Upload
others
View
26
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EKPLORASI POTENSI DAN
PERMASALAHAN KAWASAN
KERATON KACIREBONAN
Oleh:
Nurtati Soewarno
Tecky Hendrarto
Shirley Wahadamaputera
Dwi Kustianingrum
Theresia Pynkyawati
Bambang Subekti
Erwin Yuniar Rahadian
Nur Laela Latifah
Agung Prabowo
Thomas Brunner
Eka Virdianti
2
Cetakan 1, 2019
Hak Cipta dilindungi undang-undang
©2019, Penerbit Itenas
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Hak Cipta pada Penerbit Itenas, 2019
Ekplorasi Potensi dan Permasalahan Kawasan Keraton Kacirebonan / Oleh
Nurtati Soewarno dkk..- Cet. 1.-
Bandung: Penerbit Itenas, 2019.
84 hlm.; 25,7 cm.
1. Tajuk Subjek.
I. II. Judul
728.82
ISBN: 978-602-53531-9-2
Penerbit Itenas,
Jl. PKH. Mustopha No.23 Bandung
Telp.: +62 22 7272215, Fax: +62 22 7202892
Email: [email protected]
i
KATA PENGANTAR
Buku Eksplorasi Potensi dan Permasalahan Kawasan Keraton Kacirebonan
merupakan buku yang disusun oleh team jurusan Arsitektur Itenas dengan tujuan
membuat pemetaan dan mengeksplorasi potensi dan permasalahan arsitektur yang
meliputi:
- Akulturasi gaya bangunan pada Keraton Kacirebonan
- Pola ruang pada pemukiman di sekitar Keraton Kacirebonan
- Kenyamanan termal pada ruang dan bangunan induk Keraton Kacirebonan.
- Perkembangan budaya dan pemakaian material pada bangunan Keraton
Kacirebonan
- Desain bangunan Prabayaksa ditinjau dari penggunaan bahan bangunan
- Rekayasa struktur bangunan Prabayaksa dan Paseban di komplek Keraton
Kacirebonan
- Metoda penelitian bangunan Prabayasa Keraton Kacirebonan.
Buku ini merujuk pada keputusan Walikota Cirebon no 19 tahun 2001 tentang
Perlindungan dan Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di kota Cirebon.
Untuk mendukung kegiatan cagar budaya Keraton Kacirebonan maka dilakukan
penelurusan permasalahan secara makro dan mikro serta penggambaran tapak dan
denah keraton sebagai usulan arsip dari pihak keraton. Diharapkan hasil dari
penelitian ini dapat meningkatkan kunjungan wisata ke Keraton Kacirebonan.
Penulis menyadari bahwa di dalam buku ini masih terdapat kekurangan, oleh karena
itu penulis mengharapkan tegur sapa baik lisan maupun tulisan serta kritik dan koresi
dari pembaca demi meningkatkan mutu dan penyempurnaan buku ini.
Akhir kata, kami berharap agar tulisan dalam buku ini dapat bermanfaat dan
berkontribusi positif dalam dokumen kepariwisataan.
Bandung, Mei 2019
Nurtati Suwarno
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Analisis Situasi ........................................................................................ 1
1.2. Analisis Permasalahan ............................................................................. 2
2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3 2.1. Sejarah Keraton Cirebon .......................................................................... 3
2.2. Kondisi Keraton Cirebon ......................................................................... 4
3 METODA DAN PELAKSANAAN ............................................................... 9 3.1. Metoda Pelaksanaan .................................................................................. 9
3.1.1. Metoda Pengambilan Data ............................................................. 9
3.1.2. Metoda Pengolahan dan Analisis Data .......................................... 9
3.2. Skema Penelitian ..................................................................................... 10
4 HASIL PEMBAHASAN ................................................................................ 11 4.1. Pemetaan Site Planning Kawasan Keraton Kacirebonan ......................... 11
4.2. Eksplorasi Potensi dan Permasalahan Arsitektur di Kawasan
Keraton Kacirebonan ............................................................................... 13
4.2.1. Akulturasi Gaya Bangunan pada Keraton Kacirebonan ................ 13
4.2.2. Pola Ruang pada Pemukiman di Sekitar Keraton kacirebonan ...... 17
4.2.3. Kenyamanan Termal pada Ruang Dalam Bangunan Induk
Keraton Kacirebonan ..................................................................... 21
4.2.4. Perkembangan Budaya Dan Pemakaian Material Pada Bangunan
Keraton Kacirebonan Ditinjau Dari Periodisasi Pembangunan ..... 31
4.2.5. Desain Bangunan Prabayaksa Ditinjau Dari Penggunaan
Bahan Bangunan .......................................................................... 51
4.2.6. Rekayasa Struktur Bangunan Prabayaksa Dan Paseban Di
Komplek Keraton Kacirebonan .................................................... 60
4.2.7. Metoda Pemeliharaan Bangunan Prabayaksa Keraton Kacirebonan 69
5 KESIMPULAN ............................................................................................ 77
iii
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi Bangsa Indonesia terkenal sebagai suatu bangsa yang memiliki kekayaan alam dan seni
budaya. Kekayaan ini merupakan bagian penting dari sejarah perkembangan dan dapat berupa
candi, keraton, makam, situs dan bentuk lainnya yang tersebar di seluruh penjuru tanah air
Indonesia. Kekayaan ini merupakan peninggalan yang sangat bernilai dan merupakan warisan
budaya yang harus dilestarikan. Dengan mengenal lebih dalam warisan budaya akan
menimbulkan rasa cinta, rasa memiliki dan rasa tanggung jawab sehingga usaha pelestarian
dapat berhasil. Selain itu hasil penggalian dan pengenalan lebih dalam dapat disebar luaskan
untuk bahan studi.
Cirebon merupakan salah satu kota di pantai Utara Jawa Barat yang memiliki nilai sejarah dan
budaya yang tinggi. Cirebon berawal dari sebuah desa kecil (pada abad ke 15) yang bernama
Muara Jati. Lokasi yang strategis menjadikan desa ini banyak dikunjungi kapal asing yang
datang untuk berniaga dengan penduduk setempat. Oleh karenanya desa ini menjadi tempat
pertemuan budaya antara suku Jawa, Sunda, Arab, China dan pendatang dari Eropa. Di
pelabuhan ini juga terlihat aktivitas Islam yang semakin berkembang.
Kerajaan Cirebon didirikan oleh Pangeran Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi yang
semula ditunjuk sebagai Adipati Cirebon. Pangeran ini melawan Raja Galuh yang semula
menguasai Cirebon dan kemudian mendirikan kerajaan Cirebon dengan gelar Cakrabumi.
Kerajaan Cirebon merupakan Kerjaan Islam pertama di Jawa Barat dan merupakan Keraton
tertua dari tiga keraton yang ada di Cirebon, yaitu: Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan.
Dengan memiliki 3 keraton tentu saja Cirebon memiliki bangunan-bangunan dan benda-benda
peninggalan yang harus dilestarikan. Selain itu penjajah Kolonial Belanda meninggalkan pula
bangunan-bangunan yang saat ini telah menjadi warisan budaya yang harus dilestarikan. Oleh
karenanya PKM ini bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon (STTC)
bertujuan untuk membantu Pemerintah Kota Cirebon untuk menginventarisasi bangunan-
bangunan cagar budaya yang telah ditetapkan oleh Keputusan Walikota Cirebon nomor 19
tahun 2001 tentang: Perlindungan dan Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di
Kota Cirebon.
Adapun bangunan Cagar Budaya yang terdapat di kota Cirebon dibagi menjadi 4 golongan
menurut tingkat Perlindungannya, yaitu:
1. Bangunan dengan Tingkat Perlindungan Sangat Ketat (golongan A) yang terdiri dari
30 bangunan dan 2 makam.
2. Bangunan dengan Tingkat Perlindungan Ketat (golongan B) yang terdiri dari 12
bangunan dan 1 makam.
3. Bangunan dengan Tingkat Perlindungan Cukup Ketat (golongan C) yang terdiri dari
7 bangunan.
2
4. Makam-makam yang dikategorikan sebagai bebangunan yang juga harus dilindungi,
terdiri dari 3 makam para leluhur dan 1 makam China (Sentiong).
Dalam pelaksanaannya team PKM jurusan Arsitektur akan melibatkan mahasiswa dalam
bentuk kunjungan studi maupun penelitian yang lebih dalam dan kegiatan ini dibagi menjadi
beberapa tahap yang pada akhirnya akan dikeluarkan produk akhir yang akan mendukung
kegiatan kepariwisataan keraton berupa potensi permasalahan secara makro dan mikro serta
penggambaran site planning dan denah keraton untuk arsip pihak keraton
Pada awalnya kegiatan ini akan dilakukan di tiga lokasi keraton Cirebon yaitu Kasepuhan,
Kacirebonan, Hanoman dan kawasan bangunan heritage colonial. Namun berdasarkan
kesepakatan dengan pihak keraton dan Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon (STTC), kegiatan
pengabdian tahap ini difokuskan pada bangunan keraton Kacirebonan dengan pertimbangan
belum terdapat kegiatan pengabdian masyarakat dari kampus lain dan kebutuhan mendesak
untuk lay out denah dan site planning keraton Kacirebonan.
Adapun laporan ini masih merupakan tahap lanjutan untuk merumuskan potensi dan
pemasalahan secara makro dan mikro dengan kegiatan eksplorasi keraton Kacirebonan yang
dilakukan dalam bentuk eksplorasi arsitektur keraton dengan keluaran berbentuk jurnal. Tema
yang diangkat dalam kegiatan pengabdian masyarakat tahap eksplorasi arsitektur ini adalah
berkaitan dengan bidang Perancangan, Permukiman, Struktur dan Konstruksi, Teknologi
Bahan serta Pemeliharaan bangunan
1.2 Analisis Permasalahan Berdasarkan pengamatan awal dan hasil identifikasi tahap awal banyak kendala yang harus
dihadapi oleh ke pihak Keraton dan Pemerintah Kota Cirebon dalam melestarikan warisan
budayanya. Adanya keinginan dari pihak Keraton untuk melestarikan warisan budaya dan
mengarsipkan bangunan-bangunan asli keraton awal, merupakan satu langkah yang perlu
didukung oleh pihak ketiga terutama pihak institusi pendidikan.
Jurusan Arsitektur Itenas melakukan langkah lanjutan yaitu tahap 2 dengan melakukan
eksplorasi potensi dan permasalahan arsitektur di keraton Kacirebonan. Dalam kegiatan ini
terbagi menjadi beberapa tujuan yaitu:
1. Melakukan Pemetaan Site Planning dengan menggunakan Alat Dronne
2. Mengeksplorasi potensi dan permasalahan arsitektur dengan judul sebagai berikut :
a) Akulturasi Gaya Bangunan Pada Keraton Kacirebonan
b) Pola Ruang Pada Pemukiman Di Sekitar Keraton Kacirebonan
c) Kenyamanan Termal Pada Ruang Dalam Bangunan Induk Keraton Kacirebonan
d) Perkembangan Budaya Dan Pemakaian Material Pada Bangunan Keraton
Kacirebonan Ditinjau Dari Periodisasi Pembangunan
e) Desain Bangunan Prabayaksa Ditinjau Dari Penggunaan Bahan Bangunan
f) Rekayasa Struktur Bangunan Prabayaksa dan Paseban di Komplek Keraton
Kacirebonan
g) Metoda Pemeliharaan Bangunan Prabayaksa Keraton Kacirebonan
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Keraton Cirebon Kesultanan Cirebon adalah kesultanan Islam ternama di jawa barat pada abad ke -15 dan 16
Masehi, dan merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan pelayaran antar pulau.
Perdagangan di Cirebon biasanya di lakukan di pantai Utara Pulau Jawa yang merupakan
perbatas dan jembatan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat dan terciptalah kebudayaan
Cirebon tanpa di dominasi salah satu kebudayaan. Cirebon awalnya adalah sebuah dukuh kecil
yang dibangun ki Gedeng Tapa, yang lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah desa yang
ramai dan di beri nama Caruban (campuran). Pada saat awal terbentuk bernamana Keraton
Pakungwati setelah Sunan Gunung Jati wafat tahta Cirebon dilanjutkan oleh para penerusnya
sampai tahun 1677, kerajaan Pakungwati dibagi menjadi 2 yaitu, Keraton Kasepuhan dan
Keraton Kanoman. Perpecahan Keraton terbagi menjadi dua tahap yaitu:
a. Perpecahan I (1677)
Perpecahan pertama Kesultanan Cirebon terjadi dimana ketika penobatan tiga
putera Panembahan Girilaya, yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom dan Panembahan
Cirebon pada tahun 1677, kemudian terbagi tiga penguasa Kesultanan Cirebon
diantaranya :
Sultan Keraton Kasepuhan, Pangeran Martawijaya bergelar Sultan Sepuh Abil
Makarimi Muhammad Samsudin 91677-1703)
Sultan Kanoman, Pangeran Kartwijaya bergelar Sultan Anom Abil Makarimi
Muhammad Badrudin (1677-1723)
Pangeran Wangsakerta sebagai Panembahan Cirebon bergelar Pangeran Abdul
Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati (1677-1713).
b. Perpecahan II (1807)
Perpecahan kedua terjadi setelah massa pemerintahan Sultan Anom IV (1798-
1803), dimana seorang putranya, yaitu Pangeran Raja Kanoman memisahkan diri
membangun kesultanan sendiri dengan nama Kesultanan Kacirebonan. Kehendak
pangeran Raja Kanoman didukung oleh pemerintahan kolonial dengan keluarnya
belsuit (surat keputusan) Gubernur-Jendral Marsha Dendles yang mengangkat Raja
Kanoman menjadi Sultan Carbon Kacirebonan pada tahun 1807.
4
Gambar 2. 1 Perkembangan Keraton di Cirebon
(Sumber : http://www.academia.edu/ diunduh Maret 2018)
Sejak itu di Cirebon bertambah satu penguasa yaitu Kesultanan Kacirebonan,
perpecahan dari Kesultanan Kanoman. Sementara tahta Sultan Kanoman V jatuh
kepada Sultan Anom Abusoleh Imammudin (1803-1811).
`
Keraton kacirebonan merupakan keraton termuda di Cirebon yang dibangun pada
tahun 1800an ketika masa pemerintahan Pangeran Raja Hidayat. Keraton
Kacirebonan merupakan pemekaran dari Keraton Kanoman setelah Sultan Anom
IV yang bernama Muhammad Khaerudin wafat, pada saat itu Sultan Muhammad
Khaerudin di asingkan oleh Belanda ke ambon karena di anggap sebagai
pembangkang dan memberontak. Ketika kembali dari pengasingan tahta sudah di
duduki oleh Sultan Anom Imammudin atas dasar kesepakatan keluarga, akhirnya
Muhammad Khaerudin membangun Keultanan Kacirebonan di dekat Gua
Sunyaragi, kemudian bergelar Sultan Carbon Amirul Mu’minin sebagai Sultan
Kacirebonan Pertama.
