21
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi Politik ke Politik Komunikasi Effendi Gazali'.) Abstract There has been a shift on mode of analysing politics and mass media. Heaoily influenced by socio-psycological approach, media initially was treated as political mean to create particular effects. In the light of this kind of analysis lndonesia witnesses tight control of the state oaer the mass media. The analysis of the politics of the media, then increasingly attracting more attention. The shifting leads us to an interesting fact. Not only the media perform it function as image maker, the politicians also perform better through the politics of image creation. Kata-Kata Kunci: komunikasi politik; politik komunikasi; pengaruh media; kampanye pemilu. ') Efiendi Gazali adalah dosen Pasca Sarjana FISIP UI dan kandidat PhD pada University of Nijmegery Belanda. Pada saat tulisan ini disusury penulis sedang membangun model dan mengumpulkan data untuk analisis komunikasi politik dan politik komunikasi, guna penyelesaian disertasi. Terdapat dua model penting yang nantinya diharapkan dapat disumbangkan sebagai signifikansi teoretis disertasi tersebut. Pertama, Model Lapangan Komunikasi Politik yang Komprehensif (dengan memuat kedua unsur penting tadi: komunikasi politik dan politik komunikasi). Kedua, Model Performa Media, yang akan menggambarkan secara lebih rinci bagaimana pertemuan antara politik dan media, sebagai turunan atau kelanjutan dari model yang pertama. Disertasi penulis berjudul "Communication of Politics and Pofitics of Communication in Indonesia: A Study of Media Performance, Responsibility, and Accountability"; dengan dewan komisi disertasi, antara lairy Profesor Hamelink, Chief-Editor, The International lournal of Communication; dan dewan pengujr, antara lairu Profesor Denis McQuail. 53

Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946

Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74)

Interaksi Politik dan Media:Dari Komunikasi Politik ke Politik Komunikasi

Effendi Gazali'.)

Abstract

There has been a shift on mode of analysing politics and

mass media. Heaoily influenced by socio-psycologicalapproach, media initially was treated as political mean to

create particular effects. In the light of this kind of analysis

lndonesia witnesses tight control of the state oaer the mass

media. The analysis of the politics of the media, thenincreasingly attracting more attention. The shifting leads

us to an interesting fact. Not only the media perform it functionas image maker, the politicians also perform better throughthe politics of image creation.

Kata-Kata Kunci:komunikasi politik; politik komunikasi; pengaruh media;

kampanye pemilu.') Efiendi Gazali adalah dosen Pasca Sarjana FISIP UI dan kandidat PhD pada

University of Nijmegery Belanda. Pada saat tulisan ini disusury penulis sedangmembangun model dan mengumpulkan data untuk analisis komunikasi politikdan politik komunikasi, guna penyelesaian disertasi. Terdapat dua model pentingyang nantinya diharapkan dapat disumbangkan sebagai signifikansi teoretisdisertasi tersebut. Pertama, Model Lapangan Komunikasi Politik yangKomprehensif (dengan memuat kedua unsur penting tadi: komunikasi politik danpolitik komunikasi). Kedua, Model Performa Media, yang akan menggambarkansecara lebih rinci bagaimana pertemuan antara politik dan media, sebagai turunanatau kelanjutan dari model yang pertama. Disertasi penulis berjudul "Communicationof Politics and Pofitics of Communication in Indonesia: A Study of Media Performance,

Responsibility, and Accountability"; dengan dewan komisi disertasi, antara lairyProfesor Hamelink, Chief-Editor, The International lournal of Communication; dandewan pengujr, antara lairu Profesor Denis McQuail.

53

Page 2: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

lurnal llmu Sosial & llmu Politik, VoI. 8, No. 1-,luli 2004

Pengantar

Artikel ini secara umum mencoba menggambarkan bagaimanaperkembangan bidang kajian komunikasi politik di dunia danperkembangannya di Indonesia. Dari gambaran tersebut terlihat betapasignifikannya aspek pertemuan antara politik dengan media. Hal initerutama dapat langsung dirasakan dari iconpopuler komunikasi politikyang masih tetap bertahan hingga saat ini yakni riset-riset di seputarpengaruh media terhadap sikap, opini, dan keyakinan individumengenai proses-proses politik yang dipahami sebagai kompetisi antarakelompok kepentirg* terhadap sumber daya yang terbatas (utamanyakekuasaan dan legitimasinya), secara amat khusus dalam masakampanye pemilu. Para pakar komunikasi politik dunia dalam analisiskontemplatifnya tentang masa depan bidang ini kemudian mulaimengingatkan mendesak yu kajian-kajian tentang politik komunikasiyakni mengenai hak warga negara untuk menjadi pengelola informasiyang aktif dan mandiri. Prinsip-prinsip penting dalam politikkomunikasi antara lain terdapatnya variasi jenis media, keterbukaandan keberagaman kepemilikan media, serta kandungan isi media yangberaneka ragam pula. Uniknya bangsa Indonesia sesungguktnya sudahlebih dulu mengalami persoalan dengan politik komunikasi ini,khususnya mengenai penindasan terhadap akses dan kebebasan persdengan berbagai mekanisme oleh penguasa sejak zaman penjajahanBelanda. Pada bagian akhir, sebagai bahan diskusi diajukan bagaimanaakibat atau implikasi dari kurang berkembangnya komunikasi politikdan politik komunikasi di Indonesia tersebut pada pemilihan umumlangsun g 200a.

Sejarah Perkembangan Komunikasi PolitikPerkembangan komunikasi politik sebagai bidang kajian dapat

dilihat jauh ke belakang sampai ke riset-riset awal dalam bidangkomunikasi massa (Chaffee & Hochheimer, 1985). Menurut Ryfe (2001:408), dari komitmen-komitmen metodologis dan teoretis yang terdapatpada riset-riset awal itulatu sebuah posisi bagi komunikasi politik dalamsejarah keilmuan dikembangkan. Selanjutnya, komitmen-komitmenini dibentuk lagi terutama oleh tiga disiplin ilmu berikut: psikologi sosial,ilmu politi( dan komunikasi massa.

