61
REFERAT Gangguan Mental Organik Disusun oleh : Inez Saraswati, S.Ked 1018011066 Dian Kencana, S.Ked 1018011117 Lintang B, S.Ked 1018011122 Dokter Pembimbing : dr. Cahyaningsih Fibri Rokhmani, Sp.KJ 1

REFERAT Gangguan Mental Organik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nice

Citation preview

REFERAT

Gangguan Mental Organik

Disusun oleh :

Inez Saraswati, S.Ked1018011066

Dian Kencana, S.Ked 1018011117

Lintang B, S.Ked 1018011122

Dokter Pembimbing :

dr. Cahyaningsih Fibri Rokhmani, Sp.KJ

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG

2015

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan otak organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat suatu patologi yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak. penyakit cerebrovaskuler,intoksifikasi obat).1,2,3 Sedangkan gangguan fungsional adalah gangguan otak dimana tidak ada dasar organik yang dapat diterima secara umum (contohnya Skizofrenia. Depresi) Dari sejarahnya, bidang neurologi telah dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut organik dan Psikiatri dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut fungsional.1 Didalam DSM IV diputuskan bahwa perbedaan lama antara gangguan organik dan fungsional telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian yang disebut Gangguan Mental Organik dalam DSM III-R sekarang disebut sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di tempatlain.1

Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit, cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak, disfungsi ini dapat primer seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai otak, atau sekunder, seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh.4 PPDGJ III membedakan antara Sindroma Otak Organik dengan Gangguan Mental Organik. Sindrom Otak Organik dipakai untuk menyatakan sindrom (gejala) psikologik atau perilaku tanpa kaitan dengan etiologi. Gangguan Mental Organik dipakai untuk Sindrom Otak Organik yang etiolognnya (diduga) jelas. Sindrom Otak Organik dikatakan akut atau menahun berdasarkan dapat atau tidak dapat kembalinya (reversibilitas) gangguan jaringan otak atau Sindrom Otak Organik itu dan akan berdasarkan penyebabnya, permulaan gejala atau lamanya penyakit yang menyebabkannya. Gejala utama Sindrom Otak Organik akut ialah kesadaran yang menurun (delirium) dan sesudahnya terdapat amnesia, pada Sindrom Otak Organik menahun (kronik) ialah demensia.2,4

BAB II

PERBANDINGAN PENGGOLONGAN DIAGNOSIS

GANGGUAN MENTAL ORGANIK

Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut :

1. Demensia pada penyakit Alzheimer

1.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini

1.2 Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat.

1.3 Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran.

1.4 Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT).

2. Demensia Vaskular

2.1 Demensia Vaskular onset akut.

2.2 Demensia multi-infark

2.3 Demensia Vaskular subkortikal.

2.4 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal

2.5 Demensia Vaskular lainnya

2.6 Demensia Vaskular YTT

3. Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain (YDK)

3.1 Demensia pada penyakit Pick.

3.2 Demensia pada penyakit Creutzfeldt Jakob.

3.3 Demensia pada penyakit huntington.

3.4 Demensia pada penyakit Parkinson.

3.5 Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV).

3.6 Demensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK

4. Demensia YTT.

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada 1-4 sebagai berikut :

1. Tanpa gejala tambahan.

2. Gejala lain, terutama waham.

3. Gejala lain, terutama halusinasi

4. Gejala lain, terutama depresi

5. Gejala campuran lain.

5. Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya

6. Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya

6.1 Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia

6.2 Delirium, bertumpang tindih dengan demensia

6.3 Delirium lainya.

6.4 DeliriumYTT.

7. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik.

7.1 Halusinosis organik.

7.2 Gangguan katatonik organik.

7.3 Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)

7.4 Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik.

7.4.1 Gangguan manik organik.

7.4.2 Gangguan bipolar organik.

7.4.3 Gangguan depresif organik.

7.4.4 Gangguan afektif organik campuran.

7.5 Gangguan anxietas organik

7.6 Gangguan disosiatif organik.

7.7 Gangguan astenik organik.

7.8 Gangguan kopnitif ringan.

7.9 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik lain YDT.

7.10 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik YTT.

8. Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan dan fungsi otak

8.1 Gangguan keperibadian organik

8.2 Sindrom pasca-ensefalitis

8.3 Sindrom pasca-kontusio

8.4 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak lainnya.

8.5 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak YTT.

9. Gangguan mental organik atau simtomatik YTT

Menurut Maramis, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut:

1. Demensia dan Delirium

2. Sindrom otak organik karena rudapaksa kepala.

3. Aterosklerosis otak

4. Demensia senilis

5. Demensia presenilis.

6. Demensia paralitika.

7. Sindrom otak organik karena epilepsi.

8. Sindrom otak organik karena defisiensi vitamin, gangguan metabolisme dan intoksikasi.

9. Sindrom otak organik karena tumor intra kranial.

Menurut DSM IV, klasifikasi gangguan mental organik sebagai berikut:

1. Delirium

1.1 Delirium karena kondisi medis umum.

1.2 Delirium akibat zat.

1.3 Delirium yang tidak ditentukan (YTT)

2. Demensia.

2.1 Demensia tipe Alzheimer.

2.2 Demensia vaskular.

2.3 Demensia karena kondisi umum.

2.3.1 Demensia karena penyakit HIV.

2.3.2 Demensia karena penyakit trauma kepala.

2.3.3 Demensia karena penyakit Parkinson.

2.3.4 Demensia karena penyakit Huntington.

2.3.5 Demensia karena penyakit Pick

2.3.6 Demensia karena penyakit Creutzfeldt Jakob

2.4 Demensia menetap akibat zat

2.5 Demensia karena penyebab multipel

2.6 Demensia yang tidak ditentukan (YTT)

3. Gangguan amnestik

3.1 Gangguan amnestik karena kondisi medis umum.

3.2 Gangguan amnestik menetap akibat zat

3.3 Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT )

4. Gangguan kognitif yang tidak ditentukan.

BAB III

ISI

1. DELIRIUM

Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi, dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum. Tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urine merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya, delirium mempunyai onset yang mendadak (bebrapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika factor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masing-masing dari ciri karakteristikk tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium diketahui mempunyai banyak sebab, semuanya menyebabkan pola gejala yang sama yang berhubungan dengan tingkat kesadaran pasien dan gangguan kognitif. Sebagian besar penyebab delirium terletak di luar system saraf pusat- sebagian contoh, gagal ginjal atau hati. 1,6

Delirium tetap merupakn gangguan klinis yang kurang dikenali dan kurang didiagnosis. Bagian dari masalah adalah bahwa sindrom disebut dengan berbagai nama lain- sebagai contoh, keadaan konfusional akut, sindrom otak akut, ensefalopati metabolis, psikosis toksis, dan gagal otak akut. 1,6

Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk mengidentifiaksi dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk mencegah perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium. Komplikasi tersebut adalah cedera kecelakaan karena kesadaran pasien yang berkabut atau gangguan koordinasi atau penggunaan pengekangan yang tidak di perlukan. Kekacauan rutin bangsal adalah merupakan masalah yang terutama mengganggu pada unit nonpsikiatrik, seperti pada unit perawatan intensif dan bangsal medis dan bedah umum.

Epidemiologi

Delirium adalah gangguan yang umum. Usia lanjut adalah factor risiko untuk perkembangan delirium. Kira-kira 30 sampai 40 persen pasien rawat di rumah sakit yang berusia lebih dari 65 tahun mempunyai suatu episode delirium. Faktor predisposisi lainnya untuk perkembangan delirium adalah usia muda, cedera otak yang telah ada sebelumnya, riwayat delirium, ketergantungan alcohol, diabetes, kanker, gangguan sensoris dan malnutrisi. Adanya delirium merupakan tanda prognostic yang buruk. 1,6

Penyebab

Penyebab utama dari delirium adalah penyakit sitem saraf pusat dan intoksikasi maupun putus dari agen farmakologis atau toksik. Neurotransmitter utama yang dihipotesiskan berperan pada delirium adalah asetilkolin, dan daerah neuroanatomis utama adalah formasio retikularis. Beberapa jenis penelitian telah melaporkan bahwa berbagai factor yang menginduksi delirium menyebabkan penurunan aktifitas asetilkolin di otak. Juga, satu penyebab delirium yang paling sering adalah toksisitas dari banyak sekali medikasi yang diresepkan yang mempunyai aktivitas kolinergik. Formasi retikularis batang otak adalah daerah utama yang mengatur perhatian dan kesadaran, dan jalur utama yang berperan dalam delirium adalah jalur tegmental dorsalis, yang keluar dari formasi retikularis mesensefalik ke tektum dan thalamus. Mekanisme patologi lain telah diajukan untuk delirium. Khususnya, delirium yang berhubungan dengan putus alcohol telah dihubungkan dengan hiperaktivitas lokus sereleus dan neuron nonadrenergiknya. Neurotransmiter lain yang berperan adalah serotonin dan glutamate. 1,6

Penyebab Delirium:

Penyakit intrakranial

1. Epilepsi atau keadaan pasca kejang

2. Trauma otak (terutama gegar otak)

3. Infeksi (meningitis.ensetalitis).

4. Neoplasma.

5. Gangguan vaskular

Penyebab ekstrakranial

1. Obat-obatan (di telan atau putus),

Obat antikolinergik, Antikonvulsan, Obat antihipertensi, Obat antiparkinson. Obat antipsikotik, Cimetidine, Klonidine. Disulfiram, Insulin, Opiat, Fensiklidine, Fenitoin, Ranitidin, Sedatif(termasuk alkohol) dan hipnotik, Steroid.

