Universitas Sumatera Utara
Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id
Departemen Gizi Klinis Makalah Dosen
2019
Peran Isoflavon Terhadap Imunitas
pada Perempuan Menopause
Nasution, Fitriyani
Universitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/10405
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PERAN ISOFLAVON TERHADAP IMUNITAS PADA PEREMPUAN MENOPAUSE
Oleh: dr. Fitriyani Nasution, M.Gizi, Sp.GK
DEPARTEMEN ILMU GIZI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iii
1. PENDAHULUAN.............................................................................1
2. MENOPAUSE..................................................................................3 2.1 Definisi........................................................................................3 2.2 Patofisiologi...................................................................................3 2.3 Tanda dan Gejala..............................................................................5 2.4 Pemeriksaan Klinis..............................................................................6 2.5 Penatalaksanaan.................................................................................7 2.6 Perubahan Imunitas pada Menopause.................................................7
3. ISOFLAVON.......................................................................................10
3.1 Definisi...........................................................................................10 3.2 Absorpsi, Metabolisme, dan Ekskresi..............................................10 3.3 Bioavailibilitas................................................................................11 3.4 Bahan Makanan Sumber...............................................................11 3.5 Manfaat........................................................................................12 3.6 Kebutuhan.....................................................................................13
4. PERAN ISOFLAVON TERHADAP IMUNITAS PADA PEREMPUAN MENOPAUSE .................................................. 14
5. KESIMPULAN...................................................................................18
DAFTAR REFERENSI ........................................................................................ 19
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Kandungan Isoflavon pada Makanan .................................................... 11
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
Menopause merupakan proses alamiah akibat penuaan ditandai berhentinya siklus
menstruasi secara permanen. Perubahan siklus menstruasi terjadi akibat
perubahan hormonal terutama estrogen dan progesteron. Perubahan hormonal
tersebut akan menimbulkan gejala-gejala menopause seperti gejala vasomotor,
gejala urogenital, dan beberapa gejala lain yang akan meningkatkan morbiditas.1,2
Pada tahun 1990, terdapat sekitar 467 juta perempuan yang berusia 50 tahun dan
lebih, diperkirakan jumlah ini akan meningkat sebesar 1,2 miliar pada tahun 2030.
Gejala-gejala menopause dijumpai pada 85% perempuan menopause dengan
derajat yang berbeda-beda, dan lebih dari 20% perempuan melaporkan adanya
gejala yang signifikan.2
Gejala menopause lebih tinggi dialami pada perempuan di Amerika Utara
dan Eropa dibandingkan perempuan di Asia.3 Hal ini mungkin berhubungan
dengan pola asupan isoflavon yang lebih tinggi pada populasi Asia termasuk di
Indonesia dibandingkan populasi lain.4 Menurut data World Health Organization
(WHO) pada tahun 2002, konsumsi protein kedelai di Indonesia menempati
urutan ke tiga setelah Korea Utara dan Jepang yaitu sebesar 8,2 gram/hari.5
Kacang kedelai telah lama menjadi makanan yang sering dikonsumsi di
Asia, dan akhir-akhir ini menjadi makanan yang populer di populasi Barat.
Kacang kedelai mengandung isoflavon yang diketahui bermanfaat untuk
kesehatan karena bersifat sebagai antioksidan, antikarsinogenik, dan
antiproliferatif.5 Isoflavon merupakan pangan fungsional yang termasuk
fitoestrogen. Selain itu, isoflavon juga mempunyai kemampuan sebagai
imunomodulator yang dapat menurunkan risiko penyakit kronis seperti penyakit
kardiovaskular, kanker payudara, ataupun osteoporosis.6 Isoflavon memiliki
struktur yang mirip dengan estradiol dan dapat berikatan dengan estrogen,
sehingga isoflavon juga bermanfaat terhadap menopause.7
Selain gejala vasomotor dan atropi urogenital, perempuan menopause juga
mengalami penurunan fungsi imun, sehingga rentan terhadap penyakit kronis,
Universitas Sumatera Utara
karena fungsi imun juga dipengaruhi oleh hormon estrogen. Data epidemiologis
menunjukkan bahwa prevalensi penyakit kronis lebih rendah pada populasi Asia
dibandingkan populasi Amerika atau Eropa.4 Isoflavon memiliki efek antioksidan
dan berperan pada sistem imun.6 Makalah ini dibuat untuk mengetahui peran
isoflavon terhadap imunitas pada perempuan menopause berdasarkan penelitian-
penelitian yang ada.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
MENOPAUSE
2.1 Definisi
Menopause menurut WHO dan American Association of Clinilcal
Endocrinologist adalah menstruasi terakhir yang terjadi secara alamiah, yaitu
ketika menstruasi berhenti secara permanen akibat hilangnya aktivitas atau tidak
berfungsinya folikel ovarium, serta perubahan struktural atau fungsional, sehingga
menyebabkan menurunnya sekresi hormon seks steroid ovarium, terutama
estrogen dan progesteron.4
2.2 Patofisiologi
Terjadi dalam tiga tahap, yaitu:8
1. Perimenopause
Pada saat menjelang menopause, tubuh mulai menghasilkan hormon estrogen
dan progesteron dalam jumlah sedikit. Perubahan kadar hormon menyebabkan
ovarium memproduksi sel telur pada waktu yang tidak teratur dan durasi
menstruasi dapat menjadi lebih cepat atau lebih lama. Rata-rata usia terjadi
perimenopause adalah 45,1 tahun, tetapi dapat dimulai antara usia 39 dan 51
tahun, dan berakhir antara 2 dan 8 tahun (rata-rata 5 tahun).
