Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Universitas Sumatera Utara
Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id
Departemen Ortopedi dan Traumatologi Tesis Magister
2018
Perbedaan Luaran Klinis Fraktur Tibial
Plateau Antara Usia Muda dan Tua
yang Diterapi dengan Fiksasi Interna di
RSUP H. Adam Malik
Siregar, M Hidayat
Universitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/6150
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
HASIL PENELITIAN SPESIALIS
PERBEDAAN LUARAN KLINIS FRAKTUR TIBIAL PLATEAU
PADA USIA MUDA DAN TUA YANG DITERAPI DENGAN
FIKSASI INTERNA DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN
Oleh :
M Hidayat Siregar
127117001
Pembimbing :
dr. Chairiandi Siregar, SpOT(K)
DEPARTEMEN ORTHOPAEDI & TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah Subhana Wataala, atas segala rahmat dan
berkatnya saya bisa menyelesaikan penelitian spesialis saya yang berjudul “PERBEDAAN
LUARAN KLINIS FRAKTUR TIBIAL PLATEAU ANTARA USIA MUDA DAN TUA
YANG DITERAPI DENGAN FIKSASI INTERNA DI RSUP H ADAM MALIK
MEDAN” Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk menyelesaikan
Program Pendidikan Dokter Spesialis Orthopaedi & Traumatologi di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Saya menyadari bahwa penelitian ini bisa diselesaikan dengan baik berkat bantuan,
bimbingan, kerja sama dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah
saya untuk mengucapkan terima kasih kepada:
Dr. Nino Nasution, SpOT(K), sebagai Ketua Departemen Orthopaedi & Traumatologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dr. Pranajaya Dharma Kadar, SpOT(K), sebagai Ketua Program Studi Departemen
Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dr. Chairiandi Siregar, SpOT(K), sebagai pembimbing penelitian ini yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran kepada saya dalam
penyelesaian penelitian ini, serta senantiasa memberikan dorongan dan untuk kemajuan
pendidikan saya.
Prof. dr. Aznan Lelo, Phd, SpFK, sebagai pembimbing metodologi penelitian saya yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran kepada saya.
iii
Guru-guru saya, Prof. dr. Nazar Moesbar, SpB, SpOT(K), Prof. dr. Hafas Hanafiah,
SpB, SpOT(K), dr. Otman Siregar, SpOT(K), dr. Husnul Fuad Albar, SpOT, dr.Aga
Shahri Ketaren, SpOT, dr.Heru Rhamadhani, SpOT(K), dan dr. Iman Dwi Winanto,
SpOT, yang telah memberikan bimbingan dan saran untuk kemajuan pendidikan saya.
Kepada kedua orang tua, Darwin Siregar dan Suwarni, serta istri saya Amira Nadia
Nasution, dan adik saya, saya ucapkan terima kasih dan hormat atas kesabaran, dorongan dan
doa yang diberikan selama masa pendidikan saya.
Akhir kata saya menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Saran dan
kritik yang membangun merupakan hal yang sangat berarti dan sangat saya harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Januari 2018
M Hidayat Siregar
iv
ABSTRAK
Latar belakang : Fraktur tibial plateau biasanya timbul setelah terjadinya trauma dengan
energi yang tinggi, mengenai pasien usia muda dengan persentasi 1% dari keseluruhan
fraktur. Tetapi, tipe fraktur ini juga sering mengenai pasien dengan usia tua yang mana
trauma yang terlibat adalah trauma dengan energi yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan perbedaan luaran klinis pada pasien fraktur tibial plateau antar usia tua dan muda
yang dilakukan fiksasi interna.
Metodologi : Penelitian ini merupakan penelitian pontong lintang yang menilai hasil luaran
klinis fraktur tibia plateau yang diterapi dengan fiksasi interna. Skor yang digunakan untuk
menilai luaran klinis adalah Oxford Knee Score. Data akan diuji dengan sistem berbasis
komputer. Perbandingan nilai Oxford Knee Score menurut usia diuji dengan Chi-Square. Jika
p <0.05 menunjukan hasil yang signifikan.
Hasil :. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi adalah 50 orang. Diantara 50 orang yang
memenuhi kriteria inklusi terdiri dari 23 pasien usia tua dan 27 pasien usia muda. Dari data
diketahui bahwa pada pasien usia muda terdapat 20 orang (74%) yang Oxford Knee Score>
40 kemudian 7 orang (26%) Oxford Knee Score<39, sedangkan pada pasien usia tua terdapat
10 orang (43%) Oxford Knee Score>40 kemudian 13 orang (57%) Oxford Knee Score<39.
Dari uji data dengan menggunakan teknik berbasis komputer, didapatkan bahwa hasil uji P
<0.05 artinya terdapat perbedaan luaran klinis yang signifikan untuk luaran klinis pasien
fraktur tibia plateau antara usia tua dan muda yang diterapi dengan fiksasi interna.
Kesimpulan : Terdapat perbedaan luaran klinis yang signifikan untuk luaran klinis pasien
fraktur tibia plateau antara usia tua dan muda yang diterapi dengan fiksasi interna di RSUP
Haji Adam Malik.
Kata Kunci : Fraktur tibial plateau, usia tua, usia muda, Oxford Knee Score
v
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah………………………………………………….
1.2 Rumusan masalah………………………………………………………...
1.3 Tujuan penelitian…………………………………………………………
1.3.1 Tujuan Umum……………………………………………………..
1.3.2 Tujuan Khusus……………………………………………………
1.4 Manfaat penelitian………………………………………………………
1.4.1 Manfaat Teoritis…………………………………………………...
1.4.2 Manfaat Praktis……………………………………………………
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori…………………………………………………………...
2.1.1 Definisi……………………………………………………………...
2.1.2 Mekanisme cedera…………………………………………………
2.1.2.1 Tipe kejadian………………………………………………
2.1.2.2 Kekuatan yang menyebabkan cedera…………………….
2.1.3 Cedera yang berhubungan dengan fraktur tibia plateau……….
2.1.4 Gejala dan tanda dari fraktur tibia plateau……………………...
2.1.5 Pemeriksaan penunjang dan modalitas lainnya pada fraktur
tibial plateau………………………………………………………
2.1.5.1 Radiograph……………………………………………….
2.1.5.2 CT Scan…………………………………………………...
i
ii
v
iv
viii
ix
1
6
6
6
6
6
6
6
8
8
10
10
10
11
12
14
14
14
vi
2.1.5.3 MRI………………………………………………………..
2.1.6 Klasifikasi fraktur tibial plateau ....................................................
2.1.6.1 Klasifikasi fraktur tibial plateau berdasarkan deskripsi ......
2.1.6.2 Klasifikasi OTA/AO untuk fraktur tibial plateau.........
2.1.6.3 Klasifikasi fraktur tibial plateau berdasarkan
Schatzker………………………………………………...
2.1.7 Pengukuran hasil luaran dari fraktur tibial plateau ....................
2.1.7.1 Gambaran hasil luaran dari fraktur tibial plateau .......
2.1.8 Pilihan penanganan fraktur tibial plateau ....................................
2.1.8.1 Penanganan non-operasi pada fraktur tibial plateau ...
2.1.8.1.1 Indikasi/kontraindikasi untuk tindakan non-
operasi pada kasus fraktur tibial plateau .......
2.1.8.2 Teknik non operatif pada penanganan fraktur tibial
plateau…………………………………………………...
2.1.8.2.1 Bracing pada fraktur tibial plateau .................
2.1.8.3 Pedoman weight-bearing untuk penanganan non
operatif dari fraktur tibial plateau ..................................
2.1.8.4 Hasil luaran terapi non-operatif pada fraktur tibial
Plateau…………………………………………………….
2.1.8.5 Terapi operatif pada fraktur tibial plateau ....................
2.1.8.5.1 Indikasi/kontraindikasi untuk tindakan
operatif pada fraktur tibial plateau ................
2.1.8.6 Prinsip teknik fiksasi pada fraktur tibial plateau ..........
2.1.8.6.1 Prinsip fiksasi plate and implant pada fraktur
tibial plateau………………………………..
2.1.8.6.2 Prinsip fiksasi eksterna pada fraktur tibial
plateau………………………………………..
2.1.8.6.3 Prinsip perawatan paska operasi……………...
2.2 Oxford Knee Score………………………………………………………..
2.3 Kerangka Pemikiran……………………………………………………..
2.3.1 Kerangka teori………………………………..……………………
2.3.2 Kerangka konsep penelitian………………………………………
2.3.3 Hipotesis…………………………………………………………….
15
16
17
18
20
24
24
25
25
25
27
27
28
28
29
29
30
30
32
33
33
35
35
36
36
vii
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain penelitian ........................................................................................
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................
3.3 Populasi dan sampel ...................................................................................
3.4 Perhitungan besar Sampel ........................................................................
3.5 Kriteria penelitian ......................................................................................
3.5.1 Kriteria Inklusi ..................................................................................
3.5.2 Kriteria Eksklusi ...............................................................................
3.6 Persetujuan/Informed Consent .................................................................
3.7 Etika Penelitian ..........................................................................................
3.8 Prosedur Penelitian ....................................................................................
3.9 Variabel Penelitian.....................................................................................
3.9.1 Variabel bebas ...................................................................................
3.9.2 Variabel terikat .................................................................................
3.10 Definisi Operasional.................................................................................
3.11 Analisa Statistik .......................................................................................
3.12 Keterbatasan Penelitian ..........................................................................
BAB IV. HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian............................................................................................
4.1.1 Distribusi umur pada sampel terhadap Oxford Knee Score...........
4.1.2 Uji data dengan Chi-Square .............................................................
4.2 Pembahasan .................................................................................................
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................
