24
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Hampir semua bahan pangan, terdapat minyak dengan kandungan yang berbeda-beda. Minyak seringkali ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dengan berbagai tujuan. Mayoritas, minyak kelapa sawit yang paling banyak digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari, khususnya sebagai minyak goreng. Penggorengan adalah pengolahan bahan pangan yang paling digemari di Indonesia, merupakan proses memasak bahan pangan dengan menggunakan media minyak. Penggorengan berkali-kali dapat menyebabkan perubahan sifat fisik maupun kimia pada minyak, hal ini sangat berpengaruh pada bahan pangan yang digoreng. Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggorengan berkali-kali pada minyak yang digunakan. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah : a. Untuk mengetahui pengaruh penggorengan berkali- kali pada warna dan kekentalan minyak goreng

Praktikum 3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Praktikum 3

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Hampir semua bahan

pangan, terdapat minyak dengan kandungan yang berbeda-beda. Minyak

seringkali ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dengan berbagai

tujuan. Mayoritas, minyak kelapa sawit yang paling banyak digunakan dalam

rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari, khususnya sebagai minyak goreng.

Penggorengan adalah pengolahan bahan pangan yang paling digemari di

Indonesia, merupakan proses memasak bahan pangan dengan menggunakan

media minyak. Penggorengan berkali-kali dapat menyebabkan perubahan sifat

fisik maupun kimia pada minyak, hal ini sangat berpengaruh pada bahan pangan

yang digoreng. Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui

pengaruh penggorengan berkali-kali pada minyak yang digunakan.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengaruh penggorengan berkali-kali pada warna dan

kekentalan minyak goreng

b. Untuk mengetahui pengaruh penggorengan berkali-kali pada warna,

aroma, rasa dan kerenyahan pada produk yang digunakan

Page 2: Praktikum 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penggorengan

Penggorengan merupakan proses dehidrasi dari produk pangan, baik dari

bagian luar maupun keseluruhan bagian produk yang menggunakan minyak atau

lemak sebagai menida pindah panas. Proses pindah panas terjadi dari permukaan

penggorengan menuju minyak, dari minyak panas menuju permukaan produk

yang digoreng. Selama penggorengan, air mengalami penguapan dan permukaan

produk menjadi crust, sedangkan tekstur bagian dalam produk dapat mengeras

atau tetap lunak, bergantung pada sifat bahan yang digoreng (Estiasih, 2009).

Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebakan minyak mudah

rusak oleh proses penggorengan, karena selama proses menggoreng minyak

dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan

okesigen dari luar yang memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak

(Ketaren, 1986). Minyak yang diserap untuk mengempukkan crust makanan,

sesuai dengan jumlah air yang menguap pada saat menggoreng. Jumlah yang

terserap tergantung dari perbandingan antara lapisan tengah dan lapisan dalam.

Semakin tebal lapisan tengah maka semakin banyak minyak yang akan diserap

(Fennema, 1996).

2.2 Minyak Goreng

Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, penambah rasa

gurih dan penambah nilai kalori (Winarno, 2004). Menurut SNI 01-3741-2002

(BSN, 2002), minyak goreng didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh dengan

cara memurnikan minyak makan nabati.

Minyak goreng yang umum digunakan adalah minyak kelapa. Warna

cokelat pada minyak yang mengandung protein dan karbohidrat bukan disebabkan

oleh zat warna alamiah, tetapi oleh reaksi browning. Warna ini merupakan hasil

reaksi dari senyawa karbonil (berasal dari pemecahan peroksida) dengan asam

amino dari protein dan terjadi terutama pada suhu tinggi. Warna pada minyak

Page 3: Praktikum 3

kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran-kotoran lainnya. Zat warna alamiah

yang terdapat pada minyak kelapa adalah karoten yang merupakan hidrokarbon

tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Pada pengolahan minyak

menggunakan uap panas, maka warna kuning yang disebabkan oleh karoten akan

mengalami degradasi (Ketaren, 2008).

2.3 Sifat Minyak

Sifat minyak goreng dibagi menjadi 2, yaitu sifat fisik dan sifat kimia. Sifat

fisik terdiri dari warna, odor dan flavor, kelarutan, titik cair dan polymorphism,

titik didih (boiling point), titik lunak (softening point), slipping point, shot melting

point, bobot jenis, indeks bias, titik asap, dan titik kekeruhan (turbidity point).