2. Racun

Karbon monoksida, Logam berat dan racun industri lain.

3. Disfungsi endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)

Hipofisis, Pankreas, Adrenal, Paratiroid, tiroid

4. Penyakit organ nonendokrin.

Hati (ensefalopati hepatik), Ginjal dan saluran kemih (ensefalopati uremik), Paru-paru (narkosis karbon dioksida, hipoksia), Sistem kardiovaskular (gagal jantung, aritmia, hipotensi).

5. Penyakit defisiensi (defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau asam folat)

6. Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis.

7. Ketidakseimbangan elektrolit dengan penyebab apapun

8. Keadaan pasca operatif

9. Trauma (kepala atau seluruh tubuh)

10. Karbohidrat: hipoglikemi.1,3,4

Diagnosis

Kriteria diagnostik untuk delirium karena kondisi medis umum

Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan ) dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian.

Perubahan kognisi atau berkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan, atau yang sedang timbul.

Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat dan cendrung berfluktuasi selama perjalanan hari.

Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah disebabkan oleh akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum.

Kriteria Diagnostik untuk Delirium Putus Zat

a. Gangguan kesadaran (yaitum penurunan kejernihan kesadaran tehadap lingkungan) dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian.

b. Perubahan kognisis (seperti deficit daya ingat, disorientasi, gangguan bahasa) atau perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan atau yang sedang timbul.

c. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat dan cendrung berfluktiasi selama perjalanan hari.

d. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa gejala dalam kriteria a dan b berkembang selama, atau segera setelah suatu sindrom pututs.

Kriteria Diagnostik untuk Delirium yang Tidak Ditentukan

Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu delirium yang tidak memenuhi kriteria salah satu tipe delirium yang dijelaskan dalam bagian ini.

a. Suatu gambaran klinis delirium yang dicuriagai karena kondisi karena kondisi media umum atau pemakaian zat tetapi di mana tidak terdapat cukup bukti untuk menegakkan suatu penyebab spesifik

b. Delirium karena penyebab yang tidak dituliskan dalam bagian ini missal pemutusan sensorik

Pemeriksaan fisik dan Laboratorium

Delirium biasanya didiagnosis pada sisi tempat tidur dan ditandai oleh onset gejala yang tiba-tiba. Penggunaan status pemeriksaan mental bedside seperti-Mini Mental State Examination (MMSE) pemeriksaan fisik sering kali mengungkapkan petunjuk adanya penyebab delirium. Adanya penyakit fisik yang diketahui atau riwayat trauma kepala atau ketergantungan alcohol atau zat lain meningkatkan kemungkinan diagnosis. 1,6

Pemeriksaan laboratorium untuk seorang pasien dengan delirium harus termasuk tes-tes standar dan pemeriksaan tambahan yang diindikasikan oleh situasi klinis. EEG pada delirium secara karakteristik menunjukkan perlambatan umum pada ktivitas dan dapat berguna dalam membedakan delirium dari depresi atau psikosis. EEG dari seorang pasien yang delirium sering kali menunjukkan daerah fokal hiperaktivitas. Pasa kasus yang jarang, mungkin sulit membedakan delirium yang berhubungan denganepilepsi dari delirium yang berhubungan dengan penyebab lain. 1,6

Gambaran Klinis

Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, keadaan delirium mungkin didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan, mengantuk, insomnia, halusinasi transien, mimpi menakutkan di malam hari, dan kegelisahan. Selain itu. Pasien yang pernah mengalami episode rekuren di bawah kondisi yang sama. 1,6

1. Kesadaran (Arousal)

Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium. Satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan putus zat sering kali mempunyai delirium yang hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan, kulit pucat, berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual muntah dan hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai depresi, katatonik, atau mengalami demensia. Pasien dengan pola gejala campuran hipoaktivitas dan hiperaktivitas juga ditemukan dalam klinis. 1,6

2. Orientasi

Terhadap waktu, tempat, dan orang harus diuji pada pasien dengan delirium. Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus delirium yang ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain mungkin juga terganggu pada kasus yang berat. Pasein delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri. 1,6

3. Bahasa dan kognisi

Pasien dengan delirium sering kali mempunyai kelainan dalam bahasa. Kelainan dapat berupa bicara yang ngelantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan untuk mengerti pembicaraan. 1,6

Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adah fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun, mempertahankan, dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Di samping penurunan kognitif yang dramatis, sebagai suatu gejala ipoaktif delirium yang karakteristik. Psien delirium juga mempunyai gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham yang tidak sistematik, kadang paranoid. 1,6

4. Persepsi

Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk membedakan stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka, akibatnya pasien sering kali tertarik oleh stimuli yang yang tidak relevan atau menjadi teragitasi jika dihadapkan denga informasi baru. Halusinasi juga relative sering pada pasen delirium. Halusinansi yang paling sering adalah visual dan auditoris, walaupun halusinansi dapat juga taktil atau olfaktoris. Halusinasi visual dapat terentang dari gambar geometric sederhana atau pola berwarna orang yang berbentuk lengkap dengan pemandangan. Ilusi visual dan auditoris adalah sering pada delirium. 1,6

5. Mood

Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan mood. Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan mood lain yang sering ditemukan pada pasien delirium adalah apati, depresi, dan euphoria. Beberapa pasien dengan cepat berpindah di antara emosi tersebut dalam perjalanan sehari. 1,6

Gejala Penyerta

Gangguan bangun tidur. Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah terganggu. Pasien sering kali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tertidur sekejap. Tetapi tidur pada pasien delirium hampir selalu singkat dan terputus-putus. Sering kali keseluruhan siklus tidur bangun pasien dengan delirium semata-mata terbalik. Pasien sering kali mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur situasi klinis yang dikenal luas sebagai sundowning. Kadang pasien dengan delirium mendapat mimpi buruk yang terus berlangsung ke keadaan terjaga sebagai pengalaman halusinasi. 1,6

Gejala neurologis. Pasien dengan delirium sering kali mempunyai gejala neurologis yang menyertai, termasuk disfasia, tremor, asteriksis, inkoordinasi dan inkontinensia urine. Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala pasien dengan delirium. 1,6

Diagnosa Banding

1. Delirium vs demensia

Penting untuk membedakan delirium dari demensia, dan sejumlah gambaan klinis membantu membedakannya. Berbeda dengan onset delirium yang tiba-tiba, onset demensia biasanya perlahan. Walaupun kedua kondisi melibatkan gangguan kognitif, perubahan demensia adalah lebih stabil dengan berjalannya waktu dan tidak berfluktuasi selama perjalanan sehari. Kadang-kadang delirium terjadi pada pesien yang menderita demensia, suatu keadaan yang dikenal sebagai pengaburan demensia (beclouded dementia). Suatu diagnosis delirium dapat dibuat jika terdapat riwayat definitive tentang demensia yang ada sebelumnya. 1,6

2. Delirium vs Psikosis atau Depresi

Delirium juga harus dibedakan dengan skizofrenia dan gangguan depresif. Pasien dengan gangguan buatan mungkin berusaha untuk menstimulasi gejala delirium. Pasien dengan gejala hipoaktif dari delirium mungkintampak agak mirip dengan pasien yang depresi berat tapi dapat dibedakan atas dasar EEG. Diagnosis psikiatrik lain yang dapat dipertimbangkan dalam diagnosis banding delirium adalah gangguan psikotik singkat, gejala skizofreniform, dan gangguan disosiatif. 1,6

Perjalanan dan Prognosis

Walaupun onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal dapat terjadi pada hari sebelum onset gejala yang jelas. Gejala delirium biasanya berlangsung selama factor penyebab yang relevan ditemukan , walaupun delirium biasanya berlangsung kurang dari satu mingggu. Setelah identifkasi dan menghilangkan factor penyebab, gejala delirium biasanya menhilang dalam periode tiga sampai tujuh hari, walaupun beberapa gejala mungkin memerlukan waktu sampai dua minggu untuk menghilang secara lengkap. Semakin lanjut usia pasien, dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Apakah delirium berkembang menjadi demensia belum ditunjukkan dalam penelitian terkontrol yang cermat. Tetapi, suatu observasi klinis yang telah di sahkan oleh suatu penelitian, adalah bahwa periode delirium kadang-kadang diikuti oleh depresi atau gangguan stress pasca traumatic. 1,6

