55
PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH) KOMUNIKASI INTERPERSONAL GELANDANGAN, DALAM KONTEKS IMPRESSION MANAGEMENT Oleh; Dr. Syaiful Rohim, M.Si (0419037902) FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR HAMKA JAKARTA 2019

PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

PROPOSAL

PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH)

KOMUNIKASI INTERPERSONAL GELANDANGAN, DALAM KONTEKS IMPRESSION MANAGEMENT

Oleh;

Dr. Syaiful Rohim, M.Si (0419037902)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR HAMKA

JAKARTA

2019

Page 2: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

LEMBAR PENGESAHAN PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH)

. Judul Penelitian

KOMUNIKASI INTERPERSONAL GELANDANGAN, DALAM KONTEKS

IMPRESSION MANAGEMENT

Jenis Penelitian : Penelitian Sosial Humaniora Ketua Peneliti : Dr. Syaiful Rohim, M.Si Link Profil simakip : http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/985

Anggota Peneliti :Ck or tap here to enter text. Link Profil simakip :Click or tap here to enter text. Contoh link: http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/978

Waktu Penelitian : 6 Bulan Luaran Penelitian

Luaran Wajib : Jurnal Nasional Terakreditasi sinta 2 Status Luaran Wajib : Accepted Luaran Tambahan : Jurnal Nasional Terakreditasi sinta 3 Status Luaran Tambahan:Submitted

Mengetahui, Jakarta, 3 Mei 2020.

Ketua Program Studi Ketua Peneliti

Farida Hariyati, M.Ikom Dr. Syaiful Rohim, M.Si

NIDN. 0327097601. NIDN. 0419037902

Menyetujui,

Dekan FISIP UHAMKA. Ketua Lemlitbang UHAMKA

Dr. Said Romadlan, M.Si. Prof. Dr. Suswandari, M.Pd

NIDN. 0326097402. NIDN. 0020116601

Page 3: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

UNİVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKADII'p

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGANJln. Tanah Merdeka, Pasar Rebo, Jakarta Timur

Teıp. 021-8416624, 87781809; Fax. 87781809

SURAT PERJANJIAN KONTRAK KERJA PENELITIAN

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

UNİVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR HANIKA

Nomor / F.03.07 / 2019Tanggal 20 November 2019

Bismillahirrahmanirrahim

Pada hari ini, Rabu, tanggal Dua Puluh, bulan November, tahun Dua Ribu Sembilan Belas, yang

bertanda tangan di bawah ini Prof. Dr. Hj Suswandari, M.Pd, Ketua Lembaga Penelitian dan

Pengembangan Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, selanjutnya disebut sebagai

PIHAK PERTAMA•, Dr. H. SYAIFUL ROHIM M.şi, selanjutnya disebut sebagai PIHAK

KEDUA.

PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat untuk mengadakan Perjanjian Kontrak Kerja

Penelitian yang didanai oleh RAPB Universitas Muhammadiyah Profi DR. HAMKA

Pasal I

PIHAK KEDUA akan melaksanakan kegiatan penelitian dengan judul : KOMUNIKASI

INTERPERSONAL GELANDANGAN, DALANI KONTEKS IMPRESSİON

MANAGEMENT dengan luaran wajib dan luaran tambahan sesuai data usulan penelitian Bacth

I Tahun 2019 melalui simakip.uhamka.ac.id..

Pasal 2

Bukti luaran penelitian wajib dan tambahan harus sesuai sebagaimana yang dijanjikan dalaın Pasal

l, Luaran penelitian yang diınaksud dilaınpirkan pada saat Monitoring Evaluasi dan laporan

penelitian yang diunggah melalui simakip.uhamka.ac.id.

Pasal 3

Kegiatan tersebut dalam Pasal I akan dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA mulai tanggal

20 November 2019 dan selesai pada tanggal 20 April 2020.

Pasal 4

PIHAK PERTAMA menyediakan dana sebesar RP. 13.000.000,- (Terbilang : Tiga Belas Juta)

kepada P[HAK KEDUA unluk melaksanakan kegiatan tersebut dalaın Pasal l, Sumber biaya yang

dimaksud berasal dari Penelitian dan Pengembangan Universitas Muhammadiyah Prof. DR.

HAMKA melalui Lembaga Penelitian dan Pengembangan.

I lük Cıpıa C hllpfflsıınukıp.uhamka ac 1d

Pasal 5

Tanggal Download. 18-11-2019 Ihlaman I Jan 2

Page 4: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

pembayaran dana tersebut dalam Pasal 4 akan dilakukan dalam 2 (dua) termin sebagai berikut;(1) Tennin 1 70 % : Sebesar 9.100.000 (Terbilang: Sembilan Juta Seratus R/bu Rupiah) setelahplHAK KEDUA menyerahkan proposal yang telah direview dan diperbaiki sesuai saran reviewerpada kegiatan tersebut Pasal l.(2) Termin Il 30 % : Sebesar 3.900.000 (Terbilang: Tiga Juta Sembilan Ratus Ribu Rupiah)setelah PIHAK KEDUA menyerahkan proposal yang telah direview dan diperbaiki sesuai saranreviewer pada kegiatan tersebut Pasal l.

Pasal 6

(l) PIHAK KEDUA wajib melaksanakan kegiatan tersebut dalam Pasal I dalam waktu yangditentukan dalam Pasal 3.

(2) PIHAK PERTAMA akan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan tersebutsebagaimana yang disebutkan dalam Pasal I .

(3) PIHAK PERTAMA akan mendenda PIHAK KEDUA setiap hari keterlambatan penyerahanlaporan hasil kegiatan sebesar 0,5 % (setengah persen) maksimal 20% (dua puluh persen) darijumlah dana tersebut dalam Pasal 4.

(4) Dana Penelitian dikenakan Pajak Penalnbahan Nilai (PPN) pada poin honor peneliti sebesar 5% (lima persen)

PIHAK PERTAMALembaga Penelitian dan Pengembangan

itas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA

Jakarta, 20 November 2019

PIHAK KEDUAPeneliti,

PEI4AFF7

ooc} E -u BURUPIAH

r. Hj Suswandari, M.Pdå--- Dr. H. SYAIFUL ROHIM M.Si

Mengetahui

•l Rektor 11 UHAMKA

Dr, LAMAH SARI M.Ag.

Hak Cipta C http://simakip.uhamka.ac.id Tanggal Domdoad• 18-11-2019 } lalaman 2 Jan 2

Page 5: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

ABSTRAK

This research was conducted with ten vagrants which are spread in some places in

Jakarta and some restricted area, the aims of this research is to know the

communication management pattern of interpersonal communication activities

which has been done well among vagrants or outside their community. The

theoretical approach which has been done in this research was using Johari

Window theory, it used to explain how and on which frame all the vagrants are

communicating. This research also using qualitative method to get complete

description of interpersonal communication phenomena and a vagrant

interpersonal in doing communication process and social as the form of self

management of vagrants in communication activities. The result shows that

vagrants was doing their communication activities by dividing their self area into

open and close and also doing their communication management through the

impression which is made to manage communication behaviour and interpersonal

relation with communication partner through impression management mechanism

as the form of adaptation and as an effort to make a good relation to orderliness of

the interaction.

Keywords: Vagrant, Self, Impression Management, Johari Window.

Page 6: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

BAB I

PENDAHULUAN

Citra negatif dan konstruksi budaya yang dianggap menyimpang

serta perlakuan yang dialami para gelandangan anak jalanan dalam

menjalankan aktivitasnya, dalam batasan-batasan tertentu menjadikan

mereka memiliki cara dan tradisi yang berbeda dengan orang lain dalam

menjalankan berbagai aktivitasnya. Perbedaan tersebut memungkinkan

para gelandangan memiliki budaya dan tradisi yang khas. Kekhasan

budaya dan tradisi tersebut menjadikan komunitas ini menarik untuk

diteliti, apalagi dengan menggunakan pendekatan fenomenologis, yang

merupakan salah satu pendekatan penting dan sudah mapan dalam ilmu

komunikasi (Littlejohn, 1996:203; Miller, 2002:49). Pendekatan

fenomenologis antara lain dapat mengungkap realitas dan fenomena

komunikasi gelandangan dari sudut pandang subyek.

Fenomena dan realitas komunikasi adalah salah satu sisi

kehidupan dari dunia keseharian seorang gelandangan yang menarik untuk

diteliti. Kekhasan budaya dan tradisi para gelandangan, tentu akan

mempengaruhi kekhasan komunikasi yang mereka lakukan. Stigma

sosial, julukan, label dan citra negatif serta kecurigaan dan perlakuan

masyarakat terhadap segala aktivitas yang dilakukannya, telah membuat

konsep diri dan kehidupan mereka menjadi komunitas yang berbeda

dengan kelompok sosial yang lainnya, perlakuan yang tidak simpatik

Page 7: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

masyarakat terhadap segala aktivitasnya mendorong para gelandangan

untuk berbuat dan berperilaku lain dari dunia sosial pada umumnya.

Dalam konteks komunikasi (terutama komunikasi intrapersonal

dan interpersonal), konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan,

karena setiap orang bertingkahlaku (berkomunikasi) sedapat mungkin

sesuai dengan konsep dirinya (Rakhmat, 2005:104). Sukses komunikasi

interpersonal lanjut Rakhmat banyak tergantung pada kualitas konsep diri

seseorang; positif atau negatif. Oleh karena itu, untuk memahami

(meneliti) realitas komunikasi para gelandangan harus diawali dengan

memahami bagaimana konsep diri mereka, termasuk mengetahui

bagaimana mereka memandang dan mempersepsi diri dan lingkungannya.