2. Menopause
Pada saat perempuan mendapatkan periode menstruasi terakhir akibat
penurunan aktivitas ovarium, terjadi secara alamiah ketika selama 12 bulan
tidak mengalami periode menstruasi. Menopause merupakan hilangnya fungsi
ovarium, bukan absennya periode menstruasi. Selain itu, menopause juga dapat
terjadi akibat pembedahan, kemoterapi, atau radioterapi sehingga
menyebabkan hilangnya fungsi ovarium.
3. Postmenopause
Terjadi ketika perempuan telah mencapai waktu menopause. Perempuan yang
telah mengalami postmenopause akan mengalami penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan penuaan seperti osteoporosis.
Universitas Sumatera Utara
Transisi menopause ditandai oleh adanya perubahan siklus menstruasi dan
perubahan endokrin. Perubahan siklus menstruasi diawali terjadinya variasi durasi
siklus menstruasi pada perempuan yang memiliki follicle stimulating hormone
(FSH) monotropik dan berakhir dengan periode menstruasi terakhir. Transisi
menopause terbagi dua tahap, yaitu tahap awal dan tahap akhir. Tahap awal
ditandai dengan adanya variasi durasi siklus, ≥ 7 hari perbedaan dari norm al.
Transisi akhir menopause ditandai dengan adanya ≥ 2 siklus menstruasi yang
tidak terjadi dan interval amenorrhoea ≥ 60 hari.2
Perubahan endokrin pada transisi menopause merupakan proses yang
kompleks dan bervariasi pada setiap individu. Penurunan jumlah folikel ovarium
akibat atresia atau ovulasi merupakan proses alamiah yang terjadi pada proses
penuaan sistem reproduksi. Umpan balik yang rumit antara ovarium dan
hipotalamik pituitari masih sulit untuk dipahami sampai sekarang. Gonadotropin
mengatur sekresi steroid ovarium (estradiol (E2), progesteron, dan testosteron)
dan hormon peptida (inhibin A dan B). Hormon Anti-Mullerian disekresi oleh
ovarium secara independen dari gonadotropin. Jumlah inhbin B sebanding dengan
jumlah folikel ovarium yang berkembang.2
Selama masa transisi menopause, menurunnya jumlah folikel akan
mencapai tingkat kritis ketika konsentrasi fase inhibin B folikular mulai turun dan
FSH naik. Walaupun terjadi penurunan jumlah folikel ovarium selama masa
transisi menopause, kadar FSH yang meningkat akan merangsang ovarium untuk
menyediakan kadar serum E2 yang normal sampai masa akhir reproduksi.
Perubahan kadar gonadotropin yang menyebabkan ovulasi terputus-putus dan
durasi siklus menstruasi yang bervariasi, merupakan tanda masa transisi
menopause. Tanda klinis menopause yang khas adalah durasi siklus menstruasi
yang bervariasi. Kadar testosteron menunjukkan sedikit perubahan yang
berhubungan dengan menopause, sedangkan dehydroepiandrosterone sulphate
(DHEAS) menurun sejalan pertambahan usia.2
Universitas Sumatera Utara
2.3 Tanda dan Gejala
Gejala Vasomotor
Merupakan gejala menopause yang paling sering terjadi dan berkaitan dengan
termoregulasi, terutama hot flushes dan keringat malam. Gejala ini berkaitan
dengan kecemasan dan palpitasi dengan derajat dan durasi yang bervariasi. Gejala
tersebut akan menyebabkan gangguan tidur, lelah, mudah emosi, dan depresi
sehingga akan menganggu kualitas hidup. Prevalensi gejala vasomotor bevariasi
tergantung latar belakang etnik dan budaya. Perempuan Asia dilaporkan berada
pada tingkat yang rendah, diikuti oleh Kaukasian, Hispanik, dan Afrika-Amerika.
Prevalensi dan intensitas hot flushes juga bervariasi pada masa transisi
menopause, dimana gejala terberat terjadi pada saat awal postmenopause. Gejala
dimulai antara usia 45-55 tahun dan lamanya durasi berakhir antara 1-6 tahun,
tetapi dapat menetap selama 15 tahun setelah menopause pada 10% perempuan.