Pengobatan

Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. Jika kondisinya dalah toksisitas antikolinergik, penggunaan physostigmine salicylate (Antrilirium) 1- 2 mg intravena (IV) atau intramuscular (IM) dengan dosis ulang dalam 15 sampai 30 menit, dapat diindikasikan. Tujuan pengobatan yang penting lainnya dalah memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Bantuan fisik adalah diperlukan sehingga pasien delirium tidak masuk ke dalam situasi dimana mereka mungkin mengalami kecelakaan. Pasien dengan delirium tidak boleh dalam lingkungan tanpa stimulasi sensorik atau dengan stimulasi yang berlebihan. Delirium kadang dapat terjadi pada pasien lanjut usia dengan penutup mata setelah pembedahan katarak. (black-patch delirium) 1,6

Pengobatan farmakologis

Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih dari psikosis adalah haloperidol (Haldol), suatu obat antipsikotik golongan butyrophenone. Tergantung pada usia, berat badan, dan kondisi fisik pasien, dosis awal dapat terentang antara 2 sampai 10 mg IM, dapat diulang dalam satu jam jika pasien tetap teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dapat dimulai. Dua dosis oral harian harus mencukupi, dengan dua pertiga dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-kira 1,5 kali lebih tinggi dari dosis parenteral. Dosis harian efektif total dari haloperidol mugnkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena obat tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna. Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau dengan hydroxyzine 25 sampai 100 mg. golongan benzodiazepine dengan waktu paruh panjang dan barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai bagian dari pengobatan untuk gangguan dasar.1,6

2. DEMENSIA

Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar, dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan social. Kepribadian pasien juga terpengaruhi. Jika pasien memiliki suatu gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan memenuhi kriteria diagnostic untuk delirium. Butir klinis dari demensia adalah identifikasi sindrom dan pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau statis, permanen atau reversible. Kemungkinan pemulihan demensia adalah berhubungan dengan patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan pengobatan yang efektif. Diperkirakan 15 persen orang dengan demensia mempunyai penyakit-penyakit yang reversible juka dokter memulai pengobatan tepat pada waktunya, sebelum terjadi kerusakan yang irreversible. 1,6

Epidemiologi

Demensia sebebnarnya adalah penyakit penuaan. Kira-kira lima persen dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzheimer, dibandingkan dengan 15 sampai 25% sari semua orang yang berusia 85 atau lebih. Factor risiko untuk perkembangan demensia tipe Alzheime adalah wanita, mempunyai sanak saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut. Dan mempunyai riwayat cedera kepala. Sindrom down juga secara karakteristik berhubungan dengan perkembangan demensia tipe Alzheimer. Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vascular- yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovakular. Demensia vascular berjumlah 15 sampai 30 persen dari semua kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemukan pada orang berusia antara 60 sampai 70 tahun, dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita. Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit. Kira-kira 10 sampai 15 persen pasien menderita demensia vascular dan demensia tipe Alzheimer yang terjadi bersama-sama. Penyebab demensia lainnya yang sering masing-msing mencerminkan satu sampai 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan. Contoh penyakit Huntington, dan penyakit Parkinson. 1,6

Penyebab

Demensia mempunyai banyak penyebab tetapi demensia tipe Alzheimer dan demensia vascular secara bersama-sama berjumlah 75% dari semua kasus. 1,6

1. Demensia tipe Alzheimer

Diagnosis akhir penyakit alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak, namun demikian, demensia tipe Alzheimer bisanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostic. Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer msih tidak diketahui, beberapa penelitian menyatakan bahwa sebanyak 40% pasien mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi factor genetic dianggap berperan sebagian dalam perkembangan gangguan dalam sekurangnya beberapa kasus. Angka persesuaian untuk kembar monozigotikadalah lebih tinggi dari angka untuk kembar dizigotik. Dan dalam beberapa kasus yang telah tercatat baik, gangguan telah di transmisikan dalam keluarga melalui suatu gen autosomal dominan, walaupun transimis tersebut adalah jarang. 1,6

Neuropatologi

Observasi makroskopis neuroanatomik klasik pada otak dari seorang psien dengan penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal dan pembesaran ventrikel serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patognomonik adalah bercak-bercak senilis, kekusustan neurofibriler hilangnya neuronal dan degenerasi granovaskular pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur dengan elemen sitoskletal lainnya juga ditemukan.1,6

Protein prekusor amiloid

Gen untuk protein prekusor amyloid adalah pada lengan panjang dari kromosom 21.

Kelainan neurotransmitter

Neurotransmitter yang paling berperan yang paling berperan dalam patologis adalah asetilkolin dan norepinephrine, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Ditemukan juga penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetil transferase di dalam otak. Kolin asetiltransferase adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan penurunan konsentrasi kolin asetiltransferase menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada. Dukungan tambahan untuk hipotesis deficit kolinergik berasal dari observasi bahwa antagonis kolinergik seperti physostigmine dan arecholine telah dilaporkan meningkatkan kemampuan kognitif. Penurunan aktivitas norepinephrine pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan neuron yang mengandung norepinephrine di dalam lokus sereleus yang telah ditemukan pada pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua neurotransmitter lain yang berperan adalah dua peptide neuroaktif, somatostatisn da kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit Alzheimer. 1,6

Penyebab potensial lainnya

Teori kausatif lainnya adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolism fosfolipid membrane menyebabkan membrane yang kekurangan cairan yaitu lebih kaku dibandingkan normal. Bebrapa peneliti telah menggunakan pencitraan spektroskopik resonansi molecular untuk memeriksa hipotesis tersebut pada pasein dengan demensia Alzheimer. Toksisitas alumunium juga telah dihipotesiskan sebagai factor kausatif, karena kadar alumunium yang tinggi tlah ditemukan dalam otak beberapa pasien dengan Alzheimer. Suatu gen E4 juga telah dihubungkan dalam etiologi penyakit Alzheimer. 1,6

2. Demensia Vakular

Penyebab utama demensia vascular dianggap adalah penyakit vascular serebral yang multiple, yang menyebabkan pola gejala demensia. Gangguan dulu disebut sebagai demensia multi infark. Demensia vascular paling sering ditemui pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelunya atau factor kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dansedang, yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multiple yang menyebabr pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh. Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan funduskopi atau pembesaran kamar jantung. 1,6

Penyakit Binswanger

Penyakit ini juga dikenal sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal. Penyakit ini ditandai dengan adanya infark kecil pada substansia alba, jadi menyerang daerah korikal. Walaupun penyakit ini sebelumnya dianggap sebagai kondisi yang jarang, kemajuan teknik pencitraan telah menemukan bahwa kondisi tersebut lebih sering terjadi.

3. Penyakit Pick

Penyakit ini ditandai dengan atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan pick neuronal, yang merupakan masa elemen sitoskletal. Penyakit pick ini berjumlah kira-kira lima persen dari semua demensia yang irreversible. Penyakit pick ini sulit dibedakan dengan demensia Alzheimer walaupun stadium awal dari penyakit ini lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang lebih bertahan. 1,6

4. Penyakit Creutzfeldt-Jakob

Penyakit ini adalah penyakit degenerative otak yang jarang disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan, paling mungkin suatu prion yagn merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung RNA dan DNA. Penyakit ini secara cepat dan progresif menyebabkan demensia yang berat dan kematiandalam usia 6 sampai 12 tahun. Penyakit ini ditandai oleh adanya pola elektroensefalogram (EEG) yang tidak bisa, yang terdiri dari lonjakan gelombang lambat dengan tegangan tinggi. 1,6

5. Penyakit Huntington

Penyakit ini bisanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang terlihat pada penyakit ini adalah tipe demensia subkortikal yang ditandai dengan kelainan motoric yang lebih banyak dan kelainan bicara yagn lebih sedikit dibandingkan tipe demensia kortikal. Demensia padapenyakiti huntinton ditandai oleh perlambatan psikomotor dan kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan,bahasa, dan tilikan tetap relative utuh pada stadium awal dan menegah penyakit. Tetapi saat penyakit berkembang demensia menjadi lengkap, can ciri yang membedakan ini dengan demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insidensi depsresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan kortikosteroid yang klasik. 1,6

6. Penyakit Parkinson

Seperti penyait Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit ganglia basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20-30% pasien dengan dengan penyakit perkinsin menderita demensia. Pergerakan yang lambat pada penyakit Parkinson adalah disertai dengan berpikir yagn lambar pada beberapa pasien yang terkena., hal ini disebut juga bradyphenia. 1,6

7. Demensia yang berhubungan dengan penyakit HIV

Infeksi virus HIV seingkali menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya kelainna parenkimal pada pemeriksaan MRI. 1,6

8. Demensia yang Berhubungan dengan Trauma Kepala

Demensia dapat merupakan suati sekuel dari trauma kepala, demikian juga sindrom neuropsikitrik. 1,6

Diagnosis

Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer :

A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik

1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya).