5.2 Saran ............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
37
37
37
38
39
39
39
39
39
40
41
41
41
41
42
42
43
43
44
44
48
48
49
viii
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
TABEL 1
TABEL 2
Data kejadian trauma pada tahun 2005 - 2007
Oxford Knee Score pada usia tua dan muda
2
43
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
GAMBAR 1
GAMBAR 2
GAMBAR 3
GAMBAR 4
GAMBAR 5
GAMBAR 6
GAMBAR 7
GAMBAR 8
GAMBAR 9
Gambaran Ct-scan pada fraktur tibial plateau
Gambaran Fraktur Tibial Plateau dengan Cedera ACL pada
MRI
Klasifikasi OTA /AO Fraktur Proksimal Tibia Tipe A
Klasifikasi OTA /AO Fraktur Proksimal Tibia Tipe B
Klasifikasi OTA /AO Fraktur Proksimal Tibia Tipe C
Klasifikasi Fraktur Proksimal Tibia Berdasarkan Schatzker
Fraktur Proksimal Tibia yang dilakukan tindakan fiksasi
interna dengan Plate and Implant
Fraktur Proksimal tibia yang dilakukan tindakan eksternal
fiksas
Diagram batang Oxford Knee Score pada usia tua dan muda
15
16
18
19
19
22
31
32
44
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah hilangnya kontinuitas tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifise, baik yang bersifat total maupun parsial.
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kondisi patah, harus
diketahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang
patah. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama
tekanan membengkok, memutar dan tarikan.1,2
Secara klinis, fraktur dapat dibedakan menjadi fraktur tertutup, fraktur terbuka dan
fraktur dengan komplikasi. Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar, sedangkan fraktur terbuka adalah fraktur
yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar). Fraktur
dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi diantaranya early,
immediate dan late komplikasi.1,2
Saat ini dengan meningkatnya aktifitas manusia seperti melakukan perjalanan
melalui darat, air, udara, aktivitas industri dan olahraga rekreasi kompetitif, maka
dapat dikatakan saat ini adalah zamannya injury ataupun zamannya trauma. Insiden
terjadinya trauma meningkat dan akan terus meningkat. Trauma merupakan
2
pembunuh nomor satu pada usia muda di Amerika Utara. Perkiraan biaya tahunan
untuk trauma di Amerika Utara sekitar 160 miliar dolar. Hampir 10% dari pasien
rawat inap merupakan korban trauma. Dua pertiga pasien mengalami permasalahan
sistem muskuloskeletal termasuk fraktur, dislokasi dan kerusakan jaringan lunak.1,2
Secara global, diperkirakan 1,2 juta orang meninggal dan 50 juta orang terluka
karena kecelakaan lalu lintas pada data tahun 2004. Hal ini membuat kecelakaan
merupakan penyebab kematian utama pada usia 10-19 tahun (260.000 anak
meninggal setiap tahunnya dan 10 juta anak terluka) dan merupakan penyebab
kematian keenam di Amerika Serikat. Sedangkan data yang pernah diteliti di
Indonesia, khususnya Sumatera Utara (Moesbar,2005-2007), dijabarkan dalam tabel
berikut.4
Tabel 1. Data kejadian trauma pada tahun 2005 – 2007
Tahun 2005 2006 2007
Total Kejadian 1.376 2.438 700
Korban Manusia 2.939 4.859 1.481
Meniggal dunia 963 1.205 383
Luka Berat 1.079 1.720 517
Luka Ringan 897 1.934 581
Kerugian Material Rp4.341.290.000 Rp5.794.892.000 Rp1.569.796.000
Meskipun trauma muskuloskeletal pada individu yang sehat jarang berakibat fatal,
tetapi dapat menyebabkan penderitaan fisik yang serius, beban mental dan kehilangan
waktu pasien. Maka dapat dikatakan trauma muskuloskeletal mempunyai angka
mortalitas yang rendah tetapi dengan morbiditas yang tinggi. Dengan meningkatnya
3
angka bertahan hidup saat ini, banyak orang mencapai usia tua dimana disertai
dengan berkurangnya koordinasi tubuh, sehingga sering mengalami jatuh ditambah
dengan kelemahan tulang akibat adanya osteoporosis akan menyebabkan fraktur
patologis.1,2
Fraktur tibial plateau biasanya timbul setelah terjadinya trauma dengan energi
yang tinggi, biasanya mengenai pasien usia muda dengan persentasi 1% dari
keseluruhan jenis fraktur. Tetapi, tipe fraktur ini juga sering mengenai pasien dengan
usia tua yang mana trauma yang terlibat adalah trauma dengan energi yang rendah.
Prosedur pembedahan yang biasanya dilakukan adalah dengan open reduction
internal fixation (ORIF) menggunakan plate and implant. Penyeragaman pengobatan
secara keseluruhan belum ditentukan, tetapi teknik minimal invasif biasanya
digunakan untuk menjaga kerusakan jaringan lunak yang lebih lanjut.3
Tujuan utama dalam penanganan fraktur tibial plateau meliputi pengembalian
kesesuaian dari permukaan sendi, axial alignment, kestabilan sendi, dan pergerakan
sendi. Selain memberikan gerakan yang lebih awal dari sendi, open reduction internal
fixation (ORIF) juga menghasilkan pengembalian sendi dari permukaan tibia secara
anatomis.3
Hasil luaran bergantung pada jangkauan pergerakan dari sendi lutut, kestabilan
sendi, dan nyeri. Ketika mengobati fraktur ini, tujuannya adalah untuk mencapai
kestabilan sendi pada saat sendi melakukan pergerakan yang lebih awal untuk suplai
nutrisi dan darah ke jaringan tulang rawan. Dapat disimpulkan bahwa hasil luaran
tidak bergantung pada reduksinya saja tetapi lebih kepada kestabilan pada lutut.3
4
Hanya sedikit penelitian yang mengevaluasi hasil luaran dari fraktur tibial plateau
yang telah dilakukan open reduction internal fixation (ORIF). Hasil dari penelitian-
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tindakan pembedahan menghasilkan hasil
luaran yang baik dan juga hasil radiologis yang baik. Kebanyakan pasien dapat
melakukan aktifitas kembali seperti semula dan dapat melakukan hampir fleksi dan
ekstensi penuh dari sendi lutut setelah satu tahun pengobatan. Tetapi, tindakan
pembedahan dapat menyebabkan osteoarthritis pasca trauma pada derajat sedang
sampai berat dan ketidaksejajaran varus atau valgus dari sendi lutut, juga terdapat
pertimbangan bahwa keterlibatan cedera jaringan lunak dapat menyebabkan
komplikasi dari luka operasi.3
Secara umum, hasil luaran yang kurang memuaskan dipengaruhi oleh umur pasien
yang meningkat juga. Seperti suatu penelitian yang menunjukkan besarnya perbedaan
luaran hasil pasien yang berumur lebih dari 40 tahun dibandingkan dengan pasien
yang dibawah 40 tahun. Pada follow up 8 tahun setelah cedera, hanya 12 dari 21
pasien yang berumur diatas 40 tahun yang mempunyai hasil yang sama dengan
kontrol umur yang sama. Pada studi lain juga ditemukan bahwa pasien dengan umur
diatas 50 tahun dengan fraktur tibial plateau terlepas dari tipe fraktur yang menjalani
tindakan operasi dan non operasi, hanya 35% (14/40 pasien) yang merasa puas
dengan hasilnya. Suatu studi juga menemukan bahwa pada pasien dengan usia diatas
40 tahun mendapatkan hasil fungsi lutut yang tidak memuaskan. Sebagai
pengecualian dari penelitian yang disebutkan diatas, pada follow up 5 sampai 27
tahun, umur tidak berhubungan dengan hasil luaran dari pasien fraktur tibial plateau.5
5
Dari literatur menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara perkembangan
komplikasi tersebut dengan hasil luaran pada follow-up. Pada pasien usia muda, ini
dapat berakhir ke arah tindakan selanjutnya dari pembedahan orthopaedi atau
tindakan ganti sendi lutut total pada saat pasien dalan usia sangat produktif.
Walaupun sering digunakan, hasil luaran dari pengobatan ini tidak banyak diketahui
dan pada literatur masih belum bisa disimpulkan mengenai hasil luaran dari fraktur
tibial plateau yang dilakukan tindakan pembedahan.5,10
Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian untuk menilai luaran klinis dari
fraktur tibial plateau di rumah sakit Haji Adam Malik. Dikenal beberapa sistem skor
untuk menilai luaran fraktur tibial plateau. Skor fungsional Oxford Knee Score
merupakan salah satu penilaian yang dapat digunakan untuk menilai luaran klinis
pada pasien fraktur tibial plateau yang dilakukan fiksasi interna.
Sistem skor ini memungkinkan penilaian hasil dari beberapa tindakan dalam
penatalaksanaan pada fraktur tibial plateau. Dengan studi ini diharapkan dapat
menilai luaran dari fraktur tibial plateau terbuka dengan jaringan lunak yang masih
dapat menutupi sisi fraktur dengan baik (klasifikasi Gustilo Anderson grade IIIA) dan
fraktur tibial plateau tertutup yang sudah ditangani secara operatif di rumah sakit Haji
Adam Malik. Seluruh sampel memiliki garis fraktur dengan konfigurasi yang tidak
stabil. Evaluasi dari luaran fraktur tibial plateau ini sangat penting untuk menilai
keberhasilan terapi sehingga dapat meningkatkan kualitas tata laksana fraktur tibial
plateau yang lebih baik dan dapat membantu mengurangi tingkat morbiditas dan
mortalitas.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas bagaimanakah perbedaan luaran klinis pasien
dengan fraktur tibial plateau antara usia tua dan muda yang dilakukan fiksasi interna
di RSUP HAM.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaan luaran klinis pada pasien
fraktur tibial plateau antara usia tua dan muda yang dilakukan fiksasi interna di RSUP
HAM.
1.3.2 Tujuan khusus
Untuk menilai skor fungsional Oxford Knee Score terhadap fraktur tibial plateau tidak
stabil yang diterapi dengan fiksasi interna.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat menilai perbedaan luaran klinis pasien dengan fraktur tibial
plateau antara usia tua dan muda yang dilakukan fiksasi interna di RSUP HAM.
7
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Menilai keberhasilan tindakan Open Reduction Internal Fictation pada fraktur
tibial
plateau yang tidak stabil di rumah sakit Haji Adam Malik.