Hot flushes juga dapat terjadi sebelum masa transisi menopause, sehingga
fisiologi gejala tersebut mungkin tidak berkaitan dengan perubahan kadar
estrogen.2
Gejala vasomotor yang bervariasi juga dikaitakan dengan diet tinggi
kacang kedelai, status sosial ekonomi, merokok, obesitas, dan aktivitas fisik.2
Efek Urogenital dan Fungsi Seksual
Prevalensi gejala atropi urogenital (vaginal dryness dan dispareunia) meningkat
seiring masa transisi menopause dan jumlah estradiol. Atropi urogenital terjadi
pada saat postmenopause, sehingga perubahan fungsi seksual pada masa awal
transisi mungkin tidak berkaitan dengan kurangnya jumlah estrogen karena
jumlah estrogen masih tetap ada meskipun menurun hingga masa akhir transisi
menopause. Sedangkan vaginal dryness muncul pada saat awal transisi
menopause.2
Disfungsi seksual meningkat seiring masa transisi menopause, gejala yang
paling sering terjadi adalah dispareunia, libido menurun, dan kesulitan mencapai
orgasme.2
Universitas Sumatera Utara
Depresi
Freeman dkk menemukan peningkatan gejala depresi selama masa transisi
menopause (terutama pada masa akhir transisi) dan perbaikan gejala depresi
setelah menopause dibandingkan pada perempuan premenopause. Terdapat
hubungan yang berbanding terbalik antara FSH dan gejala depresi, menyebabkan
perubahan hormonal sehingga terjadi dysphoric selama masa transisi menopause.
Untuk memprediksi depresi dapat ditanyakan riwayat depresi dan sindroma
premenstruasi yang berat sebelumnya.2
Gejala depresi dapat dikaitkan dengan gejala lain seperti gejala vasomotor.
Hot flushes, keringat malam, gangguan tidur, psikososial, status pernikahan, dan
stres interpersonal secara signifikan mempengaruhi suasana hati selama masa
transisi menopause.2
2.4 Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan harus dilakukan secara berkala yaitu setiap tahun untuk dapat
mengobati gejala-gejala selama masa menopause dan juga untuk pencegahan
penyakit kronis.2
Riwayat Medis
Pemeriksaan secara umum, termasuk pemeriksaan obstetrik dan uroginekologi,
riwayat obat-obatan, merokok, dan konsumsi alkohol. Selain itu, harus dilakukan
pemeriksaan untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi terapi pengganti
hormon, termasuk gejala menopause, riwayat menstruasi, riwayat osteoporosis,
tromboemboli, migrain, kanker payudara, dan penyakit kardiovaskular.2
Pemeriksaan Fisik
Meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang, dan tekanan
darah, pemeriksaan payudara, dan pemeriksaan pelvis.2
Pemeriksaan tambahan lain bertujuan untuk menyingkirkan penyebab lain
dari kelelahan seperti disfungsi tiroid atau defisiensi zat besi. Selain itu juga dapat
dilakukan pemeriksaan lipid darah dan glukosa darah. Pemeriksaan FSH dan E2
Universitas Sumatera Utara
tidak perlu dilakukan karena tidak memberikan manfaat yang jelas. Pemeriksaan
kadar FSH hanya bermanfaat pada perempuan dengan histerektomi.2
Pemeriksaan mamografi dianjurkan pada perempuan berusia 40 tahun dan
bersamaan dengan pemeriksaan payudara. Deteksi osteoporosis bisa dilakukan
dengan mengetahui riwayat keluarga, asupan makanan, etnis, dan gaya hidup.
Pemeriksaan paling akurat untuk menilai densitas mineral tulang adalah dengan
Dual-energy X-ray Absorptiometry (DEXA).2
2.5 Penatalaksanaan
Terapi Pengganti Hormon
Penggunaan terapi pengganti hormon sebaiknya berdasarkan penilaian kesehatan
yang menyeluruh yaitu gaya hidup, diet, latihan fisik, merokok, dan konsumsi
alkohol. Penggunanan terapi pengganti hormon yang aman dapat diberikan pada
perempuan dengan gejala menopause sedang dan berat dan tidak ada
kontraindikasi.2
Terapi pengganti hormon juga efektif dalam menurunkan insiden
osteoporosis, dapat digunakan sebagai terapi utama dalam pencegahan dan
pengobatan osteoporosis pada perempuan postmenopause berusia kurang dari 60
tahun dengan risiko tinggi fraktur.2
Terapi Non-Farmakologis
Suplementasi dengan fitoestrogen dan terapi herbal paling sering digunakan.
Beberapa peneltian tentang fitoestrogen seperti isoflavon masih menunjukkan
hasil yang tidak konsisten dalam meringankan gejala hot flushes. Selain itu, juga
ada terapi relaksasi dan pernafasan yang menunjukkan hasil positif dengan
berkurangnya gejala vasomotor.2
2.6 Perubahan Imunitas pada Menopause
Perubahan imunitas terjadi sejalan dengan proses penuaan, akan meningkatkan
insiden infeksi dan penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
autoimun, penyakit jantung, dan aterosklerosis.3
Universitas Sumatera Utara
Sistem imun terbagi dua, yaitu imunitas innate dan imunitas adaptif.