2. Satu (atau lebih) gangguan kogntif berikut :

a) Afasia (gangguan bahasa)

b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motoric adalah utuh)

c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentitikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh)

d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan, dan abstrak)

B. Defisit kognitif dalam kriteria al dan a2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.

C. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus zat.

D. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap dari pemakaian zat (misalnya suatu obat yang disalahgunakan).

Kondisi akibat zat

Defisit tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Aksis I lainnya (misalnya, gangguan depresif berat, skizofrenia)

Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol :

1. Dengan onset dini : jika onset pada usia 65 tahun atau kurang

2. Dengan delirium : jika delirium menumpang pada demensia

3. Dengan waham : jika waham merupakan ciri yang menonjol

4. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi

5. (termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan karena kondisi medis umum tidak diberikan.

6. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang

Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku.

Catatan penulisan juga tuliskan penyakit Alzheimer pada aksis III.

Kriteria Diagnostik untuk Demensia Vaskular :

A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik,

1. Gangguan daya ingat (ganguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)

2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut :

a) Afasia (gangguan bahasa)

b) Apraksia (gangguan untuk mengenali atau melakukan aktivitas motoric ataupun fungsi motorik adalah utuh)

c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh)

d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan, dan abstrak)

B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya.

C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya, peninggian refleks tendon dalam, respon ekstensor plantar, palsi pseudo bulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas) atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit serebrovaskular (misalnya, infark multipel yang mengenai korteks dan substansia putih di bawahnya) yang berhubungan secara etiologi dengan gangguan.

D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

Kode didasarkan pada ciri yang menonjol

1. Dengan delirium :jika delirium menumpang pada demensia

2. Dengan waham jika waham merupakan ciri yang menonjol

3. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi (termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan karena kondisi medis umum tidak diberikan.

4. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun di alas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang.Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku

Catalan penulisan : juga tuliskan kondisi serebrovaskular pada Aksis III.

Diagnosis Klinis

Diagnosis demensia didasarkan pada pemeriksaan klinis pasien, termasuk pemeriksaan status mental dan pada informasi dari anggota keluarga, dan kerabat. Keluhan dari pasien tentang gangguan intelektual dan menjadi pelupa harus diperhatikan, perhatikan juga bukti pengelakan, penyangkalan, atau rasionalisasi yang ditujukan untuk menyembunyikan deficit kognitif keteraturan yang berlebihan, penarikan social, atau kecendrungan untuk menghunungkan perstiwa dalam perincian yang kecil-kecil dapat merupakan karakteristik. Ledakan kemaraha yang tiba-tiba, atau sarkasme dapat terjadi. Labilitas emosional, dandanan yang kotor, ucapan yang tidak tertahan, gurauan yang bodoh, atau ekspresi wajah dan gaya yang bodoh, apatik, atau kosong menyatakan demensia, terutama jika disertai dengangn gangguan ingatan. 1,6

Gambaran klinis

Pada stadium awal demensia, pasein menunjukkan kesulitan untuk kesulitan untuk mempertahankan kinerja mental, fatigue, dan kecendrungan untuk gagal jika suatu tugas adalah baru atau kompleks atau memerlukan penggeseran strategi pemecahan masalah. Ketidak mampuan mengerjakan tugas menjadi semakin berat. Defek utama dalam demensia melibatkan orientasi, ingatan, persepsi, fungsi intelektual, dan pemikiran. Dan semua fungsi tersebut menjadi secara progresif terkena saat proses penyakit berlanjut . perubahan afektif dan perilaku, seperti control impuls yang defektif dan labilitas emosional sering ditemukan., seperti juga penonjolan dan perubahan sifat kepribadian premorbid. 1,6

1. Gangguan Daya Ingat

Gangguan daya ingat merupakan ciri yang awal dan menonjol pada demensia yang mengenai korteks, sperti demensia tipe Alzheimer, pada awal perjalanan demensia gangguan daya ingat adalah ringan dan biasanya paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi. Saat perjalanan demensia berkembang gangguan emosional menjadi parah dan hanya informasi yang dipelajari paling baik dipertahankan. 1,6

2. Orientasi

Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu, orientasi dapat terganggu secara progresif, selama perjalanan penyakit demensia. 1,6

3. Gangguan Bahasa

Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer sdan demensia vascular dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan berbahasa mungkin ditandai oleh cara berkata yang samar, stereotipik, tidak tepat atau berputar-putar. Psien jugakesulitan untuk menyebutkan nama suatu benda. 1,6

4. Perubahan Kepribadian

Perubahan kepribadian ini merupakan hal yang paling mengganggu. Sifat kepribadian sebelumnya mungkin diperkuat Selama perkembangan demensia. Pssien dengan demenisa juga mungkin introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efdek prilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham paranoid biasanya bersikap bermusuhan terhadap anggota keluarga dan orang lain. Pasein dengan gangguan frontal dan temporal kemunginan mengalami perubahan kepribadian yangjelas dan mudah marah yang meledak-ledak.1,6

5. Psikosis

Diperkirakan 20-30% pasien demensia terutama pasien dengan demensia tipe Alzheimer memiliki halusinasi, dan 30 sampai 40% memiliki waham, terutama dengan sifat paranoid atau presekutorik yang itdak sistematik, walaupunn waham yang kompleks menetap, tersistematik dengan baik juga dilaporkan pada pasien demensia. Agresi fisik dan bentuk kekerasan lainnya adalah seringpad pasien demensia yang juga mempunyai gejala psikotik. 1,6

6. Gangguan lain

6.1. Psikiatrik.

Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi, kecemasan adalh gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50% pasien demensia. Walaupun sindrom gangguan depresif yang mungin hanya ditemukan pada 10 sampai 20 % psien demensia. Pasien dengan demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi yang extreme tanpa provokasi yang terlihat. 1,6

6.2. Neurologis

Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia sering juga terjadi. Tanda neurologis lain adalah kejang dan presentasi neurologis yang atipikal seperti sindrom lobus parietalis non dominan. Reflex primitive seperti reflex menggenggam, moncong, mengisap, kaki tonik, dan palmomental mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis dan ditemukan juga jerks mioklonis. Pasien dengan demensia vascular mungkin mempunyai gejala tambahan seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal dan ganggua tidur yang mungkin menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular. Pasli serebrobulbar, disatria dan disfagia jugalebih sering pada demnsia vaksular daripada demensia lain. 1,6

6.3. Reaksi katastropik

Pasein demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan dalam berprilaku abstrak, kesulitan dalam menbentuk konsep, mengambil perbedaan dan persamaandari konsep tersebut. Sulitmemecahkan masalah danalasan yang logis. Ditemukan juga control impulse yang buruk, khususnya pad ademnsia yang mempenaruhi lobus frontalis. 1,6

6.4. Syndrome Sundowner

Sindrom ini ditandai dengan mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh secara tidak sengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia dengan yang mengalami sedasi berat da pada pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif. Sindrom ini juga terjadi pada pasien demensia jika mendapatkan stimuli external. 1,6

Diagnosis Banding

Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan pada pasien dengan demensia. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mendeteksi penyebab reversible dari demensia dan untuk memberikan pasien dan kelaurga suatu diagnosis definitive. Pemeriksaan pencitraan menggunakan MRI dan SPECT (Singe Photon Emission Computed Tomography) yang berguna unutk mendeteksi pola metabolism otak dalam berbagai demensia dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding.1,6

1. Demensia Tipe Alzheimer vs Demensia Vaskuler

Demensia vaskuler dibedakan dengandemensia Alzheimer adalah dari adanya perburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskuler selama suatu periode waktu. Gejala fokal lebih sering ditemukan pada demensia vaskuler. 1,6

2. Demensia Vaskuler vs Serangan Iskemik Transien

Serangan iskemik transien adalah episode singkt disfungsi neurologis fokal yang berlangsung kurang dari 24 jam. Keadaan ini seringkali disebabkan oleh mikroembolisasi dari suatu lesi intracranial proksimal. Dan jika hal ini menghilang biasanya tanpa perubahan patologis yang bermakna pada jaringa parenkim.1,6

3. Delirium

Delirium dibedakan dari onsetnya yang cepat durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif selama perjalanan hari, eksaserbasi nokt nal dari gejala, gangguan jelas dari siklus bangun tidur, dan gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol. 1,6

