754

Kementerian Pariwisata 247 189 167 135

Kementerian Riset Teknologi dan

Pendidikan Tinggi 17319 15991 21450 19589

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah 399 347 304 280

Kementerian Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak 100 047 100 086

Badan Pusat Statistik 8137 7437 8666 8318

Kementerian Perencanaan Pembangunan

Nasional 126 046 126 053

Kementerian Agraria dan Tata RuangBpn 8113 5833 9000 7612

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 105 101 059 052

Kementerian Komunikasi dan Informatika 801 712 648 628

Kepolisian Negara Republik Indonesia 69013 71273 74391 75732

Badan Pengawas Obat dan Makanan 2724 2415 3011 2818

Badan Koordinasi Penanaman Modal 045 038 045 043

Badan Narkotika Nasional 507 480 518 511

Kementerian Desa Pembangunan Daerah

Tertinggal dan Transmigrasi 12188 9667 8701 7639

Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional 5201 3091 2887 2682

Badan Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika 2022 1899 2502 2456

Komisi Pemilihan Umum 31765 30110 40174 37062

Arsip Nasional Republik Indonesia 018 017 047 040

Badan Kepegawaian Negara 1111 1087 801 774

Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan 1845 1833 2775 2442

Kementerian Perdagangan 3792 3335 2241 2125

Kementerian Pemuda dan Olah Raga 294 294 219 213

Badan SAR Nasional 4298 4037 3681 3531

Badan Pengawas Pemilihan Umum 17863 17232 23957 19456

Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik

Indonesia 3439 3142 3074 2726

Bendahara Umum Negara 7140 6800 7636 6759

Total 727642 687563 874066 794676

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

46

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

digunakan untuk akselerasi pembangunan

infrastruktur di Provinsi Papua Barat seperti

penyelesaian jalan trans papua jembatan

waduk dan irigasi serta pembangunan Rumah

Prajurit TNI Alokasi pagu Kementerian Pekerjaan

Umum mengalami peningkatan yang cukup

besar disebabkan disebabkan adanya proyek-

proyek infrastruktur strategis lanjutan di Provinsi

Papua Barat mulai memasuki tahap awal

kontrak sehingga alokasi belanja modal

kembali bertambah

C2 Perkembangan Pagu dan

Realisasi Berdasarkan Fungsi

Belanja pemerintah pusat dapat dibagi

menjadi 11 fungsi antara lain fungsi pelayanan

umum pertahanan ketertiban dan keamanan

ekonomi lingkungan hidup perumahan dan

fasilitas umum kesehatan pariwisata dan

budaya agama pendidikan dan perlindungan

sosial Pada tahun 2019 terjadi peningkatan

alokasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat

yang dialami beberapa fungsi diantaranya

fungsi ketertiban amp keamanan pendidikan

perumahan amp fasilitas umum pertahanan

lingkungan hidup kesehatan perlindungan

sosial dan pariswisata amp budaya

Alokasi belanja terbesar tahun 2019 yaitu pada

fungsi ekonomi yaitu sebesar Rp368664 miliar

Hal tersebut cukup relevan mengingat

besarnya anggaran infrastruktur yang

digunakan untuk meningkatkan perekonomian

menuju kesejahteraan masyarakat Sehingga

alokasi belanja pada fungsi tersebut harus

sejalan dengan besarnya proyek-proyek

strategis yang sedang dilaksanakan oleh

pemerintah

Dari tabel 37 dapat dilihat bahwa fungsi

pariwisata dan budaya merupakan fungsi

dengan alokasi belanja terkecil selama dua

tahun terakhir Hal ini menggambarkan bahwa

sektor pariwisata dan budaya di Provinsi Papua

Barat kurang mendapat perhatian serius

padahal banyak potensi besar atas

keaneragaman budaya dan pariwisata di

Provinsi Papua Barat semisal Raja Ampat dan

Taman Nasional Teluk Cenderawasih Khusus

Tabel 37

Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

Fungsi Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Ekonomi 315843 297670 368664 317486

Pertahanan 59591 58788 108941 106126

Pendidikan 77895 70310 102629 95592

Pelayanan

Umum 78955 73964 93974 84071

Ketertiban dan

Keamanan 83673 85148 91100 91207

Perumahan

dan Fasilitas

Umum

56189 52502 44795 40176

Lingkungan

Hidup 19762 17066 24481 22822

Kesehatan 16983 13956 17316 16254

Agama 9272 8703 13551 12887

Perlindungan

Sosial 3474 3349 2382 2168

Pariwisata dan

Budaya 262 204 182 150

Sumber OM SPAN (data diolah)

328424

108941

86499

74391

40174

35602

23957

21450

20264

13526

283754

106126

74352

75732

37062

34447

19456

19589

19761

13344

000 200000 400000

Kementerian PUPR

Kementerian Pertahanan

Kementerian Perhubungan

Kepolisian Negarahellip

KPU

Kementerian Agama

Bawaslu

Kemenristek Dikti

Kementerian LHK

Kementerian Pertanian

Grafik 34

10 Kementerian Negara Lembaga di Provinsi Papua

Barat dengan Alokasi APBN Terbesar TA 2018 (miliar Rp)

Realisasi Pagu

Sumber OM SPAN(data diolah)

47 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

untuk Raja Ampat merupakan rumah bagi 75

persen spesies koral yang ada di dunia dan 1500

spesies ikan termasuk beragam jenis hiu Selain

itu Raja Ampat pernah dinobatkan sebagai

Worldrsquos Best Snorkeling Destination berdasarkan

survei CNN tahun 2015 dan The Outstanding

Liveaboard Diving Destination dalam Diving

and Resort Travel Expo Hong Kong tahun 2016

Dengan berbagai keunggulan dan potensi

wisata di Provinsi Papua Barat seharusnya

mendorong pemerintah untuk lebih

mengalokasikan anggaran pada sektor

pariwisata sehingga dapat menjadi tumpuan

dalam menggerakkan perekonomian dan

menciptakan lapangan pekerjaan

C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi

Berdasarkan Jenis Belanja

Menurut jenisnya belanja pemerintah pusat

terdiri dari 8 (delapan) jenis belanja yaitu

belanja pegawai belanja barang belanja

modal pembayaran bunga utang subsidi

belanja hibah belanja bantuan sosial dan

belanja lain-lain Pagu dan realisasi belanja

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat

berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada tabel

38

Berdasarkan tabel 38 pada tahun 2019

terdapat peningkatan alokasi belanja pegawai

sebesar 1905 persen disebabkan

bertambahnya jumlah PNS sehingga

berpengaruh terhadap peningkatan nilai

pembayaran THR PNS yang disertai dengan

komponen tunjangan keluarga tunjangan

tambahan dan tunjangan kinerja Sedangkan

untuk belanja modal kembali mengalami

kenaikan alokasi sebesar 3005 persen setelah

tahun sebelumnya sempat menurun Selama

dua tahun terakhir alokasi belanja modal

tertinggi diperuntukkan bagi Kementerian

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan

Kementerian Perhubungan Pagu belanja

modal yang besar tersebut diperuntukkan bagi

pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua

Barat yang merupakan salah satu wujud

komitmen dari Presiden Joko Widodo dalam

membuka konektivitas antar daerah di wilayah

Indonesia Timur sehingga diharapkan dapat

mewujudkan pembangunan yang lebih merata

pada wilayah perbatasan pulau terluar

kawasan tertinggal dan kawasan pedesaan

Berdasarkan realisasi tingkat penyerapan

anggaran belanja terhadap total jenis belanja

yang dilakukan oleh seluruh KL pada tahun

2019 mengalami penurunan Pada tahun 2019

tingkat penyerapan anggaran belanja seluruh

KL sebesar 9252 persen atau turun 254 persen

dari tahun 2018 yang mencapai

9506 persen Tingkat penyerapan

anggaran tertinggi terjadi pada

belanja pegawai dan belanja

bantuan sosial masing-masing

sebesar 9764 persen dan 9481

persen Adapun tingkat penyerapan

terendah yaitu belanja lain-lain

sebesar 6435 persen Sementara itu

sebagai belanja dengan alokasi

terbesar belanja modal mengalami

penurunan serapan yang cukup

Tabel 38

Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis

di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Jenis Belanja Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Belanja Pegawai 155874 151772 9737 185564 181194 9764

Belanja Barang 291631 264525 9071 327719 302217 9222

Belanja Modal 270507 262001 9686 351807 303238 8619

Belanja Bansos 2489 2466 9907 1338 1269 9481

Belanja Lain-lain 1398 898 6422 1588 1022 6435

Belanja Transfer 284123 274635 9666 333508 322672 9675

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

48

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

signifikan Pada tahun 2019 tingkat realisasi

belanja modal sebesar 8619 persen jauh lebih

rendah dari tahun sebelumnya (9686 persen)

Peningkatan alokasi pada belanja modal tidak

disertai dengan optimalisasi pelaksanaan

anggaran dan mengancam capain target-

target kinerja pemerintah

C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat

Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa

faktor utama yang mempengaruhi pencapaian

realisasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat

yaitu

1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai

sehingga memberikan pengaruh pada

capaian realisasi penyerapan anggaran

yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas

dan kualitas yang berdampak pada

akselerasi pembangunan di Provinsi Papua

Barat

2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan

oleh infrastruktur yang memadai

memberikan dampak pada ekonomi

dengan biaya tinggi (high cost economy)

sehingga hal ini menjadi beban bagi

pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat

investasi merupakan permasalahan dasar

bagi penciptaan lapangan kerja dan

penerimaan pajak pemerintah

3 Kondisi budaya masyarakat yang masih

eksklusif terhadap dinamika globalisasi

ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak

ulayat memberikan implikasi ketidakpastian

hukum dalam pelaksanaan investasi dan

pembangunan secara umum Hal-hal yang

terkait dengan penyelenggaraan proyek

yang berkaitan dengan hak ulayat sering

kali terdampak dari sisi ketepatan waktu

penyelesaian pekerjaan

D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT

Cash flow Pemerintah Pusat menggambarkan

kondisi arus kas masuk (cash in flow) dan arus

kas keluar (cash out flow) yang dilakukan oleh

pemerintah pusat pada suatu daerah dan

periode waktu tertentu Arus kas masuk

pemerintah pusat adalah semua penerimaan

yang diterima oleh pemerintah pusat dari

pemerintah daerah provinsi tertentu sedangkan

arus kas keluar adalah semua pengeluaran

yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah provinsi tertentu Yang

termasuk dalam arus kas masuk bagi

pemerintah pusat adalah semua penerimaan

negara yang diterima oleh pemerintah pusat

melalui pemerintah provinsi tertentu seperti

penerimaan pajak PNBP dan hibah Yang

termasuk dalam arus kas keluar pemerintah

pusat adalah semua belanja pemerintah pusat

dalam APBN yang terdiri dari belanja

KPKDDKTPUB dan dana transfer untuk

provinsi berkenaan Berikut ini cash flow

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat Tahun

2019

Tabel 39

Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi 2019

Cash in Flow 294509

Penerimaan Perpajakan 265104

Penerimaan Bukan Pajak 29404

Hibah 000

Cash in Out 3172329

Belanja Pemerintah Pusat 788870

Transfer ke Daerah dan

Dana Desa 2383459

Defisit (2877820)

49 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Berdasarkan tabel 39 terlihat bahwa pada

tahun 2019 Cash in Flow Pemerintah Pusat di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar

sedangkan Cash in Out sebesar Rp3172329

miliar Sehingga dalam hal ini di Provinsi Papua

Barat mengalami defisit yang cukup besar

mencapai Rp2877820 miliar Hal ini

mengindikasikan bahwa ketergantungan

Provinsi Papua Barat kepada pemerintah pusat

masih sangat tinggi sehingga memerlukan

subsidi silang dari daerah lain yang mengalami

surplus

E TRANSFER KE DAERAH

Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal

pemerintah pusat memberikan dana Transfer ke

Daerah dan Dana Desa (TKDD) kepada

pemerintah daerah Transfer ke Daerah terbagi

menjadi (1) Dana Perimbangan (2) Dana

Insentif Daerah (DID) dan (3) Dana Otonomi

Khusus dan Dana Keistimewaan DIY Adapun

dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil

(DBH) Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana

Alokasi Khusus (DAK) Dana yang diberikan

pemerintah pusat kepada Provinsi Papua Barat

dalam bentuk TKDD jumlahnya semakin

meningkat Pada tahun 2018 TKDD yang

dialokasikan untuk pemerintah Provinsi Papua

Barat sebesar Rp17 triliun Kemudian jumlahnya

meningkat menjadi Rp2588 triliun pada tahun

2019 atau naik sebesar 522 persen Hal ini

menunjukan bentuk penguatan desentralisasi

fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat

Berdasarkan komposisinya komponen terbesar

dari TKDD Provinsi Papua Barat berupa Dana

Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU)

Pada tahun 2019 komponen DBH

menyumbang 362 persen dari total keseluruhan

TKDD yang diterima Provinsi Papua Barat

Komponen terbesar kedua yaitu DAU sebesar

321 persen Kondisi tersebut mengindikasikan

bahwa Provinsi Papua Barat meskipun memiliki

penerimaan DBH yang cukup besar namun

persentasenya belum mendominasi sehingga

masih menunjukkan tingginya tingkat

ketergantungan terhadap pemerintah pusat

Keadaan ini patut diwaspadai mengingat

pengalaman sebagian besar daerah yang

memiliki ketergantungan tinggi pada dana

transfer akan lebih memilih status quo terhadap

penerimaan dari pemerintah pusat (Inanga

dan Wusu 2004)

Tabel 310

Pagu dan Realisasi Dana Transfer Tahun 2018 ndash 2019

Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Uraian

2018 2019

Pagu Realisasi Pagu Realisasi

DBH 1323 2581 9362 7530

DAU 8025 8025 8311 8311

DAK 2253 2098 2679 2482

Dana Otsus amp

DID 4069 4065 4011 3995

Dana Desa 1331 1331 1517 1517

Total 17002 18099 25881 23835

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

DBH

362DAU

321

DAK (Fisik amp

Nonfisik)

104

Otsus amp

DID 155Dana

Desa 59

Grafik 35

Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

50

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN

UMUM (BLU) PUSAT

Badan Layanan Umum merupakan instansi di

lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat

berupa penyediaan barang dan atau jasa

yang dijual tanpa mengutamakan mencari

keuntungan laba dan dalam melakukan

kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi

dan produktivitas

F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat

Satker pemerintah pusat yang berstatus BLU di

Provinsi Papua Barat hanya Politeknik Pelayaran

(Poltekpel) Sorong atau dahulu bernama Balai

Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran

(BP2IP) Sorong memberikan pelayanan untuk

mendidik dan melatih pemuda pemudi untuk

menjadi perwira pelayaran menengah dasar

dan tenaga kepelautan berdaya saing tinggi

prima profesional dan beretika sesuai standar

nasional dan internasional Poltekpel Sorong

juga menyelenggarakan fungsi menyusun

rencana program dan anggaran serta

perumusan standarisasi kurikulum silabus

metodikdidaktik persyaratan pengajar

peserta bahan dan alat pengajaran serta

ujian-ujian penyusunan persyaratan akreditasi

program dan lembaga pendidikan dan

pelatihan serta penyiapan bahan dan sertifikasi

lulusan pendidikan dan pelatihan di bidang

kepelautan

Penetapan satker Poltekpel Sorong sebagai

instansi pemerintah yang menerapkan

pengelolaan keuangan BLU secara penuh

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 735KMK052016 tanggal 30 September

2016 Pemerintah pusat memberikan fleksibilitas

pengelolaan keuangan kepada Poltekpel

Sorong sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 dan

peraturan pelaksanaannya

F2 Perkembangan Pengelolaan Aset PNBP

RM dan BLU Pusat

Sejak ditetapkan sebagai satker BLU Poltekpel

Sorong mengalami peningkatan nilai aset dari

Rp4149 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp4921

miliar pada tahun 2019 atau meningkat 186

persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik

berikut 36

Sementara itu untuk realisasi PNBP BLU satker

Poltekpel Sorong mengalami penurunan dari

Rp104 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp947

3426

4149

4921

-

1000

2000

3000

4000

5000

2017 2018 2019

Grafik 36

Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel

Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

1297

1040

947

-

300

600

900

1200

1500

2017 2018 2019

Grafik 37

Perkembangan Realisasi PNBP BLU Satker

Poltekpel Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

51 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

miliar pada tahun 2019 atau turun sebesar -90

persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik

37

F3 Kemandirian BLU

Salah satu tujuan diberikannya status BLU

adalah untuk mewiraswastakan pemerintah

(enterprising the government) Oleh karena itu

satker BLU didorong untuk menciptakan

kemandirian terhadap dirinya sendiri Sebagai

satu-satunya BLU di Provinsi Papua Barat

Poltekpel Sorong yang menyediakan layanan

pendidikan dan pelatihan didorong untuk

memiliki kemandirian dalam mengelola

usahanya Kemandirian tersebut dapat dilihat

rasio PNBP BLU terhadap total realisasi Rasio

kemandirian satker Poltekpel Sorong

mengalami peningkatan dari 0054 pada tahun

2018 menjadi 0075 pada tahun 2019

F4 Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU

Tidak semua satker yang memiliki PNBP dapat

berubah menjadi satker BLU Pada tahun 2019

Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi

Papua Barat membina 104 satker PNBP dimana

terdapat 2 (dua) satker PNBP yang berpotensi

menjadi satker BLU yaitu Universitas Negeri

Papua (Unipa) dan Politeknik Kesehatan

(Poltekes) Sorong Kedua satker layanan

pendidikan tersebut memiliki jumlah aset yang

semakin tinggi Untuk Poltekes Sorong nilai

asetnya mengalami peningkatan dari Rp7226

miliar pada tahun 2018 menjadi Rp1046 miliar

pada tahun 2019 Begitu juga dengan Unipa

yang mengalami peningkatan aset dari

Rp39203 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp4081 miliar pada tahun 2019

Sementara itu jika dilihat rasio realisasi PNBP

terhadap total realisasi satker Universitas Papua

memiliki rasio kemandirian semakin naik dari

0234 menjadi 0276 pada tahun 2019 Hal ini

menunjukan tingkat kemandirian satker tersebut

semakin baik Adapun rasio kemandirian satker

Poltekes Sorong menunjukan nilai semakin turun

dari 0158 persen pada tahun 2018 menjadi

0142 pada tahun 2019

G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI

PUSAT

Selain membina satuan kerja Badan Layanan

Umum Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat juga

diberi tugas untuk melakukan monitoring dan

evaluasi pelaksanaan investasi pemerintah

pusat di daerah khususnya penerusan pinjaman

(Subsidiary Loan Agreement SLA) dan kredit

program Kredit program yang dimaksud yaitu

penyaluran Kredit Usaha Rakyat kepada Usaha

Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Tabel 311

Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian

Satker PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU

Nama Satker

Nilai Aset

(miliar Rp)

Rasio

Kemandirian

2018 2019 2018 2019

Poltekes Sorong 7226 10460 0158 0142

Universitas Papua 39203 40810 0234 0276

Sumber LKPP Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat (data diolah)

0143

0054

0075

0000

0030

0060

0090

0120

0150

2017 2018 2019

Grafik 38

Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel

Sorong Tahun 2017 - 2019

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

52

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan

Agreement SLA)

Jumlah penerusan pinjaman (Subsidiary Loan

Agreement SLA) yang ditatausahakan oleh

Kanwil DJPb Provindi Papua Barat sebesar

Rp15445787609 untuk dua debitur yaitu PDAM

Kab Manokwari dan PDAM Kab Sorong

Berdasarkan monitoring dari aplikasi SLIM PDAM

Kab Manokwari dengan nomor SLA 2104101

dan nilai pinjaman sebesar Rp7296812055

telah melunasi semua kewajibannya Untuk

PDAM Kab Sorong dengan nomor SLA 21042101

dan nilai pinjaman sebesar Rp8148975554

masih memiliki kewajiban untuk membayar

angsuran pokok (outstanding) sebesar

Rp7848975555 dan biaya administrasi

Sampai dengan akhir 2019 tercatat bahwa

status kewajiban PDAM Kab Manokwari sudah

diselesaikan dengan menghapus pinjaman

melalui mekanisme Hibah Non Kas Adapun

PDAM Kab Sorong masih mempunyai

kewajiban membayar angsuran pokok berikut

kewajiban lainnya Status penyelesaian

utangnya masih bersifat on going dan

diselesaikan melalui Panitia Urusan Piutang

Negara (PUPN) dikarenakan masuk dalam

kategori Kerjasama Operasional (KSO) sehingga

tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme

Penghapusan atau Hibah-PMD

G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Menurut data SIKP sampai dengan akhir tahun

2019 jumlah penyaluran KUR di Provinsi Papua

Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan

kepada 51622 debitur Daerah dengan jumlah

penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong

sebesar Rp57002 milar dengan jumlah debitur

sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah

dengan penyaluran KUR terbesar kedua yaitu

Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang

Tabel 312

Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat

Nomor

SLA

Nama

SLA

Penerima

SLA

Jumlah SLA

(Rp)

2104101 RDA-

297DP31997

PDAM Kab

Manokwari 7296812055

2104201 RDA-

233DP31996

PDAM Kab

Sorong 8148975554

Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management

(SLIM) DJPb (data diolah)

Tabel 313

Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi Papua Barat (Rupiah)

Nama

Debitur

Jumlah

Penarikan

Pembayaran

Pokok

Tunggakan

Pokok

Tunggakan

Non Pokok

Total

Tunggakan

Outstanding

Pokok

PDAM

Manokwari 7296812055 7296812055 - - - -

PDAM

Sorong 8148975554 299999999 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555

Jumlah 15445787609 7596812054 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555

Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management (SLIM) DJPb (data diolah)

16903

14542

6659

3705 3628

2398 2070 1249 1300 800 861

500

3500

6500

9500

12500

15500

Ko

ta S

oro

ng

Ka

b M

an

okw

ari

Ka

b S

oro

ng

Ka

b F

akfa

k

Ka

b Te

luk B

intu

ni

Ka

b So

ron

g S

ela

tan

Ka

b R

aja

Am

pa

t

Ka

b K

aim

an

a

Ka

b Te

luk W

on

da

ma

Ka

b M

ayb

rat

Ka

b Ta

mb

rau

w

Ka

b M

an

okw

ari S

ela

tan

Grafik 39

Jumlah Debitur KUR per Kab Kota

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

53 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

diberikan kepada 14542 debitur Kemudian

penyaluran KUR terbesar ketiga yaitu Kab

Sorong sebesar Rp20669 miliar dan jumlah

debitur sebanyak 6659 nasabah Hal ini

mengindikasikan bahwa persebaran KUR di

Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di

daerah yang kondisi perekonomiannya relatif

lebih maju

Jika dilihat dari bank penyalur terdapat enam

bank penyalur KUR di Provinsi Papua Barat yaitu

BRI Mandiri BNI BRI Syariah BPD Papua dan

Bank Artha Graha BRI merupakan bank

penyalur KUR terbesar baik dari sisi jumlah

debitur maupun jumlah kredit yang disalurkan

Sampai dengan akhir tahun 2019 dana KUR

yang telah disalurkan oleh BRI sebesar Rp12999

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 45860

orang Sementara itu dana KUR yang telah

disalurkan oleh Bank Mandiri sebesar Rp15034

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 3884

orang Adapun BNI telah menyalurkan KUR

sebesar Rp2119 miliar dengan jumlah debitur

sebanyak 1197 orang

Jika dilihat per skema sampai dengan tahun

2019 jumlah penyaluran KUR tertinggi di Provinsi

Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp107489

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 49873

nasabah Sementara itu untuk penyaluran KUR

Ritel sebesar Rp70333 miliar dengan jumlah

debitur sebanyak 4062 nasabah TKI sebesar

Rp328 miliar dengan jumlah debitur sebanyak

188 orang nasabah

Jika dilihat per sektor perdagangan

merupakan sektor yang memiliki jumlah

penyaluran KUR terbesar Sampai dengan

tahun 2019 penyalurannya sebesar Rp119405

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551

nasabah Kemudian diikuti sektor pertanian

Tabel 314

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Penyalur

sd Tahun 2019

Penyalur Akad Oustanding Jumlah

Debitur

BRI 1299944193527 670278014176 45860

Mandiri 150340333000 119669475736 3884

BNI 211924344478 99423314611 1197

BPD Papua 35146110001 28252135715 635

BRI Syariah 85000000 64574706 4

Artha Graha 25000000 17402052 1

LKBB-UMI 367900000 183250062 41

Jumlah 1697832881006 917888167058 51622

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

Tabel 315

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema

sd Tahun 2019

Skema Akad Oustanding Jumlah

Debitur

Mikro 1074896977024 204657721208 49873

Ritel 703328055397 321492391269 4062

TKI 3284777829 2535588273 188

Jumlah 1781509810250 528685700750 54123

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

57002

4871120669

13458

12589

6400

6085

5898

3187

2104

1773

275

000 20000 40000 60000

Kota Sorong

Kab Manokwari

Kab Sorong

Kab Fakfak

Kab Teluk Bintuni

Kab Sorong Selatan

Kab Raja Ampat

Kab Kaimana

Kab Teluk Wondama

Kab Maybrat

Kab Tambrauw

Kab Manokwarihellip

Grafik 310

Jumlah Penyaluran KUR per Kab Kota di Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

54

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

perburuan dan kehutanan sebesar Rp13174

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 5242

nasabah Melihat kondisi terserbut perlu

perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang

lebih produktif seperti sektor perikanan dan

industri pengolahan Hal ini dikarenakan

perluasan kepada sektor produktif lebih

menggerakkan roda perekonomian di Provinsi

Papua Barat

H MANDATORY SPENDING BELANJA

INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT

STRATEGIS LAINNYA

Belanja Pemerintah Pusat (Belanja KL)

merupakan salah satu instrumen untuk

menstimulasi perekonomian dan meningkatkan

derajat kesejahteraan masyarakat Sejalan

dengan hal tersebut desain kebijakan belanja

tahun 2019 didasarkan pada belanja yang

efisien namun produktif dan efektif untuk

memenuhi kebutuhan strategis yang perlu

segera dilaksanakan Pemenuhan kebutuhan

prioritas nasional ini dilakukan dalam rangka

menghasilkan output yang berkualitas

(strategis) serta mendorong percepatan

pembangunan infrastruktur dan peningkatan

kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan)

H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur merupakan salah

satu prioritas utama dalam belanja Pemerintah

Pusat Kebijakan ini didasari oleh keyakinan

bahwa untuk mendorong iklim investasi

penyediaan infrastruktur dasar mempunyai

peranan yang sangat penting dalam

peningkatan daya saing efisiensi sistem logistik

pemerataan pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi

Sebagai wilayah yang berada di Kawasan Timur

Indonesia pembangunan infrastruktur Provinsi

Papua Barat terbukti menjadi salah satu prioritas

kebijakan pemerintah pada tahun 2019

dengan tingginya alokasi belanja modal

infrastruktur Alokasi ini digunakan untuk

menghasilkan output-output strategis

infrastruktur Papua Barat dalam rangka

mengejar ketertinggalan ekonomi

Tabel 316

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha

sd Tahun 2019

Skema Akad Oustanding Jumlah

Debitur

Perdagangan Besar dan Eceran 1194052179527 327049902707 35551

Jasa Kemasyarakatan Sosial Budaya Hiburan dan

Perorangan Lainnya 95673177829 36411599958 3078

Pertanian Perburuan dan Kehutanan 131736160000 37998587280 5242

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 84268700000 32294066289 1996

Industri Pengolahan 70339500000 27064136552 1858

Perikanan 73991600001 29686620517 2355

Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 78192492893 18877260615 2900

Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 42166000000 15437470720 987

Konstruksi 5657000000 2391825107 52

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1748000000 811101501 41

Jasa Pendidikan 418000000 85998309 20

Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan

Sosial Wajib 3267000000 577131195 43

Jumlah 1781509810250 528685700750 54123

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

55 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Pada tahun 2019 beberapa output strategis

tercatat memiliki realisasi yang cukup besar

diantaranya adalah pembangunan dan

preservasi plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar)

Jembatan sepanjang plusmn235 meter (Rp43572

miliar) dan rehabilitasi sarana pendidikan

sebanyak plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Namun

demikian besarnya serapan belum

menunjukkan adanya optimalisasi pada

capaian output Masih banyak kendala khas

Papua Barat yang harus dihadapi sehingga

membuat infrastruktur tertahan Infrastruktur

yang tidak disertai dengan pembebasan lahan

dalam pembangunannya menjadi output

dengan capaian yang lebih besar karena relatif

lancar pada pelaksanaannya

H2 Output Strategis Bidang Pendidikan

Pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas inovasi dan daya

saing sumber daya manusia Indonesia Dalam

jangka panjang pendidikan yang berkualitas

juga diharapkan dapat memutus rantai

kemiskinan antar-generasi serta meminimalkan

social cost dalam pembangunan yang

dilaksanakan Pemerintah Oleh karena itu

pendidikan menjadi salah satu prioritas belanja

pemerintah pusat dengan alokasi yang tinggi

Tingginya alokasi belanja bidang pendidikan ini

secara umum telah berhasil meningkatkan

capaian indikator-indikator pendidikan

Sepanjang tahun 2019 realisasi PIP dan KIP di

Provinsi Papua Barat secara bersama-sama

Tabel 318

Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Siswa penerima BOS 14813839553 13948 Siswa 888

Siswa penerima KIP 389600000 439 Orang 982

Penerima bantuan PIP 20250000 43 Siswa 717

Penerima Bidik Misi PTIK 4165800000 353 Orang 1000

Guru Non-PNS penerima Tunjangan Profesi 2027894198 76 Orang 826

Tunjangan PenyuluhTenaga Teknis Non PNS 180000000 9 Orang 600

Sumber OMSPAN (data diolah)

Tabel 317

Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 944036262565 1110 Km 822

Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 435718033300 235 M 439

Irigasi 5368000000 2117 Ha 1000

Embung 480000000 4 Unit 1000

Revitalisasi Danau 45929386800 1 Lokasi 1000

Kapasitas Bandara 145991305631 11 Lokasi 786

Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 742

SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 643

SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100

Pembangunan Rumah Susun dan Rumah Khusus 23341228241 66 Unit 398

Rehabilitasi dan Renovasi Sarana Prasarana Pendidikan 226844855847 311 Ruang 911

Alat dan Mesin Pertanian Pra Panen 2212015000 75 Unit 1000

Rumah sakit rujukan 110346800 1 RS Pengampu 1000

Sumber OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

56

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

mampu mencapai nilai Rp4099 juta atau

sebanyak 482 siswa Penyaluran beasiswa

Bidikmisi juga berhasil dilakukan dengan tingkat

serapan 100 persen pada 353 mahasiswa yang

menjadi target Sementara pada alokasi BOS

sampai berakhirnya tahun 2019 terealisasi

sebesar Rp1481 miliar Besaran penyerapan ini

disertai dengan capaian output riil sebanyak

14909 siswa Kondisi ini menunjukkan bahwa

capain dari tiap-tiap indikator dan output

strategis bidang pendidikan berada pada arah

yang tepat Baik itu target realisasi maupun

target output keduanya mampu terwujud

dengan baik

H3 Output Strategis Bidang Kesehatan

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya

adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan

untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat

bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

sebagai investasi bagi pembangunan sumber

daya manusia yang produktif secara sosial dan

ekonomis Program utama pembangunan

kesehatan adalah Program Indonesia Sehat

dengan sasaran berupa peningkatan derajat

kesehatan dan status gizi masyarakat melalui

berbagai upaya kesehatan dan

pemberdayaan masyarakat yang didukung

dengan perlindungan finansial dan pemeratan

pelayanan kesehatan

Beberapa sasaran di Papua Barat pada tahun

2019 mampu mencapai tingkat realisasi yang

besar Peningkatan status kesehatan dan gizi

ibu dan anak dalam mendukung pencegahan

stunting mampu terlaksana pada 8558

keluarga Sementara itu kegiatan prioritas

berupa peningkatan kinerja sistem kesehatan

dan pemerataan akses pelayanan kesehatan

berkualitas melalui penyediaan layanan

imunisasi alokon di Faskes dapat terlaksana

dengan baik pada 170 faskes di 13

kabupatenkota Capain output strategis yang

diarahkan untuk kegiatan pelayanan promotif

dan preventif merupakan upaya pencegahan

pencarian dan pengobatan penyakit sedini

mungkin Hal ini dapat mencegah perluasan

penyakit dan pencegahan penyakit kronis

karena sebagian penyakit kronis dapat

dicegah melalui upaya preventif serta dapat

dideteksi sedini mungkin

Tabel 319

Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Layanan Pengendalian Penyakit Menular 836883400 15 Layanan 625

Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 1000

Bantuan Usaha Ekonomi Produktif 1599456000 300 Keluarga 1000

Desa Pangan Aman 778304762 6 Desa 1000

Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Kabkota 1000

Pasar Aman dari Bahan Berbahaya 264644686 5 Pasar 1000

Makanan Aman 304775122 240 Sampel 1000

Ketersediaan Alokon di Faskes 3272596815 170 Faskes 766

Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Gizi 1669888794 225 Kelompok 1000

Pemberdayaan Warga Komunitas Adat Terpencil (KAT) 7779074888 104 Keluarga 1000

Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabupaten 855

Sumber OMSPAN (data diolah)

57 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Boks 31

Pemberdayaan UMKM Papua Barat

Melalui Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi)

Di Indonesia Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang penting dalam

perekonomian Perannya menjadi vital karena mampu bertahan dari guncangan ekonomi (Wengel and

Rodriguez 2006 dan Funabashi 2013) Ditambah lagi UMKM lebih mampu bertahan dari krisis dibandingkan

perusahaan besar dan merespon lebih cepat fleksibel terhadap perubahan yang terjadi di luar (Berry et al

2001) Berry et al (2002) juga mengemukakan bahwa UMKM dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru

sehingga mampu mengurangi tingkat pengangguran Data Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM

pada tahun 2013 menunjukan bahwa jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 578 juta Dari jumlah tersebut

UMKM mampu menyerap 1102 juta tenaga kerja dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp

42029 trilyun atau setara 4662 persen dari total PDB

Di samping kelebihan yang dimilikinya UMKM memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya keuangan

membayar suku bunga yang lebih tinggi dan kelemahan lainnya (Bourletidis and Triantafyllopoulos 2014)

Oleh karena itu Chittithaworn et al (2011) menyarankan adanya bantuan berupa pembiayaan bagi UMKM

Khan (2015) menambahkan pentingnya peran lembaga keuangan bagi pertumbuhan usaha UMKM

Permasalahan utama yang dihadapi UMKM yaitu sulitnya mendapat akses pembiayaan dari perbankan

Sehingga dari sisi ini pemerintah hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut Diantara program yang saat

ini dijalankankan pemerintah untuk membantu UMKM yaitu program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Program ini

merupakan pembiayaan kredit yang berasal dari lembaga perbankan dimana pemerintah membantu

melalui pemberian subsidi bunga Pemerintah menanggung selisih antara tingkat bunga yang diterima

perbankan dan bunga yang dibebankan kepada penerima KUR

Pembiayaan KUR

Sesuai Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah

dengan Permenko Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016 KUR terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu KUR

Mikro KUR Ritel dan KUR TKI (Tenaga Kerja Indonesia) KUR Mikro diberikan kepada penerima KUR paling

banyak dengan jumlah Rp25 juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 3 tahun atau

investasi paling lama 5 tahun KUR Ritel diberikan kepada debitur KUR dengan jumlah antara Rp25 juta ndash Rp500

juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 4 tahun atau investasi paling lama 5 tahun

Adapun KUR TKI diberikan kepada penerima KUR paling banyak Rp25 juta dengan jangka waktu kredit paling

lama sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi jangka waktu paling lama 3 tahun

Saat ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memiliki sistem informasi elektronik yang digunakan untuk

menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran KUR Sistem elektronik tersebut dinamakan dengan

Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Melalui SIKP dapat diketahui data penerima KUR (Know Your

Customers) berupa jumlah dan profil debitur validitas debitur serta statistik penyaluran KUR

Selain pemerintah pusat pemerintah daerah memiliki kontribusi yang sangat penting dalam pemberdayaan

UMKM Dalam konteks pembiayaan melalui program KUR selama ini hanya perbankan yang mencari calon

debitur KUR sehingga pemberian kredit tersebut diragukan ketepatan sasarannya Bisa jadi debitur yang

menerima fasilitas KUR bukan merupakan UMKM yang layak untuk dibiayai Oleh karena itu Pemda memiliki

peran yang vital untuk mendata dan mengidentifikasi calon debitur potensial (UMKM) yang layak untuk

dibiayai

Hingga saat ini peran pemerintah daerah di Papua Barat bisa dikatakan belum maksimal untuk mendata

calon nasabah KUR potensial Seharusnya pemerintah daerah di Papua barat lebih aktif untuk mendata

calon nasabah karena dipandang lebih mengetahui kondisi UMKM di daerahnya yang layak untuk diberikan

pembiayaan melalui program KUR Jika pemerintah daerah telah memiliki data calon nasabah yang layak

pemerintah daerah kemudian dapat memasukkan data UMKM tersebut ke dalam SIKP Data yang telah

dimasukkan kemudian digunakan perbankan unutuk melakukan penyeleksian calon nasabah KUR

Dalam rangka mengukur efektivitas penyaluran KUR di Papua Barat Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi

Papua Barat telah melakukan survey kepada debitur KUR Selain itu survey tersebut juga bertujuan untuk

melihat validitas data debitur KUR dan dampak pelaksanaan program KUR bagi perekonomian Survey

dilakukan dengan wawancara langsung kepada penerima KUR menggunakan kuisioner yang telah disusun

Dengan mempertimbangkan keterbatasan dana dan SDM pemilihan sampel penerima KUR sebagai

responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dan quota sampling

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

58

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan lokasi responden yang akan disampel karena

pemilihan tempat harus berdasarkan pertimbangan yang logis sedangkan quota sampling digunakan untuk

menentukan dan membatasi jumlah sampel yang akan diambil Responden yang diwawancara pada

kegiatan monev ini sebanyak 159 debitur yang tersebar di di 4 (empat) daerah yaitu Kota Sorong Kab

Manokwari Kab Sorong dan Kab Fakfak

Dari hasil wawancara yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut

1 Responden yang disurvei telah sesuai dengan database SIKP

2 Program KUR yang diluncurkan oleh pemerintah sangat bermanfaat bagi masyarakat Hal ini terlihat dari

antusiasme para responden yang menginginkan agar program ini terus berlanjut di masa yang akan

datang bahkan berharap adanya kenaikan alokasi modal usaha

3 Dengan adanya program KUR modal usaha bagi UMKM dapat meningkat sehingga terdapat

peningkatan keuntungan usaha dan perluasan sektor usaha

4 Proses pencairan KUR kepada debitur pada umumnya relatif mudah dan cepat

5 Tidak ada diskriminasi gender dalam penyaluran KUR selama debitur tersebut memenuhi syarat dan

kriteria yang telah ditetapkan

6 Tingkat kepuasaan masyarakat penerima KUR di Papua Barat cukup tinggi disebabkan oleh

a Suku bunga yang dibayar debitur KUR cukup rendah yaitu 7 persen per tahun untuk akad tahun 2019

b Proses pengajuan hingga pencairan dana sangat mudah dan cepat

c Agunan yang dijadikan jaminan tidak memberatkan bahkan beberapa debitur hanya menyerahkan

fotokopi KTP foto kapal yang dimiliki atau buku nikah

d Tidak ada pemotongan atas pinjaman yang diterima

7 Program KUR meningkatkan nilai omzet nasabah sehingga meningkatkan margin keuntungan usaha

8 Program KUR belum maksimal dalam meningkatkan lapangan pekerjaan Hal ini ditandai bahwa

sebagian besar responden tidak mengalami penambahan pekerja pegawai setelah mendapatkan

pembiayaan KUR

Dari pelaksanaan survei pelaksanaan program KUR tersebut terdapat saran dan rekomendasi antara lain

1 Bunga pinjaman KUR dapat dipertimbangkan untuk diturunkan kembali

2 Pencairan dana KUR oleh Bank Penyalur sebaiknya tidak dipotong angsuran pertama mengingat

potongan tersebut dapat dimaksimalkan untuk memutar kas kembali

3 Program KUR di Papua Barat sebagian besar diberikan kepada sektor yang kurang produktif seperti sektor

perdagangan Oleh karena itu sebaiknya penyaluran KUR lebih diarahkan untuk sektor usaha yang lebih

produktif seperti sektor pertanian perikanan dan industri pengolahan Hal ini disebabkan pemberian KUR

pada sektor produktif lebih menggerakkan roda perekonomian dan menyerap tenaga kerja

4 Persebaran penerima KUR di Papua Barat sebagian besar berada di daerah yang kondisi

perekonomiannya relatif lebih maju (kabupatenkota) Oleh karena itu penyaluran KUR sebaiknya lebih

diarahkan pada daerah yang perekonomiannya relatif masih berkembang

Pembiayaan UMi

Implementasi penyaluran KUR sampai dengan saat ini belum mampu mencapai target yang diharapkan

karena banyaknya calon nasabah potensial KUR yang tidak memenuhi studi kelayakan perbankan

(unbankable) Oleh karena itu pemerintah menggagas skema baru penyaluran kredit kepada UMKM yang

disebut program Pembiayaan Ultra Mikro (Ultra Micro Finance ndash UMi) dengan karakteristik nasabah

unbankable tetapi memiliki kelayakan usaha dengan indikator tingkat keuntungan (profitability) dan

kesinambungan usaha (sustainability) Pembiyaan UMi merupakan penyediaan dana yang bersumber dari

Pemerintah atau bersama dengan Pemerintah Daerah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas

pembiayaan kepada UMKM Berbeda dengan KUR yang agen penyalurnya adalah perbankan untuk UMi

sebagai agen penyalurnya adalah Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) seperti PT Pegadaian PT

Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Bahana Artha Ventura (BAV)

Prinsip dasar dari pembiayaan UMi diantaranya (1) Pemberdayaan dan penajaman (empowerment and

enhacement) lembaga penyalur yang sudah ada (2) pendampingan kepada nasabah (end user) dan (3)

fokus pada produk pembiayaan yang telah berhasil sehingga tidak menguji coba atau membuat produk

pembiayaan baru Dalam rangka pelaksanaan UMi pemerintah daerah dapat memberikan kontribusi dalam

melakukan sharing pendanaan untuk percepatan pembangunan di daerah pada umumnya dan secara

khusus meningkatkan kesempatan usaha bagi UMKM

Di Papua Barat penyaluran UMi bisa dikatakan belum maksimal Hal ini tercermin dari jumlah penyaluran UMi

pada tahun 2019 sebesar Rp249 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 603 orang Meskipun meningkat

pesat dari tahun sebelumnya yang hanya 38 debitur dengan nilai Rp3385 juta program pembiayaan UMi di

Papua Barat ke depannya masih perlu akselerasi yang melibatkan banyak pihak terutama peran dari

penyalur dan pemerintah daerah

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERKEMBANGAN

APBD

MODAL

PEGAWAI

BARANG

BANTUAN

KEUANGAN

37 T

67 T

59 T

4 T

649

957

798

932

DJPbKawalAPBN

BELANJA

238 T

PENDAPATAN

2631 T PAD 085 M

PENDAPATAN

TRANSFER 2423 T

LAIN-LAIN PENDAPATAN

YANG SAH 123 M

59

1

Perkembangan dan Analisis APBD

aerah dalam rangka pelaksanaan

pembangunan membutuhkan

pendanaan yang bersumber dari

penerimaan Saat ini sumber

penerimaan daerah lebih didominasi oleh

penerimaan dana transfer dari pemerintah

pusat sehingga ke depan secara bertahap

diharapkan terjadi peningkatan Pendapatan

Asli Daerah (PAD) Semua pengeluaran untuk

pembangunan daerah dan sumber dana yang

diperlukan tertuang dalam dokumen Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Dalam merencanakan sumber pendapatan

dan alokasi belanja pemerintah daerah harus

melihat kebutuhan riil masyarakat berdasarkan

potensi daerah dengan berorientasi pada

kepentingan skala prioritas pembangunan

Selain itu APBD merupakan salah satu

pendorong (key leverage) bagi pertumbuhan

ekonomi daerah untuk mewujudkan

D

BAB IV

Perkembangan dan Analisis

APBD

Tabel 41

Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian 2018 2019

Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi

PENDAPATAN 1897836 2010000 2871888 2631445

PAD 101669 93741 120311 85308

Pendapatan Transfer 1160168 1270382 2621834 2423110

Lain-lain pendapatan daerah yang sah 635999 645877 129743 123027

BELANJA 2326404 2125451 2761199 2380387

Belanja Pegawai 527915 362822 569984 370308

Belanja Barang 573797 639317 703366 673151

Belanja Bunga 920 855 4190 2698

Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534

Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697

Belanja Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379

Belanja Bagi Hasil 70423 36244 188050 184666

Belanja Bantuan 396960 394292 430177 401119

Belanja Modal 599050 529701 687700 548982

Belanja Tidak Terduga 2572 753 2959 851

PEMBIAYAAN NETTO 219308 190554 214342 84965

Penerimaan Pembiayaan 245578 220740 267673 182416

Pengeluaran Pembiayaan 26270 30187 53332 82905

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

60

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masyarakat yang sejahtera mandiri dan

berkeadilan

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

merupakan salah satu mesin pendorong

pertumbuhan ekonomi Selain itu APBD juga

sebagai alat pendorong dan salah satu

penentu tercapainya target dan sasaran makro

ekonomi daerah yang diarahkan untuk

mengatasi berbagai kendala dan

permasalahan pokok yang merupakan

tantangan dalam mewujudkan agenda

masyarakat yang sejahtera dan mandiri

Berdasarkan tabel 41 target pendapatan

APBD tahun 2019 seluruh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat mengalami kenaikan dari

Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2871888 miliar pada tahun 2019 atau

meningkat 5132 persen Kenaikan tersebut

disebabkan bertambahnya alokasi Dana Bagi

Hasil PajakBukan Pajak Begitu pula dengan

total alokasi belanja APBD pemerintah daerah

se-Provinsi Papua Barat yang ikut naik dengan

signifkan dari Rp2326404 miliar pada tahun

2018 menjadi Rp2761199 miliar atau 1869

persen di tahun ini Peningkatan pagu belanja

tersebut dikarenakan terdapat kenaikan yang

cukup signifikan pada pagu belanja modal dan

belanja pegawai Penyebabnya pada tahun

2019 prioritas nasional bidang infrastruktur di

Papua Barat kembali dilanjutkan disertai

dengan pelaksanaan program-program

mandatory lainnya Di samping itu terdapat

kenaikan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) pada

sebagian pemerintah

Apabila dilihat realisasinya sampai dengan

akhir tahun 2019 total pendapatan APBD

seluruh pemerintah daerah se- Provinsi Papua

Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik

3092 persen dibandingkan tahun sebelumnya

yang mencapai Rp20100 miliar Namun

demikian pendapatan dari komponen PAD

mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374

miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu

dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi

sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar

pada tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar

pada tahun 2019 Banyak faktor yang

mempengaruhi pencapaian realisasi

pendapatan dan belanja tersebut Diantara

faktornya yaitu perkembangan perekonomian

dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi

pelaksanaan berbagai kebijakan fiskal yang

dilaksanakan serta beberapa tantangan

terhadap perekonomian Provinsi Papua Barat

diantaranya adalah

1 Tingkat ketergantungan yang tinggi

terhadap sumber daya alam (raw material)

bernilai tambah rendah sehingga rentan

terhadap fluktuasi harga

2 Tingkat ketergantungan yang tinggi

terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dari

luar daerah

3 Belum maksimalnya fungsi dari Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) sehingga

menyebabkan biaya ekonomi tinggi

4 Kebijakan daerah yang kurang mendukung

investasi sehingga menyebabkan investor

kurang tertarik menanamkan modalnya

selain adanya ancaman dan gangguan

sosial

5 Kapasitas dan kualitas SDM masih lemah

sehingga mengakibatkan rendahnya daya

saing dan

6 Belum optimalnya pemanfaatan sumber

daya alam lokal diluar migas

A ANALISIS PENDAPATAN APBD

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara

61 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah

Daerah yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun

bersangkutan Pendapatan daerah tersebut

terdiri dari Pendapatan Asli Daerah Dana

Perimbangan dan Lain-lain pendapatan

daerah yang sah sebagaimana tersebut pada

tabel diatas yang dapat dirinci sebagai berikut

Apabila dilihat dari tabel 42 realisasi

pendapatan seluruh pemerintah daerah se-

Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

didominasi oleh pendapatan transfer mencapai

9208 persen dari total pendapatan daerah

Sedangkan kontribusi PAD terhadap total

pendapatan daerah di Provinsi Papua Barat

hanya berkisar diangka 324 persen dan sisanya

berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang

Sah sebesar 468 persen Hal ini mengindikasikan

bahwat tingkat ketergantungan pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pemerintah pusat relatif tinggi

A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah

Untuk mendukung program nawacita

pemerintah ketersediaan fiskal yang cukup

menjadi prasyarat utama Dengan ruang fiskal

yang cukup lebar pemerintah daerah lebih

leluasa dalam menggunakan alokasi

anggarannya untuk kegiatan yang mendorong

percepatan pembangunan regional dan

kesejahteraan masyarakatnya tanpa diganggu

kewajiban yang bersifat wajib seperti untuk

membiayai belanja pegawai dan belanja

barang dan jasa yang mengikat Kemandirian

pemerintah daerah dalam menentukan arah

pembangunan tergantung dari besarnya ruang

fiskal yang tersedia untuk kegiatan

pembangunan tersebut

Ruang fiskal yang dimiliki pemerintah darah di

Provinsi Papua Barat naik dari Rp1437371 miliar

pada tahun 2018 menjadi Rp2012965 pada

tahun 2019 Artinya semakin tinggi pendapatan

daerah diikuti semakin efisiennya belanja

birokrasi dan belanja yang sifatnya mengikat

pemerintah daerah memiliki kelonggaran yang

cukup besar dalam membiayai pembangunan

daerah sesuai dengan karakteristik regional

Tabel 42

Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah

se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Pendapatan Target Realisasi

PAD 120311 85308

Pajak Daerah 56667 51768

Retribusi Daerah 8847 4359

Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan 8668 3547

Lain-lain PAD yang Sah 46129 25633

PENDAPATAN TRANSFER 2621834 2423110

DBH Pajak dan Bukan Pajak 936223 752963

DAU 831150 831094

DAK 267917 248172

Dana Otonomi Khusus dan

Penyesuaian 401110 399538

Dana Desa 151692 151691

Dana Insentif Daerah (DID) 33743 39650

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH

YANG SAH 112088 87826

Hibah 18390 1648

Lain-lain 111352 121379

TOTAL PENDAPATAN 2871888 2631445

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 43

Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi

2018

Realisasi

2019

Pendapatan Daerah 2010000 2631445

DAK 267917 248172

Belanja Wajib 362822 362822

Ruang Fiskal 1437371 2012965

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

62

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

A2 Analisis Kemandirian Daerah

Rasio ini menggambarkan kontribusi PAD

terhadap total realisasi pendapatan daerah

Rasio kemandirian daerah seluruh pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat masuk dalam

kategori sangat rendah Pada tahun 2019

seluruh pemerintah daerah mempunyai rasio

kemandirian di bawah 20 persen bahkan ada

pemerintah daerah yang memiliki rasio

kemandirian di bawah 1 persen yaitu Kab

Maybrat Tambrauw Pegunungan Arfak Dan

Sorong Selatan Adapun rasio kemandirian

tertinggi dimiliki Kab Manokwari Selatan dan

Kota Sorong masing-masing sebesar 67 persen

dan 61 persen Hal ini mengindikasikan bahwa

tingkat ketergantungan seluruh pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pendanaan dari pemerintah pusat relatif sangat

tinggi

B ANALISIS BELANJA APBD

Belanja Daerah adalah semua kewajiban

daerah yang diakui sebagai pengurang nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun

anggaran yang bersangkutan Belanja daerah

dapat diklasifikasi berdasarkan fungsi jenis dan

lain sebagainya

Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa

faktor utama yang mempengaruhi pencapaian

realisasi belanja APBD di Provinsi Papua Barat

yaitu

1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai

sehingga memberikan pengaruh pada

capaian realisasi penyerapan anggaran

yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas

dan kualitas yang berdampak pada

akselerasi pembangunan di Provinsi Papua

Barat

2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan

oleh infrastruktur yang memadai

memberikan dampak pada ekonomi

dengan biaya tinggi (high cost economy)

sehingga hal ini menjadi beban bagi

pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat

investasi merupakan permasalahan dasar

bagi penciptaan lapangan kerja dan

penerimaan pajak pemerintah

3 Kondisi budaya masyarakat yang masih

eksklusif terhadap dinamika globalisasi

ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak

ulayat memberikan implikasi ketidakpastian

hukum dalam pelaksanaan investasi dan

pembangunan secara umum Hal-hal yang

terkait dengan penyelenggaraan proyek

yang berkaitan dengan hak ulayat sering

kali terdampak dari sisi ketepatan waktu

B1 Analisis Belanja Daerah Berdasarkan

Klasifikasi Fungsi

APBD dapat diklasifikasikan berdasarkan

fungsinya antara lain pelayanan umum

perumahan amp fasilitas umum pendidikan

ekonomi kesehatan perlindungan sosial

ketertiban amp keamanan lingkungan hidup dan

pariwisata amp budaya Alokasi anggaran pada

APBD Provinsi Papua Barat tahun 2019 per fungsi

disajikan pada grafik 42

06 07 09 09

18 18 19 19 21

27

40

51

61

67

00

20

40

60

80

Tam

bra

uw

Ma

yb

rat

Pe

gu

nu

ng

an

Arfa

k

So

ron

g S

ela

tan

Telu

k W

on

da

ma

Telu

k B

intu

ni

Fa

kfa

k

Ra

ja A

mp

at

Ka

ima

na

So

ron

g

Pe

me

rinta

h P

rov

insi

Ma

no

kw

ari

Ko

ta S

oro

ng

Ma

no

kw

ari S

ela

tan

Grafik 41

Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-

Provinsi Papua barat Tahun 2019 (persen)

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

63 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Bila dilihat dari grafik 42 alokasi terbesar pada

APBD tahun 2019 Provinsi Papua Barat

digunakan untuk fungsi pelayanan umum

sebesar Rp7230 miliar kemudian perumahan amp

fasilitas umum sebesar Rp3383 miliar Hal ini

menunjukan fokus dari belanja pemerintah

daerah di Provinsi papua Barat sudah tepat

mengingat peran utama dari eksekutif yaitu

memberikan pelayanan kepada masyarakat

Namun yang perlu digaris bawahi adalah porsi

alokasi untuk fungsi pariwisata amp budaya relatif

masih sangat kecil Padahal potensi

pengembangan pariwisata di Provinsi Papua

Barat sangat besar semisal Taman Wisata Raja

Ampat dan Teluk Cendrawasih yang telah

diakui oleh dunia internasional

B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis

Belanja (Sifat Ekonomi)

Berdasarkan jenisnya belanja dapat

dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu

belanja langsung berupa belanja barang dan

jasa belanja modal dan belanja tidak langsung

berupa belanja pegawai belanja bunga

belanja hibah dan belanja bantuan sosial

Apabila dilihat dari trennya sebagian besar jenis

belanja mengalami kenaikan alokasi

dibandingkan tahun sebelumnya kecuali untuk

belanja subsidi dan belanja tidak terduga yang

mengalami penurunan Terdapat dua jenis

belanja yang mendapatkan porsi besar di

Provinsi Papua Barat yaitu belanja pegawai

dan belanja barang Dilihat dari persentase

belanja kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi

Papua Barat menitikberatkan pada sektor

produktif dengan porsi belanja langsung yang

lebih besar dibandingkan dengan belanja tidak

langsung

C PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH

C1 Bentuk Investasi Daerah

Sesuai Permendagri Nomor 52 Tahun 2012

tentang Pedoman Pengelolaan Investasi

Pemerintah Daerah Investasi Pemerintah

Daerah adalah penempatan sejumlah dana

danatau barang milik daerah oleh pemerintah

daerah dalam jangka panjang untuk investasi

pembelian surat berharga dan investasi

langsung yang mampu mengembalikan nilai

pokok ditambah dengan manfaat ekonomi

Tabel 44

Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp)

Uraian 2018 2019

Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi

Belanja

Pegawai 527915 362822 569984 370308

Belanja Barang 573797 639317 703366 673151

Belanja Bunga 920 855 4190 2698

Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534

Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697

Belanja

Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379

Belanja Bagi

Hasil 70423 36244 188050 184666

Belanja

Bantuan 396960 394292 430177 401119

Belanja Modal 599050 529701 687700 548982

Belanja Tidak

Terduga 2572 753 2959 851

Total 2326404 2125451 2761199 2380387

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

723029

338303

172704

139109

135212

33103

21828

18421

000 1000000

Pelayanan Umum

Perumahan amp Fasilitas Umum

Pendidikan

Ekonomi

Kesehatan

Perlindungan Sosial

Ketertiban amp Keamanan

Lingkungan Hidup

Grafik 42

Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah

se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 per Fungsi

(miliar Rp)

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

64

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sosial danatau manfaat lainnya dalam jangka

waktu tertentu Bentuk investasi daerah tersebut

dapat berupa investasi surat berharga

danatau investasi langsung Bentuk investasi

daerah di Provinsi Papua Barat disajikan pada

tabel 45

Dari tabel di atas total realisasi penyertaan

modal (investasi) pemerintah daerah se-Provinsi

Papua Barat tahun 2019 sebesar Rp14652 miliar

yang dilakukan 12 pemerintah daerah Realisasi

penyertaan modal (investasi) tertinggi yaitu

pemerintah provinsi Papua Barat sebesar Rp100

miliar dan Kab Teluk Bintuni sebesar Rp2276

miliar

C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Untuk memberikan gambaran terkait

perkembangan investasi BUMD dapat dilihat

dari nilai SLA (Subsidary Loan Agreement) BUMD

yang ada di Provinsi Papua Barat Sampai

dengan tahun 2019 nilai SLA PDAM Manokwari

sebesar Rp729 miliar dan tidak memiliki

tunggakan Sementara itu SLA PDAM Sorong

mencapai Rp815 miliar dengan tunggakan

sebesar Rp1614 miliar termasuk utang pokok

dan cicilan bunga

D SILPA DAN PEMBIAYAAN

D1 Perkembangan Defisit APBD

Perkembangan surplus defisit APBD dapat

dilihat menggunakan empat rasio sebagai

berikut

Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai

berikut

a Rasio surplus APBD terhadap total

pendapatan daerah mencerminkan

performa fiskal pemerintah daerah dalam

menghimpun pendapatan untuk menutup

belanja dalam kondisi pendapatan tertentu

Rasio surplus tersebut menunjukkan

peningkatan di tahun 2019 dibandingkan

tahun sebelumnya dimana hal ini

menggambarkan menguatnya kinerja fiskal

karena kemampuan pendapatan untuk

membiayai belanja meningkat meskipun

didorong oleh kenaikan pendapatan

transfer

Tabel 46

SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah)

Nama BUMD Nilai SLA Total

Tunggakan

PDAM Manokwari 7296812055 -

PDAM Sorong 8148975554 16139934223

Sumber SLIM (data diolah)

Tabel 45

Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah

Daerah se- Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rupiah)

Pemda Nilai

Prov Papua Barat 100000000000

Fakfak 3000000000

Manokwari 1000000000

Sorong 2000000000

Kota Sorong 2765000000

Sorong Selatan 3000000000

Teluk Bintuni 22759259260

Teluk Wondama 3000000000

Maybrat 2000000000

Tambrauw 3500000000

Manokwari Selatan 2000000000

Pegunungan Arfak 3000000000

Total 146524259260

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 47

Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat

Tahun

Surplus

terhadap

Pendapatan

Surplus

terhadap

Realisasi

Dana

Transfer

Surplus

terhadap

PDRB

SILPA

Terhadap

Alokasi

Belanja

2019 00954 01370 00298 01270

2018 00574 00540 00137 00323

2017 01354 01456 01747 01931

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

65 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

b Rasio surplus APBD terhadap dana transfer

digunakan untuk mengetahui proporsi

surplus terhadap salah satu sumber

pendapatan daerah yakni dana transfer Di

tahun 2019 rasio ini mengalami peningkatan

sehingga menunjukkan ketergantungan

pemerintah daerah terhadap dana transfer

sebagai penopang belanja daerah yang

semakin besar dibandingkan tahun lalu

c Rasio surplus APBD terhadap PDRB

menggambarkan kesehatan ekonomi

regional Rasio ini pada tahun 2019

menunjukan adanya kenaikan yang berarti

bahwa produksi barang dan jasa yang

dihasilkan semakin meningkat untuk

membiayai hutang akibat defisit anggaran

d Rasio SILPA terhadap alokasi belanja APBD

mencerminkan proporsi belanja atau

kegiatan yang tidak digunakan dengan

efektif oleh pemerintah daerah Rasio SILPA

yang membesar memperlihatkan bahwa

Provinsi Papua Barat belum dapat

menggunakan anggarannya secara efektif

D2 Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah merupakan transaksi

keuangan daerah yang dimaksudkan untuk

menutup selisih antara pendapatan daerah

dan belanja daerah Pembiayaan pemerintah

daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan

dan pengeluaran pembiayaan Keseimbangan

primer mencerminkan indikasi likuiditas tanpa

dipengaruhi belanja terkait hutang semakin

besar surplus keseimbangan primer semakin

baik kemampuan dalam membiayai defisit

Dari tabel 48 keseimbangan umum di Papua

Barat pada tahun 2019 menunjukkan nilai surplus

sebesar Rp251058 milliar Hal ini

mengindikasikan bahwa kebijakan fiskal yang

dilakukan bersifat kontraktif Sementara itu

keseimbangan primer APBD di Papua Barat juga

menunjukkan angka yang positif setelah

mengeluarkan komponen belanja bunga

Kenaikan nilai pada keseimbangan primer

tahun 2019 disebabkan pendapatan transfer

dari pemerintah pusat yang meningkat pesat

jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya

E PENGELOLAAN BLU DAERAH

E1 Profil dan jenis layanan satker BLU daerah

BLUD yang ada di wilayah kerja Kanwil DJPb

Provinsi Papua Barat diantaranya Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Manokwari Yang

melandasi penetapan RSUD Manokwari

sebagai BLUD bertahap yaitu Surat Keputusan

Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun 2015

tanggal 8 April 2015 RSUD Manokwari adalah

rumah sakit Type C sesuai dengan Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

531 MENKES SKVI1996 Tanggal 5 Juni 1996

RSUD ini merupakan peninggalan Belanda yang

dibangun tahun 1950 dan berdiri di atas lahan

seluas plusmn 37424 m2 dengan total luas bangunan

gedung plusmn 9283 m2 dengan kapasitas

tempat tidur sebanyak 163 tempat tidur

Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari

terletak di Kelurahan Manokwari Timur

Distrik Manokwari Kabupaten Manokwari

Provinsi Papua Barat

RSUD Manokwari dipimpin oleh seorang

Direktur setingkat dengan Eselon IIA

Tabel 48

Rasio Keseimbangan Umum amp Primer Provinsi Papua Barat

Tahun Pendapatan

APBD

Belanja

APBD

Belanja

Bunga

Keseimbangan

Umum

Keseimbangan

Primer

2019 2631445 2380387 2698 251058 248360

2018 2010000 2125451 855 -115451 -116306

2017 1968523 1701927 1448 266596 265148

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

66

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Direktur membawahi 1 (satu) orang Sekretaris

dan 3 (tiga) orang Kepala Bidang yaitu Bidang

Pelayanan Medik Bidang Perawatan Bidang

Perencanaan dan Pengembangan Sarana

Prasarana Sementara itu sekretaris

membawahi 3 ( tiga ) Sub Bagian yaitu Sub

Bidang Umum dan Kepegawaian Sub Bidang

Program Evaluasi dan Pelaporan dan Sub

Bidang Keuangan dan Aset sedangkan Kepala

Bidang masing ndash masing membawahi 2 (dua)

Sub Bidang Bidang Pelayanan Medik

membawahi Sub Bidang Pelayanan Medik dan

Sub Bidang Pelayanan Penunjang Medik

Bidang Perawatan membawahi Sub Bidang

Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan dan

Sub Bidang Sumber Daya Keperawatan sedang

Bidang Perencanaan dan Pengembangan

Sarana Prasarana membawahi Sub Bidang

Penyusunan Program dan Pengembangan Sub

Bidang Monitoring dan Evaluasi

Jenis layanan yang terdapat pada RSUD

Manokwari diantaranya pelayanan medik

pelayanan penunjang medik dan non medik

pelayanan asuhan perawatan pelayanan

rujukan penyelenggaraan pendidikan dan

pelatihan dan penyelenggaraan penelitian

dan pengembangan

Sementara itu jumlah pasien RSUD Manokwari

sebesar 54989 orang dengan rincian 43554

orang menggunakan fasilitas AskesBPJSKIS

dan 11345 orang merupakan pasien

mandiriswasta

E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah

Dalam menunjang Operasional RSUD

Manokwari terdapat kegiatan-kegiatan

rutinitas guna menjalankan tugas pokok dan

fungsi yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung

dan Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung

adalah belanja pegawaipersonalia berupa

pembayaran gaji bulanan kepada Pegawai

Negeri Sipil (PNS) di lingkungan RSUD Manokwari

Belanja Langsung adalah belanja kegiatan

rutin antara lain belanja alat tulis kantor belanja

makanan dan minuman belanja pemeliharaan

rutinberkala gedung kantor pemeliharaan

rutinberkala kendaraan dinas pembayaran

rekening listrik belanja perjalanan dinas dan

lain-lain

Tabel 410

Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019

Berdasarkan Jenis Perawatan

Jenis Pasien

Jumlah Pasien

Askes

BPJS KIS

Swasta

mandiri

Pasien Rawat Jalan 34530 9657

Pasien Rawat Inap 9024 1688

Total 43554 11345

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Tabel 49

Profil Anggaran RSUD Manokwari

Uraian Alokasi Dana Sumber

Dana

Rutin

Belanja Langsung 21543957702

Belanja Tidak

Langsung 17880608199

Program-program -

Peningkatan

Kapasitas

Sumberdaya Aparatur

906990000 Otonomi

Khusus

Obat dan Perbekalan

Kesehatan 6411007419

Otonomi

Khusus

Standarisasi

Pelayanan Kesehatan 420000000 DAK

Peningkatan Sarana

dan Prasarana Rumah

Sakit Rumah Sakit

Jiwa Rumah Sakit

Paru ndash Paru

708750000 Otonomi

Khusus

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

67 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Dalam menunjang kegiatannya RSUD

Manokwari mengelola aset baik aset tidak

bergerak maupun aset bergerak dengan

rincian dapat dilihat pada tabel 411

E3 Analisis legal

Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum

Daerah terdapat beberapa peraturan yang

mengatur pengelolaan teknis maupun

pengelolaan keuangan bahkan peraturan

tersebut sampai ke tingkat peraturan

bupatiwalikota Analisis legal aspek

pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari

dapat dilihat pada tabel 412

F ANALISIS APBD LAINNYA

Analisis ini terdiri dari analisis horizontal analisis

vertikal serta kapasitas fiskal yang digunakan

untuk memberikan gambaran kinerja

pelaksanaan APBD di Provinsi Papua Barat

F1 Analisis Horizontal

Analisis ini membandingkan angka-angka

dalam laporan realisasi pemerintah daerah satu

dengan lainnya dalam satu provinsi Selain itu

analisis ini membandingkan perubahan

keuangan dalam satu pos APBD yang sama

pada satu Provinsi Analisis ini bertujuan untuk

menyajikan informasi utuh terkait kinerja suatu

pos antar pemerintah daerah dan

perkembangannya dari waktu ke waktu

Bila dilihat dari tabel 413 daerah dengan

realisasi PAD terbesar berasal dari Provinsi Papua

Barat sebesar Rp0465 triliun sedangkan

Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten

Maybrat mempunyai realisasi terkecil dengan

nilai masing-masing Rp7 miliar dan Rp6 miliar

Sedangkan pada sisi belanja daerah dengan

realisasi terbesar adalah Provinsi sebesar Rp914

triliun sedangkan realisasi terkecil adalah

Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kota Sorong

masing-masing sebesar Rp807 miliar dan Rp592

miliar Sementara itu defisit anggaran terjadi

pada 3 kabupaten yaitu Kabupaten Sorong

Selatan Kabupaten Tambraw dan Kabupaten

Manokwari Selatan

F2 Analisis Vertikal

Analisis vertikal merupakan analisis yang

membandingkan setiap pos terhadap total

dalam satu komponen APBD yang sama

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui

besarnya kontribusi suatu pos sehingga

diketahui pengaruhnya

Tabel 411

Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019

Uraian Kuantitas Keterangan

Aset Tidak Bergerak

Tanah 37424 m2

Bangunan 9283 m2

(32 unit)

Terdiri dari gedung

dan rumah dinas

Aset Bergerak

Kendaraan dinas

(roda 4) 22 unit

Kendaraan dinas

(roda 2) 3 unit

Inventaris kantor PC unit meubelair

lemari arsip lemari dll

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari

Aspek Uraian

Kelembagaan Keputusan Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun

2015 tanggal 8 April 2015

Tata Kelola Peraturan daerah Nomor 13 tahun 2008 tentang

Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja

Lembaga Teknis Daerah Di Lingkungan

Pemerintah Kabupaten Manokwari

Peraturan Bupati Manokwari Nomor 13 tahun

2009 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi

Jabatan Struktural pada Lembaga Teknis Daerah

Kabupaten Manokwari

SDM Jumlah Pegawai RSUD Manokwari per Maret 2018

sebanyak 406 orang yang terdiri dari Pegawai

Negeri Sipil (PNS) Organik Pemerintah Kab

Manokwari sebanyak 223 orang dan PNS Titipan dari

Provinsi Kabupaten lain sebanyak 12 orang dan

tenaga Honorer dan magang sebanyak 171 orang

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

68

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Bila dilihat pada tabel 414 rata-rata kontribusi

PAD terhadap pendapatan daerah tiap

kabupaten kota di Papua Barat tahun 2019

tidak mencapai angka 6 hanya Kabupaten

Manokwari dan Kabupaten Manokwari Selatan

yang memiliki PAD diatas 6 persen dimana

Kabupaten Manokwari menjadi yang terbesar

dengan kontribusi PAD mencapai 613 persen

Bahkan di beberapa daerah seperti Kabupaten

Maybrat Kabupaten Tambrauw dan

Kabupaten Pegunungan Arfak kontribusi PAD

hanya di bawah 1 persen Angka ini sangat jauh

di bawah angka kontribusi pendapatan transfer

yang mencapai rata-rata sebesar 90 persen

pada tiap kabupaten kota Hal ini

mengindikasikan bahwa pendapatan pemda

kabupaten kota di Papua Barat hampir

seluruhnya bergantung terhadap pendapatan

transfer dari pemerintah pusat Pemda seperti

Kab Fakfak Kab Kaimana dan Pemerintah

Provinsi bahkan mempunyai persentase

pendapatan transfer sebagai pos utama

pendapatan mencapai angka lebih dari 96

persen

Berdasarkan tabel 415 realisasi belanja tahun

2019 kabupaten kota di Provinsi Papua Barat

menitikberatkan pada belanja barang jasa

Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp)

Uraian Provinsi Fakfak Manok

wari Sorong

Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wonda

ma

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

Total

Pendapatan 15628 1297 1029 1895 0990 1459 1030 2486 0966 1058 1013 1183 0789 1002

PAD 0465 0035 0063 0030 0050 0028 0007 0047 0017 0041 0006 0008 0048 0007

Pendapatan

Transfer 11215 0876 0800 1092 0701 1042 0689 1940 0678 0765 0666 0785 0503 0564

LPDS 3949 0386 0166 0772 0239 0389 0333 0498 0270 0252 0341 0390 0238 0431

Total Belanja 9135 1296 0999 1841 0592 1419 1047 1684 0912 1001 0897 1356 0817 0807

Surplus

Defisit 6493 0002 0030 0054 0398 0040 -0017 0801 0054 0056 0116 -0173 -0029 0195

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 414

Analisis Vertikal Pendapatan APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (persen)

Uraian Provinsi Fakfak Manokwari Sorong Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wonda

ma

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

PAD 2975 2698 6131 1598 5067 1898 0727 1895 1797 3838 0632 0663 6077 0717

Pajak Daerah 2314 0572 4666 0668 4109 0452 0093 0996 0541 0734 0042 0071 0084 0000

Retribusi Daerah 0023 0387 0364 0153 0735 0305 0085 0045 0671 0733 0006 0003 0043 0000

HPKD 0110 0240 0000 0094 0005 0261 0262 0117 0161 0095 0050 0078 0000 0000

Lain-lain PAD yang

sah 0528 1499 1101 0684 0217 0880 0286 0737 0424 2276 0540 0510 5951 0717

Pendapatan Transfer 97021 97302 85172 79782 88122 90199 82923 93184 90728 96162 81597 83238 80323 72901

DBH 33978 4889 6431 14271 6224 7145 5690 49535 6512 6325 5915 4725 7139 6165

DAU 9365 53776 53671 28881 52047 46889 46145 22608 47680 58969 44876 44904 45033 38742

DAK 3155 8886 17662 13960 12523 15915 14521 5533 16039 7036 14945 16753 11547 11358

DBH Pemda

lainnya 0000 6360 2191 0969 2479 7984 1131 0619 1071 0745 0579 0742 0259 0388

Dana Penyesuaian

dan Otsus 25261 23391 5217 21165 14849 10778 14832 14506 19427 23087 15282 16115 16346 16249

LPDS 0005 0000 0486 9383 6811 0723 0000 4922 7475 0000 17423 1139 13600 12382

Hibah 0005 0000 0486 0000 0000 0630 0000 0008 0000 0000 0000 0042 0000 0000

Lain-lain 0000 0000 0000 9383 6811 0092 0000 4914 7475 0000 17423 1097 13600 12382

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

69 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

dan belanja modal Hal ini terlihat dari 11

kabupaten kota yang persentase pos kedua

belanja tersebut lebih dari 50 Dengan

besarnya porsi belanja barang jasa dan modal

mengindikasikan adanya kebijakan belanja

pemerintah daerah yang diarahkan pada

sektor produktif guna mendorong

perekonomian daerah dan upaya dalam

mengejar ketertinggalan dengan daerah lain

dalam ketersediaan

infrastruktur

F3 Analisis Kapasitas

Fiskal Daerah

Analisis kapasitas fiskal

daerah adalah analisis

yang digunakan untuk

mengukur kemampuan

keuangan daerah yang

dicerminkan melalui

penerimaan umum

APBD (tidak termasuk

dana alokasi khusus

dana darurat dana

pinjaman lama dan

penerimaan lain yang

penggunaannya

dibatasi untuk membiayai pengeluaran

tertentu) yang digunakan untuk membiayai

tugas pemerintahan daerah setelah dikurangi

belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah

penduduk miskin sebagaimana dimaksud

dalam peraturan yang mengatur tentang peta

kapasitas fiskal daerah Berikut ini kapasitas fiskal

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

Tabel 415

Analisis Vertikal Belanja APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Uraian Provinsi Fakfak Manok

wari Sorong

Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wond

ama

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

Belanja

Pegawai 7651 27384 26717 22263 44577 24684 21547 14975 21897 20263 20307 9513 10642 9906

Belanja Barang 21125 29208 26559 22050 26375 42275 35726 37509 35456 32931 23851 39795 38031 33785

Belanja Bunga 0000 0000 0000 0000 2067 0000 0519 0000 0000 0000 0000 0506 0301 0000

Belanja Subsidi 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 1373 0281 0000 0000 0000 0000

Belanja Hibah 9316 1897 3995 3878 1139 0481 1426 1351 3125 3181 1096 1085 8341 0712

Belanja BanSos 0580 1921 2592 0333 2362 2034 3305 19398 1598 6713 3266 2361 2695 11707

Belanja

Bantuan

Keuangan

20202 0096 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000

Belanja bagi

hasil 22050 17580 18336 14591 0160 10381 15343 0000 14113 14225 24884 17407 14762 19499

Belanja Tidak

Terduga 0000 0128 0022 0004 0037 0000 0189 0000 0167 0001 0011 0000 0031 0307

Belanja Modal 19077 21785 21779 36882 23284 20145 21945 26768 22271 22406 26585 29333 25196 24084

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 416

Analisis Fiskal APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Pemda PAD DBH DAU LP BP Penduduk

Misikin

Kapasitas

Fiskal Indeks

1 2 3 4 5 6 7

8

[(2+3+4+5)-

6) 7]

9

Prov Papua Barat 46490 531011 146362 146362 69888 207944 38488 0466

Fakfak 3501 6343 69773 69773 35486 18730 60813 0736

Kab Manokwari 6310 6619 55236 55236 26703 37730 25629 0310

Kab Sorong 3029 27044 54729 54729 40979 26100 37760 0457

Kota Sorong 5016 6162 51523 51523 26378 38880 22594 0273

Raja Ampat 2769 10425 68414 68414 35024 8500 135292 1638

Sorong Selatan 748 5858 47509 47509 22549 8760 90269 1093

Teluk Bintuni 4710 123132 56198 56198 25225 19640 109478 1325

Teluk Wondama 1735 6288 46046 46046 19970 10530 76111 0921

Kaimana 4059 6689 62367 62367 20293 9660 119244 1443

Maybrat 640 5994 45470 45470 18219 13120 60484 0732

Tambrauw 784 5590 53120 53120 12898 4770 209049 2530

Manokwari Selatan 4793 5630 35517 35517 8698 7240 100495 1216

Pegunungan Arfak 718 6179 38829 38829 7999 10800 70887 0858

Jumlah 85301 752963 831094 831094 370308

Rata-rata 82614

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

70

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Dengan mengetahui indeks kapasitas fiskal

masing-masing kabupaten kota maka dapat

ditentukan kemampuan keuangan masing-

masing daerah Berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 54PMK072014 tentang Peta

Kapasitas Fiskal Daerah indeks kapasitas fiskal

daerah kabupaten kota di Provinsi Papua

Barat dapat dikelompokkan menjadi empat

kuadran sebagaimana pada tabel 417

Dari kabupaten kota di Papua Barat terdapat

satu daerah dengan kapasitas fiskal sangat

tinggi yang ditunjukkan dalam kuadran IV yaitu

Kab Tambrauw Namun terdapat empat

daerah yang masuk kategori sangat rendah

kapasitas fiskalnya yang terletak di kuadran I

Apabila melihat perbandingan jumlah daerah

pada kuadran I dan II dengan daerah pada

kuadran III dan IV maka terdapat perbandingan

yang hampir seimbang Dari tabel di atas dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat

ketimpangan kapasitas fiskal pada kabupaten

kota di Provinsi Papua Barat

G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN (FISCAL

HEALTH INDEX)

Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU)

Nomor 22 Tahun 1999 (sebagaimana diubah

menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang

Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun

1999 (sebagaimana diubah menjadi UU Nomor

33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah terjadi perubahan mendasar dalam

sistem pemerintahan daerah di Indonesia

dengan titik berat pembangunan daerah

berada pada tingkat kabupaten kota Salah

satu perubahan yang terjadi adalah

diimplementasikannya desentralisasi fiskal yang

lebih luas bagi daerah Arah dari kebijakan

desentralisasi diharapkan dapat menghindari

inefisiensi dari perekonomian (Prudrsquohomme

1995)

Desentralisasi fiskal menurut Davey (2003)

merupakan pembagian kewenangan belanja

dan pendapatan antar tingkat pemerintahan

Dari sisi belanja kewenangan desentralisasi

didasarkan pada prinsip agar pengalokasian

sumber daya menjadi lebih efisien dan efektif

Hal ini diasumsikan bahwa daerah lebih

mengerti kebutuhan masyarakat sehingga

pengalokasian sumber daya menjadi lebih

responsif dalam menjawab kebutuhan

masyarakat Adapun dari sisi pendapatan

diberikannya kewenangan desentralisasi

kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi

masyarakat untuk mendanai pelayanan publik

menjadi lebih tinggi karena dapat merasakan

langsung manfaat yang dirasakan Dalam

pelaksanaan desentralisasi fiskal pemerintah

pusat mengatur prinsip-prinsip pengelolaan

keuangan daerah bukan aturan secara

terperinci sehingga kondisi keuangan diantara

pemerintah daerah yang satu dan lainnya

menjadi bermacam-macam Perbedaan

dalam kondisi keuangan tersebut menuntut

suatu kebutuhan akan tingkat kesehatan dalam

mengelola keuangan daerah Sebagai pihak

yang bertanggung jawab terhadap pelayanan

publik pemerintah daerah dituntut lebih

Tabel 417

Kuadran kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Kuadran I

(Indeks Kapasitas Fiskal le05)

Kuadran III

(1leIndeks Kapasitas Fiskal lt2)

Provinsi Papua Barat

Kab Manokwari

Kab Sorong

Kota Sorong

Kab Sorong Selatan

Kab Teluk Bintuni

Kab Manokwari Selatan

Kab Kaimana

Kab Raja Ampat

Kuadran II

(05ltIndeks Kapasitas Fiskal lt1)

Kuadran IV

(Indeks Kapasitas Fiskal ge 2)

Kab Fakfak

Kab Teluk Wondama

Kab Maybrat

Kab Pegunungan Arfak

Kab Tambrauw

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

71 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

memahami kondisi kesehatan keuangannya

Hal ini dikarenakan dalam kondisi kesehatan

keuangan yang buruk pemerintah daerah tidak

akan mampu memberikan layanan publik yang

baik kepada warganya (Carmeli 2008)

Berbeda dengan sektor publik penilaian kondisi

kesehatan keuangan pada sektor private telah

dilakukan sejak lama Di sektor bisnis Beaver

(1966) dan Altman (1968) telah membangun

model untuk menilai kondisi keuangan sektor

swasta Namun setelah terjadi masalah

keuangan yang melanda banyak pemerintah

daerah di seluruh dunia penelitian mengenai

kondisi kesehatan pemerintah daerah secara

intensif mulai dilakukan Pada tahun 1980 di

Amerika Serikat terjadi permasalahan keuangan

yang melanda Kota New York Cleveland

Miami Pittsburgh dan Philadelphia (Kloha et al

2005) Hal yang sama terjadi pada tahun 1980-

an dimana sebagian pemerintah daerah di

Belanda dan Inggris mengalami kondisi kesulitan

keuangan (Carmeli 2008) Begitu juga yang

dialami pemerintah daerah di Australia (Dollery

et al 2006) dan Jepang (Takahashi 2009) yang

menghadapi permasalahan keuangan yang

sulit Kondisi tersebut mendorong para ahli

keuangan publik dan banyak peneliti membuat

suatu model ataupun formula untuk

mengevaluasi kondisi keuangan pemerintah

daerah sehingga dapat mendeteksi sejak dini

(early warning system) gejala kesulitan

keuangan

Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli

ataupun lembaga profesional untuk

mendifinisikan kondisi keuangan pemerintah

The Canadian Institute of Chartered

Accountants (CICA 1997) memberikan definisi

kondisi keuangan pemerintah daerah sebagai

kesehatan keuangan (fiscal health) yang diukur

melalui aspek keberlanjutan kerentanan dan

fleksibiltas dalam lingkungan ekonomi maupun

keuangan Aspek keberlanjutan merupakan

kemampuan pemerintah daerah untuk

mempertahankan program yang sudah ada

tanpa menimbulkan kewajiban baru pada

perekonomian Sedangkan aspek kerentanan

merupakan kondisi ketergantungan pemerintah

daerah sehingga menjadi rentan terhadap

sumber pendanaan yang berasal di luar

kendali Aspek fleksibilitas keuangan merupakan

kemampuan pemerintah daerah untuk

meningkatkan kapasitas keuangan seiring

adanya peningkatan komitmen baik melalui

peningkatan pendapatan atau kapasitas

utang Definisi lain dikemukakan Nollenberger et

al (2003) yang menyebutkan kondisi keuangan

pemerintah daerah merupakan tingkat

solvabilitas keuangan pemerintah daerah yang

terdiri dari solvabilitas kas solvabilitas anggaran

solvabilitas jangka penjang dan solvabilitas

layanan Adapun Kloha et al (2005)

memberikan definisi kondisi keuangan

pemerintah daerah dalam konteks tekanan

keuangan (fiscal distress) yaitu kemampuan

pemerintah daerah untuk memenuhi standar

operasi hutang dan kebutuhan masyarakat

selama beberapa tahun berturut-turut

Kondisi kesehatan keuangan (fiscal health)

yang baik diantaranya ditunjukkan oleh

kemampuan pemerintah daerah untuk

menutup kewajiban operasional (solvabilitas

anggaran) kemampuan untuk melaksanakan

hak-hak keuangan secara efektif dan efisien

(kemandirian keuangan) kemampuan untuk

memberikan pelayanan sesuai standar dan

kualitas yang dibutuhkan masyarakat

(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk

mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa

datang seperti bencana alam atau bencana

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

72

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sosial (fleksibilitas keuangan) Oleh karena itu

ada 4 (empat) dimensi untuk mengukur kondisi

kesehatan keuangan (fiscal helath) pemerintah

daerah yaitu solvabilitas anggaran kemandirian

keuangan solvabilitas layanan dan fleksibilitas

keuangan

Untuk mengetahui kondisi keuangan

pemerintah daerah yang ada di Papua Barat

digunakan langkah-langkah sebagai berikut

1 Menghitung nilai rasio masing-masing

dimensi penyusun indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index)

2 Menghitung indeks rasio dan indeks dimensi

- Untuk menghitung indeks rasio digunakan

rumus

(Nilai Aktual minus Nilai Terendah)

(Nilai Tertinggi minus Nilai Terendah)

- Untuk menghitung indeks dimensi

digunakan rata-rata aritmatika dari seluruh

indeks rasio yang ada

3 Menghitung indeks kesehatan keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah

Indeks kondisi kesehatan keuangan (fiscal

health index) dihitung dengan

menggunakan rata-rata tertimbang dari

seluruh indeks dimensi yang ada

G1 Solvabilitas Anggaran

Solvabilitas anggaran menunjukan seberapa

besar kemampuan pemerintah daerah

memenuhi kegiatan operasi menggunakan

pendapatan yang diperoleh (Nollenberger et

al 2003) Pendapatan yang dimaksud

merupakan pendapatan normal yang tiap

tahun senantiasa didapatkan pemerintah

daerah bukan pendapatan yang terkadang

diperoleh pada tahun-tahun tertentu saja Oleh

karena itu rasio yang digunakan untuk

menunjukan solvabilitas anggaran suatu

pemerintah daerah adalah sebagai berikut

Tabel 418

Rasio Solvabilitas Anggaran

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A (Total Pendapatan - DAK) (Total Belanja -

Belanja Modal)

Rasio B (Total Pendapatan - DAK) Belanja Pegawai

Rasio C (Total Pendapatan Total Belanja)

Pengurangan pendapatan DAK dari total

pendapatan karena pendapatan tersebut

bukan merupakan pendapatan yang bersifat

normal dan berada di luar kendali pemerintah

daerah Untuk rasio A pengurangan belanja

modal dikarenakan belanja tersebut bukan

merupakan kegiatan operasional pemerintah

daerah Adapun untuk rasio B penggunaan

belanja pegawai sebagai penyebut lebih

disebabkan karena porsi belanja tersebut saat

ini merupakan yang terbesar dari belanja

operasional pemerintah daerah Semakin tinggi

nilai rasio yang ada menunjukan bahwa

semakin banyak pendapatan pemerintah

daerah untuk menutup belanja operasional Hal

ini berarti semakin tinggi nilai rasio maka

semakin baik solvabilitas anggaran yang dimiliki

oleh suatu pemerintah daerah Dari data yang

diperoleh rasio solvabilitas anggaran seluruh

Gambar 41

Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan

ngan

73 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

terlihat pada tabel 419

Dari tabel di atas jika dilihat secara menyuluruh

rasio solvabilitas anggaran kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat menunjukan tren yang

meningkat Artinya semua daerah memiliki

solvabilitas anggaran yang semakin baik

Pendapatan normal yang diperoleh pemerintah

daerah untuk meng-cover kebutuhan belanja

semakin meningkat Dari seluruh daerah yang

ada peningkatan rasio solvabilitas anggaran

terbaik dimiliki Kab Kaimana dan Kab

Pegunungan Arfak Hal ini mengindikasikan

bahwa sebagai daerah otonom baru kedua

pemerintah daerah tersebut semakin giat untuk

mencari sumber-sumber pendapatan untuk

menutup semua kebutuhan belanja

G2 Kemandirian Keuangan

Kemandirian keuangan menunjukan

kemampuan pemerintah daerah untuk

mendapatkan sumber pendanaan secara

mandiri dan tidak rentan terhadap sumber

pendanaan di luar kendalinya (Canadian

Institute of Chartered Accountants CICA 1997)

Kemandirian keuangan juga dapat diartikan

sebagai kemampuan pemerintah daerah untuk

memenuhi kebutuhannya dengan sumber-

sumber pendanaan yang mampu diperoleh

secara mandiri tidak tergantung pada pihak

luar Berdasarkan pengertian tersebut rasio

yang digunakan untuk menunjukan

kemandirian keuangan suatu pemerintah

daerah adalah sebagai berikut

Tabel 420

Rasio Kemandirian Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A Total Pendapatan Asli Daerah Total

Pendapatan

Rasio B Total Pendapatan Asli Daerah Total Belanja

Nilai rasio yang meningkat menunjukan bahwa

semakin banyak pendapatan yang diperoleh

pemerintah daerah secara mandiri untuk

memenuhi kebutuhannya Dengan demikian

semakin tinggi nilai rasio maka semakin baik

kemandirian keuangan yang dimiliki oleh suatu

pemerintah daerah Menurut Tim KKD FE UGM

untuk menentukan tolak ukur kemandirian

keuangan daerah dapat menggunakan enam

kategori sebagaimana pada tabel 421

Tabel 419

Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019

Daerah

Rasio A Rasio B Rasio C

2018 2019 2018 2019 2018 2019

Kabupaten

Sorong 116 124 290 353 096 093

Kota Sorong 152 191 238 328 121 167

Manokwari 126 098 251 286 118 095

Manokwari

Selatan 105 114 334 802 097 096

Fakfak 100 117 191 333 098 100

Kaimana 147 331 428 721 134 361

Teluk

Wondama 107 114 303 406 095 106

Teluk Bintuni 107 190 330 927 071 147

Pegunungan

Arfak 140 205 557 813 115 245

Sorong

Selatan 097 086 245 313 088 082

Raja Ampat 104 097 296 314 091 094

Maybrat 162 130 443 471 144 113

Tambrauw 107 103 521 764 097 087

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

74

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Dari data yang diperoleh masing-masing rasio

kemandirian keuangan Pemda di Provinsi

Papua Barat dapat dilihat pada tabel 422

Secara umum Pemda di Provinsi Papua Barat

memiliki rasio kemandirian keuangan yang

sangat lemah dengan rasio di bawah 01 Kondisi

ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah

yang ada masih sangat tergantung pada

sumber pendanaan dari luar daerah seperti

pendapatan yang berasal dari pemerintah

pusat Selain itu nilai rasio tersebut menunjukan

bahwa kebutuhan yang dapat ditutup oleh

pendapatan yang berada di bawah kendali

pemerintah daerah hanya di bawah 10 persen

Kemandirian keuangan yang lemah tersebut

disebabkan oleh kondisi daerah yang tidak

memungkinan untuk memperoleh pendapatan

yang tinggi sesuai dengan kewenangan

penerimaan daerah Pada pasal 33 Undang-

Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa sumber

strategis penerimaan negara yang menguasasi

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara

Oleh karena itu sumber strategis penerimaan

negara seperti pajak penghasilan pajak

pertambahan nilai sumber daya alam

walaupun terletak di daerah namun menjadi

sumber penerimaan pemerintah pusat bukan

pemerintah daerah Pemerintah daerah hanya

mengelola sumber sumber penerimaan yang

kurang signifikan pengaruhnya seperti pajak

hotel pajak reklame pajak restoran dan pajak

daerah lainnya

Namun demikian kedua rasio yang ada

menunjukan tren rasio yang meningkat

Kemampuan pemerintah daerah untuk

menutupi kebutuhan melalui sumber

pendanaan yang diperoleh secara mandiri

menjadi semakin baik Hal ini sejalan dengan

semangat dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat

dan Daerah dimana pemerintah daerah

seharusnya dapat berinovasi untuk

meningkatkan PAS namun tidak bertentangan

dengan peraturan yang ada

Tabel 422

Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019

Daerah

Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kabupaten

Sorong 0044 0018 0042 0016

Kota Sorong 0128 0051 0156 0085

Manokwari 0074 0067 0088 0063

Manokwari

Selatan 0171 0061 0167 0059

Fakfak 0031 0027 0030 0027

Kaimana 0037 0019 0049 0068

Teluk Wondama 0016 0018 0015 0019

Teluk Bintuni 0024 0019 0017 0028

Pegunungan

Arfak 0008 0009 0009 0022

Sorong Selatan 0014 0009 0012 0007

Raja Ampat 0031 0021 0029 0020

Maybrat 0007 0006 0010 0007

Tambrauw 0004 0007 0004 0006

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 421

Kriteria Kemandirian Kuangan Pemerintah Daerah

Menurut Tim KKD FE UGM

- Kriteria

0 - 01 sangat lemah

01001 - 02 lemah

02001 - 03 sedang

03001 - 04 cukup

04001 - 05 baik

Rasio gt 05 sangat baik

75 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

G3 Fleksibilitas Keuangan

Fleksibilitas keuangan merupakan kemampuan

pemerintah daerah untuk membayar beban

utang (Chase dan Philips 2004) Kondisi tersebut

menunjukan bagaimana pemerintah daerah

dapat meningkatkan sumber pendapatan

dalam rangka menghadapi peningkatan

kewajibannya (CICA 2007) Pendapatan

dimaksud merupakan pendapatan normal yang

tiap tahun senantiasa didapatkan pemerintah

daerah bukan pendapatan yang sifatnya terikat

penggunaannya seperti pendapatan yang

berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Selain

itu pendapatan tersebut juga merupakan

pendapatan setelah dikurangi belanja yang

sifatnya sangat wajib seperti belanja pegawai

Adapun kewajiban dimaksud merupakan

kewajiban untuk membayar cicilan pokok utang

dan beban bunga yang menjadi tanggungan

pemerintah daerah Oleh karena itu rasio yang

digunakan untuk menunjukan fleksibilitas

keuangan suatu pemerintah daerah adalah

sebagai berikut

Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan

bahwa semakin baik fleksibilitas keuangan

pemerintah daerah untuk menghadapi

peristiwa luar biasa baik yang berasal dari dalam

maupun yang berasal dari luar lingkungan

pemerintah daerah Dari data yang diperoleh

masing-masing rasio untuk kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel

424

Untuk rasio yang memiliki nilai sangat tinggi

disebabkan tidak adanya komponen

pembayaran pokok pinjaman belanja bunga

dan kewajiban jangka panjang pada

Tabel 424

Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019

Daerah Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kab Sorong 769832175393 1035484012472 1174167459258 1445271904797

Kota Sorong 4 3 7 5

Manokwari 482076226292 495858473768 802369336249 762890951003

Manokwari Selatan 735 16 1049 18

Fakfak 304491382772 827320863699 639780382396 1182183435610

Kaimana 668279456314 705544141447 871904931348 819214314839

Teluk Wondama 434599458495 611138814319 648798589997 810840420412

Teluk Bintuni 21 11 31 13

Pegunungan Arfak 487685057078 507003610307 594313768074 578106098796

Sorong Selatan 141 4 238 6

Raja Ampat 643370690403 750130568196 972295205958 1100373282221

Maybrat 539252552468 676159229681 696515339045 858345256202

Tambrauw 686177984338 855819480885 849218499477 984795810243

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 423

Rasio Fleksibiltas Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A

(Total Pendapatan - DAK - Belanja

Pegawai) (Belanja Bunga + Pembayaran

Pokok Utang)

Rasio B (Total Pendapatan - DAK) (Belanja Bunga

+ Pembayaran Pokok Utang)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

76

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

pemerintah daerah yang bersangkutan Secara

keseluruhan pemerintah daerah di Papua Barat

memiliki fleksibilitas keuangan yang cukup

memadai untuk mengantisipasi kejadian luar

biasa Artinya bahwa pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat dapat sewaktu-waktu

datang ke pihak ketiga untuk mengumpulkan

dana dalam rangka mengatasi kejadian yang

datang tidak terduga

G4 Solvabilitas Layanan

Solvabilitas layanan merupakan kemampuan

pemerintah daerah dalam memberikan

pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat

(Wang et al 2007) Kemampuan tersebut

diwujudkan berupa sumber daya fasilitas

sarana dan prasarana yang dimiliki pemerintah

daerah untuk digunakan dalam rangka

memberikan pelayanan kepada publik Untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

pemerintah daerah digunakan total belanja

daerah perkapita (Wang et al 2007) Rasio

tersebut menunjukan seberapa banyak belanja

pemerintah daerah yang dikeluarkan untuk

melayani setiap warganya Selain itu untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

digunakan belanja modal perkapita

Penggunaan belanja modal lebih ditekankan

kepada peningkatan pelayanan kepada

masyarakat Pemerintah daerah yang telah

berhasil mempertahankan pelayanannya

kepada masyarakat jika ingin meningkatkan

pelayanan tersebut dapat menggunakan pos

belanja modal Oleh karena itu rasio untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

pemerintah daerah adalah sebagaimana pada

tabel 425

Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan

bahwa semakin baik solvabilitas layanan suatu

pemerintah daerah karena semakin banyak

layanan yang diberikan pemerintah daerah

kepada masyarakat Dari data yang diperoleh

masing-masing rasio untuk kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel

426

Dari tabel di atas terlihat bahwa rasio solvabilitas

layanan pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat menunjukan nilai yang bervariasi Ada

Tabel 426

Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (juta Rp)

Daerah

Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kab Sorong 1814 2070 560 763

Kota Sorong 286 233 079 054

Manokwari 482 571 081 124

Manokwari

Selatan 3162 33747 723 8503

Fakfak 1087 1647 219 359

Kaimana 1248 411 154 000

Teluk

Wondama 2750 2804 712 625

Teluk Bintuni 2988 2615 1114 700

Pegunungan

Arfak 2166 911 660 000

Sorong Selatan 2088 2230 439 489

Raja Ampat 2661 2926 615 589

Maybrat 1421 2194 276 583

Tambrauw 7730 9769 1913 2866

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 425

Rasio Solvabiltas Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A Total Belanja Jumlah Penduduk

Rasio B Belanja Modal Jumlah Penduduk

77 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

beberapa pemerintah daerah yang mengalami

peningkatan rasio namun tidak sedikit yang

mengalami penurunan rasio Untuk rasio A pada

tahun 2019 Kab Manokwari Selatan memiliki

rasio terbesar dibandingkan pemerintah daerah

lainnya dengan nilai 33747 atau meningkat dari

tahun sebelumnya dengan nilai 3162 Artinya

belanja yang dikeluarkan pemerintah daerah

Kab Manokwari Selatan untuk melayani 1 (satu)

penduduk sebesar Rp33747 juta Besarnya nilai

rasio tersebut disebabkan jumlah penduduk Kab

Manokwari Selatan merupakan yang terkecil

dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Papua

Barat sehingga belanja perkapita yang

dikeluarkan pemerintah daerah cukup besar

untuk meng-cover layanan yang dibutuhkan Di

sisi lain pemerintah daerah dengan rasio A

terkecil tahun 2019 yaitu Kota Sorong Hal ini

disebabkan Kota Sorong merupakan daerah

dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi

Papua Barat namun belanja perkapita yang

dikeluarkan pemerintah Kota Sorong tidak cukup

besar untuk meng-cover layanan yang

dibutuhkan masyarakatnya Nilai rasio tersebut

bahkan mengalami penurunan jika

dibandingkan tahun 2018 Kemudian untuk rasio

B pada tahun 2019 cenderung bervariasi

Beberapa pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat mengalami penurunan sementara lainnya

memiliki nilai rasio yang meningkat

dibandingkan tahun sebelumnya Hal ini

mengindikasikan bahwa terdapat pemerintah

daerah yang berupaya meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat sedangkan

pemerintah daerah lainnya cenderung stagnan

atau tidak memberikan peningkatan pelayanan

seiring bertambahnya jumlah penduduk

G5 Indeks Kesehatan Keuangan

Nilai Indeks Kesehatan Keuangan berkisar antara

0 ndash 1 Semakin tinggi nilai indeks menunjukan

kondisi kesehatan keuangan pemerintah

daerah semakin baik Untuk mengukur indeks

kesehatan keuangan digunakan bobot untuk

masing-masing dimensi Hal ini perlu dilakukan

mengingat satu dimensi sangat mungkin lebih

penting dibandingkan dengan dimensi yang lain

(Brown 1993) Salah satu cara yang digunakan

untuk menentukan bobot masing-masing

dimensi melalui teknik Analytical Hierarchy

Proces (AHP) Teknik ini digunakan untuk

menghasilkan skala prioritas dengan cara yang

teroganisir (Saaty 2008) AHP ini tidak

memberikan keputusan secara mutlak namun

dapat membantu pengambil kebijakan untuk

menentukan keputusan yang tepat sesuai

dengan tujuan dan masalah yang mereka

hadapi Berdasarkan teknik AHP dimensi yang

lebih penting akan diwujudkan dalam bobot

yang lebih besar

Bobot terbesar dimensi penyusun indeks

kesehatan keuangan yaitu pada dimensi

solvabilitas layanan Hal ini dikarenakan tujuan

utama dari setiap pemerintahan adalah

memberikan layanan kepada masyarakat

Pemerintah daerah yang memiliki tingkat

kesehatan keuangan yang baik akan semakin

optimal dalam melaksanakan pelayanan publik

Selanjutnya bobot terbesar kedua untuk

menyusun Indeks Kesehatan Keuangan yaitu

dimensi kemandirian keuangan Untuk

memberikan layanan kepada masyarakat

secara optimal pemerintah daerah dituntut

Tabel 427

Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan

Nama Dimensi Bobot

Solvabilitas Layanan 029

Kemandirian Keuangan 026

Solvabilitas Anggaran 024

Fleksibilitas Keuangan 021

Total 100

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

78

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

memiliki kemandirian

keuangan yang

memadai sehingga

tidak bergantung

pendanaan dari pihak

luar

Berdasarkan dimensi

penyusunnya indeks

kesehatan keuangan

(fiscal health index)

untuk seluruh

pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat

dapat dilihat pada

grafik 43 Jika dilihat

secara keseluruhan Indeks Kesehatan Keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 memiliki

tingkat yang bervariasi dibandingkan periode

sebelumnya

Rata-rata Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal

health index) seluruh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat tahun 2018 mencapai 035

dan nilainya turun menjadi 034 pada tahun

2019 Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

cenderung menurun untuk menutup kewajiban

operasionalnya (solvabilitas anggaran)

kemampuan untuk melaksanakan hak-hak

keuangan secara efektif dan efisien

(kemandirian keuangan) kemampuan untuk

memberikan pelayanan sesuai standar dan

kualitas yang dibutuhkan masyarakat

(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk

mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa

datang (fleksibilitas keuangan)

Sementara itu jika melihat masing-masing

daerah pada tahun 2019 sebagian besar

pemerintah daerah mengalami penurunan

Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health

index) kecuali Kab Manokwari Selatan

Kaimana dan Teluk Bintuni Indeks Kesehatan

Keuangan tertinggi dimiliki Kab Teluk Bintuni

sebesar 068 dan terendah dimiliki Kab Fakfak

sebesar 016

Jika dilihat klasifikasinya Indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index) dapat

dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori

Pada tahun 2019 tidak ada pemerintah

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat yang

masuk dalam kategori sangat baik dan hanya

ada dua pemerintah daerah yang masuk ke

dalam kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan

Kaimana Sementara itu terdapat lima daerah

yang masuk dalam Kuadran I (buruk) dengan

nilai antara 0 ndash 025 yaitu Kab Manokwari Kab

Fakfak Kab Sorong Selatan Kab Teluk

Wondama dan Kab Raja Ampat Adapun

pemerintah daerah yang memiliki indeks

kesehatan keuangan cukup (kuadran II) dengan

nilai antara 026 ndash 050 yaitu Kab Sorong Kota

Sorong Kab Manokwari Selatan Kab Maybrat

Kab Tambraw dan Kab Pegunungan Arfak

041036

031

038

019

044

028 032

039

015

032

041

052

027 029025

049

016

057

025

068

039

019 020

028

036

000

020

040

060

Ka

b S

oro

ng

Ko

ta S

oro

ng

Ma

no

kw

ari

Ma

no

kw

ari S

ela

tan

Fa

kfa

k

Ka

ima

na

Telu

k W

on

da

ma

Telu

k B

intu

ni

Pe

gu

nu

ng

an

Arf

ak

So

ron

g S

ela

tan

Ra

ja A

mp

at

Ma

yb

rat

Tam

bra

uw

Grafik 43

Indeks Kesehatan Keuangan (Fiscal Health Index)

KabKota se-Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019

2018 2019

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

79 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Tabel 428

Kuadran Indeks kesehatan keuangan (fiscal health index)

pemerintah daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019

H BELANJA WAJIB DAERAH

Pendidikan dan kesehatan merupakan

pelayanan publik yang paling mendasar dan

vital untuk mengurangi kemiskinan (Keefer dan

Khemani 2005) Dalam rangka meningkatkan

kualitas pelayanan publik undang-undang

telah mewajibkan pemerintah pusat dan

daerah untuk mengalokasikan sejumlah

persentase tertentu dari total belanja untuk

bidang tertentu yaitu pendidikan (UU Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)

dan kesehatan (UU Nomor 39 Tahun 2009

tentang Kesehatan) Belanja wajib ini ditetapkan

dengan alokasi sebesar 20 dari total belanja

untuk bidang pendidikan (berlaku bagi belanja

pusat dan belanja daerah) serta 5 dari total

belanja pusat dan 10 dari total belanja daerah

untuk bidang kesehatan Dengan ketentuan

tersebut alokasi pada belanja daerah wajib

ditingkatkan untuk bidang-bidang yang menjadi

target prioritas yaitu pendidikan kesehatan

dan infrastruktur

H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan

Keberadaan belanja bidang pendidikan

sebagai salah satu dari belanja wajib

berpengaruh terhadap ketersediaan anggaran

yang cukup besar untuk bidang pendidikan

menjadi lebih dapat dipastikan Pendanaan

bidang tersebut bersumber antara lain dari

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

pendapatan transfer (TKDD) Akan tetapi tujuan

akhirnya bukanlah besarnya alokasi namun

penggunaan dana yang dapat memberikan

hasil nyata berupa penyediaan dan perbaikan

layanan serta berkurangnya ketimpangan

Pada tahun 2019 kebijakan belanja wajib

bidang pendidikan di Provinsi Papua Barat

didasarkan pada ketercapaian sasaran

pembangunan ldquoPeningkatan aksesibilitas

kualitas dan manajemen pendidikanrdquo sebagai

perwujudan dari Misi 3 ldquoTerwujudnya

sumberdaya manusia yang cerdas sehat dan

berdaya saingrdquo sebagaimana ditetapkan

dalam RKPD dan RPJMD Ketercapaian sasaran

tersebut diharapkan mampu meningkatkan

persentase angka partisipasi sekolah pada

Kuadran I (buruk)

(0 ndash 025)

Kuadran II (cukup)

(025 lt Indeks lt 05)

Kab Manokwari Kab

Fakfak Kab Sorong Selatan

Kab Teluk Wondama

Kab Raja Ampat

Kab Sorong Kota Sorong

Kab Manokwari Selatan

Kab Maybrat

Kab Tambraw

Kab Pegunungan Arfak

Kuadran III (baik)

(05 lt Indeks lt 075)

Kuadran IV (baik sekali)

(075 lt Indeks lt 1

Kab Teluk Bintuni

Kab Kaimana -

Tabel 429

Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Beasiswa OAP ke Luar Negeri 48984000200 12 Bulan 100

Afirmasi bagi anak asli papua di Perguruan Tinggi dan ADEM 15003000000 12 Bulan 100

Pembangunan Fasilitas Pendidikan Menengah 25474236000 10 Kabkota 85

Pembangunan Prasarana dan Sarana Belajar 43878330901 475 Ruang 95

Rehabilitasi Prasarana dan Gedung Perpustakaan 107344935874 391 Ruang 100

Pembangunan Rumah Dinas Guru 27535623335 80 Unit 100

Pengembangan Koleksi Perpustakaan 624826470 3500 Buku 100

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

80

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

jenjang pendidikan menengah dan angka rata-

rata lama sekolah yang menjadi prioritas

pembangunan tahun 2019

Belanja wajib bidang pendidikan di Provinsi

Papua Barat sebagian besar pelaksanaannya

diwujudkan dalam bentuk gaji dan tunjangan

bagi tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)

dengan pembiayaan yang bersumber dari DAU

dan PAD Sedangkan penggunaan dana Otsus

DBH serta DAK (Fisik dan Non Fisik) berkontribusi

besar dalam pencapaian output priotitas

diantaranya dalam bentuk pemberian beasiswa

OAP afirmasi OAP di Perguruan Tinggi

pembangunan fasilitas pendidikan menengah

pembangunan prasarana dan sarana belajar

pembangunan rumah dinas guru serta

pengembangan koleksi perpustakaan Output-

output ini tersebar hampir diseluruh

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan

Selain sektor pendidikan untuk mendorong

pelayanan publik pemerintah daerah juga

memiliki kewajiban mengalokasikan 10 dari

belanja untuk anggaran bidang kesehatan

Pada anggaran bidang pendidikan di Provinsi

Papua Barat alokasi digunakan untuk

membiayai pemerataan fasilitas kesehatan di

kabupatenkota dan kualitas sumber daya

manusia bidang kesehatan sebagai priotitas

pembangunan tahun 2019 dan sasaran Misi 3

RPJMD Provinsi Papua Barat

Secara umum realisasi anggaran bidang

kesehatan tahun 2019 diperuntukkan baik itu

untuk membiayai gaji dan tunjangan tenaga

kesehatan pengadaan obat-obatan

pembangunan rumah sakit rujukan maupun

kegiatan-kegiatan lainnya dengan sumber

dana PAD DAU Otsus dan DAK Capaian output

Tabel 430

Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Penyediaan Obat Vaksin Perbekalan Kesehatan 122403919686 13 Kabkota 100

Sarana Prasarana Instalasi Farmasi 7786697051 116 Unit 100

Pembangunan RSUD Provinsi (Rujukan) 138640000000 1 Lokasi 85

Pembangunan dan Prasarana Puskesmas 225940279996 98 Unit 30

Kendaraan Puskesmas dan Ambulans 17388190996 63 Unit 23

Sarana dan Prasarana Rumah Sakit 17886670389 237 Unit 100

Sarana dan Prasarana KB 12083549590 485 Unit 100

PMT BUMIL KEK pada Lokus Stunting 1667044052 5 Kabkota 100

Kampanye CTPS dan Pemberian Tablet Tambah Darah 2856153400 2 Kabkota 100

Layanan Kesehatan Berbasis Masyarakat 1364000000 5 Kabkota 100

Layanan Petugas Tim Gerakan Cepat 237164200 44 Orang 100

Layanan Kesehatan Bagi Penduduk yang Terdampak Krisis Kesehatan 531508000 2 Kabkota 100

Pelatihan Kesehatan Reproduksi WUS dan PUS bagi Tenaga Kesehatan 207240000 1 Kabkota 100

Layanan Pengelolaan Darah Untuk OAP 2500000000 1 Kabkota 100

Iuran Peserta JKN Penduduk OAP 28818415000 589 Jiwa 100

Penempatan Tenaga Kesehatan (Analis Kesling Bidan Gizi) 5779200000 13 Kabkota 100

Jaminan Sosial Bagi Lanjut Usia 883500000 4 Kabkota 100

Bantuan Bagi ODHA 392500000 1 Kabkota 100

Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

81 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

prioritas dalam upaya pemerataan fasilitas

kesehatan diutamakan pada daerah yang

masuk dalam kategori terpencil dan terisolir

melalui penyediaan makanan tambahan obat

vaksin dan perbekalan kesehatan serta

penyediaan layanan kesehatan berbasis

masyarakat Sedangkan pada pembangunan

fasilitas tingkat lanjut dilakukan secara terpusat

di Kab Manokwari sebagai ibukota provinsi

Sementara pada upaya peningkatan kualitas

tenaga kesehatan pelatihan dan layanan

dipusatkan pada beberapa kabupatenkota

yang memiliki fasilitas kesehatan memadai (Kab

Manokwari Kota Sorong Kab Fakfak) untuk

nantinya ditempatkan secara merata

H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur

Infrastruktur merupakan roda penggerak

perekonomian atau lokomotif pembangunan

nasional dan regional Selain itu infrastruktur juga

berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas

hidup dan kesejahteraan masyarakat antara

lain dalam terwujudnya stabilisasi makro

ekonomi peningkatan produktivitas tenaga

kerja dan akses kepada lapangan kerja serta

peningkatan kemakmuran nyata Melalui

infrastruktur upaya pembentukan kapasitas

fiskal yang kuat perdagangan dan industri yang

maju serta tenaga kerja yang berkualitas dapat

terakselerasi Oleh karena itu belanja bidang

infrastruktur pada APBD memiliki porsi alokasi

yang sangat besar sebagai kombinasi dari

berbagai sumber dana yang ada

Belanja wajib infrastruktur di Provinsi Papua Barat

pada tahun 2019 dialokasikan dengan

memanfaatkan Dana Otsus DTI DAK (Fisik) dan

DBH sesuai RPJMD Misi 4 yaitu ldquoMeningkatkan

kapasitas infrastruktur wilayahrdquo dengan sasaran

peningkatan interkoneksi antar wilayah

ketersediaan layanan dasar infrastruktur daerah

dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah

serta peningkatan layanan kebutuhan dasar

perumahan dan kawasan permukiman wilayah

perkotaan dan perdesaan Pada upaya

pencapaian output belanja infrastruktur Papua

Barat tercatat memiliki realisasi yang cukup

besar diantaranya pembangunan dan

preservasi plusmn473Km jalan (Rp112148 miliar)

Jembatan sepanjang plusmn177 meter (Rp3521 miliar)

dan pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500

Ha (Rp1137 miliar) Selain itu juga berupa

pelabuhandermaga rakyat di 4 lokasi terminal

di 3 lokasi serta SPAM di 8 lokasi Namun

demikian besarnya serapan belum

menunjukkan adanya optimalisasi pada

capaian output prioritas tahun 2019 yang

tercatat memiliki persentase yang rendah

Tabel 431

Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 1121475928623 473 Km 63

Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 35214918080 177 Meter 76

Irigasi 11371755640 500 Ha 31

PelabuhanDermaga Rakyat 38574958977 4 Lokasi 18

Terminal 8426373185 3 Lokasi 25

SPAM Terfasilitasi 41250093919 8 Kabkota 10

PembangunanPeningkatan Kualitas Rumah Swadaya 30401913319 1075 Unit 60

Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77

Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90

PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Halaman ini sengaja dikosongkan

ANGGARAN

KONSOLIDASIAN

PENDAPATAN

PERPAJAKAN

PENDAPATAN

BUKAN PAJAK

BELANJA

PEMERINTAH

TRANSFER

35 T

15 T

25 T

5 T

2625 T

DEFISIT

PENERIMAAN

PENDAPATAN

PENGELUARAN

BELANJA

54 T

317 T

DJPbKawalAPBN

82

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

KONSOLIDASIAN

Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian

(LKPK) adalah laporan yang disusun

berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat dengan Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah dalam periode waktu

tertentu Sampai dengan tahun 2019

pendapatan konsolidasian di Papua Barat

sebesar Rp544142 miliar Sementara itu untuk

realisasi belanja konsolidasian sampai dengan

tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 129

persen dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya

B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN

Pendapatan pemerintahan umum (General

Government Revenue) atau pendapatan

konsolidasian tingkat wilayah adalah

konsolidasian antara seluruh pendapatan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dalam satu periode pelaporan tertentu

B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan

Pendapatan pemerintah konsolidasian terdiri

dari penerimaan perpajakan PNBP dan hibah

Total realisasi pendapatan konsolidasian

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

tahun 2019 adalah sebesar Rp544142 miliar

atau naik 2108 persen Dari jumlah tersebut 54

persen merupakan pendapatan pemerintah

pusat dan 46 persen adalah pendapatan

pemerintah daerah Pendapatan pemerintah

pusat tersebut selanjutnya akan didistribusikan

kepada pemerintah daerah berupa dana

transfer maupun belanja pemerintah pusat di

BAB V

Perkembangan dan Analisis

Anggaran Konsolidasian

Tabel 51

Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi Tahun 2018 Realisasi Tahun 2019 Kenaikan

Penurunan

(persen) Pusat Daerah Konsolidasi Pusat Daerah Konsolidasi

Penerimaan Pendapatan 249363 2010000 449423 294509 2631445 544142 2108

Pendapatan Perpajakan 219362 93741 313103 265104 85308 350412 1192

Pendapatan Bukan Pajak 30001 82831 112832 29404 123027 152431 3510

Hibah - 4952 4952 - 1648 1648 (6672)

Transfer - 1828476 18536 - 2423110 39651 11391

Pengeluaran Belanja 2491602 2125451 2807113 3172329 2380387 3169257 1290

Belanja Pemerintah 681662 1694915 2376577 788870 1794601 2583471 871

Transfer 1809940 430536 430536 2383459 585786 585786 3606

Surplus Defisit (2242239) (115451) (2357690) (2877820) 251058 (2625115) 1134

Sumber OM SPAN KPP Manokwari KPP Sorong LRA Pemda se-Papua Barat dan SIKD DJPK (data diolah)

83 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

daerah berupa belanja dekonsentrasiTPUB

Sampai dengan tahun 2019 realisasi

pendapatan perpajakan konsolidasian di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp350412 miliar

Dari jumlah tersebut 757 persen merupakan

pendapatan perpajakan pemerintah pusat

sedangkan pemerintah daerah memiliki

sumbangsih sebesar 243 persen Pada

pendapatan hibah kontribusi hanya berasal

dari pendapatan hibah pemerintah daerah

tidak terdapat pendapatan hibah dari

pemerintah pusat

B2 Analisis Perubahan

Target pendapatan perpajakan konsolidasian

tahun 2019 Provinsi Papua Barat sebesar

Rp388354 miliar atau turun sebesar 408 persen

dari tahun sebelumnya disebabkan

target penerimaan perpajakan

pemerintah pusat mengalami

penurunan Realisasi pendapatan

perpajakan konsolidasian Provinsi

Papua Barat sampai dengan tahun

2019 sebesar 9023 persen terhadap

target persentase ini lebih tinggi

dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya yaitu sebesar

7733 persen

Sementara itu terjadi peningkatan realisasi

pendapatan perpajakan konsolidasian dari

Rp313103 miliar menjadi Rp350412 miliar atau

naik sebesar 1192 persen dibandingkan tahun

2018 Hal ini disebabkan oleh kenaikan realisasi

pada jenis pajak PPN Dalam Negeri dan PPh

non migas lainnya Penerimaan kedua jenis

pajak tersebut sangat ditentukan oleh kondisi

perekonomian dimana pada tahun 2019 tetap

tumbuh meskipun berada pada ketidakpastian

global Adapun untuk realisasi PNBP

konsolidasian pada tahun 2019 terjadi

peningkatan signifikan dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya dari Rp112832

miliar menjadi Rp152431 miliar atau naik

sebesar 351 persen Peningkatan PNBP ini

disebabkan oleh peningkatan yang signifkan

pada pendapatan bukan pajak pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat

B3 Rasio Pajak (Tax Ratio)

Rasio pajak merupakan perbandingan antara

jumlah penerimaan pajak suatu daerah

terhadap pendapatan suatu output

perekonomian atau produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) Terkait dengan rasio pajak PDRB

menggambarkan jumlah pendapatan

potensial yang dapat dikenai pajak PDRB juga

menggambarkan kegiatan ekonomi

Tabel 52

Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)

Uraian

2018 2019

Target Real Target Real

Pemda 101669 93741 9220 120311 85308 7091

Pusat 303205 219362 7235 268042 265104 9890

Konsolidasian 404874 313103 7733 388354 350412 9023

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong dan LRA Pemda se-Papua Barat

(data diolah)

265104

miliar

29404

miliar0

85308

miliar

123027

miliar 1648

miliar

0

20

40

60

80

100

Pendapatan

Perpajakan

Pendapatan Bukan

Pajak

Hibah

Grafik 51

Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan

Daerah terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2019

Pusat Daerah

Sumber OMSPAN KPP Manokwari dan Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

84

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masyarakat yang jika berkembang dengan

baik merupakan potensi yang baik bagi

pengenaan pajak di wilayah tersebut

B31 Rasio pajak Konsolidasian Provinsi

Papua Barat

Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di

wilayah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

mencapai 415 persen jauh lebih rendah

dibanding rasio pajak nasional sebesar 11

persen Dimana rasio pajak nasional hanya

memperhitungkan penerimaan pajak yang

diterima pemerintah pusat Rasio pajak di

wilayah Provinsi Papua Barat tersebut sedikit

meningkat apabila dibandingkan dengan

tahun sebelumnya yang mencapai 393 persen

Penurunan rasio pajak ini menunjukkan bahwa

penerimaan pajak di wilayah Papua Barat lebih

rendah dari potensi perpajakan yang dapat

diterima oleh pemerintah Dengan kondisi

tersebut Pemerintah hendaknya dapat lebih

mengoptimalkan usaha intensifikasi dan

ekstensifikasi penerimaan perpajakan sehingga

dapat meningkatkan penerimaan perpajakan

B32 Pajak per Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat

Berdasarkan daerahnya penerimaan

perpajakan tahun 2019 Kabupaten Manokwari

dan Kota Sorong merupakan yang paling tinggi

dibandingkan dengan daerah lain di Provinsi

Papua Barat Hal ini dikarenakan perekonomian

di Provinsi Papua Barat terpusat di kedua

daerah tersebut dimana terdapat banyak

hotel toko pusat hiburan pusat perbelanjaan

dan pusat bisnis Sementara itu pajak terendah

pada Kabupaten Pegunungan Arfak

B33 Rasio Pajak per Kapita Kabupaten Kota

di Provinsi Papua Barat

Pajak perkapita merupakan perbandingan

antara jumlah penerimaan pajak yang

dihasilkan suatu daerah dengan jumlah

penduduknya Pajak perkapita menunjukkan

kontribusi setiap penduduk pada pendapatan

perpajakan suatu daerah Kab Manokwari dan

Tabel 53

Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019

Uraian Tahun

2018

Tahun

2019

Penerimaan Perpajakan

Konsolidasian 313103 350412

PDRB (Harga Berlaku) Provinsi

Papua Barat (miliar Rp) 79644 84348

Rasio Pajak (persen) 393 415

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK

dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 54

Realisasi Peneirmaan Perpajakan per Kabupaten Kota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

KabKota Pajak

Pusat

Pajak

Daerah

Pajak

Konsolidasian

Manokwari 80307 52799 133106

Kota Sorong 73192 5016 78208

Teluk Bintuni 31783 4710 36493

Kab Sorong 20142 3029 23171

Fak-Fak 12906 3501 16406

Sorong Selatan 4622 748 5370

Kaimana 12668 4059 16727

Raja Ampat 6494 2769 9264

Teluk Wondama 4564 1735 6299

Maybrat 2180 640 2820

Tambrauw 2099 784 2884

Pegunungan Arfak 1606 718 2324

Manokwari Selatan 2152 4793 6945

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK

dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

85 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kab Teluk Bintuni merupakan daerah dengan

pajak per kapita tertinggi yaitu masing-masing

sebesar Rp759juta dan Rp566 juta Hal ini

disebabkan Kab Manokwari merupakan salah

satu pusat perekonomian di Provinsi Papua

Barat sehingga menimbulkan basis pajak yang

besar Adapun Kab Teluk Bintuni merupakan

salah satu daerah penghasil gas alam terbesar

di Indonesia Sementara itu daerah dengan

pajak perkapita paling rendah adalah

Kabupaten Maybrat sebesar Rp885 ribu

B34 Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap

Kenaikan Realisasi Pendapatan

Konsolidasian

Pendapatan di suatu daerah dapat diperluas

tidak hanya pada PAD yang diterima

pemerintah daerah namun mencakup seluruh

penerimaan pemerintah pusat dan daerah di

wilayah tersebut yang terdiri 1) Pendapatan

pajak daerah 2) Retribusi daerah 3) Hasil

pengelolaan kekayaan derah yang dipisahkan

4) Lain-lain PAD yang sah dan 5) Penerimaan

Perpajakan PNBP dan Pendapatan BLU

Pemerintah Pusat Berikut ini realisasi

pendapatan konsolidasian pemerintah pusat

dan pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

Pada tahun 2019 PDRB Harga Berlaku Provinsi

Papua Barat mencapai Rp84346 miliar atau

naik 59 persen dari tahun sebelumnya

Sementara itu pada periode yang sama

pendapatan yang diterima pemerintah daerah

dan pemerintah pusat mencapai sebesar

Rp544142 miliar atau naik sebesar 2108 persen

Hal ini menunjukan kenaikan PDRB Provinsi

Papua Barat pada tahun 2019 memiliki korelasi

positif terhadap pendapatan konsolidasian

C BELANJA KONSOLIDASIAN

Belanja pemerintahan umum (General

Government Spending) atau belanja

konsolidasian tingkat wilayah adalah

konsolidasian antara seluruh belanja

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dalam satu periode pelaporan tertentu

Tabel 55

Realisasi Peneirmaan Perpajakan per kapita pe Kabupaten

Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)

KabKota Pajak Konsolidasian

Per Kapita

Manokwari 7598336

Teluk Bintuni 5666095

Kota Sorong 3075490

Manokwari Selatan 2867344

Kaimana 2777762

Sorong 2605607

Fak Fak 2085011

Tambrauw 2077686

Teluk Wondama 1936996

Raja Ampat 1910305

Sorong Selatan 1144539

Pegunungan Arfak 750291

Maybrat 689600

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD

DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 56

Realisasi Pendapatan Konsolidaian di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019

Uraian

2019 2018

Realisasi Perubahan

(persen) Realisasi

Penerimaan

Perpajakan 350412 1192 313103

PNBP 152431 3510 112832

Total Pendapatan

Konsolidasian 544142 2108 449423

PDRB AHB 84348 59 79644

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD

DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

86

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan

Pada tahun 2019 realisasi belanja dan transfer

konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar

dimana 75 persen bersumber dari anggaran

pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran

pemerintah pusat Realisasi Belanja pegawai

konsolidasian mencapai Rp551486 miliar

dimana yang bersumber dari APBD sebesar

Rp370308 miliar (6715 persen) dan dari APBN

sebesar Rp181178 miliar (3285 persen) Belanja

barang konsolidasian mencapai Rp975323

miliar dengan komposisi 69 persen dari

pemerintah daerah dan 21 persen dari

pemerintah pusat Belanja modal konsolidasian

mencapai Rp852211 miliar dengan komposisi

64 persen berasal dari APBD dan 36 persen dari

APBN Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi

pemerintah daerah terhadap perekonomian

Papua Barat lebih besar dari pemerintah pusat

C2 Analisis Perubahan

Realisasi belanja konsolidasian tahun 2019

mengalami peningkatan dibandingkan tahun

sebelumnya Apabila dilihat per belanja

realisasi terbesar adalah belanja barang

konsolidasian yang mengalami peningkatan

dari Rp903843 miliar di tahun 2018 menjadi

Rp975323 miliar di tahun 2019 Begitu pula

dengan realisasi belanja pegawai dan belanja

modal pada tahun 2019 mengalami

peningkatan dibandingkan dengan tahun

sebelumnya Kondisi tersebut telah sejalan

dengan kebijakan peningkatan porsi anggaran

belanja barang dan belanja modal terhadap

total belanja pemerintah

C3 Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian

Terhadap Total Belanja Konsolidasian

Belanja operasi terdiri atas belanja pegawai

konsolidasian dengan belanja barang

konsolidasian Rasio belanja operasi terhadap

total belanja konsolidasian menunjukan porsi

belanja pemerintah untuk mendukung

operasional pemerintahan Rasio belanja

operasi terhadap total belanja konsolidasian di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

dari 5053 persen pada tahun 2018 menjadi

4818 persen pada tahun 2019 Hal ini

mengindikasikan bahwa kegiatan rutin

pemerintah di Provinsi Papua Barat semakin

berkurang

181178

302172 303229

1269

370308

673151

548982

77379

000

200000

400000

600000

800000

Belanja

Pegawai

Belanja

Barang

Belanja

Modal

Belanja

Bansos

Grafik 52

Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp)

Pusat Daerah

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

551486

975323

852211

78648

514594

903843

791702

55934

000 500000 1000000

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Modal

Belanja Bantuan Sosial

Grafik 53

Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp)

2018 2019

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

87 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap

Jumlah Penduduk

Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah

penduduk (belanja konsolidasian perkapita)

menunjukkan seberapa besar belanja

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

yang digunakan untuk mensejahterakan per

penduduk di suatu daerah

Semakin besar nilainya semakin

besar besar belanja yang

dikeluarkan untuk

mensejahterakan satu orang

penduduk di wilayah tersebut

Sebaliknya semakin kecil angka

rasionya semakin kecil dana yang

disediakan pemerintah daerah

untuk mensejahterakan

penduduknya

Rasio total belanja konsolidasian

terhadap jumlah penduduk

Provinsi Papua Barat tahun 2019

adalah 2132 per kapita Hal ini

berarti dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan

penduduknya selama tahun 2019

pemerintah telah membelanjakan

sebesar lebih dari Rp21 juta untuk

setiap penduduk Pada tahun

2019 angka rasio tertinggi pada

Kabupaten Tambrauw mencapai

Rp10078 juta per jiwa Sedangkan

rasio terendah yaitu Kota Sorong

yang mencapai Rp922 juta per jiwa

Apabila dibandingkan antar

regional terdapat kesenjangan

perbedaan rasio yang cukup tinggi

Hal ini antara lain karena adanya

kesenjangan jumlah belanja

pemerintah dan jumlah penduduk

antara kabupatenkota Kabupaten Tambrauw

dengan penduduk relatif sedikit (13879 jiwa)

namun jumlah belanja pemerintahnya cukup

tinggi (Rp139868 miliar) Sebaliknya Kota

Sorong walaupun belanja pemerintahannya

lebih banyak (Rp234374 miliar) namun memiliki

penduduk relatif lebih banyak (254294 jiwa)