Sedangkan sifat kimia terdiri dari hidrolisa, oksidasi, hidrogenasi, dan esterfikasi

(Zainal, 2010).

Warna minyak goreng yang telah digunakan berulang kali lebih gelap

dibandingkan minyak goreng segar. Hal ini disebabkan senyawa-senyawa hasil

degradasi minyak goreng akibat pemanasan (Blumenthal, 1996). Selama proses

penggorengan, minyak goreng mengalami proses hidrolisis dan oksidasi (Osawa

dan Goncalves, 2012). Pada saat minyak teroksidasi akan terbentuk senyawa

polimer. Kenaikan senyawa polimer menyebabkan kenaikan viskositas minyak,

kenaikan viskositas minyak dapat membuat produk hasil penggorengan lebih

berminyak karena banyaknya jumlah minyak yang tertahan pada permukaan

produk (Stier, 2001). Hasil penelitian Lin (1998), menunjukkan pembentukan

polimer saat proses penggorengan akan mengakibatkan terjadinya viskositas pada

minyak goreng.

2.4 Faktor Kerusakan Minyak

Perubahan sifat fisiko kimia akibat pemanasan mengakibatkan terjadinya

kerusakan pada minyak dan menurunkan mutu produk gorengnya (Blumethal,

1996). Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu

dan nilai gizi bahan yang digoreng (Ketaren, 2008). Karena menurut Pokomy

Page 4: Praktikum 3

(1999), proses penggorengan memungkinkan makanan menyerap sejumlah

minyak.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan pada minyak,

yaitu lama minyak kontak dengan panas, suhu dan akselator oksidasi (Ketaren,

2005). Pengaruh dari kerusakan pada minyak goreng adalah akan mengurangi laju

perpindahan panas ke dalam produk, waktu penggorengan lebih lama, terjadi

perubahan warna pada produk dan meningkatkan penyerapan minyak goreng ke

dalam produk, dan proses hidrolisis pada minyak goreng akan berlangsung

semakin cepat apabila terdapat air di dalam bahan pangan yang digoreng (Hara,

2006).

Reaksi penting pada minyak dan lemak adalah reaksi hidrolisis, oksidasi,

polimerasi dan pembentukan warna (Lawson, 1995). Menurut Choe dan Min

(2007), selama proses pemanasan reaksi hidrolisis, oksidasi, polimerisasi akan

menyebabkan minyak berasap, berbusa, dan meninggalkan warna coklat serta

flavor yang tidak disukai. Perubahan sifat fisik minyak yang terjadi selama

pemanasan menyebabkan kenaikan indeks bias, viskositas, warna, dan penurunan

titik asap. Viskositas meningkat selama pemanasan disebabkan peningkatan

komponen hasil degradasi minyak (Wan, 2000).

2.5 Pengaruh Penggorengan pada Produk Pangan

Semakin banyak penggorengan berulang, penyerapan minyak pada produk

pangan akan meningkat (Pinthus dan Saguy, 1994). Produk hasil penggorengan

yang berasal dari bahan pangan nabati dan mengandung pati akan menyerap

minyak lebih banyak daripada bahan pangan hewani. Penyerapan minyak

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya suhu dan lama waktu, air yang

terkandung dalam bahan yang akan tergantikan oleh minyak selama proses

penggorengan dan kualitas minyak yang digunakan.

Kombinasi lamanya pemanasan dan suhu yang tinggi mengakibatkan

terjadinya beberapa reaksi penyebab kerusakan minyak. Reaksi yang terjadi

adalah hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa

yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian

Page 5: Praktikum 3

vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Minyak yang telah

rusak tidak hanya mengakibatkan kerusakan nilai gizi, tetapi juga merusak tektur

flavor dari bahan pangan yang digoreng (Ketaren, 2008).

Polimer dapat terbentuk dari radikal bebas atau trigliserida. Penggorengan

berulang dan suhu yang tinggi dapat meningkatkan komponen polimer (Akoh dan

Min, 2002). Minyak yang telah mengalami polimerisasi ditandai dengan

peningkatan viskositas dan penurunan bilangan iod. Hasil polimerisasi akan

mempengaruhi kualitas minyak goreng, menghasilkan warna coklat pada minyak

dan terbentuk bahan berupa gum yang mengendap dan bau serta rasa yang tidak

enak. Minyak goreng dengan viskositas tinggi akan menghasilkan produk akhir

yang berminyak karena minyak goreng tertahan didalam produk (Blumenthal,

1996).