Imunitas innate adalah mekanisme pertahanan tubuh tidak spesifik terhadap
patogen, yaitu pada kulit, saluran pencernaan, fagositosis, dan barier inflamasi.
Sel Natural Killer (sel NK) merupakan bagian dari imunitas innate yang
memainkan peran penting melawan tumor dan infeksi. Imunitas adaptif adalah
mekanisme pertahanan spesifik dengan kemampuan memori, yaitu imunitas
humoral (limfosit B) dan imunitas seluler (limfosit T).3
Hormon steroid dapat mempengaruhi sistem imun akibat pengaruh
ekspresi gen sel-sel yang mempunyai reseptor terhadap hormon tersebut. Sel imun
melalui reseptor dapat berikatan dengan steroid, hormon pertumbuhan, estradiol,
dan testosteron.3
Perempuan rentan terhadap penyakit, hal ini disebabkan adanya peran
hormon seks. Estrogen meningkatkan imunitas humoral, sedangkan androgen dan
progesteron sebagai imunosupresor. Beberapa kondisi fisiologis, patologis, dan
terapetik dapat mengubah kadar serum estrogen, seperti siklus menstruasi,
menopause, penuaan, dan terapi pengganti hormon, yang dapat menginduksi
perubahan imunitas. Perubahan respon imun tersebut terjadi berdasarkan fase
siklus menstruasi, yang berhubungan dengan pengeluaran sel NK. Perubahan
respon imun terjadi ketika fase folikular. Selama periode pre ovulasi terjadi
penurunan aktivitas sitolitik sel NK, dan selama fase luteal terjadi perubahan
respon imun seluler terhadap humoral.3
Perubahan sistem imun pada perempuan postmenopause berkaitan dengan
kekurangan estrogen. Hal ini akan menyebabkan peningkatan serum marker
proinflamasi (IL-1, IL-6, TNF-α), peningkatan respon tubuh terhadap sitokin,
limfosit B dan limfosit T menurun, dan aktivitas sitotoksik sel NK menurun.
Peningkatan sitokin IL-1 dan IL-6 yang signifikan terjadi setelah menopause,
sehingga menyebabkan sistem imun menjadi lemah dan lebih rentan terhadap
invasi mikroba dan infeksi. Sitokin juga berperan pada mekanisme hilangnya
folikel ovarium yang akan menyebabkan ovarium prematur sehingga sel NK akan
berkurang dan limfosit T dan limfosit B meningkat.3
Beberapa penelitian menghubungkan antara peningkatan sitokin
proinflamasi dengan osteoporosis. IL-6 berperan pada reabsorpsi tulang oleh
Universitas Sumatera Utara
aktivasi osteoklast dan juga berkaitan dengan penyakit lain yang muncul pada
menopause seperti diabetes mellitus, aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular.
IL-1 dan TNF-α berkaitan dengan peningkatan reabsorpsi tulang melalui modulasi
osteoklast secara langsung atau tidak langsung.3
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
ISOFLAVON
3.1 Definisi
Isoflavon merupakan bagian dari fitoestrogen, yaitu substansi tanaman alami yang
memiliki struktur yang menyerupai 17-β-estradiol (E2) dan dapat berikatan
dengan reseptor estrogen (ERs).9 Isoflavon lebih kuat berikatan dengan ER-β
dibandingkan ER-α dan memiliki efek estrogenik dan antiestrogenik.7
Fitoestrogen disebut juga estrogen-like molecules atau estrogen non-steroid.9
Klasifikasi fitoestrogen berdasarkan struktur kimia yaitu 1) isoflavon (genistein,
daidzein, biochanin A, formononetin), 2) lignan (matairesinol,
sekoisolarikiresinol-diglukosida), 3) coumestan (coumestrol, 4-
methoxycoumestrol), dan 4) stilben (resveratrol). Isoflavon dapat ditemukan di
lebih dari 300 jenis tanaman di alam, biasanya ditemukan di bagian akar atau biji.9
3.2 Absorpsi, Metabolisme, dan Ekskresi
Isoflavon dijumpai dalam bentuk glukokonjugat yang inaktif secara biologis pada
tanaman, kemudian dihidrolisis menjadi bentuk aktif yaitu aglikon oleh bakteri
intestinal.9 Daidzein dan gensitein merupakan bentuk aktif isoflavon yang paling