Kemudian pada tahun 1814 Sultan Carbon wafat dan digantikan oleh istrinya Ratu
Raja Resminingpuri, karena Putra Mahkota pangeran Raja Hidayat pada saat itu
masih berusia 5 tahun. Pada saat itulah Ratu Raja Resminingpuri mendapat bantuan
dari Belanda untuk membangun Keraton baru yang leih dekat dengan saudara-
saudaranya, Kanoman dan Kasepuhan. Keraton awal yang dibangun pada saat itu
di beri nama “Pulo Sare” (tempat tidur) atau lebih dikenal sekarang bernama
Prabayaksa.
2.2 Kondisi Keraton Cirebon Keraton Kacirebonan merupakan keraton termuda yang di bangun tahun 1800 ketika masa
Kesultanan Pangeran Raja Hidayat di wilayah kota Cirebon. Dimana merupakan perpecahan
antara Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Keraton kacirebonan terletak di Jalan
Pulasaren no. 48, kelurahan Pulasaren, Kecamatan pekalipan Cirebon, terpatnya 1 km sebelah
5
barat laut dari Keraton Kasepuhan dan kurang lebih 500 meter dari sebelah Barat Daya
Keraton Kanoman. Keraton Kacirebonan memiliki luas lahan seluas 3 hektar.
Gambar 3. 1 Site Keraton Kacirebonan (sumber : Google Earth, 2018)
Keraton Kacirebonan sampai sekarang berfungsikan sebagai tempat kediaman Sultan dan
melakukan sebuah tradisi yang biasa dilakukan pada massa sebelumnya, seperti mauludan,
seserahan dan sebagainya. Pada massa sekarang fungsi Keraton Kacirebonan dijadikan tempat
wisata bagi masyarakat seperti bangunan sejarah lainya seperti Fatahilah Jakarta.
Keraton Kacirebonan dibangun karena adanya perpecahan antara para putra sultan di keraton
kanonman dan setelah massa pemerintahan sultan Anom IV (1798-1803). Raja kanoman dari
sutra sultan Anom IV ingin membangun kesultanannya sendiri dengan nama kesultanan
kacirebonan.
Gambar 3. 2 Blok Massa/Tatanan Massa Pada Keraton kacirebonan
6
Keraton kacirebonan merupakan keraton termuda di Cirebon yang dibangun pada
tahun 1800an ketika masa pemerintahan Pangeran Raja Hidayat. Keraton Kacirebonan
merupakan pemakaran dari Keraton Kanoman setelah Sultan Anom IV yang bernama
Muhammad Khaerudin wafat, pada saat itu Sultan Muhammad Khaerudin di asingkan
oleh Belanda ke ambon karena di anggap sebagai pembangkang dan memberontak.
Ketika kembali dari pengasingan tahta sudah di duduki oleh Sultan Anom Imammudin
atas dasar kesepakatan keluarga, akhirnya Muhammad Khaerudin membangun
Keultanan Kacirebonan di dekat Gua Sunyaragi, kemudian bergelar Sultan Carbon
Amirul Mu’minin sebagai Sultan Kacirebonan Pertama.
Kemudian pada tahun 1814 Sultan Carbon wafat dan digantikan oleh istrinya Ratu Raja
Resminingpuri, karena Putra Mahkota pangeran Raja Hidayat pada saat itu masih
berusia 5 tahun. Pada saat itulah Ratu Raja Resminingpuri mendapat bantuan dari
Belanda untuk membangun Keraton baru yang leih dekat dengan saudara-saudaranya,
Kanoman dan Kasepuhan. Keraton awal yang dibangun pada saat itu di beri nama
“Pulo Sare” (tempat tidur) atau lebih dikenal sekarang bernama Prabayaksa. Berikut
perkembangan bangunan yang ada di keraton kacirebonan diantaranya:
Tabel 3. 1 Bangunan, Tahun Pembangunan Keraton Kacirebonan
NO NAMA
BANGUNAN TAHUN GAMBAR
1 Prabayaksa,
Paseban dan
Tajug (masjid)
1807
Prabayaksa
Pancaranti
7
NO NAMA BANGUNAN
TAHUN GAMBAR
Pancaratna
2 Gedung Hijau
(Pangeran
Denda
Wijaya)
1851-
1916
3 Pringgowati
dan Pinengran
(Pangeran
Raja Madenda
Partadiningrat)
1916 -
1931
Pringgowati (Ruang tengah tempat benda)
Pinengran Istirahat Kerabat Sultan
8
NO NAMA BANGUNAN
TAHUN GAMBAR
4 Pringgowati,
Setelah masa
tahta dari
Pangeran raja
Madenda
Partadiningrat
muncul
bangunan baru
di kawasan
Keraton
Kacirebonan
Pendopo/Pringgowati
a. Pada tahun 1807 bangunan pertama berdiri dengan nama Prabayaksa, Paseban
dan Tajug (masjid)
b. Pada saat turunya tahta pada Sultan Kacirebonan III Pangeran Raja Madenda
Wijaya (1851-1916) muncul bangunan baru Gedung Ijo (1875)
c. Sultan Kacirebonan IV Pangeran Raja Madenda Partadiningrat (1916-1931)
muncul bangunan baru Pranggowati sebagai tempat istirahat keluarga sultan
(1916)
Pada perkembangan selanjutnya muncul bangunan baru seperti Kaputren,
Pancaratna (tempat tunggu bangsawan bertemu raja) dan Pacarinti (tempat tunggu
rakyat bertemu raja ). Setelah perkembangan bangunan di keraton Kacirebonan
munculan bangunan baru dimana terdapat bangunan di belakang Pranggowati
sebagai tempat tinggal keluarga Sultan dan terdapat dapur dan gudang dekat
Gedung Ijo.
9
3 METODE DAN PELAKSANAAN
Secara umum, kegiatan tahap 2-eksplorasi arsitektur untuk mencapai tujuan pertama dalam
memetakan udara dan tujuan kedua yaitu mengeksplorasi potensi dan permasalahan arsitektur
dengan tema perancangan, tapak, struktur dan konstruksi serta pemeliharaan pada objek studi
kawasan Keraton Kacirebonan. Digunakan pendekatan campuran (mix method) yang
mengkombinasikan atau mengasosiasikan bentuk kualitatif dan kuantitatif. Melibatkan
Asumsi-Asumsi filosofis, aplikasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif dan pencampuran
(mixing) kedua pendekatan tersebut. (John W. Creswell, 2014).
3.1. Metoda Pelaksanaan Pendekatan pada tahan awal kegiatan ini menggunakan pendekatan campuran yang
mengkombinasikan metoda kualitatif dan kuantitatif yang meliputi:
3.1.1 Metoda Pengambilan Data 1. Survey Lapangan
Survey lapangan dilakukan dengan mengambil data primer dengan metoda partisipatory
observation yang melibatkan mitra, masyarakat dan kegiatan secara langsung, melalui
kegiatan:
a. Pemetaan Udara di kawasan Keraton Kacirebonan
b. Pendataan, mengidentifikasi kawasan dan bangunan di dalam masing-masing
kompleks Keraton Kacirebonan
c. Observasi dan Dokumentasi, yaitu melakukan proses pengamatan secara langsung,
wawancara dengan pihak dan dokumentasi.
2. Survey Instansional
Kegiatan ini berupa pengambilan data-data administrasi/teknis serta data pendukung
3. Study Literatur
Kegiatan ini diperlukan untuk menganalisis data-data primer dari sudut pandang teori
sehingga diperlukan literature yang berkaitan.
3.1.2 Instrumen Kegiatan Penelitian ini digunakan instrument penelitian:
1. Pengambilan data primer diperlukan: Drone, Kamera, Alat ukur, Komputer dengan
kemampuan drawing, seperti sketch up, archicad dsb.
2. Pengambilan data sekunder diperlukan daftar wawancara yang akan dijadikan petunjuk
untuk melakukan observasi dan wawancara kepada penghuni, masyarakat di sekitar
Keraton Kacirebonan.
10
LATAR BELAKANG Jurusan Arsitektur Itenas melakukan langkah lanjutan yaitu tahap 2 dengan melakukan eksplorasi
potensi dan permasalahan arsitektur di keraton Kacirebonan untuk membantu pihak Keraton untuk
melestarikan warisan budaya dan mengarsipkan bangunan-bangunan asli keraton awal
3.1.3 Metoda Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data untuk pemetaan hasil drone dengan menggunakan program visual yang
mendukung dan menghasilkan produk akhir foto udara.
Hasil foto udara tersebut menjadi data promer yang digunakan sebagai arsip serta pendukung
eksplorasi arsitektur. Metoda pengolahan data/analisis Hasil pendataan di lapangan
diidentifikasi berdasarkan jenis bangunannya, selanjutnya dilakukan penelitian berbasis
pengabdian masyarakat berdasarkan temanya. Untuk penelitian, analisis data yang digunakan
adalah analisis deskripif di setiap tema dan judul.
3.1 Skema Penelitian Berikut skema penelitian berbasis pengabdian masyarakat di kawasan Keraton Kacirebonan
Gambar 1. 1 Skema Penelitian
LINGKUP STUDI 1. Pemetaan Drone 2. Eksplorasi Arsitektur dengan tema Perancangan
Permukiman
Struktur dan Konstruksi, Teknologi Bahan
Pemeliharaan
a) Akulturasi Gaya Bangunan Pada Keraton Kacirebonan
b) Pola Ruang Pada Pemukiman Di Sekitar Keraton Kacirebonan
c) Kenyamanan Termal Pada Ruang Dalam Bangunan Induk Keraton Kacirebonan
d) Perkembangan Budaya Dan Pemakaian Material Pada Bangunan Keraton Kacirebonan
Ditinjau Dari Periodisasi Pembangunan
e) Desain Bangunan Prabayaksa Ditinjau Dari Penggunaan Bahan Bangunan
f) Rekayasa Struktur Bangunan Prabayaksa dan Paseban di Komplek Keraton Kacirebonan
g) Metoda Pemeliharaan Bangunan Prabayaksa Keraton Kacirebonan
Data Survey Studi Literatur
Analisis
Kesimpulan dan Saran
TUJUAN 1. Melakukan Pemetaan Site Planning dengan menggunakan Alat Dronne
2. Mengeksplorasi potensi dan permasalahan arsitektur
11
4 HASIL PEMBAHASAN
4.1 Pemetaan Site Planning Kawasan Keraton Kacirebonan Keraton Kacirebonan merupakan salah satu keraton yang menjadi perpecahan Keraton
Kanoman. Di keraton ini terdapat bangunan utama yang terdiri dari:
Bangunan induk keraton terdiri dari beberapa ruangan antara lain ruang tidur, ruang
kerja sultan, pecira, kamar jimat, prabayasa, dapur dan teras (berfungsi sebagai ruang
tunggu bila prajurit rendahan ingin menghadap Sultan).
Paseban, terdapat dua buah bangunan Paseban di kompleks keraton Kacirebonan, yaitu
di barat dan timur, berdenah persegi panjang. Paseban barat menghadap timur
ditompang oleh 8 buah tiang dan 4 saka guru (tiang utama) dan merupakan bangunan
semi terbuka, dinding sisi barat dan timur dipagari dengan tembok rendah, atapnya
berbentuk joglo dengan penutup genteng.
Tajug (mushola), terletak di sebelah barat bangunan induk,
antara tajug dan paseban dipisahkan oleh tembok namun ada pintu penghubung di sisi
barat tembok. Pelataran keraton ke arah selatan pada pagar tembok terdapat gapura kori
agung beratap joglo, yaitu pintu agung utama.
Gambar 4. 1 Gambar Bangunan Keraton Kacirebonan
12
Berikut hasil pemetaan udara dengan alat Drone yang menghasilkan beberapa foto udara
Gambar 4. 2 Posisi Massa Bangunan dilihat dari Drone
Gambar 4. 3 Keraton Kacirebonan dan Permukiman Sekitarnya beserta
Dokumentasi Massa Bangunan
13
Gambar 4. 4 Hasil Pemetaan Udara 1
Gambar 4. 5 Hasil Pemetaan Udara 2
4.2. Eksplorasi Potensi Dan Permasalahan Arsitektur di Kawasan Keraton Kacirebonan 4.2.1 Akulturasi Gaya Bangunan Pada Keraton Kacirebonan Gaya arsitektur mengalami perkembangan dari masa ke masa. Gaya arsitektur lama dapat
dijumpai di kawasan pusat kota, sebagai kawasan awal pada sebuah kota. Selain itu gaya
Arsitektur lama juga dapat dijumpai pada kawasan-kawasan cagar budaya, salah satunya
adalah kawasan Keraton.
Keraton sebagai istana raja masih dapat dijumpai di beberapa kota di Indonesia. Saat ini
keraton telah digolongkan sebagai salah satu warisan budaya yang wajib dilindungi. Kajian
14
ini bertujuan untuk mengetahui gaya arsitektur yang diterapkan pada bangunan-bangunan di
Keraton Kacirebonan, salah satu dari tiga Keraton yang terdapat di kota Cirebon. Mengingat
umur keraton dan massa pemerintahan yang dilalui cukup panjang, maka perubahan,
penggantian dan penambahan bangunan baru dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhan dan
kelancaran pemerintahan. Apakah perubahan, penggantian atau penambahan bangunan baru
pada Keraton Kacirebonan berpegang pada gaya bangunan yang telah ada sebelumnya?
Observasi dilakukan dengan mendatangi objek penelitian secara berkala dan melakukan
pengukuran, pendataan dan penggambaran. Dengan menggunakan metode kualitatif objek
dianalisis dan dikaitkan dengan literature dan data-data yang ada. Diharapkan perubahan,
pergantian dan penambahan bangunan baru dapat selaras dengan gaya arsitektur bangunan
terdahulu. Diharapkan pula keasrian, keharmonisan dan keselarasan antara bangunan lama dan
baru di Keraton Kacirebonan dapat terjaga mengingat saat ini Keraton merupakan salah satu
tujuan kunjungan wisatawan ke Cirebon.
