View
10
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
LAPORAN KEMAJUAN
PENELITIAN LABORATORIUM
DANA ITS 2020
Kajian Minimisasi Risiko Penggunaan Air Minum Dalam Kemasan
(AMDK) oleh Konsumen dengan Menggunaka Metode Hazard
Analysis Crytical Point (HACCP) dan Extended Producer
Responsibility
Tim Peneliti :
Ketua : Ir. Mas Agus Mardyanto, MEng., PhD. (Departemen Teknik
Lingkungan/FTSPK/ITS)
Anggota I : Prof. Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, MSc. (Departemen Teknik
Lingkungan/FTSPK/ITS)
DIREKTORAT RISET DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2020
Sesuai Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian No: 903/PK/ITS/2020
i
Daftar Isi
Daftar Isi .................................................................................................................................................... i
Daftar Tabel .............................................................................................................................................. ii
Daftar Gambar.......................................................................................................................................... iii
Daftar Lampiran ....................................................................................................................................... iv
BAB I RINGKASAN ................................................................................................................................. i
BAB II HASIL PENELITIAN ................................................................................................................... 6
BAB III STATUS LUARAN…………………………………………………………………………………….142
BAB IV PERAN MITRA (UntukPenelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi) ......................143
BAB V KENDALA PELAKSANAAN PENELITIAN..............................................................144
BAB VI RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA .................................................................145
BAB VII DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................146
BAB VIII LAMPIRAN .............................................................................................................150
LAMPIRAN 1 Tabel Daftar Luaran ..........................................................................................151
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Hasil Analisa pH pada Titik Sampling 23
Tabel 2.2 Hasil Analisa TDS pada Titik Sampling 27
Tabel 2.3 Hasil Analisa Kekeruhan pada Titik Sampling 30
Tabel 2.4 Hasil Analisa Kadar Sisa Ozon pada Produk 35
Tabel 2.5 Hasil Analisa Mikrobiologi Bakteri E. Coli Titik Sampling 38
Tabel 2. 6 Pembobotan Kepentingan Resiko 51
Tabel 2.7 Pembobotan Entitas 51
Tabel 2.8 Kategori dan Peringkat Severity 55
Tabel 2.9 Deskripsi Skala Besar Resiko dan Kondisi Lingkungan 56
Tabel 2.10 Nilai Severity Kualitas Air Baku 60
Tabel 2.11 Nilai Severity Jarak Sumber Air Baku dengan Pabrik 62
Tabel 2.12 Nilai Severity Kualitas Pompa 64
Tabel 213 Nilai Severity Media Penggantian Pasir Silika 66
Tabel 2.14 Nilai Severity Media Pencucian Pasir Silika 68
Tabel 2.15 Nilai Severity Ukuran Media Pasir Silika 70
Tabel 2.16 Nilai Severity Penggantian Media Gravel 72
Tabel 2. 17 Nilai Severity Pencucian Media Gravel 74
Tabel 2. 18 Nilai Severity Ukuran Media Gravel 76
Tabel 2.19 Nilai Severity Penggantian Media Karbon Aktif 78
Tabel 2 20 Nilai Severity Pencucian Media Karbon Aktif 80
Tabel 2. 21 Nilai Severity Jenis Media Karbon Aktif 82
Tabel 2.22 Nilai Severity Penggantian Catridge pada Mikro Filter 84
Tabel 2. 23 Nilai Severity Pencucian Membran catridge Mikrofilter 86
Tabel 2.24 Nilai Severity Ukuran Catridge pada Unit Mikro Filter 88
Tabel 2. 25 Nilai Severity Penggantian Ozone Generator 90
Tabel 2. 26 Nilai Severity Kadar Ozon 92
Tabel 2. 27 Nilai Severity Penggantian Lampu UV 95
Tabel 2. 28 Nilai Severity Spesifikasi Lampu UV 97
Tabel 2. 29 Nilai Severity Waktu Kontak Lampu UV 99
Tabel 2. 30 Nilai Severity Analisa Kualitas Air 101
Tabel 2. 31 Nilai Severity Titik Analisa Kualitas Air 103
Tabel 2. 32 Nilai Severity Sanitasi Pekerja 106
Tabel 2. 33 Nilai Severity Sanitasi pada Unit Pengolahan AMDK 108
Tabel 2.34 Nilai Severity pemahaman pekerja mengenai kualitas air sesuai
SNI 3553:2015
111
Tabel 2. 35 Nilai Severity Wawasan Pekerja terkait Operasional Pabrik
sesuai
PERMEPERINDAG No. 705 Tahun 2003
114
Tabel 2. 36 Nilai Severity pelatihan mengenai sistem manajemen kualitas air
minum sesuai SNI 01-4852-1998
117
Tabel 2. 37 Peringkat Severity 118
iii
Tabel 2. 38 Penilaian Occurance 121
Tabel 2. 39 terkait Penilaian Occurance Air Baku 122
Tabel 2. 40 terkait Penilaian Occurance Unit Karbon Filter 123
Tabel 2. 41 terkait Penilaian Occurance Unit Mikro Filter 125
Tabel 2. 42 Penilaian Occurance Injeksi Ozon 126
Tabel 2. 43 Penilaian Occurance Lampu UV 128
Tabel 2. 44 Penilaian Occurance Perilaku Pekerja 129
Tabel 2. 45 Penilaian Occurance pada Wawasan Pekerja 130
Tabel 2. 46 Penliaian Detection 133
Tabel 2. 47 Penilaian Detection pada Air Baku 134
Tabel 2. 48 Penilaian Detection pada Unit Karbon Filter 136
Tabel 2. 49 Penilaian Detection pada Unit Mikro Filter 138
Tabel 2. 50 Penilaian Detection pada Unit Injeksi Ozon 139
Tabel 2. 51 Penilaian Detection pada Unit Lampu UV 141
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Produk Gelas, botol, dan Galon Toyamilindo Mountoya 6
Gambar 2.2 Unit Ground Tank Air Baku Toyamilindo Mountoya 7
Gambar 2. 3 Unit Karbon Filter AMDK Toyamilindo Mountoya 8
Gambar 2. 4 Unit Mikro Filter AMDK Toyamilindo Mountoya 10
Gambar 2. 5 Unit Injeksi Ozon AMDK Toyamilindo Mountoya 11
Gambar 2.6 Unit Tangki Mixing AMDK Toyamilindo Mountoya 11
Gambar 2.7 Unit Penyinaran UV AMDK Toyamilindo Mountoya 12
Gambar 2.8 Unit Reservoir Product AMDK Toyamilindo Mountoya 13
Gambar 2.9 Unit Filling Machine AMDK Toyamilindo Mountoya 14
Gambar 2.10 Proses Packing Bagian Produksi AMDK 15
Gambar 2.11 Titik-titik Sampling Unit Pengolahan AMDK 20
Gambar 2. 12 Hasil Grafik Analisa pH pada Titik Sampling 25
Gambar 2. 13 Hasil Analisa TDS pada Titik Sampling 29
Gambar 2.14 Hasil Grafik Analisa Sisa Kadar Ozon pada Produk 36
Gambar 4. 15 Diagram Fishbone Analysis 42
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
DAFTAR PUSTAKA 148
i
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Luaran Wajib:
Lampiran 1 Artikel Jurnal Q2
152
Luaran Tambahan Lampiran 2 :Artikel Konferensi
152
Luaran Tambahan Tugas Akhir yang dihasilkan 153
“Sustainability and Resilience of
Coastal Manajemen”
Penyelenggara : Pusat Penelitian
ITS, 30 Nopember 2020
Quality Control Of Mineral Water Production By Using Hazard Analysis Critical Control Point (Haccp) And Extended Producer Responsibility (Epr) Methods (Case Study : Toyamilindo Mountoya Company)
156
“Sustainability and Resilience of
Coastal Manajemen”
Penyelenggara : Pusat Penelitian
ITS, 30 Nopember 2020
Study Of Water Quality Status Of Surabaya River Water At Gunungsarijagir Segment Wit Pollutant Index (IP) And Total Pollutant Load Control System (TPLCS)
156
Lampiran Materi Jurnal Yang
Direncanakan Akan Dipublish
Study Of Mineral Water Production By Using Hazard Analysis Critical Control Point (Haccp) And Extended Producer Responsibility (Epr) Methods (Case Study : Toyamilindo Mountoya Company)
158
BAB I RINGKASAN
Ringkasan penelitian berisi latar belakang penelitian,tujuan dan tahapan metode penelitian, luaran
yang ditargetkan, kata kunci
Permintaan akan Air Minum di Kota kota besar di Indonesia semakin meningkat tidak sebanding
dengan kapasitas penyediaan air minum yang oleh PDAM setempat. Sebagai contoh kasus adalah Kota
Cirebon yang mana merupakan kota yang hanya memiliki satu sumber mata air yaitu berasal dari
Gunung Ciremai yang terletak di Desa Cipanis, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Debit sumber
mata air tersebut dan dengan proses produksinya yang menghasilkan air minum dalam kemasan
(AMDK) diharapkan masih tetap layak dikonsumsi oleh masyarakat sekitarnya ( Provinsi Jawa Barat)
sebagai pemenuhan kebutuhan air minum yang salah satunya adalah perusahaan AMDK PT.
Toyamilindo Mountoya.
3
Agar AMDK tersebut diwajibkan tetap menghasilkan produk air minum atau mutu AMDK yang
berkualitas air minum, maka perlu dilakukan pengawasan terhadap penjaminan mutu kualitas
produksinya dengan menerapkan metode HACCP. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point),
adalah sebuah sistem analisa resiko dengan menetapkan pengendalian dan pengawasan yang tepat
untuk menghindari penyimpangan produk. Metode HACCP dapat diterapkan pada seluruh proses
produksi, seperti salah satunya contohnya produk AMDK yang prosesnya dimulai dari penyediaan air
baku hingga dihasilkan air minum hasil pengolahan.
Perusahan AMDK Toyamilindo Mountoya yang merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi
AMDK tentunya mempunyai kekurangan dan kelebihan dalam proses produksi air minumnya.
Olehkarena itu, dalam pengelolaannya dilakukan sebuah manajemen kontrol dan dengan
menggunakan HACCP dalam mempertahankan dan meningkatkan kinerja setiap unit Water Treatment
Plant Sedangkan guna menjaga kelengkapan dari Standard Operating Procedure (SOP), untuk
memudahkan pekerja dalam melakukan maintenance perusahaan atau pabrik, serta meningkatkan
4
wawasan pekerja maka upaya yang dilakuka yaitu dengan melalui beberapa pelatihan tentang
manajemen operasional pabrik.
Selain memperhatikan sistem produksi dan sumber daya manusia di Perusahaan AMDK, perlu juga
diperlukan pengawasan terhadap kualitas produk jadi baik yang dikemas dalam produk gelas, botol
ataupun galon. Selain itu permasalahan kualitas produk air minum dalam kemasan yang sampai
kekonsumen atau didistributor perusahaan atau pabrik masih juga perlu dikontrol kualitasnya. Hal ini
juga masih menjadi salah satu perhatian dan tanggung jawab pihak produsen atau perusahaan. Oleh
karena itu, pihak produsen juga masih harus bertanggung jawab atas produk air minum kemasan yang
diolahnya. Salah satu metode yang dapat diterapkan pabrik produksi Air Minum dalam Kemasan
seperti perusahaan AMDK Toyamilindo Montoya adalah metode Extended Producer Responsibility
(EPR).
Kata Kunci : Perusahaan Toyamilindo Mountoya, Metode HACCP, Metode EPR, AMDK. Kualitas
Produksi.
5
Ringkasan penelitian berisi latar belakang penelitian,tujuan dan tahapan metode
penelitian, luaran yang ditargetkan, kata kunci
6
BAB II HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian berisi kemajuan pelaksanaan penelitian, data yang diperoleh, dan analisis yang
telah dilakukan
2.1. Proses Produksi dan Kondisi Eksisting AMDK
Berdasarkan pada Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Air Minum dalam Kemasan, perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya dilakukan beberapa proses rangkaian water treatment, yaitu ground tank reservoir, unit karbon filter, unit mikrofilter 5 µm, unit mikrofilter 1 µm, unit mikrofilter 0,45 µm, unit injeksi ozon, unit tangki mixing, unit lampu UV, dan lalu disimpan ke tangki produk jadi sebelum memasuki bagian filling pada masing-masing produk. Berikut merupakan proses produksi perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya dan kondisi eksisting AMDK dari bahan baku sampai menjadi produk jadi. Rangkaian proses pengolahan airnya dapat dilihat berikut ini :
1.Bahan Baku dan Bahan Pengemas
Untuk memenuhi syarat standar mutu Perusahaan Toyamilindo Mountoya menerapkan standar mutu air minum dalam kemasan yang berlaku yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) terbaru untuk AMDK yaitu SNI 3553:2015 Kemasan primer merupakan wadah yang digunakan untuk mengemas produk AMDK yang bersentuhan langsung dengan produk air minum dalam kemasan. Perusahaan Toyamilindo Mountoya menghasilkan produk air minum dalam kemasan berupa produk cup 240 ml, botol 330 ml dan 600 ml, serta produk galon 19 liter. Berikut Ini merupakan contoh Gambar 2.1 macam-macam produk AMDK di perusahaan atau pabrik Toyamilindo Mountoya
7
Gambar 2.16 Produk Gelas, botol, dan Galon Toyamilindo Mountoya
2.Unit Ground Tank Air Baku
Air yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan AMDK ini yaitu merupakan air alami yang berasa dari sumber mata air Cipaniis yang berada di lereng pegunungan Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat yang sebelumnya telah diolah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Cirebon. Air dari PDAM dialirkan melalui pipa tertutup dengan pipa induk dari PDAM yang diteruskan melalui pipa penyambung. Jarak pabrik dari sumber mata air adalah 14 kilometer. Volume air baku yang dibutuhkan dalam 1 kali produksi adalah 200.000 liter yang ditampung dalam ground tank dengan kapasitas 267.000 liter..Berikut ini Gambar 2.2 unit penyimpanan air baku atau ground tank Perusahaan Toyamilindo Mountoya
8
Gambar 2.17 Unit Ground Tank Air Baku Toyamilindo Mountoya
3.Unit Karbon Filter
Air yang berasal dari ground tank reservoir dialirkan melalui pipa tertutup dengan menggunakan dorongan pompa ke water treatment. Proses awal water treatment adalah penyaringan karbon aktif (activated carbon filter). Penyaringan karbon menggunakan karbon aktif, gravel, serta pasir silika sebagai media filter, yang terdiri atas susunan dari paling atas yaitu pipa inlet untuk air, karbon aktif sebanyak 600 kg, pasir silika dengan ukuran 8 – 14 mm sebanyak 1100 kg, gravel dengan ukuran 3 – 6 mm sebanyak 275 kg, gravel dengan ukuran 6 – 12 mm sebanyak 275 kg, dan pipa outlet untuk air. Gambar 2.3 merupakan unit Karbon Filter yang digunakan Perusahaan Toyamilindo Mountoya
9
Gambar 2. 18 Unit Karbon Filter AMDK Toyamilindo Mountoya
4.Unit Mikrofilter Air dari unit karbon filter dialirkan menuju mikrofilter yang berbentuk catridge microfilter guna dilakukan pemisahan partikel berukuran mikron dan submikron. Mikrofilter berfungsi untuk memisahkan padatan terlarut atau koloid yang ada dalam air. Perusahaan Toyamilindo Mountoya menggunakan 3 tangki penyaringan mikro dengan ukuran 5 µm1 µm, dan 0,45 µm dengan bahan dasar saringan adalah polypropylene dan seal material yaitu silikon. Berikut Gambar 2.4 Unit Mikro Filter yang digunakan pada Perusahaan Toyamilindo Mountoya
10
Gambar 2. 19 Unit Mikro Filter AMDK Toyamilindo Mountoya
5. Unit Injeksi Ozon
Ozonisasi pada air minum memiliki fungsi antara lain membunuh kuman, bakteri dan jamur, mengawetkan air, serta memberi rasa segar pada air. Selain itu, ozon ini berfungsi sebagai desinfektan pada air dan tidak mengganggu keberadaan mineral pada air. Injeksi ozon terjadi di pipa pencampuran ozon. Kadar residu ozon sesaat setelah pengisian berkisar antara 0,1 – 0,5 ppm. Perusahaan Toyamilindo Mountoya ini ozon menggunakan jenis alat ozon generator yang dapat merubah oksigen udara bebas menjadi ozon dengan cara melewatkan oksigen melalui percikan bunga api yang terjadi antara dua lempengan kutub listrik bertegangan sangat tinggi. Berikut ini Gambar 2.5 Unit injeksi ozon atau ozone generator pada Perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya
Gambar 2. 20 Unit Injeksi Ozon AMDK Toyamilindo Mountoya
11
6. Unit Tangki Reaktor
Tangki reaktor atau tangki mixing berfungsi sebagai penampungan setelah proses ozonisasi juga berfungsi untuk penghomogenan ozon pada air sehingga dapat secara optimum dalam membunuh mikrooganisme yang ada dalam air. Tangki reaktor / reactor tank memiliki kapasitas sebesar 9 m3. Selanjutnya air dari tangki reaktor tersebut dialirkan menjadi dua arah yaitu menuju unit sterilisasi UV dan menuju tangki penampungan galon. Berikut ini merupakan Gambar 2.6 unit tangki mixing Perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya
Gambar 2.21 Unit Tangki Mixing AMDK Toyamilindo Mountoya
7. Unit UV Sterilizer Perusahaan Toyamilindo Mountoya menerapkan desinfeksi tidak hanya dengan proses ozonisasi tapi juga menggunakan unit sterilisasi UV yang berfungsi untuk membunuh mikroorganisme. Alat sterilisasi UV mengguanakan 4 lampu dengan intensitas 400 watt dengan dosis UV maksimal adalah 30.000 µws/cm2. Berikut ini Gambar 2.7 unit penyinaran UV Toyamilindo Mountoya
12
Gambar 2.22 Unit Penyinaran UV AMDK Toyamilindo Mountoya
8. Unit Reservoir Product
Air yang sudah melewati seluruh proses water treatment air akan dialirkan menuju tangki
penyimpanan yang berbeda. Tangki penyimpanan dibagi menjadi 2 yaitu tangki cup dan botol
1 tangki dan untuk galon 3 tangki. Kapasitas untuk setiap tangki penampungan adalah 1000
liter. Gambar 2.8 Unit Reservoir Product AMDK Toyamilindo Mountoya
Gambar 2.23 Unit Reservoir Product AMDK Toyamilindo Mountoya
13
9.Unit Filling Machine
Filling machine terbagi menjadi 3, yaitu filling cup machine, filling bottle machine, dan filling
gallon machine dengan mesin yang berbeda-beda. Masing-masing mesin merupakan mesin
yang berkerja secara otomatis. Filling machine ditempatkan pada ruangan yang berbeda-beda
dimana setiap ruangan dibatasi oleh dinding kaca. Pada rangkaian mesin cup, pengisian akan
berjalan secara otomatis pengisian air dan juga penempelan lid pada cup, begitu juga dengan
mesin botol dan galon dengan pemberian tutup secara langsung dalam satu rangkaian ketika air
telah terisi. Setelah jadi produk akan melewati conveyor dan akan dilihat kualitas produk jika
tidak sesuai produk akan di reject. Kemudian dilakukan caping untuk memberikan tanggal
kadaluarsa, pada produk cup tanggal kadaluarsa berada di lid dan pada produk botol dan juga
produk galon berada pada tutup, setelah itu di cek kembali apakah produk sudah sesuai. Berikut
Gambar 2.9 mesin filling Perusahaan Toyamilindo Mountoya
Gambar 2.24 Unit Filling Machine AMDK Toyamilindo Mountoya
14
10.Visual Control, Packing, Storage, dan Delivery
Proses visual control dilakukan oleh staf quality control setelah proses pengemasan primer pada
produk. Pengemasan sekunder dilakukan dengan menggunakan kardus/karton bergelombang
untuk produk cup 240 ml, botol 330 ml, dan botol 600 ml, sedangkan untuk produk galon 19
liter tidak ada kemasan sekunder. Proses pengepakan ke dalam dus dilakukan secara manual.
Untuk 1 kardus cup 240 ml berisi 48 cup, 1 kardus botol 330 ml berisi 24 botol, dan 1 kardus
botl 600 ml berisi 24 botol. Berikut Gambar 2.10 proses packing produk yang akan diberi kode
produksi dan expired date yang dilakukan oleh bagian produksi Perusahaan Toyamilindo
Mountoya
Gambar 2.25 Proses Packing Bagian Produksi AMDK
Produk jadi yang telah dikemas disimpan di dalam gudang penyimpanan. Lama penyimpanan
di gudang adalah 1 x 24 jam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan residu ozon. Gudang
penyimpanan dibuat terpisah dan dibuat tertutup dan terhindar dari sinar matahari serta
dijauhkan dari benda yang beraroma tajam. Dus ataupun galon yang disimpan di gudang tidak
15
boleh bersentuhan langsung dengan lantai untuk menghindari terjadinya kelembaban agar
produk tidak ditumbuhi lumut. Produk yang siap didistribusikan dipindahkan ke dalam truk dan
siap untuk di distribusikan ke wilayah Kota dan Kabupaten Cirebon. Proses distribusi produk
dilakukan dengan menggunakan truk. Produk Toyamilindo Mountoya didistribusikan sebagian
besar di wilayah Cirebon dan Jawa Barat lainnya.
Tenaga Bagian Produksi
Jumlah pekerja bagian produksi pada Perusahaan Toyamilindo Mountoya adalah sebanyak 30
orang pegawai produksi. Pekerja bagian produksi pada Perusahaaan Toyamilindo Mountoya
dibawah terdiri dari Head of SCM, Head of Production, Supervisor Production, Leader
Production, Helper Production, Transporter Production, Head of QC / QA, Co. Head of QC /
QA, QC Inspector, QC Officer, Supervisor Gudang, Head of Maintanace, Head of Purchasing,
dan staff lainnya. Struktur organisasi pekerja bagian produksi pada Perusahaan Toyamilindo
Mountoya dapat dilihat lebih lengkap pada lampiran 1. Waktu yang dibutuhkan dalam satu kali
proses produksi adalah 7-8 jam (1 shift). Terdapat 15 pekerja yang berkerja dalam 1 shift. Rata-
rata pendidikan terakhir pada pekerja bagian produksi perusahaan Toyamilindo Mountoya
adalah minimal tingkat SMA atau SMK untuk maintanance dan produksi serta S1 untuk bagian
quality control / quality assurance. Pelatihan-pelatihan yang sudah didapatkan para pekerja
adalah peningkatan kualitas produk, pelatihan ISO 22000 : 2018 Sistem Manajemen Keamanan
Pangan, dan pelatihan hygene sanitasi.
Para pekerja bagian produksi perusahaan Toyamilindo Mountoya juga harus mengikuti
prosedur standar yang berlaku di perusahaan AMDK yang biasanya sudah tercantum dalam
16
Standard Operating Procedure (SOP), intruksi kerja, ataupun petunjuk pelaksanaan lainnya.
SOP pada perusahaan Toyamilindo Mountoya yaitu yang mengatur jalannya operasi secara
keseluruhan, intruksi kerja yaitu intruksi jalannya sebuah proses, sedangkan petunjuk
pelaksanaan adalah langkah-langkah detail yang perlu diperhatikan dalam operasi. Contoh
Standard Operating Procedure (SOP), intruksi kerja, dan petunjuk pelaksanaan yang terdapat
pada Perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya adalah :
- Intruksi kerja sanitasi tangki reaktor dan OH reservoir
- Intruksi kerja pencucian ground tank.
- Intruksi kerja sanitasi ruang produksi.
- Standard Operating Procedure (SOP) menjalankan mesin water treatment.
- Petunjuk pelaksanaan pemeriksaan parameter mikrobiologi.
- Petunjuk pelaksanaan pengukuran pH.
- Petunjuk pelaksanaan pengukuran TDS dan konduktivitas.
- Petunjuk pengukuran turbidity / kekeruhan.
- Standard Operating Procedure (SOP) menjalankan mesin UV.
- Petunjuk pelaksanaan pemeriksaan residu ozon.
2.2. Karakteristik Produk AMDK
Perusahaan Toyamilindo Mountoya melakukan analisa laboratorium atau uji kualitas pada air
baku selama proses pengolahan air berlangsung. Parameter yang diuji adalah kekeruhan, pH,
Total Dissolved Solid (TDS), bakteri Escherichia Coli, dan sisa ozon pada produk AMDK.
17
Parameter uji kekeruhan, pH, Total Dissolved Solid (TDS), dan uji mikrobiologi pada unit
pengolahan dan produk AMDK tersebut mengacu pada baku mutu dalam SNI 01-3553-2015
tentang air mineral, sedangkan parameter uji sisa ozon pada produk mengacu pada Peraturan
Menteri Perindustrian Republik Indonesia No 78 Tahun 2016 tentang pemberlakuan standar
nasional indonesia air mineral, air deminerak, air mineral alami, dan air minum embun secara
wajib.
Pengambilan sampel dilakukan satu kali pada 5 titik selama 7 hari kerja yaitu dimulai pada hari
senin hingga hari sabtu lalu dilanjutkan pada hari senin kembali tanggal Senin, 17 Februari
2020 hingga Senin, 24 Februari 2020. Pengambilan sampel yang dilaksanakan setiap hari,
ditujukan agar didapatkan sekumpulan data yang bersifat time series. Data time series adalah
sekumpulan data berupa angka yang dikumpulkan secara berurutan dari waktu ke waktu yang
didapat dalam suatu periode waktu tertentu guna memperoleh gambaran suatu kegiatan. Data
tersebut biasanya berupa data tahunan, triwulan, bulanan, mingguan, harian dan seterusnya
(Sidik, 2010). Data time series tersebut dapat pula sebuah deskripsi masa lalu yang digunakan
untuk memprediksi suatu kondisi masa depan sehingga dapat diketahui resiko-resiko di masa
depan beserta penyelesaiannya (Ashari, 2012). Penggunaan data time series dapat memudahkan
analisa resiko pada sistem produksi karena data runtut dan representatif.
Penelitian kualitas air dilakukan pada 5 titik sampling (lihat pada Gambar 2.11), yaitu pada
effluen unit ground tank, efluen unit karbon filter, effluen unit mikrofilter, efluen tangki mixing,
dan effluen unit filling UV. Pengujian kualitas air untuk parameter kekeruhan, pH, dan Total
Dissolved Solid (TDS) dilakukan pada 5 titik sampling yaitu pada effluen unit ground tank,
18
effluen unit karbon filter, effluen unit mikrofilter, effluen tangki mixing, dan effluen unit filling
UV. Pengujian kualitas air untuk parameter sisa ozon hanya dilakukan dengan mengambil 1
buah produk yang sedang diproduksi. Tujuan dari penelitian sampel pada 5 titik sampling
tersebut adalah untuk memperoleh kualitas air selama proses pengolahan, selain itu untuk
memperoleh efektifitas pengolahan beserta kendala-kendala yang muncul dan mempengaruhi
jalannya proses produksi AMDK perusahaan Toyamilindo Mountoya. Hal tersebut diperlukan
untuk menetapkan adanya faktor-faktor penyebab kegagalan atau resiko yang berasa dari unit-
unit produksi AMDK perusahaan Toyamilindo Mountoya Pengujian kualitas air untuk
parameter mikrobiologi dilakukan per hari dengan titik sampel air baku, unit mikrofilter,dan
sampel produk AMDK (baik produk galon, botol, gelas). Salah satu prosedur yang diperlukan
dalam penyusunan analisa resiko HACCP pada sistem produksi AMDK adalah dengan metode
sampling. Menurut Rahmatina (2010), Sampling merupakan bagian dari objek yang diteliti.