4. Depresi

Pada suatu keadaan dimana gangguan kognitif dari demensia sulit dibedakan dari depresi, hal ini dikenal sebagai pseudodemensia. Pasien dengan disfungsi kognitif yangberhubungan dengan depresi mempunyai gejala deoresif yagn menonjol, dan mempunyai lebih banyak tilikan terhadap gejalanya dibanding pasien demensia., dan sering kali mempunyai riwayat episode depresif dimasa lalu. 1,6

5. Skizofrenia

Walaupun skizofrenia mungkin disertai dengan adanya suatu derajat gangguan intelektual di dapat gejalanya jauh kurang berat dibandingkan gejala yang berhubungan dengan psikosis dan gangguan pikiran yang ditemukan pada demensia. 1,6

6. Penuaan Normal

Ketuaan tidak selalu disertai dengan adanya penurunan kognitif yang bermakna, tapi suatu derajat ringan masalah ingatan dapat terjadi sebagai bagian dari proses penuaan normal. Kejadian normal tersebut sering kali disebut sebagai benign senescent forgetfulness atau age associated memory impairment. Keadaan tersebut dapat dibedakan dari demensia oleh keparahannya yang ringan dan oleh kenyataan bahwa keadaan tersebut tidak mengganggu secara bermakna pada kehidupan social atau pekerjaan pasien. 1,6

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis

Perjalanan klasik dari dementia adalah onsetnya pada pasien yang berusia 50 an dan 60 an denga perburukan bertahap selama 5 sampai 10 tahun, yang akhirnya menyebabkan kematian. Usia saat onset dan kecepatan perburukannya adalah bervariasi diantara tipe demensia yang berbeda dan dalam kategori diagnostic individual. 1,6

Perjalanan demensia yang paling sering dimulai dengan sejumlah tanda yang samar-samar yang pada awalnya mungkin diketahui oleh pasien dan orang yang paling dekat denga pasien. Onset gejala yang bertahap paling sering berhubungan denga demensia tipe Alzheimer, demensia vascular, endokrinopati, tumor otak dan gangguan metabolis. Sebaliknya onset demensia yang disebabkan oleh trauma kepala, henti jantung dan hipoksia serebral atau ensefalopati mungkin terjadi secara tiba-tiba. Walaupun gejala fase awal demensia adalah samar-samar, gejala menjadi jelas saat demensia berkembang. Pasien demensia mungkin peka terhadap penggunaan benzodiazepine atau alcohol yang dapat mencetuskan perilaku yang teragitasi, agresif dan psikotik. Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis dan kemungkinan karena sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala demensia dapat berkembang hanya lambat untuk suatu waktu atau bahkan mundur sesaat. 1,6

Regresi gejala tersebut jelas merupakan suaatu kemungkinan pada demensia yang reversible jika pengobatan dimulai. Perjalanan demensia bervariasi dari kemajuan yang tetap dampai bemburukan demensia yang bertambah sampai suatu demensia yang stabil. 1,6

1. Faktor psikososial

Keparahan dan perjalanan semensia dapat dipengaruhi oleh factor psikososial. Pasien yang mempunyai onset demensia yang cepet menggunakan lebih sedikit pertahanan dibandingkan denga pasien yang mengalami onset bertahap/ kecemasan dan depresi mungkin memperkuat dan memperburuk gejala, pseudodemensia terjadi pada pasien depresi yang mengeluh gangguan daya ingat, tetapi pada kenyataannya, menderita dari suatu gangguan depresif. Jika depresi diobati, defek kognitif menghilang. 1,6

2. Demensia Tipe Alzheimer

Demensia ini dapat dimulai pada setiap usia. Kira-kira setengah dari pasien dengan demensia tipe Alzheimer mengalami gejala pertamanya pada usia kurang dari 65 dan 70 tahun. Perjalanan gangguan secara karakteristik adalah penurunan bertahap selama 8 sampai 10 tahun, walaupun perjalanan dapat jauh lebih cepat atau jauh lebih bertahap. Jika gejala demensia telah menjadi berat kematian sering kali terjadi setelah periode waktu yang singkat.1,6

3. Demensia Vaskular

Berbeda dengan onset demensia tipe Alzheimer, onset demensia vascular kemungkinan mendadak. Juga berbeda denga demensia tipe Alzheimer terdapat penahanan kepribadian yang lebih besar pada pasiendengan demensia vascular. Perjalanan demensia vascular sebelumnya telah digambarkan sebagai bertahap dan setengah-setengah. 1,6

Pengobatan

Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Pendekatan pengobatan umumpada pasien demensia adalah untuk memberikan perawatan media suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, danpengobatan farmakologis untuk gejala spesifik. 1,6

1. Pengobatan Farmakologis

Pengobatan yang tersedia saat ini untuk insomnia dan kecemasan, dokter meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresan untuk depresi, dan antipsikotik untuk waham dan halusinasi. Tapi perlu diperhatikan adanya efdek idiosinkrartik dari obat lanjut usia sperti perangsanganyang paradoksal, konfusi, dan peningkatan sedasi. Obat dengan aktivitas kolinergik tinggi dihindari. Benzodiazepine kerja singkat dalam dosis kecil adalah medikasi ansiolitik dan sedative lebih disukai untuk pasien demensia. 1,6

Tetrahydroaminoacridine telah dianjurkan oleh FDA sebagai suatu pengobatan untuk penyakit Alzheimer. Obat ini merupakan inhibitor akitivitas antikolinesterase dengan lama kerja yang agak panjang. Karen aktivitas kolinimimetik dari obat, dapat terjadi peningktan kadar enzim hati. 1,6

2. Faktor psikodinamik

Pemburukan kemampuan mental mempunyai arti pskiologis yang bermakna pada pasien dengan demensia. Pengalaman seseorang memiliki kontinuitas selama perjalanan waktu adalah tergantung pada ingatan. Dari segi psikodinamik, dapat tidak terdapat hal tertentu seperti suatu demensia yang tidak dapat diobati.

3. GANGGUAN AMNESTIK

Gangguan amnestic ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya ingat yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi social atau pekerjaan. Diagnosis dibuat apabila pasien mempunyai tanda lain dari gangguan kognitif. Gangguan amnestic ini dibedakandari gangguan dissosiatif. 1,6

Epidemiologi

Tidak ada data pasti mengenai gangguan amnestic ini, bebrapa penelitian melaporkan adanya insidensi atau prevelensi gangguan ingatan pada penggunaan alcohol dan cedera kepala. 1,6

Etiologi

Struktur anatomi yang terlibat dalam daya ingat dan perkembangan gangguann amnestic adalah terutama struktur diensefalik, dan struktur lobus midtemporalis. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa hemisfer kiri lebih kritikal dibanding hemisfer kanan dalam perkembangan gangguan daya ingat. Gangguan amnestic memiliki bnayk penyebab. Berikut table penyebab gangguan amnestic 1,6

Penyebab utama gangguan amnestic

a. Kondisi medis sistemik

Defisiensi tiamin, hipoglikemia

b. Kondisi otak primer

Kejang, trauma kepala, tumor serebral, penyakit serbrovaskular, prosedur bedah pada otak, ensefalitis, hipoksia, amnesia global transien, trapi elektrokonvulsif, sclerosis multiple.

c. Penyebab berhubungan dengan zat

Gangguan penggunaan alcohol, neurotoksin, benzodiazepine,

Dignostic

Berikut table diagnosis berdasarkan DSM-IV

Kriteria Diagnostic Untuk Gangguan Amnestik Karena Kondisi Medis Umum

a. Perkembangan gangguan daya ingat seperti yag dimanifestasikan oleh gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau ketidakmampuan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Gangguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fingsi social atau pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya

c. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium atau suatu demensia

d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum termasuk trauma fisik

Gambaran Klinis dan Subtipe

Pusat gejala dari gangguan daya ingat yang diandai oleh gangguan pada kemampuan untuk mempelajari informasi baru (amnesia anterograde) dan ketidakmampuan untuk mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingat (amnesia retrograde) gejala harus menyebabkan masalah bermakna bagi pasien dalam fungsi social dan pekerjaanya. Daya ingat jangka pendek dan daya ingat baru saja biasanya terganggu. Daya ingat jauh untuk informasi atau yang dipelajari secara mendalam adalah baik. Tetapi daya ingat untuk peristiwa yang kurang lama adalah terganggu. 1,6

Onset gejala dapat mendadak seperti pada trauma, serangan serebrovaskuler dan gangguan akibat zat kimia neurotoksik atau bertahap. Amnesia dapat terjadi singkat atau lama. Berbagai gejala lain dapat menyertai gangguan amnestic. Tetapi jika psien mempunyai gangguan kognitif lainnya, diagnose demensia atau delirium adalah lebih tepat dibandingkan diagnosis gangguan amnestic. Pasein dengan gangguan amnestic mungkin apatik, tidak memiliki inisiatif, mengalami episode agitasi tanda provokasi, atau tampak sangat bersahabat dan mudah setuju. Pasien dengan gangguan amnestic mungkin juga tampak kebingugan dan berusaha menutupi konfusinya dengan jawaban konfabulasi terhadap pertanyaan. 1,6