Hasil analisis akan dijabarkan dengan gambar-gambar berikut:
Gambar 4. 6 Analiais Langgam Bangunan Prabayaksa
15
Gambar 4. 7Analisis Langgam Langgar
Gambar 4. 8 Analisis Langgam Paseban
16
Gambar 4. 9 analisis Langgam Pringgowati
Gambar 4. 10 Analisis Langgam Kaputren
17
Gambar 4. 11 analisis Langgam Gedong Ijo
Gambar 4. 12 analisis Langgam Musium Alit
4.2.2 Pola Ruang Pada Pemukiman Di Sekitar Keraton Kacirebonan Kawasan pemukiman di sekitar Keraton Kacirebonan diawali atas kebutuhan tempat tinggal
abdi dalam sebagai pelayan keluarga Sultan Keraton Kacirebonan yang kemudian mengalami
perkembangan secara tidak terkendali sehingga menjadikan pemukiman di sekitar Keraton
Kacirebonan adalah pemukiman yang tidak terencana. Dari perkembangan yang tidak
terkandali itu terbentuknya pola massa, pola sirkulasi dan ruang terbuka secara tidak
terencana.
18
Penelitian ini berfokus pada identifikasi pola ruang yang meliputi konfigurasi massa, pola
sirkulasi dan ruang terbuka yang ada pada pemukiman sekitar Keraton Kacirebonan. Metoda
yang digunakan menggunakan analisis deskriptif dengan membandingkan kondisi nyata
melalui observasi pada pemukiman sekitar Keraton Kacirebonan dengan teori pola ruang yang
ada.
Studi kasus yang diambil adalah wilayah pemukiman yang ada disekitar Keraton Kacirebonan,
tepatnya wilayah Rukun Warga 02 Kelurahan Pulasaren Kecamatan Pekalipan Kota Cirebon,
Jawa Barat Di dalamnya terdapat lima Rukun Tetangga yang memiliki luas dan jumlah
bangunan yang berbeda-beda.
Gambar 4. 13 Lokasi Obyek Studi
Pola ruang dan konfigurasi massa yang terdapat di Rukun Warga 02 dengan melihat dari figure
ground memiliki pola mengikuti jalan yang ada dan diikuti oleh perkembangan pola
pemukiman ke area Keraton Kacirebonan yang memanjang, pola pemukiman yang terdapat di
setiap Rukun Tetangga ini dapat tergolong kepada pola pemukiman yang cenderung terbentuk
secara linier. Dan massa bangunan yang berada di sepanjang Jalan pulasaren dan Jalan
Jagasatru memiliki fungsi sebagai kawasan perniagaan di sekitar Kawasan Keraton
Kacirebonan yang padat penduduk. Dan juga pola pemukiman secara keseluruhan di sekitar
Keraton Kacirebonan termasuk Pola Pemukiman dengan bersifat Organis karena bentuk
ruang dan massa tidak beraturan dengan dimensi yang berbeda-beda juga jarak antar masa
yang terlalu dekat.
19
Gambar 4. 14 Pola Ruang dan Konfigurasi Massa RW 02
Pola sirkulasi yang berada di pemukiman sekitar Keraton Kacirebonan terdapat beberapa
akses untuk memasuki kawasan pemukiman di setiap RT nya, setiap akses yang ada di
kawasan ini saling terhubung ke kawasan RT lainnya karena aktifitas warga sekitar yang
termasuk banyak dan sirkulasi ini lah yang membantu pada warga di sekitar pemukiman untuk
mencapai pada suatu kegiatan sehari -harinya. Jalan yang terdapat di kawasan ini terdapat
jalan bersifat linier dan dari masing-masing jalan memiliki material yang berbeda yaitu ada
yang menggunakan material paving block, aspal, keramik yang berwarna kuning dan coran
beton
Gambar 4. 15 Pola Sirkulasi RW 02
Ruang terbuka di sekitar Keraton Kacirebonan terdapat di beberapa titik di sekitar
pemukiman,ruang terbuka ini terbentuk secara terencana maupun tidak terencana. Letak dari
20
ruang terbuka beragam seperti terdapat di area sirkulasi, area ruang terbuka digunakan oleh
warga sekitar untuk melakukan kegiatan seperti berkumpul, kegiatan Keraton, dan kegiatan
bermain anak-anak. Ruang terbuka di area pemukiman memiliki dimensi yang tidak terlalu
besar karena adanya keterbatasan lahan dan pemukiman yang padat.
Gambar 4. 16 Pola Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka di wilayah Rukun Tetangga 03 terdapat di area sirkulasi di wilayah tersebut.
Terdapat dua ruang terbuka yang ada di Rukun Tetangga ini yang berada di sebelah barat dan
timur dari sirkulasi yang ada di dalamnya. Ruang terbuka terbentuk akibat aktivitas
masyarakat itu sendiri maupun dari sisa lahan yang tidak di bangun bangunan di atasnya.
Hanya terdapat sedikit area hijau yang ada di salah satu ruang terbuka. Memiliki luas 12
sampai 24 m² yang biasa digunakan masyarakat untuk berkumpul, bermain pada pagi dan sore
hari.
Gambar 4. 17 Area Ruang Terbuka
Rukun Tetangga 04 (Gambar 3.5) merupakan Rukun Tetangga yang memiliki luas yang cukup
besar. Di dalamnya terdapat lima titik ruang terbuka, termasuk di dalam Komplek Keraton
Kacirebonan. Tiga ruang terbuka berada di jalan atau gang samping barat Keraton
Kacirebonan. Terdapat juga ruang terbuka di wilayah Utara Rukun Tetangga 04 pada halaman
21
rumah yang berada di area tersebut. Sebagian besar ruang terbuka tidak memliki area hijau di
dalamnya, kecuali ruang terbuka yang berada di Keraton Kacirebonan merupakan ruang
terbuka hijau terencana. Ruang terbuka yang berata di RT ini memiliki luas 35 sampai 94 m²
yang digunakan berbagai aktivitas oleh masyarakat seperti berkumpul, bermain, mencuci
maupun aktivitas dari Keraton Kacirebonan.
Gambar 4. 18 Area ruang terbuka RT 05
Di Wilayah Rukun Tetangga 05 terdapat tiga area ruang terbuka yang menjadikannya sebagai
pusat aktivitas di sekitar area tersebut. Umumnya diawali dari aktivitas dari bangunan di dekat
area tersebut tersebut sehingga menjadi aktivitas ruang terbuka yaitu aktivitas di Posyandu
dan Pos Jaga. Ketiga runga terbuka tersebut bukan ruang terbuka hijau namun di beberapa
area ruang terbuka terdapat tanaman-tanaman besar seperti pohon yang membuat ruang
terbuka menjadi lebih sejuk dan terlindungi dari sinar matahari.
4.2.3 Kenyamanan Termal Pada Ruang Dalam Bangunan Induk Keraton Kacirebonan Keraton Kacirebonan merupakan salah satu dari empat keraton yang terletak di Kota Cirebon.
Bangunan ini mengalami perkembangan fungsi dari tempat tinggal menjadi bangunan publik
yang berfungsi sebagai museum atau tempat menyimpan barang koleksi terkait dengan
peninggalaan Kesultanan Kacirebonan. Sebagai bangunan publik, kenyamanan termal
menjadi aspek penting dalam bangunan ini, terkait dengan kenyamanan pengguna maupun
keawetan benda-benda koleksi bangunan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan lokasi
bangunan terletak di daerah iklim tropis dengan tingkat suhu udara dan kelembapan yang
cukup tinggi yang menjadi kendala untuk mencapai kenyamanan termal pada bangunan
tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kenyamanan termal pada Keraton
Kacirebonan khususnya bangunan induk terkait dengan desain bukaan dan faktor eksternal
yang mempengaruhi kenyamanan termal itu sendiri. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode evaluatif yaitu metode dengan cara membandingkan antara data
lapangan dengan teori atau standar yang digunakan. Tingkat faktor lingkungan terkait suhu
udara dan kelembapan udara yang tinggi serta kecepatan udara yang rendah menjadi kendala
untuk memperoleh kenyamanan termal pada bangunan induk Keraton Kacirebonan.
22
a) Analisis Desain Bukaan Terkait Kenyamanan Termal pada Bangunan a.1 Lokasi Bukaan Lokasi bukaan berkaitan dengan posisi inlet dan outlet secara potongan. Pembahasan
disini lebih difokuskan pada perbedaan elevasi/ ketinggian antara inlet dan outlet yang
ditinjau secara potongan ruang yang mempengaruhi arah pergerakan udara. Untuk
mendukung kenyamanan termal, posisi inlet dan outlet harus tepat salah satunya dengan
sistem cross ventilation sehingga udara di dalam ruang menjadi merata.[2]
Berdasarkan gambar 3, posisi inlet dan outlet pada bangunan induk Keraton Kacirebonan
memiliki elevasi yang berbeda sehingga pergerakan udara di dalam ruang dapat terjadi
secara merata. Bukaan inlet pada bagian utara berupa jalusi sedangkan outlet pada bagian
selatan berupa jendela casement side hung. Perbedaan elevasi inlet dan outlet pada
bangunan induk Keraton Kacirebonan mengakibatkan terbentuknya cross ventilation
sehingga pergerakan udara dapat terjadi secara merata untuk memperoleh kenyamanan
termal di dalam bangunan.
Gambar 4. 19 Lokasi inlet dan outlet bangunan induk Keraton Kacirebonan secara
potongan -A
a.2 Dimensi Bukaan Dimensi bukaan berpengaruh terhadap sirkulasi udara di dalam ruangan. Luas minimal
bukaan udara diperlukan agar sirkulasi udara berjalan dengan baik. Luas ini merupakan
nilai rata-rata yang diperlukan untuk ventilasi atau penghawaan alami suatu ruang di
iklim tropis basah dengan kondisi kecepatan udara normal (0,6 m/s – 1,5 m/s). [2]
Perhitungan luas minimal suatu bukaan udara masuk (inlet) pada fasad suatu ruang terdiri
dari 2 cara yaitu: [2]
1. Berdasarkan luas dinding fasad ruang adalah 40%-60% luas dinding.
2. Berdasarkan luas ruang adalah 20% luas ruang.
Bangunan induk Keraton Kacirebonan terdiri dari beberapa ruangan, analisis dimensi
dan rasio bukaan dilakukan hanya pada ruang-ruang yang bisa diakses oleh publik. Zona-
zona ruang yang dianalis dijelaskan pada gambar 4, dengan warna yang berbeda disetiap
zona ruangnya.
23
Gambar 4. 20 Zona ruang bukaan bangunan induk Keraton
Kacirebonan
Gambar 4. 21 Analisis Dimensi Bukaan
Berdasarkan tabel 1. luas bukaan bangunan induk Keraton Kacirebonan tidak memenuhi
nilai luas minimal baik perhitungan secara luas dinding fasad maupun perhitungan secara
luas ruang. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dimensi dan rasio bukaan bangunan
induk Keraton Kacirebonan belum memenuhi syarat untuk memperoleh kenyamanan
termal.
Tipe bukaan berkaitan dengan efektivitas laju udara di dalam bangunan. Tipe bukaan
yang tepat dapat mengoptimalkan arah gerak udara serta efektivitas laju udara dan
24
pergantian udara yang terjadi dalam ruang guna mendukung perolehan kenyamanan
termal.
Gambar 4. 22 Tipe Bukaan
Berdasarkan gambar sebagian besar tipe bukaan bangunan induk Keraton Kacirebonan
menggunakan tipe casement side hung dengan jalusi terbuka pada bagian atasnya.
Pergerakan udara merupakan potensi untuk mencapai kenyamanan termal pada
bangunan Keraton Kacirebonan karena tingkat kelembapan dan suhu udara yang tinggi
sehingga udara dengan suhu dan kelembapan yang tinggi akan tergantikan oleh udara
dengan suhu dan kelembapan udara yang lebih rendah. Oleh karena itu tipe bukaan
casement side hung paling efektif untuk mendukung perolehan kenyamanan termal pada
bangunan induk Keraton Kacirebonan karena tipe bukaan ini memiliki efektivitas laju
udara sebesar 90%. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa desain bukaan
terkait tipe bukaan pada bangunan induk Keraton Kacirebonan baik untuk memperoleh
kenyamanan termal.
Pengarah bukaan adalah bagian dari inlet dan komponen fasad bangunan berupa sirip
yang menentukan arah gerak udara dalam ruang. Pada bukaan jendela, bagian dari inlet
yang berfungsi sebagai pengarah adalah daun jendela dan kisi-kisi. Dengan desain yang
fleksibel, sudut kemiringan daun jendela dan kisi-kisi dapat diatur agar udara dalam
ruang dapat diarahkan sesuai kebutuhan.
Desain fasad bangunan induk Keraton Kacirebonan sebagian besar tidak memiliki
pengarah bukaan untuk pergerakan udara ke dalam bangunan. Tipe bukaan (inlet) pada
bangunan ini juga kurang fleksibel untuk dijadikan sebagai pengarah gerak udara pada
bangunan. Oleh karena itu dapat disimpulkan desain bukaan bangunan induk Keraton
Kacirebonan belum sepenuhnya memiliki pengarah bukaan untuk mendukung
kenyamanan termal.
25
Gambar 4. 23 Pengarah Bukaan
b) Analisis Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Kenyamanan Termal pada Bangunan Faktor eksternal yang mempengaruhi kenyamanan termal terdiri dari suhu udara,
kelembapan udara dan kecepatan udara. Pengukuran faktor eksternal dilakukan dengan
alat ukur berupa anemometer untuk suhu udara dan kecepatan angin, hygrometer untuk
pengukuran kelembapan udara.
b.1 Analisis Suhu Udara Suhu udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal.
Penyebab utama terjadinya perubahan dan perbedaan suhu udara adalah perbedaan
intensitas radiasi panas matahari yang diterima. [2] Menurut R.M. Soegijono, tingkat
suhu udara atau temperatur yang diperlukan untuk mencapai kenyamanan termal di
Indonesia adalah 240C < T< 260C. [3]
Pengukuran suhu udara dilakukan menggunakan anemometer dengan satuan 0C.
Pengukuran ini dilakukan dalam tiga elevasi yang berbeda yaitu pada ketinggian 50 cm,
150 cm dan 200 cm.
26
Tabel 4. 1 Analisis Suhu Udara
27
Berdasarkan tabel 3. hampir seluruh hasil pengukuran suhu udara pada bangunan induk
keraton kacirebonan dalam kondisi tidak nyaman. Pengukuran suhu udara dilakukan
dalam tiga ketinggian yaitu ketinggian 50 cm, 150 cm dan 200 cm. Berdasarkan hasil
analsis, semakin tinggi elevasi pengukuran tingkat suhu udara semakin meningkat
walaupun peningkatan tidak terlalu signifikan. Suhu udara nyaman terdapat pada
pengukuran titik 1 pada waktu sesi 3. Sedangkan suhu udara tidak nyaman hampir
terdapat disetiap pengukuran.
28
Tabel 4. 2 Analisis Suhu Udara
Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa kenyamanan termal terkait suhu udara pada
bangunan induk Keraton Kacirebonan kurang nyaman karena presentase suhu udara
nyaman hanya mencapai 1.45% sedangkan presentase suhu udara tidak nyaman
mencapai 98.55%. Kondisi suhu udara yang tinggi dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya adalah kondisi suhu eksternal yang tinggi dan kondisi bukaan yang tertutup.
