17
BAB I PENDAHULUAN Megakolon, seperti megarektum, merupakan sebuah istilah. Megakolon merujuk pada dilatasi kolon yang tidak disebabkan oleh obstruksi mekanis. Definisi megakolon bervariasi dalam beberapa literatur, sebagian besar menganut bahwa diameter saekum lebih dari 12 cm adalah megakolon. Sebagai tambahan, dikarenakan diameter kolon berbeda-beda di setiap bagian, diameter rektosigmoid yang lebih dari 6,5 cm dan kolon asenden yang lebih dari 8 cm dikatakan megakolon. 1 Megakolon terbagi atas gangguan kongenital dan didapat. (Patologi Robbin) Penyakit Hirschsprung merupakan megakolon kongenital. Pada tahun 1988, Hirschsprung melaporkan dua kasus bayi meninggal dengan perut yang kembung akibat kolon yang sangat melebar dan penuh massa feses. Ini merupakan kelainan yang tersering dijumpai sebagai penyebab obstruksi usus pada neonatus. Pada penyakit ini tidak terdapat pleksus mienterik sehingga bagian usus yang bersangkutan tidak dapat mengembang. Setelah penemuan kelainan histologik ini barulah muncul teknik operasi yang rasional untuk penyakit ini. 2 Megakolon didapat dapat terjadi akibat (1) penyakit Chagas; pada penyakit tersebut tripanosoma secara langsung menginvasi dinding usus dan merusak pleksus, (2) obstruksi organik usus oleh neoplasma atau striktur peradangan, (3) megakolon toksik sebagai komplikasi kolitis ulseratif atau penyakit Crohn, (4) gangguan psikosomatis fungsional. 3 1

Hirschsprung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat mengenai penyakit hirschsprung

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Megakolon, seperti megarektum, merupakan sebuah istilah. Megakolon merujuk pada

dilatasi kolon yang tidak disebabkan oleh obstruksi mekanis. Definisi megakolon bervariasi

dalam beberapa literatur, sebagian besar menganut bahwa diameter saekum lebih dari 12 cm

adalah megakolon. Sebagai tambahan, dikarenakan diameter kolon berbeda-beda di setiap

bagian, diameter rektosigmoid yang lebih dari 6,5 cm dan kolon asenden yang lebih dari 8 cm

dikatakan megakolon.1

Megakolon terbagi atas gangguan kongenital dan didapat. (Patologi Robbin) Penyakit

Hirschsprung merupakan megakolon kongenital. Pada tahun 1988, Hirschsprung melaporkan

dua kasus bayi meninggal dengan perut yang kembung akibat kolon yang sangat melebar dan

penuh massa feses. Ini merupakan kelainan yang tersering dijumpai sebagai penyebab

obstruksi usus pada neonatus. Pada penyakit ini tidak terdapat pleksus mienterik sehingga

bagian usus yang bersangkutan tidak dapat mengembang. Setelah penemuan kelainan

histologik ini barulah muncul teknik operasi yang rasional untuk penyakit ini.2

Megakolon didapat dapat terjadi akibat (1) penyakit Chagas; pada penyakit tersebut

tripanosoma secara langsung menginvasi dinding usus dan merusak pleksus, (2) obstruksi

organik usus oleh neoplasma atau striktur peradangan, (3) megakolon toksik sebagai

komplikasi kolitis ulseratif atau penyakit Crohn, (4) gangguan psikosomatis fungsional.3

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Hirschsprung

2.1.1 Insidensi

Penyakit Hirschsprung terjadi pada sekitar 1 dari 5000 sampai 8000 kelahiran

hidup; penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki dengan rasio 4:1. Penyakit