54

Page 3: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

Effendi Gazali, lntralcsi Politik dan Media:Dari Komuniknsi Politik ke Politik Komunikasi

Dari ketiga disiplin tersebut, mungkin psikologi sosial yangmemiliki pengaruh paling mendalam terhadap komunikasi politik. Daridisiplin psikologi sosiallatu komunikasi politik mewarisi ketertarikanuntuk menyelidiki sikap-sikap, opini-opini, serta keyakinan-keyakinan(attitudes, opinions, and beliefs). Psikologi sosial sendiri muncul sebagaisebuah lapangan studi pada awal 1900-aru tetapi pada sekitar 7920-anperspektif dasarnya telah digunakan oleh sejumlah ilmuwankomunikasi (Delia, 1987:39). Empat ahli utama (the four great men)dari riset-riset komunikasi awal semuanya dilatih dalam tradisi psikologisosial (lihat Berelsory 1959). Karena itu tidaklah mengherankan bahwastudi-stucii awal komunikasi politik, mulai dari analisis Lasswell tentang

ProPaganda politik (1927) sampai studi Cantril & Allport tentangpersuasi (1935) jtga ke Teori Opini Publik oleh Walter Lippman (1922)semuanya sangat terpengaruh oleh psikologi sosial. Karena ketertarikanutama dari psikologi sosial terhadap sikap-sikap individu yangumumnya dikombinasikan dengan minat serius untuk mendapatkanpengukuran yang akurat dan eksperimen-eksperimen, maka surveidan eksperimen telah menjadi dua instrumen yang paling umum dalampengumpulan data untuk komunikasi politik hingga dewasa ini.

Dari ilmu politik, bidang komunikasi politik memperoleh banyakpengaruh yang kemudian mengantarkannya pada beberapa periodekhusus dalam kehidupan politik riil yang selalu dikaitkan dengankomunikasi politik. Pengaruh itu berawal dari para ilmuwan politik diabad ke-20 yang mulai melihat politik sebagai kompetisi (persaingan)kelompok untuk mendapat sumber-sumber yang langka. Pandanganini pertama diperkenalkan oleh Bentley (190811967). Melaluipengamatannya yang teliti terhadap Politik Chicago, Bentlevmenyimpulkan bahwa esensi dari politik adalah aksi dari kelompok-kelompok. Bentley mendefinisikan kelompok-kelompok berdasarkepentingan-kepentingan mereka. Dengan demikian Bentleymemandang politik sebagai sebuah proses interaksi antara kelompok-kelompok kepentingan; dan cara pandang ini menjadi tersebar luas diantara kelompok "postwar political scientists" (kelompok ilmuwan pascaperang dunia kedua; lihat lagi Ryfe 2001:409), khususnya dalam ModelPluralis yang dikembangkan oleh iJmuwan politik seperti David Truman(7951'.17962) dan Robert Dahl (1956). Dalam perjalanan selanjutnya daripendekatan kompetisi atau persaingan antara kelompok-kelompok

55

Page 4: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

lurnal llmu Sosial I Ilmu Politik, VoI. 8, No. 1, luli 2004

kepentingan tadi, muncullah sebuah parameter penting bagi risetkomunikasi politik seperti dapat terbaca dari proposisi bahwakomunikasi dalam kampanye pemilihan umum meruPakan kasus-kasus paradigmatis dari lapangan ilmu komunikasi politik (lihat karya-karya Swanson & Nimmo, 1990, juga Denton & Woodward, 7998;

Stuckey, 1996).

Pengaruh besar ketiga untuk pengembangan ilmu komunikasipolitik datang dari riset-riset komunikasi mass a, yangmewariskan pada

bidang komunikasi politik kata-kata "damPak" dan "pengaruh". Ketikapara analis komunikasi politik meneliti tentang peranan dari mediamassa dalam kehidupan politik, mereka secara tipikal mengajukanpertanyaan-pertanyaan riset yang mencoba mengukur "pengaruh-pengaruh" dari media massa (untuk ringkasan dari teori-teori jenis inilihat McQuail,7994). Orientasi pengukuran "dampak" dan "pengaruh"ini tentu saja sangat sejalan dengan pendekatan "Behaaiorist" (yangmengukur sikap, opini, dan keyakinan) pada komunikasi politik yangsudah tumbuh dengan subur (Ryfe, 2007:410). Teori-teori komunikasipolitik yang penting dan memiliki kiprah yang panjang, mulai dari"Two-Step FIow" sampai ke "Agenda-Setting", lalu "Framing" dan"Priming", memiliki akar pada bahasa-bahasa "pengaruh" tadi.

Tentu saja dalam perkembangan disiplin komunikasi politik, adajrgu ilmuwan-ilmuwan lain yang menggunakan pendekatan berbeda,

seperti mereka yang menggunakan aneka Teori Kritikal dan Kulturalyang telah mencoba menantang pernyataan bahwa fokus darikomunikasi politik adalah komuniliasi pada masa-masa kamPanye(saja), contohnya Fiske, (1'996); Gitlin, (1980); Hartley, (1992); dan Miller,(1993). Banyak j.tgu riset dalam literatur kontemporer memperlihatkanrespon terhadap tren-tren tersebut, dengan cara dimulai daripemeriksaan "dampak" dan "pengaruh" tetapi kemudian merekamengembangkan analisisnya dengan juga memakai arah teori-teori tadi(Teori-Teori Kritikal, Kultural, dll; lihat antara lain Hart & Shaw 2001).

Singkatnya, dalam penelusuran yang cukup komprehensifdilakukan Ryfe (2001 tersebut), iu percaya bahwa riset-riset awalpsikologi sosial, ilmu politik, dan komunikasi massa menyediakansederetan istilah yang tetap menandai batasan-batasan dari lapangankomunikasi politik, yakni " sikap" , " opini" , "keyakinan" , "politik sebagai

56

Page 5: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

Effendi Gazali,lnteralcsi Politik dan Medin:Dari Komunilusi Politikke Politik Komuniknsi

sebuah proses", dan "pengaruh media". Dalam interaksinya safu samalain, istilah-istilah ini juga terus menginspirasi munculnya agenda-agenda riset yang mencari dan mengukur pengaruh media terhadapsikap-sikap, opini-opini, keyakinan-keyakinary dalam proses potitik,yang berjalan dalam sebuah persaingan yang dinamis terhadap sumber-sumber (kekuasaan dan bawaannya) yang langk4 terutama pada masa-masa kampanye pemilihan umum. Tentu saja Ryfe mengakui bahwabatasan-batasan tadi, pada kenyataahya, lebih fleksibel bukannya suatupagar-pagar absolut.

Sebagai contoh, para analis komunikasi politik dewasa ini mulaimengembangkan studi mereka, tidak hanya terhadap opini-opini dariindividu terhadap aneka proses politik, tetapi jrge pada aksi-aksiindividu. Demikian pula, bentuk-bentuk media yang tidak secara tipikaldianggap sebagai bagian dari riset-riset komunikasi politik, seperti filmdan lagu-lagu, pertunjukan atau program TV dan radio, bahkan jr.rgu

rumor, mesti dilihat pula sebagai ekspresi penting dari komunikasipolitik (lihat karya menarik Hidayat, 2002). Bahkan lebih jauh lagi, apayang dulunya secara tipikal dipahami sebagai "sebuah permainanstrategi" (a game of strategy) saat aktor-aktor individu mencoba untukmemaksimalkan apa yang mereka ingin peroleh dapat pula dilihatsebagai sebuah peniruan-peniruan ritual, praktek-praktek, danperforma-performa (yang berulang). Dengan pendekatan-pendekatanbaru ini, ilmu komunikasi politik akan menghilangkan selubungnyasebagai sesuatu yang tidak terelakk an (ineoitability) dan berlangsungterus tanpa ada kerangka waktunya (timelessness). Dengan begitukomunikasi politik dapat membuat penjelasan-penjelasan di dalam dansekitar pemerintahan yang sifatnya lebih terbuka (mau memperhatikan)perbandingan sejarah, mempertentangkan keadaan-keadaan diberbagai waktu yang berbeda, serta pencarian-pencarian lainnya lebihjauh.