Penelitian yang menggunakan analisis data kuantitatif, memerlukan sampel untuk menunjang
dalam penarikan kesimpulan. Penentuan jumlah sampel harus mewakuli atau menjadi
representatif dari populasi yang diamati, sehingga kesimpulan yang didapatkan bersifat dapat
dipercaya. Berikut 2.11 adalah titik-titik sampling untuk unit pengolahan AMDK :
19
Gambar 2.26 Titik-titik Sampling Unit Pengolahan AMDK
20
Keterangan :
- Titik 1 : Ground Tank
- Titik 2 : Effluen Karbon Filter - Titik 3 : Effluen Mikro Filter
- Titik 4 : Effluen Tangki Mixing Injeksi Ozon
- Titik 5 : Effluen Tangki filling
Setelah penentuan titik sampling, maka selanjutnya adalah melakukan sampling dengan
prosedur pemilihan wadah, pencucian wadah sampel, hingga teknik sampling sesuai dengan
SNI 6989.57:2008. Selain itu terdapat petunjuk pengambilan sampel air minum dari instalansi
pengolahan air yang diatur dalam SNI 7828:2012 dan SNI 3554:2015. Berdasarkan SNI
6989.57:2008, wadah yang digunakan untuk meyimpan sampel harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Terbuat dari bahan gelas atau plastik Poli Etilen (PE) atau Poli Propilen (PP) atau
teflon (Poli Tetra Fluoro Etilen, PTFE).
b. Dapat ditutup dengan kuat dan rapat.
c. Bersih dan bebas kontaminan.
d. Tidak berinteraksi dengan sampel.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan menggunakan gelas beaker ukuran 250 mL
dengan bagian atas ditutup dengan alumunium foil untuk analisis kekeruhan, pH, Total
Dissolved Solid (TDS), dan sisa ozon, sedangkan untuk analisa mikrobiologi bakteri
21
Escherichia Coli menggunakan botol kaca 140 mL Proses sterilisasi dilakukan dengan
menggunakan autoclave Selama 3 jam. Tujuan sterilisasi adalah agar botol yang digunakan
untuk mengambil sampel steril sehingga sampel tidak terkontaminasi oleh zat-zat pengganggu.
Analisis pH pada Titik Sampling
pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau basa yang
dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. Pada air murni dengan suhu 25ºC pH normal
memiliki nilai 7 sementara jika pH > 7 zat tersebut memiliki sifat basa. Jika nilai pH suatu zat
adalah < 7 maka zat tersebut memiliki sifat asam. (Nordstrom et al., 2000). pH atau derajat
keasaman dapat mempengaruhi kecepatan dekomposisi zat organik oleh mikroorganisme. pH
menunjukkan aktivitas ion hidrogen didalam air. Nilai pH dapat dipengaruhi oleh beberapa
parameter, baik aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen, dan ion-ion. Pengaruh pH terhadap
air minum sangatlah besar, untuk air minum jika pH terlalu rendah maka akan berasa pahit atau
asam, sedangkan jika pH terlalu tinggi maka air minum akan berasa tidak enak (kental atau
licin) (Rosita, 2014). Berikut adalah Tabel 2.1 analisa pH pada tiap titik sampel unit produksi
AMDK Toyamilindo Mountoya :
Tabel 2.52 Hasil Analisa Ph pada Titik Sampling No Tanggal A B C D E Baku
Mutu
22
1. 17 Februari
2020
7,04 7,05 7,09 7,15 7,40 6,0 – 8,5
2. 18 Februari
2020
6,99 7,02 7,08 7,16 7,42 6,0 – 8,5
3. 19 Februari
2020
7,15 7,16 7,18 7,26 7,54 6,0 – 8,5
4. 20 Februari
2020
7,01 7,04 7,10 7,23 7,40 6,0 – 8,5
5. 21 Februari
2020
7,12 7,11 7,13 7,22 7,43 6,0 – 8,5
6. 22 Februari
2020
7,09 7,08 7,13 7,23 7,51 6,0 – 8,5
7. 24 Februari
2020
7,00 7,05 7,11 7,22 7,46 6,0 – 8,5
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium Primer Perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya
Keterangan : Titik A : Ground Tank
Titik B : Effluen Carbon Filter
Titik C : Effluen Mikro Filter
Titik D : Effluen Tangki Mixing
Titik E : Effluen Filling / Unit UV
23
Gambar 2. 27 Hasil Grafik Analisa pH pada Titik Sampling
6,006,206,406,606,807,007,207,407,607,808,008,208,40
Senin,17
Februari2020
Selasa,18
Februari2020
Rabu, 19Februari
2020
Kamis,20
Februari2020
Jumat,21
Februari2020
Sabtu.22
Februari2020
Senin,24
Februari2020
1 2 3 4 5 6 7
Nil
ai p
H
Hari ke-
Analisa pH
Ground Tank Effluen Karbon Filter
Effluen Mikro Filter Effluen Tangki Mixing
Effluen Filling / UV Baku Mutu
24
Berdasarkan Tabel 2.1.dan Gambar 2.12 di atas (data primer), hasil analisa pH AMDK
Toyamilindo Mountoya selama 7 hari kerja (17 Februari 2020 hingga 24 Februari 2020)
diperoleh nilai pH tertinggi 7,54 dan nilai pH terendah 6,99. Hasil analisa tersebut masih sesuai
dengan baku mutu yang ditetapkan pada SNI 3553:2015 yaitu 6,0 sampai 8,5. Dari hasil analisa
parameter pH diatas (data primer), dapat kita ketahui bahwa nilai parameter pH air produksi
perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya memenuhi SNI 3553:2015.
Analisis TDS pada Titik Sampling
TDS (Total Dissolved Solid) adalah ukuran jumlah materi yang terlarut dalam air. Garam –
garam terlarut seperti sodium, klorida, magnesium, dan sulfat memberi kontribusi pada TDS.
Konsentrasi yang tinggi dari TDS dapat membatasi keseuaian air sebagai air sumber air minum
dan mewakili jumlah ion dalam air. Hal ini dikarenakan seperti TDS yang tinggi dalam air dapat
mempengaruhi kejernihan, warna, dan rasa. TDS biasanya terdiri atas zat organik, garam
organik, dan gas terlarut (Putra dkk., 2012). Analisa TDS dilakukan menggunakan TDS meter.
Berikut adalah Tabel 2.2 analisa TDS pada unit produksi Perusahaan AMDK Toyamilindo
Mountoya
Tabel 2.53 Hasil Analisa TDS pada Titik Sampling
25
No Tanggal A B C D E Baku Mutu
1. 17 Februari
2020
181 181 182 181 181 500 mg/L
2. 18 Februari
2020
181 180 180 180 179 500 mg/L
3. 19 Februari
2020
183 183 183 183 182 500 mg/L
4. 20 Februari
2020
182 182 182 182 180 500 mg/L
5. 21 Februari
2020
183 183 183 184 179 500 mg/L
6. 22 Februari
2020
180 180 180 179 179 500 mg/L
7. 24 Februari
2020
178 178 177 177 178 500 mg/L
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium Primer Perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya
Keterangan :
Titik A : Ground Tank
Titik B : Effluen Carbon Filter
Titik C : Effluen Mikro Filter
Titik D : Effluen Tangki Mixing
Titik E : Effluen Filling / Unit UV
26
Berdasarkan Tabel dan 2,2. diatas dan Gambar 2.13. dibawah AMDK Toyamilindo Mountoya
selama 7 hari kerja (17 Februari 2020 hingga 24 Februari 2020) diperoleh nilai TDS tertinggi
184 mg/L dan nilai TDS terendah 177 mg/L. Hasil analisa tersebut masih sesuai dengan baku
mutu yang ditetapkan pada SNI 3553:2015 yaitu maksimal 500 mg/L. Dari hasil analisa
parameter TDS diatas (data primer), dapat kita ketahui bahwa nilai parameter TDS air produksi
perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya memenuhi SNI 3553:2015.
Analisis Kekeruhan pada Titik Sampling
Penyebab kekeruhan air adalah adanya zat padat tersuspensi dalam air yang bersifat anorganik
maupun organik. Contoh zat padat tersuspensi anorganik adalah partikel-partikel yang berasal
dari pelapukan batu dan logam, sedangkan zat padat tersuspensi organik adalah partikel-partikel
yang berasal dari pelapukan tanaman dan/atau hewan. Selain itu zat pada tersuspensi juga dapat
berasal dari limbah domestik, industri, dan pertanian (Gafur dkk., 2017). Analisa kekeruhan
dilakukan dengan menggunakan turbidimeter. Berikut Tabel 2.3 dan Gambar 2.14. berikut
adalah analisa kekeruhan pada unit pengolahan produksi AMDK Toyamilindo Mountoya :
27
050
100150200250300350400450500
Sen
in, 17 F
ebru
ari 2020
Sel
asa,
18 F
ebru
ari
2020
Rab
u, 19 F
ebru
ari
2020
Kam
is, 20 F
ebru
ari
2020
Jum
at, 2
1 F
ebru
ari
20
20
Sab
tu. 22 F
ebru
ari 2020
Sen
in, 24 F
ebru
ari 2020
1 2 3 4 5 6 7
Nil
ai T
DS
(m
g/L
)
Hari ke-
Analisa Uji TDS (mg/L)
Ground Tank (mg/L)Effluen Karbon Filter (mg/L)Effluen Mikro Filter (mg/L)Effluen Tangki Mixing (mg/L)
28
Tabel 2.54 Hasil Analisa Kekeruhan pada Titik Sampling No Tanggal A B C D E Baku
Mutu
1. 17 Februari
2020
0,54 0,79 0,56 0,72 0,45 1,5 NTU
2. 18 Februari
2020
0,72 0,86 0,61 0,67 0,68 1,5 NTU
3. 19 Februari
2020
0,49 0,54 0,64 0,58 0,61 1,5 NTU
4. 20 Februari
2020
0,61 0,84 0,66 0,65 0,69 1,5 NTU
5. 21 Februari
2020
0,55 0,76 0,67 0,59 0,68 1,5 NTU
6. 22 Februari
2020
0,55 0,72 0,69 0,76 0,67 1,5 NTU
7. 24 Februari
2020
0,64 0,79 0,73 0,76 0,66 1,5 NTU
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium Primer Perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya
29
Keterangan :
Titik A : Ground Tank
Titik B : Effluen Carbon Filter
Titik C : Effluen Mikro Filter
Titik D : Effluen Tangki Mixing
Titik E : Effluen Filling / Unit UV
30
Gambar 2. 28 Hasil Grafik Analisa Kekeruhan pada Titik Sampling
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
Senin,17
Februari2020
Selasa,18
Februari2020
Rabu, 19Februari
2020
Kamis,20
Februari2020
Jumat,21
Februari2020
Sabtu.22
Februari2020
Senin,24
Februari2020
1 2 3 4 5 6 7
Nil
ai K
eker
uh
an (N
TU
)
Hari Ke-
Analisa Uji Kekeruhan (NTU)
Ground Tank (NTU) Effluen Karbon Filter (NTU)
Effluen Mikro Filter (NTU) Effluen Tangki Mixing (NTU)
Effluen Filling / UV (NTU) Baku Mutu (NTU)
31
Berdasarkan tabel dan gambar di atas (data primer), hasil analisa kekeruhan AMDK
Toyamilindo Mountoya selama 7 hari kerja (17 Februari 2020 hingga 24 Februari 2020)
diperoleh nilai kekeruhan tertinggi 0,86 NTU dan nilai kekeruhan terendah 0,45 NTU. Hasil
analisa tersebut masih sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan pada SNI 3553:2015 yaitu
maksimal 1,5 NTU. Dari hasil analisa parameter kekeruhan diatas (data primer), dapat kita
ketahui bahwa nilai parameter kekeruhan air produksi perusahaan AMDK Toyamilindo
Mountoya memenuhi SNI 3553:2015.
Tetapi terdapat fluktuasi nilai kekeruhan pada semua hari analisa laboratorium (senin, 17
februari 2020 hingga senin, 24 februari 2020). Kenaikan nilai kekeruhan selalu pada effluen
karbon filter. Seharusnya unit karbon filter berfungsi untuk menurunkan kekeruhan, tetapi pada
analisa kekeruhan terjadi peningkatan nilai kekeruhan pada effluen karbon filter. Hal ini
memerlukan analisa lanjutan terkait masalah yang terjadi pada unit karbon filter. Masalah yang
terjadi pada unit karbon filter dapat disebabkan oleh penggantian media filter atau penggantian
membran karbon filter yang tidak sesuai dengan SOP, pencucian media yang tidak rutin
prosedur sanitasi unit karbon filter yang tidak rutin ataupun kurangnya pengawasan dan
pengendalian kualitas air oleh bagian produksi AMDK Toyamilindo Mountoya. Menurut
Permenperindag No. 96 Tahun 2011, Standard Operation Procedur dari pencucian media unit
karbon filter adalah minimal setiap 1 minggu sekali dan penggantian media unit karbon filter
adalah minimal setiap 1 tahun sekali. Pencucian media unit karbon filter dilakukan untuk
menghindari dampak yang ditimbulkan seperti air yang diolah tercampur dengan kontaminan
yang menempel di media unit karbon filter yang tidak rutin dibersihkan, sedangkan penggantian
32
media unit karbon filter dilakukan untuk menghindari partikel kasar pada air yang tidak dapat
tersaring dan dapat mempengaruhi kualitas air terutama parameter kekeruhan.
Analisis Kadar Sisa Ozon pada Produk
Ozon berfungsi sebagai desinfektan pada unit pengolahan injeksi ozon. Ada atau tidaknya ozon
akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan. Apabila tidak ada proses ozonisasi
pada saat produksi air minum, maka akan menimbulkan cemaran mikroba pada produk
setengah jadi bahkan sampai pada produk jadi akan mengandung mikroorganisme yang tidak
dikehendaki. Walaupun pada produk setengah jadi maupun produk jadi harus mengandung
ozon, namun pada produk jadi tidak boleh langsung diminum karena kandungan ozonnya akan
mempengaruhi kesehatan dan memiliki baku mutu tertentu. Analisa kadar sisa ozon ini
menggunakan disc comparator dan butir DPD. Berikut Tabel 2.4 adalah analisa kadar sisa ozon
pada produk jadi AMDK Toyamilindo Mountoya :
Tabel 2.55 Hasil Analisa Kadar Sisa Ozon pada Produk No. Tanggal Sisa Ozon Baku Mutu
1 Senin, 17 Februari 2020 0,1 ppm 0,05 – 0,3
33
2 Selasa, 18 Februari 2020 0,1 ppm 0,05 – 0,3
3 Rabu, 19 Februari 2020 0,1 ppm 0,05 – 0,3
4 Kamis, 20 Februari 2020 0,1 ppm 0,05 – 0,3
5 Jumat, 21 Februari 2020 0,1 ppm 0,05 – 0,3
6 Sabtu, 22 Februari 2020 0,1 ppm 0,05 – 0,3
7 Senin, 24 Februari 2020 0,1 ppm 0,05 – 0,3
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium Primer Perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya
34
Gambar 2.29 Hasil Grafik Analisa Sisa Kadar Ozon pada Produk
Berdasarkan Tabel 2.4. dan Gambar 2.15 grafik di atas (data primer), hasil analisa kadar sisan
ozon pada produk AMDK Toyamilindo Mountoya selama 7 hari kerja (17 Februari 2020 hingga
24 Februari 2020) diperoleh nilai kadar sisa ozon pada produk yaitu 0,1 ppm atau konstan untuk
semua produk yang diuji dengan waktu kontak unit penyinaran UV selama 14 – 16 jam yang
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
Senin,17
Februari2020
Selasa,18
Februari2020
Rabu, 19Februari
2020
Kamis,20
Februari2020
Jumat,21
Februari2020
Sabtu.22
Februari2020
Senin,24
Februari2020
Kad
ar S
isa
Ozo
n (
pp
m)
Analisa Selama 7 Hari
Analisa Sisa Kadar Ozon pada Produk
35
dibagi dalam 2 shift kerja . Hasil analisa tersebut masih sesuai dengan baku mutu yang
ditetapkan pada Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No 78 Tahun 2016
tentang pemberlakuan standar nasional indonesia air mineral yaitu antara 0,05 – 0,3 ppm.
Analisis Mikrobiologi Bakteri E. Coli
Sumber air yang mengandung bakteri Escherichia Coli menyatakan bahwa sumber air tersebut
telah tercemar oleh tinja manusia dan menyebabkan kualitas air minum tidak sesuai untuk
dikonsumsi. Maka dari itu terdapat hubungan yang erat antara kontaminasi oleh bakteri
Escherichia Coli pada sumber air dengan kasus diare yang diduga akibat infeksi. Selain itu,
kondisi fisik sumber air berhubungan dengan kandungan bakteriologis. Semakin baik kondisi
fisik air maka semakin sedikit kandungan bakteriologisnya, sebaliknya jika semakin buruk
kondisi fisik air makan semakin banyak kandungan bakteriologis pada air tersebut (Radjak dan
Febriyanti, 2013). Analisa bakteri Escherichia Coli menggunakan analisa tabung ganda.
Berikut Tabel 4.5 adalah analisa Escherichia Coli pada beberapa titik sampel AMDK :
Tabel 4. 56 Hasil Analisa Mikrobiologi Bakteri E. Coli Titik Sampling
36
No Tanggal A B C Baku
Mutu
1. 17 Februari 2020 TTD TTD TTD TTD
2. 18 Februari 2020 TTD TTD TTD TTD
3. 19 Februari 2020 TTD TTD TTD TTD
4. 20 Februari 2020 TTD TTD TTD TTD
5. 21 Februari 2020 TTD TTD TTD TTD
6. 22 Februari 2020 TTD TTD TTD TTD
7. 24 Februari 2020 TTD TTD TTD TTD
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium Primer Perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya
Keterangan :
Titik A : Ground Tank / Air Baku
Titik B : Effluen Mikro Filter
Titik C : Produk AMDK
Berdasarkan tabel di atas (data primer), hasil analisa mikrobiologi bakteri Escherichia Coli
pada titik sampling AMDK Toyamilindo Mountoya selama 7 hari kerja (17 Februari 2020
hingga 24 Februari 2020), diperoleh kandungan bakteri Escherichia Coli adalah negatif atau
tidak terdeteksi (TTD). Hasil analisa MPN bakteri Escherichia Coli yang hasilnya negatif atau
tidak terdeteksi pada sampel menyatakan bahwa bakteri Escherichia Coli tidak terdeteksi pada
air sampel. Hasil tersebut sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan pada SNI 3553:2015 yaitu
37
tidak ditemukannya bakteri Escherichia Coli pada hasil tiap titik sampling. Air hasil produksi
memang seharusnya tidak memiliki kandungan bakteri Escherichia Coli atau tidak terdeteksi
sama sekali, karena bakteri Escherichia Coli dapat mempengaruhi kesehatan konsumen.
2.3 Identifikasi Resiko dan Bahaya Penyebab Kegagalan
Prinsip pertama dalam metode Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah
analisis bahaya yang mungkin muncul pada proses produksi. Bahaya tersebut berasal dari aspek
teknis maupun sumberdaya manusia yang dapat menyebabkan kegagalan proses dan
mempengaruhi kualitas hasil produksi. Untuk menganalisa resiko dan mengidentifikasi bahaya,
maka perlu mengetahui kondisi eksisting kemudian dilakukan penentuan prioritas
menggunakan metode Fishbone Diagram dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA). Namun
sebelum dapat menetapkan analisa resiko, terlebih dahulu harus diketahui karakteristik
perusahaan dan karakteristik air pada perusahaan Toyamilindo Mountoya. Metode Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP) memiliki 5 prinsip utama dalam penerapannya.
Menurut SNI 01-4852-1998, prinsip pertama metode HACCP adalah menganalisis bahaya dan
penetapan resiko. Analisis bahaya harus dilakukan pada semua aspek produk yang diproduksi,
dari pemilihan bahan baku menghasilkan produk jadi.
38
2.3.1. Analisa Diagram Fishbone
Untuk mempermudah identifikasi penyebab kegagalan dan dampak yang diberikan pada
produksi air minum dalam kemasan Perusahaan Toyamilindo Mountoya perlu digunakan
fishbone analysis. Fishbone analysis atau yang biasa disebut dengan fishbone diagram dalam
menemukan akar penyebab masalah (Suryani, 2018). Dalam pembuatan fishbone analysis
didasarkan pada kuisioner yang telah diisi oleh pekerja dan juga survei kondisi eksisting proses
produksi air minum dalam kemasan (AMDK) Toyamilindo Mountoya yang kemudian
dijadikan sebagai sebuah permasalahan untuk dianalisis. Aspek yang diidentifikasi dalam
fishbone analysis ini adalah :
a. Air baku : Bahan baku yang akan diolah oleh Perusahaan AMDK Toyamilindo
Mountoya untuk menghasilkan AMDK.
b. Unit karbon filter : Teknologi unit karbon filter yang digunakan dalam pengolahan air
baku menjadi AMDK.
c. Unit Mikro filter ( 5 µm, 1 µm, 0,45 µm) : Teknologi unit mikro filter yang digunakan
dalam pengolahan air baku menjadi AMDK.
d. Unit injeksi ozon : Teknologi unit injeksi ozon yang digunakan dalam pengolahan air
baku menjadi AMDK.
e. Unit sinar ultraviolet : Teknologi unit sinar ultraviolet yang digunakan dalam
pengolahan air baku menjadi AMDK.
39
f. Perilaku pekerja : Perlaku atau praktisi para pekerja bagian produksi dalam menjalankan
operasional perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya.
g. Wawasan pekerja : Pemahaman para pekerja bagian produksi mengenai peraturan-
peraturan yang terkait dalam sistem produksi AMDK Toyamilindo Mountoya.
Fishbone analysis tersebut dianalisis lebih lanjut menggunakan metode Failure Mode and
Effect Analysis (FMEA) sehingga nilai akhirnya adalah Risk Prority Number (RPN) yang
hasilnya dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan prioritas masalah yang akan
diselesaikan terlebih dahulu dan resiko bahaya yang terjadi dalam sistem produksi AMDK.
Diagram fishbone analysis dapat dilihat pada Gambar 2.16 yang disusun berdasarkan hasil
analisis pada Laboratorium Quality Control Perusahaan Toyamilindo Mountoya dan hasil
kuisioner dengan wawancara terhadap enam expert judgement AMDK Toyamilindo Mountoya
yaitu head of production, head of management representative, head of quality control and
assurance, co. head of quality control and assurance, head of PPK, dan head of maintanance,
dan survei langsung di lapangan. Setelah sebelumnya dilakukan analisis laboratorium,
berdasarkan hasil analisis laboratorium terjadi fluktuasi pada parameter kekeruhan yang terjadi
pada semua hari analisa laboratorium (senin, 17 februari 2020 hingga senin, 24 februari 2020).
Kenaikan nilai kekeruhan selalu terjadi pada effluen karbon filter, yang dapat disebabkan
karena tidak berfungsinya unit karbon filter dengan baik. Seharusnya unit karbon filter
berfungsi untuk menurunkan kekeruhan, bukan malah meningkatkan kekeruhan. Hal ini
dicurigai adanya masalah pada media unit pengolahan karbon filter. Hal ini berarti masalah-
40
masalah pada unit karbon filter adalah salah satu unit yang harus diselesaikan agar unit
pengolahan air minum pada sistem produksi AMDK Toyamilindo Mountoya agar bekerja
secara optimal sesuai dengan standard operational procedure adalah:
Gambar 2. 30 Diagram Fishbone Analysis
a.Air Baku
41
Air yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan AMDK ini yaitu merupakan air alami yang
berasal dari sumber mata air Cipaniis yang berada di lereng pegunungan Ciremai, Kabupaten
Kuningan, Provinsi Jawa Barat yang mana sumber air tersebut, sebelumnya telah digunakan
oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Cirebon sebagai air bakunya. Air ini,
kemudian oleh PDAM dialirkan melalui pipa tertutup dengan pipa induk dari PDAM yang
diteruskan melalui pipa penyambung. Jarak pabrik dari sumber mata air adalah 14 kilometer.
Volume air baku yang dibutuhkan dalam 1 kali produksi adalah 200.000 liter yang ditampung
dalam ground tank dengan kapasitas 267.000 liter. Sebelum air melalui proses water treatment,
ground tank reservoir merupakan unit penampungan pertama air. Perusahaan AMDK
Toyamilindo Mountoya menyediakan tangki penampung cadangan, yaitu 6 tangki dengan
kapasitas 10.000 liter dan 2 tangi dengan kapasitas 5000 liter. Air baku yang akan diolah sebagai
bahan baku AMDK dan sangat berpengaruh pada kinerja unit-unit pengolahan air sudah bekerja
dengan efisien atau belum. Kondisi ground tank penampungan air baku dilakukan pengecekan
minimal satu bulan sekali dengan menggunakan diterjen food grade tanpa aroma yang sesuai
dengan SOP dari perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya. Untuk kendala pada
pengambilan air baku biasanya terjadi pemadaman atau penutupan giliran dari PDAM tetapi
jarang terjadi pada pengolahan produksi AMDK dan upaya menanggulanginya adalah dengan
menggunakan tangki penampung cadangan yang sudah terisi dengan air baku. Untuk pompa air
baku pernah juga terjadi motor pompa terbakar tetapi jarang terjadi dan upaya dari perusahaan
AMDK Toyamilindo Mountoya adalah dengan menggunakan pompa cadangan yang dipilih
dengan kualitas pompa terbaik dan sesuai dengan pompa utama. Oleh karena itu, aktivitas
42
pengawasan dan pengendalian pada penampungan air baku, pompa, dan pipa dilakukan oleh
bagian maintanance dan pengecekannya setiap hari minimal satu kali pengecekan dan untuk
sanitasi ground tank sudah terjadwal setiap bulan minimal satu kali dan dilakukan pengecekan
harian effluen ground tank tiap satu jam sekali.
b.Unit Karbon Filter
Air yang berasal dari ground tank reservoir dialirkan melalui pipa tertutup dengan
menggunakan dorongan pompa ke water treatment. Proses awal water treatment adalah
penyaringan karbon (carbon filter). Penyaringan karbon menggunakan karbon aktif, gravel,
serta pasir silika sebagai media filter, yang terdiri atas susunan dari paling atas yaitu pipa inlet
untuk air, karbon aktif sebanyak 600 kg, pasir silika dengan ukuran 8 – 14 mm sebanyak 1100
kg, gravel dengan ukuran 3 – 6 mm sebanyak 275 kg, gravel dengan ukuran 6 – 12 mm
sebanyak 275 kg, dan pipa outlet untuk air. Karbon aktif dapat terbuat dari batu bara, arang
aktif (batok kelapa, kayu, dan sebagainya), tulang hewan. Karbon aktif yang digunakan di
Perusahaan Toyamilindo Mountoya adalah menggunakan arang aktif dan batok kelapa. Fungsi
proses penyaringan karbon adalah untuk menghilangkan padatan-padatan atau partikel kasar
yang terlarut dalam air dan menyerap kontaminasi pada air dengan prinsip adsorpsi.