Menurut Blumenthal (1996), proses goreng merupakan fenomena transfer

panas yang terjadi secara simultan, yaitu transfer panas, transfer massa air, dan

transfer massa minyak. Ketiga proses transfer tersebut akan menentukan kualitas

akhir produk goreng yang dicirikan dengan perubahan aroma, warna produk

menjadi kecoklatan, dan tekstur renyah. Selama proses goreng berlangsung terjadi

transfer air dari bahan pangan dengan minyak. Minyak yang masuk akan

menempati pori-pori yang ditinggalkan oleh air, proses difusi ini akan

berlangsung terus sampai akhir penggorengan bahkan pada waktu pendinginan

setelah penggorengan. Pori-pori yang terbentuk disebabkan perbedaan tekanan

ketika produk tercelup ke dalam minyak panas. Air yang terdapat dalam bahan

akan keluar dengan cepat dalam bentuk uap air sehingga terbentuklah pori dalam

produk. Semakin banyak pori yang terdapat pada produk dikatakan produk

semakin renyah (Mellema, 2003).

Page 6: Praktikum 3

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum yaitu :

1. Wajan

2. Loyang

3. Spatula

4. Serok

5. Sendok

6. Beaker glass

7. Baskom

3.1.2 Bahan

Adapun bahan praktikum yang digunakan adalah :

1. Minyak goreng

2. Rengginang

3.2 Skema Kerja

Minyak 500ml dipanaskan

rengginang 6 biji

PenggorenganPengambilan minyak 10ml

setiap perlakuan

Produk kering

Amati aroma, kerenyahan, warna, dan rasa

Minyak goreng bekas

Amati aroma, kekentalan, dan volume

Page 7: Praktikum 3

BAB 4. DATA HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Data Hasil Pengamatan

Sampel Parameter

I II III IV V

Rengginang

Warna +++ +++++

+ ++++ ++

Aroma + ++ +++++

++++ +++

Kerenyahan

++ +++ +++++

++++ +

Rasa ++ +++ +++++

++++ +

Keterangan :Warna : semakin +, semakin baikAroma : semakin +, semakin tengikKerenyahan : semakin +, semakin renyahRasa : semakin +, semakin tengik

4.2 Data Hasil Perhitungan

Sampel Parameter

I II III IV V VI

Minyak

Warna +++++

++++

+++

++ + ++++++

Kekentalan

++ +++

++++

+++++

++++++

+

Volume Minyak 90 ml = 90

500x100 %=18 %

Keterangan :Warna : semakin +, semakin jernihKekentalan : semakin +, semakin kentalVolume Minyak : Awal : 500 ml

Akhir : 410 ml

Page 8: Praktikum 3

Minyak pada bahan : 90 ml

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

Sebelum memulai praktikum, siapkan alat dan bahan terlebih dahulu. Pada

praktikum ini bahan yang digunakan adalah minyak 500 ml dan rengginang.

Pertama ukur minyak sebanyak 500 ml menggunakan gelas ukur. Pisahkan

sebanyak 10 ml untuk diamati sebagai sample perlakuan kontrol. Sebagian

lainnya tuang dan panaskan dalam wajan. Setelah minyak panas, goreng

rengginang sampai matang. Taruh produk kering rengginang pada loyang dan

diberi label untuk membedakan proses penggorengan. Ulangi cara tersebut hingga

5 kali penggorengan. Minyak yang diambil sample sebanyak 5 kali di uji

berdasarkan warna dan kekentalan serta volume minyak. Sedangkan produk

kering rengginang, di uji berdasarkan warna, aroma, kerenyahan dan rasa.