ini jauh lebih sering ditemukan pada mereka yang juga mengidap anomali

kongenital lain, seperti hidrosefalus dan divertikulum Meckel.3

2.1.2 Histologi Normal Usus

Histologi traktus digestivus terbagi atas empat lapisan, yaitu tunika mukosa,

tunika submukosa, tunika muskularis eksterna dan tunika serosa (atau

adventisia). Keempat lapisan ini sama pada seluruh bagian traktus digestivus

hanya terdapat beberapa modifikasi dan spesialisasi pada regio tertentu.4

a. Tunika Mukosa

Lumen traktus digestivus dilapisi oleh epitel, di bawahnya terdapat jaringan

ikat longgar yang disebut lamina propria. Lamina propria yang kaya akan

vaskularisasi ini berisi kelenjar dan pembuluh limfe, yang tergabung dalam

sistem mucosa-associated lymphoid tissue (MALT). Beberapa sel lamina

propria bertugas mensintesis dan mengeluarkan faktor pertumbuhan yang

mengatur siklus sel epitel. Lapisan muskularis mukosa mengelilingi

lamina propria, terdiri atas lapisan sirkular dalam dan lapisan otot polos

longitudinal luar. Epitel, lamina propria dan muskularis mukosa secara

kolektif disebut tunika mukosa.4

b. Submukosa

Tunika submukosa merupakan lapisan jaringan ikat fibroelastik ireguler dan

tebal. Tunika ini tidak mengandung kelenjar kecuali di esofagus dan

duodenum. Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan pembuluh limfe,

juga komponen sistem saraf enterik yang disebut pleksus Meissner

submukosa. Pleksus ini yang juga mengandung badan sel saraf

parasimpatik mengontrol motilitas mukosa dan aktivitas sekresi kelenjar.4

2

c. Muskularis eksterna

Tunika muskularis eksterna terdiri atas lapisan sirkular dalam dan lapisan

otot polos longitudinal luar.4

Gambar 2.1 Histologi traktus digestivus4

Tunika submukosa dikelilingi oleh lapisan muskularis yang tebal, yaitu

tunika muskularis eksterna yang berperan dalam aktivitas peristaltik.

Peristaltik menggerakkan isi lumen di sepanjang traktus digestivus. Tunika

muskularis eksterna tersusun atas otot polos (kecuali di esofagus) dan

biasanya terdiri atas lapisan sirkular dalam dan lapisan longitudinal luar. Sel

khusus yang mirip otot polos, yaitu sel interstisial Cajal, melakukan

kontraksi ritmik, diperkirakan merupakan pacemaker kontraksi tunika

muskularis eksterna. Komponen kedua yanng tergolong sistem saraf enterik

yaitu pleksus mienterikus Auerbach, terletak di antara kedua lapisan otot

ini dan mengatur aktivitas muskularis eksterna. Pleksus Auerbach

mengandung badan sel saraf parasimpatik postganglionik.4

3

d. Serosa dan adventisia

Tunika muskularis eksterna ditutupi oleh lapisan jaringan ikat tipis yang

dapat oleh epitel skuamos simpleks peritoneum viseral. Jika organ/traktus

digestivus terletak intraperitoneal, maka lapisan ini disebut tunika serosa.

Jika organnya terletak retroperitoneal, ia melekat pada dinding yang disusun

oleh jaringan ikat ireguler yang disebut tunika adventisia.4

2.1.3 Embriologi

Secara genetis, penyakit Hirschsprung bersifat heterogen, dan diketahui

terdapat beberapa defek yang berlainan yang menimbulkan akibat yang sama.