1. Penyakit Serebrovaskular

Penyakit serebrovaskular yang mempengaruhi hipokampus mengenai artrei serebralis posterior dan basilaris beserta cabang-cabangnya. Infark adalah jarang terbatas pada hipokampus. Infark sering kali mengenai lobus oksipitalis dan parietalis. Jadi gejala penyerta yang sering dari penyakit serebrovaskuler di daerah tersebut adalah tanda neurologis fokal yang mengenai modalitas penglihatan atau sensorik. Penyakati serebrovaskular yang mengenai thalamus medial secara bilateral, khususnya pada bagian anterior, sering disertai gejala gangguan amnestic. 1,6

2. Sklerosis Multipel

Proses patologis dari sclerosis multiple adalah pembentukan plak yang tampaknya terjadi secara acak di dalam parenkim otak. Jika plak terjadi di lobus temporalis dan daerah diensefalik, gejala gangguan daya ingat dapat terjadi. 1,6

3. Sindrom Korsakof

Sindrom Korsakof adalah sindrom amnestic yang disebabkan oleh defisiensi tiamin, yang paling sering berhubungan dengan kebiasaan nutrisional yang buruk dari seseorang dengan penyalahgunaan alkohol kronis. Penyebab lain nutrisi yagn bururk, karsinoma lambung, hemodialysis, hyperemesis gravidarum, hiperalimentasi intravena berkepanjangan dan pelipatan lambung juga dapat mengakibatkan defisiensi tiamin. Penyakit ini sering disertai denga ensefalopati Wernicke yang merupakan sindrom penyerta berupa konfusi, ataksia, dan oftalmoplegia. Temuan neurofisologi pada penyakit inimenggambarkan adanya perubahan samar pada akson neuronal. Wlaupun delirium menghilang dalam dalam sebulan atau lebih, sindrom amnestic menyertai ataumengikuti ensefalopati Wernicke. 1,6

4. Blackout Alcoholic

Pada beberapa orang yang menyalahgunakan alcohol, keadaan ini dapat terjadi dimana pasien akan terbangun dipagi hari dan tidak mampu mengingat kejadian pada malam sebelumnya saat terintoksikasi. 1,6

5. Tetapi Elektrokonvulsif

Terapi elektrokonvulsif (ECT) biasanya disertai dengan amnesia retrogard selama beberapa menit sebelum pengobatan dan suatu amnesia anterogard setelah pengobatan. Deficit daya ingat ini menetap selama satu sampai dua bulan setelah siklus pengobatan. 1,6

6. Cedera Kepala

Cedera kepala dapat menyebabkan berbagai gejala neuropsikiatrik termasuk demensia, depresi, perubahan kepribadian, dan gangguan amnestic. Gangguan amnestic yang disebabkan oleh cedera kepala seringkali berhubungan dengan suatu periode amnesia retrogard sebelum kecelakaan traumatis dan amnesia teerhadap kecelakaan traumatis sendiri. Beratnya cedera otak agak berhubungan dengan lamanya danberatnya sindrom amnestic, tetapi yang berhubungan paling baik dengan perbaikan akhir adalah derajat perbaikan klinis amnesia selama minngu pertama setelah pasien mencapai kesadraran. 1,6

Diagnosis Banding

1. Demensia dan Delirium

Gangguan daya ingat sering ditemukan pada pasien demensia tetapi disertai denga deficit kognitif lainnya. Gangguan daya ingat jugaseing ditemukan pada deliiumtetapi tejadi pada keadaan gangguan atensi dan kesadaran. 1,6

2. Penuaan normal

Beberapa gangguan ringan pada daya ingat dapat menyetai penuaan nomal. DSM-IV mengharuskan bahwa gangguan bermakna pada fungsi social dan pekerjaan haus menyingkian psien yang mengalami penuaan nomal dai diagnosis. 1,6

3. Gangguan Disosiatif

Gangguan disosiatif kadang-kadang sulit dibedakan dai gangguan amnestik. Tetapi pasien dengan gangguan disosiatif adalah lebih mungkin mengalami kehilangan orientasi pada dirinya sendiri dan mungkin menderita deficit daya ingat yang lebih selektif dibandingkan pasien dengan gangguan manestik. Gangguan disosiatif juga sering disertai dengan peristiwa kehidupan yang secera emosional menyebabkan stress yang elibatkan uang, sistem hukum, atau hubungan yang terganggu. 1,6

4. Gangguan buatan

Pasien dengan gangguan buatan yang menyerupai suatu gangguan amnestik sering kali mempunyai hasil tes daya ingat yang tidak konsisten dan tidak mempunyai bukti-bukti suatu penyebabyang dapapt diidentifikasi. 1,6

Perjalanan dan Prognosis

Penyebab spesifik gangguan amnestikmenentukan perjalanan dan prognosisnya bagi psien. Onset mungkin tiba-tiba atau bertahap; gejala dapat sementara atau menetap; dan hasil akhir dapat terentang dari tanpa perbaikan sampai pemulihan lengkap. Gangguan amnestik sementara dengan pemulihan lengkap adalah sering pada epilepsy lobus temporalis, ECT, penggunaan obat tertentu seperti benzodiazepine dan barbiturate dan resusitasi dari henti jantung. Sindrom amnestic permanen dapat mengikuti suatu cdedera kepala, keracunan monoksida, infarks serebral, perdarahan subarachnoid, dan ensefalitis herpes simpleks. 1,6

Pengobatan

Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari ganggau amnestic. Setelah resolusi episode amnestic, suat jenis psikoterapi dapat membantu pasien menerima pengalaman ke dalam kehidupannya. 1,6

1. Faktor psikodinamiksa

Intervensi psikodinamika mungkin mempunyai nilai yang baik bagi pasien yang menderita gangguan amnestic yang disebabkan oleh kerusakan pada otak.

Fase pemulihan pertama dimana pasien tidak mampu memproses apa yagn terjadi karenapertahanan ego yang sangat besar, membuat klinisi melayani sebagai ego penolong yang membantu menjelaskan kepada pasien tentang apa yang terjadi danmemberikan fungsi ego yang hilang. Pada pemulihan fase kedua, saat realisasi tentang kejdian cedera timbul, pasienmungkin menjadi marah. Pemulihan fase ketiga adalah fase integrative. Kesedihan terhadap kecakapan yang hilang merupakan ciri penting fase ini.

Sebagian besar pasien yang amnestic akibat cedera otak terlibat dalam penyangkalan. Untuk itu diperlukan empati dan pendekatan yagn sensitive kepada pasien. Selain itu diperlukanjuga suatu pemeriksaan gangguan kepribadian sebelumnya, dimana ciri kepribadian tersebut dapat menjadi bagian penting dari psikoterapi psikodinamika. 1,6

4. GANGGUAN MENTAL KARENA KONDISI MEDIS UMUM

1. Gangguan Degeneratif

Gangguan degenarif yang sering mengenai ganglia basalis sering disertai dengan tidak saja gangguan pergerakan tetapi juga depresi, demensia, dan psikosis.

Beberapa contoh dari gangguan degneratif adalah Penyakit Parkinson melibatkan suatu degenerasi terutama pada substansia nigra, dan biasanya tidak mempunyai sebab yang diketahui. Penyakti Huntington, melibatkan suatu degenerasi terutama di nucleus kaudatus, dan merupakan penyakit autosomal dominan.

2. Epilepsi

Epilepsy adalah penyakit neurologis kronis yang paling umum. Msalah utama adalah pertimbangan suatu diagnostic epilepso pada passion psikiatrik, pembedaan psikosocial dari suatu diagnosis epilepsy untuk seorang pasien, dan efek psikologis dan efek kognitif dari obat antiepileptic yang sering digunakan. Gejala perilaku yang paling umum dari epilepsy adalah perubahan kepribadian; psikosis, kekersan, dan depresi adalah gejala yang lebih jarang dari gangguan epileptic.

Definisi

Kejang adalah suatu gangguan patofisiologis paroksismal sementara dalam fungsi serebral yang disebabkan oleh pelepasan neuron yang spontatn dan luas. Pasien dikatakan menderita epilepsy jika mereka mempunyai keadaan yang kronis yang ditandai oleh kejang rekuren.

Klasifikasi

Dua kategori utama kejang adalah parsial dan umum. Kejang parsial meliabtkan aktivitas epileptiformis didaerah oatk setempat. Kejang umum melibatkan keseluruhan otak.