Komunikasi Politik di Indonesia

Disiplin komunikasi politik di Indonesia, paling tidak sampai saatfulisan ini dibuat, masih seperti "barang baru" yang masih perlu terusdiperkenalkan. Tidaklah mengherankan jika belum terdapat data yangmemadai tentang riset-riset komunikasi politik yang sudah pernahdilakukan di Indonesia. Pertama, baik ilmuwan komunikasi maupun

57

Page 6: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

lurnal llmu Sosinl €t IImu Politik, VoL 8, No. 1-,luli 2004

ilmu politik di Indonesia sampai sekarang masih berjuang untukmendirikan pagar-pagar ilmu masing-masing berikut metode-metodehya, dalam uPaya mendapatkan pengakuan yang lebihsignifikan sebagai lapangan-lapangan studi. Mereka jtgu telah lama

berupaya keras untuk mendirikan departemen-departemen ilmukomunikasi maupun ilrnu politik, umumnya dalam fakultas-fakultasilmu-ilmu sosial dan ilmu potitik. Sebagai contoh, dari 48 universitasnegeri utama di Indonesia yang berpartisipasi dalam ujian masuknasional di tahun 2003, hanya 13 universitas yang memiliki programS-1 (Sarjana 1) ilmu komunikasi, dibandingkan dengan 39 program S-1

untuk bidang manajemen dan 20 untuk sosiologi (PPSPMB, 2003). Darid.alam masing-masing ilmu ini, komunikasi mauPun politik, cukup

terasa kekurangan sumber daya manusia yang mamPu mengejarkemajuan-kemajuan yang begitu cepat dalam bidang-bidang ilmutersebut, termasuk minat-minat riset baru dan divisi-divisi baru yangmuncul pada level internasional.

Hal kedua yarrg memperlambat perkembangan ilmu komunikasisebagai bidang kajian akademis di Indonesia adalah kenyataan bahwa

padi media populer atau dalam sirkulasi pembahasan yang tidakikude*is, masyarakat Indonesia sering sekali mencampur-adukkanmasalah-masalah atau analisis simpel dari aspek-aspek yang terkaitdengan persoalan komunikasi (mana saja) dalam praktek-praktekpolitik dengan analisis komunikasi politik sebagai bagian dari kegiatanakademis yang memiliki metode dan standar tertentu (untukpenggambaran yang lebih lengkap, lihat Dahlan, 1990).

HaI ketiga yarlg j.tgu mempengaruhi perkembangan bidangkomunikasi politik sebagai kajian akademis di Indonesia adalah belumbertumbuhnya tradisi pengkajian multi-disiplin yang menyediakanforum bersama antara ilmuwan-ilmuwan komunikasi dan politik. DiAmerika Serikat misalnya, sejak tahun 1970-an, telah terbentuk DivisiKomunikasi Politik dalam Int ernational Communication Asso ciation (ICA)yang kemudian diikuti dengan pendirian divisi yang sEuna dalam American

Political Science Association (APSA). Dengan pembentukan forum-forumsemacam ini dan interaksi antara ilmuwan dari kedua bidang utamatersebut, ditambah dengan partisipasi dari ilmuwan multi-disiplinlainnya, komunikasi politik telah menjadi sebuah area studi yangkoheren (solid). Tidak demikian halnya dengan Indonesia. Baik ISKI

58

Page 7: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

Effendi Gazali, Interal<si Politik dan Media:Dai Komunitasi Potitik ke Politik Komunikasi

(Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia) serta jrg" AIPI (Asosiasi IlmuPolitik Indonesia) belum memiliki divisi khusus yang didedikasikanuntuk mengeksplorasi dan mengembangkan komunikasi politik.

Persoal an keempat merupakan sebuah konteks khusus bagikomunikasi politik di Indonesia. Sejarah Indonesia ditandai penindasanyang luar biasa terhadap kebebasan pers atau kebebasan bermedia.Menurut edukator media dan penulis Atmakusumah Astraatmadja(1'998, dikutip dalam Basorie , 2001), sejak dari koran pertamaditerbitkan di Indonesia pada pertengahan abad ke-18 sampai 1,998(saat Atmakusumah menyampaikan pendapatnya), tidak pernahterdapat sebuah periode yang cukup berarti (panjangnya) yang bebasdari tekanan-tekanan pemerintah atau penindasan terhadap pers.Barangkali periode antara 1950 sampai L957 merupakan sebuahPengecualian. Pada saat ifu, Indonesia yang baru merdeka pasca perangdunia kedua memiliki pemerintahan yang dipimpin oleh perdanamenteri, yang umumnya berlangsung hanya sekitar dua tahury ataubahkan cuma bulanan saja lamanya. Akan tetapi pada saat itukebanyakan media bersikap partisan atau merupakan penyambunglidah partai-partai politik. Tentu saja masih terdapat sejumlah kecilkoran-koran yang tidak partisan. Koran Indonesia Raya secara khusussering sekali mengekspos korupsi dan kesalahan-kesalahanpemerintahan di bawah perdana menteri mana pun pada masa itu.

Pada tahun 1957, Presiden pertama Indonesia, soekarno,menghadapi beberapa pemberontakan separatis, khususnya diSumatera Barat dan Sulawesi Utara. Karena ifu ia mendeklarasikanhukum darurat. Pada tahun 1957 itu saja, pemerintah melakukan 125tindakan penindasan terhadap pers, termasuk interogasi-interogasiterhadap wartawan peringatan-peringatary penahanan dan penutupankoran-koran (Smith, 1983). Koran Indonesia Raya akhirnyl dilaringpenerbitannya pada 1958.

Dua tahun kemudian, Soekarno memaksa pengelola koran-korandan majalah untuk menyetujui serta menandatangan i 79 poindukungan terhadap program-program pemerintahannya. Jika tidak,penerbitan tersebut akan ditutup. Pernyataan-pernyataan itu bunyinyapersis seperti sebuah sumpah kesetiaan. Poin pertamanya, ambil contoh,pers harus mematuhi petunjuk-petunjuk yang dikeluarkan oleh

59

Page 8: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

lurnal llmu Sosial & llmu Politik, Vol. 8, No. 1, luli 2004

pemerintah mengenai publikasi. Poin 8 menuntut pers untuk menjadipendukung dan pembela dari "Demokrasi Terpimpin" (SurjomihardiO1e80).