Disamping menelusuri proses dan arah kesadaran identitas

(konsep diri), penelitian ini juga akan secara khusus mengkaji fenomena

dan budaya komunikasi gelandangan anak jalanan. Kesadaran identitas

yang terjadi karena proses stigma dan julukan negatif membuat seseorang

harus merumuskan kembali sebagian tradisi komunikasi yang selama ini

biasa dilakukan, atau mungkin budaya-budaya komunikasi baru dan khas

yang mereka ciptakan. Budaya dan tradisi komunikasi mereka dapat

ditelusuri sejak dan saat menjadi seorang gelandangan. Oleh karena itu,

paling tidak ada dua jenis komunikasi yang dapat diamati, yakni

komunikasi intrapersonal dan komunikasi interpersonal

Di samping membahas tentang tradisi komunikasi tersebut, dalam

studi ini juga akan secara khusus dijelaskan tentang fenomena pengelolaan

kesan dari subyek penelitian ketika mereka melakukan komunikasi

Page 8: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

(terutama komunikasi interpersonal). Studi ini penting untuk mengungkap

bagaimana subyek penelitian melakukan impression management pada

saat berhadapan dengan orang lain, baik dengan orang lain maupun dengan

sesama gelandangan. Meskipun banyak penelitian yang telah

menggunakan teori dramaturgis dari Goffman untuk mengungkap

fenomena impression management, sepanjang pengetahuan penulis, belum

banyak penelitian yang secara khusus mengungkap hal tersebut pada

“gelandangan”. Kalau pun identik paling tidak dapat menambah variasi

hasil penelitian dan pasti akan menghasilkan penelitian yang berbeda pula

karena dilakukan kepada subjek yang berbeda, waktu, tempat serta peneliti

yang beda. Adapun penjelasan lebih rinsi tentang hal ini akan diulas secara

gamblang pada bab 2 tentang kajian pustaka.

Konsep impression management dari Goffman, selain menjadi

salah satu konsep dari teori dramaturgis, juga terkait dengan kajian-kajian

tentang pesan (message). Kajian tentang impression management dan

pesan komunikasi dari komunitas gelandangan akan lebih menarik apabila

dikaitkan dengan komunikasi nonverbal.

Beberapa pendapat dan penjelasan di atas semakin mempertegas

akan pentingnya eksistensi dan kesadaran identitas dalam komunikasi

seseorang (terutama komunikasi interpersonal). Kalau kesadaran identitas

dan konsep diri dianggap penting dalam berkomunikasi, lalu bagaimana

dengan orang-orang yang mempunyai masalah dengan relasi sosial karena

persoalan stigma masyarakat, seperti para gelandangan? Pertanyaan

seperti inilah yang antara lain akan dijawab dalam penelitian ini, yakni

Page 9: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

dengan mengungkap fenomena-fenomena komunikasi interpersonal yang

menarik dan khas dari seorang gelandangan, khususnya dalam konteks

impression management-nya.

Berdasarkan penjelasan di atas permasalahan penelitian tersebut

diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan gelandangan tentang diri dan

lingkungannya (fisik, psikis dan sosial)?

2. Bagaimana orientasi sosial (pilihan karier, motif) setelah

menjadi gelandangan?

3. Bagaimana para gelandangan melakukan pengelolaan kesan

dalam berkomunikasi?

Untuk lebih memperjelas wilayah penelitian yang akan

dilakukan, berikut ini akan digambarkan secara skematis wilayah kajian

yang menjadi fokus penelitian:

Gambar

Wilayah Penelitian

Diri & Perilaku

Komunikasi

Gelandangan

Memasuki

Dunia

Gelandangan

Sebelum Menjadi

Gelandangan

Redefinisi

Diri Gambaran Diri

Orientasi Sosial

Page 10: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Wilayah penelitian

dan fokus kajian

Pengelolaan Kesan

(management

impression)

Page 11: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Teori Fenomenologi

Fenomenologi adalah kajian mengenai pengetahuan yang berasal

dari kesadaran, atau cara bagaimana orang-orang memahami obyek-obyek

dan peristiwa-peristiwa atas pengalaman sadar mereka. Kuswarno (2009:5)

menyatakan bahwa fenomena adalah sesuatu yang masuk ke dalam

“kesadaran” kita baik dalam bentuk persepsi, khayalan, keinginan atau

fikiran. Teori fenomenologi dikembangkan oleh Alfred Schutz. Meskipun

fenomenologi sebagai teori lebih identitik dengan Schutz, namun dalam

sejarah perjalanannya Schutz mendapat banyak inspirasi dari teori dan pikiran

dari beberapa ilmuwan liainnya. Dua di antaranya adalah Max Weber dan

Edmund Hasserl.

Beberapa pakar mengklaim bahwa teori Fenomenologi dari Alfred

Schutz terinspitrasi oleh teori Tindakan Sosial dari Max Weber. Menurut

Weber, tindakan sosial adalah segala perilaku manusia ketika dan sejauh

individu memberikan suatu makna subyektif terhadap perilaku tersebut.

(lihat, Mulyana, 2003: 60-61). Asumsi-asumsi Weber tentang sifat aktif

manusia telah menjadi ‘spirit’ bagi Schutz untuk membangun asumsi-

asumsinya tentang manusia dalam perspektif teori Fenomenologi.

Sebagaimana Weber, Schutz juga dalam fenomenologi-nya menganggap

dimensi “interaksi” sebagai variabel utama dan penting dalam menentukan

perilaku manusia, bukan struktur masyarakat. Bahkan struktur itu sendiri

Page 12: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

tercipta dan berubah sebagai akibat dari interaksi manusia, yakni ketika

individu-individu berpikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat

obyek yang sama. (Mulyana, 2003:61)

Memperkuat pendapat Weber tentang pentingnya tindakan sosial bagi

manusia, Schutz mengemukakan bahwa pemahaman atas tindakan, ucapan

dan interaksi merupakan prasyarat bagi eksistensi sosial siapa pun (Mulyana,

2003:62). Kalau Weber memberikan asumsi umum tentang hubungan dan

interaksi manusia (tindakan sosial), maka Schutz lebih menspesifikasikan

pada bagaimana terbentuknya dunia keseharian manusia lewat kesadaran

intersubyektifitas. Oleh karena itu, fenomenologi Schutz terkadang disebut

sebagai fenomenologi intersubjektif. Pada prinsipnya analisis fenomenologi

ini berkenaan dengan pemahaman tentang bagaimana keseharian, dunia

intersubjektif (dunia kehidupan atau Lebenswelt) terbentuk. Tujuannya

adalah untuk mengetahui bagaimana kita dapat menginterpretasi tindakan

sosial kita dan orang lain sebagai sesuatu yang bermakna dan untuk

merekonstruksi kembali turunan makna tindakan bermakna pada komunikasi

intersubjektif individu dalam dunia kehidupan sosial (Outhwaite, dalan

Denzin, 2000:192).

Di samping dipengaruhi oleh Weber, Schutz juga terinspirasi dari

pemikiran Husserl. Menurut Edmund Husserl bahwa tidak ada skema

konseptual di luar pengalaman langsung yang sebenarnya yang cukup untuk

mengungkapkan kebenaran, tetapi pengalaman yang disadari oleh individu

harus dijadikan sebagai rute untuk menemukan realitas. Menurutnya,

kebenaran hanya dapat terungkap lewat perhatian secara sadar. Husserl yakin

Page 13: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

bahwa dalam kehidupan sehari-hari, orang mengalami berbagai hal dalam

suatu bentuk sikap alamiah yang dipengaruhi oleh segala bentuk keyakinan

dan pra anggapan. Cara hidup yang alamiah seperti ini tidak memiliki disiplin

yang cukup untuk membuat kita dapat memperoleh pengetahuan yang

sebenarnya.

Istilah yang dipergunakan oleh Husserl untuk menjelaskan mengenai

hal ini adalah phenomenological reduction atau epoche, yaitu

pengeliminasian secara cermat dan secara sistimatis setiap faktor subyektif

yang masuk ke dalam pengalaman murni seseorang dengan suatu hal. Dalam

pereduksian ini, orang akan menyingkirkan faktor-faktor yang subyektif-

termasuk sejarah, penyimpangan, dan kepentingan-kepentingan untuk

menghilangkan unsur-unsur yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan

ini dan memusatkan perhatian pada obyek yang ingin diteliti. Kesadaran

murni seseorang mengenai suatu obyek akan mengungkapkan esensi yang

sebenarnya dari obyek tersebut.

Alfred Schutz bertolak dari gagasan Hursserl yang melihat hubungan

kesadaran yang melibatkan kemampuan mempersepsi manusia terhadap

sesuatu obyek. Namun Schutz lebih menekankan pada kesadaran-kesadaran

intersubyektif dunia keseharian manusia. Shutz juga mendukung pandangan

Husserl yang menyatakan bahwa proses pemahaman dan pemberian makna

terhadap pengalaman-pengalaman itu dilakukan melalui refleksi tingkah

laku. Pemahaman makna tindakan sosial diperoleh dengan memutar dan

menyeleksi kembali rekaman-rekaman pengalaman tindakan sosial yang

berakumulasi dalam diri manusia sebagai persediaan pengetahuan atau stock

Page 14: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

of knowledge. Kemudian kita dapat menyeleksi unsur-unsur pengalaman

yang memungkinkan kita untuk melihat makna tindakan kita. (Campbell,

1994:236).

2.2 Kajian Interaksi Simbolik Mead tentang “Diri”

Teori interaksi simbolik adalah suatu teori yang mencoba memandang

aktivitas manusia sebagai suatu aktivitas yang khas berupa komunikasi

dengan menggunakan (pertukaran) simbol. Kehidupan sosial dalam

pandangan kaum interaksi simbolik dimaknai sebagai suatu interaksi manusia

dengan menggunakan simbol, dimana simbol tersebut selalu digunakan

manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya. Di dalam

interaksi tersebut juga terjadi upaya saling mendefinisi dan menginterpretasi

antara tindakan yang satu dengan yang lainnya.