Tabel 57

Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019

Uraian

2018 2019

Konsolidasian

(miliar Rp)

Rasio

(persen)

Konsolidasian

(miliar Rp)

Rasio

(persen)

Belanja Operasi

(pegawai+barang) 1418437 5053 1526809 4818

Total Belanja dan

Transfer 2807113 3169257

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 58

Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp)

Daerah Daerah Pusat Konsolidasian Penduduk

(Jiwa)

Belanja

Perkapita

(Juta Rp)

Tambrauw 135585 4283 139868 13879 10078

Manokwari

Selatan 81736 5418 87154 24220 3598

Raja Ampat 141891 13759 155651 64406 2889

Teluk

Wondama 91200 11730 102930 32521 3165

Teluk Bintuni 168447 17615 186062 48493 3210

Pegunungan

Arfak 80747 2757 83504 46922 2402

Sorong

Selatan 104651 8060 112711 30976 2696

Kab Sorong 184070 25360 209430 88927 2355

Fakfak 129588 55334 184922 78686 2350

Maybrat 89715 5229 94944 40899 2321

Manokwari 99949 240391 340340 60216 1900

Kaimana 100150 14251 114401 175178 1943

Kota Sorong 59174 175200 234374 254294 922

Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

88

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C4 Analisis Belanja

Analisis ini untuk mengetahui arah dan

sensitivitas dari kebijakan fiskal pemerintah

Untuk itu analisis dilakukan dengan

memperbandingkan belanja APBN dan APBD

dengan beberapa indikator seperti di bawah

ini

a Perbandingan dengan Belanja APBN

1) Non belanja pegawai

Untuk mengetahui proporsi sumber dana

(non belanja pegawai) yang dikelola oleh

pemerintah daerah maka dapat

diperbandingkan dana APBN yang

dilaksanakan oleh pemerintah daerah

dengan belanja non pegawai pada APBD

dengan rasio sebagaimana pada tabel 59

Dari tabel 59 terlihat bahwa rasio dana

kelolaan belanja non pegawai di Provinsi

Papua Barat tahun 2019 sebesar 196 persen

2) Belanja modal

Untuk membandingkan belanja modal yang

bersumber dari APBN dan APBD yang

merupakan motor pertumbuhan regional

maka digunakan rasio sebagaimana terlihat

pada tabel 510

Dari tabel tersebut terlihat bahwa rasio dana

kelolaan belanja modal konsolidasian di

Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar

5524 persen

b Perbandingan dengan Populasi

Indikator ini berfungsi sebagai perbandingan

spasial antar wilayah untuk mendapatkan

proporsi antara kebijakan fiskal yang tercermin

dari anggaran dengan indikator demografis

(populasi) sehingga dapat diperoleh

gambaran yang lebih fair besaran anggaran

pada suatu wilayah

Dari tabel 511 terlihat bahwa rasio belanja

konsolidasian terhadap jumlah populasi di

Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar 0027

Artinya belanja pemerintah pusat dan daerah

di Provinsi Papua Barat yang dikeluarkan untuk

memberikan pelayanan kepada satu orang

penduduk sebesar Rp27 juta

Tabel 59

Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019

Uraian Realisasi

(miliar Rp)

Belanja APBN (DK+TP+UB) 27960

Belanja APBD (Non Pegawai) 1424293

Rasio Dana Kelolaan Belanja

Non Pegawai (persen) 196

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 510

Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019

Uraian Realisasi

(miliar Rp)

B Modal APBN

(KP+KD+DK+TP+UB) 303238

B Modal APBD 548982

Rasio Dana Kelolaan Belanja

Modal APBN ndash APBD (persen) 5524

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 511

Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papua

Barat Tahun 2019

Uraian Realisasi

Total Belanja APBN (milar Rp) 788870

Total Belanja APBD (miliar Rp) 1794601

Jumlah Populasi Provinsi PB (jiwa) 959617

Rasio Belanja Terhadap Populasi

(miliar Rp) 0027

Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat

(data diolah)

89 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

D SURPLUS DEFISIT

Keseimbangan umum atau surplusdefisit

adalah selisih lebih kurang antara pendapatan

daerah dan belanja daerah dalam tahun

anggaran yang sama Surplus defisit

merupakan gabungan surplus defisit APBD

ditambah dengan surplus defisit APBN Tingkat

Provinsi

Pada tahun 2019 defisit pemerintah

konsolidasian di Provinsi Papua Barat mencapai

minus Rp2625115 miliar Seluruh defisit tersebut

berasal dari pemerintah pusat di wilayah

Provinsi Papua Barat dan sisanya merupakan

surplus dari gabungan pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat Pemerintah pusat di

wilayah Papua Barat menyumbang minus

Rp287782 miliar dan gabungan pemda di

Papua Barat menyumbang surplus sebesar

Rp251058 miliar Sedangkan rasio defisit

konsolidasian Provinsi Papua Barat terhadap

PDRB mencapai minus 3112 persen yang terdiri

dari gabungan pemda di Papua Barat sebesar

plus 298 persen dan Pemerintah Pusat sebesar

minus 3412 persen

E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH

TEHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL

BRUTO (PDRB)

Berdasarkan Teori Perpotongan Keynesian

(Keynesian Cross Theory) salah satu variabel

yang berpengaruh terhadap pencapaian

output (Y) yaitu belanja pemerintah

(government spending) Kenaikan belanja

pemerintah akan mendorong output menjadi

lebih besar sebagaimana diilustrasikan pada

gambar di bawah dimana ekuilibrium bergerak

dari titik A ke titik B dan output meningkat dari

Y1 ke Y2 (Mankiw 2013)

Nilai output dihitung dengan menjumlahkan

pengeluaran aggregat yaitu pengeluaran

konsumen pengeluaran investasi pembelian

pemerintah untuk barang dan jasa serta ekspor

dikurangi impor (net export) yang ditunjukan

dengan persamaan sebagai berikut

Y = C + I + G + (X ndash M)

Nilai output suatu daerah diwujudkan dalam

bentuk PDRB Kontribusi pemerintah terhadap

PDRB dilihat dari sisi belanja dihitung dengan

cara membandingkan nilai pengeluaran

pemerintah terhadap PDRB Sedangkan jika

Tabel 512

Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi

Papua Barat Tahun 2019

Uraian

SurplusDefisit Rasio

terhadap PDRB

(persen) Realisasi

(miliar Rp)

Komposisi

(persen)

APBD seluruh

Pemda 251058 -684 298

APBN di Provinsi

Papua Barat

(miliar Rp)

(2877820) 10684 -3412

Konsolidasian (2625115) 100 -3112

Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua Barat

KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)

450

A

B

∆G E2 = Y2

E1 =

Y1

Pengeluaran Aktual

Output Y

∆Y

Pengeluaran yang

Direncanakan

Pengeluaran E

Y2 Y1 ∆Y

Gambar 51

Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pengeluaran Pemerintah

terhadap Output Menurut Perpotongan Keynesian

(Sumber Mankiw 2013)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

90

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

dilihat dari sisi investasi kontribusi pemerintah

terhadap PDRB dihitung dengan cara

membandingkan nilai PMTB terhadap PDRB

Pada tahun 2019 kontribusi belanja pemerintah

konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua

Barat sebesar Rp3169257 miliar Rp84348

miliar = 3112 persen Adapun kontribusi investasi

pemerintah (PMTB) terhadap PDRB sebesar

Rp1760103 miliar Rp84348 miliar = 2087

persen Kondisi tersebut menunjukan bahwa

kontribusi belanja pemerintah pusat dan

daerah cukup signifikan terhadap

perekonomian Papua Barat

Tabel 513

Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Uraian Realisasi

Belanja Konsolidasian (miliar Rp) 3169257

PMTB (miliar Rp) 1760103

PDRB Harga Berlaku (miliar Rp) 84348

Kontribusi Belanja Konsolidasian

terhadap PDRB (persen) 3112

Kontribusi PMTB terhadap PDRB

(persen) 2087

Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua

Barat KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)

Halaman ini sengaja dikosongkan

POTENSI

REGIONAL

DJPbKawalAPBN

ldquoMama-mama Papua sedang berjualan ikan asar di Pasar

Bomberay Fakfakrdquo

91

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

A ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH

Pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model

Pembangunan ekonomi regional saat ini

menuntut pemerintah daerah untuk berinovasi

memanfaatkan dan mengembangkan potensi-

potensi yang dimiliki daerah Titik berat

pelaksanaan otonomi daerah yang berada

pada kabupatenkota diimplementasikan

melalui penyerahan kewenangan dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

untuk menggali sumber pendapatan bagi

daerah Sebagai salah satu komponen

Pendapatan Asli Daerah (PAD) potensi

pungutan pajak daerah lebih banyak

memberikan peluang bagi daerah untuk

dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan

dengan komponen-komponen penerimaan

PAD lainnya Hal ini disebabkan oleh beberapa

faktor terutama karena potensi pungutan pajak

daerah mempunyai sifat dan karakteristik yang

jelas baik ditinjau dari tataran teoritis kebijakan

maupun dalam tataran implementasinya

A1 Landasan Teori

Untuk mengestimasi potensi penerimaan pajak

daerah di Provinsi Papua Barat dapat digunakan

dua alat analisis keuangan daerah yaitu

elastisitas pajak dan bouyancy tax Elastisitas

pajak menunjukan bagaimana seberapa cepat

respons dari pajak daerah terhadap perubahan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

sedangkan bouyancy tax menggambarkan

kinerja dari pemungutan pajak daerah yang

dihitung dengan cara membagi pertumbuhan

penerimaan pajak daerah dengan

pertumbuhan PDRB

Spesifikasi model yang dipakai untuk mengukur

elastisitas pajak daerah diantaranya dapat

menggunakan persamaan pajak Mansfield

(1972) dan Wirasasmita (1982) serta model

adjustment equation modifikasi Wirasasmita

(1994) Model persamaan pajak Mansfield dan

Wirasasmita memiliki kemiripan seperti dituliskan

sebagai berikut

Ln T = Ln α + ε Ln Ykap

dimana

T = Penerimaan Pajak Daerah

Ykap = PDRB per Kapita

α = Konstanta

ε = Koefisien Elastisitas

Indikator elastisitas pajak yang digunakan untuk

mengukur kemampuan fiskal daerah yait

1 Jika ε gt 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

bersifat elastis Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif kecil

2 Jika ε lt 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

BAB VI

Analisis Potensi dan Tantangan

Ekonomi Regional

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

92

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

bersifat inelastis Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif besar

3 Jika ε = 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

bersifat unitary Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif tidak berubah

Selanjutnya model adjustment equation

modifikasi Wirasasmita (1994) dapat diadaptasi

untuk mencari koefisien bouyancy tingkat

kesulitan penerimaan pajak daerah Modelnya

sebagaimana berikut

Rt = b1 + b2 Yt +Ut

dimana

Rt = Penerimaan Pajak Daerah

Yt = PDRB per kapita

Dalam persamaan (1) di atas Rt dianggap

fungsi linear dari Yt dan tidak dapat diobservasi

sehingga untuk mengatasi hal tersebut

digunakan penyesuaian adjustment equation

modifikasi Wirasasmita (1994) dengan hasil akhir

persamaannya sebagai berikut

Rt = k bt Ytkb2 Rt-1 (1-k) ( k Ut + Vt )

dari persamaan di atas dapat ditransformasikan

ke dalam bentuk linear sebagai berikut

LnRt = Ln (kb1) + (kb2) Ln Yt + (1-k)Rt-1 + Ln(kUt + Vt)

atau

Ln Rt = Ln α0 + α1 Ln Yt + α2 Ln Rt-1

Berdasarkan persamaan di atas maka dapat

diketahui

α2 = 1 ndash k

k = 1 ndash α2

0 le k le 1

dimana

k = Koefisien penyesuaian nilai adjustment

equation yang menggambarkan tingkat

kesulitan pemungutan pajak daerah yang

diestimasi Apabila mendekati atau sama

dengan satu berarti tingkat kesulitan

pemungutan relatif rendah karena telah

dapat merealisasikan target penerimaan

pajak daerah Sebaliknya jika mendekati

nol berati tingkat kesulitan relatif tinggi

karena belum mampu mencapai target

penerimaan

αn = Koefisien elastisitas yang berarti

perubahan penerimaan pajak daerah

yang berkaitan dengan perubahan PDRB

Selanjutnya untuk mendapatkan tingkat

keterlambatan pemungutan pajak daerah

dihitung dengan cara (1-k) k

A2 Hasil Estimasi

Data yang digunakan untuk menganalisis

potensi pajak daerah di Provinsi Papua Barat

yaitu 12 dari 13 kabupatenkota disebabkan

data pajak daerah untuk Kab Pegunungan

Arfak tidak tersedia

Dari tabel 61 terlihat bahwa PDRB per kapita

tertinggi yaitu Kab Teluk Bintuni sebesar Rp47303

miliar dan pajak daerah tertinggi yaitu Kab

Tabel 61

Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (juta Rp)

Daerah Pajak

Daerah

PDRB per

kapita

Fakfak 742194 6740

Kaimana 776207 4636

Teluk Wondama 522598 4860

Teluk Bintuni 2474602 47303

Manokwari 4801653 5679

Sorong Selatan 95371 4098

Kab Sorong 1266225 12517

Raja Ampat 659287 6008

Tambrauw 84193 1646

Maybrat 42654 1756

Manokwari Selatan 65994 33995

Kota Sorong 4068078 6470

Sumber SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat

(data diolah)

93 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Manokwari sebesar Rp4802 miliar Selanjutnya

hasil estimasi data menggunakan program

Eviews 10 diperoleh persamaan sebagai berikut

(hasil lengkap terdapat pada bagian Lampiran)

Ln Tt = 3156 + 1246 Ln Ykap + 0360 Tt-1

Prob(F-statistic) = 00591

Prob(t-statistic) = 00588

dimana

Tt = Pajak daerah

Ykap = PDRB per kapita

Tt-1 = Pajak daerah tahun sebelumnya

Secara statistik pada tingkat kepercayaan 10

persen model potensi penerimaan pajak

daerah di atas terindikasi signifikan baik secara

parsial maupun serentak dikarenakan nilai

Prob(F-statistic) dan Prob(t-statistic) di bawah 10

persen dengan penjelasan masing-masing

koefisien sebagai berikut

1 Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa

elastisitas penerimaan pajak daerah

terhadap PDRB per kapita bersifat elastis

yang mengindikasikan respon pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per kapita relatif

cepat Artinya ketika PDRB per kapita

mengalami kenaikan sebesar 1 persen

maka direspon peningkatan pajak daerah

sebesar 1246 persen Dengan koefisien yang

kecil tersebut dapat digeneralisasikan

bahwa tingkat ketergantungan pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pemerintah pusat sangat tinggi

2 Koefisien bouyancy pajak daerah diperoleh

sebesar

k = 1 ndash α2

= 1 ndash 0360

= 0640

Koefisien tersebut nilainya relatif kecil yang

menunjukan bahwa

a tingkat kesulitan pemungutan pajak

daerah relatif tinggi

b realisasi penerimaan pajak daerah

hanya sebesar 64 persen dari target

yang ditetapkan

c tingkat keterlambatan pemungutan

pajak daerah sebesar (1 ndash k) k = (1 ndash

064) 064 = 05625 Artinya penerimaan

pajak daerah yang ditargetkan baru

dapat terealisasi pada 56 bulan

mendatang

A3 Implikasi Kebijakan

Dari hasil estimasi di atas ditemukan bahwa

permasalahan struktural yang menjadi faktor

penghambat pemerintah daerah dalam upaya

menaikkan pajak daerah yaitu terbatasnya SDM

perpajakan yang berkualitas lemahnya sistem

perencanaan dan pengawasan penerimaan

pajak daerah pelaksanaan pemungutan yang

tidak optimal potensi penerimaaan yang

terbatas dan lemahnya penegakkan hukum

(law enforcement) atas pelanggaran pajak

daerah yang terjadi Oleh karena itu diantara

kebijakan dan strategi pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan

penerimaan pajak daerah yaitu

1 Meningkatkan basis data perpajakan

melalui (1) pendataan ulang wajib pajak

dan objek pajak (2) peningkatan koordinasi

internal pemerintah daerah terutama

kepada badandinas perizinan daerah dan

(3) pemanfaatan data pihak ketiga seperti

Badan Pertanahan setempat untuk

penerimaan PBB

2 Menyesuaikan dasar pengenaan pajak

dengan cara melakukan penelitian atas

dasar kemampuan wajib pajak

3 Melakukan kerjasama dan koordinasi

dengan kantor pelayanan pajak dan kantor

pelayanan kekayaan negara dan lelang

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

94

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

setempat dalam penilaian dan penagihan

pajak daerah

4 Melakukan koordinasi dengan aparat

kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP

setempat dalam pemeriksaan pajak daerah

5 Melakukan modernisasi sistem dan tata kola

pajak daerah dengan cara (1)

memanfaatkan teknologi informasi untuk

basis data (integrated database) dan

pelayanan perpajakan (2) membangun

organisasi pemungutan pajak daerah yang

handal dan (3) menyusun Standar

Operasional Prosedur (SOP) pemungutan

dan pelayanan perpajakan

6 Meningkatkan kapasitas sumber daya

manusia melalui (1) pelaksanaan diklat

penilaian penagihan dan pemeriksaan (2)

penambahan jumlah diklat terkait praktik

pemungutan perpajakan yang baik dan (3)

pelaksanaan kerjasama dengan pemerintah

daerah lain yang sukses dalam pemungutan

pajak daerah

B Analisis Sektor Unggulan Daerah

Pendekatan Input-Output Model

Salah satu keberhasilan pembangunan ekonomi

suatu daerah diantaranya dengan adanya

integrasi ekonomi yang menyeluruh dan

berkesinambungan di antara semua sektor

produksi Dalam sistem ekonomi pasar (market

economy system) integrasi ekonomi terlihat

ketika pelaku ekonomi melakukan jual beli input

produksi Namun suatu sektor ekonomi tidak bisa

berkembang mengandalkan kekuatannya

sendiri tanpa dukungan dari sektor lainnya

Sebagai contoh seorang produsen roti

membutuhkan input tepung sebagai bahan

bakunya Untuk itu produsen tersebut harus

membelinya dari pabrik tepung Sementara itu

pabrik tepung membutuhkan mesin-mesin untuk

memproduksi tepungnya dan begitu seterusnya

sehingga sulit menemukan akhir dari interaksi

ekonomi tersebut

Salah satu model yang dapat menjelaskan

interaksi diantara pelaku ekonomi adalah model

input-output yang pertama kali dikenalkan oleh

Wassily Leontief pada tahun 1930-an yang

kemudian mendapatkan Nobel pada tahun

1973 (Miler dan Blair 1985) Melalui input-output

model dapat diketahui aliran keterkaitan

antarsektor dalam suatu perekonomian

Misalkan input produksi dari sektor A merupakan

output dari sektor B dan sebaliknya input dari

sektor B merupakan output dari sektor A yang

pada akhirnya keterkaitan antarsektor akan

menyebabkan keseimbangan antara

penawaran dan permintaan dalam suatu

perekonomian

B1 Konsep dan Definisi

Beberapa konsep penting dari variabel yang

digunakan dalam analisis input output yaitu

1 Output

Merupakan nilai dari seluruh faktor produksi yang

dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan

memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di

suatu wilayah

2 Input Antara

Merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan

untuk barang dan jasa yang digunakan habis

dalam proses produksi Contohnya bahan baku

bahan penolong jasa perbankan dan

sebagainya

3 Input Primer

Merupakan input atau biaya yang timbul

sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi

dalam suatu kegiatan ekonomi Contohnya

upahgaji surplus usaha penyusutan barang

modal dan pajak tak langsung netto

95 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

4 Permintaan Akhir

Merupakan permintaan atas barang dan jasa

yang digunakan untuk konsumsi akhir terdiri dari

konsumsi rumah tangga konsumsi pemerintah

pembentukan modal tetap bruto perubahan

stok dan ekspor-impor

B2 Metodologi Pengukuran

Menurut Badan Pusat Statistik model input

output pada dasarnya merupakan uraian

statistik dalam bentuk matriks (tabel) yang

menyajikan informasi tentang transaksi barang

dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan

kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah

pada suatu periode waktu tertentu Isian

sepanjang baris dalam matriks menunjukan

bagaimana output suatu sektor ekonomi

dialokasikan ke sektor-sektor lainnya untuk

memenuhi permintaan antara dan permintaan

akhir sedangkan isian dalam kolom menunjukan

pemakaian input antara dan input primer oleh

suatu sektor dalam proses produksinya

Terdapat 2 (dua) metode untuk menyusun suatu

tabel Input-Output (I-O) yaitu metode panjang

(long-way) dan metode pendek (short-cut)

dengan penjelasan sebagai berikut

1 Metode Panjang (Long-Way)

Metode ini biasanya dikenal sebagai metode

survei (survey method) Metode ini dimaksudkan

untuk membangun tabel I-O dari tahap nol

(tabel I-O belum ada) sampai tabel I-O tersebut

menjadi ada dengan menggunakan data

secara lengkap baik data yang sudah tersedia

atau pun data yang diperoleh melalui

penyelenggaraan berbagai survei dan melalui

rekonsiliasi atau siklus iterasi yang dilakukan

berkali-kali Oleh karena itu metode ini disebut

sebagai metode panjang (long-way) karena

membutuhkan suatu proses yang lama dan

panjang yang membutuhkan data kompleks

hasil dari berbagai survei Misalnya data

mengenai output input antara yang dihasilkan

atau yang digunakan oleh berbagai kegiatan

ekonomi data mengenai impor input antara

data mengenai impor pengeluaran konsumsi

rumah tangga data mengenai pengeluaran

pemerintah data mengenai Anggaran

Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) data

mengenai investasi data struktur produksi dalam

menghasilkan output data mengenai pajak

tidak langsung dan subsidi dan sebagainya

2 Metode Pendek (short-cut)

Metode kedua adalah metode pendek (short-

cut) atau biasa juga disebut sebagai metode

bukan-survei (non-survey method) Metode ini

tidak melakukan penyusunan tabel I-O seperti

metode panjang (long-way) tetapi

menggunakan tabel I-O yang telah tersedia

yaitu dengan cara melakukan proses updating

data terbaru namun sifatnya terbatas dengan

tetap menggunakan koefisien-koefisien input

yang sama karena diasumsikan bahwa tidak

terdapat perubahan teknologi selama periode

waktu tertentu atau dengan melakukan

perbaikan terhadap koefisien-koefisien input

berdasarkan data atau informasi terakhir yang

diterima

Pada analisis ini yang digunakan sebagai dasar

perhitungan yaitu tabel I-O Provinsi Papua Barat

tahun 2013 dengan 40 klasifikasi sektor dari padi

sampai jasa lainnya Dari tabel I-O tersebut

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System) model

Miller dan Blair (1985) yaitu dengan

memperbaharui satu atau beberapa koefisien

input kegiatan produksi tertentu berdasarkan

data yang diperoleh atau studi yang tersedia

dan kemudian melakukan proses iterasi

terhadap kuadran 1 dan kuadran 3 setelah data

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

96

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

kuadran 3 (permintaan akhir) diperbaharui

Dari 40 klasifikasi sektor pada tabel I-O Provinsi

Papua Barat kemudian dipilih 10 sektor terbesar

yang dihitung dari transaksi total produsen

Sepuluh sektor tersebut sebagai berikut

B3 Hasil dan Pembahasan

Aplikasi yang digunakan untuk memperoleh

tabel I-O updating dalam analisis ini yaitu Aplikasi

Input Output Regional kerjasama antara Pusat

Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM

Edocon dan Bappenas Aplikasi tersebut

merupakan aplikasi yang dikembangkan dari

model input output Miller dan Blair untuk

perencanaan ekonomi daerah secara sektoral

B31 Analisis Pengganda (Multiplier)

Analisis ini digunakan untuk menilai dampak

perubahan variabel eksogen (permintaan akhir)

suatu sektor terhadap penciptaan output

pendapatan dan kesempatan kerja Hasil dari

perhitungan masing-masing pengganda

(multiplier) dapat dilihat pada tabel berikut ini

B311 Pengganda Output

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan nilai pengganda output

terbesar yaitu industri pengolahan migas

dengan nilai sebesar 17085 Nilai tersebut

menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan

permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1

juta sementara sektor lain diasumsikan tetap

maka akan meningkatkan output seluruh sektor

di dalam perekonomian sebesar Rp17085 juta

Setelah industri pengolahan migas sektor

dengan angka pengganda output terbesar

yaitu sektor ikan dengan nilai sebesar 14130

B312 Pengganda Pendapatan

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan pengganda pendapatan

tertinggi yaitu sektor jasa pendidikan sebesar

Tabel 62

Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor

Ekonomi Terbesar Provinsi Papua Barat Tahun 2013

(juta Rp)

Kode

I-O Sektor

Permintaan

Penawaran

15 Industri Pengolahan Migas 37054834

14 Pertambangan dan

Penggalian 14354088

23 Konstruksi 8346502

21 Industri Lainnya 6908640

17 Industri Makanan dan Minuman 4647288

37 Administrasi Pemerintahan dan

Jaminan Sosial 4419085

25 Perdagangan 4102431

11 Ikan 2039327

34 Keuangan 1994373

38 Jasa Pendidikan 1968256

Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi

Papua Barat (data diolah)

Tabel 63

Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 Metode Modified RAS

Sektor

Multiplier

Output Income Employment

Industri

Pengolahan Migas 17085 02001 00003

Pertambangan

dan Penggalian 11740 01675 00004

Konstruksi 11747 04002 00003

Industri Lainnya 11711 03232 00145

Industri Makanan

dan Minuman 11185 02932 00122

Administrasi

Pemerintahan dan

Jaminan Sosial

10000 07160 00001

Perdagangan 13108 02851 00006

Ikan 14130 02118 00050

Keuangan 11052 03053 00008

Jasa Pendidikan 13490 08161 00002

Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash

Bappenas

97 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

08161 Artinya jika terjadi peningkatan

permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1

juta sementara sektor lain diasumsikan tetap

maka akan meningkatkan pendapatan

masyarakat pada seluruh sektor di dalam

perekonomian sebesar Rp816 ribu Setelah jasa

pendidikan sektor dengan angka pengganda

pendapatan terbesar yaitu sektor administrasi

pemerintahan dan jaminan sosial dengan nilai

sebesar 07160

B313 Pengganda Tenaga kerja

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan pengganda tenaga kerja

tertinggi yaitu industri lainnya sebesar 00145

Artinya jika terjadi peningkatan permintaan

akhir pada sektor ini sebesar Rp1 juta sementara

sektor lain diasumsikan tetap maka akan

meningkatkan kesempatan kerja seluruh sektor

ekonomi sebanyak 14 orang Yang dimaksud

industri lainnya yaitu semua industri yang tidak

termasuk ke dalam industri pengolahan migas

industri pengolahan ikan industri makanan

industri barang kayu industri kertas dan industri

semen Setelah industri lainnya sektor dengan

angka pengganda tenaga kerja terbesar yaitu

industri makanan dan minuman dengan nilai

sebesar 00168

B32 Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi

Melalui model I-O dapat diidentifikasi sektor ndash

sektor yang mampu mendorong pertumbuhan

sektor lainnya dengan cepat atau sering juga

disebut sebagai sektor unggulan Untuk

menentukan sektor unggulan tersebut dapat

menggunakan metode pengukuran keterkaitan

antar sektor (industrial linkage analysis) oleh

Chenery-Watanabe (1958) yang membagi ke

dalam dua bagian yaitu keterkaitan ke

belakang (backward linkage) dan keterkaitan

ke depan (forward linkage) Rasmussen

sebagaimana dalam Hirschman (1958)

berpendapat lain dimana keterkaitan antar

sektor terbagi menjadi dua yaitu dampak

langsung (direct effect) dan dampak tidak

langsung (indirect effect)

Keterkaitan ke belakang (backward linkage)

adalah dampak dari suatu kegiatan produksi

terhadap permintaan barang dan jasa sebagai

input yang diperoleh dari sektor lain atau dapat

disebut juga sebagai daya penyebaran

Sedangkan keterkaitan ke depan (forward

linkage) adalah dampak yang ditimbulkan

karena penyediaan hasil produksi suatu sektor

terhadap penggunaan input oleh sektor lain

atau disebut juga sebagai derajat kepekaan

Berdasarkan perhitungan keterkaitan antar

sektor di Provinsi Papua Barat pada tabel 64

sektor yang memiliki keterkaitan ke depan

(forward linkage) terbesar yaitu industri lainnya

dan industri makanan-minuman dengan nilai

Tabel 64

Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Metode Modified RAS

Sector Linkages

Backward Forward

Industri Pengolahan Migas 17085 01255

Pertambangan dan

Penggalian 11740 04390

Konstruksi 11747 01353

Industri Lainnya 11711 09016

Industri Makanan dan

Minuman 11185 06752

Administrasi Pemerintahan

dan Jaminan Sosial 10000 02126

Perdagangan 13108 00000

Ikan 14130 01701

Keuangan 11052 04114

Jasa Pendidikan 13490 01552

Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash

Bappenas

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

98

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masing-masing sebesar 09016 dan 06752

Sementara itu sektor yang memiliki keterkaitan

ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu

industri pengolahan migas dan ikan dengan nilai

masing-masing sebesar 17085 dan 14130

B4 Implikasi Kebijakan

Dari hasil perhitungan di atas kebijakan

pengembangan sektoral yang dapat ditempuh

pemerintah daerah Provinsi Papua Barat

diantaranya

1 Apabila dalam proses pembangunan lebih

mengutamakan pertumbuhan ekonomi

yang mantap sebaiknya pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat lebih berfokus

untuk mendorong industri pengolahan migas

dan sektor perikanan dikarenakan memiliki

pengganda output terbesar

2 Apabila sasaran utama dari proses

pembangunan adalah peningkatan

pendapatan masyarakat maka kebijakan

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

sebaiknya lebih fokus untuk mendorong

sektor jasa pendidikan dikarenakan memiliki

pengganda pendapatan terbesar

3 Apabila fokus pembangunan daerah

adalah peningkatan kesempatan kerja

maka kebijakan pemerintah daerah di

Provinsi Papua sebaiknya lebih

mengutamakan industri lainnya dan industri

makanan-minuman dikarenakan memiliki

pengganda tenaga kerja terbesar

4 Sektor kunci yang dapat dijadikan unggulan

oleh pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat yaitu industri lainnya dan industri

makanan-minuman dikarenakan memiliki

derajat kepekaan tertinggi Sementara itu

industri pengolahan migas dan sektor ikan

dapat dijadikan sektor kunci karena memiliki

daya penyebaran terbesar

C Analisis Tantangan Ekonomi Regional

Pembangunan merupakan sebuah proses

transformasi masyarakat dari cara berfikir

tradisional menuju ke arah yang lebih modern

(Stiglitz 1998) Adapun tujuan inti dari

pembangunan itu sendiri adalah peningkatan

ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai

barang kehidupan pokok seperti sandang

pangan papan kesehatan dan perlindungan

keamanan Selain itu pembangunan juga

bertujuan untuk peningkatan standar hidup

penyediaan lapangan pekerjaan perbaikan

kualitas pendidikan serta perluasan pilihan-

pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu

secara keseluruhan (Todaro dan Smith 2003)

Pada era globalisasi saat ini pembangunan

kawasan regional menjadi pelaku utama dalam

perekonomian sebuah negara Artinya ketika

mendiskusikan kemajuan perekonomian

Tiongkok maka yang dimaksud adalah

beberapa daerah yang memiliki perekonomian

maju di Tiongkok Begitu juga ketika

mendiskusikan kemajuan perekonomian

Indonesia maka yang dimaksud adalah

kemajuan perekonomian di Jawa Surabaya

Medan dan Makassar Sebagai negara

kepulauan Indonesia memiliki keadaan

geografis dan kepemilikan sumber daya alam

(natural resources) yang berbeda antar daerah

Sebagian daerah memiliki sumber daya alam

melimpah namun sebagian daerah miskin akan

sumber daya Kondisi ini diantaranya yang

menjadi sebab terjadinya kesenjangan

pembangunan antar daerah

Selama satu dasawarsa terakhir pelaksanaan

otonomi daerah pembangunan di Provinsi

Papua Barat relatif masih tertinggal

dibandingkan daerah lainnya Beberapa

tantangan yang dihadapi dalam mengejar

99 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

ketertinggalan tersebut diantaranya

kepemilikan sumber daya alam (natural

resources) melimpah namun diekspor dalam

bentuk raw material kapasitas SDM relatif

rendah kondisi sosial politik belum stabil potensi

pengembangan pariwisata belum memiliki

layanan pendukung memadai kendala

pembangunan infrastruktur terkait hak ulayat

tanah penegakkan hukum (law enforcement)

masih rendah dan pengembangan UMKM

belum memanfaatkan teknologi baik dari sisi

produksi maupun pemasaran

C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam

(Natural Resource Curse)

Kepemilikan sumber daya alam (natural

resources) yang melimpah tidak selalu

berbanding lurus dengan kemajuan

pembangunan Fenomena tersebut dikenal

sebagai Natural Resource Curse (Kutukan

Sumber Daya Alam) Natural Resource Curse

merupakan paradoks antara kepemilikan

natural resources yang melimpah terutama

sumber daya alam tidak terbarukan (non-

renewable resources) terhadap rendahnya

pertumbuhan ekonomi Hal ini umumnya terjadi

pada daerah-daerah berkembang yang

mengandalkan sumber daya alam sebagai

sumber utama pendapatan daerahnya Sumber

daya alam dieksploitasi secara intensif namun

tidak diberikan nilai tambah (value added)

dimana hanya diekspor sebagai bahan baku

(raw materials) Kegiatan eksploitasi secara

berlebihan akan mengancam keberlanjutan

dari pembangunan ekonomi karena cepat atau

lambat sumber daya alam itu dapat habis sama

sekali (depletable resources)

Salah satu peristiwa yang menggambarkan

terjadinya Natural Resource Curse seperti yang

terjadi di Belanda atau yang dikenal sebagai

Dutch Desease Corden dan Neary (1982)

menjelaskan fenomena Dutch Desease sebagai

kegiatan eksploitasi sumber daya alam besar-

besaran (booming sector) yang berdampak

pada menurunnya daya saing ekspor barang

yang dihasilkan dari sektor lain

Fenomena Natural Resource Curse juga terjadi

di beberapa daerah di Indonesia seperti yang

terjadi di Provinsi Papua Barat Provinsi ini memiliki

sumber daya alam melimpah namun dari segi

tingkat pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi cenderung lebih rendah jika

dibandingkan dengan daerah lain yang tidak

memiliki sumber daya alam Provinsi Papua Barat

memiliki cadangan gas terbesar yang diekspor

sebagai raw material ke berbagai negara LNG

Tangguh merupakan mega proyek yang

membangun kilang LNG di Teluk Bintuni untuk

menampung gas alam yang berasal dari

beberapa Blok di sekitar Teluk Bintuni seperti Blok

Berau Blok Wiriagar dan Blok Muturi Mega

proyek tersebut merupakan kegiatan

pengeboran untuk menarik cadangan gas

sebesar 144 triliun kaki kubik

C2 Pengembangan Kapasitas SDM

Pembangunan fisik akan menjadi lebih produktif

jika memiliki sumber daya (modal) manusia yang

berkualitas Adanya program pembangunan

seperti jalan raya jembatan bendungan irigasi

rumah sakit pabrik sekolah dan program

pembangunan lainnya membutuhkan SDM

yang ahli di bidangnya Jika SDM yang

berkualitas jumlahnya tidak memadai maka

pembangunan fisik akan berjalan menjadi

kurang efisien dan efektif dimana mesin-mesin

produksi yang ada menjadi cepat rusak bahan-

bahan banyak yang terbuang dan kualitas dari

produksi yang dihasilkan sangat rendah Para

ekonom berpendapat bahwa kekurangan

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

100

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

investasi modal manusia merupakan penyebab

lambatnya pembangunan Dengan tidak

mengembangkan pendidikan pengetahuan

dan ketrampilan maka produktivitas dari modal

fisik akan merosot (Jhingan 1983)

Pengembangan kapasitas SDM di Provinsi Papua

Barat menunjukan peningkatan tiap tahun

walaupun masih tertinggal dari daerah lainnya

Keadaan ini terlihat dari pencapaian nilai IPM

yang mengalami kenaikan dari 596 pada tahun

2010 menjadi 6374 pada tahun 2018

C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism)

Pada umumnya tantangan yang dihadapi

dalam pengembangan tourism di Provinsi Papua

Barat yaitu destinasi wisata belum memiliki

layanan pendukung yang baik seperti air bersih

pengolahan limbah jaringan komunikasi dan

layanan keuangan Padahal Provinsi Papua

Barat memiliki potensi pariwisata menakjubkan

dengan keanekaragaman budaya keindahan

alam dan keanekaragaman hayati Diantara

destinasi wisata terbaik di Papua Barat yaitu

Kepulauan Raja Ampat dan Taman Nasional

Teluk Cenderawasih Kepulauan Raja Ampat

merupakan rangkaian empat gugusan pulau

yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian

Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua Raja

Ampat merupakan rumah bagi 75 spesies koral

yang ada di dunia dan 1500 spesies ikan

termasuk beragam jenis hiu Selain itu Raja

Ampat pernah dinobatkan sebagai Worldrsquos Best

Snorkeling Destination berdasarkan survei CNN

tahun 2015 dan The Outstanding Liveaboard

Diving Destination dalam Diving and Resort

Travel Expo Hong Kong tahun 2016 Adapun

Taman Nasional Teluk Cenderawasih

merupakan taman nasional perairan laut terluas

di Indonesia yang terdiri dari daratan dan pesisir

pantai (09) daratan pulau-pulau (38)

terumbu karang (55) dan perairan lautan

(898) Potensi karangnya tercatat 150 jenis dari

15 famili dan tersebar di tepian 18 pulau besar

dan kecil Persentase penutupan karang hidup

bervariasi antara 3040 sampai dengan 6564

Di Taman Nasional ini kaya akan jenis ikan

dimana tercatat kurang lebih 209 jenis yang

terdiri dari butterflyfish angelfish damselfish

parrotfish rabbitfish dan anemonefish

Diantara strategi yang dapat dilakukan

pemerintah daerah dalam pengembangan

pariwisata yaitu dengan meningkatkan kualitas

pelayanan pada beberapa aspek yang

berhubungan dengan ketersediaan alat

transportasi berjadwal jaringan telekomunikasi

ketersediaan pengolahan limbah peningkatan

atau sertifikasi SDM pariwisata asuransi

perjalanan ketersediaan layanan yang

berhubungan dengan perbankan dan

keselamatan perjalanan

C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana

Infrastruktur

Provinsi Papua Barat terdiri dari 13

KabupatenKota dengan luas wilayah

10295515 Kmsup2 (70 dari luas Pulau Jawa)

dimana kondisi topografi Provinsi Papua Barat

sangat bervariasi yang membentang mulai dari

dataran rendah rawa sampai dataran tinggi

dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan

tropis padang rumput dan padang alang-

alang Ketinggian wilayah di Provinsi Papua

Barat bervariasi dari 0 sd gt 2940 mdpl Kondisi ini

merupakan salah satu elemen yang menjadi

barrier transportasi antar wilayah terutama

transportasi darat serta dasar bagi kebijakan

pemanfaatan lahan sehingga membuat

pembangunan infrastruktur di Papua Barat

terkendala

101 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kendala lain dalam pembangunan infrastruktur

adalah terkait hak ulayat dalam pembebasan

lahan Tanah ulayat dalam masyarakat Papua

Barat diyakini sebagai peninggalan alam nenek

moyang kepada masyarakat hukum adat

sehingga masyarakat memiliki hubungan

lahiriah dan batiniah serta berhak atas

pemanfaatan dari sumber daya alam termasuk

tanahnya Hal inilah yang menyebabkan

terhambatnya pembangunan infrastruktur

karena terkadang pengembang yang sudah

membangun masih harus mengganti hak ulayat

C5 Stabilitas Sosial Politik

Sebagaimana dikatakan Drazen (2000) kondisi

sosial politik mempengaruhi kinerja dari

pembangunan dimana instabilitas politik

memiliki dampak negatif terhadap proses

pembangunan itu sendiri Barro (1991)

berpendapat bahwa kondisi politik yang tidak

stabil diukur melalui revolusi kudeta dan tingkat

kriminalitas Aisen dan Veiga (2011)

menambahkan indikator stabilitas politik berupa

tingkat kebebasan ekonomi tingkat

homogenitas etnis dan perubahan kabinet

Tingkat stabilitas sosial politik Papua Barat

tercermin pada tingkat kriminalitas yang

cenderung semakin naik Pada tahun 2015

jumlah kriminalitas sebanyak 2281 kasus

Kemudian pada tahun 2019 jumlahnya

meningkat menjadi 3981 kasus atau naik 745

persen

C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement)

Salah satu syarat dari keberhasilan

pembangunan yaitu adanya penegakkan

hukum (Law Enforcement) di semua aspek

kehidupan bermasyarakat Berbeda dari daerah

lain Provinsi Papua Barat memiliki dua sumber

hukum yang berbeda yaitu hukum positif dan

hukum adat Hukum positif merupakan hukum

yang bersumber dari peraturan perundangan

sedangkan hukum adat merupakan hukum

yang bersumber dari keputusan adat

Penegakkan hukum positif di Provinsi Papua

Barat relatif masih rendah meskipun

menunjukan peningkatan tiap tahunnya Hal ini

terlihat dari persentase penyelesaian tingkat

kejahatan yang mengalami kemajuan Pada

tahun 2015 penyelesaian tingkat kejahatan di

Provinsi Papua Barat sebesar 2436 persen

Namun pada tahun 2019 tingkat

penyelesaiannya naik menjadi 4752 persen

2281

36213753 3862 3981

0

1000

2000

3000

4000

5000

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 61

Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi

Papua Barat Tahun 2015 - 2019

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

2436

4482 43964572

4752

0

10

20

30

40

50

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 62

Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi

Papua Barat Tahun 2015 - 2019 (persen)

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

102

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C7 Pengembangan UMKM (Small and

Medium Enterprises)

Selain permasalahan pembiayaan pelaku

UMKM dihadapkan pada masalah

ketidakmampuan untuk bersaing dari pelaku

industri yang lebih mapan UMKM biasanya

hanya mengandalkan teknologi sederhana

untuk memproduksi barang sehingga menjadi

kurang efisien Dari sisi pemasaran UMKM hanya

mengandalkan pemasaran tradisional yang

belum memanfaatkan teknologi internet

sehingga penjualan hasil produksi menjadi tidak

maksimal Hal ini dapat digambarkan melalui

kurva Technological Discontinuity sebagaimana

dalam Foster (1986)

Pada kurva C1 UMKM yang tidak menggunakan

teknologi menghasilkan performance yang

rendah sebesar P0 Setelah menggunakan

teknologi (TI1) perfomance akan meningkat

sebesar P1 dan seterusnya sampai menghasilkan

batas performance maksimal sebesar P2 Pada

kurva C2 menunjukan ditemukannya teknologi

baru yang semakin meningkatkan performance

UMKM sebesar P3

Diantara peran pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat dapat membantu pengembangan

UMKM melalui pemanfaatan teknologi baik dari

sisi produksi maupun pemasaran Sebagian

besar UMKM usahanya merubah bahan mentah

atau bahan baku (raw material) menjadi

barang setengah jadibarang jadi Pemerintah

daerah dapat memberikan pelatihan kepada

pelaku UMKM untuk meningkatkan nilai tambah

(value added) barang yang dihasilkan sehingga

menaikkan nilai jual barang tersebut Selain itu

dengan memanfaatkan teknologi pemerintah

daerah juga dapat membantu pemasaran

produksi UMKM secara web based serta pelaku

UMKM diberikan pelatihan untuk memasarkan

produk yang dihasilkan secara online

B

A

P3

Performance

Time Technology

Investment

P1

P2

TI2 TI3

C1

C2

P0

TI1

C

Gambar 51

Technological Discontinuity Curve

Halaman ini sengaja dikosongkan

ANALISIS

TEMATIK

DJPbKawalAPBN

ldquoKehidupan para Ibu dan Anak di Kampung Klayas Distrik

Saget Sorongrdquo

103

Analisis Tematik

Pemerataan pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi Indonesia terus menunjukkan adanya

peningkatan yang positif selama beberapa

tahun terakhir (BPS 2019) Keberhasilan

pertumbuhan ekonomi dapat terilihat dari

adanya peningkatan pada investasi domestik

dan ekspor penurunan jumlah dan persentase

penduduk miskin serta banyaknya supply

tenaga kerja yang berkualitas dan penurunan

tingkat pengangguran terbuka Hal ini sejalan

dengan temuan dari berbagai penelitian yang

menunjukkan adanya korelasi positif antara

pertumbuhan ekonomi dengan kualitas sumber

daya manusia (SDM) Terbentuknya kualitas SDM

harus dimulai sejak dini Studi menunjukkan

bahwa investasi pada awal kehidupan erat

kaitannya dengan kualitas SDM yang lebih tinggi

di masa yang akan datang (Heckman 2008)

Namun demikian pencapaian Indonesia dalam

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pemerataan pembangunan belum diikuti

dengan peningkatan status kesehatan terutama

pada balita ibu hamil dan remaja putri

Kesenjangan perekonomian antar wilayah

menjadi awal permasalahan kesejahteraan

penduduk yang berdampak lanjutan pada

masalah lainnya seperti masalah gizi buruk dan

stunting Masalah tersebut hingga kini masih

menjadi persoalan besar yang perlu diatasi

segera

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada

anak balita akibat kekurangan gizi kronis

terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan

(HPK) Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa satu dari

tiga anak balita di Indonesia mengalami

masalah stunting Permasalahan gizi ini terjadi di

hampir seluruh wilayah Indonesia dan tidak

hanya terjadi pada kelompok penduduk miskin

tetapi juga pada kelompok kaya

Stunting memiliki dampak yang besar terhadap

tumbuh kembang anak dan juga perekonomian

di masa yang akan datang Dampak stunting

terhadap kesehatan dan tumbuh kembang

anak sangat merugikan Stunting dapat

mengakibatkan gangguan tumbuh kembang

anak terutama pada anak-anak berusia di

bawah dua tahun Anak-anak yang mengalami

stunting pada umumnya akan mengalami

hambatan dalam perkembangan kognitif dan

motoriknya yang akan mempengaruhi

produktivitasnya saat dewasa Selain itu anak

tersebut juga memiliki risiko yang lebih besar

untuk menderita penyakit tidak menular seperti

diabetes obesitas dan penyakit jantung pada

BAB VII

Analisis Tematik

Sinergi dan Konvergensi Program Penanganan Stunting di Daerah

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

104

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

saat dewasa Secara ekonomi hal tersebut

tentunya akan menjadi beban bagi negara

terutama akibat meningkatnya pembiayaan

kesehatan

Potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh

stunting sangat besar Laporan World Bank pada

tahun 2016 menjelaskan bahwa potensi

kerugian ekonomi akibat stunting dapat

mencapai 2-3 persen dari Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Dengan demikian

apabila PDRB sebesar Rp84 triliun maka potensi

kerugian ekonomi yang mungkin dialami adalah

sebesar Rp25 triliun per tahun Di beberapa

wilayah di Afrika potensi kerugian akibat stunting

bahkan tercatat lebih tinggi lagi hingga bisa

mencapai 11 persen Selain itu stunting juga

menyebabkan berkurangnya 10 persen dari

total pendapatan seumur hidup sehingga

dapat berkontribusi pada melebarnya

kesenjangan dan menyebabkan kemiskinan

antar generasi

Permasalahan kekurangan gizi pada anak erat

kaitannya dengan tingkat pendapatan

keluarga Keluarga dengan tingkat pendapatan

yang rendah pada umumnya memiliki masalah

dalam hal akses terhadap bahan makanan

terkait dengan daya beli yang rendah Selain

pendapatan kerawanan pangan di tingkat

rumah tangga juga sangat dipengaruhi oleh

inflasi harga pangan Faktor penting lain yang

mempengaruhi terjadinya masalah kekurangan

gizi pada anak balita adalah buruknya pola

asuh terutama rendahnya pengetahuan akan

pentingnya pemberian ASI eksklusif asupan

makanan orang tua yang kurang sehingga

kualitas ASI menurun buruknya kondisi

lingkungan seperti akses sanitasi dan air bersih

ditambah dengan rendahnya akses pada

pelayanan kesehatan Melihat faktor penyebab

permasalahan stunting yang multi dimensi

percepatan pencegahannya harus dilakukan

melalui penanganan masalah gizi sebagai salah

satu penyebab utama dengan pendekatan

multi sektoral yang terintegrasi

A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING

Percepatan pencegahan stunting merupakan

pendekatan program (programmatic

approach) pertama yang dilakukan dengan

menyeluruh dan terintegrasi yang dilakukan

mulai dari hulu hingga ke hilir yang ditunjukkan

oleh tingginya komitmen pemerintah (Presiden

dan Wakil Presiden Menteri Pimpinan

Lembaga Gubernur BupatiWalikota dan

Kepala DesaLurah)

Pemerintah telah menetapkan Peraturan

Presiden Nomor 42 Tahun 2013 yang mengatur

mengenai Pelaksanaan Gerakan Nasional

Percepatan Perbaikan Gizi Peta jalan

percepatan perbaikan gizi terdiri dari empat

komponen utama yang meliputi advokasi

penguatan lintas sektor pengembangan

program spesifik dan sensitif serta

pengembangan pangkalan data Intervensi gizi

baik yang bersifat langsung (spesifik) dan tidak

langsung (sensitif) perlu dilakukan secara

bersama-sama oleh kementerianlembaga

pemerintah daerah serta pemangku

kepentingan lainnya

Penanganan stunting tidak bisa dilakukan

sendiri-sendiri (scattered) karena tidak akan

memiliki dampak yang signifikan Upaya

pencegahan stunting harus dilakukan secara

terintegrasi dan konvergen dengan pendekatan

non-sektoral Untuk itu pemerintah dalam hal ini

pusat dan daerah harus memastikan bahwa

seluruh Kementerian NegaraLembaga (KL)

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta mitra

105 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

pembangunan akademisi organisasi profesi

organisasi masyarakat madani perusahaan

swasta dan media dapat bekerjasama bahu-

membahu dalam upaya percepatan

pencegahan stunting Tidak hanya di tingkat

pusat integrasi dan konvergensi upaya

pencegahan stunting juga harus terjadi secara

komprehensif di tingkat daerah sampai dengan

tingkat desa

Sebagai langkah awal pada tahun 2018

sebanyak 100 kabupatenkota dan 1000 desa

lingkup nasional telah terpilih sebagai fokus area

intervensi Selanjutnya untuk tahun 2019 60

kabupatenkota dan 600 desa telah

ditambahkan sebagai area fokus intervensi

pencegahan stunting terintegrasi Dari sisi

anggaran Baik itu pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah telah mengalokasikan

anggaran yang relatif besar untuk berbagai

program yang berkontribusi kepada penurunan

stunting di beberapa KL dan OPD Selain itu

alokasi penurunan stunting tambahan juga

diberikan oleh pemerintah pusat kepada

daerah dalam bentuk Transfer ke Daerah dan

Dana Desa (TKDD) antara lain melalui (1) DAK

Fisik bidang Kesehatan Air Minum dan Sanitasi

(2) DAK Non Fisik Bantuan Operasional

Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga

Berencana (BOK dan BOKB) (3) Dana Desa

yang digunakan oleh desa (kampung) sesuai

dengan bidang penggunaan serta (4) Dana

Otonomi Khusus

A1 Kebijakan Pencegahan

Kebijakan penanganan stunting di Provinsi

Papua Barat tahun 2019 diarahkan sesuai

dengan strategi percepatan penurunan stunting

dengan memperluas cakupan intervensi

stunting Arah cakupan intervensi tersebut

diimplementasikan ke seluruh kabupatenkota

dan tidak hanya fokus pada dua daerah yang

menjadi lokus prioritas penurunan stunting (Kab

Tambraw Kab Sorong Selatan) Selain itu untuk

Pilar 4

Ketahanan Pangan

dan Gizi

Pilar 1

Komitmen dan Visi

Kepemimpinan

Pilar 2

Kampanye Nasional

dan Perubahan

Perilaku

Pilar 3

Konvergensi Program

Pusat Daerah dan

Desa

Pilar 5

Pemantauan dan

Evaluasi

Gizi Spesifik

Tablet tambah darah (ibu hamil

dan remaja)

Promosi dan konseling menyusui

Promosi dan konseling PMBA

Suplemen gizi makro (PMT)

Tata laksana gizi buruk

Pemantauan dan promosi

pertumbuhan

Suplementasi kalsium

Suplementasi vitamin A

Suplementasi Zinc untuk diare

Pemeriksaan kehamilan

Imunisasi

Suplemen gizi mikro setelah

taburia

Manajemen Terpadu Balita Sakit

Konsumsi Gizi

Gizi Sensitif bull Air bersih dan sanitasi

bull Bantuan pangan non-tunai

Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN)

bull Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD)

bull Program Keluarga Harapan

(PKH)

bull Bina Keluarga Balita (BKB)

bull Kawasan Rumah Pangan

Lestari (KRPL)

bull Fortifikasi Pangan

Pola Asuh

Pelayanan

Kesehatan

Kesehatan

Lingkungan

Perbaikan

Asupan Gizi

Penurunan

Infeksi

Prevalensi

Stunting

Peningkatan cakupan

intervensi pada

sasaran 1000 HPK

Anemia

BBLR

ASI Eksklusif

Diare

Kecacingan

Gizi Buruk

Gambar 71

Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting

5 PILAR PERCEPATAN

PENCEGAHAN STUNTING

INTERVENSI OUTPUT INTERMEDIATE

OUTCOME DAMPAK

Sumber Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018-2024

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

106

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

mengakselerasi penurunan stunting maka arah

kebijakan pemerintah daerah adalah sebagai

berikut

1 Optimalisasi pemanfaatan anggaran

program penurunan stunting yang ada saat

ini melalui implementasi perencanaan dan

penganggaran dengan penilaian kinerja

untuk monitoring dan evaluasi penggunaan

anggaran dan capaian program

2 Memperkuat konvergensi programkegiatan

hingga di level kampung (desa) melalui

peningkatan sinergi dan koordinasi

kabupaten dan kampung dalam

perencanaan dan penganggaran program

serta konvergensi pelaksanaan intervensi

prioritas pada 1000 HPK dari seluruh rumah

tangga sasaran yang ada di tingkat

kampung

3 Meningkatkan kualitas dan efektivitas

pelaksanaan program yang telah ada saat

ini antara lain melalui peningkatan kualitas

SDM pelaksana program (misalnya tenaga

pendidik PAUD dan penyuluh kesehatan

masyarakat) serta penguatan monitoring dan

evaluasi agar dapat mengukur pencapaian

kinerja

4 Memperluas cakupan kebijakan yang lebih

luas dan tidak terbatas bidang kesehatan

seperti peningkatan kualitas program

perlindungan sosial khususnya bantuan

pangan PKH dan JKN Selain itu program-

program sektor pertanian pendidikan

infrastruktur (penyediaan air bersih dan

sanitasi) dan pemberdayaan perempuan

yang secara tidak langsung mendukung

pencapaian target perbaikan gizi

A2 Sasaran Program

Wilayah Provinsi Papua Barat dihuni oleh kurang

lebih 959617 jiwa dan tersebar di 13

kabupatenkota Sebesar 1074 persen (103062

jiwa) dari keseluruhan penduduk adalah bayi

berusia 0-48 bulan Sementara itu sebanyak

45256 jiwa adalah remaja putri dan sebanyak

199926 jiwa merupakan wanita usia subur (WUS)

berusia 15-39 tahun Diantara kelompok inilah

yang menjadi sasaran prioritas dan sasaran

penting dalam upaya percepatan pencegahan

stunting

Gangguan pertumbuhan di Provinsi Papua Barat

sebagian besar terjadi pada anak berusia 0-23

bulan Kondisi ini dapat terjadi disebabkan oleh

pemberian ASI makanan dan pola asuh pada

periode tersebut tidak tepat sehingga

mengganggu tumbuh kembang anak Tercatat

rata-rata lama pemberian ASI di Provinsi Papua

Barat hanya selama 989 bulan saja dan bahkan

masih terdapat bayi yang tidak pernah diberi ASI

(plusmn5400 orang)

Selain pemahaman terhadap pola asuh yang

kurang peningkatan prevalensi stunting juga

turut disebabkan oleh keadaan lingkungan

pendukung yang tidak memadai Berdasarkan

data BPS (2018) persentase rumah tangga yang

memiliki akses kepada air minum bersih di

Provinsi Papua Barat hanya sekitar 7018 persen

Sedangkan akses terhadap sanitasi pribadi rata-

rata sebesar 7262 persen dan 474 persen dari

keseluruhan rumah tangga tidak memiliki fasilitas

Tabel 71

Jumlah dan Kelompok Penduduk di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (jiwa)

Kelompok Laki-laki Wanita

Jumlah Penduduk 505239 454378

Penduduk Usia 0-4 52848 50254

Penduduk Usia 5-9 49917 47755

Penduduk Usia 10-14 48250 45256

Penduduk Usia 15-39 222658 199926

Bayi (0-5 th) imunisasi lengkap 22370 19996

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

107 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

sama sekali Kombinasi dari keadaan-keadaan

tersebut berpotensi dalam menghambat upaya

percepatan pencegahan stunting sehingga

kebijakan dan pelaksanaan program perlu

menyasar pada kelompok prioritas dan

perbaikan lingkungan pendukung

B PENANGANAN STUNTING OLEH

PEMERINTAH

Dalam rangka memastikan konvergensi

berbagai programkegiatan percepatan

penurunan stunting dilakukan maka acuan

yang digunakan adalah dokumen Strategi

Nasional Percepatan Pencegahan Stunting

(Stranas Stunting) yang diikuti oleh berbagai

pedoman operasional baik itu di tingkat

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah

Upaya pencegahan stunting yang konvergen

dan terintegrasi telah dilaksanakan di Provinsi

Papua Barat Upaya ini mencakup intervensi

multi sektor yang cukup luas mulai dari akses

makanan layanan kesehatan dasar termasuk

akses air bersih dan sanitasi akses pendidikan

perlindungan sosial serta pola pengasuhan

sebagaimana uraian dalam Stranas Stunting

B1 Belanja KL dalam APBN

Dalam kaitannya dengan percepatan

pencegahan stunting melalui belanja KL atau

yang bersumber dari dana APBN telah

dilakukan berbagai langkah dan kebijakan agar

pengelolaan program tersebut terarah dan

terukur Pada proses perencanaan khususnya

terkait dengan identifikasi output yang terkait

dengan stunting telah dilakukan penandaan

pemantauan dan evaluasi percepatan

pencegahan stunting sebagai dasar bagi KL

dalam mengidentifikasi output yang

berkontribusi kepada percepatan penurunan

stunting

Sesuai dengan kerangka hasil percepatan

penurunan stunting maka intervensi-intervensi

yang telah dilakukan selama tahun 2019

tersebut akan berdampak kepada

meningkatnya konsumsi gizi perbaikan pola

asuh meningkatnya akses dan kualitas layanan

kesehatan serta meningkatnya kesehatan

lingkungan yang pada akhirnya akan

memperbaiki asupan gizi terutama pada 1000

HPK dan kemudian akan menurunkan prevalensi

stunting

Pengunaan dana APBN dalam program

penanganan stunting di Provinsi Papua Barat

secara umum digunakan untuk keperluan

membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik (2)

intervensi sensitif dan (3) pendampingan

koordinasi dan dukungan teknis di

kabupatenkota dan kampung Selama tahun

2019 dana yang telah digunakan dalam

program stunting sebesar Rp10448 miliar

Penggunaan dana terbesar sesuai dengan

prioritas percepatan pencegahan yakni untuk

kegiatan intervensi sensitif (Kementerian

Kesehatan) sebesar Rp1928 miliar dan intervensi

spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta

Tabel 72

Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per

KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

KabupatenKota Akses Air

Bersih

Akses Air

Layak

Tidak ada

MCK

Kab Fakfak 6114 7041 702

Kab Kaimana 5381 4429 569

Kab Teluk Wondama 3359 1598 299

Kab Teluk Bintuni 6682 4426 499

Kab Manokwari 8872 3881 292

Kab Sorong Selatan 5364 4551 1321

Kab Sorong 5743 4621 271

Kab Raja Ampat 6395 3370 241

Kab Tambraw 1958 1870 1160

Kab Maybrat 1621 1307 779

Kab Manokwari Selatan 5737 3851 716

Kab Pegunungan Arfak 3663 3663 3052

Kota Sorong 9487 1818 026

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

108

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sebesar Rp842 miliar untuk kegiatan

pendampingan koordinasi dan dukungan teknis

(lintas KL) Penggunaan dana tersebut terbesar

direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif

terutama pembangunan Sistem Penyediaan Air

Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan

pendanaan sebesar Rp4353 miliar Penggunaan

dana yang besar lainnya adalah pembangunan

Sistem Pengelolaan Air Limbah pada 25 lokasi

dengan realisasi sebesar Rp1742 miliar

B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa

Pembiayaan program penurunan stunting juga

dilakukan dengan memanfaatkan dana

tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk

DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Penggunaan

Tabel 73

Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

Penguatan Intervensi Suplementasi Gizi pada Ibu Hamil dan Balita 99160840 13 Layanan 100

Pembinaan dalam Peningkatan Status Gizi Masyarakat 901090000 13 Layanan 100

Peningkatan Surveilans Gizi 1770940000 13 Layanan 100

Pembinaan dalam Peningkatan Pelayanan Kunjungan Neonatal Pertama 122215000 1 Layanan 100

Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah 139300000 1 Layanan 100

Pembinaan Pencegahan stunting 122007000 1 Layanan 100

Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan anak untuk Papua Barat 714575000 1 Layanan 98

Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Layanan 100

Layanan Capaian Eliminasi Malaria 1124803820 4625 Layanan 100

Layanan Pengendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan 3327530320 11 Layanan 100

Intervensi Percepatan Eliminasi Malaria Papua dan Papua Barat 5737637400 5 Layanan 100

Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit ISP 129502000 10 Layanan 100

Sarana dan Prasarana Penanggulangan TBC 836883400 15 Layanan 100

Sarana dan Prasarana Penanggulangan HIVAIDS 1561862237 18 Layanan 100

Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85

INTERVENSI SENSITIF

Pemberdayaan Pekarangan Pangan 4625794700 123 Kelompok 93

Hasil Pengawasan keamanan dan mutu pangan Segar 503082000 1 Rekomendasi 100

Pelaksanaan Strategi Promosi Kesehatan dlm mendukung Program Kesehatan 436753000 1 Layanan 100

Kampanye Hidup Sehat melalui Berbagai Media di Papua Barat 1553232000 2 Layanan 96

Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi Syarat 257380000 637 TPM 100

Pengawasan terhadap Sarana Air Minum (SAM) 123942000 5211 SAM 100

Pembinaan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 302746000 429 Desa 100

Rumah sakit rujukan yang memiliki pelayanan sesuai standar 110346800 1 RS Pengampu 100

Bimbingan Perkawinan Pra Nikah 257115860 159 Pasangan 75

Keluarga Miskin yang Mendapat Bantuan Tunai Bersyarat 2576223000 1 KPM 90

Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 74

SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 64

SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100

KIE Obat dan Makanan Aman 826691713 31 KIE 100

Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 99

Penguatan Peran PIK Remaja dan BKR dalam edukasi Kespro dan Gizi bagi

Remaja putri sebagai calon ibu 1669888794 225 Kelompok 99

PENDAMPINGAN KOORDINASI DAN DUKUNGAN TEKNIS

Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100

Pembinaan KabKota dlm Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di

Papua Barat 1294265000 2 Layanan 100

Pembinaan Puskesmas dlm Program Indonesia Sehat dgn Pendekatan Keluarga 151062768 74 Puskesmas 100

Pelatihan Strategis Sumber Daya Manusia Kesehatan 5939667100 518 Orang 100

Pembinaan amp Pengawasan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 602060200 3 KabKota 100

Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100

Sumber OMSPAN (data diolah)

109 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

dana ini antara lain melalui (1) DAK Fisik bidang

Kesehatan Air Minum dan Sanitasi dan (2)

Dana Desa yang digunakan oleh kampung

(desa) untuk bidang kesehatan pendidikan

sanitasi dan air minum

DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) yang diterima

oleh seluruh pemerintah daerah dan pemerintah

provinsi Papua Barat memiliki peruntukan yang

sudah ditetapkan sebagai syarat tahapan

penyaluran Oleh karena itu penggunaan dana

DFDD dalam rangka penanganan stunting

digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan

membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik dan

(2) intervensi sensitif Dana DFDD tahun 2019

yang telah digunakan dalam program stunting

sebesar Rp11548 miliar terdiri dari DAK Fisik

sebesar Rp6925 miliar dan Rp4642 miliar berupa

Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar adalah

pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar

Rp1021 miliar sedangkan intervensi spesifik

sebesar Rp135 miliar Realisasi terbesar

dialokasikan untuk perluasanpeningkatan

SPAM sebanyak 5852 sambungan rumah (SR)

dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp308

miliar Sementara penggunaan Dana Desa

terbesar diperuntukkan bagi pembangunan

sumber air bersih milik desa pada 1041 titik

dengan dana sebanyak Rp1752 miliar

B3 Belanja APBD

RKPD Pemerintah Provinsi Papua Barat Tahun

2019 disusun dengan memperhatikan masukan

dari rencana kegiatan yang dibuat berdasarkan

hasil analisis terhadap situasi program

Tabel 74

Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

DAK Fisik

Penyediaan Obat Gizi 618379770 4 Paket 100

Pengadaan Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil dengan Kekurangan

Energi Kronis (PMT BUMIL KEK - Pabrikan) 959581728 1 Paket 100

Penyediaan Alat Antropometri 1564015307 207 Paket 76

Penyediaan Sarana Prasarana Kesehatan Lingkungan 2876667089 29 Paket 59

Pengadaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit 41999300 1 Paket 100

Dana Desa

Penyediaan Obat Gizi 323865000 28 Paket 100

Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil 7146624150 1139 Unit 90

INTERVENSI SENSITIF

DAK Fisik

Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77

Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90

PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86

Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 10294226146 1378 SR 78

PerluasanPeningkatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 30801695898 5852 SR 81

Sarana dan Prasarana PAUD 1255742335 8 Ruang 100

Dana Desa

SaranaPrasarana PAUD 1288611688 398 Unit 70

Terlaksananya Pelatihan Pangan Sehat dan Aman 197000000 16 Paket 96

Pemeliharaan Sumber Air Bersih 8363963164 241 Unit 86

Pemeliharaan Sambungan Air Bersih 1398443564 18422 Meter 83

Sumber Air Bersih Milik Desa 17525913577 1041 Unit 70

Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga 4771816730 22030 Meter 93

Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah Rumah Tangga) 5143668021 3878 Meter 70

RehabilitasiPeningkatan Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah

Rumah Tangga) 262246705 354 Meter 93

Sumber OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

110

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

penurunan stunting RKPD sebagai pedoman

dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran

(KUA) Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara

(PPAS) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) menjadi jaminan pelaksanaan

programkegiatan terkait dengan intervensi gizi

spesifik dan sensitif menggunakan dana yang

bersumber dari APBD Program-program

tersebut dilaksanakan dengan target capaian

yang ditetapkan dalam RPKD

Prioritas pencegahan stunting sebagai

kombinasi dari kegiatan yang multi sektor

dilaksanakan oleh OPD-OPD dengan

menggunakan alokasi dana yang berasal dari

Otonomi Khusus (Otsus) dan DAK Non Fisik

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sesuai

dengan DPA yang telah ditetapkan Kegiatan

percepatan pencegahan stunting diselaraskan

dengan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh

KL yang berlokasi di kabupatenkota Dinas

Kesehatan memastikan terpenuhinya sumber

daya yang mendukung intervensi gizi spesifik

secara konvergen yang meliputi SDM

anggaran dukungan logistik dan kemitraan

Sedangkan Bappeda berperan dalam

koordinasi untuk menciptakan lingkungan yang

mendukung kebijakan intervensi secara

konvergen terutama intervensi sensitif dengan

menyelaraskan kebijakan seluruh OPD

Dana APBD di Provinsi Papua Barat pada tahun

Tabel 75

Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

Ibu Hamil

- Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin 1667044052 2182 Jiwa 85

- Suplementasi tablet tambah darah dan periksaan kehamilan 379861600 15317 Jiwa 80

Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-23 bulan

- Suplementasi kapsul vitamin 66836977 12320 Jiwa 100

- Pemantauan dan Promosi pertumbuhan (tingkat desa) 155659525 28693 Orang 100

Remaja Putri dan Wanita Usia Subur

- Suplentasi tablet tambah darah 799102989 44532 Jiwa 100

Anak Usia 24-59 bulan

- Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut 5660222222 2547 Jiwa 100

- Suplementasi kapsul vitamin A 107734789 47745 Jiwa 100

- Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100

INTERVENSI SENSITIF

Peningkatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi

- Akses air minum yang aman 11800000000 13 Kabkota 100

- Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85

Peningkatan kesadaran komitmen dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak

- Penyediaan konseling kesehatan dan reproduksi untuk remaja 1929297500 514 Orang 100

- Penyebarluasan informasi melalui berbagai media 207339727 50 Orang 100

- Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua 555195300 230 Orang 100

- Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 250000000 1 Kabkota 100

Peningkatan akses dan kualitas Pelayanan gizi dan kesehatan

- Akses pelayanan Keluarga Berencana 348042400 13 Kabkota 100

- Akses Jaminan Kesehatan (JKN) Orang Asli Papua 28818415000 589 Jiwa 100

- Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100

Peningkatan akses pangan Bergizi

- Akses kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) 711975000 10 Kelompok 85

- Akses kegiatan Kawasan Mandiri Pangan 371801600 6 Kawasan 80

Sumber Bappeda Provinsi Dinkes Provinsi Bappeda KabupatenKota dan Dinkes KabupatenKota (data diolah)

111 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

2019 dimanfaatkan dalam program

penanganan stunting untuk keperluan

membiayai kegiatan intervensi spesifik dan

intervensi sensitif Selama satu tahun tercatat

penggunaan dana sebesar Rp5744 miliar untuk

pencegahan stunting dengan kegiatan

intervensi spesifik sebesar Rp939 miliar dan

sebesar Rp4805 miliar untuk membiayai

kegiatan intervensi sensitif Penggunaan dana

tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi

penyediaan akses JKN Orang Asli Papua (OAP)

sebesar 2882 miliar Penggunaan dana yang

besar lainnya adalah untuk penyediaan akses

air minum yang aman dan pemberian makanan

tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut

dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118

miliar dan Rp566 miliar

B4 Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting

Kebijakan pembiayaan pada program

pencegahan stunting yang berasal dari APBN

dan APBD dalam berbagai skema merupakan

salah satu bentuk sinkronisasi kebijakan antara

pusat dan daerah Adanya sinkronisasi ini

diharapkan semakin mengakselerasi

peningkatan prevalensi stunting sekaligus

mendorong pembangunan infrastruktur serta

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di

masa depan Namun demikian dominasi dana

APBN masih terasa dan pemda tidak sanggup

jika harus menyediakan alokasi yang nantinya

akan mengurangi pendanaan kegiatan daerah

Selain itu pertimbangan keterbatasan kapasitas

fiskal daerah dikhawatirkan akan berdampak

pada gaji PNS karena alokasi terbesar dana

APBD dialokasikan untuk belanja pegawai Oleh

karena itu pada kegiatan intervensi spesifik

yang menyasar langsung prioritas pencegahan

(Ibu hamil baduta balita remaja putri)

peranan belanja KL sangat penting

Dari 13 pemerintah daerah yang ada di Provinsi

Papua Barat terdapat 2 kabupaten yang

menjadi lokus prioritas penanganan stunting

nasional Kondisi ini membuat fokus kegiatan

berada di kedua wilayah tersebut sedangkan

kabupatenkota lainnya pengalokasian hanya

bersifat memenuhi kewajiban yang sudah

ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (spesific

grant) dan berupaya mencari sumber

pembiayaan lainnya (Swasta) Sejauh ini

pelaksanaan pencegahan stunting selama

tahun 2019 di Provinsi Papua Barat dengan

kombinasi sumber pembiayaan yang ada

mencapai Rp27759 miliar Proporsi terbesar

berasal dari dana APBN (Belanja KL) mencapai

3764 persen (Rp10448 miliar) sedangkan

kontribusi DAK Fisik APBD dan Dana Desa

berturut-turut sebesar 2495 persen (Rp6925

miliar) 2069 persen (Rp5744 miliar) dan 1672

persen (Rp4642 miliar)

Tabel 76

Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)

Sumber Dana Intervensi Spesifik Intervensi Sensitif

Pendampingan

Koordinasi dan

Duktek

Kontribusi

APBN 19277886059 76779888382 8421955068 3764

DAK Fisik 6060643195 63186313948 - 2495

Dana Desa 7470489150 38951663449 - 1672

APBD

(DAU DAK Non Fisik Otsus) 9391806598 48045572569 - 2069

Jumlah 42200825002 226963438348 8421955068 10000

Sumber Bappeda Dinkes dan OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

112

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING

Pelaksanaan program sejauh ini dapat berjalan

lancar meskipun dengan alokasi anggaran yang

relatif besar melalui optimalisasi penggunaan

dana untuk mencapai output yang ditargetkan

Pada masa mendatang berbagai tantangan

masih harus dihadapi dalam pelaksanaan

program-program penurunan stunting

diantaranya

1 Koordinasi dan sinergi baik antar-KL antar

pemerintah kabupatenkota antara

pemerintah kabupatenkota dan provinsi

maupun antara pemerintah pusat dan

daerah yang masih perlu ditingkatkan

Berbagai program yang masih bersifat

sektoral dan kewilayahan perlu ditingkatkan

sinerginya sehingga dapat sepenuhnya saling

mendukung dalam akselerasi penurunan

stunting di daerah secara keseluruhan

2 Kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan

program yang masih perlu ditingkatkan

Keterbatasan pelaksana program di

lapangan baik dalam hal kualitas maupun

kuantitas sebaran penduduk yang luas

belum adanya mekanisme untuk memastikan

ketercapaian output serta lemahnya

monitoring dan evaluasi baik itu dari

pemerintah kabupatenkota pemerintah

provinsi maupun pemerintah pusat

menyebabkan implementasi program

menjadi tidak maksimal

3 Belum meratanya akses kepada layanan

kesehatan pendidikan anak usia dini air

bersih dan sanitasi karena keterbatasan

angaran dalam penyediaan sarana dan

prasarana

4 Kurangnya pengetahuan masyarakat

tentang gizi dan pola hidup sehat yang

berpengaruh pada praktek pengasuhan

yang tidak tepat Selain itu penyampaian

informasi atau sosialisasi yang terkendala

dengan jarak dan ketersediaan tenaga

kesehatan

Halaman ini sengaja dikosongkan

KESIMPULAN

SARAN

ldquoTarian Penyambutan oleh Suku Arfak suku asli Manokwarirdquo

DJPbKawalAPBN

113

Kesimpulan dan Rekomendasi

A KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dan analisis seperti

yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Pembangunan Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus didominasi oleh

pengaruh faktor ekonomi dengan kekayaan

alam (minyak bumi dan gas alam) yang

melimpah menjadi modal utama

2 Perekonomian Papua Barat hanya

didominasi oleh 3 kabupatenkota (Kota

Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk

Bintuni) sebagai lokasi pertambangan dan

perindustrian sehingga menyebabkan

kesenjangan dan tidak meratanya kapasitas

dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik

fasilitas perdagangan fasilitas kesehatan

maupun fasilitas pendidikan

3 Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat

bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940

mdpl dan menyebabkan Provinsi Papua

Barat menjadi sangat berpotensi (kelas risiko

tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan

dan hutan gempa tektonik serta

gelombang tsunami

4 Kinerja perekonomian Provinsi Papua Barat

selama tahun 2019 tampil cukup baik Hal ini

tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang

mampu tumbuh meskipun tertahan pada

level 266 persen PDRB per kapita naik

sebesar 218 persen inflasi yang terkendali

pada angka 193 persen dan ekspor yang

menurun sebesar 179 persen

5 Tingkat kesejahteraan penduduk di Provinsi

Papua Barat pada tahun 2019 menunjukan

peningkatan walaupun belum signifikan Hal

ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang turun

menjadi 2151 persen disertai dengan nilai

gini ratio yang juga turun menjadi 0381

Sementara itu tingkat pengangguran

meningkat menjadi 624 persen

6 Sensifitas pertumbuhan ekonomi terhadap

tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

relatif rendah dimana elastisitasnya bersifat

inelastis

7 Target pendapatan APBN tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

sebesar 116 persen dibandingkan target

tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar

menjadi Rp268042 miliar Sementara itu

dari aspek belanja negara terdapat

kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427

persen dibandingkan pagu tahun 2018

yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi

Rp3172329 miliar

8 Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi

pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat

mencapai 10987 persen sedangkan

realisasi belanja APBN mencapai 9175

persen

BAB VIII

Kesimpulan dan Rekomendasi

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

114

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

9 Realisasi pendapatan pemerintah pusat di

Provinsi Papua Barat sampai dengan akhir

tahun 2019 sebesar Rp265248 miliar atau

naik 181 persen dari tahun sebelumnya

10 Realisasi penerimaan perpajakan

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan sebesar 2085

persen yaitu dari Rp219362 miliar pada

tahun 2018 menjadi Rp265104 miliar pada

tahun 2019 sedangkan realisasi

pendapatan bukan pajak tahun 2019

sebesar Rp29404 miliar atau turun 199

persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya

yang berjumlah Rp30001 miliar

11 Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah

penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat

sebesar Rp16978 miliar yang diberikan

kepada 51622 debitur Daerah dengan

jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota

Sorong sebesar Rp57002 milar dengan

jumlah debitur sebanyak 16903 nasabah

Jika dilihat per sektor perdagangan

merupakan sektor yang memiliki jumlah

penyaluran KUR terbesar mencapai

Rp119405 miliar dengan jumlah debitur

sebanyak 35551 nasabah

12 Berdasarkan komposisinya komponen

terbesar dari Transfer ke Daerah dan Dana

Desa (TKDD) Provinsi Papua Barat tahun 2019

berupa DBH menyumbang 362 persen dari

total keseluruhan TKDD yang diterima Provinsi

Papua Barat Komponen terbesar kedua

yaitu DAU sebesar 321 persen

13 Pada tahun 2019 beberapa output strategis

APBN tercatat memiliki realisasi yang cukup

besar seperti pembangunan dan preservasi

plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar) Jembatan

sepanjang plusmn235 meter (Rp43572 miliar) dan

rehabilitasi sarana pendidikan sebanyak

plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Selain itu realisasi

PIP dan KIP mampu mencapai nilai Rp4099

juta atau sebanyak 482 siswa beasiswa

Bidikmisi sebanyak 353 mahasiswa

Sementara pada bidang kesehatan

pencegahan stunting mampu terlaksana

pada 8558 keluarga penyediaan layanan

imunisasi alokon pada 170 faskes di 13

kabupatenkota

14 Target pendapatan APBD tahun 2019 seluruh

pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan 5132 persen dari

Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2871888 miliar pada tahun 2019

Sebaliknya total pagu belanja APBD

pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat

naik dari Rp2326404 miliar pada tahun 2018

menjadi Rp2761199 miliar atau meningkat

1869 persen di tahun ini

15 Total pendapatan APBD seluruh pemerintah

daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai

Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen

dibandingkan tahun sebelumnya Adapun

dari aspek belanja terdapat kenaikan

realisasi sebesar 12 persen yaitu dari

Rp2125451 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2380387 miliar pada tahun 2019

16 Realisasi pendapatan seluruh pemerintah

daerah se-Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 didominasi oleh pendapatan transfer

mencapai 9208 persen dari total

pendapatan daerah

17 Pada tahun 2019 indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index) pemerintah

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

tidak ada pemerintah kabupatenkota di

Provinsi Papua Barat yang masuk dalam

kategori sangat baik dan hanya ada dua

pemerintah daerah yang masuk ke dalam

kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan

Kaimana Sementara itu terdapat lima

115 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Kesimpulan dan Rekomendasi

daerah yang masuk dalam kategori buruk

yaitu Kab Manokwari Kab Fakfak Kab

Sorong Selatan Kab Teluk Wondama dan

Kab Raja Ampat Adapun pemerintah

daerah lainnya masuk dalam kategori

cukup

18 Belanja wajib APBD tahun 2019 pada bidang

pendidikan pelaksanaannya diwujudkan

dalam bentuk gaji dan tunjangan bagi

tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)

pemberian beasiswa OAP afirmasi OAP di

Perguruan Tinggi pembangunan fasilitas

pendidikan menengah pembangunan

prasarana dan sarana belajar

pembangunan rumah dinas guru serta

pengembangan koleksi perpustakaan Pada

bidang kesehatan output prioritas

diwujudkan melalui penyediaan makanan

tambahan obat vaksin dan perbekalan

kesehatan penyediaan layanan kesehatan

berbasis masyarakat pembangunan fasilitas

kesehatan tingkat lanjut di Kab Manokwari

serta penempatan tenaga kesehatan

secara merata Sementara output belanja

infrastruktur realisasi diantaranya

pembangunan dan preservasi plusmn473Km jalan

Jembatan sepanjang plusmn177 meter dan

pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500

Ha serta pelabuhandermaga rakyat di 4

lokasi terminal di 3 lokasi serta SPAM di 8

lokasi

19 Dengan menggunakan pendekatan

Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan

bahwa elastisitas penerimaan pajak daerah

di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per

kapita bersifat elastis Selain itu didapatkan

nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif

kecil yang menunjukan tingkat kesulitan

pemungutan pajak daerah relatif tinggi

20 Berdasarkan tabel input output Provinsi

Papua Barat tahun 2013 yang kemudian

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System)

model Miller dan Blair (1985) diperoleh hasil

bahwa sektor dengan nilai pengganda

output terbesar yaitu industri pengolahan

migas dan perikanan Adapun sektor

dengan pengganda pendapatan tertinggi

yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor

administrasi pemerintahan amp jaminan sosial

Sementara itu sektor dengan pengganda

tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya

dan industri makanan amp minuman

21 Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang

memiliki keterkaitan ke depan (forward

linkage) terbesar yaitu industri lainnya dan

industri makanan-minuman Adapun sektor

yang memiliki keterkaitan ke belakang

(backward linkage) terbesar yaitu industri

pengolahan migas dan perikanan

22 Dua kabupaten menjadi lokus prioritas

penanganan stunting nasional yaitu Kab

Tambraw dan Sorong Selatan Pelaksanaan

pencegahan stunting selama tahun 2019

dengan kombinasi sumber pembiayaan

yang ada mencapai Rp27759 miliar

Proporsi terbesar berasal dari dana APBN

(Belanja KL) mencapai 3764 persen

(Rp10448 miliar) sedangkan kontribusi DAK

Fisik APBD dan Dana Desa berturut-turut

sebesar 2495 persen (Rp6925 miliar) 2069

persen (Rp5744 miliar) dan 1672 persen

(Rp4642 miliar)

B REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas

beberapa rekomendasi yang diajukan

diantaranya

1 Sebagai salah satu komponen pertumbuhan

ekonomi pengeluaran pemerintah di

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

116

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke

daerah pedesaan dan remote area Hal ini

didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah

penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

sebagian besar berada di daerah pedesaan

yang terpencil Berbagai sektor yang

memiliki andil besar terhadap pertumbuhan

ekonomi sebagian besarnya tercurah ke

daerah perkotaan sehingga manfaatnya

belum banyak dinikmati oleh penduduk

pedesaan

2 Pemerintah perlu meningkatkan kualitas

pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan

sarana infrastruktur yang layak dan

memadai di daerah pedesaan dan remote

area terutama sarana pendidikan

kesehatan dan transportasi beserta tenaga

pendidikan dan kesehatan yang handal di

bidangnya

3 Pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

perlu mengoptimalisasi anggaran belanja

wajib melalui pelaksanaan program yang

efektif dan efisien serta memiliki sinergi

dengan pemerintah pusat berupa kegiatan

pengadaan pembangunan dan

pemeliharaan sarana prasarana pendidikan

dan kesehatan yang saling melengkapi dan

tidak ada duplikasi serta lebih awal

sehingga dapat selesai pada satu tahun

anggaran

4 Pemerintah sebaiknya mengutamakan

persebaran KUR di luar sektor perdagangan

ke sektor lain yang lebih produktif seperti

sektor pertanian perikanan dan industri

pengolahan Hal ini dikarenakan perluasan

kepada sektor produktif dapat lebih

menggerakkan roda perekonomian di

Provinsi Papua Barat

5 Dikarenakan indeks kesehatan keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk

dalam kategori sangat baik dan hanya ada

satu pemerintah daerah yang masuk ke

dalam kategori baik oleh karena itu

pemerintah daerah harus meningkatkan

kualitas belanja daerah (quality of spending)

yang berorientasikan kepada hasil dan

manfaat yang dirasakan oleh publik

Caranya dengan melakukan perencanaan

anggaran yang baik dan tepat waktu

membuat prioritas belanja dan

melaksanakannya dengan disiplin yang

tinggi sesuai prinsip ekonomis efektif dan

efisien Untuk mendukung kualitas dari

belanja daerah pengeluaran pemeritah

daerah juga harus dilakukan secara

transparan dan akuntabel

6 Berdasarkan perhitungan potensi pajak

daerah menggunakan pendekatan

Mansfield ndash Wirasasmita Model diantara

kebijakan dan strategi pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan

penerimaan pajak daerah yaitu

a Meningkatkan basis data perpajakan

melalui (1) pendataan ulang wajib pajak

dan objek pajak (2) peningkatan

koordinasi internal pemerintah daerah

terutama kepada badandinas perizinan

daerah dan (3) pemanfaatan data

pihak ketiga seperti Badan Pertanahan

setempat untuk penerimaan PBB

b Melakukan kerjasama dan koordinasi

dengan kantor pelayanan pajak dan

kantor pelayanan kekayaan negara dan

lelang setempat dalam penilaian dan

penagihan pajak daerah

c Melakukan koordinasi dengan aparat

kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP

setempat dalam pemeriksaan pajak

daerah

117 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Kesimpulan dan Rekomendasi

d Melakukan modernisasi sistem dan tata

kola pajak daerah dengan cara (1)

memanfaatkan teknologi informasi untuk

basis data (integrated database) dan

pelayanan perpajakan (2) membangun

organisasi pemungutan pajak daerah

yang handal dan (3) menyusun Standar

Operasional Prosedur (SOP) pemungutan

dan pelayanan perpajakan

e Meningkatkan kapasitas sumber daya

manusia melalui (1) pelaksanaan diklat

penilaian penagihan dan pemeriksaan

(2) penambahan jumlah diklat terkait

praktik pemungutan perpajakan yang

baik dan (3) pelaksanaan kerjasama

dengan pemerintah daerah lain yang

sukses dalam pemungutan pajak

daerah

7 Berdasarkan tabel input output Provinsi

Papua Barat tahun 2013 yang kemudian

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System)

model Miller dan Blair (1985) diantara

kebijakan dan strategi pengembangan

sektoral yang dapat ditempuh pemerintah

daerah Provinsi Papua Barat diantaranya

a Apabila dalam proses pembangunan

lebih mengutamakan pertumbuhan

ekonomi yang mantap sebaiknya

pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat lebih berfokus untuk mendorong

industri pengolahan migas dan sektor

perikanan dikarenakan memiliki

pengganda output terbesar

b Apabila sasaran utama dari proses

pembangunan adalah peningkatan

pendapatan masyarakat maka

kebijakan pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat sebaiknya lebih fokus untuk

mendorong sektor jasa pendidikan

dikarenakan memiliki pengganda

pendapatan terbesar

c Apabila fokus pembangunan daerah

adalah peningkatan kesempatan kerja

maka kebijakan pemerintah daerah di

Provinsi Papua sebaiknya lebih

mengutamakan industri lainnya dan

industri makanan-minuman dikarenakan

memiliki pengganda tenaga kerja

terbesar

d Sektor kunci yang dapat dijadikan

unggulan oleh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat yaitu industri lainnya

dan industri makanan-minuman

dikarenakan memiliki derajat kepekaan

tertinggi Sementara itu industri

pengolahan migas dan sektor ikan

dapat dijadikan sektor kunci karena

memiliki daya penyebaran terbesar

8 Pemerintah daerah seharusnya lebih terlibat

dalam akselerasi penurunan stunting

dengan penggunaan dana APBD Selain itu

upaya optimalisasi pelaksanaan

pencegahan stunting oleh Pemda dilakukan

melalui (1) peningkatan koordinasi dan

sinergi baik antar pemerintah

kabupatenkota antara pemerintah

kabupatenkota dan provinsi maupun

dengan pemerintah pusat (2) peningkatan

kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan

program dengan menambah tenaga

kesehatan berbasis masyarakat di lapangan

(3) pelaksanaan monitoring dan evaluasi

rutin baik itu dari tingkat kabupatenkota

pemerintah provinsi untuk menjaga tingkat

ketercapaian sasaran program (4)

penyediaan akses kepada layanan

kesehatan pendidikan anak usia dini air

bersih dan sanitasi yang merata secara

konsisten

118

Daftar Pustaka

Aisen A amp Veiga FJ (2010) How Does Political

Instability Affect Economic Growth

Washington International Monetary

Fund

Altman EI (1968) Financial Ratios Discriminant

Analysis and the Prediction of Corporate

Bankruptcy The Journal of Finance Vol

23 No 4 pp 589-609

Baumohl Bernard (2012) The Secrets of

Economic Indicators Hidden Clues to

Future Economic Trends and Investment

Opportunity -Third Edition New Jersey

Pearson Education Limited

Barro Robert J (1991) Economic Growth in a

Cross Section of Countries

Massachusetts The MIT Press

Beaver WH (1966) Financial Ratios as

Predictors of Failure Journal of

Accounting Research Vol 4 pp 71-111

Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2001)

Small and Medium Enterprise Dynamics

In Indonesia Bulletin of Indonesian

Economic Studies Volume 37 Issue 3

2001 pp 363-84

Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2002)

Firm and Group Dynamics in the Small

and Medium Enterprise Sector in

Indonesia Small Business Economics 18

Pp 141-61

BlanchardOliver (2006) Macroeconomics ndash

forth edition New Jersey Prentice Hall

BNPB (2014) Indeks Risiko Bencana Indonesia

Jakarta Direktorat Pengurangan Risiko

Bencana BNPB

Bourletidis K amp Triantafyllopoulos Y (2014)

SMEs Survival in Time of Crisis Strategies

Tactics and Commercial Success Stories

Procedia - Social and Behavioral

Sciences Vol 148 pp 639-644

Brown KW (1993) The 10-point Test of Financial

Condition Toward An Easy-to-use

Assessment Tool for Smaller Cities

Government Finance Review Vol 9 pp

21-26

Carmeli A (2008) The fiscal distress of local

governments in Israel Administration amp

Society 39 984

Chase BW amp Philips RH (2004) GASB 34 and

Government Financial Condition An

Analytical Toolbox Government Finance

Review Vol 20 no 2 pp 26-31

Chenery HB amp and T Watanabe (1958)

International Comparisions of The

Strructural of Production Econometrica

26(4) 487-521

Chittithaworn C Islam A Keawchana T amp

Yusuf D H (2011) Factors Affecting

Business Success of Small amp Medium

Enterprises (SMEs) in Thailand Asian

Social Science Vol 7 No 5 pp 180-190

CICA (1997) Indicators of Government

Financial Condition Canadian Institute

of Chartered Accountants Toronto

Corden WM amp Neary J P (1982) Booming

Sector and De-industrialisation in a Small

Open Economy Economic Journal 92

(December) 825-48

Cramer JS (2001) Measures of Fit of

Multinominal Discrete Models Tinbergen

Institute Discussion Papers Vol 4 01-082

Davey K 2003 Fiscal Decentralization (dikutip

secara online pada 12 Februari 2019 dari

httpunpan1unorgintradocgroupsp

ublicdocumentsUNTCUNPAN017650p

df

Dollar D amp A Kraay (2002) Growth is Good for

the Poor Journal of Economic Growth 7

195-225

DAFTAR PUSTAKA

119 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Daftar Pustaka

Dollery B Crase L amp Byrens J (2006) Local

Government Failure Why does Australian

Local Government Experience

Permanent Financial Austerity

Australian Journal of Political Science

Vol 41 pp 339-353

Drazen A (2000) Political Economy in

Macroeconomics Pricenton Princenton

University Press

Foster R N (1986) Innovation The Attackerrsquos

Advantage New York Summit Books

Funabashi G (2013) Small and Medium

Enterprises under the Global Economic

Crisis Evidence from Indonesia Asian

Institute of Management Working Paper

14-012

Gujarati DN amp Porter DC (2009) Basic

Econometrics -fifth edition Boston

McGraw-Hill

Heckman J J (2008) The Case For Investing In

Disadvantaged Young Children CESifo

DICE Report 6(2) 3-8

Hirschman AO (1958) The Strategy of

Economic Development New York Yale

University Press

Inanga E L amp Wusu D (2004) Financial

Resource Base of Sub-national

Governments and Fiscal

Decentralization in Ghana African

Development Review 16 (1) 72

Jhingan ML (1983) The Economics of

Development and Planning New Delhi

Vicas Publishing

Keefer P amp Khemani S (2004) Democracy

Public Expenditures and the Poor

Washington DCThe World Bank

Khan S (2015) Impact of sources of finance on

the growth of SMEs evidence from

Pakistan Decision Vol 42 No 1 pp 3-10

Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)

Developing and Testing A Composite

Model to Predict Local Fiscal Distress

Public Administration Review Vol 65 No

3 pp 313-323

Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)

Someone to Watch Over me State

Monitoring of Local Fiscal ConditionsThe

American Review of Public

Administration Vol 35 no 3 pp 236-255

Krugman P amp Wells R (2011) Economics-

Second Edition New York Worth

Publishers

Mahi Ali K amp Trigunarso Sri I (2017)

Perencanaan Pembangunan Daerah

Teori dan Aplikasi Jakarta Kencana

Mankiw N Gregory (2013) Macroeconomics -

eight edition New York Worth Publisher

Mansfield XY (1972) Elasticity and Bouyancy of

Tax System A Method Applied to

Paraguay International Monetary Fund

Staff Paper Vol XIX

MillerRE dan PDBlair (1985) Input-Output

Analysis Foundations and Extensions

New Jersey Prentice-Hall

Mishkin Frederic S (2015) Macroeconomics

Policy and Practice New Jersey Pearson

Education Limited

Nollenberger K Groves SM amp Valente MG

(2003) Evaluating Financial Condition A

Handbook for Local Government

Washington DC International

CityCounty Managers Association

Pearce JA amp Richard B Robinson Jr (1998)

Strategic Management-third edition

USA Richard D Irwin Illions

Prudrsquohomme R (1995) On the Dangers of

Decentralization Research Observer

10th 201-220

Ravallion Martin (1995) Growth and Poverty

Evidence for Developing Countries in The

1990s Economics Letters Vol 48 (June)

411-417

Saaty TL (2008) Decision Making with The

Analytic Hierarchy Process International

Journal of Services Sciences Vol 1 no1

pp 83-98

Samuelson Paul A amp Nordhaus William P

(2004) Macroeconomics New York

Irwin McGraw-Hill

Seyoum B (2009) Export-Import Theory

Practices and Procedures -Second

Edition New York Routledge

Soleh Ahmad (2017) Strategi Pengembangan

Potensi Desa Jurnal Sungkai Vol 5 No 1

pp 32-52

Stiglitz Joseph E (1998) Towards A New

Paradigm For Development Geneva

United Nations Conference on Trade

Development 9th Raul Prebisch Lecture

Sukirno Sadono (2011)Makroekokonomi Teori

Pengantar Jakarta PT Raja Grafindo

Persada

Takashi H (1999) Fiscal Crises in Japanrsquos

Prefectures and The Debate on

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

120

Daftar Pustaka

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Corporate Tax Reform Japan Economic

Institute of America

Tjiptoherijanto Prijono (2017) Dinamika

Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Indonesia Jurnal Analis Kebijakan Vol 1

No2

Todaro Michael P amp Stephen C Smith (2003)

Economic Development- Eigth Edition

London Pearson Education Limited

Wang X Dennis L amp Tu YSJ (2007) Measuring

Financial Condition A Study of US States

Public Budgeting amp Finance Vol 27 No

2 pp 1-21

Wirasasmita Y (1982) Elasticity of Tax System A

Model Applied to Indonesia for The

Period 19741975 ndash 19791980

Pemberitaan No13 Bandung Universitas

Padjadjaran

Wengel J amp Rodriguez E (2006) SME Export

Performance in Indonesia After The Crisis

Small Business Economics Vol 26 No 1

pp 25-37

WCED S W S (1990) World Commission On

Environment and Development Our

Common Future 17 1-91

Zumaeroh (2011) Penduduk Dalam Proses

Pembangunan Majalah Ilmiah Ekonomi

Vol 14 No 1 pp 15-19

Peraturan

UU No 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi

menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah

UU No 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi

menjadi UU No 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah

UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014

Dana Desa Yang Bersumber Dari

Anggaran Pendapatan Dan Belanja

Negara

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015

tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014

tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa

Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2017

Tentang Rencana Kerja Pemerintah

Tahun 2018

PMK Nomor 247PMK072015 tentang Tata Cara

Pengalokasian Penyaluran

Penggunaan Pemantauan dan

Evaluasi Dana Desa

PMK Nomor 49PMK072016 tentang Tata Cara

Pengalokasian Penyaluran

Penggunaan Pemantauan dan Evaluasi

Dana Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

257PMK072015 tentang Tata Cara

Penundaan dan atau Pemotongan

Dana Perimbangan Terhadap Daerah

Yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana

Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

50PMK072017 tentang Pengelolaan

Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

112PMK072017 tentang Perubahan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

50PMK072017 tentang Pengelolaan

Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Permendes Nomor 4 Tahun 2017 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa

Pembangunan Daerah Tertinggal dan

Transmigrasi Indonesia Nomor 22 Tahun

2016 tentang Penetapan Prioritas

Penggunaan Dana Desa Tahun 2017

Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4

Tahun 2017 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah

Daerah Provinsi Provinsi Papua Barat

2017-2021

Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 55

Tahun 2018 tentang Rencana Kerja

Pemerintah daerah Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Halaman ini sengaja dikosongkan

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

LAMPIRAN

Hasil Olah Data Eviews 10

Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test

Equation Untitled

Test period random effects

Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob

Period random 0011090 1 09161

WARNING estimated period random effects variance is zero

Period random effects test comparisons

Variable Fixed Random Var(Diff) Prob

GROWTH -0808006 -0814014 0003255 09161

Regresi Data Panel

Period random effects test equation

Dependent Variable POVERTY

Method Panel Least Squares

Date 020620 Time 1639

Sample 2016 2019

Periods included 4

Cross-sections included 13

Total panel (balanced) observations 52

Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob

C 3219243 3027290 1063408 00000

GROWTH -0808006 0539769 -1496949 01434

Effects Specification

Period fixed (dummy variables)

R-squared 0079440 Mean dependent var 2805154

Adjusted R-squared 0000534 SD dependent var 7682391

SE of regression 7680338 Akaike info criterion 7012119

Sum squared resid 2064566 Schwarz criterion 7182741

Log likelihood -1327363 Hannan-Quinn criter 7073336

F-statistic 1006773 Durbin-Watson stat 0043567

Prob(F-statistic) 0401337

Dependent Variable LOG(T) Method Least Squares Date 022020 Time 2341 Sample 1 11 Included observations 11

Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob

C 3156794 7072044 0446376 06672

LOG(Y) 1246326 0566079 2201680 00588 LOG(T1) 0360037 0273317 1317288 02242

R-squared 0506975 Mean dependent var 2211698 Adjusted R-squared 0383719 SD dependent var 2042810 SE of regression 1603679 Akaike info criterion 4009479 Sum squared resid 2057430 Schwarz criterion 4117996 Log likelihood -1905213 Hannan-Quinn criter 3941074 F-statistic 4113178 Durbin-Watson stat 2399802 Prob(F-statistic) 0059085

Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2013 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar

Tahun

2013

Kode

15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 306

15 4107217 433527 18834 1243 83 - 239432 78928 156 26809 588 356 1574 1631269 32547079

14 10702043 494469 37530 - - - - - - - 7572 4177 86022 465347 13790814

23 212528 145112 945679 93 275 - 560 451 607 420 38508 339898 7507228 15371 445497

21 1154283 790085 51891 15773 301 - 178953 46786 377 53341 60818 28496 64684 10271 85782

17 515297 - - 42 13453 - 31595 42871 73 4609 138386 18677 942 (7642) 142051

37 1213083 - - - - - - - 16498 21282 108024 3277909 5011 57570 1185205

25 - - - - - - - - - - 486372 108732 230952 (255289) 3501664

11 - - - - 1228 - - 416857 - - 1276410 55494 6557 (132259) 833126

34 193526 43442 26514 9608 7340 - 248029 4227 62205 2463 332666 234059 42209 (3025) 248599

38 32440 - 7757 - - - - - 1385 308417 722141 1134753 8385 1830 38047

201 3840406 2020974 2510884 50582 56892 3317945 649979 301984 232744 960378

202 10699814 10133020 3719111 104580 136091 1315773 1622740 1112082 524049 206073

203 117077 108105 52092 1388 1363 - 16960 10036 4339 3621

Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2019 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar Updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) Model Miller dan Blair

Tahun

2019

Kode

15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 Tenaga

Kerja ICOR

15 7076142 746904 32448 2142 143 - 412507 135982 269 46188 1013 613 2712 2810441 56073917 8528 2323925

14 18438075 851899 64659 - - - - - - - 13045 7196 148203 801726 23759581 8711 122187

23 366155 250007 1629268 160 474 - 965 777 1046 724 66344 585595 12933870 26482 767527 2789 2010547

21 1988663 1361202 89401 27175 519 - 308310 80606 650 91899 104781 49094 111441 17695 147790 3905 019106

17 887782 - - 72 23178 - 54434 73861 126 7941 238419 32178 1623 (13166) 244733 4074 061430

37 2089967 - - - - - - - 28424 36666 186110 5647364 8633 99185 2041937 595 -

25 - - - - - - - - - - 837949 187330 397897 (439826) 6032861 2484 -

11 - - - - 2116 - - 718184 - - 2199070 95608 11297 (227863) 1435356 12254 2767864

34 333417 74844 45680 16553 12646 - 427318 7283 107170 4243 573135 403250 72720 (5212) 428300 1011 289078

38 55889 - 13364 - - - - - 2386 531358 1244145 1955016 14446 3153 65549 496 2446210

201 6616465 3481846 4325891 87145 98017 5716340 1119820 520275 400984 1654593

202 18434234 17457730 6407491 180176 234465 2266887 2795747 1915957 902861 355034

203 201707 186249 89747 2391 2348 - 29220 17291 7475 6238

Sumber Aplikasi Input Output Regional Kerjasama antara Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM Edocondan Bappenas

Kode

I-O Sektor

15 Industri Pengolahan Migas

14 Pertambangan dan Penggalian

23 Konstruksi

21 Industri Lainnya

17 Industri Makanan dan Minuman

37 Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial

25 Perdagangan

11 Ikan

34 Keuangan

38 Jasa Pendidikan

Kode

I-O Uraian

201 Upah amp Gaji

202 Surplus usaha

203 Penyusutan

301 Konsumsi Rumah Tangga

302 Konsumsi Pemerintah

303 Pembentukan Modal Tetap Bruto

304 Inventori

305 Ekspor Barang

306 Ekspor Jasa

Executive Summary

Pengarah

Hari Utomo

(Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat)

Penanggung Jawab

Neil Edwin

(Plt Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Koordinator

Rian Andriono

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-C)

Anggota

Posma Amando Siagian

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-A)

Alif Fahrudin

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-B)

Yohanes Djie

(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Melianus

(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Tim Penyusun

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Provinsi Papua Barat

Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari

Komplek Perkantoran Pemerintahan Provinsi Papua Barat

Jl Brigjen Marinir (Purn) Abraham O Atururi Kelurahan Anday Arfai Kab Manokwari

Telepon (0986) 214122 - Faksimili (0986) 214124

website djpbnkemenkeugoidkanwilpapuabarat

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROVINSI PAPUA BARAT

GKN MANOKWARI LT II KOMPLEK PERKANTORAN GUBERNUR JALAN ABRAHAM O ATURURI ARFAIMANOKWARI 98315 TELEPON (0986) 214122 FAKSIMILI (0986) 214124 SUREL

KANWILDJPBNPAPUABARATGMAILCOM SITUS WWWDJPBKEMENKEUGOIDKANWILPAPUABARAT

NOTA DINASNOMOR ND-153WPB332020

Yth Direktur Pelaksanaan AnggaranDari Plh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi

Papua BaratSifat BiasaLampiran -

Hal Penyampaian KFR Tahun 2019 Provinsi Papua BaratTanggal 25 Februari 2020

Menindaklanjuti Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-61PB2017tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional dan Nota Dinas DirekturPelaksanaan Anggaran Nomor ND-54PB22020 tentang Penyusunan dan Tema AnalisisTematik Kajian Fiskal Regional Tahunan 2019 bersama ini kami sampaikan KFR Tahun 2019Provinsi Papua Barat Adapun softcopy laporan telah kami kirimkan melalui pos-el ke alamatloditpagmailcom

Demikian kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih

Ditandatangani secara elektronikPaulina Latupeirissa

  • KFR Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Netpdf (p1-162)
    • Kata Pengantar KFR 2019pdf
    • Bab 2 KFR 2019pdf
    • Bab 5 KFR 2019pdf
    • Bab 6 KFR 2019pdf
    • Daftar Pustaka KFR 2019pdf
    • Lampiranpdf
    • Tim Penyusunpdf
    • Sampul Belakang 2019pdf
      • ND-153_WPB33_2020 Pengantar KFR Tahun 2019pdf (p163)
Page 4: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

ii

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Kata Pengantar

merancang (to devise) pembangunan

ekonomi development economics

mempertimbangkan faktor sosial budaya

legal dan politik

Kajian Fiskal Regional (Regional Fiscal Analysis)

ini merupakan studi perkembangan ekonomi

pembangunan dari sudut pandang kebijakan

fiskal untuk wilayah Provinsi Papua Barat

Variabel utama yang digunakan untuk

melakukan analisis pembangunan adalah

dengan melakukan studi deskriptif kuantitatif

atas data penerimaan dan pengeluaran

negara Dalam studi ini outlook pembangunan

dalam satu tahun dengan memperhatikan

indikator-indikator pertumbuhan ekonomi

(consumption investment government

expenditure net export) dan dampak yang

timbul seperti indeks pembangunan manusia

(human development index) pemerataan

pendapatan (income equality)

penanggulangan kemiskinan (poverty

alleviation) pengurangan pengangguran

(unemployment reduction) dan lain-lain Pada

saat yang bersamaan indikator makro ekonomi

tersebut disandingkan dengan beberapa

perspektif yang merupakan constraint

pembangunan antara lain 1) Aspek budaya

(culture aspect) sebagai contoh adalah

eksistensi hak ulayat dalam kehidupan sosial

kemasyarakatan 2) Aspek sosial

kemasyarakatan (sosiological aspect) sebagai

contoh kerentanan sosial (social vulnerability)

yang membuat stabilitas masyarakat

terganggu 3) Aspek politik (political aspect)

sebagai contoh pelaksanaan otonomi khusus

(special autonomy) yang belum menunjukkan

dampak positif terhadap pertumbuhan

pembangunan 4) Aspek geografis

(geographical aspect) sebagai contoh kondisi

geografi yang belum terintegrasi secara

infrastruktur

Dengan keterbatasan yang ada kami

menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini

masih terdapat kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan Oleh karena itu kami

mengharapkan saran masukan dan kritik yang

bersifat membangun untuk perbaikan ke arah

yang lebih baik Akhirnya kami berharap

semoga kajian ini dapat memberikan manfaat

kepada semua pihak serta dapat menjadi

tambahan pengetahuan dan wawasan bagi

pembaca semuanya

Manokwari 25 Februari 2019

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal

Perbendaharaan Provinsi Papua Barat

Hari Utomo

Halaman ini sengaja dikosongkan

iii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GRAFIK xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR BOKS xiv

EXECUTIVE SUMMARY xv

BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH 1

A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 1

A1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 1

A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah 4

B TANTANGAN DAERAH 5

B1 Tantangan Ekonomi Daerah 6

B2 Tantangan Sosial Kependudukan 10

B3 Tantangan Geografi Wilayah 15

BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL 19

A INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL 19

A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 20

A2 Inflasi 20

A3 Suku Bunga 27

A4 Nilai Tukar 29

B INDIKATOR KESEJAHTERAAN 29

B1 Indikator Pembangunan Manusia (IPM) 29

B2 Kemiskinan 31

B3 Ketimpangan 32

B4 Ketenagakerjaan 33

C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL 34

C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan 34

C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan

Pendekatan Model Data Panel 35

BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN 39

A APBN TINGKAT PROVINSI 39

B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 40

B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat 41

B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi 43

B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan dan PNBP Terhadap

Perekonomian 43

C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 44

C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Organisasi (BA atau KL) 45

C2 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi 46

iv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja 47

C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat 47

D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT 47

E TRANSFER KE DAERAH 49

F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN (BLU) UMUM PUSAT 50

F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat 50

F2 Perkembangan Pengelolaan AsetPNBPRM dan BLU Pusat 50

F3 Kemandirian BLU 51

F4 Potensi Satker PNBP Menjai Satker BLU 51

G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT 51

G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan AgreementSLA) 52

G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) 52

H MANDATORY SPENDING BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT STRATEGIS

LAINNYA 54

H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur 54

H2 Output Strategis Bidang Pendidikan 55

H3 Output Strategis Bidang Kesehatan 56

BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD 59

A ANALISIS PENDAPATAN APBD 60

A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah 61

A2 Analisis Kemandirian Daerah 62

B ANALISIS BELANJA APBD 62

B1 Analisis Belanja Derah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi 62

B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis Belanja (Sifat Ekonomi) 63

C PENGELOLAAN INVESTASI DEARAH 63

C1 Bentuk Investasi Daerah 63

C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 64

D SILPA DAN PEMBIAYAAN 64

D1 Perkembangan Defisit APBD 64

D2 Pembiayaan Daerah 65

E PENGELOLAAN BLU DAERAH 65

E1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Daerah 65

E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah 66

E3 Analisis Legal 67

F ANALISIS APBD LAINNYA 67

F1 Analisis Horizontal 67

F2 Analisis Vertikal 67

F3 Analisis Kapasitas Fiskal Daerah 69

G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN DAERAH 70

G1 Solvabilitas Anggaran 72

G2 Kemandirian Keuangan 73

G3 Fleksibilitas Keuangan 75

v Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

G4 Solvabilitas Layanan 76

G5 Indeks Kesehatan Keuangan 77

H BELANJA WAJIB DAERAH 79

H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan 79

H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan 80

H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur 81

BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN 82

A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KONSOLIDASIAN 82

B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN 82

B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 82

B2 Analisis Perubahan 83

B3 Rasio Pajak (Tax Ratio) 83

C BELANJA KONSOLIDASIAN 85

C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 86

C2 Analisis Perubahan 86

C3 Analisi Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja

Konsolidasian 86

C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk 87

C5 Analisis Belanja 88

D SURPLUS DEFISIT 89

E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH TERHADAP PRODUK DOMESTIK

REGIONAL BRUTO (PDRB) 89

BAB VI ANALISIS POTENSI DAN TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 91

A ANALISIS POTENSI PAJAK DEARAH

Pendekatan Masfield-Wirasasmita Model 91

A1 Landasan Teori 91

A2 Hasil Estimasi 92

A3 Implikasi Kebijakan 93

B ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAERAH

Pendekatan Input-Output Model 94

B1 Konsep dan Definisi 94

B2 Metodologi Pengukuran 95

B3 Hasil dan Pembahasan 96

B4 Implikasi Kebijakan 98

C ANALISIS TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 98

C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam (Natural Resource Curse) 99

C2 Pengembangan Kapasitas SDM 99

C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism) 100

C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana Infrastruktur 100

C5 Stabilitas Sosial Politik 101

C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement) 101

C7 Pengembangan UMKM (Small dan Medium Enterprises) 102

vi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

BAB VII ANALISIS TEMATIK 103

A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING 104

A1 Kebijakan Pencegahan 105

A2 Sasaran Program 106

B PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH 107

B1 Belanja KL dalam APBN 107

B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa 108

B2 Belanja APBD 109

B2 Belanja Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting 111

C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING 112

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 113

A KESIMPULAN 114

B REKOMENDASI 115

DAFTAR PUSTAKA 118

LAMPIRAN xviii

vii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR TABEL

Tabel 11 Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat

Tahun 2017-2021 3

Tabel 12 Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 4

Tabel 13 Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam RKPD Provinsi

Papua Barat 5

Tabel 14 PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar) 7

Tabel 15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 7

Tabel 16 Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen) 8

Tabel 17 Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa) 9

Tabel 18 Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat 10

Tabel 19 Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

Tahun 201910

Tabel 110 Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat 12

Tabel 111 AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 13

Tabel 112 Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun di Provinsi

Papua Barat (persen) 13

Tabel 113 Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat 14

Tabel 114 Komposisi Luas KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 15

Tabel 115 Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 16

Tabel 116 Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di Provinsi

Papua Barat 16

Tabel 117 Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di Provinsi Papua Barat 17

Tabel 118 Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019 17

Tabel 117 Risiko Bencana per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat17

Tabel 21 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 24

Tabel 22 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 34

Tabel 23 Ringkasan Hasil Ujian Hausman 36

Tabel 24 Ringkasan Hasil Regresi Data Panel 37

Tabel 31 Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018

dan 2019 (miliah Rp) 39

Tabel 32 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018- 2019 (miliar Rp) 41

Tabel 33 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 43

Tabel 34 Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 44

Tabel 35 Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (rupiah) 44

Tabel 36 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran di

viii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 45

Tabel 37 Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 46

Tabel 38 Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 47

Tabel 39 Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 48

Tabel 310 Pagu dan Realisasi dana Transfer Tahun 2018-2019 Provinsi

Papua Barat (miliar Rp) 49

Tabel 311 Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP yang

Berpotensi Menjadi Satker BLU 51

Tabel 312 Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat 52

Tabel 313 Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi

Papua Barat 52

Tabel 314 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Bank Penyalur

sd Tahun 2019 53

Tabel 315 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema

sd Tahun 2019 53

Tabel 316 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan

Usaha sd Tahun 2019 54

Tabel 317 Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55

Tabel 318 Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55

Tabel 319 Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 56

Tabel 41 Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 59

Tabel 42 Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 61

Tabel 43 Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp) 61

Tabel 44 Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp) 63

Tabel 45 Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah se- Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 (Rupiah) 64

Tabel 46 SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah) 64

Tabel 47 Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat 64

Tabel 48 Rasio Keseimbangan Umum dan Primer Provinsi Papua Barat 65

Tabel 49 Profil Anggaran RSUD Manokwari 66

Tabel 410 Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Perawatan 66

Tabel 411 Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019 67

Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD 67

Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp) 68

Tabel 414 Analisis Vertikal Pendapatan APBD 2019 Provinsi Papua Barat (persen) 68

Tabel 415 Analisis Vertikal Belanja APBD 2019 Provinsi Papua Barat 69

ix Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Tabel 416 Analisis Fiskal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)69

Tabel 417 Kuadran Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 201970

Tabel 418 Rasio Solvabilitas Anggaran 72

Tabel 419 Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 73

Tabel 420 Rasio Kemandirian Keuangan 73

Tabel 421 Kriteria Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Menurut TIM KKD

FE UGM 74

Tabel 422 Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 74

Tabel 423 Rasio Fleksibilitas Keuangan 75

Tabel 424 Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 75

Tabel 425 Rasio Solvabilitas Layanan 76

Tabel 426 Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (juta Rp) 76

Tabel 427 Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 77

Tabel 428 Kuadran Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health index) Pemerintah

Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019 79

Tabel 429 Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201979

Tabel 430 Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201980

Tabel 431 Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201979

Tabel 51 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 82

Tabel 52 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 83

Tabel 53 Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019 84

Tabel 54 Realisasi Penerimaan Perpajakan per Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 84

Tabel 55 Realisasi Penerimaan Perpajakan perkapita per Kabupaten Kota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 85

Tabel 56 Realisasi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019 85

Tabel 57 Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 87

Tabel 58 Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp) 87

Tabel 59 Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019 (miliar Rp) 88

Tabel 510 Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019 88

Tabel 511 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papau Barat

x Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 88

Tabel 512 Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 89

Tabel 513 Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2019 90

Tabel 61 Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (juta Rp) 92

Tabel 62 Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor Ekonomi Terbesar

Provinsi Papua Barat Tahun 2013 (juta Rp) 96

Tabel 63 Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Metode Modified RAS 96

Tabel 64 Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Metode Modified RAS 97

Tabel 71 Jumlah dan Kelompok Penduduk di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (jiwa) 106

Tabel 72 Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per KabupatenKota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (persen) 107

Tabel 73 Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 108

Tabel 74 Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 109

Tabel 75 Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 110

Tabel 76 Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (Rp) 111

xi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR GRAFIK

Grafik 11 Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat 8

Grafik 12 Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat 8

Grafik 13 Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 12

Grafik 21 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Dunia Tahun 2019 19

Grafik 22 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua Barat

Tahun 2016-2019 (persen) 20

Grafik 23 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut Lapangan

Usaha (persen) 20

Grafik 24 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut

Pengeluaran (persen) 21

Grafik 25 Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 21

Grafik 26 Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat 2014-2019 22

Grafik 27 Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23

Grafik 28 Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23

Grafik 29 Kontribusi Sektoral terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 24

Grafik 210 Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua Barat

Tahun 2015-2019 (juta Rptahun) 24

Grafik 211 Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan Nasional

Tahun 2015-2019 25

Grafik 212 Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019 (persen) 27

Grafik 213 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Pada Lembaga Keuangan

Nasional Tahun 2019 (persen) 28

Grafik 214 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Simpanan pada Lembaga Keuangan

Nasional Tahun 2019 (persen) 28

Grafik 215 Tren Pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dollar AS Tahun 2019 29

Grafik 216 Perkembangan Nilai IPM Papua Barat dan Nasional Tahun 2011-2018 30

Grafik 217 Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun 2016-2019 31

Grafik 218 Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Provinsi Papua Barat

Tahun 2016- 2019 32

Grafik 219 Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 32

Grafik 220 Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat dan Nasional

Tahun 2016-2019 32

Grafik 221 TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 33

Grafik 222 Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua Barat Tahun 2015-2019 33

Grafik 31 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per KabupatenKota di

Papua Barat (miliar Rp) 41

Grafik 32 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor

di Papua Barat (miliar Rp) 41

xii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Grafik 33 Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2019 (persen) 42

Grafik 34 Kementerian NegaraLembaga di Provinsi Papua Barat dengan

Alokasi APBN Terbesar TA 2019 46

Grafik 35 Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019 49

Grafik 36 Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel Sorong

Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50

Grafik 37 Perkembangan Pagu PNBP BLU Satker Poltekpel Sorong

Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50

Grafik 38 Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel Sorong Tahun 2017-2019 51

Grafik 39 Jumlah Debitur KUR per KabKota Provinsi Papua Barat Tahun 2019 52

Grafik 310 Jumlah penyaluran KUR per KabKota di Porvinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 53

Grafik 41 Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 62

Grafik 42 Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 per Fungsi (miliar Rp) 63

Grafik 43 Indeks Kesehatan Keuangan (Fisccal Health Index) KabKota se-Provinisi

Papua Barat Tahun 2018-2019 78

Grafik 51 Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap

Penerimaan Konsolidasian Provinsi Papua Barat Tahun 2019 83

Grafik 52 Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 86

Grafik 53 Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 86

Grafik 61 Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi Papua Barat

Tahun 2015 - 2019 101

Grafik 62 Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi Papua Barat

Tahun 2015 - 2019 (persen) 101

xiii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR GAMBAR

Gambar 11 Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 2

Gambar 21 Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM 30

Gambar 22 IPM KabKota di Provinsi Papua Barat tahun 2017 berdasarkan

Klasifikasi UNDP 30

Gambar 23 Lingkaran Kemiskinan Nurkse 35

Gambar 41 Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 72

Gambar 51 Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pemerintah terhadap Output Menurut

Perpotongan Keynesian 68

Gambar 61 Technological Discontinuity Curve 102

Gambar 71 Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting 105

xiv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR BOKS

Boks 31 Pemberdayaan UMKM Papua Barat Melalui Pembiayaan Kredit Usaha

Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi) 57

Halaman ini sengaja dikosongkan

xv

Executive Summary

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Pembangunan Provinsi Papua Barat yang memiliki 13 KabupatenKota dijalankan dengan visi

ldquoMenuju Papua Barat yang Aman Sejahtera dan Bermartabatldquosebagaimana tertuang dalam

RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 Visi pembangunan ini dijiwai oleh semangat Otonomi

Khusus yang menjadi roh sekaligus paradigma pembangunan dalam mewujudkan perencanaan

Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai yang tertuang dalam ketentuan Otonomi Khusus

meliputi Perlindungan Penghormatan Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli Papua

(OAP)

Pembangunan Papua Barat sebagai wilayah otonomi khusus didominasi oleh pengaruh faktor

ekonomi dengan kekayaan alam (minyak bumi dan gas alam) yang melimpah menjadi modal

utama Keberadaan faktor ekonomi ini membuat perekonomian terpusat dan didominasi oleh 3

kabupatenkota (Kota Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk Bintuni) sebagai lokasi

pertambangan dan perindustrian Kesenjangan ekonomi yang terjadi menyebabkan tidak

meratanya kapasitas dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik fasilitas perdagangan fasilitas

kesehatan maupun fasilitas pendidikan dan membuat tingginya biaya koleksi dan distribusi Selain

infratruktur keterbatasan lain yang ada di Provinsi Papua Barat adalah rendahnya kualifikasi

tingkat pendidikan yang dimiliki angkatan kerja yang sebagian besar adalah lulusan SD (345

persen)

Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah sebesar

10295515 km sehingga membentuk kepadatan penduduk 932 jiwakmsup2 dengan kepadatan

tertinggi berada di Kota Sorong sebagai kota terbesar dan Kab Manokwari sebagai ibukota

provinsi Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940

mdpl dengan sebagian besar merupakan wilayah perbukitan (4921) dan daerah dataran

rendah (3974) serta daerah pegunungan (1105) Kondisi wilayah ini membuat Provinsi Papua

Barat sangat berpotensi (kelas risiko tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan dan hutan

gempa tektonik serta gelombang tsunami namun dengan kapasitas penanggulangan yang

sedang

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 tumbuh tertahan pada level 266 persen

setelah sempat tumbuh signifikan tahun sebelumnya yang mencapai level 624 persen

Pertumbuhan ekonomi regional tersebut lebih rendah dari pertumbuhan nasional yang stagnan

pada level 502 persen Seluruh sektor lapangan usaha mencatatkan pertumbuhan positif dimana

pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151 persen serta

jasa keuangan dan asuransi mencapai 933 persen Sebaliknya industri pengolahan dan sektor

pertambangan-penggalian mencatatkan pertumbuhan yang melambat sebesar 099 dan -034

persen

Laju inflasi Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih rendah dari inflasi

tahun sebelumnya sebesar 521 persen dan inflasi nasional sebesar 272 persen Pencapaian

tersebut berada di atas target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021 dimana ditetapkan

pada angka 408 persen

Dari sisi kesejahteraan terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat di Provinsi Papua Barat yang

tercermin dari pencapaian IPM yang menunjukan kenaikan menjadi 6374 tingkat kemiskinan

yang mengalami penurunan menjadi sebesar 2151 persen seiring laju inflasi yang terkendali

peningkatan belanja pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan Namun tingkat

EXECUTIVE SUMMARY

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

xvi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Executive Summary

pengangguran yang meningkat menjadi 624 persen menunjukkan bahwa upaya peningkatan

sektor tersebut masih belum optimalnya

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat memiliki tingkat sensitifitas yang rendah terhadap

tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di bawah satu

persen atau bersifat inelastis Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu

persen maka penurunan tingkat kemiskinan di bawah satu persen Sebagai salah satu komponen

pertumbuhan ekonomi pengeluaran pemerintah di Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke

daerah pedesaan dan remote area Hal ini didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah penduduk

miskin di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di daerah pedesaan

Perkembangan dan Analisis APBN

Target pendapatan negara tahun 2019 di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan sebesar

116 persen dibandingkan target tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi Rp206842 miliar

Penurunan target tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perekonomian pada tahun

2019 masih dalam tahap ketidakpastian Tantangan dan dinamika yang cukup berat mengingat

volatilitas harga komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi turut mempengaruhi target

penerimaan pajak di Papua Barat

Sementara itu dari aspek belanja negara terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427 persen

dibandingkan pagu tahun 2018 yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi Rp3457711 miliar Tercermin

dari kenaikan yang cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223 persen dari Rp1700164 miliar

menjadi Rp2588091 miliar Pagu belanja pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari Rp156741

miliar pada tahun 2018 menjadi Rp187346 miliar pada tahun 2019 Sementara belanja barang

meningkat sebesar 1224 persen yaitu dari Rp291817 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp32754

miliar pada tahun 2019 Terdapat peningkatan yang cukup signifikan pada pagu belanja modal

dari Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik

sebesar 3005 persen

Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat mencapai

9896 persen sedangkan realisasi belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan

membandingkan antara realisasi penerimaaan dan belanja APBN tahun 2019 terdapat defisit

anggaran sebesar Rp2907081 miliar Hal ini disebabkan oleh target penerimaan yang tidak

tercapai dengan optimal meskipun target tersebut telah direncanakan secara realistis disamping

adanya kebijakan defisit APBN dalam mewujudkan capaian prioritas nasional

Pemerintah pusat berupaya mendorong laju perekonomian Provinsi Papua Barat melalui

penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah penyaluran KUR

di Provinsi Papua Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan kepada 51622 debitur Daerah

dengan jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong sebesar Rp57002 milar dengan jumlah

debitur sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah dengan penyaluran KUR terbesar kedua

yaitu Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang diberikan kepada 14542 debitur Hal ini

mengindikasikan bahwa persebaran KUR di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di

daerah yang kondisi perekonomiannya relatif lebih maju Perdagangan merupakan sektor yang

memiliki jumlah penyaluran KUR terbesar Sampai dengan tahun 2019 penyalurannya sebesar

Rp119405 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551

Perkembangan dan Analisis APBD

Dari sisi pelaksanaan APBD sampai dengan akhir tahun 2019 total pendapatan APBD seluruh

pemerintah daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen

dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp20100 miliar pendapatan dari komponen

PAD mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374 miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu

dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar pada

tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar pada tahun 2019 Banyak faktor yang mempengaruhi

pencapaian realisasi pendapatan dan belanja tersebut Diantara faktornya yaitu perkembangan

perekonomian dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi pelaksanaan berbagai kebijakan

fiskal yang dilaksanakan serta beberapa tantangan terhadap perekonomian Provinsi Papua

Barat

xvii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Executive Summary

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Total realisasi pendapatan konsolidasian pemerintah pusat dan pemerintah daerah tahun 2019

adalah sebesar Rp544142 miliar atau naik 49 persen Dari jumlah tersebut 54 persen merupakan

pendapatan pemerintah pusat dan 46 persen adalah pendapatan pemerintah daerah Realisasi

belanja dan transfer konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar dimana 75 persen bersumber dari

anggaran pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran pemerintah pusat

Keunggulan dan Potensi Ekonomi serta Tantangan Fiskal Regional

Dengan menggunakan pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan bahwa elastisitas

penerimaan pajak daerah di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per kapita bersifat elastis Selain

itu didapatkan nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif kecil yang menunjukan tingkat

kesulitan pemungutan pajak daerah relatif tinggi

Berdasarkan tabel input output Provinsi Papua Barat tahun 2013 yang kemudian dilakukan

updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) model Miller dan Blair

(1985) diperoleh hasil bahwa sektor dengan nilai pengganda output terbesar yaitu industri

pengolahan migas dan perikanan Adapun sektor dengan pengganda pendapatan tertinggi

yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor administrasi pemerintahan amp jaminan sosial Sementara itu

sektor dengan pengganda tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya dan industri makanan amp

minuman

Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage)

terbesar yaitu industri lainnya dan industri makanan-minuman Adapun sektor yang memiliki

keterkaitan ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu industri pengolahan migas dan

perikanan

Analisis Tematik

Selama tahun 2019 dana APBN berupa belanja KL yang telah digunakan dalam program

pencegahan stunting sebesar Rp10448 miliar Penggunaan dana terbesar sesuai dengan prioritas

percepatan pencegahan yakni untuk kegiatan intervensi sensitif (Kementerian Kesehatan)

sebesar Rp1928 miliar dan intervensi spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta sebesar Rp842

miliar untuk kegiatan pendampingan koordinasi dan dukungan teknis (lintas KL) Penggunaan

dana tersebut terbesar direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif terutama pembangunan

Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan pendanaan sebesar Rp4353

miliar

Pembiayaan program penurunan stunting juga dilakukan dengan memanfaatkan dana

tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Dana DFDD

tahun 2019 yang telah digunakan dalam program stunting sebesar Rp11348 miliar terdiri dari DAK

Fisik sebesar Rp6706 miliar dan Rp4642 miliar berupa Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar

adalah pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar Rp11348 miliar sedangkan intervensi

spesifik sebesar Rp166 miliar Realisasi terbesar dialokasikan untuk perluasanpeningkatan SPAM

sebanyak 5765 sambungan rumah (SR) dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp2562 miliar