2) Sebagai referensi pada tatalaksana fraktur tibial plateau.
3) Sebagai rujukan dalam membuat skor prediktif pada fraktur tibial plateau.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Definisi
Fraktur tibial plateau melibatkan permukaan sendi dari proksimal tibia. Insidensi
fraktur tibial plateau mengenai sekitar 1% dari keseluruhan fraktur pada orang
dewasa. Fraktur ini biasanya mengenai pria pada usia muda dan biasanya akibat dari
energi trauma yang besar. Pada wanita biasanya terkena fraktur tibial plateau pada
usia dekade ke 6 dan ke 7, yang menjelaskan bahwa biasanya pada wanita terkena
fraktur tibial plateau dikarenakan tulang yang osteoporosis. Moore et al melaporkan
dari 752 pasien dengan fraktur tibial plateau, ditemukan dengan rata rata umur 44
tahun dengan 62% terjadi pada pria.1,3
Prinsip dan teknik mengobati fraktur tibial plateau telah berkembang dengan
sangat pesat dalam 50 tahun belakangan ini. Pada dekade tahun 1950,1960 dan 1970,
fraktur ini ditangani dengan cara tidak operasi dan banyak publikasi penelitian
menunjukkan hasil luaran yang baik menggunakan beberapa prosedur meliputi traksi,
casting dan bahkan spica casting. Apley mengontrol deformitas dengan
menggunakan tarikan longitudinal, melakukan pergerakan sendi yang lebih awal, dan
dilaporkan dengan hasil yang memuaskan. Lansinger et al pada follow up 20 tahun
melaporkan bahwa penanganan dengan cara tidak operasi serta ketidakstabilan
8
9
coronal kurang dari 10 derajat menunjukkan hasil yang memuaskan. Duwelius dan
Connolly mengobati pasien dengan cara reduksi tertutup menggunakan fiksasi pin
secara perkutaneus dan memobilisasi lebih awal menggunakan cast brace. Mereka
mendapati 89% pasien dengan hasil yang bagus.3,7
Dengan berkembangnya metode fiksasi interna, mereduksi dan memfiksasi dari
fraktur tibial plateau menjadi suatu hal yang sering dilakukan pada tahun 1980an.
Teknik ini mempunyai keunggulan dalam mereduksi permukaan sendi dengan baik,
meluruskan ekstremitas bawah dan dapat melakukan pergerakan sendi lebih awal
setelah cedera tanpa alat bantu lainnya. Serupa dengan metode tidak operatif
sebelumnya, metode ini juga banyak menunjukkan hasil yang memuaskan. Telah
berkembang kriteria untuk menentukan untuk tindakan operasi atau non operasi,
tetapi sampai saat ini masih menjadi perdebatan dan banyak dokter bedah
menggunakan kriteria yang berbeda untuk menentukan tindakan pembedahan.3,5
Klasifikasi fraktur untuk menentukan tindakan pengobatan merupakan sesuatu
yang penting. Klasifikasi berdasarkan Schatzker mendefinisikan pathoanatomi dan
dapat menentukan tindakan yang tepat. Klasifikasi berdasarkan OTA/AO juga sangat
berguna untuk fraktur tibial plateau dan tetap menjadi klasifikasi yang luas digunakan
di dunia internasional. Pada penanganan fraktur tibial plateau yang diterapi
menggunakan metode pembedahan, terdapat beberapa komplikasi pembedahan yang
sering timbul dan beberapa buruk. Tindakan pembedahan pada fraktur tibial plateau
telah berkembang pada tiga dekade belakangan ini karena telah ditemukan teknik
untuk meminimalkan komplikasi pembedahan.3,5,15,24
10
2.1.2 Mekanisme cedera
2.1.2.1 Tipe kejadian
Tipe konfigurasi dari fraktur tibial plateau diakibatkan oleh mekanisme ketika
lutut mengalami cedera. Pada pasien dengan umur pertengahan dan tua, jatuh dengan
cara yang biasa saja dapat menyebabkan fraktur pada sisi lateral atau bisa juga
walaupun jarang, pada sisi medial dari tulang tibia. Fraktur Split depression dari
lateral plateau juga sering terjadi. Ketika tulang sangat osteoporosis, fraktur
insufficiency pada orang tua dapat terjadi dan bisa tidak terlihat pada radiologis.
Cedera dengan kecepatan tinggi pada pasien usia muda yang melakukan aktifitas
olahraga atau mekanisme yang serupa dapat menyebabkan split fractures atau
avulsion yang berhubungan dengan cedera ligamen. Kecelakaan berkendara, terjatuh
dari ketinggian dan kecelakaan pada pejalan kaki biasanya menyebabkan tipe
konfigurasi yang lebih parah. Cedera ini dapat melibatkan kedua condyle, dan juga
mempunyai resiko yang tinggi untuk cedera neurovaskular, compartment syndrome,
dan luka terbuka.3,17,21
2.1.2.2 Kekuatan yang menyebabkan cedera
Tipe, besar, dan arah dari kekuatan yang menyebabkan cedera pada lutut
menentukan konfigurasi fraktur. Semakin besar energi yang diserap oleh proximal
tibia semakin besar pula tingkat keparahan dari fraktur dan semakin banyak fragmen
yang lepas dan comminuted. Energi dari fraktur dihasilkan oleh kombinasi dari
kekuatan yang diterapkan dan kualitas dari tulang tersebut. Secara umum, kekuatan
11
axial loading lebih sering melepaskan energi yang lebih besar daripada kekuatan
angular. 1,3,28
Proksimal tibia lebih sering terkena kekuatan valgus karena lutut mempunya nilai
normal 5 sampai 7 derajat valgus dan juga karena lebih sering terkena dari arah
lateral. Kekuatan valgus mengakibatkan kerusakan lateral tibial plateau dari benturan
dengan lateral femoral condyle. Kombinasi dari kompresi valgus dan axial
menghasilkan depresi pada sisi lateral, split depression, atau yang jarang, lateral split
atau total fraktur dari lateral condyle. Pada pasien usia muda yang mempunyai
kondisi tulang yang bagus biasanya mengalami split fractures dengan sedikit depresi
dan pada pasien usia tua dengan tulang yang osteoporosis mempunyai komponen
kompresi yang lebih besar dengan sedikit fragmen terbelah dan menonjol. Biasanya
pada konfigurasi fraktur lateral, paling tidak ada komponen kecil dari split fracture
dan depresi pada batas luar dari fraktur. Hal yang juga terjadi tapi jarang, cedera
dengan kekuatan varus dapat membuat kerusakan pada sisi medial dari tibial
plateau.3,28
2.1.3 Cedera yang berhubungan dengan fraktur tibial plateau
Pasien dengan fraktur tibial plateau biasanya juga mengalami cedera lainnya.
Cedera dapat terjadi pada sisi ekstremitas yang sama atau sisi yang berbeda dan juga
cedera pada bagian lainnya yang dapat mempengaruhi penanganan dari fraktur tibial
plateau. Pada suatu penelitian dengan fraktur bicondylar dari tibial plateau, 13 dari 41
pasien terkena cedera berat pada tulang panjang lainnya dan ini mempengaruhi hasil
12
dari penangan fraktur tibial plateau. Pada studi lainnya, fraktur tibial plateau disertai
juga dengan dislokasi dari sendi lutut yang ditemukan pada saat melakukan
pemeriksaan MRI pada pasien dengan fraktur tibial plateau Schatzker VI. Sebagai
tambahan Schatzker IV, V, dan VI menunjukkan tingginya kejadian dari cedera
ligamen. Fraktur tibial plateau mempunyai resiko yang kecil terkena cedera vaskular
dan resiko tinggi untuk terjadinya compartment syndrome.3,20,21
Fraktur tibial plateau juga sering berkaitan dengan cedera jaringan lunak
sekitarnya. Cedera jaringan lunak ini sangat penting untuk diketahui karena dapat
mempengaruhi pengobatan dari fraktur tersebut dan juga prognosisnya. Kekuatan
yang menghasilkan fraktur dari medial atau lateral plateau, dapat juga mengakibatkan
cedera dari collateral ligament. Cedera MCL berhubungan dengan fraktur lateral
plateau akibat dari kekuatan valgus. Pada suatu studi, kejadian cedera dari collateral
ligament ditemukan sekitar 3% dari seluruh kejadian. Diagnosis dapat ditegakkan
dengan melakukan pemeriksaan MRI atau dengan stress view yang menunjukkan
adanya pembukaan dari sendi pada sisi medial.1,3,20
2.1.4 Gejala dan tanda dari fraktur tibial plateau
Pemeriksaan fisik dari lutut dan tungkai bawah sangat penting untuk mendiagnosa
cedera lainnya dan komplikasi yang dapat terjadi, juga penting untuk merencanakan
tindakan pembedahan dan juga untuk memperkirakan waktu yang tepat untuk
melakukan intervensi. Pada semua tungkai yang cedera, terutama pada pasien dengan
konfigurasi tertentu, pemeriksaan neurovaskular secara mendalam sangat diperlukan.
13
Terjadinya metaphyseal – diaphyseal dissociation dan juga fraktur dislokasi adalah
jenis cedera yang sangat beresiko untuk terkenanya cedera dari vaskular maupun
neurologis.1,2,3
Beberapa tipe dari fraktur tibial plateau mempunyai resiko yang tinggi untuk
terjadinya compartment syndrome. Fraktur dislokasi medial condylar yang diterapi
sementara dengan eksternal fiksasi serta tipe Schatzker VI dari fraktur tibial plateau
menunjukkan insidensi yang tinggi untuk menjadi compartment syndrome.3,21
Pada suatu studi, 10% dari keseluruhan fraktur tibial plateau didiagnosa dengan
adanya penyerta compartment syndrome dan resiko ini sangat tinggi pada fraktur
dengan energi yang besar. Pada fraktur tibial plateau Schatzker VI ditemukan
insidensi sebesar 30%. Kompartemen pada ekstremitas bawah harus dievaluasi
dengan pemeriksaan serial untuk melihat tanda tanda adanya compartment syndrome.