Pada dasarnya teori interaksi simbolik termasuk dalam wilayah

psikologi sosial yang mengkaji bagaimana dinamika psikis individu dalam

berinteraksi dengan individu lainnya. Oleh karena itu kajian awal tentang

teori ini harus dimulai dengan teori tentang diri (self) dari “the founding

father” interaksi simbolik, George Herbert Mead. Diri (self) atau konsep diri

dalam pandangan Mead (dalam Mulyana:2002:73) adalah suatu proses yang

berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain, atau dalam

pemaknaan yang lain, diri sendiri (the self) juga merupakan “obyek sosial”

yang kita bagi dengan orang lain dalam suatu interaksi (Soeprapto:2002:204).

Dengan demikian, konsep diri setiap individu sangat ditentukan oleh

bagaimana orang lain melihat/menilai dirinya saat berinteraksi. Cooley

Page 15: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

(dalam Mulyana, 2002:74) mengatakan bahwa konsep diri individu secara

signifikan ditentukan oleh apa yang ia pikirkan tentang pikiran orang lain

mengenai dirinya. Sebagai konsekuensi dari kehidupan sosial (berkelompok)

maka konsep diri seseorang selalu berubah dari kelompok yang satu ke

kelompok yang lain, dimana pengaruh kelompok sangat kental bagi

interpretasi diri seseorang. Pandangan Mead tentang diri terletak pada

pengambilan peran orang lain (taking the role of the other). Pandangan

yang serupa tentang “diri” juga dikemukakan oleh Charles Horton

Cooley. Dalam teorinya “the looking-glass self”, Cooley berpendapat bahwa

konsep diri individu ditentukan oleh apa yang ia pikirkan mengenai pikiran

orang lain mengenai dirinya.

Sebagai hasil dari interaksi internal di atas maka akan menghasilkan

tindakan. Sebelum bertindak manusia harus menentukan tujuan,

menggambarkan arah tingkah lakunya, memperkirakan situasinya,

mencatat dan menginterpretasikan tindakan orang lain, mengecek dirinya

sendiri dan lain sebagainya. Berkaitan dengan hal inilah, Mead

menyimpulkan bahwa manusia dipandang sebagai organisme aktif yang

memiliki hak-hak terhadap obyek yang ia modifikasikan. Tindakan

dipandang sebagai tingkah laku yang dibentuk oleh pelaku, sebagai ganti

respon yang didapat dari dalam dirinya.

Interaksi dalam pandangan Mead dapat dibedakan antara interaksi

non-simbolik dan interaksi simbolik. Interaksi non-simbolik berlangsung

pada saat manusia merespon secara langsung terhadap tindakan dan isyarat

dari orang lain, seperti gerak badan, ekspresi dan nada suara. Sedangkan

Page 16: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

interaksi simbolik dilakukan oleh manusia dengan menginterpretasikan

masing-masing tindakan dan isyarat (simbol) orang lain berdasarkan hasil

dari interpretasi yang dilakukan oleh dirinya. Interaksi simbolik

merupakan proses formatif yang menjadi hak setiap individu, yang

menjangkau bentuk-bentuk umum hubungan manusia secara luas.

Obyek bagi Mead merupakan sesuatu yang bisa ditunjuk atau

dirujuk, baik yang bersifat nyata maupun abstrak. Ada lima analisis yang

berkaitan dengan obyek menurut Mead; (1) alam obyek diambil dari arti

yang dimilikinya, yang merupakan hasil ciptaan dari orang yang

menganggapnya obyek. (2) arti tersebut muncul dari bagaimana seseorang

tersebut siap bertindak terhadapnya. (3) semua obyek adalah produk sosial

dimana di dalamnya dibentuk dan ditransformasi dengan proses

pendefinisian yang terjadi dalam interaksi. (4) seseorang akan bertindak

berdasarkan obyek tersebut. (5) karena obyek adalah sesuatu yang

ditunjuk, maka seseorang bisa bertindak menurut kemauannya terhadap

obyek tersebut. Soeprapto (2002:145) menformulasikan makna obyek

menurut kaum interaksi simbolik dalam kehidupan kelompok.

Menurutnya, teori interaksi simbolik memandang bahwa kehidupan

kelompok manusia adalah sebuah proses di mana obyek-obyek diciptakan,

dikukuhkan, ditransformasikan dan bahkan dibuang. Kehidupan dan

perilaku manusia secara pasti berubah sejalan dengan perubahan-

perubahan yang terjadi di dalam dunia obyek mereka.

Teori interaksi simbolik dibangun berdasarkan premis-premis

sebagai berikut: Pertama, individu merespon suatu situasi simbolik.

Page 17: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Kedua, makna adalah produk interaksi sosial, karenanya makna tidak

melekat pada obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan

bahasa, karena manusia mampu memaknai sesuatu.teknik pemaknaan itu

sendiri oleh manusia bersifat arbitrer (sembarang), dimana segala

sesuatu/apa saja bisa menjadi simbol, sehingga tidak ada hubungan logis

antara nama atau simbol dengan obyek yang dirujuknya. Ketiga, makna

yang diinterpretasikan oleh individu dapat berubah dari waktu ke waktu,

sesuai dengan terjadinya perubahan situasi yang ditemukan dalam

interaksi sosial. Hal ini dimungkinkan karena manusia dapat

berkomunikasi dengan dirinya.

2.3 Teori Johari Window : Suatu Pendekatan

Pendekatan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teori Johari Window. Sebagai suatu pendekatan komunikasi, teori ini dapat

digunakan untuk menjelaskan bagaimana dan pada bingkai mana para

gelandangan berkomunikasi. Pendekatan ini didasari atas pandangan dan

asumsi bahwa ada suatu bagan yang dapat menunjukkan tentang daerah

dalam diri kita yang merupakan area publik (public self) yang diketahui

orang lain, area pribadi atau private self yang tidak diketahui oleh orang

lain, aspek diri yang kita ketahui pada sebelah kiri dan aspek diri yang

tidak kita ketahui pada sebelah kanan (Rakhmat, 2000:107). Dalam teori

Johari Window yang lengkap terdapat empat bagian yang disebut sebagai

kamar-kamar jendela yang dapat menjelaskan diri kita.

Kita Ketahui Tidak Kita Ketahui

Buta

Page 18: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Gambar

Johari Window

Kamar pertama merupakan daerah terbuka (open area) yang

meliputi semua perilaku dan motivasi yang kita ketahui dan diketahui oleh

orang lain. Sedangkan daerah yang kedua adalah daerah tersembunyi

(hidden area) yang kita ketahui dan tidak diketahui oleh orang lain. Daerah

tidak dikenal (unknown area) merupakan area terakhir yang kita sendiri

dan orang lain tidak mengetahuinya (Rakhmat, 2000:108).

Terbuka

Tidak Dikenal Tersembunyi

Page 19: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

BAB III

Dalam riset ini pun digunakan pendekatan kualitatif, seperti halnya

dikemukakan oleh Bongdan dan Taylor (Moleong, 2000:3) menyatakan

bahwa pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Selain itu juga dikatakan

Garna (1999:32) yang menyebutkan bahwa pendekatan kualitatif dicirikan

oleh tujuan penelitian yang berupaya memahami gejala-gejala yang

sedemikian rupa yang tidak memerlukan kuantifikasi atau gejala-gejala

tersebut tidak mungkin diukur secara tepat. Jenis studi ini hanya

memaparkan situasi dan kondisi, namun tidak mencari atau menjelaskan

hubungan, juga bukan mengkaji hipotesis atau membuat prediksi

(Rakhmat, 2000: 24). Pendekatan kualitatif ini mampu memperoleh

gambaran utuh dari fenomena komunikasi intrapersonal dan interpersonal

seorang gelandangan dalam melakukan proses sosial. Metode inipun

dipandang sebagai cara yang digunakan berdasarkan pada pengungkapan

pemahaman terhadap masalah secara natural, kompleks dan menyeluruh,

seperti diutarakan Mason, J. (1996) yang dikutip Denzin dan Lincoln

(2005) bahwa:

“a process of inquiry with the goal of under- standing a social or

human problem from multi- ple perspectives; conducted in a natural setting

with a goal of building a complex and holistic picture of the phenomenon of

interest”

Page 20: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Pertimbangan lainnya, karena menurut Muhadjir (2000:149), “lebih

mampu mengungkapkan realitas ganda, lebih mengungkapkan hubungan yang

wajar antara peneliti dengan informan, dan karena metode kualitatif lebih sensitif

dan adaptif terhadap peran pelbagai pengaruh timbal-balik”. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tradisi penelitian

fenomenologis, dalam istilah Lindlof (1995:27) disebut dengan paradigma

interpretif (interpretive paradigm) untuk merujuk pada penelitian komunikasi

yang dengan metode kualitatif yang melakukan tradisi fenomenologi,

etnometodologi, interaksi simbolik, etnografi dan studi kultural.