1. Kejang umum

Kejang tonik klonik umum mempunyai gejala klasik hilangnya kesadaran, gerakan tonik, klonik umum pada tungkai menggigit lidah da peristiwa inkontinensia. Masalah psikiatrik yang peling sering berhubungan denga dengan kejang umum adalah membantu pasien menyesuaikan gangguan neurologis kronis dan menilai efek kognitif atau perilaku dari obat antiepileptik. 1,6

Absence (Petit Mal)

Sifat epileptic dari episode mungkin berjalan tanpa diketahui karena manifestasi motoric atau sensorik sangat ringan. Epilepsy inibisasa dimulai pasa masa anak antara usia 5 sampai 7 tahun dan menghilang pada masa pubertas. Kehilangan kesadaran singkat selama psien tiba-tiba kehilangan kontak denan lingkungan, adalh karakteristik dari epilepsy petit mal tetapi pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran atau gerakan kejang yang sesungguhnya epilepsy ini dapat terjadi pada masa dewasa namun jarang, onsetnya ditandai dengan episode psikotik atau delirium yang tiba-tiba dan rekuren dan disertai pingsan. 1,6

2. Kejang parsial diklasifikasikan sebagai kejang sederhana atau kompleks

Gejala

Gejala praiktal

Peristiwa praiktal pada epilepsy parsial kompleksa aalah termasuk sensaiotonomik, sensasi kognitif, keadaan afektif dan secara klasik automatisme.

Gejala iktal.

Perilaku yang tidak terinhibisi, terdisorganisasi dan singkat menandai sergan iktal. Gejala kognitif termasuk amnesia untuk waktu selama kejang dan suatu periode delirium yangmenghilang setelah kejang. Psein degna epilepsy parsial k ompleks, suatu focus kejang dapat ditemukan pada pemeriksaan EEG.

Gejala interiktal

Kelainan psikiatrik yang seling dilaporkan adalah gangguan kepribadian dan biasanya kemungkinan terjadi pada pasien dengan epilepsy yang berasal dari lobus temporalis. Ciri yang paling sering adalah perubahan perilaku seksua, viskositas kepribadian, religiositas dan pengalaman emosi yang melambung. Perubahan prilaku seksual dapat dimanifestasikan sebagai hiperseksualitas, penyimpangan minat seksual. Hiposeksualitas. Gejala viskositas kepribadian biasanya paling dapat diperhatikan pada percakapan pasien yangmungkin lambat, serius, berat dan suka menonjolkan keilmuan, penuhdenga rincian yang tidak penting dan seringkali berputar-putar. Religiositas mungkin jelas dan dapat dimanifestasikan bukan hanya dengan meningkatnya peran serta pada aktivitas yang sangat religious tetapi juga oleh permasalah moral dan etik yan gtidak umum, keasyikan dengan benar dan salah, dan meningkatnya minat pada permasalahan global dan filosofi. Ciri hiperreligius kadang dapat tampak seperti gejala prodromal skizifrenia.

Gejala psikotik. Keadaan psikotik interiktal adalah lebih sering dari psikosis iktal. Episode interpsikotik interpsikotik yang mirip skizofrenia dapat terjadi pasa pasien dengan epilepsy khususnya yang berasal dari lobus temporalis. Onset gejala psikotik pada epilepsy adalah bervariasi. Biasanya gejala psikotik tampak apda pasien yang telah menderita epilepsy untuk jangka wwaktu yang lama, dan onset gejala psikotik didahului oleh perkembangan perkembangan perubahan kepribadian yang berhubungan dengan aktivitas otak epileptic. Gejala psikosis yang paling karakteristik adalah halusinasi, dan waham paranoid. Gejala gangguan pikiran pada pasien epilepsy psikotik paling mering merupakan gejala yang melibatkan konseptualisasi dan sirkumstansialitas. Pada pasien ini juga muncul gejala kekerasan dan gejala gangguan mood.

Diagnosis

Diagnosis epilepsy yang tepat dapat sulit khususnya jika gejala iktal dan interiktal dari epilepsy merupakan maifestasi berat dari gejala psikiatrik tanpa adanya perubahan yang bermakna pada kesadaran dan kemampuan kognitif. Diagnosis banding lain yang dipertimbangkan adalah kejang semu, dimana psien mempunyai suatu control kesadaran atas gejala kejang yang mirip.

Pada pasien yang sebelumnya mendapatkan suatu diagnosis epilepsy, timbulnya gejala psikiatrik harus dianggap sebagai kemungkinan mewakili suatu evolusi dalam gejala epileptiknya. Jika gejala psikotik tampak pada seorang pasien yang pernah mempunyai epilepsy yagn telah didiagnosis atau dipertimbangkan sebagai diagnosis masa lalu, klinisi harus mendapatkan satu atau lebih pemeriksaan EEG. Pada pasienyang sebelumnya pernah mendapatkan diagnosis epilepsy. Empat karakteristik harus menyebabkan seorang klinisi mencurigai kemungkinan tersebut, yaitu onset psikosis yan gtiba-tiba pada orang yang sebelumhya dianggap sehat secara psikologis, onset delirium yang tiba-tiba tanpa penyebab yang diketahui, riwayat episode yang serupa denga onset yagn mendadak dan pemulihan spontant, dan riwayat terjatuh atau pingsan sebelumnya yang tidak dapat dijelaskan. 1,6

Pengobatan

Digunakan obat anti kejang, diantaranya phenobarbital, phenytoin, dll. Carbamazepine dan asam valproate mungkin dapat membantu dalam mengendalikan gejala iritabilitas dan meledaknya agresi, karena dua obat tersebut adalah obat antipsikotik tipikal. 1,6

3. Tumor Otak

Gambaran Klinis, Perjalanan Penyakit, dan Prognosis

Kira-kira 50% pasien dengan tumor otak mengalami gejala mental, kira-kira 80% pasien tumor otak degna gejala mental mempunyai tumor di daerah otak frontalis atau limbic. Meningioma kemungkinan dapat menyebabkan gejala fokal karena lesi menekan daerah korteks yang terbatas, sedangkan glioma kemungkinan menyebabkan gejala yang difus. Delirium merupakan suatu komponen yang paling sering dari tumor yang tumbuh dengan cepat, besar atau metastatic. Jika pada pemeriksaan fisik ditemukan intoktinensia kandung kemih atau usus, suatu tumor lobus frontalis harus dicurigai. Jika riwayat penyakit danpemeriksaan menemukan kelainan pada daya ingat dan pembicaraan, suatu tumor lobus temporalis harus dicurigai.

1. Kognisi

Gangguan fungsi intelektual sering menyertai adanya tumor otak, dan tidak tergantung pada jenis dan lokasinya

2. Keterampilan berbahasa

Gangguan fungsi berbahasa dapat berat, terlebih jika pertumbuhan tumor dapat cepat.

3. Daya ingat

Hilangnya daya ingat merupakan gejala yang paling sering dari tumor otak. Peristiwa yang belum lama, bahkan peristiwa yang menyakitkan dapat hilang, tetapi ingatan yang lama dapat dipertahankan, dan psien tidak menyadari kehilangan ingatannya terhadap peristiwa yang beru saja terjadi.

4. Persepsi

Defek persepsi yang ebrat sering berhubungan dengan gangguan perilaku, khususnya jika pasien perlu mengintegrasi persepsi taktil, auditoris, dan visual.

5. Kesiagaan

Perubahan kesadaran merupakan gajalayang lambat dan sering dari peningkatan tekanan intracranial yang disebabkan oleh suatu tumor otak. Psien tidak dapat bergerak dan menjadi bisu, wlaupun psien itu sadar.

Kista koloid

Walaupun bukan tumor otak, dalam pembicaraan yang jelas, kista koloid yang berlokasi di ventrikel ketiga dapat menimbulkan tekanan fisik pada struktur diendsefalon, yang menyebabkan gejala mental tertentu seperti depresi, labilitas emosi, gejala psikotik, dan perubahan kepribadian.

4. Trauma Kepala

Trauma kepala dapat menyebabkan berbagai gejala mental. Trauma kepala dapat mengarahkan ke diagnosis demensia oleh trauma kepala atau gangguan mental karena kondisi medis umum yang tidak ditentukan. Sindrom pascagegar tetap kontroversial, karena menyebabkan berbagai gejalapsikiatrik. 1,6

Patofifsiologi

Trauma kepala merupaka situasi klinis yang umum. Trauma kepala paling sering terjadi pada usia 15 sampai 25 tahun, dan mempunyai perbandingan laki-laki dan perempuan sebanyak 3 : 1. Trauma kepala secerakasar dibedakkanmenjadi trauma kepala tembus, dan trauma tumpul. Juga dapat terjadi suatu kontusi fokal. Peregangan parenkim otak menyebabkan kerusakan aksonal difus. Proses yang timbul kemudian, seperti edema, dan perdarahan, dapat menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut. 1,6

Gejala

Dua petunjuk gejala utam yang berhubungan dengan trauma kepala adalah gejala dari gangguan kognitif dan gejala dari sekuele prilaku. Setelah suatu periode amnesia pasca traumatis, biasanya terjadiperiode pemulihan selama 6 sam[ai 12 bulan. Masalah kognitif yagn paling sering adalah menurunnya kecepatan pemprosesan informasi, penurunan perhatian, meningkatnya distraktibilitas, deficit dalam pemecahan masalah dan kemampuan terus berusaha, danmasalah dengan daya ingat dan mempelajari informasi baru. Pada perilaku, gejala yang utama adalah perubahan kepribadian, depresi, meingkatnya impulsivitas, dan meningktanya agresi. 1,6

Pengobatan

Pengobatan gangguankognitif danperilaku pada pasien trauma kepala pada dasarnya adalah sama dengan pendekatan pengobatan yang digunakan pada pasien lain dengna gejala tersebut. Pasien trauma kepala mungkinrentan terhadp efek samping yang berhubungan dengan obatnpsikotropik, sehingga obat harus diberikan dalam dosis rendah. Antidepresan standar dapat digunakan untuk mengobati depresi, baik antikonvulsan maupun antipsikotik dapat digunakan untuk mengobati agresi dan impulsivitas.