Manfaatnya antara lain menyerap bau, menjernihkan, menyerap klorin, menciptakan rasa segar
pada air. Kapasitas karbon filter sendiri adalah 3 m3. Penggantian media filter, pencucian media
filter, ukuran media filter, dan jenis media filter sangat berpengaruh pada efektifitas unit filtrasi
di AMDK Toyamilindo Mountoya. Untuk perganitan media filter unit karbon filter dilakukan
43
6 bulan sekali dan pembersihan atau backwash sanitasi media filter dilakukan minimal 2
minggu satu kali. Pengecekan kualitas air effluen karbon filter dilakukan tiap 3 jam sekali.
c.Unit Mikro Filter
Air dari carbon filter dialirkan menuju mikrofilter untuk dilakukan pemisahan partikel
berukuran mikron dan submikron. Bentuk mikrofilter berupa catridge, proses ini bertujuan
untuk menghilangkan kotoran berupa partikel-partikel kasar maupun halus. Mikrofilter
berfungsi untuk memisahkan padatan terlarut atau koloid yang ada dalam air. Perusahaan
Toyamilindo Mountoya menggunakan 3 tangki penyaringan mikro dengan ukuran 5 µm1 µm,
dan 0,45 µm dengan bahan dasar saringan adalah polypropylene dan seal material yaitu silikon.
Maka dari itu penggantian membran, pencucian membran, dan ukuran membran mikro filter
sangat berpengaruh dalam efektifitas unit mikro filter di AMDK Perusahaan Toyamilindo
Mountoya dalam menghasilkan produk AMDK yang lebih berkualitas. Pergantian media mikro
filter dilakukan 6 bulan sekali, sedangkan pembersihan media mikro filter dilakukan sekali
dalam seminggu. Kendala pada unit mikro filter adalah pembelian media karena catridge pada
mikro filter sulit ditemui dipasaran. Sanitasi pencucian unit mikrofilter dan perendaman
housing dilakukan oleh operator treatment dibawah pengawasan bagian Quality Control. Untuk
pengecekan effluen mikro filter dilakukan setiap 3 jam sekali.
d.Unit Injeksi Ozon
44
Air yang telah melalui proses mikrofilter selanjutnya dialirkan menuju proses ozonisasi. Ozon
yang dihasilkan oleh ozon generator ini diinjeksikan dengan kuat ke dalam air. Ozonisasi pada
air minum memiliki fungsi antara lain membunuh kuman, bakteri dan jamur, mengawetkan air,
serta memberi rasa segar pada air dan menghilangkan bakteri Escherichia Coli yang terlarut
dalam air karena sangat berpengarh pada kesehatan konsumen. Ozon ini berfungsi sebagai
desinfektan pada air namun tidak mengganggu keberadaan mineral pada air. Injeksi ozon terjadi
di pipa pencampuran ozon. Kadar residu ozon sesaat setelah pengisian berkisar antara 0,1 – 0,5
ppm. Pemeriksaan kadar residu ozon dilakukan secara periodik setiap harinya. Maka dari itu
rutinnya penggantian ozone generator dan kadar ozon yang diberikan pada proses desinfeksi
air sangat berpengaruh pada efektifitas unit injeksi ozon di AMDK Toyamilindo Mountoya
dalam menghasilkan AMDK yang layak konsumsi dan berkualitas. Kendala pada unit tangki
mixing injeksi ozon biasanya seperti ballvalve yang bocor, sambungan seal pipa bocor, dan
sistem injeksi ozon yang tidak berfungsi. Metode pengawasan dan pengendalian monitoring
dilakukan bagian maintanance dan dilakukan pengecekan residu ozon serta kualitas air produk.
Pengecekan effluen air unit injeksi ozon dilakukan 3 jam sekali.
e.Unit Lampu UV
Perusahaan Toyamilindo Mountoya menerapkan desinfeksi tidak hanya dengan proses
ozonisasi tapi juga menggunakan unit sterilisasi UV. Air yang berasal dari tangki reaktor
dialirkan menuju unit sterilisasi UV dengan melewatkan air pada alat tersebut yang berfungsi
45
untuk membunuh mikroorganisme. Alat sterilisasi UV mengguanakan 4 lampu dengan
intensitas 400 watt dengan dosis UV maksimal adalah 30.000 µws/cm2. Alat ini memiliki
bentuk tabung dengan 4 lampu pada sisi atas 1 lampu, 2 lampu bagian samping, dan 1 lampu di
bagian bawah yang dilapisi oleh kaca berbentuk tabung agar lampu tidak bersentuhan langsung
dengan air. Mekanisme kerja unit sterilisasi UV adalah dengan melepaskan proton yang akan
diserap oleh mikroorganisme yang mengakibatkan kerusakan DNA sehingga replikasi DNA
akan terhambat. Pada keadaan ini mikroorganisme akan mati secara perlahan karena tidak dapat
mengatur metabolisme ulang dan tidak dapat berkembang biak. Penggantian lampu UV,
spesifikasi lampu UV, dan waktu kontak dengan lampu UV sangat berpengaruh pada efektifitas
unit lampu UV di AMDK. Kendala lifetime lampu UV yang hanya 6000 jam dan harus
menggantinya kurang dari 1 tahun. Monitoring dilakukan oleh bagian maintanance dengan
pengecekan lama waktu penggunaan lampu UV setiap hari dan pengecekan effluen lampu UV
dilakukan 3 jam sekali.
f.Perilaku Pekerja
Perilaku pekerja bagian produksi AMDK Perusahaan Toyamilindo Mountoya sangat
mempengaruhi kinerja unit-unit sistem pengolahan air juga, karena pekerja yang menjalankan
fungsi-fungsi unit pengolahan air tersebut. Perilaku pekerja disini difokuskan juga pada
penggunaan APD dan analisa kualitas air. Selain itu jika perilaku pekerja sudah mengikuti
Standard Operating Procedure (SOP) tiap unit dan juga ketentuan teknis sesuai dengan
persyaratan perindustrian air minum dalam kemasanan Peraturan Menteri Perindustrian
46
Republik Indonesia No. 96 Tahun 2011, maka produk AMDK yang dihasilkan akan lebih
berkualitas. Perilaku pekerja meliputi analisa kualitas air, titik analisa kualitas air, sanitasi
pekerja, dan sanitasi pada unit pengolahan AMDK.Untuk evaluasi pekerja bagian produksi,
dilakukan 6 bulan sekali audit internal. Lalu juga ada evaluasi terkait kehadiran absen dan juga
penilaian stakeholder terhadap jumlah error dari tiap produk atau pegawai pada unit produksi.
g.Wawasan Pekerja
Wawasan pekerja juga tidak kalah penting, karena untuk menjalankan unit-unit pada sistem
pengolahan air diperlukan pengetahuan dalam pengerjaannya. Wawasan pekerja dapat
menunjang unit- unit AMDK Toyamilindo Mountoya dapat bekerja secara optimal, perilaku
pekerja yang sesuai dengan teknis dan menghasilkan AMDK yang berkualitas. Wawasan
pekerja meliputi pemahaman pekerja mengenai kualitas air seusai SNI 3553:2015, wawasan
pekerja terkait operasional pabrik AMDK sesuai Peraturan Menteri Perindustrian No. 705
Tahun 2003, dan pelatihan mengenai sistem manajemen kualitas air minum sesuai SNI 01-
4852-1998. Pegawai produksi telah melakukan beberapa pelatihan yaitu adalah peningkatan
kualitas produk, pelatihan ISO 22000 : 2018 Sistem Manajemen Keamanan Pangan, dan
pelatihan hygene sanitasi. Hasil dari pelatihan-pelatihan tersebut membuat pegawai bagian
produksi paham mengenai cara produksi air minum dalam kemasan dengan baik dan benar
sesuai SOP dan peraturan-peraturan yang berlaku untuk meminimalisir terjadinya cacat produk
yang akan diedarkan kepada konsumen.
47
2.3.2. Penentuan Analisa Resiko dengan FMEA
Setelah menggunakan diagram fishbone untuk menganalisis identifikasi penyebab kegagalan
dan dampak yang diberikan pada produksi air minum dalam kemasan Perusahaan Toyamilindo
Mountoya dengan menggunakan fishbone analysis, maka dilanjutkan dengan menggunakan
metode FMEA yang akan diperoleh nilai RPN untuk pengambilan kesimpulan sehingga upaya
pencegahan kegagalan dapat dirumuskan dan pengambilan kesimpulan sehingga upaya
pencegahan kegagalan dapat dirumuskan. Dari diagram fishbone, didapatkan kendala-kendala
yang terjadi pada proses produksi perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya yang dapat
menyebabkan terhambatnya proses produksi seperti terbakarnya pompa untuk pengambilan air
baku, pemadaman bergilir oleh PDAM, pencucian media yang tidak sesuai pada jadwal dan
SOP, penggantian ozone generator yang tidak sesuai dengan jadwal dan SOP dan penggantian
membran catridge pada unit pengolahan mikrofilter.
Keunggulan pada metode FMEA dibandingkan metode lainnya adalah perhatian perusahaan
dapat lebih fokus untuk menangani masalah yang sudah teridentifikasi sebagai titik kritis,
sehingga hal itu dapat menekan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan lebih jauh dan
meningkatkan efektifitas waktu maupun tenaga dalam menyelesaikan masalah tersebut. Kedua
metode ini juga mempertimbangkan program pemerintah Indonesia mengenai himbauan dalam
penerapan HACCP dan sebagai metode pendahulu atau pre-requisite untuk menjamin kualitas
produk air minum dalam kemasan. Himbauan penerapan HACCP ini didasarkan pada SNI 01-
4852-1998, ISO seri 9001 dan ISO seri 22000. Penerapan sistem HACCP dapat meningkatkan
48
kualitas sistem produksi dan sumber daya manusia (SDM) bagian produksi Perusahaan
Mountoya dengan metode pengawasan dan pengendalian kualitas yang lebih terarah dan
terstandarisasi. Penerapan HACCP juga diharapkan dapat memberikan AMDK yang layak
untuk dikonsumsi. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) digunakan untuk mencari resiko
terbesar menjadi penyebab penurunan kualitas air produksi. Seluruh penilaian severity,
occurance, dan detection skala lima untuk menjamin konsistensi analisis resiko (Fitrianti,
2016).
2.3.3. Penentuan Bobot Kepentingan Resiko
Pembobotan dalam FMEA ditentukan berdasarkan fishbone analysis yang dibuat dan
didukung wawancara dengan expert judgement AMDK Toyamilindo Mountoya mengenai
aspek yang penting. Bobot adalah nilai yang diberikan resiko terjadi sehingga memudahkan
pengambilan keputusan prioritas bahaya dan tindakan penyelesainnya. Pembobotan
disesuaikan dengan fishbone analysis dibuat dan pembobotan entitas bertujuan mempermudah
penentuan prioritas titik kritis HACCP apabila didapat perhitungan RPN yang sama
(Wahyuningsih, 2018). Pembobotan tiap kepentingan resiko pada Tabel 2.6, sedangkan
pembobotan tiap entitas pada Tabel 2.7.
49
Tabel 2. 57 Pembobotan Kepentingan Resiko
Faktor Bobot
Air Baku 0,13
Karbon Filter 0,2
Mikro Filter 0,08
Injeksi Ozon 0,18
Sinar UV 0,1
Perliaku Pekerja 0,16
Wawasan Pekerja 0,15
1
Tabel 2.58 Pembobotan Entitas
Faktor Bobot
Air Baku
Jarak sumber air dengan perusahaan
AMDK
0,4
Kualitas air baku yang digunakan
untuk bahan baku
0,25
Kualitas pompa untuk transportasi
air
0,35
50
1
Karbon Filter
Penggantian pasir silika 0,16
Pencucian pasir silika 0,13
Ukurann pasir silika 0,08
Penggantian gravel 0,15
Pencucian gravel 0,12
Ukuran gravel 0,07
Penggantian karbon aktif 0,14
Pencucian karbon aktif 0,11
Jenis karbon aktif 0,04
1
Mikro Filter
Ukuran membran catridge mikro
filter
0,25
Penggantian catridge pada unit
mikro filter
0,4
Pembersihan catridge pada unit
mikro filter
0,35
1
51
Faktor Bobot
Injeksi Ozon
Penggantian unit injeksi ozon 0,55
Pengecekan kadar ozon tersisa
dalam air
0,45
1
Sinar UV
Penggantian lampu UV 0,4
Waktu kontak lampu UV 0,25
Spesifikasi lampu UV 0,35
1
Perilaku Pekerja
Analisa kualitas air 0,35
Titik analisa kualitas air 0,28
Sanitasi pekerja 0,14
Sanitasi water treatment plan 0,23
1
Wawasan Pekerja
Pemahaman pekerja mengenai
kualitas air sesuai SNI 3553 : 2015
0,4
52
Wawasan pekerja terkait
operasional pabrik AMDK sesuai
PERMENPERINDAG No. 96
Tahun 2011
0,35
Pelatihan mengenai sistem
manajemen kualitas air minum
sesuai SNI 01-4852-1998
0,25
1
2.3.4. Penentuan Nilai Severity
Setelah ditentukan bobot pada masing-masing entitas untuk memudahkan penentuan
titik kendali kritis jika terdapat nilai RPN yang sama, maka dapat dihitung nilai severitynya.
Nilai severity adalah tingkat keseriusan atau tingkat keparahan dampak dari efek kegagalan
yang dapat terjadi pada sistem produksi. Severity merupakan nilai tingkat keseriusan sebuah
kondisi terhadap dampak yang ditimbulkan, semakin parah dampak yang ditimbulkan maka
semakin tinggi nilai severity yang dihasilkan (Fitrianti, 2016). Severity adalah langkah pertama
untuk menganalisi resiko dengan menghitung seberapa besar dampak atau intensitas kejadian
yang dapat mempengaruhi output proses (Wahyuningsih, 2018). Nilai severity sistem produksi
AMDK Toyamilindo Mountoya ditentukan berdasarkan pengamatan tiap jenis gangguan yang
dilakukan langsung di lapangan dan juga hasil analisis laboratorium kualitas airnya. Batasan
53
nilai severity analisis ini adalah 1 – 5. Pembuatan tabel severity disesuaikan dengan kondisi
penilaian, pembobotan, kuisioner, proses produksi, dan jenis pengolahan air pada Perusahaan
AMDK Toyamilindo Mountoya. Rentang penilaian severity dapat dilihat pada Tabel 2.8
Tabel 2.59 Kategori dan Peringkat Severity
Range
Nilai
Severity of effect for FMEA Rating
≤ 20 % Kegagalan tidak memiliki pengaruh 1
21 – 40
%
Bentuk kegagalan berpengaruh pada
hasil produksi
2
41 – 60% Menyebabkan hilangnya performa
dari fungsi, dan berpengaruh terhadap
hasil produksi
3
61 – 80
%
Menyebabkan bahaya yang akan
melampaui standar aturan pemerintah
nasional dan pengurangan hasil
kualitas produksi yang signifikan
4
54
≥ 81 % Kegagalan menyebabkan hasil
produksi tidak dapat diterima oleh
konsumen
5
Sumber : Wahyuningsih, 2018
Sebelum penilaian severity, terlebih dahulu dibuat skala besaran resiko untuk memudahkan
penilaian (Fitrianti, 2016). Selanjutnya dideskripsikan masing-masing skala kondisi
lingkungannya untuk menjamin konsistensi dalam analisa resiko. Skala besaran resiko dan
skala kondisi lingkungan dapat dilihat pada Tabel 2.9
Tabel 2.60 Deskripsi Skala Besar Resiko dan Kondisi Lingkungan
Skala Besar Resiko yang Ditimbulkan
Angka Besaran Keterangan
0 Sangat Kecil Resiko yang ditimbulkan tidak berpengaruh
kepada proses selanjutnya dan hasil produksi
55
1 Kecil Resiko ditimbulkan berpengaruh kepada proses
selanjutnya dan hasil produksi
2 Sedang Resiko ditimbulkan menyebabkan fungsi unit
selanjutnya terganggu dan berpengaruh kepada
hasil produksi
3 Besar Resiko yang ditimbulkan dapat menyebabkan
hasil produksi yang akan melampui standar baku
mutu
4 Sangat Besar Resiko yang ditimbulkan dapat menyebabkan air
produksi melampaui standar baku mutu
Skala Kondisi Lingkungan
Angka Besaran Keterangan
5 Sangat Baik Kondisi ideal yang dinginkan untuk dicapai,
tidak menimbulkan pengaruh pada proses
selanjutnya
56
4 Baik Kondisi membuat timbulnya resiko dapat
berpengaruh ke proses selanjutnya, masih
batasan standar baku mutu
3 Sedang Kondisi membuat timbulnya resiko
menyebabkan fungsi unit selanjutnya terganggu,
masih standar baku mutu
2 Buruk Kondisi dibawah batasan baku mutu sehingga
menyebabkan hasil produksi yang akan
melampaui standar baku mutu
1 Sangat Buruk Kondisi telah jauh dibawah baku mutu sehingga
menyebabkan hasil produksi melampaui standar
baku mutu
Sumber : Wahyuningsih, 2018
Berikut perhitungan nilai severity untuk entitas atau akar penyebab masalah :
Penentuan Batas Severity pada Air Baku
1.Kualitas Air Baku
57
Kualitas air baku pada perusahaan Toyamilindo Mountoya yang digunakan dalam
memproduksi AMDK sudah mengikuti baku mutu yang sesuai dengan SNI 3553 : 2015 tentang
persyaratan kualitas air mineral. Data dari analisa laboratorium selama 7 hari menyatakan
bahwa parameter pH, Total Dissolved Solid (TDS), kekeruhan, dan bakteri Escherichia Coli
pada air baku sudah di bawah baku mutu. Maka air baku sudah layak untuk digunakan dalam
bahan baku produksi AMDK Toyamilindo Mountoya. Untuk kualitas air baku yang berada di
ground tank setiap 3 jam sekali di cek kualitasnya oleh bagian quality control and assurance
Toyamilindo Mountoya, karena kualitas air baku merupakan bagian penting dalam proses
produksi air minum dalam kemasan Perusahaan Toyamilindo Mountoya. Untuk pengecekan
kondisi ground tank dilakukan kurang lebih satu kali dalam satu bulan. Untuk kendala dari air
baku sendiri adalah pemadaman bergilir dari PDAM yang mempengaruhi produksi AMDK
tersebut. Berikut merupakan Tabel 2.10 Nilai Severity kualitas air baku berikut.
Pada Tabel 2.10 dijelaskan bahwa skala 5 merupakan kondisi ideal dengan skala besaran resiko
dampat terkecil (sangat baik) dari kandungan bakteri Escherichia Coli pada air baku yaitu tidak
terdeteksi sama sekali. Dari hasil analisa laboratorium atau data primer, skala 5 pada kolom
berwarna hijau merupakan kondisi eksisting dengan skala besaran resiko dampak yang sangat
baik yaitu kandungan bakteri Escherichia Coli pada air baku adalah tidak terdeteksi atau TTD.
Kandungan bakteri Escherichia Coli pada air baku dinyatakan layak untuk digunakan sebagai
bahan baku AMDK Toyamilindo Mountoya.
Tabel 2.61 Nilai Severity Kualitas Air Baku
58
Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang
Parah Sangat
Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat
Buruk
Kandungan
bakteri E.
Coli sampel
Tidak
terdeteksi
Kandunga
n bakteri
E. Coli
2/250 mL
sampel
Kandungan
bakteri E.
Coli 4/250
mL sampel
Kandungan
bakteri E.
Coli 6/250
mL sampel
Kandungan
bakteri E.
Coli >
6/250 mL
sampel
Maka dari hasil perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity dari kualitas air baku
adalah dengan perhitungan matematis sebagai berikut :
𝑺𝒆𝒗𝒆𝒓𝒊𝒕𝒚 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
59
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan di atas nilai severity pada kualitas air baku adalah 0%
2.Jarak Sumber Air Baku dengan Pabrik
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 96 Tahun 2011 tentang persyaratan teknis
industri air minum dalam kemasan pasal 6 ayat 1 bahwa lokasi sumber air baku yang berasal
dari air tanah atau air permukaan harus memiliki radius jarak 15 meter dari saluran air limbah
kedap air, 30 meter dari septic tank atau saluran limbah air tidak kedap air, 60 meter dari lubang
sumur, lapangan penimbunan limbah, kandang atau lapangan tempat tinggal hewan. Jarak
sumber air baku dari saluran air limbah kedap air dan tidak kedap air sekitar 45 meter dan 78
meter dari lubang sumur, juga jarak sumber air baku dengan pabrik AMDK Perusahaan
Toyamilindo Mountoya adalah 250 meter. Informasi tersebut didaptakan dari survei lapangan
dan wawancara dengan Head dan Co. Head quality control / quality assurance AMDK
Perusahaan Toyamilindo Mountoya.
60
Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat
Kecil
Kecil Sedang
Parah Sangat
Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat
Baik
Baik Sedang
Buruk Sangat
Buruk
Radius >
15 m dari
saluran
limbah
kedap air,
> 30 m dari
septic tank,
Radius 15
m dari
saluran
limbah
kedap air,
30 m dari
septic tank,
Radius 13
m dari
saluran
limbah
kedap air,
28 m dari
septic tank,
Radius >
15 m dari
saluran
limbah
kedap air,
> 30 m dari
septic tank,
Radius >
15 m dari
saluran
limbah
kedap air,
> 30 m dari
septic tank,
61
Pada Tabel 2.11 dijelaskan bahwa skala pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi ideal
dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) pada sumber air baku dengan radius
jarak > 15 meter dari saluran limbah kedap air, > 30 meter dari septic tank, dan > 60 meter dari
lubang sumur. Sedangkan dari hasil survei sumber air baku AMDK Perusahaan Toyamilindo
Mountoya memiliki radius jarak > 30 meter dari saluran limbah kedap air dan septic tank, serta
jarak >60 meter dari lubang sumur. Jadi kondisi eksisting sesuai dengan skala 5 atau kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik).
Tabel 2.62 Nilai Severity Jarak Sumber Air Baku dengan Pabrik
> 60 m dari
lubang
sumur
60 m dari
lubang
sumur
58 m dari
lubang
sumur
> 60 m dari
lubang
sumur
> 60 m dari
lubang
sumur
62
Maka dari hasil perkiraan kondisi eksisting pada Tabel 2.11 dapat diketahui nilai severity jarak
sumber air baku dengan pabrik adalah dengan perhitungan matematis sebagai berikut :
𝑺𝒆𝒗𝒆𝒓𝒊𝒕𝒚 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan di atas nilai severity pada jarak sumber air baku dengan pabrik adalah
0%.
3.Kualitas Pompa untuk Transportasi Air
Berdasarkan lampiran dari Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.705 Tahun
2003 tentang persyaratan teknis industri air minum dalam kemasan dan perdagangannya,
transportasi air baku ke unit-unit pengolahan air harus melalui pipa yang kedap udara dan
dilengkapi oleh pompa. Berdasarkan wawancara dan hasil kuisioner dengan Head of
Maintanance dan Head of Production, terdapat satu pompa utama dan satu pompa cadangan,
namun kedua pompa yang mengalirkan air baku ke pabrik pernah mengalami masalah seperti
terbakarnya pompa utama yang digunakan untuk mengalirkan air baku dan sekarang kondisi
pompa cadangan tersebut juga sedang rusak. Dampak yang ditimbulkan adalah terhambatnya
proses produksi dan fluktuasi debit air baku yang dialirkan. Untuk pompa dan pipa untuk
mengalirkan air baku ke proses produksi di cek minimal tiap satu kali dalam sehari selalu oleh
63
bagian maintanance dan bagian production AMDK Toyamilindo Mountoya. Berikut
merupakan Tabel 2.12 nilai severity kualitas pompa :
Tabel 2.63 Nilai Severity Kualitas Pompa
Pada Tabel 2.12 dijelaskan
bahwa skala 5 pada kolom berwarna hijau merupakan kondisi ideal dengan skala besaran resiko
dampak terkecil (sangat baik) dari kondisi pompa air baku yang tidak pernah mengalami
kerusakan. Sedangkan dari hasil survei, wawancara dan hasil kuisioner dengan Head of
Maintanance dan Head of Production, skala 2 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
eksisting dengan skala besaran resiko dampak yang buruk (parah) yaitu pompa air baku selalu
mengalami kerusakan setiap 1 kali/ 3 bulan. Maka dari hasil perkiraan kondisi eksisting dapat
Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk Pompa tidak
pernah mengalami
kerusakan
Pompa mengalami kerusakan
setiap 1 kali/tahun
Pompa mengalami kerusakan
setiap 1 kali/ 6 bulan
Pompa mengalami kerusakan
setiap 1 kali/ 3 bulan
Pompa mengalami kerusakan
setiap 1 kali/ bulan
64
diketahui nilai severity dari kualitas pompa adalah dengan perhitungan matematis sebagai
berikut.
𝑺𝒆𝒗𝒆𝒓𝒊𝒕𝒚 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 2
5 𝑥 100% = 60 %
Berdasarkan perhitungan diatas, nilai severity pada kualitas pompa adalah 60%.
Penentuan Severity pada Unit Karbon Filter
1.Penggantian Media Pasir Silika
Berdasarkan wawancara dan hasil kuisioner dengan head of production, head of PPK dan head
of quality control and assurance perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya, perusahaan
AMDK mengganti pasir silika dilakukan 6 bulan sekali sesuai dengan jadwal dan SOP yang
berlaku. Dampak yang ditimbulkan ketika tidak mengganti pasir silika dalam 3 tahun akan
mengakibatkan partikel-partikel kasar pada air tidak dapat tersaring dan dapat mempengaruhi
kualitas terutama parameter kekeruhan pada produk AMDK Perusahaan Toyamilindo
Mountoya. Pada Tabel 2.13 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna hijau merupakan
kondisi eksisting dan juga kondisi ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat
baik) dari media pasir silika pada unit filtrasi yang diganti sesuai jadwal yaitu setiap 6 bulan
sekali.
65
Tabel 264 Nilai Severity Media Penggantian Pasir Silika Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Pasir silika diganti
setiap kurang dari
1 tahun sekali
Pasir silika diganti
setiap 1 tahun sekali
Pasir silika
diganti setiap 2
tahun sekali
Pasir silika
diganti setiap 3
tahun sekali
Pasir silika diganti
setiap lebih dari 3
tahun sekali
Maka dari hasil perkiraan kondisi eksisting dari Tabel 2.13 dapat diketahui nilai severity dari
penggantian pasir silika adalah dengan perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑺𝒆𝒗𝒆𝒓𝒊𝒕𝒚 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
66
Berdasarkan perhitungan diatas, nilai severity pada penggantian pasir silika adalah 0%
2.Pencucian Media Pasir Silika
Pencucian media pasir silika wawancara dan hasil kuisioner dengan head of production, head
of PPK dan head of quality control and assurance perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya,
dilakukan backwash, cleaning, dan sanitasi adalah setiap 2 minggu sekali. Idealnya, pencucian
pasir silika adalah setiap 1 minggu sekali karena dampak yang ditimbulkan adalah air yang
diolah tercampur dengan kontaminan yang menempel di pasir silika yang tidak rutin
dibersihkan. Berikut merupakan Tabel 2.14 nilai severity pencucian Pasir silika :
Tabel 2.65 Nilai Severity Media Pencucian Pasir Silika Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
67
Pasir silika dicuci
setiap 1 minggu
sekali
Pasir silika dicuci
setiap 1,5 minggu
sekali
Pasir silika
dicuci setiap 2
minggu sekali
Pasir silika
dicuci setiap 2,5
minggu sekali
Pasir silika dicuci
setiap 3 minggu
sekali
Pada Tabel 2.14 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) dari pencucian ideal media
pasir silika adalah setiap 1 minggu sekali. Sedangkan dari wawancara dan hasil kuisioner
dengan head of production, head of PPK dan head of quality control and assurance perusahaan
AMDK Toyamilindo Mountoya, skala 3 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
eksisting dengan skala besaran resiko dampak yang sedang (sedang) yaitu pencucian atau
backwash dan sanitasi media pasir silika setiap 2 minggu sekali. Media pasir silika yang tidak
rutin di backwash akan menyebabkan kontaminan yang menempel pada pasir silika ikut
tercampur pada air. Maka dari hasil perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity
dari pencucian pasir silika adalah dengan perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 3
5 𝑥 100% = 40 %
Berdasarkan perhitungan diatas, nilai severity pada pencucian pasir silika adalah 40%.