Dalam penelitian kualitatif peran teori tidak sejelas dalam

penelitian kuantitatif, karena modelnya induktif, yakni dengan urutan : 1)

mengumpulkan informasi, 2) mengajukan pertanyaan-pertanyaan, 3)

membangun kategori-kategori, 4) mencari pola-pola (teori), dan 5)

membangun sebuah teori atau membandingkan pola dengan teori-teori lain

(Alwasilah, 2003:119

Model Induktif Dalam Penelitian Kualitatif

2. Mengajukan

pertanyaan 1. Peneliti

mengumpulkan

informasi 3. Membangun

kategori-kategori

5. Mengembangkan

teori atau

mengembangkan

pola dengan teori

6. Pemahaman

baru, teori baru

atau hipotesis

baru

4. Mencari pola-

pola (teori-teori)

Page 21: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

(Sumber: Alwasilah,(“Pokoknya Kualitatif”,2003:119)

Page 22: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Membangun hubungan dan akses komunikasi dengan subjek

penelitian merupakan sesuatu yang penting dan memiliki dampak yang

signifikan terhadap keberhasilan penelitian. Dalam komunikasi antar

pribadi membangun akses dan hubungan yang baik dapat dilakukan

dengan perkenalan yang kemudian diharapkan akan terjalin dan

diperolehnya kesan yang baik sehingga terbangunnya suasana yang

kondusif saat dilakukan proses penggalian informasi dari subjek

penelitian.

Seperti halnya berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesuatu

yang dirasakan baru tentu memberikan berbagai kesan pertemuan yang

beragam. Terkadang masing-masing mendapati rasa tertekan baik atas

dasar kecemasan, ketakutan atau perasaan lainnya sebagai konsekuensi

saat interaksi dengan dunia sosial yang relatif baru. Seperti halnya

pertemuan peneliti dengan subjek zakir dilakukan saat subjek sedang

duduk dipinggir jalan dengan cucunya sekitar jam 12 malam. Bagi subjek

saat didekati oleh peneliti merasa khawatir jika yang datang itu adalah

pihak trantib atau mata-mata untuk menyamar dan menelusuri tempat

dimana ia mangkal. Dan tentu ia takut kalau terkena penggarukan atau

razia ketertiban

Page 23: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Dalam beberapa kasus lain pertemuan dengan subjek penelitian

lainnya relatif beragam bergantung pada kondisi dan situasi pada saat

pertemuan. Adakalanya peneliti bertemu subjek saat subjek mencari

barang-barang bekas atau pada saat subjek sedang mengobrol dengan

keluarganya sambil menunggu belas kasihan dari kendaraan yang lewat.

Saat itu peneliti berpura-pura sebagai penderma yang memberikan uang,

agar tidak dicurigai peneliti mencoba menanyakan jalan, agar pembicaraan

lanjutan bisa dimulai. Dalam penelitian kualitatif yang bertradisi

fenomenologis, uraian tentang profil subyek penelitian adalah sesuatu

yang dianjurkan (Creswell, 1988:147). Oleh karena itu, berikut akan

dideskripsikan subjek gelandangan tersebut sebagai subjek penelitian ini.

1). Keluarga Yanto (39th) dan Dini (30th)

Lelaki perwakan cukup gempal dan memiliki rambut cepak lurus

ini telah menjadi gelandangan selama 5 tahun. Ia hidup di dalam gerobak

bersama istri yang bernama Dini dan satu anak perempuannya (Annisa usia

3 tahun). Untuk mencari nafkahnya sehari-hari Yanto berkeliling mencari

botol bekas air minum dan barang-barang plastik lainnya yang bisa ia jual

ke lapak penampungan barang-barang bekas.

Penghasilannya setiap hari tidak menentu terkadang sisa botol air

mineral dan barang-barang bekas lainnya hanya cukup untuk makan sekali

saja dalam sehari. Seabagai anak betawi asli yanto persis tahu seluruh

sudut-sudut kota Jakarta, bogor, tangerang. Awal pertemuan keluarga

Yanto dengan peneliti ketika peneliti melihat ada sebuah pemandangan

unik yang peneliti lihat di daerah tanah kusir dan ciputat. Peneliti melihat

Page 24: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

ada sebuah gerobak di pinggiran trotoar lengkap dengan pernak-perniknya

seperti boneka, dorongan bayi, radio, lemari plastic, tv, dan barang-barang

lainnya. Di sana terlihat ada seorang laki-laki, seorang perempuan, dengan

seorang anak sekitar umur 4 tahunan. Yang unik, rambut perempuan dan

anak kecil tersebut berwarna kuning seperti layaknya orang bule. Karena

penasaran, peneliti menghampiri mereka dan mencoba berkenalan lebih

dekat, dan mereka pun bersedia menjadi informan dalam penelitian ini.

Laki-laki dewasa tersebut bernama Yanto (39th) yang tidak

pernah mengenyam pendidikan sama sekali, dengan istri bernama Dini

(30th) tamatan Aliyah dan anaknya yang bernama Annisa Bahar (5th)

ternyata tinggal di dalam gerobak sebagai tempat tinggal sekaligus alat

transportasi mereka ketika mencari nafkah. Pekerjaan Yanto yang utama

adalah mencari barang rongsokan didalam komplek di sekitar tanah kusir.

Jika Yanto mencari barang rongsokan, gerobak mereka dibawa serta juga.

Mereka menjual barang rongsokan tersebut di daerah pondok pinang, di

belakang pool blue bird di jalan Veteran Tanah Kusir Jakarta Selatan.

Hasil penjualan barang rongsokan mereka tidak terlalu memuaskan,

maka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka meletakkan beberapa

gelas plastic di dekat gerobak mereka, dengan harapan ada pejalan kaki

yang mau menyisihkan sebagian rezekinya untuk mereka.

Segala aktivitas mereka lakukan di gerobak tersebut. Untuk tidur

yanto memilih di dalam gerobak, sedangkan Dini dan anaknya di atas

gerobak beralaskan papan. Bila hujan mereka menarik terpal tepat di atas

gerobak sehingga mereka terlindungi dari hujan. Untuk mandi mereka

Page 25: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

biasanya numpang di musholla komplek yang letaknya tidak jauh dari

gerobak mereka. Selain itu mereka juga menyiapkan air di botol-botol

plastik bekas, untuk keperluan buang air atau mencuci apapun. Bila ingin

memasak, mereka menumpang di halaman rumah kosong, tetapi dengan

syarat mereka harus bantu-bantu membersihkan rumput atau kebun rumah

tersebut.

Dini bercerita asal mulanya tinggal di gerobak. Dini adalah anak

satu-satunya di keluarganya. Penderitannya dimulai ketika sang ibu

meninggal. Tidak berapa lama kemudian bapaknya Dini menikah lagi.

Ternyata ibu tirinya sangat galak, bahkan meskipun ada bapaknya, Dini

tetap sering di siksa. Dini juga pernah diikat oleh ibu tirinya, sampai

sekarang bekas ikatan tersebut masih jelas terlihat di kakinya.

Dini yang saat itu sudah 2 kali menikah, mempunyai seorang anak

dari suaminya yang pertama, anak tersebut bernama Annisa. Dini selalu

disiksa oleh suaminya, maka Dini memutuskan untuk minta cerai. Perilaku

ibu tirinya makin parah sehingga membuat dini nekat untuk kabur. Dini

dan Annisa yang saat itu baru 2 tahun bingung tidak tahu mau kemana dan

tidur dimana.

Akhirnya dini memutuskan untuk tinggal disebuah stasiun di pos

Duri, di peron dan tidur beralaskan kardus bekas. Suatu saat Dini dihampiri

oleh seorang laki-laki yang biasanya pergi ke pasar tiap pagi, dan laki-laki

tersebut adalah Yanto yang sekarang menjadi suami ketiganya. Yanto

yang saat itu tinggal di Tambora dengan ayahnya, mengajak Dini untuk

menikah karena merasa kasihan melihat Dini dan anaknya Annisa tidak

Page 26: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

ada yang mengurus. Semua keluarga Yanto tidak ada yang menyetujui

pernikahan tersebut, karena Dini dianggap anak gembel, dan bandel, tetapi

Yanto tetap nekat.

Pada mulanya Yanto adalah penjahit border dengan upah yang

lumayan, tetapi Yanto memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan tersebut

karena ingin mengurus ayahnya yang mulai sakit-sakitan. Ketika

menganggur yanto banyak berhutang kepada pemilik warteg, tempat

biasanya dia makan. Disaat Yanto terlilit hutang, Ayahnya Yanto

meninggal dunia. Lalu yanto mendapat warisan sebuah rumah di daerah

Tambora. Rumah tersebut dikontrakkan oleh Yanto untuk membayar

hutang -hutangnya.

Yanto dan Dini keluar dari rumah tersebut. Dengan uang yang ada,

mereka bingung harus tinggal dimana, karena untuk membayar kontrakan

juga tidak mampu. Mereka tidak mau kembali ke rumah orang tua nya

Dini, karena khawatir nanti anak mereka dipukuli oleh ibu tirinya Dini.

Awalnya Yanto dan Dini ngemper di Nurul Hidayah dengan menggunakan

kardus, lalu diusir dan pindah ke jembatan dengan menggunakan tenda,

tetapi ada satpol PP. dan akhirnya disuruh pergi. Akhirnya Dini dan Yanto

memutuskan untuk membeli gerobak dari sisa uang yang ada.

Mereka lebih memilih gerobak karena mereka berfikir bahwa

gerobak gampang dibawa lari bila ada razia satpol pp. Selama mereka

tinggal di pinggir jalan tanah kusir, mereka tidak pernah kena razia satpol

pp. Biasanya satpol pp mengingatkan mereka untuk pergi sementara waktu

karena daerah itu akan dinilai oleh pemerintah setempat.

Page 27: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

2). Tina (41th) dan Usman (23th)

Sekitar jam 8 malam, tepat di daerah kawasan ciganjur peneliti

bertemu sepasang suami istri gelandangan yang bernama Tina ( 41 tahun)

lulusan SD kelas 5 dan Usman (23 tahun) lulusan Sekolah Dasar kelas 2.