Sementara penggunaan Dana Desa terbesar diperuntukkan bagi pembangunan sumber air

bersih milik desa pada 1041 titik dengan dana sebanyak Rp1752 miliar

Selain APBN dan DFDD dana APBD juga dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan intervensi

spesifik sebesar Rp939 miliar dan sebesar Rp4805 miliar untuk kegiatan intervensi sensitif

Penggunaan dana tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi penyediaan akses JKN Orang

Asli Papua (OAP) sebesar Rp2882 miliar Penggunaan dana yang besar lainnya adalah untuk

penyediaan akses air minum yang aman dan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi

anak gizi kurang akut dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118 miliar dan Rp566 miliar

DJPbKawalAPBN

SASARAN

PEMBANGUNAN DAERAH

ldquoKeindahan Alam Pulau Misool Raja Ampatrdquo

1

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

embangunan Provinsi Papua Barat

berhubungan erat dengan capaian

sasaran pembangunan nasional

sehingga memiliki tingkat urgensi

yang tinggi untuk segera diwujudkan serta

memiliki daya ungkit yang tinggi bagi

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di

wilayah bagian (paling) timur Indonesia

Pelaksanaan pembangungan daerah ini

didasarkan pada prioritas tertentu yang

menjadi fokus atau objek utama

pembangunan dan tersinkronisasi dengan

prioritas nasional sebagai kerangka kebijakan

fiskal terintegrasi antara pusat dan daerah

Prioritas pembangunan menjadi bagian dari

perencanaan pembangunan yang akan

menetapkan kegiatan-kegiatan

pembangunan sosial-ekonomi fisik

(infrastruktur) untuk dilaksanakan secara

terpadu oleh sektoral publik dan swasta (Mahi

dan Trigunarso 2017) Perumusan prioritas

pembangunan di Provinsi Papua Barat secara

teknis dilakukan dengan mengevaluasi

pelaksanaan program kegiatan dan capaian

kinerja pembangunan serta identifikasi atas

permasalahan-permasalahan yang terjadi

pada tahun-tahun sebelumnya Selanjutnya

dihubungkan dengan visi misi tujuan dan

sasaran pembangunan daerah yang

tercantum dalam Rancangan Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada

tahun rencana serta mempertimbangkan

prioritas yang tertuang dalam Rancangan

Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN)

A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

DAERAH

Tujuan dan sasaran pembangunan dirumuskan

untuk memberikan arah terhadap program

pembangunan daerah serta dalam rangka

memberikan kepastian operasionalisasi dan

keterkaitan antara misi dengan program

pembangunan sehingga memberikan

gambaran yang jelas tentang ukuran-ukuran

terlaksananya misi dan tercapainya visi Tujuan

dan sasaran pembangunan menunjukkan

tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan

pembangunan jangka menengah yang

selanjutnya akan menjadi dasar dalam

mengukur kinerja pembangunan secara

keseluruhan

A1 Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah

Tahun 2019 merupakan tahun ketiga dari

pelaksanaan RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-

2021 Dokumen ini merupakan jangkar bagi

Pemerintah Daerah di lingkup Provinsi Papua

Barat untuk menetapkan kebijakan-kebijakan

dalam mencapai sasarantarget

P

BAB I

Sasaran Pembangunan dan

Tantangan Daerah

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

2

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

pembangunan selama lima tahun ke depan

dan dijabarkan dalam Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahunnya

Sebagai satu kesatuan perencanaan daerah

yang utuh penetapan arah pembangunan

dalam RPJMD dilakukan dengan

memperhatikan prioritas pembangunan

nasional dalam RPJMN sekaligus RPJMD daerah

sekitar yang terdekat (Provinsi Papua) Hal ini

untuk menjamin terciptanya sinkronisasi dan

sinergi kebijakan program dan kegiatan

pembangunan Pemerintah Provinsi Papua

Barat dengan kebijakan pembangunan

wilayah Pulau Papua dan nasional

Hasil sinkronisasi dan sinergi tersebut pada

akhinya membentuk sebuah visi pembangunan

Pemerintah Provinsi Papua Barat yaitu ldquoMenuju

Papua Barat yang Aman Sejahtera dan

Bermartabatldquo dan diwujudkan dalam 8

(delapan) misi pembangunan

Misi 1 Menciptakan tata kelola pemerintahan

yang baik berbasis aparatur yang bersih

dan berwibawa serta otonomi khusus

yang efektif

Misi 2 Mewujudkan pengelolaan lingkungan

dan sumber daya alam yang

berkeadilan dan berkelanjutan

Misi 3 Meningkatkan kualitas pelayanan dasar

pendidikan dan kesehatan

Misi 4 Meningkatkan kapasitas infrastruktur

wilayah

Misi 5 Meningkatkan daya saing

perekonomian dan investasi daerah

berbasis pariwisata

Misi 6 Membangun pertanian yang mandiri

dan berdaualat

Misi 7 Memperkuat pemberdayaan

masyarakat perempuan dan

perlindungan anak berbasis masyarakat

berketahanan sosial

Misi 8 Memperkuat Kerukunan umat

beragama dan Kondusivitas Daerah

Misi yang tertuang dalam RPJMD secara nyata

dijabarkan dalam berbagai strategi dan arah

kebijakan dalam rangka pencapaian target

kinerja yang direncanakan dalam jangka waktu

5 (lima) tahun Perencanaan jangka menengah

ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi

Papua Barat Nomor 4 Tahun 2017 tentang

RPJMD Provinsi Papua Barat tahun 2017-2021

dan menjadi sebuah ketentuan bagi Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Provinsi

Papua Barat dalam perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan

Setiap tahunnya dilakukan penentuan prioritas

pembangunan Provinsi Papua Barat yang

diselaraskan dengan RPJMD untuk

menghasilkan perencanaan yang nantinya

akan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah

Prioritas pembangunan tersebut membentuk

target kinerja pembangunan dengan fokus

pada penyelesaian beberapa isu strategis

sebagai berikut

a Rendahnya persentase angka partisipasi

sekolah pada jenjang pendidikan

menengah

Visi

Misi 1

Misi 2

Misi 3

Misi 4

Misi 5

Misi 6

Misi 7

Misi 8

Gambar 11

Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021

3 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

b Rendahnya angka rata-rata lama sekolah

c Tingginya angka kemiskinan

d Masih rentannya ketahanan pangan

e Masih tingginya kesenjangan

pendapatanpenghasilan masyarakat

f Belum optimalnya upaya pengentasan

kemiskinan

g Kurangnya pemerataan fasilitas kesehatan

Tabel 11

Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021

Misi Tujuan Sasaran

Misi 1 Meningkatkan kinerja penyelenggaraan

otonomi khusus

Meningkatnya kinerja penyelenggaraan otonomi khusus

Meningkatnya kualitas Manajemen

penyelenggaraanpemerintahan sinergitas

kebijakan pembangunan dan pelayanan

publik serta efektivitas

Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas penyelenggaraan

pemerintahan serta koordinasi kebijakan daerah

Meningkatnya kualitas perencanaan pembangunan daerah

Optimalnya sistem pengawasan daerah

Meningkatnya kualitas sumberdaya aparatur

Meningkatnya kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan daerah

Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

Terwujudnya pengelolaan data dan informasi

layanan publik yang terintegrasi dan berbasis IT

Terwujudnya koneksitas jaringan komunikasi dan pelayanan informasi

publik berbasis IT

Meningkatnya ketersediaan data sebagai basis kebijakan

pembangunan daerah

Optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan persandian daerah

Meningkatnya budaya baca masyarakat

Meningkatnya tata kelola administrasi kearsipan daerah

Misi 2 Terwujudnya pengembangan dan

pembangunan daerah yang berwawasan

lingkungan

Meningkatnya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan

serta pengendalian pembangunan berwawasan lingkungan yang

berkelanjutan

Meningkatnya kelestarian pengelolaan hutan secara terpadu

Meningkatnya koordinasi dan penyelenggaraan tertib administrasi

pertanahan wilayah dan penataan wilayah

Meningkatnya konservasi sumber daya alam

Misi 3 Terwujudnya sumberdaya manusia yang

cerdas sehatdan berdaya saing

Meningkatnya aksesibilitas kualitas dan manajemen pendidikan

Meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan

Meningkatnya prestasi dan kreativitas pemuda dan olahraga

Misi 4 Terwujudnya pemerataan pembangunan

infrastruktur dasar dan layanan publik

Meningkatnya interkoneksi antar wilayah ketersediaan layanan dasar

infrastruktur daerah dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah

Meningkatnya layanan kebutuhan dasar perumahan dan kawasan

permukiman wilayah perkotaan dan perdesaan

Optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam dan ketersediaan energi

baru dan terbarukan

Misi 5 Meningkatnya perekonomian daerah yang

didukung oleh pemanfaatan potensi

sumberdaya lokal lintas sektor

Meningkatnya daya saing investasi daerah

Meningkatnya daya saing tenaga kerja serta kesempatan dan

perluasan kesempatan kerja

Meningkatnya ekonomi kerakyatan berbasis industri kreatif dan potensi

daerah

Meningkatnya akses tata niaga dan infrastruktur perdagangan antar

wilayah dan antar daerah

Meningkatnya pengembangan dan daya saing industri pengolahan

berbasis potensi daerah

Optimalnya sinergitas pengembangan dan penataan kawasan terpadu

di wilayah transmigrasi

Terwujudnya daya dukung dan daya tarik

pariwisata terpadu berskala internasional

Meningkatnya keterpaduan dan daya saing pariwisata daerah

Meningkatnya pengembangan seni budaya dan kelestarian tradisi

kehidupan masyarakat dalam mendukung pariwisata daerah

Misi 6 Terwujudnya kedaulatan pangan dan revolusi

pembangunan pertanian dalam arti luas

sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi

daerah

Meningkatnya produktivitas tata kelola dan dan pertumbuhan sektor

pertanian dalam arti luas

Misi 7 Terwujudnya masyarakat berketahanan sosial Menurunnya penyandang Masalah kesejahteraan sosial

Meningkatnya kapasitas masyarakat kampung

Meningkatnya partisipasi Perempuan dalam membangun kualitas

kesetaraan gender dan perlindungan perempuan dan anak

Meningkatnya kinerja penataan penduduk dan

pelayanan hak kependudukan masyarakat

Optimalnya pengendalian penduduk dan pelayanan keluarga

berencana

Meningkatnya tertib administrasi kependudukan masyarakat

Misi 8 Meningkatnya stabilitas wilayah dan daya

tahan masyarakat

Optimalnya kerjasama pemerintah masyarakat dan dunia usaha untuk

menjaga keamanan dan ketertiban umum

Sumber RPJMD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

4

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

di kabupatenkota

h Kurangnya pemerataan dan kualitas sumber

daya manusia bidang kesehatan

i Kurangnya ketersediaan air bersih

j Rendahnya rasio elektrifikasi

k Kurang optimalnya reformasi birokrasi dan

pelaksanaan otsus

l Masih rendahnya daya saing daerah

A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Semangat Otonomi Khusus dalam kerangka

pembangunan di Provinsi Papua Barat menjadi

roh sekaligus paradigma pembangunan

khususnya dalam mewujudkan perencanaan

Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai

yang tertuang dalam ketentuan Otonomi

Khusus meliputi Perlindungan Penghormatan

Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli

Papua (OAP) Dalam konteks kekhususan nilai

tersebut telah diletakkan oleh Provinsi Papua

Barat sebagai nilai rujukan deskriptif dan

sekaligus sebagai nilai rujukan preskriptif serta

menjadi dasar kebijakan dalam menentukan

prioritas

Prioritas pembangunan pada tahun 2019

disusun dengan mengacu pada kebijakan

mandatory dalam Rencana Kerja Pemerintah

(RKP) 2019 tujuan dan sasaran dalam RPJMD

(tahun ketiga) tanpa melupakan filosofi

otonomi khusus yang menjadi dasar

Perencanaan ditekankan pada penyelesaian

permasalahan dan isu-isu strategis yang

berkembang di tingkat provinsi wilayah dan

nasional dengan tetap memperhatikan pokok-

pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) Prioritas pembangunan Papua Barat

tahun 2019 menjadi sebuah arahan dan acuan

dalam melaksanakan program dan kegiatan

dengan rincian sebagai berikut

a Peningkatan kualitas pelayanan dasar dan

kualitas hidup masyarakat (P1)

b Peningkatan investasi daerah melalui

pemanfaatan sumber daya yang

berkelanjutan dan berkeadilan (P2)

c Peningkatan infrastruktur wilayah untuk

mengurangi kemiskinan dan kesenjangan

antarwilayah (P3)

d Pengoptimalan pelaksanaan reformasi

birokrasi ketentraman dan ketertiban umum

serta kinerja otonomi khusus (P4)

Tabel 12

Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Prioritas Misi Tujuan

P1 Meningkatkan kualitas

pelayanan dasar

pendidikan dan kesehatan

Mewujudkan sumber daya

manusia yang cerdassehat dan

berdaya saing

Meningkatkan kapasitas

infrastrukur dasar

Terwujudnya pemerataan

pembangunan infrastruktur dasar

dan layanan publik

Memperkuat

pemberdayaan

masyarakatperempuan

dan perlindungan anak

berbasis masyarakat

berketahanan sosial

Mewujudkan masyarakat

berketahanan sosial

Meningkatnya kinerja penataan

penduduk dan pelayanan hak

Kependudukan masyarakat

P2 Mewujudkan pengelolaan

lingkungan dan sumber

daya alam yang

berkeadilan dan

berkelanjutan

Mewujudkan pengembangan

dan pembangunan daerah

yang berwawasan lingkungan

Meningkatkan daya saing

perekonomian dan

investasi daerah berbasis

pariwisata

Meningkatkan perekonomian

daerah yang didukung oleh

pemanfaatan potensial

sumberdaya lokal lintas sektor

Terwujudnya daya dukung dan

daya tarik pariwisata terpadu

berskala internasional

Membangun pertanian

yang mandiri dan

berdaulat

Terwujudnya kedaulatan pangan

dan revolusi pembangunan

pertanian dalam arti luas

sebagai daya ungkit

pertumbuhan ekonomi daerah

P3 Meningkatkan kapasitas

infrastruktur dasar

Terwujudnya pemerataan

pembangunan infrastruktur dasar

dan layanan publik

P4 Menciptakan tata kelola

pemerintahan yang baik

berbasis aparatur yang

bersihdan berwibawa

(good and clean

governance) serta otonomi

khusus yang efektif

Meningkatkan kinerja

penyelenggaraan otonomi

khusus

Meningkatnya Kualitas

Manajemen Penyelenggaraan

Pemerintahan Sinergitas

Kebijakan Pembangunan Dan

Pelayanan Publik Serta Efektivitas

Pelaksanaan Kebijakan Otonomi

Khusus

Terwujudnya Pengelolaan Data

Dan Informasi Layanan Publik

Yang Terintegrasi Dan Berbasis IT

Memperkuat kerukunan

umat beragama dan

kondisivitas daerah

Meningkatnya stabilitas wilayah

dan daya tahan masyarakat

Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)

5 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Dari 4 (empat) prioritas pembangunan Provinsi

Papua Barat tersebut di trajectory-kan dalam 9

misi yang mengarah pada 13 tujuan yang akan

dicapai melalui berbagai macam sasaran-

sasaran pembangunan dengan beragam

indikator sebagai ukuran Selain itu sebagai

gambaran pencapaian sasaran

pembangunan dan efektivitas kebijakan fiskal

secara umum dalam RKPD tahun 2019 juga

ditetapkan target indikator-indikator makro dan

kesejahteraan sebagai ukuran keberhasilan

sebagaiman tahun-tahun sebelumnya

Penggunaan indikator makro dan

kesejahteraan setidaknya mampu menangkap

gambaran sejauh mana pembangunan di

Provinsi Papua Barat berhasil dilaksanakan dan

memberi pengaruh bagi perekonomian

masyarakat

RKPD yang telah ditetapkan melalui Peraturan

Gubernur (Pergub) menjadi dokumen dasar

dari Kebijakan Umum APBD (KUA) dan

penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran

Sementara (PPAS) dalam membiayai

pembangunan daerah dalam satu tahun

Melalui pembiayaan pembangunan yang

bersumber dari APBD dan didukung oleh APBN

dengan kewenangan Dekonsentrasi (DK) dan

Tugas Pembantuan (TP) program dan kegiatan

dapat dilaksanakan dan sasarantarget

pembangunan daerah diupayakan untuk

dicapai

Pemanfaatan anggaran dalam pelaksanaan

program dan kegiatan oleh OPD tertuang

dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)

sebagai penjabaran teknis serta pedoman

kegiatan yang harus dilaksanakan Atas dasar

RKA OPD mendapatkan anggaran yang

ditetapkan batasan alokasinya dalam

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)

sebagai dasar optimalisasi sumber daya yang

dimiliki dalam mencapai output yang

ditargetkan

B TANTANGAN DAERAH

Pembangunan berkelanjutan adalah

pembangunan yang memenuhi kebutuhan

masa kini dengan memperhitungkan

kemampuan generasi mendatang untuk

memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri

(World Commission on Environment and

Development 1990) Prinsip pembangunan

berkelanjutan merupakan prinsip

keseimbangan pembangunan aspek sosial

ekonomi dan lingkungan (Kates et al 2005) Ide

pembangunan berkelanjutan mengandung

tiga tujuan pembangunan yaitu kekuatan

ekonomi tanggung jawab terhadap ekologi

dan keadilan sosial untuk mencapai tujuan

pembangunan jangka pendek dengan tidak

mengorbankan tujuan pembangunan jangka

panjang

Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan

dalam wujud implementasi RKPD (jangka

pendek) dan RPJMD (jangka menengah) oleh

Tabel 13

Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam

RKPD Provinsi Papua Barat

Indikator Target 2017 2018 2019

Laju Pertumbuhan Ekonomi () 500 700 700

Laju Inflasi Tahunan () 328 408 366

Indeks Pembangunan Manusia

(Angka)

6232 6321 6364

Rasio Gini (Angka) 037 038 037

Persentase Tingkat Kemiskinan

()

2510 2427 2329

Tingkat Pengangguran Terbuka

()

752 645 642

Indeks Kesenjangan

WilayahIndeks Williamson

(Angka)

045 043 042

Pengeluaran per kapita per

bulan (Rp juta)

110 120 130

Produktivitas total daerah (Rp

juta)

16700 16750 17000

Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

6

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

pemerintah daerah dalam bingkai otonomi

daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan

dan kondisi daerah pada saat pembuatan dan

pengembangan kebijakan Kebijakan

pembangunan harus peka terhadap potensi

dan hambatan daerah dalam hal kondisi

perekonomian masyarakat sosial

kependudukan dan geografi wilayah

(Zumaeroh 2011)

B1 Tantangan Ekonomi Daerah

Pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus selama ini didominasi

oleh pengaruh faktor ekonomi Kekayaan alam

yang melimpah berupa hutan mineral

tambang maupun kelautan ditambah dengan

tenaga kerja menjadi sumber daya yang

tersedia untuk dapat dimanfaatkan menjadi

modal utama perekonomian Menurut Sukirno

(2011) ketersediaan tenaga kerja mampu

mempengaruhi pembangunan ekonomi

daerah dalam mengembangkan kegiatan

ekonominya sehingga infrastuktur lebih banyak

tersedia perusahaan semakin banyak dan

semakin berkembang taraf pendidikan

semakin tinggi dan teknologi semakin

meningkat

B11 Kesenjangan

Perekonomian Provinsi Papua Barat sangat

bertumpu pada sektor pertambangan dengan

dua kabupatenkota yang menjadi penggerak

utama yaitu Kota Sorong dan Kab Manokwari

Kota Sorong merupakan pusat kegiatan bagi

regional Papua Barat karena memiliki simpul

transportasi yang sangat strategis sebagai

gerbang tranportasi Provinsi Papua Barat

sekaligus menjadi pusat kegiatan jasa dan

perdagangan Kondisi ini telah ada sejak zaman

pendudukan Belanda akibat adanya kegiatan

pengolahan dan perdagangan bahan hasil

pertambangan Wilayah lainnya yang

tergolong memiliki jenis layanan lengkap

kepada masyarakat adalah Kabupaten

Manokwari sebagai ibukota provinsi Sementara

wilayah lainnya sebagai daerah otonomi baru

fungsi-fungsi layanan yang semestinya ada

masih belum didirikan Pola struktur ruang

wilayah-wilayah tersebut saat ini masih linier

yaitu mengikuti pola jaringan jalan arteri belum

berkembang dan melebar seperti halnya Kota

Sorong dan Kab Manokwari

Kesenjangan yang terjadi antara Kota Sorong

dan Kab Manokwari dengan kabupaten

lainnya dipengaruhi oleh beberapa sektor yaitu

konstruksi informasi dan komunikasi dan

transportasi dan pergudangan yang menjadi

engine growth selain pertambangan dan

industri yang telah memajukan Kota Sorong

Sedangkan sektor real estate konstruksi dan

administrasi pemerintahan pertahanan dan

jaminan sosial wajib menjadi pendorong Kab

Manokwari Pada kabupatenkota lainnya

didorong oleh sektor pertanian kehutanan

perikanan dan kelautan dengan nilai produksi

yang relatif kecil Secara keseluruhan

pergerakan perekonomian Provinsi Papua Barat

masih didominasi oleh sektor migas

dibandingkan industri pengolahan non-migas

Pemeran utama sektor pertambangan adalah

industri minyak bumi yang berada di Kota

Sorong dan Kab Sorong serta industri Liquid

Natural Gas (LNG) di Kab Teluk Bintuni

Meskipun dominan kontribusi sektor industri

pengolahan (migas) terus mengalami

penurunan dalam beberapa tahun terakhir

disebabkan oleh menurunnya harga minyak

dan gas di pasar internasional Berdasarkan

kontribusi terbesar terhadap PDRB terlihat

bahwa setiap tahunnya didominasi oleh

7 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

kabupatenkota yang sama yaitu Kab Teluk

Bintuni Kab Sorong dan Kota Sorong sebagai

lokasi pertambangan Perekonomian Provinsi

Papua Barat berada di sekitaran sektor migas

(pertambangan dan penggalian industri

pengolahan konstruksi) sementara sektor

pertanian kehutanan perikanan dan kelautan

belum mampu berkontribusi banyak meskipun

Provinsi Papua Barat memiliki lahan non-

pemukiman dan non-industri yang luas

mencapai 9965 persen dari total wilayah

B12 Infrastruktur

Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua Barat

yang memprioritaskan peningkatan investasi

dan pembangunan infrastruktur diharapkan

dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah

dan antar sektor Peningkatan investasi di sektor

pertanian kehutanan perikanan dan kelautan

akan mendorong wilayah lain yang tidak

memiliki pertambangan untuk dapat

meningkatkan produktivitas

Sejauh ini penanaman modal di Provinsi Papua

Barat telah berhasil meningkat khususnya pada

sektor tanaman pangan perkebunan dan

peternakan melalui Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) senilai Rp25546 miliar (tahun

2019) namun investasi tersebut hanya

tersentralisasi di Kab Manokwari Hal yang

sama juga terjadi di sektor transportasi gudang

dan telekomunikasi dengan investasi yang

berlokasi di seputaran 4 (empat)

kabupatenkota utama di Provinsi Papua Barat

Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA)

lebih banyak berkutat di sektor pariwisata (Hotel

dan Restoran) di Kab Raja Ampat dan

perindustrian di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Sorong yang menjadi unggulan pemerintah

pusat dan daerah sehingga memiliki insentif

investasi

Prioritas pemerintah daerah pada

pembangunan infrastruktur berupa jalan

dilakukan dalam rangka membuka aksesibilitas

antar wilayah Selama ini kondisi jalan di Provinsi

Papua Barat hanya 3453 persen dari 867252

km yang berada dalam kondisi baik sisanya

dalam kondisi sedang (2581 persen) rusak

(1808 persen) dan rusak berat (2157 persen)

Tabel 15

Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Sektor

2018 2019

Proyek Nilai

(juta Rp) Proyek

Nilai

(juta Rp)

Tanaman

Pangan

Perkebunan

dan Peternakan

1 4790370 7 25545830

Industri 4 250160 5 1425500

Konstruksi - - 2 34880

Perdagangan

dan Reparasi

2 45490 5 21990

Hotel dan

Restoran

- - 1 30000

Transportasi

Gudang dan

Telekomunikasi

- - 5 9887650

Perumahan

Kawasan Industri

dan Perkantoran

- - 1 1060140

Jasa Lainnya - - 2 18000

Sumber BKPM (data diolah)

Tabel 14

PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar)

KabupatenKota PDRB

Kontribusi

Kab Fakfak 530371 629

Kab Kaimana 279143 331

Kab Teluk Wondama 158039 187

Kab Teluk Bintuni 3046584 3612

Kab Manokwari 994872 1179

Kab Sorong Selatan 192266 228

Kab Sorong 1113059 1320

Kab Raja Ampat 291339 345

Kab Tambraw 22851 027

Kab Maybrat 71835 085

Kab Manokwari Selatan 82336 098

Kab Pegunungan Arfak 20107 024

Kota Sorong 1631730 1935

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

8

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Ditambah dengan kontur jalan yang hanya 65

persen telah diaspal sedangkan sisanya masih

berupa tanah batukerikil dan rerumputan

Kondisi ini menghambat perekonomian karena

jalan telah menjadi tulang punggung

pergerakanperpindahan barang dan

manusia serta menjadi penghubung utama

antar wilayah di Provinsi Papua Barat yang

memiliki jarak antar kabupatenkota yang

sangat jauh Bahkan dari Kota Sorong menuju

Kab Manokwari ditempuh selama 16-18 jam

tergantung cuaca dan hanya bisa dilalui

dengan kendaraan penggerak 4 roda

Selain jalan pembangunan infrastruktur untuk

mengurangi kesenjangan antar wilayah dan

antar sektor adalah dengan mengatasi defisit

pasokan energi listrik Sistem kelistrikan di Provinsi

Papua Barat saat ini dapat dikatakan masih

terisolasi karena unit pembangkit listrik yang

ada masih belum merata atau cenderung

terpusat di Kota Sorong Kab Sorong Kab Teluk

Bintuni dan Kab Manokwari Wilayah Provinsi

Papua Barat secara keseluruhan memiliki masih

rasio elektrifikasi yang rendah karena luas

wilayahnya dan jarak antar rumah tangga

cukup jauh sehingga masih banyak rumah

tangga dengan sumber penerangan listrik non

PLN dan menggunakan pelitasenter Padahal

dorongan terhadap perekonomian sudah

seharusnya diselaraskan dengan angka rasio

elektrifikasi yang lebih tinggi dari nasional

(ge9886 persen)

Keterbatasan kapasitas infrastruktur Provinsi

Papua Barat berpengaruh pada peningkatan

biaya koleksi dan distribusi yang pada gilirannya

memperburuk daya saing produk yang

dihasilkan Keterbatasan dan rendahnya

kualitas infrastruktur jalan dan listrik merupakan

faktor penyebab utama tingginya biaya

ekonomi Ditambah lagi dengan terbatasnya

Aspal

65

Tidak

diaspal

30

Lainnya

5

Grafik 12

Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 16

Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen)

KabupatenKota Rasio

Kab Fakfak 7077

Kab Kaimana 6868

Kab Teluk Wondama 6742

Kab Teluk Bintuni 7665

Kab Manokwari 9890

Kab Sorong Selatan 8785

Kab Sorong 8978

Kab Raja Ampat 6852

Kab Tambraw 6582

Kab Maybrat 6492

Kab Manokwari Selatan 6725

Kab Pegunungan Arfak 6239

Kota Sorong 9939

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Baik

34

Sedang

26Rusak

18

Rusak

Berat

22

Grafik 11

Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

9 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

infrastruktur pelabuhan laut (pelabuhan besar

hanya berada di Kab Fakfak Kab Manokwari

dan Kota Sorong) dan pelabuhan udara

(bandara besar hanya berada di kab

Manokwari dan Kota Sorong) membuat biaya

produksi biaya koleksi dan biaya distribusi di

Provinsi Papua Barat semakin meningkat Biaya-

biaya ekonomi yang membebani ini harus

ditanggung oleh para pelaku ekonomi

sehingga secara langsung berpengaruh pada

tingginya harga barang serta kurangnya minat

berinvestasi

B13 Ketenagakerjaan

Selain upaya untuk mengoptimalkan SDA

melalui peningkatan kapasitas infrastruktur

pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus juga memperhatikan

SDM sebagai bagian dari faktor ekonomi Salah

satu permasalahan yang dihadapi dalam

ketenagakerjaan adalah rendahnya tingkat

pendidikan yang dimiliki angkatan kerja Dari

keseluruhan penduduk yang bekerja sebagian

besar memiliki kualifikasi tamatan SD sebanyak

345 persen (150680 jiwa) sedangkan 246

persen (107420 jiwa) memiliki ijazah SMA dan

1559 persen (68066 jiwa) telah tamat SMP

Tenaga kerja tersebut banyak bekerja di sektor

pertanian kehutanan perikanan dan

kelautan Sektor ini merupakan tulang

punggung utama perekonomian masyarakat

serta menjadi sumber pangan utama Provinsi

Papua Barat

Pada tenaga kerja dengan kualifikasi

Universitas sebagian besar adalah pendatang

yang bermigrasi dan bukan OAP Para tenaga

kerja ini lebih banyak bekerja di sektor

pertambangan dan industri kabupatenkota

besar yang ada di Provinsi Papua Barat Kondisi

ini menunjukkan bahwa kualitas dan

produktivitas tenaga kerja di Provinsi Papua

Barat perlu untuk ditingkatkan baik itu melalui

peningkatan akses pendidikan maupun

pemberian pelatihan khusus agar dapat

berpartisipasi penuh dalam perekonomian

B14 Keamanan

Ketenteraman ketertiban umum dan

perlindungan masyarakat merupakan salah

satu hal penting yang perlu dijaga untuk

memperlancar pembangunan (UU No 32

Tahun 2004) Untuk menciptakan kondisi

tersebut maka perkembangan angka

kriminalitas dan risiko tindak pidana kriminalitas

harus terus dipantau Angka kriminalitas

merupakan angka yang biasa digunakan untuk

menukur tindak kejahatan pidana Secara

umum angka kriminalitas di Provinsi Papua Barat

cenderung fluktuatif Pada tahun 2017 hingga

2019 terjadi kenaikan angka kriminalitas dari

2262 kasus menjadi 3621 kasus namun pada

tahun 2018 sempat turun menjadi 2137 kasus

Jumlah ini termasuk dengan gangguan

keamanan yang diberikan oleh kelompok

Tabel 17

Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa)

Kategori 2018 2019

Penduduk Usia Kerja (gt15th) 56517 667110

Angkatan Kerja 445630 461061

Bekerja 417544 436739

Tamat SD Kebawah 146368 150680

Tamat SMP 61916 68066

Tamat SMA 99220 107420

Tamat SMK 34622 32127

Tamat Diploma IIIIII 13945 16364

Tamat Universitas 61473 62082

Pengangguran 28086 28086

Bukan Angkatan Kerja 210887 206049

Sekolah 77322 77322

Mengurus Rumah Tangga 116418 116417

Lainnya 17147 17147

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

10

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

separatis atau Kelompok Kekerasan Bersenjata

(KKB) yang ingin Pulau Papua merdeka dari

NKRI

Selain itu untuk mengukur kriminalitas juga

dapat dapat menggunakan risiko penduduk

terkena tindak pidana Risiko penduduk terkena

tindak pidana merupakan indeks kemungkinan

terjadi kriminalitas atau kejahatan per 100000

penduduk dihitung dari total kriminalitas per

jumlah penduduk per tahun Perhitungan ini

dapat digunakan untuk mengantisipasi jumlah

kasus yang akan terjadi karena perhitungannya

menggunakan jumlah kasus tindak kejahatan

yang sudah terjadi dibagi dengan jumlah

penduduk pada waktu yang sama Di Provinsi

Papua Barat rasio untuk tahun 2019 yaitu

sebesar 241 persen Hal ini berarti setiap 100000

penduduk di Provinsi Papua Barat sekitar 241

orang berisiko terkena tindak pidana

B2 Tantangan Sosial Kependudukan

Persoalan sosial kependudukan dan

ketenagakerjaan seperti perubahan struktur

umur dan juga pola distribusi serta mobilitas

diikuti dengan dinamika kualitas akan

membutuhkan penanganan yang serius Tanpa

adanya sikap keseriusan maka potensi

penduduk sebagai modal pembangunan akan

tinggal sebagai jargon semata (Tjiptoherijanto

2017)

B21 Kependudukan

Sebagai provinsi di timur Indonesia Papua Barat

yang memiliki tingkat pertumbuhan cukup

tinggi yang salah satunya disebabkan oleh

banyaknya migrasi penduduk Kondisi Provinsi

Papua Barat dengan infrastruktur yang masih

terbatas akan menyulitkan jika jumlah

penduduk meningkat pesat meskipun jumlah

penduduk tersebut masih relatif sedikit jika

dibandingkan dengan luas wilayahnya Hal ini

dapat terjadi ketika kebutuhan layanan dan

fasilitas kesehatan pendidikan serta penunjang

kehidupan lainnya tidak mencukupi kebutuhan

penduduk sehingga akan mempersulit

kehidupan masyarakat

Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat

sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah

sebesar 10295515 km membentuk kepadatan

penduduk 932 jiwa per kmsup2 Wilayah yang

memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi

adalah Kota Sorong (38727 jiwakmsup2) dan Kab

Manokwari (5498 jiwakmsup2) Tingginya

kepadatan penduduk di wilayah ini disebabkan

karena keduanya memiliki sarana transportasi

dan aksesibilitas yang paling memadai

Tabel 19

Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

KabupatenKota Penduduk

(Jiwa)

Luas

(kmsup2)

Kepad

atan

Kab Fakfak 78686 1432000 549

Kab Kaimana 60216 1624184 371

Kab Teluk Wondama 32521 395953 821

Kab Teluk Bintuni 64406 2084083 309

Kab Manokwari 175178 318628 5498

Kab Sorong Selatan 46922 659431 712

Kab Sorong 88927 654423 1359

Kab Raja Ampat 48493 803444 604

Kab Tambraw 13879 1152918 120

Kab Maybrat 40899 546169 749

Kab Manokwari Selatan 2422 281244 086

Kab Pegunungan Arfak 30976 277374 1117

Kota Sorong 254294 65664 38727

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 18

Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat

Tahun Penduduk

(Jiwa)

Tindak

Pidana

2015 871510 2281 038

2016 893966 3621 025

2017 915318 3753 024

2018 937405 3862 024

2019 959617 3981 024

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

11 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

infrastruktur yang cukup bagus memiliki variasi

aktivitas ekonomi yang cukup tinggi keadaan

ekonomi yang lebih baik dibanding kabupaten

yang lain Selama ini Kota Sorong dikenal

sebagai pelabuhan ramai di kawasan

Indonesia timur yang menjadi pintu masuk arus

barang dan jasa di Provinsi Papua Barat

sehingga terjadi arus migrasi penduduk yang

tinggi Sedangkan pada Kab Manokwari posisi

sebagai ibukota provinsi mendorong

peningkatan migrasi penduduk yang didorong

meningkatnya administrasi kegiatan

pemerintahan dan perdagangan

B22 Kesehatan

Tersedianya fasilitas kesehatan dan pelayanan

yang mampu menjangkau dan dijangkau oleh

seluruh lapisan masyarakat merupakan prioritas

utama dalam pembangunan kesehatan Salah

satu fasilitasnya adalah rumah sakit Semakin

meratanya distribusi rumah sakit di

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

diharapkan mampu meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat Belum semua

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

memiliki rumah sakit

Pada tahun 2019 terdapat 17 rumah sakit di

Provinsi Papua Barat yang terdiri dari 5 rumah

sakit di Kota Sorong 3 rumah sakit di Kab

Manokwari 3 rumah sakit di Kab Sorong dan

masing-masing satu rumah sakit di Kab Raja

Ampat Kab Sorong Selatan Kab Teluk Bintuni

Kab Teluk Wondama Kab Kaimana dan Kab

Fakfak Terdapa empat Kabupaten yang tidak

memiliki fasilitas rumah sakit sama sekali yaitu

Kab Pegunungan Arfak Kab Manokwari

Selatan Kab Maybrat dan Kab Tambrauw

Keempat kabupten ini merupakan kabupaten-

kabupaten yang baru dimekarkan

Selain rumah sakit fasilitas kesehatan lainnya

yang ikut berperan penting adalah puskesmas

Berbeda dengan rumah sakit puskesmas sudah

menyebar di seluruh kabupatenkota di Provinsi

Papua Barat Pada tahun 2019 total jumlah

puskemas di Provinsi Papua Barat terdapat 166

puskemas dengan jumlah puskesmas

terbanyak berada di Kab Teluk Bintuni

sebanyak 20 puskesmas dan jumlah puskesmas

paling sedikit berada di Kab Manokwari

Selatan sebanyak 5 puskesmas

Ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga

medis merupakan salah satu indikator penting

setelah tersedianya fasilitas kesehatan Tenaga

medis inilah yang nantinya akan melakukan

pengobatan dan penanganan medis Namun

penyebaran tenaga medis ini belum merata di

Provinsi Papua Barat terutama di kabupaten

baru hasil pemerakaran Tercatat sebanyak 306

dokter di Provinsi Papua Barat yang terdiri dari

68 dokter ahli 265 dokter umum dan 41 dokter

gigi Dari ketiga kategori tersebut jumlah dokter

terbanyak berada di Kota Sorong sebanya 129

dokter Kondisi ini menyebabkan pelayanan

kesehatan menjadi tidak optimal karena

tenaga medis cenderung lebih terkonsentrasi di

kabupatenkota yang sudah ramai dan

memiliki fasilitas yang lebih memadai

Sedangkan untuk daerah yang memiliki akses

yang relatif lebih sulit jarang sekali dapat

ditemui tenaga medis walaupun fasilitas seperti

puskesman sudah tersedia

Rendahnya jumlah dokter di Provinsi Papua

Barat ini mencerminkan rendahnya tingkat

pelayanan kesehatan yang ada Hal ini dapat

dilihat dengan menggunakan rasio jumlah

penduduk Provinsi Papua Barat terhadap

jumlah dokter Pada tahun 2019 terlihat bahwa

rasio jumlah penduduk terhadap dokter sangat

tinggi Secara umum rasio di Provinsi Papua

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

12

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Barat pada tahun 2019 sebesar 306477 yang

artinya sekitar 3065 penduduk akan diobati

oleh 1 dokter Rasio terbesar berada di

Kabupaten Kaimana yaitu 4632

pendudukdokter Keadaan ini membuat

banyak penduduk harus menuju kabupaten

yang memiliki fasilitas tenaga medis untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan Adapun

data dokter pada 4 kabupaten yaitu Kab

Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari

Selatan dan Kab Pegunungan Arfak masih

beum tersedia

Indikator lain yang mempengaruhi kualitas

kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat

selain fasilitas dan pelayanan kesehatan

adalah jenis penyakit yang ada Terdapat 5

jenis penyakit endemik di Provinsi Papua Barat

yaitu malaria TB paru kusta DBD dan HIV-AIDS

Kasus penyakit terbanyak yang terjadi di Provinsi

Papua Barat adalah malaria sebanyak 82487

kasus Hal ini dikarenakan Provinsi Papua Barat

merupakan salah satu provinsi endemik malaria

sehingga tidak heran apabila kasus malaria

merupakan jenis penyakit yang diperhatikan di

Provinsi Papua Barat Kemudian kusta

sebanyak 633 kasus TB Paru sebanyak 577

kasus dan DBD sebanyak 87 kasus pada tahun

2019 Sedangkan khusus untuk kasus HIV-AIDS

terdapat 13 kasus baru di Provinsi Papua Barat

sepanjang tahun 2019 dengan kasus kumulatif

sebesar 1734 kasus (ODHA)

Adanya tenaga medis yang disertai dengan

ketersediaan fasilitas kesehatan memadai

dapat membawa pada peningkatan kualitas

kesehatan Kualitas kesehatan masyarakat ini

dapat terlihat dari besaran angka harapan

hidup Angka harapan hidup (AHH) adalah

perkiraan banyaknya tahun yang dapat

ditempuh oleh seseorang selam hidup (secara

rata-rata) Semakin tinggi AHH

mengindikasikan semakin tingginya kualitas fisik

penduduk suatu daerah Secara umum angka

harapan hidup di kabupatenkota di Papua

Barat mengalami peningkatan Pada tahun

2018 angka harapan hidup Provinsi Papua Barat

mencapai 656 tahun yang artinya rata-rata

penduduk Provinsi Papua Barat dapat

menjalani hidup hingga 65 tahun Angka

harapan hidup tertinggi tertinggi berada di Kota

Sorong sebesar 698 tahun dan angka harapan

terendah berada di Kab Teluk Wondama

sebesar 599 tahun

Perkembangan AHH per tahun di Papua Barat

tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam

satu periode perhitungan Hal ini berarti dalam

waktu satu tahun penurunan angka kematian

Malaria

82487

Kusta

633TB Paru

577

DBD

87

Grafik 13

Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 110

Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Jumlah

Penduduk Dokter Rasio

Kab Fakfak 78686 26 302638

Kab Kaimana 60216 13 463200

Kab Teluk Wondama 32521 9 361344

Kab Teluk Bintuni 64406 30 214687

Kab Manokwari 175178 39 449174

Kab Sorong Selatan 46922 10 469220

Kab Sorong 88927 19 468037

Kab Raja Ampat 48493 31 156429

Kota Sorong 254294 129 197127

Sumber BPS dan Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

13 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

bayi yang tajam sulit terjadi implikasinya

adalah angka harapan hidup yang dihitung

berdasarkan harapan hidup waktu lahir

menjadi lambat untuk mengalami kemajuan

B23 Pendidikan

Salah satu indikator keberhasilan pemerintah

daerah dalam pembangunan pendidikan

adalah berkurangnya penduduk yang buta

huruf Angka melek huruf (literacy rate) adalah

persentase penduduk usia 15 tahun ke atas

yang dapat membaca dan menulis huruf latin

dan atau huruf lainnya Sampai dengan tahun

2019 perkembangan penduduk yang melek

huruf menunjukkan hasil yang

menggemberikan dengan adanya persentase

penduduk yang melek huruf sebesar 9814 Hal

tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat

penduduk Provinsi Papua Barat yang masih

belumtidak dapat membaca dan menulis

Penduduk tersebut didominasi oleh penduduk

yang berusia tua (gt45 tahun) penduduk yang

tinggal di daerah terpencil komunitas-

komunitas khusus dan penyandang cacat

Kelompok penduduk ini sulit untuk dijangkau

pelayanan pendidikan disebabkan baik oleh

faktor internal seperti kemampuan dan

keinginan belajar yang sudah menurun dan

faktor eksternal seperti terbatasnya

ketersediaan pelayanan (akses) pendidikan

keaksaraan bagi mereka Apabila dirinci

menurut kabupatenkota persentase melek

huruf terbesar berada di Kota Sorong sebesar

9971 dan terendah berada di Kab

Pegunungan Arfak

Selain angka melek huruf gambaran mengenai

pembangunan pendidikan dapat dilihat dari

tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke

atas yang ditamatkan (ijazah tertinggi yang

dimiliki) Semakin tinggi tingkat pendidikan

tertinggi yang ditamatkan maka semakin baik

pula kualitas manusianya Meskipun terdapat

kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan yang ditamatkan maka semakin

kecil jumlah penduduk yang lulus pada level

pendidikan tersebut

Dengan masih banyaknya persentase

penduduk yang tidak memiliki ijazah atau

hanya bersekolah SDMI di Provinsi Papua Barat

sebagaimana terlihat pada tabel 112 maka

peningkatan ilmu pengetahuan dan

pendidikan lanjut di perguruan tinggi menjadi

sebuah kebutuhan yang mutlak Jumlah lulusan

perguruan tinggi yang ada sekarang dirasakan

masih belum cukup memadai dibandingkan

Tabel 111

AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

KabupatenKota 2017 2018 2019

Kab Fakfak 6790 6800 6810

Kab Kaimana 6380 6400 6400

Kab Teluk Wondama 5930 5960 5990

Kab Teluk Bintuni 6020 6060 6130

Kab Manokwari 6790 6800 6810

Kab Sorong Selatan 6560 6570 6580

Kab Sorong 6550 6560 6570

Kab Raja Ampat 6420 6430 6430

Kab Tambraw 5950 5970 6000

Kab Maybrat 6470 6470 6470

Kab Manokwari Selatan 6680 6690 6690

Kab Pegunungan Arfak 6660 6670 6670

Kota Sorong 6940 6980 6980

Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 112

Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun

di Provinsi Papua Barat (persen)

Jenjang Tertinggi 2017 2018 2019

Tidak punya ijazah 1947 2470 2320

SDMI 2382 2346 2205

SMP 1946 1833 1808

SMA 2167 1965 2034

SMK 536 461 542

Diploma III 067 05 056

Akademi Diploma III 199 185 164

Diploma IVS-1S-2S-3 756 69 869

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

14

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

dengan besarnya sumber daya alam yang

dimiliki oleh Provinsi Papua Barat Ditambah

dengan sebaran lulusan tersebut yang berada

di kabupatenkota besar (Kab Manokwari

Kab Fakfak Kab Sorong dan Kota Sorong) di

Provinsi Papua Barat Sebagai wilayah dengan

potensi pariwisata yang tinggi Provinsi Papua

Barat membutuhkan kualitas sumber daya

manusia yang baik sehingga ke depannya

penduduk yang memiliki ijazah pendidikan

tinggi diharapkan mampu menjadi tulang

punggung pembangunan perekonomian

daerah

B24 Pertanahan

Pola kepemilikan lahan di Provinsi Papua Barat

adalah tanah hak negara dan tanah hak

ulayat Tanah hak ulayat merupakan status

tanah secara adat dan dikuasai oleh kepala

adat atau ondoafi Pada umumnya di wilayah

lingkaran hukum adat Papua dikenal dua sistem

penguasaaankepemilikan tanah yaitu

kepemilikan komunal dan kepemilikan individu

Kepemilikan komunal ini masih dapat

dibedakan lagi mejadi kepemilikan berbasis

marga kecil yaitu klan atau marga tertentu dan

kepemilikan berbasis marga besar yaitu

kepemilikan berdasarkan kampung

Sedangkan kepemilikan individu bukan

perorangan melainkan berdasar keturunan

Secara internal ada tata aturan yang mengatur

ke dalam keluarga tentang pembagian hak

dari penguasaan maupun pengelolaan tanah

dan di sana diakui bagian setiap anggota

sesuai dengan marganya Namun kekuasaan

kepemimpinan atas tanah secara sosial religi

berada pada orang tertentu yang berasal dari

garis keturunan tertua

Pada umumnya tanah milik dan tanah milik

dengan hak pakai tidak dapat diperjualbelikan

dan dipindah tangankan dengan bebas pada

masyarakat luar Setiap keluarga akan selalu

mempertahankan tanah dan kampung mereka

masing-masing karena tanah dan kampung

merupakan bagian penting dari kehidupan

masyarakat mereka Hal ini dikarenakan cara

hidup masyarakat yang masih berharap dan

menggantungkan diri pada persediaan sumber

daya alam di lingkungan sekitarnya Di samping

itu juga mengingat besarnya pengorbanan

nenek moyang atau leluhur saat memperoleh

tanah tersebut pada zaman dahulu Oleh

sebab itu tanah ulayat ini tidak mudah dengan

begitu saja untuk dilepas tanpa seizin kepala

adat

Seringkali terjadi permasalahan ketika tanah

telah dikuasai (dijual) kepada suatu pihak lain

(bahkan Negara) terdapat anggota keluarga

(margaturunan) yang berupaya

mempertahankan tanah tersebut atau

meminta ganti rugi kembali Padahal status

kepemilikan dan pengelolaan sudah berpindah

dari kepala adat atau keturunan tertua melalui

proses jual beli yang sah secara hukum dengan

adanya sertifikat pelepasan hak tanah adat

Anggota keluarga tersebut melakukan

pemalangan (penutupan akses) dengan

alasan tidakbelum mendapatkan bagian dari

hasil penjualan

Tabel 113

Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat

Jenis Status Kuasa Hak Milik Hak Kuasa

Kelola

Tanah Negara Pemerintah

Pusat

Daerah

Pemerintah

Pusat

Daerah

Pemerintah

Pusat

Daerah

Tanah Ulayat Kepala Adat Komunal Marga Kecil

Marga Besar

Individu Keturunan

Sumber ATRBPN Provinsi Papua Barat (data diolah)

15 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

B3 Tantangan Geografi Wilayah

Menurut Soleh (2017) potensi wilayah sebagai

wujud daya kekuatan kesanggupan dan

kemampuan yang dimiliki oleh suatu wilayah

yang mempunyai kemungkinan untuk dapat

dikembangkan berbentuk potensi fisik Lebih

lanjut dijelaskan bahwa potensi fisik adalah

berupa tanah air iklim lingkungan geografis

binatang ternak dan sumber daya manusia

sudah sehausnya dimanfaatkan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Pembentukan Provinsi Papua Barat sebagai

daerah otonom memiliki tujuan untuk

memperpendek rentang kendali pemerintahan

dalam rangka memberikan pelayanan publik

yang lebih baik kepada masyarakat Selain itu

hal lain yang menjadi pertimbangan penting

adalah untuk mempercepat pelaksanaan

pembangunan dengan menggunakan tanah

air iklim lingkungan hewan atau semua

kekayaan alam serta sumber daya manusia

yang dimiliki guna meningkatkan taraf hidup

dan kesejahteraan masyarakat Papua Barat

B31 Letak Wilayah

Secara geografis Provinsi Papua Barat terletak

di antara 0ordm-43ordm Lintang Selatan dan 1292ordm-

1352ordm Bujur Timur Dengan luas wilayah daratan

mencapai 10295515 kmsup2 dan beribukota di

Kab Manokwari Provinsi Papua Barat memiliki

13 kabupatenkota yang terdiri dari Kab

Fakfak Kab Kaimana Kab Teluk Wondama

Kab Teluk Bintuni Kab Manokwari Kab Sorong

Selatan Kab Sorong Kab Raja Ampat Kab

Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari

Selatan dan Kab Pegunungan Arfak serta

Kota Sorong Kabupaten dengan wilayah

terluas di Provinsi Papua Barat adalah Kab Teluk

Bintuni dengan luasan mencapai 2024 persen

dari luas wilayah provinsi (2084083 kmsup2)

sedangkan Kota Sorong menjadi wilayah

dengan luasan terkecil 068 persen (65664 kmsup2)

Provinsi Papua Barat merupakan wilayah

pemekaran dengan posisi geografis yang

strategis di Indonesia bahkan di dunia Posisi

penting ini dalam konteks kekayaan

keanekaragaman hayati laut dunia Wilayah

Provinsi Papua Barat khususnya Kab Raja

Ampat terletak di pusat segitiga karang dunia

(coral triangle) yang merupakan lokasi dengan

keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia

dengan berbagai jenis kekayaan laut baik

spesies ikan moluska dan hewan karang

Disertai kekayaan sumber daya laut yang tinggi

dengan berbagai jenis ekosistem yang

mendukung tumbuh hidupnya berbagai biota

laut diantaranya ekosistem terumbu karang

padang lamun dan mangrove Selain posisi

tersebut letak Provinsi Papua Barat yang

berbatasan langsung dengan negara di

wilayah Pasifik menjadi penting sebagai

penanda kedaulatan Indonesia baik dalam

aspek pertahanan maupun pemanfaatan

sumberdaya kelautan di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia

Tabel 114

Komposisi Luas KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

KabupatenKota Luas (kmsup2) Luas

Kab Fakfak 1432000 1391

Kab Kaimana 1624184 1578

Kab Teluk Wondama 395953 385

Kab Teluk Bintuni 2084083 2024

Kab Manokwari 318628 309

Kab Sorong Selatan 659431 641

Kab Sorong 654423 636

Kab Raja Ampat 803444 780

Kab Tambraw 1152918 1120

Kab Maybrat 546169 530

Kab Manokwari Selatan 281244 273

Kab Pegunungan Arfak 277374 269

Kota Sorong 65664 064

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

16

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

B32 Kondisi Geografis

Kondisi wilayah Provinsi Papua Barat secara

umum meliputi wilayah pedalamanterpencil

(pegunungan) pesisir dan kepulauan Wilayah

pedalaman terpencil (pegunungan)

diantaranya berada di Kab Pegunungan Arfak

Kab Manokwari Kab Manokwari Selatan Kab

Maybrat Kab Teluk Bintuni dan Kab

Tambrauw sedangkan wilayah yang memiliki

kawasan pesisir adalah Kab Sorong Kab

Sorong Selatan Kab Fakfak Kab Kaimana

Kab Teluk Bintuni Kab Teluk Wondama Kab

Manokwari Selatan Kab Manokwari Kab

Tambrauw Kab Raja Ampat dan Kota Sorong

Sementara itu wilayah dengan kondisi berupa

kepulauan di Provinsi Papua Barat adalah Kab

Raja Ampat

Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat

bervariasi dari wilayah dataran rendah hingga

pegunungan Provinsi Papua Barat terletak

pada ketinggian 0-2940 mdpl dengan

sebagian besar merupakan wilayah perbukitan

(kelas ketinggian 100-1000 m) mencapai

5066423 kmsup2 (4921) dan daerah dataran

rendah (0-100m) seluas 4091438 kmsup2 (3974)

serta daerah pegunungan (gt1000 m) seluas

1137654 kmsup2 (1105)

Titik tertinggi di Provinsi Papua Barat berada di

Kab Manokwari dengan ketinggian 2940 mdpl

Sementara wilayah dengan dataran rendah

yang cukup luas tersebar di beberapa

kabupatenkota seperti Kab Fakfak Kab Teluk

Bintuni Kab Sorong Kota Sorong dan Kab

Sorong Selatan Daerah perbukitan pada

umumnya tersebar di Kab Kaimana Kab Teluk

Wondama Kab Raja Ampat dan Kab

Maybrat

Secara keseluruhan terdapat 218 distrik yang

terdiri dari 1742 kampung dan 106 kelurahan di

Provinsi Papua Barat Wilayah dengan jumlah

distrik terbanyak adalah Kab Sorong (30 Distrik)

Kab Tambraw (29 Distrik) serta Kab Maybrat

(24 Distrik) Kab Raja Ampat (24 Distrik) Kab

Teluk Bintuni (24 Distrik) sedangkan kabupaten

dengan jumlah distrik terkecil adalah Kab

Manokwari Selatan (6 Distrik)

Ditinjau dari segi kelerengan sebagian besar

wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas

lereng gt40 (bergunung curam dan bergunung

Tabel 115

Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Ketinggian (mdpl)

Kab Fakfak 0 - 1444

Kab Kaimana 0 - 1663

Kab Teluk Wondama 0 - 2172

Kab Teluk Bintuni 0 - 2389

Kab Manokwari 0 - 2940

Kab Sorong Selatan 0 - 540

Kab Sorong 0 - 921

Kab Raja Ampat 0 - 1173

Kab Tambraw 0 - 2483

Kab Maybrat 5 - 1772

Kab Manokwari Selatan 0 - 2682

Kab Pegunungan Arfak 135 - 2882

Kota Sorong 0 - 439

Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 116

Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota

Topografi

Lereng

Puncak Lembah Dataran

Kab Fakfak 82 4 37

Kab Kaimana 29 15 42

Kab Teluk Wondama 67 7 3

Kab Teluk Bintuni 37 5 196

Kab Manokwari 18 3 139

Kab Sorong Selatan 10 13 98

Kab Sorong 14 21 106

Kab Raja Ampat - 1 120

Kab Tambraw 15 19 42

Kab Maybrat 16 39 102

Kab Manokwari Selatan 5 12 40

Kab Pegunungan Arfak 142 16 21

Kota Sorong 6 - 25

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

17 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

sangat curam) Kondisi tersebut menjadi

kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik

untuk pengembangan sarana dan prasarana

fisik sistem transportasi darat maupun bagi

pengembangan budidaya pertanian terutama

untuk tanaman pangan Sehingga dominasi

pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan

konservasi di samping untuk mencegah

terjadinya bahaya erosi dan longsor

Berdasarkan data penggunaan lahan pada

tahun 2019 luas areal terbangunpermukiman

di Provinsi Papua Barat sekitar 32222 Ha atau 03

persen dari luas wilayah Kabupaten Sorong

Manokwari dan Kota Sorong merupakan

wilayah-wilayah yang memiliki fungsi guna

lahan kampungperumahan yang tertinggi

Wilayah-wilayah tersebut selama ini memang

telah tumbuh menjadi sentra-sentra kegiatan

perkotaan di Provinsi Papua Barat terutama

untuk Kota Sorong Kota ini merupakan pintu

gerbang bagi Provinsi Papua Barat sehingga

menjadikan kegiatan jasa perdagangan dan

kegiatan-kegiatan lain yang bersifat perkotaan

terkonsentrasi pada wilayah ini

B33 Risiko Bencana

Dengan sebagian besar wilayah yang berupa

kawasan hutan maka kelas risiko bencana

kebakaran lahan dan hutan di seluruh

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

termasuk ke dalam kategori tinggi Pembukaan

lahan hutan untuk kegiatan pertanian menjadi

salah satu penyebab bencana karena

pembukaan tersebut dilakukan dengan

pembakaran untuk meminimalisasi biaya dan

hasilnya sangat cepat Pada kasus bencana

kebakaran risiko tinggi ditempati Kab

Manokwari dan Kota Sorong sedangkan

bencana kekeringan kelas risiko tinggi berada

di Kab Teluk Wondama Teluk Bintuni

Manokwari Sorong Selatan dan Raja Ampat

Pada kasus bencana banjir wilayah dengan

kelas risiko tinggi adalah Kabupaten Fakfak

Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni

Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja

Ampat dan Kota Sorong sebagai daerah yang

berada dekat dengan aliran Sungai

Wilayah Provinsi Papua Barat juga sangat

berpotensi terhadap gempa tektonik dan

kemungkinan diikuti oleh gelombang tsunami

Terdapat sejumlah lipatan dan sesar naik

sebagai akibat dari interaksi (tubrukan) antara

kedua lempeng tektonik seperti Sesar Sorong

(SFZ) Sesar Ransiki (RFZ) Sesar Lungguru (LFZ)

dan Sesar Tarera Aiduna (TAFZ) Kenyataan

Tabel 117

Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di

Provinsi Papua Barat

Tingkat

Kelerengan

()

Deskripsi Luas

(kmsup2)

Luas

lt 3 Datar 2195004 213

3 - 8 Bergelombangagak

landai

782459 76

8 - 15 Bergelombanglandai 72069 07

15 - 25 Berbukit 576549 56

25 - 40 Bergunung 648617 63

40 - 60 Bergunung curam 3315156 322

gt 60 Bergunung sangat curam 2712868 263

Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 118

Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Penggunaan Luas

(kmsup2)

Hutan Kering 9121592 8860

Hutan Basah 517659 503

Perkebunan 112091 109

Rumput dan Semak Belukar 227599 221

Ladang 57310 056

Tanaman Campuran 51567 050

Permukiman 34192 033

Danau 21459 021

Lahan Terbuka 125365 122

Pertambangan 2249 002

Rawa dan Rumput Rawa 11610 011

Sawah 12823 012

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

18

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

menunjukkan pula bahwa hampir setiap bulan

terjadi beberapa kali gempa di Provinsi Papua

Barat dan sekitarnya Kabupatenkota dengan

risiko tinggi untuk gempa bumi adalah Kab

Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari

Sorong Selatan Sorong Raja Ampat

Tambrauw dan Kota Sorong Sementara itu

wilayah dengan kelas risiko bencana tsunami

tinggi adalah Kab Teluk Wondama Manokwari

dan Sorong

Menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia (BNPB

2014) Provinsi Papua Barat secara keseluruhan

termasuk provinsi yang memiliki kelas risiko

bencana multi ancaman dalam

kategori tinggi Dengan kelas risiko

bencana yang tinggi kapasitas daerah

dalam penanggulangan bencana

masih dalam kapasitas sedang (BNPB

2016)

Tabel 119

Risiko Bencana per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Risiko Jenis Bencana

Kab Fakfak Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang

Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Kaimana Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang

Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Teluk

Wondama

Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Teluk Bintuni Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Manokwari Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Sorong

Selatan

Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Raja Ampat Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Tambraw Sedang Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kab Maybrat Sedang Tanah Longsor Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Manokwari

Selatan

Sedang Banjir Gempa Bumi Tsunami

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Pegunungan

Arfak

Sedang Tanah Longsor Gempa Bumi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kota Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Sumber BNPB BPBD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERTUMBUHAN

EKONOMI

266

INFLASI

193

RATA-RATA

SUKU BUNGA

50

POVERTY

225

PENGANGGURAN

624

GINI RATIO

0381

IPM

6374

DJPbKawalAPBN

INDIKATOR

EKONOMI REGIONAL

19

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

ondisi perekonomian global masih

berada pada kondisi ketidakpastian

seiring terjadinya perubahan

fundamental kebijakan Amerika

Serikat (AS) yang menerapkan hambatan

perdagangan khusus bagi Tiongkok (tariffs

barrier) Kinerja perekonomian AS yang mulai

bergeliat pada tahun 2018 tertekan kembali

akibat penerapan tarif bagi barang-barang

impor yang tanggapi oleh Tiongkok dengan

pengenaan tarif balasan pada barang-barang

yang menjadi ketergantungan AS Penurunan

suku bunga acuan yang dilakukan Bank Sentral

AS untuk mendorong perekonomian tidak

berimplikasi banyak karena economic shock

tidak langsung dapat direspon oleh pelaku

ekonomi dalam negeri yang sudah terbiasa

dengan impor

Tingkat inflasi yang dijaga dan nilai tukar dolar

AS yang ditahan untuk stagnan berakibat pada

pertumbuhan ekonomi AS yang melambat

dibanding tahun sebelumnya Implikasinya

sektor keuangan global ikut menjadi lebih

volatile dan menahan laju pertumbuhan

eonomi disebabkan turunnya nilai

perdagangan negara-negara maju yang

berbisnis dengan AS dan Tiongkok Ditambah

dengan sentimen negatif dari ketidaksetujuan

perilaku diskriminasi ekonomi AS serta masalah

Brexit yang tidak kunjung usai berdampak pada

kenaikan harga komoditas namun tidak

berlaku untuk komoditas minyak mentah yang

menurun Seiring hal tersebut perekonomian

negara-negara berkembang pada tahun 2019

masih mengarah kepada kemungkinan

terjadinya resesi global dengan laju yang

tertahan dibandingkan tahun sebelumnya

A INDIKATOR EKONOMI FUNDAMENTAL

Indikator ekonomi diperlukan untuk mengetahui

arah pergerakan perekonomian suatu daerah

dan sebagai tolak ukur pencapaian

pembangunan (Bernard Baumohl 2012)

Diantara indikator makroekonomi yang

digunakan untuk mengetahui perkembangan

perekonomian suatu daerah yaitu Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Inflasi

Perdagangan Internasional Suku Bunga dan

Nilai tukar

K

BAB II

Perkembangan dan Analisis

Ekonomi Regional

697

640600

502

450 440

240 230 220170 170

100 080

0

2

4

6

8

Vie

tna

m

Filip

ina

Tion

gko

k

Ind

on

esia

Ind

ia

Ma

lay

sia

Tha

ilan

d

AS

Ko

rsel

Au

stralia

Je

pa

ng

Ero

pa

Sin

ga

pu

ra

Grafik 21

Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di

Dunia Tahun 2019 (persen)

Sumber wwwtradingeconomicscom (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

20

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)

merupakan nilai pasar dari semua barang dan

jasa yang dihasilkan dalam suatu

perekonomian selama periode waktu tertentu

Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sering

dijadikan ukuran terbaik untuk mengukur kinerja

perekonomian Terdapat tiga cara untuk

menghitung PDB yaitu pendekatan produksi

pengeluaran dan pendapatan (Krugman amp

Wells 2011) Selanjutnya PDB pada suatu

region wilayah tertentu disebut dengan Produk

Domestik Regional Bruto (Gross Domestic

Regional Bruto)

A11 Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)

Laju pertumbuhan ekonomi (economic growth)

merupakan proses perubahan kondisi

perekonomian suatu daerah pada periode

waktu tertentu Untuk menghitungnya

digunakan perubahan nilai PDRB atas dasar

harga konstanriil dari tahun sebelumnya

Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 tumbuh melambat pada level 266 persen

atau tertahan signifikan dari tahun sebelumnya

yang mencapai level 624 persen Tidak seperti

pertumbuhan tahun sebelumnya yang lebih

tinggi pertumbuhan nasional tahun 2019 justru

lebih tinggi pada level 502 persen

Bila dirinci lebih lanjut seluruh sektor lapangan

usaha mencatatkan pertumbuhan positif

dimana pertumbuhan tertinggi terjadi pada

sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151

persen serta jasa keuangan dan asuransi

mencapai 933 persen Sebaliknya sektor sektor

industri pengolahan dan sektor pertambangan-

penggalian mencatatkan pertumbuhan yang

melambat sebesar -099 dan -034 persen

meskipun masih menjadi sektor dengan

kontribusi tertinggi terhadap PDRB Provinsi

Papua Barat

Jika dilihat menurut pengeluaran pertumbuhan

ekonomi Provinsi Papua Barat tertinggi terjadi

pada komponen luar negeri berupa impor

sebesar 1943 persen Sedangkan ekspor yang

mengandalkan raw material resources pada

komponennya turunnya harga komoditas

migas di pasar internasional selama tahun 2019

turut andil dalam menyumbang perlambatan

hingga menjadi sebesar -900 Sementara itu

503 507 517 502

452401

624

266

0

2

4

6

2016 2017 2018 2019

Grafik 22

Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua

Barat Tahun 2016 ndash 2019 (persen)

Nasional Pabar

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

-099

-034

33

334

437

439

442

528

58

757

767

801

837

842

887

933

1151

-1 4 9 14

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Penggalian

Administrasi Pemerintahanhellip

Pertanian Kehutanan danhellip

Jasa Lainnya

Jasa Kesehatan dan Kegiatanhellip

Pengadaan Air Pengelolaanhellip

Jasa Perusahaan

Jasa Pendidikan

Konstruksi

Penyediaan Akomodasi danhellip

Transportasi dan Pergudangan

Perdagangan Besar dan Eceranhellip

Real Estate

Pengadaan Listrik dan Gas

Jasa Keuangan dan Asuransi

Informasi dan Komuniksi

Grafik 23

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Menurut Lapangan Usaha (persen)

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

21 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

komponen investasi tumbuh 536 persen dan

pengeluaran pemerintah tumbuh sebesar 342

persen Pertumbuhan juga terjadi pada

konsumsi rumah tangga dan LNPRT berturut-

turut sebesar 499 dan 1037 persen

A12 Nominal PDRB

Nilai PDRB dapat dilihat baik dari sisi permintaan

maupun penawaran Untuk menghitungnya

digunakan PDRB atas harga berlaku Nilai PDRB

Provinsi Papua Barat tahun 2019 Atas Dasar

Harga Berlaku sebesar Rp8435 triliun

A121 PDRB Sisi Permintaan

PDRB sisi permintaan dapat ditunjukkan melalui

persamaan sebagai berikut

119936119955 = 119914119955 + 119920119955 +119918119955 + (119935119955 minus119924119955)

Dari persamaan di atas PDRB sisi ini dihitung

berdasarkan pendekatan pengeluaran yaitu

dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat

seluruh pelaku ekonomi berupa konsumsi rumah

tangga investasi pembelian pemerintah untuk

barang dan jasa serta ekspor dikurangi impor

(net export) Kontribusi masing-masing

komponen pembentuk PDRB Provinsi Papua

Barat adalah sebagai berikut

A1211 Konsumsi (Consumption)

Konsumsi merupakan pembelian yang

dilakukan oleh rumah tangga konsumen baik

berupa barang tidak tahan lama (non durable

goods) seperti makanan dan pakaian barang

tahan lama (durable goods) seperti mobil dan

alat elektronik maupun jasa (services) seperti

jasa potong rambut dan jasa dokter (Mankiw

2013)

Perekonomian Provinsi Papua Barat masih

didominasi oleh net ekspor dan pengeluaran

konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga

maupun lembaga non profit rumah tangga

Pada tahun 2019 nilai net ekspor Provinsi Papua

Barat sebesar dengan kontribusi terhadap

PDRB mencapai 324 persen Adapun nilai

konsumsi sebesar Rp2425 triliun dengan

kontribusi terhadap PDRB sebesar 282 persen

A1212 Investasi (Investment)

Investasi dalam teori ekonomi didefinisikan

sebagai pengeluaran untuk membeli barang-

barang modal dan peralatan-peralatan

produksi dengan tujuan untuk mengganti dan

terutama menambah barang-barang modal

yang akan digunakan untuk memproduksi

barang dan jasa di masa yang akan datang

Pembelian dalam investasi dapat dilakukan

oleh individu atau perusahaan untuk

516

342

536

155

0

2

4

6

Konsumsi RT +

LNPRT

Pengeluaran

Pemerintah

PMTB Investasi Net Ekspor

Grafik 24

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 Menurut Pengeluaran (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Konsumsi

RT + LNPRT

2818

Pengeluaran

Pemerintah

1798

PMTB

Investasi 2045

Perubahan

Inventori 098

Net Ekspor

3241

Grafik 25

Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

22

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

menambah persedian modal (Mankiw 2013)

Samuelson dan Nordhaus (2004)

menambahkan investasi sebagai penambahan

stok modal atau barang di suatu negara seperti

bangunan peralatan produksi dan barang-

barang inventaris dalam waktu satu tahun

Nilai investasi Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 sebagaimana tercermin dari nilai

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

sebesar Rp176 triliun dengan kontribusi

terhadap PDRB sebesar 205 persen Tingkat

pertumbuhan ekonomi daerah yang mantap

dan berkesinambungan dalam jangka panjang

hanya dapat tercapai jika masyarakat mampu

mempertahankan proporsi investasi yang

cukup besar terhadap PDRB Dalam jangka

panjang pembangunan ekonomi dapat

terhambat jika terjadi inefisiensi alokasi sumber

daya Salah satu indikator untuk mengukur

tingkat efisiensi suatu perekonomian adalah

ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) ICOR

merupakan rasio yang menunjukan besarnya

tambahan kapital (investasi) baru yang

dibutuhkan untuk menaikkan menambah satu

unit output Semakin tinggi rasio ICOR

menandakan bahwa tingkat efisiensi semakin

rendah Rasio ICOR dihitung menggunakan

rumus sebagai berikut

ICOR= I ∆Y

dimana

I = Nilai Investasi (PMTB)

∆Y = Perubahan PDRB

Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat

menunjukan tren meningkat Pada tahun 2015

nilai ICOR Provinsi Papua Barat sebesar 169 dan

naik menjadi 443 pada tahun 2016 Kemudian

pada tahun 2017 nilai ICOR Provinsi Papua Barat

kembali naik menjadi 491 Hal ini menunjukan

tingkat kebocoran investasi Provinsi Papua

Barat semakin besar Setelah sempat turun

pada tahun 2018 (314) nilai ICOR Provinsi

Papua Barat tahun 2019 naik menjadi 801 yang

menunjukan tingkat kebocoran investasi

semakin meningkat secara signifikan

A1213 Pembelian Pemerintah (Government

Purchases)

Pembelian pemerintah merupakan

pengeluaran pemerintah terhadap barang dan

jasa yang terdiri dari konsumsi pemerintah

(government consumption) dan investasi

pemerintah (government investment) Konsumsi

pemerintah merupakan pembelian terhadap

barang dan jasa dalam jangka pendek seperti

pengeluaran untuk perawatan kesehatan dan

perlindungan kepolisian Adapun investasi

pemerintah merupakan pengeluaran untuk

barang-barang modal seperti gedung dan

komputer (Mishkin 2015) Komponen

pengeluaran pemerintah Provinsi Papua Barat

pada tahun 2019 sebesar Rp1547 triliun dengan

kontribusi terhadap PDRB sebesar 18 persen

Dengan kontribusi yang cukup besar terhadap

PDRB Provinsi Papua Barat pembelian

pemerintah (government purchases)

seharusnya dapat menopang pertumbuhan

ekonomi jika terjadi perlambatan konsumsi

masyarakat maupun investasi

211169

443491

314

801

000

200

400

600

800

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Garfik 26

Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat Tahun

2014 - 2019

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

23 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

A1214 Ekspor Bersih (Net Export)

Perdagangan internasional merupakan

pertukaran barang dan jasa lintas batas negara

(international border) Dengan adanya

perdagangan internasional memungkinkan

terjadinya efisiensi yang timbul dari kompetisi

antar produsen dalam menjual produk dengan

harga yang terendah (competitive price)

dalam suatu proses supply and demand atau

dalam suatu mekanisme pasar market

mechanism (Seyoum 2009) Komponen

perdagangan internasional terdiri dari ekspor

dan impor Ekspor merupakan nilai barang dan

jasa yang dijual ke luar negeri sedangkan impor

merupakan nilai barang dan jasa yang

disediakan untuk dalam negeri Selisih

keduanya disebut sebagai net ekspor Sebagai

salah satu komponen PDB net ekspor

merupakan nilai bersih dari penjualan barang

jasa ke luar negeri dikurangi pembelian dari luar

negeri yang menghasilkan pendapatan untuk

dalam negeri (Mankiw 2013) Pada tahun 2019

komponen net ekspor Provinsi Papua Barat

sebesar Rp2789 triliun dengan kontribusi

terhadap PDRB sebesar 324 persen

A12141 Ekspor

Ekspor merupakan nilai barang dan jasa yang

dijual ke negara lain (Mankiw 2013) Komoditas

ekspor Provinsi Papua Barat terbesar yaitu raw

material resources berupa gas alam dan

minyak bumi dengan kontribusi mencapai 98

persen dari total nilai ekspor yang ada Adapun

sisanya berupa perhiasan permata kayu

barang dari kayu garam belerang kapur

(semen) ikan udang daging ikan olahan

sabun dan preparat pembersih

Pada tahun 2019 nilai ekspor Provinsi Papua

Barat mencapai US$ 233258 juta atau turun

siginifikan sebesar 179 persen dari ekspor tahun

sebelumnya sebesar US$ 28336 juta

disebabkan turunnya harga komoditas migas di

pasar internasional Nilai ekspor tertinggi terjadi

pada bulan November sebesar US$ 25478

sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada

bulan April sebesar US$ 11602

Selama tahun 2019 terdapat 3 (tiga) negara

yang menjadi tujuan utama ekspor Provinsi

Papua Barat yaitu Tiongkok Korea Selatan dan

Jepang dengan kontribusi mencapai 9341

persen Nilai ekpor ke Tiongkok sebesar US$

138861 juta (6373 persen) Korea selatan

sebesar US$ 35793 juta (1643 persen) dan

Jepang sebesar US$ 43236 juta (1984 persen)

A12142 Impor

Impor merupakan nilai barang dan jasa yang

dibeli dari negara lain (Mankiw 2013)

Komoditas impor Provinsi Papua Barat berupa

mesin-mesin pesawat mekanik mesin

peralatan listrik benda-benda dari besi dan

baja barang-barang rajutan benda-benda

dari batu gips dan semen berbagai barang

logam dasar garam belerang dan kapur

perkakas serta perangkat potong

24707 22201

17352

11602

18441

19127

16947

18831

1810215943

25478

24527

0

50

100

150

200

250

300

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 27

Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun

2019 (US$ juta)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

24

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Pada tahun 2019 total nilai impor Provinsi Papua

Barat sebesar US$ 37434 juta atau naik 553

persen dari tahun sebelumnya sebesar US$

5737 juta Nilai impor tertinggi Provinsi Papua

Barat terjadi pada bulan Juli sebesar US$ 11831

juta Sementara itu pada bulan Juni nilai impor

Provinsi Papua Barat berada pada angka

terkecil sebesar US$ 006 juta

A122 PDRB Sisi Penawaran

PDRB sisi ini dihitung berdasarkan pendekatan

produksi yaitu dengan menjumlahkan nilai

tambah (value added) atas barang dan jasa

yang dihasilkan dari sektor-sektor produksi Dari

keseluruhan sektor yang ada kontribusi tertinggi

terhadap PDRB Provinsi Papua Barat tahun 2019

berasal dari sektor industri pengolahan

mencapai 2574 persen dengan nilai Rp217

triliun Kemudian diikuti sektor pertambangan

dan penggalian mencapai 1744 persen

dengan nilai Rp147 triliun Minyak bumi dan gas

alam merupakan sumber utama PDRB pada

kedua sektor tersebut

A13 PDRB per Kapita

Indikator ini menunjukan nilai kontribusi tiap

penduduk terhadap perekonomian suatu

daerah dalam menghasilkan barang dan jasa

pada periode waktu satu tahun Selama lima

periode terakhir dari tahun 2015ndash2019 PDRB per

Kapita Provinsi Papua Barat mengalami

peningkatan walaupun dengan pertumbuhan

yang terbatas Pada tahun 2015 PDRB per

Kapita Provinsi Papua Barat sebesar Rp7250

juta Kemudian jumlahnya meningkat menjadi

Rp879 juta pada tahun 2019 atau naik sebesar

218 persen dalam 5 tahun

A2 Inflasi

Mankiw (2013) menyebutkan bahwa Inflasi

merupakan kenaikan harga secara umum

Jika kenaikan harga barang hanya berasal

dari satu atau dua barang saja maka tidak

dapat disebut sebagai inflasi kecuali bila

524

807

3804

2101

2286

006

11831

7816

1053

3617

105

2539

0

20

40

60

80

100

120

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 28

Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun

2019 (US$ juta)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Industri

Pengolahan

2574

Pertambangan

Penggalian1744

Konstruksi

1596

Sektor Lainnya

1227

Pertanian dkk

1055

Adm

Pemerintahan1057

Perdagangan

747

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Grafik 29

Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (Persen)

72157452

7843

8495879

0

20

40

60

80

100

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 210

Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua

Barat Tahun 2015 - 2019 (juta Rptahun)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

25 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

kenaikan itu meluas dan berimplikasi pada

kenaikan harga barang lainnya Inflasi dihitung

berdasarkan perubahan Indeks Harga

Konsumen (IHK) yang merupakan rata-rata dari

perubahan harga suatu komoditas dalam

kurun waktu tertentu Perubahan IHK dari waktu

ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan

(inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari

suatu komoditas

Secara umum inflasi digolongkan ke dalam tiga

jenis yaitu inflasi inti (core inflation) inflasi

makanan yang bergejolak (volatile food

inflation) dan inflasi harga yang diatur

(administered price inflation) Core inflation

adalah inflasi yang perkembangan harganya

dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi

secara umum yaitu faktor-faktor fundamental

seperti ekspektasi inflasi nilai tukar dan

keseimbangan permintaan dan penawaran

agregat yang akan berdampak pada

perubahan harga-harga secara umum

Sementara itu volatile food inflation adalah

inflasi bahan makanan yang perkembangan

harganya sangat bergejolak karena faktor-

faktor tertentu yang mempengaruhi kecukupan

pasokan komoditas yang bersangkutan seperti

faktor musim panen gangguan distribusi

bencana alam dan hama Adapun

administered price inflation adalah inflasi yang

perkembangan harganya diatur oleh

pemerintah

Secara kumulatif laju inflasi Provinsi Papua Barat

tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih

rendah dari inflasi tahun sebelumnya sebesar

521 persen dan inflasi nasional sebesar 272

persen Pencapaian tersebut berada di atas

target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen

Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun

2017-2021 dimana pada tahun 2019 target

inflasi ditetapkan sebesar 366 persen Kebijakan

pengendalian tingkat inflasi yang melibatkan

banyak pihak sebagaimana tergabung dalam

Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) tampaknya

belum berhasil menekan laju pergerakan harga

di Provinsi Papua Barat ke arah yang lebih

moderat

Selama tahun 2019 perkembangan harga-

harga komoditas di Provinsi Papua Barat relatif

terkendali dimana komponen administered

price dan volatile food menjadi penyumbang

utama Adanya peningkatan intensitas curah

hujan yang sedang dan gelombang laut yang

relatif tinggi berdampak pada hasil produksi

dan mengganggu jalur distribusi pasokan

bahan makanan meskipun tidak memberikan

pengaruh signifikan Disamping itu komponen

administered price tidak mengalami tekanan

seperti halnya tahun sebelumnya sebagai

imbas dari turunnya harga komoditas minyak

mentah di pasar internasional yang berdampak

pada turunnya harga BBM non-subsidi (non-

premium) Sementara itu tekanan inflasi pada

kelompok inti (core inflation) relatif terkendali

Pada triwulan pertama tahun 2019 (Januari ndash

Maret) Papua Barat berada pada kondisi

deflasi dengan level 056 persen (ytd) dengan

534

362

144

521

193

335302

361

313 272

0

2

4

6

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 211

Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan

Nasional Tahun 2015 ndash 2019

Pabar Nasional

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

26

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

penyumbang terbesar terjadi pada kelompok

volatile food seperti beras telur susu daging

ikan segar dan kacang-kacangan Faktor

intensitas curah hujan yang sedang

menyebabkan beberapa daerah penghasil

mengalami panen besar berakibat pada

melimpahnya jumlah pasokan komoditas

meskipun sedikit terganggu dengan terjadinya

laut pasang pada jalur distribusi Sementara itu

komponen administered price sedikit tertekan

disebabkan pasokan bahan bakar subsidi yang

terbatas meskipun harga non-subsidi (pertalite

dan pertamax series) mengalami sedikit

penurunan harga

Pada triwulan kedua tahun 2019 (April ndash Juni)

intensitas curah hujan di Provinsi Papua Barat

makin meningkat Faktor tersebut pada

akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas

hasil pertanian sehingga pasokan komoditas

menjadi berkurang Dampaknya pada bulan

April dan Mei komponen volatile food seperti

beras sayur-sayuran dan kacang-kacangan

mengalami inflasi Pada bulan April meskipun

komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi

sebesar -070 persen namun kacang-kacangan

mengalami inflasi 240 persen

Memasuki bulan puasa (Mei) dan Hari Besar

Keagamaan Nasional (HBKN) Papua Barat

dihadapkan pada tekanan inflasi yang cukup

dalam Komponen volatile food seperti telur

daging ayam daging sapi mengalami tren

peningkatan harga seiring kenaikan

permintaan Pemerintah melalui Tim Pengendali

Inflasi Daerah (TPID) melakukan pengawasan

distribusi untuk mencegah penimbunan barang

dan permainan harga Selain itu TPID juga

melakukan operasi pasar dan program pasar

murah untuk menjaga stabilitas harga

Sementara itu komponen administered price

pada periode ini juga mengalami tekanan

Periode triwulan ketiga tahun 2019 tekanan

inflasi Papua Barat mulai jauh berkurang Pada

bulan Juli terjadi deflasi yang mencapai level -

007 persen Komponen volatile food menjadi

penyumbang terbesar deflasi Kemudian pada

bulan Agustus Papua Barat kembali mengalami

mencapai deflasi pada level -057 persen

dimana kelompok bahan makanan menjadi

penyumbang terbesar dengan capaian -167

Tabel 21

Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Kelompok jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des

Umum -004 159 025 033 034 004 -007 -057 067 -004 159 025

Bahan Makanan -082 493 072 079 100 -048 -066 -167 039 -082 493 072

Makanan Jadi Minuman

Rokok dan Tembakau 057 001 057 050 076 006 030 023 025 057 001 057

Perumahan Air Listrik Gas

dan Bahan Bakar 002 015 007 -004 -011 039 016 001 011 002 015 007

Sandang 072 062 102 050 045 021 -009 -043 158 072 062 102

Kesehatan 076 052 006 027 072 001 002 -026 037 076 052 006

Pendidikan Rekreasi dan

Olah Raga -003 034 -008 020 091 152 014 000 -002 -003 034 -008

Transpor dan Komunikasi

dan Jasa Keuangan 015 -024 -056 -049 -099 -001 050 -005 253 015 -024 -056

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

27 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Pada bulan ini di saat semua kelompok

pengeluaran mengalami tekanan deflasi

kelompok administered price mengalami inflasi

pada level 023 Berbeda dari bulan

sebelumnya memasuki bulan September

Papua Barat mengalami inflasi pada level 067

persen Kelompok volatile food seperti daging

telur susu dan sayur-sayuran serta kelompok inti

(core inflation) seperti sandang dan

perlengkapan rumah tangga menjadi

penyumbang inflasi Di samping itu kelompok

transportasi adalah penyumbang terbesar

inflasi seiring kenaikan harga tiket akibat

permasalahan yang mendera maskapai

penerbangan

Pada triwulan empat tahun 2019 (Oktober-

Desember) Papua Barat kembali mengalami

tekanan inflasi Demikian juga dengan

kelompok volatile food seperti beras daging

ikan telur susu sayur-sayuran dan kacang-

kacangan pada periode ini mengalami inflasi

disebabkan faktor produktivitas hasil pertanian

yang seharusnya melimpah malah berkurang

Di samping itu faktor cuaca yang tidak

bersahabat bagi nelayan menyebabkan

berikurangnya pasokan ikan

Meskipun pada bulan Oktober terjadi deflasi

sebesar -004 persen namun bulan November

Papua Barat kembali mengalami inflasi sebesar

125 persen Penyumbang tertinggi inflasi

adalah kelompok volatile food yang

mengalami kendala produktivitas Kemudian

masuk pada bulan Desember Papua barat

dihadapkan pada momen libur natal dan

tahun baru Pada bulan ini perkembangan

harga di Provinsi Papua Barat mengalami

tekanan inflasi namun dengan tingkat yang

cukup terkendali pada kisaran 025 persen

dengan kenaikan tertinggi terjadi pada

kelompok sandang momen liburan sekolah

natal dan tahun baru

A3 Suku Bunga

Suku bunga merupakan biaya dari suatu

pinjaman atau harga yang dibayar untuk sewa

dana (Mishkin 2015) Kebijakan suku bunga

dilakukan oleh bank sentral selaku pemegang

otoritas moneter Sebagai pemegang otoritas

moneter di Indonesia Bank Indonesia

menetapkan BI Rate sebagai suku bunga

acuan yang mencerminkan sikap dari

kebijakan moneter apakah dovish (longgar)

atau hawkish (ketat) Dalam rangka melakukan

penguatan kerangka operasi moneter Bank

Indonesia kemudian memperkenalkan suku

bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru

berupa BI 7-Day Repo Rate pada April 2016 dan

mulai berlaku efektif tanggal 19 Agustus 2016

Perubahan tersebut bertujuan agar suku bunga

kebijakan dapat lebih cepat mempengaruhi

pasar uang perbankan dan sektor riil

Terkait kebijakan suku bunga selama tahun

2019 Bank Indonesia menerapkan kebijakan

moneter yang cenderung longgar yang

ditandai dengan turunnya suku bunga acuan BI

7-Day Repo Rate Pada awal tahun 2019 BI 7

Day Repo Rate ditetapkan sebesar 600 persen

sebagai akibat dari kebijakan yang hawkish

600 600 600 600 600 600

575

550

525

500 500 500

40

48

55

63

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 212

Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019

(persen)

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

28

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

tahun sebelumnya Sempat bertahan selama

enam bulan kemudian pada bulan Juli BI 7-Day

Repo Rate diturunkan menjadi 575 persen

Penurunan tersebut bertujuan untuk

mendorong investasi sektor riil dalam mengatasi

efek buruk dari pasar keuangan global

(portofolio market) yang volatile

Kemudian pada bulan berikutnya suku bunga

acuan BI 7-Day Repo Rate kembali turun

menjadi 55 persen dan pada akhir tahun 2019

BI 7-Day Repo Rate mencapai angka 500

persen Kebijakan tersebut merupakan langkah

lanjutan untuk menjaga daya saing industri

domestik terhadap perubahan kebijakan

perdagangan sejumlah negara akibat perang

dagang AS-Tiongkok dan ketidakpastian pasar

keuangan global yang masih tinggi Selain itu

deflasi yang terjadi di perekonomian domestik

ikut mendorong penurunan tersebut

Pinjaman yang diberikan lembaga keuangan

kepada masyarakat merupakan pinjaman

yang diperuntukkan untuk keperluan modal

kerja investasi dan konsumsi dengan suku

bunga pinjaman yang diberikan untuk

keperluan konsumsi lebih tinggi daripada suku

bunga pinjaman untuk keperluan modal kerja

dan investasi Pada awal tahun 2019 rata-rata

suku bunga pinjaman konsumsi pada lembaga

keuangan sebesar 1054 persen lebih rendah

dari rata-rata suku bunga pinjaman modal kerja

dan investasi masing-masing sebesar 1144

persen dan 1209 persen

Pada akhir tahun 2019 suku bunga pinjaman

konsumsi turun menjadi 1018 persen sementara

itu suku bunga pinjaman modal kerja dan

investasi masing-masing menjadi 1143 persen

dan 1181 persen Tampaknya pilihan BI atas

kebijakan yang longgar dengan menurunkan

suku bunga acuan selama tahun 2019 diikuti

oleh penurunan suku bunga pinjaman pada

lembaga keuangan

Selama ini penurunan signifikan pada suku

bunga pinjaman merupakan hal yang ditunggu

masyarakat Lembaga keuangan masih

menjadi sumber pendanaan utama bagi

masyarakat yang ingin menjalankan kegiatan

usahanya Namun sangat disayangkan

penurunan suku bunga pinjaman masih bersifat

terbatas Dengan spread (selisih) yang cukup

lebar dengan suku bunga simpanan margin

bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM)

lembaga keuangan masih cukup tinggi

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang

diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NIM

1144 1148 1149 1151 1155 1153 1155 1158 1161 1157 1162

1143

1209 1206 1203 1202 1200 1198 1194 1191 1190 1185 1185 1181

1054 1048 1041 1039 1036 1035 1033 1030 1029 1027 1023 1018

10

11

12

13

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 213

Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Pinjaman pada

Lembaga Keuangan Tahun 2019 (persen)

Pinjaman Modal Kerja Pinjaman Investasi

Pinjaman Konsumsi

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

123

124

123117

116

118

119

118

118

114

115

118

100

110

120

130

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 214

Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Simpanan pada

Lembaga (persen)

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

29 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

lembaga keuangan berada pada kisaran 5

persen Oleh karena itu lembaga keuangan

seharusnya dapat menurunkan lagi tingkat suku

bunga pinjaman hingga mencapai tingkat

single digit interest rate of loans

Sementara itu sebagai respon atas tren

pergerakan suku bunga pinjaman rata-rata

suku bunga simpanan pada lembaga

perbankan juga bergerak turun Pada awal

tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan

sebesar 123 persen Kemudian pada akhir

tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan

turun menjadi 118 persen

A4 Nilai Tukar

Nilai tukar mata uang suatu negara dibedakan

atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil Nilai

tukar nominal suatu mata uang atau yang

sering disebut kurs merupakan harga relatif dari

suatu mata uang terhadap mata uang lainnya

Adapun nilai tukar riil merupakan harga relatif

dari barang jasa antar dua negara (Mishkin

2015)

Saat ini hampir semua negara tidak bisa lepas

dari interaksi ekonomi dengan luar negeri

Sebagai mata uang global dollar AS banyak

digunakan untuk kegiatan perdagangan

internasional Tak terkecuali Indonesia kegiatan

ekspor impor sebagian besar menggunakan

dollar AS sebagai alat pembayaran Oleh

karena itu pergerakan kurs rupiah terhadap

dollar AS sering dijadikan indikator untuk

menentukan kebijakan perekonomian nasional

Secara konseptual nilai tukar mata uang

memiliki hubungan negatif terhadap ekspor

Ketika kurs rupiah terhadap dollar AS

mengalami apresiasi (penguatan) maka kinerja

ekspor akan tertekan karena harga

barangjasa yang dijual ke luar negeri menjadi

lebih murah Sebaliknya ketika kurs rupiah

terhadap dollar AS mengalami depresiasi

(penurunan) maka akan mendorong

pertumbuhan ekspor Selama tahun 2019 kurs

rupiah terhadap dollar AS mengalami

depresiasi disebabkan penguatan dollar AS

terhadap seluruh mata uang dunia diikuti oleh

kenaikan imbal hasil atau yield obligasi

pemerintah AS dan penurunan harga minyak

dunia Di sisi lain sentimen pelemahan ekonomi

Tiongkok turut andil terhadap pelemahan nilai

tukar rupiah Dibuka pada awal Januari sebesar

Rp14465 kurs rupiah cenderung bergerak

fluktuatif dengan kecenderungan menguat

dan ditutup pada angka Rp13901 pada akhir

tahun 2019

B INDIKATOR KESEJAHTERAAN

Indikator pembangunan yang digunakan untuk

mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat

diantaranya Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) Tingkat Kemiskinan Tingkat Ketimpangan

(Gini Ratio) dan Kondisi Ketenagakerjaan

B1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan infrastruktur menjadi lebih

produktif jika memiliki sumber daya manusia

(human resources) yang berkualitas Jika jumlah

SDM berkualitas tidak memadai maka

1446500

1397800

1411100

1423100

1424500

1423100

1411700

1409800

1419000

1419600

1406600

1390100

13750

14000

14250

14500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 215

Tren Pergerakan Kurs Tengah Rupiah

per 1 US$ Tahun 2019

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

30

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

pembangunan infrastruktur menjadi kurang

efisien dan efektif Akibatnya proses produksi

membutuhkan input dengan ekonomi biaya

tinggi (high cost economy) dan kualitas output

yang dihasilkan rendah Oleh karena itu para

ekonom berpendapat bahwa rendahnya

investasi pada modal manusia (human capital

resources) merupakan penyebab lambatnya

pertumbuhan Investasi yang rendah pada

sektor pendidikan pengetahuan dan

keterampilan menyebabkan produktivitas

modal fisik menurun (Jhingan 1983)

Untuk mengukur keberhasilan pembangunan

pada modal manusia PBB melalui United

Nations Development Programme (UNDP)

mengkombinasikan pencapaian di bidang

pendidikan kesehatan dan pendapataan

pengeluaran riil atau yang dikenal dengan

Human Development Index (HDI) Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) Menurut UNDP

IPM suatu daerah dapat dikelompokkan ke

dalam empat kategori yaitu sangat tinggi (IPM

ge 80) tinggi (70 le IPM lt 80) sedang (60 le IPM lt

70) dan rendah ( IPM lt 60)

Walaupun masih tertinggal dari daerah lain dan

menduduki peringkat terakhir secara nasional

pencapaian IPM Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan tiap tahun Pada

tahun 2011 IPM Provinsi Papua Barat mencapai

nilai 599 (masuk dalam kategori rendah) jauh

di bawah IPM nasional sebesar 6709 Kemudian

sejak tahun 2012 IPM Provinsi Papua Barat naik

kelas menjadi kategori sedang dengan nilai

603 Selanjutnya pada tahun 2018 IPM Provinsi

Papua Barat menjadi 6374

Jika dilihat per daerah pencapaian IPM di

Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk

dalam kategori sangat tinggi bahkan masih

banyak daerah yang masuk kategori IPM

rendah diantaranya Wondama Sorong

Selatan Tambrauw Maybrat Manokwari

Selatan dan Pegunungan Arfak Sementara itu

hanya 2 (dua) daerah yang masuk kategori IPM

tinggi yaitu Kab Manokwari dan Kota Sorong

Sumber United Nations Development Programme (UNDP)

Gambar 21

Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM

-

Sangat Tinggi

Manokwari (7117)

Kota Sorong (7735)

Tinggi

Fakfak (6699)

Kaimana (6367)

Teluk Bintuni (6313)

Kab Sorong (6432)

Raja Ampat (6284)

Sedang

Wondama (5886)

Sorong Selatan (6101)

Tambrauw (5195)

Maybrat (5816)

Mansel (5884)

Pegunungan Arfak (5531)

Rendah

Gambar 22 IPM Kab Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018

Berdasarkan Klasifikasi UNDP

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

599 6036091 6128 6173 6221

62996374

6709677

6831689

69557018

70817139

52

56

60

64

68

72

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Grafik 216

Perkembangan Nilai IPM (Metode Baru) Provinsi Papua

Barat dan Nasional Tahun 2011-2018

Papua Barat Nasional

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

31 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Adapun daerah yang masuk kategori sedang

yaitu Fakfak KaimanaTeluk Bintuni Sorong dan

Raja Ampat

IPM yang tinggi di Kota Sorong dan Kab

Manokwari menunjukan adanya korelasi

antara suatu daerah sebagai pusat

perekonomian pemerintahan dengan

pencapaian nilai IPM Sebaliknya ketika suatu

daerah jauh dari pusat perekonomian

pemerintahan seperti Kab Pegunungan Arfak

yang merupakan daerah pemekaran baru

memiliki nilai IPM yang jauh tertinggal dari Kota

Sorong dan Kab Manokwari

B2 Kemiskinan

Konsep kemiskinan seringkali dihubungkan

antara tingkat pendapatan dan kebutuhan

seseorang Jika pendapatan tidak mampu

memenuhi kebutuhan minimum maka

seseorang dapat dikatakan miskin Ravallion

(1995) menyebutkan ciri khas dari kemiskinan

diantaranya kelaparan ketidakberdayaan

terpinggirkan tidak mempunyai tempat

tinggal dan apabila sakit tidak memiliki dana

untuk berobat Selain itu orang miskin pada

umumnya tidak dapat membaca karena tidak

mampu untuk bersekolah dan tidak memiliki

pekerjaan

Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah

Provinsi Papua Barat dihadapkan pada

masalah kemiskinan yang cukup pelik Tingkat

kemiskinan Provinsi Papua Barat sangat tinggi

hingga menduduki peringkat kedua secara

nasional setelah Provinsi Papua Pada tahun

2016 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

mencapai 2488 persen jauh lebih tinggi

dibandingkan tingkat kemiskinan nasional

sebesar 107 persen Kemudian pada tahun

2019 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

turun jauh hingga menjadi 2151 persen

Keadaan tersebut menunjukan bahwa selama

beberapa tahun ke belakang penurunan

tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat

cukup signifikan jika dibandingkan dengan

banyaknya kendala yang harus dihadapi

Pembangunan yang berlangsung selama ini

tampaknya cukup berhasil meningkatkan taraf

hidup penduduk keluar dari garis kemiskinan

Berdasarkan tipologinya tingkat kemiskinan

Provinsi Papua Barat di pedesaan sangat tinggi

bahkan di atas level 30 persen namun

sebaliknya tingkat kemiskinan di perkotaan

pada kisaran 5 persen Pada tahun 2016 tingkat

kemiskinan pedesaan Provinsi Papua Barat

mencapai 3733 persen Kemudian turun

menjadi 3429 persen pada tahun 2018 dan 332

persen pada tahun 2019 Melihat kondisi

tersebut seharusnya program-program

pemerintah lebih difokuskan ke daerah

pedesaan baik dalam rangka investasi ekonomi

yang bersifat produktif maupun investasi

manusia di bidang pendidikan kesehatan

perumahan dan layanan sosial lainnya Selain

itu program-program pengentasan kemiskinan

yang digalakkan pemerintah daerah harus

bermula dari pedesaan untuk menstimulus

kesejahteraan masyarakat desa

24882312 2266

2151

107 1012 966 922

0

5

10

15

20

25

30

2016 2017 2018 2019

Grafik 217

Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun

2016 - 2019 (persen)

Pabar Nasional

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

32

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Jika dilihat berdasarkan daerahnya pada

tahun 2019 seluruh kabupaten kota di Provinsi

Papua Barat memiliki tingkat kemiskinan di atas

nasional dengan tingkat kemiskinan tertinggi

yaitu Kab Pegunungan Arfak dan Tambraw

masing-masing sebesar 3487 persen dan 3437

persen Adapun kemiskinan terendah dimiliki

Kota Sorong dan Kab Kaimana masing-masing

sebesar 1529 persen dan 1604 persen

B3 Ketimpangan

Sebuah keniscayaan bahwa pembangunan

mengharuskan adanya tingkat pendapatan

yang tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan

Namun demikian tingkat pendapatan yang

tinggi perlu didukung oleh indikator lainnya

berupa pemerataan distribusi pendapatan

Distribusi pendapatan yang timpang menurut

Cramer (2001) menyebabkan terjadinya konflik

sosial dalam masyarakat meskipun hal tersebut

bukan hanya disebabkan oleh faktor ekonomi

Jika peningkatan pendapatan hanya

melibatkan sebagian kecil orang kaya maka

penanggulangan kemiskinan akan bergerak

melambat dan ketimpangan semakin tinggi

Salah satu cara untuk mengukur tingkat

distribusi pendapatan dengan menggunakan

Rasio Gini (Gini Ratio) Rasio tersebut mampu

menggambarkan derajat ketimpangan

distribusi pendapatan dalam suatu daerah

dengan nilai terletak antara 0 (kemerataan

sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan

sempurna)

Tingkat distribusi pendapatan Provinsi Papua

Barat tahun 2016-2019 tercatat fluktuatif namun

masih timpang ditandai dengan nilai gini ratio

yang rendah setelah sebelumnya meningkat

Selama kurun waktu tersebut ketidakmerataan

pendapatan di Provinsi Papua Barat masuk

dalam kategori sedang Pada tahun 2016 gini

ratio Provinsi Papua Barat sebesar 0373 dan

merangkak naik menjadi 0390 pada tahun 2017

568 569 516 557

37333512 3429 332

0

10

20

30

40

2016 2017 2018 2019

Grafik 218

Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan

Tahun 2016 - 2019 (persen)

Perkotaan Pedesaan

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

3487

3437

3238

3208

3049

2989

2935

2380

2154

1867

1753

1604

1529

0 10 20 30 40

Pegunungan Arfak

Tambrauw

Teluk Wondama

Maybrat

Teluk Bintuni

Manokwari Selatan

Sorong

Fakfak

Manokwari

Sorong Selatan

Raja Ampat

Kaimana

Kota Sorong

Grafik 219

Tingkat Kemiskinan KabKota di Provinsi Papua

Barat Tahun 2019

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

0373

03900391

0381

0397

0393

0384

038

036

037

038

039

04

2016 2017 2018 2019

Papua Barat Nasional

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Grafik 220

Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat

dan Nasional Tahun 2016-2019

33 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

meskipun pada kedua periode tersebut berada

di bawah gini ratio nasional Kemudian pada

tahun 2018 gini ratio Provinsi Papua Barat

kembali naik menjadi 0391 bahkan lebih tinggi

dari pencapaian nasional Gini ratio kembali

turun pada tahun 2019 menjadi 0381 atau

sedikit di atas nilai nasional sebesar 0380

B4 Ketenagakerjaan

Untuk melihat kondisi ketenagakerjaan di suatu

daerah diantaranya dapat tercermin pada

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan

tingkat pengangguran

B41 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Indikator ini menunjukan persentase jumlah

angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja

Semakin tinggi TPAK menunjukkan semakin

tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour

supply) yang tersedia untuk memproduksi

barang dan jasa pada suatu daerah TPAK

Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai

6827 persen mengalami kenaikan dari tahun

sebelumnya sebesar 6788 persen Hal ini

mengindikasikan bahwa jumlah angkatan kerja

yang siap untuk bekerja semakin bertambah

B42 Tingkat Pengangguran

Secara teoritis pengangguran memiliki

hubungan negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi

hal tersebut mencerminkan adanya

penambahan output yang membutuhkan

banyak tenaga kerja untuk memenuhi

kapasitas produksi Arthur Okun melalui studinya

(Okunrsquos Law) menyebutkan bahwa semakin

tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka

tingkat pengangguran akan semakin berkurang

(Blanchard 2006)

Di saat jumlah pengangguran dan tingkat

pengangguran nasional mengalami kenaikan

jumlah pengangguran dan tingkat

pengangguran Provinsi Papua Barat juga ikut

bergerak naik Pada tahun 2018 jumlah

pengangguran Provinsi Papua Barat mencapai

26129 orang dengan tingkat pengangguran

sebesar 567 persen Kemudian pada tahun

2019 jumlah pengangguran Provinsi Papua

Barat meningkat menjadi 28846 orang dengan

tingkat pengangguran terseret naik menjadi

624 persen Tampaknya program pemerintah

dalam perluasan dan penciptaan lapangan

pekerjaan belum mampu menekan jumlah dan

tingkat pengangguran di Provinsi Papua Barat

Untuk mengurangi tingkat pengangguran

pemerintah daerah dapat menciptakan

7005

6747

6788

6827

66

67

68

69

70

71

2016 2017 2018 2019

Grafik 221

TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

18806

25037

33214

26129 28846

460

573

752

567

624

000

200

400

600

800

2015 2016 2017 2018 2019

-

10000

20000

30000

40000

Grafik 222

Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua

Barat Tahun 2015 ndash 2019

Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

34

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

kesempatan kerja melalui peningkatan

keahlian sertifikasi pendirian tempat latihan

ketrampilan magang serta meningkatkan

inventasi yang menyerap banyak tenaga kerja

lokal

C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI

DAN PEMBANGUNAN REGIONAL

Efektivitas kebijakan makroekonomi dan

pembangunan Provinsi Papua Barat dapat

diketahui dengan melihat kinerja dari setiap

indikator yang ada dengan membandingkan

antara target dan pencapaian dari setiap

indikator yang ditetapkan oleh pemerintah

daerah dalam dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Selain itu efektivitas kebijakan

makroekonomi juga dapat diketahui dengan

melihat pengaruh dari sebuah indikator

makroekonomi dan pembangunan terhadap

indikator lainnya

C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan

Pembangunan

Kinerja perekonomian daerah tercermin dari

pencapaian target indikator makroekonomi

dan pembangunan sebagaimana yang telah

ditetapkan pada dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Dokumen RPJMD merupakan rencana

pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)

tahunan yang merupakan penjabaran dari visi

misi dan program kepala daerah Untuk Provinsi

Papua Barat dokumen RPJMD disusun untuk

periode tahun 2017 ndash 2021 Sebagai penjabaran

RPJMD tahun ketiga Pemerintah Daerah

Provinsi Papua Barat menetapkan Rencana

Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2019

yang memuat target indikator-indikator makro

dan kesejahteraan sebagai ukuran

keberhasilan selama satu tahun Beberapa

indikator makroekonomi dan pembangunan

dalam RKPD yang menjadi target pemerintah

daerah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 70 persen

laju inflasi pada level 366 persen gini ratio

sebesar 042 tingkat kemiskinan sebesar 2329

persen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

sebesar 6364 dan tingkat pengangguran

sebesar 642 persen

Tabel 22

Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Indikator Target RKPD Kinerja

Pertumbuhan Ekonomi (persen) 70 266

Inflasi (persen) 366 193

Tingkat Kemiskinan (persen) 2329 2151

Tingkat Pengangguran (persen) 642 624

Gini Ratio 042 0381

IPM 6364 6374

Sumber RPJMD RKPD Provinsi Papua Barat dan BPS

Provinsi Papua Barat (data diolah)

Indikator makroekonomi dan pembangunan

Provinsi Papua Barat tahun 2019 yang mampu

mencapai target yang ditetapkan pada

dokumen RKPD diantaranya tingkat inflasi yang

berhasil dikendalikan sebesar 193 tingkat

kemiskinan juga berhasil ditekan sebesar 2151

persen Demikian pula dengan IPM yang

berhasil meningkat dan melebihi target pada

angka 6374 Selain itu nilai gini ratio tercatat

juga mampu mencapai target pada angka

0381 Sementara indikator lainnya belum

mencapai target yang ditetapkan seperti

tingkat pengangguran yang mencapai 624

persen Sama halnya dengan capaian tingkat

pertumbuhan yang belum memenuhi target

yang hendak dicapai dengan nilai indikator

tersebut berada pada angka 266 persen

35 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi

Terhadap Kemiskinan Pendekatan

Model Panel Data

C21 Landasan Teori

Salah satu masalah perekonomian yang cukup

rumit dan hampir terjadi di setiap negara yaitu

tingginya angka kemiskinan Terdapat tiga

penyebab utama timbulnya masalah

kemiskinan Pertama prasarana dan sarana

pendidikan yang tidak memadai sehingga

menyebabkan tingginya jumlah penduduk

buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan

ataupun keahlian Kedua sarana kesehatan

dan pola konsumsi buruk sehingga hanya

sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi

tenaga kerja produktif Ketiga penduduk

terkonsentrasi di sektor pertanian dan

pertambangan dengan metode produksi yang

telah usang dan ketinggalan zaman (Jhingan

1983)

Sebagaimana dikatakan Nurkse daerah yang

terbelakang pada umumnya terjerat ke dalam

lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty)

Menurut Nurkse lingkaran kemiskinan

disebakan oleh rendahnya tingkat pendapatan

sehingga menyebabkan tingkat permintaan

rendah Dengan tingkat permintaan yang

rendah mengakibatkan tingkat investasi pun

rendah Tingkat investasi yang rendah kembali

menyebabkan modal kurang dan produktifitas

rendah dan begitu seterusnya hingga

membentuk sebuah lingkaran sebab akibat dari

kemiskinan (Jhingan 1983)

Dari berbagai teori pertumbuhan yang

dikemukakan oleh banyak ekonomi seperti Teori

Harold Domar Teori Solow Teori Dorongan Kuat

(Big Push Theory) dan Teori Rostow maka dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor

utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu

akumulasi modal yang meliputi semua bentuk

atau jenis investasi baru pertumbuhan

penduduk dan kemajuan teknologi Investasi

melalui penyerapan tenaga kerja baik oleh

swasta maupun oleh pemerintah

perkembangan teknologi yang semakin inovatif

dan produktif dan pertumbuhan penduduk

melalui peningkatan modal manusia (human

capital) diharapkan mampu mengurangi

jumlah kemiskinan yang ada Sehingga ketika

terjadi pertumbuhan ekonomi yang berarti

terjadi pertumbuhan pendapatan atau

pertumbuhan produksi dari barang-barang

yang dihasilkan maka diharapkan akan

menurunkan kemiskinan dengan memutus

mata rantai lingkaran kemiskinan seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya Dengan adanya

pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat

meningkatkan produktifitas yang ada sehingga

dengan kenaikan produktifitas maka

pendapatan per kapita juga akan naik yang

pada akhirnya membawa pada penurunan

tingkat kemisikinan

C22 Metode dan Hasil Estimasi

Untuk mengukur pengaruh dari pertumbuhan

ekonomi terhadap kemiskinan di Provinsi Papua

Barat menggunakan model sebagai berikut

Tingkat Kemiskinan = f (Pertumbuhan Ekonomi)

Gambar 23

Lingkaran Kemiskinan Nurkse

Sumber Jhingan (1983)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

36

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Dari model di atas dituangkan dalam model

persamaan ekonometrika sebagai berikut

Log(Poverty) = β0 + β1Log(Growth) + ε

dimana

Poverty = Tingkat Kemiskinan (persen)

Growth = Pertumbuhan Ekonomi (persen)

β n = Parameter atau koefisien regresi

ε = Variabel ganggguan

Penggunaan log model pada persamaan di

atas bertujuan untuk mengetahui elastisitas

pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat

kemiskinan di mana koefisien β1 β2 dan β3

menunjukan persentase perubahan tingkat

kemiskinan akibat persentase perubahan

pengeluaran pemerintah (Gujarati 2009)

Adapun data yang digunakan berupa data

panel yang merupakan gabungan antara data

lintas waktu (time series) dari tahun 2015 ndash 2019

dan data lintas individu (cross section) seluruh

kabupaten kota di Provinsi Papua Barat

Baltagi dalam Gujarati (2004) menyatakan

bahwa terdapat beberapa keuntungan dalam

penggunaan data panel yaitu

1 Dengan mengkombinasikan time series dan

cross section data panel akan memberikan

data yang lebih informatif lebih variatif dan

mengurangi kolinearitas antar variabel

derajat kebebasan yang lebih banyak dan

efisiensi yang lebih besar

2 Dengan mempelajari bentuk cross section

berulang-ulang dari observasi data panel

lebih baik dalam rangka mempelajari

dinamika perubahan

3 Data panel dapat berinteraksi lebih baik

dan mengukur efek-efek yang tidak dapat

diobservasi dalam cross section murni

maupun data time series murni

4 Data panel memungkinkan kita untuk

mempelajari model perilaku yang lebih

rumit

5 Dengan membuat data tersedia dalam

jumlah lebih banyak data panel dapat

meminimumkan bias yang dapat terjadi bila

kita mengagregatkan individu ke dalam

agregrat yang luas

6 Secara garis besar data panel dapat

memperkaya analisis empiris dengan

berbagai cara yang mungkin tidak terjadi

jika hanya menggunakan cross section atau

data time series

Metode yang digunakan untuk mengestimasi

model di atas yaitu metode regresi data panel

melalui program komputer Eviews 10 Ada

beberapa teknik yang digunakan diantaranya

metode ordinary least square fixed effect dan

random effect Untuk menentukan teknik mana

yang terbaik maka digunakan Uji Hausman

Ringkasan hasil Uji Hausman dapat dilihat pada

tabel berikut (hasil lengkap Uji Hausman

terdapat pada bagian Lampiran)

Tabel 23

Ringkasan Hasil Uji Hausman

Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob

Cross-section random 0011090 1 09161

Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10

Berdasarkan Uji Hausman di atas diperoleh nilai

probabilitas Chi-Square di atas 5 persen yang

menunjukan bahwa metode random effect

merupakan pilihan terbaik untuk mengestimasi

model yang ada Selanjutnya ringkasan hasil

regresi dengan menggunakan teknik random

effect adalah sebagai berikut (hasil lengkap

estimasi terdapat pada bagian Lampiran)

37 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Tabel 24

Ringkasan Hasil Regresi Data Panel

Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10

Berdasarkan hasil regresi di atas maka model

persamaan untuk mengukur pengaruh dari

pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di

Provinsi Papua Barat adalah

Log(Poverty) = 3219 - 0808 Log(Growth) + ε

Selanjutnya hasil regresi dan persamaan di atas

dapat dijelaskan sebagai berikut

1 Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai R-

Squared (R2) yang didapat sebesar 79

persen Artinya bahwa variasi perubahan

yang terjadi pada variabel pengeluaran

pemerintah sektor pendidikan kesehatan

dan infrastruktur adalah sebesar 79 persen

dapat menjelaskan variasi perubahan

variabel tingkat kemiskinan sedangkan

sisanya sebesar 921 persen dijelaskan di luar

model

2 Pada tingkat kepercayaan 5 persen (α =

005) peningkatan yang terjadi pada

pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh

signifikan terhadap penurunan tingkat

kemiskinan Hal ini disebabkan memiliki nilai

t-statistik (probabilitas) lebih besar dari α

(01434 gt 005)

3 Koefisien (-0808) menunjukan bahwa

elastisitas dari pertumbuhan ekonomi

terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0808

(inelastis) Artinya jika pertumbuhan

ekonomi naik 1 persen maka tingkat

kemiskinan hanya turun 0808 persen

C23 Implikasi Kebijakan

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat

memiliki tingkat sensitifitas yang rendah

terhadap tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari

nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di

bawah satu persen atau bersifat inelastis

Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan

ekonomi sebesar satu persen maka penurunan

tingkat kemiskinan di bawah satu persen

Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa

pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat

tidak berpengaruh signifikan terhadap

penurunan tingkat kemiskinan Hal ini bertolak

belakang dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh David Dollar dan Aart Kraay

(2000) berjudul Growth is Good for The Poor

dimana pertumbuhan ekonomi mampu

mengakselerasi penurunan kemiskinan secara

signifikan Pengaruh yang tidak signifikan

tersebut disebabkan belum meratanya hasil dari

pertumbuhan ekonomi Hal ini terkonfirmasi juga

dari gini ratio Provinsi Papua Barat yang

mengalami peningkatan yang berarti bahwa

distribusi pendapatan semakin tidak merata

Selama ini kue pertumbuhan ekonomi kurang

menjangkau penduduk miskin Berbagai sektor

yang memiliki andil besar terhadap

pertumbuhan ekonomi sebagian besarnya

tercurah ke daerah perkotaan sehingga

manfaatnya hanya dinikmati oleh penduduk di

perkotaan saja walaupun sebagian kecilnya

dirasakan juga oleh penduduk pedesaan

Padahal 90 persen jumlah penduduk miskin di

Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di daerah

pedesaan (kampung) Hal inilah yang

menyebabkan pengaruh dari pertumbuhan

ekonomi Provinsi Papua Barat tidak memiliki

dampak yang besar terhadap penurunan

tingkat kemiskinan

Variabel Hasil Regresi

C growth

Koefisien 3219 - 0808

t-statistik (prob) 00000 01434

f-statistik (prob) 0401

R-square 0079

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

38

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Dari hasil di atas kebijakan yang dapat diambil

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

melalui pertumbuhan ekonomi dalam

mengurangi tingkat kemiskinan yaitu

1 Sebagai salah satu komponen

pertumbuhan ekonomi pengeluaran

pemerintah di Provinsi Papua Barat harus

lebih fokus ke daerah pedesaan (kampung)

dan remote area yang sulit terjangkau oleh

sarana transportasi yang memadai Hal ini

didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah

penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

sebagian besar berada di daerah

pedesaan pegunungan dan pedalaman

2 Meningkatkan kualitas pertumbuhan

ekonomi melalui penyediaan sarana

infrastruktur yang layak dan memadai di

daerah pedesaan dan remote area

terutama sarana pendidikan kesehatan

dan transportasi beserta tenaga pendidikan

dan kesehatan yang handal di bidangnya

3 Mengoptimalisasi anggaran dana desa

melalui program padat karya tunai (cash for

work) untuk kegiatan pembangunan desa

seperti (a) pengadaan pembangunan

pengembangan dan pemeliharaan sarana

prasarana desa (b) peningkatan kualitas

dan akses terhadap pelayanan sosial dasar

dan (c) pengadaan pembangunan

pengembangan dan pemeliharaan sarana

prasarana usaha ekonomi desa

4 Melaksanakan program perlindungan sosial

bagi penduduk miskin Diantara program

yang direkomendasikan yaitu memberi

bantuan tunai secara bersyarat (conditional

cash transfer) yang mewajibkan bagi

penerima bantuan seperti anak usia

sekolah balita ibu hamil dan ibu menyusui

untuk berpartisipasi aktif pada fasilitas

pendidikan dan kesehatan Pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat dapat

mengadopsi program conditional cash

transfer Bolsa Familia di Brazil atau program

yang saat ini sedang digalakkan pemerintah

pusat yaitu Program Keluarga Harapan

(PKH)

5 Meningkatkan kualitas belanja (quality of

spending) pemerintah dengan cara

memfokuskan alokasi anggaran pada

belanja prioritas terutama untuk daerah

pedesaan

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERKEMBANGAN

APBN

BELANJA

PEMERINTAH PUSAT

TRANSFER KE DAERAH

amp DANA DESA

789 T

2383 T

PAJAK PNBP

219 T 029 T

TAX TAX

RATIO RATIO 309 309 gtgt gtgt

DJPbKawalAPBN

39

Perkembangan dan Analisis APBN

nggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) menggambarkan

kondisi keuangan pemerintah yang

berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan

dan alokasi belanja pemerintah untuk satu

periode tahun anggaran yang ditetapkan

dalam Undang-Undang

A APBN TINGKAT PROVINSI

APBN tingkat provinsi menggambarkan potret

kondisi keuangan APBN di Provinsi Papua Barat

yang disajikan dalam bentuk I-account

disajikan dalam tabel 31 Pada tabel tersebut

target pendapatan negara tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

sebesar 116 persen dibandingkan target tahun

2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi

Rp268042 miliar Penurunan target tersebut

didasarkan pada asumsi bahwa kondisi

perekonomian pada tahun 2019 masih dalam

tahap ketidakpastian global Tantangan dan

dinamika yang cukup berat mengingat

volatilitas harga komoditas internasional seperti

minyak dan gas bumi turut mempengaruhi

target penerimaan pajak di Papua Barat

Sementara itu dari aspek belanja negara

terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar

427 persen dibandingkan pagu tahun 2018

yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi

Rp3457711 miliar Alokasi belanja APBN 2019

A

BAB III

Perkembangan dan Analisis

APBN

Tabel 31

Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 (miliar Rp)

Uraian Pagu 2018 Real 2018 Pagu 2019 Real 2019

PENDAPATAN NEGARA 303205 249363 268042 294509

Pendapatan Perpajakan 275325 219362 245494 265104

Pendapatan Bukan Pajak 27880 30001 22549 29404

Hibah - - - -

BELANJA NEGARA 2423117 2491602 3457711 3172329

Belanja Pemerintah Pusat 722953 681662 869620 788870

Transfer ke Daerah dan Dana Desa 1700164 1809940 2588091 2383459

SURPLUS (DEFISIT) (2119912) (2242239) (3189669) (2877820)

PEMBIAYAAN - - - -

Pembiayaan Dalam negeri - - - -

Pembiayaan Luar Negeri - - - -

Sumber OM-SPAN KPP Pratama Manokwari dan Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

40

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

yang naik dibandingkan dengan tahun

sebelumnya disebabkan oleh peningkatan

kebutuhan anggaran di daerah yang

digunakan untuk membiayai program dan

kegiatan Satuan Kerja (Satker) Kementerian

NegaraLembaga (KL) dan belanja daerah

melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa

(TKDD) Hal ini tercermin dari kenaikan yang

cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223

persen dari Rp1700164 miliar menjadi

Rp2588091 miliar pada tahun 2019 serta

belanja barang sebesar 1224 persen menjadi

Rp32754 miliar

Di samping itu penambahan komponen

pembayaran THR PNS tahun ini yang berakibat

pada kenaikan pagu belanja pegawai turut

andil dalam peningkatan pagu belanja APBN

secara keseluruhan Pembayaran THR PNS

tahun 2019 ditambahkan komponen tunjangan

keluarga tunjangan tambahan dan tunjangan

kinerja Pada tahun 2019 pagu belanja

pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari

Rp156741 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp187346 miliar pada tahun 2019

Sementara itu kenaikan yang cukup signifikan

terjadi pada pagu belanja modal dari

Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik

sebesar 3005 persen Hal ini disebabkan

keberadaan proyek-proyek infrastruktur

strategis lanjutan di Provinsi Papua Barat

sehingga alokasi belanja modal pada kembali

bertambah dari sebelumnya sempat menurun

Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi

pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat

mencapai 10987 persen sedangkan realisasi

belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan

membandingkan antara realisasi penerimaaan

dan belanja APBN pada tahun ini terdapat

defisit anggaran sebesar Rp2877820 miliar Hal

ini disebabkan oleh target penerimaan yang

belum optimal tercapai meskipun realisasi

penerimaan jauh lebih besar (181 persen) dari

tahun sebelumnya

B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT

TINGKAT PROVINSI

Pendapatan pemerintah pusat di Provinsi

Papua Barat terdiri dari penerimaan perpajakan

dan penerimaan bukan pajak Pada tahun

2019 realisasi pendapatan pemerintah pusat di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar

atau naik 181 persen dari tahun sebelumnya

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi

pencapaian realisasi pendapatan tersebut

diantaranya

1 Kondisi perekonomian nasional yang tidak

terpengaruh dan tetap tumbuh meskipun

terdapat ketidakopastian global dan

perang dagang AS-Tiongkok

Perekonomian regional yang didorong

sektor migas memberikan dampak yang

baik terhadap penerimaan negara di

Provinsi Papua Barat Terjadi peningkatan

persentase realisasi penerimaan terhadap

target yang telah ditetapkan akibat

multiplier effect dari migas terhadap industri

lainnya

2 Meskpiun ketergantungan penerimaan

negara terhadap sumber daya alam

(natural resources) memberikan risiko

tingkat penerimaan yang rendah namun

harga pasar komoditas yang fluktuatif

mempengaruhi peningkatan penerimaan

3 Pelaksanaan proses produksi masih belum

mendapatkan inovasi sehingga bergantung

pada ekspor bahan baku (raw material)

dan tenaga kerja padat karya sehingga

41 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

sedikit memberikan kontribusi bagi kenaikan

penerimaan negara

B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat

Penerimaan perpajakan pemerintah pusat

tingkat provinsi terdiri atas penerimaan pajak

dalam negeri dan pajak perdagangan

internasional Penerimaan pajak dalam negeri

di Provinsi Papua Barat terdiri dari PPh

Perseorangan PPh Badan PBB PPN dan Pajak

Lainnya Sementara itu di Provinsi Papua Barat

tidak memiliki penerimaan negara berupa

pajak perdagangan internasional Berikut ini

target dan realisasi penerimaan perpajakan

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat tahun

2018 ndash 2019

Realisasi penerimaan perpajakan pemerintah

pusat di Provinsi Papua Barat mengalami

peningkatan sebesar 2085 persen yaitu dari

Rp219362 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp265104 miliar pada tahun 2019 Hal ini

disebabkan oleh kenaikan realisasi pada jenis

pajak PPN Dalam Negeri dan PPh non migas

lainnya Penerimaan kedua jenis pajak tersebut

sangat ditentukan oleh kondisi perekonomian

dimana pada tahun 2019 tetap tumbuh

meskipun berada pada ketidakpastian global

Dari keseluruhan jenis pajak pemerintah pusat

yang ada di Provinsi Papua Barat PPN Dalam

Negeri masih mendominasi jumlah penerimaan

pajak tahun 2019 mencapai Rp 132253 miliar

atau 5069 persen dari total penerimaan pajak

pemerintah pusat Kemudian diikuti PPh

perseorangan sebesar Rp84935 miliar atau

3255 persen dari total penerimaan pajak

pemerintah pusat dengan kontribusi terbesar

berasal dari penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh

Final

Apabila dilihat per daerah realisasi penerimaan

pajak tertinggi pada tahun 2019 yaitu Kab

Manokwari dan Kota Sorong masing-masing

sebesar Rp80307 miliar dan Rp73192 miliar Hal

ini disebabkan kedua daerah tersebut

merupakan pusat perekonomian di Provinsi

Papua Barat yang memiliki potensi penerimaan

pajak yang lebih besar dibandingkan daerah

lainnya Adapun realisasi penerimaan pajak

terendah yaitu Kab Pegunungan Arfak dan

Kab Tambrauw masing-masing sebesar Rp1606

miliar dan Rp2099 miliar disebabkan kedua

Tabel 32

Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)

Jenis Pajak

Per Akun

2018 2019

Target Realisasi Target Realisasi

PPh Non Migas 148261 89943 106294 105582

PPN dan

PPnBM 109643 111600 123631 133253

Pendapatan

atas PL amp PIB 4035 2117 2960 6448

PBB dan BPHTB 13285 12182 12503 15580

PPh Migas 0 022 0 059

Cukai 0 019 0 036

Bea Masuk 101 3479 106 4149

TOTAL 275225 219362 245388 265104

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)

73192

31783

20142

12906

12668

6494

4622

4564

2180

2152

2099

1606

000 20000 40000 60000 80000

MANOKWARI

KOTA SORONG

TELUK BINTUNI

SORONG

FAK FAK

KAIMANA

RAJA AMPAT

SORONG SELATAN

TELUK WONDAMA

MAYBRAT

MANOKWARI SELATAN

TAMBRAUW

PEGUNUNGAN ARFAK

Grafik 31

Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 Per

KabupatenKota di Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

42

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

daerah tersebut masih menggali sumber-

sumber penerimaan perpajakan lainnya

Jika dilihat per sektor realisasi penerimaan

pajak terbesar Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 berasal dari sektor konstruksi sebesar

Rp106928 miliar atau 4101 persen dari realisasi

seluruh penerimaan pajak Adapun dari 10

sektor penerimaan pajak terbesar di Papua

Barat realisasi penerimaan pajak terkecil

berasal dari sektor real estate sebesar Rp189

miliar atau hanya 007 persen dari realisasi

seluruh penerimaan pajak Hal ini dapat dilihat

pada grafik berikut

Selanjutnya untuk melihat kinerja perpajakan

pada suatu daerah maka digunakan tax ratio

Ukuran tersebut merupakan perbandingan

antara jumlah penerimaan pajak di suatu

daerah dibandingkan dengan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut Tax ratio

menunjukkan kemampuan pemerintah dalam

mengumpulkan penerimaan pajak dan

kepatuhan pembayaran pajak oleh

masyarakat Apabila tax ratio suatu daerah

semakin besar dapat diartikan bahwa

pemerintah lebih leluasa dalam

menyelenggarakan pemerintahan

Tax ratio Provinsi Papua Barat mengalami

kenaikan dari 302 persen pada tahun 2018

menjadi 309 persen pada tahun 2019 Nilai tax

ratio sebesar 309 persen tersebut dapat

dikategorikan rendah jika dibandingkan

dengan tax ratio nasional sebesar 115 persen

Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa

semakin berkurangnya potensi dan

kemampuan pemerintah dalam memungut

pajak Beberapa hal lainnya yang turut

menyumbang rendahnya tax ratio di Provinsi

Papua Barat diantaranya adalah telah

berakhirnya program tax amnesty dan belum

adanya program unggulan lainnya dalam

meningkatkan penerimaan pajak sehingga

optimalisasi penerimaan perpajakan belum

maksimal

Rendahnya tax ratio di Papua Barat juga

dipengaruhi oleh meningkatnya besaran

restitusi pajak yang terjadi pada tahun 2019

yang mengakibatkan pemerintah harus

membayar kepada wajib pajak kelebihan

106928

45318

20125

18633

15075

14799

11819

11484

9154

7396

000

Konstruksi

Administrasi Pemerintahan dan

Jaminan Sosial Wajib

Sektor lainnya

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Penggalian

Perdagangan Besar dan

Eceran Reparasi dan

Perawatan Mobil danhellip

Kegiatan Jasa Lainnya

Jasa Keuangan dan Asuransi

Transportasi dan Pergudangan

Pertanian Kehutanan dan

Perikanan

Grafik 32

Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor di

Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)

138126 125

180

156 158

003 003 008

020 017 018

000

050

100

150

200

2017 2018 2019

Grafik 33

Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat

Tahun 2017 ndash 2019 (persen)

PPh Non Migas PPN dan PPnBM

Pendapatan atas PL dan PIB PBB dan BPHTB

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)