68
3.Ukuran Media Pasir Silika
Media filter umumnya memiliki variasi dalam ukuran, bentuk, dan komposisi kimia. Setiap
media karbon filter memiliki Effective Size (ES), termasuk media pasir silika. Menurut SNI
6774:2008, Media pasir silika memiliki Effective Size atau ukuran efektif media yaitu 8 – 12
mm dengan ES tipikal 10 mm. Berdasarkan wawancara dan hasil kuisioner dengan head of
production, head of PPK dan head of quality control and assurance perusahaan AMDK
Toyamilindo Mountoya, ukuran media pasir silika yang digunakan pada unit karbon filter
perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya adalah 8 – 12 mm sesuai dengan ES tipikal media
pasir silika. Berikut ini merupakan Tabel 2.15 nilai severity ukuran pasir silika :
Tabel 2.66 Nilai Severity Ukuran Media Pasir Silika Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
ES 8 – 12 mm ES 8 – 4 mm ES 4 – 2 mm ES 2 – 1 mm ES < 1 mm
69
Pada Tabel 2.15 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) pada Effective Size media pasir
silika yaitu 8 – 12 mm. Dampak yang ditimbulkan adalah dapat meningkatnya efektifitas unit
filtrasi dalam menyaring partikel kasar pada air karena ukuran media pasir silika yang sesuai.
Sedangkan dari wawancara dan hasil kuisioner dengan head of production, head of PPK dan
head of quality control and assurance perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya, ukuran
media pasir silika yang digunakan sebagai media pada unit karbon filter Perusahaan AMDK
Toyamilindo Mountoya adalah 8 – 12 mm dengan ES tipikal 10 mm. Jadi kondisi eksisting
sesuai dengan skala 5 atau kondisi ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat
baik). Maka hasil dari perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity dari ukuran
pasir silika dengan perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑺𝒆𝒗𝒆𝒓𝒊𝒕𝒚 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan diatas, nilai severity pada ukuran pasir silika adalah 0%
4.Penggantian Media Gravel
70
Berdasarkan wawancara dan hasil kuisioner dengan head of production, head of PPK dan head
of quality control and assurance perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya, perusahaan
AMDK mengganti gravel atau media kerikil dilakukan 6 bulan sekali sesuai dengan jadwal dan
SOP yang berlaku. Dampak yang ditimbulkan ketika tidak mengganti pasir silika dalam 3 tahun
akan mengakibatkan partikel-partikel kasar pada air tidak dapat tersaring dan dapat
mempengaruhi kualitas terutama parameter kekeruhan pada produk AMDK Perusahaan
Toyamilindo Mountoya. Pada Tabel 2.16 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna hijau
merupakan kondisi eksisting dan juga kondisi ideal dengan skala besaran resiko dampak
terkecil (sangat baik) dari media pasir silika pada unit filtrasi yang diganti sesuai jadwal yaitu
setiap 6 bulan sekali.
Tabel 2.67 Nilai Severity Penggantian Media Gravel Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
71
Media Kerikil
diganti setiap
kurang dari 1
tahun sekali
Media Kerikil diganti
setiap 1 tahun sekali
Media Kerikil
diganti setiap 2
tahun sekali
Media Kerikil
diganti setiap 3
tahun sekali
Media Kerikil
diganti setiap lebih
dari 3 tahun sekali
Maka dari hasil perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity dari penggantian
gravel atau media kerikil adalah dengan perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan diatas, nilai severity pada penggantian gravel atau media kerikil
adalah 0%.
5.Pencucian Media Gravel
Pencucian media gravel atau media kerikil berdasarkan wawancara dan hasil kuisioner dengan
head of production, head of PPK dan head of quality control and assurance perusahaan AMDK
Toyamilindo Mountoya, dilakukan backwash, cleaning, dan sanitasi adalah setiap 2 minggu
sekali. Idealnya, gravel atau media kerikil adalah setiap 1 minggu sekali karena dampak yang
72
ditimbulkan adalah air yang diolah tercampur dengan kontaminan yang menempel di gravel
atau media kerikil yang tidak rutin dibersihkan. Berikut merupakan Tabel 2.17 Pencucian
gravel
Tabel 2. 68 Nilai Severity Pencucian Media Gravel Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
gravel atau media
kerikil dicuci
setiap 1 minggu
sekali
gravel atau media
kerikil dicuci setiap
1,5 minggu sekali
gravel atau
media kerikil
dicuci setiap 2
minggu sekali
gravel atau
media kerikil
dicuci setiap 2,5
minggu sekali
gravel atau media
kerikil dicuci
setiap 3 minggu
sekali
Pada Tabel 2.17 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) dari pencucian ideal gravel
73
atau media kerikil adalah setiap 1 minggu sekali. Sedangkan dari wawancara dan hasil kuisioner
dengan head of production, head of PPK dan head of quality control and assurance perusahaan
AMDK Toyamilindo Mountoya, skala 3 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
eksisting dengan skala besaran resiko dampak yang sedang (sedang) yaitu pencucian atau
backwash dan sanitasi gravel atau media kerikil setiap 2 minggu sekali. Media gravel atau
media kerikil yang tidak rutin di backwash akan menyebabkan kontaminan yang menempel
pada gravel ikut tercampur pada air. Maka dari hasil perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui
nilai severity dari pencucian gravel atau media kerikil adalah dengan perhitungan matematis
sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 3
5 𝑥 100% = 40 %
Berdasarkan perhitungan diatas, nilai severity pada pencucian gravel atau media kerikil adalah
40%.
6.Ukuran media gravel
Media gravel atau kerikil memiliki variasi dalam ukuran, bentuk, dan komposisi kimia. Setiap
media karbon filter memiliki Effective Size (ES), termasuk media gravel atau kerikil. Menurut
74
SNI 6774:2008, Media gravel atau media kerikil memiliki Effective Size atau ukuran efektif
media yaitu 3 – 12 m
m dengan ES tipikal 6 mm. Berdasarkan wawancara dan hasil kuisioner dengan head of
production, head of PPK dan head of quality control and assurance perusahaan AMDK
Toyamilindo Mountoya, ukuran gravel atau media kerikil yang digunakan pada unit karbon
filter perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya adalah 3 – 12 mm sesuai dengan ES tipikal
media pasir silika. Dampak yang ditimbulkan adalah dapat meningkatnya efektifitas unit filtrasi
dalam menyaring partikel kasar pada air karena ukuran media pasir silika yang sesuai. Berikut
Tabel 2.18 Tabel Nilai Severity ukuran gravel :
Tabel 2. 69 Nilai Severity Ukuran Media Gravel Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
ES 3 – 12 mm ES < 3 mm ES < 2 mm ES < 1 mm ES < 0.5 mm
75
Pada Tabel 2.18 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) pada Effective Size media
gravel atau media kerikil yaitu 3 – 12 mm. Sedangkan dari wawancara dan hasil kuisioner
dengan head of production, head of PPK dan head of quality control and assurance perusahaan
AMDK Toyamilindo Mountoya, ukuran gravel atau media kerikil yang digunakan sebagai
media pada unit karbon filter Perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya adalah 3 – 12 mm
dengan ES tipikal 6 mm. Jadi kondisi eksisting sesuai dengan skala 5 atau kondisi ideal dengan
skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik). Maka hasil dari perkiraan kondisi eksisting
dapat diketahui nilai severity dari ukuran gravel atau media kerikil dengan perhitungan
matematis sebagai berikut.
𝑺𝒆𝒗𝒆𝒓𝒊𝒕𝒚 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan diatas, nilai severity pada ukuran gravel atau media kerikil adalah 0%.
7.Penggantian Media Karbon Aktif
Berdasarkan dengan wawancara dan hasil kuisioner dengan head of production, head of PPK
dan head of quality control and assurance perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya, kondisi
76
ideal dalam penggantian media karbon aktif adalah setiap 3 tahun sekali. Perusahaan AMDK
Toyamilindo Mountoya mengganti karbon aktif setelah setelah pemakaian 3 tahun sekali.
Dampak yang ditimbulkan adalah partikel-partikel kasar tidak dapat tersaring, serta bau, warna
maupun rasa pada air juga tidak dapat dihilangkan. Hal itu dapat mempengaruhi kualitas
AMDK Toyamilindo Mountoya. Berikut ini merupakan Tabel 2.19 Nilai Severity Penggantian
Karbon Aktif :
Tabel 2.70 Nilai Severity Penggantian Media Karbon Aktif Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Karbon aktif
diganti tiap 3
tahun sekali
Karbon aktif diganti
tiap 3.5 tahun sekali
Karbon aktif
diganti tiap 4
tahun sekali
Karbon aktif
diganti tiap 4.5
tahun sekali
Karbon aktif
diganti tiap 5
tahun sekali
77
Pada Tabel 2.19 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampat terkecil (sangat baik) dari media karbon aktif pada
unit filtrasi yang diganti sesuai jadwal yaitu 3 tahun sekali. Sedangkan dari wawacara dan hasil
kuisioner dengan head of production, head of PPK dan head of quality control and assurance
perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya, skala 5 pada kolom berwarna hijau merupakan
kondisi eksisting dengan skala besaran resiko dampak yang sangat kecil yaitu penggantian
media karbon aktif yaitu setiap 3 tahun sekali. Media karbon aktif yang tidak diganti sesuai
jadwal akan menyebabkan partikel-partikel kasar pada air tidak dapat tersaring dengan baik,
juga bau, warna maupun rasa pada air tidak dapat dihilangkan, serta menurunkan kualitas
AMDK. Maka hasil dari hasil perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity dari
penggantian karbon aktif adalah dengan perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan di atas, nilai severity pada penggantian karbon aktif adalah 0%
8.Pencucian Karbon Aktif
Pencucian media karbon aktif berdasarkan wawancara dan hasil kuisioner dengan head of
production, head of PPK dan head of quality control and assurance perusahaan AMDK
Toyamilindo Mountoya, dilakukan backwash, cleaning, dan sanitasi adalah setiap 2 minggu
sekali. Idealnya, pencucian media karbon aktif adalah setiap 1 minggu sekali karena dampak
78
yang ditimbulkan adalah air yang diolah tercampur dengan kontaminan yang menempel di
media karbon aktif yang tidak rutin dibersihkan. Berikut ini Tabel 2.20 Nilai Severity pencucian
media karbon aktif :
Tabel 2 71 Nilai Severity Pencucian Media Karbon Aktif Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat
Kecil
Kecil Sedang Parah Sangat
Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat
Baik
Baik Sedang Buruk Sangat
Buruk
media
karbon
aktif
dicuci
setiap 1
minggu
sekali
media karbon
aktif dicuci
setiap 1,5
minggu sekali
media
karbon
aktif
dicuci
setiap 2
minggu
sekali
media
karbon
aktif
dicuci
setiap 2,5
minggu
sekali
media
karbon
aktif dicuci
setiap 3
minggu
sekali
79
Pada Tabel 2.20 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) dari pencucian ideal media
karbon aktif adalah setiap 1 minggu sekali. Sedangkan dari wawancara dan hasil kuisioner
dengan head of production, head of PPK dan head of quality control and assurance perusahaan
AMDK Toyamilindo Mountoya, skala 3 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
eksisting dengan skala besaran resiko dampak yang sedang (sedang) yaitu pencucian atau
backwash dan sanitasi media karbon aktif setiap 2 minggu sekali. Media karbon aktif yang tidak
rutin di backwash akan menyebabkan kontaminan yang menempel pada media karbon aktif ikut
tercampur pada air. Maka dari hasil perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity
dari pencucian media karbon aktif adalah dengan perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 3
5 𝑥 100% = 40 %
Berdasarkan perhitungan diatas, nilai severity pada pencucian media karbon aktif adalah 40%.
9.Jenis Media Karbon Aktif
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.705 Tahun 2003 tentang
persyaratan teknis industri air minum dalam kemasan dan perdagangannya, jenis karbon aktif
yang dapat digunakan dalam industri AMDK adalah berasal dari batu bara atau batok kelapa.
Jenis media karbon aktif yang digunakan pada unit karbon filter AMDK perusahaan
80
Toyamilindo Mountoya adalah menggunakan arang aktif dan batok kelapa. Karbon aktif dari
tempurung kelapa memiliki tingkat kemurnian dan rapat massa yang tinggi sehingga
mempermudah dalam proses penanganan, kandungan abu yang dihasilkan rendah, daya serap
yang tinggi (Setiawati dan Suroto, 2010).
Pada Tabel 2.21 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan merupakan
kondisi ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) pada jenis karbon aktif
yang dibuat dari tempurung kelapa. Sedangkan dari wawancara dengan dan hasil kuisioner
dengan head dan co. head quality control/quality assurance, jenis karbon aktif yang digunakan
sebagai media pada unit karbon aktif perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya adalah jenis
karbon aktif dari tempurung kelapa.
Tabel 2. 72 Nilai Severity Jenis Media Karbon Aktif Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
81
Karbon aktif dari
tempurung kelapa
Karbon aktif dari batu
bara
Karbon aktif dari
potongan kayu
Karbon aktif dari
serbuk kayu
Karbon aktif dari
sekam padi
Pada Tabel 2.21 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampat terkecil (sangat baik) dari jenis karbon aktif yang
digunakan berasal dari tempurung kelapa. Maka hasil dari hasil perkiraan kondisi eksisting
dapat diketahui nilai severity dari penggantian karbon aktif adalah dengan perhitungan
matematis sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan di atas, nilai severity pada jenis karbon aktif adalah 0%
Penetuan Severity pada Unit Mikro Filter
1.Penggantian Membran Catridge pada Mikro Filter
Berdasarkan dengan wawancara hasil kuisioner dengan head of production, head of PPK dan
head of quality control and assurance perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya dan
peraturan United States Environmental Protection Agency (EPA) Tahun 2005 tentang
Membrane Flitration Guidance Manual, kondisi ideal dalam penggantian Membran Catridge
pada Mikro Filter adalah setiap 1 bulan sekali. Perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya
82
mengganti Membran Catridge pada Mikro Filter setelah pemakaian 6 bulan sekali. Berikut ini
merupakan Tabel 2.22 nilai Severity Penggantian membran catridge pada unit mikro filter :
Tabel2 . 73 Nilai Severity Penggantian Catridge pada Mikro Filter Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Membran
Catridge pada
Mikro Filter
diganti setiap 1
bulan sekali
Membran Catridge
pada Mikro Filter
diganti setiap 1.5
bulan sekali
Membran
Catridge pada
Mikro Filter
diganti setiap 2
bulan sekali
Membran
Catridge pada
Mikro Filter
diganti setiap 2.5
bulan sekali
Membran Catridge
pada Mikro Filter
diganti lebih dari
2.5 bulan sekali
Dampak yang ditimbulkan adalah partikel-partikel halus yang mengkontaminasi air tidak dapat
tersaring dan dapat mempengaruhi kualitas AMDK Toyamilindo Mountoya.Pada Tabel 2.22
dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi ideal dengan skala
83
besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) dari penggantian Membran Catridge pada Mikro
Filter adalah setiap 1 bulan sekali. Sedangkan dari wawancara dan hasil kuisioner dengan head
of production, head of PPK dan head of quality control and assurance perusahaan AMDK
Toyamilindo Mountoya, skala 1 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi eksisting
dengan skala besaran resiko dampak yang sangat parah (sangat buruk) yaitu penggantian
Membran Catridge pada Mikro Filter setiap 6 bulan sekali Dampak yang ditimbulkan adalah
partikel-partikel halus yang mengkontaminasi air tidak dapat tersaring dan dapat mempengaruhi
kualitas AMDK Toyamilindo Mountoya. Maka dari hasil perkiraan kondisi eksisting dapat
diketahui nilai severity dari penggantian Membran Catridge pada Mikro Filter adalah dengan
perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑺𝒆𝒗𝒆𝒓𝒊𝒕𝒚 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 1
5 𝑥 100% = 80 %
Berdasarkan perhitungan diatas, nilai severity pada penggantian Membran Catridge pada Mikro
Filter adalah 80%.
2.Pencucian Membran Catridge pada Mikro Filter
Berdasarkan dengan wawancara hasil kuisioner dengan head of production, head of PPK dan
head of quality control and assurance perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya dan
peraturan United States Environmental Protection Agency (EPA) Tahun 2005 tentang
84
Membrane Flitration Guidance Manual, kondisi ideal dalam Pencucian Membran Catridge
pada Mikro Filter adalah setiap 1 minggu sekali. Perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya
Pencucian Membran Catridge pada Mikro Filter setelah pemakaian 1 minggu sekali. Dampak
yang ditimbulkan adalah air yang diolah tercampur dengan kontaminan yang menempel pada
membran catridge pada unit mikro filter yang tidak rutin dibersihkan. Berikut ini Tabel 2.23
Nilai Severity pencucian membran Catridge pada unit Mikro Filter
Tabel 2. 74 Nilai Severity Pencucian Membran catridge Mikrofilter Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Membran
Catridge pada
Mikro Filter di
backwash setiap 1
minggu sekali
Membran Catridge
pada Mikro Filter di
backwash setiap 1,5
minggu sekali
Membran
Catridge pada
Mikro Filter di
backwash setiap
2 minggu sekali
Membran
Catridge pada
Mikro Filter di
backwash setiap
2,5 minggu
sekali
Membran Catridge
pada Mikro Filter
di backwash setiap
3 minggu sekali
85
Pada Tabel 2.23 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) dari pencucian Membran
Catridge pada Mikro Filter adalah setiap 1 minggu sekali. Sedangkan dari wawancara dan hasil
kuisioner dengan head of production, head of PPK dan head of quality control and assurance
perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya, skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan
kondisi eksisting dengan skala besaran resiko dampak yang sangat kecil (sangat baik) yaitu
pencucian membran catridge pada unit mikro filter setiap 1 minggu sekali. Membran catridge
pada unit mikro filter yang tidak rutin di backwash akan menyebabkan kontaminan yang
menempel pada membran ikut tercampur pada air. Maka dari hasil perkiran kondisi eksisting
dapat diketahui nilai severity dari pencucian membran catridge pada unit mikro filter adalah
dengan perhitungan matematis berikut
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan diatas, nilai severity pada pencucian Membran Catridge pada Mikro
Filter adalah 0%.
3.Ukuran Membran Catridge pada Mikro Filter
Ukuran membran catridge filter yang digunakan pada perusahaan AMDK Toyamilindo
Mountoya adalah ukuran 5 µm, 1 µm, dan 0,45 µm. Semakin kecil ukuran membran maka
86
semakin baik karena partikel-partikel halus akan hilang. Berdasarkan Peraturan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No. 705 Tahun 2003 tentang persyaratan teknis industri air
minum dalam kemasan dan perdagangannya, penyaringan dengan mikrofilter dengan catridge
harus berukuran maksimal 10 µm. maka ukuran membran catridge unit mikro filter yang
digunakan oleh perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya susah sesuai. Berikut ini Tabel 2.24
Nilai Severity Ukuran Catridge pada Unit Mikro Filter
Tabel 2.75 Nilai Severity Ukuran Catridge pada Unit Mikro Filter Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Ukuran membran
catridge pada unit
mikro filter paling
kecil 1 µm
Ukuran membran
catridge pada unit
mikro filter paling
kecil 3-5 µm
Ukuran
membran
catridge mikro
filter paling kecil
10 µm
Ukuran membran
catridge mikro
filter paling kecil
15 µm
Ukuran membran
catridge mikro
filter paling kecil
> 15 µm
87
Pada Tabel 2.24 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) dari ukuran Membran Catridge
pada Mikro Filter yang digunakan adalah paling kecil 1 µm. Sedangkan dari wawancara dan
hasil kuisioner perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya, skala 5 pada kolom berwarna hijau
merupakan kondisi eksisting dengan skala besaran resiko dampak yang sangat kecil (sangat
baik) yaitu ukuran Membran Catridge pada Mikro Filter yang digunakan adalah paling kecil 1
µm. Maka dari hasil perkiran kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity dari ukuran
membran catridge pada unit mikro filter adalah dengan perhitungan matematis berikut
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan diatas, nilai severity pada pencucian Membran Catridge pada Mikro
Filter adalah 0%.
Penentuan Severity Unit Injeksi Ozon
1.Penggantian Ozone Generator pada Unit Injeksi Ozon
Berdasarkan wawancara dan hasil kuisioner dengan head dan co. head quality control / quality
assurance, ozone generator pada unit injeksi ozon harus diganti setiap 5 tahun sekali. Namun
ozone generator pada sistem produksi AMDK perusahaan Toyamilindo Mountoya belum
pernah diganti dengan ozone generator baru. Dampak yang ditimbulkan adalah bakteri patogen
88
seperti bakteri Escherichia Coli yang terkandung dalam air tidak hilang dan dapat pengaruh
kesehatan konsumen AMDK Toyamilindo Mountoya.
Pada Tabel 2.25 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) dari penggantian ozone
generator setiap 5 tahun sekali. Sedangkan dari wawancara dan hasil kuisioner dengan head
dan co. head quality control / quality assurance, skala 1 pada kolom berwarna kuning
merupakan kondisi eksisting dengan skala besaran resiko dampak yang sangat parah (sangat
buruk) yaitu penggantian ozone generator yang tidak diganti lebih dari 9 tahun. Dampak yang
ditimbulkan dari penggunaan ozone generator ozone generator yang digunakan melebihi daya
fungsinya tidak dapat menghilangkan bakteri patogen seperti bakteri Escherichia Coli secara
efektif.
Tabel 2. 76 Nilai Severity Penggantian Ozone Generator Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
89
Ozone Generator
diganti setiap 5
tahun sekali
Ozone Generator
diganti setiap 6 tahun
sekali
Ozone Generator
diganti setiap 7
tahun sekali
Ozone Generator
diganti setiap 8
tahun sekali
Ozone Generator
diganti setiap lebih
8 tahun sekali
Dari hasil Tabel 2.25 diatas, dampak yang ditimbulkan dari penggunaan ozone generator ozone
generator yang digunakan melebihi daya fungsinya tidak dapat menghilangkan bakteri patogen
seperti bakteri Escherichia Coli secara efektif. Lalu kandungan bakteri patogen pada air dapat
membahayakan konsumen Toyamilindo Mountoya, karena dapat menyebabkan penyakit
infeksi seperti diare. Maka dari hasil perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity
dari penggantian ozone generator pada unit injeksi ozon adalah dengan perhitungan matematis
sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 1
5 𝑥 100% = 80 %
Berdasarkan perhitungan diatas, nilai severity pada penggantian ozone generator pada unit
injeksi ozon adalah 80%
2.Kadar Ozon
90
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.96 Tahun 2011 tentang
persyaratan teknis industri air minum dalam kemasan dan perdagangannya, proses desinfeksi
dengan ozon dapat dilakukan dalam tangki pencampur atau tangki mixing injeksi ozon dalam
pipa, sedangkan kadar ozon yang digunakan untuk proses desinfeksi air baku adalah 0,2 – 0,6
ppm dengan kadar residu 0,1 ppm. Sedangkan kadar ozon yang digunakan pada unit produksi
AMDK perusahaan Toyamilindo Mountoya berkisar antara 0,1 – 0,5 ppm. Pada tabel 4.26
dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna hijau merupakan kondisi ideal dengan skala
besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) dari kadar ozon yang diberukan adalah 0,5 – 0,6
ppm dan kadar residu ozon yang tersisa dalam air adalah 0,1 – 0,4 ppm. Sedangkan dari
wawancara dan hasil kuisioner dengan head dan co. head quality control / quality assurance,
kadar ozon yang diberikan adalahpada proses injeksi ozon adalah 0,6 ppm dan kadar residu
ozon yang tersisa dalam air adalah 0,1 ppm.
Tabel 2. 77 Nilai Severity Kadar Ozon Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat
Kecil
Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
91
Sangat
Baik
Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Kadar ozon
0,5 – 0,6
ppm dan
kadar
residu ozon
0,1 – 0,4
ppm
Kadar ozon
0,3 – 0,4
ppm dan
kadar residu
ozon 0,1 –
0,4 ppm
Kadar
ozon 0,2
ppm dan
kadar
residu
ozon 0,1
– 0,4
ppm
Kadar
ozon 0,1
ppm dan
kadar
residu
ozon <
0,1 ppm
Kadar ozon <
0,1 ppm dan
kadar residu
ozon < 0,1
ppm
Pada Tabel 2.26 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampat terkecil (sangat baik). Maka hasil dari hasil perkiraan
kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity dari kadar ozon adalah dengan perhitungan
matematis sebagai berikut.
𝑺𝒆𝒗𝒆𝒓𝒊𝒕𝒚 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan di atas, nilai severity pada kada ozon adalah 0%.
92
Penentuan Severity Unit Lampu UV
1.Penggantian Lampu UV
Berdasarkan dengan wawancara hasil kuisioner dengan head of production, head of PPK dan
head of quality control and assurance perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya serta
peraturan United States Environmental Protection Agency (EPA) Tahun 2011 tentang Water
Treatment Manual (edisi desinfeksi), kondisi ideal dalam penggantian lampu ultraviolet pada
adalah setiap 12000 jam atau setara dengan 2 tahun sekali. Perusahaan AMDK Toyamilindo
Mountoya mengganti lampu ultraviolet setelah pemakaian 6000 jam atau kurang dari 1 tahun.
Dampak yang ditimbulkan adalah bakteri Escherichia Coli yang tidak sepenuhnya hilang dalam
air dan menyebabkan air produksi masih mengandung bakteri patogen. Keberadaan bakteri
Escherichia Coli pada air hasil produksi sangat berpengaruh pada kesehatan konsumen.
Pada Tabel 2.27 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) dari penggantian lampu
ultraviolet adalah setiap kurang dari 2 tahun sekali. Sedangkan dari wawancara dan hasil
kuisioner dengan head of production, head of PPK dan head of quality control and assurance
perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya, penggantian lampu ultraviolet dilakukan setelah
pemakaian 6000 Jam atau kurang dari 1 tahun. Karena penggunaan lampu UV yang digunakan
melebihi daya fungsinya tidak dapat menghilangkan bakteri patogen seperti bakteri Escherichia
Coli secara efektif. Lampu UV sebagai desinfeksi terakhir setelah injeksi ozon seharusnya dapat
93
menghilangkan bakteri patogen pada air secara lebih efektif dibanding unit injeksi ozon.
Kandungan bakteri patogen pada air dapat membahayakan konsumen AMDK Toyamilindo
Mountoya, karena dapat menyebabkan penyakit infeksi seperti diare
Tabel 2. 78 Nilai Severity Penggantian Lampu UV Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
94
Lampu UV
diganti kurang
dari 2 tahun sekali
Lampu UV diganti
setiap 2.5 tahun sekali
Lampu UV
diganti setiap 3
tahun sekali
Lampu UV
diganti setiap 3.5
tahun sekali
Lampu UV diganti
setiap 4 tahun
sekali
Maka dari hasil Tabel 2.27 diatas, perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity dari
penggantian lampu ultraviolet adalah dengan perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 0
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan diatas, nilai severity pada penggantian lampu UV adalah 0%.