Mereka sedang duduk istirahat di sebuah halte, disamping mereka ada

sebuah gerobak yang tidak terlalu penuh dengan botol plastik barang-

barang bekas lainnya. Mereka berencana akan membawa botol plastik dan

barang-barang bekas tersebut ke lapak dan menjualnya kepada pengepul.

Sambil menunjukkan dan memperlihatkan barang-barang yang terisi

dalam gerobak yang tidak terlalu penuh tersebut kepada peneliti, ia

menjelaskan bahwa rata-rata per hari biasanya mereka hanya mendapatkan

uang sekitar Rp. 10.000,-Rp.15.000,-

Ketika sedang berbincang dengan peneliti, peneliti melihat Tina

sedang memegang telepon genggam, peneliti pun mengonfirmasikan dan

menanyakan hal tersebut kepada Tina, lalu sambil tertawa dia mengatakan

bahwa itu hanya pinjaman dari bos yang punya lapak biar bisa laporan

kalau ada hal-hal yang tidak diinginkan.

Pernah suatu hari mereka mau dirazia oleh satpol pp, lalu Usman

menunjukkan ktp-nya sambil berkata “saya bukan orang gelandangan,

saya cari makan.”1 kemudian satpol pp pun tersebut tidak jadi mengambil

gerobak mereka. Dalam menjalankan profesinya sebagai manusia gerobak

Tina dan Usman biasanya baru keluar sekitar jam 10 pagi, karena menurut

mereka pada jam tersebut sampah-sampah aqua bekas mulai banyak.

1 Tina/Usman, Wawancara dengan subjek tanggal 7-8-2010

Page 28: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Mereka tidak pernah mau mencari rongsokan dikomplek-komplek, karena

khawatir bila ada kehilangan mereka yang nantinya disalahkan. Jadi

mereka hanya mencari rongsokan di daerah ragunan saja.

Sambil melepas topi yang dikenakannya Tina bercerita asal

mulanya ia menjadi gelandangan. Tina adalah warga asli Bogor dengan 4

orang anak. Pada tahun 1998 suaminya menikah lagi dengan wanita lain,

ia pun sangat marah sekali dan memutuskan untuk meminta cerai.

Bukannya menceraikan yang ia terima, melainkan mendapatkan siksaan

dan suaminya pun kerap memukulnya. Karena kejadian yang sering

dialami, akhirnya Tina memutuskan untuk meninggalkan suami dan anak-

anaknya.

Anaknya yang ke-3 diasuh oleh ibu tirinya, sedangkan yang satu

dititipkan di saudara yang ada di jawa. Tina memilih tinggal di Jakarta

dengan ibunya yang sempat bermukim di belakang komdak, gatot subroto.

Sesampainya disana Tina sempat bekerja sebagai pembantu dan kantin

kantor. Ketika sedang bekerja Tina bertemu dengan usman di pondok

ranggon, yang saat itu sedang bekerja sebagai penjaga toko kaset dengan

gaji hanya Rp. 150.000 sebulan.

Ketika Usman menikah dengan Tina, Usman memutuskan untuk

berhenti dari pekerjaannya sebagai penjaga toko kaset, dengan alasan

katanya “abis gimana kasian ama si mama ditinggal-tinggal”.2 Setelah

menikah mereka mengontrak dengan harga Rp.225.000 sebulan. Untuk

membayar kontrakan itu Tina bekerja di restoran di daerah Bandung.

2 Ibid, 7/8/2010

Page 29: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Lama-lama Tina dan Usman kehabisan uang, dan mereka berencana untuk

pindah ke Jakarta. Tapi mereka tidak punya uang sama sekali, akhirnya

Usman berinisiatif untuk menumpang kereta yang mau ke Jakarta.

Sampailah mereka di stasiun manggarai.

Sampai saat ini tidak ada satu pun kerabat Tina ataupun Usman

yang mengetahui pekerjaan mereka. Karena mereka merasa malu dengan

pekerjaan tersebut, lagipula mereka tidak mau menjadi beban pikiran

keluarga. Biasanya ketika mereka mencari barang rongsokan, mereka

menutupi wajah mereka dengan topi, sehingga tidak ada satupun orang

yang bisa mengenali mereka.

3). Keluarga Roso (35th) dan Sri (30th)

Pada sore hari sepulang dari kegiatan mengajar di kampus,

peneliti melihat ada sebuah gerobak di depan Universitas Islam Negeri

Ciputat. Di depan gerobak itu seorang ibu dengan pakaian yang kumal

sedang duduk di pinggir trotoar. Dekat dengan si ibu ada dua bocah

perempuan yang sedang becanda dengan pakaian yang kumal juga. Ada

juga seorang Bapak yang sedang membawa karung hendak meninggalkan

gerobak tersebut. Balakangan peneliti ketahui bahwa Bapak itu adalah

suami dari Ibu tadi.

Lalu peneliti mencoba mendekati si ibu untuk mengetahui lebih

jauh tentang kegiatan keluarga tersebut. Ketika peneliti memperkenalkan

diri dan menyampaikan maksud kedatangan peneliti Sri (30 tahun)

menyambutnya dengan hangat, meskipun pada awalnya Sri khawatir

peneliti ini adalah wakil dari petugas tramtib.

Page 30: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Sri adalah wanita muda yang berasal dari Pekalongan. Karena

tidak sekolah sama sekali maka membuat Sri tidak dapat membaca dan

menulis. Saat ini Sri mempunyai 7 orang anak, 4 laki-laki dan 3

perempuan. Saat itu yang ikut bersama Sri adalah anaknya yang ke 5 dan

ke 6 yang saat itu berusia 5 tahun dan 4 tahun. Ketika kami sedang

berbincang, datanglah seorang Bapak dengan membawa karung, dia

adalah suami Sri yang bernama Roso (35 tahun). Tidak seperti Sri, Roso

pernah sekolah meskipun hanya sampai kelas 4 SD. Saat Sri dengan anak-

anaknya di depan UIN, Roso dengan karungnya keliling mencari aqua

bekas, lalu setelah dapat Roso kembali ke gerobaknya kembali. Roso

melakukan hal demikian agar anak dan istrinya tidak terlalu lelah.

Sebelum ke Jakarta, Roso di kampong bekerja sebagai petani, dan

terkadang kuli bangunan. Pekerjaan Roso sebelum memulung, ia pernah

bekerja sebagai kenek mobil di kampungnya di Pekalongan. Penghasilan

di kampong sebenarnya menurut Roso jauh lebih besar daripada

memulung, tapi mobil yang ingin dikenekin sudah tidak ada lagi.

Karena keadaan yang seperti ini, akhirnya Roso memutuskan

untuk mencari pekerjaan di Jakarta. Karena menurut temannya, kerja

sebagai pemulung adalah pekerjaan yang cukup menjanjikan. Roso dan

Istri berangkat ke Jakarta ketika baru punya anak satu.

Sesampainya di Jakarta Roso langsung bekerja sebagai

pemulung. Roso tinggal di lapak bersama Sri dan anaknya. Lapak mereka

gratis diberikan oleh “bos” lapak yang terletak di gang makam, daerah

pondok ranji. Dengan dibekali gerobak gratis dari “Bos Lapak’, setiap hari

Page 31: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Roso keluar dari Lapak sekitar jam 6 pagi samapai jam 11 siang. Daerah

yang sering di datangi Roso adalah daerah Lebak Bulus, karena didaerah

tersebut banyak terdapat gelas plastic dan botol plastic bekas. Tapi saat

bulan puasa, gelas plastic dan botol plastic bekas agak sedikit, dan

ditambah lagi banyaknya saingan para pemulung musiman yang datang

pada saat bulan puasa saja. Pada sore harinya Roso keluar lagi jam 4 sore

sampai malam. Penghasilan dari memulung ini pendapatan Roso sekitar

Rp. 30.000,- perhari. Untuk hal ini Roso setiap hari wajib setor kepada

pemilik lapak.

Sri terkadang ikut juga memulung tapi hanya sekitar daerah UIN saja

karena lebak bulus terlalu jauh bagi Sri. Bila sedang tidak memulung, Sri

bekerja di perumahan seperti menggosok dan mencuci. Untuk pekerjaan

ini Sri diberi upah sekitar Rp. 150.000,- sebulan.

Untuk makan dalam sehari Roso membutuhkan 2 liter beras. Yang

masak biasanya bukan Sri melainkan anak pertama merka yang sudah

berumur 14 tahun. Dengan penghasilan sebagai pemulung tersebut, untuk

makan sehari-hari sangatlah pas-pasan bagi Roso dan keluarga.

Saat ini Roso mempunyai cita-cita untuk berdagang, karena jadi

pemulung agak melelahkan dan suka diomelin sama orang-orang. Satpol

PP juga salah satu musuh mereka, karena apabila mereka mangkal, maka

gerobak mereka akan diangkut. Tapi Roso agak bingung juga, bila ia sudah

tidak bekerja lagi di Lapak, berarti mereka harus membayar rumah

kontrakan yang saat ini hargany sangat mahal sekali. Jadi untuk sementara

Page 32: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

klo modalnya belum ada, maka Roso lebih memilih sebagai pemulung

saja.

4.1.2 Persepsi Diri Subjek Penelitian dalam Komunikasi Antar

Pribadi

Manusia merupakan makhluk sosial, karena itu kehidupan manusia

selalu ditandai dengan jalinan relasi antar manusia sebagai bagian dari

ekspresi pergaulan. Adapun hakikat pergaulan itu ditunjukkan antara lain

oleh derajat keintiman, frekuensi pertemuan, jenis relasi, mutu interaksi

diantara mereka, terutama faktor sejauhmana keterlibatan dan saling

memengaruhi (Rahman, 2004:94). Pada dimensi interaksi dan hubungan

pergaulan inilah manusia melakukan komunikasi antar pribadi.