Suhu udara eksternal mencapai 29.5 0C dan suhu tertinggi 33.4 0C.
b.3 Analisis kelembapan udara Nilai kelembapan udara adalah indikator banyaknya kandungan uap di udara. Makin
banyak uap airnya maka udara makin lembap. Kelembapan udara sangat mempengaruhi
perolehan kenyamanan termal. Tingkat kelembapan yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah akan menjadi kendala untuk memperoleh kenyamanan termal. Menurut Nur
Laela, kelembapan udara untuk mencapai kenyamanan termal di Indonesia adalah
40%<RH<60%.[2]
29
Tabel 4. 3 Analisis Kelembaban Udara
Berdasarkan tabel 8, sebagian besar hasil pengukuran kecepatan udara pada bangunan
induk keraton kacirebonan dalam kondisi tidak nyaman. Kecepatan udara nyaman
terdapat zona ruang F dikarenakan kondisi ruangan ini semi terbuka, sedangkan
kecepatan udara tidak nyaman hampir terdapat disetiap ruang dalam bangunan induk.
Tabel 4. 4 Analisis Kelembaban
30
Berdasarkan tabel 8, sebagian besar hasil pengukuran kecepatan udara pada bangunan
induk keraton kacirebonan dalam kondisi tidak nyaman. Kecepatan udara nyaman
terdapat zona ruang F dikarenakan kondisi ruangan ini semi terbuka, sedangkan
kecepatan udara tidak nyaman hampir terdapat disetiap ruang dalam bangunan induk.
Berdasarkan tabel di atas, kenyamanan termal ditinjau dari kecepatan udara pada
bangunan induk Keraton Kacirebonan tidak nyaman karena presentase kecepatan udara
nyaman hanya mencapai 7.57% sedangkan presentase kecepatan udara tidak nyaman
mencapai 92.43%. Kondisi kecepatan udara rendah dapat disebabkan karena kondisi
bukaan yang tertutup sehingga tidak ada inlet ke dalam ruangan
Berdasarkan tabel. hampir seluruh hasil pengukuran kelembapan pada bangunan induk
keraton kacirebonan dalam kondisi tidak nyaman. Kelembapan udara nyaman terdapat
pada pengukuran titik 9 dan 10 pada waktu sesi 2, sedangkan kelembapan udara tidak
nyaman hampir terdapat disetiap pengukuran.
b.4 Analisis kecepatan udara Kecepatan udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal.
Kecepatan udara untuk mendapatkan kenyamanan termal di Indonesia adalah 0,6 m/det
- 1,5 m/det. Jika lebih cepat dari batas tersebut maka angin adalah kendala karena terasa
begitu kencang. Sebaliknya jika kecepatan udara lemah mendekati 0 m/s maka hal ini
juga merupakan kendala karena sulit terjadi pergantian udara yang suhu dan
kelembapannya lebih tinggi oleh udara yang suhu dan kelembapannya rendah, sehingga
makin sulit mendapat kenyamanan termal.
Tabel 4. 5 Kecepatan Udara
Berdasarkan tabel di atas, kenyamanan termal ditinjau dari kecepatan udara pada
bangunan induk Keraton Kacirebonan tidak nyaman karena presentase kecepatan udara
nyaman hanya mencapai 7.57% sedangkan presentase kecepatan udara tidak nyaman
mencapai 92.43%. Kondisi kecepatan udara rendah dapat disebabkan karena kondisi
bukaan yang tertutup sehingga tidak ada inlet ke dalam ruangan
31
4.2.4 Perkembangan Budaya Dan Pemakaian Material Pada Bangunan Keraton Kacirebonan Ditinjau Dari Periodisasi Pembangunan
Budaya yang berkembang di kota Cirebon yang kemungkinan dapat mempengaruhi arsitektur
Keraton Kacirebonan adalah Budaya Hindu, Budaya Jawa, Budaya Islam, China/Tiongkok
dan Kolonialisme.
Disamping itu era pemakaian material dipengaruhi oleh trend teknologi yang terbarukan di
saat itu yang berkembang di dunia luar. Teknologi-teknologi ini dibawa melalui perdagangan
dan penjajahan. Kota Cirebon memiliki pelabuhan tempat bertemunya para pedagang dari
Eropa, Gujarat, Tiongkok, dll. Dan pada abad ke 15 masuknya penjajahan Belanda.
Material merupakan bagian dari perkembangan teknologi, dan langgam arsitektur.
Perkembangannya tercemin pada karya-karya arsitektur pada masanya. Berikut timeline dari
perkembangan arsitektur di Indonesia.
Gambar di bawah menjelaskan adanya ke-khas-an dalam karya setiap kebudayaan, pada
zaman Hindu dan Budha karya arsitektur berupa Candi, zaman tiongkok berupa produk khas
china/tiongkok yang dibawa oleh pedagang,perkembangan arsitektur china/tiongkok di
Indonesia dimulai pada abad ke-14 berupa permukiman koloni di pesisir pantai. Kebudayaan
Islam membawa karya/artefak berbentuk material kayu. Kolonialisme membawa teknologi
terbarukan pada saatnya yaitu beton, dan kaca.
Berikut ini analisis penggunaan material dan pengaruh budaya pada setiap bangunan di
keraton Kacirebonan.ditinjau dari periodisasi
32
33
Gambar 4. 24 Perkembangan Material, Trend Arsitektur dalam Periodisasi Budaya dan Pembangunan Keraton Kacirebonan
34
Tabel 4. 6 Analisis Penggunaan Material, Periodisasi dan Pengaruh Budaya
PERIODISASI. BANGUNAN FUNGSI ANALISIS MATERIAL MATERIAL DAN
PENGARUH BUDAYA
AWAL 1814
1.1 GERBANG UTAMA KERATON,
Gerbang
sebagai pintu
masuk utama
Kawasan
keraton.ini di
bangunn
pada awal
berdirinya
kacirebonan
pada tahun
1814.
1. Kepala
Bagian kepala dari pintu gledegan berbemtuk atap joglo dengan penutup
genteng tanah liat. Demikian bentuk dari arsitektur jawa
Atap Joglo
2. Badan
Pada bagian badan di bentuk oleh dinding berukuran cukup besar
sebagai pemikul bebas berbahan bata merah besar,plesteran dan
finishing cat. Pintu gerbang diperbaharui tahun 2016
Material yang digunakan :
- Genteng Tanah Liat
- Batu Bata
- Kayu
- pleteran
Pengaruh dari :
1 ) Budaya Arsitektur
Lokal Jawa
2 ) Budaya Kolonialisme
Warna Hijau Pengaruh dari
budaya Islam
35
PERIODISASI. BANGUNAN FUNGSI ANALISIS MATERIAL MATERIAL DAN
PENGARUH BUDAYA
1.2 PANCARATNA (PASEBAN WETAN),
Dibangun
pada tahun
1814,
berfungsi
sebagai ruang
tunggu para
bangsawan
sebelum
bertemu
sultan.
a. Kepala
Atap berbentuk atap Joglo dengan material penutup genteng tanah liat.
Dan lisplank dari kayu dan plafong menggunakan papan kayu,
bangunan ini merupakan arsitektur Jawa.
36
PERIODISASI. BANGUNAN FUNGSI ANALISIS MATERIAL MATERIAL DAN
PENGARUH BUDAYA
b. Badan
Bagian badan dibentuk dari dua buah kolom plester tanah liat, sepuluh
buah kolom kayu, serta dinding terbuat dari bata dan plester finishing
cat putih.
37
PERIODISASI. BANGUNAN FUNGSI ANALISIS MATERIAL MATERIAL DAN
PENGARUH BUDAYA
c. Kaki
Bagian bawah bangunan menggunakan lantai tegel merah
.
38
PERIODISASI. BANGUNAN FUNGSI ANALISIS MATERIAL MATERIAL DAN
PENGARUH BUDAYA
1.3 PANCANITRI (PASEBAN KULON),
Pancanitri
dibangun
pada tahun
1814 dan
berfungsi
sebagai
tempat
tunggu rakyat
sebelum
bertemu
sultan.s
a. Kepala
struktur atap kayu jati dan penutup atap genteng tanah liat.
b. Badan
Material dinding batu bata merah yang berukuran besar kemudian
di plester dan di finishing cat. Pilar-pilar yang digunakan berasal
dari kayu jati. plafond menggunakan bilik bambu
c. Kaki
lantai menggunakan material tegel
Material yang digunakan :
- Genteng Tanah Liat
- Batu Bata
- Kayu
- Bambu
- Tegel
Pengaruh dari :
1 ) Budaya Arsitektur
Lokal Jawa
2 ) Budaya Kolonialisme
Warna Hijau Pengaruh dari
budaya Islam
1.4 PRABAYAKSA
Prabayaksa
di berdiri
pada tadhun
1814 yang
berfungsikan
sebagai
tempat
kediaman
Sultan dan
tempat
penyimpanan
kebesaran
barang
kesultanan.
a. Kepala
Pada bagian atap berbentuk atap joglo finishing genteng tanah
liat, bentuk merupakan arsitektur jawa.
b. Badan
Material dinding batu bata merah yang berukuran besar kemudian
di plester dan di finishing cat. Pilar-pilar yang digunakan berasal
Material yang digunakan :
- Genteng Tanah Liat
- Batu Bata
- Kayu
- Bambu
- Tegel
- Plester
- Besi Bulat
Pengaruh dari :
1 ) Budaya Arsitektur
Lokal Jawa
39
PERIODISASI. BANGUNAN FUNGSI ANALISIS MATERIAL MATERIAL DAN
PENGARUH BUDAYA
dari kayu jati. pilar depan dari besi bulat, plafond menggunakan
bilik bamboo,
c. Kaki Bangunan
lantai menggunakan material tegel
2 ) Budaya Kolonialisme
Warna Hijau Pengaruh dari
budaya Islam
1.5 MASJID
Masjid/Tajug
bediri pada
tahun 1814
pada saat
terbentuknya
Keraton
Kacirebonan.
Masjid ini
berfungsi
sebagai
tempat
ibadah.
a. Kepala
Pada bagian kepala berbentuk segitu merucut keatas dan
penambahan atap prisai dengan penutup genteng tanah liat dan
lispank kayu dan pada ujung atap terdapat ornamen tanaman.
b. Badan
Material yang digunakan :
- Genteng Tanah Liat
- Batu Bata
- Kayu
- Plester
Pengaruh dari :
1 ) Budaya Arsitektur
Lokal Jawa
2 ) Budaya Kolonialisme
Warna Hijau Pengaruh dari
budaya Islam
40
PERIODISASI. BANGUNAN FUNGSI ANALISIS MATERIAL MATERIAL DAN
PENGARUH BUDAYA
Pada badan terdapat kolom dengan bahan beton, plester finishing
cat putih. Pada jendela berbentuk melengkung dengan penutup
tralis dari besi. Bagian pintu menggunakan kayu terdapat ornamen
tanaman perkemangan islam.
Jendela dan kolom
Pintu Material baru
c. Kaki
41
PERIODISASI. BANGUNAN FUNGSI ANALISIS MATERIAL MATERIAL DAN
PENGARUH BUDAYA
Pada kaki menggunakan bahan tegel merah dan keramik putih
merupakan hasil perbaikan material
42
1.6 LAWANG/GAPURA PADURAKSA SELAMETENGKAP (PINTU HIJAU),
.
Fungsi pintu
hijau sebagai
gate pada
penyambutan
perayaan
khusus yg
dimana
gerbang
tengah akan
di buka pada
acara khusus
seperti
mauled nabi
dan adat
kacirebonan
lainya. Pintu
hijau ini
dibuat pada
tahun 1814.
a. Kepala
Pada bagian kepala pintu kliningan berbentuk piramida
terpancung atasnya yang terbuat dari bata merah cukup besar
dengan plester. Bentuk merupakan hasil dari arsitektur Hindu-
Budha.
b. Badan
Pada bagian badan terdapat unsur garis lengkung yang
menyerupai bentuk tumbuhan. Material pintu utama yaitu pintu
berdaun dua berbahan kayu. Bentuk sulur tumbuhan membentuk
badan gerbang merupakan arsitektur islam.
c. Kaki
Pada bagian bawah memakai material berupa tegel dengan plester
di lantainya.
Material yang digunakan :
- Batu Bata
- Kayu
Pengaruh dari :
3 ) Budaya Arsitektur
Lokal Jawa
4 ) Budaya Kolonialisme
Warna Hijau Pengaruh dari
budaya Islam
43
1.7 PINTU SAMPING/PINTU KLININGAN,
terletak di
sisi kiri dan
kanan
Keraton.
Pintu ini juga
memiliki
makna
sebagai
bagian dari 2
kalimat
syahadat.
Pintu
Kliningan di
bangun pada
tahun 1814.
a. Kepala
Pada bagian kepala pintu kliningan berbentuk piramida terpancung
atasnya yang terbuat dari bata merah cukup besar dengan plester.
b. Badan
Pada bagian badan dinding terbuat dari bata merah cukup besar, plester
dan finishing cat putih. Dengan pintu terbuat dari kayu serta pada lubang
ventilasi terdapat ornament geomtris merupakan perkembangan
arsitektur kolonial dan cina.
Material yang digunakan :
- Batu Bata
- Kayu
Pengaruh dari :
1 ) Budaya Arsitektur
Lokal Jawa
2 ) Budaya Kolonialisme
Warna Hijau Pengaruh dari
budaya Islam
44
c. Kaki
Pada bagian bawah terdapat lantai yang berbahan ubin tegel dengan
plester.
KEDUA 1851-1916
2.1 GEDUNG HIJAU, Gedung Hijau
berfungsi
sebagai tempat
tinggal
keluarga Sultan
dan bangunan
ini berdiri pada
tahun 1851.
a. Kepala
Pada bagian atap berbentuk perisai dengan material penutup
genteng tanah liat dan bagian selasar menggunakan atap miring.
Material yang digunakan :
- Genteng Tanah Liat
- Batu Bata
- Kayu
- Bambu
- Tegel
45
b. Badan
Pada bagian badan bangunan terbuat dan dinding bata merah,
plester dan finishing cat putih. Kolom berbahan beton dan
finishing cat putih dan terdapat kolom kayu pada bagian pintu
berbahan kayu serta lubang ventilasi berbentuk ornament
geometris yang merupakan bentukan dari arsitektur cina.
- Plester
Pengaruh dari :
1 ) Budaya Arsitektur
Lokal Jawa
2 ) Budaya Kolonialisme
Warna Hijau Pengaruh dari
budaya Islam
46
c. Kaki
Pada bagian kaki berbahan tegel merah.