43 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

pembayaran pajak Selain itu rendahnya

tingkat kesadaran wajib pajak di Provinsi Papua

Barat untuk memenuhi kewajibannya turut

mendorong penurunan tax ratio Keadaan

yang demikian memerlukan upaya lebih dari

pemerintah dalam meningkatkan edukasi ke

wajib pajak

B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi

Selain dari sektor perpajakan penerimaan

negara yang bersumber dari bukan pajak saat

ini juga telah mulai diperhitungkan untuk

dijadikan andalan dalam memaksimalkan

penerimaan negara Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP) adalah semua penerimaan

Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk

penerimaan dari sumber daya alam

Penerimaan bagian laba BUMN PNBP lainnya

serta Penerimaan BLU Berdasarkan jenisnya

PNBP dapat dibedakan menjadi empat yaitu

penerimaan Sumber Daya Alam Bagian

Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan

Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU

Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat

Provinsi di Provinsi Papua Barat tahun 2019

dapat dilihat pada tabel 33

Dari tabel tersebut di atas realisasi PNBP

pemerintah pusat Provinsi Papua Barat tahun

2019 sebesar Rp29404 miliar atau turun 199

persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya

yang berjumlah Rp30001 miliar PNBP Lainnya

memiliki kontribusi tertinggi dengan nilai Rp2822

miliar atau 9597 persen dari keseluruhan

realisasi PNBP pemerintah pusat di Provinsi

Papua Barat Adapun kontribusi terkecil berasal

dari Pendapatan BLU sebesar Rp1184 miliar

dikarenakan hanya berasal dari Penerimaan

jasa pelayanan pendidikan yang dihasilkan

oleh satker Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu

Pelayaran (BP2IP) Selain itu faktor penetapan

satker BP2IP sebagai instansi pemerintah yang

menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU oleh

Menteri Keuangan masih tergolong baru yaitu

30 September 2016

B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan

dan PNBP Terhadap Perekonomian

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui

kontribusi kemampuan fiskal pemerintah pusat

di Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

terhadap perekonomian yaitu dengan cara

membandingkan penerimaan pajak dan PNBP

pemerintah pusat terhadap PDRB dan jumlah

populasi tiap daerah

Hampir seluruh pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat memiliki tax ratio yang kecil yaitu di

bawah angka 8 persen kecuali Kab Manokwari

sebesar 807 persen Daerah dengan nilai tax

ratio terkecil yaitu Kab Teluk Bintuni yang hanya

mencapai 104 persen Padahal Kab Teluk

Bintuni merupakan daerah yang memiliki PDRB

terbesar di Provinsi Papua Barat namun tidak

mampu mengoptimalkan penerimaan

perpajakannya Adapun untuk PNBP ratio

semua daerah di Provinsi Papua Barat memiliki

nilai di bawah 1 persen kecuali Kab Manokwari

yang mencapai 1857 persen Selanjutnya tax

ratio dan PNBP ratio KabupatenKota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 dapat dilihat pada

Tabel 33

Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Penerimaan

PNBP

Target

2018

Realisasi

2018

Target

2019

Realisasi

2019

SDA - - - -

Bag Pemerintah

atas Laba BUMN - - - -

PNBP Lainnya 27880 29024 22549 28220

Pendapatan

BLU 0 977 0 1184

Total 27880 30001 22549 29404

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

44

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

tabel 34

Kemudian untuk melihat kontribusi masing-

masing penduduk terhadap penerimaan

digunakan rasio antara pajak dan PNBP

terhadap jumlah populasi pada tiap daerah

Pada tahun 2019 penerimaan pajak perkapita

terbesar di Provinsi Papua Barat adalah Kab

Manokwari Selatan dengan nilai Rp889 juta

orang Kemudian diikuti oleh Kab Teluk Bintuni

dan Kab Manokwari masing-masing sebesar

Rp493 juta orang dan Rp458 juta orang

Sementara itu daerah dengan PNBP per kapita

tertinggi yaitu Kab Manokwari dan Kab Sorong

masing-masing sebesar Rp105 juta orang dan

Rp011 juta orang Hal ini sebagaimana terlihat

pada tabel 35

C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT

PROVINSI

Belanja pemerintah pusat merupakan bagian

dari belanja negara yang digunakan untuk

membiayai kegiatan pemerintah pusat baik

yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah

Belanja pemerintah pusat dapat dibedakan

menjadi belanja pemerintah pusat menurut

organisasi belanja pemerintah pusat menurut

fungsi dan belanja pemerintah pusat menurut

Tabel 34

Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Daerah Perpajakan

PDRB

PNBP

PDRB

Kab Fakfak 243 014

Kab Kaimana 454 007

Kab Teluk Wondama 289 006

Kab Teluk Bintuni 104 000

Kab Manokwari 807 186

Kab Sorong Selatan 240 004

Kab Sorong 181 009

Kab Raja Ampat 223 001

Kab Tambraw 919 -

Kab Maybrat 303 001

Kab Manokwari Selatan 261 -

Kab Pegunungan Arfak 799 036

Kota Sorong 449 045

Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong

dan Manokwari(data diolah)

Tabel 35

Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019

(Rupiah)

Daerah Pajak

Perkapita

PNBP

Perkapita

Kab Fakfak 164013269 9544219

Kab Kaimana 210370257 3449788

Kab Teluk Wondama 140336305 3154748

Kab Teluk Bintuni 493482943 2014405

Kab Manokwari 458429173 105437329

Kab Sorong Selatan 98503558 1624694

Kab Sorong 226504618 11239638

Kab Raja Ampat 133923458 866841

Kab Tambraw 151260665 -

Kab Maybrat 53303539 140258

Kab Manokwari

Selatan 888525173 -

Kab Pegunungan

Arfak 51843479 2326167

Kota Sorong 287825262 28955329

Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong

dan Manokwari(data diolah)

45 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

jenis belanja Belanja pemerintah

merupakan salah satu alat bagi

pemerintah untuk melakukan stimulus

fiskal Salah satunya yang populer pada

saat krisis ekonomi adalah instrumen

ekonomi berupa stimulus fiskal Secara

garis besar komposisi dari stimulus fiskal

adalah berupa pengurangan beban

pajak dan tambahan belanja pemerintah

(increased spending)

C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi

Berdasarkan Organisasi (BA atau KL)

Belanja pemerintah pusat menurut

organisasi adalah belanja pemerintah

pusat yang dialokasikan kepada

kementerian negaralembaga dan

bagian anggaran bendahara umum

negara Penerima alokasi APBN di Provinsi

Papua Barat Tahun Anggaran 2019

adalah 43 Kementerian NegaraLembaga

(KL) dan 1 Bagian Anggaran Bendahara

Umum Negara (BA-BUN) sehingga jumlah

seluruhnya adalah 45 Bagian Anggaran

(BA)

Jumlah total dana APBN berupa Belanja

KL yang dialokasikan untuk Provinsi Papua

Barat mengalami peningkatan dari

Rp727642 miliar pada tahun 2018

menjadi Rp874066 miliar pada tahun

2019 atau naik 2012 persen Hal ini

dikarenakan terdapat peningkatan yang

cukup signifikan pada alokasi belanja

Kementerian Pekerjaan Umum dan

Kementerian Pertahanan Adapun pagu

belanja APBN terbesar pada tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat dialokasikan untuk

kedua Kementerian tersebut masing-

masing sebesar Rp328424 miliar dan

Rp108941 miliar Anggaran tersebut

Tabel 36

Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggran

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

KementerianLembaga Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Badan Pemeriksa Keuangan 2267 2066 2612 2394

Mahkamah Agung 3673 3338 3418 3301

Kejaksaan Republik Indonesia 2809 2368 2673 2454

Kementerian Dalam Negeri 240 163 028 000

Kementerian Pertahanan 59591 58788 108941 106126

Kementerian Hukum Dan Hak Asasi

Manusia Ri 7670 7689 10100 9209

Kementerian Keuangan 10744 9934 10125 9784

Kementerian Pertanian 15113 14916 13526 13344

Kementerian Perindustrian 159 153 146 145

Kementerian Perhubungan 105994 94482 86499 74352

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 5230 5153 4320 4277

Kementerian Kesehatan 11023 9961 12722 11793

Kementerian Agama 32350 29728 35602 34447

Kementerian Ketenagakerjaan 2800 2664 8905 7675

Kementerian Sosial 3374 3302 2282 2082

Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan 20569 17231 20264 19761

Kementerian Kelautan dan Perikanan 6131 5517 6298 6017

Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat 239290 232657 328424 283754

Kementerian Pariwisata 247 189 167 135

Kementerian Riset Teknologi dan

Pendidikan Tinggi 17319 15991 21450 19589

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah 399 347 304 280

Kementerian Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak 100 047 100 086

Badan Pusat Statistik 8137 7437 8666 8318

Kementerian Perencanaan Pembangunan

Nasional 126 046 126 053

Kementerian Agraria dan Tata RuangBpn 8113 5833 9000 7612

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 105 101 059 052

Kementerian Komunikasi dan Informatika 801 712 648 628

Kepolisian Negara Republik Indonesia 69013 71273 74391 75732

Badan Pengawas Obat dan Makanan 2724 2415 3011 2818

Badan Koordinasi Penanaman Modal 045 038 045 043

Badan Narkotika Nasional 507 480 518 511

Kementerian Desa Pembangunan Daerah

Tertinggal dan Transmigrasi 12188 9667 8701 7639

Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional 5201 3091 2887 2682

Badan Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika 2022 1899 2502 2456

Komisi Pemilihan Umum 31765 30110 40174 37062

Arsip Nasional Republik Indonesia 018 017 047 040

Badan Kepegawaian Negara 1111 1087 801 774

Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan 1845 1833 2775 2442

Kementerian Perdagangan 3792 3335 2241 2125

Kementerian Pemuda dan Olah Raga 294 294 219 213

Badan SAR Nasional 4298 4037 3681 3531

Badan Pengawas Pemilihan Umum 17863 17232 23957 19456

Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik

Indonesia 3439 3142 3074 2726

Bendahara Umum Negara 7140 6800 7636 6759

Total 727642 687563 874066 794676

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

46

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

digunakan untuk akselerasi pembangunan

infrastruktur di Provinsi Papua Barat seperti

penyelesaian jalan trans papua jembatan

waduk dan irigasi serta pembangunan Rumah

Prajurit TNI Alokasi pagu Kementerian Pekerjaan

Umum mengalami peningkatan yang cukup

besar disebabkan disebabkan adanya proyek-

proyek infrastruktur strategis lanjutan di Provinsi

Papua Barat mulai memasuki tahap awal

kontrak sehingga alokasi belanja modal

kembali bertambah

C2 Perkembangan Pagu dan

Realisasi Berdasarkan Fungsi

Belanja pemerintah pusat dapat dibagi

menjadi 11 fungsi antara lain fungsi pelayanan

umum pertahanan ketertiban dan keamanan

ekonomi lingkungan hidup perumahan dan

fasilitas umum kesehatan pariwisata dan

budaya agama pendidikan dan perlindungan

sosial Pada tahun 2019 terjadi peningkatan

alokasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat

yang dialami beberapa fungsi diantaranya

fungsi ketertiban amp keamanan pendidikan

perumahan amp fasilitas umum pertahanan

lingkungan hidup kesehatan perlindungan

sosial dan pariswisata amp budaya

Alokasi belanja terbesar tahun 2019 yaitu pada

fungsi ekonomi yaitu sebesar Rp368664 miliar

Hal tersebut cukup relevan mengingat

besarnya anggaran infrastruktur yang

digunakan untuk meningkatkan perekonomian

menuju kesejahteraan masyarakat Sehingga

alokasi belanja pada fungsi tersebut harus

sejalan dengan besarnya proyek-proyek

strategis yang sedang dilaksanakan oleh

pemerintah

Dari tabel 37 dapat dilihat bahwa fungsi

pariwisata dan budaya merupakan fungsi

dengan alokasi belanja terkecil selama dua

tahun terakhir Hal ini menggambarkan bahwa

sektor pariwisata dan budaya di Provinsi Papua

Barat kurang mendapat perhatian serius

padahal banyak potensi besar atas

keaneragaman budaya dan pariwisata di

Provinsi Papua Barat semisal Raja Ampat dan

Taman Nasional Teluk Cenderawasih Khusus

Tabel 37

Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

Fungsi Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Ekonomi 315843 297670 368664 317486

Pertahanan 59591 58788 108941 106126

Pendidikan 77895 70310 102629 95592

Pelayanan

Umum 78955 73964 93974 84071

Ketertiban dan

Keamanan 83673 85148 91100 91207

Perumahan

dan Fasilitas

Umum

56189 52502 44795 40176

Lingkungan

Hidup 19762 17066 24481 22822

Kesehatan 16983 13956 17316 16254

Agama 9272 8703 13551 12887

Perlindungan

Sosial 3474 3349 2382 2168

Pariwisata dan

Budaya 262 204 182 150

Sumber OM SPAN (data diolah)

328424

108941

86499

74391

40174

35602

23957

21450

20264

13526

283754

106126

74352

75732

37062

34447

19456

19589

19761

13344

000 200000 400000

Kementerian PUPR

Kementerian Pertahanan

Kementerian Perhubungan

Kepolisian Negarahellip

KPU

Kementerian Agama

Bawaslu

Kemenristek Dikti

Kementerian LHK

Kementerian Pertanian

Grafik 34

10 Kementerian Negara Lembaga di Provinsi Papua

Barat dengan Alokasi APBN Terbesar TA 2018 (miliar Rp)

Realisasi Pagu

Sumber OM SPAN(data diolah)

47 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

untuk Raja Ampat merupakan rumah bagi 75

persen spesies koral yang ada di dunia dan 1500

spesies ikan termasuk beragam jenis hiu Selain

itu Raja Ampat pernah dinobatkan sebagai

Worldrsquos Best Snorkeling Destination berdasarkan

survei CNN tahun 2015 dan The Outstanding

Liveaboard Diving Destination dalam Diving

and Resort Travel Expo Hong Kong tahun 2016

Dengan berbagai keunggulan dan potensi

wisata di Provinsi Papua Barat seharusnya

mendorong pemerintah untuk lebih

mengalokasikan anggaran pada sektor

pariwisata sehingga dapat menjadi tumpuan

dalam menggerakkan perekonomian dan

menciptakan lapangan pekerjaan

C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi

Berdasarkan Jenis Belanja

Menurut jenisnya belanja pemerintah pusat

terdiri dari 8 (delapan) jenis belanja yaitu

belanja pegawai belanja barang belanja

modal pembayaran bunga utang subsidi

belanja hibah belanja bantuan sosial dan

belanja lain-lain Pagu dan realisasi belanja

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat

berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada tabel

38

Berdasarkan tabel 38 pada tahun 2019

terdapat peningkatan alokasi belanja pegawai

sebesar 1905 persen disebabkan

bertambahnya jumlah PNS sehingga

berpengaruh terhadap peningkatan nilai

pembayaran THR PNS yang disertai dengan

komponen tunjangan keluarga tunjangan

tambahan dan tunjangan kinerja Sedangkan

untuk belanja modal kembali mengalami

kenaikan alokasi sebesar 3005 persen setelah

tahun sebelumnya sempat menurun Selama

dua tahun terakhir alokasi belanja modal

tertinggi diperuntukkan bagi Kementerian

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan

Kementerian Perhubungan Pagu belanja

modal yang besar tersebut diperuntukkan bagi

pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua

Barat yang merupakan salah satu wujud

komitmen dari Presiden Joko Widodo dalam

membuka konektivitas antar daerah di wilayah

Indonesia Timur sehingga diharapkan dapat

mewujudkan pembangunan yang lebih merata

pada wilayah perbatasan pulau terluar

kawasan tertinggal dan kawasan pedesaan

Berdasarkan realisasi tingkat penyerapan

anggaran belanja terhadap total jenis belanja

yang dilakukan oleh seluruh KL pada tahun

2019 mengalami penurunan Pada tahun 2019

tingkat penyerapan anggaran belanja seluruh

KL sebesar 9252 persen atau turun 254 persen

dari tahun 2018 yang mencapai

9506 persen Tingkat penyerapan

anggaran tertinggi terjadi pada

belanja pegawai dan belanja

bantuan sosial masing-masing

sebesar 9764 persen dan 9481

persen Adapun tingkat penyerapan

terendah yaitu belanja lain-lain

sebesar 6435 persen Sementara itu

sebagai belanja dengan alokasi

terbesar belanja modal mengalami

penurunan serapan yang cukup

Tabel 38

Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis

di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Jenis Belanja Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Belanja Pegawai 155874 151772 9737 185564 181194 9764

Belanja Barang 291631 264525 9071 327719 302217 9222

Belanja Modal 270507 262001 9686 351807 303238 8619

Belanja Bansos 2489 2466 9907 1338 1269 9481

Belanja Lain-lain 1398 898 6422 1588 1022 6435

Belanja Transfer 284123 274635 9666 333508 322672 9675

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

48

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

signifikan Pada tahun 2019 tingkat realisasi

belanja modal sebesar 8619 persen jauh lebih

rendah dari tahun sebelumnya (9686 persen)

Peningkatan alokasi pada belanja modal tidak

disertai dengan optimalisasi pelaksanaan

anggaran dan mengancam capain target-

target kinerja pemerintah

C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat

Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa

faktor utama yang mempengaruhi pencapaian

realisasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat

yaitu

1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai

sehingga memberikan pengaruh pada

capaian realisasi penyerapan anggaran

yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas

dan kualitas yang berdampak pada

akselerasi pembangunan di Provinsi Papua

Barat

2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan

oleh infrastruktur yang memadai

memberikan dampak pada ekonomi

dengan biaya tinggi (high cost economy)

sehingga hal ini menjadi beban bagi

pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat

investasi merupakan permasalahan dasar

bagi penciptaan lapangan kerja dan

penerimaan pajak pemerintah

3 Kondisi budaya masyarakat yang masih

eksklusif terhadap dinamika globalisasi

ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak

ulayat memberikan implikasi ketidakpastian

hukum dalam pelaksanaan investasi dan

pembangunan secara umum Hal-hal yang

terkait dengan penyelenggaraan proyek

yang berkaitan dengan hak ulayat sering

kali terdampak dari sisi ketepatan waktu

penyelesaian pekerjaan

D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT

Cash flow Pemerintah Pusat menggambarkan

kondisi arus kas masuk (cash in flow) dan arus

kas keluar (cash out flow) yang dilakukan oleh

pemerintah pusat pada suatu daerah dan

periode waktu tertentu Arus kas masuk

pemerintah pusat adalah semua penerimaan

yang diterima oleh pemerintah pusat dari

pemerintah daerah provinsi tertentu sedangkan

arus kas keluar adalah semua pengeluaran

yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah provinsi tertentu Yang

termasuk dalam arus kas masuk bagi

pemerintah pusat adalah semua penerimaan

negara yang diterima oleh pemerintah pusat

melalui pemerintah provinsi tertentu seperti

penerimaan pajak PNBP dan hibah Yang

termasuk dalam arus kas keluar pemerintah

pusat adalah semua belanja pemerintah pusat

dalam APBN yang terdiri dari belanja

KPKDDKTPUB dan dana transfer untuk

provinsi berkenaan Berikut ini cash flow

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat Tahun

2019

Tabel 39

Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi 2019

Cash in Flow 294509

Penerimaan Perpajakan 265104

Penerimaan Bukan Pajak 29404

Hibah 000

Cash in Out 3172329

Belanja Pemerintah Pusat 788870

Transfer ke Daerah dan

Dana Desa 2383459

Defisit (2877820)

49 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Berdasarkan tabel 39 terlihat bahwa pada

tahun 2019 Cash in Flow Pemerintah Pusat di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar

sedangkan Cash in Out sebesar Rp3172329

miliar Sehingga dalam hal ini di Provinsi Papua

Barat mengalami defisit yang cukup besar

mencapai Rp2877820 miliar Hal ini

mengindikasikan bahwa ketergantungan

Provinsi Papua Barat kepada pemerintah pusat

masih sangat tinggi sehingga memerlukan

subsidi silang dari daerah lain yang mengalami

surplus

E TRANSFER KE DAERAH

Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal

pemerintah pusat memberikan dana Transfer ke

Daerah dan Dana Desa (TKDD) kepada

pemerintah daerah Transfer ke Daerah terbagi

menjadi (1) Dana Perimbangan (2) Dana

Insentif Daerah (DID) dan (3) Dana Otonomi

Khusus dan Dana Keistimewaan DIY Adapun

dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil

(DBH) Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana

Alokasi Khusus (DAK) Dana yang diberikan

pemerintah pusat kepada Provinsi Papua Barat

dalam bentuk TKDD jumlahnya semakin

meningkat Pada tahun 2018 TKDD yang

dialokasikan untuk pemerintah Provinsi Papua

Barat sebesar Rp17 triliun Kemudian jumlahnya

meningkat menjadi Rp2588 triliun pada tahun

2019 atau naik sebesar 522 persen Hal ini

menunjukan bentuk penguatan desentralisasi

fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat

Berdasarkan komposisinya komponen terbesar

dari TKDD Provinsi Papua Barat berupa Dana

Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU)

Pada tahun 2019 komponen DBH

menyumbang 362 persen dari total keseluruhan

TKDD yang diterima Provinsi Papua Barat

Komponen terbesar kedua yaitu DAU sebesar

321 persen Kondisi tersebut mengindikasikan

bahwa Provinsi Papua Barat meskipun memiliki

penerimaan DBH yang cukup besar namun

persentasenya belum mendominasi sehingga

masih menunjukkan tingginya tingkat

ketergantungan terhadap pemerintah pusat

Keadaan ini patut diwaspadai mengingat

pengalaman sebagian besar daerah yang

memiliki ketergantungan tinggi pada dana

transfer akan lebih memilih status quo terhadap

penerimaan dari pemerintah pusat (Inanga

dan Wusu 2004)

Tabel 310

Pagu dan Realisasi Dana Transfer Tahun 2018 ndash 2019

Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Uraian

2018 2019

Pagu Realisasi Pagu Realisasi

DBH 1323 2581 9362 7530

DAU 8025 8025 8311 8311

DAK 2253 2098 2679 2482

Dana Otsus amp

DID 4069 4065 4011 3995

Dana Desa 1331 1331 1517 1517

Total 17002 18099 25881 23835

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

DBH

362DAU

321

DAK (Fisik amp

Nonfisik)

104

Otsus amp

DID 155Dana

Desa 59

Grafik 35

Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

50

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN

UMUM (BLU) PUSAT

Badan Layanan Umum merupakan instansi di

lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat

berupa penyediaan barang dan atau jasa

yang dijual tanpa mengutamakan mencari

keuntungan laba dan dalam melakukan

kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi

dan produktivitas

F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat

Satker pemerintah pusat yang berstatus BLU di

Provinsi Papua Barat hanya Politeknik Pelayaran

(Poltekpel) Sorong atau dahulu bernama Balai

Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran

(BP2IP) Sorong memberikan pelayanan untuk

mendidik dan melatih pemuda pemudi untuk

menjadi perwira pelayaran menengah dasar

dan tenaga kepelautan berdaya saing tinggi

prima profesional dan beretika sesuai standar

nasional dan internasional Poltekpel Sorong

juga menyelenggarakan fungsi menyusun

rencana program dan anggaran serta

perumusan standarisasi kurikulum silabus

metodikdidaktik persyaratan pengajar

peserta bahan dan alat pengajaran serta

ujian-ujian penyusunan persyaratan akreditasi

program dan lembaga pendidikan dan

pelatihan serta penyiapan bahan dan sertifikasi

lulusan pendidikan dan pelatihan di bidang

kepelautan

Penetapan satker Poltekpel Sorong sebagai

instansi pemerintah yang menerapkan

pengelolaan keuangan BLU secara penuh

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 735KMK052016 tanggal 30 September

2016 Pemerintah pusat memberikan fleksibilitas

pengelolaan keuangan kepada Poltekpel

Sorong sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 dan

peraturan pelaksanaannya

F2 Perkembangan Pengelolaan Aset PNBP

RM dan BLU Pusat

Sejak ditetapkan sebagai satker BLU Poltekpel

Sorong mengalami peningkatan nilai aset dari

Rp4149 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp4921

miliar pada tahun 2019 atau meningkat 186

persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik

berikut 36

Sementara itu untuk realisasi PNBP BLU satker

Poltekpel Sorong mengalami penurunan dari

Rp104 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp947

3426

4149

4921

-

1000

2000

3000

4000

5000

2017 2018 2019

Grafik 36

Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel

Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

1297

1040

947

-

300

600

900

1200

1500

2017 2018 2019

Grafik 37

Perkembangan Realisasi PNBP BLU Satker

Poltekpel Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

51 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

miliar pada tahun 2019 atau turun sebesar -90

persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik

37

F3 Kemandirian BLU

Salah satu tujuan diberikannya status BLU

adalah untuk mewiraswastakan pemerintah

(enterprising the government) Oleh karena itu

satker BLU didorong untuk menciptakan

kemandirian terhadap dirinya sendiri Sebagai

satu-satunya BLU di Provinsi Papua Barat

Poltekpel Sorong yang menyediakan layanan

pendidikan dan pelatihan didorong untuk

memiliki kemandirian dalam mengelola

usahanya Kemandirian tersebut dapat dilihat

rasio PNBP BLU terhadap total realisasi Rasio

kemandirian satker Poltekpel Sorong

mengalami peningkatan dari 0054 pada tahun

2018 menjadi 0075 pada tahun 2019

F4 Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU

Tidak semua satker yang memiliki PNBP dapat

berubah menjadi satker BLU Pada tahun 2019

Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi

Papua Barat membina 104 satker PNBP dimana

terdapat 2 (dua) satker PNBP yang berpotensi

menjadi satker BLU yaitu Universitas Negeri

Papua (Unipa) dan Politeknik Kesehatan

(Poltekes) Sorong Kedua satker layanan

pendidikan tersebut memiliki jumlah aset yang

semakin tinggi Untuk Poltekes Sorong nilai

asetnya mengalami peningkatan dari Rp7226

miliar pada tahun 2018 menjadi Rp1046 miliar

pada tahun 2019 Begitu juga dengan Unipa

yang mengalami peningkatan aset dari

Rp39203 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp4081 miliar pada tahun 2019

Sementara itu jika dilihat rasio realisasi PNBP

terhadap total realisasi satker Universitas Papua

memiliki rasio kemandirian semakin naik dari

0234 menjadi 0276 pada tahun 2019 Hal ini

menunjukan tingkat kemandirian satker tersebut

semakin baik Adapun rasio kemandirian satker

Poltekes Sorong menunjukan nilai semakin turun

dari 0158 persen pada tahun 2018 menjadi

0142 pada tahun 2019

G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI

PUSAT

Selain membina satuan kerja Badan Layanan

Umum Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat juga

diberi tugas untuk melakukan monitoring dan

evaluasi pelaksanaan investasi pemerintah

pusat di daerah khususnya penerusan pinjaman

(Subsidiary Loan Agreement SLA) dan kredit

program Kredit program yang dimaksud yaitu

penyaluran Kredit Usaha Rakyat kepada Usaha

Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Tabel 311

Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian

Satker PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU

Nama Satker

Nilai Aset

(miliar Rp)

Rasio

Kemandirian

2018 2019 2018 2019

Poltekes Sorong 7226 10460 0158 0142

Universitas Papua 39203 40810 0234 0276

Sumber LKPP Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat (data diolah)

0143

0054

0075

0000

0030

0060

0090

0120

0150

2017 2018 2019

Grafik 38

Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel

Sorong Tahun 2017 - 2019

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

52

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan

Agreement SLA)

Jumlah penerusan pinjaman (Subsidiary Loan

Agreement SLA) yang ditatausahakan oleh

Kanwil DJPb Provindi Papua Barat sebesar

Rp15445787609 untuk dua debitur yaitu PDAM

Kab Manokwari dan PDAM Kab Sorong

Berdasarkan monitoring dari aplikasi SLIM PDAM

Kab Manokwari dengan nomor SLA 2104101

dan nilai pinjaman sebesar Rp7296812055

telah melunasi semua kewajibannya Untuk

PDAM Kab Sorong dengan nomor SLA 21042101

dan nilai pinjaman sebesar Rp8148975554

masih memiliki kewajiban untuk membayar

angsuran pokok (outstanding) sebesar

Rp7848975555 dan biaya administrasi

Sampai dengan akhir 2019 tercatat bahwa

status kewajiban PDAM Kab Manokwari sudah

diselesaikan dengan menghapus pinjaman

melalui mekanisme Hibah Non Kas Adapun

PDAM Kab Sorong masih mempunyai

kewajiban membayar angsuran pokok berikut

kewajiban lainnya Status penyelesaian

utangnya masih bersifat on going dan

diselesaikan melalui Panitia Urusan Piutang

Negara (PUPN) dikarenakan masuk dalam

kategori Kerjasama Operasional (KSO) sehingga

tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme

Penghapusan atau Hibah-PMD

G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Menurut data SIKP sampai dengan akhir tahun

2019 jumlah penyaluran KUR di Provinsi Papua

Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan

kepada 51622 debitur Daerah dengan jumlah

penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong

sebesar Rp57002 milar dengan jumlah debitur

sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah

dengan penyaluran KUR terbesar kedua yaitu

Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang

Tabel 312

Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat

Nomor

SLA

Nama

SLA

Penerima

SLA

Jumlah SLA

(Rp)

2104101 RDA-

297DP31997

PDAM Kab

Manokwari 7296812055

2104201 RDA-

233DP31996

PDAM Kab

Sorong 8148975554

Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management

(SLIM) DJPb (data diolah)

Tabel 313

Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi Papua Barat (Rupiah)

Nama

Debitur

Jumlah

Penarikan

Pembayaran

Pokok

Tunggakan

Pokok

Tunggakan

Non Pokok

Total

Tunggakan

Outstanding

Pokok

PDAM

Manokwari 7296812055 7296812055 - - - -

PDAM

Sorong 8148975554 299999999 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555

Jumlah 15445787609 7596812054 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555

Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management (SLIM) DJPb (data diolah)

16903

14542

6659

3705 3628

2398 2070 1249 1300 800 861

500

3500

6500

9500

12500

15500

Ko

ta S

oro

ng

Ka

b M

an

okw

ari

Ka

b S

oro

ng

Ka

b F

akfa

k

Ka

b Te

luk B

intu

ni

Ka

b So

ron

g S

ela

tan

Ka

b R

aja

Am

pa

t

Ka

b K

aim

an

a

Ka

b Te

luk W

on

da

ma

Ka

b M

ayb

rat

Ka

b Ta

mb

rau

w

Ka

b M

an

okw

ari S

ela

tan

Grafik 39

Jumlah Debitur KUR per Kab Kota

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

53 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

diberikan kepada 14542 debitur Kemudian

penyaluran KUR terbesar ketiga yaitu Kab

Sorong sebesar Rp20669 miliar dan jumlah

debitur sebanyak 6659 nasabah Hal ini

mengindikasikan bahwa persebaran KUR di

Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di

daerah yang kondisi perekonomiannya relatif

lebih maju

Jika dilihat dari bank penyalur terdapat enam

bank penyalur KUR di Provinsi Papua Barat yaitu

BRI Mandiri BNI BRI Syariah BPD Papua dan

Bank Artha Graha BRI merupakan bank

penyalur KUR terbesar baik dari sisi jumlah

debitur maupun jumlah kredit yang disalurkan

Sampai dengan akhir tahun 2019 dana KUR

yang telah disalurkan oleh BRI sebesar Rp12999

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 45860

orang Sementara itu dana KUR yang telah

disalurkan oleh Bank Mandiri sebesar Rp15034

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 3884

orang Adapun BNI telah menyalurkan KUR

sebesar Rp2119 miliar dengan jumlah debitur

sebanyak 1197 orang

Jika dilihat per skema sampai dengan tahun

2019 jumlah penyaluran KUR tertinggi di Provinsi

Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp107489

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 49873

nasabah Sementara itu untuk penyaluran KUR

Ritel sebesar Rp70333 miliar dengan jumlah

debitur sebanyak 4062 nasabah TKI sebesar

Rp328 miliar dengan jumlah debitur sebanyak

188 orang nasabah

Jika dilihat per sektor perdagangan

merupakan sektor yang memiliki jumlah

penyaluran KUR terbesar Sampai dengan

tahun 2019 penyalurannya sebesar Rp119405

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551

nasabah Kemudian diikuti sektor pertanian

Tabel 314

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Penyalur

sd Tahun 2019

Penyalur Akad Oustanding Jumlah

Debitur

BRI 1299944193527 670278014176 45860

Mandiri 150340333000 119669475736 3884

BNI 211924344478 99423314611 1197

BPD Papua 35146110001 28252135715 635

BRI Syariah 85000000 64574706 4

Artha Graha 25000000 17402052 1

LKBB-UMI 367900000 183250062 41

Jumlah 1697832881006 917888167058 51622

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

Tabel 315

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema

sd Tahun 2019

Skema Akad Oustanding Jumlah

Debitur

Mikro 1074896977024 204657721208 49873

Ritel 703328055397 321492391269 4062

TKI 3284777829 2535588273 188

Jumlah 1781509810250 528685700750 54123

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

57002

4871120669

13458

12589

6400

6085

5898

3187

2104

1773

275

000 20000 40000 60000

Kota Sorong

Kab Manokwari

Kab Sorong

Kab Fakfak

Kab Teluk Bintuni

Kab Sorong Selatan

Kab Raja Ampat

Kab Kaimana

Kab Teluk Wondama

Kab Maybrat

Kab Tambrauw

Kab Manokwarihellip

Grafik 310

Jumlah Penyaluran KUR per Kab Kota di Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

54

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

perburuan dan kehutanan sebesar Rp13174

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 5242

nasabah Melihat kondisi terserbut perlu

perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang

lebih produktif seperti sektor perikanan dan

industri pengolahan Hal ini dikarenakan

perluasan kepada sektor produktif lebih

menggerakkan roda perekonomian di Provinsi

Papua Barat

H MANDATORY SPENDING BELANJA

INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT

STRATEGIS LAINNYA

Belanja Pemerintah Pusat (Belanja KL)

merupakan salah satu instrumen untuk

menstimulasi perekonomian dan meningkatkan

derajat kesejahteraan masyarakat Sejalan

dengan hal tersebut desain kebijakan belanja

tahun 2019 didasarkan pada belanja yang

efisien namun produktif dan efektif untuk

memenuhi kebutuhan strategis yang perlu

segera dilaksanakan Pemenuhan kebutuhan

prioritas nasional ini dilakukan dalam rangka

menghasilkan output yang berkualitas

(strategis) serta mendorong percepatan

pembangunan infrastruktur dan peningkatan

kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan)

H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur merupakan salah

satu prioritas utama dalam belanja Pemerintah

Pusat Kebijakan ini didasari oleh keyakinan

bahwa untuk mendorong iklim investasi

penyediaan infrastruktur dasar mempunyai

peranan yang sangat penting dalam

peningkatan daya saing efisiensi sistem logistik

pemerataan pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi

Sebagai wilayah yang berada di Kawasan Timur

Indonesia pembangunan infrastruktur Provinsi

Papua Barat terbukti menjadi salah satu prioritas

kebijakan pemerintah pada tahun 2019

dengan tingginya alokasi belanja modal

infrastruktur Alokasi ini digunakan untuk

menghasilkan output-output strategis

infrastruktur Papua Barat dalam rangka

mengejar ketertinggalan ekonomi

Tabel 316

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha

sd Tahun 2019

Skema Akad Oustanding Jumlah

Debitur

Perdagangan Besar dan Eceran 1194052179527 327049902707 35551

Jasa Kemasyarakatan Sosial Budaya Hiburan dan

Perorangan Lainnya 95673177829 36411599958 3078

Pertanian Perburuan dan Kehutanan 131736160000 37998587280 5242

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 84268700000 32294066289 1996

Industri Pengolahan 70339500000 27064136552 1858

Perikanan 73991600001 29686620517 2355

Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 78192492893 18877260615 2900

Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 42166000000 15437470720 987

Konstruksi 5657000000 2391825107 52

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1748000000 811101501 41

Jasa Pendidikan 418000000 85998309 20

Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan

Sosial Wajib 3267000000 577131195 43

Jumlah 1781509810250 528685700750 54123

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

55 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Pada tahun 2019 beberapa output strategis

tercatat memiliki realisasi yang cukup besar

diantaranya adalah pembangunan dan

preservasi plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar)

Jembatan sepanjang plusmn235 meter (Rp43572

miliar) dan rehabilitasi sarana pendidikan

sebanyak plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Namun

demikian besarnya serapan belum

menunjukkan adanya optimalisasi pada

capaian output Masih banyak kendala khas

Papua Barat yang harus dihadapi sehingga

membuat infrastruktur tertahan Infrastruktur

yang tidak disertai dengan pembebasan lahan

dalam pembangunannya menjadi output

dengan capaian yang lebih besar karena relatif

lancar pada pelaksanaannya

H2 Output Strategis Bidang Pendidikan

Pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas inovasi dan daya

saing sumber daya manusia Indonesia Dalam

jangka panjang pendidikan yang berkualitas

juga diharapkan dapat memutus rantai

kemiskinan antar-generasi serta meminimalkan

social cost dalam pembangunan yang

dilaksanakan Pemerintah Oleh karena itu

pendidikan menjadi salah satu prioritas belanja

pemerintah pusat dengan alokasi yang tinggi

Tingginya alokasi belanja bidang pendidikan ini

secara umum telah berhasil meningkatkan

capaian indikator-indikator pendidikan

Sepanjang tahun 2019 realisasi PIP dan KIP di

Provinsi Papua Barat secara bersama-sama

Tabel 318

Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Siswa penerima BOS 14813839553 13948 Siswa 888

Siswa penerima KIP 389600000 439 Orang 982

Penerima bantuan PIP 20250000 43 Siswa 717

Penerima Bidik Misi PTIK 4165800000 353 Orang 1000

Guru Non-PNS penerima Tunjangan Profesi 2027894198 76 Orang 826

Tunjangan PenyuluhTenaga Teknis Non PNS 180000000 9 Orang 600

Sumber OMSPAN (data diolah)

Tabel 317

Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 944036262565 1110 Km 822

Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 435718033300 235 M 439

Irigasi 5368000000 2117 Ha 1000

Embung 480000000 4 Unit 1000

Revitalisasi Danau 45929386800 1 Lokasi 1000

Kapasitas Bandara 145991305631 11 Lokasi 786

Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 742

SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 643

SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100

Pembangunan Rumah Susun dan Rumah Khusus 23341228241 66 Unit 398

Rehabilitasi dan Renovasi Sarana Prasarana Pendidikan 226844855847 311 Ruang 911

Alat dan Mesin Pertanian Pra Panen 2212015000 75 Unit 1000

Rumah sakit rujukan 110346800 1 RS Pengampu 1000

Sumber OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

56

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

mampu mencapai nilai Rp4099 juta atau

sebanyak 482 siswa Penyaluran beasiswa

Bidikmisi juga berhasil dilakukan dengan tingkat

serapan 100 persen pada 353 mahasiswa yang

menjadi target Sementara pada alokasi BOS

sampai berakhirnya tahun 2019 terealisasi

sebesar Rp1481 miliar Besaran penyerapan ini

disertai dengan capaian output riil sebanyak

14909 siswa Kondisi ini menunjukkan bahwa

capain dari tiap-tiap indikator dan output

strategis bidang pendidikan berada pada arah

yang tepat Baik itu target realisasi maupun

target output keduanya mampu terwujud

dengan baik

H3 Output Strategis Bidang Kesehatan

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya

adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan

untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat

bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

sebagai investasi bagi pembangunan sumber

daya manusia yang produktif secara sosial dan

ekonomis Program utama pembangunan

kesehatan adalah Program Indonesia Sehat

dengan sasaran berupa peningkatan derajat

kesehatan dan status gizi masyarakat melalui

berbagai upaya kesehatan dan

pemberdayaan masyarakat yang didukung

dengan perlindungan finansial dan pemeratan

pelayanan kesehatan

Beberapa sasaran di Papua Barat pada tahun

2019 mampu mencapai tingkat realisasi yang

besar Peningkatan status kesehatan dan gizi

ibu dan anak dalam mendukung pencegahan

stunting mampu terlaksana pada 8558

keluarga Sementara itu kegiatan prioritas

berupa peningkatan kinerja sistem kesehatan

dan pemerataan akses pelayanan kesehatan

berkualitas melalui penyediaan layanan

imunisasi alokon di Faskes dapat terlaksana

dengan baik pada 170 faskes di 13

kabupatenkota Capain output strategis yang

diarahkan untuk kegiatan pelayanan promotif

dan preventif merupakan upaya pencegahan

pencarian dan pengobatan penyakit sedini

mungkin Hal ini dapat mencegah perluasan

penyakit dan pencegahan penyakit kronis

karena sebagian penyakit kronis dapat

dicegah melalui upaya preventif serta dapat

dideteksi sedini mungkin

Tabel 319

Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Layanan Pengendalian Penyakit Menular 836883400 15 Layanan 625

Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 1000

Bantuan Usaha Ekonomi Produktif 1599456000 300 Keluarga 1000

Desa Pangan Aman 778304762 6 Desa 1000

Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Kabkota 1000

Pasar Aman dari Bahan Berbahaya 264644686 5 Pasar 1000

Makanan Aman 304775122 240 Sampel 1000

Ketersediaan Alokon di Faskes 3272596815 170 Faskes 766

Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Gizi 1669888794 225 Kelompok 1000

Pemberdayaan Warga Komunitas Adat Terpencil (KAT) 7779074888 104 Keluarga 1000

Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabupaten 855

Sumber OMSPAN (data diolah)

57 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Boks 31

Pemberdayaan UMKM Papua Barat

Melalui Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi)

Di Indonesia Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang penting dalam

perekonomian Perannya menjadi vital karena mampu bertahan dari guncangan ekonomi (Wengel and

Rodriguez 2006 dan Funabashi 2013) Ditambah lagi UMKM lebih mampu bertahan dari krisis dibandingkan

perusahaan besar dan merespon lebih cepat fleksibel terhadap perubahan yang terjadi di luar (Berry et al

2001) Berry et al (2002) juga mengemukakan bahwa UMKM dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru

sehingga mampu mengurangi tingkat pengangguran Data Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM

pada tahun 2013 menunjukan bahwa jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 578 juta Dari jumlah tersebut

UMKM mampu menyerap 1102 juta tenaga kerja dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp

42029 trilyun atau setara 4662 persen dari total PDB

Di samping kelebihan yang dimilikinya UMKM memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya keuangan

membayar suku bunga yang lebih tinggi dan kelemahan lainnya (Bourletidis and Triantafyllopoulos 2014)

Oleh karena itu Chittithaworn et al (2011) menyarankan adanya bantuan berupa pembiayaan bagi UMKM

Khan (2015) menambahkan pentingnya peran lembaga keuangan bagi pertumbuhan usaha UMKM

Permasalahan utama yang dihadapi UMKM yaitu sulitnya mendapat akses pembiayaan dari perbankan

Sehingga dari sisi ini pemerintah hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut Diantara program yang saat

ini dijalankankan pemerintah untuk membantu UMKM yaitu program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Program ini

merupakan pembiayaan kredit yang berasal dari lembaga perbankan dimana pemerintah membantu

melalui pemberian subsidi bunga Pemerintah menanggung selisih antara tingkat bunga yang diterima

perbankan dan bunga yang dibebankan kepada penerima KUR

Pembiayaan KUR

Sesuai Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah

dengan Permenko Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016 KUR terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu KUR

Mikro KUR Ritel dan KUR TKI (Tenaga Kerja Indonesia) KUR Mikro diberikan kepada penerima KUR paling

banyak dengan jumlah Rp25 juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 3 tahun atau

investasi paling lama 5 tahun KUR Ritel diberikan kepada debitur KUR dengan jumlah antara Rp25 juta ndash Rp500

juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 4 tahun atau investasi paling lama 5 tahun

Adapun KUR TKI diberikan kepada penerima KUR paling banyak Rp25 juta dengan jangka waktu kredit paling

lama sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi jangka waktu paling lama 3 tahun

Saat ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memiliki sistem informasi elektronik yang digunakan untuk

menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran KUR Sistem elektronik tersebut dinamakan dengan

Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Melalui SIKP dapat diketahui data penerima KUR (Know Your

Customers) berupa jumlah dan profil debitur validitas debitur serta statistik penyaluran KUR

Selain pemerintah pusat pemerintah daerah memiliki kontribusi yang sangat penting dalam pemberdayaan

UMKM Dalam konteks pembiayaan melalui program KUR selama ini hanya perbankan yang mencari calon

debitur KUR sehingga pemberian kredit tersebut diragukan ketepatan sasarannya Bisa jadi debitur yang

menerima fasilitas KUR bukan merupakan UMKM yang layak untuk dibiayai Oleh karena itu Pemda memiliki

peran yang vital untuk mendata dan mengidentifikasi calon debitur potensial (UMKM) yang layak untuk

dibiayai

Hingga saat ini peran pemerintah daerah di Papua Barat bisa dikatakan belum maksimal untuk mendata

calon nasabah KUR potensial Seharusnya pemerintah daerah di Papua barat lebih aktif untuk mendata

calon nasabah karena dipandang lebih mengetahui kondisi UMKM di daerahnya yang layak untuk diberikan

pembiayaan melalui program KUR Jika pemerintah daerah telah memiliki data calon nasabah yang layak

pemerintah daerah kemudian dapat memasukkan data UMKM tersebut ke dalam SIKP Data yang telah

dimasukkan kemudian digunakan perbankan unutuk melakukan penyeleksian calon nasabah KUR

Dalam rangka mengukur efektivitas penyaluran KUR di Papua Barat Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi

Papua Barat telah melakukan survey kepada debitur KUR Selain itu survey tersebut juga bertujuan untuk

melihat validitas data debitur KUR dan dampak pelaksanaan program KUR bagi perekonomian Survey

dilakukan dengan wawancara langsung kepada penerima KUR menggunakan kuisioner yang telah disusun

Dengan mempertimbangkan keterbatasan dana dan SDM pemilihan sampel penerima KUR sebagai

responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dan quota sampling

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

58

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan lokasi responden yang akan disampel karena

pemilihan tempat harus berdasarkan pertimbangan yang logis sedangkan quota sampling digunakan untuk

menentukan dan membatasi jumlah sampel yang akan diambil Responden yang diwawancara pada

kegiatan monev ini sebanyak 159 debitur yang tersebar di di 4 (empat) daerah yaitu Kota Sorong Kab

Manokwari Kab Sorong dan Kab Fakfak

Dari hasil wawancara yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut

1 Responden yang disurvei telah sesuai dengan database SIKP

2 Program KUR yang diluncurkan oleh pemerintah sangat bermanfaat bagi masyarakat Hal ini terlihat dari

antusiasme para responden yang menginginkan agar program ini terus berlanjut di masa yang akan

datang bahkan berharap adanya kenaikan alokasi modal usaha

3 Dengan adanya program KUR modal usaha bagi UMKM dapat meningkat sehingga terdapat

peningkatan keuntungan usaha dan perluasan sektor usaha

4 Proses pencairan KUR kepada debitur pada umumnya relatif mudah dan cepat

5 Tidak ada diskriminasi gender dalam penyaluran KUR selama debitur tersebut memenuhi syarat dan

kriteria yang telah ditetapkan

6 Tingkat kepuasaan masyarakat penerima KUR di Papua Barat cukup tinggi disebabkan oleh

a Suku bunga yang dibayar debitur KUR cukup rendah yaitu 7 persen per tahun untuk akad tahun 2019

b Proses pengajuan hingga pencairan dana sangat mudah dan cepat

c Agunan yang dijadikan jaminan tidak memberatkan bahkan beberapa debitur hanya menyerahkan

fotokopi KTP foto kapal yang dimiliki atau buku nikah

d Tidak ada pemotongan atas pinjaman yang diterima

7 Program KUR meningkatkan nilai omzet nasabah sehingga meningkatkan margin keuntungan usaha

8 Program KUR belum maksimal dalam meningkatkan lapangan pekerjaan Hal ini ditandai bahwa

sebagian besar responden tidak mengalami penambahan pekerja pegawai setelah mendapatkan

pembiayaan KUR

Dari pelaksanaan survei pelaksanaan program KUR tersebut terdapat saran dan rekomendasi antara lain

1 Bunga pinjaman KUR dapat dipertimbangkan untuk diturunkan kembali

2 Pencairan dana KUR oleh Bank Penyalur sebaiknya tidak dipotong angsuran pertama mengingat

potongan tersebut dapat dimaksimalkan untuk memutar kas kembali

3 Program KUR di Papua Barat sebagian besar diberikan kepada sektor yang kurang produktif seperti sektor

perdagangan Oleh karena itu sebaiknya penyaluran KUR lebih diarahkan untuk sektor usaha yang lebih

produktif seperti sektor pertanian perikanan dan industri pengolahan Hal ini disebabkan pemberian KUR

pada sektor produktif lebih menggerakkan roda perekonomian dan menyerap tenaga kerja

4 Persebaran penerima KUR di Papua Barat sebagian besar berada di daerah yang kondisi

perekonomiannya relatif lebih maju (kabupatenkota) Oleh karena itu penyaluran KUR sebaiknya lebih

diarahkan pada daerah yang perekonomiannya relatif masih berkembang

Pembiayaan UMi

Implementasi penyaluran KUR sampai dengan saat ini belum mampu mencapai target yang diharapkan

karena banyaknya calon nasabah potensial KUR yang tidak memenuhi studi kelayakan perbankan

(unbankable) Oleh karena itu pemerintah menggagas skema baru penyaluran kredit kepada UMKM yang

disebut program Pembiayaan Ultra Mikro (Ultra Micro Finance ndash UMi) dengan karakteristik nasabah

unbankable tetapi memiliki kelayakan usaha dengan indikator tingkat keuntungan (profitability) dan

kesinambungan usaha (sustainability) Pembiyaan UMi merupakan penyediaan dana yang bersumber dari

Pemerintah atau bersama dengan Pemerintah Daerah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas

pembiayaan kepada UMKM Berbeda dengan KUR yang agen penyalurnya adalah perbankan untuk UMi

sebagai agen penyalurnya adalah Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) seperti PT Pegadaian PT

Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Bahana Artha Ventura (BAV)

Prinsip dasar dari pembiayaan UMi diantaranya (1) Pemberdayaan dan penajaman (empowerment and

enhacement) lembaga penyalur yang sudah ada (2) pendampingan kepada nasabah (end user) dan (3)

fokus pada produk pembiayaan yang telah berhasil sehingga tidak menguji coba atau membuat produk

pembiayaan baru Dalam rangka pelaksanaan UMi pemerintah daerah dapat memberikan kontribusi dalam

melakukan sharing pendanaan untuk percepatan pembangunan di daerah pada umumnya dan secara

khusus meningkatkan kesempatan usaha bagi UMKM

Di Papua Barat penyaluran UMi bisa dikatakan belum maksimal Hal ini tercermin dari jumlah penyaluran UMi

pada tahun 2019 sebesar Rp249 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 603 orang Meskipun meningkat

pesat dari tahun sebelumnya yang hanya 38 debitur dengan nilai Rp3385 juta program pembiayaan UMi di

Papua Barat ke depannya masih perlu akselerasi yang melibatkan banyak pihak terutama peran dari

penyalur dan pemerintah daerah

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERKEMBANGAN

APBD

MODAL

PEGAWAI

BARANG

BANTUAN

KEUANGAN

37 T

67 T

59 T

4 T

649

957

798

932

DJPbKawalAPBN

BELANJA

238 T

PENDAPATAN

2631 T PAD 085 M

PENDAPATAN

TRANSFER 2423 T

LAIN-LAIN PENDAPATAN

YANG SAH 123 M

59

1

Perkembangan dan Analisis APBD

aerah dalam rangka pelaksanaan

pembangunan membutuhkan

pendanaan yang bersumber dari

penerimaan Saat ini sumber

penerimaan daerah lebih didominasi oleh

penerimaan dana transfer dari pemerintah

pusat sehingga ke depan secara bertahap

diharapkan terjadi peningkatan Pendapatan

Asli Daerah (PAD) Semua pengeluaran untuk

pembangunan daerah dan sumber dana yang

diperlukan tertuang dalam dokumen Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Dalam merencanakan sumber pendapatan

dan alokasi belanja pemerintah daerah harus

melihat kebutuhan riil masyarakat berdasarkan

potensi daerah dengan berorientasi pada

kepentingan skala prioritas pembangunan

Selain itu APBD merupakan salah satu

pendorong (key leverage) bagi pertumbuhan

ekonomi daerah untuk mewujudkan

D

BAB IV

Perkembangan dan Analisis

APBD

Tabel 41

Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian 2018 2019

Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi

PENDAPATAN 1897836 2010000 2871888 2631445

PAD 101669 93741 120311 85308

Pendapatan Transfer 1160168 1270382 2621834 2423110

Lain-lain pendapatan daerah yang sah 635999 645877 129743 123027

BELANJA 2326404 2125451 2761199 2380387

Belanja Pegawai 527915 362822 569984 370308

Belanja Barang 573797 639317 703366 673151

Belanja Bunga 920 855 4190 2698

Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534

Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697

Belanja Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379

Belanja Bagi Hasil 70423 36244 188050 184666

Belanja Bantuan 396960 394292 430177 401119

Belanja Modal 599050 529701 687700 548982

Belanja Tidak Terduga 2572 753 2959 851

PEMBIAYAAN NETTO 219308 190554 214342 84965

Penerimaan Pembiayaan 245578 220740 267673 182416

Pengeluaran Pembiayaan 26270 30187 53332 82905

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

60

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masyarakat yang sejahtera mandiri dan

berkeadilan

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

merupakan salah satu mesin pendorong

pertumbuhan ekonomi Selain itu APBD juga

sebagai alat pendorong dan salah satu

penentu tercapainya target dan sasaran makro

ekonomi daerah yang diarahkan untuk

mengatasi berbagai kendala dan

permasalahan pokok yang merupakan

tantangan dalam mewujudkan agenda

masyarakat yang sejahtera dan mandiri

Berdasarkan tabel 41 target pendapatan

APBD tahun 2019 seluruh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat mengalami kenaikan dari

Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2871888 miliar pada tahun 2019 atau

meningkat 5132 persen Kenaikan tersebut

disebabkan bertambahnya alokasi Dana Bagi

Hasil PajakBukan Pajak Begitu pula dengan

total alokasi belanja APBD pemerintah daerah

se-Provinsi Papua Barat yang ikut naik dengan

signifkan dari Rp2326404 miliar pada tahun

2018 menjadi Rp2761199 miliar atau 1869

persen di tahun ini Peningkatan pagu belanja

tersebut dikarenakan terdapat kenaikan yang

cukup signifikan pada pagu belanja modal dan

belanja pegawai Penyebabnya pada tahun

2019 prioritas nasional bidang infrastruktur di

Papua Barat kembali dilanjutkan disertai

dengan pelaksanaan program-program

mandatory lainnya Di samping itu terdapat

kenaikan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) pada

sebagian pemerintah

Apabila dilihat realisasinya sampai dengan

akhir tahun 2019 total pendapatan APBD

seluruh pemerintah daerah se- Provinsi Papua

Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik

3092 persen dibandingkan tahun sebelumnya

yang mencapai Rp20100 miliar Namun

demikian pendapatan dari komponen PAD

mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374

miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu

dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi

sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar

pada tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar

pada tahun 2019 Banyak faktor yang

mempengaruhi pencapaian realisasi

pendapatan dan belanja tersebut Diantara

faktornya yaitu perkembangan perekonomian

dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi

pelaksanaan berbagai kebijakan fiskal yang

dilaksanakan serta beberapa tantangan

terhadap perekonomian Provinsi Papua Barat

diantaranya adalah

1 Tingkat ketergantungan yang tinggi

terhadap sumber daya alam (raw material)

bernilai tambah rendah sehingga rentan

terhadap fluktuasi harga

2 Tingkat ketergantungan yang tinggi

terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dari

luar daerah

3 Belum maksimalnya fungsi dari Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) sehingga

menyebabkan biaya ekonomi tinggi

4 Kebijakan daerah yang kurang mendukung

investasi sehingga menyebabkan investor

kurang tertarik menanamkan modalnya

selain adanya ancaman dan gangguan

sosial

5 Kapasitas dan kualitas SDM masih lemah

sehingga mengakibatkan rendahnya daya

saing dan

6 Belum optimalnya pemanfaatan sumber

daya alam lokal diluar migas

A ANALISIS PENDAPATAN APBD

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara

61 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah

Daerah yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun

bersangkutan Pendapatan daerah tersebut

terdiri dari Pendapatan Asli Daerah Dana

Perimbangan dan Lain-lain pendapatan

daerah yang sah sebagaimana tersebut pada

tabel diatas yang dapat dirinci sebagai berikut

Apabila dilihat dari tabel 42 realisasi

pendapatan seluruh pemerintah daerah se-

Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

didominasi oleh pendapatan transfer mencapai

9208 persen dari total pendapatan daerah

Sedangkan kontribusi PAD terhadap total

pendapatan daerah di Provinsi Papua Barat

hanya berkisar diangka 324 persen dan sisanya

berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang

Sah sebesar 468 persen Hal ini mengindikasikan

bahwat tingkat ketergantungan pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pemerintah pusat relatif tinggi

A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah

Untuk mendukung program nawacita

pemerintah ketersediaan fiskal yang cukup

menjadi prasyarat utama Dengan ruang fiskal

yang cukup lebar pemerintah daerah lebih

leluasa dalam menggunakan alokasi

anggarannya untuk kegiatan yang mendorong

percepatan pembangunan regional dan

kesejahteraan masyarakatnya tanpa diganggu

kewajiban yang bersifat wajib seperti untuk

membiayai belanja pegawai dan belanja

barang dan jasa yang mengikat Kemandirian

pemerintah daerah dalam menentukan arah

pembangunan tergantung dari besarnya ruang

fiskal yang tersedia untuk kegiatan

pembangunan tersebut

Ruang fiskal yang dimiliki pemerintah darah di

Provinsi Papua Barat naik dari Rp1437371 miliar

pada tahun 2018 menjadi Rp2012965 pada

tahun 2019 Artinya semakin tinggi pendapatan

daerah diikuti semakin efisiennya belanja

birokrasi dan belanja yang sifatnya mengikat

pemerintah daerah memiliki kelonggaran yang

cukup besar dalam membiayai pembangunan

daerah sesuai dengan karakteristik regional

Tabel 42

Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah

se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Pendapatan Target Realisasi

PAD 120311 85308

Pajak Daerah 56667 51768

Retribusi Daerah 8847 4359

Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan 8668 3547

Lain-lain PAD yang Sah 46129 25633

PENDAPATAN TRANSFER 2621834 2423110

DBH Pajak dan Bukan Pajak 936223 752963

DAU 831150 831094

DAK 267917 248172

Dana Otonomi Khusus dan

Penyesuaian 401110 399538

Dana Desa 151692 151691

Dana Insentif Daerah (DID) 33743 39650

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH

YANG SAH 112088 87826

Hibah 18390 1648

Lain-lain 111352 121379

TOTAL PENDAPATAN 2871888 2631445

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 43

Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi

2018

Realisasi

2019

Pendapatan Daerah 2010000 2631445

DAK 267917 248172

Belanja Wajib 362822 362822

Ruang Fiskal 1437371 2012965

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

62

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

A2 Analisis Kemandirian Daerah

Rasio ini menggambarkan kontribusi PAD

terhadap total realisasi pendapatan daerah

Rasio kemandirian daerah seluruh pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat masuk dalam

kategori sangat rendah Pada tahun 2019

seluruh pemerintah daerah mempunyai rasio

kemandirian di bawah 20 persen bahkan ada

pemerintah daerah yang memiliki rasio

kemandirian di bawah 1 persen yaitu Kab

Maybrat Tambrauw Pegunungan Arfak Dan

Sorong Selatan Adapun rasio kemandirian

tertinggi dimiliki Kab Manokwari Selatan dan

Kota Sorong masing-masing sebesar 67 persen

dan 61 persen Hal ini mengindikasikan bahwa

tingkat ketergantungan seluruh pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pendanaan dari pemerintah pusat relatif sangat

tinggi

B ANALISIS BELANJA APBD

Belanja Daerah adalah semua kewajiban

daerah yang diakui sebagai pengurang nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun

anggaran yang bersangkutan Belanja daerah

dapat diklasifikasi berdasarkan fungsi jenis dan

lain sebagainya

Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa

faktor utama yang mempengaruhi pencapaian

realisasi belanja APBD di Provinsi Papua Barat

yaitu

1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai

sehingga memberikan pengaruh pada

capaian realisasi penyerapan anggaran

yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas

dan kualitas yang berdampak pada

akselerasi pembangunan di Provinsi Papua

Barat

2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan

oleh infrastruktur yang memadai

memberikan dampak pada ekonomi

dengan biaya tinggi (high cost economy)

sehingga hal ini menjadi beban bagi

pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat

investasi merupakan permasalahan dasar

bagi penciptaan lapangan kerja dan

penerimaan pajak pemerintah

3 Kondisi budaya masyarakat yang masih

eksklusif terhadap dinamika globalisasi

ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak

ulayat memberikan implikasi ketidakpastian

hukum dalam pelaksanaan investasi dan

pembangunan secara umum Hal-hal yang

terkait dengan penyelenggaraan proyek

yang berkaitan dengan hak ulayat sering

kali terdampak dari sisi ketepatan waktu

B1 Analisis Belanja Daerah Berdasarkan

Klasifikasi Fungsi

APBD dapat diklasifikasikan berdasarkan

fungsinya antara lain pelayanan umum

perumahan amp fasilitas umum pendidikan

ekonomi kesehatan perlindungan sosial

ketertiban amp keamanan lingkungan hidup dan

pariwisata amp budaya Alokasi anggaran pada

APBD Provinsi Papua Barat tahun 2019 per fungsi

disajikan pada grafik 42

06 07 09 09

18 18 19 19 21

27

40

51

61

67

00

20

40

60

80

Tam

bra

uw

Ma

yb

rat

Pe

gu

nu

ng

an

Arfa

k

So

ron

g S

ela

tan

Telu

k W

on

da

ma

Telu

k B

intu

ni

Fa

kfa

k

Ra

ja A

mp

at

Ka

ima

na

So

ron

g

Pe

me

rinta

h P

rov

insi

Ma

no

kw

ari

Ko

ta S

oro

ng

Ma

no

kw

ari S

ela

tan

Grafik 41

Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-

Provinsi Papua barat Tahun 2019 (persen)

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

63 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Bila dilihat dari grafik 42 alokasi terbesar pada

APBD tahun 2019 Provinsi Papua Barat

digunakan untuk fungsi pelayanan umum

sebesar Rp7230 miliar kemudian perumahan amp

fasilitas umum sebesar Rp3383 miliar Hal ini

menunjukan fokus dari belanja pemerintah

daerah di Provinsi papua Barat sudah tepat

mengingat peran utama dari eksekutif yaitu

memberikan pelayanan kepada masyarakat

Namun yang perlu digaris bawahi adalah porsi

alokasi untuk fungsi pariwisata amp budaya relatif

masih sangat kecil Padahal potensi

pengembangan pariwisata di Provinsi Papua

Barat sangat besar semisal Taman Wisata Raja

Ampat dan Teluk Cendrawasih yang telah

diakui oleh dunia internasional

B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis

Belanja (Sifat Ekonomi)

Berdasarkan jenisnya belanja dapat

dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu

belanja langsung berupa belanja barang dan

jasa belanja modal dan belanja tidak langsung

berupa belanja pegawai belanja bunga

belanja hibah dan belanja bantuan sosial

Apabila dilihat dari trennya sebagian besar jenis

belanja mengalami kenaikan alokasi

dibandingkan tahun sebelumnya kecuali untuk

belanja subsidi dan belanja tidak terduga yang

mengalami penurunan Terdapat dua jenis

belanja yang mendapatkan porsi besar di

Provinsi Papua Barat yaitu belanja pegawai

dan belanja barang Dilihat dari persentase

belanja kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi

Papua Barat menitikberatkan pada sektor

produktif dengan porsi belanja langsung yang

lebih besar dibandingkan dengan belanja tidak

langsung

C PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH

C1 Bentuk Investasi Daerah

Sesuai Permendagri Nomor 52 Tahun 2012

tentang Pedoman Pengelolaan Investasi

Pemerintah Daerah Investasi Pemerintah

Daerah adalah penempatan sejumlah dana

danatau barang milik daerah oleh pemerintah

daerah dalam jangka panjang untuk investasi

pembelian surat berharga dan investasi

langsung yang mampu mengembalikan nilai

pokok ditambah dengan manfaat ekonomi

Tabel 44

Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp)

Uraian 2018 2019

Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi

Belanja

Pegawai 527915 362822 569984 370308

Belanja Barang 573797 639317 703366 673151

Belanja Bunga 920 855 4190 2698

Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534

Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697

Belanja

Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379

Belanja Bagi

Hasil 70423 36244 188050 184666

Belanja

Bantuan 396960 394292 430177 401119

Belanja Modal 599050 529701 687700 548982

Belanja Tidak

Terduga 2572 753 2959 851

Total 2326404 2125451 2761199 2380387

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

723029

338303

172704

139109

135212

33103

21828

18421

000 1000000

Pelayanan Umum

Perumahan amp Fasilitas Umum

Pendidikan

Ekonomi

Kesehatan

Perlindungan Sosial

Ketertiban amp Keamanan

Lingkungan Hidup

Grafik 42

Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah

se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 per Fungsi

(miliar Rp)

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

64

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sosial danatau manfaat lainnya dalam jangka

waktu tertentu Bentuk investasi daerah tersebut

dapat berupa investasi surat berharga

danatau investasi langsung Bentuk investasi

daerah di Provinsi Papua Barat disajikan pada

tabel 45

Dari tabel di atas total realisasi penyertaan

modal (investasi) pemerintah daerah se-Provinsi

Papua Barat tahun 2019 sebesar Rp14652 miliar

yang dilakukan 12 pemerintah daerah Realisasi

penyertaan modal (investasi) tertinggi yaitu

pemerintah provinsi Papua Barat sebesar Rp100

miliar dan Kab Teluk Bintuni sebesar Rp2276

miliar

C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Untuk memberikan gambaran terkait

perkembangan investasi BUMD dapat dilihat

dari nilai SLA (Subsidary Loan Agreement) BUMD

yang ada di Provinsi Papua Barat Sampai

dengan tahun 2019 nilai SLA PDAM Manokwari

sebesar Rp729 miliar dan tidak memiliki

tunggakan Sementara itu SLA PDAM Sorong

mencapai Rp815 miliar dengan tunggakan

sebesar Rp1614 miliar termasuk utang pokok

dan cicilan bunga

D SILPA DAN PEMBIAYAAN

D1 Perkembangan Defisit APBD

Perkembangan surplus defisit APBD dapat

dilihat menggunakan empat rasio sebagai

berikut

Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai

berikut

a Rasio surplus APBD terhadap total

pendapatan daerah mencerminkan

performa fiskal pemerintah daerah dalam

menghimpun pendapatan untuk menutup

belanja dalam kondisi pendapatan tertentu

Rasio surplus tersebut menunjukkan

peningkatan di tahun 2019 dibandingkan

tahun sebelumnya dimana hal ini

menggambarkan menguatnya kinerja fiskal

karena kemampuan pendapatan untuk

membiayai belanja meningkat meskipun

didorong oleh kenaikan pendapatan

transfer

Tabel 46

SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah)

Nama BUMD Nilai SLA Total

Tunggakan

PDAM Manokwari 7296812055 -

PDAM Sorong 8148975554 16139934223

Sumber SLIM (data diolah)

Tabel 45

Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah

Daerah se- Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rupiah)

Pemda Nilai

Prov Papua Barat 100000000000

Fakfak 3000000000

Manokwari 1000000000

Sorong 2000000000

Kota Sorong 2765000000

Sorong Selatan 3000000000

Teluk Bintuni 22759259260

Teluk Wondama 3000000000

Maybrat 2000000000

Tambrauw 3500000000

Manokwari Selatan 2000000000

Pegunungan Arfak 3000000000

Total 146524259260

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 47

Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat

Tahun

Surplus

terhadap

Pendapatan

Surplus

terhadap

Realisasi

Dana

Transfer

Surplus

terhadap

PDRB

SILPA

Terhadap

Alokasi

Belanja

2019 00954 01370 00298 01270

2018 00574 00540 00137 00323

2017 01354 01456 01747 01931

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

65 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

b Rasio surplus APBD terhadap dana transfer

digunakan untuk mengetahui proporsi

surplus terhadap salah satu sumber

pendapatan daerah yakni dana transfer Di

tahun 2019 rasio ini mengalami peningkatan

sehingga menunjukkan ketergantungan

pemerintah daerah terhadap dana transfer

sebagai penopang belanja daerah yang

semakin besar dibandingkan tahun lalu

c Rasio surplus APBD terhadap PDRB

menggambarkan kesehatan ekonomi

regional Rasio ini pada tahun 2019

menunjukan adanya kenaikan yang berarti

bahwa produksi barang dan jasa yang

dihasilkan semakin meningkat untuk

membiayai hutang akibat defisit anggaran

d Rasio SILPA terhadap alokasi belanja APBD

mencerminkan proporsi belanja atau

kegiatan yang tidak digunakan dengan

efektif oleh pemerintah daerah Rasio SILPA

yang membesar memperlihatkan bahwa

Provinsi Papua Barat belum dapat

menggunakan anggarannya secara efektif

D2 Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah merupakan transaksi

keuangan daerah yang dimaksudkan untuk

menutup selisih antara pendapatan daerah

dan belanja daerah Pembiayaan pemerintah

daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan

dan pengeluaran pembiayaan Keseimbangan

primer mencerminkan indikasi likuiditas tanpa

dipengaruhi belanja terkait hutang semakin

besar surplus keseimbangan primer semakin

baik kemampuan dalam membiayai defisit

Dari tabel 48 keseimbangan umum di Papua

Barat pada tahun 2019 menunjukkan nilai surplus

sebesar Rp251058 milliar Hal ini

mengindikasikan bahwa kebijakan fiskal yang

dilakukan bersifat kontraktif Sementara itu

keseimbangan primer APBD di Papua Barat juga

menunjukkan angka yang positif setelah

mengeluarkan komponen belanja bunga

Kenaikan nilai pada keseimbangan primer

tahun 2019 disebabkan pendapatan transfer

dari pemerintah pusat yang meningkat pesat

jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya

E PENGELOLAAN BLU DAERAH

E1 Profil dan jenis layanan satker BLU daerah

BLUD yang ada di wilayah kerja Kanwil DJPb

Provinsi Papua Barat diantaranya Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Manokwari Yang

melandasi penetapan RSUD Manokwari

sebagai BLUD bertahap yaitu Surat Keputusan

Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun 2015

tanggal 8 April 2015 RSUD Manokwari adalah

rumah sakit Type C sesuai dengan Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

531 MENKES SKVI1996 Tanggal 5 Juni 1996

RSUD ini merupakan peninggalan Belanda yang

dibangun tahun 1950 dan berdiri di atas lahan

seluas plusmn 37424 m2 dengan total luas bangunan

gedung plusmn 9283 m2 dengan kapasitas

tempat tidur sebanyak 163 tempat tidur

Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari

terletak di Kelurahan Manokwari Timur

Distrik Manokwari Kabupaten Manokwari

Provinsi Papua Barat

RSUD Manokwari dipimpin oleh seorang

Direktur setingkat dengan Eselon IIA

Tabel 48

Rasio Keseimbangan Umum amp Primer Provinsi Papua Barat

Tahun Pendapatan

APBD

Belanja

APBD

Belanja

Bunga

Keseimbangan

Umum

Keseimbangan

Primer

2019 2631445 2380387 2698 251058 248360

2018 2010000 2125451 855 -115451 -116306

2017 1968523 1701927 1448 266596 265148

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

66

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Direktur membawahi 1 (satu) orang Sekretaris

dan 3 (tiga) orang Kepala Bidang yaitu Bidang

Pelayanan Medik Bidang Perawatan Bidang

Perencanaan dan Pengembangan Sarana

Prasarana Sementara itu sekretaris

membawahi 3 ( tiga ) Sub Bagian yaitu Sub

Bidang Umum dan Kepegawaian Sub Bidang

Program Evaluasi dan Pelaporan dan Sub

Bidang Keuangan dan Aset sedangkan Kepala

Bidang masing ndash masing membawahi 2 (dua)

Sub Bidang Bidang Pelayanan Medik

membawahi Sub Bidang Pelayanan Medik dan

Sub Bidang Pelayanan Penunjang Medik

Bidang Perawatan membawahi Sub Bidang

Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan dan

Sub Bidang Sumber Daya Keperawatan sedang

Bidang Perencanaan dan Pengembangan

Sarana Prasarana membawahi Sub Bidang

Penyusunan Program dan Pengembangan Sub

Bidang Monitoring dan Evaluasi

Jenis layanan yang terdapat pada RSUD

Manokwari diantaranya pelayanan medik

pelayanan penunjang medik dan non medik

pelayanan asuhan perawatan pelayanan

rujukan penyelenggaraan pendidikan dan

pelatihan dan penyelenggaraan penelitian

dan pengembangan

Sementara itu jumlah pasien RSUD Manokwari

sebesar 54989 orang dengan rincian 43554

orang menggunakan fasilitas AskesBPJSKIS

dan 11345 orang merupakan pasien

mandiriswasta

E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah

Dalam menunjang Operasional RSUD

Manokwari terdapat kegiatan-kegiatan

rutinitas guna menjalankan tugas pokok dan

fungsi yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung

dan Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung

adalah belanja pegawaipersonalia berupa

pembayaran gaji bulanan kepada Pegawai

Negeri Sipil (PNS) di lingkungan RSUD Manokwari

Belanja Langsung adalah belanja kegiatan

rutin antara lain belanja alat tulis kantor belanja

makanan dan minuman belanja pemeliharaan

rutinberkala gedung kantor pemeliharaan

rutinberkala kendaraan dinas pembayaran

rekening listrik belanja perjalanan dinas dan

lain-lain

Tabel 410

Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019

Berdasarkan Jenis Perawatan

Jenis Pasien

Jumlah Pasien

Askes

BPJS KIS

Swasta

mandiri

Pasien Rawat Jalan 34530 9657

Pasien Rawat Inap 9024 1688

Total 43554 11345

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Tabel 49

Profil Anggaran RSUD Manokwari

Uraian Alokasi Dana Sumber

Dana

Rutin

Belanja Langsung 21543957702

Belanja Tidak

Langsung 17880608199

Program-program -

Peningkatan

Kapasitas

Sumberdaya Aparatur

906990000 Otonomi

Khusus

Obat dan Perbekalan

Kesehatan 6411007419

Otonomi

Khusus

Standarisasi

Pelayanan Kesehatan 420000000 DAK

Peningkatan Sarana

dan Prasarana Rumah

Sakit Rumah Sakit

Jiwa Rumah Sakit

Paru ndash Paru

708750000 Otonomi

Khusus

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

67 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Dalam menunjang kegiatannya RSUD

Manokwari mengelola aset baik aset tidak

bergerak maupun aset bergerak dengan

rincian dapat dilihat pada tabel 411

E3 Analisis legal

Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum

Daerah terdapat beberapa peraturan yang

mengatur pengelolaan teknis maupun

pengelolaan keuangan bahkan peraturan

tersebut sampai ke tingkat peraturan

bupatiwalikota Analisis legal aspek

pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari

dapat dilihat pada tabel 412

F ANALISIS APBD LAINNYA

Analisis ini terdiri dari analisis horizontal analisis

vertikal serta kapasitas fiskal yang digunakan

untuk memberikan gambaran kinerja

pelaksanaan APBD di Provinsi Papua Barat

F1 Analisis Horizontal

Analisis ini membandingkan angka-angka

dalam laporan realisasi pemerintah daerah satu

dengan lainnya dalam satu provinsi Selain itu

analisis ini membandingkan perubahan

keuangan dalam satu pos APBD yang sama

pada satu Provinsi Analisis ini bertujuan untuk

menyajikan informasi utuh terkait kinerja suatu

pos antar pemerintah daerah dan

perkembangannya dari waktu ke waktu

Bila dilihat dari tabel 413 daerah dengan

realisasi PAD terbesar berasal dari Provinsi Papua

Barat sebesar Rp0465 triliun sedangkan

Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten

Maybrat mempunyai realisasi terkecil dengan

nilai masing-masing Rp7 miliar dan Rp6 miliar

Sedangkan pada sisi belanja daerah dengan

realisasi terbesar adalah Provinsi sebesar Rp914

triliun sedangkan realisasi terkecil adalah

Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kota Sorong

masing-masing sebesar Rp807 miliar dan Rp592

miliar Sementara itu defisit anggaran terjadi

pada 3 kabupaten yaitu Kabupaten Sorong

Selatan Kabupaten Tambraw dan Kabupaten

Manokwari Selatan

F2 Analisis Vertikal

Analisis vertikal merupakan analisis yang

membandingkan setiap pos terhadap total

dalam satu komponen APBD yang sama

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui

besarnya kontribusi suatu pos sehingga

diketahui pengaruhnya

Tabel 411

Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019

Uraian Kuantitas Keterangan

Aset Tidak Bergerak

Tanah 37424 m2

Bangunan 9283 m2

(32 unit)

Terdiri dari gedung

dan rumah dinas

Aset Bergerak

Kendaraan dinas

(roda 4) 22 unit

Kendaraan dinas

(roda 2) 3 unit

Inventaris kantor PC unit meubelair

lemari arsip lemari dll

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari

Aspek Uraian

Kelembagaan Keputusan Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun

2015 tanggal 8 April 2015

Tata Kelola Peraturan daerah Nomor 13 tahun 2008 tentang

Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja

Lembaga Teknis Daerah Di Lingkungan

Pemerintah Kabupaten Manokwari

Peraturan Bupati Manokwari Nomor 13 tahun

2009 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi

Jabatan Struktural pada Lembaga Teknis Daerah

Kabupaten Manokwari

SDM Jumlah Pegawai RSUD Manokwari per Maret 2018

sebanyak 406 orang yang terdiri dari Pegawai

Negeri Sipil (PNS) Organik Pemerintah Kab

Manokwari sebanyak 223 orang dan PNS Titipan dari

Provinsi Kabupaten lain sebanyak 12 orang dan

tenaga Honorer dan magang sebanyak 171 orang

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

68

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Bila dilihat pada tabel 414 rata-rata kontribusi

PAD terhadap pendapatan daerah tiap

kabupaten kota di Papua Barat tahun 2019

tidak mencapai angka 6 hanya Kabupaten

Manokwari dan Kabupaten Manokwari Selatan

yang memiliki PAD diatas 6 persen dimana

Kabupaten Manokwari menjadi yang terbesar

dengan kontribusi PAD mencapai 613 persen

Bahkan di beberapa daerah seperti Kabupaten

Maybrat Kabupaten Tambrauw dan

Kabupaten Pegunungan Arfak kontribusi PAD

hanya di bawah 1 persen Angka ini sangat jauh

di bawah angka kontribusi pendapatan transfer

yang mencapai rata-rata sebesar 90 persen

pada tiap kabupaten kota Hal ini

mengindikasikan bahwa pendapatan pemda

kabupaten kota di Papua Barat hampir

seluruhnya bergantung terhadap pendapatan

transfer dari pemerintah pusat Pemda seperti

Kab Fakfak Kab Kaimana dan Pemerintah

Provinsi bahkan mempunyai persentase

pendapatan transfer sebagai pos utama

pendapatan mencapai angka lebih dari 96

persen

Berdasarkan tabel 415 realisasi belanja tahun

2019 kabupaten kota di Provinsi Papua Barat

menitikberatkan pada belanja barang jasa

Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp)

Uraian Provinsi Fakfak Manok

wari Sorong

Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wonda

ma

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

Total

Pendapatan 15628 1297 1029 1895 0990 1459 1030 2486 0966 1058 1013 1183 0789 1002

PAD 0465 0035 0063 0030 0050 0028 0007 0047 0017 0041 0006 0008 0048 0007

Pendapatan

Transfer 11215 0876 0800 1092 0701 1042 0689 1940 0678 0765 0666 0785 0503 0564

LPDS 3949 0386 0166 0772 0239 0389 0333 0498 0270 0252 0341 0390 0238 0431

Total Belanja 9135 1296 0999 1841 0592 1419 1047 1684 0912 1001 0897 1356 0817 0807

Surplus

Defisit 6493 0002 0030 0054 0398 0040 -0017 0801 0054 0056 0116 -0173 -0029 0195

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 414

Analisis Vertikal Pendapatan APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (persen)

Uraian Provinsi Fakfak Manokwari Sorong Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wonda

ma

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

PAD 2975 2698 6131 1598 5067 1898 0727 1895 1797 3838 0632 0663 6077 0717

Pajak Daerah 2314 0572 4666 0668 4109 0452 0093 0996 0541 0734 0042 0071 0084 0000

Retribusi Daerah 0023 0387 0364 0153 0735 0305 0085 0045 0671 0733 0006 0003 0043 0000

HPKD 0110 0240 0000 0094 0005 0261 0262 0117 0161 0095 0050 0078 0000 0000

Lain-lain PAD yang

sah 0528 1499 1101 0684 0217 0880 0286 0737 0424 2276 0540 0510 5951 0717

Pendapatan Transfer 97021 97302 85172 79782 88122 90199 82923 93184 90728 96162 81597 83238 80323 72901

DBH 33978 4889 6431 14271 6224 7145 5690 49535 6512 6325 5915 4725 7139 6165

DAU 9365 53776 53671 28881 52047 46889 46145 22608 47680 58969 44876 44904 45033 38742

DAK 3155 8886 17662 13960 12523 15915 14521 5533 16039 7036 14945 16753 11547 11358

DBH Pemda

lainnya 0000 6360 2191 0969 2479 7984 1131 0619 1071 0745 0579 0742 0259 0388

Dana Penyesuaian

dan Otsus 25261 23391 5217 21165 14849 10778 14832 14506 19427 23087 15282 16115 16346 16249

LPDS 0005 0000 0486 9383 6811 0723 0000 4922 7475 0000 17423 1139 13600 12382

Hibah 0005 0000 0486 0000 0000 0630 0000 0008 0000 0000 0000 0042 0000 0000

Lain-lain 0000 0000 0000 9383 6811 0092 0000 4914 7475 0000 17423 1097 13600 12382

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

69 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

dan belanja modal Hal ini terlihat dari 11

kabupaten kota yang persentase pos kedua

belanja tersebut lebih dari 50 Dengan

besarnya porsi belanja barang jasa dan modal

mengindikasikan adanya kebijakan belanja

pemerintah daerah yang diarahkan pada

sektor produktif guna mendorong

perekonomian daerah dan upaya dalam

mengejar ketertinggalan dengan daerah lain

dalam ketersediaan

infrastruktur

F3 Analisis Kapasitas

Fiskal Daerah

Analisis kapasitas fiskal

daerah adalah analisis

yang digunakan untuk

mengukur kemampuan

keuangan daerah yang

dicerminkan melalui

penerimaan umum

APBD (tidak termasuk

dana alokasi khusus

dana darurat dana

pinjaman lama dan

penerimaan lain yang

penggunaannya

dibatasi untuk membiayai pengeluaran

tertentu) yang digunakan untuk membiayai

tugas pemerintahan daerah setelah dikurangi

belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah

penduduk miskin sebagaimana dimaksud

dalam peraturan yang mengatur tentang peta

kapasitas fiskal daerah Berikut ini kapasitas fiskal

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

Tabel 415

Analisis Vertikal Belanja APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Uraian Provinsi Fakfak Manok

wari Sorong

Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wond

ama

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

Belanja

Pegawai 7651 27384 26717 22263 44577 24684 21547 14975 21897 20263 20307 9513 10642 9906

Belanja Barang 21125 29208 26559 22050 26375 42275 35726 37509 35456 32931 23851 39795 38031 33785

Belanja Bunga 0000 0000 0000 0000 2067 0000 0519 0000 0000 0000 0000 0506 0301 0000

Belanja Subsidi 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 1373 0281 0000 0000 0000 0000

Belanja Hibah 9316 1897 3995 3878 1139 0481 1426 1351 3125 3181 1096 1085 8341 0712

Belanja BanSos 0580 1921 2592 0333 2362 2034 3305 19398 1598 6713 3266 2361 2695 11707

Belanja

Bantuan

Keuangan

20202 0096 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000

Belanja bagi

hasil 22050 17580 18336 14591 0160 10381 15343 0000 14113 14225 24884 17407 14762 19499

Belanja Tidak

Terduga 0000 0128 0022 0004 0037 0000 0189 0000 0167 0001 0011 0000 0031 0307

Belanja Modal 19077 21785 21779 36882 23284 20145 21945 26768 22271 22406 26585 29333 25196 24084

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 416

Analisis Fiskal APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Pemda PAD DBH DAU LP BP Penduduk

Misikin

Kapasitas

Fiskal Indeks

1 2 3 4 5 6 7

8

[(2+3+4+5)-

6) 7]

9

Prov Papua Barat 46490 531011 146362 146362 69888 207944 38488 0466

Fakfak 3501 6343 69773 69773 35486 18730 60813 0736

Kab Manokwari 6310 6619 55236 55236 26703 37730 25629 0310

Kab Sorong 3029 27044 54729 54729 40979 26100 37760 0457

Kota Sorong 5016 6162 51523 51523 26378 38880 22594 0273

Raja Ampat 2769 10425 68414 68414 35024 8500 135292 1638

Sorong Selatan 748 5858 47509 47509 22549 8760 90269 1093

Teluk Bintuni 4710 123132 56198 56198 25225 19640 109478 1325

Teluk Wondama 1735 6288 46046 46046 19970 10530 76111 0921

Kaimana 4059 6689 62367 62367 20293 9660 119244 1443

Maybrat 640 5994 45470 45470 18219 13120 60484 0732

Tambrauw 784 5590 53120 53120 12898 4770 209049 2530

Manokwari Selatan 4793 5630 35517 35517 8698 7240 100495 1216

Pegunungan Arfak 718 6179 38829 38829 7999 10800 70887 0858

Jumlah 85301 752963 831094 831094 370308

Rata-rata 82614

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

70

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Dengan mengetahui indeks kapasitas fiskal

masing-masing kabupaten kota maka dapat

ditentukan kemampuan keuangan masing-

masing daerah Berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 54PMK072014 tentang Peta

Kapasitas Fiskal Daerah indeks kapasitas fiskal

daerah kabupaten kota di Provinsi Papua

Barat dapat dikelompokkan menjadi empat

kuadran sebagaimana pada tabel 417

Dari kabupaten kota di Papua Barat terdapat

satu daerah dengan kapasitas fiskal sangat

tinggi yang ditunjukkan dalam kuadran IV yaitu

Kab Tambrauw Namun terdapat empat

daerah yang masuk kategori sangat rendah

kapasitas fiskalnya yang terletak di kuadran I

Apabila melihat perbandingan jumlah daerah

pada kuadran I dan II dengan daerah pada

kuadran III dan IV maka terdapat perbandingan

yang hampir seimbang Dari tabel di atas dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat

ketimpangan kapasitas fiskal pada kabupaten

kota di Provinsi Papua Barat

G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN (FISCAL

HEALTH INDEX)

Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU)

Nomor 22 Tahun 1999 (sebagaimana diubah

menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang

Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun

1999 (sebagaimana diubah menjadi UU Nomor

33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah terjadi perubahan mendasar dalam

sistem pemerintahan daerah di Indonesia

dengan titik berat pembangunan daerah

berada pada tingkat kabupaten kota Salah

satu perubahan yang terjadi adalah

diimplementasikannya desentralisasi fiskal yang

lebih luas bagi daerah Arah dari kebijakan

desentralisasi diharapkan dapat menghindari

inefisiensi dari perekonomian (Prudrsquohomme

1995)

Desentralisasi fiskal menurut Davey (2003)

merupakan pembagian kewenangan belanja

dan pendapatan antar tingkat pemerintahan

Dari sisi belanja kewenangan desentralisasi

didasarkan pada prinsip agar pengalokasian

sumber daya menjadi lebih efisien dan efektif

Hal ini diasumsikan bahwa daerah lebih

mengerti kebutuhan masyarakat sehingga

pengalokasian sumber daya menjadi lebih

responsif dalam menjawab kebutuhan

masyarakat Adapun dari sisi pendapatan

diberikannya kewenangan desentralisasi

kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi

masyarakat untuk mendanai pelayanan publik

menjadi lebih tinggi karena dapat merasakan

langsung manfaat yang dirasakan Dalam

pelaksanaan desentralisasi fiskal pemerintah

pusat mengatur prinsip-prinsip pengelolaan

keuangan daerah bukan aturan secara

terperinci sehingga kondisi keuangan diantara

pemerintah daerah yang satu dan lainnya

menjadi bermacam-macam Perbedaan

dalam kondisi keuangan tersebut menuntut

suatu kebutuhan akan tingkat kesehatan dalam

mengelola keuangan daerah Sebagai pihak

yang bertanggung jawab terhadap pelayanan

publik pemerintah daerah dituntut lebih

Tabel 417

Kuadran kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Kuadran I

(Indeks Kapasitas Fiskal le05)

Kuadran III

(1leIndeks Kapasitas Fiskal lt2)

Provinsi Papua Barat

Kab Manokwari

Kab Sorong

Kota Sorong

Kab Sorong Selatan

Kab Teluk Bintuni

Kab Manokwari Selatan

Kab Kaimana

Kab Raja Ampat

Kuadran II

(05ltIndeks Kapasitas Fiskal lt1)

Kuadran IV

(Indeks Kapasitas Fiskal ge 2)

Kab Fakfak

Kab Teluk Wondama

Kab Maybrat

Kab Pegunungan Arfak

Kab Tambrauw

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

71 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

memahami kondisi kesehatan keuangannya

Hal ini dikarenakan dalam kondisi kesehatan

keuangan yang buruk pemerintah daerah tidak

akan mampu memberikan layanan publik yang

baik kepada warganya (Carmeli 2008)

Berbeda dengan sektor publik penilaian kondisi

kesehatan keuangan pada sektor private telah

dilakukan sejak lama Di sektor bisnis Beaver

(1966) dan Altman (1968) telah membangun

model untuk menilai kondisi keuangan sektor

swasta Namun setelah terjadi masalah

keuangan yang melanda banyak pemerintah

daerah di seluruh dunia penelitian mengenai

kondisi kesehatan pemerintah daerah secara

intensif mulai dilakukan Pada tahun 1980 di

Amerika Serikat terjadi permasalahan keuangan

yang melanda Kota New York Cleveland

Miami Pittsburgh dan Philadelphia (Kloha et al

2005) Hal yang sama terjadi pada tahun 1980-

an dimana sebagian pemerintah daerah di

Belanda dan Inggris mengalami kondisi kesulitan

keuangan (Carmeli 2008) Begitu juga yang

dialami pemerintah daerah di Australia (Dollery

et al 2006) dan Jepang (Takahashi 2009) yang

menghadapi permasalahan keuangan yang

sulit Kondisi tersebut mendorong para ahli

keuangan publik dan banyak peneliti membuat

suatu model ataupun formula untuk

mengevaluasi kondisi keuangan pemerintah

daerah sehingga dapat mendeteksi sejak dini

(early warning system) gejala kesulitan

keuangan

Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli

ataupun lembaga profesional untuk

mendifinisikan kondisi keuangan pemerintah

The Canadian Institute of Chartered

Accountants (CICA 1997) memberikan definisi

kondisi keuangan pemerintah daerah sebagai

kesehatan keuangan (fiscal health) yang diukur

melalui aspek keberlanjutan kerentanan dan

fleksibiltas dalam lingkungan ekonomi maupun

keuangan Aspek keberlanjutan merupakan

kemampuan pemerintah daerah untuk

mempertahankan program yang sudah ada

tanpa menimbulkan kewajiban baru pada

perekonomian Sedangkan aspek kerentanan

merupakan kondisi ketergantungan pemerintah

daerah sehingga menjadi rentan terhadap

sumber pendanaan yang berasal di luar

kendali Aspek fleksibilitas keuangan merupakan

kemampuan pemerintah daerah untuk

meningkatkan kapasitas keuangan seiring

adanya peningkatan komitmen baik melalui

peningkatan pendapatan atau kapasitas

utang Definisi lain dikemukakan Nollenberger et

al (2003) yang menyebutkan kondisi keuangan

pemerintah daerah merupakan tingkat

solvabilitas keuangan pemerintah daerah yang

terdiri dari solvabilitas kas solvabilitas anggaran

solvabilitas jangka penjang dan solvabilitas

layanan Adapun Kloha et al (2005)

memberikan definisi kondisi keuangan

pemerintah daerah dalam konteks tekanan

keuangan (fiscal distress) yaitu kemampuan

pemerintah daerah untuk memenuhi standar

operasi hutang dan kebutuhan masyarakat

selama beberapa tahun berturut-turut

Kondisi kesehatan keuangan (fiscal health)

yang baik diantaranya ditunjukkan oleh

kemampuan pemerintah daerah untuk

menutup kewajiban operasional (solvabilitas

anggaran) kemampuan untuk melaksanakan

hak-hak keuangan secara efektif dan efisien

(kemandirian keuangan) kemampuan untuk

memberikan pelayanan sesuai standar dan

kualitas yang dibutuhkan masyarakat

(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk

mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa

datang seperti bencana alam atau bencana

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

72

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sosial (fleksibilitas keuangan) Oleh karena itu

ada 4 (empat) dimensi untuk mengukur kondisi

kesehatan keuangan (fiscal helath) pemerintah

daerah yaitu solvabilitas anggaran kemandirian

keuangan solvabilitas layanan dan fleksibilitas

keuangan

Untuk mengetahui kondisi keuangan

pemerintah daerah yang ada di Papua Barat

digunakan langkah-langkah sebagai berikut

1 Menghitung nilai rasio masing-masing

dimensi penyusun indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index)

2 Menghitung indeks rasio dan indeks dimensi

- Untuk menghitung indeks rasio digunakan

rumus

(Nilai Aktual minus Nilai Terendah)

(Nilai Tertinggi minus Nilai Terendah)

- Untuk menghitung indeks dimensi

digunakan rata-rata aritmatika dari seluruh

indeks rasio yang ada

3 Menghitung indeks kesehatan keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah

Indeks kondisi kesehatan keuangan (fiscal

health index) dihitung dengan

menggunakan rata-rata tertimbang dari

seluruh indeks dimensi yang ada

G1 Solvabilitas Anggaran

Solvabilitas anggaran menunjukan seberapa

besar kemampuan pemerintah daerah

memenuhi kegiatan operasi menggunakan

pendapatan yang diperoleh (Nollenberger et

al 2003) Pendapatan yang dimaksud

merupakan pendapatan normal yang tiap

tahun senantiasa didapatkan pemerintah

daerah bukan pendapatan yang terkadang

diperoleh pada tahun-tahun tertentu saja Oleh

karena itu rasio yang digunakan untuk

menunjukan solvabilitas anggaran suatu

pemerintah daerah adalah sebagai berikut

Tabel 418

Rasio Solvabilitas Anggaran

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A (Total Pendapatan - DAK) (Total Belanja -

Belanja Modal)

Rasio B (Total Pendapatan - DAK) Belanja Pegawai

Rasio C (Total Pendapatan Total Belanja)

Pengurangan pendapatan DAK dari total

pendapatan karena pendapatan tersebut

bukan merupakan pendapatan yang bersifat

normal dan berada di luar kendali pemerintah

daerah Untuk rasio A pengurangan belanja

modal dikarenakan belanja tersebut bukan

merupakan kegiatan operasional pemerintah

daerah Adapun untuk rasio B penggunaan

belanja pegawai sebagai penyebut lebih

disebabkan karena porsi belanja tersebut saat

ini merupakan yang terbesar dari belanja

operasional pemerintah daerah Semakin tinggi

nilai rasio yang ada menunjukan bahwa

semakin banyak pendapatan pemerintah

daerah untuk menutup belanja operasional Hal

ini berarti semakin tinggi nilai rasio maka

semakin baik solvabilitas anggaran yang dimiliki

oleh suatu pemerintah daerah Dari data yang

diperoleh rasio solvabilitas anggaran seluruh

Gambar 41

Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan

ngan

73 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

terlihat pada tabel 419

Dari tabel di atas jika dilihat secara menyuluruh

rasio solvabilitas anggaran kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat menunjukan tren yang

meningkat Artinya semua daerah memiliki

solvabilitas anggaran yang semakin baik

Pendapatan normal yang diperoleh pemerintah

daerah untuk meng-cover kebutuhan belanja

semakin meningkat Dari seluruh daerah yang

ada peningkatan rasio solvabilitas anggaran

terbaik dimiliki Kab Kaimana dan Kab

Pegunungan Arfak Hal ini mengindikasikan

bahwa sebagai daerah otonom baru kedua

pemerintah daerah tersebut semakin giat untuk

mencari sumber-sumber pendapatan untuk

menutup semua kebutuhan belanja

G2 Kemandirian Keuangan

Kemandirian keuangan menunjukan

kemampuan pemerintah daerah untuk

mendapatkan sumber pendanaan secara

mandiri dan tidak rentan terhadap sumber

pendanaan di luar kendalinya (Canadian

Institute of Chartered Accountants CICA 1997)

Kemandirian keuangan juga dapat diartikan

sebagai kemampuan pemerintah daerah untuk

memenuhi kebutuhannya dengan sumber-

sumber pendanaan yang mampu diperoleh

secara mandiri tidak tergantung pada pihak

luar Berdasarkan pengertian tersebut rasio

yang digunakan untuk menunjukan

kemandirian keuangan suatu pemerintah

daerah adalah sebagai berikut

Tabel 420

Rasio Kemandirian Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A Total Pendapatan Asli Daerah Total

Pendapatan

Rasio B Total Pendapatan Asli Daerah Total Belanja

Nilai rasio yang meningkat menunjukan bahwa

semakin banyak pendapatan yang diperoleh

pemerintah daerah secara mandiri untuk

memenuhi kebutuhannya Dengan demikian

semakin tinggi nilai rasio maka semakin baik

kemandirian keuangan yang dimiliki oleh suatu

pemerintah daerah Menurut Tim KKD FE UGM

untuk menentukan tolak ukur kemandirian

keuangan daerah dapat menggunakan enam

kategori sebagaimana pada tabel 421

Tabel 419

Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019

Daerah

Rasio A Rasio B Rasio C

2018 2019 2018 2019 2018 2019

Kabupaten

Sorong 116 124 290 353 096 093

Kota Sorong 152 191 238 328 121 167

Manokwari 126 098 251 286 118 095

Manokwari

Selatan 105 114 334 802 097 096

Fakfak 100 117 191 333 098 100

Kaimana 147 331 428 721 134 361

Teluk

Wondama 107 114 303 406 095 106

Teluk Bintuni 107 190 330 927 071 147

Pegunungan

Arfak 140 205 557 813 115 245

Sorong

Selatan 097 086 245 313 088 082

Raja Ampat 104 097 296 314 091 094

Maybrat 162 130 443 471 144 113

Tambrauw 107 103 521 764 097 087

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

74

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Dari data yang diperoleh masing-masing rasio

kemandirian keuangan Pemda di Provinsi

Papua Barat dapat dilihat pada tabel 422

Secara umum Pemda di Provinsi Papua Barat

memiliki rasio kemandirian keuangan yang

sangat lemah dengan rasio di bawah 01 Kondisi

ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah

yang ada masih sangat tergantung pada

sumber pendanaan dari luar daerah seperti

pendapatan yang berasal dari pemerintah

pusat Selain itu nilai rasio tersebut menunjukan

bahwa kebutuhan yang dapat ditutup oleh

pendapatan yang berada di bawah kendali

pemerintah daerah hanya di bawah 10 persen

Kemandirian keuangan yang lemah tersebut

disebabkan oleh kondisi daerah yang tidak

memungkinan untuk memperoleh pendapatan

yang tinggi sesuai dengan kewenangan

penerimaan daerah Pada pasal 33 Undang-

Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa sumber

strategis penerimaan negara yang menguasasi

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara

Oleh karena itu sumber strategis penerimaan

negara seperti pajak penghasilan pajak

pertambahan nilai sumber daya alam

walaupun terletak di daerah namun menjadi

sumber penerimaan pemerintah pusat bukan

pemerintah daerah Pemerintah daerah hanya

mengelola sumber sumber penerimaan yang

kurang signifikan pengaruhnya seperti pajak

hotel pajak reklame pajak restoran dan pajak

daerah lainnya

Namun demikian kedua rasio yang ada

menunjukan tren rasio yang meningkat

Kemampuan pemerintah daerah untuk

menutupi kebutuhan melalui sumber

pendanaan yang diperoleh secara mandiri

menjadi semakin baik Hal ini sejalan dengan

semangat dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat

dan Daerah dimana pemerintah daerah

seharusnya dapat berinovasi untuk

meningkatkan PAS namun tidak bertentangan

dengan peraturan yang ada

Tabel 422

Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019

Daerah

Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kabupaten

Sorong 0044 0018 0042 0016

Kota Sorong 0128 0051 0156 0085

Manokwari 0074 0067 0088 0063

Manokwari

Selatan 0171 0061 0167 0059

Fakfak 0031 0027 0030 0027

Kaimana 0037 0019 0049 0068

Teluk Wondama 0016 0018 0015 0019

Teluk Bintuni 0024 0019 0017 0028

Pegunungan

Arfak 0008 0009 0009 0022

Sorong Selatan 0014 0009 0012 0007

Raja Ampat 0031 0021 0029 0020

Maybrat 0007 0006 0010 0007

Tambrauw 0004 0007 0004 0006

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 421

Kriteria Kemandirian Kuangan Pemerintah Daerah

Menurut Tim KKD FE UGM

- Kriteria

0 - 01 sangat lemah

01001 - 02 lemah

02001 - 03 sedang

03001 - 04 cukup

04001 - 05 baik

Rasio gt 05 sangat baik

75 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

G3 Fleksibilitas Keuangan

Fleksibilitas keuangan merupakan kemampuan

pemerintah daerah untuk membayar beban

utang (Chase dan Philips 2004) Kondisi tersebut

menunjukan bagaimana pemerintah daerah

dapat meningkatkan sumber pendapatan

dalam rangka menghadapi peningkatan

kewajibannya (CICA 2007) Pendapatan

dimaksud merupakan pendapatan normal yang

tiap tahun senantiasa didapatkan pemerintah

daerah bukan pendapatan yang sifatnya terikat

penggunaannya seperti pendapatan yang

berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Selain

itu pendapatan tersebut juga merupakan

pendapatan setelah dikurangi belanja yang

sifatnya sangat wajib seperti belanja pegawai

Adapun kewajiban dimaksud merupakan

kewajiban untuk membayar cicilan pokok utang

dan beban bunga yang menjadi tanggungan

pemerintah daerah Oleh karena itu rasio yang

digunakan untuk menunjukan fleksibilitas

keuangan suatu pemerintah daerah adalah

sebagai berikut

Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan

bahwa semakin baik fleksibilitas keuangan

pemerintah daerah untuk menghadapi

peristiwa luar biasa baik yang berasal dari dalam

maupun yang berasal dari luar lingkungan

pemerintah daerah Dari data yang diperoleh

masing-masing rasio untuk kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel

424

Untuk rasio yang memiliki nilai sangat tinggi

disebabkan tidak adanya komponen

pembayaran pokok pinjaman belanja bunga

dan kewajiban jangka panjang pada

Tabel 424

Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019

Daerah Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kab Sorong 769832175393 1035484012472 1174167459258 1445271904797

Kota Sorong 4 3 7 5

Manokwari 482076226292 495858473768 802369336249 762890951003

Manokwari Selatan 735 16 1049 18

Fakfak 304491382772 827320863699 639780382396 1182183435610

Kaimana 668279456314 705544141447 871904931348 819214314839

Teluk Wondama 434599458495 611138814319 648798589997 810840420412

Teluk Bintuni 21 11 31 13

Pegunungan Arfak 487685057078 507003610307 594313768074 578106098796

Sorong Selatan 141 4 238 6

Raja Ampat 643370690403 750130568196 972295205958 1100373282221

Maybrat 539252552468 676159229681 696515339045 858345256202

Tambrauw 686177984338 855819480885 849218499477 984795810243

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 423

Rasio Fleksibiltas Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A

(Total Pendapatan - DAK - Belanja

Pegawai) (Belanja Bunga + Pembayaran

Pokok Utang)

Rasio B (Total Pendapatan - DAK) (Belanja Bunga

+ Pembayaran Pokok Utang)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

76

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

pemerintah daerah yang bersangkutan Secara

keseluruhan pemerintah daerah di Papua Barat

memiliki fleksibilitas keuangan yang cukup

memadai untuk mengantisipasi kejadian luar

biasa Artinya bahwa pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat dapat sewaktu-waktu

datang ke pihak ketiga untuk mengumpulkan

dana dalam rangka mengatasi kejadian yang

datang tidak terduga

G4 Solvabilitas Layanan

Solvabilitas layanan merupakan kemampuan

pemerintah daerah dalam memberikan

pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat

(Wang et al 2007) Kemampuan tersebut

diwujudkan berupa sumber daya fasilitas

sarana dan prasarana yang dimiliki pemerintah

daerah untuk digunakan dalam rangka

memberikan pelayanan kepada publik Untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

pemerintah daerah digunakan total belanja

daerah perkapita (Wang et al 2007) Rasio

tersebut menunjukan seberapa banyak belanja

pemerintah daerah yang dikeluarkan untuk

melayani setiap warganya Selain itu untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

digunakan belanja modal perkapita

Penggunaan belanja modal lebih ditekankan

kepada peningkatan pelayanan kepada

masyarakat Pemerintah daerah yang telah

berhasil mempertahankan pelayanannya

kepada masyarakat jika ingin meningkatkan

pelayanan tersebut dapat menggunakan pos

belanja modal Oleh karena itu rasio untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

pemerintah daerah adalah sebagaimana pada

tabel 425

Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan

bahwa semakin baik solvabilitas layanan suatu

pemerintah daerah karena semakin banyak

layanan yang diberikan pemerintah daerah

kepada masyarakat Dari data yang diperoleh

masing-masing rasio untuk kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel

426

Dari tabel di atas terlihat bahwa rasio solvabilitas

layanan pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat menunjukan nilai yang bervariasi Ada

Tabel 426

Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (juta Rp)

Daerah

Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kab Sorong 1814 2070 560 763

Kota Sorong 286 233 079 054

Manokwari 482 571 081 124

Manokwari

Selatan 3162 33747 723 8503

Fakfak 1087 1647 219 359

Kaimana 1248 411 154 000

Teluk

Wondama 2750 2804 712 625

Teluk Bintuni 2988 2615 1114 700

Pegunungan

Arfak 2166 911 660 000

Sorong Selatan 2088 2230 439 489

Raja Ampat 2661 2926 615 589

Maybrat 1421 2194 276 583

Tambrauw 7730 9769 1913 2866

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 425

Rasio Solvabiltas Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A Total Belanja Jumlah Penduduk

Rasio B Belanja Modal Jumlah Penduduk

77 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

beberapa pemerintah daerah yang mengalami

peningkatan rasio namun tidak sedikit yang

mengalami penurunan rasio Untuk rasio A pada

tahun 2019 Kab Manokwari Selatan memiliki

rasio terbesar dibandingkan pemerintah daerah

lainnya dengan nilai 33747 atau meningkat dari

tahun sebelumnya dengan nilai 3162 Artinya

belanja yang dikeluarkan pemerintah daerah

Kab Manokwari Selatan untuk melayani 1 (satu)

penduduk sebesar Rp33747 juta Besarnya nilai

rasio tersebut disebabkan jumlah penduduk Kab

Manokwari Selatan merupakan yang terkecil

dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Papua

Barat sehingga belanja perkapita yang

dikeluarkan pemerintah daerah cukup besar

untuk meng-cover layanan yang dibutuhkan Di

sisi lain pemerintah daerah dengan rasio A

terkecil tahun 2019 yaitu Kota Sorong Hal ini

disebabkan Kota Sorong merupakan daerah

dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi

Papua Barat namun belanja perkapita yang

dikeluarkan pemerintah Kota Sorong tidak cukup

besar untuk meng-cover layanan yang

dibutuhkan masyarakatnya Nilai rasio tersebut

bahkan mengalami penurunan jika

dibandingkan tahun 2018 Kemudian untuk rasio

B pada tahun 2019 cenderung bervariasi

Beberapa pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat mengalami penurunan sementara lainnya

memiliki nilai rasio yang meningkat

dibandingkan tahun sebelumnya Hal ini

mengindikasikan bahwa terdapat pemerintah

daerah yang berupaya meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat sedangkan

pemerintah daerah lainnya cenderung stagnan

atau tidak memberikan peningkatan pelayanan

seiring bertambahnya jumlah penduduk

G5 Indeks Kesehatan Keuangan

Nilai Indeks Kesehatan Keuangan berkisar antara

0 ndash 1 Semakin tinggi nilai indeks menunjukan

kondisi kesehatan keuangan pemerintah

daerah semakin baik Untuk mengukur indeks

kesehatan keuangan digunakan bobot untuk

masing-masing dimensi Hal ini perlu dilakukan

mengingat satu dimensi sangat mungkin lebih

penting dibandingkan dengan dimensi yang lain

(Brown 1993) Salah satu cara yang digunakan

untuk menentukan bobot masing-masing

dimensi melalui teknik Analytical Hierarchy

Proces (AHP) Teknik ini digunakan untuk

menghasilkan skala prioritas dengan cara yang

teroganisir (Saaty 2008) AHP ini tidak

memberikan keputusan secara mutlak namun

dapat membantu pengambil kebijakan untuk

menentukan keputusan yang tepat sesuai

dengan tujuan dan masalah yang mereka

hadapi Berdasarkan teknik AHP dimensi yang

lebih penting akan diwujudkan dalam bobot

yang lebih besar

Bobot terbesar dimensi penyusun indeks

kesehatan keuangan yaitu pada dimensi

solvabilitas layanan Hal ini dikarenakan tujuan

utama dari setiap pemerintahan adalah

memberikan layanan kepada masyarakat

Pemerintah daerah yang memiliki tingkat

kesehatan keuangan yang baik akan semakin

optimal dalam melaksanakan pelayanan publik

Selanjutnya bobot terbesar kedua untuk

menyusun Indeks Kesehatan Keuangan yaitu

dimensi kemandirian keuangan Untuk

memberikan layanan kepada masyarakat

secara optimal pemerintah daerah dituntut

Tabel 427

Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan

Nama Dimensi Bobot

Solvabilitas Layanan 029

Kemandirian Keuangan 026

Solvabilitas Anggaran 024

Fleksibilitas Keuangan 021

Total 100

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

78

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

memiliki kemandirian

keuangan yang

memadai sehingga

tidak bergantung

pendanaan dari pihak

luar

Berdasarkan dimensi

penyusunnya indeks

kesehatan keuangan

(fiscal health index)

untuk seluruh

pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat

dapat dilihat pada

grafik 43 Jika dilihat

secara keseluruhan Indeks Kesehatan Keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 memiliki

tingkat yang bervariasi dibandingkan periode

sebelumnya

Rata-rata Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal

health index) seluruh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat tahun 2018 mencapai 035

dan nilainya turun menjadi 034 pada tahun

2019 Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

cenderung menurun untuk menutup kewajiban

operasionalnya (solvabilitas anggaran)

kemampuan untuk melaksanakan hak-hak

keuangan secara efektif dan efisien

(kemandirian keuangan) kemampuan untuk

memberikan pelayanan sesuai standar dan

kualitas yang dibutuhkan masyarakat

(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk

mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa

datang (fleksibilitas keuangan)

Sementara itu jika melihat masing-masing

daerah pada tahun 2019 sebagian besar

pemerintah daerah mengalami penurunan

Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health

index) kecuali Kab Manokwari Selatan

Kaimana dan Teluk Bintuni Indeks Kesehatan

Keuangan tertinggi dimiliki Kab Teluk Bintuni

sebesar 068 dan terendah dimiliki Kab Fakfak

sebesar 016

Jika dilihat klasifikasinya Indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index) dapat

dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori

Pada tahun 2019 tidak ada pemerintah

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat yang

masuk dalam kategori sangat baik dan hanya

ada dua pemerintah daerah yang masuk ke

dalam kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan

Kaimana Sementara itu terdapat lima daerah

yang masuk dalam Kuadran I (buruk) dengan

nilai antara 0 ndash 025 yaitu Kab Manokwari Kab

Fakfak Kab Sorong Selatan Kab Teluk

Wondama dan Kab Raja Ampat Adapun

pemerintah daerah yang memiliki indeks

kesehatan keuangan cukup (kuadran II) dengan

nilai antara 026 ndash 050 yaitu Kab Sorong Kota

Sorong Kab Manokwari Selatan Kab Maybrat

Kab Tambraw dan Kab Pegunungan Arfak

041036

031

038

019

044

028 032

039

015

032

041

052

027 029025

049

016

057

025

068

039

019 020

028

036

000

020

040

060

Ka

b S

oro

ng

Ko

ta S

oro

ng

Ma

no

kw

ari

Ma

no

kw

ari S

ela

tan

Fa

kfa

k

Ka

ima

na

Telu

k W

on

da

ma

Telu

k B

intu

ni

Pe

gu

nu

ng

an

Arf

ak

So

ron

g S

ela

tan

Ra

ja A

mp

at

Ma

yb

rat

Tam

bra

uw

Grafik 43

Indeks Kesehatan Keuangan (Fiscal Health Index)

KabKota se-Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019

2018 2019

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

79 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Tabel 428

Kuadran Indeks kesehatan keuangan (fiscal health index)

pemerintah daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019

H BELANJA WAJIB DAERAH

Pendidikan dan kesehatan merupakan

pelayanan publik yang paling mendasar dan

vital untuk mengurangi kemiskinan (Keefer dan

Khemani 2005) Dalam rangka meningkatkan

kualitas pelayanan publik undang-undang

telah mewajibkan pemerintah pusat dan

daerah untuk mengalokasikan sejumlah

persentase tertentu dari total belanja untuk

bidang tertentu yaitu pendidikan (UU Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)

dan kesehatan (UU Nomor 39 Tahun 2009

tentang Kesehatan) Belanja wajib ini ditetapkan

dengan alokasi sebesar 20 dari total belanja

untuk bidang pendidikan (berlaku bagi belanja

pusat dan belanja daerah) serta 5 dari total

belanja pusat dan 10 dari total belanja daerah

untuk bidang kesehatan Dengan ketentuan

tersebut alokasi pada belanja daerah wajib

ditingkatkan untuk bidang-bidang yang menjadi

target prioritas yaitu pendidikan kesehatan

dan infrastruktur

H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan

Keberadaan belanja bidang pendidikan

sebagai salah satu dari belanja wajib

berpengaruh terhadap ketersediaan anggaran

yang cukup besar untuk bidang pendidikan

menjadi lebih dapat dipastikan Pendanaan

bidang tersebut bersumber antara lain dari

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

pendapatan transfer (TKDD) Akan tetapi tujuan

akhirnya bukanlah besarnya alokasi namun

penggunaan dana yang dapat memberikan

hasil nyata berupa penyediaan dan perbaikan

layanan serta berkurangnya ketimpangan

Pada tahun 2019 kebijakan belanja wajib

bidang pendidikan di Provinsi Papua Barat

didasarkan pada ketercapaian sasaran

pembangunan ldquoPeningkatan aksesibilitas

kualitas dan manajemen pendidikanrdquo sebagai

perwujudan dari Misi 3 ldquoTerwujudnya

sumberdaya manusia yang cerdas sehat dan

berdaya saingrdquo sebagaimana ditetapkan

dalam RKPD dan RPJMD Ketercapaian sasaran

tersebut diharapkan mampu meningkatkan

persentase angka partisipasi sekolah pada

Kuadran I (buruk)

(0 ndash 025)

Kuadran II (cukup)

(025 lt Indeks lt 05)

Kab Manokwari Kab

Fakfak Kab Sorong Selatan

Kab Teluk Wondama

Kab Raja Ampat

Kab Sorong Kota Sorong

Kab Manokwari Selatan

Kab Maybrat

Kab Tambraw

Kab Pegunungan Arfak

Kuadran III (baik)

(05 lt Indeks lt 075)

Kuadran IV (baik sekali)

(075 lt Indeks lt 1

Kab Teluk Bintuni

Kab Kaimana -

Tabel 429

Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Beasiswa OAP ke Luar Negeri 48984000200 12 Bulan 100

Afirmasi bagi anak asli papua di Perguruan Tinggi dan ADEM 15003000000 12 Bulan 100

Pembangunan Fasilitas Pendidikan Menengah 25474236000 10 Kabkota 85

Pembangunan Prasarana dan Sarana Belajar 43878330901 475 Ruang 95

Rehabilitasi Prasarana dan Gedung Perpustakaan 107344935874 391 Ruang 100

Pembangunan Rumah Dinas Guru 27535623335 80 Unit 100

Pengembangan Koleksi Perpustakaan 624826470 3500 Buku 100

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

80

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

jenjang pendidikan menengah dan angka rata-

rata lama sekolah yang menjadi prioritas

pembangunan tahun 2019

Belanja wajib bidang pendidikan di Provinsi

Papua Barat sebagian besar pelaksanaannya

diwujudkan dalam bentuk gaji dan tunjangan

bagi tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)

dengan pembiayaan yang bersumber dari DAU

dan PAD Sedangkan penggunaan dana Otsus

DBH serta DAK (Fisik dan Non Fisik) berkontribusi

besar dalam pencapaian output priotitas

diantaranya dalam bentuk pemberian beasiswa

OAP afirmasi OAP di Perguruan Tinggi

pembangunan fasilitas pendidikan menengah

pembangunan prasarana dan sarana belajar

pembangunan rumah dinas guru serta

pengembangan koleksi perpustakaan Output-

output ini tersebar hampir diseluruh

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan

Selain sektor pendidikan untuk mendorong

pelayanan publik pemerintah daerah juga

memiliki kewajiban mengalokasikan 10 dari

belanja untuk anggaran bidang kesehatan

Pada anggaran bidang pendidikan di Provinsi

Papua Barat alokasi digunakan untuk

membiayai pemerataan fasilitas kesehatan di

kabupatenkota dan kualitas sumber daya

manusia bidang kesehatan sebagai priotitas

pembangunan tahun 2019 dan sasaran Misi 3

RPJMD Provinsi Papua Barat

Secara umum realisasi anggaran bidang

kesehatan tahun 2019 diperuntukkan baik itu

untuk membiayai gaji dan tunjangan tenaga

kesehatan pengadaan obat-obatan

pembangunan rumah sakit rujukan maupun

kegiatan-kegiatan lainnya dengan sumber

dana PAD DAU Otsus dan DAK Capaian output

Tabel 430

Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Penyediaan Obat Vaksin Perbekalan Kesehatan 122403919686 13 Kabkota 100

Sarana Prasarana Instalasi Farmasi 7786697051 116 Unit 100

Pembangunan RSUD Provinsi (Rujukan) 138640000000 1 Lokasi 85

Pembangunan dan Prasarana Puskesmas 225940279996 98 Unit 30

Kendaraan Puskesmas dan Ambulans 17388190996 63 Unit 23

Sarana dan Prasarana Rumah Sakit 17886670389 237 Unit 100

Sarana dan Prasarana KB 12083549590 485 Unit 100

PMT BUMIL KEK pada Lokus Stunting 1667044052 5 Kabkota 100

Kampanye CTPS dan Pemberian Tablet Tambah Darah 2856153400 2 Kabkota 100

Layanan Kesehatan Berbasis Masyarakat 1364000000 5 Kabkota 100

Layanan Petugas Tim Gerakan Cepat 237164200 44 Orang 100

Layanan Kesehatan Bagi Penduduk yang Terdampak Krisis Kesehatan 531508000 2 Kabkota 100

Pelatihan Kesehatan Reproduksi WUS dan PUS bagi Tenaga Kesehatan 207240000 1 Kabkota 100

Layanan Pengelolaan Darah Untuk OAP 2500000000 1 Kabkota 100

Iuran Peserta JKN Penduduk OAP 28818415000 589 Jiwa 100

Penempatan Tenaga Kesehatan (Analis Kesling Bidan Gizi) 5779200000 13 Kabkota 100

Jaminan Sosial Bagi Lanjut Usia 883500000 4 Kabkota 100

Bantuan Bagi ODHA 392500000 1 Kabkota 100

Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

81 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

prioritas dalam upaya pemerataan fasilitas

kesehatan diutamakan pada daerah yang

masuk dalam kategori terpencil dan terisolir

melalui penyediaan makanan tambahan obat

vaksin dan perbekalan kesehatan serta

penyediaan layanan kesehatan berbasis

masyarakat Sedangkan pada pembangunan

fasilitas tingkat lanjut dilakukan secara terpusat

di Kab Manokwari sebagai ibukota provinsi

Sementara pada upaya peningkatan kualitas

tenaga kesehatan pelatihan dan layanan

dipusatkan pada beberapa kabupatenkota

yang memiliki fasilitas kesehatan memadai (Kab

Manokwari Kota Sorong Kab Fakfak) untuk

nantinya ditempatkan secara merata

H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur

Infrastruktur merupakan roda penggerak

perekonomian atau lokomotif pembangunan

nasional dan regional Selain itu infrastruktur juga

berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas

hidup dan kesejahteraan masyarakat antara

lain dalam terwujudnya stabilisasi makro

ekonomi peningkatan produktivitas tenaga

kerja dan akses kepada lapangan kerja serta

peningkatan kemakmuran nyata Melalui

infrastruktur upaya pembentukan kapasitas

fiskal yang kuat perdagangan dan industri yang

maju serta tenaga kerja yang berkualitas dapat

terakselerasi Oleh karena itu belanja bidang

infrastruktur pada APBD memiliki porsi alokasi

yang sangat besar sebagai kombinasi dari

berbagai sumber dana yang ada

Belanja wajib infrastruktur di Provinsi Papua Barat

pada tahun 2019 dialokasikan dengan

memanfaatkan Dana Otsus DTI DAK (Fisik) dan

DBH sesuai RPJMD Misi 4 yaitu ldquoMeningkatkan

kapasitas infrastruktur wilayahrdquo dengan sasaran

peningkatan interkoneksi antar wilayah

ketersediaan layanan dasar infrastruktur daerah

dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah

serta peningkatan layanan kebutuhan dasar

perumahan dan kawasan permukiman wilayah

perkotaan dan perdesaan Pada upaya

pencapaian output belanja infrastruktur Papua

Barat tercatat memiliki realisasi yang cukup

besar diantaranya pembangunan dan

preservasi plusmn473Km jalan (Rp112148 miliar)

Jembatan sepanjang plusmn177 meter (Rp3521 miliar)

dan pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500

Ha (Rp1137 miliar) Selain itu juga berupa

pelabuhandermaga rakyat di 4 lokasi terminal

di 3 lokasi serta SPAM di 8 lokasi Namun

demikian besarnya serapan belum

menunjukkan adanya optimalisasi pada

capaian output prioritas tahun 2019 yang

tercatat memiliki persentase yang rendah

Tabel 431

Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 1121475928623 473 Km 63

Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 35214918080 177 Meter 76

Irigasi 11371755640 500 Ha 31

PelabuhanDermaga Rakyat 38574958977 4 Lokasi 18

Terminal 8426373185 3 Lokasi 25

SPAM Terfasilitasi 41250093919 8 Kabkota 10

PembangunanPeningkatan Kualitas Rumah Swadaya 30401913319 1075 Unit 60

Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77

Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90

PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Halaman ini sengaja dikosongkan

ANGGARAN

KONSOLIDASIAN

PENDAPATAN

PERPAJAKAN

PENDAPATAN

BUKAN PAJAK

BELANJA

PEMERINTAH

TRANSFER

35 T

15 T

25 T

5 T

2625 T

DEFISIT

PENERIMAAN

PENDAPATAN

PENGELUARAN

BELANJA

54 T

317 T

DJPbKawalAPBN

82

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

KONSOLIDASIAN

Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian

(LKPK) adalah laporan yang disusun

berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat dengan Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah dalam periode waktu

tertentu Sampai dengan tahun 2019

pendapatan konsolidasian di Papua Barat

sebesar Rp544142 miliar Sementara itu untuk

realisasi belanja konsolidasian sampai dengan

tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 129

persen dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya

B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN

Pendapatan pemerintahan umum (General

Government Revenue) atau pendapatan

konsolidasian tingkat wilayah adalah

konsolidasian antara seluruh pendapatan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dalam satu periode pelaporan tertentu

B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan

Pendapatan pemerintah konsolidasian terdiri

dari penerimaan perpajakan PNBP dan hibah

Total realisasi pendapatan konsolidasian

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

tahun 2019 adalah sebesar Rp544142 miliar

atau naik 2108 persen Dari jumlah tersebut 54

persen merupakan pendapatan pemerintah

pusat dan 46 persen adalah pendapatan

pemerintah daerah Pendapatan pemerintah

pusat tersebut selanjutnya akan didistribusikan

kepada pemerintah daerah berupa dana

transfer maupun belanja pemerintah pusat di

BAB V

Perkembangan dan Analisis

Anggaran Konsolidasian

Tabel 51

Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi Tahun 2018 Realisasi Tahun 2019 Kenaikan

Penurunan

(persen) Pusat Daerah Konsolidasi Pusat Daerah Konsolidasi

Penerimaan Pendapatan 249363 2010000 449423 294509 2631445 544142 2108

Pendapatan Perpajakan 219362 93741 313103 265104 85308 350412 1192

Pendapatan Bukan Pajak 30001 82831 112832 29404 123027 152431 3510

Hibah - 4952 4952 - 1648 1648 (6672)

Transfer - 1828476 18536 - 2423110 39651 11391

Pengeluaran Belanja 2491602 2125451 2807113 3172329 2380387 3169257 1290

Belanja Pemerintah 681662 1694915 2376577 788870 1794601 2583471 871

Transfer 1809940 430536 430536 2383459 585786 585786 3606

Surplus Defisit (2242239) (115451) (2357690) (2877820) 251058 (2625115) 1134

Sumber OM SPAN KPP Manokwari KPP Sorong LRA Pemda se-Papua Barat dan SIKD DJPK (data diolah)

83 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

daerah berupa belanja dekonsentrasiTPUB

Sampai dengan tahun 2019 realisasi

pendapatan perpajakan konsolidasian di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp350412 miliar

Dari jumlah tersebut 757 persen merupakan

pendapatan perpajakan pemerintah pusat

sedangkan pemerintah daerah memiliki

sumbangsih sebesar 243 persen Pada

pendapatan hibah kontribusi hanya berasal

dari pendapatan hibah pemerintah daerah

tidak terdapat pendapatan hibah dari

pemerintah pusat

B2 Analisis Perubahan

Target pendapatan perpajakan konsolidasian

tahun 2019 Provinsi Papua Barat sebesar

Rp388354 miliar atau turun sebesar 408 persen

dari tahun sebelumnya disebabkan

target penerimaan perpajakan

pemerintah pusat mengalami

penurunan Realisasi pendapatan

perpajakan konsolidasian Provinsi

Papua Barat sampai dengan tahun

2019 sebesar 9023 persen terhadap

target persentase ini lebih tinggi

dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya yaitu sebesar

7733 persen

Sementara itu terjadi peningkatan realisasi

pendapatan perpajakan konsolidasian dari

Rp313103 miliar menjadi Rp350412 miliar atau

naik sebesar 1192 persen dibandingkan tahun

2018 Hal ini disebabkan oleh kenaikan realisasi

pada jenis pajak PPN Dalam Negeri dan PPh

non migas lainnya Penerimaan kedua jenis

pajak tersebut sangat ditentukan oleh kondisi

perekonomian dimana pada tahun 2019 tetap

tumbuh meskipun berada pada ketidakpastian

global Adapun untuk realisasi PNBP

konsolidasian pada tahun 2019 terjadi

peningkatan signifikan dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya dari Rp112832

miliar menjadi Rp152431 miliar atau naik

sebesar 351 persen Peningkatan PNBP ini

disebabkan oleh peningkatan yang signifkan

pada pendapatan bukan pajak pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat

B3 Rasio Pajak (Tax Ratio)

Rasio pajak merupakan perbandingan antara

jumlah penerimaan pajak suatu daerah

terhadap pendapatan suatu output

perekonomian atau produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) Terkait dengan rasio pajak PDRB

menggambarkan jumlah pendapatan

potensial yang dapat dikenai pajak PDRB juga

menggambarkan kegiatan ekonomi

Tabel 52

Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)

Uraian

2018 2019

Target Real Target Real

Pemda 101669 93741 9220 120311 85308 7091

Pusat 303205 219362 7235 268042 265104 9890

Konsolidasian 404874 313103 7733 388354 350412 9023

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong dan LRA Pemda se-Papua Barat

(data diolah)

265104

miliar

29404

miliar0

85308

miliar

123027

miliar 1648

miliar

0

20

40

60

80

100

Pendapatan

Perpajakan

Pendapatan Bukan

Pajak

Hibah

Grafik 51

Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan

Daerah terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2019

Pusat Daerah

Sumber OMSPAN KPP Manokwari dan Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

84

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masyarakat yang jika berkembang dengan

baik merupakan potensi yang baik bagi

pengenaan pajak di wilayah tersebut

B31 Rasio pajak Konsolidasian Provinsi

Papua Barat

Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di

wilayah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

mencapai 415 persen jauh lebih rendah

dibanding rasio pajak nasional sebesar 11

persen Dimana rasio pajak nasional hanya

memperhitungkan penerimaan pajak yang

diterima pemerintah pusat Rasio pajak di

wilayah Provinsi Papua Barat tersebut sedikit

meningkat apabila dibandingkan dengan

tahun sebelumnya yang mencapai 393 persen

Penurunan rasio pajak ini menunjukkan bahwa

penerimaan pajak di wilayah Papua Barat lebih

rendah dari potensi perpajakan yang dapat

diterima oleh pemerintah Dengan kondisi

tersebut Pemerintah hendaknya dapat lebih

mengoptimalkan usaha intensifikasi dan

ekstensifikasi penerimaan perpajakan sehingga

dapat meningkatkan penerimaan perpajakan

B32 Pajak per Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat

Berdasarkan daerahnya penerimaan

perpajakan tahun 2019 Kabupaten Manokwari

dan Kota Sorong merupakan yang paling tinggi

dibandingkan dengan daerah lain di Provinsi

Papua Barat Hal ini dikarenakan perekonomian

di Provinsi Papua Barat terpusat di kedua

daerah tersebut dimana terdapat banyak

hotel toko pusat hiburan pusat perbelanjaan

dan pusat bisnis Sementara itu pajak terendah

pada Kabupaten Pegunungan Arfak

B33 Rasio Pajak per Kapita Kabupaten Kota

di Provinsi Papua Barat

Pajak perkapita merupakan perbandingan

antara jumlah penerimaan pajak yang

dihasilkan suatu daerah dengan jumlah

penduduknya Pajak perkapita menunjukkan

kontribusi setiap penduduk pada pendapatan

perpajakan suatu daerah Kab Manokwari dan

Tabel 53

Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019

Uraian Tahun

2018

Tahun

2019

Penerimaan Perpajakan

Konsolidasian 313103 350412

PDRB (Harga Berlaku) Provinsi

Papua Barat (miliar Rp) 79644 84348

Rasio Pajak (persen) 393 415

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK

dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 54

Realisasi Peneirmaan Perpajakan per Kabupaten Kota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