Sekitar 50% kasus terjadi akibat mutasi di gen RET dan ligan RET, karena

merupakan jalur sinyal yang diperlukan untuk membentuk pleksus saraf

mienterikus.3

Penyebab penyakit Hirschsprung sampai saat ini masih belum sepenuhnya

dimengerti, walaupun pemikiran saat ini memperkirakan bahwa penyakit ini

diakibatkan adanya defek migrasi sel neural crest, yang merupakan prekursor

embrionik sel ganglion intestinal. Dalam kondisi normal, sel neural crest

bermigrasi ke intestinal dari sefalad ke kaudal. Proses ini sempurna pada usia

gestasi 12 minggu, tetapi migrasi dari kolon midtransversum ke anus

membutuhkan waktu 4 minggu. Selama periode ini, fetus sangat rawan

mengalalmi defek migrasi sel neural crest. Ini menjelaskan mengapa

aganglionosis meliputi rektum dan rektosigmoid.5 Hal ini menyebabkan

obstruksi fungsional dan peregangan progresif kolon yang terletak proksimal

dari segmen yang terkena. Pada sebagian besar kasus hanya rektum dan sigmoid

yang aganglionik, tetapi pada sekitar seperlima kasus yang terkena adalah

segmen yang lebih panjang, dan bahkan keseluruhan kolon (walaupun jarang).3

2.1.4 Klasifikasi

Pada morbus Hirschsprung segmen pendek, daerah aganglionik meliputi

rektum sampai sigmoid, jenis ini disebut Hirschsprung klasik. Daerah

aganglionik yang meluas lebih tinggi dari sigmoid disebut Hirschsprung

segmen panjang. Aganglionosis yang mengenai seluruh kolon disebut kolon

aganglionik total, dan bila mengenai seluruh kolon dan hampir seluruh usus

halus disebut aganglionosis universal.2

4

2.1.5 Manifestasi klinis

Gejala utamanya berupa gangguan defekasi, yang dapat mulai timbul 24 jam

pertama setelah lahir. Dapat pula timbul pada umur beberapa minggu atau baru

menarik perhatian orang tuanya setelah umur beberapa bulan.2

Trias klasik gambaran klinis pada neonatus adalah mekonium keluar

terlambat, yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau dan perut

membuncit seluruhnya. Pada pemeriksaan colok dubur, terasa ujung jari

terjepit lumen rektum yang sempit.2

Adakalanya, gejala obstipasi kronik ini diselingi oleh diare berat dengan feses

yang berbau dan berwarna khas akibat timbulnya penyulit berupa enterokolitis.

Enterokolitis antara lain disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlebihan pada

daerah kolon yang iskemik akibat distensi dinding yang berlebihan.2

Enterokolitis ditandai dengan distensi abdomen dan nyeri, dan terdapat tanda

toksisitas sistemik yaitu demam, gagal tumbuh, dan letargi. Bayi sering

dehidrasi dan mengalami leukositosis atau terdapat peningkatan neutrofil

segmen pada apusan darah tepi. Pada pemeriksaan rektal, ditemui dorongan kuat

feses cair berbau busuk, menunjukkan akumulasi feses yang tertekan pada kolon

distal yang obstruksi.5 Enterokolitis dapat muncul sebelum tindakan operasi atau

bahkan berlanjut setelah operasi definitif.2

Waktu timbulnya gejala klinis, baik yang dini waktu neonatus atau yang

lambat setelah umur beberapa bulan, tidak berhubungan dengan panjang

pendeknya segmen aganglionik.2

2.1.6 Diagnosis

Anamnesis perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinis perut

membuncit seluruhnya merupakan kunci diagnosis.2

Diagnosis definitif penyakit Hirschsprung ditegakkan dengan biopsi rektal.

Sampel tunika mukosa dan submukosa diambil pada 1 cm, 2 cm dan 3 cm dari

linea dentata. Biopsi ini bisa dilakukan di tempat tidur pasien pada periode

neonatal tanpa anastesi, karena sampel yang diambil di usus ini tidak memiliki

inervasi somatik sehingga tidak menyebabkan rasa sakit. Pada anak yang lebih

besar, prosedur ini harus dilakukan dengan sedasi intravena. Gambaran

histopatologi Hirschsprung yaitu tidak adanya sel ganglion di pleksus

5

mienterikus, peningkatan serabut saraf asetilkolinesterase, dan adanya berkas

saraf yang hipertrofi.5

Penting untuk melakukan barium enema pada anak dimana diagnosis

Hirschsprung diragukan. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan lokasi zona

transisi antara kolon ganglionik yang dilatasi dan segmen rektum aganglionik

yang konstriksi. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum melakukan irigasi rektal

sehingga perbedaan ukuran antara usus proksimal dan distal dapat diketahui.

Walaupun barium enema hanya menunjang diagnosis, pemeriksaan ini

bermanfaat mengeksklusi penyebab lain obstruksi intestinal distal, diantaranya

yaitu sindrom kolon kiri kecil (small left colon syndrome) yang terjadi pada bayi

dengan ibu diabetik, atresia kolon, sindrom sumbatan mekonium. Barium enema

pada aganglionosis kolon total memperlihatkan dengan jelas kolon yang

memendek.5

Gambar 2.2 Barium enema pada Hirschsprung memperlihatkan zona transisi di regio

rektosigmoid6

6

2.1.7 Diagnosis Banding

Pada neonatus, harus dipikirkan kemungkinan atresia ileum atau sumbatan

anorektum oleh mekonium yang sangat padat (meconium plug syndrome).