Setelah Peristiwa 30 Septemb er L965, yang sering dikaitkandengan gerakan kudeta dari Partai Komunis Indonesia (PKI) - yang

sampai suku.ur,g belum jelas betul pemaparan sejarahnya - terbukalahjalan butr militei untuk sampai ke istana kepresidenan Indonesia. Tahun'1966

Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto. Salah satu

peninggalan Soekarno adalah Undang-Undang (pertama) tentang Pers

iu.g ia tandatangani pada tahun 7966. Menurut Pasal 8 dari undang-

undang ini, medL cetlk tidaktah membutuhkan sebuah izin sebelum

memulai operasinya. Namun pada prakteknya surat kabar mauPun

majalah membutuhkan apa yang dinamakan Surat Izin Terbit (SIT)

serta SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).

Era Presiden Soeharto yang selalu dikaitkan dengan Rezim Orde

Baru-nya sejak 1966 hingga Mei 1998, memperlakukan Pers di seluruh

penjuru negeri sebagai perangkat ideologis negara (Ideological State

Apparatu.s=ISA). Dengan itu, Rezim Orde Baru melakukan mekanisme

kontrol yang sangal efektif di dalam hampir seluruh aspek darikehiduputt pe.s. Hidayat dan kawan-kawan (2000: 6), meringkasdengan sistematis mekanisme-mekanisme kontrol tersebut sebagai

berikut:1. Melakukan kontrol preventif dan korektif terhadap pemilikan

institusi media, melalui Surat Izin Terbit (SIT) dan Surat Izin Usaha

Penerbitan Pers (SIUPP); kedua izin ini terutama dikeluarkan atas

dasar kriteria-kriteria politik.

2. Melakukan kontrol terhadap individu dan praktisi profesional(wartawan) melalui mekanisme seleksi dan regulasi, sepertikeharusan bagi wartawan untuk masuk sebagai anggota dari satu-

satunya organisasi wartawan yang diizinkan berdiri pada waktuitu, keharusan bagi Para pimpinan redaksi untuk mengikutipenataran tentang Pancasila sebagai ideologi negartu yang padadasarnya merupakan sebuah uPaya indoktrinasi.

3. Melakukan kontrol melalui penunjukan individu yang dirasa tepatuntuk posisi-posisi tertentu pada media yang dimiliki pemerintah(seperti TVRI dan RRI).

60

Page 9: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

4.

Effendi Gazali,Interaki Politik dan Media:Dari Komunilusi Politiklce Politik Komunilusi

Melakukan konhol terhadap produksi teks berita (baik untuk isimaupun formatnya) melalui berbagai mekanisme, termasukmisalnya "budaya telpon" ke ruang-ruang redaksi media unfukmemperingatkan agar media tidak menyiarkan kejadian-kejadiantertentu yang dianggap bisa mengganggu citra pemerintah.

Melakukan kontrol terhadap sumber daya, misalnya monopolisuplai kertas.

Melakukan kontrol terhadap akses kepada pers, misalnya, denganmelarang liputan pers atas tokoh-tokoh yang dianggap kritisterhadap pemerintah.

Secara umum kontrol yang sistematis ini tidak hanya berlakuterhadap media cetak, tetapi jrgu terhadap televisi dan radio. Di luarsejarah panjang monopoli TVRI sejak 1962 hingga 1989, kepemilikanstasiun-stasiun televisi baru di Indonesia pada masa Soeharto terutamaterkait dengan sejauh mana kedekatan mereka dengan KeluargaSoeharto (ataupun Keluarga Cendana) maupun kroni-kroni bisnisterdekatnya atau jtgu kalangan di dalam Golongan Karya, mesin politikutama Rezim Orde Baru. Demikian pula dengan kepemilikan stasiun-stasiun radio yang sekalipun relatif lebih dulu terbuka bagi kalanganswasta, tetap saja kepemilikan itu dipastikan berada di tangan pihak-pihak yang dekat dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah,anggota dan simpatisan Golongan Karya, atau pendek kata, merekayang telah berjanji loyal pada pemerintah daerah dan Kantor WilayahDepartemen Penerangan di daerah tersebut (selain dari analisis Hid ayatdkk., 2000, untuk sejarah pers di Indonesi,a, lihat jrgu Surjomihardjo,2002; sedangkan untuk kontrol terhadap televisi di masa Orde Baruantara lain d'Haenens dkk, 1999 & 2000; mengenai kontrol terhadapradio dan koran di daerah-daerah lihat Gazal|2002a).

Serangkaian tindakan penindasan terhadap pers selama MasaOrde Baru, antara lain terlihit nyata pada pembreidelan 13 koran danmajalah tahun 7974, penutup art 7 koran |akarta dan 7 koran kampuspada 7978, serta beberapa pembreidelan lain di tahun 7987 (lurnalEkuin), 1986 (Sinar Harapan), dan 1994 (Tempo, deTik, Editor).

5.

6.

6T

Page 10: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

lurnal llmu Sosinl & Ilmu Politik, Vol. 8, No. 1, luli 2004

Politik Komunikasi

Sejarah penindasan kebebasan pers sebenarnya juga merupakanpersoalan dalam pengembangan ilmu komunikasi politik di tingkatinternasional. Hal ini dengan baik digambarkan oleh Chaffee (2001),

sebagai berikut:

Hout slnuld u)e enceiae of the mbsion of this f"ld as TDe nntentplate

its future? While questions of political content and direction willalways be important, the directions in which the most inaentiue

ffirts are needed haae to do more with tlrc politiu of nmmunication

than with the communication of politics. As Lasswell might phrase

the issue: INho gets to say what to whom? QLil.

Dalam bahasa Mutz (200L), politik komunikasi terkait dengan

upaya menjadikan warganegara sebagai pengelola informasi yang aktifdin mandiri, yangsebelumnya dalam bahasa Jakubowicz (1993) disebut

sebagai "Senceit)er", gabungan dari "sender" sekaligts.s "receiuer"(pengirim dan penerima pesan). Tentunya kedua cara penggambaran

politik komunikasi ini tak dapat dilepaskan dari gagasan Habermas

tentang sebuah "public sphere", ruang publik yang lepas dari tekanan

kekuatan dominary terutama dari tekanan istana (pemerintah) dan Pasar(kapitat), sehingga dapat terjadi sebuah interaksi komunikasi yang bebas

dan (relatif) rasional (lihat Habermas, 7993 e. D96). Konsep "publicsphere" ini dapat lebih terjamin atau lebih terbuka peluangperwujudannya jika ditegakkan prinsip-prinsip "aariety of media"

(terdapatnya variasi jenis media) dengan " diaersity in media ownership"

(keterbukaan dan keberagaman kepemilikan media) serta "plurality ofcontents" (kandungan atau isi media yang beraneka ragam pula).