Lantai Tegel Merah
47
PERIODE KETIGA 1916-1931
3.1 PRINGGOWATI
Berfungsikan
sebagai
tempat Istri
Sultan berdiri
pada tahun
1933
a. Kepala
Kepala Pendopo berbentuk atap prisai dan penutup genteng tanah
liat. Sedangkan atap selasar berbentuk atap miring dengan
penutup asbes, lisplan polos ornament.
b. Badan
Pada badang dinding bata ukuran cukup besar di plester dan kolom
plester tanah merah dan kayu yang menopang struktur selesar.
Material dan plester dan bata merupakan jaman arsitektur kolonial.
Material yang digunakan :
Pengaruh dari :
1 ) Budaya Arsitektur
Lokal Jawa
2 ) Budaya Kolonialisme
Warna Hijau Pengaruh dari
budaya Islam
48
Pada lubang bentilasi di atas pintu terdapat ornamen geometris
49
c. Kaki
Pada bagian bawah material yang dipakai yaitu keramik tegel
merah tanpa ornamen.
PERIODE KEEMPAT 1933
4.1 KAPUTREN,
sebagai
tempat
tinggal putra
dan putri
sultan.
Bangunan ini
berdiri pada
tahun 1933.
a. Kepala
Bagian kepala berbentuk atap prisai dengan penutup dari genteng tanah
liat.
b. Badan
Bagian dari badan dinding ter buat dari bata merah plesteran finishing
cat putih. Yang merupakan perkembangan dari arsitektur kolonial.
Kolom dari plester tanah merah. Bentuk dari lubang vemtilasi terdapat
ornament geomteris merupakan bentukan dari arsitektur cina.
Material yang digunakan :
- Genteng Tanah Liat
- Batu Bata
- Kayu
- Beton
Pengaruh dari :
1 ) Budaya Arsitektur
Lokal Jawa
2 ) Budaya Kolonialisme
Warna Hijau Pengaruh dari
budaya Islam
50
c. Kaki
Baian bawah terdapat tangga dan teras yang menggunakan bahan
keramik tegel merah.
51
Dari tabel analisis di atas, dapat digambarkan bahwa setiap bangunan pada periodisasi awal,
kedua, ketiga dan keempat, menggunakan material yang sama yaitu:
Genteng Tanah Liat, untuk bagian penutup atap
Batu Bata, untuk bagian dinding
Kayu, untuk bagian kolom dan Kusen
Bambu, untuk bagian plafond
Tegel, untuk bagian Lantai
Besi Bulat, untuk bagian kolom di Prabayaksa
Plesteran dan Cat, untuk bagian finish Dinding
Material genteng tanah liat, batu bata, Kayu, tersebut dipengaruhi oleh budaya local-Jawa
sedangkan material tegel, besi bulat, plesteran dan Cat dari budaya colonial.
Analisis lainnya berdasarkan observasi di lapangan terdapat pengaruh budaya lain namun
tidak berkaitan langsung dengan unsur material pembentuk. Jika dilihat dari sisi arsitektur
sangat mempengaruhi bentuk visualnya yaitu :
Budaya Jawa mempengaruhi bentukan atap joglo
Budaya Hindu mempengaruhi detail/ornament pada lawang/gapura
Budaya Islam mempengaruhi warna, ornament geometris dan simbolisme keraton
Budaya China/Tiongkok hanya terdapat pada ornament piring keramik pada dinding
gapura
4.2.5 Desain Bangunan Prabayaksa Ditinjau Dari Penggunaan Bahan Bangunan Kota Cirebon adalah sebuah Kota dengan sejarah wilayah yang dipimpin oleh seorang Sultan,
sekaligus sebagai pusat pemerintahan. Pada masa pemerintahan Kota Cirebon memiliki 3
keraton yang didirikan di Kota ini. Keraton pertama adalah Keraton Kasepuhan yang awalnya
dipimpin oleh Pangeran Martawijaya atau dikenal dengan Sultan Sepuh I. Keraton kedua
adalah Keraton Kanoman yang dipimpin oleh Pangeran Kertawijaya dikenal dengan Sultan
Anom I. Keraton ketiga adalah Keraton Kacirebonan yang dipimpin oleh Pangeran
Wangsakerta atau Panembahan Cirebon I.
Bangunan Keraton Kacirebonan yang telah berdiri sejak tahun 1814 dipakai sebagai pusat
pertemuan, pusat pemerintahan, pusat kebudayaan dan penembangannya, sekaligus sebagai
tempat tinggal Sultan Kacirebonan beserta keluarga. Keraton Kacirebonan juga digunakan
sebagai wadah aktifitas keagamaan dan upacara adat. Bangunan inti Prabayaksa yang terletak
didalam Kawasan Keraton Kacirebonan dirancang guna mewadahi fungsi kegiatan keraton ini
ditunjang oleh konstruksi yang menggunakan berbagai jenis bahan bangunan, baik sebagai
elemen penutup atap, penyekat ruang, dan lantai. Guna mengetahui bahan apa saja yang
digunakan maka dilakukan penelusuran terhadap elemen atap, penyekat ruang, dan lantai pada
desain bangunan prabayaksa ditinjau dari kegiatan keraton.
Penelusuran pada bahan bangunan yang digunakan, menjadi masukan dalam menyajikan
denah, tampak, dan potongan yang sesuai dengan penerapan bahannya pada desain.
52
Tabel 4. 7 Analisa Kegiatan Keraton yang Terkait Dengan Kebutuhan Ruang
ZONING UNSUR / KEGIATAN KETERANGAN
ZONA
PUBLIK
a. Unsur ritual
I. Kegiatan keagamaan islam
b. Unsur wadah social
I. Kegiata acara adat
II. Kegiatan berkomunikasi
dengan rakyat
III. Aktifitas acara sakral
Pada Keraton Kacirebonan memiliki kegiatan
keagamaan islam antara lain :
a. Tradisi Suraan adalah menyambut tahun
baru Islam 1 Muharam 1437,
b. Tradisi Syafaran adalah menyambut
bulan safar yang dipercaya sebagai
bulan bala bencana,
c. Tradisi Muludan adalah upacara adat
yang dilaksanakan setiap bulan Mulud
(Maulud) di Makam Sunan Gunung Jati,
d. Tradisi Maulid Nabi adalah peringatan
hari lahir Nabi Muhammad SAW.,
e. Tradisi Rajaban adalah memperingati
Isra Miraj Nabi Muhammad SAW.,
f. Tradisi Rowahan adalah mendoakan
orang yang telah meninggal dunia,
g. Kegiatan Tarawehan adalah shalat sunah
yang dilakukan pada malam hari di
bulan Ramadhan,
h. Kegiatan Likuran adalah malam sehabis
shalat taraweh berjamaah selesai,
i. Kegiatan Tadarusan di bulan Ramadhan
adalah mashdar yang berarti
pembelajaran secara bersama – sama
atau saling belajar al-quran,
j. Perayaan Idul Adha atau Raya Agungan
adalah hari raya Islam yang diperingati
peristiwa qurban,
k. Perayaan Idul Fitri atau grebeg syahwal
adalah hari raya umat Islam yang jatuh
pada tanggal 1 syawal, dan
l. Kegiatan Ruwahan tradisi setiap
menjelang bulan suci Ramadhan.
Kegiatan keagamaan islam tersebut
merupakan kegiatan yang dilaksanakan pada
zona publik (diikuti oleh seluruh rakyat yang
berada di wilayah Keraton Kacirebonan)
sehingga tidak membutuhkannya ruangan. Pada
desain banngunan Prabayaksa terdapat alun –
alun dan lapangan yang didesain khusus untuk
kegiatan keagamaan islam tersebut.
Pada Keraton Kacirebonan memiliki kegiatan
acara adat antara lain :
a. Ritual Tedak Siti dan mudun Lemah
adalah kegiatan saat bayi sudah berusia
7 bulan, dan
53
ZONING UNSUR / KEGIATAN KETERANGAN
b. Panjang Jimat adalah tradisi yang telah
ada dari dulu yang diturun
temurunkan.
Kegiatan acara adat tersebut merupakan kegiatan
yang dilaksanakan pada zona publik (diikuti oleh
seluruh rakyat yang berada di wilayah Keraton
Kacirebonan) sehingga tidak membutuhkannya
ruangan. Pada desain bangunan Prabayaksa
terdapat lapangan yang didesain khusus untuk
kegiatan acara adat.
Pada Keraton Kacirebonan memiliki kegiatan
berkomunikasi dengan rakyat antara lain :
a. Kegiatan Paguneman adalah
berbincangan antara sultan dan rakyat
mengenai permasalahan masyarakat.
Kegiatan berkomunikasi dengan rakyat tersebut
merupakan kegiatan yang dilaksanakan pada
zona publik (diikuti oleh seluruh rakyat yang
berada di wilayah Keraton Kacirebonan)
sehingga kegiatan ini membutuhkan ruangan
yang tertutup. Pada desain bangunan Prabayaksa
terdapat pedaleman yang didesain khusus untuk
kegiatan berkomunikasi dengan rakyat.
Pada Keraton Kacirebonan memiliki kegiatan
acara sakral antara lain :
a. Pernikahan merupakan acara
pengikatan yang dirayakan atau
dilaksanakan oleh keluarga sultan.
Kegiatan acara sakral tersebut merupakan
kegiatan yang dilaksanakan pada zona publik
(diikuti oleh seluruh rakyat yang berada di
wilayah Keraton Kacirebonan) sehingga tidak
membutuhkannya ruangan. Pada desain
bangunan Prabayaksa terdapat lapangan yang
didesain khusus untuk kegiatan acara sakral.
ZONA SEMI
PUBLIK
a. Unsur wadah sosial
I. Kegiatan
pertemuan
pemerintahan
Pada Keraton Kacirebonan memiliki
kegiatan pertemuan pemerintahan antara
lain :
a. Rapat antara sultan dan pemerintah
merupakan kegiatan yang
membicarakan mengenai
pemerintahan daerah.
54
ZONING UNSUR / KEGIATAN KETERANGAN
Kegiatan pertemuan pemerintahan tersebut
merupakan kegiatan yang dilaksanakan
pada zona semi publik (diikuti oleh
pemerintah kota Cirebon dan sultan Keraton
Kacirebonan) sehingga membutuhkan
ruangan. Pada desain bangunan Prabayaksa
terdapat ruang prabayaksa yang didesain
khusus untuk kegiatan pertamuan
pemerintahan.
ZONA
PRIVAT
a. Unsur wadah sehari – hari
(rutin)
I. Aktifitas beristirahat
II. Aktifitas
membersihkan badan
III. Aktifitas makan
IV. Aktifitas membuat
makanan
Pada Bangunan Prabayaksa terdapat
aktifitas beristirahat yaitu aktifitas yang
dilakukan oleh sultan berserta keluarganya.
Aktifitas tersebut berada pada zona privat.
Pada desain bangunan Prabayaksa ini
terdapat ruang tidur.
Pada Bangunan Prabayaksa terdapat
aktifitas membersihkan badan yaitu aktifitas
yang dilakukan oleh sultan beserta
keluarganya. Aktifitas tersebut berada pada
zona privat. Pada desain bangunan
Prabayaksa ini terdapat kamar mandi.
Pada Bangunan Prabayaksa terdapat
aktifitas makan yaitu aktifitas yang
dilakukan oleh sultan beserta keluarganya.
Aktifitas tersebut berada pada zona privat.
Pada desain bangunan Prabayaksa ini
terdapat ruang makan.
Pada Bangunan Prabayaksa terdapat
aktifitas membuat makanan yaitu aktifitas
yang dilakukan oleh sultan beserta
keluarganya. Aktifitas tersebut berada pada
zona privat. Pada desain bangunan
Prabayaksa ini terdapat dapur.
55
Tabel 4. 8 Analisa Bahan Bangunan yang Digunakan Pada Bangunan Prabayaksa
NO. GAMBAR BAHAN KETERANGAN
1.
PLAFON PRABAYAKSA
• Bahan material Kayu jati
• Finishing Cat warna putih
• Ukuran plafon
• Elevasi 4 m
PLAFON R.TENGAH
• Bahan material Kayu jati
• Finishing Cat warna krem
• Ukuran plafon
• Elevasi 3.8 m
PLAFON PEDALEMAN
• Bahan material Kayu jati &
anyaman bambu
• Finishing Cat kayu
• Ukuran plafon
• Elevasi 3.8 m
2.
BALOK
Balok Anak
• Ukuran balok 15/15
• Bahan material Kayu jati
• Finishing Cat warna hijau
• Jarak bentang
Balok Induk
• Ukuran balok 15/15
• Bahan material Kayu jati
• Finishing Cat warna hijau
• Jarak bentang
4.42 m x 5.88 m
3. ORNAMEN
Ornamen Pintu
• Bahan material
• Finishing Cat warna coklat
Ornamen Dinding
• Bahan material Gypsum
56
NO. GAMBAR BAHAN KETERANGAN
• Finishing
Cat warna kuning
emas
4.
KOLOM
• Ukuran kolom
• Bahan material Kayu jati
• Finishing Cat warna hijau
• Jarak bentang 4.42 m x 5.88 m
5.
LANTAI
Lantai Prabayaksa
• Finishing lantai Tegel PC
• Ukuran 25 x 25 cm
Lantai R.Tengah
• Finishing lantai Tegel PC
• Ukuran 25 x 25 cm
Lantai R.Tengah Pedaleman
• Finishing lantai Tegel PC
• Ukuran 25 x 25 cm
Lantai R.Dokumen
• Finishing lantai Tegel PC
• Ukuran 25 x 25 cm
Lantai R.Pedaleman
• Finishing lantai Tegel PC
• Ukuran 25 x 25 cm
Lantai R.Souvenir
• Finishing lantai Tegel PC
• Ukuran 25 x 25 cm
Lantai Tangga
• Finishing lantai Tegel PC
57
NO. GAMBAR BAHAN KETERANGAN
• Ukuran
25 x 25 cm
6.
Penyangga
• Ukuran 15/13
• Bahan material Kayu jati
• Finishing
Cat warna hijau
7.
Umpak
• Ukuran
• Bahan material
• Finishing
Cat warna hijau
8.