penting pada manusia.9 Daidzein dan genistein dihidrolisis oleh bentuk
glukokonjugat inaktif dan oleh metabolisme dari biochanin A dan formononetin.9
Aglikon yang terbentuk dari isoflavon ditransport dari saluran pencernaan ke
peredaran darah atau langsung dimetabolisme di saluran pencernaan.9 Isoflavon
aglikon diabsorpsi di usus halus bagian atas melalui difusi pasif, dan mencapai
konsentrasi maksimal dalam waktu satu jam setelah makan.10
Degradasi isoflavon terjadi di hati, dimana terjadi konjugasi dengan asam
glukuronik dan ke tingkat yang lebih rendah dengan sulfat, kemudian diekskresi
melalui urine atau empedu.9 Sebagian besar daidzein dan genistein akan
dikeluarkan dari dalam tubuh dalam waktu 24 jam.9
Universitas Sumatera Utara
3.3 Bioavailibilitas
Aglikon diabsorpsi dengan cepat dan mencapai konsentrasi plasma puncak dalam
waktu 1-3 jam. Waktu paruh isoflavon adalah 6-12 jam tetapi lebih lama pada
pasien dengan penyakit ginjal. Kecepatan pengeluaran genistein lebih lama
dibandingkan daidzein, sehingga konsentrasi plasma genistein 1,5-2,0 kali lebih
tinggi daripada konsentrasi daidzein. Genistein hanya 45-50 % berikatan dengan
protein. Sebaliknya, biochanin A dan formononetin mempunyai ikatan yang kuat
dengan protein.7
3.4 Bahan Makanan Sumber
Bahan makanan sumber terbesar isoflavon adalah kacang kedelai. Kacang kedelai
kering mengandung 1,2-4,2 mg/g isoflavon. Konsentrasi isoflavon dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu tanah, iklim, dan tingkat kematangan ketika diproses.
Produk kacang kedelai seperti tahu hanya mengandung 6-20 % dari total isoflavon
yang ditemukan pada kacang kedelai yang belum diproses.9
Kandungan isoflavon pada setiap sumber makanan sangat bervariasi
tergantung kondisi penanaman dan pemasakan. Di Asia Tenggara, banyak
makanan kacang kedelai diproses menjadi kacang kedelai yang difermentasi,
seperti miso dan tempe. Proses ini cenderung akan meningkatkan konsentrasi
isoflavon sebelum dikonsumsi. Proses lain seperti menghilangkan lemak, rasa,
dan warna cenderung akan menghilangkan isoflavon.7
Tabel 3.1 Kandungan isoflavon pada makanan
Makanan Rata-Rata mg Isoflavon per 100 g Makanan Kacang kedelai (hijau, mentah) 48,95 Tepung kedelai 172,55 Protein kedelai yang diisolasi 91,05 Sup miso (campuran, kering) 69,84 Tempe 60,61 Kacang kedelai (biji matang, mulai tumbuh, mentah)
34,39
Tahu 18,04 Yogurt tahu 16,30 Hot dog kedelai (beku, bukan siap saji)
1,00
Susu kedelai (asli, vanilla) 10,73 Saus kedelai (shoyu) 1,18
Sumber: modifikasi dari daftar referensi no.7
Universitas Sumatera Utara
3.5 Manfaat
3.5.1 Isoflavon dan Gejala Menopause
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 10%-20% perempuan di Asia
mengalami gejala vasomotor yang berhubungan dengan menopause seperti hot
flushes, sedangkan perempuan di Amerika Utara mengalami gejala vasomotor
sebesar 70%-80%. Tingginya diet kacang kedelai pada perempuan di Asia
menunjukkan efek proteksi karena berikatan dengan reseptor estrogen dan dapat
digunakan sebagai terapi hormon. Pada perempuan postmenopause, dosis awal
isoflavon dapat diberikan sebesar 50 mg/hari atau lebih tinggi selama 12 minggu.7
3.5.2 Isoflavon dan Osteoporosis
Isoflavon dapat mengurangi risiko terjadinya osteoporosis. Penelitian dilakukan
pada 66 perempuan yang diberikan asupan tambahan isoflavon pada protein
kacang kedelai sebesar 90 mg/hari. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terjadi
penurunan hilangnya massa tulang pada spina lumbal dibandingkan dengan
kelompok plasebo. Oleh karena itu isoflavon dapat dijadikan pangan fungsional
yang bermanfaat dalam menurunkan risiko osteoporosis.11