Jika kita kembali melirik perkembangannya di Indonesia, analisispolitik komunikasi dapat disebut sebagai sebuah "lompatan", karenasesungguhnya untuk bidang komunikasi politik saja (yu.g umumnyaberisi berbagai analisis tentang pengaruh media terhadap sikap, opini,dan keyakinan politik, dalam proses-proses politi( utamanya pada masa

kampanye pemilu), kita baru saja mulai bersentuhan atau belum ikutterlibat secara memadai jika dibandingkan dengan perkembangannyadi level intemasional. Akan tetapi sekali lagi, persoalan di Indonesiamenjadi begitu unik, karena ternyata untuk persoalan politikkomunikasi ini, bangsa Indonesia -seperti diuraikan di atas- sudah kaya

62

Page 11: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

Efendi Gazali,Interal<si Politik dan Media:Dari Komunilusi Potitikke politik Ibmuniknsi

sekali akan pengalaman, berupa penindasan terhadap media ataukebebasan Pers. Hanya sai4 ilmuwan komunikasi di Indonesia belummenggunakan kata "politik komunikasi" untuk berbagai mekanismekontrol terhadap media dan aktivitas komunikasi yang sistematis danefektif pada prakteknya itu.

Indonesia kini seperti memerlukan dua arah atau lompatansekaligus dalam mengejar ketertinggalannya di bidang komunikasipolitik. Pertama, meningkatkan minat terhadap lajian-kajiankomunikasi politik yang terlanjur sudah dianggap iebagai icon daribidang ini. Kedua, memperhatikan politik komunikisi, berupabagaimana menganalisis hak dan kesempatan warga negara dalimmenjadi pengelola informasinya secara aktif dan mandiri- Tentu sajabersamaan dengan kajian-kajian hak dan kesempatan ini, di berbagainegara lain para ilmuwan komunikasi sedang gencar pula melakukinkajian terhadap "media responsibility" dan "media- accountability"(tanggung jawab dan akuntabilitas media; lihat antara lain McQujil,2003).

Persoalan politik komunikasi ini sudah selayaknya menjadi pusatperhatian pada "Masa Reformasi" di Indonesia (sekiranya istilih inidisepakati eksistensinya maupun penggunaannya, mengacu pada masasesudah jatuhnya soeharto lewat apa yang disebut "Revolusi Mei" 199g).Warga negara dan profesional media, bahkan jrgu kalangan bisnis yangtertarik pada industri media, tentu saja menginginkan dibebaskunnyisistem kontrol terhadap kepemilikan maupun terhadap isi media.Kebebasan ini ditandai dengan meningkatnya secara mengejutkanjumlah media di Indonesia sejak jatuhnya Soeharto. Jumlah media cetaknaik dari 300 menjadi sekitar 1000, demikian pula radio dari 700 stasiunmenjadi 1000 (Mangahas dalam Johannen dan Gomez, 2001: 125); dimasa Presiden Habibie, 10 stasiun televisi komersial baru diberikanizin mengudara. Pada masa Habibie pula lahirlah Undang-undang No.4717999 tentang Pers yang jauh lebih menjamin kebebasan-persdibandingkan berbagai undang-undang dan peraturan sebelu-^yu.D{uT undang-undang ini tidak diperlukan ligi izin penerbitan uiutistilah Iain terhadap jenis izin ini; pemerintah pun sudair tidak bisa lagimelakukan breidel, bahkan terdapat ancaman penjara selama dua tahunbagi siapa saja yang secara melawan hukum melakukan tindakanmenghalang-halangi kerja pers.

63

Page 12: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

lurnal llmu Sosial B llmu Politik, VoL 8, No. 7,luli 2004

|ika kebebasan lebih besar terhadap kepemilikan mediadibicarakan sekaligus bersama dengan analisis isi media, makaterlihatlah kecenderungan yang terprediksi bahwa negara yangmengalami transisi politik seperti Indonesia terperangkap dalam apa

yang dinamakan Bagdikian (1997:248) sebagai "the fallacy of the Two-

Model Choice" (kepalsuan atau perangkap "Dua Pilihan Saja"). Intinya,seakan-akan masyarakat hanya dapat memilih di antara 2 sistem me-

dia yakni (1) sistem yang dikontrol sepenuhnya atau hampir seluruhnyaoleh negara (authoritarian system), dan (2) sistem yang relatif sama sekali

bebas dan tidak dikontrol oleh negara atau oleh masyarakat (librtariansystem). Tentu saja pilihan kedua umumnya terasa jauh lebih kreatifdan jauh lebih menghibur dibandingkan pilihan pertam4 misalnya pada

era di Indonesia hanya terdapat TVRI saja. Perangkap "Dua Pilihan Saia"

tersebut sebetulnya menafikan pilihan altematif lainnya, yang palingtidak harus dipandang dan dibicarakan bersama-sama dengan pilihankedua tadi. Pilihan alternatif itu adalah Lembaga Penyiaran Publik danLembaga Penyiaran Komunitas, atau jtgu media komunitas lairu yangdi sana-sini mendapat dukungan dari dana publik atau dana komunitas,karena kebaikan-kebaikan dan manfaat yang dibawanya. Untukmemastikan bahwa stasiun TV atau radio itu benar-benar menjalankanprinsip penyiaran publik dan komunitas, diperlukan adanya sebuah

Dewan Supervisi atau Dewan Pengawas yang berisi wakil-wakil darimasyakarat (stakeholders) pada tingkatan publik atau komunitas tempatradio atau televisi tersebut berada (untuk pembahasan lebih jauh tentangPenyiaran Publik dan Komunitas, lihat Gazali 2002b; Gazali &Menavan g, 2002; Gazali, 2003; Gazali dkk., 2003 a; Gazali dkk, 2003b).

Pada masa pemerintahan Megawati, dengan perjuangan ciailsociety (kelompok-kelompok pemerhati hak publik dan kebebasan pers)dan sebagian dukungan di kalangan DP& telah disahkan dan berlakuUndang-Undang Nomor 3212002 tentang Penyiaran, yang mengakuikeberadaan Lembaga Penyiaran Publik dan Komunitas. UndanS-undang ini juga mengamanatkan berdirinya sebuah badan pengaturpenyiaran independen (independent regulatory body) bernama KomisiPenyiaran Indonesia; adanya institusi ini juga merupakan ciri utamadari politik komunikasi yang sehat dalam sebuah negara demokratis.