JENDELA
• Ukuran 2.05 m x 1.60 m
• Kusen 16.5 / 16.5
• Bahan material Kayu jati
• Finishing Cat warna hijau
• Material ornamen
• Tebal kaca
DINDING
Dinding Aula
• Sistem struktur Dinding ½ bata
• Ukuran / tebal
dinding
15 cm
• Bahan material Bata
• Finishing Cat warna putih
Dinding R. Tengah
• Sistem
struktur
Dinding 1 bata
• Ukuran / tebal
Dinding
58
NO. GAMBAR BAHAN KETERANGAN
• Bahan material Bata
• Finishing Cat warna Putih
Dinding R.Kerja
• Sistem struktur Dinding 1 bata
• Ukuran / tebal
dinding
• Bahan material Bata
• Finishing Cat warna putih
Dinding R.Dokumen
• Sistem struktur Dinding 1 bata
• Ukuran / tebal
dinding
• Bahan material Bata
• Finishing Cat warna putih
Dinding Kamar Jimat
• Sistem struktur Dinding 1 bata
• Ukuran / tebal
dinding
• Bahan material Bata
• Finishing Cat warna putih
Dinding Gudang
• Sistem struktur Dinding 1 bata
• Ukuran / tebal
dinding
• Bahan material Bata
• Finishing Cat warna putih
Dinding R.Souvenir
• Sistem struktur Dinding ½ bata
• Ukuran / tebal
dinding
15 cm
• Bahan material Bata
• Finishing Cat warna putih
Dinding R.Pedaleman
• Sistem struktur Dinding ½ bata
• Ukuran / tebal
dinding
15 cm
• Bahan material Bata
• Finishing
Cat warna putih
59
NO. GAMBAR BAHAN KETERANGAN
10.
PINTU
P1
• Ukuran 2.30 m x 1.96 m
• Kusen 15 / 15
• Bahan material Kayu jati
• Finishing Cat warna hijau
• Material ornamen
P2
• Ukuran 2.33 m x 1.89 m
• Kusen 14.5 / 14.5
• Bahan material Kayu jati
• Finishing Cat warna hijau
• Material ornamen
P3
• Ukuran
• Kusen
• Bahan material Kayu jati
• Finishing Cat warna kuning
• Material ornamen
P4
• Ukuran
• Kusen
• Bahan material Kayu jati
• Finishing Cat warna coklat
60
NO. GAMBAR BAHAN KETERANGAN
• Material ornamen
4.2.6 Rekayasa Struktur Bangunan Prabayaksa Dan Paseban Di Komplek Keraton Kacirebonan Arsitekur sebagai karya budaya tidak terlepas dari pengaruh teknologi konstruksi pada saat
itu. Teknologi konstruksi merupakan penjabaran tata cara dan teknik-teknik pelaksanaan
pekerjaan yang sangat dipengaruhi oleh budaya pada saat itu seperti pemahaman tentang
beban dan gaya, perinsip sambungan, serta detail sambungan.
Keraton Kacirebonan ini dipilih sebagai objek kajian dengan alasan bangunan di komplek
keraton Kacirebonan merupakan warisan budaya yang mana adanya keinginan dari pihak
keraton sendiri ingin melestarikan warisan budaya dan mengembalikan ke bentuk awal.
Bangunan Prabayaksa dan Paseban yang berada di samping area keraton Kacirebonan adalah
objek yang dipilih sebagai bahan penelitian kami.
Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji rekayasa konstruksi yang dilihat dari perancangan
struktur bangunan tersebut.Metoda yang digunakan pada penulisan ini menggunakan
deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif merupakan tahap awal dalam menemukan data
primer melalui wawancara dan observasi langsung di lapangan. Observasi dilakukan melalui
pengukuran langsung, sketsa awal, foto bangunan dan lingkungan. Hasil wawancara dan
observasi fisik bangunan menjadi data primer hingga nantinya diramu bersama data sekunder.
a. Bangunan Prabayaksa Gambar Bangunan induk memiliki fungsi sebagai tempat tinggal sultan sehari – hari.
Selain itu, di bangunan ini terdapat beberapa ruang seperti ruang kerja sultan, kamar
jimat hingga ruang tunggu bila prajurit ingin menghadap sultan.
61
Gambar 4. 25 Prabayaksa
b. Bangunan Paseban Barat Gambar Bangunan Paseban Barat merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat
untuk menyambut para tamu warga lokal dari kota Cirebon yang ingin bertemu dengan
sultan Kacirebonan. Bangunan ini berbentuk persegi panjang yang ditopang oleh 8 buah
tiang dan 4 saka guru (tiangutama) dan merupakan bangunan semi terbuka, dinding sisi
barat dan timur dipagari dengan tembok rendah, atapnya berbentuk joglo dengan
penutup genteng.
Dari hasil pengukuran tersebut dapat diketahui luas bangunan Paseban barat ±
111.490986 m2 . Sehingga dapat diperkirakan denah bangunan Paseban barat.
Gambar 4. 26 Denah Paseban Barat
Berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan diketahui bahwa adanya perubahan
material struktur pada tiang di sisi kiri bangunan Paseban barat. Perubahan tersebut
terjadi pada kedua tiang bangunan yang awalnya menggunakan kayu, kini berubah
menjadi beton. Tidak diketahui alasan pastinya mengapa di kedua tiang ini di ubah,
62
namun kami memperkirakan karena sudah tidak layak lagi digunakan dan untuk
keselamatan pengunjung, pihak keraton pun memutuskan untuk merubah jenis material
di kedua tiang ini dengan menggunakan beton. Untuk ukuran kolom saka guru
mempunyai dimensi 17cm x 17 cm, untuk balok mempunyai ukuran 15cm x 14cm.
c. Bangunan Paseban Timur Gambar Bangunan Paseban Timur merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat
untuk menyambut para tamu kehormatan (bangsawan) yang ingin bertemu dengan sultan
Kacirebonan. Bangunan ini berbentuk persegi panjang yang ditopang oleh 8 buah tiang
dan 4 saka guru (tiang utama) dan merupakan bangunan semi terbuka, dinding sisi barat
dan timur dipagari dengan tembok rendah, atapnya berbentuk joglo dengan penutup
genteng.
Gambar 4. 27 Paseban Timur
Bangunan Paseban Timur memiliki luas bangunan 85.98184 m2, pada denah bangunan
terdapat 4 buah tiang utama yang berada di tengah-tengah dengan ukuran tiang 19 x 19
cm, dan dipagari oleh tembok dengan ketingian 1.06 m. Bangunan Paseban Timur lebih
kecil dibandingkan dengan Paseban Barat, berikut adalah gambar denah Paseban timur.
Gambar 4. 28 Denah Paseban Timur
63
Paseban timur ini tidak memiliki perbedaan yang signifikan, hanya luasannya saja yang
membedakan antara Paseban barat dan Paseban timur. Bangunan ini memang dibuat
lebih kecil dari pada bangunan Paseban barat, karena memang Paseban timur
diperuntukan sebagai tempat untuk menunggu para tamu ( wargalokal ) saja. Berbeda
dengan Paseban barat yang diperuntukan sebagai menunggu para tamu kehormatan
seperti bangsawan dan sebagainya. Untuk ukuran kolom saka guru mempunyai dimensi
19cm x 19cm, untuk balok mempunyai ukuran 16cm x 15 cm. Kemudian tinggi
bangunan ± 5,6 m.
Sistem struktur terdiri dari elemen-elemen struktur individual dan subsusunan-
subsusunan struktur yang disambungkan bersama-sama sebagai suatu kesatuan untuk
menahan beban-beban. Sambungan yang digunakan untuk mentransfer beban vertikal
melalui struktur harus dipilih sesuai dengan sistem struktur yang digunakan untuk
menahan beban lateral. Pembahasan di sini lebih difokuskan pada analisis arah beban
dan penyaluran gaya yang terjadi pada bangunan Prabayaksa dan Paseban yang
mempengaruhi besarnya tekanan yang ditimbulkan oleh beban itu sendiri.
Gambar 4. 29 Bangunan Prabayaksa
64
Gambar 4. 30 Simulasi Arah beban dan Penyaluran Gaya
Berdasarkan gambar, dapat dilihat simulasi arah beban dan penyaluran gaya yang
terjadi akibat beban yang ditimbulkan oleh atap bangunan Prabayaksa. Desain atap
bangunan induk dibuat seperti rumah tradisional jawa, di mana terdapat struktur utama
yang disebut Soko Guru. Untuk mendukung gaya yang besar, baut tidak mencukupi
kekuatannya, maka sebagai gantinya dapat dipakai pasak-pasak dari kayu, yang bentuk
tampangnya dapat persegi panjang atau bulat. Pasak-pasak persegi panjang hanya
dipakai didalam sambungan tampang dua saja.
Sistem Pembebanan Pada Bangunan adalah:
Beban Mati (dead load)
Yaitu berat dari semua bagian pada bangunan yang bersifat tetap/ permanen
seperti komponen struktur ( kolom ,balok, dinding, plat lantai dll).
Beban Hidup (life load)
Berasal dari akibat penghunian atau penggunaan suatu bangunan gedung,
termasuk didalamnya beban2 yang dapat berpindah atau diganti selama masa
pakai bangunan. Pada atap termasuk juga beban akibat air hujan (berat
genangan dan akibat tekanan jatuh), berat manusia, perabot, barang yang
disimpan, dan beban yang diakibatkan oleh salju atau air hujan, juga temasuk
ke dalam beban hidup.
Beban Angin (wind load)
Adalah semua beban yang bekerja pada bangunan atau bagian dari bangunan
yang disebabkan akibat selisih dalam tekanan udara.
Beban Gempa (seismik/earthquake)
Yaitu semua beban statis ekivalen yang bekerja pada bangunan atau bagian
gempa yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa.
Beban Khusus (particularly load)
Akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan (mis. pada struktur beton
pracetak), perbedaan penurunan fondasi, gaya rem, gaya dinamik dari mesin2
dll.)
65
Dari simulasi pada gambardi samping diketahui bahwa hampir seluruh proses
penyaluran beban pada bangunan mengandalkan kerja dari balok yang melintang yang
menumpu di kolom kolom struktur. proses penyaluran beban yang melalui tiang dan
kaso yang didistribusikan ke bagian balok tarik di bawahnya, kemudian di teruskan
melalui tiang kedua yang langsung menuju kolom struktur bangunan induk.
Gambar 4. 31 Simulasi Gaya Bangunan Induk
Berdasarkan [Gambar 19] dapat dilihat simulasi arah beban dan penyaluran gaya yang
terjadi akibat beban yang ditimbulkan oleh atap Bangunan Paseban. Desain atap
bangunan sama seperti bangunan induk Prabayaksa dan dibuat seperti rumah
tradisional jawa, di mana terdapat struktur utama yang disebut Soko Guru. Untuk
mendukung gaya yang besar, baut tidak mencukupi kekuatannya, maka sebagai
gantinya dapat dipakai pasak-pasak dari kayu, yang bentuk tampangnya dapat persegi
panjang atau bulat. Pasak-pasak persegi panjang hanya dipakai didalam sambungan
tampang dua saja.
Gambar 4. 32 Potongan Paseban Barat
Dari simulasi pada [Gambar 20] di samping diketahui bahwa hampir seluruh proses
penyaluran beban pada bangunan mengandalkan kerja dari balok yang melintang yang
menumpu di kolom kolom struktur. proses penyaluran beban yang melalui tiang dan
kaso yang didistribusikan ke bagian balok tarik di bawahnya, kemudian di teruskan
melalui tiang kedua yang langsung menuju kolom struktur bangunan induk.
66
Gambar 4. 33 Simulasi Bangunan Paseban Timur dan Barat
Prinsip sambungan yang digunakan pada bangunan Prabayaksa dan Paseban di Keraton
Kacirebonan adalah prinsip sambungan jepit (fixed support/ Connections) dan prinsip
sambungan sederhana. Prinsip sambungan sederhana dibagi menjadi 3 kelompok:
Sambungan menyudut dapat dilakukan dengan cara, sambungan takikan
lurus, sambungan pen dan lubang tertutup, sambungan pen dan lubang
terbuka, sambungan ekor burung, sambungan pen dan lubang dengan spatpen,
sambungan klip dengan satu sisi verstek.
Sambungan melebar dapat dilakukan dengan cara, sambungan alur dan lidah
lepas, sambungan alur dan lidah, sambungan dowel.
Sambungan memanjang dapat dilakukan dengan cara, sambungan bibir lurus,
sambungan bibir lurus berkait, sambungan bibir miring, sambungan bibir
miring terkait, sambungan bersusun dengan gigi, sambungan bersusun dengan
schei, sambungan dengan pengunci atas bawah, sambungan dengan pengunci
bawah, sambungan dengan pengunci di samping, sambungan takik lurus
rangkap.
Jenis sambungan sangat berkaitan dengan sistem struktur di dalam bangunan. Jenis-
jenis sambungan yang biasa diterapkan pada bangunan Prabayaksa dan Paseban di
Komplek Keraton Kacirebonan antara lain, sambungan bibir lurus[S1], sambungan
bibir lurus [S2], sambungan pen[S3], sambungan pen dan lubang tertutup[S4],
sambungan pen dan lubang tertutup[S5], sambungan bibir miring dan kuncian pen
kayu[S6], sambungan bibir lurus berkait [S7], sambungan jepit [S8], dan sambungan
pen dengan gigi[i]. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada gambar berikut :
67
68
Gambar 4. 34 Analisis Sistem Sammbungan
Berdasarkan gambar sebagian besar jenis sambungan bangunan Prabayaksa dan
Paseban Keraton Kacirebonan menggunakan kuncian pasak pada bagian atasnya.
Pasak digunakan untuk menyambung dua bagian batang memasang dan lain-lain pada
poros sehingga terjamin tidak berputar pada poros. Pemilihan jenis pasak tergantung
pada besar kecilnya daya yang bekerja dan kestabilan bagian-bagian yang disambung.
Kecuali pada sambungan [S2] pada tabel 4.1 menggunakan tipe sambungan jepit, hal
ini dikarenakan mungkin kondisi material pada saat itu telah rusak atau usang.
69
4.2.7. Metoda Pemeliharaan Bangunan Prabayaksa Keraton Kacirebonan Pemeliharaan bangunan sangat penting setelah bangunan tersebut selesai dibangun dan
dipergunakan. Berhasil atau tidaknya suatu pemeliharaan pembangunan gedung dapat dilihat
dari usia pemakaian bangunan sesuai dengan rancangan bangunan dan tata cara pemeliharaan
terhadap bangunan itu sendiri. Bangunan prabayaksa di keraton kacirebonan yang merupakan
bangunan cagar budaya yang berdiri dari tahun 1808 menjadi daya Tarik dalam mengkaji soal
pemeliharaan bangunannya yang sanggup berdiri hingga saat ini, keraton ini berlokasi di Jl.
Pulasaren No.49 Kota Cirebon.
Analisis kualitatif terhadap kesimpulan bahwa sumber dana pemeliharaan bangunan didanai
dominan berasal dari penduduk sekitar dan orang yang berkunjung ke keraton. Penurunan fisik
dari bangunan prabayaksa terlihat dari luar maupun dalam bangunan seperti lantai, kolom,
hingga plafond. Pemeliharaan bangunan yang di dapat berdasarkan hasil wawancara penduduk
sekitar bekerja secara gotong royong dalam pemeliharaan bangunan selama satu tahun sekali.