Kemampuan setiap individu dalam melakukan komunikasi antar

pribadi tentunya sangat berbeda, sebagaimana dijelaskan oleh Budyatna

(1994) yang mana setiap jalinan hubungan dengan sesamanya melakukan

prediksi terhadap perilaku satu sama lain tas data psikologis yang bersifat

perseorangan dan menggunakan pertimbangan berdasarkan norma-norma

hubungan secara spesifik, serta mentolelir kebebasan masing-masing

pihak untuk menciptakan kesepakatan bersama, sehingga tidak ada

perasaan diatur dan didikte oleh salahsatu pihak. Demikian halnya denga

kelo,pok gelandang dalam membangun relasi dan komunikasi antarpribadi

tentu memiliki karakteristik dan cara yang berbeda dengan jenis

komunikasi dari kelompok masyarakat lainnya.

Page 33: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Dalam konteks relasi antar individu atau komunikasi antarpribadi

gelandangan dalam hasil penelitian ini digambarkan secara skematis

tentang bagaimana subjek penelitian membagi wilayah persepsi dirinya ke

dalam tampilan yang ditunjukkan kepada umum, persepsi diri yang

bersifat khusus atau pribadi yang memaparkan penilaian diri subjek yang

diketahui orang lain dan interaksinya. Sebagaimana adler & Towne (1987)

mengemukan sedikitnya ada tiga dimensi diri yang terlibat dalam setiap

saat kita berkomunikasi, diantaranya “me” yang bersifat pribadi/ perceive

self ; “me’ yang bersifat ideal/ desire self dan “me’ yang bersifat umum/

public presenting. Namun demikian perilaku komunikasi tersebut sangat

dipengaruhi oleh persepsi dalam diri/individu tersebut. Seperti kelompok

gelandangan ini pun demikian.

Oleh karena itu, Secara rinci dapat dijelaskan bagaimana persepsi

subjek penelitian mengenai fisik, psikis dan sosialnya.

(1). Persepsi tentang fisik

Penjelasan tentang pandangan subjek terhadap segala sesuatu

yang bersifat fisik, dimaknai sebagai persepsi subyektif atas perilaku

komunikasi yang dimunculkan berdasarkan pandangannya mengenai

penampilan fisik, atribut yang digunakan dalam melakukan interaksi dan

menjalankan profesi yang dilakoninya. Secara kasat mata perilaku

komunikasi yang dimunculkan oleh subjek ini dapat dilihat saat mereka

mengenakan atribut dan perilaku kesehariannya. Dalam beberapa kasus,

atribut-atribut kemiskinan tersebut sangat subjektif tergantung dari

pemaknaan pemulung sebagai pilihan profesi gelandangan itu sendiri.

Page 34: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Sebagian besar dari subjek penelitian mengaku bahwa kehidupan mereka

memang merupakan kehidupan golongan miskin. Beberapa indikasi yang

termasuk dalam kategori ini adalah subjek penelitian yang memakai

pakaian kumal, lusuh kotor dan bau serta memiliki persepsi tentang

penampilan yang dipakai baik saat tempat umum atau yang bersifat pribadi

terutama saat subjek memakai pakaian yang dikenakannya.Sebagaimana

dikemukakan oleh subjek Yanto, Tina dan Rahmat:

“…..bisa beli makan aja syukur kita mah, klo pakean ya kalo ada

uang lebih baru beli itu pun setaun sekali kali ya pak di pasar kaget

lumayan lah murah-murah yang 10 rebuan atau lima rebuan..klo tiaphari

mah dicuci aja ga pernah, heee”3

“wah ngapain pake baju bagus mas, kan kita cari makan ditempat

kotor mending pake yang jelek-jelek aja ga perlu dicuci sayang kan

daripada beli sabun gitu.. mending buat buat makan di warteg”4

(2). Psikologis

Berkaitan dengan perilaku atau persepsi psikologis para

gelandangan, beberapa perilaku yang ditampilkan, yakni: a) Menutup

diri/ekslusif: Sebagian besar subjek dalam penelitian ini mengakui bahwa

pekerjaannya sebagai gelandangan tidak diketahui orang tua atau karib

kerabatnya di rumah. sebagaimana petikan wawancara berikut ini:

3 Wawancara Yanto, 19 Januari 2020

4 Wawancara Tina , wawancara 11 januari 2020

Page 35: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

“..Engga tahu lah, kalau tahu bisa pingsan anak saya,..Dia tahunya

saya ya pembantu, wong anak saya. Pernah minta tempat alamat kerja

saya, saya bilangaja saya lupa”.5

Cara subjek melihat, merasakan atau menilai dirinya secara

langsung akan mempengaruhi cara orang tersebut bertindak terhadap

orang lain. Dalam konteks komunikasi antar pribadi juga akan

mempengaruhi dan menghambat komunikasi antar pribadi, artinya ketika

berkomunikasi orang yang mempunyai konsep diri negatif cenderung

menghindari interaksi dan menutup diri baik dengan orang lain atau

dengan kerabatnya sendiri. Dalam wawancara berikut terungkap

bagaimana seorang subjek penelitian Martinah mengaku bahwa anaknya

sendiri tidak ia beri tahu agar jati dirinya tidak diketahui oleh oring lain.

b). Merasa Minder/Rendah Diri: Pekerjaan memulung , mengamen atau

mengemis membuat gelandangan ini menutup diri dan secara psiklogis

membuat rasa minder dan malu serta rendah diri. Mereka menganggap diri

mereka tidak berharga dalam masyarakat apalagi ketika lingkungannya

mulai sedikit-sedikit mulai membicarakannya perihal pekerjaan dan

penampilannya yang kotor dan kumal serta kecurigaan kepada mereka jika

ada barang-barang yang hilang saat mereka melewati kampong atau

komplek perumahan.

(3). Sosial

5 Wawancara Martinah, 2/1/2020

Page 36: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Hal ini dilakukan oleh subjek penelitian dengan menghindari

kontak sosial. Subjek yang masuk dalam kategori ini, mereka

menghindari interaksi dan hubungan sosial dengan lingkungan. Mereka

menganggap dirinya hina dan minder karena penampilannya yang kumal

memberi kesan negative. Selain itu anggapan dan stigma sosial masyarakat

yang buruk yang identik sosok pemaling, jahat, curang dan suka

mengambil milik orang lain dan dengan persepsi dalam diri mereka

tentang perasaan malu membuat mereka menutup diri dari sosial terutama

pihak-pihak yang sebelumnya telah mereka kenal seperti tetangga atau

teman-temannya.

4.2 Pembahan

4.2.1 Manajemen Kesan (Impression Management)

Gelandangan

Dalam penulisan hasil penelitian ini dipaparkan pertunjukkan “diri”

gelandangan sebagai bentuk perilaku komunikasi dalam beberapa bagian

permainan peran yang dilakukan yakni setting komunikasi. Menurut

interaksi simbolik, manusia belajar memainkan peran dan mengasumsi

identitas yang relevan dengan peran-peran ini, terlibat dalam kegiatan

menunjukkan kepada satu sama lainnya siapa dan apa mereka. Dalam

konteks demikian, mereka menandai satu sama lain dan situasi-situasi

yang mereka masuki, dan perilaku berlangsung dalam konteks identitas

sosial bagi para aktor dan definisi tersebut mempengaruhi ragam interaksi

yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada.

Page 37: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang

berinteraksi, mereka ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan

diterima orang lain. Ia menyebut upaya itu sebagai “pengelolaan pesan”

(impression manajement), yakni teknik-teknik yang digunakan actor untuk

memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu untuk mencapai

tujuan tertentu.

Kebanyakan atribut, milik atau aktivitas manusia digunakan untuk

presentasi-diri ini, termasuk busana yang kita pakai, rumah yang kita huni

dan perabotannya, cara kita berjalan dan berbicara, pekerjaan yang kita

lakukan dan cara kita menghabiskan waktu luang. Memang segala sesuatu

yang terbuka mengenai diri kita sendiri dapat digunakan untuk

memberitahu orang lain siapa kita.

Kita melakukan hal itu dari situasi ke situasi, misalnya cara kita

berdandan dan berperilaku kita diwawancarai dalam rangka melamar

pekerjaan, berbeda dengan cara kita berdandan dan berperilaku ketika kita

menghadiri pengajian. Pendeknya kita “mengelola” informasi yang kita

berikan kepada orang lain.

Kita mengendalikan pengaruh yang akan ditimbulkan busana kita,

penampilan kita dan kebiasaan kita terhadap orang lain, supaya orang lain

memandang kita sebagai orang yang ingin kita tunjukkan. Kita sadar

bahwa orang lain pun berbuat hal yang sama terhadap kita, dan kita

memperlakukannya sesuai citra dirinya yang kita bayangkan dalam benak

kita. Jadi kita bukan hanya sebagai perilaku tetapi juga sebagai khalayak.

Page 38: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Dalam kebanyakan kasus, menurut Goffman pelaku dan khalayak

mencapai apa yang disebut “konsensus kerja” (working consensus)

mengenai definisi atas satu sama lain dan situasi yang kemudian memandu

interaksi mereka. Seperti aktor panggung, aktor sosial membawakan

peran, mengasumsikan karakter dan bermain melalui adegan-adegan

ketika terlibat dalam interaksi dengan orang lain.

Meskipun demikian Goffman mengakui bahwa drama kehidupan

sosial sehari-hari, lebih penting daripada produksi teater bagi mereka yang

melaksanakan dan menyaksiaknnya. Goffman menunjukkan bahwa kedua

jenis drama tersebut menggunakan tekhnik yang sama yaitu aktor sosial,

seperti aktor teater, bergantung kepada busana, make-up, pembawaan diri,

dialek, pernik-pernik, dan alat dramatik lainnya untuk memproduksi

pengalaman dan pemahaman realitas yang sama.