&

Page 13: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

Effendi Gazali, Interalcsi Politik dan Media:Dari Komunilusi politik tce politik Komunilasi

Politik Citra: Pemilu 2004

Di tengah perkembangan kajian komunikasi politik yang belumbegitu_ menggembirakan di Indonesia, masyarakaf dihadapkin padapemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung di tahu n)004,begitu jtgu pemilihan secara langsung anggota Dev,ian PerwakilanDaerah. Sebetulnya pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Pusatdan Daerah pun bisa disebutkan sebagai sebuah pemilihan langsung,namun pada masa transisi atau percobaan ini masih dicantumkanlambang-lambang partai pada kertas yang harus dicoblos oleh pemilih;bahkan urutan kandidat yang ditentukan oleh partai menjadi ju"h lebihpenting dalam hal seorlng kandidat tidak memperoleh suara yanglangsung sama atau melebihi BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) yakn-ijumlah suara yang dibutuhkan untuk meraih sebuah kursi pada daerahpemilihan tertentu.

Dari kajian komunikasi politik, tentu saja arena pemilihanlangsung presiden dan wakil presiden merupakan sesuatu yang jauhlebih menarik. Pada pemilihan ini akan dapat dipastikin tEi;aaipengeluTu., yang demikian besar dari masing-masing pasangar, .ulotuntuk iklan-iklan politik di berbagai media, khuiur.,yu t"levisi.Demikian pula terdapat dorongan dari berbagai pihak, termasuk dariKPU (Komisi Pemilihan umum), agar dilakukan debat langsung diantara Para Pasangan calon presiden dan wakil presiden. Pemilihanpresiden dan wakil presiden dijadwalkan berlangJung 5 Juli 2004; danjika belum terdapat pemenang langsung maka u[u.t diadakan putarankedua di antara dua peraih suara tertinggi pada 20 Septembei 2004.

S1*pai saat artikel ini ditulis, berbagai bagian dari fenomenaperkembangan komunikasi politik di Indonesia ying telah diuraikandi atas memperlihatkan akibat cukup r,yitu pada cara-caraberkamPanye Para calon presiden. Persoilan pertama adalah tidaktersedianya konsultan komunikasi politik yarrg memadai baik darikonteks kuantitas maupun kualitas bagi masing-masing kubu calonpresiden dan wakil presiden. Hal ini membuat liampir tiaak terdapatkandungan informasi yang berarti dalam iklan-iklut potiUk yang ,n"."kuPasang di berbagai media (penulis menyebutnya sebagai communicatiolutithout substance). Semua calon hanya bermain-main dengan simbol-simbol visual dan musik latar belakang serta "jingle-jiirgle,, yang

65

Page 14: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

lurnal llmu Sosial I IImu Politik, VoI. 8, No. L,luli 2004

memunculkan mereka sebagai orang yfri1baik atau dapat dipercaya.

Iklan-iklan jenis ini, yang tergolong pada kelompok beneaolent-leader

nppeals belum sama sekali memunculkan program kongkrit dan detail

yang akan dilakukan masing-masing calon jika mereka terpilih.beUatitnya pasangan Megawati dan Hasyim Muzadi memunculkanbegitu finyit at'tgku-angka keberhasilan mereka dalam sebuah iklan

potitit televisi, yang dapat membuat iklan tersebut menjadi begitu berlthan tidak mudih ri*pii ke memori terdekat calon masyarakat pemilih.

Karena pemasangan iklan-iklan politik yang dijalankan dalam

sebuah "puruig" individu Pasangan calon presiden dan wakil presiden

ini baru pertama kali dilakukan, maka mungkin saja penonton televisi

relatif *nduh diyakinkan atau mendapat kesan keliru bahwa aPa yang

disampaikan itu sudah mengandung program detail. Padahal, selain

pesannya masih sangat umum (seperti "memberi kredit murah pada

puru petani" atau "kesempatan naik haji bagi seluruh rakyat" tanpa

penjelasan lebih jauh bagaimana mungkin melaksanakan itu, apa

tantangannya, gambaran prosedur dll.), tidak ada satu iklan Pun yanq

berani keluar durtgun teknik memperbandingkan (contrasting political

adaertising) ya.g mlrupakan bentuk iklan politik yang dianggap paling

tinggi niiai informasinyu bagi publik. Hal yang sama_terjadi pada

peliksanaan debat antar-calon presiden dan wakil presiden yang PeI-iu*u kali diselenggarakan dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia.

Semua calon hanya memuji pencapaiannya atau menjanjikan sejumlah

program (memang sebagaimana karakter sebuah debat, cukup banyak

iambahan data diberikan oleh masing-masing Pasangan kandidat),namun tetap tidak ada yang berani memperbandingkan antara aPa yangdijanjikan kompetitornya dengan yang ingin dijanjikannya.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa tiba-tiba saja komunikasi

politik Indonesia mengalami sebuah lompatan lain ke dalam "politikiitra" (semata). Memang sejak tahun't94},politik citra telah merupakan

sebuah kajian penting dalam tataran praktik komunikasi politik diAmerika (lihat Schmuhl,7992). Tentu saja ini merupakan sebuah kajian

narasi historis, yangpada waktu ifu membahas pertarungan kamPanye

antara Martin Van Buren melawan William Henry Harrison.

Tulisan Boorstin (The Image, 1962) secara baik menggambarkanfenomena lahirnya para selebritis melalui pengaruh media yang

66

Page 15: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

Effendi Gaz.ali,Interaksi Potitik dan Media:Dari Komuniknsi Politiktce politik Komunilasi

gelciptakan "peristiwa-peristiwa bayangan" (pseudo-events).Halberstam (L979) mengutip ungkapan Presidet A*"rika SerikatLyndon Johnson tentang bagaimana luar biasanya pengaruh politik citramelalui media ini:

You guys. All you guys in the media, AU of politics has changedbecause of you. You'ue broken all the machines and the tiesbetween us in Congress and the city machines. You'ae giaen us anew kind of people.

Dalam khasanah komunikasi politik modern, para calon presidenatau posisi pejabat publik lain memang perlu melakukan suatu"re-styling of politics" yang meliputi proses "consumerism, celebrity andcynicism" (Corner & Pels, 2003). Artiny+ mau tidak mau mereka harusbekerjasama dengan pengaruh-pengaruh liberalisasi sistem rnedia yangmengedepankan kapital (dan karena itu orientasi utama media adalahPemasukan, antara lain melalui iklan-iklan politik). Kemudiary merekaharus terlibat demikian intens dalam pertarungan untuk menjadiselebriti melalui iklan-iklan politik itu, dan berbagai penampilan laindi media, utamanya televisi. Akhirnya, mereka harus mewaspadaitimbulnya sinisme karena begitu banyaknya perhatian akan citra danuPaya menjadi selebritis tadi, yang pada umumnya akan menafikan isiatau aspek informasi y*g dibutuhkan publik dari kampanye-kampanyetersebut. Padahal Waldman & Jamieson (dalam |amiesory 2001) denganielas menyatakan bahwa apa pun perkembangan atau tren yang terjadi,komunikasi politik dalam masa kampanye mestinya tetap saja diletakkanpada tujuan utamanya yakni memberikan informasi selengkapmungkin untuk publik, sehingga nantinya publik dapat melakukan"informed choice" (pilihan terhadap calon atau kebijakan politik tertentuberdasarkan pengetahuan atau informasi yang cukup mengenai tokohatau kebijakan tersebut).