KabKota Pajak

Pusat

Pajak

Daerah

Pajak

Konsolidasian

Manokwari 80307 52799 133106

Kota Sorong 73192 5016 78208

Teluk Bintuni 31783 4710 36493

Kab Sorong 20142 3029 23171

Fak-Fak 12906 3501 16406

Sorong Selatan 4622 748 5370

Kaimana 12668 4059 16727

Raja Ampat 6494 2769 9264

Teluk Wondama 4564 1735 6299

Maybrat 2180 640 2820

Tambrauw 2099 784 2884

Pegunungan Arfak 1606 718 2324

Manokwari Selatan 2152 4793 6945

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK

dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

85 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kab Teluk Bintuni merupakan daerah dengan

pajak per kapita tertinggi yaitu masing-masing

sebesar Rp759juta dan Rp566 juta Hal ini

disebabkan Kab Manokwari merupakan salah

satu pusat perekonomian di Provinsi Papua

Barat sehingga menimbulkan basis pajak yang

besar Adapun Kab Teluk Bintuni merupakan

salah satu daerah penghasil gas alam terbesar

di Indonesia Sementara itu daerah dengan

pajak perkapita paling rendah adalah

Kabupaten Maybrat sebesar Rp885 ribu

B34 Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap

Kenaikan Realisasi Pendapatan

Konsolidasian

Pendapatan di suatu daerah dapat diperluas

tidak hanya pada PAD yang diterima

pemerintah daerah namun mencakup seluruh

penerimaan pemerintah pusat dan daerah di

wilayah tersebut yang terdiri 1) Pendapatan

pajak daerah 2) Retribusi daerah 3) Hasil

pengelolaan kekayaan derah yang dipisahkan

4) Lain-lain PAD yang sah dan 5) Penerimaan

Perpajakan PNBP dan Pendapatan BLU

Pemerintah Pusat Berikut ini realisasi

pendapatan konsolidasian pemerintah pusat

dan pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

Pada tahun 2019 PDRB Harga Berlaku Provinsi

Papua Barat mencapai Rp84346 miliar atau

naik 59 persen dari tahun sebelumnya

Sementara itu pada periode yang sama

pendapatan yang diterima pemerintah daerah

dan pemerintah pusat mencapai sebesar

Rp544142 miliar atau naik sebesar 2108 persen

Hal ini menunjukan kenaikan PDRB Provinsi

Papua Barat pada tahun 2019 memiliki korelasi

positif terhadap pendapatan konsolidasian

C BELANJA KONSOLIDASIAN

Belanja pemerintahan umum (General

Government Spending) atau belanja

konsolidasian tingkat wilayah adalah

konsolidasian antara seluruh belanja

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dalam satu periode pelaporan tertentu

Tabel 55

Realisasi Peneirmaan Perpajakan per kapita pe Kabupaten

Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)

KabKota Pajak Konsolidasian

Per Kapita

Manokwari 7598336

Teluk Bintuni 5666095

Kota Sorong 3075490

Manokwari Selatan 2867344

Kaimana 2777762

Sorong 2605607

Fak Fak 2085011

Tambrauw 2077686

Teluk Wondama 1936996

Raja Ampat 1910305

Sorong Selatan 1144539

Pegunungan Arfak 750291

Maybrat 689600

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD

DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 56

Realisasi Pendapatan Konsolidaian di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019

Uraian

2019 2018

Realisasi Perubahan

(persen) Realisasi

Penerimaan

Perpajakan 350412 1192 313103

PNBP 152431 3510 112832

Total Pendapatan

Konsolidasian 544142 2108 449423

PDRB AHB 84348 59 79644

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD

DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

86

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan

Pada tahun 2019 realisasi belanja dan transfer

konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar

dimana 75 persen bersumber dari anggaran

pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran

pemerintah pusat Realisasi Belanja pegawai

konsolidasian mencapai Rp551486 miliar

dimana yang bersumber dari APBD sebesar

Rp370308 miliar (6715 persen) dan dari APBN

sebesar Rp181178 miliar (3285 persen) Belanja

barang konsolidasian mencapai Rp975323

miliar dengan komposisi 69 persen dari

pemerintah daerah dan 21 persen dari

pemerintah pusat Belanja modal konsolidasian

mencapai Rp852211 miliar dengan komposisi

64 persen berasal dari APBD dan 36 persen dari

APBN Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi

pemerintah daerah terhadap perekonomian

Papua Barat lebih besar dari pemerintah pusat

C2 Analisis Perubahan

Realisasi belanja konsolidasian tahun 2019

mengalami peningkatan dibandingkan tahun

sebelumnya Apabila dilihat per belanja

realisasi terbesar adalah belanja barang

konsolidasian yang mengalami peningkatan

dari Rp903843 miliar di tahun 2018 menjadi

Rp975323 miliar di tahun 2019 Begitu pula

dengan realisasi belanja pegawai dan belanja

modal pada tahun 2019 mengalami

peningkatan dibandingkan dengan tahun

sebelumnya Kondisi tersebut telah sejalan

dengan kebijakan peningkatan porsi anggaran

belanja barang dan belanja modal terhadap

total belanja pemerintah

C3 Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian

Terhadap Total Belanja Konsolidasian

Belanja operasi terdiri atas belanja pegawai

konsolidasian dengan belanja barang

konsolidasian Rasio belanja operasi terhadap

total belanja konsolidasian menunjukan porsi

belanja pemerintah untuk mendukung

operasional pemerintahan Rasio belanja

operasi terhadap total belanja konsolidasian di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

dari 5053 persen pada tahun 2018 menjadi

4818 persen pada tahun 2019 Hal ini

mengindikasikan bahwa kegiatan rutin

pemerintah di Provinsi Papua Barat semakin

berkurang

181178

302172 303229

1269

370308

673151

548982

77379

000

200000

400000

600000

800000

Belanja

Pegawai

Belanja

Barang

Belanja

Modal

Belanja

Bansos

Grafik 52

Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp)

Pusat Daerah

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

551486

975323

852211

78648

514594

903843

791702

55934

000 500000 1000000

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Modal

Belanja Bantuan Sosial

Grafik 53

Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp)

2018 2019

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

87 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap

Jumlah Penduduk

Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah

penduduk (belanja konsolidasian perkapita)

menunjukkan seberapa besar belanja

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

yang digunakan untuk mensejahterakan per

penduduk di suatu daerah

Semakin besar nilainya semakin

besar besar belanja yang

dikeluarkan untuk

mensejahterakan satu orang

penduduk di wilayah tersebut

Sebaliknya semakin kecil angka

rasionya semakin kecil dana yang

disediakan pemerintah daerah

untuk mensejahterakan

penduduknya

Rasio total belanja konsolidasian

terhadap jumlah penduduk

Provinsi Papua Barat tahun 2019

adalah 2132 per kapita Hal ini

berarti dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan

penduduknya selama tahun 2019

pemerintah telah membelanjakan

sebesar lebih dari Rp21 juta untuk

setiap penduduk Pada tahun

2019 angka rasio tertinggi pada

Kabupaten Tambrauw mencapai

Rp10078 juta per jiwa Sedangkan

rasio terendah yaitu Kota Sorong

yang mencapai Rp922 juta per jiwa

Apabila dibandingkan antar

regional terdapat kesenjangan

perbedaan rasio yang cukup tinggi

Hal ini antara lain karena adanya

kesenjangan jumlah belanja

pemerintah dan jumlah penduduk

antara kabupatenkota Kabupaten Tambrauw

dengan penduduk relatif sedikit (13879 jiwa)

namun jumlah belanja pemerintahnya cukup

tinggi (Rp139868 miliar) Sebaliknya Kota

Sorong walaupun belanja pemerintahannya

lebih banyak (Rp234374 miliar) namun memiliki

penduduk relatif lebih banyak (254294 jiwa)

Tabel 57

Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019

Uraian

2018 2019

Konsolidasian

(miliar Rp)

Rasio

(persen)

Konsolidasian

(miliar Rp)

Rasio

(persen)

Belanja Operasi

(pegawai+barang) 1418437 5053 1526809 4818

Total Belanja dan

Transfer 2807113 3169257

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 58

Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp)

Daerah Daerah Pusat Konsolidasian Penduduk

(Jiwa)

Belanja

Perkapita

(Juta Rp)

Tambrauw 135585 4283 139868 13879 10078

Manokwari

Selatan 81736 5418 87154 24220 3598

Raja Ampat 141891 13759 155651 64406 2889

Teluk

Wondama 91200 11730 102930 32521 3165

Teluk Bintuni 168447 17615 186062 48493 3210

Pegunungan

Arfak 80747 2757 83504 46922 2402

Sorong

Selatan 104651 8060 112711 30976 2696

Kab Sorong 184070 25360 209430 88927 2355

Fakfak 129588 55334 184922 78686 2350

Maybrat 89715 5229 94944 40899 2321

Manokwari 99949 240391 340340 60216 1900

Kaimana 100150 14251 114401 175178 1943

Kota Sorong 59174 175200 234374 254294 922

Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

88

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C4 Analisis Belanja

Analisis ini untuk mengetahui arah dan

sensitivitas dari kebijakan fiskal pemerintah

Untuk itu analisis dilakukan dengan

memperbandingkan belanja APBN dan APBD

dengan beberapa indikator seperti di bawah

ini

a Perbandingan dengan Belanja APBN

1) Non belanja pegawai

Untuk mengetahui proporsi sumber dana

(non belanja pegawai) yang dikelola oleh

pemerintah daerah maka dapat

diperbandingkan dana APBN yang

dilaksanakan oleh pemerintah daerah

dengan belanja non pegawai pada APBD

dengan rasio sebagaimana pada tabel 59

Dari tabel 59 terlihat bahwa rasio dana

kelolaan belanja non pegawai di Provinsi

Papua Barat tahun 2019 sebesar 196 persen

2) Belanja modal

Untuk membandingkan belanja modal yang

bersumber dari APBN dan APBD yang

merupakan motor pertumbuhan regional

maka digunakan rasio sebagaimana terlihat

pada tabel 510

Dari tabel tersebut terlihat bahwa rasio dana

kelolaan belanja modal konsolidasian di

Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar

5524 persen

b Perbandingan dengan Populasi

Indikator ini berfungsi sebagai perbandingan

spasial antar wilayah untuk mendapatkan

proporsi antara kebijakan fiskal yang tercermin

dari anggaran dengan indikator demografis

(populasi) sehingga dapat diperoleh

gambaran yang lebih fair besaran anggaran

pada suatu wilayah

Dari tabel 511 terlihat bahwa rasio belanja

konsolidasian terhadap jumlah populasi di

Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar 0027

Artinya belanja pemerintah pusat dan daerah

di Provinsi Papua Barat yang dikeluarkan untuk

memberikan pelayanan kepada satu orang

penduduk sebesar Rp27 juta

Tabel 59

Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019

Uraian Realisasi

(miliar Rp)

Belanja APBN (DK+TP+UB) 27960

Belanja APBD (Non Pegawai) 1424293

Rasio Dana Kelolaan Belanja

Non Pegawai (persen) 196

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 510

Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019

Uraian Realisasi

(miliar Rp)

B Modal APBN

(KP+KD+DK+TP+UB) 303238

B Modal APBD 548982

Rasio Dana Kelolaan Belanja

Modal APBN ndash APBD (persen) 5524

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 511

Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papua

Barat Tahun 2019

Uraian Realisasi

Total Belanja APBN (milar Rp) 788870

Total Belanja APBD (miliar Rp) 1794601

Jumlah Populasi Provinsi PB (jiwa) 959617

Rasio Belanja Terhadap Populasi

(miliar Rp) 0027

Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat

(data diolah)

89 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

D SURPLUS DEFISIT

Keseimbangan umum atau surplusdefisit

adalah selisih lebih kurang antara pendapatan

daerah dan belanja daerah dalam tahun

anggaran yang sama Surplus defisit

merupakan gabungan surplus defisit APBD

ditambah dengan surplus defisit APBN Tingkat

Provinsi

Pada tahun 2019 defisit pemerintah

konsolidasian di Provinsi Papua Barat mencapai

minus Rp2625115 miliar Seluruh defisit tersebut

berasal dari pemerintah pusat di wilayah

Provinsi Papua Barat dan sisanya merupakan

surplus dari gabungan pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat Pemerintah pusat di

wilayah Papua Barat menyumbang minus

Rp287782 miliar dan gabungan pemda di

Papua Barat menyumbang surplus sebesar

Rp251058 miliar Sedangkan rasio defisit

konsolidasian Provinsi Papua Barat terhadap

PDRB mencapai minus 3112 persen yang terdiri

dari gabungan pemda di Papua Barat sebesar

plus 298 persen dan Pemerintah Pusat sebesar

minus 3412 persen

E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH

TEHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL

BRUTO (PDRB)

Berdasarkan Teori Perpotongan Keynesian

(Keynesian Cross Theory) salah satu variabel

yang berpengaruh terhadap pencapaian

output (Y) yaitu belanja pemerintah

(government spending) Kenaikan belanja

pemerintah akan mendorong output menjadi

lebih besar sebagaimana diilustrasikan pada

gambar di bawah dimana ekuilibrium bergerak

dari titik A ke titik B dan output meningkat dari

Y1 ke Y2 (Mankiw 2013)

Nilai output dihitung dengan menjumlahkan

pengeluaran aggregat yaitu pengeluaran

konsumen pengeluaran investasi pembelian

pemerintah untuk barang dan jasa serta ekspor

dikurangi impor (net export) yang ditunjukan

dengan persamaan sebagai berikut

Y = C + I + G + (X ndash M)

Nilai output suatu daerah diwujudkan dalam

bentuk PDRB Kontribusi pemerintah terhadap

PDRB dilihat dari sisi belanja dihitung dengan

cara membandingkan nilai pengeluaran

pemerintah terhadap PDRB Sedangkan jika

Tabel 512

Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi

Papua Barat Tahun 2019

Uraian

SurplusDefisit Rasio

terhadap PDRB

(persen) Realisasi

(miliar Rp)

Komposisi

(persen)

APBD seluruh

Pemda 251058 -684 298

APBN di Provinsi

Papua Barat

(miliar Rp)

(2877820) 10684 -3412

Konsolidasian (2625115) 100 -3112

Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua Barat

KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)

450

A

B

∆G E2 = Y2

E1 =

Y1

Pengeluaran Aktual

Output Y

∆Y

Pengeluaran yang

Direncanakan

Pengeluaran E

Y2 Y1 ∆Y

Gambar 51

Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pengeluaran Pemerintah

terhadap Output Menurut Perpotongan Keynesian

(Sumber Mankiw 2013)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

90

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

dilihat dari sisi investasi kontribusi pemerintah

terhadap PDRB dihitung dengan cara

membandingkan nilai PMTB terhadap PDRB

Pada tahun 2019 kontribusi belanja pemerintah

konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua

Barat sebesar Rp3169257 miliar Rp84348

miliar = 3112 persen Adapun kontribusi investasi

pemerintah (PMTB) terhadap PDRB sebesar

Rp1760103 miliar Rp84348 miliar = 2087

persen Kondisi tersebut menunjukan bahwa

kontribusi belanja pemerintah pusat dan

daerah cukup signifikan terhadap

perekonomian Papua Barat

Tabel 513

Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Uraian Realisasi

Belanja Konsolidasian (miliar Rp) 3169257

PMTB (miliar Rp) 1760103

PDRB Harga Berlaku (miliar Rp) 84348

Kontribusi Belanja Konsolidasian

terhadap PDRB (persen) 3112

Kontribusi PMTB terhadap PDRB

(persen) 2087

Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua

Barat KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)

Halaman ini sengaja dikosongkan

POTENSI

REGIONAL

DJPbKawalAPBN

ldquoMama-mama Papua sedang berjualan ikan asar di Pasar

Bomberay Fakfakrdquo

91

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

A ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH

Pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model

Pembangunan ekonomi regional saat ini

menuntut pemerintah daerah untuk berinovasi

memanfaatkan dan mengembangkan potensi-

potensi yang dimiliki daerah Titik berat

pelaksanaan otonomi daerah yang berada

pada kabupatenkota diimplementasikan

melalui penyerahan kewenangan dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

untuk menggali sumber pendapatan bagi

daerah Sebagai salah satu komponen

Pendapatan Asli Daerah (PAD) potensi

pungutan pajak daerah lebih banyak

memberikan peluang bagi daerah untuk

dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan

dengan komponen-komponen penerimaan

PAD lainnya Hal ini disebabkan oleh beberapa

faktor terutama karena potensi pungutan pajak

daerah mempunyai sifat dan karakteristik yang

jelas baik ditinjau dari tataran teoritis kebijakan

maupun dalam tataran implementasinya

A1 Landasan Teori

Untuk mengestimasi potensi penerimaan pajak

daerah di Provinsi Papua Barat dapat digunakan

dua alat analisis keuangan daerah yaitu

elastisitas pajak dan bouyancy tax Elastisitas

pajak menunjukan bagaimana seberapa cepat

respons dari pajak daerah terhadap perubahan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

sedangkan bouyancy tax menggambarkan

kinerja dari pemungutan pajak daerah yang

dihitung dengan cara membagi pertumbuhan

penerimaan pajak daerah dengan

pertumbuhan PDRB

Spesifikasi model yang dipakai untuk mengukur

elastisitas pajak daerah diantaranya dapat

menggunakan persamaan pajak Mansfield

(1972) dan Wirasasmita (1982) serta model

adjustment equation modifikasi Wirasasmita

(1994) Model persamaan pajak Mansfield dan

Wirasasmita memiliki kemiripan seperti dituliskan

sebagai berikut

Ln T = Ln α + ε Ln Ykap

dimana

T = Penerimaan Pajak Daerah

Ykap = PDRB per Kapita

α = Konstanta

ε = Koefisien Elastisitas

Indikator elastisitas pajak yang digunakan untuk

mengukur kemampuan fiskal daerah yait

1 Jika ε gt 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

bersifat elastis Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif kecil

2 Jika ε lt 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

BAB VI

Analisis Potensi dan Tantangan

Ekonomi Regional

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

92

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

bersifat inelastis Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif besar

3 Jika ε = 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

bersifat unitary Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif tidak berubah

Selanjutnya model adjustment equation

modifikasi Wirasasmita (1994) dapat diadaptasi

untuk mencari koefisien bouyancy tingkat

kesulitan penerimaan pajak daerah Modelnya

sebagaimana berikut

Rt = b1 + b2 Yt +Ut

dimana

Rt = Penerimaan Pajak Daerah

Yt = PDRB per kapita

Dalam persamaan (1) di atas Rt dianggap

fungsi linear dari Yt dan tidak dapat diobservasi

sehingga untuk mengatasi hal tersebut

digunakan penyesuaian adjustment equation

modifikasi Wirasasmita (1994) dengan hasil akhir

persamaannya sebagai berikut

Rt = k bt Ytkb2 Rt-1 (1-k) ( k Ut + Vt )

dari persamaan di atas dapat ditransformasikan

ke dalam bentuk linear sebagai berikut

LnRt = Ln (kb1) + (kb2) Ln Yt + (1-k)Rt-1 + Ln(kUt + Vt)

atau

Ln Rt = Ln α0 + α1 Ln Yt + α2 Ln Rt-1

Berdasarkan persamaan di atas maka dapat

diketahui

α2 = 1 ndash k

k = 1 ndash α2

0 le k le 1

dimana

k = Koefisien penyesuaian nilai adjustment

equation yang menggambarkan tingkat

kesulitan pemungutan pajak daerah yang

diestimasi Apabila mendekati atau sama

dengan satu berarti tingkat kesulitan

pemungutan relatif rendah karena telah

dapat merealisasikan target penerimaan

pajak daerah Sebaliknya jika mendekati

nol berati tingkat kesulitan relatif tinggi

karena belum mampu mencapai target

penerimaan

αn = Koefisien elastisitas yang berarti

perubahan penerimaan pajak daerah

yang berkaitan dengan perubahan PDRB

Selanjutnya untuk mendapatkan tingkat

keterlambatan pemungutan pajak daerah

dihitung dengan cara (1-k) k

A2 Hasil Estimasi

Data yang digunakan untuk menganalisis

potensi pajak daerah di Provinsi Papua Barat

yaitu 12 dari 13 kabupatenkota disebabkan

data pajak daerah untuk Kab Pegunungan

Arfak tidak tersedia

Dari tabel 61 terlihat bahwa PDRB per kapita

tertinggi yaitu Kab Teluk Bintuni sebesar Rp47303

miliar dan pajak daerah tertinggi yaitu Kab

Tabel 61

Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (juta Rp)

Daerah Pajak

Daerah

PDRB per

kapita

Fakfak 742194 6740

Kaimana 776207 4636

Teluk Wondama 522598 4860

Teluk Bintuni 2474602 47303

Manokwari 4801653 5679

Sorong Selatan 95371 4098

Kab Sorong 1266225 12517

Raja Ampat 659287 6008

Tambrauw 84193 1646

Maybrat 42654 1756

Manokwari Selatan 65994 33995

Kota Sorong 4068078 6470

Sumber SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat

(data diolah)

93 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Manokwari sebesar Rp4802 miliar Selanjutnya

hasil estimasi data menggunakan program

Eviews 10 diperoleh persamaan sebagai berikut

(hasil lengkap terdapat pada bagian Lampiran)

Ln Tt = 3156 + 1246 Ln Ykap + 0360 Tt-1

Prob(F-statistic) = 00591

Prob(t-statistic) = 00588

dimana

Tt = Pajak daerah

Ykap = PDRB per kapita

Tt-1 = Pajak daerah tahun sebelumnya

Secara statistik pada tingkat kepercayaan 10

persen model potensi penerimaan pajak

daerah di atas terindikasi signifikan baik secara

parsial maupun serentak dikarenakan nilai

Prob(F-statistic) dan Prob(t-statistic) di bawah 10

persen dengan penjelasan masing-masing

koefisien sebagai berikut

1 Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa

elastisitas penerimaan pajak daerah

terhadap PDRB per kapita bersifat elastis

yang mengindikasikan respon pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per kapita relatif

cepat Artinya ketika PDRB per kapita

mengalami kenaikan sebesar 1 persen

maka direspon peningkatan pajak daerah

sebesar 1246 persen Dengan koefisien yang

kecil tersebut dapat digeneralisasikan

bahwa tingkat ketergantungan pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pemerintah pusat sangat tinggi

2 Koefisien bouyancy pajak daerah diperoleh

sebesar

k = 1 ndash α2

= 1 ndash 0360

= 0640

Koefisien tersebut nilainya relatif kecil yang

menunjukan bahwa

a tingkat kesulitan pemungutan pajak

daerah relatif tinggi

b realisasi penerimaan pajak daerah

hanya sebesar 64 persen dari target

yang ditetapkan

c tingkat keterlambatan pemungutan

pajak daerah sebesar (1 ndash k) k = (1 ndash

064) 064 = 05625 Artinya penerimaan

pajak daerah yang ditargetkan baru

dapat terealisasi pada 56 bulan

mendatang

A3 Implikasi Kebijakan

Dari hasil estimasi di atas ditemukan bahwa

permasalahan struktural yang menjadi faktor

penghambat pemerintah daerah dalam upaya

menaikkan pajak daerah yaitu terbatasnya SDM

perpajakan yang berkualitas lemahnya sistem

perencanaan dan pengawasan penerimaan

pajak daerah pelaksanaan pemungutan yang

tidak optimal potensi penerimaaan yang

terbatas dan lemahnya penegakkan hukum

(law enforcement) atas pelanggaran pajak

daerah yang terjadi Oleh karena itu diantara

kebijakan dan strategi pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan

penerimaan pajak daerah yaitu

1 Meningkatkan basis data perpajakan

melalui (1) pendataan ulang wajib pajak

dan objek pajak (2) peningkatan koordinasi

internal pemerintah daerah terutama

kepada badandinas perizinan daerah dan

(3) pemanfaatan data pihak ketiga seperti

Badan Pertanahan setempat untuk

penerimaan PBB

2 Menyesuaikan dasar pengenaan pajak

dengan cara melakukan penelitian atas

dasar kemampuan wajib pajak

3 Melakukan kerjasama dan koordinasi

dengan kantor pelayanan pajak dan kantor

pelayanan kekayaan negara dan lelang

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

94

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

setempat dalam penilaian dan penagihan

pajak daerah

4 Melakukan koordinasi dengan aparat

kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP

setempat dalam pemeriksaan pajak daerah

5 Melakukan modernisasi sistem dan tata kola

pajak daerah dengan cara (1)

memanfaatkan teknologi informasi untuk

basis data (integrated database) dan

pelayanan perpajakan (2) membangun

organisasi pemungutan pajak daerah yang

handal dan (3) menyusun Standar

Operasional Prosedur (SOP) pemungutan

dan pelayanan perpajakan

6 Meningkatkan kapasitas sumber daya

manusia melalui (1) pelaksanaan diklat

penilaian penagihan dan pemeriksaan (2)

penambahan jumlah diklat terkait praktik

pemungutan perpajakan yang baik dan (3)

pelaksanaan kerjasama dengan pemerintah

daerah lain yang sukses dalam pemungutan

pajak daerah

B Analisis Sektor Unggulan Daerah

Pendekatan Input-Output Model

Salah satu keberhasilan pembangunan ekonomi

suatu daerah diantaranya dengan adanya

integrasi ekonomi yang menyeluruh dan

berkesinambungan di antara semua sektor

produksi Dalam sistem ekonomi pasar (market

economy system) integrasi ekonomi terlihat

ketika pelaku ekonomi melakukan jual beli input

produksi Namun suatu sektor ekonomi tidak bisa

berkembang mengandalkan kekuatannya

sendiri tanpa dukungan dari sektor lainnya

Sebagai contoh seorang produsen roti

membutuhkan input tepung sebagai bahan

bakunya Untuk itu produsen tersebut harus

membelinya dari pabrik tepung Sementara itu

pabrik tepung membutuhkan mesin-mesin untuk

memproduksi tepungnya dan begitu seterusnya

sehingga sulit menemukan akhir dari interaksi

ekonomi tersebut

Salah satu model yang dapat menjelaskan

interaksi diantara pelaku ekonomi adalah model

input-output yang pertama kali dikenalkan oleh

Wassily Leontief pada tahun 1930-an yang

kemudian mendapatkan Nobel pada tahun

1973 (Miler dan Blair 1985) Melalui input-output

model dapat diketahui aliran keterkaitan

antarsektor dalam suatu perekonomian

Misalkan input produksi dari sektor A merupakan

output dari sektor B dan sebaliknya input dari

sektor B merupakan output dari sektor A yang

pada akhirnya keterkaitan antarsektor akan

menyebabkan keseimbangan antara

penawaran dan permintaan dalam suatu

perekonomian

B1 Konsep dan Definisi

Beberapa konsep penting dari variabel yang

digunakan dalam analisis input output yaitu

1 Output

Merupakan nilai dari seluruh faktor produksi yang

dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan

memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di

suatu wilayah

2 Input Antara

Merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan

untuk barang dan jasa yang digunakan habis

dalam proses produksi Contohnya bahan baku

bahan penolong jasa perbankan dan

sebagainya

3 Input Primer

Merupakan input atau biaya yang timbul

sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi

dalam suatu kegiatan ekonomi Contohnya

upahgaji surplus usaha penyusutan barang

modal dan pajak tak langsung netto

95 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

4 Permintaan Akhir

Merupakan permintaan atas barang dan jasa

yang digunakan untuk konsumsi akhir terdiri dari

konsumsi rumah tangga konsumsi pemerintah

pembentukan modal tetap bruto perubahan

stok dan ekspor-impor

B2 Metodologi Pengukuran

Menurut Badan Pusat Statistik model input

output pada dasarnya merupakan uraian

statistik dalam bentuk matriks (tabel) yang

menyajikan informasi tentang transaksi barang

dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan

kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah

pada suatu periode waktu tertentu Isian

sepanjang baris dalam matriks menunjukan

bagaimana output suatu sektor ekonomi

dialokasikan ke sektor-sektor lainnya untuk

memenuhi permintaan antara dan permintaan

akhir sedangkan isian dalam kolom menunjukan

pemakaian input antara dan input primer oleh

suatu sektor dalam proses produksinya

Terdapat 2 (dua) metode untuk menyusun suatu

tabel Input-Output (I-O) yaitu metode panjang

(long-way) dan metode pendek (short-cut)

dengan penjelasan sebagai berikut

1 Metode Panjang (Long-Way)

Metode ini biasanya dikenal sebagai metode

survei (survey method) Metode ini dimaksudkan

untuk membangun tabel I-O dari tahap nol

(tabel I-O belum ada) sampai tabel I-O tersebut

menjadi ada dengan menggunakan data

secara lengkap baik data yang sudah tersedia

atau pun data yang diperoleh melalui

penyelenggaraan berbagai survei dan melalui

rekonsiliasi atau siklus iterasi yang dilakukan

berkali-kali Oleh karena itu metode ini disebut

sebagai metode panjang (long-way) karena

membutuhkan suatu proses yang lama dan

panjang yang membutuhkan data kompleks

hasil dari berbagai survei Misalnya data

mengenai output input antara yang dihasilkan

atau yang digunakan oleh berbagai kegiatan

ekonomi data mengenai impor input antara

data mengenai impor pengeluaran konsumsi

rumah tangga data mengenai pengeluaran

pemerintah data mengenai Anggaran

Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) data

mengenai investasi data struktur produksi dalam

menghasilkan output data mengenai pajak

tidak langsung dan subsidi dan sebagainya

2 Metode Pendek (short-cut)

Metode kedua adalah metode pendek (short-

cut) atau biasa juga disebut sebagai metode

bukan-survei (non-survey method) Metode ini

tidak melakukan penyusunan tabel I-O seperti

metode panjang (long-way) tetapi

menggunakan tabel I-O yang telah tersedia

yaitu dengan cara melakukan proses updating

data terbaru namun sifatnya terbatas dengan

tetap menggunakan koefisien-koefisien input

yang sama karena diasumsikan bahwa tidak

terdapat perubahan teknologi selama periode

waktu tertentu atau dengan melakukan

perbaikan terhadap koefisien-koefisien input

berdasarkan data atau informasi terakhir yang

diterima

Pada analisis ini yang digunakan sebagai dasar

perhitungan yaitu tabel I-O Provinsi Papua Barat

tahun 2013 dengan 40 klasifikasi sektor dari padi

sampai jasa lainnya Dari tabel I-O tersebut

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System) model

Miller dan Blair (1985) yaitu dengan

memperbaharui satu atau beberapa koefisien

input kegiatan produksi tertentu berdasarkan

data yang diperoleh atau studi yang tersedia

dan kemudian melakukan proses iterasi

terhadap kuadran 1 dan kuadran 3 setelah data

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

96

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

kuadran 3 (permintaan akhir) diperbaharui

Dari 40 klasifikasi sektor pada tabel I-O Provinsi

Papua Barat kemudian dipilih 10 sektor terbesar

yang dihitung dari transaksi total produsen

Sepuluh sektor tersebut sebagai berikut

B3 Hasil dan Pembahasan

Aplikasi yang digunakan untuk memperoleh

tabel I-O updating dalam analisis ini yaitu Aplikasi

Input Output Regional kerjasama antara Pusat

Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM

Edocon dan Bappenas Aplikasi tersebut

merupakan aplikasi yang dikembangkan dari

model input output Miller dan Blair untuk

perencanaan ekonomi daerah secara sektoral

B31 Analisis Pengganda (Multiplier)

Analisis ini digunakan untuk menilai dampak

perubahan variabel eksogen (permintaan akhir)

suatu sektor terhadap penciptaan output

pendapatan dan kesempatan kerja Hasil dari

perhitungan masing-masing pengganda

(multiplier) dapat dilihat pada tabel berikut ini

B311 Pengganda Output

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan nilai pengganda output

terbesar yaitu industri pengolahan migas

dengan nilai sebesar 17085 Nilai tersebut

menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan

permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1

juta sementara sektor lain diasumsikan tetap

maka akan meningkatkan output seluruh sektor

di dalam perekonomian sebesar Rp17085 juta

Setelah industri pengolahan migas sektor

dengan angka pengganda output terbesar

yaitu sektor ikan dengan nilai sebesar 14130

B312 Pengganda Pendapatan

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan pengganda pendapatan

tertinggi yaitu sektor jasa pendidikan sebesar

Tabel 62

Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor

Ekonomi Terbesar Provinsi Papua Barat Tahun 2013

(juta Rp)

Kode

I-O Sektor

Permintaan

Penawaran

15 Industri Pengolahan Migas 37054834

14 Pertambangan dan

Penggalian 14354088

23 Konstruksi 8346502

21 Industri Lainnya 6908640

17 Industri Makanan dan Minuman 4647288

37 Administrasi Pemerintahan dan

Jaminan Sosial 4419085

25 Perdagangan 4102431

11 Ikan 2039327

34 Keuangan 1994373

38 Jasa Pendidikan 1968256

Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi

Papua Barat (data diolah)

Tabel 63

Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 Metode Modified RAS

Sektor

Multiplier

Output Income Employment

Industri

Pengolahan Migas 17085 02001 00003

Pertambangan

dan Penggalian 11740 01675 00004

Konstruksi 11747 04002 00003

Industri Lainnya 11711 03232 00145

Industri Makanan

dan Minuman 11185 02932 00122

Administrasi

Pemerintahan dan

Jaminan Sosial

10000 07160 00001

Perdagangan 13108 02851 00006

Ikan 14130 02118 00050

Keuangan 11052 03053 00008

Jasa Pendidikan 13490 08161 00002

Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash

Bappenas

97 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

08161 Artinya jika terjadi peningkatan

permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1

juta sementara sektor lain diasumsikan tetap

maka akan meningkatkan pendapatan

masyarakat pada seluruh sektor di dalam

perekonomian sebesar Rp816 ribu Setelah jasa

pendidikan sektor dengan angka pengganda

pendapatan terbesar yaitu sektor administrasi

pemerintahan dan jaminan sosial dengan nilai

sebesar 07160

B313 Pengganda Tenaga kerja

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan pengganda tenaga kerja

tertinggi yaitu industri lainnya sebesar 00145

Artinya jika terjadi peningkatan permintaan

akhir pada sektor ini sebesar Rp1 juta sementara

sektor lain diasumsikan tetap maka akan

meningkatkan kesempatan kerja seluruh sektor

ekonomi sebanyak 14 orang Yang dimaksud

industri lainnya yaitu semua industri yang tidak

termasuk ke dalam industri pengolahan migas

industri pengolahan ikan industri makanan

industri barang kayu industri kertas dan industri

semen Setelah industri lainnya sektor dengan

angka pengganda tenaga kerja terbesar yaitu

industri makanan dan minuman dengan nilai

sebesar 00168

B32 Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi

Melalui model I-O dapat diidentifikasi sektor ndash

sektor yang mampu mendorong pertumbuhan

sektor lainnya dengan cepat atau sering juga

disebut sebagai sektor unggulan Untuk

menentukan sektor unggulan tersebut dapat

menggunakan metode pengukuran keterkaitan

antar sektor (industrial linkage analysis) oleh

Chenery-Watanabe (1958) yang membagi ke

dalam dua bagian yaitu keterkaitan ke

belakang (backward linkage) dan keterkaitan

ke depan (forward linkage) Rasmussen

sebagaimana dalam Hirschman (1958)

berpendapat lain dimana keterkaitan antar

sektor terbagi menjadi dua yaitu dampak

langsung (direct effect) dan dampak tidak

langsung (indirect effect)

Keterkaitan ke belakang (backward linkage)

adalah dampak dari suatu kegiatan produksi

terhadap permintaan barang dan jasa sebagai

input yang diperoleh dari sektor lain atau dapat

disebut juga sebagai daya penyebaran

Sedangkan keterkaitan ke depan (forward

linkage) adalah dampak yang ditimbulkan

karena penyediaan hasil produksi suatu sektor

terhadap penggunaan input oleh sektor lain

atau disebut juga sebagai derajat kepekaan

Berdasarkan perhitungan keterkaitan antar

sektor di Provinsi Papua Barat pada tabel 64

sektor yang memiliki keterkaitan ke depan

(forward linkage) terbesar yaitu industri lainnya

dan industri makanan-minuman dengan nilai

Tabel 64

Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Metode Modified RAS

Sector Linkages

Backward Forward

Industri Pengolahan Migas 17085 01255

Pertambangan dan

Penggalian 11740 04390

Konstruksi 11747 01353

Industri Lainnya 11711 09016

Industri Makanan dan

Minuman 11185 06752

Administrasi Pemerintahan

dan Jaminan Sosial 10000 02126

Perdagangan 13108 00000

Ikan 14130 01701

Keuangan 11052 04114

Jasa Pendidikan 13490 01552

Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash

Bappenas

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

98

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masing-masing sebesar 09016 dan 06752

Sementara itu sektor yang memiliki keterkaitan

ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu

industri pengolahan migas dan ikan dengan nilai

masing-masing sebesar 17085 dan 14130

B4 Implikasi Kebijakan

Dari hasil perhitungan di atas kebijakan

pengembangan sektoral yang dapat ditempuh

pemerintah daerah Provinsi Papua Barat

diantaranya

1 Apabila dalam proses pembangunan lebih

mengutamakan pertumbuhan ekonomi

yang mantap sebaiknya pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat lebih berfokus

untuk mendorong industri pengolahan migas

dan sektor perikanan dikarenakan memiliki

pengganda output terbesar

2 Apabila sasaran utama dari proses

pembangunan adalah peningkatan

pendapatan masyarakat maka kebijakan

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

sebaiknya lebih fokus untuk mendorong

sektor jasa pendidikan dikarenakan memiliki

pengganda pendapatan terbesar

3 Apabila fokus pembangunan daerah

adalah peningkatan kesempatan kerja

maka kebijakan pemerintah daerah di

Provinsi Papua sebaiknya lebih

mengutamakan industri lainnya dan industri

makanan-minuman dikarenakan memiliki

pengganda tenaga kerja terbesar

4 Sektor kunci yang dapat dijadikan unggulan

oleh pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat yaitu industri lainnya dan industri

makanan-minuman dikarenakan memiliki

derajat kepekaan tertinggi Sementara itu

industri pengolahan migas dan sektor ikan

dapat dijadikan sektor kunci karena memiliki

daya penyebaran terbesar

C Analisis Tantangan Ekonomi Regional

Pembangunan merupakan sebuah proses

transformasi masyarakat dari cara berfikir

tradisional menuju ke arah yang lebih modern

(Stiglitz 1998) Adapun tujuan inti dari

pembangunan itu sendiri adalah peningkatan

ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai

barang kehidupan pokok seperti sandang

pangan papan kesehatan dan perlindungan

keamanan Selain itu pembangunan juga

bertujuan untuk peningkatan standar hidup

penyediaan lapangan pekerjaan perbaikan

kualitas pendidikan serta perluasan pilihan-

pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu

secara keseluruhan (Todaro dan Smith 2003)

Pada era globalisasi saat ini pembangunan

kawasan regional menjadi pelaku utama dalam

perekonomian sebuah negara Artinya ketika

mendiskusikan kemajuan perekonomian

Tiongkok maka yang dimaksud adalah

beberapa daerah yang memiliki perekonomian

maju di Tiongkok Begitu juga ketika

mendiskusikan kemajuan perekonomian

Indonesia maka yang dimaksud adalah

kemajuan perekonomian di Jawa Surabaya

Medan dan Makassar Sebagai negara

kepulauan Indonesia memiliki keadaan

geografis dan kepemilikan sumber daya alam

(natural resources) yang berbeda antar daerah

Sebagian daerah memiliki sumber daya alam

melimpah namun sebagian daerah miskin akan

sumber daya Kondisi ini diantaranya yang

menjadi sebab terjadinya kesenjangan

pembangunan antar daerah

Selama satu dasawarsa terakhir pelaksanaan

otonomi daerah pembangunan di Provinsi

Papua Barat relatif masih tertinggal

dibandingkan daerah lainnya Beberapa

tantangan yang dihadapi dalam mengejar

99 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

ketertinggalan tersebut diantaranya

kepemilikan sumber daya alam (natural

resources) melimpah namun diekspor dalam

bentuk raw material kapasitas SDM relatif

rendah kondisi sosial politik belum stabil potensi

pengembangan pariwisata belum memiliki

layanan pendukung memadai kendala

pembangunan infrastruktur terkait hak ulayat

tanah penegakkan hukum (law enforcement)

masih rendah dan pengembangan UMKM

belum memanfaatkan teknologi baik dari sisi

produksi maupun pemasaran

C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam

(Natural Resource Curse)

Kepemilikan sumber daya alam (natural

resources) yang melimpah tidak selalu

berbanding lurus dengan kemajuan

pembangunan Fenomena tersebut dikenal

sebagai Natural Resource Curse (Kutukan

Sumber Daya Alam) Natural Resource Curse

merupakan paradoks antara kepemilikan

natural resources yang melimpah terutama

sumber daya alam tidak terbarukan (non-

renewable resources) terhadap rendahnya

pertumbuhan ekonomi Hal ini umumnya terjadi

pada daerah-daerah berkembang yang

mengandalkan sumber daya alam sebagai

sumber utama pendapatan daerahnya Sumber

daya alam dieksploitasi secara intensif namun

tidak diberikan nilai tambah (value added)

dimana hanya diekspor sebagai bahan baku

(raw materials) Kegiatan eksploitasi secara

berlebihan akan mengancam keberlanjutan

dari pembangunan ekonomi karena cepat atau

lambat sumber daya alam itu dapat habis sama

sekali (depletable resources)

Salah satu peristiwa yang menggambarkan

terjadinya Natural Resource Curse seperti yang

terjadi di Belanda atau yang dikenal sebagai

Dutch Desease Corden dan Neary (1982)

menjelaskan fenomena Dutch Desease sebagai

kegiatan eksploitasi sumber daya alam besar-

besaran (booming sector) yang berdampak

pada menurunnya daya saing ekspor barang

yang dihasilkan dari sektor lain

Fenomena Natural Resource Curse juga terjadi

di beberapa daerah di Indonesia seperti yang

terjadi di Provinsi Papua Barat Provinsi ini memiliki

sumber daya alam melimpah namun dari segi

tingkat pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi cenderung lebih rendah jika

dibandingkan dengan daerah lain yang tidak

memiliki sumber daya alam Provinsi Papua Barat

memiliki cadangan gas terbesar yang diekspor

sebagai raw material ke berbagai negara LNG

Tangguh merupakan mega proyek yang

membangun kilang LNG di Teluk Bintuni untuk

menampung gas alam yang berasal dari

beberapa Blok di sekitar Teluk Bintuni seperti Blok

Berau Blok Wiriagar dan Blok Muturi Mega

proyek tersebut merupakan kegiatan

pengeboran untuk menarik cadangan gas

sebesar 144 triliun kaki kubik

C2 Pengembangan Kapasitas SDM

Pembangunan fisik akan menjadi lebih produktif

jika memiliki sumber daya (modal) manusia yang

berkualitas Adanya program pembangunan

seperti jalan raya jembatan bendungan irigasi

rumah sakit pabrik sekolah dan program

pembangunan lainnya membutuhkan SDM

yang ahli di bidangnya Jika SDM yang

berkualitas jumlahnya tidak memadai maka

pembangunan fisik akan berjalan menjadi

kurang efisien dan efektif dimana mesin-mesin

produksi yang ada menjadi cepat rusak bahan-

bahan banyak yang terbuang dan kualitas dari

produksi yang dihasilkan sangat rendah Para

ekonom berpendapat bahwa kekurangan

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

100

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

investasi modal manusia merupakan penyebab

lambatnya pembangunan Dengan tidak

mengembangkan pendidikan pengetahuan

dan ketrampilan maka produktivitas dari modal

fisik akan merosot (Jhingan 1983)

Pengembangan kapasitas SDM di Provinsi Papua

Barat menunjukan peningkatan tiap tahun

walaupun masih tertinggal dari daerah lainnya

Keadaan ini terlihat dari pencapaian nilai IPM

yang mengalami kenaikan dari 596 pada tahun

2010 menjadi 6374 pada tahun 2018

C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism)

Pada umumnya tantangan yang dihadapi

dalam pengembangan tourism di Provinsi Papua

Barat yaitu destinasi wisata belum memiliki

layanan pendukung yang baik seperti air bersih

pengolahan limbah jaringan komunikasi dan

layanan keuangan Padahal Provinsi Papua

Barat memiliki potensi pariwisata menakjubkan

dengan keanekaragaman budaya keindahan

alam dan keanekaragaman hayati Diantara

destinasi wisata terbaik di Papua Barat yaitu

Kepulauan Raja Ampat dan Taman Nasional

Teluk Cenderawasih Kepulauan Raja Ampat

merupakan rangkaian empat gugusan pulau

yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian

Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua Raja

Ampat merupakan rumah bagi 75 spesies koral

yang ada di dunia dan 1500 spesies ikan

termasuk beragam jenis hiu Selain itu Raja

Ampat pernah dinobatkan sebagai Worldrsquos Best

Snorkeling Destination berdasarkan survei CNN

tahun 2015 dan The Outstanding Liveaboard

Diving Destination dalam Diving and Resort

Travel Expo Hong Kong tahun 2016 Adapun

Taman Nasional Teluk Cenderawasih

merupakan taman nasional perairan laut terluas

di Indonesia yang terdiri dari daratan dan pesisir

pantai (09) daratan pulau-pulau (38)

terumbu karang (55) dan perairan lautan

(898) Potensi karangnya tercatat 150 jenis dari

15 famili dan tersebar di tepian 18 pulau besar

dan kecil Persentase penutupan karang hidup

bervariasi antara 3040 sampai dengan 6564

Di Taman Nasional ini kaya akan jenis ikan

dimana tercatat kurang lebih 209 jenis yang

terdiri dari butterflyfish angelfish damselfish

parrotfish rabbitfish dan anemonefish

Diantara strategi yang dapat dilakukan

pemerintah daerah dalam pengembangan

pariwisata yaitu dengan meningkatkan kualitas

pelayanan pada beberapa aspek yang

berhubungan dengan ketersediaan alat

transportasi berjadwal jaringan telekomunikasi

ketersediaan pengolahan limbah peningkatan

atau sertifikasi SDM pariwisata asuransi

perjalanan ketersediaan layanan yang

berhubungan dengan perbankan dan

keselamatan perjalanan

C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana

Infrastruktur

Provinsi Papua Barat terdiri dari 13

KabupatenKota dengan luas wilayah

10295515 Kmsup2 (70 dari luas Pulau Jawa)

dimana kondisi topografi Provinsi Papua Barat

sangat bervariasi yang membentang mulai dari

dataran rendah rawa sampai dataran tinggi

dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan

tropis padang rumput dan padang alang-

alang Ketinggian wilayah di Provinsi Papua

Barat bervariasi dari 0 sd gt 2940 mdpl Kondisi ini

merupakan salah satu elemen yang menjadi

barrier transportasi antar wilayah terutama

transportasi darat serta dasar bagi kebijakan

pemanfaatan lahan sehingga membuat

pembangunan infrastruktur di Papua Barat

terkendala

101 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kendala lain dalam pembangunan infrastruktur

adalah terkait hak ulayat dalam pembebasan

lahan Tanah ulayat dalam masyarakat Papua

Barat diyakini sebagai peninggalan alam nenek

moyang kepada masyarakat hukum adat

sehingga masyarakat memiliki hubungan

lahiriah dan batiniah serta berhak atas

pemanfaatan dari sumber daya alam termasuk

tanahnya Hal inilah yang menyebabkan

terhambatnya pembangunan infrastruktur

karena terkadang pengembang yang sudah

membangun masih harus mengganti hak ulayat

C5 Stabilitas Sosial Politik

Sebagaimana dikatakan Drazen (2000) kondisi

sosial politik mempengaruhi kinerja dari

pembangunan dimana instabilitas politik

memiliki dampak negatif terhadap proses

pembangunan itu sendiri Barro (1991)

berpendapat bahwa kondisi politik yang tidak

stabil diukur melalui revolusi kudeta dan tingkat

kriminalitas Aisen dan Veiga (2011)

menambahkan indikator stabilitas politik berupa

tingkat kebebasan ekonomi tingkat

homogenitas etnis dan perubahan kabinet

Tingkat stabilitas sosial politik Papua Barat

tercermin pada tingkat kriminalitas yang

cenderung semakin naik Pada tahun 2015

jumlah kriminalitas sebanyak 2281 kasus

Kemudian pada tahun 2019 jumlahnya

meningkat menjadi 3981 kasus atau naik 745

persen

C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement)

Salah satu syarat dari keberhasilan

pembangunan yaitu adanya penegakkan

hukum (Law Enforcement) di semua aspek

kehidupan bermasyarakat Berbeda dari daerah

lain Provinsi Papua Barat memiliki dua sumber

hukum yang berbeda yaitu hukum positif dan

hukum adat Hukum positif merupakan hukum

yang bersumber dari peraturan perundangan

sedangkan hukum adat merupakan hukum

yang bersumber dari keputusan adat

Penegakkan hukum positif di Provinsi Papua

Barat relatif masih rendah meskipun

menunjukan peningkatan tiap tahunnya Hal ini

terlihat dari persentase penyelesaian tingkat

kejahatan yang mengalami kemajuan Pada

tahun 2015 penyelesaian tingkat kejahatan di

Provinsi Papua Barat sebesar 2436 persen

Namun pada tahun 2019 tingkat

penyelesaiannya naik menjadi 4752 persen

2281

36213753 3862 3981

0

1000

2000

3000

4000

5000

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 61

Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi

Papua Barat Tahun 2015 - 2019

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

2436

4482 43964572

4752

0

10

20

30

40

50

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 62

Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi

Papua Barat Tahun 2015 - 2019 (persen)

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

102

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C7 Pengembangan UMKM (Small and

Medium Enterprises)

Selain permasalahan pembiayaan pelaku

UMKM dihadapkan pada masalah

ketidakmampuan untuk bersaing dari pelaku

industri yang lebih mapan UMKM biasanya

hanya mengandalkan teknologi sederhana

untuk memproduksi barang sehingga menjadi

kurang efisien Dari sisi pemasaran UMKM hanya

mengandalkan pemasaran tradisional yang

belum memanfaatkan teknologi internet

sehingga penjualan hasil produksi menjadi tidak

maksimal Hal ini dapat digambarkan melalui

kurva Technological Discontinuity sebagaimana

dalam Foster (1986)

Pada kurva C1 UMKM yang tidak menggunakan

teknologi menghasilkan performance yang

rendah sebesar P0 Setelah menggunakan

teknologi (TI1) perfomance akan meningkat

sebesar P1 dan seterusnya sampai menghasilkan

batas performance maksimal sebesar P2 Pada

kurva C2 menunjukan ditemukannya teknologi

baru yang semakin meningkatkan performance

UMKM sebesar P3

Diantara peran pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat dapat membantu pengembangan

UMKM melalui pemanfaatan teknologi baik dari

sisi produksi maupun pemasaran Sebagian

besar UMKM usahanya merubah bahan mentah

atau bahan baku (raw material) menjadi

barang setengah jadibarang jadi Pemerintah

daerah dapat memberikan pelatihan kepada

pelaku UMKM untuk meningkatkan nilai tambah

(value added) barang yang dihasilkan sehingga

menaikkan nilai jual barang tersebut Selain itu

dengan memanfaatkan teknologi pemerintah

daerah juga dapat membantu pemasaran

produksi UMKM secara web based serta pelaku

UMKM diberikan pelatihan untuk memasarkan

produk yang dihasilkan secara online

B

A

P3

Performance

Time Technology

Investment

P1

P2

TI2 TI3

C1

C2

P0

TI1

C

Gambar 51

Technological Discontinuity Curve

Halaman ini sengaja dikosongkan

ANALISIS

TEMATIK

DJPbKawalAPBN

ldquoKehidupan para Ibu dan Anak di Kampung Klayas Distrik

Saget Sorongrdquo

103

Analisis Tematik

Pemerataan pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi Indonesia terus menunjukkan adanya

peningkatan yang positif selama beberapa

tahun terakhir (BPS 2019) Keberhasilan

pertumbuhan ekonomi dapat terilihat dari

adanya peningkatan pada investasi domestik

dan ekspor penurunan jumlah dan persentase

penduduk miskin serta banyaknya supply

tenaga kerja yang berkualitas dan penurunan

tingkat pengangguran terbuka Hal ini sejalan

dengan temuan dari berbagai penelitian yang

menunjukkan adanya korelasi positif antara

pertumbuhan ekonomi dengan kualitas sumber

daya manusia (SDM) Terbentuknya kualitas SDM

harus dimulai sejak dini Studi menunjukkan

bahwa investasi pada awal kehidupan erat

kaitannya dengan kualitas SDM yang lebih tinggi

di masa yang akan datang (Heckman 2008)

Namun demikian pencapaian Indonesia dalam

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pemerataan pembangunan belum diikuti

dengan peningkatan status kesehatan terutama

pada balita ibu hamil dan remaja putri

Kesenjangan perekonomian antar wilayah

menjadi awal permasalahan kesejahteraan

penduduk yang berdampak lanjutan pada

masalah lainnya seperti masalah gizi buruk dan

stunting Masalah tersebut hingga kini masih

menjadi persoalan besar yang perlu diatasi

segera

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada

anak balita akibat kekurangan gizi kronis

terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan

(HPK) Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa satu dari

tiga anak balita di Indonesia mengalami

masalah stunting Permasalahan gizi ini terjadi di

hampir seluruh wilayah Indonesia dan tidak

hanya terjadi pada kelompok penduduk miskin

tetapi juga pada kelompok kaya

Stunting memiliki dampak yang besar terhadap

tumbuh kembang anak dan juga perekonomian

di masa yang akan datang Dampak stunting

terhadap kesehatan dan tumbuh kembang

anak sangat merugikan Stunting dapat

mengakibatkan gangguan tumbuh kembang

anak terutama pada anak-anak berusia di

bawah dua tahun Anak-anak yang mengalami

stunting pada umumnya akan mengalami

hambatan dalam perkembangan kognitif dan

motoriknya yang akan mempengaruhi

produktivitasnya saat dewasa Selain itu anak

tersebut juga memiliki risiko yang lebih besar

untuk menderita penyakit tidak menular seperti

diabetes obesitas dan penyakit jantung pada

BAB VII

Analisis Tematik

Sinergi dan Konvergensi Program Penanganan Stunting di Daerah

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

104

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

saat dewasa Secara ekonomi hal tersebut

tentunya akan menjadi beban bagi negara

terutama akibat meningkatnya pembiayaan

kesehatan

Potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh

stunting sangat besar Laporan World Bank pada

tahun 2016 menjelaskan bahwa potensi

kerugian ekonomi akibat stunting dapat

mencapai 2-3 persen dari Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Dengan demikian

apabila PDRB sebesar Rp84 triliun maka potensi

kerugian ekonomi yang mungkin dialami adalah

sebesar Rp25 triliun per tahun Di beberapa

wilayah di Afrika potensi kerugian akibat stunting

bahkan tercatat lebih tinggi lagi hingga bisa

mencapai 11 persen Selain itu stunting juga

menyebabkan berkurangnya 10 persen dari

total pendapatan seumur hidup sehingga

dapat berkontribusi pada melebarnya

kesenjangan dan menyebabkan kemiskinan

antar generasi

Permasalahan kekurangan gizi pada anak erat

kaitannya dengan tingkat pendapatan

keluarga Keluarga dengan tingkat pendapatan

yang rendah pada umumnya memiliki masalah

dalam hal akses terhadap bahan makanan

terkait dengan daya beli yang rendah Selain

pendapatan kerawanan pangan di tingkat

rumah tangga juga sangat dipengaruhi oleh

inflasi harga pangan Faktor penting lain yang

mempengaruhi terjadinya masalah kekurangan

gizi pada anak balita adalah buruknya pola

asuh terutama rendahnya pengetahuan akan

pentingnya pemberian ASI eksklusif asupan

makanan orang tua yang kurang sehingga

kualitas ASI menurun buruknya kondisi

lingkungan seperti akses sanitasi dan air bersih

ditambah dengan rendahnya akses pada

pelayanan kesehatan Melihat faktor penyebab

permasalahan stunting yang multi dimensi

percepatan pencegahannya harus dilakukan

melalui penanganan masalah gizi sebagai salah

satu penyebab utama dengan pendekatan

multi sektoral yang terintegrasi

A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING

Percepatan pencegahan stunting merupakan

pendekatan program (programmatic

approach) pertama yang dilakukan dengan

menyeluruh dan terintegrasi yang dilakukan

mulai dari hulu hingga ke hilir yang ditunjukkan

oleh tingginya komitmen pemerintah (Presiden

dan Wakil Presiden Menteri Pimpinan

Lembaga Gubernur BupatiWalikota dan

Kepala DesaLurah)

Pemerintah telah menetapkan Peraturan

Presiden Nomor 42 Tahun 2013 yang mengatur

mengenai Pelaksanaan Gerakan Nasional

Percepatan Perbaikan Gizi Peta jalan

percepatan perbaikan gizi terdiri dari empat

komponen utama yang meliputi advokasi

penguatan lintas sektor pengembangan

program spesifik dan sensitif serta

pengembangan pangkalan data Intervensi gizi

baik yang bersifat langsung (spesifik) dan tidak

langsung (sensitif) perlu dilakukan secara

bersama-sama oleh kementerianlembaga

pemerintah daerah serta pemangku

kepentingan lainnya

Penanganan stunting tidak bisa dilakukan

sendiri-sendiri (scattered) karena tidak akan

memiliki dampak yang signifikan Upaya

pencegahan stunting harus dilakukan secara

terintegrasi dan konvergen dengan pendekatan

non-sektoral Untuk itu pemerintah dalam hal ini

pusat dan daerah harus memastikan bahwa

seluruh Kementerian NegaraLembaga (KL)

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta mitra

105 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

pembangunan akademisi organisasi profesi

organisasi masyarakat madani perusahaan

swasta dan media dapat bekerjasama bahu-

membahu dalam upaya percepatan

pencegahan stunting Tidak hanya di tingkat

pusat integrasi dan konvergensi upaya

pencegahan stunting juga harus terjadi secara

komprehensif di tingkat daerah sampai dengan

tingkat desa

Sebagai langkah awal pada tahun 2018

sebanyak 100 kabupatenkota dan 1000 desa

lingkup nasional telah terpilih sebagai fokus area

intervensi Selanjutnya untuk tahun 2019 60

kabupatenkota dan 600 desa telah

ditambahkan sebagai area fokus intervensi

pencegahan stunting terintegrasi Dari sisi

anggaran Baik itu pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah telah mengalokasikan

anggaran yang relatif besar untuk berbagai

program yang berkontribusi kepada penurunan

stunting di beberapa KL dan OPD Selain itu

alokasi penurunan stunting tambahan juga

diberikan oleh pemerintah pusat kepada

daerah dalam bentuk Transfer ke Daerah dan

Dana Desa (TKDD) antara lain melalui (1) DAK

Fisik bidang Kesehatan Air Minum dan Sanitasi

(2) DAK Non Fisik Bantuan Operasional

Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga

Berencana (BOK dan BOKB) (3) Dana Desa

yang digunakan oleh desa (kampung) sesuai

dengan bidang penggunaan serta (4) Dana

Otonomi Khusus

A1 Kebijakan Pencegahan

Kebijakan penanganan stunting di Provinsi

Papua Barat tahun 2019 diarahkan sesuai

dengan strategi percepatan penurunan stunting

dengan memperluas cakupan intervensi

stunting Arah cakupan intervensi tersebut

diimplementasikan ke seluruh kabupatenkota

dan tidak hanya fokus pada dua daerah yang

menjadi lokus prioritas penurunan stunting (Kab

Tambraw Kab Sorong Selatan) Selain itu untuk

Pilar 4

Ketahanan Pangan

dan Gizi

Pilar 1

Komitmen dan Visi

Kepemimpinan

Pilar 2

Kampanye Nasional

dan Perubahan

Perilaku

Pilar 3

Konvergensi Program

Pusat Daerah dan

Desa

Pilar 5

Pemantauan dan

Evaluasi

Gizi Spesifik

Tablet tambah darah (ibu hamil

dan remaja)

Promosi dan konseling menyusui

Promosi dan konseling PMBA

Suplemen gizi makro (PMT)

Tata laksana gizi buruk

Pemantauan dan promosi

pertumbuhan

Suplementasi kalsium

Suplementasi vitamin A

Suplementasi Zinc untuk diare

Pemeriksaan kehamilan

Imunisasi

Suplemen gizi mikro setelah

taburia

Manajemen Terpadu Balita Sakit

Konsumsi Gizi

Gizi Sensitif bull Air bersih dan sanitasi

bull Bantuan pangan non-tunai

Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN)

bull Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD)

bull Program Keluarga Harapan

(PKH)

bull Bina Keluarga Balita (BKB)

bull Kawasan Rumah Pangan

Lestari (KRPL)

bull Fortifikasi Pangan

Pola Asuh

Pelayanan

Kesehatan

Kesehatan

Lingkungan

Perbaikan

Asupan Gizi

Penurunan

Infeksi

Prevalensi

Stunting

Peningkatan cakupan

intervensi pada

sasaran 1000 HPK

Anemia

BBLR

ASI Eksklusif

Diare

Kecacingan

Gizi Buruk

Gambar 71

Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting

5 PILAR PERCEPATAN

PENCEGAHAN STUNTING

INTERVENSI OUTPUT INTERMEDIATE

OUTCOME DAMPAK

Sumber Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018-2024

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

106

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

mengakselerasi penurunan stunting maka arah

kebijakan pemerintah daerah adalah sebagai

berikut

1 Optimalisasi pemanfaatan anggaran

program penurunan stunting yang ada saat

ini melalui implementasi perencanaan dan

penganggaran dengan penilaian kinerja

untuk monitoring dan evaluasi penggunaan

anggaran dan capaian program

2 Memperkuat konvergensi programkegiatan

hingga di level kampung (desa) melalui

peningkatan sinergi dan koordinasi

kabupaten dan kampung dalam

perencanaan dan penganggaran program

serta konvergensi pelaksanaan intervensi

prioritas pada 1000 HPK dari seluruh rumah

tangga sasaran yang ada di tingkat

kampung

3 Meningkatkan kualitas dan efektivitas

pelaksanaan program yang telah ada saat

ini antara lain melalui peningkatan kualitas

SDM pelaksana program (misalnya tenaga

pendidik PAUD dan penyuluh kesehatan

masyarakat) serta penguatan monitoring dan

evaluasi agar dapat mengukur pencapaian

kinerja

4 Memperluas cakupan kebijakan yang lebih

luas dan tidak terbatas bidang kesehatan

seperti peningkatan kualitas program

perlindungan sosial khususnya bantuan

pangan PKH dan JKN Selain itu program-

program sektor pertanian pendidikan

infrastruktur (penyediaan air bersih dan

sanitasi) dan pemberdayaan perempuan

yang secara tidak langsung mendukung

pencapaian target perbaikan gizi

A2 Sasaran Program

Wilayah Provinsi Papua Barat dihuni oleh kurang

lebih 959617 jiwa dan tersebar di 13

kabupatenkota Sebesar 1074 persen (103062

jiwa) dari keseluruhan penduduk adalah bayi

berusia 0-48 bulan Sementara itu sebanyak

45256 jiwa adalah remaja putri dan sebanyak

199926 jiwa merupakan wanita usia subur (WUS)

berusia 15-39 tahun Diantara kelompok inilah

yang menjadi sasaran prioritas dan sasaran

penting dalam upaya percepatan pencegahan

stunting

Gangguan pertumbuhan di Provinsi Papua Barat

sebagian besar terjadi pada anak berusia 0-23

bulan Kondisi ini dapat terjadi disebabkan oleh

pemberian ASI makanan dan pola asuh pada

periode tersebut tidak tepat sehingga

mengganggu tumbuh kembang anak Tercatat

rata-rata lama pemberian ASI di Provinsi Papua

Barat hanya selama 989 bulan saja dan bahkan

masih terdapat bayi yang tidak pernah diberi ASI

(plusmn5400 orang)

Selain pemahaman terhadap pola asuh yang

kurang peningkatan prevalensi stunting juga

turut disebabkan oleh keadaan lingkungan

pendukung yang tidak memadai Berdasarkan

data BPS (2018) persentase rumah tangga yang

memiliki akses kepada air minum bersih di

Provinsi Papua Barat hanya sekitar 7018 persen

Sedangkan akses terhadap sanitasi pribadi rata-

rata sebesar 7262 persen dan 474 persen dari

keseluruhan rumah tangga tidak memiliki fasilitas

Tabel 71

Jumlah dan Kelompok Penduduk di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (jiwa)

Kelompok Laki-laki Wanita

Jumlah Penduduk 505239 454378

Penduduk Usia 0-4 52848 50254

Penduduk Usia 5-9 49917 47755

Penduduk Usia 10-14 48250 45256

Penduduk Usia 15-39 222658 199926

Bayi (0-5 th) imunisasi lengkap 22370 19996

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

107 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

sama sekali Kombinasi dari keadaan-keadaan

tersebut berpotensi dalam menghambat upaya

percepatan pencegahan stunting sehingga

kebijakan dan pelaksanaan program perlu

menyasar pada kelompok prioritas dan

perbaikan lingkungan pendukung

B PENANGANAN STUNTING OLEH

PEMERINTAH

Dalam rangka memastikan konvergensi

berbagai programkegiatan percepatan

penurunan stunting dilakukan maka acuan

yang digunakan adalah dokumen Strategi

Nasional Percepatan Pencegahan Stunting

(Stranas Stunting) yang diikuti oleh berbagai

pedoman operasional baik itu di tingkat

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah

Upaya pencegahan stunting yang konvergen

dan terintegrasi telah dilaksanakan di Provinsi

Papua Barat Upaya ini mencakup intervensi

multi sektor yang cukup luas mulai dari akses

makanan layanan kesehatan dasar termasuk

akses air bersih dan sanitasi akses pendidikan

perlindungan sosial serta pola pengasuhan

sebagaimana uraian dalam Stranas Stunting

B1 Belanja KL dalam APBN

Dalam kaitannya dengan percepatan

pencegahan stunting melalui belanja KL atau

yang bersumber dari dana APBN telah

dilakukan berbagai langkah dan kebijakan agar

pengelolaan program tersebut terarah dan

terukur Pada proses perencanaan khususnya

terkait dengan identifikasi output yang terkait

dengan stunting telah dilakukan penandaan

pemantauan dan evaluasi percepatan

pencegahan stunting sebagai dasar bagi KL

dalam mengidentifikasi output yang

berkontribusi kepada percepatan penurunan

stunting

Sesuai dengan kerangka hasil percepatan

penurunan stunting maka intervensi-intervensi

yang telah dilakukan selama tahun 2019

tersebut akan berdampak kepada

meningkatnya konsumsi gizi perbaikan pola

asuh meningkatnya akses dan kualitas layanan

kesehatan serta meningkatnya kesehatan

lingkungan yang pada akhirnya akan

memperbaiki asupan gizi terutama pada 1000

HPK dan kemudian akan menurunkan prevalensi

stunting

Pengunaan dana APBN dalam program

penanganan stunting di Provinsi Papua Barat

secara umum digunakan untuk keperluan

membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik (2)

intervensi sensitif dan (3) pendampingan

koordinasi dan dukungan teknis di

kabupatenkota dan kampung Selama tahun

2019 dana yang telah digunakan dalam

program stunting sebesar Rp10448 miliar

Penggunaan dana terbesar sesuai dengan

prioritas percepatan pencegahan yakni untuk

kegiatan intervensi sensitif (Kementerian

Kesehatan) sebesar Rp1928 miliar dan intervensi

spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta

Tabel 72

Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per

KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

KabupatenKota Akses Air

Bersih

Akses Air

Layak

Tidak ada

MCK

Kab Fakfak 6114 7041 702

Kab Kaimana 5381 4429 569

Kab Teluk Wondama 3359 1598 299

Kab Teluk Bintuni 6682 4426 499

Kab Manokwari 8872 3881 292

Kab Sorong Selatan 5364 4551 1321

Kab Sorong 5743 4621 271

Kab Raja Ampat 6395 3370 241

Kab Tambraw 1958 1870 1160

Kab Maybrat 1621 1307 779

Kab Manokwari Selatan 5737 3851 716

Kab Pegunungan Arfak 3663 3663 3052

Kota Sorong 9487 1818 026

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

108

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sebesar Rp842 miliar untuk kegiatan

pendampingan koordinasi dan dukungan teknis

(lintas KL) Penggunaan dana tersebut terbesar

direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif

terutama pembangunan Sistem Penyediaan Air

Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan

pendanaan sebesar Rp4353 miliar Penggunaan

dana yang besar lainnya adalah pembangunan

Sistem Pengelolaan Air Limbah pada 25 lokasi

dengan realisasi sebesar Rp1742 miliar

B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa

Pembiayaan program penurunan stunting juga

dilakukan dengan memanfaatkan dana

tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk

DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Penggunaan

Tabel 73

Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

Penguatan Intervensi Suplementasi Gizi pada Ibu Hamil dan Balita 99160840 13 Layanan 100

Pembinaan dalam Peningkatan Status Gizi Masyarakat 901090000 13 Layanan 100

Peningkatan Surveilans Gizi 1770940000 13 Layanan 100

Pembinaan dalam Peningkatan Pelayanan Kunjungan Neonatal Pertama 122215000 1 Layanan 100

Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah 139300000 1 Layanan 100

Pembinaan Pencegahan stunting 122007000 1 Layanan 100

Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan anak untuk Papua Barat 714575000 1 Layanan 98

Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Layanan 100

Layanan Capaian Eliminasi Malaria 1124803820 4625 Layanan 100

Layanan Pengendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan 3327530320 11 Layanan 100

Intervensi Percepatan Eliminasi Malaria Papua dan Papua Barat 5737637400 5 Layanan 100

Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit ISP 129502000 10 Layanan 100

Sarana dan Prasarana Penanggulangan TBC 836883400 15 Layanan 100

Sarana dan Prasarana Penanggulangan HIVAIDS 1561862237 18 Layanan 100

Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85

INTERVENSI SENSITIF

Pemberdayaan Pekarangan Pangan 4625794700 123 Kelompok 93

Hasil Pengawasan keamanan dan mutu pangan Segar 503082000 1 Rekomendasi 100

Pelaksanaan Strategi Promosi Kesehatan dlm mendukung Program Kesehatan 436753000 1 Layanan 100

Kampanye Hidup Sehat melalui Berbagai Media di Papua Barat 1553232000 2 Layanan 96

Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi Syarat 257380000 637 TPM 100

Pengawasan terhadap Sarana Air Minum (SAM) 123942000 5211 SAM 100

Pembinaan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 302746000 429 Desa 100

Rumah sakit rujukan yang memiliki pelayanan sesuai standar 110346800 1 RS Pengampu 100

Bimbingan Perkawinan Pra Nikah 257115860 159 Pasangan 75

Keluarga Miskin yang Mendapat Bantuan Tunai Bersyarat 2576223000 1 KPM 90

Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 74

SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 64

SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100

KIE Obat dan Makanan Aman 826691713 31 KIE 100

Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 99

Penguatan Peran PIK Remaja dan BKR dalam edukasi Kespro dan Gizi bagi

Remaja putri sebagai calon ibu 1669888794 225 Kelompok 99

PENDAMPINGAN KOORDINASI DAN DUKUNGAN TEKNIS

Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100

Pembinaan KabKota dlm Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di

Papua Barat 1294265000 2 Layanan 100

Pembinaan Puskesmas dlm Program Indonesia Sehat dgn Pendekatan Keluarga 151062768 74 Puskesmas 100

Pelatihan Strategis Sumber Daya Manusia Kesehatan 5939667100 518 Orang 100

Pembinaan amp Pengawasan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 602060200 3 KabKota 100

Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100

Sumber OMSPAN (data diolah)

109 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

dana ini antara lain melalui (1) DAK Fisik bidang

Kesehatan Air Minum dan Sanitasi dan (2)

Dana Desa yang digunakan oleh kampung

(desa) untuk bidang kesehatan pendidikan

sanitasi dan air minum

DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) yang diterima

oleh seluruh pemerintah daerah dan pemerintah

provinsi Papua Barat memiliki peruntukan yang

sudah ditetapkan sebagai syarat tahapan

penyaluran Oleh karena itu penggunaan dana

DFDD dalam rangka penanganan stunting

digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan

membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik dan

(2) intervensi sensitif Dana DFDD tahun 2019

yang telah digunakan dalam program stunting

sebesar Rp11548 miliar terdiri dari DAK Fisik

sebesar Rp6925 miliar dan Rp4642 miliar berupa

Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar adalah

pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar

Rp1021 miliar sedangkan intervensi spesifik

sebesar Rp135 miliar Realisasi terbesar

dialokasikan untuk perluasanpeningkatan

SPAM sebanyak 5852 sambungan rumah (SR)

dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp308

miliar Sementara penggunaan Dana Desa

terbesar diperuntukkan bagi pembangunan

sumber air bersih milik desa pada 1041 titik

dengan dana sebanyak Rp1752 miliar

B3 Belanja APBD

RKPD Pemerintah Provinsi Papua Barat Tahun

2019 disusun dengan memperhatikan masukan

dari rencana kegiatan yang dibuat berdasarkan

hasil analisis terhadap situasi program

Tabel 74

Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

DAK Fisik

Penyediaan Obat Gizi 618379770 4 Paket 100

Pengadaan Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil dengan Kekurangan

Energi Kronis (PMT BUMIL KEK - Pabrikan) 959581728 1 Paket 100

Penyediaan Alat Antropometri 1564015307 207 Paket 76

Penyediaan Sarana Prasarana Kesehatan Lingkungan 2876667089 29 Paket 59

Pengadaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit 41999300 1 Paket 100

Dana Desa

Penyediaan Obat Gizi 323865000 28 Paket 100

Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil 7146624150 1139 Unit 90

INTERVENSI SENSITIF

DAK Fisik

Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77

Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90

PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86

Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 10294226146 1378 SR 78

PerluasanPeningkatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 30801695898 5852 SR 81

Sarana dan Prasarana PAUD 1255742335 8 Ruang 100

Dana Desa

SaranaPrasarana PAUD 1288611688 398 Unit 70

Terlaksananya Pelatihan Pangan Sehat dan Aman 197000000 16 Paket 96

Pemeliharaan Sumber Air Bersih 8363963164 241 Unit 86

Pemeliharaan Sambungan Air Bersih 1398443564 18422 Meter 83

Sumber Air Bersih Milik Desa 17525913577 1041 Unit 70

Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga 4771816730 22030 Meter 93

Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah Rumah Tangga) 5143668021 3878 Meter 70

RehabilitasiPeningkatan Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah

Rumah Tangga) 262246705 354 Meter 93

Sumber OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

110

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

penurunan stunting RKPD sebagai pedoman

dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran

(KUA) Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara

(PPAS) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) menjadi jaminan pelaksanaan

programkegiatan terkait dengan intervensi gizi

spesifik dan sensitif menggunakan dana yang

bersumber dari APBD Program-program

tersebut dilaksanakan dengan target capaian

yang ditetapkan dalam RPKD

Prioritas pencegahan stunting sebagai

kombinasi dari kegiatan yang multi sektor

dilaksanakan oleh OPD-OPD dengan

menggunakan alokasi dana yang berasal dari

Otonomi Khusus (Otsus) dan DAK Non Fisik

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sesuai

dengan DPA yang telah ditetapkan Kegiatan

percepatan pencegahan stunting diselaraskan

dengan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh

KL yang berlokasi di kabupatenkota Dinas

Kesehatan memastikan terpenuhinya sumber

daya yang mendukung intervensi gizi spesifik

secara konvergen yang meliputi SDM

anggaran dukungan logistik dan kemitraan

Sedangkan Bappeda berperan dalam

koordinasi untuk menciptakan lingkungan yang

mendukung kebijakan intervensi secara

konvergen terutama intervensi sensitif dengan

menyelaraskan kebijakan seluruh OPD

Dana APBD di Provinsi Papua Barat pada tahun

Tabel 75

Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

Ibu Hamil

- Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin 1667044052 2182 Jiwa 85

- Suplementasi tablet tambah darah dan periksaan kehamilan 379861600 15317 Jiwa 80

Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-23 bulan

- Suplementasi kapsul vitamin 66836977 12320 Jiwa 100

- Pemantauan dan Promosi pertumbuhan (tingkat desa) 155659525 28693 Orang 100

Remaja Putri dan Wanita Usia Subur

- Suplentasi tablet tambah darah 799102989 44532 Jiwa 100

Anak Usia 24-59 bulan

- Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut 5660222222 2547 Jiwa 100

- Suplementasi kapsul vitamin A 107734789 47745 Jiwa 100

- Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100

INTERVENSI SENSITIF

Peningkatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi

- Akses air minum yang aman 11800000000 13 Kabkota 100

- Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85

Peningkatan kesadaran komitmen dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak

- Penyediaan konseling kesehatan dan reproduksi untuk remaja 1929297500 514 Orang 100

- Penyebarluasan informasi melalui berbagai media 207339727 50 Orang 100

- Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua 555195300 230 Orang 100

- Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 250000000 1 Kabkota 100

Peningkatan akses dan kualitas Pelayanan gizi dan kesehatan

- Akses pelayanan Keluarga Berencana 348042400 13 Kabkota 100

- Akses Jaminan Kesehatan (JKN) Orang Asli Papua 28818415000 589 Jiwa 100

- Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100

Peningkatan akses pangan Bergizi

- Akses kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) 711975000 10 Kelompok 85

- Akses kegiatan Kawasan Mandiri Pangan 371801600 6 Kawasan 80

Sumber Bappeda Provinsi Dinkes Provinsi Bappeda KabupatenKota dan Dinkes KabupatenKota (data diolah)

111 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

2019 dimanfaatkan dalam program

penanganan stunting untuk keperluan

membiayai kegiatan intervensi spesifik dan

intervensi sensitif Selama satu tahun tercatat

penggunaan dana sebesar Rp5744 miliar untuk

pencegahan stunting dengan kegiatan

intervensi spesifik sebesar Rp939 miliar dan

sebesar Rp4805 miliar untuk membiayai

kegiatan intervensi sensitif Penggunaan dana

tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi

penyediaan akses JKN Orang Asli Papua (OAP)

sebesar 2882 miliar Penggunaan dana yang

besar lainnya adalah untuk penyediaan akses

air minum yang aman dan pemberian makanan

tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut

dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118

miliar dan Rp566 miliar

B4 Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting

Kebijakan pembiayaan pada program

pencegahan stunting yang berasal dari APBN

dan APBD dalam berbagai skema merupakan

salah satu bentuk sinkronisasi kebijakan antara

pusat dan daerah Adanya sinkronisasi ini

diharapkan semakin mengakselerasi

peningkatan prevalensi stunting sekaligus

mendorong pembangunan infrastruktur serta

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di

masa depan Namun demikian dominasi dana

APBN masih terasa dan pemda tidak sanggup

jika harus menyediakan alokasi yang nantinya

akan mengurangi pendanaan kegiatan daerah

Selain itu pertimbangan keterbatasan kapasitas

fiskal daerah dikhawatirkan akan berdampak

pada gaji PNS karena alokasi terbesar dana

APBD dialokasikan untuk belanja pegawai Oleh

karena itu pada kegiatan intervensi spesifik

yang menyasar langsung prioritas pencegahan

(Ibu hamil baduta balita remaja putri)

peranan belanja KL sangat penting

Dari 13 pemerintah daerah yang ada di Provinsi

Papua Barat terdapat 2 kabupaten yang

menjadi lokus prioritas penanganan stunting

nasional Kondisi ini membuat fokus kegiatan

berada di kedua wilayah tersebut sedangkan

kabupatenkota lainnya pengalokasian hanya

bersifat memenuhi kewajiban yang sudah

ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (spesific

grant) dan berupaya mencari sumber

pembiayaan lainnya (Swasta) Sejauh ini

pelaksanaan pencegahan stunting selama

tahun 2019 di Provinsi Papua Barat dengan

kombinasi sumber pembiayaan yang ada

mencapai Rp27759 miliar Proporsi terbesar

berasal dari dana APBN (Belanja KL) mencapai

3764 persen (Rp10448 miliar) sedangkan

kontribusi DAK Fisik APBD dan Dana Desa

berturut-turut sebesar 2495 persen (Rp6925

miliar) 2069 persen (Rp5744 miliar) dan 1672

persen (Rp4642 miliar)

Tabel 76

Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)

Sumber Dana Intervensi Spesifik Intervensi Sensitif

Pendampingan

Koordinasi dan

Duktek

Kontribusi

APBN 19277886059 76779888382 8421955068 3764

DAK Fisik 6060643195 63186313948 - 2495

Dana Desa 7470489150 38951663449 - 1672

APBD

(DAU DAK Non Fisik Otsus) 9391806598 48045572569 - 2069

Jumlah 42200825002 226963438348 8421955068 10000

Sumber Bappeda Dinkes dan OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

112

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING

Pelaksanaan program sejauh ini dapat berjalan

lancar meskipun dengan alokasi anggaran yang

relatif besar melalui optimalisasi penggunaan

dana untuk mencapai output yang ditargetkan

Pada masa mendatang berbagai tantangan

masih harus dihadapi dalam pelaksanaan

program-program penurunan stunting

diantaranya

1 Koordinasi dan sinergi baik antar-KL antar

pemerintah kabupatenkota antara

pemerintah kabupatenkota dan provinsi

maupun antara pemerintah pusat dan

daerah yang masih perlu ditingkatkan

Berbagai program yang masih bersifat

sektoral dan kewilayahan perlu ditingkatkan

sinerginya sehingga dapat sepenuhnya saling

mendukung dalam akselerasi penurunan

stunting di daerah secara keseluruhan

2 Kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan

program yang masih perlu ditingkatkan

Keterbatasan pelaksana program di

lapangan baik dalam hal kualitas maupun

kuantitas sebaran penduduk yang luas

belum adanya mekanisme untuk memastikan

ketercapaian output serta lemahnya

monitoring dan evaluasi baik itu dari

pemerintah kabupatenkota pemerintah

provinsi maupun pemerintah pusat

menyebabkan implementasi program

menjadi tidak maksimal

3 Belum meratanya akses kepada layanan

kesehatan pendidikan anak usia dini air

bersih dan sanitasi karena keterbatasan

angaran dalam penyediaan sarana dan

prasarana

4 Kurangnya pengetahuan masyarakat

tentang gizi dan pola hidup sehat yang

berpengaruh pada praktek pengasuhan

yang tidak tepat Selain itu penyampaian

informasi atau sosialisasi yang terkendala

dengan jarak dan ketersediaan tenaga

kesehatan

Halaman ini sengaja dikosongkan

KESIMPULAN

SARAN

ldquoTarian Penyambutan oleh Suku Arfak suku asli Manokwarirdquo

DJPbKawalAPBN

113

Kesimpulan dan Rekomendasi

A KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dan analisis seperti

yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Pembangunan Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus didominasi oleh

pengaruh faktor ekonomi dengan kekayaan

alam (minyak bumi dan gas alam) yang

melimpah menjadi modal utama

2 Perekonomian Papua Barat hanya

didominasi oleh 3 kabupatenkota (Kota

Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk

Bintuni) sebagai lokasi pertambangan dan

perindustrian sehingga menyebabkan

kesenjangan dan tidak meratanya kapasitas

dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik

fasilitas perdagangan fasilitas kesehatan

maupun fasilitas pendidikan

3 Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat

bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940

mdpl dan menyebabkan Provinsi Papua

Barat menjadi sangat berpotensi (kelas risiko

tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan

dan hutan gempa tektonik serta

gelombang tsunami

4 Kinerja perekonomian Provinsi Papua Barat

selama tahun 2019 tampil cukup baik Hal ini

tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang

mampu tumbuh meskipun tertahan pada

level 266 persen PDRB per kapita naik

sebesar 218 persen inflasi yang terkendali

pada angka 193 persen dan ekspor yang

menurun sebesar 179 persen

5 Tingkat kesejahteraan penduduk di Provinsi

Papua Barat pada tahun 2019 menunjukan

peningkatan walaupun belum signifikan Hal

ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang turun

menjadi 2151 persen disertai dengan nilai

gini ratio yang juga turun menjadi 0381

Sementara itu tingkat pengangguran

meningkat menjadi 624 persen

6 Sensifitas pertumbuhan ekonomi terhadap

tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

relatif rendah dimana elastisitasnya bersifat

inelastis

7 Target pendapatan APBN tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

sebesar 116 persen dibandingkan target

tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar

menjadi Rp268042 miliar Sementara itu

dari aspek belanja negara terdapat

kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427

persen dibandingkan pagu tahun 2018

yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi

Rp3172329 miliar

8 Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi

pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat

mencapai 10987 persen sedangkan

realisasi belanja APBN mencapai 9175

persen

BAB VIII

Kesimpulan dan Rekomendasi

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

114

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

9 Realisasi pendapatan pemerintah pusat di

Provinsi Papua Barat sampai dengan akhir

tahun 2019 sebesar Rp265248 miliar atau

naik 181 persen dari tahun sebelumnya

10 Realisasi penerimaan perpajakan

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan sebesar 2085

persen yaitu dari Rp219362 miliar pada

tahun 2018 menjadi Rp265104 miliar pada

tahun 2019 sedangkan realisasi

pendapatan bukan pajak tahun 2019

sebesar Rp29404 miliar atau turun 199

persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya

yang berjumlah Rp30001 miliar

11 Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah

penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat

sebesar Rp16978 miliar yang diberikan

kepada 51622 debitur Daerah dengan

jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota

Sorong sebesar Rp57002 milar dengan

jumlah debitur sebanyak 16903 nasabah

Jika dilihat per sektor perdagangan

merupakan sektor yang memiliki jumlah

penyaluran KUR terbesar mencapai

Rp119405 miliar dengan jumlah debitur

sebanyak 35551 nasabah

12 Berdasarkan komposisinya komponen

terbesar dari Transfer ke Daerah dan Dana

Desa (TKDD) Provinsi Papua Barat tahun 2019

berupa DBH menyumbang 362 persen dari

total keseluruhan TKDD yang diterima Provinsi

Papua Barat Komponen terbesar kedua

yaitu DAU sebesar 321 persen

13 Pada tahun 2019 beberapa output strategis

APBN tercatat memiliki realisasi yang cukup

besar seperti pembangunan dan preservasi

plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar) Jembatan

sepanjang plusmn235 meter (Rp43572 miliar) dan

rehabilitasi sarana pendidikan sebanyak

plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Selain itu realisasi

PIP dan KIP mampu mencapai nilai Rp4099

juta atau sebanyak 482 siswa beasiswa

Bidikmisi sebanyak 353 mahasiswa

Sementara pada bidang kesehatan

pencegahan stunting mampu terlaksana

pada 8558 keluarga penyediaan layanan

imunisasi alokon pada 170 faskes di 13

kabupatenkota

14 Target pendapatan APBD tahun 2019 seluruh

pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan 5132 persen dari

Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2871888 miliar pada tahun 2019

Sebaliknya total pagu belanja APBD

pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat

naik dari Rp2326404 miliar pada tahun 2018

menjadi Rp2761199 miliar atau meningkat

1869 persen di tahun ini

15 Total pendapatan APBD seluruh pemerintah

daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai

Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen

dibandingkan tahun sebelumnya Adapun

dari aspek belanja terdapat kenaikan

realisasi sebesar 12 persen yaitu dari

Rp2125451 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2380387 miliar pada tahun 2019

16 Realisasi pendapatan seluruh pemerintah

daerah se-Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 didominasi oleh pendapatan transfer

mencapai 9208 persen dari total

pendapatan daerah

17 Pada tahun 2019 indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index) pemerintah

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

tidak ada pemerintah kabupatenkota di

Provinsi Papua Barat yang masuk dalam

kategori sangat baik dan hanya ada dua

pemerintah daerah yang masuk ke dalam

kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan

Kaimana Sementara itu terdapat lima

115 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Kesimpulan dan Rekomendasi

daerah yang masuk dalam kategori buruk

yaitu Kab Manokwari Kab Fakfak Kab

Sorong Selatan Kab Teluk Wondama dan

Kab Raja Ampat Adapun pemerintah

daerah lainnya masuk dalam kategori

cukup

18 Belanja wajib APBD tahun 2019 pada bidang

pendidikan pelaksanaannya diwujudkan

dalam bentuk gaji dan tunjangan bagi

tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)

pemberian beasiswa OAP afirmasi OAP di

Perguruan Tinggi pembangunan fasilitas

pendidikan menengah pembangunan

prasarana dan sarana belajar

pembangunan rumah dinas guru serta

pengembangan koleksi perpustakaan Pada

bidang kesehatan output prioritas

diwujudkan melalui penyediaan makanan

tambahan obat vaksin dan perbekalan

kesehatan penyediaan layanan kesehatan

berbasis masyarakat pembangunan fasilitas

kesehatan tingkat lanjut di Kab Manokwari

serta penempatan tenaga kesehatan

secara merata Sementara output belanja

infrastruktur realisasi diantaranya

pembangunan dan preservasi plusmn473Km jalan

Jembatan sepanjang plusmn177 meter dan

pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500

Ha serta pelabuhandermaga rakyat di 4

lokasi terminal di 3 lokasi serta SPAM di 8

lokasi

19 Dengan menggunakan pendekatan

Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan

bahwa elastisitas penerimaan pajak daerah

di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per

kapita bersifat elastis Selain itu didapatkan

nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif

kecil yang menunjukan tingkat kesulitan

pemungutan pajak daerah relatif tinggi

20 Berdasarkan tabel input output Provinsi

Papua Barat tahun 2013 yang kemudian

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System)

model Miller dan Blair (1985) diperoleh hasil

bahwa sektor dengan nilai pengganda

output terbesar yaitu industri pengolahan

migas dan perikanan Adapun sektor

dengan pengganda pendapatan tertinggi

yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor

administrasi pemerintahan amp jaminan sosial

Sementara itu sektor dengan pengganda

tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya

dan industri makanan amp minuman

21 Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang

memiliki keterkaitan ke depan (forward

linkage) terbesar yaitu industri lainnya dan

industri makanan-minuman Adapun sektor

yang memiliki keterkaitan ke belakang

(backward linkage) terbesar yaitu industri

pengolahan migas dan perikanan

22 Dua kabupaten menjadi lokus prioritas

penanganan stunting nasional yaitu Kab

Tambraw dan Sorong Selatan Pelaksanaan

pencegahan stunting selama tahun 2019

dengan kombinasi sumber pembiayaan

yang ada mencapai Rp27759 miliar

Proporsi terbesar berasal dari dana APBN

(Belanja KL) mencapai 3764 persen

(Rp10448 miliar) sedangkan kontribusi DAK

Fisik APBD dan Dana Desa berturut-turut

sebesar 2495 persen (Rp6925 miliar) 2069

persen (Rp5744 miliar) dan 1672 persen

(Rp4642 miliar)

B REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas

beberapa rekomendasi yang diajukan

diantaranya

1 Sebagai salah satu komponen pertumbuhan

ekonomi pengeluaran pemerintah di

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

116

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke

daerah pedesaan dan remote area Hal ini

didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah

penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

sebagian besar berada di daerah pedesaan

yang terpencil Berbagai sektor yang

memiliki andil besar terhadap pertumbuhan

ekonomi sebagian besarnya tercurah ke

daerah perkotaan sehingga manfaatnya

belum banyak dinikmati oleh penduduk

pedesaan

2 Pemerintah perlu meningkatkan kualitas

pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan

sarana infrastruktur yang layak dan

memadai di daerah pedesaan dan remote

area terutama sarana pendidikan

kesehatan dan transportasi beserta tenaga

pendidikan dan kesehatan yang handal di

bidangnya

3 Pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

perlu mengoptimalisasi anggaran belanja

wajib melalui pelaksanaan program yang

efektif dan efisien serta memiliki sinergi

dengan pemerintah pusat berupa kegiatan

pengadaan pembangunan dan

pemeliharaan sarana prasarana pendidikan

dan kesehatan yang saling melengkapi dan

tidak ada duplikasi serta lebih awal

sehingga dapat selesai pada satu tahun

anggaran

4 Pemerintah sebaiknya mengutamakan

persebaran KUR di luar sektor perdagangan

ke sektor lain yang lebih produktif seperti

sektor pertanian perikanan dan industri

pengolahan Hal ini dikarenakan perluasan

kepada sektor produktif dapat lebih

menggerakkan roda perekonomian di

Provinsi Papua Barat

5 Dikarenakan indeks kesehatan keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk

dalam kategori sangat baik dan hanya ada

satu pemerintah daerah yang masuk ke

dalam kategori baik oleh karena itu

pemerintah daerah harus meningkatkan

kualitas belanja daerah (quality of spending)

yang berorientasikan kepada hasil dan

manfaat yang dirasakan oleh publik

Caranya dengan melakukan perencanaan

anggaran yang baik dan tepat waktu

membuat prioritas belanja dan

melaksanakannya dengan disiplin yang

tinggi sesuai prinsip ekonomis efektif dan

efisien Untuk mendukung kualitas dari

belanja daerah pengeluaran pemeritah

daerah juga harus dilakukan secara

transparan dan akuntabel

6 Berdasarkan perhitungan potensi pajak

daerah menggunakan pendekatan

Mansfield ndash Wirasasmita Model diantara

kebijakan dan strategi pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan

penerimaan pajak daerah yaitu

a Meningkatkan basis data perpajakan

melalui (1) pendataan ulang wajib pajak

dan objek pajak (2) peningkatan

koordinasi internal pemerintah daerah

terutama kepada badandinas perizinan

daerah dan (3) pemanfaatan data

pihak ketiga seperti Badan Pertanahan

setempat untuk penerimaan PBB

b Melakukan kerjasama dan koordinasi

dengan kantor pelayanan pajak dan

kantor pelayanan kekayaan negara dan

lelang setempat dalam penilaian dan

penagihan pajak daerah

c Melakukan koordinasi dengan aparat

kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP

setempat dalam pemeriksaan pajak

daerah

117 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Kesimpulan dan Rekomendasi

d Melakukan modernisasi sistem dan tata

kola pajak daerah dengan cara (1)

memanfaatkan teknologi informasi untuk

basis data (integrated database) dan

pelayanan perpajakan (2) membangun

organisasi pemungutan pajak daerah

yang handal dan (3) menyusun Standar

Operasional Prosedur (SOP) pemungutan

dan pelayanan perpajakan

e Meningkatkan kapasitas sumber daya

manusia melalui (1) pelaksanaan diklat

penilaian penagihan dan pemeriksaan

(2) penambahan jumlah diklat terkait

praktik pemungutan perpajakan yang

baik dan (3) pelaksanaan kerjasama

dengan pemerintah daerah lain yang

sukses dalam pemungutan pajak

daerah

7 Berdasarkan tabel input output Provinsi

Papua Barat tahun 2013 yang kemudian

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System)

model Miller dan Blair (1985) diantara

kebijakan dan strategi pengembangan

sektoral yang dapat ditempuh pemerintah

daerah Provinsi Papua Barat diantaranya

a Apabila dalam proses pembangunan

lebih mengutamakan pertumbuhan

ekonomi yang mantap sebaiknya

pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat lebih berfokus untuk mendorong

industri pengolahan migas dan sektor

perikanan dikarenakan memiliki

pengganda output terbesar

b Apabila sasaran utama dari proses

pembangunan adalah peningkatan

pendapatan masyarakat maka

kebijakan pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat sebaiknya lebih fokus untuk

mendorong sektor jasa pendidikan

dikarenakan memiliki pengganda

pendapatan terbesar

c Apabila fokus pembangunan daerah

adalah peningkatan kesempatan kerja

maka kebijakan pemerintah daerah di

Provinsi Papua sebaiknya lebih

mengutamakan industri lainnya dan

industri makanan-minuman dikarenakan

memiliki pengganda tenaga kerja

terbesar

d Sektor kunci yang dapat dijadikan

unggulan oleh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat yaitu industri lainnya

dan industri makanan-minuman

dikarenakan memiliki derajat kepekaan

tertinggi Sementara itu industri

pengolahan migas dan sektor ikan

dapat dijadikan sektor kunci karena

memiliki daya penyebaran terbesar

8 Pemerintah daerah seharusnya lebih terlibat

dalam akselerasi penurunan stunting

dengan penggunaan dana APBD Selain itu

upaya optimalisasi pelaksanaan

pencegahan stunting oleh Pemda dilakukan

melalui (1) peningkatan koordinasi dan

sinergi baik antar pemerintah

kabupatenkota antara pemerintah

kabupatenkota dan provinsi maupun

dengan pemerintah pusat (2) peningkatan

kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan

program dengan menambah tenaga

kesehatan berbasis masyarakat di lapangan

(3) pelaksanaan monitoring dan evaluasi

rutin baik itu dari tingkat kabupatenkota

pemerintah provinsi untuk menjaga tingkat

ketercapaian sasaran program (4)

penyediaan akses kepada layanan

kesehatan pendidikan anak usia dini air

bersih dan sanitasi yang merata secara

konsisten

118

Daftar Pustaka

Aisen A amp Veiga FJ (2010) How Does Political

Instability Affect Economic Growth

Washington International Monetary

Fund

Altman EI (1968) Financial Ratios Discriminant

Analysis and the Prediction of Corporate

Bankruptcy The Journal of Finance Vol

23 No 4 pp 589-609

Baumohl Bernard (2012) The Secrets of

Economic Indicators Hidden Clues to

Future Economic Trends and Investment

Opportunity -Third Edition New Jersey

Pearson Education Limited

Barro Robert J (1991) Economic Growth in a

Cross Section of Countries

Massachusetts The MIT Press

Beaver WH (1966) Financial Ratios as

Predictors of Failure Journal of

Accounting Research Vol 4 pp 71-111

Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2001)

Small and Medium Enterprise Dynamics

In Indonesia Bulletin of Indonesian

Economic Studies Volume 37 Issue 3

2001 pp 363-84

Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2002)

Firm and Group Dynamics in the Small

and Medium Enterprise Sector in

Indonesia Small Business Economics 18

Pp 141-61

BlanchardOliver (2006) Macroeconomics ndash

forth edition New Jersey Prentice Hall

BNPB (2014) Indeks Risiko Bencana Indonesia

Jakarta Direktorat Pengurangan Risiko

Bencana BNPB

Bourletidis K amp Triantafyllopoulos Y (2014)

SMEs Survival in Time of Crisis Strategies

Tactics and Commercial Success Stories

Procedia - Social and Behavioral

Sciences Vol 148 pp 639-644

Brown KW (1993) The 10-point Test of Financial

Condition Toward An Easy-to-use

Assessment Tool for Smaller Cities

Government Finance Review Vol 9 pp

21-26

Carmeli A (2008) The fiscal distress of local

governments in Israel Administration amp

Society 39 984

Chase BW amp Philips RH (2004) GASB 34 and

Government Financial Condition An

Analytical Toolbox Government Finance

Review Vol 20 no 2 pp 26-31

Chenery HB amp and T Watanabe (1958)

International Comparisions of The

Strructural of Production Econometrica

26(4) 487-521

Chittithaworn C Islam A Keawchana T amp

Yusuf D H (2011) Factors Affecting

Business Success of Small amp Medium

Enterprises (SMEs) in Thailand Asian

Social Science Vol 7 No 5 pp 180-190

CICA (1997) Indicators of Government

Financial Condition Canadian Institute

of Chartered Accountants Toronto

Corden WM amp Neary J P (1982) Booming

Sector and De-industrialisation in a Small

Open Economy Economic Journal 92

(December) 825-48

Cramer JS (2001) Measures of Fit of

Multinominal Discrete Models Tinbergen

Institute Discussion Papers Vol 4 01-082

Davey K 2003 Fiscal Decentralization (dikutip

secara online pada 12 Februari 2019 dari

httpunpan1unorgintradocgroupsp

ublicdocumentsUNTCUNPAN017650p

df

Dollar D amp A Kraay (2002) Growth is Good for

the Poor Journal of Economic Growth 7

195-225

DAFTAR PUSTAKA

119 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Daftar Pustaka

Dollery B Crase L amp Byrens J (2006) Local

Government Failure Why does Australian

Local Government Experience

Permanent Financial Austerity

Australian Journal of Political Science

Vol 41 pp 339-353

Drazen A (2000) Political Economy in

Macroeconomics Pricenton Princenton

University Press

Foster R N (1986) Innovation The Attackerrsquos

Advantage New York Summit Books

Funabashi G (2013) Small and Medium

Enterprises under the Global Economic

Crisis Evidence from Indonesia Asian

Institute of Management Working Paper

14-012

Gujarati DN amp Porter DC (2009) Basic

Econometrics -fifth edition Boston

McGraw-Hill

Heckman J J (2008) The Case For Investing In

Disadvantaged Young Children CESifo

DICE Report 6(2) 3-8

Hirschman AO (1958) The Strategy of

Economic Development New York Yale

University Press

Inanga E L amp Wusu D (2004) Financial

Resource Base of Sub-national

Governments and Fiscal

Decentralization in Ghana African

Development Review 16 (1) 72

Jhingan ML (1983) The Economics of

Development and Planning New Delhi

Vicas Publishing

Keefer P amp Khemani S (2004) Democracy

Public Expenditures and the Poor

Washington DCThe World Bank

Khan S (2015) Impact of sources of finance on

the growth of SMEs evidence from

Pakistan Decision Vol 42 No 1 pp 3-10

Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)

Developing and Testing A Composite

Model to Predict Local Fiscal Distress

Public Administration Review Vol 65 No

3 pp 313-323

Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)

Someone to Watch Over me State

Monitoring of Local Fiscal ConditionsThe

American Review of Public

Administration Vol 35 no 3 pp 236-255

Krugman P amp Wells R (2011) Economics-

Second Edition New York Worth

Publishers

Mahi Ali K amp Trigunarso Sri I (2017)

Perencanaan Pembangunan Daerah

Teori dan Aplikasi Jakarta Kencana

Mankiw N Gregory (2013) Macroeconomics -

eight edition New York Worth Publisher

Mansfield XY (1972) Elasticity and Bouyancy of

Tax System A Method Applied to

Paraguay International Monetary Fund

Staff Paper Vol XIX

MillerRE dan PDBlair (1985) Input-Output

Analysis Foundations and Extensions

New Jersey Prentice-Hall

Mishkin Frederic S (2015) Macroeconomics

Policy and Practice New Jersey Pearson

Education Limited

Nollenberger K Groves SM amp Valente MG

(2003) Evaluating Financial Condition A

Handbook for Local Government

Washington DC International

CityCounty Managers Association

Pearce JA amp Richard B Robinson Jr (1998)

Strategic Management-third edition

USA Richard D Irwin Illions

Prudrsquohomme R (1995) On the Dangers of

Decentralization Research Observer

10th 201-220

Ravallion Martin (1995) Growth and Poverty

Evidence for Developing Countries in The

1990s Economics Letters Vol 48 (June)

411-417

Saaty TL (2008) Decision Making with The

Analytic Hierarchy Process International

Journal of Services Sciences Vol 1 no1

pp 83-98

Samuelson Paul A amp Nordhaus William P

(2004) Macroeconomics New York

Irwin McGraw-Hill

Seyoum B (2009) Export-Import Theory

Practices and Procedures -Second

Edition New York Routledge

Soleh Ahmad (2017) Strategi Pengembangan

Potensi Desa Jurnal Sungkai Vol 5 No 1

pp 32-52

Stiglitz Joseph E (1998) Towards A New

Paradigm For Development Geneva

United Nations Conference on Trade

Development 9th Raul Prebisch Lecture

Sukirno Sadono (2011)Makroekokonomi Teori

Pengantar Jakarta PT Raja Grafindo

Persada

Takashi H (1999) Fiscal Crises in Japanrsquos

Prefectures and The Debate on

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

120

Daftar Pustaka

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Corporate Tax Reform Japan Economic

Institute of America

Tjiptoherijanto Prijono (2017) Dinamika

Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Indonesia Jurnal Analis Kebijakan Vol 1

No2

Todaro Michael P amp Stephen C Smith (2003)

Economic Development- Eigth Edition

London Pearson Education Limited

Wang X Dennis L amp Tu YSJ (2007) Measuring

Financial Condition A Study of US States

Public Budgeting amp Finance Vol 27 No

2 pp 1-21

Wirasasmita Y (1982) Elasticity of Tax System A

Model Applied to Indonesia for The

Period 19741975 ndash 19791980

Pemberitaan No13 Bandung Universitas

Padjadjaran

Wengel J amp Rodriguez E (2006) SME Export

Performance in Indonesia After The Crisis

Small Business Economics Vol 26 No 1

pp 25-37

WCED S W S (1990) World Commission On

Environment and Development Our

Common Future 17 1-91

Zumaeroh (2011) Penduduk Dalam Proses

Pembangunan Majalah Ilmiah Ekonomi

Vol 14 No 1 pp 15-19

Peraturan

UU No 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi

menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah

UU No 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi

menjadi UU No 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah

UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014

Dana Desa Yang Bersumber Dari

Anggaran Pendapatan Dan Belanja

Negara

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015

tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014

tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa

Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2017

Tentang Rencana Kerja Pemerintah

Tahun 2018

PMK Nomor 247PMK072015 tentang Tata Cara

Pengalokasian Penyaluran

Penggunaan Pemantauan dan

Evaluasi Dana Desa

PMK Nomor 49PMK072016 tentang Tata Cara

Pengalokasian Penyaluran

Penggunaan Pemantauan dan Evaluasi

Dana Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

257PMK072015 tentang Tata Cara

Penundaan dan atau Pemotongan

Dana Perimbangan Terhadap Daerah

Yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana

Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

50PMK072017 tentang Pengelolaan

Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

112PMK072017 tentang Perubahan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

50PMK072017 tentang Pengelolaan

Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Permendes Nomor 4 Tahun 2017 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa

Pembangunan Daerah Tertinggal dan

Transmigrasi Indonesia Nomor 22 Tahun

2016 tentang Penetapan Prioritas

Penggunaan Dana Desa Tahun 2017

Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4

Tahun 2017 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah

Daerah Provinsi Provinsi Papua Barat

2017-2021

Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 55

Tahun 2018 tentang Rencana Kerja

Pemerintah daerah Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Halaman ini sengaja dikosongkan

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

LAMPIRAN

Hasil Olah Data Eviews 10

Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test

Equation Untitled

Test period random effects

Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob

Period random 0011090 1 09161

WARNING estimated period random effects variance is zero

Period random effects test comparisons

Variable Fixed Random Var(Diff) Prob

GROWTH -0808006 -0814014 0003255 09161

Regresi Data Panel

Period random effects test equation

Dependent Variable POVERTY

Method Panel Least Squares

Date 020620 Time 1639

Sample 2016 2019

Periods included 4

Cross-sections included 13

Total panel (balanced) observations 52

Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob

C 3219243 3027290 1063408 00000

GROWTH -0808006 0539769 -1496949 01434

Effects Specification

Period fixed (dummy variables)

R-squared 0079440 Mean dependent var 2805154

Adjusted R-squared 0000534 SD dependent var 7682391

SE of regression 7680338 Akaike info criterion 7012119

Sum squared resid 2064566 Schwarz criterion 7182741

Log likelihood -1327363 Hannan-Quinn criter 7073336

F-statistic 1006773 Durbin-Watson stat 0043567

Prob(F-statistic) 0401337

Dependent Variable LOG(T) Method Least Squares Date 022020 Time 2341 Sample 1 11 Included observations 11

Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob

C 3156794 7072044 0446376 06672

LOG(Y) 1246326 0566079 2201680 00588 LOG(T1) 0360037 0273317 1317288 02242

R-squared 0506975 Mean dependent var 2211698 Adjusted R-squared 0383719 SD dependent var 2042810 SE of regression 1603679 Akaike info criterion 4009479 Sum squared resid 2057430 Schwarz criterion 4117996 Log likelihood -1905213 Hannan-Quinn criter 3941074 F-statistic 4113178 Durbin-Watson stat 2399802 Prob(F-statistic) 0059085

Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2013 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar

Tahun

2013

Kode

15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 306

15 4107217 433527 18834 1243 83 - 239432 78928 156 26809 588 356 1574 1631269 32547079

14 10702043 494469 37530 - - - - - - - 7572 4177 86022 465347 13790814

23 212528 145112 945679 93 275 - 560 451 607 420 38508 339898 7507228 15371 445497

21 1154283 790085 51891 15773 301 - 178953 46786 377 53341 60818 28496 64684 10271 85782

17 515297 - - 42 13453 - 31595 42871 73 4609 138386 18677 942 (7642) 142051

37 1213083 - - - - - - - 16498 21282 108024 3277909 5011 57570 1185205

25 - - - - - - - - - - 486372 108732 230952 (255289) 3501664

11 - - - - 1228 - - 416857 - - 1276410 55494 6557 (132259) 833126

34 193526 43442 26514 9608 7340 - 248029 4227 62205 2463 332666 234059 42209 (3025) 248599

38 32440 - 7757 - - - - - 1385 308417 722141 1134753 8385 1830 38047

201 3840406 2020974 2510884 50582 56892 3317945 649979 301984 232744 960378

202 10699814 10133020 3719111 104580 136091 1315773 1622740 1112082 524049 206073

203 117077 108105 52092 1388 1363 - 16960 10036 4339 3621

Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2019 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar Updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) Model Miller dan Blair

Tahun

2019

Kode

15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 Tenaga

Kerja ICOR

15 7076142 746904 32448 2142 143 - 412507 135982 269 46188 1013 613 2712 2810441 56073917 8528 2323925

14 18438075 851899 64659 - - - - - - - 13045 7196 148203 801726 23759581 8711 122187

23 366155 250007 1629268 160 474 - 965 777 1046 724 66344 585595 12933870 26482 767527 2789 2010547

21 1988663 1361202 89401 27175 519 - 308310 80606 650 91899 104781 49094 111441 17695 147790 3905 019106

17 887782 - - 72 23178 - 54434 73861 126 7941 238419 32178 1623 (13166) 244733 4074 061430

37 2089967 - - - - - - - 28424 36666 186110 5647364 8633 99185 2041937 595 -

25 - - - - - - - - - - 837949 187330 397897 (439826) 6032861 2484 -

11 - - - - 2116 - - 718184 - - 2199070 95608 11297 (227863) 1435356 12254 2767864

34 333417 74844 45680 16553 12646 - 427318 7283 107170 4243 573135 403250 72720 (5212) 428300 1011 289078

38 55889 - 13364 - - - - - 2386 531358 1244145 1955016 14446 3153 65549 496 2446210

201 6616465 3481846 4325891 87145 98017 5716340 1119820 520275 400984 1654593

202 18434234 17457730 6407491 180176 234465 2266887 2795747 1915957 902861 355034

203 201707 186249 89747 2391 2348 - 29220 17291 7475 6238

Sumber Aplikasi Input Output Regional Kerjasama antara Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM Edocondan Bappenas

Kode

I-O Sektor

15 Industri Pengolahan Migas

14 Pertambangan dan Penggalian

23 Konstruksi

21 Industri Lainnya

17 Industri Makanan dan Minuman

37 Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial

25 Perdagangan

11 Ikan

34 Keuangan

38 Jasa Pendidikan

Kode

I-O Uraian

201 Upah amp Gaji

202 Surplus usaha

203 Penyusutan

301 Konsumsi Rumah Tangga

302 Konsumsi Pemerintah

303 Pembentukan Modal Tetap Bruto

304 Inventori

305 Ekspor Barang

306 Ekspor Jasa

Executive Summary

Pengarah

Hari Utomo

(Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat)

Penanggung Jawab

Neil Edwin

(Plt Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Koordinator

Rian Andriono

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-C)

Anggota

Posma Amando Siagian

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-A)

Alif Fahrudin

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-B)

Yohanes Djie

(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Melianus

(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Tim Penyusun

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Provinsi Papua Barat

Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari

Komplek Perkantoran Pemerintahan Provinsi Papua Barat

Jl Brigjen Marinir (Purn) Abraham O Atururi Kelurahan Anday Arfai Kab Manokwari

Telepon (0986) 214122 - Faksimili (0986) 214124

website djpbnkemenkeugoidkanwilpapuabarat

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROVINSI PAPUA BARAT

GKN MANOKWARI LT II KOMPLEK PERKANTORAN GUBERNUR JALAN ABRAHAM O ATURURI ARFAIMANOKWARI 98315 TELEPON (0986) 214122 FAKSIMILI (0986) 214124 SUREL

KANWILDJPBNPAPUABARATGMAILCOM SITUS WWWDJPBKEMENKEUGOIDKANWILPAPUABARAT

NOTA DINASNOMOR ND-153WPB332020

Yth Direktur Pelaksanaan AnggaranDari Plh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi

Papua BaratSifat BiasaLampiran -

Hal Penyampaian KFR Tahun 2019 Provinsi Papua BaratTanggal 25 Februari 2020

Menindaklanjuti Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-61PB2017tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional dan Nota Dinas DirekturPelaksanaan Anggaran Nomor ND-54PB22020 tentang Penyusunan dan Tema AnalisisTematik Kajian Fiskal Regional Tahunan 2019 bersama ini kami sampaikan KFR Tahun 2019Provinsi Papua Barat Adapun softcopy laporan telah kami kirimkan melalui pos-el ke alamatloditpagmailcom

Demikian kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih

Ditandatangani secara elektronikPaulina Latupeirissa

  • KFR Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Netpdf (p1-162)
    • Kata Pengantar KFR 2019pdf
    • Bab 2 KFR 2019pdf
    • Bab 5 KFR 2019pdf
    • Bab 6 KFR 2019pdf
    • Daftar Pustaka KFR 2019pdf
    • Lampiranpdf
    • Tim Penyusunpdf
    • Sampul Belakang 2019pdf
      • ND-153_WPB33_2020 Pengantar KFR Tahun 2019pdf (p163)
Page 5: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id

Halaman ini sengaja dikosongkan

iii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GRAFIK xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR BOKS xiv

EXECUTIVE SUMMARY xv

BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH 1

A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 1

A1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 1

A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah 4

B TANTANGAN DAERAH 5

B1 Tantangan Ekonomi Daerah 6

B2 Tantangan Sosial Kependudukan 10

B3 Tantangan Geografi Wilayah 15

BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL 19

A INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL 19

A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 20

A2 Inflasi 20

A3 Suku Bunga 27

A4 Nilai Tukar 29

B INDIKATOR KESEJAHTERAAN 29

B1 Indikator Pembangunan Manusia (IPM) 29

B2 Kemiskinan 31

B3 Ketimpangan 32

B4 Ketenagakerjaan 33

C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL 34

C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan 34

C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan

Pendekatan Model Data Panel 35

BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN 39

A APBN TINGKAT PROVINSI 39

B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 40

B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat 41

B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi 43

B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan dan PNBP Terhadap

Perekonomian 43

C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI 44

C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Organisasi (BA atau KL) 45

C2 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi 46

iv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja 47

C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat 47

D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT 47

E TRANSFER KE DAERAH 49

F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN (BLU) UMUM PUSAT 50

F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat 50

F2 Perkembangan Pengelolaan AsetPNBPRM dan BLU Pusat 50

F3 Kemandirian BLU 51

F4 Potensi Satker PNBP Menjai Satker BLU 51

G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT 51

G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan AgreementSLA) 52

G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) 52

H MANDATORY SPENDING BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT STRATEGIS

LAINNYA 54

H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur 54

H2 Output Strategis Bidang Pendidikan 55

H3 Output Strategis Bidang Kesehatan 56

BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD 59

A ANALISIS PENDAPATAN APBD 60

A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah 61

A2 Analisis Kemandirian Daerah 62

B ANALISIS BELANJA APBD 62

B1 Analisis Belanja Derah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi 62

B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis Belanja (Sifat Ekonomi) 63

C PENGELOLAAN INVESTASI DEARAH 63

C1 Bentuk Investasi Daerah 63

C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 64

D SILPA DAN PEMBIAYAAN 64

D1 Perkembangan Defisit APBD 64

D2 Pembiayaan Daerah 65

E PENGELOLAAN BLU DAERAH 65

E1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Daerah 65

E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah 66

E3 Analisis Legal 67

F ANALISIS APBD LAINNYA 67

F1 Analisis Horizontal 67

F2 Analisis Vertikal 67

F3 Analisis Kapasitas Fiskal Daerah 69

G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN DAERAH 70

G1 Solvabilitas Anggaran 72

G2 Kemandirian Keuangan 73

G3 Fleksibilitas Keuangan 75

v Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

G4 Solvabilitas Layanan 76

G5 Indeks Kesehatan Keuangan 77

H BELANJA WAJIB DAERAH 79

H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan 79

H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan 80

H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur 81

BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN 82

A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KONSOLIDASIAN 82

B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN 82

B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 82

B2 Analisis Perubahan 83

B3 Rasio Pajak (Tax Ratio) 83

C BELANJA KONSOLIDASIAN 85

C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan 86

C2 Analisis Perubahan 86

C3 Analisi Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja

Konsolidasian 86

C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk 87

C5 Analisis Belanja 88

D SURPLUS DEFISIT 89

E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH TERHADAP PRODUK DOMESTIK

REGIONAL BRUTO (PDRB) 89

BAB VI ANALISIS POTENSI DAN TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 91

A ANALISIS POTENSI PAJAK DEARAH

Pendekatan Masfield-Wirasasmita Model 91

A1 Landasan Teori 91

A2 Hasil Estimasi 92

A3 Implikasi Kebijakan 93

B ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAERAH

Pendekatan Input-Output Model 94

B1 Konsep dan Definisi 94

B2 Metodologi Pengukuran 95

B3 Hasil dan Pembahasan 96

B4 Implikasi Kebijakan 98

C ANALISIS TANTANGAN EKONOMI REGIONAL 98

C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam (Natural Resource Curse) 99

C2 Pengembangan Kapasitas SDM 99

C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism) 100

C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana Infrastruktur 100

C5 Stabilitas Sosial Politik 101

C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement) 101

C7 Pengembangan UMKM (Small dan Medium Enterprises) 102

vi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

BAB VII ANALISIS TEMATIK 103

A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING 104

A1 Kebijakan Pencegahan 105

A2 Sasaran Program 106

B PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH 107

B1 Belanja KL dalam APBN 107

B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa 108

B2 Belanja APBD 109

B2 Belanja Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting 111

C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING 112

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 113

A KESIMPULAN 114

B REKOMENDASI 115

DAFTAR PUSTAKA 118

LAMPIRAN xviii

vii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR TABEL

Tabel 11 Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat

Tahun 2017-2021 3

Tabel 12 Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 4

Tabel 13 Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam RKPD Provinsi

Papua Barat 5

Tabel 14 PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar) 7

Tabel 15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 7

Tabel 16 Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen) 8

Tabel 17 Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa) 9

Tabel 18 Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat 10

Tabel 19 Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

Tahun 201910

Tabel 110 Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat 12

Tabel 111 AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 13

Tabel 112 Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun di Provinsi

Papua Barat (persen) 13

Tabel 113 Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat 14

Tabel 114 Komposisi Luas KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 15

Tabel 115 Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat 16

Tabel 116 Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di Provinsi

Papua Barat 16

Tabel 117 Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di Provinsi Papua Barat 17

Tabel 118 Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019 17

Tabel 117 Risiko Bencana per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat17

Tabel 21 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 24

Tabel 22 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 34

Tabel 23 Ringkasan Hasil Ujian Hausman 36

Tabel 24 Ringkasan Hasil Regresi Data Panel 37

Tabel 31 Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018

dan 2019 (miliah Rp) 39

Tabel 32 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018- 2019 (miliar Rp) 41

Tabel 33 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 43

Tabel 34 Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 44

Tabel 35 Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (rupiah) 44

Tabel 36 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran di

viii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 45

Tabel 37 Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 46

Tabel 38 Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 47

Tabel 39 Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 48

Tabel 310 Pagu dan Realisasi dana Transfer Tahun 2018-2019 Provinsi

Papua Barat (miliar Rp) 49

Tabel 311 Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP yang

Berpotensi Menjadi Satker BLU 51

Tabel 312 Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat 52

Tabel 313 Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi

Papua Barat 52

Tabel 314 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Bank Penyalur

sd Tahun 2019 53

Tabel 315 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema

sd Tahun 2019 53

Tabel 316 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan

Usaha sd Tahun 2019 54

Tabel 317 Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55

Tabel 318 Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 55

Tabel 319 Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 56

Tabel 41 Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 59

Tabel 42 Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 61

Tabel 43 Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp) 61

Tabel 44 Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp) 63

Tabel 45 Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah se- Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 (Rupiah) 64

Tabel 46 SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah) 64

Tabel 47 Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat 64

Tabel 48 Rasio Keseimbangan Umum dan Primer Provinsi Papua Barat 65

Tabel 49 Profil Anggaran RSUD Manokwari 66

Tabel 410 Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019 Berdasarkan Jenis Perawatan 66

Tabel 411 Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019 67

Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD 67

Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp) 68

Tabel 414 Analisis Vertikal Pendapatan APBD 2019 Provinsi Papua Barat (persen) 68

Tabel 415 Analisis Vertikal Belanja APBD 2019 Provinsi Papua Barat 69

ix Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Tabel 416 Analisis Fiskal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)69

Tabel 417 Kuadran Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 201970

Tabel 418 Rasio Solvabilitas Anggaran 72

Tabel 419 Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 73

Tabel 420 Rasio Kemandirian Keuangan 73

Tabel 421 Kriteria Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Menurut TIM KKD

FE UGM 74

Tabel 422 Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 74

Tabel 423 Rasio Fleksibilitas Keuangan 75

Tabel 424 Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 75

Tabel 425 Rasio Solvabilitas Layanan 76

Tabel 426 Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (juta Rp) 76

Tabel 427 Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 77

Tabel 428 Kuadran Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health index) Pemerintah

Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019 79

Tabel 429 Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201979

Tabel 430 Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201980

Tabel 431 Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat

Tahun 201979

Tabel 51 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 82

Tabel 52 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 83

Tabel 53 Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019 84

Tabel 54 Realisasi Penerimaan Perpajakan per Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 84

Tabel 55 Realisasi Penerimaan Perpajakan perkapita per Kabupaten Kota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 85

Tabel 56 Realisasi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019 85

Tabel 57 Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 87

Tabel 58 Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp) 87

Tabel 59 Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019 (miliar Rp) 88

Tabel 510 Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019 88

Tabel 511 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papau Barat

x Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 88

Tabel 512 Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 89

Tabel 513 Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2019 90

Tabel 61 Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (juta Rp) 92

Tabel 62 Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor Ekonomi Terbesar

Provinsi Papua Barat Tahun 2013 (juta Rp) 96

Tabel 63 Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Metode Modified RAS 96

Tabel 64 Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Metode Modified RAS 97

Tabel 71 Jumlah dan Kelompok Penduduk di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (jiwa) 106

Tabel 72 Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per KabupatenKota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (persen) 107

Tabel 73 Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 108

Tabel 74 Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 109

Tabel 75 Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 110

Tabel 76 Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (Rp) 111

xi Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR GRAFIK

Grafik 11 Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat 8

Grafik 12 Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat 8

Grafik 13 Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 12

Grafik 21 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Dunia Tahun 2019 19

Grafik 22 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua Barat

Tahun 2016-2019 (persen) 20

Grafik 23 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut Lapangan

Usaha (persen) 20

Grafik 24 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Menurut

Pengeluaran (persen) 21

Grafik 25 Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 21

Grafik 26 Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat 2014-2019 22

Grafik 27 Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23

Grafik 28 Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (US$ juta) 23

Grafik 29 Kontribusi Sektoral terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 24

Grafik 210 Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua Barat

Tahun 2015-2019 (juta Rptahun) 24

Grafik 211 Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan Nasional

Tahun 2015-2019 25

Grafik 212 Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019 (persen) 27

Grafik 213 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Pada Lembaga Keuangan

Nasional Tahun 2019 (persen) 28

Grafik 214 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Simpanan pada Lembaga Keuangan

Nasional Tahun 2019 (persen) 28

Grafik 215 Tren Pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dollar AS Tahun 2019 29

Grafik 216 Perkembangan Nilai IPM Papua Barat dan Nasional Tahun 2011-2018 30

Grafik 217 Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun 2016-2019 31

Grafik 218 Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Provinsi Papua Barat

Tahun 2016- 2019 32

Grafik 219 Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 32

Grafik 220 Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat dan Nasional

Tahun 2016-2019 32

Grafik 221 TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 33

Grafik 222 Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua Barat Tahun 2015-2019 33

Grafik 31 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per KabupatenKota di

Papua Barat (miliar Rp) 41

Grafik 32 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor

di Papua Barat (miliar Rp) 41

xii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Grafik 33 Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2019 (persen) 42

Grafik 34 Kementerian NegaraLembaga di Provinsi Papua Barat dengan

Alokasi APBN Terbesar TA 2019 46

Grafik 35 Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019 49

Grafik 36 Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel Sorong

Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50

Grafik 37 Perkembangan Pagu PNBP BLU Satker Poltekpel Sorong

Tahun 2017-2019 (miliar Rp) 50

Grafik 38 Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel Sorong Tahun 2017-2019 51

Grafik 39 Jumlah Debitur KUR per KabKota Provinsi Papua Barat Tahun 2019 52

Grafik 310 Jumlah penyaluran KUR per KabKota di Porvinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp) 53

Grafik 41 Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen) 62

Grafik 42 Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 per Fungsi (miliar Rp) 63

Grafik 43 Indeks Kesehatan Keuangan (Fisccal Health Index) KabKota se-Provinisi

Papua Barat Tahun 2018-2019 78

Grafik 51 Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap

Penerimaan Konsolidasian Provinsi Papua Barat Tahun 2019 83

Grafik 52 Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp) 86

Grafik 53 Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2019 (miliar Rp) 86

Grafik 61 Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi Papua Barat

Tahun 2015 - 2019 101

Grafik 62 Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi Papua Barat

Tahun 2015 - 2019 (persen) 101

xiii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR GAMBAR

Gambar 11 Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 2

Gambar 21 Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM 30

Gambar 22 IPM KabKota di Provinsi Papua Barat tahun 2017 berdasarkan

Klasifikasi UNDP 30

Gambar 23 Lingkaran Kemiskinan Nurkse 35

Gambar 41 Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan 72

Gambar 51 Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pemerintah terhadap Output Menurut

Perpotongan Keynesian 68

Gambar 61 Technological Discontinuity Curve 102

Gambar 71 Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting 105

xiv Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

DAFTAR BOKS

Boks 31 Pemberdayaan UMKM Papua Barat Melalui Pembiayaan Kredit Usaha

Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi) 57

Halaman ini sengaja dikosongkan

xv

Executive Summary

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Pembangunan Provinsi Papua Barat yang memiliki 13 KabupatenKota dijalankan dengan visi

ldquoMenuju Papua Barat yang Aman Sejahtera dan Bermartabatldquosebagaimana tertuang dalam

RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 Visi pembangunan ini dijiwai oleh semangat Otonomi

Khusus yang menjadi roh sekaligus paradigma pembangunan dalam mewujudkan perencanaan

Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai yang tertuang dalam ketentuan Otonomi Khusus

meliputi Perlindungan Penghormatan Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli Papua

(OAP)

Pembangunan Papua Barat sebagai wilayah otonomi khusus didominasi oleh pengaruh faktor

ekonomi dengan kekayaan alam (minyak bumi dan gas alam) yang melimpah menjadi modal

utama Keberadaan faktor ekonomi ini membuat perekonomian terpusat dan didominasi oleh 3

kabupatenkota (Kota Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk Bintuni) sebagai lokasi

pertambangan dan perindustrian Kesenjangan ekonomi yang terjadi menyebabkan tidak

meratanya kapasitas dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik fasilitas perdagangan fasilitas

kesehatan maupun fasilitas pendidikan dan membuat tingginya biaya koleksi dan distribusi Selain

infratruktur keterbatasan lain yang ada di Provinsi Papua Barat adalah rendahnya kualifikasi

tingkat pendidikan yang dimiliki angkatan kerja yang sebagian besar adalah lulusan SD (345

persen)

Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah sebesar

10295515 km sehingga membentuk kepadatan penduduk 932 jiwakmsup2 dengan kepadatan

tertinggi berada di Kota Sorong sebagai kota terbesar dan Kab Manokwari sebagai ibukota

provinsi Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940

mdpl dengan sebagian besar merupakan wilayah perbukitan (4921) dan daerah dataran

rendah (3974) serta daerah pegunungan (1105) Kondisi wilayah ini membuat Provinsi Papua

Barat sangat berpotensi (kelas risiko tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan dan hutan

gempa tektonik serta gelombang tsunami namun dengan kapasitas penanggulangan yang

sedang

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 tumbuh tertahan pada level 266 persen

setelah sempat tumbuh signifikan tahun sebelumnya yang mencapai level 624 persen

Pertumbuhan ekonomi regional tersebut lebih rendah dari pertumbuhan nasional yang stagnan

pada level 502 persen Seluruh sektor lapangan usaha mencatatkan pertumbuhan positif dimana

pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151 persen serta

jasa keuangan dan asuransi mencapai 933 persen Sebaliknya industri pengolahan dan sektor

pertambangan-penggalian mencatatkan pertumbuhan yang melambat sebesar 099 dan -034

persen

Laju inflasi Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih rendah dari inflasi

tahun sebelumnya sebesar 521 persen dan inflasi nasional sebesar 272 persen Pencapaian

tersebut berada di atas target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021 dimana ditetapkan

pada angka 408 persen

Dari sisi kesejahteraan terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat di Provinsi Papua Barat yang

tercermin dari pencapaian IPM yang menunjukan kenaikan menjadi 6374 tingkat kemiskinan

yang mengalami penurunan menjadi sebesar 2151 persen seiring laju inflasi yang terkendali

peningkatan belanja pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan Namun tingkat