Penyakit ini hampir tidak pernah dijumpai di Indonesia. Sedangkan pada masa

bayi dan anak, obstipasi dapat disebabkan oleh obstipasi dietik, retardasi mental,

hipotiroid dan psikogenetik.2

2.1.8 Penatalaksanaan

Prinsip penanganan penyakit Hirschsprung adalah dengan mengatasi

obstruksi, mencegah enterokolitis, membuang segmen aganglionik dan

mengembalikan kontinuitas usus.2

Untuk mengobati gejala obstruksi dan mencegah enterokolitis dapat dilakukan

bilasan kolon dengan garam faal. Cara ini efektif pada segmen aganglionik yang

pendek. Untuk segmen aganglionik yang panjang dapat dilakukan kolostomi.5

Penyakit Hirschsprung membutuhkan terapi pembedahan pada semua kasus.

Pembedahan klasik terdiri atas beberapa tahap prosedur. Ini meliputi kolostomi

pada periode bayi baru lahir, diikuti dengan operasi tarik terobos setelah anak

mencapai berat badan 10 kg. Ada 3 jenis operasi definitif yang digunakan saat

ini. Pada setiap prosedur, prinsipnya adalah mengonfirmasi lokasi zona

transisi antara segmen ganglionik dan aganglionik, reseksi segmen

aganglionik dan melakukan anastomosis segmen ganglionik ke anus atau

kubah mukosa rektal.5

Baru-baru ini telah dibuktikan bahwa prosedur tarik terobos kini dapat

dilakukan secara aman bahkan pada periode bayi baru lahir. Pengerjaannya

menggunakan prinsip yang sama seperti pada pengerjaan yang bertahap. Banyak

ahli bedah yang melakukan diseksi intraabdominal menggunakan laparoskop.

Teknik ini bermanfaat khususnya pada bayi baru lahir karena memberikan

visualisasi pelvis yang baik. Pada anak dengan distensi kolon yang signifikan,

penting untuk memberikan masa dekompresi menggunakan rectal tube jika

operasi tarik terobos akan segera dilakukan. Pada anak yang lebih besar dengan

abdomen yang distensi berat, hipertrofi kolon, penting untuk melakukan

kolostomi agar usus terdekompresi sebelum melakukan prosedur operasi tarik

terobos. Tidak ada batasan umur maksimal untuk melakukan operasi tarik

terobos.5

7

Terdapat 3 jenis operasi tarik prosedur untuk penyakit Hirschsprung, yang

pertama merupakan teknik yang orisinil yaitu prosedur Swenson. Pada operasi

ini, rektum aganglionik didiseksi di pelvis dan dipindahkan ke bawah menuju

anus. Kolon ganglionik dianastomosis ke anus dengan pembedahan perianal.5

Gambar 2.3 Prosedur Swenson reseksi dengan anastomosis end-to-end dengan eksterioriorisasi

ujung usus ke anus.5

Pada prosedur Duhamel, diseksi dilakukan di luar rektum terbatas pada ruang

retrorektal, kolon ganglionik dianastomosis di posterior tepat di atas anus.

Dinding anterior kolon ganglionik dan dinding posterior kolon aganglionik

dianastomosis menggunakan stapler. Walaupun kedua prosedur di atas efektif,

prosedur ini memiliki kekurangan yaitu adanya kemungkinan kerusakan saraf

parasimpatis yang berdekatan dengan rektum.5

8

Gambar 2.4 Prosedur Duhamel membiarkan rektum pada tempatnya dan membawa kolon

ganglionik ke ruang retrorektal.5

Prosedur Soave meminimalisasi kekurangan 2 prosedur di atas dengan diseksi

dari dalam rektum. Mukosa rektum dibuka sampai tunika muskularis, kemudian

kolon ganglionik dibawa melalui lumen ini dan dianastomosiskan ke anus.5

Gambar 2.5 Prosedur Soave dilakukan dengan diseksi endorektal dan pengangkatan mukosa dari