Tanda tanda dari compartment syndrome, seperti terdapatnya kompartemen yang
tegang dan nyeri pada saat passive stretching. Tanda tanda ini harus dicurigai
terjadinya compartment syndrome dan pengukuran tekanan intrakompartemen harus
dilakukan. Jika diagnosa sudah jelas dari pemeriksaan fisik, tindakan fasciotomy
dapat dilakukan tanpa pengukuran dari tekanan intrakompartemen.3,21
Pada semua pasien, ketika direncanakan untuk dilakukan fiksasi interna, jaringan
lunak yang membungkus sekitar sendi harus diperiksa dengan sangat hati hati. Waktu
dan teknik operasi sangat ditentukan oleh pemeriksaan fisik. Fraktur tibial plateau
dengan energi yang besar mempunyai resiko yang besar untuk terjadinya komplikasi
dari jaringan lunak setelah operasi, jadi pemeriksaan dari jaringan lunak sangat
14
penting. Gambaran yang penting pada jaringan lunak adalah pembengkakan yang
hebat, kontusio, dan adanya blister.3,20
2.1.5 Pemeriksaan penunjang dan modalitas lainnya pada fraktur tibial plateau
2.1.5.1 Radiograph
Diagnosis dari fraktur tibial plateau biasanya ditegakkan melalui pemeriksaan
radiologis, dan pada beberapa fraktur, ini adalah cara yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis. Anteroposterior (AP) dan lateral adalah pemeriksan
penunjang yang standar dalam mendiagnosis fraktur. Caudal view memberikan
penglihatan yang jelas dari permukaan sendi dan dapat membantu dalam melihat
depresi dan pergeseran lebih baik daripada gambaran AP. Hohl menemukan standar
gambaran AP tidak dapat diandalkan dalam menilai kedalaman dari depresi
permukaan sendi, tetapi 14 derajat pada potongan caudal dapat memperkirakan secara
akurat pergeseran dari central dan posterior, tetapi biasanya terlalu melebihkan pada
pergeseran anterior dan depresi. CT Scan dapat melihat fraktur tibial plateau secara
lebih jelas. Ketika ada pergeseran fraktur yang penting, biasanya pada fraktur
bicondylar atau fraktur dislokasi, pemeriksaan radiologis dengan dilakukan traksi
akan dapat menilai lebih jelas anatomi dari fraktur.3,23,25
2.1.5.2 CT Scan
CT Scan axial sering digunakan untuk keseluruhan dari fraktur tibial plateau.
Pemeriksaan ini memberikan penampakan yang detail dari pathoanatomi fraktur
15
tersebut dan berperan penting sebagai bantuan untuk persiapan sebelum operasi dan
teknik fiksasi. Walaupun CT Scan dapat digunakan untuk membantu menentukan
tindakan yang tepat untuk pembedahan, tidak terdapat data yang baik tentang
tambahan detail yang didapat dari CT Scan untuk menjelaskan fraktur yang dapat
memberikan keuntungan dalam pembedahan. CT Scan dapat menentukan lebih jelas
tentang pergeseran sendi dan kominusi daripada rontgen biasa. CT Scan telah
menunjukkan dapat membantu dalam persiapan operasi serta dapat lebih jelas untuk
menentukkan klasifikasi dari fraktur, dan menentukan tindakan operasi.3,23,25
Gambar 1. Gambaran CT Scan pada Fraktur Tibial Plateau
2.1.5.3 MRI
MRI dapat membantu untuk melihat dimana letak garis fraktur serta derajat dari
pergeseran permukaan sendi dan juga mengidentifikasi area dari fraktur lebih baik
daripada rontgen biasa. MRI memberikan informasi tambahan tentang cedera dari
struktur jaringan lunak pada lutut yang tidak dapat dilihat pada pemeriksaan
16
penunjang lainnya. Tetapi, apakah MRI harus rutin digunakan untuk mengevaluasi
fraktur tibial plateau atau itu dapat digunakan untuk menggantikan CT Scan masih
kontroversial.
CT Scan dapat melihat anatomi dari fraktur lebih jelas daripada MRI, tetapi MRI
dapat menunjukkan adanya cedera dari jaringan lunak yang terkena, seperti pada
cedera dari menisci dan ligamen yang tidak dapat terlihat pada CT Scan.3,23,25
Gambar 2. Gambaran fraktur tibial plateau dengan cedera ACL pada MRI
2.1.6 Klasifikasi fraktur tibial plateau
Konfigurasi dari fraktur menentukan rencana pengobatan dan resiko untuk
terjadinya komplikasi dan juga hasil yang akan didapat. Karena konfigurasi yang
berbeda memerlukan tindakan yang berbeda juga, sangat penting untuk
mengelompokkan jenis cedera yang sama menjadi satu kelompok dan juga agar dapat
membedakan jenis dari tipe fraktur lainnya. Dengan cara ini, pengobatan dapat
disesuaikan dengan tipe dari konfigurasi frakturnya dan dapat mengoptimalkan hasil
17
luaran. Untuk mencapai tujuan ini, klasifikasi dari fraktur harus sistemik dan dapat
diandalkan. Klasifikasi berdasarkan OTA/AO dan Schatzker merupakan klasifikasi
yang paling banyak digunakan.3,24
2.1.6.1 Klasifikasi fraktur tibial plateau berdasarkan deskripsi
Walaupun terdapat dua klasifikasi yang diterima dan sering digunakan, tetapi
banyak juga dokter bedah masih mengklasifikasikan fraktur tibial plateau dengan cara
mendeskripsikannya. Kata deskripsi lebih memberikan arti yang lebih baik daripada
klasifikasi huruf atau angka, terlebih lagi banyak dokter bedah yang tidak familiar
dengan klasifikasi huruf dan angka. Deskripsi fraktur pada tibial plateau bekerja
dengan baik untuk menentukkan tindakan dan membawa informasi yang diperlukan
untuk perawatan pasien, tapi tidak bisa dijadikan untuk pengumpulan data atau
penelitian.3,24
Deskripsi fraktur pada tibial plateau harus pertama sekali menentukan letak fraktur
dan kemudian menyampaikan karakteristik secara umum dari fraktur. Kata split, split
depression, local compression, dan bicondylar fracture banyak diterima secara luas
dan juga menyatakan arti yang dapat dimengerti oleh sebagian banyak dokter bedah.
Bersamaan dengan fraktur lainnya, banyaknya jumlah dari fraktur yang bergeser,
angulasi, kominusi, dan ada atau tidaknya subluksasi atau dislokasi adalah deksripsi
yang standar digunakan pada fraktur tibial plateau. Banyaknya depresi pada
permukaan artikular, biasanya diukur dalam millimeter, adalah metode kuantitatif
untuk menentukan dan mengkarakteristikkan keparahan dari fraktur tibial plateau.
Indikasi pembedahan untuk kompresi lokal dan split depression didasarkan dari
pengukuran ini.1,3,24
18
2.1.6.2 Klasifikasi OTA/AO untuk fraktur tibial plateau
Kode alphanumeric dari OTA/AO untuk fraktur permukaan sendi sangat sesuai
dengan proksimal tibia. OTA/AO mempunyai beberapa keuntungan dari klasifikasi
schaztker yang sering digunakan. OTA/AO dapat mengidentifikasi fraktur permukaan
sendi atau tidakpermukaan sendi dari proksimal tibia dengan menggunakan hukum
aturan kuadrat, memberikan jalan untuk membedakan proksimal tibia dari fraktur
shaft tibia. Klasifikasi OTA/AO dapat membedakan derajat keparahan pada
konfigurasi dari energi yang besar lebih baik daripada klasifikasi Schatzker.
Klasifikasi ini diterima secara luas untuk basis data trauma dan sering digunakan
untuk publikasi dari kasus fraktur tibial plateau. Klasifikasi ini menjadi standar dan
sangat diterima untuk mengklasifikasikan fraktur tibial proksimal. Pada klasifikasi
ini, tibia adalah 4 dan proksimal tibia adalah 1, jadi daerah plateau adalah 41.1,3,24
Gambar 3. Klasifikasi OTA/AO fraktur proksimal tibia Tipe A
19
Gambar 4. Klasifikasi OTA/AO Fraktur Proksimal Tibia Tipe B
Gambar 5. Klasifikasi OTA/AO Fraktur Proksimal Tibia Tipe C
20
Tipe A: fraktur tidak melibatkan permukaan sendi dari proksimal tibia. Secara teknis,
tipe ini bukan fraktur tibial plateau karena tidak melibatkan dari permukaan sendi.
Tipe B: Tipe ini adalah fraktur permukaan sendi sebagian. Walaupun terminologi ini
bisa diterapkan pada tibial plateau tetapi tipe ini tidak biasa digunakan sejak deksripsi
verbal dari split dan split depression lebih sering digunakan.3,5
B1 –Simple articular split
B2 – Split depression
B3 – Comminuted split depression
Tipe C: Tipe ini adalah fraktur permukaan sendi seluruhnya dan pada proksimal tibia
biasanya disebut dengan fraktur bicondylar. Salah satu keuntungan OTA/AO adalah
kemampuan klasifikasi ini untuk mensubklasifikasikan fraktur ini berdasarkan tingkat
kominusinya.3,5
C1 – Noncominuted total articular fractures
C2 –Metaphyseal comminution with simple articular fracture lines
C3 –Total comminuted articular fractures including the articular surface.
2.1.6.3 Klasifikasi fraktur tibial plateau berdasarkan Schatzker
Klasifikasi berdasarkan Schatzker telah digunakan secara luas untuk
mengklasifikasikan fraktur tibial plateau dan klasifikasi ini banyak digunakan oleh
dokter bedah. Beberapa kategori sama dengan klasifikasi sebelumnya. Hohl pada
tahun 1969 mengklasifikasikan split, split depression, dan fraktur central depression.
Banyak dokter bedah tidak akrab dengan 6 jenis angka tetapi kebanyakan akrab
21
dengan arti deksripsi verbal dari setiap jenis dan ini adalah keuntungan dari
klasifikasi Schatzker. Tipe 1 dan 3 didefinisikan sebagai lateral dan kurang parah.