EXECUTIVE SUMMARY

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

xvi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Executive Summary

pengangguran yang meningkat menjadi 624 persen menunjukkan bahwa upaya peningkatan

sektor tersebut masih belum optimalnya

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat memiliki tingkat sensitifitas yang rendah terhadap

tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di bawah satu

persen atau bersifat inelastis Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu

persen maka penurunan tingkat kemiskinan di bawah satu persen Sebagai salah satu komponen

pertumbuhan ekonomi pengeluaran pemerintah di Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke

daerah pedesaan dan remote area Hal ini didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah penduduk

miskin di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di daerah pedesaan

Perkembangan dan Analisis APBN

Target pendapatan negara tahun 2019 di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan sebesar

116 persen dibandingkan target tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi Rp206842 miliar

Penurunan target tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perekonomian pada tahun

2019 masih dalam tahap ketidakpastian Tantangan dan dinamika yang cukup berat mengingat

volatilitas harga komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi turut mempengaruhi target

penerimaan pajak di Papua Barat

Sementara itu dari aspek belanja negara terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427 persen

dibandingkan pagu tahun 2018 yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi Rp3457711 miliar Tercermin

dari kenaikan yang cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223 persen dari Rp1700164 miliar

menjadi Rp2588091 miliar Pagu belanja pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari Rp156741

miliar pada tahun 2018 menjadi Rp187346 miliar pada tahun 2019 Sementara belanja barang

meningkat sebesar 1224 persen yaitu dari Rp291817 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp32754

miliar pada tahun 2019 Terdapat peningkatan yang cukup signifikan pada pagu belanja modal

dari Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik

sebesar 3005 persen

Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat mencapai

9896 persen sedangkan realisasi belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan

membandingkan antara realisasi penerimaaan dan belanja APBN tahun 2019 terdapat defisit

anggaran sebesar Rp2907081 miliar Hal ini disebabkan oleh target penerimaan yang tidak

tercapai dengan optimal meskipun target tersebut telah direncanakan secara realistis disamping

adanya kebijakan defisit APBN dalam mewujudkan capaian prioritas nasional

Pemerintah pusat berupaya mendorong laju perekonomian Provinsi Papua Barat melalui

penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah penyaluran KUR

di Provinsi Papua Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan kepada 51622 debitur Daerah

dengan jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong sebesar Rp57002 milar dengan jumlah

debitur sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah dengan penyaluran KUR terbesar kedua

yaitu Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang diberikan kepada 14542 debitur Hal ini

mengindikasikan bahwa persebaran KUR di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di

daerah yang kondisi perekonomiannya relatif lebih maju Perdagangan merupakan sektor yang

memiliki jumlah penyaluran KUR terbesar Sampai dengan tahun 2019 penyalurannya sebesar

Rp119405 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551

Perkembangan dan Analisis APBD

Dari sisi pelaksanaan APBD sampai dengan akhir tahun 2019 total pendapatan APBD seluruh

pemerintah daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen

dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp20100 miliar pendapatan dari komponen

PAD mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374 miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu

dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar pada

tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar pada tahun 2019 Banyak faktor yang mempengaruhi

pencapaian realisasi pendapatan dan belanja tersebut Diantara faktornya yaitu perkembangan

perekonomian dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi pelaksanaan berbagai kebijakan

fiskal yang dilaksanakan serta beberapa tantangan terhadap perekonomian Provinsi Papua

Barat

xvii Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Executive Summary

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Total realisasi pendapatan konsolidasian pemerintah pusat dan pemerintah daerah tahun 2019

adalah sebesar Rp544142 miliar atau naik 49 persen Dari jumlah tersebut 54 persen merupakan

pendapatan pemerintah pusat dan 46 persen adalah pendapatan pemerintah daerah Realisasi

belanja dan transfer konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar dimana 75 persen bersumber dari

anggaran pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran pemerintah pusat

Keunggulan dan Potensi Ekonomi serta Tantangan Fiskal Regional

Dengan menggunakan pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan bahwa elastisitas

penerimaan pajak daerah di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per kapita bersifat elastis Selain

itu didapatkan nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif kecil yang menunjukan tingkat

kesulitan pemungutan pajak daerah relatif tinggi

Berdasarkan tabel input output Provinsi Papua Barat tahun 2013 yang kemudian dilakukan

updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) model Miller dan Blair

(1985) diperoleh hasil bahwa sektor dengan nilai pengganda output terbesar yaitu industri

pengolahan migas dan perikanan Adapun sektor dengan pengganda pendapatan tertinggi

yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor administrasi pemerintahan amp jaminan sosial Sementara itu

sektor dengan pengganda tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya dan industri makanan amp

minuman

Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage)

terbesar yaitu industri lainnya dan industri makanan-minuman Adapun sektor yang memiliki

keterkaitan ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu industri pengolahan migas dan

perikanan

Analisis Tematik

Selama tahun 2019 dana APBN berupa belanja KL yang telah digunakan dalam program

pencegahan stunting sebesar Rp10448 miliar Penggunaan dana terbesar sesuai dengan prioritas

percepatan pencegahan yakni untuk kegiatan intervensi sensitif (Kementerian Kesehatan)

sebesar Rp1928 miliar dan intervensi spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta sebesar Rp842

miliar untuk kegiatan pendampingan koordinasi dan dukungan teknis (lintas KL) Penggunaan

dana tersebut terbesar direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif terutama pembangunan

Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan pendanaan sebesar Rp4353

miliar

Pembiayaan program penurunan stunting juga dilakukan dengan memanfaatkan dana

tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Dana DFDD

tahun 2019 yang telah digunakan dalam program stunting sebesar Rp11348 miliar terdiri dari DAK

Fisik sebesar Rp6706 miliar dan Rp4642 miliar berupa Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar

adalah pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar Rp11348 miliar sedangkan intervensi

spesifik sebesar Rp166 miliar Realisasi terbesar dialokasikan untuk perluasanpeningkatan SPAM

sebanyak 5765 sambungan rumah (SR) dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp2562 miliar

Sementara penggunaan Dana Desa terbesar diperuntukkan bagi pembangunan sumber air

bersih milik desa pada 1041 titik dengan dana sebanyak Rp1752 miliar

Selain APBN dan DFDD dana APBD juga dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan intervensi

spesifik sebesar Rp939 miliar dan sebesar Rp4805 miliar untuk kegiatan intervensi sensitif

Penggunaan dana tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi penyediaan akses JKN Orang

Asli Papua (OAP) sebesar Rp2882 miliar Penggunaan dana yang besar lainnya adalah untuk

penyediaan akses air minum yang aman dan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi

anak gizi kurang akut dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118 miliar dan Rp566 miliar

DJPbKawalAPBN

SASARAN

PEMBANGUNAN DAERAH

ldquoKeindahan Alam Pulau Misool Raja Ampatrdquo

1

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

embangunan Provinsi Papua Barat

berhubungan erat dengan capaian

sasaran pembangunan nasional

sehingga memiliki tingkat urgensi

yang tinggi untuk segera diwujudkan serta

memiliki daya ungkit yang tinggi bagi

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di

wilayah bagian (paling) timur Indonesia

Pelaksanaan pembangungan daerah ini

didasarkan pada prioritas tertentu yang

menjadi fokus atau objek utama

pembangunan dan tersinkronisasi dengan

prioritas nasional sebagai kerangka kebijakan

fiskal terintegrasi antara pusat dan daerah

Prioritas pembangunan menjadi bagian dari

perencanaan pembangunan yang akan

menetapkan kegiatan-kegiatan

pembangunan sosial-ekonomi fisik

(infrastruktur) untuk dilaksanakan secara

terpadu oleh sektoral publik dan swasta (Mahi

dan Trigunarso 2017) Perumusan prioritas

pembangunan di Provinsi Papua Barat secara

teknis dilakukan dengan mengevaluasi

pelaksanaan program kegiatan dan capaian

kinerja pembangunan serta identifikasi atas

permasalahan-permasalahan yang terjadi

pada tahun-tahun sebelumnya Selanjutnya

dihubungkan dengan visi misi tujuan dan

sasaran pembangunan daerah yang

tercantum dalam Rancangan Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada

tahun rencana serta mempertimbangkan

prioritas yang tertuang dalam Rancangan

Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN)

A TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

DAERAH

Tujuan dan sasaran pembangunan dirumuskan

untuk memberikan arah terhadap program

pembangunan daerah serta dalam rangka

memberikan kepastian operasionalisasi dan

keterkaitan antara misi dengan program

pembangunan sehingga memberikan

gambaran yang jelas tentang ukuran-ukuran

terlaksananya misi dan tercapainya visi Tujuan

dan sasaran pembangunan menunjukkan

tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan

pembangunan jangka menengah yang

selanjutnya akan menjadi dasar dalam

mengukur kinerja pembangunan secara

keseluruhan

A1 Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah

Tahun 2019 merupakan tahun ketiga dari

pelaksanaan RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-

2021 Dokumen ini merupakan jangkar bagi

Pemerintah Daerah di lingkup Provinsi Papua

Barat untuk menetapkan kebijakan-kebijakan

dalam mencapai sasarantarget

P

BAB I

Sasaran Pembangunan dan

Tantangan Daerah

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

2

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

pembangunan selama lima tahun ke depan

dan dijabarkan dalam Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahunnya

Sebagai satu kesatuan perencanaan daerah

yang utuh penetapan arah pembangunan

dalam RPJMD dilakukan dengan

memperhatikan prioritas pembangunan

nasional dalam RPJMN sekaligus RPJMD daerah

sekitar yang terdekat (Provinsi Papua) Hal ini

untuk menjamin terciptanya sinkronisasi dan

sinergi kebijakan program dan kegiatan

pembangunan Pemerintah Provinsi Papua

Barat dengan kebijakan pembangunan

wilayah Pulau Papua dan nasional

Hasil sinkronisasi dan sinergi tersebut pada

akhinya membentuk sebuah visi pembangunan

Pemerintah Provinsi Papua Barat yaitu ldquoMenuju

Papua Barat yang Aman Sejahtera dan

Bermartabatldquo dan diwujudkan dalam 8

(delapan) misi pembangunan

Misi 1 Menciptakan tata kelola pemerintahan

yang baik berbasis aparatur yang bersih

dan berwibawa serta otonomi khusus

yang efektif

Misi 2 Mewujudkan pengelolaan lingkungan

dan sumber daya alam yang

berkeadilan dan berkelanjutan

Misi 3 Meningkatkan kualitas pelayanan dasar

pendidikan dan kesehatan

Misi 4 Meningkatkan kapasitas infrastruktur

wilayah

Misi 5 Meningkatkan daya saing

perekonomian dan investasi daerah

berbasis pariwisata

Misi 6 Membangun pertanian yang mandiri

dan berdaualat

Misi 7 Memperkuat pemberdayaan

masyarakat perempuan dan

perlindungan anak berbasis masyarakat

berketahanan sosial

Misi 8 Memperkuat Kerukunan umat

beragama dan Kondusivitas Daerah

Misi yang tertuang dalam RPJMD secara nyata

dijabarkan dalam berbagai strategi dan arah

kebijakan dalam rangka pencapaian target

kinerja yang direncanakan dalam jangka waktu

5 (lima) tahun Perencanaan jangka menengah

ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi

Papua Barat Nomor 4 Tahun 2017 tentang

RPJMD Provinsi Papua Barat tahun 2017-2021

dan menjadi sebuah ketentuan bagi Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Provinsi

Papua Barat dalam perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan

Setiap tahunnya dilakukan penentuan prioritas

pembangunan Provinsi Papua Barat yang

diselaraskan dengan RPJMD untuk

menghasilkan perencanaan yang nantinya

akan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah

Prioritas pembangunan tersebut membentuk

target kinerja pembangunan dengan fokus

pada penyelesaian beberapa isu strategis

sebagai berikut

a Rendahnya persentase angka partisipasi

sekolah pada jenjang pendidikan

menengah

Visi

Misi 1

Misi 2

Misi 3

Misi 4

Misi 5

Misi 6

Misi 7

Misi 8

Gambar 11

Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021

3 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

b Rendahnya angka rata-rata lama sekolah

c Tingginya angka kemiskinan

d Masih rentannya ketahanan pangan

e Masih tingginya kesenjangan

pendapatanpenghasilan masyarakat

f Belum optimalnya upaya pengentasan

kemiskinan

g Kurangnya pemerataan fasilitas kesehatan

Tabel 11

Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021

Misi Tujuan Sasaran

Misi 1 Meningkatkan kinerja penyelenggaraan

otonomi khusus

Meningkatnya kinerja penyelenggaraan otonomi khusus

Meningkatnya kualitas Manajemen

penyelenggaraanpemerintahan sinergitas

kebijakan pembangunan dan pelayanan

publik serta efektivitas

Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas penyelenggaraan

pemerintahan serta koordinasi kebijakan daerah

Meningkatnya kualitas perencanaan pembangunan daerah

Optimalnya sistem pengawasan daerah

Meningkatnya kualitas sumberdaya aparatur

Meningkatnya kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan daerah

Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

Terwujudnya pengelolaan data dan informasi

layanan publik yang terintegrasi dan berbasis IT

Terwujudnya koneksitas jaringan komunikasi dan pelayanan informasi

publik berbasis IT

Meningkatnya ketersediaan data sebagai basis kebijakan

pembangunan daerah

Optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan persandian daerah

Meningkatnya budaya baca masyarakat

Meningkatnya tata kelola administrasi kearsipan daerah

Misi 2 Terwujudnya pengembangan dan

pembangunan daerah yang berwawasan

lingkungan

Meningkatnya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan

serta pengendalian pembangunan berwawasan lingkungan yang

berkelanjutan

Meningkatnya kelestarian pengelolaan hutan secara terpadu

Meningkatnya koordinasi dan penyelenggaraan tertib administrasi

pertanahan wilayah dan penataan wilayah

Meningkatnya konservasi sumber daya alam

Misi 3 Terwujudnya sumberdaya manusia yang

cerdas sehatdan berdaya saing

Meningkatnya aksesibilitas kualitas dan manajemen pendidikan

Meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan

Meningkatnya prestasi dan kreativitas pemuda dan olahraga

Misi 4 Terwujudnya pemerataan pembangunan

infrastruktur dasar dan layanan publik

Meningkatnya interkoneksi antar wilayah ketersediaan layanan dasar

infrastruktur daerah dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah

Meningkatnya layanan kebutuhan dasar perumahan dan kawasan

permukiman wilayah perkotaan dan perdesaan

Optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam dan ketersediaan energi

baru dan terbarukan

Misi 5 Meningkatnya perekonomian daerah yang

didukung oleh pemanfaatan potensi

sumberdaya lokal lintas sektor

Meningkatnya daya saing investasi daerah

Meningkatnya daya saing tenaga kerja serta kesempatan dan

perluasan kesempatan kerja

Meningkatnya ekonomi kerakyatan berbasis industri kreatif dan potensi

daerah

Meningkatnya akses tata niaga dan infrastruktur perdagangan antar

wilayah dan antar daerah

Meningkatnya pengembangan dan daya saing industri pengolahan

berbasis potensi daerah

Optimalnya sinergitas pengembangan dan penataan kawasan terpadu

di wilayah transmigrasi

Terwujudnya daya dukung dan daya tarik

pariwisata terpadu berskala internasional

Meningkatnya keterpaduan dan daya saing pariwisata daerah

Meningkatnya pengembangan seni budaya dan kelestarian tradisi

kehidupan masyarakat dalam mendukung pariwisata daerah

Misi 6 Terwujudnya kedaulatan pangan dan revolusi

pembangunan pertanian dalam arti luas

sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi

daerah

Meningkatnya produktivitas tata kelola dan dan pertumbuhan sektor

pertanian dalam arti luas

Misi 7 Terwujudnya masyarakat berketahanan sosial Menurunnya penyandang Masalah kesejahteraan sosial

Meningkatnya kapasitas masyarakat kampung

Meningkatnya partisipasi Perempuan dalam membangun kualitas

kesetaraan gender dan perlindungan perempuan dan anak

Meningkatnya kinerja penataan penduduk dan

pelayanan hak kependudukan masyarakat

Optimalnya pengendalian penduduk dan pelayanan keluarga

berencana

Meningkatnya tertib administrasi kependudukan masyarakat

Misi 8 Meningkatnya stabilitas wilayah dan daya

tahan masyarakat

Optimalnya kerjasama pemerintah masyarakat dan dunia usaha untuk

menjaga keamanan dan ketertiban umum

Sumber RPJMD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

4

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

di kabupatenkota

h Kurangnya pemerataan dan kualitas sumber

daya manusia bidang kesehatan

i Kurangnya ketersediaan air bersih

j Rendahnya rasio elektrifikasi

k Kurang optimalnya reformasi birokrasi dan

pelaksanaan otsus

l Masih rendahnya daya saing daerah

A2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Semangat Otonomi Khusus dalam kerangka

pembangunan di Provinsi Papua Barat menjadi

roh sekaligus paradigma pembangunan

khususnya dalam mewujudkan perencanaan

Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai

yang tertuang dalam ketentuan Otonomi

Khusus meliputi Perlindungan Penghormatan

Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli

Papua (OAP) Dalam konteks kekhususan nilai

tersebut telah diletakkan oleh Provinsi Papua

Barat sebagai nilai rujukan deskriptif dan

sekaligus sebagai nilai rujukan preskriptif serta

menjadi dasar kebijakan dalam menentukan

prioritas

Prioritas pembangunan pada tahun 2019

disusun dengan mengacu pada kebijakan

mandatory dalam Rencana Kerja Pemerintah

(RKP) 2019 tujuan dan sasaran dalam RPJMD

(tahun ketiga) tanpa melupakan filosofi

otonomi khusus yang menjadi dasar

Perencanaan ditekankan pada penyelesaian

permasalahan dan isu-isu strategis yang

berkembang di tingkat provinsi wilayah dan

nasional dengan tetap memperhatikan pokok-

pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) Prioritas pembangunan Papua Barat

tahun 2019 menjadi sebuah arahan dan acuan

dalam melaksanakan program dan kegiatan

dengan rincian sebagai berikut

a Peningkatan kualitas pelayanan dasar dan

kualitas hidup masyarakat (P1)

b Peningkatan investasi daerah melalui

pemanfaatan sumber daya yang

berkelanjutan dan berkeadilan (P2)

c Peningkatan infrastruktur wilayah untuk

mengurangi kemiskinan dan kesenjangan

antarwilayah (P3)

d Pengoptimalan pelaksanaan reformasi

birokrasi ketentraman dan ketertiban umum

serta kinerja otonomi khusus (P4)

Tabel 12

Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Prioritas Misi Tujuan

P1 Meningkatkan kualitas

pelayanan dasar

pendidikan dan kesehatan

Mewujudkan sumber daya

manusia yang cerdassehat dan

berdaya saing

Meningkatkan kapasitas

infrastrukur dasar

Terwujudnya pemerataan

pembangunan infrastruktur dasar

dan layanan publik

Memperkuat

pemberdayaan

masyarakatperempuan

dan perlindungan anak

berbasis masyarakat

berketahanan sosial

Mewujudkan masyarakat

berketahanan sosial

Meningkatnya kinerja penataan

penduduk dan pelayanan hak

Kependudukan masyarakat

P2 Mewujudkan pengelolaan

lingkungan dan sumber

daya alam yang

berkeadilan dan

berkelanjutan

Mewujudkan pengembangan

dan pembangunan daerah

yang berwawasan lingkungan

Meningkatkan daya saing

perekonomian dan

investasi daerah berbasis

pariwisata

Meningkatkan perekonomian

daerah yang didukung oleh

pemanfaatan potensial

sumberdaya lokal lintas sektor

Terwujudnya daya dukung dan

daya tarik pariwisata terpadu

berskala internasional

Membangun pertanian

yang mandiri dan

berdaulat

Terwujudnya kedaulatan pangan

dan revolusi pembangunan

pertanian dalam arti luas

sebagai daya ungkit

pertumbuhan ekonomi daerah

P3 Meningkatkan kapasitas

infrastruktur dasar

Terwujudnya pemerataan

pembangunan infrastruktur dasar

dan layanan publik

P4 Menciptakan tata kelola

pemerintahan yang baik

berbasis aparatur yang

bersihdan berwibawa

(good and clean

governance) serta otonomi

khusus yang efektif

Meningkatkan kinerja

penyelenggaraan otonomi

khusus

Meningkatnya Kualitas

Manajemen Penyelenggaraan

Pemerintahan Sinergitas

Kebijakan Pembangunan Dan

Pelayanan Publik Serta Efektivitas

Pelaksanaan Kebijakan Otonomi

Khusus

Terwujudnya Pengelolaan Data

Dan Informasi Layanan Publik

Yang Terintegrasi Dan Berbasis IT

Memperkuat kerukunan

umat beragama dan

kondisivitas daerah

Meningkatnya stabilitas wilayah

dan daya tahan masyarakat

Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)

5 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Dari 4 (empat) prioritas pembangunan Provinsi

Papua Barat tersebut di trajectory-kan dalam 9

misi yang mengarah pada 13 tujuan yang akan

dicapai melalui berbagai macam sasaran-

sasaran pembangunan dengan beragam

indikator sebagai ukuran Selain itu sebagai

gambaran pencapaian sasaran

pembangunan dan efektivitas kebijakan fiskal

secara umum dalam RKPD tahun 2019 juga

ditetapkan target indikator-indikator makro dan

kesejahteraan sebagai ukuran keberhasilan

sebagaiman tahun-tahun sebelumnya

Penggunaan indikator makro dan

kesejahteraan setidaknya mampu menangkap

gambaran sejauh mana pembangunan di

Provinsi Papua Barat berhasil dilaksanakan dan

memberi pengaruh bagi perekonomian

masyarakat

RKPD yang telah ditetapkan melalui Peraturan

Gubernur (Pergub) menjadi dokumen dasar

dari Kebijakan Umum APBD (KUA) dan

penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran

Sementara (PPAS) dalam membiayai

pembangunan daerah dalam satu tahun

Melalui pembiayaan pembangunan yang

bersumber dari APBD dan didukung oleh APBN

dengan kewenangan Dekonsentrasi (DK) dan

Tugas Pembantuan (TP) program dan kegiatan

dapat dilaksanakan dan sasarantarget

pembangunan daerah diupayakan untuk

dicapai

Pemanfaatan anggaran dalam pelaksanaan

program dan kegiatan oleh OPD tertuang

dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)

sebagai penjabaran teknis serta pedoman

kegiatan yang harus dilaksanakan Atas dasar

RKA OPD mendapatkan anggaran yang

ditetapkan batasan alokasinya dalam

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)

sebagai dasar optimalisasi sumber daya yang

dimiliki dalam mencapai output yang

ditargetkan

B TANTANGAN DAERAH

Pembangunan berkelanjutan adalah

pembangunan yang memenuhi kebutuhan

masa kini dengan memperhitungkan

kemampuan generasi mendatang untuk

memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri

(World Commission on Environment and

Development 1990) Prinsip pembangunan

berkelanjutan merupakan prinsip

keseimbangan pembangunan aspek sosial

ekonomi dan lingkungan (Kates et al 2005) Ide

pembangunan berkelanjutan mengandung

tiga tujuan pembangunan yaitu kekuatan

ekonomi tanggung jawab terhadap ekologi

dan keadilan sosial untuk mencapai tujuan

pembangunan jangka pendek dengan tidak

mengorbankan tujuan pembangunan jangka

panjang

Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan

dalam wujud implementasi RKPD (jangka

pendek) dan RPJMD (jangka menengah) oleh

Tabel 13

Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam

RKPD Provinsi Papua Barat

Indikator Target 2017 2018 2019

Laju Pertumbuhan Ekonomi () 500 700 700

Laju Inflasi Tahunan () 328 408 366

Indeks Pembangunan Manusia

(Angka)

6232 6321 6364

Rasio Gini (Angka) 037 038 037

Persentase Tingkat Kemiskinan

()

2510 2427 2329

Tingkat Pengangguran Terbuka

()

752 645 642

Indeks Kesenjangan

WilayahIndeks Williamson

(Angka)

045 043 042

Pengeluaran per kapita per

bulan (Rp juta)

110 120 130

Produktivitas total daerah (Rp

juta)

16700 16750 17000

Sumber RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

6

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

pemerintah daerah dalam bingkai otonomi

daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan

dan kondisi daerah pada saat pembuatan dan

pengembangan kebijakan Kebijakan

pembangunan harus peka terhadap potensi

dan hambatan daerah dalam hal kondisi

perekonomian masyarakat sosial

kependudukan dan geografi wilayah

(Zumaeroh 2011)

B1 Tantangan Ekonomi Daerah

Pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus selama ini didominasi

oleh pengaruh faktor ekonomi Kekayaan alam

yang melimpah berupa hutan mineral

tambang maupun kelautan ditambah dengan

tenaga kerja menjadi sumber daya yang

tersedia untuk dapat dimanfaatkan menjadi

modal utama perekonomian Menurut Sukirno

(2011) ketersediaan tenaga kerja mampu

mempengaruhi pembangunan ekonomi

daerah dalam mengembangkan kegiatan

ekonominya sehingga infrastuktur lebih banyak

tersedia perusahaan semakin banyak dan

semakin berkembang taraf pendidikan

semakin tinggi dan teknologi semakin

meningkat

B11 Kesenjangan

Perekonomian Provinsi Papua Barat sangat

bertumpu pada sektor pertambangan dengan

dua kabupatenkota yang menjadi penggerak

utama yaitu Kota Sorong dan Kab Manokwari

Kota Sorong merupakan pusat kegiatan bagi

regional Papua Barat karena memiliki simpul

transportasi yang sangat strategis sebagai

gerbang tranportasi Provinsi Papua Barat

sekaligus menjadi pusat kegiatan jasa dan

perdagangan Kondisi ini telah ada sejak zaman

pendudukan Belanda akibat adanya kegiatan

pengolahan dan perdagangan bahan hasil

pertambangan Wilayah lainnya yang

tergolong memiliki jenis layanan lengkap

kepada masyarakat adalah Kabupaten

Manokwari sebagai ibukota provinsi Sementara

wilayah lainnya sebagai daerah otonomi baru

fungsi-fungsi layanan yang semestinya ada

masih belum didirikan Pola struktur ruang

wilayah-wilayah tersebut saat ini masih linier

yaitu mengikuti pola jaringan jalan arteri belum

berkembang dan melebar seperti halnya Kota

Sorong dan Kab Manokwari

Kesenjangan yang terjadi antara Kota Sorong

dan Kab Manokwari dengan kabupaten

lainnya dipengaruhi oleh beberapa sektor yaitu

konstruksi informasi dan komunikasi dan

transportasi dan pergudangan yang menjadi

engine growth selain pertambangan dan

industri yang telah memajukan Kota Sorong

Sedangkan sektor real estate konstruksi dan

administrasi pemerintahan pertahanan dan

jaminan sosial wajib menjadi pendorong Kab

Manokwari Pada kabupatenkota lainnya

didorong oleh sektor pertanian kehutanan

perikanan dan kelautan dengan nilai produksi

yang relatif kecil Secara keseluruhan

pergerakan perekonomian Provinsi Papua Barat

masih didominasi oleh sektor migas

dibandingkan industri pengolahan non-migas

Pemeran utama sektor pertambangan adalah

industri minyak bumi yang berada di Kota

Sorong dan Kab Sorong serta industri Liquid

Natural Gas (LNG) di Kab Teluk Bintuni

Meskipun dominan kontribusi sektor industri

pengolahan (migas) terus mengalami

penurunan dalam beberapa tahun terakhir

disebabkan oleh menurunnya harga minyak

dan gas di pasar internasional Berdasarkan

kontribusi terbesar terhadap PDRB terlihat

bahwa setiap tahunnya didominasi oleh

7 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

kabupatenkota yang sama yaitu Kab Teluk

Bintuni Kab Sorong dan Kota Sorong sebagai

lokasi pertambangan Perekonomian Provinsi

Papua Barat berada di sekitaran sektor migas

(pertambangan dan penggalian industri

pengolahan konstruksi) sementara sektor

pertanian kehutanan perikanan dan kelautan

belum mampu berkontribusi banyak meskipun

Provinsi Papua Barat memiliki lahan non-

pemukiman dan non-industri yang luas

mencapai 9965 persen dari total wilayah

B12 Infrastruktur

Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua Barat

yang memprioritaskan peningkatan investasi

dan pembangunan infrastruktur diharapkan

dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah

dan antar sektor Peningkatan investasi di sektor

pertanian kehutanan perikanan dan kelautan

akan mendorong wilayah lain yang tidak

memiliki pertambangan untuk dapat

meningkatkan produktivitas

Sejauh ini penanaman modal di Provinsi Papua

Barat telah berhasil meningkat khususnya pada

sektor tanaman pangan perkebunan dan

peternakan melalui Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) senilai Rp25546 miliar (tahun

2019) namun investasi tersebut hanya

tersentralisasi di Kab Manokwari Hal yang

sama juga terjadi di sektor transportasi gudang

dan telekomunikasi dengan investasi yang

berlokasi di seputaran 4 (empat)

kabupatenkota utama di Provinsi Papua Barat

Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA)

lebih banyak berkutat di sektor pariwisata (Hotel

dan Restoran) di Kab Raja Ampat dan

perindustrian di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Sorong yang menjadi unggulan pemerintah

pusat dan daerah sehingga memiliki insentif

investasi

Prioritas pemerintah daerah pada

pembangunan infrastruktur berupa jalan

dilakukan dalam rangka membuka aksesibilitas

antar wilayah Selama ini kondisi jalan di Provinsi

Papua Barat hanya 3453 persen dari 867252

km yang berada dalam kondisi baik sisanya

dalam kondisi sedang (2581 persen) rusak

(1808 persen) dan rusak berat (2157 persen)

Tabel 15

Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Sektor

2018 2019

Proyek Nilai

(juta Rp) Proyek

Nilai

(juta Rp)

Tanaman

Pangan

Perkebunan

dan Peternakan

1 4790370 7 25545830

Industri 4 250160 5 1425500

Konstruksi - - 2 34880

Perdagangan

dan Reparasi

2 45490 5 21990

Hotel dan

Restoran

- - 1 30000

Transportasi

Gudang dan

Telekomunikasi

- - 5 9887650

Perumahan

Kawasan Industri

dan Perkantoran

- - 1 1060140

Jasa Lainnya - - 2 18000

Sumber BKPM (data diolah)

Tabel 14

PDRB per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar)

KabupatenKota PDRB

Kontribusi

Kab Fakfak 530371 629

Kab Kaimana 279143 331

Kab Teluk Wondama 158039 187

Kab Teluk Bintuni 3046584 3612

Kab Manokwari 994872 1179

Kab Sorong Selatan 192266 228

Kab Sorong 1113059 1320

Kab Raja Ampat 291339 345

Kab Tambraw 22851 027

Kab Maybrat 71835 085

Kab Manokwari Selatan 82336 098

Kab Pegunungan Arfak 20107 024

Kota Sorong 1631730 1935

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

8

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Ditambah dengan kontur jalan yang hanya 65

persen telah diaspal sedangkan sisanya masih

berupa tanah batukerikil dan rerumputan

Kondisi ini menghambat perekonomian karena

jalan telah menjadi tulang punggung

pergerakanperpindahan barang dan

manusia serta menjadi penghubung utama

antar wilayah di Provinsi Papua Barat yang

memiliki jarak antar kabupatenkota yang

sangat jauh Bahkan dari Kota Sorong menuju

Kab Manokwari ditempuh selama 16-18 jam

tergantung cuaca dan hanya bisa dilalui

dengan kendaraan penggerak 4 roda

Selain jalan pembangunan infrastruktur untuk

mengurangi kesenjangan antar wilayah dan

antar sektor adalah dengan mengatasi defisit

pasokan energi listrik Sistem kelistrikan di Provinsi

Papua Barat saat ini dapat dikatakan masih

terisolasi karena unit pembangkit listrik yang

ada masih belum merata atau cenderung

terpusat di Kota Sorong Kab Sorong Kab Teluk

Bintuni dan Kab Manokwari Wilayah Provinsi

Papua Barat secara keseluruhan memiliki masih

rasio elektrifikasi yang rendah karena luas

wilayahnya dan jarak antar rumah tangga

cukup jauh sehingga masih banyak rumah

tangga dengan sumber penerangan listrik non

PLN dan menggunakan pelitasenter Padahal

dorongan terhadap perekonomian sudah

seharusnya diselaraskan dengan angka rasio

elektrifikasi yang lebih tinggi dari nasional

(ge9886 persen)

Keterbatasan kapasitas infrastruktur Provinsi

Papua Barat berpengaruh pada peningkatan

biaya koleksi dan distribusi yang pada gilirannya

memperburuk daya saing produk yang

dihasilkan Keterbatasan dan rendahnya

kualitas infrastruktur jalan dan listrik merupakan

faktor penyebab utama tingginya biaya

ekonomi Ditambah lagi dengan terbatasnya

Aspal

65

Tidak

diaspal

30

Lainnya

5

Grafik 12

Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 16

Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (persen)

KabupatenKota Rasio

Kab Fakfak 7077

Kab Kaimana 6868

Kab Teluk Wondama 6742

Kab Teluk Bintuni 7665

Kab Manokwari 9890

Kab Sorong Selatan 8785

Kab Sorong 8978

Kab Raja Ampat 6852

Kab Tambraw 6582

Kab Maybrat 6492

Kab Manokwari Selatan 6725

Kab Pegunungan Arfak 6239

Kota Sorong 9939

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Baik

34

Sedang

26Rusak

18

Rusak

Berat

22

Grafik 11

Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

9 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

infrastruktur pelabuhan laut (pelabuhan besar

hanya berada di Kab Fakfak Kab Manokwari

dan Kota Sorong) dan pelabuhan udara

(bandara besar hanya berada di kab

Manokwari dan Kota Sorong) membuat biaya

produksi biaya koleksi dan biaya distribusi di

Provinsi Papua Barat semakin meningkat Biaya-

biaya ekonomi yang membebani ini harus

ditanggung oleh para pelaku ekonomi

sehingga secara langsung berpengaruh pada

tingginya harga barang serta kurangnya minat

berinvestasi

B13 Ketenagakerjaan

Selain upaya untuk mengoptimalkan SDA

melalui peningkatan kapasitas infrastruktur

pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus juga memperhatikan

SDM sebagai bagian dari faktor ekonomi Salah

satu permasalahan yang dihadapi dalam

ketenagakerjaan adalah rendahnya tingkat

pendidikan yang dimiliki angkatan kerja Dari

keseluruhan penduduk yang bekerja sebagian

besar memiliki kualifikasi tamatan SD sebanyak

345 persen (150680 jiwa) sedangkan 246

persen (107420 jiwa) memiliki ijazah SMA dan

1559 persen (68066 jiwa) telah tamat SMP

Tenaga kerja tersebut banyak bekerja di sektor

pertanian kehutanan perikanan dan

kelautan Sektor ini merupakan tulang

punggung utama perekonomian masyarakat

serta menjadi sumber pangan utama Provinsi

Papua Barat

Pada tenaga kerja dengan kualifikasi

Universitas sebagian besar adalah pendatang

yang bermigrasi dan bukan OAP Para tenaga

kerja ini lebih banyak bekerja di sektor

pertambangan dan industri kabupatenkota

besar yang ada di Provinsi Papua Barat Kondisi

ini menunjukkan bahwa kualitas dan

produktivitas tenaga kerja di Provinsi Papua

Barat perlu untuk ditingkatkan baik itu melalui

peningkatan akses pendidikan maupun

pemberian pelatihan khusus agar dapat

berpartisipasi penuh dalam perekonomian

B14 Keamanan

Ketenteraman ketertiban umum dan

perlindungan masyarakat merupakan salah

satu hal penting yang perlu dijaga untuk

memperlancar pembangunan (UU No 32

Tahun 2004) Untuk menciptakan kondisi

tersebut maka perkembangan angka

kriminalitas dan risiko tindak pidana kriminalitas

harus terus dipantau Angka kriminalitas

merupakan angka yang biasa digunakan untuk

menukur tindak kejahatan pidana Secara

umum angka kriminalitas di Provinsi Papua Barat

cenderung fluktuatif Pada tahun 2017 hingga

2019 terjadi kenaikan angka kriminalitas dari

2262 kasus menjadi 3621 kasus namun pada

tahun 2018 sempat turun menjadi 2137 kasus

Jumlah ini termasuk dengan gangguan

keamanan yang diberikan oleh kelompok

Tabel 17

Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa)

Kategori 2018 2019

Penduduk Usia Kerja (gt15th) 56517 667110

Angkatan Kerja 445630 461061

Bekerja 417544 436739

Tamat SD Kebawah 146368 150680

Tamat SMP 61916 68066

Tamat SMA 99220 107420

Tamat SMK 34622 32127

Tamat Diploma IIIIII 13945 16364

Tamat Universitas 61473 62082

Pengangguran 28086 28086

Bukan Angkatan Kerja 210887 206049

Sekolah 77322 77322

Mengurus Rumah Tangga 116418 116417

Lainnya 17147 17147

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

10

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

separatis atau Kelompok Kekerasan Bersenjata

(KKB) yang ingin Pulau Papua merdeka dari

NKRI

Selain itu untuk mengukur kriminalitas juga

dapat dapat menggunakan risiko penduduk

terkena tindak pidana Risiko penduduk terkena

tindak pidana merupakan indeks kemungkinan

terjadi kriminalitas atau kejahatan per 100000

penduduk dihitung dari total kriminalitas per

jumlah penduduk per tahun Perhitungan ini

dapat digunakan untuk mengantisipasi jumlah

kasus yang akan terjadi karena perhitungannya

menggunakan jumlah kasus tindak kejahatan

yang sudah terjadi dibagi dengan jumlah

penduduk pada waktu yang sama Di Provinsi

Papua Barat rasio untuk tahun 2019 yaitu

sebesar 241 persen Hal ini berarti setiap 100000

penduduk di Provinsi Papua Barat sekitar 241

orang berisiko terkena tindak pidana

B2 Tantangan Sosial Kependudukan

Persoalan sosial kependudukan dan

ketenagakerjaan seperti perubahan struktur

umur dan juga pola distribusi serta mobilitas

diikuti dengan dinamika kualitas akan

membutuhkan penanganan yang serius Tanpa

adanya sikap keseriusan maka potensi

penduduk sebagai modal pembangunan akan

tinggal sebagai jargon semata (Tjiptoherijanto

2017)

B21 Kependudukan

Sebagai provinsi di timur Indonesia Papua Barat

yang memiliki tingkat pertumbuhan cukup

tinggi yang salah satunya disebabkan oleh

banyaknya migrasi penduduk Kondisi Provinsi

Papua Barat dengan infrastruktur yang masih

terbatas akan menyulitkan jika jumlah

penduduk meningkat pesat meskipun jumlah

penduduk tersebut masih relatif sedikit jika

dibandingkan dengan luas wilayahnya Hal ini

dapat terjadi ketika kebutuhan layanan dan

fasilitas kesehatan pendidikan serta penunjang

kehidupan lainnya tidak mencukupi kebutuhan

penduduk sehingga akan mempersulit

kehidupan masyarakat

Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat

sebesar 959617 jiwa dengan luas wilayah

sebesar 10295515 km membentuk kepadatan

penduduk 932 jiwa per kmsup2 Wilayah yang

memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi

adalah Kota Sorong (38727 jiwakmsup2) dan Kab

Manokwari (5498 jiwakmsup2) Tingginya

kepadatan penduduk di wilayah ini disebabkan

karena keduanya memiliki sarana transportasi

dan aksesibilitas yang paling memadai

Tabel 19

Kepadatan Penduduk per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

KabupatenKota Penduduk

(Jiwa)

Luas

(kmsup2)

Kepad

atan

Kab Fakfak 78686 1432000 549

Kab Kaimana 60216 1624184 371

Kab Teluk Wondama 32521 395953 821

Kab Teluk Bintuni 64406 2084083 309

Kab Manokwari 175178 318628 5498

Kab Sorong Selatan 46922 659431 712

Kab Sorong 88927 654423 1359

Kab Raja Ampat 48493 803444 604

Kab Tambraw 13879 1152918 120

Kab Maybrat 40899 546169 749

Kab Manokwari Selatan 2422 281244 086

Kab Pegunungan Arfak 30976 277374 1117

Kota Sorong 254294 65664 38727

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 18

Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat

Tahun Penduduk

(Jiwa)

Tindak

Pidana

2015 871510 2281 038

2016 893966 3621 025

2017 915318 3753 024

2018 937405 3862 024

2019 959617 3981 024

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

11 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

infrastruktur yang cukup bagus memiliki variasi

aktivitas ekonomi yang cukup tinggi keadaan

ekonomi yang lebih baik dibanding kabupaten

yang lain Selama ini Kota Sorong dikenal

sebagai pelabuhan ramai di kawasan

Indonesia timur yang menjadi pintu masuk arus

barang dan jasa di Provinsi Papua Barat

sehingga terjadi arus migrasi penduduk yang

tinggi Sedangkan pada Kab Manokwari posisi

sebagai ibukota provinsi mendorong

peningkatan migrasi penduduk yang didorong

meningkatnya administrasi kegiatan

pemerintahan dan perdagangan

B22 Kesehatan

Tersedianya fasilitas kesehatan dan pelayanan

yang mampu menjangkau dan dijangkau oleh

seluruh lapisan masyarakat merupakan prioritas

utama dalam pembangunan kesehatan Salah

satu fasilitasnya adalah rumah sakit Semakin

meratanya distribusi rumah sakit di

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

diharapkan mampu meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat Belum semua

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

memiliki rumah sakit

Pada tahun 2019 terdapat 17 rumah sakit di

Provinsi Papua Barat yang terdiri dari 5 rumah

sakit di Kota Sorong 3 rumah sakit di Kab

Manokwari 3 rumah sakit di Kab Sorong dan

masing-masing satu rumah sakit di Kab Raja

Ampat Kab Sorong Selatan Kab Teluk Bintuni

Kab Teluk Wondama Kab Kaimana dan Kab

Fakfak Terdapa empat Kabupaten yang tidak

memiliki fasilitas rumah sakit sama sekali yaitu

Kab Pegunungan Arfak Kab Manokwari

Selatan Kab Maybrat dan Kab Tambrauw

Keempat kabupten ini merupakan kabupaten-

kabupaten yang baru dimekarkan

Selain rumah sakit fasilitas kesehatan lainnya

yang ikut berperan penting adalah puskesmas

Berbeda dengan rumah sakit puskesmas sudah

menyebar di seluruh kabupatenkota di Provinsi

Papua Barat Pada tahun 2019 total jumlah

puskemas di Provinsi Papua Barat terdapat 166

puskemas dengan jumlah puskesmas

terbanyak berada di Kab Teluk Bintuni

sebanyak 20 puskesmas dan jumlah puskesmas

paling sedikit berada di Kab Manokwari

Selatan sebanyak 5 puskesmas

Ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga

medis merupakan salah satu indikator penting

setelah tersedianya fasilitas kesehatan Tenaga

medis inilah yang nantinya akan melakukan

pengobatan dan penanganan medis Namun

penyebaran tenaga medis ini belum merata di

Provinsi Papua Barat terutama di kabupaten

baru hasil pemerakaran Tercatat sebanyak 306

dokter di Provinsi Papua Barat yang terdiri dari

68 dokter ahli 265 dokter umum dan 41 dokter

gigi Dari ketiga kategori tersebut jumlah dokter

terbanyak berada di Kota Sorong sebanya 129

dokter Kondisi ini menyebabkan pelayanan

kesehatan menjadi tidak optimal karena

tenaga medis cenderung lebih terkonsentrasi di

kabupatenkota yang sudah ramai dan

memiliki fasilitas yang lebih memadai

Sedangkan untuk daerah yang memiliki akses

yang relatif lebih sulit jarang sekali dapat

ditemui tenaga medis walaupun fasilitas seperti

puskesman sudah tersedia

Rendahnya jumlah dokter di Provinsi Papua

Barat ini mencerminkan rendahnya tingkat

pelayanan kesehatan yang ada Hal ini dapat

dilihat dengan menggunakan rasio jumlah

penduduk Provinsi Papua Barat terhadap

jumlah dokter Pada tahun 2019 terlihat bahwa

rasio jumlah penduduk terhadap dokter sangat

tinggi Secara umum rasio di Provinsi Papua

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

12

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Barat pada tahun 2019 sebesar 306477 yang

artinya sekitar 3065 penduduk akan diobati

oleh 1 dokter Rasio terbesar berada di

Kabupaten Kaimana yaitu 4632

pendudukdokter Keadaan ini membuat

banyak penduduk harus menuju kabupaten

yang memiliki fasilitas tenaga medis untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan Adapun

data dokter pada 4 kabupaten yaitu Kab

Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari

Selatan dan Kab Pegunungan Arfak masih

beum tersedia

Indikator lain yang mempengaruhi kualitas

kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat

selain fasilitas dan pelayanan kesehatan

adalah jenis penyakit yang ada Terdapat 5

jenis penyakit endemik di Provinsi Papua Barat

yaitu malaria TB paru kusta DBD dan HIV-AIDS

Kasus penyakit terbanyak yang terjadi di Provinsi

Papua Barat adalah malaria sebanyak 82487

kasus Hal ini dikarenakan Provinsi Papua Barat

merupakan salah satu provinsi endemik malaria

sehingga tidak heran apabila kasus malaria

merupakan jenis penyakit yang diperhatikan di

Provinsi Papua Barat Kemudian kusta

sebanyak 633 kasus TB Paru sebanyak 577

kasus dan DBD sebanyak 87 kasus pada tahun

2019 Sedangkan khusus untuk kasus HIV-AIDS

terdapat 13 kasus baru di Provinsi Papua Barat

sepanjang tahun 2019 dengan kasus kumulatif

sebesar 1734 kasus (ODHA)

Adanya tenaga medis yang disertai dengan

ketersediaan fasilitas kesehatan memadai

dapat membawa pada peningkatan kualitas

kesehatan Kualitas kesehatan masyarakat ini

dapat terlihat dari besaran angka harapan

hidup Angka harapan hidup (AHH) adalah

perkiraan banyaknya tahun yang dapat

ditempuh oleh seseorang selam hidup (secara

rata-rata) Semakin tinggi AHH

mengindikasikan semakin tingginya kualitas fisik

penduduk suatu daerah Secara umum angka

harapan hidup di kabupatenkota di Papua

Barat mengalami peningkatan Pada tahun

2018 angka harapan hidup Provinsi Papua Barat

mencapai 656 tahun yang artinya rata-rata

penduduk Provinsi Papua Barat dapat

menjalani hidup hingga 65 tahun Angka

harapan hidup tertinggi tertinggi berada di Kota

Sorong sebesar 698 tahun dan angka harapan

terendah berada di Kab Teluk Wondama

sebesar 599 tahun

Perkembangan AHH per tahun di Papua Barat

tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam

satu periode perhitungan Hal ini berarti dalam

waktu satu tahun penurunan angka kematian

Malaria

82487

Kusta

633TB Paru

577

DBD

87

Grafik 13

Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 110

Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Jumlah

Penduduk Dokter Rasio

Kab Fakfak 78686 26 302638

Kab Kaimana 60216 13 463200

Kab Teluk Wondama 32521 9 361344

Kab Teluk Bintuni 64406 30 214687

Kab Manokwari 175178 39 449174

Kab Sorong Selatan 46922 10 469220

Kab Sorong 88927 19 468037

Kab Raja Ampat 48493 31 156429

Kota Sorong 254294 129 197127

Sumber BPS dan Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

13 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

bayi yang tajam sulit terjadi implikasinya

adalah angka harapan hidup yang dihitung

berdasarkan harapan hidup waktu lahir

menjadi lambat untuk mengalami kemajuan

B23 Pendidikan

Salah satu indikator keberhasilan pemerintah

daerah dalam pembangunan pendidikan

adalah berkurangnya penduduk yang buta

huruf Angka melek huruf (literacy rate) adalah

persentase penduduk usia 15 tahun ke atas

yang dapat membaca dan menulis huruf latin

dan atau huruf lainnya Sampai dengan tahun

2019 perkembangan penduduk yang melek

huruf menunjukkan hasil yang

menggemberikan dengan adanya persentase

penduduk yang melek huruf sebesar 9814 Hal

tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat

penduduk Provinsi Papua Barat yang masih

belumtidak dapat membaca dan menulis

Penduduk tersebut didominasi oleh penduduk

yang berusia tua (gt45 tahun) penduduk yang

tinggal di daerah terpencil komunitas-

komunitas khusus dan penyandang cacat

Kelompok penduduk ini sulit untuk dijangkau

pelayanan pendidikan disebabkan baik oleh

faktor internal seperti kemampuan dan

keinginan belajar yang sudah menurun dan

faktor eksternal seperti terbatasnya

ketersediaan pelayanan (akses) pendidikan

keaksaraan bagi mereka Apabila dirinci

menurut kabupatenkota persentase melek

huruf terbesar berada di Kota Sorong sebesar

9971 dan terendah berada di Kab

Pegunungan Arfak

Selain angka melek huruf gambaran mengenai

pembangunan pendidikan dapat dilihat dari

tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke

atas yang ditamatkan (ijazah tertinggi yang

dimiliki) Semakin tinggi tingkat pendidikan

tertinggi yang ditamatkan maka semakin baik

pula kualitas manusianya Meskipun terdapat

kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan yang ditamatkan maka semakin

kecil jumlah penduduk yang lulus pada level

pendidikan tersebut

Dengan masih banyaknya persentase

penduduk yang tidak memiliki ijazah atau

hanya bersekolah SDMI di Provinsi Papua Barat

sebagaimana terlihat pada tabel 112 maka

peningkatan ilmu pengetahuan dan

pendidikan lanjut di perguruan tinggi menjadi

sebuah kebutuhan yang mutlak Jumlah lulusan

perguruan tinggi yang ada sekarang dirasakan

masih belum cukup memadai dibandingkan

Tabel 111

AHH per KabupatenKota di Provinsi Papua Barat

KabupatenKota 2017 2018 2019

Kab Fakfak 6790 6800 6810

Kab Kaimana 6380 6400 6400

Kab Teluk Wondama 5930 5960 5990

Kab Teluk Bintuni 6020 6060 6130

Kab Manokwari 6790 6800 6810

Kab Sorong Selatan 6560 6570 6580

Kab Sorong 6550 6560 6570

Kab Raja Ampat 6420 6430 6430

Kab Tambraw 5950 5970 6000

Kab Maybrat 6470 6470 6470

Kab Manokwari Selatan 6680 6690 6690

Kab Pegunungan Arfak 6660 6670 6670

Kota Sorong 6940 6980 6980

Sumber Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 112

Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia gt10 Tahun

di Provinsi Papua Barat (persen)

Jenjang Tertinggi 2017 2018 2019

Tidak punya ijazah 1947 2470 2320

SDMI 2382 2346 2205

SMP 1946 1833 1808

SMA 2167 1965 2034

SMK 536 461 542

Diploma III 067 05 056

Akademi Diploma III 199 185 164

Diploma IVS-1S-2S-3 756 69 869

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

14

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

dengan besarnya sumber daya alam yang

dimiliki oleh Provinsi Papua Barat Ditambah

dengan sebaran lulusan tersebut yang berada

di kabupatenkota besar (Kab Manokwari

Kab Fakfak Kab Sorong dan Kota Sorong) di

Provinsi Papua Barat Sebagai wilayah dengan

potensi pariwisata yang tinggi Provinsi Papua

Barat membutuhkan kualitas sumber daya

manusia yang baik sehingga ke depannya

penduduk yang memiliki ijazah pendidikan

tinggi diharapkan mampu menjadi tulang

punggung pembangunan perekonomian

daerah

B24 Pertanahan

Pola kepemilikan lahan di Provinsi Papua Barat

adalah tanah hak negara dan tanah hak

ulayat Tanah hak ulayat merupakan status

tanah secara adat dan dikuasai oleh kepala

adat atau ondoafi Pada umumnya di wilayah

lingkaran hukum adat Papua dikenal dua sistem

penguasaaankepemilikan tanah yaitu

kepemilikan komunal dan kepemilikan individu

Kepemilikan komunal ini masih dapat

dibedakan lagi mejadi kepemilikan berbasis

marga kecil yaitu klan atau marga tertentu dan

kepemilikan berbasis marga besar yaitu

kepemilikan berdasarkan kampung

Sedangkan kepemilikan individu bukan

perorangan melainkan berdasar keturunan

Secara internal ada tata aturan yang mengatur

ke dalam keluarga tentang pembagian hak

dari penguasaan maupun pengelolaan tanah

dan di sana diakui bagian setiap anggota

sesuai dengan marganya Namun kekuasaan

kepemimpinan atas tanah secara sosial religi

berada pada orang tertentu yang berasal dari

garis keturunan tertua

Pada umumnya tanah milik dan tanah milik

dengan hak pakai tidak dapat diperjualbelikan

dan dipindah tangankan dengan bebas pada

masyarakat luar Setiap keluarga akan selalu

mempertahankan tanah dan kampung mereka

masing-masing karena tanah dan kampung

merupakan bagian penting dari kehidupan

masyarakat mereka Hal ini dikarenakan cara

hidup masyarakat yang masih berharap dan

menggantungkan diri pada persediaan sumber

daya alam di lingkungan sekitarnya Di samping

itu juga mengingat besarnya pengorbanan

nenek moyang atau leluhur saat memperoleh

tanah tersebut pada zaman dahulu Oleh

sebab itu tanah ulayat ini tidak mudah dengan

begitu saja untuk dilepas tanpa seizin kepala

adat

Seringkali terjadi permasalahan ketika tanah

telah dikuasai (dijual) kepada suatu pihak lain

(bahkan Negara) terdapat anggota keluarga

(margaturunan) yang berupaya

mempertahankan tanah tersebut atau

meminta ganti rugi kembali Padahal status

kepemilikan dan pengelolaan sudah berpindah

dari kepala adat atau keturunan tertua melalui

proses jual beli yang sah secara hukum dengan

adanya sertifikat pelepasan hak tanah adat

Anggota keluarga tersebut melakukan

pemalangan (penutupan akses) dengan

alasan tidakbelum mendapatkan bagian dari

hasil penjualan

Tabel 113

Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat

Jenis Status Kuasa Hak Milik Hak Kuasa

Kelola

Tanah Negara Pemerintah

Pusat

Daerah

Pemerintah

Pusat

Daerah

Pemerintah

Pusat

Daerah

Tanah Ulayat Kepala Adat Komunal Marga Kecil

Marga Besar

Individu Keturunan

Sumber ATRBPN Provinsi Papua Barat (data diolah)

15 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

B3 Tantangan Geografi Wilayah

Menurut Soleh (2017) potensi wilayah sebagai

wujud daya kekuatan kesanggupan dan

kemampuan yang dimiliki oleh suatu wilayah

yang mempunyai kemungkinan untuk dapat

dikembangkan berbentuk potensi fisik Lebih

lanjut dijelaskan bahwa potensi fisik adalah

berupa tanah air iklim lingkungan geografis

binatang ternak dan sumber daya manusia

sudah sehausnya dimanfaatkan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Pembentukan Provinsi Papua Barat sebagai

daerah otonom memiliki tujuan untuk

memperpendek rentang kendali pemerintahan

dalam rangka memberikan pelayanan publik

yang lebih baik kepada masyarakat Selain itu

hal lain yang menjadi pertimbangan penting

adalah untuk mempercepat pelaksanaan

pembangunan dengan menggunakan tanah

air iklim lingkungan hewan atau semua

kekayaan alam serta sumber daya manusia

yang dimiliki guna meningkatkan taraf hidup

dan kesejahteraan masyarakat Papua Barat

B31 Letak Wilayah

Secara geografis Provinsi Papua Barat terletak

di antara 0ordm-43ordm Lintang Selatan dan 1292ordm-

1352ordm Bujur Timur Dengan luas wilayah daratan

mencapai 10295515 kmsup2 dan beribukota di

Kab Manokwari Provinsi Papua Barat memiliki

13 kabupatenkota yang terdiri dari Kab

Fakfak Kab Kaimana Kab Teluk Wondama

Kab Teluk Bintuni Kab Manokwari Kab Sorong

Selatan Kab Sorong Kab Raja Ampat Kab

Tambrauw Kab Maybrat Kab Manokwari

Selatan dan Kab Pegunungan Arfak serta

Kota Sorong Kabupaten dengan wilayah

terluas di Provinsi Papua Barat adalah Kab Teluk

Bintuni dengan luasan mencapai 2024 persen

dari luas wilayah provinsi (2084083 kmsup2)

sedangkan Kota Sorong menjadi wilayah

dengan luasan terkecil 068 persen (65664 kmsup2)

Provinsi Papua Barat merupakan wilayah

pemekaran dengan posisi geografis yang

strategis di Indonesia bahkan di dunia Posisi

penting ini dalam konteks kekayaan

keanekaragaman hayati laut dunia Wilayah

Provinsi Papua Barat khususnya Kab Raja

Ampat terletak di pusat segitiga karang dunia

(coral triangle) yang merupakan lokasi dengan

keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia

dengan berbagai jenis kekayaan laut baik

spesies ikan moluska dan hewan karang

Disertai kekayaan sumber daya laut yang tinggi

dengan berbagai jenis ekosistem yang

mendukung tumbuh hidupnya berbagai biota

laut diantaranya ekosistem terumbu karang

padang lamun dan mangrove Selain posisi

tersebut letak Provinsi Papua Barat yang

berbatasan langsung dengan negara di

wilayah Pasifik menjadi penting sebagai

penanda kedaulatan Indonesia baik dalam

aspek pertahanan maupun pemanfaatan

sumberdaya kelautan di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia

Tabel 114

Komposisi Luas KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

KabupatenKota Luas (kmsup2) Luas

Kab Fakfak 1432000 1391

Kab Kaimana 1624184 1578

Kab Teluk Wondama 395953 385

Kab Teluk Bintuni 2084083 2024

Kab Manokwari 318628 309

Kab Sorong Selatan 659431 641

Kab Sorong 654423 636

Kab Raja Ampat 803444 780

Kab Tambraw 1152918 1120

Kab Maybrat 546169 530

Kab Manokwari Selatan 281244 273

Kab Pegunungan Arfak 277374 269

Kota Sorong 65664 064

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

16

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

B32 Kondisi Geografis

Kondisi wilayah Provinsi Papua Barat secara

umum meliputi wilayah pedalamanterpencil

(pegunungan) pesisir dan kepulauan Wilayah

pedalaman terpencil (pegunungan)

diantaranya berada di Kab Pegunungan Arfak

Kab Manokwari Kab Manokwari Selatan Kab

Maybrat Kab Teluk Bintuni dan Kab

Tambrauw sedangkan wilayah yang memiliki

kawasan pesisir adalah Kab Sorong Kab

Sorong Selatan Kab Fakfak Kab Kaimana

Kab Teluk Bintuni Kab Teluk Wondama Kab

Manokwari Selatan Kab Manokwari Kab

Tambrauw Kab Raja Ampat dan Kota Sorong

Sementara itu wilayah dengan kondisi berupa

kepulauan di Provinsi Papua Barat adalah Kab

Raja Ampat

Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat

bervariasi dari wilayah dataran rendah hingga

pegunungan Provinsi Papua Barat terletak

pada ketinggian 0-2940 mdpl dengan

sebagian besar merupakan wilayah perbukitan

(kelas ketinggian 100-1000 m) mencapai

5066423 kmsup2 (4921) dan daerah dataran

rendah (0-100m) seluas 4091438 kmsup2 (3974)

serta daerah pegunungan (gt1000 m) seluas

1137654 kmsup2 (1105)

Titik tertinggi di Provinsi Papua Barat berada di

Kab Manokwari dengan ketinggian 2940 mdpl

Sementara wilayah dengan dataran rendah

yang cukup luas tersebar di beberapa

kabupatenkota seperti Kab Fakfak Kab Teluk

Bintuni Kab Sorong Kota Sorong dan Kab

Sorong Selatan Daerah perbukitan pada

umumnya tersebar di Kab Kaimana Kab Teluk

Wondama Kab Raja Ampat dan Kab

Maybrat

Secara keseluruhan terdapat 218 distrik yang

terdiri dari 1742 kampung dan 106 kelurahan di

Provinsi Papua Barat Wilayah dengan jumlah

distrik terbanyak adalah Kab Sorong (30 Distrik)

Kab Tambraw (29 Distrik) serta Kab Maybrat

(24 Distrik) Kab Raja Ampat (24 Distrik) Kab

Teluk Bintuni (24 Distrik) sedangkan kabupaten

dengan jumlah distrik terkecil adalah Kab

Manokwari Selatan (6 Distrik)

Ditinjau dari segi kelerengan sebagian besar

wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas

lereng gt40 (bergunung curam dan bergunung

Tabel 115

Ketinggian Wilayah per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Ketinggian (mdpl)

Kab Fakfak 0 - 1444

Kab Kaimana 0 - 1663

Kab Teluk Wondama 0 - 2172

Kab Teluk Bintuni 0 - 2389

Kab Manokwari 0 - 2940

Kab Sorong Selatan 0 - 540

Kab Sorong 0 - 921

Kab Raja Ampat 0 - 1173

Kab Tambraw 0 - 2483

Kab Maybrat 5 - 1772

Kab Manokwari Selatan 0 - 2682

Kab Pegunungan Arfak 135 - 2882

Kota Sorong 0 - 439

Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 116

Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota

Topografi

Lereng

Puncak Lembah Dataran

Kab Fakfak 82 4 37

Kab Kaimana 29 15 42

Kab Teluk Wondama 67 7 3

Kab Teluk Bintuni 37 5 196

Kab Manokwari 18 3 139

Kab Sorong Selatan 10 13 98

Kab Sorong 14 21 106

Kab Raja Ampat - 1 120

Kab Tambraw 15 19 42

Kab Maybrat 16 39 102

Kab Manokwari Selatan 5 12 40

Kab Pegunungan Arfak 142 16 21

Kota Sorong 6 - 25

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

17 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

sangat curam) Kondisi tersebut menjadi

kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik

untuk pengembangan sarana dan prasarana

fisik sistem transportasi darat maupun bagi

pengembangan budidaya pertanian terutama

untuk tanaman pangan Sehingga dominasi

pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan

konservasi di samping untuk mencegah

terjadinya bahaya erosi dan longsor

Berdasarkan data penggunaan lahan pada

tahun 2019 luas areal terbangunpermukiman

di Provinsi Papua Barat sekitar 32222 Ha atau 03

persen dari luas wilayah Kabupaten Sorong

Manokwari dan Kota Sorong merupakan

wilayah-wilayah yang memiliki fungsi guna

lahan kampungperumahan yang tertinggi

Wilayah-wilayah tersebut selama ini memang

telah tumbuh menjadi sentra-sentra kegiatan

perkotaan di Provinsi Papua Barat terutama

untuk Kota Sorong Kota ini merupakan pintu

gerbang bagi Provinsi Papua Barat sehingga

menjadikan kegiatan jasa perdagangan dan

kegiatan-kegiatan lain yang bersifat perkotaan

terkonsentrasi pada wilayah ini

B33 Risiko Bencana

Dengan sebagian besar wilayah yang berupa

kawasan hutan maka kelas risiko bencana

kebakaran lahan dan hutan di seluruh

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

termasuk ke dalam kategori tinggi Pembukaan

lahan hutan untuk kegiatan pertanian menjadi

salah satu penyebab bencana karena

pembukaan tersebut dilakukan dengan

pembakaran untuk meminimalisasi biaya dan

hasilnya sangat cepat Pada kasus bencana

kebakaran risiko tinggi ditempati Kab

Manokwari dan Kota Sorong sedangkan

bencana kekeringan kelas risiko tinggi berada

di Kab Teluk Wondama Teluk Bintuni

Manokwari Sorong Selatan dan Raja Ampat

Pada kasus bencana banjir wilayah dengan

kelas risiko tinggi adalah Kabupaten Fakfak

Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni

Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja

Ampat dan Kota Sorong sebagai daerah yang

berada dekat dengan aliran Sungai

Wilayah Provinsi Papua Barat juga sangat

berpotensi terhadap gempa tektonik dan

kemungkinan diikuti oleh gelombang tsunami

Terdapat sejumlah lipatan dan sesar naik

sebagai akibat dari interaksi (tubrukan) antara

kedua lempeng tektonik seperti Sesar Sorong

(SFZ) Sesar Ransiki (RFZ) Sesar Lungguru (LFZ)

dan Sesar Tarera Aiduna (TAFZ) Kenyataan

Tabel 117

Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di

Provinsi Papua Barat

Tingkat

Kelerengan

()

Deskripsi Luas

(kmsup2)

Luas

lt 3 Datar 2195004 213

3 - 8 Bergelombangagak

landai

782459 76

8 - 15 Bergelombanglandai 72069 07

15 - 25 Berbukit 576549 56

25 - 40 Bergunung 648617 63

40 - 60 Bergunung curam 3315156 322

gt 60 Bergunung sangat curam 2712868 263

Sumber RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 118

Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Penggunaan Luas

(kmsup2)

Hutan Kering 9121592 8860

Hutan Basah 517659 503

Perkebunan 112091 109

Rumput dan Semak Belukar 227599 221

Ladang 57310 056

Tanaman Campuran 51567 050

Permukiman 34192 033

Danau 21459 021

Lahan Terbuka 125365 122

Pertambangan 2249 002

Rawa dan Rumput Rawa 11610 011

Sawah 12823 012

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

18

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

menunjukkan pula bahwa hampir setiap bulan

terjadi beberapa kali gempa di Provinsi Papua

Barat dan sekitarnya Kabupatenkota dengan

risiko tinggi untuk gempa bumi adalah Kab

Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari

Sorong Selatan Sorong Raja Ampat

Tambrauw dan Kota Sorong Sementara itu

wilayah dengan kelas risiko bencana tsunami

tinggi adalah Kab Teluk Wondama Manokwari

dan Sorong

Menurut Indeks Risiko Bencana Indonesia (BNPB

2014) Provinsi Papua Barat secara keseluruhan

termasuk provinsi yang memiliki kelas risiko

bencana multi ancaman dalam

kategori tinggi Dengan kelas risiko

bencana yang tinggi kapasitas daerah

dalam penanggulangan bencana

masih dalam kapasitas sedang (BNPB

2016)

Tabel 119

Risiko Bencana per KabupatenKota di

Provinsi Papua Barat

KabupatenKota Risiko Jenis Bencana

Kab Fakfak Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang

Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Kaimana Sedang Banjir Tanah Longsor Gelombang

Ekstrim Abrasi Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Teluk

Wondama

Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Teluk Bintuni Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Manokwari Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Sorong

Selatan

Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tsunami Tanah

Longsor Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Raja Ampat Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Tambraw Sedang Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kab Maybrat Sedang Tanah Longsor Kebakaran Hutan

dan Lahan

Kab Manokwari

Selatan

Sedang Banjir Gempa Bumi Tsunami

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kekeringan

Kab Pegunungan

Arfak

Sedang Tanah Longsor Gempa Bumi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Kota Sorong Tinggi Banjir Gempa Bumi Tanah Longsor

Gelombang Ekstrim Abrasi

Kebakaran Hutan dan Lahan

Sumber BNPB BPBD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERTUMBUHAN

EKONOMI

266

INFLASI

193

RATA-RATA

SUKU BUNGA

50

POVERTY

225

PENGANGGURAN

624

GINI RATIO

0381

IPM

6374

DJPbKawalAPBN

INDIKATOR

EKONOMI REGIONAL

19

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

ondisi perekonomian global masih

berada pada kondisi ketidakpastian

seiring terjadinya perubahan

fundamental kebijakan Amerika

Serikat (AS) yang menerapkan hambatan

perdagangan khusus bagi Tiongkok (tariffs

barrier) Kinerja perekonomian AS yang mulai

bergeliat pada tahun 2018 tertekan kembali

akibat penerapan tarif bagi barang-barang

impor yang tanggapi oleh Tiongkok dengan

pengenaan tarif balasan pada barang-barang

yang menjadi ketergantungan AS Penurunan

suku bunga acuan yang dilakukan Bank Sentral

AS untuk mendorong perekonomian tidak

berimplikasi banyak karena economic shock

tidak langsung dapat direspon oleh pelaku

ekonomi dalam negeri yang sudah terbiasa

dengan impor

Tingkat inflasi yang dijaga dan nilai tukar dolar

AS yang ditahan untuk stagnan berakibat pada

pertumbuhan ekonomi AS yang melambat

dibanding tahun sebelumnya Implikasinya

sektor keuangan global ikut menjadi lebih

volatile dan menahan laju pertumbuhan

eonomi disebabkan turunnya nilai

perdagangan negara-negara maju yang

berbisnis dengan AS dan Tiongkok Ditambah

dengan sentimen negatif dari ketidaksetujuan

perilaku diskriminasi ekonomi AS serta masalah

Brexit yang tidak kunjung usai berdampak pada

kenaikan harga komoditas namun tidak

berlaku untuk komoditas minyak mentah yang

menurun Seiring hal tersebut perekonomian

negara-negara berkembang pada tahun 2019

masih mengarah kepada kemungkinan

terjadinya resesi global dengan laju yang

tertahan dibandingkan tahun sebelumnya

A INDIKATOR EKONOMI FUNDAMENTAL

Indikator ekonomi diperlukan untuk mengetahui

arah pergerakan perekonomian suatu daerah

dan sebagai tolak ukur pencapaian

pembangunan (Bernard Baumohl 2012)

Diantara indikator makroekonomi yang

digunakan untuk mengetahui perkembangan

perekonomian suatu daerah yaitu Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Inflasi

Perdagangan Internasional Suku Bunga dan

Nilai tukar

K

BAB II

Perkembangan dan Analisis

Ekonomi Regional

697

640600

502

450 440

240 230 220170 170

100 080

0

2

4

6

8

Vie

tna

m

Filip

ina

Tion

gko

k

Ind

on

esia

Ind

ia

Ma

lay

sia

Tha

ilan

d

AS

Ko

rsel

Au

stralia

Je

pa

ng

Ero

pa

Sin

ga

pu

ra

Grafik 21

Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di

Dunia Tahun 2019 (persen)

Sumber wwwtradingeconomicscom (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

20

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

A1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)

merupakan nilai pasar dari semua barang dan

jasa yang dihasilkan dalam suatu

perekonomian selama periode waktu tertentu

Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sering

dijadikan ukuran terbaik untuk mengukur kinerja

perekonomian Terdapat tiga cara untuk

menghitung PDB yaitu pendekatan produksi

pengeluaran dan pendapatan (Krugman amp

Wells 2011) Selanjutnya PDB pada suatu

region wilayah tertentu disebut dengan Produk

Domestik Regional Bruto (Gross Domestic

Regional Bruto)

A11 Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)

Laju pertumbuhan ekonomi (economic growth)

merupakan proses perubahan kondisi

perekonomian suatu daerah pada periode

waktu tertentu Untuk menghitungnya

digunakan perubahan nilai PDRB atas dasar

harga konstanriil dari tahun sebelumnya

Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 tumbuh melambat pada level 266 persen

atau tertahan signifikan dari tahun sebelumnya

yang mencapai level 624 persen Tidak seperti

pertumbuhan tahun sebelumnya yang lebih

tinggi pertumbuhan nasional tahun 2019 justru

lebih tinggi pada level 502 persen

Bila dirinci lebih lanjut seluruh sektor lapangan

usaha mencatatkan pertumbuhan positif

dimana pertumbuhan tertinggi terjadi pada

sektor informasi dan komunikasi sebesar 1151

persen serta jasa keuangan dan asuransi

mencapai 933 persen Sebaliknya sektor sektor

industri pengolahan dan sektor pertambangan-

penggalian mencatatkan pertumbuhan yang

melambat sebesar -099 dan -034 persen

meskipun masih menjadi sektor dengan

kontribusi tertinggi terhadap PDRB Provinsi

Papua Barat

Jika dilihat menurut pengeluaran pertumbuhan

ekonomi Provinsi Papua Barat tertinggi terjadi

pada komponen luar negeri berupa impor

sebesar 1943 persen Sedangkan ekspor yang

mengandalkan raw material resources pada

komponennya turunnya harga komoditas

migas di pasar internasional selama tahun 2019

turut andil dalam menyumbang perlambatan

hingga menjadi sebesar -900 Sementara itu

503 507 517 502

452401

624

266

0

2

4

6

2016 2017 2018 2019

Grafik 22

Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua

Barat Tahun 2016 ndash 2019 (persen)

Nasional Pabar

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

-099

-034

33

334

437

439

442

528

58

757

767

801

837

842

887

933

1151

-1 4 9 14

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Penggalian

Administrasi Pemerintahanhellip

Pertanian Kehutanan danhellip

Jasa Lainnya

Jasa Kesehatan dan Kegiatanhellip

Pengadaan Air Pengelolaanhellip

Jasa Perusahaan

Jasa Pendidikan

Konstruksi

Penyediaan Akomodasi danhellip

Transportasi dan Pergudangan

Perdagangan Besar dan Eceranhellip

Real Estate

Pengadaan Listrik dan Gas

Jasa Keuangan dan Asuransi

Informasi dan Komuniksi

Grafik 23

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Menurut Lapangan Usaha (persen)

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

21 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

komponen investasi tumbuh 536 persen dan

pengeluaran pemerintah tumbuh sebesar 342

persen Pertumbuhan juga terjadi pada

konsumsi rumah tangga dan LNPRT berturut-

turut sebesar 499 dan 1037 persen

A12 Nominal PDRB

Nilai PDRB dapat dilihat baik dari sisi permintaan

maupun penawaran Untuk menghitungnya

digunakan PDRB atas harga berlaku Nilai PDRB

Provinsi Papua Barat tahun 2019 Atas Dasar

Harga Berlaku sebesar Rp8435 triliun

A121 PDRB Sisi Permintaan

PDRB sisi permintaan dapat ditunjukkan melalui

persamaan sebagai berikut

119936119955 = 119914119955 + 119920119955 +119918119955 + (119935119955 minus119924119955)

Dari persamaan di atas PDRB sisi ini dihitung

berdasarkan pendekatan pengeluaran yaitu

dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat

seluruh pelaku ekonomi berupa konsumsi rumah

tangga investasi pembelian pemerintah untuk

barang dan jasa serta ekspor dikurangi impor

(net export) Kontribusi masing-masing

komponen pembentuk PDRB Provinsi Papua

Barat adalah sebagai berikut

A1211 Konsumsi (Consumption)

Konsumsi merupakan pembelian yang

dilakukan oleh rumah tangga konsumen baik

berupa barang tidak tahan lama (non durable

goods) seperti makanan dan pakaian barang

tahan lama (durable goods) seperti mobil dan

alat elektronik maupun jasa (services) seperti

jasa potong rambut dan jasa dokter (Mankiw

2013)

Perekonomian Provinsi Papua Barat masih

didominasi oleh net ekspor dan pengeluaran

konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga

maupun lembaga non profit rumah tangga

Pada tahun 2019 nilai net ekspor Provinsi Papua

Barat sebesar dengan kontribusi terhadap

PDRB mencapai 324 persen Adapun nilai

konsumsi sebesar Rp2425 triliun dengan

kontribusi terhadap PDRB sebesar 282 persen

A1212 Investasi (Investment)

Investasi dalam teori ekonomi didefinisikan

sebagai pengeluaran untuk membeli barang-

barang modal dan peralatan-peralatan

produksi dengan tujuan untuk mengganti dan

terutama menambah barang-barang modal

yang akan digunakan untuk memproduksi

barang dan jasa di masa yang akan datang

Pembelian dalam investasi dapat dilakukan

oleh individu atau perusahaan untuk

516

342

536

155

0

2

4

6

Konsumsi RT +

LNPRT

Pengeluaran

Pemerintah

PMTB Investasi Net Ekspor

Grafik 24

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 Menurut Pengeluaran (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Konsumsi

RT + LNPRT

2818

Pengeluaran

Pemerintah

1798

PMTB

Investasi 2045

Perubahan

Inventori 098

Net Ekspor

3241

Grafik 25

Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

22

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

menambah persedian modal (Mankiw 2013)

Samuelson dan Nordhaus (2004)

menambahkan investasi sebagai penambahan

stok modal atau barang di suatu negara seperti

bangunan peralatan produksi dan barang-

barang inventaris dalam waktu satu tahun

Nilai investasi Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 sebagaimana tercermin dari nilai

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

sebesar Rp176 triliun dengan kontribusi

terhadap PDRB sebesar 205 persen Tingkat

pertumbuhan ekonomi daerah yang mantap

dan berkesinambungan dalam jangka panjang

hanya dapat tercapai jika masyarakat mampu

mempertahankan proporsi investasi yang

cukup besar terhadap PDRB Dalam jangka

panjang pembangunan ekonomi dapat

terhambat jika terjadi inefisiensi alokasi sumber

daya Salah satu indikator untuk mengukur

tingkat efisiensi suatu perekonomian adalah

ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) ICOR

merupakan rasio yang menunjukan besarnya

tambahan kapital (investasi) baru yang

dibutuhkan untuk menaikkan menambah satu

unit output Semakin tinggi rasio ICOR

menandakan bahwa tingkat efisiensi semakin

rendah Rasio ICOR dihitung menggunakan

rumus sebagai berikut

ICOR= I ∆Y

dimana

I = Nilai Investasi (PMTB)

∆Y = Perubahan PDRB

Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat

menunjukan tren meningkat Pada tahun 2015

nilai ICOR Provinsi Papua Barat sebesar 169 dan

naik menjadi 443 pada tahun 2016 Kemudian

pada tahun 2017 nilai ICOR Provinsi Papua Barat

kembali naik menjadi 491 Hal ini menunjukan

tingkat kebocoran investasi Provinsi Papua

Barat semakin besar Setelah sempat turun

pada tahun 2018 (314) nilai ICOR Provinsi

Papua Barat tahun 2019 naik menjadi 801 yang

menunjukan tingkat kebocoran investasi

semakin meningkat secara signifikan

A1213 Pembelian Pemerintah (Government

Purchases)

Pembelian pemerintah merupakan

pengeluaran pemerintah terhadap barang dan

jasa yang terdiri dari konsumsi pemerintah

(government consumption) dan investasi

pemerintah (government investment) Konsumsi

pemerintah merupakan pembelian terhadap

barang dan jasa dalam jangka pendek seperti

pengeluaran untuk perawatan kesehatan dan

perlindungan kepolisian Adapun investasi

pemerintah merupakan pengeluaran untuk

barang-barang modal seperti gedung dan

komputer (Mishkin 2015) Komponen

pengeluaran pemerintah Provinsi Papua Barat

pada tahun 2019 sebesar Rp1547 triliun dengan

kontribusi terhadap PDRB sebesar 18 persen

Dengan kontribusi yang cukup besar terhadap

PDRB Provinsi Papua Barat pembelian

pemerintah (government purchases)

seharusnya dapat menopang pertumbuhan

ekonomi jika terjadi perlambatan konsumsi

masyarakat maupun investasi

211169

443491

314

801

000

200

400

600

800

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Garfik 26

Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat Tahun

2014 - 2019

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

23 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

A1214 Ekspor Bersih (Net Export)

Perdagangan internasional merupakan

pertukaran barang dan jasa lintas batas negara

(international border) Dengan adanya

perdagangan internasional memungkinkan

terjadinya efisiensi yang timbul dari kompetisi

antar produsen dalam menjual produk dengan

harga yang terendah (competitive price)

dalam suatu proses supply and demand atau

dalam suatu mekanisme pasar market

mechanism (Seyoum 2009) Komponen

perdagangan internasional terdiri dari ekspor

dan impor Ekspor merupakan nilai barang dan

jasa yang dijual ke luar negeri sedangkan impor

merupakan nilai barang dan jasa yang

disediakan untuk dalam negeri Selisih

keduanya disebut sebagai net ekspor Sebagai

salah satu komponen PDB net ekspor

merupakan nilai bersih dari penjualan barang

jasa ke luar negeri dikurangi pembelian dari luar

negeri yang menghasilkan pendapatan untuk

dalam negeri (Mankiw 2013) Pada tahun 2019

komponen net ekspor Provinsi Papua Barat

sebesar Rp2789 triliun dengan kontribusi

terhadap PDRB sebesar 324 persen

A12141 Ekspor

Ekspor merupakan nilai barang dan jasa yang

dijual ke negara lain (Mankiw 2013) Komoditas

ekspor Provinsi Papua Barat terbesar yaitu raw

material resources berupa gas alam dan

minyak bumi dengan kontribusi mencapai 98

persen dari total nilai ekspor yang ada Adapun

sisanya berupa perhiasan permata kayu

barang dari kayu garam belerang kapur

(semen) ikan udang daging ikan olahan

sabun dan preparat pembersih

Pada tahun 2019 nilai ekspor Provinsi Papua

Barat mencapai US$ 233258 juta atau turun

siginifikan sebesar 179 persen dari ekspor tahun

sebelumnya sebesar US$ 28336 juta

disebabkan turunnya harga komoditas migas di

pasar internasional Nilai ekspor tertinggi terjadi

pada bulan November sebesar US$ 25478

sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada

bulan April sebesar US$ 11602

Selama tahun 2019 terdapat 3 (tiga) negara

yang menjadi tujuan utama ekspor Provinsi

Papua Barat yaitu Tiongkok Korea Selatan dan

Jepang dengan kontribusi mencapai 9341

persen Nilai ekpor ke Tiongkok sebesar US$

138861 juta (6373 persen) Korea selatan

sebesar US$ 35793 juta (1643 persen) dan

Jepang sebesar US$ 43236 juta (1984 persen)

A12142 Impor

Impor merupakan nilai barang dan jasa yang

dibeli dari negara lain (Mankiw 2013)

Komoditas impor Provinsi Papua Barat berupa

mesin-mesin pesawat mekanik mesin

peralatan listrik benda-benda dari besi dan

baja barang-barang rajutan benda-benda

dari batu gips dan semen berbagai barang

logam dasar garam belerang dan kapur

perkakas serta perangkat potong

24707 22201

17352

11602

18441

19127

16947

18831

1810215943

25478

24527

0

50

100

150

200

250

300

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 27

Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun

2019 (US$ juta)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

24

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Pada tahun 2019 total nilai impor Provinsi Papua

Barat sebesar US$ 37434 juta atau naik 553

persen dari tahun sebelumnya sebesar US$

5737 juta Nilai impor tertinggi Provinsi Papua

Barat terjadi pada bulan Juli sebesar US$ 11831

juta Sementara itu pada bulan Juni nilai impor

Provinsi Papua Barat berada pada angka

terkecil sebesar US$ 006 juta

A122 PDRB Sisi Penawaran

PDRB sisi ini dihitung berdasarkan pendekatan

produksi yaitu dengan menjumlahkan nilai

tambah (value added) atas barang dan jasa

yang dihasilkan dari sektor-sektor produksi Dari

keseluruhan sektor yang ada kontribusi tertinggi

terhadap PDRB Provinsi Papua Barat tahun 2019

berasal dari sektor industri pengolahan

mencapai 2574 persen dengan nilai Rp217

triliun Kemudian diikuti sektor pertambangan

dan penggalian mencapai 1744 persen

dengan nilai Rp147 triliun Minyak bumi dan gas

alam merupakan sumber utama PDRB pada

kedua sektor tersebut

A13 PDRB per Kapita

Indikator ini menunjukan nilai kontribusi tiap

penduduk terhadap perekonomian suatu

daerah dalam menghasilkan barang dan jasa

pada periode waktu satu tahun Selama lima

periode terakhir dari tahun 2015ndash2019 PDRB per

Kapita Provinsi Papua Barat mengalami

peningkatan walaupun dengan pertumbuhan

yang terbatas Pada tahun 2015 PDRB per

Kapita Provinsi Papua Barat sebesar Rp7250

juta Kemudian jumlahnya meningkat menjadi

Rp879 juta pada tahun 2019 atau naik sebesar

218 persen dalam 5 tahun

A2 Inflasi

Mankiw (2013) menyebutkan bahwa Inflasi

merupakan kenaikan harga secara umum

Jika kenaikan harga barang hanya berasal

dari satu atau dua barang saja maka tidak

dapat disebut sebagai inflasi kecuali bila

524

807

3804

2101

2286

006

11831

7816

1053

3617

105

2539

0

20

40

60

80

100

120

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 28

Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun

2019 (US$ juta)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Industri

Pengolahan

2574

Pertambangan

Penggalian1744

Konstruksi

1596

Sektor Lainnya

1227

Pertanian dkk

1055

Adm

Pemerintahan1057

Perdagangan

747

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Grafik 29

Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (Persen)

72157452

7843

8495879

0

20

40

60

80

100

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 210

Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua

Barat Tahun 2015 - 2019 (juta Rptahun)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

25 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

kenaikan itu meluas dan berimplikasi pada

kenaikan harga barang lainnya Inflasi dihitung

berdasarkan perubahan Indeks Harga

Konsumen (IHK) yang merupakan rata-rata dari

perubahan harga suatu komoditas dalam

kurun waktu tertentu Perubahan IHK dari waktu

ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan

(inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari

suatu komoditas

Secara umum inflasi digolongkan ke dalam tiga

jenis yaitu inflasi inti (core inflation) inflasi

makanan yang bergejolak (volatile food

inflation) dan inflasi harga yang diatur

(administered price inflation) Core inflation

adalah inflasi yang perkembangan harganya

dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi

secara umum yaitu faktor-faktor fundamental

seperti ekspektasi inflasi nilai tukar dan

keseimbangan permintaan dan penawaran

agregat yang akan berdampak pada

perubahan harga-harga secara umum

Sementara itu volatile food inflation adalah

inflasi bahan makanan yang perkembangan

harganya sangat bergejolak karena faktor-

faktor tertentu yang mempengaruhi kecukupan

pasokan komoditas yang bersangkutan seperti

faktor musim panen gangguan distribusi

bencana alam dan hama Adapun

administered price inflation adalah inflasi yang

perkembangan harganya diatur oleh

pemerintah

Secara kumulatif laju inflasi Provinsi Papua Barat

tahun 2019 mencapai 193 persen jauh lebih

rendah dari inflasi tahun sebelumnya sebesar

521 persen dan inflasi nasional sebesar 272

persen Pencapaian tersebut berada di atas

target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen

Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun

2017-2021 dimana pada tahun 2019 target

inflasi ditetapkan sebesar 366 persen Kebijakan

pengendalian tingkat inflasi yang melibatkan

banyak pihak sebagaimana tergabung dalam

Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) tampaknya

belum berhasil menekan laju pergerakan harga

di Provinsi Papua Barat ke arah yang lebih

moderat

Selama tahun 2019 perkembangan harga-

harga komoditas di Provinsi Papua Barat relatif

terkendali dimana komponen administered

price dan volatile food menjadi penyumbang

utama Adanya peningkatan intensitas curah

hujan yang sedang dan gelombang laut yang

relatif tinggi berdampak pada hasil produksi

dan mengganggu jalur distribusi pasokan

bahan makanan meskipun tidak memberikan

pengaruh signifikan Disamping itu komponen

administered price tidak mengalami tekanan

seperti halnya tahun sebelumnya sebagai

imbas dari turunnya harga komoditas minyak

mentah di pasar internasional yang berdampak

pada turunnya harga BBM non-subsidi (non-

premium) Sementara itu tekanan inflasi pada

kelompok inti (core inflation) relatif terkendali

Pada triwulan pertama tahun 2019 (Januari ndash

Maret) Papua Barat berada pada kondisi

deflasi dengan level 056 persen (ytd) dengan

534

362

144

521

193

335302

361

313 272

0

2

4

6

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 211

Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan

Nasional Tahun 2015 ndash 2019

Pabar Nasional

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

26

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

penyumbang terbesar terjadi pada kelompok

volatile food seperti beras telur susu daging

ikan segar dan kacang-kacangan Faktor

intensitas curah hujan yang sedang

menyebabkan beberapa daerah penghasil

mengalami panen besar berakibat pada

melimpahnya jumlah pasokan komoditas

meskipun sedikit terganggu dengan terjadinya

laut pasang pada jalur distribusi Sementara itu

komponen administered price sedikit tertekan

disebabkan pasokan bahan bakar subsidi yang

terbatas meskipun harga non-subsidi (pertalite

dan pertamax series) mengalami sedikit

penurunan harga

Pada triwulan kedua tahun 2019 (April ndash Juni)

intensitas curah hujan di Provinsi Papua Barat

makin meningkat Faktor tersebut pada

akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas

hasil pertanian sehingga pasokan komoditas

menjadi berkurang Dampaknya pada bulan

April dan Mei komponen volatile food seperti

beras sayur-sayuran dan kacang-kacangan

mengalami inflasi Pada bulan April meskipun

komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi

sebesar -070 persen namun kacang-kacangan

mengalami inflasi 240 persen

Memasuki bulan puasa (Mei) dan Hari Besar

Keagamaan Nasional (HBKN) Papua Barat

dihadapkan pada tekanan inflasi yang cukup

dalam Komponen volatile food seperti telur

daging ayam daging sapi mengalami tren

peningkatan harga seiring kenaikan

permintaan Pemerintah melalui Tim Pengendali

Inflasi Daerah (TPID) melakukan pengawasan

distribusi untuk mencegah penimbunan barang

dan permainan harga Selain itu TPID juga

melakukan operasi pasar dan program pasar

murah untuk menjaga stabilitas harga

Sementara itu komponen administered price

pada periode ini juga mengalami tekanan

Periode triwulan ketiga tahun 2019 tekanan

inflasi Papua Barat mulai jauh berkurang Pada

bulan Juli terjadi deflasi yang mencapai level -

007 persen Komponen volatile food menjadi

penyumbang terbesar deflasi Kemudian pada

bulan Agustus Papua Barat kembali mengalami

mencapai deflasi pada level -057 persen

dimana kelompok bahan makanan menjadi

penyumbang terbesar dengan capaian -167

Tabel 21

Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Kelompok jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des

Umum -004 159 025 033 034 004 -007 -057 067 -004 159 025

Bahan Makanan -082 493 072 079 100 -048 -066 -167 039 -082 493 072

Makanan Jadi Minuman

Rokok dan Tembakau 057 001 057 050 076 006 030 023 025 057 001 057

Perumahan Air Listrik Gas

dan Bahan Bakar 002 015 007 -004 -011 039 016 001 011 002 015 007

Sandang 072 062 102 050 045 021 -009 -043 158 072 062 102

Kesehatan 076 052 006 027 072 001 002 -026 037 076 052 006

Pendidikan Rekreasi dan

Olah Raga -003 034 -008 020 091 152 014 000 -002 -003 034 -008

Transpor dan Komunikasi

dan Jasa Keuangan 015 -024 -056 -049 -099 -001 050 -005 253 015 -024 -056

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

27 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Pada bulan ini di saat semua kelompok

pengeluaran mengalami tekanan deflasi

kelompok administered price mengalami inflasi

pada level 023 Berbeda dari bulan

sebelumnya memasuki bulan September

Papua Barat mengalami inflasi pada level 067

persen Kelompok volatile food seperti daging

telur susu dan sayur-sayuran serta kelompok inti

(core inflation) seperti sandang dan

perlengkapan rumah tangga menjadi

penyumbang inflasi Di samping itu kelompok

transportasi adalah penyumbang terbesar

inflasi seiring kenaikan harga tiket akibat

permasalahan yang mendera maskapai

penerbangan

Pada triwulan empat tahun 2019 (Oktober-

Desember) Papua Barat kembali mengalami

tekanan inflasi Demikian juga dengan

kelompok volatile food seperti beras daging

ikan telur susu sayur-sayuran dan kacang-

kacangan pada periode ini mengalami inflasi

disebabkan faktor produktivitas hasil pertanian

yang seharusnya melimpah malah berkurang

Di samping itu faktor cuaca yang tidak

bersahabat bagi nelayan menyebabkan

berikurangnya pasokan ikan

Meskipun pada bulan Oktober terjadi deflasi

sebesar -004 persen namun bulan November

Papua Barat kembali mengalami inflasi sebesar

125 persen Penyumbang tertinggi inflasi

adalah kelompok volatile food yang

mengalami kendala produktivitas Kemudian

masuk pada bulan Desember Papua barat

dihadapkan pada momen libur natal dan

tahun baru Pada bulan ini perkembangan

harga di Provinsi Papua Barat mengalami

tekanan inflasi namun dengan tingkat yang

cukup terkendali pada kisaran 025 persen

dengan kenaikan tertinggi terjadi pada

kelompok sandang momen liburan sekolah

natal dan tahun baru

A3 Suku Bunga

Suku bunga merupakan biaya dari suatu

pinjaman atau harga yang dibayar untuk sewa

dana (Mishkin 2015) Kebijakan suku bunga

dilakukan oleh bank sentral selaku pemegang

otoritas moneter Sebagai pemegang otoritas

moneter di Indonesia Bank Indonesia

menetapkan BI Rate sebagai suku bunga

acuan yang mencerminkan sikap dari

kebijakan moneter apakah dovish (longgar)

atau hawkish (ketat) Dalam rangka melakukan

penguatan kerangka operasi moneter Bank

Indonesia kemudian memperkenalkan suku

bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru

berupa BI 7-Day Repo Rate pada April 2016 dan

mulai berlaku efektif tanggal 19 Agustus 2016

Perubahan tersebut bertujuan agar suku bunga

kebijakan dapat lebih cepat mempengaruhi

pasar uang perbankan dan sektor riil

Terkait kebijakan suku bunga selama tahun

2019 Bank Indonesia menerapkan kebijakan

moneter yang cenderung longgar yang

ditandai dengan turunnya suku bunga acuan BI

7-Day Repo Rate Pada awal tahun 2019 BI 7

Day Repo Rate ditetapkan sebesar 600 persen

sebagai akibat dari kebijakan yang hawkish

600 600 600 600 600 600

575

550

525

500 500 500

40

48

55

63

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 212

Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019

(persen)

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

28

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

tahun sebelumnya Sempat bertahan selama

enam bulan kemudian pada bulan Juli BI 7-Day

Repo Rate diturunkan menjadi 575 persen

Penurunan tersebut bertujuan untuk

mendorong investasi sektor riil dalam mengatasi

efek buruk dari pasar keuangan global

(portofolio market) yang volatile

Kemudian pada bulan berikutnya suku bunga

acuan BI 7-Day Repo Rate kembali turun

menjadi 55 persen dan pada akhir tahun 2019

BI 7-Day Repo Rate mencapai angka 500

persen Kebijakan tersebut merupakan langkah

lanjutan untuk menjaga daya saing industri

domestik terhadap perubahan kebijakan

perdagangan sejumlah negara akibat perang

dagang AS-Tiongkok dan ketidakpastian pasar

keuangan global yang masih tinggi Selain itu

deflasi yang terjadi di perekonomian domestik

ikut mendorong penurunan tersebut

Pinjaman yang diberikan lembaga keuangan

kepada masyarakat merupakan pinjaman

yang diperuntukkan untuk keperluan modal

kerja investasi dan konsumsi dengan suku

bunga pinjaman yang diberikan untuk

keperluan konsumsi lebih tinggi daripada suku

bunga pinjaman untuk keperluan modal kerja

dan investasi Pada awal tahun 2019 rata-rata

suku bunga pinjaman konsumsi pada lembaga

keuangan sebesar 1054 persen lebih rendah

dari rata-rata suku bunga pinjaman modal kerja

dan investasi masing-masing sebesar 1144

persen dan 1209 persen

Pada akhir tahun 2019 suku bunga pinjaman

konsumsi turun menjadi 1018 persen sementara

itu suku bunga pinjaman modal kerja dan

investasi masing-masing menjadi 1143 persen

dan 1181 persen Tampaknya pilihan BI atas

kebijakan yang longgar dengan menurunkan

suku bunga acuan selama tahun 2019 diikuti

oleh penurunan suku bunga pinjaman pada

lembaga keuangan

Selama ini penurunan signifikan pada suku

bunga pinjaman merupakan hal yang ditunggu

masyarakat Lembaga keuangan masih

menjadi sumber pendanaan utama bagi

masyarakat yang ingin menjalankan kegiatan

usahanya Namun sangat disayangkan

penurunan suku bunga pinjaman masih bersifat

terbatas Dengan spread (selisih) yang cukup

lebar dengan suku bunga simpanan margin

bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM)

lembaga keuangan masih cukup tinggi

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang

diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NIM

1144 1148 1149 1151 1155 1153 1155 1158 1161 1157 1162

1143

1209 1206 1203 1202 1200 1198 1194 1191 1190 1185 1185 1181

1054 1048 1041 1039 1036 1035 1033 1030 1029 1027 1023 1018

10

11

12

13

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 213

Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Pinjaman pada

Lembaga Keuangan Tahun 2019 (persen)

Pinjaman Modal Kerja Pinjaman Investasi

Pinjaman Konsumsi

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

123

124

123117

116

118

119

118

118

114

115

118

100

110

120

130

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 214

Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Simpanan pada

Lembaga (persen)

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

29 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

lembaga keuangan berada pada kisaran 5

persen Oleh karena itu lembaga keuangan

seharusnya dapat menurunkan lagi tingkat suku

bunga pinjaman hingga mencapai tingkat

single digit interest rate of loans

Sementara itu sebagai respon atas tren

pergerakan suku bunga pinjaman rata-rata

suku bunga simpanan pada lembaga

perbankan juga bergerak turun Pada awal

tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan

sebesar 123 persen Kemudian pada akhir

tahun 2019 rata-rata suku bunga simpanan

turun menjadi 118 persen

A4 Nilai Tukar

Nilai tukar mata uang suatu negara dibedakan

atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil Nilai

tukar nominal suatu mata uang atau yang

sering disebut kurs merupakan harga relatif dari

suatu mata uang terhadap mata uang lainnya

Adapun nilai tukar riil merupakan harga relatif

dari barang jasa antar dua negara (Mishkin

2015)

Saat ini hampir semua negara tidak bisa lepas

dari interaksi ekonomi dengan luar negeri

Sebagai mata uang global dollar AS banyak

digunakan untuk kegiatan perdagangan

internasional Tak terkecuali Indonesia kegiatan

ekspor impor sebagian besar menggunakan

dollar AS sebagai alat pembayaran Oleh

karena itu pergerakan kurs rupiah terhadap

dollar AS sering dijadikan indikator untuk

menentukan kebijakan perekonomian nasional

Secara konseptual nilai tukar mata uang

memiliki hubungan negatif terhadap ekspor

Ketika kurs rupiah terhadap dollar AS

mengalami apresiasi (penguatan) maka kinerja

ekspor akan tertekan karena harga

barangjasa yang dijual ke luar negeri menjadi

lebih murah Sebaliknya ketika kurs rupiah

terhadap dollar AS mengalami depresiasi

(penurunan) maka akan mendorong

pertumbuhan ekspor Selama tahun 2019 kurs

rupiah terhadap dollar AS mengalami

depresiasi disebabkan penguatan dollar AS

terhadap seluruh mata uang dunia diikuti oleh

kenaikan imbal hasil atau yield obligasi

pemerintah AS dan penurunan harga minyak

dunia Di sisi lain sentimen pelemahan ekonomi

Tiongkok turut andil terhadap pelemahan nilai

tukar rupiah Dibuka pada awal Januari sebesar

Rp14465 kurs rupiah cenderung bergerak

fluktuatif dengan kecenderungan menguat

dan ditutup pada angka Rp13901 pada akhir

tahun 2019

B INDIKATOR KESEJAHTERAAN

Indikator pembangunan yang digunakan untuk

mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat

diantaranya Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) Tingkat Kemiskinan Tingkat Ketimpangan

(Gini Ratio) dan Kondisi Ketenagakerjaan

B1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan infrastruktur menjadi lebih

produktif jika memiliki sumber daya manusia

(human resources) yang berkualitas Jika jumlah

SDM berkualitas tidak memadai maka

1446500

1397800

1411100

1423100

1424500

1423100

1411700

1409800

1419000

1419600

1406600

1390100

13750

14000

14250

14500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 215

Tren Pergerakan Kurs Tengah Rupiah

per 1 US$ Tahun 2019

Sumber Bank Indonesia (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

30

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

pembangunan infrastruktur menjadi kurang

efisien dan efektif Akibatnya proses produksi

membutuhkan input dengan ekonomi biaya

tinggi (high cost economy) dan kualitas output

yang dihasilkan rendah Oleh karena itu para

ekonom berpendapat bahwa rendahnya

investasi pada modal manusia (human capital

resources) merupakan penyebab lambatnya

pertumbuhan Investasi yang rendah pada

sektor pendidikan pengetahuan dan

keterampilan menyebabkan produktivitas

modal fisik menurun (Jhingan 1983)

Untuk mengukur keberhasilan pembangunan

pada modal manusia PBB melalui United

Nations Development Programme (UNDP)

mengkombinasikan pencapaian di bidang

pendidikan kesehatan dan pendapataan

pengeluaran riil atau yang dikenal dengan

Human Development Index (HDI) Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) Menurut UNDP

IPM suatu daerah dapat dikelompokkan ke

dalam empat kategori yaitu sangat tinggi (IPM

ge 80) tinggi (70 le IPM lt 80) sedang (60 le IPM lt

70) dan rendah ( IPM lt 60)

Walaupun masih tertinggal dari daerah lain dan

menduduki peringkat terakhir secara nasional

pencapaian IPM Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan tiap tahun Pada

tahun 2011 IPM Provinsi Papua Barat mencapai

nilai 599 (masuk dalam kategori rendah) jauh

di bawah IPM nasional sebesar 6709 Kemudian

sejak tahun 2012 IPM Provinsi Papua Barat naik

kelas menjadi kategori sedang dengan nilai

603 Selanjutnya pada tahun 2018 IPM Provinsi

Papua Barat menjadi 6374

Jika dilihat per daerah pencapaian IPM di

Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk

dalam kategori sangat tinggi bahkan masih

banyak daerah yang masuk kategori IPM

rendah diantaranya Wondama Sorong

Selatan Tambrauw Maybrat Manokwari

Selatan dan Pegunungan Arfak Sementara itu

hanya 2 (dua) daerah yang masuk kategori IPM

tinggi yaitu Kab Manokwari dan Kota Sorong

Sumber United Nations Development Programme (UNDP)

Gambar 21

Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian IPM

-

Sangat Tinggi

Manokwari (7117)

Kota Sorong (7735)

Tinggi

Fakfak (6699)

Kaimana (6367)

Teluk Bintuni (6313)

Kab Sorong (6432)

Raja Ampat (6284)

Sedang

Wondama (5886)

Sorong Selatan (6101)

Tambrauw (5195)

Maybrat (5816)

Mansel (5884)

Pegunungan Arfak (5531)

Rendah

Gambar 22 IPM Kab Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018

Berdasarkan Klasifikasi UNDP

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

599 6036091 6128 6173 6221

62996374

6709677

6831689

69557018

70817139

52

56

60

64

68

72

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Grafik 216

Perkembangan Nilai IPM (Metode Baru) Provinsi Papua

Barat dan Nasional Tahun 2011-2018

Papua Barat Nasional

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

31 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Adapun daerah yang masuk kategori sedang

yaitu Fakfak KaimanaTeluk Bintuni Sorong dan

Raja Ampat

IPM yang tinggi di Kota Sorong dan Kab

Manokwari menunjukan adanya korelasi

antara suatu daerah sebagai pusat

perekonomian pemerintahan dengan

pencapaian nilai IPM Sebaliknya ketika suatu

daerah jauh dari pusat perekonomian

pemerintahan seperti Kab Pegunungan Arfak

yang merupakan daerah pemekaran baru

memiliki nilai IPM yang jauh tertinggal dari Kota

Sorong dan Kab Manokwari

B2 Kemiskinan

Konsep kemiskinan seringkali dihubungkan

antara tingkat pendapatan dan kebutuhan

seseorang Jika pendapatan tidak mampu

memenuhi kebutuhan minimum maka

seseorang dapat dikatakan miskin Ravallion

(1995) menyebutkan ciri khas dari kemiskinan

diantaranya kelaparan ketidakberdayaan

terpinggirkan tidak mempunyai tempat

tinggal dan apabila sakit tidak memiliki dana

untuk berobat Selain itu orang miskin pada

umumnya tidak dapat membaca karena tidak

mampu untuk bersekolah dan tidak memiliki

pekerjaan

Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah

Provinsi Papua Barat dihadapkan pada

masalah kemiskinan yang cukup pelik Tingkat

kemiskinan Provinsi Papua Barat sangat tinggi

hingga menduduki peringkat kedua secara

nasional setelah Provinsi Papua Pada tahun

2016 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

mencapai 2488 persen jauh lebih tinggi

dibandingkan tingkat kemiskinan nasional

sebesar 107 persen Kemudian pada tahun

2019 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

turun jauh hingga menjadi 2151 persen

Keadaan tersebut menunjukan bahwa selama

beberapa tahun ke belakang penurunan

tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat

cukup signifikan jika dibandingkan dengan

banyaknya kendala yang harus dihadapi

Pembangunan yang berlangsung selama ini

tampaknya cukup berhasil meningkatkan taraf

hidup penduduk keluar dari garis kemiskinan

Berdasarkan tipologinya tingkat kemiskinan

Provinsi Papua Barat di pedesaan sangat tinggi

bahkan di atas level 30 persen namun

sebaliknya tingkat kemiskinan di perkotaan

pada kisaran 5 persen Pada tahun 2016 tingkat

kemiskinan pedesaan Provinsi Papua Barat

mencapai 3733 persen Kemudian turun

menjadi 3429 persen pada tahun 2018 dan 332

persen pada tahun 2019 Melihat kondisi

tersebut seharusnya program-program

pemerintah lebih difokuskan ke daerah

pedesaan baik dalam rangka investasi ekonomi

yang bersifat produktif maupun investasi

manusia di bidang pendidikan kesehatan

perumahan dan layanan sosial lainnya Selain

itu program-program pengentasan kemiskinan

yang digalakkan pemerintah daerah harus

bermula dari pedesaan untuk menstimulus

kesejahteraan masyarakat desa

24882312 2266

2151

107 1012 966 922

0

5

10

15

20

25

30

2016 2017 2018 2019

Grafik 217

Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun

2016 - 2019 (persen)

Pabar Nasional

Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

32

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Jika dilihat berdasarkan daerahnya pada

tahun 2019 seluruh kabupaten kota di Provinsi

Papua Barat memiliki tingkat kemiskinan di atas

nasional dengan tingkat kemiskinan tertinggi

yaitu Kab Pegunungan Arfak dan Tambraw

masing-masing sebesar 3487 persen dan 3437

persen Adapun kemiskinan terendah dimiliki

Kota Sorong dan Kab Kaimana masing-masing

sebesar 1529 persen dan 1604 persen

B3 Ketimpangan

Sebuah keniscayaan bahwa pembangunan

mengharuskan adanya tingkat pendapatan

yang tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan

Namun demikian tingkat pendapatan yang

tinggi perlu didukung oleh indikator lainnya

berupa pemerataan distribusi pendapatan

Distribusi pendapatan yang timpang menurut

Cramer (2001) menyebabkan terjadinya konflik

sosial dalam masyarakat meskipun hal tersebut

bukan hanya disebabkan oleh faktor ekonomi

Jika peningkatan pendapatan hanya

melibatkan sebagian kecil orang kaya maka

penanggulangan kemiskinan akan bergerak

melambat dan ketimpangan semakin tinggi

Salah satu cara untuk mengukur tingkat

distribusi pendapatan dengan menggunakan

Rasio Gini (Gini Ratio) Rasio tersebut mampu

menggambarkan derajat ketimpangan

distribusi pendapatan dalam suatu daerah

dengan nilai terletak antara 0 (kemerataan

sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan

sempurna)

Tingkat distribusi pendapatan Provinsi Papua

Barat tahun 2016-2019 tercatat fluktuatif namun

masih timpang ditandai dengan nilai gini ratio

yang rendah setelah sebelumnya meningkat

Selama kurun waktu tersebut ketidakmerataan

pendapatan di Provinsi Papua Barat masuk

dalam kategori sedang Pada tahun 2016 gini

ratio Provinsi Papua Barat sebesar 0373 dan

merangkak naik menjadi 0390 pada tahun 2017

568 569 516 557

37333512 3429 332

0

10

20

30

40

2016 2017 2018 2019

Grafik 218

Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan

Tahun 2016 - 2019 (persen)

Perkotaan Pedesaan

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

3487

3437

3238

3208

3049

2989

2935

2380

2154

1867

1753

1604

1529

0 10 20 30 40

Pegunungan Arfak

Tambrauw

Teluk Wondama

Maybrat

Teluk Bintuni

Manokwari Selatan

Sorong

Fakfak

Manokwari

Sorong Selatan

Raja Ampat

Kaimana

Kota Sorong

Grafik 219

Tingkat Kemiskinan KabKota di Provinsi Papua

Barat Tahun 2019

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

0373

03900391

0381

0397

0393

0384

038

036

037

038

039

04

2016 2017 2018 2019

Papua Barat Nasional

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Grafik 220

Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat

dan Nasional Tahun 2016-2019

33 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

meskipun pada kedua periode tersebut berada

di bawah gini ratio nasional Kemudian pada

tahun 2018 gini ratio Provinsi Papua Barat

kembali naik menjadi 0391 bahkan lebih tinggi

dari pencapaian nasional Gini ratio kembali

turun pada tahun 2019 menjadi 0381 atau

sedikit di atas nilai nasional sebesar 0380

B4 Ketenagakerjaan

Untuk melihat kondisi ketenagakerjaan di suatu

daerah diantaranya dapat tercermin pada

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan

tingkat pengangguran

B41 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Indikator ini menunjukan persentase jumlah

angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja

Semakin tinggi TPAK menunjukkan semakin

tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour

supply) yang tersedia untuk memproduksi

barang dan jasa pada suatu daerah TPAK

Provinsi Papua Barat tahun 2019 mencapai

6827 persen mengalami kenaikan dari tahun

sebelumnya sebesar 6788 persen Hal ini

mengindikasikan bahwa jumlah angkatan kerja

yang siap untuk bekerja semakin bertambah

B42 Tingkat Pengangguran

Secara teoritis pengangguran memiliki

hubungan negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi

hal tersebut mencerminkan adanya

penambahan output yang membutuhkan

banyak tenaga kerja untuk memenuhi

kapasitas produksi Arthur Okun melalui studinya

(Okunrsquos Law) menyebutkan bahwa semakin

tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka

tingkat pengangguran akan semakin berkurang

(Blanchard 2006)

Di saat jumlah pengangguran dan tingkat

pengangguran nasional mengalami kenaikan

jumlah pengangguran dan tingkat

pengangguran Provinsi Papua Barat juga ikut

bergerak naik Pada tahun 2018 jumlah

pengangguran Provinsi Papua Barat mencapai

26129 orang dengan tingkat pengangguran

sebesar 567 persen Kemudian pada tahun

2019 jumlah pengangguran Provinsi Papua

Barat meningkat menjadi 28846 orang dengan

tingkat pengangguran terseret naik menjadi

624 persen Tampaknya program pemerintah

dalam perluasan dan penciptaan lapangan

pekerjaan belum mampu menekan jumlah dan

tingkat pengangguran di Provinsi Papua Barat

Untuk mengurangi tingkat pengangguran

pemerintah daerah dapat menciptakan

7005

6747

6788

6827

66

67

68

69

70

71

2016 2017 2018 2019

Grafik 221

TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2016 - 2019 (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

18806

25037

33214

26129 28846

460

573

752

567

624

000

200

400

600

800

2015 2016 2017 2018 2019

-

10000

20000

30000

40000

Grafik 222

Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua

Barat Tahun 2015 ndash 2019

Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

34

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

kesempatan kerja melalui peningkatan

keahlian sertifikasi pendirian tempat latihan

ketrampilan magang serta meningkatkan

inventasi yang menyerap banyak tenaga kerja

lokal

C EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI

DAN PEMBANGUNAN REGIONAL

Efektivitas kebijakan makroekonomi dan

pembangunan Provinsi Papua Barat dapat

diketahui dengan melihat kinerja dari setiap

indikator yang ada dengan membandingkan

antara target dan pencapaian dari setiap

indikator yang ditetapkan oleh pemerintah

daerah dalam dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Selain itu efektivitas kebijakan

makroekonomi juga dapat diketahui dengan

melihat pengaruh dari sebuah indikator

makroekonomi dan pembangunan terhadap

indikator lainnya

C1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan

Pembangunan

Kinerja perekonomian daerah tercermin dari

pencapaian target indikator makroekonomi

dan pembangunan sebagaimana yang telah

ditetapkan pada dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Dokumen RPJMD merupakan rencana

pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)

tahunan yang merupakan penjabaran dari visi

misi dan program kepala daerah Untuk Provinsi

Papua Barat dokumen RPJMD disusun untuk

periode tahun 2017 ndash 2021 Sebagai penjabaran

RPJMD tahun ketiga Pemerintah Daerah

Provinsi Papua Barat menetapkan Rencana

Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2019

yang memuat target indikator-indikator makro

dan kesejahteraan sebagai ukuran

keberhasilan selama satu tahun Beberapa

indikator makroekonomi dan pembangunan

dalam RKPD yang menjadi target pemerintah

daerah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 70 persen

laju inflasi pada level 366 persen gini ratio

sebesar 042 tingkat kemiskinan sebesar 2329

persen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

sebesar 6364 dan tingkat pengangguran

sebesar 642 persen

Tabel 22

Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Indikator Target RKPD Kinerja

Pertumbuhan Ekonomi (persen) 70 266

Inflasi (persen) 366 193

Tingkat Kemiskinan (persen) 2329 2151

Tingkat Pengangguran (persen) 642 624

Gini Ratio 042 0381

IPM 6364 6374

Sumber RPJMD RKPD Provinsi Papua Barat dan BPS

Provinsi Papua Barat (data diolah)

Indikator makroekonomi dan pembangunan

Provinsi Papua Barat tahun 2019 yang mampu

mencapai target yang ditetapkan pada

dokumen RKPD diantaranya tingkat inflasi yang

berhasil dikendalikan sebesar 193 tingkat

kemiskinan juga berhasil ditekan sebesar 2151

persen Demikian pula dengan IPM yang

berhasil meningkat dan melebihi target pada

angka 6374 Selain itu nilai gini ratio tercatat

juga mampu mencapai target pada angka

0381 Sementara indikator lainnya belum

mencapai target yang ditetapkan seperti

tingkat pengangguran yang mencapai 624

persen Sama halnya dengan capaian tingkat

pertumbuhan yang belum memenuhi target

yang hendak dicapai dengan nilai indikator

tersebut berada pada angka 266 persen

35 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

C2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi

Terhadap Kemiskinan Pendekatan

Model Panel Data

C21 Landasan Teori

Salah satu masalah perekonomian yang cukup

rumit dan hampir terjadi di setiap negara yaitu

tingginya angka kemiskinan Terdapat tiga

penyebab utama timbulnya masalah

kemiskinan Pertama prasarana dan sarana

pendidikan yang tidak memadai sehingga

menyebabkan tingginya jumlah penduduk

buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan

ataupun keahlian Kedua sarana kesehatan

dan pola konsumsi buruk sehingga hanya

sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi

tenaga kerja produktif Ketiga penduduk

terkonsentrasi di sektor pertanian dan

pertambangan dengan metode produksi yang

telah usang dan ketinggalan zaman (Jhingan

1983)

Sebagaimana dikatakan Nurkse daerah yang

terbelakang pada umumnya terjerat ke dalam

lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty)

Menurut Nurkse lingkaran kemiskinan

disebakan oleh rendahnya tingkat pendapatan

sehingga menyebabkan tingkat permintaan

rendah Dengan tingkat permintaan yang

rendah mengakibatkan tingkat investasi pun

rendah Tingkat investasi yang rendah kembali

menyebabkan modal kurang dan produktifitas

rendah dan begitu seterusnya hingga

membentuk sebuah lingkaran sebab akibat dari

kemiskinan (Jhingan 1983)

Dari berbagai teori pertumbuhan yang

dikemukakan oleh banyak ekonomi seperti Teori

Harold Domar Teori Solow Teori Dorongan Kuat

(Big Push Theory) dan Teori Rostow maka dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor

utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu

akumulasi modal yang meliputi semua bentuk

atau jenis investasi baru pertumbuhan

penduduk dan kemajuan teknologi Investasi

melalui penyerapan tenaga kerja baik oleh

swasta maupun oleh pemerintah

perkembangan teknologi yang semakin inovatif

dan produktif dan pertumbuhan penduduk

melalui peningkatan modal manusia (human

capital) diharapkan mampu mengurangi

jumlah kemiskinan yang ada Sehingga ketika

terjadi pertumbuhan ekonomi yang berarti

terjadi pertumbuhan pendapatan atau

pertumbuhan produksi dari barang-barang

yang dihasilkan maka diharapkan akan

menurunkan kemiskinan dengan memutus

mata rantai lingkaran kemiskinan seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya Dengan adanya

pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat

meningkatkan produktifitas yang ada sehingga

dengan kenaikan produktifitas maka

pendapatan per kapita juga akan naik yang

pada akhirnya membawa pada penurunan

tingkat kemisikinan

C22 Metode dan Hasil Estimasi

Untuk mengukur pengaruh dari pertumbuhan

ekonomi terhadap kemiskinan di Provinsi Papua

Barat menggunakan model sebagai berikut

Tingkat Kemiskinan = f (Pertumbuhan Ekonomi)

Gambar 23

Lingkaran Kemiskinan Nurkse

Sumber Jhingan (1983)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

36

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Dari model di atas dituangkan dalam model

persamaan ekonometrika sebagai berikut

Log(Poverty) = β0 + β1Log(Growth) + ε

dimana

Poverty = Tingkat Kemiskinan (persen)

Growth = Pertumbuhan Ekonomi (persen)

β n = Parameter atau koefisien regresi

ε = Variabel ganggguan

Penggunaan log model pada persamaan di

atas bertujuan untuk mengetahui elastisitas

pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat

kemiskinan di mana koefisien β1 β2 dan β3

menunjukan persentase perubahan tingkat

kemiskinan akibat persentase perubahan

pengeluaran pemerintah (Gujarati 2009)

Adapun data yang digunakan berupa data

panel yang merupakan gabungan antara data

lintas waktu (time series) dari tahun 2015 ndash 2019

dan data lintas individu (cross section) seluruh

kabupaten kota di Provinsi Papua Barat

Baltagi dalam Gujarati (2004) menyatakan

bahwa terdapat beberapa keuntungan dalam

penggunaan data panel yaitu

1 Dengan mengkombinasikan time series dan

cross section data panel akan memberikan

data yang lebih informatif lebih variatif dan

mengurangi kolinearitas antar variabel

derajat kebebasan yang lebih banyak dan

efisiensi yang lebih besar

2 Dengan mempelajari bentuk cross section

berulang-ulang dari observasi data panel

lebih baik dalam rangka mempelajari

dinamika perubahan

3 Data panel dapat berinteraksi lebih baik

dan mengukur efek-efek yang tidak dapat

diobservasi dalam cross section murni

maupun data time series murni

4 Data panel memungkinkan kita untuk

mempelajari model perilaku yang lebih

rumit

5 Dengan membuat data tersedia dalam

jumlah lebih banyak data panel dapat

meminimumkan bias yang dapat terjadi bila

kita mengagregatkan individu ke dalam

agregrat yang luas

6 Secara garis besar data panel dapat

memperkaya analisis empiris dengan

berbagai cara yang mungkin tidak terjadi

jika hanya menggunakan cross section atau

data time series

Metode yang digunakan untuk mengestimasi

model di atas yaitu metode regresi data panel

melalui program komputer Eviews 10 Ada

beberapa teknik yang digunakan diantaranya

metode ordinary least square fixed effect dan

random effect Untuk menentukan teknik mana

yang terbaik maka digunakan Uji Hausman

Ringkasan hasil Uji Hausman dapat dilihat pada

tabel berikut (hasil lengkap Uji Hausman

terdapat pada bagian Lampiran)

Tabel 23

Ringkasan Hasil Uji Hausman

Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob

Cross-section random 0011090 1 09161

Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10

Berdasarkan Uji Hausman di atas diperoleh nilai

probabilitas Chi-Square di atas 5 persen yang

menunjukan bahwa metode random effect

merupakan pilihan terbaik untuk mengestimasi

model yang ada Selanjutnya ringkasan hasil

regresi dengan menggunakan teknik random

effect adalah sebagai berikut (hasil lengkap

estimasi terdapat pada bagian Lampiran)

37 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Tabel 24

Ringkasan Hasil Regresi Data Panel

Sumber Hasil Olah Data Program Eviews 10

Berdasarkan hasil regresi di atas maka model

persamaan untuk mengukur pengaruh dari

pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di

Provinsi Papua Barat adalah

Log(Poverty) = 3219 - 0808 Log(Growth) + ε

Selanjutnya hasil regresi dan persamaan di atas

dapat dijelaskan sebagai berikut

1 Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai R-

Squared (R2) yang didapat sebesar 79

persen Artinya bahwa variasi perubahan

yang terjadi pada variabel pengeluaran

pemerintah sektor pendidikan kesehatan

dan infrastruktur adalah sebesar 79 persen

dapat menjelaskan variasi perubahan

variabel tingkat kemiskinan sedangkan

sisanya sebesar 921 persen dijelaskan di luar

model

2 Pada tingkat kepercayaan 5 persen (α =

005) peningkatan yang terjadi pada

pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh

signifikan terhadap penurunan tingkat

kemiskinan Hal ini disebabkan memiliki nilai

t-statistik (probabilitas) lebih besar dari α

(01434 gt 005)

3 Koefisien (-0808) menunjukan bahwa

elastisitas dari pertumbuhan ekonomi

terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0808

(inelastis) Artinya jika pertumbuhan

ekonomi naik 1 persen maka tingkat

kemiskinan hanya turun 0808 persen

C23 Implikasi Kebijakan

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat

memiliki tingkat sensitifitas yang rendah

terhadap tingkat kemiskinan Hal ini terlihat dari

nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di

bawah satu persen atau bersifat inelastis

Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan

ekonomi sebesar satu persen maka penurunan

tingkat kemiskinan di bawah satu persen

Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa

pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat

tidak berpengaruh signifikan terhadap

penurunan tingkat kemiskinan Hal ini bertolak

belakang dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh David Dollar dan Aart Kraay

(2000) berjudul Growth is Good for The Poor

dimana pertumbuhan ekonomi mampu

mengakselerasi penurunan kemiskinan secara

signifikan Pengaruh yang tidak signifikan

tersebut disebabkan belum meratanya hasil dari

pertumbuhan ekonomi Hal ini terkonfirmasi juga

dari gini ratio Provinsi Papua Barat yang

mengalami peningkatan yang berarti bahwa

distribusi pendapatan semakin tidak merata

Selama ini kue pertumbuhan ekonomi kurang

menjangkau penduduk miskin Berbagai sektor

yang memiliki andil besar terhadap

pertumbuhan ekonomi sebagian besarnya

tercurah ke daerah perkotaan sehingga

manfaatnya hanya dinikmati oleh penduduk di

perkotaan saja walaupun sebagian kecilnya

dirasakan juga oleh penduduk pedesaan

Padahal 90 persen jumlah penduduk miskin di

Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di daerah

pedesaan (kampung) Hal inilah yang

menyebabkan pengaruh dari pertumbuhan

ekonomi Provinsi Papua Barat tidak memiliki

dampak yang besar terhadap penurunan

tingkat kemiskinan

Variabel Hasil Regresi

C growth

Koefisien 3219 - 0808

t-statistik (prob) 00000 01434

f-statistik (prob) 0401

R-square 0079

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

38

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Dari hasil di atas kebijakan yang dapat diambil

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

melalui pertumbuhan ekonomi dalam

mengurangi tingkat kemiskinan yaitu

1 Sebagai salah satu komponen

pertumbuhan ekonomi pengeluaran

pemerintah di Provinsi Papua Barat harus

lebih fokus ke daerah pedesaan (kampung)

dan remote area yang sulit terjangkau oleh

sarana transportasi yang memadai Hal ini

didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah

penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

sebagian besar berada di daerah

pedesaan pegunungan dan pedalaman

2 Meningkatkan kualitas pertumbuhan

ekonomi melalui penyediaan sarana

infrastruktur yang layak dan memadai di

daerah pedesaan dan remote area

terutama sarana pendidikan kesehatan

dan transportasi beserta tenaga pendidikan

dan kesehatan yang handal di bidangnya

3 Mengoptimalisasi anggaran dana desa

melalui program padat karya tunai (cash for

work) untuk kegiatan pembangunan desa

seperti (a) pengadaan pembangunan

pengembangan dan pemeliharaan sarana

prasarana desa (b) peningkatan kualitas

dan akses terhadap pelayanan sosial dasar

dan (c) pengadaan pembangunan

pengembangan dan pemeliharaan sarana

prasarana usaha ekonomi desa

4 Melaksanakan program perlindungan sosial

bagi penduduk miskin Diantara program

yang direkomendasikan yaitu memberi

bantuan tunai secara bersyarat (conditional

cash transfer) yang mewajibkan bagi

penerima bantuan seperti anak usia

sekolah balita ibu hamil dan ibu menyusui

untuk berpartisipasi aktif pada fasilitas

pendidikan dan kesehatan Pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat dapat

mengadopsi program conditional cash

transfer Bolsa Familia di Brazil atau program

yang saat ini sedang digalakkan pemerintah

pusat yaitu Program Keluarga Harapan

(PKH)

5 Meningkatkan kualitas belanja (quality of

spending) pemerintah dengan cara

memfokuskan alokasi anggaran pada

belanja prioritas terutama untuk daerah

pedesaan

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERKEMBANGAN

APBN

BELANJA

PEMERINTAH PUSAT

TRANSFER KE DAERAH

amp DANA DESA

789 T

2383 T

PAJAK PNBP

219 T 029 T

TAX TAX

RATIO RATIO 309 309 gtgt gtgt

DJPbKawalAPBN

39

Perkembangan dan Analisis APBN

nggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) menggambarkan

kondisi keuangan pemerintah yang

berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan

dan alokasi belanja pemerintah untuk satu

periode tahun anggaran yang ditetapkan

dalam Undang-Undang

A APBN TINGKAT PROVINSI

APBN tingkat provinsi menggambarkan potret

kondisi keuangan APBN di Provinsi Papua Barat

yang disajikan dalam bentuk I-account

disajikan dalam tabel 31 Pada tabel tersebut

target pendapatan negara tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

sebesar 116 persen dibandingkan target tahun

2018 yaitu dari Rp303205 miliar menjadi

Rp268042 miliar Penurunan target tersebut

didasarkan pada asumsi bahwa kondisi

perekonomian pada tahun 2019 masih dalam

tahap ketidakpastian global Tantangan dan

dinamika yang cukup berat mengingat

volatilitas harga komoditas internasional seperti

minyak dan gas bumi turut mempengaruhi

target penerimaan pajak di Papua Barat

Sementara itu dari aspek belanja negara

terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar

427 persen dibandingkan pagu tahun 2018

yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi

Rp3457711 miliar Alokasi belanja APBN 2019

A

BAB III

Perkembangan dan Analisis

APBN

Tabel 31

Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019 (miliar Rp)

Uraian Pagu 2018 Real 2018 Pagu 2019 Real 2019

PENDAPATAN NEGARA 303205 249363 268042 294509

Pendapatan Perpajakan 275325 219362 245494 265104

Pendapatan Bukan Pajak 27880 30001 22549 29404

Hibah - - - -

BELANJA NEGARA 2423117 2491602 3457711 3172329

Belanja Pemerintah Pusat 722953 681662 869620 788870

Transfer ke Daerah dan Dana Desa 1700164 1809940 2588091 2383459

SURPLUS (DEFISIT) (2119912) (2242239) (3189669) (2877820)

PEMBIAYAAN - - - -

Pembiayaan Dalam negeri - - - -

Pembiayaan Luar Negeri - - - -

Sumber OM-SPAN KPP Pratama Manokwari dan Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

40

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

yang naik dibandingkan dengan tahun

sebelumnya disebabkan oleh peningkatan

kebutuhan anggaran di daerah yang

digunakan untuk membiayai program dan

kegiatan Satuan Kerja (Satker) Kementerian

NegaraLembaga (KL) dan belanja daerah

melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa

(TKDD) Hal ini tercermin dari kenaikan yang

cukup signifikan pada pagu TKDD sebesar 5223

persen dari Rp1700164 miliar menjadi

Rp2588091 miliar pada tahun 2019 serta

belanja barang sebesar 1224 persen menjadi

Rp32754 miliar

Di samping itu penambahan komponen

pembayaran THR PNS tahun ini yang berakibat

pada kenaikan pagu belanja pegawai turut

andil dalam peningkatan pagu belanja APBN

secara keseluruhan Pembayaran THR PNS

tahun 2019 ditambahkan komponen tunjangan

keluarga tunjangan tambahan dan tunjangan

kinerja Pada tahun 2019 pagu belanja

pegawai naik sebesar 1953 persen yaitu dari

Rp156741 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp187346 miliar pada tahun 2019