3.5.3 Isoflavon dan Imunitas
Sistem imun akan menurun setelah terjadinya menopause akibat proses penuaan
dan konsentrasi estrogen yang berkurang sehingga akan rentan terhadap penyakit
kronis. Isoflavon mempunyai efek estrogenik dan antioksidan yang mempunyai
efek menguntungkan terhadap imunitas.6
3.5.4 Isoflavon dan Kanker Payudara
Kacang kedelai yang kaya akan isoflavon dapat menurunkan risiko kanker
payudara. Pada perempuan dengan diagnosa kanker payudara, konsumsi kacang
kedelai berhubungan dengan penurunan risiko mortalitas dan rekurensi secara
signifikan.11
Penelitian porspektif dilakukan pada perempuan Cina-Singapur yang
diikuti sejak tahun 1993-1998. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
risiko kanker payudara menurun secara signifikan pada perempuan yang
Universitas Sumatera Utara
mengkonsumsi asupan tinggi isoflavon terutama pada perempuan
postmenopause.7
3.5.5 Isoflavon dan Obesitas
Menurunnya kadar estrogen setelah menopause dapat menyebab obesitas visceral,
terjadi bersamaan dengan menurunnya sensitivitas insulin. Sensitivitas insulin
yang menurun akan menyebabkan hiperglikemia dan hiperlipidemia. Kadar lipid
darah yang meningkat akan menyebabkan kadar very low density lipoprotein
(VLDL) dan low density lipoprotein (LDL) meningkat, sedangkan kadar high
density lipoprotein (HDL) menurun. Salah satu regulator jaringan adiposit adalah
E2, struktur yang mirip antara E2 dan isoflavon mempunyai efek dalam
pengaturan adipogenesis yang berkaitan obesitas. Menurut penelitian, asupan
tinggi isoflavon dapat menurunkan kadar LDL dan memperbaiki profil lipid
darah, tetapi tidak ada hasil yang menunjukkan efek menguntungkan pada kadar
HDL.6
3.6 Kebutuhan
Kebutuhan isoflavon diperoleh berdasarkan evaluasi terhadap pola asupan kedelai
di populasi Asia, yaitu melalui penelitian klinis dan penelitian epidemiologis yang
menghubungkan asupan kedelai terhadap kesehatan. Anjuran asupan protein
kedelai dan isoflavon adalah 15-20 gram/hari dan 50-90 mg/hari. Anjuran asupan
protein kedelai 25 gram/hari dapat digunakan untuk menurunkan kolesterol.5
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
PERAN ISOFLAVON TERHADAP IMUNITAS
PADA PEREMPUAN MENOPAUSE
Pada menopause akan terjadi penurunan konsentrasi hormon seks steroid,
terutama estrogen, mengakibatkan gangguan pada kesehatan yang disebut gejala
menopause seperti gejala vasomotor. Pada proses penuaan, risiko penyakit
kardiovaskular, osteoporosis, penyakit keganasan, rentan terhadap penyakit
kronis akan lebih tinggi pada perempuan menopause akibat fungsi imunitas yang
menurun.4
Menurut Women’s Health Initiative, peningkatan risiko kanker payudara,
penyakit kardiovaskular, stroke, dan tromboembolisme menyebabkan perempuan
menopause tidak ingin untuk menggunakan terapi penganti hormon dengan
estrogen dan progesteron. Oleh karena itu, diperlukan terapi alternatif lain, salah
satunya adalah fitoestrogen.4
Fitoestrogen mempunyai efek estrogenik dan antiestrogenik yang lemah,
dipengaruhi oleh konsentrasi estrogen endogen dan reseptor estrogen karena
fitoestrogen diketahui sebagai selective estrogen receptor modulators (SERMS)
dengan efek agonis dan antagonis.4
Fitoestrogen yang paling dikenal adalah isoflavon yang terdapat pada
kacang kedelai. Sebagian sistem imun dipengaruhi oleh hormon steroid, sehingga
isoflavon dapat mempengaruhi sistem imun melalui mekanisme mediasi reseptor
estrogen.4
Salah satu peran isoflavon pada imunitas adalah melalui respon imun
humoral dan seluler. Penelitian Wratsangka4 bertujuan untuk meningkatkan
respon imun humoral dan seluler dengan suplementasi isoflavon kacang kedelai.