Hasil dari observasi yang di analisa memberikan gambaran kerusakan ringan pada bangunan
utama keraton yang menerangkan bahwa perawatan bangunan masih belum maksimal dan
penjelasan mengenai Standar oprasional prosedur (SOP) pemeliharaan juga keikut sertaan
pemerintah dalam pemeliharaan bangunan cagar budaya pada keraton kacirebonan.
a. Karakteristik Bangunan Prabayaksa Bangunan keraton ini merupakan salah satu bangunan khas keraton yang memiliki
gaya arsitektur yang pada jaman colonial belanda dan juga percampuran dengan
kebudayaan china. Selain itu, terdapat juga bangunan pembesar pada masa kolonial
belanda yang mempengaruhi secara kuat bangunan keraton kacirebonan ini.
Dalam keraton kacirebonan ini, terdapat bangunan induk yang merupakan salah satu
bangunan yang diguakan oleh keluarga sultan sebagai tempat tingga; sehari – hari.
Di dalam bangunan induk ini keraton ini, terdapat ruang tidur, ruang kerja sultan,
kamar jimat, hingga dapur dan ruang tunggu prajurit, yang di gunakan oleh prajurit
untuk menunggu jika ingin bertemu dengan sultan.
b. Diperlukannya Perawatan Bangunan dan Analisis Kerusakan Keraton Kacirebonan merupakan bangunan cagar budaya golgongan A, dimana
golongan A yaitu bangunan dilarang dibongkar / di ubah, apabila ada kerusakan fisik
bangunan dapat dilakukan pembongkaran untuk di bangun kembali sama seperti
semula sesuai dengan aslinya, Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus
menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan
mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada
Kolom & Dinding
Pada pilar di bangunan prabayaksa ada 2 jenis yang pertama hanya di lapisi dengan
aci dan cat, dan yang kedua di lapisi material penutup, inilah kondisi kerusakan pilar
dan dinding pada bangunan prabayaksa.:
70
Gambar 4. 35 Kerusakan Pilar
Pada Kerusakan pilar dan dinding di bangunan prabayaksa terdapat beberapa pilar /
kolom yang memiliki keretakan atau jendolan, akibat dari penyusutan dinding,
pergerakan struktur, atau plaster pengacian yang tipis dan cat yang di gunakan tidak
memiliki elastisitas yang baik
Plafond (Penutup Atap) Pada Penutup atap (Plafond) bangunan prabayaksa mempunyai 3 jenis plafond yang
berbeda, yang pertama plafond di tutup menggunakan papan di area luar (teras/ruang
jinem), kedua plafond dari bahan bilik bamboo di area dalam bangunan, dan yang
ketiga plafond di hiasi dengan balok balok kayu berwarna putih yang terdapat di area
ruang pusaka. Beginilah contoh kondisi plafond di bangunan prabayaksa:
Gambar 4. 36 Plafond
71
Kerusakan langit – langit pada bangunan prabayaksa salah satunya yaitu robek dan
berlubangnya nya jenis material plafond. Kerusakan langit langit dapat berdampak
pada dari lembabnya suhu pada ruangan dan factor usia pada jenis material yang di
pakai.
Lantai Jenis lantai di bangunan prabayaksa ini terdiri dari 3 jenis yaitu ada jenis Portland
cement, teraso, dan keramik, berikut gambaran jenis lantai di bangunan prabayaksa :
Gambar 4. 37 Lantai
Kerusakan lantai pada bangunan prabayaksa salah satunya yaitu Pecahnya kerarmik /
portlant cement yang jadi tidak terlihat rapih dan bersih. Kerusakan lantai biasanya
terjadi akibat pergerakan struktur, penyusutan beton atau faktor iklim yang
mengakibatkan retaknya sebagian dari keramik atau jenis lantai lainnya.
Bangunan keraton prabayaksa termasuk pada jenis tingkat kerusakan yang ringan.
Kerusakan ringan adalah kerusakan terutama pada komponen nonstruktural, seperti
penutup atap, langit-langit, penutup lantai, dan dinding pengisi. Perawatan untuk
tingkat kerusakan ringan, biayanya maksimum adalah sebesar 35% dari harga satuan
tertinggi pembangunan bangunan baru yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang
sama.
Kerusakan Ringan pada bangunan keraton prabayaksa terdapat pada kerusakan langit
– langit penutup atap ( Plafond ), keretakan pada pilar , pecah dan retaknya keramik
dan jenis lantai, benjolan dan retakan pada lappisan dinding serta rusaknya lapisan cat
atau benjolan pada lapisan material yang terdapat pada frame jendela dan pintu. [2]
Analisis Realitas pemeliharaan bangunan Prabayaksa
1. Permasalahan dan persoalan pemeliharaan Pemeliharaan/konservasi adalah kegiatan pemeliharaan/perlindungan warisan
budaya dalam kegiatan yang lebih dinamis dan arti lebih luas, yang sering kali
menyangkut kegiatan restorasi, rehabilitasi, preservasi, rekonstruksi, dan
demolisi (Martokusumo, 2005).
72
Pada Undang-Undang (UU) Republik Indonesia no. 11 Tahun 2010 pada Pasal
95 disebutkan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mempunyai
tugas melakukan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya.
Semenjak berdirinya NKRI, seluruh otoritas yang dimiliki keraton terhadap
masyarakat beralih kepada pemerintah. Kewajiban pajak dari rakyat untuk
keraton yang berlaku saat jalam kerajaan sudah dihapuskan. Banyak tanah
yang dimiliki oleh keraton dari jaman kerajaan, terutama yang tidak memiliki
surat sertifikat, diambil alih dan dikelola oleh negara (Wawancara dengan Prabu
Arief Natadiningrat-Sultan Kasepuhan, Maret 2012). [3]
Akibat berkurangnya sumber pendapatan finansial bagi keraton menjadi
penyebab utama terbatasnya upaya pemeliharaan. Pihak keraton tidak setuju
lahannya dikuasai, langkah-langkah negosiasi tidak juga menyelesaikan
persoalan tersebut, akibatnya terjadilah gap antar stakeholder, hingga keraton
hendak menggugat pemkot Cirebon (Harian Pikiran Rakyat, 3 Maret 2010). Gap
ini menyebabkan upaya pelestarian keraton tidak berjalan optimal, hingga
terbentuk LSM “Kendi Pertula” sebagai mediator kedua stakeholder tersebut.
Pada UU RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya pada pasal 22 telah
disebutkan bahwa pemerintah wajib memberikan kompensasi dan insentif
dalam pelestarian. Di Cirebon, untuk bangunan yang masih digunakan, biaya
pemeliharaan dan perawatan ditanggung pemiliknya, sedangkan untuk
bangunan yang tidak digunakan, sebagian dana akan ditanggung pemerintah
(Adin Imalludin, 2006 – Kepala Seksi Bina Nilai Tradisional, Disbud ). Dengan
kata lain pembebanan biaya sebagian besar ditanggung oleh keraton dalam
upaya pelestariannya, karena keraton dihuni oleh ahli warisnya.
Upaya pelestarian dan revitalisasi kawasan sangat dipengaruhi oleh konsistensi
pemerintah dalam menentukan kebijakan dan inisiatif politiknya (political will)
(Kamil, 2008). Dibutuhkan insiatif Pemerintah untuk membuat regulasi yang
mendukung pelestarian baik dari segi pendanaan (subsidi penuh) dan
pengurangan pajak bumi bangunan.
73
Tabel 4. 9 Permasalahan dan Persoalan
Dari hasil penelitian dan pengamatan di lapangan, bahwa sumber permasalahan
pelestarian di keraton kacirebonan yaitu ada masalah dalam ekonomi, regulasi, integrasi,
dan apresiasi. Dapat dilihat pada tabel 4.1. Ada beberapa pembahasan dalam
persoalannya. Dan pada pembiayan pemerintah sudah di tetapkan bahwa bangunan
keratpn yang di jadikan tempat hunian pemerintah tidak berpastisipasi dalam biaya
pemeliharaan keraton.
2. Identifikasi Stakeholder Pemeliharaan Pemangku (stakeholder) adalah aktor/institusi yang bisa/mampu mempengaruhi
proses pencapaian hasil dan tujuan program, atau pihak-pihak yang terkena dampak
dari implementasi program (World Bank, 1998:66).
Terdapat beberapa pemangku (stakeholder) yang telibat dalam suatu upaya
pelestarian (Rojas, 2007) diantaranya adalah 1)Government (pihak pemerintah
sebagai pemeran utama dalam pemegang kebijakan); 2)Private Philanthropy (pihak
swasta / investor); 3)Cultural Elite (para intelektual yang berperan dalam
mempromosikan kawasan atau objek pelestarian); 4)Local Community (masyarakat
lokal yang memiliki kepentingan dalam pelestarian); serta 5)Tour Operators (pihak
yang membantu dalam mempromosikan kawasan atau objek pelestarian). Berangkat
dari teori tersebut maka peneliti mengidentifikasi pemangku kepentingan dan
peranannya terkait dengan upaya pelestarian kawasan di Kota Cirebon, yaitu :
a) Government : Pemerintah Seperti tertuang dalam SK Walikota Cirebon No. 19/2001 terkait upaya
pelestarian kawasan di Cirebon pemangku dalam pemerintah antara lain Dinas
Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi, dan Sumber Daya Mineral yang memiliki
74
peranan dalam bidang perawatan dan pemeliharaan benda-benda fisik BCB.Dinas
Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata berperan dalam menggali segala
bentuk warisan kebudayaan kota Cirebon serta upaya promosi pariwisata. dan
Dinas Pendidikan berperan dalam sosialisasi. [4]
b) Cultural Elite : Keraton Di Cirebon terdapat tiga keraton, namun secara kedudukan dan pengaruhnya
hanya tiga keratonyang kuat yaitu, Keraton Kasepuhan dengan Sultan Pra. Arief
Natadiningrat; Keraton Kanoman dengan Sultan Muhammad Emirrudin; dan
Keraton Kacirebonan dengan Sultan Pra. Abdul Gani Natadiningrat; dan satu lagi
keraton Keprabon. Keraton memiliki peranan dalam kekuatan normatif, kekuatan
sejarah dan kebudayaan karena mereka adalah pemangku adat dan kebudayaan
Kota Cirebon sejak zaman kerajaan hingga saat ini. Secara sosial kemasyarakatan
mereka adalah golongan yang sangat dihormati karena dianggap cikal bakal
berdirinya kota Cirebon.
c) Local Community : Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah lembaga non-pemerintah yang
memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap pelestarian warisan kebudayaan
kota Cirebon. Lembaga itu adalah BPPI (Badan Pelestarian Pusaka Indonesia)
dan Komunitas Pelestarian Pusaka Cirebon yaitu Kendi Pertula.
d) Private : Investor Pariwisata Pemangku yang merupakan pihak swasta yang berdiri pada sektor pariwisata.
Pemangku yang berusaha menggunakan dan memanfaatkan potensi kota Cirebon
sebagai komoditi dalam menarik wisatawan. Biasanya investor ini berupa
penguasaha pariwisata dan travel agent.
e) Masyarakat Masyarakat umum dalam hal ini adalah penduduk kota Cirebon. Masyarakat baik
secara langsung maupun tidak langsung memiliki ikatan dan tautan terhadap
sejarah perkembangan kota Cirebon.
Tabel 4. 10 Tingkat Kepentingan
75
Dilakukan analisis pemetaan stakeholder untuk mengetahui stakeholder kunci,
dilakukan dengan memetakan tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam upaya
pelestarian kawasan keraton di Cirebon.
Tabel 4. 11 Persoalan dan Peran Pemangku
Persoalan *Analisa
Tabel 4.1
Peran Pemangku
Pemerintah Keraton LSM Investor Masyarakat
EKONOMI Dana
Anggaran
sebagaian
besar
digunakan
untuk
kegiatan
promosi
pariwisata
Subsidi silang
anggaran,
untuk menutupi
kekurangan
Melakukan
kegiatan usaha
kreatif
berbasiskan
kebudayaan
sebagai devisa
-
Bantuan
kepada
pemerintah
berupa CSR,
Agar
mendapat
insentif aturan
yang lebih
fleksibel
-
Minim
bantuan
pendanaan
dari pihak
asing / swasta
karena aturan
yang ketat
Sesuai UU,
Pemerintah
dapat memberi
intensif pada
investor yang
membantu
pelesatarian
Bersifat lebih
fleksibel dan
terbuka pada
budaya baru
akibat
kegiatan
pariwisata
Mendalami
batasan-batasan
budaya/tradisi
yang berubah
atau tidak
sesuai tuntunan
zaman
Bersifat lebih
fleksibel dan
memahami
nilai budaya
dan adat
istiadat
setempat
-
Potensi
keraton
kurang
dimaksimalka
n untuk
menghasilkan
devisa
Melakukan
publikasi dan
promosi
potensi keraton
pada bidang
pariwisata
mengedepanka
n keraton
sebagai icon
kota
Menyediakan
areal disekitar
keraton yang
dapat
digunakan
sebagai areal
komersial/
dagang –
tanpa merusak
tatanan ruang
keraton
Melakukan
pendataan dan
mempelajari
potensi yang di
miliki keraton
sebagai objek/
hal yang
ditawarkan
kepada
wisatawan
Mengajukan
usulan
komersial
berbasiskan
pelestarian
pada keraton
dan
pemerintah
dengan tujuan
share profit
Menjaga
nilai adat dan
budaya.
Menjaga
kondisi kota
agar selalu
kondusif dan
nyaman
untuk di
kunjungi
INTEGRASI
Anggapan
pemerintah
bahwa
keraton
adalah
property milik
pribadi
Sesuai UU,
bahwa Peme-
rintah wajib
ikut melindungi
dan
memberdayak
nya BCB
bersama
stakeholder
kunci
Menumbuhka
n kesadaran
walau
property
pribadi secara
turun
temurun,
namun
Keraton butuh
pemerintah
harus
membuka diri
Bertindak
sebagai
mediator atas
Kesalahpah
man yang sudah
terjadi. Bahwa
semua memiliki
tujuan baik
-
-
76
Persoalan *Analisa
Tabel 4.1
Peran Pemangku
Pemerintah Keraton LSM Investor Masyarakat
Konflik
pemerintah
dan keraton
terkait
perebutan
penguasaan/
hak milik
lahan
Memilah lahan
mana saja yang
harus dikuasai
pemerintah,
atau
pengelolaanya
diserakan pada
keraton.
Pengurangan
PBB
Menetapkan
lahan yang
dibutuhkan
keraton terkait
nilai adat
budaya
dan kebutuhan
kegiatan
pelestarian
adat
Mengkaji
secara netral
untuk
mengetahui
lahan mana
yang sifatnya
krusial dalam
tatanan budaya
keraton
-
-
APRESIASI
keraton
adalah
property
pribadi
dan objek
wisata, upaya
pelestarian
adalah
tanggung
jawab keraton
dan
pemerintah
Sosialisasi
sejarah
keraton dan
signifikansinya
pelestariannya
terhadap
kota Cirebon.