Sementara itu kenaikan yang cukup signifikan

terjadi pada pagu belanja modal dari

Rp270507 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp351807 miliar pada tahun 2019 atau naik

sebesar 3005 persen Hal ini disebabkan

keberadaan proyek-proyek infrastruktur

strategis lanjutan di Provinsi Papua Barat

sehingga alokasi belanja modal pada kembali

bertambah dari sebelumnya sempat menurun

Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi

pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat

mencapai 10987 persen sedangkan realisasi

belanja APBN mencapai 9175 persen Dengan

membandingkan antara realisasi penerimaaan

dan belanja APBN pada tahun ini terdapat

defisit anggaran sebesar Rp2877820 miliar Hal

ini disebabkan oleh target penerimaan yang

belum optimal tercapai meskipun realisasi

penerimaan jauh lebih besar (181 persen) dari

tahun sebelumnya

B PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT

TINGKAT PROVINSI

Pendapatan pemerintah pusat di Provinsi

Papua Barat terdiri dari penerimaan perpajakan

dan penerimaan bukan pajak Pada tahun

2019 realisasi pendapatan pemerintah pusat di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar

atau naik 181 persen dari tahun sebelumnya

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi

pencapaian realisasi pendapatan tersebut

diantaranya

1 Kondisi perekonomian nasional yang tidak

terpengaruh dan tetap tumbuh meskipun

terdapat ketidakopastian global dan

perang dagang AS-Tiongkok

Perekonomian regional yang didorong

sektor migas memberikan dampak yang

baik terhadap penerimaan negara di

Provinsi Papua Barat Terjadi peningkatan

persentase realisasi penerimaan terhadap

target yang telah ditetapkan akibat

multiplier effect dari migas terhadap industri

lainnya

2 Meskpiun ketergantungan penerimaan

negara terhadap sumber daya alam

(natural resources) memberikan risiko

tingkat penerimaan yang rendah namun

harga pasar komoditas yang fluktuatif

mempengaruhi peningkatan penerimaan

3 Pelaksanaan proses produksi masih belum

mendapatkan inovasi sehingga bergantung

pada ekspor bahan baku (raw material)

dan tenaga kerja padat karya sehingga

41 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

sedikit memberikan kontribusi bagi kenaikan

penerimaan negara

B1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat

Penerimaan perpajakan pemerintah pusat

tingkat provinsi terdiri atas penerimaan pajak

dalam negeri dan pajak perdagangan

internasional Penerimaan pajak dalam negeri

di Provinsi Papua Barat terdiri dari PPh

Perseorangan PPh Badan PBB PPN dan Pajak

Lainnya Sementara itu di Provinsi Papua Barat

tidak memiliki penerimaan negara berupa

pajak perdagangan internasional Berikut ini

target dan realisasi penerimaan perpajakan

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat tahun

2018 ndash 2019

Realisasi penerimaan perpajakan pemerintah

pusat di Provinsi Papua Barat mengalami

peningkatan sebesar 2085 persen yaitu dari

Rp219362 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp265104 miliar pada tahun 2019 Hal ini

disebabkan oleh kenaikan realisasi pada jenis

pajak PPN Dalam Negeri dan PPh non migas

lainnya Penerimaan kedua jenis pajak tersebut

sangat ditentukan oleh kondisi perekonomian

dimana pada tahun 2019 tetap tumbuh

meskipun berada pada ketidakpastian global

Dari keseluruhan jenis pajak pemerintah pusat

yang ada di Provinsi Papua Barat PPN Dalam

Negeri masih mendominasi jumlah penerimaan

pajak tahun 2019 mencapai Rp 132253 miliar

atau 5069 persen dari total penerimaan pajak

pemerintah pusat Kemudian diikuti PPh

perseorangan sebesar Rp84935 miliar atau

3255 persen dari total penerimaan pajak

pemerintah pusat dengan kontribusi terbesar

berasal dari penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh

Final

Apabila dilihat per daerah realisasi penerimaan

pajak tertinggi pada tahun 2019 yaitu Kab

Manokwari dan Kota Sorong masing-masing

sebesar Rp80307 miliar dan Rp73192 miliar Hal

ini disebabkan kedua daerah tersebut

merupakan pusat perekonomian di Provinsi

Papua Barat yang memiliki potensi penerimaan

pajak yang lebih besar dibandingkan daerah

lainnya Adapun realisasi penerimaan pajak

terendah yaitu Kab Pegunungan Arfak dan

Kab Tambrauw masing-masing sebesar Rp1606

miliar dan Rp2099 miliar disebabkan kedua

Tabel 32

Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)

Jenis Pajak

Per Akun

2018 2019

Target Realisasi Target Realisasi

PPh Non Migas 148261 89943 106294 105582

PPN dan

PPnBM 109643 111600 123631 133253

Pendapatan

atas PL amp PIB 4035 2117 2960 6448

PBB dan BPHTB 13285 12182 12503 15580

PPh Migas 0 022 0 059

Cukai 0 019 0 036

Bea Masuk 101 3479 106 4149

TOTAL 275225 219362 245388 265104

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)

73192

31783

20142

12906

12668

6494

4622

4564

2180

2152

2099

1606

000 20000 40000 60000 80000

MANOKWARI

KOTA SORONG

TELUK BINTUNI

SORONG

FAK FAK

KAIMANA

RAJA AMPAT

SORONG SELATAN

TELUK WONDAMA

MAYBRAT

MANOKWARI SELATAN

TAMBRAUW

PEGUNUNGAN ARFAK

Grafik 31

Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 Per

KabupatenKota di Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

42

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

daerah tersebut masih menggali sumber-

sumber penerimaan perpajakan lainnya

Jika dilihat per sektor realisasi penerimaan

pajak terbesar Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 berasal dari sektor konstruksi sebesar

Rp106928 miliar atau 4101 persen dari realisasi

seluruh penerimaan pajak Adapun dari 10

sektor penerimaan pajak terbesar di Papua

Barat realisasi penerimaan pajak terkecil

berasal dari sektor real estate sebesar Rp189

miliar atau hanya 007 persen dari realisasi

seluruh penerimaan pajak Hal ini dapat dilihat

pada grafik berikut

Selanjutnya untuk melihat kinerja perpajakan

pada suatu daerah maka digunakan tax ratio

Ukuran tersebut merupakan perbandingan

antara jumlah penerimaan pajak di suatu

daerah dibandingkan dengan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut Tax ratio

menunjukkan kemampuan pemerintah dalam

mengumpulkan penerimaan pajak dan

kepatuhan pembayaran pajak oleh

masyarakat Apabila tax ratio suatu daerah

semakin besar dapat diartikan bahwa

pemerintah lebih leluasa dalam

menyelenggarakan pemerintahan

Tax ratio Provinsi Papua Barat mengalami

kenaikan dari 302 persen pada tahun 2018

menjadi 309 persen pada tahun 2019 Nilai tax

ratio sebesar 309 persen tersebut dapat

dikategorikan rendah jika dibandingkan

dengan tax ratio nasional sebesar 115 persen

Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa

semakin berkurangnya potensi dan

kemampuan pemerintah dalam memungut

pajak Beberapa hal lainnya yang turut

menyumbang rendahnya tax ratio di Provinsi

Papua Barat diantaranya adalah telah

berakhirnya program tax amnesty dan belum

adanya program unggulan lainnya dalam

meningkatkan penerimaan pajak sehingga

optimalisasi penerimaan perpajakan belum

maksimal

Rendahnya tax ratio di Papua Barat juga

dipengaruhi oleh meningkatnya besaran

restitusi pajak yang terjadi pada tahun 2019

yang mengakibatkan pemerintah harus

membayar kepada wajib pajak kelebihan

106928

45318

20125

18633

15075

14799

11819

11484

9154

7396

000

Konstruksi

Administrasi Pemerintahan dan

Jaminan Sosial Wajib

Sektor lainnya

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Penggalian

Perdagangan Besar dan

Eceran Reparasi dan

Perawatan Mobil danhellip

Kegiatan Jasa Lainnya

Jasa Keuangan dan Asuransi

Transportasi dan Pergudangan

Pertanian Kehutanan dan

Perikanan

Grafik 32

Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2019 per Sektor di

Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)

138126 125

180

156 158

003 003 008

020 017 018

000

050

100

150

200

2017 2018 2019

Grafik 33

Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat

Tahun 2017 ndash 2019 (persen)

PPh Non Migas PPN dan PPnBM

Pendapatan atas PL dan PIB PBB dan BPHTB

Sumber KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)

43 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

pembayaran pajak Selain itu rendahnya

tingkat kesadaran wajib pajak di Provinsi Papua

Barat untuk memenuhi kewajibannya turut

mendorong penurunan tax ratio Keadaan

yang demikian memerlukan upaya lebih dari

pemerintah dalam meningkatkan edukasi ke

wajib pajak

B2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi

Selain dari sektor perpajakan penerimaan

negara yang bersumber dari bukan pajak saat

ini juga telah mulai diperhitungkan untuk

dijadikan andalan dalam memaksimalkan

penerimaan negara Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP) adalah semua penerimaan

Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk

penerimaan dari sumber daya alam

Penerimaan bagian laba BUMN PNBP lainnya

serta Penerimaan BLU Berdasarkan jenisnya

PNBP dapat dibedakan menjadi empat yaitu

penerimaan Sumber Daya Alam Bagian

Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan

Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU

Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat

Provinsi di Provinsi Papua Barat tahun 2019

dapat dilihat pada tabel 33

Dari tabel tersebut di atas realisasi PNBP

pemerintah pusat Provinsi Papua Barat tahun

2019 sebesar Rp29404 miliar atau turun 199

persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya

yang berjumlah Rp30001 miliar PNBP Lainnya

memiliki kontribusi tertinggi dengan nilai Rp2822

miliar atau 9597 persen dari keseluruhan

realisasi PNBP pemerintah pusat di Provinsi

Papua Barat Adapun kontribusi terkecil berasal

dari Pendapatan BLU sebesar Rp1184 miliar

dikarenakan hanya berasal dari Penerimaan

jasa pelayanan pendidikan yang dihasilkan

oleh satker Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu

Pelayaran (BP2IP) Selain itu faktor penetapan

satker BP2IP sebagai instansi pemerintah yang

menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU oleh

Menteri Keuangan masih tergolong baru yaitu

30 September 2016

B3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan

dan PNBP Terhadap Perekonomian

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui

kontribusi kemampuan fiskal pemerintah pusat

di Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

terhadap perekonomian yaitu dengan cara

membandingkan penerimaan pajak dan PNBP

pemerintah pusat terhadap PDRB dan jumlah

populasi tiap daerah

Hampir seluruh pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat memiliki tax ratio yang kecil yaitu di

bawah angka 8 persen kecuali Kab Manokwari

sebesar 807 persen Daerah dengan nilai tax

ratio terkecil yaitu Kab Teluk Bintuni yang hanya

mencapai 104 persen Padahal Kab Teluk

Bintuni merupakan daerah yang memiliki PDRB

terbesar di Provinsi Papua Barat namun tidak

mampu mengoptimalkan penerimaan

perpajakannya Adapun untuk PNBP ratio

semua daerah di Provinsi Papua Barat memiliki

nilai di bawah 1 persen kecuali Kab Manokwari

yang mencapai 1857 persen Selanjutnya tax

ratio dan PNBP ratio KabupatenKota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 dapat dilihat pada

Tabel 33

Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Penerimaan

PNBP

Target

2018

Realisasi

2018

Target

2019

Realisasi

2019

SDA - - - -

Bag Pemerintah

atas Laba BUMN - - - -

PNBP Lainnya 27880 29024 22549 28220

Pendapatan

BLU 0 977 0 1184

Total 27880 30001 22549 29404

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

44

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

tabel 34

Kemudian untuk melihat kontribusi masing-

masing penduduk terhadap penerimaan

digunakan rasio antara pajak dan PNBP

terhadap jumlah populasi pada tiap daerah

Pada tahun 2019 penerimaan pajak perkapita

terbesar di Provinsi Papua Barat adalah Kab

Manokwari Selatan dengan nilai Rp889 juta

orang Kemudian diikuti oleh Kab Teluk Bintuni

dan Kab Manokwari masing-masing sebesar

Rp493 juta orang dan Rp458 juta orang

Sementara itu daerah dengan PNBP per kapita

tertinggi yaitu Kab Manokwari dan Kab Sorong

masing-masing sebesar Rp105 juta orang dan

Rp011 juta orang Hal ini sebagaimana terlihat

pada tabel 35

C BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT

PROVINSI

Belanja pemerintah pusat merupakan bagian

dari belanja negara yang digunakan untuk

membiayai kegiatan pemerintah pusat baik

yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah

Belanja pemerintah pusat dapat dibedakan

menjadi belanja pemerintah pusat menurut

organisasi belanja pemerintah pusat menurut

fungsi dan belanja pemerintah pusat menurut

Tabel 34

Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 (persen)

Daerah Perpajakan

PDRB

PNBP

PDRB

Kab Fakfak 243 014

Kab Kaimana 454 007

Kab Teluk Wondama 289 006

Kab Teluk Bintuni 104 000

Kab Manokwari 807 186

Kab Sorong Selatan 240 004

Kab Sorong 181 009

Kab Raja Ampat 223 001

Kab Tambraw 919 -

Kab Maybrat 303 001

Kab Manokwari Selatan 261 -

Kab Pegunungan Arfak 799 036

Kota Sorong 449 045

Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong

dan Manokwari(data diolah)

Tabel 35

Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2019

(Rupiah)

Daerah Pajak

Perkapita

PNBP

Perkapita

Kab Fakfak 164013269 9544219

Kab Kaimana 210370257 3449788

Kab Teluk Wondama 140336305 3154748

Kab Teluk Bintuni 493482943 2014405

Kab Manokwari 458429173 105437329

Kab Sorong Selatan 98503558 1624694

Kab Sorong 226504618 11239638

Kab Raja Ampat 133923458 866841

Kab Tambraw 151260665 -

Kab Maybrat 53303539 140258

Kab Manokwari

Selatan 888525173 -

Kab Pegunungan

Arfak 51843479 2326167

Kota Sorong 287825262 28955329

Sumber BPS Provinsi Papua Barat KPP Pratama Sorong

dan Manokwari(data diolah)

45 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

jenis belanja Belanja pemerintah

merupakan salah satu alat bagi

pemerintah untuk melakukan stimulus

fiskal Salah satunya yang populer pada

saat krisis ekonomi adalah instrumen

ekonomi berupa stimulus fiskal Secara

garis besar komposisi dari stimulus fiskal

adalah berupa pengurangan beban

pajak dan tambahan belanja pemerintah

(increased spending)

C1 Perkembangan Pagu dan Realisasi

Berdasarkan Organisasi (BA atau KL)

Belanja pemerintah pusat menurut

organisasi adalah belanja pemerintah

pusat yang dialokasikan kepada

kementerian negaralembaga dan

bagian anggaran bendahara umum

negara Penerima alokasi APBN di Provinsi

Papua Barat Tahun Anggaran 2019

adalah 43 Kementerian NegaraLembaga

(KL) dan 1 Bagian Anggaran Bendahara

Umum Negara (BA-BUN) sehingga jumlah

seluruhnya adalah 45 Bagian Anggaran

(BA)

Jumlah total dana APBN berupa Belanja

KL yang dialokasikan untuk Provinsi Papua

Barat mengalami peningkatan dari

Rp727642 miliar pada tahun 2018

menjadi Rp874066 miliar pada tahun

2019 atau naik 2012 persen Hal ini

dikarenakan terdapat peningkatan yang

cukup signifikan pada alokasi belanja

Kementerian Pekerjaan Umum dan

Kementerian Pertahanan Adapun pagu

belanja APBN terbesar pada tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat dialokasikan untuk

kedua Kementerian tersebut masing-

masing sebesar Rp328424 miliar dan

Rp108941 miliar Anggaran tersebut

Tabel 36

Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggran

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

KementerianLembaga Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Badan Pemeriksa Keuangan 2267 2066 2612 2394

Mahkamah Agung 3673 3338 3418 3301

Kejaksaan Republik Indonesia 2809 2368 2673 2454

Kementerian Dalam Negeri 240 163 028 000

Kementerian Pertahanan 59591 58788 108941 106126

Kementerian Hukum Dan Hak Asasi

Manusia Ri 7670 7689 10100 9209

Kementerian Keuangan 10744 9934 10125 9784

Kementerian Pertanian 15113 14916 13526 13344

Kementerian Perindustrian 159 153 146 145

Kementerian Perhubungan 105994 94482 86499 74352

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 5230 5153 4320 4277

Kementerian Kesehatan 11023 9961 12722 11793

Kementerian Agama 32350 29728 35602 34447

Kementerian Ketenagakerjaan 2800 2664 8905 7675

Kementerian Sosial 3374 3302 2282 2082

Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan 20569 17231 20264 19761

Kementerian Kelautan dan Perikanan 6131 5517 6298 6017

Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat 239290 232657 328424 283754

Kementerian Pariwisata 247 189 167 135

Kementerian Riset Teknologi dan

Pendidikan Tinggi 17319 15991 21450 19589

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah 399 347 304 280

Kementerian Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak 100 047 100 086

Badan Pusat Statistik 8137 7437 8666 8318

Kementerian Perencanaan Pembangunan

Nasional 126 046 126 053

Kementerian Agraria dan Tata RuangBpn 8113 5833 9000 7612

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 105 101 059 052

Kementerian Komunikasi dan Informatika 801 712 648 628

Kepolisian Negara Republik Indonesia 69013 71273 74391 75732

Badan Pengawas Obat dan Makanan 2724 2415 3011 2818

Badan Koordinasi Penanaman Modal 045 038 045 043

Badan Narkotika Nasional 507 480 518 511

Kementerian Desa Pembangunan Daerah

Tertinggal dan Transmigrasi 12188 9667 8701 7639

Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional 5201 3091 2887 2682

Badan Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika 2022 1899 2502 2456

Komisi Pemilihan Umum 31765 30110 40174 37062

Arsip Nasional Republik Indonesia 018 017 047 040

Badan Kepegawaian Negara 1111 1087 801 774

Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan 1845 1833 2775 2442

Kementerian Perdagangan 3792 3335 2241 2125

Kementerian Pemuda dan Olah Raga 294 294 219 213

Badan SAR Nasional 4298 4037 3681 3531

Badan Pengawas Pemilihan Umum 17863 17232 23957 19456

Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik

Indonesia 3439 3142 3074 2726

Bendahara Umum Negara 7140 6800 7636 6759

Total 727642 687563 874066 794676

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

46

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

digunakan untuk akselerasi pembangunan

infrastruktur di Provinsi Papua Barat seperti

penyelesaian jalan trans papua jembatan

waduk dan irigasi serta pembangunan Rumah

Prajurit TNI Alokasi pagu Kementerian Pekerjaan

Umum mengalami peningkatan yang cukup

besar disebabkan disebabkan adanya proyek-

proyek infrastruktur strategis lanjutan di Provinsi

Papua Barat mulai memasuki tahap awal

kontrak sehingga alokasi belanja modal

kembali bertambah

C2 Perkembangan Pagu dan

Realisasi Berdasarkan Fungsi

Belanja pemerintah pusat dapat dibagi

menjadi 11 fungsi antara lain fungsi pelayanan

umum pertahanan ketertiban dan keamanan

ekonomi lingkungan hidup perumahan dan

fasilitas umum kesehatan pariwisata dan

budaya agama pendidikan dan perlindungan

sosial Pada tahun 2019 terjadi peningkatan

alokasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat

yang dialami beberapa fungsi diantaranya

fungsi ketertiban amp keamanan pendidikan

perumahan amp fasilitas umum pertahanan

lingkungan hidup kesehatan perlindungan

sosial dan pariswisata amp budaya

Alokasi belanja terbesar tahun 2019 yaitu pada

fungsi ekonomi yaitu sebesar Rp368664 miliar

Hal tersebut cukup relevan mengingat

besarnya anggaran infrastruktur yang

digunakan untuk meningkatkan perekonomian

menuju kesejahteraan masyarakat Sehingga

alokasi belanja pada fungsi tersebut harus

sejalan dengan besarnya proyek-proyek

strategis yang sedang dilaksanakan oleh

pemerintah

Dari tabel 37 dapat dilihat bahwa fungsi

pariwisata dan budaya merupakan fungsi

dengan alokasi belanja terkecil selama dua

tahun terakhir Hal ini menggambarkan bahwa

sektor pariwisata dan budaya di Provinsi Papua

Barat kurang mendapat perhatian serius

padahal banyak potensi besar atas

keaneragaman budaya dan pariwisata di

Provinsi Papua Barat semisal Raja Ampat dan

Taman Nasional Teluk Cenderawasih Khusus

Tabel 37

Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

Fungsi Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Ekonomi 315843 297670 368664 317486

Pertahanan 59591 58788 108941 106126

Pendidikan 77895 70310 102629 95592

Pelayanan

Umum 78955 73964 93974 84071

Ketertiban dan

Keamanan 83673 85148 91100 91207

Perumahan

dan Fasilitas

Umum

56189 52502 44795 40176

Lingkungan

Hidup 19762 17066 24481 22822

Kesehatan 16983 13956 17316 16254

Agama 9272 8703 13551 12887

Perlindungan

Sosial 3474 3349 2382 2168

Pariwisata dan

Budaya 262 204 182 150

Sumber OM SPAN (data diolah)

328424

108941

86499

74391

40174

35602

23957

21450

20264

13526

283754

106126

74352

75732

37062

34447

19456

19589

19761

13344

000 200000 400000

Kementerian PUPR

Kementerian Pertahanan

Kementerian Perhubungan

Kepolisian Negarahellip

KPU

Kementerian Agama

Bawaslu

Kemenristek Dikti

Kementerian LHK

Kementerian Pertanian

Grafik 34

10 Kementerian Negara Lembaga di Provinsi Papua

Barat dengan Alokasi APBN Terbesar TA 2018 (miliar Rp)

Realisasi Pagu

Sumber OM SPAN(data diolah)

47 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

untuk Raja Ampat merupakan rumah bagi 75

persen spesies koral yang ada di dunia dan 1500

spesies ikan termasuk beragam jenis hiu Selain

itu Raja Ampat pernah dinobatkan sebagai

Worldrsquos Best Snorkeling Destination berdasarkan

survei CNN tahun 2015 dan The Outstanding

Liveaboard Diving Destination dalam Diving

and Resort Travel Expo Hong Kong tahun 2016

Dengan berbagai keunggulan dan potensi

wisata di Provinsi Papua Barat seharusnya

mendorong pemerintah untuk lebih

mengalokasikan anggaran pada sektor

pariwisata sehingga dapat menjadi tumpuan

dalam menggerakkan perekonomian dan

menciptakan lapangan pekerjaan

C3 Perkembangan Pagu dan Realisasi

Berdasarkan Jenis Belanja

Menurut jenisnya belanja pemerintah pusat

terdiri dari 8 (delapan) jenis belanja yaitu

belanja pegawai belanja barang belanja

modal pembayaran bunga utang subsidi

belanja hibah belanja bantuan sosial dan

belanja lain-lain Pagu dan realisasi belanja

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat

berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada tabel

38

Berdasarkan tabel 38 pada tahun 2019

terdapat peningkatan alokasi belanja pegawai

sebesar 1905 persen disebabkan

bertambahnya jumlah PNS sehingga

berpengaruh terhadap peningkatan nilai

pembayaran THR PNS yang disertai dengan

komponen tunjangan keluarga tunjangan

tambahan dan tunjangan kinerja Sedangkan

untuk belanja modal kembali mengalami

kenaikan alokasi sebesar 3005 persen setelah

tahun sebelumnya sempat menurun Selama

dua tahun terakhir alokasi belanja modal

tertinggi diperuntukkan bagi Kementerian

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan

Kementerian Perhubungan Pagu belanja

modal yang besar tersebut diperuntukkan bagi

pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua

Barat yang merupakan salah satu wujud

komitmen dari Presiden Joko Widodo dalam

membuka konektivitas antar daerah di wilayah

Indonesia Timur sehingga diharapkan dapat

mewujudkan pembangunan yang lebih merata

pada wilayah perbatasan pulau terluar

kawasan tertinggal dan kawasan pedesaan

Berdasarkan realisasi tingkat penyerapan

anggaran belanja terhadap total jenis belanja

yang dilakukan oleh seluruh KL pada tahun

2019 mengalami penurunan Pada tahun 2019

tingkat penyerapan anggaran belanja seluruh

KL sebesar 9252 persen atau turun 254 persen

dari tahun 2018 yang mencapai

9506 persen Tingkat penyerapan

anggaran tertinggi terjadi pada

belanja pegawai dan belanja

bantuan sosial masing-masing

sebesar 9764 persen dan 9481

persen Adapun tingkat penyerapan

terendah yaitu belanja lain-lain

sebesar 6435 persen Sementara itu

sebagai belanja dengan alokasi

terbesar belanja modal mengalami

penurunan serapan yang cukup

Tabel 38

Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis

di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Jenis Belanja Pagu

2018

Realisasi

2018

Pagu

2019

Realisasi

2019

Belanja Pegawai 155874 151772 9737 185564 181194 9764

Belanja Barang 291631 264525 9071 327719 302217 9222

Belanja Modal 270507 262001 9686 351807 303238 8619

Belanja Bansos 2489 2466 9907 1338 1269 9481

Belanja Lain-lain 1398 898 6422 1588 1022 6435

Belanja Transfer 284123 274635 9666 333508 322672 9675

Sumber OM SPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

48

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

signifikan Pada tahun 2019 tingkat realisasi

belanja modal sebesar 8619 persen jauh lebih

rendah dari tahun sebelumnya (9686 persen)

Peningkatan alokasi pada belanja modal tidak

disertai dengan optimalisasi pelaksanaan

anggaran dan mengancam capain target-

target kinerja pemerintah

C4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat

Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa

faktor utama yang mempengaruhi pencapaian

realisasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat

yaitu

1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai

sehingga memberikan pengaruh pada

capaian realisasi penyerapan anggaran

yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas

dan kualitas yang berdampak pada

akselerasi pembangunan di Provinsi Papua

Barat

2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan

oleh infrastruktur yang memadai

memberikan dampak pada ekonomi

dengan biaya tinggi (high cost economy)

sehingga hal ini menjadi beban bagi

pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat

investasi merupakan permasalahan dasar

bagi penciptaan lapangan kerja dan

penerimaan pajak pemerintah

3 Kondisi budaya masyarakat yang masih

eksklusif terhadap dinamika globalisasi

ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak

ulayat memberikan implikasi ketidakpastian

hukum dalam pelaksanaan investasi dan

pembangunan secara umum Hal-hal yang

terkait dengan penyelenggaraan proyek

yang berkaitan dengan hak ulayat sering

kali terdampak dari sisi ketepatan waktu

penyelesaian pekerjaan

D ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT

Cash flow Pemerintah Pusat menggambarkan

kondisi arus kas masuk (cash in flow) dan arus

kas keluar (cash out flow) yang dilakukan oleh

pemerintah pusat pada suatu daerah dan

periode waktu tertentu Arus kas masuk

pemerintah pusat adalah semua penerimaan

yang diterima oleh pemerintah pusat dari

pemerintah daerah provinsi tertentu sedangkan

arus kas keluar adalah semua pengeluaran

yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah provinsi tertentu Yang

termasuk dalam arus kas masuk bagi

pemerintah pusat adalah semua penerimaan

negara yang diterima oleh pemerintah pusat

melalui pemerintah provinsi tertentu seperti

penerimaan pajak PNBP dan hibah Yang

termasuk dalam arus kas keluar pemerintah

pusat adalah semua belanja pemerintah pusat

dalam APBN yang terdiri dari belanja

KPKDDKTPUB dan dana transfer untuk

provinsi berkenaan Berikut ini cash flow

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat Tahun

2019

Tabel 39

Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi 2019

Cash in Flow 294509

Penerimaan Perpajakan 265104

Penerimaan Bukan Pajak 29404

Hibah 000

Cash in Out 3172329

Belanja Pemerintah Pusat 788870

Transfer ke Daerah dan

Dana Desa 2383459

Defisit (2877820)

49 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Berdasarkan tabel 39 terlihat bahwa pada

tahun 2019 Cash in Flow Pemerintah Pusat di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp294509 miliar

sedangkan Cash in Out sebesar Rp3172329

miliar Sehingga dalam hal ini di Provinsi Papua

Barat mengalami defisit yang cukup besar

mencapai Rp2877820 miliar Hal ini

mengindikasikan bahwa ketergantungan

Provinsi Papua Barat kepada pemerintah pusat

masih sangat tinggi sehingga memerlukan

subsidi silang dari daerah lain yang mengalami

surplus

E TRANSFER KE DAERAH

Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal

pemerintah pusat memberikan dana Transfer ke

Daerah dan Dana Desa (TKDD) kepada

pemerintah daerah Transfer ke Daerah terbagi

menjadi (1) Dana Perimbangan (2) Dana

Insentif Daerah (DID) dan (3) Dana Otonomi

Khusus dan Dana Keistimewaan DIY Adapun

dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil

(DBH) Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana

Alokasi Khusus (DAK) Dana yang diberikan

pemerintah pusat kepada Provinsi Papua Barat

dalam bentuk TKDD jumlahnya semakin

meningkat Pada tahun 2018 TKDD yang

dialokasikan untuk pemerintah Provinsi Papua

Barat sebesar Rp17 triliun Kemudian jumlahnya

meningkat menjadi Rp2588 triliun pada tahun

2019 atau naik sebesar 522 persen Hal ini

menunjukan bentuk penguatan desentralisasi

fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat

Berdasarkan komposisinya komponen terbesar

dari TKDD Provinsi Papua Barat berupa Dana

Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU)

Pada tahun 2019 komponen DBH

menyumbang 362 persen dari total keseluruhan

TKDD yang diterima Provinsi Papua Barat

Komponen terbesar kedua yaitu DAU sebesar

321 persen Kondisi tersebut mengindikasikan

bahwa Provinsi Papua Barat meskipun memiliki

penerimaan DBH yang cukup besar namun

persentasenya belum mendominasi sehingga

masih menunjukkan tingginya tingkat

ketergantungan terhadap pemerintah pusat

Keadaan ini patut diwaspadai mengingat

pengalaman sebagian besar daerah yang

memiliki ketergantungan tinggi pada dana

transfer akan lebih memilih status quo terhadap

penerimaan dari pemerintah pusat (Inanga

dan Wusu 2004)

Tabel 310

Pagu dan Realisasi Dana Transfer Tahun 2018 ndash 2019

Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Uraian

2018 2019

Pagu Realisasi Pagu Realisasi

DBH 1323 2581 9362 7530

DAU 8025 8025 8311 8311

DAK 2253 2098 2679 2482

Dana Otsus amp

DID 4069 4065 4011 3995

Dana Desa 1331 1331 1517 1517

Total 17002 18099 25881 23835

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

DBH

362DAU

321

DAK (Fisik amp

Nonfisik)

104

Otsus amp

DID 155Dana

Desa 59

Grafik 35

Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

50

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

F PENGELOLAAN BADAN LAYANAN

UMUM (BLU) PUSAT

Badan Layanan Umum merupakan instansi di

lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat

berupa penyediaan barang dan atau jasa

yang dijual tanpa mengutamakan mencari

keuntungan laba dan dalam melakukan

kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi

dan produktivitas

F1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat

Satker pemerintah pusat yang berstatus BLU di

Provinsi Papua Barat hanya Politeknik Pelayaran

(Poltekpel) Sorong atau dahulu bernama Balai

Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran

(BP2IP) Sorong memberikan pelayanan untuk

mendidik dan melatih pemuda pemudi untuk

menjadi perwira pelayaran menengah dasar

dan tenaga kepelautan berdaya saing tinggi

prima profesional dan beretika sesuai standar

nasional dan internasional Poltekpel Sorong

juga menyelenggarakan fungsi menyusun

rencana program dan anggaran serta

perumusan standarisasi kurikulum silabus

metodikdidaktik persyaratan pengajar

peserta bahan dan alat pengajaran serta

ujian-ujian penyusunan persyaratan akreditasi

program dan lembaga pendidikan dan

pelatihan serta penyiapan bahan dan sertifikasi

lulusan pendidikan dan pelatihan di bidang

kepelautan

Penetapan satker Poltekpel Sorong sebagai

instansi pemerintah yang menerapkan

pengelolaan keuangan BLU secara penuh

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 735KMK052016 tanggal 30 September

2016 Pemerintah pusat memberikan fleksibilitas

pengelolaan keuangan kepada Poltekpel

Sorong sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 dan

peraturan pelaksanaannya

F2 Perkembangan Pengelolaan Aset PNBP

RM dan BLU Pusat

Sejak ditetapkan sebagai satker BLU Poltekpel

Sorong mengalami peningkatan nilai aset dari

Rp4149 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp4921

miliar pada tahun 2019 atau meningkat 186

persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik

berikut 36

Sementara itu untuk realisasi PNBP BLU satker

Poltekpel Sorong mengalami penurunan dari

Rp104 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp947

3426

4149

4921

-

1000

2000

3000

4000

5000

2017 2018 2019

Grafik 36

Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel

Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

1297

1040

947

-

300

600

900

1200

1500

2017 2018 2019

Grafik 37

Perkembangan Realisasi PNBP BLU Satker

Poltekpel Sorong Tahun 2017 - 2019 (miliar Rp)

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

51 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

miliar pada tahun 2019 atau turun sebesar -90

persen Hal ini sebagaimana terlihat pada grafik

37

F3 Kemandirian BLU

Salah satu tujuan diberikannya status BLU

adalah untuk mewiraswastakan pemerintah

(enterprising the government) Oleh karena itu

satker BLU didorong untuk menciptakan

kemandirian terhadap dirinya sendiri Sebagai

satu-satunya BLU di Provinsi Papua Barat

Poltekpel Sorong yang menyediakan layanan

pendidikan dan pelatihan didorong untuk

memiliki kemandirian dalam mengelola

usahanya Kemandirian tersebut dapat dilihat

rasio PNBP BLU terhadap total realisasi Rasio

kemandirian satker Poltekpel Sorong

mengalami peningkatan dari 0054 pada tahun

2018 menjadi 0075 pada tahun 2019

F4 Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU

Tidak semua satker yang memiliki PNBP dapat

berubah menjadi satker BLU Pada tahun 2019

Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi

Papua Barat membina 104 satker PNBP dimana

terdapat 2 (dua) satker PNBP yang berpotensi

menjadi satker BLU yaitu Universitas Negeri

Papua (Unipa) dan Politeknik Kesehatan

(Poltekes) Sorong Kedua satker layanan

pendidikan tersebut memiliki jumlah aset yang

semakin tinggi Untuk Poltekes Sorong nilai

asetnya mengalami peningkatan dari Rp7226

miliar pada tahun 2018 menjadi Rp1046 miliar

pada tahun 2019 Begitu juga dengan Unipa

yang mengalami peningkatan aset dari

Rp39203 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp4081 miliar pada tahun 2019

Sementara itu jika dilihat rasio realisasi PNBP

terhadap total realisasi satker Universitas Papua

memiliki rasio kemandirian semakin naik dari

0234 menjadi 0276 pada tahun 2019 Hal ini

menunjukan tingkat kemandirian satker tersebut

semakin baik Adapun rasio kemandirian satker

Poltekes Sorong menunjukan nilai semakin turun

dari 0158 persen pada tahun 2018 menjadi

0142 pada tahun 2019

G PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI

PUSAT

Selain membina satuan kerja Badan Layanan

Umum Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat juga

diberi tugas untuk melakukan monitoring dan

evaluasi pelaksanaan investasi pemerintah

pusat di daerah khususnya penerusan pinjaman

(Subsidiary Loan Agreement SLA) dan kredit

program Kredit program yang dimaksud yaitu

penyaluran Kredit Usaha Rakyat kepada Usaha

Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Tabel 311

Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian

Satker PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU

Nama Satker

Nilai Aset

(miliar Rp)

Rasio

Kemandirian

2018 2019 2018 2019

Poltekes Sorong 7226 10460 0158 0142

Universitas Papua 39203 40810 0234 0276

Sumber LKPP Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat (data diolah)

0143

0054

0075

0000

0030

0060

0090

0120

0150

2017 2018 2019

Grafik 38

Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel

Sorong Tahun 2017 - 2019

Sumber LK BP2IP Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

52

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

G1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan

Agreement SLA)

Jumlah penerusan pinjaman (Subsidiary Loan

Agreement SLA) yang ditatausahakan oleh

Kanwil DJPb Provindi Papua Barat sebesar

Rp15445787609 untuk dua debitur yaitu PDAM

Kab Manokwari dan PDAM Kab Sorong

Berdasarkan monitoring dari aplikasi SLIM PDAM

Kab Manokwari dengan nomor SLA 2104101

dan nilai pinjaman sebesar Rp7296812055

telah melunasi semua kewajibannya Untuk

PDAM Kab Sorong dengan nomor SLA 21042101

dan nilai pinjaman sebesar Rp8148975554

masih memiliki kewajiban untuk membayar

angsuran pokok (outstanding) sebesar

Rp7848975555 dan biaya administrasi

Sampai dengan akhir 2019 tercatat bahwa

status kewajiban PDAM Kab Manokwari sudah

diselesaikan dengan menghapus pinjaman

melalui mekanisme Hibah Non Kas Adapun

PDAM Kab Sorong masih mempunyai

kewajiban membayar angsuran pokok berikut

kewajiban lainnya Status penyelesaian

utangnya masih bersifat on going dan

diselesaikan melalui Panitia Urusan Piutang

Negara (PUPN) dikarenakan masuk dalam

kategori Kerjasama Operasional (KSO) sehingga

tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme

Penghapusan atau Hibah-PMD

G2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Menurut data SIKP sampai dengan akhir tahun

2019 jumlah penyaluran KUR di Provinsi Papua

Barat sebesar Rp16978 miliar yang diberikan

kepada 51622 debitur Daerah dengan jumlah

penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong

sebesar Rp57002 milar dengan jumlah debitur

sebanyak 16903 nasabah Selanjutnya daerah

dengan penyaluran KUR terbesar kedua yaitu

Kab Manokwari sebesar Rp4871 miliar yang

Tabel 312

Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat

Nomor

SLA

Nama

SLA

Penerima

SLA

Jumlah SLA

(Rp)

2104101 RDA-

297DP31997

PDAM Kab

Manokwari 7296812055

2104201 RDA-

233DP31996

PDAM Kab

Sorong 8148975554

Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management

(SLIM) DJPb (data diolah)

Tabel 313

Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi Papua Barat (Rupiah)

Nama

Debitur

Jumlah

Penarikan

Pembayaran

Pokok

Tunggakan

Pokok

Tunggakan

Non Pokok

Total

Tunggakan

Outstanding

Pokok

PDAM

Manokwari 7296812055 7296812055 - - - -

PDAM

Sorong 8148975554 299999999 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555

Jumlah 15445787609 7596812054 7848975555 8290958668 16139934223 7848975555

Sumber Aplikasi Subsidiary Loan Information Management (SLIM) DJPb (data diolah)

16903

14542

6659

3705 3628

2398 2070 1249 1300 800 861

500

3500

6500

9500

12500

15500

Ko

ta S

oro

ng

Ka

b M

an

okw

ari

Ka

b S

oro

ng

Ka

b F

akfa

k

Ka

b Te

luk B

intu

ni

Ka

b So

ron

g S

ela

tan

Ka

b R

aja

Am

pa

t

Ka

b K

aim

an

a

Ka

b Te

luk W

on

da

ma

Ka

b M

ayb

rat

Ka

b Ta

mb

rau

w

Ka

b M

an

okw

ari S

ela

tan

Grafik 39

Jumlah Debitur KUR per Kab Kota

Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

53 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

diberikan kepada 14542 debitur Kemudian

penyaluran KUR terbesar ketiga yaitu Kab

Sorong sebesar Rp20669 miliar dan jumlah

debitur sebanyak 6659 nasabah Hal ini

mengindikasikan bahwa persebaran KUR di

Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di

daerah yang kondisi perekonomiannya relatif

lebih maju

Jika dilihat dari bank penyalur terdapat enam

bank penyalur KUR di Provinsi Papua Barat yaitu

BRI Mandiri BNI BRI Syariah BPD Papua dan

Bank Artha Graha BRI merupakan bank

penyalur KUR terbesar baik dari sisi jumlah

debitur maupun jumlah kredit yang disalurkan

Sampai dengan akhir tahun 2019 dana KUR

yang telah disalurkan oleh BRI sebesar Rp12999

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 45860

orang Sementara itu dana KUR yang telah

disalurkan oleh Bank Mandiri sebesar Rp15034

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 3884

orang Adapun BNI telah menyalurkan KUR

sebesar Rp2119 miliar dengan jumlah debitur

sebanyak 1197 orang

Jika dilihat per skema sampai dengan tahun

2019 jumlah penyaluran KUR tertinggi di Provinsi

Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp107489

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 49873

nasabah Sementara itu untuk penyaluran KUR

Ritel sebesar Rp70333 miliar dengan jumlah

debitur sebanyak 4062 nasabah TKI sebesar

Rp328 miliar dengan jumlah debitur sebanyak

188 orang nasabah

Jika dilihat per sektor perdagangan

merupakan sektor yang memiliki jumlah

penyaluran KUR terbesar Sampai dengan

tahun 2019 penyalurannya sebesar Rp119405

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 35551

nasabah Kemudian diikuti sektor pertanian

Tabel 314

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Penyalur

sd Tahun 2019

Penyalur Akad Oustanding Jumlah

Debitur

BRI 1299944193527 670278014176 45860

Mandiri 150340333000 119669475736 3884

BNI 211924344478 99423314611 1197

BPD Papua 35146110001 28252135715 635

BRI Syariah 85000000 64574706 4

Artha Graha 25000000 17402052 1

LKBB-UMI 367900000 183250062 41

Jumlah 1697832881006 917888167058 51622

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

Tabel 315

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema

sd Tahun 2019

Skema Akad Oustanding Jumlah

Debitur

Mikro 1074896977024 204657721208 49873

Ritel 703328055397 321492391269 4062

TKI 3284777829 2535588273 188

Jumlah 1781509810250 528685700750 54123

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

57002

4871120669

13458

12589

6400

6085

5898

3187

2104

1773

275

000 20000 40000 60000

Kota Sorong

Kab Manokwari

Kab Sorong

Kab Fakfak

Kab Teluk Bintuni

Kab Sorong Selatan

Kab Raja Ampat

Kab Kaimana

Kab Teluk Wondama

Kab Maybrat

Kab Tambrauw

Kab Manokwarihellip

Grafik 310

Jumlah Penyaluran KUR per Kab Kota di Provinsi Papua

Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

54

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

perburuan dan kehutanan sebesar Rp13174

miliar dengan jumlah debitur sebanyak 5242

nasabah Melihat kondisi terserbut perlu

perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang

lebih produktif seperti sektor perikanan dan

industri pengolahan Hal ini dikarenakan

perluasan kepada sektor produktif lebih

menggerakkan roda perekonomian di Provinsi

Papua Barat

H MANDATORY SPENDING BELANJA

INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT

STRATEGIS LAINNYA

Belanja Pemerintah Pusat (Belanja KL)

merupakan salah satu instrumen untuk

menstimulasi perekonomian dan meningkatkan

derajat kesejahteraan masyarakat Sejalan

dengan hal tersebut desain kebijakan belanja

tahun 2019 didasarkan pada belanja yang

efisien namun produktif dan efektif untuk

memenuhi kebutuhan strategis yang perlu

segera dilaksanakan Pemenuhan kebutuhan

prioritas nasional ini dilakukan dalam rangka

menghasilkan output yang berkualitas

(strategis) serta mendorong percepatan

pembangunan infrastruktur dan peningkatan

kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan)

H1 Output Strategis Bidang Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur merupakan salah

satu prioritas utama dalam belanja Pemerintah

Pusat Kebijakan ini didasari oleh keyakinan

bahwa untuk mendorong iklim investasi

penyediaan infrastruktur dasar mempunyai

peranan yang sangat penting dalam

peningkatan daya saing efisiensi sistem logistik

pemerataan pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi

Sebagai wilayah yang berada di Kawasan Timur

Indonesia pembangunan infrastruktur Provinsi

Papua Barat terbukti menjadi salah satu prioritas

kebijakan pemerintah pada tahun 2019

dengan tingginya alokasi belanja modal

infrastruktur Alokasi ini digunakan untuk

menghasilkan output-output strategis

infrastruktur Papua Barat dalam rangka

mengejar ketertinggalan ekonomi

Tabel 316

Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha

sd Tahun 2019

Skema Akad Oustanding Jumlah

Debitur

Perdagangan Besar dan Eceran 1194052179527 327049902707 35551

Jasa Kemasyarakatan Sosial Budaya Hiburan dan

Perorangan Lainnya 95673177829 36411599958 3078

Pertanian Perburuan dan Kehutanan 131736160000 37998587280 5242

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 84268700000 32294066289 1996

Industri Pengolahan 70339500000 27064136552 1858

Perikanan 73991600001 29686620517 2355

Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 78192492893 18877260615 2900

Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 42166000000 15437470720 987

Konstruksi 5657000000 2391825107 52

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1748000000 811101501 41

Jasa Pendidikan 418000000 85998309 20

Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan

Sosial Wajib 3267000000 577131195 43

Jumlah 1781509810250 528685700750 54123

Sumber SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

55 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Pada tahun 2019 beberapa output strategis

tercatat memiliki realisasi yang cukup besar

diantaranya adalah pembangunan dan

preservasi plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar)

Jembatan sepanjang plusmn235 meter (Rp43572

miliar) dan rehabilitasi sarana pendidikan

sebanyak plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Namun

demikian besarnya serapan belum

menunjukkan adanya optimalisasi pada

capaian output Masih banyak kendala khas

Papua Barat yang harus dihadapi sehingga

membuat infrastruktur tertahan Infrastruktur

yang tidak disertai dengan pembebasan lahan

dalam pembangunannya menjadi output

dengan capaian yang lebih besar karena relatif

lancar pada pelaksanaannya

H2 Output Strategis Bidang Pendidikan

Pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas inovasi dan daya

saing sumber daya manusia Indonesia Dalam

jangka panjang pendidikan yang berkualitas

juga diharapkan dapat memutus rantai

kemiskinan antar-generasi serta meminimalkan

social cost dalam pembangunan yang

dilaksanakan Pemerintah Oleh karena itu

pendidikan menjadi salah satu prioritas belanja

pemerintah pusat dengan alokasi yang tinggi

Tingginya alokasi belanja bidang pendidikan ini

secara umum telah berhasil meningkatkan

capaian indikator-indikator pendidikan

Sepanjang tahun 2019 realisasi PIP dan KIP di

Provinsi Papua Barat secara bersama-sama

Tabel 318

Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Siswa penerima BOS 14813839553 13948 Siswa 888

Siswa penerima KIP 389600000 439 Orang 982

Penerima bantuan PIP 20250000 43 Siswa 717

Penerima Bidik Misi PTIK 4165800000 353 Orang 1000

Guru Non-PNS penerima Tunjangan Profesi 2027894198 76 Orang 826

Tunjangan PenyuluhTenaga Teknis Non PNS 180000000 9 Orang 600

Sumber OMSPAN (data diolah)

Tabel 317

Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 944036262565 1110 Km 822

Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 435718033300 235 M 439

Irigasi 5368000000 2117 Ha 1000

Embung 480000000 4 Unit 1000

Revitalisasi Danau 45929386800 1 Lokasi 1000

Kapasitas Bandara 145991305631 11 Lokasi 786

Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 742

SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 643

SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100

Pembangunan Rumah Susun dan Rumah Khusus 23341228241 66 Unit 398

Rehabilitasi dan Renovasi Sarana Prasarana Pendidikan 226844855847 311 Ruang 911

Alat dan Mesin Pertanian Pra Panen 2212015000 75 Unit 1000

Rumah sakit rujukan 110346800 1 RS Pengampu 1000

Sumber OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

56

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

mampu mencapai nilai Rp4099 juta atau

sebanyak 482 siswa Penyaluran beasiswa

Bidikmisi juga berhasil dilakukan dengan tingkat

serapan 100 persen pada 353 mahasiswa yang

menjadi target Sementara pada alokasi BOS

sampai berakhirnya tahun 2019 terealisasi

sebesar Rp1481 miliar Besaran penyerapan ini

disertai dengan capaian output riil sebanyak

14909 siswa Kondisi ini menunjukkan bahwa

capain dari tiap-tiap indikator dan output

strategis bidang pendidikan berada pada arah

yang tepat Baik itu target realisasi maupun

target output keduanya mampu terwujud

dengan baik

H3 Output Strategis Bidang Kesehatan

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya

adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan

untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat

bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

sebagai investasi bagi pembangunan sumber

daya manusia yang produktif secara sosial dan

ekonomis Program utama pembangunan

kesehatan adalah Program Indonesia Sehat

dengan sasaran berupa peningkatan derajat

kesehatan dan status gizi masyarakat melalui

berbagai upaya kesehatan dan

pemberdayaan masyarakat yang didukung

dengan perlindungan finansial dan pemeratan

pelayanan kesehatan

Beberapa sasaran di Papua Barat pada tahun

2019 mampu mencapai tingkat realisasi yang

besar Peningkatan status kesehatan dan gizi

ibu dan anak dalam mendukung pencegahan

stunting mampu terlaksana pada 8558

keluarga Sementara itu kegiatan prioritas

berupa peningkatan kinerja sistem kesehatan

dan pemerataan akses pelayanan kesehatan

berkualitas melalui penyediaan layanan

imunisasi alokon di Faskes dapat terlaksana

dengan baik pada 170 faskes di 13

kabupatenkota Capain output strategis yang

diarahkan untuk kegiatan pelayanan promotif

dan preventif merupakan upaya pencegahan

pencarian dan pengobatan penyakit sedini

mungkin Hal ini dapat mencegah perluasan

penyakit dan pencegahan penyakit kronis

karena sebagian penyakit kronis dapat

dicegah melalui upaya preventif serta dapat

dideteksi sedini mungkin

Tabel 319

Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Layanan Pengendalian Penyakit Menular 836883400 15 Layanan 625

Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 1000

Bantuan Usaha Ekonomi Produktif 1599456000 300 Keluarga 1000

Desa Pangan Aman 778304762 6 Desa 1000

Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Kabkota 1000

Pasar Aman dari Bahan Berbahaya 264644686 5 Pasar 1000

Makanan Aman 304775122 240 Sampel 1000

Ketersediaan Alokon di Faskes 3272596815 170 Faskes 766

Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Gizi 1669888794 225 Kelompok 1000

Pemberdayaan Warga Komunitas Adat Terpencil (KAT) 7779074888 104 Keluarga 1000

Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabupaten 855

Sumber OMSPAN (data diolah)

57 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Boks 31

Pemberdayaan UMKM Papua Barat

Melalui Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi)

Di Indonesia Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang penting dalam

perekonomian Perannya menjadi vital karena mampu bertahan dari guncangan ekonomi (Wengel and

Rodriguez 2006 dan Funabashi 2013) Ditambah lagi UMKM lebih mampu bertahan dari krisis dibandingkan

perusahaan besar dan merespon lebih cepat fleksibel terhadap perubahan yang terjadi di luar (Berry et al

2001) Berry et al (2002) juga mengemukakan bahwa UMKM dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru

sehingga mampu mengurangi tingkat pengangguran Data Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM

pada tahun 2013 menunjukan bahwa jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 578 juta Dari jumlah tersebut

UMKM mampu menyerap 1102 juta tenaga kerja dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp

42029 trilyun atau setara 4662 persen dari total PDB

Di samping kelebihan yang dimilikinya UMKM memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya keuangan

membayar suku bunga yang lebih tinggi dan kelemahan lainnya (Bourletidis and Triantafyllopoulos 2014)

Oleh karena itu Chittithaworn et al (2011) menyarankan adanya bantuan berupa pembiayaan bagi UMKM

Khan (2015) menambahkan pentingnya peran lembaga keuangan bagi pertumbuhan usaha UMKM

Permasalahan utama yang dihadapi UMKM yaitu sulitnya mendapat akses pembiayaan dari perbankan

Sehingga dari sisi ini pemerintah hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut Diantara program yang saat

ini dijalankankan pemerintah untuk membantu UMKM yaitu program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Program ini

merupakan pembiayaan kredit yang berasal dari lembaga perbankan dimana pemerintah membantu

melalui pemberian subsidi bunga Pemerintah menanggung selisih antara tingkat bunga yang diterima

perbankan dan bunga yang dibebankan kepada penerima KUR

Pembiayaan KUR

Sesuai Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah

dengan Permenko Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016 KUR terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu KUR

Mikro KUR Ritel dan KUR TKI (Tenaga Kerja Indonesia) KUR Mikro diberikan kepada penerima KUR paling

banyak dengan jumlah Rp25 juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 3 tahun atau

investasi paling lama 5 tahun KUR Ritel diberikan kepada debitur KUR dengan jumlah antara Rp25 juta ndash Rp500

juta dengan jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama 4 tahun atau investasi paling lama 5 tahun

Adapun KUR TKI diberikan kepada penerima KUR paling banyak Rp25 juta dengan jangka waktu kredit paling

lama sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi jangka waktu paling lama 3 tahun

Saat ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memiliki sistem informasi elektronik yang digunakan untuk

menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran KUR Sistem elektronik tersebut dinamakan dengan

Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Melalui SIKP dapat diketahui data penerima KUR (Know Your

Customers) berupa jumlah dan profil debitur validitas debitur serta statistik penyaluran KUR

Selain pemerintah pusat pemerintah daerah memiliki kontribusi yang sangat penting dalam pemberdayaan

UMKM Dalam konteks pembiayaan melalui program KUR selama ini hanya perbankan yang mencari calon

debitur KUR sehingga pemberian kredit tersebut diragukan ketepatan sasarannya Bisa jadi debitur yang

menerima fasilitas KUR bukan merupakan UMKM yang layak untuk dibiayai Oleh karena itu Pemda memiliki

peran yang vital untuk mendata dan mengidentifikasi calon debitur potensial (UMKM) yang layak untuk

dibiayai

Hingga saat ini peran pemerintah daerah di Papua Barat bisa dikatakan belum maksimal untuk mendata

calon nasabah KUR potensial Seharusnya pemerintah daerah di Papua barat lebih aktif untuk mendata

calon nasabah karena dipandang lebih mengetahui kondisi UMKM di daerahnya yang layak untuk diberikan

pembiayaan melalui program KUR Jika pemerintah daerah telah memiliki data calon nasabah yang layak

pemerintah daerah kemudian dapat memasukkan data UMKM tersebut ke dalam SIKP Data yang telah

dimasukkan kemudian digunakan perbankan unutuk melakukan penyeleksian calon nasabah KUR

Dalam rangka mengukur efektivitas penyaluran KUR di Papua Barat Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi

Papua Barat telah melakukan survey kepada debitur KUR Selain itu survey tersebut juga bertujuan untuk

melihat validitas data debitur KUR dan dampak pelaksanaan program KUR bagi perekonomian Survey

dilakukan dengan wawancara langsung kepada penerima KUR menggunakan kuisioner yang telah disusun

Dengan mempertimbangkan keterbatasan dana dan SDM pemilihan sampel penerima KUR sebagai

responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dan quota sampling

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

58

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan lokasi responden yang akan disampel karena

pemilihan tempat harus berdasarkan pertimbangan yang logis sedangkan quota sampling digunakan untuk

menentukan dan membatasi jumlah sampel yang akan diambil Responden yang diwawancara pada

kegiatan monev ini sebanyak 159 debitur yang tersebar di di 4 (empat) daerah yaitu Kota Sorong Kab

Manokwari Kab Sorong dan Kab Fakfak

Dari hasil wawancara yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut

1 Responden yang disurvei telah sesuai dengan database SIKP

2 Program KUR yang diluncurkan oleh pemerintah sangat bermanfaat bagi masyarakat Hal ini terlihat dari

antusiasme para responden yang menginginkan agar program ini terus berlanjut di masa yang akan

datang bahkan berharap adanya kenaikan alokasi modal usaha

3 Dengan adanya program KUR modal usaha bagi UMKM dapat meningkat sehingga terdapat

peningkatan keuntungan usaha dan perluasan sektor usaha

4 Proses pencairan KUR kepada debitur pada umumnya relatif mudah dan cepat

5 Tidak ada diskriminasi gender dalam penyaluran KUR selama debitur tersebut memenuhi syarat dan

kriteria yang telah ditetapkan

6 Tingkat kepuasaan masyarakat penerima KUR di Papua Barat cukup tinggi disebabkan oleh

a Suku bunga yang dibayar debitur KUR cukup rendah yaitu 7 persen per tahun untuk akad tahun 2019

b Proses pengajuan hingga pencairan dana sangat mudah dan cepat

c Agunan yang dijadikan jaminan tidak memberatkan bahkan beberapa debitur hanya menyerahkan

fotokopi KTP foto kapal yang dimiliki atau buku nikah

d Tidak ada pemotongan atas pinjaman yang diterima

7 Program KUR meningkatkan nilai omzet nasabah sehingga meningkatkan margin keuntungan usaha

8 Program KUR belum maksimal dalam meningkatkan lapangan pekerjaan Hal ini ditandai bahwa

sebagian besar responden tidak mengalami penambahan pekerja pegawai setelah mendapatkan

pembiayaan KUR

Dari pelaksanaan survei pelaksanaan program KUR tersebut terdapat saran dan rekomendasi antara lain

1 Bunga pinjaman KUR dapat dipertimbangkan untuk diturunkan kembali

2 Pencairan dana KUR oleh Bank Penyalur sebaiknya tidak dipotong angsuran pertama mengingat

potongan tersebut dapat dimaksimalkan untuk memutar kas kembali

3 Program KUR di Papua Barat sebagian besar diberikan kepada sektor yang kurang produktif seperti sektor

perdagangan Oleh karena itu sebaiknya penyaluran KUR lebih diarahkan untuk sektor usaha yang lebih

produktif seperti sektor pertanian perikanan dan industri pengolahan Hal ini disebabkan pemberian KUR

pada sektor produktif lebih menggerakkan roda perekonomian dan menyerap tenaga kerja

4 Persebaran penerima KUR di Papua Barat sebagian besar berada di daerah yang kondisi

perekonomiannya relatif lebih maju (kabupatenkota) Oleh karena itu penyaluran KUR sebaiknya lebih

diarahkan pada daerah yang perekonomiannya relatif masih berkembang

Pembiayaan UMi

Implementasi penyaluran KUR sampai dengan saat ini belum mampu mencapai target yang diharapkan

karena banyaknya calon nasabah potensial KUR yang tidak memenuhi studi kelayakan perbankan

(unbankable) Oleh karena itu pemerintah menggagas skema baru penyaluran kredit kepada UMKM yang

disebut program Pembiayaan Ultra Mikro (Ultra Micro Finance ndash UMi) dengan karakteristik nasabah

unbankable tetapi memiliki kelayakan usaha dengan indikator tingkat keuntungan (profitability) dan

kesinambungan usaha (sustainability) Pembiyaan UMi merupakan penyediaan dana yang bersumber dari

Pemerintah atau bersama dengan Pemerintah Daerah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas

pembiayaan kepada UMKM Berbeda dengan KUR yang agen penyalurnya adalah perbankan untuk UMi

sebagai agen penyalurnya adalah Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) seperti PT Pegadaian PT

Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Bahana Artha Ventura (BAV)

Prinsip dasar dari pembiayaan UMi diantaranya (1) Pemberdayaan dan penajaman (empowerment and

enhacement) lembaga penyalur yang sudah ada (2) pendampingan kepada nasabah (end user) dan (3)

fokus pada produk pembiayaan yang telah berhasil sehingga tidak menguji coba atau membuat produk

pembiayaan baru Dalam rangka pelaksanaan UMi pemerintah daerah dapat memberikan kontribusi dalam

melakukan sharing pendanaan untuk percepatan pembangunan di daerah pada umumnya dan secara

khusus meningkatkan kesempatan usaha bagi UMKM

Di Papua Barat penyaluran UMi bisa dikatakan belum maksimal Hal ini tercermin dari jumlah penyaluran UMi

pada tahun 2019 sebesar Rp249 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 603 orang Meskipun meningkat

pesat dari tahun sebelumnya yang hanya 38 debitur dengan nilai Rp3385 juta program pembiayaan UMi di

Papua Barat ke depannya masih perlu akselerasi yang melibatkan banyak pihak terutama peran dari

penyalur dan pemerintah daerah

Halaman ini sengaja dikosongkan

PERKEMBANGAN

APBD

MODAL

PEGAWAI

BARANG

BANTUAN

KEUANGAN

37 T

67 T

59 T

4 T

649

957

798

932

DJPbKawalAPBN

BELANJA

238 T

PENDAPATAN

2631 T PAD 085 M

PENDAPATAN

TRANSFER 2423 T

LAIN-LAIN PENDAPATAN

YANG SAH 123 M

59

1

Perkembangan dan Analisis APBD

aerah dalam rangka pelaksanaan

pembangunan membutuhkan

pendanaan yang bersumber dari

penerimaan Saat ini sumber

penerimaan daerah lebih didominasi oleh

penerimaan dana transfer dari pemerintah

pusat sehingga ke depan secara bertahap

diharapkan terjadi peningkatan Pendapatan

Asli Daerah (PAD) Semua pengeluaran untuk

pembangunan daerah dan sumber dana yang

diperlukan tertuang dalam dokumen Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Dalam merencanakan sumber pendapatan

dan alokasi belanja pemerintah daerah harus

melihat kebutuhan riil masyarakat berdasarkan

potensi daerah dengan berorientasi pada

kepentingan skala prioritas pembangunan

Selain itu APBD merupakan salah satu

pendorong (key leverage) bagi pertumbuhan

ekonomi daerah untuk mewujudkan

D

BAB IV

Perkembangan dan Analisis

APBD

Tabel 41

Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian 2018 2019

Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi

PENDAPATAN 1897836 2010000 2871888 2631445

PAD 101669 93741 120311 85308

Pendapatan Transfer 1160168 1270382 2621834 2423110

Lain-lain pendapatan daerah yang sah 635999 645877 129743 123027

BELANJA 2326404 2125451 2761199 2380387

Belanja Pegawai 527915 362822 569984 370308

Belanja Barang 573797 639317 703366 673151

Belanja Bunga 920 855 4190 2698

Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534

Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697

Belanja Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379

Belanja Bagi Hasil 70423 36244 188050 184666

Belanja Bantuan 396960 394292 430177 401119

Belanja Modal 599050 529701 687700 548982

Belanja Tidak Terduga 2572 753 2959 851

PEMBIAYAAN NETTO 219308 190554 214342 84965

Penerimaan Pembiayaan 245578 220740 267673 182416

Pengeluaran Pembiayaan 26270 30187 53332 82905

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

60

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masyarakat yang sejahtera mandiri dan

berkeadilan

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

merupakan salah satu mesin pendorong

pertumbuhan ekonomi Selain itu APBD juga

sebagai alat pendorong dan salah satu

penentu tercapainya target dan sasaran makro

ekonomi daerah yang diarahkan untuk

mengatasi berbagai kendala dan

permasalahan pokok yang merupakan

tantangan dalam mewujudkan agenda

masyarakat yang sejahtera dan mandiri

Berdasarkan tabel 41 target pendapatan

APBD tahun 2019 seluruh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat mengalami kenaikan dari

Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2871888 miliar pada tahun 2019 atau

meningkat 5132 persen Kenaikan tersebut

disebabkan bertambahnya alokasi Dana Bagi

Hasil PajakBukan Pajak Begitu pula dengan

total alokasi belanja APBD pemerintah daerah

se-Provinsi Papua Barat yang ikut naik dengan

signifkan dari Rp2326404 miliar pada tahun

2018 menjadi Rp2761199 miliar atau 1869

persen di tahun ini Peningkatan pagu belanja

tersebut dikarenakan terdapat kenaikan yang

cukup signifikan pada pagu belanja modal dan

belanja pegawai Penyebabnya pada tahun

2019 prioritas nasional bidang infrastruktur di

Papua Barat kembali dilanjutkan disertai

dengan pelaksanaan program-program

mandatory lainnya Di samping itu terdapat

kenaikan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) pada

sebagian pemerintah

Apabila dilihat realisasinya sampai dengan

akhir tahun 2019 total pendapatan APBD

seluruh pemerintah daerah se- Provinsi Papua

Barat mencapai Rp2631445 miliar atau naik

3092 persen dibandingkan tahun sebelumnya

yang mencapai Rp20100 miliar Namun

demikian pendapatan dari komponen PAD

mengalami penurunan 9 persen dari Rp9374

miliar menjadi Rp85308 miliar Sementara itu

dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi

sebesar 12 persen yaitu dari Rp2125451 miliar

pada tahun 2018 menjadi Rp2380387 miliar

pada tahun 2019 Banyak faktor yang

mempengaruhi pencapaian realisasi

pendapatan dan belanja tersebut Diantara

faktornya yaitu perkembangan perekonomian

dunia dan nasional pertumbuhan ekonomi

pelaksanaan berbagai kebijakan fiskal yang

dilaksanakan serta beberapa tantangan

terhadap perekonomian Provinsi Papua Barat

diantaranya adalah

1 Tingkat ketergantungan yang tinggi

terhadap sumber daya alam (raw material)

bernilai tambah rendah sehingga rentan

terhadap fluktuasi harga

2 Tingkat ketergantungan yang tinggi

terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dari

luar daerah

3 Belum maksimalnya fungsi dari Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) sehingga

menyebabkan biaya ekonomi tinggi

4 Kebijakan daerah yang kurang mendukung

investasi sehingga menyebabkan investor

kurang tertarik menanamkan modalnya

selain adanya ancaman dan gangguan

sosial

5 Kapasitas dan kualitas SDM masih lemah

sehingga mengakibatkan rendahnya daya

saing dan

6 Belum optimalnya pemanfaatan sumber

daya alam lokal diluar migas

A ANALISIS PENDAPATAN APBD

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara

61 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah

Daerah yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun

bersangkutan Pendapatan daerah tersebut

terdiri dari Pendapatan Asli Daerah Dana

Perimbangan dan Lain-lain pendapatan

daerah yang sah sebagaimana tersebut pada

tabel diatas yang dapat dirinci sebagai berikut

Apabila dilihat dari tabel 42 realisasi

pendapatan seluruh pemerintah daerah se-

Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

didominasi oleh pendapatan transfer mencapai

9208 persen dari total pendapatan daerah

Sedangkan kontribusi PAD terhadap total

pendapatan daerah di Provinsi Papua Barat

hanya berkisar diangka 324 persen dan sisanya

berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang

Sah sebesar 468 persen Hal ini mengindikasikan

bahwat tingkat ketergantungan pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pemerintah pusat relatif tinggi

A1 Analisis Ruang Fiskal Daerah

Untuk mendukung program nawacita

pemerintah ketersediaan fiskal yang cukup

menjadi prasyarat utama Dengan ruang fiskal

yang cukup lebar pemerintah daerah lebih

leluasa dalam menggunakan alokasi

anggarannya untuk kegiatan yang mendorong

percepatan pembangunan regional dan

kesejahteraan masyarakatnya tanpa diganggu

kewajiban yang bersifat wajib seperti untuk

membiayai belanja pegawai dan belanja

barang dan jasa yang mengikat Kemandirian

pemerintah daerah dalam menentukan arah

pembangunan tergantung dari besarnya ruang

fiskal yang tersedia untuk kegiatan

pembangunan tersebut

Ruang fiskal yang dimiliki pemerintah darah di

Provinsi Papua Barat naik dari Rp1437371 miliar

pada tahun 2018 menjadi Rp2012965 pada

tahun 2019 Artinya semakin tinggi pendapatan

daerah diikuti semakin efisiennya belanja

birokrasi dan belanja yang sifatnya mengikat

pemerintah daerah memiliki kelonggaran yang

cukup besar dalam membiayai pembangunan

daerah sesuai dengan karakteristik regional

Tabel 42

Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah

se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Pendapatan Target Realisasi

PAD 120311 85308

Pajak Daerah 56667 51768

Retribusi Daerah 8847 4359

Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan 8668 3547

Lain-lain PAD yang Sah 46129 25633

PENDAPATAN TRANSFER 2621834 2423110

DBH Pajak dan Bukan Pajak 936223 752963

DAU 831150 831094

DAK 267917 248172

Dana Otonomi Khusus dan

Penyesuaian 401110 399538

Dana Desa 151692 151691

Dana Insentif Daerah (DID) 33743 39650

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH

YANG SAH 112088 87826

Hibah 18390 1648

Lain-lain 111352 121379

TOTAL PENDAPATAN 2871888 2631445

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 43

Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 - 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi

2018

Realisasi

2019

Pendapatan Daerah 2010000 2631445

DAK 267917 248172

Belanja Wajib 362822 362822

Ruang Fiskal 1437371 2012965

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

62

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

A2 Analisis Kemandirian Daerah

Rasio ini menggambarkan kontribusi PAD

terhadap total realisasi pendapatan daerah

Rasio kemandirian daerah seluruh pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat masuk dalam

kategori sangat rendah Pada tahun 2019

seluruh pemerintah daerah mempunyai rasio

kemandirian di bawah 20 persen bahkan ada

pemerintah daerah yang memiliki rasio

kemandirian di bawah 1 persen yaitu Kab

Maybrat Tambrauw Pegunungan Arfak Dan

Sorong Selatan Adapun rasio kemandirian

tertinggi dimiliki Kab Manokwari Selatan dan

Kota Sorong masing-masing sebesar 67 persen

dan 61 persen Hal ini mengindikasikan bahwa

tingkat ketergantungan seluruh pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pendanaan dari pemerintah pusat relatif sangat

tinggi

B ANALISIS BELANJA APBD

Belanja Daerah adalah semua kewajiban

daerah yang diakui sebagai pengurang nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun

anggaran yang bersangkutan Belanja daerah

dapat diklasifikasi berdasarkan fungsi jenis dan

lain sebagainya

Sepanjang tahun 2019 terdapat beberapa

faktor utama yang mempengaruhi pencapaian

realisasi belanja APBD di Provinsi Papua Barat

yaitu

1 Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai

sehingga memberikan pengaruh pada

capaian realisasi penyerapan anggaran

yang kurang maksimal baik diri sisi kuantitas

dan kualitas yang berdampak pada

akselerasi pembangunan di Provinsi Papua

Barat

2 Kondisi geografis yang belum diintegrasikan

oleh infrastruktur yang memadai

memberikan dampak pada ekonomi

dengan biaya tinggi (high cost economy)

sehingga hal ini menjadi beban bagi

pertumbuhan investasi Rendahnya tingkat

investasi merupakan permasalahan dasar

bagi penciptaan lapangan kerja dan

penerimaan pajak pemerintah

3 Kondisi budaya masyarakat yang masih

eksklusif terhadap dinamika globalisasi

ekonomi dalam hal ini adalah eksistensi hak

ulayat memberikan implikasi ketidakpastian

hukum dalam pelaksanaan investasi dan

pembangunan secara umum Hal-hal yang

terkait dengan penyelenggaraan proyek

yang berkaitan dengan hak ulayat sering

kali terdampak dari sisi ketepatan waktu

B1 Analisis Belanja Daerah Berdasarkan

Klasifikasi Fungsi

APBD dapat diklasifikasikan berdasarkan

fungsinya antara lain pelayanan umum

perumahan amp fasilitas umum pendidikan

ekonomi kesehatan perlindungan sosial

ketertiban amp keamanan lingkungan hidup dan

pariwisata amp budaya Alokasi anggaran pada

APBD Provinsi Papua Barat tahun 2019 per fungsi

disajikan pada grafik 42

06 07 09 09

18 18 19 19 21

27

40

51

61

67

00

20

40

60

80

Tam

bra

uw

Ma

yb

rat

Pe

gu

nu

ng

an

Arfa

k

So

ron

g S

ela

tan

Telu

k W

on

da

ma

Telu

k B

intu

ni

Fa

kfa

k

Ra

ja A

mp

at

Ka

ima

na

So

ron

g

Pe

me

rinta

h P

rov

insi

Ma

no

kw

ari

Ko

ta S

oro

ng

Ma

no

kw

ari S

ela

tan

Grafik 41

Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-

Provinsi Papua barat Tahun 2019 (persen)

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

63 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Bila dilihat dari grafik 42 alokasi terbesar pada

APBD tahun 2019 Provinsi Papua Barat

digunakan untuk fungsi pelayanan umum

sebesar Rp7230 miliar kemudian perumahan amp

fasilitas umum sebesar Rp3383 miliar Hal ini

menunjukan fokus dari belanja pemerintah

daerah di Provinsi papua Barat sudah tepat

mengingat peran utama dari eksekutif yaitu

memberikan pelayanan kepada masyarakat

Namun yang perlu digaris bawahi adalah porsi

alokasi untuk fungsi pariwisata amp budaya relatif

masih sangat kecil Padahal potensi

pengembangan pariwisata di Provinsi Papua

Barat sangat besar semisal Taman Wisata Raja

Ampat dan Teluk Cendrawasih yang telah

diakui oleh dunia internasional

B2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis

Belanja (Sifat Ekonomi)

Berdasarkan jenisnya belanja dapat

dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu

belanja langsung berupa belanja barang dan

jasa belanja modal dan belanja tidak langsung

berupa belanja pegawai belanja bunga

belanja hibah dan belanja bantuan sosial

Apabila dilihat dari trennya sebagian besar jenis

belanja mengalami kenaikan alokasi

dibandingkan tahun sebelumnya kecuali untuk

belanja subsidi dan belanja tidak terduga yang

mengalami penurunan Terdapat dua jenis

belanja yang mendapatkan porsi besar di

Provinsi Papua Barat yaitu belanja pegawai

dan belanja barang Dilihat dari persentase

belanja kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi

Papua Barat menitikberatkan pada sektor

produktif dengan porsi belanja langsung yang

lebih besar dibandingkan dengan belanja tidak

langsung

C PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH

C1 Bentuk Investasi Daerah

Sesuai Permendagri Nomor 52 Tahun 2012

tentang Pedoman Pengelolaan Investasi

Pemerintah Daerah Investasi Pemerintah

Daerah adalah penempatan sejumlah dana

danatau barang milik daerah oleh pemerintah

daerah dalam jangka panjang untuk investasi

pembelian surat berharga dan investasi

langsung yang mampu mengembalikan nilai

pokok ditambah dengan manfaat ekonomi

Tabel 44

Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp)

Uraian 2018 2019

Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi

Belanja

Pegawai 527915 362822 569984 370308

Belanja Barang 573797 639317 703366 673151

Belanja Bunga 920 855 4190 2698

Belanja Subsidi 2113 1960 1334 1534

Belanja Hibah 99437 106039 125671 119697

Belanja

Bantuan Sosial 53218 53468 47767 77379

Belanja Bagi

Hasil 70423 36244 188050 184666

Belanja

Bantuan 396960 394292 430177 401119

Belanja Modal 599050 529701 687700 548982

Belanja Tidak

Terduga 2572 753 2959 851

Total 2326404 2125451 2761199 2380387

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

723029

338303

172704

139109

135212

33103

21828

18421

000 1000000

Pelayanan Umum

Perumahan amp Fasilitas Umum

Pendidikan

Ekonomi

Kesehatan

Perlindungan Sosial

Ketertiban amp Keamanan

Lingkungan Hidup

Grafik 42

Total Alokasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah

se-Provinsi Papua Barat Tahun 2019 per Fungsi

(miliar Rp)

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

64

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sosial danatau manfaat lainnya dalam jangka

waktu tertentu Bentuk investasi daerah tersebut

dapat berupa investasi surat berharga

danatau investasi langsung Bentuk investasi

daerah di Provinsi Papua Barat disajikan pada

tabel 45

Dari tabel di atas total realisasi penyertaan

modal (investasi) pemerintah daerah se-Provinsi

Papua Barat tahun 2019 sebesar Rp14652 miliar

yang dilakukan 12 pemerintah daerah Realisasi

penyertaan modal (investasi) tertinggi yaitu

pemerintah provinsi Papua Barat sebesar Rp100

miliar dan Kab Teluk Bintuni sebesar Rp2276

miliar

C2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Untuk memberikan gambaran terkait

perkembangan investasi BUMD dapat dilihat

dari nilai SLA (Subsidary Loan Agreement) BUMD

yang ada di Provinsi Papua Barat Sampai

dengan tahun 2019 nilai SLA PDAM Manokwari

sebesar Rp729 miliar dan tidak memiliki

tunggakan Sementara itu SLA PDAM Sorong

mencapai Rp815 miliar dengan tunggakan

sebesar Rp1614 miliar termasuk utang pokok

dan cicilan bunga

D SILPA DAN PEMBIAYAAN

D1 Perkembangan Defisit APBD

Perkembangan surplus defisit APBD dapat

dilihat menggunakan empat rasio sebagai

berikut

Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai

berikut

a Rasio surplus APBD terhadap total

pendapatan daerah mencerminkan

performa fiskal pemerintah daerah dalam

menghimpun pendapatan untuk menutup

belanja dalam kondisi pendapatan tertentu

Rasio surplus tersebut menunjukkan

peningkatan di tahun 2019 dibandingkan

tahun sebelumnya dimana hal ini

menggambarkan menguatnya kinerja fiskal

karena kemampuan pendapatan untuk

membiayai belanja meningkat meskipun

didorong oleh kenaikan pendapatan

transfer

Tabel 46

SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2019 (Rupiah)

Nama BUMD Nilai SLA Total

Tunggakan

PDAM Manokwari 7296812055 -

PDAM Sorong 8148975554 16139934223

Sumber SLIM (data diolah)

Tabel 45

Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah

Daerah se- Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rupiah)

Pemda Nilai

Prov Papua Barat 100000000000

Fakfak 3000000000

Manokwari 1000000000

Sorong 2000000000

Kota Sorong 2765000000

Sorong Selatan 3000000000

Teluk Bintuni 22759259260

Teluk Wondama 3000000000

Maybrat 2000000000

Tambrauw 3500000000

Manokwari Selatan 2000000000

Pegunungan Arfak 3000000000

Total 146524259260

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 47

Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat

Tahun

Surplus

terhadap

Pendapatan

Surplus

terhadap

Realisasi

Dana

Transfer

Surplus

terhadap

PDRB

SILPA

Terhadap

Alokasi

Belanja

2019 00954 01370 00298 01270

2018 00574 00540 00137 00323

2017 01354 01456 01747 01931

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

65 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

b Rasio surplus APBD terhadap dana transfer

digunakan untuk mengetahui proporsi

surplus terhadap salah satu sumber

pendapatan daerah yakni dana transfer Di

tahun 2019 rasio ini mengalami peningkatan

sehingga menunjukkan ketergantungan

pemerintah daerah terhadap dana transfer

sebagai penopang belanja daerah yang

semakin besar dibandingkan tahun lalu

c Rasio surplus APBD terhadap PDRB

menggambarkan kesehatan ekonomi

regional Rasio ini pada tahun 2019

menunjukan adanya kenaikan yang berarti

bahwa produksi barang dan jasa yang

dihasilkan semakin meningkat untuk

membiayai hutang akibat defisit anggaran

d Rasio SILPA terhadap alokasi belanja APBD

mencerminkan proporsi belanja atau

kegiatan yang tidak digunakan dengan

efektif oleh pemerintah daerah Rasio SILPA

yang membesar memperlihatkan bahwa

Provinsi Papua Barat belum dapat

menggunakan anggarannya secara efektif

D2 Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah merupakan transaksi

keuangan daerah yang dimaksudkan untuk

menutup selisih antara pendapatan daerah

dan belanja daerah Pembiayaan pemerintah

daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan

dan pengeluaran pembiayaan Keseimbangan

primer mencerminkan indikasi likuiditas tanpa

dipengaruhi belanja terkait hutang semakin

besar surplus keseimbangan primer semakin

baik kemampuan dalam membiayai defisit

Dari tabel 48 keseimbangan umum di Papua

Barat pada tahun 2019 menunjukkan nilai surplus

sebesar Rp251058 milliar Hal ini

mengindikasikan bahwa kebijakan fiskal yang

dilakukan bersifat kontraktif Sementara itu

keseimbangan primer APBD di Papua Barat juga

menunjukkan angka yang positif setelah

mengeluarkan komponen belanja bunga

Kenaikan nilai pada keseimbangan primer

tahun 2019 disebabkan pendapatan transfer

dari pemerintah pusat yang meningkat pesat

jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya

E PENGELOLAAN BLU DAERAH

E1 Profil dan jenis layanan satker BLU daerah

BLUD yang ada di wilayah kerja Kanwil DJPb

Provinsi Papua Barat diantaranya Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Manokwari Yang

melandasi penetapan RSUD Manokwari

sebagai BLUD bertahap yaitu Surat Keputusan

Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun 2015

tanggal 8 April 2015 RSUD Manokwari adalah

rumah sakit Type C sesuai dengan Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

531 MENKES SKVI1996 Tanggal 5 Juni 1996

RSUD ini merupakan peninggalan Belanda yang

dibangun tahun 1950 dan berdiri di atas lahan

seluas plusmn 37424 m2 dengan total luas bangunan

gedung plusmn 9283 m2 dengan kapasitas

tempat tidur sebanyak 163 tempat tidur

Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari

terletak di Kelurahan Manokwari Timur

Distrik Manokwari Kabupaten Manokwari

Provinsi Papua Barat

RSUD Manokwari dipimpin oleh seorang

Direktur setingkat dengan Eselon IIA

Tabel 48

Rasio Keseimbangan Umum amp Primer Provinsi Papua Barat

Tahun Pendapatan

APBD

Belanja

APBD

Belanja

Bunga

Keseimbangan

Umum

Keseimbangan

Primer

2019 2631445 2380387 2698 251058 248360

2018 2010000 2125451 855 -115451 -116306

2017 1968523 1701927 1448 266596 265148

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

66

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Direktur membawahi 1 (satu) orang Sekretaris

dan 3 (tiga) orang Kepala Bidang yaitu Bidang

Pelayanan Medik Bidang Perawatan Bidang

Perencanaan dan Pengembangan Sarana

Prasarana Sementara itu sekretaris

membawahi 3 ( tiga ) Sub Bagian yaitu Sub

Bidang Umum dan Kepegawaian Sub Bidang

Program Evaluasi dan Pelaporan dan Sub

Bidang Keuangan dan Aset sedangkan Kepala

Bidang masing ndash masing membawahi 2 (dua)

Sub Bidang Bidang Pelayanan Medik

membawahi Sub Bidang Pelayanan Medik dan

Sub Bidang Pelayanan Penunjang Medik

Bidang Perawatan membawahi Sub Bidang

Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan dan

Sub Bidang Sumber Daya Keperawatan sedang

Bidang Perencanaan dan Pengembangan

Sarana Prasarana membawahi Sub Bidang

Penyusunan Program dan Pengembangan Sub

Bidang Monitoring dan Evaluasi

Jenis layanan yang terdapat pada RSUD

Manokwari diantaranya pelayanan medik

pelayanan penunjang medik dan non medik

pelayanan asuhan perawatan pelayanan

rujukan penyelenggaraan pendidikan dan

pelatihan dan penyelenggaraan penelitian

dan pengembangan

Sementara itu jumlah pasien RSUD Manokwari

sebesar 54989 orang dengan rincian 43554

orang menggunakan fasilitas AskesBPJSKIS

dan 11345 orang merupakan pasien

mandiriswasta

E2 Pengelolaan Aset BLU Daerah

Dalam menunjang Operasional RSUD

Manokwari terdapat kegiatan-kegiatan

rutinitas guna menjalankan tugas pokok dan

fungsi yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung

dan Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung

adalah belanja pegawaipersonalia berupa

pembayaran gaji bulanan kepada Pegawai

Negeri Sipil (PNS) di lingkungan RSUD Manokwari

Belanja Langsung adalah belanja kegiatan

rutin antara lain belanja alat tulis kantor belanja

makanan dan minuman belanja pemeliharaan

rutinberkala gedung kantor pemeliharaan

rutinberkala kendaraan dinas pembayaran

rekening listrik belanja perjalanan dinas dan

lain-lain

Tabel 410

Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2019

Berdasarkan Jenis Perawatan

Jenis Pasien

Jumlah Pasien

Askes

BPJS KIS

Swasta

mandiri

Pasien Rawat Jalan 34530 9657

Pasien Rawat Inap 9024 1688

Total 43554 11345

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Tabel 49

Profil Anggaran RSUD Manokwari

Uraian Alokasi Dana Sumber

Dana

Rutin

Belanja Langsung 21543957702

Belanja Tidak

Langsung 17880608199

Program-program -

Peningkatan

Kapasitas

Sumberdaya Aparatur

906990000 Otonomi

Khusus

Obat dan Perbekalan

Kesehatan 6411007419

Otonomi

Khusus

Standarisasi

Pelayanan Kesehatan 420000000 DAK

Peningkatan Sarana

dan Prasarana Rumah

Sakit Rumah Sakit

Jiwa Rumah Sakit

Paru ndash Paru

708750000 Otonomi

Khusus

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

67 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Dalam menunjang kegiatannya RSUD

Manokwari mengelola aset baik aset tidak

bergerak maupun aset bergerak dengan

rincian dapat dilihat pada tabel 411

E3 Analisis legal

Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum

Daerah terdapat beberapa peraturan yang

mengatur pengelolaan teknis maupun

pengelolaan keuangan bahkan peraturan

tersebut sampai ke tingkat peraturan

bupatiwalikota Analisis legal aspek

pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari

dapat dilihat pada tabel 412

F ANALISIS APBD LAINNYA

Analisis ini terdiri dari analisis horizontal analisis

vertikal serta kapasitas fiskal yang digunakan

untuk memberikan gambaran kinerja

pelaksanaan APBD di Provinsi Papua Barat

F1 Analisis Horizontal

Analisis ini membandingkan angka-angka

dalam laporan realisasi pemerintah daerah satu

dengan lainnya dalam satu provinsi Selain itu

analisis ini membandingkan perubahan

keuangan dalam satu pos APBD yang sama

pada satu Provinsi Analisis ini bertujuan untuk

menyajikan informasi utuh terkait kinerja suatu

pos antar pemerintah daerah dan

perkembangannya dari waktu ke waktu

Bila dilihat dari tabel 413 daerah dengan

realisasi PAD terbesar berasal dari Provinsi Papua

Barat sebesar Rp0465 triliun sedangkan

Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten

Maybrat mempunyai realisasi terkecil dengan

nilai masing-masing Rp7 miliar dan Rp6 miliar

Sedangkan pada sisi belanja daerah dengan

realisasi terbesar adalah Provinsi sebesar Rp914

triliun sedangkan realisasi terkecil adalah

Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kota Sorong

masing-masing sebesar Rp807 miliar dan Rp592

miliar Sementara itu defisit anggaran terjadi

pada 3 kabupaten yaitu Kabupaten Sorong

Selatan Kabupaten Tambraw dan Kabupaten

Manokwari Selatan

F2 Analisis Vertikal

Analisis vertikal merupakan analisis yang

membandingkan setiap pos terhadap total

dalam satu komponen APBD yang sama

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui

besarnya kontribusi suatu pos sehingga

diketahui pengaruhnya

Tabel 411

Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2019

Uraian Kuantitas Keterangan

Aset Tidak Bergerak

Tanah 37424 m2

Bangunan 9283 m2

(32 unit)

Terdiri dari gedung

dan rumah dinas

Aset Bergerak

Kendaraan dinas

(roda 4) 22 unit

Kendaraan dinas

(roda 2) 3 unit

Inventaris kantor PC unit meubelair

lemari arsip lemari dll

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Tabel 412 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari

Aspek Uraian

Kelembagaan Keputusan Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun

2015 tanggal 8 April 2015

Tata Kelola Peraturan daerah Nomor 13 tahun 2008 tentang

Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja

Lembaga Teknis Daerah Di Lingkungan

Pemerintah Kabupaten Manokwari

Peraturan Bupati Manokwari Nomor 13 tahun

2009 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi

Jabatan Struktural pada Lembaga Teknis Daerah

Kabupaten Manokwari

SDM Jumlah Pegawai RSUD Manokwari per Maret 2018

sebanyak 406 orang yang terdiri dari Pegawai

Negeri Sipil (PNS) Organik Pemerintah Kab

Manokwari sebanyak 223 orang dan PNS Titipan dari

Provinsi Kabupaten lain sebanyak 12 orang dan

tenaga Honorer dan magang sebanyak 171 orang

Sumber PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

68

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Bila dilihat pada tabel 414 rata-rata kontribusi

PAD terhadap pendapatan daerah tiap

kabupaten kota di Papua Barat tahun 2019

tidak mencapai angka 6 hanya Kabupaten

Manokwari dan Kabupaten Manokwari Selatan

yang memiliki PAD diatas 6 persen dimana

Kabupaten Manokwari menjadi yang terbesar

dengan kontribusi PAD mencapai 613 persen

Bahkan di beberapa daerah seperti Kabupaten

Maybrat Kabupaten Tambrauw dan

Kabupaten Pegunungan Arfak kontribusi PAD

hanya di bawah 1 persen Angka ini sangat jauh

di bawah angka kontribusi pendapatan transfer

yang mencapai rata-rata sebesar 90 persen

pada tiap kabupaten kota Hal ini

mengindikasikan bahwa pendapatan pemda

kabupaten kota di Papua Barat hampir

seluruhnya bergantung terhadap pendapatan

transfer dari pemerintah pusat Pemda seperti

Kab Fakfak Kab Kaimana dan Pemerintah

Provinsi bahkan mempunyai persentase

pendapatan transfer sebagai pos utama

pendapatan mencapai angka lebih dari 96

persen

Berdasarkan tabel 415 realisasi belanja tahun

2019 kabupaten kota di Provinsi Papua Barat

menitikberatkan pada belanja barang jasa

Tabel 413 Analisis Horizontal APBD 2019 Provinsi Papua Barat (triliun Rp)

Uraian Provinsi Fakfak Manok

wari Sorong

Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wonda

ma

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

Total

Pendapatan 15628 1297 1029 1895 0990 1459 1030 2486 0966 1058 1013 1183 0789 1002

PAD 0465 0035 0063 0030 0050 0028 0007 0047 0017 0041 0006 0008 0048 0007

Pendapatan

Transfer 11215 0876 0800 1092 0701 1042 0689 1940 0678 0765 0666 0785 0503 0564

LPDS 3949 0386 0166 0772 0239 0389 0333 0498 0270 0252 0341 0390 0238 0431

Total Belanja 9135 1296 0999 1841 0592 1419 1047 1684 0912 1001 0897 1356 0817 0807

Surplus

Defisit 6493 0002 0030 0054 0398 0040 -0017 0801 0054 0056 0116 -0173 -0029 0195

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 414

Analisis Vertikal Pendapatan APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (persen)

Uraian Provinsi Fakfak Manokwari Sorong Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wonda

ma

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

PAD 2975 2698 6131 1598 5067 1898 0727 1895 1797 3838 0632 0663 6077 0717

Pajak Daerah 2314 0572 4666 0668 4109 0452 0093 0996 0541 0734 0042 0071 0084 0000

Retribusi Daerah 0023 0387 0364 0153 0735 0305 0085 0045 0671 0733 0006 0003 0043 0000

HPKD 0110 0240 0000 0094 0005 0261 0262 0117 0161 0095 0050 0078 0000 0000

Lain-lain PAD yang

sah 0528 1499 1101 0684 0217 0880 0286 0737 0424 2276 0540 0510 5951 0717

Pendapatan Transfer 97021 97302 85172 79782 88122 90199 82923 93184 90728 96162 81597 83238 80323 72901

DBH 33978 4889 6431 14271 6224 7145 5690 49535 6512 6325 5915 4725 7139 6165

DAU 9365 53776 53671 28881 52047 46889 46145 22608 47680 58969 44876 44904 45033 38742

DAK 3155 8886 17662 13960 12523 15915 14521 5533 16039 7036 14945 16753 11547 11358

DBH Pemda

lainnya 0000 6360 2191 0969 2479 7984 1131 0619 1071 0745 0579 0742 0259 0388

Dana Penyesuaian

dan Otsus 25261 23391 5217 21165 14849 10778 14832 14506 19427 23087 15282 16115 16346 16249

LPDS 0005 0000 0486 9383 6811 0723 0000 4922 7475 0000 17423 1139 13600 12382

Hibah 0005 0000 0486 0000 0000 0630 0000 0008 0000 0000 0000 0042 0000 0000

Lain-lain 0000 0000 0000 9383 6811 0092 0000 4914 7475 0000 17423 1097 13600 12382

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

69 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

dan belanja modal Hal ini terlihat dari 11

kabupaten kota yang persentase pos kedua

belanja tersebut lebih dari 50 Dengan

besarnya porsi belanja barang jasa dan modal

mengindikasikan adanya kebijakan belanja

pemerintah daerah yang diarahkan pada

sektor produktif guna mendorong

perekonomian daerah dan upaya dalam

mengejar ketertinggalan dengan daerah lain

dalam ketersediaan

infrastruktur

F3 Analisis Kapasitas

Fiskal Daerah

Analisis kapasitas fiskal

daerah adalah analisis

yang digunakan untuk

mengukur kemampuan

keuangan daerah yang

dicerminkan melalui

penerimaan umum

APBD (tidak termasuk

dana alokasi khusus

dana darurat dana

pinjaman lama dan

penerimaan lain yang

penggunaannya

dibatasi untuk membiayai pengeluaran

tertentu) yang digunakan untuk membiayai

tugas pemerintahan daerah setelah dikurangi

belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah

penduduk miskin sebagaimana dimaksud

dalam peraturan yang mengatur tentang peta

kapasitas fiskal daerah Berikut ini kapasitas fiskal

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

Tabel 415

Analisis Vertikal Belanja APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Uraian Provinsi Fakfak Manok

wari Sorong

Kota

Sorong

Raja

Ampat

Sorong

Selatan

Tl

Bintuni

Tl

Wond

ama

Kai

mana

May

brat

Tam

brauw Mansel

Peg

Arfak

Belanja

Pegawai 7651 27384 26717 22263 44577 24684 21547 14975 21897 20263 20307 9513 10642 9906

Belanja Barang 21125 29208 26559 22050 26375 42275 35726 37509 35456 32931 23851 39795 38031 33785

Belanja Bunga 0000 0000 0000 0000 2067 0000 0519 0000 0000 0000 0000 0506 0301 0000

Belanja Subsidi 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 1373 0281 0000 0000 0000 0000

Belanja Hibah 9316 1897 3995 3878 1139 0481 1426 1351 3125 3181 1096 1085 8341 0712

Belanja BanSos 0580 1921 2592 0333 2362 2034 3305 19398 1598 6713 3266 2361 2695 11707

Belanja

Bantuan

Keuangan

20202 0096 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000

Belanja bagi

hasil 22050 17580 18336 14591 0160 10381 15343 0000 14113 14225 24884 17407 14762 19499

Belanja Tidak

Terduga 0000 0128 0022 0004 0037 0000 0189 0000 0167 0001 0011 0000 0031 0307

Belanja Modal 19077 21785 21779 36882 23284 20145 21945 26768 22271 22406 26585 29333 25196 24084

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 416

Analisis Fiskal APBD Tahun 2019 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Pemda PAD DBH DAU LP BP Penduduk

Misikin

Kapasitas

Fiskal Indeks

1 2 3 4 5 6 7

8

[(2+3+4+5)-

6) 7]

9

Prov Papua Barat 46490 531011 146362 146362 69888 207944 38488 0466

Fakfak 3501 6343 69773 69773 35486 18730 60813 0736

Kab Manokwari 6310 6619 55236 55236 26703 37730 25629 0310

Kab Sorong 3029 27044 54729 54729 40979 26100 37760 0457

Kota Sorong 5016 6162 51523 51523 26378 38880 22594 0273

Raja Ampat 2769 10425 68414 68414 35024 8500 135292 1638

Sorong Selatan 748 5858 47509 47509 22549 8760 90269 1093

Teluk Bintuni 4710 123132 56198 56198 25225 19640 109478 1325

Teluk Wondama 1735 6288 46046 46046 19970 10530 76111 0921

Kaimana 4059 6689 62367 62367 20293 9660 119244 1443

Maybrat 640 5994 45470 45470 18219 13120 60484 0732

Tambrauw 784 5590 53120 53120 12898 4770 209049 2530

Manokwari Selatan 4793 5630 35517 35517 8698 7240 100495 1216

Pegunungan Arfak 718 6179 38829 38829 7999 10800 70887 0858

Jumlah 85301 752963 831094 831094 370308

Rata-rata 82614

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

70

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Dengan mengetahui indeks kapasitas fiskal

masing-masing kabupaten kota maka dapat

ditentukan kemampuan keuangan masing-

masing daerah Berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 54PMK072014 tentang Peta

Kapasitas Fiskal Daerah indeks kapasitas fiskal

daerah kabupaten kota di Provinsi Papua

Barat dapat dikelompokkan menjadi empat

kuadran sebagaimana pada tabel 417

Dari kabupaten kota di Papua Barat terdapat

satu daerah dengan kapasitas fiskal sangat

tinggi yang ditunjukkan dalam kuadran IV yaitu

Kab Tambrauw Namun terdapat empat

daerah yang masuk kategori sangat rendah

kapasitas fiskalnya yang terletak di kuadran I

Apabila melihat perbandingan jumlah daerah

pada kuadran I dan II dengan daerah pada

kuadran III dan IV maka terdapat perbandingan

yang hampir seimbang Dari tabel di atas dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat

ketimpangan kapasitas fiskal pada kabupaten

kota di Provinsi Papua Barat

G INDEKS KESEHATAN KEUANGAN (FISCAL

HEALTH INDEX)

Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU)

Nomor 22 Tahun 1999 (sebagaimana diubah

menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang

Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun

1999 (sebagaimana diubah menjadi UU Nomor

33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah terjadi perubahan mendasar dalam

sistem pemerintahan daerah di Indonesia

dengan titik berat pembangunan daerah

berada pada tingkat kabupaten kota Salah

satu perubahan yang terjadi adalah

diimplementasikannya desentralisasi fiskal yang

lebih luas bagi daerah Arah dari kebijakan

desentralisasi diharapkan dapat menghindari

inefisiensi dari perekonomian (Prudrsquohomme

1995)

Desentralisasi fiskal menurut Davey (2003)

merupakan pembagian kewenangan belanja

dan pendapatan antar tingkat pemerintahan

Dari sisi belanja kewenangan desentralisasi

didasarkan pada prinsip agar pengalokasian

sumber daya menjadi lebih efisien dan efektif

Hal ini diasumsikan bahwa daerah lebih

mengerti kebutuhan masyarakat sehingga

pengalokasian sumber daya menjadi lebih

responsif dalam menjawab kebutuhan

masyarakat Adapun dari sisi pendapatan

diberikannya kewenangan desentralisasi

kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi

masyarakat untuk mendanai pelayanan publik

menjadi lebih tinggi karena dapat merasakan

langsung manfaat yang dirasakan Dalam

pelaksanaan desentralisasi fiskal pemerintah

pusat mengatur prinsip-prinsip pengelolaan

keuangan daerah bukan aturan secara

terperinci sehingga kondisi keuangan diantara

pemerintah daerah yang satu dan lainnya

menjadi bermacam-macam Perbedaan

dalam kondisi keuangan tersebut menuntut

suatu kebutuhan akan tingkat kesehatan dalam

mengelola keuangan daerah Sebagai pihak

yang bertanggung jawab terhadap pelayanan

publik pemerintah daerah dituntut lebih

Tabel 417

Kuadran kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Kuadran I

(Indeks Kapasitas Fiskal le05)

Kuadran III

(1leIndeks Kapasitas Fiskal lt2)

Provinsi Papua Barat

Kab Manokwari

Kab Sorong

Kota Sorong

Kab Sorong Selatan

Kab Teluk Bintuni

Kab Manokwari Selatan

Kab Kaimana

Kab Raja Ampat

Kuadran II

(05ltIndeks Kapasitas Fiskal lt1)

Kuadran IV

(Indeks Kapasitas Fiskal ge 2)

Kab Fakfak

Kab Teluk Wondama

Kab Maybrat

Kab Pegunungan Arfak

Kab Tambrauw

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

71 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

memahami kondisi kesehatan keuangannya

Hal ini dikarenakan dalam kondisi kesehatan

keuangan yang buruk pemerintah daerah tidak

akan mampu memberikan layanan publik yang

baik kepada warganya (Carmeli 2008)

Berbeda dengan sektor publik penilaian kondisi

kesehatan keuangan pada sektor private telah

dilakukan sejak lama Di sektor bisnis Beaver

(1966) dan Altman (1968) telah membangun

model untuk menilai kondisi keuangan sektor

swasta Namun setelah terjadi masalah

keuangan yang melanda banyak pemerintah

daerah di seluruh dunia penelitian mengenai

kondisi kesehatan pemerintah daerah secara

intensif mulai dilakukan Pada tahun 1980 di

Amerika Serikat terjadi permasalahan keuangan

yang melanda Kota New York Cleveland

Miami Pittsburgh dan Philadelphia (Kloha et al

2005) Hal yang sama terjadi pada tahun 1980-

an dimana sebagian pemerintah daerah di

Belanda dan Inggris mengalami kondisi kesulitan

keuangan (Carmeli 2008) Begitu juga yang

dialami pemerintah daerah di Australia (Dollery

et al 2006) dan Jepang (Takahashi 2009) yang

menghadapi permasalahan keuangan yang

sulit Kondisi tersebut mendorong para ahli

keuangan publik dan banyak peneliti membuat

suatu model ataupun formula untuk

mengevaluasi kondisi keuangan pemerintah

daerah sehingga dapat mendeteksi sejak dini

(early warning system) gejala kesulitan

keuangan

Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli

ataupun lembaga profesional untuk

mendifinisikan kondisi keuangan pemerintah

The Canadian Institute of Chartered

Accountants (CICA 1997) memberikan definisi

kondisi keuangan pemerintah daerah sebagai

kesehatan keuangan (fiscal health) yang diukur

melalui aspek keberlanjutan kerentanan dan

fleksibiltas dalam lingkungan ekonomi maupun

keuangan Aspek keberlanjutan merupakan

kemampuan pemerintah daerah untuk

mempertahankan program yang sudah ada

tanpa menimbulkan kewajiban baru pada

perekonomian Sedangkan aspek kerentanan

merupakan kondisi ketergantungan pemerintah

daerah sehingga menjadi rentan terhadap

sumber pendanaan yang berasal di luar

kendali Aspek fleksibilitas keuangan merupakan

kemampuan pemerintah daerah untuk

meningkatkan kapasitas keuangan seiring

adanya peningkatan komitmen baik melalui

peningkatan pendapatan atau kapasitas

utang Definisi lain dikemukakan Nollenberger et

al (2003) yang menyebutkan kondisi keuangan

pemerintah daerah merupakan tingkat

solvabilitas keuangan pemerintah daerah yang

terdiri dari solvabilitas kas solvabilitas anggaran

solvabilitas jangka penjang dan solvabilitas

layanan Adapun Kloha et al (2005)

memberikan definisi kondisi keuangan

pemerintah daerah dalam konteks tekanan

keuangan (fiscal distress) yaitu kemampuan

pemerintah daerah untuk memenuhi standar

operasi hutang dan kebutuhan masyarakat

selama beberapa tahun berturut-turut

Kondisi kesehatan keuangan (fiscal health)

yang baik diantaranya ditunjukkan oleh

kemampuan pemerintah daerah untuk

menutup kewajiban operasional (solvabilitas

anggaran) kemampuan untuk melaksanakan

hak-hak keuangan secara efektif dan efisien

(kemandirian keuangan) kemampuan untuk

memberikan pelayanan sesuai standar dan

kualitas yang dibutuhkan masyarakat

(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk

mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa

datang seperti bencana alam atau bencana

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

72

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sosial (fleksibilitas keuangan) Oleh karena itu

ada 4 (empat) dimensi untuk mengukur kondisi

kesehatan keuangan (fiscal helath) pemerintah

daerah yaitu solvabilitas anggaran kemandirian

keuangan solvabilitas layanan dan fleksibilitas

keuangan

Untuk mengetahui kondisi keuangan

pemerintah daerah yang ada di Papua Barat

digunakan langkah-langkah sebagai berikut

1 Menghitung nilai rasio masing-masing

dimensi penyusun indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index)

2 Menghitung indeks rasio dan indeks dimensi

- Untuk menghitung indeks rasio digunakan

rumus

(Nilai Aktual minus Nilai Terendah)

(Nilai Tertinggi minus Nilai Terendah)

- Untuk menghitung indeks dimensi

digunakan rata-rata aritmatika dari seluruh

indeks rasio yang ada

3 Menghitung indeks kesehatan keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah

Indeks kondisi kesehatan keuangan (fiscal

health index) dihitung dengan

menggunakan rata-rata tertimbang dari

seluruh indeks dimensi yang ada

G1 Solvabilitas Anggaran

Solvabilitas anggaran menunjukan seberapa

besar kemampuan pemerintah daerah

memenuhi kegiatan operasi menggunakan

pendapatan yang diperoleh (Nollenberger et

al 2003) Pendapatan yang dimaksud

merupakan pendapatan normal yang tiap

tahun senantiasa didapatkan pemerintah

daerah bukan pendapatan yang terkadang

diperoleh pada tahun-tahun tertentu saja Oleh

karena itu rasio yang digunakan untuk

menunjukan solvabilitas anggaran suatu

pemerintah daerah adalah sebagai berikut

Tabel 418

Rasio Solvabilitas Anggaran

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A (Total Pendapatan - DAK) (Total Belanja -

Belanja Modal)

Rasio B (Total Pendapatan - DAK) Belanja Pegawai

Rasio C (Total Pendapatan Total Belanja)

Pengurangan pendapatan DAK dari total

pendapatan karena pendapatan tersebut

bukan merupakan pendapatan yang bersifat

normal dan berada di luar kendali pemerintah

daerah Untuk rasio A pengurangan belanja

modal dikarenakan belanja tersebut bukan

merupakan kegiatan operasional pemerintah

daerah Adapun untuk rasio B penggunaan

belanja pegawai sebagai penyebut lebih

disebabkan karena porsi belanja tersebut saat

ini merupakan yang terbesar dari belanja

operasional pemerintah daerah Semakin tinggi

nilai rasio yang ada menunjukan bahwa

semakin banyak pendapatan pemerintah

daerah untuk menutup belanja operasional Hal

ini berarti semakin tinggi nilai rasio maka

semakin baik solvabilitas anggaran yang dimiliki

oleh suatu pemerintah daerah Dari data yang

diperoleh rasio solvabilitas anggaran seluruh

Gambar 41

Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan

ngan

73 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

terlihat pada tabel 419

Dari tabel di atas jika dilihat secara menyuluruh

rasio solvabilitas anggaran kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat menunjukan tren yang

meningkat Artinya semua daerah memiliki

solvabilitas anggaran yang semakin baik

Pendapatan normal yang diperoleh pemerintah

daerah untuk meng-cover kebutuhan belanja

semakin meningkat Dari seluruh daerah yang

ada peningkatan rasio solvabilitas anggaran

terbaik dimiliki Kab Kaimana dan Kab

Pegunungan Arfak Hal ini mengindikasikan

bahwa sebagai daerah otonom baru kedua

pemerintah daerah tersebut semakin giat untuk

mencari sumber-sumber pendapatan untuk

menutup semua kebutuhan belanja

G2 Kemandirian Keuangan

Kemandirian keuangan menunjukan

kemampuan pemerintah daerah untuk

mendapatkan sumber pendanaan secara

mandiri dan tidak rentan terhadap sumber

pendanaan di luar kendalinya (Canadian

Institute of Chartered Accountants CICA 1997)

Kemandirian keuangan juga dapat diartikan

sebagai kemampuan pemerintah daerah untuk

memenuhi kebutuhannya dengan sumber-

sumber pendanaan yang mampu diperoleh

secara mandiri tidak tergantung pada pihak

luar Berdasarkan pengertian tersebut rasio

yang digunakan untuk menunjukan

kemandirian keuangan suatu pemerintah

daerah adalah sebagai berikut

Tabel 420

Rasio Kemandirian Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A Total Pendapatan Asli Daerah Total

Pendapatan

Rasio B Total Pendapatan Asli Daerah Total Belanja

Nilai rasio yang meningkat menunjukan bahwa

semakin banyak pendapatan yang diperoleh

pemerintah daerah secara mandiri untuk

memenuhi kebutuhannya Dengan demikian

semakin tinggi nilai rasio maka semakin baik

kemandirian keuangan yang dimiliki oleh suatu

pemerintah daerah Menurut Tim KKD FE UGM

untuk menentukan tolak ukur kemandirian

keuangan daerah dapat menggunakan enam

kategori sebagaimana pada tabel 421

Tabel 419

Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019

Daerah

Rasio A Rasio B Rasio C

2018 2019 2018 2019 2018 2019

Kabupaten

Sorong 116 124 290 353 096 093

Kota Sorong 152 191 238 328 121 167

Manokwari 126 098 251 286 118 095

Manokwari

Selatan 105 114 334 802 097 096

Fakfak 100 117 191 333 098 100

Kaimana 147 331 428 721 134 361

Teluk

Wondama 107 114 303 406 095 106

Teluk Bintuni 107 190 330 927 071 147

Pegunungan

Arfak 140 205 557 813 115 245

Sorong

Selatan 097 086 245 313 088 082

Raja Ampat 104 097 296 314 091 094

Maybrat 162 130 443 471 144 113

Tambrauw 107 103 521 764 097 087

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

74

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Dari data yang diperoleh masing-masing rasio

kemandirian keuangan Pemda di Provinsi

Papua Barat dapat dilihat pada tabel 422

Secara umum Pemda di Provinsi Papua Barat

memiliki rasio kemandirian keuangan yang

sangat lemah dengan rasio di bawah 01 Kondisi

ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah

yang ada masih sangat tergantung pada

sumber pendanaan dari luar daerah seperti

pendapatan yang berasal dari pemerintah

pusat Selain itu nilai rasio tersebut menunjukan

bahwa kebutuhan yang dapat ditutup oleh

pendapatan yang berada di bawah kendali

pemerintah daerah hanya di bawah 10 persen

Kemandirian keuangan yang lemah tersebut

disebabkan oleh kondisi daerah yang tidak

memungkinan untuk memperoleh pendapatan

yang tinggi sesuai dengan kewenangan

penerimaan daerah Pada pasal 33 Undang-

Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa sumber

strategis penerimaan negara yang menguasasi

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara

Oleh karena itu sumber strategis penerimaan

negara seperti pajak penghasilan pajak

pertambahan nilai sumber daya alam

walaupun terletak di daerah namun menjadi

sumber penerimaan pemerintah pusat bukan

pemerintah daerah Pemerintah daerah hanya

mengelola sumber sumber penerimaan yang

kurang signifikan pengaruhnya seperti pajak

hotel pajak reklame pajak restoran dan pajak

daerah lainnya

Namun demikian kedua rasio yang ada

menunjukan tren rasio yang meningkat

Kemampuan pemerintah daerah untuk

menutupi kebutuhan melalui sumber

pendanaan yang diperoleh secara mandiri

menjadi semakin baik Hal ini sejalan dengan

semangat dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat

dan Daerah dimana pemerintah daerah

seharusnya dapat berinovasi untuk

meningkatkan PAS namun tidak bertentangan

dengan peraturan yang ada

Tabel 422

Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten Kota

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2019

Daerah

Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kabupaten

Sorong 0044 0018 0042 0016

Kota Sorong 0128 0051 0156 0085

Manokwari 0074 0067 0088 0063

Manokwari

Selatan 0171 0061 0167 0059

Fakfak 0031 0027 0030 0027

Kaimana 0037 0019 0049 0068

Teluk Wondama 0016 0018 0015 0019

Teluk Bintuni 0024 0019 0017 0028

Pegunungan

Arfak 0008 0009 0009 0022

Sorong Selatan 0014 0009 0012 0007

Raja Ampat 0031 0021 0029 0020

Maybrat 0007 0006 0010 0007

Tambrauw 0004 0007 0004 0006

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 421

Kriteria Kemandirian Kuangan Pemerintah Daerah

Menurut Tim KKD FE UGM

- Kriteria

0 - 01 sangat lemah

01001 - 02 lemah

02001 - 03 sedang

03001 - 04 cukup

04001 - 05 baik

Rasio gt 05 sangat baik

75 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

G3 Fleksibilitas Keuangan

Fleksibilitas keuangan merupakan kemampuan

pemerintah daerah untuk membayar beban

utang (Chase dan Philips 2004) Kondisi tersebut

menunjukan bagaimana pemerintah daerah

dapat meningkatkan sumber pendapatan

dalam rangka menghadapi peningkatan

kewajibannya (CICA 2007) Pendapatan

dimaksud merupakan pendapatan normal yang

tiap tahun senantiasa didapatkan pemerintah

daerah bukan pendapatan yang sifatnya terikat

penggunaannya seperti pendapatan yang

berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Selain

itu pendapatan tersebut juga merupakan

pendapatan setelah dikurangi belanja yang

sifatnya sangat wajib seperti belanja pegawai

Adapun kewajiban dimaksud merupakan

kewajiban untuk membayar cicilan pokok utang

dan beban bunga yang menjadi tanggungan

pemerintah daerah Oleh karena itu rasio yang

digunakan untuk menunjukan fleksibilitas

keuangan suatu pemerintah daerah adalah

sebagai berikut

Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan

bahwa semakin baik fleksibilitas keuangan

pemerintah daerah untuk menghadapi

peristiwa luar biasa baik yang berasal dari dalam

maupun yang berasal dari luar lingkungan

pemerintah daerah Dari data yang diperoleh

masing-masing rasio untuk kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel

424

Untuk rasio yang memiliki nilai sangat tinggi

disebabkan tidak adanya komponen

pembayaran pokok pinjaman belanja bunga

dan kewajiban jangka panjang pada

Tabel 424

Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 ndash 2019

Daerah Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kab Sorong 769832175393 1035484012472 1174167459258 1445271904797

Kota Sorong 4 3 7 5

Manokwari 482076226292 495858473768 802369336249 762890951003

Manokwari Selatan 735 16 1049 18

Fakfak 304491382772 827320863699 639780382396 1182183435610

Kaimana 668279456314 705544141447 871904931348 819214314839

Teluk Wondama 434599458495 611138814319 648798589997 810840420412

Teluk Bintuni 21 11 31 13

Pegunungan Arfak 487685057078 507003610307 594313768074 578106098796

Sorong Selatan 141 4 238 6

Raja Ampat 643370690403 750130568196 972295205958 1100373282221

Maybrat 539252552468 676159229681 696515339045 858345256202

Tambrauw 686177984338 855819480885 849218499477 984795810243

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 423

Rasio Fleksibiltas Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A

(Total Pendapatan - DAK - Belanja

Pegawai) (Belanja Bunga + Pembayaran

Pokok Utang)

Rasio B (Total Pendapatan - DAK) (Belanja Bunga

+ Pembayaran Pokok Utang)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

76

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

pemerintah daerah yang bersangkutan Secara

keseluruhan pemerintah daerah di Papua Barat

memiliki fleksibilitas keuangan yang cukup

memadai untuk mengantisipasi kejadian luar

biasa Artinya bahwa pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat dapat sewaktu-waktu

datang ke pihak ketiga untuk mengumpulkan

dana dalam rangka mengatasi kejadian yang

datang tidak terduga

G4 Solvabilitas Layanan

Solvabilitas layanan merupakan kemampuan

pemerintah daerah dalam memberikan

pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat

(Wang et al 2007) Kemampuan tersebut

diwujudkan berupa sumber daya fasilitas

sarana dan prasarana yang dimiliki pemerintah

daerah untuk digunakan dalam rangka

memberikan pelayanan kepada publik Untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

pemerintah daerah digunakan total belanja

daerah perkapita (Wang et al 2007) Rasio

tersebut menunjukan seberapa banyak belanja

pemerintah daerah yang dikeluarkan untuk

melayani setiap warganya Selain itu untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

digunakan belanja modal perkapita

Penggunaan belanja modal lebih ditekankan

kepada peningkatan pelayanan kepada

masyarakat Pemerintah daerah yang telah

berhasil mempertahankan pelayanannya

kepada masyarakat jika ingin meningkatkan

pelayanan tersebut dapat menggunakan pos

belanja modal Oleh karena itu rasio untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

pemerintah daerah adalah sebagaimana pada

tabel 425

Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan

bahwa semakin baik solvabilitas layanan suatu

pemerintah daerah karena semakin banyak

layanan yang diberikan pemerintah daerah

kepada masyarakat Dari data yang diperoleh

masing-masing rasio untuk kabupaten kota di

Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel

426

Dari tabel di atas terlihat bahwa rasio solvabilitas

layanan pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat menunjukan nilai yang bervariasi Ada

Tabel 426

Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (juta Rp)

Daerah

Rasio A Rasio B

2018 2019 2018 2019

Kab Sorong 1814 2070 560 763

Kota Sorong 286 233 079 054

Manokwari 482 571 081 124

Manokwari

Selatan 3162 33747 723 8503

Fakfak 1087 1647 219 359

Kaimana 1248 411 154 000

Teluk

Wondama 2750 2804 712 625

Teluk Bintuni 2988 2615 1114 700

Pegunungan

Arfak 2166 911 660 000

Sorong Selatan 2088 2230 439 489

Raja Ampat 2661 2926 615 589

Maybrat 1421 2194 276 583

Tambrauw 7730 9769 1913 2866

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 425

Rasio Solvabiltas Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A Total Belanja Jumlah Penduduk

Rasio B Belanja Modal Jumlah Penduduk

77 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

beberapa pemerintah daerah yang mengalami

peningkatan rasio namun tidak sedikit yang

mengalami penurunan rasio Untuk rasio A pada

tahun 2019 Kab Manokwari Selatan memiliki

rasio terbesar dibandingkan pemerintah daerah

lainnya dengan nilai 33747 atau meningkat dari

tahun sebelumnya dengan nilai 3162 Artinya

belanja yang dikeluarkan pemerintah daerah

Kab Manokwari Selatan untuk melayani 1 (satu)

penduduk sebesar Rp33747 juta Besarnya nilai

rasio tersebut disebabkan jumlah penduduk Kab

Manokwari Selatan merupakan yang terkecil

dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Papua

Barat sehingga belanja perkapita yang

dikeluarkan pemerintah daerah cukup besar

untuk meng-cover layanan yang dibutuhkan Di

sisi lain pemerintah daerah dengan rasio A

terkecil tahun 2019 yaitu Kota Sorong Hal ini

disebabkan Kota Sorong merupakan daerah

dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi

Papua Barat namun belanja perkapita yang

dikeluarkan pemerintah Kota Sorong tidak cukup

besar untuk meng-cover layanan yang

dibutuhkan masyarakatnya Nilai rasio tersebut

bahkan mengalami penurunan jika

dibandingkan tahun 2018 Kemudian untuk rasio

B pada tahun 2019 cenderung bervariasi

Beberapa pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat mengalami penurunan sementara lainnya

memiliki nilai rasio yang meningkat

dibandingkan tahun sebelumnya Hal ini

mengindikasikan bahwa terdapat pemerintah

daerah yang berupaya meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat sedangkan

pemerintah daerah lainnya cenderung stagnan

atau tidak memberikan peningkatan pelayanan

seiring bertambahnya jumlah penduduk

G5 Indeks Kesehatan Keuangan

Nilai Indeks Kesehatan Keuangan berkisar antara

0 ndash 1 Semakin tinggi nilai indeks menunjukan

kondisi kesehatan keuangan pemerintah

daerah semakin baik Untuk mengukur indeks

kesehatan keuangan digunakan bobot untuk

masing-masing dimensi Hal ini perlu dilakukan

mengingat satu dimensi sangat mungkin lebih

penting dibandingkan dengan dimensi yang lain

(Brown 1993) Salah satu cara yang digunakan

untuk menentukan bobot masing-masing

dimensi melalui teknik Analytical Hierarchy

Proces (AHP) Teknik ini digunakan untuk

menghasilkan skala prioritas dengan cara yang

teroganisir (Saaty 2008) AHP ini tidak

memberikan keputusan secara mutlak namun

dapat membantu pengambil kebijakan untuk

menentukan keputusan yang tepat sesuai

dengan tujuan dan masalah yang mereka

hadapi Berdasarkan teknik AHP dimensi yang

lebih penting akan diwujudkan dalam bobot

yang lebih besar

Bobot terbesar dimensi penyusun indeks

kesehatan keuangan yaitu pada dimensi

solvabilitas layanan Hal ini dikarenakan tujuan

utama dari setiap pemerintahan adalah

memberikan layanan kepada masyarakat

Pemerintah daerah yang memiliki tingkat

kesehatan keuangan yang baik akan semakin

optimal dalam melaksanakan pelayanan publik

Selanjutnya bobot terbesar kedua untuk

menyusun Indeks Kesehatan Keuangan yaitu

dimensi kemandirian keuangan Untuk

memberikan layanan kepada masyarakat

secara optimal pemerintah daerah dituntut

Tabel 427

Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan

Nama Dimensi Bobot

Solvabilitas Layanan 029

Kemandirian Keuangan 026

Solvabilitas Anggaran 024

Fleksibilitas Keuangan 021

Total 100

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

78

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

memiliki kemandirian

keuangan yang

memadai sehingga

tidak bergantung

pendanaan dari pihak

luar

Berdasarkan dimensi

penyusunnya indeks

kesehatan keuangan

(fiscal health index)

untuk seluruh

pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat

dapat dilihat pada

grafik 43 Jika dilihat

secara keseluruhan Indeks Kesehatan Keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 memiliki

tingkat yang bervariasi dibandingkan periode

sebelumnya

Rata-rata Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal

health index) seluruh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat tahun 2018 mencapai 035

dan nilainya turun menjadi 034 pada tahun

2019 Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

cenderung menurun untuk menutup kewajiban

operasionalnya (solvabilitas anggaran)

kemampuan untuk melaksanakan hak-hak

keuangan secara efektif dan efisien

(kemandirian keuangan) kemampuan untuk

memberikan pelayanan sesuai standar dan

kualitas yang dibutuhkan masyarakat

(solvabilitas layanan) dan kemampuan untuk

mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa

datang (fleksibilitas keuangan)

Sementara itu jika melihat masing-masing

daerah pada tahun 2019 sebagian besar

pemerintah daerah mengalami penurunan

Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health

index) kecuali Kab Manokwari Selatan

Kaimana dan Teluk Bintuni Indeks Kesehatan

Keuangan tertinggi dimiliki Kab Teluk Bintuni

sebesar 068 dan terendah dimiliki Kab Fakfak

sebesar 016

Jika dilihat klasifikasinya Indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index) dapat

dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori

Pada tahun 2019 tidak ada pemerintah

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat yang

masuk dalam kategori sangat baik dan hanya

ada dua pemerintah daerah yang masuk ke

dalam kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan

Kaimana Sementara itu terdapat lima daerah

yang masuk dalam Kuadran I (buruk) dengan

nilai antara 0 ndash 025 yaitu Kab Manokwari Kab

Fakfak Kab Sorong Selatan Kab Teluk

Wondama dan Kab Raja Ampat Adapun

pemerintah daerah yang memiliki indeks

kesehatan keuangan cukup (kuadran II) dengan

nilai antara 026 ndash 050 yaitu Kab Sorong Kota

Sorong Kab Manokwari Selatan Kab Maybrat

Kab Tambraw dan Kab Pegunungan Arfak

041036

031

038

019

044

028 032

039

015

032

041

052

027 029025

049

016

057

025

068

039

019 020

028

036

000

020

040

060

Ka

b S

oro

ng

Ko

ta S

oro

ng

Ma

no

kw

ari

Ma

no

kw

ari S

ela

tan

Fa

kfa

k

Ka

ima

na

Telu

k W

on

da

ma

Telu

k B

intu

ni

Pe

gu

nu

ng

an

Arf

ak

So

ron

g S

ela

tan

Ra

ja A

mp

at

Ma

yb

rat

Tam

bra

uw

Grafik 43

Indeks Kesehatan Keuangan (Fiscal Health Index)

KabKota se-Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2019

2018 2019

Sumber SIKD DJPK (data diolah)

79 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Tabel 428

Kuadran Indeks kesehatan keuangan (fiscal health index)

pemerintah daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2019

H BELANJA WAJIB DAERAH

Pendidikan dan kesehatan merupakan

pelayanan publik yang paling mendasar dan

vital untuk mengurangi kemiskinan (Keefer dan

Khemani 2005) Dalam rangka meningkatkan

kualitas pelayanan publik undang-undang

telah mewajibkan pemerintah pusat dan

daerah untuk mengalokasikan sejumlah

persentase tertentu dari total belanja untuk

bidang tertentu yaitu pendidikan (UU Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)

dan kesehatan (UU Nomor 39 Tahun 2009

tentang Kesehatan) Belanja wajib ini ditetapkan

dengan alokasi sebesar 20 dari total belanja

untuk bidang pendidikan (berlaku bagi belanja

pusat dan belanja daerah) serta 5 dari total

belanja pusat dan 10 dari total belanja daerah

untuk bidang kesehatan Dengan ketentuan

tersebut alokasi pada belanja daerah wajib

ditingkatkan untuk bidang-bidang yang menjadi

target prioritas yaitu pendidikan kesehatan

dan infrastruktur

H1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan

Keberadaan belanja bidang pendidikan

sebagai salah satu dari belanja wajib

berpengaruh terhadap ketersediaan anggaran

yang cukup besar untuk bidang pendidikan

menjadi lebih dapat dipastikan Pendanaan

bidang tersebut bersumber antara lain dari

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

pendapatan transfer (TKDD) Akan tetapi tujuan

akhirnya bukanlah besarnya alokasi namun

penggunaan dana yang dapat memberikan

hasil nyata berupa penyediaan dan perbaikan

layanan serta berkurangnya ketimpangan

Pada tahun 2019 kebijakan belanja wajib

bidang pendidikan di Provinsi Papua Barat

didasarkan pada ketercapaian sasaran

pembangunan ldquoPeningkatan aksesibilitas

kualitas dan manajemen pendidikanrdquo sebagai

perwujudan dari Misi 3 ldquoTerwujudnya

sumberdaya manusia yang cerdas sehat dan

berdaya saingrdquo sebagaimana ditetapkan

dalam RKPD dan RPJMD Ketercapaian sasaran

tersebut diharapkan mampu meningkatkan

persentase angka partisipasi sekolah pada

Kuadran I (buruk)

(0 ndash 025)

Kuadran II (cukup)

(025 lt Indeks lt 05)

Kab Manokwari Kab

Fakfak Kab Sorong Selatan

Kab Teluk Wondama

Kab Raja Ampat

Kab Sorong Kota Sorong

Kab Manokwari Selatan

Kab Maybrat

Kab Tambraw

Kab Pegunungan Arfak

Kuadran III (baik)

(05 lt Indeks lt 075)

Kuadran IV (baik sekali)

(075 lt Indeks lt 1

Kab Teluk Bintuni

Kab Kaimana -

Tabel 429

Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Beasiswa OAP ke Luar Negeri 48984000200 12 Bulan 100

Afirmasi bagi anak asli papua di Perguruan Tinggi dan ADEM 15003000000 12 Bulan 100

Pembangunan Fasilitas Pendidikan Menengah 25474236000 10 Kabkota 85

Pembangunan Prasarana dan Sarana Belajar 43878330901 475 Ruang 95

Rehabilitasi Prasarana dan Gedung Perpustakaan 107344935874 391 Ruang 100

Pembangunan Rumah Dinas Guru 27535623335 80 Unit 100

Pengembangan Koleksi Perpustakaan 624826470 3500 Buku 100

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

80

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

jenjang pendidikan menengah dan angka rata-

rata lama sekolah yang menjadi prioritas

pembangunan tahun 2019

Belanja wajib bidang pendidikan di Provinsi

Papua Barat sebagian besar pelaksanaannya

diwujudkan dalam bentuk gaji dan tunjangan

bagi tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)

dengan pembiayaan yang bersumber dari DAU

dan PAD Sedangkan penggunaan dana Otsus

DBH serta DAK (Fisik dan Non Fisik) berkontribusi

besar dalam pencapaian output priotitas

diantaranya dalam bentuk pemberian beasiswa

OAP afirmasi OAP di Perguruan Tinggi

pembangunan fasilitas pendidikan menengah

pembangunan prasarana dan sarana belajar

pembangunan rumah dinas guru serta

pengembangan koleksi perpustakaan Output-

output ini tersebar hampir diseluruh

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

H2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan

Selain sektor pendidikan untuk mendorong

pelayanan publik pemerintah daerah juga

memiliki kewajiban mengalokasikan 10 dari

belanja untuk anggaran bidang kesehatan

Pada anggaran bidang pendidikan di Provinsi

Papua Barat alokasi digunakan untuk

membiayai pemerataan fasilitas kesehatan di

kabupatenkota dan kualitas sumber daya

manusia bidang kesehatan sebagai priotitas

pembangunan tahun 2019 dan sasaran Misi 3

RPJMD Provinsi Papua Barat

Secara umum realisasi anggaran bidang

kesehatan tahun 2019 diperuntukkan baik itu

untuk membiayai gaji dan tunjangan tenaga

kesehatan pengadaan obat-obatan

pembangunan rumah sakit rujukan maupun

kegiatan-kegiatan lainnya dengan sumber

dana PAD DAU Otsus dan DAK Capaian output

Tabel 430

Output Prioritas Bidang Kesehatan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Penyediaan Obat Vaksin Perbekalan Kesehatan 122403919686 13 Kabkota 100

Sarana Prasarana Instalasi Farmasi 7786697051 116 Unit 100

Pembangunan RSUD Provinsi (Rujukan) 138640000000 1 Lokasi 85

Pembangunan dan Prasarana Puskesmas 225940279996 98 Unit 30

Kendaraan Puskesmas dan Ambulans 17388190996 63 Unit 23

Sarana dan Prasarana Rumah Sakit 17886670389 237 Unit 100

Sarana dan Prasarana KB 12083549590 485 Unit 100

PMT BUMIL KEK pada Lokus Stunting 1667044052 5 Kabkota 100

Kampanye CTPS dan Pemberian Tablet Tambah Darah 2856153400 2 Kabkota 100

Layanan Kesehatan Berbasis Masyarakat 1364000000 5 Kabkota 100

Layanan Petugas Tim Gerakan Cepat 237164200 44 Orang 100

Layanan Kesehatan Bagi Penduduk yang Terdampak Krisis Kesehatan 531508000 2 Kabkota 100

Pelatihan Kesehatan Reproduksi WUS dan PUS bagi Tenaga Kesehatan 207240000 1 Kabkota 100

Layanan Pengelolaan Darah Untuk OAP 2500000000 1 Kabkota 100

Iuran Peserta JKN Penduduk OAP 28818415000 589 Jiwa 100

Penempatan Tenaga Kesehatan (Analis Kesling Bidan Gizi) 5779200000 13 Kabkota 100