5.2 Analisa Data

5.2.1 Produk Kering Rengginang

Praktikum penggorengan menggunakan bahan rengginang. Hasil uji

sample yang didapat adalah sebagai berikut :

Sampel Parameter

I II III IV V

Rengginang

Warna +++ +++++

+ ++++

++

Aroma + ++ +++++

++++

+++

Kerenyahan

++ +++ +++++

++++

+

Page 9: Praktikum 3

Rasa ++ +++ +++++

++++

+

Berdasarkan data pengamatan tersebut, untuk warna yang dihasilkan

semakin (+) semakin baik. Dari data yang ada, produk kering rengginang dengan

warna terbaik adalah penggorengan kedua dengan nilai (+++++). Menurut

pernyataan dari Blumenthal (1996), proses transfer panas akan mempengaruhi

aroma, warna dan tekstur produk yang dihasilkan. Seharusnya semakin banyak

penggorengan yang dilakukan pada minyak yang sama, produk kering yang

dihasilkan memiliki warna yang kurang menarik. Diperkuat dengan pernyataan

Ketaren (2008), bahwa kombinasi lamanya pemanasan dan suhu yang tinggi

mengakibatkan terjadinya beberapa reaksi penyebab kerusakan minyak. Reaksi

yang terjadi adalah hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan

dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan

sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak.

Penyimpangan warna yang terjadi pada produk akhir rengginang, disebabkan oleh

transfer panas yang diterima oleh bahan pangan tersebut. Bahan yang digunakan

adalah rengginang yang berbahan dasar ketan dan memiliki karbohidrat. Dengan

adanya transfer panas yang diberikan pada bahan, jika panas tersebut diberikan

secara berlebihan dapat menyebakan terjadinya browning yang menyebabkan

warna menjadi kecoklatan.

Uji pengamatan aroma pada produk kering rengginang yang dihasilkan,

aroma terbaik diperoleh pada penggorengan ke-1 dengan nilai (+), sedangkan

aroma tertengik diperoleh pada penggorengan ke-3 dengan nilai (+++). Jika

dikaitkan dengan pernyataan Blumenthal (1996), proses transfer panas yang

diterima akan mempengaruhi aroma, warna dan tekstur produk yang dihasilkan.

Seharusnya produk kering pada penggorengan ke-5 memiliki aroma yang paling

tengik, karena semakin sering minyak digunakan akan menimbulkan aroma yang

tidak sedap atau telah mengalami kerusakan/ketengikan. Namun penyimpangan

terjadi pada penggorengan ke-3, produk yang dihasilkan merupakan produk paling

tengik. Hal tersebut bisa disebabkan oleh jumlah pemanasan yang diterima oleh

minyak sebagai media penggorengan. Lama waktu dan jumlah pemanasan yang

diterima oleh produk dapat menyebabkan kerusakan pada minyak. Minyak yang

Page 10: Praktikum 3

telah rusak tidak hanya mengakibatkan kerusakan nilai gizi, tetapi juga merusak

tektur, flavor dari bahan pangan yang digoreng (Ketaren, 2008).

Hasil data pengamatan kerenyahan dan rasa memiliki nilai yang sama,

yaitu sama-sama terjadi penyimpangan pada produk penggorengan ke-3.

Seharusnya produk hasil penggorengan ke-1 lebih renyah dibanding hasil

penggorengan ke-3. Karena minyak yang digunakan pada penggorengan ke-1

belum mengalami kerusakan. Begitupun seterusnya, semakin banyak pemanasan

yang diberikan pada media minyak, dan semakin banyak penggorengan yang

dilakukan, makan minyak semakin banyak mengalami kerusakan. Minyak yang

digunakan pada saat menggoreng. dapat menyebabkan kerusakan tekstur pada

bahan yang digoreng. (Ketaren, 2008).

Rasa yang didapat pada penggorengan ke-5 merupakan rasa terbaik yang

diperoleh pada praktikum ini. Penyimpangan ini disebabkan oleh jumlah minyak

yang terserap pada produk. Rengginang hasil penggorengan ke-5 tidak terlalu

mekar, sehingga pori-pori yang dimiliki tidak semua terdifusi oleh minyak.

Sehingga rasa yang dihasilkan tidak terlalu tengik. Proses difusi menurut Mellema

(2003), minyak yang masuk akan menempati pori-pori yang ditinggalkan oleh air,

proses difusi ini akan berlangsung terus sampai akhir penggorengan bahkan pada

waktu pendinginan setelah penggorengan. Pori-pori yang terbentuk disebabkan

perbedaan tekanan ketika produk tercelup ke dalam minyak panas. Air yang

terdapat dalam bahan akan keluar dengan cepat dalam bentuk uap air sehingga

terbentuklah pori dalam produk. Semakin banyak pori yang terdapat pada produk

dikatakan produk semakin renyah (Mellema, 2003). Sesuai dengan pernyataan

tersebut, hasil data pengamatan parameter kerenyahan hasil penggorengan ke-5

memiliki kerenyahan paling rendah dengan nilai (+).