Menumbuhkan
rasa memiliki
Memberdayak
an
masyarakat
disekitar
keraton
dalam
aktivitas
ekonomi dan
pariwisata
keraton
Sosialisasi
sejarah keraton
dan
signifikansinya
pelestariannya
terhadap kota
Cirebon
Memberdaya
kan
masyarakat
sekitar
sebagai
pekerja dalam
bidang
pariwisata
budaya,
Menumbuhk
an
rasa
memiliki
karena
keraton
signifikan
secara
sejarah
dan ekonomi
wisata
Melupakan
tradisi dan
budaya
Cirebon
Insentif dan
Kompensasi
bagi yang
mendalami
tradisi budaya
Mengembang
kan tradisi
budaya
dengan basis
teknologi
tradisi dan
budaya bukalah
penghambat
namun jatidiri
Memberi
pemahaman
bahwa tradisi
dan budaya
memiliki nilai
jual
yang tinggi,
dengan
dilengkapi
kota
lain sebagai
pembanding
-
PRIORITAS DIANJURKAN
77
5 KESIMPULAN
Hasil pemetaan udara dengan alat drone terlampir pada bagian pembahasan. Data tersebut
menjadi bagian dari data yang akan menjadi data primer ataupun data pendukung di tujuan
yang kedua dari kegiatan ini. Adapun bangunan pada Kawasan Keraton Kacirebonan yaitu:
a) Pancaratna dan Pancaritni
b) Pintu Gledegan
c) Pintu hijau
d) Pendopo
e) Bangsal Jinem
f) Prabayaksa
Dari analisa yang telah dijabarkan pada bab empat, ditemukan bahwa ada beberapa kaitan
antara bangunan Lama dan bangunan baru. Terlihat dari beberapa bangunan baru yg masih
mengambil beberapa unsur gaya arsitektur bangunan lama. Untuk lebih jelas nya dapat
dilihat dari tabel di bawah ini kaputren
Gambar 5. 1 Langgam Atap Bangunan
78
Gambar 5. 2 Langgam Jendela
Gambar 5. 3 Langggam Kaki Bangunan
Pada kedua kelompok bangunan di kompleks Keraton Kacirebonan ditemukan bahwa pada
bangunan baru masih mengambil bentuk atap bangunan lama. Dan beberapa bangunan baru
juga masih mengambil detail bangunan lama, seperti bentuk pintu Gedung Induk yg diambil
bangunan baru. Dan semua bangunan pada kakinya terdapat undakan atau naik dari atas
permukaan tanah.
79
Dapat dikatakan bahwa pola ruang dan konfigursi massa, Pola Sirkulasi dan Ruang Terbuka
berkembang karena adanya aktifitas di sekitar Keraton maupun kegiatan yang ada di dalam
Keraton Kacirebonan:
1. Pola Ruang dan Konfigurasi Massa Pola pemukiman yang terdapat di RW 02 masing-masing memiliki pola mengikuti jalan
yang ada dan diikuti oleh perkembangan pola pemukiman ke area Keraton Kacirebonan
yang memanjang , pola pemukiman yang terdapat di setiap RT ini dapat disimpulkan
cenderung terbentuk secara linier . Kepadatan pemukiman di kawasan pemukiman yang
sedang dikaji yang dihitung secara keseluruhan Rukun Tetangga sebesar 80 % dan 20 %
ruang terbuka yang berada di kawasan pemukiman dan Keraton Kacirebonan.
2. Pola Sirkulasi Pemukiman Pola sirkulasi yang berada di pemukiman sekitar Keraton Kacirebonan terdapat beberapa
akses untuk memasuki kawasan pemukiman di setiap RT nya adanya aktifitas warga
sekitar Keraton Kacirebonan yang termasuk banyak dan sirkulasi ini lah yang membantu
pada warga di sekitar pemukiman untuk mencapai pada suatu kegiatan sehari -harinya.
Jalan yang terbentuk mempunyai sifat linier bercabang ke area RT lainnya. Pada sirkulasi
di sekitar pemukiman aksesbiltas dari masing-masing jalan memiliki material yang
berbeda yaitu ada yang menggunakan material paving block, aspal, keramik yang
berwarna kuning dan coran beton
3. Ruang Terbuka Pada pemukiman sekitar Keraton Kacirebonan memiliki ruang terbuka di setiap RT nya,
namun hanya sedikit ruang terbuka hijau yang ada di dalamnya. Ruang terbuka ini biasa
digunakan untuk ruang berkumpul bagi warga sekitar, Ruang terbuka di pemukiman
sekitar Keraton Kacirebonan terbentuk secara tidak terencana maupun terencana.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa kenyamanan termal pada bangunan induk
Keraton Kacirebonan adalah sebagai berikut:
1. Desain bukaan terkait kenyamanan termal pada bangunan induk Keraton Kacirebonan
cukup baik kecuali pada beberapa variabel diantaranya adalah dimensi bukaan yang
belum memenuhi syarat luas minimal dan belum terdapatnya pengarah bukaan untuk
mendukung kenyamanan termal.
2. Kenyamanan termal ditinjau dari faktor eksternal pada bangunan induk Keraton
Kacirebonan kurang baik karena nilai presentase nyaman terkait suhu udara, kelembapan
udara maupun kecepatan udara sangat rendah dibanding dengan presentase tidak
nyaman. Tingkat faktor ekternal kota Cirebon yang tinggi dan bukaan yang tertutup
menjadi kendala untuk memperoleh kenyamanan termal pada bangunan induk Keraton
Kacirebonan.
Pergantian udara di dalam ruang dengan cara mengfungsikan bukaan pada bangunan akan
mendukung kenyaman termal pada bangunan induk Keraton Kacirebonan. Dengan bantuan
penghawaan secara mekanik juga dapat membantu untuk mendukung kenyamanan termal
pada bangunan.
80
Bangunan Keraton Kacirebonan dalam pembangunannya mendapat pengaruh dari beberapa
budaya yang sedang berkembang pada zamannya. Dari timeline sejarah perkembangan budaya
Indonesia dapat dilihat bahwa pembangunan Keraton Kacirebonan berada pada periode
perkembangan budaya kolonialisme yang didalamnya juga terdapat beberapa pencampuran
dari budaya lain seperti budaya Cina, Islam, dan budaya Lokal Jawa. Begitu pula dalam
pemilihan material bangunan tentu saja menggunakan material yang sedang trend pada
masanya yaitu material batu bata yang dibawa dari bangsa Eropa. Beberapa material lain
seperti penggunaan atap kayu dan material kayu lain menunjukan pengaruh budaya lokal jawa
juga arsitektur Islam, beberapa ornament piring khas tiongkok menandakan pengaruh dari
budaya Cina.
Bangunan Prabayaksa pada Keraton Kacirebonan merupakan sebuah bangunan utama yang
didirikan untuk memenuhi kebutuhan pengguna Keraton Kacirebonan, untuk digunakan
sebagai tempat tinggal, kegiatan keagaaman dan beberapa adat budaya yang ada di Keraton
Kacirebonan. Selain itu, bangunan kolonial ini banyak menyimpan benda - benda peninggalan
sejarah. Keraton Kacirebonan tetap menjaga, melestarikan, serta melaksanakan kebiasaan
upacara adat. Keraton Kacirebonan berada di wilayah kelurahan Pulasaren Kecamatan
Pekalitan dengan luas tanah sekitar 46.500 m2.
Bangunan Kacirebonan masuk ke dalam model gaya pencampuaran Cina, bangunan zaman
kolonial dan tradisional. Bentuk bangunannya seperti bangunan pasa zaman kolonial Belanda
dengan pengaruh arsitektur Eropa yang sangat kuat. Secara desain bangunan ini menggunakan
desain mengikuti dengan adat dan budaya yang ada, dan sesuai teknologi bahan pada
zamannya. Perubahaan pada bangunan Prabayaksa hanya dirubah untuk memperkokoh
bangunan agar tetap kuat hingga saat ini, beberapa perubahan lainnya seperti detail ornamen
yang dirubah agar lebih sederhana dan beberapa fungsi ruang yang sudah berubah.
Analisa kajian tentang rekayasa struktur bangunan Prabayaksa dan Paseban pada Keraton
Kacirebonan ditinjau dari rancangan struktur dengan menggunakan metoda deskriptif-analisis
melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif berupa observasi
lapangan (survey), mengukur objek, foto-foto serta data lapangan (gambar). Pendekatan
kualitatif dengan mengumpulkan data dengan melakukan pengukuran secara langsung di
lapangan, serta melalui pengambaran ulang dari objek yang diteliti. Berdasarkan hasil analisa
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sistem joint yang digunakan pada konstruksi
bangunan Prabayaksa dan Paseban masih menggunakan prinsip sambungan tradisional berupa
sendi dan jepit. Sistem tersebut diterapkan karena pada saat itu pemahaman tentang ilmu
bangunan tidak semodern seperti sekarang
Bangunan Prabayaksa pada Keraton Kacirebonan merupakan sebuah bangunan utama yang
didirikan untuk memenuhi kebutuhan pengguna Keraton Kacirebonan, untuk digunakan
sebagai tempat tinggal, kegiatan keagaaman dan beberapa adat budaya yang ada di Keraton
Kacirebonan. Selain itu, bangunan kolonial ini banyak menyimpan benda - benda peninggalan
sejarah. Keraton Kacirebonan tetap menjaga, melestarikan, serta melaksanakan kebiasaan
upacara adat. Keraton Kacirebonan berada di wilayah kelurahan Pulasaren Kecamatan
Pekalitan dengan luas tanah sekitar 46.500 m2. Bangunan Kacirebonan masuk ke dalam model
gaya pencampuaran Cina, bangunan zaman kolonial dan tradisional. Bentuk bangunannya
81
seperti bangunan pasa zaman kolonial Belanda dengan pengaruh arsitektur Eropa yang sangat
kuat. Secara desain bangunan ini menggunakan desain mengikuti dengan adat dan budaya
yang ada, dan sesuai teknologi bahan pada zamannya. Perubahaan pada bangunan Prabayaksa
hanya dirubah untuk memperkokoh bangunan agar tetap kuat hingga saat ini, beberapa
perubahan lainnya seperti detail ornamen yang dirubah agar lebih sederhana dan beberapa
fungsi ruang yang sudah berubah.
.
82
LAMPIRAN TUGAS TIM PELAKSANA
NO KEGIATAN TIM TUGAS POKOK
1 Pemetaan Drone Koordinator :
Dr. Ir. Nurtati Soewarno
Tim Drone :
a) Noor Adji
b) Indra Sudrajat
Koordinator :
memberikan instruksi
pemetaan udara terkait
kawasan
Tim :
Mengoperasikan drone
2 Eksplorasi Arsitektur
a) Akulturasi Gaya
Bangunan Pada Keraton
Kacirebonan
Koordinator :
Dr. Ir. Nurtati Soewarno
Tim Mahasiswa :
Indra Sudrajat
21.2010.063
Boby Taufik Pratama
21.2010.072
Koordinator :
memberikan bimbingan dan
memberikan arahan dalam
menganalisis permasalahan
Tim :
Melakukan Survey, Mengolah
data
b) Pola Ruang Pada
Pemukiman Di Sekitar
Keraton Kacirebonan
Koordinator :
Ir. Dwi Kustianingrum.,MT
Tim Mahasiswa :
Ghamal Daruqutni
Hamid,
Muhammad Riyadulhaq,
Fulki Fauzu
Lamaqtuatin
Koordinator :
memberikan bimbingan dan
memberikan arahan dalam
menganalisis permasalahan
Tim :
Melakukan Survey, Mengolah
data
c) Kenyamanan Termal
Pada Ruang Dalam Bangunan
Induk Keraton Kacirebonan
Koordinator :
Ir. Thomas Brunner.,MM
Tim Mahasiswa :
Rifki Wibawa
21.2014.019
Gugun Gunadi
21.2014.176
Andika Ganaswara
21.2014.206
Koordinator :
memberikan bimbingan dan
memberikan arahan dalam
menganalisis permasalahan
Tim :
Melakukan Survey, Mengolah
data
d) Perkembangan
Budaya Dan Pemakaian
Material Pada Bangunan
Keraton Kacirebonan Ditinjau
Dari Periodisasi Pembangunan
Koordinator :
Eka Virdianti.,ST.MT
Tim Mahasiswa :
Tsani Hijri Murfi’na
21-2013-247
Chandraprana
21-2013-251
Khaerul Aji
21-2014-085
Koordinator :
memberikan bimbingan dan
memberikan arahan dalam
menganalisis permasalahan
Tim :
Melakukan Survey, Mengolah
data
e) Desain Bangunan
Prabayaksa Ditinjau Dari
Penggunaan Bahan Bangunan
Koordinator :
Ir. Shirley Wahadamaputra
.MT
Tim Mahasiswa :
Koordinator :
memberikan bimbingan dan
memberikan arahan dalam
menganalisis permasalahan
83
NO KEGIATAN TIM TUGAS POKOK Dzulie Fathiranie
Wahjoe
21.2014.231
Faishal Aulia Shiddieq
21.2014.242
Ratna Widya Iswara
21.2013.166
Tim :
Melakukan Survey, Mengolah
data
f) Rekayasa Struktur
Bangunan Prabayaksa dan
Paseban di Komplek Keraton
Kacirebonan
Koordinator :
Ir. Bambang Subekti .MT
Tim Mahasiswa :
Wahyu Cahya Kumala
21.2012.227
Darman
21.2013.069
M.Sayyid Kapin
21.2014.253
Koordinator :
memberikan bimbingan dan
memberikan arahan dalam
menganalisis permasalahan
Tim :
Melakukan Survey, Mengolah
data
g) Metoda
Pemeliharaan Bangunan
Prabayaksa Keraton
Kacirebonan
Koordinator :
Ir. Tecky Hendrarto.,MM
Tim Mahasiswa :
Fahmy Luthfie Shahreza 21-2014-001 Saeful Akbar
21-2014-031 Faisal Nugraha
21-2014-034
Koordinator :
memberikan bimbingan dan
memberikan arahan dalam
menganalisis permasalahan
Tim :
Melakukan Survey, Mengolah
data
g) Metoda pengolahan data
dan inventarisasi
Koordinator :
Erwin Yuniar ST., MT
Tim Dosen :
Nurlaela ST.,MT.
Theresia Pynkiawati Ir.,MT.
Agung Prabowo S., ST.,MT.
Melakukan inventarisasi dan
pengolahan data.
Melakukan penggambaran
data hasil survey lapangan.
84