Tiga kategori ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis dari ftraktur yang
timbul pada sisi lateral dari plateau.3,5
Sayangnya ada beberapa masalah dengan klasifikasi ini sehubungan dengan tipe 4
sampai 6 pada daerah medial ( tipe 4 ) ,yang lebih parah bicondylar ( tipe 5 ) dan
yang berhubungan dengan shaft ( tipe 6 )..3,5
Pola Schatzker 5 biasanya disebut sebagai bicondylar. Diagram pada penelitian
sebelumnya, intercondyler eminences tidak cedera dengan adanya fraktur dari kedua
condyle. Sangat jarang pola ini timbul dengan cedera dari tibial eminences. Kategori
scahtzker 6 sangat penting karena dapat mengidentifikasi pola dimana diaphysis
terpisah dengan metaphysis dan adanya fraktur di proksimal yang melibatkan
permukaan sendi. Komplikasi sangat sering terjadi dan pengobatan harus
direncanakan untuk meminimalkan resiko.3,5,26
22
Gambar 6. Klasifikasi Fraktur Proksimal Tibia berdasarkan Schatzker
Tipe 1 : Split atau cleavage fracture – fraktur terpisah murni mempunyai satu garis
fraktur yang membuat fraktur marginal melewati lateral plateau. Fraktur ini sangat
jarang daripada tipe 2 karena jenis ini biasanya diikuti dengan beberapa tingkat dari
marginal depression sejalan dengan garis terpisah pada fraktur. Tipe ini biasanya
timbul pada pasien usia muda.1,3,5
Tipe 2 : Split atau cleavage depression – tipe ini adalah tipe yang paling sering pada
fraktur lateral tibial plateau. Telah diketahui bahwa fraktur tipe 3 lebih banyak
daripada tipe 2 dan Hohl menemukan bahwa insidensi hampir sama dengan tipe 2.
Ukuran dari fragmen yang terpisah relatif dan banyaknya depresi bervariasi dari
fraktur yang sedikit bergeser, sampai fraktur keseluruhan seluruh sisi lateral dari
sendi diikuti dengan fraktur dari fibular head.1,3,5
23
Tipe 3 :Local Compression atau pure central depression–fraktur kompresi lokal pada
sisi lateral. Walaupun diimplikasikan bahwa tipe fraktur ini tidak mempunyai
fragmen yang terpisah, hanya depresi lokal, biasanya ada fragmen kecil yang terpisah
melalui korteks lateral. Tetapi fragmen ini cukup kecil dan hanya sedikit bergeser
,tidak memberikan celah yang mudah untuk bisa mengakses depresi fragmen yang
ada. Biasanya fraktur ini mengenai pasien dengan usia yang lebih tua.1,3,5
Tipe 4 : Medial condyle fracture – seluruh condyle terpisah sebagai satu fragmen
atau bisa juga mempunyai komponen depresi dari sendi yang kominusi. Garis fraktur
biasanya melalui daerah intercondylar tetapi bisa juga melalui sisi lateral condyle
yang berlawanan. Beberapa bagian dari lateral condyle tidak fraktur. Tipe cedera ini
mempunyai resiko untuk mempunyai cedera lain yang bersamaan seperti
compartment syndrome, peroneal nerve palsy, cedera vaskular dan dislokasi dari
pada sendi lutut.1,3,5
Tipe 5 :bicondylar fracture – tipe ini pertama kali dideskripsikan oleh Schatzker
sebagai fraktur dimana kedua sisi medial dan lateral dari tibial plateau terdapat
fraktur. Ciri yang membedakan adalah daerah metaphysis dan diaphysis tetap utuh
dan tidak fraktur.1,3,5
Tipe 6 : shaft yang terpisah dengan metaphysis – pada kebanyakan tipe klasik dari
bicondylar, shaft terpisah dari condyle ( tidak ada permukaan artikular yang utuh atau
berhubungan dengan shaft dibawahnya ). Definisi karakteristik dari Schatzker tipe 6
adalah terpisahnya diaphyseal dan metaphyseal dengan adanya kominusi dari
24
permukaan sendi. Berdasarkan definisi ini ekstensi distal dari tipe fraktur ini lebih
distal daripada tipe 5.1,3,5
2.1.7 Pengukuran hasil luaran dari fraktur tibial plateau
2.1.7.1 Gambaran hasil luaran dari fraktur tibial plateau
Gambaran dari hasil tindakan operasi dari fraktur tibial plateau sangat sulit untuk
didapatkan karena banyaknya tipe dari fraktur yang menghasilkan hasil yang beragam
dan faktor faktor yang mempengaruhi hasil luaran tersebut berbeda pada setiap tipe.
Faktor-faktor yang berpengaruh untuk mendapatkan hasil yang baik masih
kontroversial. Faktor ini meliputi faktor pasien, faktor cedera dan faktor yang terlibat
dalam pengobatan. Karena pengobatan dibawah kontrol dari dokter bedah, maka
pengobatan bergerak ke arah kontroversi. Pentingnya keselarasan tungkai yang
relatif, reduksi permukaan sendi, ligamen yang terkena dan cedera meniscus,
merupakan daerah yang masih kontroversi.1,3,9
Secara umum, fraktur tibial plateau mempunyai hasil yang memuaskan jika
keselerasan lutut dapat dipertahankan dan dapat menghindari komplikasi. Permukaan
sendi sisi proksimal dari tibia relatif resisten terhadap posttraumatic arthrosis.
Kebanyakan pasien mendapatkan kembali fungsi lutut dan tidak memerlukan
tindakan pembedahan rekonstruksi. Operasi pergantian sendi lutut setelah fraktur
tibial plateau sangat jarang, hal ini mengindikasikan bahwa nyeri relatif ringan dan
fungsi lutut kembali dengan baik pada kebanyakan pasien.3,12,14
Waktu penyembuhan setelah fraktur tibial plateau bergantung pada tipe fraktur,
tetapi pada keadaan umum penyembuhan dapat diharapkan terjadi pada minimal 1
25
tahun. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa penyembuhan fraktur rata-rata
didapatkan pada 1 tahun setelah pengobatan.3,11
Salah satu prinsip pengobatan yang dapat diterima secara luas untuk meningkatkan
hasil luaran adalah menghindari mengeksisi meniscus. Honkonen menemukan bahwa
pembuangan meniscus untuk mengekspos tulang dapat menjadi proses degeneratif
arthritis pasca trauma pada 74% kasus. Mengidentifikasi dan memperbaiki meniscus
yang cedera, walaupun disarankan, tidak terdapat data yang menyatakan bahwa itu
bisa menjadikan hasil luaran yang lebih baik.3,10,17
2.1.8 Pilihan penanganan fraktur tibial plateau
2.1.8.1 Penanganan non operasi pada fraktur tibial plateau
2.1.8.1.1 Indikasi/kontraindikasi untuk tindakan non operasi pada kasus fraktur
tibial plateau
Tidak semua semua fraktur proksimal tibia yang melibatkan permukaan sendi
memerlukan tindakan pembedahan dan tidak semua fraktur pergeseran dari
permukaan sendi memerlukan tindakan reduksi melalui pembedahan. Permukaan
sendi proksimal tibia dapat mentolerir pergeseran kecil sampai sedang dan pada
beberapa kasus fraktur, pengobatan non operasi menunjukkan hasil yang memuaskan
meskipun terdapat irregularitas pada permukaan sendi.3,16
Tindakan non operasi diindikasikan untuk fraktur tibial plateau yang dapat
sembuh tanpa defromitas yang signifikan atau untuk pasien dengan usia tua. Bisa
juga pada pasien dengan adanya masalah dalam penanganan medikamentosa dimana
26
intervensi operasi beresiko tinggi. Penanganan jenis ini juga dapat dilakukan pada
pasien yang tidak menginginkan tindakan operasi dan pada pasien dengan deformitas
yang masih bisa diterima.3,16
Pada beberapa kasus yang diindikasikan untuk tindakan non operasi, memprediksi
adanya atau tidak deformitas setelah tindakan sangatlah penting. Deformitas seperti
angulasi tidak dapat ditoleransi oleh permukaan sendi karena sendi lutut akan bergaris
tidak selaras yang akan menambah beban pada saat membebankan berat badan pada
daerah yang cedera dari permukan sendi. Ketidakselarasan dapat meningkatkan
kecenderungan untuk ketidakstabilan dari lutut dan juga tidak menyenangkan dari sisi
kosmetik.3,16
Sayangnya, memprediksi kesembuhan tanpa deformitas sangat sulit. Untuk
membuat keputusan ini, seorang dokter bedah harus menggunakan informasi tentang
tipe dari fraktur, pengetahuan tentang hasil luaran dari tipe tipe fraktur, dan
keselarasan setelah cedera baik dari radiograph dan pemeriksaan klinis. Tipe dari
fraktur merupakan faktor yang penting untuk memilih tindakan non operasi dalam
mendapatkan hasil yang bagus. Walaupun kuantitas dari pergeseran permukaan sendi
dan resiko untuk deformitas mempunyai hubungan antara satu dan yang lainnya,
tetapi hubungan ini terjadi secara tidak langsung. Depresi lokal sampai dengan 10
atau lebih dalam millimeter dari lateral plateau dapat menghasilkan sendi lutut yang
stabil dan hasil luaran yang baik ketika dilakukan tindakan non operasi. Depresi
disertai dengan fragmen yang terpisah dan bergeser atau yang melibatkan bagian
yang lebih besar dari permukaan sendi sisi lateral akan berujung menjadi
27
ketidakselarasan valgus. Berbeda dengan lateral plateau, pergeseran yang minimal
dari total condylar sebelah medial mempunyai potensi resiko yang lebih besar untuk
terjadinya pergeseran yang dapat berujung menjadi deformitas varus yang tidak dapat
ditoleransi.3,16,27
2.1.8.2 Teknik non operatif pada penanganan fraktur tibia plateau
2.1.8.2.1 Bracing pada fraktur tibia plateau
Brace dengan cara casting dapat digunakan untuk mencegah kelebihan beban pada