Goffman menyebut aktivitas untuk mempengaruhi orang lain

sebagai “pertunjukkan” (performance). Sebagian pertunjukkan itu

mungkin kita perhitungkan untuk memperoleh respon tertentu, sebagian

lainnya kurang kita perhitungkan dan lebih mudah kita lakukan karena

pertunjukkan itu tampak alami, maupun pada dasarnya kita tetap

meyakinkan orang lain agar menganggap kita sebagai orang yang ingin

kita tunjukkan.

Goffman menyebut aktivitas untuk mempengaruhi orang lain

sebagai “pertunjukkan” (performance). Sebagian pertunjukkan itu

mungkin kita perhitungkan untuk memperoleh respon tertentu, sebagian

lainnya kurang kita perhitungkan dan lebih mudah kita lakukan karena

Page 39: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

pertunjukkan itu tampak alami, maupun pada dasarnya kita tetap

meyakinkan orang lain agar menganggap kita sebagai orang yang ingin

kita tunjukkan.

Dalam usaha untuk mempresentasikan diri, terkadang sang aktor

menghadapi antara citra-diri yang ia inginkan dilihat orang lain, dengan

identitas yang sebenarnya, karena ia memiliki stigma (cacat), baik stigma

fisik maupun stigma social. Dalam kasus stigma fisik, actor

mengasumsikan bahwa khalayak mengetahui bahwa aktor memang secara

fisik berbeda dengan mereka, sedangkan dalam kasus stigma sosial

khalayak tidak mengetahui dan melihatnya.

Bagi Goffman, tampaknya hampir tidak ada isyarat yang tanpa

sepele pun, seperti “berpaling ke arah lain”, atau “menjaga jarak” dengan

orang asing yang dimaksudkan untuk menjaga privasi orang adalah ritual

antar pribadi atau dalam istilah Goffman menghargai diri yang “keramat”,

bukan sekedar adaptasi kebiasaan. Tindakan-tindakan tersebut

menandakan keterlibatan sang aktor dan hubungan yang terbina dengan

orang lain, juga untuk menunjukkan bahwa sang aktor layak atau berharga

sebagai manusia

Pengembangan diri sebagai konsep oleh Goffman agaknya tidak

lepas pula dari pengaruh gagasan Cooley tentang the looking glass self.

Gagasan diri ala Cooley ini terdiri dari tiga komponen. Pertama, kita

mengembangkan bagaimana kita tampil bagi orang lain; kedua, kita

membayangkan bagaimana penilaian mereka atas penampilan kita; ketiga,

kita mengembangkan sejenis perasaan-diri, seperti kebanggaan atau malu,

Page 40: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

sebagai akibat membayangkan penilaian orang lain tersebut. Lewat

imajinasi kita mempersepsi dalam pikiran orang lain suatu gambaran

tentang penampilan kita, perilaku, tujuan, perbuatan, karakter kawan-

kawan kita, dan sebagainya, dan dengan berbagai cara kita terpengaruh

olehnya.

4.2.3 Pengelolaan Kesan Gelandangan berdasarkan Setting

Komunikasi

Kelompok gelandangan yang menyandang atribut dan asesoris

kemiskinan yang selalu melekat dengan dirinya. Sebagaimana Shultz

mengatakan bahwa manusia adalah makhluk kreatif, dinamis dan memiliki

keinginan bebas, demikian halnya dengan gelandangan manusia gerobak.

Sebagaimana Goffman menyebut aktivitas untuk mempengaruhi

orang lain sebagai “pertunjukkan” (performance). Sebagian pertunjukkan

itu mungkin kita perhitungkan untuk memperoleh respon tertentu dari

orang lain. Dalam penelitian ini dipaparkan beberapa strategi perencanaan

dan pembagian cara memilih waktu, area dan pembagian kerja sebagai

setting sosial dan setting komunikasi, meliputi pengelolaan waktu, lokasi

dan pembagian kerja

Dalam aspek waktu, Subjek penelitian/Gelandangan menentukan

kapan mereka harus mengembara dan memungut barang-barang bekas dan

kapan mereka harus istirahat. Pengetahuan tentang waktu bukan saja

memberikan banyak manfaat untuk bisa mendapatkan hasil yang cukup,

Page 41: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

tetapi juga menjadi cara dan strategi dalam menghindari prasangka-

prasangka yang dialamatkan oleh warga kota kepada mereka.

“Kan ciganjur banyak kampong-kampung, soalnye ape kalo ada

kehilangan takutnya kita yang engga salah malah disalahin, entar

orang yang berbuat kita kena juga.”

“Biasanya setelah subuh sampai jam 12.00 WIB kembali pulang,

saya tidak kuat lama-lama karena ya tenaganya juga sudah tidak

mendukung.

Gelandangan melakukan pekerjaanya sebagai “pemulung”

dilakukan pada siang hari, sedangkan di malam hari mereka umumnya

berprofesi sebagai “pengemis”. Pengaturan waktu dan pergantian peran

dilakukan untuk dapat memeroleh penghasilan yang lebih. Seperti subjek

Yanto, bekerja sebagai pengumpul barang-barang bekas untuk mengelabui

jika ada penertiban. Mereka cukup mengatakan bahwa mereka seorang

pemulung, karena mereka memiliki anggapan bahwa yang selalu

ditertibkan dan terkena razia satpol PP adalah para pengemis..

Sebagaimana dutarakan dalam kutipan wawancara berikut:

“saya waktu itu pernah mau di tangkep, Cuma saya punya kartu

KTP, jadi saya ga ditangkep. Terus yang suka di tangkep itu teman-

teman saya yang tidak mempunyai KTP. Pa lagi yang terang-terang

ketauan ngemis gitu.”

Menjelang maghrib, biasanya mereka telah berkumpul kembali

dengan anggota rumah tangganya di lokasi tinggal mereka. Pada sekitar

pukul 19.00, biasanya langsung beristirahat atau tidur.

Subjek Gelandangan, terutama mereka yang mempunyai kesamaan

profesi, saling membagi wilayah kerja agar tidak terjadi konflik di antara

Page 42: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

mereka. Wilayah kerja ini dikembangkan berdasarkan pada pengalaman

mereka atas lokasi-lokasi potensial yang dapat menopang kelangsungan

hidup mereka. Walaupun mereka terkadang saling bertemu di lokasi

tertentu, namun biasanya tetap ada suatu pengertian untuk tidak saling

mengganggu antara yang satu dengan yang lain.

Kondisi seperti ini bukan berarti tidak pernah terjadi konflik antar

mereka dalam pembagian wilayah kerja kegiatan utama mereka. Apabila

wilayah kerja mereka dimasuki kaum gelandangan ini yang mempunyai

profesi sama, maka kondisi seperti ini terkadang menjadi sumber konflik

mengingat ada diantara mereka yang menganggap bahwa wilayah operasi

mereka sehari-hari merupakan daerah kekuasaan mereka sebagai orang

yang lebih dulu masuk di daerah tersebut, namun ada pula yang

menganggap bahwa jalanan merupakan ruang publik dimana setiap orang

bisa masuk dan mengais rejeki disana.

. Sebagaimana diutarakan subjek Roso berikut:

“……Kita sih pinginnya ga usah ribut-ribut lah palagi sama-sama

gelandangan kaya saya ini. Tapi kadang kaya tadi tuh saya ga boleh

ngambil sama bapak-bapak tadi namanya pak samidu kita bilang

sama dia, yang mas liat kan saya ga boleh ngambil sama dia.

Makanya dia banyak musuhnya tuh”

Pekerjaan sehari-hari gelandangan umumnya adalah memulung,

yakni mengumpulkan barang bekas untuk dijual atau dimanfaatkan

sendiri. Bagi mereka , tidak ada target lokasi utama sebab barang bekas

bisa didapatkan di mana saja. Memang ada gelandangan yang hanya

memilih satu lokasi tertentu, tetapi kebanyakan dari mereka tidak

Page 43: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

menggantungkan diri pada satu lokasi saja. Lokasi-lokasi yang dituju

terkadang dekat, namun tak jarang lokasi target terletak relatif jauh dari

tempat tinggal mereka. Tapi lokasi-lokasi pavorit mereka diantaranya

:area pasar, pemukiman warga, rumah sakit dan sekolah, penampungan

sampah.

4.2.4 Manajemen Kesan Gelandangan dengan Mitra

Komunikasi

Kaum dramaturgi memandang manusia sebagai aktor-aktor di atas

panggung metaforis yang sedang memainkan peran-peran mereka

(Litlejohn, 1999:166). Dalam paradigma definisi sosial orang berperilaku

sesuai dengan definisi yang dia buat berdasarkan realitas sosial yang

dihadapi. Dan menurut Goffman tafsir atas situasi itu berlangsung terus

menerus dalam kehidupan manusia, sehingga peran-peran yang

ditampilkannya pun terus berubah.

Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan

karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan

dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep

dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang

mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang

aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan

pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting,

kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini

Page 44: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan

interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan.

Diri adalah produk dialektis sebagai hasil interaksi dramatis antara

aktor dan audiens (Ritzer, 2003:298). Bagi Goffman individu tak sekedar

mengambil peran orang lain untuk melengkapkan citra diri tersebut

(Mulyana, 2004:110). Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-

orang berinteraksi, mereka ingin menyajikan suatu gambaran diri yang

akan diterima orang lain. Ia menyebut upaya itu sebagai “pengelolaan

pesan” (impression manajement), yakni teknik-teknik yang digunakan

aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu untuk

mencapai tujuan tertentu.