2.Spesifikasi Lampu UV
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.705 Tahun 2003 tentang
persyaratan teknis industri air minum dalam kemasan dan perdagangannya, lampu UV yang
dapat digunakan pada industri air minum dalam kemasan harus memiliki panjang gelombang
245 nm atau 2537 AO dengan intensitas minimum 10.000 mw detik per cm2. Lampu UV yang
terpasang pada sistem produksi AMDK perusahaan Toyamilindo Mountoya memiliki panjang
gelombang 254 nm dengan intensitas 60.000 mw detik per cm2 sesuai dengan peraturan menteri
perindustrian dan perdagangan. Hal ini dapat menunjang dalam menghilangkan bakteri patogen
95
yang masih terlarut di air dan membuat kualitas air menjadi lebih baik. Berikut ini Tabel 2.28
Nilai Severity Spesifikasi dari Lampu UV :
Tabel 2. 79 Nilai Severity Spesifikasi Lampu UV Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Spesifikasi lampu
UV adalah 254
nm dengan
intensitas >10.000
mw detik per cm2
Spesifikasi lampu UV
adalah 250 nm dengan
intensitas >10.000 mw
detik per cm2
Spesifikasi
lampu UV
adalah 245 nm
dengan intensitas
10.000 mw detik
per cm2
Spesifikasi
lampu UV
adalah 240 nm
dengan intensitas
<10.000 mw
detik per cm2
Spesifikasi lampu
UV adalah <240
nm dengan
intensitas <10.000
mw detik per cm2
Pada Tabel 2.28 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampat terkecil (sangat baik) dari spesifikasi lampu
ultraviolet yang digunakan memiliki panjang gelombang 254 nm dengan intensitas 10.000 mw
96
detik per cm2. Sedangkan dari hasil wawancara dan hasil kuisioner dengan head dan co. head
quality control / quality assurance spesifikasi lampu UV yang digunakan memiliki panjang
gelombang 254 nm dengan intensitas 60.000 mw per detik cm2. Jadi kondisi eksisting sesuai
dengan skala 5 atau kondisi ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik).
Maka hasil dari hasil perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity dari spesifikasi
lampu UV adalah dengan perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan di atas, nilai severity pada spesifikasi lampu UV adalah 0%.
2.Waktu Kontak UV
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.705 Tahun 2003 tentang
persyaratan teknis industri air minum dalam kemasan dan perdagangannya, lampu UV harus
selalu menyala selama proses produksi AMDK beroperasi. Perusahaan AMDK Toyamilindo
Mountoya selalu menyalakan lampu UV selama proses beroperasi yang berlangsung dalam 2
shift. Satu shift memiliki periode selama 7 – 8 jam, maka Lampu UV perusahaan Toyamilindo
Mountoya sudah menyala selama 14 – 16 jam setiap harinya. Hal ini dapat meningkatkan
kualitas air dan menghindari terjadinya kontaminasi bakteri patogen selama proses produksi
berlangsung. Berikut ini merupakan Tabel 2.29 Nilai Severity Waktu Kontak Lampu UV :
97
Tabel 2. 80 Nilai Severity Waktu Kontak Lampu UV Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Menyala selama
jam kerja
Menyala saat
pengolahan air saja
Menyala hanya 1
shift
Hanya menyala
selama 3 jam
awal dari jam
kerja
Menyala hanya
saat akan
pengisian
Pada Tabel 2.29 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna hijau merupakan kondisi ideal
dengan skala besaran resiko dampat terkecil (sangat baik) pada waktu kontak lampu UV yaitu
menyala selama jam kerja. Sedangkan dari hasil wawancara dan hasil kuisioner dengan head
dan co. head quality control / quality assurance, lampu UV menyala sepanjang jam kerja atau
14-16 jam kerja (2 shift). Jadi kondisi eksisting sesuai dengan skala 5 atau kondisi ideal dengan
skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik). Maka hasil dari hasil perkiraan kondisi
98
eksisting dapat diketahui nilai severity dari waktu kontak lampu UV adalah dengan perhitungan
matematis sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan di atas, nilai severity pada waktu kontak lampu UV adalah 0%
Penentuan Severity Perilaku Kerja
1.Analisa Kualitas Air
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.705 Tahun 2003 tentang
persyaratan teknis industri air minum dalam kemasan dan perdagangannya, metode pengujian
mutu AMDK harus dilakukan sesuai SNI 01-3554-1998 atau revisinya. Parameter minimal
yang diuji adalah ph, kekeruhan, dan cemaran mikroba (total bakteri koliform atau bakteri
Escherichia Coli). Parameter fisik dan kimiawi harus diuji minimal seminggu sekali.
Perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya sudah melakukan metode pengujian mutu air
dengan parameter ph, kekeruhan, Total Dissolved Solid (TDS), konduktivitas, organoleptik
(warna, bau rasa), benda asing, uji Total Coloni Count, uji jamur, dan uji pemeriksaan bakteri
Escherichia Coli setiap 3 jam sekali, sesuai dengan peraturan menteri perindustrian dan
perdagangan. Pengujian parameter fisik dan kimiawi menggunakan SNI 01-3553-2015,
sedangkan untuk parameter biologis menggunakan SNI 01-3554-2006 (Soesanto dan Syauqie,
99
2018). Hal ini dapat berpengaruh dalam hasil analisa laboratorium yang sudah dilakukan
perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya, karena baku mutu total bakteri koliform dan
bakteri Escherichia Coli dalam SNI 01-3554-2014 lebih rendah dibandingkan dalam SNI 01-
3554-2006. Semakin rendah baku mutu, maka semakin baik kualitas produk AMDK tersebut.
Baku mutu SNI 01-3554-2014 menyatakan bahwa keberadaan bakteri Escherichia Coli harus
0/250 ml sampel (tidak terdeteksi), sedangkan baku mutu SNI 01-3554-2006 adalah <2/250 ml
sampel. Untuk air yang dikonsumsi sebagai air minum, air tersebut sama sekali tidak boleh
mengandung bakteri patogen agar tidak menyebabkan penyakit. Berikut ini Tabel 2.30 Nilai
Severity Analisa Kualitas Air
Tabel 2. 81 Nilai Severity Analisa Kualitas Air Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Parameter fisik
diuji < 3 bulan
sekali, parameter
biologis di uji < 1
Parameter fisik diuji <
3 bulan sekali,
parameter biologis di
uji < 1 minggu sekali
Parameter fisik
diuji 4 bulan
sekali, parameter
biologis di uji 2
Parameter fisik
diuji 6 bulan
sekali, parameter
biologis di uji 3
Parameter fisik
diuji 6 bulan
sekali, parameter
biologis di uji 4
100
minggu sekali
sesuai dengan
metode uji SNI
01-3554-2014.
sesuai dengan metode
uji SNI 01-3554-2006
minggu sekali
sesuai dengan
metode uji SNI
01-3554-2014
minggu sekali
sesuai dengan
metode uji SNI
01-3554-2006
minggu sekali
sesuai dengan SNI
01-3554-2006
Pada Tabel 2.30 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampat terkecil (sangat baik) dari parameter fisik diuji < 3
bulan sekali, parameter biologis di uji < 1 minggu sekali sesuai dengan metode uji SNI 01-
3554-2014. Sedangkan dari hasil wawancara dan hasil kuisioner dengan head dan co. head
quality control / quality assurance, kondisi eksisting sesuai dengan skala 5 atau kondisi ideal
dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) yaitu pada perusahaan AMDK
Toyamilindo Mountoya dilakukan metode pengujian mutu air dengan parameter ph, kekeruhan,
Total Dissolved Solid (TDS), konduktivitas, organoleptik (warna, bau rasa), benda asing, uji
Total Coloni Count, uji jamur, dan uji pemeriksaan bakteri Escherichia Coli setiap 3 jam sekali.
Maka hasil dari hasil perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity dari analiasa
kualitas air adalah dengan perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan di atas, nilai severity pada analisa kualitas air adalah 0%.
101
2.Titik Analisa Kualitas Air
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.705 Tahun 2003 tentang
persyaratan teknis industri air minum dalam kemasan dan perdagangannya, metode pengujian
kualitas air selama proses produksi berlangsung harus dilakukan pada semua titik, terutama
outlet unit injeksi ozon agar dapat diketahui kadar residu ozon dan efektifitas unit ozone
generator untuk menghilangkan bakteri patogen yang berhubungan dengan kesehatan.
Tabel 2. 82 Nilai Severity Titik Analisa Kualitas Air
Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat
Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
102
konsumen. Perusahaan
AMDK Toyamilindo Mountoya melakukan pengujian pada 5 titik, yaitu pada unit ground tank
air baku, unit karbon filter, unit mikro filter, unit tangki mixing injeksi ozon dan unit filling.
Penghasilan data yang kurang jelas mengenai kadar residu ozon dan efektifias unit ozone
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat
Buruk
analisa
kualitas air
pada semua
titik yaitu pada
unit ground
tank air baku,
unit karbon
filter, unit
mikro filter,
unit tangki
mixing injeksi
ozon dan unit
filling
analisa
kualitas air
pada 4 titik
yaitu pada
unit ground
tank air
baku, unit
mikro
filter, unit
tangki
mixing
injeksi
ozon dan
unit filling
analisa
kualitas air
pada 3 titik
yaitu pada
unit ground
tank air
baku, unit
tangki
mixing
injeksi ozon
dan unit
filling
analisa
kualitas
air pada 2
titik yaitu
pada unit
ground
tank air
baku dan
unit filling
analisa
kualitas
air pada
1 titik
yaitu
pada
unit
filling
103
generator, maka bakteri patogen yang terdapat dalam air tidak hilang dan akan mempengaruhi
kesehatan konsumen AMDK. Berikut ini Tabel 2.31 Nilai Severity Titik Analisa Kualitas Air
Pada Tabel 2.31 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampat terkecil (sangat baik) dari analisa kualitas air pada
semua titik yaitu pada unit ground tank air baku, unit karbon filter, unit mikro filter, unit tangki
mixing injeksi ozon dan unit filling. Sedangkan dari hasil wawancara dan hasil kuisioner dengan
head dan co. head quality control / quality assurance, kondisi eksisting sesuai dengan skala 5
atau kondisi ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) yaitu analisa
kualitas air pada semua titik yaitu pada unit ground tank air baku, unit karbon filter, unit mikro
filter, unit tangki mixing injeksi ozon dan unit filling. Titik analisa kualitas air yang tidak
lengkap menyebabkan adanya data efektifitas dari proses desinfeksi dari ozone generator dalam
menghilangkan bakteri patogen seperti bakteri Escherichia Coli. Maka hasil dari hasil perkiraan
kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity dari titik analisa kualitas air adalah dengan
perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan di atas, nilai severity pada titik analisa kualitas air adalah 0%.
104
3.Sanitasi Pekerja
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.705 Tahun 2003 tentang
persyaratan teknis industri air minum dalam kemasan dan perdagangannya, terdapat beberapa
prosedur standar yang harus diikuti oleh semua pekerja yang terlibat dalam proses produksi
AMDK, yaitu memakai pakaian yang bersih, cuci tangan dilakukan pada setiap kegiatan
produksi, tidak memakai perhiasan tangan, memakai penutup rambut dan mulut yang efektif,
memakai pakaian khusus yang digantung dengan ruangan pengisian. Selama proses produksi
AMDK para pekerja sudah mengikuti sebagian besar prosedur standar sesuai dengan peraturan.
Dampak yang ditimbulkan jika tidak mematuhi prosedur tersebut adalah menurunnya daya
higenis atau kebersihan pada produk AMDK. Pada Tabel 2.32 dijelaskan bahwa skala 5 pada
kolom berwarna kuning merupakan kondisi ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil
(sangat baik) dari para pekerja mengikuti semua prosedur sanitasi pekerja sesuai
PERMENPERINDAG No. 705 tahun 2004 yaitu memakai pakaian yang bersih, cuci tangan
dilakukan pada setiap kegiatan produksi, tidak memakai perhiasan tangan, memakai penutup
rambut dan mulut yang efektif, memakai pakaian khusus yang digantung dengan ruangan
pengisian. Dari hasil survei di bagian produksi perusahaan Toyamilindo Mountoya, skala 5
pada kolom berwarna hijau merupakan kondisi eksisting dengan skala besaran resiko dampak
yang sangat baik (sangat kecil) sesuai dengan prosedur sanitasi pekerja PERMEPERINDAG
No 705 Tahun 2003.
Tabel 2. 83 Nilai Severity Sanitasi Pekerja
105
Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Mengikuti semua
prosedur sanitasi
pekerja sesuai
PERMEPERINAG
No 705 Tahun
2003
Melanggar 1
prosedur sanitasi
pekerja sesuai
PERMEPERINAG
No 705 Tahun
2003
Melanggar 2
prosedur sanitasi
pekerja sesuai
PERMEPERINAG
No 705 Tahun
2003
Melanggar 3-4
prosedur sanitasi
pekerja sesuai
PERMEPERINAG
No 705 Tahun
2003
Melanggar semua
prosedur sanitasi
pekerja sesuai
PERMEPERINAG
No 705 Tahun
2003
Dari hasil analisa Tabel 2.32 diatas ,maka hasil perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui nilai
severity dari sanitasi pekerja adalah dengan perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan di atas, nilai severity pada sanitasi pekerja adalah 0%.
106
3.Sanitasi pada Unit Pengolahan AMDK
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.705 Tahun 2003 tentang
persyaratan teknis industri air minum dalam kemasan dan perdagangannya serta Standard
Operating Procedur (SOP) sanitasi ruangan harus dilaksanakan setiap hari, memiliki drainase
yang efektif agar lantai ruang produksi selalu kering, terdapat fasilitas cuci tangan yang mudah
dijangkau, dan penempatan dengan benar barang-barang yang tidak berhubungan langsung
dengan produk. Kondisi eksisting berdasarkan survei di ruang produksi AMDK menunjukkan
bahwa sudah ada drainase dalam ruang produksi yang efektif dan lantai selalu terjaga kering,
ada fasilitas cuci tangan yang mudah dijangkau, peletakkan barang yang berhubungan secara
langsung dengan proses produksi sudah tertata rapi, dan sanitasi dilakukan setiap hari setelah
pergantian shift. Dampak yang dtimbulkan jika SOP sanitasi tidak dilakukan adalah
menurunnya daya higenis atau kebersihan pada AMDK. Berikut Tabel 2.33 Nilai Severity
Sanitasi pada Unit Pengolahan AMDK :
Tabel 2. 84 Nilai Severity Sanitasi pada Unit Pengolahan AMDK Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
107
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Sanitasi dilakukan
setiap hari dan
mengikuti
prosedur sesuai
PERMENPERIN
DAG No. 705
Tahun 2003
Sanitasi dilakukan
setiap 2 hari sekali
dan mengikuti
prosedur sesuai
PERMENPERIN
DAG No. 705
Tahun 2003
Sanitasi dilakukan
setiap 5 hari
sekali dan
melanggar 1
prosedur sesuai
PERMENPERIN
DAG No. 705
Tahun 2003
Sanitasi dilakukan
setiap 1 minggu
sekali dan
melanggar 3
prosedur sesuai
PERMENPERIN
DAG No. 705
Tahun 2003
Sanitasi dilakukan
setiap 2 minggu
sekali dan
melanggar 5
prosedur sesuai
PERMENPERIN
DAG No. 705
Tahun 2003
Pada Tabel 2.33 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) dari Sanitasi unit pengolahan
dilakukan setiap hari dan mengikuti prosedur sesuai PERMENPERINDAG No. 705 Tahun
2003 yaitu sanitasi ruangan harus dilaksanakan setiap hari, memiliki drainase yang efektif agar
lantai ruang produksi selalu kering, terdapat fasilitas cuci tangan yang mudah dijangkau, dan
penempatan dengan benar barang-barang yang tidak berhubungan langsung dengan produk.
Dari hasil survei di bagian produksi perusahaan Toyamilindo Mountoya, skala 5 pada kolom
108
berwarna hijau merupakan kondisi eksisting dengan skala besaran resiko dampak yang sangat
baik (sangat kecil) sesuai dengan prosedur sanitasi pekerja PERMEPERINDAG No 705 Tahun
2003 yaitu sanitasi ruangan harus dilaksanakan setiap hari, memiliki drainase yang efektif agar
lantai ruang produksi selalu kering, terdapat fasilitas cuci tangan yang mudah dijangkau, dan
penempatan dengan benar barang-barang yang tidak berhubungan langsung dengan produk.
Maka hasil dari hasil perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity dari sanitasi unit
pengolahan AMDK adalah dengan perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑥 100%
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan di atas, nilai severity pada sanitasi pengolahan unit AMDK adalah
0%.
Penentuan Severity Wawasan Pekerja
1.Pemahaman pekerja mengenai kualitas air sesuai SNI 3553:2015
Menurut SNI 3553:2015, parameter dalam peraturan ini merupakan persyaratan kualitas air
minum yang wajib diikuti dan ditaati oleh seluruh penyelenggara produk air minum dalam
kemasan. Berdasarkan wawancara dan hasil kuisioner dengan 6 expert judgement perusahaan
AMDK Toyamilindo Mountoya, yaitu head of production, head of management representative,
head of quality control and assurance, co. head of quality control and assurance, head of PPK,
109
dan head of maintanance, para pekerja perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya sudah
memahami SNI 3553:2015 tentang persyaratan kualitas air mineral AMDK ini. Pada saat
dilakukan uji laboratorium, semua parameter baik fisik, kimiawi, dan mikrobiologi hasil
analisanya masih dalam batas bauku mutu yang ditentukan SNI 3553:2015. Berikut ini Tabel
2.34 Nilai Severity pemahaman pekerja mengenai kualitas air yang sesuai dengan SNI 3553 :
2015 :
Tabel 2. 85 Nilai Severity pemahaman pekerja mengenai kualitas air sesuai SNI 3553:2015 Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat
Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat
Buruk
Tahu
menggunakan,
dan hasil
Tidak Tahu
menggunakan,
dan hasil
Tahu
menggunakan,
namun hasil
analisa tidak
Tahu tidak
menggunakan,
namun hasil
analisa tidak
Tidak tahu
dan tidak
mengunakan
110
analisa sesuai
baku mutu
analisa sesuai
baku mutu
sesuai baku
mutu
sesuai baku
mutu
Pada Tabel 2.34 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) dari para pekerja mengetahui
baku mutu kualitas air SNI 3553:2015, menggunakannya sebagai persyaratan kualitas AMDK
Toyamilindo Mountoya dan hasil analisa laboratorium sesuai dengan baku mutu SNI
3553:2015. Dari hasil survei di bagian produksi perusahaan Toyamilindo Mountoya, skala 5
pada kolom berwarna hijau merupakan kondisi eksisting dengan skala besaran resiko dampak
yang sangat baik (sangat kecil) dari para pekerja mengetahui baku mutu kualitas air SNI
3553:2015, menggunakannya sebagai persyaratan kualitas AMDK Toyamilindo Mountoya dan
hasil analisa laboratorium sesuai dengan baku mutu SNI 3553:2015. Maka hasil dari hasil
perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity dari pemahaman para pekerja
mengenai kualitas air sesuai SNI 3553:2015 adalah dengan perhitungan matematis sebagai
berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan di atas, nilai severity pada pemahaman pekerja mengenai kualitas air
sesuai SNI 3553:2015 adalah 0%.
111
2.Wawasan Pekerja Terkait Operasional Pabrik Sesuai PERMENPERINDAG No. 705
Tahun 2003
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 705 Tahun 2003 Pasal 4,
perusahaan industri AMDK dalam melakukan proses produksi wajib menggunakan mesin dan
peralatan produksi serta memenuhi ketentuan teknis pada pedoman yang tercantum dalam
lampiran. Perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya menjalankan produksi AMDK sudah
mengikuti beberapa ketentuan teknis pada pedoman lampiran PERMENPERINDAG No. 705
Tahun 2003, seperti sudah tersedianya fasilitas cuci tangan, pemakaian alat pelindung diri
(APD) dan pakaian khusus (seperti pelindung rambut, masker, baju produksi, dan sepatu
khusus), dan ketentuan teknis lainnya terkait proses produksi AMDK Toyamilindo Mountoya.
Jika tidak dilakukan sesuai dengan peraturan diatas maka dapat menyebakan penurunan
kualitas produk AMDK tersebut. Berikut ini Tabel 2.35 terkait Nilai Severity wawasan
pekerja terkait operasional pabrik sesuai PERMEPERINDAG No. 705 Tahun 2003
Tabel 2. 86 Nilai Severity Wawasan Pekerja terkait Operasional Pabrik sesuai
PERMEPERINDAG No. 705 Tahun 2003 Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat Parah
Skala Kondisi Lingkungan
112
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Tahu
menggunakan, dan
mengikuti prosedur
sesuai
PERMENPERIND
AG No. 705 Tahun
2003
Tidak tahu,
menggunakan, dan
mengikuti prosedur
sesuai
PERMENPERIND
AG No. 705 Tahun
2003
Tahu
menggunakan, dan
melanggar
beberapa prosedur
sesuai
PERMENPERIND
AG No. 705 Tahun
2003
Tahu, tidak
menggunakan, dan
melanggar
beberapa prosedur
sesuai
PERMENPERIND
AG No. 705 Tahun
2003
Tidak tahu, dan
tidak menggunakan
prosedur sesuai
PERMENPERIND
AG No. 705 Tahun
2003
Pada Tabel 2.35 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna kuning merupakan kondisi
ideal dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) dari para pekerja mengetahui
prosedur operasional pabrik sesuai dengan PERMENPERINDAG No. 705 Tahun 2003,
menggunakannya sebagai prosedur operasional pabrik AMDK Toyamilindo Mountoya,
mengikuti semua prosedur. Maka hasil dari hasil perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui
nilai severity dari wawasan pekerja terkait operasional pabrik sesuai PERMENPERINDAG No.
705 Tahun 2003 adalah dengan perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
113
Berdasarkan perhitungan di atas, nilai severity pada wawasan pekerja terkait operasional pabrik
sesuai PERMENPERINDAG No. 705 Tahun 2003 adalah 0%.
3.Pelatihan Mengenai Sistem Manajemen Kualitas Air Minum Sesuai SNI 01-4852-1998
Berdasarkan SNI 01-4852-1998, upaya untuk meningkatkan keamanan produk konsumsi
seperti produk pangan dan minuman, setiap produsen harus memiliki pedoman penerapan
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam manjemen kualitas produknya agar
keamanan dan kualitas produk tersebut dapat terjamin sampai ke konsumen. Dari wawancara
dan hasil kuisioner dengan head of quality control/quality assurance, perusahaan AMDK
Toyamillindo Mountoya sudah pernah memiliki dan ingin memperbarui pelatihan manajemen
kualitas HACCP untuk produk AMDK Toyamilindo Mountoya. Dampak yang ditimbulkan
adalah keamanan dan kualitas AMDK Perusahaan Toyamilindo Mountoya akan terjamin jika
pelatihan manajemen kualitas HACCP diperbarui minimal 1 tahun sekali karena adanya
perubahan dari setiap unit proses produksi tiap tahunnya.
Pada Tabel 2.36 dijelaskan bahwa skala 5 pada kolom berwarna hijau merupakan kondisi ideal
dengan skala besaran resiko dampak terkecil (sangat baik) dari para pekerja mengetahui dan
mengikuti pelatihan manajemen kualitas HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
sesuai dengan SNI 01-4852-1998. Sedangkan Dari wawancara dan hasil kuisioner dengan head
of quality control/quality assurance, perusahaan AMDK Toyamillindo Mountoya sudah pernah
memiliki dan ingin memperbarui pelatihan manajemen kualitas HACCP untuk produk AMDK
Toyamilindo Mountoya. Dampak yang ditimbulkan adalah keamanan dan kualitas AMDK
114
Perusahaan Toyamilindo Mountoya akan terjamin jika pelatihan manajemen kualitas HACCP
diperbarui minimal 1 tahun sekali karena adanya perubahan dari setiap unit proses produksi tiap
tahunnya.
Tabel 2. 87 Nilai Severity pelatihan mengenai sistem manajemen kualitas air minum sesuai
SNI 01-4852-1998 Skala Besaran Resiko
0 1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Sedang Parah Sangat
Parah
Skala Kondisi Lingkungan
5 4 3 2 1
Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat
Buruk
Tahu dan
mengikuti
pelatihan
manajemen
kualitas sesuai
SNI 01-4852-
1998
Tahu,
tetapi baru
mengikuti
pelatihan
manajemen
kualitas
sesuai SNI
Tahu dan
tidak
mengikuti
pelatihan
manajemen
kualitas
sesuai SNI
Tidak tahu
dan
berencana
mengikuti
pelatihan
manajemen
kualitas
Tidak tahu
dan tidak
mengikuti
pelatihan
manajemen
kualitas
apapun
115
01-4852-
1998
01-4852-
1998
sesuai SNI
01-4852-
1998
Dari hasil analisa Tabel 2.36 diatas, perkiraan kondisi eksisting dapat diketahui nilai severity
dari pelatihan mengenai sistem manajemen kualitas air minum sesuai SNI 01-4852-1998 adalah
dengan perhitungan matematis sebagai berikut.
𝑆𝑒𝑣𝑒𝑟𝑖𝑡𝑦 = 5 − 5
5 𝑥 100% = 0 %
Berdasarkan perhitungan di atas, nilai severity pada dari pelatihan mengenai sistem manajemen
kualitas air minum sesuai SNI 01-4852-1998 adalah 0%.
PEMBERIAN PERINGKAT SEVERITY PADA TIAP ENTITAS
Setelah penentuan presentase dari nilai severity sudah dilakukan pada tiap entitas dari
fishbone analysis, maka dapat ditentukan peringkat severity sesuai rentang nilai. Berikut
Tabel 2.37 terkait Peringkat severity tiap entitas :
116
Tabel 2. 88 Peringkat Severity Entitas Nilai
Severity
Peringkat
Air Baku
Kualitas air baku 0% 1
Jarak sumber air baku dengan pabrik 0% 1
Kualitas pompa untuk transportasi air 60% 3
Karbon Filter
Penggantian pasir silika 0% 1
Pencucian pasir silika 40% 3
Ukuran pasir silika 0% 1
Penggantian gravel / media kerikil 0% 1
Pencucian gravel / media kerikil 40% 3
Ukuran gravel / media kerikil 0% 1
Penggantian karbon aktif 0% 1
Pencucian karbon aktif 40% 3
Jenis karbon aktif 0% 1
Mikro Filter
Penggantian membran catridge 80% 4
117
Pencucian membran catridge 0% 1
Ukuran membran catridge 0% 1
Injeksi Ozon
Penggantian ozone generator 80% 4
Kadar ozon 0% 1
Lampu UV
Penggantian Lampu UV 0% 1
Spesifikasi Lampu UV 0% 1
Waktu Kontak UV 0% 1
Entitas Nilai
Severity
Peringkat
Perilaku Pekerja
Analisa Kualitas Air 0% 1
Titik Analisa Kualitas Air 0% 1
Sanitasi Pekerja 0% 1
Sanitasi Unit Pengolahan AMDK 0% 1
Wawasan Pekerja
Pemahaman pekerja mengenai kualitas air
sesuai SNI 3553:2015
0% 1
118
Wawasan pekerja terkait operasional
pabrik sesuai PERMENPERINDAG No.