daerah yang cedera dari sendi. Teknik ini dahulu biasa digunakan untuk stabilisasi
daerah sendi yang cedera dan masih memberikan pergerakan sendi dalam beberapa
derajat. Delamarter and Hohl menggunakan cast bracing sebagai tindakan utama
pada manajemen non operatif dan sebagai tambahan setelah tindakan fiksasi interna,
menunjukkan persentase 85% keberhasilan dalam mempertahankan keselerasan
sendi. Pada saat ini, cast brace tidak biasa digunakan sejak kebanyakan fraktur tidak
stabil diterapi dengan pembedahan dan juga kebanyakan teknik pembedahan dapat
mencapai kestabilan yang cukup. Hal ini yang tidak dapat dicapai oleh penggunaan
brace.3,16
2.1.8.3 Pedoman weight-bearing untuk penanganan non operatif dari fraktur
tibial plateau
Kebanyakan pasien yang diterapi dengan non operatif harus dijaga agar tidak
membebankan berat badan selama minggu-minggu pertama setelah cedera. Durasi
28
dari tidak membebankan berat badan bergantung pada tipe dari frakturnya, tetapi
bisanya sekitar 4 sampai 8 minggu. Scotland dan Wardlaw melaporkan pasien dengan
fraktur plateau yang diterapi dengan brace cast dapat membebankan berat badan
lebih cepat, dalam waktu beberapa hari sampai minggu setelah cedera, tetapi teknik
ini jarang digunakan pada praktek sehari-hari.3,16
2.1.8.4 Hasil luaran terapi non operartif pada fraktur tibial plateau
Hasil yang memuaskan yang diterapi dengan metode non operatif telah
dilaporkan. Walaupun tidak ada laporan dalam beberapa waktu ini, laporan yang lama
memberikan informasi yang penting. Sejak indikasi untuk menterapi fraktur plateau
secara non operatif telah sangat menyempit, laporan terdahulu dapat dianggap kasus
yang terburuk ketika dibandingkan dengan kasus yang diterapi dengan terapi non
operatif pada praktek saat ini.1,3,16
Apley and Moore et al menggunakan traksi pada awal awal cedera dan pergerakan
sendi yang awal untuk menangani fraktur tibial plateau, mengatakan bahwa
pergerakan sendi yang awal serta latihan menghasilkan hasil yang memuaskan.1,3
Hasil ini mengindikasikan hasil luaran yang baik dapat dicapai pada fraktur tibial
plateau tanpa dilakukan tindakan pembedahan, meskipun terdapat incroguen dan
ketidakselarasan pada permukaan sendi. Hal yang penting adalah untuk menjaga
keselarasan ekstremitas dan ini memerlukan pendukung eksternal dengan
menggunakan brace cast serta beberapa memerlukan traksi atau metode lainnya.1,3,16
29
2.1.8.5 Terapi operatif pada fraktur tibial plateau
2.1.8.5.1 Indikasi/kontraindikasi untuk tindakan operatif pada fraktur tibial
plateau
Penanganan secara operatif pada fraktur tibial plateau diindikasikan untuk fraktur
tibial plateau yang tidak stabil. Penanganan ini bertujuan untuk mendekati
keselarasan sendi lutut yang normal. Pada pasien dewasa muda dan sehat, penangan
ini meliputi hampir seluruh tipe bicondylar dan tipe fraktur yang terdapat putusnya
hubungan ke diaphysis. Untuk tipe lateral, adanya fragmen yang terpisah, depresi
yang meliputi lebih dari setengah permukaan sendi bagian lateral, fraktur dari fibular
head, keselarasan valgus yang tidak sesuai pada radiograph, dan keselarasan klinis
valgus pada pemeriksaan fisik adalah indikasi yang kuat untuk dilakukan tindakan
pembedahan.1,3,9
Jumlah dari depresi dari permukaan sendi yang diukur pada radiograph biasanya
digunakan untuk mengindikasikan tindakan pembedahan. Sayangnya, depresi sulit
diukur secara akurat dan tidak dapat diandalkan pada radiograph biasa. Pada pasien
tua, kurang aktif atau secara medis kurang sehat, indikasi untuk melakukan tindakan
operasi lebih sempit serta resiko dan keuntungan dari intervensi pembedahan harus
direncanakan dengan hati-hati pada setiap kasus yang dihadapi. Pada pasien-pasien
ini, deformitas akan kurang signifikan, permintaan untuk fungsi akan lebih kecil dan
pembedahan akan berpotensi menjadi lebih susah dengan keadaan tulang yang
osteopenia. Hasil pembedahan pada usia tua biasanya akan sedikit kurang
memuaskan daripada usia muda.3,8,910
30
2.1.8.6 Prinsip teknik fiksasi pada fraktur tibial plateau
2.1.8.6.1 Prinsip fiksasi plate dan implant pada fraktur tibial plateau
Plate dan implant merupakan implant yang paling sering digunakan untuk
menstabilisasi fraktur tibial plateau dan semua pabrik pembuatan telah
mengembangkan precountoured periarticular plate dan locking plates. Oleh karena
itu, dokter dapat melakukan pemilihan yang lebih banyak daripada pada saat
dahulu.3,9,27
Implant paling sederhana yang dapat digunakan untuk melakukan fiksasi adalah
lag implant, implant ini dapat melakukan kompresi garis fraktur yang sederhana atau
bisa dikombinasikan dengan alat implant lainnya. Untuk kompresi, threaded implant
adalah salah satu yang sering digunakan dan implant 6.5 mm bekerja baik untuk
garis fraktur besar pada tibial plateau.3,10
Plate menghasilkan fungsi yang berbeda bergantung pada tipe fraktur dan dimana
diletakkan secara anatomis atau tidak. Aplikasi plate biasanya digunakan untuk
anterolateral proksimal tibia. Implant ini digunakan sebagai buttress untuk
menggantikan lateral korteks yang rusak disertai dengan fraktur lateral depresi
terpisah dari plateau. Precontoured plate untuk daerah anatomis dapat digunakan
untuk mendapatkan kecocokan yang tepat pada buttressing dari lateral tibial
condyle.3,10,13
Posteromedial plate mempunyai fungsi mekanikal yang berbeda daripada
anterolateral plate. Pada daerah ini plate harus berfungsi sebagai antiglade untuk
31
menahan shearing forces. Screw 3.5 mm implant biasanya digunakan dan plate
khusus yang precontoured telah banyak dikembangkan oleh pabrik pembuatan.3,10
Precontoured plate untuk fraktur proksimal tibia mempunyai beberapa
keuntungan. Ini dapat mengurangi waktu operasi dalam melakukan plate contouring,
dapat meminimalkan teknik operasi ketika tulang tidak sepenuhnya kelihatan untuk
melakukan contouring, dan membantu reduksi dengan mencocokkan tulang yang
patah dengan contoured plate.3,10
Lateral plates digunakan untuk bicondylar serta fraktur Schatzker 6 dan juga
dapat menahan gayaaxial, memutar dan bending. Locking implant pada plate telah
menjadi keuntungan yang besar dalam menahan gaya mekanikal dan implant ini
sangat popular.3,10
Gambar 7. Fraktur Proksimal Tibia yang dilakukan tindakan fiksasi interna
dengan Plate and Implant
32
2.1.8.6.2 Prinsip fiksasi eksterna pada fraktur tibial plateau
Fiksasi eksterna sebagai terapi definitif masih ada tempatnya pada penanganan
fraktur tibial plateau yang didasarkan pada pemilihan oleh dokter bedah atau pada
kasus-kasus yang terdapatnya cedera jaringan lunak yang parah, walaupun ditunda,
ketika pemasangan fiksasi interna diperkirakan tidak aman untuk dilakukan. Banyak
data yang menunjukkan bahwa pemasangan eksternal fiksasi sama baik hasilnya
dengan pemasangan internal fiksasi.3
Gambar 8. Fraktur Proksimal tibia yang dilakukan tindakan eksternal fiksasi
33
2.1.8.6.3 Prinsip perawatan pasca operasi
Perawatan pasca operasi dari fraktur tibial plateau belum pernah menjadi topik
dari kebanyakan penelitian. Program pasca operasi yang optimal adalah harus
meminimalkan komplikasi dan kehilangan reduksi dari fraktur dan dapat
memaksimalkan pergerakan sendi lutut ketika mempercepat proses penyembuhan
serta dapat mengembalikan fungsi dari sendi lutut.3,8
Periode dari non-weighbearing atau minimal weightbearing diperlukan untuk
meminimalisasi resiko terlepasnya reduksi dari fraktur. Durasinya bergantung pada
tipe dari fraktur dan kekuatan dari fiksasi tapi biasanya selama 6 sampai 12 minggu.
Menggerakkan sendi pasca operasi adalah masalah kedua yang penting pada
perawatan pasca operasi dari fraktur tibial plateau. Kebanyakan dokter bedah akan
melakukan mobilisasi pada sendi lutut dalam waktu secepatnya atau dalam hitungan
minggu.3,8
2.2 Oxford Knee Score
Skor pinggul dan lutut Oxford telah banyak digunakan sejak pertama kali
dijelaskan pada tahun 1996 dan 1998. Selama masa ini, mereka telah dimodifikasi
dan digunakan untuk berbagai tujuan. Skor tersebut dikembangkan untuk menilai
hasil penggantian pinggul dan lutut pada uji coba secara acak dan dirancang untuk
diselesaikan oleh pasien untuk meminimalkan potensi bias tanpa disadari oleh ahli
bedah saat menilai hasilnya sendiri. Keuntungan tambahan dalam penggunaan pasien
34
adalah bahwa mereka dapat diselesaikan di lokasi terpencil melalui pos, sehingga
menghindari ketidaknyamanan dan biaya.
Skor pinggul dan lutut Oxford dirancang sebagai instrumen khusus gabungan yang
bertujuan untuk meminimalkan komorbiditas. Skor ini menjalani penilaian yang ketat
terhadap reliabilitas, validitas dan daya tanggap dalam studi prospektif.