segmen distal aganglionik dan membawa segmen ganglionik ke anus melalui kanal

seromuskular5

Pada semua kasus, pentuk untuk menentukan level sel ganglion yang mulai

ada. Banyak ahli bedah meyakini bahwa anastomosis harus dilakukan minimal 5

cm dari titik dimana sel ganglionik mulai ada. Ini menghindari tarik terobos

pada zona transisi, yang berkaitan dengan insidensi komplikasi akibat

pengosongan segmen tarik terobos yang tidak adekuat. Hingga 1/3 pasien yang

9

dilakukan operasi tarik terobos pada zona transisi membutuhkan reoperasi di

kemudian hari.5

Komplikasi utama operasi ini adalah enterokolitis post operasi, konstipasi,

striktura anastomosis. Ketiga prosedur ini dapat digunakan untuk aganglionosis

kolon total, dimana ileum digunakan untuk segmen yang ditarik terobos.5

2.1.9 Prognosis

Prognosis baik jika gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pascabedah seperti

kebocoran anastomosis, atau striktur anastomosis umumnya dapat diatasi.2

10

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit megakolon kongenital. Ini merupakan

kelainan yang tersering dijumpai sebagai penyebab obstruksi usus pada neonatus. Pada

penyakit ini tidak terdapat pleksus mienterik sehingga bagian usus yang bersangkutan

tidak dapat mengembang. Penyakit Hirschsprung terjadi pada sekitar 1 dari 5000 sampai

8000 kelahiran hidup; penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki dengan rasio 4:1.

Penyebab penyakit Hirschsprung diperkirakan akibat adanya defek migrasi sel neural

crest, yang merupakan prekursor embrionik sel ganglion intestinal. Hal ini menyebabkan

obstruksi fungsional dan peregangan progresif kolon yang terletak proksimal dari

segmen yang terkena

Penyakit Hirschsprung terbagi atas aganglionosis segmen pendek, segmen panjang,

total dan aganglionosis universal.

Trias klasik gambaran klinis pada neonatus adalah mekonium keluar terlambat,

yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau dan perut membuncit seluruhnya. Pada

Hirschsprung pada anak yang lebih besar dengan enterokolitis ditandai dengan distensi

abdomen dan nyeri, dan terdapat tanda toksisitas sistemik yaitu demam, gagal tumbuh,

dan letargi. Bayi sering dehidrasi dan mengalami leukositosis.

Diagnosis definitif penyakit Hirschsprung ditegakkan dengan biopsi rektal. Gambaran

histopatologi Hirschsprung yaitu tidak adanya sel ganglion di pleksus mienterikus,

peningkatan serabut saraf asetilkolinesterase, dan adanya berkas saraf yang hipertrofi.

Prinsip penanganan penyakit Hirschsprung adalah dengan mengatasi obstruksi,

mencegah enterokolitis, membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas

usus. Sedangkan terapi definitifnya adalah dengan pembedahan. Saat ini terdapat 3 jenis

prosedur operasinya yaitu prosedur Swenson, Duhamel dan Soave.

Prognosis baik jika gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pascabedah seperti

kebocoran anastomosis, atau striktur anastomosis umumnya dapat diatasi.

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Gamarra RM. “Acute megacolon” Dec 2014. Diakses melalui

http://emedicine.medscape.com/article/180872-overview#a6 pada 3 Agustus 2015 pukul

20.00

2. Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku ajar ilmu bedah.

Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. hal. 786-8.

3. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Robbins: buku ajar patologi edisi 7 volume 2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. hal. 632-3.

4. Gartner LP, Hiatt JL. Color textbook of histology third edition. US: Elsevier Saunders;

2007. pg. 381-2.

5. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE. Schwartz’s

principles of surgery eighth edition. US: McGraw-Hill Inc; 2005. pg. 1495-7.

6. Langer JC. Hirschsprung’s disease. In: Mattei P. Fundamentals of pediatric surgery. New

York: Springer; 2011. pg. 476.

12