Kebanyakan atribut, milik atau aktivitas manusia digunakan untuk

presentasi-diri ini, termasuk busana yang kita pakai, rumah yang kita huni

dan perabotannya, cara kita berjalan dan berbicara, pekerjaan yang kita

lakukan dan cara kita menghabiskan waktu luang

Komunikasi interaksi, dan presentasi diri yang dilakukan oleh

gelandangan paling tidak dilakukan dengan beberapa partisipan

komunikasi, yang masing-masing memberikan informasi tentang

perlakuan serta cara komunikasi yang juga berbeda.

manajemen kesan dan komunikasi Komunikasi dengan Rekan

Sesama gelandanan, terutama mereka yang mempunyai kesamaan profesi,

seperti memulung saling membagi wilayah kerja agar tidak terjadi konflik

di antara mereka. Wilayah kerja ini dikembangkan berdasarkan pada

pengalaman mereka atas lokasi-lokasi potensial yang dapat menopang

Page 45: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

kelangsungan hidup mereka. Walaupun mereka terkadang saling bertemu

di lokasi tertentu, namun biasanya tetap ada suatu pengertian untuk tidak

saling mengganggu antara yang satu dengan yang lain.

"Persaingan di antara pemulung cukup ketat. Makanya saya dan

istri harus bangun pagi agar memperoleh hasil memulung

yang lebih banyak. Kalau tidak begitu, sudah keduluan

orang dan saya tidak dapat bagian,"

Biasanya kaum gelandangan yang telah memiliki wilayah kerja

tertentu akan merasa dirugikan atas kehadiran gelandangan lain yang

mempunyai profesi sama, melakukan aktifitas di wilayah kerja yang sama,

dan terlebih-lebih dalam waktu yang bersamaan. Peristiwa semacam ini

akan ditanggapi dengan berbagai macam cara dari sekerdar menunjukan

sikap tidak suka sampai tindakan perselisihan atau pertengkaran diantara

mereka. Keberadaan wilayah kerja ini biasanya relatif berdekatan dengan

lokasi tempat mereka mangkal (beristirahat) dan tidur.

Salahsatu yang paling kerap ditakuti dan dianggap musuh utama

bagi gelandangan adalah kehadiran aparat satpol pp, penggarukan yang

dilakukan aparat untuk membersihkan kota dari kehadiran para

gelandangan yang dianggap merusak ketertiban dan keindahan kota.

“..pernah pas 3 hari sebelum lebaran , saya lagi buka puasa, saya di

tarik-tarik langsung di bawa truk SATPOL PP ke daerah Kedoya,

untung aja suami saya sama gerobak saya bisa kabur… Saya

ditebus sama suami saya 300 ribu” (subjek TN)

Subjek lainnya seerti keluarga Yanto dan Dini mempunyai strategi

lain untuk melakukan strategi pengelolaan kesan ketika berkomunikasi

Page 46: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

dengan masyarakat umum terutama dengan menyimpan sebuah celengan

dekat gerobaknya, sasarannya bukan mereka yang berjalan kaki tetapi para

pengendara mobil mewah yang melintas baik yang mau ziarah ke kuburan

atau yang hanya melintas, dan memang saat peneliti memantau dari

kejauhan daerah tersebut tiap hari selalu macet, dikarenakan sepanjang

jalan itu merupakan arah untuk masuk pintu tol juga dekat dekat dengan

tempat pekuburan tanah kusir yang terkenal tempat pemakamannya orang-

orang yang memiliki uang yang tebal. Sebagaimana kutipan dengan subjek

Yanto berikut:

“….itu saya siapkan buat nyang liwat yang mau ngasih uang buat si

Nisa, kita sih bukan pengemis tapi kalo ada yang mau ngasih sama si Nisa

ya ga masalah. Lumayan celengan si Nisa suka dapet banyak tuh..ga perlu

capek-capek, dah gitu kan daerah sini jarang ada razia”

Page 47: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

BAB V

KESIMPILAN

Berdasarkan hasil temuan dan penelitian kepada gelandangan

tentang pola perilaku komunikasi terutama tentang manajemen diri dan

pengelolaan kesan, dapat disimpulkan bahwa perilaku komunikasi para

gelandangan diawali dengan proses internalisasi tentang diri serta persepsi

mengenai untuk membagi wilayah diri mereka dalam wilayah diri yang

terbuka dan diketahui orang lain, seperti jenis pekerjaan sebagai upaya

mempertahankan diri untuk mecari nafkah. Namun juga memilih menutup

wilayah tertutup tentang eksistensinya terutama saat berinterkasi dengan

keluarga dekatnya di kampung untuk menutupi jenis pekerjaan yang

mereka lakukan. hal ini sekaligus sebagai bentuk pengelolaan kesaan yang

nampaknya dikelola berdasarkan kebutuhan dan kondisi yang mereka

rasakan saat berinterkasi dengan mitra komunikasinya. Seperti halnya

manusia lainnya yang membutuhkan pengakuan atas keberadaannya

gelandangan melakukan aktivitas sosial dengan melakukan setting

komunikasi yang juga didasarkan kebutuhan mereka dengan melakukan

adaptasi sosial berupa merekayasa persepsi yang ditunjukkan dengan jenis

pekerjaan yang mereka lakukan yang terkadang sering berubah-ubah sperti

memulung, mengemis, mengamen dan yang lainnya.

Page 48: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

BAB VI LUARAN PENELITIAN

Jurnal

IDENTITAS JURNAL

1 Nama Jurnal Jurnal Aspikom

2 Website Jurnal journal.aspikom.ac.id

3 Status Makalah Revieq

4 Jenis Jurnal Jurnal Nasional terakreditasi

4 Tanggal Submit 3 April 2020

5 Bukti Screenshot submit

Pemakalah di seminar

IDENTITAS SEMINAR

1 Nama Sseminar SENAMA 2020

2 Website Pendaftaran seminar.senama.ac.id

3 Status Makalah Submitted

4 Jenis Prosiding Prosiding Nasional

4 Tanggal Submit 30 April 2020

5 Bukti Screenshot submit

Page 49: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

BAB VII RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI

Minimal mencakup 2 hal ini.

Hasil Penelitian Membuat teori komunikasi terhadap orang gelandangan.

Hal ini penting dilakukan sebagai suatu langkah social

yang dapat meningkatkan pemahaman pemerintah dan

social agencies terkait kehidupan sehari-hari para

gelandangan. Pemahaman ini sangat vital untuk

merumuskan pola kebijakan social yang akan diambil guna

menekan angka disparitas ekonomi

Rencana Tindak

Lanjut

Hasil penleitian ini akan ditindaklanjuti dengan pengabdian

pada masyarakat untuk menerapkan hasil teori yang telah

dihasilkan dengan merangkul seluruh pihak yang

berkepentingan sehingga dapat secara bersama-sama

bekerja dalam menekan angka kemiskinan dan disparitas

kesenjangan social masayarakat.

Page 50: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

DAFTAR PUSTAKA

Arianto, 2015, Studi Dramaturgi dalam Presentasi Diri Kelompok Jamaah An-

Nadzir Kabupaten Gowa, ASPIKOM, Volume 4 Nomor 1, Juli 2019,

hlm 96-112

Barker, Larry L. & Deborah A. Gaut. (1996). Communication. Seventh edition.

USA: Allyn and Bacon Adler, Ronald B. Towne, Neil. 1987. Looking

out Looking in Interpersonal Communication. Hilt Rinchart and

Wiston. New York

Bongdan, Robert.,& Edwin O. Haroldson. 1979. A Taxonomy of Concept in

Communication. New York. Hastings House Publishers

Cresswell, W, John. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design Choosing

Among Five Traditions. California: Sage Publications, Inc.

Denzin, Norman K. & Lincoln, Yvonna,S. (2005). Handbook of Qualitative

Reserach: Sage PublicationGarna, K. Judistira. 1992. Metode

Penelitian: Pendekatan Kualitatif. Bandung: Primaco Akademika.

Goffman, Erving. 1959. The Presentation of Self in Everyday Live. Reat Britain:

Cox & Wyman Ltd

Huberman, A. Michael & Miles B. Matthew. 1992. Analisis Data Kualitatif. Penj.

Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.

Littlejohn, Stephen W. 2002. Theories of Human Communication. USA:

Wadsworth Publising Company

Miller, Gerald, R. Steinberg, Mark. 1975. Between People, New Analysis of

Interpersonal Communication. Science Research Association Inc

Moleong, Lexy. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda

Karya

Muhadjir, Noeng. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Yogyakarta: Rakai

Sarasin.

Page 51: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH

Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja

Rosdakarya

-------------2001, Metodologi Penelitian Kualitatif. Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Rosda Karya.

Rakhmat, Jalaluddin.1984. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja

Rosda Karya

----------------,. 2005. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi, Bandung: Remaja Rosda

Karya

Rinawati, Rini 2006. Dramaturgi Polgami. Jurnal MediaTor, Vol. 7. Nomor: 1, Juni

2006

Ritzer, G. Douglas.J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. terj. Alimandan.

Jakarta: Kencana

Rohim, Syaiful 2018. Bahasa Indonesia Learning Communication by Using

Cooperative Model Approach. Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4,

Januari 2018, hlm 685-699

Suneki, Sri & Haryono, 2012. Paradigma Teori Dramaturgi Terhadap Kehidupan

Sosial. Jurnal Ilmiah Avis, Volume II, No 2.

Yohanes. 2018. Komunikasi Ritual Gerebeg di Keraton Yogyakarta. Jurnal

ASPIKOM, Volume 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 623-634

Page 52: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH
Page 53: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH
Page 54: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH
Page 55: PROPOSAL PENELITIAN SOSIAL BUDAYA dan HUMANIORA (PSBH