Metode penelitian adalah eksperimental tersamar ganda untuk mengetahui efek
suplementasi isoflavon kacang kedelai 100 mg selama 12 minggu terhadap respon
imun humoral dan seluler pada perempuan postmenopause. Penelitian dilakukan
pada perempuan postmenopause sehat berusia 48-60 tahun di Pusat Kesehatan
Masyarakat Mampang Prapatan, Jakarta Utara. Subyek penelitian dibagi menjadi
Universitas Sumatera Utara
2 kelompok secara randomisasi yaitu kelompok perlakuan berjumlah 27 subyek
dan kelompok kontrol berjumlah 29 subyek. Pada kelompok perlakuan diberikan
tablet yang mengandung 250 mg dari ekstrak 40% isoflavon kacang kedelai
(setara dengan 100 mg isoflavon kacang kedelai) + 500 mg kalsium. Sedangkan
kelompok kontrol diberikan tablet yang hanya mengandung 500 mg kalsium. Pada
penelitian ini parameter respon imun humoral adalah konsentrasi IgG, sedangkan
parameter respon imun seluler adalah konsentrasi CD4+. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konsentrasi rata-rata IgG dan CD4+ pada kelompok
perlakuan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol tetapi tidak signifikan
secara statistik. Konsentrasi rata-rata IgG pada kelompok perlakuan dengan
indeks massa tubuh normal sedikit meningkat sebesar 1% setelah suplementasi,
sedangkan pada kelompok kontrol terjadi penurunan sebesar 3,6%. Pada
kelompok perlakuan dengan asupan diet isoflavon yang rendah terjadi
peningkatan sebesar 4,6% setelah suplementasi dibadingkan kelompok kontrol
yang terjadi penurunan sebesar 4,4%. Dari hasil tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa suplementasi isoflavon selama 12 minggu hanya meningkatkan
respon humoral pada subyek dengan indeks massa tubuh yang normal dan asupan
diet isoflavon yang rendah. Pada pemeriksaan CD4+, terjadi peningkatan
konsentrasi empat kali lebih tinggi pada kelompok perlakuan dengan durasi
menopause akhir dibandingkan pada kelompok kontrol. Konsentrasi rata-rata
CD4+ meningkat sebesar 14,2% pada kelompok perlakuan dengan indeks massa
tubuh normal dibandingkan kelompok kontrol yang mengalami penurunan sebesar
1,2%. Subyek dengan asupan diet isoflavon yang adekuat, terjadi peningkatan
konsentrasi CD4+ baik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Kesimpulan hasil tersebut adalah bahwa suplementasi isoflavon 100 mg/hari
selama 12 minggu dapat meningkatkan konsentrasi CD4+ pada subyek dengan
indeks massa tubuh yang normal dan asupan diet isoflavon yang adekuat.4
Penelitian epidemiologis menunjukkan peran kedelai pada kanker
payudara yang diduga akibat inflamasi kronik pada karsinogenesis. Sehingga
isoflavon mungkin berperan sebagai anti inflamasi. Isoflavon dapat menurunkan
inflamasi kronik, yang merupakan faktor risiko kanker payudara. Beberapa
penelitian menunjukkan marker inflamasi seperti molekul sel adhesi dan C-
Universitas Sumatera Utara
reactive protein (CRP) menurun. Genistein mungkin dapat menurunkan respon
inflamasi melalui efek tirosin kinase inhibitor.12
Maskarinec dkk12 melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
efek kedelai terhadap serum marker obesitas dan inflamasi kronik yaitu IL-6,
CRP, leptin, dan adiponektin. IL-6 merupakan komponen utama yang berperan
pada protein fase akut yang disintesis di hati, terutama CRP (indikator inflamasi
non spesifik yang sensitif). Leptin adalah marker obesitas yang berperan pada
respon proinflamasi dan faktor penting pada pertumbuhan kanker payudara.
Sedangkan adiponektin mempunyai efek anti inflamasi. Subyek penelitian adalah
perempuan Kaukasia dan Asia premenopause sehat berusia 35-46 tahun di
Hawaii. Subyek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan berjumlah
90 subyek dan kelompok kontrol berjumlah 93 subyek. Kelompok perlakuan
diberikan 2 porsi kedelai per hari yang mengandung 25 mg aglikon ekuivalen
dengan isoflavon per porsi selama 2 tahun. Sedangkan pada kelompok kontrol
melanjutkan diet seperti biasa. Hasil penelitian menunjukkan perempuan obesitas
mempunyai kadar CRP, IL-6, dan leptin yang tinggi secara signifikan, dan kadar
adiponektin yang lebih rendah dibandingkan perempuan dengan berat badan
normal. Tidak ada perbedaan yang signifikan setelah diberikan kedelai pada
keempat marker tersebut, tetapi dijumpai leptin yang meningkat secara signifikan
pada kelompok kontrol pada perempuan Asia dan obesitas dibandingkan
kelompok perlakuan. Kadar leptin yang meningkat pada kelompok kontrol
tersebut berhubungan dengan kadar plasma lipid. Peningkatan kadar leptin
tersebut akibat kenaikan berat badan kelompok kontrol sebesar rata-rata 1,2 kg.
Sedangkan kelompok kasus hanya mengalami kenaikan berat badan sebesar rata-
rata 0,8 kg. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan efek kedelai terhadap
leptin. Efek tersebut lebih kuat pada perempuan Asia karena persentase lemak
tubuh dan jaringan adiposa yang lebih besar dibandingkan perempuan Kaukasia.