Penggunaannya terus meningkat dan sekarang banyak digunakan. Skor ini telah
digunakan dalam studi kohort, audit dan registrasi penggantian sendi nasional,
termasuk di Inggris, Selandia Baru dan Swedia. Skor ini juga telah diterapkan pada
gangguan sendi lainnya.
Pasien ditanyakan dua belas pertanyaan tentang tingkat dari nyeri, ada tidaknya
kesulitan ketika ketika melakukan aktifitas di dalam toilet, kemampuan dalam
melakukan pekerjaan rumah, berjalan menaiki tangga dan turun tangga, kemampuan
untuk berlutut dan berdiri kembali, ada tidaknya rasa tidak nyaman pada lutut saat
mandi,nyeri pada saat malam hari, apakah anda pincang ketika berjalan, nyeri ketika
berubah posisi dari duduk ke berdiri dan apakah lutut anda mengganggu pekerjaan
anda sehari hari. Pasien diukur sebagai jelek (0 - 19), sedang (20 - 29), baik (30 - 39)
dan sangat baik (40 - 48). Pasien dengan skor lebih dari 40 diperkirakan sebagai
kasus dengan hasil luaran yang memuaskan dan dengan ketidakmampuan yang
minimal.
35
2.3 Kerangka Pemikiran
2.3.1 Kerangka teori
Trauma pada
Proksimal tibia
Fraktur pada Tibia
Plateau tidak stabil
Fraktur Tibia Plateau
stabil
Reduksi terbuka dan
fiksasi interna
Luaran klinis
Skor fungsional
Oxford Knee
Score
Morbiditas
Nyeri kronik Malalignment
Non union
Infeksi
Kekakuan sendi lutut
Mortalitas
36
2.3.2 Kerangka Konsep Penelitian
2.3.3 Hipotesis
Tidak ada perbedaan luaran klinis pasien fraktur tibia plateau antara usia tua dan
muda yang diterapi dengan fiksasi interna di RSUP HAM.
Fraktur terbuka dengan penutupan jaringan lunak yang
masih adekuat dan fraktur tertutup dengan displacement
dari sisi fraktur
Fraktur Proksimal tibia tidak stabil
Skor Fungsional
(Oxford Knee Score)
Manajemen Operatif
Usia tua Usia Muda
37
BAB III
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang menilai hasil luaran klinis
fraktur tibia plateau yang diterapi dengan fiksasi interna di RSUP HAM.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di seluruh unit rawat inap RSUP HAM setelah mendapat
persetujuan Komisi Etik Penelitian FK USU.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi target adalah seluruh pasien fraktur tibial plateau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien fraktur tibial plateau yang di rawat di
Departemen Orthopaedi dan Traumatologi RSUP HAM dan poliklinik melalui rekam
medis antara bulan Januari 2012-Januari 2017.
37
38
3.4 Perhitungan Besar Sampel
= (1,96 2(0.19) + 0.84 0.2 +0.09
0,2
= 60
N = Jumlah sampel
Zα = Kesalahan Tipe I ditetapkan sebesar 5% yaitu 1,96
Zβ = Kesalahan Tipe II ditetapkan sebesar 20% yaitu 0,84
P2 = Proporsi kesembuhan pada kelompok standar II
P1 – P2 = Selisih minimal proporsi Kesembuhan antara dua kelompok
P1 = Proporsi kesembuhan pada kelompok standar I
Q1 = 1 – P1
Q2 = 1 – P2
Jumlah yang diperlukan adalah 60 sampel pasien pada setiap kelompok dan
dikarenakan keterbatasan waktu dalam penelitian, maka penelitian ini akan
menggunakan metode total sampling
39
3.5 Kriteria Penelitian
3.5.1 Kriteria Inklusi
1) Pasien dengan fraktur tibia plateau terbuka namun masih memiliki jaringan lunak
yang adekuat untuk menutupinya
2) Pasien dengan fraktur tibial plateau yang tidak stabil, yaitu terdapat displacement
dari fraktur
4) Pasien fraktur tibial plateau yang telah melewati waktu 6 bulan paska operasi
5) Pasien dengan fraktur tibia plateau tertutup
3.5.2 Kriteria Eksklusi
1) Pasien-pasien dengan fraktur tibial plateau disertai dengan komorbid lainnya
2) Pasien yang telah mengalami pengobatan fraktur sebelumnya
2) Pasien-pasien yang menolak untuk dilakukan pemeriksaan
3.6 Persetujuan / Informed Consent
Semua subjek penelitian telah mendapat persetujuan dari bagian penelitian dan
pengembangan RSUP HAM
3.7 Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian kesehatan dari fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
40
3.8 Prosedur Penelitian
Fraktur tibial plateau yang tidak stabil di
Rumah Sakit Haji Adam Malik
Rekam Medik
Kriteria Inklusi/Eksklusi
Skor fungsional
( Oxford Knee Score)
41
3.9 Variabel Penelitian
3.9.1 Variabel bebas
1) Fraktur tibial plateau terbuka (klasifikasi Gustilo Anderson IIIA)
2) Fraktur tibial plateau tertutup
3) Fraktur tibial plateau tidak stabil
3.9.2 Variabel Terikat
Skor Fungsional Oxford Knee Score
3.10 Definisi Operasional
1) Fraktur adalah diskontinuitas jaringan tulang, lempeng epiphyse dan atau jaringan
sendi tulang rawan
2) Fraktur tibial plateau yang tidak stabil adalah merupakan fraktur tibia plateau yang
disertai dengan displacement dari sisi fraktur
3) Fraktur tibial plateau terbuka dengan klasifikasi Gustilo Anderson tipe I, II, IIIA
adalah fraktur tibial plateau yang di sertai dengan cedera dari jaringan lunak,
namun masih dapat menutupi sisi fraktur
4) Skor fungsional adalah sistem skor yang digunakan untuk menilai luaran dari
pasien dengan fraktur tibial plateau. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah
Oxford Knee Score
42
5) Open Reduction Internal Fixation (ORIF) ialah suatu prosedur operasi dalam
bidang Orthopaedi yang bertujuan mengembalikan anatomi tulang yang
mengalami fraktur
3.11 Analisa Statistik
Hasil Penelitian ini akan di analisa secara statistik menggunakan sistem berbasis
komputer. Normalitas data diuji dengan uji Saphiro-Wilk. Perbandingan nilai Oxford
Knee Score menurut usia diuji dengan Chi-Square. Jika p <0.05 menunjukan hasil
yang signifikan.
3.12 Keterbatasan Penelitian
1. Dibutuhkan jumlah subyek yang cukup banyak, terutama bila variable yang
dipelajari banyak
2. Mungkin terjadi bias prevalensi atau bias insidensi karena efek suatu faktor risiko
selama periode tertentu dapat disalahtafsirkan sebagai efek penyakit
3. Sulit menentukan sebab dan akibat karena pengambilan data risiko dan efek di
lakukan pada saat bersamaan
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian
Dari data rekam medis yang di dapat kurun waktu januari 2012 sampai dengan
Januari 2017 terdapat 106 kasus fraktur yang mengenai tulang tibia dijumpai 65 kasus
diantaranya fraktur tibial plateau dari segala usia yang mendapatkan pengobatan dan
didiagnosa di instalasi gawat darurat dan poli Orthopaedi di RSUP HAM Medan.
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi adalah 50 orang. Diantara 50 orang yang
memenuhi kriteria inklusi terdiri dari 23 pasien usia tua dan 27 pasien usia muda.
4.1.1 Distribusi umur pada sampel terhadap Oxford Knee Score
Tabel 2 Oxford Knee Score pada usia tua dan muda
Umur
Oxford Knee Score
Total <39 >40
<44 tahun 7 20 27
>45 tahun 13 10 23
20 30 50
43
44
0
5
10
15
20
25
< 44 tahun > 45 tahun
< 39 > 40
Gambar 9. Diagram batang Oxford Knee Score pada usia tua dan muda
Dari tabel 2 dan gambar diagram diatas diketahui bahwa pada pasien usia muda
terdapat 20 orang (74%) yang Oxford Knee Score> 40 kemudian 7 orang (26%)
Oxford Knee Score<39, sedangkan pada pasien usia tua terdapat 10 orang (43%)
Oxford Knee Score>40 kemudian 13 orang (57%) Oxford Knee Score<39.
4.1.2 Uji data dengan Chi-Square
Dari uji data dengan menggunakan teknik berbasis komputer, didapatkan bahwa
hasil uji P <0.05 artinya terdapat perbedaan luaran klinis yang signifikan untuk luaran
klinis pasien fraktur tibia plateau antara usia tua dan muda yang diterapi dengan
fiksasi interna
4.2 Pembahasan
Peneliti melakukan uji hasil dengan menggunakan komputerisasi, data distribusi
diuji menggunakan metode Saphiro-wilk dikarenakan jumlah data kurang dari 50,
45
kemudian dilanjutkan dengan pengujian Chi-Square test, dari uji Chi-Square
kemudian data didapatkan p > 0.05 sehingga hasil yang didapatkan adalah tidak ada
perbedaan hasil luaran klinis yang signifikan pada pasien fraktur tibial plateau pada
usia tua dan muda. Hal ini sesuai dengan hipotesa peneliti bahwa tidak ada perbedaan
luaran klinis yang signifikan antara pasien usia muda dan usia tua.
Tindakan internal fiksasi telah dipertimbangkan menjadi salah satu pilihan yang
baik dalam menangani fraktur tibial plateau. Hasil yang sangat baik pada 81% kasus
telah dilaporkan oleh Lachweics dan Funcik. Oh et al juga melaporkan hasil yang
sangat baik pada 91% kasus fraktur tibial plateau yang diterapi dengan fiksasi interna.
Penggunaan dari beberapa metode reduksi secara indirectseperti K-Wiredan
femoral distractor bersamaan dengan penggunaan image intensifier, dapat
menghasilkan reduksi permukaan sendi yang dapat diterima dengan perusakan
jaringan lunak yang minimal. Protokol fisioterapi yang lebih cepat dan agresif dapat
segera dimulai dan hasil fungsi luaran yang sangat baik dapat dicapai.