Dikaitkan dengan aspek politik komunikasi, maka implikasi yangharus diperhatikan pada pemilu langsung di Indonesia 2004idalah tidakmeratanya akses Para calon kepada media, khususnya televisi, terutamakarena tidak semua calon memiliki jumlah dana yang relatif sama untukdibelanjakan sebagai iklan politi( khususnya di televisi. Apalagi jikaterdapat sebuah kedekatan khusus antara pengelola media dengancalontertentu, entah karena kedekatan psikologis dan hubungan pribadimaupun karena orientasi politik pemilik media.

67

Page 16: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

lurnal llmu Sosial t+ llmu Politik, VoL 8, No. 1, luli 2004

Pada sisi pengelola program media, khususnya TY, sekalipunmereka akan berusaha keras untuk tetap itgu mencoba menggali danmengekspos informasi-informasi yang dibutuhkan publik selama masa

kampanye, tetaplah terdapat keterbatasan pada jam tayang yang dapatdisediakan untuk program-Program sePerti itu yang mungkin tidakakan menghasilkan rating yang baik. Sejauh mungkin mereka akan

mencoba melakukan modifikasi agar terdapat kesan dramatis ataumunculnya isu-isu yang kontroversial dalam dialog-dialog tersebufsehingga tayangan tersebut tid.ak sungguh-sungguh dapat menjadisebuah tayangan yang terbuka lebar untuk pertukaran wacana dan detailjanji kampanye dalam suasana sejuk, dengan waktu panjang, dan dapat

pula melibatkan publik y*g relatif luas (selain para Pengamat politikyang jrgu sudah terkenal sebagai selebritis).

Format-format seperti itu lebih tepat muncul pada LembagaPenyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Komunitas, yang sayangnyahingga saat artikel ini disusun belum banyak terlihat memainkanperanan berarti ke arah tersebut. Salah satu keunggulan kedua jenis

lembaga penyiaran ini misalnya dalam format-format pertemuan wargakomunitas atau "multi-stakeholders" pada tingkat tertentu, lang lazimdisebut " town-hall meeting." TVRI dan RRI sebagai satu-satunyaLembaga Penyiaran Publik untuk jenis medium televisi dan radiobelum mampu melepaskan dirinya dari tradisi lama mereka, entahsebagai pihak yang serba ragu dalam bertindak karena takut dianggapsebagai media yang lebih banyak memberikan kesempatan pada calonpresiden yang sedang memerintah, maupun kekurangan inisiatif dankreativitas untuk membuka peluang diskusi atau dialog yang berbedadengan stasiun komersial. Keraguan yang sama terdapat jtgu di antarapengelola radio-radio komunitas, walau sesungguhnya mereka bisamenjadi medium yang lebih efisien dan efektif ke arah itu, baik dariaspek manajemen program dan skala bisnis (pada gilirannya juga soal

tuntutan pemasukan yang relatif kecil) maupun manajemen isu yanglangsung berkaitan dengan kepentingan pemilih pada tataran palingmendasar yakni komunitas tersebut.

Berdasarkan tanda-tanda awal dari kampanye yang bisa dilihatdi media sampai artikel ini disusun (|uni 2004), maka dapat diprediksibahwa yang akan memen€u:rgkan Pemilu 2004, adalah pasangan calonpresiden dan wakil presiden yang paling mampu mengangkat citranya

68

Page 17: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

Effendi Gazali, Interal<si Politik dan Medin:Dari Komunilusi Politiklcc Politik Komunikasi

(lepas dari soal kualitas isi pesan yang disampaikan selama kampanye),yang paling gemilang sebagai selebritis, dan memiliki kemampuansangat tinggi dalam membelanjakan uang untuk iklan politi( serta jrgumemiliki kedekatan dengan beberapa media tertentu, khususnyatelevisi. Dalam semua kriteria itu, pasangan Susilo Bambang Yudhoyonodan )usuf Kalla (yung sangat terkenal dalam kemasan citra bertitel: SBY-JK) jauh tebih berpeluang dibanding calon-calon lain. Kemenangan ituPun nantinya memerlukan analisis lebih jauh tentang pertemuan politikdan media di Indonesia.***

Daftar Pustaka

Bagdikian, B. H. (7997). The Media Monopoly. Boston: Beacon Press.

Basorie, w. D. (2001). 'Free but Still in the Dark. Dalam S. S. Coronel(Ed.), The Right to Know: Access to lnformation in Southeast Asia(pp. 6a-95). Quezon City: PCIJ & SEAPA.

Bentley, A. (1967).The Process of Gouernment. Cambridge, MA: Belknap.

Berelson, B. (1951;. 'rhe state of Communication Research.' PublicOpinion Quarterly, 53, 1,-17.

Boorstin, D.I. 0962).'The Image: or What Happended to the AmericanDream. New York: Atheneum.

Cantril, H., & Allport, G.w. (1935). The Psychology of Radio. New York:Harper & Row.

Chaffee, S., & Hochheimer, I. L. (1985). 'The Beginnings of politicalCommunication Research in the United States: Origins of the"Limited Effects" Model. Dalam E. M. Rogers & F. Balle (Eds.),The Media Reaolution in America and western Europe (pp.60-95).Nonryood, NJ: Ablex.

Chaffee, S. (2001.). 'studying the New Communication of politics.'Political Communication,lS (2), ZgT-244.

69

Page 18: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

Jurnal llmu Sosial & llmu Politik, Vol. 8, No. 7,luli 2004

Comer, I. & Pels, D. (2003). The Re-styling of Politics. London: Sage.

Dahl, R. (1956). A Preface to Democratic Theory. Chicago: University ofChicago Press.

Dahlan, M. A. (1990). 'Perkembangan Komunikasi Politik sebagaiBidang Kajian.' lurnal IImu Politik 5, 3-79.

Delia, I. $987). 'Communication Research: A History. Dalam C. R.

Berger & S. Chaffee (Eds.), Handbook of Communication Science

(pp.2F98). Newbury Park, CA: Sage.