Hasil penemuan ini berkaitan dengan asupan kedelai yang dapat menurunkan
risiko kanker payudara. Leptin berperan sebagai proinflamasi melalui induksi
sitokin oleh sel limfosit T, tetapi juga dapat berperan sebagai faktor pertumbuhan
kanker payudara. Kesimpulan penelitian tersebut adalah pemberian kedelai selama
2 tahun tidak merubah kadar serum CRP, IL-6, leptin, dan adiponektin pada
Universitas Sumatera Utara
perempuan premenopause. Hasil penelitian tersebut diakibatkan marker CRP, IL-
6, leptin, dan adiponektin hanya menggambarkan sebagian kecil dari proses
inflamasi.12
Penelitian menyilang oleh Azadbakht dkk13 dilakukan pada perempuan
postmenopause dengan sindroma metabolik dibagi menjadi 3 kelompok diberikan
tiga jenis diet yang berbeda selama 8 minggu, yaitu diet Dietary Approaches to
Stop Intervention (DASH), diet DASH dengan daging merah diganti protein
kedelai, dan diet DASH dengan daging merah diganti kacang kedelai. Protein
kedelai dan kacang kedelai mengandung 15 gram dan 11 gram protein dan 50 mg
dan 60 mg isoflavon. Hasil penelitian menunjukkan kadar TNF-α lebih rendah
secara signifikan pada kelompok kacang kedelai dibandingkan kelompok protein
kedelai dan kelompok kontrol. Tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan pada
kadar IL-6 pada ketiga kelompok.13
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN
Menopause merupakan proses penuaan alamiah yang dialami oleh perempuan
ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi secara permanen selama 12 bulan,
akibat perubahan hormonal terutama estrogen dan progesteron. Perubahan
hormonal ini akan menimbulkan gejala-gejala yang akan meningkatkan
mortalitas. Isoflavon diketahui dapat mengurangi gejala menopause tersebut.
Perempuan menopause Asia diketahui memiliki derajat gejala menopause yang
lebih rendah dibandingkan di Amerika Utara dan Eropa. Hal tersebut
dihubungkan dengan asupan tinggi isoflavon yang tinggi di Asia. Isoflavon telah
lama dikenal sebagai pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan. Salah
satu manfaat isoflavon adalah dapat meringankan gejala menopause.
Menopause juga dapat menurunkan fungsi imun, sehingga perempuan
menopause rentan terhadap penyakit kronis. Hal tersebut diakibatkan kadar
estrogen yang menurun, sehingga meningkatkan serum marker inflamasi,
peningkatan respon tubuh terhadap sitokin, serta penurunan kadar limfosit T dan
limfosit B dan aktivitas sitotoksis sel NK. Manfaat lain dari isoflavon adalah
dapat meningkatkan fungsi imun karena mempunyai efek estrogenik. Hal ini
dibuktikan oleh beberapa penelitian meskipun menunjukkan hasil yang berbeda-
beda. Salah satu penelitian memberikan hasil suplementasi isoflavon 100 mg
selama 12 minggu dapat meningkatkan respon imun humoral dan seluler
meskipun tidak memberikan hasil yang signifikan. Perbedaan hasil-hasil peneltian
tersebut mungkin disebabkan penggunaan marker imunitas ataupun dosis yang
kurang tepat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang peran
isoflavon terhadap imunitas pada perempuan menopause.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR REFERENSI
1. Sunita P., Pattanayak S.P. Phytoestrogens in postmenopausal indications: A theoretical perspective. Pharmacognosy Reviews. 2011;5(9):41-7.
2. O’Neill S, Eden J. The pathophysiology of menopausal symptoms.
Obstetrics, Gynaecology and Reproductive Medicine. 2011;22(3):63-9. 3. Gameiroa CM, Romãoa F, Castelo-Brancob C. Menopause and aging:
Changes in the immune system-A review. Maturitas 2010;67:316-20. 4. Wratsangka R. Soy isoflavone supplementation tends to improve specific
immune responses in postmenopausal women. Univ Med. 2011;30(3):162-72. 5. Messina M. Investigating the optimal soy protein and isoflavone intakes for
women: a perspective. Women's Health 2008;4(4):337-56 6. Miadokova E. Isoflavonoids – an overview of their biological activities and
potential health benefits. Interdisc Toxicol 2009;2(4):211-8. 7. Clarkson TB, Utian WH, Barnes S, Gold EB, Basaria SS, Aso T, et al. The
role of soy isoflavones in menopausal health: report of The North American Menopause Society/Wulf H. Utian Translational Science Symposium in Chicago. Menopause: The Journal of The North American Menopause Society. 2011;18(7):732-53.
8. Belisle S, Blake J, Basson R, Desindes S, Graves G, Grigoriadis S, et al. The
Journalist's Menopause Handbook. Canada: The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada; February 2006.Hal.1-27
9. Pilsakova L, Riecansky I, Jagla F. The Physiological Actions of Isoflavone
Phytoestrogens. Physiological Research. 2010;59:651-64. 10. Barnes S. The Biochemistry, Chemistry and Physiology of the Isoflavones in
Soybeans and their Food Products. Lymphatic Research and Biology. 2010;8(1):89-98.
11. Vij S, Hati S, Yadav D. Biofunctionally of Probiotic Soy Yoghurt. Food and
Nutrition Science. 2011;2:502-9. 12. Maskarinec G, Steude JS, Franke AA, Cooney RV. Inflammatory markers in
a 2-year soy intervention among premenopausal women. Journal of Inflammation. April 2009;6(9):1-7
13. Beavers KM, Jonnalagadda SS, Messina MJ. Soy consumption, adhesion
molecules, and pro-inflammatory cytokines: a brief review of the literature. Nutrition Reviews. 2009;67(4):213-21.
Universitas Sumatera Utara