5.2.2 Minyak

Pengamatan yang dilakukan pada minyak yang digunakan pada

praktikum ini, menghasilkan data sebagai berikut :

Sampel

Parameter

I II III IV V Kontrol

Page 11: Praktikum 3

Minyak

Warna +++++

++++

+++ ++ + ++++++

Kekentalan

++ +++ ++++

+++++

++++++

+

Volume Minyak 90 ml = 90

500x100 %=18 %

Berdasarkan data yang didapat perlakuan kontrol memiliki nilai terbaik pada warna maupun kejernihannya.

Pada pengujian minyak yang digunakan sebagai media pemanas, hasil data yang didapat sesuai dengan literatur yang ada. Untuk warna, menurut Ketaren (2008), zat warna alamiah yang

terdapat pada minyak kelapa adalah karoten yang merupakan hidrokarbon tidak

jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Pada pengolahan minyak menggunakan

uap panas, maka warna kuning yang disebabkan oleh karoten akan mengalami

degradasi. Diperkuat oleh pendapat Blumenthal (1996), warna minyak goreng

yang telah digunakan berulang kali lebih gelap dibandingkan minyak goreng

segar. Hal ini disebabkan senyawa-senyawa hasil degradasi minyak goreng akibat

pemanasan. Begitu pula pendapat Lawson (1995), reaksi penting pada minyak dan

lemak adalah reaksi hidrolisis, oksidasi, polimerasi dan pembentukan warna dan

Choe dan Min (2007), menambahkan selama proses pemanasan reaksi hidrolisis,

oksidasi, polimerisasi akan menyebabkan minyak berasap, berbusa, dan

meninggalkan warna coklat serta flavor yang tidak disukai. Perubahan sifat fisik

minyak yang terjadi selama pemanasan menyebabkan kenaikan indeks bias,

viskositas, warna, dan penurunan titik asap. Perubahan warna yang terjadi

merupakan salah satu tanda kerusakan atau ketengikan pada minyak.

Kekentalan atau viskositas merupakan salah satu pengukuran yang dapat

menggambarkan sifat fisik dari suatu minyak. Viskositas pada minyak goreng

akan mengalami peningkatan seiring dengan lama waktu penggorengan. Semakin

lama waktu penggorengan, viskositas minyak akan mengalami kenaikan yang

sangat nyata. Peningkatan viskositas ini terbentuk akibat minyak mengalami

pembentukan senyawa polimer akibat proses pemanasan dan oksidasi. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan para ahli, berikut pernyataan dari Osawa dan

Goncalves (2012), selama proses penggorengan, minyak goreng mengalami

Page 12: Praktikum 3

proses hidrolisis dan oksidasi. Pada saat minyak teroksidasi akan terbentuk

senyawa polimer. Diperkuat oleh pendapat Stier (2001), kenaikan senyawa

polimer menyebabkan kenaikan viskositas minyak dan hasil penelitian Lin (1998),

pembentukan polimer saat proses penggorengan akan mengakibatkan terjadinya

viskositas pada minyak goreng.

Selama 5 kali proses penggorengan, minyak yang terserap pada produk

sebanyak 18% atau sebanyak 90 ml, diperoleh dengan perhitungan berat minyak

awal – berat minyak akhir. Minyak yang terserap pada produk cukup banyak, ini

dikarenakan bahan yang terkandung dalam produk yang digoreng, jumlah pori-

pori yang dimiliki oleh produk dan ketebalan produk tersebut. Produk yang

digunakan dalam praktikum penggorengan ini adalah rengginang yang berbahan

dasar beras ketan. Beras ketan merupakan bahan pangan nabati dan memiliki pati.

Produk hasil penggorengan yang berasal dari bahan pangan nabati dan

mengandung pati akan menyerap minyak lebih banyak daripada bahan pangan

hewani (Pinthus dan Saguy, 1994).

Page 13: Praktikum 3

BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada praktikum ini adalah :

a. Pengaruh penggorengan berkali-kali dapat menyebabkan warna minyak

menjadi gelap karena adanya proses oksidasi dan hidrolisis yang terjadi

pada waktu penggorengan, dan kenaikan viskositas pada minyak.