705 Tahun 2003
0% 1
Pelatihan mengenai sistem manajemen
kualitas air minum sesuai SNI 01-4852-
1998
0% 1
PENENTUAN NILAI OCCURANCE
Occurance adalah tingkat kemungkinan terjadi kegagalan selama masa pengolahan (Fitrianti,
2016). Occurance digambarkan dengan beberapa kali kejadian terjadi dalam satuan waktu.
Penilaian occurance didapatkan dari hasil kuisioner dimana penentuan peluang muncul
kegagalan berdasarkan skala 1-5. Nilai 5 artinya tingkat frekuensi dampak sangat tinggi atau
jumlah kejadian sering terjadi dan nilai 1 artinya tingkat frekuensi dampak sangat rendah atau
jumlah kejadian jarang terjadi (Wahyuningsih, 2018). Apabila telah didapatkan range nilai
selanjutnya dalah menentukan rating terhadap occurance dari masing-masing faktor. Tabel
occurance dapat dilihat pada Tabel 2.38. Penentuan nilai occurance untuk masing-masing
entitas berdasarkan pada hasil analisa laboratorium, survei langsung dilapangan, wawancara,
dan hasil kuisioner dengan 6 expert judgement perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya.
sedangkan penentuan frekuensi atau seringnya terjadi mempertimbangkan banyaknya
kegagalan yang terjadi pada sistem produksi AMDK Toyamilindo Mountoya selama 1 tahun.
119
Tabel 2. 89 Penilaian Occurance Occurance Probability of Failure Range
Nilai
Rating
Tidak
pernah
Kegagalan mustahil/terkecil yang
diharapkan
≤ 20% 1
Jarang Kegagalan dapat diatasi dan tidak
mempengaruhi proses lanjutan
21% -
40%
2
Cukup
sering
Kegagalan mempengaruhi proses
lanjutan tetapi tidak dalam jumlah
besar atau dampak signifikan
41% -
60%
3
Sering Kegagalan mempengaruhi proses
lanjutan dan memiliki dampak
besar
61% -
80%
4
Sangat
sering
Kegagalan tidak dapat dihindari. ≥ 81% 5
Sumber : Wahyuningsih (2018)
Berikut adalah tabel penilaian occurance pada tiap faktor resiko :
Penilaian Occurance pada Air Baku
120
Berikut ini Tabel 2. 90 terkait Penilaian Occurance Air Baku : No Penyebab Potensial Frekuensi Terjadi Kegagalan
Dalam Setahun
1 2 3 4 5
≤ 1 2 3 4 ≥ 5
1 Kualitas air baku
2 Jarak sumber air baku
dengan pabrik
3 Kualitas pompa
Dari data hasil wawancara kuisioner serta data primer analisa laboratorium pada unit ground
tank air baku, hasil analisa pada Tabel 2.39 tentang penilaian occurance air baku tidak
ditemukan hasil analisa yang melebihi baku mutu baik dari analisis fisik, kimiawi, maupun
biologis. Maka kualitas air baku sudah sesuai dengan standar SNI 3553:2015 dan aman
digunakan untuk proses produksi AMDK perusahaan Toyamilindo Mountoya (skala 1). Dari
hasil survei dan wawancara, jarak sumber air baku dengan pabrik sudah sesuai dengan
PERMENPERINDAG No. 705 Tahun 2003, maka tidak terjadi kegagalan (skala 1). Sedangkan
dari hasil survei dan wawancara dengan expert judgement dari perusahaan AMDK Toyamilindo
Mountoya, kualitas pompa pada sumber air baku pernah terjadi kerusakan yakni terbakarnya
motor pompa utama yang digunakan untuk mengalirkan air baku dan sekarang kondisi pompa
121
cadangan tersebut juga sedang rusak. Frekuensi kegagalannya adalah 6 bulan sekali, maka
kegagalannya sering terjadi sekitar 2 kali setiap tahunnya. Dampak yang ditimbulkan adalah
terhambatnya proses produksi dan fluktuasi debit air baku yang dialirkan (skala 3).
Penilaian Occurance pada Unit Karbon Filter
Berikut Tabel 2. 91 terkait Penilaian Occurance Unit Karbon Filter: No Penyebab Potensial Frekuensi Terjadi Kegagalan
Dalam Setahun
1 2 3 4 5
≤ 1 2 3 4 ≥ 5
1 Penggantian pasir silika
2 Pencucian pasir silika
3 Ukuran pasir silika
4 Penggantian gravel
5 Pencucian gravel
6 Ukuran gravel
7 Penggantian karbon
aktif
8 Pencucian karbon aktif
9 Jenis karbon aktif
122
Dari hasil wawancara dan kuisioner dengan expert judgement perusahaan AMDK Toyamilindo
Mountoya serta hasil analisa data primer analisa laboratorium penggantian media pasir silika,
pada Tabel 2.40 dijelaskan bahwa media kerikil atau gravel, dan karbon aktif dilakukan
sebelum 3 tahun pemakaian yaitu diganti setelah pemaikaian 6 bulan sekali (skala 1). Untuk
pencucian atau backwash media pasir silika, media kerikil atau gravel, dan karbon aktif
dilakukan setiap 2 minggu sekali. Idealnya adalah pencucian media-media tersebut dilakukan
selama 1 minggu sekali dan dapat mengakibatkan dampak yang ditimbulkan yaitu air yang
diolah tercampur dengan kontaminan yang menempel pada media yang tidak rutin dibersihkan
dan menyebabkan hasil analisa parameter kekeruhan terjadi fluktuasi (skala 2). Untuk ukuran
dari media pasir silika, ukuran media kerikil atau gravel, dan jenis media karbon aktif yang
digunakan pada unit karbon filter AMDK perusahaan Toyamilindo Mountoya sudah sesuai
dengan PERMENPERINDAG No. 705 Tahun 2003, maka tidak pernah terjadi kegagalan dalam
1 tahun (skala 1).
123
Penilaian Occurance pada Unit Mikro Filter
Berikut Tabel 2. 92 terkait Penilaian Occurance Unit Mikro Filter : No Penyebab Potensial Frekuensi Terjadi Kegagalan
Dalam Setahun
1 2 3 4 5
≤ 1 2 3 4 ≥ 5
1 Penggantian membran
catridge
2 Pencucian membran
catridge mikrofilter
3 Ukuran membran
catridge mikrofilter
Dari hasil wawancara, survei, dan kuisioner dengan expert judgement, pada Tabel 2.41
dijelaskan bahwa penggantian membran catridge untuk mikro filter seharusnya dilakukan
setiap 1 bulan sekali. Tetapi pada perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya dilakukan
penggantian setelah 6 bulan sekali. Dampak yang bisa ditimbulkan adalah partikel-partikel
halus yang mengkontaminasi air tidak dapat tersaring dan dapat mempengaruhi kualitas AMDK
Toyamilindo Mountoya (skala 3). Untuk pencucian membran catridge pada unit mikrofilter
rutin dilakukan setelah pemakaian 1 minggu sekali sesuai dengan peraturan US-EPA Tahun
124
2005 tetang Membrane Filtration Guidance Manual (skala 1). Untuk ukuran membran catridge
pada unit mikro filter sudah sesuai dengan ketentuan teknis PERMENPERINDAG No. 705
Tahun 2003 yaitu ukuran 5 µm, 1 µm, dan 0,45 µm yang tidak pernah dirubah, maka kegagalan
tidak pernah terjadi (skala 1).
Penilaian Occurance pada Unit Injeksi Ozon
Berikut Tabel 2.42 terkait Penilaian Occurance Injeksi Ozon :
Tabel 2. 93 Penilaian Occurance Injeksi Ozon No Penyebab Potensial Frekuensi Terjadi Kegagalan
Dalam Setahun
1 2 3 4 5
≤ 1 2 3 4 ≥ 5
1 Penggantian ozone
generator
2 Kadar ozon
Dari hasil analisa laboratorium dan wawancara dengan expert judgement perusahaan AMDK
Toyamilindo Mountoya, pada Tabel 2.42 unit ozone generator sudah digunakan lebih dari
standar 5 tahun. Hal ini dapat memungkinkan proses desinfeksi pada ozone generator tidak
125
bekerja secara optimal dalam menghilangkan bakteri patogen karena ozone generator sudah
digunakan melibihi daya fungsinya, maka kegagalan cukup sering terjadi. Kegagalan yang
sering terjadi seperti contohnya ballvalve bocor, sambungan seal pipa bocor, dan sistem injeksi
ozon yang tidak berfungsi (skala 3). Sedangkan untuk kadar ozon dan kadar residu pada ozone
generator unit injeksi ozon sudah sesuai dengan ketentuan teknis PERMENPERINDAG No.
705 Tahun 2003. Kadar ozon yang digunakan perusahaan Toyamilindo Mountoya yaitu
berkisar antara 0,1 – 0,5 ppm dengan kadar residu 0,1 ppm (skala 1).
Penilaian Occurance pada Unit Lampu UV
Berikut Tabel 2.43 terkait dengan Penilaian Occurance Lampu UV:
Tabel 2. 94 Penilaian Occurance Lampu UV No Penyebab Potensial Frekuensi Terjadi Kegagalan
Dalam Setahun
1 2 3 4 5
≤ 1 2 3 4 ≥ 5
1 Penggantian Lampu UV
2 Spesifikasi Lampu UV
3 Waktu Kontak UV
126
Dari hasil analisa laboratorium, wawancara, dan survei dengan expert jugdement perusahaan
AMDK Toyamilindo Mountoya, pada Tabel 2.43 dijelaskan bahwa.lampu UV telah digunakan
selama pemakaian 6000 jam atau kurang dari 1 tahun. Hal itu sudah sesuai dengan peraturan
US EPA Tahun 2011 tentang Watr Treatment Manual edisi desinfeksi (skala 1). Spesifikasi
lampu UV dan waktu kontak UV sudah sesuai dengan ketentuan teknis PERMENPERINDAG
No. 705 Tahun 2003 yaitu memiliki panjang gelombang 254 nm dengan intensitas 60.000 mw
detik per cm2 dan dinyalakan selama jam produksi berlangsung. Maka tidak ada kegagalan yang
terjadi (skala 1).
Penilaian Occurance pada Perilaku Pekerja
Berikut Tabel 2.44 terkait Penilaian Occurance Perilaku Pekerja :
Tabel 2. 95 Penilaian Occurance Perilaku Pekerja No Penyebab Potensial Frekuensi Terjadi Kegagalan
Dalam Setahun
1 2 3 4 5
≤ 1 2 3 4 ≥ 5
1 Analisa kualitas air
2 Titik analisa kualitas air
3 Sanitasi pekerja
127
4 Sanitasi pada unit
pengolahan AMDK
Dari hasil analisa laboratorium, wawancara, dan hasil survei dengan expert judgement
perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya, pada Tabel 2.44 dijelaskan bahwa kualitas air
AMDK sudah sesuai dengan ketentuan PERMENPERINDAG No. 705 Tahun 2003, yaitu
parameter fisik dan kimiawi diuji setiap 3 jam sekali serta parameter mikrobiologi dilakukan
setiap hari. Metode pengujian mutu air dengan parameter ph, kekeruhan, Total Dissolved Solid
(TDS),konduktivitas, organoleptik (warna,bau rasa),benda asing, uji Total Coloni Count, uji
jamur,dan uji pemeriksaan bakteri Escherichia Coli Untuk baku mutu parameter fisik dan
kimiawi sudah menggunakan SNI 01-3553-2015 dan parameter biologi sudah menggunakan
SNI 01-3554-2014 (skala 1).
128
Penilaian Occurance pada Wawasan Pekerja
Berikut Tabel 2.45 terkait Penilaian Occurance Wawasan Pekerja:
Tabel 2. 96 Penilaian Occurance pada Wawasan Pekerja No Penyebab Potensial Frekuensi Terjadi Kegagalan Dalam
Setahun
1 2 3 4 5
≤ 1 2 3 4 ≥ 5
1 Pemahaman pekerja
mengenai kualitas air
sesuai SNI 3553 : 2015
2 Wawasan pekerja terkait
operasional pabrik
sesuai
PERMEPERINDAG
No. 705 Tahun 2003
3 Pelatihan mengenai
sistem manajemen
kualitas air minum
sesuai SNI 01-4852-
1998
129
Pada Tabel 2.45, dijelaskan bahwa titik analisa kualitas air pada perusahaan AMDK
Toyamilindo Mountoya ada pada 5 titik, yaitu pada unit ground tank air baku, effluen unit
karbon filter, effluen unit mikro filter, effluen tangki mixing unit injeksi ozon, dan effluen unit
pengisian atau filling (skala 1). Sanitasi pekerja dan sanitasi pada unit pengolahan AMDK sudah
sesuai dengan ketentuan teknis PERMENPERINDAG No. 705 Tahun 2003, maka kegagalan
tidak pernah terjadi (skala 1). Dari hasil wawancara dan survei dengan expert judgement
perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya, pekerja bagian produksi sudah banyak yang
memahami kualitas air sesuai SNI 3553:2015 dengan benar, maka kegagalan tidak pernah
terjadi pada proses produksi AMDK (skala 1). Wawasan pekerja terkait operasional pabrik
sesuai PERMENPERINDAG No. 705 Tahun 2003 sudah cukup dimiliki oleh pagawai
perusahaan, sehingga meminimalkan terjadinya pelanggaran terhadap sanitasi pekerja dan
sanitasi ruang produksi (skala 1). Perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya sudah memiliki
manajemen kualitas air minum, termasuk metode HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point) sesuai SNI 01-4852-1998 yang akan diperbarui setiap tahunnya karena adanya
perubahan kondisi eksisting unit produksi setiap tahunnya, maka kegagalan tidak pernah terjadi
pada bagian produksi AMDK Toyamilindo Mountoya (skala 1).
130
Penentuan Nilai Detection
Detection adalah nilai kemampuan dalam mengendalikan kegagalan yang terjadi (Fitrianti,
2016). Nilai detection berhubungan dengan pengendalian saat ini. Nilai detection diambil sesuai
dengan hasil kuisioner untuk occurance. Hal tersebut dikarenakan apabila nilai peluang
kegagalan semakin besar maka kemampuan mendeteksi kegagalan semakin kecil
(Wahyuningsih, 2018). Penentuan nilai detection didasarkan pada seringnya kegagalan terjadi
atau nilai occurance. Hal tersebut dilakukan karena jumlah kegagalan semakin sering terjadi
apabila metode pencegahan yang dilakukan kurang efektif. Penilaian detection memiliki
rentang skala 1 hingga skala 5. Skala 5 menjelaskan bahwa kemampuan alat kontrol dalam
mendeteksi bentuk atau penyebab kegagalan sangat rendah (tidak terdeteksi) dan skala 1
menjelaskan bahwa alat kontrol dapat mendeteksi kegagalan dengan mudah dan akurat (pasti
terdeteksi). Tabel penilaian detection dapat dilihat pada Tabel 2.46 sebagai berikut :
Tabel 2. 97 Penliaian Detection Detection Failure Detection Ability Rating
Sangat
Rendah
Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi
bentuk atau penyebab kegagalan sangat
rendah
5
131
Detection Failure Detection Ability Rating
Rendah Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi
bentuk penyebab atau penyebab kegagalan
rendah
4
Sedang Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi
bentuk atau penyebab kegagalan sedang
3
Tinggi Alat kontrol dapat mendeteksi bentuk atau
penyebab kegagalan dengan mudah
2
Sangat
Tinggi
Alat kontrol dapat mendeteksi bentuk dan
penyebab kegagalan dengan mudah dan
akurat
1
Sumber : Wahyuningsih (2018)
Berikut adalah tabel penilaian detection pada tiap faktor resiko :
Penilaian Detection pada Air Baku
Berikut merupakan Tabel 2.47 terkait penilaian detection air baku:
132
Tabel 2. 98 Penilaian Detection pada Air Baku No Penyebab Potensial Tingkat deteksi kegagalan
1 2 3 4 5
≤ 1 2 3 4 ≥ 5
1 Kualitas air baku
2 Jarak sumber air baku
dengan pabrik
3 Kualitas pompa
Berdasarkan penilaian detection pada kualitas air baku, pada Tabel 2.47 dijelaskan bahwa tidak
ditemukan hasil analisa yang melebihi baku mutu baik dari analisis fisik, kimiawi, maupun
biologis. Maka kualitas air baku sudah sesuai dengan standar SNI 3553:2015 dan aman
digunakan untuk proses produksi AMDK perusahaan Toyamilindo Mountoya serta kegagalan
belum pernah terjadi (skala 1). Jarak sumber air baku dengan pabrik sudah sesuai dengan
PERMENPERINDAG No. 705 Tahun 2003 dan tidak pernah ada perubahan serta nilai
occurance menunjukkan tidak pernah ada kegagalan, maka perusahaan AMDK Toyamilindo
Mountoya dapat mendeteksi kegagalan dengan mudah dan akurat (skala 1). Sedangkan untuk
kualitas pompa pada sumber air baku pernah terjadi kerusakan yakni terbakarnya motor pompa
utama yang digunakan untuk mengalirkan air baku dan sekarang kondisi pompa cadangan
tersebut juga sedang rusak. Frekuensi kegagalannya adalah 6 bulan sekali, maka kegagalannya
133
sering terjadi sekitar 2 kali setiap tahunnya. Dampak yang ditimbulkan adalah terhambatnya
proses produksi dan fluktuasi debit air baku yang dialirkan. Upaya pencegahan dan pendeteksi
kegagalan pada faktor kualitas pompa air baku masih termasuk tingkat sedang (skala 3).
Penilaian Detection pada Unit Karbon Filter
Berikut Tabel 2.48 terkait Penilaian Detection pada Karbon Filter:
Tabel 2. 99 Penilaian Detection pada Unit Karbon Filter
No Penyebab Potensial Frekuensi Terjadi
Kegagalan Dalam Setahun
1 2 3 4 5
≤ 1 2 3 4 ≥ 5
1 Penggantian pasir
silika
2 Pencucian pasir
silika
3 Ukuran pasir silika
4 Penggantian gravel
134
5 Pencucian gravel
6 Ukuran gravel
7 Penggantian karbon
aktif
8 Pencucian karbon
aktif
9 Jenis karbon aktif
Berdasarkan nilai detection, pada Tabel 4.48 dijelaskan bahwa penggantian media pasir silika,
media kerikil atau gravel, dan karbon aktif dilakukan sebelum 3 tahun pemakaian yaitu diganti
setelah pemakaian 6 bulan sekali. maka perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya dapat
mendeteksi kegagalan dengan mudah dan akurat (skala 1). Untuk pencucian atau backwash
media pasir silika, media kerikil atau gravel, dan karbon aktif dilakukan setiap 2 minggu sekali.
Idealnya adalah pencucian media-media tersebut dilakukan selama 1 minggu sekali dan dapat
mengakibatkan dampak yang ditimbulkan yaitu air yang diolah tercampur dengan kontaminan
yang menempel pada media yang tidak rutin dibersihkan dan menyebabkan hasil analisa
parameter kekeruhan terjadi fluktuasi. maka perusahaan AMDK Toyamilindo Mountoya dapat
mendeteksi kegagalan dengan cukup tinggi (skala 2). Untuk ukuran dari media pasir silika,
ukuran media kerikil atau gravel, dan jenis media karbon aktif yang digunakan pada unit karbon
135
filter AMDK perusahaan Toyamilindo Mountoya sudah sesuai dengan PERMENPERINDAG
No. 705 Tahun 2003, maka tidak pernah terjadi kegagalan dalam 1 tahun dan dapat medeteksi
kegagalan dengan tingkatnya sangat tinggi atau akurat (skala 1)
Penilaian Detection pada Unit Mikro Filter
Berikut Tabel 4.49 terkait Penilaian Detection pada Mikro Filter :
Tabel 4. 100 Penilaian Detection pada Unit Mikro Filter
No Penyebab Potensial Frekuensi Terjadi
Kegagalan Dalam Setahun
1 2 3 4 5
≤ 1 2 3 4 ≥ 5
1 Penggantian
membran catridge
2 Pencucian membran
catridge mikrofilter
3 Ukuran membran
catridge mikrofilter
136
Berdasarkan nilai detection, pada Tabel 4.49 dijelaskan bahwa penggantian membran catridge
untuk mikro filter seharusnya dilakukan setiap 1 bulan sekali. Tetapi pada perusahaan AMDK
Toyamilindo Mountoya dilakukan penggantian setelah 6 bulan sekali. Dampak yang bisa
ditimbulkan adalah partikel-partikel halus yang mengkontaminasi air tidak dapat tersaring dan
dapat mempengaruhi kualitas produk AMDK. Maka kemampuan AMDK perusahaan
Toyamilindo Mountoya dalam mendeteksi tingkat kegagalan dan upaya pencegahannya masih
sedang (skala 3). Untuk pencucian membran catridge pada unit mikrofilter rutin dilakukan
setelah pemakaian 1 minggu sekali sesuai dengan peraturan US-EPA Tahun 2005 tetang
Membrane Filtration Guidance Manual. Maka tidak pernah terjadi kegagalan dan membuat
AMDK perusahaan Toyamilindo Mountoya menyatakan tingkat kemampuan untuk mendeteksi
kegagalan dengan mudah dan akurat (skala 1). Untuk ukuran membran catridge pada unit
mikro filter sudah sesuai dengan ketentuan teknis PERMENPERINDAG No. 705 Tahun 2003
yaitu ukuran 5 µm, 1 µm, dan 0,45 µm yang tidak pernah dirubah, maka tidak pernah terjadi
kegagalan dan membuat AMDK perusahaan Toyamilindo Mountoya menyatakan tingkat
kemampuan untuk mendeteksi kegagalan dengan mudah dan akurat (skala 1).
137
Penilaian Detection pada Unit Injeksi Ozon
Berikut Tabel 2.50 terkait Penilaian Detection pada Injeksi Ozon :
Tabel 2. 101 Penilaian Detection pada Unit Injeksi Ozon
No Penyebab Potensial Frekuensi Terjadi
Kegagalan Dalam Setahun
1 2 3 4 5
≤ 1 2 3 4 ≥ 5
1 Penggantian ozone
generator
2 Kadar ozon
Berdasarkan nilai detection, pada Tabel 2.50 dijelaskan bahwa unit ozone generator sudah
digunakan lebih dari standar 5 tahun. Hal ini dapat memungkinkan proses desinfeksi pada ozone
generator tidak bekerja secara optimal dalam menghilangkan bakteri patogen karena ozone
generator sudah digunakan melibihi daya fungsinya, maka kegagalan cukup sering terjadi.
Kegagalan yang sering terjadi seperti contohnya ballvalve bocor, sambungan seal pipa bocor,
dan sistem injeksi ozon yang tidak berfungsi. Maka kegagalan cukup sering terjadi,upaya
pendeteksian, dan pencegahan kegagalan tersebut adalah sedang (skala 3). Sedangkan untuk
138
kadar ozon dan kadar residu pada ozone generator unit injeksi ozon sudah sesuai dengan
ketentuan teknis PERMENPERINDAG No. 705 Tahun 2003. Kadar ozon yang digunakan
perusahaan Toyamilindo Mountoya yaitu berkisar antara 0,1 – 0,5 ppm dengan kadar residu 0,1
ppm. maka tidak pernah terjadi kegagalan dan membuat AMDK perusahaan Toyamilindo
Mountoya menyatakan tingkat kemampuan untuk mendeteksi kegagalan dengan mudah dan
akurat (skala 1).
Penilaian Detection pada Lampu UV
Berikut Tabel 2.51 terkait Penilaian Detection pada unit Lampu UV:
Tabel 2. 102 Penilaian Detection pada Unit Lampu UV
No Penyebab Potensial Frekuensi Terjadi
Kegagalan Dalam Setahun
1 2 3 4 5
≤ 1 2 3 4 ≥ 5
1 Penggantian Lampu
UV
139
2 Spesifikasi Lampu
UV
3 Waktu Kontak UV
Berdasarkan nilai detection, pada Tabel 4.51 dijelaskan bahwa lampu UV telah digunakan
selama pemakaian 6000 jam atau kurang dari 1 tahun. Hal itu sudah sesuai dengan peraturan
US EPA Tahun 2011 tentang Water Treatment Manual edisi desinfeksi. maka tidak pernah
terjadi kegagalan dan membuat AMDK perusahaan Toyamilindo Mountoya menyatakan
tingkat kemampuan untuk mendeteksi kegagalan dengan mudah dan akurat (skala 1).
Spesifikasi lampu UV dan waktu kontak UV sudah sesuai dengan ketentuan teknis
PERMENPERINDAG No. 705 Tahun 2003 yaitu memiliki panjang gelombang 254 nm dengan
intensitas 60.000 mw detik per cm2 dan dinyalakan selama jam produksi berlangsung. maka
tidak pernah terjadi kegagalan dan membuat AMDK perusahaan Toyamilindo Mountoya
menyatakan tingkat kemampuan untuk mendeteksi kegagalan dengan mudah dan akurat (skala
1).
140
BAB III STATUS LUARAN
Status Luaran berisi status tercapainya luaran wajib yang dijanjikan dan luaran tambahan (jika ada). Uraian
status luaran harus didukung dengan bukti kemajuan ketercapaian luaran di bagian bab Lampiran
LUARAN WAJIB
Untuk luaran wajib yaitu berupa publikasi jurnal pada Archive of Environmental Protection, terindeks Scopus
Q2
https://content.sciendo.com/view/journals/aep/aep-overview.xml?language=en
dalam link tersebut nomor ISSN adalah e-ISSN : 2083-4810 dan ISSN : 2083-4773
untuk Subject Jurnal : Industial Chemistry > Green and Sustainable Technology
UNTUK LUARAN TAMBAHAN
Mengikutkan 2 mahasiswa Adithia dan Alysia pada seminar Internasional “Sustainability and Resilience of
Coastal Manajemen” yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian ITS pada tanggal 30 Nopember 2020
141
BAB IV PERAN MITRA
(UntukPenelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi)
Berisi uraian realisasi kerjasama dan realisasi kontribusi mitra, baik in-kinddan in-cash
“Penelitian Ini tidak termasuk kedalam “Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi “
akan tetapi Termasuk Dalam “Penelitian Laboratorium” yang didanai dari Dana Lokal ITS
2020”
142
BAB V KENDALA PELAKSANAAN PENELITIAN
Kendala Pelaksanaan Penelitian berisi kesulitan atau hambatan yang dihadapi selama melakukan penelitian
dan mencapai luaran yang dijanjikan
KENDALA KENDALA DALAM PELAKSANAAN PENELITIAN LABORATORIUM :
1. Pertanggung jawaban laporan penelitian untuk pelaporan kemajuan mengalami kendala seperti pada
permasalahan waktu dalam perolehan data primer dan sekunder di AMDK Montoya yang berada di
Wilayah Propinsi Jawa Barat tepatnya Kota Cirebon.
2. Dikarenakan terjadinya pandemic Covid 19 di dunia yang menjadi penyebab sulitnya dalam
pelaksanaan pengambilan sample dan analisa kualitas sumber air yang digunakan sebagai air baku
AMDK .
3. Karena pandemic yang saat ini masih terjadi di kota Surabaya untuk memerintahkan tim peneliti
turun berangkat survey ke lokasi objek menjadi suatu pertimbangan yang sangat sulit. Hal ini
disebabkan risiko besar yang harus dihadapi oleh tim peneliti. Sehingga sementara waktu untuk
pelaporan kemajuan masih digunakan data sekunder.
143
BAB VI RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA
Rencana Tahapan Selanjutnya berisi tentang rencana penyelesaian penelitian dan rencana untuk mencapai luaran
yang dijanjikan.
RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA UNTU PENYELSAIAN PENELITAN DAN UNTUK
MENCAPAI LUARAN YANG DIJANJIKAN :
1. Dilakukan sampling kualitas air baku dan air produksi AMDK sesuai objek penelitian, yaitu :
Secara paralel dengan pembuatan laporan kemajuan juga dilaksanakan ;
o sesuai kontrak dengan kontrak maka dilakukan Kembali sampling pada lokasi area
perusahaan AMDK Montouya mulai dari air baku sampai dengan air produksi serta air yang
telah diterima di distributornya dengan memakai tenaga lokal PT Mountoya.
o Sampling untuk kualitas air produksi digunakan pendekatan sampling pada
pelanggan/distributor sebanyak 3 tempat.
2. Menyusunkan menyempurnakan laporan akhir penelitian dan menyelesaikannya
3. Menyusun laporan Logbook untuk tahap II dan dikombinasi atau disatukan dengan logbook tahap I
seperti pada laporan kemajuan
4. Menyusun laporan keuangan taotal dari mulai 02 April 2020 (saat penenda tangganan kontrak)
sampai terselesaiannya laporan akhir penelitian ini bulan Nopember 2020.
5. Melanjutkan laporan akhir dengan menambahkan metode Extended Produser Responsibility (EPR)
untuk memperoleh penjaminan mutu produk dalam upaya penyelesaian penelitian ini.
6. Menyertakan 2 (dua) mahasiswa yang ikut dalam tim penelitian ini mengikuti kegiatan seminar
penelitian yang akan dilaksanakan pada tanggal 30 Nopember Tahun 2020
7. Dan diprediksi semua tugas dan kwajiban selesai pada bulan Nopember 2020. 8. Kendala yang lain untuk pemenuhan publish Jurnal Q2 membutuhkan waktu yang lama akan tetapi
diakhir bulan Maret mendatang ditetapkan oleh Puslit ITS harus sudah di publish. Peneliti dan tim
berusaha untuk memenuhi persyaratan tersebut dan oleh karena itu tim berusaha untuk melakukan
submitted materi penelitian di akhir bulan September ini.
144
145
BAB VII DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka disusun dan ditulis berdasarkan sistem nomor sesuai dengan urutan pengutipan.
Hanya pustaka yang disitasi pada laporan kemajuan yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka.
DAFTAR PUSTAKA
Alfarizi, M. F. 2019. Analisis Produk Reject pada Proses Blowing Preform pada Kemasan Botol dengan Metode Stastiscal Process
Control di PT. Toyamilindo Cirebon. Universitas Padjajaran. Jatinangor.
Alonso, J.L., Soriano, A., Carbajo, O., Amoros, I., Garelick, H. 1999. “Comparison and Recovery of Escherechia coli and
thermotolerant coliform in Water with a Chromogenic Medium Incubated at 41 and 44,5º C”. Appl. Microbiol Environ, Vol 65(8): 3746-3749
Allport, H. B. 1997. Activated Carbon. Encyclopedia of Science andTechnology. Mc Graw Hill Book Company. New York
Amanati, L. 2016. “Uji Nitrit pada Produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang Beredar di Pasaran”. Jurnal Teknologi
Proses dan Inovasi Industri 2, 1:59-64.
APHA. 1998. Standard Methods for The Eximination of Water and Wastewater 20th Edition. United States.
Apsari, M. 2014. Analisis Resiko dan Optimasi. Surabaya. Jurnal Teknik Lingkungan. ITS
Arfah, M. 1993. Pengawasan Mutu Pangan. Bandung: Taristo
Ariani, D.W. 2003. Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta : C.V. Andi Offset.
Ashari. 2012. “Penerapan Metode Time Series dalam Simulasi Forecasting Perkembangan Akademik Mahasiswa”. Jurnal Teknik Infomatika 7, 9:9-16.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1998. “Sistem Analisa dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman
Penerapannya”. SNI 01-4852-1998. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional
Batarfie, M. U. A. 2006. “Analisis Pengendalian Mutu pada Proses Produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) SBQUA”.
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Baumann, E. R., Baylis, J.R., and Booth, R. L . 1971. “Water Quality And Treatment”. New York : McGRAW-HILL BOOK
COMPANY.
Bugis, H., Daud, A., dan Birawida, A. 2013. “Studi Kandungan Logam Berat Kromium VI (Cr VI) pada Air dan Sedimen di Sungai Pangkajene Kabupaten Pangkep”. Skripsi. Universitas Hasanuddin
Carlson, C. S. 2004. Effective FMEAS: Achieving Safe, Reliable, And Economical Products And Processes Using Failure Mode
And Effects Analysis.USA: ReliaSoft Corporation
Catwright, L. M. dan Latifah, D. 2010. “Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Sebagai Model Kendali dan Penjaminan
Mutu Produksi Pangan”. Invotec, Volume VI No. 17 Universitas Pendidikan Indonesia.
Dahlan, A., dan Wahyunus. 2016. Rencana HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pengolahan Kecap. Skripsi. Institut Pertanian Bogor
Daulay, S. 2014. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan Implentasinya dalam Industri Pangan. Jakarta.
Defra. 2011. A Review of Fungi in Drinking Water and The Implications for Human Health. Final Report Bio Intelligence Service.
France.
Dewi, M.L. 2015. Evaluasi bahaya Mikrobiologi pada Ayam Goreng Laos meliputi Prinsip-prinsip HACCP di Instalasi Gizi RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
Dewi, Meralda Rose. 2019. Kajian Produksi Air Minum di IPAM Karang Pilang III dengan Metode HACCP. Jurnal Teknik
Lingkungan. ITS. Surabaya
Dvorak, B., dan Skipton, S. 2013. Guide of Drinking Water Treatment: Sediment Filtration. Nebraska: University of Nebraska.
Farida. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai Untuk Keperluan Air Minum. Tesis, tidak dipublikasikan, Universitas Sumatera Utara: Medan.
Fitrianti, N. 2016. Analisis Penurunan Kualitas Air Produksi Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) X dengan Metode Failure
Mode And Effect Analysis (FMEA). Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Fluoride of Drinking Water. 2006. World Health Organization. Cornwall, United Kingdom
146
Gafur, A., Kartini, A., dan Rahman. 2017. “Studi Kualitas Fisik, Kimia, dan Biologi pada Air Minum Dalam Kemasan Berbagai
Merek yang Beredar di Kota Makassar Tahun 2016”. Jurnal Kesehatan Lingkungan 3, 1:37-46.
Gasperz, V. 2002. Total Quality Management. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.
Haitami., Dinna Rakhmina, Syahid Fakhridani. 2016. Ketepatan Hasil dan Variasi Waktu Pendidihan Pemeriksaan Zat Organik. Banjarmasin: Medical Laboratory Technology Journal
Harley, S., Schuba, B., dan Corkal, D. 2008. Ultraviolet Disinfection of Private Water Supplies for Household or Agricultural
Uses. Canada : Department Agriculture and Agri-foo
Hassan, F. dan Masduqi, A. 2016. Application of Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) in the Drinking Water
Company. The 1st International Seminar on Management of Technology, Surabaya.
ISO 22000. 2018. Keamanan Pangan
Istarani, F., dan Pandebesie, E. 2014. “Studi Dampak Arsen (As) dan Kadmium (Cd) terhadap Penurunan Kualitas Lingkungan”.
Jurnal Teknik Lingkungan 3, 1:53-58
Jawetz, E., Melnick, J.L. & Adelberg, E.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran, diterjemahkan oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito,
E. B., Mertaniasih, N. M., Harsono, S., Alimsardjono, L., Edisi XXII, 327-335, 362-363, Penerbit Salemba Medika,
Jakarta.
Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 197. 2017. Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia Kategori Industri Pengolahan Golongan Pokok Industri Minuman Bidang Industri Air Minum Dalam
Kemasan Sub Bidang Produksi.
Kusuma, E.A., Rasyid, R., Endrinaldi. 2015. “Identifikasi Bakteri Coliform pada Air Kobokan di Rumah Makan Andalas
Kecamatan Padang Timur”. Jurnal Kesehatan Andalas, Vol 4(3): 845-849
Kvech, S.A. 1998. Activated Carbon. United Stated of America: Departement Of Civil and Environmental Engineering. Virginia
Tech University.
Mahyudin, Barid, B., dan Nursetiawan. 2012. Analisis Kualitas Air dengan Filtrasi Menggunakan Pasir Silika Sebagai Media
Filter. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Marwati, S. 2010. Pemilihan Kemasan dan Peralatan Makan Berbahan Plastik yang Aman Bagi Kesehatan. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Nasution, M. N. 2005. Manajemen Mutu Terpadu : Total Quality Management, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia. Bogor.
Nordstrom, D. K., Alpers, C. N., Ptacek, C. J., Blowes, D. W. 2000. “Negative pH and Extremely Acidic Mine Waters from Iron
Mountain, California”. Environmental Science&Technology,34(2),254258. doi:10.1021/es990646v
Nugroho, M. S., Bisri, M., dan Anwar, M. R. 2012. “Kajian terhadap Implementasi Manajemen Mutu pada Pengelolaan Proyek
Perumahan”. Jurnal Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Vol. 6 No.2. Malang
Oktaviani, Nur. 2007 Kajian Pustaka Penerapan Sistem Analisis HACCP Terhadap Penyediaan Air Bersih di Indonesia Studi
Kasus IPAM Ngagel III PDAM Kota Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Pamularsih, C., Choanji, D., dan Widiasa, I. 2013. “Penyisihan Kekeruhan pada Sistem Pengolahan Air Sungai Tembalang dengan
Teknologi Rapid Sand Filter”. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 2, 4:48-54.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). 2014. Kota Cirebon.
Permatasari, S. O., Wardhani, S., dan Darjito. 2015. “Studi Pengaruh Penambahan H2O2 Terhadap Degradasi Methyl Orange
Menggunakan Fotokatalis TiO2-N”. Kimia Student Journal. Vol. 1
Peraturan Menteri Kesehatan. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Indonesia.
Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan. 2003. Nomor 705 Tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum Dalam Kemasan dan Perdagangannya. Indonesia
Peraturan Menteri Perindustrian. 2011. Nomor 96 Tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum Dalam Kemasan. Indonesia
Peraturan Menteri Perindustrian. 2016. Nomor 78 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Air, Mineral, Air Demineral, Air
Mineral Alami, dan Air Minum Embun Secara Wajib
Prawirosentono, Suyadi. 2007. Filosofi Baru Tentang Mutu Terpadu. Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara
Pradana,SA. Dan Karnaningroem,N.2020. Kajian Produksi Air Minum dalam Kemasan dengan Metode Hazard Analysi Critical
Control Point (HACCP) dan Extended Produser Responsibility (EPR) (Study Kasus : Perusahaan Toyamilindo
Mountoya), Departemen Teknik Lingkungan,ITS.
Puspitasari, N., Martanto, A. 2014. Penggunaan FMEA dala, m Mengidentifikasi Resiko Kegagalan Proses Produksi Sarung ATM
(Alat Tenun Mesin). Jurnal Teknik Industri 9,2: 93 – 98.
Putra, I Dewa Gede Natih Kacu., Komang Ayu Nocianitri, Putu Ari Sandhi W. 2012. Analisis Mutu Air Minum Isi Ulang Di
Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Denpasar: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
Radjak, dan Febriyanti, N. 2013. Pengaruh Jarak Septic tank dan Kondisi Fisik Sumur terhadap Keberadaan Bakteri Escherichia Coli. Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo
Rahdiansyah. 2018. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pelanggan Air Minum Isi Ulang”. Jurnal Hukum Vol 2 No. 2.
Universitas Islam Riau.
Rahmanita, V. A. 2019. Analisa Produk Reject pada Produksi Galon dengan Metode Statistical Process Control di PT.
Toyamilindo. Universitas Padjajaran. Jatinangor.
147
Rahmatina, D. 2010. “Prosedur Menggunakan Stratified Random Sampling Method Dalam Mengestimasi Parameter Populasi”.
JEMI 1, 1:77-86.
Robbins, Stephen P. and Marry Coulter. 2003. Management. 7th Edition. New Jersey : Prentice-Hall International Inc.
Rosita, Nita. 2014. Analisis Kualitas Air Minum Isi Ulang Beberapa Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) di Tangerang Selatan.
(Skripsi). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Rusdi, U.D. & Suliasih, N., 2002. Ozonisasi Dan Kualitas Air Susu. JurnalBionatura. Vol. 4. 2. Pp.96-107.
Said, N. 2003. “Aplikasi Teknologi Osmosis Balik untuk Memenuhi Kebutuhan Air Minum di Kawasan Pesisir atau Pulau
Terpencil”. Jurnal Teknik Lingkungan 4, 2:15-34
Said, N. 2007. “Disinfeksi untuk Proses Pengolahan Air Minum”. JAI 3, 1:15-28
Sari, D., Rosyada, Z., dan Rahmadhani, N. 2011. Analisa Penyebab Kegagalan Produk Woven dengan Menggunakan Metode
Failure Mode and Effect Analysis. Jurnal Teknik Industri 1,6: 6 – 11.
Sekarwati, N., Subagiyono, dan Wulandari, H. 2016. “Analisis Kandungan Bakteri Total Koliform Dalam Air Bersih dan
Escherechia Coli Dalam Air Minum pada Depot Air Minum Isi Ulang di Wilayah Kerja Puskesmas Kalasan Sleman”. Jurnal Kesehatan Masyarakat 10, 2:1-12
Sellapan, E.U dan Astuti, D.A. 2012. Aplikasi Six Sigma pada Pengujian Kualitas Produk di UKM Keripik Apel Tinjauan dari
Aspek Proses. Jurnal Teknologi Pertanian 12, 1: 3-5
Sembiring. 2008. Manajemen Pengawasan Sanitasi Lingkungan dan Kualitas Bakteriologis pada Depot Air Minum Isi Ulang.
Edisi 1. Batam.
Setiawati, E., dan Suroto. 2010. “Pengaruh Bahan Aktivator Pada Pembuatan Karbon Aktif Tempurung Kelapa”. Jurnal Riset
Industri Hasil Hutan 2, 1:21-26.
Sidik, N. 2010. Forecasting Volume Produksi Tanaman Pangan, Tanaman Perkebunan Rakyat Kab. Magelang dengan Metode
Exponential Smoothing Berbantu Minitab. Semarang : Universitas Negeri Semarang
Soesanto, K., dan Syauqie, F. 2018. Studi Pengelolaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Unit Bisnis (UB) AMDK Asa
Perum Jasa Tirta I. Laporan Kerja Praktik. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Soesanto, Sri.S, 1997. Cara Menghilangkan Rasa Dan Bau Pada Pengolahan Air Minum. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Jakarta
Standar Nasional Indonesia. 1998. Nomor 01-4852. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman
dan Penerapannya. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta
Standar Nasional Indonesia. 2008. Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalansi Pengolahan Air Nomor 6774. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta
Standar Nasional Indonesia. 2015. Cara Uji Air Minum Dalam Kemasan Nomor 3554. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta
Standar Nasional Indonesia .2008: Metoda Pengambilan Contoh Air Permukaan Nomor 6989-57. Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta
Standar Nasional Indonesia. 2012. Kualitas Air Nomor 7828. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta
Standar Nasional Indonesia. 2006. Air Minum Dalam Kemasan, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta
Sudarmaji. 2015. “Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point)”. Jurnal Kesehatan
Lingkungan 1, 2:183-190
Suliastuti, I., Anggraini, S., dan Iskandar, T. 2014. ”Pengaruh Perbandingan Jumlah Media Filter (Pasir Silika, Karbon Aktif,
Zeolit) dalam Kolom Filtrasi terhadap Kualitas Air Mineral”. Jurnal Teknik Kimia 2, 3:1-5.
Sudibyo, A. 2007. Pengendalian Keamanan dan Penerapan HACCP pada Industri Air Minum Dalam Kemasan. Agro Based Industri Journal 24, 1:50-66
Sunaya, Made Urmylla Lyysinthia. 2019. Kajian Sistem Produksi AMDK Produk Perusahaan X dengan Menggunakan Metode
HACCP. Jurnal Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
Supranto, J. 2003. Metode Riset: Aplikasinya dalam Pemasaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Surahman, Nanang, D., dan Riyanti, E., Agustus. 2014. Kajian HACCP Pengolahan Jambu Biji di Pilot Plant Sari Buah UPT
B2PTTG-LIPI SUBANG. Jurnal Agritech 34, 3: 266-276
Suryani, F. 2018. Penerapan Metode Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram) dan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
dalam Menganalisa Resiko Kecelakaan Kerja di PT. Pertamina Talisman Jambi Merang. Journal Industrial Services
3, 2:63-69.
Susanti, W. 2010. Analisa Kadar Ion Besi, Kadmium, dan Kalsium Dalam Air Minum Kemasan Galon dan Air Minum Kemasan
Galon Isi Ulang dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Susanto, A., Indra, A. 2016. “Prototipe Alat Pencuci Cartridge Filter Usaha Air Minum Isi Ulang”. Jurnal Inovtek 6, 1:1118.
Trisnawati, L. 2008. Perancangan dan Implementasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Plan Produk Air Minum
Dalam Kemasan (AMDK). Skripsi. Institut Pertanian Bogor
Undang – undang Nomor 8 Tahun 1999. Tentang Perlindungan Konsumen
Undang – undang Nomor 18 Tahun 2012. Tentang Pangan.
United States Environmental Protection Agency. 1995. Water Treatment Manual: Filtration. United States
United States Environmental Protection Agency. 2005. Membrane Filtration Guidance Manual. United States.
United States Environmental Protection Agency. 2011. Water Treatment Manual: Disincfection. United States
148
Wahyuningsih, Ida. 2018. Pengurangan Resiko Kegagalan Produksi Air Minum Isi Ulang Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
dengan Menggunakan FMEA. ITS. Surabaya
Widiana, E., dkk, 2014. Uji Kualitas Air. Fakultas Sains danTeknologi. Universitas Islam Negeri Malang.
World Health Organization. 2008. Guidelines for Application of Hazard Analysis Critical Control Point. United States of America
Wulansari, Ria. 2012. Sinergi Teknologi Ozon Dan Sinar UV Dalam Penyediaan Air Minum Sebagai Terobosan Dalam
Pencegahan Penyakit Infeksi Diare Di Indonesia. (Skripsi). Depok: Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia,
Universitas Indonesia
Yonkyu, C. 2009. “The Effects of UV Disinfection on Drinking Water Quality in Distribution Systems”. Journal of Water Research
44, 2:115-122.
149
BAB VIII LAMPIRAN
Lampiran berisi tabel daftar luaran (Format sesuai lampiran 1) dan bukti pendukung luaran wajib dan luaran tambahan (jika ada)
sesuai dengan target capaian yang dijanjikan
Tabel Daftar Luaran
PROGRAM : PENELITIAN LABORATORIUM DANA ITS TAHUN
2020
Nama Ketua Tim : Mas Agus Mardyanto
Judul : Kajian Minimisasi Risiko Penggunaan Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK) oleh Konsumen dengan Menggunaka
Metode Hazard Analysis Crytical Point (HACCP) dan
Extended Producer Responsibility.
1.Artikel Jurnal
No Judul Artikel Nama Jurnal Status
Kemajuan*)
1 Study Of Mineral Water
Production By Using Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP) And Extended
Producer Responsibility (EPR)
Methods (Case Study : Toyamilindo
Mountoya Company)
Archive of Environmental Protection
https://content.sciendo.com/view/journals/aep/aep-
overview.xml?language=en
dalam link tersebut nomor ISSN adalah e-ISSN :
2083-4810 dan ISSN : 2083-4773
untuk Subject Jurnal : Industial Chemistry >
Green and Sustainable Technology
Siap untuk
Persiapan
submitted
*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review, accepted, published
2. Artikel Konferensi
No Judul Artikel Nama Konferensi (Nama
Penyelenggara, Tempat, Tanggal)
Status
Kemajuan*)
1 Quality Control Of Mineral Water Production By Using Hazard Analysis
Critical Control Point (Haccp) And Extended Producer Responsibility
(Epr) Methods (Case Study : Toyamilindo
Mountoya Company)
“Sustainability and Resilience of
Coastal Manajemen”
Penyelenggara : Pusat Penelitian
ITS, 30 Nopember 2020
Persiapan
2 Study Of Water Quality
Status Of Surabaya River
Water At Gunungsarijagir
Segment Wit Pollutant
“Sustainability and Resilience of
Coastal Manajemen”
Penyelenggara : Pusat Penelitian
ITS, 30 Nopember 2020
Persiapan
150
Index (IP) And Total
Pollutant Load Control
System (TPLCS)
*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review, accepted, presented
3. Paten (Tidak ada)
No Judul Usulan Paten Status Kemajuan
*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review
4. Buku (Tidak Ada)
No Judul Buku (Rencana) Penerbit Status Kemajuan*)
*) Status kemajuan: Persiapan, under review, published
5. Hasil Lain (Tidak ada)
No Nama Output Detail Output Status Kemajuan*)
*) Status kemajuan: cantumkan status kemajuan sesuai kondisi saat ini
6. Disertasi/Tesis/Tugas Akhir/PKM yang dihasilkan
No Nama Mahasiswa NRP Judul Status*)
1 Adhitia Satria Pradana
03211640000095
Kajian Produksi Air
Minum Dalam Kemasan
Dengan Menggunakan
Metode Hazard Analysis
Critical Control Point
(HACCP) Dan Extended
Producer Responsibility
(EPR)
(Studi Kasus :
Perusahaan Toyamilindo
Mountoya)
Sudah selesai (lulus
2020)
2 Alysia Safi
Damayanti
03211640000069 Kajian Status Mutu Air
Kali Surabaya Pada Segmen Gunungsari –
Jagir Dengan Metode
Indeks Pencemaran (IP) Dan Total Pollutant Load
Control System (TPLCS)
Sudah Selesai (Lulus
2020)
151
*) Status kemajuan: cantumkan lulus dan tahun kelulusan atau i
n progress
152
153
LAMPIRAN 1 Tabel Daftar Luaran
Program : Penelitian Laboratorium Dana Lokal ITS 2020
Nama Ketua Tim : Mas Agus Mardyanto
Judul : Kajian Minimisasi Risiko Penggunaan Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK) oleh Konsumen dengan Menggunaka
Metode Hazard Analysis Crytical Point (HACCP) dan
Extended Producer Responsibility.
1.Artikel Jurnal
No Judul Artikel Nama Jurnal Status
Kemajuan*)
1 Study Of Mineral Water
Production By Using Hazard
Analysis Critical Control Point
(HACCP) And Extended
Producer Responsibility (EPR)
Methods
(Case Study : Toyamilindo
Mountoya Company)
Archive of Environmental Protection
https://content.sciendo.com/view/journals/aep/aep-
overview.xml?language=en
dalam link tersebut nomor ISSN adalah e-ISSN :
2083-4810 dan ISSN : 2083-4773
untuk Subject Jurnal : Industial Chemistry >
Green and Sustainable Technology
Persiapan
*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review, accepted, published
2. Artikel Konferensi
No Judul Artikel Nama Konferensi (Nama
Penyelenggara, Tempat,
Tanggal)
Status Kemajuan*)
Quality Control Of Mineral Water Production By Using Hazard Analysis Critical Control Point (Haccp) And Extended Producer Responsibility (Epr) Methods (Case Study : Toyamilindo Mountoya Company)
“Sustainability and
Resilience of Coastal
Manajemen”
Penyelenggara : Pusat
Penelitian ITS, 30
Nopember 2020
Persiapan
Study Of Water Quality Status Of
Surabaya River Water At
Gunungsarijagir Segment Wit
Pollutant Index (IP) And Total
Pollutant Load Control System
(TPLCS)
“Sustainability and
Resilience of Coastal
Manajemen”
Penyelenggara : Pusat
Penelitian ITS, 30
Nopember 2020
Persiapan
*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review, accepted, presented
3. Paten
No Judul Usulan Paten Status Kemajuan
154
*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review
4. Buku
No Judul Buku (Rencana) Penerbit Status Kemajuan*)
*) Status kemajuan: Persiapan, under review, published
5. Hasil Lain
No Nama Output Detail Output Status Kemajuan*)
*) Status kemajuan: cantumkan status kemajuan sesuai kondisi saat ini
6. Disertasi/Tesis/Tugas Akhir/PKM yang dihasilkan
No Nama Mahasiswa NRP Judul Status*)
1 Adhitia Satria Pradana
03211640000095
Kajian Produksi Air Minum Dalam
Kemasan Dengan Menggunakan
Metode Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) Dan
Extended Producer Responsibility
(EPR)
(Studi Kasus : Perusahaan
Toyamilindo Mountoya)
Sudah Selesai
(Lulus 2020)
2 Alysia Safi Damayanti
03211640000069 Kajian Status Mutu Air Kali
Surabaya Pada Segmen Gunungsari
– Jagir Dengan Metode Indeks
Pencemaran (IP) Dan Total
Pollutant Load Control System
(TPLCS)
Sudah Selesai
(Lulus 2020)
*) Status kemajuan: cantumkan lulus dan tahun kelulusan atau in progress
LAMPIRAN JURNAL
155
STUDY OF MINERAL WATER PRODUCTION BY USING HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) AND
EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) METHODS
(CASE STUDY : TOYAMILINDO MOUNTOYA COMPANY)
Abstract
The demand for drinking water in Cirebon City is increasing and is not proportional to the drinking water supply capacity of DWTP
Cirebon City. So the Toyamilindo Mountoya Company was established, which is engaged in bottled drinking water (BDW), whose
production rate continues to increase. The need for quality control methods to improve the quality of bottled drinking water
products that can affect the quality of products consumed by customers. So BDW Toyamilindo Mountoya applies the HACCP and
EPR methods which aim to evaluate the performance of the BDW production processing unit in planning quality control with the
HACCP method, determine the quality control of bottled drinking water products to minimize negative risks to consumers with
the EPR method, and compare the quality of freshly produced bottled water with products that consumers accept. Based on the
analysis of existing conditions on the Toyamilindo Mountoya BDW, the poor performance of the processing unit and the need for
quality control monitoring is caused by replacing the membrane, cartridge micro filter and ozone generator, the ozone injection
unit that exceeds the usage limit, poor quality of raw water pumps and backwash scheduling of carbon filter media affect the
quality of production water and products. Quality control using the EPR method is carried out on the use of raw materials,
production processes, finished products, product storage and distribution, sanitation and waste treatment, and product quality to
consumers. Changes and decreases in product quality are due to the distance between the delivery to the store, the shipping or
transportation process, the method of storage, and the length of time the product is stored.
Keywords : Bottled Drinking Water, Extended Producer Responsibility, Hazard Analysis Critical Control Point, Quality Control,
Toyamilindo Mountoya Company.
1. INTRODUCTION
The demand for drinking water in Cirebon City is increasing and is not proportional to the drinking water supply capacity
of the DWTP.Cirebon city has the potential for vulnerability to the availability of drinking water because it depends on water
sources from Kuningan Regency, West Java. DWTP Cirebon City services reach 78% of total population of Cirebon City, while
the demand for drinking water has increased and has become a problem because people need drinking water (DWTP Cirebon City, 2014). To overcome this, people choose bottled drinking water for their daily needs. But it is necessary to be aware of namely, the
quality of water from the bottled water products used by the community, whether it meets the applicable drinking water quality
requirements and is listed in the Indonesian National Standard Number 3553 of 2015 and Regulation of the Minister of Industry
of the Republic of Indonesia Number 78 of 2016. So, the need for monitoring and controlling the results of the production process
so that it is suitable for consumption and reducing the negative risk of bottled drinking water (Dahlan and Wahyunus, 2016).