Perubahan degeneratif pada sendi lutut biasanya dikarenakan pengembalian
permukaan sendi yang tidak memadai, ketidakselarasan anggota tubuh bawah,
ketidakstabilan sendi dan mobilisasi yang tertunda dari sendi lutut. Tetapi Parkinen et
al pada studi mereka pada fraktur tibial plateau lateral melaporkan bahwa kesesuaian
permukaan artikular paska operasi dan mekanikal axis yang netral mempunyai efek
yang kecil untuk hasil luaran fungsi pada fraktur tibial plateau dalam jangka waktu
yang menengah. Marsh et al pada studi mereka menemukan bahwa pada fraktur
46
permukaan sendi mempunyai hubungan yang kecil antara luaran klinis dengan
reduksi anatomis.
Fraktur tibial plateau paling sering terjadi pada usia antara 30 dan 60 tahun yang
telah dilaporkan oleh beberapa penelitian. Albuquerque et al melaporkan bahwa pria
lebih dominan untuk terkena fraktur tibial plateau (70%). Pada penelitian ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya bahwa penderita fraktur tibial plateau lebih banyak
terjadi pada jenis kelamin pria (82%) daripada wanita (18%).
Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil luaran klinis.
Pasien dengan usia tua biasanya mempunyai perubahan degeneratif pada sendi lutut.
Tetapi, prinsip pengobatan pada fraktur tibia plateau sama untuk pasien usia muda
dan pasien usia tua. Penelitian oleh Houben et al, menemukan bahwa fungsi luaran
pada pasien usia tua lebih baik daripada usia muda, karena pada pasien usia muda
biasanya cenderung untuk melakukan aktifitas sehari hari yang sama pada saat
sebelum mengalami cedera.
Pada penelitian lainnya, Gaston et al melaporkan pasien fraktur tibial plateau yang
telah menjalani pengobatan, kemudian dinilai kesembuhan fungsi otot quadriceps.
Pasien yang berumur dibawah 40 tahun mempunyai tingkat kesembuhan yang lebih
cepat dibandingkan dengan pasien yang berumur lebih dari 40 tahun. Satu tahun
setelah cedera, kelompok pasien yang berumur dibawah 40 tahun mendapatkan
kekuatan quadriceps sebesar 85%, sedangkan kelompok yang lebih tua mendapatkan
kekuatan quadriceps sebesar 74% (P < 0,05)
47
Seperti suatu penelitian yang dilakukan oleh Keating et al, menunjukkan besarnya
perbedaan luaran hasil pasien yang berumur lebih dari 40 tahun dibandingkan dengan
pasien yang dibawah 40 tahun. Pada follow up 8 tahun setelah cedera, hanya 12 dari
21 pasien yang berumur diatas 40 tahun yang sama hasil dengan kontrol dengan umur
yang sama. Pada studi lain oleh Weigel et al juga menemukan bahwa pasien dengan
umur diatas 50 tahun dengan fraktur tibial plateau terlepas dari tipe fraktur atau
operasi atau non operasi hanya 35% (14/40 pasien) yang merasa puas dengan
hasilnya. Suatu studi yang dilakukan oleh Barei et al juga menemukan bahwa pada
pasien dengan usia diatas 40 tahun mendapatkan hasil fungsi lutut yang tidak
memuaskan.
Dari penelitian ini didapatkan terdapatnya perbedaan hasil luaran yang signifikan
pada pasien usia tua dan muda berdasarkan uji Chi Square pada teknik komputerisasi.
Pada distribusi data didapatkan bahwa pada pasien usia muda terdapat luaran klinis
yang baik yaitu Oxford Knee Score diatas 40 sebesar 74% sedangkan pada pasien usia
tua didapatkan Oxford Knee Score diatas 40 sebesar 43%. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang mengatakan bahwa pasien usia muda mempunyai hasil luaran yang
lebih baik dibandingkan pada pasien usia tua.
Peneliti menemui kesulitan pada saat mengumpulkan sampel dikarenakan terdapat
kesalahan pasien sewaktu mengisi kontak yang bisa dihubungi pada data rekam
medis.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Terdapat perbedaan luaran klinis yang signifikan untuk luaran klinis pasien fraktur
tibia plateau antara usia tua dan muda yang diterapi dengan fiksasi interna di RSUP
HAM
5.2 Saran
1. Diperlukan pencatatan data secara lengkap dan teratur di rekam medis seperti
alamat, nomor telepon dan diagnosa, sehingga dapat memberikan kemudahan
akses kepada peneliti berikutnya yang akan melakukan penelitian.
2. Penelitian berikutnya dapat meneliti secara keseluruhan pada pasien fraktur tibial
plateau yang meliputi tipe dari fraktur tibia plateau, jenis insisi yang digunakan,
implant yang digunakan, operasi atau konservatif.
48
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley & Solomon’s, System of Orthopaedics and Trauma. Tenth Edition, Ashley
W.Blom, Southampton, 2017; 711-754
2. Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Edisi Ketiga, Yarsif
Watampore, Jakarta, 2007; 355-357
3. Rockwood and Green’s, Fractures in Adults, Eight Edition, Charles M.Court-Brown,
United Kingdom, 2015 ; 2303-2367
4. Moesbar N, Penegendara dan Penumpang sepeda motor terbanyak mendapat patah
tulang, 2007.
5. Kavin K, Davendra L, et al.Functional Evaluation in High Energy ( Schatzker Type V
and Type VI ) Tibial Plateau Fractures Treated by Open Reduction and Internal
Fixation. 2014:589538.
6. Gaston P, Will EM, Keating JF. Recovery of knee function following fracture of the
tibial plateau. J Bone Joint Surg Br. 2005;87(9):1233–1236.
7. Weigel DP, Marsh JL. High-energy fractures of the tibial plateau. Knee function after
longer follow up. J bone Joint Surg Am. 2002;84-A(9):1541-1551.
8. Keating JF. Tibial plateau fractures in the older patient. Bull Hosp Jt Dis.
1999;58(1):1923.
9. Barei DP, Nork SE, Mills WJ, et al.Functional outcomes of severe bicondylar tibial
plateau fractures treated with dual incisions and medial lateral plates. J Bone Joint
Surg Am. 2006;88(8):1713-1721.
10. Tim K.T, Denise J.C, Luuk S, et al.Functional outcome after tibial plateau fracture
osteosynthesis: A mean follow up of 6 years.The Knee 21 (2014) 1210-1215.
50
11. Barei DP, Nork SE, Mills WJ, et al. Complications associated with internal fixation of
high-energy bicondylar tibial plateau fractures utilizing a two-incision technique. J
Orthop Trauma. 2004;18(10):649–657.
12. Honkonen SE. Degenerative arthritis after tibial plateau fractures. J Orthop Trauma.
1995;9(4):273–277
13. Rademakers MV, Kerkhoffs GM, Sierevelt IN, et al. Operative treatment of 109 tibial
plateau fractures: five- to 27-year follow-up results. J Orthop Trauma. 2007;21(1):5–
10
14. Su EP, Westrich GH, Rana AJ, et al. Operative treatment of tibial plateau fractures in
patients older than 55 years. Clin Orthop Relat Res. 2004;(421):240–248
15. Moore TM, Patzakis MJ, Harvey JP. Tibial plateau fractures: definition,
demographics,treatment rationale, and long-term results of closed traction
management or operative reduction. J Orthop Trauma. 1987;1(2):97–119.
16. DeCoster TA, Nepola JV, el-Khoury GY. Cast brace treatment of proximal tibia
fractures.A ten-year follow-up study. Clin Orthop Relat Res. 1988;(231):196–204.
17. Prasad N, Murray JM, Kumar D, et al. Insufficiency fracture of the tibial plateau: an
often missed diagnosis. Acta Orthop Belg. 2006;72(5):587–591
18. Anderson DD, Mosqueda T, Thomas T, et al. Quantifying tibial plafond fracture
severity:Absorbed energy and fragment displacement agree with clinical rank
ordering.J Orthop Res. 2008;26:1046–1052..
19. Vanek J. Posteromedial fracture of the tibial plateau is not an avulsion injury. A case
report and experimental study. J Bone Joint Surg Br. 1994;76(2):290–292.
20. Stannard JP, Lopez R, Volgas D. Soft tissue injury of the knee after tibial plateau
fractures. J Knee Surg. 2010;23(4):187–192.
51
21. Chang YH, Tu YK, Yeh WL, et al. Tibial plateau fracture with compartment
syndrome:a complication of higher incidence in Taiwan. Chang Gung Med J.
2000;23(3):149–155
22. Rasmussen PS. Tibial condylar fractures. Impairment of knee joint stability as an
indication for surgical treatment. J Bone Joint Surg Am. 1973;55(7):1331–1350
23. Liow RY, Birdsall PD, Mucci B, et al. Spiral computed tomography with two- and
threedimensional reconstruction in the management of tibial plateau fractures.
Orthopedics.1999;22(10):929–932.
24. Brunner A, Horisberger M, Ulmar B, et al. Classification systems for tibial plateau
fractures; does computed tomography scanning improve their reliability? Injury.
2010;41(2):173–178.
25. Mui LW, Engelsohn E, Umans H. Comparison of CT and MRI in patients with tibial
plateau fracture: can CT findings predict ligament tear or meniscal injury? Skeletal
Radiol. 2007;36(2):145–151.
26. Goyal KS, Skalak AS, Marcus RE, et al. Analysis of anatomic periarticular tibial plate
fit on normal adults. Clin Orthop Relat Res. 2007;461:245–257.
27. Ali AM, Saleh M, Bolongaro S, et al. The strength of different fixation techniques for
bicondylar tibial plateau fractures–a biomechanical study. Clin Biomech (Bristol,
Avon). 2003;18(9):864–870.
28. Karunakar MA, Egol KA, Peindl R, et al. Split depression tibial plateau fractures: a
biomechanical study. J Orthop Trauma. 2002;16(3):172–177.