Jaminan Sosial Bagi Lanjut Usia 883500000 4 Kabkota 100

Bantuan Bagi ODHA 392500000 1 Kabkota 100

Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

81 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

prioritas dalam upaya pemerataan fasilitas

kesehatan diutamakan pada daerah yang

masuk dalam kategori terpencil dan terisolir

melalui penyediaan makanan tambahan obat

vaksin dan perbekalan kesehatan serta

penyediaan layanan kesehatan berbasis

masyarakat Sedangkan pada pembangunan

fasilitas tingkat lanjut dilakukan secara terpusat

di Kab Manokwari sebagai ibukota provinsi

Sementara pada upaya peningkatan kualitas

tenaga kesehatan pelatihan dan layanan

dipusatkan pada beberapa kabupatenkota

yang memiliki fasilitas kesehatan memadai (Kab

Manokwari Kota Sorong Kab Fakfak) untuk

nantinya ditempatkan secara merata

H3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur

Infrastruktur merupakan roda penggerak

perekonomian atau lokomotif pembangunan

nasional dan regional Selain itu infrastruktur juga

berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas

hidup dan kesejahteraan masyarakat antara

lain dalam terwujudnya stabilisasi makro

ekonomi peningkatan produktivitas tenaga

kerja dan akses kepada lapangan kerja serta

peningkatan kemakmuran nyata Melalui

infrastruktur upaya pembentukan kapasitas

fiskal yang kuat perdagangan dan industri yang

maju serta tenaga kerja yang berkualitas dapat

terakselerasi Oleh karena itu belanja bidang

infrastruktur pada APBD memiliki porsi alokasi

yang sangat besar sebagai kombinasi dari

berbagai sumber dana yang ada

Belanja wajib infrastruktur di Provinsi Papua Barat

pada tahun 2019 dialokasikan dengan

memanfaatkan Dana Otsus DTI DAK (Fisik) dan

DBH sesuai RPJMD Misi 4 yaitu ldquoMeningkatkan

kapasitas infrastruktur wilayahrdquo dengan sasaran

peningkatan interkoneksi antar wilayah

ketersediaan layanan dasar infrastruktur daerah

dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah

serta peningkatan layanan kebutuhan dasar

perumahan dan kawasan permukiman wilayah

perkotaan dan perdesaan Pada upaya

pencapaian output belanja infrastruktur Papua

Barat tercatat memiliki realisasi yang cukup

besar diantaranya pembangunan dan

preservasi plusmn473Km jalan (Rp112148 miliar)

Jembatan sepanjang plusmn177 meter (Rp3521 miliar)

dan pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500

Ha (Rp1137 miliar) Selain itu juga berupa

pelabuhandermaga rakyat di 4 lokasi terminal

di 3 lokasi serta SPAM di 8 lokasi Namun

demikian besarnya serapan belum

menunjukkan adanya optimalisasi pada

capaian output prioritas tahun 2019 yang

tercatat memiliki persentase yang rendah

Tabel 431

Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Jalan (Pembangunan dan Preservasi) 1121475928623 473 Km 63

Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 35214918080 177 Meter 76

Irigasi 11371755640 500 Ha 31

PelabuhanDermaga Rakyat 38574958977 4 Lokasi 18

Terminal 8426373185 3 Lokasi 25

SPAM Terfasilitasi 41250093919 8 Kabkota 10

PembangunanPeningkatan Kualitas Rumah Swadaya 30401913319 1075 Unit 60

Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77

Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90

PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86

Sumber OMSPAN Bappeda Kabkota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Halaman ini sengaja dikosongkan

ANGGARAN

KONSOLIDASIAN

PENDAPATAN

PERPAJAKAN

PENDAPATAN

BUKAN PAJAK

BELANJA

PEMERINTAH

TRANSFER

35 T

15 T

25 T

5 T

2625 T

DEFISIT

PENERIMAAN

PENDAPATAN

PENGELUARAN

BELANJA

54 T

317 T

DJPbKawalAPBN

82

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

A LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

KONSOLIDASIAN

Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian

(LKPK) adalah laporan yang disusun

berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat dengan Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah dalam periode waktu

tertentu Sampai dengan tahun 2019

pendapatan konsolidasian di Papua Barat

sebesar Rp544142 miliar Sementara itu untuk

realisasi belanja konsolidasian sampai dengan

tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 129

persen dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya

B PENDAPATAN KONSOLIDASIAN

Pendapatan pemerintahan umum (General

Government Revenue) atau pendapatan

konsolidasian tingkat wilayah adalah

konsolidasian antara seluruh pendapatan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dalam satu periode pelaporan tertentu

B1 Analisis Proporsi dan Perbandingan

Pendapatan pemerintah konsolidasian terdiri

dari penerimaan perpajakan PNBP dan hibah

Total realisasi pendapatan konsolidasian

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

tahun 2019 adalah sebesar Rp544142 miliar

atau naik 2108 persen Dari jumlah tersebut 54

persen merupakan pendapatan pemerintah

pusat dan 46 persen adalah pendapatan

pemerintah daerah Pendapatan pemerintah

pusat tersebut selanjutnya akan didistribusikan

kepada pemerintah daerah berupa dana

transfer maupun belanja pemerintah pusat di

BAB V

Perkembangan dan Analisis

Anggaran Konsolidasian

Tabel 51

Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

Uraian Realisasi Tahun 2018 Realisasi Tahun 2019 Kenaikan

Penurunan

(persen) Pusat Daerah Konsolidasi Pusat Daerah Konsolidasi

Penerimaan Pendapatan 249363 2010000 449423 294509 2631445 544142 2108

Pendapatan Perpajakan 219362 93741 313103 265104 85308 350412 1192

Pendapatan Bukan Pajak 30001 82831 112832 29404 123027 152431 3510

Hibah - 4952 4952 - 1648 1648 (6672)

Transfer - 1828476 18536 - 2423110 39651 11391

Pengeluaran Belanja 2491602 2125451 2807113 3172329 2380387 3169257 1290

Belanja Pemerintah 681662 1694915 2376577 788870 1794601 2583471 871

Transfer 1809940 430536 430536 2383459 585786 585786 3606

Surplus Defisit (2242239) (115451) (2357690) (2877820) 251058 (2625115) 1134

Sumber OM SPAN KPP Manokwari KPP Sorong LRA Pemda se-Papua Barat dan SIKD DJPK (data diolah)

83 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

daerah berupa belanja dekonsentrasiTPUB

Sampai dengan tahun 2019 realisasi

pendapatan perpajakan konsolidasian di

Provinsi Papua Barat sebesar Rp350412 miliar

Dari jumlah tersebut 757 persen merupakan

pendapatan perpajakan pemerintah pusat

sedangkan pemerintah daerah memiliki

sumbangsih sebesar 243 persen Pada

pendapatan hibah kontribusi hanya berasal

dari pendapatan hibah pemerintah daerah

tidak terdapat pendapatan hibah dari

pemerintah pusat

B2 Analisis Perubahan

Target pendapatan perpajakan konsolidasian

tahun 2019 Provinsi Papua Barat sebesar

Rp388354 miliar atau turun sebesar 408 persen

dari tahun sebelumnya disebabkan

target penerimaan perpajakan

pemerintah pusat mengalami

penurunan Realisasi pendapatan

perpajakan konsolidasian Provinsi

Papua Barat sampai dengan tahun

2019 sebesar 9023 persen terhadap

target persentase ini lebih tinggi

dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya yaitu sebesar

7733 persen

Sementara itu terjadi peningkatan realisasi

pendapatan perpajakan konsolidasian dari

Rp313103 miliar menjadi Rp350412 miliar atau

naik sebesar 1192 persen dibandingkan tahun

2018 Hal ini disebabkan oleh kenaikan realisasi

pada jenis pajak PPN Dalam Negeri dan PPh

non migas lainnya Penerimaan kedua jenis

pajak tersebut sangat ditentukan oleh kondisi

perekonomian dimana pada tahun 2019 tetap

tumbuh meskipun berada pada ketidakpastian

global Adapun untuk realisasi PNBP

konsolidasian pada tahun 2019 terjadi

peningkatan signifikan dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya dari Rp112832

miliar menjadi Rp152431 miliar atau naik

sebesar 351 persen Peningkatan PNBP ini

disebabkan oleh peningkatan yang signifkan

pada pendapatan bukan pajak pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat

B3 Rasio Pajak (Tax Ratio)

Rasio pajak merupakan perbandingan antara

jumlah penerimaan pajak suatu daerah

terhadap pendapatan suatu output

perekonomian atau produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) Terkait dengan rasio pajak PDRB

menggambarkan jumlah pendapatan

potensial yang dapat dikenai pajak PDRB juga

menggambarkan kegiatan ekonomi

Tabel 52

Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018 ndash 2019 (miliar Rp)

Uraian

2018 2019

Target Real Target Real

Pemda 101669 93741 9220 120311 85308 7091

Pusat 303205 219362 7235 268042 265104 9890

Konsolidasian 404874 313103 7733 388354 350412 9023

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong dan LRA Pemda se-Papua Barat

(data diolah)

265104

miliar

29404

miliar0

85308

miliar

123027

miliar 1648

miliar

0

20

40

60

80

100

Pendapatan

Perpajakan

Pendapatan Bukan

Pajak

Hibah

Grafik 51

Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan

Daerah terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2019

Pusat Daerah

Sumber OMSPAN KPP Manokwari dan Sorong (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

84

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masyarakat yang jika berkembang dengan

baik merupakan potensi yang baik bagi

pengenaan pajak di wilayah tersebut

B31 Rasio pajak Konsolidasian Provinsi

Papua Barat

Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di

wilayah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019

mencapai 415 persen jauh lebih rendah

dibanding rasio pajak nasional sebesar 11

persen Dimana rasio pajak nasional hanya

memperhitungkan penerimaan pajak yang

diterima pemerintah pusat Rasio pajak di

wilayah Provinsi Papua Barat tersebut sedikit

meningkat apabila dibandingkan dengan

tahun sebelumnya yang mencapai 393 persen

Penurunan rasio pajak ini menunjukkan bahwa

penerimaan pajak di wilayah Papua Barat lebih

rendah dari potensi perpajakan yang dapat

diterima oleh pemerintah Dengan kondisi

tersebut Pemerintah hendaknya dapat lebih

mengoptimalkan usaha intensifikasi dan

ekstensifikasi penerimaan perpajakan sehingga

dapat meningkatkan penerimaan perpajakan

B32 Pajak per Kabupaten Kota di Provinsi

Papua Barat

Berdasarkan daerahnya penerimaan

perpajakan tahun 2019 Kabupaten Manokwari

dan Kota Sorong merupakan yang paling tinggi

dibandingkan dengan daerah lain di Provinsi

Papua Barat Hal ini dikarenakan perekonomian

di Provinsi Papua Barat terpusat di kedua

daerah tersebut dimana terdapat banyak

hotel toko pusat hiburan pusat perbelanjaan

dan pusat bisnis Sementara itu pajak terendah

pada Kabupaten Pegunungan Arfak

B33 Rasio Pajak per Kapita Kabupaten Kota

di Provinsi Papua Barat

Pajak perkapita merupakan perbandingan

antara jumlah penerimaan pajak yang

dihasilkan suatu daerah dengan jumlah

penduduknya Pajak perkapita menunjukkan

kontribusi setiap penduduk pada pendapatan

perpajakan suatu daerah Kab Manokwari dan

Tabel 53

Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019

Uraian Tahun

2018

Tahun

2019

Penerimaan Perpajakan

Konsolidasian 313103 350412

PDRB (Harga Berlaku) Provinsi

Papua Barat (miliar Rp) 79644 84348

Rasio Pajak (persen) 393 415

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK

dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 54

Realisasi Peneirmaan Perpajakan per Kabupaten Kota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (miliar Rp)

KabKota Pajak

Pusat

Pajak

Daerah

Pajak

Konsolidasian

Manokwari 80307 52799 133106

Kota Sorong 73192 5016 78208

Teluk Bintuni 31783 4710 36493

Kab Sorong 20142 3029 23171

Fak-Fak 12906 3501 16406

Sorong Selatan 4622 748 5370

Kaimana 12668 4059 16727

Raja Ampat 6494 2769 9264

Teluk Wondama 4564 1735 6299

Maybrat 2180 640 2820

Tambrauw 2099 784 2884

Pegunungan Arfak 1606 718 2324

Manokwari Selatan 2152 4793 6945

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD DJPK

dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

85 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kab Teluk Bintuni merupakan daerah dengan

pajak per kapita tertinggi yaitu masing-masing

sebesar Rp759juta dan Rp566 juta Hal ini

disebabkan Kab Manokwari merupakan salah

satu pusat perekonomian di Provinsi Papua

Barat sehingga menimbulkan basis pajak yang

besar Adapun Kab Teluk Bintuni merupakan

salah satu daerah penghasil gas alam terbesar

di Indonesia Sementara itu daerah dengan

pajak perkapita paling rendah adalah

Kabupaten Maybrat sebesar Rp885 ribu

B34 Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap

Kenaikan Realisasi Pendapatan

Konsolidasian

Pendapatan di suatu daerah dapat diperluas

tidak hanya pada PAD yang diterima

pemerintah daerah namun mencakup seluruh

penerimaan pemerintah pusat dan daerah di

wilayah tersebut yang terdiri 1) Pendapatan

pajak daerah 2) Retribusi daerah 3) Hasil

pengelolaan kekayaan derah yang dipisahkan

4) Lain-lain PAD yang sah dan 5) Penerimaan

Perpajakan PNBP dan Pendapatan BLU

Pemerintah Pusat Berikut ini realisasi

pendapatan konsolidasian pemerintah pusat

dan pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

Pada tahun 2019 PDRB Harga Berlaku Provinsi

Papua Barat mencapai Rp84346 miliar atau

naik 59 persen dari tahun sebelumnya

Sementara itu pada periode yang sama

pendapatan yang diterima pemerintah daerah

dan pemerintah pusat mencapai sebesar

Rp544142 miliar atau naik sebesar 2108 persen

Hal ini menunjukan kenaikan PDRB Provinsi

Papua Barat pada tahun 2019 memiliki korelasi

positif terhadap pendapatan konsolidasian

C BELANJA KONSOLIDASIAN

Belanja pemerintahan umum (General

Government Spending) atau belanja

konsolidasian tingkat wilayah adalah

konsolidasian antara seluruh belanja

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dalam satu periode pelaporan tertentu

Tabel 55

Realisasi Peneirmaan Perpajakan per kapita pe Kabupaten

Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)

KabKota Pajak Konsolidasian

Per Kapita

Manokwari 7598336

Teluk Bintuni 5666095

Kota Sorong 3075490

Manokwari Selatan 2867344

Kaimana 2777762

Sorong 2605607

Fak Fak 2085011

Tambrauw 2077686

Teluk Wondama 1936996

Raja Ampat 1910305

Sorong Selatan 1144539

Pegunungan Arfak 750291

Maybrat 689600

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD

DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 56

Realisasi Pendapatan Konsolidaian di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 dan 2019

Uraian

2019 2018

Realisasi Perubahan

(persen) Realisasi

Penerimaan

Perpajakan 350412 1192 313103

PNBP 152431 3510 112832

Total Pendapatan

Konsolidasian 544142 2108 449423

PDRB AHB 84348 59 79644

Sumber KPP Manokwari KPP Sorong OM SPAN SIKD

DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

86

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C1 Analisis Proporsi dan Perbandingan

Pada tahun 2019 realisasi belanja dan transfer

konsolidasian mencapai Rp3169257 miliar

dimana 75 persen bersumber dari anggaran

pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran

pemerintah pusat Realisasi Belanja pegawai

konsolidasian mencapai Rp551486 miliar

dimana yang bersumber dari APBD sebesar

Rp370308 miliar (6715 persen) dan dari APBN

sebesar Rp181178 miliar (3285 persen) Belanja

barang konsolidasian mencapai Rp975323

miliar dengan komposisi 69 persen dari

pemerintah daerah dan 21 persen dari

pemerintah pusat Belanja modal konsolidasian

mencapai Rp852211 miliar dengan komposisi

64 persen berasal dari APBD dan 36 persen dari

APBN Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi

pemerintah daerah terhadap perekonomian

Papua Barat lebih besar dari pemerintah pusat

C2 Analisis Perubahan

Realisasi belanja konsolidasian tahun 2019

mengalami peningkatan dibandingkan tahun

sebelumnya Apabila dilihat per belanja

realisasi terbesar adalah belanja barang

konsolidasian yang mengalami peningkatan

dari Rp903843 miliar di tahun 2018 menjadi

Rp975323 miliar di tahun 2019 Begitu pula

dengan realisasi belanja pegawai dan belanja

modal pada tahun 2019 mengalami

peningkatan dibandingkan dengan tahun

sebelumnya Kondisi tersebut telah sejalan

dengan kebijakan peningkatan porsi anggaran

belanja barang dan belanja modal terhadap

total belanja pemerintah

C3 Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian

Terhadap Total Belanja Konsolidasian

Belanja operasi terdiri atas belanja pegawai

konsolidasian dengan belanja barang

konsolidasian Rasio belanja operasi terhadap

total belanja konsolidasian menunjukan porsi

belanja pemerintah untuk mendukung

operasional pemerintahan Rasio belanja

operasi terhadap total belanja konsolidasian di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

dari 5053 persen pada tahun 2018 menjadi

4818 persen pada tahun 2019 Hal ini

mengindikasikan bahwa kegiatan rutin

pemerintah di Provinsi Papua Barat semakin

berkurang

181178

302172 303229

1269

370308

673151

548982

77379

000

200000

400000

600000

800000

Belanja

Pegawai

Belanja

Barang

Belanja

Modal

Belanja

Bansos

Grafik 52

Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 (miliar Rp)

Pusat Daerah

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

551486

975323

852211

78648

514594

903843

791702

55934

000 500000 1000000

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Modal

Belanja Bantuan Sosial

Grafik 53

Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018-2019 (miliar Rp)

2018 2019

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

87 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

C4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap

Jumlah Penduduk

Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah

penduduk (belanja konsolidasian perkapita)

menunjukkan seberapa besar belanja

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

yang digunakan untuk mensejahterakan per

penduduk di suatu daerah

Semakin besar nilainya semakin

besar besar belanja yang

dikeluarkan untuk

mensejahterakan satu orang

penduduk di wilayah tersebut

Sebaliknya semakin kecil angka

rasionya semakin kecil dana yang

disediakan pemerintah daerah

untuk mensejahterakan

penduduknya

Rasio total belanja konsolidasian

terhadap jumlah penduduk

Provinsi Papua Barat tahun 2019

adalah 2132 per kapita Hal ini

berarti dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan

penduduknya selama tahun 2019

pemerintah telah membelanjakan

sebesar lebih dari Rp21 juta untuk

setiap penduduk Pada tahun

2019 angka rasio tertinggi pada

Kabupaten Tambrauw mencapai

Rp10078 juta per jiwa Sedangkan

rasio terendah yaitu Kota Sorong

yang mencapai Rp922 juta per jiwa

Apabila dibandingkan antar

regional terdapat kesenjangan

perbedaan rasio yang cukup tinggi

Hal ini antara lain karena adanya

kesenjangan jumlah belanja

pemerintah dan jumlah penduduk

antara kabupatenkota Kabupaten Tambrauw

dengan penduduk relatif sedikit (13879 jiwa)

namun jumlah belanja pemerintahnya cukup

tinggi (Rp139868 miliar) Sebaliknya Kota

Sorong walaupun belanja pemerintahannya

lebih banyak (Rp234374 miliar) namun memiliki

penduduk relatif lebih banyak (254294 jiwa)

Tabel 57

Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dan 2019

Uraian

2018 2019

Konsolidasian

(miliar Rp)

Rasio

(persen)

Konsolidasian

(miliar Rp)

Rasio

(persen)

Belanja Operasi

(pegawai+barang) 1418437 5053 1526809 4818

Total Belanja dan

Transfer 2807113 3169257

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 58

Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2019 (miliar Rp)

Daerah Daerah Pusat Konsolidasian Penduduk

(Jiwa)

Belanja

Perkapita

(Juta Rp)

Tambrauw 135585 4283 139868 13879 10078

Manokwari

Selatan 81736 5418 87154 24220 3598

Raja Ampat 141891 13759 155651 64406 2889

Teluk

Wondama 91200 11730 102930 32521 3165

Teluk Bintuni 168447 17615 186062 48493 3210

Pegunungan

Arfak 80747 2757 83504 46922 2402

Sorong

Selatan 104651 8060 112711 30976 2696

Kab Sorong 184070 25360 209430 88927 2355

Fakfak 129588 55334 184922 78686 2350

Maybrat 89715 5229 94944 40899 2321

Manokwari 99949 240391 340340 60216 1900

Kaimana 100150 14251 114401 175178 1943

Kota Sorong 59174 175200 234374 254294 922

Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

88

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C4 Analisis Belanja

Analisis ini untuk mengetahui arah dan

sensitivitas dari kebijakan fiskal pemerintah

Untuk itu analisis dilakukan dengan

memperbandingkan belanja APBN dan APBD

dengan beberapa indikator seperti di bawah

ini

a Perbandingan dengan Belanja APBN

1) Non belanja pegawai

Untuk mengetahui proporsi sumber dana

(non belanja pegawai) yang dikelola oleh

pemerintah daerah maka dapat

diperbandingkan dana APBN yang

dilaksanakan oleh pemerintah daerah

dengan belanja non pegawai pada APBD

dengan rasio sebagaimana pada tabel 59

Dari tabel 59 terlihat bahwa rasio dana

kelolaan belanja non pegawai di Provinsi

Papua Barat tahun 2019 sebesar 196 persen

2) Belanja modal

Untuk membandingkan belanja modal yang

bersumber dari APBN dan APBD yang

merupakan motor pertumbuhan regional

maka digunakan rasio sebagaimana terlihat

pada tabel 510

Dari tabel tersebut terlihat bahwa rasio dana

kelolaan belanja modal konsolidasian di

Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar

5524 persen

b Perbandingan dengan Populasi

Indikator ini berfungsi sebagai perbandingan

spasial antar wilayah untuk mendapatkan

proporsi antara kebijakan fiskal yang tercermin

dari anggaran dengan indikator demografis

(populasi) sehingga dapat diperoleh

gambaran yang lebih fair besaran anggaran

pada suatu wilayah

Dari tabel 511 terlihat bahwa rasio belanja

konsolidasian terhadap jumlah populasi di

Provinsi Papua Barat tahun 2019 sebesar 0027

Artinya belanja pemerintah pusat dan daerah

di Provinsi Papua Barat yang dikeluarkan untuk

memberikan pelayanan kepada satu orang

penduduk sebesar Rp27 juta

Tabel 59

Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019

Uraian Realisasi

(miliar Rp)

Belanja APBN (DK+TP+UB) 27960

Belanja APBD (Non Pegawai) 1424293

Rasio Dana Kelolaan Belanja

Non Pegawai (persen) 196

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 510

Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019

Uraian Realisasi

(miliar Rp)

B Modal APBN

(KP+KD+DK+TP+UB) 303238

B Modal APBD 548982

Rasio Dana Kelolaan Belanja

Modal APBN ndash APBD (persen) 5524

Sumber OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 511

Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papua

Barat Tahun 2019

Uraian Realisasi

Total Belanja APBN (milar Rp) 788870

Total Belanja APBD (miliar Rp) 1794601

Jumlah Populasi Provinsi PB (jiwa) 959617

Rasio Belanja Terhadap Populasi

(miliar Rp) 0027

Sumber OM SPAN SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat

(data diolah)

89 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

D SURPLUS DEFISIT

Keseimbangan umum atau surplusdefisit

adalah selisih lebih kurang antara pendapatan

daerah dan belanja daerah dalam tahun

anggaran yang sama Surplus defisit

merupakan gabungan surplus defisit APBD

ditambah dengan surplus defisit APBN Tingkat

Provinsi

Pada tahun 2019 defisit pemerintah

konsolidasian di Provinsi Papua Barat mencapai

minus Rp2625115 miliar Seluruh defisit tersebut

berasal dari pemerintah pusat di wilayah

Provinsi Papua Barat dan sisanya merupakan

surplus dari gabungan pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat Pemerintah pusat di

wilayah Papua Barat menyumbang minus

Rp287782 miliar dan gabungan pemda di

Papua Barat menyumbang surplus sebesar

Rp251058 miliar Sedangkan rasio defisit

konsolidasian Provinsi Papua Barat terhadap

PDRB mencapai minus 3112 persen yang terdiri

dari gabungan pemda di Papua Barat sebesar

plus 298 persen dan Pemerintah Pusat sebesar

minus 3412 persen

E ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH

TEHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL

BRUTO (PDRB)

Berdasarkan Teori Perpotongan Keynesian

(Keynesian Cross Theory) salah satu variabel

yang berpengaruh terhadap pencapaian

output (Y) yaitu belanja pemerintah

(government spending) Kenaikan belanja

pemerintah akan mendorong output menjadi

lebih besar sebagaimana diilustrasikan pada

gambar di bawah dimana ekuilibrium bergerak

dari titik A ke titik B dan output meningkat dari

Y1 ke Y2 (Mankiw 2013)

Nilai output dihitung dengan menjumlahkan

pengeluaran aggregat yaitu pengeluaran

konsumen pengeluaran investasi pembelian

pemerintah untuk barang dan jasa serta ekspor

dikurangi impor (net export) yang ditunjukan

dengan persamaan sebagai berikut

Y = C + I + G + (X ndash M)

Nilai output suatu daerah diwujudkan dalam

bentuk PDRB Kontribusi pemerintah terhadap

PDRB dilihat dari sisi belanja dihitung dengan

cara membandingkan nilai pengeluaran

pemerintah terhadap PDRB Sedangkan jika

Tabel 512

Rasio Surplus Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi

Papua Barat Tahun 2019

Uraian

SurplusDefisit Rasio

terhadap PDRB

(persen) Realisasi

(miliar Rp)

Komposisi

(persen)

APBD seluruh

Pemda 251058 -684 298

APBN di Provinsi

Papua Barat

(miliar Rp)

(2877820) 10684 -3412

Konsolidasian (2625115) 100 -3112

Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua Barat

KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)

450

A

B

∆G E2 = Y2

E1 =

Y1

Pengeluaran Aktual

Output Y

∆Y

Pengeluaran yang

Direncanakan

Pengeluaran E

Y2 Y1 ∆Y

Gambar 51

Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pengeluaran Pemerintah

terhadap Output Menurut Perpotongan Keynesian

(Sumber Mankiw 2013)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

90

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

dilihat dari sisi investasi kontribusi pemerintah

terhadap PDRB dihitung dengan cara

membandingkan nilai PMTB terhadap PDRB

Pada tahun 2019 kontribusi belanja pemerintah

konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua

Barat sebesar Rp3169257 miliar Rp84348

miliar = 3112 persen Adapun kontribusi investasi

pemerintah (PMTB) terhadap PDRB sebesar

Rp1760103 miliar Rp84348 miliar = 2087

persen Kondisi tersebut menunjukan bahwa

kontribusi belanja pemerintah pusat dan

daerah cukup signifikan terhadap

perekonomian Papua Barat

Tabel 513

Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Uraian Realisasi

Belanja Konsolidasian (miliar Rp) 3169257

PMTB (miliar Rp) 1760103

PDRB Harga Berlaku (miliar Rp) 84348

Kontribusi Belanja Konsolidasian

terhadap PDRB (persen) 3112

Kontribusi PMTB terhadap PDRB

(persen) 2087

Sumber Aplikasi OM SPAN SIKD DJPK BPS Provinsi Papua

Barat KPP Manokwari KPP Sorong (data diolah)

Halaman ini sengaja dikosongkan

POTENSI

REGIONAL

DJPbKawalAPBN

ldquoMama-mama Papua sedang berjualan ikan asar di Pasar

Bomberay Fakfakrdquo

91

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

A ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH

Pendekatan Mansfield ndash Wirasasmita Model

Pembangunan ekonomi regional saat ini

menuntut pemerintah daerah untuk berinovasi

memanfaatkan dan mengembangkan potensi-

potensi yang dimiliki daerah Titik berat

pelaksanaan otonomi daerah yang berada

pada kabupatenkota diimplementasikan

melalui penyerahan kewenangan dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

untuk menggali sumber pendapatan bagi

daerah Sebagai salah satu komponen

Pendapatan Asli Daerah (PAD) potensi

pungutan pajak daerah lebih banyak

memberikan peluang bagi daerah untuk

dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan

dengan komponen-komponen penerimaan

PAD lainnya Hal ini disebabkan oleh beberapa

faktor terutama karena potensi pungutan pajak

daerah mempunyai sifat dan karakteristik yang

jelas baik ditinjau dari tataran teoritis kebijakan

maupun dalam tataran implementasinya

A1 Landasan Teori

Untuk mengestimasi potensi penerimaan pajak

daerah di Provinsi Papua Barat dapat digunakan

dua alat analisis keuangan daerah yaitu

elastisitas pajak dan bouyancy tax Elastisitas

pajak menunjukan bagaimana seberapa cepat

respons dari pajak daerah terhadap perubahan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

sedangkan bouyancy tax menggambarkan

kinerja dari pemungutan pajak daerah yang

dihitung dengan cara membagi pertumbuhan

penerimaan pajak daerah dengan

pertumbuhan PDRB

Spesifikasi model yang dipakai untuk mengukur

elastisitas pajak daerah diantaranya dapat

menggunakan persamaan pajak Mansfield

(1972) dan Wirasasmita (1982) serta model

adjustment equation modifikasi Wirasasmita

(1994) Model persamaan pajak Mansfield dan

Wirasasmita memiliki kemiripan seperti dituliskan

sebagai berikut

Ln T = Ln α + ε Ln Ykap

dimana

T = Penerimaan Pajak Daerah

Ykap = PDRB per Kapita

α = Konstanta

ε = Koefisien Elastisitas

Indikator elastisitas pajak yang digunakan untuk

mengukur kemampuan fiskal daerah yait

1 Jika ε gt 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

bersifat elastis Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif kecil

2 Jika ε lt 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

BAB VI

Analisis Potensi dan Tantangan

Ekonomi Regional

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

92

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

bersifat inelastis Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif besar

3 Jika ε = 1 artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

bersifat unitary Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif tidak berubah

Selanjutnya model adjustment equation

modifikasi Wirasasmita (1994) dapat diadaptasi

untuk mencari koefisien bouyancy tingkat

kesulitan penerimaan pajak daerah Modelnya

sebagaimana berikut

Rt = b1 + b2 Yt +Ut

dimana

Rt = Penerimaan Pajak Daerah

Yt = PDRB per kapita

Dalam persamaan (1) di atas Rt dianggap

fungsi linear dari Yt dan tidak dapat diobservasi

sehingga untuk mengatasi hal tersebut

digunakan penyesuaian adjustment equation

modifikasi Wirasasmita (1994) dengan hasil akhir

persamaannya sebagai berikut

Rt = k bt Ytkb2 Rt-1 (1-k) ( k Ut + Vt )

dari persamaan di atas dapat ditransformasikan

ke dalam bentuk linear sebagai berikut

LnRt = Ln (kb1) + (kb2) Ln Yt + (1-k)Rt-1 + Ln(kUt + Vt)

atau

Ln Rt = Ln α0 + α1 Ln Yt + α2 Ln Rt-1

Berdasarkan persamaan di atas maka dapat

diketahui

α2 = 1 ndash k

k = 1 ndash α2

0 le k le 1

dimana

k = Koefisien penyesuaian nilai adjustment

equation yang menggambarkan tingkat

kesulitan pemungutan pajak daerah yang

diestimasi Apabila mendekati atau sama

dengan satu berarti tingkat kesulitan

pemungutan relatif rendah karena telah

dapat merealisasikan target penerimaan

pajak daerah Sebaliknya jika mendekati

nol berati tingkat kesulitan relatif tinggi

karena belum mampu mencapai target

penerimaan

αn = Koefisien elastisitas yang berarti

perubahan penerimaan pajak daerah

yang berkaitan dengan perubahan PDRB

Selanjutnya untuk mendapatkan tingkat

keterlambatan pemungutan pajak daerah

dihitung dengan cara (1-k) k

A2 Hasil Estimasi

Data yang digunakan untuk menganalisis

potensi pajak daerah di Provinsi Papua Barat

yaitu 12 dari 13 kabupatenkota disebabkan

data pajak daerah untuk Kab Pegunungan

Arfak tidak tersedia

Dari tabel 61 terlihat bahwa PDRB per kapita

tertinggi yaitu Kab Teluk Bintuni sebesar Rp47303

miliar dan pajak daerah tertinggi yaitu Kab

Tabel 61

Pajak Daerah dan PDRB per Kapita KabKota se-

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (juta Rp)

Daerah Pajak

Daerah

PDRB per

kapita

Fakfak 742194 6740

Kaimana 776207 4636

Teluk Wondama 522598 4860

Teluk Bintuni 2474602 47303

Manokwari 4801653 5679

Sorong Selatan 95371 4098

Kab Sorong 1266225 12517

Raja Ampat 659287 6008

Tambrauw 84193 1646

Maybrat 42654 1756

Manokwari Selatan 65994 33995

Kota Sorong 4068078 6470

Sumber SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat

(data diolah)

93 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Manokwari sebesar Rp4802 miliar Selanjutnya

hasil estimasi data menggunakan program

Eviews 10 diperoleh persamaan sebagai berikut

(hasil lengkap terdapat pada bagian Lampiran)

Ln Tt = 3156 + 1246 Ln Ykap + 0360 Tt-1

Prob(F-statistic) = 00591

Prob(t-statistic) = 00588

dimana

Tt = Pajak daerah

Ykap = PDRB per kapita

Tt-1 = Pajak daerah tahun sebelumnya

Secara statistik pada tingkat kepercayaan 10

persen model potensi penerimaan pajak

daerah di atas terindikasi signifikan baik secara

parsial maupun serentak dikarenakan nilai

Prob(F-statistic) dan Prob(t-statistic) di bawah 10

persen dengan penjelasan masing-masing

koefisien sebagai berikut

1 Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa

elastisitas penerimaan pajak daerah

terhadap PDRB per kapita bersifat elastis

yang mengindikasikan respon pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per kapita relatif

cepat Artinya ketika PDRB per kapita

mengalami kenaikan sebesar 1 persen

maka direspon peningkatan pajak daerah

sebesar 1246 persen Dengan koefisien yang

kecil tersebut dapat digeneralisasikan

bahwa tingkat ketergantungan pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pemerintah pusat sangat tinggi

2 Koefisien bouyancy pajak daerah diperoleh

sebesar

k = 1 ndash α2

= 1 ndash 0360

= 0640

Koefisien tersebut nilainya relatif kecil yang

menunjukan bahwa

a tingkat kesulitan pemungutan pajak

daerah relatif tinggi

b realisasi penerimaan pajak daerah

hanya sebesar 64 persen dari target

yang ditetapkan

c tingkat keterlambatan pemungutan

pajak daerah sebesar (1 ndash k) k = (1 ndash

064) 064 = 05625 Artinya penerimaan

pajak daerah yang ditargetkan baru

dapat terealisasi pada 56 bulan

mendatang

A3 Implikasi Kebijakan

Dari hasil estimasi di atas ditemukan bahwa

permasalahan struktural yang menjadi faktor

penghambat pemerintah daerah dalam upaya

menaikkan pajak daerah yaitu terbatasnya SDM

perpajakan yang berkualitas lemahnya sistem

perencanaan dan pengawasan penerimaan

pajak daerah pelaksanaan pemungutan yang

tidak optimal potensi penerimaaan yang

terbatas dan lemahnya penegakkan hukum

(law enforcement) atas pelanggaran pajak

daerah yang terjadi Oleh karena itu diantara

kebijakan dan strategi pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan

penerimaan pajak daerah yaitu

1 Meningkatkan basis data perpajakan

melalui (1) pendataan ulang wajib pajak

dan objek pajak (2) peningkatan koordinasi

internal pemerintah daerah terutama

kepada badandinas perizinan daerah dan

(3) pemanfaatan data pihak ketiga seperti

Badan Pertanahan setempat untuk

penerimaan PBB

2 Menyesuaikan dasar pengenaan pajak

dengan cara melakukan penelitian atas

dasar kemampuan wajib pajak

3 Melakukan kerjasama dan koordinasi

dengan kantor pelayanan pajak dan kantor

pelayanan kekayaan negara dan lelang

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

94

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

setempat dalam penilaian dan penagihan

pajak daerah

4 Melakukan koordinasi dengan aparat

kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP

setempat dalam pemeriksaan pajak daerah

5 Melakukan modernisasi sistem dan tata kola

pajak daerah dengan cara (1)

memanfaatkan teknologi informasi untuk

basis data (integrated database) dan

pelayanan perpajakan (2) membangun

organisasi pemungutan pajak daerah yang

handal dan (3) menyusun Standar

Operasional Prosedur (SOP) pemungutan

dan pelayanan perpajakan

6 Meningkatkan kapasitas sumber daya

manusia melalui (1) pelaksanaan diklat

penilaian penagihan dan pemeriksaan (2)

penambahan jumlah diklat terkait praktik

pemungutan perpajakan yang baik dan (3)

pelaksanaan kerjasama dengan pemerintah

daerah lain yang sukses dalam pemungutan

pajak daerah

B Analisis Sektor Unggulan Daerah

Pendekatan Input-Output Model

Salah satu keberhasilan pembangunan ekonomi

suatu daerah diantaranya dengan adanya

integrasi ekonomi yang menyeluruh dan

berkesinambungan di antara semua sektor

produksi Dalam sistem ekonomi pasar (market

economy system) integrasi ekonomi terlihat

ketika pelaku ekonomi melakukan jual beli input

produksi Namun suatu sektor ekonomi tidak bisa

berkembang mengandalkan kekuatannya

sendiri tanpa dukungan dari sektor lainnya

Sebagai contoh seorang produsen roti

membutuhkan input tepung sebagai bahan

bakunya Untuk itu produsen tersebut harus

membelinya dari pabrik tepung Sementara itu

pabrik tepung membutuhkan mesin-mesin untuk

memproduksi tepungnya dan begitu seterusnya

sehingga sulit menemukan akhir dari interaksi

ekonomi tersebut

Salah satu model yang dapat menjelaskan

interaksi diantara pelaku ekonomi adalah model

input-output yang pertama kali dikenalkan oleh

Wassily Leontief pada tahun 1930-an yang

kemudian mendapatkan Nobel pada tahun

1973 (Miler dan Blair 1985) Melalui input-output

model dapat diketahui aliran keterkaitan

antarsektor dalam suatu perekonomian

Misalkan input produksi dari sektor A merupakan

output dari sektor B dan sebaliknya input dari

sektor B merupakan output dari sektor A yang

pada akhirnya keterkaitan antarsektor akan

menyebabkan keseimbangan antara

penawaran dan permintaan dalam suatu

perekonomian

B1 Konsep dan Definisi

Beberapa konsep penting dari variabel yang

digunakan dalam analisis input output yaitu

1 Output

Merupakan nilai dari seluruh faktor produksi yang

dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan

memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di

suatu wilayah

2 Input Antara

Merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan

untuk barang dan jasa yang digunakan habis

dalam proses produksi Contohnya bahan baku

bahan penolong jasa perbankan dan

sebagainya

3 Input Primer

Merupakan input atau biaya yang timbul

sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi

dalam suatu kegiatan ekonomi Contohnya

upahgaji surplus usaha penyusutan barang

modal dan pajak tak langsung netto

95 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

4 Permintaan Akhir

Merupakan permintaan atas barang dan jasa

yang digunakan untuk konsumsi akhir terdiri dari

konsumsi rumah tangga konsumsi pemerintah

pembentukan modal tetap bruto perubahan

stok dan ekspor-impor

B2 Metodologi Pengukuran

Menurut Badan Pusat Statistik model input

output pada dasarnya merupakan uraian

statistik dalam bentuk matriks (tabel) yang

menyajikan informasi tentang transaksi barang

dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan

kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah

pada suatu periode waktu tertentu Isian

sepanjang baris dalam matriks menunjukan

bagaimana output suatu sektor ekonomi

dialokasikan ke sektor-sektor lainnya untuk

memenuhi permintaan antara dan permintaan

akhir sedangkan isian dalam kolom menunjukan

pemakaian input antara dan input primer oleh

suatu sektor dalam proses produksinya

Terdapat 2 (dua) metode untuk menyusun suatu

tabel Input-Output (I-O) yaitu metode panjang

(long-way) dan metode pendek (short-cut)

dengan penjelasan sebagai berikut

1 Metode Panjang (Long-Way)

Metode ini biasanya dikenal sebagai metode

survei (survey method) Metode ini dimaksudkan

untuk membangun tabel I-O dari tahap nol

(tabel I-O belum ada) sampai tabel I-O tersebut

menjadi ada dengan menggunakan data

secara lengkap baik data yang sudah tersedia

atau pun data yang diperoleh melalui

penyelenggaraan berbagai survei dan melalui

rekonsiliasi atau siklus iterasi yang dilakukan

berkali-kali Oleh karena itu metode ini disebut

sebagai metode panjang (long-way) karena

membutuhkan suatu proses yang lama dan

panjang yang membutuhkan data kompleks

hasil dari berbagai survei Misalnya data

mengenai output input antara yang dihasilkan

atau yang digunakan oleh berbagai kegiatan

ekonomi data mengenai impor input antara

data mengenai impor pengeluaran konsumsi

rumah tangga data mengenai pengeluaran

pemerintah data mengenai Anggaran

Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) data

mengenai investasi data struktur produksi dalam

menghasilkan output data mengenai pajak

tidak langsung dan subsidi dan sebagainya

2 Metode Pendek (short-cut)

Metode kedua adalah metode pendek (short-

cut) atau biasa juga disebut sebagai metode

bukan-survei (non-survey method) Metode ini

tidak melakukan penyusunan tabel I-O seperti

metode panjang (long-way) tetapi

menggunakan tabel I-O yang telah tersedia

yaitu dengan cara melakukan proses updating

data terbaru namun sifatnya terbatas dengan

tetap menggunakan koefisien-koefisien input

yang sama karena diasumsikan bahwa tidak

terdapat perubahan teknologi selama periode

waktu tertentu atau dengan melakukan

perbaikan terhadap koefisien-koefisien input

berdasarkan data atau informasi terakhir yang

diterima

Pada analisis ini yang digunakan sebagai dasar

perhitungan yaitu tabel I-O Provinsi Papua Barat

tahun 2013 dengan 40 klasifikasi sektor dari padi

sampai jasa lainnya Dari tabel I-O tersebut

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System) model

Miller dan Blair (1985) yaitu dengan

memperbaharui satu atau beberapa koefisien

input kegiatan produksi tertentu berdasarkan

data yang diperoleh atau studi yang tersedia

dan kemudian melakukan proses iterasi

terhadap kuadran 1 dan kuadran 3 setelah data

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

96

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

kuadran 3 (permintaan akhir) diperbaharui

Dari 40 klasifikasi sektor pada tabel I-O Provinsi

Papua Barat kemudian dipilih 10 sektor terbesar

yang dihitung dari transaksi total produsen

Sepuluh sektor tersebut sebagai berikut

B3 Hasil dan Pembahasan

Aplikasi yang digunakan untuk memperoleh

tabel I-O updating dalam analisis ini yaitu Aplikasi

Input Output Regional kerjasama antara Pusat

Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM

Edocon dan Bappenas Aplikasi tersebut

merupakan aplikasi yang dikembangkan dari

model input output Miller dan Blair untuk

perencanaan ekonomi daerah secara sektoral

B31 Analisis Pengganda (Multiplier)

Analisis ini digunakan untuk menilai dampak

perubahan variabel eksogen (permintaan akhir)

suatu sektor terhadap penciptaan output

pendapatan dan kesempatan kerja Hasil dari

perhitungan masing-masing pengganda

(multiplier) dapat dilihat pada tabel berikut ini

B311 Pengganda Output

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan nilai pengganda output

terbesar yaitu industri pengolahan migas

dengan nilai sebesar 17085 Nilai tersebut

menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan

permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1

juta sementara sektor lain diasumsikan tetap

maka akan meningkatkan output seluruh sektor

di dalam perekonomian sebesar Rp17085 juta

Setelah industri pengolahan migas sektor

dengan angka pengganda output terbesar

yaitu sektor ikan dengan nilai sebesar 14130

B312 Pengganda Pendapatan

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan pengganda pendapatan

tertinggi yaitu sektor jasa pendidikan sebesar

Tabel 62

Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor

Ekonomi Terbesar Provinsi Papua Barat Tahun 2013

(juta Rp)

Kode

I-O Sektor

Permintaan

Penawaran

15 Industri Pengolahan Migas 37054834

14 Pertambangan dan

Penggalian 14354088

23 Konstruksi 8346502

21 Industri Lainnya 6908640

17 Industri Makanan dan Minuman 4647288

37 Administrasi Pemerintahan dan

Jaminan Sosial 4419085

25 Perdagangan 4102431

11 Ikan 2039327

34 Keuangan 1994373

38 Jasa Pendidikan 1968256

Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi

Papua Barat (data diolah)

Tabel 63

Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi

Papua Barat Tahun 2019 Metode Modified RAS

Sektor

Multiplier

Output Income Employment

Industri

Pengolahan Migas 17085 02001 00003

Pertambangan

dan Penggalian 11740 01675 00004

Konstruksi 11747 04002 00003

Industri Lainnya 11711 03232 00145

Industri Makanan

dan Minuman 11185 02932 00122

Administrasi

Pemerintahan dan

Jaminan Sosial

10000 07160 00001

Perdagangan 13108 02851 00006

Ikan 14130 02118 00050

Keuangan 11052 03053 00008

Jasa Pendidikan 13490 08161 00002

Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash

Bappenas

97 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

08161 Artinya jika terjadi peningkatan

permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1

juta sementara sektor lain diasumsikan tetap

maka akan meningkatkan pendapatan

masyarakat pada seluruh sektor di dalam

perekonomian sebesar Rp816 ribu Setelah jasa

pendidikan sektor dengan angka pengganda

pendapatan terbesar yaitu sektor administrasi

pemerintahan dan jaminan sosial dengan nilai

sebesar 07160

B313 Pengganda Tenaga kerja

Dari hasil perhitungan pada tabel 63 terlihat

bahwa sektor dengan pengganda tenaga kerja

tertinggi yaitu industri lainnya sebesar 00145

Artinya jika terjadi peningkatan permintaan

akhir pada sektor ini sebesar Rp1 juta sementara

sektor lain diasumsikan tetap maka akan

meningkatkan kesempatan kerja seluruh sektor

ekonomi sebanyak 14 orang Yang dimaksud

industri lainnya yaitu semua industri yang tidak

termasuk ke dalam industri pengolahan migas

industri pengolahan ikan industri makanan

industri barang kayu industri kertas dan industri

semen Setelah industri lainnya sektor dengan

angka pengganda tenaga kerja terbesar yaitu

industri makanan dan minuman dengan nilai

sebesar 00168

B32 Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi

Melalui model I-O dapat diidentifikasi sektor ndash

sektor yang mampu mendorong pertumbuhan

sektor lainnya dengan cepat atau sering juga

disebut sebagai sektor unggulan Untuk

menentukan sektor unggulan tersebut dapat

menggunakan metode pengukuran keterkaitan

antar sektor (industrial linkage analysis) oleh

Chenery-Watanabe (1958) yang membagi ke

dalam dua bagian yaitu keterkaitan ke

belakang (backward linkage) dan keterkaitan

ke depan (forward linkage) Rasmussen

sebagaimana dalam Hirschman (1958)

berpendapat lain dimana keterkaitan antar

sektor terbagi menjadi dua yaitu dampak

langsung (direct effect) dan dampak tidak

langsung (indirect effect)

Keterkaitan ke belakang (backward linkage)

adalah dampak dari suatu kegiatan produksi

terhadap permintaan barang dan jasa sebagai

input yang diperoleh dari sektor lain atau dapat

disebut juga sebagai daya penyebaran

Sedangkan keterkaitan ke depan (forward

linkage) adalah dampak yang ditimbulkan

karena penyediaan hasil produksi suatu sektor

terhadap penggunaan input oleh sektor lain

atau disebut juga sebagai derajat kepekaan

Berdasarkan perhitungan keterkaitan antar

sektor di Provinsi Papua Barat pada tabel 64

sektor yang memiliki keterkaitan ke depan

(forward linkage) terbesar yaitu industri lainnya

dan industri makanan-minuman dengan nilai

Tabel 64

Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Metode Modified RAS

Sector Linkages

Backward Forward

Industri Pengolahan Migas 17085 01255

Pertambangan dan

Penggalian 11740 04390

Konstruksi 11747 01353

Industri Lainnya 11711 09016

Industri Makanan dan

Minuman 11185 06752

Administrasi Pemerintahan

dan Jaminan Sosial 10000 02126

Perdagangan 13108 00000

Ikan 14130 01701

Keuangan 11052 04114

Jasa Pendidikan 13490 01552

Sumber Hasil Olah Data Aplikasi Input Output PAU UGM ndash

Bappenas

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

98

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

masing-masing sebesar 09016 dan 06752

Sementara itu sektor yang memiliki keterkaitan

ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu

industri pengolahan migas dan ikan dengan nilai

masing-masing sebesar 17085 dan 14130

B4 Implikasi Kebijakan

Dari hasil perhitungan di atas kebijakan

pengembangan sektoral yang dapat ditempuh

pemerintah daerah Provinsi Papua Barat

diantaranya

1 Apabila dalam proses pembangunan lebih

mengutamakan pertumbuhan ekonomi

yang mantap sebaiknya pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat lebih berfokus

untuk mendorong industri pengolahan migas

dan sektor perikanan dikarenakan memiliki

pengganda output terbesar

2 Apabila sasaran utama dari proses

pembangunan adalah peningkatan

pendapatan masyarakat maka kebijakan

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

sebaiknya lebih fokus untuk mendorong

sektor jasa pendidikan dikarenakan memiliki

pengganda pendapatan terbesar

3 Apabila fokus pembangunan daerah

adalah peningkatan kesempatan kerja

maka kebijakan pemerintah daerah di

Provinsi Papua sebaiknya lebih

mengutamakan industri lainnya dan industri

makanan-minuman dikarenakan memiliki

pengganda tenaga kerja terbesar

4 Sektor kunci yang dapat dijadikan unggulan

oleh pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat yaitu industri lainnya dan industri

makanan-minuman dikarenakan memiliki

derajat kepekaan tertinggi Sementara itu

industri pengolahan migas dan sektor ikan

dapat dijadikan sektor kunci karena memiliki

daya penyebaran terbesar

C Analisis Tantangan Ekonomi Regional

Pembangunan merupakan sebuah proses

transformasi masyarakat dari cara berfikir

tradisional menuju ke arah yang lebih modern

(Stiglitz 1998) Adapun tujuan inti dari

pembangunan itu sendiri adalah peningkatan

ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai

barang kehidupan pokok seperti sandang

pangan papan kesehatan dan perlindungan

keamanan Selain itu pembangunan juga

bertujuan untuk peningkatan standar hidup

penyediaan lapangan pekerjaan perbaikan

kualitas pendidikan serta perluasan pilihan-

pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu

secara keseluruhan (Todaro dan Smith 2003)

Pada era globalisasi saat ini pembangunan

kawasan regional menjadi pelaku utama dalam

perekonomian sebuah negara Artinya ketika

mendiskusikan kemajuan perekonomian

Tiongkok maka yang dimaksud adalah

beberapa daerah yang memiliki perekonomian

maju di Tiongkok Begitu juga ketika

mendiskusikan kemajuan perekonomian

Indonesia maka yang dimaksud adalah

kemajuan perekonomian di Jawa Surabaya

Medan dan Makassar Sebagai negara

kepulauan Indonesia memiliki keadaan

geografis dan kepemilikan sumber daya alam

(natural resources) yang berbeda antar daerah

Sebagian daerah memiliki sumber daya alam

melimpah namun sebagian daerah miskin akan

sumber daya Kondisi ini diantaranya yang

menjadi sebab terjadinya kesenjangan

pembangunan antar daerah

Selama satu dasawarsa terakhir pelaksanaan

otonomi daerah pembangunan di Provinsi

Papua Barat relatif masih tertinggal

dibandingkan daerah lainnya Beberapa

tantangan yang dihadapi dalam mengejar

99 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

ketertinggalan tersebut diantaranya

kepemilikan sumber daya alam (natural

resources) melimpah namun diekspor dalam

bentuk raw material kapasitas SDM relatif

rendah kondisi sosial politik belum stabil potensi

pengembangan pariwisata belum memiliki

layanan pendukung memadai kendala

pembangunan infrastruktur terkait hak ulayat

tanah penegakkan hukum (law enforcement)

masih rendah dan pengembangan UMKM

belum memanfaatkan teknologi baik dari sisi

produksi maupun pemasaran

C1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam

(Natural Resource Curse)

Kepemilikan sumber daya alam (natural

resources) yang melimpah tidak selalu

berbanding lurus dengan kemajuan

pembangunan Fenomena tersebut dikenal

sebagai Natural Resource Curse (Kutukan

Sumber Daya Alam) Natural Resource Curse

merupakan paradoks antara kepemilikan

natural resources yang melimpah terutama

sumber daya alam tidak terbarukan (non-

renewable resources) terhadap rendahnya

pertumbuhan ekonomi Hal ini umumnya terjadi

pada daerah-daerah berkembang yang

mengandalkan sumber daya alam sebagai

sumber utama pendapatan daerahnya Sumber

daya alam dieksploitasi secara intensif namun

tidak diberikan nilai tambah (value added)

dimana hanya diekspor sebagai bahan baku

(raw materials) Kegiatan eksploitasi secara

berlebihan akan mengancam keberlanjutan

dari pembangunan ekonomi karena cepat atau

lambat sumber daya alam itu dapat habis sama

sekali (depletable resources)

Salah satu peristiwa yang menggambarkan

terjadinya Natural Resource Curse seperti yang

terjadi di Belanda atau yang dikenal sebagai

Dutch Desease Corden dan Neary (1982)

menjelaskan fenomena Dutch Desease sebagai

kegiatan eksploitasi sumber daya alam besar-

besaran (booming sector) yang berdampak

pada menurunnya daya saing ekspor barang

yang dihasilkan dari sektor lain

Fenomena Natural Resource Curse juga terjadi

di beberapa daerah di Indonesia seperti yang

terjadi di Provinsi Papua Barat Provinsi ini memiliki

sumber daya alam melimpah namun dari segi

tingkat pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi cenderung lebih rendah jika

dibandingkan dengan daerah lain yang tidak

memiliki sumber daya alam Provinsi Papua Barat

memiliki cadangan gas terbesar yang diekspor

sebagai raw material ke berbagai negara LNG

Tangguh merupakan mega proyek yang

membangun kilang LNG di Teluk Bintuni untuk

menampung gas alam yang berasal dari

beberapa Blok di sekitar Teluk Bintuni seperti Blok

Berau Blok Wiriagar dan Blok Muturi Mega

proyek tersebut merupakan kegiatan

pengeboran untuk menarik cadangan gas

sebesar 144 triliun kaki kubik

C2 Pengembangan Kapasitas SDM

Pembangunan fisik akan menjadi lebih produktif

jika memiliki sumber daya (modal) manusia yang

berkualitas Adanya program pembangunan

seperti jalan raya jembatan bendungan irigasi

rumah sakit pabrik sekolah dan program

pembangunan lainnya membutuhkan SDM

yang ahli di bidangnya Jika SDM yang

berkualitas jumlahnya tidak memadai maka

pembangunan fisik akan berjalan menjadi

kurang efisien dan efektif dimana mesin-mesin

produksi yang ada menjadi cepat rusak bahan-

bahan banyak yang terbuang dan kualitas dari

produksi yang dihasilkan sangat rendah Para

ekonom berpendapat bahwa kekurangan

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

100

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

investasi modal manusia merupakan penyebab

lambatnya pembangunan Dengan tidak

mengembangkan pendidikan pengetahuan

dan ketrampilan maka produktivitas dari modal

fisik akan merosot (Jhingan 1983)

Pengembangan kapasitas SDM di Provinsi Papua

Barat menunjukan peningkatan tiap tahun

walaupun masih tertinggal dari daerah lainnya

Keadaan ini terlihat dari pencapaian nilai IPM

yang mengalami kenaikan dari 596 pada tahun

2010 menjadi 6374 pada tahun 2018

C3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism)

Pada umumnya tantangan yang dihadapi

dalam pengembangan tourism di Provinsi Papua

Barat yaitu destinasi wisata belum memiliki

layanan pendukung yang baik seperti air bersih

pengolahan limbah jaringan komunikasi dan

layanan keuangan Padahal Provinsi Papua

Barat memiliki potensi pariwisata menakjubkan

dengan keanekaragaman budaya keindahan

alam dan keanekaragaman hayati Diantara

destinasi wisata terbaik di Papua Barat yaitu

Kepulauan Raja Ampat dan Taman Nasional

Teluk Cenderawasih Kepulauan Raja Ampat

merupakan rangkaian empat gugusan pulau

yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian

Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua Raja

Ampat merupakan rumah bagi 75 spesies koral

yang ada di dunia dan 1500 spesies ikan

termasuk beragam jenis hiu Selain itu Raja

Ampat pernah dinobatkan sebagai Worldrsquos Best

Snorkeling Destination berdasarkan survei CNN

tahun 2015 dan The Outstanding Liveaboard

Diving Destination dalam Diving and Resort

Travel Expo Hong Kong tahun 2016 Adapun

Taman Nasional Teluk Cenderawasih

merupakan taman nasional perairan laut terluas

di Indonesia yang terdiri dari daratan dan pesisir

pantai (09) daratan pulau-pulau (38)

terumbu karang (55) dan perairan lautan

(898) Potensi karangnya tercatat 150 jenis dari

15 famili dan tersebar di tepian 18 pulau besar

dan kecil Persentase penutupan karang hidup

bervariasi antara 3040 sampai dengan 6564

Di Taman Nasional ini kaya akan jenis ikan

dimana tercatat kurang lebih 209 jenis yang

terdiri dari butterflyfish angelfish damselfish

parrotfish rabbitfish dan anemonefish

Diantara strategi yang dapat dilakukan

pemerintah daerah dalam pengembangan

pariwisata yaitu dengan meningkatkan kualitas

pelayanan pada beberapa aspek yang

berhubungan dengan ketersediaan alat

transportasi berjadwal jaringan telekomunikasi

ketersediaan pengolahan limbah peningkatan

atau sertifikasi SDM pariwisata asuransi

perjalanan ketersediaan layanan yang

berhubungan dengan perbankan dan

keselamatan perjalanan

C4 Tantangan Kondisi Geografis dan Sarana

Infrastruktur

Provinsi Papua Barat terdiri dari 13

KabupatenKota dengan luas wilayah

10295515 Kmsup2 (70 dari luas Pulau Jawa)

dimana kondisi topografi Provinsi Papua Barat

sangat bervariasi yang membentang mulai dari

dataran rendah rawa sampai dataran tinggi

dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan

tropis padang rumput dan padang alang-

alang Ketinggian wilayah di Provinsi Papua

Barat bervariasi dari 0 sd gt 2940 mdpl Kondisi ini

merupakan salah satu elemen yang menjadi

barrier transportasi antar wilayah terutama

transportasi darat serta dasar bagi kebijakan

pemanfaatan lahan sehingga membuat

pembangunan infrastruktur di Papua Barat

terkendala

101 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kendala lain dalam pembangunan infrastruktur

adalah terkait hak ulayat dalam pembebasan

lahan Tanah ulayat dalam masyarakat Papua

Barat diyakini sebagai peninggalan alam nenek

moyang kepada masyarakat hukum adat

sehingga masyarakat memiliki hubungan

lahiriah dan batiniah serta berhak atas

pemanfaatan dari sumber daya alam termasuk

tanahnya Hal inilah yang menyebabkan

terhambatnya pembangunan infrastruktur

karena terkadang pengembang yang sudah

membangun masih harus mengganti hak ulayat

C5 Stabilitas Sosial Politik

Sebagaimana dikatakan Drazen (2000) kondisi

sosial politik mempengaruhi kinerja dari

pembangunan dimana instabilitas politik

memiliki dampak negatif terhadap proses

pembangunan itu sendiri Barro (1991)

berpendapat bahwa kondisi politik yang tidak

stabil diukur melalui revolusi kudeta dan tingkat

kriminalitas Aisen dan Veiga (2011)

menambahkan indikator stabilitas politik berupa

tingkat kebebasan ekonomi tingkat

homogenitas etnis dan perubahan kabinet

Tingkat stabilitas sosial politik Papua Barat

tercermin pada tingkat kriminalitas yang

cenderung semakin naik Pada tahun 2015

jumlah kriminalitas sebanyak 2281 kasus

Kemudian pada tahun 2019 jumlahnya

meningkat menjadi 3981 kasus atau naik 745

persen

C6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement)

Salah satu syarat dari keberhasilan

pembangunan yaitu adanya penegakkan

hukum (Law Enforcement) di semua aspek

kehidupan bermasyarakat Berbeda dari daerah

lain Provinsi Papua Barat memiliki dua sumber

hukum yang berbeda yaitu hukum positif dan

hukum adat Hukum positif merupakan hukum

yang bersumber dari peraturan perundangan

sedangkan hukum adat merupakan hukum

yang bersumber dari keputusan adat

Penegakkan hukum positif di Provinsi Papua

Barat relatif masih rendah meskipun

menunjukan peningkatan tiap tahunnya Hal ini

terlihat dari persentase penyelesaian tingkat

kejahatan yang mengalami kemajuan Pada

tahun 2015 penyelesaian tingkat kejahatan di

Provinsi Papua Barat sebesar 2436 persen

Namun pada tahun 2019 tingkat

penyelesaiannya naik menjadi 4752 persen

2281

36213753 3862 3981

0

1000

2000

3000

4000

5000

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 61

Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi

Papua Barat Tahun 2015 - 2019

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

2436

4482 43964572

4752

0

10

20

30

40

50

2015 2016 2017 2018 2019

Grafik 62

Tingkat Penyelesaian Kejahatan Provinsi

Papua Barat Tahun 2015 - 2019 (persen)

Sumber Polda Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

102

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C7 Pengembangan UMKM (Small and

Medium Enterprises)

Selain permasalahan pembiayaan pelaku

UMKM dihadapkan pada masalah

ketidakmampuan untuk bersaing dari pelaku

industri yang lebih mapan UMKM biasanya

hanya mengandalkan teknologi sederhana

untuk memproduksi barang sehingga menjadi

kurang efisien Dari sisi pemasaran UMKM hanya

mengandalkan pemasaran tradisional yang

belum memanfaatkan teknologi internet

sehingga penjualan hasil produksi menjadi tidak

maksimal Hal ini dapat digambarkan melalui

kurva Technological Discontinuity sebagaimana

dalam Foster (1986)

Pada kurva C1 UMKM yang tidak menggunakan

teknologi menghasilkan performance yang

rendah sebesar P0 Setelah menggunakan

teknologi (TI1) perfomance akan meningkat

sebesar P1 dan seterusnya sampai menghasilkan

batas performance maksimal sebesar P2 Pada

kurva C2 menunjukan ditemukannya teknologi

baru yang semakin meningkatkan performance

UMKM sebesar P3

Diantara peran pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat dapat membantu pengembangan

UMKM melalui pemanfaatan teknologi baik dari

sisi produksi maupun pemasaran Sebagian

besar UMKM usahanya merubah bahan mentah

atau bahan baku (raw material) menjadi

barang setengah jadibarang jadi Pemerintah

daerah dapat memberikan pelatihan kepada

pelaku UMKM untuk meningkatkan nilai tambah

(value added) barang yang dihasilkan sehingga

menaikkan nilai jual barang tersebut Selain itu

dengan memanfaatkan teknologi pemerintah

daerah juga dapat membantu pemasaran

produksi UMKM secara web based serta pelaku

UMKM diberikan pelatihan untuk memasarkan

produk yang dihasilkan secara online

B

A

P3

Performance

Time Technology

Investment

P1

P2

TI2 TI3

C1

C2

P0

TI1

C

Gambar 51

Technological Discontinuity Curve

Halaman ini sengaja dikosongkan

ANALISIS

TEMATIK

DJPbKawalAPBN

ldquoKehidupan para Ibu dan Anak di Kampung Klayas Distrik

Saget Sorongrdquo

103

Analisis Tematik

Pemerataan pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi Indonesia terus menunjukkan adanya

peningkatan yang positif selama beberapa

tahun terakhir (BPS 2019) Keberhasilan

pertumbuhan ekonomi dapat terilihat dari

adanya peningkatan pada investasi domestik

dan ekspor penurunan jumlah dan persentase

penduduk miskin serta banyaknya supply

tenaga kerja yang berkualitas dan penurunan

tingkat pengangguran terbuka Hal ini sejalan

dengan temuan dari berbagai penelitian yang

menunjukkan adanya korelasi positif antara

pertumbuhan ekonomi dengan kualitas sumber

daya manusia (SDM) Terbentuknya kualitas SDM

harus dimulai sejak dini Studi menunjukkan

bahwa investasi pada awal kehidupan erat

kaitannya dengan kualitas SDM yang lebih tinggi

di masa yang akan datang (Heckman 2008)

Namun demikian pencapaian Indonesia dalam

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pemerataan pembangunan belum diikuti

dengan peningkatan status kesehatan terutama

pada balita ibu hamil dan remaja putri

Kesenjangan perekonomian antar wilayah

menjadi awal permasalahan kesejahteraan

penduduk yang berdampak lanjutan pada

masalah lainnya seperti masalah gizi buruk dan

stunting Masalah tersebut hingga kini masih

menjadi persoalan besar yang perlu diatasi

segera

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada

anak balita akibat kekurangan gizi kronis

terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan

(HPK) Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa satu dari

tiga anak balita di Indonesia mengalami

masalah stunting Permasalahan gizi ini terjadi di

hampir seluruh wilayah Indonesia dan tidak

hanya terjadi pada kelompok penduduk miskin

tetapi juga pada kelompok kaya

Stunting memiliki dampak yang besar terhadap

tumbuh kembang anak dan juga perekonomian

di masa yang akan datang Dampak stunting

terhadap kesehatan dan tumbuh kembang

anak sangat merugikan Stunting dapat

mengakibatkan gangguan tumbuh kembang

anak terutama pada anak-anak berusia di

bawah dua tahun Anak-anak yang mengalami

stunting pada umumnya akan mengalami

hambatan dalam perkembangan kognitif dan

motoriknya yang akan mempengaruhi

produktivitasnya saat dewasa Selain itu anak

tersebut juga memiliki risiko yang lebih besar

untuk menderita penyakit tidak menular seperti

diabetes obesitas dan penyakit jantung pada

BAB VII

Analisis Tematik

Sinergi dan Konvergensi Program Penanganan Stunting di Daerah

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

104

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

saat dewasa Secara ekonomi hal tersebut

tentunya akan menjadi beban bagi negara

terutama akibat meningkatnya pembiayaan

kesehatan

Potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh

stunting sangat besar Laporan World Bank pada

tahun 2016 menjelaskan bahwa potensi

kerugian ekonomi akibat stunting dapat

mencapai 2-3 persen dari Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Dengan demikian

apabila PDRB sebesar Rp84 triliun maka potensi

kerugian ekonomi yang mungkin dialami adalah

sebesar Rp25 triliun per tahun Di beberapa

wilayah di Afrika potensi kerugian akibat stunting

bahkan tercatat lebih tinggi lagi hingga bisa

mencapai 11 persen Selain itu stunting juga

menyebabkan berkurangnya 10 persen dari

total pendapatan seumur hidup sehingga

dapat berkontribusi pada melebarnya

kesenjangan dan menyebabkan kemiskinan

antar generasi

Permasalahan kekurangan gizi pada anak erat

kaitannya dengan tingkat pendapatan

keluarga Keluarga dengan tingkat pendapatan

yang rendah pada umumnya memiliki masalah

dalam hal akses terhadap bahan makanan

terkait dengan daya beli yang rendah Selain

pendapatan kerawanan pangan di tingkat

rumah tangga juga sangat dipengaruhi oleh

inflasi harga pangan Faktor penting lain yang

mempengaruhi terjadinya masalah kekurangan

gizi pada anak balita adalah buruknya pola

asuh terutama rendahnya pengetahuan akan

pentingnya pemberian ASI eksklusif asupan

makanan orang tua yang kurang sehingga

kualitas ASI menurun buruknya kondisi

lingkungan seperti akses sanitasi dan air bersih

ditambah dengan rendahnya akses pada

pelayanan kesehatan Melihat faktor penyebab

permasalahan stunting yang multi dimensi

percepatan pencegahannya harus dilakukan

melalui penanganan masalah gizi sebagai salah

satu penyebab utama dengan pendekatan

multi sektoral yang terintegrasi

A PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING

Percepatan pencegahan stunting merupakan

pendekatan program (programmatic

approach) pertama yang dilakukan dengan

menyeluruh dan terintegrasi yang dilakukan

mulai dari hulu hingga ke hilir yang ditunjukkan

oleh tingginya komitmen pemerintah (Presiden

dan Wakil Presiden Menteri Pimpinan

Lembaga Gubernur BupatiWalikota dan

Kepala DesaLurah)

Pemerintah telah menetapkan Peraturan

Presiden Nomor 42 Tahun 2013 yang mengatur

mengenai Pelaksanaan Gerakan Nasional

Percepatan Perbaikan Gizi Peta jalan

percepatan perbaikan gizi terdiri dari empat

komponen utama yang meliputi advokasi

penguatan lintas sektor pengembangan

program spesifik dan sensitif serta

pengembangan pangkalan data Intervensi gizi

baik yang bersifat langsung (spesifik) dan tidak

langsung (sensitif) perlu dilakukan secara

bersama-sama oleh kementerianlembaga

pemerintah daerah serta pemangku

kepentingan lainnya

Penanganan stunting tidak bisa dilakukan

sendiri-sendiri (scattered) karena tidak akan

memiliki dampak yang signifikan Upaya

pencegahan stunting harus dilakukan secara

terintegrasi dan konvergen dengan pendekatan

non-sektoral Untuk itu pemerintah dalam hal ini

pusat dan daerah harus memastikan bahwa

seluruh Kementerian NegaraLembaga (KL)

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta mitra

105 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

pembangunan akademisi organisasi profesi

organisasi masyarakat madani perusahaan

swasta dan media dapat bekerjasama bahu-

membahu dalam upaya percepatan

pencegahan stunting Tidak hanya di tingkat

pusat integrasi dan konvergensi upaya

pencegahan stunting juga harus terjadi secara

komprehensif di tingkat daerah sampai dengan

tingkat desa

Sebagai langkah awal pada tahun 2018

sebanyak 100 kabupatenkota dan 1000 desa

lingkup nasional telah terpilih sebagai fokus area

intervensi Selanjutnya untuk tahun 2019 60

kabupatenkota dan 600 desa telah

ditambahkan sebagai area fokus intervensi

pencegahan stunting terintegrasi Dari sisi

anggaran Baik itu pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah telah mengalokasikan

anggaran yang relatif besar untuk berbagai

program yang berkontribusi kepada penurunan

stunting di beberapa KL dan OPD Selain itu

alokasi penurunan stunting tambahan juga

diberikan oleh pemerintah pusat kepada

daerah dalam bentuk Transfer ke Daerah dan

Dana Desa (TKDD) antara lain melalui (1) DAK

Fisik bidang Kesehatan Air Minum dan Sanitasi

(2) DAK Non Fisik Bantuan Operasional

Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga

Berencana (BOK dan BOKB) (3) Dana Desa

yang digunakan oleh desa (kampung) sesuai

dengan bidang penggunaan serta (4) Dana

Otonomi Khusus

A1 Kebijakan Pencegahan

Kebijakan penanganan stunting di Provinsi

Papua Barat tahun 2019 diarahkan sesuai

dengan strategi percepatan penurunan stunting

dengan memperluas cakupan intervensi

stunting Arah cakupan intervensi tersebut

diimplementasikan ke seluruh kabupatenkota

dan tidak hanya fokus pada dua daerah yang

menjadi lokus prioritas penurunan stunting (Kab

Tambraw Kab Sorong Selatan) Selain itu untuk

Pilar 4

Ketahanan Pangan

dan Gizi

Pilar 1

Komitmen dan Visi

Kepemimpinan

Pilar 2

Kampanye Nasional

dan Perubahan

Perilaku

Pilar 3

Konvergensi Program

Pusat Daerah dan

Desa

Pilar 5

Pemantauan dan

Evaluasi

Gizi Spesifik

Tablet tambah darah (ibu hamil

dan remaja)

Promosi dan konseling menyusui

Promosi dan konseling PMBA

Suplemen gizi makro (PMT)

Tata laksana gizi buruk

Pemantauan dan promosi

pertumbuhan

Suplementasi kalsium

Suplementasi vitamin A

Suplementasi Zinc untuk diare

Pemeriksaan kehamilan

Imunisasi

Suplemen gizi mikro setelah

taburia

Manajemen Terpadu Balita Sakit

Konsumsi Gizi

Gizi Sensitif bull Air bersih dan sanitasi

bull Bantuan pangan non-tunai

Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN)

bull Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD)

bull Program Keluarga Harapan

(PKH)

bull Bina Keluarga Balita (BKB)

bull Kawasan Rumah Pangan

Lestari (KRPL)

bull Fortifikasi Pangan

Pola Asuh

Pelayanan

Kesehatan

Kesehatan

Lingkungan

Perbaikan

Asupan Gizi

Penurunan

Infeksi

Prevalensi

Stunting

Peningkatan cakupan

intervensi pada

sasaran 1000 HPK

Anemia

BBLR

ASI Eksklusif

Diare

Kecacingan

Gizi Buruk

Gambar 71

Kerangka Hasil Percepatan Penurunan Stunting

5 PILAR PERCEPATAN

PENCEGAHAN STUNTING

INTERVENSI OUTPUT INTERMEDIATE

OUTCOME DAMPAK

Sumber Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018-2024

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

106

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

mengakselerasi penurunan stunting maka arah

kebijakan pemerintah daerah adalah sebagai

berikut

1 Optimalisasi pemanfaatan anggaran

program penurunan stunting yang ada saat

ini melalui implementasi perencanaan dan

penganggaran dengan penilaian kinerja

untuk monitoring dan evaluasi penggunaan

anggaran dan capaian program

2 Memperkuat konvergensi programkegiatan

hingga di level kampung (desa) melalui

peningkatan sinergi dan koordinasi

kabupaten dan kampung dalam

perencanaan dan penganggaran program

serta konvergensi pelaksanaan intervensi

prioritas pada 1000 HPK dari seluruh rumah

tangga sasaran yang ada di tingkat

kampung

3 Meningkatkan kualitas dan efektivitas

pelaksanaan program yang telah ada saat

ini antara lain melalui peningkatan kualitas

SDM pelaksana program (misalnya tenaga

pendidik PAUD dan penyuluh kesehatan

masyarakat) serta penguatan monitoring dan

evaluasi agar dapat mengukur pencapaian

kinerja

4 Memperluas cakupan kebijakan yang lebih

luas dan tidak terbatas bidang kesehatan

seperti peningkatan kualitas program

perlindungan sosial khususnya bantuan

pangan PKH dan JKN Selain itu program-

program sektor pertanian pendidikan

infrastruktur (penyediaan air bersih dan

sanitasi) dan pemberdayaan perempuan

yang secara tidak langsung mendukung

pencapaian target perbaikan gizi

A2 Sasaran Program

Wilayah Provinsi Papua Barat dihuni oleh kurang

lebih 959617 jiwa dan tersebar di 13

kabupatenkota Sebesar 1074 persen (103062

jiwa) dari keseluruhan penduduk adalah bayi

berusia 0-48 bulan Sementara itu sebanyak

45256 jiwa adalah remaja putri dan sebanyak

199926 jiwa merupakan wanita usia subur (WUS)

berusia 15-39 tahun Diantara kelompok inilah

yang menjadi sasaran prioritas dan sasaran

penting dalam upaya percepatan pencegahan

stunting

Gangguan pertumbuhan di Provinsi Papua Barat

sebagian besar terjadi pada anak berusia 0-23

bulan Kondisi ini dapat terjadi disebabkan oleh

pemberian ASI makanan dan pola asuh pada

periode tersebut tidak tepat sehingga

mengganggu tumbuh kembang anak Tercatat

rata-rata lama pemberian ASI di Provinsi Papua

Barat hanya selama 989 bulan saja dan bahkan

masih terdapat bayi yang tidak pernah diberi ASI

(plusmn5400 orang)

Selain pemahaman terhadap pola asuh yang

kurang peningkatan prevalensi stunting juga

turut disebabkan oleh keadaan lingkungan

pendukung yang tidak memadai Berdasarkan

data BPS (2018) persentase rumah tangga yang

memiliki akses kepada air minum bersih di

Provinsi Papua Barat hanya sekitar 7018 persen

Sedangkan akses terhadap sanitasi pribadi rata-

rata sebesar 7262 persen dan 474 persen dari

keseluruhan rumah tangga tidak memiliki fasilitas

Tabel 71

Jumlah dan Kelompok Penduduk di

Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (jiwa)

Kelompok Laki-laki Wanita

Jumlah Penduduk 505239 454378

Penduduk Usia 0-4 52848 50254

Penduduk Usia 5-9 49917 47755

Penduduk Usia 10-14 48250 45256

Penduduk Usia 15-39 222658 199926

Bayi (0-5 th) imunisasi lengkap 22370 19996

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

107 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

sama sekali Kombinasi dari keadaan-keadaan

tersebut berpotensi dalam menghambat upaya

percepatan pencegahan stunting sehingga

kebijakan dan pelaksanaan program perlu

menyasar pada kelompok prioritas dan

perbaikan lingkungan pendukung

B PENANGANAN STUNTING OLEH

PEMERINTAH

Dalam rangka memastikan konvergensi

berbagai programkegiatan percepatan

penurunan stunting dilakukan maka acuan

yang digunakan adalah dokumen Strategi

Nasional Percepatan Pencegahan Stunting

(Stranas Stunting) yang diikuti oleh berbagai

pedoman operasional baik itu di tingkat

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah

Upaya pencegahan stunting yang konvergen

dan terintegrasi telah dilaksanakan di Provinsi

Papua Barat Upaya ini mencakup intervensi

multi sektor yang cukup luas mulai dari akses

makanan layanan kesehatan dasar termasuk

akses air bersih dan sanitasi akses pendidikan

perlindungan sosial serta pola pengasuhan

sebagaimana uraian dalam Stranas Stunting

B1 Belanja KL dalam APBN

Dalam kaitannya dengan percepatan

pencegahan stunting melalui belanja KL atau

yang bersumber dari dana APBN telah

dilakukan berbagai langkah dan kebijakan agar

pengelolaan program tersebut terarah dan

terukur Pada proses perencanaan khususnya

terkait dengan identifikasi output yang terkait

dengan stunting telah dilakukan penandaan

pemantauan dan evaluasi percepatan

pencegahan stunting sebagai dasar bagi KL

dalam mengidentifikasi output yang

berkontribusi kepada percepatan penurunan

stunting

Sesuai dengan kerangka hasil percepatan

penurunan stunting maka intervensi-intervensi

yang telah dilakukan selama tahun 2019

tersebut akan berdampak kepada

meningkatnya konsumsi gizi perbaikan pola

asuh meningkatnya akses dan kualitas layanan

kesehatan serta meningkatnya kesehatan

lingkungan yang pada akhirnya akan

memperbaiki asupan gizi terutama pada 1000

HPK dan kemudian akan menurunkan prevalensi

stunting

Pengunaan dana APBN dalam program

penanganan stunting di Provinsi Papua Barat

secara umum digunakan untuk keperluan

membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik (2)

intervensi sensitif dan (3) pendampingan

koordinasi dan dukungan teknis di

kabupatenkota dan kampung Selama tahun

2019 dana yang telah digunakan dalam

program stunting sebesar Rp10448 miliar

Penggunaan dana terbesar sesuai dengan

prioritas percepatan pencegahan yakni untuk

kegiatan intervensi sensitif (Kementerian

Kesehatan) sebesar Rp1928 miliar dan intervensi

spesifik (lintas KL) sebesar Rp7678 miliar serta

Tabel 72

Rumah Tangga Akses Air Minum dan Sanitasi per

KabupatenKota di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (persen)

KabupatenKota Akses Air

Bersih

Akses Air

Layak

Tidak ada

MCK

Kab Fakfak 6114 7041 702

Kab Kaimana 5381 4429 569

Kab Teluk Wondama 3359 1598 299

Kab Teluk Bintuni 6682 4426 499

Kab Manokwari 8872 3881 292

Kab Sorong Selatan 5364 4551 1321

Kab Sorong 5743 4621 271

Kab Raja Ampat 6395 3370 241

Kab Tambraw 1958 1870 1160

Kab Maybrat 1621 1307 779

Kab Manokwari Selatan 5737 3851 716

Kab Pegunungan Arfak 3663 3663 3052

Kota Sorong 9487 1818 026

Sumber BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

108

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

sebesar Rp842 miliar untuk kegiatan

pendampingan koordinasi dan dukungan teknis

(lintas KL) Penggunaan dana tersebut terbesar

direalisasikan untuk kegiatan intervensi sensitif

terutama pembangunan Sistem Penyediaan Air

Minum (SPAM) berbasis masyarakat dengan

pendanaan sebesar Rp4353 miliar Penggunaan

dana yang besar lainnya adalah pembangunan

Sistem Pengelolaan Air Limbah pada 25 lokasi

dengan realisasi sebesar Rp1742 miliar

B2 Belanja DAK Fisik dan Dana Desa

Pembiayaan program penurunan stunting juga

dilakukan dengan memanfaatkan dana

tambahan dari pemerintah pusat dalam bentuk

DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) Penggunaan

Tabel 73

Penggunaan APBN pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

Penguatan Intervensi Suplementasi Gizi pada Ibu Hamil dan Balita 99160840 13 Layanan 100

Pembinaan dalam Peningkatan Status Gizi Masyarakat 901090000 13 Layanan 100

Peningkatan Surveilans Gizi 1770940000 13 Layanan 100

Pembinaan dalam Peningkatan Pelayanan Kunjungan Neonatal Pertama 122215000 1 Layanan 100

Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah 139300000 1 Layanan 100

Pembinaan Pencegahan stunting 122007000 1 Layanan 100

Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan anak untuk Papua Barat 714575000 1 Layanan 98

Layanan Imunisasi di Papua Barat 1149543000 13 Layanan 100

Layanan Capaian Eliminasi Malaria 1124803820 4625 Layanan 100

Layanan Pengendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan 3327530320 11 Layanan 100

Intervensi Percepatan Eliminasi Malaria Papua dan Papua Barat 5737637400 5 Layanan 100

Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit ISP 129502000 10 Layanan 100

Sarana dan Prasarana Penanggulangan TBC 836883400 15 Layanan 100

Sarana dan Prasarana Penanggulangan HIVAIDS 1561862237 18 Layanan 100

Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85

INTERVENSI SENSITIF

Pemberdayaan Pekarangan Pangan 4625794700 123 Kelompok 93

Hasil Pengawasan keamanan dan mutu pangan Segar 503082000 1 Rekomendasi 100

Pelaksanaan Strategi Promosi Kesehatan dlm mendukung Program Kesehatan 436753000 1 Layanan 100

Kampanye Hidup Sehat melalui Berbagai Media di Papua Barat 1553232000 2 Layanan 96

Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi Syarat 257380000 637 TPM 100

Pengawasan terhadap Sarana Air Minum (SAM) 123942000 5211 SAM 100

Pembinaan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 302746000 429 Desa 100

Rumah sakit rujukan yang memiliki pelayanan sesuai standar 110346800 1 RS Pengampu 100

Bimbingan Perkawinan Pra Nikah 257115860 159 Pasangan 75

Keluarga Miskin yang Mendapat Bantuan Tunai Bersyarat 2576223000 1 KPM 90

Sistem Pengelolaan Air Limbah 17417537315 25 Lokasi 74

SPAM Terfasilitasi 1558461400 1 Kawasan 64

SPAM Berbasis Masyarakat 43527380744 1 LiterDetik 100

KIE Obat dan Makanan Aman 826691713 31 KIE 100

Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000 HPK 1033313056 8558 Keluarga 99

Penguatan Peran PIK Remaja dan BKR dalam edukasi Kespro dan Gizi bagi

Remaja putri sebagai calon ibu 1669888794 225 Kelompok 99

PENDAMPINGAN KOORDINASI DAN DUKUNGAN TEKNIS

Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100

Pembinaan KabKota dlm Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di

Papua Barat 1294265000 2 Layanan 100

Pembinaan Puskesmas dlm Program Indonesia Sehat dgn Pendekatan Keluarga 151062768 74 Puskesmas 100

Pelatihan Strategis Sumber Daya Manusia Kesehatan 5939667100 518 Orang 100

Pembinaan amp Pengawasan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman 602060200 3 KabKota 100

Analisis Ketersediaan Pangan Wilayah 434900000 6 Rekomendasi 100

Sumber OMSPAN (data diolah)

109 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

dana ini antara lain melalui (1) DAK Fisik bidang

Kesehatan Air Minum dan Sanitasi dan (2)

Dana Desa yang digunakan oleh kampung

(desa) untuk bidang kesehatan pendidikan

sanitasi dan air minum

DAK Fisik dan Dana Desa (DFDD) yang diterima

oleh seluruh pemerintah daerah dan pemerintah

provinsi Papua Barat memiliki peruntukan yang

sudah ditetapkan sebagai syarat tahapan

penyaluran Oleh karena itu penggunaan dana

DFDD dalam rangka penanganan stunting

digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan

membiayai kegiatan (1) intervensi spesifik dan

(2) intervensi sensitif Dana DFDD tahun 2019

yang telah digunakan dalam program stunting

sebesar Rp11548 miliar terdiri dari DAK Fisik

sebesar Rp6925 miliar dan Rp4642 miliar berupa

Dana Desa Penggunaan DFDD terbesar adalah

pembiayaan kegiatan intervensi sensitif sebesar

Rp1021 miliar sedangkan intervensi spesifik

sebesar Rp135 miliar Realisasi terbesar

dialokasikan untuk perluasanpeningkatan

SPAM sebanyak 5852 sambungan rumah (SR)

dengan penggunaan DAK Fisik sebesar Rp308

miliar Sementara penggunaan Dana Desa

terbesar diperuntukkan bagi pembangunan

sumber air bersih milik desa pada 1041 titik

dengan dana sebanyak Rp1752 miliar

B3 Belanja APBD

RKPD Pemerintah Provinsi Papua Barat Tahun

2019 disusun dengan memperhatikan masukan

dari rencana kegiatan yang dibuat berdasarkan

hasil analisis terhadap situasi program

Tabel 74

Penggunaan DAK Fisik dan Dana Desa pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

DAK Fisik

Penyediaan Obat Gizi 618379770 4 Paket 100

Pengadaan Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil dengan Kekurangan

Energi Kronis (PMT BUMIL KEK - Pabrikan) 959581728 1 Paket 100

Penyediaan Alat Antropometri 1564015307 207 Paket 76

Penyediaan Sarana Prasarana Kesehatan Lingkungan 2876667089 29 Paket 59

Pengadaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit 41999300 1 Paket 100

Dana Desa

Penyediaan Obat Gizi 323865000 28 Paket 100

Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil 7146624150 1139 Unit 90

INTERVENSI SENSITIF

DAK Fisik

Pembangunan Tangki Septik 9128093650 252 unit 77

Pembangunan IPAL 6481865084 9 Unit 90

PembangunanRehabilitasi Toilet 5224690835 271 Unit 86

Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 10294226146 1378 SR 78

PerluasanPeningkatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 30801695898 5852 SR 81

Sarana dan Prasarana PAUD 1255742335 8 Ruang 100

Dana Desa

SaranaPrasarana PAUD 1288611688 398 Unit 70

Terlaksananya Pelatihan Pangan Sehat dan Aman 197000000 16 Paket 96

Pemeliharaan Sumber Air Bersih 8363963164 241 Unit 86

Pemeliharaan Sambungan Air Bersih 1398443564 18422 Meter 83

Sumber Air Bersih Milik Desa 17525913577 1041 Unit 70

Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga 4771816730 22030 Meter 93

Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah Rumah Tangga) 5143668021 3878 Meter 70

RehabilitasiPeningkatan Sistem Pembuangan Air Limbah (Drainase Air limbah

Rumah Tangga) 262246705 354 Meter 93

Sumber OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

110

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

penurunan stunting RKPD sebagai pedoman

dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran

(KUA) Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara

(PPAS) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) menjadi jaminan pelaksanaan

programkegiatan terkait dengan intervensi gizi

spesifik dan sensitif menggunakan dana yang

bersumber dari APBD Program-program

tersebut dilaksanakan dengan target capaian

yang ditetapkan dalam RPKD

Prioritas pencegahan stunting sebagai

kombinasi dari kegiatan yang multi sektor

dilaksanakan oleh OPD-OPD dengan

menggunakan alokasi dana yang berasal dari

Otonomi Khusus (Otsus) dan DAK Non Fisik

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sesuai

dengan DPA yang telah ditetapkan Kegiatan

percepatan pencegahan stunting diselaraskan

dengan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh

KL yang berlokasi di kabupatenkota Dinas

Kesehatan memastikan terpenuhinya sumber

daya yang mendukung intervensi gizi spesifik

secara konvergen yang meliputi SDM

anggaran dukungan logistik dan kemitraan

Sedangkan Bappeda berperan dalam

koordinasi untuk menciptakan lingkungan yang

mendukung kebijakan intervensi secara

konvergen terutama intervensi sensitif dengan

menyelaraskan kebijakan seluruh OPD

Dana APBD di Provinsi Papua Barat pada tahun

Tabel 75

Penggunaan Dana APBD (Otsus dan BOK PMK) pada Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Jenis Intervensi Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

INTERVENSI SPESIFIK

Ibu Hamil

- Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin 1667044052 2182 Jiwa 85

- Suplementasi tablet tambah darah dan periksaan kehamilan 379861600 15317 Jiwa 80

Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-23 bulan

- Suplementasi kapsul vitamin 66836977 12320 Jiwa 100

- Pemantauan dan Promosi pertumbuhan (tingkat desa) 155659525 28693 Orang 100

Remaja Putri dan Wanita Usia Subur

- Suplentasi tablet tambah darah 799102989 44532 Jiwa 100

Anak Usia 24-59 bulan

- Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut 5660222222 2547 Jiwa 100

- Suplementasi kapsul vitamin A 107734789 47745 Jiwa 100

- Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 555344444 151 Puskesmas 100

INTERVENSI SENSITIF

Peningkatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi

- Akses air minum yang aman 11800000000 13 Kabkota 100

- Akses sanitasi yang layak 1540836042 3 Kabkota 85

Peningkatan kesadaran komitmen dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak

- Penyediaan konseling kesehatan dan reproduksi untuk remaja 1929297500 514 Orang 100

- Penyebarluasan informasi melalui berbagai media 207339727 50 Orang 100

- Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua 555195300 230 Orang 100

- Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 250000000 1 Kabkota 100

Peningkatan akses dan kualitas Pelayanan gizi dan kesehatan

- Akses pelayanan Keluarga Berencana 348042400 13 Kabkota 100

- Akses Jaminan Kesehatan (JKN) Orang Asli Papua 28818415000 589 Jiwa 100

- Akses bantuan uang tunai untuk keluarga miskin (PKH) 1512670000 13 Kabkota 100

Peningkatan akses pangan Bergizi

- Akses kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) 711975000 10 Kelompok 85

- Akses kegiatan Kawasan Mandiri Pangan 371801600 6 Kawasan 80

Sumber Bappeda Provinsi Dinkes Provinsi Bappeda KabupatenKota dan Dinkes KabupatenKota (data diolah)

111 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

2019 dimanfaatkan dalam program

penanganan stunting untuk keperluan

membiayai kegiatan intervensi spesifik dan

intervensi sensitif Selama satu tahun tercatat

penggunaan dana sebesar Rp5744 miliar untuk

pencegahan stunting dengan kegiatan

intervensi spesifik sebesar Rp939 miliar dan

sebesar Rp4805 miliar untuk membiayai

kegiatan intervensi sensitif Penggunaan dana

tersebut bagian terbesar diperuntukkan bagi

penyediaan akses JKN Orang Asli Papua (OAP)

sebesar 2882 miliar Penggunaan dana yang

besar lainnya adalah untuk penyediaan akses

air minum yang aman dan pemberian makanan

tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut

dengan realisasi berturut-turut sebesar Rp118

miliar dan Rp566 miliar

B4 Sinkronisasi Program Pencegahan Stunting

Kebijakan pembiayaan pada program

pencegahan stunting yang berasal dari APBN

dan APBD dalam berbagai skema merupakan

salah satu bentuk sinkronisasi kebijakan antara

pusat dan daerah Adanya sinkronisasi ini

diharapkan semakin mengakselerasi

peningkatan prevalensi stunting sekaligus

mendorong pembangunan infrastruktur serta

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di

masa depan Namun demikian dominasi dana

APBN masih terasa dan pemda tidak sanggup

jika harus menyediakan alokasi yang nantinya

akan mengurangi pendanaan kegiatan daerah

Selain itu pertimbangan keterbatasan kapasitas

fiskal daerah dikhawatirkan akan berdampak

pada gaji PNS karena alokasi terbesar dana

APBD dialokasikan untuk belanja pegawai Oleh

karena itu pada kegiatan intervensi spesifik

yang menyasar langsung prioritas pencegahan

(Ibu hamil baduta balita remaja putri)

peranan belanja KL sangat penting

Dari 13 pemerintah daerah yang ada di Provinsi

Papua Barat terdapat 2 kabupaten yang

menjadi lokus prioritas penanganan stunting

nasional Kondisi ini membuat fokus kegiatan

berada di kedua wilayah tersebut sedangkan

kabupatenkota lainnya pengalokasian hanya

bersifat memenuhi kewajiban yang sudah

ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (spesific

grant) dan berupaya mencari sumber

pembiayaan lainnya (Swasta) Sejauh ini

pelaksanaan pencegahan stunting selama

tahun 2019 di Provinsi Papua Barat dengan

kombinasi sumber pembiayaan yang ada

mencapai Rp27759 miliar Proporsi terbesar

berasal dari dana APBN (Belanja KL) mencapai

3764 persen (Rp10448 miliar) sedangkan

kontribusi DAK Fisik APBD dan Dana Desa

berturut-turut sebesar 2495 persen (Rp6925

miliar) 2069 persen (Rp5744 miliar) dan 1672

persen (Rp4642 miliar)

Tabel 76

Komposisi Penggunaan Dana Pencegahan Stunting di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 (Rp)

Sumber Dana Intervensi Spesifik Intervensi Sensitif

Pendampingan

Koordinasi dan

Duktek

Kontribusi

APBN 19277886059 76779888382 8421955068 3764

DAK Fisik 6060643195 63186313948 - 2495

Dana Desa 7470489150 38951663449 - 1672

APBD

(DAU DAK Non Fisik Otsus) 9391806598 48045572569 - 2069

Jumlah 42200825002 226963438348 8421955068 10000

Sumber Bappeda Dinkes dan OMSPAN (data diolah)

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

112

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

C TANTANGAN PENANGANAN STUNTING

Pelaksanaan program sejauh ini dapat berjalan

lancar meskipun dengan alokasi anggaran yang

relatif besar melalui optimalisasi penggunaan

dana untuk mencapai output yang ditargetkan

Pada masa mendatang berbagai tantangan

masih harus dihadapi dalam pelaksanaan

program-program penurunan stunting

diantaranya

1 Koordinasi dan sinergi baik antar-KL antar

pemerintah kabupatenkota antara

pemerintah kabupatenkota dan provinsi

maupun antara pemerintah pusat dan

daerah yang masih perlu ditingkatkan

Berbagai program yang masih bersifat

sektoral dan kewilayahan perlu ditingkatkan

sinerginya sehingga dapat sepenuhnya saling

mendukung dalam akselerasi penurunan

stunting di daerah secara keseluruhan

2 Kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan

program yang masih perlu ditingkatkan

Keterbatasan pelaksana program di

lapangan baik dalam hal kualitas maupun

kuantitas sebaran penduduk yang luas

belum adanya mekanisme untuk memastikan

ketercapaian output serta lemahnya

monitoring dan evaluasi baik itu dari

pemerintah kabupatenkota pemerintah

provinsi maupun pemerintah pusat

menyebabkan implementasi program

menjadi tidak maksimal

3 Belum meratanya akses kepada layanan

kesehatan pendidikan anak usia dini air

bersih dan sanitasi karena keterbatasan

angaran dalam penyediaan sarana dan

prasarana

4 Kurangnya pengetahuan masyarakat

tentang gizi dan pola hidup sehat yang

berpengaruh pada praktek pengasuhan

yang tidak tepat Selain itu penyampaian

informasi atau sosialisasi yang terkendala

dengan jarak dan ketersediaan tenaga

kesehatan

Halaman ini sengaja dikosongkan

KESIMPULAN

SARAN

ldquoTarian Penyambutan oleh Suku Arfak suku asli Manokwarirdquo

DJPbKawalAPBN

113

Kesimpulan dan Rekomendasi

A KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dan analisis seperti

yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut

1 Pembangunan Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus didominasi oleh

pengaruh faktor ekonomi dengan kekayaan

alam (minyak bumi dan gas alam) yang

melimpah menjadi modal utama

2 Perekonomian Papua Barat hanya

didominasi oleh 3 kabupatenkota (Kota

Sorong Kab Manokwari dan Kab Teluk

Bintuni) sebagai lokasi pertambangan dan

perindustrian sehingga menyebabkan

kesenjangan dan tidak meratanya kapasitas

dan kualitas infrastruktur baik itu jalan listrik

fasilitas perdagangan fasilitas kesehatan

maupun fasilitas pendidikan

3 Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat

bervariasi terletak pada ketinggian 0-2940

mdpl dan menyebabkan Provinsi Papua

Barat menjadi sangat berpotensi (kelas risiko

tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan

dan hutan gempa tektonik serta

gelombang tsunami

4 Kinerja perekonomian Provinsi Papua Barat

selama tahun 2019 tampil cukup baik Hal ini

tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang

mampu tumbuh meskipun tertahan pada

level 266 persen PDRB per kapita naik

sebesar 218 persen inflasi yang terkendali

pada angka 193 persen dan ekspor yang

menurun sebesar 179 persen

5 Tingkat kesejahteraan penduduk di Provinsi

Papua Barat pada tahun 2019 menunjukan

peningkatan walaupun belum signifikan Hal

ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang turun

menjadi 2151 persen disertai dengan nilai

gini ratio yang juga turun menjadi 0381

Sementara itu tingkat pengangguran

meningkat menjadi 624 persen

6 Sensifitas pertumbuhan ekonomi terhadap

tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

relatif rendah dimana elastisitasnya bersifat

inelastis

7 Target pendapatan APBN tahun 2019 di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

sebesar 116 persen dibandingkan target

tahun 2018 yaitu dari Rp303205 miliar

menjadi Rp268042 miliar Sementara itu

dari aspek belanja negara terdapat

kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 427

persen dibandingkan pagu tahun 2018

yaitu dari Rp2423117 miliar menjadi

Rp3172329 miliar

8 Sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi

pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat

mencapai 10987 persen sedangkan

realisasi belanja APBN mencapai 9175

persen

BAB VIII

Kesimpulan dan Rekomendasi

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

114

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

9 Realisasi pendapatan pemerintah pusat di

Provinsi Papua Barat sampai dengan akhir

tahun 2019 sebesar Rp265248 miliar atau

naik 181 persen dari tahun sebelumnya

10 Realisasi penerimaan perpajakan

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan sebesar 2085

persen yaitu dari Rp219362 miliar pada

tahun 2018 menjadi Rp265104 miliar pada

tahun 2019 sedangkan realisasi

pendapatan bukan pajak tahun 2019

sebesar Rp29404 miliar atau turun 199

persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya

yang berjumlah Rp30001 miliar

11 Sampai dengan akhir tahun 2019 jumlah

penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat

sebesar Rp16978 miliar yang diberikan

kepada 51622 debitur Daerah dengan

jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota

Sorong sebesar Rp57002 milar dengan

jumlah debitur sebanyak 16903 nasabah

Jika dilihat per sektor perdagangan

merupakan sektor yang memiliki jumlah

penyaluran KUR terbesar mencapai

Rp119405 miliar dengan jumlah debitur

sebanyak 35551 nasabah

12 Berdasarkan komposisinya komponen

terbesar dari Transfer ke Daerah dan Dana

Desa (TKDD) Provinsi Papua Barat tahun 2019

berupa DBH menyumbang 362 persen dari

total keseluruhan TKDD yang diterima Provinsi

Papua Barat Komponen terbesar kedua

yaitu DAU sebesar 321 persen

13 Pada tahun 2019 beberapa output strategis

APBN tercatat memiliki realisasi yang cukup

besar seperti pembangunan dan preservasi

plusmn1110 Km jalan (Rp94404 miliar) Jembatan

sepanjang plusmn235 meter (Rp43572 miliar) dan

rehabilitasi sarana pendidikan sebanyak

plusmn311 ruang (Rp2268 miliar) Selain itu realisasi

PIP dan KIP mampu mencapai nilai Rp4099

juta atau sebanyak 482 siswa beasiswa

Bidikmisi sebanyak 353 mahasiswa

Sementara pada bidang kesehatan

pencegahan stunting mampu terlaksana

pada 8558 keluarga penyediaan layanan

imunisasi alokon pada 170 faskes di 13

kabupatenkota

14 Target pendapatan APBD tahun 2019 seluruh

pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat

mengalami peningkatan 5132 persen dari

Rp1897836 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2871888 miliar pada tahun 2019

Sebaliknya total pagu belanja APBD

pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat

naik dari Rp2326404 miliar pada tahun 2018

menjadi Rp2761199 miliar atau meningkat

1869 persen di tahun ini

15 Total pendapatan APBD seluruh pemerintah

daerah se- Provinsi Papua Barat mencapai

Rp2631445 miliar atau naik 3092 persen

dibandingkan tahun sebelumnya Adapun

dari aspek belanja terdapat kenaikan

realisasi sebesar 12 persen yaitu dari

Rp2125451 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp2380387 miliar pada tahun 2019

16 Realisasi pendapatan seluruh pemerintah

daerah se-Provinsi Papua Barat pada tahun

2019 didominasi oleh pendapatan transfer

mencapai 9208 persen dari total

pendapatan daerah

17 Pada tahun 2019 indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index) pemerintah

kabupatenkota di Provinsi Papua Barat

tidak ada pemerintah kabupatenkota di

Provinsi Papua Barat yang masuk dalam

kategori sangat baik dan hanya ada dua

pemerintah daerah yang masuk ke dalam

kategori baik yaitu Kab Teluk Bintuni dan

Kaimana Sementara itu terdapat lima

115 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Kesimpulan dan Rekomendasi

daerah yang masuk dalam kategori buruk

yaitu Kab Manokwari Kab Fakfak Kab

Sorong Selatan Kab Teluk Wondama dan

Kab Raja Ampat Adapun pemerintah

daerah lainnya masuk dalam kategori

cukup

18 Belanja wajib APBD tahun 2019 pada bidang

pendidikan pelaksanaannya diwujudkan

dalam bentuk gaji dan tunjangan bagi

tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)

pemberian beasiswa OAP afirmasi OAP di

Perguruan Tinggi pembangunan fasilitas

pendidikan menengah pembangunan

prasarana dan sarana belajar

pembangunan rumah dinas guru serta

pengembangan koleksi perpustakaan Pada

bidang kesehatan output prioritas

diwujudkan melalui penyediaan makanan

tambahan obat vaksin dan perbekalan

kesehatan penyediaan layanan kesehatan

berbasis masyarakat pembangunan fasilitas

kesehatan tingkat lanjut di Kab Manokwari

serta penempatan tenaga kesehatan

secara merata Sementara output belanja

infrastruktur realisasi diantaranya

pembangunan dan preservasi plusmn473Km jalan

Jembatan sepanjang plusmn177 meter dan

pengembangan saluran irigasi seluas plusmn500

Ha serta pelabuhandermaga rakyat di 4

lokasi terminal di 3 lokasi serta SPAM di 8

lokasi

19 Dengan menggunakan pendekatan

Mansfield ndash Wirasasmita Model ditemukan

bahwa elastisitas penerimaan pajak daerah

di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per

kapita bersifat elastis Selain itu didapatkan

nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif

kecil yang menunjukan tingkat kesulitan

pemungutan pajak daerah relatif tinggi

20 Berdasarkan tabel input output Provinsi

Papua Barat tahun 2013 yang kemudian

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System)

model Miller dan Blair (1985) diperoleh hasil

bahwa sektor dengan nilai pengganda

output terbesar yaitu industri pengolahan

migas dan perikanan Adapun sektor

dengan pengganda pendapatan tertinggi

yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor

administrasi pemerintahan amp jaminan sosial

Sementara itu sektor dengan pengganda

tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya

dan industri makanan amp minuman

21 Dari sisi keterkaitan antar sektor sektor yang

memiliki keterkaitan ke depan (forward

linkage) terbesar yaitu industri lainnya dan

industri makanan-minuman Adapun sektor

yang memiliki keterkaitan ke belakang

(backward linkage) terbesar yaitu industri

pengolahan migas dan perikanan

22 Dua kabupaten menjadi lokus prioritas

penanganan stunting nasional yaitu Kab

Tambraw dan Sorong Selatan Pelaksanaan

pencegahan stunting selama tahun 2019

dengan kombinasi sumber pembiayaan

yang ada mencapai Rp27759 miliar

Proporsi terbesar berasal dari dana APBN

(Belanja KL) mencapai 3764 persen

(Rp10448 miliar) sedangkan kontribusi DAK

Fisik APBD dan Dana Desa berturut-turut

sebesar 2495 persen (Rp6925 miliar) 2069

persen (Rp5744 miliar) dan 1672 persen

(Rp4642 miliar)

B REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas

beberapa rekomendasi yang diajukan

diantaranya

1 Sebagai salah satu komponen pertumbuhan

ekonomi pengeluaran pemerintah di

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

116

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke

daerah pedesaan dan remote area Hal ini

didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah

penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

sebagian besar berada di daerah pedesaan

yang terpencil Berbagai sektor yang

memiliki andil besar terhadap pertumbuhan

ekonomi sebagian besarnya tercurah ke

daerah perkotaan sehingga manfaatnya

belum banyak dinikmati oleh penduduk

pedesaan

2 Pemerintah perlu meningkatkan kualitas

pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan

sarana infrastruktur yang layak dan

memadai di daerah pedesaan dan remote

area terutama sarana pendidikan

kesehatan dan transportasi beserta tenaga

pendidikan dan kesehatan yang handal di

bidangnya

3 Pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

perlu mengoptimalisasi anggaran belanja

wajib melalui pelaksanaan program yang

efektif dan efisien serta memiliki sinergi

dengan pemerintah pusat berupa kegiatan

pengadaan pembangunan dan

pemeliharaan sarana prasarana pendidikan

dan kesehatan yang saling melengkapi dan

tidak ada duplikasi serta lebih awal

sehingga dapat selesai pada satu tahun

anggaran

4 Pemerintah sebaiknya mengutamakan

persebaran KUR di luar sektor perdagangan

ke sektor lain yang lebih produktif seperti

sektor pertanian perikanan dan industri

pengolahan Hal ini dikarenakan perluasan

kepada sektor produktif dapat lebih

menggerakkan roda perekonomian di

Provinsi Papua Barat

5 Dikarenakan indeks kesehatan keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk

dalam kategori sangat baik dan hanya ada

satu pemerintah daerah yang masuk ke

dalam kategori baik oleh karena itu

pemerintah daerah harus meningkatkan

kualitas belanja daerah (quality of spending)

yang berorientasikan kepada hasil dan

manfaat yang dirasakan oleh publik

Caranya dengan melakukan perencanaan

anggaran yang baik dan tepat waktu

membuat prioritas belanja dan

melaksanakannya dengan disiplin yang

tinggi sesuai prinsip ekonomis efektif dan

efisien Untuk mendukung kualitas dari

belanja daerah pengeluaran pemeritah

daerah juga harus dilakukan secara

transparan dan akuntabel

6 Berdasarkan perhitungan potensi pajak

daerah menggunakan pendekatan

Mansfield ndash Wirasasmita Model diantara

kebijakan dan strategi pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat untuk meningkatkan

penerimaan pajak daerah yaitu

a Meningkatkan basis data perpajakan

melalui (1) pendataan ulang wajib pajak

dan objek pajak (2) peningkatan

koordinasi internal pemerintah daerah

terutama kepada badandinas perizinan

daerah dan (3) pemanfaatan data

pihak ketiga seperti Badan Pertanahan

setempat untuk penerimaan PBB

b Melakukan kerjasama dan koordinasi

dengan kantor pelayanan pajak dan

kantor pelayanan kekayaan negara dan

lelang setempat dalam penilaian dan

penagihan pajak daerah

c Melakukan koordinasi dengan aparat

kepolisan Kejaksaan BPK dan BPKP

setempat dalam pemeriksaan pajak

daerah

117 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Kesimpulan dan Rekomendasi

d Melakukan modernisasi sistem dan tata

kola pajak daerah dengan cara (1)

memanfaatkan teknologi informasi untuk

basis data (integrated database) dan

pelayanan perpajakan (2) membangun

organisasi pemungutan pajak daerah

yang handal dan (3) menyusun Standar

Operasional Prosedur (SOP) pemungutan

dan pelayanan perpajakan

e Meningkatkan kapasitas sumber daya

manusia melalui (1) pelaksanaan diklat

penilaian penagihan dan pemeriksaan

(2) penambahan jumlah diklat terkait

praktik pemungutan perpajakan yang

baik dan (3) pelaksanaan kerjasama

dengan pemerintah daerah lain yang

sukses dalam pemungutan pajak

daerah

7 Berdasarkan tabel input output Provinsi

Papua Barat tahun 2013 yang kemudian

dilakukan updating menggunakan metode

modified RAS (Ratio Allocation System)

model Miller dan Blair (1985) diantara

kebijakan dan strategi pengembangan

sektoral yang dapat ditempuh pemerintah

daerah Provinsi Papua Barat diantaranya

a Apabila dalam proses pembangunan

lebih mengutamakan pertumbuhan

ekonomi yang mantap sebaiknya

pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat lebih berfokus untuk mendorong

industri pengolahan migas dan sektor

perikanan dikarenakan memiliki

pengganda output terbesar

b Apabila sasaran utama dari proses

pembangunan adalah peningkatan

pendapatan masyarakat maka

kebijakan pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat sebaiknya lebih fokus untuk

mendorong sektor jasa pendidikan

dikarenakan memiliki pengganda

pendapatan terbesar

c Apabila fokus pembangunan daerah

adalah peningkatan kesempatan kerja

maka kebijakan pemerintah daerah di

Provinsi Papua sebaiknya lebih

mengutamakan industri lainnya dan

industri makanan-minuman dikarenakan

memiliki pengganda tenaga kerja

terbesar

d Sektor kunci yang dapat dijadikan

unggulan oleh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat yaitu industri lainnya

dan industri makanan-minuman

dikarenakan memiliki derajat kepekaan

tertinggi Sementara itu industri

pengolahan migas dan sektor ikan

dapat dijadikan sektor kunci karena

memiliki daya penyebaran terbesar

8 Pemerintah daerah seharusnya lebih terlibat

dalam akselerasi penurunan stunting

dengan penggunaan dana APBD Selain itu

upaya optimalisasi pelaksanaan

pencegahan stunting oleh Pemda dilakukan

melalui (1) peningkatan koordinasi dan

sinergi baik antar pemerintah

kabupatenkota antara pemerintah

kabupatenkota dan provinsi maupun

dengan pemerintah pusat (2) peningkatan

kualitas cakupan dan sasaran pelaksanaan

program dengan menambah tenaga

kesehatan berbasis masyarakat di lapangan

(3) pelaksanaan monitoring dan evaluasi

rutin baik itu dari tingkat kabupatenkota

pemerintah provinsi untuk menjaga tingkat

ketercapaian sasaran program (4)

penyediaan akses kepada layanan

kesehatan pendidikan anak usia dini air

bersih dan sanitasi yang merata secara

konsisten

118

Daftar Pustaka

Aisen A amp Veiga FJ (2010) How Does Political

Instability Affect Economic Growth

Washington International Monetary

Fund

Altman EI (1968) Financial Ratios Discriminant

Analysis and the Prediction of Corporate

Bankruptcy The Journal of Finance Vol

23 No 4 pp 589-609

Baumohl Bernard (2012) The Secrets of

Economic Indicators Hidden Clues to

Future Economic Trends and Investment

Opportunity -Third Edition New Jersey

Pearson Education Limited

Barro Robert J (1991) Economic Growth in a

Cross Section of Countries

Massachusetts The MIT Press

Beaver WH (1966) Financial Ratios as

Predictors of Failure Journal of

Accounting Research Vol 4 pp 71-111

Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2001)

Small and Medium Enterprise Dynamics

In Indonesia Bulletin of Indonesian

Economic Studies Volume 37 Issue 3

2001 pp 363-84

Berry A Rodriguez E amp Sandee H (2002)

Firm and Group Dynamics in the Small

and Medium Enterprise Sector in

Indonesia Small Business Economics 18

Pp 141-61

BlanchardOliver (2006) Macroeconomics ndash

forth edition New Jersey Prentice Hall

BNPB (2014) Indeks Risiko Bencana Indonesia

Jakarta Direktorat Pengurangan Risiko

Bencana BNPB

Bourletidis K amp Triantafyllopoulos Y (2014)

SMEs Survival in Time of Crisis Strategies

Tactics and Commercial Success Stories

Procedia - Social and Behavioral

Sciences Vol 148 pp 639-644

Brown KW (1993) The 10-point Test of Financial

Condition Toward An Easy-to-use

Assessment Tool for Smaller Cities

Government Finance Review Vol 9 pp

21-26

Carmeli A (2008) The fiscal distress of local

governments in Israel Administration amp

Society 39 984

Chase BW amp Philips RH (2004) GASB 34 and

Government Financial Condition An

Analytical Toolbox Government Finance

Review Vol 20 no 2 pp 26-31

Chenery HB amp and T Watanabe (1958)

International Comparisions of The

Strructural of Production Econometrica

26(4) 487-521

Chittithaworn C Islam A Keawchana T amp

Yusuf D H (2011) Factors Affecting

Business Success of Small amp Medium

Enterprises (SMEs) in Thailand Asian

Social Science Vol 7 No 5 pp 180-190

CICA (1997) Indicators of Government

Financial Condition Canadian Institute

of Chartered Accountants Toronto

Corden WM amp Neary J P (1982) Booming

Sector and De-industrialisation in a Small

Open Economy Economic Journal 92

(December) 825-48

Cramer JS (2001) Measures of Fit of

Multinominal Discrete Models Tinbergen

Institute Discussion Papers Vol 4 01-082

Davey K 2003 Fiscal Decentralization (dikutip

secara online pada 12 Februari 2019 dari

httpunpan1unorgintradocgroupsp

ublicdocumentsUNTCUNPAN017650p

df

Dollar D amp A Kraay (2002) Growth is Good for

the Poor Journal of Economic Growth 7

195-225

DAFTAR PUSTAKA

119 Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Daftar Pustaka

Dollery B Crase L amp Byrens J (2006) Local

Government Failure Why does Australian

Local Government Experience

Permanent Financial Austerity

Australian Journal of Political Science

Vol 41 pp 339-353

Drazen A (2000) Political Economy in

Macroeconomics Pricenton Princenton

University Press

Foster R N (1986) Innovation The Attackerrsquos

Advantage New York Summit Books

Funabashi G (2013) Small and Medium

Enterprises under the Global Economic

Crisis Evidence from Indonesia Asian

Institute of Management Working Paper

14-012

Gujarati DN amp Porter DC (2009) Basic

Econometrics -fifth edition Boston

McGraw-Hill

Heckman J J (2008) The Case For Investing In

Disadvantaged Young Children CESifo

DICE Report 6(2) 3-8

Hirschman AO (1958) The Strategy of

Economic Development New York Yale

University Press

Inanga E L amp Wusu D (2004) Financial

Resource Base of Sub-national

Governments and Fiscal

Decentralization in Ghana African

Development Review 16 (1) 72

Jhingan ML (1983) The Economics of

Development and Planning New Delhi

Vicas Publishing

Keefer P amp Khemani S (2004) Democracy

Public Expenditures and the Poor

Washington DCThe World Bank

Khan S (2015) Impact of sources of finance on

the growth of SMEs evidence from

Pakistan Decision Vol 42 No 1 pp 3-10

Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)

Developing and Testing A Composite

Model to Predict Local Fiscal Distress

Public Administration Review Vol 65 No

3 pp 313-323

Kloha P Weissert CS amp Kleine R (2005)

Someone to Watch Over me State

Monitoring of Local Fiscal ConditionsThe

American Review of Public

Administration Vol 35 no 3 pp 236-255

Krugman P amp Wells R (2011) Economics-

Second Edition New York Worth

Publishers

Mahi Ali K amp Trigunarso Sri I (2017)

Perencanaan Pembangunan Daerah

Teori dan Aplikasi Jakarta Kencana

Mankiw N Gregory (2013) Macroeconomics -

eight edition New York Worth Publisher

Mansfield XY (1972) Elasticity and Bouyancy of

Tax System A Method Applied to

Paraguay International Monetary Fund

Staff Paper Vol XIX

MillerRE dan PDBlair (1985) Input-Output

Analysis Foundations and Extensions

New Jersey Prentice-Hall

Mishkin Frederic S (2015) Macroeconomics

Policy and Practice New Jersey Pearson

Education Limited

Nollenberger K Groves SM amp Valente MG

(2003) Evaluating Financial Condition A

Handbook for Local Government

Washington DC International

CityCounty Managers Association

Pearce JA amp Richard B Robinson Jr (1998)

Strategic Management-third edition

USA Richard D Irwin Illions

Prudrsquohomme R (1995) On the Dangers of

Decentralization Research Observer

10th 201-220

Ravallion Martin (1995) Growth and Poverty

Evidence for Developing Countries in The

1990s Economics Letters Vol 48 (June)

411-417

Saaty TL (2008) Decision Making with The

Analytic Hierarchy Process International

Journal of Services Sciences Vol 1 no1

pp 83-98

Samuelson Paul A amp Nordhaus William P

(2004) Macroeconomics New York

Irwin McGraw-Hill

Seyoum B (2009) Export-Import Theory

Practices and Procedures -Second

Edition New York Routledge

Soleh Ahmad (2017) Strategi Pengembangan

Potensi Desa Jurnal Sungkai Vol 5 No 1

pp 32-52

Stiglitz Joseph E (1998) Towards A New

Paradigm For Development Geneva

United Nations Conference on Trade

Development 9th Raul Prebisch Lecture

Sukirno Sadono (2011)Makroekokonomi Teori

Pengantar Jakarta PT Raja Grafindo

Persada

Takashi H (1999) Fiscal Crises in Japanrsquos

Prefectures and The Debate on

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

120

Daftar Pustaka

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Corporate Tax Reform Japan Economic

Institute of America

Tjiptoherijanto Prijono (2017) Dinamika

Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Indonesia Jurnal Analis Kebijakan Vol 1

No2

Todaro Michael P amp Stephen C Smith (2003)

Economic Development- Eigth Edition

London Pearson Education Limited

Wang X Dennis L amp Tu YSJ (2007) Measuring

Financial Condition A Study of US States

Public Budgeting amp Finance Vol 27 No

2 pp 1-21

Wirasasmita Y (1982) Elasticity of Tax System A

Model Applied to Indonesia for The

Period 19741975 ndash 19791980

Pemberitaan No13 Bandung Universitas

Padjadjaran

Wengel J amp Rodriguez E (2006) SME Export

Performance in Indonesia After The Crisis

Small Business Economics Vol 26 No 1

pp 25-37

WCED S W S (1990) World Commission On

Environment and Development Our

Common Future 17 1-91

Zumaeroh (2011) Penduduk Dalam Proses

Pembangunan Majalah Ilmiah Ekonomi

Vol 14 No 1 pp 15-19

Peraturan

UU No 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi

menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah

UU No 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi

menjadi UU No 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah

UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014

Dana Desa Yang Bersumber Dari

Anggaran Pendapatan Dan Belanja

Negara

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015

tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014

tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa

Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2017

Tentang Rencana Kerja Pemerintah

Tahun 2018

PMK Nomor 247PMK072015 tentang Tata Cara

Pengalokasian Penyaluran

Penggunaan Pemantauan dan

Evaluasi Dana Desa

PMK Nomor 49PMK072016 tentang Tata Cara

Pengalokasian Penyaluran

Penggunaan Pemantauan dan Evaluasi

Dana Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

257PMK072015 tentang Tata Cara

Penundaan dan atau Pemotongan

Dana Perimbangan Terhadap Daerah

Yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana

Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

50PMK072017 tentang Pengelolaan

Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

112PMK072017 tentang Perubahan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

50PMK072017 tentang Pengelolaan

Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Permendes Nomor 4 Tahun 2017 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa

Pembangunan Daerah Tertinggal dan

Transmigrasi Indonesia Nomor 22 Tahun

2016 tentang Penetapan Prioritas

Penggunaan Dana Desa Tahun 2017

Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4

Tahun 2017 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah

Daerah Provinsi Provinsi Papua Barat

2017-2021

Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 55

Tahun 2018 tentang Rencana Kerja

Pemerintah daerah Provinsi Papua Barat

Tahun 2019

Halaman ini sengaja dikosongkan

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

LAMPIRAN

Hasil Olah Data Eviews 10

Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test

Equation Untitled

Test period random effects

Test Summary Chi-Sq Statistic Chi-Sq df Prob

Period random 0011090 1 09161

WARNING estimated period random effects variance is zero

Period random effects test comparisons

Variable Fixed Random Var(Diff) Prob

GROWTH -0808006 -0814014 0003255 09161

Regresi Data Panel

Period random effects test equation

Dependent Variable POVERTY

Method Panel Least Squares

Date 020620 Time 1639

Sample 2016 2019

Periods included 4

Cross-sections included 13

Total panel (balanced) observations 52

Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob

C 3219243 3027290 1063408 00000

GROWTH -0808006 0539769 -1496949 01434

Effects Specification

Period fixed (dummy variables)

R-squared 0079440 Mean dependent var 2805154

Adjusted R-squared 0000534 SD dependent var 7682391

SE of regression 7680338 Akaike info criterion 7012119

Sum squared resid 2064566 Schwarz criterion 7182741

Log likelihood -1327363 Hannan-Quinn criter 7073336

F-statistic 1006773 Durbin-Watson stat 0043567

Prob(F-statistic) 0401337

Dependent Variable LOG(T) Method Least Squares Date 022020 Time 2341 Sample 1 11 Included observations 11

Variable Coefficient Std Error t-Statistic Prob

C 3156794 7072044 0446376 06672

LOG(Y) 1246326 0566079 2201680 00588 LOG(T1) 0360037 0273317 1317288 02242

R-squared 0506975 Mean dependent var 2211698 Adjusted R-squared 0383719 SD dependent var 2042810 SE of regression 1603679 Akaike info criterion 4009479 Sum squared resid 2057430 Schwarz criterion 4117996 Log likelihood -1905213 Hannan-Quinn criter 3941074 F-statistic 4113178 Durbin-Watson stat 2399802 Prob(F-statistic) 0059085

Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2013 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar

Tahun

2013

Kode

15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 306

15 4107217 433527 18834 1243 83 - 239432 78928 156 26809 588 356 1574 1631269 32547079

14 10702043 494469 37530 - - - - - - - 7572 4177 86022 465347 13790814

23 212528 145112 945679 93 275 - 560 451 607 420 38508 339898 7507228 15371 445497

21 1154283 790085 51891 15773 301 - 178953 46786 377 53341 60818 28496 64684 10271 85782

17 515297 - - 42 13453 - 31595 42871 73 4609 138386 18677 942 (7642) 142051

37 1213083 - - - - - - - 16498 21282 108024 3277909 5011 57570 1185205

25 - - - - - - - - - - 486372 108732 230952 (255289) 3501664

11 - - - - 1228 - - 416857 - - 1276410 55494 6557 (132259) 833126

34 193526 43442 26514 9608 7340 - 248029 4227 62205 2463 332666 234059 42209 (3025) 248599

38 32440 - 7757 - - - - - 1385 308417 722141 1134753 8385 1830 38047

201 3840406 2020974 2510884 50582 56892 3317945 649979 301984 232744 960378

202 10699814 10133020 3719111 104580 136091 1315773 1622740 1112082 524049 206073

203 117077 108105 52092 1388 1363 - 16960 10036 4339 3621

Sumber BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2019 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar Updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) Model Miller dan Blair

Tahun

2019

Kode

15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 Tenaga

Kerja ICOR

15 7076142 746904 32448 2142 143 - 412507 135982 269 46188 1013 613 2712 2810441 56073917 8528 2323925

14 18438075 851899 64659 - - - - - - - 13045 7196 148203 801726 23759581 8711 122187

23 366155 250007 1629268 160 474 - 965 777 1046 724 66344 585595 12933870 26482 767527 2789 2010547

21 1988663 1361202 89401 27175 519 - 308310 80606 650 91899 104781 49094 111441 17695 147790 3905 019106

17 887782 - - 72 23178 - 54434 73861 126 7941 238419 32178 1623 (13166) 244733 4074 061430

37 2089967 - - - - - - - 28424 36666 186110 5647364 8633 99185 2041937 595 -

25 - - - - - - - - - - 837949 187330 397897 (439826) 6032861 2484 -

11 - - - - 2116 - - 718184 - - 2199070 95608 11297 (227863) 1435356 12254 2767864

34 333417 74844 45680 16553 12646 - 427318 7283 107170 4243 573135 403250 72720 (5212) 428300 1011 289078

38 55889 - 13364 - - - - - 2386 531358 1244145 1955016 14446 3153 65549 496 2446210

201 6616465 3481846 4325891 87145 98017 5716340 1119820 520275 400984 1654593

202 18434234 17457730 6407491 180176 234465 2266887 2795747 1915957 902861 355034

203 201707 186249 89747 2391 2348 - 29220 17291 7475 6238

Sumber Aplikasi Input Output Regional Kerjasama antara Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM Edocondan Bappenas

Kode

I-O Sektor

15 Industri Pengolahan Migas

14 Pertambangan dan Penggalian

23 Konstruksi

21 Industri Lainnya

17 Industri Makanan dan Minuman

37 Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial

25 Perdagangan

11 Ikan

34 Keuangan

38 Jasa Pendidikan

Kode

I-O Uraian

201 Upah amp Gaji

202 Surplus usaha

203 Penyusutan

301 Konsumsi Rumah Tangga

302 Konsumsi Pemerintah

303 Pembentukan Modal Tetap Bruto

304 Inventori

305 Ekspor Barang

306 Ekspor Jasa

Executive Summary

Pengarah

Hari Utomo

(Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat)

Penanggung Jawab

Neil Edwin

(Plt Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Koordinator

Rian Andriono

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-C)

Anggota

Posma Amando Siagian

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-A)

Alif Fahrudin

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-B)

Yohanes Djie

(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Melianus

(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Tim Penyusun

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Provinsi Papua Barat

Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari

Komplek Perkantoran Pemerintahan Provinsi Papua Barat

Jl Brigjen Marinir (Purn) Abraham O Atururi Kelurahan Anday Arfai Kab Manokwari

Telepon (0986) 214122 - Faksimili (0986) 214124

website djpbnkemenkeugoidkanwilpapuabarat

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROVINSI PAPUA BARAT

GKN MANOKWARI LT II KOMPLEK PERKANTORAN GUBERNUR JALAN ABRAHAM O ATURURI ARFAIMANOKWARI 98315 TELEPON (0986) 214122 FAKSIMILI (0986) 214124 SUREL

KANWILDJPBNPAPUABARATGMAILCOM SITUS WWWDJPBKEMENKEUGOIDKANWILPAPUABARAT

NOTA DINASNOMOR ND-153WPB332020

Yth Direktur Pelaksanaan AnggaranDari Plh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi

Papua BaratSifat BiasaLampiran -

Hal Penyampaian KFR Tahun 2019 Provinsi Papua BaratTanggal 25 Februari 2020

Menindaklanjuti Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-61PB2017tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional dan Nota Dinas DirekturPelaksanaan Anggaran Nomor ND-54PB22020 tentang Penyusunan dan Tema AnalisisTematik Kajian Fiskal Regional Tahunan 2019 bersama ini kami sampaikan KFR Tahun 2019Provinsi Papua Barat Adapun softcopy laporan telah kami kirimkan melalui pos-el ke alamatloditpagmailcom

Demikian kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih

Ditandatangani secara elektronikPaulina Latupeirissa

  • KFR Provinsi Papua Barat Tahun 2019 Netpdf (p1-162)
    • Kata Pengantar KFR 2019pdf
    • Bab 2 KFR 2019pdf
    • Bab 5 KFR 2019pdf
    • Bab 6 KFR 2019pdf
    • Daftar Pustaka KFR 2019pdf
    • Lampiranpdf
    • Tim Penyusunpdf
    • Sampul Belakang 2019pdf
      • ND-153_WPB33_2020 Pengantar KFR Tahun 2019pdf (p163)
Page 6: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 7: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 8: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 9: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 10: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 11: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 12: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 13: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 14: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 15: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 16: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 17: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 18: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 19: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 20: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 21: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 22: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 23: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 24: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 25: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 26: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 27: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 28: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 29: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 30: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 31: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 32: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 33: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 34: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 35: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 36: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 37: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 38: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 39: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 40: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 41: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 42: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 43: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 44: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 45: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 46: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 47: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 48: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 49: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 50: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 51: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 52: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 53: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 54: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 55: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 56: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 57: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 58: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 59: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 60: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 61: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 62: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 63: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 64: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 65: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 66: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 67: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 68: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 69: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 70: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 71: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 72: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 73: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 74: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 75: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 76: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 77: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 78: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 79: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 80: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 81: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 82: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 83: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 84: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 85: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 86: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 87: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 88: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 89: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 90: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 91: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 92: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 93: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 94: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 95: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 96: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 97: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 98: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 99: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 100: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 101: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 102: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 103: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 104: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 105: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 106: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 107: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 108: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 109: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 110: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 111: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 112: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 113: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 114: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 115: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 116: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 117: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 118: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 119: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 120: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 121: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 122: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 123: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 124: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 125: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 126: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 127: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 128: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 129: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 130: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 131: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 132: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 133: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 134: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 135: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 136: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 137: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 138: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 139: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 140: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 141: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 142: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 143: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 144: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 145: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 146: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 147: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 148: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 149: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 150: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 151: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 152: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 153: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 154: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 155: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 156: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 157: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 158: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 159: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 160: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 161: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 162: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id
Page 163: Tahun 2019 - djpbn.kemenkeu.go.id