Therefore, the bottled drinking water (BDW) Toyamilindo Mountoya company, located in Cirebon City, seeks to apply the
method Hazard Analysis Critical Control Point to fulfill monitoring and control measures, as well as to reduce the negative risk of
bottled water products using the method Extended Producer Responsibility.
2. METHODS
Collecting laboratory research data to support HACCP and EPR methods, conducted interview surveys and questionnaires
containing aspects of production and aspects of human resources aimed at 6 expert judgments, namely Head of production, Head
and Co. Head of QA / QC, Head of Management Representative, Head of Maintenance, and Head of PPK. Meanwhile, to support
the EPR method, a questionnaire survey was obtained from 4 shops selling complete bottled drinking water, namely the Bayu shop,
Jaguar 99, Jembar Agung, and 100 mundu. The research area was carried out at the Toyamilindo Mountoya BDW Company which
is located on Jalan Pangeran Cakrabuana, Wanasaba Kidul Village, Talun District, Cirebon City, West Java Province.
STUDY OF MINERAL WATER PRODUCTION BY USING HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL
POINT (HACCP) AND EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) METHODS
(CASE STUDY : TOYAMILINDO MOUNTOYA COMPANY)
Nieke Karnaningroem, Mas Agus Mardianto, dan Adhita Satria Pradana
Nieke Karnaningroem, Mas Agus Mardianto, dan Adhita Satria Pradana
156
Figure 1. Location of Research Area, BDW Company Toyamilindo Mountoya
Pre-requisites method, namely the initial procedure to support risk analysis and preparation of critical points which aims
to facilitate the identification of the causes of failure and the impact of the production process using the method fishbone
analysis and Failure Mode and Effect Analysis. Fishbone analysis can find the root causes of problems based on questionnaires
sourced from expert judgments, surveys of the existing conditions of the production process and can be used as problems to be
analyzed (Suryani, 2018). Identify potential failures in FMEA to assess aspects of failure based on incidence rate, severity, and
detection, then obtain the RPN value for failure prevention efforts so that companies focus on dealing with problems identified as
critical points, so as to reduce costs and increase the effectiveness of time and energy in solve problems (Sari, et al, 2011). These two methods consider the Indonesian government program regarding the appeal for HACCP implementation and as a method pre-
requisite to guarantee the quality of bottled drinking water products based on SNI 01-4852-1998, ISO 9001 series, and ISO series
22000 (Fitrianti, 2016). HACCP is a quality assurance method that not only guarantees the safety of bottled drinking water without
risk, but this method is based on the anticipation of hazards and supervision that prioritizes preventive measures rather than
emphasizing final product testing with control measures to minimize negative risks and the occurrence of hazards (Daulay, 2014).
The application of the HACCP method consists of 5 principles, namely risk and hazard analysis with the method pre-
requisite, identification and determination of critical control points, determination of critical limits from critical control points,
preparation of monitoring systems, and determination of corrective actions (SNI 01-4852, 1998).
EPR or producer responsibility for its products is a form of producer responsibility in producing and distributing its
products, as well as monitoring the use of raw materials, production processes, distribution, product quality, and so on, to minimize
the risk of negative products to consumers or distributors and reduce the potential risk of defects. products and decreased product
quality (Law Number. 8 of 1999). After the production process produces a product, an inspection is carried out which includes
two things, namely checking the conformity of the product with product quality standards and checking the conformity of the
product with consumer requirements. From this examination, it is known whether the product can be marketed to consumers or
whether it has to be reprocessed because it is not by customer needs, so quality control is needed from the beginning of the
production process to become bottled water (Nugroho, et al, 2012).
3. RESEARCH RESULTS AND DISCUSSION
a. Identification of Risks and Hazard Cause of Failure
Sampling was conducted once a day for 7 working days, starting on Monday, 17 February 2020 to Monday, 24 February
2020 which is a time series. Sampling in this study was carried out using a 250 mL beaker glass with the top covered with aluminum
foil, while for the microbiological analysis of bacteria Escherichia Coli using a 140 ml glass bottle. Following are the results of
the analysis carried out at the Laboratory Quality Control of the Toyamilindo Mountoya BDW Company :
1. pH Analysis, Total Dissolved Solids, Turbidity, Ozone Remaining Levels, and E. Coli Microbiology
The pH analysis results obtained the highest pH value of 7.54 and the lowest of 6.99. These results are still by the quality
standards in SNI 3553: 2015, namely 6.0 to 8.5. The results of TDS analysis obtained the highest TDS value of 184 mg / L and the lowest value of 177 mg / L. These results are still by the quality standards stipulated in SNI 3553: 2015, namely a maximum of
500 mg / L. The results of the analysis of the highest turbidity were 0.86 NTU and the lowest was 0.45 NTU. These results are still
by the quality standards in SNI 3553: 2015, namely a maximum of 1.5 NTU. However, it was found irregularities in the fluctuation
of the turbidity value on all laboratory analysis days. The increase in turbidity value is always in the carbon filter effluent, which
should function to reduce turbidity, but there is an increase in the turbidity value of the carbon filter effluent. This requires further
analysis related to problems that occur in the carbon filter unit. These problems can be caused by replacing filter media and carbon
filter membranes that are not by the SOP, washing the media that is not based on the sanitation procedure of the carbon filter unit
which is not routine, or the lack of supervision and control of water quality by the production department (Permenperin Number
96 of 2011). The results of the analysis of ozone levels in bottled drinking water products obtained the value of residual ozone
levels of 0.1 ppm or constant for all the products tested with UV irradiation unit contact time for 14 - 16 hours divided into
2 shifts work. The results of the analysis are still by the quality standards stipulated in the Regulation of the Minister of Industry
of the Republic of Indonesia Number 78 of 2016, which is between 0.05 - 0.3 ppm. The results of the analysis of bacteria Escherichia Coli at the sampling point obtained that the bacteria content Escherichia Coli was negative or not detected
(TTD). The negative results of the MPN analysis of the bacteria Escherichia Coli in the sample stated that the bacteria
were Escherichia Coli not detected in the sample water. These results are by the quality standards stipulated in SNI 3553 : 2015,
namely the absence of bacteria Escherichia Coli in the results of each sampling point.
2. Fishbone Analysis
In the preparation of fishbone analysis is based on a questionnaire sheet is divided into two, namely the questionnaire
157
sheet and the technical part of human resources. The technical section questionnaire sheet includes questions about raw water
quality, carbon filter, microfilter, ozone injection, mixing tank, and ultraviolet light. Meanwhile, the human resources section of
the questionnaire sheet includes questions about worker behavior and worker insights. From the diagram fishbone, it is that found
there are problems in the BDW production process such as the burning of raw water intake pumps, rotating blackouts by DWTP,
washing media and replacing ozone generators that are not according to schedule and SOP as well as excessive use of the
membrane cartridge in the microfilter processing unit.
Figure 2. Fishbone Diagram Analysis
3. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Method Weighting is adjusted to fishbone analysis and entity weighting aims to make it easier to determine the priority of HACCP
critical points if there is the same RPN calculation (Wahyuningsih, 2018). Then, determining the value severity or the level of
seriousness of the impact, the more severe the impact, the higher the value severity. The limitation of the value of
the severity analysis is 1 - 5. Furthermore, each scale of environmental conditions is described to ensure consistency in risk analysis
(Fitrianti, 2016). Then the results of the estimation of the existing conditions can be known the value severity of each entity is
equation (1) below and then in Table 1 is the result of the ranking severity of each entity
Severity = Ideal Scale Value−Existing Scale Value
Ideal Scale Value x 100% (1)
Table 1. Rangking of each Entitity
Occurance or the rate of failure of the processing unit illustrated the number of events in 1 year, where the probability of
failure was based on a scale of 1-5. A value of 5 means the level of high impact frequency or the number of frequent occurrences
and a value of 1 means that the level of impact frequency is low or the number of events rarely occurs. Detection or the value of
the ability to control failure associated with that control based on the frequent failure occurs or a value occurrence performed
because the number of failures became more frequent if less effective methods of prevention do. Assessment Detection has a scale
range of 1 - 5. Scale 5 explains that the ability of the control device to detect the causes of failure is low (undetected) and scale 1,
namely the control device can detect failure easily and with a certainty of detection (Wahyuningsih, 2018).
In Table 2, the results of the Risk Priority Number are the multiplication of assessments severity,
occurrence, and detection, to determine the potential failure that occurs and the critical point for the HACCP method. The RPN
values are sorted from largest to smallest value. The largest RPN value is that the type of failure has a significant effect, has a high
risk, requires handling, and a monitoring method to repair failure. The smallest RPN value is that the type of failure never occurs,
the risk of danger does not have the potential to arise, and does not need it but is still given a monitoring method to minimize the
potential for failure. This type of failure has a significant and high-risk influence which is included as a critical control point whose
RPN value is above 10, because it indicates that failure can disrupt the production process so that it affects the characteristics or
quality of production water directly, such as laboratory analysis results that exceed quality standards. The results of the RPN
analysis obtained ratings of 1 to 27 identified hazards and not all types of hazard failures can be used as critical control points.
Determination of critical control points is only rated 1 - 6 which is controlled because it has a large RPN number or above 10 which
can disrupt the production process, while ratings 7 - 27 do not need to be put into a critical control point because the RPN value is
small and does not have the potential to cause failure in the production process. Potential failure occurs due to replacing the membrane cartridge in the microfilter unit and the ozone generator in the ozone injection unit which exceeds the period of use,
the quality of the pump for raw water transportation that is often damaged, backwash media for silica sand, gravel, and activated
carbon in the carbon filter unit that is not suitable with the applicable schedule or SOP. Then the above failures will be identified
at the critical control point.
Table 2. Result of Calculation Risk Priority Number
b. Hazard Analysis Critical Control Point Method
After analyzing the risks and hazards, the second principle is the determination of a critical control point or a hazard
prevention procedure that has been missed from the control, resulting in the emergence of a negative risk to BDW. Then, a critical
limit can be determined to facilitate risk control as the third principle (Hassan and Masduqi, 2016). The critical limit is a criterion
that separates acceptable and unacceptable conditions for each critical control point so that it is not exceeded to avoid loss of
control in corrective efforts based on legislation, safety standards, and scientifically tested values. (Sudarmaji, 2015). Arrangement
of a monitoring system as the fourth principle to provide information before any deviation occurs so that corrective action is taken
and does not affect the entire BDW production system (SNI 01-4852, 1998). Monitoring activities include determining the person
in charge for each production process, checking the critical control point handling procedure, testing the effectiveness of the critical
control point control handling procedure, and determining critical limits to ensure that it is still on a safe level. The fifth principle
158
is the establishment of corrective actions for each critical control point to deal with deviations that occur so as not to affect
production results. If the critical limit is not within a tolerable level, corrective action is needed depending on the level of risk in
each product production process to ensure that the product production process does not cause new potential hazards (Daulay,
2014). After all the principles of the HACCP method have been carried out, all the results of the analysis are entered in Table 3
Table 3. Result of Hazard Analysis Critical Control Point Method
c. Analysis of Extended Producer Responsibility Method
Supervision and quality control are carried out as a whole from the production process, finished product, storage form,
process transportation, sanitation, waste treatment, and consumer products. Good quality of drinking water products will increase
consumer satisfaction and minimize the occurrence of contamination and product damage and maintain product quality to remain
good for consumers (Batarfie, 2006).
1. Quality Control of Production and Finished Products
Toyamilindo Mountoya BDW Company carries out a program hold and release, namely if there are raw materials or final
products that do not comply with the specified specifications after testing, the QC section provides information on parts of raw
material and finish goods to separate these raw materials or products and provide a clear identity. There are 3 types of identities
used in the implementation, namely quarantine, reject, and QC passed. Products that meet the specifications are given the status
of QC passed. The finished product is checked against the specifications of each product, such as checking the volume, expiration
date, foreign matter, appearance of the packaging. Control of the quality of the packaging process by checking the condition of the
product again if anything has been missed from the previous process, gluing the box, and also the expiration date on the packaging
box. Product withdrawal is carried out if discrepancies are found during the production process that can endanger consumers in
terms of food safety and the product has been sent to consumers. The product recall mechanism has been documented in the form
of a procedure by performing mock recall at least once a year. The process of controlling rework is the implementation
of repacking of products that occur due to imperfections during the packaging process, storage in finished goods warehouses, or
during transportation.
2. Quality Control of Storage and Transportation
Storage of finished products is used in special warehouses to prevent damage to materials which must comply with procedures QC
passed, to prevent users that are not by health requirements. The storage area must be clean and no scattered material stored in a
special area with a storage area air circulation system that is formed to prevent unwanted things from affecting the
product. Stacker and hand pallets as a means of transfer and unloading in the finished goods warehouse to the distribution
equipment are maintained so that contamination does not occur. Warehouses and General Affairs must regulate the traffic of
vehicles used for the transportation of raw materials, process auxiliary materials, packaging materials, and final products. The
General Affairs arranges vehicles for garbage collection and waste disposal. The supervisor warehouse arranges for container truck
inspections for product delivery to run properly and according to the SOP. Inspection for vehicles is carried out to see that the
vehicle used meets the specifications set by QC and security to ensure that no product is damaged or dirty during the
process loading.
3. Sanitation and Waste Management
The company performs environmental sanitation before, during, and after processing. Production room sanitation is
carried out before and after the production process as well as thorough cleaning every 2 weeks. Equipment sanitation is carried out
to avoid quality changes that occur in the BDW processing process.sanitation is a Ground reservoir carried out every 1 month,
using food grade soap. Sanitation of the carbon filter is carried out every 1 month with backwash repeatedly until the water is not
cloudy. To maintain the effectiveness of activated carbon, it is replaced every 6 months.sanitation is Microfilter carried out every
1 week with a physical wash. Cleaning the holding tanks and filling machines is done by soaking using food grade soap and rinsing
thoroughly. Sanitation for production workers uses equipment, namely uniforms and other equipment, namely hairnet, masks,
boots, gloves, and is sprayed with alcohol every 5 minutes. Waste from the BDW processing process is in the form of liquid and
solid waste. For liquid waste, namely water from washing bottles and gallons and water wasted from filling. Solid waste is activated
carbon, bottle caps, and gallons. For liquid waste, it is disposed of into a sewer that is connected to the irrigation of the population
because the wastewater that is disposed of is not dangerous because when washing the gallon it uses soap food grade. Solid waste
159
in the form of activated carbon is sprinkled on the ground so that it will decompose, while waste for the production
of cups, damaged bottles, and gallons is collected and then sold to collectors.
4. Quality Control of Product for Consumers
Supervision of product quality for consumers is carried out in 3 ways, the first is to identify and trace products based on
monitoring and measurement of each stage of the production process. For finished products, the status identity is given after the last stage of the process. Tracing is maintained by implementing the use and filling of forms in each company department. Second,
establish and implement a non-conformance control system, especially for potentially unsafe products, by establishing corrective
and preventive action procedures and product recall procedures. This corrective and preventive action procedure regulates the
handling if a non-conformity is identified from the results of internal or external audits of customer complaints. Third, validation
of the ozonation process, where the company has regulations to determine the level of injected ozone to ensure the product is by
specifications and records the results of ozonation to re-validate the quality and safety of bottled water products according to
quality standards every 6 months to ensure the suitability of the products produced
5. Analysis Quality Product BDW for Consumer
The purpose of comparing product quality to consumers with product quality data when it is newly produced is to maintain
the quality of the product that has been produced and to detect a decrease in product quality when it is in the hands of consumers
because it can endanger consumer health. Factors that cause a decrease in the quality of bottled water products, for example, are the influence of the distance of the delivery process from the company to the store, damage during the product transportation
process to distributors or consumers, the wrong way to store products, and also the length of product storage. The BDW
Toyamilindo Mountoya company as a producer is not only responsible for the production process but is also obliged to monitor
the quality of its products in the hands of consumers or distributors by the Minister of Industry Regulation Number 96 of 2011.
Based on the results of analysis from 4 stores, changes in the quality of bottled drinking water products are caused by product
delivery, product storage, product storage time, and contamination from outside the product as evidenced by a significant change
in the pH number in glass and bottled products which can cause changes in the taste of the product. For the turbidity parameter,
there is an increase in the value of turbidity in bottled and gallon products which can affect the physicality of the product. In one
shop, moss was also found in gallons due to the lack of cleanliness of washing and improper storage due to direct exposure to
sunlight. Meanwhile, for TDS parameters, residual levels of ozone, and Escherichia coli bacteria, there was no change in the
quality of the product..
4. CONCLUSION
Based on the results of the analysis of the existing conditions at the Toyamilindo Mountoya bottled water, the poor
performance of the processing unit and the need for quality control monitoring is due to the replacement of the
membrane cartridge on the microfilter and the ozone generator on ozone injection that exceeds the usage limit, the poor quality
of the raw water transportation pump and backwash carbon filter media(silica sand, gravel, and activated carbon) that are not on
the schedule. Quality control using the EPR method is applied by quality control on the use of raw materials, production processes,
finished products, product storage, product distribution, sanitation and waste treatment, and product quality to consumers. The
results of the comparison of the quality of bottled drinking water for consumers with the quality of products that have just come out of the production process, there are changes or decreases in quality caused by the distance of product delivery to the store, the
product delivery process, how the product is stored, and also the length of storage for bottled water products.
REFERENCES
Batarfie, M. U. A. 2006. “Analisis Pengendalian Mutu pada Proses Produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) SBQUA”.
Departemen Manajemen, Fakultas Eknomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Dahlan, A., dan Wahyunus. 2016. “Rencana HACCP Pengolahan Kecap”. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Daulay, S. 2014. “Hazard Analysis Critical Control Point dan Implementasinya dalam Industri Pangan”. Jakarta.
Fitrianti, N. 2016. “Analisis Penurunan Kualitas Air Produksi Instalansi Air Minum (IPAM) X dengan Metode Failure Mode and
Effect Analysis (FMEA)”. Institut Teknologi Sepuluh Nopember : Surabaya
Hassan, F. dan Masduqi, A. 2016. “Application of Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) in The Drinking Water
Company”. The 1st International Seminar on Management Technology, Surabaya.
Nugroho, M. S., Bisri, M. dan Anwar, M. R. 2012. “Kajian Terhadap Implementasi Manajemen Mutu pada Pengelolaan Proyek
Perumahan”. Jurnal Teknik Sipil, Universitas Brawijaya, Vol. 6 No. 2 Malang.
Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 96 Tentang Persyaratan Teknis Industri AMDK Tahun 2011. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Cirebon Tahun 2014.
160
Sari, D., Rosyada, Z., dan Ramadhani, N. 2011. “Analisa Penyebab Kegagalan Produk Woven dengan Menggunakan Metode
Failure Mode and Effect Analysis”. Jurnal Teknik Industri 1,6:6-11.
Standar Nasional Indonesia (SNI). No. 01-4852 Tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta
Pedoman dan Penerapannya Tahun 1998.
Sudarmaji. 2015. “Analisis Bahaya dan Pengendalian HACCP” Jurnal Kesehatan Lingkungan 1,2:183-190
Suryani, F. “Penerapan Metode Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram) dan FMEA dalam Menganalisa Resiko Kecelakaan
Kerja di PT. Pertamina Talisman Jambi Merang”. Journal Industri Services 3, 2:63-69 (2018).
Undang-undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Wahyuningsih, I. “Pengurangan Resiko Kegagalan Produksi Air Minum Isi Ulang Kecamatan Gubeng Kota Surabaya dengan
Menggunakan FMEA”. ITS : Surabaya (2018).
Figure 1. Location of Research Area
List of Figures
Figure 2. Fishbone Diagram Analysis
List of Tables
Table 1
Rangking of Severity
Entity Value
Severit
y
Rating
Raw Water
Quality of raw water 0% 1
Distance of raw water source to
factory
0% 1
Quality of pumps for water
transportation
60% 3
Carbon Filter
silica sand replacement 0% 1
Washing silica sand 40% 3
Size silica sand 0% 1
Replacement gravel media 0% 1
Washing gravel media 40% 3
size Gravel media 0% 1
Replacement activated carbon 0% 1
Washing activated carbon 40% 3
type active carbon 0% 1
Micro Filter
Replacement membrane cartridge 80% 4
Wash membrane cartridge 0% 1
The size of the membrane cartridge 0% 1
Injection ozone
Replacement ozone generator 80% 4
levels of ozone 0% 1
UV Lamp
Replacement Lamp UV 0 % 1
UV Lamp Specifications 0% 1
UV Contact Time 0% 1
Worker Behavior
Water Quality Analysis 0% 1
Water Quality Analysis Point 0% 1
Worker Sanitation 0% 1
Sanitation BDW Treatment Units 0% 1
Worker Insights Workers'
understanding of quality of water
according to SNI 3553: 2015
0% 1
Insights of workers related to
factory operations in accordance
with PERMENPERINDAG
Number. 705 of 2003
0% 1
Training on drinking water quality
management system according to
SNI 01-4852-1998
0% 1
161
Tablel 2
Results Calculation of Risk Priority Number
Source Type of
Failure
S O D RP
N
Priority for
handling
Raw
Water
Quality of raw
water
1 1 1 1 23
Distance
source of raw
water with
factory
1 1 1 1 24
Pump quality 3 3 3 27 3
Carbon
Filter
Replacement
of silica sand
1 1 1 1 14
backwash
Silica sand
3 2 2 12 4
Size of silica
sand
1 1 1 1 17
Replacement
of media
gravel
1 1 1 1 15
Backwash
media gravel
3 2 2 12 5
media size
Gravel
1 1 1 1 18
Carbon
Filter
Replacement
activated
carbon
1 1 1 1 16
backwash
Activated
carbon
3 2 2 12 6
Types of
activated
carbon
1 1 1 1 19
Micro
Filter
Replacement
cartridge
microfilter
4 3 3 36 1
Backwash
membrane
cartridge
1 1 1 1 20
Size membran
catridge
1 1 1 1 21
Ozone
injectio
n
Replacement
of ozone
generator
4 3 3 36 2
Ozone levels 1 1 1 1 22
UV lamp
Replacement
of UV lamp
1 1 1 1 25
UV lamp
specifications
1 1 1 1 26
UV Contact
Time
1 1 1 1 27
Worker
behavi
or
Water quality
analysis
1 1 1 1 10
Water quality
analysis points
1 1 1 1 11
Worker
sanitation
1 1 1 1 12
Sanitation
treatment units
1 1 1 1 13
insight
s
Worker
s'
Understanding
water quality
workers SNI
3553: 2015
1 1 1 1 7
Insights
PERMENPER
INDAG.
factory
operational
workers
Number. 705
2003
1 1 1 1 8
training water
SNI 01-4852-
1998
1 1 1 1 9
162
Table 3
Result of Hazard Analysis Critical Control Point Method
Type Failure
Critical Control Point Critical Limits Monitoring System
Correct
ion Failure
Risk CCPs
Critic
al
Limit
s
Referen
ce Procedure
Freq
uenc
yTh
e
PJ
use of
amembrane
cartridge in the
micro filter unit
exceeds the usage
power
(RPN value = 36)
Themembr
ane catrige
cannot
filter fine
water
particles
effectively.
Replace
ment and
the
period of
use of
thememb
rane
cartridge
in the
micro
filter
unit
1
Mont
h
Once
US EPA
2005 on
Membr
anes
Filtratio
n
Guidan
ce
Manual
Check the
condition of
themembran
e cartridge
on all parts
Ever
y
wee
k at
the
begi
nnin
g of
the
prod
uctio
n
proc
ess
Head
of QA
/ QC
and the
unit
operat
or
microf
ilter
membra
ne
cartridg
e be
replaced
at least
1 month
use of ozone
generators at the
injection unit of
ozone that exceed
the period of the
power usage
(Value RPN =
36)
Power
ozone
generator
so that
pathogens
gone
downhill
and is not
effective
period of
the use
of ozone
generato
rs at the
injection
unit
ozone
5Onc
e a
Year
US EPA
2011
Water
Treatme
nt
Manual
Disinfe
ction
Check
themicrobial
parameter
data E. Coli
on the ozone
injection
effluent for
1 year with
quality
standards
Ever
y
year
at
the
begi
nnin
g of
the
prod
uctio
n
proc
ess
Head
of QA
/ QC
and
ozone
injecti
on unit
operat
or
Replace
ozone
generato
r ozone
injectio
n unit at
least
once a
year
The
quality of the
main pump is not
up to standard
and is damaged
(RPN value = 27)
Raw water
treatment
for bottled
drinking
water
production
is
hampered,
disturbanc
es in
Availabl
e spare
pumps
and
selection
pump of
the
highest
quality.
Once
a
mont
h
PERME
N
PERIN
DAG
No. 705
of 2003
concern
ing
Technic
al
Check the
condition of
the main
pump and
the backup
pump.
Selection of
the best
pump for 1
month at
at
the
begi
nnin
g of
each
perg
an-
tian
shift
Head
of
mainta
n-ance
and
operat
or unit
ground
tank
Pengcek
anprima
ry pump
minimu
m
conditio
ns
before
the shift
of
163
quality,
quantity,
and
continuity
Require
ments
for the
BDW
Industry
least
according to
the rules
prod
uctio
n
raw
water
producti
on
Backwash silica
sand media filter
carbon units late
and not according
to the standard
schedule
(RPN value = 12)
Contamina
nts
attached to
silica sand
can
dissolve in
water and
cause
turbidity
schedule
for
Backwas
h silica
sand
media on
the
carbon
filter
unit
1
Week
Once
Indones
ian
Nationa
l
Standar
d
Number
6774 of
2008
Check the
headloss on
the tank
according to
the results of
parameter
data
especially
turbidity on
carbon filter
effluent with
quality
standards
Ever
y
begi
nnin
g of
the
shift
prod
uctio
n
Head
of QA
/ QC
and
operat
or of
the
carbon
filter
unit
Wash
the
silica
sand
media
unit
carbon
filter
every
day at
least 1
time
Backwash
themedia gravel
or gravel carbon
filter unit late and
not according to
the standard
schedule
(RPN value = 12)
Contamina
nts
sticking to
themedia
gravel can
dissolve in
water and
cause
turbidity
Schedule
backwas
h media
gravel
on the
carbon
filter
unit
1
Week
Once
Indones
ian
Nationa
l
Standar
d
Number
6774
Year
2008
Check the
headloss on
the tank
according to
the results of
the
parameter
data,
especially
the turbidity
in the
carbon filter
effluent with
quality
standards
Ever
y
begi
nnin
g of
the
shift
prod
uctio
n
Head
of QA
/ QC
and
operat
or of
carbon
units
filter
Launder
ing
media
gravel
units of
carbon
filters
every
day at
least 1
time
Backwash media
activated carbon
carbon units filter
late and did not
match the
standard schedule
(Value RPN =
12)
contamina
nts
attached to
the
activated
carbon can
be
dissolved
in water
and
turbidity
Schedule
backwas
h media
activated
carbon
in the
carbon
filter
unit
Once
a
week
Indones
ian
Nationa
l
Standar
d
Number
6774
Year
2008
Check the
headloss on
the tank
according to
the results of
parameter
data,
especially
the turbidity
in the
carbon filter
effluent with
quality
standards
Ever
y
begi
nnin
g of
the
shift
prod
uctio
n
Head
of QA
/ QC
and
operat
ors of
carbon
filter
units
Wash
the
activate
d carbon
media
of the
carbon
filter
unit
every
day at
least 1
time
1
Recommended