Dentory R. E., & Woodward, G. (1998).The Symbolic Dimensions of the

American Presidency; Description and Analysis. Prospect Heigths,IL: Waveland Press.

d'Haenens, L., Gazali, E., & Verelst, C. (1999). 'Indonesian TelevisionNews-making Before and After Suharto.' Gazette 6L(2), L27-

52.

d'Haenens, L., Verelst C., & Gazal| E. (2000), 'In Search of QualifyMeasures for News Programming on Indonesian Television: Ifthe Programme Makers had Their Say.' Dalam D. French & M.Richards (Eds.), Contemporary Teleaision: Eastern Perspectiaes (pp.197-232). Second Edition. New Delhi: Sage.

Fiske, I. $996). Media Matters: Eaeryday Culture and Political Change(revised edition). Minneapolis: University of Minnessota Press.

Gazali, E. (2002a). 'soeharto's Fall Through the Eyes of Local Media.'Gazette, 64 (2), 727-740.

Gazal| E. (Ed.) (2002b). Penyiaran Alternatif Tapi Mutlak: Sebuah Acuantentang Penyiaran Publik €s Komunitas. |akarta: ]urusan IlmuKomunikasi FISIP UI.

Gazali, E., & Menayang, V. (2002). 'Public & Community Broadcastingin Indonesia: A Necessary Altemative.' Makalah disajikan padathe International Institute for Asian Studies (IIAS) Workshop

70

Page 19: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

Effendi Gazali, lnteraksi Politik dan Media:Dari Komunilusi Politik lce Politik Komunikasi

on "Globalizing media and local society in Indonesia," Leiden,the Netherlands.

Gazal| E. (2003). 'Negotiating Public & Community Media in Post-Soeharto Indonesia. laanost, The Public, lournal of the Europeanlnstitute for Communication and Culture, 1-0 (1), 85-100

Gazal| E., Menayang, V., Hidayat, D.N., & Tiiputra P. (Eds.) (2003a).

Konstruksi Sosial Industri Penyiaran. Jakarta: Jurusan IlmuKomunikasi FISIP UI.

Gazal| E., d'Haenens, L., Hollander, 8., Menayan& V., & Hidayat, D.N. (2003b). 'Establishing a Middle Ground for Public andCommunity Broadcasting in lndonesia: An Action ResearchProject.' Communications, 28, 475-492

Gitlin, T. (1980). The rNhole Word is Watching: Mass Media in the Makingand Unmaking of the Neut Left. Berkley: Universig of CaliforniaPress.

Habermas, I. (1993). The Structural Transformation of the Public Sphere:

An Inquiry into Category of Bourgeois Society. Cambridge, MA:The MIT Press.

Habermas, J. Q996). Moral Consciousness and Communicatiue Action.Cambridge, MA: The MIT Press.

Halberstam, D. (7979). The Powers that Be. New York: Alfred A. Knopf.

Hartley, I. Q992). The Politicat of Picturesi The Creation of the Public inthe Age of Popular Media. London: Routledgu.

Hart, R., & Shaw, D. (Eds.). (2001) . Communication in U.S. Elections:New Agendas. Lanham, MD: Rowman & Littlefield.

Hidayat D. N., Gazal| E., Suwardi, H., & S. K. Ishadi (Eds.) (2000).Pers dalam Reoolusi Mei: Runtuhnya sebuah Hegemoni. 'jakarta;

Gramedia Pustaka Utama.

7L

Page 20: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

lurnal IImu Sosial fi llmu Politik, Vol. 8, No. 1-,luli 2004

Hidayat, D. N. (2002).'Don't Worry, Clinton is Megawati's Brother: TheMass Media, Rumours, Economic Structural Transformation andDelegitimazation of Suharto's New Order. Gazette, 64 (2), 1,09-1,1,9.

Jakubowicz, K. (1993). 'Stuck in a Groove: \A/hy the 1960s Approach toCommunication Democratization will no Longer Do?' DalamS. Splichal and J. Wasko (Eds.), Communication and Democracy(33-54). Norwood, New |ersey: Ablex Publishing Corporation.

Jamiesoh, K. H. (2001). Eaerything You Think You Knout about Politicsand IMy You Are Wrong. New York: Basic Books.

]ohanneh, U., & Gomez, I.(2001). Democratic Transition in Asia.Singapore: Select Publishing Co. Ltd.

Lasswell, H. D. (1,927). Propaganda Technique in the World War. NewYork: Knopf.

Lippmahn, W. (1,922). Public Opinion New York: Harcourt BraceJovanovich.

McQuail, D. (1gg4). Mass Communication Theory: An Introduction (3'ded.). Thousand Oaks, CA: Sage.

McQuail, D. (2003). Media Accountability and Freedom of Publication.Oxford: Oxford University Press.

Miller, T. (1998). kchnologtes of Truth: Cultural Citizanship and the PopularMedia. Minneapolis: University' of Minnesota Pers.

Mutz, D. C. (2001). 'The Future of Political Communication Research:Reflections on the Occasion of Steve Chaffee's Retirement fromStanford University.' Political Communication, 18 (2), 231,-236.

PPSPMB [Panitia Pusat Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru] (2003).PTN peserta 9PMB 2003. Retrieved |une 25, 2009 from http:llwww. spmb.or. id /rayonisasiA. html

72

Page 21: Interaksi Politik dan Media: Komunikasi Politik · Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor L, Juli 2004 (53 - 74) Interaksi Politik dan Media: Dari Komunikasi

Effendi Gazali,Interalcsi Politik dan Media:Dari Komunilusi Politikkc Politik Komunilasi

Ryfe, D. M. (2001). 'History and Political Communication: An Intro-duction.' Political Communication, 1,8 (4), 407-420.

Schmuhl,.S. (1992). Stagecraft and Stagecraft: American Political Life inthe Age of Personality.Indiana: Universig of Notre Dame Press.

Smith, E.C. (1983). Pembredelan Pers di Indonesia. Jakarta: Grafiti Press

Smythe, D. W., & Dinh, T. V. (1983). On Critical and AdministrativeResearch: A New Critical Analysis. lournal of Communication,71.7-727.

Stuckey, M. (Ed.). (1996). Tlu Theory and Practice of Political CommunicationResearch. Albany: State Universif of New York Press.

Surjomihardjo, A. (Ed.) (1980). Beberapa Segi Perkembangan Pers diIndonesia. Jakarta: Information Development Research ProjectInformation Department |akarta.

Surjomihardjo, A. & Tim (Eds.) 2002). Beberapa Segi PerkembanganSejarah Pers di Indonesia. ]akarta: Kompas.

Swanson, D., & Nimmo, D. (Eds). (1990). New Directions in PoliticalCommunication Research: A Resource Book. Newbury Park, CA:Sage.

Truman, D. (1962).The Goaernment Process: Political lnterests and PublicOpinion. New York: Knopf.

73