Kenaikan viskositas terjadi akibat proses pemanasan dan oksidasi yang

menyebabkan terbentuknya senyawa polimer dalam minyak.

b. Penggorengan produk pangan pada minyak yang telah digunakan berkali-

kali dapat menyebabkan rasa dan aroma produk menjadi semakin tengik,

warna produk semakin tidak menarik bahkan cenderung lebih gelap dan

kerenyahan semakin berkurang. Hal tersebut disebabkan oleh minyak yang

telah mengalami kerusakan akibat pemanasan yang dilakukan dan adanya

proses hidrolisis serta oksidasi selama penggorengan.

6.2 Saran

Page 14: Praktikum 3

Saran yang dapat diberikan untuk praktikum selanjutnya adalah catat waktu

pemanasan yang dilakukan karena lama waktu pemanasan merupakan salah satu

faktor utama kerusakan pada minyak.

DAFTAR PUSTAKA

Akoh, CC. dkk. 2002. The Recovery of Used Frying Oils with Various Adsorbents. Journal of Food Lipids.

Blumenthal, M.M. 1996. Frying Technology.Di dalam : Romaria, Mayland. 2008. Karakteristik Fisiko Kimia Minyak Goreng Pada Proses Penggorengan Berulang Dan Umur Simpan Kacang Salut Yang Dihasilkan. Institute Pertanian Bogor, Bogor.

BSN, 1995. Minyak Goreng. SNI 01-3741-1995. Badan Standarisasi Nasional.

Estiasih, Teti. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. PT bumi Aksara. Jakarta.

Fennema, OR. 1996. Food Chemistry 3rd ed. New York USA. Marcel Dekker, Inc.

Hara, E. dkk. 2006. Evaluation of Heatideteriorated Oils. TLC-FID Method for

Determining Polar Coumpond Content. Journal of Oleo Science.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Page 15: Praktikum 3

Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Lawson, H. 1995. Food Oils and Fats : Technology, Utilization, and Nutrition. Chapman and Hall, New York.

Lin, S. 1998. The Recovery of Used Frying Oils with Various Adsorbents. Journal of Food Lipids.

Mellema, M. 2003. Mechanism and Reduction of Fat Uptake in Deep Fat Fried Food. Food Sci.

Osawa, CC. 2012. Changes in Breaded Chiken and Oil Degration During Continuous Frying with Cottonseed Oil. Compinas.

Pinthus, E.J. dan I.S. Saguy. 1994. Initial Interfacial Tension and Oil Uptake by Deep Fat Fried Food. J. Food Sci.

Pokorny, J. 1989. Flavor Chemistry of Deep-Fat Frying ini Oil. Di dalam : Romaria, Mayland. 2008. Karakteristik Fisiko Kimia Minyak Goreng Pada Proses Penggorengan Berulang Dan Umur Simpan Kacang Salut Yang Dihasilkan. Institute Pertanian Bogor, Bogor.

Stier, R. F., 2003. Finding Functionality in Fat and Oil. www.preparedFood.com. [22 Februari 2012]

Wan, P.J., 2000. Properties of Fats and Oils. Di dalam: O’Brien, R.D., W.E. Farr, dan P.J. Wan (eds). Introduction to Fats and Oils Technology 2nd ed. AOCS Press, Illnois.

Winarno, F., G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.

Zainal, 2010. Investigaion on The Stability of Different Frying Oils During Frying With And Without Foods. Shaker Verlag, Germany.

Page 16: Praktikum 3

No

.

Gambar Keterangan

1. Pengambilan 10 ml minyak

goreng dari 500 ml sebagai

kontrol. Kemudian minyak

goreng dipanaskan sebelum

dilakukan penggorengan.

2. Proses penggorengan

rengginang, satu kali

penggorengan dimasukkan 6

rengginang.

Page 17: Praktikum 3

3. Proses penirisan rengginang

yang berfungsi untuk

mengurangi kadar minyak

pada bahan pangan.

4. Proses peletakan

rengginang pada loyang

kemudian diberi label

5. Pengujian 10 ml sampel

minyak goreng setiap setelah

proses penggorengan (5 kali

penggorengan)

LAMPIRAN