5. Gangguan Demielinisasi

Gangguan demielinisasi yang utama adalah skelrosis multiple, gangguan lainnya adalah skelrosis lateral amiotropik.

Skelrosis multiple

Skelrosis multiple ditandai dengan episode gejala yang multiple. Secara patofisiologi berhubungan dengan lesi multifocal di subsansia alba di sistim saraf pusat. Gejala neuropsikiatrik dibagi atas gejala kognitif dan gejala perilaku. Pasien dengan sclerosis multiple menunjukkan adanya penurunan kecerdasa, dan daya ingat. Gejala prilaku yang timbul adalah euphoria, depresi, dan perubahan kepribadian. Psikosis adalah komplikasi yang jarang pada pasien dengan sclerosis multiple. Namun, depresi sering terjadi. Factor risiko untuk bunuh diri adalah pasda pasien jenis kelamin laki-laki, dengan onset sclerosis multiple sebelum usia 30 tahun. 1,6

6. Penyakit Infeksi

Ensefalitis Herpes Simpleks

Ensefalitis herpes simpleks adalahjenis ensefalitis fokal yang paling sering terjadi, penyakit ini paling sering mengenai lobus fronalis dan temporalis. Gejala sering berupa anosmia, halusinasi olfaktoris, dan gustatoris, perubahan kepribadian dan dan juga prilaku yang aneh.

Ensefalitis Rabies

Pada pasien denga penyakit ini, dpat muncull gejala kegelisahan, overaktivitas, dan agitasi. Hidrofobia dapat terjadi akibat spasme laryngeal da diafgramatik yang dialami pasien.

Neurosifilis

Penyakit ini bisanya mengenai lobus frontalis, sehingga menyebabkan perubahan kepribadian, perkembangan gangguan pertimbangan, irirtabilitas, dan penurunan perawatan untuk diri sendiri. Dapat terjadi waham kebesaran, demensia dan tremor.

Meningitis Kronis

Meningitis kronis juga sering ditemukan. Gejala yan gbaisanya timbul adalah nyeri kepala, gangguan daya ingat, konfusi dan demam.

7. Gangguan Kekebalan

Gangguan kekeblan utama yang mengenai masyarakat pada umumnya adalah Lupus Eritematosus Sistemik (LES)

Lupus eritematosus sistemik adalah suat penyakti autoimun yang melibatkan peradanan pada berbagai system organ. Gejala neuropsikiatrik utama adalah depresi, insomnia, labilitas emosional, kegelisahan, dan konfusi.

8. Gangguan Endokrin

Gangguan Tiroid

Hipertioridisme ditandai oleh konfuusi, kecemasan, dan sindrom depresif teragitas. Pasien juga mengeluh mudah lelah, insomnia, penurunan berat badan, gemetan, palpitasi. Gejalapsikiatrik yang serius adalah munculnya gangguan daya ingat, orientasi, dan pertimbangan, kegembiraan manik, waham dan halusinasi. 1,6

Gangguan Paratiroid

Disfungsi kelenjar paratiroid menhasilkan regulasi abnormal pada metabolism kalsium, sekresi hormone paratiroid yang berlebihan menyebabkan hiperkalsemia, yang emnyebabkan delirium,, perubahan kepribadian, dan apati. Eksitabilitas neuromuscular yang tergantung pada konsentrasi ion kalsium yang tepat adalah menurun dan dapat terjadi kelemahan otot. Hipokalsemia dapat menyebabkan gejala neuropsikiatrik berupa delirium dan perubahan kepribadian. 1,6

Gangguan Adrenal

Gangguan adrenal dpat menyebabkan perubahan sekresi normal hormone-hormon dari korteks adrenal dan menyebabkan perubahan neurologis dan psikologis yang bermakna. Pasien dengan insufisiensi adrenokortikal kronis sering menunjukkan gejala mental ringan, seoerti apati, mudah lelah, iritabilitas, dan depresi. Jumlah kortisol yang berlebihan yang diproduksi secera endogen oleh suatu tumor menyebabkan ganggau mood sekunder, sindromdepresi teragitasi dan kadang bunuh diri. Penurunan konsentrasi dan dan deficit daya ingat juga mungkin ditemukan. Pemberian kortikosteroid eksogen dosis tinggi biasanya menyebabkan ganggaun mood sekunder yang mirip dengan mania. Jika terapi steroid dihentikan dapat muncul depresi berat. 1,6

9. Gangguan Metabolisme

Ensefalopati metabolic adalah penyebab disfungsi organic yang sering dapat menyebabkan perubahan proses menal, perilaku, dan fungsi neurologis. Diagnosis harus dipertimbangkan bila terjadi perubahan perilaku, pikiran dan kesadaran yang baru saja dan cepat. Tanda yang paling awal kemungkinan adalah gangguan daya ingat, dan gangguan orientasi. 1,6

Ensefalopati Hepatik

Gagal hati berat dapat menyebabkan ensefalopati hepatic, yang ditandai dengan perubahan kesadaran, asteriksis, hiperventilasi dan kelainan EEG. Perubahan kesdaran dapat terntang dari apati sampai mengantuk hingga koma. Gejala psikiatrik yang berhubungan adalah perubahan daya ingat, keterampilan intelektual umum dan pada kepribadian. 1,6

Ensefalopati Uremik

Gagal ginjal sering disertai dengn perubahan daya ingat, orientasi dan kesadran. Gejala neuropsikiatrik cenrung reversible.

Ensefalopati hipoglikemik

Ensefalopati hipoglikemik dapat disebabkan oleh produksi insulin endogen yang berlebihan maupun pemberian insulin eksogen yang berlebihan. Dengan perkembangan gangguan, disorientasi, konfusi dan halusinsi dapat terjadi juga gejala neurologis lainnya.

Ketoasidosis Metabolik

Pasien ini mempunyai peningktan kemungkinna terjadinya demensia kronis dengan arteriosclerosis menyeluruh.

10. Gangguan Nutrisional

Defisiensi Niasin

Gejala neuropsikiatrik yang mungkin timbul adalah apati, iritabilitas, insomnia, depresi, dan delirium.

Defisiensi Tiamin

Gejala neuropsikiatrik yang timbul berupa apati, depresi, iritabilitas, kegelisahan, dan konsentrasi yang buruk.

Defisiensi kobalamin

Perubahan mental yang dapat muncul berupa apati, depresi, iritablitas dan kemurungan sering ditemukan.

BAB IV

KESIMPULAN

Gangguan otak organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat suatu patologi yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak. penyakit cerebrovaskuler, intoksifikasi obat).1,2,3 Sedangkan gangguan fungsional adalah gangguan otak dimana tidak ada dasar organik yang dapat diterima secara umum (contohnya Skizofrenia. Depresi).

Gangguan mental organic diantaranya adalah delirium, demensia, dan gangguan amnestic serta gangguan kognitif lainnya dan gangguan mental karena kondisi medis umum.

Diperlukan pemeriksaan yang cermat untuk menentukan diagnosis pasien dengan gangguan mental organik ini, sebab underlying diseases yang dibahas di sini memiliki fokus-fokus tertentu di otak yang mengakibatkan timbulnya gejala neuropsikiatrik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak Psikiatri Klinis, Edisi ketujuh, Jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 2010. hal 481-570.

2. Ingram.I.M, Timbury.G.C, Mowbray.R.M, Catatan Kuliah Psikiatri, Edisi keenam, cetakan ke dua, Penerbit Buku kedokteran, Jakarta 1995. hal 28-42.

3. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 1. Penerbit Media Aesculapsius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2008. hal 189-192.

4. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, Editor Dr, Rusdi Maslim. Jakarta 2003. hal 3-43.

5. Maramis. W.F, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan ke VI, Airlangga University Press, Surabaya 1992. hal 179-211.

6. Kaplan. H. I, Sadock B.J. Phsychiatry Text Book.

1